KARAKTERISTIK MASYARAKAT JAWA DI JAWA TIMUR DALAM MENGUNGKAPKAN EMOSI DAN KONDISI PIKIR (SEBAGAI REFLEKSI PENGAJARAN BAHASA) Abdul aziz Hunaifi, Wahid Ibnu Zaman, FKIP, Universitas Nusantara PGRI Kediri
Abstract In the modern era, as now, local language user community get tremendous challenges in an effort to sustain the use of language, not to mention the Java language community. They are faced with the choice of whether to maintain the Java language as an identity or follow macro trends that prefer to leave the regional language. Java community, especially in East Java, in addition to facing the trend to prefer the national language, they are also faced with the clash of two other regional languages are no less influential, namely Madura and Osing. Therefore, researchers feel the need to conduct in-depth study on the development of the Java community in East Java, especially in expressing emotion and thought conditions by comparing it with the old Javanese culture as summarized in the folk fairy tales. This study aimed to describe the characteristics of the Java community in East Java in expressing emotions and conditions of thought. The description is useful to get a clear picture of the vocabulary words that are used, the structure of the expression, and character development in East Java Java community in expressing emotion and thought conditions. In addition, this study is expected to describe whether the characteristics of the Java community in East Java still retains the character of the old Javanese culture in expressing emotion and thought conditions as set forth in the fairy tale people. This 17 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
expression studies using descriptive qualitative approach. Collecting data using techniques and technical literature see, that utilizes the sources are written and unwritten (interview) to obtain the data. Furthermore, the data collected will be analyzed following the workings Paolo Santangelo. Keywords: community characteristics, the expression of emotion and thought conditions A. Pendahuan Di era modern seperti sekarang ini, komunitas pengguna bahasa daerah mendapatkan tantangan luar biasa dalam usaha mempertahankan keberlangsungan penggunaan bahasanya, tak terkecuali komunitas bahasa Jawa. Mereka dihadapkan pada pilihan apakah akan mempertahankan bahasa Jawa sebagai identitasnya atau mengikuti kecenderungan makro yang lebih memilih untuk meninggalkan bahasa daerahnya. Masyarakat Jawa, khususnya di Jawa Timur, selain menghadapi trend untuk lebih memilih bahasa nasional, mereka juga dihadapkan pada benturan dua bahasa daerah lainnya yang tak kalah berpengaruh, yaitu Madura dan Osing.Oleh karena itu, semua lapisan masyarakat Jawa di Jawa Timur seharusnya bisa dengan bijak untuk selalu aktif dalam mempertahankan nilai-nilai budaya mereka dengan terus aktif mempergunakan bahasa Jawa di dalam komunikasi keseharian mereka. Bahasa yang merupakan sarana paling efektif untuk menyampaikan rasa dan pikiran manusia tentu akan mengalami perubahan jika masyarakatnya berubah. Hal ini dikarenakan komunikasi yang tercipta dari seorang penutur adalah merupakan gabungan dari unsur persepsi budaya dan bahasa itu sendiri.Saussure (dalam Thomas & Wareing, 2007:30) mengatakan bahwa ketika orang menjadi dewasa, dia memiliki system yang sempurna dalam benaknya. Hal itu menunjukkan bahasa tidak akan bisa terlepas dari penuturnya dan juga sebaliknya. Keduanya akan saling mempengaruhi yang pada akhirnya akn membuat sebuah cirri khas khusus yang dimiliki oleh penuturnya masing-masing. 18 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
Sistem yang dimaksud oleh Sausure itu lebih dikenal dengan sebutan Langue yang oleh Andersen didefinisikan sebegai berikut: Pengetahuan kita tentang hubungan-hubungan sistematis antara bunyi dengan makna yang ada dalam bahasa (termasuk pengetahuan tentang ucapan-ucapan mana yang benar dan mana yang salah menurut bahasa itu). (dalam Thomas & Wareing, 2007:30). Proses komunikasi yang dituturkan mengalami proses yang dikatakan sebagai encoding yang bermakna sebuah kegiatan untuk membuat kode bahasa dalam tuturan yang diucapkan. Dalam proses tersebut, seseorang akan mengumpulkan semua informasi yang dimiliki tentang kosakata, struktur, dan etika budaya yang dimiliki untuk kemudian dikomunikasikan kepada orang lain, sedangkan petutur akan menyerap tuturan yang didengar dengan melakukan proses decoding untuk kemudian menafsirkan apa yang didengar (Mulyana, 2005: 21). Sebagaimana yang dikatakan di atas bahwa tuturan seseorang dipengaruhi oleh budaya, sedangkan budaya, di sisi lain, juga berpangku pada bahasa sebagai sarana untuk membentuknya.Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya dan bahasa adalah dua faktor yang saling berkaitan erat dalam membentuk pola dan bentuk komunikasi seseorang. Seseorang yang acuh terhadap budaya tentu dia akan menjadi terkucilkan dalam komunikasi dengan komunitas bahasanya, begitu juga dengan seseorang yang tidak menguasai bahasa sebuah komunitas, meskipun telah menguasai budaya komunitas tersebut, dia juga tetap tidak akan bisa berbaur dengan baik di komunitas tersebut. Masayarakat Jawa adalah masyarakat yang telah lama terbentuk dan memiliki identitas bahasa sendiri, yaitu bahasa Jawa. Jumlah penutur bahasa Jawa memiliki jumlah penutur terbanyak dibandingkan dengan jumlah penutur bahasa daerah lain di Indonesia. Masyarakat Jawa tersebar, mayoritas, di Pulau Jawa dengan basis daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Khusus di daerah Jawa Timur, masyarakat Jawa berbaur 19 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
dengan komunitas masyarakat lain yang juga mempunyai identitas bahasa dan karakter budaya yang berbeda. Ada masyarakat Madura, Osing, dan masyarakat pendatang, yang jika diklasifikasikan dapat digolongkan ke dalam masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Tentu, dengan keberagaman yang begitu kompleks, serapan budaya luar, serta perkembangan budaya dan masyarakat, komunitas masyarakat penutur bahasa Jawa mengalami dampak yang luar biasa besar. Dengan demikian, dirasa perlu untuk meneliti apakah factor-faktor di atas telah mampu untuk merubah pola pikir dan cara berkomunikasi, khususnya dalam mengungkapkan emosi. Untuk mendapatkan data yang lengkap tentang perkembangan masyarakat Jawa dalam berkomunikasi, Peneliti membagi wilayah penelitian menjadi enam titik observasi.Titik pertama adalah daerah Materaman.Daerah ini meliputi Ngawi, Magetan, Ponorogo, dan Madiun, dll.Daerah ini penting karena masyarakat Materaman mempunyai hubungan budaya yang dekat dengan Keraton Surakarta.Sehingga perkembangan masyarakat Jawa di daerah ini penting untuk dideskripsikan.Titik kedua adalah daerah Kediri, yang meliputi Kediri, Jombang, Nganjuk.Daerah ini memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan masyarakat Materaman.Secara historis, wilayah ini masuk ke dalam wilayah Kerajaan Kediri. Titik ketiga adalah wiyalah pusat kota Jawa Timur, yaitu Surabaya dan sekitarnya, meliputi Sidoarjo, Gresik, Mojokerto. Titik yang keempat adalah daerah Tapal Kuda, yang meliputi Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi, Bondowoso, dan Jember.Titik kelima adalah wilayah pantai selatan yang biasa juga disebut dengan wilayah Singosaren, yang meliputi Malang dan Lumajang.Titik keenam, yaitu wilayah pesisir pantai utara yang meliputi Tuban, Lamongan, dan Gresik. Keseluruhan titik observasi tersebut diharapkan dapat menggambarkan perkembangan masyarakat Jawa secara lengkap berdasarkan landscapes area Jawa Timur. Fokus kegiatan ini adalah pada pendeskripsian kosakata, ungkapan, dan pola masyarakat dalam menuturkan 20 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
ungkapan emosi dan kondisi pikirnya.Pemetaan komposisi bentuk emosi didasarkan pada pemetaan komposisi emosi Karl G. Heider. Data yang dihasilkan akan dikaji dengan menggunakan teori emosi dan kondisi pikir dari Paolo Santangelo, dimana terdapat lima klasifikasi emosi dan kondisi pikir, yaitu positive expectation and interaction ‘interaksi dan harapan positif’, misalnya love, like, hope; satisfactory affects ‘kepuasan’ misalnya joy, satisfay, pleasure; negative projection ‘ penonjolan nilai negatif’, misalnya suspicion, surprise, fear; aggresive-opposing emotions ‘emosi perlawanan agresif’, misalnya anger, hate, despisin;unsatisfactory affects ‘ketidakpuasan’ misalnya regret, shame, jealousy. Selanjutnya, hasil penelitian ini nantinya akan mampu mendeskripsikan perkembangan masyarakat Jawa jaman dulu dengan masyarakat Jawa sekarang. Sehingga pola perkembangan bahasa dan budaya dapat diidentifikasi secara konkret.Pada selanjutnya, karakteristik masyarakat Jawa sekarang dapat diketahui.Melihat pentingnya tujuan dan manfaat yang dihasilkan, maka Peneliti merasa perlu untuk melakukan kajian tentang karakteristik masyarakat Jawa dalam mengungkapkan emosi dan kondisi pikir. B. Kajian Teori 1. Hakikat Karakter Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, daan Negara (Suyanto dalam Maksudin, 2013:3). Cara berpikir tersebut tentu didapat dari sifat dasar, pengalaman, pengetahuan, dan lingkungan di mana seseorang tinggal.Oleh karenanya, karakter yang dimiliki oleh setiap orang menjadi berbeda. Mounier (dalam Koesoema, 2007: 90-91) membedakan kerakter menjadi 2, given dan willed. Karakter givenadalah karekter yang dimiliki oleh seseorang tanpa diusahakan karena karakter tersebut adalah anugrah dari Tuhan. Sedangkan karakter willedadalah karakter yang 21 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
diusahakan pemerolehannya yang menuntut keuletan, kemampuan mensarikan pengalaman dan pengetahuan, dan ketekunan dalam belajar. Unsur-Unsur Karakter 1. Cara berpikir 2. Cara berperilaku 3. Bekerja sama 4. Ciri khas setiap individu dalam hidup 2. Pengertian Emosi Emosi adalah wujud ekspresi yang muncul dari dalam diri seseorang, diluar kesadarannya (Mastuti, 2003: 27). ‘Kata emosi’ atau ‘kata afektif’ atau ‘kata ekspresi’/emotif-ekspresi’ merupakan istilah yang berkaitan dengan emosi. Istilah yang agak populer ialah ‘kata (berkadar atau bernilai) rasa’; luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; keadaan atau reaksi psikologis atau fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat subyektif) (kamus besar bahasa Indonesia, balai pustaka, 1996. Hlm.261). Sutami (2003: 67) juga memberikan penjelasannya tentang pengertian emosi, yaitu “emosi”, adalah istilah yang definisinya masih mengandung kontroversial, tetapi dapat “dirasakan” keberadaannya melalui ekspresi wajah atau tingkah laku seseorang. Salah satu definisi mengatakan bahwa emosi merupakan reaksi hati, pikiran, atau tubuh yang sifatnya sementara waktu, diikuti oleh perasaan ingin atau enggan, tegang, atau rileks yang diatur oleh alur kesadaran dalam suatu kegiatan komunikasi dari suatu budaya (Santangelo, 1995:104). Di dalam tulisannya yang berjudul, “Makna Emotif dan Makna Gereflekter”, Rahardi (2006: 209) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara makna emotif dengan makna afektif. Makna emotif muncul sebagai reaksi dari pembicara atau penulis terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan, sedangkan makna afektif 22 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
muncul sebagai manifestasi dari nilai rasa sebagai bentuk reaksi dari bentuk kebahasaan yang dipakai oleh pembicara atau penulis. Selain itu, di dalam laporan penelitian Pusat Bahasa yang berjudul “Semantik Bahasa Batak Toba” (2003: 25) mendefinisikan makna afektif sebagai makna kata yang mencerminkan perasaan pribadi si pembicara, termasuk sikapnya kepada yang diajak bicara atau terhadap sesuatu yang dibicarakan. Dari pernyataan di atas tampak bahwa emosi tidak hanya dipancarkan melalui air muka, tetapi juga melalui tingkah laku. Berbahasa merupakan bagian dari tingkah laku. Kata-kata merupakan unsur bahasa, juga merupakan bagian tingkah laku (Heider, 1991: 5). Dengan demikian penelitian tentang emosi dan keadaan pikiran tidak hanya meneliti ekspresi wajah dan tingkah laku atau perbuatan saja, tetapi juga dapat dilakukan melalui penelitian teks terhadap kata/frase/klausa yang mengungkapkan emosi dan keadaan pikiran. 3. Pemetaan komposisi bentuk-bentuk emosi Heider (1991: 64-86) memetakan komposisi bentuk-bentuk emosi menjadi 44 bentuk. Bentuk-bentuk tersebut menggambarkan secara lengkap berbagai macam kondisi emosi dan kondisi pikir yang dimiliki oleh seseorang. Bentuk-bentuk emosi sebagai berikut: terkejut, gembira, ingin, ikhlas, letih, kasih, tersinggung, rindu, benar, sulit, sedih, murung, siksa, takut, dengki, ragu, kacau, kacau-campur aduk, bingung, resah, rayu, naik darah, bengis, gemas, gemetar, kejam, kilaf, kesal, dendam, pedih, bosan, kotor, sadar, putus asa, ejek, sindir, cacat, enggan, sopan, sombong, sabar, aman, diam, sunyi. Ke-44 bentuk emosi tersebut akan dikaji secara komprehensif dengan cara membandingkan bentukbentuk realisasi ungkapan masyarakat Jawa dulu dengan masyarakat Jawa sekarang. 23 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
4. Klasifikasi Kata Emosi Santengelo (dalam Sutami, 2003: 69) megklasifikasikan emosi ke dalam lima kelompok: 1. Positive expectation and interaction ‘interaksi dan harapan positif’, misalnya love, like, hope. 2. Satisfactory affects ‘kepuasan’ misalnya joy, satisfay, pleasure 3. Negative projection ‘ penonjolan nilai negatif’, misalnya suspicion, surprise, fear 4. Aggresive-opposing emotions ‘emosi perlawanan agresif’, misalnya anger, hate, despising 5. Unsatisfactory affects ‘ketidakpuasan’ misalnya regret, shame, jealousy Unsatisfactory affects adalah emosi-emosi pasifyang tidak menyenangkan,sering kali disebabkan oleh sebuah peristiwa kehilangan atau peristiwayang tidak disukai(tetapitidakselalu demikian, sepertidalamdepresi). Merekaditandaidengans ebuah reaksi fisiologis yang rendah dansebuah pemisahandarirealitaseksternal. Merek aberbedasecaraobjek(mungkin berupaemosievaluasipadacitra diri yangtidak memadaitentang menyalahkan diri sendiri untuksebuahkesalahanmoralataukehilangankesem patan, seperti maluataumenyesal) danintensitas(dari apatis, yang ditandaidenganhilangnyasemangat dan keinginan batin,menjadi intensitaspenderitaan. Aggressive-opposing emotionsadalahemosiemosi transitifyang tidak menyenangkan, ditandaidengansebuah reaksifisiologistinggi yang umum/lazim.Mereka mengekspresikanpenolakandanpermusuhandalamintensit asyang berbeda(dari kemarahan menjadiiritasi) dandariberbagaicitradiri(dari iri-cemburu menjadi benci). Negative projectionsadalah emosi-emosi yang tidak menyenangkan, lazimnya ditandaidengan sebuah 24 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
reaksi fisiologistinggiyangmenyiratkankegelisahan yang tidakpastiatautiba-tibakarena beberapafenomenanegatifyang mungkin terjadi, dansebuah proyeksinegatifatausebuah agitasiyan g menyakitkan dalam menghadapiatauantisipasidarikemungkinan bahaya. Positive expectationsadalah sentimensentimenkomposit/gabungandengansebuah minat positifdasaryangdiekspresikan dalamberbagai caradantahap: bentuk-bentukyang beraneka ragam tentang cintadanwatakyang baikdarisikapsimpatik, kekagumankasihandariperspektifcitra-diri, keinginan-harapankeinginansebagaitujuan-tujuanemosional. Satisfactory affects adalahemosi-emosi positifyangmengekspresikankepuasandan'merasa baik' dalamintensitasyang berbedatentang reaksi diri(dari tenangmenjadigembira ria), yang mencakupobjek yang bermacammacam(seperti citra diri, dalamemosiemosievaluatifsepertikebanggaandankepuasandiri), deng anhanya pengecualianpada emosiemosiyang termasukdalamkomplekscinta-harapan. C. Tinjauan Pustaka Terdapat beberapa penggiat kajian linguistik yang telah mengkaji tentang ungkapan yang mengandung emitions and states of mind ini, diantaranya adalah Mastuti yang mengkaji emotions and states of mind dalam kajiannya yang berjudul “Penelitian Emotions and States of Mind Dalam Dongeng Jawa “Jin Estri”” (2003: 25). Dalam penelitian tersebut Mastuti mengungkapkan karakteristik emosi dan kondisi mental yang terdapat pada dongeng Jawa “Jin Estri”, khususnya ungkapan-ungkapan yang menyatakan emosi cinta. Selain itu, Wibowo (2009), dalam penelitiannya, menjelaskan tentang “Karekteristik Pemakaian Bahasa Jawa dalam Siaran Berita Kabar Wengi di Terang Abadi Televisi Surakarta”, yang menghasilkan kesimpulan penelitian berupa 25 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
sarana retorika bahasa yang digunakan, pilihan diksi, dan aspek gramatikal, serta leksikal dalam memberitakan informasi kepada khalayak umum melalui media televisi. Dalam penelitiannya yang berjudul “Ungkapan Emosi dan Kondisi Pikir (Emotions and States of Mind) dalam Cerita Dongeng Rakyat Jawa” , Hunaifi (2013) menjelaskan tentang bentuk ungkapan, kategori emosi dan kondisi pikir, serta karakteristik masyarakat Jawa secara umum. Dengan demikian, penelitian tentang karakteristik masyarakat Jawa di Jawa Timur masih belum dilakukan, sehingga Peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang karakteristik masyarakat Jawa di Jawa Timur dalam mengungkapkan emosi dan kondisi pikir. D. Metode Penelitian Subroto (2007: 35) menjelaskan bahwa metode dalam penelitian linguistik mencakup kesatuan dan serangkaian proses, yaitu penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah, penentuan data, teknik pemerolehan data, dan analisis data. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif dan perbandingan.Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002: 3) mendefinisikan metode qualitatif sebagai sebuah prosedur penelitian yang mencari data deskriptif berupa teks atau ujaran untuk dianalisis. Analisis deskriptif diperlukan untuk menjelaskan perkembangan kosakata-kosakata yang muncul dalam tuturan masyarakat Jawa di Jawa Timur.Sedangkan analisis perbandingan digunakan untuk memperbandingkan karakter budaya masyarakat Jawa kuno dan masa kini di Jawa Timur. a. Obyek Penelitaian Sebagaimana yang telah dikatakan di awal bahwa dalam penelitian ini diambil beberapa titik observasi yang berjumlah enam titik.Penelitian ini dibatasi hanya mengambil data di dua titik observasi saja, yaitu wilayah Materaman dan wilayah Kediri. Pembatasan ini dilakukan karena peneliti mempunya keterbatasan waktu, dana, dan biaya sehingga pembatasan perlu untuk dilakukan. b. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 26 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah disebutkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: a. Menjelaskan perkembangan keberagaman kosakata dalam mengungkapkan emosi dan kondisi pikir di masyarakat Jawa di Jawa Timur. b. Mendeskripsikan struktur bahasa yang dimiliki oleh masyarakat Jawa di Jawa Timurdalam mengungkapkan emosi dan kondisi pikirnya. c. Mendeskripsikan perkembangan karakter budaya masyarakat Jawa di Jawa Timur masa kini dalam berbahasa jika dibandingkan dengan karakter budaya masyarakat Jawa lama. 2. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian, yaitu manfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat memberikan pemahaman baru dalam ilmu kebahasaan khususnya di bidang leksikologi tentang kajian makna emotions and states of mind yang sampai saat ini masih sangat sedikit dikembangkan. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi para pemerhati bahasa Jawa dan masyarakat Jawa, khususnya masyarakat Jawa Timur, untuk bisa terus mempertahankan bahasa Jawa dan nilai-nilai budaya Jawa dari kepunahan c. Teknik Penyediaan Data Penyediaan data dilakukan dengan cara simak dan catat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Subroto (2007: 35) bahwa ada lima macam teknik dalam pengumpulan data, yaitu teknik rekam, teknik kerja sama dengan informan, teknik simak dan catat, teknik pustaka, serta teknik kuesioner. Penelitian ini menggunakan teknik penyediaan data dengan menggunakan teknik simak dan catat. Teknik simak dan catat dilakukan dengan mendengarkan penggunaan bahasa di masyarakat untuk kemudian dilakukan pencatatan data yang sesuai.Selain itu, 27 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
dalam teknik ini, baik penutur maupun petutur yang menjadi informan tidak menyadari bahwa kegiatan komunikasi mereka disimak.Dengan demikian, data yang diperoleh bisa lebih objektif dalam menggambarkan karakter berbahasa mereka. Dalam teknik pustaka, peneliti melakukan kajian dengan membaca sumber data, yaitu cerita dongeng masyarakat Jawa yang berupa teks maupun cerita tutur masyarakat, untuk kemudian mencatat semua data yang berhubungan dengan ungkapan-ungkapan yang menyatakan emotions and states of mind baik berupa kata/frase/klausa. d. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal bahwa penelitian ini bersifat deskriptif, maka penyajian hasil analisis akan disajikan dalam bentuk formal secara deskriptif. Hasil analisis akan dirumuskan dalam bentuk kata-kata atau kalimat. E. Hasil Dan Pembahasan 1. Perkembangan Keberagaman Kosakata dalam Mengungkapkan Emosi dan Kondisi Pikir Dikatakan oleh Santangelo (1995; 101) emosi adalah merupakan hasil dari sebuah pilihan mentalitas yang mendalam, yang terjadi secara spontan, melalui unsure-unsur budaya. Unsur-unsur tersebut merupakan wujud mentalitas yang muncul dalam masa/periode tertentu, yang didasarkan pada kebiasaan hidup seharihari, nilai-nilai kehidupan, tingkah laku individu, dan ungkapan emosi. Masyarakat Jawa di jawa Timur (Kediri) mengalami perkembangan ungkapan kosakata dalam mengungkapkan emosi dan kondisi pikirnya.Perkembangan ini berupa penambahan variasi kosakata yang digunakan. Sebagaimana yang terdapat di dalam percakapan mereka di mana mereka sudah 28 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
terbiasa dengan ungkapan galau, stress, pusing, mendem, mentolo, khilaf, lambat, mehek, joh, dll. Perkembangan kosakata tersebut bukanlah disebabkan oleh ketiadaan kosakata yang dimiliki oleh bahasa Jawa di dalam mengungkapkan hal tersebut, akan tetapi lebih pada trend bahasa yang telah menyebar luar di masyarakat. Hal ini yang menjadi factor utama di dalam perkembangan ungkapan kosakata bahasa Jawa. Perkembangan ini tentu saja memiliki dua dampak yang signifikan, yaitu dampak positif dan negative.Dampak positif lebih mengacu pada semakin banyaknya kosakata yang dimiliki oleh bahasa Jawa khususnya pada kosakata yang berhubungan dengan emosi dan kondisi pikir.Dampak negatifnya adalah perkembangan tersebut menjadikan masyarakat memiliki kecenderungan untuk melupakan kosakata-kosakata yang sebelumnya sudah dimiliki bahasa Jawa. Tentu, bila ini yang terjadi maka secara perlahan kepunahan bahasa Jawa akan terjadi. 2. Mendeskripsikan struktur bahasa yang dimiliki oleh masyarakat Jawa di Jawa Timurdalam mengungkapkan emosi dan kondisi pikirnya Kalimatdapat terbagi menjadi beberapa jenis kalimat.Berikut ini jenis-jenis kalimat sebagaimana yang dijelaskan oleh Widyaningsih (2010). 1. Berdasarkan Penyampaian Kalimat berdasarkan pengucapannya dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: a. Kalimat Langsung Kalimat langsung adalah kalimat yang secara cermat menirukan ucapan orang. Kalimat langsung juga dapat diartikan kaliamt yang memberitakan bagaimana ucapan dari orang lain (orang ketiga). Kalimat ini biasanya ditandai dengan tanda petik dua (“….”) dan dapat berupa kalimat tanya atau kalimat perintah. 29 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
Contoh: 1. Ibu: “Rohan, ojo dolan ae, ojo marai ibu duko ae awakmu iki.” 2. “Aku sueneng awakmu lulus ujian.”,kata ayah. b. Kalimat Tak Langsung Kalimat tak langsung adalah kalimat yang menceritakan kembali ucapan atau perkataan orang lain. Kalimat tak langsung tidak ditandai lagi dengan tanda petik dua dan sudah dirubah menjadi kalimat berita. Contoh: 1. Jare Dendi, Tina mangkel karo awakmu Jon. 2. Ojo seneng ngumbar howonafsu, jare pak kyai. 2.
Berdasarkan Jumlah Frasa (Struktur Gramatikal) Kalimat berdasarkan jumlah frasa dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: a. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang memiliki satu pola (klausa) yang terdiri dari satu subjek dan satu predikat.Kalimat tunggal merupakan kalimat dasar sederhana.Kalimatkalimat yang panjang dapat dikembalikan ke dalam kalimat-kalimat dasar yang sederhana dan dapat juga ditelusuri pola-pola pembentukannya. Contoh: Aku seneng banget saiki. b. Kalimat Majemuk Kalimat majemuk terdiri atas dua atau lebih kalimat tunggal yang saling berhubungan baik kordinasi maupun subordinasi. Kalimat majemuk dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu: c. Kalimat Majemuk Setara (KMS) Kalimat ini terbentuk dari 2 atau lebih kalimat tunggal dan kedudukan tiap kalimat sederajat. Kalimat majemuk setara dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bagian, yaitu: 30 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
1. KMS Penggabungan. Dua atau lebih kalimat tunggal yang dihubungkan oleh kata la, lan, utowo, karo. Contoh: Aku budal neng Suroboyo, la ibu ngeterne adik daftar tes polisi neng polres. 2. KMS Pertentangan.Dua kalimat tunggal yang dihubungkan oleh kata tetapine, masio. Contoh: 1. Indonesia ki menangan sak jane, masio karo tim teko Chino. 3. Berdasarkan Situasinya Kalimat berdasarkan situasinya dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: a. Kalimat Perintah Kalimat perintah adalah kalimat yang bertujuan memberikan perintah kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Kalimat perintah biasanya diakhiri dengan tanda seru (!) dalam penulisannya.Sedangkan dalam bentuk lisan, kalimat perintah ditandai dengan intonasi tinggi. Contoh: ojo nesu ae to awakmu ki. b. Kalimat Berita Kalimat berita adalah kalimat yang isinya memberitahukan sesuatu.Dalam penulisannya, biasanya diakhiri dengan tanda titik (.) dan dalam pelafalannya dilakukan dengan intonasi menurun.Kalimat ini mendorong orang untuk memberikan tanggapan. Contoh: aku mau ngerti pak Dian muring-muring neng cah-cah kelas 1H. c. Kalimat Tanya Kalimat tanya adalah kalimat yang bertujuan untuk memperoleh suatu informasi atau reaksi (jawaban) yang diharapkan. Kalimat ini diakhiri dengan tanda tanya(?) dalam penulisannya dan 31 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
dalam pelafalannya menggunakan intonasi menurun. Contoh: opo kowe ora gelo nak dingunukne? d. Kalimat Seruan Kalimat seruan adalah kalimat yang digunakan untuk mengungkapakan perasaan ‘yang kuat’ atau yang mendadak.Kalimat seruan biasanya ditandai dengan intonsi yang tinggi dalam pelafalannya dan menggunakan tanda seru (!) atau tanda titik (.) dalam penulisannya. Contoh: biyuh-biyuh, ayune! 4 Berdasarkan Unsur Kalimat Kalimat berdasarkan unsur kalimat dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu: a. Kalimat Lengkap Kalimat lengkap adalah kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri dari satu buah subyek dan satu buah predikat. Kalimat Majas termasuk ke dalam kalimat lengkap. Contoh:Cak Qodir ghetak Andi S P O .2. Kalimat Tidak Lengkap Kalimat tidak lengkap adalah kalimat yang tidak sempurna karena hanya memiliki subyek saja, atau predikat saja, atau objek saja atau keterangan saja. Kalimat tidak lengkap biasanya berupa semboyan, salam, perintah, pertanyaan, ajakan, jawaban, seruan, larangan, sapaan dan kekaguman. Contoh: 1. nesu neh. 2. sumpek men to saiki. Struktur kalimat bahasa Jawa yang digunakan untuk mengungkapkan emosi dan kondisi pikir adalah lengkap.Hal itu bisa dilihat dari ungkapan-ungkapan yang ditemukan di dalam percakapan sehari-hari yang mencakup semua jenis kalimat.Dengan demikian, dalam mengungkapkan emosi dan kondisi pikir, 32 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
bahasa Jawa memiliki fleksibilitas dalam struktur kalimatnya. Hal ini berdampak pada kemudahan dalam mengkomunikasikan segala ungkapan emosi dan kondisi pikir yang dimiliki F. Kesimpulan Karakter masyarakat Jawa Timur telah mengalami perkembangan dalam penggunaan bentuk-bentuk ungkapan emosi dan kondisi pikir yang teraktualisasikan dalam kegiatan komunikasi sehari-hari mereka.Semua bentuk kalimat Jawa yang digunakan untuk mengungkapkan emosi dan kondisi pikir secara aktif telah digunakan dalam percakapanpercakapan masyarakat Jawa. Selain itu, perkembangan bahasa Jawa khususnya dalam pengungkapan emosi telah mengalami proses saling mempengaruhi antar bahasa yang berinteraksi di masyarakat. Kenyataan ini membuat polarisasi bentuk dan tipikal tuturan bahasa masyarakat di kantong-kantong komunitas bahasa.Sebagaimana yang teramati, masyarakat Jawa daerah Kediri memiliki karakter yang lebih tertutup, sehingga masyarakat sangat menjaga hubungan antar persona dengan berkomunikasi secara lebih hati-hati, khususnya dalam komunikasi yang berkaitan dengan ungkapan emosi dan kondisi pikir. Kenyataan di atas berbeda dengan kharakter bahasa masyarakat Jawa Surabaya. Mereka telah mengalami adaptasi budaya yang menyebabkan memiliki kharakter bahasa yang terbuka, sehingga pemilihan ungkapan-ungkapan emosi yang tampak terkesan polos dan apa adanya. Dengan berbagai temuan di atas, masyarakat Jawa yang bertutur Jawa mengalami perkembangan sesuai dengan interaksi sosial masyarakatnya.
Referensi Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik. Bandung: Eresco. 33 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014
Heider, Karl. G. 1991. Landscape of Emotion: Mapping Three Cultures of Emotion in Indonesia. Cambridge: Cambridge University Press. Hunaifi, A.A. & Zaman, W.I. 2013.Ungkapan Emosi dan Kondisi Pikir (Emotions and States of Mind) dalam Cerita Dongeng Rakyat Jawa. Kediri: UNP Kediri Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996. Jakarta: Balai Pustaka. Moleong, Levince. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pusat Bahasa. 2003. Semantik Bahasa Batak Toba. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.Rahardi, Kunjana. 2006. Dimensi-Dimensi Kebahasaan: Aneka Masalah Bahasa Indonesia Terkini. Jakarta: Penerbit Erlangga. Pusat Leksikologi dan Leksikografi. 2003. Rintisan Dalam Kajian Leksikologi Dan Leksikografi. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Santangelo, Paolo. 1995. “A Research on Emotions and States of Mind in Late Imperial China: Preliminary Result”. Dalam Rintisan Kajian Leksikologi dan Leksikografi, Pusat Leksikologi dan Leksikografi. 2003. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI. Subroto, Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Lembaga Pengambangan Pendidikan (LPP) UNS dan UNS Press. Sudaryanto. 1991. Tata Bahasa Baku Bahasa Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Jawa.
Wibowo, M.A.K. 2009.Karekteristik Pemakaian Bahasa Jawa dalam Siaran Berita Kabar Wengi di Terang Abadi Televisi Surakarta (Skripsi).Surakarta: UNS
34 Terampil, Vol 3, Nomor 3, Desember 2014