NO.15
DESEMBER 2005 PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA
KEDAMAIAN DALAM BUDDHISME Oleh: Shami Josho S.Ekaputra
B
eberapa tahun belakangan ini, kehidupan bangsa dan negara kita mengalami ketidakpastian dan kekerasan yang terjadi dimana-mana. Negara yang dulu terkenal penuh kedamaian, ketenangan, keramahan dan sikap saling hormat menghormati satu sama lain. Keramahan yang merupakan warisan luhur nenek moyang yang tak ternilai, namun saat ini semua itu lenyap tidak berbekas. Konsumerisme yang menghantam semua sisi kehidupan dan materialisme telah memunculkan masyarakat yang tidak peka terhadap keadaan dan cenderung hanya memikirkan keuntungan diri sendiri. Meskipun kita tidak juga sepenuhnya dapat menyalahkan konsumerisme dan materialisme tersebut, jika setiap individu mempunyai "filter diri" yang baik. Korupsi merajalela, penyalahgunaan kekuasaan, bahkan alam pun menjadi tidak ramah lagi. Ada apa dengan bangsa ini ? Tentu semua orang bertanya, kenapa perubahan yang terjadi begitu drastis! Satu hal yang berubah adalah cara pandang atau filosofi 1
No.15 / Desember 2005
Kita harus menghargai semua kehidupan mulai dari yang paling bijaksana sampai yang paling rendah, serta juga kepada binatang seperti nyamuk atau mahluk lainnya. Oleh karena itu, perbuatan apa pun yang tidak menghargai kehidupan adalah sebuah kejahatan terbesar. kehidupan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan dan kebenaran. Nilai keagamaan dan kebenaran bukan hanya sekedar dalam ayat-ayat suci sebuah kitab suci atau sutra saja, namun nilai ini harus mengakar dan menjadi “Way of Life” dari setiap pemeluknya. Kita sebagai seorang Buddhis, tentu saja dapat melihat semua ini dengan lebih jernih dan mendalam. Semua kejadian ada sebab maka ada akibat. Kehidupan negara yang demikian sulit juga karena sebab-sebab yang kita buat sendiri sadar atau tidak sadar. Kita melupakan rasa toleransi, welas asih, menghargai dan menghormati antara sesama manusia hanya untuk mengejar kesenangan pribadi. Inilah dinamakan kesesatan pandangan, ya ! negara kita sedang berada dalam "Kesesatan Pandangan." Pandangan yang menempatkan nilai-nilai konsumerisme dan materialisme sebagai tujuan, telah membelokkan sisi-sisi kemanusiaan dan menlukai sifat-sifat luhur dan agung. Orang-orang lebih senang mengunakan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan. Penyelesaian dengan melandaskan kebencian, selalu akan memicu ketidakadilan, dan akan memunculkan persoalan baru dikemudian hari. Buddhisme menentang segala kekerasan dan kebencian, karena pada dasarnya kebencian hanya akan menghasilkan kebencian baru. Demikian seterusnya tidak akan selesai.
NILAI KEHIDUPAN
S
ekitar 700 tahun yang lalu di Jepang, seorang Maha Bodhisattva, Nichiren Shonin, seorang reformis Buddhisme menuliskan sebuah surat untuk murid-muridnya, sebagai berikut: “Kita harus menghargai semua kehidupan mulai dari yang paling bijaksana sampai yang paling rendah, serta juga kepada binatang seperti nyamuk atau mahluk lainnya. Oleh karena itu, perbuatan apa pun yang tidak menghargai kehidupan adalah sebuah kejahatan terbesar. Ketika Sang Tathagata muncul didunia saha ini, Ia menunjukkan welas asih yang besar terhadap semua kehidupan dengan membabarkan ajaranNya. Untuk menunjukkan rasa welas asihnya, Ia tidak melakukan pembunuhan untuk makanan dan minumanNya dan ini merupakan wujud utama ajaranNya.” ( Myomitsu Shonin Goshosoku, 1276) Nichiren Shonin menjadikan pemahaman dan nilai-nilai ini sebagai wujud penghargaan bagi sebuah kehidupan yang mengacu pada apa yang diajarkan oleh Buddha Sakyamuni. Nilai-nilai kemanusiaan dalam Buddhisme dicerminkan dalam Pancasila Buddhis yakni; Tidak Membunuh, Tidak Mencuri, Tidak Berzinah, Tidak Berbohong, Tidak Meminum Minuman Keras. Jika kita mampu
2
menempatkan nilai-nilai ini dalam hati, pikiran dan badan kita, maka segala kekerasan, kebencian dan pertengkaran akan terhindarkan. Saddharma Pundarika Sutra juga mengajarkan tentang “Way Of Life” melalui berbagai pembabaran dan contoh perumpamaan yang diajarkan, seperti : 1.Sikap Menghormati dan Menghargai, BAB.II, Upaya Kausalya dan BAB.XX, Bodhisattva Sadaparibhuta 2. Sikap Welas Asih, BAB.XXV, Bodhisattva Avalokitesvara; 3. S i k a p T i d a k m e m b e n c i , Penghargaan dan Kesetaraan manusia dan semua mahluk, BAB.XII, Devadatta; 4. S i k a p K e j u j u r a n d a n Ketulusan, BAB.XXVIII, Bodhisattva Samantabadra; 5. S i k a p k e b i j a k s a n a a n , pengertian dan keterbukaan, BAB XXVII dan BAB.XXIII, Bodhisattva Baisajaraga. Oleh karena itu tidaklah mustahil bagi mereka yang percaya dan menjalankan dengan sungguh-sungguh ajaran Sang Buddha akan menjadi seorang yang menghargai sebuah kehidupan dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, menjadi manusia yang penuh keluhuran budi pekerti dan prilaku. Inilah yang dikatakan “Hukumnya Agung, Manusianya Luhur.” Sikap Penghargaan terhadap nilai kehidupan diberikan pada semua hal, baik manusia, binatang, tumbuhan, mahluk lain yang kelihatan maupun tidak kelihatan, dan lingkungan alam. Dalam Dhammapada, Buddha Sakyamuni Buddha menyarankan kepada para pengikutnya untuk menempatkan
No.15 / Desember 2005
menegaskan tentang nilai kehidupan dengan menyatakan: “…..dalam kehidupan ini, hidup itu adalah harta yang paling bernilai dari semua harta. Bahkan semua harta yang ada dialam semesta ini tidak dapat dibandingkan dengan nilai kehidupan itu.” (Jiri Kuyo Gosho, 1275) Dalam Buddhisme terdapat Empat Janji Agung Bodhisattva yang menjadi Jalan Pelaksanaan seorang Bodhisattva, yakni :
penghargaan terhadap kehidupan semua mahluk dan mengingatkan untuk menahan diri dari melakukan kekerasan terhadap mahluk apapun juga. “Semua orang takut akan hukuman, semua orang takut akan kematian, sama halnya seperti kamu. Oleh karena itu janganlah membunuh atau menyebabkan pembunuhan. "Semua orang takut akan hukuman, semua orang mencintai kehidupan, sama halnya seperti kamu. Oleh karena itu janganlah membunuh atau menyebabkan pembunuhan.” (Dhammapada 129-130) Nichiren Shonin hidup dalam sebuah masyarakat yang sering terlibat dalam peperangan, pembunuhan dan segala bentuk kekejaman, pada masa militerisme yang dikuasai para Shogun. Menghadapi keadaan demikian, Ia mendasarkan diri pada Saddharma Pundarika Sutra,
dan mengajarkan bahwa sudah sepantasnya semua mahluk hidup saling hormat menghormati. Karenanya meskipun Beliau mengalami beberapa kali tindakan kekerasan, Ia tidak membalas dengan kekerasan pula, bahkan Ia berusaha memberikan kesadaran bagi mereka yang melakukan kekerasan kepadaNya. Ini karena semua mahluk mempunyai potensi untuk mencapai “KeBuddhaan” atau “ Ya n g Te r s a d a r k a n . ” O r a n g “ Ya n g Te r s a d a r k a n ” a d a l a h seseorang yang penuh dengan keindahan, welas asih, dan kebijaksanaan yang menyinari seluruh alam semesta, mereka bagaikan permata harapan yang tak ternilai atau seperti indahnya bunga teratai. Maka itu jauhkanlah segala kekerasan disekeliling atau yang diarahkan kepadanya, Nichiren Shonin
1. Kesadaran Diri adalah tak terhingga, kami berjanji untuk menyelamatkan seluruh mahluk hidup. Mahluk hidup mencakupi semua aspek kehidupan; manusia, bukan manusia, tumbuh-tumbuhan, b i n a t a n g , a i r, u d a r a d a n alam sekitarnya. Kita harus menghargai segala bentuk kehidupan dengan turut melestarikannya, menjaga lingkungan, menciptakan lingkungan yang lebih baik. 2. H a w a N a f s u k a m i a d a l a h tidak terbatas, kami berjanji untuk mengalahkan mereka semua. Hawa nafsu yang tidak terkontrol akan menyebabkan penderitaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain, karena itu kita harus berusaha m e n j a d i “ Tu a n ” d a r i h a w a nafsu bukan “Budak” dari hawa nafsu kita. 3. Ajaran Sang Buddha adalah tidak terjangkau, kami berjanji untuk mempelajari semuanya. Sebagai murid Sang
Semua orang takut akan hukuman, semua orang takut akan kematian, sama halnya seperti kamu. Oleh karena itu janganlah membunuh atau menyebabkan pembunuhan.
3
No.15 / Desember 2005
Buddha sudah seharusnya kita mempelajari semua ajaranNya dengan baik dan berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 4. J a lan KeBuddhaan adalah tidak ada bandingannya, kami berjanji untuk mencapai Jalan Kesadaran. Manusia yang telah mencapai Kesadaran, ak an menjadi permata bagi lingkungan sekitarnya, sehingga segala kebaikan, kedamaian dan kebahagiaan akan tercapai, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. MENGAKHIRI KEKERASAN
P
ada masa kehidupan Nichiren Shonin, pemerintah militer Jepang (KeShogunan Kamakura) sibuk untuk mempersiapkan diri menghadapi perang terhadap agresi dari Mongolia, yang ingin menyerang dan menduduki Jepang melalui Korea. Shogun juga menghadapi kekerasan dari kalangan internal dalam mengatasi pemberontakan yang mencoba untuk menduduki istana. Bahkan gerakan keagamaan ditindak dengan kekerasan oleh Shogun untuk mempertahankan otoritas kekuasaan mereka. Nichiren Shonin sendiri menghadapi Empat Penganiayaan Besar dan sejumlah percobaan pembunuhan lainnya, dan salah satu yang paling terkenal adalah hukuman pancung di lapangan Tatsunokuchi. Kejadian lainnya, tiga orang pengikut telah dihukum mati karena mereka tetap mempertahankan hati
kepercayaan kepada Saddharma Pundarika Sutra, dan Nichiren Shonin sendiri tidak pernah berkeinginan untuk melakukan balasan, bahkan ia menasihati para pengikutnya berbagai nasihat yang membuat hati mereka menjadi damai diantaranya, Ia mengatakan: “Sekalipun jika dihadapkan dengan senjata dan penyiksaan, seluruh muridKu hendaknya tidak per n ah melaku ka n h al yang sama. Jika terdapat kelompok lain yang ingin menghancurkan kelompok kita, tolong beritahukan saya segera.” (Shonin Gonanji 1279) Nichiren Shonin secara jelas merasa bahwa kekerasan
Karena kebencian tidak akan pernah musnah dengan kebencian. Ini adalah sebuah hukum yang tidak dapat diubah. Orang-orang lupa bahwa hidup mereka segera akan berakhir. Bagi mereka yang ingat, maka kebencian yang datang akan berakhir.
4
bukanlah sebuah solusi. Bagi Nichiren Shonin, nilai kehidupan adalah hati kepercayaan yang tertinggi sebagaimana yang diajarkan dalam Saddharma Pundarika Sutra, dan merupakan satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian. Nichiren Shonin, sama seperti halnya Buddha Sakyamuni, menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memutuskan mata rantai kekerasan adalah melalui kekuatan dan keinginan untuk tidak membalas kekerasan dengan kekerasan juga. Sebagai gantinya, balaslah kekerasan dengan hati yang kuat untuk mengikuti Dharma, semangat memaafkan dan saling mengasihi. Hanya dengan cara demikian maka akan terciptakan ketenangan dan kedamaian. Ini beberapa kutipan ajaran Sang Buddha yang diambil dari Dhammapada: “Ia marah kepada aku, ia
No.15 / Desember 2005
m enyerang aku, ia memukul aku, ia merampok aku”,.. mereka yang mempunyai pemikiran seperti ini tidak akan pernah bebas dari kebencian. Ia marah kepada aku, ia menyerang aku, ia memukul aku, ia merampok aku.”… mereka yang tidak berpikir seperti itu, akan terbebas dari kebencian. “Karena kebencian tidak akan pernah musnah dengan kebencian. Ini adalah sebuah hukum yang tidak dapat diubah. Orang-orang lupa bahwa hidup mereka segera akan berakhir. Bagi mereka yang ingat, maka kebencian yang datang akan berakhir.” (Dhammapada 3 - 6) Sikap keras Nichiren Shonin terhadap sekte agama Buddha lain pada waktu itu, sering disalah artikan sebagai sebuah kesombongan, ketidaksemenaan, atau keegoisan pribadi. Namun hal itu tidak benar sama sekali, seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat Jepang yang berkultur demikian keras, sikap sombong yang kuat dan keinginan untuk menang sendiri adalah juga cermin dari para birokrat, para politisi, para pemuka agama saat itu. Nichiren Shonin bersikap keras untuk menegakkan ajaran sesungguhnya demi untuk menyelamatkan negara dari kehancuran yang disebabkan kesesatan yang terjadi akibat dari penafsiran yang salah terhadap ajaran Sang Buddha, yang dilakukan oleh sekte-sekte keagamaan waktu itu. Nichiren Shonin, berkeyakinan bahwa hanya Saddharma Pundarika Sutra dan menyebut O’daimoku mampu membawa kedamaian bagi negara dan sekaligus menghindari
Nichiren Shu secara tegas menolak segala bentuk peperangan, segala kekerasan, kebencian, pengembangan senjata nuklir, dan turut menyebarluaskan keadilan dan kedamaian dalam masyarakat. kehancuran negara, sebagaimana yang dibabarkan oleh Sang Buddha dalam Saddharma P u n d a r i k a S u t r a . Te t a p i n i a t baik Beliau tidak disambut dengan baik oleh penguasa militer, politisi dan para pemuka agama, sehingga Beliau beberapa kali menghadapi percobaan pembunuhan dan penganiayaan. Karya Nichiren Shonin yang menjelaskan secara terperinci kecintaanNya terhadap negara adalah “Rissho Ankoku Ron” dan penjabaran Buddhisme yang sesungguhnya dalam “Kaimoku Sho”. Meskipun Beliau bersikap keras dan tegas, Ia adalah seorang yang sangat cinta damai, lemah lembut dan penuh rasa welas asih yan g men d alam. H al in i dapat kita baca dalam surat-surat yang dikirimkan kepada para penganutnya. PERDAMAIAN KEADILAN
H
DAN
ukum Sebab Akibat menjamin semua orang akan “menerima apa yang telah mereka tuai” dan oleh karena itu “mereka yang hidup dengan pedang akan mati oleh pedang.” Pada sisi lain, orang yang hidup dalam perdamaian, akan memulai sebuah gerakan yang akan memberikan ketenangan dan kedamaian bagi orang lain pula dan masyarakat pun akan dijauhkan dari kebencian dan kekerasan. Semua yang terjadi adalah sebuah rangkaian yang tak terpisahkan. Kita berbuat kebaikan maka akan menerima
5
kebaikan demikian sebaliknya. Ini tidak berarti bahwa seseorang yang mengikuti Dharma hanya berdiam diri terhadap sebuah tindak kejahatan dan ketidakadilan. Apa yang dimaksudkan dalam padangan Buddhis ini adalah bahwa pengunaan kekuatan senjata atau kekuasaan adalah usaha terakhir yang sebenarnya adalah sebuah kegagalan. Buddhisme mengatakan bahwa pengunaan senjata untuk menghentikan kekerasan dan ketidakadilan untuk jangka pendek mungkin terlihat berhasil, namun pada masa mendatang memunculkan persoalan baru yakni tumbuhnya benih-benih kebencian baru, dan akhirnya akan timbul masalah yang sama lagi. Penyelesaian secara Buddhisme adalah menemukan cara-cara yang tidak mengunakan kekerasan untuk menyelesaikan persoalan pribadi, sosial dan internasional. Dengan semangat
No.15 / Desember 2005
dan kreatifitas, kebijaksanaan dan rasa welas asih, sebuah solusi untuk menyelesaikan masalah secara damai akan dapat ditemukan. Persoalan Bangsa Indonesia juga berada dalam konteks yang sama. Selagi segala kebencian dan kekerasan serta kepentingan pribadi dikedepankan maka tidak ada kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan bagi semuanya. Sebuah langkah bijak adalah membuang semua sikap curiga, benci dan egoisme kelompok dalam menyikapi persoalan adalah kunci penyelesaian. Bangsa yang selalu melihat kebelakang tidak akan pernah maju, masa lalu hanyalah sebuah pelajaran untuk masa mendatang. Bangsa ini harus mengembalikan nilai-nilai kebersamaan, keharmonisan, hormat menghormati, saling m e n g h a rg a i , t o l e r a n s i a n t a r sesama masyarakat, dan antara masyarakat dan pemerintah. Peranan para pemuka masyarakat, tokoh agama, politisi, birokrat harus bekerja secara sinergi dalam satu tujuan untuk mengembalikan kejayaan bangsa. Para umat beragama juga hendaknya menerapkan nilai-nilai keagamaan yang harmonis, dan toleransi, serta melenyapkan segala paham yang kaku dan sempit. Alam dan manusia adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, ketika kesesatan terjadi dalam diri manusia, maka alam pun akan
berubah. Alam tidak ramah karena manusia yang tidak ramah. Tujuan dari segala kepercayaan dan agama adalah peningkatan diri dan dunia secara keseluruhan. Nichiren Shu, sebagai sebuah kelompok Buddhis dan seluruh pengikutnya harus dengan tegas berusaha menciptakan perdamaian, kebahagiaan, dan pencerahan bagi seluruh mahluk hidup. Hidup manusia harus dilindungi dan dihargai, dan seluruh masyarakat harus didorong kearah perdamaian dan kebahagiaan. Oleh karena itu, Nichiren Shu secara tegas menolak segala bentuk peperangan, segala kekerasan, kebencian, pengembangan s e n j a t a n u k l i r, d a n t u r u t menyebarluaskan keadilan dan kedamaian dalam masyarakat. Selain menyebarluaskan nilainilai ini dalam masyarakat, kita percaya bahwa ajaran Sang Buddha yang dibabarkan dalam Saddharma Pundarika Sutra dan den g a n m e n g i k u t i a j a r a n dari Nichiren Shonin, kita dapat mewujudkan sebuah kehidupan yang alami dan wajar sesuai dengan nilai-nilai kehidupan itu sendiri. Kita juga harus selalu berusaha menciptakan kedamaian dan kebahagiaan melalui pelaksanaan ajaranajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Gassho.
NON VIOLENCE
IN BUDDHISME 6
Kata - Kata Mutiara
Oleh: Josho S.Ekaputer Ketika Pikiran Bergejolak, maka Samudera Ilusi dan Keterikatan Semakin Membesar OO Hidup adalah Ilusi, Bahagia adalah Ilusi, Demikian juga Mati dan Penderitaan OO Saya Bahagia ... Saya Menderita ..., Ketika kita tidak lagi dapat mengatakan apakah kita bahagia atau derita, Pintu Gerbang Pencerahan telah didepan mata. OO Manusia selalu mengejar sesuatu yang tidak kekal, dan melupakan kekekalan yang ada dalam diri sendiri. OO Aku ada untuk Mu, Kamu ada untuk Aku. Jika Aku tidak ada, maka Kamu pun tidak ada
No.15 / Desember 2005
Bimbingan Oleh:
YM.Bhiksuni Myosho Obata
(Bhiksuni Pembimbing Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Taiwan)
PENERANGAN AGUNG SANG BUDDHA P
enerangan Atau “Satori” di dalam bahasa Jepang adalah suatu terjemahan kata dari bahasa india “Bodhi", yang mana disalin dalam huruf jepang sebagai “Bodai”. Buddha berkata bahwa manusia itu sejak mula adalah mahluk yang membawa penderitaan. Setiap manusia harus mengalami pertumbuhan /berkembang menjadi tua, mengalami derita dan mati. Ini adalah penderitaan. Sebagian orang harus berpisah dari seseorang yang sangat dicintainya dan mungkin tidak mampu untuk memperoleh apa yang menjadi keinginannya. Ini juga, adalah penderitaan. Kenapa kita harus mengalami segala penderitaan ini? Hal ini karena manusia mempunyai keinginan dan keterikatan. Manusia menderita sebab mereka hidup dalam keterikatan dalam kehidupan, disamping terdapat kenyataan bahwa kita semua harus mati dan sebab segala keinginan / hawa nafsu kita akan berkembang dari satu ke satu hal yang lain dan kita semua tidak akan mampu untuk mencapai kepuasan. Sang Buddha berkata bahwa segala keterikatan dan keinginan hawa nafsu adalah penyebab dari penderitaan. Jika kita ingin membuang segala keterikatan
dan keinginan / hawa nafsu sebagian atau mengendalikan mereka, maka segala penderitaan itu akan hilang semuanya. Beliau juga mengajarkan bagaimana pelaksanaan untuk semua orang agar dapat mengendalikan keterikatan dan keinginan / hawa nafsunya. Sang Buddha duduk bawah pohon Bodhi dan masuk dalam meditasi. Ia memahami segala macam pikiran manusia dan sifat alami dari alam semesta dan kebangkitan untuk mencapai kebenaran. Kejadian ini disebut Penerangan dan dikenal sebagai “Bodai”. Jadi Kebangkitan Kebenaran yang diperoleh Sang Buddha ? Sangatlah tidak mungkin menjawab semua ini hanya dalam beberapa kata. Ini disebabkan begitu luas dan banyaknya ajaran Sang Buddha dan jumlah ajaran itu mencapai 84.000 gudang sutra yang berisi tentang Penerangan itu. Saya akan mencoba untuk memilih beberapa hal yang penting diantaranya : 1. EMPAT KEBENARAN MULIA (SHITAI) 7
K
arakter “Tai” dari “Shitai”, ini berarti “Membersihkan”. Jadi ”Shitai” berarti Empat Kebenaran. Empat Kebenaran dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Hidup adalah penuh dengan penderitaan; 2. Penyebab dari Penderitaan adalah ketidakpedulian dan keinginan egois diri sendiri; 3. Penderitaan dapat diakhiri dengan mengatasi ketidakpedulian dan egois diri sendiri; 4. Jalan untuk mengatasi ketidakpedulian dan egois diri sendiri adalah mengikuti pelaksanaan Delapan Jalan Utama.
Bersambung Ke Hal. 22
No.15 / Desember 2005
Seri Pelajaran Mahayana
Sumber : Berbagai bahan dan buku-buku Mahayana Penerjemah dan rangkuman oleh : Josho S.Ekaputra
Tiga Tanda Keberadaan Alam Semesta ( BAGIAN. i)
S
uatu tanda atau corak merupakan suatu fakta yang memberitahukan kita adanya bentuk asli suatu benda. Sedangkan suatu fakta adakalanya dihubungkan dengan benda tertentu, tetapi adakalanya tidak ada hubungan dengan benda apapun, sehingga hal itu bukan merupakan suatu tanda yang akan membantu kita dalam memahami bentuk asli suatu benda Sebagai contoh panas adalah fakta. Panas bukanlah suatu tanda dari air karena air tidak selalu panas dan panasnya air tergantung kepada faktor lainnya, seperti matahari dan api. Tetapi panas merupakan tanda dari api, karena api selalu identik dengan panas, dan panas dari api tidak tergantung faktor lainnya. Panas selalu dihubungkan dengan api yang memberitahukan kita adanya sumber api. Pada saat Sang Buddha mengajarkan adanya tiga tanda keberadaan alam semesta, maka hal tersebut pada umumnya ditemukan pada semua hal yang ada dimana mengisyaratkan bentuk asli keberadaan benda tersebut. Tiga tanda atau corak keberadaan yang diajarkan oleh Sang Buddha adalah Ketidak-kekalan, Penderitaan dan
Ketanpa-intian / Ketanpa-akuan. 1. Ketidak-kekalan [Anitya-laksana/ Anicca-lakkhana] Sang Buddha bersabda : "Segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal adanya. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat ini; maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah Jalan yang membawa pada kesucian.” (Dhammapada , 277).
S
ang Buddha mengajarkan, bahwa setiap keberadaan adalah tidak kekal karena tidak ada sesuatu baik itu internal ataupan eksternal yang kekal, stabil, tidak habis, membusuk, hancur, dan selalu sama. Segala sesuatu senantiasa berubah. Keberadaan seperti aliran air sungai atau nyala api lilin yang mana tidak pernah selalu sama alirannya atau nyalanya. Kita akan menyadari bahwa nyala api lilin itu timbul hanya sementara saja yang mana merupakan bentuk materi yang tidak kekal adanya. Dalam nyala api tersebut kita dapat mengamati adanya lima fenomena yang berkaitan dengan ketidak-kekalan yaitu, lahir (muncul), tumbuh, berlangsung,
8
Buddha Maitreya lapuk dan mati (padam). Contoh lainnya tubuh kita terdiri dari daging, tulang, dan darah yang mana tidak pernah kekal. Dari sejak kita dilahirkan, tubuh selalu mengalami perubahan. Demikian juga dengan tubuh manusia tergantung dari berbagai faktor dan selalu berubah. Baik tubuh maupun pikiran adalah tidak kekal dan senantiasa berubah. Ilmu pengetahuan menyatakan bahwa benda-benda yang kelihatan tetap seperti lautan, kepulauan, pegunungan bahkan bumi, matahari, dan yang terakhir ditemukan oleh para para ilmuwan UCLA tentang
No.15 / Desember 2005
sekilas bintang raksasa yang paling terang dan paling besar cahayanya di alam semesta, yang mengeluarkan energi 10 juta kali dari matahari dan 200 kali lebih besar dari matahari (dinamakan Bintang Pistol), terus mengalami perubahan hingga suatu hari akan musnah (Suara Pembaruan, tgl 8 Oktober 1997). Benda-benda tersebut yang menurut kita kekal juga akan musnah, sehingga tidaklah diragukan adanya ketidak-kekalan dalam kehidupan ini. Kehidupan dapat berakhir setiap saat. Tidak ada seorangpun yang dapat menghindari kematian dan kehancuran tubuh ini. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut berlangsung secara perlahan-lahan tanpa dapat disadari [Annathabhava]. Perubahan yang radikal juga dapat terjadi di alam semesta ini dimana suatu keberadaan tiba-tiba telah tiada misalnya musnahnya binatang-binatang purba [Viparinama]. Pengertian tentang tanda ketidak-kekalan menguntungkan manusia ditinjau dari dua faktor. Pertama, akan meningkatkan kegiatan dan hubungan antar manusia. Kedua, akan mendorong manusia untuk mengikuti Delapan Ruas Jalan Kemuliaan. Adakalanya manusia menyadari kesalahan mereka dalam hubungan dengan sesama, disebabkan kegagalannya dalam memperhitungkan faktor perubahan yang terjadi pada dirinya dan temannya. Sering suatu persahabatan berakhir karena salah satu pihak gagal menyadari adanya perubahan dalam pribadi, kesukaan dan tingkah laku temannya. Jika kita menyadari manusia dan setiap situasi adalah tidak kekal adanya dan selalu berubah, maka akan timbul saling memahami diri masing-masing sehingga akan terjadi hubungan persahabatan yang baik. Jika Segala sesuatu itu tidak kekal, maka untuk apa kita dilahirkan?
mungkin kita akan bertanya tentang hal ini dalam pikiran dan hati kita. Jika dunia ini penuh ketidakkekalan, kenapa kita harus berjuang untuk hidup ? Mungkin lebih baik kita segera meninggal saja. Kelahiran kita di dalam keberadaan ketidakkekalan ini adalah sebagai wujud pelatihan diri untuk mencapai Kekekalan yang sejati. Kita lahir untuk membayar segala karma yang pernah kita lakukan pada kehidupan sebelumnya, sebelum semua itu lunas maka kita akan selalu dilahirkan dan dilahirkan. Seorang Buddhis sejati harus menyadari ketidakkekalan ini dengan kebijaksanaan. Kebahagiaan dan Penderitaan itu adalah tidak kekal, ini adalah hukum alam. Menyadari ketidakkelan akan menjadikan kita arif dalam menghadapi sebuah masalah, disaat sulit tidak mengeluh, karena segalanya akan berlalu, disaat bahagia tidak berlebihan karena semua juga akan berganti. Nichiren Shu Buddhisme, mengajarkan bahwa berbuat kebajikan melalui pelaksanaan O'daimoku dan Saddharma Pundarika Sutra adalah sangat penting, sebagai upaya kita untuk mencapai KeBahagiaan Yang Sejati, Yang Kekal dan Tidak Musnah yakni Penerangan Sempurna. Meskipun kehidupan ini tidak kekal, namun Nichiren Shonin, mengatakan bahwa, "Harta yang tidak ternilai dialam semesta itu adalah Kehidupan." Kenapa ? karena melalui kelahiran, dan kehidupan ini kita dapat berbuat kebajikan dan memupuk potensi untuk mencapai keBuddhaan. Keberhasilan dalam hidup ini tergantung pada kemampuan kita beradaptasi terhadap perubahan yang timbul dalam setiap situasi dan menjadikannya suatu kesempatan yang terbaru. Dengan memahami bahwa usia muda, kesehatan, kekayaan dan bahkan hidup kita sendiri adalah tidak
9
kekal adanya, maka kita seharusnya dapat memanfaatkan keadaan yang ada sebaik mungkin sebelum semuanya berakhir. Ini berarti kita harus mempraktekkan Delapan Ruas Jalan Kemuliaan untuk mencapai kebahagiaan dan Pencerahan. Ketika kita melihat matahari terbit, kita harus menyadari sebentar lagi akan sirna berganti dengan gelap. Ketika kita melihat diri kita yang muda belia dan tampan, maka kita harus menyadari bahwa sebentar lagi akan berganti dengan keriput dan ketuaan. Ketika kita melihat fisik kita yang kuat dan sehat, seharusnya juga menyadari bahwa sebentar lagi fisik ini akan lemah dan sakit. Oleh karena itu jangan buang-buang waktu yang sangat berharga ini. Manfaatkanlah kehidupan ini dengan mengisi nilainilai kebajikan dan kebenaran. Tidak seorang pun dapat melawan ketidakkekalan ini, biar dia seorang presiden, menteri, orang biasa, wanita maupun pria, semua akan tenggelam dalam proses ini. Ketidakkekalan terus akan berganti dengan ketidakkekalan, ini adalah keterikatan kita dalam proses kelahiran kembali yang terus menerus. Menyadari ketidakkekalan ini akan menjadi jalan bagi kita untuk memutuskan mata rantai kelahiran, dan penderitaan. Sadarilah hal ini, maka ketika kita menyadari ini, pintu gerbang Pencerahan telah didepan mata. Sang Buddha pada pembabaran yang terakhir mengatakan, “Semuanya senantiasa berubah, berjuanglah dengan kerja keras.” Berjuang dengan keras untuk mencapai Dharma, mencapai Jalan Penerangan Agung, sebelum segalanya berubah dan tidak ada kesempatan lagi. Isilah setiap waktu dari pagi sampai malam dengan segala kebajikan dan hindarilah perbuatan buruk.
BERSAMBUNG
No.15 / Desember 2005
Nichiren Shonin Writing Study Series 1
Terbitan : Nichiren Buddhist International Center, 29490 Mission Boulevard, Hayward, California Naskah Asli : Tersimpan di Kuil Nakayama Hokekyo Ji Diterjemahkan oleh Josho S.Ekaputra
TOKI AMA GOZEN GOSHO LATAR BELAKANG
S
urat ini ditulis pada tanggal 21 maret, tahun Kenji ke-dua (1276) oleh Nichiren Shonin di Gunung. Minobu, yang pada waktu itu telah berusia 55 tahun. Surat ini ditujukan kepada istri dari Toki Jonin di Shimofusa, Nakayama. Surat ini terdiri dari delapan halaman yang berhasil diselamatkan secara utuh dari Kumpulan Naskah Pusaka Nichiren di Kuil Nakayama Hokekyo-ji. Ibu dari Toki Jonin telah meninggal dunia pada usia sembilan puluh tahun, diakhir pebruari tahun ini. Toki Jonin, yang ingin meminta bantuan untuk upacara peringatan kematian ibunya, datang dari Shimofusa ke Gunung Minobu dengan membawa sisa abu ibunya. Ketika ia tiba di Gunung Minobu, ia memasuki gubuk Nichiren Shonin, dan meletakkan abu ibunya di altar, dan menerima sebuah upacara penuh keagungan yang dilakukan oleh Nichiren Shonin. To k i J o n i n b e r l u t u t , membungkuk dengan penuh hormat, dan menghadap kepada Gohonzon dan Buddha Sakyamuni diatas altar. Kemudian, ia dengan sungguh hati menyatukan kedua tangannya (Gassho) dalam doa kepada Buddha dan merasa sangat bahagia, karena
Sebuah anak panah tidak akan terbang tanpa sebuah busur. Sebuah awan tidak akan bergerak tanpa seekor naga. Seorang laki-laki tidak dapat bekerja tanpa seorang wanita. Asap menunjukkan tempat keberadaan api. Turunnya hujan menunjukkan tempat dimana adanya naga. Ketika kita melihat seorang laki-laki, kita juga akan berpikir tentang istrinya. mengetahui bahwa ibunya telah diterima dengan penuh welas asih oleh Guru Sejati, Buddha Sakyamuni. Setelah itu, ia berbicara dan berdiskusi dengan Nichiren Shonin dan memberikan sejumlah persembahan dari istrinya, Ama-gozen. Sisa abu ibunya disemayamkan di Gunung Minobu. Makam dari abu ibu Toki Jonin berdekatan dengan makam dari Abutsu-bo (salah satu pengikut Nichiren Shonin) dan berada disebelah kiri menghadap ke makam Nichiren Shonin di Nishidani, Gunung Minobu. S e b e l u m To k i J o n i n kembali ke Shimofusa, Nichiren Shonin menuliskan surat ini untuk menunjukkan rasa terima kasih atas persembahan dan perhatian akan penyakit yang diderita oleh Ama-gozen. Toki Jonin sendiri yang langsung menyampai surat ini kepada Ama-gozen. 10
ISI GOSHO
S
aya mengucapkan terima kasih atas persembahan sejumlah uang dan sake. Sebuah anak panah tidak akan terbang tanpa sebuah busur. Sebuah awan tidak akan bergerak tanpa seekor naga. Seorang laki-laki tidak dapat bekerja tanpa seorang wanita. Toki-dono tidak akan dapat datang kesini tanpa kamu. Asap menunjukkan tempat keberadaan api. Turunnya hujan menunjukkan tempat dimana adanya naga. Ketika kita melihat seorang laki-laki, kita juga akan berpikir tentang istrinya. Saya merasa bahwa kamu baik-baik saja, ketika Aku melihat Toki-dono. Toki-dono menceritakan kepada saya bahwa duka citanya sedikit berkurang atas kematian ibunya ketika ia melihat wajah yang tenang dari ibunya ketika meninggal. Ia juga berkata bahwa ia tidak akan
No.15 / Desember 2005
pernah melupakan segala kebaikanmu ketika merawat sakit ibunya. Saya turut sedih mendengar bahwa kamu belum sembuh dari sakit. Hal ini telah berlalu selama tiga tahun sejak kamu mulai sakit. Harap teruskan pengobatan Moxa sebagaimana yang telah kamu lakukan. Sekalipun seseorang itu sehat, ia tidak akan bisa lari dari kematian, kamu akan segera sembuh dari sakit dan kembali pada kehidupanmu seperti semula, karena kamu masih muda dan juga karena kamu membaca Saddharma Pundarika Sutra. Penyakitmu bukanlah hasil dari karma masa lampau. Sekalipun ini adalah sebuah penyakit yang serius, kamu akan menjadi lebih baik dan akan memperpanjang hidupmu, karena kamu percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra. Seorang yang jahat seperti Raja Ajatasatru, yang akan meninggal karena sebuah penyakit, dapat diperpanjang hidupnya selama empat puluh tahun lebih setelah Ia percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra, dan juga Chinshin, seorang saudara tua dari Maha Guru T’ien-t’ai, yang akan segera meninggal dunia, ia dapat memperpanjang hidupnya selama lima belas tahun setelah ia mendengar Saddharma Pundarika Sutra. Kamu sendiri juga seorang penganut dari Saddharma Pundarika Sutra dan kepercayaan kamu semakin mendalam dari hari ke hari dan semakin mantap, bagaikan bulan purnama atau bagaikan pasangnya lautan. Saya yakin bahwa kamu akan segera sembuh. Percayalah kepada saya, dan jagalah dirimu. Janganlah
khawatir atau lemah semangat. Ketika kamu merasa sedih, cobalah berpikir tentang orang-orang di Iki, Tsushima, dan Dazaifu, yang terlebih dahulu mengalami tragedi karena serangan dari Mongolia pada tahun Bun-ei Ke-11 (1274). Orang-orang di Kamakura dapat hidup dengan gembira dan jauh dari tragedi ini. Tetapi, dalam kenyataan, ketika kamu melihat orang-orang di Tsukushi, kamu akan menemukan bahwa mereka semua diberangkatkan kemedan perang, meninggalkan keluarga mereka. Mereka merasa sangat tersiksa sekali. Kamu lihat banyak pasangan yang menangis, saling memandang satu sama lain dan kebingungan. Kemudian mereka pergi ke Yuiga-hama, Inamura, Koshigoe, Sakawa dan Hakone. Sehari berlalu, dua hari berlalu. Mereka telah menyeberangi sungai dan gunung. Awan menutupi perjalanan mereka. Pada waktu itu mereka tidak ditemani siapapun kecuali air mata dan duka cita. Ini adalah sebuah tragedi. Jika pasukan Mongolia kembali datang, mereka akan ditangkap dimanapun mereka berada, digunung atau dilautan, dan dibawa ke kapal Korea. Kenapa semua ini terjadi, sebab orang-orang telah menganiaya Nichiren, Ayah dari seluruh orang di Jepang dan pelaksana dari Saddharma Pundarika Sutra, Ia telah dianiaya, dipukul dan dihina orang banyak dengan menaruhnya diatas kuda dibawa keliling kota bagaikan seorang penjahat. Untuk alasan
Sekalipun ini adalah sebuah penyakit yang serius, kamu akan menjadi lebih baik dan akan memperpanjang hidupmu, karena kamu percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra. Kita, penganut Saddharma Pundarika Sutra, tidak perlu merasa khawatir tentang segala kesulitan karena kita semua pasti akan mencapai KeBuddhaan pada masa mendatang. 11
Nichiren Shonin (1222- 1282) inilah, Sepuluh Raksasa Perempuan menjadi marah dan menyebabkan penyerangan dari Mongolia. Akan terjadi tragedi yang lebih besar lagi pada masa mendatang. Kamu mungkin akan menjadi saksi dari kejadian yang ini. Kita, penganut Saddharma Pundarika Sutra, tidak perlu merasa khawatir tentang segala kesulitan karena kita semua pasti akan mencapai KeBuddhaan pada masa mendatang. Sekalipun jika kamu terpilih menjadi seorang ratu, atau terlahir di surga pada kehidupan selanjutnya, itu tidak berarti apapun juga. Kamu dapat mengambil contoh dari putri Raja Naga, yang telah mencapai KeBuddhaan melalui jalan Saddharma Pundarika Sutra, dan juga dengan Bhiksuni Maha Prajapati, Guru Besar, Ibu Pengasuh, yang telah dijamin mencapai KeBuddhaan. Ti d a k a d a y a n g l e b i h berbahagia dari itu. Bagaimanapun bahagianya kita! Mohon teruslah menyebut Namu Myoho Renge Kyo. Dengan penuh kerendahan hati. Tanggal 27 Maret, Kepada Ama-gozen
Nichiren
No.15 / Desember 2005
Legenda Nichiren Shonin
Oleh YM.Bhiksu. Gyokai Sekido Sumber: Nichiren Shu News, terbitan Nichiren Shu Headquaters dan Kaigai Fukyo Koenkai Dirangkum dan diterjemahkan oleh Josho S.Ekaputra
LEGENDA (BAG.4)
NICHIREN SHONIN Catatan :Riwayat hidup Nichiren Shonin yang tepat dapat kita baca dari berbagai macam surat dan catatan masa lalu dan penelitian sejarah lainnya. Tetapi disini terdapat berbagai macam cerita legenda sehubungan dengan kehidupan Nichiren Shonin, dan akan Saya tuangkan dalam tulisan ini.
KUIL ONJO JI
K
ita mengetahui bahwa Rencho belajar di Gunung Hiei, Gunung Koya, dan juga didaerah Kyoto. Namun, karena kekurangan catatan yang ada, kita tidak terlalu mengetahui tentang kegiatan Beliau di Kyoto. Berdasarkan surat yang dikirimNya dari Kuil Onjo Ji (Sekarang Kota Otsu, Daerah Administrasi Shiga). Jadi, saya bermaksud menceritakan legenda mengenai kegiatan Nichiren di Kuil Onjo Ji. Sebagai seorang bhiksu yang telah kembali dari belajar di Kamakura ke Kyoto dan tinggal di Kuil Onjo Ji. Beliau tinggal disebuah asrama. Rencho gembira mempunyai seorang teman baru, yang menceritakan kepadaNya tentang sebuah kejadian aneh yang terjadi di Kamakura; Sebuah pelangi muncul dilangit dan matahari bersinar dengan terangnya; dan sebuah komet besar muncul menyebabkan orang-orang menjadi khawatir akan terjadinya malapetaka. Kemudian, pada tanggal 12 bulan ketiga tahun Hoji ke-satu (1247), sebuah meteor raksasa muncul disebelah timur laut, dan menuju kearah barat daya, bersinar dengan sangat terang
Ket: Foto menunjukkan sebuah tungku perapaian besar yang dibangun oleh Egawa Tarozaemon (1801 5), seorang keturunan dari tuan. Egawa untuk mengenang Rencho yang telah memberikan ceramah “Seekor Tikus Sehari dan Seekor Tikus Sebulan.” Banyak meriam yang dibuat ditungku ini, yang digunakan oleh Jepang untuk mempertahankan diri dari serangan asing. Tempat ini telah ditetapkan sebagai “Lokasi Bersejarah” oleh pemerintah, demikian juga tempat tinggal Tuan Egawa, yang berada dilokasi daerah Nirayama, Daerah Administrasi Shizuoka. Terdapat sebuah papan kayu, dimana Nichiren Shonin menuliskan Odaimoku, yang dikatakan dipasang
sehingga malam hari seperti siang hari; juga sebuah suara guntur yang sangat kuat dan mengetarkan tanah; Semua ini menakutkan semua orang, mereka semua bagaikan kehilangan jiwanya. Sebuah kejadian misterius yang luar biasa adalah terdapatnya banyak kupu-kupu kuning yang bermunculan pada tanggal 17 bulan ketiga tahun yang sama. Hari itu, suasana sangat cerah, sekumpulan kupu-kupu berwarna kuning bermunculan dan memenuhi daerah
12
seluas tiga meter dengan panjang 30 meter. Kupu-kupu yang memenuhi langit bagaikan kain berwarna kuning yang melambai-lambai. Mereka terbang kesana-sini atau hinggap diatap-atap rumah. Orang-orang di Kamakura berlarian keluar dan tertarik untuk melihat pemandangan itu. Tidak lama kemudian, kupukupu itu pun mati dan berserakan dirumah-rumah penduduk. Dikatakan pada jaman dulu, kupu-kupu kuning juga pernah muncul didaerah Hitachi dan Shimotsuke (Sekarang Daerah
No.15 / Desember 2005
Administrasi Ibaraki dan Tochigi) pada masa pemerintahan Kekaisaran Sujaku (923-952). Segera setelah itu, kelompok Taira Masakado (seorang jenderal pada periode pertenghan Heian) bangkit melakukan pemberontakan, dan daerah Kanto jatuh dalam kekacauan. Pantai Kamakura Yuigahama menjadi warna merah pada tanggal 21 bulan ketiga tahun yang sama. Sebuah gelombang warna merah menyapu pantai, dan pasir, rumput laut, dan ikan-ikan menjadi warna merah. Pantai Tsugaru daerah Tohoku juga berubah menjadi warna merah pada tanggal 11 bulan yang sama. Kemudian, sebuah ikan misterius terdampar mati dipantai. Ikan itu mempunyai panjang tiga meter dengan sirip lengan mirip manusia. Penguasa setempat segera melaporkan tentang gejala lautan yang aneh dan kemunculan ikan misterius tersebut. Dikatakan juga, pada masa lalu, ikan yang sama pernah muncul pada musim panas tahun 1189, ketika Fujiwara Yasuhira (seorang tokoh terkemuka pada masa Kamakura di daerah Tohoku) telah diserang dan dikalahkan oleh Minamoto Yoritomo (Shogun pertama dari pemerintahan keShogunan Kamakura). Setelah dikalahkan oleh Yoritomo, Yasuhira dibunuh oleh para pengawal ketika mencoba melarikan diri. Setelah mendengar tentang keadaan kekacauan yang terjadi di kota Kamakura, Rencho merasa sangat perlu untuk mempelajari Buddhisme lebih lanjut. Hal ini karena Ia percaya bahwa hanya ajaran Buddha yang dapat menyelamatkan manusia pada Masa Akhir Dharma.
DARI KYOTO KE NARA DAN GUNUNG KOYA
M
eskipun segala kegiatan Rencho (Nichiren Shonin) di Kyoto sebagai seorang
pelajar tidak diketahui secara jelas, namun semua sudah tercatat dalam fakta sejarah dan legenda yang hidup disana. Sebuah legenda mengatakan bahwa sebuah peperangan telah terjadi di Kamakura, ketika Rencho meninggalkan asrama Kuil Onjo Ji dan pergi ke Kyoto melalui daerah Otsu. Secara nyata memang terjadi peperangan antara kelompok Hojo dan Miura pada tahun 1247. Kelompok Miura adalah kelompok yang sangat berpengaruh di bagian timur kepulauan Honshu dan juga mempunyai kekuasaan yang besar di Kamakura yang terjalin dari perkawinan dengan tokoh pemimpin di keShogunan Kamakura. Ketika peperangan terjadi antara kelompok Miura dan kelompok lainnya, Bupati Shogun Hojo Tokiyori memilih untuk melawan kelompok Miura. Dalam peperangan di Kamakura, kelompok Miura dapat dikalahkan dan dihancurkan. Sebagai hasilnya, sebuah system pemerintahan dibawah kelompok Hojo pun terbentuk. Mendengar kabar tentang peperangan ini, Rencho merasakan bahwa negara telah jatuh dalam kekacauan, hal ini karena adanya kekacauan dalam Buddha Dharma. Merasa bahwa adanya sesuatu yang tidak benar dalam Buddhisme, Ia pun pergi ke sejumlah kuil di Nara untuk belajar mengenai Enam Sekte Buddhisme, yang paling banyak dijalankan kuilkuil di Nara. Ia sangat sibuk belajar dan pergi ketempat-tempat bersejarah di Nara. Ketika belajar di Nara, pada suatu hari Rencho pergi ke Sakai (Sekarang Daerah Administrasi Osaka) untuk bertemu dengan seorang kenalan. Dalam perjalanan Ia berjumpa dengan seorang samurai bernama Egawa. Terkesan oleh semangat pembelajaran dari Rencho, Tuan Egawa mengundang Beliau untuk mampir dirumahnya. Karena hari itu kebetulan merupakan hari
13
peringatan untuk leluhur Tuan Egawa, Rencho membacakan Sutra dan menyampaikan sebuah ceramah. Ia berbicara mengenai “Seekor Tikus Sehari” dan “Seekor Tikus Sebulan”. Pada suatu tempat terdapat seorang laki-laki yang melarikan diri dari diburu oleh seekor harimau, dan laki-laki itu jatuh ketebing. Ketika ia jatuh, ia sempat memegang sebuah dahan pohon kecil, dan arus sungai menantinya dibawah. Ketika ia melihat kebawah, terdapat banyak buaya menantinya, dan diatas tebing harimau itu masih setiap menunggunya. Ia berada dalam kesulitan besar karena tidak mungkin baginya untuk mendaki atau turun. Kemudian dua ekor tikus muncul dan mulai memakan dahan yang dipegang oleh laki-laki itu. Pada cerita ini, Harimau yang menunggu diatas tebing melambangkan Karma Buruk yang selalu menunggu dan merupakan hasil perbuatan pada masa kehidupan sebelumnya, dan Buaya disungai melambangkan neraka. Seorang manusia menderita karena Karma Buruk masa lampau dan juga takut jatuh kedalam neraka. Rencho mengajarkan, adalah penting setiap hari dan bulan yang berlalu tanpa melakukan sebuah kesalahan atau keburukan, adalah penting untuk percaya dalam Buddhisme, dan mengisi setiap hari yang ada. Tuan Egawa dan keluarganya yang mendengarkan ceramah tersebut telah dibangkitkan keinginan mereka untuk mencapai KeBuddhaan. Pada tahun 1261, ketika Nichiren Shonin dibuang ke propinsi Izu (Sekarang Daerah Administrasi Shizuoka), Tuan Egawa yang berada di Nirayama (Sekarang Daerah Administrasi Shizuoka), datang dan bertemu dengan Nichiren. Pertemuan ini adalah pertemuan seorang guru dan muridnya. Gassho.
BERSAMBUNG...
No.15 / Desember 2005
Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra Oleh: YM.Bhiksu Shokai Kanai Sumber Acuan: Buku "The Lotus Sutra" By Senchu Murano Diterjemahkan oleh: Josho S.Ekaputra
BAB X
GURU DHARMA RINGKASAN
S
eorang Guru Dharma adalah siapa saja yang menyebarluaskan ajaranajaran Sang Buddha tanpa melihat apakah ia telah ditahbiskan ataukah belum. Bab ini menjelaskan siapakah Guru Dharma itu dan apa yang harus dilakukan oleh sang guru. Juga dalam bab ini dikatakan bahwa sangatlah penting untuk mendukung sang guru. Dalam bab-bab terdahulu, Buddha Sakyamuni berbicara kepada shomon atau ‘pendengar’ seperti Shariputra dan Maudgalayana. Tapi mulai bab ini, Ia berbicara kepada para Bodhisattva. Tubuh fisik dari Sang Buddha akan tiada. Setelah kewafatanNya, keberadaan para Guru Dharma sangat dibutuhkan. Mereka harus mempraktekkan welas asih, kelembutan, kesabaran, dan kesetaraan bagi semua mahkluk hidup.
PENJELASAN “Jika setelah ketiadaanKu seseorang bergembira, meski untuk sesaat pikiran, karena mendengar meski sebuah gatha atau sebait sutra, Aku juga akan memastikan bahwa kelak ia akan mencapai Kebudhaan.” (P.171, L. 16 - L.19): Pada masa Akhir Dharma,
sejumlah besar kejahatan-kejahatan yang tak terbayangkan terjadi, tapi jika ada orang yang bergembira karena mendengar sebait sutra dari Saddharma Pundarika Sutra, mereka adalah orang-orang yang akan menghapus kegelapan dari dunia ini. Bagi orang-orang seperti ini, Sang Buddha memastikan bahwa mereka akan mencapai Kebuddhaan. Anda yang bergembira dalam kelas pembelajaran Saddharma Pundarika Sutra ini adalah orang-orang yang pasti kelak akan mencapai Kebuddhaan. Lima Pelaksanaan bagi Guru Dharma: 1. Mempertahankan, 2. Membaca, 3. Melafalkan / mengucapkan, 4. Membabarkan, 5. Menyalin. Dari kelima pelaksanaan tersebut, Mempertahankan Sutra ini adalah yang terpenting. Pelaksanaan yang lain adalah cara pendukung untuk mempertahanan sutra ini. “Aku telah membabarkan banyak sutra.” (P.175, L.24): Semua sutra sebelum Saddharma Pundarika Sutra termasuk ke dalam kelompok ini. 14
“Sekarang aku membabarkan sutra ini.” (P.175, L.24): Kalimat ini mengacu pada Saddharma Pundarika Sutra. “Aku juga akan membabarkan banyak lagi sutra di masa depan.” (P.175, L.25): Sutra Meditasi dan Sutra Nirvana ada dalam kelompok ini.Dari semua sutra yang ada Sang Buddha Sakyamuni berkata, “Saddharma Pundarika Sutra adalah yang terunggul dan merupakan gudang dari hakekat terpendam semua Buddha” “Banyak orang membancinya karena merasa iri bahkan semasa hidupKu. Tak perlu lagi diragukan, jauh lebih banyak orang yang akan membencinya setelah ketiadaanKu.’ (P.175, Baris terakhir hingga halaman selanjutnya.): Seseorang cenderung merasa iri kepada mereka yang lebih unggul daripada dirinya sendiri. Ketika mendengar Saddharma Pundarika Sutra bahwa para guru Dharma akan menjadi Buddha, ada sebagian
Bersambung ke Hal. 16
No.15 / Desember 2005
MEDITASI JALAN O'DAIMOKU Oleh: Josho S.Ekaputra
ada buletin bulan Nopember 2005, kita telah membahas tata cara Meditasi Penyebutan O'daimoku (Shodaigyo), yang tentu saja sangat menunjang dalam peningkatan spiritualitas dan hati kepercayaan kita. Meditasi bertujuan untuk mencapai ketenangan, kedamaian, dan terpenting pada akhirnya mencapai Jalan Pencerahan. Kesempatan kali ini, saya akan menjelaskan sebuah metode meditasi yang sering digunakan dalam Nichiren Shu, selain Meditasi Shodaigyo juga terdapat Meditasi Jalan O'daimoku. Sebagaimana halnya dengan Shodaigyo, Meditasi Jalan ini juga berkonsentrasi pada penyebutan O'daimoku dan gerak Jalan yang sesuai dengan irama dan nafas. Persiapan untuk O'daimoku Jalan yakni: O'Juzu, dan Sebuah Drum Tangan (lihat gambar), selain itu kesiapan fisik dan waktu. Jika meditasi secara bersama-sama, seorang peserta memukul drum dan yang lain mengikuti aba-aba yang diberikan atau bisa juga setiap peserta memiliki drum tangan. Beberapa petunjuk dalam meditasi ini:
P
1. O’Juzu dipakai ditangan kiri (dilingkarkan dilengan atau ditelapak tangan). Jika tidak memegang drum tangan, posisi tangan dalam Anjali Mudra (Gassho). 2. Jika mempunyai Drum Tangan (setiap orang), pegang drum ditangan kiri, dan pemukul ditangan kanan, tentunya O’juzu dipakai dilengan atau telapak tangan 3. Pukul drum dengan lima ketukan (lima aksara “Myo Ho Ren Ge Kyo”), untuk “Namu” ketukan tidak dilakukan. Pukullah drum dengan penuh semangat. 4. Kemudian tariklah nafas melalui hidung
Ket. Meditasi Jalan O'daimoku.
dan keluarkan seiringan dengan penyebutan O’daimoku dan langkah kaki. 5. Mulailah melangkah dengan kaki kiri terlebih dahulu, dan ketika melangkah menyebut aksara “Namu” dan diikuti oleh kaki kanan dengan aksara “Myo”, kiri (“Ho”), kanan (“Ren”), kiri (“Ge”), kanan (“Kyo”) dan kembali ke awal lagi. 6. Perhatikan nafas, ketika melangkah keluarkan nafas seiringan dengan penyebutan O’daimoku (sama seperti di Shodaigyo). 7. Irama dan kecepatan penyebutan disesuai dengan kemampuan, apakah satu tarikan nafas dua kali penyebutan O’daimoku atau satu kali? 15
No.15 / Desember 2005
8. Pandangan mata mengarah ke depan kecuali ketika menaiki tangga. 9. Perhatian diarahkan pada penyebutan O’daimoku dan Irama Nafas. 10. Seluruh pikiran, telinga, badan (kaki) diarahkan dan konsentrasi dalam meditasi ini. 11. Laksanakan meditasi ini semampunya, jika telah letih beristirahatlah dan yang terpenting adalah lakukan dengan penuh kegembiraan. 12. Setelah selesai berdoalah dan limpahkan jasa kebajikan dari penyebutan O’daimoku ini untuk kebahagiaan diri sendiri dan seluruh mahluk. O'daimoku jalan ini adalah salah satu ciri khas yang unik dari Nichiren Shu. Para bhiksu/ bhiksuni dan umat awam mampu melakukannya. Ketika pelatihan
para Bhiksu/bhiksuni di Kuil Pusat Minobu San Kuon Ji, meditasi ini dilakukan setiap hari pagi dan malam. Gunung Minobu yang merupakan sebuah gunung yang cukup tinggi, tentu saja menjadi medan latihan mental dan spiritual yang baik bagi para bhiksu. Penyatuan diri dan O'daimoku sangat penting dalam upaya untuk memperoleh Jalan Pencerahan. Meditasi ini adalah pertapaan yang sangat penting dan memiliki keunggulan dibandingkan meditasi lainnya. Kita tidak hanya dapat menang atas pikiran kita, tetapi juga kita telah melestarikan dan menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra. Demikianlah panduan Meditasi Jalan O'daimoku, semoga kita semua semakin maju dalam Dharma dan spiritualitas. Gassho. Ket. (Kiri) Panduan kaki ketika melaksanakan Meditasi Jalan O'daimoku.
Sambungan Dari Hal. 14 orang yang membencinya karena merasa iri. Inilah salah satu dari sekian banyak alasan kenapa Nichiren Daishonin mendapat penganiayaan berkali-kali selama kehidupanNya. “Kau tidak perlu menyemayamkan sariraKu (abu – sisa-sisa peninggalan) dalam stupa. Karena Ia (Sutra ini) akan mengandung tubuhKu yang sempurna.” (P.176, L.11.): Ini tidak berarti kita boleh mengabaikan abu atau sarira dari Buddha Sakyamuni, tapi kita tidak perlu terikat untuk menyemayamkan abu tersebut. Yang lebih penting lagi, kita harus menganggap katakata dan aksara dari Saddharma Pundarika Sutra sebagai Buddha itu sendiri. Oleh karena itulah dalam “Kaikyo-ge” kita membaca: “Aksara-
aksara yang menyusun sutra ini semuanya adalah Buddha dalam Perwujudannya.” “Sutra ini membuka pintu gerbang makna sesungguhnya dan mengungkapkan kunci kebenaran.” (P.177, L. 5.): Selama upacara pemakaman dalam Nichiren Shu, kalimat ini selalu dibacakan untuk membimbing jiwa orang yang meninggal kepada dunia spiritual Buddha setelah mengetuk pinggiran peti mati untuk membangunkan mereka kepada Kebenaran. “Mereka seharusnya masuk ke ruangan Tathagata, mengenakan jubah Tathagata, dan duduk di tempat duduk Tathagata.” (P.177,
16
L.18.): Buddha Sakyamuni menyarankan orang-orang yang membabarkan Saddharma Pundarika Sutra agar mereka memiliki welas asih yang besar kepada semua mahkluk hidup, bersikap lembut dan sabar, serta memandang semua hal secara setara tanpa terikat kepada satu hal. Sang Buddha juga menyemangati para guru Dharma dengan mengatakan, “Jika ia dibenci dan diancam dengan pedang, tongkat, atau batu, Aku akan mewujudkan orang-orang dan mengutus mereka untuk melindunginya.” Nichiren Daishonin adalah sebuah contoh sempurna tentang janji perlindungan dari Buddha Sakyamuni seperti yang terungkap dalam kalimat tersebut diatas. Gassho, "Namu Myoho Renge Kyo."
No.15 / Desember 2005
Buku "Penjelasan Shutei Gohonzon Nichiren Shonin"
(Ditulis Bulan Ketiga Tahun Koan Ketiga, 1280 dan digunakan oleh seluruh umat Nichiren Shu). Penyusun Oleh: Josho S.Ekaputra
Mahaguru Dengyo atau Saicho (767-822 M)
S
aicho adalah pendiri sekte Tendai di Jepang. Ia ditahbiskan menjadi seorang bhiksu pada usia 19 tahun 785 dan kemudian Ia menyepi ke Gunung Hiei. Disana ia menghabiskan waktunya dengan bermeditasi, melafalkan dan menyalin sutra-sutra, serta mempelajari tulisan-tulisan Chih'i. Pada tahun 804 ia dikirim oleh pemerintah, ke China beserta dengan muridnya Gishin (781-833), yang juga seorang penerjemah. Dan disana ia menghabiskan waktu sembilan bulan mempelajari Buddhisme T’ien-t’ai bersama Tao sui, pemimpin ke-tujuh dari sekte T’ien-t’ai, dan Hsing-man, yang juga merupakan murid langsung dari Chan-jan. Beberapa bagian dari waktunya dihabiskan di Gunung T'ien-t'ai sendirian. Saicho juga menerima ajaran-ajaran bodhisattva dari Sutra Jaring Brahma dari Taosui, beberapa pelatihan terbatas dalam Buddhisme ajaran rahasia, dan pembabaran dari Buddhisme Ch’an. Ia kembali ke Jepang pada tahun 805 dan mendirikan dua jalur fokus pembelajaran di Gunung Hiei. Yang pertama; untuk pelaksanaan Buddhisme ajaran rahasia, dan
kedua; untuk pelaksanaan meditasi. Dari tahun 809 hingga 816, Saicho dan Kukai (Pendiri Shingon Shu) saling bertukar ajaran dan bantuan. Namun hubungan tersebut berakhir ketika Kukai meminta Saicho untuk menjadi muridnya, jika ia ingin mempelajari Buddhisme ajaran rahasia secara mendalam, dan juga belakangan ketika salah satu murid Saicho menolak untuk kembali ke Gunung Hiei karena lebih memilih mempelajari Buddhisme Shingon di bawah Kukai. Saicho juga terkenal akan debatnya melalui surat-surat dan risalah-risalah yang ia lakukan dengan Bhiksu Sekte Hosso, Tokuitsu pada awal tahun 817. Saicho memperdebatkan keuniversalan sifat Buddha melawan teori Hosso yang mengatakan bahwa manusia memiliki sifat terpendam yang berbeda-beda, dan bahwa hanya sebagian orang yang mampu mencapai keBuddhaan, sedang yang lainnya tidak akan mampu mencapai penerangan yang sekecil apapun.
17
Debat ini hanya berakhir setelah kematian Saicho Semenjak tahun 818, Saicho mulai melobi pihak pemerintah untuk mendirikan landasan ajaran (kaidan) Mahayana di Gunung Hiei berdasarkan ajaran Mahayana dari Sutra Jaring Brahma. Ijin baru diberikan seminggu setelah kematiannya. Saicho meninggal pada tahun 822. Gishin menjadi penerusnya dan pemimpin ke-dua dari sekte Tendai, Jepang. Pada tahun 823, Kaisar Saga memberi kan nama baru kepada kuil di Gunung Hiei, Enryaku-ji. Pada tahun 866, Kaisar Seiwa menganugerahkan nama Dengyo Daishi kepada Saicho. Ini adalah yang pertama kalinya seorang kaisar pernah memberikan gelar Daishi (Mahaguru). Lambang: Seorang Bhiksu Jepang. Gassho.
No.15 / Desember 2005
LIMA PERIODE PEMBABARAN AJARAN
BUDDHA SAKYAMUNI H
ampir disetiap sekte agama Buddha menyakini bahwa Buddha Sakyamuni mengajarkan ajarannya dalam berbagai cara yang bijaksana. Berikut ini adalah 5 periode pembabaran ajaran Sang Buddha. Menurut P’an Chiao Chi’I, Guru Agung Dharma dari Tien T’ai (China, 538-597), hal ini menunjukkan betapa luasnya ajaran dan cara penyampaian oleh Buddha Sakyamuni, sehingga menghasilkan berbagai macam sekte di Jepang. No
Periode
1
Kegon
Tahun Sutra Yang Pembabaran Dibabarkan 21 hari Avatamsaka Sutra (Kegon Sutra atau Sutra Karangan Bunga)
Karakteristik
Nama Sekte di Jepang Sutra ini yang pertama yang - Sekte Kegon diajar oleh Buddha setelah mencapai Penerangan Agung dibawah pohon dan diajarkan untuk memasuki ajaran HokkeNehan dan ajaran Madhyamika
2
Agon
12 tahun
5 Sutra Agama (Pali): 1) Digha-nikaya 2) Majjhima-nikaya 3) Samyutta-nikaya 4) Anguttara-nikaya 5) Khuddaka-nikaya
Vinaya (aturan) yang berhubungan dengan penderitaan, kekosongan, ketidakkekalan, dan egoistis diuraikan secara terperinci untuk membebaskan orang-orang dari enam dunia buruk, neraka, kelaparan, binatang, kemarahan, manusia dan surga
3
Hoto
8 tahun
1) Shomon (Shrimala) Sutra; 2) Gejimatsu Sutra 3) Yuima (Vimalakirti) Sutra; 4) 3 Sutra Tanah Suci: Muryoju Sutra, Amitayus Sutra dan Amida Sutra; 5) 3 Esoterik Sutras: Dainichi Sutra, Kongocho Sutra dan Soshitsuji Sutra.
Ajaran pengantar memasuki - Sekte Hosso Mahayana seperti, ajaran tentang - Sekte Ji (Sekte Tanah Tidak Kekal, Kesadaran Pikiran, Suci, didirikan oleh Tanah Suci dan Rahasia (Tantric). Ippen Shonin) Periode terdapat banyak sekali - Sekte Jodo (Sekte sutra dan pembabaran oleh Sang Tanah Suci, didirikan Buddha. oleh Honen Shonin) - Sekte Jodo Shin (Sekte Tanah Suci Yang Sesungguhnya, didirikan oleh Shinran Shonin) - Sekte Shingon - Sekte Shingon Ritsu - Sekte Zen (Terdiri atas Rinzai Shu, Soto Shu, Obaku Shu)
18
- Sekte Theravada, Vinaya Saravastivada antara lain: - Sekte Jojitsu - Sekte Kusha - Sekte Ritsu - Sekte Shingon-Ritsu
No.15 / Desember 2005
4
Hannya
5
H o k k e - 8 tahun Nehan
P
22 tahun
Hannya Sutra (Sutra Kebijaksanaan) termasuk: -Makahannya Haramitsu Sutra (Kebijaksanaan Yang Maha Sempurna), -Hannya Shin-Kyo (Sutra Hati, atau inti dari Prajna-Paramita Sutra)
Sutra ini dibabarkan di kota Sekte Sanron Rajagriha, Jetavana, di hutan bamboo dan daerah lainnya. Sutra merupakan tingkat lanjut dari Mahayana, mengajarkan tentang kebijaksanaan yang tertinggi dan ajaran tentang ketidak kekalan (menlenyapkan keberadaan) dan banyak dipelajari, dilatih/ dipraktekkan oleh banyak sekte di Jepang.
1) Tiga Susun Sutra Saddharma Pundarika yang terdiri atas: -Sutra Muryogi Sutra, -Saddharma Pundarika Sutra dan; -Samantabadra Sutra (Fugen Sutra) 2) Sutra Nirvana Sutra
Ajaran terakhir dari Sang Buddha -Nichiren Shu (dan yang mengungkapkan tentang sekte-sekte Nichiren kekuatan Penerangan Agung dan lainnya) kemampuan dari setiap mahluk -Sekte Tendai untuk menjadi seorang Buddha.
eriode pengajaran Hokke Nehan, adalah Sutra pembabaran yang cocok untuk Masa Akhir Dharma. Saddharma Pundarika Sutra, dikatakan; "Sebarkanlah sutra ini pada 500 tahun kelima setelah kemoksaanKu, agar Dharma ini tidak musnah dan tersebarluaskan." Masa Akhir Dharma dalam literatur dimulai pada awal periode 500 tahun kelima yakni 2000 tahun setelah kemoksaan Sang Buddha. Sekte Tendai China yang berpusat pada ajaran Hokekyo, dibawa ke Jepang oleh Mahaguru Dengyo, tetapi sejalan dengan perkembanganya, Sekte Tendai di Jepang, tidak lagi hanya berdasarkan pada ajaran Hokekyo, tetapi juga mencampurkan ajaran Esoteris dan Esoterik. Nichiren Shu adalah sekte Buddhisme yang mendasarkan pengajaran utama dalam Saddharma Pundarika Sutra dan didirikan oleh Nichiren Shonin pada tanggal 28 April 1253, dengan menitikberatkan ajaran pada Saddharma Pundarika
Sutra dan penyebutan O'daimoku. Nichiren Shu mempunyai lebih dari 6.000 kuil diseluruh Jepang dan juga tersebarluas di Amerika, Eropa, Asia, Afrika dan negara lainnya. Kantor Pusat Administrasi berpusat di Tokyo, Jepang mengatur lebih dari 9.000 orang Bhiksu/Bhiksu dengan komposisi; sekitar 8.000 orang Bhiksu dan 1.000 orang Bhiksuni. Nichiren Shu sendiri adalah sebuah kelompok persaudaraan dari seluruh murid-murid Nichiren Shonin, yang merupakan garis turunan dari Enam Murid Utama, sehingga warna warni keberagaman tradisi dan pemahaman sangat terasa. Meskipun masingmasing garis turunan mempunyai pemahaman, karateristik dan tata cara penyebarluasan yang berbeda-beda, kebersamaan dan ikatan kekeluargaan sebagai Murid Nichiren Shonin, sangat terasa dalam Nichiren Shu. Inilah salah satu ciri khas dari Nichiren Shu yang tidak dimiliki oleh sekte-sekte Buddhisme lainnya. Kuil Pusat Ajaran dari 19
Nichiren Shu adalah Kuil Kuon Ji, Gunung Minobu, yang merupakan Kuil yang dibangun oleh Nichiren Shonin, dan disana juga tempat Makam Nichiren Shonin dan sarira Beliau disemayamkan penuh kedamaian Gassho.
No.15 / Desember 2005
ANEKA PERISTIWA NICHIREN SHU
(Liputan Aneka Berita Nichiren Shu Indonesia dan Luar Negeri)
"Saya Tidak Terpikir Untuk Pulang Ke Jepang" Oleh: YM.Bhiksu Eijo Ikenaga Kuil Honolulu Myohoji, Hawai - Amerika Serikat Redaksi : YM.Bhiksu Eijo Ikenaga, Kepala Kuil Honolulu Myohoji, yang pada tahun 2004 telah menerima Penghargaan “Sogo Zaidan Sho” dalam sebuah acara di Hotel Pacific, Tokyo tanggal 21 April. Sejak tahun 1984, penghargaan ini diberikan kepada perorangan dan organisasi yang dinilai telah melaksanakan kegiatan penyebarluasan yang intensif. YM. Bhiksu Ikenaga menjadi Kepala Kuil Honolulu Myohoji pada tahun 1958 atas permintaan dari kuil ini. Membangun Aula Utama Hondo dan Tugu Perdamaian, memperbaharui kuil ini sepenuhnya.
A
ku menerima sebuah surat dari Sogo Zaidan Nichiren Shu pada pertengahan pebruari. Ini adalah surat yang tak terduga, dan membuat aku terkejut. Surat itu memberitahukan bahwa aku dengan penuh kehormatan berhak menerima Penghargaan “Nichiren Shu Sogo Zaidan Sho.” Ini sungguh sebuah kejutan ! ini seharus tidak diberikan kepada saya. Penghargaan ini merupakan sebuah penghargaan yang sangat berharga yang diberikan oleh Nichiren Shu kepada orang-orang yang telah berjasa dalam menyebarluaskan Nichiren Buddhisme. Sungguh, sangat tidak layak bagi saya untuk menerimanya. Namun, ini keputusan dari yang berwenang, sungguh suatu hal yang tidak pantas juga jika saya harus menyalahkannya. Saya mempersiapkan diri beberapa waktu
YM.Bhiksu Eijo Ikenaga sebelum akhirnya berangkat ke Tokyo untuk menerima penghargaan ini. Pada tahun 1958 ketika saya diundang ke Kuil Honolulu Myohoji sebagai kepala Kuil. Pada waktu itu, kepulauan Hawai sangat jauh dari Jepang. Saya ingin mendapatkan kejelasan dan penegasan dari Kantor Pusat. Saya berkunjung ke Kantor Pusat Nichiren Shu, dan melihat catatan mengenai kuil ini. Mereka mengatakan terserah kepada saya apakah ingin pergi atau tidak. Saya menghargai mereka, dan mengatakan bahwa ya, saya akan berangkat. Kuil Honolulu Myohoji bagaikan terletak di sebuah hutan belantara yang terisolasi dari kepulauan
20
lainnya. Sejak itu saya berusaha bekerja sebaik mungkin di hutan ini. Rumput California tumbuh seinci demi seinci, segera jalan ke kuil pun telah dibangun. Saya mengayunkan celurit setiap hari untuk memotong rumput liar yang tumbuh di kuil. Namun, aku tidak pernah terpikir untuk kembali ke Jepang, sebab saya sangat terkesan dengan para umat di kuil ini. Wajah yang penuh harapan, mereka menceritakan kepada saya bagaimana perjuangan mereka untuk hidup dan membesarkan anak-anak, meskipun mereka ingin pulang ke Jepang, namun tidak bisa dilakukan. Memikirkan tentang usaha keras dan kesabaran mereka, saya merubah rencana libur untuk pulang ke Jepang pada tahun pertama. Saya berpikir bagaimana mungkin saya meninggalkan mereka ditempat terpencil ini sementara saya pulang ke tanah kelahiran yang indah, Jepang. Bagaimanapun, mereka mempunyai sebuah impian untuk membangun Menara Perdamaian ditengah hutan belantara ini. 10 tahun telah berlalu sejak saat itu. Pada tahun 1968, Menara Perdamaian (Busshari Heiwato) dan Hondo pun telah didirikan. Setelah sepuluh tahun, pengembang dari
No.15 / Desember 2005
Drama “Nichiren” dalam delapan bagian yang dipersembahkan dalam rangka peringatan 750 tahun berdirinya "Nichiren Shu" pada tahun 2002.Umat melakukann peran dalam drama dengan narasi dari YM.Bhiksu Ikenaga.
pulau ini pun memulai pembangunan kondominium. Berdoa untuk kesuksesan itu, saya pun mengikuti pendidikan 100 hari Aragyo di Kuil Nakayama pada tahun 1979. Pada bulan October 1983, Aula Sosial Honolulu Myohoji pun selesai dibangun. Segera, 45 tahun pun telah berlalu sejak saya datang ke “hutan belantara ini.” Jika penghargaan ini diberikan untuk tahun-tahun pengabdian ketika saya tinggal disini, ini bukanlah kebajikan saya. Ini semua dapat terjadi karena kebajikan dari Buddha bahwa segala jalan pasti akan terbuka seberapapun sulitnya. Semua ini bisa terjadi karena dukungan dan dorongan dari para umat di kuil ini. Saya tidak dapat berbicara tentang kuil Honolulu Myohoji tanpa memperhatikan mereka. Satu hal lagi, dinding disisi dari lembah Nuuanu Stream yang merupakan bagian dari kuil Honolulu Myohoji, mempunyai tinggi 10-16 kaki dan panjang 500 kaki, dibangun oleh umat dengan tangan mereka sendiri. Kuil Honolulu Myohoji berdiri atas dasar ini. Sungguh, setiap sudut kuil ini adalah mencerminkan jiwa dan usaha keras mereka. Atas dasar inilah, para umat menghargai bahwa “Saya
pergi ke Tokyo untuk menerima penghargaan ini, ini mewakili seluruh umat yang telah mempersembahkan dirinya untuk Dharma, orang-orang yang telah mendukung kuil Honolulu Myohoji sampai hari ini.” Ini dasar dari penerimaan penghargaan ini bagi saya. KUIL HONOLULU MYOHOJI, SAAT SEKARANG
S
ebuah simbol dari Kuil Honolulu Myohoji adalah sebuah model Pagoda Tahoto (Sebuah Tugu Perdamaian Busshari)
yang berdiri diantara pepohonan Ohai yang indah. Orang-orang yang berkunjung setelah melewati pintu gerbang, akan melihat kearah Pagoda, dimana tersimpan relik Buddha Sakyamuni disemayamkan, dan disambut oleh angin sepoi-sepoi dari lembah perkampungan Nuuanu, suara yang indah dari burung-burung diantara pepohonan dan gaung suara dari lembah Nuuanu. Orang-orang sangat menyukai kedaimaian udara di Tanah Buddha ini. Mereka menikmati segala kegiatan religius, spiritual dan kebudayaan. Hondo adalah pusat dari segala kegiatan religius tersebut. Pada acara hari minggu, mereka merasa sangat gembira, menyebut Odaimoku dan menerima cahaya terang dari Mandala Gohonzon. G r u p Wa s a n F u j i n k a i menyanyi dengan indahnya. Pelaksana yang baik adalah pendengar yang baik. Bangungan multi fungsi dari kuil Honolulu Myohoji Aula Sosial telah memberikan banyak manfaat bagi kegiatan sosial masyarakat sekitarnya. Shakyo (menyalin sutra), upacara minum tea, tata bunga, kaligrafi, tarian Jepang, shamisen, yokyoku, kendo, aikido, bojutsu, dan lain-lain. Semua kegiatan ini dilaksanakan di Aula Sosial. Dalam
Ket. Prosesi O'daimoku dipimpin oleh YM.Bhiksu Ikenaga
21
No.15 / Desember 2005
kelas Shakyo, kami bermeditasi dan membaca sutra dalam ketenangan dan kedamaian. Ketika kita mulai menyalin sutra dengan kuas sumi, aksara demi aksara, memperhatikan dengan seksama bahwa semua aksara dalam sutra adalah Buddha. Kelas Shakyo dilaksanakan setiap hari Jumat, mulai jam 9 pagi, kemudian setelah itu ada ceramah tentang Hokekyo dan Buddhisme yang diberikan oleh YM.Bhiksu Eijo Ikenaga. Kemudian, dibuka diskusi yang berlangsung dengan penuh semangat, sering berlansung lebih dari satu jam. Kelas Kaligrafi (Seni Menulis dengan Kuas) dan Kendo (Seni Bela Diri) juga diberikan oleh YM.Bhiksu Ikenaga. Pelajaran dari kedua kelas ini adalah, sebagaimana halnya dengan Shakyo, menekan pada “Perawakan Yang Benar”, “Pikiran Yang Benar”, dan “Melakukan Dengan Benar,” yang juga merupakan dasar dari ajaran Buddha dan Nichiren Shonin. Kelas Upacara Minum Tea, Tata Bunga, dan kelas lain dari kebudayaan Jepang, orang-orang diharus masuk dalam “kokoro” dengan konsentrasi pada irama, keharmonisan, keindahan dan lainlain. Setelah melewati pintu gerbang Kuil Honolulu Myohoji, orang-orang akan segera merasakan “Pikiran Buddha” disudut manapun dalam kuil ini. Mereka semua terbenam dalam ketenangan dan kedamaian. Tahun ini 2005, Kuil Honolulu Myohoji telah melaksanakan peringatan ulang tahun ke 75 tahun sejak berdirinya pada 1930. Sebagai bagian peringatan ini, sedang direncanakan pembangunan sebuah tempat tinggal untuk para Bhiksu. GASSHO.
Sambungan Dari Hal. 7 2. DELAPAN JALAN (HASHODO)
UTAMA
A
da Delapan Pelaksanaan secara nyata yang mana menunjukkan bahwa ada keinginan seseorang untuk keluar dan mencapai kebenaran “Dotai”, termasuk dalam Empat Kebenaran Mulia. Pelaksanaan yang nyata dari hari ke hari, seseorang akan dapat mengendalikan keterikatan dan keinginan / hawa nafsu yang menyebabkan penderitaan. Delapan Jalan Utama itu adalah : 1.Pengertian yang benar 2.Pikiran yang benar 3.Berbicara yang benar 4.Prilaku yang benar 5.Penghidupan yang benar 6.Usaha yang benar 7.Tujuan yang benar 8.Meditasi yang benar 3. HUKUM DUA BELAS PENYEBAB (JUNI INNEN)
S
ang Buddha menjelaskan lebih lanjut sebab penderitaan yang dibabarkan dalam Empat Kebenaran Mulia dalam Hukum Dua Belas Penyebab (Juni Innen). Pada kesempatan yang sama, Sang Buddha menjelaskan secara lengkap suatu logika mengenai penyebab penderitaan dan pemusnahannya. Tak seorang pun dapat lepas dari penderitaan, umur tua dan kematian, tetapi Sang Buddha mendapatkan jawaban dari penyebab penderitaan dan kesedihan yang dialami oleh manusia. Mengetahui penyebab yang membawa kepada kematian, umur tua dan ketidaktahuan, (mumyo) tidak menyadari kebenaran, inilah dua belas langkah yang dikenal dengan Dua Belas Penyebab (Juni 22
Innen) atau Dua Belas Yang Menjadi Penyebab (Juni Engi). Secara Singkat Ke Dua Belas Penyebab itu adalah : 1. Ketidaktahuan menimbulkan Bentuk-bentuk Karma (Avijja Paccaya Sankhara) 2. Bentuk-bentuk Karma menimbulkan Kesadaran (Sankhara Paccaya Vinnannang) 3. Kesadaran menimbulkan Nama Rupa (Vinnana Paccaya Namarupang) 4. Nama Rupa menimbulkan Enam Indriya (Namarupa Paccaya Salayatanang) 5. Enam Indriya menimbulkan Kontak (Salayatama Paccaya Phasso) 6. Kontak menimbulkan Perasaan (Phassa Paccaya Vedana) 7. Perasaan menimbulkan Kehausan (Vedana Paccaya Tanha) 8. Kehausan menimbulkan Kemelekatan (Tanha Paccaya Upadanang) 9. Kemelekatan menimbulkan Proses Penjelmaan (Upadana Paccaya Bhavo) 10.Proses Penjelmaan menimbulkan Kelahiran (Bhava Paccaya Jati) 11.Kelahiran menimbulkan Kelapukan, Kematian, Keluh Kesah, Sakit (Jati Paccaya Jayamaranang) 12.Kelapukan, Kematian, Keluh Kesah, Sakit adalah akibat dari Kelahiran (Jara Marana) 4. JALAN TENGAH (CHUDO)
I
ni berarti bahwa seseorang tidak bisa mencapai Penerangan melalui cara-cara yang ekstrim kesederhanaan atau kesenangan tetapi dengan masuk melalui jalan tengah. Gassho.
No.15 / Desember 2005
Seri Pengenalan Kuil-Kuil Nichiren Shu
(Menjelajahi Kuil-Kuil Nichiren Shu, Tempat Bersejarah Lainnya di seluruh Jepang dan Dunia) Oleh: Josho S.Ekaputra
Kuil Choko Zan Myohon Ji • Nama Resmi : Choko Zan Myohon Ji • Sekte : Nichiren Shu, Buddhisme • Objek Pemujaan Utama: Rupang Nichiren dan Buddha Sakyamuni • Didirkan pada tahun: 1260 Oleh: Yoshimoto Hiki • Bhiksu Pendiri : Nichiro (12451320) • Alamat: 15-1, Omachi 1-chome, Kamakura, Kanagawa 248-0007 • Luas Kuil: 8,700 meters persegi • Lokasi: 800 meter bagian timur dari stasiun Kamakura • Waktu tempuh untuk kekuil: 10 menit setelah stasiun Kamakura • No Telepon: 0467-22-0777 • Penginapan: Tersedia Latar Belakang Sejarah
K
uil ini berdiri dengan indahnya dikaki sebuah bukit selama berabad-abad lamanya. Kita kembali pada masa abad ke-13, bagaimanapun ditempat ini pernah Ket. Sebuah patung perunggu Nichiren yang dibuat pada bulan April 2002 untuk memperingati ulang tahun ke 750, penyebaran ajaranNya. Empat aksara China tertulis disana yang dibaca sebagai “ko-sen rufu” dan menandakan penyebarluaskan Buddhisme dengan didasarkan pada Saddharma Pundarika Sutra)
23
No.15 / Desember 2005
Ket Kuburan dari Ichiman Sodezuka , anak dari Shogun Yoriie.
terjadi sebuah tragedi besar peperangan diantara para kaum samurai. Setelah meninggalnya Yoritomo Minamoto (1147-1199), pendiri keShogunan Kamakura. Kedudukan Shogun berpindah kepada Yoriie Minamoto (1182-1204), anak pertama dari Yoritomo. Ia baru berumur 16 tahun, terlalu muda untuk dapat menangani tugas seorang shogun, dan kekuasaan sesungguhnya berada di tangan Masako Hojo, ibunya, dan kakeknya Tokimasa Hojo (1138-1215). Yoriie sangat tidak senang atas perlakuan dari ibu dan kakeknya. Ia sangat senang berburu wanita dan mempunyai beberapa istri muda dirumahnya. Pada tahun 1203, Yoriie jatuh sakit dan segera akan meninggal dunia. Oleh karena itu, Masako dan Tokimasa merencanakan untuk membagi dua wilayah KeShogunan yakni; satu untuk anak dari Yoriie yaitu Ichiman dan satu wilayah lagi untuk saudara muda Yoriie, Sanetomo (1192-1219). Yoriie yang telah menikah dengan Wakasa, anak
dari Yoshikazu Hiki (?-1203), yang merupakan seorang kepala keluarga samurai. A n a k p e r t a m a Yo r i i e , Ichiman baru berumur 6 tahun ketika Yoriie mengalami sakit yang serius. Sebelum Yoriie meninggal, diharapkan Ichiman telah siap untuk mengambil posisi sebagai Shogun. Jika akhirnya Ichiman berhasil mengambil posisi Shogun, Yoshikazu dan keluarganya akan mempunyai kekuasaan yang kuat sebab mereka menjadi keluarga keshogunan. Hal ini membuat keluarga Hojo menjadi takut. Hiki telah menjalini hubungan yang dekat dengan Yoritomo sejak masa lalu. Sebenarnya, ibu mertua dari Yoshikazu telah membantu Yoritomo muda secara keuangan ketika ia diasingkan ke semenanjung Izu, dan istri Yoshikazu’s mengangkat Yoriie sebagai anak angkatnya. Secara alami, Yoriie lebih menyukai keluarga Hiki dibanding keluarga Hojo.
24
Mendengar bahwa Masako dan Tokimasa merencanakan untuk membagi dua sistem pemerintahan, Yoshikazu menjadi marah sebab ia percaya bahwa anak pertama dari Shogun, Ichiman dalam hal ini berhak untuk mewarisi semua kekayaan dan kekuasaan. Kemudian kepada Yoriie, Yoshikazu memberitahukan beliau bahwa Masako dan Tokimasa berusaha untuk menyingkirkan Yo r i i e . K e m u d i a n , Yo r i i e memerintahkan Yoshikazu untuk segera menghancurkan keluarga Hojo. Disisi lain, Masako yang mendengar percakapan itu, ia dan keluarga Hojo segera mengambil tindakan juga. Segera setelah itu, Tokimasa mengundang Yoshikazu untuk menghadiri sebuah acara keagamaan ditempat kediaman Tokimasa untuk perayaan sebuah rupang baru dari Yakushi Nyorai atau Bhaisajyaguru. Ia melaksanakan upacara untuk meminta kesembuhan dari Yoriie d a r i p e n y a k i t n y a . Yo s h i k a z u menerima undangan itu, dan tidak memperdulikan peringatan dari pengawalnya bahwa akan terjadi sebuah konspirasi dalam acara keagamaan itu. Yo s h i k a z u t e l a h s a l a h memprediksi. Ia pergi kekediaman Tokimasa dengan hanya membawa beberapa orang pengawal saja. Segera setelah ia tiba, orang-orang Tokimasa membunuhnya dalam serangan mendadak. Seluruh keluarga Yoshikazu dan kaum samurai Hiki segera berkumpul di kediaman Yoshikazu, (dimana merupakan tanah tempat berdirinya kuil ini) untuk mempersiapkan sebuah peperangan. To k i m a s a d a n M a s a k o t e l a h mempersiapkan rencana selanjutnya dan membuat kerjasama dengan beberapa kelompok yang kuat. Hojo dan sekutunya, segera bergerak, dan menyerang kediaman Hiki. Sebuah pertempuran berlangsung
No.15 / Desember 2005
selama beberapa jam, dan akhirnya kelompok Hiki dikalahkan. Ini terjadi pada tahun 1203. Sebanyak 100 orang tewas dalam pertempuran ini termasuk anak dari Yoriie, Ichiman. Melihat bahwa seluruh keluarganya telah terbunuh, Wakasa kemudian bunuh diri. Keluarga Hiki hampir musnah. Setelah pertempuran itu, Yoriie dipaksa turun dari jabatan Shogun dan dibuang ke semenanjung Izu, dimana ia meninggal satu tahun kemudian, 1204. Posisi Shogun kemudian dipegang oleh Sanetomo Yoritomo, anda kedua dari Yoritomo dan adik Yoriie. Ia baru berumur 12 tahun. Seorang keluarga Hiki yang selamat dalam pertempuran yaitu anak bungsu Yoshikazu, Yoshimoto (1201-1286), pendiri dari Kuil ini. Ia dikirim ke Kyoto dan bekerja untuk Kaisar Juntoku (1197-1242). Ketika kaisar diasingkan ke Pulau Sado di daerah administrasi Niigata pada tahun 1221, sebagai akibat dari ketidakberhasilannya menumbangkan keShogunan Kamakura, Yoshimoto mengikuti kaisar itu ke pulau tersebut dan tinggal disana selama
Ket. (Atas) Pintu Gerbang Niten-Mon atau Pintu Gerbang Dua Raja Dewa, (Bawah) Aula Pendiri Soshido
12 tahun. Setelah kaisar meninggal, Yoshimoto kembali ke Kamakura, dimana ia kemudian bertemu dengan Nichiren (1222-1282), pendiri dari Nichiren Shu. Nichiren sedang melakukan pembabaran Dharma dijalanan kota Kamakura (kita tahu bahwa saat itu Nichiren melakukan penyebarluasan O'daimoku ditengahtengah keramaian pasar). Yoshimoto
25
tertarik dengan gerakan, semangat dan ceramah dari Nichiren dan akhirnya menjadi seorang murid, ia lebih tua 21 tahun dari Nichiren. Yoshimoto juga pernah menolong Nichiren merampungkan risalah yang terkenal yakni “Menciptakan Perdamain Negara dengan Menegakkan Ajaran Yang Sesungguhnya.”Risalah ini terkenal dengan nama "Rissho Ankoku Ron", yang kemudian disampaikan kepada pemerintah Shogun Kamakura. Akibat dari risalah ini, maka Nichiren kemudian dibuang ke Pulau Sado. Namun, setelah Nichiren dilepaskan dari hukuman pembuangan dan kembali ke Kamakura, Yoshimoto menyediakan tempat dikediamannya sebagai tempat untuk belajar Nichiren. Mengikuti saran dari Nichiren, Yoshimoto kemudian mendirikan sebuah kuil untuk memberikan ketenangan bagi ayah, adik dan anggota keluarga lainnya yang telah meninggal. Pembangunan kuil ini rampung 50 tahun setelah kematian seluruh keluarganya. Kuil ini secara resmi diberi nama Choko Zan diambil dari nama buddhisnya
No.15 / Desember 2005
lainnya. Pusara Lengan Baju Ichiman’s Sodezuka
P
Ket. Aula Utama Kuil
dan Myohon dari nama ibunya. Kuil ini adalah salah satu kuil tertua dari Nichiren Shu di kota Kamakura. Pintu Gerbang Niten-mon atau Pintu Dua Raja Dewa
G
erbang bagian dalam adalah sebuah bangunan yang sangat besar, dan semua kuil Nichiren Shu mempunyai pintu gerbang ini, biasa disebut Niten-mon, berarti pintu Dua Raja Dewa. Kedua sisinya memuat rupang dari Jikokuten atau Dhrtarastra, dan Bishamonten atau Vaisravana. Aula Soshido (Aula Bhiksu Pendiri)
S
ebagaimana halnya semua kuil-kuil Nichiren Shu, Aula Bhiksu Pendiri adalah sangat luas dan megah, dan terletak ditengah-tengah lokasi kuil. Sebgai objek pemujaan utama adalah rupang Nichiren diletakkan ditengah altar. Rupang kayu ini dibuat pada abad ke14 oleh Bhiksu Nippo (1259-1341), murid Nichiren dan seorang pemahat yang terbaik, pada jaman Nichiren,
dan diantara karyanya adalah tiga rupang Nichiren yang dibuat dari satu balok kayu yang sama. Dua diantara rupang itu disemayamkan di Kuil Kuonji, Gunung Minobu, Daerah Administrasi Yamanashi (Kuil Pusat Nichiren Shu) dan di Kuil Honmonji, Ota, Tokyo, dimana tempat Nichiren meninggal dunia. Terletak disebelah kiri rupang Nichiren, rupang Bhiksu Nichiro, rupang Yoshikazu dan istrinya. Dan disebelah kanan terdapat rupang Bhiksu Nichirin (1297-1359) (seorang murid Nichiren), Yoshimoto Hiki dan istrinya. Ruangan 9 meter persegi ini direnovasi kembali pada masa Edo (1603-1868). Aula Reihoden
S
ebuah bangunan yang terletak berdekatan dengan Aula Utama, dimana merupakan tempat menyimpan barang-barang pusaka yang berhubungan dengan Nichiren dan Bhiksu Pendiri, Nichiro. Kuil ini juga menyimpan beberapa pusaka seperti, berbagai macam rupang dewa, dokumen kuno, dan barang-barang kuno buddhis 26
ada bagian kanan setelah pintu gerbang Niten-mon terdapat sebuah tanah lapang berukuran 5 meter persegi, ditanami pohon bambu, dengan sebuah lentera batu dan atap penutup. Ini adalah pusara lengan baju dari Ichiman’s Sodezuka. Setelah pertempuran pada tahun 1203, sebuah lengan baju, bagian dari kimono Ichiman, telah ditemukan dan dikuburkan disini sebagai monumen peringatan. Kanopi pusara dibuat pada tahun 1904 dalam rangka perayaan kematian Ichiman yang ke 700 tahun. Tempat ini selalu terlihat bersih dan dipenuhi oleh bunga. Dibelakang pusara ini juga terdapat beberapa pusara lain dan kanopi dari sejumlah anggota keluarga Hiki. Mereka ditempatkan disini semasa periode Edo (1603-1868). Aula Utama
A
ula utama terletak dibagian kiri diantara pintu gerbang luar dan dalam, bangunan ini lebih kecil dibandingkan aula Soshido hall. Objek utama diaula ini adalah rupang dari Shaka Nyorai atau Buddha Sakyamuni, yang dibuat pada periode Muromachi (1336-1573). Dewa Jakushi Myojin
S
egera setelah memasuki pintu gerbang luar, kita akan menemukan sebuah tempat suci yang disebut Jakushi Myojin, yang dibangun untuk tempat istirahat jiwa dari Wakasa. Pada waktu Ia mengetahui bahwa anaknya yang berumur enam tahun telah dibunuh, ia melakukan bunuh diri disini. 60 tahun setelah tragedi pada tahun 1203, sejumlah peristiwa kemalangan terjadi di Kamakura.
No.15 / Desember 2005
seekor ular, namun ular itu hidup penuh penderitaan. Jakushi secara halfiah berarti “Membebaskan penderitaan dari ular”. Sebuah acara diadakan setiap tanggal 1 september ditempat ini. Tempat suci ini juga merupakan dewa penjaga dari kuil.
Dai-enbo
S
Ket. (Atas) Peta Lokasi Kuil , (bawah) Jakushi Myojin
Pada tahun 1256, Shogun keempat dan kelima, Yoritsune (12181256) dan Yoritsugu (1239-1256) (anak dari Yoritsune) meninggal berturut-turut. Sejumlah gempa bumi besar terjadi di Kamakura pada tahun 1257, dan Kuil Jufukuji yang didirikan oleh Masako Hojo musnah terbakar pada tahun 1258. Orang-orang berpikir bahwa semua kejadian ini terjadi karena gangguan dari roh gentayangan. Keluarga Hojo juga mengalami sejumlah peristiwa yang sama. Masamura Hojo (1205-1273), Bupati ke tujuh Hjo dan anak keempat dari Bupati kedua Yoshitoki, mempunyai seorang anak perempuan yang sakit serius sejak tahun 1260. Masamura melakukan segala cara untuk menyembuhkan anaknya. Pada suatu malam, ia terjaga dari tidurnya dan lari ketempat tidur anaknya yang berteriak, ia menemukan api keluar dari mulut anaknya. Ia melihat anaknya mengeliat seperti ular dan mengatakan bahwa ia adalah penjelmaan dari Wakasa dan ingin membalas dendam kepada keluarga Hojo, yang telah membunuh anaknya yang berumur enam tahun. Masamura berjanji kepada ular jelmaan itu untuk membangun sebuah tempat suci bagi ketenangan roh dari Wakasa. Jakushi Myojin dibangun segera setelah peristiwa itu untuk roh dari Wakasa. Tempat ini dibuatkan atap yang bagus untuk menaunginya. Legenda mengatakan bahwa setelah ia bunuh diri, ia menjelma menjadi 27
ebuah bangunan bersegi delapan yang unik berdiri disisi kanan dan berdekatan dengan kuil, tempat ini disebut Aula Dai-en-bo dan digunakan sebagai bagian dari Kuil Myohonji. Ini adalah bangunan tertua di kuil, yang selamat dari gempa bumi besar Kanto pada tahun 1923. Hari ini, aula ini digunakan sebagai tempat bermain anak-anak. Antara pintu gerbang luar dan dalam berjarak sekitar 250 meter yang dihiasi oleh sejumlah pohon pinus Jepang tua. Halaman depan Aula Soshido terdapat sebuah pohon yang Kaido (aronia atau Malus halliana). Pada pertengahan April, bunga berwarna merah jambu bermekaran dengan indahnya. Selain pohon bunga Kaido, terdapat juga Shaga (fringed iris atau Iris japonica) dibulan April, Ajisai (Hydrangea atau Hydrangea macrophylla) dibulan Juni, Nozen-kazura (great trumpet flower atau Campsis chinensis) dibulan Juli. Pada bulan Nopember, terdapat bunga Icho (Ginkgo atau Ginkgo biloba) yang berbunga dengan indahnya. Gassho.
No.15 / Desember 2005
JADUAL DAN BAHAN pelajaran JAKARTA, TANGERANG, BATAM, JAWA TENGAH DAN D.I.YOGYAKARTA
BAHAN PELAJARAN ::: MINGGU I, 4 DESEMBER 2005 Bahan : "Saddharma Pundarika Sutra" MINGGU II, 11 DESEMBER 2005 Bahan: "Topik Utama dan Meditasi Shodaigyo" MINGGU III, 18 DESEMBER 2005 Bahan: "Goibun" MINGGU IV, 25 DESEMBER 2005 Bahan : "Diskusi"
Topik Utama:
~Kedamaian dalam Buddhisme, Hal. 01
Ceramah :
~Penerangan Agung Sang Buddha, Hal.07
Goibun:
JADUAL PERTEMUAN :::
~Toki Ama Gozen, Hal.10
JAKARTA (MINGGU KE 1 DAN 2): 10:00 - 10:40 Dokyo Shodai (Membaca Paritta dan Odaimoku) 10:40 - 12:00 Pelajaran / Diskusi TANGERANG (MINGGU KE 3 DAN 4) 14:00 - 14:30 Dokyo Shodai 14:30 - 16:00 Pelajaran / Diskusi SEMARANG / JAWA TENGAH (SETIAP RABU) 19:00 - 21:00 Dokyo Shodai / Pelajaran / Diskusi D.I.YOGYAKARTA (SETIAP JUMAT) 20:00 - 22:00 Dokyo Shodai / Pelajaran / Diskusi
PENGUMUMAN Mulai Pebruari 2005, bagi anda yang ingin memberikan Dana Paramita untuk Yayasan Buddhis Nichiren Shu Hokekyo Indonesia, atau Cetya Pundarika, Sunter dapat melakukannya melalui Transfer Bank dengan data sebagai berikut:
Bank Central Asia (BCA) KCP.Muara Karang No.Account : 637-012-8152 A/N: Nichiren Shu Hokekyo Indonesia
Serba Serbi:
~Seri Pelajaran Mahayana, Hal.08 ~Legenda Nichiren Shonin, Hal.12 ~Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra, Hal.14 ~Meditasi Jalan O'daimoku, Hal.15 ~Maha Guru Dengyo, Hal.17 ~Lima Periode Pembabaran Ajaran Buddha Sakyamuni, Hal.18 ~Seri Pengenalan Kuil-Kuil Nichiren Shu, Hal.23
Aneka Peristiwa: ~Saya Tidak Terpikir Untuk Pulang Ke Jepang, Hal.20
Dana Paramita Buletin "LOTUS"
Rp.6.000,-
(Untuk Kalangan Sendiri) Atau anda dapat downlod di www.nshi.org
Alamat Redaksi Buletin "LOTUS" : Apartemen Permata Surya I, Blok.A No.201, Cengkareng - Jakarta Barat. Telp.081311088060, Email:
[email protected] Website: www.nshi.org 28