KAPATA
KAPATA
Arkeologi
Jurnal Arkeologi Wilayah Maluku dan Maluku Utara
ISSN 1858-4101 Volume 10 Nomor 1, Juli 2014
Media Penyebarluasan Hasil Penelitian Arkeologi di Wilayah Provinsi Maluku dan Maluku Utara serta wilayah lainnya di seluruh Indonesia. Diterbitkan oleh Balai Arkeologi Ambon dibawah Perlindungan Pusat Arkeologi Nasional Pelindung Kepala Pusat Arkeologi Nasional Penanggung Jawab Kepala Balai Arkeologi Ambon Ketua Redaksi Syahruddin Mansyur, M.Hum Anggota Redaksi Marlon NR Ririmasse, MA (Penyunting Bahasa Inggris) Wuri Handoko, SS Lucas Wattimena, M.Si Redaksi Pelaksana Cheviano Alputilla, S.Hum Karyamantha Surbhakti, SS Mitra Bestari Prof. Dr. H.L. Soselisa, MA (Antropologi-Universitas Pattimura) Prof. (Ris.) Dra. Naniek Harkantiningsih (Arkeologi Sejarah-Puslit Arkenas) Dr. Bagyo Prasetyo (Arkeologi Prasejarah-Puslit Arkenas) Drs. M. Bashori Imron M.Si (Ilmu Komunikasi dan Media-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Alamat Redaksi : Balai Arkeologi Ambon Jl. Namalatu-Latuhalat, Ambon-97118 Telp/Faks : 0911-323382 / 0911-323374 Email :
[email protected] Website : www.arkeomaluku.com Facebook : www.facebook.com/kapataarkeologi.balarambon
Copy right © Balai Arkeologi Ambon 2014 Desain Sampul: Marlon NR Ririmasse Gambar Sampul: Mozaik Tinggalan Arkeologi di Maluku dan Maluku Utara
Arkeologi ISSN 1858-4101 Volume 10 Nomor 1, Juli 2014
DAFTAR ISI Cheviano Alputila Pasang Surut Penyebaran Agama Katolik di Maluku Utara pada Abad 16-17 The Rise and Down of The Catholic Mission in the North Moluccas on the 16th - 17th Century
1 - 12
Marlon Ririmasse Pengetahuan Arkeologi sebagai Muatan Lokal: Penerapannya di Maluku Archaeological Knowledge as the Local Content: Implementation in Moluccas
13 - 22
Mezak Wakim Kepulauan Aru dan Integrasi Kebangsaan dalam Perspektif Sejarah dan Budaya The Aru Islands and Nation Integrity in the Cultural and Historical Perspective
23 - 32
Wuri Handoko Tradisi Nisan Kubur Menhir pada Makam Kuno Raja-Raja di Wilayah Kerajaan Hitu The Tradition of Menhir Tomb in the Ancient Tomb of Kings in the Kingdom of Hitu
33 - 46
Lucas Wattimena Lukisan Cadas: Simbolis Orang Maluku Rock Painting: The Symbolic of People in the Moluccas
47 - 54
KATA PENGANTAR
Upaya meningkatkan kualitas kemasan jurnal dan isi merupakan usaha yang serius dan lebih fokus lagi proses penggarapannya untuk edisi Juli 2014 ini. Hal ini karena edisi ini adalah menjadi semacam pola yang akan menjadi permanen untuk edisi-edisi berikutnya, tentu saja sambil mengelaborasi lagi berbagai kelemahan untuk terus menjadi jurnal yang lebih berkualitas di edisi-edisi selanjutnya. Pada edisi kali ini juga, redaksi telah memiliki alamat email yang mandiri (
[email protected]) dan menambahkan akun facebook (www.facebook.com/ kapataarkeologi.balarambon), hal ini dimaksudkan untuk memudahkan komunikasi antara pihak redaksi dengan penulis serta publik yang lebih luas. Segala ketentuan jurnal akreditasi, sebisa mungkin dipenuhi, meskipun tanpa menafikan bahwa kelemahan-kelemahan tentu saja akan selalu dijumpai. Edisi Juli 2014 ini masih menampilkan 5 artikel yang terpilih dari hasil koreksi mitra bestari yang memiliki kompetensi kepakaran dibidangnya masing-masing. Lima artikel itu asingmasing ditulis oleh para peneliti di Balai Arkeologi Ambon, yakni Cheviano Alputila, Marlon Ririmasse, Wuri Handoko dan Lucas Wattimena serta Mezak Wakim dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Maluku dan Maluku Utara. Cheviano Alputila, dalam artikelnya menulis tentang pasang surut penyebaran agama Katholik di Maluku Utara pada abad 16-17 M. Melalui telaah pustaka dari berbagai sumber, diperoleh kesimpulan tentang penyebaran agama Katolik yang dilakukan Portugis dan Spanyol di tengah usaha mereka memonopoli perdagangan cengkeh di Maluku Utara. Pada akhirnya, penyebaran agama Katolik yang dilakukan Portugis dan Spanyol, mengalami pasang surut dan kemudian justru berakibat terusirnya kedua bangsa imperialis ini dari Maluku Utara. Makalah yang berbeda selanjutnya dituliskan oleh Marlon Ririmasse, yang menuliskan tentangnya pendidikan arkeologi bagi kepentingan pendidikan muatan lokal. Dalam tulisannya, ia mencoba untuk mendiskusikan kontribusi studi arkeologi dalam pengembangan muatan lokal di Maluku. Survei dan studi pustaka dipilih sebagai pendekatan dalam pengumpulan data. Kajian ini menemukan bahwa arkeologi dan pengetahuan sejarah budaya potensial untuk dikembangkan sebagai bagian dari materi muatan lokal di Maluku. Mezak Wakim, seorang peneliti dari BPNB Maluku-Maluku Utara, menulis tentang integrasi kebangsaan bagi Kepulauan Aru sebagai salah satu wilayah terdepan di Indonesia. Pembahasan difokuskan pada perspektif sejarah dan budaya sebagai salah satu pendekatan dalam menjawab isu integrasi kebangsaan. Hasil pembahasan memberi pemahaman bahwa kesamaan latar belakang historis dan kultural Kepulauan Aru dan sekitarnya memberi kesadaran akan pentingnya integrasi kebangsaan dalam pengelolaan pulau-pulau terdepan di Indonesia. Selanjutnya Wuri Handoko, mengangkat tentang tradisi nisan menhir ada raja-raja di wilayah kekuasaan Islam Hitu. Wuri menyimpulkan meskipun Islam telah dianut sebagai agama kerajaan atau agama publik, ditandai para pemimpinnya mengkonveris agama Islam, namun kepercayaan terhadap leluhur sebagai paham religi lokal sebelum Islam berkembang, masih tetap dianut dan dipertahankan. Bentuk makam dengan menggunakan nisan menhir, merupakan salah satu bentuk kontinuitas tradisi megalitik dalam episode penerimaan Islam oleh masyarakat
sejak awal perkembangannya, hingga masa terbentuknya pemerintahan Islam dengan muncul lembaga raja di wilayah Hitu. Tulisan terakhir oleh Lucas Wattimena yang menyoroti tentang makna dan simbol lukisan cadas bagi orang Maluku. Menurutnya lukisan cadas yang ada di Ohoidertawun, Wamkana dan Teluk Saleman di Maluku telah memberikan petunjuk bahwa ada fase-fase perkembangan masyarakat manusia setiap masa. Selain itu lukisan cadas juga telah memberikan kontribusi makna bagi sosial budaya Orang Maluku, diantaranya makna identitas, peradaban dan pluralitas atau kemajemukan. Edisi Juli 2014 ini, berusaha menampilkan tema-tema kajian dan penelitian yang lebih dinamis, baik berupa hasil penelitian arkeologi primer maupun kajian-kajian konseptual. Semoga tulisan dari jurnal ini selain menambah informasi dan pengetahuan, dapat pula memberikan lebih tentang pemahaman sejarah budaya masyarakat Maluku. Terima kasih
Redaksi
KAPATA Arkeologi Volume 10 Nomor 1, Juli 2014 Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa izin dan biaya
ISSN 1858-4101
DDC: 930.1 Cheviano E. Alputila
DDC: 930.1 Marlon Ririmasse
Pasang Surut Penyebaran Agama Katolik di Maluku Utara pada Abad 16-17 Kapata Arkeologi, Volume 10 Nomor 1, Juli 2014, Hal. 1-12
Pengetahuan Arkeologi sebagai Muatan Lokal: Penerapannya di Maluku Kapata Arkeologi, Volume 10 Nomor 1, Juli 2014, Hal. 13-22
Sampai abad ke-18 rempah-rempah merupakan daya tarik yang luar biasa bagi masyarakat internasional. Tidak terkecuali dengan cengkeh yang saat itu hanya tumbuh pada beberapa pulau di kawasan Maluku Utara. Dua bangsa pertama yang mendapatkan hak monopoli cengkeh di Maluku Utara adalah Portugis dan Spanyol. Saat beraktivitas di kawasan itu dua bangsa ini tidak hanya berdagang namun juga menyebarkan agama yang mereka anut yaitu Kristen Katolik. Melalui telaah pustaka dari berbagai sumber, diperoleh kesimpulan tentang penyebaran agama Katolik yang dilakukan Portugis dan Spanyol di tengah usaha mereka memonopoli perdagangan cengkeh di Maluku Utara. Pada akhirnya, penyebaran agama Katolik yang dilakukan Portugis dan Spanyol hanya memperkuat kebencian para penguasa lokal terhadap mereka dan berakibat terusirnya kedua bangsa imperialis ini dari Maluku Utara Kata Kunci: Katolik, Maluku Utara, Rempah-Rempah
Keberagaman sejatinya adalah elemen yang menyatukan Indonesia. Bentang luas geografis dan wajah kompleks budaya nusantara telah membentuk suatu bangsa dengan warna yang begitu raya. Maka kemampuan untuk mengelola kebhinekaan menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki sebagai negara. Kepekaan untuk menemukenali kebutuhan-kebutuhan spesifik setiap elemen bangsa kiranya menjadi aspek yang senantiasa harus ditinjau dan dibentuk kembali. Termasuk kebutuhan dalam ranah pendidikan. Muatan lokal pada hakekatnya merupakan solusi nasional dalam menjawab luasnya dimensi kebutuhan di tingkat sekolah akan materi yang bertautan dengan karakteristik daerah. Melekat dalam hal ini adalah kebutuhan untuk menyajikan pengetahuan budaya lokal. Arkeologi juga menjadi bidang yang dituntut berbagi peran dimaksud. Tulisan ini mencoba untuk mendiskusikan kontribusi studi arkeologi dalam pengembangan muatan lokal di Maluku. Studi pustaka dipilih sebagai pendekatan dalam pengumpulan data. Kajian ini menemukan bahwa arkeologi dan pengetahuan sejarah budaya potensial untuk dikembangkan sebagai bagian dari materi muatan lokal di Maluku. Kata Kunci: Muatan Lokal, Arkeologi, Maluku
DDC: 930.1 Mezak Wakim
DDC: 930.1 Wuri Handoko
Kepulauan Aru dan Integrasi Kebangsaan dalam Perspektif Sejarah dan Budaya Kapata Arkeologi, Volume 10 Nomor 1, Juli 2014, Hal. 23-32
Tradisi Nisan Menhir pada Makam Kuno Raja-Raja di Wilayah Kerajaan Hitu Kapata Arkeologi, Volume 10 Nomor 1, Juli 2014, Hal. 33-46
Integrasi kebangsaan merupakan isu sentral dalam konteks pengelolaan pulau terdepan di Indonesia. Kepulauan Aru adalah salah satu wilayah di Maluku yang menjadi kawasan bagi pulau terdepan di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk menjawab permasalahan terkait isu integrasi kebangsaan bagi Kepulauan Aru sebagai salah satu wilayah terdepan di Indonesia. Pembahasan difokuskan pada perspektif sejarah dan budaya sebagai salah satu pendekatan dalam menjawab isu integrasi kebangsaan. Oleh karena itu, digunakan studi pustaka untuk memberi gambaran historis dan kultural Kepulauan Aru. Hasil pembahasan memberi pemahaman bahwa kesamaan latar belakang historis dan kultural Kepulauan Aru dan sekitarnya memberi kesadaran akan pentingnya integrasi kebangsaan dalam pengelolaan pulau-pulau terdepan di Indonesia. Kata Kunci: Aru, Integrasi Kebangsaan, Pulau Terdepan, SejarahBudaya
Tradisi nisan menhir adalah, tradisi makam kuno dengan menggunakan tanda kubur berupa batu menhir. Tradisi ini merupakan bentuk tradisi berlanjut, karena menhir adalah batu tegak sebagai tanda penghormatan terhadap leluhur dalam tradisi megalitik. Penelitian ini bertujuan menjelaskan tradisi makam Islam raja-raja di Kerajaan Hitu sejak awal konversi Islam dan masa perkembangannya serta bagaimana tradisi megalitik pada bentuk makam Islam ketika masyarakat sudah mengkonversi Islam sebagai agamanya. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey untuk mengumpulkan informasi dan mendeskripsikan bentuk-bentuk makam kuno Islam raja-raja Hitu di Maluku tengah. Hasil penelitian menunjukkan meskipun Islam telah dianut sebagai agama kerajaan atau agama publik, ditandai para pemimpinnya mengkonveris agama Islam, namun kepercayaan terhadap leluhur sebagai paham religi lokal sebelum Islam berkembang, masih tetap dianut dan dipertahankan. Bentuk makam dengan menggunakan nisan menhir, merupakan salah satu bentuk kontinuitas tradisi megalitik dalam episode penerimaan Islam oleh masyarakat sejak awal perkembangannya, hingga masa terbentuknya pemerintahan Islam dengan muncul lembaga raja di wilayah Hitu. Kata Kunci : Makam, Nisan, Menhir, Islam, Hitu
KAPATA Arkeologi Volume 10 Number 1, July 2014
These Abstracts can be copied without permission and fee
ISSN 1858-4101
DDC: 930.1 Lucas Wattimena
DDC: 930.1 Cheviano E. Alputila
DDC: 930.1 Marlon Ririmasse
Lukisan Cadas: Simbolis Orang Maluku
The Rise and Down of The Catholic Mission in the North Moluccas on the 16th-17th Century Kapata Arkeologi, Volume 10 Number 1, July 2014, Page 1-12
Archaeological Knowledge as the Local Content: Implementation in Maluku Kapata Arkeologi, Volume 10 Number 1, July 2014, Page. 13-22
Until the 18th century the spice is a tremendous appeal to the international community. No exception with cloves then just grow on some island in the North Moluccas. Two first nation to get a clove monopoly rights in North Maluku is Portuguese and Spanish. When activity in the region is not only the two nations trade, but also spread their religion is Catholicism. Through a review of the literature from a variety of sources, the conclusion about the spread of the Catholic faith that made the Portuguese and Spanish in their efforts to monopolize the clove trade in North Moluccas. In the end, the spread of Catholicism that made the Portuguese and Spanish only reinforce hatred against their local authorities and result in the expulsion of both these imperialist nations of North Moluccas. Keywords: Catholic, North Moluccas, Spices
Diversity is essentially an element that unites Indonesia. The broad geographical character of the region and the complexity of its cultural profile has established a nation with such a colorful appearance. An ability to manage this major diversity has become an absolute requirement as a country. The sensitivity to identify any specific needs of each element of the nation would always be an aspect that must be reviewed and reshaped periodically. Which is also included the need in the education sphere. Local content may be considered as a national solution to answer the breadth dimension of necessity in the school level for the teaching materials that linked with the local characteristics. Connected to this aspect is the interest to provide the knowledge of local culture. Archaeology is a discipline that adequate to share this strategic role for public. This article tries to discuss the contribution of the archaeological study in the development of local content in Moluccas. Literature study have been chosen as an approach to collect data. This study found that archaeology is potential to be developed as a part of local content material in Moluccas. Keywords: Local Content, Archaeology, Moluccas.
DDC: 930.1 Mezak Wakim
DDC: 930.1 Wuri Handoko
The Aru Islands and Nation Integrity in the Cultural and Historical Perspective Kapata Arkeologi, Volume 10 Number 1, July 2014, Page 23-32
The Tradition of Menhir Tomb in the Ancient Tomb of Kings in the Kingdom of Hitu Kapata Arkeologi, Volume 10 Number 1, July 2014, Page 33-46
National integration is a central issue in the context of the management of the foremost islands in Indonesia. Aru Islands is one of the areas in Moluccas which became the region’s leading Indonesian island. This paper aims to address issues related to the Aru Islands national integration as one of the leading regions in Indonesia. Discussions focused on the perspective of history and culture as one of the approaches in addressing the issue of national integration. Therefore, use literature to illustrate the historical and cultural Aru Islands. The results of the discussion of an understanding that the similarity of historical and cultural background of the Aru Islands and surrounding areas provide awareness of the importance of national integration in the management of the outer islands in Indonesia. Keywords: Aru, National Integration, Advanced Island, Cultural History
The Tradition of menhir headstone is an ancient tomb tradition by using a grave form of menhir stones. This tradition is a form of the tradition continues, as menhirs are upright stones as a sign of respect for ancestors in the megalithic tradition. This study aims to explain the tradition of Islamic tombs of the kings in the Kingdom Hitu since the beginning of the Islamic conversion and development period and how the megalithic tradition in the form of Islamic tomb when people have to convert Islam as a religion. This study was conducted using a survey to gather information and describe the forms of ancient Islamic tomb kings Hitu in central Moluccas. The results show though Islam has been adopted as the royal religion or public religion, characterized mengkonveris leaders of Islam, but confidence in the ancestor as local pre-Islamic religious understanding develops, still adhered to and maintained. Tomb tombstone shape using menhir, is one form of continuity megalithic tradition in the episode acceptance of Islam by the public since the beginning of its development, until the establishment of the Islamic government to appear in the king institutions Hitu region. Keywords: Tomb, Tombstone, Menhir, Islam, Hitu.
Kapata Arkeologi, Volume 10 Nomor 1, Juli 2014, Hal. 47-54 Lukisan cadas di Maluku memiliki inti makna dan simbol dalam siklus hidup Orang Maluku pada masa lampau, sekarang dan masa-masa yang akan datang. Tinggalan arkeologi lukisan cadas merupakan interprestasi kebudayaan masa lampau, dimana konstruksi nilai yang terkandung didalamnya adalah bagian integral dari sistim sosial budaya manusia masyarakat Maluku. Nilai-nilai yang terkandung adalah nilai kekerabatan, religi, pengelompokkan, pengetahuan, bertahan hidup (survival strategy). Lukisan cadas yang ada di Ohoidertawun, Wamkana dan Teluk Saleman telah memberikan petunjuk bahwa ada fase-fase perkembangan masyarakat manusia setiap masa. Penelitian tentang bagaimana lukisan cadas sebagai tinggalan arkeologis, sebagai dampak sistem nilai budaya dan struktur lukisan cadas itu sendiri. Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sistem sosial nilai budaya dan struktur lukisan cadas Orang Maluku. Studi literatur menjadi acuan utama penelitian tersebut, dengan mengutamakan data terdahulu dan kini. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa tinggalan arkeologis lukisan cadas telah memberikan kontribusi makna bagi sosial budaya Orang Maluku, diantaranya makna identitas, peradaban dan pluralitas atau kemajemukan. Kata kunci : Lukisan Cadas, Struktur Simbol, Sistem Sosial Budaya, Orang Maluku.
PASANG SURUT PENYEBARAN AGAMA KATOLIK DI MALUKU UTARA PADA ABAD 16-17
DDC: 930.1 Lucas Wattimena Rock Painting: The Symbolic of People in The Moluccas Kapata Arkeologi, Volume 10 Number 1, July 2014, Page 47-54 Rock paintings in Moluccas has a core meaning and symbols in the life cycle of Moluccans in the past, present and future-future. Archaeological remains of rock paintings is a cultural interpretation of the past, where the construction of the values contained therein are an integral part of the social system of human culture the people of Moluccas. The values contained is the value of kinship, religion, grouping, knowledge, survival (survival strategy). Rock paintings in Ohoidertawun, Wamkana and Gulf Saleman have hinted that there are phases of any future development of human society. Research on how the rock paintings as archaeological remains, as the impact of the cultural value system and the structure of the rock painting itself. Performed in order to determine the value of the cultural and social system structure Moluccans rock paintings. The study of literature become the main reference of the study, with emphasis on past and present the data. From the research results prove that the archaeological remains of rock paintings have been contributing to the socio-cultural meaning people of Moluccas, including the meaning of identity, culture and plurality or diversity. Keywords: Painting the Rocks, Symbol Structure, Socio-Cultural System, Moluccans.
The Rise and Down of Catholicism in the Northern Moluccas in the 16th-17th Century Cheviano E. Alputila Balai Arkeologi Ambon Jl. Namalatu-Latuhalat Kota Ambon 97118 Email:
[email protected] Naskah diterima: 24-01-2014; direvisi: 02-04-2014; disetujui: 09-05-2014 Abstract Until the 18th century the spice is a tremendous appeal to the international community. No exception with cloves then just grow on some island in the North Moluccas. Two first nation to get a clove monopoly rights in North Maluku is Portuguese and Spanish. When activity in the region is not only the two nations trade, but also spread their religion is Catholicism. Through a review of the literature from a variety of sources, the conclusion about the spread of the Catholic faith that made the Portuguese and Spanish in their efforts to monopolize the clove trade in North Moluccas. In the end, the spread of Catholicism that made the Portuguese and Spanish only reinforce hatred against their local authorities and result in the expulsion of both these imperialist nations of North Moluccas. Keywords: Catholic, North Moluccas, Spices Abstrak Sampai abad ke-18 rempah-rempah merupakan daya tarik yang luar biasa bagi masyarakat internasional. Tidak terkecuali dengan cengkeh yang saat itu hanya tumbuh pada beberapa pulau di kawasan Maluku Utara. Dua bangsa pertama yang mendapatkan hak monopoli cengkeh di Maluku Utara adalah Portugis dan Spanyol. Saat beraktivitas di kawasan itu dua bangsa ini tidak hanya berdagang namun juga menyebarkan agama yang mereka anut yaitu Kristen Katolik. Melalui telaah pustaka dari berbagai sumber, diperoleh kesimpulan tentang penyebaran agama Katolik yang dilakukan Portugis dan Spanyol di tengah usaha mereka memonopoli perdagangan cengkeh di Maluku Utara. Pada akhirnya, penyebaran agama Katolik yang dilakukan Portugis dan Spanyol hanya memperkuat kebencian para penguasa lokal terhadap mereka dan berakibat terusirnya kedua bangsa imperialis ini dari Maluku Utara. Kata Kunci: Katolik, Maluku Utara, Rempah-Rempah
PENDAHULUAN Katolik Roma adalah salah satu agama terbesar di dunia. Ada kurang lebih 1,86 miliar orang penduduk dunia yang secara resmi memeluk agama ini. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik tahun 2010, wilayah dengan penduduk Katolik terbanyak di Indonesia antara lain terdapat di Propinsi Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Papua, dan Jawa Tengah (www.bps.go.id,
2010). Dewasa ini meskipun mayoritas penduduk Propinsi Maluku Utara beragama Islam1, ajaran Katolik pada abad ke-16-17 sempat tertanam kuat di sana dan menjadi salah satu tempat dengan populasi umat Penduduk yang beragama Islam di Propinsi Maluku Utara berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik Nasional berjumlah 777.110 jiwa atau 74,3 persen dari total 1.038.087 jiwa. Sedangkan penduduk yang beragama Kristen Katolik berjumlah 5.378 atau 0,52 persen (www.bps.go.id, 2010). 1.
Pasang Surut Penyebaran Agama Katolik di Maluku Utara pada ......, Cheviano E. Alputila
1