RECI SydnEy nEwSlEttER Vol 88, oCtobER - noVEmbER 2014
B
a
c
k
t
o
B
a
s
i
c
KEBAHAYAAN PEMIMPIN-PEMIMPIN SEKTE Joe Navarro menulis buku terbarunya yang terbit tahun ini, “Dangerous Personalities,” tentang orang-orang berpribadi berbahaya: Narsis hanya memuja diri sendiri, Paranoid yang penuh misteri dan Predator yang memangsa orang-orang yang terlanjur sudah percaya kepadanya. Buku yang patut dibaca bagi anak muda yang ingin menikah agar segera tahu dan menghindar dari calon pacar yang memiliki personalitas berbahaya. Bahkan patut dibaca oleh ibu rumah tangga, pegawai, bos dan siapa saja demi untuk tanggap dini dan melindungi diri dari orang-orang yang berbahaya bisa melukai jiwa raga. Personalitas berbahaya ini bisa siapa saja: pacar, karyawan, bos, dokter, tukang kayu, dsb. Tetapi bagaimana jika ada pemuka-pemuka agama memiliki personalitas yang berbahaya? Seorang predator yang menelan jiwa pengikutnya? Seorang narsis yang ingin menjadi ilah karena diidolakan pengikutnya? Seorang paranoid megalomania delusional yang membawa pengikutnya berjiwa sektarian? Dalam pengalamannya 25 tahun lebih mengenali personalitas yang berbahaya di tengah pemimpin-pemimpin agama, Joe Navarro menulis artikel ini untuk memberikan kewaspadaan atas kebahayaan yang ditimbulkan kepada pengikut mereka.
“Kapankah seorang pemimpin sekte menjadi “jahat” atau “rusak?” Atau tepatnya lagi, “Kapankah sesorang pemimpin sekte sakit jiwa atau menjadi berbahaya bagi
orang-orang lain?” Ini adalah pertanyaan yang tepat sebab ditinjau dari catatan sejarah dapat terlihat besarnya dampak berbahaya secara emosional, kejiwaan, kerohanian, badani, atau keuangan yang
diakibatkan oleh berbagai pemimpin-pemimpin sekte di seluruh dunia. Dalam penyelidikannya sebagai agen FBI khusus bidang pengawasan bagi ajaran sekte dan pemimpin sekte, Navarro dapat mengantipasi dengan jeli bahwa seseorang itu berbahaya, dan amatlah yakin dapat mencederai orang-orang lain. Dalam penyelidikannya atas hidup, ajaran, dan prilaku dari Jim Jones (Jonestown Guyana), David Karesh (Branch Davidians), Stewart Traill (The Church of Bible Understanding), Charles Manson, Shoko Asahara (Aum Shinrikyo), Joseph Di Mambro (The Order of the Solar Temple aka Ordre du Temple Solaire), Marshall Heff Applewhit (Heaven’s Gate), Bhagwan Rajneesh (Rajneesh Movement), and Warren Jeffs (pemimpin ajaran poligami), Navarro menyimpulkan bahwa terlihat jelas semua individu pemimpin agama ini adalah orang-orang narsistik sakit jiwa (pathologically narcissistic). Mereka semua memiliki keyakinan yang berkelebihan bahwa mereka begitu spesial, dan hanya mereka sajalah yang memiliki semua jawaban atas segala persoalan, dan mereka patut dihormati. Mereka menuntut kesetiaan total dari pengikut-pengikut mereka, mereka Bersambung ke halaman 2....
1
.....KEbahayaan PEmImPIn-PEmImPIn SEKtE...daRI hal 1
menilai diri berlebihan dan pada saat yang sama merendahkan orang-orang di sekeliling mereka. Mereka tidak sanggup menerima kritikan, dan terlebih lagi mereka tidak boleh diragukan atau ditantang. Dan tentunya, walaupun adanya ciri-ciri yang buruk dalam diri mereka, mereka tidak menghadapi kesulitan apapun untuk menjadi daya tarik bagi orang-orang yang bersedia mengabaikan semua ciri-ciri buruk mereka.
5. Rasa memiliki hak – mengharapkan diperlakukan spesial setiap saat. 6. Eksploitasi orang-orang dengan meminta uang mereka atau menaruh orang-orang dalam kondisi bahaya secara finansial.
Jika anda mengetahui adanya seorang pemimpin sekte agama yang memiliki hampir semua dari ciri-ciri di atas maka besarlah kemungkinan dia akan mencederai banyak orang secara emosional, kejiwaan, fisik, kerohanian, atau finansial, yaitu mereka yang mengasihinya. Dalam bukunya, Dangerous Personalities, Navarro menyebutkan sejumlah checklist untuk mengetahui ciri-ciri dari pemimpin sekte yang berjiwa patologis (narsis dan predator) agar anda bersikap hati-hati, dan jika perlu lari atau menghindar sedapat mungkin: 1. Dia memiliki ide membesar-besarkan diri penuh keyakinan akan siapa dirinya dan apa yang dapat dicapainya. 2. Terlena dengan fantasi akan sukses, kuasa atau kehebatan yang tanpa batas. 3. Menuntut ketaatan buta yang tidak boleh dipertanyakan. 4. Mengharapkan rasa kagum berkelebihan dari para pengikut dan orang luar.
7. Arogan dan sombong dalam sikap atau prilaku. 8. Memiliki rasa berkuasa berkelebihan sehingga dia membengkokkan aturan dan melanggar hukum. 9. Mencari keuntungan secara seksual dari anggota-anggota sekte yang dipimpin. 10. Seks sebagai sebuah keharusan bagi orang-orang dewasa sebagai bagian dari ritual sekte. 11. Sangat hipersensitif akan diri atau bagaimana pandangan orang lain. 12. Merendahkan orang-orang di depan publik sebagai orang yang inferior, tidak mampu, atau tidak berguna.
13. Membuat orang-orang harus mengakui kesalahan di depan publik lantas mengejek atau mempermalukan mereka dengan mengorek-ngorek kelemahan orangyang bersalah. 14. Mengabaikan kebutuhan orang-orang lain, termasuk: kebutuhan biologis, fisik, emosional, dan finansial. 15.Berkicau sombong terus-menerus atas semua pencapaiannya. 16.Haus menjadi pusat perhatian dan melakukan sesuatu untuk menarik perhatian orang-orang, seperti datang terlambat, memakai baju yang menarik perhatian, berpidato sangat dramatis, atau masuk ruangan dengan tindakan yang menarik perhatian. 17.Menuntut selalu memiliki yang terbaik (rumah, mobil, perhiasan, pakaian) dan orang-orang lain diberikan barang dan fasilitas lebih rendah darinya. 18.Nampaknya tidak tulus menyimak kebutuhan orang lain, komunikasinya lebih sering satu arah mendikte. 19. Arogan, membesarkan diri, dan haus control adalah bagian dari personalitasnya. 20. Melihat orang lain sebagai obyek untuk diperalat, dimanipulasi atau dikeruk bagi kepentingan sendiri. 21. Ketika dikritik, dia cenderung meledak bukan saja dengan marah tetapi murka yang benci. 22. Setiap orang yang mengkritik atau mempertanyakannya akan dipanggil sebagai “musuh.” 23. Menyebut orang-orang lain yang bukan pengikutnya sebagai “musuh.” Bersambung ke halaman 3....
2
.....KEbahayaan PEmImPIn-PEmImPIn SEKtE...daRI hal 2
24. Bertindak dengan memaksa kehendak dengan berbagai cara, tanpa ada keinginan mengerti apa yang dipikirkan atau yang diinginkan oleh orang-orang lain. 25. Mempercayai dirinya bagai mahakuasa. 26. Memiliki jawaban atau solusi “ajaib” atas semua permasalahan. 27. Kelihatan mengagumkan. 28. Kebiasaan merendahkan orang lain sebagai inferior dan hanya dirinya yang superior. 29. Memiliki semacam kepribadian yang dingin dan menjaga jarak agar orang-orang menduga-duga siapakah dia sesungguhnya atau apakah mereka sungguh mengenalnya. 30. Mudah tersinggung jika melihat orang-orang bosan, mengabaikan atau menganggapnya tidak penting. 31. Memperlakukan orang lain dengan arogan dan merendahkan. 32. Terus-menerus mengamati siapa yang menjadi ancaman baginya atau siapa yang menyembahnya. 33. Kata “Aku” mendominasi pembicaraan. Dan dia tidak sadar betapa sering dia mengacu kepada diri sendiri. 34. Benci jika dipermalukan atau terlihat gagal di depan publik – dia akan menghadapinya dengan murka yang bengis. 35. Nampaknya tidak merasa bersalah akesalahan yang diperbuat dan tidak merasa perlu meminta maaf atas prilakunya. 36. Percaya diri memiliki solusi dan jawaban atas persoalan dunia. 37. Percaya dirinya adalah ilahi atau wakil
yang terpilih dari yang ilahi. 38. Kaku, tidak mau berubah, atau tidak sensitive demikianlah kita gambarkan caranya berpikir. 39. Berusaha mengontrol atas apa saja yang dilakukan, dibaca, atau dipikirkan oleh orang-orang lain. 40. Setiap anggota sektenya diisolasi dari keluarganya atau dari dunia luar. 41. Mengamati atau membatasi hubungan dengan keluarga dan dunia luar. 42. Bertindak pada sedikit tetapi menuntut
paling banyak. 43. Selalu menekankan bahwa dia “ditentukan menjadi besar” atau dia akan jadi “martir.” 44. Sangat lapar pemujaan dan penghargaan dan sering memancing untuk dipuji. 45. Menggunakan desakan atau tindakan untuk mencari dan mendapatkan pujian dari anggota atau mereka yang memujanya. 46. Melihat diri sebagai seorang yang “tidak bisa dihentikan” dan bahkan
mengatakan hal demikian juga. 47. Menutup-nutupi latar belakang atau keluarga agar jangan diketahui sebagai orang yang biasa saja. 48. Tidak pernah berpikir ada yang salah dengan dirinya – kenyataannya selalu melihat diri sempurna atau “diberkati.” 49. Mengambil kebebasan untuk pergi meninggalkan, bepergian, mengatur hidup, dan kebebasan pengikut-pengikutnya. 50. Mengisolasikan pengikutnya secara harafiah, seperti pergi ke tempat terpencil, agar tidak diamat-amati. Ketika pemimpin sekte atau organisasi agama memiliki sejumlah besar ciri-ciri tersebut maka kita dapat antisipasi akan ada satu saat terjadi, dan terlanjur sudah, kerusakan akibat abusif secara emosional, kejiwaan, atau finansial kepada mereka yang mengidolakannya. Jika ciri-ciri ini terlihat dekat dan lazim dengan pemimpin-pemimpin, atau kelompok, sekte, atau organisasi yang anda amati, maka pencederaan jiwa dan emosi akan terjadi walau mereka belum melihat kenyataan ini. *** *** *** *** Sumber dari artikel “Dangerous Cult Leaders” Spycatcher, publikasi pada tanggal 25 Agustus 2012 dan buku Dangerous Personalities (New York: Rodale, 2014) oleh Joe Navarro, M.A. (25 tahun veteran agen FBI)
3
Reformed in Brief-2 (Seri Pengajaran Theologi Reformed Secara Singkat dan Praktis):
OTORITAS ALKITAB-1: InSpIRASI dAn OTORITAS ALKITAB oleh: Denny Teguh Sutandio Allah yang berdaulat mutlak atas segala sesuatu adalah Allah yang menyatakan diri-Nya kepada semua manusia melalui wahyu umum dan kepada umat pilihan-Nya melalui wahyu khusus. Salah satu bentuk wahyu khusus Allah yaitu Kristus dan Alkitab. Alkitab disebut wahyu Allah karena Alkitab diilhamkan oleh Allah. Alkitab diilhamkan Allah dengan cara Allah memakai sarana para penulis Alkitab yaitu para nabi, rasul, dll yang dipakai Allah untuk mengomunikasikan wahyu-Nya kepada manusia, sehingga Alkitab dapat dipahami dengan bahasa manusia. Oleh karena itu, tidak heran, di dalam Alkitab, kita menemukan begitu banyak jenis literatur mulai dari sejarah, puisi, kata-kata bijak, dll. Semuanya ini membuktikan Allah dapat memakai semua bentuk literatur manusia untuk menyatakan kehendak-Nya bagi umat-Nya. Bagaimana kita mengetahui bahwa Alkitab diilhamkan Allah? Di PL, kita menemukan begitu banyak tulisan “Allah berfirman” (Kej. 1:22; 17:9; 35:10; dst). Di PB, Kristus di keempat Injil mengutip PL (Mat. 4:10; 26:31; Mrk. 7:6; dst) dan karena Kristus adalah Allah, maka para penulis kitab Injil menuliskan kata-kata Kristus sebagai kata-kata Allah sendiri. Hal ini ditandai dengan seringnya Kristus berkata, “Aku berkata kepadamu ... ” (Mat. 5:18, 20, 22, 44; dst) dan perkataan-Nya lain seperti “Akulah...” (Yoh. 6:35; 9:5; 10:9, 11; 11:25; 14:6; 15:1) Selain itu di PB, Rasul Paulus dalam surat-suratnya merujuk pada perkataan Kristus di dalam Injil dan Petrus pun dalam surat-suratnya merujuk pada surat-surat Paulus (2Ptr. 3:15). Semuanya ini membuktikan bahwa Alkitab diilhamkan oleh Allah. Mengapa firman Allah ini berbentuk tulisan? Firman-Nya ini berbentuk tulisan dengan maksud demi “pemeliharaan dan penyebaran kebenaran tersebut secara lebih baik, dan demi peneguhan dan penghiburan yang makin pasti
bagi Gereja-Nya dalam melawan kecemaran daging, dan melawan niat jahat Iblis dan dunia, ...” (Pengakuan Iman Westminster I.1) Karena Alkitab diilhamkan Allah, maka dengan sendirinya, Alkitab itu berotoritas. Apa arti otoritas Alkitab? Otoritas Alkitab berarti Alkitab menjadi sumber sekaligus dasar membangun ajaran dan praktik hidup Kristiani yang bertanggung jawab. Pengakuan Iman Westminster menegaskan hal ini, “Hakim Tertinggi yang olehnya semua kontroversi agama harus diputuskan, dan semua dekrit dari konsili-konsili, pendapat dari penulis-penulis kuno, doktrin manusia, dan spirit pribadi,
harus diperiksa, yang pada keputusan-Nya kita harus bersandar, hanyalah Roh Kudus yang berbicara di dalam Alkitab.” (Pengakuan Iman Westminster I.10) Bukan hanya itu saja, Alkitab juga menjadi sumber kita menafsirkan Alkitab. Artinya, kita menafsirkan Alkitab bukan dengan tradisi gereja maupun Tradisi rasuli seperti yang diimani oleh Gereja Katolik, tetapi kita menafsirkan Alkitab dengan membiarkan Alkitab menjelaskan dirinya sendiri. Dari sini, kita belajar bahwa otoritas Alkitab berkaitan erat dengan otoritas Allah sebagai penulisnya (2Tim. 3:16-17; 2Ptr. 1:19-20). Pengakuan Iman Belgia mengajarkan, ... Bukan hanya karena Gereja menerimanya, dan menganggapnya begitu, melainkan terutama karena Roh Kudus menyaksikan di
dalam hati kita, bahwa kitab-kitab ini berasal dari Allah, ... (Pengakuan Iman Belgia Pasal 5) Prof. Wayne Grudem, Ph.D. mengajarkan konsep ini secara implisit dengan mengatakan bahwa ketika kita meragukan otoritas Alkitab dengan tidak mempercayainya, maka kita sebenarnya sedang meragukan otoritas Allah dan ketika kita meragukan otoritas Allah dengan tidak mempercayai-Nya, itu berarti kita menempatkan diri kita sebagai otoritas yang lebih tinggi dari Allah. Bagaimana dengan kita? Kita yang mengaku bertheologi Reformed, sudahkah kita benar-benar tunduk pada otoritas Alkitab? Ketundukan kita ditandai bukan dengan perkataan kita saja, tetapi dengan tindakan nyata yang selalu menguji segala sesuatu baik ajaran maupun praktik hidup kita dengan Alkitab dan kerelaan kita mengubah ajaran maupun praktik hidup kita yang jelas bertentangan dengan ajaran Alkitab dengan penafsiran yang bertanggung jawab. Apakah hal ini berarti kita menyesampingkan pengalaman rohani, Tradisi rasuli, pemimpin gereja (pendeta), dll? Kita akan membahas hal ini di bagian 2. --Bersambung-Denny Teguh Sutandio, S.S. yang lahir di Surabaya, 19 Juli 1985 adalah jemaat Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Exodus, Surabaya yang digembalakan oleh Pdt. Yakub Tri Handoko, Th.M. Studi theologi awam bidang Biblika, Historika, dan Doktrin di Sekolah Theologi Awam Reformed (STAR) dari GKRI Exodus dan aktif membaca buku-buku theologi bermutu. Telah menulis beberapa buku dan artikel-artikel doktrin dan praktika.
4
Q & A (Question and Answer) Ayat-ayat Alkitab yang Sulit Ditafsir Q: Bagaimana mengerti kisah Hakim-hakim 11:29-40, ketika Yefta bersumpah untuk memberi korban bakaran dari siapa yang pertama kali menyambut kepulangannya,
apakah berarti terjadi pengorbanan manusia di mezbah? Jika benar demikian, bagaimana menjelaskan Alkitab memuji iman Yefta? A: Apakah betul Yefta mengorbankan anak demi untuk menggenapkan nazarnya yang sangat bodoh itu? Jawaban yang diberikan kebanyakan orang adalah “iya.” Tetapi saya lebih setuju untuk menafsirkan bahwa nazar Yefta ini tidak bermaksud secara harafiah membunuh seseorang, melainkan nazar ini bisa bermakna simbolis memberi persembahan yang teragung kepada Tuhan. Pandangan saya ini berdasarkan beberapa pertimbangan ini. 1. Penulis Ibrani menyatakan secara positif akan iman Yefta (Ibr 11:32-34). Yefta termasuk dalam tokoh-tokoh iman yang menyatakan iman dan menjalankan keadilan. Apakah penulis Ibrani dapat dikatakan berlaku benar memasukkan Yefta dalam daftar ini, jikalau tindakan akhir yang dicatat dalam Hakim-Hakim adalah membunuh dan mengorbankan anaknya di mezbah? 2. Dalam Hakim 11:29, disebutkan bahwa Roh Tuhan menghinggapi Yefta, lalu di ayat 30 selanjutnya Yefta mengeluarkan nazar yang menghebohkan ini. Secara konteks
yang dekat ini, jelas sekali bahwa nazar Yefta dicetuskan sebagai hasil dari dipenuhi oleh Roh Kudus. Agak sukar dimengerti jika nazar ini ditafsir Yefta melakukan tindakan yang bertentangan dengan Roh. Kita bisa melihat pola yang diberikan oleh kitab
51:19 “Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur.” Sehingga kita bisa menafsirkan bahwa Yefta dengan dihinggapi Roh Allah atasnya, memakai kata “korban sembelihan” yang berarti simbolis: dedikasi yang termulia dan paling sempurna yang
Hakim-Hakim apa artinya ketika seorang hakim dipenuhi/dihinggapi oleh Roh Allah, mereka melakukan hal yang positif dan luar biasa seperti Samson meremukkan seekor singa (14:6) dan mengalahkan musuh (15:14,19). 3. Kita dapat menyimpulkan bahwa Yefta tahu jelas tidaklah mungkin seekor binatang atau binatang peliharaan yang akan lari keluar menyambut kepulangannya. Kesimpulan ini bisa terlihat dari ayat 31 “apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku…,” kata “menemui” senantiasa dipakai berarti menemui manusia dan bukan hewan. Alasan kedua, yaitu dalam konteks budaya zaman itu, ketika para pria pulang dari peperangan, maka para wanita lazim untuk menyambut dengan girang dan mengadakan perayaan kemenangan (lih. Kel 15:20; 1 Sam 18:6). 4. Dengan latar belakang dari poin-poin di atas, maka apakah kita harus menafsir kata “persembahan bakaran” sebagai persembahan dalam arti harafiah: mengorbankan manusia? Setidaknya kita bisa melihat adanya ayat dalam Perjanjian Lama yang memakai kata “korban” (sacrifice) bersifat simbolis, seperti Mazmur
diberikan kepada Tuhan. 5. Anak perempuan Yefta bersedia menggenapkan nazar ayahnya ini, bukan dikorbankan melainkan dedikasi keperawanannya (11:37). Ia meminta waktu dua bulan untuk meratapi keperawanannya, dan Alkitab mencatat bahwa ia menggenapkan nazar ayahnya dengan tidak memiliki seorang pria dalam hidupnya. 6. Nazar Yefta ini, dalam dorongan Roh Allah, adalah sebagai satu korban persembahan memberikan salah satu anggota rumahnya, dan yang tidak disangka-sangka adalah anak perempuan yang dikasihinya, untuk dipisahkan sebagai pelayan penuh bagi Tuhan, dan bukan melakukan pekerjaan normal di rumah seperti menikah dan punya anak. Di sinilah kita melihat hidup Yefta menjadi bayang-bayang bagi Yesus Kristus yang rela datang menggenapkan rencana Bapa-Nya di sorga dengan sepenuh hati sebagai penyataan persembahan hidup yang terbesar. Nazar Yefta adalah cetusan hati untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan, dan pengorbanan ini semakin besar pengorbanannya, ketika yang akhirnya harus diberikan adalah anak yang paling dikasihi.
5
LIPUTAN PERISTIWA Father’s Day
Food Bazaar
6
Father’s Day, One Day Seminar, Revival Night and Indonesian Food Bazaar 2014 1 Day Seminar
Revival Night
7
SuAmI menARI, ISTRI meRenguT: Selalu Kontroversial, Belajar dari Sejarah
oleh: G.I. Jimmy Setiawan (Direktur Mentoring Center for Worship Renewal) II Samuel 6 berkisah tentang Daud yang begitu bahagia karena berhasil membawa pulang Tabut Perjanjian ke kota Yerusalem. Sepanjang arak-arakan pengangkutan tabut itu, ia menari dan meloncat-loncat dengan sekuat tenaga. Seluruh orang Israel pun turut bersuka ria. Sayangnya, istrinya sendiri, Mikhal, malu melihat perilaku suaminya. Ia tidak setuju bila raja Israel sampai menari-nari di depan rakyatnya. Menurunkan martabat.
Bolehkah Wanita Bernyanyi Dalam Ibadah? Pada awal abad ke-4, para pemimpin gereja berbeda pendapat perihal apakah wanita diizinkan bernyanyi dalam ibadah. Ambrosius (330-397) membela hak wanita untuk turut bernyanyi memuji Allah. Namun, Isidore dari Pelusium (meninggal sekitar tahun 435) melarang wanita bernyanyi. Baginya, suara wanita saat bernyanyi dapat merangsang pikiran jorok. Alamak!
Dilarang Memakai Alat Musik Walaupun Perjanjian Lama mencatat pemakaian alat musik yang beraneka ragam untuk penyembahan umat Allah, Perjanjian Baru tidak menyebutkan satupun alat musik dalam ibadah. Konon, gereja purba melarang pemakaian alat musik karena asosiasinya yang erat dengan penyembahan berhala dan kebejatan moral. Tarian juga bernasib sama: Dilarang! Clement dari Alexandria, seorang bapa gereja, menyebut permainan alat musik sebagai “teater untuk pemabuk.”
Perintis Solmisasi yang Dikucilkan Guido dari Arrezo (990-1050) diakui oleh para ahli musik sebagai perintis sistem solmisasi.
Lebih Baik Diam! Sejarah gereja memang memberi banyak bukti tentang kecintaan umat Allah akan musik dan nyanyian. Namun, tahukah Anda bahwa seorang bapa gereja dari Mesir bernama Pambo (meninggal sekitar tahun 375) pernah menyatakan bahwa lebih baik diam daripada bernyanyi? Menurutnya, berdiam diri menolong jiwa untuk menyembah ketimbang bernyanyi yang diibaratkan sama seperti “suara lenguh lembu.” Nah lho!?
Sebenarnya, ia adalah seorang rahib yang berusaha membantu paduan suara anak ketika itu untuk belajar musik. Namun, upayanya ini membuat rekan-rekan biarawan lainnya khawatir. Mereka takut bila para murid akan cepat juga mempelajari musik duniawi. Karenanya, Guido sempat diusir dari biara! Musik Polifoni versus Musik Monofoni Selama berabad-abad, gereja memakai nyanyian dengan satu melodi (monofoni) yang dikenal sebagaiplainchant. Memasuki zaman Renaisans, nyanyian dengan banyak melodi
yang dinyanyikan secara paralel (polifoni) mulai digubah untuk kepentingan gereja. Perubahan ini juga diserang banyak pemimpin gereja. Ada yang menyamakan musik polifoni sebagai “konser kegaduhan” dan “ringkikan pengundang nafsu syahwat.” Maklum saja, pada zaman itu lute memang lebih sering mengiringi lagu balada percintaan. Tarian Murahan dari Jenewa John Calvin (1509-1564) menggunakan melodi populer dari masyarakat Jenewa yang penuh semangat untuk semua lagu gereja. Ia juga berusaha supaya syair lagu-lagu diangkat dari Mazmur (Psalmody) dan beberapa teks dari Perjanjian Baru seperti Doa Bapa Kami. Namun, lagu gereja yang bergairah ini malah dihina oleh Ratu Elizabeth dari Inggris sebagai “tarian murahan dari Jenewa.” Butuh 80 Tahun Orgel pertama kali diperkenalkan dalam ibadah gereja Reformed di Belanda pada tahun 1560-an. Namun, perkenalan ini sama sekali tidak berlangsung mulus. Dewan kota yang mendukung orgel harus bertengkar dengan dewan gereja yang menentang orgel. Perselisihan ini berlangsung hampir 80 tahun! Barulah pada tahun 1640-an orgel akhirnya diterima oleh semua pihak. Butuh 80 Tahun Orgel pertama kali diperkenalkan dalam ibadah gereja Reformed di Belanda pada tahun 1560-an. Namun, perkenalan ini sama sekali Bersambung ke halaman 9....
8
.....SuamI mEnaRI, IStRI mEREngut .....daRI hal 8
tidak berlangsung mulus. Dewan kota yang mendukung orgel harus bertengkar dengan dewan gereja yang menentang orgel. Perselisihan ini berlangsung hampir 80 tahun! Barulah pada tahun 1640-an orgel akhirnya diterima oleh semua pihak. Pendobrak Psalmody Isaac Watts (1674-1748) adalah “Bapa Hymnody Inggris.” Ia memelopori penulisan himne modern dalam bahasa Inggris. Sebagai seorang Kalvinis, ia tidak puas dengan keterbatasan Psalmody. Ia pun memberanikan diri menulis lagu-lagu yang tidak lagi berdasarkan Mazmur. Seorang tokoh gereja koloni di Amerika Serikat, Cotton Mather, memuji lagulagu Watts. Namun, ia tidak menyarankannya untuk dinyanyikan di gereja. Cukup di rumah! Orgel Bagi Kerohanian yang Rendah Saat alat musik orgel beranjak populer di kalangan gereja di Amerika Serikat pada abad ke-19, Alexander Campbell, seorang pengkhotbah ternama, dengan sinis berkata, “Bagi mereka yang tidak memiliki kerohanian yang sungguh-sungguh… alat musik seperti itu bukan hanya disukai tetapi dibutuhkan untuk menggerakkan jiwa mereka.” Pengkhotbah lain, Moses E. Lard, bahkan menganjurkan supaya jemaat lebih baik keluar dari gereja yang memakai orgel. Anehnya Nyanyian Solo Suara Ira Sankey (1840-1908) begitu dipakai Tuhan dalam ibadah penjangkauan yang dipimpin oleh Pendeta D. L. Moody. Banyak pendengar yang tersentuh oleh nyanyian solo Sankey. Nyanyian Sankey dan khotbah Moody menjadi kunci kebangunan rohani di manamana. Namun, ada pemimpin gereja yang menolak nyanyian solo karena memang tidak biasa pada zaman itu untuk acara-acara kegerejaan. “Nyanyian solo tempatnya di gedung konser!” keluh mereka. “Anti Kristus” yang Melayani Banyak Orang William Booth (1829-1912), pendiri Bala Keselamatan, dikenal sebagai penginjil yang melayani masyarakat miskin. Ia memakai alat musik yang berisik seperti terumpet dan melodi sekuler dalam pelayanannya. Bahkan, ia mengajak jemaat bertepuk tangan dalam ibadah. Karenanya, ia sampai dijuluki “anti Kristus” oleh Anthony Cooper, pendeta Inggris lainnya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa ia meminjam melodi dari setan.
Mari Balik ke Masa Lalu Pada pertengahan abad ke-20, seorang profesor musik bernama Richard T. Gore menerbitkan tulisannya yang berjudul “Penghujatan Dalam Musik.” Dalam tulisannya, ia menyebutkan bahwa semua musik gereja yang beredar saat itu sebagai “penghujatan,” “gema dari rumah bordil,” dan “persembahan yang tidak hormat kepada Allah.” Dia membujuk pembacanya untuk kembali kepada Gregorian Chant dan musik polifoni Barok seperti kantata Bach! Bagaimana dengan Gaya Musik Pop Masa Kini? Sejak paruh akhir abad ke-20, gaya musik pop merambah ke dalam ibadah gereja. Sekali lagi, sebagaimana yang sudah ditunjukkan oleh sejarah, perubahan ini juga mengundang kontroversi. Calvin Johansson, seorang profesor musik gereja, tidak segan-seganmengatakan, “Musik pop, atau apapun namanya, adalah hedonistik… Kita patut menyimpulkan bahwa penggunaan musik pop sebagai medium untuk berita Injil adalah salah!” Bagaimana di Indonesia? Sebagian kalangan masih bersikeras menentang masuknya gaya musik pop dan sejenisnya ke dalam gereja. Seorang pembicara musik gereja senior meradang, “Masak gereja jadi night club?!” Seorang Doktor Teologi menuliskan di blog-nya, “Musik gereja tidak boleh meminjam dari dunia musik kontemporer Kristen karena… perwakilan dari suatu roh yang asing.” Bahkan seorang pengkhotbah terkenal pernah berseru dari mimbar, “Musik ini adalah musik sampah!”Hmmm… Bagaimana dengan Anda? Sejarah yang Berulang! Orgel, piano, dan gitar pernah melewati masamasa “penganiayaan”. Mereka dikutuk dan dicibir oleh gereja di masa lalu dengan pelbagai alasan yang sama seperti asal muasalnya dari luar gereja, asosiasinya dengan keduniawian, dianggap tidak layak untuk penyembahan kepada Allah yang Besar, sampai alat musik setan! Sekarang, drum set yang sedang dipeributkan. Tampaknya, sejarah terus berulang tanpa kita sadari. Akankah 100 tahun dari sekarang, drum set akan diterima dengan baik oleh gereja dan bahkan dianggap sebagai instrumen ibadah yang utama seperti piano sekarang? Hanya Tuhan yang tahu.
Referensi: 1. http://www.buildingchurchleaders.com/articles/2003/churchcentral-030512.html?start=1 2. http://truthmagazine.com/archives/volume23/TM023326.html 3. http://truthmagazine.com/archives/volume23/TM023333.html 4. http://www.truthmagazine.com/historicalstudy-of-controversy-over-instrumental-musicin-worship-3 5. https://www.ministrymagazine.org/archive/194 8/September/controversy-over-protestantchurch-music 6. http:// www.buletinpillar.org/artikel/dogmatisme -dalam-musik#hal-1 7. http:// www.gkagloria.or.id/artikel/index.php 8. http:// grapheministry.org/articles/?p=1166 9. Journal of the American Musicological Society, Volume 7 (1954). 10. Andrew Wilson-Dickson, The Story of Christian Music (Oxford: Lion Publishing, 1992). 11. Barry Liesch, The New Worship (Grand Rapids: Baker 12. Brian Wren, Praying Twice (Louisville: Westminster John Knox Press, 2000). 13. Paul Westermeyer, Te Deum (Minneapolis: Fortress Press, 1998). 14. Richard J. Mouw & Mark A. Noll (editor), Wonderful Words of Life (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 2004). 15. Steve Miller, The Contemporary Christian Music Debate (Wheaton:Tyndale House Publishers, 1993). Catatan Redaksi: GI. Jimmy Setiawan meraih gelar Master of Theological Studies dalam teologi penyembahan dengan predikat memuaskan di Calvin Theological Seminary, Amerika Serikat. Calvin Institute of Christian Worship dari Calvin College menganugerahkannya CICW Liturgical Studies Award atas prestasinya dalam studi penyembahan. Setelah kembali ke Indonesia, ia mendirikan Mentoring Center for Worship Renewal.
9
.....thE PERFECt CRImE.....daRI hal 12
Uria. Bukan itu saja, raja Daud juga terlihat sebagai raja yang memberikan penghargaan kepada Uria yang telah berjuang. Almost perfect crime! Kecuali satu hal muncul: Uria hanya tidur di luar. Orang lain boleh berpendapat bahwa kandungan Batsyeba adalah buah Uria, tetapi Uria tahu jelas nantinya jika anak itu lahir, anak itu bukan anaknya. Banyak orang bisa tersamar dengan pikiran licik Daud ini, tetapi akal sehat Uria tidak bisa ditipu. Sebelum semua motif licik ini muncul di permukaan kemudian hari, Uria harus dikubur habis. Harus sekarang! Sebab Uria belum tahu. Sampai detik ini, semua rakyat tahu reputasi mulia raja Daud. Dia membunuh musuh, tidak pernah membunuh kawan dan rekan seperjuangan. Dia telah memberi yang terbaik dan berkorban bagi kesejahteraan rakyat dan senantiasa membenci ketidak-adilan terhadap perampasan hak orang kecil. Reputasi mulia raja Daud ini harus tetap terjaga sekalipun di dalam kelicikan jahat akan membunuh Uria yakni Uria harus mati, tetapi mati sebagai pahlawan. Ini bukan pembunuhan. Ini sebuah pengorbanan. Keberanian dan dedikasi mati sahid dari Uria adalah kekuatan besarnya. Tetapi sekaligus loophole yang bisa dipakai. Karena dia berani dan berdedikasi, maka tidak akan ada yang curiga jika Uria dikirim ke barisan terdepan di medan pertempuran. Sejarah kerajaan akan mencatat Uria sebagai pahlawan yang gugur dengan gagah berani dan hanya segelintir orang yang tahu bahwa dia di plot untuk terbunuh. Ah, ini hanya rumor, sebuah kasakkusuk saja. Dari berpikir licik, kini raja Daud mengambil pikiran jahat dan gelap demi reputasinya tidak terbongkar. Pikiran gelap ini dituangkan di atas sebuah surat rahasia untuk diserahkan kepada panglima Yoab di medan perang. Surat ini diantar oleh Uria. Ia mengantar surat kematiannya sendiri. Sejauh ini, semua strategi pikiran jahat ini hanya ada di otak raja Daud. Dengan surat ini, dia beresiko rahasia ini sekarang diketahui oleh panglima Yoab juga. Daud yakin Yoab akan eksekusi permintaannya, sebab tangan Yoab juga bersimbah darah Abner yang tidak bersalah yang dibunuhnya. Dosa Yoab ini diperalat Daud sehingga Yoab pasti akan melakukan apa saja yang minta Daud dan dia tutup mulut. Dan “rahasia” Daud ini juga nantinya akan dipakai oleh Yoab untuk melakukan apa saja, termasuk melanggar semua titah Daud, dan Daud tidak berdaya menyentuh Yoab.
Dua orang yang melakukan dosa yang sama akan saling menutupi dan saling memperalat. Daud memang berkuasa dan hebat, bagai dewa, apa saja yang diinginkan didapat dan apa saja yang direkayasa tercapai. Pembunuhan Uria adalah rekayasa Daud dan Yoab. Tetapi berita yang sampai ke istana dan telinga rakyat: Uria gugur dalam peperangan. Berita sedih ini diam-diam diterima dengan gembira oleh raja Daud. Berita sedih ini tidak boleh berlalu begitu saja. Berita sedih ini, atau tepatnya kebusukan ini, harus dijadikan momentum kemuliaan. Pertama-tama, jenderal Uria segera dianugerahi bintang jasa utama dan pahlawan nasional. Kedua, janda dan keluarganya harus dipelihara hidupnya, maka raja Daud mengambil Batsyeba menjadi salah-satu dari istrinya. Sebuah klimaks yang manis: tidak ada rekayasa Daud membunuh Uria dan mendapatkan Batsyeba, melainkan Daud memelihara hidup keluarga pahlawan Uria dengan menikahi Batsyeba, jandanya yang sedang hamil. Ia bisa mengatur sedemikian rupa sehingga berbuat dosa, ia tidak dihukum dan menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang licik, dia dipandang berjasa menikahi janda orang yang dibunuhnya. Karena ia berpikir dia adalah tuhan. Almost perfect crime! Ada satu hal yang jangan takabur: ada Tuhan yang benar yang berdaulat. Siapapun mereka: pemimpin negara, pemilik perusahaan, ketua partai, ketua sinode atau jawara apapun, ketika mereka berlakon bagai tuhan maka mereka sedang dimabukkan oleh self-glory yang destruktif. Mereka yang berpikir bisa merubah dosa terlarang menjadi mulia diri, memutarbalik kesalahan dengan menuding orang lain, mencabut hak pelayanan seseorang dengan alasan menjalankan kehendak Allah, dan berpura-pura terlihat berjasa menolong padahal sesungguhnya bermaksud membunuhnya, karena mereka dipandang berkarisma, berjasa, berkorban dan berkarunia. Mereka berani melakukan sebuah perfect crime, sebab mereka yakin orang-orang tidak akan mempercayainya. Dan mereka akan semakin berani, sebab perfect menjelang ending-nya sesuai perencanaan, sampai titik dimana Alkitab berkata, “Hal itu jahat di mata Tuhan” (2 Samuel 11:27). Anda bukan tuhan! ALMOST perfect crime!
puisi
Make Me What You Will, Lord Make me what You will, Lord, and set me where You will. Let me be a vessel of silver or gold, or a vessel of wood or stone, just so I am a vessel of honor; of whatever form or metal, whether higher or lower, finer or coarser, I am content. If I am not the head or the eye or the ear, one of the nobler and more honorable instruments You will employ, let me be the hand or the foot, one of the most laborious and lowest and most contemptible of all the servants of my Lord. Let my dwelling be on the dunghill, my portion in the wilderness, my name and lot be amongst the hewers of wood, or drawers of water, among the door-keepers of Your house: anywhere, where I may be serviceable. I put myself wholly into Your hands. Put me to what You will, rank me with whom You will, put me to doing, put me to suffering. Let me be employed for You or laid aside for You; exalted for You or trodden under foot for You. Let me be full; let me be empty; let me have all things; let me have nothing. I freely and heartily resign all to Your pleasure and disposal.
- John Wesley
Mang Bijak
10
RESEnSI buKu
THE PRODIGAL GOD ( PENGARANG: TIMOTHY KELLER )
Timothy Keller dalam bukunya yang berjudul The Prodigal God mengupas mengenai perumpamaan anak yang hilang yang tercatat di dalam injil Lukas. Seperti tercatat di dalam injil Lukas, ketika Yesus menceritakan perumpamaan ini, kita mendapati bahwa orang-orang yang datang ingin mendengar Yesus terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah pemungut-pemungut cukai dan para pendosa – dilambangkan sebagai anak bungsu, sedangkan kelompok kedua berisi orang-orang Farisi dan imam-imam – dilambangkan sebagai anak sulung. Seringkali hal yang ditekankan melalui perumpamaan ini adalah bagaimana besar kasih Tuhan terhadap orang-orang berdosa, yang dilambangkan oleh sang ayah yang mau menerima anaknya kembali tanpa memedulikan kesalahan yang diperbuat oleh sang anak bungsu. Namun Tim Keller mengatakan bahwa target sebenarnya dari perumpamaan ini bukanlah hanya tertuju kepada ‘anak bungsu’ yang melambangkan orang-orang berdosa yang tidak peduli dan menolak kebaikan dan kasih Tuhan, tetapi juga kepada ‘anak sulung’ yang melambangkan orang-orang percaya yang mematuhi perintah-perintah Tuhan, tetapi sebenarnya tidak memiliki hubungan personal yang dekat kepada Tuhan sehingga mereka gagal mengerti akan Tuhan dan anugerahNya. Kisah ini seringkali membuat kita berpikir bahwa sang anak bungsu hilang atau tersesat secara spiritual, tetapi ketika kita kupas lebih dalam lagi maka kita akan melihat dengan jelas bahwa sang anak sulung pun sebenarnya juga hilang atau tersesat secara spiritual. Perumpamaan ini menunjukkan bagaimana sang anak bungsu begitu memusatkan segala sesuatu pada dirinya sendiri, tetapi terlebih lagi kisah ini juga menegur dengan tegas sang anak sulung yang begitu membanggakan moralitasnya sehingga ia tidak benar-benar menggenggam esensi yang benar mengenai injil Kristus. Banyak orang menganggap bahwa esensi Kekristenan terdapat pada bagaimana mereka menjalani moralitas mereka, dimana mereka percaya bahwa apa yang Tuhan inginkan adalah mereka menjalani kehidupan dengan perilaku yang lebih baik. Mereka beranggapan bahwa apa yang dimaksud dengan dosa adalah sekedar melanggar peraturan-peraturan. Namun dari kisah ini kita dapat melihat bahwa sang anak sulung yang kelihatannya tidak melanggar peraturan-peraturan ataupun melakukan perilaku-perilaku yang tidak bermoral-pun juga bisa sama hilang dan tersesat seperti mereka yang tidak bermoral dan hidup tanpa mematuhi aturan apapun. Ia begitu patuh dan berbuat begitu banyak kebaikan, tetapi bukan didasari untuk menyenangkan hati Tuhan ataupun karena mereka betul-betul mengasihi Tuhan. Moralisme akan menghasilkan orang-orang berdosa yang (berpotensi) berperilaku lebih baik, tetapi hanya Injil Kristus yang sanggup mengubahkan hati orang-orang berdosa yang akan tercermin di dalam kehidupan mereka. Dengan demikian kita dapat dengan jelas melihat bahwa masing-masing anak sama-sama memberontak kepada sang ayah – yang satu dengan berbuat hal-hal yang sangat buruk dan yang lain dengan melakukan perbuatan yang sangat baik. Buku ini bukan hanya menenangkan dan meyakinkan bahwa tidak ada dosa sebesar apapun yang melebihi besar anugerah Tuhan, sehingga selalu ada harapan akan keselamatan bagi mereka yang belum percaya ataupun sudah membalikkan badan terhadap Tuhan. Tetapi buku ini juga menegur dengan keras orang-orang Kristen yang mejalani kehidupan moral yang baik dan sudah menerima anugerah Tuhan tetapi malah merasa superior dan gagal untuk menyadari bahwa tidak ada satu perbuatan baik pun yang sudah kita lakukan untuk mendapatkan anugerah tersebut dan gagal untuk menyalurkan anugerah itu kepada mereka yang belum percaya ataupun mereka yang menjalankan kehidupan yang tidak begitu bermoral. Kita selalu sadar bahwa sang anak bungsu harus bertobat akan perbuatan buruknya dan kembali ke jalan yang benar, namun seringkali kita lupa bahwa sang anak sulung pun harus bertobat akan segala kebaikan yang ia lakukan yang tidak didasari oleh Injil Kristus. Tidak ada dosa yang begitu besar sehingga seseorang ada diluar jangkauan keselamatan Kristus dan tidak ada orang yang begitu baik dan benar sehingga Ia tidak memerlukan Kristus untuk menyelamati dirinya. Sudahkah kita sebagai orang Kristen betul-betul memahami anugerah yang sudah kita terima dan menjalani hidup kita sesuai dengan anugerah itu? (JJ)
11
thE almoSt PERFECt CRImE Dia bermalas-malasan di sotoh istana, puncak yang tertinggi dari semua bangunan yang ada, simbol kebesaran tertinggi, sebab dia seorang raja. Bukan raja sembarangan, melainkan raja yang sukses, hebat, penuh bakat dan jiwa berani. Dia berselonjor malas-malasan, sebab tidak ada lagi yang perlu dibuktikan. Bawahan sedang pergi berperang merebut wilayah lain, dan jika berhasil maka wilayah itu toh akhirnya diklaim miliknya. Dia telah meraih segala hal. Dia telah menggapai dan menggenggam segala sesuatu. Sembari berbaring di kursi malas, matanya berputar melihat sekeliling. Sejauh matanya memandang, semua yang dilihat adalah miliknya. Semua yang dipandangnya adalah miliknyakah? Ternyata tidak! Ketika matanya melihat satu sosok wanita telanjang sedang mandi, tubuh molek ini milik orang lain. Wanita itu isteri orang lain, isteri Uria, bawahannya. Tetapi tubuh indah itu selalu terbayang dalam pikiran raja Daud, sayang jika dia tidak memilikinya. Bukankah dia seorang raja? Dan menjadi raja berarti terkandung di dalamnya segala hak untuk mendapatkan apa yang diinginkannya? He is craving for illicit sex, dia ngidam akan seks icip-icip yang terlarang. Maka… Daud berselingkuh dengan Batsyeba. Nafsu ingin ini terpenuhi bukan karena dorongan birahi semata. Dia sedang berada di puncak kejayaan, reputasi tertinggi telah tercapai.
Self-glory! Reputasi agung telah diraihnya sebagai pejuang yang berani berkorban. Dahulu rakyat berpantun, “Saul membunuh ribuan musuh, tetapi Daud membunuh jutaan musuh,” sekarang telah menjadi “national anthem.” Dia memakan buah terlarang ini sebab reputasi self-glory-nya besar dan perbuatan remeh ini
tidak akan dipercayai orang. Siapa yang percaya Daud berselingkuh? Siapa yang percaya Daud berani tidur dengan isteri bawahan? Catatan sejarahnya memberitahu bahwa Daud memperlakukan wanita dengan terhormat. Ingat Abigail, istri Nabal, walau cantik tetapi Daud perlakukan dengan hormat. Di puncak jaya, Daud percaya dia berkuasa memperlihatkan good images apa yang harus ditonton dan menyembunyikan bayangan gelapnya dari publik. Almost perfect crime! Hampir sempurna perselingkuhan ini ditutupi tanpa jejak.
Kecuali satu hal di luar scenario muncul: Batsyeba hamil! Dari nafsu liar menghasilkan pikiran kotor, dan kini berkembang pikiran licik. Segera surat dilayangkan kepada panglima Yoab bahwa raja ingin mendengar berita terbaru dari medan perang dan khusus meminta Uria kembali untuk menjelaskan secara rinci. Ini berita penting, masalah keamanan negara. Raja Daud menggumpulkan tentunya para penasehat dan punggawa istana untuk mendengar current affair dari di medan perang. Di depan umum, Daud spontan menghargai jasa perjuangan Uria, padahal itu bukan penghargaan tetapi penyuapan, “Uria, pulanglah, lepas kangenmu kepada istrimu,” titah raja Daud. Di depan umum, penghargaan ini adalah “ maksud mulia” raja Daud, tidak ada seorang pun yang tahu di baliknya adalah maksud licik agar tersamarlah siapa bapak sesungguhnya dari janin di kandungan Batsyeba. Bahkan Daud membuat Uria mabuk agar Uria kehilangan kesadaran 100 persen, sehingga dia tidak terlalu yakin apakah telah tidur bersama istrinya atau tidak. Sungguh licik! Bukan saja raja Daud telah mencicipi harta indah Uria, sekarang ia mau mencederai akal sehat Uria. Banyak orang tahu bahwa Uria pulang dan jika nanti Batsyeba melahirkan anak, tentu itu anak Bersambung ke halaman 10....
reformed eVANGeLICAL CHUrCH of INdoNesIA, sYdNeY Gembala Sidang: Pdt. Effendi Susanto S.Th. Ph. (61-2) 9482 5220 Mob: 0411 234 678 Sekretariat: Unit 13 / 20 - 22 College Crescent, Hornsby, NSW 2077 Kebaktian Umum: Minggu jam 9.30 pagi Kebaktian Kaum Muda: Minggu jam 16.30 sore Persekutuan Remaja dan Sekolah Minggu: Minggu jam 9.30 pagi Persekutuan Doa: Minggu jam 9.00 pagi Tempat Kebaktian: 1 - 3 Pearson St, Gladesville, Sydney Sydney Life Community: Shop 96, 732 Harris St,Apartment Taragon (Next to Rest. Lestari), Ultimo, NSW 2007 Website: www.recisydney.org Penanggung Jawab: Pdt Effendi Susanto Sth • tim Redaksi: Albert K, Putra, Mark, Monica Puspita Dwika & Jessica Jap • Photographer: Edi Hilman • Email:
[email protected]
12