KEDALAMAN LAPISAN RENANG TUNA (Thunnus sp.) YANG TERTANGKAP OLEH RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA
SATRIA AFNAN PRANATA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kedalaman Lapisan Renang Tuna (Thunnus sp.) yang Tertangkap oleh Rawai Tuna di Samudera Hindia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2013
Satria Afnan Pranata NIM C44090016
ABSTRAK SATRIA AFNAN PRANATA. Kedalaman Lapisan Renang Tuna (Thunnus sp.) yang Tertangkap oleh Rawai Tuna di Samudera Hindia. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO dan RONNY IRAWAN WAHJU. Penelitian mengenai kedalaman lapisan renang ikan tuna dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan April tahun 2013 di Samudera Hindia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai operasi penangkapan rawai tuna, menganalisis komposisi jenis hasil tangkapan, dan menentukan kedalaman lapisan renang (swimming layer) tuna di Samudera Hindia. Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap kegiatan penangkapan tuna di kapal rawai tuna KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara. Hasil tangkapan yang diperoleh yaitu sebanyak 998 ekor dari 52 kali setting. Hasil tangkapan yang diperoleh terdiri atas hasil tangkapan utama sebanyak 83 ekor (8,23%), hasil tangkapan sampingan sebanyak (bycatch) 161 ekor (16,13%), dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discard) sebanyak 754 ekor (75,55%). Hasil tangkapan utama terdiri atas tuna mata besar (Thunnus obesus) sebanyak 44 ekor (53,01%), tuna albakora (Thunnus alalunga) sebanyak 21 ekor (25,30%), tuna madidihang (Thunnus albacares) sebanyak 11 ekor (13,25%), dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) sebanyak 7 ekor (8,43%). Hasil tangkapan sampingan (bycatch) didominasi oleh bawal bulat (Taractichthys sp.) 19,25%, bawal hitam (Taractes rubescens) 17,39%, dan gindara (Lepidocybium sp.) 17,39%. Kedalaman lapisan renang ikan tuna yang diperoleh yaitu tuna albakora (Thunnus alalunga) pada kedalaman 64-232 m, tuna mata besar (Thunnus obesus) pada kedalaman 64-250 m, madidihang (Thunnus albacares) pada kedalaman 64-205 m, dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) pada kedalaman 110-205 m. Kata kunci: Kedalaman lapisan renang, tuna, rawai tuna, Samudera Hindia.
ABSTRACT SATRIA AFNAN PRANATA. Swimming Layer of Tuna (Thunnus sp.) Caught by Tuna Longline in the Indian Ocean. Supervised by ARI PURBAYANTO and RONNY IRAWAN WAHJU. The research about swimming layer of tuna conducted in February until April on Indian Ocean. The objective of research was to obtain information about processed of tuna longline operation, analyzed the composition of catches, determined the swimming layer of tuna in Indian Ocean. This research was a case study of the activities of catching tuna on KM. Bina Sejati and KM. Bintang Utara. The total catches were 998 fish from 52 setting during experiment. The member of catches consisted of target catcth were 83 (8,23%), 161 (16,13%) bycatches, and 754 (75,55%) discarded catch. The target catches consisted of bigeyes (Thunnus obesus) which was 44 (53,01%), albacores (Thunnus alalunga) 21 (25,30%), yellowfins (Thunnus albacores) 11 (13,25%), and southern bluefins (Thunnus maccoyii) 7 (8,43%). The majority of bycathes were bullet pomfret which was (Taractichthys sp.) 19,25%, black pomfret (Taractes rubescens) 17,39%, and oil fish (Lepidocybium sp.) 17,39%. The swimming layers of tuna were : albacore (Thunnus alalunga) which was at 64-232 m, bigeye (Thunnus obesus) at 64-250 m, yellowfin (Thunnus albacares) at 64-205 m, and southern bluefin (Thunnus maccoyii) at 110-205 m. Keyword : Swimming layer, tuna, tuna longline, Indian Ocean.
KEDALAMAN LAPISAN RENANG TUNA (Thunnus sp.) YANG TERTANGKAP OLEH RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA
SATRIA AFNAN PRANATA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi : Kedalaman Lapisan Renang Tuna (Thunnus sp.) yang Tertangkap oleh Rawai Tuna di Samudera Hindia : Satria Afnan Pranata Nama : C44090016 NIM Program studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Ib Prof Dr Ir Ari Purbayanto, MSc Pembimbing I
Tanggal Lulus: t ,.,
P 2011
:3)
Dr Ir ROIUlY Irawan Wahju, MPhil Pembimbing II
Judul Skripsi : Kedalaman Lapisan Renang Tuna (Thunnus sp.) yang Tertangkap oleh Rawai Tuna di Samudera Hindia Nama : Satria Afnan Pranata NIM : C44090016 Program studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Ari Purbayanto, MSc Pembimbing I
Dr Ir Ronny Irawan Wahju, MPhil Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kedalaman Lapisan Renang Tuna (Thunnus sp.) yang Tertangkap oleh Rawai Tuna di Samudera Hindia. Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. dan Dr. Ir. Ronny Irawan Wahju, M.Phil selaku komisi pembimbing atas saran dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Sc. selaku komisi pendidikan Departemen PSP. 3. Dr. Ir. Diniah, M. Sc. selaku penguji tamu pada ujian sidang skripsi. 4. Budi Nugraha, S.Pi, M.Si selaku Kepala Loka Penelitian Tuna Benoa Bali yang telah memfasilitasi kami dan juga seluruh pegawai LPPT Benoa. 5. Kapten kapal KM. Bina Sejati Bapak Ramita beserta kru kapal atas bantuan dan kekeluargaan yang luar biasa selama 58 hari di Kapal. 6. Kepada keluargaku Bapak Asnanto S.AP dan Ibu Yuli Karyawati, serta saudaraku Mbak Wiwid dan Dek Kiki atas segala doa dan kasih sayangnya. 7. Mas Ashadi (jadux), Bapak Beni Pramono, Mbak Ani Rahmawati, Agus Jaenudin, dan Chitra yang telah banyak membantu dan mendukung selama penelitian dan penyusunan skripsi. 8. Seluruh dosen dan staf Departemen PSP yang telah memberikan arahan dan dukungan hingga terselesaikannya penulisan skripsi. 9. Teman-teman PSP angkatan 46, Teman-teman FDC-IPB diklat 28, dan saudara-saudaraku Asrama Sylvapinus khususnya angkatan Mark Up Sylvalestari atas dukungan dan kebersamannya selama ini. 10. Seluruh pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Akhir kata semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat.
Bogor, September 2013
Satria Afnan Pranata
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Pengoperasian Rawai Tuna Hasil Tangkapan Laju Penangkapan (Hook Rate) Estimasi Kedalaman Lapisan Renang Tuna KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xii xii xii 1 1 2 2 3 3 3 7 9 9 10 15 16 18 18 19 19 21 39
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Peralatan dan spesifikasi KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara Spesifikasi alat tangkap rawai tuna Hasil tangkapan utama berdasarkan posisi pancing Hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan posisi pancing Nilai hook rate hasil tangkapan rawai tuna Hasil perhitungan kedalaman setiap nomor pancing
5 7 14 14 15 16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Daerah penangkapan ikan tuna (fishing ground) Rangkaian satu unit alat tangkap rawai tuna dalam satu basket Komposisi jumlah keseluruhan hasil tangkapan rawai tuna Komposisi jumlah hasil tangkapan utama Komposisi jumlah hasil tangkapan sampingan (bycatch) Komposisi ukuran panjang hasil tangkapan utama Ilustrasi kedalaman lapisan renang (swimming layer) ikan tuna
4 6 11 11 12 13 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Posisi koordinat setting KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara Alat yang digunakan selama penelitian Kapal KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara Komponen unit penangkapan rawai tuna Data hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan Hasil tangkapan utama, hasil tangkapan sampingan (bycatch), dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discard) Contoh perhitungan hook rate Nilai hook rate per setting pada KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara Contoh perhitungan kedalaman mata pancing Hasil perhitungan kedalaman setiap mata pancing per setting Dokumentasi selama penelitian di KM. Bina Sejati
21 22 23 23 24 30 33 33 34 36 38
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tuna merupakan salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi dan berperan penting dalam perdagangan ikan dunia (Collette dan Nauen 1983). Hal ini dikarenakan ikan tuna memiliki kualitas daging yang sangat baik dan memiliki kandungan gizi yang tinggi dan lengkap (FAO 2009). Selain itu, proses penangkapannya yang tidak mudah, juga membuat ikan tuna bernilai ekonomis tinggi. Pada tahun 2009, ISSF (International Seafood Sustainability Foundation) melaporkan produksi ikan tuna dunia mencapai 4,34 juta ton. Jumlah ini meningkat 4% dari tahun 2009, dengan rincian jenis cakalang (55%), madidihang (27%), mata besar (9%), albakora (8%) dan tuna sirip biru selatan (1%). Ikan tuna tersebut bersumber dari Samudera Pasifik sekitar 68%, Samudera Hindia sekitar 22% dan sisanya 10% dari Samudera Atlantik dan Laut Mediterania. Peningkatan tangkapan tersebut akibat meningkatnya kebutuhan penduduk dunia terhadap tuna dan perkembangan teknologi alat penangkapan tuna seperti purse seine dan tuna longline (FAO 2009). Sebanyak 80 negara terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan tuna sehingga usaha perikanan tuna telah menjadi industri yang dapat menghasilkan sumber devisa bagi negara di tahun 2009 (ISSF 2009 dalam Hermawan 2011). Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadikan tuna sebagai komoditi perikanan utama. Pada tahun 2011, volume ekspor tuna mencapai 141.774 ton dengan nilai mencapai US$ 449 juta atau sekitar Rp 4,08 triliun sehingga menjadikan tuna sebagai komoditi ekspor perikanan kedua terbesar setelah udang (KKP 2012). Namun secara global, kinerja produksi tuna Indonesia masih rendah dibandingkan negara lainnya, padahal wilayah perairan Indonesia berdekatan dengan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yang merupakan wilayah penghasil utama tuna. Samudera Hindia yang berada di wilayah selatan Indonesia, merupakan salah satu perairan yang potensial menghasilkan tuna. Jenis tuna yang tertangkap pada wilayah ini yaitu tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga) dan madidihang (Thunnus albacares). Menurut laporan ISSF dalam Position Statement tahun 2012 kepada IOTC (Indian Ocean Tuna Commision), wilayah Samudera Hindia ini belum mengalami lebih tangkap (over fishing). Penangkapan yang terjadi masih berada di bawah ambang volume potensi sumber daya lestari (MSY), sehingga masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan tuna nasional. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan upaya eksplorasi tuna secara efektif yaitu tersedianya sumber daya tuna, adanya unit penangkapan yang memadai, dan sumber daya manusia (SDM) yang menguasai teknologi penangkapan tuna. Salah satu alat tangkap yang efektif untuk menangkap tuna yaitu rawai tuna atau tuna longline. Berdasarkan cara pengoperasiannya, rawai tuna diklasifikasikan ke dalam kelompok pancing (Subani dan Barus 1989). Alat tangkap rawai tuna merupakan gabungan antara beberapa tali dan pancing serta dilengkapi dengan pelampung dan pancing. Pengoperasian alat tangkap ini
2
bersifat pasif dan selektif, sehingga tidak merusak sumber daya hayati dan lingkungan. Metode pengoperasian alat tangkap rawai tuna juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses penangkapan tuna. Posisi kedalaman mata pancing mempengaruhi perolehan hasil tangkapan tuna. Hal ini dikarenakan beberapa jenis tuna dapat ditemukan di kedalaman lapisan renang (swimming layer) tertentu. Menurut Djatikusumo (1977) kedalaman lapisan renang ikan tuna dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Kedalaman mata pancing dapat ditentukan dengan cara mengubah jarak antara dua buah pelampung yang berdekatan. Selain itu, masih ada cara lain yaitu dengan cara mengubah panjang dari bagian rawai tuna seperti tali utama, tali-tali cabang, dan tali pelampung. Beberapa literatur menyebutkan bahwa posisi kedalaman mata pancing berkolerasi dengan jenis hasil tangkapan tuna. Hal ini berkaitan dengan kedalaman lapisan renang ikan tuna. Berdasarkan hal tersebut, maka pengetahuan tentang kedalaman lapisan renang tuna sangat dibutuhkan demi keberhasilan proses penangkapan tuna. Penelitian mengenai kedalaman lapisan renang ikan tuna telah pernah dilakukan sebelumnya, diantaranya oleh Santoso (1999) dan Nugraha dan Triharyuni (2009). Namun hal tersebut dirasa masih kurang dan perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kedalaman lapisan renang (swimming layer) ikan tuna di wilayah Samudera Hindia.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini : 1. Mendapatkan informasi mengenai operasi penangkapan rawai tuna di Samudera Hindia; 2. Menganalisis komposisi jenis hasil tangkapan rawai tuna; dan 3. Menentukan kedalaman lapisan renang (swimming layer) ikan tuna di Samudera Hindia.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dilakukan penelitian ini yaitu : 1. Memberikan informasi tentang kedalaman lapisan renang ikan tuna di Samudera Hindia kepada para pelaku usaha perikanan tuna baik skala kecil maupun skala besar; 2. Dapat menjadi acuan pemerintah pusat atau daerah dalam rangka menentukan kebijakan pengembangan perikanan tuna di Samudera Hindia; dan 3. Dapat menjadi bahan referensi pembanding untuk menstimulasi penelitianpenelitian selanjutnya.
3
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dari bulan Januari sampai bulan Juni 2013, yang diawali dengan penyusunan usulan penelitian dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian sampai ke tahap penulisan laporan. Pengambilan data di lapang dilakukan selama 58 hari, dimulai pada tanggal 18 Februari sampai 15 April 2013 di Samudera Hindia. Posisi koordinat pengambilan data pada 12o – 15o LS dan 116o – 122o BT. Pelabuhan pendaratan kapal-kapal yang mengoperasikan rawai tuna adalah Pelabuhan Benoa, Bali. Waktu yang diperlukan untuk mencapi daerah penangkapan ikan (fishing ground) yaitu sekitar 4 hari dari Pelabuhan Benoa. Peta daerah penangkapan ikan (lokasi penelitian) secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1 dan untuk rincian posisi koordinat saat setting rawai tuna dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan posisi koordinat dan jarak dari garis pantai terluar, fishing ground tersebut terletak di daerah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan di luar wilayah Indonesia (laut lepas). Hal ini dikarenakan jarak daerah penangkapan ikan disekitar atau lebih dari 200 mil yang diukur dari garis pantai. Sedangkan menurut klasifikasi wilayah perairan oleh Forum Koordinasi Pengelolaan Penangkapan SDI, jalur penangkapan pada proses penangkapan rawai tuna ini termasuk ke dalam jalur IV dan jalur V. Kewenangan pengelolaannya dilakukan secara nasional dan kapasitas kapal lebih dari 30 GT. Selain itu, wilayah Samudera Hindia masuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 (KKP 2011).
Alat Alat yang digunakan selama penelitian ini yaitu alat tulis, laptop, meteran dan caliper (1,5 m), timbangan, GPS (Global Positioning System), kalkulator, kompas, lembar pencatatan data, dan pencatat waktu. Gambar mengenai alat yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2. Informasi kapal Penelitian ini mengikuti secara langsung operasi kapal penangkap tuna yaitu KM. Bina Sejati. Selain itu, diperoleh juga data dari kapal lainnya bernama KM. Bintang Utara. Gambar mengenai kedua kapal rawai tuna tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Informasi tentang spesifikasi dan peralatan secara lengkap dari kedua kapal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Gambar 1 Daerah penangkapan ikan tuna (fishing ground)
5
Tabel 1 Peralatan dan spesifikasi KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara Keterangan Nakoda Bendera Jumlah ABK Tanda selar Dimensi Panjang Lebar Peralatan GPS Radio Beacon Direction Finder Radio Buoys Kompas
Kapal KM. Bina Sejati Ramita Indonesia 11 orang GT 89 No. 1102/fp
KM. Bintang Utara Rambya Indonesia 12 orang GT 87 No. 117 pd/N
22 m 4,5 m
23 m 4,8 m
Furona GP-32 (Jepang) Taiyo TDA-157 (Jepang) 5 Unit Magnetik (Jepang)
Furona GP-32 (Jepang) Taiyo TDA-157 (Jepang) 7 Unit Magnetik (Jepang)
Informasi alat tangkap Unit penangkapan rawai tuna adalah alat tangkap yang terdiri atas gabungan antara beberapa tali dan pancing serta dilengkapi dengan pelampung dan pancing. Alat tangkap ini dibuat dari rangkaian tali temali yang diberi pancing dan pelampung. Satu unit alat tangkap rawai tuna merupakan rangkaian dari beberapa sub-unit yang disebut basket. Satu basket terdiri atas tali utama (main line), tali cabang (branch line), pancing (hook), tali pelampung (buoy line), dan pelampung (float). Rangkaian unit penangkapan rawai tuna dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 2. Alat tangkap rawai tuna yang digunakan saat penelitian memiliki sistem peletakan tali pancing yang menggunakan blong. Blong berbentuk silinder dengan diameter dan tinggi sekitar satu meter. Wadah ini sebagai tempat peletakan rangkaian rawai tuna. Satu blong terdiri dari 4 basket. Gambar mengenai komponen unit penangkapan rawai tuna disajikan pada Lampiran 4. Tali utama merupakan tempat bergantungnya tali cabang dan memiliki diameter 4 mm dengan bahan PA monofilament. Jumlah tali cabang yaitu 12 pancing dalam satu basket. Tali-tali cabang tersebut memiliki panjang yang sama dan berdiameter 2 mm. Selain itu, tali cabang ini memiliki panjang sesuai aturan seharusnya yaitu setengah kali (1/2 x) jarak antar dua tali cabang, sehingga kecil kemungkinan terjadi kekusutan. Dalam satu rangkaian tali cabang terdapat kili-kili yang berfungsi untuk mencegah tali kusut, membelit, dan putus ketika menarik ikan yang tertangkap.
6
Gambar 2 Rangkaian satu unit alat tangkap rawai tuna dalam satu basket Kedua kapal penangkapan KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara menggunakan pancing biasa. Pancing yang digunakan terbuat dari bahan baja dan dilapisi oleh timah. Secara rinci spesifikasi alat tangkap rawai tuna yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2. Jenis umpan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ikan lemuru (Sardinella longiceps) dan ikan layang (Decapterus sp.). Umpan ikan lemuru dan ikan layang berbentuk umpan beku (frozen bait) yang dikemas menggunakan kardus dengan berat 10 kg per unitnya. Setiap setting dibutuhkan rata-rata umpan sebanyak 145 kg.
7
Tabel 2 Spesifikasi alat tangkap rawai tuna Keterangan Jumlah Bahan Diameter Umur teknis Bahan Diameter Umur teknis Nomor Jenis Bahan Panjang tali pelampung Panjang tali utama Panjang tali cabang Jumlah main line satu basket (n)
Kapal KM. Bina Sejati KM. Bintang Utara Hauler 1 buah 1 buah Tali utama PA monofilament PA monofilament 4 mm 4 mm 2 tahun 2 tahun Tali cabang PA monofilament PA monofilament 2 mm 2 mm 2 tahun 2 tahun Pancing 3,6; T-3 3,6; T-3 Pancing biasa Pancing biasa Baja lapis timah Baja lapis timah Dimensi 35 m 31 m 59 m 61 m 32,3 m 31 m 13 buah 13 buah
Metode Penelitian Metode pengumpulan data Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap kegiatan penangkapan tuna pada kapal rawai tuna yang berbasis di Pelabuhan Benoa Bali. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dengan mengikuti secara langsung operasi penangkapan tuna dengan kapal rawai tuna KM. Bina Sejati dan data dari kapal rawai tuna lainnya yaitu KM. Bintang Utara. Kapal rawai tuna KM. Bina Sejati menjadi kapal objek penelitian. Selama proses di lapang diperoleh data sebanyak 52 kali setting. Rincian setting tersebut yaitu 27 setting di KM. Bina Sejati dan 25 setting di KM. Bintang Utara. Hasil tangkapan tuna yang diperoleh sebanyak 83 ekor terdiri atas 30 ekor tertangkap di KM. Bina Sejati dan 53 ekor di KM. Bintang Utara. Data yang diperoleh selama di lapang terdiri atas : 1. Komponen unit penangkapan rawai tuna Komponen-komponen unit penangkapan rawai tuna di antaranya jumlah basket yang digunakan, panjang tali utama, panjang tali cabang, panjang tali pelampung, dan jumlah mata pancing. Selanjutnya data ini digunakan untuk menghitung kedalaman mata pancing rawai tuna menggunakan rumus Yoshihara.
8 2. Hasil tangkapan Data hasil tangkapan menyajikan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan berupa jenis spesies, jumlah, dan panjang yang berdasarkan strata kedalaman mata pancingnya. Data ini selanjutnya dianalisis dan disajikan menggunakan tabel dan grafik. 3. Operasi penangkapan Data mengenai operasi penangkapan yang dikumpulkan yaitu waktu operasi setting dan hauling, posisi kapal, kecepatan kapal, lama setting, dan kondisi perairan. Analisis Data 1. Komposisi hasil tangkapan Data mengenai komposisi hasil tangkap yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif memberikan gambaran umum tentang data yang diperoleh. Data disajikan dalam bentuk tabel yang berisi frekuensi, dan selanjutnya dihitung mean, median, modus, persentase, dan standar deviasi. 2. Kedalaman mata pancing Estimasi perhitungan kedalaman mata pancing dihitung dengan menggunakan metode Yoshihara. Pengukuran dilakukan dengan cara mengetahui komponen-komponen unit penangkapan rawai tuna yang telah disebutkan sebelumnya. Kedalaman mata pancing dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus Yoshihara (1951) dalam Nugraha dan Triharyuni (2009). D = fl + bl + 1ൗ2BK
{ ඥ(1 + )ߪ ݃ݐܥ ଶ
ଶ
– ට(1 − )ଶ + ݃ݐܥଶߪ
}
Keterangan : D = kedalaman mata pancing (m); fl = panjang tali pelampung (m); n = jumlah tali cabang dalam 1 basket + 1; s = arah garis singgung pada tali utama dan tali pelampung, yang besarnya Cotg-1 / Cos h (k tg s); BK = panjang tali utama (main line) dalam 1 basket (m); bl = panjang branch line (m); dan j = nomor posisi pancing. Nilai sudut ߪ diperoleh dengan terlebih dahulu mencari nilai koefisien kelengkungan. ௫்௦ K = ௫∑
Keterangan : K = koefisien kelengkungan; Vk = Kecepatan kapal (km/jam); Ts = lama setting (jam); dan b = jumlah basket.
Posisi tali utama diasumsikan melengkung sempurna (cetenary) dan fakor koreksi arus terhadap kedalaman mata pancing pada setiap tingkat dianggap sama yaitu 30-50 m (Suzuki 1977 dalam Suharto 1995). Posisi pancing 1 diasumsikan memiliki kedalaman yang sama dengan pancing 12, pancing 2 sama dengan pancing 11, dan seterusnya. 3. Laju penangkapan rawai tuna Laju penangkapan (hook rate) menunjukkan tingkat produktivitas suatu perairan terhadap hasil tangkapan ikan tuna yang ditentukan oleh jumlah ikan tuna
9
yang tertangkap untuk setiap 100 mata pancing rawai tuna. Penentuan nilai laju penangkapan dapat dilakukan berdasarkan data hasil tangkapan nyata dari kegiatan operasi penangkapan kapal rawai tuna di suatu wilayah perairan tertentu dan periode penangkapan tertentu. Rumus perhitungan laju penangkapan yaitu : ா
LP = ݔ100
Keterangan : LP = laju penangkapan; E = jumlah ikan tuna yang tertangkap; P = jumlah pancing yang digunakan; dan 100 = konstanta.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengoperasian Rawai Tuna Pengoperasian alat tangkap rawai tuna terdiri atas dua proses. Proses tersebut yaitu penurunan alat tangkap (setting) dan penarikan alat tangkap (hauling). 1. Penurunan alat tangkap (setting) Proses penurunan alat tangkap pada KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06.00. Rata-rata lama setting sekitar 4-5 jam tergantung dari banyak dan sedikitnya jumlah basket yang diturunkan. Proses setting dilakukan di buritan kapal. Jumlah pancing yang diturunkan ratarata sebanyak 768-1056 pancing, dengan jumlah antar dua basket sebanyak 12 pancing. Proses setting ini biasanya dilakukan oleh empat orang ABK dengan perincian dua orang menurunkan tali cabang dan tali utama, satu orang mengaitkan sambungan keduanya, dan satu orang lagi sebagai pelempar pelampung (buoy). Tahapan proses setting secara lengkap sebagai berikut : 1) Proses setting diawali dengan pelemparan radio buoy pertama dan selanjutnya pelemparannya dilakukan setiap kelipatan 20 basket atau 240 tali cabang; 2) Tali cabang yang telah dipasang umpan pada mata pancingnya mulai diturunkan, sekaligus dengan penurunan tali utama; 3) Setiap penurunan 12 tali cabang diselingi dengan pelemparan pelampung kecil dan setiap 48 tali cabang diturunkan pelampung besar; dan 4) Setting diakhiri dengan penurunan radio buoy terakhir yang memiliki penanda bendera di tiangnya. Sebelum setting dimulai, terdapat beberapa persiapan yang dilakukan oleh Nakoda maupun ABK. Persiapan tersebut di antaranya : 1) Nakoda menentukan posisi awal peletakan radio buoy pertama, kecepatan kapal, arah heading kapal, dan jumlah basket yang diturunkan. Penentuan hal tersebut didasarkan pada arah arus, kecepatan angin, dan kondisi hasil tangkapan pada setting sebelumnya. Selain itu Nakoda juga berkoordinasi dengan kapal lain, agar alat tangkap tidak saling bertumpuk saat setting; dan 2) Anak buah kapal mempersiapkan rangkaian tali utama, tali cabang, pelampung (buoy), dan umpan. 2. Penarikan alat tangkap (hauling)
10 Penarikan alat tangkap rawai tuna (hauling) dilakukan pada pukul 17.00 hingga dini hari. Lama waktu hauling berbeda-beda untuk setiap setting. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya, banyaknya jumlah basket yang diturunkan, kondisi arus, kondisi tali utama, dan banyaknya hasil tangkapan yang tertangkap. Semakin banyak hasil tangkapan yang diperoleh, maka proses hauling akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Proses hauling dimulai ketika radio buoy telah ditemukan oleh Nakoda dengan menggunakan alat bantu RDF (Radio Direction Finder) yang merupakan alat pendeteksi posisi radio buoy. Proses hauling juga menggunakan beberapa alat bantu yaitu line hauler dan side roller. Line hauler berfungsi sebagai penarik tali utama sedangkan side roller untuk menghindari adanya gesekan tali utama dengan badan kapal dan sebagai penekan tali utama agar tali tersebut tetap pada tempatnya dan. Tahapan proses hauling sebagai berikut : 1) Nakoda melakukan pencarian posisi radio buoy menggunakan alat bantu RDF dan kompas. Sambil menunggu pencarian radio buoy, seluruh ABK mempersiapkan peralatan yang digunakan saat hauling; 2) Setelah radio buoy ditemukan, selanjutnya diambil dan diletakkan pada side roller, lalu dilingkari ke line hauler. Proses panarikan pun telah berjalan. Posisi line hauler terletak di pinggir kapal sebelah kanan dekat dengan lambung kapal; 3) Tali utama yang telah melewati putaran line hauler, dimasukkan ke dalam blong dan disusun rapi; 4) Tali cabang yang akan melewati putaran line hauler diambil oleh nelayan dan dilepaskan ikatannya pada tali utama; 5) Apabila tali utama atau tali cabang kusut, maka segera diluruskan menggunakan tang atau tangan; 6) Tali cabang yang telah diambil tadi, selanjutnya digulung oleh nelayan yang bertugas menggulung tali. Sebelum digulung, jika masih ada sisa umpan di mata pancing maka harus dibuang terlebih dahulu; 7) Ikan hasil tangkapan yang tertangkap segera diletakkan diatas ke geladak kapal menggunakan ganco. Setelah berada di atas geladak, ikan hasil tangkapan yang masih hidup segera dimatikan menggunakan alat penusuk di bagian kepala. Apabila yang tertangkap bukan ikan ekonomis (discard), segera dibuang kembali ke laut; dan 8) Ikan tuna yang diperoleh segera dilakukan penanganan untuk dibersihkan bagian insang dan perutnya. Selanjutnya dilapisi plastik ke seluruh badannya dan dimasukkan ke dalam palka yang berisi air bersuhu di bawah 0o C.
Hasil Tangkapan Komposisi hasil tangkapan rawai tuna pada penelitian ini terdiri atas hasil tangkapan utama, hasil tangkapan sampingan (bycatch), dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discard). Total jumlah keseluruhan hasil tangkapan sebanyak 998 ekor dari 52 setting. Berdasarkan Gambar 3 kategori discard merupakan jenis terbanyak yang tertangkap yaitu sebanyak 754 ekor (75,55%), bycatch sebanyak 161 (16,13%), sedangkan hasil tangkapan utama sebanyak 83
11
ekor (8,23%). Data rincian hasil tangkapan yang diperoleh, disajikan pada Lampiran 5.
Tuna
83
Discard
754
Bycatch
161 0
200
400
600
800
Jumlah hasil tangkapan (ekor)
Gambar 3 Komposisi jumlah keseluruhan hasil tangkapan rawai tuna Hasil tangkapan utama terdiri atas tuna albakora (Thunnus alalunga), tuna mata besar (Thunnus obesus), tuna madidihang (Thunnnus Albacares), dan tuna sirip biru selatan (Thunnns maccoyii). Jenis hasil tangkapan sampingan di antaranya marlin hitam (Makaira mazara), meka (Xiphias gladius), lamadang (Coryphaena hippurus), tenggiri (Acanthocybium solandri), bawal bulat (Taractichthys sp.), bawal hitam (Taractes rubescens), gindara (Lepidocybium sp.), marlin putih (Makaira indica), cakalang (Katsuwonus pelamis), layaran (Istiophorus platypterus), cede (Ruvettus prectiosus), dan marlin loreng (Tetrapterus audax). Jenis bycatch lainnya terdiri dari beberapa jenis yang tidak terlalu banyak jumlah tangkapannya. Jenis discard terdiri atas ikan pari (Dasyatis sp.), ikan naga (Gempylus serpens), ikan layur hitam (Trichiurus sp.). Gambar mengenai jenis hasil tangkapan rawai tuna dapat dilihat pada Lampiran 6.
11
Madidihang 7
Sirip biru selatan
44
Mata besar 21
Albakora 0
10
20
30
40
Jumlah hasil tangkap tuna (ekor) Gambar 4 Komposisi jumlah hasil tangkapan utama
50
12 Berdasarkan Gambar 4, hasil tangkapan utama yang tertangkap sebanyak 83 ekor dari 52 kali setting, dengan rincian sebanyak 30 ekor tertangkap pada KM. Bina Sejati dan 53 ekor tertangkap pada Kapal KM. Bintang Utara. Jenis tangkapan utama yang paling banyak tertangkap yaitu jenis tuna mata besar (Thunnus obesus) sebanyak 44 ekor (53,01%), tuna albakora (Thunnus alalunga) sebanyak 21 ekor (25,30%), tuna madidihang (Thunnus albacares) sebanyak 11 ekor (13,25%), dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) sebanyak 7 ekor (8,43%). Hasil tangkapan utama yang diperoleh dari operasi penangkapan ini terdiri atas 4 jenis dari 6 jenis tuna yang biasanya tertangkap oleh alat tangkap rawai tuna di wilayah perairan Indonesia (Ayodhyoa 1981). Keempat jenis tuna tersebut sering tertangkap oleh nelayan rawai tuna di wilayah perairan Indonesia, sedangkan dua jenis lainnya yaitu bluefin tuna (Thunus thynnus) dan blackfin tuna (Thunus atlanticus) merupakan jenis tuna yang jarang tertangkap. 16
Other Layaran Tenggiri Lamadang Meka Marlin hitam Cakalang Marlin putih Gindara Bawal hitam Bawal bulat
5 5 6 7 11 11 13 28 28 31 0
10
20
30
40
Jumlah hasil tangkap samping (ekor) Gambar 5 Komposisi jumlah hasil tangkapan sampingan (bycatch) Berdasarkan Gambar 5, diperoleh hasil tangkapan sampingan (bycatch) sebanyak 161 ekor (16,13%). Jenis terbanyak yaitu bawal bulat (Taractichthys sp.) 19,25%, bawal hitam (Taractes rubescens) 17,39%, dan gindara (Lepidocybium sp.) 17,39%. Jenis lainnya marlin putih (Makaira indica) 8,07%, cakalang (Katsuwonus pelamis) 6,83%, marlin hitam (Makaira mazara) 6,83%, meka (Xiphias gladius) 4,35%, lamadang (Corrphaena hippurus) 3,73%, tenggiri (Acanthocybium solandri) dan layaran (Istiophorus platypterus) 3,11%. Sebanyak 75,55% adalah jenis discard yang terdiri atas ikan pari (Dasyatis sp.), ikan naga (Gempylus serpens), ikan layur hitam (Trichiurus sp.).
13
Sirip biru selatan Madidihang
> 150 cm 100-150 cm 50-100 cm < 50 cm
Mata besar
Albakora 0
5
10
15
20
Jumlah (ekor) Gambar 6 Komposisi ukuran panjang hasil tangkapan utama Gambar 6 menunjukkan jenis tuna yang tertangkap memiliki ukuran panjang yang berbeda-beda. Ukuran panjang tersebut dibagi ke dalam beberapa kategori, yaitu ukuran kurang dari 50 cm, 50-100 cm, 100-150 cm, dan lebih dari 150 cm. Tuna albakora (Thunnus alalunga) yang tertangkap pada ukuran 50-100 cm sebesar 95%. Tuna mata besar (Thunnus obesus) yang tertangkap paling banyak berukuran 100-150 cm sekitar 43%. Tuna sirip biru selatan yang tertangkap seluruhnya memiliki ukuran di atas 150 cm. Jenis madidihang paling banyak tertangkap pada ukuran sebesar 100-150 sebesar 64%. Hasil tangkapan utama yang paling banyak tertangkap yaitu tuna mata besar (Thunnus obesus) sebanyak 44 ekor (53,01%). Tuna mata besar yang tertangkap mayoritas berukuran lebih dari 100 cm sebanyak 59,09%. Hal ini menunjukkan lebih dari setengah total tangkapan tuna mata besar adalah laik tangkap. Tuna mata besar memiliki ukuran laik tangkap di atas ukuran 100 cm (fishbase 2013). Hal ini berdasarkan saat ikan tuna mata besar mengalami matang gonad untuk pertama kali. Tuna albakora merupakan jenis tuna kedua yang paling banyak tertangkap yaitu sebanyak 21 ekor (25,30%) dan sebanyak 95,24% merupakan laik tangkap. Hal ini dikarenakan tuna albakora yang tertangkap mayoritas berukuran lebih dari 85 cm. Pada ukuran tersebut, jenis tuna albakora telah mengalami matang gonad (fishbase 2013). Akhir-akhir ini ukuran tuna Albakora yang tertangkap berukuran lebih kecil dan tertangkap pada saat pasang tinggi . Tuna madidihang (Thunnus albacares) tertangkap sebanyak 11 ekor atau sebesar 13,25%. Jenis tuna madidihang memiliki ciri-ciri yang sangat khas yaitu siripnya berwarna kuning dan terdapat sirip tambahan di bagian punggung yang memanjang. Ikan ini memiliki standar panjang laik tangkap di atas ukuran 105 cm (fishbase 2013). Rata-rata tuna madidihang yang tertangkap, memiliki ukuran lebih dari 105 cm yaitu sebanyak 66,67%. Tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) merupakan jenis tuna yang paling sedikit tertangkap yaitu sebesar 8,43%. Namun seluruh hasil tangkapan
14 jenis ini memiliki ukuran lebih dari 150 cm yang berarti laik tangkap. Kategori laik tangkap tuna sirip biru selatan berukuran di atas 120 cm (fishbase 2013). Ikan ini mirip dengan tuna sirip biru (Thunnus thynnus) yang tertangkap di belahan bumi utara, hanya saja memiliki ukuran yang lebih kecil. Tabel 3 Hasil tangkapan utama berdasarkan posisi pancing Spesies
Nama umum
Thunnus alaluga Albakora Thunnus obesus Mata besar Thunnus albacores Madidihang Thunnus macoyii Southern bluefin Jumlah
1, 12 10 4 2 16
2, 11 5 8 1 2 16
Pancing 3, 10 4, 9 2 1 6 17 4 2 3 2 15 22
5, 8 3 4 1 8
6, 7 5 1 6
Berdasarkan Tabel 3, jenis tuna albakora sebagian besar tertangkap pada pancing nomor 1 dan tidak tertangkap pada pancing nomor 6 dan 7. Tuna mata besar paling banyak tertangkap pada pancing tengah yaitu nomor 4,9 dan tertangkap dengan jumlah merata pada pancing lainnya. Tuna Madidihang tertangkap hampir merata di semua nomor pancing, namun mayoritas tertangkap pada pancing yang berada dekat dengan permukaan. Tuna sirip biru selatan hanya ditemukan pada pancing nomor 2, 3, 4, 9, 10, dan 11 dan tidak tertangkap pada pancing 1, 5, 6, 7, 8, dan 12. Tabel 4 Hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan posisi pancing Spesies Makaira indica Makaira mazara Coryphaena hippurus Pseudocarcharhias sp. Lepidocybium sp. Tetrapturus audax Ruvettus pretiosus Istiophorus platypterus Katsuwonus pelamis Xiphias gladius Taractes rubescens Taractichthys sp. Acanthocybium solandri Jumlah
Pancing
Nama lokal Marlin putih Marlin hitam Lamadang Cucut Gindara Marlin loren Cede Layaran Cakalang Meka Bawal hitam Bawal bulat Tenggiri
1, 12 2 2 2 4 6 1 1 18
2, 11 3, 10 2 1 4 1 1 3 2 6 4 4 1 4 3 4 2 7 3 1 31 22
4, 9 1 1 7 1 1 3 2 16
5, 8 2 1 1 2 3 1 5 10 25
6,7 3 1 1 4 1 1 6 8 25
15
Hasil tangkapan sampingan (bycatch) banyak tertangkap di pancing nomor 2 dan 11 yaitu sebanyak 22,46% dan didominasi oleh jenis marlin hitam, layaran, meka, dan ikan layaran. Pancing nomor 3, 5, 6, 7, 8, dan 10 jumlah hasil tangkapannya hampir sama. Jumlah bycatch paling sedikit tertangkap pada pancing nomor 4 dan 9 dengan jenis ikan gindara yang paling banyak tertangkap.
Laju Penangkapan (Hook Rate) Data hasil tangkapan pada KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produktivitas penangkapan atau hook rate (HR). Nilai hook rate diperoleh dengan membandingkan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh dengan total jumlah pancing yang digunakan. Contoh perhitungan hook rate dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 5 Nilai hook rate hasil tangkapan rawai tuna No 1 2 3 4 5
Spesies Thunnus alalunga Thunnus obesus Thunnus maccoyii Thunnus albacares Hook rate tuna Bycatch
Hook rate KM. Bina Sejati KM. Bintang Utara 0,054 0,056 0,038 0,125 0,010 0,021 0,019 0,025 0,124 0,225 0,272 0,367
Berdasarkan Tabel 5, nilai hook rate jenis tuna pada KM. Bina Sejati sebesar 0,124 sedangkan pada KM. Bintang Utara sebesar 0,225. Jenis albakora memiliki nilai hook rate tertinggi sebesar 0,056 pada KM. Bina Sejati, sedangkan hook rate tertinggi pada KM. Bintang Utara yaitu jenis tuna mata besar. Sementara itu, untuk nilai hook rate dari hasil tangkapan sampingan (bycatch) pada kedua kapal masing-masing sebesar 0,272 dan 0,367. Hasil rincian perhitungan nilai hook rate per setting pada KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai hook rate tuna yang diperoleh dari kedua kapal tersebut tergolong rendah, jika mempertimbangkan kualitas dan harga jual ikan tuna serta bycatch atau jenis tuna lainnya. Nilai hook rate tersebut masih di bawah nilai hook rate minimum yang dianggap baik untuk kondisi hook rate saat ini yaitu ≥ 0,8. Nilai hook rate tersebut berarti setiap 100 mata pancing rawai tuna berhasil menangkap sebanyak 0,8 tuna atau 8 ekor ikan tuna per 1000 mata pancing. Nilai hook rate tuna yang diperoleh pada penelitian ini tergolong rendah dibandingkan dengan nilai hook rate tuna hasil penelitian pada tahun sebelumnya. Hasil penelitian Nugraha dan Triharyuni (2009) pada periode Juli-Agustus 2005 di Samudera Hindia, diperoleh nilai hook rate sebesar 0,52 dengan 13 kali setting. Penelitian Santoso (1999) di Samudera Hindia, nilai hook rate yang diperoleh sebesar 1,24 dari 10 kali setting. Awal perkembangan alat tangkap rawai tuna (tahun 1970-an) nilai hook rate memiliki nilai kisaran 1,15-2,16. Penurunan nilai
16 hook rate ini diduga akibat peningkatan operasi penangkapan dari tahun ke tahun yang ditandai dengan peningkatan jumlah armada penangkapan, sehingga mengakibatkan persaingan dalam penangkapan.
Estimasi Kedalaman Lapisan Renang Tuna Jumlah pancing yang digunakan pada kapal objek penelitian ini yaitu sebanyak 12 pancing untuk setiap basketnya. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode Yoshihara, nilai kedalaman mata pancing yang dapat dicapai oleh mata pancing rawai tuna yaitu pancing nomor 1 pada kedalaman 6484 m, pancing nomor 2: 110-130 m, pancing nomor 3: 151-171 m, pancing nomor 4: 185-205 m, pancing nomor 5: 212-232 m, dan pancing nomor 6 pada kedalaman 226-246 m. Kedalaman pancing nomor 7 sama dengan pancing nomor 6, pancing nomor 8 sama dengan pancing nomor 5, pancing nomor 9 sama dengan pancing nomor 4, pancing nomor 10 sama dengan pancing 3, pancing nomor 11 sama dengan pancing nomor 2, dan pancing nomor 12 sama dengan pancing nomor satu. Nilai kedalaman tersebut telah dikurangi dengan faktor koreksi sebesar 30-50 m. Contoh perhitungan kedalaman mata pancing menggunakan metode rumus Yoshihara (1951) dalam Nugraha dan Triharyuni (2009) dapat dilihat pada Lampiran 9. Selain itu, hasil perhitungan kedalaman mata pancing setiap mata pancing per setting disajikan pada Lampiran 10. Tabel 6 Hasil perhitungan kedalaman setiap nomor pancing Pancing 1,12 2,11 3,10 4,9 5,8 6,7
Kedalaman (m) Batas Atas 64 110 151 185 212 226
Batas Bawah 84 130 171 205 232 246
Berdasarkan penelitian Suharto (1995), kedalaman mata pancing yang dapat dicapai oleh mata pancing rawai tuna yaitu pancing 1 terdapat pada kedalaman 44,3-45,6 m, mata pancing 2 terdapat pada kedalaman 72-74,5 m, mata pancing 3 terdapat pada kedalaman 94,1-98 m, mata pancing 4 terdapat pada kedalaman 109,7-114,6 m, dan mata pancing 5 terdapat kedalaman 118-123,3 m. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan dari kedalaman mata pancing yang diperoleh, terhadap kedalaman mata pancing hasil penelitian Suharto (1995). Perbedaan ini diduga akibat perbedaan dimensi alat tangkap rawai tuna yang digunakan pada kedua penelitian tersebut. Penyebaran ikan tuna di laut ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi jenis (genetis), umur, ukuran, dan tingkah laku (behaviour). Genetis yang berbeda menyebabkan perbedaan dalam morfologi, respons fisiologis, dan daya adaptasi terhadap lingkungan. Faktor
17
eksternal merupakan faktor lingkungan, di antaranya adalah parameter oseanografis seperti suhu, salinitas, densitas, kedalaman lapisan thermoklin, arus, sirkulasi massa air, oksigen dan kelimpahan makanan. Kedalaman renang ikan tuna bervariasi tergantung dari jenisnya. Secara umum ikan tuna tertangkap di kedalaman 0-400 meter. Salinitas perairan yang disukai berkisar 32-35 ppt atau di perairan oseanik. Suhu perairan berkisar 17-31 oC (Uktolseja 1988). Hasil tangkapan tuna berdasarkan posisi pancing (Tabel 3) dan hasil perhitungan setiap nilai kedalaman nomor pancing (Tabel 4) yang diperoleh, dapat dijadikan sebagai bahan untuk pendugaan kedalaman lapisan renang dari setiap jenis tuna yang tertangkap. Tuna albakora tertangkap di pancing nomor 1, 2, 3, 4, dan 5, mayoritas tertangkap di pancing 1 dan 2 (Tabel 3) sebanyak 71,24%. Diduga swimming layer tuna albakora berada di kedalaman 64-232 m. Distribusi tuna albakora sangat dipengaruhi oleh suhu dan tuna jenis ini menyenangi suhu yang lebih rendah. Menurut Uda (1959) dalam Nugraha dan Triharyuni (2009), penyebaran ikan tuna albakora pada kisaran suhu 14o-24oC dengan kisaran suhu penangkapan 17o-24oC. Pada saat juvenile, tuna albakora memiliki habitat di wilayah sekitar equator dan lapisan renangnya di lapisan dekat permukaan. Setelah berukuran dewasa (>95 cm) mulai berpindah ke lapisan yang lebih dalam (Block dan Stevens 2001). Tuna mata besar hampir tertangkap merata di seluruh mata pancing. Kedalaman lapisan renang tuna jenis ini diperkirakan berada pada kedalaman 64250 m, dengan mayoritas tertangkap di interval kedalaman 162-196 m (pancing 4 dan 5). Tuna mata besar sering tertangkap di pancing yang lebih dalam (pancing 4,5, dan 6), dikarenakan tuna mata besar lebih menyukai kedalaman perairan dengan suhu yang lebih dingin (Block dan Stevens 2001). Daerah renang tuna mata besar yang berukuran besar berada tepat di bawah lapisan termoklin, sehingga disarankan menggunakan jenis rawai tuna dalam (deep sea tuna longline) (Suzuki et al. 1977 dalam Santoso 1999). Tuna madidihang banyak tertangkap pada pancing nomor 1, 2, 3, dan 4 sebanyak 9 ekor (81,81 %). Lapisan kedalaman renang jenis ini diduga berada pada kedalaman 64-205 m. Madidihang sering ditemukan di nomor pancing yang dekat dengan permukaan (personal komunikasi dengan nelayan). Banyak dari jenis ini umumnya ditemui di atas lapisan kedalaman 100 m yang memiliki cukup kandungan oksigen. Di lapisan yang lebih dalam yang kadar oksigennya rendah, tuna madidihang jarang ditemukan. Saat juvenile, tuna madidihang dapat dijumpai bergerombol dengan jenis cakalang dan jenis tuna mata besar di lapisan permukaan. Saat berukuran dewasa, cenderung tetap bertahan pada lapisan kedalaman tersebut. Penyebaran jenis tuna madidihang berada pada kisaran suhu 18 oC – 31 oC (Block dan Stevens 2001). Tuna sirip biru selatan tertangkap sebanyak 7 ekor dan seluruhnya tertangkap pada pancing 2, 3, dan 4 dan paling banyak ditemukan pada pancing nomor 2 sebesar 42,85%. Tuna yang memiliki ukuran tubuh yang besar ini memiliki daerah penyebaran dengan suhu antara 5 oC – 20 oC dan dapat dijumpai pada kedalaman mencapai 1000 m. Tingkah laku adaptasi yang tinggi terhadap suhu ekstrim ini dikarenakan tuna sirip biru selatan dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air menggunakan aktivitas ototnya (Block dan Stevens
18 2001). Dan tuna yang tertangkap pada penelitian ini diduga tuna yang sedang melakukan pemijahan. Gambar 7 merupakan ilustrasi lapisan kedalaman renang tuna dari hasil penelitian ini. Dari gambar tersebut dapat dilihat perbedaan kedalaman lapisan renang di antara keempat jenis tuna yang diperoleh. Perbedaan penyebaran ikan tuna secara vertikal ini diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya faktor suhu (Uktolseja 1988). Menurut hasil penelitian Nugraha dan Triharyuni (2009), di wilayah Samudera Hindia ikan tuna mata besar tertangkap pada kisaran suhu 10,013,9 oC, madidihang 16,0-16,9 oC, dan albakora sebesar 20,0-20,9 oC. Selain itu perbedaan lokasi atau letak geografis juga ikut mempengaruhi habitat ikan tuna.
Gambar 7 Ilustrasi kedalaman lapisan renang (swimming layer) ikan tuna Beberapa hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan perbedaan kedalaman lapisan renang dari setiap jenis tuna yang diperoleh di perairan Samudera Hindia. Menurut Suharto (1995), bahwa tuna mata besar tertangkap pada kedalaman 94,1-114,6 m dan madidihang pada kedalaman 72-74.5 m. Hasil penelitian Santoso (1999) menyebutkan tuna mata besar dapat ditemukan pada kedalaman 186-285 m, madidihang 149-185 m, dan albakora pada kedalaman 161-220 m. Dan hasil penelitian Nugraha dan Triharyuni (2009), bahwa tuna mata besar tertangkap pada kedalaman 300-399,9 m, madidihang 250,0-299,9 m, dan tuna albakora 150,0-199,9 m.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengoperasian alat tangkap rawai tuna terdiri atas dua proses yaitu penurunan alat tangkap (setting) dan penarikan alat tangkap (hauling). Rata-rata
19
lama setting sekitar 4-5 jam tergantung banyak dan sedikitnya jumlah basket yang diturunkan. Penarikan alat tangkap rawai tuna (hauling) dilakukan pada pukul 17.00 hingga dini hari. Hasil tangkapan yang diperoleh pada penelitian ini yaitu terdiri atas hasil tangkapan utama (jenis tuna), hasil tangkapan sampingan (bycatch), dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discard). Total jumlah keseluruhan hasil tangkapan sebanyak 998 ekor dari 52 setting. Hasil tangkapan utama yang tertangkap sebanyak 83 ekor (8,23%), hasil tangkapan sampingan (bycath) sebanyak 161 ekor (16,13%), dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang sebanyak (discard) 754 ekor (75,55%). Hasil tangkapan utama terdiri atas tuna mata besar (Thunnus obesus) sebanyak 44 ekor (53,01%), tuna albakora (Thunnus alalunga) sebanyak 21 ekor (25,30%), madidihang (Thunnus albacares) sebanyak 11 ekor (13,25%), dan sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) sebanyak 7 ekor (8,43%). Hasil tangkapan sampingan (bycatch) didominasi oleh bawal bulat (Taractichthys sp.) 19,25%, bawal hitam (Taractes rubescens) 17,39%, dan gindara (Lepidocybium sp.) 17,39%. Kedalaman lapisan renang ikan tuna yang diperoleh yaitu jenis albakora (Thunnus alalunga) pada kedalaman 64-232 m, jenis mata besar (Thunnus obesus) pada kedalaman 64-250 m, jenis madidihang (Thunnus albacares) pada kedalaman 64-205 m, dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) pada kedalaman 110-205 m. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kedalaman renang ikan tuna dengan waktu pengambilan data yang berbeda. Selain itu, dalam proses penangkapan ikan tuna agar pihak nelayan dibekali dengan peralatan penangkapan dan navigasi yang layak dan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor (ID) : Yayasan Dewi Sri. Block BA, Stevens ED. 2001. Tuna: Physiology, Ecology, And Evolution. California (US): Academic press. Collete BB, Nauen CE. 1983. An annotated and illustrated catalogue of tunas, mackerels, bonitos and related species known to date. FAO Fish. 137 p. Djatikusumo EW. 1977. Bioogi Ikan Ekonomis Penting. Jakarta (ID): Akademi Usaha Perikanan. [FAO] Food dan Agriculture Organization. 2009. Integration of Fisheries Into Coastal Area Management. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries. USA: The United Nations. Fishbase. 2013. Thunnus sp. [Internet]. [Diunduh pada 2013 Juni 9]. Tersedia pada : www.fishbase.org Hermawan D. 2011. Desain Pengelolaan Perikanan Madidihang (Thunnus albacores) Di Perairan ZEEI Samudera Hindia. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
20 [ISSF] International Seafood Sustainability Foundation. 2012. Position Statement. Presented during the 16th Session of the Indian Ocean Tuna Commission In Fremantle. Australia. [KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2011. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER45/MEN/2011 Tentang Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Negara Republik Indonesia. Jakarta [KKP] Kementerian Kelautan Perikanan. 2012. Ekspor Tuna Terus Meningkat [artikel]. Jakarta. Menteri Kelautan dan Perikanan. 2011. Kep. 45/Men/2011 Tentang Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Negara Republik Indonesia. Jakarta Nugraha Budi, Setya Triharyuni. 2009. Pengaruh Suhu Kedalaman Mata Pancing Rawai Tuna (Tuna Longline) Terhadap Hasil Tangkapan Tuna Di Samudera Hindia. Balai Riset Perikanan Tangkap. Jakarta (ID): Balitbang-KP. Santoso H. 1999. Studi Tentang Hubungan Antara Suhu dan Kedalaman Mata Pancing Terhadap Hasil Tangkapan Tuna Longline di Perairan Selatan Pulaiau Jawa. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Subani W, Barus HR. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jakarta (ID): Balai Penelitian Perikanan Laut. Suharto. 1995. Pengaruh Kedalaman Mata Pancing Rawai Tuna Terhadap Hasil Tangkapan (Percobaan Orientasi dengan KM. Madidihang Di Samudera Hindia Sebelah Barat Samudera). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Uktolseja JCB. 1988. Pengaruh Kedalaman Pancing Rawai Tuna Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tuna. [Jurnal]. Jakarta (ID) : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
21
LAMPIRAN Lampiran 1 Posisi koordinat setting KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara Setting Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kapal Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara
Lattitude (s) -12.49066667 -12.48183333 -12.88033333 -13.0617 -13.0435 -13.16253333 -12.8355 -12.7805 -12.98118333 -12.98983333 -12.85628333 -12.67581667 -12.72461667 -12.772 -13.14185 -13.50916667 -13.57161667 -12.82345 -12.40051667 -12.51391667 -12.33731667 -12.33271667 -12.2257 -12.3374 -12.34755 -12.81161667 -12.67546667 -13.29771667 -13.0241 -13.97301667 -13.90871667 -13.40956667 -11.72601667 -12.40695 -12.62175 -12.6024 -13.00001648 -13.09535 -13.11815
Longitude (E) 117.1348333 117.4286667 117.0933333 117.9688167 118.1466667 118.0974167 117.4571667 117.1561833 117.1309667 117.0721667 117.2692833 117.5106833 117.4460333 117.3908333 117.0852833 117.14335 117.1104667 120.8843167 120.3428667 120.7516167 120.8676333 120.9236167 120.8916167 120.7078833 120.6777167 119.26835 118.8324667 118.0188333 117.9059167 117.2833333 117.3426333 117.2285333 117.0827167 117.2058333 117.0904333 117.03645 116.9416833 116.9750167 117.1038
22
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara
-12.92396667 -12.81203333 -12.65983333 -12.47466667 -12.92358333 -12.93756667 -12.87951667 -12.9778 -13.00001007 -12.73976667 -12.67343333 -12.74775 -12.71358333
117.1068333 117.3387333 117.331 117.0808333 117.92105 118.20405 118.2969167 118.2733833 118.2793167 118.8101 119.04725 119.0856333 119.5712333
Lampiran 2 Alat yang digunakan selama penelitian
GPS
Kalkulator
Laptop
Penghitung waktu
Kompas
Lembar pencatat data
23
Lampiran 3 Kapal KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara
Lampiran 4 Komponen unit penangkapan rawai tuna
Blong
Tali pelampung
Wadah tali cabang
Tali cabang
Pelampung
Tali utama
24
Pancing
Radio buoy
Side roller
Line hauler
Lampiran 5 Data hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan Setting Ke1 1 2 2 3 3 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 8 8 9 10 10 11 11 11 11 11
Kapal Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati
Posisi Pancing 8 4 3 4 1 8 11 2 8 10 12 10 12 10 8 9 4 12 12 4 5 8 11 7 10 10 12 3 9 9
Kode Spesies WAH BET SKJ BET TCR TCR BLZ SKJ SKJ WAH ALB BLZ LEC TCR LEC LEC BLZ SKJ LEC BET TCR TCR SFA OIL SBT LEC TCR TST BET BET
Sex
M
M
M
M
F F
M M
Kategori Bycatch Tuna Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Tuna
25
12 12 12 12 13 13 13 13 13 13 14 15 15 15 15 15 16 16 16 16 16 16 17 17 17 17 17 17 17 17 18 18 18 18 18 19 19 19 19 19 19 20 20 20
Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati
9 12 7 6 12 1 2 9 4 3 12 9 7 6 7 7 2 2 1 12 12 10 10 1 1 11 3 11 6 2 10 12 10 10 3 2 3 5 6 6 4 5 10 9
BLM BLM TCR BET ALB ALB CDF SFA TST BET ALB EIL BLM BLM CDF TST ALB SWO TST TCR TCR SBT ALB ALB ALB ALB BET TCR LEC TCR TST BLM LEC BLM YFT CSK TCR SWO LEC SWO YFT ALB LEC LEC
M
M
F F
M M
F
F
F F
M
Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Tuna Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Tuna Bycatch Bycatch
26
20 20 20 21 21 21 22 22 22 22 22 22 23 23 24 24 24 24 25 25 25 26 27 27 1 1 1 1 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bina Sejati Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara
8 4 7 12 2 3 4 4 2 10 9 4 9 6 3 5 4 12 12 9 3 10 12 1 2 2 2 1 5 4 5 7 7 5 5 5 6 5 2 11 4 1 11 1
LEC LEC YFT BET MOX YFT BET BET BET TCR TCR YFT SWO LEC BET MON MON SFA CDF BLM BLM MON LEC SKJ ALB BLZ BET WAH ALB BET BET BLM BET TST TCR TST TST TST LEC SFA TST BLZ SFA BET
M M M
M
F
F
M M
Bycatch Bycatch Tuna Tuna Bycatch Tuna Tuna Tuna Tuna Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Tuna Bycatch Tuna Tuna Tuna Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna
27
4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 8 8 8 8 8 8 9 9 9 10 10 10 10 10 10 10
Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara
2 11 4 4 8 7 3 3 3 5 8 9 11 2 6 9 9 10 2 2 4 7 11 7 8 5 8 12 4 10 3 5 2 1 5 3 8 3 11 3 12 5 5 5
BLM BLM LEC LEC TST TST TST TST TCR TST MNF BET BET BET BET BET BET BET BET BET BET BET BET BET BLZ TST YFT BLZ ALB BET LEC TST YFT YFT BET TCR TST TST ALB SBT BLM SKJ BLZ TST
M F
F
M
Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Tuna Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Tuna Tuna Bycatch Bycatch Tuna Tuna Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch
28
10 11 11 11 11 11 12 12 12 12 13 13 13 14 14 15 15 17 17 17 17 17 17 17 17 18 18 18 18 18 18 18 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 20
Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara Bintang Utara
2 12 1 7 12 9 1 3 9 3 8 2 6 2 9 1 8 2 6 5 4 2 3 4 11 3 8 5 1 2 7 2 12 2 5 3 3 11 8 7 2 9 2 4
SBT BET BET TCR SKJ BET CDF TST SKJ ALB BET BLZ TCR WAH BET ALB SBT TST TCR LEC BET WAH YFT LEC LEC CDF ALB LEC CDF BET LEC SWO BLM SWO TCR LEC BET TCR TCR BLZ SWO TST ALB MLS
M M M
M
M
F F
F
Tuna Tuna Tuna Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Tuna Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Bycatch Tuna Bycatch
29
21 Bintang Utara 2 SBT Tuna 21 Bintang Utara 3 LEC Bycatch 21 Bintang Utara 2 SKJ Bycatch 21 Bintang Utara 3 LEC Bycatch 21 Bintang Utara 6 TST Bycatch 22 Bintang Utara 10 TST Bycatch 22 Bintang Utara 9 LEC Bycatch 22 Bintang Utara 7 TST Bycatch 22 Bintang Utara 6 TCR Bycatch 22 Bintang Utara 6 TST Bycatch 23 Bintang Utara 1 ALB Tuna 23 Bintang Utara 1 ALB Tuna 23 Bintang Utara 5 BET Tuna 23 Bintang Utara 9 BET Tuna 23 Bintang Utara 5 TST Bycatch 23 Bintang Utara 4 LEC Bycatch 23 Bintang Utara 2 BLZ Bycatch 23 Bintang Utara 6 TCR Bycatch 23 Bintang Utara 9 SBT Tuna 24 Bintang Utara 1 ALB Tuna 24 Bintang Utara 7 TST Bycatch 24 Bintang Utara 4 TCR Bycatch 24 Bintang Utara 3 TCR Bycatch 24 Bintang Utara 6 TST Bycatch 24 Bintang Utara 11 TST Bycatch 24 Bintang Utara 1 SKJ Bycatch 25 Bintang Utara 2 SKJ Bycatch 25 Bintang Utara 4 BET M Tuna 25 Bintang Utara 2 MON Bycatch 25 Bintang Utara 4 TCR Bycatch 25 Bintang Utara 3 YFT M Tuna 25 Bintang Utara 5 CSK M Bycatch 25 Bintang Utara 12 YFT M Tuna 25 Bintang Utara 2 CSK F Bycatch Keterangan : ALB = Albakora; YFT = Madidihang; BET = Tuna mata besar; SBF = Tuna sirip biru selatan; SKJ = Cakalang; WAH = Tenggiri; CDF = Lamadang; BLM = Marlin putih; BLZ = Marlin hitam; MLS = Marlin loreng; SWO = Meka; SFA = Layaran; DAV = Pari lumpus; OIL = Gindara duri; LEC = Gindara coklat; TST = Bawal bulat; TCR = Bawal hitam.
30
Lampiran 6 Hasil tangkapan utama, hasil tangkapan sampingan (bycatch), dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discard).
Madidihang
Albakora
Tuna sirip biru selatan
Tuna mata besar
moon fish
Meka
31
Layaran
Lamadang
Gindara
Bawal bulat
Cakalang
Marlin biru
32
Tenggiri
Cucut
Layur hitam
Marlin hitam
Naga
33
Lampiran 7 Contoh perhitungan hook rate Nilai hook rate pada setting ke-1 KM. Bina Sejati Dik : Jumlah total pancing (p) = 960 pancing Jumlah hasil tangkapan Tuna = 1 ekor Dit : HR…? Jawab : ா
HR = ݔ100% ଵ
= ଽ ݔ100 = 0.1042
Lampiran 8 Nilai hook rate per setting pada KM. Bina Sejati dan KM. Bintang Utara Setting ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kapal B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati B. Sejati
Total Pacing 960 960 960 912 768 768 816 720 864 624 864 864 960 960 1008 912 912 864 960 960 960 960 912 720 864
Kode Spesies Jumlah HR ALB BET SBT YFT Other Tuna 0 1 0 0 1 1 0.104 0 1 0 0 1 1 0.104 0 0 0 0 2 0 0.000 0 0 0 0 0 0 0.000 0 0 0 0 0 0 0.000 1 0 0 0 5 1 0.130 0 1 0 0 3 1 0.123 0 0 0 0 2 0 0.000 0 0 0 0 1 0 0.000 0 0 1 0 1 1 0.160 0 2 0 0 3 2 0.231 0 1 0 0 3 1 0.116 2 1 0 0 3 3 0.313 1 0 0 0 0 1 0.104 0 0 0 0 5 0 0.000 1 0 0 0 5 1 0.110 4 1 0 0 3 5 0.548 0 0 0 1 4 1 0.116 0 0 0 1 5 1 0.104 1 0 0 1 4 2 0.208 1 0 0 1 0 2 0.208 3 0 0 1 2 4 0.417 0 0 0 0 2 0 0.000 0 1 0 0 3 1 0.139 0 0 0 0 3 0 0.000
34
26 27
B. Sejati B. Sejati
768 0 0 0 0 768 0 0 0 0 Rata-rata hook rate KM. Bina Sejati B. Utara 1152 1 1 0 0 B. Utara 960 1 2 0 0 B. Utara 1008 2 0 0 0 B. Utara 960 0 0 0 0 B. Utara 960 0 0 0 0 B. Utara 960 0 13 0 1 B. Utara 864 0 0 0 0 B. Utara 960 1 1 0 2 B. Utara 960 0 1 0 0 B. Utara 960 1 0 2 0 B. Utara 960 0 3 0 0 B. Utara 960 1 0 0 0 B. Utara 816 0 1 0 0 B. Utara 960 0 1 0 0 B. Utara 960 1 0 1 0 B. Utara 768 0 0 0 0 B. Utara 960 0 1 0 1 B. Utara 960 1 1 0 0 B. Utara 960 0 1 0 0 B. Utara 960 1 1 0 0 B. Utara 864 0 0 1 0 B. Utara 960 0 0 0 0 B. Utara 960 2 2 1 0 B. Utara 912 1 0 0 0 B. Utara 960 0 1 0 2 Rata-rata hook rate KM. Bintang Utara
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Lampiran 9 Contoh perhitungan kedalaman mata pancing. Setting 1 KM. Bina Sejati Dik : ml = 59.5 cm bl = 32.3 cm fl = 34 cm Dit : D? Jawab : ௫்௦
K = ௫∑ =
଼.ସ௫ହ ସଶ
Vk = 4.2 knot Tk = 5 jam
1 2
0 0
2 0 12 6 7 2 1 2 2 5 2 3 2 1 1 0 6 5 4 4 4 5 4 6 2
2 3 2 0 0 14 0 4 1 3 3 1 1 1 2 0 2 2 1 2 1 0 5 1 3
0.000 0.000 0.124 0.174 0.313 0.198 0.000 0.000 1.458 0.000 0.417 0.104 0.313 0.313 0.104 0.123 0.104 0.208 0.000 0.208 0.208 0.104 0.208 0.116 0.000 0.521 0.110 0.313 0.225
35
ଷ଼଼ଽଶ
= ସଶ = 0.7134
K 0,920 0,847 0,769 0,725 0,703 0,661 0,540 0,24 0,000
Φ
40º 50 º 56 º 60 º 30’ 65 º 68 º 72 º Φ 90 º
࢚ࢍ࣌ 1,2767 0,7038 0,4727 0,3300 0,2077 0,1630 0,1331 cotg Φ2 0,0000
K = 0.7134 ݃ݐܥଶߪ = 0.2655 (Hasil Interpolasi)
D1 = fl + bl + 1ൗ2BK
ଶ ଶ
{ ඥ(1 + – )ߪ ݃ݐܥට(1 − ) + } ߪ ݃ݐܥ = 34 + 32.3 + 1ൗ2 535.5 { ඥ(1 + 0.2655) – ට(1 − ) + 0.2655 } = 34 + 32.3 + 1ൗ2 535.5 { √1.2655 – √0.8704 } = 66.3 + (267.75) { (1.1249) – (0.9329) } ଶ
ଶ ଶ ଽ
ଶ
= 66.3 +51.419 = 117.72 m
Jadi Interval kedalaman pancing 1 pada setting pertama sebesar 67.72 – 87,72 m
36
Lampiran 10 Hasil perhitungan kedalaman setiap mata pancing per setting Setiing 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pancing 1 111.026 112.022 107.756 101.572 111.026 111.789 116.008 106.834 112.931 114.849 110.845 114.194 116.321 117.667 117.496 114.011 114.084 114.296 114.296 109.419
2 157.566 159.74 150.553 137.729 157.566 159.229 168.637 148.606 161.739 166.015 157.173 164.546 169.351 172.444 172.05 164.138 164.299 164.773 164.773 154.097
3 199.398 202.922 188.26 168.651 199.398 202.091 217.788 185.225 206.199 213.327 198.764 210.859 219.014 224.399 223.706 210.176 210.446 211.239 211.239 193.845
4 234.581 239.552 219.236 193.264 234.581 238.375 261.314 215.139 244.232 254.632 233.694 250.994 263.178 271.516 270.429 249.995 250.39 251.552 251.552 226.867
5 260.543 266.839 241.54 210.469 260.543 265.34 295.522 236.559 272.841 286.485 259.427 281.659 298.087 309.847 308.284 280.345 280.864 282.395 282.395 250.916
6 274.495 281.622 253.291 219.338 274.495 279.92 315.034 247.796 288.474 304.305 273.238 298.661 318.123 332.589 330.633 297.133 297.736 299.519 299.519 263.701
7 274.495 281.622 253.291 219.338 274.495 279.92 315.034 247.796 288.474 304.305 273.238 298.661 318.123 332.589 330.633 297.133 297.736 299.519 299.519 263.701
8 260.543 266.839 241.54 210.469 260.543 265.34 295.522 236.559 272.841 286.485 259.427 281.659 298.087 309.847 308.284 280.345 280.864 282.395 282.395 250.916
9 234.581 239.552 219.236 193.264 234.581 238.375 261.314 215.139 244.232 254.632 233.694 250.994 263.178 271.516 270.429 249.995 250.39 251.552 251.552 226.867
10 199.398 202.922 188.26 168.651 199.398 202.091 217.788 185.225 206.199 213.327 198.764 210.859 219.014 224.399 223.706 210.176 210.446 211.239 211.239 193.845
11 157.566 159.74 150.553 137.729 157.566 159.229 168.637 148.606 161.739 166.015 157.173 164.546 169.351 172.444 172.05 164.138 164.299 164.773 164.773 154.097
12 111.026 112.022 107.756 101.572 111.026 111.789 116.008 106.834 112.931 114.849 110.845 114.194 116.321 117.667 117.496 114.011 114.084 114.296 114.296 109.419
37
21 22 23 24 25 26 27 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
112.541 116.139 117.058 116.105 109.142 117.72 119.692 119.163 113.367 122.549 116.464 117.38 122.549 116.727 120.431 117.086 117.086 114.601 112.505 109.171 108.662 116.631 111.105 119.86 112.581
160.879 168.935 171.038 168.858 153.502 164.61 169.399 168.133 154.748 168.296 163.73 165.746 168.296 160.302 168.374 161.043 161.043 155.779 151.407 144.268 143.481 160.112 148.469 167.11 153.178
204.786 218.299 221.937 218.166 192.902 203.177 212.89 209.349 186.958 209.571 206.693 210.015 209.571 199.067 212.139 200.246 200.246 191.955 185.21 174.39 173.215 198.807 180.721 210.558 188.741
242.207 262.09 267.672 261.887 225.569 226.358 238.175 234.931 205.148 244.38 243.344 248.127 244.38 231.272 249.681 232.892 232.892 221.577 212.55 198.362 196.839 230.939 206.627 246.686 217.768
270.234 296.587 304.364 296.308 249.312 270.158 270.158 270.158 270.158 270.158 270.823 277.012 270.158 254.725 278.013 256.742 256.742 242.83 231.96 215.109 213.328 254.33 224.876 274.147 238.21
285.49 316.314 325.776 315.979 261.913 284.03 284.03 284.03 284.03 284.03 285.795 292.906 284.03 267.192 293.541 269.443 269.443 254.012 242.075 223.745 221.819 266.761 251.102 289.14 249.078
285.49 316.314 325.776 315.979 261.913 284.03 284.03 284.03 284.03 284.03 285.795 292.906 284.03 267.192 293.541 269.443 269.443 254.012 242.075 223.745 221.819 266.761 251.102 289.14 249.078
270.234 296.587 304.364 296.308 249.312 270.158 270.158 270.158 270.158 270.158 270.823 277.012 270.158 254.725 278.013 256.742 256.742 242.83 231.96 215.109 213.328 254.33 224.876 274.147 238.21
242.207 262.09 267.672 261.887 225.569 226.358 238.175 234.931 205.148 244.38 243.344 248.127 244.38 231.272 249.681 232.892 232.892 221.577 212.55 198.362 196.839 230.939 206.627 246.686 217.768
204.786 218.299 221.937 218.166 192.902 203.177 212.89 209.349 186.958 209.571 206.693 210.015 209.571 199.067 212.139 200.246 200.246 191.955 185.21 174.39 173.215 198.807 180.721 210.558 188.741
160.879 168.935 171.038 168.858 153.502 164.61 169.399 168.133 154.748 168.296 163.73 165.746 168.296 160.302 168.374 161.043 161.043 155.779 151.407 144.268 143.481 160.112 148.469 167.11 153.178
112.541 116.139 117.058 116.105 109.142 117.72 119.692 119.163 113.367 122.549 116.464 117.38 122.549 116.727 120.431 117.086 117.086 114.601 112.505 109.171 108.662 116.631 111.105 119.86 112.581
38
19 20 21 22 23 24 25
115.383 111.273 111.863 115.205 115.383 112.763 112.763
157.939 149.189 150.424 157.586 157.95 152.321 152.321
196.041 182.281 184.191 195.468 196.052 187.144 187.144
209.185 209.185 211.743 227.135 227.948 215.723 215.723
228.361 228.361 231.448 250.348 251.365 236.281 236.281
238.386 238.386 241.78 262.754 263.895 247.104 247.104
Lampiran 11 Dokumentasi selama penelitian di KM. Bina Sejati
238.386 238.386 241.78 262.754 263.895 247.104 247.104
228.361 228.361 231.448 250.348 251.365 236.281 236.281
209.185 209.185 211.743 227.135 227.948 215.723 215.723
196.041 182.281 184.191 195.468 196.052 187.144 187.144
157.939 149.189 150.424 157.586 157.95 152.321 152.321
115.383 111.273 111.863 115.205 115.383 112.763 112.763
39
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 April 1991 di Nganjuk, Jawa Timur, dari pasangan Bapak Asnanto dan Ibu Yuli Karyawati. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan formal di SMA Negeri 2 Nganjuk pada tahun 2009, pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai salah satu mahasiswa di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkulihan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Oseanografi Umum (Osum) pada tahun ajaran 2011/2012 - 2012/2013 dan asisten mata kuliah Rekayasa Tingkah Laku Ikan pada tahun ajaran 2011/2012. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai organisasi di antaranya anggota dan pengurus FDC IPB (Fisheries Diving Club IPB) sebagai koordinator divisi Hubungan Luar Klub periode 2012 dan staff divisi peralatan 2011 dan 2013. Anggota dan pengurus Asrama Sylvapinus sebagai koordinator divisi olahraga dan seni periode 2011 dan 2012 dan staff divisi kewirausahaan 2013. Selain itu penulis menjadi finalis mahasiswa berprestasi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB periode 2012 dan menjadi Manta Rays Ambassador MantaWatch Internship Program 2013. Penulis juga pernah terlibat dalam berbagai kegiatan di antaranya kegiatan Monitoring Ekosistem Terumbu Karang di Kepulauan Seribu FDC IPB sebagai Ketua Pelaksana periode 2010, Kegiatan Ekspedisi Zooxanthellae XI FDC IPB di Halmahera selatan sebagai tim ikan karang dan sosial ekonomi masyarakat periode 2011, Ekspedisi Zooxanthellae XII FDC IPB di Paloh, Sambas, Kalimantan Barat sebagai ketua tim scientific ikan karang periode 2012, anggota tim survei penelitian tentang industrialisasi perikanan di Kab. Bitung, Sulawesi Utara periode 2012, anggota tim survei Pendidikan Dasar Kemendikbud di Nganjuk periode 2013, anggota tim survei penelitian KKP tentang karang hias dan bambu laut di Desa Tabulolong, Kupang, NTT periode 2013, dan tim survei identifikasi pulau-pulau kecil KKP di Pulau Tikus, Bengkulu periode 2013.