ANALISA POLA GERUSAN PADA HILIR BENDUNG PLTM BANTAENG-1 KABUPATEN BANTAENG PROVINSI SULAWESI SELATAN Fakhri Abi1, Dian Sisinggih2, Suwanto Marsudi2 Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 1
[email protected] ABSTRAK Perencanaan bendung PLTM dipengaruhi oleh berbagai aspek teknis yaitu kondisi topografi, geologi, jenis material dasar sungai, morfologi sungai dan hidrolika. Agar didapatkan konstruksi bangunan bendung yang layak, harus dilakukan studi-studi sebagai dasar perencanaan. Adanya pembangunan bendung menyebabkan perubahan karakteristik aliran seperti kecepatan atau turbulensi sehingga menimbulkan perubahan transport sedimen dan terjadinya gerusan serta perubahan pola aliran sungai. Metode yang digunakan dalam menganalisa pola gerusan adalah pemodelan numerik dengan program SSIIM 2 (Sediment Simulation in Intakes with Multiblock Option). Pemodelan fisik perlu dilakukan untuk sarana kalibrasi dan verifikasi model numerik. Dari hasil pemodelan didapat kesalahan absolut dari perbandingan volume gerusan pada model fisik dan numerik sebesar 18,04%. Pola gerusan yang terjadi dari hasil model numerik pada Q 100 tahun (debit banjir rancangan untuk desain perencanaan) terbaca pada hilir bendung sedalam 0,5 m dari elevasi sungai dasar asli. Dari analisa desain dan pemodelan dapat dinilai kurang efektifnya bangunan peredam energi tipe roller bucket. Direkomendasikan bangunan pengaman hilir sungai dengan konstruksi bronjong sepanjang 4 m dengan slope negative agar aliran dari bendung dan peredam energi tidak terlalu kritis sehingga dapat mengurangi bahaya dari gerusan pada konstruksi. 1
Kata Kunci: SSIIM, transportasi sedimen, gerusan lokal, computational fluid dynamic ABSTRACT Planning weir for micro power plants affected by various technical aspects, namely topography, geology, bed river material, river morphology and hydraulics. Studies as a basis for planning is critically necessary in order to get a decent weir construction. The construction of the weir led to changes in the flow characteristics such as velocity or turbulence, causing changes in sediment transport and the scouring and changes in river flow patterns. The method used in analyzing patterns of scours is numerical modeling with SSIIM 2 (Sediment Simulation in Intakes with multiblock Option). Physical modeling needs to be done for the calibration and verification of means of numerical models. From the modeling results obtained absolute error of the volume ratio scour the physical models and numerical amounted to 18.04%. Scour patterns that occur from the results of numerical models in the Discharge 100 years (the flood discharge design to design planning) read on the downstream weir as deep as 0.5 m of elevation river original foundation. From the analysis of the design and modeling can be considered less effective building energy absorbers roller-type bucket. Recommended downstream protection structure with 4 m long gabion construction with negative slope so that the flow of the weir and energy absorbers are not too critical so as to reduce the danger of scour in construction.
Keywords: SSIIM, sediment transport, local scour, computational fluid dynamic
PENDAHULUAN Perencanaan bendung PLTM dipengaruhi oleh berbagai aspek teknis yaitu kondisi topografi, geologi, jenis material dasar sungai, morfologi sungai dan hidrolika. Agar didapatkan konstruksi bangunan bendung yang layak, harus dilakukan studistudi sebagai dasar perencanaan. Dengan pertimbangan keamanan bangunan bendung dan efektivitas jangka panjang bangunan utama serta fenomena akibat pembangunan bendung terhadap sungai maka perlu dilakukan kegiatan pemodelan baik fisik maupun numerik sebagai penunjang perencanaan secara teoritis. Adanya pembangunan bendung menyebabkan perubahan karakteristik aliran seperti kecepatan atau turbulensi sehingga menimbulkan perubahan transportasi sedimen dan terjadinya gerusan serta perubahan pola aliran sungai. Pada studi oleh Abdurrosyid, Gunawan Jati Wibowo, dan M. Nursahid (2009) disebutkan bahwa penggunakan kolam olak type USBR sekalipun masih menimbulkan gerusan pada dasar saluran di hilir kolam olak. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan tersebut. Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa perlu diadakan kajian laboratorium (pemodelan fisik) dan numerik mengenai gerusan dan penanggulangan atau perlindungannya pada hilir bangunan hidrolik sungai. Dalam bahasan studi ini, agar tidak menyimpang dari pokok bahasan yang akan dikaji maka diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut: 1. Melakukan pemodelan numerik pola gerusan pada hilir bendung menggunakan aplikasi SSIIM2 (Sediment Simulation In Intakes with Multiblock option) dan alternatif penanggulangannya. 2. Data hasil uji model model fisik Bendung PLTM Bantaeng pada Laboratorium Sungai dan Rawa menggunakan skala undistorted (horizontal dan vertikal = 1:25) digunakan untuk
kalibrasi dan verifikasi model numerik yang dilakukan. 3. Menggunakan debit banjir rancangan Q 1 tahun, Q 5 tahun, dan Q 25 tahun sesuai dengan desain hidrologi dari perencanaan dan hasil model fisik. Berdasarkan batasan-batasan masalah tersebut diatas, maka yang menjadi pokok pembahasan adalah bagaimana pola gerusan pada hilir bendung PLTM Bantaeng-1 dari hasil pemodelan fisik dan numerik. Selain itu rekomendasi penanggulangan guna meminimasilir gerusan di hilir bendung juga akan dibahas dan dimodelkan menggunakan program SSIIM 2. Tujuan dari studi ini adalah untuk melihat kinerja model numerik SSIIM dalam menganalisa pola gerusan pada dasar sungai sesuai kajian morfologi sungai. Sedangkan manfaat pemodelan numerik bendung PLTM Bantaeng-1 ini adalah untuk mendapatkan gambaran detail mengenai perilaku hidrolika pada bangunan bendung, sungai dan terutama pola gerusan pada hilir bendung. Hasil dari uji model fisik ini dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pengoperasian bendung PLTM Bantaeng. TINJAUAN PUSTAKA Transportasi Sedimen Tujuan pokok pengetahuan tentang “Pengangkutan Sedimen” adalah untuk mengetahui suatu sungai dalam keadaan tertentu apakah akan terjadi penggerusan (degradasi), pengendapan (aggradasi) atau mengalami angkutan seimbang (equilibrium transport), dan untuk memprakirakan kuantitas yang terangkut dalam proses tersebut. Local Scour Local scour (gerusan local) disebabkan oleh gangguan aliran dan area transportasi sedimen. Sebagai contoh gerusan disekitar pilar jembatan dan gerusan pada hilir bendung. Pada semua kasus diatas semua penambahan kecepatan lokal akan mem-
berikan penambahan kapasitas transportasi lokal. Didapat dari persamaan kontinuitas (Breuseurs, 1983:86) :
Gerusan pada Hilir Suatu Konstruksi Konstruksi bendung (weir) dapat merubah kondisi perpindahan sedimen dan menyebabkan gerusan lokal (local scour). Pada literatur ini dapat diketahui beberapa pendekatan: A. Persamaan untuk Kedalaman Gerusan Imbang Hilir Bendung Persamaan ini pada dasarnya untuk material kasar (d > 1 mm). Sebagai contoh diberikan persamaan Eggenberger and Muller
Gambar 1. rusan
Penentuan kedalaman ge-
B. Persamaan untuk Sungai Dengan Dasar Pasir. Berdasarkan persamaan Lacey (teori Blench, 1957), untuk permulaan menggunakan kedalaman dr sebagai berikut: dr,3 = 0.473(Q/f)1/3
(m)
Q = total discharge
(m3/dt)
Atau jika aliran dibatasi oleh lebar: dr,2 = 1.34q2/3.f-1/3
(m)
q
= discharge per m’
(m2/dt)
f
= silt factor, umumnya digunakan 1.76D0.5 D dalam mm
Kedalaman total gerusan T (jumlah kedalaman air asli dengan kedalaman gerusan) diambil sebagai kelipatan dari kedalaman yang seharusnya. Untuk gerusan dekat tiang jembatan T = 2 dr
Untuk gerusan pada dalam tanggul dan saluran pengatur T = 2 s.d 2.75 dr Untuk aliran tegak lurus dengan badan sungai T = 2.25 dr Untuk hilir bendung dengan lompatan hidraulik pada lantai peredam energi T = 1.75 s/d 2.25 dr
Model Fisik Hidraulik Model hidrolis dipakai untuk mensimulasi perilaku hidrolis pada prototip bendung atau bendung gerak yang direncanakan dengan skala lebih kecil. Kemungkinan lain untuk mensimulasi perilaku hidrolis adalah membuat model matematika pada komputer. Pengukuran langsung di lapangan atau dalam model fisik harus dilakukan untuk memantapkan hasil-hasil yang diperoleh dari perhitungan analitis. Penyelidikan model dilakukan untuk menyelidiki perilaku (performance) hidrolis dari seluruh bangunan atau masingmasing komponennya. Model komputer dipakai untuk studi banjir dan gejala morfologi seperti agradasi dan degradasi yang akan terjadi di sungai itu. Model Dasar Tidak Tetap (Movable Bed Model) Pada model dasar tidak tetap, tidak hanya memperhatikan kesebangunan aliran, tetapi juga mempertimbangkan kesebangunan angkutan sedimen. Persamaan dan hukum yang berlaku untuk model dasar tidak tetap adalah sebagai berikut : 1. Hukum Reynold’s Butiran (Grain Reynold’s Law) U * p .D p
p
U * m.Dm
m
dengan :
U * g.R.Sf
= kecepatan gesek
(m/dt) D
sedimen (m)
=
ukuran
butir
= kekentalan kinematik air 2
(m /dt) Untuk tujuan praktis, umumnya studi model hidrolik menggunakan Vp = Vm substitusi (H) pada (R) untuk alur alamiah sehingga untuk model skala distorsi diperoleh : Dr = (Lr)1/2.(Hr) -1
2. Hukum Gerak Mobility Law) U*p g s 1 .D p w p
Butiran
(Grain
U *m
g s 1 .Dm w m
dengan : s
= sediment (kg/m3) w
rapat
massa
= rapat massa air
(kg/m3) apabila U*p = U*m maka persamaan untuk model skala distorsi menjadi : 1
2 1 Dr H r Lr s 1 w r
3. Persamaan Kontinuitas Sedimen z 1 s 0 t 1 x
dengan : z = elevasi dasar sungai t = waktu = porositas material dasar s = debit sediment persatuan lebar x = jarak sepanjang arah aliran Persamaan diatas ditulis dalam bentuk differensial/beda hingga (finite different) secara terpisah pada prototipe dan model, adalah sebagai berikut : S p 1 p .
S m 1 m .
z p t p
.x p
z m .xm t m
diasumsikan (1-)p = (1-)m , jika dikombinasikan antara 2 persamaa diatas sehingga diperoleh : x S r z r . r t r Sepanjang zr = Hr dan xr = Lr , maka persamaan untuk model skala distorsi dapat disederhanakan menjadi : tr = Hr.Lr.Sr-1
dengan : tr = rasio waktu dari sedimen Secara teoritis persamaan yang akan digunakan bersama-sama untuk menentukan skala horizontal dan rasio ukuran sedimen apabila skala vertikal model dan rapat massa sedimen telah terpilih. Computation Fluid Dynamic (CFD) CFD adalah pengetahuan tenang kalkulasi aliran fluida dan variabel yang berhubungan menggunakan komputer. Pada umumnya badan fluida dibagi menjadi cell atau elemen yang membentuk grid. Lalu persamaan untuk variabel yang tidak diketahui diselesaikan pada masing-masing cell. Hal ini membutuhkan beberapa sumber perhitungan substansial. Oleh karena itu, ilmu ini belum berkembang ke tahap praktis sampai saat ini. Di tahuntahun mendatang, CFD akan semakin digunakan dalam rekayasa hidrolik dan sedimentasi. karena itu penting bahwa mahasiswa teknik diberikan wawasan topik ini (Olsen, 1999:5). Perhitungan Kecepatan Menggunakan Program SSIIM 2 Pada pemodelan numerik menggunakan SSIIM 2, perhitungan kecepatan diproses dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes. Persamaan didapat dari dasar keseimbangan gaya pada volume air pada aliram laminer. Sedangkan untuk aliran turbulen, umumnya digunakan persamaan Reynold.
Gambar 2. Grafik time series kecepatan pada aliran turbulen Sumber: Olsen, 1999:34 Kecepatan dipisah menjadi rata-rata nilai U, dan nilai u dinamis. Dua variabel tersebut dimasukkan ke persamaan NavierStokes untuk aliran laminer, dan setelah beberapa manipulasi dan simplifikasi, persamaan Navier-Stokes untuk aliran turbulen adalah sebagai berikut:
P adalah tekanan dan 𝛿𝑖𝑗 adalah Kronecker delta, yaitu 1 jika i=j dan 0 jika i≠j. ketentuan terakhir adalah terminologi tekanan reynold, yang dimodelkan dengan pendekatan Boussinesq:
Dimana k adalah energi kinetik turbulen. (Olsen, 1999:34) Komputasi Local Scour Memodelkan local scour mulanya membutuhkan pemodelan water flow di sekitar bangunan. Tegangan geser dasar dapat dimunculkan, dan memungkinkan untuk menilai potensial erosi. Jika pergerakan dasar sudah terprediksi, memungkinkan untuk memperkirakan bentuk dan besaran dari lobang gerusan. Lalu komputasi menggunakan geometri terkoreksi dapat dilaksanakan. Setelah beberapa percobaan, memungkinkan untuk mengestimasi ukuran lobang gerusan. Pendekatan ini pernah dugunakan oleh Richardson dan Panchang (1998). Algoritma yang digunakan untuk dasar yang memiliki kemiringan adalah: 1. Reduksi pada tegangan geser kritis. 2. Pergeseran dasar saluran
Jika kemiringan dasar menghadap atas atau menyamping dibandingkan dengan vector kecepatan, tegangan geser kritis pada partikel akan berubah. Factor pertambahan, K, sesuai dengan fungsi sloping bed oleh Brooks (1963):
Sudut diantara arah aliran dan garis normal menuju bidang dasar dinotasikan dengan α. Sudut kemiringan dinotasikan dengan ϕ, dan sudut perubahan sedimen dinotasikan dengan θ. θ adalah parameter empirik berdasarkan studi pengamatan pada saluran. Faktor K kemudian dikalikan dengan tegangan geser kritis pada permukaan horizontal untuk menentukan tegangan geser kritis efektif untuk partikel sedimen. (Olsen, 2001:21) METODOLOGI PENELITIAN Pengukuran pada model fisik dilakukan untuk mengetahui hasil pengaliran dan kebutuhan perbaikan atau perubahan desain sesuai kajian hidrolika, morfologi, dan sedimentasi sungai. Data yang digunakan dari hasil model fisik adalah data elevasi dasar sungai, kecepatan, dan hasil gerusan sungai. Datadata tersebut akan digunakan pada proses kalibrasi yang akan dilakukan menggunakan program SSIIM 2. Selain data hasil dari model fisik, digunakan juga data perencanaan seperti layout bendung serta angka kekasaran dasar sungai. Proses selanjutnya adalah kalibrasi hasil model fisik dan numerik. Proses ini dilakukan dengan menyamakan parameter prototype ke dalam model numerik. Adapun beberapa parameter yang dapat diinput kedalam model antara lain geometrik, diameter butir sedimen, debit pengaliran, koefisien kekasaran, angka fall velocity sedimen, dan waktu pengaliran. Setelah proses kalibrasi dilakukan, dihitung kesalahan relatif (absolute error). Apabila kesalahan relatif tidak lebih dari
20%, maka perhitungan numerik dilanjutkan dengan menganalisa hasil gerusan dan merekomendasikan perbaikan dari kajian gerusan hilir bendung. Diagram Alir Penelitian Mulai
Data sedimen
Data topografi lapangan
Data debit banjir rancangan
Analisa Desain Bendung Rancangan pemodelan
Running model fisik
Running model numerik SSIIM Perubahan parameter geometri dan variabel model
Kalibrasi
Apakah hasil absolute error >20%? T
Y
Verifikasi Analisa hasil pola gerusan Analisa rekomenda si perbaikan Selesai
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kalibrasi Model Fisik dan Numerik Untuk kalibrasi model SSIIM digunakan hasil uji model fisik untuk Q25 tahun dengan alasan debit banjir rancangan tersebut menghasilkan hasil gerusan yang cukup mewakili dan tidak terlalu besar sehingga diharapkan dapat menghasilkan angka kesalahan absolut (absolute error) yang dapat di verifikasi.
Gambar 4. Hasil Model Numerik untuk Kalibrasi Q 25 Tahun
Gambar 4. Hasil Model Fisik untuk Kalibrasi Q 25 Tahun Dari dua hasil diatas terdapat hasil gerusan yang identik yaitu pada bagian kanan hilir bendung, tepatnya setelah pilar. Gerusan terdalam pada pemodelan fisik di hilir bendung terbaca pada elevasi +737.65
sedangkan pada pemodelan numerik terbaca pada elevasi +740,86. Terjadinya perbedaan pada pemodelan fisik dan numerik dapat diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain waktu pengaliran
pemodelan, jenis butiran sedimen dan juga diameter sedimen yang tidak seragam pada model fisik. Perhitungan volume pada pemodelan numerik dilakukan dengan cara memasukkan hasil running kedalam program bantuan ArcMap. Dari perhitungan didapat hasil volume gerusan pada model fisik sebesar 753,84 m3 dan pada model numerik sebesar 604,36 m3 Untuk menghitung kesalahan absolut dapat digunakan persamaan sebagai berikut: 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = |
𝑋𝑁𝑢𝑚𝑒𝑟𝑖𝑘 −𝑋𝐹𝑖𝑠𝑖𝑘 | 𝑥100% 𝑋𝐹𝑖𝑠𝑖𝑘
Dengan: XNumerik = Variabel hasil pemodelan numerik (volume gerusan prototype) XFisik = Variabel hasil pemodelan fisik (Volume gerusan prototype) Maka hasil perhitungan absolute error adalah sebagai berikut: 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = |
604,3625−753,837 | 𝑥100% 753,837
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = 13,01 % Pemodelan Numerik Pemodelan numerik menggunakan program SSIIM 2 for windows 64-bit dilakukan dengan mengatur control file dan timei file. Untuk masing-masing komputasi pada debit banjir rancangan menggunakan ukuran sedimen yang sama, begitu juga dengan angka kekasaran (roughness). Komputasi Waterflow dan Sediments Q 25 tahun Debit terkalibrasi Q 25 tahun tersimulasi dengan rentang kecepatan antara 0,03-0,51 m/dt. Gerusan terdalam terbaca pada hilir bendung sedalam 0,25-3.7 m. Terjadi pengendapan pada hilir sungai setebal 0,436 m. Pengaliran pada pemodelan numerik dilakukan dengan total waktu selama 24 jam, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konvergensi solusi adalah 480 detik. Berikut adalah hasil komputasi untuk debit Q 25 tahun (110,42 m3/det):
Gambar 5. Hasil Komputasi Horizontal Velocity Q 25 Tahun
Gambar 6. Hasil Komputasi Bed Changes Q 25 Tahun bendung diperlukan adanya peredaman Analisa Perbaikan Desain Bendung energi dari end sill yang berupa roller Dari hasil komputasi sedimen pada bucket. Pada studi ini dibuat perbaikan pemodelan numerik menggunakan program berupa bangunan bronjong batu dengan SSIIM 2, gerusan lokal (local scour) terjadi panjang 4 m, lebar sesuai bendung yaitu 20 pada hilir bendung. Hal ini diakibatkan m dan kemiringan dasar -0.25. adanya konstruksi bendung yang mengDari desain perbaikan ini diharapkan akibatkan perubahan distribusi vektor distribusi kecepatan dapat berkurang pada kecepatan dan tegangan geser dasar. Untuk hilir bendung sehingga gerusan lokal dapat meminimalisir terjadinya gerusan pada hilir diminimalisir.
Gambar 7. Desain Perbaikan Bendung
Pemodelan Numerik Hasil Rekomendasi Perbaikan Pemodelan numerik menggunakan debit banjir rancangan Q 100 tahun dengan input data sama seperti sebelumnya. Tujuannya adalah melihat hasil desain perbaikan dari segi hidrolika dan sedimentasi. Hasil komputasi desain perbaikan berhasil dengan kecepatan berkisar antara 0,043-0,60 m/det. Pola gerusan pada hilir
bangunan bendung hanya tergerus sebesar 0,01-0,07 m, sedangkan gerusan terdalam terletak pada hilir sungai pada kedalaman 0,35 m dari elevasi dasar sungai asli. Pengaliran pada pemodelan numerik dilakukan dengan total waktu selama 240 jam, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konvergensi solusi adalah 480 detik. Berikut merupakan hasil komputasi untuk desain rencana perbaikan dengan debit banjir rancangan Q 100 tahun:
Gambar 8. Hasil Komputasi Horizontal Velocity Desain Perbaikan
Gambar 9. Hasil Komputasi Bed Changes Desain Perbaikan
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan untuk menjawab rumusan masalah diperoleh beberapa hasil antara lain sebagai berikut: 1. Volume gerusan pada pemodelan fisik terhitung sebesar 810,47 m3 pada prototype. Sedangkan pada pemodelan numerik terhitung gerusan sebesar 655,71 m3. Kesalahan relatif dihitung dengan absolute error dengan hasil sebesar %. 2. Pola gerusan yang terjadi pada pemodelan fisik menggunakan debit terpilih (Q 25 tahun) terletak pada hilir bendung pada elevasi +737,650. Gerusan terjadi memanjang setelah peredam energi, dan pada sebelah kanan memanjang ke arah hilir. Dengan debit yang sama, pada model numerik terjadi gerusan dengan elevasi +739,048. Gerusan pada model numerik terjadi pada bagian kiri setelah peredam energi, dan melebar pada sebelah kanan setelah bangunan pelimpah kantong lumpur. Pada model numerik juga terjadi gerusan yang luas pada hilir sungai model. Karena dari pemodelan numerik pada Q 100 tahun masih terdapat gerusan pada hilir bendung sedalam 0,5 m, maka perlu dilakukan penanggulangan gerusan. Rekomendasi penanggulangan dilakukan dengan memodelkan penambahan bronjong pada hilir peredam energi tipe roller bucket dengan slope negative sepanjang 4 m. Hasil simulasi desain rekomendasi yang direncanakan dengan debit banjir rancangan Q 100 tahun menghasilkan pola gerusan searah aliran. Terjadi penurunan sebesar 0,07 m pada hilir bendung. Sedangkan pada hilir sungai model terjadi penurunan sebesar 0,1 m pada as dan sedalam 0,3 m pada kanan saluran. SARAN Meninjau kondisi dari hasil studi ini maka dapat diberikan beberapa saran antara lain:
1. Perlunya kajian ulang desain peredam energi pada bendung karena pada pemodelan fisik masih terjadi aliran superkritis pada hilir bendung setelah peredam energi type roller bucket 2. Untuk pola gerusan dan kondisi aliran dapat digunakan desain rekomendasi yang sudah disimulasikan. Desain tersebut lebih efektif dalam mengurangi kecepatan yang melewati bendung dan peredam energi sehingga pola gerusan pada hilir bendung tidak terlalu dalam. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2014. Laporan Akhir Uji Model Fisik Bendung PLTM Bantaeng-1 Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan. Malang: Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Olsen, Nils Reidar B. 1999. Computation Fluid Dynamic in Hydraulic and Sedimentation Engineering. Norwegia: Department of Hydraulic and Environmental Engineering The Norwegian University of Science and Technology. Olsen, Nils Reidar B. 2001. CFD Modelling for Hydraulic Structures. Norwegia: Department of Hydraulic and Environmental Engineering The Norwegian University of Science and Technology. Olsen, Nils Reidar B. 2012. Numerical Modelling and Hydraulics. Norwegia: Department of Hydraulic and Environmental Engineering The Norwegian University of Science and Technology. Abdurrosyid, Jaji. 2009. Studi Gerusan dan Perlindungannya di Hilir Kolam Olakan Bendung Tipe USBR-1. Dinamika TEKNIK SIPIL, IX (1): 2737