KARAKTERISTIK PROTEIN DAN ASAM AMINO KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI SITU GEDE,BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN
PURWATI NINGSIH C34050182
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN PURWATI NINGSIH C34050182. Karakteristik Protein dan Asam Amino Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Situ Gede, Bogor Akibat Proses Pengukusan. Dibimbing oleh NURJANAH dan ELLA SALAMAH. Kerang merupakan hewan avertebrata bercangkang yang dapat hidup pada dasar atau menempel pada substrat di dalam suatu perairan. Kerang banyak dihasilkan di daerah tropis dan merupakan salah satu sumber protein hewani yang murah bagi masyarakat. Kerang yang merupakan famili Unionidae memiliki potensi ekonomis yaitu sebagai bahan pangan sumber protein bagi manusia, sumber pakan ternak, industri kancing dan penghasil mutiara serta komoditas budidaya perikanan darat. Kerang pada ekosistem perairan tawar biasa disebut kijing. Daging kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) mengandung asam lemak tak jenuh eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) dan mengandung protein hewani yang kaya akan asam amino. Susunan kandungan asam amino dapat menentukan kualitas protein. Kerang umumnya dikonsumsi dengan cara dimasak secara tradisional. Pengolahan panas dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan maupun sebaliknya yaitu, kehilangan zat-zat gizi, dan perubahan sifat sensori ke arah perubahan yang kurang disukai dan kurang diterima. Metode pengolahan yang biasa dilakukan dalam rumah tangga adalah pengukusan Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai rendemen dan kandungan gizi kijing lokal di Situ Gede, Bogor agar pengolahannya dapat dimanfaatkan secara optimum untuk memberikan nilai tambah. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) menentukan karakteristik kijing lokal dari Situ Gede, Bogor
yang meliputi rendemen, komposisi gizi, kandungan protein larut air (PLA) dan protein larut garam (PLG), serta jenis dan jumlah asam amino, (2) menentukan pengaruh pengukusan terhadap rendemen, komposisi gizi, kandungan PLA dan PLG, serta asam amino kijing lokal. Penelitian dilakukan melalui beberapa bagian meliputi pengambilan sampel kijing di Situ Gede, Bogor, identifikasi, penentuan ukuran dan bobot (panjang, lebar, tinggi, bobot total), rendemen tubuh (daging, jeroan, cangkang) kijing lokal dan pengukusan. Selanjutnya dilakukan beberapa analisis kimia yaitu, analisis proksimat, protein larut air, protein larut garam serta asam amino dan taurin. Kijing lokal memiliki nilai rendemen yang paling tinggi pada cangkang. Nilai penyusutan kijing lokal selama proses pengukusan sebesar 29,73 %. Komposisi kimia kijing lokal berdasarkan basis kering terdiri dari kadar air 441,71%, kadar abu 16,68%, kadar lemak 5,85%, kadar protein 48,21% dan karbohidrat 29,26%. . Kandungan protein larut garam pada kijing lokal lebih tinggi daripada protein larut air. Protein daging kijing lokal terdiri dari 17 asam amino, yaitu 9 asam amino esensial dan 8 asam amino non esensial Kandungan asam amino tertinggi yaitu asam glutamat. Kijing lokal memilki kandungan taurin sebesar 0,087%. Komposisi kimia pada kijing lokal rata-rata mengalami penurunan setelah proses pengukusan.
KARAKTERISTIK PROTEIN DAN ASAM AMINO KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis) DARI SITU GEDE, BOGOR AKIBAT PROSES PENGUKUSAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh PURWATI NINGSIH C34050182
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul skripsi
: Karakteristik Protein dan Asam Amino Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Situ Gede, Bogor Akibat Proses Pengukusan
Nama mahasiswa
: Purwati Ningsih
Nomor pokok
: C34050182
Menyetujui:
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Nurjanah, MS NIP. 195910131986012002
Dra. Ella Salamah, M.Si NIP. 195306291988032001
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc NIP. 196205281987032003
Tanggal lulus:………………………
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat serta karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan hasil penelitian dengan judul ” Karakteristik Protein dan Asam Amino Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Situ Gede, Bogor Akibat Proses Pengukusan” . Penulisan hasil penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Ir. Nurjanah, MS dan Dra. Ella Salamah, M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan
pengarahan yang diberikan
kepada penulis. 2. Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc selaku dosen penguji, atas segala pengarahan yang diberikan kepada penulis. 3. Ibu Dr. Linawati Hardjito selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacob, Dipl,Biol selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi hasil Perairan. 5. Seluruh dosen , pegawai dan staf TU atas bantuannya selama ini. 6. Keluarga tercinta: kedua orangtua, om Embie, Nita, Lian yang telah memberikan dukungan, semangat serta doa kepada penulis sehingga terselesaikannya penelitian ini. 7. Pak Danu dan Bu Endang yang telah membantu dan memberikan informasi selama penelitian. 8. Tim penelitian kijing yaitu Anne, Uli dan Rodi atas kerjasama dan dukungan selama penelitian. 9. Tim PKM U-Soup (Ifa, Pus, Fathu dan Yayan) yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 10. Teman-teman THP 42 (Adrian, Indri, Seno, Anggi, Dewi, Tika, Pril, Ale, Mirza, Ance, Ary, Zein, Rustam, Erna, Dini, Fahrul, Dan, Kembar dan banyak teman lain yang tidak dapat disebutkan) yang selalu memberikan
doa, mendukung dan memberikan semangat kepada penulis, terima kasih atas semuanya “miss you all THP 42”, 11. Teman-teman Wisma FA (Indah, Thutie, Arina, Mba Ammah, SH, Adiz, Ariza, Mba Ari dan Mba Feti) terima kasih atas dukungan kalian dan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman THP 41 yang senantiasa memberikan doa, dukungan, semangat dan berbagi ilmu dengan penulis: An’im, Anang, Wisnu, Laler, Afid, Nicol, Theta dan semuanya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. 13. Teman-teman THP 39, 40, 43 dan 44 atas kebersamaanya selama ini. 14. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkannya..
Bogor, Agustus 2009
Purwati Ningsih C34050182
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ngawi pada tanggal 3 November 1987, merupakan anak tunggal dari pasangan Hartono dan (Alm) Sati. .Penulis memulai jenjang pendidikan di SDN 03 Pagi Pademangan Timur Jakarta dan lulus tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 42 Jakarta Utara dan lulus tahun 2002 kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah atas yang ditempuh di SMU Negeri 40 Jakarta Utara dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun kedua kuliah, penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan Minor Pengembangan Usaha Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2005-2006, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM-C) periode 2007-2008 dan Fisheries Processing Club (FPC) periode 2008. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Avertebrata Air periode 2007, asisten mata kuliah Penanganan Hasil Perairan periode 2008 dan 2009, serta asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan periode 2009. Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan pelatihan, seminar, kepanitian dan perlombaan, diantaranya adalah Pelatihan Sistem Jaminan Mutu ISO 22000 (International Standarization Organization) dan finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional 2009. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Karakteristik Protein dan Asam Amino Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Situ Gede, Bogor Akibat Proses Pengukusan” dibimbing Ir. Nurjanah, MS dan Dra. Ella Salamah, M,Si.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
x
1.
PENDAHULUAN .....................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian ...............................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
3
2.1 Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) ................................... 2.1.1 Klasifikasi dan deskripsi .......................................... 2.1.2 Morfologi dan anatomi ............................................. 2.1.3 Komposisi kimia ...................................................... 2.1.4 Pemanfaatan .............................................................
3 3 4 6 8
2.2 Protein ................................................................................ 2.2.1 Protein miofibril. ...................................................... 2.2.2 Protein sarkoplasma ................................................. 2.2.3 Protein stroma ..........................................................
8 9 10 10
2.3 Asam Amino ...................................................................... 2.3.1 Asam amino esensial ................................................ 2.3.2 Asam amino non esensial ......................................... 2.3.3 Taurin .......................................................................
10 12 14 16
2.4 High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ........
17
2.5 Pengukusan ........................................................................
18
METODOLOGI ..........................................................................
20
3.1. Waktu dan Tempat .............................................................
20
3.2. Alat dan Bahan ...................................................................
20
3.3. Metode Penelitian .............................................................. 3.3.1. Pengambilan sampel ................................................ 3.3.2. Identifikasi................................................................ 3.3.3 Pengukusan .............................................................. 3.3.4. Rendemen................................................................. 3.3.5 Analisis kimia ..........................................................
20 21 21 22 22 22
3.3.5.1 Analisis proksimat (AOAC 1995)................ 3.3.5.2 Analisis protein larut air (Wahyuni 1992) ... 3.3.5.3 Analisis protein larut garam (Wahyuni 1992)
22 25 25
2.
3.
3.3.5.4 Analisis asam amino (AOAC 1999) ............... 3.3.5.5 Analisis taurin (AOAC 1999) ........................ 4.
26 27
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................
29
4.1. Keadaan Umum Situ Gede, Bogor ..................................
29
4.2. Ukuran dan Bobot Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)..
29
4.3. Rendemen Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) .................
31
4.4. Hasil Analisis Kimia ........................................................... 4.4.1. Komposisi kimia ...................................................... 4.4.2. Komposisi protein larut air dan protein larut garam .................................................. 4.4.3 Komposisi asam amino dan taurin...........................
33 33
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
47
5.1 Kesimpulan ..........................................................................
45
5.2 Saran ....................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
48
LAMPIRAN .........................................................................................
53
5.
39 42
DAFTAR TABEL Nomor
Teks
Halaman
1.
Kandungan zat gizi kijing per 100 g bahan .................................
7
2.
Kandungan asam amino kijing (Cibalagung, Bogor) ..................
7
3.
Kebutuhan protein manusia per hari ............................................
8
4.
Asam amino esensial ....................................................................
12
5.
Asam amino non esensial .............................................................
14
6.
Ukuran dan bobot kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ................
30
7.
Komposisi kimia kijing lokal .......................................................
33
8.
Kandungan asam amino kijing lokal dan kijing taiwan .............
45
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
Halaman
1. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ...............................................
3
2. Anatomi kijing ................................................................................
6
3. Struktur umum asam amino ............................................................
11
4. Stuktur asam amino konfigurasi D dan L .......................................
11
5. Struktur taurin …………………………………………………….
16
6. Biosintesis taurin dalam hati ...........................................................
17
7. Alat kromatografi HPLC.................................................................
18
8. Diagram alir metode penelitian ......................................................
21
9. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari perairan Situ Gede …….
30
10. Rendemen kijing segar ...................................................................
31
11. Rendemen kijing kukus ...................................................................
32
12. Histogram kandungan air kijing lokal .............................................
34
13. Histogram kandungan abu kijing lokal ...........................................
35
14. Histogram kandungan lemak kijing lokal .......................................
36
15. Histogram kandungan protein kijing lokal ......................................
37
16. Histogram kandungan karbohidrat kijing lokal ..............................
39
17. Kandungan protein larut air kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ...
40
18. Kandungan protein larut garam kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)
41
19. Kandungan asam amino dan taurin kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)....................................................................
43
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Denah lokasi Situ Gede .................................................................
53
2. Danau Situ Gede Bogor, Jawa Barat .............................................
54
3. Data panjang, lebar, tinggi dan berat kijing lokal ..........................
55
4. Hasil pengujian analisis proksimat kijing lokal ............................
54
5. Data protein larut air (PLA) kijing lokal .......................................
59
6. Data protein larut garam (PLG) kijing lokal .................................
60
7. Diagram alir analisis PLA dan PLG ..............................................
61
8. Diagram alir analisis asam amino .................................................
62
9. Diagram alir analisis taurin ...........................................................
63
10. Berat molekul dan retention time asam amino dan taurin .............
65
11. Data komposisi asam amino .........................................................
66
12. Dokumentasi penelitian .................................................................
68
13. Kromatogram asam amino standar ...............................................
70
14. Kromatogram asam amino kijing segar (ulangan 1) .....................
71
15. Kromatogram asam amino kijing segar (ulangan 2) ....................
72
16. Kromatogram asam amino kijing kukus (ulangan 1) ....................
73
17. Kromatogram asam amino kijing kukus (ulangan 2) ....................
74
18. Kromatogram taurin standar .........................................................
75
19. Kromatogram taurin kijing segar (ulangan 1 dan ulangan 2) .......
76
20. Kromatogram taurin kijing kukus (ulangan 1 dan ulangan 2) ......
77
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya perikanan yang potensial, baik dari perairan tawar maupun laut. Contoh perairan tawar adalah sungai, waduk, danau dan sebagaainya. Jenis perairan tawar yang banyak ditemukan di daerah Jawa Barat, khususnya Bogor adalah danau. Situ Gede merupakan salah satu danau yang terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Salah satu komoditas perikanan yang ada di Situ Gede adalah kerang. Kerang merupakan hewan avertebrata bercangkang yang dapat hidup pada dasar atau menempel pada substrat di dalam suatu perairan. Kerang banyak
dihasilkan di daerah tropis. Volume produksi kerang di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan, pada periode tahun 2002-2006 yaitu sebesar 7 ton, 2.869 ton, 12.991 ton, 16.348 ton dan 18.896 ton
(DKP 2007). Kerang yang merupakan famili Unionidae memiliki potensi
ekonomis yaitu sebagai bahan pangan sumber protein hewani yang murah bagi
masyarakat, sumber pakan untuk ternak, industri kancing dan penghasil mutiara serta komoditas budidaya perikanan darat (Prihartini 1999).
Kerang pada ekosistem perairan tawar biasa disebut kijing. Daging kijing lokal
(Pilsbryoconcha
exilis)
mengandung
asam
lemak
tak
jenuh
eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) yang dapat meningkatkan kecerdasan otak. Daging kijing juga mengandung protein hewani yang kaya akan asam amino esensial (arginin, leusin, dan lisin) (Suwignyo et al. 1981). Protein merupakan salah satu nutrisi yang sangat penting setelah air. Protein tersusun dari sekuen-sekuen asam amino. Susunan asam amino ini bersifat khas untuk setiap jenis protein (Winarno 1997). Asam amino adalah suatu komponen organik yang mengandung gugus amino dan karboksil. Susunan kandungan asam amino dapat menentukan kualitas protein. Apabila suatu protein mengandung semua asam amino yang penting dalam jumlah yang diperlukan tubuh, maka protein ini mempunyai mutu yang tinggi. Jika mengalami kekurangan salah satu atau lebih asam amino esensial maka protein ini termasuk mutu yang rendah (Winarno 1997).
Kijing umumnya dikonsumsi dengan cara dimasak secara tradisional yaitu dikukus. Pengolahan panas merupakan salah satu cara yang telah dikembangkan
untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan. Pengolahan ini dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi, dan dapat diterima dengan baik secara sensori maupun kimia. Pengolahan juga dapat menimbulkan hal sebaliknya yaitu menghasilkan senyawa toksik sehingga menjadi kurang atau tidak aman, kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sifat sensori ke arah perubahan yang kurang disukai dan kurang diterima. Metode pengolahan yang biasa dilakukan dalam rumah tangga adalah pengukusan (Harris dan Karmas 1989). Informasi mengenai rendemen, kandungan gizi dan pengaruh pengukusan terhadap beberapa parameter fisika dan kimia kijing lokal di Situ Gede, Bogor belum diketahui secara lengkap. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan sehingga dapat diperoleh informasi mengenai kandungan gizi kijing lokal di Situ Gede, Bogor agar dapat dimanfaatkan secara optimum. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai rendemen dan kandungan gizi kijing lokal di Situ Gede, Bogor agar pengolahannya dapat dimanfaatkan secara optimum untuk memberikan nilai tambah. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) menentukan karakteristik kijing lokal dari Situ Gede, Bogor
yang meliputi rendemen, komposisi gizi, kandungan protein larut air (PLA) dan protein larut garam (PLG), serta jenis dan jumlah asam amino, (2) menentukan pengaruh pengukusan terhadap rendemen, komposisi gizi, kandungan PLA dan PLG, serta asam amino kijing lokal.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) Pilsbryoconcha exilis tergolong hewan Pelecypoda yang dapat hidup di
kolam, danau, sungai atau perairan tawar lainnya (Storer dan Usinger 1961). Menurut Suhardi (1983), genus Pilsbryoconcha paling senang hidup pada dasar perairan yang berlumpur, sedikit pasir dan tidak terlalu dalam. Kijing lokal ada yang merayap atau membenamkan diri di lumpur dan beberapa melekat pada batu atau benda padat lainnya. 2.1.1 Klasifikasi dan deskripsi Pilsbryoconcha exilis termasuk ke dalam filum moluska. Ciri umum dari filum ini mempunyai bentuk tubuh simetri bilateral, tidak beruas-ruas, tubuh lunak dan ditutupi mantel yang menghasilkan zat kapur, bentuk kepala jelas dengan organ pernapasan adalah paru-paru atau insang (Suwignyo et al. 1998). Gambar kijing lokal dapat dilihat pada Gambar 1. Menurut Pennak (1953) klasifikasi kijing lokal sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Subkingdom : Metazoa Filum
: Mollusca
Kelas
: Pelecypoda
Ordo
: Eulamellibranchiata
Subordo
: Integripalliata
Famili
: Unionidae
Genus
: Pilsbryoconcha
Spesies
: Pilsbryoconcha exilis
Gambar 1. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis)
2.1.2 Morfologi dan anatomi Pilsbryoconcha exilis berbentuk oval memanjang atau berbentuk lidah. Bagian samping lebih pipih, bagian depan membulat, meruncing atau bersiku di bagian belakang. Berwarna cokelat kekuningan atau cokelat kehijauan, tipis dan transparan (Jutting 1953). Kijing lokal mempunyai bentuk cangkang yang sama seimbang antara kiri dengan kanan, gigi lateral dan gigi pseudocardinal yang terpisah oleh umbonal cavity, cangkang dengan lapisan nacreous yang tebal. Cangkang dibentuk oleh jaringan mantel (Suwignyo et al. 1998). Anatomi kijing bagian luar terdiri dari cangkang. Anatomi kijing bagian dalam terdiri dari tiga bagian utama yaitu mantel, insang dan organ dalam. Mantel besar menggantung di seluruh badan, dan membentuk lembaran yang luas dari jaringan yang berada di bawah cangkang. Tepi mantel menghasilkan tiga lipatan yaitu dalam, tengah dan luar. Pada lapisan luar bagian dalam permukaan terdapat periostrakum dan di bagian luar permukaan terdapat lapisan zat kapur. Seluruh permukaan mantel mensekresikan zat kapur (Rupert and Barnes 1994 diacu dalam Sulistiawan 2007). Selain itu, juga diproduksi sifon inhalant (terletak pada ventral) dan sifon exhalant (terletak pada dorsal). Organ dalam pada kijing air tawar terdiri dari organ-organ vital seperti perut, usus, kelenjar pencernaan (misal liver), gonad dan kaki. Kaki merupakan otot terbesar yang ada pada badan kijing, yang digunakan untuk bergerak dan menggali. Pada umumnya, kaki kijing berbentuk pipih secara lateral dan mengarah ke anterior sebagai adaptasi untuk meliang (Turgeon 1988). Penjuluran dan penarikan kaki disebabkan oleh adanya kontraksi otot protaktor dan otot retraktor (Pechenik 2005). Sebagian
besar kijing merupakan cilliary feeder,
karena sebagai deposit feeder maupun filter feeder, cilia berperan dalam mengalirkan makanan ke mulut (Suwigyo et al. 1998). Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan kijing antara lain suhu, pH, oksigen, endapan lumpur dan fluktuasi permukaan air (Prihartini 1999). Kijing yang hidup pada perairan yang relatif tenang akan lebih baik daripada kijing yang hidup dalam perairan mengalir (Sianipar 1997 dan Anwar 1977 diacu dalam Suwignyo et al. 1981)
Cangkang kijing lokal terdiri dari tiga lapisan, yaitu: lapisan luar yang terdiri dari zat tanduk, lapisan tengah terdiri dari kristal-kristal kalsium karbonat dan lapisan mutiara tipis terdiri dari kalsium karbonat yang dapat memantulkan cahaya. Cangkang dapat terbuka dan tertutup oleh gerakan otot adduktor anterior dan otot adduktor posterior. Bagian dalam cangkang terdapat dua buah mantel. Pada ujung mantel terdapat dua buah sifon yang berbeda fungsinya. Sifon ventral berfungsi sebagai alat pemasukan air (makanan), dan sifon dorsal digunakan sebagai alat pembuangan sisa-sisa metabolisme (Kaestner 1967). Alat pencernaan kijing berturut-turut terdiri dari mulut yang tidak berahang atau bergigi, sepasang palps yang bercilia, lambung, usus, rektum dan anus. Selain alat pencernaan, di dalam tubuh kijing terdapat hati yang menyelubungi dinding lambung, ginjal, pembuluh darah dan pembuluh urat syaraf (Storer dan Usinger 1961). Umumnya kijing dapat mengatur tingkat metabolisme oksigen dengan baik sehingga masih dapat hidup pada keadaan dimana kadar oksigen dalam air sangat rendah. Kijing bernapas dengan insang dan mantel (Wilbur dan Yonge 1964). Keunikan hidup kijing lokal yaitu siklus hidupnya akan sempurna jika pada periode larva (glochidia) dapat menempel (parasit temporer) pada tubuh fauna air tawar lainnya yang dijadikan sebagai inang (Suwignyo et al 1981). P.exillis termasuk kerang yang berkelamin ganda (hermaphrodit). Proses pembuahan terjadi apabila kijing betina mengeluarkan sel telur ke ruang suprabranchial dan kijing jantan yang berada di sekitarnya mengeluarkan sperma melalui dorsal sifon. Aliran sperma tersebut masuk ke dalam insang kijing betina melalui ventral sifon, pembuahan terjadi di dalam insang (Suhardjo et al.1977). Anatomi kijing dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Anatomi kijing (Anonima 2009) 2.1.3 Komposisi kimia Menurut Furkon (2004) diacu dalam Rusyadi (2006) kerang-kerangan yang berasal dari perairan tawar maupun laut memiliki kandungan gizi yang penting. Pertama, makanan ini merupakan sumber protein hewani dengan kategori protein yang komplit, karena kandungan asam amino esensialnya lengkap dan sekitar 85-95% mudah dicerna tubuh. Kedua, kerang-kerangan merupakan sumber utama mineral yang dibutuhkan tubuh, seperti iodium (I), besi (Fe), seng (Zn), selenium (Se), kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), flour (F) dan lain-lain. Ketiga, kerang-kerangan merupakan sumber lemak yang aman.. Asam lemak omega-3 dapat meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL) dan menurunkan low density lipoprotein (LDL). Kekerangan dikenal mengandung HDL yang cukup tinggi, kadar lemak total dan lemak jenuhnya rendah Menurut Suhardjo et al. (1977) kijing merupakan salah satu hewan air tawar yang sudah lama dikenal sebagai sumber protein hewani yang murah. Kandungan protein daging kijing berkisar antara 5,67-7,37%. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan nilai protein pada ikan yang umumnya diatas 10%. Akan tetapi, hal yang patut diperhatikan dari kijing adalah kandungan besinya yang berkisar antara 31,02-35,85% mg dalam setiap 100 g bahan.
Menurut Suhardjo et al. (1977) kijing kaya akan asam amino esensial terutama leusin dan lisin. Kandungan zat gizi dari kijing dengan ukuran panjang kurang dari 9 cm yang berasal dari Cibalagung dan Kebun Raya, Bogor dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis asam amino disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Kandungan zat gizi kijing per 100 g bahan Zat gizi Air (g) Abu (g) Lemak (g) Protein (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (μg) Karoten (μg) Vitamin B1 (μg) Vitamin C (μg) Kalori (kkal) Bdd (%)
Panjang kurang dari 9 cm Cibalagung Kebun Raya 87 85,1 1,6 1,51 0,78 0,64 7,37 7,31 3,3 5,5 366 374 308 261 31,02 35,85 115 112 877 898 100 70 0 0 50 57 50 50
Sumber: Suhardjo et al. (1977)
Tabel 2. Kandungan asam amino kijing (Cibalagung, Bogor) Asam amino Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistin Fenilalanin Tirosin Treonin Triptofan Valin Arginin Histidin Alanin Asam aspartat Asam glutamat Glisin Prolin Serin Sumber: Suhardjo et al. (1977)
mg/g N
mg/100 g bahan
215 406 297 122 80 206 187 243 65 268 387 93 280 566 953 307 245 271
230 434 318 131 86 220 200 260 70 287 414 100 300 606 1020 328 262 290
2.1.4
Pemanfaatan Kijing banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan bagi manusia dan
sebagai salah satu sumber protein hewani. Produk kekerangan biasanya tersedia dalam bentuk segar dan beku yang siap untuk dimasak dan diolah. Disamping itu kijing dapat dimanfaatkan dalam usaha penjernihan air karena memiliki sifat filter feeder (Suwignyo et al. 1981). Menurut Liu et al. (2008) ekstrak cair dari kijing famili Unionidae yang tergabung dengan liposome dapat dijadikan sebagai anti tumor alami dan formula imunomodulator. Larva kijing banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan bagi manusia, dan juga merupakan sumber makanan penting bagi hewan pemakan zooplankton di perairan (Suwignyo et al. 1998). 2.2 Protein Protein merupakan salah satu makronutrien yang terdiri atas sejumlah besar asam amino. Protein berguna untuk penyusunan senyawa-senyawa biomolekul yang berperan penting dalam proses biokimiawi, mengganti sel-sel jaringan yang rusak, pembentukan sel-sel baru, sarana kontraksi otot dan sistem pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit (Sudarmadji et al. 2007). Kebutuhan manusia akan protein per hari dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kebutuhan protein manusia per hari Grup Bayi Anak-anak Remaja Dewasa
Umur 0 - 6 bulan 6 - 12 bulan 1 - 3 tahun 4 - 6 tahun 7 - 10 tahun 11 - 14 tahun 15 - 18 tahun Lebih dari 19 tahun
Kebutuhan protein (g/kg berat badan) 2,2 2,0 1,8 1,5 1,2 1,0 0,9 0,9
Sumber: Potter (1973) diacu dalam Muchtadi (1989)
Kekurangan konsumsi protein dapat menyebabkan beberapa gangguan antara lain, berat badan menurun yang biasa disebut kwashiorkor, kelainan kulit
atau kulit menjadi kasar dan bila terjadi luka susah disembuhkan atau disebut Kekurangan Kalori Protein (KKP). Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein, selain itu bisa disebabkan oleh konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) dengan beberapa karakteristik berupa edema, kegagalan pertumbuhan, depigmentasi dan hyperkeratosis. Kwashiorkor dijumpai terutama pada golongan umur tertentu yaitu bayi pada masa menyusui dan pada anak prasekolah, umur 1 hingga 3 tahun yang merupakan golongan umur yang relatif memerlukan lebih banyak protein untuk tumbuh sebaik-baiknya (Muchtadi 1989). Protein hewani lebih tinggi nilainya daripada protein nabati karena protein hewani memiliki asam amino yang lebih lengkap dan susunannya mendekati nilai protein tubuh (Muchtadi 1989). Protein daging bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah (denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan (Georgiev et al. 2008). Protein berdasarkan kelarutannya dalam air dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu, protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma. 2.2.1 Protein miofibril Protein miofibril atau protein larut garam (PLG) merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging komoditas hasil perairan. Protein ini terdiri dari miosin, aktin, dan protein regulasi (tropomiosin, troponin dan aktinin). Penyusun utama PLG adalah aktin (hampir 20% dari total PLG) dan miosin (sebesar 50-60% dari total PLG). Gabungan aktin dan miosin membentuk aktomiosin. Miosin merupakan
protein
esensial
untuk
peningkatan
elastisitas
gel
protein
(deMan 1997). Protein miofibril berfungsi untuk kontraksi otot. Protein ini dapat diekstrak dengan larutan garam netral yang berkekuatan ion sedang (>0,5 M). Protein miofibril akan mengalami denaturasi dengan kisaran nilai pH <6,5 yang berdampak pada kemampuan pembentukan gel (Suzuki 1981).
2.2.2 Protein sarkoplasma Sarkoplasma sebagai protein terbesar kedua dan merupakan protein yang larut dalam air (PLA), dan secara normal ditemukan dalam plasma sel. Protein sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan mengganggu proses pembentukan gel (Suzuki 1981). Sarkoplasma memiliki bobot molekul yang relatif rendah, pH isoelektrik tinggi dan struktur berbentuk bulat. Karakteristik fisik ini mungkin yang bertanggung jawab untuk daya larut sarkoplasma yang tinggi dalam air (deMan 1997). Protein sarkoplasma akan mengganggu cross-linking miosin selama pembentukan matriks gel karena protein ini tidak dapat membentuk gel dan mempunyai kapasitas pengikatan air yang rendah. Protein sarkoplasma mengandung berbagai jenis protein yang larut dalam air disebut miogen yang terdiri dari albumin, mioalbumin, dan mioprotein. Pada umumnya kandungan protein sarkoplasma pada komoditas hasil perairan bervariasi berdasarkan spesiesnya. Salah satu jenis protein sarkoplasma yang berkaitan dengan mutu daging adalah mioglobin, yang terdiri dari 2 komponen, yaitu fraksi protein yang disebut globin dan fraksi non protein yang disebut heme. Protein ini bertanggung jawab dalam memberikan warna merah pada daging segar (Suzuki 1981). 2.2.3 Protein stroma Protein stroma adalah protein yang membentuk jaringan ikat. Protein stroma tidak dapat diekstrak dengan larutan asam, alkali, atau larutan garam netral pada konsentrasi 0,01-0,1 M. Protein stroma terdapat pada bagian luar sel otot. Selain protein stroma, protein kontraktil seperti konektin dan desmin juga tidak dapat terekstrak. Kolagen dan elastin merupakan komponen penyusun protein stroma (Suzuki 1981). 2.3
Asam Amino Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing
dihubungkan
dengan
ikatan
peptida.
Meskipun
demikian,
pada
awal
pembentukannya protein hanya tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai asam amino dasar atau asam amino baku. Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus, yaitu gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H) dan satu gugus sisa (R dari residue) atau
disebut juga gugus rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya (Winarno 1997). Struktur asam amino secara umum, dengan gugus amina di sebelah kiri dan gugus karboksil di sebelah kanan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur umum asam amino Sumber: Hart et al. 2003
Asam amino memiliki atom C pusat yang mengikat empat gugus yang berbeda, maka molekul asam amino memiliki dua konfigurasi yaitu konfigurasi D dan konfigurasi L. Molekul asam amino dikatakan mempunyai konfigurasi L, apabila gugus –NH2 terdapat di sebelah kiri atom karbon α dan bila posisi gugus NH2 di sebelah kanan, maka molekul asam amino itu disebut asam amino konfigurasi D (Lehninger 1990). Asam amino konfigurasi D dan L dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Stuktur asam amino konfigurasi D dan L Sumber: Harunyahya 2006
Asam amino pada umumnya larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar, seperti eter, aseton dan kloroform. Asam amino biasanya diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi empat kelompok. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar dan hidrofobik jika nonpolar (Lehninger 1990). Protein yang terdapat dalam makanan akan dicernakan di dalam lambung dan usus menjadi asam-asam amino yang diabsorpsi dan dibawa oleh darah ke hati. Sebagian asam amino diambil oleh hati, dan sebagian lagi diedarkan ke dalam jaringan di luar hati. Protein dalam sel-sel tubuh dibentuk dari asam amino. Bila ada kelebihan asam amino dari jumlah yang digunakan untuk biosintesis
protein, maka kelebihan asam amino akan diubah menjadi asam keto yang dapat masuk ke dalam siklus asam sitrat dan diubah menjadi urea. Hati merupakan organ tubuh dimana terjadi reaksi katabolisme maupun anabolisme. Proses anabolik maupun katabolik juga terjadi dalam jaringan di luar hati. Asam amino yang terdapat dalam darah berasal dari tiga sumber, yaitu absorbsi melalui dinding usus, hasil penguraian protein dalam sel dan hasil sintesis asam amino dalam sel (Nianda 2008). Tidak semua asam amino yang terdapat dalam molekul protein dapat dibuat dalam tubuh kita, jadi apabila ditinjau dari segi pembentukannya asam amino dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam amino endogen dan asam amino eksogen. Asam amino eksogen disebut juga asam amino esensial dan asam amino endogen disebut juga asam amino non esensial (Winarno 1997). Beberapa macam asam amino dapat menghemat penggunaan beberapa asam amino lain, akan tetapi tidak dapat menggantikannya secara sempurna. Misalnya: sistin dapat menghemat penggunaan metionin dan tirosin dapat menghemat penggunaan fenilalanin (Martin et al. 1981). 2.3.1 Asam amino esensial Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat dibuat dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan sumber protein yang disebut juga asam amino eksogen. Asam amino seringkali disebut dan dikenal sebagai zat pembangun yang merupakan hasil akhir dari metabolisme protein. Beberapa asam amino esensial dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Asam amino esensial Asam amino Histidin Arginin Treonin Valin Metionin Isoleusin Leusin Fenilalanin Lisin Triptofan
Singkatan tiga huruf His Arg Thr Val Met Ile Leu Phe Lys Trp
Sumber: Hames dan Hooper (2005)
Berat molekul (g/mol) 155,2 174,2 119,1 117,1 149,2 131,2 131,2 165,2 146,2 204,2
Dibawah ini akan dibahas beberapa asam amino esensial serta manfaatnya. Asam amino histidin diperoleh dari hasil hidrolisis protein yang terdapat pada sperma suatu jenis ikan (kaviar), asam amino ini bermanfaat baik untuk kesehatan radang sendi. Histidin merupakan prekusor dari histamin. Untuk bayi, histidin merupakan asam amino esensial, tetapi tidak diketahui pasti kalau dibutuhkan oleh orang dewasa (Linder 1992). Arginin adalah asam amino yang dibentuk di hati dan beberapa diantaranya dalam ginjal. Arginin bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau produksi limfosit, meningkatkan pengeluaran hormon pertumbuhan (HGH) dan meningkatkan kesuburan pria (Linder 1992). Treonin dapat meningkatkan kemampuan usus dan proses pencernaan, mempertahankan keseimbangan protein, penting dalam pembentukan kolagen dan elastin, membantu fungsi hati, jantung, sistem syaraf pusat, otot-otot rangka dengan fungsi lipotropik, serta mencegah serangan epilepsi (Harli 2008). Valin merupakan asam amino rantai bercabang yang berfungsi sebagai prekusor glukogenik. Valin dapat memacu kemampuan mental, memacu koordinasi otot, membantu perbaikan jaringan yang rusak dan menjaga keseimbangan nitrogen (Harli 2008). Metionin penting untuk metabolisme lemak, menjaga kesehatan hati, menenangkan syaraf yang tegang. mencegah penumpukan lemak di hati dan pembuluh darah arteri terutama yang mensuplai darah ke otak, jantung dan ginjal. penting untuk mencegah alergi, osteoporosis, demam rematik dan toksemia pada kehamilan serta detoksifikasi zat-zat berbahaya pada saluran pencernaan. Metionin memberikan gugus metil untuk sintesis kolin dan kreatinin (Harli 2008). Isoleusin diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal, perkembangan kecerdasan, mempertahankan keseimbangan nitrogen tubuh, pembentukan asam amino non esensial lainnya dan pembentukan haemoglobin serta menstabilkan kadar gula darah. Kekurangan isoleusin dapat memicu gejala hypoglycemia (Harli 2008). Leusin dapat memacu fungsi otak, menambah tingkat energi otot, membantu
menurunkan
kadar
gula
darah
yang
berlebihan,
membantu
penyembuhan tulang, jaringan otot dan kulit (terutama untuk mempercepat penyembuhan luka post - operative) (Harli 2008). Fenilalanin merupakan prekusor tirosin. Fenilalanin diperlukan oleh kelenjar tiroid untuk menghasilkan tiroksin yang akan mencegah penyakit gondok. Dipakai untuk mengatasi depresi juga untuk mengurangi rasa sakit akibat migran, menstruasi dan arthritis, menghasilkan norepinephrine otak yang membantu daya ingat dan daya hafal, serta mengurangi obesitas (Harli 2008). Lisin berfungsi sebagai bahan dasar antibodi darah, memperkuat sistem sirkulasi. mempertahankan pertumbuhan sel-sel normal, bersama prolin dan vitamin C akan membentuk jaringan kolagen, menurunkan kadar trigliserida darah yang berlebih. Kekurangan lisin dapat menyebabkan mudah lelah, sulit konsentrasi, rambut rontok, anemia, pertumbuhan terhambat dan kelainan reproduksi (Harli 2008). Triptofan adalah prekusor vitamin niasin dan pengantar saraf serotonin. Triptofan
dapat
meningkatkan
penggunaan
dari
vitamin
B
kompleks,
meningkatkan kesehatan syaraf., menstabilkan emosi, meningkatkan rasa ketenangan dan mencegah insomnia (membantu anak yang hiperaktif), serta meningkatkan pelepasan hormon pertumbuhan yang penting dalam membakar lemak untuk mencegah obesitas dan baik untuk jantung (Harli 2008). 2.3.2 Asam amino non esensial Asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh disebut juga asam amino endogen (Winarno 1997). Beberapa asam amino non esensial dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Asam amino non esensial Asam amino Asam aspartat Asam glutamat Serin Glisin Alanin Prolin Tirosin Sistin
Singkatan tiga huruf Asp Glu Ser Gly Ala Pro Tyr Sis
Sumber: Hames dan Hooper (2005)
Berat molekul (g/mol) 133,1 147,1 105,1 75,1 89,1 115,1 181,2 121,2
Asam amino non esensial seperti juga asam amino esensial memiliki beberapa manfaat yang baik untuk tubuh makhluk hidup. Dibawah ini akan dibahas beberapa asam amino non esensial beserta manfaatnya. Asam glutamat dan asam aspartat dapat diperoleh masing-masing dari glutamin dan asparagin, gugus amida yang terdapat pada molekul glutamin dan asparagin dapat diubah menjadi gugus karboksilat melalui proses hidrolisis dengan asam atau basa. Asam glutamat bermanfaat untuk menahan keinginan konsumsi alkohol berlebih, mempercepat penyembuhan luka pada usus, meningkatkan kesehatan mental serta meredam depresi. Asam aspartat merupakan komponen yang berperan dalam biosintesis urea, prekusor glukogenik dan prekusor pirimidin. Selain itu asam aspartat bermanfaat untuk penanganan pada kelelahan kronis dan peningkatan energi (Linder 1992). Serin merupakan komponen dari fosfolipid yang mengandung gugus hidroksil. Serin digunakan sebagai prekusor sfingolipid, etanolamin dan kolin (Linder 1992). Glisin adalah asam amino yang dapat menghambat proses dalam otak yang menyebabkan kekakuan gerak seperti pada multiple sclerosis (Harli 2008). Alanin merupakan asam amino dengan gugus R nonpolar yang digunakan sebagai prekusor glukogenik dan pembawa nitrogen dari jaringan permukaan untuk ekskresi nitrogen (Linder 1992). Prolin adalah asam amino yang gugus R-nya nonpolar dan bersifat hidrofobik. Prolin memiliki gugus amino yang bebas dan membentuk struktur aromatik. Asam amino ini dapat diperoleh dari hasil hidrolis kasein (Hawab 2007). Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai gugus fenol dan bersifat asam lemah. Asam amino ini dapat diperoleh dari kasein, yaitu protein utama yang terdapat dalam keju. Tirosin memiliki beberapa manfaat yaitu, dapat mengurangi stress, anti depresi serta detoksifikasi obat dan kokain (Linder 1992). Sistin dihasilkan bila dua molekul sistein berikatan kovalen sebagai jembatan disulfida atau ikatan disulfida. Sistein digunakan sebagai prekusor taurin. Sedangkan sistin berperan pada struktur beberapa protein fungsional
seperti pada hormon insulin, imunoglobulin sebagai antibodi dan keratin yang ditemukan pada rambut, kulit dan kuku (Hawab 2007). 2.3.3 Taurin Taurin atau 2-aminoethanesulphonic acid adalah asam amino non esensial yang mengandung belerang. Taurin dengan konsentrasi tinggi terdapat pada jaringan mamalia, ikan laut dan tiram. Taurin merupakan salah satu asam amino bebas utama yang terdapat pada semua jenis kekerangan (Fuentes et al. 2009) Tidak seperti asam amino lain, taurin tidak disertakan dalam sintesis protein dan merupakan asam amino bebas terbanyak dalam jaringan, seperti otot jantung dan otak (Nurachman 2004). Struktur kimia taurin dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur taurin Sumber: Anonimb 2009
Taurin mengandung gugus amino, tetapi tidak memiliki gugus karboksil yang diperlukan untuk membentuk ikatan peptida. Itu sebabnya, molekul tersebut tidak berfungsi sebagai pembangun struktur protein. Taurin merupakan senyawa tidak esensial bagi nutrien manusia karena secara internal dapat disintesis dari asam amino metionin atau sistein dan piridoksin (vitamin B6). Pada kondisi tertentu, seperti pada saat perkembangan, taurin memang diperlukan. Itu sebabnya, taurin banyak ditemukan dalam susu murni, telur, daging dan ikan. Selain itu taurin banyak dijumpai juga pada produk suplemen makanan atau minuman. Taurin dibentuk oleh tubuh di dalam hati yang diikuti dengan reaksi oksidasi dari dekarboksilasi asam amino sistein (Marsh dan May 2009). Proses biosintesis taurin di dalam hati dapat dilihat pada Gambar 6. Dalam metabolisme manusia, taurin memiliki dua peran, yaitu sebagai penghambat neurotransmiter dan sebagai bagian dari pengemulsi asam empedu. Secara medis, taurin dipakai untuk menangani kasus gagal jantung, cystic fibrosis, diabetes, epilepsi dan beberapa kondisi lain (Nurachman 2004).
Gambar 6. Biosintesis taurin dalam hati Sumber: Marsh dan May 2009
2.4
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Kualitas suatu protein dapat ditentukan dengan mengetahui kandungan asam
aminonya. Analisis asam amino bertujuan untuk mengetahui jenis dan jumlah asam amino yang terkandung dalam suatu protein bahan pangan. Data yang diperoleh sangat berguna untuk memperkirakan nilai gizi protein tersebut, yaitu dengan perhitungan skor kimia. Kandungan asam amino pada protein dapat ditentukan melalui analisis dengan kromatografi partisi cair-cair atau sering disebut dengan HPLC (Muchtadi 1989). Kromatografi partisi cair, yaitu kromatografi yang dalam fase stasioner maupun fase mobil berupa cairan, maka pelarut yang digunakan harus tidak dapat bercampur. Pelarut yang lebih polar biasanya digunakan sebagai fase stasioner. Secara umum dapat dikatakan bahwa kromatografi adalah suatu proses migrasi diferensial dimana komponen-komponen sampel ditahan secara selektif oleh fase diam (Sudarmadji et al. 2007). Metode analisis HPLC memiliki beberapa keuntungan diantaranya, dapat membedakan asam amino D dan L, dapat bekerja lebih cepat dan pemisahan 24 asam amino dalam cairan fisiologik dapat diselesaikan dalam waktu 40 menit, daya ulangnya lebih baik dan sensitivitasnya dapat ditingkatkan, waktu yang
dibutuhkan singkat, serta dari data kelarutan hasilnya telah dapat diramalkan (Sugiharto 1993). Komponen utama alat yang dipakai dalam HPLC antara lain: reservoir zat pelarut untuk fase mobil, pompa, injektor, kolom, detektor, dan rekorder (Adnan 1997). Gambar alat kromatografi dapat dilihat pada Gambar 7. Sebelum dilakukan analisis asam amino dengan kromatografi terlebih dahulu dilakukan pembuatan hidrolisat protein yang bertujuan untuk memutuskan ikatan peptidanya dengan hidrolisis asam atau hidrolisis basa. Semua protein akan menghasilkan asam-asam amino bila dihidrolisis, tetapi ada beberapa protein yang disamping menghasilkan asam amino juga menghasilkan molekul-molekul protein yang masih berikatan. Hidrolisis asam yang umum digunakan yaitu HCl 6 N yang menyebabkan kerusakan triptofan dan sedikit kerusakan juga terjadi pada serin dan treonin. Hidrolisis basa biasanya menggunakan NaOH 2-4 N dan tidak merusak
triptofan
tetapi
menyebabkan
deaminasi
asam
amino
lain
(Nur et al. 1992).
Gambar 7. Alat kromatografi HPLC Sumber: Chem 2007
2.5 Pengukusan Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan dengan menggunakan banyak air, tetapi air tidak bersentuhan langsung dengan produk. Bahan makanan dibiarkan dalam panci tertutup dan dibiarkan mendidih. Pengukusan sebelum penyimpanan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Suhu air pengukusan yang digunakan harus lebih tinggi dari 66 0C tetapi kurang dari 82 0C. Proses pengukusan dapat menurunkan kadar zat gizi makanan, yang besarnya tergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus. Keragaman susut zat gizi di
antara berbagai cara pengukusan terutama terjadi akibat degradasi oksidatif. Proses pengolahan dengan pengukusan memiliki susut zat gizi yang lebih kecil dibandingkan dengan perebusan (Harris & Karmas 1989). Pengukusan tradisional dilakukan menggunakan air panas atau uap panas sebagai medium penghantar panas. Faktor yang mempengaruhi susut gizi selama pengukusan dengan air adalah faktor yang mempengaruhi pemindahan massa yaitu luas permukaan, konsentrasi zat terlarut dalam air panas dan pengadukan air. Selain itu ada beberapa metode pengukusan yang sering digunakan yaitu, pengukusan dengan uap panas, pengukusan dengan gelombang mikro dan pengukusan dengan gas panas (Harris & Karmas 1989). Pengukusan dengan uap panas menghasilkan retensi zat gizi larut air yang lebih besar dibandingkan dengan pengukusan menggunakan air karena adanya pemanasan yang merata hampir di seluruh bagian bahan. Pada pengukusan konvensional, pada bagian tepi bahan akan mengalami pengukusan yang berlebihan, sedangkan pada bagian tengah hanya mengalami pengukusan yang sedikit (pengukusan tidak merata) (Harris & Karmas 1989). Pengukusan dengan gelombang mikro telah diterapkan untuk produk makanan.
Metode
ini
dipakai
karena
energi
gelombang
mikro
tidak
mempengaruhi peningkatan degradasi komponen makanan secara langsung selain melalui peningkatan suhu. Walaupun metode ini memiliki retensi zat gizi yang lebih besar dibandingkan dengan metode pengukusan menggunakan air panas dan uap panas, tetapi biaya yang dibutuhkan sangat mahal (Harris & Karmas 1989). Pengukusan dengan gas panas juga telah dikembangkan, terutama untuk mengurangi efluen yang timbul selama pengukusan. Meskipun digunakan suhu sampai 121 0C, suhu produk tidak akan melampaui 100 0C karena terjadi penguapan cairan di permukaan. Produk yang dikukus menggunakan air panas atau gas panas tidak memiliki perbedaan nyata dari kandungan gizinya (Harris & Karmas 1989). Pada umumnya kerang dimakan mentah atau dikukus pada suhu 70 0C sampai cangkang kerang terbuka. Pengukusan kerang pada suhu 100 0C selama 5 menit dapat mematikan virus hepatitis yang terkandung pada kerang (Budiati 2003).
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2009 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi-Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Cimanggu, Bogor. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat bedah, termometer, mortar, timbangan digital dan timbangan analitik, cawan porselen, oven, desikator, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung kjeldahl, destilator, buret, tabung sokhlet, pemanas, tanur, sentrifuse, syringe dan HPLC. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) yang diperoleh dari perairan Situ Gede, Bogor, air untuk pengukusan dan bahan untuk analisis yakni, akuades, H2SO4, NaOH, HCl, pelarut heksana, NaCl,
kertas saring Whatman, Na-asetat, metanol, pikolotiosianat,
triethylamin, air suling, pereaksi Carrez 1, pereaksi Carrez 2, buffer natrium karbonat, larutan dansil klorida dan larutan metilamin hidroklorida. 3.3. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa bagian meliputi pengambilan sampel kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari perairan Situ Gede, Dramaga, Bogor, identifikasi, penentuan ukuran dan bobot (panjang, lebar, tinggi dan bobot total), pengukusan, penghitungan rendemen tubuh (daging, jeroan, cangkang) dan analisis kimia yaitu, analisis proksimat, protein larut air (PLA), protein larut garam (PLG) serta asam amino dan taurin. Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
Kijing
Identifikasi
Penentuan ukuran dan bobot
Pengukusan dengan air Suhu 80-1000C, ±10 menit
Rendemen jeroan
Rendemen daging
Rendemen cangkang
Analisis kimia: 1. Analisis proksimat 2. Analisis PLG dan PLA 3. Analisis asam amino dan taurin
Kijing segar
Rendemen jeroan
Rendemen daging
Rendemen cangkang
Analisis kimia: 1. Analisis proksimat 2. Analisis PLG dan PLA 3. Analisis asam amino dan taurin
Gambar 8. Diagram alir metode penelitian 3.3.1 Pengambilan sampel Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel kijing di Situ Gede, Bogor dengan cara meraba dasar perairan menggunakan kaki kemudian menyelam dan mengambil kijing menggunakan tangan. Kemudian dilakukan pengukuran kedalaman dan suhu di tiga titik dengan membuat transek pada lokasi pengambilan sampel. Penanganan bahan baku yang dilakukan untuk menjaga kelangsungan hidup kijing lokal adalah dilakukan aklimatisasi dengan cara menempatkan kijing lokal pada wadah yang berisi air dari habitatnya. 3.3.2 Identifikasi Sampel kijing yang telah didapat kemudian diidentifikasi menggunakan buku identifikasi (Pennak 1953) dengan cara mencocokkan ciri-ciri yang ada dengan buku identifikasi sesuai dengan spesies kijing tersebut.
3.3.3
Pengukusan Daging kijing segar dipisahkan dari cangkang dan jeroannya, kemudian
dilembutkan menggunakan mortar. Daging yang telah lembut dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat serta di beri kode yang jelas sebagai daging segar. Pengukusan dengan air dilakukan selama 10 menit pada suhu 80-100
0
C
(Papadopoulou et al. 2003). Kemudian kijing diambil dagingnya untuk dilembutkan menggunakan mortar. Daging yang telah lembut dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat serta diberi kode yang jelas sebagai daging yang telah mengalami pengukusan. Sebelum dan sesudah proses pengukusan selalu dilakukan penimbangan untuk mengetahui ada tidaknya penambahan atau penyusutan berat kijing. 3.3.4
Rendemen Rendemen dihitung sebagai persentasi bobot bagian tubuh kijing dari
bobot awal. Adapun perumusan matematik adalah sebagai berkut: Rendemen (%) = Bobot contoh (g) x 100% Bobot total (g) 3.3.5 Analisis Kimia Analisis kimia pada daging kijing lokal terdiri dari analisis proksimat, PLA, PLG serta asam amino dan taurin 3.3.5.1 Analisis proksimat Analisis proksimat yang dilakukan terhadap kijing meliputi: kadar air, abu, protein dan lemak. 1)
Analisis kadar air (AOAC 1995) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105
0
C selama
30 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) hingga dingin dan ditimbang hingga beratnya konstan. Kemudian cawan dan sampel seberat 1-2 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan. Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 0C selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar air : % Kadar air =
B−C x100 % B−A
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram). 2)
Analisis kadar abu (AOAC 1995) Cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan
suhu 105 oC, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 105 0C sampai tidak berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 0C selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah itu cawan abu porselin didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu : C−A x100 % B−A A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)
% Kadar abu =
Keterangan:
B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram) C = Berat
cawan
abu
porselen
dengan
sampel
setelah
dikeringkan (gram). 3)
Analisis kadar protein (AOAC 1995) Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein
kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. (1). Tahap destruksi Sampel ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut
dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. (2). Tahap destilasi Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlemenyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan brom cresol green) yang ada di bawah kodensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlemenyer. (3). Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein : % Nitrogen = (ml HCl sampel – ml HCl blanko)x 0,1 N HCl x 14 x 100% mg sampel % Kadar Protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25) 4)
Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan
dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 0C dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).
Perhitungan kadar lemak : % Kadar Lemak = W3 – W2 x 100 % W1 Keterangan: W1= Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 3.3.5.2 Analisis protein larut air (Wahyuni 1992) Sampel sebanyak 5 gram ditambahkan 50 ml air, kemudian dihomogenkan dengan waring blender selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah (5-8 0C). Setelah itu disentrifugasi pada 3400 x G selama 30 menit dengan suhu 10 0C. Selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman no.1. Filtrat ditampung dalam erlenmeyer dan disimpan pada suhu 4 0C. Sebanyak 1 ml filtrat dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode mikro Kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut air (PLA): Kadar PLA (%) = (A-B) x Normalitas HCl x 14,007x fp x 6,25 mg sampel Keterangan:
A = volume titrasi HCl sampel (ml) B = volume titrasi HCl blanko (ml)
`
fp = faktor pengenceran 3.3.5.3 Analisis protein larut garam (Wahyuni 1992) Sampel sebanyak 5 gram ditambahkan 50 ml larutan NaCl 5% kemudian dihomogenkan dengan waring blender selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah (5-8 0C). Setelah itu disentrifugasi pada 3400 x G selama 30 menit dengan suhu 10 0C. Selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman no.1. Filtrat ditampung dalam erlenmeyer dan disimpan pada suhu 4 0C. Sebanyak 1 ml filtrat dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode mikro Kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut garam (PLG): Kadar PLG (%) = (A-B) x Normalitas HCl x 14,007x fp x 6,25 mg sampel
Keterangan:
A = volume titrasi HCl sampel (ml) B = volume titrasi HCl blanko (ml) fp = faktor pengenceran
3.3.5.4 Analisis asam amino (AOAC 1999) Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC. Sebelum digunakan, perangkat HPLC harus dibilas dulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula syringe yang akan digunakan dibilas dengan akuades. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu: (1) tahap pembuatan hidrolisat protein; (2) tahap pengeringan; (3) tahap derivatisasi; dan (4) tahap injeksi serta analisis asam amino. (1)
Tahap pembuatan hidrolisat protein Hal yang dilakukan pada tahap pembuatan hidrolisat protein adalah sampel
ditimbang sebanyak 0,15 gram dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur dihidrolisis asam menggunakan HCl 6 N sebanyak 10 ml yang kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100 0C selama 24 jam. Pemanasan dalam oven dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak menggangu kromatogram yang dihasilkan. Selain itu, pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis. (2)
Tahap pengeringan Hasil saringan diambil sebanyak 30 µl dan ditambahkan dengan 30 µl
larutan
pengering.
Larutan
pengering
dibuat
dari
campuran
metanol,
pikolotiosionat, dan triethylamin dengan perbandingan 2:2:1. Setelah ditambahkan dengan larutan pengering, dilakukan pengeringan dengan gas nitrogen untuk mempercepat pengeringan dan mencegah oksidasi. (3)
Tahap derivatisasi Larutan derivatisasi sebanyak 30 µl ditambahkan pada hasil pengeringan,
larutan derivatisasi dibuat dari campuran metanol, natrium asetat, dan triethylamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menanbahkan 20 ml asetonitril 60% atau buffer
natrium asetat 1 M, lalu dibiarkan selama 20 menit. Kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman (4)
Injeksi ke HPLC Hasil saringan diambil sebanyak 20 μl untuk diinjeksikan ke dalam HPLC.
Untuk perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan, dilakukan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam 100 gram bahan dapat dihitung dengan rumus: % asam amino = Luas area sampel X C X fp X BM X 100% Luas area standar Bobot sampel (μg) Keterangan:
C
= Konsentrasi standar asam amino (μg/ml)
fp
= faktor pengenceran
BM
= Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol)
3.3.5.5 Analisis kandungan taurin (AOAC 1999) Kandungan taurin dapat dianalisis menggunakan alat HPLC dengan beberapa tahapan sebagai berikut: Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke tabung ukur 100 ml, kemudian ditambah 80 ml air suling dan 1 ml pereaksi Carrez 1 lalu kocok hingga homogen. Setelah homogen dilakukan penambahan 1 ml pereaksi Carrez 2, kemudian kocok hingga homogen. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menanbahkan air suling sampai tanda tera (10 ml) tabung ukur dan kocok hingga homogen. Kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman. Filtrat ditampung dalam erlenmeyer dan disimpan di tempat gelap. Selanjutnya dilakukan tahap derivatisasi dengan mengambil 1 ml ekstrak sampel, kemudian ditambahkan 1 ml buffer natrium karbonat dan 1 ml larutan dansil klorida. Setelah itu sampel didiamkan selama 2 jam lalu dikocok dan ditambahkan 0,5 ml larutan metilamin hidroklorida, kemudian dikocok kembali hingga homogen. Hasil derivatisasi diambil sebanyak 20 μl kemudian diinjeksikan ke HPLC untuk mengetahui kandungan taurin pada sampel.
Kandungan taurin dalam 100 gram bahan dapat dihitung dengan rumus: % taurin Keterangan:
C
= Luas area sampel X C X volume akhir (ml) Luas area standar bobot sampel (g) = Konsentrasi standar asam amino (μg/ml)
Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino dan taurin sebagai berikut: Temperatur
: 27 oC (suhu ruang)
Jenis kolom HPLC
: Pico tag 3,9x150 nm column
Kecepatan alir eluen : 1,5 ml/menit Tekanan
: 3000 psi
Fase gerak
: Asetonitril 60 % dan buffer natrium asetat 1 M
Detektor
: UV
Panjang gelombang
: 254 nm (uji asam amino) 272 nm (uji taurin)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Situ Gede, Bogor Secara geografis Situ Gede terletak pada 06030’ LS dan 06045’ BT. Situ Gede terletak di wilayah Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor, kira-kira 10 km dari pusat kota Bogor atau sekitar 3 km di utara Terminal Bubulak. Sebenarnya Situ Gede berdekatan, atau berada dalam satu sistem perairan dengan beberapa situ yang lain di dekatnya, yaitu Situ Leutik (kini sudah menghilang), Situ Panjang dan Situ Burung. Tetapi kesatuan sistem tersebut terputus karena adanya pembangunan jalan desa. Daerah ini terletak pada ketinggian 250 m dpl. Situ Gede memiliki luas sekitar 5,6 ha dengan kedalaman air berkisar antara 100 sampai 125 cm. Sedangkan suhu perairan berkisar antara 28 sampai 30 0C. Tata guna lahan disekitar Situ Gede biasa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, pemukiman, kolam ikan dan irigasi. Selain itu potensi yang dimiliki Situ Gede adalah sebagai kawasan wisata untuk menunjang perekonomian masyarakat sekitar dan tempat untuk memancing. Salah satu komoditas hasil perairan yang terdapat di Situ Gede adalah kerang air tawar yaitu kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis). Masyarakat sekitar biasa memanfaatkan kijing lokal sebagai bahan pangan untuk konsumsi sehari-hari. Penangkapan kijing dilakukan dengan cara meraba dasar perairan menggunakan kaki kemudian menyelam ke dasar perairan dan mengambil kijing menggunakan tangan. Peta lokasi Situ Gede, Bogor dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.2 Ukuran dan Bobot Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) Kijing yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Situ Gede, Bogor. Kijing lokal ini memilki ciri-ciri, tubuh berbentuk oval memanjang dengan bagian samping pipih dan bagian depan membulat, meruncing atau bersiku di bagian belakang, cangkang berwarna coklat kekuningan atau coklat kehijauan. Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari perairan Situ Gede dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) dari Situ Gede, Bogor Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh data mengenai ukuran dan bobot kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) yang terdiri dari beberapa parameter yaitu panjang, lebar, tinggi dan berat total. Kijing lokal memiliki panjang rata-rata 8,23 cm, lebar rata-rata 3,62 cm, tinggi rata-rata 1,56 cm dan bobot total rata-rata sebesar 18,7 g. Kijing mempunyai berat yang bervariasi, yaitu antara 20-40 gram. Panjangnya juga bervariasi yaitu 83-100 mm, tinggi 15-20 mm, lebar total kijing berkisar 33-47 mm (Pustaka IPTEK 2008). Perbedaan ukuran dan berat kijing dipengaruhi oleh pertumbuhan. Menurut Effendi (1997), pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik berat, panjang maupun volume dalam laju perubahan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam merupakan faktor yang sukar untuk dikontrol, contohnya keturunan. Sedangkan faktor luar merupakan faktor yang dapat dkontrol, diantaranya adalah makanan dan suhu. Pertumbuhan kijing sendiri dapat dilihat dari garis-garis di sekeliling umbo yang merupakan garis pertumbuhan tahunan. Rata-rata panjang, lebar, tinggi dan bobot kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Ukuran dan bobot kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) No. 1 2 3 4
Parameter Panjang Lebar Tinggi Bobot total
Satuan cm cm cm g
Nilai 8,23±0,55 3,62±0,63 1,56±0,43 18,70±4,08
*Menggunakan sampel 30 ekor kijing
Kijing yang hidup pada perairan yang realtif tenang akan tumbuh lebih baik
daripada
kijing
yang
hidup
dalam
perairan
yang
mengalir
(Sianipar 1977 dan Anwar 1977 diacu dalam Suwigyo et al. 1981). Hal ini karena
kijing bersifat filter feeder artinya mekanisme makan bergabung dengan mekanisme pernapasan. Ketika kijing menyaring air, maka zat-zat makanan seperti fitoplankton serta organisme mikroskopik lain akan ikut tersaring dan kemudian diubah menjadi jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kijing dari segi ukuran dan bobot. Kijing mampu menyaring volume air sebanyak 300 ml/jam (Turgeon 1988). 4.3 Rendemen Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) Rendemen adalah persentase suatu bahan baku yang dimanfaatkan. Rendemen merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektifitas suatu produk atau bahan. Rendemen yang dapat diperoleh dari kijing lokal segar dan kukus berupa cangkang, daging dan jeroan. Rendemen kijing merupakan bagian tubuhnya yang masih bisa dipergunakan yang diperoleh dengan cara membedah kijing, memisahkan bagian isi dengan cangkang, kemudian bagian isi dipisahkan antara bagian daging dan jeroannya. Rendemen daging kijing dihitung berdasarkan persentase perbandingan bobot daging yang sudah diambil dari cangkang dan dipisahkan dengan jeroan terhadap bobot kijing segar. Berdasarkan Gambar 10, kijing lokal segar yang ada pada Situ Gede, Bogor memiliki nilai rendemen tertinggi pada cangkang yaitu sebesar 51,93%, rendemen daging sebesar 20,71% dan rendemen jeroan yang mengandung banyak cairan sebesar 27,36%. Menurut Zaitsev (1969) diacu dalam Mathlubi (2006), umumnya rendemen cangkang moluska 53-65%, daging 19-28% dan cairan dalamnya sebesar 9-25%.
Jeroan 27,36% Daging 20,71%
Cangkang 51,93%
Gambar 10. Rendemen kijing segar
Kijing lokal memiliki nilai rendemen yang paling tinggi pada cangkang. Hal ini dikarenakan seluruh tubuh kijing tertutup oleh cangkang. Cangkang merupakan bagian tubuh kijing yang paling besar dan mengandung zat kapur. Cangkang mempunyai tiga lapisan yang berbeda yaitu lapisan nacre yang merupakan lapisan paling dalam, tipis, mengandung CaCO3 yang keberadannya menentukan penampakan warna cangkang, lapisan perismatic yang mengandung hampir 90% CaCO3 dan terletak vertikal serta lapisan periostracum yang terdiri dari zat tanduk (Suwignyo et al. 1998). Tingginya kadar zat kapur (CaCO3) dan zat tanduk pada cangkang membuat rendemen cangkang menjadi paling tinggi diantara rendemen daging dan jeroan. Cangkang kijing telah dimanfaatkan sebagai hiasan untuk pernak-pernik dan barang seni lainnya. Nilai rendemen jeroan lebih besar daripada rendemen daging. Hal ini disebabkan karena kijing adalah hewan yang bersifat filter feeder sehingga banyak partikel makanan ataupun partikel lain yang mengendap di dalam tubuh kijing, terutama di saluran pencernaan dan bagian jeroan yang lainnya (Turgeon 1988). Daging kijing lokal sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Berdasarkan Gambar 11, kijing lokal yang telah mengalami proses pengukusan menunjukkan adanya penyusutan rendemen sebesar 29,73%.
Kijing kukus 70,27%
Penyusutan rendemen 29,73%
Gambar 11. Rendemen kijing kukus Penyusutan rendemen pada kijing lokal terjadi karena selama proses pengukusan kandungan air yang terdapat pada cangkang, daging dan jeroan
menguap sehingga terjadi pengurangan berat, selain itu
daging kijing juga
mengalami pengkerutan. Pada proses pengukusan terjadi kehilangan air dan lemak yang diikuti dengan terkoagulasinya serabut-serabut protein. 4.4 Hasil Analisis Kimia Berdasarkan analisis kimia yang dilakukan, diperoleh data mengenai komposisi kimia, komposisi protein larut air dan protein larut garam serta asam amino dan taurin dari kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) yang ada di Situ Gede, Bogor. 4.4.1 Komposisi kimia Sifat dari setiap unsur pokok yang terdapat dalam bahan pangan perlu diketahui untuk mengembangkan produk pangan tersebut. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengklasifikasikan komposisi kandungan bahan pangan. Salah satunya adalah dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui kandungan gizi secara kasar (crude) yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Kandungan karbohidrat dihitung secara by difference. Hasil analisis proksimat pada kijing lokal dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Komposisi kimia kijing lokal Kijing segar (%)
Kijing kukus (%)
Jenis gizi Air Abu Lemak Protein Karbohidrat
Basis basah (bb) 81.54 3,08 1,08 8,90 5,40
Basis kering (bk) 441,71 16,68 5,85 48,21 29,26
Basis basah (bb) 71.72 3,46 0,89 11,52 12,41
Basis kering (bk) 253,61 12,23 3,15 40,74 43,88
(1) Kadar air Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat memberikan pengaruh pada penampakan, tekstur, serta cita rasa. Produk hasil perikanan memiliki kandungan air yang sangat tinggi sekitar 80%. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 1997). Kijing lokal mempunyai persentase kadar air yang paling tinggi dibandingkan persentase kadar abu, protein dan lemak. Persentase kadar air kijing lokal dapat dilihat pada Gambar 12.
500 450
441,71
Kadar air (% bk)
400 350 300
253,61
250 200 150 100 50 0 Kijing segar
Kijing kukus
Gambar 12. Histogram kandungan air kijing lokal (bk) Daging kijing lokal segar yang berada di Situ Gede mempunyai kandungan air sebesar 81,54% (bb). Nilai ini lebih kecil daripada kandungan kijing taiwan yang
ada
di
Cibalagung
dan
Kebun
Raya
menurut
penelitian
Suhardjo et al.(1977). Perbedaan kadar air ini disebabkan oleh perbedaan habitat, kondisi lingkungan dan perbedaan jenis kijing. Penurunan kadar air terjadi pada kijing lokal yang dikukus menjadi setengah kali lipatnya dari kijing segar berdasarkan basis kering. Penurunan kadar air dipengaruhi oleh faktor pemasakan yaitu pengukusan yang dapat menyebabkan cairan dari dalam daging kijing merembes keluar (terjadi drip). Sebagian cairan tersebut ada yang menguap dan ada yang tertampung di wadah. Air yang keluar dari dalam produk ikut membawa komponen gizi yang lain seperti riboflavin, tiamin, karoten, niasin, vitamin B6, Co, Mg, Cu, P dan asam amino (Harris dan Karmas 1989). (2) Kadar abu Kadar abu dapat digunakan sebagai penunjuk keberadaan mineral suatu bahan Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat anorganik (kadar abu). Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno 1997).
Berdasarkan Tabel 7 didapatkan persentase kadar abu pada kijing lokal segar sebesar 3,08% (bb). Hasil ini lebih besar dari kandungan kijing Taiwan yang ada di Cibalagung dan Kebun Raya menurut penelitian Suhardjo et al.(1977). Tinggi rendahnya kadar abu disebabkan oleh perbedaan jenis organisme dan lingkungan hidup dari organisme tersebut. Masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasikan dan mengabsorbsi logam, hal ini nantinya akan mempengaruhi kadar abu dalam bahan.
Kadar abu (% bk)
20
16,68
15
12,23
10 5 0 Kijing segar
Kijing kukus
Gambar 13. Histogram kandungan abu kijing lokal (bk) Penurunan kadar abu terjadi pada kijing lokal yang dikukus menjadi tiga perempat kalinya dari kijing segar berdasarkan basis kering. Hal ini disebabkan karena kandungan mineral pada daging kijing terbawa bersama uap air yang keluar dari daging selama proses pengukusan. Mineral yang terkandung pada kerang-kerangan adalah iodium (I), besi (Fe), seng (Zn), selenium (Se), kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K) dan flour (F) (Rusyadi 2006). (3) Kadar lemak Lemak didefenisikan sebagai bahan-bahan yang dapat larut dalam eter, kloroform (benzena) dan tidak dapat larut dalam air. Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol. Selain itu lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K. Lemak sebagai cadangan makanan dalam tubuh, karena
kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa (Winarno1997). Berdasarkan Tabel 7 didapatkan persentase kandungan lemak pada kijing lokal segar sebesar 1,08% (bb). Hasil ini lebih besar dari kandungan kijing Taiwan yang ada di Cibalagung dan Kebun Raya menurut penelitian Suhardjo et al. (1977). Perbedaan kadar lemak ini disebabkan oleh perbedaan kebiasaan makan, perbedaan makanan yang dicerna dan ketersedian makanan dalam habitat.
Kadar lemak (% bk)
7 6
5,85
5 4
3,15
3 2 1 0 Kijing segar
Kijing kukus
Gambar 14. Histogram kandungan lemak kijing lokal (bk) Penurunan kadar lemak terjadi pada kijing lokal yang dikukus menjadi hampir setengah kalinya dari kijing segar berdasarkan basis kering. Akibat proses pengukusan maka lemak dalam daging kijing akan mencair dan menguap sehingga kandungan lemaknya berkurang. Hal ini disebabkan oleh pecahnya komponen-komponen lemak menjadi produk volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor sehingga menambah palatabilitas daging tersebut (Deep 2009). (4) Kadar protein Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi mengandung N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein juga mengandung unsur logam seperti besi (Winarno 1997).
Hasil analisis kadar protein pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kandungan protein kijing lokal sebesar 8,90% (bb). Hasil ini lebih besar dari kandungan protein kijing Taiwan yang ada di Cibalagung dan Kebun Raya menurut penelitian Suhardjo et al.(1977). Adanya variasi komposisi kimia dapat terjadi antar spesies dan antar individu dalam suatu spesies (Suzuki 1981). Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu habitat, umur, makanan yang dicerna, laju metabolisme dan laju pergerakan.
K ad ar p ro tein (% b k)
50
48,21
48 46 44 42
40,74
40 38 36 Kijing segar
Kijing kukus
Gambar 15. Histogram kandungan protein kijing lokal (bk) Kandungan protein kijing segar mengalami sedikit penurunan setelah proses pengukusan. Protein daging bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah (denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan (Georgiev et al. 2008). Pemanasan dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanasan, pH, adanya oksidator, antioksidan, radikal dan senyawa aktif lainnya khususnya senyawa karbonil. Kebanyakan protein pangan terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang sedang (60-90 oC) selama satu jam atau kurang sehingga dapat menurunkan kandungan protein (Deep 2009).
(5) Kadar karbohidrat Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi hewan dan manusia Selain itu karbohidrat juga memiliki peranan yang penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan seperti penampakan, warna dan tekstur. Karbohidrat berfungsi untuk mencegah timbulnya pemecahan protein berlebihan, kahilangan mineral dan membantu metabolisme lemak protein. Bentuk karbohidrat yang dapat dicerna dalam bahan pangan umumnya adalah zat pati dan berbagai jenis gula seperti sukrosa, fruktosa, dan laktosa (Winarno 1997). Dalam bahan pangan keberadaan karbohidrat kadang tidak sendiri melainkan berdampingan dengan zat gizi yang lain seperti protein dan lemak (Deep 2009). Karbohidrat yang ada dalam produk perikanan tidak mengandung serat, kebanyakan dalam bentuk glikogen. Selain itu juga terkandung glukosa, fruktosa, sukrosa serta monosakarida dan disakarida lainnya. Kandungan glikogen yang terkandung pada produk perikanan sebesar 1% untuk ikan, 1% untuk krustasea dan 1-8% untuk kerang-kerangan (Okuzumi dan Fujii 2000). Glikogen ditemukan di jaringan hati dan otot pada hewan tingkat tinggi, manusia, moluska, udang dan kepiting. Pada kondisi tertentu, glikogen ditemukan sebesar 20% pada jaringan hati, sedangkan pada otot kurang dari 0,06% (Hawab 2007). Pada kijing lokal, hati merupakan salah satu komponen dari jeroan. Pada penelitian ini, kadar karbohidrat dari daging kijing lokal hanya sebesar 5,44% (bb).
K ad ar karb o h id rat (% b k)
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
43,88
29,26
Kijing segar
Kijing kukus
Gambar 16. Histogram kandungan karbohidrat kijing lokal (bk) Persentase kadar karbohidrat pada kijing lokal mengalami peningkatan setelah proses pengukusan menjadi satu setengah kalinya dari kijing segar berdasarkan basis kering. Hal ini disebabkan kadar karbohidrat tersebut tidak dianalisis dan pada proses pengukusan terjadi penurunan kadar air daging kijing lokal, sehingga secara proporsional kadar karbohidrat akan naik 4.4.2 Komposisi protein larut air dan protein larut garam Protein merupakan komponen terbesar dalam jumlahnya setelah air dan merupakan bagian yang terpenting untuk manusia. Protein daging bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah (denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan Pada proses pengolahan terjadi perubahan yang tidak diinginkan, yang ditunjukkan oleh menurunnya daya ekstraksi dan kelarutan protein, kehilangan kemampuan untuk membentuk gel yang dapat berperan terhadap mutu pengembangan produk perikanan. Berdasarkan kelarutannya, protein daging dibagi menjadi 3 yaitu protein larut air (sarkoplasma), protein larut garam (miofibril) dan protein jaringan ikat (stroma). (1)
Kandungan protein larut air (PLA) Protein larut air tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan
mengganggu proses pembentukan gel (Suzuki 1981). PLA memiliki bobot molekul yang relatif rendah, pH isoelektrik tinggi dan struktur berbentuk bulat.
Karakteristik fisik ini mungkin yang bertanggung jawab untuk daya larut sarkoplasma yang tinggi dalam air (deMan 1997). Kandungan PLA kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) yang segar dan telah mengalami proses pengukusan dapat dilihat pada Gambar 17.
3
2,54
Kadar PLA (%)
2.5 2
1,42
1.5 1 0.5 0 Kijing segar
Kijing kukus
Gambar 17. Kandungan protein larut air kijing lokal Kandungan PLA pada daging kijing segar sebesar 2,54%. Dari hasil penelitian, maka terdapat korelasi antara nilai PLA dan nilai protein total pada kijing lokal. PLA yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai protein total atau sebesar 28,54% dari protein total. Hal ini terjadi karena protein yang terhitung hanya PLA saja tanpa mengikutsertakan PLG. Umumnya kandungan PLA pada kekerangan sebesar 41% dari total protein kasar (Okuzumi dan Fujii 2000). Perbedaan kandungan PLA pada kekerangan disebabkan karena adanya perbedaan jenis, habitat atau lingkungan hidup dan kondisi fisiologis berupa makanan yang dicerna sehingga mengakibatkan komposisi gizi yang terkandung berbeda. Penurunan kandungan PLA terjadi pada daging kijing yang telah mengalami pengukusan yaitu menjadi 1,42%. Penurunan kelarutan protein ini terjadi sebanyak 1,12%. Hal ini disebabkan oleh terjadinya koagulasi dan denaturasi protein. Pada saat pengukusan, PLA terlepas dari daging karena larut dengan air dan ikut keluar terbawa oleh uap air sehingga kandungannya dalam
daging kijing menurun. Kelarutan protein tergantung dari suhu, semakin tinggi suhu maka semakin banyak pula protein yang terdenaturasi (Sikorski et al.1981). (2)
Kandungan protein larut garam (PLG) Protein larut garam merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging
komoditas hasil perairan yang berfungsi untuk kontraksi otot. Protein ini dapat diekstrak dengan larutan garam netral yang berkekuatan ion sedang (>0,5 M). PLG berperan penting dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada saat pengolahan (Suzuki 1981). Kandungan PLG kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) yang segar dan telah mengalami proses pengukusan dapat dilihat pada Gambar 18.
4.5 4
3,82
Kadar PLG (%)
3.5 3 2.5 2
1,25
1.5 1 0.5 0 Kijing Segar
Kijing Kukus
Gambar 18. Kandungan protein larut garam kijing lokal Kandungan PLG pada daging kijing segar sebesar 3,82%. Dari hasil penelitian, maka terdapat korelasi antara nilai PLG dan nilai protein total pada kijing lokal. PLG yang dihasilkan memiliki nilai yang lebih kecil daripada nilai protein total atau sebesar 42,92% dari protein total. Hal ini terjadi karena protein yang terhitung hanya PLG saja tanpa mengikutsertakan PLA. Umumnya kandungan PLG pada kekerangan sebesar 57% dari total protein kasar (Okuzumi dan Fujii 2000). Perbedaan kandungan PLG pada kekerangan disebabkan karena adanya perbedaan jenis, habitat atau lingkungan hidup dan kondisi fisiologis berupa makanan yang dicerna sehingga mengakibatkan komposisi gizi yang terkandung berbeda.
Penurunan kandungan protein larut garam terjadi pada daging kijing yang telah mengalami pengukusan yaitu menjadi 1,25%. Penurunan kelarutan protein ini terjadi sebanyak 2,57%. Purnomo (1996) diacu dalam Ridwan (2006) menyatakan bahwa pengolahan daging dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga terjadi koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya. Denaturasi yang berlebihan dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein yang tergantung pada kelarutannya, dari sisi gizi. Pada saat pengukusan, protein larut garam pada daging kijing terdenaturasi karena suhu tinggi sehingga kelarutan proteinnya dalam garam menjadi menurun. Kelarutan protein tergantung dari suhu, semakin tinggi suhu maka semakin banyak pula protein yang terdenaturasi (Sikorski et al.1981). Pada suhu diatas 60 0C protein miofibril sudah terkoagulasi dan menjadi tidak larut lagi (Hamm 1966 diacu dalam Suwandi 1990). 4.4.3 Komposisi asam amino dan taurin Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein yang bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk pertumbuhan. Semua protein hewani, kecuali gelatin merupakan protein yang bermutu tinggi (Almatsier 2001). Analisis asam amino dilakukan untuk mengetahui jenis dan kadar asam amino yang terkandung pada kijing lokal dengan perbedaan perlakuan yaitu segar dan dikukus. Metode yang digunakan adalah metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Komposisi kandungan asam amino kijing lokal dapat dilihat pada Gambar 19.
1.3 1.182
1.2
1.07
1.1 Kadar asam amino (%)
1 0.9 0.8 0.658
0.7 0.6
0.504
0.5 0.4 0.3
0.531
0.532 0.41
0.374 0.298 0.262 0.213
0.357 0.357 0.297 0.233
0.298
0.517
0.367
0.615 0.499 0.325 0.292
0.286 0.303 0.22 0.22
0.352
0.2
0.448 0.422 0.401 0.323 0.286 0.201 0.095 0.087 0.077
0.1 0
t n n n n at n n li n nin si n sin nin sin n n n di ni ni rta m eri n lis i lani roli r osi is ti auri i sti rgi reo i S Va etio oleu Leu ilala L spa luta G S P A T T A Hi a T g n M Is Fe am am As As Jenis Asam Amino
Gambar 19. Kandungan asam amino danj taurin kijing lokal Kijing segar (a)
Kijing kukus
Asam amino esensial dan non esensial Hasil analisis asam amino menunjukkan adanya 17 asam amino pada
kijing lokal yang terdiri dari 9 asam amino esensial dan 8 asam amino non esensial. Asam amino esensial meliputi: histidin, arginin, treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin dan lisin. Sedangkan 8 asam amino non esensial meliputi: asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin, prolin, tirosin dan sistein. Pada umumnya kandungan asam amino bebas yang terdiri dari taurin, asam glutamat, glisin, lisin dan alanin berperan penting dalam memberikan cita rasa serta flavor pada ikan dan kekerangan (Young je et al.2005) Kandungan asam amino esensial yang tertinggi pada kijing segar dan dikukus yaitu leusin. Leusin merupakan asam amino yang paling banyak terkandung pada bahan pangan sumber protein (Walsh 2002 diacu dalam Wahyuni 2008). Sedangkan asam amino non esensial yang paling tinggi yaitu asam glutamat. Namun secara keseluruhan komposisi asam glutamat pada kijing lokal lebih tinggi dibandingkan asam amino lainnya yaitu sebesar 1,182%. Tingginya asam glutamat pada kijing lokal menyebabkan dagingnya beraroma gurih dan berasa manis (Nurjanah et al. 2008). Kandungan asam glutamat dan
asam aspartat lebih tinggi dibanding asam amino non esensial lain karena pada proses analisisnya menggunakan metode hidrolisis asam yang mempunyai derajat hidrolisis yang lebih tinggi sehingga kandungan asam amino tersebut lebih tinggi. Asam amino glutamin dan asparagin mengalami reaksi deaminasi membentuk asam glutamat dan asam aspartat. Pada daging kijing lokal yang diuji hampir semua jenis asam amino esensial dihasilkan kecuali triptofan. Hal ini terjadi karena triptofan mengalami kerusakan saat proses hidrolisis protein. Adapun tidak teridentifikasinya beberapa asam amino lainnya diduga karena kandungan asam amino tersebut sangat rendah. Rendahnya kandungan asam amino tersebut menyebabkan puncak (peak) asam amino yang terekam pada kromatogram tidak dapat dibedakan dari puncak pengaruh noise HPLC atau telah terjadi kerusakan asam amino pada tahap hidrolisis protein, pengeringan dan derivatisasi. Berdasarkan Gambar 19, terjadi penurunan nilai kandungan asam amino pada kjing lokal yang mengalami proses pengukusan. Semua asam amino esensial dan non esensial mengalami penurunan. Perubahan gizi yang terjadi pada bahan pangan sumber protein selama pengolahan umumnya disebabkan oleh denaturasi protein, reaksi Maillard dan rasemisasi asam amino (Muchtadi 1989). Purnomo (1996) diacu dalam Ridwan (2006) menyatakan bahwa pengolahan daging dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein sehingga terjadi koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya. Reaksi Maillard yaitu reaksi antara protein dengan gula pereduksi yang merupakan sumber utama menurunnya nilai gizi protein selama pengolahan (Muchtadi 1989). Pada reaksi Maillard terjadi pembentukan pigmen berwarna coklat yang disebut melanoidin. Reaksi ini dapat menyebabkan perubahan warna daging kijing menjadi berwarna coklat setelah dilakukan pengukusan. Penurunan nilai gizi protein akibat reaksi Maillard menyebabkan penurunan daya cerna protein yaitu lisin dan sistin menjadi rusak akibat bereaksi dengan karbonil atau dikarbonil dan aldehid, serta penurunan availabilitas semua asam amino (Muchtadi 1989). Adanya perlakuan panas terutama apabila terdapat lipid atau gula pereduksi dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam amino
(perubahan bentuk L menjadi bentuk D) sehingga daya cerna protein menurun dan ketersediaan asam amino ikut menurun (Muchtadi 1989). Kandungan asam amino dalam daging kijing sangat bervariasi tergantung dari jenis kijing, ukuran kijing, habitat dan musim (Suhardjo et al. 1977). Perbandingan kandungan asam amino kijing lokal dan kijing taiwan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kandungan asam amino kijing lokal dan kijing taiwan No.
Jenis asam amino
Hasil (mg/100 g) Kijing lokal
Hasil (mg/100 g) Kijing taiwan
1.
Asam aspartat
658
606
2.
Asam glutamat
1182
1020
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Serin Glisin Histidin Arginin Treonin Alanin Prolin Tirosin Valin Metionin Sistin Isoleusin Leusin Fenilalanin Lisin
325 499 374 298 504 615 448 422 531 297 201 410 532 286 303
290 328 100 414 260 300 262 200 287 131 86 230 434 220 318
Asam amino pembatas pada kijing lokal segar dan kijing taiwan segar adalah sistin yaitu 201 mg/100 g pada kijing lokal dan 86 mg/100 g pada kijing taiwan. Setiap bahan pangan yang mengandung protein memiliki asam amino pembatas yaitu, asam amino yang berada pada jumlah paling sedikit. Bila dua protein yang memiliki jenis asam amino yang berbeda dikonsumsi bersama-sama, maka kekurangan asam amino dari satu protein dapat ditutupi oleh asam amino sejenis yang berlebihan pada protein lain. Dua protein tersebut saling mendukung sehingga mutu gizi dari campuran menjadi lebih tinggi (Almatsier 2001).
(b)
Taurin Taurin merupakan senyawa tidak esensial bagi nutrien manusia karena
secara internal dapat disintesis dari asam amino metionin atau sistein dan piridoksin (vitamin B6). Taurin dengan konsentrasi tinggi terdapat pada jaringan mamalia, ikan laut, dan tiram. Pada kondisi tertentu, seperti pada saat perkembangan, taurin memang diperlukan. Itu sebabnya, taurin banyak ditemukan dalam susu murni, telur, daging dan ikan. Berdasarkan Gambar 19 dapat dilihat kandungan taurin pada kijing lokal sebesar 0,087% atau 87 mg/100g. Kandungan taurin kijing lokal masih lebih rendah bila dibandingkan dengan beberapa jenis ikan dan golongan moluska yang lain. Kandungan taurin cumi-cumi (364 mg/100 g), Short necked clam (421 mg/100 g) dan Oyster (1178 mg/100 g). Tetapi kandungan taurin kijing lokal lebih tinggi bila dibandingkan dengan Northern shrimp atau udang (63 mg/100 g) (Okuzumi dan Fujii 2000). Dalam metabolisme manusia taurin memiliki dua peran, yaitu sebagai penghambat neurotransmiter dan sebagai bagian dari pengemulsi asam empedu. Secara medis taurin dipakai untuk menangani kasus gagal jantung, cystic fibrosis, diabetes, epilepsi dan beberapa kondisi lain (Nurachman 2004). Selain itu taurin dapat mencegah diabetes, kerusakan hati akibat alkohol, menurunkan kadar kolesterol darah, menormalkan tekanan darah dan menyembuhkan masalah penglihatan (Okuzumi dan Fujii 2000), Penurunan kandungan taurin terjadi pada kijing lokal yang mengalami proses pengukusan menjadi 0,077% atau 77 mg/100 g. Pada saat pengukusan, taurin terlepas dari daging kijing karena larut dengan air dan ikut keluar terbawa oleh uap air sehingga kandungannya berkurang. Taurin merupakan jenis asam amino yang larut dalam air (Dragnes et al. 2009).
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Situ Gede, Bogor memiliki potensi komoditas hasil perairan berupa kerang air tawar yaitu kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis). Rendemen tertinggi dari kijing lokal terdapat pada cangkang yaitu sebesar 51,93%. Penyusutan rendemen kijing lokal terjadi selama proses pengukusan sebesar 29,73%. Komposisi kimia kijing lokal berdasarkan basis kering terdiri dari kadar air 441,71%, kadar abu 16,68%, kadar lemak 5,85%, kadar protein 48,21% dan karbohidrat 29,26%. Kandungan PLG lebih besar 1,5 kali lipatnya dari PLA. Protein daging kijing lokal terdiri dari 17 asam amino, yaitu 9 asam amino esensial dan 8 asam amino non esensial, sehingga daging kijing lokal dapat dikatakan sebagai profil protein sempurna (complete protein). Secara keseluruhan komposisi asam glutamat pada kijing lokal lebih tinggi dibandingkan asam amino lainnya yaitu 1,182%. Kandungan taurin pada kijing lokal lebih tinggi daripada udang yaitu 0,087%. Secara keseluruhan komposisi kimia, komposisi protein larut air dan protein larut garam serta asam amino dari kijing lokal mengalami penurunan selama proses pengukusan. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan gizi pada jeroan kijing lokal dan air sisa pengukusan kijing lokal agar dapat dimanfaatkan secara optimum. Selain itu perlu dilakukan metode pengolahan yang lain selain pengukusan untuk mengetahui dan membandingkan nilai susut gizi yang terjadi pada daging kijing lokal, perlu dilakukan hidrolisis basa pada analisis asam amino sehingga triptofan terukur dan uji bioavabilitas asam amino untuk mengetahui daya cernanya di dalam tubuh manusia.
DAFTAR PUSTAKA Adnan M.1997. Teknik Kromatografi dalam Analisis Bahan Pangan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Anonima. 2009. Bivalvia. www.google.com. [26 April 2009]. Anonimb. 2009. Struktur taurin. www.kissner.com/taurine.html [28 Juni 2009]. [AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Published by The Association of Official Analitycal Chemist, Inc. [AOAC] Association of Official Analitycal Chemist. 1999. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Published by The Association of Official Analitycal Chemist, Inc. Budiati W. 2003. Makanan Sehat. Bandung: Indonesia Publishing House. Chem. 2007. Image HPLC. www.chem.stevens.edu/. [18 Februari 2009]. Deep. 2009. Pengaruh atau efek pengolahan terhadap kandungan gizi makro. http://jurnalmahasiswa.blogspot.com/2007/09/efek-pengolahan-terhadapzat-gizi.html. [3 Mei 2009]. deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Palmamirata K, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Sistem Informasi Data Statistik. www.simpatik.com. [28 Juni 2009]. Dragnes BT, Larsen R, Emhsen MH, Maehre H, Elvevoli EO. 2009. Impact of processing on the taurine content in processed seafood and their corresponding unprocessed raw materials. Journal of Food Science and Nutrition. No. 2. Vol 60: 143-152. Effendi I. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Fuentes A, Segovia IF, Escriche I, Serra JA. 2009. Comparison of physico-chemical parameters and composition of mussel (Mytilus galloprovincialis Limk) from different Spanish origin. J. Food Chemistry. 112:295-302.
Georgiev L, Penchev G, Dimitrov D, Pavlov A. 2008. Structural changes in common carp (Cyprinus carpio) fish meat during freezing. Bulgarian Journal of Veterinary Medicine. 2(2): 131-136. Harli M. 2008. Asam amino esensial. http://www.supamas.com. [7 Juli 2008]. Harris RS, Karnas E. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Achmadi S, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Hartono N. 2007. Pengaruh berbagai metode pemasakan terhadap kelarutan mineral kijing Taiwan (Anodonta woodiana Lea). [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Harunyahya. 2006. Image D-asam amino www.harunyahya.com/. [18 Februari 2009].
dan
L-asam
amino.
Hawab HM. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Diadit Media. Jutting. 1953. Revision of Freshwater Pelecypoda. New York: Trubia. Kaestner A. 1967. Invertebrate Zoology (1). New York: John Willey and Sons, Inc. Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Kimia. Aminuddin P, penerjemah. Jakarta: UI Press. Liu J, Gu B, Bian J, Hu S, Cheng X, Ke Q, Yan H. 2008. Antitumor activities of liposome-incorporated aqueous extracts of Anodonta woodiana (Lea, 1834). European Food Research and Technology. 3(227): 919-924. Marsh R, May P. 2009. Taurine. www.chm.bris.ac.uk/taurine. [28 Juni 2009]. Martin DW, Hayes PA, Rodwell W. 1981. Harper’s Review of Biochemistry, 18th Ed. California: Medical Publication. Mathlubi W. 2006. Struktur karakteristik kerupuk kijing taiwan (Anadonta woodiana Lea) [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi TR. 1989. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Nianda.T. 2008. Komposisi Protein dan Asam amino Daging Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) pada berbagai umur panen. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nur MA, Adijuwana H, Kosasih. 1992. Penuntun Praktikum Teknik Laboratorium. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Nurachman. 2004. Asam amino. www.republika.com. [7 Juli 2008]. Nurjanah, Kustiariyah, Rusyadi S. 2008. Karakteristik Gizi dan Potensi Pengembangan Kerang Pisau (Solen spp) di Perairan Kabupaten Pamekasan, Madura. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol 13: (1) 41. Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttlefish. Japan: National Cooperative Association of Squid Processors. Papadopoulou AK, Vareltzis K, Bloukas JG, Georgakis S. 2003. Smoking on quality characteristic and shelf-life of Mediterranean mussel (Mytilus galloprovincialis) meat under vacuum in chilled storage. Italian Journal Food Science. 3(15): 371-381. Pechenik JA. 2005. Biology of Invertebrates. New York: McGraw Hill Companies, Inc. Pennak RW. 1953. Freshwater Invertebrates of The United States. New York: The Ronald Press Company. Prihartini W.1999. Keragaman Jenis dan Ekobiologi Kerang Air Tawar Famili Unionidae (Mollusca: Bivalvia) Beberapa Situ di Kabupaten dan Kotamadya Bogor [tesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pustaka IPTEK. 2008. Konsep Biomonitoring dan Ekotoksikologik: Upaya Pelestarian Sumberdaya Alam Secara Swadaya dari dan untuk Masyarakat. http: //www.iptek.net.id [15 Maret 2009]. Ridwan AA. 2006. Perubahan-perubahan protein yang diakibatkan oleh proses pengolahan pada daging domba. [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Bogor. Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi ke-6. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: ITB. Rusyadi S. 2006. Karakteristik gizi dan potensi pengembangan kerang pisau (Solen spp) di perairan Kabupaten Pamekasan Madura. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Sikorski ZE, Pan BS, Shahidi F. 1981. Seafood Proteins. New York: Chapman & Hall.
Storer TI, Usinger JH. 1961. General Zoology. New York: McGraw Hill Book Company, Inc. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Sugiharto B. 1993. Determinasi Asam Amino Secara Kuantitatif Menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Agri Journal. No. 1. Vol 2: 20-24. Suhardi. 1983. Evolusi Avertebrata. Jakarta: UI Press. Suhardjo, Sibarani S, Nasoetion A, Tjipyaningrum E. 1977. Berbagai aspek pemanfaatan kijing Taiwan serta analisa kadar gizinya. [laporan penelitian]. Bogor: Departemen Ilmu Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sulistiawan RSN. 2007. Potensi kijing (Pilsbryoconcha exilis) sebagai biofilter perairan di waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Suwandi R. 1990. Pengaruh proses penggorengan dan pengukusan terhadap sifat fisiko-kimia protein ikan mas (Cyprinus carpio L). [tesis]. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Suwignyo P, Basmi J, Batu DTFL, Affandi R. 1981. Studi Biologi Kijing Taiwan (Anodonta woodiana Lea). Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Suwignyo S, Bambang W, Yusli W, dan Majarianti K. 1998. Avertebrata Air Jilid 1. Jakarta : Penebar swadaya. Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. London: Applied Science Publisher LTD. Turgeon. 1988. Class Pelecypoda. 3rd edition. Academia Press. San Diego. 985 p. http://www.biology.eku.edu. [22 Maret 2009] Wahyuni L. 2008. Komposisi kimia dan karakteristik protein tortilla corn chips dengan penambahan tepung putih telur sebagai sumber protein. [skripsi]. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Wahyuni M. 1992. Sifat kimia dan fungsional ikan hiu lanyam (Charcarinus limbarus) serta penggunaannya dalam pembuatan sosis. [tesis]. Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.
Wilbur KM, Yonge CM. 1964. Physiology of Mollusca. New York: Academic Press. Young Je J,Jam Park P,Kyo Jung W, Kwon Kim S. 2005. Amino acid changes in fermented oyster (Crassostrea gigas) sauce with different fermentation periods. J. Food Chemistry. 91:15-18.
Lampiran 1. Denah lokasi Situ Gede
U
S
Lampiran 2. Situ Gede Bogor, Jawa Barat
Lampiran 3. Data panjang, lebar, tinggi dan berat kijing lokal Panjang (cm)
Lebar (cm)
Tinggi (cm)
Berat (g)
8,90 7,51 7,41 7,66 9,00 8,11 8,31 8,37 8,50 8,50 8,50 8,00 8,90 8,32 6,67 8,50 8,30 7,60 8,50 7,50 8,50 8,30 8,50 8,20 8,50 8,30 8,90 8,90 7,40 8,40
4,00 3,51 3,07 3,44 4,20 3,50 3,33 3,73 4,50 4,00 3,90 3,93 3,40 1,21 2,94 4,30 3,30 3,40 3,90 3,50 4,50 3,70 4,00 3,30 4,50 3,30 4,00 3,40 3,00 3,90
Data 30 sampel kijing lokal
1,63 2,02 1,19 1,01 1,66 1,20 1,77 1,47 1,53 1,65 1,52 1,54 1,50 3,32 1,06 2,00 1,70 1,00 1,50 2,00 1,50 1,40 1,60 1,40 1,90 1,20 1,60 1,50 1,10 1,40
21 13 17 16 23 20 19 27 17 17 16 21 25 20 8 21 19 16 16 13 17 27 17 18 24 20 21 16 17 19
Lampiran 4. Hasil pengujian analisis proksimat kijing lokal Kijing segar Komposisi kimia (%)
Ulangan ke1 82,08 2,74 8,20 1,44
Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak
Kijing kukus
2
1 69,66 2,80 11,70 1,12
81 3,43 9,61 0,72
2 73,78 4,13 11,35 0,65
a. Hasil pengujian kadar air Segar Berat sampel+cawan (g) Berat cawan (g) Berat setelah oven (g) Kadar air (%) Rataan (%)
p1 28,3108 27,1448 27,3539 82,08
Kukus
p2 27,2912 26,2367 26,4370 81,00 81,54
p1 32,4575 31,3008 31,6518 69,66
p2 28,8412 27,8162 28,0850 73,78 71,72
Contoh perhitungan kadar air kijing kukus (p1): Berat cawan = 31,3008 gram (A) Berat cawan dan sampel basah = 32,4575 gram (B) Berat contoh = 1,1567 gram Berat cawan dan sampel kering = 31,6518 gram (C) % Kadar air =
B−C x100 % B−A
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan daging kijing (gram) C = Berat cawan dengan daging kijing setelah dikeringkan (gram)
% Kadar air = 32,4575 g – 31,6518 g x 100% 32,4575 g – 31,3008 g = 69,66% b.
Hasil pengujian kadar abu Segar
Berat sampel (g)
Kukus
p1
p2
p1
p2
2,0702
2,0905
2,0568
2,0294
Berat cawan (g)
20,1993
33,9255
18,2968
35,3074
Berat setelah oven (g)
20,2560
33,9972
18,3543
35,3915
Kadar abu (%)
2,74
3,43
2,80
4,13
Rataan (%)
3,08
3,46
Contoh perhitungan kadar abu kijing segar (p1): % Kadar abu =
C−A x100 % B−A
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan daging kijing (gram) C = Berat cawan dengan daging kijing setelah dikeringkan (gram) % Kadar abu = 20,2560 g – 20,1993 g x 100% 2,0702 g = 2,74%
c.
Hasil pengujian kadar lemak Segar Berat sampel (g) Berat labu (g) Berat setelah oven (g) kadar lemak (%) Rataan (%)
p1 2,0319 40,1434 40,1725 1,44
p2 2,0587 40,1879 40,2027 0,72 1,08
Kukus p1 2,0076 39,0529 39,0753 1,12
p2 2,0667 38,4686 38,4820 0,65 0,89
Contoh perhitungan kadar lemak kijing kukus (p2): % Kadar lemak = W3 – W2 x 100% W1 Keterangan : W1 = Berat sampel kijing (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) % Kadar lemak = 38, 4820 g – 38,4686 g x 100 % 2,0667 g = 0, 65% d. Hasil pengujian kadar protein
Berat sampel (g) Volume HCL blanko (ml) Volume HCl sampel (ml) N HCl Kadar protein (%) Rataan
Segar p1 p2 0,2809 0,162 0 0 6,575 4,45 0,1 0,1 8,20 9,61 8,90
Kukus p1 p2 0,3466 0,159 0 0 11,575 5,18 0,1 0,1 11,70 11,35 11,52
Contoh perhitungan kadar protein kijing segar (p1): HCl blanko = 0 ml Faktor koreksi = 2,5 % Nitrogen = (ml HCl sampel – ml HCl blanko)x 0,1 N HCl x 14 x 100 % mg daging kijing x 2,5 % Kadar protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25) % Nitrogen = (6,575 ml – 0 ml) x 0,1 N x 14 x 100 % 280,9 mg x 2,5 = 1,3107% % Kadar protein = 1,3107 % x 6,25 = 8,20% Lampiran 5. Data protein larut air (PLA) kijing lokal Kijing Berat contoh (g) Vol HCl titrasi contoh (ml) p1 p2 p1 p2 Segar 5,1045 5,0592 1,25 1,50 Kukus 5,0460 5,1705 0,75 0,80
% p1 2,29 1,39
Rataan p2 2,78 1,45
2,54 1,42
Contoh perhitungan protein larut air (PLA) kijing segar (p1): Kadar PLA (%) = (A-B) x Normalitas HCl x 14,007x fp x 6,25 x 100 % mg sampel Keterangan:
A = volume titrasi HCl sampel (ml) B = volume titrasi HCl blanko (ml)
`
fp = faktor pengenceran Normalitas HCl = 0,0214 N Faktor pengenceran = 50x Volume titrasi HCl blanko = 0 ml Kadar PLA (%) = (1,25 ml – 0 ml) x 0,0214 N x 14,007 x 50 x 6,25 x 100% 5104,5 mg = 2,29%
Lampiran 6. Data protein larut garam (PLG) kijing lokal Kijing Berat contoh (g) Vol HCl titrasi contoh (ml) p1 p2 p1 p2 Segar 5,0250 5,0337 2,25 1,25 Kukus 5,1000 5,0121 0,75 0,60
% p1 4,19 1,38
Rataan p2 3,34 1,12
3,82 1,25
Contoh perhitungan protein larut garam kijing segar (p1): Kadar PLG (%) = (A-B) x Normalitas HCl x 14,007x fp x 6,25 x 100% mg sampel Keterangan:
A = ml titrasi HCl sampel B = ml titrasi HCl blanko
`
fp = faktor pengenceran Normalitas HCl = 0,0214 N Faktor pengenceran = 50x Volume titrasi HCl blanko = 0 ml Kadar PLG (%) = (2,25 ml – 0 ml) x 0,0214 N x 14,007 x 50 x 6,25 x 100% 5025 mg = 4,19%
Lampiran 7. Diagram alir analisis PLA dan PLG a. Analisis protein larut air (PLA) Sampel 5 g ditambah 50 ml air
Dihomogenkan dengan waring blender (2-3 menit) Sentrifugasi (30 menit)
Penyaringan
Filtrat disimpan pada suhu 4 0C 1 ml filtrat dianalisis Sumber: Wahyuni (1992)
Metode Kjeldahl
b. Analisis protein larut garam (PLG) Sampel 5 g ditambah 50 ml NaCl 5 % Dihomogenkan dengan waring blender (2-3 menit) Sentrifugasi (30 menit)
Penyaringan
Filtrat disimpan pada suhu 4 0C 1 ml filtrat dianalisis Sumber: Wahyuni (1992)
Metode Kjeldahl
Lampiran 8. Diagram alir analisis asam amino Sampel ditimbang 0,15 gram
Dimasukkan ke dalam tabung 25 ml
Penambahan HCl 6 N 10 ml
Pemanasan selama 24 jam pada suhu 100 0C
Penyaringan
Pengambilan 30 µl filtrat + 30 µl larutan pengering*
Pengeringan
Penambahan 30 µl larutan derivatisasi*
Didiamkan selama 20 menit
Penambahan 200 ml natrium asetat 1 M
Injek ke alat (HPLC) Sumber: AOAC (1999) Larutan pengering : Metanol, pikolotiosionat, trietilamin Larutan derivatisasi : Metanol, Na-acetat, trietilamin
Lampiran 9. Diagram alir analisis taurin Sampel 1 g dimasukkan ke labu ukur 100 ml Penambahan 80 ml air dan 1 ml pereaksi Carrez 1 Pengocokan Penambahan 1 ml pereaksi Carrez 2 Pengocokan Pengenceran dengan air suling sampai tanda tera Pengocokan Penyaringan dengan kertas saring Whatman Filtrat disimpan pada tempat gelap
TAHAP DERIVATISASI Pipet 1 ml ekstrak sampel Penambahan 1 ml buffer natrium karbonat dan 1 ml dansil klorida Biarkan sampel selama 2 jam Pengocokan Penambahan 0,5 ml metilamin hidroklorida Pengocokan Injek ke HPLC Sumber: AOAC (1999) Pereaksi Carrez 1 : Kalium heksasionaferat anhidrat (15 g dalam 100 ml air suling) Pereaksi Carrez 2 : Seng asetat anhidrat (30 g dalam 100 ml air suling) Pelarut derivatisasi Larutan dansil klorida : Dimetilaminoftalen (5 mg dalam 10 ml asetonitril Larutan metilamin hidroklorida (5 mg dalam 100 ml air suling)
Lampiran 10. Berat molekul dan retention time asam amino dan taurin Retention time Asam amino
BM
(menit)
asam aspartat
133,1
3,188
asam glutamat
147,1
4,415
serin
105,1
5,643
glisin
75,1
6,922
histidin
155,2
8,408
arginin
174,2
9,855
treonin
119,1
11,027
alanin
89,1
12,115
prolin
115,1
13,35
tirosin
181,2
14,707
valin
117,1
15,793
metionin
149,2
17,137
sistin
121,2
18,515
isoleusin
131,2
20,097
leusin
131,2
21,773
fenilalanin
165,2
23,293
lisin
146,2
24,522
taurin
181,1
3,285
Lampiran 11. Data komposisi asam amino dan taurin Hasil (%) No
Jenis asam amino
1.
Asam aspartat
2.
Asam glutamat
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Serin Glisin Histidin Arginin Treonin Alanin Prolin Tirosin Valin Metionin Sistein
Daging kijing segar p1 p2
Daging kijing kukus p1 p2
0,643
0,673
0,505
0,528
1.162 0,316 0,481 0,370 0,294 0,496 0,605 0,442 0,417 0,524 0,286 0,193
1.201 0,334 0,517 0,378 0,302 0,511 0,624 0,453 0,427 0,537 0,308 0,209
1.116 0,309 0,376 0,257 0,220 0,365 0,405 0,336 0,292 0,362 0,242 0,096
1.023 0,275 0,327 0,266 0,206 0,348 0,396 0,309 0,280 0,351 0,224 0,093
14. Isoleusin 15. Leusin 16. Fenilalanin 17. Lisin 18. Taurin
0,431 0,530
0,389 0,534
0,316 0,366
0,280 0,347
0,289 0,303 0,087
0,283 0,302 0,087
0,226 0,218 0,077
0,214 0,221 0,077
Contoh perhitungan asam amino kijing segar (p1): % Asam amino = Luas area sampel X C X fp X BM X 100% Luas area standar Keterangan:
Bobot sampel (μg)
C
= Konsentrasi standar asam amino (5 μg/ml)
fp
= faktor pengenceran (20x)
BM
= Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol)
Bobot kijing segar = 128566 μg
% Asam aspartat = 83309
x
5 μg/ml x 133,1 x 20 x 100%
1241379 = 0,643%
128566 μg
Contoh perhitungan taurin kijing segar (p1): % Taurin = Luas area sampel X C X volume akhir (ml) Luas area standar Keterangan:
C
Bobot sampel (g)
= Konsentrasi standar taurin (25 mg/ml)
Bobot sampel = 1 g % Taurin = 80279 x 25 mg/ml x 10 ml 230370 1g = 87,12 mg = 87,12 mg 1000 = 0,087 g/100 g bahan = 0,087 %
Lampiran 12. Dokumentasi penelitian a. Foto kijing lokal
b. Proses preparasi kijing dan pengukusan
c. Alat kromatografi cair (HPLC)
d. Alat sentrifugasi
Lampiran 13. Kromatogram asam amino standar
Lampiran 14. Kromatogram asam amino kijing segar (ulangan 1)
Lampiran 15. Kromatogram asam amino kijing segar (ulangan 2)
Lampiran 16. Kromatogram amino kijing kukus (ulangan 1)
Lampiran 17. Kromatogram asam amino kijing kukus (ulangan 2)
Lampiran 18. Kromatogram taurin standar
Lampiran 19. Kromatogram taurin kijing segar (ulangan 1 dan ulangan 2)
Lampiran 20. Kromatogram taurin kijing kukus (ulangan 1 dan ulangan 2)