LPPM Politeknik Bengkalis
KAJIAN PENGARUH TEBAL PELAT, RADIUS PENEKUKAN DAN PARAMETER PENGELASAN (SMAW) TERHADAP SIFAT MEKANIK Razali Jurusan Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Batin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau
[email protected]
Abstrak Proses pengelasan pelat yang telah mengalami proses penekukan, kemudian disambung dengan cara dilas perlu mendapat perhatian khusus. Ini dikarenakan sifat mekanik yang tentunya akan berbeda bila dibandingkan dengan sifat mekanik hasil pengelasan pada pelat yang tidak ditekuk. Beberapa peneliti telah mempelajari proses pengelasan terutama yang berhubungan dengan parameter pengelasan. Tetapi cara pengelasannya datar/lurus dan menggunakan mesin las SMAW, sedang yang mengalami proses tekuk sebelum dilakukan pengelasan belum banyak yang meneliti. Percobaan dilakukan terhadap pelat baja Grade A yang mempunyai ketebalan yaitu 10, 14 dan 16 [mm], ditekuk (rolling bending) secara dingin (cold working) dengan radius tekuk 500, 750 dan 1000 [mm], kemudian dilakukan proses pengelasan SMAW dengan kuat arus yang berbeda yaitu 100 dan 150 [Amper]. Hasil pengelasan tersebut kemudian diuji, baik sifat mekaniknya. Pengujian sifat mekanik yang dilakukan adalah pengujian tarik. Dari hasil pengujian kemudian diuji dengan metode statistik, yaitu rancangan eksperimen Box Behnken. Dari hasil penelitian diketahui bahwa radius tekukan adalah yang paling berpengaruh terhadap kekuatan tarik diikuti kuat arus dan yang paling kecil pengaruhnya adalah tebal pelat. Selain itu dapat dikethaui pula bahwa nilai kekuatan tarik minimum adalah 22.07 [kg/mm2], diperoleh pada kondisi tebal pelat 9.28 [mm], radius tekukan 1000 [mm] dan kuat arus 100 [Amper]. Kata kunci: HAZ, SMAW, tebal material, radius tekuk, parameter pengelasan, sifat mekanik. 1. PENDAUHULUAN 1.1
Latar Belakang
Pengerjaan konstruksi pelat, kebanyakan menggunakan material dari berbagai ketebalan. Penekukan adalah suatu proses dimana bentukbentuk yang lurus diubah menjadi lengkung dengan cara diroll (roll bending) dan dilakukan dalam keadaan dingin (cold working). Proses ini merupakan proses yang sering digunakan untuk mengubah lembaran pelat menjadi saluran, drum, tangki, lambung kapal, dan lain sebagainya. Untuk menyambung lembaran pelat yang telah mengalami proses penekukan digunakan cara di las. Beberapa peneliti telah mempelajari proses pengelasan terutama yang berhubungan dengan parameter pengelasan. Leman (2004), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kecepatan
pengelasan mempengaruhi ketangguhan daerah lasan. Anggono (1999), menjelaskan bahwa kecepatan pengelasan (ν) dan besar arus listrik las (I) berpengaruh atas besarnya distorsi. Semakin besar I (atau semakin kecil ν), maka semakin besar distorsi yang terjadi. Ketiganya melakukan penelitian terhadap pelat baja yang dilas secara lurus/rata dengan ketebalan yang sama (tetap) dan belum mengalami proses tekuk sebelumnya. Selain itu mesin las yang digunakan adalah mesin las SMAW. Sampai saat ini belum banyak peneliti yang membahas tentang proses pengelasan yang berhubungan dengan suatu bahan yang mengalami proses penekukan kemudian dilakukan proses pengelasan GMAW. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian dengan tebal material yang bervariasi dan dilakukan penekukan dengan radius tekuk yang berbeda-beda. Kemudian dilakukan proses pengelasan dengan parameter yang berbeda pada pengelasan GMAW.
Disampaikan Pada Seminar Nasional Industri dan Teknologi [SNIT] 2008 Bengkalis, 03-04 Desember 2008
188
LPPM Politeknik Bengkalis
1.2
Tujuan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh variasi ketebalan material, radius penekukan dan kuat arus pengelasan GMAW terhadap kekuatan tarik pada pelat baja Grade A dengan menggunakan permukaan respon. 1.3
menggunakan roll bending. Gambar 2.1 menunjukkan langkah-langkah pengerolan dari bentuk lembaran menjadi bentuk bulat dengan mesin roll bending yang mempunyai 3 rol Gambar 1. Langkah-langkah pengerolan (Lange, 1985)
Batasan
Karena luasnya permasalahan, maka dalam pembahasan ini diambil beberapa batasan, yaitu: ) Material yang digunakan adalah Pelat Baja Grade A, dengan komposisi Kimia: 0,21 %C ; 2,5 x C% Mn ; 0,5 %Si; 0,0035 %P dan 0,0035 %S. ) Jenis elektrode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis AWS A/SFA 5.18:ER705-6, dengan diameter 1,2 [mm]. (ESSAB) ) Material benda uji dianggap memiliki struktur yang homogen. ) Ketebalan material benda uji dianggap merata. ) Efek akibat proses pemotongan dan penyiapan spesimen/benda uji diabaikan. ) Semua alat uji yang digunakan dianggap bekerja dengan baik.
2.2
Hubungan Tegangan – Tegangan
Gambar 2.2 menunjukkan kurva teganganregangan yang biasa digunakan untuk menunjukkan salah satu sifat mekanik dari material baja. Gambar 2. Diagram tegangan – regangan (Singer, 1980)
1.4 Persiapan dan Rancangan Percobaan a Pelat Baja Grade A (ketebalan 12, 14 dan 16 [mm]) dipotong menjadi benda uji berukuran 250 x 1200 [mm]. b Pengujian awal sebelum ditekuk maupun di las. c Pembuatan alur V. d Dilakukan penekukan (roll bending) dengan radius tekuk 500, 750, dan 1000 [mm]. e Pengelasan GMAW dengan kuat arus 100 dan 150 [Amper]. f Pembuatan spesimen untuk uji tarik. g Pelaksaan uji tarik.
2. 2.1
DASAR TEORI Proses Penekukan
Proses penekukan/pelengkungan pada lembaranlogam adalah suatu proses dimana bentuk-bentuk lurus diubah menjadi lengkungan dengan sumbu lengkung berupa garis lurus dan mempunyai jarijari kelengkungan tertentu. Ada beberapa cara untuk melakukan proses penekukan/pelengkungan, antara lain dengan menggunakan punch die dan
Beberapa batas-batas pada kurva teganganregangan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: o
Titik proposional (proportional point), adalah batas kesebandingan antara tegangan dan regangan, dan pada daerah ini berlaku hukum Hooke.
o
Titik elastis (elastic point); yaitu batas tegangan dimana material tidak kembali lagi ke bentuk semula apabila beban dihilangkan.
Disampaikan Pada Seminar Nasional Industri dan Teknologi [SNIT] 2008 Bengkalis, 03-04 Desember 2008
189
LPPM Politeknik Bengkalis
o
Titik luluh (yield point), adalah titik dimana tegangan akan menghasilkan deformasi permanen dalam jumlah kecil. Biasanya dinilai sama dengan perpotongan kurva dengan garis proposional yang digeser sebesar 0,1% -0,2 % dari regangan.
o
Titik maksimum (ultimate point), adalah titik dimana tegangan yang tertinggi dapat diterima material.
o
Titik patah (break point), adalah titik dimana tegangan maksimum sebenarnya yang mampu diterima oleh material hingga material tersebut akan putus/patah.
2.3
Pengaruh Pengerjaan Dingin
Pengerjaan dingin adalah perlakuan yang dikenakan terhadap material sampai terjadinya deformasi plastis dimana proses tersebut dilakukan pada temperatur kamar atau di bawah temperatur rekristalisasi (Carry, 2005). Suatu logam dikatakan mengalami pengerjaan dingin bila butir-butir kristalnya berada dalam keadaan terdistorsi setelah mengalami deformasi plastis. Dalam keadaan ini pada kristal terdapat berbagai dislokasi setelah terjadi slip atau twinning. Sebagai akibat pengerjaan dingin, beberapa sifat mekanik akan mengalami perubahan, yaitu tensile strength, yield strength dan hardness akan naik, sedangkan keuletan akan menurun dengan semakin tingginya derajat deformasi. Gambar 2.3, menunjukkan pengaruh derajat deformasi dingin terhadap dan pengaruh pemanasan kembali terhadap sifat mekanik (kekerasan, kekuatan dan keuletan) serta struktur mikro. Dari gambar tersebut tampak bahwa kekuatan dan kekerasan akan naik dengan tingginya derajat deformasi dingin, tetapi keuletannya akan makin menurun. Gambar 3. Skema representasi pengaruh pengerjaan dingin terhadap sifat mekanik dan struktur mikro baja karbon (Smith 1969)
2.4
Pengelasan
Pengelasan adalah merupakan salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagianl logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu.. Sepintas prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana, tetapi sebenarnya di dalamnya banyak masalah-masalah yang harus diatasi. Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses pengelasan. Oleh sebab itu dalam proses pengelasan harus ditentukan terlebih dahulu tentang bagaimana cara mengelas, cara pemeriksaannya, jenis material yang digunakan, perlakuan terhadap material yang akan dilas sebelumnya, parameter-parameter pengelasan dan jenis mesin las yang akan digunakan berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang. 2.5
Gas Metal Arc Welding (GMAW)
Gas Metal Arc Welding lebih dikenal sebagai mesin las busur gas adalah suatu proses pengelasan busur listrik dimana kawat las pengisi yang berfungsi sebagai elektrode pengisi, yaitu elektrode yang diumpankan secara terus menerus dan dilindungi oleh suatu gas. Umumnya gas yang digunakan sebagai pelindung adalah gas helium (He), gas Argon (Ar), gas karbondioksida (CO ) 2
atau campuran dari gas-gas tersebut. Proses ini lebih dikenal sebagai las MIG/MAG (Metal Innert Gas/Metal Arc Gas). Busur listrik dapat terjadi antara kawat pengisi dan logam induk. Saat ini las MIG banyak sekali digunakan dalam praktek, terutama untuk pengelasan baja dan logam-logam baja yang tidak dapat dilas dengan cara lain. Berdasarkan fungsi elektrodanya tersebut maka GMAW tergolong pengelasan dengan elektroda terumpan, dimana elektroda selain berfungsi sebagai pembangkit busur (arc) juga berfungsi sebagai logam pengisi (filler metal).
Disampaikan Pada Seminar Nasional Industri dan Teknologi [SNIT] 2008 Bengkalis, 03-04 Desember 2008
190
LPPM Politeknik Bengkalis
Gambar 4. Mesin las GMAW dan skema mesin las GMAW (GMAW Welding Guide)
2.6
Metalurgi Pengelasan
Pada saat peleburan logam las akibat busur listrik, terjadi aliran panas yang merambat ke logam induk. Panas tersebut menyebabkan terjadinya siklus termal pada logam induk. Temperatur pemanasan mulai dari temperatur terendah yakni pada jarak yang paling jauh dari garis lebur, sampai pada temperatur tertinggi pada cairan logam di garis lebur. Sementara itu pada saat pendinginan, tingkat pendinginan yang berbeda dialami oleh tiap titik pada logam induk. Akibat pemanasan dan pendinginan tersebut, maka daerah di sekitar logam las akan mengalami perubahan struktur mikro yang selanjutnya lebih di kenal sebagai HAZ (heat affected zone). Perubahan ini tergantung pada beberapa faktor antara lain: a. Temperatur Puncak Yang Dicapai Setiap Posisi b. Kecepatan Pendinginan c. dan lain sebagainya Gambar 2.5. Menunjukkan skema distribusi temperatur pada proses pengelasan
2.7
Pengelasan Baja Yang Telah Mengalami Deformasi
Untuk mengetahui karakteristik pengelasan baja yang telah mengalami penekukan (rolling bending), maka harus diketahui sifat-sifat baja yang secara khusus berubah akibat proses tekuk tersebut serta pengaruh pengelasan yang dipandang sebagai local heat treatment terhadap perubahan sifat tersebut. Penekukan yang dimaksudkan disini adalah penekukan dalam kondisi pengerjaan dingin dan mempunyai radius tekuk tertentu, di mana material ditekuk dengan mengunakan mesin penekuk pada temperatur kamar atau temperatur dibawah suhu kristalisasi sampai terjadi deformasi plastis. Bila baja yang telah mengalami deformasi dalam kondisi pengerjaan dingin dilas, maka akan terjadi perubahan-perubahan struktur mikro yang berakibat pada perubahan sifat mekaniknya. Perubahan struktur mikro ini juga dipengaruhi oleh laku panas atau mekanik sebelumnya. Pada material yang sebelum pengelasan mengalami laku panas, maka panas yang masuk daerah HAZ akan digunakan untuk meningkatkan pembentukan austenit yang kemudian berubah menjadi martensit sebagai akibat pendinginan yang cepat. Terbentuknya martensit ini menjadikan kekerasan dan kekuatan tariknya naik, sedangkan elongation turun. Bila sebelum pengelasan material mengalami pengerjaan dingin, maka panas yang masuk HAZ digunakan untuk rekristalisasi. Rekristalisasi ini akan menyebabkan kekerasan dan kekuatan tarik turun, sedangkan elongation naik. . 2.8
Rancangan Eksperimen dan Optimasi
Rancangan eksperimen bertujuan untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang diperlukan dalam melakukan penelitian atau persoalan yang dibahas. Rancangan sebaiknya dibuat sesederhana mungkin, mengingat waktu, biaya, tenaga dan material yang harus digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini rancangan eksperimen digunakan adalah rancangan eksperimen BoxBehnken.(BBD). Parameter proses dan level-levelnya yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada tabel 1.
Disampaikan Pada Seminar Nasional Industri dan Teknologi [SNIT] 2008 Bengkalis, 03-04 Desember 2008
191
LPPM Politeknik Bengkalis
Tabel 1. Parameter Proses dan Level-levelnya No 1 2 3
Parameter Proses X1 = Tebal pelat [mm] X2 = Radius tekukan [mm] X3 = Kuat arus [A]
Level 0 10 750 125
-1 8 500 100
Gambar 2.6. Hasil penekukan kemudian dilas dan pengambilan spesimen untuk uji tarik +1 12 1000 150
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ditetapkan dengan rancangan Box Behnken [6], ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Rancangan Percobaan Box Behnken No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tebal pelat [mm] 16 12 10 12 10 12 12 14 10 14 10 12 14 12 12
Radius tekukan [mm] 500 500 750 1000 1000 750 750 750 500 750 750 750 1000 1000 500
Kuat arus [Amper] 100 100 150 150 125 125 125 100 125 150 100 125 125 100 150
Kekuatan tarik [kg/mm2]
3.
Dari data uji tarik yang telah dilaksanakan, kemudian ditabelkan seperti pada tabel 2.1
48.15 45.64 40.38 43.65 35.32 32.83 35.61 41.68 38.34 43.28 34.61 30.25 42.35 28.34 36.40
Tabel 3. Data Hasil Percobaan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Optimasi respon untuk menghasilkan kekuatan tarik yang maksimal dilakukan dengan metode multiple response surface dan non liner programming. Untuk membantu menyelesaikan optimasi ini digunakan perangkat lunak MINITAB 14 dan LINGO. 2.9 a b c d e f
Prosedur Penelitian Persiapan Percobaan Pembuatan alur las Penekukan/pengerolan Pengelasan Pengambilan/pembuatan spesimen Pengujian kekuatan tarik
Gambar 2.6 menunjukkan hasil dari proses penekukan, pengelasan yang kemudian di-las dengan mesin GMAW dan dimensi spesimen untuk uji tarik.
DATA DAN PEMBAHASAN
3.1
Tebal pelat [mm] 16 12 10 12 10 12 12 14 10 14 10 12 14 12 12
Radius tekukan [mm] 500 500 750 1000 1000 750 750 750 500 750 750 750 1000 1000 500
Kuat arus [Amper] 100 100 150 150 125 125 125 100 125 150 100 125 125 100 150
Kekuatan tarik [kg/mm2] 48.15 45.64 40.38 43.65 35.32 32.83 35.61 41.68 38.34 43.28 34.61 30.25 42.35 28.34 36.40
Analisa Data dan Pembahasan
Proses analisa data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB 14. Hasil pengolahan data kekuatan tarik dapat dilihat pada tabel 4. Dari hasil pengolahan data (tabel 4), diketahui bahwa tiap parameter mempunyai nilai yang siginifikan terhadap respon yang terjadi. Secara kudratik parameter X3 dan secara interaksi X1*X2 dan X1*X3 tidak terjadi. Dari tabel 4 juga diketahui bahwa model tidak terjadi lack of fit untuk level α = 0.05 dengan variasi total yang dapat dieterangkan oleh
Disampaikan Pada Seminar Nasional Industri dan Teknologi [SNIT] 2008 Bengkalis, 03-04 Desember 2008
192
LPPM Politeknik Bengkalis
model R2 sebesar 90.0%. uji Durbin-Watson statistic test menunjukkan 1.70567 yang berarti antara masing-masing pengamatan menunjukkan sifat independen. Dari tabel 4 terlihat bahwa pengaruh terbesar terhadap kekeuatan tarik diberikan oleh radius tekukan diikuti kuat arus, dan tebal pelat mempunyai pengaruh yang terkecil. Tabel 4. Analisa Regresi Term Constant X1 X2 X3 (X1)2 (X2)2 X2 * X3 S = 2.401
Coef SE Coef T 252.598 38.1293 6.625 -21.5061 6.2444 -3.444 -0.207937 0.0385 -5.401 -0.6693 0.1480 -4.521 1.15909 0.3115 3.721 0.0000505 0.0000 2.533 0.000982 0.0002 5.112 R – Sq =90.0% R-sq (adj) = 82.6%
P 0.000 0.009 0.001 0.002 0.006 0.035 0.001
Analysis of Variance Source Regression Linear Squarer Inetrsection Residual Error Lack-of-Fit Pure Error Total
DF 6 3 2 1 8 6 2 14
Seq SS 417.25 156.94 109.64 150.68 46.13 31.76 14.37 463.38
Adj SS 417.25 156.94 109.64 150.68 46.13 31.76 14.37
Adj MS 69.542 80.684 54.820 150.676 5.766 5.293 7.186
F 12.06 13.99 9.51 26.13
P 0.001 0.002 0.008 0.001
0.74
0.674
Hasil persamaan regresi yang diperoleh dapat dilihat dapat dilihat pada persamaan 1. Y1 = 252.598 − 21.506 ∗ X1 − 0.208 ∗ X 2 − 0.669 * X 3 + 1.159 * (X1 )2 + 0.0006 * (X 2 )2 + 0.001* X 2 * X 3
Dari model model yang diperoleh selanjutnya dilakukan optimasi dengan menggunakan bantuan perangkat lunak LINGO 8 untuk medapatkan nilai minimum yang terjadi. Dengan menggunakan batas atas untuk X1 = 12 [mm] dan batas bawah 8 [mm], batas atas untuk X2 = 1000 [mm] dan batas bawah 500 [mm], batas atas untuk X3 = 150 [Ampere] dan batas bawah 100 [Amper], diperoleh nilai minimal kekuatan tarik adalah 22.07 [kg/mm2]. Nilai parameter untuk kondisi minimum adalah X1 = 9.28 [mm], X2 = 1000 [mm] dan X3 = 100 [Amper].
4.
KESIMPULAN
a. Model hubungan anatara parameter bebas tebal pelat, radius tekukan dan kuat arus terhadap kekuatan tarik dapat dinyatakan sebagai berikut: Y1 = 252.598 − 21.506 ∗ X1 − 0.208 ∗ X 2 − 0.669 * X 3 + 1.159 * (X1 )2 + 0.0006 * (X 2 )2 + 0.001* X 2 * X 3
b. Parameter radius tekukan adalah merupakan parameter yang paling berpengaruh, diikuti oleh parameter kuat arus dan yang paling kecil pengaruhnya adalah tebal pelat: DAFTAR PUSTAKA Budiarsa, IN dan IGN Nitya Santhiarsa, (2006), ” Pengaruh variasi kuat arus dan kecepatan pengelasan terhadap sifat mekanik hasil pengelasan SAW plat baja SS41 grade A”, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Vol 1, No. 1, Abstrak. Carry, Howard B, (2005), Modern Welding th Tehcnology, 6 edition, Upper Saddle River, Prentice Hall. Inc. Iriawan, Nur, Ph.D., Septin Puji Astuti, S.Si., MT, (2006), Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan MINITAB 14, Andi, Yogyakarta. Lange, Kurt, (1985), Handbook of Metal Forming, McGraw-Hill, New York Leman S., Arianto, Suharno, (2004), “Pengaruh Kecepatan Pengelasan Pada Submerged Arc Welding Baja SM 490 Terhadap Ketangguhan Bahan Impak”, Vol 6, No. 2, Jurnal Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Industri, Universitas Kristen Petra, Surabaya, http://wwwt.petra.ac.id/~puslit/journals/. Montgomery, D.C., (1984), Design And Analysis Of Experiment, Jhon Willey and Sons, Sunarto, (1995), Pengaruh Besar Arus Listrik Dan Posisi Pngelasan Terhadap Sifat Mekanis Pelat Baja Kapal Hasil Pengelasan SMAW,
Disampaikan Pada Seminar Nasional Industri dan Teknologi [SNIT] 2008 Bengkalis, 03-04 Desember 2008
193
LPPM Politeknik Bengkalis
Abstrak, http://matsci.fisika.ui.ac.id/abstrak/index/tangg al/1996.hatm Wiryosumarto, Harsono dan Toshie Okumura, (2000), Teknologi Pengelasan Logam, Jakarta, PT. Pradnya Paramita.
Disampaikan Pada Seminar Nasional Industri dan Teknologi [SNIT] 2008 Bengkalis, 03-04 Desember 2008
194