174
ISSN 0216 - 3128
Sofia L., dkk.
KAJIAN TERHADAP PENGARUH PENAMBAHAN LIOH PADA PWSCC KOMPONEN BEJANA TEKAN REAKTOR PWR Sofia L. Butarbutar, Geni Rina Sunaryo, Febrianto Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Gd. 80 Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang 15310 Email:
[email protected]
ABSTRAK KAJIAN TERHADAP PENGARUH PENAMBAHAN LiOH PADA PWSCC KOMPONEN BEJANA TEKAN REAKTOR PWR. Primary Water Stress Corrosion Cracking (PWSCC) merupakan salah satu jenis degradasi yang dapat mengurangi keandalan material Alloy 600 yang digunakan sebagai material salah satu komponen dalam bejana tekan. PWSCC dapat ditekan dengan cara mengendalikan kimia air pendingin primer melalui pengaturan pH yaitu menambahkan LiOH (lithium hidroksida). Lithium hidroksida ditambahkan ke dalam air pendingin primer untuk menjaga kestabilan pH karena adanya penurunan pH akibat penambahan asam borat yang dapat meningkatkan laju korosi. Tujuan utama yang akan dijelaskan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui signifikansi pengaruh LiOH terhadap PWSCC. Metoda yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah kajian dari beberapa literatur. Pada kondisi saat ini, konsentrasi LiOH yang ditambahkan ke dalam pendingin primer untuk menjaga pH tetap 6,9 - 7,4 adalah sekitar 2,2 ppm. Konsentrasi LiOH harus dijaga, karena apabila melebihi 2,2 ppm dapat meningkatkan laju korosi Alloy 600. Oleh karena itu pH harus dikendalikan dengan mengkoordinasikan konsentrasi asam borat, lithium dan Enriched Boric Acid (EBA) yang akan mengurangi jumlah total boron dan lithium hidroksida yang ada dalam air pendingin reaktor. Konsentrasi lithium yang tinggi juga dapat mempengaruhi inisiasi retak PWSCC. Oleh karena itu untuk memperkecil kemungkinan terjadinya PWSCC perlu dikendalikan jumlah penambahan lithium selama operasi reaktor berlangsung. Kata kunci: PWR, lithium hidroksida, asam borat, pH, PWSCC, air pendingin primer
ABSTRACT STUDY ON THE EFFECT OF LiOH ADDITION ON THE PWSCC OF PRESSURED VESSEL OF PWR REACTOR. Primary Water Stress Corrosion Cracking (PWSCC) is type of degradation that could decrease the reliability of Alloy 600 which is used as one of component material in pressure vessel. PWSCC can be supressed by controlling the primary coolant water chemistry through pH value setting by adding LiOH (lithium hydroxide). Lithium hydroxide is added into the primary cooling water to maintain a stable pH due to pH decreasing as a consequence of boric acid addition which can increase the rate of corrosion. The main purpose of which will be described in this paper is the signification influence of LiOH on PWSCC. The method used in this paper is a review of some literatures. In current conditions, the concentration of LiOH added to the primary coolant to maintain the pH remained 6.9 to 7.4 is around 2.2 ppm. LiOH concentration must be maintained, because if it exceeds 2.2 ppm, it can increase the rate of corrosion of Alloy 600. Therefore, the pH must be controlled by coordinating the concentration of boric acid, lithium and Enriched Boric Acid (EBA) that can reduce the quantity of boron and lithium hydroxide in reactor coolant. High concentration lithium may also affect the crack initiation PWSCC. Therefore, to minimize the possibility of PWSCC need to be controlled amount of addition of lithium during the reactor operation. Key words: PWR, lithium hydroxide, boric acid, pH, PWSCC, primary coolant water
PENDAHULUAN
B
ejana tekan reaktor PWR merupakan komponen pressure boundary yang paling penting terkait perannya dalam keselamatan, yaitu sebagai penghalang lepasnya produk fisi. Oleh karena itu perlu dijaga integritas struktur materialnya agar sebuah reaktor dapat dioperasikan sesuai dengan umur desainnya.[1] Alloy 600 banyak digunakan sebagai material pada beberapa komponen PWR, antara lain: tube
pembangkit panas, heater sleeves, control rod drive mechanisms (CRDM) nozzles, dan hot leg penetrations. Alloy 600 adalah paduan yang kandungan nikelnya tinggi, akan tetapi paduan ini rentan terhadap korosi Primary Water Stress Corrosion Cracking (PWSCC). Bejana tekan dan komponen-komponennya dioperasikan pada temperatur dan tekanan tinggi dalam air pendingin primer yang bersifat agresif yang bisa menimbulkan PWSCC. Salah satu cara untuk meminimasi terjadinya PWSCC adalah dengan mengontrol kimia
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011
Sofia L., dkk.
ISSN 0216 - 3128
air, yaitu dengan menginjeksikan hidrogen, menambahkan lithium dan seng (Zn). [2] Pada kajian sebelumnya telah dibahas pengaruh penambahan hidrogen pada air pendingin primer, yaitu dapat menekan kandungan oksigen terlarut.[3] Berkurangnya kandungan oksigen terlarut akan menurunkan nilai Electrochemical Corrosion Potential (ECP) sehingga dapat menekan proses korosi. Lithium dalam bentuk LiOH ditambahkan untuk menaikkan nilai pH air pendingin yang turun akibat penambahan asam borat, sedangkan seng ditambahkan untuk menurunkan tingkat paparan radiasi yang disebabkan Cobalt-60 yang merupakan kontributor utama tingginya paparan radiasi pada reaktor nuklir Makalah ini bertujuan untuk memaparkan sejauh mana pengaruh kandungan lithium terhadap PWSCC serta koordinasi Li-B dalam mempertahankan nilai pH yang sesuai untuk mengendalikan laju korosi.
TINJAUAN PUSTAKA PWSCC pada komponen bejana tekan reaktor PWSCC merupakan suatu kejadian korosi yang disebabkan tiga faktor yang ada secara bersamaan, yaitu: lingkungan, tegangan, dan material. Dengan mengeliminasi salah satu faktor tersebut secara prinsip dapat mencegah terjadinya PWSCC. [4] Untuk mengurangi dampak PWSCC, adalah penting untuk memahami perilaku korosi bahan dan pengendaliannya. Perilaku korosi sangat dipengaruhi oleh kombinasi dari kualitas air dan material. Alloy 600 dipilih sebagai material komponen bejana tekan reaktor karena memiliki ketahanan korosi general yang baik di lingkungan air temperatur tinggi, sehingga berdampak positif terhadap rendahnya produk korosi dalam air pendingin serta rendahnya laju penipisan dinding. Akan tetapi material ini
175
rentan terhadap PWSCC. [5] PWSCC diketahui telah terjadi pada nosel CRDM yang terekspos pada lingkungan bertemperatur tinggi. Retak yang terjadi pada nosel CRDM, diakibatkan oleh PWSCC, dapat menyebabkan kebocoran air reaktor yang merambat ke permukaan luar reactor vessel head yang tidak terproteksi oleh baja tahan karat. Hal ini akan menyebabkan terdepositnya kristal asam borat pada penutup bagian atas bejana tekan reaktor dan mengakibatkan terjadinya korosi asam borat (Boric Acid Corrosion).[6]
Kimia air primer reaktor PWR Air ringan digunakan sebagai pendingin primer pada reaktor tipe PWR yang merupakan media agresif jika terjadi kontak dengan material, terutama pada temperatur tinggi, sehingga harus dikendalikan karena dapat menyebabkan terjadinya korosi pada material struktur. Kimia air yang diaplikasikan pada PWR harus menjamin integritas dan keandalan untai primer termasuk elemen bahan bakar, karena pengelolaan kimia air merupakan salah satu opsi yang bisa dilakukan untuk menjaga integritas komponen setelah reaktor beroperasi. [7] Pendingin primer dikendalikan secara kimia dengan penambahan asam borat, LiOH dan hidrogen. Boron dalam bentuk asam borat ditambahkan sebagai chemical shim untuk mengendalikan neutron. Asam borat menyebabkan penurunan pH dan berdampak buruk terhadap integritas struktur dan keselamatan, sehingga perlu ditambahkan lithium untuk menaikkan pH. Hidrogen ditambahkan untuk menekan produk radiolisis terutama mengendalikan jumlah oksigen terlarut. Konsentrasi kimia air pendingin yang ditambahkan dalam pendingin reaktor bervariasi untuk setiap reaktor PWR dari berbagai negara seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1[8].
Tabel 1. Spesifikasi Kimia Air Pendingin Reaktor PWR [8] Indikator Satuan PWR Jepang Babcock & Wilcox pH pada 250C 4,2 – 10,5 4,6 – 8,5 LiOH sbg 7Li+ ppm 0,2 – 2,2 0,2 – 2,0 Asam Borat sbg B ppm 0 – 4000 0 – 2100 Hidrogen cc/kg 23-35 15-40 Oksigen, maks ppm 0,005 Klorida, maks ppm 0,05 0,10 Fluorida, maks ppm 0,05 0,10 Jumlah padatan yg ppm 0,1 tersuspensi Besi, maks ppm 0,05 Silika, maks ppm 0,5 Kekeruhan ppm 1,0 *) diukur dalam ppb
VGB, FRG 0,2 – 2,0 2-4* 0,05 0,20 -
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011
176
ISSN 0216 - 3128
Fokus utama program kimia air adalah pengendalian pH. Untuk PWR yang beroperasi sekarang, pH pendingin dijaga pada rentang 6,9 – 7,4 selama operasi satu siklus. Nilai pH dikendalikan dengan menyesuaikan konsentrasi LiOH dan asam borat dalam air pendingin. Opsi yang paling banyak dipilih adalah modifikasi koordinasi kimia lithium dan boron, seperti tampak pada Gambar 1.
Sofia L., dkk.
serta akan menjadi pengotor pada sistem pendingin. Tentu hal ini sangat tidak diinginkan, karena adanya radiasi neutron akan mengaktivasi produk korosi tersebut menjadi bahan radioaktif yang dapat terendapkan di tempat-tempat yang tidak diinginkan sehingga dapat meningkatkan paparan radiasi bagi pekerja. Oleh karena itu nilai pH perlu dijaga pada rentang 6,9 – 7,4, karena pH yang netral sifat korosinya berkurang. Demikian juga dengan pH tinggi, laju korosi Alloy 600 cenderung meningkat, dikarenakan film oksida yang bersifat pelindung yang terdapat pada permukaan logam akan menjadi lebih mudah larut.
Gambar 1. Skema pengendalian pH di Jepang[9] Gambar 1 menunjukkan skema pengendalian pH air pendingin primer PWR yang diterapkan di Jepang. Pada awal daur jumlah boron yang ditambahkan mencapai sekitar 1800 ppm, agar pH tetap pada batas yang diinginkan maka lithium ditambahkan sampai sekitar 3,5 ppm. Namun hal ini tidak lagi direkomendasikan karena dapat meningkatkan risiko terjadinya retak pada Alloy 600. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi lithium dan boron sampai konsentrasi lithium konstan sekitar 2,2 ppm. Pada akhir siklus, dimana konsentrasi boron semakin berkurang dan demikian juga dengan lithium yang dibutuhkan tidak menimbulkan masalah yang berarti. Pengaruh penambahan lithium dengan konsentrasi yang tinggi pada pendingin primer dapat menyebabkan korosi Zircaloy dan retak pada Inconel (Alloy 600)[10]. Inilah alasan utama untuk menjaga konsentrasi lithium, karena penambahan konsentrasi yang lebih sedikit dapat menurunkan pH air pendingin yang bisa memicu terjadinya perubahan bentuk oksida yang akan menyebabkan peningkatan dosis paparan radiasi pada instalasi nuklir tersebut.
PEMBAHASAN Salah satu cara pengendalian konsentrasi O 2 terlarut dalam pendingin adalah dengan menambahkan suatu bahan kimia. Pada reaktor jenis PWR untuk mengatasi turunnya nilai pH air pendingin akibat penambahan asam borat, maka dilakukan penambahan LiOH sekitar 2,2 ppm agar reaktor dapat dioperasikan pada pH optimal. [11] Dampak yang diakibatkan oleh pH rendah diantaranya adalah mempercepat terjadinya proses korosi sehingga terbentuklah produk korosi berupa kerak seperti Fe 3 O 4 yang dapat mengganggu efektivitas pengambilan panas pada bahan bakar,
Gambar 2. Pengaruh konsentrasi lithium[12] Pada Gambar 2 dapat dilihat pengaruh penambahan lithium terhadap paparan radiasi dan korosi yang diakibatkannya. Untuk paparan radiasi, semakin tinggi konsentrasi lithium yang ditambahkan ke dalam pendingin primer maka paparan radiasi yang terjadi akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan asam borat yang ditambahkan ke dalam pendingin primer yang berfungsi sebagai pengendali reaktivitas akan menurunkan pH dan berdampak pada percepatan laju korosi. Untuk mengatasinya maka Li dalam bentuk LiOH ditambahkan ke dalam pendingin sebagai pengendali pH pada rentang 6,9 – 7,4. Pada pH sekitar 6,9
produk korosi lebih cenderung terdeposit di luar teras sehingga meningkatkan paparan radiasi. Sebaliknya pengoperasian pada pH di atas 7,4 dapat menurunkan paparan radiasi. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa penambahan lithium kurang dari 3 ppm sangat signifikan dalam menurunkan paparan radiasi, dan penambahan lebih dari 3 ppm disisi lain akan cenderung stabil. Konsentrasi lithium menurunkan paparan radiasi tetapi meningkatkan risiko retak pada Alloy 600 dan korosi kelongsong bahan bakar. Pada penambahan lithium sekitar 4 – 5 ppm dapat meningkatkan risiko retak pada Alloy 600, sedangkan risiko korosi kelongsong bahan bakar meningkat apabila lithium yang ditambahkan lebih dari 5 ppm. Oleh karena itu, konsentrasi lithium perlu dijaga pada batas yang aman untuk integritas material di lingkungan air pendingin reaktor.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011
Sofia L., dkk.
ISSN 0216 - 3128
Mengingat konsentrasi lithium yang ditambahkan ke dalam pendingin primer tidak boleh lebih besar dari 2,2 ppm, sekalipun penambahan boron berbeda-beda selama daur bahan bakar, sehingga dikembangkan penggunaan asam borat diperkaya (Enriched Boric Acid, EBA). EBA merupakan perkayaan isotop B-10 (Natural Boric Acid, NBA) yang berperan dalam penyerapan neutron dari sekitar 19,2 % menjadi sekitar 65 %. Dengan menggunakan EBA maka mengurangi jumlah total boron dan lithium hidroksida dalam air pendingin reaktor. Konsentrasi lithium yang rendah pada pendingin primer lebih diinginkan karena dapat meminimasi potensial korosi kelongsong bahan bakar Zircaloy.[13] Gambar 3 menunjukkan perbedaan daur EBA dan NBA. Pada daur EBA, pH 6,9 – 7,4 lebih memungkinkan dapat dipertahankan dengan menggunakan konsentrasi lithium 2,2 ppm sepanjang daur bahan bakar dibanding menggunakan Non EBA yang dapat melampaui batas atas pH yang ditetapkan. Halangan utama dalam pengaplikasian EBA adalah masalah biaya.
Gambar 3. Data kimia asam borat natural dan asam borat diperkaya[14] Pengaruh penambahan lithium terhadap PWSCC sendiri adalah dapat mempercepat waktu inisisasi. Hal ini disebabkan pada awal siklus operasi dibutuhkan asam borat yang sangat besar, sehingga untuk menjaga pH mendekati 7,4 maka ditambahkan lithium dengan konsentrasi cukup besar. Penambahan lithium yang dalam jumlah besar akan menaikkan pH air pendingin sehingga dapat merusak lapisan oksida yang terdapat pada permukaan logam yang bersifat protektif. Dengan rusaknya lapisan oksida tersebut maka akan terjadi inisiasi retak pada material tersebut. Tujuan koordinasi Li/B adalah untuk mendapatkan nilai pH 6,9 – 7,4 sehingga dapat mengatasi masalah terdeposisinya produk korosi pada bahan bakar dan korosi kelongsong bahan bakar. Koordinasi ini diperlukan karena pada awal operasi reaktor jumlah boron yang digunakan sekitar 1800 ppm dan lama kelamaan akan berkurang seiring waktu operasi, dan tentu jumlah lithium yang ditambahkan harus disesuaikan untuk mengatasi peningkatan pH akibat penambahan boron. pH
177
tertinggi yang diijinkan adalah 7,4 dimana jumlah boron semakin berkurang sedang lithium dijaga pada konsentrasi konstan. Ini merupakan alasan pentingnya koordinasi Li/B sepanjang operasi satu siklus reaktor.
KESIMPULAN Salah satu cara pengendalian kimia air adalah dengan menambahkan suatu bahan kimia untuk mengurangi terbentuknya produk radiolisis dan penyesuaian pH. Pada reaktor jenis PWR untuk mengatasi menurunnya nilai pH air pendingin akibat penambahan asam borat adalah dengan menambahkan LiOH sekitar 2,2 ppm. Nilai pH perlu dijaga pada rentang 6,9 – 7,4, karena apabila pH lebih kecil dari 6,9 akan meningkatkan paparan radiasi, sedangkan pH lebih dari 7,4 akan memperbesar risiko korosi pada kelongsong bahan bakar. Pada penambahan lithium sekitar 4 – 5 ppm dapat meningkatkan risiko retak pada Alloy 600, sedangkan risiko korosi kelongsong bahan bakar meningkat apabila lithium yang ditambahkan lebih dari 5 ppm. Tujuan koordinasi Li/B adalah untuk mendapatkan nilai pH 6,9 – 7,4 sehingga dapat mengatasi masalah terdeposisinya produk korosi, koordinasi ini diperlukan karena pada awal daur jumlah boron yang digunakan sekitar 1800 ppm dan lama kelamaan akan berkurang seiring waktu operasi, dan tentu jumlah lithium yang ditambahkan harus sesuai untuk mengatasi peningkatan pH akibat penambahan boron..
DAFTAR PUSTAKA 1.
IAEA-TECDOC-1120, “Assessment and management of ageing of major nuclear power plant components important to safety: PWR pressure vessels”, IAEA VIENNA 1999
2.
OSKARSSON, M., ”Study on the Mechanisms for Corrosion and Hydriding of Zircaloy”, Division Of Mechanical Metallurgy, Department of Materials Science and Engineering, Stockholm, Sweden, (2000)
3.
BUTARBUTAR, S.L., SUNARYO, G.R., dan FEBRIANTO, “Kajian Terhadap Pengaruh Penambahan Hidrogen Pada PWSCC Komponen Bejana Tekan Reaktor PWR”.
4.
KIM, Y.S., PARK, I.G., Power Engineering Research Institute, “The Role Of Microstructural Variables in Primary Water Stress Corrosion Cracking of Inconel 600”
5.
MATWEB, Special Metal of Inconel 600
6.
SHAH, V.N., WARE, A. G, and PORTER, A. M, Idaho National Engineering Laboratory,
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011
178
ISSN 0216 - 3128
"Assessment of Pressurized Water Reactor Control Rod Drive Mechanism Nozzle Cracking," NUREG/CR-6245, October 1994. 7.
MILLETT, P.J., WOOD, C.J., “Recent Advances in Water Chemistry Control at US PWRs”, Proceedings of 58th International Water Conference, Pittsburgh, October 1997.
8.
IAEA -Tecdoc,” Reactor Water Chemistry Relevant To Coolant-Cladding Interaction, Vienna, (1987)
9.
ISHIGURE, K., “Power Cycle Chemistry in Nuclear Cycles: Technology Development and Importance of Fundamental Data”, 14th International Conference on the Properties of Water and Steam in Kyoto.
10. MOLANDER A, JENSSEN A, NORRING K, KÖNIG M and ANDERSSON P-O. Comparison of PWSCC initiation and crack growth data for Alloy 600. International Conference on Water Chemistry of Nuclear Reactor Systems. Berlin, September 15 – 18, 2008 11. JEONG, Y.H., ”Corrosion Characteristics and oxide microstructures of zircaloy-4 in aqueous alkali hydroxide solutions”, Journal of Nuclear Materials 270 (1999) 12. RIESS, R., ET.AL, LCC-2 Annual Report, Sweden, December 2006
Sofia L., dkk.
13. EPRI, Re-Evaluation of the Benefits of Implementing Enriched Boric Acid, TR-109992 14. STELLWAG & SCHNEIDER 2009, “Enriched boric acid chemistry data”.
TANYA JAWAB Sriyono − Apa fungsi LiOH dan asam Borat pada pendingin PWR? − Selain berkaitan dengan vessel reaktor, apakah keua zat tersebut berpengaruh pada komponen yang lain seperti steam generator? Sofia loren butar-butar • Fungi LiOH dan asam borat : Asam borat sebagai pengendali reaktivitas teras LiOH ditambahkan karena adanya penurunan pH akibat penambahan asam borat. Akibat dari penurunan pH adalah terjadinya korosi sehingga ditambahkan LiOH untuk menstabilkan pH air pendingin primer. • Tergantung dari sistem air pendingin yang digunakan karena pada steam generator terdapat aliran air pendingin primer dan air pendingin sekunder. Pada aliran air pendingin primer terdapat produk korosi yang diakibatkan naiknya pH oleh asam borat.
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2011 Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 19 Juli 2011