KELIMPAHAN FUNGI TANAH (29):43-50
KELIMPAHAN FUNGI TANAH DI BAWAH TEGAKAN SENGON DI KECAMATAN CEMPAKA BANJARBARU Oleh/by ENY DWI PUJAWATI Program Studi Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan, Universitas lambung Mangkurat, Jl. A. Yani KM 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan ABSTRACT The aims of this research is to know types, distribution and abundance of soil fungi at revegetation area ex coal-mine under Sengon (Paraserianthes falcataria) stand. Sample of soil is taking under Paraserianthes falcataria stand by taking 30 point in the areal. The method of isolation of fungi with pour plate method and SDA medium. identify of soil fungi with system of Saccardo and measurement of enviroment soil temperature, soil moisture, pH, rate of C organic, P total and N total. Parameter in this research are types of fungi what found in land and also enumeration of frequency, diversity, domination, important value index. 32 species can isolatated from sengon area. Genus of Penicillium is group which biggest dominating at Sengon area with INP 80,93%. Abundance of soil fungi in revegetation area ex coal-mine District of Cempaka not yet fertil because its amount still under 0,1-1 million Cfu/g. Keyword : Soil fungi, Paraserianthes falcataria, Penicillium spp Penulis untuk korespondensi : email :
[email protected], HP : +6281351819433
PENDAHULUAN
Penambangan batubara memang memberikan pendapatan daerah yang sangat besar, namun di sisi lain kegiatan tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah yaitu berupa terbukanya penutupan vegetasi pada proses land clearing. Selanjutnya, proses penggalian menyebabkan hilangnya hara dan kandungan bahan organik tanah, perubahan topografi dan bentang alam serta pencemaran air dan tanah (Sudiana, 2002; Septiana et al., 2003). Secara umum, penambangan batubara di Kalimantan Selatan dilakukan dengan teknik penambangan terbuka, yaitu dengan membuka lahan (land clearing), mengupas tanah pucuk (stripping top soil), pengupasan dan penimbunan tanah penutup (over burden stripping), pembersihan batubara dan penambangan batubara (Akbar, 2002). Metode ini menyebabkan terbentuknya lubang galian yang sangat luas dan dalam. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan kondisi fisik, kimia, dan biologis tanah. Sudiana (2002) mengatakan bahwa lahan bekas tambang termasuk ke dalam jenis lahan kritis. Lahan kritis adalah suatu lahan yang tidak produktif ditinjau dari penggunaan pertanian, sehingga kegiatan perbaikan pasca penambangan batubara mutlak diperlukan untuk mengembalikan produktivitas lahan tersebut. Reklamasi dan revegetasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi lahan pasca penambangan. Reklamasi adalah kegiatan pengelolaan tanah yang mencakup perbaikan kondisi fisik tanah overburden agar tidak terjadi longsor, pembuatan waduk untuk perbaikan kualitas air masam tambang yang beracun, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan revegetasi. Revegetasi bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah tersebut. Daerah bekas
Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010
43
KELIMPAHAN FUNGI TANAH (29):43-50
tambang batubara di Kecamatan Cempaka direvegetasi dengan Akasia (Acacia mangium), sengon (Paraserianthes falcataria), gmelina (Gmelina arborea), sungkai (Peronema canescens), dan petai (Parkia speciosa), dengan total 13.200 batang (Akbar, 2002). Pemilihan tanaman yang tepat dan cepat dalam perbaikan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah merupakan hal penting dalam revegetasi lahan bekas tambang. Berbagai indikator kualitas tanah dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan tanaman dalam mempercepat proses suksesi pada tanah. Fungi tanah adalah salah satu bioindikator yang dapat digunakan untuk memonitor kualitas tanah (Zvyagintsev et al., 2005). Fungi lebih mudah diamati jika dibandingkan dengan bakteri, karena ukurannya yang lebih besar sehingga lebih mudah untuk diamati (Oyne, 1999). Komposisi vegetasi mempengaruhi komposisi, distribusi dan juga kelimpahan mikroorganisme tanah, karena vegetasi tertentu menciptakan iklim mikro tertentu pada tanah (Oyne, 1999; Thorn, 1997; Wollum, 1982). Kualitas dan kuantitas bahan organik yang ada dalam tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap komposisi fungi di dalam tanah karena fungi umumnya bersifat heterotropik (Yulineri et al., 2001). Vegetasi dan komposisi fungi saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Jenis vegetasi menyebabkan
komposisi fungi tanah yang berbeda, dan makin banyak fungi tanah, maka makin subur tanah, sehingga mudah ditumbuhi oleh tanaman (Yulineri et al., 2001). Sengon adalah jenis tanaman yang dapat digunakan dalam kegiatan reboisasi karena termasuk famili Leguminosae yang mampu tumbuh pada lahan kritis dan kurang subur karena mampu bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium. Sebetulnya sengon kurang baik tumbuh pada lahan yang masam, namun serasahnya lebih mudah terurai. Mudahnya seresah sengon terurai mungkin dapat mempercepat kehadiran fungi tanah yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesuburan tanah. Dengan berlatar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis dan kelimpahan fungi tanah di bawah tegakan sengon dan memperkirakan kesuburan tanahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis, distribusi dan kelimpahan fungi tanah untuk memperkirakan kesuburan tanahnya pada areal bekas tambang batubara yang direvegetasi dengan tanaman sengon di kecamatan Cempaka Banjarbaru. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan tanaman sengon dalam pemulihan kesuburan tanah dengan indikator jenis-jenis fungi tanah yang hidup di areal revegetasi bekas tambang batubara.
. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai November 2008, bertempat di Laboratorium Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Dasar FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.
Bahan yang digunakan antara lain adalah sampel tanah dari areal revegetasi bekas tambang batubara Kecamatan Cempaka, Sabouraud Dextrose Agar (Oxoid) (Wollum, 1982; Essien, 2004 ), Aquades, K2Cr2O7, H2SO4, H3PO4, Diphenil amine, Fe2SO7. 7 H2O, CuSO4, Na2SO4, selenium,
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010
44
KELIMPAHAN FUNGI TANAH (29):43-50
H3BO3, NaOH 40%, HNO3, HCl 25%, NH4NO3 2%, aseton, dan pereaksi Lorentz. Alat yang digunakan adalah bor tanah (Enviromental Soil Sampling Kit AMS), neraca analitik, colony counter (Quebec), inkubator (Labline), mikroskop elektrik (Olymphus), otoklaf, laminar flow cabinet, vortex mixer, termometer tanah (Taylor), pH meter (Cyberscan 1000), GPS (Garmin), Spektrofotometer, tabung reaksi, cawan petri, gelas piala, pembakar bunsen, erlenmeyer, pipet volumetrik, kaca arloji, buret, labu kjeldahl, alat destilasi, kaca objek, kaca penutup, dan corong. Tanah sampel diambil dari areal bekas tambang batubara di Kecamatan Cempaka yang direvegetasi dengan 2 jenis tumbuhan yang berbeda yaitu akasia (Acacia mangium Willd) dan sengon (Paraserianthes falcataria). Satu areal dibagi menjadi 10 plot berdasarkan pertimbangan topografi, yang kemudian dalam tiap plot diambil 3 x 500 gram tanah (3 titik pengambilan), sehingga diperoleh 30 titik sampling di tiap arealnya. Tanah diambil dengan menggunakan bor tanah dengan kedalaman + 20 cm. Teknik sampling yang dipakai adalah Metode pengambilan sampel acak sederhana (Sugiarto et al., 2001), berdasarkan luasan, dengan pertimbangan topografi, vegetasi, dan intensitas cahaya matahari. Isolasi fungi tanah dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : (1) Memasukkan 1 gram tanah ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan
fisiologis steril (Wollum, 1982), kemudian dihomogenkan dengan vorteks mixer selama 10 menit (Yulineri et al., 2001); (2) Membuat seri pengenceran dengan memipet 1 ml ke dalam 9 ml aquades sampai dengan 105 , kemudian 2 pengenceran tertinggi dipipet masing-masing 1 ml ke dalam cawan petri steril; (3) Menuangkan + 15 media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) secara aseptis ke dalam cawan petri tersebut; (4) Membiarkan agar memadat dan (5) Menginkubasi secara terbalik dengan suhu 250C, selama 3-7 hari (Hadioetomo, 1993). Isolat fungi tanah yang tumbuh kemudian dipisahkan satu dengan yang lainnya untuk memperoleh biakan murni. Proses pemurnian isolat tersebut dilakukan dengan teknik menitik terbalik (Sari, 2001) pada media SDA steril. Pemurnian isolat dilakukan berulangulang sampai didapatkan hanya satu jenis isolat yang tumbuh dalam cawan petri. Tahap selanjutnya adalah melakukan identifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi yaitu Illustrated Genera of Imperfect Fungi Edisi 4 dengan sistem Saccardo (Barnett & Hunter, 1999). Data pendukung yang diambil antara lain suhu tanah, kadar air tanah, dan kimia tanah yaitu pH, C Organik (metode Walky dan Black), Nitrogen total (metode Kjeldahl), Fosfor (metode Lorentz). Penghitungan koloni dilakukan dengan menggunakan colony counter. Jumlah Fungi dihitung dengan rumus :
CFU/gr = koloni teramati x 1 x C x WS/DS (Hadi et al., 2005) Keterangan : CFU 1 C Ws Ds
= Coloni Formed Unit (jumlah koloni) = jumlah gram tanah = faktor pengenceran = berat basah tanah = berat kering tanah
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010
45
KELIMPAHAN FUNGI TANAH (29):43-50
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pada areal vegetasi sengon, ditemukan 32 spesies fungi tanah seperti tercantum pada Tabel 1 berikut
ini. Sebagian besar fungi tanah belum teridentifikasi karena keterbatasan literatur dan diberi simbol un.
Tabel 1. Jenis-Jenis Fungi Tanah pada Areal Vegetasi Sengon kelimpahan Frekuensi No Spesies Kelimpahan relatif (%) Relatif (%) 1 Penicillium sp 1 77842,05 17,05 13,40 2 Penicillium sp 2 1732,68 0,38 0,52 3 Penicillium sp 3 135620,28 29,70 15,46 4 Penicillium sp 4 45400,26 9,94 10,82 5 Penicillium sp 5 1724,55 0,38 0,52 6 Penicillium sp 6 4186,56 0,91 2,06 7 Penicillium sp 8 173,68 0,04 0,52 8 Aspergillus niger 2448,89 0,54 2,58 9 Aspergillus sp 2 691,65 0,15 1,03 10 Stachybotrys sp 17916,88 3,92 6,19 11 Harpographium sp 1378,03 0,30 1,55 12 Thielaviopsis sp 2258,31 0,49 3,09 13 Verticillium sp 8139,46 1,78 5,67 14 Fusarium sp 169,53 0,04 0,52 15 Acrospeira sp 1976,82 0,43 1,03 16 Trichoderma sp 348,91 0,08 0,52 17 un 1 1926,48 0,42 1,03 18 un 2 1395,65 0,30 0,52 19 un 3 9454,46 2,07 2,58 20 un 4 24531,37 5,37 6,19 21 un 5 3094,49 0,68 1,03 22 un 6 4533,81 0,99 2,06 23 un 7 28769,56 6,30 8,76 24 un 8 174,45 0,04 0,52 25 un 9 697,82 0,15 0,52 26 un 10 13956,53 3,06 0,52 27 un 11 3473,6 0,76 0,52 28 un 12 3473,6 0,76 0,52 29 un 13 13156,12 2,88 3,09 30 un 14 35102,51 7,68 4,64 31 un 15 1753,5 0,38 0,52 32 un 16 9113,87 1,99 1,55
INP 30,45 0,89 45,17 20,77 0,89 2,98 0,55 3,11 1,18 10,10 1,85 3,59 7,45 0,55 1,46 0,59 1,45 0,82 4,64 11,56 1,70 3,05 15,06 0,55 0,67 3,57 1,28 1,28 5,97 12,33 0,89 3,54
Tabel 2. Data Fisik dan Kimia Tanah pada Areal Vegetasi Sengon Kadar air C Organik N Total P Total PH tanah Suhu (%) (%) (%) (% P2O5) Tanah (0C) 3,5 25,9 4,21 0,89 0,70 0,001378
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010
46
KELIMPAHAN FUNGI TANAH (29):43-50
Gambar 1. Salah satu genus Penicillium
Gambar 3. Genus Verticillium teridentifikasi
Gambar 2. Genus Stachybotrys
Gambar 4. Salah satu genus belum
Gambar 4. Areal vegetasi Sengon di kecamatan Cempaka
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010
47
KELIMPAHAN FUNGI TANAH (29):43-50
Pembahasan Pada areal revegetasi sengon, ditemukan 32 spesies fungi tanah. Pada areal ini didominasi oleh genus Penicillium (dengan INP 101,70 %). Hal ini dapat dimengerti karena genus ini merupakan kelompok dekomposer universal. Azaz (2003), menyatakan bahwa genus yang paling umum dijumpai pada tanah adalah Penicillium, Aspergillus, Chaetophoma, dan Trichoderma. Spesies fungi yang paling tinggi nilai kelimpahan dan frekuensi relatifnya pada areal ini adalah Penicillium sp 3. Spesies ini memiliki nilai kelimpahan relatif 29,70%, dan frekuensi relatif 15,46 % serta indeks nilai penting tertinggi yaitu 45,16. Spesies ini ditemukan di 30 titik sampling. Hal tersebut menunjukkan bahwa spesies ini adalah dekomposer utama pada serasah sengon. Jenis fungi tanah yang ditemukan di bawah tegakan sengon (34 jenis yang teridentifikasi dan belum teridentifikasi) ternyata lebih banyak dibandingkan fungi tanah pada areal tegakan akasia (Pujawati, 2009) yang hanya ditemukan 24 jenis. Keragaman spesies fungi tanah pada areal sengon juga dipengaruhi oleh kehadiran tumbuhan bawah. Kemungkinan fungifungi tersebut merupakan agen perombak serasah tumbuhan bawah (rumput-rumputan dan semak), atau merupakan parasit pada tumbuhan bawah tersebut atau merupakan fungi yang bersimbiosis pada jenis tumbuhan yang spesifik (Adl, 2003). Tumbuhan bawah yang ditemukan di bawah tegakan sengon adalah awar-awar (Ficus septica), senggani (Melastoma malabathricum), teki-tekian (Cyperus sp sp), alang-alang (Imperata cylindrica), alaban (Vitex pubescens) dan karamunting (Melastoma polyanthum). Fusarium adalah kelompok fungi tanah yang mampu hidup sebagai saprofit, atau juga sebagai parasit pada tumbuhan (Barnett & Hunter, 1999). Hidayat (2002), menemukan bahwa ada 2 fungi parasit pada anakan sengon, yaitu Fusarium dan Sclerotium. Fusarium yang ditemukan pada areal
ini mungkin merupakan parasit pada tumbuhan sengon. Selain Fusarium, jenis fungi Verticillium juga dilaporkan hidup sebagai parasit pada tumbuhan (Wild, 1993). Indeks Keragaman fungi tanah pada areal sengon sebesar 2,41. Menurut Norrahman (2005), apabila indeks keragaman berkisar antara 2,34 – 3,00, hal tersebut menyatakan bahwa komunitasnya “hampir stabil”, artinya tidak akan banyak perubahan yang akan terjadi pada waktu mendatang . Hal tersebut dapat diartikan bahwa komunitas fungi tanah di areal tersebut berada pada tahap yang sama dalam tahapan suksesi lahan tersebut. Indeks dominasi pada areal sengon sebesar 0,14,artinya bahwa pada areal vegetasi sengon tidak ada dominasi beberapa spesies fungi tanah. Menurut Sasmita (2005), apabila nilai indeks dominansi mendekati 0, maka dianggap tidak ada spesies yang mendominasi Kondisi lingkungan di bawah tegakan sengon (Tabel 2) cukup mendukung untuk kehidupan fungi tanah dan hadirnya tumbuhan bawah. Bentuk tajuk sengon yang agak jarang memungkinkan cahaya matahari leluasa melakukan penetrasi ke lantai hutannya sehingga suhu tanah lebih hangat namun tetap terjaga kelembabannya (Mikkola, 2002). Kadar air atau kelembaban tanah juga sangat mempengaruhi keberadaan dan jumlah fungi tanah (Hadi et al., 2005), namun jika kadar air tersebut terlalu tinggi (tanah tergenang) kelimpahan dan jenis fungi akan menjadi sangat rendah, karena fungi bersifat aerobik (Oyne, 1999). PH tanah tidak terlalu mempengaruhi distribusi dan kelimpahan fungi tanah karena fungi adalah mikroorganisme yang tidak terlalu terpengaruh oleh tingkat kemasaman tanah, mereka lebih toleran pada keadaan yang sangat asam (Foth, 1984). Berdasarkan Tabel 2, kadar C organik di areal sengon rata-rata adalah 0,89%. Areal sengon memiliki keragaman fungi yang lebih tinggi, artinya adalah lebih banyak fungi tanah
Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010
48
KELIMPAHAN FUNGI TANAH (29):43-50
yang ditemukan di areal ini. Oyne (1999), menyatakan bahwa penyebaran fungi sangat bergantung pada kadar C organik, karena fungi tanah adalah dekomposer primer. Kadar N total di areal sengon 0,70%, cukup tinggi karena serasah sengon lebih kaya dengan N, sehingga pasokan N dalam tanah tinggi dan memungkinkan tumbuhnya berbagai tumbuhan lainnya. Kadar P total di areal sengon (0,001378 %). Hal tersebut karena di areal sengon lebih banyak memiliki jumlah dan jenis fungi tanah, terutama Penicillium dan Aspergillus. Kedua kelompok fungi ini terbukti mampu melarutkan fosfat, sehingga fosfat tersedia bagi tanaman juga menjadi lebih tinggi (Cooke, 1979). Lebih beragamnya fungi tanah di bawah tegakan sengon terutama dipengaruhi oleh sifat dari serasah sengon, terutama daunnya yang berukuran kecil, mudah hancur, kaya N, tidak mengandung tannin, dan sangat menyerap air. Kondisi yang demikian akan menyebabkan seleksi mikrobia pendekomposisi serasah tersebut lebih kecil, sehingga jenis fungi tanah yang
hidup pada serasah tersebut lebih beragam. Secara umum, rata-rata 1 gram tanah pada areal sengon adalah 15.220 CFU artinya dalam 1 gram tanah mengandung 15.220 koloni fungi tanah. Menurut Wild (1993), tanah yang fertile mengandung 100.000 – 1.000.000 CFU fungi dalam 1 gram tanah. Hal tersebut menyatakan bahwa tanah di kedua areal ini belum dapat dikatakan sebagai tanah yang fertile. KESIMPULAN Genus fungi tanah yang ditemukan dan berhasil diidentifikasi pada areal vegetasi sengon antara lain adalah Penicillium, Aspergillus, Verticillium, Trichoderma, Fusarium, Acrospeira, Thielaviopsis, Stachybotrys, dan Harpographium. Genus teridentifikasi yang ditemukan paling banyak di areal sengon berturut-turut adalah Penicillium spp (INP : 101,7%), Stachybotrys (INP: 10,1%) dan Verticillium (INP : 7,4%).
DAFTAR PUSTAKA Akbar, A., Manaon, & E. Priyanto. 2002. Laporan Hasil Penelitian Teknik Reklamasi Hutan Bekas Tambang Batubara. Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur, Banjarbaru. Barnett, H.L., & B.B. Hunter. 1999. Illustrated genera of Imperfect Fungi. Fourth Edition. APS Press The American Phytopathological Society, Minnesota. Cooke, W.B. 1979. The Ecology of Fungi. CRC Press Inc., Florida. Foth, H.D. 1984. Fundamentals of Soil Science. John Willey & Sons, New York. Hadi, A., H.S. Nur & W. Imaningsih. 2005. Biologi Tanah Basah Tropika. (tidak dipublikasikan).
Hadioetomo, R. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Oyne, D. 1999. Soil Microbiology an Explanatory Approach. Delmar Publisher, Washington. Pujawati, E.D. 2009. Jenis-jenis Fungi Tanah Pada Areal Revegetasi Acacia mangium Willd. Di Kecamatan Cempaka Banjarbaru. Jurnal Hutan Tropis Borneo. 28(4):305-312 Septiana, M., Jamulya & T. Yunianto. 2003. Sifat-Sifat Tanah di Bawah Naungan Sengon (Paraserianthes falcataria) Pada Lahan Reklamasi Tambang Batubara di Kecamatan Paringin Kabupaten Hulu Sungai Selatan
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010
49
KELIMPAHAN FUNGI TANAH (29):43-50
Kalimantan Selatan. Teknosains. 16A(3):429-437. Sudiana, N. 2002. Studi Karakteristik Perairan Bekas Tambang Timah Untuk Pengembangan Pertanian, Peternakan & Perikanan di Kecamatan Dabo Singkep, Kepulauan Riau. Alami Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana. 7(1) : 49-54. Thorn, G. 1997. The Fungi in Soil. dalam J.D. Van Elsas, J.T. Trevors, & E.M.H. Wellington (Editor). Modern Soil Microbiology. Marcel Dekker, Inc., New York. Wild,
A. 1993. Soils and The Environment : an Introduction. Cambridge University Press, Cambridge.
Wollum, A.G. 1982. Cultural Methods for Soil Microorganisms. Dalam A.L. Page, R.H. Miller, & D.R Keeney (Editor). Methods of Soil Analysis. Part 2: Chemical and Microbiological Properties. Second Edition. Madison, Wisconsin. Yulineri, T., Suciatmih & N. Suharna. 2001. Pengaruh Pemupukan dan Vegetasi Terhadap Keberadaan Jamur Tanah di Lahan Bekas Penambangan Emas yang Direklamasi Pada Daerah Cimanggu dan Bojong Pari, Jampang Sukabumi. Berkala Penelitian Hayati. 7(1) : 47-51. Zvyagintsev, D., A. Kurakov, & Z. Filip. 2005. Microbial Diversity of Forest, Field and Polluted by Lead Soddy-Podzolik Soil, Moscow.
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 11 No. 29, Edisi Maret 2010
50