KAJIAN PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEUMATIK DAN BAHAN BAKAR CAMPURAN MINYAK JARAK DENGAN MINYAK TANAH
TOTOK PRASETYO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ” Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak dengan Minyak Tanah” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor,
Februari 2009
Totok Prasetyo NIM: F161030031
ABSTRACT TOTOK PRASETYO. Study on Recirculation Dryer of Rough Rice Using Pneumatic Conveyor and blended kerosene and jatropha curcas oil. Supervisors : KAMARUDDIN ABDULLAH, I MADE KARTIKA DHIPUTRA, ARMANSYAH H. TAMBUNAN, AND LEOPOLD OSCAR NELWAN. Post harvest losses of rice in Indonesia was estimated to reach 20 % in which drying alone accounted for 2.3%. Most farmers in this country use the traditional direct sun drying, although cheap in cost it has the demerit of being dependent on weather conditions, susceptible to damage by rodent and easy being contaminated with dusts and foreign materials which can reduce the quality of products. Any delay in drying due to bad weather conditions will lead to excess in respiration and fungal growth, and sprouting due to re-wetting of products causing great losses in rice quality. The effect of global warming, due to accumulated green house gas (GHG) emissions in our atmosphere has created global climate change and uncertainty in weather conditions. Rainy days may occur during golden harvest making sun drying impossible and consequently drying should be delayed. The use of artificial dryer is facing another problem where fossil fuel as source of hot air generation is becoming scarce and high price. The aim of this study was to design a recirculation dryer of rough rice using pneumatic conveyor and blended fuel between kerosene and jatropha curcas oil to generate hot air for drying. This study comprises of five major components. First, is the study about the feasibility of using jatropha curcas oil as an energy source to produce drying air, second, experiments related to the influence of drying time and tempering durations on head rice yield (HRY) under non-flow static grain conditions, third, performance test of the proposed recirculation dryer, fourth computer simulation on recirculation dryer of rough rice using pneumatic conveyor and lastly, economic benefit of the proposed drying system. A series of drying test using an average of 450 kg of rough rice, powered by 350 Watt pneumatic conveying system, had indicated that the best drying time every cycle was 11.8 minutes with 48.9 minutes tempering period, resulting in 74.3 % of head rice yield. The resulting HRY was about 7-9 % higher than those obtained using the conventional mechanical dryer. Results of this study had shown that, properly blended jatropha curcas oil and kerosene could be used as to generate the drying air and thereby reduce the quantity of kerosene which has become less available in the rice production area. The drying efficiency of the proposed drying system was between 22.2 % to 31.1 %, the specific energy consumption using non renewable energy was between 3.475- 4.785 MJ/kg water evaporated, fuel consumption at 0.95 to 1.15 (liters/hr) and the average drying rate was 0.9 %/hr. It was also found that a ratio between the durations of drying time and tempering has significant effect on the HRY beside air temperature. The recommended operation procedure using the dryer under study will be to conduct drying every 11.8 minutes/cycle followed by tempering 48.9 minutes. The power required for pneumatic conveying used was 1.028 Wh/kg as compared to 1.35 Wh/kg. The average deviations between computer simulation
and experimental data was between 7-10 % for drying time and 2-3 % in final moisture content of the dried products. Financial analysis had shown that assuming 15 percent of interest rate and 5 years of project lifetime would give positive NPV of Rp 8186391., 31.19 % IRR and 1.82 of net B/C ratio. Key words : recirculation dryer, blended conveyor, tempering, head rice yield.
jatropha curcas oil, pneumatic
RINGKASAN TOTOK PRASETYO Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak. Dibimbing oleh KAMARUDDIN ABDULLAH, I MADE KARTIKA DHIPUTRA, ARMANSYAH H. TAMBUNAN, dan LEOPOLD OSCAR NELWAN. Kehilangan hasil panen dan pasca panen gabah akibat ketidak sempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20 %, termasuk didalamnya kehilangan pada proses pengeringan yang mencapai 2.3 %. Sebagian besar petanidi Indonesia menggunakan pengeringan matahari langsung, walaupun secara ekonomi murah, tetapi mempunyai kelemahan yaitu tergantung terhadap cuaca, mudah rusak karena binatang mengerat serta mudah terkontaminasi dengan debu dan benda-benda asing lainnya, yang dapat mengurangi kualitas produk. Penundaan pengeringan karena cuaca buruk akan menimbulkan jamur, dan kecambah yang menyebabkan penurunan kualitas produk. Akibat pemanasan global akibat akumulasi emisi gas rumah kaca (GHG) di atmosfir yang menyebabkan perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu. Sehingga dapat terjadi saat panen raya turun hujan, sehingga pengeringan langsung tidak mungkin dilakukan, konsekuensinya terjadi penundaan pengeringan. Penggunaan pengering mekanis juga masih menghadapi masalah dengan keterbatasan sumber bahan bakar fosil sebagai pembangkit udara panas, yang semakin langka dan mahal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang bangun pengering gabah resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik dan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah untuk pembangkit udara panas pengeringan. Penelitian ini terdiri dari lima komponen utama. Pertama adalah kajian kemungkinan pemanfaatan minyak jarak sebagai sumber energi untuk produksi udara panas, kedua kajian tentang pengaruh waktu pengeringan dan tempering terhadap mutu beras pada kondisi pengering statis, ketiga pengujian unjuk kerja pengering resirkulasi, keempat pembuatan simulasi komputer untuk pengeringan gabah resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik dengan bantuan software Visual Basic, dan yang terakhir analisis kelakyakan usaha jasa pengeringan gabah. Sejumlah seri pengujian pengeringan dengan kapasitas rata-rata 450 kg gabah, dan sistem konveyor pneumatik yang digerakan dengan daya motor 350 Watt, menunjukkan waktu pengeringan setiap siklus 11.8 menit dan waktu tempering 48.9 menit menghasilkan rendemen beras kepala 74.3 %, hasil tersebut 7-9 % lebih tinggi daripada pengeringan konvensional. Hasil penelitian menunjukkan minyak jarak dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dengan baik. Efisiensi pengeringan antara 22.2 % hingga 31.1 %, dengan konsumsi energi komersial spesifik antara 3.475 – 4.785 MJ/kg air yang diuapkan, konsumsi bahan bakar 0.95-1.15 liter/jam dan laju pengeringan 0.9 %/jam. Juga didapat hasil bahwa ratio waktu pengeringan dan waktu tempering berpengaruh signifikan terhadap rendemen beras kepala, selain temperatur udara pengering. Daya yang digunakan untuk konveyor pneumatik adalah 1.028 Wh/kg lebih rendah dibandingkan daya yang diperlukan untuk bucket elevator
yang memerlukan 1.35 Wh/kg.Penggunaan simulasi komputer dapat membantu memprediksi karakteristik pengeringan, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya dalam pembuatan alat pengering mekanis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan simulasi dengan percobaan adalah 7-10 % untuk memprediksi total waktu pengeringan dan hasil akhir pengeringan, dengan perbedaan antara 2–3 %. Hasil analisis finansial usaha pengeringan gabah dengan menggunakan pengering resirkulasi menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp 8186391., net B/C sebesar 1.82, dan nilai IRR sebesar 31.19% . Kata kunci : Pengering resirkulasi, campuran minyak jarak, konveyor pneumatik, tempering, rendemen beras kepala.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB
KAJIAN PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEUMATIK DAN BAHAN BAKAR CAMPURAN MINYAK JARAK DENGAN MINYAK TANAH
TOTOK PRASETYO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Dyah Wulandani, STP, M.Si
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Adhi S. Soembagijo, MSME Dr.Ir.Irzaman, M.Si
Judul Disertasi
: Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak dengan Minyak Tanah
Nama NIM
: Totok Prasetyo : F161030031
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA Ketua
Prof. Dr.Ir.I Made K.D, Dipl-Ing Anggota
Prof.Dr.Ir. Armansyah H.Tambunan,M.Sc Anggota
Dr.Leopold O Nelwan, STP,M.Si Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir.Armansyah H.Tambunan,M.Sc Prof.Dr.Ir.KhairilA.Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 12 Februari 2009
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penelitian serta penulisan disertasi dengan judul “Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak dengan Minyak Tanah”. Dalam penyelesaian disertasi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan koreksi konstruktif dari komisis pembimbing. Oleh karena itu, ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesarnya dan setulusnya penulis sampaikan kepada komisi pembimbing : Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA (ketua), Prof.Dr.Ir. I Made Kartika Dhiputra , Dipl-Ing, Prof.Dr.Ir.Armansyah H. Tambunan,M.Sc, dan Dr. Leopold Oscar Nelwan,STP,M.Si (masing-masing sebagai Anggota), serta kepada Dr. Dyah Wulandani,STP,M.Si sebagai penguji luar pada ujian tertutup, Dr. Adhi S. Soembagijo,MSME dan Dr.Ir.Irzaman,M.Si sebagai penguji luar pada ujian terbuka. Penelitian disertasi ini sebagian besar didanai oleh Hibah Penelitian Tim Pascasarjana (HPTP) 2004-2006, karenanya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA selaku ketua tim, Prof. Dr.Ir.Armansyah H. Tambunan, M.Sc, dan Dr.Ir. A.Harsono Soepardjo yang telah bersedia menerima penulis bergabung dalam penelitian HPTP. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir.Yogi S.G,MT, Dr.Ir. M.Saiful,M.Si, Dr.Ir. Yulianingsih, MT, Ir. Kudrat Sunandar, MT atas kebersamaan dan kerjasama selama bersama-sama di HPTP. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada: 1.
Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan program Doktor (S3) di IPB. Tak lupa pula staf pengajar dan pegawai yang ada di lingkup Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
2.
Direktur Politeknik Negeri Semarang, Ketua Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor (S3) di IPB.
3.
Dirjen DIKTI yang telah memberikan dukungan dana melalui BPPS.
4.
Ayahanda Drs.H.Soedarsono dan Ibunda Djariah (alm) atas asuhan, didikan dan kasih sayang, doa restu yang tulus, dorongan semangat dan motivasi agar ananda selalu tabah dan tegar menghadapi segala kesulitan selama menempuh pendidikan di IPB.
5.
Istriku tercinta Umining Kadaryati dan anak-anakku tersayang Hertyaning Prasetyo dan Tommy Muhammad Prasetyo, atas doa, dorongan dan kesabaran, pengorbanan dan kebersamaan dalam penantian, serta seluruh keluarga besar Soedarsono atas segala dorongan semangat dan motivasinya.
6.
Rekan-rekan staf pengajar Politeknik Negeri Semarang, atas doa dan dukungannya.
7.
Staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Pak Harto, Mas Firman, Mas Darma, Pak Parma, juga Mbak Via atas segala bantuan dan kemudahan fasilitas yang diberikan selamapenulis melaksanakan penelitian di laboratorium.
8.
Rekan-rekan di Perwira 6 (mbak Nia, mbak Banun, Pak Cahyo, Mas Marno dll) atas jalinan persaudaraan dan kerjasama yang sangat baik selama ini, mas Renato dan mas Zali atas bantuannya. Penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada semuanya. Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Amiin ya Rabbal A’lamin
Bogor, Januari 2009
Totok Prasetyo
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah pada tanggal 27 April 1962 dari Bapak Drs.H. Soedarsono AS dan Ibu Djariah (almarhum), merupakan putra keempat dari tujuh bersaudara. Pada tanggal 12 September 2004 penulis menikah dengan Umining Kadaryati dan dikaruniai dua anak yaitu Herthyaning Prasetyo dan Tommy Muhammad Prasetyo. Pada tahun 1982 penulis diterima sebagai mahasiswa D III Politeknik Universitas Diponegoro Semarang Jurusan Teknik Mesin dan menyelesaikan studi pada September 1985, selanjutnya penulis mendapat kesempatan pendidikan S1 di Hudersfield Polytechnic Inggris pada jurusan Teknik Mesin dari tahun 1986 dan selesai pada tahun 1989, Pada tahun 1999 penulis mengikuti pendidikan S2 di Universitas Indonesia pada Jurusan Teknik Mesin, konsentrasi Konversi Energi, yang di selesaikan pada Februari 2002. Selanjutnya, sejak Agustus 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa program S3 di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia dalam bentuk beasiswa BPPS. Penulis adalah staf pengajar pada Program Studi Teknik Konversi Energi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang mulai tahun 1989 sampai sekarang. Karya Ilmiah yang berjudul Unjuk
Kerja
Penukar
Panas
Untuk
Pengering, telah dipresentasikan pada International Seminar on Advanced Agricultural Engineering and Farm Work Operation di Bogor pada tanggal 2526 Agustus 2004. Karya ilmiah bersama Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah berjudul Recirculation Dryer Using hybrid GHE solar dryer telah disajikan pada International Conference on Renewable Energy for Sustainable Development in the Asia Pasific Region, di Perth, Australia, 4–7 February 2007. Sebuah artikel berjudul Pengaruh waktu pengeringan dan tempering terhadap mutu beras pada pengeringan gabah lapisan tipis telah diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Semesta Teknika Volume.11.No.1, Mei 2008 (terakreditasi Dirjen Dikti N0 : 26/DIKTI/Kep/2005).
Artikel berjudul Performance Test of Small Diesel Generator by Using Downdraft Gasification telah diterbitkan pada Proceeding of International Seminar on Advanced Agricultural Engineering and Farm Work Operation Volume II (ISBN : 979-96105-2-4). Artikel lain berjudul Simulasi Pengering Gabah tipe Resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik akan diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Forum Pascasarjana IPB Vol. 32 No. 1, Januari 2009 (in press). Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
-.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 1.5 Ruang Lingkup dan Outlne disertasi .................................................... 2 ANALISIS PEMANFAATAN MINYAK JARAK SEBAGAI BAHAN BAKAR UNTUK PROSES TERMAL 2.1 Pendahuluan ........................................................................................ 2.1.1 Latar Belakang ............................................................................. 2.1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 2.2 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 2.2.1 Minyak Jarak ................................................................................ 2.2.2 Teori Pembakaran ........................................................................ 2.2.3 Ikatan polar dan non polar............................................................ 2.2.4 Perkembangan kompor minyak jarak........................................... 2.2.5 Pendekatan disain kompor minyak jarak ..................................... 2.3 Bahan dan Metode............................................................................... 2.3.1 Waktu dan Tempat ....................................................................... 2.3.2 Bahan........................................................................................... 2.3.3 Alat .............................................................................................. 2.3.4 Prosedur Percobaan ..................................................................... 2.4 Hasil dan Pembahasan......................................................................... 2.4.1 Pengujian Kekentalan terhadap temperatur ................................ 2.4.2 Waktu pemanasan awal ............................................................... 2.4.3 Waktu untuk mencapai api biru .................................................. 2.4.4 Konsumsi bahan bakar dan waktu yang diperlukan untuk mendidihkan 1 liter air ........................... 2.5 Kesimpulan ......................................................................................... 3
.
1 6 7 8 8
11 11 12 13 13 15 17 19 21 21 21 22 22 23 24 24 27 29 30 32
ANALISISI WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS 3.1 Pendahuluan ........................................................................................ 34 3.1.1 Latar Belakang ............................................................................ 34 3.1.2 Tujuan ......................................................................................... 35
vii
3.2 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 3.2.1 Anatomi Gabah ........................................................................... 3.2.2 Karakteristik Fisik Gabah ........................................................... 3.2.3 Karakteristik Fisik Beras............................................................. 3.2.4 Sifat Termofisik Bahan ............................................................... 3.2.5 Proses Pengeringan ..................................................................... 3.3 Bahan dan Metode .............................................................................. 3.3.1 Bahan .......................................................................................... 3.3.2 Alat .............................................................................................. 3.3.3 Analisis Data ............................................................................... 3.3.4 Prosedur Percobaan ..................................................................... 3.4 Hasil dan Pembahasan ........................................................................ 3.4.1 Temperatur dan waktu pengeringan ............................................ 3.5 Kesimpulan dan Saran ........................................................................
35 35 36 38 41 44 45 45 45 46 47 48 48 53
4 DISAIN DAN SIMULASI PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEUMATIK 4.1 Pendahuluan ........................................................................................ 4.1.1 Latar Belakang ............................................................................ 4.1.2 Tujuan ......................................................................................... 4.2 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 4.2.1 Metode Pengeringan ................................................................... 4.2.2 Persamaan Pengeringan Teoritis ................................................. 4.2.3 Perkembangan Pengering Resirkulasi ......................................... 4.2.4 Konveyor Pneumatik................................................................... 4.2.5 Model Matematika ...................................................................... 4.2.6 Persamaan Keseimbangan Massa ............................................... 4.2.7 Persamaan Keseimbangan Energi ............................................... 4.2.8 Persamaan Laju Pindah Panas .................................................... 4.2.9 Persamaan Laju Pengeringan ...................................................... 4.3 Bahan dan Metode .............................................................................. 4.3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................... 4.3.2 Bahan dan Alat ............................................................................ 4.3.3 Prosedur Percobaan ..................................................................... 4.3.4 Kalibrasi Pengukuran Kadar Air ................................................. 4.4.4 Hasil dan Pembahasan ..................................................................... 4.4.1 Hasil Disain ................................................................................. 4.4.2 Kurva Pengeringan antara Simulasi dan Percobaan ................... 4.4.3 Pengaruh Waktu Tempering terhadap beras kepala .................... 4.4.4 Distribusi Temperatur Udara Pengering Masuk dan Keluar....... 4.4.5 Perubahan Temperatur Bahan ..................................................... 4.4.6 Penurunan Tekanan ..................................................................... 4.5 Kesimpulan .........................................................................................
55 55 57 57 57 61 65 67 74 75 75 76 76 79 79 79 81 83 83 83 84 88 88 91 92 93
viii
5
6
ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 Pendahuluan ........................................................................................ 5.2 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 5.2.1 Kajian Finansial .......................................................................... 5.2.2 Analisis Data ............................................................................... 5.3 Hasil dan Pembahasan ........................................................................ 5.3.1 Biaya Investasi ............................................................................ 5.3.2 Biaya Tetap ................................................................................. 5.3.3 Biaya Tidak Tetap ....................................................................... 5.3.4 Biaya Pokok Pengeringan ........................................................... 5.3.5 Analisis Titik Impas .................................................................... 5.3.6 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengeringan Gabah .......... 5.3.7 Analisis Sensitivitas .................................................................... 5.4 Kesimpulan .........................................................................................
95 96 97 101 102 102 103 103 104 104 104 105 108
PEMBAHASAN UMUM ......................................................................... 110
7 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 113 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 115
ix
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Kehilangan gabah ..................................................................................... 3
2
Kandungan asam lemak minyak jarak ...................................................... 13
3
Sifat fisik minyak jarak ............................................................................. 15
4
Kekentalan campuran terhadap suhu ........................................................ 25
5
Percobaan dengan menggunakan minyak tanah ....................................... 30
6
Percobaan minyak jarak : minyak tanah (1:1) ....................................... 30
7
Percobaan minyak jarak : minyak tanah (3:2) ......................................... 30
8
Percobaan minyak jarak : minyak tanah (3:1) ......................................... 30
9
Sub-tipe gabah berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras pecah kulit ....................................................................................... 35
10 Data gabah yang digunakan dalam percobaan ......................................... 47 11 Data hasil pengeringan gabah Ciherang ................................................... 47 12 Pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap penurunan kadar air .... 48 13 Pengaruh waktu tempering terhadap rendemen beras kepala ................... 48 14 Parameter model pengeringan untuk gabah .............................................. 63 15 Jenis bahan dan konstanta berdasarkan ukuran bahan α ......................... 67 16 Hubungan massa jenis tumpukan dan kecepatan udara pembawa ........... 68 17 Perhitungan penurunan tekanan udara tanpa bahan.................................. 72 18 Sifat termofisik gabah ............................................................................... 78 19 Beras kepala terhadap waktu tempering ................................................... 85 20 Unjuk kerja alat secara umum .................................................................. 90 21 Analisis sensitivitas kenaikan harga bahan bakar ..................................... 103
x
22 Analisis sensitivitas kenaikan upah operator ............................................ 103 23 Analisis sensitivitas penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari ........................................................................ 104 24 Analisis sensitivitas penurunan harga Gabah Kering Giling (GKG)........ 104
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 10
2
Bagan proses pembuatan minyak jarak..................................................... 14
3
Struktur penyebaran api laminer ............................................................... 16
4
Ikatan kimia air ......................................................................................... 18
5
Ikatan kimia karbon dioksida .................................................................... 18
6
Skala Paulin............................................................................................... 19
7
Bagian buah jarak pagar ............................................................................ 20
8
Modifikasi pipa saluran minyak................................................................ 22
9
Kompor tekan yang telah dimodifikasi ..................................................... 23
10 Hubungan kekentalan & temperatur ......................................................... 26 11 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 25 Oktober 2008 ..................................................... 26 12 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 30 Oktober 2008 ..................................................... 27 13 Proses pemanasan awal .......................................................................... 28 14 Waktu pemanasan awal............................................................................. 28 15 Proses pencapaian api stabil (Api biru) .................................................... 29 16 Waktu yang diperlukan untuk mencapai api biru ..................................... 29 17 Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter ............................. 31 18 Konsumsi minyak yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter ........... 32 19 Struktur fisik butiran gabah....................................................................... 36 20 Sorpsi Isotermis tipikal ............................................................................. 42
xii
21 Skematik alat percobaan ........................................................................... 46 22 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 22.92 % basis basah. dengan suhu udara pengering 50 0 C...............51 23 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 23.13 % basis basah. dengan suhu udara pengering 60 0 C...............52 24 Sistem pengering resirkulasi .................................................................. 56 25 Klasifikasi pengering ................................................................................ 59 26 Deretan pengering resirkulasi ................................................................... 66 27 Ilustrasi pengering cross-flow ................................................................... 74 28 Elemen volume untuk proses pengeringan cross flow .............................. 74 29 Grid finite difference untuk persamaan pengering resirkulasi cross-flow .................................................................................................. 77 30 Titik pengukuran pengering resirkulasi .................................................. 80 31 Mekanisme kerja mesin pengering ........................................................... 82 32 Kalibrasi pengukuran kadar air ................................................................. 83 33 Alat pengering gabah resirkulasi hasil disain ........................................... 84 34 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi untuk kadar air awal 23.5 %...................................................................... 85 35 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi untuk kadar air awal 22.3 %...................................................................... 86 36 Distribusi kadar air di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 11.8 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ........ 87 37 Distribusi kadar air di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 303 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ......... 87 38 Distribusi temperatur di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 11.8 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ........ 89 39 Distribusi temperatur di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 446.2 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ...... 89
xiii
40 Distribusi temperatur udara pengering secara simulasi ............................ 90 41 Distribusi temperatur udara keluar pengering, secara simulasi dan percobaan…………………………………………………………… 90 42 Grafik temperatur udara keluar pengering, secara simulasi dan percobaan ...........................................................................................91 43 Simulasi perubahan temperatur bahan terhadap waktu pengeringan siklus pertama ........................................................................................ 92
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Disain dan spesifikasi alat………………………………………………. 120
2
Contoh Simulasi ………………………………………………………. 121
3
Flow Chart Program ……………………………………………………. 122
4
Listing Program simulasi …………………………….............................123
5
Analisis biaya Tetap Pengeringan Kapasitas 500 kg ……………………140
6
Analisis biaya tida tetap pengeringan kapasiatas 500 kg ………………. 141
7
Kriteria Investasi Usaha Pengeringan kapasitas 500 kg………………… 142
8
Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan harga bahan bakar 10 % …………………………………………………143
9
Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan harga bahan bakar 12,5 % ……………………………………………….145
10 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan harga bahan bakar 15 % …………………………………………………146 11 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan harga bahan bakar 17,5 % ……………………………………………….147 12 Analisis biaya tetap pengering gabah kapasitas 1000 kg………………...148 13 Analisis biaya tidak tetap, pengering gabah kapasitas 1000 kg……….... 149 14 Analisis biaya tetap, pengering gabah kapasitas 2000 kg ……................ 150 15 Analisis biaya tidak tetap, pengering gabah kapasitas 2000 kg………… 151 16 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan kapasitas 1000 kg……………….. 152 17 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan kapasitas 2000 kg……………….. 153
xv
Daftar Simbol m2
A
luas penampang objek,
Ab
luas penampang bola, m2
Cd
koefisien tarik objek yang jatuh, -
Cpa
spesifik panas (panas jenis) udara, kJ/kg oC
Cpl
spesifik panas uap air, kJ/kg oC
Cpp
spesifik panas bahan, kJ/kg oC
Cpw
spesifik panas air, kJ/kg oC
d
diameter bola objek ,
db
dry basis/basis kering, %
m
Fb
daya apung yang bekerja pada objek, N
Fd
daya tarik yang bekerja pada objek, N
g
percepatan gravitasi, m/detik2
Ga
laju aliran udara, kg/menit-m-2
Gp
laju aliran bahan, kg/menit-m-2
H
kelembaban mutlak, kg/kg udara kering
hcv
koefisien panas volumetrik air, kJ/menit-m3oK
hfg
panas laten penguapan, kJ/kg
k
konstanta pengeringan, menit-1
L
panjang/ jarak, m
Lem
Bilangan Lewis, -
Lf
Panjang lidah api, m
m
massa, kg
M
kadar air bahan rata-rata, %wb
M0
kadar air bahan awal, %wb
Me
kadar air kesetimbangan, %wb
P
daya, Watt
q
tekanan dinamik, N/m2
QF
Laju aliran volum bahan bakar, m3/menit
Qs
debit aliran massa bahan, kg/menit
Qu
debit aliran udara, m3/menit
RH
kelembaban relatif, %
T
temperatur, oC
xvi
Ta
temperatur udara, oC
Tp
temperatur bahan, oC
u
kerapatan campuran massa bahan dan massa udara, kg/kg .
Vt
kecepatan terminal, m/s
W
massa objek, kg
wb
wet basis /basis basah, %
YF
Fraksi massa bahan bakar, kg/kg
ν
kekentalan kinematis, m2/s
ρ
massa jenis fluida, kg/m3
ρb
massa jenis bahan, kg/m3
ρo
massa jenis objek, kg/m
µ
kekentalan absolut, kg/m s
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Padi merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia, karena
merupakan makanan pokok dari hampir 90% penduduk. Tingkat konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia sangat tinggi yaitu mencapai 139.15 kg/kapita/tahun (BPS, 2006). Dengan jumlah penduduk 220 juta, maka kebutuhan beras nasional adalah 30.613 juta ton beras, atau setara dengan 57.5 juta ton gabah kering panen (GKP). Konsumsi beras tersebut jauh lebih tinggi dibanding konsumsi negara lain, seperti Jepang yang konsumsi beras per kapitanya hanya 85 kg/kapita/tahun. Produksi padi nasional pada tahun 2006 mencapai 54.45 juta ton gabah kering panen, tahun 2007 meningkat menjadi 57.16 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2008 dihasilkan gabah sebanyak 59.88 juta ton (BPS, 2008). Peningkatan produksi nasional merupakan salah satu hasil optimasi di sektor budidaya padi, tetapi belum diikuti dengan optimasi dari sektor pasca panen, yang juga memiliki kontribusi besar dalam mengamankan produksi beras nasional. Menurut Komuro (1995) kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20%, dan kehilangan pada proses pengeringan antara 2.3 hingga 2.6%, yang berarti pada tahun 2008 terdapat 1.47 juta ton gabah hilang karena pengeringan. Apabila harga per kg adalah Rp 2400, maka kehilangan tersebut setara dengan Rp 3.53 triliun. Oleh karena itu dalam meningkatkan produksi padi (gabah), perlu juga diikuti dengan pengembangan teknologi pasca panen, terutama dalam menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global, dimana mendung ataupun hujan yang tidak menentu mengakibatkan pengeringan sebagai salah satu penanganan pasca panen sering tidak dapat dilakukan. Dengan demikian gabah tidak dapat kering dan akan menimbulkan kerusakan, seperti busuk, berjamur, tumbuh kecambah, butir kuning. Dalam kondisi demikian usaha peningkatan produksi padi menjadi kurang berguna.
2
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktifitas biologik dan kimia. Sedangkan menurut Bala (1997) pengeringan pada dasarnya merupakan proses pengurangan kadar air bahan dengan menggunakan panas untuk menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Panas yang digunakan umumnya adalah dari udara yang dipanaskan, karena adanya perbedaan tekanan uap antara udara panas dan bahan akan menjadikan pergerakan kandungan air dari dalam ke permukaan bahan kemudian menguap dan udara pengering membawanya keluar. Metoda pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan secara alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami adalah pengeringan yang menggunakan energi matahari sebagai sumber panasnya, dimana bahan yang dikeringkan dihamparkan ditempat terbuka sehingga mendapatkan panas dari matahari. Selama pengeringan bahan harus diaduk dan dibolak balik menggunakan alat penggaru agar pengeringan merata, cara ini oleh petani dianggap paling mudah, praktis serta biaya operasional yang murah, tetapi memiliki
kelemahan-kelemahan
seperti
membutuhkan
banyak
tenaga,
kebutuhan lahan yang sangat luas, mudah terkontaminasi kotoran, debu selama pengeringan sehingga dapat menurunkan mutu produk, tergantung pada cuaca, apabila terjadi perubahan iklim yang tidak menentu seperti dewasa ini, maka dapat menggagalkan proses pengeringan, seperti bahan busuk atau berjamur. Masalah pengeringan padi secara alami di Indonesia adalah sukarnya untuk mendapatkan tingkat kekeringan yang merata, karena suhu dan kelembaban udara yang dipergunakan tidak terkendali, Menurut Djamila (1983) kelembaban udara dan suhu berpengaruh sekali terhadap hasil pengeringan. Sehingga apabila didalam pengeringan melalaikan tahap-tahap yang penting pada cara ini (misalnya harus membolak-balikan gabah) mengakibatkan banyak gabah retak (pada bagian endosperm) atau sun cracks , atau terbakar tumpukan (stock burn) dan jika digiling akan menghasilkan banyak beras patah. Pengeringan secara alami pada bulan-bulan basah sulit untuk mencapai kadar air gabah 14%, apabila waktu yang diperlukan gabah untuk mencapai
3
tingkat kekeringan tahan simpan (kadar air 14%) sangat lambat maka akan memungkinkan gabah berkecambah dan gabah kuning, serta dapat menimbulkan susut kuantitatif yang cukup besar (1-5%) . Di daerah Jatiluhur menunjukan, keberhasilan pengeringan pada bulan Juni-Agustus mencapai 80%, sedangkan pada bulan Desember - April keberhasilan pengeringan secara alami dapat berkurang hingga mencapai 17%, dengan demikian pada bulan-bulan tersebut pengeringan secara alami hampir tidak dapat dilakukan (Afif,1988). Akibat terjadi pemanasan global, menyebabkan tidak menentunya kondisi cuaca. Akibatnya semakin sering terjadi bahwa pada musim panen raya cenderung terjadi hujan, sehingga proses pengeringan terpaksa ditunda , sedangkan keterlambatan atau penundaan pada pengeringan alami ini dapat meningkatkan kehilangan gabah (Djojomartono,1990). Besarnya kehilangan gabah akibat tertundanya pengeringan alami tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kehilangan gabah akibat penundaan pengeringan Penundaan (hari)
Besar kehilangan (%)
1
0
2
2
3
5
4
9
5
15
Sumber : Djojomartono, 1990 Pengering buatan atau pengering mekanis memerlukan bahan bakar minyak sebagai sumber energi panas serta energi listrik untuk berbagai fungsi, seperti untuk menggerakan konveyor, kipas dan lainnya. Kebutuhan energi spesifik pada alat pengering semacam ini berkisar antara 8 hingga 10 MJkg air yang diuapkan. Fungsi pembangkit energi
panas sebenarnya dapat
disubstitusikan dengan sumber energi terbarukan, seperti energi surya, bioenergi, sedangkan fungsi kipas angin dapat diganti umpamanya dengan menggunakan kincir angin atau menggunakan pembangkit listrik dari sistem pembangkit CHP. Hal ini diperlukan karena semakin berkurangnya cadangan
4
minyak bumi dan mahal serta langkanya bahan bakar minyak, terutama di desadesa penghasil beras di Indonesia. Berbagai jenis pengering mekanis telah dikembangkan seperti Batch dryers, Rotary dryers, Continuous-flow dryers, Fluidized - Bed dryers, Recirculating dryers dan sebagainya. Kendala proses pengeringan terutama jenis batch adalah perbedaan kadar air antara tumpukan bagian bawah dan atas yang cukup besar, bahkan dapat terjadi overdry sehingga penggunaan energi yang tidak efisien Beberapa parameter yang berpengaruh dalam pengeringan adalah temperatur udara pengering dan kelembaban udara lingkungan, laju aliran udara pengering, besarnya prosentase kadar air akhir bahan yang diinginkan, energi pengeringan, efisiensi alat pengering, serta kapasitas pengeringan, sedangkan pengaruh lainnya adalah berhubungan dengan sifat bahan yaitu: bentuk, ukuran, ketebalan bahan yang dikeringkan, serta tekanan parsialnya. Temperatur udara pengering maksimum untuk padi, tipe batch menurut Bala (1997) adalah sebesar 43oC. Hal ini dikarenakan temperatur yang tinggi akan mengubah sifat fisik maupun kimia bahan, juga akan menaikan kerusakan serta mengurangi mutu dan hasil saat pengilingan. Untuk mempercepat pengeringan, diperlukan temperatur udara pengering yang tinggi, karena semakin tinggi temperatur udara pengering, akan menyerap kandungan air bahan lebih banyak, hal ini mengakibatkan kebutuhan laju aliran udara tiap satuan massa bahan lebih sedikit daripada untuk pengering dengan temperatur udara yang lebih rendah. Penggunaan temperatur udara yang tinggi akan meningkatkan laju pengeringan
sehingga
dapat
mempercepat
waktu
pengeringan,
tetapi
pengeringan yang cepat dapat mengakibatkan kerusakan bahan. Oleh karena itu diperlukan suatu rekayasa, dimana pengeringan dapat dipercepat tanpa harus mengurangi mutu hasil pengeringan tersebut. Salah satu tipe alat pengering yang dimaksudkan untuk mempercepat pengeringan tanpa harus mengurang mutu hasil pengeringan adalah alat pengering resirkulasi, yang dapat menggunakan udara bertemperatur antara 60o hingga 80oC dengan laju kecepatan aliran udara 0.9 -1.6 m/detik per ton bahan.
5
Oleh karena dalam pengering tipe resirkulasi ini bahan kontak langsung dengan udara panas, maka diperlukan cara pencegahan terjadinya laju pengeringan yang terlalu cepat yang akan menimbulkan terjadinya cracking. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan tempering setelah mengalami pengeringan, agar kadar air bahan setiap butir sama antara bagian pusat dan permukaannya. Tempering juga merupakan proses relaksasi bahan yang dikeringkan. Tempering dilakukan diantara dua tahap pengeringan. Tempering dimaksudkan untuk menurunkan gradien kadar air antara permukaan dan pusat bahan serta meningkatkan laju pengeringan (Nishiyama, 2005). Hal ini dikarenakan pada proses pengeringan akan terjadi gradient kadar air didalam bahan, yang menyebabkan tegangan tarik pada permukaan serta tegangan kompresif pada pusat bahan. Apabila tegangan itu melewati batas akan berakibat bahan retak saat digiling dan menurunkan kadar beras kepala. Berbagai penelitian dalam upaya menghasilkan pengering resirkulasi telah dilakukan dalam rangka mengatasi kelemahan pengeringan langsung serta upaya untuk menekan biaya investasi, serta operasionalnya. Kachru et al (1986) telah mengembangkan pengering resirkulasi di India, dengan kapasitas 1.25 ton/batch, dan menggunakan bahan bakar sekam padi sebanyak 20 kg/jam serta membutuhkan daya listrik untuk bucket elevator 2 HP, alat tersebut seharga $ 4000, serta biaya pengeringan $ 4.5/ton. Thahir.R. et al, (2001) telah merancang mesin pengering resirkulasi untuk biji kedelai, dengan menggunakan minyak tanah sebagai sumber energi untuk udara pengering. Performansi alat tersebut menunjukan efisiensi pengeringan 28.43% dengan konsumsi bahan bakar minyak tanah 5.12 l/jam, dengan laju penurunan kadar air 0.96%/jam. Alat tersebut menggunakan bucket conveyor dilengkapi dengan screw conveyor sebagai pengumpan dengan demikian kebutuhan daya untuk sistem konveyor menjadi besar untuk kapasitas 2 ton total energy listrik yang digunakan 2010 Watt, dan harga alat pada tahun 2001 sebesar Rp 20000000, jasa pengeringan Rp 375000/ton dan umur ekonomi alat direncanakan 5 tahun.
6
Kamaruddin et al (2007) telah menghasilkan pengering biji-bijian tipe resirkulasi dengan menggunakan energi surya, dengan tambahan bahan bakar arang kayu, energi listrik yang digunakan untuk motor getar 0.18 kW serta untuk blower 0.25 kW. Alat tersebut digunakan untuk mengeringkan gabah seberat 24 kg dengan kadar air awal 23% bb hingga menjadi 15.8%, membutuhkan arang kayu 12 kg dan lama pengeringan 7 jam, efisiensi pengeringan 1.93%. Alat pengering mekanis menggunakan energi baik untuk memanaskan udara maupun untuk
kebutuhan peralatan lainnya, apabila menggunakan
sumber energi berbasis fosil, maka akan tidak ekonomis karena keterbatasannya sumber energi fosil dan harga minyak yang cenderung naik, dengan demikian perlu dikembangkan dan dikaji sumber energi alternatif yang handal dan ekonomis yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional serta Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (bioenergi) sebagai bahan bakar alternatif, maka perlu pula dikaji dan dikembangkan penggunaan sumber energi terbarukan, khususnya bioenergi sebagai bahan bakar pemanas dalam pengeringan.
1.2
Perumusan Masalah Kehilangan hasil panen dan pasca panen gabah akibat ketidak
sempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20% termasuk didalamnya adalah proses pengeringan yang mencapai 2.3%. Selama ini sebagian besar petani menggunakan lamporan untuk proses pengeringan, walaupun murah tetapi mempunyai masalah yaitu tergantung dengan cuaca, kemungkinan terkontaminasi dengan benda asing, susut karena tercecer sehingga dapat menurunkan mutu gabah. Penggunaan pengering mekanis juga menghadapi masalah apabila menggunakan bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil sebagai sumber pembangkit udara panas, yaitu terbatasnya persediaan BBM, harga semakin mahal dan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara dan pemanasan
7
global. Permasalahan lainnya adalah penggunaan energi listrik yang masih besar, sehingga pemakaian energi spesifiknya meningkat. Untuk mengatasi hal tersebut didalam penelitian ini dirancang suatu alat pengering mekanis tipe resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik yang menggunakan daya listrik lebih kecil untuk mengangkut jumlah bahan yang sama, serta lebih sederhana baik dalam konstruksi maupun operasinya, serta menggunakan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah.
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan rancang
bangun suatu alat pengering gabah dalam rangka mengatasi masalah pengeringan yang mengunakaan udara bertemperatur tinggi untuk mempercepat proses pengeringan, serta pemanfaatan sumber energi alterrnatif, dalam hal ini minyak jarak, sebagai bahan bakar pemanas udara pengering, untuk menghasilkan hasil pengeringan yang baik yaitu mempunyai kadar air seragam, dan rendemen beras kepala tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dibagi dalam beberapa tujuan khusus yaitu : 1. Mendapatkan kinerja kompor tekan menggunakan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah. 2. Mendapatkan data sistem pengeringan bertahap sebagai dasar pengeringan resirkulasi. 3. Medapatkan proses pengeringan yang tepat dengan menggunakan teknik simulasi. 4. Mendapatkan nilai kelayakan usaha jasa pengeringan menggunakan pengering resirkulasi.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah alat pengering tipe resirkulasi yang dapat
dimanfaatkan secara langsung oleh kelompok petani atau industri serta, pemanfaatan energi terbarukan khususnya minyak jarak sebagai sumber panas
8
dalam pengeringan, sehingga diharapkan dapat sebagai pemacu diversifikasi energi.
1.5
Ruang Lingkup dan Outline disertasi Penelitian ini mengkaji pengering resirkulasi untuk gabah yang
menggunakan konveyor pneumatik, dengan minyak jarak sebagai sumber energi termal. Untuk melakukan kajian tersebut didisain pengering resirkulasi. Terdapat empat tahapan
didalam penelitian ini yaitu yang pertama,
kajian terhadap kemungkinan penggunaan bahan bakar minyak jarak sebagai pengganti minyak tanah yang akan
digunakan sebagai pemanas udara
pengering. Didalam kajian tersebut dilakukan analisis yang meliputi karakteristik minyak jarak, analisis kemungkinan pencampuran minyak jarak dengan minyak tanah dan pembuatan kompor minyak jarak, pengujian kinerjanya untuk mengetahui keragaan kompor (lama nyala, warna api kontinuitas nyala). Pembahasan mengenai pemanfaatan minyak jarak tersebut dilakukan pada Bab 2, dan hasilnya akan digunakan pada Bab 4. Bab 3 yang berisikan pembahasan mengenai kajian tahap berikutnya, yaitu melakukan kajian tentang pengaruh, temperatur,waktu, pengeringan dan waktu tempering terhadap tingkat rendemen beras kepala setelah gabah hasil pengeringan digiling. Kajian ini dilakukan untuk mendapatkan data pengaruh temperatur dan waktu pengeringan serta waktu tempering terhadap rendemen beras kepala dengan menggunakan alat pengering statis, dan mengasumsikan pengeringan lapisan tipis, yang digunakan sebagai dasar dalam pengeringan resirkulasi. Analisis menggunakan prosedur ANOVA dan pengujian dengan metoda Duncan 5%, menggunakan program SAS versi 8.0. Pola perbandingan waktu pengeringan dan waktu tempering, digunakan sebagai dasar perencanaan alat yang dibahas pada Bab 4. Selanjutnya dalam Bab 4 dibahas tahapan ketiga dari penelitian ini yaitu melakukan
rancangan
bangun
dan
simulasi
pengeringan
resirkulasi
menggunakan konveyor pneumatik dengan bantuan software Visual Basic, untuk memberikan gambaran karakteristik pengeringan yang terjadi dalam pengering resirkulasi. Hasil simulasi kemudian dibandingkan dengan percobaan
9
langsung pada alat pengering yang telah dibuat berdasarkan rancangan dan perhitungan , untuk menguji kehandalan model simulasi. Analisis ekonomi menjadi faktor penting untuk mengembangkan usaha pengeringan. Bab 5 membahas tentang kajian tahap keempat yaitu melakukan analisis ekonomi protipe yang telah didisain dalam Bab 4, untuk mengetahui kelayakan usaha pengeringan gabah menggunakan pengering resirkulasi. Datadata masukan untuk analisis ekonomi ini merupakan data sekunder yang didapat dari harga-harga bahan yang digunakan dalam penelitian ini, diperhitungkan pada harga bulan September 2006 hingga Mei 2008. Perhitungan analisis ekonomi ini dapat digunakan untuk perubahan harga-harga, dengan merubah data masukan sesuai dengan nilai yang terjadi pada saat adanya perubahan. Bab 6 membahas secara umum keuntungan dan keterbatasan system pengering serta prospek pengembangan kedepan. Kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini sajikan pada Bab 7. Secara skematis, bagan alir atau tahapan penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1.
Analisis penggunaan minyak jarak
Analisis pengaruh, temperatur,waktu pengeringan dan waktu tempering terhadap mutu gabah
Perhitungan : RH udara pengering ; Me ; konstanta pengeringan k; waktu pengeringan dan tempering dalam satu siklus;
Campuran minyak jarak dengan minyak tanah
Viskositas Campuran
Analisis Biaya pengering gabah tipe resirkulasi
Simulasi pengering Gabah tipe resirkulasi
Perhitungan NPV, IRR, B/C ratio, BEP, PBP, Sensitivitas
Perhitungan Kadar air
Analisis menggunakan Anova
Kadar air sudah 14%±0.5?
tidak
ya Print : Frequensi sirkulasi; kadar air akhir; lama pengeringanan tempering; total waktu pengeringan; kadar air akhir
PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEMATIK DAN BAHAN BAKAR CAMPURAN MINYAK
Gambar 1 Diagram alir penelitian
BAB II ANALISIS PEMANFAATAN MINYAK JARAK SEBAGAI BAHAN BAKAR UNTUK PROSES TERMAL
2.1
PENDAHULUAN
2.1.1
Latar Belakang Kebutuhan akan bahan bakar minyak bumi semakin meningkat seiring
dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, dilain pihak hal ini tidak disertai dengan pembangunan kilang dan eksplorasi sumber minyak yang baru, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri dilakukan dengan mengimpor BBM. Pemerintah telah menyiapkan berbagai peraturan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar minyak bumi yaitu dengan adanya Kebijakan Energi Nasional (KEN), dimana kebijakan utamanya adalah intensifikasi, diversifikasi dan konservasi energi
serta salah satu kebijakan
pendukung dalam KEN adalah optimalisasi energi mix, dan secara eksplisit juga ditentukan tentang target pengembangan energi terbarukan dimana ditargetkan sebesar 5% penggunaan energi terbarukan diluar energi tenaga air skala besar yang sudah ada. Bahkan telah dibuat payung hukum yaitu diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional serta Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (bioenergi) sebagai bahan bakar alternatif. Pemerintah Indonesia bersemangat untuk melakukan program efisiensi dan hemat energi, selain mensosialisasikan pemanfaatan energi terbarukan, utamanya bioenergi, baik untuk sektor transportasi, industri maupan sektor rumah tangga. Penggunaan minyak tanah sebagai sumber energi di Indonesia, pada tahun 2006 mencapai lebih dari 10 juta kilo liter, dan hanya 5% yang dikonsumsi oleh industri, sedangkan sisanya untuk kebutuhan memasak bagi rumah tangga.
12
Sehingga pemerintah akan menerapkan kebijakan tentang pengurangan penggunaan minyak tanah, dengan target tahun 2010 tidak ada lagi masyarakat yang mengkonsumsi minyak tanah untuk memasak. Oleh karena itu sangat penting diperlukan metode alternatif, ataupun diversifikasi energi terutama untuk menggantikan fungsi minyak tanah, baik untuk kebutuhan rumah tangga ataupun industri, sebagai solusi masalah tersebut. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai sebagai bahan bakar minyak, seperti: Bidaro, Bintaro, Jagung, Jarak, Karet, Padi (dedak) dan sebagainya. Apabila telah menjadi minyak nabati, sangat mudah penanganannya serta sangat aman penggunaannya. Sebagian besar minyak nabati dapat digunakan untuk bahan bakar kompor baik yang menggunakan sumbu maupun kompor tekan, dan lampu minyak, dengan memodifikasi peralatan-peralatan tersebut. Terdapat dua kemungkinan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif terutama untuk kompor, yaitu yang pertama menggunakan langsung minyak nabati yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan minyak tanah atau memodifikasi minyak nabati sehingga karakteristiknya berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan kompor, walaupun harganya akan menjadi kurang lebih sama dengan minyak tanah. Adapun kemungkinan kedua, ialah dengan memodifikasi kompor untuk disesuaikan dengan karakteristik minyak nabati tersebut. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah berdasarkan metode yang ke dua, memodifikasi kompor tanpa harus merubah karakteristik minyak nabati, dalam hal ini minyak jarak pagar, serta untuk mengkaji kinerja kompor tersebut. 2.1
Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan disain kompor yang dapat digunakan untuk proses pemanasan dengan menggunakan bahan bakar utama minyak jarak. 2. Mendapatkan data performansi kompor, dengan penggunaan berbagai tingkat perbandingan minyak jarak dan minyak tanah.
13
2.2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1
Minyak Jarak Tanaman jarak menghasilkan biji yang terdiri dari 60 persen berat kernel
(daging biji) dan 40 persen berat kulit. Inti biji (kernel) tanaman jarak mengandung 33 - 50 persen minyak sehingga dapat diekstrak menjadi minyak jarak dengan cara mekanis ataupun ekstrakasi dengan pelarut seperti heksana. Minyak jarak pagar merupakan jenis minyak yang memiliki struktur molekul trigliserida yang mirip dengan minyak sawit, kandungan asam lemak esensial dalam minyak jarak cukup tinggi. Produktivitas pohon jarak mencapai 2-2.5 kg biji kering perpohon, dalam 1 hektar lahan pohon dapat menghasilkan 4.4 - 4.9 ton biji kering dalam setahun dengan pengelolaan yang intensif (Agus. 2008). Bahkan dengan diluncurkannya varietas baru jarak pagar IP3 dari Puslitbang Perkebunan Badan Litbang Pertanian, tingkat produksi diharapkan dapat mencapai 8 ton/ha, sementara setiap ton biji kering akan menghasilkan 200 hingga 300 liter minyak jarak. Adapun proses pembuatan minyak jarak, hampir sama dengan pembuatan minyak nabati lainnya. Dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak jarak tidak lebih kental. Komponen terbesar minyak jarak adalah tri-gliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat. Tabel 2 Kandungan asam lemak minyak jarak Asam lemak
Komposisi % berat
Asam oleat 43.2 Asam linoleat 34.3 Asam palmitat 14.2 Asam stearat 6.9 Sumber : Knoe Thig Vegetable Oil Sdn Bdh.2008 Minyak jarak, merupakan minyak tumbuhan (vegetable oil, plant oil) yang mempunyai karakteristik yang unik karena kandungan asetil atau hidroksilnya. Minyak jarak diperoleh melalui proses pressing dari biji jarak, proses untuk mendapatkan minyak jarak secara sekematik ditunjukkan pada Gambar 2.
14
Pemanenan tandan buah jarak. Biji yang telah kering ataupun dikeringkan
Pemasakan atau pemanasan biji. Dapat dilakukan dengan uap air 100˚C. Kulit biji Daging biji dihancurkan dengan alat ekstruder hingga lumat. Daging biji yang telah hancur siap dikempa (diperas) Daging biji dikempa dengan alat kempa hibrolik
Minyak jarak (Jatropa oil) yang didapat dari alat kempa bersih dan berwarna kuning emas
Bungkil (ampas).
Gambar 2 Bagan proses pembuatan minyak jarak Minyak jarak mempunyai nilai kalor pembakaran sebesar 31.15 MJ/L dan mempunyai sifat fisik yang khas. Minyak jarak bersifat tidak larut dalam air, mempunyai kekentalan, indeks bias dan spesifik grafiti yang cukup tinggi, serta larut dalam pelarut hidrokarbon.
15
Tabel 3 Sifat fisik minyak jarak Sifat fisik
Satuan
Nilai
Titik Nyala
˚C
236
Densitas pada 15˚C
g/cm3
0.9177
2
Kekentalan pada 30˚C
mm /s
49.15
Residu karbon
%(m/m)
0.34
Kandungan abu sufat
%(m/m)
0.007
Titik tuang
˚C
-2.5
Kadar air
ppm
935
Kandungan sulfur
ppm
<1
Nilai Acid
mg KOH/g
4.75
Nilai Iodine
-
96.5
Sumber :Biodiesel Technocrats 2006
2.2.2
Teori Pembakaran Berdasarkan teori pembakaran kekentalan bahan bakar minyak akan
mempengaruhi nyala api yang terdiri dari: panjang lidah api (flame length Lf) , sudut api (angel of flame
) dan panas yang dilepaskan (heat release), serta
kecepatan api (flame speed) (Turn.R.S 1996). Nyala api hasil pembakaran bahan bakar pada berbagai aplikasi, seperti kebutuhan rumah tangga atau industri dikenal dengan nyala api laminar, struktur nyala api laminar ditunjukkan pada Gambar 3. Bahan bakar yang mengalir sepanjang sumbu menyebar secara radial ke luar, sementara itu udara sebagai oksidator menyebar secara radial ke arah dalam. Ketika bahan bakar dan oksidator bertemu dalam
keseimbangan
stoichiometric akan membentuk permukaan api (flame surface), permukaan api ditetapkan sebagai tempat dimana equivalence ratio (Ф ) sama dengan satu.
16
G Gambar 3 Strruktur penyeebaran api lam minar (Turnn.R.S 1996) Nyalla api pem mbakaran yyang kelebiihan udara,, berarti berlebihan b o oksidator, seeperti pembaakaran yang terjadi di daalam komporr gas ataupunn kompor t tekan, makaa panjang lid dah api (Lf) dapat secaara sederhanna ditentukan dengan l lakosi aksiall dimana: 2.1
Ф (r= =0, x=Lf) = 1
Panjaang api yangg keluar darri nosel tergantung padaa kecepatan awal dan d diameter, tettapi dapat diasumsikan d berapa penyeederhanaan, sehingga dengan beb p panjang lidaah api Lf terggantung padaa laju aliran volume QF, dimana Q F = Ve πR 2
Lf ≈
2.2
QF 3 8π DYF , stoicc
Untuuk bilangan Schmidt, Sc =
2.3
ν momeentum diffusivity = = 1 maka maass diffusivity D
b bilangan Reeynold menjadi parametter pengontrol, YF adalaah fraksi maasa bahan b bakar yang nilainya n adallah : x ς2 YF = 0,375R R ej ( ) −1[1 + ]− 2 R 4
Rej =
ρe ν eR μ
2.4
2.5
17
ν=
μ ρ
2.6
Parameter nyala api yang lain adalah sudut api (α) yang menunjukkan penyebaran api tan
2,97
2.7
Berdasarkan persamaan-persamaan tersebut di atas dapat diketahui bahwa, jika kekentalan minyak kinematis persamaan 2.6
semakin
tinggi, maka Rej semakin rendah (persamaan 2.5), berakibat panjang lidah api semakin panjang, sudut api semakin kecil, kecepatan api rendah dan pelepasan panasnya kecil. Sebaliknya, apabila kekentalan kinematis rendah, maka panjang lidah api semakin pendek, sudut api semakin lebar, kecepatan api menjadi tinggi dan pelepasan panasnya besar. Dengan demikian penurunan kekentalan minyak jarak diperlukan tidak hanya karena masalah aliran fluida kental, akan membutuhkan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan fluida berkekentalan rendah, tetapi juga karena masalah dalam pembakaran. 2.2.3
Ikatan polar dan non-polar Ikatan polar merupakan ikatan kovalen yang terdapat pemisahan muatan
antara ujung yang satu dengan ujung yang lain, dengan kata lain salah satu ujung sedikit positif dan ujung yang lainnya sedikit negatif. Dalam kasus tersebut, maka molekul dikatakan molekul polar yang berarti mempunyai pole elektrik. Air (H2O) adalah molekul polar, hal ini dikarenakan pada sisi yang satu positif dan sisi lainya negatif seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
18
Gambar 4 Ikatan kimia air (sumber Kurtus.R. 2005) Didalam molekul non-polar, elektro-elektron terdistribusi lebih simetris dan karena itu tidak ada perbedaan antara sisi yang berlawanan, seperti halnya karbon dioksida (CO2) ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Ikatan kimia karbon dioksida (sumber Kurtus.R. 2005) Selain bentuk molekul seperti tersebut di atas, untuk membedakan kepolaran
suatu
senyawa
adalah
dengan
menghitung
perbedaan
elektronegatifitas atom pembentuk molekul (Electronegativity difference, ED). Elektronegatifitas merupakan ukuran kecenderungan atom menarik pasangan elektro ikatan, besarnya kelektronegatifitas ditentukan berdasarkan skala Pauling (Gambar 6). Perbedaan kelektronegatifitas antara dua atom yang berikatan dapat
19
menyebabkan kepolaran suatu senyawa, pada umumnya semakin besar perbedaan keelektronegatifitasnya, maka semakin polar senyawa tersebut.
Gambar 6 Skala Pauling (sumber Maelani.J, 2005) Apabila suatu senyawa dicampurkan dengan senyawa lainnya, maka senyawa polar akan dapat larut dengan senyawa polar, dan senyawa non-polar larut terhadap senyawa non-polar. Minyak tanah adalah senyawa hidrokarbon dengan rumus empiris CnH2n+2 yang mempunyai panjang rantai karbon antara 11 hingga 14 termasuk dalam kelompok alkana, dan kebanyakan senyawa hidrokarbon adalah senyawa non-polar. Adapun struktur minyak jarak yang mirip dengan minyak sawit, yakni struktur molekul tri-gliserida. Kepolarannya terletak pada gugus esternya yang tersusun atas gugus karbonil atau karboksilnya. Tetapi secara umum molekul minyak jarak adalah non-polar, karena sifat kepolaran gugus esternya tertutupi oleh panjangnya rantai karbon asam lemak (panjang rantai 4 hingga 24 atom karbon), yang membentuk molekul tri-gliserida yang bersifat non-polar. Jadi secara umum sifatnya sangat didominasi oleh panjang rantai karbon senyawa total. Dengan demikian minyak jarak dengan minyak tanah keduanya merupakan senyawa non-polar, sehingga saling larut satu dengan lainnya. Selain itu juga karena minyak bumi merupakan pelarut yang kuat. 2.2.4
Perkembangan kompor minyak jarak Pengembangan
kompor
minyak
nabati
telah
dilakukan
oleh
Reksowardojo.I.K. et al.(2008), yang telah mencapai generasi ke lima
20
menunjukkan hasil, untuk mendidihkan air sebanyak 0.6 liter, menggunakan minyak jarak dibutuhkan waktu 7 menit dengan laju aliran bahan bakar 0.336 liter/jam dibandingkan menggunakan minyak tanah yang membutuhkan waktu 6 menit dengan laju bahan bakar 0.408 liter/jam. Selain itu percobaan dilakukan dengan menggunakan minyak kelapa sawit, untuk mendidihkan air dalam jumlah yang sama memerlukan waktu 9 menit dengan laju aliran bahan bakar 0.414 liter/ jam. Peneliti Deptan, melakukan pengujian minyak jarak digunakan sebagai bahan bakar kompor sumbu, menunjukkan hasil perambatan dalam sumbu, minyak jarak hanya 5.6 cm dalam waktu 60 menit, sedangkan menggunakan minyak tanah dalam waktu 10 menit, perambatan telah mencapai ketinggian 13 cm, sedangkan apabila digunakan untuk lampu sumbu, minyak jarak hanya mampu menyala selama 3 menit, sedangkan menggunakan minyak tanah mencapai 263 menit. Pencampuran minyak jarak dengan minyak tanah hingga 1:1 dianjurkan, karena dapat meningkatkan karakteristik pembakaran yang dicirikan dengan lama api menyala dan warna api. Penelitian yang dilakukan REDI (Renewable Energies Development Institute) telah membuat kompor dengan bahan bakar minyak nabati, tetapi hasilnya belum dapat diketahui (jatropha stove.html). Peneliti dari Universitas Hohenheim Jerman (Stumpf, 2002), telah menghasilkan disain kompor tekan dengan bahan bakar minyak nabati hingga generasi ke dua, yang dapat menyala selama 30 jam tanpa pembersihan. Penggunaan jarak sebagai bahan bakar juga dapat dilakukan langsung dari biji tanpa diolah menjadi minyak, ataupun dapat dibuat pasta, seperti yang telah dilakukan Alfy di Mataram (LombokNews, 2007) . Biji jarak kering
Gambar 7 Bagian buah jarak pagar
21
2.2.5 Pendekatan disain kompor minyak jarak Desain kompor minyak jarak ini dengan memodifikasi kompor minyak tekan yang beredar di pasar lokal, dengan memodifikasi pipa aliran bahan bakar dari tangki menjadi melingkar yang digunakan sebagai pemanas awal. Pipa ini menggunakan bahan tembaga dengan diameter 3 mm dan ketebalan 1.5 mm. Bahan tembaga dipilih, karena mempunyai nilai konduktivitas yang tinggi sehingga baik untuk menghantarkan panas dan juga sifat tembaga yang lunak sehingga dapat lebih mudah dibentuk. Terdapat dua bentuk pipa spiral yang pertama berada pada bagian keluaran dari tangki dengan panjang pipa 157 cm dibuat melingkar dengan diameter dalam lingkaran 2.6 cm, dan yang kedua melingkar pada mangkok burner dengan panjang pipa 80 cm dan diameter rata-rata 6 cm, panjang total pipa tembaga 300 cm, seperti ditunjukkan pada gambar 8 berikut. Penurunan kekentalan minyak tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pemanas awal, dimana pipa saluran bahan bakar dipanaskan pada suhu tertentu sehingga temperatur minyak meningkat, hal ini ditunjukkan berdasarkan persamaan pindah panas (Holman.J.P. 1986) sebagai berikut : πdL T
T
T 2
2.3
BAHAN DAN METODE
2.3.1
Waktu dan Tempat
mc T
T
2.8
Penelitian untuk analisis viskositas minyak jarak dan campuran minyak jarak dengan minyak tanah dilakukan di laboratorium pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, pembuatan dan pengujian kompor dilakukan di laboratorium Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Semarang, waktu penelitian Mei 2007 dan 7 November 2008 untuk pengujian viskositas.
22
2.3.2
Bahan Percobaan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah,
dan berbagai variasi campuran minyak jarak dengan minyak tanah, penggunaan minyak tanah sebagai bahan bakar acuan, dan campuran minyak jarak dengan minyak tanah sebagai bahan bakar yang dilakukan pengujian.
2.3.3 Alat Alat yang digunakan adalah kompor tekan yang ada dipasaran dan dimodifikasi, dengan menambahkan pemanas awal yang terdiri dari, pipa spiral dan mangkok pemanas awal yang terbuat dari stainless steel yang digunakan untuk memanaskan pipa bahan bakar, sebelum penyalaan dimulai, sehingga minyak yang melalui pipa bahan bakar temperaturnya naik, dan kekentalan dapat diturunkan Burner digunakan untuk pembakaran bahan bakar sehingga nyala api akan lebih terarah. Burner tersebut mempunyai nosel sebagai alat pengabut minyak. pipa spiral melingkar burner panjang 80 cm
pipa spiral diameter lingkaran 2.6 cm, panjang 157 cm
Gambar 8 Modifikasi pipa saluran minyak Burner yang digunakan tipe 212 Zeppellin dengan ukuran nosel berdiameter 0.042 cm, burner ini terbuat dari bahan campuran kuningan dan perak sehingga dapat memiliki titik lebur yang tinggi sehingga tidak mudah leleh.
23
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan beberapa alat ukur, seperti stopwatch, termometer digital, pressure gauge, flow meter dan timbangan digital kapasitas 2 kg.
Burner Pressure gauge
Pipa Bahan Bakar Pengukuran temperatur pipa
Pemanas awal
Tangki Bahan Bakar Pengukuran laju aliran massa bahan bakar dengan timbangan digital Gambar 9 Kompor tekan yang dimodifikasi 2.3.4
Prosedur Percobaan Percobaan diawali dengan pengujian kekentalan minyak jarak terhadap
temperatur, dengan mengunakan metode Ostwold, untuk mengetahui penurunan nilai kekentalan minyak jarak ketika dipanaskan, hal ini diperlukan agar dalam percobaan pemanasan awal minyak jarak dapat mencapai kekentalan yang diharapkan, sehingga aliran bahan bakar menjadi lancar. Selain itu dilakukan pencampuran antara minyak jarak dengan minyak tanah kemudian juga dilakukan pengujian kekentalannya, serta mengetahui keadaan homoginitas campuran. Perbandingan campuran minyak jarak dengan minyak tanah dalam pengujian ini ditentukan antara 3:1 ; 1:1 dan 1:3. Terdapat empat parameter yang diukur dalam percobaan ini yaitu : waktu yang diperlukan sebagai pemanasan awal (yang diperlukan untuk menguapkan bahan bakar), waktu yang diperlukan untuk mencapai api biru, waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air dan konsumsi bahan bakar, sebagai dasar jumlah air yang dididihkan adalah 1 liter. Dengan menggunakan empat macam
24
bahan bakar, yaitu minyak tanah sebagai bahan bakar acuan, campuran minyak jarak dengan minyak tanah dengan perbandingan 3:1 ; 1:1 dan 1: 3. Pemanasan awal dilakukan dengan membakar alkohol yang didenaturasi dengan terusi CuSO4 sebanyak 10 ml pada mangkok pemanas, hingga temperatur pipa mencapai ± 280 oC, pengambilan data dimulai dengan mencatat waktu yang dibutuhkan, kemudian, membuka katup saluran bahan bakar dan dilanjutkan penyalaan kompor sehingga terbentuk nyala api merah. Bukaan katup saluran bahan bakar diperbesar akan terjadi perubahan warna nyala api dari merah menjadi biru (stabil), data waktu yang dibutuhkan untuk mencapai warna biru diperlukan untuk mengetahui keragaan minyak. Untuk membandingkan dengan menggunakan minyak tanah digunakan metode Water Boiling Test (WBT) yaitu dengan mendidihkan air dalam bejana dengan menggunakan air sejumlah 1 liter, dan mencatat perubahan temperatur air terhadap waktunya. Data yang diperlukan adalah temperatur awal air, perubahan temperatur air, laju aliran bahan bakar, dan waktu yang diperlukan dalam perubahan temperatur tersebut, hingga air mendidih. Setiap percobaan dilakukan empat kali ulangan.
2.4
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.4.1
Pengujian Kekentalan terhadap Temperatur Berdasarkan pengujian dengan menggunakan metode Ostwold (AOAO,
974.07 ed 16 tahun 1999) yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, didapat hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4. Dengan kondisi sampel hasil campuran homogen, hal ini juga ditunjukkan dengan gambar campuran yang setelah didiamkan selama satu minggu, kondisi sampel tetap tercampur baik.
25
Tabel 4 Kekentalan campuran terhadap suhu Suhu No (oC)
Kekentalan Kekentalan Minyak Tanah Minyak Jarak (Centipoice) (Centipoice)
1 2 3 4 5 6 7
2.2
30 35 40 45 50 55 60
45 39 30.5 25 22 19 15
Kekentalan Campuran Minyak Jarak : Minyak Tanah (Centipoice) 1:1 3:1 1:3 10.06 17 3.46 9.18 15.9 3.38 9.15 12.9 3.37 8.91 12 3.32 7.66 10.5 3.32 7.49 9 3.29 7.45 7.5 3.21
Hasil tersebut di atas dapat digambarkan dengan grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 10 berikut. Nampak bahwa grafik untuk kekentalan minyak jarak terhadap temperatur menurun membentuk garis dengan persamaan = 9967T-1.56
2.11
dengan koefisien diterminan (R2) = 0.99 Sedangkan kekentalan campuran minyak jarak dengan minyak tanah 1:1 menurun secara linier berdasarkan persamaan = -0.088T+12,59
2.12
R2= 0.937 Untuk kekentalan campuran antara minyak jarak dengan minyak tanah menjadi 1:3 berdasarkan persamaan =-0.006T+3.639
2.13
dengan R2= 0.93, untuk kekentalan campuran minyak jarak : minyak tanah 3:1 maka persamaan kekentalannya menjadi = 958.4T-1.16 dengan R2=0.965
2.14
26
50 45 kekentalan (μ) cp
40 35 30
minyak jarak
25
campuran mj:mt 3:1
20
campuran mj:mt 1:1
15
campuran mj:mt 1:3
10
minyak tanah
5 0 25
35
45
55
65
75
temperatur (T) C
Gambar 10 Hubungan kekentalan & temperatur Gambar 11 dan 12 menunjukkan kesetabilan campuran yang diamati secara visual, dengan membiarkan campuran berada dalam keadaan diam selama 6 hari, dan tidak terjadi pemisahan campuran.
Campuran Minyak jarak : minyak tanah
Minyak jarak
Minyak tanah
Gambar 11 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 25 Oktober 2008
27
Campuran Minyak jarak : minyak tanah
Minyak jarak
Minyak tanah
Gambar 12 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran,diambil pada tanggal 30 Oktober 2008 2.4.2
Waktu Pemanasan Awal Pemanasan awal dimaksudkan untuk menaikan temperatur bahan bakar
yang digunakan agar kekentalannya dapat turun, setelah dinyalakan yang keluar dari nosel menjadi uap bahan bakar. Berdasarkan persamaan 2.5, apabila kekentalan turun, maka bilangan Reynold (Rej) naik, kenaikan bilangan Reynold mengakibatkan fraksi massa bahan bakar (YF) naik (persamaan 2.4), sehingga panjang lidah api turun (persamaan 2.3), kecepatan api menjadi tinggi. Berdasarkan persamaan 2.8, dengan diameter (d) pipa 0.4 cm, panjang 157 cm, ketika temperatur pipa dipanaskan hingga mencapai (Tw) 280 oC, dengan temperatur minyak masuk pipa diasumsikan konstan Tb1 = 30 oC, laju aliran minyak
= 0.06 x10-3 kg/detik, dan koefisien konveksi (h) didapat dari
persamaan 2.13 1,86
,
2.14
Didapat hasil temperatur minyak keluar pipa Tb2 menjadi 90 oC, Peningkatan temperatur minyak akan menurunkan angka kekentalan minyak tersebut. Gambar 13 menunjukkan saat pembakaran menggunakan alkohol sebagai pemanasan awal.Waktu pemanasan awal campuran minyak jarak dengan minyak tanah 3:1 adalah 190 detik, lebih lama dibandingkan waktu pemanasan campuran yang lainnya, semakin banyak kandungan minyak jarak dalam
28
campuran semakin lama waktu pemanasan awalnya, hal ini dikarenakan untuk mencapai kekentalan yang mendekati kekentalan minyak tanah, campuran yang mengandung minyak jarak lebih banyak, membutuhkan temperatur lebih tinggi. Waktu pemanasan yang dibutuhkan untuk campuran 1:1 adalah 85 detik, lama waktu pemanasan untuk berbagai variasi campuran ditunjukkan oleh Gambar 14.
waktu (detik)
Gambar 13 Pemanasan awal
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Variasi Campuran minyak jarak : minyak tanah
Campuran 1:1 Campuran 3:2 Campuran 3:1
Gambar 14 Waktu pemanasan awal
29
2.4.3
Waktu Untuk Mencapai Api Biru Apabila bahan bakar telah mencapai temperatur uapnya, warna nyala api
akan berubah dari merah menjadi kebiruan (stabil) seperti ditunjukkan pada Gambar 15, sedangkan Gambar 16 menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan oleh minyak tanah jauh lebih cepat dibandingkan dengan campuran minyak jarak dengan minyak tanah. Hal ini disebabkan oleh karena minyak tanah memiliki nilai kekentalan yang rendah. Semakin tinggi nilai kekentalannya semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai api biru.
Gambar 15 Api biru 350
Waktu (detik)
300 250 200 150
Jenis Minyak
100 50 0 Minyak tanah
Campuran Campuran Campuran 1:1 3:2 3:1
Gambar 16 Waktu yang diperlukan untuk mencapai api biru
30
2.4.4 Konsumsi Bahan Bakar dan Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan Air 1 liter Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dengan berbagai variasi campuran dan digunakan memasak air sebanyak 1 liter, distribusi waktu dan temperaturnya seperti terlihat pada Tabel 5, 6, 7 dan 8 untuk campuran minyak jarak dan minyak tanah. Waktu yang diperlukan untuk mencapai temperatur 99 o
C dari temperatur awal 27 oC, menggunakan minyak tanah selama 5 menit 1
detik, sedangkan menggunakan campuran minyak jarak dan minyak tanah dengan perbandingan 1:1 dibutuhkan waktu 7 menit 3 detik, atau 2 menit lebih lama daripada menggunakan minyak tanah. Tabel 5 Percobaan dengan menggunakan minyak tanah Percoba Suhu Suhu air an air awal akhir 1 27 99 2 27 99 3 27 99 4 27 99 Rata-rata
Waktu 301 detik 303 detik 302 detik 300 detik 301 detik
Jml bh bk ml 19.24 19.46 19.36 19.17 19.41
Nilai kalor 41 MJ/l
Tabel 6 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (1: 1) Percoba Suhu Suhu an air awal air akhir 1 27 99 2 27 99 3 27 99 4 27 99 Rata-rata
Waktu 441 439 435 436 438
detik detik detik detik detik
Jml bh bk ml 13.23 13.17 13.05 13.08 13.14
Nilai kalor 36.075 MJ/l
Tabel 7 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (3:2) Percobaa Suhu air Suhu air akhir n awal 1 27 99 99 2 27 99 3 27 99 4 27 Rata-rata
Waktu 519 515 517 516 517
detik detik detik detik detik
Jml bahan bakar ml 13.41 13.30 13.36 13.33 13.35
Nilai kalor 35.09 MJ/l
31
Tabel 8 Percobaan minyak jarak : minyak tanah 3 : 1
Waktu untukmendidihkan air 1liter (detik)
Percoba Suhu Suhu an air awal air akhir 1 27 99 2 27 99 3 27 99 4 27 99 Rata-rata
Waktu
Jumlah bh bakar ml
545 detik 551 detik 551 detik 555 detik 550 detik
14.85 14.85 14.95 14.87 14.88
Nilai kalor 33.613 MJ/l
600 500 400 300 Jenis minyak
200 100 0 Minyak Campuran Campuran Campuran tanah 1:1 3:2 3:1
Gambar 17 Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter Kebutuhan energi untuk mencapai temperatur air dari 27 oC menjadi 99 o
C sebanyak 1 liter dengan menggunakan minyak tanah ternyata lebih besar
yaitu 795.81 kJ, tetapi waktu yang lebih cepat, dibandingkan dengan menggunakan campuran minyak jarak dan minyak tanah, untuk perbandingan campuran 1:1, kebutuhan energinya 474.03 kJ, perbandingan 3:2 sebesar 468.45 kJ dan untuk perbandingan 3:1 sebesar 500.16 kJ. Kebutuhan energi yang besar dengan mengunakan minyak tanah dikarenakan, menggunakan kompor tekan yang
telah
dimodifikasi
menggunakan
pipa
spiral
yang
dipanaskan,
menyebabkan kekentalan minyak tanah yang semakin turun, sehingga laju aliran minyak tanah menjadi lebih banyak.
32
Gambar 18 Konsumsii minyak yanng diperlukaan untuk menndidihkan airr 1 liter Berddasarkan dataa-data percoobaan tersebut di atas daapat diketahhui bahwa m minyak jaraak dapat dig gunakan untuuk bahan baakar kompoor dengan melakukan m p pencampura an
dengan
minyak
tanah,
sertta
modifikkasi
kompoor
tekan
m menggunaka an pemanas awal. Perluu waktu leb bih lama unntuk mendiddihkan air y yang sama dibandingka d an menggunakan minyaak tanah. Seddangkan berrdasarkan p pengamatan secara visuual, penggunnaan campurran minyak jarak j dengann minyak t tanah pada perbandinga p an 1:1, hinggga 75 menit pertama settelah penyallaan tidak t terjadi masalah, tetapii pada mennit ke 90
muncul suatu s masalah pada
p penyemprota an bahan bakar b keluarr nosel, dim mana penyeemprotan teerganggu, t terputus-putu us dan meny yebabkan nyyala api tidaak stabil, hal ini disebab bkan oleh a adanya pengggumpalan karbon. k Pem mecahan masaalah tersebuut adalah unttuk secara p periodik nossel perlu dibeersikan
2 2.5
KES SIMPULAN N 1. Kom mpor yang dapat d digunaakan untuk proses pem manas dengaan bahan bakar utama miinyak jarak adalah kom mpor tekan yang saluraan bahan bakarnya dimod difikasi, denngan dibuat sepiral agaar terjadi peemanasan awal untuk menuurunkan kekeentalan minyyak.
33
2. Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air menggunakan minyak tanah adalah 5 menit 1 detik, dengan laju konsumsi bahan bakar 0.064 ml/detik, tanpa pembersihan nosel; sedangkan menggunakan campuran minyak jarak dengan minyak tanah 1:1, selama 7 menit 3 detik, dan laju konsumsi bahan bakar 0.031 ml/detik, dengan pembersihan nosel setiap 75 menit sekali ; untuk perbandingan 3:1, waktu yang dibutuhkan untuk mendidihkan air adalah 9 menit 10 detik, dengan laju aliran bahan bakar 0.027 ml/detik, dengan pembersihan nosel setiap 30 menit sekali.
BAB III ANALISIS WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS
3.1
PENDAHULUAN
3.1.1 Latar Belakang Bagi masyarakat Indonesia, beras menjadi komoditas yang sangat penting tidak saja dilihat dari sisi produsen tetapi juga dari sisi konsumen. Sebelum menjadi beras, padi (gabah) yang baru dipanen harus melalui beberapa proses pasca panen, yaitu: perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan pengemasan. Setiap proses pascapanen ini tentunya menggunakan alat atau mesin baik yang masih mengandalkan tenaga manusia maupun yang telah menggunakan rekayasa teknologi. Pada umumnya hasil panen berbentuk gabah kering panen (GKP) dengan kadar air antara 20% - 27% basis basah (bb). Apabila gabah masih mengandung banyak kadar air terjadi respirasi aktif dan kandungan gizi akan terbawa keluar yang menyebabkan kerusakan padi. Kadar air akan mempercepat berkembang biaknya serangga berbahaya dan mikroorganisme, yang juga dapat menurunkan mutu beras. Kadar air yang tinggi juga akan meningkatkan laju terbentuknya kecambah, serta akan muncul jamur yang dapat menyebabkan racun. Oleh karena itu sangat diperlukan pengurangan kadar air untuk mencegah terjadinya kerusakan padi, hal tersebut yang menjadi dasar diperlukannya pengeringan gabah. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kualitas gabah, kadar air yang disyaratkan adalah 14% bb agar gabah dapat disimpan selama 6 bulan, demikian pula untuk keperluan proses penggilingan gabah menjadi beras, agar menghasilkan mutu dan rendemen beras yang baik diperlukan gabah dalam keadaan kering giling (GKG) dengan kadar air antara 13% - 15 % bb.
35
Pengeringan akan menyebabkan gradien kadar air didalam bahan, yang menimbulkan tegangan tarik pada permukaan dan tegangan tekan pada bagian dalam bahan. Apabila tegangan melampaui kekuatan bahan, maka bahan akan retak. Pembentukan keretakan yang disebabkan oleh gradient kadar air (Sarker, Kunze, Stouboulis. 1996) akan menjadi patah ketika gabah digiling, sehingga menurunkan rendemen beras kepala. Periode tempering memungkinkan difusi kadar air dari bagian dalam ke permukaan bagian luar gabah, sehingga mengurangi gradient kadar air dan meningkatkan laju pengeringan (Nishiyama 1987). 3.1.2
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh temperatur
dan waktu pengeringan dengan waktu tempering terhadap mutu beras yang ditandai dengan rendemen beras kepala.
3.2
TINJAUAN PUSTAKA
3.2.1 Anatomi Gabah Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman bijibijian yang berasal dari benua Asia. Padi merupakan bahan baku dari beras, dimana beras merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia baik ditinjau dari segi fisiologis, psikologis, sosial, maupun antropologis. Berikut ini merupakan klasifikasi dari tanaman padi : Regnum Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae : Angiospermae : Monocotyledoneae : Poales : poaceae : Oryza : Oryza sativa L.
Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi untuk menjadi beras, karakteristik fisik gabah sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran gabah menjadi beras putih. Butiran
36
gabah, yang memiliki bentuk awal berupa gabah kering giling (GKG), masih memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Mesin-mesin penggilingan padi berfungsi melakukan pelepasan dan pemisahan bagian-bagian butir padi yang tidak dapat dimakan dengan sesedikit mungkin membuang bagian utama beras dan sesedikit mungkin merusak butiran beras
3.2.2 Karakteristik Fisik Gabah Setelah dilepaskan dari malai pada kegiatan perontokan, butiran padi terlepas satu dengan lainnya dan disebut dengan gabah. Butiran-butiran gabah memiliki bentuk oval memanjang, berwarna kuning kecoklatan dan memiliki tekstur kasar, secara garis besar, bagian-bagian gabah dapat dibedakan menjadi 3 bagian. Bagian paling luar disebut sekam. Sekam tersusun dari palea, lemma, dan glume. Bagian ke dua disebut lapisan bekatul. Lapisan bekatul tersusun atas lapisan luar, lapisan tengah, lapisan silang, testa, dan aleuron, sedangkan lapisan yang paling dalam disebut endosperm, Gambar 19 menunjukkan struktur fisik butiran gabah.
Gambar 19 Struktur fisik butiran gabah.
37
Butiran-butiran gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam,tergantung varietasnya. Secara umum, subspesies padi yang ditanam di dunia, dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu japonica, javanica, dan indica. Padi jenis japonica memiliki bentuk butiran gabah pendek membulat. Sedangkan padi jenis indica memiliki bentuk butiran bulat memanjang. Di Indonesia, jenis padi yang banyak ditanam yaitu padi jenis indica. Berdasarkan sub-tipe gabah dapat diklasifikasikan berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras pecah kulitnya. Ada tiga sub-tipe gabah dengan kriteria tersebut, seprti di tunjukan dalam Tabel 9 berikut.
Tabel 9 Sub-tipe gabah berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras pecah kulit (Ruiten.1981 dalam Thahir.R.1986) Sub tipe
Perbandingan panjang : lebar
1. Ramping
>3.0
2. Gemuk
>2.0 <3.0
3. Bundar
<2.0
Dari segi kandungan gizi, butiran beras mengandung 70-75% karbohidrat, 67.5% protein, 3% lemak, dan sedikit vitamin B2. Karbohidrat dan protein terdapat di dalam lapisan bekatul dan endosperm, sedangkan sebagian besar lemak dan vitamin B2 terdapat dalam lapisan bekatul. Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan % dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah, semakin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin menurun. Kualitas gabah akan mampengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan, kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling, sedangkan beras sosoh yang dimaksud adalah gabungan beras kepala
38
dan beras patah besar. Disamping dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling juga dipengaruhi oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan. Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%. Oleh sebab itu gabah pada kadar air optimum ini disebut gabah kering giling (GKG). Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah yang baru dipanen, yang biasanya disebut gabah kering panen (GKP), biasanya memiliki kadar air antara 2027%. Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya, termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah.
3.2.3 Karakteristik Fisik Beras 3.2.3.1 Beras Pecah Kulit Gabah yang telah dikupas disebut beras pecah kulit (beras PK). Pada struktur butiran gabah beras PK terdiri dari endosperm, lapisan aleuron, testa, dan pericarp atau secara ringkas berupa endosperm dan lapisan bekatul. Beras PK sangat jarang langsung dikonsumsi karena rasanya yang kurang enak akibat masih adanya lapisan bekatul. Dengan demikian beras PK pada umumnya diolah lebih lanjut menjadi beras sosoh. 3.2.3.2 Beras Sosoh Beras sosoh atau beras slyp atau beras putih adalah butiran beras yang telah terbebas dari bekatul dan telah digosok untuk mendapatkan warna putih mengkilap. Beras sosoh memiliki rasa yang lebih enak daripada beras PK serta memiliki warna yang menarik.
39
Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran yaitu beras kepala, beras patah, dan beras menir. Beras kepala dan beras patah dikonsumsi dalam bentuk nasi. Menir memiliki bentuk yang kurang menarik jika dimasak dalam bentuk nasi karena ukurannya yang kecil. 3.2.3.3 Beras patah Pada proses penggilingan, beras patah tidak dikehendaki. Yang dikehendaki adalah sebanyak mungkin beras kepala. Beras kepala adalah beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 6/10 bagian dari panjang rata-rata butir beras utuh. Terjadinya beras patah, disamping ditentukan oleh kinerja mesin penggiling, juga ditentukan oleh kualitas gabah sebelum digiling baik pada proses panen yang belum cukup umur ataupun pada proses pengeringan yang tidak baik . Dengan penanganan yang kurang tepat gabah dapat menjadi mudah patah atau retak, bahkan telah patah sebelum digiling. Berbagai literatur menyebutkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan beras patah hasil pengilingan, yaitu gabah dipanen belum cukup masak, jenis padi, serta metode pengeringan, akibat dari gradien kadar air selama pengeringan juga dapat mengakibatkan keretakan. Banazzi et al (1994) melakukan penelitian tentang hubungan antara kualitas beras dengan kondisi pengeringan yang menunjukkan bahwa kualitas beras turun secara cepat dengan naiknya temperatur pengeringan yang disertai kenaikkan laju pengeringan, sehingga berakibat terjadinya thermal shock (kejutan termal) pada butiran. Ekstrom et al. (1996) yang melakukan pengujian pada biji jagung, menunjukkan bahwa tegangan retak tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan temperatur didalam butiran, tetapi juga oleh karena tegangan gradien kadar air atau gabungan tegangan kadar air dan tegangan termal. Arora et al. (1973) melakukan penelitian tentang pengaruh temperatur udara pengering terhadap sifat termal dan mekanis gabah selama pengeringan tipe bak dengan udara panas. Hasilnya, apabila perbedaan temperatur antara udara pengering
40
dengan bahan lebih dari 43 oC, akan berakibat retak pada bahan, dan menyarankan akan lebih baik apabila pengeringan dilakukan dengan temperatur udara pengering di bawah temperatur transisi (53 oC), sehingga tahanan termal butiran terhadap perbedaan temperatur dapat diminimalkan. Hal ini dikarenakan pada temperatur dan kadar air di bawah garis transisi gelas, bahan dalam keadaan glassy, yang mempunyai sifat, koefisien ekspansi rendah, volume spesifik dan difusivitas juga rendah. Ketika temperatur bahan telah melewati garis transisi gelas, keadaan bahan berubah dari glassy menjadi rubbery. Sifat bahan di atas garis transisi gelas, di daerah rubbery adalah koefisien ekspansi yang tinggi, demikian pula volume spesifik dan difusivitasnya juga tinggi (Cnossen.A.G., Siebenmorgen.T.J 2000). Laju pengeringan juga menjadi faktor penyebab keretakan (Kunze,O.R., 1991), pengeringan yang cepat sangat merusak kualitas beras (Ban.T, 1971), karena adanya gradien kadar air dalam butiran. Nagato et al (dalam Kunze.,1991) dalam penelitiannya mengamati bahwa terbentuknya keretakan gabah dalam pengeringan adalah konsekuensi dari terjadinya penyusutan yang tidak sama dalam edosperm akibat dehidrasi yang tidak merata pada biji. Gabah dapat patah atau retak selama penanganan pascapanen sebagai akibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara. Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan hujan terjadi berkali-kali dalam jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini menyebabkan butiran gabah berkerut dan berkembang dengan interval tidak teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan serupa juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat. Sarker, Kunze dan Strouboulis (1996) menyatakan bahwa formasi keretakan disebabkan oleh karena gradien kadar air selama pengeringan, keretakan gabah akan mengakibatkan patah selama penggilingan, dan penurunan rendemen beras kepala.
41
3.2.4
Sifat Termofisik Bahan Bahan pertanian umumnya merupakan bahan yang mudah rusak (perisable
food) sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang lebih baik untuk dapat memperpanjang masa simpan bahan. Proses pengolahan pascapanen untuk memperpanjang masa simpan bahan pertanian dengan cara pengeringan, umumnya berkaitan dengan
masalah
perpindahan panas. Untuk menganalisis masalah-masalah pindah panas, diperlukan pengetahuan tentang sifat termofisik bahan tersebut. Adapun sifat termofisik bahan yang diperlukan dalam analisis proses perpindahan panas dalam menguapkan air bahan bahan, antara lain : a. Konduktivitas panas b. Massa jenis c. Kadar air d. Kadar air keseimbangan e. Difusivitas panas. f. Panas jenis Nilai besaran sifat-sifat termofisik bahan bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi kimia dan jenis bahan. Dengan diketahuinya nilai sifat termofisik bahan, laju perubahan suhu bahan, sehingga dapat ditentukan waktu optimum yang dibutuhkan dalam sistem pengeringan bahan.
3.2.4.1Kadar Air Keseimbangan (Me) Dalam proses pengeringan mempelajari kadar air keseimbangan penting, karena kadar air keseimbangan merupakan kadar air minimum yang dapat dicapai saat pengeringan suatu bahan.Kadar air suatu bahan padat basah yang berada dalam keseimbangan dengan udara pada temperatur dan kelembaban tertentu disebut sebagai kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content). Kadar air kesimbangan suatu bahan merupakan sifat spesifik, yang besarnya dipengaruhi oleh jenis bahan, cara pengolahan, dan suhu serta kelembaban.
42
Suatu teraan kadar air keseimbangan pada suhu tertentu terhadap kelembaban disebut sebagai isotermis sorpsi. Isotermis yang diperoleh dengan memaparkan padatan pada udara yang kelembabannya meningkat dikenal dengan isotermis adsorpsi. Sedangkan, isotermis yang diperoleh dengan memaparkan padatan pada udara yang kelembabannya menurun dikenal dengan isotermis desorpsi. Dalam hal ini, jelas bahwa isotermis desorpsi merupakan perhatian utama pada proses pengeringan, karena kadar air padatan menurun secara progresif.
Bentuk umum sorpsi isotermis tipikal
ditunjukkan seperti pada Gambar 20.
Desorpsi Kadar Air
A
B
Adsorpsi
C
0
20
40
60
80
Kelembaban nisbi (%) Gambar 20 Sorpsi Isotermis tipikal Bentuk kurva isotermis sorpsi tersebut terbagi dalam 3 wilayah secara tegas, A, B dan C, yang merupakan pertanda mekanisme pengikatan air yang berada pada tempat-tempat terpisah pada matrik padatan. Pada wilayah A, air terikat kuat pada tempat tersebut dan tidak dapat digunakan untuk reaksi.
43
Pada tempat ini, terutama terdapat adsorpsi lapis tunggal uap air dan tidak tampak perbedaan tegas antara isotermis adsorpsi dan desorpsi. Pada wilayah B, air terikat lebih longgar. Penurunan tekanan uap air hingga di bawah tekanan keseimbangan uap air pada suhu yang sama adalah karena air tersebut terkurung dalam kapiler yang lebih kecil. Air dalam wilayah C bahkan terikat lebih longgor dalam kapiler yang lebih besar. Air ini dapat digunakan untuk reaksi dan sebagai pelarut. Pada proses penguapan air dari suatu bahan tipis yang dikeringkan dengan aliran udara panas , dimana besarnya nilai kadar air keseimbangan dapat ditentukan berdasarkan model persamaan pengeringan lapis tipis dari Henderson dan Perry (1976).
M − Me = α exp( − k t ) Mo − Me
3.1
3.2.4.2 Konstanta Pengeringan Konstanta pengeringan (k) adalah merupakan fungsi dari difusivitas massa dan geometri bahan dan merupakan penyederhanaan dalam pemecahan persamaan difusi. Beberapa peneliti menemukan konstanta pengeringan dipengaruhi oleh suhu, aliran udara, kelembaban dan ukuran partikel yang dikeringkan. 4
3.2
Disamping itu juga dilaporkan bahwa adanya hasil penelitian yang bertentangan mengenai ada tidaknya pengaruh RH dan kecepatan udara pengering terhadap konstanta pengeringan. Tetapi sebagian besar peneliti menganggap bahwa konstanta pengeringan tidak dipengaruhi oleh kadar air (Chang dan Chung, 1983 di dalam Thahir, 1986). Pada umumnya banyak peneliti melaporkan bahwa difusivitas massa dipengaruhi oleh suhu mengikuti persamaan Arrhenius (Henderson dan Pabis, 1961 di dalam Brooker et al, 1974), yang dirumuskan sebagai berikut : ⎧C ⎫ Dv = C1 Exp ⎨ 2 ⎬ ⎩T ⎭
3.3
44
3.2.5
Proses Pengeringan Pengeringan adalah suatu proses pengurangan kadar air bahan dengan cara
penguapan hingga mencapai kadar air yang diinginkan, untuk bahan pertanian pengeringan dimaksudkan untuk memperlambat proses kerusakan bahan, dengan cara mengeluarkan kadar air bahan hingga kadar air tertentu dimana jamur, enzim dan serangga yang bersifat merusak bahan menjadi tidak aktif (Henderson dan Perry 1976). Di dalam proses pengeringan terjadi perpindahan panas dari udara pengering ke bahan dan perpindahan massa (uap) dari bahan secara simultan (Hall 1979). Dalam sistem pengeringan bahan, proses pelepasan air melalui pemberian panas harus dapat berdifusi ke dalam padatan dengan cara konduksi. Uap air harus bergerak ke permukaan bahan sebelum dipindahkan keluar oleh udara sebagai media pengeringan. Analisa dalam sistem pengeringan ini mencakup mekanisme perpindahan didalam bahan yaitu difusi panas dan massa (Brooker, et al. 1974). Menurut Brooker et al (1974), proses pengeringan dapat dianggap sebagai proses adiabatik, sehingga dalam proses penguapan air yang dikandung gabah hanya diambilkan dari panas udara pengering saja, tanpa diperhitungkan perpindahan panas konduksi ataupun radiasi dari lingkungannya. Proses yang terjadi dalam pengeringan adalah proses perpindahan panas dari udara panas untuk menguapkan air, adapun air yang diuapkan adalah air bebas dan air terikat. Air bebas yang berada dalam permukaan bahan yang pertama mengalami penguapan dengan laju penguapan sebanding dengan perbedaan tekanan uap pada permukaan bahan dengan tekanan uap udara pengering. Apabila konsentrasi air pada permukaan cukup besar, maka akan terjadi laju penguapan yang konstan, dimana dalam periode tersebut penguapan hanya ditentukan oleh kondisi perpindahan panas dan perpindahan masa yang berada dipermukaan luar bahan yang dikeringkan. Pada periode tersebut dikenal dengan periode laju pengeringan konstan, untuk bahan biji-bijian seperti gabah,air terikat mempunyai porsi yang lebih besar daripada air bebasnya, sehingga pada periode ini terjadi sangat singkat, sehingga dapat diabaikan (Henderson dan Perry 1976).
45
Ketika air pada permukaan telah habis, maka terjadi migrasi air yang terikat dan uap dari bagian dalam bahan ke permukaan secara difusi (Steffe dan Singh. 1979, Aldis dan Foster 1980). Migrasi air dan uap tersebut terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan konsentrasi atau tekanan uap antara bagian dalam dan bagian luar bahan. Laju penguapan pada periode ini sebanding dengan perbedaan tekanan uap antara bagian permukaan bahan dengan bagian dalam bahan. Karena terjadi penguapan tekanan uap di dalam bahan semakin turun, sehingga perbedaan tekanan uap juga turun, laju penguapan turun. Periode tersebut dikenal dengan periode laju pengeringan menurun.
3.3
BAHAN DAN METODE
3.3.1
Bahan Varietas gabah yang digunakan adalah Ciherang , termasuk gabah langsing
(BBKP-JT 2005 ), perbandingan panjang dengan lebar > 3.0, yang dipanen pada tanggal 23 Juli dan 24 Juli 2007, dan pengeringan dilakukan 3 jam setelah panen. Bersamaan dengan proses pengeringan dilakukan pengujian kadar air dengan menggunakan oven konveksi kurang lebih 10 gram gabah sebanyak 10 sampel dengan temperatur 105 selama 24 jam (Seo,1995), kadar air awal bahan seperti ditunjukan pada tabel 15. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan pengering yang dibuat dengan ukuran rak 55 cm x 55 cm, untuk bahan sebanyak 800 gram (Gambar 20), sehingga terjadi ketebalan tumpukan 2 hingga 3 butir gabah, yang dapat dikategorikan sebagai lapisan tipis (ASAE, 2001).
3.3.2
Alat Percobaan menggunakan alat pengering statis yang dirancang menggunakan
bahan bakar pemanas biomassa, seperti ditunjukan pada Gambar 21, alat ukur yang
466
d digunakan, oven konveeksi, Kett moisture m metter, stop waatch, thermoocouple unitt, h higrometer. 3 3.3.3
Anallisis Data Dataa hasil penggamatan diaanalisis denggan mengguunakan prossedur Anovaa
d dilanjutkan dengan uji Duncan's Multiple M Rangge Test untuuk variable: Y1 dan Y22 d dengan taraff nyata 5%.. Analisis diilakukan meenggunakan program SA AS versi 8.00 d Minitab versi 14.0 dan
Micro ocontroler
100
A/D T4 , RH4
X
T2 , RH2
T3 , RH3
1000
660
Rak 1
Rak 2 50 100
T1 , RH1 Saluran udara u masuk
Plat Pemaanas
660
G Gambar 21 Skematik S Allat pengeringg
Ukuraan dalam mm
47
3.3.4
Prosedur percobaan Temperatur udara pengering yang digunakan adalah 50 oC, RH 26 % dengan
Kadar air kesetimbangan (Me) 6.69% (basis kering) dan 60 oC, RH 17% dengan Me 4.6%, Udara panas didapat dari pemanasan plat pemanas dengan menggunakan bahan bakar biomas, oleh karena kontrol temperatur dilakukan secara manual akurasi temperaturnya 2oC, Ketika ruang pengering mencapai temperatur ekuilibrium, rak dengan bahan percobaan dimasukkan, lama pengeringan tahap pertama adalah 30 menit, dan 20 menit sehingga didapat pengurangan kadar air antara 4 hingga 8%. Setelah pengeringan tahap pertama selesai dilanjutkan dengan tempering pada temperatur lingkungan dan dengan variasi waktu tempering. Selesai proses tempering bahan percobaan dimasukkan ke ruang pengering lagi untuk selanjutnya dilakukan proses pengeringan tahap kedua, pada pengeringan tahap ke dua pengurangan kadar air yang terjadi antar 2 hingga 5%, hingga kadar air mencapai antara 14 hingga 15% bb, setelah pengeringan tahap ke dua bahan percobaan kembali mengalami proses tempering dengan temperatur lingkungan , variasi waktu tempering yang digunakan berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh Siebenmorgen and Schluterman (2005). Seratus gram gabah diambil dari setiap percobaan untuk mengetahui mutunya dengan menentukan prosentasi rendemen beras kepala, dengan cara manual, dikupas kulitnya sehingga menghasilkan beras pecah kulit, kemudian dipisahkan antara beras kepala dan beras patah, hasilnya ditimbang untuk menentukan rendemen beras kepala, dimana rendemen beras kepala dihitung berdasarkan prosentase masa beras kepala dari berat beras sampel (beras pecah kulit). Selain dengan cara manual juga digunakan paddy husker untuk mendapatkan beras pecah kulit untuk kemudian dengan cara yang sama didapat rendemen beras kepala. Proses penelitian dilakukan dua kali ulangan untuk setiap perlakuan temperatur, dengan variasi waktu pengeringan dan waktu tempering, dengan demikian diperoleh 16 data pengukuran.
48
3.4
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.4.1 Temperatur dan waktu pengeringan Nilai konstanta pengeringan k berbanding lurus dengan temperatur udara pengering, sehingga semakin tinggi temperatur udara pengering semakin besar nilai k, yang mengakibatkan pengeringan lebih cepat. Dengan demikian untuk temperatur udara yang tinggi membutuhkan waktu yang singkat untuk pengurangan kadar air yang sama, seperti ditunjukan pada Tabel 11 berikut : Tabel 10 Data gabah yang digunakan dalam percobaan Varietas gabah
Tgl Panen
Kadar air (KA) awal
Standar deviasi KA
Ciherang
23 Juli 2007
22.92 % bb
± 0.5
Ciherang
24 Juli 2007
23.12 % bb
± 0.4
Tabel 11 Data hasil pengeringan gabah Ciherang T udara pengering
(oC)
RH (%)
50
26
60
17
50
27
60
16
Lama pengerin gan I (menit)
30 30 20 20 20 20 30 30 30 30 20 20 20 20 30 30
Lama temperi ng I (menit)
Kadar air (%) setelah pengerin gan I
Lama pengering an II (menit)
Lama temperin g II (menit)
Kadar air (%) setelah pengerin gan II
Rendem en beras kepala (RBK) (%)
60 60 60 60 60 60 60 60 10 10 10 10 10 10 10 10
18.41 18.14 18.74 18.63 18.02 17.99 17.63 16.52 18.22 18.24 18.82 18.64 18.10 18.02 16.62 15.52
35 30 30 30 20 20 20 20 35 30 20 30 20 30 20 20
60 60 60 60 80 80 80 80 60 60 60 60 80 80 80 80
14.66 14.69 15.42 15.22 14.82 14.39 14.63 13.53 13.97 14.44 15.22 14.94 14.5 14.22 13.37 12.23
64.6 65.2 68.11 67.21 64.77 64.64 50.33 32.58 62.6 63.3 64.82 64.51 62.5 62.2 49.57 32.37
49
Tabel 12 Pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap penurunan kadar air yang dicapai dengan kadar air awal 22.92%. Suhu oC 50 (A)
Waktu Pengeringan C (20 menit) D (30 menit) 18.69a 18.30a 18.04a
60 (B)
16.57b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata.
Hasil analisis varian menunjukkan terdapat perbedaan nyata (P≤0.05) antara perlakuan suhu, waktu pengeringan dan interaksinya. Selanjutnya dilakukan uji Duncan 5% menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan suhu dan waktu pengeringan, tetapi pada interaksi menunjukkan bahwa perlakuan AC, AD, dan BD tidak berbeda nyata (P≤0.05), sedangkan perlakuan AC, AD, dan BC berbeda nyata lebih kecil (P≤0.05) dari perlakuan BD (tabel 12). Tabel 13 Pengaruh waktu tempering terhadap Rendemen Beras Kepala(RBK) Waktu tempering (menit) 60
RBK ketika kadar air pengeringan pertama > 18% Mean 65.76 % a
RBK ketika kadar air pengeringan pertama <18% Mean 41.46 % a
10
63.32 % b
40.97 % a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama, pada kolom yang sama tidak berbeda nyata.
50
Berdasarkan data Tabel 13, nampak bahwa waktu tempering berpengaruh signifikan terhadap rendemen beras kepala, apabila kadar air pada pengeringan pertama mencapai lebih besar dari 18%, waktu tempering menunjukkan perbedaan nyata (a dan b) terhadap rendemen beras kepala, yang berarti waktu tempering mempengaruhi rendemen beras kepala, sedangkan ketika kadar air pada pengeringan pertama telah di bawah 18%, maka waktu tempering menunjukkan tidak berbeda nyata , dengan demikian waktu tempering menjadi tidak berpengaruh terhadap rendemen beras kepala. Hasil terbaik berdasarkan analisis tersebut adalah ketika pengeringan menggunakan temperatur udara pengering 50 °C dengan waktu pengeringan pertama 20 menit dan waktu tempering 60 menit, waktu pengeringan kedua 30 menit dengan rendemen beras kepala rata-rata 68.11%. Tetapi pada kondisi tersebut dengan total pengeringan 50 menit, kadar air akhir gabah 15.32% bb. Gambar 22 menunjukkan data rendemen beras kepala dari gabah varietas Ciherang hasil panen pada tanggal 23 Juli dengan kadar air awal rata-rata 22.92% bb yang diplot dengan variasi lama pengeringan dan tempering, temperatur udara pengering 50 oC, RH 26%, ketika kadar air setelah pengeringan pertama 18.41% bb, dengan lama pengeringan pertama 30 menit dan lama tempering 60 menit, dan kadar air setelah pengeringan ke dua sebesar 14.66%, lama pengeringan kedua 35 menit dengan total waktu pengeringan 65 menit, nilai rendemen beras kepala 63.6 %.
51
70
80
60
70 60 50
40
40 30
(%)
Meint
50
30
20
20
10
10
0
0 Percobaan I
Percobaan II
Lama pengeringan I (menit) Lama pengeringan II (menit) Kadar air (%) setelah pengeringan I Rendemen beras kepala (%)
Percobaan III Lama tempering I (menit) Lama tempering II (menit) Kadar air (%) setelah pengeringan II
Gambar 22 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 22.92% basis basah dengan suhu udara pengering 50 o C. Penurunan kadar air saat pengeringan pertama sangat mempengaruhi besarnya nilai prosentase rendemen beras kepala, dimana kadar air setelah pengeringan pertama di atas 18% menunjukkan secara rata-rata kondisi bahan masih dalam keadaan rubbery (Siebenmorgen and Schluterman, 2005) sehingga masih dalam batas aman dari kerusakan bahan, hal ini menunjukkan bahwa kadar air setelah pengeringan pertama di atas 18%, tidak berpengaruh banyak terhadap keretakan bahan, sehingga mempunyai nilai rendemen beras kepala di atas 60%. Sedangkan
pada
Gambar
23
ditunjukan
hasil
percobaan
dengan
menggunakan temperatur udara 60 oC, RH 17%, pada saat lama pengeringan pertama 20 menit, didapat nilai kadar air bahan sebesar 18.02% bb, sedangkan setelah pengeringan ke dua kadar airnya adalah 14.82%
dengan total waktu
pengeringan 40 menit dan total waktu tempering 140 menit, besarnya rendemen beras kepala 62.77%,
tetapi ketika lama pengeringan 30 menit, dan kadar air
setelah pengeringan pertama 17.63%, nilai rendemen beras kepala nya turun
52
menjadi 50.33%, bahkan ketika kadar air setelah pengeringan pertama mencapai 16.52%, nilai rendemen beras kepala turun drastis menjadi hanya 32.58%. 70
90 80
60
70 50
50
40
40
30
(%)
Menit
60
30
20
20 10
10
0
0 Percobaan I
Percobaan II
Lama pengeringan I (menit) Lama pengeringan II (menit) Kadar air (%) setelah pengeringan I Rendemen beras kepala (%)
Percobaan III Lama tempering I (menit) Lama tempering II (menit) Kadar air (%) setelah pengeringan II
Gambar 23 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 23.5% basis basah. Dengan suhu udara pengering 60 oC Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, berdasarkan percobaan pada saat akhir pengeringan pertama kadar air bahan telah mencapai di bawah 18%, dengan temperatur udara pengering 60 oC dalam waktu 30 menit, kemungkinan terjadinya penyusutan yang tidak sama didalam endosperm, akibat dehidrasi yang tidak merata pada biji, atau besar kemungkinan terjadinya perbedaan kadar air pada permukaan bahan dan kadar air di dalam inti bahan. Keadaan tersebut di atas menimbulkan stress pada bahan, hal ini akan meningkatkan kerusakan bahan, oleh karena perbedaan kadar air dipermukaan bahan dan pada pusat bahan yang tinggi. Penurunan kadar air hingga di bawah 18% akan menyebabkan banyaknya keretakan pada bahan yang berakibat penurunan nilai rendemen beras kepala dan lama tempering akan menjadi tidak berpengaruh
53
terhadap penurunan rendemen beras kepala. Semakin besar penurunan kadar air saat pengeringan pertama, akan semakin besar penurunan rendemen beras kepala nya. Berdasarkan analisis menunjukkan pilihan yang terbaik adalah skenario pengeringan dengan temperatur udara 50 oC, waktu pengeringan pertama 20 menit, waktu tempering pertama 60 menit, waktu pengeringan kedua 30 menit dan waktu tempering kedua 30 menit, tetapi kadar air akhirnya hanya mencapai 15.82%. Sedangkan berdasarkan skenario dengan temperatur udara 60
o
C, waktu
pengeringan pertama 20 menit, waktu tempering 60 menit, kemudian waktu pengeringan kedua 20 menit dan dilanjutkan tempering 80 menit, dengan kadar air akhir 14.1% bb serta rendemen beras kepala rata-rata 63.21%. Berdasarkan data tersebut, maka direkomendasikan pengeringan menggunakan skenario pengeringan dengan temperatur udara 60 oC, dengan waktu pengeringan pertama 20 menit, tempering 60 menit, kemudian waktu pengeringan kedua 20 menit dan tempering 80 menit. Hal ini dikarenakan, kadar air yang dapat dicapai adalah 14.1% memenuhi kadar air yang disyaratkan.
3.5
KESIMPULAN 1. Terdapat batasan pengurangan kadar air saat periode pengeringan pertama, yang dapat mempengaruhi rendemen beras kepala. Pengurangan kadar air tersebut dipengaruhi oleh waktu pengeringan, dan temperatur udara pengering. Untuk penggunaan udara pengering bertemperatur tinggi dapat dilakukan dengan waktu pengeringan yang lebih singkat, sehingga pengurangan kadar air lebih rendah, hal ini dimaksudkan agar dapat mengurangi tingkat stress bahan, sehingga penurunan rendemen beras kepala dapat dihindari. Batasan penurunan kadar air saat periode pengeringan pertama agar tidak menggurang nilai rendemen beras kepala adalah kadar air mencapai > 18% bb.
54
2. Waktu tempering, sangat berpengaruh terhadap rendemen beras kepala, pada saat pengeringan pertama ketika kadar airnya mencapai di atas 18% bb. 3. Skenario temperatur udara pengering 60 °C, waktu pengeringan 20 menit dan waktu tempering 60 menit. Perbandingan waktu pengeringan : waktu tempering 1:3 hingga 1:4, menunjukkan rendemen beras kepala yang terbesar yaitu rata-rata 64.69%, dengan hasil kadar air akhir 14.1 % bb.
BAB IV DISAIN DAN SIMULASI PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEUMATIK 4.1
PENDAHULUAN
4.1.1 Latar Belakang Padi merupakan salah satu tanaman pangan yang penting di Indonesia, karena buah atau biji padi yang dikenal dengan beras adalah bahan pangan pokok masyarakat Indonesia. Pola konsumsi beras secara perlahan tetapi pasti mengalami peningkatan sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan, pendidikan dan mudahnya akses informasi, peningkatan kebutuhan beras di dalam negeri mencapai 1.6% per tahun (Mulyo Sidik 2006). Adapun produksi gabah tahun 2008 diprediksi sebesar 59.877 juta ton gabah kering panen (GKP) (BPS 2008) setara dengan 37.63 juta ton beras Salah satu aspek penting dalam pengembangan sistem agribisnis padi adalah penanganan pasca panen, hal tersebut terkait dengan massalah kehilangan hasil yang terjadi pada kegiatan panen, pasca panen baik berupa kehilangan bobot (kuantitatif) maupun berupa penurunan mutu dan kerusakan fisik (kualitatif) yang cukup tinggi. Kehilangan hasil pada proses pengeringan secara dijemur di Indonesia antara 2.3 hingga 2.6% (Komuro 1995) dan berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) 2006, kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20%, dimana kehilangan saat pemanenan 9.5%, perontokan 4.8%, pengeringan 2.1%, penggilingan 2.2%, penyimpanan 1.6%, dan pengangkutan 0.2%. Angka ini jika dikonversikan terhadap produksi padi nasional pada tahun 2008 yang mencapai 59.877 juta ton setara lebih dari Rp 20 triliun, dan terdapat 1.47 juta ton gabah hilang karena penjemuran atau setara dengan Rp 3.53 triliun, dengan harga gabah Rp 2400,-/kg. Untuk mengatasi kehilangan pada proses pengeringan tersebut serta dalam rangka menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global, dimana mendung ataupun hujan yang tidak menentu mengakibatkan pengeringan dengan dijemur
56
sering tidak dapat dilakukan, bahkan penelitian Afif (1988) menunjukkan bahwa pengeringan
pada
bulan
Desember-April
di
daerah
Jatiluhur
tingkat
keberhasilannya hanya 17%, oleh karena itu untuk meningkatkan keberhasilan pengeringan diperlukan pengering mekanis. Pengeringan mekanis komersial yang menggunakan udara panas dari pembakaran bahan bakar dengan memanfaatkan alat penukar panas, pada umumnya menggunakan tipe fixed batch dryer (box dryer, inclined bed dryer, flat bed), Continous- flow dan recirculating batch. Penggunaan tipe fixed batch mempunyai keunggulan sederhana, murah dan mudah, tetapi mempunyai kelemahan gradien kadar air antara bagian bawah dan atas dapat mencapai 3-4% (IRRI 2003), serta apabila menggunakan udara pengering bertemperatur tinggi mungkin terjadi over drying dibagian bawah. Untuk tipe resirkulasi yang juga dikenal dengan intermittent drying atau pengeringan bertahap secara umum terdapat dua bagian yaitu bagian tempering dan bagian pengeringan (Gambar 24), bahan bersirkulasi melalui bagian-bagian tersebut sehingga proses pengeringan dan tempering terjadi bergantian, umumnya menggunakan bucket conveyor untuk meresirkulasikan bahan yang dikeringkan.
Produk Aliran udara panas
Aliran bahan
Ruang Tempering
Ruang pengering Blower
Aliran Bahan
Gambar 24 Skema sistem pengering resirkulasi
57
Proses resirkulasi dimaksudkan juga untuk mencegah terjadinya over-drying seperti pada proses pengering lainnya, dimana setelah proses pengeringan bahan dinaikkan lagi ke ruang tempering untuk menyamakan kondisi kadar airnya dan turun ke bagian pengeringan, bersirkulasi hingga kadar air tercapai sesuai yang dikehendaki, serta dalam sistem pengeringan tersebut dapat menggunakan udara pengering bertemperatur tinggi, sehingga menaikkan laju pengeringan, dan mempercepat proses pengeringan tanpa menurunkan kualitasnya. Pengering resirkulasi tidak memerlukan lahan yang luas, dapat diletakkan di gudang, serta memungkinkan beroperasi secara otomatis. Metode simulasi digunakan dengan membuat konstruksi model matematika untuk menduga karakteristik pengeringan dengan menggunakan komputer dan program Visual Basic. Sedangkan untuk menguji kehandalan model simulasi, maka hasil simulasi perlu divalidasi sengan percoabaan langsung. Penggunaan metode simulasi akan dapat menghemat waktu dan biaya pembuatan serta percobaan alat sesungguhnya.
4.1.2
Tujuan Tujuan khusus penelitian ini adalah membuat simulasi dan menguji kinerja
pengering tipe resirkulasi dengan menggunakan konveyor pneumatik dan pemanas berbahan bakar campuran minyak tanah dan minyak jarak.
4.2
TINJAUAN PUSTAKA
4.2.1
Metode Pengeringan Metode pengeringan pada prinsipnya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pengeringan secara alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami adalah pengeringan yang menggunakan energi matahari sebagai sumber panasnya, dimana bahan yang dikeringkan dihamparkan ditempat terbuka sehingga mendapatkan panas dari matahari, adapun pengeringan buatan menggunakan ruang pengering
58
yang dirancang khusus untuk bahan yang akan dikeringkan, serta sumber panasnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan. Dalam sistem pengeringan buatan terdapat beberapa komponen yang berfungsi untuk mengeringkan bahan hingga kadar air tertentu, adapun komponenkomponen tersebut adalah, peralatan untuk mengalirkan udara, ruangan untuk bahan yang dikeringkan dan sumber panas, pada pengering buatan sumber panas dapat menggunakan berbagai sumber energi baik yang berbasis fosil maupun energi terbarukan sebagai energi alternatif. Sehingga dengan metode ini parameter pengering seperti temperatur ruang pengering, laju aliran udara pengering, waktu pengeringan, dan sebagainya dapat dikendalikan dengan baik, serta tingkat kebersihan bahan dapat dijamin. Pengeringan mekanis komersial yang menggunakan udara panas dari pembakaran bahan bakar dengan memanfaatkan alat penukar panas, pada umumnya menggunakan tipe fixed batch dryer (box dryer, inclined bed dryer, flat bed), Continous- flow dan Recirculating batch (Gambar 25). Pengering tipe fixed bed batch biasanya berbentuk bak persegi panjang dengan ruang plenum dibawah (flat bed dryer, box dryer, inclined bed dryer), jenis yang paling umum digunakan adalah tipe bak datar (flat bed) hal ini dikarenakan, biaya investasi murah, mudah dioperasikan, tanpa tenaga ahli, disainnya sangat sederhana, dimana bahan diletakkan di atas plat berlubang, dan udara panas ditiupkan dari bagian bawah. Untuk mengalirkan udara panas digunakan fan aliran axial yang sederhana, dan sebagai pemanas udara digunakan kompor minyak tanah ataupun tungku biomasa.
59
Aliran Udara Aliran Bahan
Fixed bed batch dryer
Re‐circulating batch dryer
Continous flow dryer
Gambar 25 Klasifikasi pengering (IRRI.2003) Kapasitas pengering tipe fixed bed, bervariasi dari satu hingga sepuluh ton, secara umum lantainya berbentuk datar dengan tinggi tumpukan umumnya 40 cm,menggunakan udara panas dengan temperatur antara 40 – 45oC, kecepatan aliran udara 0.15-0.25 m/s serta memerlukan daya kipas antara 1.5–2.5 kW/ton gabah Penggunaan tipe fixed batch mempunyai keunggulan sederhana, murah dan mudah, tetapi mempunyai kelemahan gradien kadar air antara bagian bawah dan atas dapat mencapai 3-4% (IRRI.2003), berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pengering tipe bak datar (flat bed) gradien kadar air yang diperbolehkan adalah ± 1.5% , kelemahan lainnya adalah, ketika menggunakan udara pengering bertemperatur tinggi mungkin terjadi over drying atau over heating dibagian bawah. Walaupun tidak terlalu umum digunakan terutama dinegara-negaraAsia Tenggara pengering aliran kontinyu (Continuous Flow Dryer) sering dijumpai pada penggilingan padi yang besar, karena dapat mengeringkan gabah dalam jumlah besar. Pengering tipe aliran kontinyu, biasanya terdiri dari kolom pengering campuran atau bukan campuran dengan sistem aliran udara yang berbeda-beda terhadap aliran bahan yang dikeringkan.
60
Jenis aliran udara tersebut adalah, pengering aliran menyilang yang merupakan jenis paling sederhana, dimana bahan mengalir kebawah diantara pelat berlubang, sementara udara pengering mengalir horizontal melalui bahan. Ketika aliran udara searah dengan aliran bahan yang dikeringkan, maka jenis aliran tersebut dinamakan aliran searah, keuntungan jenis aliran ini adalah memungkinkan udara yang bertemperatur tinggi kontak dengan bahan yang mempunyai kadar air yang tinggi pula. Pengeringan terjadi cepat dibagian atas dan berkurang pada bagian bawahnya. Pengering aliran berlawanan, adalah ketika aliran udara pengering bergerak ke atas dan aliran bahan bergerak turun, system ini sangat efisien, oleh karena udara pengering secara terus menerus menyerap kadar air bahan pada saat keluar ruang pengering. Adapun jenis aliran yang lain adalah aliran campuran yang dapat menghasilkan kualitas paling baik, hal ini disebabkan adanya efek campuran yang terus menerus, saluran udara masuk dan keluar dapat diletakkan pada pola yang bergantian, sehingga aliran udara pada pengering dapat terjadi secara searah ataupun berlawanan arah.
Pengering tipe resirkulasi (Recirculating batch) terdiri dari ruang pengering
yang ditengahnya terdapat ruang plenum, alat untuk transportasi bahan dari bawah ke atas, dapat berupa bucket conveyor, screw conveyor ataupun konveyor pneumatik, dan dibagian atas adalah ruang tempering, Dalam menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global, pengeringan secara tradisional
sering tidak dapat dilakukan, dikarenakan cuaca yang tidak
menentu, panen mungkin terjadi saat hujan ataupun berawan, dengan demikian gabah tidak dapat dikeringkan dan akan menimbulkan kerusakan, seperti busuk, berjamur, tumbuh kecambah, butir kuning, sehingga dalam kondisi demikian usaha peningkatan bahansi gabah menjadi kurang berguna, oleh karena itu diperlukan alat pengering mekanis. Alat pengering mekanis digunakan selain dapat mempercepat proses pengeringan juga dapat menggurangi bercampurnya debu ataupun kotoran lainnya serta dapat lebih terkendali. Didalam pengering mekanis penggunaan udara
61
bertemperatur tinggi dapat dilakukan, semakin tinggi temperatur udara pengering, akan menyerap kandungan air bahan lebih banyak, sehingga mempercepat pengeringan dan hal ini mengakibatkan kebutuhan laju aliran udara tiap satuan massa bahan lebih sedikit daripada untuk pengering dengan temperatur udara yang lebih rendah. Banaszek dan Siebenmorgan (1990) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa laju adsorpsi kadar air tergantung pada temperatur dan kelembaban relatif udara pengering, selain kadar air awal bahan. Penggunaan
udara
bertemperatur
tinggi
dalam
pengeringan
dapat
mengakibatkan terjadinya laju pengeringan yang terlalu cepat, dan mengakibatkan stress didalam bahan, serta menciptakan perbedaan kadar air antara pusat dan permukaan bahan, pada akhirnya mengakibatkan keretakan didalam bahan. Keretakan didalam bahan yang terjadi setelah pengeringan akan menjadi beras patah ketika digiling, banyaknya beras patah akan menentukan mutu beras, karena mutu beras ditandai dengan prosentase jumlah beras kepala atau rendemen beras kepala.
4.2.2 Persamaan pengeringan teoritis Dalam sistem pengering, kandungan air dalam bahan yang akan dikeringkan sangat menentukan proses pengeringan. Terjadinya perpindahan massa didalam bahan saat pengeringan disebabkan oleh adanya perbedaan kadar air. Hukum Fick II telah banyak digunakan oleh para peneliti dengan asumsi yang digunakan adalah, perpidahan massa didalam bahan saat pengeringan disebabkan oleh perbedaan kadar air didalam bahan dan udara pengering. Model persamaan matematik yang digunakan untuk proses perpindahan air dalam bahan, adalah : ∂M = ∇ 2 DM ∂t
4.1
62
Penyelesaian model persamaan 4.1, telah ditemukan oleh Crank (1956) di dalam Young dan Whitaker (1971) dengan benda berbentuk plat tak terbatas, silinder tak terbatas, bentuk bola dan silinder terbatas. Bentuk persamaanpersamaan yang dihasilkan adalah seperti berikut : a). Plat datar tak terbatas
M − Me 8 = 2 Mo − Me π
∞
1
∑ (2n + 1) n =0
2
exp[−(2n + 1) 2 k t ]
4.2
b). Silinder tak terbatas ∞ M − Me 1 = ∑ 2 2 exp[−a 2 α 2 k t / π 2 ] Mo − Me n =0 a α n
4.3
c). Bola terbatas M − Me 6 = 2 Mo − Me π
∞
1
∑n n =1
2
exp[ − n 2 k t ]
4.4
d). Silinder terbatas
M − Me 8 = 2 Mo − Me π
∞
[∑ n =0
4 a α 2
2 n
exp{−a 2 α 2 k t / π 2 } ] x
4.5
Persamaan di atas hanya valid untuk material bahan yang homogen. Young dan Whitaker (1971) menyarankan bahwa asumsi tersebut tidak valid untuk material bahan pertanian yang komposit (tidak seragam). Material bahan yang komposit, mungkin akan berbeda kadar air keseimbangan dan difusivitas massanya. Young dan Whitaker (1971) menyarankan penggunaan persamaan pindah massa air dalam material bahan dalam bentuk perbedaan kadar uap air didalam pori-pori bahan sebagai daya dorong perpindahan massa air.Henry menggambarkan bahwa penyelesaian persamaan matematisnya akan melibatkan pindah panas dan massa secara simultan.
Beberapa peneliti telah menggunakan model dengan
melibatkan pindah panas dan massa secara simultan dengan metode pemecahan
63
numerik. Pada permasalahan ini perubahan temperatur dan kadar air dipengaruhi oleh difusivitas massa sedangkan perubahan kadar air dipengaruhi oleh konduktivitas panas. Laju pindah panas dan massa dalam material bahan dinyatakan dalam bilangan Lewis, yaitu perbandingan difusivitas panas dan difusivitas massa. Young telah memodifikasi persamaan bilangan Lewis seperti persamaan berikut :
Lem =
k{ f + (1 − f )ds β } D(1 − f )ds {Cs + Cw M + h fg τ }
4.6
sedangkan M = α + β C − τ T
4.7
Apabila bilangan Lewis yang dimodifikasi nilainya sama atau lebih besar dari 60, maka hanya pindah massa saja yang perlu dibahas dalam proses pengeringan, karena tidak ditemukan perbedaan temperatur dalam material bahan dengan temperatur lingkungan. Jika nilai bilangan Lewis lebih rendah dari 60, maka kurva penurunan kadar air dipengaruhi oleh sebaran temperatur didalam material bahan secara nyata. Young menyimpulkan, bahwa dari data yang ada, maka kebanyakan bahan pertanian memiliki nilai bilangan Lewis lebih besar dari 60. Laju pengeringan
untuk pengering biji-bijian termasuk gabah, menurut
Bala.(1997), dapat dianalogikan dengan laju perubahan temperatur berdasarkan hukum Newton untuk pendinginan, dapat dituliskan : dM = −k ( M − M e ) dt
4.8
Persamaan 4.8 dapat ditulis sebagai 4.9
64
Hasil integralnya adalah M − Me = e − k ( t −t0 ) M0 − Me
4.10
4.11
dan akhinya dapat dituliskan seperti pada persamaan 3.1 M − Me = αe − kt M0 − Me
untuk α = e − kt0 Dimana, konstanta α adalah faktor bentuk tergantung bentuk geometri bahan yang dikeringkan. Untuk bentuk : Lempeng
: α = 8 π-2 = 0.81057
Bola
: α = (8 π-2)-3 = 0.53253
Silinder
: α = 6 π-2 = 0.60793
Secara umum beberapa peneliti (Simmonds et al. 1953. O’Callaghan 1954. Boyee 1966) dalam Bala (1997), menganjurkan persamaan untuk biji-bijian seperti gandum, gabah, jagung sebagai berikut. M − Me = e − kt M0 − Me
4.12
Berdasarkan persamaan kadar air kesetimbangan Me untuk gabah yang diasumsikan
sebagai
bentuk
silinder
tak
terbatas,
Thahir
R
(1986)
menyederhanakan persamaan kadar air keseimbangan sebagai fungsi dari selisih temperatur bola kering dan temperatur bola basah ΔT, dan bentuk persamaannya berdasarkan Thahir.R (1986) Me = (18.61977 exp(-0.059853ΔT)
4.13
Dan nilai konstanta pengeringan k yang merupakan karakteristik bahan dalam mempertahankan air yang terkandung didalamnya terhadap temperatur udara panas berdasarkan Thahir R (1986) adalah : k = exp (6.8274 – 4431.98/T)
4.14
65
Tabel 14 Parameter model pengeringan untuk gabah T(oC)
RH (%)
Me (% db)
k (min-1)
50
27.3
6.616
0.0085
60
16.9
4.616
0.0129
4.2.3
Perkembangan pengering resirkulasi Ridwan Thahir et al. (2001) membuat pengering sirkulasi untuk biji kedelai,
dimana alat tersebut berkapasitas 2 ton dengan menggunakan minyak tanah sebagai sumber panas, serta menggunakan bucket konveyor untuk mesirkulasi bahan, dengan daya motor sebesar 746 watt, dan hasil pengujian menunjukkan konsumsi minyak
tanah sebesar 5.12 liter/jam dengan efisiensi pengeringan 28.43% serta
laju penurunan kadar air 0.96%/jam, dan tingkat kerusakan biji pecah 1.13%, serta lama proses pengeringan adalah 5 jam. Kamaruddin (2007) telah menghasilkan pengering biji-bijian tipe resirkulasi dengan menggunakan energi surya, dan tambahan bahan bakar arang kayu, energi listrik yang digunakan untuk motor getar 0.18 kW serta untuk blower 0.25 kW. Alat tersebut digunakan untuk mengeringkan gabah seberat 24 kg dengan kadar air awal 23% bb hingga menjadi 15.8%, membutuhkan arang kayu 12 kg dan lama pengeringan 7 jam, efisiensi pengeringan 1.93%. International Rice Research Institute (IRRI) menunjukkan pengering yang digunakan oleh pengusaha penggilingan padi kapasitas besar, pengering tipe resirkulasi tersebut nampak pada Gambar 26.
66
Gambar 26. Deretan pengering resirkulasi (IRRI.2003) Pengering menggunakan bucket elevator, dilengkapi screw konveyor dengan menggunakan bahan bakar minyak. Thakur A.K dan A.K.Gupta (2006), dalam penelitiannya menghasilkan kesimpulan bahwa tempering dapat meningkatkan rendemen beras kepala hingga 8 % lebih tinggi dibandingkan pengeringan kontinyu, dan pengurangan konsumsi energi hingga 44%, dengan menggunakan temperatur udara pengering 60 oC selama 20 menit dan waktu tempering 30 menit, 60 menit dan 120 menit. Hung Jung Shei dan Yi LuenChen (2002), membuat simulasi
dengan
menggunakan model Partial Differential Equation, menggunakan bahasa Fortran untuk pengeringan bertahap (intermittent) berdasarkan hasil penelitian laboratorium menggunakan pengeringan resirkulasi kapasitas 50 kg, dengan temperatur udara pengering 35oC hingga 60oC, merekomendasikan perbandingan waktu pengeringan dan waktu tempering antara 1/1 hingga 1/9 dan laju pengeringan kurang dari 1.5 %/jam, untuk mendapatkan hasil tingkat keretakan bahan yang baik. Hasil simulasi
67
menunjukkan waktu tempering tidak berpengaruh terhadap laju pengeringan, adapun total waktu pengeringan antara simulasi dengan percobaan mempunyai tingkat kesalahan kurang dari 5%. Nishiyama
(2006),
membuat
model
sederhana
untuk
menganalisa
karakteristik pengeringan bertahap, menggunakan model pengering bola untuk pengering lapisan tipis, dengan hasil tingkat ketelitian pendugaan kadar air kurang dari 0.47% bk. Model matematika sangat efektif untuk menggambarkan karakteristik pengeringan gabah (Giner, Bruce, Mortimore. 1998) menggunakan hukum Fick untuk difusi model pengeringan lapisan tipis gabah. Cao, Nishiyama, Koide (2004) menyatakan, adalah sulit untuk mensimulasi proses pengeringan bertahap yang didalamnya termasuk perioda pengeringan dan tempering menggunakan analisis teoritis. Adapun Yang et al. (2002) melakukan analisis teoritis pengeringan gabah diikuti dengan proses tempering, didalam penelitian tersebut model bola digunakan, oleh kerena sederhana dan dapat diaplikasikan untuk perhitungan pada proses pengeringan ataupun pada proses tempering.
4.2.4
Konveyor Pneumatik Konveyor pneumatik merupakan salah satu jenis konveyor yang telah
banyak digunakan. Konveyor ini menggunakan prinsip perbedaan tekanan udara dan pengangkutan bahan melalui udara yang dihembuskan atau dihisap dalam suatu saluran tertutup. Keuntungan konveyor ini adalah dapat meminimalisasi kehilangan produk untuk pengangkutan (product losses) (Spivakosky 1982). Analisis konveyor pneumatik skala laboratorium perlu dilakukan untuk mendapatkan sistem transportasi bahan pertanian seperti gabah, gandum, kedelai dan lain sebagainya, untuk pengolahan pasca panen yang lebih ideal.
68
Konveyor pneumatik merupakan konveyor yang dapat digunakan untuk mengangkut biji-bijian. Konveyor ini memiliki kemampuan membersihkan sendiri (self cleaning), dan memiliki instalasi yang lebih fleksibel dibandingkan jenis konveyor yang lain dengan tingkat kerusakan akibat pengangkutan yang hampir sama dengan konveyor ulir. Konveyor ini sesuai untuk pengangkutan dalam jumlah besar. Konveyor pneumatik merupakan transportasi bahan dengan metode suspensi fluida secara horisontal maupun vertikal dengan jarak mulai dari beberapa kaki hingga ratusan kaki (feet) (Perry 1984). Konveyor ini tergolong jenis konveyor pengangkut bahan dalam bentuk curah. Konveyor pneumatik sering dipakai di banyak industri, pertanian, konstruksi bangunan dan transportasi cairan kimia. Menurut
Spivakosky
(1982)
konveyor
pneumatik
akan
dirancang
berdasarkan kapasitas yang dibutuhkan berupa debit aliran bahan yang diangkut (Qs) dan massa jenis tumpukan bahan (γ). Parameter penting dalam perhitungan konveyor pneumatik yaitu debit udara pembawa bahan(Vair), tekanan udara (P) dan diameter pipa dalam (dp) beserta jumlah panjang jarak konveyor pneumatik (Leq), kerapatan campuran bahan dan udara (u), dan kecepatan aliran udara. Perhitungan konveyor pneumatik dilakukan dengan menentukan debit aliran bahan. Debit aliran bahan tersebut menunjukkan massa bahan yang harus dialirkan per satuan waktu. Debit bahan ini biasanya telah diketahui dan disesuaikan dengan kapasitas sistem sebelum maupun sesudahnya sesuai dengan yang dikehendaki. Debit bahan suatu sistem konveyor dapat diketahui dengan analisa atau percobaan dengan mengukur berat bahan yang lewat serta waktu pengangkutan. Hasilnya dimasukkan ke dalam persamaan berikut : 4.15 Jumlah panjang jarak konveyor pneumatik adalah jumlah total jarak yang harus ditempuh bahan dari pemasukan konveyor hingga keluarannya
Jumlah
panjang dapat dihitung dengan persamaan : 4.16
69
Menurut Perry (1966) belokan 90o menimbulkan hambatan sebesar 40K dari diameter, dengan K sebagai konstanta hambatan sebesar 1.5. Massa jenis tumpukan produk (Bulk Density) biasanya telah diketahui atau dapat dilakukan dengan percobaan. Massa jenis tumpukan adalah massa bahan per satuan volume tumpukan. Perhitungan dilakukan dengan persamaan sebagai berikut : 4.17 Parameter kecepatan udara pembawa (Vudara) dapat diperoleh dengan dua cara yaitu melalui tabel maupun perhitungan. Kecepatan udara pembawa yang dibutuhkan dapat dihitung secara matematis dengan persamaan sebagai berikut : .
2
4.18
di mana α sebagai konstanta ukuran bahan, meningkat sesuai dengan besar ukuran bahan (Tabel 15) , serta B sebagai konstanta bernilai antara ( 2 hingga 5 x 10-5) sesuai tingkat kadar air bahan. Atau kecepatan udara pembawa juga dapat secara pendekatan dengan menggunakan tabel 16. Tabel 15. Jenis Bahan dan Konstanta Berdasarkan Ukuran Bahan α Bahan
Ukuran maksimum bahan
α
bubuk
1-1000 micron
10-16
Butiran
1-10 mm
17-20
Gumpalan kecil
10-20 mm
17-22
Gumpalan menengah
40-80 mm
22-25
Sumber : (Spivakosky,1982)
70
Tabel 16 Hubungan Massa Jenis Tumpukan dan Kecepatan Udara Pembawa No. Massa Jenis Tumpukan/ Kecepatan Udara Pembawa/ Bulk Density lb/ft
3
Gas Velocity 3
kg/m
ft/min
m/min
1
10
160
2900
884
2
15
240
3590
1094
3
20
320
4120
1256
4
25
400
4600
1402
5
30
480
5050
1539
6
35
560
5500
1676
7
40
640
5840
1780
8
45
720
6175
1882
9
50
800
6500
1981
10
55
880
6800
2072
11
60
960
7150
2179
12
65
1040
7450
2270
13
70
1120
7700
2347
14
75
1200
8000
2438
15
80
1280
8250
2515
16
85
1360
8500
2591
17
90
1440
8700
2652
18
95
1520
9000
2743
19
100
1600
9200
2804
20
105
1680
9450
2880
Sumber : (Perry, 1984) Menurut Hosokawa (1960) debit udara konveyor pneumatik yang membawa suatu bahan dapat diperhitungkan dengan persamaan: 1000 60
13,9
4.19
71
1
4.20
dan k sebagai konstanta memiliki nilai 0.3 -1.2 (untuk jarak vertikal) dan 0.2 – 0.4 (untuk jarak horisontal). Kerapatan campuran udara dan bahan (u) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 3,6
4.21
.
4.2.4.1 Penurunan Tekanan Fluida yang bergerak akan mengalami penurunan tekanan. Perbedaan tekanan inilah yang disebut sebagai penurunan tekanan. Penurunan tekanan tersebut terjadi karena adanya hambatan yang sangat berhubungan dengan gaya gesekan. Gaya gesek tersebut bisa terjadi antara fluida dan pipa maupun gesekan dalam bahan fluida itu sendiri. Konveyor pneumatik terdiri dari pipa-pipa tertutup dengan aliran fluida di dalamnya. Perbedaan tekanan antar titik input dan titik output bahan yang akan dihitung sebagai tekanan yang dibutuhkan oleh fluida dalam konveyor pneumatik. Fluida yang digunakan dalam pipa konveyor pneumatik adalah udara. Udara pembawa inilah yang akan membawa bahan seperti gabah dari satu titik masukan (input) hingga titik keluaran (output). Pengukuran penurunan tekanan pipa konveyor pneumatik dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Darcy Weisbach (Ippen 1958) yaitu : ΔP
γ
= f
4.22 f =
Ltot C 2 d 2g
ΔP
d 2g γ Ltot C 2
4.23
Faktor gesek (f) akan bergantung pada ukuran pipa, percepatan aliran fluid, sifat kekentalan dan kekasaran bagian dalam pipa. Kekasaran relatif merupakan
72
perbandingan ukuran ketidak sempurnaan permukaan ε terhadap garis tengah sebelah dalam pipa. Pengukuran penurunan tekanan (pressure drop) pada konveyor pneumatik dapat menggunakan alat pengukur tekanan udara seperti manometer. Manometer merupakan alat pengukur tekanan udara yang paling sederhana dan dipakai secara luas. Salah satu tipe yang paling banyak digunakan adalah Manometer tabung U. Tekanan didapatkan dari perbedaan tinggi kolom cairan dalam tabung U seiring dengan masuknya udara yang mendesak cairan dalam tabung. Tabel 17 Perhitungan penurunan tekanan udara tanpa bahan
No
1 2 3 4 5 6
Q/A (m3/s m2) 16.63 20.4 28 28.2 28.8 31
Penurunan tekanan ∆P, Pa/m Hitung
Ukur
85.10 126.21 232.578 235.98 246.2 280.92
95 141 259 264 275 314
Adapun daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan perbedaan tekanan adalah hasil kali antara fluida yang mengalir per detik (ρfgQ) dengan H. P = QΔPH
Dimana
4.24
H = Ltot (persamaan 4.16), m Q = Laju aliran udara, m3/det
4.2.4.2 Kecepatan (terminal terminal velocity)
Suatu objek yang jatuh mengalami dua gaya, yaitu gaya gravitasi dan gaya tarik yang besar, penjumlahan kedua gaya tersebut menghasilkan persamaan : F = mg-qACd Kecepatan terminal dicapai ketika F = 0, sehingga
4.25
73
mg - qACd = 0 = mg -
ACd
dengan demikian nilai kecepatan Vt sebagai bentuk kecepatan terminal tanpa melibatkan efek daya apung (buoyancy) adalah 4.26 Apabila efek daya apung (buoyancy effects) diperhitungkan, suatu objek yang jatuh melewati suatu fluida karena beratnya sendiri dapat mencapai kecepatan terminal, jika gaya netto yang bekerja pada objek sama dengan nol. Ketika kecepatan terminal telah dicapai, maka berat objek telah diseimbangkan oleh daya apung ke atas dan daya tarik, sehingga W = Fb + Fd
4.27
W = π/6 d3ρog
4.28
3
Fb = π/6 d ρg
4.29
Fd = Cd ρ V2Ab
4.30
Dengan mensubstitusikan persamaan (4.28 - 4.30) kedalam persamaan 4.27, didapat kecepatan terminal Vt sebagai berikut 4 3
4.31
74
4.2.5
Model Matematika Pengeringan adalah proses termophisik dan termokimia yang berhubungan
dengan perpindahan panas dan perpindahan massa di dalam suatu material padat. Di dalam proses pengeringan udara digunakan untuk menghantar panas ke bahan sehingga terjadi penguapan kadar air serta membawa uap air keluar dari massa bahan. Udara panas mengalir melintang terhadap aliran bahan yang dikeringkan, sehingga aliran panasnya dikenal dengan aliran melintang (cross flow), ilustrasi pengering cross-flow ditunjukkan pada Gambar 27. Berdasarkan elemen volume (dx dy) setiap satuan panjang pada setiap arah lokasi didalam pergerakan bahan yang ditunjukkan oleh gambar 28. Aliran Aliran bahan bahan
Ta(i+1)
Tai
Tp1 Aliran udara panas
Gambar 27 Ilustrasi pengering cross-flow Tp, M , Gp x y ∆y
Ta , H , Ga
y + Δy Gabar 28 Elemen volume untuk proses pengeringan cross flow Terdapat empat variabel (Bala, 1997), yaitu Ta,Tp, H dan M, sehingga diperlukan empat persamaan untuk menyelesaikannya, yaitu tiga persamaan
75
diferinsial parsial (persamaan 4.38, 4.42, 4.46 ), dan satu persamaan untuk lapisan tipis ( persamaan 4.47) yang digunakan dalam kajian model simulasi ini. 4.2.6
Persamaan Keseimbangan massa :
perubahan kadar air dalam udara = perubahan kadar air bahan dalam satuan waktu, aliran kadar air dalam udara masuk suatu elemen adalah : Ga H(x) dy
4.32
dan keluar elemen: Ga H(x+dx)dy
4.33
demikian pula dalam satuan waktu aliran kadar air bahan masuk elemen: GpM(y)dx
4.34
dan keluar elemen: GpM(y+dy)dx
4.35
Keseimbangan massa nya adalah : [GaH(x+dx)- GaH(x)]dy = [GpM(y)-GpM(y+dy)]dx
4.36
Menggunakan deret Taylor dan menghilangkan semua bentuk dx2,dy2dan yang lebih tinggi, maka didapat : Ga
dH dM = −G p dx dy
G p dM dH =− dx G a dy 4.2.7
4.37 4.38
Persamaan Keseimbangan Energi Perubahan entalpi udara = pindah panas konvektif bahan dan yang diberikan
oleh udara dalam menguapkan kadar air. dalam satuan waktu panas yang mengalir ke dalam elemen adalah : Ga[(Cpa+CpwH(x))Ta(x)+hfgH(x)]dy
4.39
dan yang mengalir keluar elemen : Ga[(Cpa+CpwH(x+dx))Ta(x+dx)+hfgH(x+dx)]dy
4.40
76
Sehingga dari persamaan 4.39 dan 4.40, dapat dituliskan menjadi : Ga[(Cpa+CpwH(x+dx))Ta(x+dx)+hfgH(x+dx)]dy- Ga[(Cpa+CpwH(x))Ta(x)+hfgH(x)]dy = -hcv (Ta-Tp)dxdy + GaCpw
4.41
4.42
4.2.8
Persamaan Laju Pindah Panas
Laju pindah panas antara udara dan bahan = Perubahan panas sensibel bahan + delta entalpi dalam satuan waktu, panas yang mengalir kedalam elemen oleh karena pergerakan bahan adalah: Gp (Cpp+M(y)Cpl)Tp(y)dx
4.43
dan yang mengalir keluar adalah : Gp (Cpp+M(y+dy)Cpl)Tp(y+dy)dx
4.44
Perubahan tersebut mengakibatkan panas konveksi dari udara hcv (Ta-Tp)dxdy dan panas desorpsi yang ditambahkan ke bahan (hfg+CpwTp)Ga( H/ x)dxdy,sehingga dapat dituliskan menjadi : Gp (Cpp+M(y+dy)Cpl)Tp(y+dy)dx- Gp (Cpp+M(y)Cpl)Tp(y)dx = - hcv (Ta-Tp)dxdy - (hfg+CpwTp)Ga( H/ x)dxdy
4.45 /
4.46
4.2.9 Persamaan Laju Pengeringan dM/dt = menggunakan persamaan pengeringan lapisan tipis, persamaan dasar perubahan kadar air bahan dari kadar air awal M0 ke kadar air akhir M untuk model pengeringan lapisan tipis, berdasarkan Thahir (1986) : M − Me = e − kt M0 − Me
4.47
77
dM = −k ( M − M e ) dt
Me = 17.7700 exp (-0.0516.ΔT)/100 dan
4.49 4.49
k = exp (6.8274 – 4431.98/T) menit-1
4.50
Dalam penelitian ini dilakukan simulasi pengeringan untuk alat pengering tipe resirkulasi, yang secara diagramatis ditunjukkan pada gambar 25. Dari persamaan tersebut di atas terdapat 4 hal yang tidak diketahui yaitu kadar air M ; kelembaban absolut udara pengering H ; temperatur udara pengering Ta dan temperatur bahan Tp, untuk menyelesaikan persamaan-persamaan tersebut di atas digunakan teknik finite difference, seperti ditunjukkan pada Gambar 29. Dengan demikian didapat persamaan-persamaan sebagai berikut : Ta(i+1,j)=Ta(i,j)+Δx Tp(i,j+1)=Tap(i,j)+Δy
(i,j) (i,j)
H(i+1,j)=H(I,j)+Δx (i,j)
Δx
Tp
Δy
(i+1,j) (i,j) Ta
(i+1,j+1) (i,j+1)
y x Gambar 29 Grid finite difference untuk persamaan pengering resirkulasi cross-flow
4.51
78
dTp dy
hcv Ta
Tp
Ga hfg Gp Cpp
G p dM dH =− dx G a dy
Cpw
Cpl
Tp dH/dx
4.52
Cpl M
4.53
dM dM dt =− dy dt dy
4.54
Parameter-parameter yang digunakan dalam simulasi sebagai masukan adalah kadar air awal (M0), temperatur gabah awal (Tp0), temperatur udara pengering (Ta), laju udara pengering, kelembaban mutlak udara (H) yang diukur langsung dengan percobaan dilapangan, kelembaban relatif udara pengering (RH), serta beberapa parameter yang berhubungan dengan sifat udara dan gabah yang digunakan yaitu: Tabel 18. Parameter yang digunakan dalam simulasi Parameter
Nilai
Panas jenis gabah Cpp
2046 J/kg K
Koefisien pindah panas konveksi hcv
3.9178(737.33Ga)0.49 untuk Ga<0.678 kg/m2dt 2.0611(737.33Ga)0.59untuk Ga>0.678 kg/m2dt
Panas jenis air Cpw
4187 J/kg K
Panas jenis uap air Cpv
1850 J/kg K
Panas jenis udara Cpa
1008 J/kg K
Panas laten penguapan hfg
∆hfg /∆hfgw = 1.298
Untuk nilai-nilai k, Tp dan Ta diasumsikan konstan setiap awal proses pengeringan dalam pengering resirkulasi, hal ini dikarenakan setelah pengeringan terjadi tempering, dimana temperatur bahan berangsur-angsur kembali mendekati temperatur awalnya, karena tidak terjadi pemanasan selama proses tempering berlangsung, dan selama proses tempering diasumsikan tidak terjadi perpindahan massa pada permukaan bahan, perhitungan untuk proses tempering seperti perhitungan proses pengeringan, tetapi diasumsikan nilai k sama dengan 0.
79
Sedangkan untuk verifikasi model dilakukan dengan menggunakan pengering resirkulasi yang telah dibuat, alat pengering tersebut dirancang dengan kapasitas 1 ton per proses, terdiri dari dua bagian yang dapat dioperasikan sendirisendiri, sehingga setiap bagian mempunyai kapasitas 500 kg per proses. Dasar penentuan kapasitas alat adalah hasil pengamatan dilapang yang menunjukkan bahwa rata-rata setiap unit usaha penggilingan padi didaerah Bogor memiliki lahan untuk pengeringan 15 x 15 m2 dengan kapasitas pengeringan 1.0 ton hingga 2.5 ton gabah. Parameter yang diamati adalah perubahan kadar air bahan, temperatur udara keluar ruang pengering, kelembaban udara masuk dan keluar ruang pengering, waktu yang dibutuhkan selama proses pengeringan hingga rata-rata kadar airnya mencapai 12% -14% basis basah , pengujian kadar air bahan dilakukan pada saat sebelum masuk ruang pengering dan setelah keluar ruang pengering. Suatu program komputer yang ditulis dalam Visual basic (Versi 6.0, Microsoft Corporation) digunakan untuk simulasi model pengeringan resirkulasi gabah (lampiran 3).
4.3
BAHAN DAN METODE
4.3.1
Waktu dan Tempat Penelitian untuk analisa sifat termofisik bahan, pembuatan alat uji (alat
pengering resirkulasi)
dan pengamatan
hasil pengeringan dilakukan di
Laboratorium Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dimulai bulan April 2007 sampai Juli 2008.
4.3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah gabah varietas Ciherang , yang didapat dari kelompok petani didaerah Bogor yang dipanen pada tanggal 18, 21 dan 23 Mei 2008, dan telah diuji sifat thermofisiknya seperti ditunjukkan pada tabel 18.
80
Peralatan yang digunakan adalah , pengering resirkulasi hasil perancangan, timbangan digital, anemomaster, sensor temperatur, sensor temperatur dan RH(SHT11), microkontroler 8051, komputer, termometer air raksa, gelas ukur, stop watch, Kett Mouisture tester, mesin penampi, Satake Rice Machine (Satake Engineering Co., Ltd., Japan), oven.
1 2 3 4
5
6
Keterangan : 1 2 3 4 5 6
Lubang pengukur tekanan dengan U tube Lubang pengukur kecepatan dan temperatur udara pengering Micro controller Cross flow heat exchanger Blower udara pengering Blower udara pembawa Titik pengambilan sampel Titik pengukuran temperatur Titik pengukuran temperatur dan RH Gambar 30 Titik pengukuran pengering resirkulasi
81
Kadar air kesetimbangan Me dan konstanta pengeringan k dihitung berdasarkan persamaan 4.49 dan 4.50 (Thahir, 1986), sedangkan panas laten penguapan air dalam bahan Δhfg/Δhfgw = 1.298
4.3.3
Prosedur Percobaan Percobaan dilakukan dengan menggunakan alat pengering resirkulasi ,
pengering terdiri dari: alat penukar panas dengan daya blower 0.25 HP; sistem konveyor pneumatik dengan daya motor 0.5 HP; bangunan ruang pengering dan tempering; kompor bertekanan dengan pompa listrik dan dilekengkapi dengan seperangkat akuisis data. Titik-titik pengukuran ditunjukkan pada Gambar 30. Temperatur udara pengering dijaga pada temperatur 60oC, dengan mengatur bukaan katup saluran bahan bakar. Prosedur percobaan adalah sebagai berikut : Gabah yang baru dipanen dibersihkan dari sisa-sisa jerami dan kotoran lainnya dengan menggunakan mesin penampi, kemudian ditimbang sebanyak 450 kg gabah kering panen dimasukan ke dalam alat pengering resirkulasi, kompor dinyalakan, setelah tiga menit untuk memanaskan pipa saluran bahan bakar, agar viskositas bahan bakar turun, kemudian blower udara pengering dihidupkan sehingga laju udara pengering adalah 0.16 m3/detik. Ketika temperatur udara pengering telah stabil pada 60oC, blower sistem konveyor pneumatik dihidupkan, kemudian katup aliran gabah dibuka pada ukuran tertentu sehingga didapat laju aliran gabah 6 kg/menit.
82
Gambar 31 Mekanisme Kerja Mesin Pengering Pengambilan sampel untuk pengujian kadar air dilakukan setiap jam sekali, dari bagian atas ruang pengering dan bagian bawah ruang pengering. Pengujian kadar air dilakukan baik dengan metode oven maupun menggunakan Kett Mouisture tester. Proses pengering berakhir ketika hasil pengujian kadar air dari sampel bagian atas ruang pengering dan dari bagian bawah ruang pengering sama dengan 14% ± 0.5% basis basah.
4.3.4
Kalibrasi pengukuran kadar air Pengukuran kadar air bahan dilakukan dengan menggunakan metode oven
(Metode pengukuran langsung), dengan temeperatur pengeringan 105oC, dengan waktu pengeringan 5 jam dan berat sampel 5 g , metode ini merupakan adopsi berdasarkan Food Agency (Seo, 1995), dan menggunakan Kett Mouisture tester
83
(metode pengukuran tidak langsung), hasil pengukuran tersebut dibandingkan dan hasilnya ditampilkan pada gambar 32.
Kadar air Oven % bb
30 y = 1,021x + 0,033 R² = 0,997
25 20 15 10 5 0 0
10 20 30 Kett Grain moisture tester % bb
Gambar 32 Kalibrasi pengukuran kadar air
4.4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.4.1
Hasil disain Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada bab 2 dan bab 3, dimana
kompor tekan digunakan sebagai sumber panas, untuk kebutuhan udara pengering, dan perbandingan waktu pengeringan dengan waktu tempering antara 1: 3 hingga 1: 4, yang juga sesuai dengan recomendasi dari Ban (1971), maka didapat disain dimensi ruang pengering 140 x 700 x 1200 mm3, serta dimensi ruang tempering 400 x 1000 x 1200 mm3 dan ruang hooper setelah ruang pengering dengan ukuran ratarata 400 x 400 x 650. Dengan demikian perbandingan volume antara ruang pengering dan total ruang tempering mencapai 1:4. Adapun berdasarkan persamaan 4.17, dengan asumsi diameter gabah 3 mm, Cd = 0.98, maka didapat kecepatan terminal 4.16 m/detik, sedangkan kecepatan udara pembawa berdasarkan persamaan 4.4, dapat dihitung dengan hasil 23.67 m/detik atau menggunakan tabel 15 hasilnya 28.8 m/detik. Perhitungan penurunan tekanan dihitung berdasarkan persamaan 4.8, dengan menggunkan pipa PVC, dianggap permukaan halus, sehingga kekasaran relatif
84
adalah 0.005 mm, menggunakan diagram Moody (Perry 1966), didapat nilai penurunan tekanan 1125 Pa. Berdasarkan data tersebut di atas, maka digunakan blower udara pembawa dengan spesifikasi tipe CZR1-80, dengan daya listrik 370 Watt, penurunan tekanan 1400 Pa, kapasitas 630 m3/jam, Gambar 33 menunjukkan alat pengering hasil disain.
Gambar 33 Alat pengering gabah resirkulasi hasil disain 4.4.2
Kurva Pengeringan antara simulasi dan percobaan Dengan mengunakan model pengeringan resirkulasi, kadar air bahan dapat
dihitung menggunakan nilai-nilai parameter (Me, k, Ta, dan RH), dengan diasumsikan pengering sebagai pengeringan lapisan tipis, aliran udara pengering cross-flow untuk pengeringan gabah. Gambar 34, menunjukkan kurva penurunan kadar air selama proses pengeringan baik berdasarkan hasil simulasi maupun hasil pengukuran, dengan bahan yang dikeringkan 450 kg, kadar air awal 23.5% (bb), berdasarkan simulasi
85
menunjukkan, lama pengeringan 11.8 menit dan tempering 48.9 menit setiap siklus dan terdapat 9 kali siklus untuk mencapai kadar air akhir 14.13%(bb),dengan waktu pengeringan total adalah 545.5 menit, sedangkan berdasarkan percobaan waktu pengeringan total selama 600 menit dan kadar air akhir 14.2%(bb), dengan perbedaan antara simulasi dengan percobaan adalah sebesar 0.07% (bb) untuk memprediksi kadar air akhir adalah, sedangkan untuk memprediksi waktu pengeringan hasil simulasi 54.5 menit lebih cepat.
Kadar air (% bb)
25 20 15 pengukuran
10
simulasi 5 0 0
200
400
600
800
Waktu total pengeringan (menit)
Gambar 34 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi untuk kadar air awal 23.5% bb Gambar 35, dengan jumlah bahan yang dikeringkan 410 kg, kadar awal bahan 22.3% (bb), berdasarkan simulasi diperlukan waktu pengeringan 11.8 menit, tempering 44 menit, untuk setiap siklusnya, untuk mencapai kadar air akhir 14.1% (bb) diperlukan 9 kali siklus, sehingga total waktu pengeringan yang dibutuhkan adalah 502 menit, adapun berdasarkan percobaan, total waktu pengeringan yang diperlukan untuk mencapai kadar air akhir 14.39% adalah 540 menit, dengan demikian terdapat perbedaan antara hasil simulasi dengan percobaan, dimana hasil pecobaan menunjukkan kadar air lebih besar 0.29% (bb) dan 38 menit lebih lama.
86
25
Kadar air (% bb)
20 15 pengukuran
10
simulasi 5 0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu total pengeringan (menit)
Gambar 35 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi untuk kadar air awal 22.3% Kurva hasil percobaan tidak menggambarkan adanya proses tempering oleh karena didalam percobaan proses pengeringan terjadi sirkulasi terus menerus, serta pengukuran dilakukan setiap jam pada titik sebelum dan setelah ruang pengering saja. Waktu tempering didalam percobaan didapat berdasarkan waktu yang diperlukan bahan untuk mencapai ruang pengering, pada proses pengeringan berikutnya. Gambar 36 dan 37 menunjukkan distribusi kadar air di dalam ruang pengering berdasarkan simulasi. Penurunan kadar air terjadi secara diagonal, karena semakin ke bawah gabah mengalami pengeringan lebih lama, dan temperatur udara panas semakin berkurang ke arah saluran udara ke luar. Hasil simulasi mendekati hasil percobaan baik untuk penurunan kadar air maupun waktu yang diperlukan untuk pengeringan, perbedaan yang terjadi adalah total waktu pengeringan hasil simulasi lebih cepat antara 38 menit hingga 54.5 menit, serta kadar air akhir hasil pengeringan berdasarkan simulasi lebih rendah daripada hasil percobaan, hal ini disebabkan oleh adanya cara pengukuran yang dilakukan selama percobaan dalam interval 1 jam sekali.
877
1 4 7 10 13
22 2,5‐23
16 19 22 25 28
22 2‐22,5 21 1,5‐22 21 1‐21,5
31 34
Gamb bar 36 Distribbusi kadar air a di dalam ruang r pengerring hasil sim mulasi padaa waktu penggeringan 11.88 menit, denngan kadar air awal 23.5% % bb 1 4 7 0 10
20,5‐21 20‐20,5 19,5‐20 19‐19,5
13 3
18,5‐19
16 6
18‐18,5
19 9
17,5‐18
22 2
17‐17,5
25 5
16,5‐17
28 8
16‐16,5
31 1 34 4
15,5‐16 15‐15,5
Gamb bar 37 Distribbusi kadar air a di dalam ruang r pengerring hasil sim mulasi padaa waktu penggeringan 3033 menit, denngan kadar aiir awal 23.5% % bb
88
4.4.3
Pengaruh waktu tempering terhadap beras kepala Pengaruh waktu tempering terhadap mutu gabah yang ditandai dengan
besarnya nilai Beras kepala, seperti ditunjukkan pada tabel 20. Nampak walaupun kecil terdapat perbedaan, semakin lama waktu tempering semakin besar nilai beras kepala nya. Hal ini menunjukkan perlunya waktu tempering agar kadar air bahan antara pusat bahan dan permukaan merata dan mengurangi adanya tegangan panas (thermal stress) secara terus menerus yang dapat menyebabkan keretakan (Bonazzi et al. 1994). Tabel 20 Beras kepala terhadap waktu tempering Lama Tempering
40 menit
50 menit
Rendemen Beras kepala
72.69 %
74.3 %
4.4.4 Distribusi temperatur udara pengering masuk dan keluar Temperatur udara pengering masuk ruang pengering relatif konstan sebesar rata-rata 59.52oC dan RH 17.33%, entalpi rata-rata adalah 135.71(kJ/kg), sedangkan temperatur udara keluar rata-rata 42.29oC dan RH rata-rata 53.57%, entalpi rata-rata 135.58 (kJ/kg), dengan demikian entalpi udara pengering masuk dengan entalpi udara pengering keluar hampir sama, hal ini menunjukkan proses pengeringan terjadi secara entalpi konstan, dan dianggap proses adiabatik, karena tidak ada panas yang megalir selain dari udara pengering itu sendiri. Distribusi temperatur udara pengering di dalam ruang pengering bervariasi terhadap jaraknya, Gambar 38 menunjukkan distribusi temperatur pada menit ke 11.8 menit. Adapun Gambar 39 adalah keadaan distribusi temperatur udara pengering setelah menit ke 446.24 menit, ketika akhir proses pengeringan. Berdasarkan Gambar 40 temperatur udara keluar pengering secara rata-rata semakin meningkat, sepanjang waktu pengeringan, hal tersebut menandakan kadar air bahan semakin berkurang, sehingga energi yang diperlukan untuk menguapkan air dalam bahan semakin kecil.
899
1 59‐60 57‐58 55‐56 53‐54 51‐52 49‐50 47‐48 45‐46 43‐44 41‐42 39‐40 37‐38 35‐36
4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34
58‐59 56‐57 54 4‐55 52‐53 50‐51 48‐49 46‐47 44 4‐45 42‐43 40‐41 38‐39 36‐37
Gambar 38 8 Distribusi temperatur t u udara pengerring secara simulasi s di dalam d ruang peng gering pada menit m ke 11.88 menit, untuuk kadar air gabah 23.5 % bb
1 4 7 10 13
59‐60
58‐59
57‐58
56‐57
55‐56
54‐55
53‐54
52‐53
51‐52
50‐51
16
49‐50
48‐49
19
47‐48
46‐47
22
45‐46
44‐45
25
43‐44
42‐43
28
41‐42
40‐41
31
39‐40
38‐39
37‐38
36‐37
34
Gambar 39 9 Distribusi temperatur t u udara pengerring secara simulasi s di dalam d ruang pengeering pada menit m ke 446.2 menit, unntuk kadar air gabah 23.55% bb
90 70
temperatur (°C)
60 50 40 suhu udara masuk
30
suhu udara keluar
20 10 0 0
200
400 Waktu (menit)
600
800
Gambar 40 Distribusi temperatur udara pengering pengukuran pada percobaan dengan kadar air gabah 23.5% bb. Gambar 40 menunjukkan perbandingan distribusi temperatur udara keluar pengering berdasarkan simulasi dan percobaan, nampak bahwa hasil simulasi tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran dalam percobaan dengan koefisien diterminasi (R2) = 0.95, sehingga simulasi dapat digunakan untuk memprediksi nilai temperatur keluar pengering dengan sangat baik. 60
Temperatur ( C)
50 40 30 simulasi 20
percobaan
10 0 0
200
400
600
800
Waktu (menit)
Gambar 41 Distribusi temperatur udara keluar pengering, secara simulasi dan percobaan
91
Tempertur percobaan °C
47
Tcoba = 0,935Tsim + 0,867 R² = 0,975
42
Linear (antara simulasi vs percobaan)
37
32 32
37 42 47 Temperatur simulasi °C
Gambar 42 Grafik temperatur udara keluar pengering, secara simulasi dan percobaan 4.4.5
Perubahan Temperatur Bahan Temperatur bahan rata-rata di dalam ruang pengering meningkat secara
linier terhadap waktu pengeringan, berdasarkan hasil simulasi peningkatan temperatur bahan tersebut berdasarkan persamaan y = 0.896x + 30.06, dimana y adalah temperatur bahan dan x merupakan waktu pengeringan. Gambar 43 menunjukkan perubahan temperatur bahan terhadap waktu pengeringan, dimana pada akhir satu proses pengeringan temperatur bahan adalah 39.9oC, ini berarti masih berada dibawah garis temperatur transisi gelas. Dengan demikian akan mengurangi terjadinya keretakan bahan. Apabila bahan dikeringkan selama 20 menit, berdasarkan hasil simulasi, temperatur bahan mencapai 47.95oC, sehingga berada pada daerah transisi gelas, hal ini akan berakibat terjadinya perbedaan sifat antara bagian permukaan bahan yang berada dalam daerah glassy dan pada bagian pusat bahan masih dalam daerah rubbery. Keadaan tersebut akan menimbulkan stress pada bahan, sehingga akan meningkatkan kerusakan bahan.
92
Temperatur bahan (°C)
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
Waktu pengeringan (menit)
Gambar 43 Simulasi perubahan temperatur bahan terhadap waktu pengeringan siklus pertama 4.4.6 Penurunan Tekanan Hasil pengukuran menunjukkan, penurunan tekanan dari lubang keluaran blower arah horisontal ditambah belokan adalah 686.7 Pa (7 cm kolom air) dan pada arah vertikal sepanjang 2 meter pengukuran adalah 294.3 Pa (3 cm kolom air) sehingga total penurunan tekanan adalah 980 Pa (10 cm kolom air). Berdasarkan persamaan 4.23, maka didapat nilai f = 0.068. Sedangkan daya listrik yang dibutuhkan berdasarkan persamaan 4.24, didapat hasil daya P = 217.78 watt. Spesifikasi blower yang digunakan mempunyai kapasitas 24 m3/menit dengan diameter pipa PVC 76 cm, kecepatan udara pembawa adalah 46 m/detik dan penurunan tekanan hingga 1400 Pascal, daya 0.5 Hp (370 watt), dengan demikian pemilihan blower dalam disain memadai karena, penurunan tekanan yang terjadi masih berada dibawah kapasitas blower yang digunakan. Terdapat aliran yang tidak lancar selama proses pengeringan berlangsung yang kemungkinan disebabkan oleh adanya bridging, sehingga mengurangi kapasitas alat.
93
Tabel 21 Unjuk kerja alat secara umum Parameter Massa gabah awal Kadar Air awal KadarAir Akhir Temp Udara lingkungan RH udara lingkungan Temp Udara pengering rata-rata RH udara Pengering Laju udara pengering Daya blower udara pengering Temp Udara pengering keluar rata-rata Laju Udara Pembawa Daya blower udara pembawa Total waktu pengeringan Konsumsi bahan bakar Effisiensi pengeringan Rendemen beras kepala (thd beras pecah kulit) Konsumsi Energi Spesifik (non renewable energy) Konsumsi Energi Spesifik (total)
4.5
Satuan kg % bb % bb o C % o C % m3/dt Watt o C
Percobaan I 450 23.5 13.95 31 80 59.5 19 0.16 125 43
Percobaan II Percobaan III 410 410 22.3 22.8 14.15 14.20 31 31 80 80 59.5 60 20 18 0.16 0.16 125 125 42 43
m3/dt Watt jam liter/jam % %
0.23 370 10 0.95 31.1 74.3
0.23 370 9 1.15 22.2 72.69
0.23 370 9 1.20 22.6 72
MJ/kg uap air MJ/kg uap air
3.475
4.786
4.131
6.499
8.980
8.625
KESIMPULAN 1. Simulasi komputer yang dibuat dapat digunakan untuk memprediksi total waktu pengeringan dengan perbedaan antara 7-10%, dan perbedaan kadar air akhir antara 2 – 3%. 2. Waktu pengeringan berdasarkan simulasi, tiap sirkulasi yang diperlukan 11.8 menit dan waktu tempering 48.9 menit (perbandingan waktu pengeringan dan waktu tempering 1:4), dengan kadar air awal bahan 23.5%, untuk mencapai kadar air rata-rata 14.2% dibutuhkan 9 kali sirkulasi dengan total waktu pengeringan 545.5 menit.
94
3. Penggunaan temperatur udara pengering 60 oC menghasikan rendemen beras kepala 72-74.3%, adapun pengeringan kovensional menghasilkan rendemen beras kepala 64.77%, pada pengeringan cuaca cerah. 4. Konsumsi energi spesifik (non renewable energy) antara 3.475 MJ/kg uap air hingga 4.786 MJ/kg uap air, dengan menggunakan campuran minyak jarak dan minyak tanah 1:1, didapat konsumsi energi spesifik total antara 6.499 MJ/kg uap air hingga 8.98 MJ/kg uap air dan Efisiensi pengeringan antara 22.20 – 31.10%. Konsumsi Energi listrik menggunakan konveyor pneumatik 1.028 Wh/kg produk.
BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI
5.1
PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam
perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan manfaat dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Kegiatan seperti ini disebut suatu proyek (Pramudya dan Dewi, 1992). Adapun tujuan dari adanya proyek adalah untuk mendapatkan keuntungan, dimana keuntungan tersebut didapatkan dari adanya selisih biaya yang diterima dengan biaya yang telah dikeluarkan. Untuk mengetahui besarnya biaya yang diterima dan biaya-biaya yang dikeluarkan, maka dilakukan analisis biaya. Biaya-biaya suatu proyek terdiri dari biaya investasi dan biaya eksploitasi. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada tahap persiapan, sedangkan biaya eksploitasi dikeluarkan selama proyek tersebut dijalankan. Secara tradisional petani petani dan unit usaha pengilingan mengeringkan gabah dengan menggunakan metoda lamporan (pengeringan langsung menggunakan energi matahari), sehingga membutuhkan lahan yang luas, dengan tebal tumpukan antara 1- 2.5 cm, diperlukan luas lahan lamporan antara 80-115 m2 untuk setiap ton gabah. Dengan cara tersebut petani tidak memperhitungkan biaya pengeringgan, dan biasanya dikeringkan dipinggir jalan atau dititipkan ke penggilingan padi untuk dikeringkan dengan biaya Rp 50.000 per ton, tetapi dengan metoda lamporan, mutu hasil pengeringan tidak dapat ditentukan, oleh karena sangat tergantung cuaca dan keadaan sekelilingnya. Usaha penggilingan pada umumnya mempunyai lahan untuk pengering lamporan yang terbatas, sehingga ketika banyak petani menitipkan gabahnya untuk dikeringkan tidak mampu melakukannya, akibatnya banyak gabah yang mengalami penundaan pengeringan dan akan menurunkan mutu hasil penggilingan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Untuk itu penting bagi pengusaha penggilingan atau kelompok tani merubah cara pengeringan dari secara tradisional menjadi menggunakan pengering mekanis, yang dapat meningkatkan mutu pengeringan juga dapat meningkatkan hasil dari penggilingan.
96
Penggunaan pengering mekanis tersebut, tentunya diharapkan penambah biaya yang tidak terlampau tinggi, sehingga dibutuhkan pengering mekanis dengan harga terjangkau dan mempunyai unjuk kerja yang baik. Untuk itu , maka pengering gabah tipe resirkulasi dengan menggunakan konveyor pneumatik dan energi minyak jarak dapat menjadi pilihan utama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan dari usaha pengeringan gabah dengan menggunakan pengering tipe resirkulasi yang diteliti, dan diharapkan hasil dari analisis ini dapat dimanfaatkan oleh kelompok tani atau pengusaha penggilingan gabah.
5.2
TINJAUAN PUSTAKA Produksi gabah nasional yang mencapai 59.877 juta ton pada tahun 2008 (BPS 2008)
sebagian besar berasal dari lahan petani, kemudian petani menjual ke pedagang penebas, ke KUD atau pengusaha penggilingan padi. Petani biasanya menjual gabah dalam keadaan gabah kering panen(GKP) atau gabah kering giling (GKG), apabila dalam keadaan GKP, maka pedagang penebas, KUD ataupun pengusaha penggilingan yang mengeringkan untuk menjadi GKG. Produksi gabah di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, dengan luas lahan sawah 1155 ha adalah 17134.54 ton gabah kering panen per tahun dalam 3 kali masa tanam. Proses pengeringan gabah yang dilakukan di daerah tersebut masih dengan cara tradisional, yaitu dijemur di atas lantai jemur (lamporan). Lamporan ini biasanya terintegrasi dengan unit penggilingan padi. Adapun jumlah penggilingan padi yang terdapat di Kecamatan Cibungbulang mencapai 28 unit penggilingan yang tersebar di berbagai desa. Apabila dirata-rata dalam setiap musim dihasilkan 5711.513 ton per musim, sehingga diperlukan lamporan untuk setiap unit penggilingan kurang lebih 400 m2, dengan asumsi hasil setiap musim disebar secara rata di 28 unit penggilingan dan dilakukan dalam 45 hari. Luas lahan yang cukup besar tersebut tidak tersedia di setiap unit penggilingan, mereka pada umumnya hanya memiliki lahan lamporan ± 225 m2, sehingga petani sering mengeringkan dipinggir jalan desa atau di pekarangan rumah.
97
5.2.1
Kajian Finansial Kajian finansial diawali dengan analisis biaya (biaya tetap dan biaya variabel), penentuan
harga pokok dan harga jual. Untuk mengetahui batasan pengambilan keputusan kelayakan suatu proyek, digunakan berbagai indeks yang disebut kriteria investasi. Analisis biaya adalah kegiatan yang meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi dan pengendalian, yang merupakan kegiatan penting dalam suatu perusahaan. Penggolongan biaya menurut perubahannya terhadap volume produk terdiri dari biaya tetap, variabel dan semi variable (Simangunsong 1991). Menurut De Garmo et al (1984), biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap/konstan, tidak dipengaruhi oleh perubahan intensitas atau aktivitas volume kegiatan sampai dengan tingkat usaha tertentu. Komponen dalam biaya ini adalah biaya penyusutan, bunga modal investasi, pajak, biaya sewa gudang dan bangunan, gaji pegawai tetap serta dana sosial. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah sebanding dengan perubahan intensitas volume kegiatan. Biaya variable meliputi biaya pemeliharaan, biaya bahan bakar, biaya bahan baku/penolong, upah karyawan harian serta jaminan karyawan. Biaya semi variabel adalah biaya variabel yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti beban kerja peralatan dan umur peralatan. Karena penghitungan biaya semi variabel cukup rumit, maka umumnya komponen biaya ini dikelompokkan ke dalam biaya variabel (De Garmo et al. 1984). Dalam menentukan harga pokok, Simangunsong (1991) menyatakan bahwa perhitungan harga pokok berdasarkan obyek biaya dapat dibedakan menjadi: (1)
Metode Full Costing/Absorbation Costing/ Metode konvensional, yaitu metode yang memperhitungkan semua biaya produksi (biaya tetap dan biaya variabel) sebagai unsur harga pokok.
(2)
Metode
Direct
Costing/Variable
Costing,
yaitu
metode
yang
hanya
memperhitungkan biaya variabel dan tidak menyertakan biaya tetap dalam penentuan harga pokok produksi. Dengan menggunakan metode tersebut akan diperoleh harga pokok yang selanjutnya ditambah dengan prosentase laba yang diinginkan (mark up) sehingga menghasilkan harga jual (target price).
98
Biaya tetap yang diperhitungkan meliputi biaya penyusutan dan bunga modal. Biaya penyusutan meliputi biaya penyusutan lamporan dan peralatan pendukungnya, seperti garpu perata dan tampah. Perhitungan biaya penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dengan persamaan sebagai berikut: D
=
P − S L
5.1
dimana: D = Biaya penyusutan (Rp / tahun) P = Harga awal (Rp) S = Harga Akhir (Rp) L = Perkiraan umur ekonomis (tahun) Bunga modal dari investasi pada mesin pengering diperhitungkan sebagai biaya, karena uang yang dipergunakan untuk membeli alat atau mesin tidak bisa dipergunakan untuk usaha lain. Bunga modal diperhitungkan sendiri, karena pada perhitungan biaya penyusutan belum memperhitungkan bunga modal. Perhitungan bunga modal diperhitungkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: I=
i × P ( N + 1) . 2N
5.2
dimana: I = Total bunga modal (Rp / tahun) P= Nilai awal mesin (Rp) i = Tingkat bunga modal (% / tahun) N = Umur ekonomis (tahun) Biaya tidak tetap meliputi biaya pemakaian bahan bakar, biaya pemakaian listrik, biaya buruh/operator dan biaya pemeliharaan. Biaya ini akan dikeluarkan jika mesin dioperasikan. Makin lama dioperasikan maka makin banyak biaya yang dikeluarkan. Biaya bahan bakar adalah biaya sumber tenaga, seperti minyak tanah. Biaya buruh/operator diperhitungkan sebagai biaya
99
tidak tetap karena buruh/operator digaji menurut jam kerjanya. Menurut Waries (2006) gaji operator diperhitungkan sebagai biaya tidak tetap apabila operator digaji berdasarkan jam kerjanya. Lanjutnya, apabila operator digaji sebagai pegawai tetap, maka gajinya termasuk ke dalam biaya tetap. Biaya pemeliharaan meliputi biaya penggantian bagian yang telah aus, upah tenaga kerja mekanik untuk perbaikan khusus, pengecatan, pembersihan, pencucian dan perbaikan-perbaikan karena faktor tak terduga. Biaya tidak tetap ini dihitung dalam satuan Rp/jam. Biaya total merupakan biaya keseluruhan yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu mesin. Biaya ini merupakan penjumlahan biaya tetap dan biaya tidak tetap, dan dinyatakan dalam satuan Rp/jam. Biaya total dihitung dengan persamaan (Pramudya dan Dewi. 1992) : B =
BT + BTT x
x=
5.3
M k
dimana: B BT
= Biaya total (Rp/jam) = Biaya tetap (Rp/tahun)
BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam) x M k
= Jam kerja per tahun (jam/tahun) = Perkiraan gabah yang dikeringkan (kg/tahun) = Kapasitas kerja mesin (kg/jam)
Menurut Manullang (1980), biaya pokok produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang, ditambah biaya lainnya sehingga barang tersebut dapat dipergunakan. Pada pengeringan gabah, biaya pokok adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengeringkan satu kilogram gabah (GKP). Biaya pokok dinyatakan dalam satuan Rp/kg. Biaya pokok dihitung dengan persamaan (Pramudya dan Dewi 1992): Bp =
B k
dimana: B = Biaya total (Rp/jam) k
= Kapasitas kerja mesin (kg/jam)
100
Adapun kriteria Investasi yang merupakan indeks yang digunakan untuk mengetahui kelayakan proyek yang akan dilaksanakan. Penghitungan kriteria investasi yang didasarkan pada konsep nilai uang meliputi Net Present Value(NPV), Internal Rate of Return(IRR), Net Benefit Cost Ratio(Net BC ratio) dan analisis kepekaan(sensitivitas). Sedangkan kriteria investasi yang didasarkan pada konsep nilai waktu meliputi Break Even Point (BEP) dan Pay Back Period. Net Present Value (NPV), yaitu selisih harga sekarang dari penerimaan terhadap pengeluaran pada tingkat suku bunga tertentu. NPV sangat dipengaruhi oleh nilai dari pengeluaran dan penerimaan, atau salah satu dari unsur tersebut, dengan menggunakan kriteria NPV, maka proyek dikatakan layak apabila nilai NPV lebih besar atau sama dengan nol. Rumus perhitungan NPV adalah:
NPV =
n
Bt − Ct
∑ (1 + i ) t =1
5.4
t
B = penerimaan total
n = umur ekonomis
C = biaya total
i = tingkat suku bunga
t = tahun ke-
Internal Rate of Return (IRR), yaitu tingkat suku bunga yang menunjukkan jumlah nilai sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh biaya investasi proyek (Djamin 1984). Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga, dimana nilai NPV-nya sama dengan nol (Pramudya dan Dewi 1992). Dalam persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut: IRR = i ' +
NPV ' (i " − i ' ) NPV ' − NPV "
5.5
NPV’ = NPV pada suku bunga i’ (bernilai positif) NPV” = NPV pada suku bunga i” (bernilai negatif) Proyek dinyatakan layak bila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga (i) yang berlaku saat itu. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), merupakan perbandingan antara present value total dari benefit bersih terhadap present value total dari biaya bersih (Kadariah et al. 1988).
101 n
NetB / C =
Bt − Ct
∑ (1 + i ) Ct − Bt ∑ (1 + i ) t =1 n
t =1
t
5.6
t
Apabila Net B/C >1 proyek dianggap layak, dan bila Net B/C <1 maka proyek dinyatakan tidak layak. Break Even Point (BEP) adalah salah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya hasil penjualan sama dengan biaya total (Kadariah et al. 1988), atau dalam hal ini keuntungan sama dengan nol. Q ( unit ) =
FC H −V
5.7
Pay Back Period (PBP), menunjukkan waktu sebuah gagasan usaha dapat mengembalikan seluruh modal yang ditanam. Pengembalian dilakukan dengan pembayaran laba bersih ditambah penyusutan (Kadariah et al., 1988). Dengan demikian PBP menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu usaha dapat diperoleh kembali. PBP =
Investasi penerimaan
awal periodik
+ 1 tahun
5.8
Analisis kepekaan/sensitivitas yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa faktor terhadap hasil analisis investasi yang dilakukan. Dalam melakukan analisis kepekaan, perhitungan yang telah dilakukan perlu diulang kembali dengan perubahan yang terjadi atau mungkin terjadi, dengan melakukan trial and error. 5.2.2
Analisis Data Analisis biaya pengeringan gabah dengan menggunakan pengering resirkulasi ditujukan
untuk kelompok petani dan atau pengusaha penggilingan padi Kajian finansial diawali dengan anlisis biaya (biaya tetap dan biaya variabel), penentuan harga pokok dan harga jual. Biaya proyek terdiri dari biaya investasi dan biaya eksploitasi. Analisis biaya investasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar nilai investasi suatu usaha, dalam hal ini biaya investasi adalah harga pengadaan alat pengering resirkulasi yang
102
didapat dari hasil optimasi biaya pada bagian disertasi ini, sedangkan penentuan harga pokok dapat dianalisis dengan menggunakan analisis biaya produksi, sehingga dapat diperoleh biaya per satuan produk keluaran, semakin rendah biaya produksi semakin tinggi keuntungan yang didapat. Untuk memudahkan analisis kelayakan usaha pengeringan gabah secara mekanis ini diperlukan beberapa asumsi yaitu: Investasi awal, harga-harga faktor produksi dan biaya pengeringan berdasarkan harga yang berlaku selama penelitian berlangsung, Umur ekonomis untuk unit pengering mekanis adalah 5 tahun, Nilai akhir untuk unit pengering adalah 10% dari investasi awal. Pendapatan dan pengeluaran dianggap tetap sepanjang umur ekonomis alat. Tingkat suku bunga (discount rate) adalah tingkat bunga yang diperkirakan dan dipakai untuk mendiskon pembayaran dan penerimaan dalam satu periode. Besarnya tingkat suku bunga adalah 15% yang didekati dari tingkat suku bunga Bank Indonesia ketika penelitian berlangsung. Hari kerja unit pengering mekanis selama 240 hari/tahun.Tidak ada pajak yang dikenakan dalam perhitungan.
5.3
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ekonomi untuk pengeringan gabah secara mekanis ini dilakukan dengan
menggunakan data harian jumlah gabah yang dijemur pada pengeringan gabah secara tradisional. Dari data harian diperoleh rata-rata gabah yang dijemur per hari sebesar 2050 kg GKP atau sebesar 369 ton GKP per tahun pada salah satu unit usaha penggilingan 5.3.1
Biaya Investasi Dalam pengembangan usaha pengeringan gabah secara mekanis, komponen yang
termasuk biaya investasi adalah pengadaan mesin pengering. Besarnya dana yang dibutuhkan untuk membeli mesin pengering sebesar Rp 10 juta dan semuanya adalah modal sendiri atau modal bersama anggota kelompok tani.
103
5.3.2 Biaya Tetap Biaya tetap yang diperhitungkan dalam pengembangan usaha pengeringan gabah ini adalah biaya penyusutan mesin dan bunga modal. Perhitungan biaya penyusutan mesin dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus. Nilai sisa untuk mesin ditetapkan 10% dari harga awal. Biaya penyusutan dari hasil perhitungan diperoleh sebesar Rp 1.800.000 per tahun. Bunga modal diperhitungkan sebagai biaya, karena uang yang dipergunakan untuk membeli mesin tidak bisa dipergunakan untuk usaha lain (Pramudya dan Dewi 1992). Besarnya suku bunga yang dipergunakan adalah 15%. Besarnya bunga modal ini adalah Rp 900.000 per tahun. Dari hasil perhitungan diperoleh total biaya tetap sebesar Rp 2.700.000,-. Rincian biaya tetap disajikan pada Lampiran 4. 5.3.3
Biaya Tidak Tetap Yang termasuk biaya tetap adalah biaya operasional mesin, biaya operator dan biaya
pemeliharaan. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besar dan kecilnya tergantung pada produk yang dihasilkan dan pemakaian alat atau mesin produksi. Biaya operasional mesin meliputi biaya listrik dan minyak tanah. Tarif listrik yang digunakan dalam perhitungan adalah tarif listrik untuk rumah tangga sebesar Rp 675/kWh berdasarkan TDL (Tarif Dasar Listrik) pada bulan Mei 2008. Konsumsi listrik mesin pengering adalah 0.01 kWh/kg. Biaya pemakaian listrik diperoleh dari hasil perkalian antara konsumsi listrik mesin pengering (kWh/kg), jumlah gabah yang dikeringkan per jamnya dan tarif listrik. Konsumsi bahan bakar adalah 1.1 liter per jam. Ini didapat dari rata-rata konsumsi bahan bakar pada unjuk kerja mesin. Biaya pemakaian bahan bakar diperoleh dengan mengalikan konsumsi bahan bakar dengan harga bahan bakar. Harga bahan bakar khususnya minyak tanah ini berbedabeda di setiap tempat. Harga minyak tanah yang berlaku di pasaran sebesar Rp 6.000 per liter dan harga minyak jarak dipasaran saat ini juga Rp 6.000 per liter. Jumlah tenaga operator yang dibutuhkan untuk mengoperasikan mesin pengering sebanyak satu orang. Operator dibayar dengan upah yang sama dengan upah pada penjemuran gabah, yaitu sebesar Rp 20.000 per orang setiap hari kerja. Sedangkan untuk biaya pemeliharaan yang dikeluarkan sebesar Rp 350 per jam. Dari hasil perhitungan diperoleh total biaya tidak tetap sebesar Rp 10.937 per jam atau Rp 22.290.000 per tahun. Rincian biaya tidak tetap disajikan pada Lampiran 5.
104
5.3.4
Biaya Pokok Pengeringan Biaya pokok pengeringan (Rp/kg) dapat dianalisis dari komponen biaya tetap (Rp/th) dan
tidak tetap (Rp/jam), kapasitas pengeringan (kg/jam), dan hari kerja rata-rata per tahun (jam/th). Dari hasil perhitungan diperoleh biaya pokok untuk pengeringan gabah tipe resirkulasi denga menggunakan konveyor pneumatik sebesar Rp 241 per kg GKP. Semakin besar jumlah jam kerja dalam satu tahun maka biaya pokok per unit produk akan semakin rendah, sehingga untuk mendapatkan keuntungan maksimal, biaya pokok harus diusahakan serendah mungkin (Pramudya dan Dewi 1992). Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan volume gabah yang akan dikeringkan atau meningkatkan waktu kerja lebih besar dari hari kerja rata-rata. Agar hal ini bisa tercapai maka pengusaha jasa pengeringan gabah harus memaksimalkan kerja mesin ketika musim hujan berlangsung dan ketika terjadi kelebihan produksi gabah sehingga penjemuran gabah secara tradisional tidak bisa dilakukan.
5.3.5
Analisis Titik Impas Analisis titik impas perlu diketahui untuk mengetahui hari pengoperasian mesin
pengering gabah setiap tahun agar usaha jasa pengeringan gabah tidak mengalami kerugian. Komponen analisis titik impas adalah biaya tetap (Rp/th), biaya tidak tetap (Rp/jam), dan upah pengeringan. Upah pengeringan yang dikenakan Rp 250 per kg atau dalam bentuk natura (GKG) sebesar 0.074 kg. Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh volume gabah masuk pada titik impas untuk usaha pengeringan gabah tersebut adalah sebesar 86.400 kg GKP per tahun dan 1728 jam kerja per tahun. Dari data yang diperoleh dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa usaha jasa pengeringan gabah tersebut harus mengeringkan gabah dengan jumlah gabah yang dikeringkan minimal pada titik impas agar tidak mengalami kerugian.
5.3.6
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengeringan Gabah Perhitungan analisis finansial dilakukan dengan tiga macam analisis yaitu: 1. Net Present Value (NPV)
105
2. Internal Rate of Return (IRR) 3. B/C Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan pada analisis biaya, upah untuk pengeringan, jam kerja per tahun dan jumlah gabah yang dikeringkan per tahun pada tingkat bunga 15%. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 8.186 .391,- , IRR sebesar 31.19% dan B/C sebesar 1.82. Dari hasil perhitungan untuk kelayakan finansial yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa usaha pengeringan gabah secara mekanis dari segi finansial adalah layak dengan rata-rata jumlah gabah 500 kg GKP per hari atau sebesar 86.400 kg GKP per tahun. Ini terlihat dari semua nilai NPV yang lebih besar dari 0 (nol), nilai IRR yang lebih besar dari discount rate yang berlaku (15%), dan B/C yang lebih besar dari 1 (satu).
5.3.7
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas pada usaha pengeringan gabah ini dilakukan untuk mempelajari
kemungkinan bila terjadi perubahan pada salah satu komponen biaya. Sebelum dilakukan analisis sensitivitas, perlu ditentukan terlebih dulu variabel kritis yang mungkin akan mengalami perubahan karena pengaruh dari keadaan sosial, politik dan ekonomi saat itu dan dapat mengakibatkan perubahan biaya dan kelayakan pada usaha. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap kenaikan harga bahan bakar (minyak tanah) sebesar 10% , 12.5% , 15% dan 17,5%. Selain itu, dilakukan analisis sensitivitas untuk kenaikan upah operator sebesar 30% , 40%, dan 50%. Analisis lainnya adalah terhadap penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari sebesar 15%, 20%, 25%, 30%, dan 35% serta terhadap penurunan harga Gabah Kering Giling (GKG) sebesar 5%, 7.5%, dan 10%. Untuk analisis sensitivitas terhadap kenaikan tarif listrik tidak dilakukan, karena tidak begitu berpengaruh terhadap hasil kelayakan. Hasil perhitungan dari analisis sensitivitas disajikan pada tabel berikut ini.
106
Tabel 21 Analisis sensitivitas kenaikan harga bahan bakar Kenaikan Harga (%)
NPV (Rp)
B/C
IRR (%)
10
2876578
1.29
27.78
12,5
1549124
1.15
19.99
15
221671
1.02
17.98
17,5
-1105782
0.89
9.01
Dari Tabel 21 terlihat bahwa kenaikan harga bahan bakar hingga mencapai 17.5% dari sekarang (harga sekarang Rp 6.000 per liter) akan mempengaruhi kelayakan usaha jasa pengeringan. Hal ini terlihat dari nilai NPV sebesar - Rp 1.105.782 ; B/C sebesar 0.89 dan IRR 9.01, menjadi tidak karena dengan nilai NPV yang kurang dari nol, nilai B/C yang kurang dari 1, dan nilai IRR yang kurang dari suku bunga. Tabel 21 Analisis sensitivitas kenaikan upah operator Kenaikan Upah
NPV (Rp)
B/C
IRR (%)
30
3.359.288
1.34
38.36
40
2.118.991
1.21
34.23
50
141.219
1.1
22.37
(%)
Dari Tabel 22 terlihat kenaikan upah operator hingga mencapai 50% dari sekarang (upah operator sekarang Rp 20.000 per orang per hari) tidak akan mempengaruhi kelayakan usaha jasa pengeringan. Ini terlihat dari nilai NPV sebesar Rp 141.219 B/C sebesar 1.1, dan IRR sebesar 22.37%. Nilai NPV yang lebih dari nol, nilai B/C yang lebih dari 1, dan nilai IRR yang lebih dari suku bunga menunjukkan saat kenaikan upah operator mencapai 50% maka usaha jasa pengeringan dengan rata-rata jumlah gabah yang masuk 500 kg per hari masih layak. Dari Tabel 23 terlihat penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari sebesar 35% akan mempengaruhi kelayakan usaha jasa pengeringan. Ini terlihat dari nilai NPV sebesar Rp -1.571.084., B/C sebesar 0.89 dan IRR sebesar 11.08%. Nilai NPV yang kurang dari nol, nilai B/C yang kurang dari 1, dan nilai IRR yang kurang dari suku bunga menunjukkan saat
107
penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari mencapai 35% maka usaha jasa pengeringan menjadi tidak layak. Tabel 23 Analisis sensitivitas penurunan rata-rata jumlah gabah yang dikeringkan per hari Penurunan Ratarata Jumlah Gabah per Hari (%) 20
NPV (Rp)
B/C
IRR (%)
1.25
24.47
25
3.830.883 2.030.226
1.13
2.06
30
229.569
1.01
15.63
35
-1.571.084
0.89
11.08
Penurunan harga Gabah Kering Giling (GKG) dapat juga mempengaruhi jumlah penerimaan dari usaha jasa pengeringan tersebut. Upah pengeringan pada pengeringan ini selain dapat dibayar dengan menggunakan uang, dapat juga dibayar dengan menggunakan gabah (GKG) sebesar 0.074 kg. Nilai ini merupakan konversi dari upah pengeringan sebesar Rp 250 per kg (harga gabah yang dipakai sebesar Rp 2.840 per kg GKG, harga ini berdasarkan pada harga pembelian GKG di tingkat Bulog menurut Inpres No.1 Maret 2008). Tabel 24 Analisis sensitivitas penurunan harga Gabah Kering Giling (GKG) Penurunan Harga GKG (%)
NPV (Rp)
B/C
IRR (%)
5
4.906.740
1.33
27.11
7.5
1.230.680
1.08
18.19
10
-1.832.700
0.88
10.35
Dari Tabel 24 terlihat penurunan harga gabah kering giling (GKG) mencapai 10% akan mempengaruhi kelayakan usaha jasa pengeringan. Ini terlihat dari nilai NPV sebesar Rp -1.832 700, B/C sebesar 0.88 dan IRR sebesar 10.35%. Nilai NPV yang kurang dari nol, nilai B/C yang kurang dari 1, dan nilai IRR yang kurang dari suku bunga menunjukkan saat penurunan harga gabah kering giling (GKG) mencapai 10% maka usaha jasa pengeringan menjadi tidak layak.
108
Perhitungan biaya dengan skenerio kapasitas pengering 500 kg ; 1000 kg dan 2000 kg ditampilkan pada Lampiran 4, 11 dan 13
5.4
KESIMPULAN 1) Mengingat harga alat dan mesin pertanian, khususnya mesin pengering gabah, secara umum tidak terjangkau oleh daya beli petani, sedangkan alat dan mesin pertanian sangat diperlukan untuk membantu usaha tani dalam peningkatan produksi dan mutu. Bagi petani yang diperlukan adalah ketersediaan jasa alat dan mesin pertanian tersebut, bukan kepemilikan alat dan mesin. Jasa itu disediakan secara komersial, oleh karena itu pengadaan alat dan mesin tersebut harus dilaksanakan dalam konteks yang layak secara teknis dan ekonomi bagi pengusaha jasa bersangkutan. Peningkatan usaha jasa pelayanan pengeringan akan merangsang pengembangan penggunaan mesin pengering.
2) Usaha jasa pengeringan gabah ini biasanya terintegrasi dengan unit penggilingan padi, sehingga pengembangan usaha jasa pengeringan gabah melalui pengusaha penggilingan padi, petani ataupun kelompok tani yang mengelola usaha penggilingan padi mempunyai prospek yang cukup baik. Biaya investasi untuk pengering gabah kapasitas 500 kg adalah Rp 10 juta, - ; kapasitas 1000 kg adalah Rp 15 juta,- dan kapasitas 2000 kg adalah Rp 30 juta,-. Berdasarkan hasil analisis biaya , Hasil analisis finansial usaha pengeringan gabah dengan menggunakan pengering resirkulasi menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp 8.186.391,-. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tingkat suku bunga 15 % nilai NPV masih menunjukkan
positif sehingga pada tingkat opportunity (discount rate) 15 %
investasi usaha pengeringan layak untuk dilakukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai net B/C sebesar 1.82 dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi usaha pengeringan gabah layak untuk dilaksanakan. Hasil analisisi menunjukkan bahwa nilai IRR sebesar 31.19% yang berarti bahwa bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga bank sebesar 15% investasi usaha pengeringan gabah masih menguntungkan.
109
3) Analisis titik impas (BEP) perlu diketahui untuk mengetahui hari pengoperasian mesin pengering gabah setiap tahun agar usaha jasa pengeringan gabah tidak mengalami kerugian. Upah pengeringan yang dikenakan Rp 250 per kg atau dalam bentuk natura (GKG) sebesar 0.074 kg. Dari perhitungan yang dilakukan, menunjukkan kapasitas volume gabah masuk yang harus diusahakan adalah sebesar 86.4 ton GKP per tahun dan 1728 jam kerja per tahun. Dari hasil perhitungan PBP, usaha ini menunjukkan waktu pengembalian modal investasi pada tahu ke dua, yang berarti investasi yang dikeluarkan akan kembali pada tahun ke dua.
4) Dengan kenaikan harga bahan bakar hingga 15% dan kenaikan upah pekerja naik 15% usaha tersebut masih layak, jika kenaikan hanya terjadi pada upah pekerja, kenaikan hingga 50% juga masih layak untuk usaha jasa pengeringan dengan menggunakan pengering resirkulasi tersebut.
BAB VI PEMBAHASAN UMUM Sumber energi yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran minyak jarak (sebagai salah satu energi terbarukan) dengan minyak tanah, berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa penggunaan minyak jarak dicampur dengan minyak tanah dapat digunakan dengana baik, pencampuran homogen karena keduanya senyawa non-polar, serta minyak tanah sebagai pelarut yang kuat. Perbandingkan nilai kalor minyak jarak dengan minyak tanah tidak terlalu berbeda, tetapi kekentalan minyak jarak sangat tinggi dibandingkan kekentalan minyak tanah, faktor kekentalan akan mempengaruhi panjang lidah api, sudut api dan pelepasan panas, makin kental bahan bakar tersebut makin panjang lidah api dan makin kecil sudut api serta pelepasan panas kecil. Untuk menurunkan tingkat kekentalan minyak jarak, maka dicampur dengan minyak tanah dan dilakukan pemanasan, penggunaan campuran hingga perbandingan antara minyak jarak dengan minyak tanah hingga 3:1, dan dipanaskan hingga temperatur 60 oC memberikan hasil tingkat kekentalan 7.5 cp. Adapun minyak jarak dengan pemanasan temperatur 90 oC mempunyai tingkat kekentalan 8.03 cp, Dengan demikian kedepan dapat dimungkinkan menggunakan minyak jarak 100%, sebagai bahan bakar untuk memanaskan udara pengering. Perlakuan antara temperatur dan waktu pengeringan terhadap penurunan kadar air, berdasarkan analisis varian terdapat perbedaan nyata, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa temperatur dan waktu pengeringan sangat mempengaruhi penurunan kadar air bahan. Laju pengeringan berbanding lurus terhadap temperatur dan waktu pengeringan. Untuk pengeringan bertahap, proses pengeringan pertama memegang peranan penting, ketika pengeringan pertama berhenti pada tingkat kadar air di atas 18% bb, maka peningkatan rendemen beras kepala dapat ditingkatkan dengan proses tempering, tetapi ketika melewati kadar air 18% bb, bahan mendekati garis transisi gelas sehingga tempering tidak dapat meningkatkan rendemen beras kepala. Hal ini disebabkan pada bagian permukaan bahan berada dalam daerah glassy sedangkan pada bagian pusat berada dalam daerah rubbery yang akan menimbulkan stress pada bahan. Perbedaan keadaan tersebut mengakibatkan perbedaan sifat antar bagian, yang dapat menimbulkan keretakan bahan.
111
Berdasarkan hasil percobaan diketahui untuk temperatur udara pengering 60 oC dengan waktu pengeringan 30 menit, kadar air menjadi 17.63% mengakibatkan rendamen beras kepala hasil pengeringan hanya 50%, perlakuan tempering tidak dapat memperbaiki besarnya rendamen, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fendly.J.W.,Siebenmorgen.T.J(2002), yang menyatakan apabila terlalu lama pengeringan dengan temperatur di atas temperatur transisi gelasnya, sehingga permukaan bahan berada dalam daerah glassy, sedangkan pusat bahan berada dalam daerah rubbery. Kondisi demikian akan mengakibatkan keretakan pada bahan dan akibatnya terjadi penurunan rendemen beras kepala, Penggunaan simulasi komputer untuk menduga karakteristik pengeringan suatu alat pengering dapat menghemat biaya dan waktu pembuatan serta percobaan alat. Dengan menggunakan program Visual Basic 6.0 dan mengasumsikan pengeringan sebagai pengering lapisan tipis dengan aliran udara pengering cross – flow. Model matematika berdasarkan persamaan Bala, dengan persamaan diferensial parsial serta persamaan lapisan tipis digunakan untuk menduga temperatur udara pengering, temperatur bahan dan kenaikan kelembaban mutlaknya. Penyelesaian persamaan-persamaan menggunakan teknik finite difference. Hasil simulasi yang diverifikasi dengan menggunakan alat pengering resirkulasi dengan menggunakan konveyor pneumatik dan bahan bakar campuran minyak jarak yang dirancang bangun menunjukkan ketepatan pendugaan karakteristik pengeringan, dengan perbedaan antara simulasi dengan percobaan anatar 2 - 3% untuk penurunan kadar air dan 7 hingga 14% untuk waktu pengeringan, pada alat pengering, keseragaman kadar air rata-rata 14% ± 0.5%, merupakan salah satu keunggulan tipe resirkulasi ini. Udara keluar ruang pengering masih memiliki temperatur rata-rata 45 oC dan RH 50%, sehingga untuk kedepan dapat digunakan pula sebagai inlet udara pembawa dan dapat menjadi pengeringan fluidized . Analisis finansial untuk mengetahui layak atau tidaknya usaha jasa pengeringan menggunakan pengering tipe resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik dengan bahan bakar campuran minyak jarak telah dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C), serta analisis sensitivitas yang dilakukan untuk mempelajari kemungkinan bila terjadi perubahan harga salah satu atau beberapa komponen biaya. Komponen biaya tidak tetap yang paling besar adalah biaya bahan bakar yang
112
mencapai 71% dari biaya tidak tetap, dengan demikian apabila bahan bakar dapat diganti 100% menggunakan minyak jarak, akan dicapai harga pengeringan yang lebih murah. Perubahan harga tersebut dapat terjadi oleh karena pengaruh keadaan sosial, politik ataupun keadaan ekonomi saat itu dan dapat mengakibatkan kelayakan suatu usaha. Data hargaharga komponen diperhitungkan pada harga saat penelitian dilakukan sebagai dasar perhitungan, sehingga perubahan harga pada saat yang akan datang dihitung kenaikan terhadap harga tersebut. Perhitungan biaya dengan beberapa skenario kapasitas alat pengering juga dilakukkan untuk memberikan gambaran kapasitas usaha jasa pengeringan, dengan perhitungan untuk kapasitas pengeringan dari 500 kg, 1000 kg dan 2000 kg per proses. Berdasarkan analisis finasial tersebut nampak bahwa usaha pengeringan layak diusahakan, walaupun terjadi kenaikan harga bahan bakar, dan upah tenaga kerja hingga 15%.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1. Minyak jarak (Jatropha Oil) dapat digunakan sebagai substitusi minyak tanah sebagai sumber panas udara pengering, minyak jarak termasuk senyawa non-polar, demikian pula minyak tanah, sehingga dapat bercampur secara homogen. Campuran minyak jarak dengan minyak tanah yang memberikan unjuk kerja terbaik adalah 1:1. 2. Berdasarkan percobaan menggunakan pengeringan statik didapat perbandingan waktu pengeringan dengan waktu tempering 1: 3 hingga 1: 4 menunjukan hasil rendemen beras kepala 64.69%, dengan menggunakan udara pengering bertemperatur 60 oC RH 17%. 3. Telah berhasil dibuat rancang bangun pengering resirkulasi dengan menggunakan konveyor pneumatik dan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah. 4. Untuk menghasilkan rendemen beras kepala yang tinggi, waktu pengeringan tiap sirkulasi adalah 11.8 menit dengan waktu tempering 48.9 menit (perbandingan waktu pengering dengan waktu tempering 1: 4.1), bila kadar air awal 23.5% bb, untuk massa bahan 450 kg, diperlukan 9 kali sirkulasi untuk mencapai kadar air 14.2%
dan
menghasilkan nilai rendemen beras kepala 74.3% . 5. Program simulasi komputer
yang dibuat dapat digunakan untuk
memprediksi total waktu pengeringan dengan perbedaan antara 7-10%, hasil simulasi lebih cepat daripada hasil percobaan, dengan perbedaan kadar air akhir antara 2 – 3%. 6. Konsumsi energi spesifik antara 3.475 MJ/kg uap air hingga 4.786
MJ/kg uap air, jika diperhitungkan untuk energi non terbarukan, konsumsi energi spesifik total antara 6.499 MJ/kg uap air hingga 8.98 MJ/kg uap air dan Efisiensi pengeringan antara 22.22 – 31.10%. Konsumsi Energi listrik menggunakan konveyor pnematik 1.028 Wh/kg
114
7. Hasil analisis finansial usaha pengeringan gabah dengan menggunakan
pengering resirkulasi menunjukan bahwa nilai NPV positif sebesar Rp 8186391,-. IRR 31.19% dan net B/C 1.82, investasi usaha pengeringan layak untuk dilakukan.
SARAN 1. Pengoperasian pengering yang terbaik dengan menggunakan campuran
minyak jarak dengan minyak tanah 1:1, dengan melakukan pembersihan nosel setiap satu jam sekali. 2. Perlu diperhatikan phenomena bridging, sehingga aliran bahan sedikit
terhambat.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2003.Paddy Drying. Agricultural Engineering Unit. Institute Rice Research Institute (IRRI). [Deptan] Departemen Pertanian RI, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Keputusan Bersama No:01/SKB/BPPHP/TP.830/2003; KEP07/UP/01/2003. Afif.K.1988. Peluang Berhasilnya Pengeringan Padi dan Palawija di Daerah Jatiluhur. Skripsi.Jurusan Mekanisasi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Agribisnis Pangan. (http://www.bbkpjateng.go.id) . Diakses tanggal 10 Peb 2006. Agus.W. 2008. Harga Keekonomian Jarak Pagar. Infotek Jarak Pagar. Vol 3, No 6. Balitbang Pertanian. Arora V.K., Henderson,S.M, Burkhardt T.H. 1973. Rice drying cracking versus thermal and mechanical properties. Transactions of the ASAE;320-327. ASAE Standards. 1999. 46th ed. Thin layer drying of grains and corps. St. Joseph, Mich. ASAE. Bala, B.K. 1997. Drying and Storage of Cereal Grains. Mohan Ptrimlani for Oxford & IBH Publishining Co. Pvt Ltd. New Delhi. Ban, T. 1971.Rice cracking in high rate drying, Japan Agricultural Research Quarterly, 62(2),113-116. Banaszek,M.M.,Siebenmorgan, T.J. 1990. Moisture adsorption rates of rough rice, Transaction of ASAE, 33(4);1257-1262 Biodiesel Technocrats.2006. (http://www.boidieseltechnocrats.com). Diakses tanggal 15 Agustus 2008 Biro Pusat Statistik. 2006. Sensus Pertanian. Biro Pusat Statistik, Jakarta Biro Pusat Statistik. 2008. Produksi Padi Indonesia, Jakarta. Bonazzi. C et al .1994. Experimental Study On The Quality Of Rough Rice Related to Drying Conditions. Drying’94 . V. Rudolph & R.B.Key E. 1994 ; 1031-1036. Brooker, D.B., F.W. Bakker-Arkema, and C.W. Hall. 1992. Drying and Storage of Grains and Oilseeds., Van Nostrand Reinhold Publisher New York.
116
Cao,W.,Nishiyama,Y., Koide, S. (2004). Simulation of intermittent drying of Maitake mushroom by simplified model. Biosystems Engineering, 87(3), 59-65. Cnossen, A.G., T.J. Siebenmorgen. 2000. The glass transition temperature concept in rice drying and tempering; effect on milling quality. Trans. ASAE Vol. 43(6): 1661-1667. Cnossen, A.G., T.J. Siebenmorgen, and W. Yang. 2002. The glass transition temperature concept in rice drying and tempering; effect on drying rate. Trans. ASAE Vol. 45(3): 759-766. Component of Kerosene JIS Grade 1. (http://www.chofu.co.jp/english/ib/s2.htm). Diakses 18 Okober 2007. Daxesoft Ltd.2005. Head loss Theory .(http://www.pipeflow.co.uk). Diakses tanggal 18 Oktober 2007. De Garmo, E.P. W.G. Sullivan dan J.R. Canada. 1984. Engineering Economy The 7th Edition. Macmillan Publishing Comp., New York. Djamila, S. 1983. Masalah Susut Panen, Penggabahan, Pengeringan dan Penggilingan Padi IR 36. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Djamin, Z. 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Djojomartono, M. 1990. Expansion of The Existing Simulation Model of Paddy Operations by KUD’s. Final Report of R1-Drying Consultancy on Behalf of The ASEAN Food Handling Bureau, Kualalumpur. Department of Agricultural Engineering. IPB. Bogor. Ekstrom,G.A., Liljedah, J.B., Peart, R.M. 1966. Thermal expansion and tensile properties of corn kernel and theirrelationship to cracking during drying. Transactionof the ASAE, 9(4);556-561 Fendley, J.W., and T.J. Siebenmorgen. 2002. Effect of drying and tempering rice using a continuous drying procedure. AAES Research Series 504 : 382-389. Giner, S.A., Bruce, D.M., Mortimore, S. (1998). Two-dimensional simulation model of steady-state mixed-flow grain drying. Part 1: The model. Journal of Agricultural Engineering Research, 71(1),37-50. Henderson, S.M. and Perry, L.R. 1976. Agricultural Process Engineering. University of California, USA.
117
Holman.J.P. 1986.Perpindahan Kalor. Jasjfi.E,Alih bahasa;Jakarta : Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : Heat Transfer Hosokawa, et al. 1980. Nosan Kikai Gaku. Bunko, Do.Japan. Agricultural Processing Machinaries. Ippen, T.Arthur.1958. Mechanics of Liquids on Mechanical Engineers’ Handbook.Kogakusha Company, Tokyo, Jepang. [IRRI] International Rice Research Institute. 2004. Training Manual Paddy Drying. Iynkaran, K., Tandy, David J. 1993. Basic Thermodynamic Applications and Pollution Control. Simon & Schuster (Asia) Pte Ltd, Singapore. Kadariah, L., Karlina dan C. gray. 1988. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi, UI, Jakarta. Kamaruddin Abdullah. 2007. Pengering Surya ERK tipe Resirkulasi. Unsada. Jakarta Komuro H, Hosokawa A, editor. 1995. Rice Post-Harvest Technology, The Food Agency,Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries, Japan. Knoe
Thig Vegetable Oil Sdn Bdh. 2008. Jatropha (http://www.alibaba.com). Diakses tanggal 10 Oktober 2008.
Oil.
Kubota, K. 1995. Dryer. Rice Post-Harvest Technologi. The Food Agency, Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries, Japan. Kunze, O.R. 1991. Moisture adsorption in cereal grain technology- A review with emphasis rice. Applied Engineering in Agriculture, 7(6),717-723. Kurtus.R. 2005. Polar and Non-Polar Molecules. (http://www.school-forchampions.com). Diakses tanggal 10 Oktober 2008 LombokNews. 2007. Pasta dan kompor jarak pengganti minyak tanah. (http://www.SumbawaNews.com). Diakses tanggal 30 Oktober 2007 Maelani. J, 2005. Ikatan Kovalen Polar dan Non Polar. Pustekkom, Universitas Muhamadiyah Yokyakarta. Manullang, 1980. Dalam Adhipratiwy, R.N.S. 2001. Analisis Biaya Produksi pada Usahatani Bunga Krisan Pot. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
118
Nishiyama. Y,.Wei Cao.,Baoming Li. 2006. Grain Intermittent Drying Characteristics Analyzed by a Simplified Model. Journal of Food Engineering 76 (2006); 272-279. Elsevier. Perry, Robert H.,et al.1984. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 6th Ed. MGraw-Hill, New York,USA; 7 -20. Pramudya, B. dan N. Dewi 1992. Ekonomi Teknik. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Reksowardojo.I.K., A.Surachman., Tri Sigit., Ibrahim., T.P.Brodjonegoro, 2008. The Experience of Developed a Plant Oil-based cooking stove. Workshop on Renewable Energy Technology Applications to Support E3i Vilage. 22-24 July 2008, Jakarta. Seluruh Konsumsi Minyak Tanah Sudah Beralih ke Elpiji Pada Tahun 2010 (http:// www.Radio Republik Indonesia.com). Diakses tanggal 10 Juli 2006 Seo.Y, Hosokawa A, editor. 1995. Moistur and Drying. Rice Post-Harvest Technology, The Food Agency,Menitistry of Agriculture,Forestry and Fisheries, Japan. Shei.H.J., Yi Luen Chen. 2002. Computer Simulation On Intermittent Drying Of Rough Rice. Drying Technology;20(3);615-636. Siebenmorgen, T.J., and D.A. Schluterman. 2005. Relating rough rice drying and tempering duration to Rendamen beras kepala Reduction. AAES Research Series 540 : 404-412. Simangunsong, M.P. 1991. Akuntansi Biaya. Karya Utama, Jakarta Spivakovsky, A.1982. PAHCПOPTИPУЮЩИE MAШИЬI. Terjemahan. Don Danemanis. Conveyors and Related Equipment. Peace Publishers, Moscow, Rusia. Srinivasa Rao. P, Satish Bal, T.K. Goswami. 2007. Modelling and optimization of drying variables in thin layer drying of parboiled paddy. Journal of Food Engineering 2007; 78: 480-487. Steffe, J.F., Singh, R.P.(1980). Theoritical and Practical aspects of rough rice tempering. Transactions of the ASAE, 23(3), 775-782. Steffe, J.F., Singh, R.P., Bakshi, A.S. (1979). Influence of tempering time and cooling on rice milling yields and moisture removal. Transactions of the ASAE, 22(5), 1214-1218.
119
Stumpf, E., W.Mứhlbauer. 2002. Plant oil as cooking fuel: Development of a household cooking stove for tropical and sub-tropical countries, Inst. For Egr.Eng. In the Tropics and sub-tropics. Hohenheim Univ. Stuugart, Germany. Sumangat.D, Wisnu Broto, Niken Harimurti. 2008. Teknologi Pengolahan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L) dan Bungkilnya Sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Tanah.Prosiding Thahir.R, Dedy A.Nasution, Joko Pitoyo, Anna Nurhasanah. 2001. Alat Pengering Sirkulasi Untuk Biji kedelai. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Alat dan alat pertanian Untuk asgribisnis. Jakarta, 10-11 Juli 2001. Jakarta: Balitbang Pertanian Deptan.hlm 187-197. Thahir.R. 1986. Analisis Pengeringan Gabah Berdasarkan Model Silindris [disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Thakur.A.K., Gupta. A.K. 2006. Two Stage Drying of High Moisture Paddy with Intervening Rest Period. Energy Conversion &Management.47(2006);3069-3083. Elsevier. Turns, Stephen R. 1996. An Introduction to Combustion; consepts and applications. McGraw-Hill Book Co. Singapore. Waries, A. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Yang, W., Jia, C., Siebenmorgan, T.J., Howell,T.A., Cnossen, A.G. (2002). Intra-kernel moisture responss of rice to drying and tempering treatments by finite element simulation. Transactions of the ASAE, 45(4), 10371044.
120
Lampiran 1 Disain alat dan spesifikasi
SPESIFIKASI ALAT Tipe : Pengering Resirkulasi menggunakan Unjuk Kerja : konveyor pneumatik Waktu loading : 30 menit Dimensi : Tinggi total 3400 mm Waktu unloading : 40 menit Lebar total 1200 mm Laju pengeringan : 0.9%/jam Panjang total 2200 mm Blower : Tipe : Centrifugal, back wards curved Putaran : 2800 rpm Daya : 370 Watt Tegangan listrik : 220 Volt Ukuran : 80 mm Tekanan statik : 1400 Pa Kapasitas : 990 m3/jam Pemanas : Tipe : Kompor tekan Laju pembakaran : 0.75 – 3.0 liter/jam Bahan bakar : Campuran minyak jarak dengan minyak tanah
121
Lampiran 2 Print out Simulasi
122
Lampiran 3 Diagram alir program simulasi
mulai
inisiasi_variabel hitung RH udara pengering, udara lingkungan,kelembaban mutlak
hitung nilai pada kondisi awal sirkulasi
hitung t,Me,Mi,k, deltat,tbesar,M, Mi-M0, dtperdy, dM/dt, dM/dy
tidak Mencapai akhir Siklus kadar air 14 % ± 0.5 % ya konstanta pengeringan, deltat, Me, M, Ta, Tp
Tampil grafik
Selesai
123
Lampiran 4 Listing Program
Dim ta(100, 100) As Double
'1 siklus 35 * 14
Dim tp(100, 100) As Double
'1 siklus 35 nilai
Dim dtaperdx(100, 100) As Double Dim dtpperdy(100) As Double
'1 siklus 35 '1 siklus 1 nilai
Dim tarata(100, 100) As Double Dim tprata(100, 100) As Double Dim mbaris(100, 100) As Double Dim m(100) As Double
Dim Graph(20, 20) As Variant Dim volpengering, laju, rho, volhoper Dim massa1, tpeng, massagabah, massa2 Dim thoper, massatemp, voltempering, tinggitumpukan Dim massatot, ttemp, massatiaptinggi, totalwaktu1siklus Dim totalwaktutempering, totalpengeringan1, totalpengeringan2 Dim temperaturdb, temperaturwb, kadarairawal Dim rh, rh1, kelembabanAbsolut As Single Public Npengeringan, idex, mlanjut, n Dim ca, cv, hfg, ga, ha, gp, ta_awal, tp_awal, cw, cpw, cpl, hcv, cpg, cpa Dim deltax, deltay, jumta, jumtp, Meq, dtperdy Dim dmperdt(100) As Double Dim dhperdx(100) As Double
124
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
Dim dmperdy(100) As Double Dim perubahanWaktu(100) As Double Dim h(100) As Double Sub inisiasi_variabel() ca = 1.005 cv = 0.6906 hfg = 1750 '2825 '1750 '2200 Text32.Text = hfg ga = 33 '13.97 '33 '20 ha = 175.058 * (ga ^ (0.6906)) hcv = 206 '650 '1058 '650 '206.8042553 '1058.43 Text33.Text = hcv cpw = 1.89 '4.18 '1.89 cpl = 4.18 '1.89 '4.18 cpg = 1.62 '1.82 cpa = 1.005 gp = 0.2 '0.1 '108 '0.15 ta_awal = 60 tp_awal = 30 h(0) = 0.018 '0.032
125
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
deltax = 0.01 deltay = 0.02 'cw = 4.18 pp = 600 cp = 2.5 ta(0, 0) = 60 tp(0, 0) = 30 dtperdy = 33.65 End Sub Private Sub form_load() inisiasi_variabel Text1.Text = "0.1176" 'Text3.Text = "" 'Text4.Text = "" Text5.Text = "0.112" 'Text7.Text = "" Text11.Text = "0.6336" 'Text22.Text = "" 'Text13.Text = "" 'Text21.Text = "" Graph(1, 1) = "" MSChart1.ChartData = Graph
126
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
MSChart1.SeriesType = VtChSeriesTypeXY End Sub Private Sub Command1_Click() On Error Resume Next If n = 0 Then kk = 40 kk = n * 3 For a = 3 To kk + 1 For b = 1 To kk + 1 ss1.Cells(a, b) = "" Next b, a ss1.Cells(23, 3) = "ta rata" ss1.Cells(23, 5) = "dhperdx" ss1.Cells(23, 7) = "tp siklus 1" ss1.Cells(23, 9) = "h" For ii = 0 To 20 ss1.Cells(24 + ii, 3) = "" ss1.Cells(24 + ii, 5) = "" ss1.Cells(24 + ii, 9) = "" Next ii hfg = Val(Text32.Text) hcv = Val(Text33.Text) volpengering = Val(Text1.Text)
127
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
laju = Val(Text3.Text) rho = Val(Text4.Text) volhoper = Val(Text5.Text) massagabah = Val(Text7.Text) voltempering = Val(Text11.Text) temperaturdb = Val(Text13.Text) temperaturwb = Val(Text21.Text) kadarairawal = Val(Text22.Text) temperaturdb1 = Val(Text26.Text) temperaturwb1 = Val(Text25.Text) kecepatanudara = Val(Text27.Text) kecepatanudara1 = Val(Text30.Text) massa1 = volpengering * rho tpeng = massa1 / laju massa2 = volhoper * rho thoper = massa2 / laju massatemp = massagabah - massa1 - massa2 massatot = voltempering * rho massatiaptinggi = 0.0048 * rho tinggitumpukan = massatemp / massatiaptinggi tinggitumpukan = Round(tinggitumpukan, 2) 'Mid(Str(tinggitumpukan), 1, 6) ttemp = tinggitumpukan / massatiaptinggi
128
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
totalwaktu1siklus = tpeng + thoper + ttemp totalwaktutempering = thoper + ttemp totalwaktutempering = Round(totalwaktutempering, 2) ' Mid(Str(totalwaktutempering), 1, 6)
'--------temperatur udara pengering X1 = (temperaturdb * 1.8 + 32) - 705.398 X2 = (temperaturwb * 1.8 + 32) - 705.398 vaporpressure = 6.895 * Exp(8.0728362 + (X1 * (7.46908269 + -0.00750675994 * X1 + -4.6203229E-09 * X1 ^ 3) / ((1 + -0.0012154701 * X1) * ((temperaturdb * 1.8 + 32) + 459.688)))) vapordwt = 6.895 * Exp(8.0728362 + (X2 * (7.46908269 + -0.00750675994 * X2 + 4.6203229E-09 * X2 ^ 3) / ((1 + -0.0012154701 * X2) * ((temperaturwb * 1.8 + 32) + 459.688)))) pw = vapordwt - ((101.325 - vapordwt) * (temperaturdb - temperaturwb) / (1555.56 (0.722 * temperaturwb))) rh = (pw / vaporpressure) * 100 rh = Round(rh, 2) 'Val(Mid(Str(rh), 1, 6)) volume = (((22 / 7) / 4) * (0.08 ^ 2)) * kecepatanudara * 60 volume = Round(volume, 2) 'Mid(Str(volume), 1, 6) volumepembawa = (((22 / 7) / 4) * (0.08 ^ 2)) * kecepatanudara1 * 60 volumepembawa = Round(volumepembawa, 2) 'Mid(Str(volumepembawa), 1, 6) kelembabanAbsolut = 0.622 * pw / (101.325 - pw)
129
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
Text31.Text = kelembabanAbsolut 'Str(kelembabanAbsolut) '--------temperatur udara lingkungan X1 = (temperaturdb1 * 1.8 + 32) - 705.398 X2 = (temperaturwb1 * 1.8 + 32) - 705.398 vaporpressure = 6.895 * Exp(8.0728362 + (X1 * (7.46908269 + -0.00750675994 * X1 + -4.6203229E-09 * X1 ^ 3) / ((1 + -0.0012154701 * X1) * ((temperaturdb1 * 1.8 + 32) + 459.688)))) vapordwt = 6.895 * Exp(8.0728362 + (X2 * (7.46908269 + -0.00750675994 * X2 + 4.6203229E-09 * X2 ^ 3) / ((1 + -0.0012154701 * X2) * ((temperaturwb1 * 1.8 + 32) + 459.688)))) pw = vapordwt - ((101.325 - vapordwt) * (temperaturdb1 - temperaturwb1) / (1555.56 (0.722 * temperaturwb1))) rh1 = (pw / vaporpressure) * 100 rh1 = Round(rh1, 2) ' Mid(Str(rh1), 1, 6) Text2.Text = massa1 'Str(massa1) Text6.Text = tpeng 'Str(tpeng) Text8.Text = massa2 'Str(massa2) Text9.Text = thoper 'Str(thoper) Text10.Text = massatemp 'Str(massatemp) Text12.Text = tinggitumpukan 'Str(tinggitumpukan) 'Text13.Text = Str(massatot) Text14.Text = Round(ttemp, 2) 'Mid(Str(ttemp), 1, 6)) Text15.Text = massatiaptinggi 'Str(massatiaptinggi) Text16.Text = Round(totalwaktu1siklus, 2) 'Mid(Str(totalwaktu1siklus), 1, 6))
130
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
Text17.Text = totalwaktutempering Text23.Text = rh 'Str(rh) Text24.Text = rh1 Text28.Text = volume Text29.Text = volumepembawa ' basis (initial condition)-------------------------idex = 3 deltat = (temperaturdb - temperaturwb) tbesar = temperaturdb m(0) = kadarairawal mo = m(0) n=0 perubahanWaktu(0) = 0 ss1.Cells(idex, 2) = n ss1.Cells(idex, 3) = 0 ss1.Cells(idex, 4) = m(0) ss1.Cells(idex, 5) = 17.77 * Exp((-0.0516) * deltat) ss1.Cells(idex, 6) = mo ss1.Cells(idex, 7) = Exp(8.02 - (4359.5 / (273 + tbesar))) ss1.Cells(idex, 8) = deltat ss1.Cells(idex, 9) = tbesar
131
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
'ss1.Cells(idex, 10) = ss1.Cells(idex, 7) * (ss1.Cells(idex, 6) - ss1.Cells(idex, 5)) * ss1.Cells(idex, 3) 'ss1.Cells(idex, 12) = dtperdy 'ss1.Cells(idex, 13) = (ss1.Cells(idex, 4) - ss1.Cells(idex, 5)) * ss1.Cells(idex, 7) 'ss1.Cells(idex, 11) = ss1.Cells(idex, 12) * ss1.Cells(idex, 13) dhperdx(0) = 0.00372 'ss1.Cells(idex, 11) * (gp / ga) 'penghitungan per sirkulasi----------------mlanjut = 24 While mlanjut > 14.5 '14 n=n+1 ss1.Cells(idex + n, 2) = n 'no ss1.Cells(idex + n, 3) = ss1.Cells(idex + n - 1, 3) + tpeng 't ss1.Cells(idex + n, 5) = 17.77 * Exp((-0.0516) * deltat) 'Me ss1.Cells(idex + n, 6) = ss1.Cells(idex + n - 1, 4) 'M0 ss1.Cells(idex + n, 7) = Exp(8.02 - (4359.5 / (273 + tbesar))) 'k ss1.Cells(idex + n, 8) = deltat 'ss1.Cells(idex + n, 9) = tbesar perubahanWaktu(n) = ss1.Cells(idex + n, 3) - ss1.Cells(idex + n - 1, 3) 'ss1.Cells(idex + n, 11) = perubahanWaktu(n) ss1.Cells(idex + n, 4) = ss1.Cells(idex + n, 5) + (ss1.Cells(idex + n, 6) - ss1.Cells(idex + n, 5)) * Exp(-(ss1.Cells(idex + n, 7)) * (perubahanWaktu(n))) 'M 'ss1.Cells(idex + n, 10) = -1 * ss1.Cells(idex + n, 7) * (ss1.Cells(idex + n, 6) ss1.Cells(idex, 5)) * tpeng 'M1-M0
132
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
mlanjut = ss1.Cells(idex + n, 4) m(n) = mlanjut 'ss1.Cells(idex + n, 12) = dtperdy 'ss1.Cells(idex + n, 13) = (ss1.Cells(idex + n, 4) - ss1.Cells(idex + n, 5)) * ss1.Cells(idex + n, 7) 'dM/dT 'ss1.Cells(idex + n, 11) = ss1.Cells(idex + n, 12) * ss1.Cells(idex + n, 13) 'dM/dy Wend 'hitung dhperdx For ii = 1 To n dhperdx(ii) = 0.003722 'ss1.Cells(idex + ii, 11) * (gp / ga) h(ii) = h(ii - 1) + deltax * dhperdx(ii - 1) tp(ii, 0) = tp(0, 0) Next ii 'hitung dtpperdy, tp, dtaperdx For ii = 0 To n dtpperdy(ii) = -1 * ((hcv * (ta(0, 0) - tp(0, 0))) - (ga * (hfg + (cpw - cpl)) * tp(0, 0) * dhperdx(ii))) / (gp * (cpg + cpl * m(ii))) ss1.Cells(24 + ii, 5) = dhperdx(ii) 'ss1.Cells(24 + ii, 5) = dhperdx(ii) For j = 1 To 35 '70 Step (deltay * 100) tp(ii, j) = tp(ii, j - 1) + (deltay * dtpperdy(ii)) dtaperdx(ii, j) = (-1 * (hcv + ga * cpw * dhperdx(ii)) * (ta(0, 0) - tp(ii, j))) / (ga * (cpa + (cpw * h(ii))))
133
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
Next j ss1.Cells(24 + ii, 9) = h(ii) Next ii 'menampilkan tp For j = 1 To 35 ss1.Cells(24 + j - 1, 7) = tp(0, j) 'ss1.Cells(24 + j - 1, 8) = tp(8, j) Next j 'initial ta= 60 For j = 0 To 35 '70 Step (deltay * 100) ta(0, j) = ta(0, 0) Next j waktuUbah = 0 For ii = 1 To n + 1 For j = 1 To 35 waktuUbah = waktuUbah + (perubahanWaktu(ii)) / (35) mbaris(ii, j) = ss1.Cells(idex + ii, 5) + (ss1.Cells(idex + ii - 1, 4) - ss1.Cells(idex + ii, 5)) * Exp(-ss1.Cells(idex + ii, 7) * (perubahanWaktu(ii - 1)) / (35)) 'waktuUbah) Next j 'ss1.Cells(24 + ii, 10) = mbaris(ii, 35) Next ii 'hitung ta, moisture, deltat, k, me
134
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
totalsiklusmoisture = 0 totalmoisture = 0 waktuSaatDibaris = 0 For ii = 1 To n Dim ai(100) As Double ai(0) = 0 jumta = 0 totalsikluskonstantapengeringan = 0 totalsiklusperubahant = 0 totalsiklusmoistureequl = 0 totalsiklusmoisture = 0 totalsiklusTa = 0 'totalmoisture = 0 deltaWaktuPertitik = (ss1.Cells(idex + ii, 3) - ss1.Cells(idex + ii - 1, 3)) / 35 moisture = m(ii - 1) For j = 1 To 35 '70 Step (deltay * 100) totalkonstantapengeringan = 0 totalperubahant = 0 totalmoistureequl = 0 totalmoisture = 0 totalTa = 0
135
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
'waktuSaatDibaris = waktuSaatDibaris + deltaWaktuPertitik + ss1.Cells(idex + ii 1, 3) For i = 1 To 14 'Step (deltax * 100) ta(i, j) = ta(i - 1, j) + deltax * dtaperdx(ii, j) 'ta(i, j) = ta(i - 1, j) + deltax * (-5.58 - 0.01 * ta(i - 1, j)) 'dtaperdx(ii, j) 'ss1.Cells(60 + j, i) = ta(i - 1, j) waktuSaatDibaris = waktuSaatDibaris + (perubahanWaktu(ii)) / (35 * 14) konstantaPengeringan = Exp(8.02 - (4359.5 / (273 + ta(i, j)))) perubahant = ta(i, j) - (32 - 0.05 * j) MoistureEqul = 17.77 * Exp((-0.0516) * perubahant) moisture = MoistureEqul + (mbaris(ii, j) - MoistureEqul) * Exp(konstantaPengeringan * waktuSaatDibaris) 'For ao = 1 To 35 'moisture = MoistureEqul + (m(ii) - MoistureEqul) * Exp(-konstantaPengeringan * (waktuSaatDibaris * 60) / (35 * 14)) 'Next ao ss1.Cells(60, 1) = "Ta siklus 1" ss1.Cells(180, 1) = "Moisture siklus 1" ss1.Cells(300, 1) = "konstantaPengeringan siklus 1" If ii = 1 Then ss1.Cells(60 + j, i) = ta(i, j) ss1.Cells(180 + j, i) = moisture ss1.Cells(300 + j, i) = konstantaPengeringan
136
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
End If ss1.Cells(100, 1) = "Ta siklus " & n \ 2 ss1.Cells(220, 1) = "Moisture siklus 2" '& n \ 2 ss1.Cells(340, 1) = "konstantaPengeringan siklus " & n \ 2 If ii = n \ 2 Then ss1.Cells(100 + j, i) = ta(i, j) ss1.Cells(340 + j, i) = konstantaPengeringan End If If ii = 2 Then ss1.Cells(220 + j, i) = moisture End If ss1.Cells(140, 1) = "Ta siklus " & n ss1.Cells(260, 1) = "Moisture siklus 3" '& n ss1.Cells(380, 1) = "konstantaPengeringan siklus " & n If ii = n Then ss1.Cells(140 + j, i) = ta(i, j) ss1.Cells(380 + j, i) = konstantaPengeringan End If If ii = 3 Then ss1.Cells(260 + j, i) = moisture End If totalTa = totalTa + ta(i, j)
137
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
totalkonstantapengeringan = totalkonstantapengeringan + konstantaPengeringan totalperubahant = totalperubahant + perubahant totalmoistureequl = totalmoistureequl + MoistureEqul totalmoisture = totalmoisture + moisture Next i totalsiklusTa = totalsiklusTa + totalTa totalsikluskonstantapengeringan = totalsikluskonstantapengeringan + totalkonstantapengeringan totalsiklusperubahant = totalsiklusperubahant + totalperubahant totalsiklusmoistureequl = totalsiklusmoistureequl + totalmoistureequl totalsiklusmoisture = totalsiklusmoisture + totalmoisture 'ss1.Cells(24 + j, 16) = tp(ii, j) 'jumta = jumta + ta(14, j) Next j ai(ii) = (ta(14, 1) + ta(14, 35)) / 2 ss1.Cells(24 + ii, 3) = ai(ii)
'If ii <> 0 Then ss1.Cells(idex + ii, 7) = totalsikluskonstantapengeringan / (35 * 14) ss1.Cells(idex + ii, 8) = totalsiklusperubahant / (35 * 14) ss1.Cells(idex + ii, 5) = totalsiklusmoistureequl / (35 * 14) 'ss1.Cells(idex + ii, 4) = totalsiklusmoisture / (35 * 14)
138
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
ss1.Cells(idex + ii, 9) = totalsiklusTa / (35 * 14) 'ai(ii) ss1.Cells(idex + ii, 14) = ss1.Cells(idex + ii, 4) - ss1.Cells(idex + ii - 1, 4) 'ss1.Cells(idex + ii, 9) = moisture 'End If Next ii Text18.Text = Round(n * totalwaktu1siklus, 2) ' Mid(Str(n * totalwaktu1siklus), 1, 6) Text19.Text = Round((n * totalwaktu1siklus) / 60, 2) ' Mid(Str((n * totalwaktu1siklus) / 60), 1, 6) Text20.Text = n 'Str(n) ss1.Cells(idex, 12) = ss1.Cells(idex, 3) ss1.Cells(idex, 13) = ss1.Cells(idex, 4) Graph(0, 1) = Str(ss1.Cells(idex, 12)) u=1 For mm = 2 To n * 2 Step 2 ss1.Cells(idex + mm - 1, 12) = ss1.Cells(idex + mm - 2, 12) + tpeng ss1.Cells(idex + mm, 12) = ss1.Cells(idex + mm - 1, 12) + totalwaktutempering ss1.Cells(idex + mm - 1, 13) = ss1.Cells(idex + u, 4) ss1.Cells(idex + mm, 13) = ss1.Cells(idex + mm - 1, 13) u=u+1 Next mm tampil_grafik 'MSChart1.SeriesType = VtChSeriesTyp-0.00750675994dXY
139
Lampiran 4 Listing Program (lanjutan)
End Sub Sub tampil_grafik() 'Dim graph1(20, 10) As Variant 'For u = 0 To n * 2 'graph1(u, 2) = ss1.Cells(idex + u, 13) 'graph1(u, 1) = Str(ss1.Cells(idex + u, 12)) 'Next u 'MSChart1.ChartData = graph1 ReDim graph1(0 To 20, 0 To 20) For u = 0 To n * 2 graph1(u, 2) = ss1.Cells(idex + u, 13) graph1(u, 1) = Str(ss1.Cells(idex + u, 12)) Next u 'For nilai = 0 To Int(l) + 2 'graph1(nilai, 1) = Str(nilai) 'Next nilai MSChart1.ChartData = graph1 End Sub
140
Lampiran 5 Analisisi biaya tetap pengering kapasitas 500 kg SPESIFIKASI
SATUAN
NILAI
Rp
10 000 000
Rp
10 000 000
Rp/tahun
1 800 000
INVESTASI PENGERING JUMLAH
P
SUKU BUNGA
i%
NILAI SISA
0.1
BIAYA TETAP PENYUSUTAN BUNGA MODAL JUMLAH
(P-0.1P)/n P*i*(n+1)/2n
900 000
BT
2 700 000
141
Lampiran 6. Analisis Biaya Tidak Tetap Pengeringan Gabah Kapasitas 500 kg/ proses
SPESIFIKASI
SATUAN
NILAI
Kapasitas
K
kg/jam
50
Konsumsi bahan bakar Hari kerja rata2 per tahun Jam kerja rata2 per hari Jam kerja rata2 per tahun Biaya tidak tetap
B
liter/jam
1.1
H
hari/tahun
240
J
jam/hari
10
JT
jam/tahun
J*B*Rp 6000/liter
Rp/tahun
0.01 Kwh/kg*Rp 675,/Kwh* Jumlah Gabah per hari/J
Rp/tahun
Rp 20.000,-/J
Rp/tahun
JT*Rp 350,-/jam
Rp/jam
BTT
Rp/tahun
BT (BT/(J*H)) + BTT Rp/jam
Rp/tahun
Bahan bakar Listrik Operator Pemeliharaan Jumlah Biaya Tidak Tetap Biaya tetap Biaya total Biaya pokok
2400
15840000 810000 4800000 840000 22290000 2700000
Rp/jam
12063
Rp/kg
241
Ongkos jasa
O
Rp/kg
250
Titik impas
BT/((K*O)-BTT)
jam/tahun
1728
kg/tahun
86400
142
Lampiran 12 Analisis Biaya Tetap Pengeringan Gabah Kapasitas 1000 kg
SPESIFIKASI
SATUAN
NILAI
Rp
15 000 000
Rp
15 000 000
Rp/tahun
2 700 000
INVESTASI PENGERING JUMLAH
P
SUKU BUNGA
i%
NILAI SISA
0.1
BIAYA TETAP PENYUSUTAN BUNGA MODAL JUMLAH
(P-0.1P)/n P*i*(n+1)/2n
1 350 000
BT
4 050 000
143
Lampiran 13 Analisis Biaya Tidak Tetap Pengeringan Gabah Kapasitas 1000 kg/ proses
SPESIFIKASI
SATUAN
NILAI
Kapasitas
K
kg/jam
100
Konsumsi bahan bakar Hari kerja rata2 per tahun Jam kerja rata2 per hari Jam kerja rata2 per tahun Biaya tidak tetap
B
liter/jam
2.2
H
hari/tahun
240
J
jam/hari
10
JT
jam/tahun
J*B*Rp 6000/liter
Rp/tahun
0.01 Kwh/kg*Rp 675,/Kwh* Jumlah Gabah per hari/J
Rp/tahun
Rp 20.000,-/J
Rp/tahun
JT*Rp 350,-/jam
Rp/jam
BTT
Rp/tahun
BT (BT/(J*H)) + BTT Rp/jam
Rp/tahun
Bahan bakar Listrik Operator Pemeliharaan Jumlah Biaya Tidak Tetap Biaya tetap Biaya total Biaya pokok
2400
31680000 3240000
4800000 840000 40560000 4050000
Rp/jam
21213
Rp/kg
212
Ongkos jasa
O
Rp/kg
250
Titik impas
BT/((K*O)-BTT)
jam/tahun
740
kg/tahun
73973
144
Lampiran 14 Analisis Biaya Tetap Pengeringan Gabah Kapasitas 2000 kg
SPESIFIKASI
SATUAN
NILAI
Rp
30 000 000
Rp
30 000 000
Rp/tahun
5 400 000
INVESTASI PENGERING JUMLAH
P
SUKU BUNGA
i%
NILAI SISA
0.1
BIAYA TETAP PENYUSUTAN BUNGA MODAL JUMLAH
(P-0.1P)/n P*i*(n+1)/2n
2 700 000
BT
8 100 000
145
Lampiran 15 Analisis Biaya Tidak Tetap Pengeringan Gabah Kapasitas 2000 kg/ proses
SPESIFIKASI
SATUAN
NILAI
Kapasitas
K
kg/jam
200
Konsumsi bahan bakar Hari kerja rata2 per tahun Jam kerja rata2 per hari Jam kerja rata2 per tahun Biaya tidak tetap
B
liter/jam
4.4
H
hari/tahun
240
J
jam/hari
10
JT
jam/tahun
J*B*Rp 6000/liter
Rp/tahun
0.01 Kwh/kg*Rp 675,/Kwh* Jumlah Gabah per hari/J
Rp/tahun
Rp 20.000,-/J
Rp/tahun
JT*Rp 350,-/jam
Rp/jam
BTT
Rp/tahun
BT (BT/(J*H)) + BTT Rp/jam
Rp/tahun
Bahan bakar Listrik Operator Pemeliharaan Jumlah Biaya Tidak Tetap Biaya tetap Biaya total Biaya pokok
2400
63360000 12960000 4800000 840000 81960000 8100000
Rp/jam
40075
Rp/kg
200
Ongkos jasa
O
Rp/kg
250
Titik impas
BT/((K*O)-BTT)
jam/tahun
610
kg/tahun
121805
146
Lampiran 19 Kalibrasi Suhu dan RH sensor SHT 11
146
Lampiran 7 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg Tahun (T) 0 1 2 3 4 5
Biaya Investasi
Biaya Tetap
10,000,000
2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000
Penerimaan
Biaya tak tetap 22,290,000 22,290,000 22,290,000 22,290,000 22,290,000
Total 10,000,000 24,990,000 24,990,000 24,990,000 24,990,000 24,990,000
(B) 30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000 32,800,000
PV B-C
DF 15%
(10,000,000) 5,010,000 5,010,000 5,010,000 5,010,000 7,810,000
1.0000 0.8696 0.7561 0.6575 0.5718 0.4972 NPV
(B-C) (10,000,000) 4,356,521.74 3,788,279.77 3,294,156.32 2,864,483.76 3,882,950.30 8,186,391.9
Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5 Biaya
Penyusutan
Harga awal
Umur ekonomis
Harga akhir (sisa)
Pengering Mekanis
Rp 1,800,000
Rp 10,000,000
4
Rp 2,800,000
Tahun (T)
Investasi
Biaya tetap
0 1 2 3 4 5
10,000,000
Rp
2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000
Biaya Biaya tak tetap Rp 22,290,000 22,290,000 22,290,000 22,290,000 22,290,000
Total Rp 10,000,000 Rp 24,990,000 Rp 24,990,000 Rp 24,990,000 Rp 24,990,000 Rp 24,990,000
Hari kerja 240hari
IRR (%) 31.19
Penerimaan (B)
B-C
Rp 30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000 32,800,000
Rp(10,000,000) Rp 5,010,000 Rp 5,010,000 Rp 5,010,000 Rp 5,010,000 Rp 7,810,000
DF 15% 1.0000 0.8696 0.7561 0.6575 0.5718 0.4972
PVB 0.00 26086956.52 22684310.02 19725486.97 17152597.37 16307396.92 101,956,748
NPV(B-C)+ NPV(B-C)Net B/C Gross B/C
18186391.90 -10000000.00 1.82 1.09
147
Lampiran 8 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 10% Tahun (T) 0 1 2 3 4 5
Investasi 10,000,000
Biaya Biaya Tetap Biaya tak tetap 2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000
23,874,000 23,874,000 23,874,000 23,874,000 23,874,000
Total 10,000,000 26,574,000 26,574,000 26,574,000 26,574,000 26,574,000
Penerimaan (B) 30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000 32,800,000
B-C
DF 15%
PV (B-C)
Akumulasi PV
(10,000,000) 3,426,000 3,426,000 3,426,000 3,426,000 6,226,000
1.0000 0.8696 0.7561 0.6575 0.5718 0.4972 NPV
(10,000,000.00) 2,979,130.43 2,590,548.20 2,252,650.61 1,958,826.62 3,095,422.35 2,876,578.22
(10,000,000.00) (7,020,869.57) (4,430,321.36) (2,177,670.75) (218,844.13) 2,876,578.22
Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5 Biaya
Penyusutan
Harga awal
Pengering Mekanis
Rp 1,800,000
Rp10,000,000
Umur ekonomis
Harga akhir (sisa)
4
Rp 2,800,000 IRR (%) 27.78
Tahun (T) 0 1 2 3 4 5
Biaya Investasi
Biaya Tetap
10,000,000
Penerimaan
B-C
DF 15%
PVB
PVC
Biaya tak tetap
Total
(B)
2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000
23,874,000 23,874,000 23,874,000 23,874,000
10,000,000 26,574,000 26,574,000 26,574,000 26,574,000
30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000
(10,000,000) 3,426,000 3,426,000 3,426,000 3,426,000
1.0000 0.8696 0.7561 0.6575 0.5718
0.00 26086956.52 22684310.02 19725486.97 17152597.37
10000000 23107826.09 20093761.81 17472836.36 15193770.75
2,700,000
23,874,000
26,574,000
32,800,000
6,226,000
0.4972
16307396.92
13211974.56
101,956,747.80
99,080,169.57
NPV(B-C)+ NPV(B-C)Net B/C Gross B/C
12876578.22 -10000000.00 1.29 1.03
148
Lampiran 9 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 12,5%
Biaya Biaya Tetap
Investasi 10,000,000
Biaya tak tetap
Total
Penerimaan (B)
B-C
DF 15%
2,700,000 2,700,000
24,270,000 24,270,000
10,000,000 26,970,000 26,970,000
30,000,000 30,000,000
(10,000,000) 3,030,000 3,030,000
1.0000 0.8696 0.7561
(10,000,000.00) 2,634,782.61 2,291,115.31
2,700,000 2,700,000 2,700,000
24,270,000 24,270,000 24,270,000
26,970,000 26,970,000 26,970,000
30,000,000 30,000,000 32,800,000
3,030,000 3,030,000 5,830,000
0.6575 0.5718 0.4972
1,992,274.18 1,732,412.33 2,898,540.37
NPV Penyusutan Rp
1,800,000.00
Harga awal Rp
PV (B-C)
10,000,000.00
Umur ekonomis
Harga akhir (sisa)
4
Rp 2,800,000.00
1,549,124.81
IRR (%) 19.99 Investasi 10,000,000
Biaya Biaya Tetap
Biaya tak tetap
Total
Penerimaan (B)
B-C
DF 15%
PVB
2,700,000 2,700,000 2,700,000
24,270,000 24,270,000 24,270,000
10,000,000 26,970,000 26,970,000 26,970,000
30,000,000 30,000,000 30,000,000
(10,000,000) 3,030,000 3,030,000 3,030,000
1.0000 0.8696 0.7561 0.6575
0.00 26086956.52 22684310.02 19725486.97
2,700,000 2,700,000
24,270,000 24,270,000
26,970,000 26,970,000
30,000,000 32,800,000
3,030,000 5,830,000
0.5718 0.4972
17152597.37 16307396.92 101,956,747.80
NPV(B-C)+ NPV(B-C)Net B/C Gross B/C
11549124.81 -10000000.00 1.15 1.02
149
Lampiran 10 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 15% Tahun (T) 0 1 2 3 4
Biaya Investasi 10,000,000
5
Biaya Tetap
Penerimaan
Biaya tak tetap
Total
(B)
B-C
2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000
24,666,000 24,666,000 24,666,000 24,666,000
10,000,000 27,366,000 27,366,000 27,366,000 27,366,000
30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000
(10,000,000) 2,634,000 2,634,000 2,634,000 2,634,000
2,700,000
24,666,000
27,366,000
32,800,000
5,434,000
DF 15% 1.0000 0.8696 0.7561 0.6575 0.5718
(10,000,000) 2,290,434.78 1,991,682.42 1,731,897.76 1,505,998.05
0.4972
2,701,658.38
NPV Biaya
Penyusutan
Harga awal
Umur ekonomis
Harga akhir (sisa)
Pengering Mekanis
Rp 1,800,000
Rp 10,000,000
4
Rp 2,800,000
PV (B-C)
221,671.39
IRR (%) 17.98 Tahun (T) 0 1 2 3 4 5
Investasi 10,000,000
Biaya Biaya Tetap Biaya tak tetap
Total
Penerimaan (B)
B-C
DF 15%
PVB
2,700,000
24,666,000
10,000,000 27,366,000
30,000,000
(10,000,000) 2,634,000
1.0000 0.8696
0.00 26086956.52
2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000
24,666,000 24,666,000 24,666,000 24,666,000
27,366,000 27,366,000 27,366,000 27,366,000
30,000,000 30,000,000 30,000,000 32,800,000
2,634,000 2,634,000 2,634,000 5,434,000
0.7561 0.6575 0.5718 0.4972
22684310.02 19725486.97 17152597.37 16307396.92 101,956,747.8
NPV(B-C)+ NPV(B-C)Net B/C Gross B/C
10221671.39 -10000000. 1.02 1.00
150
Lampiran 11 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 17.5% Tahun (T) 0
Investasi 10,000,000
1 2 3 4 5
Biaya Biaya Tetap Biaya tak tetap -
-
Total
Penerimaan (B)
10,000,000
2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000
25,062,000 25,062,000 25,062,000 25,062,000 25,062,000
27,762,000 27,762,000 27,762,000 27,762,000 27,762,000
Harga akhir (sisa) Rp 2,800,000
30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000 32,800,000
B-C
DF 15%
(10,000,000)
1.0000
(10,000,000.00)
2,238,000 2,238,000 2,238,000 2,238,000 5,038,000
0.8696 0.7561 0.6575 0.5718 0.4972
1,946,086.96 1,692,249.53 1,471,521.33 1,279,583.76 2,504,776.39
NPV Biaya
Penyusutan
Harga awal
Umur ekonomis
Pengering Mekanis
Rp 1,800,000
Rp 10,000,000
4
Tahun (T)
Investasi
Biaya Tetap
0 1 2 3 4 5
10,000,000
Biaya Biaya tak tetap
Total
PV (B-C)
(1,105,782.03)
IRR (%) 9.01 Penerimaan (B)
B-C
DF 15%
PVB
2,700,000 2,700,000
25,062,000 25,062,000
10,000,000 27,762,000 27,762,000
30,000,000 30,000,000
(10,000,000) 2,238,000 2,238,000
1.0000 0.8696 0.7561
0.00 26086956.52 22684310.02
2,700,000 2,700,000 2,700,000
25,062,000 25,062,000 25,062,000
27,762,000 27,762,000 27,762,000
30,000,000 30,000,000 32,800,000
2,238,000 2,238,000 5,038,000
0.6575 0.5718 0.4972
19725486.97 17152597.37 16307396.92 101,956,747.80
NPV(B-C)+ NPV(B-C)Net B/C Gross B/C
8894217.97 -10000000.00 0.89 0.99
151
Lampiran 16 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 1000 kg Tahun (T) 0 1
Biaya Investasi Rp 15,000,000
2 3 4 5
Biaya Tetap
Biaya tak tetap
Total
Penerimaan (B)
B-C
DF 15%
PV (B-C)
Rp Rp
4,050,000
Rp Rp
40,560,000
Rp 15,000,000 Rp 44,610,000
Rp Rp 62,500,000
Rp (15,000,000) Rp 17,890,000
1.0000 0.8696
(15,000,000) 15,556,521.74
Rp Rp Rp Rp
4,050,000 4,050,000 4,050,000 4,050,000
Rp Rp Rp Rp
40,560,000 40,560,000 40,560,000 40,560,000
Rp Rp Rp Rp
Rp Rp Rp Rp
Rp Rp Rp Rp
0.7561 0.6575 0.5718 0.4972
13,527,410.21 11,762,965.40 10,228,665.56 10,982,634.08
44,610,000 44,610,000 44,610,000 44,610,000
62,500,000 62,500,000 62,500,000 66,700,000
17,890,000 17,890,000 17,890,000 22,090,000
NPV 47,058,196.99 payback period terjadi pada tahun ke-2 Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5 Biaya
Penyusutan
Pengering Mekanis
Rp 2,700,000
Harga awal Rp
Umur ekonomis
15,000,000
Rp
4
Harga akhir (sisa) Rp
4,200,000 IRR (%) 77.21
Tahun
Biaya
(T)
Investasi
0 1 2 3 4
Rp 15,000,000
5
Biaya Tetap
Penerimaan Biaya tak tetap
Total
Rp Rp Rp Rp Rp
4,050,000 4,050,000 4,050,000 4,050,000
Rp Rp Rp Rp Rp
40,560,000 40,560,000 40,560,000 40,560,000
Rp Rp Rp Rp Rp
15,000,000 44,610,000 44,610,000 44,610,000 44,610,000
Rp
4,050,000
Rp
40,560,000
Rp 44,610,000
(B)
B-C
DF 15%
PVB
62,500,000 62,500,000 62,500,000 62,500,000
Rp (15,000,000) Rp 17,890,000 Rp 17,890,000 Rp 17,890,000 Rp 17,890,000
1.0000 0.8696 0.7561 0.6575 0.5718
0.00 54347826.09 47258979.21 41094764.53 35734577.85
Rp 66,700,000
Rp 22,090,000
0.4972
33161688.24
Rp Rp Rp Rp Rp
211,597,835.91 NPV(B-C)+ NPV(B-C)Net B/C Gross B/C
62058196.99 -15000000.00 4.14 1.29
152
Lampiran 17 Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 2000 kg Tahun (T) 0 1 2 3
Investasi
Biaya Biaya Tetap Biaya tak tetap
30,000,000
4 5
Penerimaan (B)
Total
B-C
DF 15%
PV (B-C)
8,100,000 8,100,000 8,100,000
81,960,000 81,960,000 81,960,000
30,000,000 90,060,000 90,060,000 90,060,000
120,000,000 120,000,000 120,000,000
(30,000,000) 29,940,000 29,940,000 29,940,000
1.0000 0.8696 0.7561 0.6575
(30,000,000) 26,034,782.61 22,638,941.40 19,686,036.00
8,100,000 8,100,000
81,960,000 81,960,000
90,060,000 90,060,000
120,000,000 128,400,000
29,940,000 38,340,000
0.5718 0.4972
17,118,292.17 19,061,756.03
NPV
4,539,808.21
Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5 Biaya
Penyusutan
Harga awal
Umur ekonomis
Harga akhir (sisa)
Pengering Mekanis
Rp 5,400,000
Rp 30,000,000
4
Rp 8,400,000 IRR (%) 63.01
Tahun (T) 0 1 2 3 4 5
Investasi 30,000,000
Biaya Tetap
Biaya Biaya tak tetap
Rp Rp Rp Rp
1,045,450 1,045,450 1,045,450
Rp Rp
1,045,450 1,045,450
Rp
Penerimaan (B)
Total
81,960,000 81,960,000 81,960,000
Rp 30,000,000 83,005,450 83,005,450 83,005,450
81,960,000 81,960,000
83,005,450 83,005,450
Rp
B-C
120,000,000 120,000,000 120,000,000
Rp Rp Rp Rp
(30,000,000) 36,994,550 36,994,550 36,994,550
120,000,000 128,400,000
Rp 36,994,550 Rp 45,394,550
DF 15% 1.0000 0.8696 0.7561 0.6575 0.5718 0.4972
PVB 0.00 104347826.1 90737240.08 78901947.89 68610389.47 63837492.81 406,434,896.34
NPV(B-C)+ NPV(B-C)Net B/C Gross B/C
128187753.96 -30000000.00 4.27 1.32
153
Lampiran 18Cash flow Usaha Pengeringan dengan Kapasitas 500 kg dengan Kenaikan Harga Bahan Bakar 12.5%,Upah 15% Tahun (T) 0 1 2 3 4 5
Biaya Investasi 10,000,000
Biaya Tetap
Penerimaan
Biaya tak tetap
2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000
24,990,000 24,990,000 24,990,000 24,990,000 24,990,000
Total 10,000,000 27,270,000 27,270,000 27,270,000 27,270,000 27,270,000
(B) 30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000 32,800,000
PV B-C
DF 15%
(10,000,000) 2,730,000 2,730,000 2,730,000 2,730,000 5,530,000
1.0000 0.8696 0.7561 0.6575 0.5718 0.4972 NPV
(B-C) (10,000,000.00) 2,373,913.04 2,064,272.21 1,795,019.31 1,560,886.36 2,749,387.35 543,478.28
Untuk mencari nilai akhir pada tahun ke-5 Biaya
Penyusutan
Harga awal
Umur ekonomis
Harga akhir (sisa)
Pengering Mekanis
Rp 1,800,000
Rp 10,000,000
4
Rp 2,800,000
Tahun (T)
Investasi
Biaya tetap
0 1 2 3 4 5
10,000,000
2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000
Biaya Biaya tak tetap 24,990,000 24,990,000 24,990,000 24,990,000 24,990,000
Hari kerja 240hari
IRR (%) 30.34
Total
Penerimaan (B)
B-C
10,000,000 27,270,000 27,270,000 27,270,000 27,270,000 27,270,000
Rp 30,000,000 30,000,000 30,000,000 30,000,000 32,800,000
(10,000,000.00) 2,730,000.00 2 ,730,000.00 2,730,000.00 2,730,000.00 5,530,000.00
101,956,747.80 NPV(B-C)+ NPV(B-C)Net B/C
101,413,269.52 10543478.28 -10000000.00 1.054347828
DF 15% 1.0000 0.8696 0.7561 0.6575 0.5718 0.4972
PVB 0.00 26086956.52 22684310.02 19725486.97 17152597.37 16307396.92 101,956,748