KAJIAN PROSES PRODUKSI XILANASE DARI ISOLAT BAKTERI ALKALOFILIK MENGGNAKAN MEDIA XILAN TONGKOL JAGUNG
NUR RICHANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Proses Produksi Xilanase dari Isolat Bakteri Alkalofilik Lokal Menggnakan Media Xilan Tongkol Jagung adalah karya saya sendiri dengan arahan komisis pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini
Bogor, Juli 2006
NUR RICHANA NIM P25600006
ABSTRAK NUR RICHANA, Kajian Proses Produksi xilanase dari Isolat Bakteri Alkalofilik Menggnakan Media Xilan Tongkol Jagung dibimbing oleh TUN TEDJA IRAWADI, M. ANWAR NUR, ILLAH SAILAH, KHASWAR SYAMSU, YANDRA ARKEM AN. Xilanase merupakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh mikroba, dapat menghidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi xilo-oligosakarida dan xilosa. Xilanase yang bersifat termostabil dan tahan pada pH tinggi dapat digunakan untuk pemutihan pulp pada proses pembuatan kertas karena dapat mensubstitusi klor. Kajian proses produksi xilanase dari isolat bakteri alkalofilik menggunakan media xilan tongkol jagung telah dilakukan melalui isolasi dan seleksi bakteri, proses produksi dan karakterisasi xilanase yang dihasilkan oleh isolat bakteri menggunakan xilan tongkol jagung. Isolat Bacillus pumilus RXAIII-5 adalah isolat yang berasal dari tanah kapur dinyatakan sebagai isolat bakteri potensial dibanding 24 isolat lainnya. Ekstraksi xilan dari tongkol jagung menggunakan NaOCl 0,5% dan etanol 95% dengan perbandingan 1:3 (v/v) menghasilkan rendemen tertinggi (12,95%). Xilan yang dihasilkan memiliki kemurnian (pola kromatogram) hampir sama dengan oat spelt xylan, dan bersifat sangat larut dalam alkali (NaOH 1%) dan larut dalam air panas. Kondisi proses optimum pada suhu 35o C, pH = 7 dan agitasi = 140 rpm pada skala 50 ml dengan hasil aktivitas spesifik 655,321 U/mg protein. Optimasi proses pada Bioreaktor-2l pada aerasi 1 vvm dan agitasi 200 rpm dengan hasil efisiensi penggunaan substrat untuk pembentukan produk YP/S sebesar 50,744 U/g substrat. Sifat reologi cairan kultivasi mengikuti perilaku cairan Non-Newtonian, termasuk pseudoplastik (k =0,179 g cm-1 det -1 , n =0,3212), dan aliran bersifat turbulen. Tenaga untuk menggerakkan impeller sebesar 0,228 HP, tenaga untuk sistem beraerasi/unit volume 0,2665 HP/m3 . Hasil perhitungan penggandaan skala 10 000 liter dengan volume kerja 6500 diperoleh tinggi bioreaktor 4,83 m, diameter tanki 1,623 m, diameter pengaduk jenis turbin pipih 0,686 m. Laju aerasi yang diperlukan 0,27 vvm dan kecepatan agitasi 37,18 rpm. Pengendapan xilanase dengan amonium sulfat yang dilanjutkan dengan dialisis menghasilkan aktivitas spesifik tertinggi (267,1 U/mg) dibanding pengendapan dengan aseton (131,1 U/mg) dan etanol (186,65 U/mg). Purifikasi menghasilkan 3 fraksi xilanase. Xilanase yang dihasilkan memiliki Karakteristik sebagai berikut : pH dan suhu optimum 9 dan 50 o C, nilai Km dan Vmaks berturut-turut adalah 6 mg/ml dan 0,2 mol/menit. Ion Fe3+ merupakan aktivator terkuat, dan Mg2+ merupakan inhibitor. Produk hidrolisis xilan oleh xilanase terbanyak adalah xilosa (35,24 mg/100ml), dan glukoxilan (14,65 mg/100 ml), dan tidak terdeteksi selulase. Xilanase ini prospektif untuk proses pemutih kertas. Harga pokok xilanase pada media xilan dari tongkol jagung Rp32,327 /Unit/mg protein, sedangkan pada media oat spelt xylane Rp 43,104/Unit/mg protein. Kata Kunci : bakteri, tongkol jagung , xilan, xilanase.
ABSTRACT NUR RICHANA, Study of Production Process of Xylanase from Alkalophillyc Bacterium Isolate Grown on Corn Cob Xylane. Under the Direction TUN TEDJA IRAWADI, M. ANWAR NUR, ILLAH SAILAH, KHASWAR SYAMSU, YANDRA ARKEMAN. Xylanase is an extracelulair enzyme which is produced by microorganism. This enzyme is able to hydrolise xylane (hemicelulose) to produce xylooligosaccharide and xylose. Thermo-alkalophillyc xylanase is an agent of pulp whitening process instead of or substitute of chlorine. Study of Production Process of xylanase from alkalophillyc bacterium isolate in corn cob xylane medium was started with isolation and selection of xylanase producing bacteria, production process technology and characterization of xylanase produced by bacterium isolate in corn cob xylan medium. Isolate Bacillus pumilus RXAIII-5 originated from lime or alkaline soil is more potential isolate in xylanase production than other 24 isolates. The xylan was extracted from corn cob using 0.5% NaOCl and 95% ethanol : supernatant = 1 : 3 (v/v), yielding 12.95%. The highest solubility of xylane was in alkaline solvent (NaOH 1%) and hot water. The optimum processing condition was obtained at temperature 35o C, pH 7, and agitation rate 140 rpm in 50 ml scale. The optimum condition for fermentation in Biostat 2l-bioreactor was reached at 1 vvm and 200 rpm aeration and agitation, respectively. In this condition the efficiency of substrate consumption to produce xylanase (Yp/s) was 50.744 U.g-1 substrate. The properties of liquid cultivation medium followed nonNewtonian and was categorized as pseudoplastic (k=0.179 g.cm-1 .second-1 and n=0.3212) and showed turbulence flow. Energy consumption to run impeller in aeration system per unit volume was 0.2665 HP.m-3. Demension of scaling up to 10 000 liter of bioreactor with 6 500 liter fermentation vessel was 4.83 m height and 1.623 m diameter tank of bioreactor and 0.686 m of impeller. Aeration rate and agitation speed requirement were 0.27 vvm and 37.18 ppm, respectively. Precipitation of xylanase using ammonium sulphate followed by dialyzes produced a higher specific activity (267.1 U.mg-1 ) than using acetone (131.1 U.mg-1 ) and ethanol (186.65 U.mg-1). Purification produced three fractions of xylanase. Xylanase characteristics consist of pH and temperature (9 and 50 o C), Km and Vmax value 6 mg.ml-1 and 0.2 mol.minute-1 , respectively. The Fe2+ is the strongest activator and Mg2+ is the strongest inhibitor. Hydrolysis of xylane by xylanase produced the proportion of xylose (35.24 mg.100ml-1 ) and glucoxylane (14.65 mg.100ml-1). This enzyme was detected as cellulose- free xylanase. Xylanase is a prospective agent for biobleaching of paper. The price of xylanase from xylan of corn cob medium (Rp32,327 /Unit/mg protein) is less than the price of xylanase from oat spelt xylan medium (Rp 43,104/Unit/mg protein). Key Words : bacteria, corn cob, xylan, xylanase
KAJIAN PROSES PRODUKSI XILANASE DARI ISOLAT BAKTERI ALKALOFILIK MENGGUNAKAN MEDIA XILAN TONGKOL JAGUNG
NUR RICHANA
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Disertasi
: Kajian Proses Produksi Xilanase dari Isolat Bakteri Alkalofilik Menggnakan Media Xilan Tongkol Jagung
Nama
: Nur Richana
No Pokok Mahasiswa
: P25600006
Menyetujui Komisis Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi Ketua
Prof. Dr. Ir. Anwar Nur, MSc Anggota
Dr. Ir. Illah Sailah, MS Anggota
Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc Anggota
Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng Anggota
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Dr. Ir. Khairil A Notodiputro MS
Tanggal Ujian:17 Oktober 2006
Tanggal Lul us:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Temanggung pada tanggal 25 Juli 1954 sebagai anak bungsu dari sebelas bersaudara pasangan Bapak Achmad Qodli (almarhum) dan Ibu Djuwairiah (almarhumah).
Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gajah Mada. Lulus sarjana Teknologi Pertanian pada tahun 1982. Pada tahun 1994 penulis melanjutkan studi program magister pada program studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB Bogor dan lulus pada tahun 1997. Kemudian pada tahun 2000 melanjutkan ke program doktor pada jurusan yang sama. Penulis bekerja sebagai peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, pada tahun 1983 - 1993 di Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros Sulawesi Selatan, kemudian tahun 1993 - 1996 di Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor dan tahun 1997 - 2003 di Balai Penelitian Bioteknologi Pertanian Bogor (Balitbio). Sejak tahun 2003 sampai sekarang di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasapanen Pertanian Bogor, dengan jabatan fungsional Ahli Peneliti Muda. Penulis menikah pada tahun 1978 dengan Singgih Andyantoro, dikaruniai tiga orang putra, Nurendrantoro (1979), Achmad Arie Wibowo (1981), dan Andika Setya Muhamad (1984), menantu Anindita Damayanti dan seorang cucu Muhamad Nikkei Nurenditia Yusuf (2004).
PRAKATA
Alhamdulillahi rabbil 'aalamin, segala puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan kehendak Nya dan atas rahmat serta karunia Nya disertas i ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada Prof.Dr.Ir.Tun Tedja Irawadi selaku Ketua Komisi Pembimbing atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, serta dorongan moral dengan penuh dedikasi kepada penulis sejak awal sampai dengan selesainya disertasi ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan juga kepada Prof.Dr.M.Anwar Nur M.Sc., Dr.Illah Sailah MS., Dr. Ir.Khaswar Syamsu M.Sc. dan Dr. Ir. Yandra Arkeman M.Eng., masing-masing selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, serta dorongan moral dengan penuh dedikasi kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.Ir.Irawadi Jamaran selaku Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fateta IPB, Rektor IPB dan staf penga jar Program Studi Teknologi Industri Pertanian atas segala bantuannya. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja DEA atas kesediaan menjadi penguji diluar komisi pembimbing. Ucapan terima kasih yang tak ternilai kepada Bapak Achmad Qodli dan Ibunda Djuwairiyah yang telah tiada, yang sebelumnya
selalu mendorong ananda untuk
melanjutkan studi. Terimakasih kepada kakanda Affan Achmad sebagai pengganti orang tua, atas perhatian, dorongan dan semangat yang telah diberikan.
Penghargaan dan
terimakasih kepada suami kakanda Singgih Andyantoro dan anak-anak terkasih Rendra dan Anin, Arie, Aang juga cucu tersayang Nik kei yang dengan kesabaran dan keikhlasan telah memberikan dorongan moral, material, dan selalu berdoa memohon kepada Allah SWT untuk kesuksesan penulis. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Balai Besar Bioteknologi
dan
Sumberdaya
Genetika,
Kepala
Balai
Besar Penelitian
dan
Pengembangan Pascapanen, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberikan ijin untuk mengikuti pendidikan program doktor (S3) di IPB.
Secara khusus terima kasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan sejawat Lalu Sukarno, Pujo Yuwono, Pia Lestina, Hety Herawati, Yudi, Danu, Dini yang juga telah banyak membantu pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknologi Industri Pertanian, khususnya angkatan 2000 atas segala jalinan kasih sayang, kerjasama dan kebersamaan dalam menempuh pendidikan. Kepada semua pihak yang telah membantu dengan tulus selama mengikuti pendidikan sampai selesainya disertasi ini, d isampaikan terima kasih. Seperti pepatah ’tak ada gading yang tak retak’ penulis menyadari bahwa disertasi ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu penulis harapkan masukan, kritikan atau saran agar hasil penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2006
NUR RICHANA
DAFTAR ISI
Halaman SURAT PERNYATAAN
ii
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
v
LEMBAR JUDUL
vii
LEMBAR PENGESAHAN
viii
RIWAYAT HIDUP
ix
PRAKATA
x
DAFTAR ISI
xii
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xix
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang …...........................................................................................
1
Tujuan Penelitian ……………………………………………………….......
3
Hipotesis …………………………………………………………………....
3
Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………………… ......
4
Kerangka Pemikiran .......................................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
6
Struktur Xilan ………………………………………………………….........
6
Potensi Limbah Jagung Sebagai Sumber Xilan ….......…………………......
8
Xila nase ………………………………………………………….........…….
8
Mikroba Penghasil Xilanase ..........................................................................
10
Media Pertumb uhan Mikroba Penghasil Xilanase…………..........................
12
Kultivasi Mikroba Penghasil Xilanase …................…......………………….
15
Kinetika Produksi Enzim Xilanase ................................................................
19
Sifat Reologi Cairan Kultivasi ........................................................................
21
Aplikasi Xilanase ...........................................................................................
23
Aspek Finansial dan Ekonomi .......................................................................
26
BAHAN DAN METODE ..............................................................................
27
Bahan dan Alat ................................................................................................
27
Tahapan Penelitian ..........................................................................................
27
Metode Penelitian ............................................................................................
27
- Isolasi, Seleksi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Xilanase ……......……...
28
- Formulasi Media Kultivasi Produksi Xilanase Dengan Media Bersubstrat Oat Spelt Xylan................................................................
30
- Ekstraksi Xilan Dari Tongkol Jagung ............................................................
31
- Formulasi Media Kultivasi Produksi Xilanase dengan Media Bersubstrat Xilan Dari Tongkol Jagung ........................................................
33
- Optimasi Kondisi Proses ...............................................................................
33
- Kinetika Kultivasi Dalam Bioreaktor Biostat-B-2l........................................
34
- Sifat Reologi Cairan Kultivasi .........................................................................
35
- Karakterisasi Enzim Xilanase dari Isolat Bakteri Terpilih ..............................
35
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
39
Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Xilanase …………………….................
39
Identifikasi Isolat Bakteri Unggul Penghasil Xilanase.......................................
45
Formulasi Media Tahap I (Bersubstrat Oat Spelt Xylan) ...................................
47
Ekstraksi Xilan Dari Tongkol Jagung ................................................................
52
Formulasi Media Tahap II (Bersubstrat Xilan dari Tongkol Jagung).................
57
Optimasi Kondisi Proses Kultivasi Bakteri Bacillus pumilus RXA III-5 .........
61
A. Optimasi Kondisi Proses Skala 50 ml .....................................................
61
B. Optimasi Agitasi, Aerasi Kultivasi Bacillus Pumilus RXA III-5 Pada Bioreaktor
.................................................................................
66
C. Kinetika Kultivasi Bacillus pumilus RXAIII-5 ........................................
69
Sifat Reologi Cairan Kultivasi ............................................................................
71
Karakterisasi Xilanase ........................................................................................
74
A. Pengendapan dan Pemurnian ……………..…….....................................
74
B. Penentuan pH dan Suhu Optimum.............................................................
77
pH Optimum Xilanase ………………………………………………...
77
Suhu Optimum Xilanase..........................................................................
78
Stabilitas Xilanase...............................................................................
79
C. Penentuan Km dan Vmaks Xilanase dari Bacillus pumilus RXAIII-5 ............................................................................
81
D. Pengaruh Beberapa Ion Logam Terhadap Aktivitas Xilanase..................
83
E. Analisis Produk Hasil Hidro lisis Xilan ....................................................
85
F. Kemampuan Enzim Kasar Mendegradasi Substrat spesifik .....................
86
Analisis Finansial ……………………………………………………........…....
87
SIMPULAN DAN SARAN.................................................................................
91
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
94
LAMPIRAN ........................................................................................................
101
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kadar (%) xilan dari beberapa limbah hasil pertanian ...........................
Halaman 7
Tabel 2. Beberapa mikroba penghasil endoxilanase............................................
11
Tabel 3. Media pertumbuhan bakteri penghasil xilanase .................................
15
Tabel 4. Kepekatan optik, kand ungan protein, aktivitas enzim dan aktivitas spesifik dari beberapa isolat bakteri penghasil xilanase…
40
Tabel 5. Seleksi isolat bakteri alkalofil ik penghasil xilanase..........................
42
Tabel 6. Identifikasi isolat bakteri unggul penghasil xilanase ........................
45
Tabel 7. Analisis agam protein terlarut, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik dari formulasi media tahap I.................................
47
Tabel 8. Formulasi media berdasarkan hasil pengamatan protein, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik..............................
51
Tabel 9. Neraca masa ekstraksi xilan dari tongkol jagung .............................
54
Tabel 10. Kelarutan xilan dalam beberapa pelarut ............................................
54
Tabel 11. Analisis ragam protein terlarut, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik dari formulasi media tahap II...............................
57
Tabel 12. Formulasi media berdasarkan hasil pengamatan p rotein, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik ................................................
59
Tabel 13. Analisis ragam protein terlarut, aktivitas xilanase, aktivitas spesifik dari hasil optimasi kondisi proses kultivasi Bacillus pumilus RXA III-5 pada skala 50 ml ...................................
61
Tabel 14. Penentuan Yp/s, Yp/x dan Yx/s kultivasi Bacillus pumilus RXAIII-5 pada beberapa laju aerasi dan agitasi..............................
71
Tabel 15. Penggandaan skala produksi xilanase menggunakan bioreaktor 10 000 liter..........................................................................
75
Tabel 16. Pemurnian xilanase dari Bacillus pumilus RXAIII-5 ........................
75
Tabel 17. Aktivitas xilanase dengan perlakuan beberapa senyawa yang mengandung ion logam..............................................................
84
Tabel 18. Aktivitas enzim pada beberapa substrat ............................................
86
Tabel 19. Perhitungan harga pokok untuk produk xilan, xilanase dari tongkol jagung oat spelt xylane................................................
90
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur xilan (Sunna dan Antranikian, 1997).................................
Halaman 7
Gambar 2. Struktur xilan dan enzim yang terlibat dalam hidrolisisnya (Beg et al. 2001) ........................................................
9
Gambar 3. Diagram alir tahapan kerja isolasi dan seleksi isolat bakteri unggul penghasil xilanase…………………………………………
29
Gambar 4. Diagram alir ekstraksi xilan dari tongkol jagung ........................
32
Gambar 5. Diagram alir pengendapan enzim xilanase ……………………...
36
Gambar 6. Penampakan koloni bakteri penghasil xilanase .............................
39
Gambar 7. Pohon filogenetik isolat RXAIII-5 ..................................................
46
Gambar 8. Protein terlarut pada formulasi media xilan, pepton dan ekstrak khamir...............................................................
48
Gambar 9. Aktivitas xilanase pada formulasi media xilan, pepton dan ekstrak khamir................................................................
49
Gambar 10. Aktivitas spesifik xilanase pada formulasi media xilan, pepton dan ekstrak khamir ..............................................................
50
Gambar 11. Grafik hubungan antara konsentrasi NaOCl dan perbandingan etanol/supernatan pada ekstraksi xilan dari tongkol jagung ........
53
Gambar 12. Khromatogram hasil ekstrak xilan dari tongkol jagung dan oat spelt xylane sebagai standar .....................................................
55
Gambar 13. Interaksi antar perlakuan terhadap protein terlarut pada optimasi kondisi proses.....................................................................
62
Gambar 14. Interaksi antar perlakuan terhadap aktivitas xilanase pada optimasi kondisi proses...........................................................
64
Gambar 15. Interaksi antar perlakuan terhadap aktivitas spesifik pada optimasi kondisi proses ……………………………………………
65
Gambar 16. Kurva bobot sel kering pada laju aerasi 0,5 dan 1 vvm pada berbagai kecepatan agitasi. .....................................................
67
Gambar 17. Kurva protein terlarut pada laju aerasi 0,5 dan 1 vvm pada berbagai kecepatan agitasi..............................................................
68
Gambar 18. Kurva hubungan aktivitas xilanase pada laju aerasi 0,5 dan 1 vvm dari berbagai kecepatan agitasi. ...................................
68
Gambar 19. Kurva linier penentuan nilai Yp/s (A), Yx/s (B), dan Yp/x (C) kultivasi bakteri Bacillus pumilus RXAIII-5.................................
70
Gambar 20. Sifat reologi cairan kultivasi Bacillus pumilus RXAIII-5..............
72
Gambar 21. Hubungan antara log viskositas dan log laju geser ........................
73
Gambar 22. Hasil uji kualitatif pemurnian xilanase .........................................
76
Gambar 23. Kurva aktivitas xilanase pada beberapa kondisis pH......................
78
Gambar 24. Kurva aktivitas xilanase pada beberapa kondisi suhu ....................
78
Gambar 25. Stabilitas pH xilanase dari isolat Bacillus pumilus RXA III-5.......
79
Gambar 26. Stabilitas suhu xilanase dari isolat Bacillus pumilus RXA III-5.....
80
Gambar 27. Kurva Lineweaver-Burk..................................................................
81
Gambar 28. Hasil hidrolisis xilan oleh xilanase dari Bacillus pumilus RXAIII-5.
85
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur pengukuran aktivitas enzim xilanase …………………
101
Lampiran 2. Penetapan protein terlarut menurut Bradford ...............................
102
Lampiran 3. Penyiapan bahan untuk pemurnian ...............................................
103
Lampiran 4. Data hasil isolasi bakteri penghasil xilanase.................................
104
Lampiran 5. Hasil pengamatan biomasa, protein dan aktivitas xilanase pada tahap seleksi...........................................................
110
Lampiran 6. Data hasil sekuen identifikasi bakteri RXAIII-5............................
111
Lampiran 7. Hasil pengamatan dan hasil analisis statistik kegiatan formulasi media tahap I.
………………………………….
114
Lampiran 8. Perhitungan C/N ratio pada formulasi media..................................... 130 Lampiran 9. Hasil dan analisis ragam ekstraksi xilan dari tongkol jagung .....
131
Lampiran 10. Hasil pengamatan dan analisis statistik kegiatan formulasi media tahap II
…………………………………………..
134
Lampiran 11. Hasil pengamatan dan analisis statistik kegiatan optimasi Kondisi proses kultivasi Bacillus pumilus RXAIII-5 ........... ......
144
Lampiran 12. Hasil pengamatan dan perhitungan optimasi proses dan kinetika kultivasi
..................................................................
160
Lampiran 13. Data penentuan reologi cairan kultivasi ........................................... 184 Lampiran 14. Perhitungan kebutuhan tenaga ......................................................
185
Lampiran 15. Perhitungan rancang bangun alat .................................................
188
Lampiran 16. Analisa kelayakan finansial ...........................................................
190
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Xilanase merupakan enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi xilo-oligosakarida dan xilosa. Aplikasi xilanase untuk industri diantaranya untuk industri pangan, pakan dan pemutih kertas/pulp. Penggantian penggunaan klor dengan enzim xilanase untuk pemutihan pulp, telah memberikan peluang untuk aplikasi bioteknologi dan sekarang telah digunakan pada beberapa pabrik kertas (Bourbonnais et al. 1997, Ruiz-Arribas et al. 1995). Untuk proses pembuatan kertas diharapkan xilanase yang digunakan adalah yang termostabil dan tahan pada pH alkali (Nakamura et al. 1993). Jumlah pabrik kertas yang sudah beroperasi di Indonesia saat ini lebih dari 14 perusahaan, dan belum ada yang menggunakan proses enzimatis dalam proses pemutihannya. Dengan demikian untuk menghindari pencemaran lingkungan maka perlu segera diaplikasikan proses ramah lingkungan di Indonesia. Xilanase dapat dihasilkan oleh mikroba melalui proses fermentasi. Xilanase komersial untuk proses pemutihan pulp pertama kali dipasarkan oleh Novo Nordisk A/s dengan nama Pulpzyme HA, yang berasal dari Trichoderma reesei. Setelah itu bermunculan nama - nama lain seperti Cartazyme HS dari Sandoz Chemicals, Irgazyme 40 yang dihasilkan dari T.longibrachiatum dan T. harzianum E 58, Ecopulp (Alko-ICI), Cartazyme-NS-10 (Clariant) dan Pulpzyme HC (Novo Nordisk) yang semuanya telah dicoba dalam proses pemutihan pulp dan hasilnya menunjukkan penurunan yang nyata terhadap penggunaan ClO 2 dan H2 O 2 . Namun demikian semua enzim komersial ini masih belum memenuhi kriteria ideal yang dibutuhkan untuk aktivitas enzimatik yang diperlukan yaitu aktivitas optimum pada pH 10 dan suhu lebih dari 90o C (Kulkarni et al., 1999). Oleh karena itu masih diperlukan upaya untuk mencari galur mikroba unggul yang tahan pada pH dan suhu tinggi (alkalofilik termofilik), atau setidaknya tahan pada pH tinggi. Dilain pihak pakar dari negara maju mengakui bahwa negara yang kaya akan keanekaragaman hayatinya, termasuk Indonesia, merupakan sumber mikroba maupun tanaman yang potensial untuk bioproses (Fox, 1994). Produksi xilanase oleh mikroba menggunakan substrat xilan. Xilan merupakan polimer kompleks dan xilosa sebagai komponen utama. Pada umumnya substrat yang digunakan untuk media pertumbuhan mikroba penghasil xilanase adalah xilan komersial
2 dari Sigma yang harganya mahal, yaitu untuk kemasan 100 g harga nya $ 16,6. Oleh karena itu tidak ekonomis bila digunakan dalam skala pabrik. Untuk mengantisipasi masalah tersebut perlu dicari bahan baku terbarukan (renewable raw material) yaitu dari bahan berlignoselulosa. Xilanase komersial kemungkinan juga menggunakan bahan terbarukan. Beberapa peneliti sebelumnya telah mencoba menggunakan bekatul gandum, tepung batang jagung (Yang 1995), dan ampas tebu (Prabhu et al. 1999). Limbah pertanian sebagian besar merupakan bahan berlignoselulosa. Di Indonesia perkembangan serta kemajuan bidang pertanian dan industri pertanian telah menimbulkan masalah karena peningkatan jumlah limbahnya. Limbah berlignoselulosa yang berpotensi tinggi di Indonesia antara lain jerami, onggok (ampas tapioka, garut), bonggol dan kulit jagung, sabut, tandan kosong kelapa sawit, serta bagase tebu dan lain sebagainya. Seringkali limbah yang tidak tertangani, akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Pada dasarnya limbah tidak memiliki nilai ekonomi, bahkan mungkin bernilai negatif karena memerlukan biaya penanganan. Namun demikian bila ditelaah lebih dalam limbah lignoselulosa sebagai bahan organik memiliki potensi besar sebagai bahan baku berbagai industri. Disamping itu fraksinasi limbah ini menjadi komponenkomponen penyusunnya akan meningkatkan pendayagunaan dalam berbagai industri. Melihat potensi bahan limbah berlignoselulosa yang melimpah, serta kekayaan sumber keanekaragaman hayati mikroba di Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan potensi tersebut, diantaranya untuk substrat pertumbuhan mikroba penghasil enzim xilanase. Berdasarkan penelitian sebelumnya (hasil analisis di Laboratorium biokimia, Balai Penelitian Bioteknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian) dari beberapa bahan berlignoselulosa yang prospektif adalah tongkol jagung, karena mempunyai kandungan xilan tertinggi dan kandungan xilan mendekati oat spelt xylane dari Sigma. Selama ini tongkol jagung belum banyak dimanfaatkan. Dengan mengekstrak xilan dari tongkol jagung sebagai sumber karbon sekaligus sebagai induser pada media pertumbuhan bakteri, akan dapat meningkatkan nilai guna dan ekonominya. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penelitian teknologi produksi xilanase perlu dilakukan yaitu meliputi persiapan bahan (isolasi bakteri alkalofilik dan ekstraksi xilan tongkol jagung), proses produksi, dan karakterisasi xilanase yang dihasilkan.
3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui teknologi proses produksi xilananse dari isolat alkalofilik pada media xilan tongkol jagung. Secara rinci tujuan tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Mendapatkan isolat bakteri alkalofilik potensial penghasil xilanase yang diisolasi dari tanah berasal dari limbah tapioka dan tanah berkapur. 2. Mendapatkan cara ekstraksi xilan dari tongkol jagung yang efisien 3. Mendapatkan formula media kultivasi (sumber karbon dari xilan standar dan xilan dari tongkol jagung) yang optimum untuk memproduksi xilanase dari isolat bakteri alkalofilik potensial. 4. Mendapatkan kondisi optimum proses produksi xilanase pada bioreaktor 2l, kinetika kultivasi dan sifat reologi cairan kultivasi sebagai dasar untuk penggandaan skala. 5. Mengetahui karakter (stabilitas dan aktivitas enzim pada pH dan suhu optimum, kinetika enzim, serta aktivitas dan inhibisi enzim) xilanase kasar hasil dari pengendapan, dan mengetahui jumlah fraksi xilanase murninya. 6. Mengetahui nilai tambah xilan dari tongkol jagung untuk produksi xilanase sebagai media pertumbuhan bakteri, dengan membandingkan dengan media dari xilan standar (oat spelt xylane).
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Perolehan isolat bakteri alkalofilik penghasil xilanase berasal dari tanah kapur mempunyai aktivitas spesifik xilanase lebih tinggi karena bersifat lebih tahan alkali dibanding isolat dari tanah limbah tapioka. 2. Xilan dari tongkol jagung dapat menggantikan xilan standar (oat spelt xylan) sebagai sumber karbon dan induser bagi mikroba untuk menghasilkan xilanase, karena sifat xilannya tidak berbeda. 3. Xilanase yang diperoleh dari isolat bakteri yang ditumbuhkan pada media xilan tongkol jagung bersifat alkalofilik dan bebas selulase.
4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian yang dilakukan meliputi: 1. Persiapan bahan untuk produksi xilanase •
Isolasi dan seleksi isolat bakteri penghasil xilanase yang berasal dari tanah tempat pembuangan limbah tapioka dan tanah berkapur, berdasarkan atas aktivitas spesifik.
•
Ekstraksi xilan dari tongkoljagung
2. Proses produksi xilanase dari isolat potensial •
Formulasi media menggunakan xilan standar (oat spelt xylan) dan xilan dari tongkol jagung sebagai sumber karbon serta pepton dan ekstrak khamir sebagai sumber nitrogen.
•
Kajian kondisi optimum proses (pH dan suhu pada skala erlemeyer serta aerasi dan agitasi pada bioreaktor 2l), kinetika dan sifat reologi cairan kultivasi, sebagai dasar perhitungan penggandaan skala pada proses produksi xilanase dengan ekstrak xilan tongkol jagung sebagai sumber karbon.
3. Karakterisasi xilanase yang dihasilkan meliputi stabilitas dan aktivitas pada beberapa pH dan suhu, kinetika, hasil hidrolisis dan inhibisi enzim. 4. Analisis
nilai
tambah
dari
tongkol
jagung
menjadi
xilan,
kemudian
membandingkan xilanase yang diproduksi dari media xilan tongkol jagung, dan xilan standar (oat spelt xylan).
5
6 TINJAUAN PUSTAKA
Struktur Xilan Xilan adalah hemiselulosa yang merupakan polimer dari pentosa atau xilosa dengan ikatan ß-1,4 yang jumlah monomernya berkisar 150-200 unit (Sunna dan Antranikan. 1997). Hemiselulosa sendiri merupakan polimer dari monomer gula (gulagula anhidro) yang dapat dikelompokkan menurut penyusunnya yaitu heksosa (glukosa, manosa dan galaktosa), pentosa (xilosa, arabinopiranosa, arabinofuranosa), asam heksuronat (glukoronat, metilglukoronat dan galakturonat) dan deoksi heksosa (rhamnosa dan fruktosa). Rantai utama hemiselulosa dapat hanya terdiri atas satu macam monomer saja (homopolimer), misalnya xilan, atau dapat terdiri dua atau lebih monomer (heteropolimer), misalnya glukomanan (Kulkarni et al. 1999). Rantai xilan bercabang dan strukturnya tidak berbentuk kristal sehingga lebih mudah dimasuki pelarut dibanding selulosa. Sebagian besar xilan terdiri atas 2-4 heteroglikan. Heteroglikan yang umum dijumpai adalah arabino-D-xilan, L-arabino-Dglukorono-D-xilan,
4-o-metil- D-glukorono -D-xilan,
L-arabino-D-xilan,
D- gluko-D-
mannan, D- galakto-D-gluko-D- mannan, dan L-arabino-D-galaktan. Xilan mempunyai substituen yang berada di sekitar cincin dari struktur inti xilan. Pada umumnya substituen yang ditemukan dicincin belakang adalah cincin asetil, arabinosil dan glukoronosil. Berdasarkan strukturnya hemiselulosa terutama xilan dapat dilihat dari tanaman yang berbiji terbuka (gymnospermae) dan tanaman berbiji tertutup (angiospermae). Xilan dari angio spermae merupakan O-asetil-4-O-metilglukoronoxilan. Polisakarida ini terdiri atas >70-β-xilopiranosa yang membentuk ikatan dengan β -1,4glikosida. Setiap 10 xilosa membawa sebuah 4-O-asam metilglukoronat yang berada di dua posisi xilosa (Gambar 1.). Sedangkan komposisi xilan dari gymnospermae memiliki lebih banyak 4-O-metilglukoronoxilan, 4-O-asam metilglukoronat ditempatkan pada dua rantai karbon (Sunna dan Antranikian, 1997). Contoh gymnospermae yang mengandung xilan adalah pinus, sedangkan angiospermae adalah padi, jagung, dan serealia lainnya (Soltes, 1983).
7
Gambar 1 Struktur xilan (Sunna dan Antranikian, 1997). Diantara limbah angiospermae tersebut paling tinggi kandungan xilannya adalah jagung (hasil analisis di Laboratorium Biokimia dan Enzimatis Balai Penelitian Bioteknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian). Demikian juga menurut Paturau (1969) gula xilosa yang dibuat dari beberapa limbah pertanian ternyata paling tinggi adalah jagung (Tabel 1.). Tabel 1 Kadar (%) xilan dari beberapa limbah hasil pertanian Bahan Bagase tebu oat hulls Tongkol jagung Sekam Kulit kacang kulit biji kapas Ampas garut Bekatul Onggok
Xilan a
Xilan b
9,6 12,3 12,9 6,3 6,3 10,2
12,4 12,1
8,2 6,12 5,8
Sumber : a Paturau (1969). b Hasil analisis di Laboratorium Biokimia dan Enzimatis Balai Penelitian Bioteknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (1999)
8
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka tongkol jagung berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber xilan.
Potensi Limbah Jagung Sebagai Sumber Xilan Dalam dua dasawarsa terakhir, produksi jagung mengalami peningkatan yang cukup tinggi meskipun agak berfluktuasi. Pada tahun 1989-1993) produksi jagung mencapai 6,7 juta ton/thn dengan produktivitas 2,2 ton/ha (Subandi et al., 1998). Kemudian pada tahun 2003 mencapai 9,66 juta ton/th meningkat sebesar 1,42% diband ing 2002 sebesar 9,53 juta to n/th. Dan di tahun 2004 produksi jagung mencapai 11,75 juta ton/th dengan produktivitas 3,8 ton/ha (Harisno, 2005) Selain untuk pangan jagung juga banyak digunakan untuk pakan dan bahan industri. Sampai saat ini kebutuhan dan permintaan jagung semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan jagung di dalam negeri berkaitan erat dengan pesatnya perkembangan industri pangan dan pakan. Pada tahun 1990, kebutuhan jagung untuk pakan unggas baru sekitar 1,7 juta ton. Tahun 1998 angka itu melonjak lebih dari dua kali lipat yaitu 3,5 juta ton (BP Bimas 1999). Peningkatan produksi dan kebutuhan jagung berarti pula peningkatan limbah baik berupa jerami maupun tongkol jagung. Penggunaan jerami jagung semakin populer untuk makanan ternak. Sedangkan untuk tongkol jagung belum ada pemanfaatan yang lebih bernilai guna dan ekonomis. Tongkol jagung merupakan bagian terbesar dari limbah jagung yang diperkirakan 50 sampai 60 % (dihitung dari jagung bertongkol) tergantung dari varietasnya. Oleh karena itu dapat diperkirakan untuk produksi jagung 11,75 juta ton/th akan dihasilkan limbah tongkol jagung sekitar 12 juta ton/th. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya perhatian dan penanganan untuk pemanfaatannya sehingga lebih bernilai guna dan ekonomis.
Xilanase Xilanase merupakan kelompok enzim yang memiliki kemampuan menghidrolisis hemiselulosa (xilan) menjadi xilosa dan xilo-oligosakarida dan dapat diklasifikasikan
9 berdasarkan substrat yang terhidrolisis (Gambar 2.) Enzim xilanase digolongkan atas tiga kelompok yaitu β-xilosidase, eksoxilanase dan endoxilanase. a. β-xilosidase Enzim β-xilosidase selain memiliki kemampuan menghidrolisis xilooligosakarida rantai pendek menjadi xilosa, juga dapat menghidrolisis aril-β-D-xilopiranosida, alkil-βD-xilopiranosida, aril-β-L-arabinoglukosida, aril-β-D-glukopiranosida, xilobitol dan xilotriol.
Aktivitas
enzim
ini
akan
menurun
dengan
meningkatnya
ranta i
xilooligosakarida (Reilly, 1991; Dekker, 1983).
Exoxylanase
ß-Xylosidase Arafinosa
Arafinosa
Gambar 2 Struktur xilan dan enzim yang terlibat dalam hidrolisisnya (Beg et al. 2001) Ikatan oksigen glikosil dari substrat dapat diputus secara heterolisis. Pemutusan terjadi karena bagian elektrofil dan nukleofil dari enzim dapat menyerang atom anomer dan atom C-1 nonreduksi dari rantai oligosakarida.
Reaksi pemutusan ini akan
menghasilkan gula yang tidak mengalami perubahan konfigurasi. Reilly (1991) menambahkan bahwa xilosa selain merupakan hasil hidrolisis juga merupakan inhibitor bagi enzim β-xilosidase. Sebagian besar enzim β-xilosidase yang telah berhasil dimurnikan masih menunjukkan adanya aktivitas transferase, yang menyebabkan enzim ini kurang dapat digunakan dalam industri penghasil xilosa. b. Eksoxilanase Enzim eksoxilanase memutus rantai polimer pada ujung reduksi seperti pada enzim eksoselulase.
Enzim eksoxilanase yang dihasilkan oleh Bacillus pumilus dan
10 Malbranchea pulchella dapat menghidrolisis xilan, menghasilkan xilosa sebagai produk utama dan sejumlah kecil oligosakarida-oligosakarida rantai pendek. Berbeda dengan βxilosidase, hidrolisis oleh enzim ini dapat merubah konfigurasi gula yang dihasilkan. Enzim ini mempunyai aktivitas transferase yang sangat rendah sehingga menyebabkan enzim ini potensial dalam industri penghasil xilosa. c. Endoxilanase Enzim-enzim yang termasuk dalam kelompok endoxilanase adalah enzim yang memutuskan ikatan- ikatan β-1-4 pada bagian dalam dari rantai xilan secara teratur. Ikatan yang diputus ditentukan berdasarkan panjang rantai substrat, derajat percabangan, ada atau tidaknya gugus substitusi dan pola pemutusan dari enzim hidrolase tersebut.
M ikroba Penghasil Xilanase Beberapa mikroba diketahui mampu menghasilkan xilanase secara ekstraseluler. Beberapa penelitian yang telah dilaporkan antara lain xilanase dari bakteri (Gilbert dan Hazlewood 1993, Sunna dan Antranikan 1997), kapang (Sunna dan Antranikan, 1997), Actinomycetes (Ball and Mc Carthy. 1989, Beg et al. 2001), dan khamir (Hrmova et al. 1984, Liu et al. 1998, 1999). Contoh beberapa mikroba penghasil endoxilanase disajikan pada Tabel 2. Xilanase umumnya merupakan protein kecil dengan beral molekul antara 15 000 - 30 000 Dalton, aktif pada suhu 550 C dengan pH 9 (Yang, et al., 1988 dan Yu et al., 1991). Pada suhu 60 0 C dengan pH normal xilanase diketahui lebih stabil (Tsujibo, et al., 1992 ; Cho et al., 1996). Untuk pemutih kertas dapat digunakan xilanase jenis xilosidase dan endoxilanase. Xilanase dari Clostridium acetobutylicum telah diteliti oleh Lee et al. (1985), yaitu dari 20 galur Clostridium sp ternyata C. acetobutylicum NRRL B527 dan ATCC 824 terbanyak menghasilkan xilanase. Galur NRRL B527 menghasilkan xilanase pada pH 5,2 sedangkan galur ATCC 824 menghasilkan xilanase, xilopiranosidase dan arabinofuranosidase pada kultur anaerob. Isolat Bacillus sp penghasil xilanase yang bersifat alkalofilik telah diteliti oleh Park et al. (1992) yaitu Bacillus sp YC 335 dan oleh Nakamura et al. (1993) yaitu Bacillus sp 41M-1, dan Bacillus sp TAR-1 yang juga bersifat termofilik oleh Nakamura et al. (1994).
11
Tabel 2 Beberapa mikroba penghasil endoxilanase Mikroba
Suhu tumbuh (o C)
Suhu opti- pH mum(o C)
Berat Molekul (kDa)
Aspergilus sp
24-30
45-60
4,5 - 6
22,0-46,5
Aureobasidium sp
28
45 – 54
4,5 – 4,8
20 – 25,0
Bipolaris sorokinana
28
70
5,5
30,0
Criptococcus flavus
20
55
4,5
25,0
Fusarium oxysporium
26
50
5,0
80,0
Gloeophyllum trabeum
22
80
4,0
39,0
Humicola grisea
40
70
5,5
25,5
Myrothecium verrucaria
30
45
5,5
15,9
Neurospora crassa
28
50
4,8
33,0
Penicillium sp
25
40
6,0
35,0
Trichoderma sp
25 - 30
50 – 60
3,5 – 6,5
1,8 - 32
Aeromonas sp
30
30 – 55
5,0 - 7
22 – 58,0
Bacillus sp
37 - 50
50 – 70
6,0 – 10,0
16 – 43
Clostridium sp
37 - 65
50 – 75
5,5 – 7,0
29,0– 72,0
Fibrobacter succinogenes
37
39
7,0
53,7
Streptomyces sp
36-50
50-72
4,5-8,0
21,0-50
Thermoanaerobacterium
60
80
6,2
24 -350
Thermomonospora curvata
55
75
6,8 – 7,8
15-36,0
Thermotoga sp
77-80
80-105
5,4-6,2
40-120
Kapang:
Bakteri:
Sumber : Sunna dan Antraniklan (1997).
Kubata et al. (1992) telah mengisolasi Aeromonas caviae ME-1 penghasil xilanase I dari usus serangga pemakan tumbuhan, sedangkan Dung et al. (1993) melakukan penelitian ß-1,4-xilanase 2 dan 3 dari A. caviae W-61. Irawadi (1992) berhasil memproduksi selulase dan xilanase dari Neurospora sitophila pada substrat
12 padat limbah kelapa sawit. Kemudian telah dicoba untuk menghidrolisis limbah lignoselulosa lain diantaranya adalah tongkol jagung (Irawadi. 1995). Demikian juga Winterhalter dan Liebl (1995) dari hasil penelitiannya telah melakukan produksi xilanase thermostabil dari bakteri Thermotoga maritima MSB8, sedangkan Ruiz-Arribas et al. (1995) telah mendapatkan Streptomyces halstedii JM8 penghasil xilanase (xys I) yang diisolasi dari jerami. Lin et al (1999) melakukan pemurnian dan karakterisasi biokimia xilanase dari fungi termofilik Thermomyces lanuginosus-SSBP.
Media Pertumbuhan Mikroba Penghasil Xilanase Komposisi media kultivasi dapat sederhana atau kompleks tergantung jenis mikroba dan kondisi kultivasinya. Baik media sederhana maupun kompleks dapat merupakan media sintetik atau media kasar (crude). Media sintetik cocok untuk skala laboratorium dan industri kecil karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain setiap kompo nen dapat dengan mudah dikurangi, dihilangkan atau ditambahkan. Disamping itu pada media sintetik biasanya media kultivasi tidak membentuk buih selama proses berlangsung, dan kesalahan atau kelainan yang mungkin terjadi selama kultivasi akibat komposisi yang kurang tepat dapat dicegah. Pada industri skala besar media sintetik tidak sesuai digunakan. Kriteria sumber nutrisi untuk skala besar (Rachman, 1989) adalah: 1. Dapat memproduksi biomassa dengan hasil maksimal untuk tiap gram substrat yang digunakan 2. Memungkinkan pembentukan produk kultivasi dengan laju maksimal. 3. Dapat menekan pembentukan produk yang tidak diinginkan sampai serendah mungkin. 4. Mutu konstan, murah dan tersedia sepanjang tahun. 5. Tidak menimbulkan masalah terhadap aerasi, agitasi, ekstraksi dan pemurnian hasil serta perlakuan limbah. Substrat yang digunakan dalam proses kultivasi berpengaruh terhadap aktivitas dan produktivitas enzim. Adanya substrat tertentu di dalam medium produksi dapat memacu mikroba untuk mensekresi metabolit selnya (Boing, 1982).
13 Zat gizi utama bagi pertumbuhan mikroba adalah karbon, nitrogen dan komponen mineral terutama fosfat. Formulasi media dalam pertumbuhan dan produksi hasil kultivasi merupakan suatu tahap penting dalam mendesain percobaan dalam skala kerja (Stanbury dan Whitaker, 1984). 1. Sumber Karbon Beberapa sumber karbon yang sering digunakan adalah molases, serealia, pati, glukosa, sukrosa, xilan dan laktosa. Produksi xilanase menggunakan xilan sebagai sumber karbon. Pada skala laboratorium xilan yang digunakan adalah spelt oat xylan dari SIGMA, sedangkan untuk skala besar penggunaan xilan tersebut terlalu mahal. Park et al. (1992) telah melakukan penelitian alternatif sumber karbon selain xilan yaitu jerami padi. Jerami kering dipotong sepanjang 10 mm, kemudian dipanaskan 121o C selama 1 jam. Sesudah penyaringan xilan kasar diendapkan dengan etanol 99% dan diinkubasi selama 24 jam. Hasil endapan adalah xilan kasar. Yoshida et al.(1994) memanfaatkan ampas/limbah ekstrak minyak biji kapas untuk pengganti xilan. Mula- mula ampas biji kapas tersebut direndam dengan klor pada suhu kamar selama 5 jam untuk menghilangkan lignin dan warna bahan. Kemudian dikeringkan, terus direndam kembali dengan larutan 10% NaOH pada suhu kamar selama 24 jam. Filtrat adalah xilan kasar yang diendapkan dengan 2 kali volume etanol 99%. 2. Sumber nitrogen Sebagai sumber nitrogen biasanya digunakan garam amonium, urea, ekstrak khamir dan pepton. Ekstrak khamir mengandung asam amino, peptida, vitamin dan karbohidrat. Komposisi penggunaan ekstrak khamir yang tepat sangat diperlukan dalam proses kultivasi. Hal tersebut disebabkan penggunaan jumlah ekstrak khamir yang cukup tinggi akan menyebabkan timbulnya buih pada media kultivasi jika diaduk, karena pengadukan akan menyebabkan protein dala m media kontak dengan udara (Suhartono, 1989). Pepton (hidrolisat protein) sering digunakan untuk pertumbuhan mikroba tetapi relatif mahal untuk diaplikasikan di industri. Sumber pepton diantaranya adalah daging, kasein, gelatin, kreatin, dan biji-bijian. Komposisi pepton bervariasi tergantung dari asalnya. Pepton dan gelatin kaya akan prolin dan hidroprolin, tetapi hampir tidak ada
14 asam amino mengandung belerang. Sedangkan pepton dari kreatin kaya akan prolin dan sistein tetapi kurang lisin (Crueger dan Crueger. 1984). 3. Koenzim Mikroba membutuhkan vitamin B untuk pertumbuhannya seperti vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B6 (piridoxin) dan vitamin B12 (kobalamin) yang diantaranya berasal dari sumber kaya vitamin B seperti ekstrak khamir. Vitamin B ini digunakan dalam proses pembentukan koenzim yang akan berikatan dengan enzim dengan ikatan yang tidak begitu kuat. Satu koenzim dapat berikatan dengan beberapa enzim pada kurun waktu yang berlainan selama pertumbuhan sel bakteri. Koenzim dapat dianggap sebagai substrat khusus karena akan diubah oleh daya kerja apoenzim (bagian protein dari enzim) secara kimia, namun kemudian akan diubah kembali pada bentuk semula pada akhir reaksi. Fenomena ini menjadikan koenzim berperan sebagai penghubung berbagai apoenzim yang menggabungkan beberapa reaksi kimia yang berbeda. Koenzim dapat memindahkan satu molekul dari suatu enzim ke enzim lainnya karena sifatnya tidak khusus dan dapat mengikat diri ke beberapa enzim. Namun demikian setiap koenzim dapat memindahkan hanya satu jenis molekul yang kecil. Berdasarkan proses demikian maka reaksi enzimatis pembentukan produk dari substratnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada koenzim walaupun ada apoenzimnya. Menurut Lay dan Hastowo (1992), kekurangan vitamin sebagai koenzim menyebabkan enzim tidak dapat berfungsi semestinya. 4. Garam-garam M ineral Unsur-unsur mineral seperti magnesium, fosfor, kalium, kalsium, sulfur dan klor, ditambahkan dalam bentuk garam dengan konsentrasi yang tepat (Stanbury dan Whitaker, 1984). Komposisi media untuk produksi xilanase, masing- masing pada media termofilik alkalofilik dan netral disajikan pada Tabel 3. Seperti halnya sumber karbon, garam-garam nutrien akan menghambat laju pertumbuhan pada konsentrasi tertentu. Bila yang digunakan garam amonium sebagai sumber nitrogen, penghambatan dimulai pada konsentrasi 10 g/l. Penggunaan garam nutrien dari amonium, fosfat dan nitrat masing- masing 9 g/l, 10 g/l, 5 g/l (Wang et al., 1997).
15 Tabel 3 Media pertumbuhan bakteri penghasil xilanase No
Bahan
Komposisi (g/100 l media) Media alkali a)
Media netral
1.
Polipepton
0,5
-
2.
Ekstrak khamir
0,1
0,2
3.
K2 PO 4
0,1
1,5
4.
MgSO4 . 7 H2 O
0,02
0,025
5.
Xilan (sumber karbon)
0,5
0,7
6.
NaCl
-
0,25
7.
NH4 Cl
-
0,5
8.
Na2 HPO4
-
5,0
b)
Sumber : a) Nakamura (1993) b) Dung et al (1993)
Kultivasi Mikroba Penghasil Xilanase Kultivasi isolat mikroba penghasil xilanase dapat dilakukan dengan cara media padat dan cair. Untuk beberapa produk seperti enzim, kultur media cair akan lebih menguntungkan dibanding kultur media padat dan telah secara luas digunakan dalam produksi enzim. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh melalui kultur media cair adalah komposisi dan komponen media dapat diatur dengan mudah, dapat memberikan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan, penggunaan substrat lebih efisien, aerasi dapat disesuaikan, laju pertumbuhan mikroba dapat diatur dan resiko kontaminan kecil (Blevin dan Davis, 1979). Sementara menurut Scragg (1994), kultivasi dengan metode kultur media cair membutuhkan penguasaan bioreaktor untuk memperoleh produksi yang tinggi. Melalui mekanisme pengadukan maka suhu, pH, oksigen, nutrien dan faktor lingkungan lainnya dapat tersebar lebih merata di dalam bejana kultivasi. 1. Kondisi Suhu Enzim dapat mempercepat reaksi kimiawi dengan sempurna bila berada dalam suhu optimumnya, namun bila suhu operasi menyimpang dari suhu optimum maka aktivitas enzim akan menurun. Efek dari suhu yang ekstrim pada pertumbuhan secara umum didasarkan pada inaktivasi enzim atau struktur fungsi sel lainnya. Setiap bakteri
16 mempunyai suhu optimum dimana pertumbuhannya berlangsung dengan cepat. Di luar kisaran suhu optimum pertumbuhan bakteri menjadi lambat bahkan tidak ada pertumbuhan. Kisaran suhu untuk aktivitas enzim menentukan sifat pertumbuhan mikroba. Suhu tertinggi di mana mikroba masih dapat tumbuh disebut suhu maksimum, sedangkan suhu minimum adalah suhu terendah dimana mikroba masih dapat tumbuh. Beberapa spesies bakteri indigenous pada tanah, air atau tubuh binatang dapat tumbuh pada kisaran suhu 20–45o C (suhu tubuh manusia adalah 37o C). Spesies yang tumbuh baik pada suhu seperti itu disebut mesofilik (secara harfiah meso artinya medium atau menengah, filik artinya menyenangi). Suhu optimum pertumbuhannya adalah pada kisaran 25-39o C dan sangat beragam tergantung spesiesnya (Frobisher, 1962). Menurut Frobisher (1962), berdasarkan suhu pertumbuhan optimum dan aktivitas hidrolitik enzim mikroba dapat digolongkan ke dalam empat kelompok, yaitu psikrofilik, psikrofilik fakultatif, mesofilik dan termofilik. Kelompok psikrofilik adalah kelompok mikroba yang maksimum pertumbuhannya pada kondisi lingkungan dingin yaitu pada suhu sekitar 7o C. Spesies yang mempunyai kemampuan tumbuh pada suhu sekitar 20oC disebut psikrofil fakultatif. Mesofilik adalah kelompok mikroba yang pertumbuhan optimumnya terjadi pada suhu sekitar 37OC, namun demikian terdapat pula mikroba kelompok ini yang mempunyai efektivitas kerja diatas 37o C tetapi sangat terbatas. Termofilik adalah kelompok mikroba yang pertumbuhan optimumnya terjadi pada suhu di atas 50 o C. Kisaran
suhu
tidak
saja
mempengaruhi
aktivitas
enzim,
namun
juga
mempengaruhi sifat fisik membran sel. Permeabilitas membran sel tergantung pada kandungan dan jenis lipida. Peningkatan 5-10oC di atas suhu optimum dapat menyebabkan proses lisis dan kematian sel mikroba (Lay, 1994). 2. Kondisi pH Menurut Lay (1994), mikroba tumbuh dan memiliki enzim yang berfungsi sempurna pada kisaran pH optimum tertentu. Penyimpangan pH medium menimbulkan pertumbuhan dan metabolisme mikroba terhenti yang dikarenakan protein dalam struktur enzim dan sistem transpot yang terdapat pada membran sel berubah. Pada umumnya mikroba tumbuh pada kisaran pH netral, walaupun beberapa spesies mampu bertahan pada pH ekstrim yaitu pada pH 2 dan 10.
17 Beberapa mikroba melakukan kultivasi menghasilkan asam sehingga pH media turun menjadi 3,5. Namun saat metabolisme protein dan asam amino berlangsung ion amonium akan dilepas sehingga pH media menjadi basa (Lay, 1994). Upaya mencegah perubahan pH yang berjalan dengan cepat pada sistem tertutup adalah dengan penambahan buffer ke dalam media seperti K2HPO4 atau KH2 PO4 untuk menjaga agar kondisi pH tetap mendekati pH optimum. Kedua macam garam ini dapat mengikat H+ dari asam atau OH- dari basa (Lay dan Hastowo, 1992). Sumber nitrogen dapat merubah nilai pH, seperti amonia di dalam larutan ber-pH 9 amonia sebagai NH4+ yang oleh mikroba digabungkan ke dalam sel dengan kerangka karbon R menjadi R-NH3+ sehingga akan menurunkan nilai pH. Apabila nitrat sebagai sumber nitrogen, ion hidrogen akan disingkirkan dari medium untuk mereduksi NO3menjadi R-NO3+ dan pH cenderung meningkat. Bila sumber nitrogen adalah bahan organik, maka bahan tersebut akan terdeaminasi sehingga meningkatkan nilai pH (Wang et al, 1979). Menurut Crueger and Crueger (1984) bakteri mempunyai kisaran nilai pH minimum 3-5, kisaran pH optimum 6,5-7,5 dan kisaran pH maksimum 8-10. Penggunaan enzim yang stabil pada kondisi ekstrem, yang terjadi pada kebanyakan proses industri, akhir-akhir ini meningkat pesat, karena proses pada kondisi ekstrem dapat mengurangi resiko kontaminasi. Oleh karena itu untuk mendapatkan xilanase yang sesuai dengan kebutuhan industri adalah dengan menggunakan enzim yang dihasilkan oleh mikroba ekstremofil (alkalofilik, termofilik). Mikroba alkalofilik adalah mikroba yang mempunyai pertumbuhan optimal + pH 10. Pada umumnya dalam pertumbuhan mikroba, pH plasma sel internal sama dengan pH optimal enzim intraseluler. Namun ada kalanya internal dan eksternal sel mempunyai pH yang berlainan, pH didalam sel + 8, meski pH luar mencapai 8-11. Seperti halnya protoplas dari galur Bacillus alkalofilik akan kehilangan stabilitasnya pada lingkungan alkalis, sehingga diduga dinding sel berperan melindungi sel dari lingkungan alkalis. Dinding sel mengandung polimer asam (asam galakturonat, glukonat, glutamat, asam aspartat, dan asam fosfat), dan peptidoglikan (dalam hidrolisatnya ditemukan glukosamin, asam muronat, D- dan L-alanin, D-asam glutamat, asam miso-diaminpimelat dan asam asetat). Muatan negatif pada komponen tersebut menyebabkan dinding sel
18 mampu untuk menyerap ion Na+ dan H+ dan menolak ion OH dan membantu dinding sel tumbuh pada lingkungan alkalis. Menurut teori kimia osmotik kekuatan gerak proton dalam sel dibentuk oleh rantai transfer elektron atau dengan mengeluarkan H+ diturunkan dari metabolisme ATP oleh ATPase. Selanjutnya H+ diganti Na+ oleh sistem antiporter Na+ /H+ menghasilkan kekuatan gerak Na+ untuk berikatan dengan substrat di dalam sel, yang akan berpengaruh terhadap peningkatan pH. Daya ikatan Na+ dan substrat akan meningkat dua kali bila pH bergeser dari 7 ke 9 (Horikoshi dan Atsukawa. 1973). Xilanase yang berasal dari mikroba alkalofilik menjadi penting karena kegunaannnya untuk pengembangan teknologi yang rama h lingkungan dalam industri kertas dan pulp. Xilanase dapat menghidrolisis xilan dengan lebih mudah karena polimer ini larut dalam kondisi alkalis. Xilanase yang berasal dari bakteri alkalofilik pertama kali dilaporkan oleh Horikoshi dan Atsukawa pada tahun 1973 yaitu enzim murni dari Bacillus sp. dan Aeromonas sp. yang mempunyai pertumbuhan optimum pada pH 9-10 tetapi tidak aktif pada pH dibawah 8,0. Telah dilaporkan pada satu isolat Bacillus alkalofilik termofilik yang menghasilkan dua jenis xilanase yang mempunyai pH optimum 10,0 dan suhu 50o C. Dey et al. (1992) mengisolasi Bacillus NCIM 59 yang bersifat alkali termofilik yang menghasilkan dua tipe xilanase bebas selulase. Khasin et al. ( 1993 ) melaporkan bahwa alkalofilik B. stearothermophilus T-6 menghasilkan xilanase pH 9 dan suhu 65o C. Blanco et al. (1995) melaporkan bahwa enzim dan Bacillus sp BP-23 dalam proses bleaching mampu mensubstitusi khlorin sampai 38%. Kemudian Garg et al. (1996, 1998) melaporkan penggunaan xilanase dari Streptomyces thermoviolaceus pada proses biobleaching untuk pulp kraft birchwood dengan suhu aktivitas 65o C. 3. Aerasi dan Agitasi Produksi biomass dapat dicapai dengan mempertahankan kadar O2 yang lebih besar dari konsentrasi kritis. Jika konsentrasi O2 kurang dari konsentrasi kritis, metabolisme sel akan terganggu. Kebutuhan O2 untuk memproduksi hasil metabolit kultivasi secara optimal mungkin berbeda dengan yang kebutuhan untuk memproduksi biomass (Rachman, 1989).
19 Laju konsumsi O 2 oleh mikroba aerobik cukup tinggi. Oksigen yang tidak mencukupi menyebabkan berkurangnya hasil dari produk mikroba seperti asam organik, enzim, atau antibiotik. Tingkat aerasi dan mixing mempengaruhi kecepatan konsumsi oksigen dan ketersediaannya selama proses kultivasi berlangsung (Sikyta, 1983). Dalam proses-proses kultivasi aerobik, aerasi dan agitasi merupakan faktor yang sangat penting. Fungsi utamanya adalah untuk mensuplai kebutuhan oksigen bagi aktivitas metabolik mikroba, juga untuk mengaduk mikroba supaya tersuspensi secara homogen dalam bioreaktor (Scragg, 1991). Menurut Wang et.al. (1979), fungsi aerasi dan agitasi adalah untuk mensuplai kebutuhan oksigen mikroba menurut tingkat aktivitas metabolik yang tepat. Oleh Suhartono (1989) ditambahkan bahwa adanya mekanisme pengadukan (agit asi), maka oksigen, pH, nutrien dan faktor-faktor lain yang terdapat dalam lingkungan dapat tersebar lebih merata di dalam bejana. Kebutuhan oksigen bagi pertumbuhan mikroba tergantung pada jenis sumber karbon dan efisiensi penggunaannya oleh mikroba tersebut. Peningkatan konsentrasi oksigen terlarut dalam medium dapat dilakukan dengan cara meningkatkan laju aliran udara atau menambah kecepatan pengadukan (Standbury dan Whitaker, 1984). Lin et al. (1999) telah memproduksi enzim xilanase pada kultivasi media cair dalam bioreaktor kondisi pH 6,0, suhu 50o C, kecepatan agitasi 150 rpm, dan laju aliran udara 1 vvm. Hasil enzim yang diperoleh adalah β-D-xilanase.
Kinetik Produksi Enzim Xilanase Kinetik kultivasi mikrobia secara umum dikaji berdasarkan laju penggunaan substrat, laju pertumbuhan biomass dan laju pembentukan produk (Judoamidjojo, et.al., 1992). Menurut Monod (1949), untuk menentukan laju pertumbuhan biomass, digunakan persamaan sebagai berikut : dX = µ X .................................................... (1) dt Integral dari persamaan (1) akan memberikan hasil sebagaimana diilustrasikan dalam persamaan (2), yaitu : Ln Xt = µ Λt ................................................ (2) Xo
20 Maka plot linear antara ln X dengan t akan menghasilkan slope yang nilainya sama dengan nilai µ yang dicari. Sedangkan waktu penggandaan (td) dapat ditentukan menggunakan persamaan (3) yaitu : td= Ln 2 = 0,693 .................................................. (3) µ µ Berdasarkan keseimbangan (1) pertumbuhan sel mikroba akan berlangsung dengan mengkonsumsi nutrient sekaligus mengeluarkan (sekresi) produk-produk metabolisme yang terbentuk. Setelah waktu tertentu laju pertumbuhan akan menurun dan akhirnya pertumbuhan berhenti sama sekali. Berhentinya pertumbuhan dapat pula disebabkan karena berkurangnya beberapa nutrient esensial dalam media, atau kombinasi keduanya (Rachman, 1989). Menurut Monod (1949), laju pertumbuhan spesifik yang maksimal (µ maks) dapat ditentukan dengan persamaan : S µ = µmax ------------ ........................................... (4) Ks + S Modifikasi dari persamaan (4) memberikan persamaan : 1 Ks 1 1 --- = ----- --- + ----- ..........................................(5) µ µmax S µmax Sehingga plot linear antara 1/µ dengan 1/S memberikan garis lurus dengan intersep sebagai nilai 1/µmax
dan slope garis tersebut merupakan nilai dari Ks/µ
max ,
dengan
operasi aljabar biasa maka nilai- nilai dari Ks (kons tanta yang sebanding pada konsentrasi substrat bila µ = 0,5 µmax ) dan µ max dapat ditentukan. Nilai dari koefisien hasil biomasa persatuan massa nutrien yang dikonsumsi (Yx/s) dapat ditentukan menggunakan persamaan (6) yaitu - dS = - µ X - ms X ................................. (6) dt Y x/s Modifikasi dari persamaan (6) dengan substitusi bahwa µX = dX/dt, dan semua ruas dibagi dengan X maka akan memberikan hasil :
21 dS/dt 1 dX/dt ------ = ---------- ---------- + ms .................... (7) X Y x/s X Dari persamaan (7) tersebut maka plot linear antara (dS/dt)/X dengan (dX/dt)/X akan memberikan garis lurus dengan intersep yang akan memberikan nilai ‘m’ (koefisien pemeliharaan) dan slope garis tersebut akan memberikan nilai 1/Yx/s. Koefisien hasil produk per unit massa nutrien yang dikonsumsi (Yp/s) dapat ditentukan dengan sederhana yaitu mengikuti persamaan (8) dP/dt = Yp/s dS/dt ............................................. (8) Sehingga plot linier dari dP/dt dengan dS/dt akan memberikan garis lurus dengan kemiringan merupakan nilai Yp/s . Pada umumnya produk suatu proses merupakan hasil langsung suatu jalur katabolik atau metabolik primer. Dalam pola ini laju pembentukan produk berbanding secara proposional dengan laju pertumbuhan.
Sifat Reologi Cairan Kultivasi Secara umum bioreaktor dilengkapi dengan system agitasi (pengadukan) yang merupakan batang agitator (shaft). Beberapa tipe pengaduk yang sering digunakan pada beberapa kondisi proses yaitu turbin, impeller, bilah dan model jangkar (Doran, 1995). Pada bioreaktor sering dilengkapi dengan baffle atau sekat penghambat, untuk menyempurnakan pengadukan. Reologi atau sifat dan perilaku aliran media kultivasi akan sangat bermanfaat bagi perancangan dasar bioreaktor untuk skala yang lebih besar. Sifat aliran fluida dalam bioreaktor diperlukan untuk mengetahui tingkat homogenitas komponen dalam proses kultivasi. Sifat aliran kekentalan fluida berpengaruh nyata dalam transfer komponenkomponen media ke sel atau sebaliknya. Berbagai informasi yang didapatkan akan sangat berguna terutama dalam penggandaan skala berdasarkan peubah-peubah yang telah ditentukan pada skala yang lebih kecil. Penggandaan skala dilakukan dengan mempertahankan kesamaan geometrik bioreaktor pada berbagai skala, namun demikian kondisi lingkungan yang ideal tetap diperhatikan. Nilai pH, suhu dan kelarutan oksigen optimum diperoleh dari proses optimasi, maka perilaku terpenting cairan dalam
22 bioreaktor berpengaduk adalah tenaga (P) dan kecepatan pengadukan (N) (Wang et al. 1979). Tenaga pengadukan sangat dipengaruhi oleh jenis pengaduk yang digunakan dan sifat reologi cairan kultivasi. Sifat aliran seperti turbulensi dapat ditetapkan berdasarkan nilai bilangan Reynolds. Aliran dalam tanki dikatakan laminar apabila bilangan Reynolds lebih kecil dari 10, jenis aliran tangki disebut peralihan atau transisi jika mempunyai bilangan Reynolds 10-10000 dan turbulen bila lebih besar dari 10000. Bilangan Reynolds ini sangat dipengaruhi oleh sifat kekentalan larutan. Kekentalan merupakan ketahanan cairan menahan gaya yang diberikan untuk menjaga agar bidang tetap tidak bergerak pada laju setara gaya tersebut. Gaya kekentalan secara umum dinyatakan per satuan luas yang disebut tegangan geser (shear stress =t ). Tegangan geser suatu cairan kultivasi berbanding dengan perbedaan laju dalam cairan kultivasi yang disebut laju geser (shear rate = ?). Menurut Wang et al. (1979), hubungan antara tegangan geser dan laju geser cairan Newtonian dan bukan-Newtonian ditentukan persamaan: t= t Keterangan :
y
+ k?n ………………………. (9)
t : tegangan geser (g /cm det2 ) t y : yield stress (g/cmdet2 ) k : indeks konsistensi (g/cm det n+2 ) ? : laju geser (/det) n : indeks perilaku cairan µ : viskositas (g/cmdet)
Pada cairan kultivasi non -Newtonian nilai t
y
: 0, kekentalan (viskositas= µ)
tergantung pada laju geser (?), sehingga persamaan menjadi t = k?n ……………………….. (10) dan
µ = k?n-1 .................................... (11) Nilai k dan n tersebut sangat penting diketahui untuk pengkajian masalah
pencampuran. Bila 0
0, maka cairan kultivasi adalah pseudoplastik, dan jika n>1 dan k>0, maka cairan kultivasi tersebut adalah dilatan. Menurut Doran (1995), penentuan bilangan Reynolds pada cairan non-Newtonian dalam memperkirakan kebutuhan tenaga pengadukan jenis impeller adalah sebagai berikut:
23 Di2 N2-n ? NRe = ----------........... (12) K(ks)n-1 Keterangan : NRe : bilangan Reynolds N: kecepatan putaran agitasi ? : densitas cairan kultivasi Di : garis tengah agitator ks : konstanta untuk six bladed disc turbine yang besarnya 11,5 Konsumsi tenaga (P) yang dibutuhkan untuk menggerakkan agitator mengikuti persamaan sebagai berikut: Np Di5 N 3 ? P = ---------------gc Keterangan : Np = bilangan tenaga
.................................... (13)
P : tenaga yang terserap oleh agitator gc = faktor konversi (9,81 kg m/kg det2 )
Aplikasi Xila nase Selama dekade terakhir ini, potensi bioteknologi dari aplikasi xilanase telah menjadi perhatian utama para peneliti, karena xilanase berpotensi digunakan bermacammacam industri antara lain untuk industri pangan, pakan serta pulp dan kertas (Beg et al. 2001). 1. Pemanfaatan Xilanase Untuk Proses Pembuatan Kertas. Pada pembuatan kertas, xilanase digunakan untuk menghilangkan hemiselulosa dalam proses bleaching. Pengembangan aplikasi xilanase untuk biobleaching pada mulanya ditemukan oleh Viikari et al. (1986). Enzim ini sebagai pengganti cara kimia sehingga pencemaran racun limbah kimia akan dihindari dan lebih murah (Ruiz- Arribas et al. 1995, Viikari et al., 1994). Bahan baku kayu pembuat kertas setelah melalui proses digester dan pencucian, sebenarnya masih dalam keadaan kotor (derajat putihnya rendah). Untuk menghasilkan kertas yang bermutu tinggi perlu dilakukan proses pemutihan. Proses pemutihan bertujuan untuk menghilangkan lignin, hemiselulosa penyebab warna coklat, dan zat ekstraktif yang dikandung dari hasil pencucian dan penyaringan. Proses pemutihan biasanya dilakukan bertahap, karena mempunyai kelebihan diantaranya adalah nilai derajat putihnya tinggi. Proses bertahap ini terdiri atas tahap klorinasi, ekstraksi, dan penambahan klorin dioksida. Klor adalah bahan beracun,
24 sehingga klor sisa proses yang dibuang ke perairan sungai akan membuat polusi yang tinggi. Polusi terbesar di Indonesia berasal dari pabrik kertas. Jumlah pabrik kertas yang sudah beroperasi di Indonesia saat ini lebih dari 14 perusahaan, dan belum satupun menggunakan proses enzimatis dalam proses pemutihan. Dengan demikian untuk mendukung pelestarian lingkungan maka perlu segera diaplikasikan proses ramah lingkungan (clean processing) tersebut di Indonesia. Penggantian penggunaan klor untuk pemutihan kertas, telah memberikan peluang untuk aplikasi bioteknologi. Untuk proses pembuatan kertas diharapkan xilanase yang digunakan adalah termostabil dan tahan pada pH tinggi (Nakamura et al. 1993), dan jenis enzimnya adalah endoxilanase (Kantelinen et al. 1988, Paice et al. 1988, Viikari et al. 1994), serta diharapkan free celulase (Garg et al. 1996, 1998). Namun demikian kombinasi xilosidase atau xilanolitik lain dan hemiselulolitik dengan endoxilanase telah menunjukkan efektif pada perbaikan mutu kertas (Kantelinen et al. 1993, Clark et al. 1990). Penggunaan xilanase dan enzim-enzim sejenisnya pada proses pemutihan kertas membantu pengurangan jumlah kappa dan meningkatkan derajat putih kertas (Viikari et al 1994, Yang et al. 1995). Sejumlah kajian pengaruh xilanase pada pemutihan kertas yang dilakukan dengan enzim berasal dari Trichoderma sp, ternyata pengurangan penggunaan klor mencapai 20-30% (Viikari et al. 1994). Xilanase termostabil dari bakteri anaerobik termofilik Dictyoglomus sp. telah diuji kemampuannya dalam proses pemutihan pulp. Perlakuan xilanase pada suhu 80o C dan pH 6-8 menghasilkan peningkatan derajad pemutihan sebanyak 2 satuan ISO dalam satu tahap proses delignifikasi dengan peroksida. Xilanase komersial untuk proses pemutihan pulp pertama kali dipasarkan oleh Novo Nordisk A/s dengan nama Pulpzyme HA, yang berasal dari T. reesei. Setelah itu bermunculan nama-nama lain seperti Cartazyme HS dari Sandoz Chemicals, Irgazyme 40 yang dihasilkan dari T.longibrachiatum dan T. harzianum E 58, Ecopulp (Alko-ICI), Cartazyme-NS-10 (Clariant) dan Pulpzyme HC (Novo Nordisk) yang semuanya telah dicoba dalam proses pemutihan pulp dan hasilnya menunjukkan penurunan yang nyata terhadap penggunaan ClO 2 dan H2O 2 . Namun demikian semua enzim komersial ini masih belum memenuhi kriteria ideal yang dibutuhkan untuk aktivitas enzimatik yang diperlukan yaitu aktivitas optimum pada pH 10 dan suhu lebih dari 90 o C (Kulkarni et al., 1999).
25 2. Pemanfaatan Xilanase Untuk Gula Xilosa. Xilanase juga dapat digunakan untuk menghidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi gula xilosa. Gula xilosa dihidrogenasi menjadi xilitol banyak digunakan untuk konsumsi penderita diabetes. Disamping itu di Malaysia saat ini gula xilitol banyak digunakan untuk campuran pasta gigi karena dapat berfungsi memperkuat gusi. Dengan beragamnya kegunaan gula xilitol maka perlu adanya inovasi kearah produksi xilosa tersebut. Inovasi tersebut muncul diantaranya apabila enzim penghidrolisis lignoselulosa tersebut sudah tersedia. Disamping itu perlu pengembangan
proses yang efisien untuk hidrolisis
enzimatis untuk bahan berhemiselulosa tinggi. 3. Pemanfaatan Xilanase Untuk Makanan Ternak Van-Paridon et al. (1992) telah melakukan penelitian pemanfaatan xilanase untuk campuran makanan ayam boiler, dengan melihat pengaruhnya terhadap berat yang dicapai dan efisiensi konversi makanan serta hubungannya dengan nilai cernak. Hal yang sama juga dilakukan oleh Bedford dan Classen (1992), yang melaporkan campuran makanan ayam boiler dengan xilanase yang berasal dari T. longibrachiatum ternyata mampu meningkatkan nilai cerna , sehingga meningkatkan efisiensi konversi makanan dan berdampak pada peningkatan berat ayam. 4. Pemanfaatan Xilanase Untuk Meningkatkan Kualitas Roti Efisiensi xilanase dalam perbaikan kualitas roti yang telah dilakukan yaitu xilanase berasal dari Aspergillus niger var awamori yang ditambahkan ke dalam adonan roti menghasilkan kenaikan volume spesifik roti. Dan untuk lebih meningkatkan kualitas rerotian maka perlu dilakukan kombinasi penambahan amilase dan xilanase (Maat et al. 1992). 5. Pemanfaatan Xilanase Untuk M inuman Xilanase dapat juga untuk menjernihkan juice, untuk ekstraksi kopi, minyak nabati dan pati (Wong dan Sadler, 1992). Kombinasi dengan selulase dan pektinase dapat untuk penjernihan juice dan likuifikasi pada buah.
26 Aspek Finansial Dan Ekonomi Penilaian kelayakan finansial industri pengolahan enzim xilananse dari tongkol jagung maupun ekstrak xilannya menggunakan kriteria harga pokok dan pengembalian modal dan Break Event Point (BEP) atau titik impas atau pulang modal. a. Modal investasi, digunakan untuk pembelian tanah, biaya bangunan dan perlengkapan kantor, alat dan mesin dan biaya pra operasional. b. Biaya tetap, meliputi biaya penyusustan, bunga modal, pajak dan asuransi. c. Biaya tidak tetap, meliputi biaya pembelian bahan baku dan bahan penolong, bahan bakar dan listrik, perbaikan dan pemeliharaan upah karyawan. d. Pendapatan, dihitung berdasarkan harga jual xilan atau xilanase di tahun 2005 dikalikan dengan jumlah produk yang dihasilkan. e. Keuntungan, dihitung berdasarkan pendapatan dikurangi biaya total. f. Waktu pengembalian modal, digunakan untuk mengetahui berapa lama modal awal tertanam dalam proyek. Waktu pengembalian modal dihitung berdasarkan investasi yang tertanam dibagi dengan keuntungan bersih tahunan dan penyusutan. g. Titik Pulang Pokok (Break Event Point), digunakan untuk mengetahui jumlah minimum penjualan produk dengan tujuan perusahaan tidak mengalami kerugian dan juga tidak mendapatkan keuntungan.
Rumus titik pulang pokok adalah sebagai
berikut: BEP = (FC) / (H-VC) Dengan BEP
= Jumlah penjualan pada titik pulang pokok
FC
= Biaya tetap
H
= Harga jual /unit
VC
= biaya tidak tetap per unit
27
BAHAN DAN METODE
Penelitian
berlangsung selama 28 bulan dimulai bulan Januari 2002.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Enzimatis Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan dan Industri, Laboratorium Bioproses Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses PP Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB. Bahan dan Alat Media mikrobiologi yang digunakan adalah ekstrak khamir, polipepton, K2 HPO4 , MgSO4 .7H2 O, NaCl, NH4 Cl, Na2 HPO4 , oat spelt xylan, bakto agar, nutrien broth. Isolat bakteri Clostridium acetobutylicum ATCC 824 diperoleh dari Balitvet. Bahan kimia untuk ekstrak xilan yaitu natrium hipokhlorit, HCl, H2 SO4 , NaOH. Bahan kimia untuk karakterisasi enzim dan pemurnia n xilanase yaitu sodium didosilsulfat, amonium persulfat,TEMED, tris-HCl, gliserol, albumin bovin serum, akrilamid, asam sitrat, bufer fosfat sitrat, bufer nitrat, maltosa, glukosa, ion- ion logam (dalam persenyawaan garamnya), aseton, etanol dan akuades. Tongkol jagung diperoleh dari petani. Alat yang digunakan antara lain shaker, laminer, inkubator oven, inkubator shaker,
centrifuge,
bioreaktor, spektrofotometer, preparative
electrophoresis
(Prepcell) 491 Biorad, pipet eppendorf, eppendorf tip, dan tabung eppendorf dalam berbagai ukuran, dan peralatan gelas.
Tahapan Penelitian 1. Isolasi, seleksi dan identifikasi bakteri penghasil xilanase 2. Formulasi media kultivasi produksi xilanase dengan media bersubstrat oat spelt xylane. 3. Ekstraksi xilan dari tongkol jagung 4. Formulasi media kultivasi produksi xilanase dengan media bersubstrat xilan dari tongkol jagung. 5. Optimasi proses untuk kultivasi isolat bakteri alkalofilik lokal penghasil xilanase unggul pada media bersubstrat xilan dari tongkol jagung. 6. Penentuan reologi cairan kultivasi dan tenaga untuk penggerak impeller 7. Pengendapan, karakterisasi dan pemurnian xilanase 8. Perhitungan finansial industri xilanase
28
Metode Penelitian Isolasi, Seleksi Dan Identifikasi Bakteri Penghasil Xilanase Seleksi bakteri dilakukan dengan mengambil contoh tanah dari pembuangan limbah tapioka ‘Setia’ Kedunghalang Bogor, daerah berkapur Purworejo dan Boyolali Jawa Tengah, dan tanah berkapur Ciampea Bogor Jawa Barat. Tanah diambil secara aseptik dan dimasukkan ke dalam kantong plastik steril dan disimpan sampai siap digunakan. Isolasi bakteri dari contoh tanah dilakukan dengan mengacu pada penelitian Nakamura et al (1993) yaitu komposisi media cair untuk satu liter adalah 0,1 g ekstrak khamir, 0,5 g polipepton, 0,1 g K2 HPO4 , 0,02 g MgSO4 7H2 O dan 0,1 g oat spelt xylan (Sigma). Media diatur pada pH 9,5 dengan penambahan Na2 CO3 1%. Konsentrasi inokulan yang digunakan sebanyak 10%.
Inkubasi dilakukan pada
agitasi 150 rpm suhu 30 - 380 C selama 3 hari. Seleksi dilakukan secara bertahap berdasarkan zona bening yang dihasilkan disekeliling koloni pada media padat di petridish yang bersifat alkali. Tahapan ini merupakan langkah awal untuk mengetahui apakah
isolat
tersebut
dapat
mendegradasi
substrat
(xilan)
pada
media
pertumbuhannya. Apabila mampu mendegradasi dengan terbentuknya zona bening disekeliling koloni maka isolat dinyatakan menghasilkan xilanase. Pada tahap ini seleksi untuk masing- masing isolat dilakukan ulangan sebanyak tiga kali. Pengujian selanjutnya dilakukan dengan cara menumbuhkan koloni bakteri dari masing- masing isolat pada media cair. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan isolat bakteri dalam menghasilkan xilanase. Media cair dengan komposisi sama dengan media untuk isolasi, sebanyak 50 ml dalam erlemeyer. Setelah pemanenan, dilakukan beberapa pengamatan, yaitu biomasa, protein terlarut dan aktivitas xilanase. Analisis statistik yang digunakan pada tahap ini adalah rancangan acak lengkap dengan perlakuan 5 isolat bakteri dan C. acetobutylicum ATCC 769 sebagai kontrol dengan 4 kali ulangan. Dari percobaan ini diambil satu isolat unggul.
29
Tanah
Isolasi pada media yang diperkaya
Koloni berzona bening
Pembiakan pada media cair (NB 5 ml)
Propagasi pada media cair (media untuk xilanase 50 ml) Seleksi : • Biomasa • Protein terlarut • Aktivitas xilanase
Isolat terpilih
Seleksi tahap II menggunakan isolat C. acetobutylicum ATCC 769 sebagai kontrol
Isolat potensial
Identifikasi
Isolat potensial teridentifikasi
Gambar 3 Diagram alir tahapan kerja isolasi dan seleksi isolat bakteri unggul penghasil xilanase.
30
Parameter yang diukur yaitu biomassa dengan mengukur kerapatan optik pada panjang gelombang 660 nm menggunakan spektrofotometer. Protein terlarut diukur dengan metode Bradford (1976). Aktivitas xilanase diukur dengan uji kemampuan enzim menghidrolisis xilan menjadi gula reduksi menurut Winterhalter and Liebl (1995).
Analisis gula reduksi dilakukan dengan pereaksi DNS (3,5 asam dinitro
salisilat) dan berdasarkan serapannya pada panjang gelombang 550 nm. Sebagai standar digunakan deret larutan standar xilosa. Satu unit aktivitas xilanase adalah jumlah enzim yang dapat menghasilkan gula reduksi (xilosa) sebanyak 1 µ mol/menit (Kubata et al., 1992).
Identifikasi Bakteri Unggul Penghasil Xilanase Identifikasi dilakukan untuk isolat unggul penghasil xilanase. Pencirian isolat berdasarkan sifat fisiologi, yaitu morfologi koloni dan pewarnaan Gram. Kemudian uji biokimia meliputi uji katalase, uji Voges-Proskaeur (VP) dan methyl red (MR), uji urease, nitrat dan kemampuan memecah pati.
Selanjutnya berdasarkan hasil uji
terhadap mikroorganisme tersebut dapat diketahui spesies mikroorganisme dengan menggunakan metode Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, dalam Buchanan dan Gibbons (1984). Untuk mendukung hasil identifikasi menggunakan medium sintetik maka dilakukan identifikasi berdasarkan pada sekuen 16S ribosomal RNA.
Formulasi Media Kultivasi Produksi Xilanase Dengan Media Bersubstrat Oat Spelt Xylan. Formulasi media dilakukan dengan cara meragamkan komposisi media untuk pertumbuhan bakteri penghasil xilanase. Rancangan penelitian yang dilakukan yaitu Rancangan Acak Faktorial
dengan tiga faktorial. Ulangan dilakukan tiga kali.
Sebagai faktor I adalah oat spelt xylan (0,5; 0,75; 1,0). Faktor II adalah pepton (0; 0,1; 0,3; 0,5%), dan faktor III perlakuan ekstrak khamir (0,1; 0,2; 0,3%). Kultivasi dilakukan di dalam labu erlemeyer 100 ml menggunakan konsentrasi inokulum 10%. Isolat bakteri terpilih diuji kemampuannya menghidrolisis oat spelt xylan tersebut, dengan mengukur aktivitas xilanase dan kandungan protein terlarut. Contoh dipanen sesudah 3 hari inkubasi, kemudian diukur protein terlarut dengan metode Bradford (1976) dan aktivitas enzim xilanase menurut Winterhalter dan Liebl (1995).
31
Ekstraksi Xilan Dari Tongkol Jagung Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu tahap awal adalah analisis proksimat bahan baku meliputi kadar air, abu dan serat (AOAC, 1984). Tahap selanjutnya adalah ekstraksi xilan mengacu pada metode dari Yoshida et al.(1994) tentang ekstrak xilan dari biji kapas, kemudian dimodifikasi (Gambar 4). Modifikasi metode dengan menentukan konsentrasi NaOCl pada proses delignifikasi dan perbandingan supernatan dan etanol (v/v) yang tepat untuk ekstraksi xilan, selanjutnya uji kelarutan, uji kualitatif dan kuantitatif xilan yang diperoleh dari ekstraksi tersebut. Tongkol jagung kering digiling sampai lolos saringan ukuran 40 mesh. Contoh sebanyak 50 g dimasukkan ke dalam wadah plastik kemudian direndam dalam larutan NaOCI dengan konsentrasi 0,5; 1; 2,5; 5 dan 7,5% selama 5 jam pada suhu 28o C (proses delignifikasi).
Setelah 5 jam contoh dibilas dengan air dan disaring.
Selanjutnya padatan yang dihasilkan direndam dalam larutan NaOH 10% selama 24 jam pada suhu 28o C. Perendaman ini bertujuan untuk mengekstraksi xilan. Setelah 24 jam, dilakukan penyaringan. Filtrat yang dihasilkan ditampung untuk diukur pHnya dan selanjutnya dinetralkan dengan menggunakan HCI 6N, selanjutnya disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan putaran 4000 rpm. Supernatan yang dihasilkan dari sentrifugasi mengandung xilan. Xilan yang larut dalam air dapat dipisahkan dengan menambahkan etanol 95%. Etanol ditambahkan pada supernatan dengan perbandingan supernatan-etanol adalah 1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4. Perbandingan ini dimaksudkan untuk mengetahui pada rasio berapa jumlah xilan dapat dihasilkan secara optimal. Diagram alir ekstraksi xilan dari tongkol jagung disajikan pada Gambar 4. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 5x4 dengan dua kali ulangan. Pengamatan yang dilakukan adalah rendemen xilan. Kelarutan xilan diuji dengan melarutkan xilan dalam pelarut alkali (NaOH 1%, HCl 1N, etanol, air panas dan air dingin. Kelarutan suatu senyawa menunjukkan seberapa jauh senyawa tersebut dapat larut dalam suatu pelarut. Analisis kualitatif dan kuantitatif xilan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan mengukur retention time. Instrumen yang digunakan yaitu KCKT Shimadzu C-R3A, jenis kolom C18, fase gerak air, detektor refraktif indeks dengan kecepatan alir 0,8 ml/menit.
32
Tepung Tongkol Jagung Perendaman dalam NaOCl (5 jam, suhu 28o C
Pencucian
Sentrifugasi (4000 rpm, 30 menit)
Lignin
Pengeringan (suhu 35o C, 24 jam)
Perendam di NaOH 10% (suhu 28o C, 24 jam)
Sentrifugasi (4000 rpm, 30 menit)
Supernatan
Endapan
Penetralan dengan HCl 6N
Sentrifugasi (4000 rpm, 30 menit)
Supernatan
Endapan
Etanol 95% Sentrifugasi (4000 rpm, 30 menit)
Supernatan
Xilan Keterangan : Metode mengacu pada Yoshida, et al. (1994) yang dimodifikasi pada penambahan konsentrasi NaOCl dan etanol.
Gambar 4
Diagram alir ektraksi xilan dari tongkol jagung
33
Formulasi media kultivasi produksi xilanase de ngan media bersubstrat xilan dari tongkol jagung. Formulasi media untuk pertumbuhan RXAIII-5 dibuat dengan memanfaatkan hasil ekstraksi xilan dari tongkol jagung sebagai sumber karbon. Disamping itu juga dikaji pengaruh pepton dan ekstrak khamir sebagai sumber nitrogen, dan K2 HPO4 sebagai sumber mineral. Kultivasi dilakukan di dalam labu erlemeyer 100 ml menggunakan konsentrasi inokulan 10%. Komposisi media pertumbuhan bakteri sama dengan tahapan sebelumnya dengan beberapa perlakuan konsentrasi xilan tongkol jagung, pepton, ekstrak khamir dan K2 HPO4 . Matrik perlakuan disajikan pada Lampiran 10. Contoh dipanen sesudah 3 hari inkubasi, kemudian diukur biomassanya dengan pengukuran kerapatan optik pada panjang gelombang 660 nm, protein terlarut diukur dengan metode Bradford (1976) dan aktivitas enzim xilanase menurut Winterhalter dan Liebl (1995). Rancangan untuk formulasi media dilakukan dengan Respon Surface Methodology. Empat variabel yang akan dioptimasi ialah polipepton (X1), ekstrak khamir (X2), xilan (X3), dan mineral (X4). Matrik perlakuan disajikan pada Lampiran 10. Y1 = b0 + b1 X ii + b2 X 2i + b3 X 3i + b4 X 4i + b11 X 1i2 + b22 X 2i + b33 X 3i2 + b44 X 4i2 + b12 X 1i X 2i + b13 X 1i X 3i + b14 X 1i X 4i + b23 X2i X 3i + b24 X 2i X 3i + b34 X 3i X 4i + ri
Optimasi Kondisi Proses Kondisi optimum proses meliputi pH dan suhu dilakukan pada skala 50 ml kemudian dilanjutkan aerasi dan agitasi pada bioreaktor 2l. 1. Penentuan optimasi proses pH dan suhu. Kajian pengaruh pH dan suhu terhadap laju pertumbuhan bakteri RXAIII-5. Interval untuk suhu (X1) 35 - 550 C sedangkan pH (X2) 7 - 11, dan kecepatan shaker (X3)100 sampai 140 rpm. Kultivasi dilakukan di dalam labu erlemeyer 100 ml menggunakan konsentrasi inokulan 10%. Komposisi media pertumbuhan bakteri berdasarkan hasil tahapan formulasi media bersubstrat xilan tongkol jagung. Rancangan percobaan untuk optimasi kondisi kultivasi dilakukan dengan Respon Surface Metodology (RSM) Box-Behnker dengan 3 variabel.
Matrik
34
perlakuan disajikan pada Lampiran 11. Pengamatan dilakukan terhadap biomassa, aktivitas xilanase, kandungan protein terlarut dan substrat tersisa. 2. Optimasi proses untuk aerasi dan agitasi Kajian optimasi proses untuk aerasi dan agitasi dilakukan dengan memproduksi enzim xilanase dalam bioreaktor. Media yang digunakan sebanyak satu liter dilakukan pada pH dan suhu hasil optimasi 50 ml. Pada penelitian tahap ini kecepatan agitasi dilakukan pada 100, 150 dan 200 rpm. Laju aerasi dilakukan pada 0.5 dan 1.0 vvm (volume udara per volume media per menit). Proses dijalankan secara terkendali dengan penambahan NaOH maupun HCl untuk pengatur
pH
dan
silicone
antifoaming
agent
sebagai
antibuih
yang
penambahannya dilakukan secara automatik. Pemanenan hasil kultivasi dilakukan pada jam ke-0, 2, 4, 6, 8, 12, 16, 20, 24, 32, 36, 40, 44, dan 48. Hasil panen disentrifus (kecepatan 4000 rpm) untuk memisahkan massa sel dengan supernatan yang akan dianalisis. Pengamatan meliputi biomassa, aktivitas enzim dan kandungan protein terlarut.
Kinetika Kultivasi Dalam Bioreaktor Biostat-B-2l Kombinasi laju aerasi dan kecepatan agitasi tersebut digunakan dalam perhitungan parameter kinetika. Pada tahap ini akan dikembangkan model matematika untuk menjelaskan dinamika sistem yang meliputi perubahan sel, substrat, produk selama kultivasi. Model yang digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Monod (1949).Kerangka model matematika adalah sebagai berikut: dx/dt = µ x (untuk biomasa) µ = µmaks .S/(K s + S) atau 1/µ = (K s/µmaks)(1/S) +1/µmaks Yp/s = -dP/dS (efisiensi penggunaan substrat untuk membentuk produk ensim) Yp/x = dP/dX (efisiensi sel dalam menghasilkan produk) Yx/s = -dX/dS (efisiensi penggunaan substrat untuk produksi sel) X : Konsentrasi sel (g/L),
S : Konsentrasi substrat (g/L)
P : Konsentrasi produk
t : Waktu kultivasi (jam)
µ: laju pertumbuhan spesifik (l/jam) ks : konstanta (g/L) µmaks: laju pertumbuhan spesifik maksimum (l/jam)
35
Parameter kinetik yang meliputi µmaks, Yp/s, Yx/s, Yp/x ditentukan dari data percobaan menggunakan teknik regresi linear, yaitu µmaks merupakan kemiringan kurva dari hubungan ln bobot kering dan waktu, Yp/s, Yx/s, dan Yp/x berturut-turut merupakan kemiringan kurva dari hubungan perubahan produk (enzim) dan substrat, biomassa dan substrat serta produk dan biomasa.
Sifat Reologi Cairan Kultivasi Penentuan densitas cairan kultivasi dilakukan dengan alat piknometer, yaitu pembagian bobot cairan kultivasi dengan volumenya. Viskositas dihitung dengan alat Brookfield Viscometer pada kecepatan putar 6,12, 30, 60 rpm menggunakan spindle nomor 2. Dari data tersebut diperoleh laju geser, viskositas dan tegangan geser, sehingga diperoleh nilai k= Indeks konsistensi dan nilai n= Indeks perilaku cairan. Bilangan Reynolds (NRe) ditentukan dengan persamaan NRe = (N 1 D1 2 ?) / µa Dimana : N1 : kecepatan pengadukan, D1 : Diameter pengaduk, ?: Densitas , µa : Viskositas, k : Indeks konsistensi, n : Indeks perilaku cairan Berdasarkan data tersebut dan data dari bioreaktor Model Biostat-2l, maka dapat ditentukan konsumsi tenaga impeller. Menurut Wang et al (1979) konsumsi tenaga yang dibutuhkan ditentukan dengan persamaan: P = (? N3 D15 Np ) /gc Dimana: P = tenaga yang dibutuhkan, Np = Bilangan power, gc = Grafitasi = 9,81 cm/det2 . Dasar-dasar untuk penggandaan skala ditentukan berdasarkan tenaga per unit volume.
Karakterisasi Enzim Xilanase Dari Isolat Bakteri Terpilih Sebelum karakterisasi xilanase dilakukan pengendapan terlebih dahulu. Hasil pengendapan yaitu enzim kasar dilakukan karakterisasi meliputi stabilitas xilanase pada pH dan suhu optimum, Km dan Vmaks, inhibisi dan aktivasi enzim. Disamping itu terhadap hasil pengendapan yang beraktivitas xilanase tertinggi dilakukan pemurnian. Pengendapan Enzim Produksi xilanase dari isolat bakteri terpilih dilakukan pada media cair dengan komposisi berdasarkan hasil tahapan sebelumnya. Fermentasi dihentikan setelah 48
36
jam dan dilanjutkan dengan pemisahan biomasa bakteri dari cairan kultivasi (broth). Semua tahapan dilakukan pada kondisi suhu 4o C. Supernatan (100 ml) hasil kultivasi yang telah dipisahkan dari biomasa, kemudian diendapkan. Perlakuan pengendapan menggunakan: 1) Amonium sulfat 80 % jenuh, 2). Aseton dan 3). Etanol (-20o C) dengan perbandingan 1:2. lalu disentrifugasi 4000 rpm selama 15 menit. Diagram alir perlakuan disajikan pada Gambar 5. Produksi enzim (1500 ml) pada kondisi optimum
Sentrifugasi 4000 rpm 30 menit 4o C
Endapan (biomasa)
Supernatan
Presipitasi (penamb ahan amonium sulfat )
Presipitasi (penambahan etanol)
Presipitasi (penambahan aseton)
Sentrifugasi 4000 rpm, 30 menit 4o C
Enzim kasar
Gambar 5 Diagram alir pengendapan enzim xilanase. Pemurnian enzim Pemurnian enzim dilakukan pada enzim kasar dari hasil pengendapan dengan amonium sulfat. Endapan didialisis menggunakan bufer fosfat 50 mM, pada pH 7 selama 15 jam (Lin et al. 1999). Hasil dialisis dimurnikan menggunakan alat preparative electrophoresis (Prepcell) 491 Biorad. Pemurnian ini berdasarkan
37
elektroforesis. Native-PAGE (non SDS_PAGE) digunakan untuk menghilangkan protein kontaminan. Pemurnian dalam gel dengan alat ini memerlukan waktu 8 jam, dengan arus sebesar 40 mA (12 watt constant power). Hasil pemurnian berupa fraksi xilanase dikumpulkan dengan fraction collector. Setiap fraksi diuji aktivitas enzimnya didasarkan pada kemampuan xilanase pada fraksi tersebut dalam menghidrolisis xilan. Penentuan Aktivitas dan Stabilitas Enzim Pada pH Dan Suhu Optimum Penentuan aktivitas dan stabilitas xilanase pada pH dan suhu optimum dilakukan menurut Ratakhanokchai et al. (1999). Penentuan aktivitas pada pH optimum dilakukan dengan mengukur aktivitas enzim kasar pada berbagai kondisi pH. Kondisi pH katalitik optimum didapat dengan melarutkan enzim dalam bufer fosfat-sitrat pH 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; 8,0 dan 9,0, dengan masa inkubasi 30 menit dan suhu 50 o C. Pengenceran juga dilakukan dengan bufer pH yang sama. Untuk mengetahui pengaruh pH terhadap stabilitas xilanase, enzim tersebut diinkubasi pada bufer pH 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; 8,0 dan 9,0 dengan suhu 4o C selama 0, 18, dan 24 jam. Penentuan aktivitas pada suhu reaksi optimum, dilakukan dengan mengukur aktivitas enzim pada berbagai suhu reaksi, yaitu 30o C, 40o C, 50o C, 60o C, dan 70o C dengan masa inkubasi 30 menit dan pH reaksi 7,0. Sedangkan pengaruh suhu terhadap stabilitas xilanase diuji dengan menginkubasi enzim pada suhu 40 o C, 50 o C, 60 o C, dan 70 o C selama 5, 10, dan 15 menit. Aktivitas sisa xilanase diukur dengan metode standar. Penentuan Km dan Vmaks Nilai Vmaks dan Km dari xilanase diperoleh dari uji hidrolisis dengan substrat xilan pada interval konsentrasi 0% - 2% (b/v). Xilosa yang terbentuk diukur dengan metode pengukuran aktivitas standar. Penentuan nilai Vmaks dan Km ini dilakukan terhadap enzim kasar berdasarkan grafik Lineweaver-Burk
(Tucker and Wood.
1995). Pengaruh Inhibitor dan Aktivator Pengaruh logam terhadap aktivitas enzim dilakukan dengan menginkubasi cairan enzim kasar dengan ion logam dan senyawa lain pada konsentrasi akhir 0,1 10 mM. Ion logam berat yang dicobakan adalah Co2+, Cu2+, Fe3+, Mn2+, Ag2+, dan ion Zn2+, Mg2+,Ca2+, Na+, pada konsentrasi 2,0 mM, 4,0 mM dan 10,0 mM dalam persenyawaan garamnya. Sedangkan untuk EDTA konsentrasinya ditetapkan 0,1
38
mM, 0,2 mM, dan 0,5 mM. Pada penelitian juga diperiksa pengaruh hasil hidrolisis oleh enzim yang berupa gula-gula reduksi. Senyawa yang dimaksud adalah glukosa, maltosa dan sukrosa yang ditetapkan konsentrasinya sebesar 2 mM, 4mM, dan 10 mM. Inkubasi dilakukan selama 30 menit pada suhu 50o C dan aktivitas enzim diukur dalam kondisi standar. Tingkat inhibisi/aktivasi relatif ditentukan dengan perbandingan dalam persen antara aktivitasnya dengan inhibitor/aktivator terhadap aktivitas enzim tanpa inhibitor/aktivator. Kemampuan Enzim Xilanase Untuk Mendegradasi Xilan Untuk mengetahui kemampuan xilanase mendegradasi xilan, maka xilan dari tongkol jagung sebanyak 1g dalam 5 ml bufer fosfat pH 9 ditambah cairan enzim kasar (1ml) kemudian diinkubasi pada suhu 50o C selama 16 jam (Kulkarni et al. 1995). Hasil hidrolisis diukur menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Shimadzu C-R3A dengan jenis kolom C 18, fase gerak air, detektor refraktif indeks (RI) dengan kecepatan alir 1 ml/menit.
Kemampuan enzim kasar mendegradasi substrat spesifik Untuk mengetahui kemampuan enzim kasar mendegradasi beberapa substrat spesifik dilakukan dengan menginkubasi enzim kasar dengan substratnya yaitu oat spelt xylan, xilan tongkol
jagung, carboxymethyl cellulose (CMC) dan avicel.
Sebanyak 1 ml enzim kasar ditambahkan 5 ml larutan substrat (1 g) diinkubasi selama 16 jam pada suhu 37o C pH 9 (Dung et al. 1993).
39
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Xilanase Pengujian isolasi bakteri menghasilkan 25 koloni yang mampu tumbuh pada media xilan dan dapat menghasilkan zona bening, dengan diameter lebih dari tiga millimeter. Koloni yang kurang dari 3 mm, walaupun berzona bening tidak digunakan (Gambar 6). Zona bening terbentuk karena adanya aktivitas hidrolisis xilan oleh enzim xilanase. Data pertumbuhan sel, protein terlarut, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik disajikan pada Tabel 4, dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 4.
A
B
A: Koloni berdiameter kurang dari 3 mm tidak digunakan B: Koloni berdiameter lebih dari 3 mm digunakan untuk uji selanjutnya
Gambar 6 Penampakan koloni bakteri penghasil xilanase.
Dalam penelitian ini isolasi bakteri berasal dari tanah tempat pembuangan limbah tapioka (onggok) dengan pH asam dan tanah berkapur dengan pH lebih besar atau sama dengan 7. Maksud penggunaan tanah berkapur dengan pH tinggi, agar diperoleh isolat yang mampu tumbuh pada media ber pH 7 atau lebih. Pada umumnya isolat bakteri yang dihasilkan mempunyai kemampuan tumbuh tidak jauh dari habitatnya. Seperti halnya hasil penelitian Saha (2002), isolasi mikroba penghasil xilanase yang berasal dari limbah jagung (silase) dengan pH kurang dari 7 menghasilkan xilanase yang stabil pada pH 57,5.
40
Tabel 4
No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Kepekatan optik, kandungan protein, aktivitas enzim dan aktivitas spesifik dari beberapa isolat bakteri penghasil xilanase
Isolat bakteri RXON-1 RXON-2 RXON-3 RXON-4 RXON-5 RXA-I1 RXA-I2 RXA-I3 RXA-I4 RXA-I5 RXA-I6 RXA-I7 RXA-I8 RXA-I9 RXA-II1 RXA-II4 RXA-II5 RXA-III1 RXA-III2 RXA-III3 RXA-III4 RXA-III5 RXA-III6 RXA-III7 RXA-III8
Kepekatan optik 0,981+0,127 0,931+0,089 1,021+0,277 0,897+0,013 0,931+0,156 0,288+0,098 0,402+0,092 0,397+0,096 0,664+0,123 0,376+0,051 0,329+0,045 0,502+0,156 0,589+0,129 0,337+0,040 0,528+0,117 0,654+0,158 1,249+0,198 1,013+0,198 0,894+0,167 0,931+0,078 0,991+0,136 0,857+0,079 1,017+0,027 0,876+0,035 0,742+0,071
Protein (mg/ml) 0,231+0,007 0,198+0,014 0,187+0,011 0,234+0,017 0,219+0,003 0,311+0,004 0,311+0,005 0,332+0,004 0,290+0,002 0,338+0,001 0,298+0,003 0,301+0,007 0,302+0,002 0,281+0,001 0,297+0,002 0,264+0,005 0,289+0,001 0,332+0,001 0,313+0,001 0,270+0,002 0,305+0,001 0,306+0,001 0,262+0,001 0,294+0,002 0,355+0,001
Aktivitas enzim (U/ml) 0,051+0104 4,468+0,394 5,546+0,241 5,546+0,578 0,198+0,013 2,917+0,662 0,734+0,662 2,449+0,882 1,670+0,662 12,430+0,882 1,826+0,882 3,697+0,882 2,449+0,882 2,761+0,441 1,826+0,882 2,761+0,441 3,385+0,323 1,826+0,882 0,890+0,441 3,385+0,441 2,449+0,441 11,182+0,882 1,046+0,662 0,422+0,221 0,110+0,221
Aktivitas spesifik (U/mg protein) 0,464+0,065 22,552+0,381 29,751+3,087 23,853+4,200 0,907+0,072 9,385+1,024 2,347+1,095 7,363+0,256 5,741+0,226 36,719+2,529 8,105+1,883 12,363+1,232 8,105+1,883 9,825+0,520 6,141+0,941 10,467+1,477 11,729+1,558 5,506+1,649 2,842+0,396 12,510+1,533 8,032+0,446 41,579+1,794 3,987+0,504 1,189+0,743 0,464+0,065
ON = Onggok (asam), A = Tanah – Alkali I = pH tanah 7.67 ; II = pH tanah 6.98 ; III = pH tanah 7.89
Pengamatan kepekatan optik pada akhir pembiakan (berkisar antara 0,288 sampai dengan 1,249) menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan setiap isolat untuk memperbanyak diri pada kondisi yang diujikan. Isolat yang mampu tumbuh dengan baik memberikan indikasi bahwa bakteri tersebut mampu memanfaatkan satu-satunya sumber karbon dalam media pertumbuhan yaitu xilan. Dengan demikian produksi enzim akan lebih baik jika menggunakan isolat- isolat yang mampu tumbuh dengan baik pada substrat yang diinduksi dengan xilan tersebut.
41
Kandungan protein hasil kultivasi dari isolat bakteri antara 0,187 – 0,355 mg/ml. Dari beberapa isolat tersebut ternyata kandungan protein tidak jauh berbeda. Protein yang tinggi diduga menunjukkan enzim yang tinggi pula, namun demikian enzim yang terbentuk belum dapat dipastikan merupakan xilanase. Untuk mengetahui protein tersebut adalah xilanase maka perlu diketahui aktivitas xilanasenya. Hubungan antara aktivitas xilanase dan protein yang dihasilkan dinyatakan dengan aktivitas spesifik. Hasil pengukuran aktivitas xilanase pada beberapa isolat uji menunjukkan bahwa aktivitas enzim terendah sebesar 0,051 U/ml. Hasil tertinggi ditunjukkan oleh isolat RXAI-5 yaitu 12,430 U/ml. Aktivitas spesifik xilanase ya ng dihasilkan berkisar 0,22 – 41,579 U/mg protein, tertinggi dicapai oleh isolat RXAIII-5. Aktivitas enzim yang tinggi tidak selalu diikuti oleh aktivitas spesifik yang tinggi, demikian pula sebaliknya. Hasil penelitian ini cukup berpotensi dibandingkan penelitian sebelumnya. Dung et al. (1993) melaporkan aktivitas spesifik xilanase dari Aeromonas caviae W-61 ialah 1,87 U/mg protein, sedangkan Kubata et al. (1995) mengemukakan aktivitas spesifik xilanase A. caviae ME-1 ialah 8 U/mg protein. Demikian juga Park et al. (1992) melaporkan aktivitas spesifik xilanase dari Bacillus sp YC-335 ialah 1,65 U/mg protein. Namun demikian hasil penelitian ini masih lebih rendah dibanding penelitian Nakamura et al. 1993 yaitu aktivitas spesifik xilanase dari Bacillus sp 41M-1 sebesar 86,1 U/mg protein. Berdasarkan hasil pengamatan kepekatan optik, protein, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik pada Tabel 4, diperoleh 10 isolat yang potensial yaitu RXON2, RXON3, RXON4, RXAI-5, RXAI-7, RXAII-4, RXA II-5, RXA III-1, RXA III-1, RXA III-3, RXA III-5. Namun demikian diantara 10 isolat tersebut hanya lima isolat yang selalu tumbuh baik saat peremajaan isolat pada media agar miring. Dengan demikian penentuan isolat potensial dipilih berdasarkan kemampuan bakteri untuk tumbuh di media agar miring serta menghasilkan aktivitas spesifik yang tinggi. Seleksi dilakukan pada lima isolat yaitu RXAI-5, RXAII-5, RXAIII-1, RXAIII-5 dan RXON3. Pengkodean isolat berdasarkan jenis media dan asal contoh tanah yaitu R= Richana, X=xilanase, A= Media alkali pH:9, ON=onggok, sedangkan I, II, dan III = asal contoh tanah (I: tanah kapur Boyolali, II: tanah kapur Purworejo, III: tanah kapur Ciampea) dan nomor 1-5 adalah nomor kode dalam satu cawan petri. Sebagai kontrol digunakan isolat Clostridium
42
acetobutylicum ATCC 769 sebagai isolat penghasil xilanase yang diperoleh dari koleksi Balai Penelitian Veteriner Bogor. Seleksi dilakukan dengan menguji kemampuan isolat bakteri dalam menghasilkan xilanase. Pengujian dilakukan pada media cair. Hasil pengamatan meliputi biomassa, protein terlarut, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik yang disajikan pada Tabel 5., kemudian data selengkapnya dan analisis statistik disajikan pada Lampiran 5. Biomasa Pengamatan perolehan biomasa dari kelima isolat bakteri alkalofilik penghasil xilanase berkisar antara 0,049 sampai 0,109 g/l. Perolehan biomasa tersebut menunjukkan bahwa isolat bakteri RXAIII-1 paling baik tumbuh pada media yang digunakan, sedangkan isolat RXAII-5 dan RXON-3 kurang baik. Isolat RXON-3 terendah mungkin karena kronologis dari isolat tersebut adalah isolat yang diisolasi dari tanah yang ber pH asam, sedangkan dalam penelitian ini isolat ditumbuhkan pada media alkali pH 9,5. Dengan demikian ternyata isolat tersebut mempunyai kemampuan tumbuh (biomasa) lebih rendah dibanding isolat bakteri yang diisolasi dari tanah bersifat basa.
Tabel 5 Seleksi isolat bakteri alkalofilik penghasil xilanase. Kode isolate
Biomasa
Protein
Aktiv. Xilanase Aktiv.
(mg/ml)
terlarut
(U/ml)
Spesifik
(U/mg protein)
(mg/ml) RXAI-5
0,089+0,039
0,352+0,004
24,230+3,823
68.944+11.213
RXAII-5
0,049+0,017
0,360+0,002
27,303+0,958
75,839+2,495
RXAIII-1
0,109+0,071
0,374+0,014
24,243+2,209
64,927+7,118
RXAIII-5
0,086+0,030
0,318+0,033
42,907+2,555
135,753+14,547
RXON-3
0,050+0,016
0,363+0,012
23,620+1,648
65,215+5,788
Clostridium
0,098+0,023
0,426+0,055
55,757+5,585
131,318+3,849
acetobutylicum ATCC 769 ON = Onggok , A = Tanah – Alkali I = pH tanah 7.67 ; II = pH tanah 6.98 ; III = pH tanah 7.89 Data merupakan rerata dari enam kali ulangan
43
Sebagai kontrol isolat Clostridium acetobutylicum ATCC 769 penghasil xilanase menghasilkan biomasa 0,098 dengan media yang sama (Tabel 5.). Hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan penelitian Lee et al. (1985) yaitu produksi xilanase dari Cl. acetobutylicum ATCC 824, menghasilkan biomasa antara 0,091 sampai 0,322 g/l. Rendahnya biomasa yang dihasilkan oleh isolat tersebut tidak merupakan kendala utama untuk seleksi, karena yang terpenting dari penelitian ini adalah hasil sekresinya yaitu xilanase. Dengan demikian pemilihan isolat penghasil xilanase diutamakan berdasarkan kualitas (aktivitas spesifik) dan bukan kuantitas selnya.
Protein Protein terlarut yang dihasilkan merupakan pencerminan dari enzim hasil sekresi bakteri. Enzim tersebut mungkin xilanase, enzim lainnya atau protein non-enzim. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat data aktivitas xilanasenya. Hasil pengamatan protein terlarut dalam penelitian ini berkisar antara 0,318 – 0,426 g/l. Tertinggi dicapai oleh kontrol yaitu isolat Cl. Acetobutilicum dan dari kelima isolat contoh tertinggi adalah isolat RXAIII-1 dan terendah RXA III-5. Dari Tabel 5, terlihat bahwa pada isolat RXAIII-1 protein yang tinggi didukung oleh biomasa yang tinggi pula. Hal tersebut kemungkinan karena protein dihasilkan oleh biomasa, semakin tinggi biomasa maka protein juga meningkat.
Aktivitas Xilanase Aktivitas xilanase merupakan pencerminan kemampuan isolat bakteri tersebut menghasilkan xilanase. Semakin tinggi aktivitas enzim maka semakin tinggi xilanase yang dihasilkan. Hasil pengamatan aktivitas xilanase berkisar antara 23,620 sampai 55,757 U/ml (Tabel 5), tertinggi dicapai oleh Cl. Acetobutylicum ATCC 769. Dari kelima isolat yang diseleksi, aktivitas xilanase tertinggi adalah isolat RXAIII-5 yaitu 42,907 U/ml. Hasil ini jauh lebih tinggi dibanding isolat lainnya. Sebagai data dukung dilakukan analisis aktivitas ensim dengan metoda yang sama dari xilanase Sigma. Hasil aktivitas enzim tersebut menunjukkan bahwa aktivitas xilanase untuk RXA III-5 sama dengan 23,86 Unit xilanase komersial dari Sigma.
44
Aktivitas xilanase dari isolat RXA III-5 sedikit lebih rendah dibanding penelitian Dhillon dan Khanma (2000) yaitu xilanase dari B.circulans AB16 yang mempunyai aktivitas 50 U/ml. Demikian juga penelitian Gessesse dan Mamo (1999) dengan aktivitas xilanase dari Bacillus sp sebesar 67,24 U/ml.
Aktivitas Spesifik Aktivitas spesifik merupakan hasil perhitungan aktivitas xilanase dibagi hasil protein terlarut. Data ini mencerminkan kemampuan xilanase persatuan proteinnya dalam menghidrolisis xilan. Hasil perhitungan aktivitas spesifik berkisar 64,927 sampai dengan 135,753 U/mg protein. Hasil tertinggi dicapai oleh isolat RXAIII-5, kemudian disusul oleh isolat Cl. acetobutylicum ATCC 769, RXNI-3 dan RXAI-5. Dari hasil pengamatan aktivitas spesifik xilanase tersebut maka isolat RXAIII-5 merupakan isolat paling potensial. Namun demikian karena hasil biomasa lebih rendah dibanding RXAIII-1 dan aktivitas xilanase masih dibawah Cl. acetobutylicum ATCC 769 maka perlu dilakukan formulasi media sehingga dapat menghasilkan biomasa, protein terlarut dan aktivitas xilanase yang tinggi. Berdasarkan hasil isolasi dan seleksi isolat bakteri alkalofilik penghasil xilanase maka dari 25 isolat yang diperoleh, terseleksi 5 isolat potensial dan selanjutnya isolat RXAIII-5 yang berasal dari tanah kapur ber pH 7,89 merupakan isolat unggul. Selanjutnya terhadap isolat unggul tersebut dilakukan identifikasi.
Identifikasi Isolat Bakteri Unggul Penghasil Xilanase. Identifikasi dilakukan dengan dua metode yaitu dengan medium sintetik dan identifikasi berdasarkan urutan 16 S-rRNA. a. Identifikasi Bakteri Menggunakan Medium Sintetik Identifikasi bakteri menggunakan medium sintetik adalah melihat sifat morfologi dan reaksi fisiologis dan biokimiawi dari isolat yang diuji. Hasil identifikasi disajikan pada Tabel 6. Isolat bakteri RXA III-5 merupakan bakteri gram positif berbentuk batang, bersifat katalase positif dan oksidase negatif. Isolat tidak mampu tumbuh pada media Mc Conkey, namun mampu pada media nutrien agar. Isolat mampu menggunakan sitrat
45
sebagai sumber karbon. Uji MR (methyl red), indole, gelatin dan urease pada isolat menunjukkan hasil negatif, sedangkan uji Vp Voges-Proskaur) positif. Isolat tidak mampu mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun mampu membentuk asam dari glukosa, manitol, trehalosa, xilosa dan arabinosa. Menurut Bergey’s Mannual dalam Buchanan dan Gibbons (1984) maka isolat RXA III-5 adalah Bacillus pumilus.
Tabel 6 Identifikasi isolat bakteri unggul penghasil xilanase Pengamatan
RXA III-5
Pengamatan
RXA III-5
Koloni morfologi
H 2 mm
Uji MR
-
Pewarnaan Gram
G + Batang
Uji Vp
+
Pertumbuha n pada 37 o C
+
Indol
-
Pertumbuhan pada 55 o C
+
Gelatin
+
Uji katalase
+
Urease
-
Uji oksidase
-
Nitrat
-
Pertumbuhan pada Mac Conkey
-
Glukosa
+
Pertumbuhan pada nutrien agar
+
Manitol
+
Mortility
+
Xilosa
+
Hemolisis
+
Arabinosa
+
Uji sitrat
+
Keterangan: MR :merah metil, Vp : Uji Voges-Proskaur
b.
Identifikasi Bakteri Berdasarkan Urutan 16-S-rRNA Identifikasi ini untuk meyakinkan hasil identifikasi dengan menggunakan medium
sintetik. Alasan yang digunakan untuk memanfaatkan urutan 16-S-rRNA ini adalah karena molekul rRNA mengandung urutan yang sangat konservatif secara evolusi. Daerah yang sangat konservatif dapat digunakan sebagai situs pelekatan primer sehingga dapat diamplifikasi secara invitro dengan PCR. Dengan cara ini kita dapat mempelajari adanya keragaman genetik dari suatu lingkungan lebih detil karena mikroba yang tidak dapat dikulturkanpun dapat kita peroleh gen 16-S-rRNAnya.
Urutan yang lebih
konservatif dapat digunakan untuk menghasilkan pohon filogenetik yang lebih
46
diskriminatif sehingga dapat membagi organisme ke dalam tiga domain yaitu Archaea, Bacteria dan Eucarya. Urutan yang lebih beragam dari molekul 16-S-rRNA sangat cocok untuk membedakan suatu organisme kedalam taksa yang lebih rendah seperti genus dan spesies. Urutan 16-S-rRNA ini juga menyediakan data yang secara statistik cukup valid (Amann et al., 1995). Berdasarkan hasil analisis urutan 16-S-rRNA, diketahui bahwa isolat ini termasuk ke dalam genus Bacillus dan mempunyai kedekatan dengan Bacillus pumilus pada nilai 769 bits (388), dengan identitas 388/388 (100%). Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 6. Dari hasil taksonomi, pernyataan sebagai bakteri adalah 100 hits, sebagai Bacillaceae dinyatakan 90 hits, Bacillus 86 hits dan sebagai Bacillus pumilus dinyatakan 59 hits, angka ini tertinggi dibanding Bacillus lain yaitu antara 1-7 hits. Dari pohon filogenetiknya terlihat bahwa isolat RXA III-5 mempunyai jarak yang dekat dengan B. pumilus 2 (Gambar 7). Dengan demikian isolat bakteri RXA III-5 mendeka ti Bacillus pumilus.
Gambar 7 Pohon filogenetik isolat RXAIII-5.
Berdasarkan hasil identifikasi dengan dua cara yaitu menggunakan medium sintetik dan berdasarkan analisis urutan 16-S-rRNA, ternyata hasil keduanya tidak
47
berbeda yaitu mendekati Bacillus pumilus. Dengan demikian isolat RXA III-5 untuk penulisan berikut disebut Bacillus pumilus RXA III-5.
Formulasi Media Tahap I (Bersubstrat Oat Spelt Xylan) Kajian formulasi media dilakukan untuk mengetahui media yang optimal untuk kultivasi isolat bakteri penghasil xilanase alkalofilik B. pumilus. RXAIII-5. Isolat tersebut merupakan hasil seleksi pada penelitian tahap awal. Perlakuan pada formulasi media terdiri atas 3 faktor yaitu: X1). Konsentrasi oat spelt xylan sebagai sumber karbon (0,5; 0,75; 1,0). X2). Konsentrasi ekstrak khamir (0,1; 0,2; 0,3%) dan X3) Konsentrasi pepton (0,1;0,3; 0,5%) sebagai sumber N yang sesuai bagi pertumbuhan isolat bakteri B. pumilus RXAIII-5 dan hasil ekstra selulernya. Sumber nitrogen pada penelitian ini ada dua yaitu pepton dan ekstrak khamir yang diharapkan kombinasi dari keduanya akan saling melengkapi. Menurut Crueger (1984), pepton kaya akan prolin dan sistein tetapi kurang lisin. Hanya kelemahannya pepton relatif mahal bila untuk diaplikasikan di industri. Sedangkan ekstrak khamir mengandung asam amino, peptida, vitamin dan karbohidrat.
Tabel 7 Hasil analisis ragam protein terlarut, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik dari formulasi media tahap I Perlakuan Rerata R2 (koefisien regresi) Maksimum Pepton (X1) Ekstrak khamir (X2) Xilan (X3) Interaksi (X1)(X2) Interaksi (X1)(X3) Interaksi (X2)(X3) Interaksi (X1)(X2)(X3)
Protein (mg/ml) 0,396 0,845 0,596 Ns ** ** * * ** Ns
Aktivitas xilanase (U/ml) 88,425 0,869 186,37 ** ** ** ** ** ** **
Aktivitas spesifik (U/mg protein) 232,484 0,74 436,45 ** ** ns ** * ** **
*; **, ns : berturut-turut ialah berbeda nyata, sangat berbeda nyata dan tidak berbeda nyata
Hasil analisis ragam untuk protein terlarut, aktivitas xilanase, dan aktivitas spesifik disajikan pada Tabel 7, dan selengkapnya pada Lampiran 7.
48
Pepton tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap protein terlarut. Kedua peubah lainnya yaitu oat spelt xylan dan ekstrak khamir memberikan pengaruh sangat nyata. Interaksi antar dua peubah uji sangat signifikan, tetapi interaksi antara ketiga peubah uji tidak signifikan. Untuk lebih jelasnya hasil protein terlarut disajikan pada Gambar 8. Xilan 0,75%
Xilan 0,5%
0.7
0.7
0.6 Protein terlarut (%)
Protein terlarut (g/l)
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1
0
0 0
0.1
0.2
Ex.Kh 0.1
0.3 0.4 Pepton (%) Ex.Kh. 0.2
0.5
0.6
0
0.1
Ex.Kh 0.1
Ex.Kh. 0.3
A
0.2 Pepton 0.3 (%) Ex.Kh. 0.2
0.4
0.5
0.6
Ex.Kh. 0.3
B Xilan 1%
Protein terlarut (g/l)
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0 Ex.Kh 0.1
0.2 Pepton (%) 0.4 Ex.Kh. 0.2
0.6 Ex.Kh. 0.3
C Keterangan : Ex.Kh. : Extrak Khamir ; A; B; C berturut-turut pada konsentrasi xilan 0,5%, 0,75% dan 1%.
Gambar 8 Protein terlarut pada formulasi media xilan, pepton dan ekstrak khamir.
Pada Gambar 8, tampak bahwa ada interaksi antara konsentrasi ekstrak khamir dan pepton pada ketiga konsentrasi xilan. Pada substrat xilan 0,75% dan 1% interaksi kedua perlakuan sangat signifikan dan cenderung lebih tinggi dibanding hasil protein terlarut pada substrat xilan 0,5%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi xilan 0,5% belum optimal untuk media pertumbuhan bakteri. Pepton tidak berpengaruh terhadap pembentukan protein, sedangkan ekstrak khamir optimum pada 0,2% kemudian menurun dengan peningkatan konsentrasi ekstrak khamir. Hal tersebut diduga karena
49
penggunaan jumlah ekstrak khamir yang cukup tinggi akan menyebabkan timbul buih pada media kultivasi, sehingga menghambat pertumbuhan mikroba. Hasil protein tertinggi dalam penelitian ini dicapai pada konsentrasi xilan 0,75%, pepton 0,5% dan ekstrak khamir 0,2% yaitu senilai 0,596 g/l. Xilan 0,75%
Aktivitas xilanase (U/ml)
Aktivitas xilanase (U/ml)
Xilan 0,5 %
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0 Ex.Kh 0.1
0.2
0.4 Pepton (%) Ex.Kh. 0.2
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
0.6
0
Ex.Kh. 0.3
0.2
Ex.Kh 0.1
Pepton (%)
Ex.Kh. 0.2
Aktivitas xilanase (U/ml)
A
0.4
0.6 Ex.Kh. 0.3
B Xilan 1%
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
0.2
0.4
0.6
Pepton (%) Ex.Kh 0.1
Ex.Kh. 0.2
Ex.Kh. 0.3
C Keterangan : Ex.Kh. : Extrak Khamir; A; B; C berturut-turut pada konsentrasi xilan 0,5%, 0,75% dan 1%.
Gambar 9 Aktivitas xilanase pada formulasi media xilan, pepton dan ekstrak khamir.
Hasil analisis ragam aktivitas xilanase (U/ml) memperlihatkan bahwa pepton maupun ekstrak khamir dan interaksi tiga faktor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas xilanase (Tabel 7). Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 7b. Pada Gambar 9, terlihat bahwa pepton dan ekstrak khamir saling berpengaruh.
50
Xilan 0,5%
Xilan 0,75%
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Aktivitas spesifik (U/g protein)
Aktivitas spesifik (U/g protein)
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
0 Ex.Kh 0.1
0.2
0.4 Pepton (%)
Ex.Kh. 0.2
0
0.6 Ex.Kh. 0.3
0.2 0.4 Pepton (%)
Ex.Kh 0.1
A
Ex.Kh. 0.2
0.6 Ex.Kh. 0.3
B
protein)
Aktivbitas Spesifik (U/g
Xilan 1%
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 0 Ex.Kh 0.1
0.2
0.4 Pepton (%)
Ex.Kh. 0.2
0.6 Ex.Kh. 0.3
C Keterangan : Ex.Kh. : Extrak Khamir; A; B; C berturut-turut pada konsentrasi xilan 0,5%, 0,75% dan 1%.
Gambar 10 Aktivitas spesifik pada formulasi media xilan, pepton dan ekstrak khamir.
Data tertinggi dicapai pada konsentrasi pepton dan ekstrak khamir masing-masing 0,1%. Semakin tinggi pepton yang ditambahkan kebutuhan ekstrak khamir rendah. Penambahan ekstrak khamir 0,2% masih menghasilkan aktivitas xilanase yang tinggi. Demikian juga penambahan pepton minimum 0,1%. Konsentrasi xilan sangat berpengaruh terhadap aktivitas xilanase yang dihasilkan. Untuk konsentrasi xilan rendah (0,5%), aktivitas tertinggi dicapai pada pepton 0,1% dan ekstrak khamir 0,1% yaitu sebesar 186,37 U/ml. Pada konsentrasi xilan 0,75% aktivitas xilanase tertinggi dicapai pada pepton 0,5% dan ekstrak khamir 0,2% yaitu (121,42 U/ml) dan untuk xilan 1% tertinggi masih pada pepton 0,5% dan ekstrak khamir 0,2% yaitu 112,42%.
51
Pada analisis ragam aktivitas spesifik (Tabel 7), ternyata bahwa ekstrak khamir dan pepton berpengaruh sangat signifikan, sedangkan xilan tidak berpengaruh. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 7c. Interaksi ekstrak khamir dan pepton serta interaksi ketiga faktor memberikan pengaruh yang sangat signifikan. Interaksi xilan dan pepton berpengaruh nyata. Selanjutnya ada kecenderungan tanpa pepton dengan ekstrak khamir 0,3% meningkatkan aktivitas spesifik. Hal tersebut berlaku untuk semua kadar xilan (Gambar 10). Pada kadar xilan 1% dengan ekstrak khamir 0,3%, aktivitas spesifik tinggi berlaku untuk pepton 00,5%. Dari hasil penelitian ini data tertinggi dicapai pada media dengan kandungan ekstrak khamir 0,1%, pepton 0,1% dan xilan 0,5%. Berdasarkan hasil pengamatan protein terlarut, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik (Tabel 8), maka pemilih an optimasi media dilakukan dengan mempertimbang kan kebutuhan utama dari kultivasi ini. Kebutuhan utama kultivasi ini ialah untuk menghasilkan enzim. Oleh karena itu tuj uan utama ialah memilih proses optimum berdasarkan aktivitas xilanase atau aktivitas spesifik, sehingga dalam penelitian ini tidak diamati biomasanya.
Tabel 8 Formulasi media berdasarkan hasil pengamatan protein, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik Pengamatan
Hasil
Formula Media (%)
Maksimum
Xilan
Pepton
Ekstrak khamir
0,596 g/l
0,75
0,5
0,2
Aktivitas Xilanase
186,37 U/ml
0,5
0,1
0,1
Aktivitas Spesifik
436,45 U/mg protein
0,5
0,1
0,1
Protein
Dari hasil formulasi tahap I tersebut maka dip ilih formula berdasarkan data aktivitas spesifik xilanase dengan pertimbangan bahwa yang diharapkan dari kultivasi ini adalah produksi enzim xilanase dalam satuan proteinnya yang dinyatakan sebagai aktivitas spesifik. Pada pengamatan tersebut komposisi media optimum dicapai pada xilan 0,5%, pepton 0,1% dan ekstrak khamir 0,1%, dengan hasil aktivitas spesifik tertinggi ialah 436,45 U/mg protein. Hasil formula tersebut berdasarkan nilai ratio C/N,
52
maka nilai variabel- variabel optimum tersebut adalah konsentrasi karbon sebesar 59,808 g/l, konsentrasi nitrogen sebesar 6,829 g/l, K2HPO4 1 g/l dan MgSO4. 7 H2 O 0,2 g/l (perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 8). Kadar xilan optimum untuk pertumbuhan B. pumilus RXAIII-5 dari hasil penelitian ini lebih rendah dibanding hasil penelitian Yang et al. (1995) yaitu media terbaik dengan oat spelt xylan 1% dengan lama kultivasi 2 hari. Semakin tinggi kadar xilan akan memperpanjang lama kultivasi (4-5 hari). Ekstraksi Xilan Dari Tongkol Jagung Sebelum melakukan ekstraksi xilan maka bahan bakunya terlebih dahulu dianalisis yaitu meliputi kadar air, abu, dan serat. Kadar air tongkol jagung 6,43+ 0,61%, kadar abu 1,86+ 0,26% dan kadar serat 25,43+ 0,59%. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 9 A. Hasil pengamatan kadar abu tersebut lebih besar dibanding data yang disampaikan Koswara (1991) yaitu 1,33%. Namun kadar serat hasil penelitian ini lebih besar dibanding penelitian Maynard (1993) yaitu 35,5%. Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan varietas dan umur panen jagung. Rendemen dan Neraca Massa Penelitian ekstraksi xilan menghasilkan rendemen antara 7,64% sampai 12,94% (g xilan/g tongkol jagung). Hasil pengamatan dan perhitungan disajikan pada Lampiran 9 dan tampilan data disajikan pada Gambar 11. Rendemen terendah dihasilkan dengan menggunakan etanol pada perbandingan 1:1 (v/v) dengan proses delignifikasi menggunakan konsentrasi NaOCl 7,5%. Hal ini disebabkan konsentrasi NaOCl yang tinggi dapat membuat hemiselulosa yang ada pada bahan hilang atau larut dalam proses delignifikasi. Sedangkan pada konsentrasi yang rendah yaitu 0,5% hanya sebagian hemiselulosa yang larut.. Rendemen tertinggi diperoleh dari ekstraksi dengan menggunakan etanol pada perbandingan 1:3 (v/v) dengan proses delignifikasi menggunakan konsentrasi NaOCl 0,5%.
53
Rendemen xilan (%)
16
12
8
4 0
1
2 3 Etanol/supernatan(v/v)
NaOCl 0.5 NaOCl 5
NaOCl 1 NaOCl 7.5
4 NaOCl 2.5
Keterangan: Perlakuan Delignifikasi NaOCl 0,5; 1; 2,5; 5 dan 7,5% Perlakuan ekstraksi : Perbandingan Etanol : Supernatan = 1:1; 2:1; 3:1; 4:1. Rendemen = g xilan/g tongkol jagung
Gambar 11 Grafik hubungan antara konsentrasi NaOC l dan perbandingan etanol/ supernatan pada ekstraksi xilan dari tongkol jagung. Rendemen rata-rata yang dihasilkan sebesar 10,95% (Lampiran 9B.). Dari hasil analisis ragam yang dilakukan diketahui bahwa perlakuan konsentrasi NaOCl dan perbandingan supernatan dengan etanol berpengaruh sangat nyata.
Interaksi antara
masing-masing perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen xilan yang dihasilkan. Hasil uji Dunca n menunjukkan bahwa perbandingan etanol dengan supernatan yang tinggi menghasilkan rendemen xilan yang tinggi pula. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa perbandingan 3:1 (v/v) menghasilkan rendemen lebih besar dibandingkan dengan perbandingan 1:1 (v/v) dan 2:1 (v/v).
Semakin besar volume
pelarut yang digunakan maka rendemen xilan yang dihasilkan juga semakin besar sehingga hasilnya akan bertambah sampai pada titik jenuh pelarut. Bertambahnya jumlah pelarut berarti menambah pula kemampuan pelarut untuk mengekstraksi xilan secara sempurna. Apabila jumlah pelarut ditambah terus maka akan dicapai titik optimal yang dapat mengekstraksi semua xilan yang ada sehingga penambahan pelarut selanjutnya tidak perlu dilakukan lagi. Pada Gambar 11, terlihat titik optimal ekstraksi xilan pada perbandingan etanol : supernatan 3:1.
54
Berikut ini dijelaskan proses ekstraksi xilan mulai dari persiapan bahan sampai dihasilkan xilan. Neraca massa xilan dari tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Neraca masa ekstraksi xilan dari tongkol jagung Input Bahan
Proses Berat (g) 72
Penggilingan
Tepung TJ
50
Delignifikasi
NaOCl 0,5%
575
Endapan NaOH
Output Bahan
Tepung TJ
Berat (g) 50
Endapan
178,54
Larutan +lignin
446,46
178,54 Ekstraksi I 400
Supernatan
306,52
Endapan
272,02
Supernatan HCl 6N
306,52 Netralisasi 63,07
Supernatan
280,72
End. NaCl
88,87
Supernatan Etanol 95%
280,72 Ekstraksi II 661,2 Pengeringan
Xilan Xilan kering
6,69 5,98
Supernatan Air menguap
935,23 0,71
Tongkol jagung (TJ)
Bahan
Sisa
TJ kasar
Berat (g) 22
Kelarutan xilan Hasil kelarutan xilan (Tabel 10.), menunjukkan bahwa xilan larut sempurna dalam alkali (NaOH 1%), larut dalam air panas dan sedikit larut pada air dingin, dan tidak larut dalam asam (HCl 1N). Menurut Austin (1984), kelarutan suatu polimer termasuk karbohidrat, akan berkurang dengan semakin tinggi bobot molekulnya.
Tabel 10 Kelarutan xilan dalam beberapa pelarut Pelarut
Kelarutan
NaOH 1%
+++ (sangat larut
Air Panas
++ (larut)
Air Dingin
+ (sedikit larut)
HCl 1N
- (tidak larut)
55
Menurut Vandamme dan Derycke, 1983 xilan sedikit atau agak susah larut dalam air dingin tetapi mudah larut dalam air yang dipanaskan pada suhu 100o C. Hal tersebut juga terjadi pada hasil penelitian ini(Tabel 10), yaitu xilan hanya sedikit larut dalam air dingin. Berdasarkan hasil tersebut maka xilan tongkol jagung dapat dimanfaatkan untuk media cair dan bersifat alkali (untuk bakteri alkalofilik) karena bersifat larut dalam alk ali dan air panas.
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Xilan Setelah diperoleh ekstrak xilan maka dilakukan analisis xilan menggunakan Khromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Analisis ini digunakan untuk menentukan kualitas dan kemurnian xilan. Hasil analisis menunjukkan produk hasil ekstraksi adalah xilan dengan ditunjukkan oleh waktu retensi contoh yang tidak berbeda jauh dengan waktu retensi standar oat spelt xylan yaitu 2,592 menit dan 2,57 menit untuk tongkol jagung (Gambar 12). Adanya sedikit perbedaan waktu retens i tersebut perlu dilakukan uji kemurnian xilan dengan menambah standar xilan (oat spelt xylan dari Sigma) pada khromatogram xilan tongkol jagung, dan hasil kemurnian xilan sebesar 97,47% (Lampiran 9 D).
Gambar 12 Khromatogram hasil ekstrak xilan dari to ngkol jagung dan oat spelt xylan sebagai standar.
56
Tongkol jagung mempunyai satu puncak diagram yang sangat tinggi dan satu puncak kecil. Hal tersebut menunjukkan ekstrak xilan dari tongkol jagung dapat diduga hampir murni. Hasil penelitian ekstrak xilan ini, ternyata tongkol jagung potensial sebagai sumber xilan. Rendemen xilan rata-rata 10,95%, larut dalam NaOH 1% dan air panas serta mempunyai kemurnian xilan yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka ekstrak xilan dari tongkol jagung mempunyai prospek sebagai media pertumbuhan pada media cair, bersifat alkali serta untuk mikroba penghasil xilanase murni (celulase free ).
Formulasi Media Tahap II (bersubstrat xilan dari tongkol jagung) Formulasi tahap II dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah optimum untuk xilan yang diekstrak dari tongkol jagung, didukung oleh ratio C/N yang optimal. Kajian optimasi media kultivasi B. pumilus RXA III-5 tahap II dilakukan untuk menentukan kadar xilan dari tongkol jagung, dan konsentrasi pepton dan ekstrak khamir sebagai sumber N. Hasil pengamatan biomassa, protein terlarut, aktivitas xilanase, dan aktivitas spesifik serta analisis ragamnya disajikan pada Tabel 11, sedangkan keluaran analisis komputer disajikan pada lampiran 10. Bobot Biomassa Dari hasil ana lisis ternyata model regresi yang dikembangkan sesuai dan signifikan. Empat macam media yang dicoba berpengaruh terhadap bobot kering biomassa. Pengaruh linear maupun kuadratik juga sangat signifikan sedangkan pengaruh interaksi tidak signifikan. Dari ke empat macam komponen media yaitu polipepton, ekstrak khamir, xilan tongkol jagung dan K2HP04, ternyata hanya ada sedikit interaksi antara xilan dan ekstrak khamir. Koefisien regresi linier dari parameter xilan sangat signifikan. Pengaruh komponen polipepton dan khamir mempunyai tingkat kepercayaan berturut-turut 91,9% dan 91,8%. Sedangkan pengaruh K 2 HPO4 tidak signifikan. Aplikasi metodologi respon permukaan mempunyai hubungan empiris antar nilai bobot kering sel biomasa dan variabel uji dari unit kode melalui persamaan regresi.
57
Y = -1,37 +3,597X, +3,179X2 +2,093X3-1,532X4-4,805X1*X1 +5,966X2*X1 7,712X2*X2-0,846X3*X1-1,058X3*X2-0,197X3*X3+5,333X4*X1 +15,475X4*X2 -2,282X4*X3+12,15X4*X4 Dengan X1 = pepton, X2 = Ekstrak khamir, X3 = Xilan, X4 = K2 HPO4 Tabel 11
Analisis ragam protein terlarut, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik dari formulasi media tahap II
Sumber Keragaman Model Regresi Linier Kuadratik R2 (Koefisien regresi) Rerata Pepton (X1) Ekstrak khamir (X2) Xilan (X3) K2 HPO4 (X4) Interaksi (X1)(X2) Interaksi (X1)(X3) Interaksi (X1)(X4) Interaksi (X2)(X3) Interaksi (X2)(X4) Interaksi (X3)(X4) Interaksi (X1)(X2)(X3)(X4)
Biomassa ** ** ** 0,92 2,12 * * ** Ns Ns Ns Ns Ns Ns Ns ns
Protein terlarut ** ** ** 0,977 0,413 * * ** Ns Ns Ns Ns Ns Ns Ns ns
Aktivitas xilanase * Ns ** 0,68 24,608 Ns Ns * Ns Ns Ns Ns Ns Ns Ns ns
Aktivitas spesifik Ns Ns * 0,62 56,299 Ns Ns * Ns Ns Ns Ns Ns Ns Ns ns
Keterangan : * ; **; ns : berbeda nyata, sangat nyata, tidak berbeda nyata.
Biomassa tertinggi (2,8154 g/l) berdasarkan hasil analisis kanonik yaitu pada formula media polipepton = 0,32%, Ekstrak khamir = 0,25 %, Xilan = 3,17 % dan K 2HPO4 = 0,13%. Data dan perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 10 A. Tingginya nilai biomassa menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri yang tinggi pada media tersebut. Namun demikian hal tersebut tidak menjamin tingginya produk metabolisme sekundernya. Hal tersebut juga terjadi pada penelitian Fontes et al. (2000) pada pertumbuhan mikroba Cellvibrio mixtus penghasil xilanase yang menggunakan glukosa dan xilan sebagai sumber karbon. Ternyata kedua sumber karbon tersebut menghasilkan biomassa yang tinggi, pada media glukosa pertumbuhan sel lebih cepat (36 jam) dibanding media xilan (84 jam), tetapi dalam media glukosa tidak terdeteksi
58
aktivitas xilanasenya. Hal tersebut terjadi karena pada media xilan mikroba akan berupaya membentuk xilanase untuk menghidrolisis xilan menjadi xilose, kemudian digunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya. Sedangkan pada media glukosa hal tersebut tidak terjadi, mikroba langsung menggunakan glukosa sebagai sumber karbon. Protein terlarut Hampir sama dengan analisis bobot kering sel biomassa, model analisis yang dikembangkan, pengaruh linier maupun kuadratik sangat signifikan tetapi tidak ada interaksi. Tingkat kepercayaan mencapai 97,7%. Dari koefisien regresi data protein maka keempat komponen berpengaruh terhadap protein yang dihasilkan tetapi tidak ada interaksi. Aplikasi metodologi respon permukaan mempunyai hubungan empiris antara nilai protein terlarut dan variabel uji dari unit kode melalui persamaan regresi. Y = -0,07 +0,367X1 +0,578X2 +0,292X3 +0,389X4-0,339X1*X1 -0,104X2*X1 0,988X2*X2
-0,0079X3*X1
+0,0193X3*X2
-0,047X3*X3
-0,941X4*X1
-
0,837X4*X2 -0,031X4*X3 +0,0958X4*X4 Dengan X1 = pepton, X2 = Ekstrak khamir, X3 = Xilan, X4 = K2 HPO4 Protein terlarut tertinggi dicapai berdasarkan hasil analisis kanonik yaitu pada pepton = 0,16%; ekstrak khamir = 0,21%, xilan = 3,04% dan K2 HPO 4 = 0,022%, dengan nilai protein terlarut yang dihasilkan sebesar 0,5104 g/l. Data dan perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 10 B. Hasil protein menggambarkan kandungan enzimnya. Namun demikian tidak semua protein yang terdeteksi adalah enzim. Untuk melihat apakah kandungan protein tersebut adalah enzim yang diharapkan maka diamati aktivitas xilanasenya. Aktivitas xilanase Analisis ragam untuk data aktivitas xilanase ternyata model regresi yang dikembangkan cukup signifikan, dengan tingkat kepercayaan 68,75%, pengaruh kuadratik sangat signifikan, tetapi tidak ada pengaruh linier dan interaksi (Lampiran 10 C). Dari koefisien regresi data aktivitas xilanase maka hanya xilan yang berpengaruh terhadap hasil aktivitas xilanase dan tidak ada interaksi. Aplikasi metodologi respon permukaan mempunyai hubungan empiris antara nilai aktivitas xilanase dan variabel uji dari unit kode melalui persamaan regresi.
59
Y = -106,32 + 256,955X1 +65,192X2 +81,07X3 +869,85X4 -513,157X1*X1 +435,583X2*X1 -421,604X2*X2 -38,9666X3*X1 -61,762X3*X2 -12,761X3*X3 +184,00X4*X1 +209,75X4*X2 -22,60X4*X3 -4554,916X4*X4 Dengan X1 = polipepton, X2 = ekstrak khamir, X3 = Xilan, X4 = K 2HPO4 Hasil analisis kanonik maka aktivitas xilanase tertinggi dicapai pada formula media optimum yaitu polipepton = 0,125 g/l; ekstrak khamir = 0,05g/l; Xilan = 3,048 g/l dan K2 HPO4 = 0,089 g/l, dengan aktivitas xilanase 70,22 g/l. Berdasarkan nilai nisbah C/N, maka nilai asli variable-variabel optimum tersebut adalah konsentrasi karbon sebesar 80,311 g/l, konsentrasi nitrogen sebesar 2,5 g/l; K 2 HPO 4 sebesar 0,089 g/l, dan Mg SO4. 7H2O 0,2 g/l (Perhitungan C/N ratio selengkapnya disajikan pada Lampiran 8). Aktivitas spesifik Analisis ragam untuk data aktivitas spesifik, ternyata model regresi tidak signifikan karena tingkat kepercayaan hanya 62,19%.
Pengaruh kuadratik relatif
signifikan sedangkan linier tidak berpengaruh dan tidak ada interaksi. Aktivitas spesifik maksimum dicapai pada 263,007 U/mg protein, dengan formulasi media 3,048% xilan, 0,125% pepton; 0,059% ekstrak khamir dan 0,089% K 2 HPO 4 .
Tabel 12 Formulasi media berdasarkan hasil pengamatan protein, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik Pengamatan
Hasil maksimum
Formulasi Media (%) Xilan
Pepton
Ekstrak
K2 HPO4
khamir Biomasa
2,82 g/l
3,17
0,32
0,25
0,13
Protein
0,51 g/l
3,04
0,16
0,21
0,02
Aktivitas Xilanase
70,22 U/ml
3,048
0,125
0,059
0,089
Aktivitas Spesifik
263,007 U/mg
3,013
0,164
0,172
0,141
protein
Dari hasil formulasi media tahap II tersebut maka dipilih formula media berdasarkan data aktivitas spesifik yaitu pada pepton 0,164%, Ekstrak khamir 0,172%, Xilan 3,013% dan K 2 HPO4 0,141%. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa,
60
dari kultivasi ini yang diharapkan adalah prod uksi enzim xilanase yang dinyatakan sebagai aktivitas xilanase per mg proteinnya. Formulasi media bersubstrat oat spelt xylan dan xilan tongkol jagung sebagai sumber karbon, menghasilkan aktivitas spesifik yang jauh berbeda yaitu masing-masing 436,45 dan 263,007 U/mg protein. Hal tersebut diduga karena bakteri tersebut dari awal (isolasi) sudah dikondisikan dengan media oat spelt xylan sehingga dengan media xilan tongkol jagung belum beradaptasi. Kemungkinan yang lain disebabkan sumber karbon yang berbeda. Hal tersebut selaras dengan hasil penelitian Yang et al. (1995) bahwa aktivitas spesifik xilanase dipengaruhi oleh sumber karbon. Sumber karbon dari bekatul gandum mempunyai aktivitas spesifik xilanase lebih tinggi dibanding media tepung batang jagung. Demikian juga menurut Winterhalter dan Liebl (1995), xilan yang berasal dari oat spelt dari Sigma untuk pertumbuhan bakteri menghasilkan aktivitas tertinggi, kemudian berturut-turut oat spelt xylan
(Roth), methyl glucoronoxylan (Sigma),
larchwood xylan dan birchwood xylan (Sigma). Sumber karbon disamping berpengaruh terhadap aktivitas xilanase juga berpengaruh terhadap aktivitas gen penghasil xilanasenya. Penelitian dari Prabhu et al. (1999) dari Melanocarpus albomyces menggunakan media ampas tebu, xilosa dan glukosa. Untuk xilosa dan glukosa tidak ada aktivitas xilanasenya sedangkan dengan ampas tebu menghasilkan aktivitas xilanase. Demikian juga hasil penelitian Tonukari et al. (2002) bahwa jenis sumber karbon pada media dipengaruhi oleh jenis gen mikrobianya. Tonukari telah mencoba menggunakan media pertumbuhan yang mengandung gluko sa, sukrosa, xilosa, xilan, pektin, dan selulosa pada Cochliobolus carbanum yang menghasilkan endo-1,4-ß-xilanase. Hasil penelitian tersebut C. carbanum yang mengandung gen xyl1 dan gen xyl 2 dapat tumbuh pada media xilan dan juga selulosa, sedangkan C. carbanum yang mengandung gen xyl3 dan xyl4 tumbuh pada xilosa juga xilan, dan C. carbanum yang mengandung gen xyp dapat tumbuh pada media xilosa, xilan, pektin, dan selulosa. Tetapi tak satupun C. carbanum yang mengandung gen-gen tersebut dapat tumbuh pada media glukosa dan sukrosa.
61
Optimasi kondisi proses kultivasi bakteri Bacillus pumilus RXA III-5. A. Optimasi Kondisi Proses skala 50 ml Kultivasi bakteri membutuhkan suatu kondisi lingkungan yang mendukung supaya proses dapat berlangsung dengan baik. Faktor lingkungan fisik (suhu, kecepatan pengadukan) dan kimia (pH) perlu diatur selama proses kultivasi berlangsung.
Tabel 13 Analisis ragam protein terlarut, aktivitas xilanase, aktivitas spesifik dari hasil optimasi kondisi proses kultivasi B. pumilus RXA III-5 pada skala 50 ml Sumber Keragaman
Protein
Aktivitas Xilanase
Aktivitas Spesifik
Model Regresi
Ns
**
**
Linier
Ns
**
**
Kuadratik
Ns
**
**
R2 (Koefisien regresi)
0,778
0,96
0,97
Rerata
0,433
105,92
245,90
X1 = Suhu
Ns
Ns
Ns
X2 = pH
Ns
**
**
X3 = rpm
Ns
Ns
*
(X1)(X2)
Ns
Ns
Ns
(X1)(X3)
Ns
Ns
Ns
(X2)(X3)
Ns
*
*
(X1)(X2)(X3)
Ns
Ns
Ns
Keterangan : * ; **; Ns : berbeda nyata, sangat nyata, tidak berbeda nyata.
Kisaran suhu sangat mempengaruhi sifat fisik membran sel.
Permeabilitas
membran sel tergantung pada jenis dan jumlah lipida yang dikandungnya. Peningkatan 5-10oC diatas suhu optimum dapat menyebabkan proses lisis dan kematian sel mikroba (Lay, 1994). Demikian juga beberapa mikroba selama kultivasi menghasilkan asam sehingga pH media turun menjadi 3,5.
Namun saat metabolisme protein dan asam amino
berlangsung, ion amonium akan dilepas sehingga pH media menjadi basa. Bakteri
62
biasanya mempunyai kisaran pH optimum 6,5-7,5, meskipun dapat tumbuh di kisaran pH 3-10 (Lay dan Hastowo, 1992). Protein Terlarut Penelitian optimasi kondisi proses kultivasi bakteri yaitu pengaruh suhu, pH dan kecepatan goyangan (shaker) dilakukan dengan analisis ragam respon permukaan model kuadratik. Hasil pengamatan dan analisis ragam pengamatan protein, aktivitas xilanase dan aktivitas spesifik disajikan pada Tabel 13 dan Lampiran 11. Hasil analisis protein terlarut menunjukkan bahwa model yang dikembangkan tidak signifikan. Hal ini nampak dari nilai uji F-Fisher (F model = 1,95 dan tingginya nilai probabilitasnya P model = 0,2383; P model > 0,05). Dengan demikian mengindikasikan bahwa perbedaan per lakuan suhu, pH dan kecepatan pengadukan (rpm) tidak berpengaruh terhadap protein terlarut.
Protein
Protein terlarut Protein
Protein0.446 terlarut
0.466
0.406
0.430
0.367
0.394
55.00
55.00
48.33
48.33 0.358 11.00
41.67
Temperatur (C)
0.328 140.00
pH
8.33
7.00 35.00
Suhu
113.33
Agitasi (rpm)
A
pH
41.67
126.67
9.67
100.00
35.00
Temperatur (C)
Suhu
B Agitasi
Protein
Protein terlarut
0.435
0.371
0.307 11.00 9.67 0.244 140.00
8.33 126.67 Agitasi (rpm)
113.33 100.00
pH
pH
7.00
C Agitasi A: Interaksi suhu& pH terhadap Protein Terlarut; B: Interaksi suhu & Agitasi terhadap Protein Terlarut; C: Interaksi pH dan Agitasi terhadap Protein Terlarut
Gambar 13 Interaksi antar perlakuan terhadap protein terlarut pada optimasi kondisi proses.
63
Aktivitas xilanase Hasil analisis ragam untuk pengamatan aktivitas xilanase menunjukkan bahwa model yang dikembangkan sesuai dan sangat signifikan (F model 14,07 dan P model > F = 0,0048. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan (suhu, pH, kecepatan pengadukan) sangat berpengaruh terhadap aktivitas xilanasenya. Pembedaan lebih lanjut menunjukkan bahwa pengaruh liniernya relatif lebih signifikan dibanding pengaruh kuadratik, sedangkan pengaruh interaksi sangat kecil, dan hanya ada interaksi antara X2 (pH) dan X3 (kecepatan pengadukan). Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,962. Hasil analisis ini menunjukkan adanya kesesuaian model, yaitu hanya 4% dari total keragaman tidak terjelaskan oleh model. Dari ketiga perlakuan yaitu suhu, pH dan kecepatan pengadukan, ternyata hanya koefisien regresi linier parameter pH yang sangat signifikan, sedangkan kecepatan pengadukan tingkat kepercayaan 93,5%, mendekati signifikan, dan suhu tidak signifikan. Sementara itu ada interaksi antara pH dan kecepatan pengadukan (rpm). Aplikasi metodologi respon permukaan memberikan hubungan empiris antara nilai- nilai aktivitas xilanase dan variabel uji dan unit kode melalui persamaan regresi. Y = 1010, 958 - 22,639X1 – 365,38 X2 + 22, 128 X3 + 0,178X1 * X1 + 0,872 X2 * X1 + 21,735. X2 * X2 – 0,0108 X3 * X1 – 0,872 X3 * X2 – 0,0536 X3 * X3 Dengan X1 = Suhu; X2 = pH; dan X3 = kecepatan pengadukan (rpm) Tanggapan hasil aktivitas xilanase pada kondisi proses yang berpola kuadratik ini, ternyata maksimum aktivitas xilanase yang dapat diperoleh adalah 297,132 U/ml yaitu pada kondisi suhu 35oC, pH = 7 dan kecepatan pengadukan = 140 rpm. (Gambar 14). Nilai aktivitas minimum yaitu pada suhu= 42,75o C, pH= 9,97 dan kecepatan pengadukan= 120,896 rpm dengan hasil aktivitas xilanase 42,71 U/ml.
Hal ini
mengindikasikan bahwa bakteri masih dapat hidup dalam kondisi tersebut dengan hasil akhir xilanase terendah Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata isolat bakteri yang dari awal dikondisikan pada pH tinggi belum tentu kondisi optimalnya pada pH tinggi. Hal ini karena pada dasarnya bakteri tumbuh baik pada kondisi yang sesuai dengan habitatnya atau pada pH sekitar 7. Menurut Crueger and Crueger (1984) bakteri mempunyai kisaran
64
nilai pH optimum 6,5-7,5. Ada kalanya internal dan eksternal sel mempunyai pH yang berlainan, pH di dalam sel <8, meski pH luar mencapai 8-11. Demikian juga bakteri B. pumilus RXA III-5 ini walaupun kondisi optimum pada pH 7, bakteri akan mampu tumbuh pada pH tinggi sampai pada pH 9,97. Dengan demikian diharapkan produksi enzim xilanasenya bisa tahan pada pH >7. Fenomena yang sama terjadi pada penelitian Yang et al. (1995) dimana Bacillus sp mampu tumbuh pada pH 11,5 dengan menghasilkan aktivitas xilanase 49 U/ml, tetapi maksimal aktivitas xilanase dicapai pada pH 6-7. Aktv xilanase
Aktv xilanase
Aktivitas Enzim
Aktivitas Enzim
266
69.54
191
52.77
117
35.99
55.00
55.00
48.33 43 11.00
41.67 9.67 pH
pH
8.33 7.00
48.33
Temperatur (C)
19.22 140.00 113.33
Agitasi (rpm)
A
H
41.67 126.67
Suhu
35.00
Agitasi
100.00
35.00
Temperatur (C)
Suhu
B
A ktivitas Enzim
Aktv xilanase 265
182
99 11.00 9.67 16 140.00
8.33 126.67
Agitasi
Agitasi (rpm)
pH (C)
pH
113.33 100.00
7.00
C A: Interaksi Suhu& Ph terhadap Aktivitas Enzim;B: Interaksi Suhu& Agitasi terhadap Aktivitas Enzim; C: Interaksi Ph dan Agitasi terhadap Aktivitas Enzim
Gambar 14 Interaksi antar perlakuan terhadap aktivitas xilanase pada optimasi kondisi proses Aktivitas Spesifik Hasil analisis ragam untuk pengamatan aktivitas spesifik sama dengan aktivitas xilanasenya yaitu model dugaan yang dikembangkan sesuai, pengaruh linier maupun kuadratik sangat signifikan sedangkan pengaruh interaksi sangat kecil yaitu antara perlakuan pH dan agitasi.
65
Aplikasi metodologi respon permukaan memberikan hubungan empiris antara nilai aktivitas spesifik dan variable uji serta unit kode melalui persamaan regresi. Y = 2217,857 – 37,77 X1-846,99X2+48,03 X3 +0,399 X1*X1+0,74 X2*X1+ 52,61 X2*X2 -0,05 X3*X1 – 1,84 X3*X2 -0 12 X3*X3 Dengan : X1: Suhu; X2 : pH; X3 : kecepatan pengadukan (rpm) Tanggapan hasil aktivitas xilanase pada kondisi proses kuadratik ini ternyata aktivitas spesifik maksimum adalah 655,321 U/mg protein yaitu pada kondisi suhu 35oC, pH = 7 dan kecepatan pengadukan 140 rpm (Gambar 15).
Aktv spesf
Aktivitas Spesifik
Aktv spesf
Aktivit as Spesifik
589
141.42
426
110.81
263 55.00
80.20 55.00
48.33 101 11.00
41.67 9.67 pH
pH
8.33
48.33
Temperatur (C)
Suhu
49.59 140.00
41.67 126.67 113.33
Agitasi (rpm)
7.00 35.00
100.00
Agitasi
A
Temperatur (C)
Suhu
35.00
B
Aktv spesf Aktivitas Spesifik
585
405
224 11.00 9.67 43 140.00
8.33
pH
pH
126.67 Agitasi (rpm) Agitasi
113.33 100.00
7.00
C A: Interaksi Suhu & Ph terhadap Aktivitas Spesifik; B: Interaksi Suhu & Agitasi terhadap Aktivitas spesifik; C: Interaksi Ph dan Agitasi terhadap Aktivitas Spesifik
Gambar 15 Interaksi antar perlakuan terhadap aktivitas spesifik pada optimasi kondisi proses. Hasil
pengamatan aktivitas spesifik tersebut (655,321 U/mg protein) sangat
tinggi dibanding hasil pengamatan pada tahap formulasi media menggunakan xilan tongkol jagung (263,007 U/mg protein) dan oat spelt xylan (436,45 U/mg protein). Hal
66
tersebut kemungkinan karena bakteri sudah beradaptasi dengan media xilan tongkol jagung. Disamping itu hal tersebut mengindikasikan bahwa bakteri mempunyai kondisi optimum yang berbeda pada media xilan tongkol jagung atau pada oat spelt xylan. Dengan demikian berdasarkan hasil aktivitas spesifik yang tinggi tersebut maka media dengan xilan tongkol jagung layak digunakan. Berdasarkan pengamatan protein terlarut, aktivitas xilananse dan aktivitas spesifik maka hasil optimasi skala laboratorium (50 ml) dipilih berdasarkan aktivitas spesifik tertinggi yaitu pada suhu 35 o C, pH 7 dan 140 rpm. Selanjutnya kondisi suhu dan pH tersebut digunakan sebagai dasar untuk optimasi pada bioreaktor.
B. Optimasi Agitasi, Aerasi Kultivasi Bacillus Pumilus RXA III-5 Pada Bioreaktor Optimasi agitasi dan aerasi pada bioreaktor dilakukan pada kondisi optimum (pH dan suhu) hasil optimasi pada erlemeyer 50 ml. Penelitian dilaksanakan untuk mendapatkan kondisi optimum laju aerasi (0,5 dan 1 vvm) dan kecepatan agitasi (200, 150, dan 100 rpm) untuk kultivasi Bacillus pumilus RXA III-5 pada bioreaktor 2 liter. Pengamatan meliputi bobot sel kering, protein dan aktivitas xilanase. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 12 A. Bobot sel kering Peningkatan
kecepatan agitasi diikuti oleh peningkatan biomasa. Pola
pertumbuhan sel disajikan pada Gambar 16. Fase adaptasi berakhir pada jam ke-6 untuk semua perlakuan. Demikian pula untuk fase eksponensial polanya hampir sama yaitu pada jam ke-30. Pertumbuhan biomasa terbaik didapat pada kecepatan agitasi 200 rpm dan laju aerasi 1 vvm yaitu 2,802g/l. Kemudian diikuti perlakuan agitasi 150 rpm pada laju aerasi 0,5 vvm yaitu 2,523g/l. Bobot sel pada laju aerasi 1 vvm sedikit lebih banyak dibanding dengan laju aerasi 0,5 vvm. Hasil tersebut sesuai dengan teori bahwa laju konsumsi oksigen oleh mikroba aerobik cukup tinggi, oksigen yang tidak mencukupi akan mengakib atkan berkurangnya sel yang dihasilkan.
67
Biomasa pada 0,5 vvm
3
Bobot Sel Kering (g/l)
2.5 Bobot sel kering (g/l)
Biomasa Pada 1 vvm
3
2 1.5 1 0.5
2.5 2 1.5 1 0.5 0
0 0
10
20 30 Waktu (jam)
200rpm
150rpm
40
50
0
100rpm
10
200rpm
A
20
30 Waktu (jam)
150 rpm
40
50
100rpm
B
Keterangan: A: Perlakuan aerasi 0,5 vvm; B: Perlakuan aerasi 1,0 vvm
Gambar 16
Kurva bobot sel kering pada laju aerasi 0,5 dan 1 vvm dan berbagai kecepatan agitasi.
Protein Terlarut Parameter penentuan produksi enzim dilakukan dengan mengukur kadar protein total. Kecenderungan peningkatan kadar protein terlarut total menunjukkan pola yang sama dengan kurva bobot sel kering dan aktivits xilanasenya. Kadar protein terlarut mulai meningk at pada fase eksponensial (Gambar 17). Enzim dip roduksi dengan jumlah yang besar pada fase ini. Fenomena ini memperlihatkan bahwa xilanase diduga merupaka n produk metabolit primer yang bera sosiasi dengan pertumbuhan sel. Hal ini terlihat karena produk metabolit diantaranya xilanase digunakan untuk kelangsungan hid up sel dalam mendegradasi xilan sebagai substrat. Kadar protein terlarut tertinggi dicapai pada 150 rpm dengan laju aerasi 0,5 vvm maupun 1 vvm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan agitasi maka semakin tinggi protein terlarut dan enzim yang dihasilkan. Kenyataan ini disebabkan karena dispersi oksigen meningkat karena gelembung udara terpecah semakin kecil. Homogenitas cairan semakin baik artinya komponen-komponen media seperti substrat dan garam mineral dapat terdispersi lebih merata dalam media. Menurut Sikyta (1983), dengan agitasi maka oksigen, pH, nutrien dan faktor-faktor lain yang terdapat dalam lingkungan dapat tersebar lebih merata dalam bejana, sehingga sel akan lebih cepat mengkonsumsi oksigen dan berbagai komponen yang diperlukan untuk mikroba.
68
Protein pada 1 vvm 0.6
0.5
0.5
0.4
0.4 Protein (g/l)
Protein (g/l)
Protein pada 0,5 vvm 0.6
0.3
0.3
0.2
0.2
0.1
0.1 0
0 0
10
20 30 Waktu (jam)
200 rpm
40
150 rpm
0
50
100 rpm
10 200 rpm
20
30 Waktu (jam)
40
150 rpm
A Keterangan: A: Perlakuan aerasi 0,5 vvm; B: Perlakuan aerasi 1,0 vvm
50
100 rpm
B
Gambar 17 Kurva protein terlarut pada laju aerasi 0,5 dan 1 vvm dari berbagai kecepatan agitasi. Aktivitas Xilanase Aktivitas xilanase yang dihasilkan menunjukkan pola yang hampir sama dengan bobot sel kering yaitu sampai jam ke-10 belum ada peningkatan berarti. Fase tersebut disebut
fase
adaptasi,
yaitu
mikroba
mulai
beradaptasi
dengan
lingkungan
pertumbuhannya. Perolehan aktivitas xilanase optimum untuk semua perlakuan dicapai
60
100
50
90 80
Aktivitas xilanase (U/ml)
aktivitas xilanase (unit/ml)
antara jam ke-24 sampai jam ke-30, dan selanjutnya mengalami penurunan(Gambar 18).
40 30 20 10 0 0
10
Akt.(rpm200)
20
30
waktu (jam)
Akt(rpm150)
40
50
Akt(rpm100)
70 60 50 40 30 20 10 0 0
10
Akt.(rpm200)
20 30 Waktu (jam) Akt.(150rpm)
40
50
Akt.(100rpm)
A B Keterangan: A: Perlakuan aerasi 0,5 vvm; B: Perlakuan aerasi 1,0 vvm
Gambar 18 Kurva Hubungan aktivitas xilanase pada laju aerasi 0,5 dan 1 vvm dari berbagai kecepatan agitasi.
69
Kecepatan agitasi 200 rpm dengan laju aerasi 0,5 dan 1 vvm menghasilkan enzim dengan aktivitas yang tinggi dibanding lainnya. Aktivitas xilanase tertinggi dicapai pada 200 rpm, 1 vvm pada jam ke-24 dengan nilai aktivitas xilanase 92,52 U/ml. Hasil aktivitas xilanase terendah pada perlakuan 100 rpm, 0,5 vvm. Data rendah dan tidak konstan, hal ini diduga dengan agitasi yang rendah menyebabkan aerasi tidak memadai, asupan oksigen ke sel kurang, sehingga metabolisme sel tidak maksimal dan hasil sekresinya juga terhambat.
C. Kinetika Kultivasi Bacillus pumilus RXAIII-5 Sebagai dasar untuk penggandaan skala produksi xilanase, perlu dipelajari model kinetika kultivasi. Model kinetika kultivasi diperoleh melalui nilai- nilai parameter kinetika yang dimasukkan ke dalam persamaan Monod. Hasil perhitungan tersebut kemudian divalidasi kesesuaiannya. Kinetika kultivasi dikaji berdasarkan empat hal utama, yaitu laju pertumbuhan spesifik, laju pembentukan biomassa (Dx/dt), laju penggunaan substrat (Ds/dt) dan laju pembentukan produk (Dp/dt). Produk dalam penelitian berdasar aktivitas xilanasenya. Hasil yang didapatkan sangat bermanfaat untuk tujuan optimasi, penentuan strategi penambahan substrat yang optimal dan kajian model dalam industri fermentasi (Scragg, 1991). Laju pertumbuhan spesifik(µ) besarnya tidak konstan tergantung kondisi lingkungan fisik dan kimia. Nilai maksimum dicapai pada saat fase eksponensial. Nilai (µ) merupakan kemiringan garis lurus hubungan antara waktu (jam) dengan ln bobot sel kering. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 12 B. Laju pertumbuhan spesifik dari ke 6 perlakuan berkisar antara 0,067-0,082 /jam (Tabel 14). Tertinggi diperoleh pada perlakuan 150 rpm dan laju aerasi 0,5 vvm dan terendah pada laju aerasi 0,5 vvm dan agitasi 100 rpm. Agitasi yang rendah menghasilkan laju pertumbuhan spesifik yang rendah pula. Hal tersebut dapat dilihat yaitu pada kecepatan agitasi yang sama (100 rpm) ternyata untuk laju aerasi 0,5 vvm laju pertumbuhan spesifik 0,067/jam sedangkan untuk laju aerasi 1 vvm adalah 0,072/jam. Pertumbuhan mikroba dan pembentukan produk berhubungan erat dengan penggunaan substrat. Fenomena ini tampak pada keseimbangan pada pertumbuhan, penggunaan substrat dan pembentukan produk. Efisiensi dari ketiga parameter
70
keseimbangan ini dinyatakan melalui rendemen yaitu YP/S
menyatakan efisiensi
penggunaan substrat untuk membentuk produk, YX/S menyatakan efisiensi penggunaan substrat untuk produksi sel dan YP/X menyatakan efisiensi pembentukan produk oleh biomassa. Nilai ketiga parameter tersebut dihitung berdasarkan persamaan Monod (1949). Cara penentuan disajikan pada Gambar 19, kemudian terhadap semua hasil pengamatan dari
perlakuan agitasi dan aerasi dilakukan hal yang sama. Data
selengkapnya disajikan pada Lampiran 12 C. Hasil perhitungan ketiga parameter tersebut disajikan pada Tabel 14. 2.5
100 y = 44.64x - 9.6638
80
1.5
20
1
40 20
0.5
0
0
0
-0.5 0
1
2
0
0.5
1
1.5
2
3
X-X0
-20
0
0.5
1
S-S0
2
S-S0 X-
A
1.5
-40
-1
-20
y = 55.033x - 31.483 2 R = 0.6359
60 P-P0
X-X0
40
80
y = 1.23x - 0.5086 R2 = 0.7622
R2 = 0.8305
60 P-P0
100
2
B
Gambar 19 Kurva linier penentuan nilai Yp/s (A), Yx/s (B), bakteri Bacillus pumilus RXAIII-5.
C
P
Da n Yp/x (C) kultivasi
Efisiensi substrat untuk pembentukan sel atau biomasa tertinggi dicapai pada kultivasi bakteri dengan perlakuan aerasi 1 vvm, agitasi 200 rpm (Yx/s = 1,178 g/g substrat). Dari Tabel 14. ternyata peningkatan efisien substrat untuk sel/biomasa juga akan meningkatkan efisiensi substrat untuk produk dan efisiensi sel biomasa untuk produk. Hal tersebut menunjukkan bahwa produk sangat dipengaruhi oleh sel biomasa yang terbentuk, sedangkan sel biomasa sangat dipengaruhi oleh efisiensi substratnya, yang dalam penelitian ini ternyata pada aerasi 1 vvm dan agitasi 200 rpm. Fenomena ini menunjuk kan peningkatan laju aerasi dan kecepatan agitasi akan meningkatkan pula ketersediaan oksigen dan kelarutan yang lebih merata. Fase lag dapat diperpendek pada laju aerasi yang lebih besar. Menurut Sikyta (1983) laju konsumsi oksigen oleh mikroba selama proses kultivasi berkaitan dengan aerasi dan pencampuran. Oksigen yang tidak mencukupi menyebabkan berkurangnya produk yang dihasilkan mikroba seperti asam organik,
71
enzim, atau antibiotik. Sebagai contoh dalam penelitian ini untuk agitasi sama yaitu 200 rpm maka pada aerasi 0,5 vvm Yx/s =1,057 g/g substrat, Yp/s = 26,295 U/g substrat, dan Yp/x 25,272 U/g biomasa, sedangkan untuk aerasi 1 vvm perolehan tersebut meningkat yaitu Yx/s = 1,178 g/g substrat, Yp/s = 50,744 U/g substrat, dan Yp/x 43,906 U/g biomasa.
Tabel 14 Penentuan Yp/s, Yp/x dan Yx/s kultivasi Bacillus pumilus RXAIII-5 pada beberapa ant aerasi dan agitasi Aerasi
Agitasi
Laju Pertum-
Yx/s
Yp/s
Yp/x
(vvm)
(rpm)
buhan Spesifik
(g/g substrat)
(U/g substrat)
( U/g biomasa)
26,295 + 2,643
25,272 + 2,370
-1
(µ dalam jam ) 0,5
200
0,078+ 0,003
1,057 + 0,123
0,5
150
0,082 + 0,013
0,757 + 0,055
Maaf……..............................………… Hal 72 sampai dengan 92 pada lembar aslinya memang tidak ada
93 DAFTAR PUSTAKA
Amann, R.I., W. Ludwig and K.H. Schleifer. 1995. Identification of uncultured bacteria. A challenging task for molecular taxonomists. ASM News. 60:360-365. AOAC. 1984. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist Vol. IIA. AOAC Int., Washington. Araki, T., S. Tani, K. Maeda, S. Hashikawa, H. Nakagawa, and T. Morishita. 1999. Purification and Characterization 0f ß-1,3-xylanase from a marine bacterium, Vibrio sp XY-214. Biosci. Biotechnol. Biochem. 63(11): 2017-2019. Austin H.Y. 1984. Di dalam Morison (Ed) Starch Chemistry and Technology (2nd Edition). Academic Press Inc. London. Badan Pengendali (BP) Bimas. 1999. Intensifikasi Jagung di Indonesia: peluang dan tantangan. Makalah pada Semiloka Nasional Jagung, Maros, Ujung Pandang. 1112 November 1999. Bailey M.J., P. Biely and K. Poutanen. 1992. Interlaboratory testing of methods for assay of xylanase activity. J. Biotechnol 23: 257-270. Ball, A.S. and A.J. McCarthy,.
1989. Production and properties of xylanases from
actinomycetes. J. Appl. Bacteriol. 66:439-444. Bedford, M.R. and H.L. Classen. 1992. The influence of diatery xylanase on intestinal viscosity and molecular weight distribution of carbohydrates in rye- fed broiler chick. In Visser et al.(Eds) Xylan and Xylanases. Elsevier. Amsterdam . pp 361370. Beg, Q.K., M. Kapoor, L.Mahajan, and G.S. Hoondal. 2000. Microbial xylanases and their industrial applications ; a review. J. Appl. Micribiol. Biotechnol. 56: 326338. Blanco, A., T. Vidal, J. F. Colom, and R. I. J. Pastor. 1995. Purification and properties of xylanase A from alkali- tolerant Bacillus sp. strain BP-23. Appl. Environ. Microbiol. 61:3705-3710. Blevin, W.T. and N.D. Davis. 1979. Methods for Laboratory for Mentation. In H.J. Peppler and D.Perlman (Eds). Microbial Technology, Microbial Proces. Academic Press, New York. Vol1: 77-102
94 Boing J.T.P. 1982. Enzyme Production. Avi Publishing Company, Inc. West Port. pp. 135-196 Bourbonnais, R., M.G. Paice, B. Freiermuth, E. Bodie and S. Bornema n. 1997. Reactives of various mediators and laccases with kraft pulp and lignin model compounds. Apll. Environ. Microbiol. 63 : 4632. Bradford, M.M. 1976. A rapid and sensitive methods for quantitative proteins utilizing the principles of protein dye bin ding. Anal. Biochem. 72:248-354. Buchanan, R.E. and Gibbons. 1984. Bergey’s Manual for Determinative Bacteriology. William and Willins. Baltimore. Cho. Goo, S., J.H. Suh. and Y.I Choi,. 1996.
Overproduction, purification, and
characterization of Bacillus stearothmophilus Endo-xylanase A (xynA). J. Microbiology and Biotecnology. 6 : 79 - 85. Clark,T.A., A.G. McDonald ., D.J. Senior, and P.R. Mayers.
1990.
Mannase and
xylanase treatment of softwood chemical pulps. effect on pulp properties and bleachabilit y In Biotechnology in Pulp and Paper Manufacture Kirk and Chang (Eds). Butterworth-Heinenmann. Boston.MA.. pp. 153-167. Clarke,J.H., K.Davidson, J.E.Rixon, J.R.Halstead, M.P.Fransen, H.J.Gilbert, G.P. Hazlewood. 2000. A Comparison of enzyme added bleaching of softwood pulp using a combination of xylanase, mannanase and α-galactosidase. Appl. Microbiol. Biotechnol. 53:661-667. Crueger, W.M. and A. Crueger. 1984. Biotechnology a Textbook of Industrial Microbiology. Scien. Tech. Inc., Madison. Dekker, R.F.H. 1983. Bioconversion of hemicellulose: Aspect of hemicellulose production by Trichoderma reesei QM 9414 and enzymic saccharification of hemicellulose. Biotechnol Bioeng. 25 1127 – 1146 Dey, D., J. Hinge, A. Shendye, and M. Rao.
1992.
Purification and properties of
extracellular endoxylanases from alkalophilic thermosphilic Bacillus sp. Can. J. Microbiol. 38:436-442. Dhillon. A. and S. Khanna. 2000. Production of a themostable alkali-tolerant xylanase from B.circulans AB.16 grown on wheat straw. Biotechnol. 27(3):325-327.
World. J. Microbiol. &
95 Doran, P.M. 1995. Bioproses Engineering Principles. Academic Press Limited. London. Dung, N.V., S. Vetayasuporn, Y.Kamio, N.Abe, J.Kaneko and K.Izaki. 1993. Purification and properties of β-1,4 xylanase 2 and 3 from Aeromonas caviae W-61. Biosci. Biotech. Biochem. 57(10): 1708-1712. Eisenthal and Danson . 1991. Food Enzymology. Academic Press Limited. London. Esterban R., Villanueva JR., Villa TG. 1982. ß-D- xylanases of Bacillus circulans WL-12 Can. J.Microbiol. 28:733-739. Fontes. C.M; H.J. Gilbert, G.P. Hazlewod, J.H.Clarke, J.A.M. Prates, KA. Mc Kie, T. Nigy, TH Fernandes , L.M.A. Ferriera. 2000. A Novel Cellvibrio mixtus family 10 xylanase that is both intracellular and expressed under non- inducing conditions. J.Microbiol. 145: 1959-1967. Fox, J. L. 1994. Biodiversity Promises Great Prospecting. Bio. Technology. 13 : 544 – 545. Frobisher (1962). Fundamentals of Microbiology. W.B. Saunders Company London. Garg, A. P., A. J. MeCarthy, and J. C. Robert. 1996. Biobleaching effect of Streptomyces themoviolaceus xylanase preparations on birchwood kraft pulp. Enzyme Microb. Technol. 18:261-267. Garg, A. P., J. C. Robert and A. J. MeCarthy. 1998. Bleach boosting effect of cellulasefree xylanase of Streptomyces themoviolaceus and its comparison with two commercial enzyme preparations on birchwood kraft pulp. Enzyme Microb. Technol. 22:594-598. George S.P., A. Ahmad and M.B. Rao. 2001. Involvement of a lysine residue in the active site of thermostable xylanase from Thermomonospora sp. Biochem Biophys. Res. Commun. Vol 282:48-54. Gessesse A. 1998. Purification and properties of two thermostable alkaline xylanases from an alkaliphilic Bacillus sp. App. Environ. Microbiol. Vol 64(9):3533-3535. Gessesse A. and G. Mamo. 1999. Hugh-level xylanase production by an alkaliphilic Bacillus sp. By using solid -state fermentation. Enz. Microbial. Technol. 25:68-72. Gilbert, HJ and G.P.Hazlewood. 1993. Bacterial cellulase and xylanases. J. Gen. Mikrobiol.139. 187 – 194.
96 Harisno M.M. 2005. Statistik Pertanian 2004.
Pusat Data Statistik. Departemen
Pertanian. Horikoshi. K. and Atsukawa. Y. 1973. Xylanase produced by alkalophilic Bacillus No. C-59-2. Agric. Biol. Chem. 37. 2097 –2103. Hrmova. M., P.Biely, M.Vrsanska, and E. Petrakova. 1984. Induction of cellulose and xylane-degrading enzyme complex in the yeast Trichosporon cutaneum. Arch. Microbiol. 138, 371 – 376 Irawadi, T. T., H. S. Rukmini dan I. Mapiliandari. 1992. Teknik Pemurnian Selulase. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Irawadi, T.T. 1995. Kajian hidrolisis enzimatik limbah lignoselulosa dari industri pertanian. J. Tek. Ind. Pert. 8(3):124-134. Judoamidjojo, R. M., A. A. Darwis dan E. G. Sa’id. 1992. Teknologi Fermentasi. Rajawali Press, Jakarta. Kantelinen. A., B. Hortling, J.Sundquist, M.Linko. and L.Viikari. 1993. Proposed mechanism of the enzymatic bleaching of kraft pulp with xylanases. Horzforschung 47. 318 – 324. Khasin, A., I. Alehanati, and Y. Shoham. 1993. Purification and characterization of a thermostable xylanase from Bacillus stearothermophilus T-6. Appl. Environ. Microbiol. 59:1725-1730. Koswara, J. 1991. Budidaya Jagung. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kubata, K.B., H. Horitsu, K. Kawai, K. Takamizawa and T. Suzuki. 1992. Xylanase I of Aeromonas caviae ME-1 Isolated from the intestine of a herbivorous insect (Samia cyrithia pryeri). Bioschi. Biotech. Biochem 56 (9) : 1463 - 1464. Kubata,K.B., K. Takamizawa , K. Kawai,T. Suzuk i, , and H. Horitsu . 1995. Xylanase IV, an exoxylanase of Aeromonas caviae ME-1 which produces xylotetraose as the only low- molecular-weight oligosaccharide from xylan. Appl. & Environ Microbiol. 6(4): 1666-1668. Kulkarni N, A. Shendye and M. Rao. 1998. Molecular and biotechnological aspects of xylanases. FEMS Microbiol Rev 23:411-456.
97 Kulkarni, N., J. Chauthaiwale and M. Rao. 1995. Characterization of the recombinant xylanases in Escherichia coli from an alkaliphilic thermophilic Bacillus sp. NCIM 59. J.Enz. Microb. Technol. 17: 972-976. Kulkarni. N. and M. Rao. 1996. Application of xylanase from alkaliphilic thermophilic Bacillus sp. for pulp. J. Biotecnol. 51. 167 – 173. Lay, B. W.
1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. P.T. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. Lay, B.W. dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press. Jakarta. Lee.S.F, C.W. Forsberg, and L.N.Gibbins. 1985. Xylanolytic activity of Clostridium acetobutylicum. Appl. and Environ. Microbiol. 50(4):1068-1076. Lin. J., L.M. Nellovu, S.Singh and B. Pillay. 1999. Purification and biochemical characteristics of ß-D-xylanase from a thermophilic fungus, Thermomyces lanuginosus-SSBP. Biotechnol.Appl. Biochem. 30:73-79 Liu W., Y.Lu, Y.Kong, and G. Ma. characterization of
1998.
Production, partial purification and
xylanase from Trichosporon cutaneum SL409. Process
Biochem 33:331-326. Liu W., Y. Lu, G. Ma. 1999. Induction and glucose repression of endo-β-xylanase in the yeast Trichosporon cutaneum SL409. Process Biochem 34: 67-72. Maat J., M. Roza, J. Verbakel, H. Stam, MJS daSilra, MR Egmond, MLD Hagemans , RFM van Garcom, JGM Hessing, CAMJJ van Derhondel, C. van Roterdam. (1992). Xylanases and their application in bakery. In Visser et al. (Eds). Xylans and xylanases. Elsevier, Amsterdam, pp 349-360. Maynard, L.A and J.K. Loosli. 1993. Animal Nutrition. Seventh Edition. Hill Publishing Company Limited, New Delhi. Monod, J. 1949. The Growth of bacterial cultures. Ann. Rev. Microbiol. 3:371-374. Nakamura, S., K. Wakabayashi, R. Nakai. R. Aono and K. Horikoshi. 1993. Purification and some properties of an alkaline xylanase from alkaliphilic Bacillus sp. Strain 41M1. Apll and Environ Microbiol 59 (7) : 2311 - 2316. Nakamura, S., R. Nakai, K. Wakabayashi,. Y. Ishigoro, R. Aono and K. Horikoshi. 1994. Thermophilic alkaline xylanase from newly isolated alkalophilic and thermophilic Bacillus sp. strain TAR-1. Biosci. Biotech. Biochem. 58(1): 78-81.
98 Paice, M.G.,
R.Jr. Bernier, and L.Jurasek. 1988. Viscosity enhancing bleaching of
hardwood kraft pulp with xylanase from a cloned gene. Biotechnol. Bioeng. 32: 235-239. Panbangred,W., A. Shinmyo, S. Kinoshita, and H. Okada. 1983. Purification and properties of endoxylanase produced by Bacillus pumilus. Agric Biol. Chem. 47:957-963. Park Y.S., D.Y. Yum, D.H. Bai and J.H. Yu. 1992. Xylanase from alkalophilic Bacillus sp YC-335. Biosci. Biotech. Biochem. 56(8): 1355-1356. Paturau J. M. 1969. By-Products of the Cane Sugar Industry. An Introduction to their Industrial Utilization. Elsevier Publishing Company. New York. Paul J. and Varma A.K. 1990. Influence of sugars on endoglucanase and ß-xylanase activities of a Bacillus strain. Biotechnol. Lett. 12:61-64. Prabhu, K. Ashok and M. Ramesh. 1999. Biochemical properties of xylanases from a thermophilic fungus, Melanocarpus albomyces, and their action on plant cell walls. J. Biosciences 24(4): 461-470. Rachman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas-IPB. Bogor. Ratanakhanokchal, K., K.L. Kyu and M. Tanticharoen. 1999. tak ada judul J. Apll. and Environ. Microbiol. 65(2): 694-697. Reilly, P.J. 1991.
Xylanase: Structure and Function. Dalam Hollander, A (ed).
Proceeding of A Symposium on Trend in Biotechnology of Fermentation for Fuels and Chemicals. Plenum Press. New York. Ruiz-Arribas. A, J.M Fernandez-Abalos, P Sanches, AL Gardu, RI Santamaria. 1995. Over production, purification and biochemical characterization of xylanase I (xys 1) from Streptomyces halstedii. JM8. Appl. and Environ. Microbiol. 61 (6): 2414 - 2419. Saha B.C. 2002. Production, purification, and properties of xylanase from a newly isolated Fusarium proliferatum. Process Biochemistry. 37: 1279-1284. Scragg, A.H. 1991. Bioreactor and Biotechnology. A Practical Approach. Ellis Harwood Limited. Sikyta, B. 1983. Methods in Industrial Microbiology. Publisher-Chichester, England.
99 Soltes E. J. 1983. Word and Agricultural residues reaserch on use for feed, fuels and chemicals. Academic Press, New York pp. 111 – 119. Stanbury, P. F.
dan A. Whitaker. 1984. Principles of Fermentation Technology.
Pergamon Press, London. pp: 26-71 Subandi, I.G. Ismail dan Hermanto 1998. Jagung Teknologi Produksi dan Pascapanen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi-Pusat Antar Unipersitas-IPB, Bogor. Sunna, A. and G. Antranikian. 1997. Xylanolytic enzyme from fungi and bacteria. Crit. Rev. in Biotechnol. 17(1): 39-67. Tonukari, N.J., J.S. Scott-Craig, J.D. Walt. 2002. Influence of carbon source on the epression of Cochliobulus carbonum xylan-degrading enzyme genes. African J. Biotechnol 1(2):64-66. Tsujibo, H., K. Miyomoto, T. Kuda, K. Minami, T. Sakamoto, T. Hasegawa and Y. Ianamori. 1992. Purification, properties and partial amino acid sequences of thermostable xylanase from Streptomyces termoviolaceus OPC-520.
Apll.
Environ. Micribiol. 58 : 371 – 375. Tucker, G.A. 1995. Fundamentals of enzyme activity. In Tucker and Wood (Eds) Enzyme in Food Processing. Chapman &Hall. India. Van Paridon PA, JCP Booman, GCM Selten, C.Geerse, D. Barug, PHM deBot, G. Hemke. 1992. Application of fungal endoxylanase in poultry diets In Visser et al. (eds) Xylans and Xylanases. Elsevier, Amsterdam. pp 371-378. Viikari, L., M.A. Kantelinen, J.Sundquist, and M.Linko. 1994. Xylanases in bleaching : From an idea to the industry. FEMS Micribiol. Rev. 13. 335 – 350. Viikari, L., M.Ranua, A. Kantelinen, J.Sundquist and M.Linko. 1986. Bleaching with enzymes.
Proc. 3rd Int. Conf.
Biotechnology Pulp and Paper Industry.
Stockholm June 16 – 19 . pp. 67 – 69. Wang, D. I. C., C. L. Cooney., A. L. Demain, P. Dunhill, A. E. Humphrey dan M. D. Lily. 1979. Fermentation and Enzyme Technology. John Wiley and Sons, New York.
100 Winterhalter, C., and W. Liebl. 1995. Two Extremly Thermostable xylanase of the Hyperthemophilic bacterium Thermotoga maritima MSBB. Apll and Environ Microbiol 61 (5) : 1810 -1815. Wong KKY.,and J.N. Saddler. 1992. Trichoderma xylanases, their properties and purification. Crit Rev Biotechnol. 12:413-435. Yang, R.C.A., C.R. McKenzi, D. Bilous, V.L. Seligy and S.A. Narang. 1988. Molecular cloning and expression of xylanase gene from Bacillus polymyxa in Eschericia coli. Environ. Microbiol. 54 : 1023 - 1029. Yang.V.W. , Z.Zhuang, G. Elegir, T.W. Jeffries. 1995. Alkaline-active xylanase produced by an alkaliphilic Bacillus sp (VI-4) isolated from kraft pulp. J. Industrial Microbiol. 15: 434 – 441. Yoshida, S., T. Satoh, S. Shimokawa, T. Oku, Ito and S. Kusakabe. 1994. Substrat specificty of Streptomyces ß-xylanase toward glucoxylan.
Biosci. Biotech.
Biochem. 58 (6) : 1041 - 1044. Yoshida, S., S. Kaeko, N. Matsuo and I. Kusakabe. 1995. Direct Detection for β-xylanase on isoelectric focusing gels by using 2,3,5- triphenyltetrazolium chloride. Biosci. Biotech. Biochem. 59(3): 521-522. Yu, J. Y. Park, D. Yum, J. Kim, I. Kong and D. Bai. 1991. Nukleotide sequence and analysis of a xylanase gen (xynS) from alkali- tolerant Bacillus sp. YA-14 and comparison with other xylanase. Apll. Environ. Microbiol. 3. 139 - 145.
101
Lampiran 1. Prosedur pengukuran aktivitas enzim xilanase. Sebanyak 0,25 ml filtrat dan 0,75 ml larutan xilan (oat spelt xylan) 0,5% yang disuspensikan di dalam bufer karbonat pH 9, diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit. Kemudian ditambahkan larutan asam 3,5-dinitro salisilat (DNS) sebanyak 2 ml. Setelah homogen dipanaskan selama 5 menit pada suhu 100oC . Kemudian diukur absorbensinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Pengerjaan yang sama dilakukan pula untuk blanko (air) dan standar xilosa 400, 600, 800, 1000, dan 2000 mg/l. Satu unit aktivitas xilanase didefinisikan sebagai sejumlah enzim yang dibutuhkan untuk melepaskan 1 µmol gula reduksi (xilosa) per menit pada kondisi tertentu (Wiseman, 1984 dan Breccia et al. 1998). Aktivitas enzim dalam satuan Unit Internasional (µmol/menit) = ppm enzim 1000 1 _________ X 1000 _______ X ___ Mr xilosa 250 30 Pereaksi DNS Sebanyak 5 g DNS dilarutkan dalam 100 ml NaOH 2 N, kemudian diaduk. Setelah itu ke dalam larutan tersebut ditambahkan 250 ml akuades sambil diaduk sampai larut. Selanjutnya ditambahkan 150 g Na,K-tartrat dan ditetapkan volume dengan akuades sampai 500 ml.
102
Lampiran 2. Penetapan protein terlarut menurut Bradford (1976) Sebanyak 0,1 ml filtrat dalam tabung reaksi ditambah bufer karbonat pH 9 sebanyak 0,1 ml. Kemudian kedalamnya ditambahkan 2 ml larutan Bradford dan diinkubasi selama 2 sampai 60 menit pada suhu ruang. Kadar protein dalam filtrat dapat diukur absorbansnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Pengerjaan yang sama dilakukan pula untuk blanko (air) dan standar bovine serum albumin (BSA) 200, 400, 600, 800 dan 1000 mg/l.
Penyiapan larutan Bradford Sebanyak 100 mg Comasie Brillian Blue dilarutkan ke dalam 50 ml etanol, lalu diaduk. Kemudian ditambahkan 100 ml asam fosforat dan dilakukan pengadukan kembali. Selanjutnya ditambahkan akuades sampai volume mencapai satu liter.
103
Lampiran 3. Peny iapan bahan untuk pemurnian § Penyiapan 1,5 M Tris-HCl pH 8,8 untuk separating gel Larutkan 27,23 g tris pada 100 ml akuabides (deionized water) atur pH 8,8 dengan 6N HCl. Tetapkan volume sampai 150 ml dengan akuabides simpan dalam suhu 4o C. § Penyiapan 0,5 M Tris-HCl pH 6,8 untuk stacking gel Larutkan 6 g Tris pada 60 ml akuabides atur pH 6,8 dengan 6 N HCl. Buat larutan sampai 100 ml dengan akuabides simpan pada 4o C. Komposisi Larutan Gel untuk SDS-PAGE pada Pemurnian enzim Separating Gel 10.0 % 1. Aquabides 24 mL 2. 1,5 M tris HCl pH 8,8 15 mL 3. 0,5 M Tris HCl pH 6,8 4. Acrylamide 30% 20 mL 5. SDS 10% 600 µL 6. APS 10% 300 µL 7. TEMED 30 µL Total 60 mL Keterangan : SDS : Sodium Dodecyl Sulfate APS : Amonium persulfate TEMED : N,N,N’,N’,-tetra metiletilen diamina § Penyiapan loading buffer Bahan
No
Bahan
SDS-PAGE
1
Akuabides (dd H2O)
3,8 ml
2
0,5 M Tris-HCl pH 6,8
1,0 ml
3
Gliserol
0,8 ml
4
10% (W/V) SDS
1,6
5
0,5% Bromophenol blue
0,4 ml
•
Stacking Gel 4,0 % 11.90 mL 5.0 mL 2.67 mL 200 µL 20 µL 20 µL 20 mL
Larutan xilanase setelah ditambah loading buffer (SDS-PAGE) direbus selama 3 menit, setelah dingin kemudian masukkan ke dalam sumuran gel.
104 Lampiran 4. Data hasil isolasi bakteri penghasil xilanase Kerapatan optik Sampel AI1 AI2 AI3 AI4 AI5 AI6 AI7 AI8 AI9 AII1 AII4 AII5 AIII1 AIII2 AIII3 AIII4 AIII5 AIII6 AIII7 AIII8 XON-1 XON-2 XON-3 XON-4 XON-5
Kerapatan Kerapatan Rata2 Standar Dev optik 1 optik 2 0.219 0.357 0.288 0.098 0.467 0.337 0.402 0.092 0.329 0.465 0.397 0.096 0.577 0.751 0.664 0.123 0.412 0.34 0.376 0.051 0.297 0.361 0.329 0.045 0.612 0.392 0.502 0.156 0.498 0.68 0.589 0.129 0.365 0.309 0.337 0.040 0.611 0.445 0.528 0.117 0.542 0.766 0.654 0.158 1.109 1.389 1.249 0.198 1.153 0.873 1.013 0.198 0.776 1.012 0.894 0.167 0.876 0.986 0.931 0.078 0.895 1.087 0.991 0.136 0.913 0.801 0.857 0.079 0.998 1.036 1.017 0.027 0.901 0.851 0.876 0.035 0.692 0.792 0.742 0.071 0.891 1.071 0.981 0.127 0.994 0.868 0.931 0.089 1.217 0.825 1.021 0.277 0.906 0.888 0.897 0.013 0.821 1.041 0.931 0.156
104
105 Aktivitas xilanase Sampel
Konsentrasi
Konsentrasi
Aktiv
Aktiv
Stand
1
2
xilanase 1
xilanase 2
Dev
Ulangan1
Ulangan2
AI1
0.113
0.116
3674.807
5078.324
2.450
3.386
0.662
AI2
0.106
0.109
399.934
1803.451
0.267
1.202
0.662
AI3
0.111
0.115
2739.129
4610.485
1.826
3.074
0.882
AI4
0.109
0.112
1803.451
3206.968
1.202
2.138
0.662
AI5
0.143
0.147 17709.977 19581.333
11.807
13.054
0.882
AI6
0.109
0.113
1803.451
3674.807
1.202
2.450
0.882
AI7
0.115
0.119
4610.485
6481.841
3.074
4.321
0.882
AI8
0.111
0.115
2739.129
4610.485
1.826
3.074
0.882
AI9
0.113
0.115
3674.807
4610.485
2.450
3.074
0.441
AII1
0.109
0.113
1803.451
3674.807
1.202
2.450
0.882
AII4
0.113
0.115
3674.807
4610.485
2.450
3.074
0.441
AII5
0.113
0.119
3674.807
6481.841
2.450
4.321
1.323
AIII1
0.109
0.113
1803.451
3674.807
1.202
2.450
0.882
AIII2
0.107
0.109
867.773
1803.451
0.579
1.202
0.441
AIII3
0.115
0.117
4610.485
5546.163
3.074
3.697
0.441
AIII4
0.112
0.114
3206.968
4142.646
2.138
2.762
0.441
AIII5
0.139
0.143 15838.621 17709.977
10.559
11.807
0.882
AIII6
0.107
0.11
867.773
2271.29
0.579
1.514
0.662
AIII7
0.106
0.107
399.934
867.773
0.267
0.579
0.221
AIII8
0.106
0.107
399.934
867.773
0.267
0.579
0.221
XON-1
0.105
0.106
47.865
268.575
0.032
0.179
0.104
XON-2
0.119
0.120
6283.668
7120.332
4.189
4.747
0.394
XON-3
0.123
0.122 8574.3345 8063.6655
5.716
5.376
0.241
XON-4
0.122
0.124 7705.9815 8932.0185
5.137
5.955
0.578
XON-5
0.106
0.106
0.189
0.207
0.013
283.6665
310.3335
105
106 0
0.102
0.105
0.1035
500
0.105
0.106
0.1055
1000
0.109
0.11
0.1095
2000
0.11
0.112
0.111
4000
0.112
0.115
0.1135
8000
0.12
0.122
0.121
Konsentrasi xilosa (ppm)
9000 8000
y = 467839x - 49191
7000
R2 = 0.9409
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 -1000 0.1
0.105
0.11
0.115
0.12
0.125
-2000 Absorben=540 nm Series1
106
107 Hasil pengamatan protein Konsentrasi Konsentrasi Stand Sampel
Ulangan1
Ulangan2 1
2
Dev
AI1
0.701
0.713
0.308
0.313
0.004
AI2
0.701
0.716
0.308
0.315
0.005
AI3
0.75
0.762
0.329
0.335
0.004
AI4
0.658
0.663
0.289
0.292
0.002
AI5
0.769
0.772
0.338
0.339
0.001
AI6
0.673
0.684
0.296
0.301
0.003
AI7
0.695
0.672
0.305
0.295
0.007
AI8
0.685
0.69
0.301
0.303
0.002
AI9
0.637
0.641
0.280
0.282
0.001
AII1
0.674
0.679
0.296
0.299
0.002
AII4
0.591
0.608
0.260
0.268
0.005
AII5
0.656
0.659
0.289
0.290
0.001
AIII1
0.754
0.757
0.331
0.332
0.001
AIII2
0.711
0.715
0.312
0.314
0.001
AIII3
0.612
0.617
0.269
0.272
0.002
AIII4
0.693
0.695
0.305
0.305
0.001
AIII5
0.696
0.699
0.306
0.307
0.001
AIII6
0.594
0.597
0.262
0.263
0.001
AIII7
0.666
0.671
0.293
0.295
0.002
AIII8
0.808
0.811
0.355
0.356
0.001
XON-1
0.535
0.513
0.236
0.226
0.007
XON-2
0.425
0.470
0.188
0.208
0.014
XON-3
0.404
0.440
0.179
0.195
0.011
XON-4
0.558
0.503
0.246
0.222
0.017
XON-5
0.502
0.490
0.221
0.217
0.003
107
0
0.024
0.026
0.025
200
0.049
0.051
0.05
400
0.069
0.071
0.07
600
0.099
0.101
0.1
800
0.147
0.149
0.148
1000
0.248
0.25
0.249
Konsentrasi BSA
108
1200 1000 800 600 400 200 0
y = 4344.7x + 35.119 R2 = 0.8962
0
0.1
0.2
0.3
Absorbansi 650 nm
Serie
108
109 Hasil perhitungan aktivitas spesifik xilanase Sampel AI1 AI2 AI3 AI4 AI5 AI6 AI7 AI8 AI9 AII1 AII4 AII5 AIII1 AIII2 AIII3 AIII4 AIII5 AIII6 AIII7 AIII8 XON-1 XON-2 XON-3 XON-4 XON-5
Akt Spes 1
Akt Spes 2
Akt Spes rata2
7.954
10.816
9.385
0.866
3.829
2.347
5.550
9.175
7.363
4.160
7.322
5.741
34.931
38.508
36.719
4.062
8.139
6.100
10.078
14.648
12.363
6.067
10.144
8.105
8.750
10.899
9.825
4.062
8.221
6.141
9.423
11.512
10.467
8.506
14.952
11.729
3.632
7.379
5.506
1.854
3.829
2.842
11.426
13.594
12.510
7.010
9.055
8.032
44.699
38.458
41.579
2.217
5.757
3.987
0.910
1.961
1.436
0.753
1.625
1.189
0.135
0.792
0.464
22.283
22.822
22.552
31.934
27.568
29.751
20.883
26.823
23.853
0.856
0.958
0.907
109
Stan Dev 1.024 1.095 0.563 0.226 2.529 1.883 1.232 1.883 0.520 0.941 1.477 1.558 1.649 0.396 1.533 0.446 1.794 0.504 0.743 0.617 0.065 0.381 3.087 4.200 0.072
110 Lampiran 5. Hasil Pengamatan Biomasa, Protein dan Aktivitas xilanase pada Tahap Seleksi Biomasa
1
2
3 Rata2
Sd
RXAI-5
0.0442
0.1064
0.1176
0.089
0.039
RXAII-5
0.0565
0.0355
0.055
0.049
0.012
RXAIII-1
0.1901
0.0529
0.0859
0.109
0.072
RXAIII-5
0.0672
0.0707
0.1214
0.086
0.030
RXNI-3
0.0349
0.0669
0.0493
0.050
0.0160
Cl.acetobutilicum
0.1133
0.1089
0.0718
0.098
0.023
Protein RXAI-5 RXAII-5 RXAIII-1 RXAIII-5 RXNI-3 Cl.acetobutilicum
1 0.348 0.361 0.366 0.351 0.356
2 0.356 0.361 0.366 0.285 0.356
3 Rata2 SD 0.351 0.352 0.004 0.358 0.360 0.002 0.39 0.374 0.014 0.318 0.318 0.033 0.376 0.363 0.012
0.425
0.481
0.371
Aktivitas xilanase RXAI-5 RXAII-5 RXAIII-1 RXAIII-5 RXNI-3 Cl.acetobutilicum
1 23.4 26.75 22.58 45.14 22.58
2 20.89 28.41 26.75 43.46 25.52
3 Rata2 SD 28.4 24.230 3.823 26.75 27.303 0.958 23.4 24.243 2.209 40.12 42.907 2.555 22.76 23.620 1.648
55.78
61.33
50.16
Aktivitas spesifik RXAI-5 RXAII-5 RXAIII-1 RXAIII-5 RXNI-3 Cl.acetobutilicum
1 67.241 74.100 61.694 128.604 63.427
2 58.680 78.698 73.087 152.491 71.685
3 Rata2 SD 80.912 68.944 11.213 74.721 75.839 2.495 60.000 64.927 7.118 126.164 135.753 14.547 60.532 65.215 5.788
131.247
127.505
135.202
0.426
55.757
131.318
0.055
5.585
3.849
Maaf ....................... Lembar Halaman Ini Pada Aslinya Memang Tidak Ada
130 Lampiran 8. PerhitunganC/N ratio pada formulasi media Hasil analisis karbon dan nitrogen Bahan
C (karbon) (%)
N (nitrogen) (%)
Oat spelt xylane
45,47
0,115
Xilan tongkol jagung
25,41
0,291
Ekstrak khamir
20,76
5,53
Polipepton
16,22
10,11
Hasil perhitungan C/N ratio pada formulasi media tahap I Bahan
Optimum
C (karbon) (%)
N (nitrogen) (%)
Oat spelt xylane
1
45,47
0,115
Ekstrak khamir
0,3
6,228
1,659
Polipepton
0,5
8,110
5,055
59,808
6,829
Jumlah
Hasil perhitungan C/N ratio pada formulasi media tahap II Bahan
Optimum
C (karbon) (%)
N (nitrogen) (%)
Xilan tongkol jagung
3,04
77,246
0,961
Ekstrak khamir
0,05
1,038
0,276
Polipepton
0,08
2,027
1,263
80,311
2,500
Jumlah
131 Lampiran 9. Hasil dan analisis ragam ekstraksi xilan dari tongkol jagung Lampiran 9 A. Hasil Pengamatan Proksimat Tongkol Jagung Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rata2
ST Dev
Kadar air
6.23
5.94
7.12
6.43
0.614898
Kadar abu
1.56
1.98
2.04
1.86
0.261534
Kadar serat
25.07
25.04
26.08
25.43
0.591974
Lampiran 9B. Hasil Pengamatan Rendemen Xilan dari beberapa perlakuan delignifikasi menggunakan NaOCl dan ekstraksi dengan etanol Konsentrasi NaOCl Jumlah Rata2 B A1 A2 A3 A4 A5 B1 11,6 10,38 9,19 8,06 7,5 12,35 9,21 8,23 8,08 7,78 Jumlah 24,01 19,59 17,42 16,14 15,28 92,44 Rata2 12,01 9,8 8,71 8,07 7,64 9,24 B2 12,16 10,72 10,68 9,32 7,34 12,6 10,91 9,61 9,3 8,52 Jumlah 24,76 21,63 20,29 18,62 15,86 101,16 Rata2 12,38 10,82 10,15 9,31 7,93 10,12 B3 13,11 11,15 10,88 9,82 8,62 12,78 12,78 9,69 9,57 8,99 Jumlah 25,89 23,93 20,57 19,39 17,61 107,39 Rata2 12,95 11,97 10,29 9,70 8,81 10,74 Total 74,36 65,15 58,28 54,15 48,75 300,99 Rata2 12,44 10,86 9,71 9,03 8,13 10,03 B1,B2,B3 berturut-turut adalah perbandingan supernatan : Etanol = 1:1; 1:2; 1:3 A1, A2, A3, A4, A5 berturut-turut adalah konsentrasi NaOCl 0,5; 1; 2,5; 5, 7,5% Analisis ragam Sumber dk JK KT F Keragaman Rata-rata 1 3019,83 3019,83 Perlakuan A (NaOCl) 4 67,50 16,87 50,65 B (S:E) 2 11,28 5,64 16,93 AB (interaksi) 8 1,73 0,22 0,65 Error 15 5,00 0,33 Jumlah 30 3105,33 A: konsentrasi NaOCl; B: rasio supernatan dan etanol ** : sangat berbeda nyata; ns: tidak berbeda
F0,05
F0,01
? 0,01
3,06 3,68 2,64
4,89 6,36 4,00
** ** ns
132
Perlakuan A1 A2 A3 A4 A5
Rata2 12,44 10,86 9,71 9,03 8,13
Peringkat A B C C D
Perlakuan B3 B2 B1
Rata2 10,74 10,12 9,24
Peringkat A A B
Lampiran 9. C. Rendemen Ekstrak xilan dari tongkol jagung dari beberapa perlakuan pelarut
S:E =1:0 S:E =1:1
S:E =1:2 S:E =1:3
S:E =1:4 Rata2
NaOCl 0.5%
9.38 c
11.11 a
11.89 a
12.56 a
12.56 a
11.5
NaOCl 1%
9.15 c
10.98 a
11.47 a
12.21 a
12.22 a
11.206
NaOCl 2.5%
8.75 d
10.67 b
11.32 a
11.97 a
11.97 a
10.936
NaOCl 5%
8.53 d
10.54 b
11.03 a
11.64 a
11.66 a
10.68
NaOCl 7.5%
8.47 d
10.4 b
10.53 b
11.34 a
11.35 a
10.418
8.86
10.74
11.248
11.944
11.952
10.948
Rata2
Keterangan : S: supernatan; E: Etanol Lampiran 9. D. Hasil analisis KCKT xilan tongkol jagung Sampel
Bobot
1 2 3 4
49,999 49,999 50,001 49,998
Luas Puncak 919859 811313 753955 753908
Kemurnian xilan (%) 96,80 97,47 97,43 97,36
Jml xilan dalam contoh 6,299 5,556 5,163 5,163
133 Lampiran 9. E. Diagram neraca masa ekstraksi xilan dari tongkol jagung Tepung Tongkol Jagung kering (k.a. 6,43% 50 g)
Perendaman dalam NaOCl 5% (500 ml=575g) 800 g air
Pencucian
Penyaringan
Ampas 178,54g k.a. 37,10%
Air+Lignin (k. lignin 19,14%)
Pengeringan (suhu 35o C, 24 jam)
Air
Perendam di NaOH 10% (400 g) Penyaringan Padatan (166,18 g) Supernatan 316 ml=306,52g Penetralan dengan HCl 6N (53 ml=63,07g)
Etanol 95% 696ml=661,2g
Penyaringan
Endapan Supernatan 232ml=280,72g
Penyaringan
Xilan kering 5,983g, k.a. 10,67%
Sisa 913ml =867,35g
134
Lampiran 10. Hasil Pengamatan dan Analisis Statistik Kegiatan Formulasi Media Tahap II. Matrik Perlakuan Formulasi Media Pertumbuhan Bacillus pumilus RXAIII-5 No obs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
X1 -1 1 -1 1 -1 1 -1 1 -1 1 -1 1 -1 1 -1 1 -2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
X2 -1 -1 1 1 -1 -1 1 1 -1 -1 1 1 -1 -1 1 1 0 0 -2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
X3 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 0 0 0 0 -2 2 0 0 0 0 0 0 0 0
X4 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 00 0 0 -2 2 0 0 0 0 0 0
Polipepton 0,15 0,45 0,15 0,45 0,15 0,45 0,15 0,45 0,15 0,45 0,15 0,45 0,15 0,45 0,15 0,45 0 0,60 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
Khamir 0,1 0,1 0,3 0,3 0,1 0,1 0,3 0,1 0,1 0,1 0,3 0,3 0,1 0,1 0,3 0,3 0,2 0,2 0 0,4 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Xilan 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 3 3 3 3 2 2 2 2 0 4 2 2 2 2 2 2 2 2
K2 HPO4 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0 0,20 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10
135
Hasil Pengamatan Biomassa, Protein Terlarut, Aktivitas Xilanase Dan Aktivitas Spesifik Dari Formulasi Tahap II
X1
Perlakuan X2 X3
0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.00 0.60 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30
0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.2 0.2 0.0 0.4 0.2 0.2 0.2 0.2
1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 3 3 3 3 2 2 2 2 0 4 2 2
X4
Biomassa (g/l)
0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.00 0.20
1,142 1,268 1,168 1,650 2,540 2,756 2,716 2,812 1,196 1,290 1,315 2,869 2,521 2,609 2,743 2,567 1,872 1,978 1,890 2,208 0,259 2,874 2,435 2,523
Protein terlarut (g/l) 0,291 0,307 0,298 0,358 0,479 0,497 0,509 0,526 0,279 0,313 0,324 0,278 0,472 0,471 0,486 0,497 0,436 0,441 0,407 0,452 0,046 0,513 0,465 0,475
Aktivitas xilanase (U/ml) 10,91 8,81 12,31 11,04 56,51 9,34 9,34 10,62 12,31 9,76 9,76 24,22 48,86 10,19 11,04 10,62 12,31 8,49 67,98 11,46 0,04 11,04 9,76 12,31
Aktivitas spesifik (U/mg protein 35,02 29,02 41,31 30,84 117,97 18,79 18,35 20,19 44,12 31,18 30,12 87,12 103,52 21,63 22,71 21,36 28,23 19,25 167,03 25,35 1,52 20,98 25,92 25,07
136
Lampiran 10 a. Hasil a nalisis Biomassa terlarut pada formulasi tahap II The SAS System
18:40 Tuesday, April 1, 2003 1
Biomassa OBS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Y
X1
X2
X3
1.142 1.268 1.168 1.650 2.540 2.756 2.716 2.812 1.196 1.290 1.315 2.869 2.521 2.609 2.743 2.567 1.872 1.978 1.890 2.208 0.259 2.874 2.435 2.523 2.292 2.297 2.472 2.484 2.439 2.432
0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.00 0.60 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30
0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.2 0.2 0.0 0.4 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 3 3 3 3 2 2 2 2 0 4 2 2 2 2 2 2 2 2
The SAS System
X4 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.00 0.20 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
18:40 Tuesday, April 1, 2003
2
Coding Coefficients for the Independent Variables Factor X1 X2 X3 X4
The SAS System
Subtracted off
Divided by
0.300000 0.200000 2.000000 0.100000
0.300000 0.200000 2.000000 0.100000
18:40 Tuesday, April 1, 1997
3
Response Surface for Variable Y Response Mean Root MSE R-Square Coef. of Variation
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Degrees of Freedom 4 4 6 14
Type I Sum of Squares 9.656690 1.447441 0.895363 11.999494
2.120567 0.247228 0.9290 11.6586
R-Square
F-Ratio
Prob > F
0.7476 0.1121 0.0693 0.9290
39.498 5.920 2.441 14.023
0.0000 0.0046 0.0753 0.0000
137
Degrees of Freedom
Residual Total Error
Degrees of Parameter Freedom INTERCEPT X1 X2 X3 X4 X1*X1 X2*X1 X2*X2 X3*X1 X3*X2 X3*X3 X4*X1 X4*X2 X4*X3 X4*X4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate
15
T for H0: Parameter=0
Prob > |T|
-1.871 1.862 1.097 7.220 -0.264 -2.290 1.448 -1.634 -2.055 -1.713 -4.189 0.647 1.252 -1.846 0.643
0.0810 0.0824 0.2901 0.0000 0.7952 0.0369 0.1682 0.1231 0.0577 0.1073 0.0008 0.5273 0.2298 0.0846 0.5296
2.402667 0.224333 0.262833 1.216333 0.102833 -0.432500 0.358000 -0.308500 -0.508000 -0.423500 -0.791000 0.160000 0.309500 -0.456500 0.121500
18:40 Tuesday, April 1, 2003
Degrees of Freedom
X1 X2 X3 X4
0.061122
Parameter Estimate from Coded Data
0.734785 1.932673 2.899009 0.289901 5.798018 2.098041 4.120472 4.720593 0.412047 0.618071 0.047206 8.240943 12.361415 1.236142 18.882373
The SAS System
Mean Square
0.916828
Standard Error
-1.374667 3.597778 3.179167 2.093167 -1.531667 -4.805556 5.966667 -7.712500 -0.846667 -1.058750 -0.197750 5.333333 15.475000 -2.282500 12.150000
Factor
Sum of Squares
Sum of Squares
5 5 5 5
Mean Square
F-Ratio
Prob > F
0.206890 0.196189 2.119041 0.083707
3.385 3.210 34.669 1.370
0.0303 0.0362 0.0000 0.2903
1.034449 0.980947 10.595205 0.418537
The SAS System
4
18:40 Tuesday, April 1, 2003
5
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data)
Factor
Critical Value Coded Uncoded
X1 X2 X3 X4
0.073062 0.233163 0.586651 0.333825
0.321919 0.246633 3.173303 0.133382
Predicted value at stationary point
2.815449
Eigenvectors Eigenvalues 0.311369 -0.210759 -0.546680 -0.964429
X1 0.288511 0.535396 -0.708495 0.357978
X2 0.393183 0.588975 0.687163 0.162242
X3 -0.310913 -0.228847 0.159528 0.908577
Stationary point is a saddle point.
X4 0.815783 -0.560436 -0.019825 0.141480
138
Lampiran 10 B. Hasil analisis protein pada formulasi tahap II The SAS System
18:51 Tuesday, April 1, 2003
1
Protein OBS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Y
X1
X2
X3
0.291 0.307 0.298 0.358 0.479 0.497 0.509 0.526 0.279 0.313 0.324 0.278 0.472 0.471 0.486 0.497 0.436 0.441 0.407 0.452 0.046 0.513 0.465 0.475 0.457 0.456 0.460 0.456 0.481 0.483
0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.00 0.60 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30
0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.2 0.2 0.0 0.4 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 3 3 3 3 2 2 2 2 0 4 2 2 2 2 2 2 2 2
The SAS System
X4 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.00 0.20 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
18:51 Tuesday, April 1, 2003
2
Coding Coefficients for the Independent Variables Factor
Subtracted off
Divided by
0.300000 0.200000 2.000000 0.100000
0.300000 0.200000 2.000000 0.100000
X1 X2 X3 X4
The SAS System
18:51 Tuesday, April 1, 2003
3
Response Surface for Variable Y Response Mean Root MSE R-Square Coef. of Variation
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Degrees of Freedom 4 4 6 14
Type I Sum of Squares 0.248615 0.063465 0.001239 0.313319
0.413767 0.021963 0.9774 5.3082
R-Square
F-Ratio
Prob > F
0.7756 0.1980 0.0039 0.9774
128.8 32.891 0.428 46.393
0.0000 0.0000 0.8489 0.0000
139
Degrees of Freedom
Residual Total Error
Degrees of Parameter Freedom INTERCEPT X1 X2 X3 X4 X1*X1 X2*X1 X2*X2 X3*X1 X3*X2 X3*X3 X4*X1 X4*X2 X4*X3 X4*X4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate -0.070500 0.367500 0.578750 0.292125 0.389167 -0.339352 -0.104167 -0.988542 -0.007917 0.019375 -0.047385 -0.941667 -0.837500 -0.031250 0.095833
15
Standard Error
X1 X2 X3 X4
Mean Square
0.007236
T for H0: Parameter=0
0.065277 0.171696 0.257545 0.025754 0.515089 0.186388 0.366058 0.419372 0.036606 0.054909 0.004194 0.732116 1.098174 0.109817 1.677488
The SAS System
Factor
Sum of Squares
0.000482
Parameter Estimate from Coded Data
Prob > |T|
-1.080 2.140 2.247 11.343 0.756 -1.821 -0.285 -2.357 -0.216 0.353 -11.299 -1.286 -0.763 -0.285 0.0571
0.2972 0.0492 0.0401 0.0000 0.4616 0.0887 0.7799 0.0324 0.8317 0.7291 0.0000 0.2179 0.4575 0.7799 0.9552
0.465500 0.009917 0.021417 0.201917 -0.010417 -0.030542 -0.006250 -0.039542 -0.004750 0.007750 -0.189542 -0.028250 -0.016750 -0.006250 0.000958
18:51 Tuesday, April 1, 1997
Degrees of Freedom
Sum of Squares
5 5 5 5
Mean Square
0.003049 0.005812 0.306331 0.001770
The SAS System
F-Ratio
0.000610 0.001162 0.061266 0.000354
4
Prob > F
1.264 2.410 127.0 0.734
18:51 Tuesday, April 1, 2003
0.3295 0.0857 0.0000 0.6093
5
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data) Critical Value Coded Uncoded
Factor X1 X2 X3 X4
-0.457745 0.097038 0.520054 1.231876
0.162677 0.219408 3.040108 0.223188
Predicted value at stationary point
Eigenvalues 0.007376 -0.031816 -0.044501 -0.189726
X1
X2
-0.334079 0.804312 0.491142 0.015892
-0.145096 -0.558340 0.816457 -0.024537
0.510357
Eigenvectors X3 -0.013604 -0.029813 0.007231 0.999437
Stationary point is a saddle point.
X4 0.931211 0.201120 0.303522 0.016479
140
Lampiran 10 C. Hasil analisis aktivitas xilanase pada formulasi tahap II The SAS System
18:58 Tuesday, April 1, 2003
1
Aktivitas Enzim OBS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Y
X1
X2
X3
10.91 8.81 12.31 11.04 56.51 9.34 9.34 10.62 12.31 9.76 9.76 24.22 48.86 10.19 11.04 10.62 12.31 8.49 67.98 11.46 0.04 11.04 9.76 12.31 11.46 95.18 45.77 45.33 90.50 50.98
0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.00 0.60 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30
0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.2 0.2 0.0 0.4 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 3 3 3 3 2 2 2 2 0 4 2 2 2 2 2 2 2 2
The SAS System
X4 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.00 0.20 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
18:58 Tuesday, April 1, 2003
2
Coding Coefficients for the Independent Variables Factor
Subtracted off
Divided by
0.300000 0.200000 2.000000 0.100000
0.300000 0.200000 2.000000 0.100000
X1 X2 X3 X4
The SAS System
18:58 Tuesday, April 1, 2003
3
Response Surface for Variable Y Response Mean Root MSE R-Square Coef. of Variation
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Degrees of Freedom 4 4 6 14
Type I Sum of Squares 1996.320633 9098.129458 1908.498475 13003
24.608333 19.848576 0.6875 80.6579
R -Square
F-Ratio
Prob > F
0.1056 0.4811 0.1009 0.6875
1.267 5.773 0.807 2.358
0.3262 0.0051 0.5798 0.0554
141
Degrees of Freedom
Residual Total Error
15
Sum of Squares
Mean Square
5909.489650
393.965977
Parameter Degrees of Parameter Freedom INTERCEPT X1 X2 X3 X4 X1*X1 X2*X1 X2*X2 X3*X1 X3*X2 X3*X3 X4*X1 X4*X2 X4*X3 X4*X4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate
-106.320000 256.955556 65.191667 81.071667 869.850000 -513.157407 435.583333 -421.604167 -38.966667 -61.762500 -12.761 042 184.000000 209.750000 -22.600000 -4554.916667
Standard Error 58.991803 155.163458 232.745186 23.274519 465.490373 168.440005 330.809603 378.990012 33.080960 49.621440 3.789900 661.619206 992.428809 99.242881 1515.960047
The SAS System
Factor X1 X2 X3 X4
-1.802 1.656 0.280 3.483 1.869 -3.047 1.317 -1.112 -1.178 -1.245 -3.367 0.278 0.211 -0.228 -3.005
Prob > |T|
Estimate from Coded Data
0.0916 0.1185 0.7832 0.0033 0.0813 0.0082 0.2077 0.2835 0.2572 0.2323 0.0042 0.7847 0.8355 0.8229 0.0089
56.536667 -7.006667 -15.065000 7.450000 1.081667 -46.184167 26.135000 -16.864167 -23.380000 -24.705000 -51.044167 5.520000 4.195000 -4.520000 -45.549167
18:58 Tuesday, April 1, 2003
Degrees of Freedom 5 5 5 5
T for H0: Parameter=0
Sum of Squares
Mean Square
F-Ratio
5211.225721 3160.241683 5976.990169 3632.192986
1042.245144 632.048337 1195.398034 726.438597
2.646 1.604 3.034 1.844
The SAS System
4
Prob > F 0.0659 0.2190 0.0434 0.1646
18:58 Tuesday, April 1, 1997
5
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data) Critical Value Coded Uncoded
Factor X1 X2 X3 X4
-0.581416 -1.294754 0.524282 -0.108992
0.125575 -0.058951 3.048564 0.089101
Predicted value at stationary point
Eigenvalues -5.927811 -44.440860 -48.659985 -60.613010
X1
X2
0.381994 0.378385 -0.588076 0.604212
0.855394 -0.361672 0.368176 0.044043
Eigenvectors X3 -0.337744 -0.269905 0.424380 0.795602
Stationary point is a maximum.
70.220301
X4 0.091158 0.808189 0.581820 0.002526
142
Lampiran 10 d. Hasil analisis aktivitas spesifik pada formulasi tahap II The SAS System
19:04 Tuesday, April 1, 2003
1
Aktivitas Spesifik OBS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Y
X1
35.020 29.020 41.310 30.840 117.970 18.790 18.350 20.190 44.120 31.180 30.120 87.120 103.520 21.630 22.710 21.360 28.230 19.250 167.030 25.350 1.520 20.980 25.920 25.070 208.730 99.500 99.410 188.150 105.550 1.043
0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.15 0.45 0.00 0.60 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30
The SAS System
X2
X3
X4
0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.2 0.2 0.0 0.4 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 3 3 3 3 2 2 2 2 0 4 2 2 2 2 2 2 2 2
0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.00 0.20 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
19:04 Tuesday, April 1, 2003
2
Coding Coefficients for the Independent Variables Factor
Subtracted off
Divided by
0.300000 0.200000 2.000000 0.100000
0.300000 0.200000 2.000000 0.100000
X1 X2 X3 X4
The SAS System
19:04 Tuesday, April 1, 2003
3
Response Surface for Variable Y Response Mean Root MSE R-Square Coef. of Variation
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Degrees of Freedom 4 4 6 14
Type I Sum of Squares 8534.297650 36604 10564 55703
56.299433 47.515920 0.6219 84.3986
R-Square
F-Ratio
0.0953 0.4087 0.1179 0.6219
0.945 4.053 0.780 1.762
Prob > F 0.4651 0.0201 0.5984 0.1440
143
Degrees of Freedom
Residual Total Error
Parameter
15
Mean Square
33866
2257.762657
Degrees
Estimate
of
from Coded Parameter Data INTERCEPT X1 X2 X3 X4 X1*X1 X2*X1 X2*X2 X3*X1 X3*X2 X3*X3 X4*X1 X4*X2 X4*X3 X4*X4
Sum of Squares
Parameter
Freedom 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
-178.564833 467.167222 -68.390833 168.647583 1675.135000 -1015.380556 1029.291667 -473.356250 -86.737500 -143.343750 -25.968562 621.916667 637.125000 -78.037500 -8962.925000
Estimate
Factor X1 X2 X3 X4
Degrees of Freedom
T for H0:
Error
141.221706 371.449034 557.173550 55.717355 1114.347101 403.232038 791.932001 907.272085 79.193200 118.789800 9.072721 1583.864001 2375.796002 237.579600 3629.088338
The SAS System
Standard
-1.264 1.258 -0.123 3.027 1.503 -2.518 1.300 -0.522 -1.095 -1.207 -2.862 0.393 0.268 -0.328 -2.470
Parameter=0 0.2254 0.2277 0.9039 0.0085 0.1535 0.0236 0.2133 0.6095 0.2907 0.2462 0.0119 0.7001 0.7922 0.7471 0.0260
117.063833 -14.245833 -34.384167 4.559167 4.047500 -91.384250 61.757500 -18.934250 -52.042500 -57.337500 -103.874250 18.657500 12.742500 -15.607500 -89.629250
19:04 Tuesday, April 1, 2003 Sum of Squares
Mean Square
F-Ratio
22404 14972 24861 14624
4480.862927 2994.431187 4972.244662 2924.781655
1.985 1.326 2.202 1.295
5 5 5 5 The SAS System
Prob > |T|
4
Prob > F 0.1395 0.3058 0.1084 0.3173
19:04 Tuesday, April 1, 2003
5
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data) Critical Value Coded Uncoded
Factor X1 X2 X3 X4
1.126727 2.592402 -1.006733 0.411783
0.163801 0.171848 3.013466 0.141178
Predicted value at stationary point
Eigenvalues 5.933262 -84.980009 -100.219631 -124.555622
X1
X2
0.371266 0.410032 -0.592082 0.586066
0.862691 -0.391599 0.316518 0.047239
263.007875
Eigenvectors X3 -0.321743 -0.289091 0.398566 0.808735
X4 0.120033 0.771330 0.624820 0.015545
Stationary point is a saddle point.
144
Lampiran 11. Hasil Pengamatan Dan Analisis Statistik Kegiatan Optimasi Kondisi Proses Kultivasi Bacillus pumilus RXA III-5 Matrik Perlakuan Optimasi Kondisi Proses Pada Kultivasi Bacillus pumilus RXAIII-5 No. Obs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
X1
X2
X3
Temp
pH
RPM
-1 -1 +1 +1 -1 -1 +1 +1 0 0 0 0 0 0 0
-1 +1 -1 +1 0 0 0 0 -1 -1 +1 +1 0 0 0
0 0 0 0 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 0 0 0
25 25 50 50 25 25 50 50 37,5 37,5 37,5 37,5 37,5 37,5 37,5
7 11 7 11 9 9 9 9 7 7 11 11 9 9 9
130 130 130 130 100 160 100 160 100 160 100 160 130 130 130
Hasil Pengamatan Protein Terlarut, Aktivitas Xilanase, Aktivitas Spesifik Dari Hasil Optimasi Kondisi Proses Kultivasi Bacillus pumilus RXA III-5 X1 35 35 55 55 35 35 55 55 45 45 45 45 45 45 45
Perlakuan X2 7 11 7 11 9 9 9 9 7 7 11 11 9 9 9
X3 120 120 120 120 100 140 100 140 100 140 100 140 120 120 120
Protein Terlarut (g/l) 0,465 0,340 0,432 0,434 0,413 0,432 0,428 0,505 0,390 0,433 0,433 0,435 0,460 0,445 0,451
Aktivitas Xilanase (U/ml) 277,57 59,55 238,07 89,84 52,56 60,02 60,01 58,85 123,46 263,69 60,02 60,72 57,45 62,81 64,21
Aktivitas Spesifik (U/mg protein) 599,82 194,55 550,65 204,32 127,14 139,49 140,14 116,37 316,09 610,99 138,64 139,39 124,87 141,87 144,19
145
Lampiran 11 a. Hasil analisis protein terlarut pa da Optimasi proses The SAS System Obs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
03:27 Wednesday, September 2, 2003 y 0.465 0.340 0.432 0.434 0.413 0.432 0.428 0.505 0.390 0.433 0.433 0.435 0.460 0.445 0.451
X1 35 35 55 55 35 35 55 55 45 45 45 45 45 45 45
X2 7 11 7 11 9 9 9 9 7 7 11 11 9 9 9
1
X3 120 120 120 120 100 140 100 140 100 140 100 140 120 120 120
The RSREG Procedure Coding Coefficients for the Independent Variables Factor X1 X2 X3
Subtracted off 45.000000 9.000000 120.000000
Divided by 10.000000 2.000000 20.000000
Response Surface for Variable y Response Mean Root MSE R-Square Coefficient of Variation
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Model
Type I Sum of Squares R-Square 0.006021 0.3284 0.002962 0.1616 0.005293 0.2887 0.014277 0.7787
DF 3 3 3 9
Residual Lack of Fit Pure Error Total Error
0.433067 0.028489 0.7787 6.5785
DF 3 2 5
Sum of Squares Mean Square 0.003944 0.001315 0.000114 0.000057000 0.004058 0.000812
F Value 2.47 1.22 2.17 1.95
F Value 23.07
Pr > F 0.1766 0.3945 0.2095 0.2383
Pr > F 0.0418
146
Parameter Intercept X1 X2 X3 X1*X1 X2*X1 X2*X2 X3*X1 X3*X2 X3*X3
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Factor X1 X2 X3
Estimate 0.325437 -0.015500 0.080438 0.000675 -0.000062500 0.001587 -0.007000 0.000072500 -0.000256 -0.000003125
DF 4 4 4
Squares 0.007793 0.008108 0.003752
The SAS System
Parameter Estimate from coded Data 0.452000 0.018625 -0.009750 0.017625 -0.006250 0.031750 -0.028000 0.014500 -0.010250 -0.001250
Standard Error T Value Pr > (t) 0.945904 0.34 0.7448 0.017123 -0.91 0.4069 0.085617 0.94 0.3906 0.009997 0.07 0.9488 0.000148 -0.42 0.6909 0.000712 2.23 0.0763 0.003707 -1.89 0.1176 0.000071224 1.02 0.3554 0.000356 -0.72 0.5040 0.000037066 0.08 0.9361
Sum of Mean Square 0.001948 0.002027 0.000938
F value 2.40 2.50 1.16
Pr > F 0.1814 0.1713 0.4283
03:27 Wednesday, February 2, 2003
The RSREG Procedure Canonical Analysis of Response Surface Based on Coded Data
Factor X1 X2 X3
Critical Value Coded -2.240299 -1.427994 -0.088961
Uncoded 22.597008 6.144013 118.220770
Predicted value at stationary point: 0.437315
Eigenvalues 0.005316 -0.002729 -0.038087
Eigenvectors X1 X2 0.742471 0.258738 0.473000 0.450668 -0.474349 0.854373 Stationary point is a saddle point.
X3 0.617892 -0.757080 0.212225
3
147
NOTE NOTE
: Copyright © 1998 by SAS Institute Inc., Cary, NC, USA. : SAS ® Proprietary Software Version 7 (TS P1)
NOTE
: This session is executing on the WIN_95 platform.
NOTE
: SAS initialization used: real time 1.31 seconds
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
data Protein1; do x1 = 35 to 55 by 0.1; do x2 = 7 to 11 by 0.1; do x3 = 100 to 140 by 1; Protein = 0.325437 -0.015500*x1 + 0.080438*x2 + 0.000675*x3 + -0.000062500*x1*x1 + 0.001587*x2*x1 + -0.007000*x2*x2 + 0.000072500*x3*x1 + -0.000256*x3*x2 + -0.000003125*x3*x3; output; end; end; end; run;
NOTE NOTE
: The data set WORK.PROTEINI has 337881 observations and 4 variables. : DATA statement used: real time 0.37 seconds
20 21 22
proc sort data=protein1; by protein;
NOTE NOTE
: The data set WORK.RPTEINI has 337881 observations and 4 variables. : PROCEDURE SORT used: real time 2.25 seconds
23 24 25
proc means data=protein1 max; var protein; run;
NOTE
: PROCEDURE MEANS used: real time 0.38 seconds
Licensed to CORNELL INSTITUTE FOR SOCIAL AND ECONOMIC RESEARCH, Site 0002099025
148
The SAS System
NOTE NOTE
01:24 Wednesday, September 2, 2003 The MEANS Procedure Analysis Variable : Protein Maximum 0.4965547 : Copyright © 1998 by SAS Institute Inc., Cary, NC, USA. : SAS ® Proprietary software Version 7 (TS P1)
1
Licensed to CORNELL INSTITUTE FOR SOCIAL AND ECONOMIC RESEARCH, Site 0002099015
NOTE NOTE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 NOTE NOTE 20 21 22 NOTE NOTE 23 24 25 NOTE 26 27 28 29 NOTE NOTE 30 31 NOTE
: This session is executing on the WIN_95 platform. : SAS initialization used: real time 1.37 seconds data Protein2; do x1 = 35 to 55 by 0.1; do x2 = 7 to 11 by 0.1; do x3 = 100 to 140 by 1; protein = 0.325437 -0.015500*x1 + 0.080438*x2 + 0.000675*x3 + -0.000062500*x1*x1 + 0.001587*x2*x1 + -0.007000*x2*x2 + 0.000072500*x3*x1 + -0.000256*x3*x2 + -0.000003125*x3*x3; output; end; end; end; run; : The data set WORK.PROTEIN2 has 337881 observations and 4 variables. : DATA statement used: real time 0.38 seconds proc sort data=protein2; by protein; : The data set WORK.PROTEIN2 HAS 337881 observations and 4 variables. : PROCEDURE SORT used: real time 1.43 seconds proc means data=protein2 var protein; run; : PROCEDURE MEANS used: real time 0.32 seconds data data; set protein2; if protein ç 0.495 then delete; : The data set WORK.DATA has 44 observations and 4 variables. : DATA statement used: real time 0.22 seconds proc print; run; : PROCEDURE PRINT used: real time 0.00 seconds
149
The SAS System
N 337881
01:51 Wednesday, September 2, 2003 1 The MEANS Procedure Analysis Variable : protein Mean Std Dev Minimum Maximum 0.4397298 0.0222572 0.3494475 0.4965547
Obs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
X1 54.5 55.0 54.7 54.5 54.9 54.6 55.0 54.7 55.0 54.5 54.5 54.9 54.6 55.0 54.6 54.8 54.8 54.7 54.6 54.6 54.7 55.0 54.9 54.7 54.7 54.9 54.8 54.8 54.7 55.0 54.8 54.8 54.9 55.0 54.8 54.9 54.9 55.0 54.9 55.0 55.0 55.0 55.0 55.0
X2 9.2 9.3 9.7 9.5 9.0 9.6 9.5 9.1 9.4 9.3 9.4 9.8 9.2 9.0 9.5 9.7 9.1 9.6 9.3 9.4 9.2 9.8 9.1 9.5 9.3 9.7 9.6 9.2 9.4 9.1 9.5 9.3 9.2 9.7 9.4 9.6 9.3 9.2 9.5 9.4 9.6 9.3 9.5 9.4
X3 140 139 140 140 140 140 139 140 139 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140
Protein 0.49501 0.49505 0.49505 0.49507 0.49512 0.49512 0.49515 0.49517 0.49517 0.49517 0.49519 0.49521 0.49526 0.49532 0.49536 0.49537 0.49539 0.49542 0.49543 0.49547 0.49550 0.49555 0.49562 0.49565 0.49569 0.49569 0.49573 0.49574 0.49574 0.49584 0.49594 0.49595 0.49598 0.49601 0.49601 0.49603 0.49620 0.49622 0.49623 0.49628 0.49633 0.49646 0.49651 0.49655
150
Lampiran 11 b. Hasil analisis aktivitas xilanase pada optimasi proses
The SAS System 03:48 Wednesday, September 2, 2003 Obs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
y 277.57 59.55 238.07 89.84 52.56 60.02 60.01 58.85 123.46 263.69 60.02 60.72 57.45 62.81 64.21
X1 35 35 55 55 35 35 55 55 45 45 45 45 45 45 45
X2 7 11 7 11 9 9 9 9 7 7 11 11 9 9 9
X3 120 120 120 120 100 140 100 140 100 140 100 140 120 120 120
The RSREG Procedure Coding Coefficients for the Independent Variables Factor Subtracted off Divided by X1 45.000000 10.000000 X2 9.000000 2.000000 X3 120.000000 20.000000
Res popnse Surface for Variable y Response Mean 05.922000 Root MSE 26.709971 R-Square 0.9620 Coofficient of variation 25.2166
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Model
Residual Lack of Fit Pure Error Total Error
DF 3 3 3 9
DF 3 2 5
Type I Sum Of Squares R-Square 52743 0.5616 31496 0.3354 6103.392350 0.0650 90343 0.9620
F Value 24.64 14.72 2.85 14.07
Sum of Squares Mean Square 3541.650325 1180.550108 25.462400 12.731200 3567.112725 713.422545
F Value 92.73
Pr > F 0.0020 0.0065 0.1443 0.0048
Pr > F 0.0107
151
Parameter Intercept X1 (suhu) X2 (pH) X3 (rpm) X1*x3 X2*x1 X2*x2 X3*X2 X3*x2 X3*x3
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Factor X1 X2 X3
Estimate 1010.958125 -22.639750 -365.380625 22.128125 0.178275 0.872375 21.735000 -0.010775 -0.0872063 -0.053644
D F 4 4 4
Standard Error 886.821147 16.053781 8.268907 9.372308 0.139003 0.66 7749 3.475077 0.066775 0.333875 0.034751
Squares 2410.798568 84026 9295.343645
The SAS System
t Value Pr > (t) 1.14 0.3059 -1.41 0.2175 -4.55 0.0061 2.36 0.0647 1.28 0.2559 1.31 0.2483 6.25 0.0015 -0.16 0.8781 -2.61 0.0476 -1.54 0.1833
Sum of Mean Square 602.699642 21006 2323.835911
F Value
Pr > F
0.84 29.44 3.26
03:48 Wednesday, September 2, 2003 The RSREG Procedure
Canonical Analysis of Response Surface Based on Coded Data Critical Value Factor Coded Incoded X1 -0.225025 42.749745 X2 0.486378 9.972756 X3 0.044800 120.896006 Predicted value at stationary point: 42.711467
Eigenvalues 90.735819 16.770881 -24.196701
Eigenvectors X1 X2 0.119634 0.980860 0.992794 -0.117104 -0.006967 0.155567
Stationary point is a saddle point.
X3 -0.153631 0.025445 0.987801
Parameter Estimate From Coded Data 61.490000 -0.366250 -79.082500 18.403750 17.827500 17.447500 86.940000 -2.155000 -34.882500 -21.457500
0.5524 0.0011 0.1137
3
152
NOTE : Copyright © 1998 by SAS Institute Inc., Cary, NC, USA NOTE : SAS ® Propietary Software version 7 (TS P1) Licenced to CORNELL INSTITUTE FOR SOCIAL AND ECONOMIC RESEARCH, site 0002099015 NOTE : This session is executing on the WIN_95 Platform. NOTE : SAS initialization used: real time 1.31 seconds 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
data Spesifik1; do x1 = 35 to 55 by 0.1; do X2 = 7 to 11 by 0.1; do x3 = 100 to 140 by 1; Aktivitas = 1010.958125 + -22.639750*x1 + -365.380625*x2+ 22.128125*x3 + 0.178275*x1*x1 + 0.872375*x2*x1 + 21.735000*x2*x2 + -0.010775*x3*x1 + -0.872063*x3*x1 + -0.053644*x3*x3; output; end; end; end; run;
NOTE : The data set WORK.AKTIF1 has 337881 observations and 4 variables. NOTE : DATA statement used: real time 0.61 seconds 20 21 22
proc sort data=Aktif1; by aktivitas;
NOTE : The data set WORK.AKTIF1 has 337881 observations and 4 variables. NOTE : PROCEDURE SORT used: real time 2.29 second 23 proc means data=Aktif1 max; 24 var aktivitas; 25 run; NOTE : PROCEDURE MEANS used: real time 0.66 seconds
153
The SAS system 08;04 Wednesday, September 2, 2003 1 The MEANS Procedure Analysis Variable ; Aktivitas Maximum 297.1321100 NOTE : Copyright © 1998 by SAS Institute Inc., Cary, NC, USA NOTE : SAS ® Proprietary Software Version 7 (TS P1) Licensed to CORNELL INSTITUTE FOR SOCIAL AND ECONOMIC RSEARCH, Site 0002099015 NOTE : This session is executing on the WIN_95 platform. NOTE : SAS initialization used: real time 0.30 seconds 1 data Aktif2; 2 do x1 = 35 to 55 by 0.1; 3 do x2 = 7 to 11 by 0.1; 4 do x3 = 100 to 140 by 1; 5 Aktivitas = 1010.958125 + 6 -22.639750*x1 + 7 -365.380625*x2 + 8 22.128125*x3 + 9 0.178275*x1*x1 + 10 0.872375*x2*x1 + 11 21.735000*x2*x2 + 12 -0.010775*x3*x1 + 13 -0.872063*x3*x2 + 14 -0.053644*x3*x3; 15 output; 16 end; 17 end; 18 end; 19 run; NOTE : The data set WORK.AKTIF2 HAS 337881 observations and 4 variables. NOTE : DATA statement used: real time 0.37 seconds 20 proc sort data=Aktif2; 21 by aktivitas; 22 run; NOTE : The data set WORK.AKTIF2 has 337881 observations and 4 variables. NOTE : PROCEDURES SORT used: real time 1.60 seconds 23 proc means data=Aktif2; 24 var aktivitas; 25 run; NOTE : PROCEDURE MEANS used: real time 0.37 seconds. 26 27 data data; 28 set Aktif2; 29 if aktivitas ç 295 then delete; NOTE : The data set WORK.DATA has 9 observations and 4 variables. NOTE : DATA statement used: real time 0.22 seconds 30 proc print; 31 run; NOTE : PROCDURE PRINT used: real time 0.05 seconds The SAS System 08:15 Wednesday, February 2, 2003
1
154
N 3378881
The MEANS Procedure Analysis Variable : Aktivitas Mean Std Dev Minimum 90.4066250 57.5000213 15.4791335
The SAS System obs 1 2 3 4 5 6 7 8 9
X1 35.1 35.2 35.3 35.0 35.1 35.2 35.0 35.1 35.0
Maximum 297.1321100
08:15 Wednesday, September 2, 2000 2 X2 X3 Aktivitas 7 138 295.113 7 139 295.349 7 140 295.479 7 138 295.665 7 139 295.899 7 140 296.027 7 139 296.452 7 140 296.578 7 140 297.132
155
Lampiran 11 c. Hasil analisis aktivitas spesifik pada Optimasi proses The SAS System 03:35 Wednesday, September 2, 2003 Obs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
y 599.82 192.55 550.65 204.32 127.14 139.49 140.14 116.37 316.09 610.99 138.64 139.39 124.87 141.87 144.19
X1 35 35 55 55 35 35 55 55 45 45 45 45 45 45 45
X2 7 11 7 11 9 9 9 9 7 7 11 11 9 9 9
X3 120 120 120 120 100 140 100 140 100 140 100 140 120 120 120
The RSREG Procedure Coding Coefficients for the Independent Variables Factor Subtracted off Divided by X1 45.000000 10.000000 X2 9.000000 2.000000 X3 120.000000 20.000000
Respopnse Surface for Variable y Response Mean 245.901333 Root MSE 51.828127 R-Square 0.9716 Coofficient of variation 21.0768
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Model
Residual Lack of Fit Pure Error Total Error
DF 3 3 3 9
DF 3 2 5
Type I Sum Of Squares R-Square 255632 0.5407 180881 180881 22826 22826 459339 459339
F Value 31.72 22.45 2.83 19.00
Sum of Squares Mean Square 13208 4402.741908 222.548267 111.274133 13431 2686.154798
F Value 39.57
Pr > F 0.0011 0.0025 0.1457 0.0024
Pr > F 0.0248
156
Parameter Intercept X1 X2 X3 X1*x3 X2*x1 X2*x2 X3*X2 X3*x2 X3*x3
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Estimate 2217.857292 -37.771375 -846.996250 48.028875 0.399329 0.736750 52.606354 -0.045150 -1.838438 -0.115311
Factor
DF
X1 X2 X3
4 4 4
Standard Error 1720.791072 31.150817 155.754087 18.186061 0.269722 1.295703 6.743053 0.129570 0.647852 0.067431
Squares 7389.066839 431218 39911
t Value 1.29 -1.21 -5.44 2.64 1.48 0.57 7.80 -0.35 -2.84 -1.71
Sum of Mean Square 1847.266710 107805 9977.714056
Parameter Estimate From Coded Pr > (t) Data 0.2539 136.976667 0.2795 -6.190000 0.0029 -175.081250 0.0459 35.528750 0.1988 39.932917 0.5942 14.735000 0.0006 210.425417 0.7417 -9.030000 0.0363 -73.537500 0.1479 -46.124583
F Value 0.69 40.13 3.17
Pr > F 0.6308 0.0005 0.0913
The RSREG Procedure Canonical Analysis of Response Surface Based on Coded Data Critical Value Factor Coded Incoded X1 0.004554 45.045538 X2 0.424015 9.848031 X3 0.046684 120.933689
Eigenvalues 215.947922 39.706428 -51.420600
Eigenvectors X1 X2 0.044985 0.989191 0.0998273 -0.049797 0.037793 0.137915
Stationary point is a saddle point.
X3 -0.139558 -0.031180 0.989723
157
NOTE NOTE
NOTE
: Copyright © 1998 by SAS Institute Inc., Cary, NC, USA : SAS ® Propietary Software version 7 (TS P1) Licenced to CORNELL INSTITUTE FOR SOCIAL AND ECONOMIC RESEARCH, site 0002099015 : This session is executing on the WIN_95 Platform.
NOTE
: SAS initialization used: 1.37 seconds
1 2 3 4 5
data Spesifik1; do x1 = 35 to 55 by 0.1; do X2 = 7 to 11 by 0.1; do x3 = 100 to 140 by 1; Spesifik = 2217.857292 + -37.771375*X1 + -846.996250*X2 + 48.028875*X3 + 0.399329*X1*X1 + 0.736750*X2*X1 + 52.606354*X2*X2 + -0.045150*X3*X1 + -1.838438*X3*X2 + -0.115311*X3*X3; output; end; end; end; run;
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 NOTE NOTE
: The data set WORK.SPESIFIK1 has 33881 observations and 4 variables. : data statement used: real time 0.39 seconds
20 21 22
proc sort data=Spesifik1; by Spesifik;
NOTE NOTE
: The data set WORK.SPSIFIK1 has 337881 observations and 4 variables. : PROCEDURE SORT used: real time 1.65 second proc means data=Spesifik1 max; var Specifik; run;
23 24 25 NOTE
: PROCEDURE MEANS used: real time 0.32 seconds
158
The SAS system
08;35 Wednesday, September 2, 2003 1 The MEANS Procedure Analysis Variable ; Spesifik Maximum
655.3211980 NOTE NOTE
: Copyright © 1998 by SAS Institute Inc., Cary, NC, USA : SAS ® Proprietary Software Version 7 (TS P1)
NOTE
: This session is executing on the WIN_95 platform.
NOTE
: SAS INITIALIZATION USED: real time 0.32 seconds
Licensed to CORNELL INSTITUTE FOR SOCIAL AND ECONOMIC RSEARCH, Site 0002099015
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 NOTE NOTE 20 21 22 NOTE NOTE 23 24 25 NOTE 26 27 28 30 NOTE NOTE 30 31 NOTE
data Spesifik2; do x1 = 35 to 55 by 0.1; do x2 = 7 to 11 by 0.1; do x3 = 100 to 140 by 1; Spesifik = 2217.857292 + -37.771375*x1 + -846.996250*x2 + 48.028875*x1 + 0.399329*x1*x1 + 0.736750*x2*x1 + 52.606354*x2*x2 + -0.045150*x3x1 + -1.838438*x3*x2 + -0.115311*x3*x3; output; end; end; end; run; : The data set WORK.spesifik2 HAS 337881 observations and 4 variables. : DATA statement used: real time 0.38 seconds proc sort data=Spesifik2; by Spesifik; : The data set WORK.SPESIFIK2 has 337881 observations and 4 variables. : PROCEDURES SORT used: real time 1.43 seconds proc means data=Spesifik2; var Spesifik; run; : PROCEDURE MEANS used: real time 0.38 seconds. data data; set Spesifik2; if Spesifik <== 650 then delete; : The data set WORK.DATA has 13 observations and 4 variables. : DATA statement used: real time 0.16 seconds proc print; run; : PROCDURE PRINT used: real time 0.00 seconds
159
The SAS System
N 3378881
08:43 Wednesday, September 2, 2003 The MEANS Procedure Analysis Variable : Spesifik
Mean 207.9318079
The SAS System obs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Std Dev 128.7068387
1
Minimum 42.8264231
08:43 Wednesday, February 2, 2000 2 X1 35.2 35.0 35.3 35.4 35.1 35.2 35.3 35.0 35.1 35.2 35.0 35.1 35.0
X2 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
X3 138 137 139 140 138 139 140 138 139 140 139 140 140
Spesifik 650.113 650.406 650.668 650.992 651.190 651.742 652.063 652.275 652.824 653.141 653.913 654.227 655.321
Maximum 655.3211980
160
Lampiran 12. Perhitungan kinetika kultivasi isolat bakteri Bacillus pumilus RXA III-5 A. Perlakuan agitasi 200 rpm dan aerasi 0,5 vvm Ulangan 1 Waktu Biom200rpm Akt.200rpm Substrat 2 0.321 2.48 2.512 4 0.532 3.31 2.502 6 0.628 12.39 2.456 8 0.732 14.87 2.392 10 0.982 14.87 1.856 12 1.198 16.52 1.741 14 1.485 19.83 1.523 16 1.454 20.65 1.395 18 1.531 20.65 1.205 20 1.61 23.96 1.125 22 1.89 51.21 1.089 24 1.966 52.87 0.811 60
S-S0
X-X0
0 0.01 0.056 0.12 0.656 0.771 0.989 1.117 1.307 1.387 1.423 1.701
0 0.186 0.282 0.386 0.636 0.852 1.139 1.108 1.185 1.264 1.544 1.62
0 0.83 9.91 12.39 12.39 14.04 17.35 18.17 18.17 21.48 48.73 50.39
2 y = 0.8608x + 0.1661 R2 = 0.9648
50 y = 25.408x - 2.9466
40
1.5 X-X0
R2 = 0.7604
30 20 10
1 0.5
0 -10 0
0.5
1
1.5
0
2
0
0.5
X-X0
1
1.5
S-S0 P
60 50 y = 21.031x + 1.94 R2 = 0.6784
40 P-P0
P-P0
P-P0
30 20 10 0 0
0.5
1 S-S0
1.5
2 P
2
161
Ulangan 2 Waktu 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Biom200rpm 0.326 0.331 0.528 0.632 0.882 0.998 1.285 1.354 1.431 1.561 1.789 1.966
Akt.200rpm 2.48 2.58 12.49 13.87 14.07 15.52 18.83 19.65 20.65 23.96 53.21 54.87
Substrat 2.512 2.502 2.456 2.392 1.856 1.741 1.523 1.395 1.205 1.125 1.089 0.811
S-S0
60 50
y = 26.561x - 1.2881 R2 = 0.7781 X-X0
30 20 10 0 -0.5 -10 0
0.5
1
1.5
2
P-P0
0 -0.015 0.182 0.286 0.536 0.652 0.939 1.008 1.085 1.215 1.443 1.62
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
0 0.1 10.01 11.39 11.59 13.04 16.35 17.17 18.17 21.48 50.73 52.39
y = 0.8888x + 0.0579 R2 = 0.9738
0
0.5
1
X-X0
S-S0
P
60 50 y = 21.942x + 1.097 R2 = 0.6618
40 P-P0
P-P0
40
X-X0
0 0.01 0.056 0.12 0.656 0.771 0.989 1.117 1.307 1.387 1.423 1.701
30 20 10 0 0
0.5
1 S-S0
1.5
2 P
1.5
2
162
B. Perlakuan agitasi 150 rpm dan aerasi 0,5 vvm Ulangan 1 Waktu 2 4 6 8 10 14 16 18 20 22 24
Biom150rpm 0.381 0.401 0.489 0.716 0.756 0.913 1.142 1.196 1.315 1.521 1.89
Akt.150rpm 2.09 3.06 6.22 9.91 16.52 14.87 18.17 16.52 14.87 18.17 24.78
Substrat 2.854 2.789 2.653 2.423 1.765 1.652 1.423 1.395 1.323 1.125 1.021
S-S0
X-X0
0 0.065 0.201 0.431 1.089 1.202 1.431 1.459 1.531 1.729 1.833
P-P0
0 0.02 0.108 0.335 0.375 0.532 0.761 0.815 0.934 1.14 1.509
0 0.97 4.13 7.82 14.43 12.78 16.08 14.43 12.78 16.08 22.69
1.6
25
y = 13.223x + 3.2595
1.4
R2 = 0.8322 20
1.2
15
0.8
y = 0.6575x - 0.0622 R2 = 0.8753
P-P0
X-X0
1
10
0.6 0.4 0.2
5
0 0
-0.2 0 0.5
1 X-X0
1.5
0.5
1
2
y = 9.7091x + 1.4247 R2 = 0.9084
15 10 5 0 0
0.5
2 X-
25 20
1.5
S-S0
P-P0
P-P0
0
1 X-X0
1.5
2 P
163
Ulangan 2 Waktu 2 4 6 8 10 14 16 18 20 22 24
Biom150rpm 0.295 0.361 0.469 0.616 0.706 0.872 0.913 1.096 1.215 1.421 1.689
Akt.150rpm 2.19 2.96 5.62 9.99 14.52 16.87 18.17 19.52 19.87 20.17 24.78
Substrat 2.854 2.789 2.653 2.423 1.765 1.652 1.423 1.395 1.323 1.125 1.021
X-X0
0 0.065 0.201 0.431 1.089 1.202 1.431 1.459 1.531 1.729 1.833
P-P0
0 0.02 0.088 0.235 0.325 0.491 0.532 0.715 0.834 1.04 1.308
0 0.87 3.53 7.9 12.43 14.78 16.08 17.43 17.78 18.08 22.69
1.6 1.4
30 y = 16.293x + 2.3783 R2 = 0.8902
25
S-S0
P-P0
X-X0
20 15 10
1.2 1 0.8
y = 0.6038x - 0.0196 R2 = 0.8782
0.6 0.4 0.2
5
0 0
-0.2 0 0.5
X-X0
1
0.5
1.5
1
2 X-
P-P0
25 y = 10.997x + 0.9018 20
R2 = 0.9771
15 10 5 0 0
1.5
S-S0
P-P0
0
0.5
1 X-X0
1.5
2 P
164
C. Perlakuan agitasi 100 rpm dan aerasi 0,5 vvm Ulangan 1 Waktu 2 4 6 8 10 14 16 18 20 22 24
Biom100rpm 0.331 0.423 0.501 0.608 0.721 0.992 1.119 1.204 1.371 1.498 1.511
Akt.100rpm 1.59 4.39 7.19 8.39 9.99 8.79 6.39 4.39 5.99 7.19 21.18
Substrat 2.769 2.563 2.036 1.965 1.765 1.611 1.423 1.395 1.375 1.276 0.955
S-S0
X-X0
0 0.206 0.733 0.804 1.004 1.158 1.346 1.374 1.394 1.493 1.814
25
P-P0
0 0.092 0.17 0.277 0.39 0.661 0.788 0.873 1.04 1.167 1.18
0 2.8 5.6 6.8 8.4 7.2 4.8 2.8 4.4 5.6 19.59
1.4 y = 0.7417x - 0.1602
1.2 20
R2 = 0.8829
1 0.8
y = 5.5072x + 2.8576 R2 = 0.2298
10
0.6
X-X0
P-P0
15
0.4 0.2 0
5
-0.2 0 0
0.5
1
1.5
2
-0.4 0.5
1
X-X0
1.5
S-S0
P-P0
X
25 20
15 P-P0
0
y = 5.6093x + 0.4054
10
R2 = 0.3826
5 0 0
0.5
1 S-S0
1.5
2 P
165
Ulangan 2 Waktu 2 4 6 8 10 14 16 18 20 22 24
Biom100rpm 0.341 0.423 0.531 0.608 0.701 0.992 1.129 1.204 1.471 1.498 1.511
Akt.100rpm 1.49 5.39 7.19 9.39 10.99 11.79 12.39 11.39 15.99 17.19 21.18
Substrat 2.769 2.563 2.036 1.965 1.765 1.611 1.423 1.395 1.375 1.276 0.955
25
X-X0
0 0.206 0.733 0.804 1.004 1.158 1.346 1.374 1.394 1.493 1.814
1.4 1.2 1
20 X-X0
y = 11.568x + 2.8156 R2 = 0.8649
15 10
0
-0.4 X-X0
1
y = 0.7485x - 0.1554 R2 = 0.8669
0.4
5
0.5
0.5
1.5
1
2
X
25 20
y = 9.5102x - 0.0748 R2 = 0.9046
15 10 5 0 0
1.5
S-S0
P-P0
-5
0 3.8 5.6 7.8 9.4 10.2 10.8 9.8 14.4 15.6 19.59
0.8 0.6 0.2 0 -0.2 0
0
P-P0
0 0.092 0.2 0.277 0.37 0.661 0.798 0.873 1.14 1.167 1.18
P-P0
P-P0
S-S0
0.5
1 S-S0
1.5
2 P
166
D. Perlakuan agitasi 200 rpm dan aerasi 1 vvm Ulangan 1 Waktu Bio200rpm Akt.200rpm Substrat S-S0 X-X0 P-P0 2 0.432 2.72 2.685 0 0 0 4 0.502 9.98 1.872 0.813 0.07 7.26 6 0.667 11.79 1.657 1.028 0.235 9.07 8 0.871 8.16 1.69 0.995 0.439 5.44 10 1.026 14.51 1.591 1.094 0.594 11.79 12 1.301 16.33 1.541 1.144 0.869 13.61 14 1.423 19.95 1.458 1.227 0.991 17.23 16 1.503 32.65 1.343 1.342 1.071 29.93 18 1.612 50.79 1.375 1.31 1.18 48.07 20 1.882 56.23 1.276 1.409 1.45 53.51 22 1.907 88.88 0.945 1.74 1.475 86.16 24 2.108 92.52 0.878 1.807 1.676 89.8
100
2
80
y = 48.823x - 9.9005 R2 = 0.7827
60
X-X0
1
40
0.5
20
0
0
-0.5
0
0
0.5
1
1.5
0.5
1
1.5
2
2
-20
-1
X-X0
S-S0 X-
100 80
y = 54.314x - 31.966 R2 = 0.6523
60 P-P0
P-P0
y = 1.0732x - 0.4065 R2 = 0.7757
1.5
40 20 0
-20
0
0.5
1
1.5
2
-40 S-S0 P
167
Ulangan 2 Waktu Bio200rpm Akt.200rpm Substrat S-S0 X-X0 P-P0 2 0.303 3.75 2.685 0 0 0 4 0.332 9.08 1.872 0.813 0.1 6.36 6 0.567 10.79 1.657 1.028 0.135 8.07 8 0.771 12.69 1.69 0.995 0.339 9.97 10 0.926 14.87 1.591 1.094 0.494 12.15 12 1.101 15.46 1.541 1.144 0.669 12.74 14 1.323 19.59 1.458 1.227 0.891 16.87 16 1.539 32.65 1.343 1.342 1.107 29.93 18 1.701 50.79 1.375 1.31 1.269 48.07 20 1.889 69.23 1.276 1.409 1.457 66.51 22 1.907 88.88 0.945 1.74 1.475 86.16 24 2.282 92.52 0.878 1.807 1.85 89.8
2.5
100 y = 44.64x - 9.6638 R2 = 0.8305
80
2
R2 = 0.7622
1.5 X-X0
60 40 20
1 0.5 0
0
-0.5 0
1
2
0
0.5
1
1.5
2
3
-1
-20
S-S0
X-X0
X-
100 80
y = 55.033x - 31.483
60
R2 = 0.6359
40
P-P0
P-P0
y = 1.23x - 0.5086
20 0
-20
0
0.5
1
1.5
2
-40 S-S0 P
168
E. Perlakuan agitasi 150 rpm dan aerasi 1 vvm Ulangan 1
Waktu 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Akt Bio150 150 rpm rpm Substrat S-S0 X-X0 P-P0 0.339 4.09 2.536 0 0 0 0.402 6.66 2.331 0.205 0.063 2.57 0.511 8.24 1.891 0.645 0.172 4.15 0.698 10.13 1.723 0.813 0.359 6.04 0.824 15.45 1.682 0.854 0.485 11.36 1.002 22.81 1.563 0.973 0.663 18.72 1.098 33.85 1.423 1.113 0.759 29.76 1.345 42.67 1.231 1.305 1.006 38.58 1.432 40.47 1.116 1.42 1.093 36.38 1.623 55.18 1.023 1.513 1.284 51.09 1.807 71.37 0.985 1.551 1.468 67.28 2.028 77.26 0.912 1.624 1.689 73.17
80
2
y = 44.619x - 5.3586 2
R = 0.9653
60
y = 1.0133x - 0.2613
1.5 X-X0
20
1
0.5
0
0 0
0.5
1
1.5
2
-20
0
0.5
1
1.5
2
-0.5 X-X0
S-S0 P
X-
80 y = 43.259x - 15.058
60
R2 = 0.7996 P-P0
P-P0
R2 = 0.9049 40
40 20 0 0
0.5
1
1.5
2
-20 S-S0
P
169
Ulangan 2
Bio150 Waktu rpm 2 0.306 4 0.398 6 0.457 8 0.598 10 0.724 12 0.902 14 1.118 16 1.245 18 1.478 20 1.643 22 1.819 24 2.028
80 70
Akt 150 rpm Substrat S-S0 X-X0 P-P0 3.09 2.536 0 0 0 6.99 2.331 0.205 0.059 2.9 9.74 1.891 0.645 0.118 5.65 10.13 1.723 0.813 0.259 6.04 14.45 1.682 0.854 0.385 10.36 21.81 1.563 0.973 0.563 17.72 33.85 1.423 1.113 0.779 29.76 42.67 1.231 1.305 0.906 38.58 44.47 1.116 1.42 1.139 40.38 55.18 1.023 1.513 1.304 51.09 71.37 0.985 1.551 1.48 67.28 77.26 0.912 1.624 1.689 73.17
2
y = 43.278x - 2.6946 R2 = 0.9781
1.5
60
y = 1.046x - 0.3268 R2 = 0.8822
X-X0
40 30
1
0.5
20 10
0
0 -0.5 -10 0
0 0.5
1
1.5
2
0.5
1
1.5
2
-0.5 S-S0
X-X0 P
X-
80 y = 43.932x - 15.496
60
R2 = 0.8127 P-P0
P-P0
50
40 20 0 0
0.5
1
1.5
2
-20 S-S0
P
170
F. Perlakuan agitasi 100 rpm dan aerasi 1 vvm Ulangan 1 Waktu Bio100rpm Akt100rpm Substrat S-S0 X-X0 P-P0 2 0.397 4.32 2.594 0 0 0 4 0.403 4.46 2.423 0.171 0.006 0.14 6 0.512 10.37 1.891 0.703 0.115 6.05 8 0.654 16.42 1.765 0.829 0.257 12.1 12 0.893 15.56 1.682 0.912 0.496 11.24 14 1.103 17.29 1.635 0.959 0.706 12.97 16 1.207 20.75 1.511 1.083 0.81 16.43 18 1.312 19.02 1.356 1.238 0.915 14.7 20 1.612 27.67 1.256 1.338 1.215 23.35 22 1.512 38.91 1.123 1.471 1.115 34.59 24 1.893 47.55 0.985 1.609 1.496 43.23 30 1.872 27.67 0.874 1.72 1.475 23.35
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
2
y = 21.122x + 1.3648 R2 = 0.7916
y = 0.9527x - 0.245 R2 = 0.8701
1
X-X0
P-P0
1.5
0.5 0 0
0.5
X-X0 1
1.5 P-P0
2
1
y = 23.916x - 6.5315 R2 = 0.8093
20 10 0 0
-10
0.5
2 X-
40 30
1.5
S-S0
50
P-P0
0
0.5
-0.5
1
1.5
2
S-S0 P
171
Ulangan 2 Waktu Bio100rpm Akt100rpm Substrat S-S0 X-X0 P-P0 2 0.292 3.02 2.594 0 0 0 4 0.487 4.69 2.423 0.171 0.195 1.67 6 0.599 10.99 1.891 0.703 0.307 7.97 8 0.665 17.42 1.765 0.829 0.373 14.4 12 0.917 16.96 1.682 0.912 0.625 13.94 14 1.941 17.29 1.635 0.959 1.649 14.27 16 1.398 20.75 1.511 1.083 1.106 17.73 18 1.436 24.02 1.356 1.238 1.144 21 20 1.797 27.67 1.256 1.338 1.505 24.65 22 1.621 38.91 1.123 1.471 1.329 35.89 24 1.893 47.55 0.985 1.609 1.601 44.53 50 45 40 35 30 25
1.8 1.6
y = 17.449x + 2.2236 X-X0
P-P0
R2 = 0.6246
20 15 10 5 0
y = 1.0421x - 0.083 R2 = 0.7428
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2
0.5
X-X0 1
1.5 P-P0
2
0.5
1 S-S0
50
P-P0
0
0 -0.2 0
40
y = 24.803x - 5.4315
30
R2 = 0.8632
20 10 0 0 -10
0.5
1
1.5
2
S-S0 P
1.5
2 X-
172
Lampiran 9. G. Penentuan laju pertumbuhan (µ) Waktu 0 2 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Biom200rpm 0.326 0.331 0.528 0.632 0.882 0.998 1.285 1.354 1.431 1.561 1.789 1.966
Ln X -1.12086 -1.10564 -0.63866 -0.45887 -0.12556 -0.002 0.250759 0.303063 0.358374 0.445327 0.581657 0.676001
Waktu 0 2 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Biom200rpm 0.346 0.321 0.628 0.732 0.982 1.198 1.485 1.454 1.531 1.61 1.89 1.966
1
1
Ln Bobot Sel (g/l)
0.5 LnBobotSel(g/l)
Ln X -1.06132 -1.13631 -0.46522 -0.31197 -0.01816 0.180653 0.395415 0.374318 0.425921 0.476234 0.636577 0.676001
0 0
10
20
30
-0.5 y = 0.0795x - 1.0762 R2 = 0.9601
-1
0.5 0 0
10
20
30
-0.5 y = 0.0777x - 0.9701 R2 = 0.9191
-1 -1.5
-1.5
Waktu(jam)
Waktu(jam)
Ln X Linear (Ln X)
Waktu
Biom150rpm 0.295 0.361 0.469 0.616 0.706 0.872 0.913 1.096 1.215 1.421 1.689
Ln X -1.22078 -1.01888 -0.75715 -0.48451 -0.34814 -0.13697 -0.09102 0.091667 0.194744 0.351361 0.524137
Waktu 0 2 6 8 10 12 14 18 20 22 24
Biom150rpm 0.305 0.381 0.489 0.716 0.756 0.812 0.913 1.196 1.315 1.521 1.89
0.8 0.6
1
0.4 0.2
0.5
0 -0.2 0
10
20
30
-0.4 -0.6 -0.8 -1
Ln Bobot Sel (g/l)
Ln Bobot Sel (g/l)
0 2 6 8 10 12 14 18 20 22 24
Ln X -1.18744 -0.96496 -0.71539 -0.33408 -0.27971 -0.20825 -0.09102 0.178983 0.273837 0.419368 0.636577
0 0
10
20
30
-0.5
y = 0.0693x - 1.1199 R2 = 0.9801
-1
-1.2 -1.4
y = 0.0709x - 1.0829 R2 = 0.9804
-1.5
Waktu (jam)
Waktu (jam)
Ln X Linear (Ln X)
Ln X
173
Waktu
Ln X -1.07587 -0.86038 -0.63299 -0.49758 -0.35525 -0.00803 0.121332 0.185649 0.385942 0.404131 0.412772
Waktu 0 2 6 8 10 12 14 18 20 22 24
Biom100rpm 0.329 0.331 0.501 0.608 0.721 0.711 0.992 1.204 1.371 1.498 1.511
0.8
0.8
0.6
0.6
0.4
0.4 Ln Bobot Sel (g/l)
Ln Bobot Sel (g/l)
0 2 6 8 10 12 14 18 20 22 24
Biom100rpm 0.341 0.423 0.531 0.608 0.701 0.992 1.129 1.204 1.471 1.498 1.511
0.2 0 -0.2 0
10
20
30
-0.4 -0.6
y = 0.0652x - 0.9806 R2 = 0.9578
-0.8
Ln X -1.1117 -1.10564 -0.69115 -0.49758 -0.32712 -0.34108 -0.00803 0.185649 0.31554 0.404131 0.412772
0.2 0 -0.2 0
10
20
30
-0.4 -0.6 -0.8
-1
-1
-1.2
-1.2
y = 0.0693x - 1.1082 2 R = 0.9766
Waktu (jam)
Waktu (jam)
Ln X Linear (Ln X)
Ln X
Waktu
Bio200rpm 0.303 0.332 0.567 0.771 0.926 1.101 1.323 1.539 1.701 1.889 1.907 2.282
Ln X Waktu -1.19402 0 -1.10262 2 -0.5674 6 -0.26007 8 -0.07688 10 0.096219 12 0.279902 14 0.431133 16 0.531216 18 0.636048 20 0.645531 22 0.825052 24
Bio200rpm 0.323 0.432 0.667 0.871 1.026 1.301 1.423 1.503 1.612 1.882 1.907 2.108
1.5
1.5
1
1
0.5 0 0
10
20
30
-0.5 -1
y = 0.0861x - 1.0702 R2 = 0.9592
Ln Bobot Sel (g/l)
Ln Bobot Sel (g/l)
0 2 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
0.5 0 0
10
20
30
-0.5 -1 -1.5
-1.5
Ln X -1.1301 -0.83933 -0.40497 -0.13811 0.025668 0.263133 0.352767 0.407463 0.477476 0.632335 0.645531 0.74574
y = 0.0757x - 0.8723 R2 = 0.935 Waktu (jam)
Waktu (jam) Ln X
Ln X Linear (Ln X)
174
Waktu
Bio200rpm 0.306 0.398 0.457 0.598 0.724 0.902 1.118 1.245 1.478 1.643 1.819 1.928
Ln X Waktu -1.18417 0 -0.9213 2 -0.78307 6 -0.51416 8 -0.32296 10 -0.10314 12 0.111541 14 0.219136 16 0.39069 18 0.496524 20 0.598287 22 0.656483 24
Bio150rpm 0.306 0.339 0.511 0.698 0.824 1.002 1.098 1.345 1.432 1.623 1.807 2.028
1
1
0.5
0.5 Ln Bobot Sel (g/l)
Ln Bobot Sel (g/l)
0 2 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
0 0
10
20
30
-0.5
Ln X -1.18417 -1.08176 -0.67139 -0.35954 -0.19358 0.001998 0.09349 0.296394 0.359072 0.484276 0.591668 0.70705
0 0
10
20
-0.5
y = 0.0805x - 1.1323 2
R = 0.9831
-1
y = 0.081x - 1.1051 R2 = 0.9758
-1
-1.5
-1.5
Waktu (jam)
Waktu (jam)
#REF!
#REF!
Waktu 0 2 6 8 10 12 16 18 20 22 24
30
Bio100rpm 0.302 0.437 0.492 0.565 0.767 0.989 1.272 1.312 1.612 1.512 1.893
Ln X Waktu -1.19733 0 -0.82782 2 -0.70928 6 -0.57093 8 -0.26527 10 -0.01106 12 0.24059 16 0.271553 18 0.477476 20 0.413433 22 0.638163 24
Bio100rpm 0.342 0.397 0.512 0.654 0.726 0.893 1.207 1.312 1.612 1.512 1.893
1
Ln X -1.07294 -0.92382 -0.66943 -0.42465 -0.32021 -0.11317 0.188138 0.271553 0.477476 0.413433 0.638163
0.8 0.6 0.4
0 0
10
20
30
-0.5
Ln Bobot Sel (g/l)
Ln Bobot Sel (g/l)
0.5
0.2 0
-0.2 0
-0.6
-1
10
20
30
-0.4
y = 0.0742x - 1.0715 R2 = 0.9679
-0.8
y = 0.072x - 1.0432 R2 = 0.9876
-1
-1.5
-1.2
Waktu (jam)
Waktu (jam)
Ln X
Ln X Linear (Ln X)
175
Lampiran 9. H. Perhitungan Standar De viasi rpm vvm Yp/x 1 Yp/x 2 200 0.5 25.408 26.56 150 0.5 13.22 16.29 100 0.5 5.51 11.57 200 1 48.83 44.64 150 1 44.62 43.82 100 1 21.12 17.45
Rata2 25.984 14.755 8.54 46.735 44.22 19.29
St Dev 0.814587 2.170818 4.285067 2.962777 0.565685 2.595082
rpm vvm Yx/s 1 Yx/s 2 Rata2 200 0.5 0.86 0.88 0.87 150 0.5 0.657 0.604 0.6305 100 0.5 0.74 0.75 0.745 200 1 1.07 1.23 1.15 150 1 1.04 1.01 1.025 100 1 0.95 0.98 0.965
St Dev 0.014142 0.037477 0.007071 0.113137 0.021213 0.021213
rpm vvm Yp/s 1 Yp/s 2 Rata2 200 0.5 21.03 21.94 21.485 150 0.5 9.71 10.99 10.35 100 0.5 5.61 9.5 7.555 200 1 54.31 55.03 54.67 150 1 43.93 43.25 43.59 100 1 23.92 24.8 24.36
St Dev 0.643467 0.905097 2.750645 0.509117 0.480833 0.622254
rpm vvm U1 U2 Rata2 200 0.5 0.079 0.077 0.078 150 0.5 0.069 0.071 0.07 100 0.5 0.065 0.069 0.067 200 1 0.086 0.076 0.081 150 1 0.08 0.081 0.0805 100 1 0.074 0.072 0.073
St Dev 0.001414 0.001414 0.002828 0.007071 0.000707 0.001414
Lampiran 13. Data penentuan reologi cairan kultivasi A. Data hubungan antara waktu kultivasi dengan viskositas Waktu Kultivasi
1
2
3
Rerata
Viskositas
0 Jam
3
3.5
3.5
3.3
0.03236
24 Jam
2.2
3.0
2.6
2,5
0,02452
48 Jam
1,8
2,0
2,5
2,1
0,02059
72 Jam
1,5
1,5
2,0
1,7
0,01667
B. Data hubungan antara viskositas dan laju geser Putaran Spindle
N=rps
N=rpm
Viskositas
Viskositas
Laju geser
(Cp)
(g/cm.det)
(det -1 )
60
1.0
4.0
0.039228
12.7233
30
0.5
5.0
0.049035
6.3600
12
0.2
7.5
0.073553
2.5440
6
0.1
12.0
0.117684
1.2720
3
0.05
35.0
0.343245
0.6360
C. Data hubungan antara laju geser dan tegangan geser Putaran Spindle
Laju geser
Tegangan geser
N=rpm
(det-1 )
(g/cm.det)
60
12.7233
3.1393
30
6.3600
1.5696
12
2.5440
0.6278
6
1.2720
0.3139
3
0.6360
0.1569
Dari data tersebut berdasarkan rumus µ = k ?n -1 (Holland and Chapman, 1966) apabila diintegrasikan log µ = log k + n-1 log ? maka dari grafik hubungan antara log µ dan log ? diperoleh nilai k = 0,179 g/cm.detn+2 dan n = 0,3212.
Lampiran 14. Perhitungan kebutuhan tenaga persatuan volume (Pg/V) produksi xilanase oleh Bacillus pumilus RXAIII-5 menggunakan bioreaktor 2 l (Biostat-B) A. Spesifikasi bioreaktor Biostat-B Tipe pengaduk
: six bladed disc turbin
Jumlah pengaduk (Ni)
: 2 set
Tinggi Bioreaktor (Ht)
: 25 cm
Diameter impeler (Di)
:5,5 cm
Diameter dalam Tangki (D): 13 cm Diameter luar tangki (Dt) : 16 cm Volume tanki
B.
: 2 liter
Peubah fisik Volume kerja bioreaktor (v) = 1 liter = 1 x 10 -3 m3 Tinggi media (Hl) : V
= (p /4) (Dt)2 (Hl)
1,3 x 10-3 (Hl)
= (p /4)(0,13 )2 (Hl)
= 0,098 m =9,8 cm
Laju aerasi (Vs)
: 1 vvm
Kecepatan agitasi (N)
: 200 rpm = 3,333 rps
Densitas medium xilan tongkol jagung : 1,183 g/cm Viskositas Media (µ) : 1,18 g/cm.det = 118 x 10-2 kg/m.det
C. Perhitungan Penentuan kebutuhan tenaga untuk pengadukan cairan fermentasi di dalam bioreaktor tanki teraduk dapat diketahui dengan terlebih dahulu menghitung bilangan reynolds dan Bilangan tenaga (Np). Bilangan tenaga (Np) dapat diketahui dengan menggunakan grafik hubungan antara Bilangan Reynolds pada berbagai jenis pengaduk dengan Np. Bilangan Reynolds ditentukan denganm menggunakan persamaan untuk non-Newtonian (Paulin, 1995) NRe = (N1 D12 ?) / µa
Dimana : N 1 : kecepatan stirer = 200 rpm = 3,33 rps D1 : Diameter impeller = 5,5 cm ? : Densitas = 1,183 g/cm µa : Viskositas = 1,18 k : Indeks konsistensi = 0,179 n : Indeks perilaku cairan = 0,3212 Hasil perhitungan Bilangan Reynolds adalah 6975,076 atau 6,9x 103 . Menurut Paulin (1995) nilai NRe>103 menunjukkan aliran turbulen. Bilangan Power (Np) ditentukan dengan menplotkan Nre pada kurva Fungsi Power versus Nre untuk six bladed turbin impeller dan didapat nilai Np = 5,0. Konsumsi tenaga yang dibutuhkan ditentukan dengan persamaan: P = (? N 3 D15 N P) /gc Dimana: P = tenaga yang dibutuhkan Np = Bilangan power gc = Grafitasi = 981 g cm/g det2 Dari hasil penelitian tersebut maka konsumsi tenaga yang dibutuhkan bioreaktor untuk menggerakkan impeller sebesar 15,66 g/cmdet atau 15,66 x 10-3 kg/m.det = 0,206 x 10-3 HP Tenaga terkoreksi: Dengan menggunakan six bladed disc turbin impeller, menurut Wang et al. (1979) (Di/Dt)* = 3 dan (Hl/Di)* = 3 Faktor Koreksi = [{(Di/Dt) x (Hl/Di)}/{(Di/Dt)* x (Hl/Di)*}]0,5 Dari data bioreaktor Biostat-B diperoleh Faktor koreksi (FK) = 0,236 Maka tenaga terkoreksi = P x FK = 0,048616 x 10-3 HP Koreksi terhadap penurunan tenaga pengadukan karena adanya aerasi dilakukan dengan menggunakan Bilangan aerasi (Na) yaitu kecepatan aliran udara (F) pada tanki bioreaktor dibagi kecepatan ujung pengaduk. Na = (F/Di) / (N Di) = F/ NDi3 = (0,5) (1 x 10-3 ) / 200 (0,055)3 = 0,015026
Dari grafik hubungan antara perbandingan tenaga pengadukan pada sistem beraerasi dan tanpa aerasi (Pg/P dengan bilangan Aerasi (Na) pada berbagai impeller maka diperoleh Pg/P* = 0,80 Tenaga untuk sistem beraerasi (Pg) : Pg = 0,80 x P* = 0,80 x 0,0486 x 10-3 HP = 0,03888 x 10 -3 HP Tenaga per unit volume (Pg/V) : (Pg/V) =0,3888 x 10 -4 / 1 x 10-3 (Pg/V) = 0,03888 HP/m3
Lampiran 15. Perhitungan rancang bangun alat dan proses produksi xilanase pada bioreaktor 10000 liter •
Penggandaan skala didasarkan pada rancangan skala industri dengan bioreaktor Biostat-B dengan mempertahankan nisbah kesamaan geometrinya.
•
Bioreaktor skala industri dirancang berkapasitas 10000 liter, sehingga pengga ndaan skala volumetrik = 5000 kali.
•
Volume kerja bioreaktor 65% = 65% x 1000 l = 650 liter = 6,5 m3 Bioreaktor skala 2 liter
Dt1 = 0,13 m Hl1 = 0,25 m
Nisbah dipertahankan sama, maka Hl2 = (0,25/0,13) Dt2 Bioreaktor 10 000 liter V = (p /4)( Dt2 )2 (Hl2) 6,5 = (p /4)(0,13)2 (0,25/0,13) Dt2 = 1,5096 Dt3 Dt2 = (4,305)1/3 = 1,623 m Diameter Tanki 1,623 meter Tinggi media cair Hl2 = (0,25/0,13) Dt2 = 3,12 meter Diameter impeller Nisbah dipertahankan sama Di2 = (0,055/0,13) Dt2 = 0,423 x 1,623 = 0,686 m Diameter impeller 0,686 meter
Penggandaan Skala Berdasarkan Pg/V tetap Penentuan agitasi menurut Wang et al. (1978) (N1) 3 (Di1 )2 = (N2 )3 (Di2 )2 (200)3 (0,055) 2 = (N 2 )3 (0,686)2 (N 2)3 = 51434,6 (N 2) = 37,18 rpm Penentuan tenaga eksternal agitator (P) Bioreaktor 10 000 l dengan asumsi Power Number tetap = 5
P = (? N 3 D15 N P) /gc = {(1,183) x (0,62)3 x (0,686)5 x 5} / 9,81 = 0,2872 HP Tenaga terkoreksi dengan standar impeler (P*) (P*) = P x FK =0,287 HP x 0,684 = 0,196 Pg/P* = {(Pg/V) x V}/ P = (0,2665 x 6,5) /0,196 = 8,838 Dari kurva hubungan antara perbandingan tenaga pengadukan pada sistem beraerasi dan tanpa aerasi (Pg/P) dengan Bilangan Aerasi (Na) pada berbagai tipe pengaduk diperoleh nilai Na = 2,8 x 10 -2
Penentuan laju aerasi (F) Na = F/ N (D)3 F = (Na) (N) (D)3 = (
) ( ) (0,94)3
Penentua n dengan rumus lain yaitu Pg/Po = 0,10 (Fg/(N x V))-0,25 x {(N1 2 D1 4 ) /(g x W x V2/3 )} 8,838 = 0,10 (Fg / (37,2 x 6,5))-0,25 x {((37,2)2 (0,686) 4 ) / 9,81 (6,5)2/3 }-0,20 Fg = 0,27 vvm
190 Lampiran 16 A . Perhitungan analisis kelayakan finansial industri xilan dari tongkol jagung A. Tanah : 1000 m2 x Rp 300 000 /m2 = Rp 300 000 000 Perizinan = 10% dari biaya lahan = Rp 30 000 000 Total = Rp 330 000 000 B. Bangunan No Uraian Jumlah satuan Harga satuan Biaya (Rp) 1. Kantor 300 m2 1000 000 300 000 000 2 2. Pabrik dan gudang 600 m 1000 000 600 000 000 3. Jalan 100 m2 150 000 15 000 000 Jumlah 915 000 000 C. Perlengkapan kantor No Uraian 1. Kursi dan meja tamu 2. Meja dan kursi kerja 3. Kursi 4. Lemari arsip 5. Kendaraan 6. Peralat Pengend. mutu
Jumlah satuan 1 set 4 set 4 buah 1 buah 1 truk
Harga satuan 2000 000 500 000 200 000 1000 000 100 000 000 Jumlah
D. Alat dan Mesin No Uraian 1. Hammer mill 2. Blender 3. Filter press 4. Tanki 5. Reaktor 6. Timbangan besar 7. Timbangan kecil 8. Troley
Jumlah satuan 1 set 1 set 2 set 4 buah 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
Harga satuan 30 000 000 50 000 000 24 000 000 1 500 000 29 000 000 500 000 200 000 300 000 Jumlah
Biaya (Rp) 2 000 000 2 000 000 800 000 1 000 000 100 000 000 20 000 000 125 200 000
Biaya (Rp) 30 000 000 50 000 000 24 000 000 6 000 000 29 000 000 500 000 200 000 300 000 140 000 000
E. Biaya Pra-operasional
= 2% x (perlengkapan kantor + alat dan mesin) = 2% x (Rp 125 200 000,- + Rp 140 000 000) = Rp 5 304 000,-
F. Total investasi
=A+B+C+D+E
G. Biaya Tetap - Penyusutan/th Alat dan mesin Bangunan Total penyusutan
= (P-S)/N = (Rp 140 000 000 – Rp 14 000 000) / 10 = Rp 12 600 000 = (Rp 915 000 000 – Rp 183 000 000) / 20 = Rp 36600 000 = Rp 49 200 000
=Rp 1 515 504 000
191 - Bunga modal/th = i x P x (N+1)/2N Alat dan mesin =0,16 x Rp 140 000 000 x (10+1) / 20 Bangunan =0,16 x Rp 915 000 000 x (20 +1) / 40 Total bunga modal Pajak dan asuransi/th Alat dan mesin = 2% x Rp 140 000 000 Bangunan = 1% x Rp915 000 000 Tanah = 1% x Rp 330 000 000 Asuransi = 2% x Rp 1 515 504 000 Total Pajak dan Asuransi Total biaya tetap = Rp 183 640 080 H. Biaya Tidak Tetap Bahan Baku : Tongkol Jagung = 500 kg x 300 hari/th x Rp 50/kg Na Hipoklorit = (5000 l/40) x 300 hari/th x Rp 7500 NaOH = 400 x 300 hari/th x Rp 5000 HCl = 530 x 300 x hari/th x Rp 5000 Etanol = 2500 x 300 hari/th x Rp 4500 Total biaya bahan baku
= Rp 12 320 000 = Rp 76 860 000 = Rp 89 180 000 = Rp2 800 000 = Rp 9 150 000 = Rp 3 300 000 = Rp 30 310 080 = Rp 45 260 080
= Rp 7 500 000 = Rp 274 500 000 = Rp 600 000 000 = Rp 795 000 000 = Rp4 200 000 000 = Rp 5 877 000 000
Listrik = 3000 kwh/bl x 12 x Rp 550 = Rp 19 800 000 Perbaikan dan pemeliharaan= 2% x Rp 140 000 000 = Rp 2 800 000 Kemasan = 0,1 x 500 kg x Rp 1500 x 300 hari/th = Rp 22 500 000 Upah karyawan No Uraian Jumlah Gaji/bl(Rp) Biaya (Rp) 1 Kepala pabrik 1 orang 2500000 30 000 000 2 Mandor 2 orang 1500000 36 000 000 3 Operator 2 0rang 1250000 30 000 000 4 Sopir/pekerja gudang 3 orang 800 000 29 800 000 Total 124 800 000 Total biaya tidak tetap
I. Biaya Total
= Rp 6 046 900 000
= Biaya tetap + biaya tidak tetap = Rp 183 640 080 + Rp 6 046 900 000 = Rp 6 230 540 080,-
J. Harga Pokok Harga pokok = Rp 6 230 540 080,-/ (10% x 500 kg x 300 hari/th) = Rp 415 369,33
192 Lampiran 16 B. Perhitungan analisis kelayakan finansial industri xilanase dengan media xilan dari tongkol jagung A. Tanah : 1000 m2 x Rp 300 000 /m2 Perizinan = 10% dari biaya lahan Total B. Bangunan No Uraian Jumlah satuan 1. Kantor 300 m2 2. Pabrik dan gudang 600 m2 3. Jalan 100 m2
C. Perlengkapan kantor No Uraian 1. Kursi dan meja tamu 2. Meja dan kursi kerja 3. Kursi 4. Lemari arsip 5. Kendaraan 6. Peralat Pengend. mutu
Jumlah satuan 1 set 4 set 4 buah 1 buah 1 truk
= Rp 300 000 000 = Rp 30 000 000 = Rp 330 000 000 Harga satuan 1000 000 1000 000 150 000 Jumlah
Biaya (Rp) 300 000 000 600 000 000 15 000 000 915 000 000
Harga satuan 2000 000 500 000 200 000 1000 000 100 000 000
Biaya (Rp) 2 000 000 2 000 000 800 000 1 000 000 100 000 000 20 000 000 125 200 000
Jumlah D. Alat dan Mesin No Uraian 1. Bioreaktor-300 liter 2. Membran 3. Sentrifug 4. Tanki 5. Timbangan besar 6. Timbangan kecil 7. Troley
Jumlah satuan 1 set 1 set 2 set 4 buah 1 unit 1 unit 1 unit
Harga satuan 300 000 000 50 000 000 100 000 000 1 500 000 500 000 200 000 300 000 Jumlah
Biaya (Rp) 300 000 000 50 000 000 100 000 000 6 000 000 500 000 200 000 300 000 456 550 000
E. Biaya Pra-operasional
= 2% x (perlengkapan kantor + alat dan mesin) = 2% x (Rp 125 200 000,- + Rp 456 550 000) = Rp 11 635 000,-
F. Total investasi
=A+B+C+D+E
G. Biaya Tetap - Penyusutan/th Alat dan mesin Bangunan Total penyusutan
= (P-S)/N = (Rp 456 550 000 – Rp 45655 000) / 10 = Rp 41 089 500 =(Rp 915 000 000 – Rp 183 000 000) / 20 = Rp 36600 000 = Rp 77 689 500
=Rp 1 838 385 000,-
193
- Bunga modal/th = i x P x (N+1)/2N Alat dan mesin =0,16 x Rp 456 550 000 x (10+1) / 20 Bangunan =0,16 x Rp 915 000 000 x (20 +1) / 40 Total bunga modal Pajak dan asuransi/th Alat dan mesin = 2% x Rp456 550 000 Bangunan = 1% x Rp 915 000 000 Tanah = 1% x Rp 33 000 000 Asuransi = 2% x Rp 751 385 000 Total Pajak dan Asuransi Total biaya tetap = Rp 253 074 600
= Rp 40 176 400 = Rp 76 860 000 = Rp 117 036 400 = Rp 9 131 000 = Rp 9 150 000 = Rp 3 300 000 = Rp 15 027 700 = Rp 58 348 700
H. Biaya Tidak Tetap Bahan Baku : Sekali proses 1000 liter /batch media selama 4 hari Xilan Tongkol Jagung = 60 kg x 300 hari/th x Rp406 682,67 /kg= Rp 732 027 600 Polipepton = 2,5kg x Rp 1200 000/kg x 300 hari/th = Rp 180 000 000 Ekstrak khamir = 1 kg x Rp 800 000/kg x 300 hari/th = Rp 48 000 000 Kalium hidrofosfat = 0,16 x Rp 495 000 x 300 hari/th = Rp 4 752 000 Total biaya bahan baku = Rp 827 100 600
Listrik = 5800 kwh/bl x 12 x Rp 550 = Rp 38 280 000 Perbaikan dan pemeliharaan= 2% x Rp 456 550 000 = Rp 9 131 000 Kemasan = (6240 g/10g) x Rp 1000 x 60 = Rp 37 440 000 Upah karyawan No Uraian Jumlah Gaji/bl(Rp) Biaya (Rp) 1 Kepala pabrik 1 orang 2500000 30 000 000 2 Mandor 2 orang 1500000 36 000 000 3 Operator 2 0rang 1250000 30 000 000 4 Sopir/pekerja gudang 3 orang 800 000 29 800 000 Total 124 800 000 Total biaya tidak tetap I. Biaya Total = Biaya tetap + biaya tidak tetap = Rp 253 074 600 + Rp1 018 031 600 = Rp 1 271 106 200 J. Harga Pokok Harga pokok = Rp 1 271 106 200 /{(655,32 U/mg protein) x 60} = Rp 32 327,82 / U/mg protein)
= Rp 1 018 031 600
194 Lampiran 16 C. Perhitungan analisis kelayakan finansial industri xilanase dengan media oat spelt xylane A. Tanah : 1000 m2 x Rp 300 000 /m2 Perizinan = 10% dari biaya lahan Total B. Bangunan No Uraian Jumlah satuan 1. Kantor 300 m2 2. Pabrik dan gudang 600 m2 3. Jalan 100 m2
C. Perlengkapan kantor No Uraian 1. Kursi dan meja tamu 2. Meja dan kursi kerja 3. Kursi 4. Lemari arsip 5. Kendaraan 6. Peralat Pengend. mutu
Jumlah satuan 1 set 4 set 4 buah 1 buah 1 truk
= Rp 300 000 000 = Rp 30 000 000 = Rp 330 000 000 Harga satuan 1000 000 1000 000 150 000 Jumlah
Biaya (Rp) 300 000 000 600 000 000 15 000 000 915 000 000
Harga satuan 2000 000 500 000 200 000 1000 000 100 000 000
Biaya (Rp) 2 000 000 2 000 000 800 000 1 000 000 100 000 000 20 000 000 125 200 000
Jumlah D. Alat dan Mesin No Uraian 1. Bioreaktor-300 liter 2. Membran 3. Sentrifug 4. Tanki 5. Timbangan besar 6. Timbangan kecil 7. Troley
E. Biaya Pra-operasional
Jumlah satuan 1 set 1 set 2 set 4 buah 1 unit 1 unit 1 unit
Harga satuan 300 000 000 50 000 000 100 000 000 1 500 000 500 000 200 000 300 000 Jumlah
Biaya (Rp) 300 000 000 50 000 000 100 000 000 6 000 000 500 000 200 000 300 000 456 550 000
F. Total investasi
= 2% x (perlengkapan kantor + alat dan mesin) = 2% x (Rp 125 200 000,- + Rp 456 550 000) = Rp 11 635 000,=A+B+C+D+E =Rp 1 838 385 000,-
G. Biaya Tetap - Penyusutan/th Alat dan mesin Bangunan Total penyusutan
= (P-S)/N = (Rp 456 550 000 – Rp 45655 000) / 10 = Rp 41 089 500 =(Rp 915 000 000 – Rp 183 000 000) / 20 = Rp 36600 000 = Rp 77 689 500
195 - Bunga modal/th = i x P x (N+1)/2N Alat dan mesin =0,16 x Rp 456 550 000 x (10+1) / 20 Bangunan =0,16 x Rp 915 000 000 x (20 +1) / 40 Total bunga modal Pajak dan asuransi/th Alat dan mesin = 2% x Rp456 550 000 Bangunan = 1% x Rp 915 000 000 Tanah = 1% x Rp 33 000 000 Asuransi = 2% x Rp 751 385 000 Total Pajak dan Asuransi Total biaya tetap = Rp 253 074 600
= Rp 40 176 400 = Rp 76 860 000 = Rp 117 036 400 = Rp 9 131 000 = Rp 9 150 000 = Rp 3 300 000 = Rp 15 027 700 = Rp 58 348 700
H. Biaya Tidak Tetap Bahan Baku : Sekali proses 1000 liter /batch media selama 4 hari Oat spelt xylane = 5 kg x 60 kali/th x Rp 1 660 000/kg = Rp 498 000 000 Polipepton = 10kg x Rp 1200 000/kg x 60 kali/th = Rp 72 000 000 Ekstrak khamir = 10 kg x Rp 800 000/kg x 60 kali /th = Rp 48 000 000 Kalium hidrofosfat = 0,16 x Rp 495 000 x 60kali /th = Rp 29 700 000 Total biaya bahan baku = Rp 647 700 000 Listrik = 5800 kwh/bl x 12 x Rp 550 = Rp 38 280 000 Perbaikan dan pemeliharaan= 2% x Rp 456 550 000 = Rp 9 131 000 Kemasan = (6240 g/10g) x Rp 1000 x 60 = Rp 37 440 000 Upah karyawan No Uraian Jumlah Gaji/bl(Rp) Biaya (Rp) 1 Kepala pabrik 1 orang 2500000 30 000 000 2 Mandor 2 orang 1500000 36 000 000 3 Operator 2 0rang 1250000 30 000 000 4 Sopir/pekerja gudang 3 orang 800 000 29 800 000 Total 124 800 000 Total biaya tidak tetap
I. Biaya Total
= Rp 875 711 000
= Biaya tetap + biaya tidak tetap = Rp253 074 600 + Rp 875 711 000 = Rp 1 128 785 600
J. Harga Pokok Harga pokok = Rp 1 128 785 600 / {(436,45 U/mg protein) x 60} = Rp 43 104,81/ U/mg protein