PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
C7
Karakteristik Genetika kerang mutiara Pinctada maxima dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa : Suatu studi pendahuluan Ita Widowati 1), Jusup Suprijanto 1), Gusti Ngurah Permana2), dan Sigit AP Dwiono 3) 1).
Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang 2). Lab.Bioteknologi-BBRPBL Gondol Bali 3) UPT Bio Industri Laut LIPI Lombok
Abstrak Analisa aktifitas enzimatik dilakukan untuk mengetahui variasi genetik populasi sebagai akibat terjadiya perubahan ekologis dari daerah asal induk. Dari 8 ezim yang dianalisis terdeteksi 14 lokus dan 2 diantaranya polimorfik yaitu Mdh-1, Mdh-2 dan Peptidase leu gly gly1, Peptidase leu gly gly2. Group bivalvia dilaporkan banyak memiliki tingkat variabilitas genetik yang tinggi, yaitu polimorfisme dan heterozigot untuk beberapa autosomal lokus. Nilai heterozygositas teramati dari kedua populasi populasi adalah alam (P Sumbawa) : 0.064 dan yang telah dibudidayakan di Lombok : 0.038. Jarak genetik antara populasi kerang dari Sumbawa dan Lombok ádalah (0,052), Hal ini masih merupakan dugaan yang sangat dini, sehingga masih sangat diperlukan studi lanjutan tentang sistem enzimatik yang lain yang lebih banyak. Selain itu diperlukan pula studi lanjutan tentang pengaruh musim, dan pemijahan serta umur serta berat individu terhadap sistem enzimatik kerang ini. Kata Kunci : Aktifitas enzimatik, heterosigositas, polimorfik, kerang mutiara, Pinctada maxima
Pendahuluan Di Indonesia, kerang mutiara tersebar di wilayah Indonesia bagian Tengah dan Timur, yaitu Bali, Nusa Tengara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Usaha budidaya tiram mutiara sebenarnya telah dilakukan terutama di daerah Indonesia bagian timur seperti Maluku, Lombok dan lain-lain. Di mana sampai tahun 1992 telah tercatat ada 36 perusahaan yang bergerak di bidang budidaya mutiara (Anonim, 1991) kemudian pada tahun 1997 telah meningkat menjadi 77 perusahaan (Winanto dkk, 1997) dan meningkat lagi menjadi 87 perusahaan pada tahun 2003 (Anonim, 2003). Di Nusa Tengara Barat, selama 5 tahun terakhir sektor perikanan menempati urutan ketiga penghasil devisa dengan andalan utama biji mutiara. Jumlah pengusaha budidaya tahun 2001 mencapai 38 perusahaan yang menempati areal seluas 33.550 ha di perairan P. Lombok dan Sumbawa. Nilai eksport mutiara Nusa Tengara Barat tahun 1999 mencapai US$ 12,1 juta (96 milyar rupiah) (Hamzah dkk, 2003).
246
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
Lebih lanjut dijelaskan bahwa berdasarkan hasil pengamatannya bahwa tiram mutiara ternyata untuk kawasan Tengah Indonesia induk kerang mutiara tidak selamanya matang gonad sepanjang tahun. Kawasan Tengah Indonesia termasuk Nusa Tenggara Barat proses pematangan gonad mulai berlangsung dari awal September hingga Maret dan, sebaliknya dari April hingga akhir Agustus kosong telur. Dengan demikian para pengembang budidaya kerang mutiara yang berawal dari proses pemijahan terutama di kawasan Nusa Tenggara Barat akan mengalami kesulitan pencaharian induk lokal yang matang gonad, kecuali induk matang gonad yang didatangkan dari daerah lain (Maluku dan Irian Jaya) . Eksploitasi tiram mutiara merupakan salah satu sumber daya laut yang berpotensi ekonomi tinggi baik di pasaran lokal, nasional maupun internasional. Spesies Pinctada maxima merupakan spesies yang potesial secara ekonomis, sudah tereksploitasi sejak bertahun-tahun. Di pemerintahan Meksiko, eksploitasi yang terus-menerus dilakukan pada tiram mutiara ini memaksa pemerintah mengeluarkan pengumuman bahwa stok dalam keadaan kritis sudah sejak tahun 1939 (Cariño-Olvera, 1994). Meskipun pelarangan penangkapan tiram mutiara telah dilakukan namun eksploitasi illegal induk masih berlanjut. Dimana pada permulaan abad ini stock tiram mutiara masih melimpah namun pada saat ini sudah sangat kritis yang disebabkan oleh overfishing, polusi, perubahan kondisi habitat (Bückle-Ramirez et al. 1992; Monteforte dan Cariño 1992). Sebagai contoh, angka-angka dari kerang mutiara di La Paz Bay diperkirakan pada awal abad ini sekitar dua juta ekor menurut suatu laporan dari Kementerian Perikanan Mexico namun hanya tersisa beberapa ribu ekor saja dalam 1982 (Singh et al. 1982 di Monteforte dan Cariño 1992). Penelitian studi aktifitas enzymatik melalui metoda elektrophoresis sering digunakan untuk memahami beberapa hal pokok yang dimungkinkan mempengaruhi distribusi organisme secara spatial. Seperti dijelaskan oleh Blanc and Bonhomme (1987), beberapa studi genetik pada sebuah populasi alami, yaitu 1) sudi tentang biosystimatika, 2) struktur genetika dan 3) studi adaptasi populasi berdasarkan kondisi lingkungan. Lebih jauh dijelaskan bahwa variasi intraspesifik dan struktur genetik kerang di perairan, diferensiasi interpopulasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor yaitu 1) distribusi spatialnya diakibatkan karena kerang melalui tingkatan kehidupan dua phase, yaitu phase planktonik dan bentik, 2) perubahan genetik dan 3) seleksi alami. Analisa biokimia untuk
uji
polymorphisme kerang diharapkan dapat lebih
menjelaskan keanekaragaman organisme tersebut dialam. Dalam kaitannya dengan manajemen suatu populasi dan tujuan
budidaya serta restocking, maka sangat perlu 247
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
dilakukan studi genetika untuk mengetahui type profil populasinya (Rigaa and Sellos, 1991; Krause, et.al, 1991). Oleh karena itu analisa aktifitas enzimatik ini perlu dilakukan untuk mengetahui variasi genetik populasi sebagai akibat terjadiya perubahan ekologis dari daerah asal induk tiram mutiara. Hal ini diharapkan dapat menjelaskan keanekaragaman organisme tersebut dialam. Materi dan Metoda Analisis terhadap aktifitas enzymatik dilakukan terhadap tiram mutiara dari perairan Lombok dan tiram yang sudah dibudidayakan di UPT Bio Industri laut Pemenang. Sampel dari daerah Lombok (Populasi 1) sebanyak 30 ekor dan populasi kerang yang sudah dibudidayakan (Populasi 2) sebanyak 16 sampel.
otot
Gambar 1. Tiram mutiara sampel untuk analisa aktifitas enzymatik. Analisa Enzimatik Analisa gen dilakukan dengan teknik allozyme elektroporesis. Untuk mendapatkan metoda yang terbaik dalam mengekspresikan variasi gen dilakukan beberapa kombinasi penggunaan bufer gel dan elektroda yaitu dengan buffer Citric-Acid Aminoprophyl morpholine pH 6 (CAMP-6). Gel yang digunakan untuk penelitian ini adalah horizontal gel dengan kandungan tepung gel hidrolisa (Sigma) 12% (w/v) dengan penambahan 0,2 M MgCl2 dan 0,1 % KCN serta kedua bufer tersebut. Organ tubuh yang digunakan dalam analisa adalah otot daging (muscle). Larutan enzim diambil dengan kertas saring ukuran 0,5 x 1,0 cm lalu ditempelkan pada gel untuk selanjutnya dialirkan listrik dengan arus tetap 4 MA/cm2 selama 4 jam. Setelah itu gel
248
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
diiris menjadi lempengan dengan ketebalan 1 mm, masing – masing gel lempengan diwarnai (staining) dengan spesific histochemical staining untuk masing–masing enzym mengikuti metoda Sugama (1998) yang merupakan modifikasi dari metoda Shaw dan Prassad (1970). Analisa Data
Dari hasil interprestasi data elektroforesis selanjutnya data ini digunakan untuk menghitung beberapa parameter struktur genetik populasi yaitu frekuensi alelik, polymorphisme genetik dan jarak genetik. Jarak genetik dan perbedaan antar populasi diklasifikasi menggunakan formula oleh Nei (1972). Dendogram dibuat dari matrik jarak genetik menggunakan metode (UPGMA) unweighted pair group method with arithmetic average Hasil dan Pembahasan Analisa aktifitas enzimatik dilakukan untuk mengetahui variasi genetik populasi sebagai akibat terjadiya perubahan ekologis dari daerah asal induk.
Dari 8 ezim yang dianalisis terdeteksi 14 lokus dan 2 diantaranya polimorfik yaitu Mdh-1, Mdh-2 dan Peptidase leu gly gly1, Peptidase leu gly gly2. Tabel 1. Alel frekuensi pada lokus polimorfik kerang simping, P maxima Mdh1 Mdh2 Pep.lgg1 Pep.lgg2 Gpi1 Gpi2 ?Gpd Me1 Me2 Sp Pgm Idh1 Idh2 6Pgd
Alel 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 2 2
Pop 1 0.138 0.776 0.086 0.138 0.862 0.000 0.155 0.431 0.414 0.100 0.667 0.233 0.050 0.950 1.000 1.000 0.017 0.967 0.017 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
249
Pop 2 0.031 0.969 0.000 0.107 0.857 0.036 0.100 0.700 0.200 0.188 0.438 0.375 0.000 1.000 1.000 1.000 0.000 1.000 0.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
Group bivalvia dilaporkan banyak memiliki tingkat variabilitas genetik yang tinggi, yaitu
polimorfisme
dan
heterozigot
untuk
beberapa
autosomal
lokus.
Nilai
heterozygositas teramati dari kedua populasi populasi adalah alam (P Sumbawa) : 0.064 dan yang telah dibudidayakan di Lombok : 0.038. Tabel 2. Variasi genetik kerang simping, P maxima dari dua kelompok populasi yang berbeda, No 1 2
Populasi
Populasi
Sumbawa
Budidaya
30
16
23
Teramati/observed (Ho)
0.064
0.038
0.051
Harapan/expected (He)
0.134
0.100
0.056
Ho/He
0.477
0.38
0.429
Parameter Jumlah sampel dianalisa No of sample examined
Rata
HeterosigositasHeterozygosity:
Pada hewan-hewan bivalvia yang hidup didaerah pasang surut yang tinggi, tingkat pertumbuhannya cepat, persentase heterozygotisme tinggi dan cenderung tidak toleran terhadap suhu tinggi. Group bivalvia Pectiniade dilaporkan banyak memiliki tingkat variabilitas genetik yang tinggi
yaitu polimorfisme dan heterozigot untuk beberapa
autosomal lokus jika dibandingkan dengan jenis ikan laut seperti kerapu bebek : 0,048 (Permana 2001), krustasea : 0,082 (Nevo et al., 1984). Namun spesies Pectinidae yang lain menunjukkan bahwa variabilitas tidak tipikal (spesifik) karena polimorfisme dan heterozigot yang yang rendah ditemukan pada spesies Placopecten magellanicus (Foltz & Zouros, 1984). Namun demikian banyak jenis binatang laut dengan phase larva pelagis yang panjang, secara umum dapat dikategorikan bahwa kemampuan distribusinya mengarah kepada type panmixia yaitu penyebarannya sangat luas secara geographis (Palumbi dan Wilson 1990; Palumbi 1992). Beberapa contoh tentang perbedaan-perbedaan genetik antara populasi-populasi organisma-organisma laut dengan suatu potensi yang kuat untuk migrasi telah dilaporkan. Beberapa faktor-faktor biasanya digunakan untuk menjelaskan analisa pengamatan tersebut antara lain karena pengaruh arus lokal, arus permukaan, atau barier geographis suhu (Lewis dan Thorpe 1994 ; Macaranas et al. 1992 ; Van Syoc ; 1994)). Akhirnya, bagi organisma-organisma dengan aktip berenang larvae mampu orientasi, 'homing' bisa cukup kuat untuk memastikan ketekunan dari 250
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
pembedaan yang genetik antara populasi-populasi seperti yang diamati dalam beberapa jenis ikan (Planes dkk, 1996; Tallman dan Healey 1994). Stenzel (1971) menjelaskan bahwa pada kehidupan organisme kerang yang hidup di perairan laut, ketika pada masa planktonik dapat secara mudah terdispersi oleh arus. Estimasi terdispersinya larva ini sangat bervariasi, dicontohkan yaitu pada larva jensi Crassostrea di daerah Gulf-Stream dapat terdispersi sampai 1000-1300 km pada kecepatan arus 2 m/detik. Bayne (1983) menjelaskan bahwa selain faktor arus, masa phase planktonik yang cukup lama juga dapat menyebabkan distrbusi spatial organisme kerang sangat luas sekali. Pada Crassostrea virginica di daerah littoral Amaerika Utara, yang mempunyai phase planktonikmencapai 3 minggu dapat ditemukan kesamaan genetiknya dari daerah Nouvelle-Ecosse sampai daerah Yucatan. Sedangkan jenis Pecten maximus dari Norwegia mempunyai kesamaan genetika dengan jenis yang ditemukan di Maroko Selatan. Berdasarkan hasil penelitian, populasi P maxima antara populasi kerang dari Sumbawa dan Lombok ádalah (0,052).
0.013 0.026 ................|..............|..............|..............| 1 | 2
0.039
0.052
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
................|..............|..............|..............| 0.013 0.026
0.039
0.052
POP1 POP2 MERGE at NODE 1 2 0.052 A Gambar 2. Dendogram jarak genetik populasi dari
kerang simping P maxima, dimana
(1) adalah pipulasi dari Sumbawa dan (2) populasi dari Lombok dimana budidaya dilakukan Selain arus, menurut Koeh et.al. (1976) dan Koehn et.al. 1984) mengatakan bahwa fluk genetik dapat terputus-putus pada populasi meskipun bertetangga oleh beberapa hal, yaitu : barier geographis, barier salinitas dan barier temperatur. Menurut Koehn et al.
251
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
(1984) kesamaan genetik organisme akan dapat terputus akibat perbedaan salinitas, perbedaan temperatur dan barier geographis. (Stenzel, 1971). Struktur intrapopulasi pada studi genetika ini juga ditengarai akibat efek geographisme; dimana terdapat perbedaan recruitment karena pengaruh pasang surut air laut pada hewan-hewan bivalvia didaerah littoral. Slatkin (1981) memproposisikan suatu teori yang berdasarkan kepada frekwensi allelik. Pada kasus ini estimasi “fluk genetik” secara aproximatif tidak tergantung oleh seleksi alam tetapi lebih tergantung oleh disposisi geographis dari populasi tersebut. Koeh et.al., (1976) dan Koehn et.al., 1984) mengatakan bahwa fluk genetik dapat terputus-putus pada populasi meskipun bertetangga
oleh beberapa hal, yaitu : barier
geographis, barier salinitas dan barier temperatur. Studi-studi allozymic suatu struktur populasi di Pacific pada jenis P.margaritifera menunjukkan perbedaan genetik pada skala jarak ratusan sampai kepada ribuan kilometres, dimana hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat adanya arus di wilayah pantai tersebut (Durand dan Blanc 1986; Benzie dan Ballment 1994). Studi analisa morfometrika cangkang kerang sering juga digunakan untuk membandingkan hubungan antar populasi satu dengan populasi lainnya. Keduanya pendekatan morphometrik memberikan jawaban yang berbeda antara satu studi dengan studi lainnya dan juga menunjukkan perbedaan kesimpulan dengan data analisa elektroforesis. Beberapa peneliti lebih mempercayai keakurasian data yang dianalisa menggunakan
metoda
elektroforesis
dibandingkan
dengan
menggunakan
studi
morphometri bentuk cangkang kerang. Variasi genetika dan perbedaan morphologi dari dua populasi Pectinid, Argopecten purpuratus di pantai Chili Utara juga ditengarai karena faktor microhydro-oceanography (Moraga, 2001). Pada hewan jenis kerang, analisis distribusi spesies dan variasi keanekaragaman genetikanya dapat dilakukan dalam kaitannya dengan adanya masa planktonis dalam phase awal kehidupannya (Stenzel, 1971). Satu pemahaman sejarah populasi dan tingkat struktur dan variabilitas genetik akan menjadi menarik untuk suatu studi tentang menajemen dinamika populasi. Dimana pada kasus P.mazatlanica berada kira-kira 6000 km dari Mexico barat-laut untuk mencapai Peru Utara, dan kira-kira membutuhkan waktu 3 minggu pada phase pelagis larva (Saucedo dan Monteforte 1997). Kesimpulan. Analisa aktifitas enzimatik dilakukan untuk mengetahui variasi genetik populasi sebagai akibat terjadiya perubahan ekologis dari daerah asal induk.
252
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
1. Dari 8 ezim yang dianalisis terdeteksi 14 lokus dan 2 diantaranya polimorfik yaitu Mdh-1, Mdh-2 dan Peptidase leu gly gly1, Peptidase leu gly gly2. 2. Nilai heterozygositas teramati dari kedua populasi populasi adalah alam (Pulau Sumbawa) : 0.064 dan yang telah dibudidayakan di Lombok : 0.038. 3. Jarak genetik antara populasi kerang dari Sumbawa dan Lombok ádalah (0,052), Hal ini masih merupakan dugaan yang sangat dini, sehingga masih sangat diperlukan studi lanjutan tentang sistem enzimatik yang lain yang lebih banyak. Selain itu diperlukan pula studi lanjutan tentang pengaruh musim, dan pemijahan serta umur serta berat individu terhadap sistem enzimatik kerang ini. Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih ini disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian ini. Penelitian ini dibiayai oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi, sesuai dengan surat Perjanjian No. : 41/RD/Insentif/PPK/I/2007, tanggal 15 Januari 2007 Daftar Pustaka Anonim, 1991. Pearl Oyster Farming and Pearl Culture. Training Manual 8. CFMRI Tuticorin, India. Anonim, 2003. Budidaya mutiara belum maksimal. Departemen Komunikasi dan Informatika.
Pusat
Pelayanan
Informatika.
http://www.lin.go.id/news.asp?kode=130503MzYT0001. (28 April 2006). Bayne, BL. 1983. Physiological ecology of marine Molluscan Larva. In : Verdonk,NH, Van Den Biggelaar,JAM; Tompa AS (Eds.): The Mollusca 3. . New York. Acad.Press. pp :299-343. Benzie JAH, Ballment E (1994) Genetic differences among black lipped pearl oyster (Pinctada margaritifera) populations in the western Pacific. Aquaculture, 127(2–3), 145–156. Blanc, F and F. Bonhomme, 1987. Polymorphisme genetique Des Populations Naturelles de Mollusques D’Interet Aquicole. Proc.World.Symp. on Selction, Hybridization and Genetic Engineering in Aquaculture, Bordeaux, 27-30 May. Volume I. Berlin. Bückle-Ramirez LF, Volotina-Lobina D, Morales-Guerrero E, Valenzuela-Buriel F (1992) Spat settlement and growth of Pteria sterna (Gould) (Mollusca, Bivalvia) in Bahia de Los Angeles, Baja California, Mexico. Trop. Ecol., 33(2), 13–14. Cariño M (1994) Natural pearl farming in the early century at Bahia de La Paz, South Baja California, Mexico. Abst. “International Pearl Conference” Hawaï, 346. 253
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
Durand P, Blanc F (1986) Divergence génétique chez un bivalve marin tropical: Pinctada margaritifera. Coll. Nat. CNRS “Biologie des populations”, 323–330. Hamzah,
M.S.,
A.B.
Kaplale,
Sangkala
&
Roostam.
2003.
Studi
Alternatif
mempertahankan kelangsungan hidup anakan mutiara (Pinctada maxima) terhadap fenomena arus dingin di perairan Teluk Kombal Lombok Barat. Makalah dipresentasikan dalam bentuk poster dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan ISOI, 10 – 11 Desember 2003. 15 hal.
254
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
_ Koehn RK; JG Hall; DJ Innes and AJ Zera, 1984. Genetic differenciation of Mytilus edulis in eastern North America. Mar. Biol., 79 : 117-126. Koehn RK; R Milkman ; JB Mitton, 1976. Population gnetics of marine Pelecypods. IV. Selection, migration and genetic differentiation in blue mussels Mytilus edulis . Evolution, 30 : 2-32. Krause, M; W Arnold; W Ambrosse Jr and S Sarkis, 1991. Genetic differenciation within populations of Argopecten irradians and Argopecten gibbus. 8th International Pectinid Workshop (Abstract). Lewis RI, Thorpe JP (1994) Temporal stability of gene frequencies within genetically heterogeneous populations of queen scallop Aequipecten (Chlamys) opercularis. Mar. Biol., 121, 117–126. Macaranas JM, Ablan CA, Pante MJR, Benzie JAH, Williams ST (1992) Genetic structure of giant clam (Tridacna derasa) populations from reefs in the IndoPacific. Mar. Biol., 113, 231–238. Monteforte M, Cariño M (1992) Exploration and Evaluation of Natural Stocks of Pearl Oysters Pinctada mazatlanica and Pteria sterna (Bivalvia: Pteriidae): La Paz Bay, South Baja California, Mexico. AMBIO, 21(4), 314–320. Moraga, D; M. Avendano; J. Pena; M.Le Pennec; A. Tanguy and J. Baron. 2001.Genetic and
morphological differentiation between
two
Pectinid
populations of Argopecten purpuratus from the Northern Chilean coast. Estud.Oceanol. 20 : 51-60. Nei, M.1972. Genetic distance between population, American Naturalist 106, 283-292. Palumbi SR (1992) Marine speciation on a small planet. TREE, 7, 114–118. Palumbi dan Wilson 1990Palumbi SR,Wilson AC (1990) Mitochondrial DNA diversity in the sea Urchins Stongylocentrotus purpuratus and S. droebachiensis. Evolution, 44(2), 403–415. Planes S, Galzin R, Bonhomme F (1996). A genetic metapopulation model for reef fishes in oceanic islands: The case of the surgeonfish, Acanthurus triostegus. J. Evol. Biol., 9: 103–117. Rigaa A and D Sellos, 1991. Mitochodria DNA polymorphisme in the scallop Pecten maximus. 8th Internat. Pectinid Workshop, Cherbourg-France. (Abstract). Saucedo P, Monteforte M (1997) Breeding cycle of pearl oysters Pinctada mazatlanica and Pteria sterna (Bivalvia: Pteriidae) at Bahia de La Paz, Baja California Sur, Mexico.
J.
Shellfish
255
Res.,
16(1),
103–110.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
_ Shaw, C.R. and Prasad, R., 1970. Starch Gel Electrophoresis of Enzymes. Compilation of Recipes. Boichem. Gen. 4 : 279 – 321. Slatkin, M. 1981. Estimating levels of gene flow in natural populations. Genetics 99 : 323-335. Stenzel, H.B. 1971. Oysters. In. Moore,KC (Ed): Treatise on Invertebrate Paleontology. Part. No, 3: Mollusca 6: 935-1224. Geol. Soc.Amer. and Univ.Kansas. Sugama, K. 1998. Population Genetic Analysis of Red Sea Bream, Pagrus major. Thesis for the Degree of Master Of Science. Kochi University. Japan. Tallman RF, Healey MC (1994). Homing, Straying and Gene Flow among Seasonally Separated Populations of Chum Salmon (Onchorynchus keta). Can. J. Fish. Aquat. Sci., 51, 5–588. VanSyoc RJ (1994) Genetic divergence between subpopulations of the eastern Pacific goose barnacle Pollicipes elegans: Mitochondrial cytochrome c subunit 1 nucleotides sequences. Mol. Mar. Biol. Biotechnol., 3(6), 338–346. Winanto, Sudjiharno, S.B. Dhoe. 1997. Rekayasa Teknologi Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima) Secara Terkendali. Balai Budidaya Laut. Lampung.
256
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MOLUSKA DALAM PENELITIAN, KONSERVASI DAN EKONOMI
257