JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 1
JANUARI 2013
Keefektifan Pendekatan Konstruktivis Pada Pembelajaran Statistika Sosial Busnawir (Dosen Pendidikan Matematika FKIP Universitas Hakuoleo, email:
[email protected]) Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kefektifan pendekatan konstruktivis dalam meningkatkan kreativitas, partisipatif, dan hasil belajar mahasiwa pada pembelajaran statistika. Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen yang melibatkan 2 (dua) kelas perlakuan, yakni kelas yang diajar dengan pendekatan konstruktivis dan kelas yang diajar dengan pendekatan konvensional. Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahuan akademik 2012/2013 pada mahasiswa semester I program Pascasarjana Universitas Haluoleo yang memprogramkan mata kuliah statistika sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pendekatan konstruktivis dapat meningkatkan kreativitas, partisipatif, dan hasil belajar mahasiswa dibandingkan dengan pendekatan konvensional sehingga disimpulkan pendekatan konstrukivis lebih efektif dalam pembelajaran statika sosial. Kata kunci: pembelajaran, konstruktivis, konvensional, keefektifan, hasil belajar. PENDAHULUAN Di dalam proses pembelajaran, pendidik harus memiliki strategi, agar peserta didik dapat belajar aktif, efisien, dan mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah menguasai teknikteknik penyajian dalam proses pembelajaran atau biasa disebut metode pembelajaran. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara menyajikan materi dalam kegiatan pembelajaran agar materi tersebut dapat dipahami, dikembangkan dan diaplikasikan oleh peserta didik. Dalam proses pembelajaran, setiap jenis metode hanya sesuai dan tepat untuk tujuan tertentu sehingga untuk tujuan yang berbeda maka harus menggunakan metode yang berbeda pula, atau memadukan berbagai metode secara terpadu. Oleh sebab itu, seorang pendidik (guru, dosen) harus mengenal, mempeserta didiki, dan menguasai banyak metode atau teknik penyajian materi
pembelajaran. Melalui menggunaan metode pembelajaran yang tepat diharapkan dapat membentuk pengetahuan dan pemahaman peserta didik serta dapat membangun dan mengembangkan pengatahuan tersebut. Kaum konstruktivis memandang bahwa manusia (peserta didik) pada hakikatnya dapat memahami dan mengetahui sesuatu berdasarkan daya inderanya melalui proses pengelihatan, pendengaran, penjamahan, penciuman, dan merasakan sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang telah terbentuk, tetapi merupakan sesuatu yang telah mengalami proses asimilasi dan akomodasi. Dalam proses konstruksi pengetahuan dibatasi oleh: konstruksi pengetahuan terdahulu, domain pengalaman yang sudah ada, dan jaringan struktur kognitif yang dimiliki oleh seseorang (tingkat kecerdasan seseorang). Dari sekian banyak metode pembelajaran, tentu saja tidak ada yang lebih 9
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 1
baik antara satu dengan yang lainnya, tetapi semuanya memiliki keunggulan dan kelemahan. Dalam aplikasinya, dibutuhkan perpaduan antara satu dengan lainnya sehingga dapat digunakan secara bersamasama yang menjadikan proses pembelajaran tampak bervariasi, menarik dan menyentuh tujuan-tujuan pembeajaran yang ingin dicapai. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara menyajikan materi dalam kegiatan pembelajaran agar materi tersebut dapat dipahami, dikembangkan dan diaplikasikan oleh peserta didik. Dalam proses pembelajaran, setiap jenis metode hanya sesuai dan tepat untuk tujuan tertentu sehingga untuk tujuan yang berbeda maka harus menggunakan metode yang berbeda pula, atau menggunakan berbagai metode secara terpadu. Oleh sebab itu, seorang pendidik (guru, dosen) harus mengenal, mempeserta didiki, dan menguasai banyak metode atau teknik penyajian materi pembelajaran.
JANUARI 2013
bekerja keras memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya. Menurut teori konstruktivis, suatu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa pendidik tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Pendidik dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan, atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjai sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Trianto, 2007: 13). Penelitian-penelitian pendidikan sains mengungkapkan bahwa belajar sains merupakan suatu proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari peserta didik (Inhelder dan Piaget, dalam Dahar, 2011: 152). Dalam proses konstruktivis ini, Duckworth menekankan bahwa pendidik harus aktif menemukan cara-cara untuk memahami konsepsi peserta didik, menyarankan konsepsi alternatif, menstimulasi keheranan di antara para peserta didik, dan mengembangkan tugas-tugas kelas yang mengarah pada konstruksi pengetahuan (Dahar, 2011: 152). Dalam hal ini, dua prinsip utama dalam peserta didik dengan teori belajar konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif peserta didik. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh Hamzah (http://akhmadsudrajat. wordpress.com) terkait dengan pembalajaran konstruktif antara lain adalah: (1) Hudoyo (1990: 4) menyatakan bahwa untuk mempeserta didiki suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses
Hakikat Pembelajaran Menurut Pendekatan Konstruktivisme Dalam teori belajar konstruktivisme dijelaskan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran pendidik ke pikiran peserta didik. Artinya, bahwa peserta didik harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dalam koknteks ini peserta didik tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak pendidik. Menurut Slavin (Nur, 2002: 8), dalam teori konstruktivis, peserta didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek infomasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus 10
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 1
belajar tersebut. Perlu penekanan keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. (2) Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan peserta didik, yaitu: (a) mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki; (b) peserta didik menjadi lebih bermakna karena peserta didik mengerti; (c) strategi peserta didik lebih bernilai, dan (d) kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. Pendekatan Konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti: 1. Peserta didik aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. 2. Dalam konteks pembelajaran, peserta didik seharusnya membangun sendiri pengetahuan mereka. 3. Pentingnya membangun pengetahuan secara aktif oleh peserta didik sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran yang baru. 4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membangun pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
JANUARI 2013
5.
Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang peserta didik menyadari gagasan-gagasannya tridak konsisten dengan pengetahuan ilmiah. 6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai kaitan dengan pengalaman peserta didik untuk menarik minat belajar. Implementasi teori belajar konstruktivisme dalam proses pembelajaran memberi kesempatan kepada peserta didik untuk: (1) mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki peserta didik, (5) mendorong peserta didik untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan peserta didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh pendidik
Implikasi Konstruktivisme Dalam Aktivitas Pembelajaran Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan kelompok. Kelompok belajar dianggap fakta, melainkan suatu pengembangan sangat membantu belajar karena mengandung pemikiran dengan membuat pengertian baru. beberapa unsur yang berguna, menantang Hal ini memacu seseorang untuk terus pemikiran individu untuk berkreasi. berpikir dan belajar. Sementara itu hasil Conny R.S ( 1999 ) merumuskan sejumlah belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta pemikiran yang memungkinkan aktivitas didik dengan dunia fisik dan lingkungannya. belajar lebih bermakna dengan menerapkan Perubahan dalam belajar merupakan hasil dari prinsip konstruktivisme, diantaranya: proses mengkonstruksi pengetahuan dari 1. Orientasi mengajar tidak hanya pada segi abstraksi pengalaman baik alami maupun pencapaian prestasi akademik, melainkan manusiawi. Proses konstruksi ini dilakukan juga diarahkan untuk mengembangkan secara aktif baik oleh individu maupun
11
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 1
sikap dan minat belajar serta potensi dasar peserta didik 2. Metode belajar yang digunakan harus membuat peserta didik terlibat dalam suatu aktivitas langsung. 3. Dalam proses belajar, kesempatan peserta didik untuk bermain dan bekerja sama dengan orang lain perlu diprioritaskan. 4. Dalam menilai hasil belajar peserta didik, para pendidik tidak hanya menekankan pada aspek kognitif dengan menggunakan tes, tetapi harus pula mencakup semua domain perilaku yang relevan dengan melibatkan sejumlah alat penilaian. 5. Ide – ide di atas mengimplikasikan perlunya para pendidik menampilkan peran utama sebagai pendidik dalam proses belajar, dan bukannya hanya sebagai transmitor pengetahuan kepada peserta didik. Menurut pandangan konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari pendidik ke peserta didik, dari dosen ke mahasiswa, dari pendidik kepada peserta didik. Mengajar: suatu aktivitas yang dibangun secara terorganisir, mulai dari perencanaan hingga evaluasi yang memungkinkan peserta didik dapat membentuk atau membangun sendiri pengetahuannya. Menurut Dahar (2011:165) Peran pendidik dalam pembelajaran konstruktif terlihat pada bagaimana ia memilih dan mengendalikan proses pembelajaran, memberikan dukungan terhadap interpretasi yang dikemukakan peserta didik, baik mengenai isi interpretasi maupun cara cara atau sikap memberikan interpretasi. Dikatakan oleh Jogiyanto (2006: 19) bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang berasal atau berubah lewat reaksi dari suatu situasi yang dihadapi dengan keadaan karakteristik-karakteristik dari
JANUARI 2013
perubahan aktivitas tersebut yang tidak dapat dijelaskan melalui kecenderungan atau perubahan sementara dari suatu organisme. Dalam hal ini pembelajaran terjadi ketika seseorang mengalami perubahan karena suatu kejadian atau proses yang bukan terjadi secara alamiah tetapi lebih disebabkan oleh reaksi atau situasi yang dihadapi. Menurut prinsip konstruktivis, seorang pendidik berperan sebagai motivator, mediator, inspirator, dan organisator yang membantu proses belajar peserta didik agar dapat belajar dengan baik dan bermakna. Penekanannya ada pada peserta didik yang belajar, bukan pada pendidik yang mengajar. Fungsi motivator, mediator, inspirator, organisator dapat diimplementasikan dalam bentuk: 1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan peserta didik bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. 2. Menyediakan kegiatan yang merangsang keingintahuan peserta didik 3. Membantu mengekspresikan gagasan dan mengkomunikasikan ide-idenya. 4. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran, gagasan, pendapat, ataupun pemahaman yang dimiliki oleh peserta didik sudah baik atau masih perlu dikembangkan lagi. Pendidik bukan merupakan satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik, namun berinteraksi dengan lingkungannya, suasana yang membuat peserta didik responsif terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Suparnno (Darma, 2008: 164) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pendidikan sains dan matematika. Prinsip-prinsip itu antara lain: (a) pengetahuan dibagun sendiri oleh siswa secara aktif; (b) tekanan proses pembelajaran terletak pada siswa; (c) mengajar adalah membantu siswa; (d) pembelajaran lebih pada proses dan 2
12
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 1
bukan pada hasil belajar; (e) kurikulum menekankan pada partisipasi siswa; (f) guru adalah fasilitator. Pada pembelajaran di Perguruan Tinggi, Suparno juga menyarankan agar konstruktivis ini digunakan oleh dosen dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu bentuk strategi yang dapat digunakan adalah
JANUARI 2013
pembelajaran kelompok (cooperative learning). Di sini, dosen hanya sebagai mediator, selanjutnya mahasiswa secara sendiri-sendiri atau kelompok aktif untuk memecahkan persoalan yang diberikan dosen sehingga mereka membangun sendiri pengetahuannya.
Strategi Pembelajaran Ekpositori (STE) Strategi pembelajaran ekspositori menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang pendidik kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi peserta didikan secara optimal. Strategi pembelajaran ekspositori biasa dinamakan dengan strategi pembelajaran langsung (direct instruction) karena dalam strategi ini materi disampaikan /dijelaskan langsung oleh pendidik, peserta didik tidak dituntut untuk menemukan sendiri materi itu, materi peserta didikan dianggap sudah jadi. Oleh sebab itu strategi ini menekankan kepada proses betutur sehingga biasa juga disebut dengan istilah strategi “chalk and talk” (Roy Killen dalam Sanjaya, 2011: 179). Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori. Pertama, dilakukan dengan cara menyampaikan materi peserta didikan secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dtratgei ini sehingga sering diidentikkan dengan metode ceramah. Kedua, materi peserta didikan yang disampaikan adalah materi yang sudah jadi sehingga tidak menuntut siswa untuk mencari sendiri atau berpikir kreatif. Ketiga, tujuan utamanya adalah penguasaan materi peserta didikan itu sendiri. Artinya, setelah pembelajaran selesai, peserta didik diharapkan memahami/menguasai materi yang telah diberikan dengan benar serta dapat diungkapkan kembali (Sanjaya, 2011: 179). Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Strategi ini menonjolkan peran guru yang bersifat dominan dalam pembelajaran. Guru menyampaikan materi secara terstruktur dengan harapan dapat dikuasi oleh peserta didik, sehingga fokusnya adalah kemampuan akademik. Dembo (1981: 210) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran ekspositori mempresentasikan fakta-fakta dan prinsip secara lisan. Gilstrab dan William (1975: 7-10) juga menjelaskan bahwa strategi ini cenderung menekankan penyampaian informasi yang bersumber dati buku teks, referensi, atau pengalaman pribadi dengan menggunakan metode ceramah, demonstrasi dan laporan studi. Dengan demikian, pegetahuan yang akan dipeserta didiki oleh peserta didik harus disajikan dan dosen perlu memberikan berbagai definisi dari konsep dan dilengkapi oleh media pembelajaran berupa buku teks agar uraian menjadi jelas. Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan di atas, tampak bahwa strategi pembelajaran ekspositori mempunyai cirri: cenderung bersifat satu arah; pendidik menggunakan kontrol pembelajaran aktif, mahasiswa relatif pasif, pendidik sebagai pusat pembelajaran yang menjadi sumber informasi utama, lalu dilakukan evaluasi untuk mengetahui ketercapaian kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dalam bentuk kuis atau ujian.
13
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 1
JANUARI 2013
METODE Penelitian ini merupakan penelitain acak, dalam hal ini kelas Pendidikan IPS eksperimen semu, yang subyeknya adalah konsetrasi Administrasi Pendidikan teripilih mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan sebagai kelas eksperimen dan konsentarsi IPS Unhalu Semester I Tahun Akademik Penjaskes sebagai kelas control. 2012/2013, yang berlangsung pada bulan Materi yang menjadi bahan Nopember 2012 sampai dengan Januari 2013.. perkuliahan pada penelitian ini ialah statistika Mahasiswa dikelompkkan ke dalam dua kelas, sosial sekaligus sebagai variabel terikat (Y) yaitu kelas eksperimen yang diajar yang selanjutnya diberi simbol Y1 untuk kelas menggunakan pendekatan konstruktivis dan eksperimen dan simbol Y2 untuk kelas kelas kontrol yang diajar dengan control. Desain penelitian ditnjukkan seperti menggunakan pendekatan ekspositori. Tabel 1 berikut: Penentuan kelas tersebut dilakukan secara Tabel 1. Desain Penelitian Kelas Kondisi awal Perlakuan Hasil Belajar Eksperimen O1 X1 Y11 Y12 Kontrol O2 X2 Y21 Y22 Ketearngan: O1 dan O2 masing-masing observasi awal dari kelas eksperimen dan kontrol X1 = perlakuan dengan pendekatan konstruktivis pada kelas eksperimen X2 = perlakuan dengan pendekatan ekspositori pada kelas kontrol Y11 = Skor Tugas, Y12 = Skor Ujian Final untuk kelas Eksperimen Y21 = Skor Tugas, Y22 = Skor Ujian Final untuk kelas Kontrol
Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis dilakukan berdasarkan tahapan : (1) dosen memberikan penjelasan tentang cakupan materi kuliah dan tujuan pembelajaran; (2) membetuk kelompok belajar sebanyak 7 kelompok; (3) melakukan pembagian materi sebanyak 7 bagian, kemudian ditugaskan kepada setiap kelompok untuk mencari sendiri materi terebut; (4) setiap kelompok mempresentasikan materi yang menjadi tugasnya; (5) setiap kelompok wajib memperbanyak makalahnya dan dibagikan kepad kelompok yang lainnya; (6) dilakukan diskusi dan tanya jawab untuk mempertanggujawabkan materi yang telah disampaikan; (7) setiap kelompok wajib terwakili dalam setiap diskusi dan tanya jawab; (8) dosen sebagai fasilitator memberikan masukan dan mengarahkan hasil diskusi; (9) dosen bersama-sama mahasiswa membuat
kesimpulan materi yang telah didiskusikan; (10) pada akhir perkuliahan diberikan ujian final dalam bentuk tertulis. Pembelajaran dengan pendekatan ekspositori dilakukan berdasarkan tahapan: (1) dosen memberikan penjelasan tentang cakupan materi kuliah dan tujuan pembelajaran; (2) dosen menjelaskan materi kuliah; (3) dosen menggunakan metode ceramah dan tanya jawab; (4) dosen mendemonstrasikan contoh-contoh kasus dan menyelesaikan soal-soal; (5) dosen memberikan tugas-tugas untuk diselesaikan oleh mahasiswa; (6) Pada akhir perkuliahan dosen menyampaikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya; (7) pada akhir pekuliahan diberikan tes ujian tertulis. Pelaksanaan perkuliahan dilakukan selama 7 (tujuh) kali pertemuan (tatap muka) baik pada kelas eksperimen maupun pada 2
14
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 1
kelas kontrol. Setiap kali pertemuan berlangsung dalam 2 x 50 menit (2 jam pelajaran). Materi kuliah adalah statistik sosial yang mencakup: UJi-z, Uji-t, Analisis Varians, Analisis Regresi Sederhana, Regresi Ganda, Korelasi, dan Analisis Jalur. Data dalam penelaitian ini berupa nilai tugas dan nilai ujian final. Nilai tugas diperoleh dari rata-rata nilai tugas individu dan nilai tugas kelompok. Sedangkan nilai ujian final diperoleh dari hasil ujian yang diberikan pada kahir perkuliahan berupa tes essay. Kedua nilai ini (tugas dan final) dianalisis secara bersama-sama karena diasumsikan saling mempengaruhi dan tidak tetpisahkan antara satu dengan yang lainnya. HASIL Analisis deskriptif dihasilkkan oleh
JANUARI 2013
Artinya, nilai final akan baik jika mahasiswa memiliki kemampuan menyelsiakan tugastugasnya dengan baik secara individu maupun kelompok. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskripitif dan inferensial. Deskpritif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik nilai yang dihasillan antara dua kelompok perlakuan. Sedangkan inferensial digunakan untuk melihat perbedaan hasil belajar dari kedua kelompok perlakuan dengan menggunakan analisis kovarians (ANKOVA) pada taraf signifikansi α = 0,05. Analisis data menggunakan program Minitab 15 for Windows.
hasil belajar yang kedua pendekatan
pembelajaran ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Karakteristik Hasil Belajar yang Dihasilkan oleh Pembelajaran Konstruktif dan Konvensional Variabel N Rerata Min Maks SD Var Tgs-K 30 77,10 65 85 3,07 9,45 Final-K 30 83,70 75 88 2,52 6,32 Tgs-E 27 84,11 76 92 2,03 4,11 Final-E 27 87,48 80 95 3,84 14,72 Keterangan Tabel 2: Tgs-K = Skor tugas pembelajaran konvensional Final-K = Skor final pembelajaran konvensional Tgs-E = Skor tugas pembelajaran konstruktif Final-E = Skor final pembelajaran konstruktif Pada Tabel 2, terlihat bahwa hasil belajar yang dihasilkan dalam penelitian ini terdiri dari skor tugas dan skor final untuk masing-masing pendekatan pembelajaran. Untuk pendekatan konvensional memberikan rerata skor tugas dan skor final masing-masing adalah 77,10 dan 83,70, sedangkan pendekatan konstruktif memberikan rerata skor tugas dan skor final masing-masing adalah 84,11 dan 87,48. Hasil analisis deskriptif ini menunjukkan bahwa rerata skor yang dihasilkan oleh
pendekatan konstruktif relatif lebih besar dibandingkan dengan pendekatan konsevsioanl. Selain itu, kedua pendekatan yang digunakan memberikan nilai standar deviasi (SD) yang relatif sama besar baik skor tugas maupun skor final, yang mengindikasikan bahwa skor memiliki sebaran relatif sama. Pengujian hipotesis menggunakan analisis kovarians, hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3 berikut.
2 15
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 1
JANUARI 2013
Tabel 3. Hasil Pengujian Hipotesis Tests of Between-Subjects Effects Source Corrected Model Intercept STRATEGI Error Total Corrected Total
DV Y1 Y2 Y1 Y2 Y1 Y2 Y1 Y2 Y1 Y2 Y1 Y2
Type III Sum of Squares 698,528a 203,205b 369317,686 416412,468 698,528 203,205 1223,367 801,041 370572,000 417603,000 1921,895 1004,246
df 1 1 1 1 1 1 55 55 57 57 56 56
Mean Square 698,528 203,205 369318 416412 698,528 203,205 22,243 14,564
F 31,404 13,952 16603,75 28591,16 31,404 13,952
Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
a. R Squared = ,363 (Adjusted R Squared = ,352) b. R Squared = ,202 (Adjusted R Squared = ,188)
Berdasarkan Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa, strategi pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktif dan konvensuional memberikan hasil yang berbeda sangat signifikan, baik pada skor tugas maupun skor final. Hal tersebut diindikaiskan oleh nilai signifikan yang dihasilkan lebih kecil dari nilai α = 0,01 (kolom terkahir pada Tabel ). Selain itu model yang digunakan dalam menjelaskan perbedaan efektifitas antara kedua pendekatan pembeajaran yang diterapkan juga sangat signifikan, sehingga hasil analisis ini dinyatakan layak untuk menjelaskan
perbedaan hasil belajar mahasiswa berdasarkan kedua pendekatan pembelajaran tersebut. Hasil pengujian hipotesis tersebut didukung oleh analisis deskriptif yang menunjukkan rerata skor tugas dan final yang dihasilkan oleh pendekatan konstruktif lebih tinggi dibandingkan rerata tugas dan final yang dihasilkan oleh pendekatan konvensional. Dengan demikian, pendekatan konstruktif lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini.
PEMBAHASAN Hasil analisis deskriptif dan pengujian hipotesis menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar mahasiawa antara kelompok eksperimen (menggunakan pendekatan konstruktif) dengan kelompok kontrol (menggunakan pendekatan konvensional). Perbedaan itu, secara kuantitatif menunjukkan rerata hasil belajar pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan rerata hasil belajar pada kelompok control. Secara teoretis hasil ini didukung oleh pendapat Dahar (2011:165)
yang menyatakan bahwa peran pendidik dalam pembelajaran konstruktif terlihat pada bagaimana ia memilih dan mengendalikan proses pembelajaran, memberikan dukungan terhadap interpretasi yang dikemukakan peserta didik, baik mengenai isi interpretasi maupun cara cara atau sikap memberikan interpretasi, sehingga peserta didik dapat lebih menguasai materi pembelajaran. Dikatakan oleh Jogiyanto (2006: 19) bahwa pembelajaran merupakan suatu
16
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 1
kegiatan yang berasal atau berubah lewat reaksi dari suatu situasi yang dihadapi dengan keadaan karakteristik-karakteristik dari perubahan aktivitas tersebut yang tidak dapat dijelaskan melalui kecenderungan atau perubahan sementara dari suatu organisme. Dalam hal ini pembelajaran terjadi ketika seseorang mengalami perubahan karena suatu kejadian atau proses yang bukan terjadi secara alamiah tetapi lebih disebabkan oleh reaksi atau situasi yang dihadapi. Melalaui reaksi ini memungkinkan peserta didik dapat membuat sintesis dan menemukan berbagai pengertian yang relatif bertahan dalam memorinya, karena dialami sendiri. Pada bagian lain, Gilstrab dan William (1975: 7-10) juga menjelaskan bahwa strategi konvensonal cenderung menekankan penyampaian informasi yang bersumber dati buku teks, referensi, atau pengalaman pribadi dengan menggunakan metode ceramah, demonstrasi dan laporan studi. Dengan demikian, pegetahuan yang akan dipeserta didiki oleh peserta didik harus disajikan dan dosen perlu memberikan berbagai definisi dari konsep dan dilengkapi oleh media pembelajaran berupa buku teks agar uraian menjadi jelas. Konsekuensi dari kondisi yang demikian membuat peserta didik pasif dan lamban dalam mengkonstruksi sendiri
JANUARI 2013
pegetahuannya, sehingga lebih sulit memahami apa yang sedang dipelajari. Menurut pandangan konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari pendidik ke peserta didik, dari dosen ke mahasiswa, dari pendidik kepada peserta didik. Mengajar adalah suatu aktivitas yang dibangun secara terorganisir, mulai dari perencanaan hingga evaluasi yang memungkinkan peserta didik dapat membentuk atau membangun sendiri pengetahuannya. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Hal ini memacu seseorang untuk terus berpikir dan belajar. Sementara itu hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan lingkungannya. Perubahan dalam belajar merupakan hasil dari proses mengkonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman baik alami maupun manusiawi. Proses konstruksi ini dilakukan secara aktif baik oleh individu maupun kelompok. Kelompok belajar dianggap sangat membantu belajar karena mengandung beberapa unsur yang berguna, menantang pemikiran individu untuk berkreasi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktif lebih efektif dibandingkan pendekatan konvensional (ekspositori) dalam
meningkatkan hasil belajar mahasiswa, pada program pascasarjana, program studi pendidikan IPS semester I tahun akademik 2012/2013, khususnya pada mata kuliah statistik pendidikan.
Saran Pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktif dipandang lebih cocok pada pembelajaran mahasiswa di perguruan tinggi, hal tersebut didukung tingkat kematangan
peserta didik (mahasiswa) untuk dapat mengelola dan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Tingkat kematangan peserta didik sangat relevan untuk pengembangkan 2
17
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
VOLUME 4 NOMOR 1
pemikiran serta membuat pengertian baru. Hal ini memacu seseorang untuk terus berpikir dan belajar. Sementara itu hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan lingkungannya, dan ini merupakan karaketeristik pembelajarn
JANUARI 2013
konstruktif. Melalui pembelajaran konstruktif, mahasiswa akan lebih aktif, kreatif, inovatif, mandiri dan dapat mengelalo lingkungan belajanya secara efektif. Hal tersebut akan memberikan bekal yang sangat berarti bagi mahasiwa dalam menghadapi masa depannya.
DAFTAR RUJUKAN Nur, M. 2002. Psikologi Pendidikan. Fondasi untuk Pengajaran. Surabaya: PSMS Program Pascasarjana Unesa.
Jogiyanto. 2006. Pembelajaran Metode Kasus Untuk Dosen dan Mahasiswa. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Trianto, 2011. Model-Model Pembelajaran Inovartif Berorientasi Konstruktivis. Konsep, landasan Teoretis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Darma,
Dahar, Ratna Wilis, 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Ketut. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran Konsruktivis terhadap Prestasi Belajar Matematika Terapan pada Mahasiswa Politeknik negeri Bali. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun ke-14, No. 070, ISSN 0215-2673. Januari 2008.
SanJaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran, Beorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Putrawan, Agus. 2012. Tokoh, Prinsip Dasar, Dan Implememtasi Dari Teori Konstruktivisme, Humanisme, dan Kecerdasan Ganda Dalam Pembelajaran. http://ilmuhamster.blogspot.com/ 2012/06/tokoh-prinsip-dasar-danimplememtasi.html
Dembo, M.H. 1981. Teaching for Learning: Applying Educational Psychology in Classroom. California: Goodyear Publising Campany. Gilstrap, Robert L. And William R. Martin. 1975. Current Stategy for Teacher. California: Goodyear Publising Campany.
Semiawan, Conny R. 1999. Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
10
18