KAJIAN TERHADAP MANAJEMEN KONSERVASI ENERGI LISTRIK UNTUK PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PADA GEDUNG PERKANTORAN PT. PHE
AJEN MUKAROM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013
Ajen Mukarom NIM H251100161
RINGKASAN AJEN MUKAROM. Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE. Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO dan ARMANSYAH H TAMBUNAN. Penelitian ini mengkaji mengenai penerapan manajemen konservasi energi listrik pada PT. PHE. Pokok bahasan penelitian ini meliputi analisa profil konsumsi energi, IKE, kualitas kelistrikan, sistem selubung bangunan, sistem tata udara, sistem tata cahaya, rekomendasi peluang konservasi energi serta sistem manajemen konservasi energi. Metode penelitian yang digunakan yaitu audit energi, analisa IKE, peluang hemat energi dan analisa finansial konservasi energi. Hasil penelitian ini menunjukkan konsumsi energi listrik pada PT. PHE pada tahun 2012 cenderung menurun. Rata-rata konsumsi energi listrik selama tahun 2012 sebesar 446,191 kWh dengan rata-rata biaya per bulan 355,288,895 rupiah. Sedangkan nilai IKE termasuk dalam kategori cukup efisien dengan nilai rata-rata 12.45 kWh/m2/bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan energi listrik belum efisien. Sementara itu kualitas sistem kelistrikan peralatan yang terpasang tergolong dalam kategori baik, kecuali nilai maksimum ketidakseimbangan arus dan harmonisa berada di atas standar. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan beban pada trafo 2. Hasil audit energi pada sistem selubung bangunan diperoleh nilai transfer panas menyeluruh sebesar 29.45 Watt/m2, nilai tersebut sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Hasil audit energi pada sistem tata udara juga menunjukkan kondisi secara umum, sesuai dengan SNI. Kisaran temperatur antara 24oC – 26oC dengan kelembaban udara 56 – 65 persen. Efisiensi energi pada sistem tata udara dapat ditingkatkan dengan cara menghidupkan air conditioner atau chiller 1 jam sebelum jam kerja dan mematikannya 30 menit sebelum akhir jam kerja. Cara tersebut dapat menghemat biaya energi 260,231,400 rupiah per tahun. Hasil audit energi sistem tata cahaya menunjukkan intensitas daya penerangan sesuai dengan SNI. Meskipun intensitas daya penerangan sudah sesuai SNI namun kuat pencahayaan yang dihasilkan belum sesuai standar. Oleh sebab itu, direkomendasikan untuk meretrofit lampu TL 36 watt dengan TL LED 18 watt, lampu TL 18 watt dengan TL LED 9 watt, PLC 14 watt dengan TL LED 9 watt di koridor dan lobi, serta mematikan lampu di lobi saat pencahayaan dari luar mencukupi. Apabila rekomendasi tersebut dijalankan total biaya yang dapat dihemat 128,922,300 rupiah per tahun. Pada analisis kelayakan finansial investasi konservasi energi akan lebih menguntungkan jika menggunakan modal dari kas internal perusahaan. Program konservasi energi tersebut perlu didukung oleh sistem manajemen energi. Alat yang digunakan untuk menganalisis sistem manajemen energi adalah matriks manajemen energi yang terdiri dari enam pilar utama yaitu kebijakan dan sistem, organisasi energi, motivasi, sistem informasi, promosi dan investasi. Berdasarkan hasil analisis manajemen energi pada PT. PHE berada pada level 1. Kata kunci: manajemen konservasi energi, audit energi, efisiensi energi.
SUMMARY AJEN MUKAROM. The Study of Electrical Energy Conservation Management for Planning and Controlling at PT. PHE. Supervised by ABDUL KOHAR IRWANTO and ARMANSYAH H TAMBUNAN. The purpose of this paper is to address the issue of electrical energy consumption through case studies as a sample of buildings on a PT. PHE. This study analyzes energy consumption profile, Energy Consumption Intensity (ECI), electricity quality, building envelope systems, HVAC, lighting systems, energy conservation opportunity and energy conservation management. This study uses energy audit method, ECI analyze, energy conservation opportunity, financial assessment and feasiblity study of energy conservation. The result of this study indicated that the consumption of electrical energy in PT. PHE tended to decline in 2012. The average of electricity consumption amounted to 446,191 kWh with an average cost each month of 355,288,895 rupiah. ECI values was 12.45 kWh/m2/month, it is quite efficient category. The electricity quality systems generally meet the standard. Except the maximum value of current unbalance and harmonics are higher than standard, that are caused by an unbalance of the load factor at the transformer 2. Both of the energy audit on the overall transfer thermal value 29.45 kWh/m2 and HVAC systems are accordance with the Indonesian National Standard. But energy efficiency still can be upgraded simply by turning on the air conditioning or chiller mechine 1 hour before work and turn off 30 minutes before the end of working hours. The estimate cost saving of this implementation is 260,231,400 rupiah. Energy audit of lighting systems shows the power intensity of lighting which still meet with standards. However, the intensity of illumination is lower than standard. Therefore, the recommendation to retrofitting TL 36 watt with 18 watt tube LED, TL 18 watt with LED 9 watt tube, PLC 14 watt with 9 watt LED, turning off the lights in the lobby when outside lighting is sufficient. If the recommendations are implemented, it will save an amounted cost 128,922,300 rupiah per year. In order towards profitable energy conservation investment, it is recommended to invest with internal corporate capital. this energy conservation program must be supported by energy management systems. The tools utilized to analyzed energy management model is a matrix of energy management. It has six main pillars consisting of policy and system, organization of energy, motivation, information systems, and investment promotion. Based on the results of research, the status of implementation of SME in PT . PHE is at level 1 .
Keyword: energy conservation management, energy audit, energy efficiency.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN TERHADAP MANAJEMEN KONSERVASI ENERGI LISTRIK UNTUK PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PADA GEDUNG PERKANTORAN PT. PHE
AJEN MUKAROM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Mukhammad Najib, STP, MM.
Judul Tesis : Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE Nama : Ajen Mukarom NIM : H251100161
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
ttd. Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc Ketua
ttd. Prof Dr Armansyah H Tambunan, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Manajemen
ttd.
Dekan Sekolah Pascasarjana
ttd.
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 22 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
Judul Tesis : Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE Nama : Ajen Mukarom NIM : H251100161
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc Ketua
Prof Dr Armansyah H Tambunan, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Manajemen
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Tanggal Ujian: 22 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
rr1
NOV 2013
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam ini ialah Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto dan Bapak Prof Armansyah H Tambunan selaku pembimbing, serta PT Energi Manajemen Indonesia dan PT. PHE yang telah memberi kesempatan dan pembelajaran dalam proses penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ruby Dharmapala, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istriku tercinta Diah Kusumayanti, ayah, ibu, kakak, adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2013
Ajen Mukarom
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
xii xiii xiv 1 1 2 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Konservasi Energi Listrik Audit Energi Audit Energi Pendahuluan Audit Energi Rinci Parameter Audit Energi Audit Energi Selubung Bangunan Audit Energi Sistem Tata Udara Audit Energi Sistem Tata Cahaya Tarif Dasar Listrik Studi Kelayakan Program Konservasi Energi Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Alur Pikir Studi
4 4 6 7 7 8 11 12 14 15 16 17 18
3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Prosedur Audit Energi Pengolahan dan Analisis Data
21 21 21 21 22 23
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Perusahaan Sistem Kelistrikan Konsumsi dan Biaya Energi Listrik Intensitas Konsumsi Energi Profil Beban Listrik Harian Kualitas Kelistrikan Konservasi Energi pada Selubung Bangunan Analisis Sistem Tata Udara Peluang Konservasi Energi Sistem Tata Udara Analisis Sistem Tata Cahaya Peluang Konservasi Energi Sistem Tata Cahaya Analisis Kelayakan Finansial Sistem Manajemen Energi Implikasi Manajerial
26 26 26 27 29 30 31 36 39 42 44 47 50 55 59
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
61 61 61
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
63 65 72
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Potensi penghematan energi pada bangunan gedung Kriteria IKE bangunan gedung tidak ber-AC Kriteria IKE bangunan gedung ber-AC Tingkat pencahayaan lingkungan kerja Daya listrik maksimum untuk pencahayaan di gedung kantor menurut SNI 6197 tahun 2011 Tingkat pencahayaan rata-rata, rederensi dan temperatur warna yang direkomendasikan untuk gedung kantor menurut SNI 6197 tahun 2011 Tarif dasar listrik untuk keperluan bisnis berlaku Juli - September 2013 Kajian penelitian terdahulu Konsumsi dan biaya listrik di gedung PT. PHE tahun 2012 Nilai arus dan ketidakseimbangan arus Nilai harmonisa arus Nilai harmonisa tegangan Nilai window to wall ratio (WWR) Perhitungan nilai OTTV gedung PT. PHE Performansi peralatan AC gedung PT. PHE Peluang konservasi energi sistem tata udara dengan menggeser jam nyala AC atau chiller 1 jam sebelum jam kerja Peluang konservasi energi sistem tata udara melalui perubahan jam mati AC atau chiller 30 menit sebelum jam kerja berakhir Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu TL 36 watt dengan TL LED 18 watt Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu TL 18 watt dengan TL LED 9 watt Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu PLC 14 watt dengan LED 9 watt Peluang konservasi energi sistem tata cahaya dengan cara mematikan lampu di lobby saat pencahayaan dari luar mencukupi Nilai sisa investasi konservasi energi listrik di gedung PT. PHE Biaya investasi pelaksanaan rekomendasi konservasi energi Kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi skenario I Kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi skenario II Matriks sistem manajemen energi PT. PHE
6 8 9 14 15 15 16 18 27 35 35 36 38 38 42 43 44 48 48 49 50 52 52 53 54 58
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Potensi penghematan energi Alur pikir studi Prosedur audit energi Single line sistem distribusi listrik gedung PT. PHE Trend konsumsi dan biaya energi listrik gedung PT. PHE tahun 2012 Perkembangan IKE gedung PT. PHE tahun 2012
6 20 22 27 29 29
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Profil beban listrik pada trafo 1 Profil beban listrik pada trafo 2 Profil cosphi trafo 1 Profil cosphi trafo 2 Profil ketidakseimbangan tegangan trafo 1 Profil ketidakseimbangan tegangan trafo 2 Profil ketidakseimbangan arus trafo 1 Profil ketidakseimbangan arus trafo 2 Kondisi kaca dan shading gedung PT. PHE Profil daya listrik peralatan AC gedung PT. PHE Kondisi temperatur udara di dalam bangunan gedung PT. PHE Kondisi kelembaban udara di dalam bangunan gedung PT PHE Sumber pencahayaan alami di gedung PT. PHE Kondisi kuat pencahayaan di ruang kerja gedung PT. PHE Siklus Sistem Manajemen Energi pada PT. PHE
30 31 32 32 33 33 34 34 37 39 40 41 45 46 55
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Hasil pengukuran kenyamanan termis di bangunan gedung PT. PHE Daya dan intensitas peralatan AC bangunan gedung PT. PHE Intensitas daya penerangan bangunan gedung PT. PHE Kuat pencahayaan pada bangunan gedung PT. PHE Kelayakan investasi konservasi energi pada PT.PHE dengan skenario I Kelayakan investasi konservasi energi pada PT.PHE dengan skenario II
65 66 66 67 70 70
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Listrik merupakan bentuk energi yang memliki peranan strategis sebagai penunjang produktivitas pada sektor pembangunan dan perekonomian. Sehingga penggunaan energi listrik di lingkungan bisnis maupun industri merupakan hal yang mutlak dan tak dapat dihindari. Hal ini disebabkan karena fasilitas industri ataupun bisnis modern, baik untuk kebutuhan administrasi, operasional dan produksi hampir seluruhnya menggunakan peralatan yang memakai energi listrik. Ditinjau dari segi efisiensi, efektifitas maupun optimalisasi proses produksi pemakaian peralatan yang menggunakan energi listrik sangat mendukung penyelenggaraan operasional perusahaan, namun disisi lain harga energi listrik semakin mahal. Sebuah survei menemukan bahwa sebelum krisis ekonomi pada tahun 1997, komponen biaya energi dalam operasional perusahaan hanya 10 persen dari total biaya rutin, tetapi sekarang biaya tersebut naik hingga 30 persen (Elyza 2005). Kondisi ini mengharuskan setiap perusahaan termasuk di PT PHE berupaya mengurangi biaya energi listrik dengan cara melakukan efisiensi energi. Selain menekan biaya penggunaan energi, efisiensi energi dapat memberikan solusi yang sangat menguntungkan untuk upaya peningkatan kenyamanan. Ketika suatu perusahaan menghemat biaya energi dalam periode tertentu, akan tersedia dana yang dapat dikonversi untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan lainnya, serta secara otomatis akan mampu meningkatkan daya saing perusahaan (Elyza 2005). Sebagai perusahaan yang bergerak pada bidang gas dan minyak bumi dengan kegiatan bisnis energi-intensif, PT.PHE memiliki tekad untuk mewujudkan kantor dengan predikat “green office”. Inisiatif tersebut dilakukan dalam rangka untuk memperoleh peringkat emas Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) tahun 2013. PROPER menjadi target Pertamina sebagai bagian dari menyeimbangkan kegiatan usaha di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Salah satu kriteria penilaian PROPER adalah aspek efisiensi energi termasuk efesiensi dalam penggunaan energi listrik. Indikator yang sering digunakan dalam mengukur efisiensi energi listrik yaitu Intensitas Konsumsi Energi (IKE). Nilai IKE listrik pada bangunan gedung PT. PHE pada tahun 2012 menunjukkan nilai rata-rata 12.45 kWh/m2/bulan. Sementara batas kisaran nilai efisien 7.93 – 12.08 kWh/m2/bulan. PT PHE dalam rangka memenuhi kriteria PROPER tersebut perlu melakukan langkah-langkah evaluasi dan perencanaan efisiensi penggunaan energi pada bangunan gedung PT PHE. Salah satu langkah evaluasi terhadap efisiensi energi listrik adalah melalui audit energi. Elyza (2005) menuturkan untuk menghasilkan program efisiensi energi yang sukses, audit energi mutlak dilaksanakan. Proses audit energi juga merupakan langkah awal dalam mengidentifikasi data-data penggunaan energi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam program efisiensi energi. Dengan demikian, hasil audit akan memberikan informasi mengenai langkah-langkah untuk menjalankan program efisiensi energi. Proses ini juga menjadi dasar dari
2
penentuan target efisiensi yang akan menjadi acuan dalam penyusunan rencana aksi berupa rekomendasi penghematan energi. Pada tugas akhir ini, penulis melakukan Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT PHE. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh hasil-hasil audit energi. Perumusan Masalah Penelitian PT. PHE memegang teguh prinsip keberlanjutan dan green business dalam praktik perusahaan. Salah satu implementasi kebijakan tersebut adalah efisiensi energi. Disamping itu, efisiensi energi juga menjadi sebuah keharusan bagi PT. PHE dalam rangka memenuhi syarat penilaian PROPER tahun 2013. Efisiensi energi yang dimaksud salah satunya ialah efisiensi energi listrik. Hasil audit pendahuluan menunjukkan nilai IKE pada gedung perkantoran PT. PHE rata-rata 12.45 kWh/m2/bulan. Nilai IKE tersebut termasuk kategori cukup efisien. Sementara batas kisaran nilai efisien 7.93 – 12.08 kWh/m2/bulan. Apabila PT. PHE ingin mewujudkan efisiensi energi, maka perlu melakukan langkah - langkah evaluasi dan perencanaan dengan baik. Evaluasi dan perencanaan efisiensi energi dapat diketahui melalui audit energi. Sehingga dengan hasil audit tersebut perusahaan dapat melakukan tindakan koreksi pengelolaan energi berdasarkan rekomendasi hasil audit energi. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1 Bagaimanakah gambaran konsumsi energi listrik, Intensitas Konsumsi Energi, dan profil beban energi listrik di gedung perkantoran PT. PHE? 2 Bagaimanakah kualitas sistem kelistrikan di gedung perkantoran PT. PHE? 3 Bagaimanakah dengan manajemen konservasi energi pada sistem selubung bangunan gedung perkantoran PT. PHE? 4 Bagaimanakah dengan manajemen konservasi energi sistem tata udara dan tata cahaya pada gedung perkantoran PT. PHE? 5 Bagaimanakah rekomendasi langkah-langkah konservasi energi pada gedung perkantoran PT. PHE? Tujuan Penelitian 1 2 3 4 5
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Menganalisis gambaran konsumsi energi listrik, Intensitas Konsumsi Energi, dan profil beban energi listrik di gedung perkantoran PT. PHE Menganalisis kualitas sistem kelistrikan di gedung perkantoran PT. PHE Menganalisis manajemen konservasi energi pada sistem selubung bangunan gedung perkantoran PT. PHE Menganalisis manajemen konservasi energi sistem tata udara dan tata cahaya pada gedung perkantoran PT. PHE Merekomendasikan langkah-langkah konservasi energi pada gedung perkantoran PT. PHE
3
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1 Pertimbangan manajerial dalam melakukan konservasi energi listrik sehingga penggunaan energi bisa lebih efisien tanpa mengorbankan kenyamanan para penggunanya. 2 Bahan informasi sebagai bahan pertimbangan, perbandingan, dan bacaan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji masalah konservasi energi. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan meliputi audit energi terhadap kualitas sistem kelistrikan, sistem selubung bangunan, tata udara dan tata cahaya. Data pengukuran mengacu pada proses pengukuran yang dilakukan sesuai waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaan audit energi berpedoman pada Standar Nasional Indonesia tahun 2011 tentang prosedur audit energi pada bangunan gedung, sistem selubung bangunan, konservasi energi sistem tata udara, dan konservasi energi sistem pencahayaan. Biaya energi listrik dihitung berdasarkan standar perhitungan tarif PLN.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Konservasi Energi Listrik Program manajemen energi adalah program terencana yang bertujuan untuk mengurangi anggaran biaya pengeluaran energi pada suatu instansi atau perusahaan. Awal mula manajemen energi adalah dengan menyelaraskan strategi perusahaan dengan penerapan manajemen energi, dengan demikian seluruh karyawan akan dapat berkomitmen terhadap penghematan energi di suatu instansi atau perusahaan (Rizkani dkk 2012). Undang-Undang Energi No.30 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2009 tentang konservasi energi menjabarkan konservasi energi adalah sebagai upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumberdaya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Konservasi energi tidak selalu diartikan penggunaan energi yang sesedikit mungkin, tapi merupakan pengeluaran biaya untuk konsumsi energi yang serendah mungkin (Nugroho Hanan 2005). Konservasi energi juga dapat didefinisikan sebagai penggunaan energi, sumber energi dan sumber daya energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan dan tidak menurunkan fungsi energi itu sendiri secara teknis namun memiliki tingkat ekonomi yang serendah-rendahnya dapat diterima oleh masyarakat serta tidak pula mengganggu lingkungan. Sehingga konservasi energi listrik adalah penggunaan energi listrik secara efisiensi tinggi melalui langkah-langkah penurunan berbagai kehilangan energi listrik pada semua taraf pengelolaan, mulai dari pembangkitan, transmisi, sampai dengan pemanfaatan. Akhadi (2009) mengungkapkan bahwa gerakan konservasi berawal dari munculnya gerakan lingkungan hidup yang bertujuan menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan industri dan pembangunan. Gerakan tersebut dalam perkembangan selanjutnya dikenal sebagai gerakan konservasi. Konservasi muncul sebagai suatu falsafah yang berpola fikir baik dan telah menjadi suatu gerakan terencana selama beberapa tahun di abad ke-19 dan awal abad ke-20. Landasan pemikiran dalam konservasi energi adalah pemanfaatan sumber-sumber daya energi dengan efisiensi yang lebih tinggi, dengan menggunakan cara-cara yang layak dari sudut teknis, ekonomis, tidak mengganggu lingkungan dan dapat diterima oleh masyarakat. Konservasi energi mencakup semua langkah yang dapat ditempuh untuk menurunkan tingkat kehilangan energi pada semua tingkat pengelolaan. Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (2011) menyebutkan bahwa masalah pemborosan energi di Indonesia sekitar 80 persen disebabkan oleh faktor manusia dan 20 persen disebabkan oleh faktor teknis. Penyebab pemborosan energi tersebut dapat diatasi dengan efisiensi energi. Pada kalangan masyarakat luas, efisiensi energi diartikan sebagai kegiatan penghematan energi. Keberhasilan program penghematan energi sangat dipengaruhi oleh perilaku, kebiasaan, kedisplinan dan kesadaran hemat energi. Efisiensi energi juga dapat dilakukan melalui cara lain diantaranya dengan melakukan perawatan dan perbaikan peralatan yang mengkonsumsi energi, menggunakan teknologi yang menerapkan efisiensi energi, mengaplikasikan teknologi proses yang hemat energi dan lainlain.
5
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat serta bertambahnya gedung-gedung di Indonesia, penerapan efisiensi energi di gedung-gedung yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia menjadi hal yang sangat penting. Pada umumnya gedung di negara tropis seperti Indonesia paling banyak menggunakan energi untuk sistem tata udara (45-70 persen), sistem tata cahaya (10-20 persen), lift dan eskalator (2-7 persen) serta alat-alat kantor dan elektronik (2-10 persen). Gedung yang boros energi bukan hanya menyebabkan biaya operasional menjadi tinggi namun juga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang dapat merusak lingkungan. Tipe-tipe gedung yang masih boros energi meliputi perkantoran, gedung pemerintah, pusat perbelanjaan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan perhotelan. Beberapa langkah utama untuk meningkatkan efisiensi energi di gedung diantaranya melalui peningkatan performa gedung. Langkah ini dapat difokuskan pada perbaikan sistem, operasional dan pemeliharaan gedung. Secara teknis untuk dapat mengetahui langkah perbaikan performa sebuah gedung perlu dilakukan audit energi. Ruang lingkup audit energi meliputi identifikasi dan analisis secara keseluruhan terhadap masalah-masalah efisiensi energi pada gedung seperti sistem operasional Heating, Ventilating, and Air Conditioning (HVAC), tingkat kenyamanan dan pemeliharan gedung. Langkah-langkah yang biasa diterapkan adalah retrofitting pada bangunan gedung, upgrade teknologi peralatan dan pembiasaan perilaku hemat energi bagi para penghuni gedung. a. Retrofitting merupakan proses merombak ulang atau sebagian dari sebuah gedung guna meningkatkan performanya. Proses ini meliputi analisa kondisi gedung pada saat ini dan implementasi solusi-solusi yang memungkinkan gedung dapat beroperasi secara maksimal. Proses retrofitting meliputi pendekatan terintegrasi dari beberapa ilmu yang berbeda seperti arsitektur, desain interior, mekanikal elektrikal, teknik bangunan, dan keahlian lainnya. Dari segi arsitektur, gedung dapat dirombak agar lebih efisien misalnya dalam pemanfaatan cahaya alami. Penempatan dinding yang strategis, langit-langit yang ditinggikan serta jendela yang diperbanyak dapat membantu mengoptimalkan cahaya alami di dalam ruangan. Dari segi mekanikal dan elektrikal, teknologi seperti sensor okupansi dan stabilisasi voltase pada gedung dapat membantu mengurangi konsumsi energi. b. Upgrade teknologi dengan yang lebih hemat energi pada gedung yang sudah ada dapat menghemat lebih dari 10 persen biaya energi. Dengan memilih peralatan yang lebih efisien, tagihan energi listrik pada suatu gedung dapat ditekan. Oleh karenanya peralatan yang digunakan hendaknya sesuai standar yang ditetapkan pemerintah. Contoh kegiatan upgrade teknologi pada bangunan gedung misalnya upgrade teknologi sistem tata cahaya. Untuk menghemat energi dan biaya pada sistem tata cahaya dapat digunakan lampu efisien energi dengan performa tinggi seperti light emitting diode (LED). c. Perilaku hemat energi yang dapat dilakukan para penghuni gedung misalnya mengubah pengaturan komputer untuk selalu berada dalam kondisi standby mode saat tidak digunakan, mencabut kabel listrik dari stop kontak saat peralatan tidak digunakan atau menggunakan smart power strip untuk seluruh peralatan elektronik. Selain itu, pelatihan mengenai cara hemat energi bagi para karyawan dapat menjadi salah satu kegiatan dalam program manajemen energi.
6
Langkah-langkah diatas meskipun tergolong sebagai investasi biaya rendah, namun dapat memberikan potensi keuntungan berupa pengurangan biaya energi listrik (Tabel 1). Tabel 1 Potensi penghematan energi pada bangunan gedung Investasi
Langkah-Langkah yang dapat dilakukan
Tanpa Biaya/Biaya Rendah
Biaya Sedang
Biaya Tinggi
Perubahan perilaku hemat energi Mengurangi load gedung dengan “on-off scheduling” Meningkatkan performa melalui kalibrasi dan re-commissioning peralatan, tune up unit AC, cooling tower dan pompa air. Mengganti peralatan agar lebih hemat energi, misalnya seluruh lampu di gedung Building Automation Sistem (BAS) Memperbaiki kualitas power (capacitor bank, phase liner, harmonization). Mengganti seluruh peralatan utama agar lebih hemat energi Menggunakan sistem kogenerasi Perhitungan kenyamanan termal overall thermal transfer value (OTTV).
Potensi Penghematan
7% - 11%
15% - 25%
25% - 35%
Sumber: Kementerian ESDM (2011) Menurut Kementerian ESDM (2011) kegiatan efisiensi energi listrik pada bangunan gedung dapat difokuskan pada sistem Air Conditioning (AC), house keeping, utilitas, dan sistem penerangan. Potensi penghematan dari masingmasing sistem disajikan pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1 Potensi penghematan energi Audit Energi Audit energi adalah cara yang dipakai untuk memeriksa dan menghitung besarnya konsumsi energi suatu sistem untuk melakukan kerja. BSN (2000) mendefinisikan audit energi sebagai teknik yang dipakai untuk menghitung besarnya konsumsi energi pada bangunan gedung dan mengenali cara-cara untuk penghematannya. Selain itu definisi audit energi lainnya yaitu: 1 Kegiatan menyusun data pemakaian energi pada sistem tertentu secara sistematis untuk mengidentifikasi titik-titik kerugian energi dan mencari peluang penghematan energi yang signifikan.
7
2
Identifikasi penggunaan energi pada proses dan atau operasi peralatan atau teknologi tertentu dengan fokus pada operasi yang tidak efisien. 3 Upaya pengamatan secara sistematis terhadap suatu sistem untuk mendapatkan atau mengidentifikasi peluang penghematan energi. Jadi audit energi dapat disimpulkan sebagai suatu tindakan untuk mendapatkan potret atau profil penggunaan energi dari hasil kompilasi data energi yang terkumpul dan teranalisis pada suatu sistem, guna memberikan gambaran untuk merencanakan tindakan manajemen konservasi dalam menyelesaikan masalah energi (Siswoyo dan Zulkarnaen 2009). Berdasarkan tahapannya audit energi terdiri dari audit energi pendahuluan dan audit energi rinci. Audit Energi Pendahuluan
Audit energi pendahuluan merupakan pengumpulan data awal, tidak menggunakan instrumentasi yang canggih dan hanya menggunakan data yang tersedia. Dengan kata lain audit energi awal merupakan pengumpulan data di mana, bagaimana, berapa, dan jenis energi apa yang dipergunakan oleh suatu fasilitas. Data ini diperoleh dari catatan penggunaan energi tahun atau bulan sebelumnya pada bangunan dan keseluruhan sistem kelengkapannya. Audit energi awal terdiri dari tiga tahap pelaksanaan yaitu: 1 Melakukan identifikasi berapa jumlah dan biaya energi menurut jenis energi yang dipergunakan oleh bangunan dan kelengkapannya. 2 Melakukan identifikasi konsumsi energi per bagian/sistem dari bangunan dan kelengkapannya. 3 Mengoreksi masukan energi dan keluaran produksi atau biasa disebut dengan instensitas energi. Hasil dari audit energi awal berupa langkah-langkah „housekeeping’ tanpa biaya atau dengan biaya rendah, dan daftar sumber-sumber pemborosan energi yang nyata. Audit energi memberikan identifikasi tentang perlunya dilakukan audit energi rinci serta ruang lingkupnya. Audit Energi Rinci Audit energi rinci merupakan survey dengan memakai instrumen untuk menyelidiki peralatan-peralatan pemakai energi, yang selanjutnya diteruskan dengan analisa secara rinci terhadap masing - masing komponen, peralatan, grup grup komponen yang melengkapi bangunan guna mengidentifikasi jumlah energi yang dikonsumsi oleh peralatan, komponen, bagian-bagian tertentu dari bangunan, sehingga pada akhirnya dapat disusun aliran energi keseluruhan bangunan. Prosedur audit energi rinci dapat dibagi kedalam delapan langkah utama sebagai berikut: 1 Perencanaan yaitu merencanakan audit secara teliti, mengidentifikasi bagianbagian atau peralatan-peralatan utama pengguna energi dan merencanakan pemakaian waktu yang tersedia secara efisien bagi tim audit. 2 Pengumpulan data dasar yaitu mengumpulkan data dasar yang tersedia, meliputi penggunaan energi dan kegiatan produksi dan jadwal penggunaan gedung.
8
3 4
5
6 7
8
Data pengujian peralatan yaitu melakukan pengujian operasi dan mendapatkan data baru pada kondisi operasi yang sebenarnya. Analisa data yaitu menganalisa data yang telah dikumpulkan, termasuk menggambarkan grafik energi spesifik, menghitung efisiensi peralatan dan membuat sistem balance dan electricity balance. Rekomendasi tanpa biaya/dengan biaya rendah yaitu mengidentifikasi caracara operasi, pemeliharaan dan housekeeping yang akan menghilangkan pemborosan energi atau memperbaik efisiensi. Investasi modal yaitu mengidentifikasi peluang penghematan energi yang memerlukan investasi. Rencana pelaksanaan yaitu menggambarkan dengan jelas rencana pelaksanaan yang memuat semua langkah yang diperlukan oleh perusahaan untuk menerapkan rekomendasi. Laporan yaitu menyusun laporan untuk manajemen, menyimpulkan temuan hasil audit, rekomendasi yang dibuat dan rencana pelaksanaan/implementasi. Parameter Audit Energi
Intensitas Konsumsi Energi IKE listrik merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan besarnya pemakaian energi dalam bangunan gedung per meter persegi per bulan atau per tahun. Nilai IKE ini penting untuk dijadikan tolak ukur dalam menghitung potensi penghematan energi yang mungkin diterapkan di tiap ruangan atau seluruh area bangunan. Melalui perbandingan nilai IKE bangunan gedung dengan standar bisa diketahui tingkat efisiensi sebuah ruangan atau keseluruhan gedung dalam proses konservasi energi. Persamaan yang digunakan untuk menghitung IKE sebagai berikut. IKE (kWh/m2) = Total konsumsi energi listrik ……………………….(1) Luas area Menurut Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yang diacu dari Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai IKE dari suatu bangunan gedung digolongkan dalam dua kriteria, yaitu untuk bangunan ber–AC (Tabel 2) dan bangunan tidak ber-AC (Tabel 3). Tabel 2 Kriteria IKE bangunan gedung tidak ber-AC Kriteria Efisien (0,84 – 1,67) 2 kWh/m /bulan Cukup Efisien (1,67 – 2,5) 2 kWh/m /bulan Boros (2,5 – 3,34) 2 kWh/m /bulan
Keterangan Pengelolaan gedung dan peralatan energi dilakukan dengan prinsip konservasi energi listrik b) Pemeliharaan peralatan energi dilakukan sesuai dengan prosedur c) Efisiensi penggunaan energi masih mungkin ditingkatkan melalui penerapan sistem manajemen energi terpadu a) Penggunaan energi cukup efisien namun masih memiliki peluang konservasi energi b) Perbaikan efisiensi melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan energi masih dimungkinkan a) Audit energi perlu dilakukan untukmenentukan langkah-langkah pernbaikan sehingga pemborosan energi dapat dihindari b) Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian gedung belum mempertimbangkan konservasi energi a)
9 Lanjutan Tabel 2 Kriteria Sangat Boros (3,34 – 4,17) 2 kWh/m /bulan
Keterangan Instalasi peralatan, desain pengoperasian, dan pemeliharaan tidak mengacu pada penghematan energi b) Agar dilakukan peninjauan ulang atas semua instalasi /peralatan energi serta penerapan manajemen energi dalam pengelolaan bangunan c) Audit energi adalah langkah awal yang perlu dilakukan a)
Kriteria IKE bangunan gedung ber-AC disajikan pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Kriteria IKE bangunan gedung ber-AC Kriteria Sangat Efisien (4,17 – 7,92) 2 kWh/m /bulan
a) b)
Efisien (7,93 – 12,08) 2 kWh/m /bulan
a)
Cukup Efisien (12,08 – 14,58) 2 kWh/m /bulan
a)
Agak Boros (14,58 – 19,17) 2 kWh/m /bulan
a)
b)
b)
b)
Keterangan Desain gedung sesuai standar tata cara perencanaan teknis konservasi energi Pengoperasian peralatan energi dilakukan dengan prinsipprinsip manajemen energi Pemeliharaan gedung dan peralatan energi dilakukan sesuai prosedur Efisiensi energi masih mungkin ditingkatkan melalui penerapan sistem manajemen energi terpadu Penggunaan energi cukup efisien melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan energi masih memungkinkan Pengoperasian dan pemeliharaan gedung belum mempertimbangkan prinsip konservasi energi Audit energi perlu dipertimbangkan untuk menentukan perbaikan efisiensi yang mungkin dilakukan Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian gedung belum mempertimbangkan konservasi energi
Bila IKE hasil perhitungan telah dibandingkan dengan IKE standar ternyata hasilnya sama atau kurang dari target IKE, maka kegiatan audit energi selanjutnya dapat dihentikan atau diteruskan dengan harapan diperoleh nilai IKE yang lebih rendah lagi. Sedangkan audit energi rinci dapat dilakukan bilamana nilai IKE yang diperoleh lebih besar dari target nilai IKE standar seperti yang dicantumkan di atas (Mukhlis 2011). Profil Beban Listrik Harian Pengukuran profil beban listrik harian bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan dan pengoperasian peralatan yang menggunakan energi listrik pada perusahaan. Profil beban listrik gedung diperoleh melalui pengukuran langsung dengan menggunakan alat ukur Electrical Power Analyzer, pada panel utama gedung yang diikuti dengan load survey di tiap-tiap MCB pada panel subdistribusi dengan menggunakan Clamp on Meter. Profil beban listrik harian disajikan dalam bentuk kurva beban yang menunjukkan hubungan antara pemakaian listrik dengan waktu. Dengan adanya kurva beban akan terlihat seberapa besar penggunaan listrik setiap waktunya. Kualitas Kelistrikan a. Faktor Daya (Cosphi) Nilai faktor daya didefinisikan sebagai perbandingan daya nyata dengan daya semu. Daya reaktif akan dikirim dari sumber beban, walaupun tidak akan didata pada alat ukur energi seperti layaknya daya aktif. Magnitude dari daya reaktif ini meningkat seiring dengan menurunnya faktor daya. Adanya energi
10
b.
c.
d.
e.
yang terbuang karena adanya daya reaktif ini menyebabkan beberapa penyuplai listrik memberikan penalti berupa denda kepada konsumen yang memiliki faktor daya rendah. Selain itu, keadaan ini akan meningkatkan rugirugi pada jaringan listrik karena meningkatnya arus yang dikirimkan. Oleh karena itu penghematan energi yang cukup signifikan dapat dilakukan dengan meningkatkan faktor daya. Peningkatan faktor daya dapat dilakukan dengan pemasangan kapasitor paralel pada sisi beban. Di Indonesia nilai faktor daya (cosphi) yang diijinkan oleh PLN agar tidak terjadi denda KVAr di atas 85 persen. Nilai cosphi tersebut ditetapkan karena penyedia listrik harus mengirimkan daya kompleks (kVA) yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan energi listrik atau daya aktif yang tetap apabila faktor daya buruk. Arus Listrik Arus listrik merupakan gerakan kelompok partikel bermuatan listrik dalam arah tertentu. Besaran ini mempunyai satuan Ampere. Alat yang digunakan untuk mengukur arus listrik adalah Amperemeter. Nilai ketidakseimbangan arus merupakan salah satu parameter yang diukur untuk mengetahui kualitas sistem kelistrikan. Nilai ketidakseimbangan arus tidak boleh melebihi 20 persen. karena jika nilai ketidakseimbangan arus melebihi nilai standar akan mengakibatkan Transformator Harmonic Derating Factor (THDF) menjadi tinggi, timbul arus netral, dan isolasi menjadi panas serta akan mempengaruhi kinerja trafo distribusi. Tegangan Listrik Tegangan listrik adalah beda potensial antara dua penghantar yang bermuatan listrik. Besaran ini mempunyai satuan Volt. Alat yang digunakan untuk mengukur tegangan adalah voltmeter. Tegangan listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tegangan fasa-netral dan fasa-fasa. Tegangan fasa-netral adalah beda tegangan antara fasa dengan netral, yaitu R-N, S-N dan T-N. sedangkan, tegangan fasa-fasa adala beda potensial antara fasa yang satu dengan yang lain, yaiut R-S, R-T dan S-T. standar untuk tegangan fasa-netral yaitu 220 V. Nilai tegangan listrik merupakan hal penting dalam sistem kelistrikan karena bilai nilai ketidakseimbangan tegangan diatas nilai standar maka kinerja motor-motor listrik menjadi turun serta akan cepat mengalami kerusakan. Nilai ketidakseimbangan tegangan tidak boleh melebihi 3 persen. Ketidakseimbangan tegangan yang tinggi akan menimbulkan arus tidakseimbang yang menyebabkan motor menjadi panas. Frekuensi Frekuensi listrik adalah jumlah siklus arus bolak-balik per detik. Beberapa negara termasuk Indonesia menggunakan frekuensi listrik standar sebesar 50 Hz. Salah satu parameter kualitas sumber listrik yang baik adalah mempunyai frekuensi yang konstan. Ferkuensi dapat berubah-ubah, seperti halnya tegangan. (Rao Cen 1990). Distrorsi Harmonik Harmonisa merupakan gangguan yang terjadi pada sistem distribusi tenaga listrik akibat terjadinya distorsi gelombang arus dan tegangan. Pada dasarnya, harmonik adalah gejala pembentukan gelombang-gelombang dengan frekuensi berbeda yang merupakan perkalian bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya
11
(Surya 2010). Hal ini disebut frekuensi harmonik yang timbul pada bentuk gelombang aslinya sedangkan bilangan bulat pengali frekuensi dasar disebut angka urutan harmonik. Harmonisa tegangan dan arus adalah komponen-komponen gelombang sinus dengan frekuensi dan amplitudo yang lebih kecil dari gelombang asalnya. Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) 159 menetapkan THDV dan THDI minimum 15 persen. Tingkat harmonisa yang melewati standar dapat menyebabkan terjadinya peningkatan panas pada peralatan. Bahkan pada kondisi terburuk dapat terjadi gangguan bahkan kerusakan permanen pada beberapa peralatan elektronik yang sensitif termasuk komputer. Selain itu juga dapat menyebabkan berkurangnya umur peralatan. Audit Energi Selubung Bangunan Komponen pemakaian energi terbesar dalam suatu bangunan gedung adalah sistem pendingin. Air conditioning mencapai 50 – 70 persen dari seluruh energi listrik yang digunakan. Oleh karena itu sasaran dari penghematan energi dalam bangunan gedung seharusnya ditujukan pada optimasi sistem tata udara. Efisiensi sistem tata udara dapat dilakukan antara lain dengan cara memperkecil beban pendinginan serta pemilihan sistem kontrol tata udara yang tepat. Beban pendinginan dari suatu bangunan gedung yang dikondisikan terdiri dari beban internal yaitu yang ditimbulkan oleh lampu, penghuni serta peralatan lain yang menimbulkan panas, dan beban eksternal yaitu panas yang masuk dalam bangunan akibat radiasi matahari dan konduksi melalui selubung bangunan. Untuk membatasi beban eksternal, selubung bangunan dan bidang atap merupakan elemen penting yang harus diperhitungkan dalam penggunaan energi (Loekita 2006). Karena fungsinya sebagai selubung eksternal itulah maka kriteria-kriteria konservasi energi perlu dipertimbangkan dalam proses desain suatu bangunan khususnya yang menyangkut perancangan bidang-bidang ekterior dalam hubungannya dengan penampilan tampak bangunan. Untuk mengurangi beban eksternal Badan Standarisasi Nasional Indonesia menentukan kriteria desain selubung bangunan yang dinyatakan dalam Harga Alih Termal Menyeluruh (Overall Thermal Transfer Value, OTTV) yaitu OTTV ≤ 45 Watt/m2. Ketentuan ini berlaku untuk bangunan gedung yang dikondisikan dan dimaksudkan untuk memperoleh desain selubung bangunan yang dapat mengurangi beban eksternal sehingga menurunkan beban pendinginan. Perancangan selubung bangunan yang optimal dapat menghasilkan penggunaan energi yang efisien tanpa harus mengurangi dan mengubah fungsi bangunan, kenyamanan dan produktivitas kerja penghuni, serta mempertimbangkan aspek biaya. Konsep OTTV mencakup tiga elemen dasar perpindahan panas melalui selubung luar bangunan yaitu: konduksi panas melalui dinding tidak tembus cahaya, radiasi matahari melalui kaca, dan konduksi panas melalui kaca. Nilai perpindahan termal menyeluruh (OTTV) untuk setiap bidang dinding luar bangunan gedung dengan orientasi tertentu dapat dihitung melalui persamaan:
12
OTTVi = α [Uw x (1-WWR)] x TDek+(SC x WWR x SF)+(Uf x WWR x ΔT)…(2) dimana: OTTVi = nilai perpindahan panas termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki arah atau orientasi tertentu (Watt/m2) α = absorbtansi radiasi matahari Uw = transmitansi termal dinding tak tembus cahaya (Watt/m2.oK) WWR = perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang ditentukan TDek = beda temperatur ekivalen (oK) SC = koefisien peneduh dari sistem fenestrasi SF = faktor radiasi matahari (Watt/m2) Uf = transmitansi termal fenestrasi (Watt/m2.oK) ΔT = beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam (diambil 5oK). Untuk mengitung OTTV seluruh dinding luar, hasil perhitungan OTTV pada semua bidang luar dijumlahkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 𝑛
(Aoi x OTTVi) OTTV =
……………………………….. (3)
𝑖=1 𝑛
Aoi 𝑖=1
dimana: = luas dinding pada bagian dinding luar i (m2). Luas ini termasuk semua permukaan dinding tak tembus cahaya dan luas permukaan jendela yang terdapat pada bagian dinding tersebut. OTTVi = nilai perpindahan termal menyeluruh pada bagian dinding luar i sebagai hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan (1) Aoi
Audit Energi Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu proses mengolah udara untuk mengendalikan temperatur ruangan, kelembaban relatif, kualitas udara, dan penyegarannya untuk menjaga persyaratan kenyamanan bagi penghuni ruangan. jika seseorang berada di dalam suatu ruangan tertutup untuk jangka waktu yang lama, maka pada suatu ketika akan merasa kurang nyaman, begitu juga ketika berada pada ruang terbuka pada siang hari dengan sinar matahari mengenai tubuh akan terasa kurang nyaman. Hal ini diakibatkan dua hal utama yakni temperatur dan kelembaban udara tersebut tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kondisi suhu dan kelembaban dalam suatu ruangan sangat mempengaruhi kenyamanan penghuni yang berada di ruangan tersebut. Rasa nyaman dapat diperoleh apabila suhu ruangan berkisar antara 24oC – 27oC dan dengan
13
kelembaban udara antara 55 - 65 persen (BSN 2011). Untuk mencapai kondisi yang diinginkan tersebut maka digunakan peralatan penyejuk udara seperti kipas angin dan air conditioning (AC). Sistem pengkondisian udara atau air conditioning di sebuah gedung komersial merupakan peralatan pengguna energi terbesar di sektor komersial. Dari berbagai survey yang dilakukan diperkirakan bahwa sekitar 70 persen penggunaan energi listrik di gedung adalah digunakan sebagai sistem pendingin. Oleh karena itu penghematan energi di sistem pendingin udara akan sangat efektif untuk menurunkan penggunaan energi secara keseluruhan (BPPT 2012). Audit energi sistem tata udara bertujuan untuk mengetahui kondisi suhu dan kelembaban suatu ruangan serta mengetahui efisiensi peralatan penyejuk udara. Sebuah bangunan gedung komersial yang besar pada umumnya menggunakan sistem pendingin terpusat. Sistem ini secara garis besar dibagi menjadi dua, berdasarkan tipe pendinginan chillernya yaitu chiller berpendingin udara (air cooled chiller) dan chiller berpendingin air (water cooled chiller). Menurut Ashrae (2009) peralatan pengkondisian udara saat ini berada pada nilai performa 2.8 – 3.45 untuk jenis pengkondisian udara air cooled dan 4.2 – 6.4 untuk jenis pengkondisian udara water cooled. Pada Air Conditioning (AC) dikenal istilah Coefficient of Performance (COP) dan Energy Efficiency Ratio (EER). Koefisien kinerja pendinginan merupakan angka perbandingan antara laju aliran kalor yang diserap oleh sistem pendinginan dengan laju aliran energi yang dimasukkan ke dalam sistem tersebut. Sedangkan rasio efisiensi energi (Energy Efficiency Ratio/EER) merupakan perbandingan antara kapasitas pendinginan neto peralatan pendingin (Btu/jam) dengan seluruh masukan energi listrik (Watt) pada kondisi operasi yang ditentukan. Bila digunakan satuan yang sama untuk kapasitas pendingin dan masukan energi listrik, nilai EER sama dengan COP. Kinerja siklus refrigerasi biasanya digambarkan oleh koefisien kinerja (COP), yang didefinisikan sebagai manfaat dari siklus (jumlah panas yang dihilangkan) dibagi dengan masukan energi yang dibutuhkan untuk siklus operasi. COP = efek pendinginan (kW) Energi input (kW)
…………………………………………….. (4)
Sedangkan efisiensi adalah kapasitas dalam watt dibagi dengan masukan dalam watt. Untuk pengatur temperatur udara ruangan, disebut sebagai rasio efisiensi energi (EER) atau koefisien kinerja (COP). Untuk mengkonversi EER ke COP, kalikan EER dengan 0,293. EER = Efek pendinginan (Btu/Jam) …………………………………………. (5) Energi input (W) Penerapan konservasi energi listrik pada sistem pendinginan udara bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, mulai dari pengaturan penetapan temperatur udara ruangan hingga sikap yang perlu diterapkan dalam pelaksanaan penerapan pola menejmen energi yang hemat (Handoko dkk 2012).
14
Audit Energi Sistem Tata Cahaya Menurut Standar Nasional Indonesia, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Tata cahaya bangunan gedung sangat penting bagi kegiatan bisnis karena memiliki dampak terhadap produktivitas para pekerja di dalam bangunan gedung tersebut. Pencahayaan yang baik dan memadai merupakan salah satu hal penting yang diperlukan agar pekerjaan yang berlangsung di dalamnya berlangsung efisien dan aman. Selain itu, pencahayaan yang baik berguna untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan. Tingkat penerangan pada tiap pekerjaan berbeda tergantung sifat dan jenis pekerjaan (Tabel 4). Sebagai contoh gudang memerlukan intensitas penerangan yang lebih rendah dari tempat kerja administrasi, dimana diperlukan ketelitian yang lebih tinggi. Besarnya intensitas cahaya dapat diukur dengan menggunakan lux meter. Satuan dari intensitas cahaya disebut lumen/m2 atau sering dikatakan lux. Tabel 4 Tingkat pencahayaan lingkungan kerja Jenis Kegiatan
Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus
Tingkat pencahayaan minimal 100
Pekerjaan kasar dan terusmenerus Pekerjaan rutin
200
Pekerjaan agak halus
500
Pekerjaan halus
1000
300
Keterangan
Ruang penyimpanan dan ruang peralatan/intalasi yang memerlukan pekerjaan kontinyu Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin dan perakitan/penyusun Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus dan perakitan halus
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2011) Untuk mengetahui efisiensi dan peluang konservasi energi pada sistem tata cahaya perlu dilakukan audit energi sistem tata cahaya. Audit energi sistem tata cahaya ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kuat penerangan dalam suatu ruangan. Selain untuk mengetahui tingkat kuat penerangan dalam suatu ruangan, audit energi sistem tata cahaya juga bertujuan untuk mengetahui efisiensi penggunaan energi untuk sistem pencahayaan dalam suatu ruangan yang dapat diperoleh dengan mengukur intensitas daya penerangan yang dinyatakan dalam satuan Watt/m2. Anderson (2003) menyatakan bahwa audit energi pada sistem tata cahaya dapat mengungkapkan pemborosan energi yang disebabkan oleh kesalahan – kesalahan umum pada desain sistem tata cahaya yang antara lain. 1 Inefisiensi luminer; terjadi dimana lampu yang digunakan memiliki intensitas daya tinggi tetapi menghasilkan iluminasi yang rendah. 2 Pencahayaan berlebihan; terjadi ketika output iluminasi melebihi dari yang diperlukan
15
3
Menghasilkan panas yang berlebihan; sehingga panas yang dihasilkan oleh sistem tata cahaya perlu diimbangi oleh pengkondisian udara 4 Kerugian transmisi; apabila luminer terpasang jauh dari tempat kerja, menyebabkan intensitas pencahayaan menjadi rendah. Berkaitan dengan konservasi energi, SNI 6197:2011 menetapkan daya listrik maksimum untuk pencahayaan pada ruang kerja adalah sekitar 12 Watt/m2 (Tabel 5). Artinya bahwa pada setiap luasan area 1 m2, total daya maksimum untuk lampu penerangan yang dapat dipergunakan adalah sebesar 12 Watt. Tabel 5 Daya listrik maksimum untuk pencahayaan di gedung kantor menurut SNI 6197 tahun 2011. Daya pencahayaan Maks. (W/m2) 13 13 12 12 12 20 6 12 4 4
Fungsi Ruangan Ruang Resepsionis Ruang Direktur Ruang Kerja Ruang Komputer Ruang Rapat Ruang Gambar Ruang Arsip Ruang Arsip Aktif Ruang Tangga Darurat Ruang Parkir
Sumber: BSN (2011) Untuk mengkaji kesesuaian kuat pencahayaan pada ruangan dalam suatu bangunan gedung, Badan Standarisasi Nasional juga mengeluarkan SNI 6197:2011 (konservasi energi pada sistem pencahayaan), sesuai jenis bangunan dan peruntukkannya (Tabel 6). Tabel 6 Tingkat pencahayaan rata-rata, rederensi dan temperatur warna yang direkomendasikan untuk gedung kantor menurut SNI 6197 tahun 2011 Fungsi Ruangan Ruang Resepsionis Ruang Direktur Ruang Kerja Ruang Komputer Ruang Rapat Ruang Gambar Ruang Arsip Ruang Arsip Aktif Ruang Tangga Darurat Ruang Parkir
Tingkat pencahayaan maks. (lux) 300 350 350 350 300 750 150 300 150 100
Sumber: Badan Standarisai Nasional (2011) Tarif Dasar Listrik Tarif dasar listrik adalah tarif yang dikenakan oleh pemerintah untuk para pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 30 tahun 2012 telah ditetapkan tarif dasar listrik yang diberlakukan sama di seluruh wilayah Republik Indonesia. Karena PT. PHE termasuk ke dalam golongan untuk bisnis besar pada tegangan menengah (B3-TM) kontrak daya sebesar 2770 kVA maka tarif dasar listrik yang diberlakukan seperti pada Tabel 7.
16
Tabel 7 Tarif dasar listrik untuk keperluan bisnis berlaku Juli – September 2013 No
Gol Tarif
Batas Daya
1
B-1/TR
450 VA
Biaya Beban (Rp/kVA/bln 23.500
2
B-1/TR
900 VA
26.500
3 4
B-1/TR B-1/TR
*) *)
5
B-2/TR
1.300 VA 2.200 VA s.d. 5.500 VA 6.600 VA s.d. 200 kVA
6
B-3/TM
Di atas 200 kVA
**)
***)
Reguler Biaya Pemakaian (Rp/kWh) dan Biaya kVArh (Rp/kVArh) Blok I : 0 s.d. 30 kWh : 254 Blok II: di atas 30 kWh : 420 Blok I : 0 s.d. 108 kWh : 420 Blok II: di atas 108 kWh: 465 921 1048 Blok I:0 s.d 60 jam nyala = 1,310 Blok II:di atas 60 jam nyala: 1,380 Blok WBP = K x 975 Blok LWBP=975 kVArh = 1,067****)
Pra Bayar 535 630 920 1048 1347
-
Sumber: PLN (2012) Catatan: *) diterapkan Rekening Minimum (RM): RM 1 = 40 (jam nyala) x daya tersambung (kVA) x biaya pemakaian **) diterapkan Rekening Minimum (RM): RM 2 = 40 (jam nyala) x daya tersambung (kVA) x biaya pemakaian Blok 1 ***) diterapkan Rekening Minimum (RM): RM 3 = 40 (jam nyala) x daya tersambung (kVA) x biaya pemakaian LWBP Jam nyala : kWh per bulan dibagi dengan kVA tersambung. ****) Biaya kelebihan pemakaian daya reaktif (kVArh) dikenakan dalam hal faktor daya rata-rata setiap bulan kurang dari 0,85 (delapan puluh lima per seratus). K : Faktor perbandingan antara harga WBP dan LWBP sesuai dengan karakteristik beban sistem kelistrikan setempat (1,4 ≤ K≤ 2), ditetapkan oleh Direksi PT.PLN WBP : Waktu Beban Puncak LWBP : Luar Waktu Beban Puncak
Studi Kelayakan Program Konservasi Energi Studi kelayakan dalam konservasi energi adalah suatu proses mengkaji aspek-aspek suatu sistem energi. Untuk mengetahui pengelolaan energi yang telah ada tersebut tergolong masih layak dilaksanakan ataukah perlu dimodifikasi atau retrofitting maupun perlu diganti dengan teknologi baru (Kemenperin 2011). Pada penelitian ini studi kelayakan konservasi energi fokus terhadap analisa finansial yang terdiri dari skema pendanaan proyek dan simulasi model finansial. Skema pendanaan proyek berisi analisa biaya investasi untuk proyek konservasi energi dan alternatif komposisi pendanaan antara modal dan hutang serta skema project company yang akan diterapkan. Sedangkan simulasi model finansial berupa penyusunan model untuk menentukan kelayakan investasi dengan skema pembiayaan proyek yang dipilih. Hasil studi kelayakan dalam konservasi energi sangat bergantung pada pembacaan dan pengukuran sistem energi yang ada. Oleh karena itu data audit energi yang diperoleh arus benar-benar merepresentasikan kondisi energi beserta subsistem yang mendukung berupa data peralatan, kelistrikan dan lain-lain (Kemenperin 2012).
17
Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Siswono dan Zulkarnaen (2009) meneliti tentang Konservasi Energi Listrik pada Bangunan Kantor BAPPEDA Kotamadya Daerah tingkat II Bandung. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui profil konsumsi energi listrik, kandungan harmonisa beban, dan memberikan solusi penghematan. Metode konservasi yang digunakan yaitu audit energi, analisas IKE, potensi dan peluang penghematan energi listrik. Hasil analisa dari penelitian ini menunjukkan bahwa Air Conditioning (AC) merupakan elemen sistem yang mengkonsumsi energi listrik paling besar yaitu sekitar 54 persen. Karnoto (2008) meneliti tentang Efisiensi Energi Litrik Kampus Undip Tembalang. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan konsumsi energi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fakultas pelanggan berdasarkan kapasitas energi yang terpasang belum sesuai dengan penggunaannya. Rekomendasi dari penelitian ini berupa penurunan langganan PLN sebagai alternatif efisiensi pemakaian energi listrik untuk FMIPA dari 345 kVA menjadi 197 kVA dan penurunan langganan FPIK, FKM, Fakultas Psikologi dari 240 kVA menjadi 131 kVA. Rizkani dan Ciptomulyono (2012) melakukan Audit Energi dengan Pendekatan Metode MCDM-PROMETHEE untuk Konservasi serta Efisiensi Listrik di Rumah Sakit Haji Surabaya. Analisis yang digunakan adalah analisis audit energi, analisis pemakaian energi listrik, analisis perhitungan IKE, analisis ANP dan Promethee. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa (1) hasil audit energi listrik pada RSU Haji Surabaya, termasuk dalam klasifikasi cukup efisien dengan nilai IKE 17.468 kWh/m2/bulan; (2) Unit cost pemakaian energi listrik per pasien 29,263 kwh/pasien dan telah sesuai standar yang telah ditetapkan pihak manajemen rumah sakit; (3) terdapat empat jenis alternatif peluang penghematan energi yang dapat diterapkan antara lain: perubahan SOP fasilitas rumah sakit, penyesuaian desain bangunan rumah sakit, penerapan teknologi hemat energi, dan pelatihan dan pengembangan sumberdaya manusia; (4) pada perhitungan bobot kriteria menggunakan metode ANP, kriteria yang memiliki bobot paling besar adalah kriteria kenyamanan pelanggan; (5) alternatif penghematan energi yang direkomendasikan untuk diterapkan adalah perubahan SOP rumah sakit. Mukhlis (2011) meneliti tentang Evaluasi Penggunaan Energi Listrk pada Bangungan Gedung di Lingkungan Universitas Tadulako. Untuk mencapai tujuan penelitiannya digunakan metodologi berupa observasi langsung melakukan pengukuran luas ruangan dan mendata seluruh jumlah peralatan listrik yang ada pada suatu ruangan disamping membagikan format pengisian data peralatan pada setiap ruangan. setelah data terkumpul kemudian dilakukan perhitungan IKE. Hasil analisis memperlihatkan bahwa dari 136 ruangan yang diteliti, sebanyak 72 ruangan ber-AC dan 64 ruangan tidak ber-AC. Jumlah ruangan yang nilai IKEnya masuk kategori agak boros 29 dengan peluang penghematan Rp 3,704,263; jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori boros 42 dengan peluang penghematan Rp 4,989,749; Jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori sangat boros 65 dengan peluang penghematan Rp 8,992,210; bila peluang penghematan dari 136 ruangan diimplementasikan maka universitas tersebut dapat menghemat biaya listrik sebanyak Rp 17,686,222 perbulan. Ringkasan dari uraian berbagai hasil penelitian tersebut disajikan pada Tabel 8.
18
Tabel 8 Kajian penelitian terdahulu Peneliti dan Tahun Siswono dan Zulkarnaen (2009)
Karnoto (2008)
Analisis Data
Hasil Penelitian
Audit energi, Intensitas Konsumsi Energi, Potensi penghematan dan peluang penghematan energi listrik Audit Energi
Ditemukan nilai konsumsi energi terbesar yaitu pada Air Conditioning dengan persentasi konsumsi energi listrik sebesar 54 persen
Rizkani dan analisis audit energi, Ciptomulyono analisis pemakaian (2012) energi listrik, analisis perhitungan IKE, analisis ANP dan Promethee
Mukhlis (2012)
Observasi langsung dan survei, serta perhitungan nilai IKE
Alternatif efisiensi energi dengan menurunkan langganan PLN, untuk FMIPA dari 345 KVA menjadi 197 KVA dan FPIK, FKM, fakultas Psikologi dari 240 KVA menjadi 131 KVA. RSU Haji Surabaya termasuk dalam klasifikasi cukup efisien; Unit cost pemakaian energi listrik per pasien 29,263 kwh/pasien dan telah sesuai standar yang telah ditetapkan pihak manajemen rumah sakit; terdapat 4 jenis alternatif peluang penghematan energi yang dapat diterapkan antara lain: (1) perubahan SOP fasilitas (2) penyesuaian desain bangunan (3) penerapan teknologi hemat energi, pelatihan dan pengembangan SDM; (4) pada analisis ANP, kriteria dengan bobot tertinggi adalah kenyamanan pelanggan; (5) alternatif penghematan energi yang direkomendasikan untuk diterapkan adalah perubahan SOP . Jumlah ruangan yang diteliti sebanyak 136 ruangan terdiri atas 72 ruangan ber-AC dan 64 ruangan tidak ber-AC. Jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori agak boros 29 dengan peluang penghematan Rp 3,704,263; jumlah ruangan yang nilai IKEnya masuk kategori boros 42 dengan peluang penghematan Rp 4,989,749; Jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori sangat boros 65 dengan peluang penghematan Rp 8,992,210; bila peluang penghematan dari 136 ruangan diimplementasikan maka universitas tersebut dapat menghemat biaya listrik sebanyak Rp 17,686,222 perbulan.
Alur Pikir Studi Energi listrik memiliki manfaat yang strategis sebagai dalam sektor pembangunan dan perekonomian. Sehingga penggunaan energi listrik di lingkungan bisnis maupun industri merupakan hal yang mutlak dan tak dapat dihindari. Namun disisi lain harga energi listrik semakin mahal yang ditandai dengan naiknya tarif dasar listrik akibat menipisnya sumber energi fosil yang
19
mempengaruhi jumlah suplai energi tersebut. Kondisi ini mengharuskan para pelaku usaha di sektor industri maupun bisnis mengurangi biaya energi melalui implementasi efisiensi energi. Sebab kedua sektor tersebut tidak dapat mengendalikan pasokan listrik, kelangkaan energi, dan kenaikan harga energi. Akan tetapi faktor-faktor seperti perilaku penggunaan energi, tingkat konsumsi serta sistem peralatan kelistrikan masih dapat dikendalikan baik oleh sektor industri maupun sektor bisnis. Hasil penelitian Kementerian ESDM (2011) menemukan fakta bahwa sekitar 80 persen masalah pemborosan energi disebabkan oleh faktor manusia dan 20 persen disebabkan oleh faktor teknis. Penyebab pemborosan energi tersebut dapat dicapai dengan menerapkan program konservasi atau efisiensi energi. Efisiensi energi penekanannya lebih manajemen energi dari sisi permintaan. Karena, keberhasilan penggunaan energi secara efisien sangat dipengaruhi oleh perilaku, kebiasaan, kedisplinan dan kesadaran terhadap efisiensi energi. Efisiensi energi juga dapat dilakukan dengan cara lain diantaranya melakukan perawatan dan perbaikan pada alat-alat yang mengkonsumsi energi, menggunakan teknologi yang efisiensi energi, mengaplikasikan teknologi proses yang hemat energi dan lain-lain. Dalam rangka untuk mencapai efisiensi penggunaan energi listrik maka perlu dilakukan langkah-langkah konservasi energi. Bagi PT. PHE program konservasi energi atau efisiensi energi disamping untuk mengurangi biaya energi juga ditujukan dalam rangka memenuhi syarat penilaian PROPER tahun 2013. Pada tahun 2012 pada bangunan gedung PT. PHE menunjukkan nilai IKE rata-rata perbulan di atas ambang nilai efisien yaitu 12.45 kWh/m2/bulan, sementara nilai batasan efisien berkisar antara 7.93 – 12.08 kWh/m2/bulan. Apabila ingin menerapkan efisiensi energi maka PT. PHE perlu melakukan langkah evaluasi melalui audit energi. Pelaksanaan audit energi merupakan langkah awal untuk memulai manajemen energi yang baik. Melalui audit energi akan diperoleh data yang konkrit mengenai kondisi peralatan yang ada pada gedung, profil konsumsi energi, dan peluang konservasi energi. Dari data-data tersebut dapat dianalisa sejauhmana peluang penghematan energi yang akan dicapai dan nilai uang yang dapat dihemat. Berdasarkan uraian tersebut maka langkah-langkah yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan audit energi dengan mengumpulkan data konsumi energi, peralatan energi, luas bangunan dan melakukan pengukuran energi. data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan pendekatan accounting base analysis. Dari analisis tersebut maka akan diajukan rekomendasi konservasi atau langkah-langkah efisiensi energi. Pemikiran tersebut dapat dibuat skema seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
20
Faktor yang dapat dikendalikan: 1. Tingkat konsumsi energi listrik 2. Beban listrik harian 3. Perilaku pengguna energi listrik
Existing Problem: 1. Kenaikan harga energi listrik 2. Peringkat PROPER PT. PHE 3. Peningkatan Nilai IKE
Input: 1. Data konsumsi listrik 2. Luas bangunan 3. Data survey dan pengukuran
Metode pengumpulan data
1. 2. 3. 4.
Proses Analisis & Audit Energi: Perhitungan nilai IKE Kinerja alat Identifikasi peluang hemat energi Feasibility Study
Output: IKE, OTTV, profil sistem tata udara, profil sistem tata cahaya; NPV; IRR; PP;NET B/C Outcome: Gambar 5 Alur Pikir Studi Rekomendasi konservasi/efisiensi energi Impact: 1. Efisiensi energi 2. Penghematan dan konversi anggaran 3. Peningkatan daya saing
20
Gambar 2 Alur pikir studi
Faktor yang tidak dapat dikendalikan: 1. Pasokan listrik 2. Kenaikan tarif dasar listrik 3. Kelangkaan energi
Parameter Kontrol: IKE= 7.93 – 12.08 kWh/m2/bln; Cos θ = >0.85; Ketidakseimbangan Tegangan=3%; Ketidakseimbangan arus:20%; Frekuensi: 50±0.6 Hz; Harmonisa: 15%; OTTV: ≤35W/m2; T: 25.5±1.5; Rh: 60±5; lux: 300-350; cd = 12 W/m2
Feedback
21
3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 bertempat di PT. PHE Jakarta. Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa PT. PHE merupakan lembaga yang bergerak di sektor bisnis energi yang terus mengalami perkembangan. PT. PHE juga telah menetapkan target-target efisiensi energi setiap tahunnya. Pada tahun 2013 PT. PHE menetapkan target efisiensi energi sebesar 12.5 persen. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui observasi. Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari litelatur yang relevan dengan topik penelitian. Pengambilan data sekunder diperoleh juga dari literatur-literatur, hasil penelitian terdahulu, jurnal, artikel, data historis, laporan fasilitas dan inventaris gedung, laporan kondisi SDM, data pembayaran listrik serta informasi lain yang relevan. Metode Pengumpulan Data Berdasarkan jenis dan sumber data metode pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Pengumpulan data historis Pengumpulan data historis konsumsi energi listrik yang dicatat selama ini oleh pihak pengelola dapat memberikan informasi berharga bagi peneliti untuk mengetahui variasi konsumsi dan kebutuhan energi listrik. Data harian atau data bulanan dikumpulkan, sehingga dapat diketahui konsumsi dan biaya energi listrik. Data-data historis sistem kelistrikan biasanya dikumpulkan melalui rekening listrik bulanan selama setahun. Selain itu data yang dikumpulkan berupa denah bangunan, denah instalasi pencahayaan, diagram garis tunggal listrik, dan tingkat hunian. Berdasarkan data bangunan tersebut dapat dihitung rincian luas bangunan dan luas bangunan total (m2), tingkat pencahayaan ruangan (lux/m2), daya listrik total yang dibutuhkan (kVA atau kW), intensitas daya terpasang per m2 peralatan lampu, daya listrik terpasang, IKE dan biaya energi bangunan. b. Pengukuran Objek yang perlu diukur secara on-line pada sistem kelistrikan adalah: daya, faktor daya, waktu operasi, kualitas tegangan, frekuensi, konsumsi energi dan lainnya. Selain itu pengukuran juga dilakukan terhadap intensitas pencahayaan, temperatur dan kelembaban ruangan, serta besaran konsumsi energi sistem tata udara dan tata cahaya. Alat yang digunakan untuk mengukur kelistrikan yaitu power factor analyzer dan clamp on meter, untuk mengukur intensitas cahaya menggunakan lux meter, untuk mengukur termperatur dan kelembaban ruangan menggunakan anemometer. c. Survei Survei dilakukan dengan cara mengidentifikasi jenis dan spesifikasi peralatan yang menggunakan energi listrik di gedung perkantoran PT. PHE.
22
d. Wawancara Wawancara dilakukan terhadap pemegang jabatan yang kompeten dan merupakan pengambil keputusan bidang energi. Prosedur Audit Energi Mulai
Pengumpulan dan penyusunan data historis energi tahun sebelumnya Audit energi awal Data historis energi tahun sebelumnya
Menghitung Intensitas Konsumsi Energi (IKE) tahun sebelumnya
Periksa IKE apakah melebihi target?
Lakukan Penelitian dan Pengukuran Konsumsi Energi
Data Konsumsi Energi Hasil Pengukuran
Periksa IKE apakah melebihi target?
Audit energi rinci
Mengenali Kemungkinan “PHE” Analisis “PHE” Rekomendasi “PHE” tidak
ya
tidak
Implementasi
Periksa IKE apakah melebihi target?
Gambar 3 Prosedur audit energi
23
Pengolahan dan Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan metode analisis yang digunakan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara mendalam dan objektif mengenai obyek penelitian. Dalam upaya membantu memaparkan hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar, matriks sesuai dengan hasil pengamatan. Analisis deskriptif juga dilakukan untuk mengkaji pelaksanaan program konservasi energi dan implementasi hasil-hasil audit energi listrik yang dilakukan oleh PT. PHE. Analisis Intensitas Konsumsi Energi Perhitungan intensitas konsumsi energi listrik dilakukan dengan cara membandingkan dengan standar yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Perhitungan dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu perhitungan IKE listrik tahunan dan IKE listrik bulanan. Dalam konteks perhitungan IKE listrik tahunan di gedung PT. PHE dapat dihitung menggunakan persamaan: IKE = energi yang digunakan (kWh/tahun) ……………………………….. (6) Luas bangunan (m2) Sedangkan perhitungan IKE listrik bulanan dapat dihitung dengan persamaan: IKE = energi yang digunakan (kWh/bulan) ……………………………….. (7) Luas bangunan (m2) Hasil perhitungan Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik pada gedung perkantoran PT. PHE akan dibandingkan dengan IKE Standar Nasional Indonesia (SNI). Jika nilai IKE hasil pengukuran lebih besar dari IKE benchmark maka penggunaan energi listrik semakin tidak efisien. Analisis Peluang Hemat Energi Apabila peluang hemat energi telah dikenali, selanjutnya perlu ditindaklanjuti dengan analisa peluang hemat energi, yaitu dengan cara membandingkan potensi perolehan hemat energi dengan biaya yang harus dibayar untuk pelaksanaan rencana penghematan energi yang direkomendasikan. Penghematan energi pada bangunan tidak berarti mengurangi tingkat kenyamanan penghuni. Analisa peluang hemat energi dilakukan dengan upaya-upaya: 1 Mengurangi sekecil mungkin penggunaan energi (mengurangi kW dan jam operasi) 2 Memperbaiki kinerja peralatan 3 Penggunaan sumber energi yang murah Potensi penghematan merupakan hasil analisa IKE untuk selanjutnya dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia jika didapati IKE lebih besar dari IKE standar maka ada potensi penghematan.
24
Analisis Finansial Analisis finansial bertujuan untuk mengukur konsumsi energi, biaya penggunaan energi, penghematan energi dan studi kelayakan investasi. Melalui analisis ini dapat diketahui besar energi yang dikonsumsi oleh suatu sistem, biaya penggunaannya, penghematan biaya jika menerapkan konservasi energi dengan cara tertentu, dan dapat diketahui kelayakan dari langkah konservasi energi yang direkomendasikan berdasarkan hasil audit energi. 1 Perhitungan konsumsi dan biaya penggunaan energi Pendekatan yang digunakan untuk mengukur konsumsi, biaya penggunaan dan penghematan energi listrik yaitu pendekatan berdasarkan accounting based analysis. Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung jumlah konsumsi energi dalam satuan kWh adalah: Konsumsi kWh per hari = (∑ Watt x Jam penggunaan per hari) ….…….(8) 1000 Sedangkan biaya penggunaan energi dihitung menggunakan persamaan: Biaya energi listrik = (kWh x TDL) x ∑ Hari penggunaan …………..…(9) 2 Kelayakan finansial Analisa kelayakan finansial terlebih dahulu harus menyusun aliran kas yang terdiri dari arus penerimaan dan arus pengeluaran. Arus penerimaan terdiri dari nilai penghematan energi dan nilai sisa. Arus pengeluaran terdiri dari biaya investasi, biaya operasional, biaya pemasangan dan perawatan serta pembayaran pinjaman dan bunga. Pengukuran arus penerimaan dan pengeluaran akan diperoleh net benefit atau net saving. Analisis finansial dilakukan secara kuantitatif dan alat analisis yang digunakan untuk menguji kelayakan yaitu NPV, Net B/C, IRR dan PBP. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Umar 2005). Rumus yang digunakan dalam menghitung NPV adalah sebagai berikut: n
NPV t 1
Bt Ct (1 i )t
……………………………….…………….… (10)
Keterangan: Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-t Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t n = umur proyek (tahun) i = discount factor (%) Penilaian kelayakan investasi berdasarkan nilai NPV terdapat tiga kriteria investasi dalam NPV yaitu lebih besar dari nol berarti proyek menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan. Nilai NPV sama dengan nol berarti proyek tidak menguntungan dan juga tidak merugi karena manfaat yang diperoleh
25
hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan. Sedangkan NPV lebih kecil dari nil berarti proyek merugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan.
Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return adalah presentase keuntungan yang akan diperoleh perusahaan yang melakukan investasi, biasanya dinyatakan dalam persen. tujuan perhitungan IRR adalah untuk mengetahui presentase keuntungan dari sesuatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Investasi dikatakan layak jika nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto, sedangkan jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan (Umar 2005). Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR adalah:
NPV 1 (i1 i 2) NPV 1 NPV 2 .……………..…………………….(11) Keterangan: i1 = Nilai diskonto pada saat NPV1 i2 = Nilai diskonto pada saat NPV2 NPV1 = Nilai NPV positif NPV2 = Nilai NPV negatif IRR i 1
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan penilaian yang dilakukan untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa angka antara jumlah nilai bersih sekarang (present value) yang positif dengan nilai bersih sekarang (present value) negatif. Net B/C rasio menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Jika Net B/C lebih besar dari satu, maka usaha tersebut layak untuk dilaksanakan (Umar 2005). Rumus yang digunakan dalam menghitung Net B/C adalah: n
NETB / C
Bt Ct
(1 i)t t 1 n
Ct Bt t 1 (1 i )t
………………………..…………….(12)
Keterangan: Bt = Penerimaan (benefit) pada tahun ke-t Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t n = umur proyek (tahun) i = discount rate (%)
Payback Periode (PP) Periode pengembalian atau payback periode adalah suatu angka yang mengindikasikan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal investasi awal. Biasanya dinyatakan dalam satuan tahun atau bulan. Rumus yang digunakan untuk menghitung PBP adalah: I PP ………………………………..……………..………....(13) Ab
26
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Perusahaan PT. PHE merupakan perusahaan yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi. PT. PHE didirikan pada tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT Permina. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi PN Permina dan setelah merger dengan PN Pertamin di tahun 1968 namanya berubah menjadi PN PT. PHE. Dengan bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi PT. PHE. Pendirian PT. PHE (Persero) dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 tentang pengalihan bentuk perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi negara menjadi perusahaan perseroan. Bangunan gedung PT. PHE ini berlokasi di Jalan Medan Merdeka Timur No. 6 Jakarta. Gedung PT. PHE mulai dioperasikan sejak tahun 1970. Bangunan gedung terdiri dari 17 lantai, 2 lantai basement dan 1 lantai Auditorium serta area pendukung yang terdiri dari area koridor dan area parkir. Fungsi utama gedung sebagai gedung perkantoran. Luas lantai keseluruhan gedung adalah 35,841.9 m2 dengan jumlah hunian gedung pada hari kerja rata-rata sekitar 1,005 orang, terdiri dari 567 orang karyawan outsourcing dan 438 orang karyawan PT. PHE. Pada waktu dilakukan audit terdapat 3 lantai gedung yang sedang dilakukan renovasi sehingga tidak ada aktifitas pada 3 lantai tersebut. Jumlah staf yang bertanggung jawab atas pengelolaan gedung adalah 18 orang, bertugas dibidang keteknikan, termasuk pengelolaan energi. Jam kerja pada PT. PHE dimulai pukul 07.00 sampai dengan 16.00 WIB dari Senin hingga Jumat. Jam kerja akan melebihi dari waktu yang ditentukan apabila ada permintaan lembur kerja yang diajukan karyawan dengan mengisi fomulir yang telah tersedia. Sistem Kelistrikan Sumber utama kebutuhan energi listrik di PT. PHE disuplai oleh PT. PLN dengan kontrak daya sebesar 2.770 kVA, 3 phasa tegangan 380 Volt. Daya listrik tersebut didistribusikan melalui 2 unit trafo yang melalui 2 panel utama, terdiri dari 1 panel untuk AC, 1 panel untuk penerangan dan stop kontak. Sistem operasi jaringan distribusi listrik gedung dari PLN merupakan sumber energi listrik utama dan genset sebagai cadangan apabila mengalami pemadaman dengan sistem Change Over Switch (COS) secara otomatis. Secara sederhana, single line diagram sistem distribusi listrik di gedung PT. PHE ditunjukkan pada Gambar 4.
27
Gambar 4 Single line sistem distribusi listrik gedung PT. PHE Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa gedung kantor tersebut menggunakan listrik dari PLN dengan 1 langganan dan 2 unit genset sebagai cadangan. Pihak manajemen harus menjaga dokumen gambar dan label breaker sistem distribusi listrik dan membuat SOP sistem kelistrikan agar tidak terjadi salah operasi dalam mengoperasikan sistem distribusi listrik. Konsumsi dan Biaya Energi Listrik Total penggunaan energi listrik di gedung PT. PHE pada tahun 2012 mencapai 5,354,300 kWh dengan nilai total biaya Rp 4,263,466,750. Rata-rata penggunaan energi listrik 446,191 kWh per bulan dengan rata-rata biaya listrik bulanan Rp 355,288,895. Penggunaan energi listrik di PT. PHE tahun 2012 disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Konsumsi dan biaya listrik di gedung PT. PHE tahun 2012 Bulan
LWBP
WBP
Total
Biaya
(kWh)
(kWh)
kWh
Rp
Januari Februari
429,300 414,850
43,350 39,750
472,650 454,600
370,749,750 355,862,250
Maret April Mei
422,850 428,250 401,650
39,150 39,750 41,900
462,000 468,000 443,550
361,187,250 376,118,250 401,961,750
28 Lanjutan Tabel 9 Bulan
LWBP
WBP
Total
Biaya
(kWh)
(kWh)
kWh
Rp
Juni Juli
462,050 405,050
49,000 38,500
511,050 443,550
401,662,500 347,100,000
Agustus September
378,250 442,500
38,150 42,850
416,400 485,350
326,606,250 380,081,250
Oktober Nopember
374,300 389,700
30,500 36,350
404,800 426,050
325,037,500 333,168,750
Desember Total Rata-rata
341,750 4,890,500 407,542
24,550 463,800 38,650
366,300 5,354,300 446,192
283,931,250 4,263,466,750 355,288,895
Sumber : Rekening listrik gedung PT. PHE (data diolah 2013) Konsumsi dan biaya listrik tertinggi terjadi pada bulan Juni 2012 sebesar 511,050 kWh dengan biaya Rp 401,662,500, dan konsumsi listrik paling rendah terjadi pada Desember 2012 sebesar 366,300 kWh dengan biaya Rp 283,931,250. Tingginya konsumsi dan biaya energi listrik pada bulan Juni 2012 disebabkan oleh peningkatan aktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan pada bulan-bulan lainnya. Aktivitas-aktivitas ekstra pada pada bulan Juni pada PT. PHE di antaranya kegiatan peringatan hari jadi perusahaan. Kegiatan tersebut diselenggarakan setelah jam kerja berakhir yaitu pada malam hari. Kegiatan tersebut berimplikasi pada peningkatan konsumsi energi listrik. Sementara itu, konsumsi energi listrik pada bulan Desember 2012 bernilai lebih rendah dibanding bulan lainnya karena pada bulan tersebut frekuensi aktivitas ekstra pada perusahaan sudah menurun. Konsumsi energi listrik pada PT. PHE apabila dilihat dari distribusi waktu penggunaannya 91.3 persen, digunakan pada saat Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) dan 8.7 persen digunakan pada saat Waktu Beban Puncak (WBP) yaitu pada pukul 17.00 - 22.00 WIB. Penggunaan energi listrik pada saat WBP diterapkan tarif yang lebih mahal dibandingkan dengan tarif saat LWBP. Sehingga semakin tinggi konsumsi energi listrik saat WBP, menyebabkan biaya yang dikeluarkan untuk membayar energi listrik akan semakin mahal. Alasan tarif listrik dibebankan lebih malah pada pukul 17.00 – 22.00 WIB atau saat Waktu Beban Puncak karena pada saat itu Pelanggan PLN diseluruh Indonesia menyalakan listrik secara bersamaan. Melambungnya grafik konsumsi listrik pada waktu beban puncak memiliki dampak yang serius terhadap sistem dan pasokan listrik PLN. Apabila disajikan dalam grafik terlihat trend konsumsi dan biaya energi listrik pada tahun 2012 berfluktuasi tetapi cenderung mengalami penurunan pada akhir tahun 2012 (Gambar 5). Demikian juga dengan biaya yang dibayarkan untuk energi listrik.
29
600,000
450,000,000 400,000,000
500,000
350,000,000
400,000
300,000,000 250,000,000
300,000
200,000,000
200,000
150,000,000 100,000,000
100,000
50,000,000
0
0 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
kWh
Ags
Sept
Okt
Nop
Des
Rupiah
Gambar 5 Trend konsumsi dan biaya energi listrik gedung PT. PHE tahun 2012 (data diolah 2013)
Intensitas Konsumsi Energi
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
10.22
11.89
11.29
13.54
11.62
12.38
14.26
12.38
13.06
12.89
12.68
16 14 12 10 8 6 4 2 0
13.19
IKE listrik
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan besaran pemakaian energi pada bangunan gedung. Nilai IKE dinyatakan dalam satuan kWh/m2/bulan atau kWh/m2/tahun. Konsumsi energi total pada PT. PHE selama setahun adalah 5,354,300 kWh, rata-rata konsumsi energi bulanan 446,192 kWh, gedung PT. PHE memiliki luas area total 35,841.9 m2. Berdasarkan perhitungan terhadap IKE listrik di gedung PT. PHE diperoleh nilai 149.39 kWh/m2/tahun. Rata-rata nilai IKE 12.45 kWh/m2/bulan. Jika diibandingkan nilai benchmark SNI 6390:2011, maka IKE aktual gedung dikategorikan cukup efisien. Hal tersebut berarti bahwa masih perlu dilakukan upaya-upaya konservasi energi untuk menurunkan IKE agar efisien atau sangat efisien. Untuk itu penggunaan energi pada gedung masih memungkinkan dilakukan melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan energi. Perkembangan nilai IKE di gedung PT. PHE selama tahun 2012 disajikan pada Gambar 6. Tampak pada gambar tersebut perkembangan nilai IKE perusahaan berfluktuasi dan cenderung menurun pada akhir tahun. Semakin kecil nilai IKE suatu gedung maka dapat dikatakan penggunaan energi pada gedung tersebut semakin efisien.
Jul Ags Sept Okt Nop Des
Gambar 6 Perkembangan IKE gedung PT. PHE tahun 2012 (data diolah 2013)
30
Untuk menjaga agar IKE berada pada kategori yang efisien menurut Elyza (2005) dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan perawatan dan penggunaan peralatan hemat energi. Menurut Kementerian ESDM (2011), penyebab pemborosan energi 80 persen disebabkan oleh faktor manusia dan 20 persen disebabkan oleh faktor teknis. Oleh karena itu, upaya efisiensi energi harus ditekankan pada aspek demand side management yaitu fokus pada perubahan perilaku, kebiasaan, kedisiplinan, dan kesadaran hemat energi. Upaya mempertahankan nilai IKE dengan menerapkan program efisiensi energi paling tidak dapat menghemat biaya penggunaan energi hingga 25 persen (Elyza 2005). Selain dapat menekan biaya penggunaan energi, efisiensi energi juga dapat memberikan solusi yang sangat menguntungkan untuk meningkatkan daya saing usaha. Karena pada prinsipnya energy saving sama dengan money saving. Sehingga dengan demikian perusahaan dapat mengkonversi uang yang dihemat untuk membiayai aspek operasional lainnya seperti untuk meningkatkan produksi, pelayanan, dan kesejahteraan pegawai atau dapat juga diinvestasikan kembali untuk membeli peralatan energi yang jauh lebih hemat energi. Profil Beban Listrik Harian
600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 0:02:24 2:17:24 4:32:24 6:47:24 9:02:24 11:17:24 13:32:24 15:47:24 18:02:24 20:17:24 22:32:24 0:47:24 3:02:24 5:17:24 7:32:24 9:47:24 12:02:24 14:17:24 16:32:24 18:47:24 21:02:24 23:17:24 1:32:24 3:47:24 6:02:24 8:17:24 10:32:24 12:47:24 15:02:24 17:17:24 19:32:24 21:47:24
Daya aktif (kW)
Hasil pengukuran profil beban listrik menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara jam operasional gedung dengan jam operasional yang ditetapkan (Gambar 7). Siklus pada Gambar 7 menunjukkan profil beban listrik harian pada saat hari kerja dan hari libur.
Waktu
Gambar 7 Profil beban listrik pada trafo1 (data diolah 2013) Pada saat hari kerja, beban listrik yang digunakan lebih besar dibandingkan dengan pada saat hari libur karena sistem tata cahaya dan peralatan listrik dibutuhkan secara maksimum untuk menunjang aktivitas kerja. Pada hari kerja beban listrik pada trafo 1 mulai dinyalakan pada jam 05.00 WIB dan dimatikan pada jam 18.00 WIB, padahal jam kerja kantor adalah jam 07.00 sampai 16.00 WIB. Jam masuk kerja dengan jam pengopersian alat listrik terdapat perbedaan 2 jam dan waktu stop peralatan listrik terjadi perbedaan 2 jam. Perbedaan waktu tersebut disebabkan sebagian pegawai mulai masuk kerja jam 06.00 WIB dan pulang kantor jam 18.00 WIB. Beban listrik pada trafo 2 diukur pada saat hari kerja. Seperti halnya pada trafo 1 siklus penggunaan energi pada trafo 2 yang dimanfaatkan untuk AC juga menunjukkan ketidaksesuaian antara jam operasi dengan jadwal yang ditetapkan pada saat hari kerja. Beban listrik pada trafo 2 mulai dinyalakan pada jam 05.00
31
1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 10:25:48 12:00:48 13:35:48 15:10:48 16:45:48 18:20:48 19:55:48 21:30:48 23:05:48 0:40:48 2:15:48 3:50:48 5:25:48 7:00:48 8:35:48 10:10:48 11:45:48 13:20:48 14:55:48 16:30:48 18:05:48 19:40:48 21:15:48 22:50:48 0:25:48 2:00:48 3:35:48 5:10:48 6:45:48 8:20:48 9:55:48
Daya aktif (kW)
WIB dan dimatikan pada jam 18.00 WIB, padahal jam kerja kantor adalah jam 07.00 WIB sampai 16.00 WIB. Profil beban listrik harian pada trafo 2 disajikan pada Gambar 8.
Waktu
Gambar 8 Profil beban listrik pada trafo 2 (data diolah 2013) Nilai daya listrik maksimum di gedung PT. PHE pada trafo 1 yang difungsikan sebagai penerangan dan power kontak terjadi pada pagi hari yaitu dengan beban maksimum 542,600 watt dan beban minimum 151,300 watt terjadi pada pagi dini hari. Sementara itu, pada trafo 2 yang difungsikan untuk AC beban maksimumnya terjadi pada jam 15.00 WIB dengan besar konsumsi energi 840,000 watt. Jika dilihat dari pola jam nyala peralatan listrik untuk penerangan dan juga Air Conditioner terdapat peluang konservasi energi dengan cara menggeser jadwal menghidupkan peralatan yang dilakukan oleh petugas untuk trafo 1. Jadwal petugas kontrol dalam menghidupkan peralatan di ruang kerja pada jam masuk pengawai dimundurkan pada jam 06.00 WIB sehingga dapat meminimalisir selisih antara jadwal jam kerja dengan jam nyala peralatan listrik dan untuk pegawai lembur direkomendasikan disediakan ruangan khusus. Dengan demikian, peluang penghematan energi dengan cara menggeser jam nyala selama 1 jam adalah 8,247 kWh. Jumlah penghematan tersebut diperoleh dari hasil kali jumlah daya listrik yang dipakai rata-rata 275 kW x 30 hari. Jika asumsi harga energi listrik per-kWh adalah Rp 880 maka jumlah energi yang bisa dihemat tiap bulan 8,247 kWh x Rp 880 = Rp 7,257,360 per bulan atau sebesar Rp 87,088,320 per tahun. Kualitas Kelistrikan Profil beban listrik gedung diperoleh melalui pengukuran langsung dengan menggunakan alat ukur Electrical Power Analyzer, pada panel utama gedung yang diikuti dengan load survey ditiap-tiap MCB pada panel subsdistribusi dengan menggunakan Clamp on Meter. Pengukuran dilakukan selama beberapa hari guna mendapatkan data kondisi kelistrikan yang aktual seperti karakteristik daya nyata (kW)/daya semu (kVA), faktor daya, frekuensi maksimum/minimum, tegangan/arus antar phasa, ketidakseimbangan tegangan/beban, harmonik tegangan/arus, serta mati/hidup-nya beban listrik tersebut. Terdapat 2 panel utama yaitu panel utama untuk AC dan panel utama untuk peralatan dan penerangan. Kondisi aktual mengenai kondisi operasi dan kualitas kelistrikan yang melayani beban-beban listrik pada gedung kantor
32
tersebut akan diketahui melalui grafik profil beban harian, grafik faktor daya dan grafik ketidakseimbangan. Faktor daya (Cosphi)
Cos phi
Nilai cos phi didefinisikan sebagai perbandingan daya nyata dengan daya semu. Nilai cosphi yang diijinkan oleh PLN agar tidak terjadi denda KVAr diatas 0.85 atau 85 persen. Nilai cosphi tersebut ditetapkan karena penyedia listrik (PLN) harus mengirimkan daya kompleks (kVA) yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan energi listrik atau daya aktif (kW) yang tetap apabila faktor dayanya buruk. Manfaat lain dari nilai cos phi yang besar (baik) ini adalah kapasitas beban (KW) dapat optimal termanfaatkan dari suatu kapasitas terpasang (KVA). Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh cosphi pada trafo 1 dan 2 diperoleh nilai cosphi yang bervariasi. Ragam dari nilai tersebut dipengaruhi oleh beban. Nilai cosphi pada trafo 1 berkisar antara 0.97 – 0.99 dengan nilai rata-rata 0.98. Profil cosphi trafo 1 untuk beberapa hari kerja disajikan pada Gambar 9.
Waktu
Gambar 9 Profil cosphi trafo 1 (data diolah 2013)
Cos phi
Hasil pengukuran terhadap nilai cosphi pada trafo 2 memiliki kisaran nilai yang sama dengan nilai cosphi pada trafo 1 yaitu 0.97 – 0.99. Profil cosphi pada trafo 2 disajikan pada Gambar 10.
Waktu
Gambar 10 Profil cosphi trafo 2 (data diolah 2013) Dari profil cosphi di atas menunjukkan bahwa nilai cosphi sistem kelistrikan gedung berada dalam kondisi yang baik dan sesuai dengan yang ditetapkan oleh PLN. Sehingga PT. PHE tidak perlu membayar denda kepada
33
PLN. Nilai cosphi agar tetap dalam keadaan baik, dapat dijaga dengan melakukan monitoring dan perawatan secara terus menerus pada sistem distribusi listrik supaya nilai cosphi bisa tetap berada diatas 0.85. Keuntungan dari nilai cosphi yang baik tersebut disamping menghindari denda dan daya pada gedung tersebut bisa dimanfaatkan secara maksimal. Karena kualitas daya yang baik akan dapat memperbaiki drop tegangan, faktor daya, rugi-rugi daya, kapasitas daya dan efisiensi energi listrik. Menurut Syafrianto et. al. (2012), kualitas daya yang baik akan mengurangi drop tegangan, faktor daya, rugi-rugi daya, kapasitas daya aktif (kW) dan daya semu (kVA) dan dapat meningkatkan efisiensi energi listrik. Kualitas daya yang baik adalah jika power faktor > 0.8. Beban-beban dengan sifat induktif menyebabkan rendahnya power faktor (cosphi). Tegangan Listrik
Unbalance tegangan (%)
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap tegangan listrik, diketahui bahwa nilai tegangan listrik pada trafo 1 rata-rata berada di bawah 3 persen. Kondisi tersebut menunjukkan jika nilai tegangan pada masing-masing trafo dalam keadaan baik. Profil ketidakseimbangan tegangan pada trafo 1 disajikan pada Gambar 11.
Waktu
Gambar 11 Profil ketidakseimbangan tegangan (data diolah 2013)
Unbalance tegangan (%)
Hasil pengukuran terhadap ketidakseimbangan tegangan pada trafo 2 juga menunjukkan profil yang baik dengan nilai rata-rata lebih kecil dari 3 persen (Gambar 12).
Gambar 12 Profil ketidakseimbangan tegangan trafo 2 (data diolah 2013)
34
Nilai tegangan listrik tersebut merupakan hal penting dalam sistem kelistrikan baik pada sistem transmisi maupun sistem distribusi. Karena bila nilai ketidakseimbangan tegangan diatas nilai standar maka kinerja motor-motor listrik menjadi turun serta cepat mengalami kerusakan. Ketidakseimbangan tegangan yang tinggi akan menimbulkan arus tidak seimbang yang menyebabkan motor menjadi panas. Untuk mengukur nilai ketidakseimbangan tegangan sudah memiliki standar dalam sistem kelistrikan yaitu Standar ANSI C84.1-1995, dimana nilai ketidakseimbangan tegangan sistem distribusi tegangan rendah tidak boleh melebihi 3 persen.
Unbalance Arus (%)
Arus Listrik Berdasarkan hasil pengukuran langsung terhadap nilai ketidakseimbangan arus listrik pada trafo 1 diperoleh profil arus sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 13.
Gambar 13 Profil ketidakseimbangan arus trafo 1 (data diolah 2013)
Unbalance Arus (%)
Sementara itu, nilai ketidakseimbangan arus listrik pada trafo 2 diperoleh profil arus sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 14.
Gambar 14 Profil ketidakseimbangan arus trafo 2 (data diolah 2013) Nilai ketidakseimbangan arus merupakan hal penting dalam mengukur kualitas sistem kelistrikan. Karena jika nilai ketidakseimbangan arus diatas nilai standar akan mengakibatkan Transformator Harmonic Derating Factor (THDF–Arus) menjadi tinggi, timbulnya arus netral, dan isolasi menjadi panas serta mempengaruhi kinerja trafo distribusi. Standar ANSI C84.1-1995 menetapkan nilai ketidakseimbangan arus sistem distribusi tidak boleh melebihi 20 persen.
35
Tabel 10 Nilai arus dan ketidakseimbangan arus Data Max Min Rata-Rata
Arus (TR1) I2 I3
I1 804.5 233.3 388.0
811.1 210.2 371.7
843.0 236.2 395.1
Ketidak seimbangan Arus 8.6% 0.7% 4.2%
I1
Arus (TR2/AC) I2 I3
1316.6 0.0 521.5
1354.0 0.00 534.36
122.80 0.10 492.53
Ketidak seimbangan Arus 200.0% 0.5% 84.4%
Hasil pengukuran menggunakan power factor analyzer (data diolah 2013) Nilai ketidakseimbangan arus pada trafo 1 dan 2 menunjukkan nilai ratarata dibawah 20 persen. Tetapi nilai maksimum terutama pada trafo 2 melebihi nilai standar. Ketidakseimbangan arus trafo 2 terjadi selama 12 jam pada malam hari. Hal ini disebabkan oleh beban 1 fassa di fassa T. Kondisi ini dapat diatasi dengan melakukan proses balancing beban listrik pada Sub Distribution Panel (SDP) beban rata pada ketiga phasa. Rugi-rugi jaringan pada line netral tersebut diatas, bisa dihilangkan dengan cara rewiring pada sub distribution panel agar beban listrik terdistribusi merata pada setiap phasa (R-S-T). Frekuensi Listrik Frekuensi listrik adalah jumlah siklus arus bolak-balik per detik. Beberapa negara termasuk Indonesia menggunakan frekuensi listrik standar sebesar 50 Hz. Frekuensi listrik ditentukan oleh kecepatan perputaran dari turbin sebagai penggerak mula. Salah satu contoh akibat dari frekuensi listrik yang tidak stabil adalah akan mengakibatkan perputaran motor listrik sebagai penggerak mesinmesin produksi di industri manufaktur juga tidak stabil, dimana hal ini akan mengganggu proses produksi. Gangguan-gangguan yang terjadi pada sistem frekuensi terdiri atas : 1. Penyimpangan terus-menerus (continuous deviation); frekuensi berada diluar batasnya pada saat yang lama (secara terus-menerus), frekuensi standar 50 Hz dengan toleransi 0,6 Hz (49,4 – 50,6 Hz) IEEE-446. 2. Penyimpangan sementara (transient deviation); penurunan atau penaikkan frekuensi secara tiba-tiba dan sesaat. Hasil pengukuran terhadap frekuensi listrik pada jaringan sistem distribusi listrik di gedung kantor masih tergolong baik, yaitu 49.9 sampai 50.6 Hz sehingga masih dalam batas standar IEEE-446. Harmonisa Tegangan dan Arus Harmonisa tegangan dan arus adalah komponen-komponen gelombang sinus dengan frekuensi dan amplitudo yang lebih kecil dari gelombang asalnya (bentuk gelombang yang cacat), standar IEEE 159 menetapkan THD V & THDI minimum sebesar 15 persen. Hasil pengukuran diperoleh nilai harmonisa arus sebagaimana disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai harmonisa arus Data Max Min Rata-Rata
Harmonisa Arus (TR1) % THDFI1 THDFI2 THDFI3 26.67 28.88 28.38 15.24 15.31 12.94 21.91 23.25 21.28
Nilai harmonisa arus (data diolah 2013)
Harmonisa Arus (TR2/AC) % THDFI1 THDFI2 THDFI3 74.04 70.01 69.91 7.27 7.98 8.26 26.50 22.88 21.77
36
Tabel 11 menunjukkan nilai harmonisa arus minimum pada trafo 1 dan 2 masih dalam batas standar tetapi untuk batas harmonisa maksimum sudah melebihi batas standar. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan beban terutama di trafo 2 untuk AC. Agar nilai harmonisa maksimal tetap stabil dapat dilakukan dengan cara balancing beban listrik pada ketiga phasa jaringan listrik serta melakukan monitoring secara rutin temperatur sambungan-sambungan terutama pada jaringan netral dan phasa T agar tidak sampai rusak (over heat) atau kebakaran. Jika ditemukan ada sambungan dengan temperatur ekstrim, maka harus segera dilakukan perbaikan kekencangan sambungan tersebut. Harmonisa arus dan tegangan yang tidak sesuai dengan standar dapat mengakibatkan panas yang berlebihan, getaran keras, suara berisik dan terbakar pada peralatan capacitor reactor, meledak pada peralatan power fuse (power capacitor), salah beroperasi pada peralatan breaker; suara berisik, bergetar pada peralatan dan pada peralatan motor listrik, elevator dan peralatan-peralatan kontrol, getaran yang tinggi, panas berlebihan dan kesalahan operasi. Kontribusi arus harmonik dapat menyebabkan cacat (distorsi) pada tegangan, meskipun tergantung besaran kontribusinya. Cara mengurangi pengaruh harmonisa tegangan dan atau harmonisa arus yang terjadi pada sistem adalah dengan memasang harmonic filter yang sesuai pada peralatan-peralatan yang dapat menyebabkan timbulnya harmonik seperti arus magnetisasi transformer, static VAR compensator dan peralatan-peralatan elektronika daya (seperti inverter, rectifier, converter dan sebagainya. Pada Tabel 12 disajikan nilai harmonisa tegangan. Tabel 12 Nilai harmonisa tegangan Data Max Min Rata-Rata
Harmonisa Tegangan (TR1) % THDF THDF THDF U1 U2 U3 2.5 2.8 2.8 1.6 1.7 1.6 2.1 2.2 2.1
Harmonisa Tegangan (TR2/AC) % THDF THDF THDF U1 U2 U3 2.58 2.78 2.53 1.03 0.98 0.74 1.59 1.77 1.49
Hasil pengukuran harmonisa tegangan (data diolah 2013) Pada Tabel tersebut terlihat bahwa nilai harmonisa tegangan pada tiap phasa masih dalam batas standar. Sehingga tidak diperlukan koreksi pada harmonisa tegangan. Namun demikian, harmonisa tegangan perlu tetap dijaga sesuai standar agar tidak menimbulkan penurunan pada kualitas kelistrikan. Konservasi Energi pada Selubung Bangunan Selubung bangunan pada gedung PT. PHE sudah menggunakan kaca film di seluruh bangunan gedungnya. Selain itu juga terlihat adanya shading di tiaptiap bangunan. Atap dan bahan dinding bangunan terdiri atas beton ringan dengan orientasi bangunan gedung menghadap ke arah barat. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sistem selubung bangunan ditemukan hal-hal sebagai berikut. a. Kaca jendela Radiasi matahari merupakan beban thermal eksternal bagi sistem tata udara sehingga sistem tata udara tidak dapat bekerja maksimal karena temperatur di
37
dalam ruangan tinggi diakibatkan oleh radiasi matahari melalui kaca jendela. Salah satu cara efektif untuk menghambat radiasi matahari yang masuk ke dalam ruangan yaitu dengan memasang kaca film. Selain itu dapat juga digunakan shading atau overhang untuk menghambat sinar matahari yang akan masuk ke dalam ruangan. Gedung PT. PHE sudah menggunakan kaca film di seluruh bangunannya sehingga dapat menghambat radiasi matahari yang akan masuk ke dalam ruangan. Sistem vegetasi gedung PT. PHE pun sudah cukup baik untuk menghalangi pancaran sinar matahari yang akan masuk ke dalam ruangan dan juga menyebabkan udara sekitar cenderung menjadi tidak panas. Menurut BPPT (2012) mengurangi beban pendinginan secara langsung dapat menghemat energi listrik pada sistem pendingin ruangan. Beban pendingin ruangan pada umumnya bersumber dari sinar matahari, sistem pencahayaan, manusia, peralatan listrik udara luar. BPPT (2012) sumber utama panas pada bangunan gedung di negara tropis adalah sinar matahari. Dengan mengurangi radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan gedung, beban pendinginan akan turun. Hal tersebut dapat dilakukan antara lain dengan memasang kaca film, memanfaatkan material bangunan yang memiliki nilai koefisien transfer thermal yang rendah, menanam pohon di sekitar gedung, mengurangi cahaya langsung masuk ke dalam gedung, mengatur orientasi bangunan, mengatur organisasi ruang,memasang selective glassing (kaca film). Kondisi kaca film dan shading gedung dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Kondisi kaca dan shading gedung PT. PHE b. Overall Thermal Transfer Value (OTTV) Pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui sebarapa besar bangunan telah menerapkan hemat energi yaitu melalui pendekatan OTTV sesuai Standar Nasional Indonesia 6389:2011 tentang konservasi energi selubung bangunan.
38
Penentuan nilai OTTV merupakan salah satu upaya efisiensi sistem tata udara dengan cara memperkecil beban pendinginan serta pemilihan sistem dan kontrol tata udara yang tepat. Pengukuran sistem selubung bangunan PT. PHE terdiri dari luas jendela, luas dinding, dan sistem peneduh pada bangunan. Pengukuran luas jendela dan luas dinding ditujukan untuk mencari nilai WWR (window to wall ratio), sedangkan pengamatan kondisi bangunan dilakukan untuk mencari data material bangunan dan sistem peneduh untuk memperoleh nilai koefisien peneduh (shading coefisien) yang diperlukan dalam perhitungan OTTV bangunan. Nilai OTTV tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan bahwa selubung bangunan tersebut telah memenuhi nilai standar SNI 6389:2011 (OTTV ≤ 35 Watt/m2). Berdasarkan hasil assessment maka didapatkan data luas bangunan dan luas jendela serta nilai WWR gedung PT. PHE seperti yang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Nilai window to wall ratio (WWR) Orientasi Gedung K1 K2 K3 K4
Luas (m2) Jendela Total 679 1836 588 1836 588 1836 624 1836
WWR 0.37 0.32 0.32 0.34
SF (disesuaikan arah sisi bangunan) 243 130 112 97
Berdasarkan perolehan nilai WWR maka dapat dihitung nilai OTTV gedung (Tabel 14). Tabel 14 Perhitungan nilai OTTV gedung PT. PHE OTTVi = a [Uw x (1-WWR)] x TDEk + (SC x WWR x SF) + (Uf x WWR xDT) OTTV = (OTTV x Ai) + ….. + (OTTVn x An) / (Ai + …. + An) Propertis: a Uw RUP RUL RK T k TDEk SC Uf RUP RUL RK t k ∆T OTTV Gedung: OTTV A1 OTTV A2 OTTV A3 OTTV A4 OTTV total
0.86 1.193247 0.299 0.044 0.49505 0.15 0.303 10 0.25 5.993443 0.12 0.044 0.002849 0.003 1.053 5
Uw = 1/(Rup + Rul + Rk)
Rk = t/k
SC = SCk x SCf ; SCk standar = 0.5
40.03 26.97 25.53 25.21 29.43
Hasil perhitungan OTTV bangunan gedung (data diolah 2013)
39
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh nilai OTTV gedung 29.43 Watt/m2. Dengan demikian nilai OTTV gedung masih dibawah nilai standar SNI OTTV. Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa semakin besar WWR suatu gedung makin besar pula nilai OTTV gedung. Hal ini berarti bahwa dengan makin besarnya jendela, maka radiasi matahari dan konduksi panas lewat jendela yang masuk ke dalam bangunan bertambah besar (Loekita 2006). Untuk mempertahankan agar nilai OTTV sesuai standar SNI, yaitu dengan mengurangi radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan gedung. Beberapa upaya yang dapat dilakukan ialah dengan memasang kaca film, memanfaatkan material bangunan yang memiliki nilai koefisien transfer thermal yang rendah, menanam pohon di sekitar gedung, mengurangi cahaya langsung masuk ke dalam gedung, mengatur orientasi bangunan, mengatur organisasi ruang, memasang selective glassing (BPPT 2012). Selain itu pemilihan sistem pencahayaan yang tepat juga akan mengurangi beban pendinginan, antara lain dengan pemilihan jenis lampu yang memiliki nilai efisiensi tinggi, meminimalisasi penggunaan lampu pijar, mengurangi cahaya matahari yang langsung masuk ke gedung dan lain-lain. Selain faktor tersebut di atas, manusia juga merupakan bagian dari beban pendinginan. Mengurangi beban pendinginan yang disebabkan oleh manusia antara lain dapat dilakukan dengan mengarahkan pendinginan secara efektif ke ruangan kerja dan mengurangi pendinginan yang tidak perlu ke ruang area yang kosong. Aspek lain yang berpengaruh terhadap transfer thermal adalah peralatan listrik dan elektronik. Penempatan peralatan-peralatan yang menghasilkan panas seperti mesin fotokopi, pemanas air, lemari pendingin, dan lain-lainnya di tempat service dan mengatur pendinginan yang tepat di ruangan-ruangan tersebut. Hal lainnya yang berpengaruh terhadap sistem pendingin adalah masuknya udara luar. Infiltrasi udara luar dapat dicegah dengan memasang pintu otomatis (BPPT 2012). Analisis Sistem Tata Udara
1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 10:25:48 12:00:48 13:35:48 15:10:48 16:45:48 18:20:48 19:55:48 21:30:48 23:05:48 0:40:48 2:15:48 3:50:48 5:25:48 7:00:48 8:35:48 10:10:48 11:45:48 13:20:48 14:55:48 16:30:48 18:05:48 19:40:48 21:15:48 22:50:48 0:25:48 2:00:48 3:35:48 5:10:48 6:45:48 8:20:48 9:55:48
Daya aktif (kW)
Berdasarkan hasil pengukuran konsumsi daya listrik untuk sistem tata udara yang ditunjukkan pada Gambar 16, diperoleh informasi bahwa jadwal jam nyala peralatan AC mulai dari pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Sementara sistem pengoperasian unit AC menggunakan remote control terpusat. Dari hasil pengamatan dan pengukuran juga ditemukan bahwa pengoperasian unit AC pada gedung dilakukan dengan mode cooling pada setting temperatur 21oC.
Waktu
Gambar 16 Profil daya listrik peralatan AC gedung PT. PHE (data diolah 2013)
40
Hasil pengukuran profil AC di gedung PT. PHE memperlihatkan pola operasi AC di ruang kerja gedung PT. PHE mulai beroperasi dari pukul 05.00 WIB dengan daya maksimum 840 Kw terjadi pada pukul 15:05:48 WIB. Pengoperasian sistem tata udara di Gedung PT. PHE dilakukan secara manual, dimana bagian perawatan menyalakan AC setiap hari pada pukul 05.00 WIB dan mematikan pada pukul 16.00 WIB dan sistem pemantauan dilakukan secara otomatis dari ruang kendali. Adapun faktor yang mempengaruhi pendinginan internal pada gedung adalah beban panas manusia, dan peralatan kelistrikan yang menimbulkan panas di dalam bangunan gedung, sedangkan beban eksternal sudah dikurangi dari desain gedung itu sendiri. Kualitas Kenyamanan Termal Ruangan Hasil pengukuran temperatur dan kelembapan udara di dalam ruangan gedung diperoleh nilai sebaran temperatur ruangan serta kelembaban udara seperti ditunjukkan pada Gambar 17. 28
Temperatur (0C)
27 26 25 24
23 22 21 20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Data pengukuran
Min SNI 6390:2011
Maks. SNI 6390:2011
Titik pengamatan
Gambar 17 Kondisi temperatur udara di dalam bangunan gedung PT. PHE (data diolah 2013) Meskipun mode cooling temperatur di setting pada 21oC namun dari Gambar 18 terlihat bahwa sebaran temperatur pada setiap titik pengumpulan data secara umum sudah memenuhi standar SNI 6390:2011 yaitu berada pada kisaran 24oC hingga 26oC tetapi pada beberapa titik pengukuran seperti di ruang kerja dan ruang rapat di lantai 17, lobi dan koridor ruang kerja masih terdapat yang kurang dari standar yang ditetapkan dalam SNI 6390:2011. Kondisi tersebut disebabkan oleh adanya beban panas yang ditimbulkan oleh peralatan listrik dan pergerakan manusia. Sementara itu, hasil pengukuran nilai kelembaban udara pada setiap ruangan di gedung PT. PHE berkisar antara 56 - 65 persen. Nilai kelembaban tersebut secara umum sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Kelembaban (%)
41
66 64 62 60 58 56 54 52 50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Data Pengukuran
Min. SNI 6390:2011
Maks. SNI 6390:2011
Titik pengamatan
Gambar 18 Kondisi kelembaban udara di dalam bangunan gedung PT. PHE (data diolah 213) Tingkat kenyamanan termal pada suatu ruangan sangat penting untuk menunjang fungsi-fungsi ruangan di dalam bangunan gedung. Tingkat kenyamanan yang dimaksud merupakan ekspresi dari kondisi thermal udara yang diwakili oleh setidaknya dua properties udara yang ada pada ruangan tersebut yaitu temperatur dan kelembaban udara. Properties udara di dalam gedung harus berada pada kondisi standar sesuai dengan fungsi gedung. Berdasarkan SNI 6390:2011 serta Permen ESDM No. 13 tahun 2012 bahwa tingkat kenyamanan ruangan di dalam gedung kantor adalah 25.5 ⁰C ±1.5 ⁰C (24 ⁰C s/d 27 ⁰C) dan kelembaban udara 60% ±5% (55% s/d 65%). Properties udara tersebut merupakan kondisi terbaik untuk manusia berada pada suatu ruangan, karena jika keadaan udara pada suatu ruangan lebih tinggi dan atau lebih rendah dari nilai rujukan tersebut, maka selain tidak nyaman secara thermal, terdapat banyak potensi kerugian dari sisi kesehatan, yaitu bakteri akan mudah berkembang biak, sehingga dapat mengakibatkan mudah terinfeksi saluran pernafasan. Standar kenyamanan ASHRAE Handbook of Fundamentals tahun 2009 mendeskripsikan efek kesehatan dari pengkondisian udara yang berkaitan dengan kelembaban ruangan, yaitu: 1 Ruangan yang memiliki kelembaban relatif (RH) di atas 75 persen, merupakan daerah di mana virus, bakteri, dan jamur akan meningkat populasinya dengan cepat. 2 Ruangan yang memiliki kelembaban relatif (RH) antara 70 – 75 persen, akan terjadi static electricity (listrik statis), terutama pada daerah yang lantainya menggunakan karpet. 3 Ruangan yang memiliki kelembaban relatif (RH) antara 50 – 70 persen, merupakan standar kenyamanan yang terbaik bagi rumah, perkantoran, dan jenis hunian lainnya. 4 Ruangan yang memiliki kelembaban relatif (RH) di bawah 50 persen, merupakan daerah yang terlalu kering, yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan.
42
Sistem dan Kapasitas Terpasang Kapasitas peralatan yang dinilai konservatif untuk melayani suatu ruangan pada bangunan gedung dapat didefinisikan sebagai kebutuhan energi input sistem pengkondisian udara per satuan luas ruangan yang dilayani oleh peralatan tersebut. Berdasarkan SNI 6390:2011 kapasitas peralatan yang terpasang yang dapat melayani suatu beban thermal pada ruangan yang dikondisikan dalam penilaian konservatif <50 Watt/m2. Pada kondisi ideal maka beban pendinginan merupakan ekspresi dari semua sumber panas yang berada dalam suatu ruangan pada bangunan gedung diantaranya radiasi matahari, infiltrasi atau eksfiltrasi udara, jumlah tingkat hunian, peralatan-peralatan yang ada dalam ruangan yang menimbulkan panas serta fungsi ruangan yang berhubungan dengan kegiatan hunian pada ruangan. Hasil perhitungan terhadap intensitas konsumsi energi aktual per lantai diperoleh rata-rata 37.85 Watt/m2 (lampiran 2). Hal tersebut berarti bahwa IKE peralatan AC di gedung tersebut tergolong efisien. Unjuk Kerja Air Conditioner (AC) Faktor lainnya yang dijadikan suatu analisa terhadap peralatan pengkondisian udara untuk menunjang kondisi kenyaman thermal yaitu penilaian unjuk kerja Air Conditioner. Tabel 15 berikut adalah uraian rinci dari unjuk kerja sampel unit AC yang terdapat di gedung PT. PHE. Tabel 15 Performansi peralatan AC gedung PT. PHE No Nama Beban 1 2
Chiller 1 Cap 150 TR Chiller 2 Cap 150 TR Kesimpulan
Konsumsi Daya (kW) 144.10
Cooling Efek (kW) 482.81
COP Eksisting Name plate 3.66 4.00
kW/TR Eksisting Name plate 0.96 0.88
152.81
455.27
3.45
4.00
1.02
0.88
< standar
296.91
938.08
3.56
4.00
0.99
0.88
< standar
Kondisi < standar
Hasil observasi kinerja AC (data diolah 2013) Berdasarkan data di atas maka dapat diketahui bahwa secara umum COP sistem AC pada gedung PT. PHE rata-rata berada pada kondisi optimal meskipun sudah berada dibawah name plate. Hal ini dikarenakan perawatan yang teratur yaitu 3 kali dalam setahun. Suatu peralatan pengkondisian udara berlaku sama dengan peralatan-peralatan lain pada umumnya dimana faktor usia pakai sangat mempengaruhi unjuk kerja peralatan tersebut dimana umumnya beriring dengan waktu operasinya maka terjadi derating atau fouling yang menyebabkan peralatan tersebut tidak dapat memberikan efek yang sama seperti keadaan sebelumnya, kecuali jika dilakukan perawatan secara berkala dan terus menerus dan atau modifikasi. Peluang Konservasi Energi Sistem Tata Udara Meskipun berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan penerapan konservasi energi pada sistem tata udara sesuai dengan standar akan tetapi masih terdapat peluang konservasi energi listrik untuk meningkatkan efisiensi energi dan
43
menghemat biaya energi listrik. Peluang konservasi tersebut dapat diperoleh dengan cara: 1
Menggeser jam nyala AC atau chiller 1 jam sebelum jam kerja Profil penggunaan energi menunjukkan terdapat kelebihan penggunaaan jam pemakaian AC yaitu dinyalakan 2 jam sebelum waktu jam kerja yaitu pada pukul 07.00. Chiller sebaiknya dinyalakan 1 jam sebelum jam kerja walaupun sudah terdapat karyawan yang masuk pada pukul 06.00 WIB, karena nilai penghematan yang dapat diperoleh dengan cara tersebut cukup besar. Potensi penghematan energi dengan cara di atas dapat menghemat energi listrik sebesar 100 persen. Persentase tersebut diperoleh karena untuk melakukan upaya ini hanya diperlukan perubahan perilaku dan tidak diperlukan biaya investasi. Daya rata-rata AC saat jam 05.00 – 06.00 yaitu sekitar 696 kW. Lama operasi selama 1 jam. Jika diasumsikan jam kerja yang berlaku rata-rata setiap bulan adalah 22 hari kerja maka konsumsi energi total sebesar 15,312 kWh per bulan. Dengan mengubah jam nyala AC dari jam 05.00 menjadi jam 06.00 akan diperoleh penghematan energi sebesar 15,312 kWh per bulan. Jika diasumsikan harga energi listrik yang diberlakukan adalah tarif periode Juli – September 2013 yaitu Rp 975 per-kWh dapat diperoleh penghematan biaya energi listrik 15,312 kWh/bulan x Rp 975 = Rp 14,929,200/bulan. Jadi selama 1 tahun akan diperoleh penghematan biaya energi listrik Rp 179,150,400. Nilai penghematan tersebut berarti bahwa PT. PHE dapat memangkas anggaran untuk energi Rp 179,150,400 setiap tahun sehingga anggaran tersebut dapat dialihkan untuk membiayai keperluan operasional lainnya. Berikut simulasi perhitungan peluang konservasi energi yang bisa diperoleh melalui langkah 1 disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Peluang konservasi energi sistem tata udara dengan menggeser jam nyala AC atau Chiller 1 jam sebelum jam kerja Keterangan Nilai Daya AC rata-rata saat jam 05.00 – 06.00 : 696 Lama Operasi : 1 Konsumsi energi total : 15,312 Asumsi tarif listrik per-kWh : 975 Biaya listrik per bulan : 14,929,200 Menggeser jam nyala AC atau chiller 1 jam sebelum jam kerja Estimasi penghematan (%) : 100 Penghematan energi : 15,312 Penghematan biaya listrik (bulan) : 14,929,200 Penghematan biaya listrik (tahun) : 179,150,400
Satuan kW Jam kWh/bulan rupiah Rp/bulan % kWh/bulan Rp/bulan Rp/tahun
Peluang konservasi skenario 1 di atas dapat tercapai apabila penghuni di masing-masing ruang turut bekerjasama dalam menggunakan AC sesuai dengan dengan waktu yang telah disepakati dan sesuai kebutuhannya. ESDM (2012) mewajibkan pengelola bangunan gedung BUMN untuk menyalakan AC sentral 30 menit sebelum jam kerja dan unit fan AC dinyalakan 1 jam kemudian. Cara tersebut dapat menurunkan jumlah konsumsi energi secara signifikan karena komponen terbesar penggunaan energi di gedung 50 – 70 persen digunakan untuk Air Conditioner.
44
2
Mematikan AC atau chiller 30 menit sebelum jam kerja berakhir Profil penggunaan energi pada trafo 2 untuk AC menunjukkan AC atau chiller dimatikan pada pukul 16.00 WIB. Apabila AC dimatikan 30 menit sebelum jam kerja berakhir atau pada pukul 15.30 WIB dapat membatu secara signifikan dalam penghematan penggunaan energi (Tabel 17). Karena komponen terbesar dalam penggunaan energi di gedung ini adalah AC. Tabel 17 Peluang konservasi energi sistem tata udara melalui perubahan jam mati AC atau chiller 30 menit sebelum jam kerja berkahir Keterangan Nilai Satuan Daya AC rata-rata saat jam 15.30 – 16.00 : 630 kW Lama Operasi : 0.5 Jam Konsumsi energi total : 6,930 kWh/bulan Asumsi tarif listrik per-kWh : 975 Rupiah Biaya listrik : 6,756,750 Rp/bulan Mengubah jam mati AC atau chiller 30 menit sebelum jam kerja berakhir Estimasi penghematan (%) : 100 % Penghematan energi : 6,930 kWh/bulan Penghematan biaya listrik (bulan) : 6,756,750 Rp/bulan Penghematan biaya listrik (tahun) : 81,081,000 Rp/tahun
Kementerian ESDM (2012) telah menganjurkan bangunan gedung BUMN untuk mematikan kompresor Air Conditioner 30 menit sebelum jam kerja berakhir dan unit fan AC dimatikan saat jam kerja berakhir. Potensi penghematan energi yang dapat diperoleh dengan cara tersebut sebesar 100 persen karena untuk melakukan upaya ini hanya diperlukan perubahan perilaku dan tidak diperlukan biaya investasi. Hasil pengukuran menunjukkan daya rata-rata AC saat jam 15.30 – 16.00 WIB sebesar 630 kW. Jika diasumsikan jam kerja yang berlaku rata-rata setiap bulan adalah 22 hari kerja maka konsumsi energi total sebesar 6,930 kWh per bulan. Dengan mengubah jam mati AC atau chiller dari jam 16.00 menjadi jam 15.30 akan diperoleh penghematan energi sebesar 6,930 kWh per bulan. Jika diasumsikan harga energi listrik per-kWh adalah Rp 975 dapat diperoleh penghematan biaya energi listrik 6,930 kWh/bulan x Rp 975 = Rp 6,756,750/bulan. Jadi selama 1 tahun akan diperoleh penghematan biaya energi listrik Rp 81,081,000. Nilai penghematan tersebut diartikan bahwa perusahaan dapat memangkas biaya untuk energi setiap tahunnya Rp 81,081,000 sehingga anggaran dapat dimanfaatkan untuk membiaya kegiatan operasional lainnya. Analisis Sistem Tata Cahaya Berdasarkan hasil pengamatan pada sistem tata cahaya di masing-masing ruangan gedung PT. PHE menggunakan lampu jenis TL 18 watt, TL 36 watt, down lite 14 watt, lampu hias 10 watt dan lampu sorot 1000 watt (lampiran 3). Sistem pengoperasian lampu menggunakan saklar atau switch dengan pola pengoperasian manual dan belum dikontrol secara otomatis menggunakan Building Automation System (BAS). Perawatan tata cahaya yang dilakukan di gedung ini menerapkan sistem breakdown maintanance. Breakdown maintenance merupakan aktivitas pemeliharaan yang dilakukan sebagai reaksi atau tindakan segera yang menduduki prioritas utama untuk mengembalikan kondisi peralatan atau mesin pada kondisi atau keadaan
45
normal setelah mengalami kegagalan fungsi yang mengakibatkan peralatan tersebut berhenti beroperasi. Hal ini sebagian besar diakibatkan oleh minimnya perhatian yang diberikan terhadap kondisi operasi peralatan atau sistem yang dijalankan. Pendekatan manajemen pemeliharaan tersebut jelas tidaklah efektif selain itu juga akan menimbulkan biaya perawatan menjadi tinggi di kemudian hari. Dalam breakdown maintenance terdapat dua faktor utama yang dapat memberikan kontribusi yang kuat yang dapat menyebabkan tingginya biaya perawatan antara lain tidak baiknya perencanaan atau belum adanya perencanaan dan perbaikan yang kurang menyeluruh. Kebutuhan penerangan di dalam suatu bangunan selain dapat diperoleh melalui sistem penerangan buatan juga dapat diperoleh melalui sumber penerangan alami. Namun demikian, sumber pencahayaan alami dalam sistem tata cahaya tidak selalu dapat digunakan sebagai sumber penerangan utama di dalam ruangan bangunan, hal ini disebabkan antara lain tingkat penerangan sangat tergantung pada kondisi cuaca, penataan ruang di dalam gedung, dan lingkungan disekitar bangunan. Apabila ditinjau dari hasil observasi ditemukan sumber-sumber pencahayaan alami pada gedung, seperti contohnya ditunjukkan pada Gambar 19. Berdasarkan hasil observasi, pemanfaatan sumber pencahayaan alami pada gedung PT. PHE belum dapat terpenuhi karena sumber pencahayaan alami pada gedung terkendala oleh penggunaan kaca film di seluruh bagian bangunan sehingga menghalangi sinar matahari masuk ruangan. Namun hal ini memiliki dampak positif karena dapat mengurangi beban thermal bagi sistem tata udara.
Gambar 19 Sumber pencahayaan alami di gedung PT. PHE Untuk dapat menganalisis sistem tata cahaya gedung kemudian dilakukan audit energi pada sistem tata cahaya bangunan gedung. Audit energi sistem tata cahaya bertujuan untuk mengetahui tingkat kuat penerangan dalam suatu ruangan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar aktifitas pada bangunan gedung dilakukan pada siang hari. Hampir sepanjang jam kerja lampu di dalam ruangan dinyalakan. Berdasarkan hasil audit energi pada sistem tata cahaya ditemukan hal-hal sebagai berikut. a. Intensitas daya penerangan Pada penelitian ini pengukuran kuat pencahayaan lebih difokuskan pada pengukuran illuminance (kuat pencahayaan yang jatuh pada satu unit permukaan). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut visual photometer, atau lebih dikenal sebagai illuminance meter atau lux-meter yang menggunakan sensor elektronik.
46
Hasil pengukuran menunjukkan Intensitas daya penerangan di gedung PT. PHE berkisar antara 2.24 – 6.90 Watt/m2 (lampiran 4). Berkaitan dengan konservasi energi, SNI 6197:2011 menyebutkan daya listrik maksimum untuk pencahayaan termasuk rugi-rugi ballast adalah sekitar 12 Watt/m2. Artinya bahwa pada setiap luasan area 1 m2, total daya maksimum untuk lampu penerangan yang dapat dipergunakan adalah sebesar 12 Watt. Jika dibandingkan dengan standar SNI 6197:2011, maka daya pencahayaan bangunan gedung PT. PHE tergolong efisien. Lampiran 4 menunjukkan bahwa pemilihan jenis lampu berpengaruh terhadap nilai intensitas daya penerangan. Semakin besar daya lampu yang digunakan maka semakin besar pula intensitas daya penerangan pada bangunan gedung. Untuk meningkatkan agar intensitas daya penerangan lebih efisien maka diperlukan penggantian lampu dengan jenis lampu yang lebih hemat energi. b. Kuat cahaya penerangan Untuk mendapatkan gambaran mengenai kualitas pencahayaan yang ada di gedung PT. PHE, dilakukan pengukuran kuat pencahayaan dengan menggunakan lux-meter. Pengukuran dilakukan dengan pengambilan sampel data kuat pencahayaan pada beberapa titik di dalam ruangan. Hasil pengukuran kuat pencahayaan (lumen) di dalam ruangan dengan menggunakan peralatan ukur lux meter didapatkan nilai sebaran kuat pencahayaan di ruang kerja seperti yang ditunjukkan pada Gambar 20. 650 550 450 350 250 150 50 -50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435363738 Data pengukuran (lux)
Min. SNI 6197:2011
Maks. SNI 6197:2011
Titik pengamatan
Gambar 20 kondisi kuat pencahayaan di ruangan kerja gedung PT. PHE (data diolah 2013) Dari grafik diatas terlihat bahwa sebaran kuat pencahayaan pada setiap titik pengumpulan data secara umum memiliki kuat pencahyaan 105 hingga 265 lux (lampiran 5). Nilai tersebut belum memenuhi standar yang ditetapkan pada SNI 6197:2011 yaitu 300-350 lux. Berdasarkan data pada lampiran 5 jika mengacu pada SNI 6197:2011, maka kuat pencahayaan pada masing – masing lantai di masing-masing gedung area PT. PHE tergolong kurang baik. Pengunaan lampu jenis TL dan PLC di ruang kerja ternyata tidak memenuhi standar lumen yang dibutuhkan ruang kerja yang dipersyaratkan SNI yakni sebesar 300 - 350 lux. Karena karakteristik dari lampu TL dan PLC tersebut membuat cahaya yang dihasilkan tidak menyebar tapi terfokus pada satu titik.
47
Untuk meningkatkan kuat pencahayaan sesuai dengan SNI 6197:2011 yaitu 300 - 350 lux untuk standar ruang kerja, maka dapat dilakukan dengan penggantian lampu jenis TL di ruang kerja menjadi jenis TL-LED sebagai berikut: 1 Meretrofit lampu jenis TL 36 watt dengan TL-LED 18 watt di ruang kerja 2 Meretrofit lampu jenis TL di ruang kerja dengan jenis TL-LED (TL 18 watt dengan TL LED 9 watt) 3 Meretrofit PLC 14 watt dengan LED 9 watt di koridor dan lobi 4 Mematikan lampu di Lobby saat pencahayaan dari luar mencukupi 5 Melakukan penjadwalan maintanace secara rutin terhadap pembersihan reflektor lampu yang bertujuan untuk menjaga kualitas pencahayaan lampu tersebut. Lampu LED adalah salah satu jenis lampu yang mengkonsumsi daya listrik seminimal mungkin untuk menghasilkan cahaya tampak terpakai manusia sebesar mungkin. Saat ini penggunaan kelompok lampu neon (TL, swaballast, CFL, CCFL) dianggap sudah merupakan lampu hemat energi. Namun sesuai perkembangan teknologi perlampuan terdapat lampu yang lebih hemat dibandingkan lampu neon yaitu LED (Light Emitting Dioda). Penghematan energi dengan retrofit lampu bukan semata-mata menurunkan konsumsi energi dengan cara mengurangi penerangan saja, namun menyediakan penerangan tanpa mengorbankan kualitas pelayanan cahaya bagi mata manusia. Pemilihan lampu jenis LED untuk meretrofit jenis lampu yang terpasang pada bangunan gedung berdasarkan pada kelebihan yang dimiliki oleh lampu jenis LED bila dibandingkan dengan menggunakan lampu jenis lainnya. Menurut BPPT (2012) beberapa keunggulan lampu LED antara lain: 1 Lampu LED memiliki umur panggunaan yang lebih lama dibanding lampu biasa. Lampu LED bisa mencapai keawetan hingga 100 ribu jam bahkan bisa memiliki daya tahan 20 – 25 tahun. 2 Lampu LED mempunyai efisiensi energi yang lebih baik dibanding lampu pijar atau halogen, bahkan LED bisa hemat energi hingga 80 – 90 persen. 3 Lampu LED juga memiliki tegangan DC yang rendah. 4 Lampu LED mengeluarkan cahaya yang tidak panas, LED tidak mempunyai sinar UV dan energi panas. Sehingga sekitar 15 sampai 25 persen listrik yang dikonsumsinya digunakan untuk menghasilkan cahaya. 5 Bentuk silinder lampu LED tube tidak seluruhnya permukaan lampu memendarkan cahaya, namun hanya setengah lingkaran yang mengeluarkan cahaya dengan sudut penyinaran sekitar 120o. Hal ini menjadikan LED tube lebih efisien dalam mendistribusikan cahaya ke pemakai. Peluang Konservasi Energi Sistem Tata Cahaya Berdasarkan hasil pengukuran dan observasi terhadap kondisi sistem tata cahaya di gedung PT. PHE, terdapat peluang dan langkah-langkah yang memungkinkan untuk penghematan energi listrik khususnya pada sistem tata cahaya. Peluang dan langkah-langkah konservasi tersebut antara lain: 1 Meretrofit lampu TL 36 watt dengan LED 18 watt di ruang kerja. Penggunaan lampu TL 36 watt di gedung PT. PHE sebanyak 752 unit dari total lampu keseluruhan atau sekitar 15 persen dari total lampu terpasang.
48
Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan lux meter, kuat pencahayaan di ruang kerja masih berada di bawah standar SNI 6197:2011. Untuk meningkatkan kuat pencahayaan menjadi 300-350 lux maka dilakukan penggantian lampu jenis TL 36 watt menjadi lampu TL-LED 18 watt. Tiap 2 unit lampu TL 36 watt diretrofit dengan 2 unit lampu TL-LED 18 watt. Dari proses penggantian lampu tersebut didapatkan peluang penghematan energi sebesar 50 persen per tiap penggantian 2 unit lampu TL 36 watt menjadi 2 unit lampu TL-LED 18 watt (EMI, 2010). Lampu LED dapat menghasilkan lumen yang jauh lebih baik dibandingkan lampu jenis TL 36 watt selain itu sinar lampu yang dihasilkan juga lebih nyaman di mata. Perhitungan potensi penghematan sistem tata cahaya dengan cara mengganti lampu TL 36 watt menjadi LED 18 watt ditunjukkan Tabel 18. Tabel 18 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu TL 36 watt dengan LED 18 watt Keterangan Jumlah lampu TL 36 watt yang terpasang : Kapasitas daya total TL 36 watt : Lama Operasi : Konsumsi energi total : Biaya listrik : Meretrofit lampu TL 36 watt dengan jenis TL-LED 18 watt Estimasi penghematan : Penghematan energi : Penghematan biaya listrik (bulan) : Penghematan biaya listrik (tahun) : Biaya investasi :
Nilai 752 27.07 10 5,956 5,282,830
Satuan Unit kW Jam kWh/bulan Rp/bulan
50 2,978 2,903,550 34,842,600 225,600,000
% kWh/bulan Rp/bulan Rp/tahun Rp
Berdasarkan Tabel 15 retrofit 752 unit lampu TL 36 watt menjadi 752 unit lampu TL-LED membutuhkan investasi sebesar Rp 225,600,000,- dan dapat menghemat biaya energi Rp 34,842,600/tahun. 2 Meretrofit lampu TL 18 watt dengan LED 9 watt di ruang kerja. Total lampu TL 18 watt yang terpasang di Gedung PT. PHE adalah 3,336 unit atau sekitar 42 persen dari total lampu terpasang. Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan lux meter, kuat pencahayaan di ruang kerja masih berada di bawah standar SNI. Untuk meningkatkan kuat pencahayaan sesuai dengan standar SNI maka dilakukan penggantian lampu jenis TL 18 watt menjadi lampu TL-LED 9 watt. Tiap 2 unit lampu TL 18 watt diretrofit dengan unit lampu TL-LED 9 watt. Akan didapatkan peluang penghematan konsumsi energi sebesar 50 persen per tiap penggantian 2 unit lampu TL 18 watt menjadi 2 unit lampu TL-LED 9 watt (EMI 2010). Perhitungan potensi penghematan sistem tata cahaya dengan cara mengganti lampu TL 18 watt menjadi LED 9 watt ditunjukkan Tabel 19. Tabel 19 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu TL 18 watt dengan TL-LED 9 watt Keterangan Jumlah lampu TL 18 watt yang terpasang Kapasitas daya total TL 18 watt Lama operasi Konsumsi energi total Biaya listrik
: : : : :
Nilai 3,336 60.05 10 13,211 11,717,767
Satuan Unit kW Jam kWh/bulan Rp/bulan
49 Lanjutan Tabel 19 Keterangan Meretrofit lampu TL 18 watt dengan jenis TL-LED 9 watt Estimasi penghematan : Penghematan energi : Penghematan biaya listrik (bulan) : Penghematan biaya listrik (tahun) : Biaya investasi :
Nilai 50 6,605 6,439,875 77,278,500 870,696,000
Satuan % kWh/bulan Rp/bulan Rp/tahun Rp
Berdasarkan Tabel 19 retrofit 3,336 unit lampu TL 18 watt menjadi 3,336 unit lampu TL-LED 9 watt membutuhkan investasi sebesar Rp 870,696,000,- dan dapat menghasilkan penghematan biaya energi sebesar Rp 77,278,500/tahun. 3 Meretrofit lampu PLC 14 watt dengan LED 9 watt di koridor dan lobi. Penggunaan lampu PLC 14 watt di gedung PT. PHE sebanyak 1,077 unit (sekitar 42 persen dari total lampu terpasang). Potensi penghematan melalui retrofit lampu jenis PLC 14 watt menjadi LED 9 watt akan didapatkan peluang penghematan konsumsi energi sebesar 35 persen (EMI 2010). Lampu LED mampu menghasilkan lumen yang jauh lebih baik dibandingkan lampu jenis PLC selain itu sinar lampu yang dihasilkan juga lebih nyaman di mata. Perhitungan peluang konservasi ditunjukkan pada Tabel 20 dibawah ini. Tabel 20 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu PLC 14 watt dengan LED 9 watt Keterangan Jumlah lampu PLC 14 watt yang terpasang : Kapasitas daya total PLC 14 watt : Lama operasi : Konsumsi energi total : Biaya listrik : Meretrofit lampu PLC 14 watt dengan jenis LED 9 watt Estimasi penghematan : Penghematan energi : Penghematan biaya listrik (bulan) : Penghematan biaya listrik (tahun) : Biaya investasi :
Nilai 1,077 15.08 10 3,317 2,942,321
Satuan Unit kW Jam kWh/bulan Rp/bulan
35 1,161 1,131,975 13,583,700 96,930,000
% kWh/bulan Rp/bulan Rp/tahun Rp
Berdasarkan Tabel 20 retrofit 1,077 unit lampu PLC 14 watt diretrofit dengan LED 9 watt membutuhkan investasi sebesar Rp 96,930,000,- dan dapat menghemat biaya energi Rp 13,583,700/tahun. 4 Mematikan lampu di lobi saat pencahayaan dari luar mencukupi. Berdasarkan hasil observasi langsung lampu TL 18 watt pada Lobby berjumlah 48 unit dan PLC 14 watt berjumlah 55 unit yang diyalakan padahal dengan adanya sumber pencahayaan dari luar yang sudah mencukupi lampu tersebut seharusnya dimatikan. Akan didapatkan potensi penghematan konsumsi energi sebesar 100 persen apabila mematikan lampu pada Lobby pada saat pencahayaan dari luar mencukupi. Perhitungan peluang konservasi ditunjukkan pada Tabel 21.
50
Tabel 21 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya dengan cara mematikan lampu di Lobi saat pencahayaan dari luar mencukupi. Keterangan
Nilai 48 TL 55 PLC Kapasitas daya total PLC 14 watt : 2.50 Lama operasi : 5 Konsumsi energi total : 275 Biaya listrik : 243,730 Mematikan lampu di lobi saat pencahayaan dari luar mencukupi Estimasi penghematan : 100 Penghematan energi : 275 Penghematan biaya listrik (bulan) : 268,125 Penghematan biaya listrik (tahun) : 3,217,500 Jumlah lampu di lobi
:
Satuan Unit Unit kW Jam kWh/bulan Rp/bulan % kWh/bulan Rp/bulan Rp/tahun
Berdasarkan Tabel 21 melalui implementasi rekomendasi ini akan diperoleh penghematan energi listrik 100 persen dengan besar energi yang dapat dihemat adalah 275 kWh/bulan. asumsi tersebut diperoleh karena rekomendasi ini tidak perlu mengeluarkan biaya investasi untuk pembelian peralatan atau teknologi tertentu. Adapun penghematan biaya energi yang dapat diperoleh sebesar Rp 3,217,500- per tahun.
Analisa Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial konservasi energi listrik pada gedung perkantoran PT. PHE dilakukan untuk mengetahui apakah investasi yang dilakukan layak dan menguntungkan secara finansial bila dibandingkan dengan nilai penghematannya. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan kriteriakriteria penilaian investasi yang terdiri dari; NPV, Net Saving, SIR, Net B/C rasio, AIRR dan payback period. Untuk menganalisis empat kriteria tersebut, digunakan arus kas untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh PT. PHE selama umur proyek yaitu 10 tahun. Penentuan umur proyek tersebut berdasarkan umur ekonomis dari lampu LED yang digunakan untuk meretrofit jenis lampu yang terpasang di gedung perkantoran PT. PHE. Asumsi Dasar Untuk mempermudah perhitungan dalam kelayakan finansial maka digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1 Penghematan biaya energi listrik diperoleh dari penghematan melalui pelaksanaan langkah-langkah konservasi energi pada sistem tata udara dan sistem tata cahaya yang direkomendasikan sebesar Rp 482,620,308/tahun. Penghematan biaya energi listrik merupakan inflow dalam proyek konservasi energi ini. 2 Biaya investasi yang dikeluarkan tidak termasuk rekomendasi konservasi energi pada sistem tata udara dan tata cahaya yang hanya memerlukan perubahan perilaku pengguna dan operator karena diasumsikan tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk mengganti peralatan tertentu.
51
3
4
5 6 7 8
9
Biaya investasi merupakan biaya yang harus dikeluarkan PT. PHE untuk menurunkan beban biaya energi listrik PLN yaitu dengan melakukan pembelian lampu LED untuk menggantikan lampu TL dan PLC. Investasi meretrofit lampu yang terpasang pada bangunan gedung sebesar Rp 1,193,226,000 dengan rincian sebagai berikut: a. Lampu TL-LED 18 Watt, 752 unit x @Rp 300,000 = Rp 225,600,000 b. Lampu TL-LED 9 Watt, 3336 unit x @Rp 261,000 = Rp 870,696,000 c. Lampu LED 9 Watt, 1077 unit x @Rp 90,000 = Rp 96,930,000 Pemasangan lampu LED tidak mengubah instalasi lampu yang sudah ada. Investasi baru yang dilakukan hanya mengganti jenis lampu yang digunakan. Tarif dasar listrik yang digunakan yaitu tarif dasar listrik periode Juli – September 2013 untuk golongan bisnis yakni Rp 975/kWh. Biaya tenaga kerja Rp 100,000 per HOK; dalam perawatan lampu dan reflektor lampu dibutuhkan 2 HOK per lantai. Jumlah keseluruhan terdiri dari 20 lantai gedung; frekuensi pemeliharaan 2 kali setahun. Maka total HOK yang dibutuhkan adalah 20 HOK dengan besar biaya Rp 2,000,000. Jadi total biaya perawatan lampu dan reflektor per tahun adalah Rp 8,000,000. Tingkat discount factor yang digunakan jika investasi dilakukan dengan modal perusahaan yaitu 6.5 persen, discount factor tersebut diacu dari suku bunga deposito Bank Indonesia. Sedangkan discount factor yang digunakan jika investasi dilakukan dengan dana pinjaman Bank yaitu 14 persen, diacu dari suku bunga pasar yang berlaku. Arus Penerimaan
1 Penghematan energi Penerimaan dalam kegiatan konservasi energi di PT. PHE berupa penghematan tahunan dari penggunaan energi listrik. Karena pada prinsipnya energy saving merupakan money saving maka besar energi listrik yang dapat dihemat tersebut dikonversi dengan tarif dasar listrik yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 30 Tahun 2012 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT. PLN untuk golongan Bisnis yaitu Rp 975/kwh. Apabila rekomendasi konservasi energi listrik di gedung perkantoran PT. PHE dilaksanakan, maka nilai biaya yang dapat dihemat pada sistem tata udara Rp 353,698,008 dan sistem tata cahaya Rp 128,922,300 per tahun, dengan demikian total biaya yang dapat dihemat Rp 482,620,308 per tahun. Karena penerimaan berasal dari total biaya yang dapat dihemat maka besar arus penerimaan Rp 482,620,308. 2 Nilai sisa Nilai sisa adalah semua biaya modal yang tidak habis digunakan selama umur investasi. Biasanya nilai sisa diasumsikan 10 persen dari nilai awal (Gittinger, 1986). Nilai sisa yang terdapat dalam investasi konservasi energi tersebut menjadi tambahan manfaat bagi proyek. Nilai sisa yang terdapat dalam investasi konservasi energi terdiri dari nilai lampu TL LED 18 watt Rp 22,500,000 Nilai lampu TL LED 9 watt Rp 87,069,600 dan PLC 14 watt
52
Rp 9,693,000. Total nilai sisa dari investasi konservasi energi sebesar Rp 119,262,600 (Tabel 22). Tabel 22 Nilai sisa investasi konservasi energi listrik di gedung PT. PHE Uraian
Jumlah
TL LED 18 watt TL LED 9 watt LED 9 watt
752 3336 1077
Umur Ekonomis (Tahun) 25 25 25 Total
Nilai Awal (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
225,600,000 870,696,000 96,930,000
22,500,000 87,069,600 9,693,000 119,262,600
Arus Biaya Arus pengeluaran (outflow) pada investasi konservasi energi gedung perkantoran PT. PHE terdiri dari biaya investasi, biaya operasional pemasangan dan pemeliharaan. Arus biaya atau pengeluaran mencerminkan pengeluaranpengeluaran yang akan terjadi selama masa proyek berlangsung. 1 Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama proyek. Biaya tersebut dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menjalankan rekomendasi konservasi energi. Periode investasi dari proyek konservasi energi adalah 10 tahun. Biaya investasi untuk pelaksanaan rekomendasi konservasi energi disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Biaya investasi pelaksanaan rekomendasi konservasi energi Uraian
Jumlah
TL LED 18 watt TL LED 9 watt LED 9 watt
752 3336 1077
Satuan
unit unit unit Total
Umur Ekonomis (Tahun) 25 25 25
Harga satuan (Rp) 300,000 261,000 90,000
Jumlah (Rp)
225,600,000 870,696,000 96,930,000 1,193,226,000
2 Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan dengan operasional proyek pelaksanaan rekomendasi konservasi energi. Biaya tersebut dikeluarkan secara berkala selama periode investasi berjalan. Karena proses penggantian lampu tidak merubah instalasi listrik yang sudah terpasang maka biaya operasional yang dikeluarkan oleh PT. PHE hanya untuk pemasangan dan pemeliharaan lampu. Perhitungan biaya operasional dilakukan dengan asumsi biaya tenaga kerja untuk pemasangan diperlukan 4 HOK per lantai, besar biaya per HOK Rp 100,000 diacu dari Upah Minimum Regional Harian Jakarta. Pemasangan dilakukan 1 kali diawal tahun investasi. Jika jumlah keseluruhan gedung terdiri dari 20 lantai maka total HOK yang dibutuhkan adalah 80 HOK. Maka total biaya yang dibutuhkan untuk tenaga kerja pemasangan lampu TL LED sebesar Rp 8,000,000. Sementara itu, perawatan lampu dan reflektor lampu gedung diperlukan 2 HOK per lantai. Jumlah keseluruhan gedung terdiri dari 20 lantai dengan
53
frekuensi perawatan dan pemeliharaan 2 kali dalam setahun. Jika harga tenaga kerja adalah Rp 100,000 per HOK, maka total HOK yang dibutuhkan adalah 20 HOK dengan nilai biaya Rp 2,000,000. Total biaya yang dikeluarkan untuk perawatan lampu dan reflektor selama satu tahun dibutuhkan biaya Rp 8,000,000. Kelayakan finansial Skenario I Investasi Konservasi Energi Menggunakan Dana Internal Perusahaan Perhitungan kelayakan dengan manfaat bersih yang diperoleh dari selisih antara biaya yang diperoleh dari selisih antara biaya dan manfaat setiap tahunnya disajikan dalam bentuk laba rugi. Modal yang digunakan dalam usaha ini seluruhnya berasal dari internal perusahaan dengan suku bunga acuan berupa bunga deposito Bank Indonesia yang berlaku pada Juli 2013 yaitu sebesar 6.5 persen. Berdasarkan hasil perhitungan kelayakan finansial investasi konservasi energi pada PT. PHE diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel 24). Tabel 24 Kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi skenario I Kriteria Investasi Net Saving NPV Net B/C Ratio IRR Payback Period
Satuan (Rp) (Rp) % / tahun tahun
Nilai 3,672,239,080 1,461,155,127 4 55.36 3.25
Hasil analisis finansial dengan modal yang berasal dari internal perusahaan diperoleh nilai penghematan bersih (net saving) Rp 3,672,239,080 dan Net Present Value sebesar Rp 1,461,155,127 artinya proyek konservasi energi memberikan manfaat yang positif pada tingkat suku bunga deposito 6.5 persen. Net B/C rasio sebesar 4 berarti dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat sebesar 4 rupiah dan berdasarkan kriteria ini proyek tersebut layak untuk dijalankan. Nilai IRR sebesar 55.36 persen lebih besar dari tingkat suku bunga deposito sebesar 6.5 persen. Artinya investasi ini layak untuk dijalankan. Berdasarkan waktu pengembalian investasi yang ditanamkan dalam upaya menjalankan program konservasi energi listrik pada PT. PHE yang dianalisis dengan payback period, berdasarkan perhitungan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi 3.25 tahun atau 3 tahun 3 bulan. Tingkat pengembalian investasi program konservasi energi ini lebih kecil dari umur proyek, sehingga rekomendasi layak untuk dijalankan berdasarkan waktu pengembalian investasi. Semakin pendek periode pengembalian modal dalam suatu investasi mengindikasikan suatu investasi layak untuk dijalankan. Hasil analisis kelayakan finansial dengan menggunakan empat kriteria kelayakan finansial dengan modal pinjaman pada tingkat diskonto 6.5 persen, dapat disimpulkan bahwa rekomendasi konservasi energi layak untuk dijalankan.
54
Kelayakan finansial Skenario II Investasi Konservasi Energi Menggunakan Dana Pinjaman Modal yang digunakan dalam usaha ini diasumsikan seluruhnya berasal dari modal pinjaman dengan tingkat bunga 14 persen, ini berdasarkan suku bunga dasar kredit investasi Bank Mandiri bulan Juli 2013. Debitur mengajukan pinjaman ke Bank Mandiri karena merupakan salah satu bank yang menyediakan kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau jangka panjang yang diberikan kepada calon debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya untuk pembelian peralatan, mesin-mesin, bangunan dan tanah untuk pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai. Jumlah pinjaman yang diperoleh dari bank diasumsikan senilai dengan total kebutuhan investasi. Berdasarkan hasil perhitungan kelayakan finansial dengan menggunakan dana pinjaman diperoleh hasil sebagai berikut (Tabel 25). Tabel 25 Kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi skenario II Kriteria Investasi Net Saving NPV Net B/C Ratio IRR Payback Period
Satuan (Rp) (Rp) % / tahun tahun
Nilai 1,928,612,599 504,172,029 2 12.50 6.19
Hasil analisis finansial dengan modal yang berasal dari pinjaman diperoleh nilai penghematan bersih (net saving) Rp 1,928,612,599 dan Net Present Value sebesar Rp 504,172,029 artinya proyek konservasi energi memberikan manfaat yang positif pada tingkat suku bunga deposito 14 persen. Net B/C ratio sebesar 2 berarti dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat sebesar 2 rupiah dan berdasarkan kriteria ini proyek tersebut layak untuk dijalankan. Nilai IRR sebesar 12.50 persen lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku sebesar 14 persen. Artinya investasi ini tidak layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria tersebut. Berdasarkan waktu pengembalian investasi yang ditanamkan dalam upaya menjalankan program konservasi energi listrik pada PT. PHE yang dianalisis dengan payback period, berdasarkan perhitungan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi 6.19 tahun atau 6 tahun 2 bulan 9 hari. Tingkat pengembalian investasi program konservasi energi ini lebih kecil dari umur proyek, sehingga rekomendasi layak untuk dijalankan berdasarkan waktu pengembalian investasi. semakin pendek periode pengembalian modal dalam suatu investasi mengindikasikan suatu investasi semakin baik untuk dijalankan. Hasil analisis kelayakan finansial dengan menggunakan empat kriteria kelayakan finansial dengan modal pinjaman pada tingkat diskonto 14 persen, dapat disimpulkan bahwa rekomendasi konservasi energi tidak layak untuk dijalankan berdasarkan kriteria Adjustment Internal Rate of Return. Sehingga disarankan agar manajemen melakukan investasi dengan dana yang berasal dari internal perusahaan karena lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan dana yang bersumber dari pinjaman.
55
Sistem Manajemen Energi Sistem manajemen energi (SME) merupakan sarana pendukung untuk melaksanakan program konservasi energi. Manajemen energi dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam setiap penggunaan energi. Dengan menggunakan pendekatan sistem manajemen energi, suatu organisasi dapat memaksimalkan penggunaan energi dengan baik sehingga pelaku usaha dapat memantau dan mengatur penggunaan energi yang dapat memberikan efek pengurangan biaya. Sistem manajemen energi juga dapat digunakan untuk merencanakan tingkat efisiensi energi yang ditargetkan oleh suatu organisasi sehingga dapat dilakukan penghematan energi yang berkelanjutan (EMI 2010). Siklus manajemen energi yang diimplementasikan di PT. PHE baik dari sisi teknis maupun manajerial mengacu pada ISO 50001 yaitu Plan - Do- Check Action (PDCA) seperti ditunjukkan pada Gambar 21.
Gambar 21. Siklus Manajemen Energi pada PT. PHE Sebagai perusahaan yang memegang teguh prinsip keberlanjutan energi dan green business dalam praktik perusahaan, PT. PHE telah merubah visi yang dijabarkan secara jelas dalam misi perusahaan. Salah satu implementasi kebijakan tersebut yaitu program efisiensi energi. Sebagai pengguna energi PT. PHE terus melakukan inisiatif efisiensi energi dengan menggalakan efisiensi energi di kantor. Sejak tahun 2010 perusahaan telah menetapkan target-target efisiensi energi yakni sebesar 5 persen pada tahun 2010, 7 persen pada tahun 2011 dan 12.5 persen pada tahun 2013. PT. PHE juga menjadi salah satu dari 100 unit usaha Pertamina yang berpartisipasi dalam program PROPER. Pada tahun 2011 perusahaan telah berhasil mendapatkan peringkat hijau dan berpartisipasi kembali untuk memperoleh peringkat emas pada tahun 2013. PROPER atau Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi target Pertamina sebagai bagian dari menyeimbangkan kegiatan usaha di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Pelaksanaan PROPER diharapkan dapat memperkuat berbagai instrumen pengelolaan lingkungan yang ada, seperti penegakan hukum lingkungan, dan ekonomi. Disamping itu penerapan PROPER dapat menjawab kebutuhan akses
56
informasi, transparansi dan partisipasi publik dalam pengelolaan lingkungan di Pertamina. Penilaian kinerja penaatan perusahaan dalam PROPER dilakukan berdasarkan atas kinerja perusahaan dalam memenuhi berbagai persyaratan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kinerja perusahaan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan yang terkait dengan kegiatan pengelolaan lingkungan dan efisiensi energi yang belum menjadi persyaratan penaatan. Keikutsertaan PT. PHE dalam program PROPER sekaligus untuk penataan Sistem Manajemen Energi yang diterapkan dengan beberapa tahapan yaitu melakukan audit energi, benchmarking dan menjalankan hasil audit energi. Alat yang digunakan dalam menganalisa model manajemen energi adalah matrik manajemen energi. Matrik ini merupakan suatu alat untuk mengukur kinerja model penerapan manajemen energi di pengguna energi seperti industri, gedung dan fasilitas-fasilitas pengguna energi lainnya. Matrik ini mengelompokkan kualitas sistem manajemen energi suatu badan usaha ke dalam lima level implementasi manajemen energi. Level yang terendah adalah level 0 dan level yang tertinggi adalah level 4. Matrik manajemen energi memiliki enam pilar utama yang dapat memetakan kondisi aktual model penerapan manajemen energi di suatu pengguna energi, kemudian dari pemetaan tersebut dapat dirancang aksi-aksi peningkatan dari model penerapan manajemen energi yang eksisting. Aksi-aksi peningkatan tersebut berupa rekomendasi dari masing-masing penilaian terhadap kondisi eksisting masing-masing pilar matrik manajemen energi. Keenam pilar utama matrik manajemen energi terdiri dari kebijakan dan sistem, organisasi energi, motivasi, sistem informasi, promosi, dan investasi. Berdasarkan acuan tersebut diatas implementasi SME pada bangunan gedung perkantoran PT. PHE dapat diuraikan sebagai berikut. 1
Kebijakan dan sistem Aspek kebijakan dan sistem dalam matrik manajemen energi digunakan untuk mengetahui komitmen manajemen puncak. Karena komitmen tersebut menjadi syarat mutlak bagi berjalannya program konservasi energi di suatu pengguna energi. Tanpa adanya komitmen ini akan sulit untuk membentuk organisasi yang bertanggungjawab dalam mengeksekusi program dan target-target efisiensi energi. Pada bangunan kantor PT. PHE kebijakan yang berkaitan dengan konservasi energi mendapatkan perhatian penuh dari pihak manajemen, karena aspek konservasi energi terkait langsung dengan masalah pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu bentuk komitmen manajemen puncak adalah melaksanakan assessment energi pada tahun 2011 dan saat ini sedang menerapkan Sistem Manajemen Energi yang mengacu pada ISO 50001:2011. Aktivitas-aktivitas penerapan SME yang dilakukan antara lain: a. Pelatihan ISO 50001: 2011 b. Sistem desain dan pengembangan manajemen energi ISO 50001:2011 c. Penerapan Sistem Manajemen Energi ISO 50001: 2011 d. Pelatihan audit internal Sistem Manajemen Energi ISO:50001:2011 e. Sertifikasi Audit Karena saat ini proses penerapan dan sertifikasi tersebut sedang berjalan, maka belum ada kebijakan resmi tentang manajemen energi dan organisasi energi yang ditetapkan.
57
2
Organisasi energi Organisasi dalam matrik digunakan untuk mengukur bagaimana model manajemen puncak di dalam menerapkan sistem penugasan dan tanggung jawab personal yang terlibat didalam alur tugas sistem perencanaan, pengukuran, pemantauan, dan pelaporan terhadap pemanfaatan energi. Organisasi energi merupakan elemen penting di dalam SME, karena dengan organisasi yang efektif semua rencana-rencana aksi dan tugas-tugas pokok pelaksanaan dapat diimplementasikan. Saat ini, organisasi energi di bangunan gedung PT. PHE ditangani oleh Manajer Health Safety Security Environment (HSSE), pengelolaan energi belum ditangani secara khusus oleh bidang energi. 3 Motivasi Motivasi dalam matrik manajemen energi digunakan untuk mengukur model komunikasi yang terjadi diantara pengelola energi (divisi yang bertanggungjawab terhadap kondisi suplai energi) dengan pengguna energi (divisi yang menggunakan energi) di dalam struktur internal perusahaan. Saat ini, komunikasi yang berkaitan dengan pengelolaan energi di bangunan kantor PT PHE belum terstruktur dengan jelas. Melalui ISO 50001:2011 pola komunikasi tersebut dapat dibenahi. 4 Sistem monitoring Kegiatan monitoring yang sudah dilakukan di bangunan kantor PT. PHE yaitu monitoring berdasarkan data rekening bulanan dari pengelola gedung. Data penggunaan diperoleh pengelola dari meteran energi yang terpasang pada bangunan gedung. Namun demikian, monitoring secara rutin belum dilakukan terhadap nilai IKE listrik. 5 Promosi Promosi yang dimaksud dalam matrik manajemen energi adalah kegiatan mengkampanyekan program konservasi energi. Peningkatan kesadaran atau kemampuan pengelolaan energi merupakan sarana agar seluruh elemen organisasi memiliki keinginan untuk berpartisipasi aktif dalam sistem manajemen energi. Saat ini, kegiatan peningkatan kesadaran atau kemampuan pengelolaan energi di bangunan gedung perkantoran PT. PHE masih berjalan secara parsial, sementara aspek promosi yang dijalankan baru pada kegiatan yang berkaitan dengan kewajiban PROPER. 6 Investasi Program penghematan energi pada bangunan gedung perkantoran PT. PHE masih bersifat investasi biaya rendah yang sifatnya house keeping. Jika dituangkan kedalam matrik SME, status implementasi Sistem Manajemen Energi pada PT. PHE berada pada level 1. Status pada level ini menunjukkan selangkah lebih maju dalam penerapan manajemen energi. Adapun matrik manajemen energi yang diterapkan pada PT. PHE disajikan pada Tabel 25.
58
Tabel 25 Matrik sistem manajemen energi PT. PHE Tingkat
Kebijakan dan Sistem
Organisasi
4
Kebijakan formal konservasi energi dan sistem manajemen, rencana aksi dan review reguler dengan komitmen dan manajemen senior, atau bagian dari strategi korporat Kebijakan formal konservasi energi, sistem manajemen belum formal, dan manajemen puncak belum memiliki komitmen aktif. Kebijakan energi informal dibuat oleh manajer energi atau manager senior
Manajemen energi telah terintegrasi dalam struktur manajemen pendelegasian tanggung jawab yang jelas tentang penggunaan energi
3
58
2
Manajer energi dan accountable pada komite energi yang sesuai oleh anggota dari manajemen puncak Manajer energi sudah ada, melaporkan ke komite ad-hoc tapi garis manajerial dan otoritas belum jelas
Motivasi /Komunikasi Komunikasi formal dan informal secara reguler yang dilakukan oleh manajer energi dan semua tingkat staff
Komite energi sebagai saluran utama bersamaan sebagai kontak dengan pengguna energi yang paling besar Kontak dengan pengguna energi besar melalui adhoc yang diketuai oleh manajer senior departemen
1
Petunjuk Belum Dibuat
Manajer energi dilakukan oleh seorang bersifat paruh waktu dengan pengaruh dan otoritas terbatas
Kontak informal antara engineer dan beberapa pengguna energi
0
Tidak ada kebijakan
Tidak ada manajer energi atau formal organisasi yang bertanggung jawab terhadap penggunaan
Tak ada kontak dengan pengguna energi
Sistem Informasi /Monitoring Sistem menyeluruh yang membuat target, pemantauan dan konsumsi energi dan buangan emisi, identifikasi kesalahan, jumlah biaya penghematan serta pemantauan anggaran untuk penggunaan energi Laporan monitoring dan sasaran untuk masing – masing individu berdasar pada metering tetapi penghematan tidak dilaporkan pada pengguna secara efektif Laporan pemantauan dan sasaran berdasar pada data pengukuran dan tagihan. Staff energi diikutsertakan secara tidak langsung pada pembuatan Laporan berdasar pada data tagihan. Engineer mengkompilasi laporan untuk penggunaan internal berkaitan dengan departemen teknis Tidak ada sistem informasi. Tidak ada perhitungan untuk konsumsi energi
Promosi/Capacity Building Memasarkan nilai efisiensi energi dan kinerja manajemen energi baik di dalam maupun di luar organisasi
Investasi/ Implementasi Seluruh investasi berorientasi efisiensi energi
Program pelatihan untuk staff, kesadaran dan kempanye reguler
Penilaian yang jelas untuk semua bangunan, peralatan dan peluang
Kesadaran pada beberapa staff umum dan pelatihan
Investasi masa payback pendek yang dilaksanakan
Adanya sosialisasi informal
hanya perbaikan biaya rendah dan tanpa biaya yang dilakukan
Tidak ada promosi konservasi energi
Tidak ada investasi untuk konservasi
59
Implikasi Manajerial Manajemen konservasi energi adalah program terencana yang bertujuan untuk mengurangi anggaran biaya pengeluaran energi pada suatu instansi atau perusahaan. Program konservasi energi yang diterapkan dapat menghemat biaya energi dalam periode tertentu, sehingga akan tersedia dana yang dapat dikonversi untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan, serta akan mampu meningkatkan daya saing perusahaan. Berdasarkan hasil temuan terhadap konsumsi dan biaya energi listrik dalam penelitian terdapat ketidaksesuaian penggunaan energi listrik dengan jam operasional kantor. Sehingga untuk mengurangi biaya energi listrik petugas teknik perlu menyesuaikan jam nyala dan jam mati peralatan listrik sehingga dapat meminimalisir energi yang terbuang akibat penggunaan yang tidak perlu dan IKE listrik bangunan gedung lebih efisien. Kualitas kinerja peralatan dan sistem kelistrikan pada bangunan gedung juga termasuk kedalam aspek yang dianalisis dalam audit energi. Kualitas sistem kelistrikan yang ditunjukkan oleh profil cosphi, ketidakseimbangan tegangan dan arus, frekuensi, harmonisa tegangan dan arus listrik merupakan aspek yang diukur untuk mengetahui indikator kualitas kelistrikan pada bangunan gedung PT. PHE. Kualitas daya yang baik akan memperbaik drop tegangan, faktor daya, rugi-rugi daya, kapasitas daya dan efisiensi energi listrik. Untuk mengatasi permasalahan pada kualitas daya perlu dipasang peralatan yang bisa menjaga kualitas daya semakin baik yakni dengan menggunakan softswitch SVC dan penggunaan LCD grafik untuk menampilkan gelombang daya, tegangan, arus serta menampilkan nilai cosphinya. Sementara itu, harmonisa tegangan dan harmonisa arus dapat diatasi dengan memasang harmonic filter yang sesuai dengan peralatan yang dapat menyebabkan timbulnya harmonik. Hasil audit energi sistem selubung bangunan, tata cahaya dan tata udara secara umum menunjukkan kesesuaian dengan Standar Nasional Indonesia. Walaupun demikian masih terdapat peluang untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Untuk menurunkan nilai IKE dan biaya energi listrik bangunan gedung PT. PHE pada sistem tata udara direkomendasikan untuk menggeser jam nyala AC atau chiller 1 jam sebelum jam kerja dan mematikan AC atau chiller 30 menit sebelum jam kerja berakhir. Pada sistem tata cahaya, untuk menghemat penggunaan energi listrik direkomendasikan agar pihak pengelola gedung meretrofit lampu jenis TL 36 watt dengan TL LED 18 watt di ruang kerja, meretrofit lampu TL 18 watt di ruang kerja dengan jenis TL LED 9 watt, meretrofit PLC 14 watt dengan LED 9 watt di koridor dan lobi, mematikan lampu di lobby saat pencahayaan dari luar mencukupi dan melakukan penjadwalan perawatan secara rutin berupa pembersihan reflektor lampu agar kualitas pencahayaan terjaga. Apabila peluang-peluang konservasi energi tersebut diimplementasikan dengan dua alternatif sumber pendanaan, maka berdasarkan perhitungan terhadap kriteria investasi, pihak manajemen dapat mendapatkan hasil investasi ayng lebih menguntungkan apabila melakukan investasi dengan dana yang berasal dari internal perusahaan karena kriteria-kriteria menunjukkan nilai yang lebih baik. Langkah implementasi konservasi energi pada PT. PHE harus ditunjang oleh Sistem Manajemen Energi (SME). Manajemen energi ini sangat penting untuk
60
memperoleh efisiensi energi yang berkelanjutan dan meningkatkan kinerja energi. Peningkatan kinerja energi dapat memberikan manfaat yang cepat untuk sebuah organisasi dengan memaksimalkan penggunaan sumber energi dan aset yang berhubungan dengan energi, sehingga mengurangi biaya dan konsumsi energi. SME pada PT. PHE dapat dilakukan dengan mengacu pada matriks manajemen energi antara lain fokus pada aspek kebijakan dan sistem, pengembangan organisasi energi, motivasi, sistem informasi, promosi dan investasi. Sebagai tahap awal implementasi pihak manajemen dapat menyusun usulan tertulis yang memuat tentang kebijakan umum efisiensi energi, target penurunan konsumsi energi, dan penunjukkan penanggungjawab dan tim penghematan energi. Pembentukan gugus organisasi energi diharapkan dapat lebih fokus dalam menjalankan program kerjanya mulai dari perencanaan, pelaksanaan konsumsi energi, dan evaluasi dari tindakan-tindakan perbaikan untuk menurunkan intensitas konsumsi energi. Gugus energi dibentuk dengan struktur formal berdasarkan surat keputusan manajemen dimana tugas pokok dan fungsi dari gugus tersebut diatur dengan jelas. Kebijakan dan organisasi yang baik dapat menjaga dalam upaya meningkatkan program kebersamaan, keterbukaan dan kepedulian, mulai dari level paling atas hingga level bawah pada program konservasi energi, sehingga komunikasi formal dan informal secara reguler akan terbentuk dan menjadi budaya organisasi. Untuk itu perlu adanya program peningkatan kapasitas yang dapat memacu personel guna menciptakan ide-ide baru dalam mendukung program organisasi energi dan konservasi energi. Sistem informasi energi juga merupakan hal penting dalam SME. Berdasarkan hasil penelitian sistem monitoring energi pada PT. PHE masih berupa metering PLN atau KWH meter. Belum ada sistem evaluasi energi khususnya pada kondisi-kondisi dimana nilai IKE yang terjadi di luar nilai batas normal trend histroris. Pengelompokan pusat biaya energi perlu semakin difokuskan dengan cara lebih mengelompokkan berdasarkan fungsi proses untuk keperluan monitoring, evaluasi dan pelaporan energi gedung kantor 8, kantor 10, gedung IT dan gedung serbaguna atau gedung pendukung lainnya. Meningkatkan sistem monitoring tidak hanya penggunaan secara total pada bangunan gedung kantor, melainkan ke pola kinerja peralatan seperti AC, lampu dan peralatan kantor lainnya. Hal ini disebabkan peralatan akan mengalami penurunan kinerja akibat umur dan atau pola operasi peralatan. Sistem informasi manajemen energi secara bertahap perlu ditingkatkan ke tingkat sistem yang lebih komprehensif yaitu berupa sistem menyeluruh yang membuat target IKE, pemantauan dan konsumsi energi spesifik di setiap cost center, identifikasi kesalahan atau pemborosan, jumlah biaya penghematan serta pemantauan anggaran untuk penggunaan energi. Perlu peningkatan kesadaran, kepedulian dan pengetahuan staf pelaksana atau personel bagian aset termasuk di tingkat manajemen menengah melalui pelatihan atau workshop internal secara berkala. Membangun kapasitas tim melalui partisipasi personel pengelola energi untuk mengikuti pelatihan sistem manajemen energi sehingga dapat terjadi transfer pengetahuan kepada setiap personel tim yang mengarah pada terwujudnya budaya efisiensi energi, serta meningkatkan proses kinerja manajemen didalam maupun diluar organisasi. Sehingga setiap investasi berorientasi pada efisiensi energi.
61
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka secara umum dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1 Konsumsi dan biaya energi listrik tahun 2012 berfluktuasi tetapi cenderung mengalami penurunan. Namun nilai IKE tergolong dalam kategori cukup efisien. Profil beban energi listrik harian memperlihatkan adanya ketidaksesuaian jam operasi peralatan dengan jam operasional kerja. 2 Kualitas sistem kelistrikan yang terdiri atas nilai cosphi, tegangan, arus, frekuensi dan harmonisa menunjukkan nilai yang sesuai standar kecuali nilai maksimum ketidakseimbangan arus pada trafo 2 dan nilai harmonisa tegangan dan arus. 3 Nilai OTTV selubung bangunan gedung 29.45 Watt/m2, nilai tersebut masih dibawah nilai standar nasional Indonesia. Untuk mempertahankannya yaitu dengan mengurangi radiasi sinar matahari yang masuk ke dalam bangunan gedung. 4 Kondisi kenyamanan termis yang ditunjukkan oleh temperatur dan kelembaban udara dalam bangunan gedung secara umum telah memenuhi standar SNI 6390-2011. Unjuk kerja peralatan pengkondisian udara juga berada pada kondisi optimal. 5 Intensitas daya penerangan sistem tata cahaya di gedung PT. PHE sesuai dengan Standara Nasional Indonesia lebih kecil dari batasan standar yaitu lebih kecil dari 12 w/m2 untuk ruang kerja. Akan tetapi kuat pencahayaan di ruang kerja belum seluruhnya sesuai standar SNI 6197-2011. Berdasarkan hasil pengukuran berkisar antara 100 hingga 250 lux. 6 Langkah-langkah konservasi energi yang dapat diimplementasikan pada sistem tata udara antara lain dengan menggeser jam nyala dan jam mati AC atau chiller. Pada sistem tata cahaya dapat dilakukan dengan meretrofit jenis lampu yang ada dengan lampu hemat energi (light emitting diode), pemanfaatan cahaya alami di lobi dan perawatan secara rutin. Jika dilihat dari parameter kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi pada sistem tata udara dan tata cahaya, investasi konservasi energi yang direkomendasikan yaitu dengan menggunakan dana internal perusahaan. Sementara sistem manajemen energi di PT. PHE yang dirangkum dalam matriks manajemen energi masih berada pada level 1. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka secara umum dapat direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut: 1 Konsumsi energi listrik dan nilai IKE dapat diturunkan dengan menerapkan aturan yang lebih tertib dalam penggunaan daya listrik, seperti halnya menghindari penggunaan daya pada peak hour, tidak meninggalkan peralatan listrik idle, mematikan lampu saat tidak diperlukan, penggunaan AC tidak
62
2
3
4
5
6
pada setting maksimum, serta menyesuaikan jam operasi peralatan listrik dengan jam operasional kantor. Secara teknis menata dan memelihara peralatan yang menggunakan energi agar tetap bekerja dalam penggunaan energi yang efisien atau dapat juga dilakukan dengan memasang occupancy sensor. Memperbaiki building envelope, meminimalisasi kebocoran termal yang terjadi pada gedung, seperti buruknya isolasi antara di luar dan di dalam serta memperbaiki sistem vegetasi lingkungan gedung. Peralatan pengkondisian udara berlaku sama seperti peralatan lainnya dimana faktor usia mempengaruhi unjuk kerja peralatan, maka perlu dilakukan perawatan berkala dan terus menerus. Langkah lain yaitu dengan beralih menggunakan peralatan listrik atau peralatan yang mempunyai efisiensi lebih baik secara teknologi dibandingkan dengan kondisi eksisting, seperti menggunakan pengkondisian udara dengan EER yang lebih tinggi. Kuat pencahayaan di ruang kerja yang dianjurkan oleh SNI yaitu 300 – 350 lux. Untuk mencapai angka tersebut perlu diretrofit dengan lampu light emitting diode sesuai rekomendasi hasil audit energi. Untuk menjalankan rekomendasi hasil audit energi perlu komitmen kuat dari top manajemen. Oleh karena itu diharapkan top manajemen dapat memperbaiki sistem manajemen energi yang telah ada dengan rancangan program konservasi energi yang lebih jelas, tertulis dan disosialisaikan serta setiap investasi yang dikeluarkan harus menunjang program konservasi energi.
63
DAFTAR PUSTAKA Akhadi M. 2009. Ekologi Energi. Mengenali Dampak Lingkungan dalam Pemanfaatan Sumber-Sumber Energi. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Anderson GO. 2003. Energy Efficient Lighting Design. Domestic Use of Energy. Proceeding of the 2003 International Conference towards sustainable Energy, Solutions for the Developing World. Cope Town, 31 March – 3 April 2003. Cape Technikon:103-109. ASHRAE. 2009. Handbook: Fundamentals. Inc. Atlanta (US): American Society of Heating Refrigerating and Air Conditioning Engineers. [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2012. Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012. Tangerang (ID): BPPT Press. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Prosedur Audit Energi pada Bangungan Gedung, Konservasi Energi Sistem Pencahayaan Bangunan Gedung (SNI 03-6196-2000, SNI 03-6090-2000, SNI 03-6197-2000). Jakarta (ID): Departemen Pendidikan Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung ( SNI 6196:2011). Jakarta (ID): BSN. -------. 2011. Konservasi Energi Sistem Selubung Bangunan pada Bangunan Gedung ( SNI 6389:2011). Jakarta (ID): BSN. -------. 2011. Konservasi Energi Sistem Tata Udara Bangunan Gedung ( SNI 6390:2011). Jakarta (ID): BSN. -------. 2011. Konservasi Energi Sistem Pencahayaan ( SNI 6197:2011). Jakarta (ID): BSN. Dekker (1990). Industrial Power Distribution and Illuminating System. New York (US): Rao Chen [DEPDIKNAS] Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasan di Lingkungan Depdiknas. Jakarta (ID): Depdiknas Elyza dkk. 2005. Efisiensi Energi di Hotel. Jakarta (ID): Yayasan Pelangi [EMI] Energy Management Indonesia. 2010. Best Practice Efisiensi Energi pada Bangunan Perkantoran. Jakarta (ID): EMI. [ESDM] Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. 2011. Kantor Hemat Energi. Energi Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Kementerian ESDM. [ESDM] Kementerian Energi dan Sumbderdaya Mineral, [DANIDA] The Ministry of Foreign Affairs of Denmark, [DEM] Danish Energy Management. 2012. Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia. Jakarta (ID): ESDM. Indrajit. 2004. Kajian Strategis Cost-Benefit teknologi Informasi. Panduan investasi pengembangan TI di perusahaan. Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI. Karnoto. 2008. Efisiensi energi listrik kampus Undip Tembalang. Jurnal Teknik Elektro, Jilid 10, Nomor 1, Maret 2008, hlm 38-42. Semarang (ID): UNDIP.
64
[Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2011. Pedoman Teknis Studi Kelayakan (Implementasi Konservasi Energi dan Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Industri). Jakarta (ID). Loekita S. 2006. Analisis Konservasi Energi Melalui Selubung Bangunan. Civil Engineering Dimension, Vol. 8, No.2 93-98, September 2006. Surabaya (ID):Universitas Kristen Petra. Mukhlis. 2011. Evaluasi Penggunaan Listrik Pada Bangunan Gedung di Lingkungan Universitas Tadulako. Jurnal Ilmiah Foristek Vol. 1, No.1, Maret 2011, hlm 34. Palu (ID): Universitas Tadulako. Nugroho Hanan. 2005. Konservasi Energi Sebagai Keharusan yang Terlupakan dalam Manajemen Energi Nasional Indonesia: Belajar dari Jepang dan Muangthai. Lokakarya Konservasi Energi di Yokohama serta Kunjungan ke berbagai Proyek Konservasi Energi di Jepang. Januari – Februari. 2005. Jakarta (ID): BAPPENAS. Hlm 1-11; (diunduh 2011) Jan 7). Tersedia pada: http://www.bappenas.go.id/get-fileserver/node/8495/.
PT.PLN. 2012. Tarif dan Golongan Pelanggan listrik. Jakarta (ID): PLN. Diakses pada: www.pln.co.id. Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri ESDM No.13 tahun 2012 tentang Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik. Jakarta (ID): Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Rizkani dan Ciptomulyono. 2012. Audit Energi dengan Pendekatan Model MCDM-PROMETHEE untuk Konservasi serta Efisiensi Listrik di Rumah Sakit Haji Surabaya. Jurnal Teknik ITS Vol.1, Sept 2012. Hlm A465. Surabaya (ID): ITS. Surya. 2008. Analisis Harmonisa Tegangan di Gedung Direktorat TIK. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung Siswoyo dan Zulkarnaen. 2009. Konservasi Energi Listrik Pada Bangunan Kantor. Jurnal listrik Volume 6 Nomor 2, September 2009: hal 63 – 72. Bandung (ID): Politeknik Negeri Bandung. Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama
64
65
Lampiran 1 Hasil pengukuran kenyamanan termis di bangunan gedung PT. PHE Titik Ukur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Nama Ruang Lantai 17 R. Kerja sisi Kiri R. Kerja sisi kanan R. Rapat Lantai 16 R.kerja sisi kiri R.kerja sisi kanan Loby Lantai 15 R. Kerja Pantry Loby Lantai 14 R.Kerja Loby Lantai 13 R.kerja sisi kiri R.kerja sisi kanan Lantai 12 R.kerja sisi kiri R.kerja sisi kanan Loby Lantai 11 R.kerja sisi kiri R.kerja sisi kanan Loby Lantai 10 R. kerja Loby Lantai 9 Loby Lantai 8 R.kerja Lantai 7 RVP + sekretaris Lantai 5 Koridor R. kerja Loby R. kerja Lantai 4 Loby R. Kerja Lantai 3 R. Poliklinik R. Dokter Koridor R. kerja Lantai 2 Koridor R kerja Lantai 1 Koridor Depan R. kerja Ground R. kerja Loby
Eksisting (0C)
Temperatur Standar SNI 6390-2011 (0C)
Kondisi
Eksisting (0C)
Kelembaban Standar SNI 6390-2011 (0C)
Kondisi
24.2 23.1 22.8
25.5±1.5 25.5±1.5 25.5±1.5
Standar Di bawah Di bawah
63.2 61.5 63.9
60±5 60±5 60±5
Standar Standar Standar
24.9 24.7 24.7
25.5±1.5 25.5±1.5 28.5±1.5
Standar Standar Standar
61.4 64.7 62.5
60±5 60±5 60±10
Standar Standar Standar
24.3 24.3 24.6
25.5±1.5 28.5±1.5 28.5±1.5
Standar Dibawah Di bawah
61 61 61.5
60±5 60±10 60±10
Standar Standar Standar
24.3 23.9
25.5±1.5 28.5±1.5
Standar Di bawah
64.7 62.9
60±5 60±10
Standar Standar
24.5 23.7
25.5±1.5 25.5±1.5
Standar Di bawah
62.1 63.1
60±5 60±5
Standar Standar
25.1 25 24.5
25.5±1.5 25.5±1.5 28.5±1.5
Standar Standar Di bawah
60 61.3 59.5
60±5 60±5 60±10
Standar Standar Standar
24.9 25 25.1
25.5±1.5 25.5±1.5 28.5±1.5
Standar Standar Di bawah
58.6 60 56.9
60±5 60±5 60±10
Standar Standar Standar
24.8 25.8
25.5±1.5 28.5±1.5
Standar Di bawah
58.1 56.1
60±5 60±10
Standar Standar
24.9
28.5±1.5
Di bawah
58.3
60±10
Standar
24.5
25.5±1.5
standar
58.2
60±5
Standar
25.2
25.5±1.5
standar
61.4
60±5
Standar
24.7 23.8 23.9
25.5±1.5 28.5±1.5 25.5±1.5
Standar Di bawah standar
57.6 59.6 60
60±5 60±10 60±5
Standar Standar Standar
23.8 24
28.5±1.5 25.5±1.5
Di bawah standar
60.5 59.5
60±10 60±5
Standar Standar
24.1 24.2 23.5
25.5±1.5 25.5±1.5 28.5±1.5
Standar Standar Di bawah
58.5 57 59.6
60±5 60±5 60±10
Standar Standar Standar
24.3
28.5±1.5
Di bawah
59.6
60±10
Standar
25.4 24
28.5±1.5 25.5±1.5
Di bawah standar
59.6 59.7
60±10 60±5
Standar Standar
24.5 25
25.5±1.5 28.5±1.5
standar Di bawah
59.5 60
60±5 60±10
Standar Standar
66
Lampiran 2 Daya dan intensitas peralatan AC bangunan gedung PT. PHE Lantai
Daya Chiller
Daya AHU
Daya Total Pendingin
PL LT 17 PL LT 16 PL LT 15 PL LT 14 PL LT 13 PL LT 12 PL LT 11 PL LT 10 PL LT 9 PL LT 8 PL LT 7 PL LT 6 PL LT 5 PL LT 4 PL LT 3 PL LT 2 PL LT 1 PL LT Ground
38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531 38937.06531
12.07488 12.07488 12.07488 12.18432 17.61984 17.83872 13.05984 13.05984 10.50624 10.50624 11.16288 10.944 10.944 10.17792 7.44192 8.208 4.9248 12.14784
38949.14019 38949.14019 38949.14019 38945.24963 38954.68515 38954.90403 38950.12515 38950.12515 38947.57155 38947.57155 38948.22819 38948.00931 38948.00931 38947.24323 38944.50723 38945.27331 38941.99011 38949.21315
Luas Lantai (m2) 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029 1029
Intensitas (Watt/m2)
Bencmark (50w/m2)
Kondisi
37.85 37.85 37.85 37.85 37.86 37.86 37.85 37.85 37.85 37.85 37.85 37.85 37.85 37.85 37.85 37.85 37.85 37.85
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
< standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar
Lampiran 3 Intensitas daya penerangan bangunan gedung PT. PHE
67
Lampiran 4 Kuat pencahayaan pada bangunan gedung PT. PHE Nama Ruang Lantai 17 R kerja sisi kiri R kerja sisi kanan R rapat Lantai 16 R kerja sisi kiri R kerja sisi kanan Loby Lantai 15 R kerja Pantry Loby Lantai 14 R kerja Loby Lantai 13 R kerja sisi kiri R kerja sisi kanan Lantai 12 R kerja sisi kiri R kerja sisi kanan Loby Lantai 11 R kerja sisi kiri R kerja sisi kanan Loby Lantai 10 R kerja loby Lantai 9 loby Lantai 8 R kerja Lantai 7 R VIP & sekretaris Lantai 5 Koridor R Kerja Pantry Loby R Kerja Lantai 4 Loby R Kerja Lantai 3 R Loby Poliklinik R Dokter Koridor R Kerja Lantai 2 Koridor R Kerja Lantai 1 Koridor Depan R Kerja Ground R Kerja Loby
Lux
Rata-Rata (lux)
Standar SNI 6197:2011
Kondisi
220 250 300
330 190 150
275 220 225
350 350 300
< standar < standar < standar
300 250 85
210 180 125
225 215 105
350 350 300
< standar < standar < standar
250 365 170
300 365 210
275 365 190
350 300 300
< standar >standar < standar
250 160
360 180
300 170
350 300
< standar < standar
132 60
370 185
251 172.5
350 350
< standar < standar
260 270 275
300 230 275
280 250 275
350 350 300
135 105 204
180 210 237
157.5 157.5 220.5
350 350 300
< standar < standar < standar < standar < standar < standar < standar
195 232
230 260
212.5 246
350 350
< standar < standar
85
120
102.5
300
< standar
125
190
157.5
350
< standar
235
300
267.5
350
< standar
120 215 115 165
120 215 115 200
120 215 115 182.5
150 300 300 350
< standar < standar < standar < standar
220 130
247 170
233.5 150
300 350
< standar < standar
125 275 130
220 430 130
172.5 352.5 130
300 350 150
< standar > standar < standar
105
125
115
150
< standar
269 220
269 300
269 280
150 350
> standar < standar
180 240
250 280
215 260
350 300
< standar < standar
70
Lampiran 5 Kelayakan investasi konservasi energi pada PT. PHE dengan sekenario I Tahun
Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I. Inflow 1. Penghematan Sistem Tata Udara
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
Sistem Tata Cahaya
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
Total Penghematan 2. Nilai Sisa Lampu TL LED 18 watt
22,500,000
Lampu TL LED 9 watt
87,069,000
Lampu LED 9 watt
9,693,000
Total Nilai Sisa Total Inflow
119,262,000 482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
601,882,308
8,000,000 8,000,000
8,000,000 8,000,000
8,000,000 8,000,000
8,000,000 8,000,000
8,000,000 8,000,000
8,000,000 8,000,000
8,000,000 8,000,000
8,000,000 8,000,000
8,000,000 8,000,000
II. Outflow 1. Biaya Investasi Lampu TL LED 18 watt
225,600,000
Lampu TL LED 9 watt
870,696,000
Lampu LED 9 watt Total Biaya Investasi
96,930,000 1,193,226,000
2. Biaya Operasional
68
Pemasangan Pemasangan dan Pemeliharaan Total Outflow
8,000,000
1,201,226,000
71
Lanjutan lampiran 5 Tahun
Uraian Net Benefit Discount Factor 6.5% PV
1 -718,605,692
2 474,620,308
3 474,620,308
4 474,620,308
5 474,620,308
6 474,620,308
7 474,620,308
8 474,620,308
9 474,620,308
10 593,882,308
0.939
0.882
0.828
0.777
0.730
0.685
0.644
0.604
0.567
0.533
-674,747,129
418,453,400
392,913,991
368,933,325
346,416,267
325,273,491
305,421,118
286,780,392
269,277,364
316,376,568
PV (+)
3,029,845,916
PV (-)
-674,747,129
Net B/C NPV IRR PP
4 1,461,155,127 55.36% 3.25 tahun
69
72
Lampiran 6 Kelayakan investasi konservasi energi pada PT. PHE dengan skenario II Tahun
Uraian 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I. Inflow 1. Penghematan Sistem Tata Udara
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
353,698,008
Sistem Tata Cahaya
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
128,922,300
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
Total Penghematan 2. Nilai Sisa Lampu TL LED 18 watt
22,500,000
Lampu TL LED 9 watt
87,069,000
Lampu LED 9 watt
9,693,000
Total Nilai Sisa Total Inflow
119,262,000 482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
482,620,308
601,882,308
0
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
8,000,000
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
119,322,600
II. Outflow 1. Biaya Investasi Lampu TL LED 18 watt
225,600,000
Lampu TL LED 9 watt
870,696,000
Lampu LED 9 watt Total Biaya Investasi
96,930,000 1,193,226,000
2. Biaya Operasional Pemasangan Pemeliharaan
70
3. Cicilan Kredit Pengembalian Pinjaman pokok
8,000,000
73
Lanjutan lampiran 6 Tahun
Uraian 1 Bunga Pinjaman Total Outflow Net Benefit (saving) Discount Factor 14% PV
2
7
8
9
10
70,648,558
61,972,419
54,361,771
47,685,764
41,829,618
36,692,647
32,186,533
1,425,217,547
211,137,466
199,861,956
189,971,158
181,295,019
173,684,371
167,008,364
161,152,218
156,015,247
151,509,133
-942,597,239
271,482,842
282,758,352
292,649,150
301,325,289
308,935,937
315,611,944
321,468,090
326,605,061
450,373,175
0.877
0.769
0.675
0.592
0.519
0.456
0.400
0.351
0.308
0.270
-826,839,684
208,897,231
190,853,833
173,271,790
156,498,913
140,747,057
126,130,312
112,693,550
100,433,650
121,485,376
-826,839,684
PP
6
80,539,356
PV (-)
IRR
5
91,814,866
1,331,011,712
NPV
4
104,668,947
PV (+) Net B/C
3
2 504,172,029 12.50% 6.19 tahun
71
72
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 17 Desember 1981 dari pasangan H. Muslihin dan Mamay Komarah. Penulis merupakan anak ke-2 dari tiga bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2013. Pada tahun 2006 penulis pernah bekerja di sebuah konsultan yang bergerak di bidang pengembangan sumberdaya manusia dan aplikasi teknologi, kemudian pada tahun 2009 bergabung dengan LPPM-IPB sebagai project officer dan pada tahun 2010 bergabung di Direktorat Kerjasama dan Program Internasional, IPB.
Bogor, Oktober 2013 Ajen Mukarom