57
KANDUNGAN LOGAM BERAT DALAM LINGKUNGAN PERAIRAN DAN BIOTA LAUT DI MUARA SUNGAI KAHAYAN SERTA KATINGAN ABSTRAK Penelitian dilakukan di perairan muara Sungai Kahayan dan Katingan, Kalimantan Tengah. Tujuan penelitian adalah: (1) Mengaji kandungan Hg, Cd, Pb di dalam air laut, sedimen, plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan Badukang (Arius maculatus Fis & Bian) serta Sembilang (Plotosus canius Web & Bia). (2) Mengaji kemampuan (bioconcentration factor, BCF) plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam habitatnya. (3) Mengaji korelasi antara kandungan logam berat dalam sedimen, plankton, polichaeta, tulang sirip keras ikan dengan yang terkandung dalam habbitanya. Pengambilan contoh air menggunakan ”kammerer bottle water sampler”. Contoh air laut diawetkan dengan asam nitrat (HNO3) pekat hingga pH<2. Pengambilan contoh plankton menggunakan jaring plankton dengan lebar mata 20 µm. Pemisahan plankton dari partikel lain menggunakan larutan gula dengan konsentrasi 30%. Pengambilan contoh sedimen menggunakan Petersen Grab, sedangkan penyaringan polichaeta menggunakan scoop net dengan lebar mata 100 µm dan saringan dengan lebar mata 1 mm. Analisis kandungan Cd dan Pb menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS). Analisis kandungan Hg menggunakan Cold Vapor Atomic Absorption Spectrometer (CV-AAS). Kemampuan biota laut mengakumulasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam habitat dianalisis menggunakan faktor biokonsentrasi. Data dianalisis menggunakan statistik dan uji t (P<0.05). Hubungan antara kandungan logam berat dalam sedimen dan biota dengan yang terkandung dalam air laut dianalisis menggunakan regresi dan korelasi linier. Hasil pemisahan plankton dari partikel lain dengan menggunakan larutan gula merupakan metode baru dan lebih praktis dengan keberhasilan 75-85% dari kandungan plankton total. Kandungan Pb dalam air laut, sedimen, plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg. Kamampuan (BCF) plankton, polichaeta mengakumulasi Hg yang terkadung dalam habitat lebih tinggi dibandingkan Pb dan Cd, sedangkan kemampuan (BCF) organ tubuh ikan berukuran kecil, sedang dan besar mengakumulasi Hg yang terkandung dalam air laut lebih tinggi dibandingkan Cd dan Pb. Kandungan Cd dan Pb dalam air laut lebih tinggi dari ambang baku mutu air laut, sedangkan kandungan Hg lebih kecil dari ambang baku mutu air laut 0.001 mg/l. Organ tubuh ikan berukuran kecil mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan plankton, organ tubuh ikan, polichaeta dan air laut. Kandungan logam berat dalam sedimen, plankton, tulang sirip keras ikan berkorelasi linier positif dan kuat dengan logam berat yang terkandung dalam air laut dan signifikan. Kandungan logam berat dalam polichaeta berkorelasi linier positif dan kuat dengan yang terkandungan di dalam air laut dan signifikan. Kontribusi logam berat yang terkandung dalam air laut pada sedimen dan biota laut lebih dari 60%. Plankton berperan penting jaringan rantai makanan mulai dari ikan Badukang dan Sembilang berukuran kecil (muda) hingga berukuran besar (dewasa) serta ikan biota pemangsa akhir. Tulang sirip keras ikan mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan ginjal, insang dan hati. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam hati, ginjal, insang ikan kecil lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam organ tubuh ikan abnormal tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal. Kata kunci: Raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), sedimen, plankton, polichaeta, ikan, faktor biokonsetrasi (BCF), normal , abnormal, korelasi
58
PENDAHULUAN Pertambangan, kebakaran hutan dan gambut, pengawet kayu, pertanian, dan perkebunan, pemukiman berpotensi menjadi sumber pencemaran (Bretzel dan Calderisi 2006; Kelly et al. 2006; Pekey 2006; Loredo et al. 2007; Peckenham et al. 2007; Penichayapichet et al. 2007). Insektisida dan fungisida yang digunakan untuk pengawet kayu, pemberantasan hama dan penyakit tanaman mengandung metil, alkil, fenil dan bensil logam berat berpotensi menjadi sumber pencemaran perairan (Tarumingkeng 1992; Anonim 2003; Cesur dan Kartal 2007). Menurut Sukandarrumidi (2007), tanah dan batuan di Kalimantan mengandung emas (Au), platina (Pt), perak (Ag), tembaga (Cu), timah hitam (Pb), kadmium (Cd) yang berasosisasi dengan sulfida (S). Limbah tambang emas juga mengandung raksa (Hg), kadmium (Cd) dan timah hitam (Pb) (Herman 2006). Gambut mengandung 0.001 mg/kg Hg (Achmad 2004). Curah hujan yang tinggi di wilayah hulu menyebabkan erosi dan terangkutnya logam berat ke perairan sungai hingga muara. Menurut Hamblin dan Christiansen (2004), erosi di wilayah Kalimantan Tengah termasuk kategori rendah sampai tinggi. Logam berat yang terangkut ke perairan muara sungai diserap dan diakumulasi oleh permukaan sedimen dan biota. Semua biota laut mengandung gugus sulfur dan nitrogen yang dapat mengikat Hg, Cd dan Pb secara kovalen (Pine et al. 1988; Manahan 2003; Widowati et al. 2008). Senyawa humik dan fulvik dalam air dan sedimen muara sungai mengandung gugus sulfur (-S), nitrogen (-N) dan oksigen (-OH) yang dapat mengikat Hg, Cd dan Pb (Schnitzer 1997; Anwar dan Sudadi 2007). Kegiatan mikroba dalam sedimen menyebabkan logam berat termetilasi (-CH3) dan larut dalam air laut (Hughes dan Pool 1989). Metil logam berat yang larut dalam air diserap dan diakumulasi oleh biota laut. Kontribusi logam berat dalam air pada biota laut sangat tergantung kelarutan dan kemampuan gugus sulfur dan nitrogen mengikat logam berat. Logam berat yang terkandung di dalam air laut dapat dibiotransformasi dan dibiomagnifikasi ke biota laut (Cowan 1993; Heath 1997; Hodgson dan Levi 2000). Menurut Akin dan Unlu (2007), logam berat yang terakumulasi biota laut dapat dibiomagnifikasi kebiota pemangsa yang lebih tinggi. Plankton berperan penting dalam rantai makanan (Basmi 1992; Nybakken 1992). Plankton dan partikel dipermukaan sedimen berperan sangat penting dalam menyerap dan mengakumulasi logam berat dalam air laut.
59 Polichaeta mengakumulasi logam berat dalam air dan sedimen. Paparan logam berat dalam organ tubuh ikan Badukang (Arius maculatus Fis & Bian) dan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) mengganggu perkembangan sel jaringan tubuh ikan. Paparan logam berat menghambat pertumbuhan anak ikan (Granner 2003; Eisler 2006). Menurut Darmono (2001), logam berat yang terakumulasi dalam biota dapat mensubstitusi kofaktor enzim seng (Zn) dan mengganggu kegiatan enzim dan metabolisme. Tujuan penelitian adalah mengaji: (a) Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam air laut, sedimen, plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan. (b) Kemampuan (BCF) plankton, polichaeta, organ tubuh ikan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam habitat. (c) Hubungan antara kandungan logam berat dalam sedimen, plankton, polichaeta, tulang sirip keras ikan Badukang serta Sembilang dengan logam berat yang terkandung dalam air laut serta sedimen.
BAHAN DAN METODE Metode Pengambilan Contoh Peta lokasi stasiun penelitian dan titik ulangan pengambilan contoh air laut, sedimen, plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan disajikan pada halaman 36-38. Pelaksanaan penelitian menggunakan metode survei dan pengambilan contoh purposiv sampling (Gunarnya 1985; Sevilla et al. 1993). Survei dilakukan 4 kali dan pengambilan contoh dilakukan 3 kali ulangan per stasiun. Titik lokasi pengambilan contoh berada dibagian tengah alur sungai dan bagian luar alur sungai. Dibagian sisi luar alur sungai disebelah kiri dan kanan. Pengambilan contoh plankton, polichaeta dan penangkapan ikan disesuaikan dengan kedalaman air. Hal ini terjadi karena dibagian kiri dan kanan pinggir alur sungai terbentang delta muara. Sebagian delta muara sungai pada waktu air surut muncul dipermukaan air. Kondisi demikian tidak memungkinkan sebagai titik pengambilan contoh. Pengambilan contoh air laut dilakukan secara komposit vertikal menggunakan ”Kammerer bottle water sampler”. Contoh air diambil 500 ml setiap titik ulangan dan disimpan dalam botol gelas serta diawetkan dengan asam nitrat pekat (HNO3) hingga pH < 2 dan didinginkan pada suhu 4 OC (Fitzgerald dan Lyons 1975; APHA 1985; Alaerts dan Santika 1987).
60 Pengambilan contoh plankton menggunakan jaring dengan lebar mata 20 µm (Nontji 2008). Contoh plankton hasil sampling tidak dapat langsung didestruksi dan di analisis karena mengandung banyak partikel lumpur, pasir halus dan potongan tumbuhan darat berukuran kecil hingga besar. Kondisi perairan muara sungai jauh berbeda dibandingkan laut terbuka. Untuk memperoleh plankton yang lebih murni diperlukan perlakuan khusus untuk memisahkan plankton dari partikel lainnya. Perlakuan pertama, plankton harus dipisahkan dari berbagai potongan tumbuhan. Untuk mempereloh plankton yang lebih murni, maka dilakukan pemisahan dengan menggunakan larutan gula. Metode pemisahan plankton belum tersedia sehingga harus ditemukan teknik pemisahan. Peralatan yang digunakan untuk pemisahan plankton dari partikel lain dengan tahapan sebagai berikut: Peralatan yang dunakan terdiri atas: Larutan gula dengan perbandingan 70 % air suling dan 30 % gula pasir; jaringan plankton dengan lebar mata 20 µm, lebar mulut jaring 50 cm dan panjang jaringan 1.5 m serta 2 buah pelampung yang terbuat dari botol plastik berukuran 1.500 ml, jarak pelampung dengan bingkai bagian depan sekitar 30 cm dan belakang sekitar 45 cm, selang plastik dengan panjang 1 m dengan diameter 0.5 cm; stoples plastik transparan berukuran 4 liter, botol plastik 1000 ml dan 50 ml; tali plastik berdiameter 1 cm dengan panjang sekitar 25 meter (tali penarik jaring plankton). Teknik pengoperasian jaringan plankton sebagai berikut: Jaring plankton dimasukan ke dalam air laut dan tarik dengan jarak sekitar 20 m, selanjutnya botol penampung plankton yang berada diujung dibagian belakang diambil dan isinya dituangkan ke dalam stoples plastik. Pengambilan contoh plankton dilakukan 4-6 kali. Contoh plankton yang tersimpan dalam stoples plastik dibawa ke darat. Selanjunya plankton yang tersimpan dalam stoples dimasukkan ke dalam stoples transparan yang berisi 2 liter larutan gula. Biarkan selama 1.5-2 jam, setelah 1.5 jam lakukan pengamatan apakah plankton sudah terpisah atau belum. Plankton mengapung dan terkumpul disebelah atas, sedangkan lumpur dan pasir mengendap di dasar stoples. Jika plankton sudah terpisah, lakukan pengambilan plankton dengan cara disedot menggunakan selang plastik berdiameter 0.5 cm. Plankton hasil sedotan ditampung dalam botol plastik berukuran l000 ml dan dinginkan pada suhu 4 OC. Jika plankton yang belum terpisah dengan partikel lainnya tunggu sekitar setengah jam. Untuk mendapatkan plankton yang lebih murni dapat dilakukan 2-3 kali pemisahan. Plankton yang sudah dipisahkan dan masih bercampur larutan gulu dimasukkan ke dalam
61 tabung reaksi berukuran 100 ml dan masukkan ke dalam vessel centrifuge. Selanjutnya plankton diendapkan menggunakan putaran sentrifuge dengan kecepatan 1200 rpm selama kurang lebih 2 menit. Plankton yang sudah mengendap dalam tabung reaksi diambil dari vessel centrifuge dan dibuang air yang berada dibagian atas. Plankton disaring menggunakan keras milipore 0.45 µm yang dilapisi kain screen dengan lebar mata 20 µm. Tempat penyaringan plankton menggunakan corong plastik atau kaca. Penyaringan plankton jangan sampai menggunakan pumpa vakum. Oleh karena sedotan pumpa vakum menarik air dalam sel plankton sehingan pecah. Plankton yang sudah disaring dimasukkan ke dalam botol plastik dan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4 OC (Fitzgerald dan Lyon 1975; Murphie 1985). Contoh plankton yang diperlukan seikitar 1.5-3 gram dan kandungan logam berat dalam plankton siap dianalisis. Pengambilan contoh polichaeta dalam sedimen menggunakan Petersen grab (Bubicz et al. 1982). Metode pemisahan sedimen dengan polichaeta dapat dilihat dalam Lampiran 30. Sedimen dan polichaeta dimasukkan ke dalam scoop net dengan lebar mata 100 µm dan disemprot dengan air laut. Selanjutnya partikel yang berukuran kecil dibuang dengan menggunakan saringan dengan lebar mata 1 mm. Contoh polichaeta diambil dari antara partikel dan dimasukkan dalam botol 250 ml serta disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4 OC (Fitzgerald dan Lyon 1975; Murphie 1985). Contoh polichaeta diperlukan sekitar 1.5-3 gram dan kandungan logam berat dalam polichaeta siap dianalisis. Pengambilang contoh ikan Badukang (Arius maculatus Fish & Bian) dan Sembilang (Plotosus canius Web & Bia) (Kottelat et al. 1993) menggunakan rawai (long line). Ikan hasil tangkapan dipisahkan berdasarkan tulang sirip keras normal dan abnormal. Kriteria ikan normal yaitu tidak terjadi perubahan pada tulang sirip keras, sedangkan kriteria ikan abnormal yaitu terjadi perubahan tulang sirip keras ikan. Setiap ikan yang tertangkap diukur panjang baku (standard). Panjang baku ikan dibagi menjadi tiga ukuran kecil, sedang dan besar secara statistik. Pengukuran panjang baku ikan menggunakan jangka sorong digital. Pengambilan contoh tulang sirip keras, hati, ginjal dan insang dilakukan menggunakan pisau bedah. Contoh organ tubuh ikan disimpan dalam kotak es (di lapangan) dan lemari pendingin (di laboratorium) pada suhu 4 0C (Fitzgerald dan Lyon 1975; Murphie 1985). Contoh organ tubuh ikan yang diperlukan 1.5-3 gram. Analisis kandungan Pb dan Cd dalam biota laut menggunakan Flame Spekrofotometer Serapan
62 Atom (F-AAS) Shimadzu AA 6800, sedangkan kandungan Hg dianalisis menggunakan Cold Vapor Atomic Absorption Spectrofometer (CV-AAS) Sanso Seisakusho (Hg-201). Analisis Data Kajian kemampuan plankton dan organ tubuh ikan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb dalam air laut dianalisis menggunakan faktor biokonsentrasi (BCF). Kemampuan polichaeta mengakumulasi Hg, Cd dan Pb dalam sedimen dianalisis menggunakan faktor biokonsentrasi (BCF). Analisis faktor biokonsentrasi dilakukan berdasarkan kandungan logam berat dalam biota dibagi dengan logam berat yang terkandung di dalam air laut atau sedimen. Faktor biokonsentrasi adalah kemampuan biota laut mengakumulasi logam berat yang terkandung dalam habitat (Connell 1995; Mukhtasor 2007). Faktor biokonsentrasi dihitung dengan rumus (Connell 1990) sebagai berikut: CB = KB / CW ......................................... 6 CB adalah faktor biokonsentrasi, KB adalah kandungan logam berat dalam biota laut. CW adalah kandungan logam dalam air atau sedimen. Perbedaan kandungan Hg, Cd dan Pb dalam air laut, sedimen dan biota laut; kemampuan biota mengakumulasi Hg, Cd dan Pb dalam air laut atau sedimen dianalisis menggunakan statistik dan uji t pada taraf (P<0.05). Hubungan antara kandungan Hg, Cd dan Pb dalam biota laut dengan yang terkandung dalam air hahitat dianalisis menggunakan regresi dan korelasi linier (Gaspersz 1995). Analisis regresi dan korelasi linier bertujuan untuk memperoleh informasi tentang seberapa besar hubungan dan kontribusi logam berat yang terkandung dalam air pada sedimen dan biota laut. Analisis statistik menggunakan perangkat lunak statistik minitab 14 untuk window.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Logam Berat di Dalam Air Laut Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Tabel 7. Kandungan Pb dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd jauh lebih tinggi dibandingkan Hg (P<0.05). Kandungan Hg dan Pb dalam air laut di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak berbeda nyata
63 Tabel 7 Kandungan Hg, Cd dan Pb (n=12) dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan Logam Hg (mg/l)
Stasiun St 1 Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran St 1
Cd (mg/l)
Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran St 1
Pb (mg/l)
Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran
Muara S. Kahayan Rata-rata ± SD
Muara S. Katingan Rata-rata ± SD
0.001 a ± 0.000 0.000 - 0.001 0.001 a ± 0.000 0.000 - 0.001
0.001 a ± 0.000 0.0000 - 0.001 0.001 a ± 0.000 0.000 - 0.001
0.001 a ± 0.000 0.000 - 0.001
0.001 a ± 0.000 0.000 - 0.001
0.004 a ± 0.001 0.002 - 0.006 0.006 b ± 0.001 0.004 - 0.008
0.006 a ± 0.002 0.004 - 0.009 0.005 b ± 0.001 0.002 - 0.0063
0.005 b ± 0.006 0.002 - 0.008
0.006 b ± 0.002 0.002 - 0.009
1.108 a ± 0.375 0.750 - 1.950 1.217 a ± 0.301 0.850 - 1.940
1.287 a ± 0.771 0.3100 - 2.410 1.566 a ± 0.706 0.580 - 2.6200
1.162 c ± 0.337 0.750 - 1.950
1.426 c ± 0.737 0.310 - 2.620
Batas deteksi alat 0.001 mg/kg. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P<0.05).
bandingkan stasiun 2 (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam air laut di wilayah stasiun 2 lebih tinggi dibandingkan stasiun 1 (P<0.05) (Tabel 7, Lampiran 8). Kandungan Cd dalam air laut di muara Sungai Katingan cenderung lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Kandungan Pb dalam air laut cenderung lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Katingan. Kandungan Hg dalam air di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih kecil dari 0.001 mg/l (tidak terdeteksi alat). Tingginya kandungan Pb dan Cd dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan diduga bersumber bekas kebakaran hutan dan gambut, kegiatan pertambangan, limbah pengawet kayu, lahan perkebunan, pertanian dan pemukiman dibagian hulu sungai. Hasil penelitian yang dilakukan diluar negeri bahwa tanah bekas tambang mengandung 2-200 mg/kg Pb (Rompas 2010). Pb dan Cd yang terkandung dalam air laut di muara Sungai Kahayan serta Katingan salah satu ancaman yang serius terhadap habitat dan biota estuaria. Pb dan Cd yang terkandung di dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan sudah melebihi ambang baku mutu air laut untuk kepentingan biota laut (0.001 mg/l Cd dan 0.008 mg/l Pb serta 0.001 mg/l Hg)
64 (Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004). Menurut laporan hasil penelitian Litbang Pengairan Departemen Pekerjaan umum RI (1989) dalam Rompas (2010), air sungai di Kalimantan rata-rata mengandung 0.006 mg/l Cd. Kondisi demikian menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan hasil penelitian ini. Tingginya kandungan Pb dan Cd dalam air laut di muara Sungai Kahayan serta Katingan menyebabkan sedimen dan biota terpapar logam berat tersebut. Menurut Kennish (1992), logam berat yang terkandung dalam air laut diserap dan di akumulasi oleh sedimen dan biota laut. Hal demikian sangat berpengaruh terhadap kelestrarian habitat dan kelangsungan hidup biota laut di muara Sungai Kahayan serta Katingan. Kandungan Logam Berat dalam Sedimen dan Hubungannya dengan Air Laut Kandungan Logam Berat dalam Sedimen Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb dalam sedimen di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Tabel 8. Sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg, sedangkan kandungan Cd dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan Hg (P<0.05). Sedimen di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg lebih tinggi dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Kandungan Cd dalam sedimen di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan lebih rendah dibandingkan stasiun 2 (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam sedimen diwilayah stasiun 1 muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Kandungan Pb dalam sedimen di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Sedimen muara sungai bersumber dari padatan tersuspensi total dan erosi sedimen sungai dari wilayah hulu, sebagian berasal dari laut sekitar muara sungai. Sedimen muara sungai merupakan kumpulan endapan pesisir, tanah, mineral dan fosil biota yang sudah mati. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam sedimen di muara sungai sangat tergantung dengan limbah kegiatan manusia dan logam berat yang terkandung dalam tanah, batuan dan biota di darat dan laut. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam sedimen di muara Sungai Kahayan serta Katingan lebih tinggi dibandingkan air laut. Kondisi demikian menunjukkan bahwa sedimen menyerap logam berat yang terlarut di dalam air laut. Kandungan Hg dan Cd di dalam sedimen muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan, sedangkan
65 Tabel 8 Kandungan Hg, Cd dan Pb (n=12) dalam sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan Logam Hg (mg/kg bb)
Stasiun St 1
0.014 a 0.0097 0.012 a 0.0075
0.012 a ± 0.005 0.004 - 0.023
0.0125 a ± 0.003 0.0075 - 0.019
0.050 a ± 0.011 0.033 - 0.062 0.065 b ± 0.008 0.053 - 0.079
0.068 a ± 0.011 0.054 - 0.088 0.057 a ± 0.011 0.042 - 0.073
0.057 b ± 0.012 0.033 - 0.079
0.063 b ± 0.012 0.042 - 0.088
Kisaran Rata rata
7.194 a ± 1.271 5.830 - 9.850 6.859 a ± 1.404 4.890 - 9.530 7.127 C ± 1.333
5.508 a ± 1.335 3.230 - 8.320 4.983 a ± 1.198 3.130 - 6.860
Kisaran
4.890 - 9.850
Kisaran St 2
Kisaran St 1 Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran St 1 Pb (mg/kg bb)
Muara S. Katingan Rata-rata±SD
0.016 a ± 0.004 0.010 - 0.023 0.009 b ± 0.003 0.004 - 0.013
Kisaran Rata-rata
Cd (mg/kg bb)
Muara S. Kahayan Rata-rata±SD
Kisaran St 2
± 0.003 - 0.019 ± 0.003 - 0.018
5.245 c ± 1.323 3.130 - 8.320
Batas deteksi alat 0.001 mg/kg. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P<0.05).
kandungan Pb di dalam sedimen muara Sungai Kahayan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Katingan. Kondisi demikian menunjukkan bahwa sedimen berperan penting menyerap logam berat yang terkandung dalam air laut. Padatan tersuspensi total dalam air laut mengakumulasi logam berat dalam air (Pekey 2006; Yu et al. 2006; Peckenham et al. 2007). Menurut Macias et al. (2007), partikel dipermukaan sedimen menyerap dan mengakumulasi logam berat dalam air laut sangat tinggi. Namun logam berat yang tersimpan dalam sedimen dapat terlepas kembali ke dalam air karena arus, angin, gelombang dan kegiatan mikroba. Marvin et al. (2007) dan Xu et al. (2008) melaporkan bahwa logam berat yang terkandung di dalam air dapat berasosiasi dengan partikel dipermukaan sedimen. Senyawa humik dan fulvik yang terkandung dalam sedimen berperan penting dalam mengikat logam berat yang terkandung dalam air laut dan sungai. Menurut Schnitzer (1997), senyawa humik dan fulvik mengandung gugus sulfur (-SH) dan nitrogen (-NH) yang mengikat Hg, Cd serta Pb dalam air laut. Biota laut yang hidup dipermukaan dan dalam sedimen mengakumulasi logam berat yang terkandung dalam sedimen. Suhu dan salinitas sangat berpengaruh terhadap akumulasi logam berat dalam
66 biota laut dan sedimen (Nam dan Seung 2006). Kegiatan mikroba dalam sedimen menyebabkan logam berat termetilasi (-CH3) dan larut dalam air laut. Hubungan Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam Sedimen dengan Air Laut Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan Hg dalam air laut tidak terdeteksi oleh alat sehingga semua nilai contoh lebih kecil atau sama dengan 0.001 mg/l. Kondisi demikian menyebabkan nilai Hg rata-rata 0.001 dengan ragam nol, sehingga keterkaitan kandungan Hg dalam sedimen, plankton, tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang dengan Hg yang terkandung dalam air laut tidak dapat dianalisis. Kondisi demikian terjadi karena kandungan Hg dalam biota dan air yang dapat di analisis dengan regresi dan korelasi linier jika nilai ragam tidak sama dengan nol. Namun hubungan antara kandungan Hg dalam polichaeta dengan Hg yang terkandung dalam sedimen dapat dianalisis dengan regresi dan korelasi linier karena nilai ragam tidak sama dengan nol. Hasil analisis regresi linier kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y= 0.024 + 6.440 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.787 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Cd yang terkandung dalam sedimen dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.619 (61.9%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam air laut pada sedimen sebesar 61.9% (Gambar 9a). Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 61.9% total Cd yang terkandung dalam sedimen bersumber dari dalam air laut. Regresi linier kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan dengan model Y = 0.028 + 6.340 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.852 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut berhubungan linier positif dan kaut dengan Cd yang terkandung dalam sedimen dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2=0.729 (72.9%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd terkandung dalam air pada sedimen sebesar 72.9% (Gambar 9b). Hal ni menunjukkan bahwa sekitar 72.9% total Cd yang terkandung dalam sedimen bersumber dari dalam air laut. Semakin tinggi kandungan Cd di dalam air laut, maka kandungan Cd dalam sedimen semakin tinggi. Kontribisi Cd dalam air laut pada sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan berkisar antara 61.9-72.9% Cd. Kontribusi Cd dalam air laut pada sedimen muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan.
Y = 0.024 + 6.440(X) R2 = 0.619 n = 24
0.07
0.06
0.05
0.04
a
0.03 0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
Kandungan Cd dalam air laut (mg/l) 10
Y = 3.400 + 3.210 (X) R2 = 0.657 n = 24
9
8
7
6
c
5 0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
Kandungan Pb dalam air laut (mg/l)
1.8
Kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb)
0.08
Kandungan Pb dalam sedimen (mg/l)
Kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb)
Kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb)
67
2.0
0.09
Y = 0.028 + 6.340 (x) R2 = 0.729 n = 24
0.08
0.07
0.06
0.05
b 0.04 0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
0.009
0.010
Kandungan Cd dalam air laut (mg/l) 9
Y = 3.180 + 1.450 (X) R2 = 0.650 n = 24
8 7 6 5
4
d
3 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Kandungan Pb dalam air laut (mg/l)
Gambar 9 (a) Hubungan kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan. (b) Hubungan kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. (c) Hubungan kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan (c) Hubungan kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. Hasil analisis regresi linier kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y = 3.400 + 3.210 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.811 (R = 81.1%) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb yang terkandung dalam sedimen dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.657 (65.7%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb yang terkandung dalam air laut pada sedimen sebesar 65.7% (Gambar 9c). Hal ni menunjukkan bahwa sekitar 65.7% total Pb yang terkandung dalam sedimen bersumber dari dalam air laut. Regresi linier kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan dengan model
68 Y= 3.180 + 1.450 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.806 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb yang terkandung dalam sedimen dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.650 (65.0%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb yang terkandung dalam air laut pada sedimen sebesar 65.0%(Gambar 9d). Hal ni menunjukkan bahwa sekitar 65.0% total Pb yang terkandung dalam sedimen bersumber dari dalam air laut. Semakin tinggi kandungan Pb yang terkandung dalam air laut, maka kandungan Pb dalam sedimen semakin tinggi. Kontribusi Pb dalam air laut pada sedimen berkisar antara 65.0-65.7%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam air laut di muara Sungai Kahayan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Katingan. Menurut Yu et al. (2006) dan Marvin et al. (2007), partikel dipermukaan sedimen mengakumulasi Cd dan Pb yang terkandung di dalam air laut. Akumulasi logam berat dalam sedimen menyebabkan kandungan logam berat dalam air laut menurun. Hal ini terdeteksi dari kandungan Hg, Cd dan Pb total dalam air laut lebih rendah dibandingkan sedimen. Akumulasi Logam Berat dalam Plankton dan Hubungannya dengan Air Laut Akumulasi Logam Berat dalam Plankton Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb dalam plankton di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Tabel 9, Lampiran 8 dan 10a-b. Plankton muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg lebih tinggi dibandingkan air laut, sedangkan kandungan Cd dan Pb dalam plankton tidak jauh berbeda dibandingkan air laut. Plankton di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb dan Hg lebih tinggi dibandingkan air laut, sedangkan kandungan Cd dalam plankton di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih rendah dibandingkan air laut. Plankton muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Hg dan Cd (P<0.05), sedangkan kandungan Hg dalam plankton tidak berbeda nyata dibandingkan Cd (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa kemampuan plankton di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 5-6 kali lipat Hg dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan Cd (1 kali lipat) dan Pb (2-4 kali lipat) (P<0.05), sedangkan kemampuan plankton mengakumulasi Pb dalam air laut tidak berbeda nyata dibandingkan Cd (P<0.05).
69 Tabel 9 Kandungan dan faktor biokonsentrasi Hg, Cd, Pb (n=12) dalam plankton di muara Sungai Kahayan serta Katingan Logam
Stasiun St 1
Hg
Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran St 1
Cd
Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran St 1
Pb
Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran St 1
Hg
Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran St 1
Cd
Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran St 1
Pb
Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran
Muara S. Kahayan Plankton (mg/kg bb) Faktor biokonsentrasi - BCF Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD a 7.208 a ± 1.175 0.007 ± 0.001 0.005 - 0.009 5.300 - 9.100 b 3.342 b ± 0.699 0.003 ± 0.001 0.0019 - 0.004 1.900 - 4.300 0.005 a ± 0.002 0.002 - 0.009
5.275 a ± 2.208 1.900 - 8.800
0.004 a ± 0.001 0.003 - 0.005 0.005 b ± 0.001 0.004 - 0.007
0.946 a ± 0.188 0.648 - 1.292 0.879 a ± 0.117 0.694 - 1.043
0.005 b ± 0.001 0.003 - 0.009
0.913 b ± 0.164 0.6481 - 1.292
4.631 a ± 0.972 3.440 - 6.710 4.663 a ± 1.231 3.440 - 7.930
4.345 a ± 0.723 3.441 - 5.333 3.873 a ± 0.624 2.975 - 5.114
4.647 c ± 1.085 4.109 c ± 0.703 3.440 - 7.930 2.975 - 5.333 Muara S. Katingan 0.005 a ± 0.002 0.002 - 0.007
5.008 a ± 1.606 1.900 - 6.800
0.008 b ± 0.001 0.007 - 0.009
7.792 b ± 0.852 6.900 - 9.400
0.006 a ± 0.002 0.002 - 0.009
6.600 a ± 0.935 1.900 - 9.400
0.006 a ± 0.001 0.005 - 0.008
0.988 a ± 0.142 0.824 - 1.268
0.005 b ± 0.001 0.004 - 0.007
1.203 a ± 0.275 0.868 - 1.857
0.006 b ± 0.001 0.004 - 0.008
1.095 b ± 0.249 0.824 - 1.857
4.796 a ± 1.493 2.770 - 7.860
4.729 a ± 2.375 2.729 - 1 0.471
5.196 a ± 1.517 3.090 - 8.140
3.835 a ± 1.118 2.650 - 6.328
5.096 c ± 1.567 2.770 - 8.140
4.282 c ± 1.950 2.650 - 10.471
Ket: Batas deteksi alat 0.001 mg/kg. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (P<0.05).
70 Kandungan Hg dan Cd dalam plankton di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan tidak jauh berbeda dibandingkan stasiun 2, sedangkan kandungan Pb dalam plankton diwilayah stasiun 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan stasiun 1. Kemampuan (BCF) plankton di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 5-7 kali lipat Hg yang terkandung di dalam air laut, sedangkan kemampuan (BCF) plankton di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 1 kali lipat Cd yang terkandung di dalam air laut. Kemampuan (BCF) plankton di wilayah stasiun 1 dan 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 2-5 kali lipat Pb yang terkandung di dalam air laut. Kondisi demikian menunjukkan bahwa afinitas Hg pada plankton jauh lebih tinggi dibandingkan Pb dan Cd. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam plankton muara Sungai Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan muara Sungai Kahayan. Kemampuan plankton di muara Sungai Katingan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb cenderung lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Plankton juga mengandung gugus sulfur (-SH) dan nitrogen (-NH) yang dapat mengikat Hg, Cd serta Pb secara kovalen (Manahan 2003). Plankton mengakumulasi logam berat dalam air laut (Davies 1987). Menurut Walsh dan Hunter (1992), plankton mengandung fosfor (P) dan berasosiasi dengan Cd. Salinitas dan suhu air sangat berpengaruh terhadap akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam biota laut (Luque et al. 2007). Akumulasi logam berat dalam plankton menyebabkan metabolisme terganggu (Alam dan Frakel 2006; Kai et al. 2006). Walaupun umur plankton jauh lebih pendek dibandingkan polichaeta dan ikan, tetapi kemampuan mengakumulasi logam berat dalam air laut jauh lebih tinggi dibandingkan polichaeta dan organ tubuh ikan. Plankton merupakan makanan utama anak ikan setelah cadangan makanan yang terkandung dalam kuning telur habis. Plankton berperan penting dalam menyerap metil (-CH3) logam berat yang terlarut dalam air laut. Permukaan tubuh plankton yang lebih besar menyebabkan penetrasi Hg, Cd dan Pb total di dalam plankton jauh lebih cepat dibandingkan polichaeta dan ikan. Hubungan Kandungan Cd dan Pb dalam Plankton dengan Air Laut Hasil analisis regresi linier kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y = 0.001 + 0.650 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R= 0.852 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut
71 berhubungan linier positif dan kuat dengan Cd yang terkandung di dalam plankton dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R 2 = 0.725 (72.5%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam air laut pada plankton sebesar 72.5% (Gambar 10a). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 72.5% total Cd yang terkandung dalam plankton bersumber dari dalam air laut. Regresi linier kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan dengan model Y = 0.003 + 0.4950 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.881 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan kandungan Cd dalam plankton dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.777 (77.7%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam air laut pada plankton sebesar 77.7% (Gambar 10b). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 77.7% total Cd yang terkandung dalam plankton bersumber dari alam air laut. Semakin tinggi kandungan Cd dalam air laut, maka kandungan Cd di dalam plankton semakin tinggi. Kontribusi Cd dalam air laut pada plankton di muara Sungai Kahayan dan Katingan berkisar antara 72.5-77.7%. Kontribusi Cd dalam air laut pada plankton muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Menurut Konovalov (1994), gugus sulfur dan nitrogen yang terkandung dalam biota mengakumulasi Hg dan Cd. Jaringan tubuh biota laut mengandung 26-33% metalothionin (sulfhidril –SH) (Widowati et al. 2008). Hasil analisis regresi linier kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y = 1.570 + 2.650 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.824 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam plankton dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.679 (67.9%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam air laut pada plankton sebesar 67.9% (Gambar 10c). Ha demikian menunjukkan bahwa sekitar 67.9% total Pb dalam yang terkandung dalam plankton bersumber dari dalam air laut. Regresi linier kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan dengan model Y = 2.330 + 1.940 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.912 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam plankton dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.831 (83.1%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam air laut pada plankton sebesar 83.1% (Gambar 10d). Hal demikian menunjukkan
Y = 0.001 + 0.650 (X) R2 = 0.725 n = 24
0.006
0.005
0.004
0.003
a
0.002 0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
Kandungan Cd dalam air laut (mg/)
8
Y = 1.570 + 2.650 (X) R2 = 0.679 n = 24
7
6
5
4
c 3 0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
Kandungan Pb dalam air laut (mg/l)
1.8
2.0
Kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb)
0.007
Kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb)
Kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb)
Kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb)
72 0.008
Y = 0.003 + 0.495 (X) R2 = 0.777 N = 24
0.007
0.006
0.005
b
0.004 0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
0.009
0.010
Kandungan Cd dalam air laut (mg/l)
8
Y = 2.330 + 1.940 (X) R2 = 0.831 n = 24
7 6 5 4 3
d
2 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Kandungan Pb dalam air laut (mg/l)
Gambar 10 (a) Hubungan kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan. (b) Hubungan kandungan Cd dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. (c) Hubungan kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan. (d) Hubungan kandungan Pb dalam plankton (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. bahwa sekitar 83.1% total Pb yang terkandung dalam plankton bersumber dari dalam air laut. Semakin tinggi kandungan Pb di dalam air laut, maka kandungan Pb dalam plankton semakin tinggi. Kontribusi Pb dalam air laut pada plankton di muara Sungai Kahayan dan Katingan berkisar antara 67.9-83.1%. Kontribusi Pb dalam air laut di muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Menurut Mwaskote (2003), biota laut mengakumulasi logam berat lebih tinggi dibandingkan sedimen. Hal ini
73 menunjukkan bahwa plankton berperan penting dalam menyerap dan mengakumulasi Pb yang terkandung di dalam air laut. Akumulasi Logam Berat dalam Polichaeta dan Hubungannya dengan Sedimen Akumulasi Logam Berat dalam Polichaeta Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb di dalam polichaeta di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Tabel 10 dan Lampiran 9, 11a-b. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam polichaeta di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih rendah dibandingkan air laut dan sedimen. Polichaeta di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam polichaeta lebih tinggi dibandingkan Hg (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa kemampuan polichaeta di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 1 kali Hg yang terkandung di dalam sedimen dan lebih tinggi dibandingkan Pb dan Cd (P<0.05), sedangkan polichaeta mengakumulasi 1 kali Pb yang terkandung didalam sedimen dan lebih tinggi dibandingkan Cd (P<0.05). Kandungan Hg, Cd, Pb dalam polichaeta di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05), kecuali kandungan Pb dalam polichaeta di wilayah stasiun 1 muara Sungai Katingan yang berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Faktor biokonsentrasi menunjukkan bahwa kemampuan (BCF) polichaeta di wilayah stasiun 2 muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 1 kali Hg, Cd serta Pb yang terkandung di dalam sedimen. Kemampuan (BCF) polichaeta di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb jauh lebih rendah dibandingkan plankton dan ikan. Kondisi demikian menunjukkan bahwa kutikola (citin) yang melapisi kulit polichaeta berperan berperan penting dalam mencegah penetrasi logam berat yang terkandung dalam sedimen ke dalam kulit. Selain itu, sistem pencernaan polichaeta memiliki peran yang sangat penting dalam pelepasan Hg, Cd dan Pb melalu feces. Hubungan Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam Polichaeta dengan Sedimen Hasil analisis regresi linier kandungan Hg dalam polichaeta dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Kahayan dengan model Y = 0.004 + 0.057 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.733 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Hg dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Hg yang terkandung dalam polichaeta dan
74 Tabel 10 Kandungan, faktor biokonsentrasi Hg, Cd, Pb (n=12) dalam polichaeta di muara Sungai Kahayan serta Katingan Logam
Stasiun
Hg
St 1 Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata
Cd
Kisaran St 1 Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata
Pb
Kisaran St 1 Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran
Hg
St 1 Kisaran St 2 Kisaran Rata rata
Cd
Kisaran St 1 Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata
Pb
Kisaran St 1 Kisaran St 2 Kisaran Rata-rata Kisaran
Muara S. Kahayan Polichaeta (mg/kg bb) Faktor biokonsentrasi - BCF Rata-rata ± SD Rata-rata ± SD 0.005 a ± 0.0003 0.004 - 0.005 0.005 a ± 0.0004 0.004 - 0.005
0.333 a ± 0.087 0.236 - 0.500 0.575 b ± 0.219 0.370 - 0.968
0.005 a ± 0.0004 0.004 - 0.005
0.4541 a ± 0.204 0.236 - 0.968
0.008 a ± 0.001 0.006 - 0.009 0.008 a ± 0.001 0.007- 0.009
0.155 a ± 0.027 0.130 - 0.208 0.124 b ± 0.016 0.106 - 0.158
0.008 b ± 0.001 0.006 - 0.009
0.120 b ± 0.027 0.106 - 0.208
1.759 a ± 0.330 1.260 - 2.300 1.153 a ± 0.365 1.040 - 2.190
0.219 a ± 0.032 0.184 - 0.286 0.234 a ± 0.048 0.169 - 0.317
1.671 c ± 0.352 1.040 - 2.300
0.236 c ± 0.040 0.169 - 0.317 Muara S. Katingan
0.005 a ± 0.001 0.004 - 0.005
0.345 a ± 0.049 0.276 - 0.431
0.005 a ± 0.001 0.004 - 0.005
0.407 b ± 0.080 0.275 - 0.536
0.005 a ± 0.001 0.004 - 0.005
0.376 a ± 0.071 0.275 - 0.536
0.012 a ± 0.002 0.009 - 0.015
0.181 a ± 0.024 0.156 - 0.227
0.011 a ± 0.002 0.007 - 0.014
0.190 a ± 0.029 0.156 - 0.536
0.011 b ± 0.002 0.007 - 0.015
0.186 b ± 0.026 0.156 - 0.536
1.982 a ± 0.217 1.620 - 2.330 1.748 b ± 0.194 1.370 - 2.070
0.373 a ± 0.051 0.280 - 0.520
1.865 c ± 0.213 1.370 - 2.330
0.371 c ± 0.066 0.265 - 0.562
0.369 a ± 0.080 0.265 - 0.562
Ket: Batas deteksi alat 0.001 mg/kg. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf P<0.05.
75 signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.537 (53.7%) menunjukkan bahwa kontribusi Hg dalam sedimen pada polichaeta sebesar 53.7% (Gambar 11a). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 53.7% total Hg yang terkandung di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Regresi linier kandungan Hg dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Katingan dengan model Y = 0.003 + 0.126 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.761 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Hg dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Hg yang terkandung di dalam polichaeta dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.579 (57.9%) menunjukkan bahwa kontribusi Hg dalam sedimen pada polichaeta sebesar 57.9% (Gambar 11b). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 57.9% total Hg yang terkandung di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Semakin tinggi kandungan Hg di dalam sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan, maka kandungan Hg di dalam polichaeta semakin tinggi. Kontribusi Hg dalam sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan pada polichaeta berkisar antara 53.7-57.9%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi Hg dalam sedimen muara Sungai Katingan pada polichaeta lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Menurut Kutti et al. (2008), kelimpahan individu polichaeta berkaitan dengan kondisi penetrasi bahan beracun dan organik dalam sedimen. Hasil analisis regresi linier kandungan Cd dalam polichaeta dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Kahayan dengan model Y = 0.005 + 0.046 (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = 0.673 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Cd dalam polichaeta dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.453 (45.3%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam sedimen pada polichaeta sebesar 45.3% (Gambar 11c). Hal demikian Menunjukkan bahwa sekitar 45.3% total Cd yang terkandung di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Hasil analisis regresi linier kandungan Cd dalam polichaeta dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Katingan dengan model Y = 0.004 + 0.116 (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = 0.7280 (P<0.05) menunjukkan bahwa bahwa kandungan Cd dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Cd dalam polichaeta dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.530 (53.0%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam sedimen pada polichaeta sebesar 53.0% (Gambar 11d). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 53.0% total Cd yang terkandung
0.0054
Kandungan Hg dalam polichaeta (mg/kg bb)
Kandungan Hg dalam polichaeta (mg/kg bb)
76
Y= 0.004 + 0.057 (X) R2 = 0.537 n = 24
0.0052 0.0050 0.0048 0.0046 0.0044 0.0042
a
0.0040
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
0.0055
Y= 0.003 + 0.126 (X) R2 = 0.579 n = 24
0.0050
0.0045
0.0040
b 0.0035 0.006
0.0095
Y = 0.005 + 0.046 (X) R2 = 0.453 n = 24
0.0090 0.0085 0.0080 0.0075 0.0070 0.0065
c
0.0060 0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.013
1.6 1.4
e
1.0 6
7
8
9
Kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb)
0.016
0.018
0.020
0.012 0.011 0.010 0.009
d
0.008 0.007 0.04
10
Kandungan Pb dalam polichaeta (mg/kg bb)
Kandungan Pb dalam polichaeta (mg/kg bb)
1.8
5
0.014
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
Kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb)
Y = 0.382 + 0.181 (X) R2 = 0.469 n = 24
1.2
0.012
Y = 0.004 + 0.116 (X) R2 = 0.530 n = 24
0.014
0.08
2.4
2.0
0.010
0.015
Kandungan Cd dalam sedimen (mg/kg bb)
2.2
0.008
Kandungan Hg dalam sedimen (mg/kg bb) Kandungan Cd dalam polichaeta (mg/kg bb)
Kandungan Cd dalam polichaeta (mg/kg bb)
Kandungan Hg dalam sedimen (mg/kg bb)
2.3
Y = 1.210 + 0.125 (X) R2 = 0.392 n = 24
2.2 2.1 2.0 1.9 1.8 1.7 1.6 1.5
f
1.4 3
4
5
6
7
8
9
Kandungan Pb dalam sedimen (mg/kg bb)
Gambar 11 (a) Hubungan kandungan Hg dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di muara Sungai Kahayan. (b) Hubungan kandungan Hg dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di muara Sungai Katingan. (c) Hubungan kandungan Cd dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di muara Sungai Kahayan. (d) Hubungan kandungan Cd dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di wilayah muara Sungai Katingan. (e) Hubungan kandungan Pb dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di muara Sungai Kahayan (f) Hubungan kandungan Pb dalam polichaeta (mg/kg bb) dengan sedimen (mg/kg bb) di muara Sungai Katingan.
77 di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Semakin tinggi kandungan Cd di dalam sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan, maka kandungan Cd di dalam polichaeta semakin tinggi. Kontribusi Cd dalam sedimen pada polichaeta berkisar antara 45.3-53.0%. Kontribusi Cd dalam sedimen di muara Sungai Kahayan pada polichaeta lebih rendah dibandingkan muara Sungai Katingan. Hasil analisis regresi linier kandungan Pb dalam polichaeta dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Kahayan dengan model Y = 0.382 + 0.181 (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = 0.685 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam polichaeta dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.469 (46.9%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam sedimen pada polichaeta sebesar 46.9% (Gambar 11e). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 46.9% total Pb yang terkandung di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Regresi linier kandungan Pb dalam polichaeta dengan sedimen (mg/kg bb) muara Sungai Katingan dengan model Y = 1.210 + 0.125 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.626 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam sedimen berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam polichaeta dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.392 (39.2%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam sedimen pada polichaeta sebesar 39.2% (Gambar 11f). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 39.2% total Pb yang terkandung di dalam polichaeta bersumber dari sedimen. Semakin tinggi kandungan Pb di dalam sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan, maka kandungan Pb di dalam polichaeta semakin tinggi. Kontribusi Pb sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan pada polichaeta berkisar antara 39.2-46.9%. Kontribusi Pb dalam sedimen muara Sungai Kahayan pada polichaeta lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Katingan. Menurut Soul dan Kleppel (1988), makrobentos mengakumulasi logam berat dalam air laut paling tinggi dan sering digunakan sebagai indikator pencemaran. Biota laut mengakumulasi Hg dan Cd yang terkandug dalam habitat (Xu et al. 2008).
78 Akumulasi Logam Berat dalam Tulang Sirip Keras Ikan Badukang dan Hubungannya dengan Air Laut Akumulasi Logam Berat dalam Jaringan Tulang Sirip Keras Ikan Badukang Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Gambar 12a-b dan Lampiran 12a-c. Kandungan logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan air laut. Kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam tulang sirip keras ikan lebih tinggi dibandingkan Hg (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa kemampuan jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 18-19 kali lipat Hg yang terkandung dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan Cd dan Pb (P<0.05), sedangkan tulang sirip keras mengakumulasi 515 kali lipat Cd yang terkandung dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan Pb (1 kali lipat) (P<0.05). Kandungan Hg dalam jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan lebih tinggi dibandingkan stasiun 2 (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip ikan di wilayah stasiun 2 lebih tinggi dibandingkan stasiun 1 (P<0.05). Kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 mengakumulasi 17-22 kali lipat Hg dan 14-17 kali lipat Cd yang terkandung dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan stasiun 2 (P<0.05), sedangkan jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 mengakumulasi 1 kali lipat Pb dalam air laut dan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 muara Sungai Katingan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Faktor biokonsentrasi menunjukkan bahwa jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 mengakumulasi 17-18 kali lipat Hg, 5 kali lipat Cd, 1 kali lipat Pb yang terkandung dalam air laut dan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan sangat berkaitan dengan lama waktu ikan terpapar logam barat, kandungan logam berat dalam air, salinitas, suhu dan kelarutan
79
a
c
b
d
Gambar 12 (a) Nilai rata-rata kandungan logam berat dalam jaringan tulang sirip keras Ikan Badukang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dan Katingan. (b) Nilai rata-rata kandungan logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di wilayah stasiun 1 dan 2. (c) Nilai rata-rata faktor biokonsentrasi logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang di muara Sungai Kahayan dan Katingan. (d) Nilai rata-rata faktor biokonsentrasi logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang di wilayah stasiun 1 dan 2. logam berat dalam air laut. Insang berperan penting dalam menyerap oksigen dan logam berat dalam air pada konsentrasi rendah secara berkelanjutan. Gugus sulfur dan nitrogen yang terkandung dalam sel lamela insang mengakumulasi logam berat dalam air laut secara kovalen (Alberts et al. 2002). Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan tulang menyebabkan kegiatan enzim dan metabolisme terganggu (Granner 2003). Menurut Heath (1987) dan Granner (2003), logam berat yang tersimpan dalam jaringan tulang mengganggu penyerapan hormon, kalsium (Ca), seng (Zn), fosfor (P) dan vitamin. Akumulasi
80 logam berat dalam tulang menyebabkan remodeling dan deformasi tulang (Granner 2003; Castro et al. 2006; Eisler 2006). Akumulasi logam berat di dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang berpotensi menyebabkan perubahan morfologi Hal ini terjadi karena Hg, Cd dan Pb menyebabkan kematian sel jaringan tulang sirip keras sebelum terjadi pengerasan. Hubungan Kandungan Cd dan Pb dalam Jaringan Tulang Sirip Keras Ikan Badukang dengan Air Laut Hasil analisis regresi linier kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y = 0.053 + 4.510 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.659 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Cd yang terkandung dalam jaringan tulang sirip keras ikan dan dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.434 (43.4%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam air laut pada jaringan tulang sirip keras ikan sebesar 43.4% (Gambar 13a). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 43.4% total Cd yang terakumulasi dalam jaringan tulang sirip keras ikan bersumber dari air laut. Regresi linier kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan dengan model Y = 0.008 + 3.840 (X). Koefisien korelasi dengan nilai R = 0.856 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan yang terkandung dalam jaringan tulang sirip keras ikan dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.732 (73.2%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam sedimen pada jaringan tulang sirip keras ikan sebesar 73.2% (Gambar 13b). Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 73.2% total Cd yang terakumulasi dalam jaringan tulang sirip keras ikan bersumber dari air laut. Semakin tinggi kandungan Cd dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan, maka kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang semakin tinggi. Kontribusi Cd dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan pada jaringan tulang sirip keras ikan berkisar antara 43.4-73.2%. Kontribusi Cd dalam air laut pada jaringan tulang sirip keras di muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan.
Y = 0.053 + 4.510 (X) R2 = 0.434 n= 24
0.09
0.08
0.07
a
0.06 0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
Kandungan Cd dalam air laut (mg/l) 2.2
Y = 0.722 + 0.690 (X) R2 = 0.615 n= 24
2.0 1.8 1.6 1.4 1.2
c
1.0 0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
Kandungan Pb dalam air laut (mg/l)
2.0
Kandungan Cd dalam tulang sirip keras (mg/kg bb)
0.10
Kandungan Pb dalam tulang sirip keras (mg/kg bb)
Kandungan Pb dalam tulang sirip keras (mg/kg bb)
Kandungan Cd dalam tulang sirip keras (mg/kg bb)
81 0.045
Y = 0.008 + 3.840 (X) R2 = 0.732 n= 24
0.040 0.035 0.030 0.025 0.020 0.015
b
0.010 0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
0.009
0.010
Kandungan Cd dalam air laut (mg/l) 1.6
Y = 0.709 + 0.249 (X) R2 = 0.603 n= 24
1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8
d
0.7 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Kandungan Pb dalam air laut (mg/l)
Gambar 13 (a) Hubungan kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan. (b) Hubungan kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. (c) Hubungan kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan. (d) Hubungan kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. Hasil analisis regresi linier kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y = 0.722 + 0.690 (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = 0.784 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.615 (61.5%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam sedimen pada jaringan tulang sirip keras ikan sebesar 61.5%. (Gambar 13c). Hal demikian menunjukkan bahwa
82 sekitar 61.5% total Pb yang terkandung di dalam jaringan tulang sirip keras ikan bersumber dari air laut. Regresi linier kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan (mg/kg bb) dengan air laut (mgl) di muara Sungai Katingan dengan model Y = 0.709 + 0.249 (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = 0.776 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.603 (60.3%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam sedimen pada jaringan tulang sirip keras ikan sebesar 60.3% (Gambar 13d). Hal demikian menunjukkan sekitar 60.3% total Pb yang terkandung dalam jaringan tulang sirip keras ikan bersumber dari air laut. Semakin tinggi kandungan Pb dalam sedimen muara Sungai Kahayan dan Katingan, maka kandungan Pb di dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang semakin tinggi. Kontribusi Pb yang terkandung dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan pada jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang berkisar antara 60.3-61.5%. Kontribusi Pb yang terkandung dalam air laut pada jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Kahayan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Katingan. Menurut Hodgson dan Levi (2000) dan Manahan (2003), jaringan tulang sirip keras ikan mengakumulasi Pb berkisar antara 90-95%. Kondisi demikian sangat berpengaruh terhadap polimorfisme tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang. Akumulasi Logam Berat dalam Tulang Sirip Keras Ikan Sembilang dan Hubungannya dengan Air Laut Akumulasi Logam Berat dalam Jaringan Tulang Sirip Keras Ikan Sembilang Hasil penelitian kandungan logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Gambar 14a-c, Lampiran 8, 17a-c. Kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang di muara Sungai Kahayan serta Katingan lebih rendah dibandingkan air laut, sedangkan kandungan Cd dan Hg dalam jaringan tulang sirip keras ikan lebih tinggi dibadingkan air laut. Kondisi demikian menunjukkan bahwa kelarutan Pb dalam air laut lebih rendah dibandingkan Cd dan Hg. Kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan lebih tinggi
83
a
C
b
d
Gambar 14 (a) Nilai rata-rata kandungan logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang (mg/kg bb) dan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dan Katingan. (b) Nilai rata-rata kandungan logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di wilayah stasiun1dan 2 (c) Nilai rata-rata faktor biokonsentrasi logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang di muara Sungai Kahayan serta Katingan. (d) Nilai rata-rata faktor biokonsentrasi logam berat dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang di wilayah stasiun 1 dan 2. dibandingkan Hg (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Kahayan mengakumulasi 17 kali lipat Hg dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan Cd (5 kali lipat) dan Pb (1 kali lipat) (P<0.05), sedangkan jaringan tulang sirip keras ikan mengakumulasi Cd dalam air laut lebih tinggi dibandingkan Pb (P<0.05). Jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Katingan mengakumulasi 18 kali lipat Hg yang terkandung dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan Cd (5 klai lipat) dan Pb (1 kali lipat)(P<0.05), sedangkan kemampuan organ jaringan tulang sirip keras ikan mengakumulasi Cd dalam air laut lebih tinggi dibandingkan Pb (P<0.05). Kandungan Hg
84 dalam jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 2 lebih tinggi dibandingkan stasiun 1 (P<0.05). Namun kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 muara Sungai Katingan tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa jaringan tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 mengakumulasi Hg, Cd dan Pb dalam air laut tidak berbeda nyata dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Kandungan Hg dalam jaringan tulang sirip keras ikan muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Kandungan Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan muara Sungai Kahayan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Katingan. Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan menghambat penyerapan kalsium, seng (Zn) dan fosfat (P) (Cowan 1993). Fosfat dalam jaringan tulang berperan penting dalam mengikat kalsium. Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam tulang sirip keras ikan berikatan dengan fosfat (PO 4) mengganti kalsium (Ca). Hal ini menyebabkan pertumbuhan sel jaringan tulang sirip keras ikan abnormal, sehingga menyebabkan polimorfisme. Selain itu, akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan tulang sirip keras menghambat metabolisme kalsium (Lu 1995). Kondisi demikian menyebabkan remodeling dan deformasi (Granner 2003; Hogdson dan Levi 2000). Hubungan Kandungan Cd dan Pb dalam Jaringan Tulang Sirip Ikan Sembilang dengan Air Laut Hasil analisis regresi linier kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y = 0.006 + 0.145 (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = 0.796 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.634 (63.4%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam sedimen pada jaringan tulang sirip keras ikan sebesar 63.4%. (Gambar 15a). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 63,4% total Cd yang terkandung dalam jaringan tulang sirip keras ikan bersumber dari air laut. Regresi linier kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang
Y = 0.006 + 0.145 (X) R2 = 0.634 n = 24
0.040 0.035 0.030 0.025 0.020 0.015
a
0.010 0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
Kandungan Cd dalam tulang sirip keras (mg/l)
0.045
0.045 0.040 0.035
0.025 0.020 0.015
Y = 0.389 + 0.477 (X) R2 = 0.585 n = 24
1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8 0.7
c
0.6 0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
Kandungan Pb dalam air laut (mg/l)
b
0.010 0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
0.009
0.010
Kandungan Cd dalam air laut (mg/l)
1.5 1.4
Y = 0.006 + 3.920 (X) R2 = 0.662 n = 24
0.030
Kandungan Cd dalam air laut (mg/l)
2.0
Kandungan Pb dalam tulang sirip keras (mg/kg bb)
Kandungan Pb dalam tulang sirip keras (mg/kg bb)
Kandungan Cd dalam tulang sirip keras (mg/kg bb)
85
1.1
Y = 0.595 + 0.145 (X) R2 = 0.639 n = 24
1.0 0.9 0.8 0.7 0.6
d
0.5 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Kandungan Pb dalam air laut (mg/l)
Gambar 15 (a) Hubungan kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan. (b) Hubungan kandungan Cd dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. (c) Hubungan kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan. (d) Hubungan kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan. (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Katingan dengan model Y = 0.006 + 3.920 (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = 0.814 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Cd dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Cd dalam tulang sirip keras ikan dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.662 (66.2%) menunjukkan bahwa kontribusi Cd dalam sedimen pada jaringan tulang sirip keras ikan sebesar 66.2%. (Gambar 15b). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 66,2% total Cd yang terkandung dalam jaringan tulang sirip keras ikan bersumber dari air laut. Semakin tinggi kandungan Cd dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan
86 Katingan, maka kandungan Cd di dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang semakin tinggi. Kontribusi Cd dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan pada jaringan tulang sirip keras ikan Badukang serta Sembilang berkisar antara 63.4-66.2% Cd. Kontribusi Cd dalam air laut pada jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang di muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Hasil analisis regresi linier kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan Sembilang (mg/kg bb) dengan air laut (mg/l) di muara Sungai Kahayan dengan model Y = 0.389 + 0.477 (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = 0.765 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.585 (58.5%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam sedimen pada jaringan tulang sirip keras ikan sebesar 58.5% (Gambar 15c). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 58,5% total Cd yang terkandung dalam jaringan tulang sirip keras ikan bersumber dari air laut. Regresi linier kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan (mg/kg bb) di muara Sungai Katingan dengan air laut (mg/l) dengan model Y = 0.595 + 0.145 (X). Koefisien korelasi linier dengan nilai R = 0.799 (P<0.05) menunjukkan bahwa kandungan Pb dalam air laut berhubungan linier positif dan kuat dengan Pb dalam tulang sirip keras ikan dan signifikan (0.00). Koefisien determinasi dengan nilai R2 = 0.639 (63.9%) menunjukkan bahwa kontribusi Pb dalam sedimen pada jaringan tulang sirip keras ikan sebesar 63.9% (Gambar 15d). Hal demikian menunjukkan bahwa sekitar 63.9% total Pb yang terkandung dalam jaringan tulang sirip keras ikan bersumber dari air laut. Semakin tinggi kandungan Pb dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan, maka kandungan Pb dalam jaringan tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang semakin tinggi. Kontribusi Pb dalam air laut di muara Sungai Kahayan dan Katingan pada jaringan tulang sirip keras ikan Badukang serta Sembilang berkisar antara 58.5-63.9% Pb. Kontribusi Pb dalam air laut pada jaringan tulang sirip keras ikan di muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Menurut Hodgson dan Levi (2000) serta Manahan (2003), jaringan tulang sirip keras ikan mengakumulasi Pb sekitar 90-95%. Menurut Kennis (1992), toksisitas Hg (0.1 mg/l) yang terkandung dalam air laut lebih tinggi dibandingkan 0.2 mg/l Cd dan 10 mg/l Pb. Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam
87 jaringan tulang sirip keras ikan Badukang Sembilang mengganggu kegiatan enzim dan metabolisme. Hal ini berpotensi menyebabkan polimorfisme pada tulang sirip keras ikan Badukang dan Sembilang. Akumulasi Logam Berat dalam Berbagai Organ Kritis dan Ukuran Ikan Badukang Akumulasi Logam Berat dalam Organ Hati Ikan Badukang Hasil analisis statistik selang kepercayaan panjang baku (standar) ikan Badukang (Arius maculatus) berukuran kecil (panjang baku < 24 cm), sedang (panjang baku 24-30 cm) dan besar (panjang baku >30 cm). Jumlah data ukuran panjang ikan Badukang sebanyak 804 ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan organ hati, ginjal, insang ikan Badukang di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan air laut (Lampiran 8, 12-13 a-b). Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb dalam organ hati ikan Badukang berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Lampiran 1819a-b, 20a-b, 21a-b dan 22. Organ hati ikan berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam organ hati ikan berukuran kecil, sedang dan besar tidak berbeda nyata dibandingkan Hg (P<0.05). Kecuali kandungan Hg dalam organ hati ikan berukuran sedang di muara Sungai Kahayan yang berbeda nyata dibandingkan Cd (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa organ hati ikan berukuran kecil, sedang dan besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 16-19 kali lipat Hg yang terkandung dalam air laut dan kandungan Hg lebih tinggi dibandingkan Cd (2-5 kali lipat) dan Pb (1 kali lipat) (P<0.05), sedangkan organ hati ikan berukuran kecil, sedang dan besar mengakumulasi Cd yang terkandung dalam air laut lebih tinggi dibandingkan Pb (P<0.05). Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam organ hati ikan berukuran kecil, sedang dan besar di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan serta Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan stasiun 2 (P<0.05). Jika lihat lama ikan terpapar, hati ikan Badukang berukuran kecil di muara Sungai Kahayan serta Katingan mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Tingginya kandungan Hg, Cd dan Pb dalam hati ikan berukuran kecil terjadi karena organ filtrasi glomerulus dan ekskresi tubulus belum berfungsi optimal. Kondisi demikian menyebabkan sebagian logam
88 berat tidak dapat dilapas dikeluarkan melalui urine. Selain itu, enzim detoksifikasi Hg, Cd dan Pb dalam tubuh anak ikan belum tersedia. Walaupun tersedia, tetapi jumlahnya belum cukup. Menurut Lu (1995), kebanyakan ikan muda defesiensi berbagai enzim detoksifikasi dengan fungsi ekskresitorik belum optimum. Kandungan logam berat dalam hati ikan berukuran kecil, sedang dan besar pada morfologi ikan abnormal di muara Sungai Kahayan serta Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal (Lampiran 21a-b, 22). Akumulasi Hg, Cd dan Pb di dalam organ hati dapat mengganggu proses digesti, metabolisme dan sintesis protein. Sel hati berperan penting dalam menyingkirkan dan memisah asam amino, lemak, glukosa dan logam berat. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sel jaringan organ hati menerima dan mengolah logam berat sebelum dilepas keluar melalui ginjal. Kerusakan hati juga dapat mengganggu metabolisme lemak dan penyimpanan glikogen sebelum dirubah menjadi energi. Sel hati juga merupakan komponen struktural yang menyimpan dan memproduksi empedu, kolestrol, protein albumin dan mengolah limbah empedu, urea dan produk detoksik (WHO 2000). Hati merupakan pusat pembangkit panas sebelum molekul kompleks dipecahkan. Menurut Heath (1987), logam berat juga menganggu kegiatan enzim ATPase. Namun sel jaringan organ hati dapat melakukan regenerasi apabila sebagian besar sel rusak. Hal ini bukan berarti hati tidak dapat mengalami kerusakan permanen. Hati dapat gagal melakukan fungsinya apabila logam berat melebihi ambang toleransi optimum sel. Akumulasi Logam Berat dalam Organ Ginjal Ikan Badukang Hasil penelitian kandungan Hg, Cd dan Pb dalam ginjal ikan Badukang berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Lampiran 1819a-b, 20a-b, 21a-b dan 22. Organ ginjal ikan Badukang berukuran kecil, sedang, besar dimuara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedang kandungan Cd dalam organ ginjal ketiga ukuran ikan tidak berbeda nyata dibandingkan Hg (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa organ ginjal ikan Badukang berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 13-16 kali lipat Hg yang terkandung dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan Cd (2-4 kali lipat) dan Pb (1-2 kali lipat) (P<0.05), sedangkan organ ginjal ikan Badukang berukuran kecil, sedang, besar mengakumulasi Cd dalam air laut lebih tinggi dibandingkan Pb (P<0.05). Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam ginjal ikan
89 berukuran kecil di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Kondisi demikian jika dilihat dari lamanya ikan terpaparan logam berat. Ginjal ikan berperan penting dalam memfiltrasi dan mengekskresi logam berat keluar melalui urine. Kerusakan sel nepron ginjal menyebabkan logam berat yang terkandung dalam sel darah tidak dapat dibersihkan dan dilepas keluar tubuh ikan melalui urine. Rendahnya kandungan Hg, Cd dan Pb dalam ginjal ikan berukuran sedang dan besar (dewasa) diduga terjadi karena organ glomerulus dan tubulus sudah berfungsi ortimum dalam memfiltrasi dan mengekskresi logam berat melalui urine. Akumulasi logam berat dalam ginjal menyebabkan metabolisme terganggu. Organ ginjal ikan muda (berukuran kecil) sangat rentan dibandingkan ikan dewasa. Kondisi demikian terjadi karena enzim detoksifikasi belum tersedia. Kandungan logam berat dalam organ ginjal ikan berukuran kecil, sedang dan besar pada morfologi abnormal di muara Sungai Kahayan serta Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal. Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam jaringan organ ginjal dapat teroksidasi menjadi Hg2+, Cd2+ dan Pb2+ dengan toksisitas jauh lebih tinggi. Kondisi demikian dapat menyebabkan kerusak glomerulus dan tubulus. Namun Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi di dalam organ ginjal ikan mengganggu kegiatan enzim dan metabolisme (Cowan 1993; Hodgson dan Levi 2000). Pekatnya kandungan Hg, Cd dan Pb dalam ginjal ikan dapat menyumbat proksimal tubulus dan aliran cairan urine (WHO 2000). Kerusakan ginjal dapat mengganggu pembentukan hormon, amonia, vitamin D dan ekskresi glukosa (WHO 2000). Terganggunya fungsi ginjal menyebabkan keseimbangan cairan, volume dan elektrolit dijaringan organ tubuh ikan dan gagal ginjal. Akumulasi Logam Berat dalam Organ Insang Ikan Badukang Hasil analisis kandungan Hg, Cd, Pb dalam jaringan insang ikan Badukang berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Lampiran 18-19a-b, 20a-b, 21a-b dan 22. Jaringan organ insang ikan Badukang berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam jaringan insang tidak berbeda nyata dibandingkan Hg (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa jaringan insang ikan Badukang berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 12-17 kali lipat Hg yang terkandung dalam air laut
90 dan lebih tinggi dibandingkan Cd (2-3 kali lipat) dan Pb (1-2 kali lipat) (P<0.05), sedangkan kemampuan jaringan insang ikan Badukang berukuran kecil, sedang, besar mengakumulasi Cd dalam air laut lebih tinggi dibandingkan Pb (P<0.05). Insang ikan berukuran kecil mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Insang ikan berukuran sedang mengandung logam berat lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran besar. Hal ini menunjukkan bahwa gugus sulfur (-SH) dan nitrogen (-NH) yang terkandung dalam insang ikan kecil lebih reaktif dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam jaringan insang ikan Badukang berukuran kecil, sedang, besar pada morfologi abnormal tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal (P<0.05). Kecuali kandungan Hg dalam jaringan insang ikan berukuran kecil pada morfologi ikan abnormal di muara Sungai Katingan lebih tinggi dibandingkan normal (P<0.05). Faktor biokonsentrasi menunjukkan (BCF) bahwa organ insang ikan Badukang berukuran kecil, sedang, besar pada morfologi abnormal di muara Sungai Kahayan serta Katingan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam air laut tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal (P<0.05). Kecuali kemampuan organ insang ikan berukuran kecil pada morfologi ikan abnormal di muara Sungai Kahayan serta Katingan mengakumulasi Hg dalam air laut lebih tinggi dibandingkan ikan normal (P<0.05). Filamen dan lamela insang ikan berperan penting dalam menyerap dan mengakumulasi logam berat bersama dengan oksigen terlarut dalam air laut. Tingginya kandungan Hg, Cd dan Pb dalam jaringan insang ikan berukuran kecil berkaitan fungsi organ filtrasi dan ekskresi yang belum berfungsi optimum. Kandungan logam berat dalam insang ikan di muara Sungai Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan muara Sungai Kahayan. Menurut Darmono (2001) dan Lu (1995), logam berat yang terakumulasi dalam insang ikan dapat mensubstitusi kofaktor logam enzim seng (Zn) carbonik anhidrase yang berperan penting dalam menghidrolisis CO2. Terganggunya enzim tersebut menyebabkan metabolisme terganggu. Menurut Kai et al. (2003), logam berat dalam jaringan organ insang ikan menghambat kegiatan enzim carbonic anhidrase. Kondisi demikian menyebabkan kemampuan sel lamela insang menyerap oksigen menurun.
91 Organ ginjal ikan berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan insang dan hati. Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan hati, ginjal dan insang ikan menyebabkan nekrosis (WHO 2000). Menurut Voegborlo et al. (2007), kemampuan hati mengakumulasi Hg dalam air laut lebih tinggi dibandingkan insang dan ginjal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ginjal mengakumulasi Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan insang dan hati. Menurut Dural et al. (2006), organ hati ikan mengandung Cd lebih tinggi dibandingkan insang dan ginjal. Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam jaringan organ ginjal ikan menyebabkan proksimal tubulus tersumbat. Hal ini menyebabkan kandungan Hg, Cd dan Pb dalam tubulus ginjal semakin pekat dan mengganggu pembentukan urine, ekskresi logam berat dan hasil metabolit. Akumulasi Hg, Cd dan Pb menyebabkan saluran urine tersumbat. Akumulasi logam berat dalam sel lamela insang ikan akan mengganggu proses penyerapan dan penyaringan oksigen dalam air laut. Kegiatan mikroba dalam sedimen muara menyebabkan logam berat termetilasi (-CH3). Metil logam berat paling mudah terserap dan terakumulasi dalam sel lamela insang. Metil logam berat yang terakumulasi dalam insang menghambat penyerapan oksigen dalam air laut (Carroll dan Voltaire 1989). Akumulasi metil logam berat dalam sel lamela insang dan sel jaringan disekitar tulang filamen menghambat enzim carbonik anhidrase dan ATPase, sehingga metabolisme dan penyerapan oksigen dalam air laut terganggu. Komposisi kandungan total Hg dalam jaringan hati, ginjal dan insang ikan Badukang sebagai berikut: 2% Hg, 3% Cd dan 95% Pb. Kondisi demikian erat kaitannya dengan kandungan Hg, Cd dan Pb dalam air laut. Hg, Cd dan Pb dalam hati, ginjal, insang ikan Badukang dapat teroksidasi menjadi Hg2+, Cd2+ dan Pb2+ dengan toksisitas lebih tinggi. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam hati, ginjal, insang ikan Badukang berukuran kecil, sedang dan besar pada morfologi ikan abnormal dimuara Sungai Kahayan serta Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal (Gambar 16a). Kemampuan jaringan hati, ginjal, insang ikan Badukang berukuran kecil, sedang dan besar pada morfologi ikan abnormal di muara Sungai Kahayan serta Katingan mengakumulasi Hg, Cd serta Pb yang terkandung dalam air laut tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal (Tabel 19a-b).
Kandungan logam berat (mg/kg bb)
92 2.7000 2.4500 2.2000 1.9500 1.7000 1.4500 1.2000 0.9500 0.7000 0.4500 0.2000 -0.0500 Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Kecil
a
Sedang
Besar
Kecil
Sedang
Besar
Kecil
Sedang
Besar
Ginjal di wilayah muara Sungai Insang Morfologi tulangHati sirip keras ikan Badukang normal Kahayan Morpologi tulang sirip keras ikan Badukang abnormal di wilayah muara Sungai Kahayan Morfologi tulang sirip keras ikan Badukang normal di wilayah muara Sungai Katingan Morfologi tulang sirip keras ikan Badukang abnormal di wilayah muara Sungai Katingan
Faktor biokonsentrasi logam berat (BCF)
22.5000 20.0000 17.5000 15.0000 12.5000 10.0000 7.5000 5.0000 2.5000 0.0000
Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Kecil
Sedang Hati
b
Besar
Kecil
Sedang
Besar
Ginjal
Kecil
Sedang
Besar
Insang
Morfologi tulang sirip keras ikan Badukang normal di wilayah muara Sungai Kahayan Morfologi tulang sirip keras ikan Badukang abnormal di wilayah muara Sungai Kahayan Morfologi tulang sirip keras ikan Badukang normal di wilayah muara Sungai Katingan Morfologi tulang sirip keras ikan Badukang abnormal di wilayah muara Sungai Katingan
Gambar 16 (a) Nilai rata-rata kandungan logam berat (mg/kg bb) dalam organ hati, ginjal, insang ikan Badukang berukuran kecil (panjang baku < 24 cm), sedang (panjang baku 24-30 cm) dan besar (panjang baku > 30 cm) di muara Sungai Kahayan serta Katingan. (b) Nilai rata-rata faktor biokonsentrasi logam berat dalam organ hati, ginjal, insang ketiga ukuran ikan di muara Sungai Kahayan serta Katingan. Akumulasi Logam Berat dalam Berbagai Organ Kritis dan Ukuran Ikan Sembilang Akumulasi Logam Berat dalam Organ Hati Ikan Sembilang Hasil analisis statistik selang kepercayaan panjang baku (standar) ikan Sembilang (Plotosus canius) berukuran kecil (panjang baku < 34 cm) dan ikan berukuran sedang (panjang baku 34-49 cm) serta ikan berukuran besar (panjang baku > 49 cm). Jumlah data
93 ukuran panjang ikan Sembilang sebanyak 1022 ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan organ hati, ginjal, insang ikan di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan air laut (Lampiran 8, 15-16 a-b). Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam organ hati ikan Sembilang berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Lampiran 23-24a-b, 25-26a-b, 26a-b dan 27. Organ hati ketiga ukuran ikan di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Cd serta Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam organ hati di muara Sungai Kahayan dan Katingan tidak berbeda nyata dibandingkan Hg (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa organ hati ketiga ukuran ikan di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi Hg dalam air laut lebih tinggi dibandingkan Cd dan Pb (P<0.05), sedangkan kemampuan organ hati di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi Cd dalam air laut lebih tinggi dibandingkan Pb (P<0.05). Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam hati ikan berukuran kecil dimuara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran besar dan sedang. Kondisi demikian terjadi karena lamanya ikan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb jauh lebih singkat dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Organ hati berperan penting dalam mendetoksifikasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam jaringan organ tubuh ikan. Sel hati juga berperan penting menyingkirkan Hg, Cd dan Pb. Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam hati ikan dapat teroksidasi menjadi Hg2+, Cd2+ serta Pb2+ dengan toksisitas lebih tinggi terhadap sel jaringan tubuh ikan. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan sel jaringan hati ikan Sembilang. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam hati ikan Sembilang berukuran kecil, sedang dan besar pada morfologi abnormal tidak jauh berbeda dibandingkan normal. Kemampuan (BCF) organ hati ikan berukuran kecil, sedang dan besar pada morfologi abnormal mengakumulasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam air laut tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam organ hati ikan berukuran kecil, sedang dan besar pada morfologi di muara Sungai Kahayan tidak jauh berbeda dibandingkan muara Sungai Katingan. Ikan berukuran kecil (anak ikan) lebih peka terhadap pengaruh logam berat dibandingkan ikan dewasa (ikan berukuran sedang dan besar). Akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam hati ikan mengganggu sintesis protein dan pembentuk kolesterol dan penyimpanan glukosa (WHO 2000). Sel hepatika paling rentan
94 akibat toksisitas subletal Hg, Cd dan Pb. Namun sel hati ikan memiliki kemampuan melakukan regerasi. Toksisitas Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam hati dapat menyebabkan radang hati (hepatitis). Akumulasi Logam Berat dalam Organ Ginjal Ikan Sembilang Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam organ ginjal ikan Sembilang berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Lampiran 23-24a-b, 25-26a-b, 26a-b dan 27. Kandungan Pb dalam organ ginjal ikan berukuran kecil, sedang dan besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan Cd serta Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam organ ginjal ikan berukuran kecil, sedang, besar tidak berbeda nyata dibandingkan Hg (P<0.05). Kecuali kandungan Cd dalam organ ginjal ikan berukuran kecil, sedang dan besar di muara Sungai Kahayan lebih tinggi dibandingkan Hg (P<0.05). Kemampuan (BCF) organ ginjal ikan berukuran kecil, sedang dan besar di muara Sungai Kahayan serta Katingan mengakumulasi 13-16 kali lipat Hg dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan Cd (2-4 kali lipat) serta Pb (1-2 kali lipat) (P<0.05), sedangkan kemampuan organ ginjal ikan berukuran kecil, sedang dan besar dimuara Sungai Kahayan serta Katingan mengakumulasi Cd lebih tinggi dibandingkan Pb (P<0.05). Kandungan logam berat dalam ginjal ikan berukuran kecil di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran besar dan sedang. Kondisi demikian menunjukkan bahwa ikan berukuran kecil mengakumulasi Hg, Cd dan Pb jauh lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Tingginya kandungan Hg, Cd dan Pb dalam organ ginjal dapat menyebabkan sel filter glomerulus dan ekskresi tubulus ginjal rusak. Kerusakan jaringan filter glomerulus dan ekskresi tubulus menyebabkan Hg, Cd dan Pb dalam ginjal semakin pekat. Hasil analisis faktor biokonsentrasi menunjukkan bahwa afinitas Hg pada jaringan ginjal jauh lebih tinggi dibandingkan Cd dan Pb. Kondisi demikian menyebabkan ginjal ikan cepat mengalami kerusakan. Selain itu Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam ginjal dapat teroksidasi menjadi Hg 2+, Cd2+ dan Pb2+ dengan toksisitas jauh lebih tinggi (Rompas 2010). Kondisi demikian menyebabkan kerusakan jaringan organ ginjal ikan Sembilang. Hasil analisis kandungan Hg, Cd dan Pb dalam organ ginjal ikan berukuran kecil, sedang dan besar pada morfologi abnormal di muara Sungai Kahayan serta Katingan tidak berbeda nyata dibandingkan ikan normal (P<0.05). Kecuali kandungan Hg dalam organ
95 ginjal ikan berukuran kecil dan besar pada morfologi abnormal di muara Sungai Katingan yang lebih tinggi dibandingkan ikan normal (P<0.05). Kandungan Pb dalam organ ginjal ikan berukuran sedang pada morfologi abnormal lebih tinggi dibandingkan ikan normal. Kemampuan (BCF) organ ginjal ikan berukuran kecil, sedang dan besar pada morfologi abnormal di muara Sungai Kahayan serta Katingan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam air laut tidak berbeda nyata dibandingkan ikan normal (P<0.05). Kecuali kemampuan ginjal ikan berukuran kecil dan sedang pada morfologi abnormal di muara Sungai Katingan mengakumulasi Hg yang terkandung dalam air laut lebih tinggi dibandingkan normal (P<0.05). Kondisi demikian menunjukkan bahwa ikan berukuran kecil mengakumulasi Hg, Cd dan Pb jauh lebih singkat dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Namun kemampuan ikan berukuran kecil mengakumulasi Hg, Cd dan Pb yang terkandung dalam air laut jauh lebih tinggi bandingkan ikan berukuran besar. Organ ginjal ikan berukuran kecil (anak ikan) dan tua lebih rentan terhadap logam berat dibandingkan ikan dewasa (sedang). Menurut Heath (1987), ikan muda dan dewasa lebih rentan terhadap neprotoksisitas Hg dan Cd pada konsentrasi rendah. Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam organ ginjal mengganggu kegiatan metabolisme (Chao et a. 2006; Kai et al. 2006). Menurut WHO (2002), logam berat toksik merusak nepron ginjal. Jika 70% nepron ginjal yang rusak berarti menyebabkan retensi elektrolit dan cairan menurun sekitar 70%. Pada konsentrasi akut Hg, Cd dan Pb akan merusak tubulus ginjal dan menyebabkan gagal ginjal. Selain itu Hg, Cd dan Pb merusak reseptor kimia pada selaput sel, sehingga komunikasi antara sel jaringan organ tubuh ikan terganggu (Cowan 1993). Akumulasi Logam Berat dalam Organ Insang Ikan Sembilang Hasil analisis kandungan logam berat dalam organ insang ikan Sembilang berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan disajikan pada Lampiran 2324a-b, 25-26a-b, 26a-b dan 27. Organ insang berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg (P<0.05), sedangkan kandungan Cd dalam organ insang ikan Sembilang berukuran kecil, sedang, besar tidak berbeda nyata dibandingkan Hg (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa kemampuan organ insang berukuran kecil, sedang, besar dimuara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi 13-17 kali lipat Hg yang terkandung
96 di dalam air laut dan lebih tinggi dibandingkan Cd (2-3 kali lipat) dan Pb (1-2 kali lipat) (P<0.05), sedangkan organ insang berukuran kecil, sedang, besar di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengakumulasi Cd dalam air laut lebih tinggi dibandingkan Pb (P<0.05). Kandungan logam berat dalam insang ikan berukuran kecil di muara Sungai Kahayan dan Katingan lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Kondisi demikian menunjukkan bahwa sel lamela insang ikan berukuran kecil mengakumulasi Hg, Cd dan Pb jauh lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Tingginya kandungan Hg, Cd dan Pb dalam organ insang terjadi karena organ filter dan ekskresi pada glomerulus serta tubulus belum berfungsi optimum. Akumulasi Hg, Cd dan Pb di dalam sel jaringan insang dapat mensubstitusi kofaktor seng (Zn) carbonic anhidrase yang berperan dalam menghidrolisis CO2. Kondisi demikian menyebabkan metabolisme insang terganggu. Hasil analisis kandungan Cd dan Pb dalam organ insang ikan berukuran kecil, sedang dan besar pada morfologi abnormal di muara Sungai Kahayan serta Katingan tidak berbeda nyata dibandingkan ikan normal (P<0.05). Kecuali kandungan Cd dalam organ insang ikan berukuran sedang pada morfologi abnormal di muara Sungai Kahayan lebih tinggi dibandingkan ikan normal (P<0.05). Kandungan Hg dalam organ insang ikan berukuran kecil dan sedang pada morfologi abnormal di muara Katingan lebih tinggi dibandingkan ikan normal (P<0.05). Kandungan Hg dalam organ insang ikan berukuran sedang pada morfologi abnormal di muara Kahayan lebih tinggi dibandingkan ikan normal (P<0.05). Faktor biokonsentrasi (BCF) menunjukkan bahwa organ insang ketiga ukuran ikan pada morfologi abnormal di muara Sungai Kahayan serta Katingan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb dalam air laut tidak berbeda nyata dibandingkan normal (P<0.05). Kecuali kemampuan organ insang ikan berukuran kecil pada morfologi abnormal di muara Sungai Kahayan mengakumulasi Hg dalam air laut lebih tinggi dibandingkan ikan normal (P<0.05). Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam insang ikan berukuran kecil, sedang dan besar di muara Katingan lebih tinggi dibandingkan muara Sungai Kahayan. Hg, Cd dan Pb yang terakumulasi dalam insang ikan dapat teroksidasi menjadi Hg2+, Cd2+ dan Pb2+, sehingga menyebabkan metabolisme sel lamela insang terganggu. Menurut Heath (1987) dan Darmono (2001), akumulasi Hg, Cd dan Pb dalam organ insang ikan akan menghambat kegiatan enzim ATPase dan carbonic anhidrase. Hal demikian menyebabkan hidrolisis
Kandungan logam berat (mg/kg bb)
97 2.7000 2.4000 2.1000 1.8000 1.5000 1.2000 0.9000 0.6000 0.3000 0.0000 Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Kecil
Besar
Kecil
Hati
a Faktor biokonsentrasi logam berat (BCF)
Sedang
Sedang
Besar
Kecil
Ginjal
Sedang
Besar
Insang
Morfologi tulang sirip keras ikan Sembilang normal di wilayah muara Sungai Kahayan Morfologi tulang sirip keras ikan Sembilang abnormal di wilayah muara Sungai Kahayan Morfologi tulang sirip keras ikan Sembilang normal di wilayah muara Sungai Katingan Morfologi tulang sirip keras ikan Sembilang abnormal di wilayah muara Sungai Katingan
22.0000 20.0000 18.0000 16.0000 14.0000 12.0000 10.0000 8.0000 6.0000 4.0000 2.0000 0.0000 Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Hg Cd Pb Kecil
Sedang Hati
b
Besar
Kecil
Sedang Ginjal
Besar
Kecil
Sedang
Besar
Insang
Morfologi tulang sirip keras ikan Sembilang normal di wilayah muara Sungai Kahayan Morfologi tulang sirip keras ikan Sembilang abnormaldi wilayah muara Sungai Kahayan Morfologi tulang sirip keras ikan Sembilang normal di wilayah muara Sungai Katingan Morfologi tulang sirip keras ikan Sembilang abnormal di wilayah muara Sungai Katingan
Gambar 17 (a) Nilai rata-rata kandungan logam berat (mg/kg bb) dalam organ hati, ginjal, insang ikan Sembilang berukuran kecil (panjang baku < 34 cm), sedang (panjang baku 34-49 cm) dan besar (panjang baku > 49 cm) muara Sungai Kahayan serta Katingan. (b) Nilai rata-rata faktor biokonsentrasi logam berat dalam organ hati, ginjal, insang ikan Sembilang berukuran kecil, sedang dan besar muara Sungai Kahayan serta Katingan. CO2 dalam sel lamela insang, metabolisme dan penyerapan oksigen terganggu. Hasil analisis kandungan Pb dalam organ hati, ginjal, insang berukuran kecil, sedang dan besar di muara Sungai Kahayan serta Katingan cenderung lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg. Kemampuan (BCF) organ hati, ginjal dan insang berukuran kecil, sedang dan besar di-
98 muara Sungai Kahayan serta Katingan mengakumulasi Hg lebih tinggi dibandingkan Cd dan Pb. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam hati, ginjal, insang ikan berukuran kecil lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar. Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam ginjal ikan berukuran kecil, sedang dan besar di muara Sungai Kahayan serta Katingan lebih tinggi dibandingkan insang dan hati. Kemampuan (BCF) organ ginjal ikan mengakumulasi logam berat lebih tinggi dibandingkan insang dan hati (Lampiran 26a-b, 27). Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam hati, ginjal, insang ikan berukuran kecil, sedang dan besar pada morfologi abnormal cenderung tidak berbeda nyata dibandingkan ikan normal (Gambar 21a). Kandungan total Hg, Cd dan Pb di dalam hati, ginjal dan insang ikan Sembilang dengan komposisi 2% Hg, 3% Cd dan 95% Pb. Hal ini berpengaruh terhadap perkembangan sel jaringan hati, ginjal, insang ikan berukuran kecil, sedang dan besar dan polimorfisme tulang sirip keras. Menurut Goldenthel (1971) dalam Lu (1995), organ ikan berumur muda lebih rentan dibanding ikan dewasa, karena defesiensi enzim detoksifikasi. Akumulasi logam berat menyebabkan perubahan morfologi (Mayr 2010). Penyebaran Logam Berat pada Biota Muara Sungai Pertambangan, pengawetan kayu, kebakaran hutan dan gambut, pertanian, perkebunan dan pemukiman merupakan sumber penyebab perairan tercemar logam berat. Aliran air hujan yang jatuh dilokasi kegiatan manusia di atas menyebabkan logam berat yang terkandung dalam tanah tererosi, larut dan terangkut ke perairan sungai hingga muara. Tanah, batuan dan gambut di wilayah Kalimantan Tengah mengandung Hg, Cd dan Pb. Suhu dan curah hujan yang tinggi mempercepat pelapukan batuan. Kebakaran hutan dan gambut serta lahan pertanian di wilayah ini salah satu yang paling menonjol dan hampir terjadi setiap musim kemarau. Kelalaian masyarakat wilayah ini menyebabkan kebakaran hutan, gambut, lahan perkebunan dan pertanian. Kondisi demikian menyebabkan udara dan perairan sungai hingga muara tercemar logam berat. Kegiatan tambang emas tradisional tanpa ijin menyebabkan logam berat yang terkandung dalam tanah terlepas keperairan. Pertambangan emas, kebakaran hutan, perkebunan, pertanian dan pemukiman menyebabkan luas hutan di Kalimantan Tengah semakin berkurang setiap tahun. Hal ini menyebabkan banjir dan kenaikan suhu udara. Bekas lokasi tambang, kebakaran hutan dan gambut di Kalimantan Tengah belum menunjukkan tanda-tanda penghijauan kembali. Penghijauan di wilayah ini hanya dilakukan oleh alam sendiri.
99 Pengusaha hanya menikmati hasil di atas penderitaan masyarakat karena perairan dan ikan terpapar logam berat. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa air laut, sedimen, plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan mengandung Hg, Cd serta Pb yang disajikan pada Lampiran 8-11, 13,15, 16, 18-19a-b, 21a-b, 22, 23-24a-b, 26a-b dan 27. Semua biota perairan mengakumulasi Hg, Cd dan Pb hingga beberapa kali lipat yang terkandung dalam habitatnya. Logam berat yang terakumulasi dalam biota laut dapat terbiotranformasi dan terbiomagnifiksi melalui jaringan rantai makanan. Hal demikian menyebabkan kandungan logam berat dalam biota pemangsa jauh lebih tinggi dibandingkan mangsa (Gambar 18). Biota laut dapat bermigrasi dari habitat ke habitat lain yang tidak terpapar logam berat. Kondisi demikian menyebabkan semua biota pemangsa mengandung logam berat. Sedimen juga mengakumulasi logam berat yang terkandung dalam air laut dan setiap waktu menjadi sumber paparan logam berat dalam air laut dan biota. Arus, angin, gelombang dan kegiatan mikroba anaerobik dalam sedimen dapat menyebabkan logam berat dalam sedimen terlapas ke dalam air laut. Kegiatan mikroba anaerobik dalam sedimen menyebabkan logam berat termetilasi (-CH3) dan larut dalam air laut. Toksisitas metil logam berat sangat tinggi pada jaringan hidup. Hal ini menyebabkan perkembangan sel jaringan organ tubuh ikan terganggu. Menurut Hodgson dan Levi (2000), biota laut mengakumulasi metil logam berat dalam air laut sangat tinggi. Limbah insektisida, fungisida dan herbisida pertanian dan pengawetan kayu menyebabkan organ tubuh biota laut terpapar metil, etil, alkil dan fenil logam berat.
Limbah insektisida,
fungisida dan herbisida mengandung senyawa organik (CH3-Hg) dan anorganik (HgCl2, CdCl2, PbCl2) yang sangat toksik dan sistemik terhadap sel jaringan biota laut. Hasil analisis regresi dan korelasi linier di atas menunjukkan kandungan logam berat dalam biota laut berkaitan erat dengan logam berat yang terkandung di dalam perairan (Gambar 9, 10, 11, 13, 15). Hal ini menunjukkan bahwa biotransformasi dan biomagnifikasi logam berat melalui rantai makanan lebih lambat dibandingkan air laut. Kegiatan insang ikan menyaring oksigen secara berkelanjutan menyebabkan oksigen dan logam berat terserap dan terakumulasi dalam sel lamela insang dan diangkut sirkulasi darah ke hati. Kulit dan saluran pencernaan biota laut berperan penting dalam mengakumulasi logam berat dalam air dan makanan. Logam berat yang larut dalam air laut diserap oleh dinding saluran pencernaan dan kulit, selanjutnya pindah ke biota laut melalui rantai makanan.
100
Ikan Herbivor: - Gastromyzon sp - Valamugil sp, - Liza sp
Ikan Omnivor: - Johnius sp - Cyanoglossus sp - Osteogeneiosus militaries
Ikan Karnivor: - Arius maculatus - Plotosus canius
Ikan Karnivor: - Pristis pristis - Scoliodon sp - Hymantura sp
Reptil: - Ular laut - Biaya muara Aves: - Burung
Zooplankton
Sumber Hg,Cd, Pb dalam air: - Pertambangan. - Kebakaran hutan dan gambut. - Pengawet kayu - Pertanian. - Pemukiman. - Erosi.
Mamalia: - Ikan pesut - Berang-berang
Molusca: - Mysella)
Fitoplankton
Hg, Cd, Pb dalam air
Hg, Cd, Pb dalam sedimen
Crustacea: - Pasiphaea - Talitrus - Gammarus
Polichaeta - Neries - Pherusa
Oligochaeta - Olitelia
Hirudinea - Pontobdella
Nemertinea - Lineus Tetrastemm a
Priapuluidea - Priapulus
Keterangan: 1 Warna biru menunjukkan kandungan Hg, Cd dan Pb yang diteliti. 2 Garis panah warna hitam menunjukkan lokasi paparan Hg, Cd dan Pb. 3 Garis panah putus-putus berwarna hijau menunjukkan lokasi akumulasi Hg, Cd dan Pb setelah biota mati. Gambar 18 Sebaran Hg, Cd, Pb dalam perairan hingga biota laut di muara sungai Kahayan serta Katingan
101 Sebaran logam berat melalui biotranformasi dan biomagnifikasi dari tingkat yang paling rendah hingga pemangsa paling tinggi disajikan dalam Gambar 18. Semua jaringan organ tubuh biota laut mengandung gugus sulfur (sulfhidril –SH) dan nitrogen (amina -NH) serta oksigen (karboksilat –COOH dan hidroksil –OH) yang dapat mengikat Hg, Cd dan Pb secara kovalen (Widowati et al. 2008). Gugus sulfur (sulfhidril –SH) dan nitrogen (amina –NH) mengikat logam berat sangat kuat (Cowan 1993). Menurut Davis (2003), plankton berperan penting dalam rantai makanan biota laut. Zooplankton dan anak ikan setelah cadangan makanan dalam kuning telus habis akan memangsa fitoplankton. Hal ini menyebabkan logam berat yang terkandung dalam fitoplankton diakumulasi oleh zooplankton dan anak ikan. Anak ikan juga memangsa zooplankton, selanjunya anak ikan dimangsa oleh predator pemangsa yang lebih tinggi. Plankton merupakan makanan ikan herbivor, omnivor, anak ikan karnivor yang hidup di muara sungai. Plankton merupakan makanan Molusca serta makrobentos lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa biotransformasi dan biomagnifikasi logam berat melalui rantai makanan memiliki peran yang sangat penting dalam penyebaran logam berat dari air laut ke biota pemangsa paling tinggi. Penyebaran logam berat melalui rantai makanan dapat menjangkau biota laut di habitat lain hingga manusia. Kondisi demikian menunjukkan bahwa logam berat dalam air dapat menjangkau semua mahluk hidup melalui jaringan rantai makanan. Penyebaran biota laut sangat tergantung dengan penyebaran mangsa. Jika habitat tercemar berat, maka biota mangsa menghilang bersama pemangsa. Jadi paparan logam berat dalam air dapat menjangkau semua plankton, makrobentos, mamalia laut, ikan, burung dan hewan darat hingga manusia. Sedimen merupakan kumpulan mineral, fosil biota laut serta darat. Oleh karena itu, kandungan logam berat dalam sedimen sangat tergantung dengan kondisi lingkungan darat dan laut disekitar muara. Arus, angin dan gelombang dapat menyebabkan logam berat dalam sedimen terlepas ke badan air laut dan di akumulasi oleh plankton, makrobentos dan ikan Badukang serta Sembilang, burung dan hewan darat hingga manusia.
102
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Plankton di muara Sungai Kahayan dan Katingan dapat dipisahkan dengan larutan gula dengan kemurnian plankton yang diperoleh berkisar antara 75-85%. Larutan gula yang digunakan dengan perbandingan 70% air suling dan 30% gula pasir. Air laut, sedimen, plankton, polichaeta, organ tubuh ikan Badukang dan Sembilang di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Pb lebih tinggi dibandingkan Cd dan Hg. Kemampuan plankton dan polichaeta mengakumulasi Hg yang terkandung di dalam air laut jauh lebih tinggi dibandingkan Pb dan Cd. Kemampuan sedimen dan organ tubuh ikan mengakumulasi Hg yang terkandung di dalam sedimen jauh lebih tinggi dibandingkan Cd dan Pb. Kandungan logam berat dalam air laut, sedimen, plankton, polichaeta, tulang sirip keras ikan di wilayah stasiun 1 muara Sungai Kahayan serta Katingan tidak jauh berbeda dibandingkan stasiun 2. Sedimen di muara Sungai Kahayan dan Katingan mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan plankton, organ tubuh ikan, polichaeta dan air laut. Organ tubuh ikan berukuran kecil (ikan muda) mengandung Hg, Cd dan Pb lebih tinggi dibandingkan ikan berukuran sedang dan besar (ikan dewasa). Ginjal ikan mengandung Hg, Cd dan Pb lebih lebih tinggi dibandingkan insang dan hati. Kandungan logam berat di dalam sedimen, plankton, organ tulang sirip keras ikan berkorelasi positif dan sangat kuat dengan logam berat yang terkandung di dalam air laut. Kandungan logam berat yang terkandung di dalam polichaeta berkorelasi positif dan sangat kuat dengan logam berat yang terkandung di dalam sedimen. Kontribusi logam berat yang terkandung di dalam air laut pada sedimen, plankton dan organ tulang sirip keras ikan berkisar antara 60-75%. Kontribusi logam berat dalam sedimen pada polichaeta berkisar antara 60%. Semakin tinggi kandungan logam berat perairan, maka kandungan logam berat dalam sedimen dan biota laut semakin tinggi. Kandungan logam berat dalam organ tubuh ikan Badukang dan Sembilang berukuran kecil, sedang, besar abnormal tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal. Kemampuan (BCF) organ tubuh ikan Badukang dan Sembilang berukuran kecil, sedang, besar abnormal mengakumulasi logam berat dalam air laut tidak jauh berbeda dibandingkan ikan normal.
103 Kandungan Hg, Cd dan Pb dalam air laut, sedimen, plankton, polichaeta dan organ tubuh ikan di muara Sungai Kahayan tidak jauh berbeda dibandingkan muara Sungai Katingan. Kandungan logam berat dalam jaringan tulang sirip keras lebih tinggi dibandingkan ginjal, insang dan hati. Saran Perlu diteliti lebih lanjut mengenai kandungan logam berat di dalam ikan permukaan pemakan plankton yang hidup perairan muara sungai. Hal ini terjadi karena plankton mengakumulasi logam berat yang terkandung dalam air laut sangat tinggi. Kondisi demikian sangat mungkin ikan pemakan plankton mengandung logam berat jauh lebih tinggi dibandingkan ikan Badukang dan Sembilang.