Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
KAJIAN SIFAT MEKANIK MATERIAL KOMPOSIT PROPELER KINCIR ANGIN STANDARD NACA 4415 MODIFIKASI Sudarsono1 1
Jurusan Teknik Mesin, Institut Sains &Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl. Kalisahak No. 28 Komplek Balapan Yogyakarta 2 Program Doktor Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Komposit merupakan kombinasi dari dua material atau lebih dalam skala makro yang secara fisik dan secara mekanik dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Material penyusun (matriks dan penguat) akan menentukan sifat akhir dari komposit. Contohnya pada sifat mekanik, ketika material komposit menerima beban, matriks memiliki fungsi utama untuk mentransfer beban yang diberikan ke penguat dan penguat memiliki tugas utama menahan beban tersebut. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa jenis matriks akan berpengaruh lebih besar terhadap sifat fisik seperti, ketahanan kimia, ketahanan thermal dan terhadap radiasi ultraviolet, sedangkan penguat yang digunakan pada material komposit akan mempengaruhi sifat mekanik dari material komposit secara keseluruhan. Material propeler berbahan plastik mempunyai bobot yang ringan sehingga mudah berputar ketika ditiup angin berkecepatan rendah. Pemanfaatan kayu sengon laut (KSL) dan serat rami dengan standard NACA 4415 modifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan daya tahan propeler terhadap iklim pesisir sehingga lebih ramah lingkungan. Kajian utama dari penelitian ini adalah mengetahui sifat mekanik dari komposit dan material penyusun komposit yang akan digunakan sebagai propeler. Hasil kajian menunjukkan komposit serat rami core kayu sengon laut dilakukan dengan cukup baik melalui proses hand lay up 2 lapis sebagai prototipe untuk pembuatan propeler airfoil standard NACA 4415 modifikasi. Tegangan tekuk komposit yang dihasilkan sebesar 45,663 MPa, dengan modulus young 1,244 GPa dan regangan 1,795 %. Hasil uji mekanik dari rerata teganggan tarik serat rami sebesar 206,277 MPa, sedangkan pada kayu sengon laut lebih rendah dari serat rami yaitu sebesar 48,927 MPa. Rerata tegangan tekan dan impak kayu masing-masing adalah 5,027 MPa dan 5,362 Joule. Kata kunci : komposit, propeler, serat rami, KSL
PENDAHULUAN Negara-negara Uni-Eropa telah metapkan peraturan ”End-of-Life Vehicles (ELV) directive (2000/53/EC)” pada Oktober 2000 yang mentargetkan minimum 85% berat ELV harus dapat diperbaharui pada tahun 2006 dan minimum 95% berat ELV juga harus dapat diperbaharui pada tahun 2015. Selanjutnya pada 20 Desember 2006, FAO juga mendeklarasikan “International Year of Natural Fiber (IYNF) 2009” untuk mendesak berbagai industri manufaktur agar memanfaatkan bahan-bahan serat alam. Kedua aturan tersebut mendukung pemanfaatan potensi local genius materials di Indonesia khususnya “serat alam dan kayu alam” sebagai bahan rekayasa produk teknologi, termasuk natural composite (NACO). Dengan demikian, substitusi penggunaan bahan-bahan sintetis dengan bahan alam yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui menjadi persyaratan produk. Saat ini propeler kincir angin, yang sebelumnya dibuat dari material logam, telah mulai dibuat dari material komposit skin GFRP (glass fiber reinforced plastic). Hal ini dikarenakan material propeler tersebut diharapkan mempunyai bobot yang ringan agar mudah berputar ketika ditiup angin. Berhubung propeler juga berfungsi sebagai struktur primer maka sebaiknya dibuat dari komposit sandwich yang ramah lingkungan. Uraian tersebut menunjukkan bahwa rekayasa propeler kincir angin dari komposit skin GFRP perlu dikembangkan menjadi struktur sandwich agar mampu menahan beban luar (benturan ) yang lebih besar. Potensi sumber daya alam rami dan KSL perlu dimanfaatkan untuk mereduksi penggunaan bahan sintetis impor. Permasalahan yang akan dikaji dan dicari penyelesaiannya dalam penelitian ini adalah mengkaji pemanfaatan potensi local genius materials di Indonesia khususnya “serat alam dan kayu alam” untuk pengembangan teknologi komposit hibrid sandwich serat rami dan core kayu sengon laut untuk pembuatan prototipe propeler airfoil modifikasi NACA 4415 yang paling sesuai untuk angin kecepatan rendah dan ramah lingkungan. A-379
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
METODE Material yang digunakan untuk fabrikasi propeler terdiri dari resin unsaturated polyester dengan merek Yukalak(R) sebagai matriks dan metil etil keton peroksida (MEKPo) sebagai Hardener / curing agent. Sedangkan sebagai penguat(reinforcement) di gunakan bahan kayu sengon laut dan serat alam jenis rami (berat jenis 0.9 gram/ml). NaoH 10% digunakan untuk perendaman sebelum dilakukan fabrikasi komposit agar getah bisa dihilangkan (tidak terjadi deliminasi antara resin dan kayu sengon laut. Sedangkan vaselin berfungsi mencegah menempelnya resin ke permukaan cetakan. Propeler kincir angin sebelumnya terbuat dari material logam, dampak adanya perkembangan teknologi saat ini menyebabkan propeler telah mula dibuat dari material komposit skin GFRP (glass fiber reinforced plastic). Hal ini dikarenakan material propeler tersebut diharapkan mempunyai bobot yang ringan agar mudah berputar ketika ditiup angin. Selain ringan, struktur propeler harus kuat menahan beban luar. Oleh sebab itu propeler kincir angin yang terbuat dari komposit skin GFRP perlu dikembangkan menjadi struktur sandwich agar mampu menahan beban luar (benturan ) yang lebih besar. Potensi sumber daya alam rami dan KSL perlu dimanfaatkan uetuk mereduksi penggunaan bahan sintetis impor. Proses fabrikasi yang dipilih untuk membuat material komposit Poliester – kayu sengon laut dan serat rami adalah metode Hand Lay Up 1 lapis dan 2 lapis serai rami. Pemilihan metode ini dilakukan karena prosesnya yang sederhana dan mudah serta biaya produksi yang relatif rendah untuk produksi skala kecil. Namun di sisi lain, metode ini juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya adalah tingkat kesempurnaan proses yang tidak stabil, karena sangat bergantung dari operator yang mengerjakan dan alat yang digunakan sehingga mengakibatkan banyaknya hasil produksi cacat (reject). Serat yang digunakan untuk fabrikasi propeler adalah serat rami yang telah mengalami degumisasi (degumed fiber) seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Degumisasi ialah proses pembersihan serat dari getah pectin, lignin wales dan lain-lain, bertujuan agar serat menjadi lebih halus serta meningkatkan kinerja interface antara serat rami dengan matriks pada material PMC. namun pengurangan lignin tidak seluruhnya melainkan hanya sebagian saja, karena pengurangan keseluruhan akan mengakibatkan material menjadi tidak baik kemampuan termalnya.
Gambar 1. Serat Rami Kemudian serat rami tersebut di luruskan dan dirapihkan dengan cara disisir hingga serat rami yang tadinya menggumpal dan menyatu menjadi terpisah satu – satu. Setelah disisir, kemudian serat rami dipotong dengan ukuran 20 cm. Setelah itu serat rami dikeringkan menggunakan oven listrik selama tiga jam pada temperatur 100oC. Perlakuan ini diberikan karena sifat rami yang sangat mudah menyerap air sedangkan dalam fabrikasi material komposit rami – polyester, keberadaan air akan mengurangi interaksi interface antara matriks dan serat, sehingga kekuatan mekanik akan semakin berkurang. Rainforcement/ penguat serat kayu sengon laut diambil pada satu batang dengan harapan karakteristik bahan kayu sama, dan setelah dibelah dibuat bahan spesimen dengan ukuran 200mm x 50mm x 10mm. Kemudian spesimen tersebut di treatment perendaman dalam NaOH untuk mengurangi/mengeluarkan getah dari dalam kayu sehingga dalam proses fabrikasi terjadinya interface antara matrik dengan serat kayu dapat seminimal mungkin. Setelah mengalami proses perendaman dengan NaAOH spesimen kayu sengon laut di open selama 3 jam pada temperatur 1100C sampai A-380
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
dengan 1150C untuk mengurangi kadar air dalam kayu. Gambar 2. menunjukkan proses perendaman dalam cairan NaOH sedangkan proses pengeringan dengan oven ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 2. Perendaman kayu sengon laut dalam cairan NaOH
Gambar 3. Pengeringan dengan oven Sampel komposit hibrid sandwich serat rami dengan core kayu sengon laut untuk pembuatan prototipe propeler airfoil standard NACA 4415 yang dimodifikasi dilakukan dengan metode hand lay up 1 lapis dan 2 lapis. Setelah proses hand lay up selesai dilakukan maka selanjutnya di tunggu sampai komposit benar-benar kering. Hasil fabrikasi tersebut dimachining untuk mendapatkan sampel sesuai dengan bentuk dan ukuran spesimen. Hasil komposit hibrid sandwich serat rami dengan core kayu sengon laut ditunjukkan pada Gambar 4. (a) untuk 1 lapis dan (b) 2 lapis.
(a) (b) Gambar 4. Hasil komposit hibrid sandwich untuk 1 lapis dan (b) 2 lapis. Penelitian tentang pemanfaatan serat alam sebagai bahan komposit telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Diharjo dkk. (2005) mengembangkan pemanfaatan serat alam kenaf sebagai bahan komposit. Peningkatan kandungan serat kenaf acak mampu meningkatkan kekuatan dan modulus tarik. Pada vf = 32%, kekuatan dan modulus tarik komposit serat kenaf acak – polyester masingmasing adalah 59.03 MPa and 8.75 GPa. Kedua sifat mekanis tersebut meningkat 107.8% and 51.91% dibandingkan dengan komposit kenaf acak-polyester pada vf = 13.18%. Komposit kenaf – polyester A-381
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
dalam penelitian ini memiliki sifat tarik yang lebih baik daripada komposit kenaf – PP yang diteliti oleh Karnani dkk. (1997). Dalam penelitian lanjutan oleh Diharjo dkk. (2005), kekuatan dan modulus tarik komposit serat kenaf kontinyu dengan orientasi serat 00 dengan matrik polyester pada vf = 54.63 % adalah 216.8 MPa dan 26.79 GPa. Kedua sifat mekanis tersebut meningkat 123% dan 163.7% dibandingkan dengan komposit kenaf kontinyu pada vf = 20.31%. Komposit hasil penelitian ini memiliki kekuatan dan modulus tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitiannya Raharjo dkk. (2005), yaitu 157 MPa dan 20 GPa pada vf = 60%. Masih menurut Diharjo dkk. (2007) sifat impak komposit sandwich serat kenaf acak – polyester dengan core KSL meningkat seiring dengan peningkatan ketebalan core. Komposit sandwich yang diperkuat serat kenaf perlakuan alkali selama 2 jam memiliki energi dan kekuatan impak yang lebih kecil dibandingkan dengan komposit sandwich berpenguat serat tanpa perlakuan. Penurunan kekuatan komposit sandwich berpenguat serat perlakuan alkali 2 jam disebabkan oleh adanya perubahan sifat patahan dari patahan ulet menjadi getas. Komposit sandwich tersebut memiliki kekuatan impak tertinggi pada ketebalan core KSL 10 mm. Pengembangan bahan biokomposit telah dilakukan oleh Mujiyono dkk. (2008). Dalam penelitian ini serat alam yang digunakan adalah serat rami dan serat bambu, sedangkan matrik alam yang digunakan sebagai perekat adalah hasil sekresi kutu pohon albasia (sengon laut). Hasil pengembangan penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk biokomposit yang benar-benar ramah lingkungan karena bersifat fully biodegradable. Moller dkk. (2002) juga telah mengembangkan komposit sandwich dengan core susunan batang tanaman. Model sandwich yang tersebut dikenal dengan nama light natural sandwich material (LNS). Pembuatan core dilakukan dengan menyusun batang tanaman di dalam kotak molding yang diberi foam glue. Berat LNS yang dihasilkan dapat mencapai 50% lebih rendah dari berat plywood. Besarnya kekuatan dan modulus tekan LNS adalah 1,9 MPa dan 249 Mpa, sedangkan besarnya kekuatan dan modulus geser LNS adalah 0,35 MPa dan 15,1 MPa. Material LNS potensial sebagai pengganti core sintetis PVC foam. Suizu N., dkk, (2009) meneliti tentang pemanfaatan serat alam yang diperkuat untuk menghasilkan bahan yang ramah lingkungan dan kuat. Dengan menguntai serat rami dicampur dengan alkali konsentrasi tinggi dapat diperoleh komposit yang kuat. Hasil pengujian ketegangan (tensile) menunjukkan bahwa komposit benang rami memperlihatkan dua hingga tiga kali lebih besar pada uji patah, tanpa penurunan kekuatan dibandingkan dengan komposit tanpa benang untai. Komposit yang dilaminasi menggunakan untaian benang rami memiliki kekuatan impak dua kali lebih besar dibandingkan komposit tanpa benang rami. Nam S., Netravali A.N., (2006) menyimpulkan bahwa serat alam sangat potensial digunakan dalam industri sebagai pengganti bahan komposit. Alasan yang mendasari antara lain sifat terbarukan, berkelanjutan, biodegradable, serta tersedia di seluruh dunia. Secara kimiawi, sifat-sifat serat alam dapat diketahui berdasarkan struktur kimia, kandungan selulosa, orientasi dan kristalinitas. Dibandingkan dengan serat gelas, serat alam memiliki kekuatan ketegangan yang lebih rendah. Namun beberapa serat alam memiliki Modulus Young yang sama tinggi dengan serat aramid. Komposit matriks polimer merupakan teknologi komposit yang paling dikenal dan sering digunakan. Terdiri dari polimer (epoxy, polyester, urethane) kemudian diperkuat dengan fiber yang berdiameter kecil (grafit, aramids, boron serta serat alam). Material komposit dengan matriks polimer memiliki rasio berat berbanding kekuatan yang tinggi. Sebagai contoh, komposit epoksi dengan fiber grafit memiliki kekuatan lima kali lebih besar dibandingkan baja dengan berat yang sama[5]. Ditambah dengan biaya yang rendah dan prinsip manufaktur yang tidak rumit maka tidaklah heran apabila material komposit dengan matriks polimer menjadi teknologi komposit yang paling sering digunakan. Pada komposit dengan matriks polimer, matriks yang digunakan disebut juga dengan resin. Berdasarkan dari pengaruh panas terhadap sifatnya, resin dapat dibagi menjadi dua macam yaitu, material yang tidak tahan terhadap perlakuan pada temperatur tinggi disebut juga dengan resin termoplastik dan material yang memiliki ketahanan temperatur yang tinggi disebut dengan resin termoset. Pada penggunaan resin termoplastik, kita harus merubah dahulu resin termoplastik dari fasa padat (berupa pelet) menjadi fasa cair dengan memanaskannya terlebih dahulu hingga mencampai temperatur leleh (melting),baru kemudian fiber dicampurkan dan di aduk sehingga terdispersi secara merata. Kemudian setelah itu material baru dibentuk. Resin termoplastik ini jika dipanaskan kembali sampai temperatur yang sesuai ia akan meleleh kembali dan dapat menjadi keras kembali jika A-382
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
didinginkan, dan proses ini dapat dilakukan secara berulang – ulang tanpa mempengaruhi secara signifikan sifat materialnya. Contoh dari resin jenis ini adalah nilon, polipropilen dan ABS. Sedangkan resin termoset merupakan resin dengan fasa cair, yang akan mengeras jika ditambahkan aktivator dan atau katalisator. Metode pencampuran yang digunakan pada resin termoset relatif lebih sederhana, resin cair dicampurkan dengan fiber dengan kadar yang kita inginkan, kemudian diaduk, setelah itu ditambahkan hardener atau katalisator. Untuk beberapa jenis resin, seperti poliester cukup didiamkan pada temperatur ruang material akan mengeras. Berbeda dengan resin termoplastik sekali mengeras maka resin termoset tidak dapat mencair kembali jika dipanaskan, walaupun pada temperatur tertentu yang dikenal dengan Glass Transition Temperature (Tg) sifat mekaniknya akan berubah secara signifikan. Tg pada setiap material termoset tidaklah sama tergantung dari jenis resin yang digunakan. Tipe Resin termoset yang sering digunakan dalam industri material komposit adalah Epoksi, Vinil Ester dan Poliester. Resin poliester merupakan resin yang paling banyak digunakan dalam berabagai aplikasi yang menggunakan resin termoset, baik itu secara terpisah maupun dalam bentuk materal komposit. Walaupun secara mekanik, sifat mekanik yang dimiliki oleh poliester tidaklah terlalu baik atau hanya sedang – sedang saja. Hal ini karena resin ini mudah didapat, harga relatif terjangkau serta yang terpenting adalah mudah dalam proses fabrikasinya. Jenis dari resin poliester yang digunakan sebagai matriks komposit adalah tipe yang tidak jenuh (unsaturated polyester) yang merupakan termoset yang dapat mengalami pengerasan (curing) dari fasa cair menjadi fasa padat saat mendapat perlakuan yang tepat. Berbeda dengan tipe polister jenuh (saturated polyester) seperti Terylene™, yang tidak bisa mengalami curing dengan cara seperti ini. Oleh karena itu merupakan hal yang biasa untuk menyebut resin poliester tidak jenuh (unsaturated polyester) dengan hanya menyebutnya sebagai resin poliester. Ada dua prinsip dari resin poliester yang digunakan sebagai laminasi dalam industri komposit. Yaitu resin poliester orthopthalic, merupakan resin standar yang digunakan banyak orang, serta resin poliester isopthalic yang saat ini menjadi material pilihan pada dunia industri seperti industri perkapalan yang membutuhkan material dengan ketahanan terhadap air yang tinggi. Serat rami mempunyai sifat dan karakteristik serat kapas (cotton) yaitu sama-sama dipintal ataupun dicampur dengan serat yang lainnya untuk dijadikan bahan baku tekstil. Dalam hal tertentu serat rami mempunyai keunggulan dibanding serat-serat yang lain seperti kekuatan tarik, daya serap terhadap air, tahan terhadap kelembaban dan bakteri, tahan terhadap panas, lebih ringan dibanding serat sentetis dan ramah lingkungan (tidak mengotori lingkungan sehingga baik terhadap kesehatan). Penggunaan serat rami sebagai penguat dalam material komposit memiliki banyak keuntungan, rami merupakan serat yang dapat diperbaharui (renewable resources), dapat digunakan pada berbagai macam kondisi, mudah terurai, mudahdi padukan dengan berbagai material lain. Serat rami juga memiliki aspek rasio yang tinggi, kekuatan yang baik dibandingkan dengan rasio beratnya, tidak memerlukan energi yang tinggi untuk mengolahnya dan memiliki sifat insulator yang baik. Beberapa mungkin menganggap sebagian sifat ini adalah kelemahan seperti mudah terurai dan mudah terbakar, tapi sifat ini juga berarti kita dapat memprediksi dan memprogram mekanisme pengolahan limbahnya dengan lebih mudah, yang tidak dapat didapat dengan mudah pada material lain. Massa jenis dari serat rami adalah berkisar antara 1.5 – 1.6 gr/cm3 dengan kekuatan tarik serat rami berkisar antara 400 – 1050 MPa. Modulus elastisitas tarik dan regangannya adalah sekitar 61.5 GPa dan 3.6 %. Pada umumnya serat rami memiliki diameter sekitar 0.04 – 0.08 mm. Interface dan interphase, Gaya ikat (adhesi) antara matriks – penguat merupakan suatu variable yang perlu dioptimalkan untuk mendapatkan sifat dan performa terbaik dari suatu material komposit. Gaya ikat dari suatu interphase tidak hanya merupakan suatu interaksi fisik dan kimia antara matriks dan penguat, namun juga struktur dari matriks dan penguat di daerah dekat interface.Dalam komposit, penguat dan matriks menghasilkan kombinasi sifat mekanik yang berbeda dengan sifat dasar dari masing-masing matriks maupun penguat karena adanya interface antara kedua komponen tersebut. Interface antara matriks-penguat dalam pembuatan komposit sangat berpengaruh terhadap sifat akhir dari komposit yang terbentuk, baik sifat fisik maupun sifat mekanik. Pengertian dari interface yaitu daerah antar permukaan matriks dan penguat yang mengalami kontak dengan keduanya dengan membuat suatu ikatan antara keduanya untuk perpindahan beban. Ikatan yang terjadi pada interface matriks – penguat terbentuk saat permukaan penguat telah terbasahi oleh matriks. A-383
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Interface yang ada pada komposit ini berfungsi sebagai penerus (transmitter) beban antara matriks dan penguat. Bila energi permukaan semakin kecil maka akan semakin mudah terjadi pembasahan. Hubungannya dengan kelarutan (adsorbsi) adalah, bila semakin besar adsorbsi maka energi permukaan akan semakin kecil. Adsorbsi merupakan reaksi permukaan yang tergantung pada konsentrasi dan temperatur. Hubungan daya ikat antara matriks – penguat terhadap sifat mekanis komposit sangatlah erat, karena apabila daya ikat antara matrik – penguat baik maka dapat meningkatkan sifat mekanis dan performa dari komposit. Interface matriks – penguat merupakan suatu batas dua dimensi, sementara interphase matriks – penguat merupakan batas tiga dimensi.
Gambar 5. Diagram skematis dari interphase matriks – penguat (fiber) dan beberapa faktor yang berkonstribusi terhadap pembentukannya. Gambar 5. interphase hadir dari beberapa titik di dalam penguat (fiber) dimana sifat lokal yang ada mulai berubah dari sifat bulk penguat, melalui interface matriks – penguat, dan menjadi matriks dimana sifat lokal kembali sama dengan sifat bulk. Dalam daerah ini, berbagai jenis komponen yang pengaruhnya diketahui maupun yang tidak diketahui terhadap interphase dapat diidentifikasi. Sebagai contoh, penguat memiliki berbagai macam bentuk di dekat permukaan penguat, yang tidak terdapat di bulk penguat. Luas permukaan penguat dapat jauh lebih besar dibandingkan nilai geometrisnya, karena adanya poros, pitting, ataupun retak di permukaannya. Komposisi atomik dan molekular dari permukaan penguat sangat berbeda dengan komposisi yang terdapat di dalam bulk. Ketika matriks dan permukaan penguat bersentuhan, ikatan kimia dan fisika dapat terbentuk pada interface. Gugus kimia permukaan penguat dapat bereaksi dengan gugus kimia yang ada pada matriks, yang dapat membentuk ikatan kimia; gaya tarik Van der Wals, ikatan hidrogen, dan ikatan elektrostatik. Jenis dan banyaknya dari masing-masing ikatan yang ada tersebut secara kuat mempengaruhi daya ikat antara matriks – penguat. Sifat fisik dan kimia yang dimiliki oleh penguat dapat merubah bentuk lokal dari matriks di dalam daerah interphase. Komponen matriks yang tidak bereaksi serta pengotor yang ada dapat terdifusi ke dalam daerah interphase, yang dapat merubah struktur lokal dan/atau dapat pula mengganggu kontak antara matriks – penguat atau dapat pula menghasilkan material dengan sifat mekanis yang kurang baik.Masing-masing dari fenomena tersebut dapat berbeda-beda besarnya dan dapat terjadi secara bersamaan di dalam daerah interphase. Bergantung pada sistem material, yaitu interphase itu sendiri yang dapat tersusun oleh beberapa komponen atau seluruh komponen tersebut dan dapat meningkatkan ketebalan dari beberapa nanometer hingga ratusan nanometer. Pada pembuatan komposit interphase selalu terbentuk, struktur yang ada pada daerah ini dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap performa dari komposit terutama dalam hal kekuatan mekanisnya dan ketahanan kimia dan termal. Oleh karena itu komposisi dan sifat yang tepat dari daerah tersebut harus benar-benar diperhatikan. Analisis kekuatan mekanik komposit biasanya dilakukan dengan mengasumsikan ikatan serat dan matrik sempurna. Pergeseran antara serat dan matriks dianggap tidak ada dan deformasi serat sama dengan deformasi matrik. Kekuatan tekan dan tarik dihitung dengan persamaan:
A-384
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
P A
ISSN: 1979-911X
(1)
Regangan dapat dihitung dengan persamaan:
li lo l lo lo
(2)
Modulus elastisitas dihitung dengan persamaan:
E
(3)
Keterangan σ = Tegangan (MPa) A = Luas Penampang (mm2) P = Gaya Tekan (Newton) Ε = Regangan (mm/mm) lo = Panjang awal (mm) li = Deformasi (mm) Δl = Pertambahan panjang (mm) PEMBAHASAN Uji tekuk (Flexural test) mengukur kekuatan yang dibutuhkan untuk membengkokkan sebuah papan plastik yang diberi beban pada tiga titik. Data tersebut terkadang digunakan untuk memilih material untuk parts (bagian) yang akan menerima beban tanpa mengalamipembengkokan (flexing). Flexural modulus digunakan sebagai indikasi untuk kekakuan material ketika dibengkokkan. Skema pengujian tekuk ditunjukkan pada Gambar 6 dan hasil uji tekuk ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 6. Skema pengujian tekuk
Gambar 7. Grafik hasil uji Tekuk (Flexural Test) Uji kekuatan tekuk (Flexural Test ) sebagai salah satu indikasi kekuatan dari material spesimen untuk pembuatan prototipe propeler airfoil standard NACA 4415 ditunjukkan pada Gambar 7. Spesimen di buat dalam vareasi 1 lapis dan 2 lapis untuk serat raminya dengan 1 core kayu sengon A-385
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
laut. Hasil uji kekuatan tekuk (Flexural Test ) dapat di ambil tiga parameter karakteristik mekanik material, yaitu tegangan tekuk, regangan tekuk dan modulus elastisitas. Tegangan tekuk terbesar dimiliki oleh spesimen 2 lapis yaitu sebesar 45,663 Mpa dengan regangan 1,795 % dan modulus young 1,224 Gpa. Pada spesimen 1 lapis tegangan tekuk sebesar 19,013 Mpa dengan regangan 2,313 % dan modulus young 0,776 Gpa. Penambahan 1 lapisan serat rami memberikan sifat mekanik tegangan tekuk yang signifikan sebesar 58,36%, dan secara berat komposit antara 1 lapis dan 2 lapis tidak terlalu jauh. Sehingga dalam pembuatan prototipe airfoil standard NACA 4415 ditetapkan menggunakan spesimen komposit serat rami 2 lapis core kayu sengon laut yang memiliki tegangan tekuk terbesar akan tetapi ringan agar mudah berputar pada debit angin 3m/s sesuai kondisi operasi atau kerja propeler. Pengujian mekanik dari bahan komposit (uji tarik untuk serat rami dan kayu sengon laut, uji tekan dan uji ketangguhan impak untuk bahan pendukung kayu sengon laut) dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana material pendukung pada proses fabrikasi komposit serat rami core kayu sengon laut bisa memberikan kontribusi terhadap kekuatan dari komposit yang akan digunakan untuk pembuatan propeler yang akan diaplikasikan pada kondisi operasi yang memiliki kelembaman oksida dan debit angin yang relatif kecil (3m/s). Sehingga dalam hal ini dibutuhkan propeler yang ringan, kuat dan tahan terhadap oksidasi air laut serta ramah lingkungan.
Gambar 8. Grafik Hasil Uji Mekanik dari Bahan Pendukung Komposit Sifat mekanik dari bahan pendukung juga memiliki kontribusi pada sifat mekanik komposit yang dihasilkan meskipun juga dipengaruhi interface ataupun interphase dari matriks-penguat. Hasil uji mekanik dari rerata teganggan tarik serat rami sebesar 206,277 MPa, sedangkan pada kayu sengon laut lebih rendah dari serat rami yaitu sebesar 48,927 MPa. Rerata tegangan tekan dan impak kayu masing-masing adalah 5,027 MPa dan 5,632 Joule. Dari sifat mekanik bahan pendukung komposit yang dihasilkan ternyata memberikan kontribusi pada tegangan tekuk komposit sebagai prototipe untuk pembuatan propeler airfoil standard NACA 4415 sebesar 45,663 MPa. Dengan demikian interface yang terjadi antara matiks (resin) dan penguat (serat rami dan kayu sengon laut) cukup baik. KESIMPULAN Fabrikasi komposit serat rami core kayu sengon laut dilakukan dengan cukup baik melalui proses hand lay up 2 lapis sebagai prototipe untuk pembuatan propeler airfoil standard NACA 4415 modifikasi. Tegangan tekuk komposit yang dihasilkan sebesar 45,663 MPa, dengan modulus young 1,244 GPa dan regangan 1,795 %.
DAFTAR PUSTAKA Ahmed M. Rafiuddin, 2004, Flow Over Thick Airfoils in Ground Effect Flow Over Thick Airfoils in Ground Effect-An Investigation On The Influence Of Camber, 24th International Congress of The Aeronautical Science. A-386
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Ackermann, T. 2005, Wind Power in Power Systems .John Wiley & Sons, Ltd. The Atrium. Southern Gate.Chichester.West Sussex PO19 8SQ. England Diharjo K., Jamasri, Soekrisno R., Rochardjo H.S.B., 2008. Kajian Sifat Fisis-Mekanis dan Akustik Komposit Sandwich Serat Kenaf-Polyester Dengan Core kayu Sengon Laut, Disertasi, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, FT-UGM, Yogyakarta. Diharjo dan Jamasri, 2007. Panel Komposit Sandwich Berpenguat Serat Kenaf Dengan Inti KSL, Paten Terdaftar No. P00200700088, Dirjen Hak Kekayaan Intelektual, Dept Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Republik Indonesia. Diharjo, Jamasri dan Firdaus F., 2007. Rekayasa Panel Interior Kabin Kendaraan Berkekuatan dan Ketahanan Nyala Api Tinggi Dari Bahan Komposit Hibrid Geopolimer (Limbah Fly Ash-Serat Gelas-Serat Kenaf-Polyester), Laporan Penelitian Tahun I, Program Insentif Riset Terapan, KNRT Republik Indionesia. Diharjo K., Jamasri, Soekrisno, Rochardjo H. S. B., 2005. Tensile Properties of Unidirectional Continuous Kenaf Fiber Reinforced Polyester Composite International Proceeding, Kentingan Physics Forum, Sebelas Maret University, Indonesia, Sept. 2005. Diharjo K., Jamasri, Soekrisno, Rochardjo H. S. B., 2007. Effect of Faces Thickness on Impact Properties of Kenaf-Polyester Sandwich Composite With Albizzia Wood Core, Proceeding of The Malaysia-Japan International Symposium On Advanced Technology (MJISAT 2007), 12TH – 15TH November, 2007a, Hotel Seri Pacific, Kuala Lumpur, Malaysia. Diharjo K., Jamasri, Soekrisno, Rochardjo H. S. B., 2007b. Effect of Core Thickness on Impact Properties of Kenaf-Polyester Sandwich Composite Panel With Albizzia Wood Core, Proceeding of The 3rd International Conference on Product Design and Development 2007 (IPDD 2007), Department of Mechanical and Industrial Engineering, Engineering Faculty, Gadjah Mada University, Yogyakarta, December 12-13, 2007. Gupta N, 2003, Characterization of Syntactic Foams and Their Sandwich Composites: Modeling and Experimental Approaches, Desertasi, Lousiana State University, USA Karnani R., Krishnan M., and Narayan R, Biofiber-Reinforced Polypropylene Composites, Polymer Engineering and science, Vol. 37 No. 2, pp. 476 – 483, February, 1997. Mueller D. H. dan Krobjilowski A, 2003. New Discovery in The Properties of Composites Reinforced With Natural Fiber, Jurnal of Industrial Textiles, Vol. 33, No. 2-October 2003, pp. 111-130. Mujiyono, Jamasri, Soekrisno R. dan Rocharjo H.S.B., 2008. Biokomposit serat rami dan bambu bermatrik sekresi kutu pohon sengon, Penelitian Pendahuluan Disertasi S3, Jurusan Teknik mesin dan Industri, FT-UGM, Yogyakarta. Neil Panchal N., 2010, ME 7751 FINAL PROJECT NACA 4415 AIRFOIL Using ANSYS ICEM CFX Meshing package and FLUENT 6.3 Simulation software.
A-387