βKAJIAN REFLEKSI GELOMBANG PADA BANGUNAN MULTI FUNGSI PELINDUNG PANTAI DAN PEMBANGKIT LISTRIK β Muhammad Naquib Mahasiswa S1 Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea, Makassar
[email protected]
Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, MT.
Dr. Eng. Ir.H. Farouk Maricar.MT.
Pembimbing I Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea Makassar Telp/Faks: 0411-587636
Pembimbing II Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10 Tamalanrea Makassar Telp/Faks: 0411-587636
ABSTRAK Negara kepulauan Indonesia yang wilayah Indonesia berupa laut (5,8 juta km2), mempunyai lebih dari 17.500 pulau besar dan kecil, yang luas lautannya dua pertiga dari luas keseluruhan wilayahnya, sehingga memiliki garis pantai yakni lebih dari 80.000 kilometer terpanjang ke dua (setelah Kanada) di dunia. Wilayah lautan yang luas menyimpan energi yang sangat besar, oleh karena itu beberapa penelitian dilakukan untuk dapat mengeksplorasi energi yang dapat dihasilkan oleh laut. Gelombang laut menyimpan energi yang sangat besar dan belum termanfaatkan secara maksimal. Energi potensial dan kinetik yang terkandung pada gelombang laut dapat dikonversikan untuk pemanfaatan tenaga listrik. Jenis penelitian yang digunakan adalah pemodelan fisik secara eksperimental di laboratorium. Sesuai dengan tujuan penelitian dan untuk membuktikan hipotesa yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka variabel yang diteliti adalah debit overtopping gelombang (q) yang diperkirakan dipengaruhi oleh periode gelombang (T), tinggi gelombang datang (Hi), tinggi freeboard (Rc), dan kemiringan sisi depan struktur (tan ππ). Dari hasil penilitian diperoleh bahwa pengaruh parameter-parameter gelombang terhadap besar kecilnya refleksi sangat bervariasi. Dimana nilai koefisien refleksi yang diperoleh bervariasi tergantung dengan parameter tak berdimensi yang dijadikan perbandingan pada setiap model. Kata kunci: Bangunan pelindung pantai , refleksi gelombang, pemanfatan energi alternatif.
ABSTRACT The Indonesian archipelago of Indonesia in the form of ocean (5.8 million km2), has more than 17,500 large and small islands, vast oceans of two-thirds of the total area of its territory, so it has a coastline of more than 80,000 kilometers the longest to two (after Canada ) in this world. Vast areas of the oceans that store energy very large, therefore some of the research conducted to explore the energy that can be generated by the sea. Ocean wave energy storing very large and has not been utilized to the fullest. Potential and kinetic energy contained in ocean waves can be converted to electric power utilization. This type of research is a physical modeling experimentally in the laboratory. In accordance with the research objectives and to prove the hypothesis that has been put forward in the previous chapter, then the variable studied is the discharge overtopping waves (q) which is expected to be affected by the wave period (T), high waves come (Hi), high freeboard (Rc), and tilt the front side of the structure (tan ΞΈ). From the results obtained research parameters that influence the size of the waves against the highly variable reflection. Where reflection coefficient varies with dimensionless parameter which is used as a comparison in each model. Keywords: Building coastal protection , reflection wave, utilization of alternative energy.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara kepulauan Indonesia yang wilayah Indonesia berupa laut (5,8 juta km2), mempunyai lebih dari 17.500 pulau besar dan kecil, yang luas lautannya dua pertiga dari luas keseluruhan wilayahnya, sehingga memiliki garis pantai yakni lebih dari 80.000 kilometer terpanjang ke dua (setelah Kanada) di dunia. Wilayah lautan yang luas menyimpan energi yang sangat besar, oleh karena itu beberapa penelitian dilakukan untuk dapat mengeksplorasi energi yang dapat dihasilkan oleh laut. Gelombang laut menyimpan energi yang sangat besar dan belum termanfaatkan secara maksimal. Energi potensial dan kinetik yang terkandung pada gelombang laut dapat dikonversikan untuk pemanfaatan tenaga listrik. (Made Nuarsa, 2009). Terdapat beberapa tipe bangunan konversi energi gelombang antara lain: Oscillating Water Colums (OWC), Overtopping Devices (OTD), dan Wave Activated Bodies (WAB). Beberapa konsep tersebut dapat di tempatkan di garis pantai (Shoreline), dekat pantai (nearshore), lepas pantai (offshore) dan ada pula yang mengaplikasikan pada penahan gelombang atau breakwater. Contoh pertama kali tipe caisson breakwater digunakan di Harbor Wall, Sakata port, Japan pada tahun 1989. Struktur tersebut dapat menghasilkan energi dan pada waktu yang sama dapat digunakan sebagai breakwater. Struktur breakwater saat ini didesain untuk mengurangi dan menyerap limpasan air laut (overtopping) untuk melindungi daerah pantai. Namun, energi overtopping tersebut juga mampu merusak struktur breakwater itu sendiri. Sehingga muncul pemikiran untuk mengubah dampak negatif energi overtopping tersebut menjadi bermanfaat, misalnya dengan mengubah energi tersebut menjadi energi listrik dengan mengubah desain struktur breakwater. Penelitian ini akan difokuskan pada metode pemanfaatan gelombang overtopping pada breakwater. Tinjauan refleksi gelombang juga merupakan salah satu aspek penting dalam perencanaan bangunan pantai salah satunya yaitu breakwater untuk pemanfaatan energi gelombang pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan refleksi gelombang dapat menyebabkan fluktuasi muka air laut yang dapat mempengaruhi besarnya energi gelombang yang dihasilkan untuk dimanfaatkan energinya. Adapun besarnya kemampuan suatu bangunan untuk memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi (Hr) dan tinggi gelombang datang (Hi). Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk menelitinya dan menuangkan dalam bentuk penulisan tugas akhir atau skripsi yang berjudul :β Kajian Refleksi Gelombang Pada Bangunan Multi Fungsi Pelindung Pantai Dan Pembangkit Listrikβ B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan pengembangan energi terbarukan dalam hal ini adalah pemanfaatan energi gelombang laut dan sebagai acuan pengembangan bangunan pelindung pantai pembangkit listrik, dimana potensi yang dimiliki oleh laut Indonesi sangat besar untuk pengembangan energi gelombang laut. 2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui parameter-parameter yang berpengaruh terhadap refleksi gelombang pada breakwater. b. Untuk mengetahui pengaruh bentuk kemiringan breakwater terhadap besarnya refleksi gelombang yang terjadi. c. Untuk mengetahui pengaruh tinggi muka air (Rc) dan besarnya gelombang datang (Hi) terhadap besarnya refleksi gelombag pada breakwater d. Untuk mengetahui pengaruh refleksi terhadap besarnya Run Up yang terjadi untuk menghasilkan debit yang masuk pada breakwater. e. Untuk mengetahui pengaruh refleksi terhadap besarnya debit overtopping. C. Pokok Bahasan dan Batasan Masalah 1. Pokok Bahasan Pokok bahasan pada penelitian ini adalah menentukan nilai koefisien refleksi sehingga memberikan informasi tentang pengaruh spektrum gelombang berdasarkan nilai koefisien refleksi yang terjadi. 2. Batasan Masalah Berdasarkan fasilitas dan kondisi yang ada, maka batasan penelitian ditetapkan sebagai berikut : a. Arah datang gelombang tegak lurus terhadap struktur b. Gelombang dibangkitkan adalah gelombang dengan kondisi belum pecah c. Gaya gelombang terhadap stabilitas model pelindung pantai tidak dikaji d. Fluida yang digunakan adalah air tawar, salinitas dan pengaruh mineral air tidak diperhitungkan e. Kekuatan bahan konstruksi diabaikan f. Struktur model dianggap kokoh/ tidak bergeser g. Turbin dan generator tidak dikaji D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini yaitu : 1. Memberikan informasi baru mengenai potensi gelombang laut sebagai salah satu energi alternatif terbaharukan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. 2. Sebagai referensi mengenai perilaku gelombang terhadap perbedaan profil sisi miring breakwater penangkap energi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teknologi Konversi Energi Gelombang Overtopping Kebutuhan energi yang meningkat dan sumber daya yang terus berkurang membuat kita sebagai penerus generasi yang akan datang harus dapat mencari alternatif pemanfaatan energi lain selain energi yang tak terbarukan. Jika masih bergantung pada energi tidak terbarukan, maka di masa depan kita akan kesulitan untuk memanfaatkan energi ini karena keterbatasan populasi dari energi tersebut. Dilihat dari kondisi geografis negara Indonesia yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari lautan, maka dilakukan pengembangan pemanfaatan energi kelautan dengan memanfaatkan kekuatan ombak sebagai energi pembangkit listrik.
Pada dasarnya prinsip kerja teknologi yang mengkonversi energi gelombang laut menjadi energi listrik adalah mengakumulasi energi gelombang laut untuk memutar turbin generator.Karena itu, sangat penting memilih lokasi yang secara topografi memungkinkan akumulasi energi. Meskipun penelitian untuk mendapatkan teknologi yang optimal dalam mengonversi energi gelombang laut masih terus dilakukan. Dalam perkembangan penelitian tentang pembangkit listrik tenaga gelombang, semakin banyak ditemukan jenis-jenis pembangkit energi sesuai dengan sistem dan proses pembangkitnya masing-masing. Karakteristik power plant yang ada disesuaikan dengan wilayah laut serta karakteristik dari gelombang pada daerah tersebut. Menurut Bevilacqua G. (2010), WEC secara umum diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan tipe serta mode pengoperasiannya. Salah satu klasifikasi WEC berdasarkan mode pengoperasiannya adalah Overtopping devices (OTD). Sampai saat ini, tiga jenis konverter energi gelombang tipe overtopping devices yang telah dikembangkan antara lain : Wave Dragon Device, Tapchan (Tapered Channel Wave Power Device), dan SSG (Seawave SlotCone Generator). B. Landasan Teori Gelombang merupakan salah satu faktor utama dalam penentuan morfologi dan komposisi pantai serta penentuan proses perencanaan dan desain bangunan pelabuhan, terusan (waterway), struktur pantai, alur pelayaran, proteksi pantai, dan kegiatan pantai lainnya (CERC,1984). Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada daya pembangkitnya. Diantaranya adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut, gelombang pasang surut yang dibangkitkan oleh gaya tarik bendabenda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi, dan gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung berapi atau gempa di laut, gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang bergerak. Terdapat beberapa teori yang menggambarkan bentuk gelombang dengan beberapa derajat kekompleksan dan ketelitian untuk menggambarkan kondisi di alam diantaranya adalah teori gelombang linier (teori Airy atau teori gelombang amplitude kecil) dan teori gelombang non-linear diantaranya gelombang Stokes, gelombang Knoidal, gelombang Gerstner, Mich, dan gelombang tunggal (solitary wave). Masing-masing teori tersebut mempunyai batasan keberlakuan yang berbeda. Untuk menentukan teori yang paling sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, diberikan batasan pemakaian dari masing-masing teori gelombang pada gambar 2.1. Dalam gambar tersebut
penerapan teori gelombang didasarkan pada nilai perbandingan H/d dan d/L (Triatmodjo, 1999). Gambar 2.1. Daerah penerapan teori gelombang fungsi H/d dan d/L (Triatmodjo, 1999) 1. Teori Dasar Gelombang Airy Teori yang paling sederhana dan mudah dipahami adalah teori gelombang linier atau teori gelombang amplitude kecil, yang pertama kali dikemukakan oleh Airy tahun 1845, yang selanjutnya dikenal dengan teori gelombang Airy. Didalam teori gelombang Airy dianggap bahwa tinggi gelombang adalah sangat kecil terhadap panjangnya atau kedalamannya. Teori Gelombang Airy (teori amplitudo kecil) diturunkan berdasarkan persamaan Laplace untuk aliran tak rotasi (irrotational flow) dengan kondisibatas di dasar laut dan di permukaan air. Terdapat beberapa anggapan yang digunakan untuk menurunkan persamaan gelombang adalah sebagai berikut: a. Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan, sehingga rapat masa adalah konstan. b. Tegangan permukaan diabaikan. c. Gaya coriolis ( akibat perputaran bumi di abaikan ). d. Tekanan pada permukaan air adalah seragam dan konstan. e. Zat cair adalah ideal, sehingga berlaku aliran tak rotasi. f. Dasar laut adalah horizontal, tetap dan impermeable sehingga kecepatan vertikal di dasar adalah nol. g. Amplitudo gelombang kecil terhadap panjang gelombang dan kedalaman air. h. Gerak gelombang berbentuk silinder yang tegak lurus arah penjalaran gelombang sehingga gelombang adalah dua dimensi. Pada gambar 2.2. menunjukkan suatu gelombang yang berada pada sistem koordinat x-y. Fluktuasi muka air adalah periodik terhadap x dan t, dan merupakan gelombang sinusoidal dan progresif yang menjalar dalam arah sumbu x. Beberapa notasi yang digunakan di dalam perhitungan gelombang Airy adalah : L : panjang gelombang (m) d : jarak antara muka air rerata dan dasar laut (m) a : amplitudo gelombang (m) h : tinggi (m) ππ(π₯π₯, π‘π‘):fluktuasi muka air terhadap muka air diam (m) T : periode gelombang (dtk) C : kecepatan rambat gelombang, L/T k : angka gelombang, 2Ο/L Ο : frekuensi gelombang, 2Ο/T
Gambar 2.2. Sketsa definisi gelombang 2. Parameter Gelombang Berdasarkan teori Airy maka gerak gelombang dianggap sebagai kurva sinus harmonis (sinusiodal progressive wave), gelombang dapat dijelaskan secara geometris (Triatmodjo, 1999) berdasarkan : a. Tinggi gelombang (H), yaitu jarak antara puncak dan lembah gelombang dalam satu periode gelombang. b. Panjang gelombang (L), jarak antara dua puncak gelombang yang berurutan.  2Οd ο£Ά gT 2 ο£·ο£· tanh L= 2Ο L ο£ o ο£Έ ...............................................(2-1) Persamaan (1) dapat diselesaikan dengan metode iterasi untuk menentukan panjang gelombang pada suatu kedalaman dengan memasukkan panjang gelombang awal (Lo) menggunakan persamaan berikut : Lo = 1,56T 2 ............................................................(2-2) c. Jarak antara muka air rerata dan dasar laut (d) atau kedalaman laut. Ketiga parameter tersebut diatas digunakan untuk menentukan parameter gelombang lainnya, seperti : 1). Kemiringan gelombang (wave steepness) = H/L 2). Ketinggian relatif (relative height) = H/d 3). Kedalaman relatif (relative depth) = d/L Parameter penting lainnya seperti : H
a. Amplitudo gelombang (A), biasanya diambil setengah tinggi gelombang ( 2 ). b. Periode gelombang (T), yaitu interval waktu yang dibutuhkan antara 2 puncak gelombang (wave crest). Frekuensi (f), yaitu jumlah puncak gelombang yang melewati titik tetap per-detik. Frekuensi 1 f = T berbanding terbalik dengan periode,. Satu periode gelombang dapat juga dinyatakan dalam ukuran sudut (ΞΈ) = 2Ο seperti dijelaskan pada Gambar 2.3. dibawah ini :
SWL
: still water level (muka air rata-rata)
t
: waktu atau durasi (jam)
y
: koordinat vertikal
x
: koordinat horisontal
Gambar 2.3. Sketsa definisi gelombang linier (Shore Protection Manual Volume I, 1984) Sehingga frekuensi sudut gelombang (Ο) yang didefinisikan sebagai berikut: 2Ο Ο= T Ο 2 Ο .f ..................................................................(2-3) = atau c. Cepat rambat gelombang(c), dimana : L c= T ......................................................................(2-4) 3. Klasifikasi teori gelombang Jika ditinjau dari kedalaman relatif dimana gelombang menjalar, maka gelombang dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu gelombang laut dangkal, gelombang laut transisi dan gelombang laut dalam. Batasan dari ketiga kategori tersebut didasarkan pada rasio antara kedalaman dan panjang gelombang (d/L). Batasan penggunaannya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1. Batasan gelombang air dangkal, air transisi dan air dalam Kategori gelombang
d/L
2Οd/L
Tanh(2Οd/L)
Laut dalam Laut transisi Laut dangkal
> 0,5 0,05 β 0,5 < 0,05
>Ο 0,25 β Ο < 0,25
β1 Tanh(2Οd/L) 2Οd/L
Sumber : Teknik Pantai, Triatmodjo, 1999 Dalam gelombang terdapat partikel-partikel air yang berubah selama penjalaran gelombang dari laut dalam sampai laut dangkal. Bentuk partikel yang terdapat dalam gelombang yang bergerak menuju laut dangkal digambarkan pada gambar berikut.
Gambar 2.4. Gerak partikel air dalam gelombang 4. Refleksi Gelombang Refleksi gelombang yaitu peristiwa pemantulan energi gelombang yang biasanya disebabkan oleh suatu bidang bangunan di lokasi pantai. Gelombang datang yang mengenai / membentur suatu rintangan akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang penting didalam perencanaan bangunan pantai, terutama pada bangunan pelabuhan. Besar kemampuan suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi Hr dan tinggi gelombang datang Hi. π»π» πΎπΎπΎπΎ = π»π»ππβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦......(2-5) ππ
Dimana : Kr = koefisien refleksi Hr = tinggi gelombang refleksi (m) Hi = tinggi gelombang datang (m)
5. Overtopping Gelombang Overtopping adalah meningkatnya tinggi gelombang sehingga menabrak melewati bangunan pantai. Untuk gelombang overtopping dalam penggunaannya diijinkan atau dikehendaki terjadi pada suatu struktur dan juga tidak diperkenankan bergantung pada tipe struktur perlindungan pantai yang dikenai. Pada beberapa kasus dimana tanggul biasanya berfungsi sebagai pelindung suatu daerah, overtopping bisa menyebabkan limpahan air yang berlebihan atau bahkan menyebabkan erosi pada sistem suatu bangunan yang mengakibatkan kegagalan struktur. Namun pada kasus lain overtopping dikehendaki, pada beberapa sistem breakwater, groin, atau jetty tidak berarti mengindikasikan untuk memperkecil dimensi struktur yang akan dibuat atau untuk menghemat biaya pembuatannya, tetapi berfungsi mengatur pola pergerakan sedimen yang terjadi. Pada perhitungan gaya-gaya gelombang yang mengenai struktur, diasumsikan tidak terjadi overtopping, namun sebaliknya jika diasumsikan terjadi overtopping, maka reduksi gaya-gaya gelombang pada struktur akan diperhitungkan. 6. Energi Gelombang Gelombang yang bergerak selain menimbulkan pergerakan partikel, juga dapat memberikan energi gelombang. Energi gelombang terdiri dari dua jenis, yaitu energi kinetik dan energi potensial gelombang. Energi kinetik adalah energi yang disebabkan oleh kecepatan partikel air karena adanya gerak gelombang. Energi potensial adalah energi yang dihasilkan oleh perpindahan muka
air karena adanya gelombang. Jumlah dari energi kinetik dan energi potensial gelombang disebut energi total gelombang. Persamaan untuk energi potensial dapat dituliskan seperti pada persamaan 2-6. ππππππ 2 πΈπΈοΏ½ππ = πΏπΏ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.. (2-6) 16
Untuk persamaan energi kinetik juga dapat dituliskan seperti pada persamaan (2-8) berikut. ππππππ 2 πΈπΈοΏ½ππ = πΏπΏβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦... (2-7) 16
Dengan demikian, energi total dalam satu panjang gelombang dapat dituliskan seperti pada persamaan 2-8. ππππππ 2
πΈπΈπΈπΈ = πΈπΈππ + πΈπΈπΎπΎ = 8 ..............................................(2-8) Sedangkan,energi total dalam satu panjang gelombang persatuan lebar gelombang adalah: πΈπΈ = πΈπΈπ‘π‘ β ππ =
πππππ»π» 2 8
β ππ....................................................(2-9)
Dimana : Ek: energi kinetik per satuan lebar panjang gelombang (joule/m) Ep: energi potensial per satuan lebar panjang gelombang (joule/m) Et: energi total per satuan lebar panjang gelombang (joule/m) E: energi rata-rata gelombang persatuan luas (joule/m2) H : tinggi gelombang (m) Ο : rapat massa air (kg/m2) g : percepatan gravitasi (m/s2) Tenaga gelombang merupakan gaya yang bekerja pada suatu bidang vertikal dalam arah penjalaran gelombang yang bergerak dengan kecepatan partikel zat cair yang melintas bidang tersebut. Untuk tiap satu satuan lebar, tenaga gelombang dapat dihitung sebagai berikut : ππ =
ππππππ 2 πΏπΏ 16ππ
........................................................(210)
7. Runup Gelombang Pada waktu gelombang menghantam suatu bangunan, gelombang tersebut akan naik (runup) pada permukaan bangunan. Elevasi bangunan yang direncanakan tergantung pada runup dan overtopping yang diijinkan. Runup tergantung pada bentuk dan kekasaran bangunan, dan karakteristik gelombang. Karena banyaknya variable yang berpengaruh, maka besarnya runup sangat sulit ditentukan secara analitis (Triatmodjo, 1999). Model runup gelombang dapat dilihat pada Gambar 2.5. Berbagai penelitian tentang runup gelombang telah dilakukan di laboratorium. Hasil tersebut berupa grafik-grafik yang dapat digunakan untuk menetukan tinggi runup. Gambar 2.6 adalah hasil percobaan laboratorium yang dilakukan oleh Irribaren untuk menentukan besar runup gelombang pada bangunan dengan permukaan miring untuk berbagai tipe material, sebagai fungsi bilangan Irribaren untuk berbagai jenis lapis lindung yang mempunyai bentuk berikut :
πΌπΌπΌπΌ =
π‘π‘π‘π‘π‘π‘ ππ (π»π»βπΏπΏ0 )0.5
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.. (2.11)
dengan : Ir = bilangan Irribaren ΞΈ = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang H = tinggi gelombang di lokasi bangunan L0 = panjang gelombang di laut dalam
Gambar 2.5. Runup Gelombang
Gambar 2.6. Grafik Runup Gelombang
C. Hukum Dasar Model Konsep dasar pemodelan dengan bantuan skala model adalah membentuk kembali masalah atau fenomena yang ada di prototipe dalam skala yang lebih kecil, sehingga fenomena yang terjadi di model akan sebangun (mirip) dengan yang ada di prototipe. Kesebangunan yang dimaksud adalah berupa sebangun geometrik, sebangun kinematik (Nur Yuwono, 1996). Hubungan antara model dan prototipe diturunkan dengan skala, untuk masing-masing parameter mempunyai skala tersendiri dan besarnya tidak sama. Skala dapat didefinisikan sebagai rasio antara nilai yang ada di prototipe dengan nilai parameter tersebut pada model. Pada penelitian yang dilakukan kali ini peneliti mengunakan kesebangunan Dinamik dimana Sebangun dinamik adalah kesebangunan yang memenuhi kriteria sebangun geometrik dan kinematik, serta perbandingan gaya-gaya yang bekerja pada model dan prototipe untuk seluruh pengaliran pada arah yang sama adalah sama besar. Gaya-gaya yang dimaksud adalah gaya inersia, gaya tekanan, gaya berat, gaya gesek, gaya kenyal dan tegangan permukaan. Beberapa sebangun dinamik yaitu sebangun dinamik Reynold (Reynold number) yang diekspresikan sebagai perbandingan gaya inersia terhadap gaya gesek, sebangun dinamik froude (froude number) yaitu perbandingan gaya inersia dan gaya gravitasi, bilangan Cauchy (Cauchy Number) yaitu perbandingan gaya inersia dan gaya elastik serta bilangan Weiber (Weiber Number) yaitu perbandingan antara gaya inersia dan gaya tegangan permukaan. Untuk penelitian refleksi dan transmisi gelombang terhadap gelombang yang merambat melalui pemecah gelombang terapung banyak dipengaruhi gaya gravitasi sehingga digunakan kesebangunan Froud. Dengan pertimbangan fasilitas yang ada di laboratorium, maka pada penelitian ini, akan menggunakan skala panjang yang sama dengan skala tinggi (undistorted models) dan menggunakan kesebangunan Froude. F Οv 2 L2 v 2 Fr = I = = FG ΟL3 g gL ................................................(2-12) Dengan demikian bila gaya gravitasi memegang peranan penting dalam permasalahan, maka perbandingan gaya inersia dan gaya gravitasi pada model dan prototipe harus sama. n n Fr = V n L0 , 5 ..........................................................................(2-13) Frp n Fr = =1 Frm ......................................................................(2-14) Oleh karena digunakan model tanpa distorsi, maka skala panjang gelombang nL, skala panjang struktur nB, skala tinggi n H dan skala kedalaman nd adalah sama seperti berikut : n L = n B = n H = nd ..............................................................(2-15) Sedangkan untuk skala waktu nT dan skala gravitasi ditulis seperti berikut: nt = n L .............................................................................(2-16) ng = 1
.........................................................................(2-17)
BABA III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika Teknik Sipil Gowa Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin pada tanggal 27 April 2014 β 28 Mei 2014, dengan waktu penelitian selama kurang lebih 2 bulan. B. Variabel yang Diteliti Sesuai dengan tujuan penelitian dan untuk membuktikan hipotesa yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka variabel yang diteliti adalah debit overtopping gelombang (q) yang diperkirakan dipengaruhi oleh periode gelombang (T), tinggi gelombang datang (Hi), tinggi freeboard (Rc), dan kemiringan sisi depan struktur (tan ππ).
C. Perancangan Penelitian 1. Perancangan Model Pada penelitian ini akan dilakukan modifikasi bentuk bangunan pelindung pantai sisi miring dengan melengkapinya dengan reservoir yang terletak pada puncak bangunan. Fungsi reservoir adalah untuk menangkap limpasan gelombang melalui mekanisme overtopping pada sisi depan model tersebut. Gelombang yang tertangkap ke dalam reservoir tersebut dalam bentuk debit overtopping akan menghasilkan beda tinggi muka air antara reservoir dengan muka air laut yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan daya. Namun kajian dari penelitian ini dibatasi hanya pada kajian kemampuan model dalam menangkap gelombang yang melimpas pada puncak struktur melalui mekanisme overtopping dalam hal ini debit overtopping, yang dipengaruhi oleh karakteristik gelombang dan karakteristik struktur, dan tidak membahas mengenai turbin dan sisi ke-listrikan-nya. Sketsa model pelindung pantai sebagai penangkap energi gelombang dengan beberapa parameter yang terlibat disajikan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Sketsa model pelindung pantai sebagai penangkap energi gelombang 2. Variasi Parameter Model dan Parameter Gelombang Penelitian ini mengkaji mengenai kemampuan model pelindung pantai dalam menangkap gelombang yang dipengaruhi oleh parameter model/struktur dan parameter gelombang. Parameter modelnya adalah ketinggian freeboard model (Rc) dan kemiringan sisi depan model (tan ΞΈ), sedangkan parameter gelombangnya adalah tinggi gelombang datang di depan model (Hi), dan periode gelombang (T).
Adapun variasi parameter model yaitu nilai ketinggian freeboard (Rc) dan kemiringan sisi depan struktur (tan ΞΈ) yang dipakai ditunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Nilai variasi parameter model No.
Jenis Variasi
Jumlah Variasi
1
Tinggi Freeboard (Rc)
12.5, 10, 7.5 (cm)
2
Kemiringan Model (tan ππ)
0.5, 0.4, 0.33
Untuk variasi parameter gelombang yaitu periode gelombang (T) dan ketinggian gelombang (H) yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada tabel 3.2. Tabel 1.2. Nilai variasi parameter gelombang No.
Jenis Variasi
Jumlah Variasi
1
Tinggi Gelombang (H)
6, 7, 8 (cm)
2
Periode Gelombang (T)
0.6, 0.7, 0.8, 0.9, 1.1, 1.2, 1.3 (s)
Variasi parameter model/struktur akan divariasi terhadap variasi parameter gelombang, begitupun sebaliknya. Serta pada masing-masing jenis variasi dalam variasi parameter model dan parameter gelombang juga akan divariasi satu sama lainnya. 3. Penentuan Skala, Dimensi Model, dan Rancangan Simulasi Penentuan skala geometri disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas flume tank di laboratorium yang dibandingkan dengan ukuran prototip. Pada penelitian ini akan digunakan model tak terdistorsi (undistorted models). Pada model tak terdistorsi bentuk geometri antara model dan prototip adalah sama tetapi berbeda ukuran dengan suatu perbandingan ukuran atau skala tertentu. Pada penelitian ini direncanakan kedalaman perairan diasumsikan yaitu 6 m dan kedalaman yang dioperasikan didalam wave flume yaitu 30 cm, sehingga skala percobaan yaitu :
nL =
Lp Lm
=
600 = 20 30
Skala panjang(nL) diatas berlaku untuk semua penskalaan jarak (panjang dan tinggi) pada penelitian ini, termasuk tinggi gelombang (H), sehingga :
nL = nH = nG = ns = 20 Skala panjang (nL) dipakai dalam penentuan dimensi model yang dibuat. Untuk penentuan periode gelombang(T) digunakan penskalaan waktu menggunakan keserupaan Froude memakai persamaan (2-16). n t = n L = 20 = 4 ,5
Adapun dimensi model yang akan digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Dimensi model
No.
Dimensi
A. 1. 2.
Struktur Tinggi Panjang
B. 1. 2. C. 1.
Reservoir Panjang Tinggi Freeboard - Slope Freeboard - MRc1Tanππi (i=1,2,3) - MRc2Tanππi (i=1,2,3) - MRc3Tanππi (i=1,2,3) Slope - MRciTanππ1 (i=1,2,3) - MRciTanππ2 (i=1,2,3) - MRciTanππ3 (i=1,2,3)
2.
Simbol
Prototipe (m)
Model (cm)
7 14 17.5 21
35 70 87.5 105
6 8
30 40
Rc1 Rc2 Rc3
2.5 2 1.5
12.5 10 7.5
Tanππ1 Tanππ2 Tanππ3
0.5 0.4 0.3
0.5 0.4 0.3
Di depan model untuk pengukuran tinggi gelombang datang. Pada bagian belakang model terdapat wave absorber untuk mereduksi pengaruh gelombang refleksi pada wave flume. Rancangan simulasi model disajikan padaTabel 3.4. Posisi penempatan model dalam wave flume serta peralatan ukur diperlihatkan pada Gambar 3.2. Model diletakkan di tengah wave flume, pada bagian depan model terdapat mesin pembangkit gelombang yang menyuplai gelombang datang dengan tinggi dan periode tertentu, terdapat juga mistar-mistar ukur sembilan titik.
Gambar 3.2.Tampak samping wave flume & posisi model uji Tabel 3.4. Rancangan simulasi
D. Prosedur Pengambilan Data Pada penelitian yang dilakukan di laboratorium ini dalam rangka pengambilan data, dilkukan prosedur-prosedur pengambilan data. Secara garis besar prosedur pengambilan data diantaranya sebagai berikut : 1. Percobaan pembangkitan gelombang dilakukan untuk melakukan kalibrasi alat pencatatan tinggi gelombang. 2. Model yang terdiri dari variasi tinggi freeboard dan variasi kemiringan model yang variasinya dapat disajikan pada tabel 3.1, diletakkan di tengah wave flume, seperti yang terlihat pada Gambar 3.2. 3. Setelah semua komponen siap, simulasi gelombang dimulai dengan membangkitkan gelombang dengan menekan tombol wave maker pada panel kontrol. 4. Tinggi gelombang didepan model diukur pada masing-masing sembilan titik. 5. Mengukur tinggi air hasil limpasan overtopping dalam reservoir dibagian belakang model dimana diukur dalam beberapa variasi waktu. 6. Prosedur 2 sampai 4 dilakukan berulang-ulang dalam variasi tinggi dan periode gelombang untuk masing-masing jenis model seperti disebutkan pada Tabel 3.4. Variasi tinggi & periode gelombang diperoleh dengan mengganti posisi stroke& variator. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Adapun uraian dari keseluruhan hasil penelitian yang dilakukan akan dipaparkan sebagai berikut, 1. Panjang Gelombang Penentuan panjang gelombang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pengukuran langsung dan metode iterasi dari persamaan panjang geombang yang ada. Untuk pengukuran langsung di laboratorium dapat diketahui dengan kasat mata dengan mengukur panjang gelombang langsung yang terdiri dari 2 bukit dan 1 lembah. Sedangkan untuk metode iterasi kita cukup membutuhkan data periode saja. 2. Data Tinggi Gelombang Pada bab sebelumnya telah dibahas bahwa pengukuran tinggi gelombang dilakukan 9 titik di depan model. Jarak antar titik pengukuran yang satu dengan lainnya sama dan diatur pada satu panjang gelombang, yang dapat diketahui melalui kasat mata yang terdiri dari 2 bukit dan 1 lembah.
Data utama yang diamati dan dicatat selama pengujian di laboratorium adalah tinggi gelombang di depan. Dari hasil eksperimen dan pencatatan tinggi gelombang di tiap titik lokasi pengamatan diambil nilai maksimum Hmax dan tinggi gelombang minimum Hmin di depan model. Pencatatan menggunakan alat ukur berupa mistar dengan skala pembacaan hingga ketelitian mm. 3. Variabel Yang Digunakan Untuk Refleksi Gelombang (Hi, Hr,dan Kr) Tinggi Gelombang datang yang dialami oleh model tergantung berapa besar tinggi gelombang max (H max) dan tinggi gelombang minimum (H min) yang dialami oleh bagian depan model tersebut,hal ini berdasarkan landasan teori yakni besarnya gelombang datang sama dengan H max dijumlahkan dengan H min kemudian hasil penjumlahannya dibagi 2. Salah satu contoh perhitungan tinggi gelombang datang pada model Slope 1:2 , T1- P1 yaitu Diketahui : H max = 7,5 cm H min = 6,25 cm H + H min H i = max 2 7,5 + 6,25 Hi = 2 Hi = 6,875 cm Salah satu contoh perhitungan tinggi gelombang datang pada model Slope 1:2 , T1- P1 yaitu sebagai berikut : Diketahui : H max = 7,5 cm H min = 6,25 cm H max β H min 2 Hr = 7,5 β 6,25 2 Hr =
Hr = 0,625 cm Salah satu contoh perhitungan koefisien disipasi dan refleksi gelombang pada model Slope 1:2, T1-P1 yaitu sebagai berikut: Diketahui : Hi = 6,875 cm Hr = 0,625 cm H Kr = r Hi 0,625 Kr = 6,875 Kr = 0,091 cm. 4. Nilai Irribaren Untuk Refleksi Nilai Koefisien Refleksi gelombang yang terjadi tergantung pada karakteristik gelombang yang datang serta kemiringan sisi bangunan yang ada. Sehingga untuk menentukan hubungan antara besar Refleksi gelombang pada model ini, digunakan persamaan fungsi bilangan Irribaren. Salah
satu contoh perhitungan funsi bilangan irribaren untuk model Slope 1:2, T1-P1 yaitu sebagai berikut: Diketahui : H = 6,875 cm T = 0,63 cm ΞΈ = 26.6Β° L0 = 1,56T 2
L0 = 1,56.0,632 L0 = 61,916 cm tg ΞΈ Ir = ( H / L0 ) 0 , 5 tg 26.6 Ir = (6,875 / 61,916 ) 0,5 Ir = 1,5005 5. Data Volume Overtopping Gelombang Selain data tinggi gelombang, data yang diamati dan dicatat selama pengujian di laboratorium adalah volume overtopping gelombang. Pengambilan data volume overtopping gelombang adalah dengan cara mengukur tinggi muka air yang tertampung pada reservoir yang terdapat pada model. Dari pengamatan tersebut kita hanya mendapatkan data tinggi muka air pada reservoir, sedangkan untuk mengetahui volume overtopping kita digunakan rumus volume untuk bangun ruang. π½π½π½π½π½π½ = π¨π¨ ππ ππ
Dimana: ππππππ = ππππππππππππ ππππππππππππππππππππππ ππππππππππππππππππ π΄π΄ = πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ ππππππππππππππππππ ππππππππππππππππππ π‘π‘ = ππππππππππππ ππππππππ ππππππ ππππππππ ππππππππππππππππππ
B. Pembahasan Pembahasan untuk hasil dari penelitian ini berupa grafik yang akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Hubungan Koefisien Refleksi (Kr) Gelombang Terhadap Kecuraman Gelombang (Hi/L) Untuk Tiap Model. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa pada penelitian ada 3 jenis Model yaitu Model Slope 1:2, Model Slope 1:2,5, Model Slope 1:3. Kemiringan pada model merupakan parameter yang mempengaruhi besar kecilnya Kecuraman gelombang (Hi/L). Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh kecuraman gelombang (Hi/L) dan Koefisien refleksi (Kr), dengan mengambil Hi/L sebagai variabel sumbu X dan (Kr) sebagai variabel sumbu Y untuk setiap jenis model maka dihasilkan grafik seperti gambar berikut. Grafik grafik tersebut merupakan grafik Eksponensial.
Grafik Hubungan Kr dengan Hi/L Rc 12.5 ; d 22.5
0.500 0.450
Slope 1:2
0.400
Slope 1:2,5
0.350
Slope 1:3
0.300
Expon. (Slope 1:2) Expon. (Slope 1:2,5)
Kr 0.250
Linear (Slope 1:3)
0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0.000
0.020
0.040
0.060 Hi/L
0.080
0.100
0.120
Gambar 4.1. Grafik Hubungan Kr dengan Hi/L Gambar 4.1. menunjukkan bahwa adanya hubungan, dimana nilai dari Koefisien refleksi (Kr) semakin kecil dengan semakin menigkatnya nilai kecuraman gelombang (Hi/L). Untuk pengaruh kemiringan model, nilai koefisien refleksi (Kr) semakin besar dengan semakin rendahnya slope pada type model. Adapun besar nilai refleksi dari variasi kemiringan, yakni Slope 1:2 berkisar 943 %, Slope 1:2,5 berkisar 6-26 %, dan Slope 1:3 berkisar 7-32 %.
Grafik Hubungan Kr dengan Hi/L Rc 10; d 25
0.500
Slope 1:2 Slope 1:2,5 Slope 1:3 Expon. (Slope 1:2) Expon. (Slope 1:2,5) Expon. (Slope 1:3)
0.450 0.400 0.350 0.300 Kr 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0.000
0.020
0.040
0.060
0.080
0.100
0.120
0.140
Hi/L
Gambar 4.2. Grafik Hubungan Kr dengan Hi/L Dari gambar 4.2 menunjukkan bahwa adanya hubungan, dimana nilai dari Koefisien refleksi (Kr) semakin kecil dengan semakin menigkatnya nilai kecuraman gelombang (Hi/L). Untuk pengaruh kemiringan model, nilai koefisien refleksi (Kr) semakin besar dengan semakin rendahnya slope pada type model. Adapun besaran nilai refleksi yang terjadi pada model yakni pada Slope 1:2 berkisar 8-35 %, Slope 1:2,5 berkisar 9-26 %, dan Slope 1:3 berkisar 6-28 %. Grafik Hubungan Kr dengan Hi/L Rc 7.5 ; d 27.5
0.500
Slope 1:2 Slope 1:2,5 Slope 1:3 Expon. (Slope 1:2) Expon. (Slope 1:2,5) Expon. (Slope 1:3)
0.400
0.300 Kr 0.200
0.100
0.000 0.000
0.020
0.040
0.060
Hi/L
0.080
0.100
0.120
0.140
Gambar 4.3. Grafik Hubungan Kr dengan Hi/L Seperti halnya pada gambar 4.1 dan 4.2 diatas, gambar 4.3 dapat disimpulkan bahwa, nilai dari Koefisien refleksi (Kr) semakin kecil dengan semakin menigkatnya nilai kecuraman gelombang (Hi/L). Untuk pengaruh kemiringan model, nilai koefisien refleksi (Kr) semakin besar dengan
semakin rendahnya slope pada type model, adapun besaran nilai refkleksi pada model ini yakni pada Slope 1:2 berkisar 11-39 %, pada Slope 1:2,5 berkisar 7-36 %, sedangkan pada Slope 1:3 berkisar antara 8-33 %. 2. Pengaruh Tinggi Freeboard berbanding Gelombang Datang (Rc/Hi) Terhadap Koefisien Refleksi (Kr) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa parameter utama yang akan ditinjau adalah kemiringan model yang merupakan parameter yang mempengaruhi besar kecilnya refleksi gelombang. Untuk menyajikan hubungan (Rc/Hi) dengan koefisien refleksi (Kr) digunakan bentuk tak berdimensi dengan koefisien refleksi (Kr) sebagai variabel sumbu Y dan parameter kecuraman gelombang (Rc/Hi) sebagai variabel sumbu X maka akan menghasilkan grafik seperti gambar 4.4, 4.5, dan 4.6. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh kecuraman gelombang (Rc/Hi) dan Koefisien refleksi gelombang (Kr). Grafik tersebut memberikan perbandingan antara nilai koefisien refleksi (Kr) yang terdistribusi seiring dengan semakin besar nilai (Rc/Hi) untuk variasi kemiringan pada breakwater. Grafik Hubungan Kr dengan Rc/Hi Rc 12.5; d 22.5
0.500 0.450 0.400 0.350 0.300
Slope 1:2 Slope 1:2,5 Slope 1:3 Expon. (Slope 1:2) Expon. (Slope 1:2,5) Expon. (Slope 1:3)
Kr 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0.000
0.500
1.000
1.500 Rc/Hi
2.000
2.500
3.000
Gambar 4.4. Grafik Hubungan Kr dengan Rc/Hi Gambar 4.4. menunjukkan bahwa nilai Kr semakin besar beriringan dengan semakin besar pula nilai Rc/Hi, artinya nilai Kr berbanding lurus dengan nilai Rc/Hi. Untuk pengaruh kemiringan model, nilai koefisien refleksi (Kr) semakin besar dengan semakin rendahnya slope pada type model. Adapun besaran nilai Rc/Hi tiap Model, yaitu: Slope 1:2 (1,4-2,5); pada slope 1:2,5 (1,22,5); dan slope 1:3 (1,4-2,7).
Grafik Hubungan Kr dengan Rc/Hi Rc 10 ; d 25
0.500 0.450 0.400 0.350 0.300
Slope 1:2 Slope 1:2,5 Slope 1:3 Expon. (Slope 1:2) Expon. (Slope 1:2,5) Expon. (Slope 1:3)
Kr 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0.000
0.500
1.000
1.500
2.000
2.500
Rc/Hi
Gambar 4.5. Grafik Hubungan Kr dengan Rc/Hi Gambar 4.4. menunjukkan bahwa nilai Kr semakin besar beriringan dengan semakin besarnya pula nilai Rc/Hi, artinya nilai Kr berbanding lurus dengan nilai Rc/Hi. Untuk pengaruh kemiringan model, nilai koefisien refleksi (Kr) semakin besar dengan semakin rendahnya slope pada type model. Adapun besaran nilai Rc/Hi tiap Model, yaitu: Slope 1:2 (1,1-1,9); pada slope 1:2,5 (11,9); dan slope 1:3 (1-2,4). Grafik Hubungan Kr dengan Rc/Hi Rc 7.5 ; d 27.5
0.500 0.450 0.400 0.350 0.300
Slope 1:2 Slope 1:2,5 Slope 1:3 Expon. (Slope 1:2) Expon. (Slope 1:2,5) Expon. (Slope 1:3)
Kr 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0.000
0.200
0.400
0.600
0.800 1.000 Rc/Hi
1.200
1.400
1.600
1.800
Gambar 4.6. Grafik Hubungan Kr dengan Rc/Hi Gambar 4.4. menunjukkan bahwa nilai Kr semakin besar beriringan dengan semakin besarnya pula nilai Rc/Hi, artinya nilai Kr berbanding lurus dengan nilai Rc/Hi. Untuk pengaruh kemiringan model, nilai koefisien refleksi (Kr) semakin besar dengan semakin rendahnya slope pada type
model. Adapun besaran nilai Rc/Hi tiap Model, yaitu: Slope 1:2 (0,8-1,6); pada slope 1:2,5 (0,81,5); dan slope 1:3 (0,8-1,5). 3. Hubungan Perbandingan Koefisien Refleksi (Kr) Dengan Bilangan Irribaren Untuk Tiap Model Untuk menyajikan perbandingan Bilangan Irribaren (Ir) dengan Koefisien refleksi (Kr) digunakan bentuk tak berdimensi dengan koefisien refleksi (Kr) sebagai variabel sumbu Y dan Bilangan Irribaren (Ir) sebagai variabel sumbu X maka akan menghasilkan grafik seperti gambar 4.7, 4.8, dan 4.9. Berdasarkan hasil pengolahan data pada subbab sebelumnya diperoleh bilangan Irribaren (Ir) dan Koefisien Refleksi (Kr). Grafik tersebut memberikan perbandingan antara nilai koefisien refleksi (Kr) dengan nilai bilangan Irribaren (Ir) untuk variasi kemiringan. Berikut adalah grafik perbandingan koefisien refleksi (Kr) dengan bilangan Irribaren (Ir). Grafik Hubungan Kr dengan Ir Rc 12.5 ; d 22.5
0.450
Slope 1:2 Slope 1:2,5 Slope 1:3 Expon. (Slope 1:2) Expon. (Slope 1:2,5) Expon. (Slope 1:3)
0.400 0.350 0.300 Kr
0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000
0
0.5
1
1.5
Ir
2
2.5
3
3.5
Gambar 4.7. Grafik Perbandingan Kr dan Iribaren (Rc 12,5;d 22,5) Dari gambar 4.7 menunjukkan nilai Kr berbanding lurus dengan bilangan Irribaren. Jika perbandingan ini di jabarkan secara matematis maka akan diperoleh hubungan bahwa semakin tinggi nilai (Ir) maka (Kr) akan semakin besar. Adapun besar nilai Irribaren tiap Slope yakni, pada Slope 1:2 besaran nilai Irribaren berkisar 1,5-3,3, Slope 1:2,5 nilai Irribaren berkisar 1,2-2,5, dan pada Slope 1:3 nilainya berkisar 1,1-2,5. Untuk pengaruh kemiringan model terhadap nilai Iribaren, nilai koefisien refleksi (Kr) semakin besar dengan semakin besarnya pula slope pada type model.
Grafik Hubungan Kr dengan Ir Rc 10 ; d 25
0.450
Slope 1:2 Slope 1:2,5 Slope 1:3 Expon. (Slope 1:2) Expon. (Slope 1:2,5) Expon. (Slope 1:3)
0.400 0.350 0.300 Kr
0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000
0
0.5
1
1.5
Ir
2
2.5
3
3.5
4
Gambar 4.8. Grafik Perbandingan Kr dan Iribaren (Rc 10;d 25) Gambar 4.8. menunjukkan bahwa pengaruh besarnya nilai Irribaren terhadap refleksi berbanding lurus, dimana nilai Kr semakin besar karena pengaruh nilai Ir semakin besar. Adapun pengaruh kemiringan terhadap besarnya nilai Ir tiap model, nilai koefisien refleksi (Kr) semakin besar denga semakin besarnya pula slope pada type model. Besar nilai Irribaren tiap slope: Slope 1:2 berkisar 1,6-3,5, Slope 1:2,5 berkisar 1,2-2,5, dan Slope 1:3 berkisar 1-2,4. Grafik Hubungan Kr dengan Ir Rc 7.5 ; d 27.5
0.450
Slope 1:2 Slope 1:2,5 Slope 1:3 Expon. (Slope 1:2) Expon. (Slope 1:2,5) Expon. (Slope 1:3)
0.400 0.350 0.300 Kr
0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000
0
0.5
1
1.5
2 Ir
2.5
3
3.5
4
Gambar 4.9. Grafik Perbandingan Kr dan Iribaren (Rc 7,5;d 27,5) Seperti halnya Gambar 4.7 dan Gambar 4.8, pada grafik menunjukan nilai Koefisien Refleksi semakin besar di barengi nilai Irribaren yang semakin besar pula. Adapun besarnya nilai Ir tiap
model, Yakni : Slope 1:2 berkisar 1,6-3,3, Slope 1:2,5 berkisar 1,2-2,8, dan Slope 1:3 berkisar 12,4. Untuk pengaruh kemiringan model terhadap nilai Iribaren, nilai koefisien refleksi (Kr) semakin besar denga semakin besarnya pula slope pada type model. 4. Hubungan Antara Kr dan Vol. Overtopping Untuk Tiap Model Setelah mengetahui hubungan antara Kr dan Ir kemudian harus diketahui pula hubungan antara Kr dengan Volume Overtopping gelombang. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh Koefisien refleksi (Kr) dan volume overtopping, jika digambarkan dalam bentuk grafik dengan mengambil Kr sebagai variabel sumbu X dan volume overtopping sebagai variabel sumbu Y untuk setiap jenis model maka dihasilkan grafik seperti pada Gambar 4.10. β Gambar 4.12. Hubungan Vol.Overtopping dan Kr (Slope 1:2)
0.400
d:22,5 d:25 d:27,5 Expon. (d:22,5) Expon. (d:25) Expon. (d:27,5)
0.350 0.300
Kr
0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000
0
2
4
6 8 10 Vol Overtopping/menit
12
14
Gambar 4.10. Grafik Hubungan Kr dan Vol.Overtopping Slope 1:2 Dari grafik hubungan di atas, dapat disimpulakn bahwa nilai Volume overtopping tiap menit akan semakin besar dengan semakin mengecilnya nilai Koefisien Refleksi (Kr). Untuk pengaruh kedalaman airnya sendiri, nilai (Kr) semakin besar dengan semakin tingginya kedalaman air. Dengan kata lain peningkatan Volume overtopping berbnding terbalik dengan peningkatan nilai dari Koefisien refleksi. Adapun besar Vol. Overtopping tiap menit pada variasi kedalaman d=22.5cm (0-4.2 lt/dtk); d= 25cm (0.4-11 lt/dtk); dan d=27,5 (1,1-11,6 lt/dtk).
Hubungan Vol.Overtopping dan Kr (slope 1:2,5)
0.35
d:22,5 d:25 d:27,5 Expon. (d:22,5) Expon. (d:25) Expon. (d:27,5)
0.30 0.25
Kr
0.20 0.15 0.10 0.05 0.00
0
2
4
6 8 Vol Overtopping/menit
10
12
Gambar 4.11. Grafik Hubungan Kr dan Vol.Overtopping Slope 1:2,5 Dari grafik hubungan yang diperoleh berbeda dari hasil model sebelumnya, dapat disimpulkan dimana nilai Volume overtopping tiap menit semakin besar dengan semakin meningkatnya nilai Koefisien Reflesi (Kr). Adapun pengaruh kedalaman air sendiri, nilai Kr semakin tinggi dengan semakin rendahnya kedalaman air. Adapun besar Vol. Overtopping tiap menit pada variasi kedalaman d=22.5cm (0-5.2 lt/dtk); d= 25cm (0.1-11 lt/dtk); dan d=27,5 (0.9-11,2 lt/dtk). Hubungan Vol.Overtopping dan Kr (Slope 1:3)
0.5
d:22,5 d:25 d:27,5 Expon. (d:22,5) Expon. (d:25) Expon. (d:27,5)
0.45 0.4 0.35
Kr
0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
0
2
4 6 Vol Overtopping/menit
8
10
Gambar 4.12. Grafik Hubungan Kr dan Vol.Overtopping Slope 1:3 Dari grafik hubungan , dapat disimpulkan dimana nilai Volume overtopping tiap menit semakin besar dengan semakin meningkatnya nilai Koefisien Reflesi (Kr). Adapun pengaruh kedalaman
air sendiri, nilai Kr semakin tinggi dengan semakin rendahnya kedalaman air. Adapun besar Vol. Overtopping pada variasi kedalaman d=22.5cm (0-2 lt/dtk); d= 25cm (0-5,7 lt/dtk); dan d=27,5 (0.1-9,4 lt/dtk). BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap besarnya refleksi gelombang pada pemecah gelombang sisi miring adalah periode gelombang (T), tinggi gelombang datang (Hi), tinggi freeboard (Rc), dan kemiringan sisi depan struktur (tan ΞΈ). 2. Pengaruh kemiringan gelombang (Hi/L) terhadap Koefisien refleksi (Kr) dijabarkan pada kurva hubungan Kr dan Hi/L, yaitu nilai Koefisien refleksi semakin kecil dengan semakin besarnya nilai kemiringan gelombang (Hi/L). Untuk Pengaruh kemiringan model sendiri, nilai Kr semakin besar dengan semakin besarnya nilai (ΞΈ) pada model. 3. Pengaruh tinggi Freeboard (Rc) berbanding gelombang datang (Hi) juga berpengaruh terhadap Koefisien refleksi (Kr), dimana nilai Kr semakin besar dengan semakin besar Rc/Hi. Untuk pengaruh kemiringan model terhadap besar Rc/Hi, nilai Kr semakin besar dengan besarnya kemiringan model (ΞΈ). 4. Pengaruh Irribaren terhadap Koefisien refleksi (Kr) diperoleh hubungan, dimana nilai Koefisien refleksi semakin besar diikuti dengan semakin besar nilai Irribaren. Untuk pengaruh kemiringan model terhadap nilai Irribaren, Nilai Kr bertambah besar dengan semakin kecilnya sudut (ΞΈ) model. 5. Pengaruh Kr terhadap besarnya Vol. Overtopping. Pada model dengan 1:2, dimana semakin besarnya vol overtopping nilai Kr semakin kecil. Hal ini sesuai, karena sebagian gelombang melimpas dan sebagiannya terpantulkan. Pada model dengan 1:2,5 dan model 1:3 menunjukan hubungan yang berbeda dengan model 1:2, yaitu semakin besarnya vol overtopping maka nilai Kr juga bertambah besar. B. Saran Kami sadar penelitian ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami meyarankan penelitian ini masih perlu dikaji untuk kondisi, dimana Pembacaan tinggi gelombang dan panang gelombang sebaiknya menggunakan pembacaan secara otomatis, hal ini dikarenakan pada pembacaan manual cenderung memiliki banyak kesalahan error saat pembacaan pada flum.
DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, Azwar. 2012. Studi Disipasi dan Run-up/Run-down Gelombang Peredam Gelombang Sisi Miring Perforasi Vertikal.Universitas Hasanuddin.Makassar. Darwis, Wahyudin. 2014. Studi Refleksi Gelombang Pada Peredam Gelombang Sisi Miring Berpori Secara Eksperimental. Universitas Hasanuddin. Makassar. Yudi, Hermawan, 2015. Studi Refleksi dan Overtopping Gelombang pada Breakwater dengan Pemusat Energi Bentuk Cembung. Universitas Hasanuddin. Makassar
CERC, 1984, Shore Protection Manual Volume I, US Army Coastal Engineering. Research Center, Washington. Dean, R.G. Dalrymple, R.A. 2000. Water Wave Mechanics For Engineer and Scienties. World Scientific. Singapore SDC-R-90163, (2009), Manual Design Bangunan Pengaman Pantai, Sea Defence Consultants, Indonesia. Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta. Yuwono, Nur. 1996. Perencanaan Model Hidraulik. Laboratorium Hidraulik dan Hidrologi Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Lee. B.W, dkk. 2013. Development Of Wave Power Generation Device With Resonance Channel. Proceeding of APAC 2013. Samuel. 2010. Analisa Gelombang Overtopping Untuk Pemodelan Seawave Slot-cone Generator (SSG). ITS Master Thesis. Vicinanza, D., dkk. 2012. Review: The SSG Wave Energy Converter: Perfomance, Status, and Recent Developments.Vol.5, 193-226. Energies.