Implementasi dan Integrasi Aplikasi Learning Management System dan Grid Computing untuk Meningkatkan Efektifitas Online Course Riri Fitri Sari, Chairu Ferdiansyah Departemen Elektro, Fakultas Teknik , Universitas Indonesia Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia e-mail :
[email protected],
[email protected]
Abstract Paper ini menyajikan hasil penelitian yang dilakukan terhadap integrasi dan pemanfaatan aplikasi grid computing dan Learning Management System (LMS). Dalam paper ini membahas tentang Modular Object Oriented Learning Environment (MOODLE) sebagai salah satu LMS open source yang menggunakan standar SCORM, Access Grid, Alchemi, dan serta kemungkinan kedua aplikasi grid tersebut untuk digunakan sebagai pendukung e-learning. Proses perancangan, pengembangan, implementasi, dan integrasi aplikasi LMS, dengan menggunakan MOODLE, dan aplikasi grid computing (Access Grid dan Alchemi) telah berhasil dilakukan. Pada evaluasi kinerja sistem tersebut didapatkan bahwa video streaming pada Access Grid menunjukkan performansi yang lebih baik dari pada IE Netmeeting, dengan delay 7.17 – 8.15 ms untuk Access Grid dan 22.01-28.06 ms untuk Netmeeting. Kata kunci: E-Learning, grid computing, online course, video conference, standarisasi, komputasi 1. Pendahuluan Sesuai dengan berkembangnya kebutuhan pada sestem e-learning yang terintegrasi dan reliable, saat ini banyak aplikasi LMS (komersial maupun opensource) yang dikembangkan untuk mendukung sistem pengajaran. Umumnya setiap aplikasi tersebut dikembangkan secara berbeda sehingga sangat sulit untuk mengintegrasikannya agar dapat saling melengkapi satu sama lain. Dilain pihak, masing-masing aplikasi LMS tersebut berpotensi untuk dapat saling melengkapi. Oleh karena itu, diperlukan standarisasi
sebagai panduan dalam proses pengembangannya agar interoperabilitas pada aplikasi LMS dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Grid Computing adalah sarana untuk memanfaatkan sumber daya yang terdistribusi menyelesaikan masalah komputasi yang kompleks dan membutuhkan sumber daya komputasi yang kompleks. Grid computing memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat membantu proses belajar terutama untuk aplikasi-aplikasi yang membutuhkan daya komputasi yang sangat besar. Aplikasiaplikasi yang dapat memanfaatkan infrastruktur grid seperti ini sangat beragam. Sebagai contoh, misalnya untuk melakukan simulasi terhadap masalahmasalah kompleks, penyediaan database yang besar untuk sains, atau bahkan untuk melakukan proses rendering gambar 3D, dsb. Pemanfaatan grid untuk hal-hal seperti ini memiliki pengaruh yang sangat besar pada metoda pengajaran bahkan mungkin akan jauh melampaui keadaaannya saat ini. Pada komunitas grid sendiri, pemanfaatan grid dibidang pendidikan, mulai menjadi topik yang hangat dibicarakan. Sebagai contoh, di Eropa, implementasi grid untuk lingkungan pendidikan mulai diteliti oleh Learning Grid of Excellent Working Group (LeGEWG) dan Learning GRID SIG [1]. LeGEWG adalah lembaga riset yang didirikan oleh European commission untuk memfasilitasi pengembangan infrastruktur grid dibidang pendidikan. Sementara Learning GRID SIG lebih berfokus kepada penelitian implementasi grid untuk lingkungan belajar masa depan. Paper ini selanjutnya akan membahas pengembangan aplikasi LMS dan grid computing untuk lingkungan belajar online
dengan memanfaatkan Modular Object Oriented Learning Environment (MOODLE), Access Grid, dan Alchemi. Selain itu disajikan pula hasil yang diperoleh dari proses evaluasi terhadap seluruh sistem yang tersebut. 2. Standarisasi E-Learning Arsitektur web service dianggap cukup baik untuk e-learning meskipun terdapat beberapa kekurangan dalam hal skalabilitas, availabilitas, dan keterbatasan resource. Terlepas dari permasalahan tersebut, kemampuannya dalam hal menangani pertukaran informasi dengan cepat, sangat layak untuk diperhitungkan. Oleh karena itu, arsitektur web service ini mungkin saja dapat menjadi cara yang sangat ampuh sebagai media penyampaian informasi. Untuk mempercepat pengembangan aplikasi-aplikasi e-learning ini, pada November 1997, pemerintah Amerika Serikat melalui Department of Defense (DoD) dan White House Office of Science and Technology Policy (OSTP) telah membentuk suatu badan khusus yang diberi nama Advance Distributed Learning (ADL) [2,3]. ADL ini dibentuk dari sekumpulan individu ataupun institusi yang secara kolaboratif bekerja bersama-sama dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk dapat memodernisasi struktur belajar yang ada saat ini. Hasil kolaborasi yang membentuk ADL ini secara bersama-sama mengembangkan standar, tools dan learning content untuk lingkungan belajar masa depan. Sharable Content Object Reference Model (SCORM) adalah standar e-learning yang dikeluarkan ADL dalam upayanya untuk mulai menyeragamkan pengembangan sistem e-learning berbasiskan teknologi web yang disebut Learning Management Systems (LMS) [2,3]. SCORM menggunakan pendekatan object oriented dan memandang setiap learning object atau content object sebagai sekumpulan objek yang dapat disatukan untuk membangun suatu sistem yang lebih besar. Setiap content object yang didefinisikan oleh SCORM akan bersifat
sharable dan dapat ditambahkan dengan mudah kepada setiap komponen pelajaran (course) yang membutuhkannya sehingga LMS tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan. SCORM juga memungkinkan integrasi antar LMS yang berbeda karena setiap sistem yang dibuat dengan mengikuti standar SCORM akan selalu compatible satu sama lain. Disamping itu, SCORM memungkinkan pengembangan LMS dapat dilakukan dengan mudah tanpa perlu memperhatikan sistem secara keseluruhan. Dengan demikian, SCORM memungkinkan skalabilitas pada pengembangan LMS. Sampai saat ini terdapat tiga versi SCORM yang telah dibuat oleh ADL. Masing-masing versi tersebut akan terus berkembang dan mengalami perubahan. Ketiga versi SCORM tersebut SCORM 1.1, SCORM 1.2, dan SCORM 2004 yang juga dapat dianggap SCORM versi 1.3.[3] Ketiga versi SCORM tersebut walaupun agak berbeda namun tetap disusun berdasarkan konsep yang sama yaitu tetap memenuhi syarat Accessibility, Adaptability, Affordability, Durability, Interoperability, danReusability [2,3]. 3. Infrastruktur Grid Computing Visi grid pada awalnya adalah menyediakan infrastruktur untuk penggunaan dari high performance networking, komputasi, dan software yang sinergis sehingga akses terhadap berbagai resource dapat dilakukan tanpa mengenal batas [4]. Akan tetapi, definisi ini kemudian menjadi tidak sesuai lagi, karena saat ini grid bahkan telah berkembang jauh melebihi visi tersebut. Pengembangan grid computing saat ini lebih dititikberatkan kepada manajemen infrastruktur yang dishare di dalam lingkungan grid. Didalam komunitas (virtual organization) ini, setiap orang harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan berkaitan dengan penggunaan resource yang di-share. Desain arsitektur grid computing sebenarnya mengadopsi konsep service oriented yang kemudian diwujudkan melalui Open Grid Services Architecture (OGSA). OGSA adalah suatu rancangan
untuk arsitektur grid yang berfungsi memberikan standar pada grid computing. Untuk mendukung implementasi yang telah ditetapkan pada OGSA, maka dibentuklah Open Grid Services Infrastructure Working Group (OGSI-WG). Tim ini mengeluarkan versi pertama spesifikasi OGSI (spesifikasi OGSI v1.0) pada 27 Juni 2003. Paradigma yang dipergunakan dalam konsep OGSI pada grid computing kemudian berubah dengan munculnya Web Service Resource Framework (WSRF) pada Januari 2004 [5]. Meskipun demikian, beberapa hal didalam OGSI masih dapat dipergunakan oleh WSRF. Melalui WSRF ini, komunitas web service harus menyediakan dukungan yang kuat terhadap pembentukan infrastruktur grid. 4. Desain dan Implementasi Proses implementasi dilakukan dengan mengintegrasikan MOODLE dengan Access Grid dan Alchemi. Gambar 1 menunjukkan hasil implementasi situs elearning pada Access Grid yang telah dilakukan. MOODLE dipilih untuk proses implementasi e-learning karena aplikasi ini memiliki dokumentasi yang baik sehingga memudahkan pengembangannya lebih lanjut. Disamping itu, fasilitas pendukung pada MOODLE tergolong sangat lengkap untuk membangun sebuah portal elearning.
Gambar 1. Implementasi e-learning dengan memanfaatkan Access Grid
Start Authentication Process N
Admin? Y N
N
Add?
Edit?
Y
Y
Add new item
Edit literature
Literature lookup End
Gambar 2. Flowchart modul literatur Penambahan fasilitas literature pada MOODLE saat melakukan implementasi dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi fasilitas-fasilitas yang telah tersedia pada MOODLE. Proses pengembangannya dilakukan dengan menggunakan algoritma seperti pada Gambar 2. Fungsi fasilitas ini pada dasarnya adalah memberikan informasi mengenai literature yang dapat digunakan untuk membantu proses belajar. Proses perhitungan nilai yang diambil dari MOODLE dilakukan dengan menggunakan sistem Alchemi. Konfigurasi sistem Alchemi ini dapat dilihat pada Gambar 3. Algoritma dari proses komputasi dengan Alchemi ini dapat dilihat pada Gambar 4. Implementasi Alchemi dapat dilakukan melalui .NET Common Language Runtime (.NET CLR) [6,7]. Bahasa pemrograman yang digunakan untuk membangun sistem Alchemi adalah C#. 5. Diskusi Hasil Implementasi Evaluasi terhadap performa sistem yang telah dibangun dengan menggunakan MOODLE, Access Grid, dan Alchemi bertujuan untuk mengetahui performansi dan efisiensi ketiganya pada saat diintegrasikan. Untuk tujuan pengamatan
konektifitas dan data transfer rate pada saat mengakses portal e-learning, dengan meperbandingkan Access Grid dengan internet explorer (IE). Untuk sistem komunikasinya, Net Meeting digunakan sebagai pembanding fasilitas video conference pada Access Grid. Manager
Database
Executor Owner
Gambar 3. Konfigurasi sistem Alchemi untuk komputasi nilai. Dari penelitian yang telah dilakukan, ratarata waktu yang diperlukan untuk mengakses portal e-learning yang dibuat dengan confidence interval 95% adalah antara 40.26 and 44.21 detik sementar delay transmisi adalah antara 0.26 – 0.28 detik. Rata-rata transmisi data untuk 20 pengujian adalah sebesar 3.69 paket/det dan rata-rata throughput-nya adalah 0.014 Mbit/det. Gambar 5 adalah grafik yang dihasilkan dari pengujian delay transmisi dan kecepatan akses melalui IE. Untuk pengujian yang sama dengan menggunakan Access Grid, tools ini memberikan hasil yang lebih baik dalam hal melakukan akses portal e-learning. Untuk confidence interval 95%, rata-rata waktu akses dengan menggunakan fasilitas applications session pada Access Grid adalah antara 17.47 – 27.78 detik dan delay transmisi adalah antara 0.28 – 0.44 detik dengan rata-rata throughput 0.027 Mbit/s dan data rate transmission sebesar 4.24 pakets/det. Gambar 6 memperlihatkan grafik yang dihasilkan pada pengujian ini. Hal yang sama juga diperoleh dari fasilitas service pada Access Grid. Untuk 95% confidence interval, rata-rata waktu akses dengan menggunakan fasilitas ini adalah antara 19.62 – 32.57 detik dan delay
transmisi berada pada interval 0.33 – 0.51 detik dengan rata-rata throughput sebesar 0.019 Mbit/det dan delay transmisi sebesar 3.24 pakets/det. Gambar 7 menunjukkan grafik yang diperoleh dari pengujian ini. Meskipun Access Grid memiliki performa yang baik dalam hal melakukan pengaksesan, aplikasi ini juga memiliki permasalahan yang cukup signifikan. Access Grid memerlukan tambahan waktu pada saat mengeksekusi kedua aplikasinya tersebut. Masalah ini perlu dicarikan solusinya karena tambahan waktu pada saat start up time-nya memperlambat waktu akses apabila dilakukan melalui aplikasi ini. Selain dua aplikasi ini, pengujian dengan Access Grid juga dilakukan untuk mengamati kemampuannya dalam hal video conference. Hal ini dilakukan dengan membandingkannya dengan Net Meeting. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua buah komputar yaitu PC WS05 dan WS06. Lama waktu setiap pengambilan datanya adalah 30 detik. Pengujian ini menunjukkan bahwa Access Grid juga memiliki performa yang lebih baik untuk video conference. Untuk confidence interval 95%, delay transmisi pada Access Grid untuk WS05 adalah 7.2 – 8.6 ms dengan rata-rata throughput 0.899 Mbit/det dan data rate transmission 131.25 packets/s. Disisi lain, range transmisi untuk WS06 adalah 7.4 –8.8 ms dengan rata-rata throughput sebesar 0.869 Mbit/det dan data rate transmission sebesar 127.45 paket/det. Gambar 8 adalah grafik yang dihasilkan dari pengujian aplikasi ini. Pada kondisi yang sama pengujian dengan menggunakan Net Meeting menunjukkan hasil yang lebih buruk. Untuk confidence interval 95%, pengujian delay pada WS05 memberikan hasil 28.7 –30.4 ms dengan rata-rata throughput sebesar 0.107 Mbit/s dan data rate transmission sebesar 51.62 paket/det. Hal yang sama terjadi pula pada WS06. Delay transmisinya berada pada interval 22.0 –28.0 ms dengan rata-rata throughput sebesar 0.170 Mbit/s dan data rate transmission sebesar 43.80 paket/det. Gambar 9 adalah grafik yang dihasilkan dari pengujian ini.
portal e-learning yang dibuat tidak cukup kompleks untuk diterapkan pada parallel processing, paper ini hanya akan membahas komunikasi data yang dilakukan pada Alchemi.
Start Retrieve all data N
Ti me 48
Finish? Y
43
Save value?
38 33
End data column?
Transmi ssi on time Uppe r confi de nce i nte rval Lowe r confide nce inte rval
28
N
23
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Expe ri me nt-
Y Compute grade
Delay (s) 0,3 0,28 0,26
Y
0,24
Another data row?
0,22 0,2
Transmission's de lay Uppe r confide nce interval Lower confide nce inte rval
0,18
N
0,16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Experiment-
End
Gambar 4. Flowchart untuk perhitungan nilai melalui Alchemi. Performa yang baik untuk video conference pada Access Grid dimungkinkan karena tool ini memanfaatkan VIC, yaitu encoding dan decoding video berbasis protocol H.261 untuk menangani video streaming. Sementara untuk audio, Access Grid menggunakan Robust Audio Tools (RAT), yang mendukung berbagai jenis kualitas codec untuk komunikasi audio melalui Internet (misalnya; G.711 (64 kbps), WideBand Adaptive Differential Pulse Code Modulation (Wide-band ADPCM) (~32 kbps), Full Rate GSM (13 kbps), dan Linear Predictive Coding (LPC) (5,6 kbps)) [4]. Gambar 10 memperlihatkan IO graph pada Alchemi. Grafik ini diperoleh pada saat sistem Alchemi mengeksekusi job yang diberikan oleh owner kepadanya. Evaluasi performa hanya berpengaruh secara signifikan pada proses komputasi yang kompleks. Karena data yang diperoleh dari
Gambar 5. Rate delay transmisi IE dan kecepatan akses Delay (s) 0,9
Access delay Upper convidence interval Low er convidence interval
0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Experim ent-
Gambar 6. Delay transmisi application session pada Access Grid Delay (s) 1,2 1
Acce ss de lay Uppe r convidence inte rval Lower convidence inte rval
0,8 0,6 0,4 0,2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Expe rime nt-
Gambar 7. Delay transmisi service pada Access Grid
De lay (s) 0,0129 0,0119 0,0109
PC-ws06 PC-ws05 WS06 upper confidence interval WS06 lower confidence interval WS05 upper confidence interval WS05 lower confidence interval
0,0099
database pada manager. Pada implementasi dan pengujian ini, Alchemi telah berhasil digunakan untuk melakukan perhitungan nilai rata-rata mahasiswa, untuk diintegrasikan dengan proses di Moodle.
0,0089 0,0079 0,0069 0,0059 1 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Expe rime nt-
Gambar 8. Kinerja video conference pada Access Grid De lay (s) 0,0335 0,0285 0,0235 0,0185
PC-ws06 PC-ws05 WS05 upper confidence interval WS05 lower confidence interval WS06 upper confidence interval WS06 lower confidence interval
0,0135 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Expe rime nt-
Gambar 9. Kinerja video conference pada Net Meeting
6. Kesimpulan Pengujian video streaming pada Access Grid menunjukkan performa yang lebih baik jika dibandingkan dengan Net Meeting. Untuk 95% confidence interval, delay transmisinya adalah sebesar 7.17 8.15 ms sementara dengan Net Meeting adalah sebesar 22.01 – 28.06 ms pada kondisi yang sama. 7. Acknowledgement Program dalam kerangka besar ‘Grid Computing for e-science’ ini didukung oleh program Hibah Bersaing 2005 dan dilakukan di Mercator Multimedia Laboratory, FTUI.. 8. References
Gambar 10. Grafik IO graph untuk komunikasi data Alchemi’s Pada tahap awal eksekusi, owner akan memecah job-job yang masing-masing dapat dieksekusi secara independent. Kemudian, job-job tersebut di distribusikan ke seluruh executor yang ada. Grafik yang berwarna biru adalah komunikasi data yang terjadi dari owner menuju manager, grafik hitam adalah komunikasi data dari manager menuju executor, sementara grafik yang berwarna merah adalah job hasil yang dikirimkan kembali kepada manager. Pada proses ini manager harus melakukan monitor terhadap seluruh executor yang ada. Oleh karena itu, seluruh informasi mengenai executor harus tersimpan pada
[1]. Ritrovato, Pierluigi et al.”Learning Grid; A newsletter from the Kaleidoscope Learning GRID SIG.” Newsletter #2: October 2004. http://www.noe-kaleidoscope.org/pub/grid/D1202-04-F.pdf. Accessed: 28 Februari 2005 [2]. Mackenzie, George.”SCORM 2004 Primer-A (Mostly) Painless Introduction to SCORM.” McGill: August 3, 2004, www.mcgill. com/media/SCORM_2004_Primer_v1_McGill_ Digital_Solutions_Gord_Mackenzie.pdf. Accessed: April 18, 2005. [3]. ADL.”SCORM-Sharable Content Object Reference Model.” SCORM 2004 2nd edition Overview: July 22, 2004. http://www. adlnet.org/. Accessed: April 18, 2005. [4]. Cameron, David Gordon. “Replica Management and Optimization for Data Grid”, Thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy, November 2004. [5]. Foster, Ian et al.“Open Grid Services Infrastructure (OGSI) Version 1.0.” GWD-R (draft-ggf-ogsi-gridservice-33): June 27, 2003. https://forge.gridforum.org/projects/ogsiwg/docu ment/Final_OGSI _Specification _V1.0/en/1/ [6]. Nadiminti, Krishna “Alchemi v0.6.1 Documentation.”http://www.alchemi.net/doc/0_ 6_1/index.html. Diakses: 18 April 2005 [7]. Duncan, Jeremy et al. “Alchemi Tutorial.” http://www.eng.uah.edu/~welschk/AlchemiTuto rial.html. Diakses: 7 Juni 2005