KARAKTERISTIK SERAT MENDONG (Fimbristylis globulosa): UPAYA MENGGALI POTENSI SEBAGAI PENGUAT KOMPOSIT MATRIKS POLIMER Heru Suryanto1, Yudy Surya Irawan2, Eko Marsyahyo3, Rudy Soenoko2 Program Doktor Ilmu Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya dan Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Malang. E-mail:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya, Malang 3 Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional, Malang 1
ABSTRAK Mendong merupakan tanaman budidaya yang memiliki potensi ekonomis yang cukup baik. Untuk itu perlu upaya meningkatkan peran mendong tidak hanya sebagai produk tradisional, tetapi ditingkatkan fungsinya menjadi bahan baku komposit serat alam. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kekuatan serat mendong sehingga diketahui potensinya sebagai penguat dalam komposit serat alam bermatrik polimer. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksploratif laboratorium. Dalam penelitian ini dilakukan proses ratting serat secara mekanis, pengujian kandungan senyawa kimia mendong, pengujian kekuatan serat dan batang mendong, analisis struktur dan morfologi serat mendong, selanjutnya dilakukan analisis hasil penelitian secara deskriptif komparatif dengan membandingkan temuan yang ada dengan referensi yang sesuai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat mendong memiliki karakter kuat dan kompetitif dibandingkan dengan serat alam lain sehingga dapat dikembangkan potensinya lebih lanjut sebagai penguat komposit matriks polimer. Kata kunci: serat mendong, kekuatan tarik, penguat komposit
PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun terakhir, akibat meningkatnya keprihatinan lingkungan maka ilmuwan telah menempatkan pentingnya aplikasi bahan-bahan alami dalam berbagai peralatan teknologi. Langkah ini telah mendorong berbagai industri untuk mencari bentuk baru dari komposit serat yang dapat menggantikan bahan komposit konvensional. Pada saat ini, komposit konvensional seperti komposit serat gelas dapat digantikan dengan komposit serat alam untuk aplikasi di mana kekuatan bukan merupakan faktor kritis. Komposit serat alam bermatrik polimer telah diperluas penggunaannya mulai dibidang otomotif sampai pesawat terbang serat untuk struktur maupun non struktur. Pengelompokan serat-serat alami didasarkan pada asalnya yaitu berasal dari tanaman, binatang atau mineral. Semua serat tanaman terdiri atas selulosa sementara serat binatang terdiri atas protein-protein (rambut, sutera, dan wol). Serat alami dikelompokkan menjadi 2 katagori, yaitu serat non kayu dan serat kayu. Serat non kayu dibagi menjadi (Mohanty, Misra, dan Drzal, 2005) : (1) Jerami, contoh: jagung, gandum, dan padi; (2) Kulit pohon, contoh: kenaf (Hibiscus cannabicus), flax (Linum usitatissimum), jute (Corchorus), ramie (Boehmeira nivea), dan hemp (Cannabis sativa);
(3) Buah, contoh: sisal (Agave sisalana), daun nanas (Ananas comosus), dan serat henequen (Agave fourcroydes); (4) Serat rumput/grass, contoh: serat bambu, rumput, rotan, switch grass (Panicum virgatum), dan rumput gajah (Erianthus elephantinus) Serat alami berbasis selulosa telah digunakan sebagai penguat pada komposit termoplastik maupun termoset dan mampu memperbaiki sifat mekanis dibandingkan tanpa adanya serat. Serat alami seperti jute, daun nanas, sisal, rami, kenaf, sabut, dan abaka telah digunakan untuk menggantikan serat anorganik (gelas, aramid dan karbon) dalam komposit bertulang (Bachtiar, Sapuan, & Hamdan, 2008). Keunggulan dari komposit serat alami dibandingkan komposit dengan penguat serat glass dan karbon adalah harga murah, densitas rendah, mudah dipisahkan, kemampuan biodegradasi dan dapat diperbarui (Li, Tabil, & Panigrahi, 2007)(Mu, Wei, & Fang, 2009). Tanaman Mendong (Fimbristylis globulosa) merupakan salah jenis rumput, satu famili dari Cyperacea, termasuk tanaman yang tumbuh dilahan basah, di daerah yang berlumpur dan memiliki air yang cukup, dan biasanya tumbuh dengan panjang lebih kurang 100 cm. Secara tradisional tanaman mendong telah digunakan sejak lama oleh masyarakat sekitar, biasanya diolah penduduk digunakan sebagai tikar dan tali serat mendong sehingga secara ekonomis,
mendong potensial untuk dibudidayakan lebih intensif. Mengingat potensi yang besar dari tanaman mendong sebagai sumber serat maka diupayakan meningkatkan peran mendong tidak hanya sebagai produk tradisional, tetapi ditingkatkan fungsinya menjadi bahan baku komposit serat alam. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi kekuatan mendong sehingga dapat diketahui potensinya sebagai penguat dalam komposit serat alam bermatrik polimer. METODE, ALAT, DAN BAHAN Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi laboratorium untuk melihat potensi serat dan kekuatan batang mendong. Bahan penelitian adalah batang dan serat mendong untuk dievaluasi kekuatan tariknya. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Lab. Bahan Jurusan Fisika UB, Lab Hidrobiologi FPIK UB, Lab. Tekstil Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Prosedur penelitian Pengambilan sampel uji Sampel diperoleh dari satu lahan yang sama dengan usia panen 6 bulan di wilayah dusun Blayu, desa Sumber Suko, kecamatan Wajak, kabupaten Malang. Setelah panen, batang mendong di keringanginkan selama satu minggu. Batang mendong yang diambil sebagai sampel memiliki panjang antara 1-1.1 m. Selanjutnya batang mendong dipotong 10 cm mulai dari pangkal batang sampai dengan panjang mendong mencapai 1 m. Penyimpanan dilakukan dengan memasukkan mendong pada bungkus plastik dan dimasukkan pada kotak sampel dengan kelembaban udara 60%. Proses retting serat Batang mendong yang masih basah dipotong sepanjang 20 cm dari pangkal batang, selanjutnya potongan bagian atas dibuang. Potongan bagian bawah selanjutnya dipukulpukul berulang-ulang dengan dibersihkan dalam media air sampai serat mendong terlepas dari jaringan ikatnya. Selanjutnya serat direndam dalam air selama kurang lebih satu minggu. Serat mendong selanjutnya diambil dan dibersihkan lalu dibiarkan kering angin, selanjutnya dilakukan pengamatan dan pengujian tarik. Sisa serat lainnya disimpan dalam bungkus plastik dan dimasukkan pada kotak sampel dengan kelembaban udara 50%.
Penentuan kadar air Penentuan kadar air dilakukan menurut metoda pengujian standar SNI 08 — 7070 — 2005. Secara sederhana langkah-langkah penentuan kadar air sebagai berikut: Cawan porselen yang akan digunakan sebagai wadah ditentukan terlebih dahulu berat keringnya kemudian cawan porselen dipanaskan di dalam oven pada suhu 105°C ± 3°C selama 1 jam, lalu cawan ditimbang dan diletakkan di dalam desikator selama ± 10 menit, kemudian ditimbang. Pemanasan dan penimbangan diulangi sampai diperoleh berat tetap. Sampel uji dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya, kemudian sampel ditimbang sebanyak 2 g ± 0,1 g. Cawan porselen yang telah berisi sampel kering dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu 105°C ± 3°C. Sampel didinginkan dalam desikator selama ± 10 menit, kemudian sampel ditimbang. Pemanasan dan penimbangan diulangi sampai diperoleh berat tetap. Kadar air ditentukan berdasarkan rasio berat yang hilang dibandingkan dengan berat awal. Penentuan kadar ekstraktif Penentuan kadar air dilakukan menurut metoda pengujian standar TAPPI T — 222 cm-98. Secara sederhana, langkah-langkah penentuan kadar ekstraktif sebagai berikut: Batang mendong dihancurkan sampai lembut, kemudian disaring. Bagian yang lembut selanjutnya dihidrolisa. Batang mendong hasil hidrolisis ditimbang sebanyak 8 gram dan dimasukkan ke dalam thimble. Labu didih 500 ml diisi dengan Hexane sebanyak 250 ml. Alat Ekstraction Heater (glass bead) dirangkai dan memastikan air pendingin mengalir lancar dan Ekstraction Heater dihidupkan selama 6 jam. Setelah 6 jam, thimble dipindahkan dan glass bead dipasang kembali, heater dihidupkan hingga tinggal volume cairan di labu didih ±10 ml. Cairan tersebut dimasukkan ke dalam petri dish (berat petri dish sebelumnya telah diketahui) dan dikeringkan dalam oven pada ±105oC selama 30 menit. Cairan didinginkan di desikator ± 10 menit dan petri dish yang berisi zat ekstraktif ditimbang. Penentuan kadar Lignin Secara sederhana langkah-langkah penentuan kadar lignin pulp sebagai berikut : Sampel uji basil ekstraksi sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml, kemudian ditambahkan asam sulfat 72% sebanyak 15 ml, penambahan dilakukan
perlahan-lahan dalam bak perendam dan maserasi selama 2-3 menit. Setelah terdispersi sempurna, wadah ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan dalam bak perendaman selama 2 jam. Erlenmeyer 1000 ml diisi dengan air sebanyak 300-400 ml dan contoh dari gelas piala dimasukkan secara kuantitatif, kemudian diencerkan dengan air sampai volume 575 ml sehingga konsentrasi asam sulfat 3%. Larutan dipanaskan sampai mendidih dan dibiarkan selama 4 jam dengan api kecil dan menggunakan pendingin balik. Larutan didinginkan diudara terbuka dan dibiarkan sampai lignin mengendap sempuma. Endapan lignin disaring dengan kertas saring lalu dicuci dengan air panas berlebih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada ±105°C sampai beratnya konstan. Penentuan kadar selulosa alpha Secara sederhana langkah-langkah penentuan kadar lignin pulp sebagai berikut : Sampel uji hasil ekstraksi sebanyak 1,5 gram dimasukkan kedalam gelas piala 300 ml dan ditambahkan 75 ml larutan NaOH 17,5%, sebelumnya suhu larutan diatur 25°C ± 2°C. Waktu saat larutan NaOH ditambahkan dicatat. Sampel yang telah ditambahkan larutan NaOH, diaduk dengan pengaduk mekanik sampai terdispersi sempurna. Setelah terdispersi sempurna, pengaduk diangkat dan dibersihkan bahan yang menempel pada ujung batang pengaduk dan disimpan dalam penangas 25°C ± 2°C. Setelah 30 menit dan penambahan pertama larutan NaOH 17,5%, ditambahkan 100 ml aquadest suhu 25°C ± 2°C dan diaduk dengan batang pengaduk. Gelas kimia berisi sampel diletakkan dalam penangas selama 30 menit, sehingga total waktu ekstraksi seluruhnya sekitar 60 menit ± 5 menit. Setelah 60 menit, diaduk dengan batang pengaduk dan disaring dengan kertas saring menggunakan corong masir. Filtrat pertama sekitar 10 ml sampai 20 ml dibuang, kemudian filtrat dikumpulkan sekitar 100 ml dalam labu yang kering dan bersih. Pipet filter 25 ml dan 10 ml larutan K2Cr2O7 0,5 N ke dalam labu 250 ml. ditambahkan dengan hati — hati 50 ml H2SO4 pekat, diaduk dengan menggoyang labu secara perlahan. Larutan dibiarkan tetap panas selama 15 menit (suhu 125° — 135°C), kemudian ditambahkan 2 - 4 tetes indikator ferroin dan dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat 0.1 N sampai berwarna ungu. Penentuan kadar selulosa alfa dilakukan dengan meggunakan rumusan dibawah ini:
100 6.85 0.1 20 100%
Dengan : Vb = Volume titrasi blanko, ml Vt = Volume titrasi, ml A = Volume filtrat, ml W = Berat Sampel, gr Penentuan kadar hemiselulosa Kadar hemiselulosa dapat diperoleh dengan rumusan berikut: Hemiselulosa = 100 — (Kadar Selulosa alfa + Kadar Lignin + Kadar Ekstraktif) Untuk blanko dilakukan pengerjaan yang sama tanpa menambahkan sampel (contoh uji) Penentuan diameter serat Penentuan diameter serat dilakukan dengan cara serat difoto secara horizontal, selanjutnya dengan asumsi bahwa serat berpenampang bulat maka diukur diameter serat dengan program ImageJ pada 10 tempat di sepanjang serat pada foto. Hasil pengukuran tersubut dihitung luasannya dan selanjutnya dibuat rata-rata luas penampang serat. Pengujian tarik batang mendong Pengujian tarik batang mendong dilakukan secara langsung pada batang mendong panjang 10 cm dengan jumlah spesimen 5 buah dengan slat uji tarik serat kapasitas 300N. Spesimen dijepit pada ujung-ujungnya selanjutnya ditarik sehingga putus. Parameter uji yang digunakan adalah panjang batang tarik efektif 8 cm, dengan kecepatan cross head 50 mm/min. Hasil uji tarik dibuat rerata dan ditentukan standar deviasi dan koefisen variasinya. Pengujian tarik serat tunggal mendong Uji tarik spesimen dilakukan dengan menggunakan mesin uji tarik serat. Luas penampang serat ditentukan melalui pengamatan mikroskop optik. Sepuluh set spesimen disiapkan seperti Gambar 1 dan diuji kekuatan tarik dari masing-masing spesimen.
Gambar 2 Spesimen uji tarik serat tunggal (Goda et al, 2006)
HASIL DAN DISKUSI Analisa terhadap batang mendong baru panen, diketahui memiliki kandungan air sebesar 5,2% pada pangkal batang dan 4,2% pada tengah batang. Setelah dilakukan pengujian terhadap kandungan senyawa kimia dari batang mendong diketahui bahwa batang mendong memiliki kandungan Selulosa alfa 72,14%, Hemiselulosa 20.20%, 3.44%, dan kadar ekstraktif 4.2%. Melalui pengujian tarik batang mendong (Tabel 1, Gambar 2), ditunjukkan bahwa beban tarik terbesar mendong terdapat pada batang mendong pada jarak 20 - 30 cm dari pangkal batang dengan beban putus sebesar 100,1N. Dengan memperhatikan variasi data maka batang mendong memiliki kekuatan cukup homogen sampai dengan panjang 60 cm dari pangkal batang dengan koefisien variasi kurang dari 15% setelah itu kekuatan batang memiliki variasi yang terlalu tinggi (>20%). Dari hasil tersebut dapat digunakan acuan bahwa untuk memperoleh hasil kekuatan yang homogen maka sebaiknya panjang mendong yang digunakan adalah sampai 60 cm dari pangkal batang.
bahwa mendong memiliki rongga pada bagian tengah batang, dengan kelompok serat dominan berada pada bagian tepi serat dibawah dinding epidermis kulit. Sebagian kecil serat terdapat pada sekeliling berkas pengangkut pada tengah batang. Bentuk serat agak sedikit pipih dengan ukuran bervariasi dan terdapat lubang pori dalam seratnya. Serat tersebut dapat dilihat melalui mikroskop optic dan electron (SEM) dan serat dapat diamati secara langsung maupun dengan pewarnaan Metil Blue (Gambar 3). Dengan menggunakan program ImageJ, dilakukan proses penghitungan diameter batang melintang mendong. Penghitungan dilakukan pada 10 tempat pada serat uji dan menghasilkan diameter penampang rata-rata (d) sebesar 33,4 µm. Dari pengujian tarik diketahui bahwa kekuatan tarik serat tunggal mendong mencapai 452 MPa.
Tabel 1. Hasil pengujian tarik batang mendong Jarak dari pangkal Beban Koef. batang (cm) putus (N) Variasi (%) 0 -10 74.0 9.6 10 -20 98.7 8.6 20 - 30 100.1 11.6 30 - 40 94.8 13.7 40 - 50 89.1 8.0 50 - 60 87.3 10.2 60 - 70 78.9 20.4 70 - 80 71.2 32.1 80 - 90 59.1 22.9 90 - 100 52.8 20.9
(E) Gambar 3. Anatomi dan morfologi serat: (A) Potongan batang mendong (Foto mikroskop optic Olympus M.100x) ; (B) Bentuk penampang serat mendong (Foto mikroskop optic Olympus M.400x); (C) Struktur anatomi mendong dengan pewamaan Metil Blue(Foto mikroskop optic Olympus M.100x); (D) Gambaran memanjang serat mendong dari retting secara mekanis (Foto mikroskop optic Olympus M.100x); (E). Morfologi serat mendong, SEM M.2000x Gambar 2. Perbandingan beban tarik batang mendong dari pangkal batang hingga ke ujung
Tanaman mendong termasuk jenis tanaman dikotil. Berdasarkan pengamatan ultrastruktur batang mendong diketahui
Beberapa jenis rumput telah dieksplorasi sifat dan kapasitas seratnya seperti rumput laut (sea Grass) (Davies, dkk., 2007), Indian grass (Liu dkk, 2004), Napier grass (Reddy dkk., 2009), serat batang padi (Reddy &
Yang, 2006), dan Zoysia grass (japonica dan tenuifolia) (Pandey, dkk., 2009). Apabila dibandingkan dengan fiber alami dari referensi (Tabel 3) menunjukkan bahwa kekuatan tarik serat mendong setara serat batang padi, dan lebih rendah dari serat rami, serat flax dan E-glass. Tabel 3. Perbandingan karakter beberapa serat σt Dserat Selulosa Serat Referensi (MPa) (%) (µm) 72 452 Mendong 33,4 ( Reddy & Yang, 2006) (Sain & Wheat 139,9-153 84-94 tidak Panthapulakkal, straw disebutkan 2006) (Munawar dkk, Ramie 68.6— 76.2 849 49,6±3,6 2006) (Davies dkk, Sea grass 57 573±120 5 2007) (Davies dkk, Flax 82±5 1339-1486 17,8±0,5 2007) (Davies dkk, Sisal 65,8 350-700 7-47 2007) (Davies dkk, E-glass 1400-3500 8-14 2007) Rice straw
64
450
KESIMPULAN Berdasarkan eksplorasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa serat mendong memiliki karakteristik yang cukup kuat sehingga dapat dijadikan sebagai serat penguat dalam matriks polimer. Serat mendong memungkin untuk dieksplorasi lebih lanjut berkaitan dengan interaksi psikokimia serat dalam kaitannya dengan adesi interface dengan matriksnya.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan pada Kriswitonohadi, mahasiswa Program Magister Teknik Mesin Pascasarjana Universitas Brawijaya, atas bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Bachtiar, D., Sapuan, S., & Hamdan, M. (2008). The effect of alkaline treatment on tensile properties of sugar palm fibre reinforced epoxy composites. Materials &
Design, 29(7), 1285-1290. doi: 10.10161j.matdes.2007.09.006. Davies, P., Morvan, C., Sire, 0., & Baley, C. (2007). Structure and properties of fibres from sea-grass (Zostera marina). Journal of Materials Science, 42(13), 4850-4857. doi: 10.1007/s10853-006-0546-1. Goda, K., Sreekala, M., Gomes, a, Kaji, T., & Ohgi, J. (2006). Improvement of plant based natural fibers for toughening green composites—Effect of load application during mercerization of ramie fibers. Composites Part A: Applied Science and Manufacturing, 37(12), 2213-2220. doi: 10.1016/j.compositesa.2005.12.014. Li, X., Tabil, L. G., & Panigrahi, S. (2007). Chemical Treatments of Natural Fiber for Use in Natural Fiber-Reinforced Composites: A Review. Journal of Polymers and the Environment, 15(1), 2533. doi: 10.1007/s10924-006-0042-3 Liu, W., Mohanty, A. K., Askeland, P., Drzal, L. T., & Misra, M. (2004). Influence of fiber surface treatment on properties of Indian grass fiber reinforced soy protein based biocomposites. Polymer, 45(22), 7589-7596. doi: 10.1016/j.polymer.2004.09.009 Mohanty, A.K., Misra, M., and Drzal, L.T., 2005. Natural fibers, biopolymers, and biocomposites., Available at: http://doi.wiley.com/10.1002/pi.2084. Mu, Q., Wei, C., & Feng, S. (2009). Studies on Mechanical Properties of Sisal Fiber / Phenol Formaldehyde Resin In-Situ Composites. Polymer. doi: 10.1002/pc Munawar, S. S., Umemura, K., & Kawai, S. (2006). Characterization of the morphological, physical, and mechanical properties of seven nonwood plant fiber bundles. Journal of Wood Science, 53(2), 108-113. doi: 10.1007/s10086-006-0836-x Pandey, J. K., Chu, W. S., Kim, C. S., Lee, C. S., & Ahn, S. H. (2009). Bio-nano reinforcement of environmentally degradable polymer matrix by cellulose whiskers from grass. Composites Part B: Engineering, 40(7), 676-680. Elsevier Ltd. doi: 10.1016/j.compositesb.2009.04.013. Reddy, K. 0., Maheswari, C. U., Reddy, D. J. P., & Rajulu, a V. (2009). Thermal properties of Napier grass fibers. Materials Letters, 63(27), 2390-2392. Elsevier B.V. doi: 10.1016/j.matlet.2009.08.035 Reddy, N., & Yang, Y. (2006). Properties of high-quality long natural cellulose fibers from rice straw. Journal of agricultural
and food chemistry, 54(21), 8077-81. doi: 10.1021/#0617723 Sain, M., & Panthapulakkal, S. (2006). Bioprocess preparation of wheat straw fibers and their characterization. Industrial Crops and Products, 23(1), 1-8. doi: 10.1016/j.indcrop.2005.01.006