KARAKTERISTIK KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR DENGAN VARIASI JARAK PENUTUP DAN SUDUT KEMIRINGAN KOLEKTOR AULIYA BURHANUDDIN M0201023 Juusan Fisika FMIPA UNS INTISARI Telah dilakukan penelitian untuk menentukan efisiensi kolektor panas surya plat datar. Pengujian kolektor dilakukan pada tanggal 30 November 2005, 1, 3, 5, 6, 7 Desember 2005 dengan variasi jarak satu kaca penutup 3 cm, 6 cm, dan 9 cm; dan variasi sudut kemiringan kolektor 100, 20 0, 300, dan 40 0. Kolektor panas surya menyerap energi radiasi dari matahari dan mengkonversikan menjadi panas diantara kaca penutup bawah dan plat penyerap. Parameter yang berpengaruh pada unjuk kerja kolektor diantaranya jarak plat penyerap dengan kaca penutup dan sudut kemiringannya. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan temperatur output - input lebih besar pada jarak 3 cm dan sudut 10 0, karena sudut 10 0 lebih mendekati sudut zenit dibanding sudut lainnya. Efisiensi kolektor panas surya bukanlah suatu konstanta. Efisiensi kolektor surya bergantung pada intensitas radiasi matahari, perbedaan temperatur input-output, dan aliran udara. Pada sudut kemiringan kolektor surya terkecil, menyerap radiasi terbesar. Jika sudut kemiringan kolektor sama dengan sudut zenit maka radiasi yang terserap akan maksimal. Kata kunci : Kolektor surya plat datar, Efisiensi kolektor.
I. PENDAHULUAN Indonesia beriklim tropis yang mempunyai temperatur lingkungan yang relatif tinggi, kelembaban relatif, serta pada beberapa tempat mempunyai curah hujan yang tinggi pula. Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris yang menghasilkan selain makanan pokok juga menghasilkan produk pertanian lainnya seperti kakao, kopi, kopra, pala dan lain-lain. Komoditi tersebut kebanyakan harus segera dikeringkan setelah dipanen, karena bila terlambat akan terjadi proses pembusukan sehingga sangat merugikan. Untuk mengeringkan dibutuhkan energi yang sangat besar. Petani kebanyakan melakukan penjemuran di bawah teriknya sinar matahari. Temperatur lingkungan adalah sekitar 33° C, sedang temperatur pengeringan untuk komoditi pertanian kebanyak-an berkisar 6070°C. Jika kita menggunakan udara pemanas bertemperatur lingkungan atau lebih rendah dari temperatur pengeringan tersebut, maka akan membutuhkan waktu yang lebih panjang. Untuk meningkatkan temperatur lingkungan adalah dengan cara mengumpulkan udara dalam suatu
kolektor surya dan menghembuskannya ke komoditi. Energi fosil khususnya minyak bumi, merupakan sumber energi utama dan terbatas jumlahnya. Terbatasnya sumber energi fosil menyebabkan perlunya pengembangan energi terbarukan. Energi terbarukan adalah energi nonfosil yang berasal dari alam dan dapat diperbaharui. Bila dikelola dengan baik, sumber daya itu tidak akan habis. Indonesia, di satu pihak merupakan negara kepulauan sehingga transportasi energi komersial akan tetap menjadi kendala bagi penyediaan energi yang murah di tempat-tempat terpencil tersebut diatas. Di lain pihak, Indonesia memiliki potensi sumber energi terbarukan yang cukup besar. Di masa mendatang, potensi pengembangan sumber energi terbarukan mempunyai peluang besar dan bersifat strategis mengingat sumber energi terbarukan merupakan sumber energi bersih, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
1
Untuk pemanas surya yang bekerja dalam daerah bilangan Reynolds antara 2000 sampai 10000, dan nilai bilangan Nusselt sebesar (wiranto Arismunandar, 1985): N u = 0,00269. Re Re adalah bilangan Reynold yang biasanya berkisar antara 2000 sampai 10000 untuk aliran turbulen, dan di bawah 2000 untuk aliran laminer. Bilangan Reynold dapat dirumuskan (Wiranto Arismunandar, 1985):
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Energi Matahari dan pemanfaatannya. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150 juta km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer dan kehidupan di Bumi. Energi yang datang ke Bumi sebagian besar merupakan pancaran radiasi matahari. Energi ini kemudian ditransformasikan menjadi bermacammacam bentuk energi, misalkan pemanasan permukaan Bumi, gerak dan pemanasan atmosfer, gelombang lautan, fotosintesa tanaman dan reaksi fotokimia lainnya. Penyebaran sinar matahari setiap tahun dibelahan bumi bervariasi. Indonesia rata rata menerima sinar matahari delapan jam perhari dan intensitas sinar matahari yang masuk ditentukan posisi matahari terhadap kolektor. 2.2. Tinjauan perpindahan panas A Konduksi Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah. Laju perpindahan panas konduksi dapat dinyatakan dengan hukum Fourier sebagai berikut (Wiranto Arismunandar, 1985):
Re
vd i
Dimana Re adalah bilangan Reynold, v adalah kecepatan rata - rata dari fluida (m/s), d i adalah diameter pipa (m), adalah massa jenis (kg/m3), adalah viskositas dinamik (kg/m.s). C Radiasi Perpindahan panas dari radiasi total benda hitam yang sempurna sebanding dengan pangkat empat dari temperatur benda tersebut. Ini merupakan hukum Stefan-Boltzman sehingga dapat dituliskan sebagai berikut (Beiser, 1981) :
E AT 4 Dimana adalah konstanta Stefan-Boltzmann yang besarnya 5.67 10 8 W/m2.K4, A adalah luas penampang benda (m2), T adalah temperatur mutlak benda (K). (2.1) 2.3 Tinjauan mekanika fluida Viskositas Viskositas merupakan sifat yang menentukan karakteristik fluida yaitu ukuran tahanan fluida terhadap tegangan geser. Viskositas dinamik didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan geser dan laju regangan geser. 2.4 Posisi Matahari 2.4.1 Persamaan untuk sudut Zenit sudut zenit Өz diperlihatkan sebagai sudut antara zenit z, atau garis lurus diatas kepala, dan garis pandang ke matahari. Persamaan untuk sudut zenit dapat dirumuskan (Wiranto Arismunandar, 1985): (2.2)
dT q kA dx Dimana q adalah laju perpindahan panas, W; k adalah konduktivitas termal, W/(m.K); A adalah luas penampang yang tegak lurus pada aliran panas m2 dan dT/dx adalah gradien temperatur dalam arah aliran panas, -K/m. B Konveksi Udara yang mengalir di atas suatu permukaan logam pada sebuah alat pemanas udara surya, dipanasi secara konveksi. Ada dua jenis proses konveksi yaitukonveksi paksa dan konveksi alamiah. Laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut (Wiranto Arismunandar, 1985):
q hA(Tw T f )
cos z sin sin cos cos cos
di mana q adalah laju perpindahan panas, W; h adalah koefisien konveksi, W/(m2.K); A adalah luas permukaan, m2; Tw adalah temperatur
Dimana z adalah sudut zenith, adalah deklinasi, adalah sudut lintang, dan adalah sudut jam (15 0 per jam). Desklinasi , yaitu sudut yang dibentuk oleh matahari dengan bidang ekuator, ternyata berubah sebagai akibat
dinding; dan T f adalah temperatur fluida, K.
2
kemiringan bumi, dari +23,450 musim panas (21 Juni) ke-23,450 di musim dingin (21 Desember). Harga deklinasi pada tiap saat dapat diperkirakan dengan dari persamaan berikut ini (Wiranto Arismunandar, 1985):
2. Laju energi panas yang digunakan Laju energi panas yang keluar dari kolektor termal energi surya dapat dinyatakan dalam persamaan : 0
qu = m .Cp.(T0 – T1) 3 Laju energi panas yang hilang Tidak semua energi panas yang masuk dapat dipakai seluruhnya sebab ada faktor kerugian panas pada kolektor termal. Kerugian panas ini terjadi pada bagian atas kolektor panas surya yang disebut kerugian panas bagian atas dan pada bagian bawah kolektor panas surya disebut kerugian panas bagian bawah. Dimana jumlah dari kedua kerugian panas merupakan kerugian panas total. a. Kerugian laju energi panas bagian atas (top loss) q tl b. Kerugian laju energi panas bagian bawah (bottom loss) q bl 2.6.2 Efisiensi Kolektor Surya Definisi dari efisiensi kolektor surya yaitu perbandingan antara energi yang digunakan dengan jumlah energi surya yang diterima pada waktu tertentu oleh kolektor surya
284 n 23,45 sin 360 365 di mana n adalah hari dari tahun yang bersangkutan. 2.4.2 Intensitas Radiasi pada bidang miring komponen radiasi pada suatu permukaan miring, yaitu komponen sorotan IbT diperoleh dengan mengubah radiasi sorotan pada permukaan horizontal menjadi masuk normal dengan mengunakan sudut zenit, dan kemudian mendapatkan komponen pada permukaan miring dengan menggunakan sudut masuk. Radiasi sorotan IbT pada permukaan miring dapat dihitung dari radiasi sorotan (terukur) I pada sebuah permukaan horizontal (Wiranto Arismunandar, 1985).
I bT I
sin sin cos cos cos sin sin cos cos cos
2.5 Macam - macam kolektor panas surya a. Kolektor surya plat datar b. Kolektor terkonsentrasi c. Kolektor tabung terevakuasi d. Kolektor pasif
m C p (T0 Ti ) A p ( ) I bT
laju aliran massa udara merupakan jumlah massa udara yang mengalir tiap satuan waktu dan dapat dinyatakan sebagai berikut :
2.6 Analisa kerja dari kolektor panas surya tipe datar 2.6.1 Persamaan Kesetimbangan Energi Persamaan kesetimbangan laju energi panas pada kolektor termal dapat dinyatakan dengan persamaan :
m
m V tu tu
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengambilan Data Penelitian ini dilaksanakan di halaman belakang laboratorium pusat UNS Surakarta. pada tanggal 30 Novembar 2005 sampai 7 Desember 2005 pukul 10.00-14.00 WIB. 3.2 Alat – alat 1. Termokopel 2. Anemometer testo 3. Termometer digital 4. Light Meter Model Li- 250 No Sri LMA - 2706 5. Sensor pyranometer No seri PY – 46415
qu qi ql Dimana q u adalah energi yang dipakai (J/s), q i adalah energi yang masuk (J/s) dan q L adalah energi yang hilang (J/s). 1 Laju energi panas yang masuk Laju energi panas yang masuk pada kolektor termal energi surya (J/s) dipengaruhi oleh IbT jumlah intensitas radiasi matahari pada permukaan miring (watt/m2), Ap luas plat penyerap kolektor termal (m2), dan hasil kali transmivisitas kaca penutup-absorbsivitas plat penyerap (.). dinyatakan dengan persamaan :
3.3 Prosedur Penelitian
q i A p .I bT .( . )
Perancangan Kolektor Termal
3
mendung tebal yang menghalangi radiasi matahari sampai ke bumi. b Intensitas matahari pada variasi sudut Hasil pengukuran intensitas radiasi matahari pada bidang miring dengan variasi sudut kemiringan kolektor pada Gambar 4.2.
Pembuatan Kolektor Termal
Pengujian Kolektor Termal
5 Desember 2005
Plot Grafik I r, Tp, T k,
1000 800 2
(W/m )
Intensitas matahari
Variasi
Variasi jarak kaca penutup
600
sudut 10
400
sudut 20
200 0 10.00
Analisa Grafik
11.00
12.00
13.00
14.00
Jam Pengamatan 6 Desember 2005 Intensitas Matahari (W/m2)
Perhitungan Efisiensi Termal
Plot Grafik - T
Kesimpulan
1200 1000 800 sudut 20
600
sudut 30
400 200 0 10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
Jam pengamatan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Intensitas Radiasi Surya a Intensitas matahari pada bidang datar Pengukuran intensitas radiasi matahari dapat dilihat pada Gambar 4.1.
7 Desember 2005
Intensitas matahari (W/m2)
1200
Intensitas matahari (W/m2)
1200
800 sudut 20 sudut 40
600 400 200 0 10.00
1000
11.00
12.00
13.00
14.00
Jam pengamatan
800 600
I Radiasi
Gambar 4.2 Grafik Intensitas Matahari pada variasi sudut kemiringan kolektor
400
Dari Gambar 4.2 intensitas matahari yang terjadi fluktuatif yang disebabkan kondisi cuaca yang tidak menentu karena adanya gumpalan awan dan mendung tebal yang menghalangi radiasi matahari. Dari grafik dapat kita lihat besar intensitas yang masuk ke kolektor dengan variasi sudut per hari besarnya berbeda. Jika kita bandingkan variasi sudutnya perhari, maka kita dapatkan data 5 desember 2005 intensitas yang masuk ke kolektor dengan sudut 100 besarnya lebih tinggi dibandingkan sudut 20 0. Hal ini karena kemiringan kolektor pada sudut 10 0 mendekati sudut zenit dibandingkan dengan sudut 200.Pada 6 desembar 2005 intensitas dengan sudut 200 besarnya lebih tinggi dibandingkan sudut 30 0. Hal ini karena kemiringan kolektor pada sudut 200 mendekati sudut zenit dibandingkan dengan sudut 30 0.
200 0 10.00
1000
11.00
12.00
13.00
14.00
Jam pengamatan
Gambar 4.1 Grafik Intensitas Matahari terhadap waktu
Dari Gambar 4.1, dapat kita lihat bahwa pengambilan data dilakukan dari pukul 10.00 sampai dengan 14.00. intensitas sebaran yang terlihat tidak teratur. Intensitas matahari yang seharusnya pada pukul 10.00 sampai dengan 12.00 akan naik dan pada pukul 12.00 sampai dengan 14.00 akan turun tidak semuanya terjadi, sehingga terlihat bahwa intensitas yang terjadi sangat fluktuatif. Hal ini dapat terlihat dari kenaikan dan penurunan intensitas yang cukup tajam. Fluktuatif yang terjadi tersebut disebabkan karena kondisi cuaca yang berubah yang disebabkan adanya gumpalan awan dan
4
Sedangkan pada tanggal 7 desember 2005 intensitas dengan sudut 200 besarnya lebih tinggi dibandingkan sudut 400. Hal ini karena kemiringan kolektor pada sudut 200 mendekati sudut zenit dibandingkan sudut 400. Karena sudut zenit permukaan kolektor adalah 14,8 0. Sehingga intensitas matahari yang masuk ke kolektor akan maksimum jika permukaan kolektor tegak lurus dengan posisi matahari. Dari grafik dapat dilihat bahwa variasi sudut akan mempengaruhi besar intensitas yang masuk ke kolektor dan besar intensitas matahari setiap hari tidak sama karena perubahan posisi matahari. 4.2 Temperatur Kolektor Surya
lebih besar dari temperatur masukannya. Pada jarak plat 3 cm perbedaan nilai temperatur masukan dan keluaran terbesar mencapai 23,1 0C dan perbedaan terkecil 9,9 0C. Temperatur keluaran tertinggi mencapai 63,8 0C pada pukul 11.45 dan temperatur masukan mencapai 41,7 0C pada pukul 12.45. Pada jarak plat 9 cm perbedaan nilai masukan dan keluaran terbesar mencapai 13 0C dan perbedaan terkecil 0,4 0C. Temperatur keluaran tertinggi mencapai 51,2 0C pada pukul 11.45 dan temperatur masukan mencapai 42,6 0C pada pukul 11.45. a Temperatur kolektor pada variasi jarak kaca penutup Hasil temperatur kolektor surya dapat dilihat pada grafik perbedaan temperatur masuknya (Tin) dan temperatur keluarnya (Tout) terhadap jam pengamatan.
a Temperatur kolektor pada variasi jarak kaca penutup Hasil pengukuran temperatur masukan dan temperatur keluaran pada penelitian yang dilakukan pada tanggal 1 Desember 2005 dengan jarak 3 cm dan 9 cm dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.
30 25
0
input-output ( C)
Perbedaan temperatur
30 November 2005
20
5 0 10.00
10.50
11.00
11.50
12.00
12.50
13.00
13.50
14.00
Jam pengamatan
Gambar 4.3 Grafik perbedaan temperatur input-output pada jarak 3 cm dan 6 cm
70 60 50 40 30 20 10 0
1 Desember 2005
11.00
12.00
13.00
14.00
0
T out
25 input-output ( C)
T in
Perbedaan temperatur
T e m p eratu r ( 0 C )
6 cm
10
Data 1 Desember 2005 Jarak 3 cm
10.00
3 cm
15
20 15
5 0 10.00
Jam Pengamatan
3 cm 9 cm
10
11.00
12.00
13.00
14.00
Jam Pengamatan
Gambar 4.3 Grafik temperatur dengan jam pengamatan pada jarak 3 cm
Gambar 4.4 Grafik perbedaan temperatur input-output pada jarak 3 cm dan 9 cm 3 Desember 2005
50 40
T in
30
T out
20 10 0 10.00
16 14 output ( C)
Temperatur (0C)
60
18
0
Perbedaan temperatur input-
Data 1 Desember 2005 Jarak 9 cm
12 10 8
6 cm 9 cm
6 4 2 0 10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
Jam pengamatan
11.00
12.00
13.00
14.00
Gambar 4.5 Grafik perbedaan temperatur input-output pada jarak 6 cm dan 9 cm
Jam Pengamatan
Gambar 4.4 Grafik temperatur dengan jam pengamatan pada jarak 9 cm
Pada Gambar 4.3, Gambar 4.4, dan Gambar 4.5 dapat kita lihat bahwa pada 30 November 2005, perbedaan temperatur pada jarak kaca 3 cm hasilnya lebih tinggi dari jarak kaca 6 cm. Tetapi ada 2 data yang hasilnya
Pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 dapat kita lihat bahwa besar temperatur keluarannya
5
kebalikannya, hal ini karena adanya perubahan aliran yang bergerak di sekitar kolektor. Pada 1 Desember 2005, perbedaan temperatur pada jarak kaca 3 cm hasilnya lebih tinggi dari jarak kaca 9 cm. Hal ini karena pada jarak kaca 9 cm panas yang hilang ke lingkungan semakin besar. Sehingga penyerapan panas pada plat berkurang. sedangkan pada 3 Desember 2005, perbedaan temperatur pada jarak kaca 6 cm hasilnya sebagian besar lebih tinggi dari jarak kaca 9 cm. Pada jarak kaca 9 cm banyak panas yang hilang ke lingkungan. Tetapi ada beberapa keadaan dimana besarnya berkebalikan, hal ini dikarenakan adanya perbedaan aliran udara yang bergerak di sekitar kolektor.Dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa variasi jarak kaca berpengaruh terhadap perbedaan temperatur kolektor. Dimana perbedaan temperatur akan maksimum pada jarak kaca kecil, karena sedikit energi panas yang hilang ke lingkungan. b Temperatur kolektor pada variasi sudut kemiringan kolektor Hasil temperatur pada kolektor surya dapat dilihat pada grafik perbedaan temperatur masuknya (T in) dan temperatur keluarnya (Tout) terhadap jam pengamatan:
7 Desember 2005
0
input-output ( C)
Perbedaan temperatur
sudut 10 sudut 20
5
12.00
13.00
14.00
Jam pengamatan
Gambar 4.6 Grafik perbedaan temperatur input-output pada sudut 10 0 dan 200 6 Desember 2005
35 0
input-output ( C)
Perbedaan temperatur
40
30 25 sudut 20 sudut 30
20
sudut 20 sudut 40
15 10 5 11.00
12.00
13.00
14.00
0
Pada Gambar 4.6, Gambar 4.7, dan Gambar 4.8 dapat kita lihat bahwa pada tanggal 5 Desember 2005, besar perbedaan temperaturnya pada sudut 10 0 ada yang lebih besar dari perbedaan temperatur pada sudut 20 0, tetapi ada yang kebalikannya. Hal ini karena perbedaan temperatur akan maksimal jika kemiringan kolektor sesuai dengan sudut zenit. Pada penelitian ini sudut zenit dari permukaan kolektor sebesar 14,80. Pada 6 Desember 2005, besar perbedaan temperatur pada sudut 200 lebih besar dari pada sudut 300. Hal ini karena sudut 20 0 mendekati sudut zenit dibandingkan sudut 30 0. Pada 7 Desember 2005, besar perbedaan temperatur pada sudut 200 sebagian besar hasilnya lebih tinggi dibandingkan perbedaan temperatur pada sudut 400. hal ini karena sudut 20 0 lebih mendekati sudut zenit dibandingkan sudut 400. Tetapi pada grafik terlihat adanya beberapa nilai pada sudut 200 yang hasilnya lebih kecil dibandingkan sudut 400, hal ini disebabkan adanya aliran udara balik. Hal ini juga yang dapat mengakibatkan basar temperatur masukan menjadi lebih besar dari temperatur keluarannya. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa variasi sudut berpengaruh terhadap perbedaan temperatur kolektor. Dimana perbedaan temperatur akan maksimum jika permukaan kolektor tegak lurus dengan posisi matahari.
20
11.00
20
Gambar 4.8 Grafik perbedaan temperatur input-output pada sudut 20 0 dan 400
25
0 10.00 -5
25
Jam pengamatan
5 Desember 2005
10
30
0 10.00
30
15
input-output ( C)
Perbedaan temperatur
35
15
b c
Efisiensi kolektor Surya Efisiensi kolektor surya pada variasi jarak kaca Hasil efisiensi pada kolektor surya dapat dilihat pada grafik efisiensi kolektor surya terhadap perbedaan temperatur masuknya (Tin) dan temperatur keluarnya (Tout), yaitu pada Gambar 4.9, Gambar 4.10, dan Gambar 4.11.
10 5 0 10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
Jam pengamatan
Gambar 4.7 Grafik perbedaan temperatur input-output pada sudut 200 dan 30 0
6
Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan efisiensi termal dari kolektor surya dalam penelitian ini bukanlah suatu konstanta melainkan sebuah karakteristik dengan variabel yang tergantung dari intensitas matahari, temperatur masukan, temperatur keluaran, dan aliran udara. Dimana intensitas matahari yang diterima kolektor tidak fluktuatif, aliran udara yang laminer, dan perbedaan temperatur masukan dan keluaran maksimum. Perbedaan temperatur akan maksimum pada jarak kaca kecil. d Efisiensi kolektor surya pada variasi sudut kemiringan kolektor Hasil efisiensi pada kolektor surya dapat dilihat pada grafik efisiensi kolektor surya terhadap perbedaan temperatur masuknya (Tin) dan temperatur keluarnya (Tout), yaitu pada Gambar 4.12, Gambar 4.13, dan Gambar 4.14.
30 November 2005
efisiensi termal (%)
120 100 80 3 cm
60
6 cm
40 20 0 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 0
perbedaan temperatur input-output ( C)
Gambar 4.9 Grafik efisiensi termal dengan jarak kaca penutup dengan plat penyerap 3 cm dan 6 cm 1 Desember 2005 120
efisiensi termal (%)
100 80 3 cm 9 cm
60 40 20 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
perbedaan temperatur input-output ( 0C)
5 Desember 2005
Gambar 4.10 Grafik efisiensi termal dengan jarak kaca penutup dengan plat penyerap 3 cm dan 9 cm
100 90
efisiensi term al (%)
80
3 Desember 2005
efisiensi termal (%)
90
70
sudut 10
60
sudut 20
50 40 30
80
20
70
10
60
0 0
50
6 cm
40
9 cm
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
0
perbedaan temperatur input-output ( C)
Gambar 4.12 Grafik efisiensi termal dengan sudut 10 0 dan 20 0
30 20 10
6 Desember 2005
0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
120
0
perbedaan temperatur input-output ( C)
Gambar 4.11 Grafik efisiensi termal dengan jarak kaca penutup dengan plat penyerap 6 cm dan 9 cm
efisiensi termal (%)
100
Pada Gambar 4.9, Gambar 4.10, dan Gambar 4.11 dapat kita lihat bahwa pada tanggal 30 November 2005, efisiensi termal tertinggi pada jarak kaca 3 cm mencapai 72,82 % dan terendah 33,05 %. Sedangkan pada jarak kaca 6 cm efisiensi termal tertinggi mencapai 97,59 % dan terendah 23,65 %. Pada tanggal 1 Desember 2005, efisiensi termal tertinggi pada jarak kaca 3 cm mencapai 81,58 % dan terendah 29,22 %. Sedangkan pada jarak kaca 9 cm efisiensi termal tertinggi mencapai 98,59 % dan terendah 11,2 %. Pada tanggal 3 Desember 2005, efisiensi termal tertinggi pada jarak kaca 6 cm mencapai 82,48 % dan terendah 28,47 %. Sedangkan pada jarak kaca 9 cm efisiensi termal tertinggi mencapai 81,51 % dan terendah 23,6 %.
80 sudut 20 sudut 30
60 40 20 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
0
perbedaan temperatur input-output ( C)
Gambar 4.13 Grafik efisiensi termal dengan sudut 20 0 dan 30 0 7 Desember 2005 100 90
efisiensi termal (%)
80 70 60 sudut 20
50
sudut 40
40 30 20 10 0 0
4
8
12
16
20
24
28
32
Perbedaan temperatur input-output ( 0 C)
Gambar 4.14 Grafik efisiensi termal dengan sudut 20 0 dan 40 0
7
Pada Gambar 4.12, Gambar 4.13, dan Gambar 4.14 dapat kita lihat bahwa pada tanggal 5 desember 2005, efisiensi termal tertinggi pada sudut 100 mencapai 94,46 % dan terendah 31,26 %. Sedangkan pada sudut 20 0 efisiensi termal tertinggi mencapai 93,04 % dan terendah 35,23 %. Pada tanggal 6 desember 2005, efisiensi termal tertinggi pada sudut 20 0 mencapai 99,23 % dan terendah 20,92 %. Sedangkan pada sudut 300 efisiensi termal tertinggi mencapai 97,53 % dan terendah 22,64 %. Pada tanggal 7 desember 2005, efisiensi termal tertinggi pada sudut 20 0 mencapai 96,29 % dan terendah 18,10 %. Sedangkan pada sudut 400 efisiensi termal tertinggi mencapai 96,43 % dan terendah 28,5 %. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil perhitungan efisiensi termal dari kolektor surya dalam penelitian ini bukanlah suatu konstanta melainkan sebuah karakteristik dengan variabel yang tergantung dari intensitas matahari, temperatur masukan, temperatur keluaran, dan aliran udara. Dimana intensitas matahari yang diterima kolektor tidak fluktuatif dan permukaan kolektor tegak lurus dengan posisi matahari, aliran udara yang laminer, dan perbedaan temperatur masukan dan keluaran maksimum. Perbedaan temperatur akan maksimum jika permukaan kolektor tegak lurus dengan posisi matahari.
5.2 Saran 1 Menggunakan sensor temperatur yang mencukupi pada setiap titik temperatur yang dapat di hitung secara bersamaan. 2 Perlu dilakukan uji-coba kolektor thermal di ruang tertutup untuk mengetahui pengaruh aliran udara yang terkontrol. 3 Mengganti plat datar dengan plat gelombang dan menggunakan plat dari bahan logam lain. 4 Mengganti insulator dengan menggunakan serbuk gergaji. 5 Menggunakan batu-batuan dan tempat penyimpanan air yang dilapisi insulator sebagai medium untuk penyimpanan panas. 6 Pengukuran kecapatan aliran udara dengan menggunakan alat standar internasional. VI. DAFTAR PUSTAKA - Anonim, 2005: web site: www.surakarta.go.id, tanggal 21 November 2005. - Anonim, 2006: Hubungan Matahari dan Bumi, Web site: http://www.as.itb.ac.id/ ~dhani/Ole_AnginMatahari.htm, tanggal 10 Februari 2006. - Anonim, 2006: Sumber Energi Terbarukan Untuk Antisipasi Krisis BBM ?, web site: WWW.DW-WORLD_DE - Sumber Energi Terbarukan Untuk Antisipasi Krisis BBM.htm, 5 Februari 2006. - Arko Prijono M.Sc.,1986: Prinsip- prinsip perpindahan panas, PT Saksama, Jakarta. - Beiser, A. , 1995: Concept of Modern Physics, 5th edition, Mc Grow Hill, New York. - Culp Jr, A. W, 1991, Prinsip-prinsip konversi energi, Penerbit Erlangga, Jakarta - Duffie, J.A. dan Beckman, W.A. , 1991: Solar Engineering of Thermal Processes, John Willey and Sons Inc, Wisconsin - E. Jasjfi, 1995, Perpindahan kalor, Penerbit Erlangga, Jakarta. - Ekadewi Anggraini Handoyo, 2002: Jurnal Teknik Mesin Universitas PETRA, Surabaya. - Giancoli, D.C, 1998, Fisika Edisi kelima (terjemahan Yuhiza Hanum), Penerbit Erlangga, Jakarta. - Mawardi Silaban, 2005: PENGUJIAN ALAT PENGERING ENERGI MATAHARI UNTUK
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Pada ketiga variasi jarak plat penyerap dengan kaca transparan, didapatkan nilai perbedaan temperatur input-output tertinggi pada jarak 3 cm dan terendah pada jarak 9 cm, dan plat penyerap akan menyerap radiasi matahari secara maksimal jika posisi plat tersebut tegak lurus dengan arah datang radiasi matahari. 2. kemiringan kolektor surya semakin mendekati sudut zenit maka perbedaan temperatur input-output semakin besar. 3. Efisiensi termal bergantung dari intensitas matahari, temperatur masukan, temperatur keluaran, dan aliran udara efisiensi termal.
8
-
-
-
-
KOMODITAS PERTANIAN SKALA PILOT PLANT, web site: http://www.iptek.net.id/ind/terapan/cocoa_id x.php?doc=a15, tanggal 23 Novembar 2005. Sibuk Ginting, 2006: KAJI EKSPERIMENTAL BERBAGAI KOLEKTOR UDARA SURYA DENGAN BANTUAN DATA AKUSISI, Web site: www.jbptitbpp-gdl-s2-1990-sibukginti-1745 - Departemen Teknik Sipil ITB - GDL 4_0.htm, tanggal 5 Februari 2006. Wiranto Arismunandar, 1985: Teknologi Rekayasa Surya, edisi pertama, PT Pradnya Paramita, Jakarta. Wisnu Arya Wardhana, 2006: Reaksi Termonuklir sebagai Sumber Energi Matahari, web site: (http://www.elektroindonesia.com/elektro/en er31. html) , tanggal 10 Februari 2006. Yuli Setyo Indartono, 2006: PERSPEKTIF, web site: www.BERITA IPTEK ONLINE PERSPEKTIF Sumber Energi.htm, tanggal 10 Februari 2006.
9