KAJIAN KUAT KEJUT (IMPACT) BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT GALVALUM AZ 150 STUDY OF IMPACT STRENGTH ON NORMAL CONCRETE WITH ADDITION METAKAOLIN AND FIBRE OF GALVALUM AZ 150 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh: JANUAR AWAL PRIANTO NIM I 0107092
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
i
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN
KAJIAN KUAT KEJUT (IMPACT) BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT GALVALUM AZ 150 STUDY OF IMPACT STRENGTH ON NORMAL CONCRETE WITH ADDITIONdigilib.uns.ac.id METAKAOLIN perpustakaan.uns.ac.id AND FIBRE OF GALVALUM AZ 150
SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh: JANUAR AWAL PRIANTO NIM I 0107092 Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Persetujuan: Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Ir. Antonius Mediyanto, MT NIP. 19620118 199512 1 001
Endah Safitri, ST, MT NIP. 19701212 200003 2 001
ii
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN
KAJIAN KUAT KEJUT (IMPACT) BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT GALVALUM AZ 150 (STUDY OF IMPACT STRENGTH ON NORMAL CONCRETE WITH ADDITIONdigilib.uns.ac.id METAKAOLIN perpustakaan.uns.ac.id AND FIBRE OF GALVALUM AZ 150)
SKRIPSI Disusun Oleh: JANUAR AWAL PRIANTO NIM I 0107092 Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Tangal
: Senin : 25 Juni 2012
Tim Penguji: 1. Ir. Antonius Mediyanto, MT NIP. 19620118 199512 1 001
(
)
2. Endah Safitri, ST, MT NIP. 19701212 200003 2 001
(
)
3. Edy Purwanto, ST, MT NIP. 19680912 199702 1 001
(
)
4. Ir. Slamet Prayitno, MT NIP. 19531227 198601 1 001
(
)
Mengesahkan: Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik,
Ir. Bambang Santosa, M.T. NIP. 19590823 198601 1 001 iii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya. Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka – sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu
PERSEMBAHAN Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, rahmat dan kasih sayangnya Bapak dan Ibuku yang tiada henti memberi doa, semangat dan dukungan serta kasih sayang Adikku dan seluruh keluargaku yang sangat aku sayangi Icha tersayang, makasih atas semangat dan dukunganmu hingga hari – hariku selalu penuh semangat Almamaterku, Universitas Sebelas Maret Surakarta, tempatku menimba ilmu Pak Mediyanto dan Ibu Endah Safitri selaku dosen pembimbing skripsi saya, terimakasih atas bimbingan dan doa bapak dan ibu Seluruh Dosen Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, terima kasih atas ilmu yang telah disampaikan dengan ikhlas, semoga pahala selalu mengalir dari Allah SWT Teman – teman satu kelompokku, terima kasih atas kerjasama kalian, kita akan bersahabat selamanya Sahabatku dan semua teman – teman angkatan 2007, terima kasih atas dukungan kalian
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Januar Awal Prianto, 2012. “KAJIAN KUAT KEJUT (IMPACT) BETON NORMAL DENGAN BAHAN TAMBAH METAKAOLIN DAN SERAT GALVALUM AZ-150”. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Beton memiliki kekurangan yaitu mempunyai kuat tarik yang kecil. Untuk meningkatkan kuat tarik beton, salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan menambahkan bahan tambah berupa serat ke dalam beton tersebut. Galvalum merupakan logam yang mempunyai kuat tarik yang baik dan dapat berfungsi sebagai serat. Disamping mudah didapatkan di pasaran, juga mudah dibentuk menjadi serat karena secara fisik tidak terlalu kaku dan mempunyai dimensi yang tipis. Penambahan metakaolin bertujuan untuk mempercepat proses hidrasi, sebagai pozzolan dan sebagai filler. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui pengaruh penambahan metakaolin dan serat galvalum AZ 150 pada beton normal terhadap kuat kejut (impact) dan nilai kadar optimum galvalum yang digunakan agar dapat menghasilkan nilai kuat kejut maksimum Penelitian ini menggunakan metode eksperimen melalui pengujian di laboratorium dengan membuat benda uji silinder berdiameter 150 mm dengan tinggi 60 mm. Variasi jumlah serat galvalum AZ 150 yang dipakai terhadap volume total adalah sebesar 0%; 0,25%; 0,50%; 0,75% dan 1%, sedangkan untuk presentase berat metakolin yang ditambahkan adalah 0% dan 7,5% terhadap berat semen dimana tiap variasi dibuat 3 benda uji. Pengujian kuat kejut dilakukan setelah benda uji berumur 28 hari dengan menjatuhkan beban seberat 5 kg diatas benda uji pada ketinggian 45 cm. Dari pengujian didapatkan data jumlah pukulan yang membuat benda uji retak pertama dan runtuh total, kemudian dianalisis untuk mendapatkan energi serapan kuat kejut. Hasil pengujian kuat kejut dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan serat galvalum tanpa metakaolin pada kadar serat 0%; 0,25%; 0,5%; 0,75%; 1% menghasilkan energi serapan saat retak pertama berturut – turut adalah 1528,8 Joule; 1793,4 Joule; 2116,8 Joule; 1749,3 Joule; 1264,2 Joule dan saat runtuh total berturut – turut adalah 1587,6 Joule; 1866,9 Joule; 2234,4 Joule; 1852,2 Joule; 1367,1 Joule. Pada penambahan metakaolin 7,5% dan serat galvalum 0%; 0,25%; 0,5%; 0,75%; 1% menghasilkan energi serapan saat retak pertama berturut – turut adalah 1646,4 Joule; 2028,6 Joule; 2513,7 Joule; 2087,4 Joule; 1367,1 Joule dan saat runtuh total berturut – turut adalah 1690,5 Joule; 2102,1 Joule; 2646,0 Joule; 2190,3 Joule; 1470,0 Joule. Kata kunci: Beton Normal, Metakaolin, Serat Galvalum AZ 150, Kuat Kejut
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Januar Awal Prianto, 2012. “STUDY OF IMPACT STRENGTH ON NORMAL CONCRETE WITH ADDITION METAKAOLIN AND FIBRE OF GALVALUM AZ 150”. Thesis, Department of Civil Engineering Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta. Concrete has the disadvantage that has little tensile strength. To improve the tensile strength of concrete, one method that can be used is to add the ingredients added in the form of fibers into the concrete. Galvalum is a metal that has good tensile strength and can function as a fiber. Aside from easily available in the market, is also easily formed into fibers because it is physically not too rigid and had a thin dimension. The addition of metakaolin aims to accelerate the hydration process, as a pozzolan and as a filler. The purpose of this study is knowing the effect of adding metakaolin and fiber of galvalum AZ 150 on normal concrete to the strong shock (impact) and the optimum levels of galvalum used in order to produce maximum value of a strong shock. This study uses an experimental method by testing in the laboratory by creating a cylindrical specimen with a diameter of 150 mm height 60 mm. Variation of the number of fibers used galvalum AZ 150 towards the total volume is at 0%, 0.25%, 0.50%, 0.75% and 1%, while the percentage of the added weight of metakaolin was 0% and 7.5% against weight of cement in which each variation made three test specimens. Strong shock test specimens was performed after 28 days by dropping a weight of 5 kg over the test object at a height of 45 cm. Data obtained from testing the number of strokes that made the first crack specimens and total collapse, and then analyzed to obtain a strong absorption of energy absorbers. The test results are a strong shock in this study suggests that the use of fiber galvalum without metakaolin on the fiber content of 0%, 0.25%, 0.5%, 0.75%, 1% resulted in energy absorption when the first cracks sequentially by 1528.8 Joule ; 1793.4 Joule; 2116.8 Joule; 1749.3 Joule; 1264.2 Joule and when successive total collapse sequentially by 1587.6 Joule; 1866.9 Joule; 2234.4 Joule; 1852.2 Joule; 1367, 1 Joule. On addition of 7.5% metakaolin and fiber galvalum 0%, 0.25%, 0.5%, 0.75%, 1% resulted in energy absorption when the first cracks sequentially by Joule 1646.4; 2028.6 Joule; 2513 , 7 Joule; 2087.4 Joule; 1367.1 Joule and when successive total collapse sequentially by 1690.5 Joule; 2102.1 Joule; 2646.0 Joule; 2190.3 Joule; 1470.0 Joule Keyword: Normal Concrete, Metakaolin, Fibre of Galvalum AZ 150, Impact
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusun mengambil judul “ Kajian Kuat Kejut (Impact) Beton Normal dengan Bahan Tambah Metakaolin dan Serat Galvalum AZ 150”. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf.
2.
Pimpinan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf.
3.
Pimpinan Program S-1 Regular Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf.
4.
Bapak Ir. A. Mediyanto, MT selaku Dosen Pembimbing I.
5.
Ibu Endah Safitri, ST,MT selaku Dosen Pembimbing II.
6.
Bapak Edy Purwanto, ST, MT dan Bapak Ir. Slamet Prayitno, MT selaku dosen penguji.
7.
Bapak Dr.Tech.Ir. Sholihin As'ad, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik.
8.
Staf pengelola/ laboran Laboratorium Bahan Bangunan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
9.
Teman – teman Tim: Agung Mardiyanto, Arif Fajar Nugroho, Arif Suryo Prabowo, Fitri Ekasari yang telah membantu selama di laboratorium.
10.
Teman – teman Mahasiswa Sipil UNS angkatan 2007.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya dan mahasiwa pada khususnya. Surakarta, 25 Juni 2012
Penyusun
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ .... i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ....ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ...iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................ ...iv ABSTRAK ............................................................................................................ ....v ABSTRACK ...........................................................................................................vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... ..vii DAFTAR ISI..........................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xii DAFTAR TABEL .................................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ..xv DAFTAR NOTASI .............................................................................................. xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................2 1.3. Batasan Masalah ..............................................................................................2 1.4. Tujuan Penelitian .............................................................................................3 1.5. Manfaat Penelitian ...........................................................................................3 1.6. Keaslian Penelitian ..........................................................................................4 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ..............................................................................................5 2.2. Landasan Teori.................................................................................................8 2.2.1. Pengertian Beton .................................................................................8 2.2.2. Beton Serat (Fiber Concrete) .............................................................9 2.2.3. Mekanisme Beton Serat ................................................................... 10 2.2.4. Material Penyusun Beton ................................................................. 11 1.
Semen Portland ......................................................................... 11
2.
Agregat ...................................................................................... 14 commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.
Agregat Halus ............................................................................ 15
4.
Agregat Kasar ............................................................................ 16
5.
Air .............................................................................................. 18
2.2.5. Sifat – sifat Beton ............................................................................. 19 1.
Sifat Beton Sebelum Mengeras (Fresh Concrete) .................. 19
2.
Sifat – sifat Beton Setelah Mengeras( Hard Concrete) .......... 21
2.2.6. Bahan Tambah .................................................................................. 22 1.
Pengertian Bahan Tambah ........................................................ 22
2.
Galvalum AZ 150...................................................................... 22
3.
Metakaolin ................................................................................. 24
2.2.7. Kuat Kejut (Impact) ......................................................................... 26 1.
Umum ........................................................................................ 26
2.
Pendekatan Perhitungan Energi Serapan ................................. 26
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Benda Uji Penelitian ..................................................................................... 30 3.2. Bahan Uji Penelitian ..................................................................................... 31 3.3. Tahap dan Prosedur Penelitian..................................................................... 32 3.4. Alat Uji Penelitian ........................................................................................ 34 3.5. Pengujian Bahan Dasar Beton ..................................................................... 35 3.5.1. Standar Pengujian Agregat .............................................................. 35 3.5.2. Pengujian Agregat Halus ................................................................. 35 1.
Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus ................ 35
2.
Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus ................................ 36
3.
Pengujian Spesific Grafity Agregat Halus ............................... 37
4.
Pengujian Gradasi Agregat Halus ............................................ 39
3.5.3. Pengujian Agregat Kasar ................................................................. 40 1.
Pengujian Spesific Grafity Agregat Kasar ............................... 40
2.
Pengujian Gradasi Agregat Kasar ............................................ 42
3.
Pengujian Abrasi Agregat Kasar .............................................. 43
3.6. Perencanaan Campuran Beton ..................................................................... 44 3.7. Pembuatan Benda Uji ................................................................................... 44 commit to user 3.8. Pengujian Nilai Slump .................................................................................. 45 ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.9. Perawatan Benda Uji (Curing)..................................................................... 45 3.10. Pengujian Kuat Kejut (Impact) .................................................................... 46 3.11. Pengumpulan Data ........................................................................................ 47 3.12. Uji Normalitas ............................................................................................... 48 3.12.1. Uji Normalitas dengan Metode Sewart ........................................... 48 3.12.2. Uji Normalitas dengan Metode Lilliefors ....................................... 49 3.13. Analisis Data dan Pembahasan .................................................................... 50 BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar....................................................................... 51 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus........................................................ 51 1.
Hasil Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus....... 51
2.
Hasil Pengujian Kandungan Lumpur Agregat Halus ............. 51
3.
Hasil Pengujian Spesific Grafity Agregat Halus ..................... 52
4.
Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus .................................. 53
4.1.2. Hasil pengujian Agregat Kasar ........................................................ 55 1.
Hasil Pengujian Spesific Grafity Agregat Kasar ..................... 55
2.
Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar .................................. 55
3.
Hasil Pengujian Abrasi Agregat Kasar .................................... 56
4.1.3. Hasil Pengujian Metakaolin ............................................................. 57 4.2. Rencana Campuran Adukan Beton.............................................................. 58 4.3. Hasil Pengujian Slump.................................................................................. 59 4.4. Hasil Pengujian Kuat Tekan ........................................................................ 60 4.5. Hasil Pengujian Kuat Kejut (Impact) .......................................................... 62 4.6. Analisis Data Hasil Pengujian ..................................................................... 65 4.6.1. Analisis Hasil Pengujian Nilai Slump ............................................. 65 4.6.2. Analisis Data Hasil Pengujian Ketahanan Kejut ............................ 65 4.6.3. Analisis Data Hasil Pengujian Ketahanan Kejut Menggunakan Metode Regresi Polynomial.................................... 69 4.7. Pembahasan Hasil Pengujian ....................................................................... 74 4.7.1. Energi Serapan Impact Benda Uji ................................................... 74 4.7.2. Mekanisme Kerja Metakaolin Dalam Beton .................................. 76 commit to user 4.7.3. Mekanisme Kerja Serat Dalam Beton ............................................. 76 x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 78 5.2. Saran
................................................................................................. 78
PENUTUP
.................................................................................................... ..xvii
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... .xviii LAMPIRAN .................................................................................................... ....xx
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Galvalum Lembaran .................................................................... 23
Gambar 2.2.
Susunan Lapisan Galvalum ........................................................ 23
Gambar 2.3.
Galvalum Setelah Dipotong – potong ........................................ 23
Gambar 2.4.
Beban Kejut, Batang Prismatik Akibat Jatuhnya Benda Bermassa m .................................................................... 27
Gambar 2.5.
Diagaram Tegangan – Regangan Akibat Beban Impact W..... 28
Gambar 3.1.
Benda Uji Ketahanan Kejut ........................................................ 31
Gambar 3.2.
Diagram Alir Tahapan Penelitian ............................................... 33
Gambar 3.3.
Alat Uji Manual Kuat Kejut (Impact) ........................................ 47
Gambar 4.1.
Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Halus ............................ 54
Gambar 4.2.
Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Kasar ............................ 57
Gambar 4.3.
Nilai Slump pada Berbagai Variasi Campuran .......................... 60
Gambar 4.4.
Nilai Kuat Tekan pada Berbagai Variasi ................................... 61
Gambar 4.5.
Grafik Perbandingan Jumlah Pukulan Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum
saat
Benda Uji Retak Pertama ............................................................ 64 Gambar 4.6.
Grafik Perbandingan Jumlah Pukulan Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum
saat
Benda Uji Runtuh Total .............................................................. 64 Gambar 4.7.
Grafik Nilai Kuat Kejut Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum saat Benda Uji Retak Pertama
Gambar 4.8.
.................................................................... 68
Grafik Nilai Kuat Kejut Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum saat Benda Uji Benda Uji Runtuh Total .............................................................. 68
Gambar 4.9.
Grafik Regresi Hubungan Nilai Enegi Serapan Retak Pertama terhadap Kadar Serat dengan Kadar Metakolin 0% dan 7,5%
........................................................ 70
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.10.
digilib.uns.ac.id
Grafik Regresi Hubungan Nilai Enegi Serapan Runtuh Total terhadap Kadar Serat dengan Kadar Metakolin 0% dan 7,5%
Gambar 4.11.
........................................................ 71
Grafik Regresi Hubungan Nilai Enegi Serapan Retak Pertama terhadap Nilai Kuat Tekan dengan Kadar Metakolin 0% dan 7,5%
Gambar 4.12.
........................................................ 72
Grafik Regresi Hubungan Nilai Enegi Serapan Runtuh Total terhadap Nilai Kuat Tekan dengan Kadar Metakolin 0% dan 7,5%................................................... 73
Gambar 4.13.
Matriks Serat dalam Beton ........................................................ 77
Gambar 4.14.
Aksi Serat Bersama Pasta Semen ............................................... 77
Gambar 4.14.
Aksi Pasak dalam Beton
........................................................ 77
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Sifat – sifat berbagai jenis kawat yang digunakan sebagai fiber ................................................................................ ..6
Tabel 2.2.
Susunan Unsur Semen Portland ................................................. 12
Tabel 2.3.
Jenis Semen Portland di Indonesia ............................................. 13
Tabel 2.4.
Persyaratan Gradasi Agregat Halus ASTM C 33-97
Tabel 2.5.
Persyaratan Gradasi Agregat Kasar ......................................... 18
Tabel 2.6.
Penetapan Nilai Slump (SNI T-15-1990-03) ............................ 21
Tabel 3.1.
Jumlah dan Kode Benda Uji Ketahanan Kejut .......................... 31
Tabel 4.1.
Hasil Pengujian Agregat Halus................................................... 53
Tabel 4.2.
Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus dan Syarat
...... 15
ASTM C 33.................................................................................. 53 Tabel 4.3.
Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar..................................... 55
Tabel 4.4.
Hasil Pengujian Agregat Kasar................................................... 57
Tabel 4.5.
Hasil Pengujian Kandungan Senyawa Kimia Metakaolin ........ 58
Tabel 4.6.
Kebutuhan Bahan untuk Setiap Adukan (3 Benda Uji) ............ 58
Tabel 4.7.
Kebutuhan Bahan untuk Setiap Adukan (3 Benda Uji) + Margin 10% .............................................................................. 59
Tabel 4.8.
Hasil Pengujian Nilai Slump ...................................................... 59
Tabel 4.9.
Hasil Pengujian Nilai Kuat Tekan ............................................. 61
Tabel 4.10.
Jumlah Pukulan saat Benda Uji Retak Pertama ........................ 62
Tabel 4.11.
Jumlah Pukulan saat Benda Uji Runtuh Total ........................... 63
Tabel 4.12.
Hasil Analisis Energi Serapan saat Benda Uji Retak Pertama ........................................................................................ 66
Tabel 4.13.
Hasil Analiis Energi Serapan saat Benda Uji Runtuh Total ............................................................................................ 67
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
:
HASIL PENGUJIAN BAHAN
Lampiran B
:
RENCANA CAMPURAN BETON
Lampiran C
:
DATA DAN ANALISIS HASIL PENGUJIAN
Lampiran D
:
GRAFIK
Lampiran E
:
DOKUMENTASI PENELITIAN
Lampiran F
:
BERKAS KELENGKAPAN SKRIPSI
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR NOTASI
a1,a2 a3 a4 a5 a6 A As ASTM b1 b2 b3 b4 b5 b6 c2 c4 cm d2 Ek Em Emaks Ep f g gr h kg L lt m m MK mm n Sd SNI Xr Xi
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Berat pasir kering oven ∑ Persentase berat pasir yang tertinggal selain dalam pan Berat agregat kasar ∑ persentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal selain dalam pan Berat agregat kasar kering oven mula - mula Tinggi tali Luas penampang American Society for Testing and Materials Berat pasir kering oven setelah pencucian Berat volumetric flash + air ∑ persentase berat pasir yang tertinggal selain dalam pan berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan di lap ∑ Persentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal Berat agregat kasar kering oven yang tertahan ayakan 2,36 mm setelah abrasi Berat volumetrick flash + air + pasir Berat agregat kasar jenuh Centimeter Berat pasir kering permukaan jenuh Energi kinetik Energi mekanik Energi serapan Energi potensial ∑ persentase kumulatif berat pasir / kerikil yang tertinggal Gravitasi Gram Tinggi jatuh beban Kilogram Panjang total Liter Massa Meter Modulus Kehalusan Milimeter Jumlah pukulan Standar deviasi Standar Nasional Indonesia Kuat kejut benda uji rata – rata Kuat kejut benda uji commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Pengujian Bahan Dasar
Pengujian bahan dan benda uji dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan standar pengujian. Waktu pelaksanaan percobaan disesuaikan dengan jadwal penelitian dan ijin penggunaan Laboratorium Bahan dan Laboratorium Struktur Fakultas Teknik UNS. Pengujian ini meliputi pengujian terhadap agregat halus, agregat kasar, metakaolin dan serat Galvalum AZ-150. Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan terhadap hasil yang diperoleh. 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi pengujian kandungan lumpur, kandungan zat organik, spesifik gravity, dan gradasi agregat halus. 1.
Hasil Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus
Kadar zat organik yang ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan natrium sulfat (NaSO4) 3% tidak menghasilkan warna yang lebih tua dibanding warna standar. Jika warnanya lebih tua, maka ditolak kecuali : a.
Warna lebih tua timbul karena sedikit adanya arang lignit atau yang sejenis.
b. Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tekan beton yang dibuat dengan pasir standar silika hasilnya menunjukkan nilai lebih besar dari 95%. Berdasarkan
hasil
pengujian
di
laboratorium,
setelah
pasir
dianalisis
menggunakan larutan NaOH 3% diperoleh hasil bahwa warna larutan NaOH 3% menjadi kuning muda. Dapat diketahui bahwa pasir masih dalam batas warna yang diperbolehkan, maka pasir dapat digunakan sebagai agregat halus. 2.
Hasil Pengujian Kandungan Lumpur Agregat Halus
Syarat dari pemeriksaan kandungan lumpur adalah kandungan lumpur dalam commit to user agregat halus tidak boleh lebih dari 5 % sesuai dengan ASTM C 33-99 Tabel 1.
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Hasil uji kadar lumpur pada pasir seberat 100 gram (pencucian hingga jernih): Berat pasir awal a1
= 100 gr
Berat pasir akhir b1
= 97 gr
Perhitungan kadar lumpur dalam pasir menggunakan Persamaan 3.1. Kandungan lumpur
= =
Ͷ �
Ͷ �
= 3%
Vr
100%
100%
Dari hasil pengujian di laboratorium dan perhitungan diperoleh kandungan lumpur dalam pasir sebesar 3 % sehingga pasir memenuhi syarat sebagai agregat halus dalam campuran adukan beton. 3.
Hasil Pengujian Specific Grafity Agregat Halus
Perhitungan Bulk Specific Grafity, Bulk Specific Grafity SSD, Apparent Specific Gravity dan Absorbsion adalah sebagai berikut: Berat pasir SSD
d2 = 500
gr
Berat pasir kering oven
a2 = 495
gr
Berat volumetrick + air
b2 = 710
gr
Berat volumetrick + air + pasir
c2 = 1015
gr
Hasil pengujian specific gravity agregat halus menggunakan Persamaan 3.2 – 3.5. Bulk Specific gravity Bulk Specific gravity SSD Apparent Specific gravity Absorbtion
= = = =
Ͷ
Ͷ
Ͷ
Ͷ
Ͷ
495 = 2,54 710 + 500 - 1015 500 = = 2,56 710 + 500 - 1015 495 = = 2, 60 710 + 495 - 1015 500 - 495 100% = ´ 100% = 1,01% 495 =
Dari hasil perhitungan perhitungan diperoleh Bulk Specific gravity SSD adalah 2,56 . Menurut ASTM C 128-97 syarat Bulk Specific Gravity SSD antara 2.5-2.7,
maka sampel pasir memenuhi syarat dan layak digunakan sebagai agregat halus commit to user beton.
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id 53
Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus
Hasil pengujian – pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus Jenis Pengujian
Hasil Pengujian
Syarat (Standar)
Kesimpulan
3% Kuning muda 2,74 2,54
Maks. 5 % Jernih atau kuning 2,3 – 3,1 -
Memenuhi Memenuhi Memenuhi -
Bulk specific gravity SSD
2,56
2,5 - 2,7
Memenuhi
Apparent specific gravity
2,60
-
-
Absorbtion
1,0 %
-
-
Kandungan Lumpur Kandungan zat organik Modulus halus butir Bulk specific gravity
Syarat dari pengujian gradasi agregat halus menurut ASTM C 33-99 adalah modulus agregat halus berkisar antara 2,3 – 3,1. Dari hasil perhitungan modulus halus agregat halus sebesar 2,74 sehingga masih memenuhi syarat sebagai agregat halus. Untuk hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C 33-99 dapat dilihat pada Tabel 4.2. dan Gambar 4.1. Tabel 4.2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus dan Syarat ASTM C 33. Ukuran
Tertahan
Berat Butir
Syarat ASTM C 33
Ayakan
Berat
Persentase
Komulatif
yang Lewat
(mm)
(gr)
(%)
(%)
(%)
9,5
0
0
0
100
100
4,75
25
0,84
0,84
99,16
95 - 100
2,36
305
10,22
11,06
88,94
80 - 100
1,18
625
20,94
31,99
68,01
50 - 85
0,85
440
14,74
46,73
53,27
25 - 60
0,3
1190
39,87
86,60
13,40
10 - 30
0,15
295
9,88
96,48
3,52
2 – 10
0
105 2985
100,00 373,70
0,00 -
0
Jumlah
3,52 100
commit to user Perhitungan modulus halus butir dapat dihitung dengan Persamaan 3.6.
-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Modulus Kehalusan (MK)
= =
(∑ Ǣe.Ͷs r ,r
= 2,74
=
Agregat yang hilang
�
�
omo4Ͷ
[email protected]Ͷ4) � �
Ǣe.Ͷs ͶM.eMͶs Ͷ̊Ͷ4 Ǣe.Ͷs ͶM.eMͶs Ͷ V
= = 0,5%
Ǣe.Ͷs ͶM.eMͶs Ͷ̊Ͷ4
i.
100%
100%
Persentase berat pasir yang hilang adalah sebesar 0,5% < 1% sehingga pasir memenuhi syarat sebagai bahan campuran beton. Selain itu, diperoleh Modulus Kehalusan sebesar 2,74. Berdasarkan ASTM C 33-99, modulus kehalusan adalah 2,3 < MK < 3,1 sehingga pasir memenuhi syarat. Dari Tabel 4.3. dapat digambarkan grafik hubungan antara % kumulatif agregat yang lolos dengan diameter ayakan sesuai yang disyaratkan ASTM C 33 pada
Berat Butir yang Lolos (%)
Gambar 4.1.
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
0,15
0,3 0,85 1,18 Diameter Ayakan (mm) Batas Bawah Batas Atas
2,36
4,75
9,5
Hasil Pengujian
Gambar 4.1. Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Halus Berdasarkan Gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa pasir tersebut berada di dalam gradasi yang diizinkan sehingga pasir tersebut memenuhi syarat sebagai bahan campuran adukan beton.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi) dan gradasi agregat kasar. Hasil pengujian agregat kasar adalah sebagai berikut : 1.
Hasil Pengujian Specific Grafity Agregat Kasar
Kerikil kering oven (a4)
= 3000
gr
Berat kerikil kondisi SSD (b4)
= 3055
gr
Berat kerikil dalam air (c4)
= 1877.5
gr
Hasil pengujian specific gravity agregat kasar menggunakan Persamaan 3.7– 3.10. Bulk Spesific Gravity Bulk Spesific Gravity SSD Apparent Spesific Gravity
= = =
Absorbsion 2.
=
Ͷ
Ͷ Ͷ Ͷ
3000 = 2,548 3055 - 1877 .5 3055 = = 2,594 3060 - 1877 .5 3000 = = 2,673 3000 - 1877 .5 3055 - 3000 100% = ´ 100% = 1,83% 3000 =
Ͷ
Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar
Hasil analisa gradasi agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar Menurut ASTM C 33-99 Tertahan
Ukuran
Berat Butir
Syarat
Ayakan
Berat
Persentase
Kumulatif
yang Lewat
ASTM
(mm)
(gr)
(%)
(%)
(%)
(%)
38
0
0.00
0.00
100.00
100
25
0
0.00
0.00
100.00
97,5-100
19
65
2.18
2.18
97.82
95-100
12,5
665
22.31
24.49
75.51
60-77,5
9,5
1217
40.83
65.31
34.69
25-55
4,75
786
26.37
91.68
8.32
0-10
2,36
248
8.32
100.00
0.00
0
Pan
0
0.00
0
Jumlah
2981.00
0.00 100.00 commit to user 100.00 683.66
416.34
-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Perhitungan persentase berat agregat yang hilang dapat dihitung dengan Persamaan 3.12. Berat kerikil awal
= 3000 gr
Berat kerikil setelah diayak
= 2981 gr
Perhitungan modulus halus butir dapat dihitung dengan Persamaan 3.11. Modulus Kehalusan (MK)
= =
S%
omo4Ͷsife.Ͷs se.sinMMͶ4 S % e.Ͷs se.sinMMͶ4
683,66 - 100 100
S % e.Ͷs se.sinMMͶ4
= 5,84 % Persentase yang hilang
=
Ǣe.Ͷs ͶM.eMͶs Ͷ̊Ͷ4 Ǣe.Ͷs ͶM.eMͶs Ͷ Ǣe.Ͷs ͶM.eMͶs Ͷ̊Ͷ4
i.
3000 - 2981 ´ 100% 3000
=
100%
= 0,633 % Berdasarkan ASTM C 33 Modulus Kehalusan adalah 5<MK<8 sehingga kerikil memenuhi syarat.
3.
Hasil Pengujian Abrasi Agregat Kasar
Berat agregat kasar kering oven mula-mula (a6)
= 10000 gr
Sisa agregat kasar kering oven diatas ayakan 2,36 (b6)
= 8600 gr
Perhitungan persentase berat agregat kasar yang hilang dapat dihitung dengan Persamaan 3.12. Persentase yang hilang
=
Ͷ
Ͷ
100%
10000 - 8600 10000 = 14 % =
Abrasi yang terjadi 14% dan ini memenuhi standar yang disyaratkan, yaitu kurang dari 50% . Hasil pengujian agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 4.5.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Agregat Kasar Jenis Pengujian
Hasil Pengujian
Syarat (Standar)
Kesimpulan
Abrasi Modulus Halus
14% 5,84 %
Maks. 50% 5-8%
Memenuhi syarat Memenuhi syarat
Bulk specific gravity
2,548
-
-
Bulk specific gravity SSD
2,594
2,5 – 2,7
Memenuhi syarat
Apparent specific gravity Absorbtion
2,673 1,83 %
-
-
Dari Tabel 4.4 dapat digambarkan grafik gradasi dengan batas gradasi yang
Berat Butir yang Lolos (%)
disyaratkan ASTM C 33 pada Gambar 4.2 sebagai berikut : 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2,36
4,75
9,5 12,5 19 Diameter Ayakan (mm)
Batas Bawah
Batas Atas
25
38
Hasil Pengujian
Gambar 4.2. Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Kasar Untuk perhitungan dan data-data pengujian secara lengkap terdapat pada Lampiran A. 4.1.3. Hasil Pengujian Metakaolin Kaolin dilakukan pembakaran di daerah Putaran, Miring, Bayat, Klaten selama 2 jam dengan suhu 7500C sehingga menjadi metakaolin kemudian diayak lolos ayakan 0,21 mm. Pengujian yang dilakukan khusus untuk pengujian kandungan unsur kimia yang terdapat pada metakaolin. Pengujian metakaolin dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.5. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Kandungan Senyawa Kimia Metakaolin No
Sampel
Hasil Pengukuran
Parameter
Metode
I
II
III
rata - rata
%
1
Al2O3
162.659
161.357
166.566
163.527
16.626
2
CaO
12.370
11.857
11.601
11.943
1.214
3
Fe2O3
36.202
35.431
35.817
35.817
3.641
4
MgO
0.2556
0.2556
0.2568
0.256
0.0260
Na2O
15.485
15.726
15.485
15.565
1.582
6
K2O
13.086
13.086
13.086
13.086
1.330
7
SiO2
740.785
732.948
725.111
732.948
74.517
8
MnO2
0.0258
0.024
0.0264
0.0254
0.0026
9
H2O
10
0
0
10
1.0599
5
Metakaolin
Atomic Absorption Spect.
Gravimetry
(Sumber : Laboratorium Kimia Analitik UGM, 2012)
4.2.
Rencana Campuran Adukan Beton
Hasil perhitungan kebutuhan bahan tiap 1 m3 rencana campuran adukan beton (menggunakan standar Dinas Pekerjaan Umum: SK SNI T-15-1990-03) adalah: a. Air = 210 liter b. Semen = 525 kg c. Pasir = 523,05 kg d. Kerikil = 1061,95 kg Kebutuhan bahan untuk setiap variasi adalah 3 benda uji. Total benda uji yang dibuat adalah 30 buah untuk pengujian kuat kejut. Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 menunjukkan kebutuhan bahan untuk pembuatan adukan setiap variasi. Tabel 4.6. Kebutuhan Bahan Untuk Setiap Adukan (3 Benda Uji) Kebutuhan Material Rencana Kode Benda Metakaolin Serat Air Semen Pasir Uji (kg) (kg) (%) (kg) (%) (kg) (liter) MGI-0-0.00 0 0 0 0 0.67 1.670 1.664 MGI-0-0.25 0 0 0.25 0.018 0.67 1.670 1.664 MGI-0-0.50 0 0 0.50 0.035 0.67 1.670 1.664 MGI-0-0.75 0 0 0.75 0.053 0.67 1.670 1.664 MGI-0-1.00 0 0 1.00 0.071 0.67 1.670 1.664 MGI-7.5-0.00 7.5 0.125 0 0 0.67 1.670 1.664 MGI-7.5-0.25 7.5 0.125 0.25 0.018 0.67 1.670 1.664 MGI-7.5-0.50 7.5 0.125 0.50 0.035 0.67 1.670 1.664 MGI-7.5-0.75 7.5 0.125 0.75 0.053 0.67 1.670 1.664 commit to user MGI-7.5-1.00 7.5 0.125 1.00 0.071 0.67 1.670 1.664
Kerikil (kg) 3.378 3.378 3.378 3.378 3.378 3.378 3.378 3.378 3.378 3.378
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Tabel 4.7. Kebutuhan Bahan Untuk Setiap Adukan (3 Benda Uji) + Margin 10% Kode Benda Uji MGI-0-0.00 MGI-0-0.25 MGI-0-0.50 MGI-0-0.75 MGI-0-1.00 MGI-7.5-0.00 MGI-7.5-0.25 MGI-7.5-0.50 MGI-7.5-0.75 MGI-7.5-1.00
Kebutuhan Material Takaran + Margin 10 % Metakaolin Serat Air Semen Pasir (kg) (kg) (%) (kg) (%) (kg) (liter) 0 0 0 0 0.73 1.837 1.830 0 0 0.25 0.019 0.73 1.837 1.830 0 0 0.50 0.039 0.73 1.837 1.830 0 0 0.75 0.058 0.73 1.837 1.830 0 0 1.00 0.078 0.73 1.837 1.830 7.5 0.138 0 0 0.73 1.837 1.830 7.5 0.138 0.25 0.019 0.73 1.837 1.830 7.5 0.138 0.50 0.039 0.73 1.837 1.830 7.5 0.138 0.75 0.058 0.73 1.837 1.830 7.5 0.138 1.00 0.078 0.73 1.837 1.830
Kerikil (kg) 3.716 3.716 3.716 3.716 3.716 3.716 3.716 3.716 3.716 3.716
4.3. Hasil Pengujian Slump Dari masing-masing variasi campuran adukan beton tersebut dilakukan pengujian slump. Nilai slump diperlukan untuk mengetahui tingkat workabilitas dari campuran beton. Hasil pengujian slump dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Hasil Pengujian Nilai Slump Benda Uji Metakaolin (%) Serat (%) 0 0.00 0 0.25 0 0.50 0 0.75 0 1.00 7.5 0.00 7.5 0.25 7.5 0.50 7.5 0.75 7.5 1.00
Nilai slump (cm) 6.8 7 5.8 5 4 6.7 6.1 5.5 5 4.5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Dari hasil pengujian nilai slump menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai slump seiring bertambahnya persentase serat dan metakaolin. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan serat dan metakaolin membuat nilai slump menjadi lebih kecil. Pada beton segar, serat yang ditambahkan akan menahan agregat agar tidak runtuh sehingga nilai slump turun, sedangkan metakaolin akan menyerap sebagian air sehingga nilai slump juga akan turun. Hubungan antara nilai slump beton normal dengan penambahan metakolin dan serat galvalum AZ 150 ditunjukkan pada Gambar 4.3.
8,0 7,0
NILAI SLUMP (cm)
6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 0
0,25
0,5 % SERAT
metakaolin 0%
0,75
1
matakaolin 7,5%
Gambar 4.3. Nilai Slump pada Berbagai Variasi Campuran.
4.4. Hasil Pengujian Kuat Tekan Berikut ini diberikan hasil pengujian kuat desak beton pada benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tingi 30 cm pada umur 28 hari sebagai perbandingan energy yang dapat diserap beton antara serapan perlahan (kuat tekan) dengan serapan tiba – tiba (kuat kejut). Hasil selengkapnya disajikan dalam Tabel 4.9 dan Gambar 4.4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Tabel 4.9. Hasil Pengujian Nilai Kuat Tekan Kode Benda Uji
Galvalum % Vtotal
KT - 0
0%
KT - 0,25
0,25%
KT - 0,50
0,50%
KT - 0,75
0,75%
KT - 1
1,00%
KTM - 0
0,00%
KTM - 0,25
0,25%
KTM - 0,50
0,50%
KTM - 0,75
0,75%
KTM - 1
1,00%
Metakaolin % Wsemen
Kuat Tekan F'c (Mpa) 33.3871 30.5577 31.1236 32.2553 33.3871 33.9530 36.4994 35.0847 34.5189 29.4259 34.5189 33.9530 31.6894 31.6894 29.4259 31.1236 33.9530 30.5577 32.8212 37.9142 31.1236 38.4800 35.6506 35.6506 31.1236 35.0847 33.3871 29.4259 35.0847 29.9918
0%
7,5%
Kuat Tekan Rata-rata (Mpa) 31.6894
33.1985
35.3677
32.6326
30.9349
31.8781
33.9530
36.5938
33.1985
31.5008
Kuat Tekan (Mpa)
(Sumber: Nugroho, 2012) 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 0%
0,25%
0,50% Kadar Serat
Metakaolin 0%
0,75%
1,00%
Metakaolin 7,5%
commit to user Gambar 4.4. Nilai Kuat Tekan pada Berbagai Variasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
4.5. Hasil Pengujian Kuat Kejut (Impact) Pengujian terhadap beban kejut ini menggunakan tiga buah benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 6 cm untuk tiap variasi. Pengujian dilakukan setelah umur beton mencapai 28 hari. Parameter yang perlu dicatat dalam pengujian ini adalah jumlah pukulan yang diperlukan hingga benda uji mengalami retak pertama dan jumlah pukulan yang diperlukan untuk membuat benda uji runtuh total. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.10 dan Tabel 4.11. Tabel 4.10. Jumlah Pukulan Saat Benda Uji Retak Pertama Kadar Metakaolin (%)
Kadar Serat (%) 0
0.25
0
0.5
0.75
1
0
0.25
7.5
0.5
0.75
1
Kode Benda Uji MGI-0-0.00-A MGI-0-0.00-B MGI-0-0.00-C MGI-0-0.25-A MGI-0-0.25-B MGI-0-0.25-C MGI-0-0.50-A MGI-0-0.50-B MGI-0-0.50-C MGI-0-0.75-A MGI-0-0.75-B MGI-0-0.75-C MGI-0-1.00-A MGI-0-1.00-B MGI-0-1.00-C MGI-7.5-0.00-A MGI-7.5-0.00-B MGI-7.5-0.00-C MGI-7.5-0.25-A MGI-7.5-0.25-B MGI-7.5-0.25-C MGI-7.5-0.50-A MGI-7.5-0.50-B MGI-7.5-0.50-C MGI-7.5-0.75-A MGI-7.5-0.75-B MGI-7.5-0.75-C MGI-7.5-1.00-A MGI-7.5-1.00-B MGI-7.5-1.00-C
commit to user
Jumlah Pukulan 36 30 38 45 39 38 50 42 52 35 44 40 28 33 25 29 46 37 48 39 51 55 50 66 47 37 58 40 24 29
Rata - rata 34.67
40.67
48
39.67
28.67
37.33
46
57
47.33
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Tabel 4.11. Jumlah Pukulan Saat Benda Uji Runtuh Total Kadar Metakaolin (%)
Kadar Serat (%) 0
0.25
0
0.5
0.75
1
0
0.25
7.5
0.5
0.75
1
Kode Benda Uji MGI-0-0.00-A MGI-0-0.00-B MGI-0-0.00-C MGI-0-0.25-A MGI-0-0.25-B MGI-0-0.25-C MGI-0-0.50-A MGI-0-0.50-B MGI-0-0.50-C MGI-0-0.75-A MGI-0-0.75-B MGI-0-0.75-C MGI-0-1.00-A MGI-0-1.00-B MGI-0-1.00-C MGI-7.5-0.00-A MGI-7.5-0.00-B MGI-7.5-0.00-C MGI-7.5-0.25-A MGI-7.5-0.25-B MGI-7.5-0.25-C MGI-7.5-0.50-A MGI-7.5-0.50-B MGI-7.5-0.50-C MGI-7.5-0.75-A MGI-7.5-0.75-B MGI-7.5-0.75-C MGI-7.5-1.00-A MGI-7.5-1.00-B MGI-7.5-1.00-C
commit to user
Jumlah Pukulan 37 31 40 47 41 39 54 44 54 37 47 42 31 35 27 30 47 38 50 40 53 58 52 70 49 39 61 43 26 31
Rata - rata 36
42.33
50.67
42
31
38.33
47.67
60
49. 67
33.33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
80
JUMLAH PUKULAN
70 60 50 40 30 20 10 0 0%
0,25 % 0,5 % 0,75 % Kadar Serat Galvalum AZ 150 metakaolin 0% metakaolin 7,5%
1%
Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Jumlah Pukulan Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum Saat Benda Uji Retak Pertama
80
JUMLAH PUKULAN
70 60 50 40 30 20 10 0 0%
0,25 % 0,5 % 0,75 % Kadar Serat Galvalum AZ 150 metakaolin 0%
1%
metakaolin 7,5%
Gambar 4.6. Grafik Perbandingan Jumlah Pukulan Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum Saat Benda Uji Runtuh Total
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4.6.
digilib.uns.ac.id 65
Analisis Data Hasil Pengujian
4.6.1. Analisis Hasil Pengujian Nilai Slump Workability merupakan faktor yang penting dalam pembuatan adukan beton. Workability yang memadai sangat diperlukan untuk memudahkan proses pengadukan, pengangkutan, penuangan, dan pemadatan. Tabel 4.8 dan Gambar 4.3 menunjukkan nilai slump pada beton turun seiring penambahan serat dan penambahan metakaolin. Hal tersebut menunjukan bahwa kemudahan pengerjaan pada beton normal (tanpa penambahan serat atau metakaolin) lebih tinggi dari beton dengan penambahan serat ataupun metakaolin. Hal ini disebabkan karena adanya serat pada beton segar sehingga agregat tertahan oleh adanya serat tersebut dan keruntuhan pada pengujian slump berkurang. Penambahan metakaolin yang mempunyai sifat dapat menyerap air sehingga berakibat air yang seharusnya digunakan untuk pasta akan lebih banyak berkurang. Keadaan demikian menyebabkan workability adukan beton menurun dan nilai slump juga rendah. 4.6.2. Analisis Data Hasil Pengujian Ketahanan Kejut Energi serapan dihitung berdasarkan jumlah pukulan yang mampu diterima benda uji hingga benda uji mengalami retak. Semakin banyak suatu beton menerima pukulan, maka energi yang diserap oleh beton akan semakin besar. Berikut ini adalah contoh perhitungan energi yang diserap oleh beton pada saat benda uji mengalami retak pertama: Energi serapan
= n x 2mgh
.......................................................... (4.1)
= 36 pukulan x 2 x 5 kg x 9,81 m/dt2 x 0,45m = 1587,6 joule Dengan: n
= jumlah pukulan berulang hingga benda uji retak
m
= 5 kg
h
= 45 cm = 0,45 m
g
= 9,81 m/dt2
Perhitungan selanjutnya dapat dilihat padatoTabel commit user 4.12 dan Tabel 4.13.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Tabel 4.12. Hasil Analisis Energi Serapan Saat Benda Uji Retak Pertama Kadar Metakaolin (%)
Kadar Serat (%) 0
0.25
0
0.5
0.75
1
0
0.25
7.5
0.5
0.75
1
Kode Benda Uji
Jumlah Pukulan
MGI-0-0.00-A MGI-0-0.00-B MGI-0-0.00-C MGI-0-0.25-A MGI-0-0.25-B MGI-0-0.25-C MGI-0-0.50-A MGI-0-0.50-B MGI-0-0.50-C MGI-0-0.75-A MGI-0-0.75-B MGI-0-0.75-C MGI-0-1.00-A MGI-0-1.00-B MGI-0-1.00-C MGI-7.5-0.00-A MGI-7.5-0.00-B MGI-7.5-0.00-C MGI-7.5-0.25-A MGI-7.5-0.25-B MGI-7.5-0.25-C MGI-7.5-0.50-A MGI-7.5-0.50-B MGI-7.5-0.50-C MGI-7.5-0.75-A MGI-7.5-0.75-B MGI-7.5-0.75-C MGI-7.5-1.00-A MGI-7.5-1.00-B MGI-7.5-1.00-C
36 30 38 45 39 38 50 42 52 35 44 40 28 33 25 29 46 37 48 39 51 55 50 66 47 37 58 40 24 29
commit to user
Energi Serapan (joule) 1587.6 1323 1675.8 1984.5 1719.9 1675.8 2205 1852.2 2293.2 1543.5 1940.4 1764 1234.8 1455.3 1102.5 1278.9 2028.6 1631.7 2116.8 1719.9 2249.1 2425.5 2205 2910.6 2072.7 1631.7 2557.8 1764 1058.4 1278.9
Energi Serapan Rata rata (joule)
Kenaikan (%)
1528.8
0
1793.4
17.31
2116.8
38.46
1749.3
14.42
1264.2
-17.31
1646.4
7.69
2028.6
32.69
2513.7
64.42
2087.4
36.54
1367.1
-10.58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Tabel 4.13. Hasil Analisis Energi Serapan Saat Benda Uji Runtuh Total Kadar Metakaolin (%)
Kadar Serat (%) 0
0.25
0
0.5
0.75
1
0
0.25
7.5
0.5
0.75
1
Kode Benda Uji
Jumlah Pukulan
MGI-0-0.00-A MGI-0-0.00-B MGI-0-0.00-C MGI-0-0.25-A MGI-0-0.25-B MGI-0-0.25-C MGI-0-0.50-A MGI-0-0.50-B MGI-0-0.50-C MGI-0-0.75-A MGI-0-0.75-B MGI-0-0.75-C MGI-0-1.00-A MGI-0-1.00-B MGI-0-1.00-C MGI-7.5-0.00-A MGI-7.5-0.00-B MGI-7.5-0.00-C MGI-7.5-0.25-A MGI-7.5-0.25-B MGI-7.5-0.25-C MGI-7.5-0.50-A MGI-7.5-0.50-B MGI-7.5-0.50-C MGI-7.5-0.75-A MGI-7.5-0.75-B MGI-7.5-0.75-C MGI-7.5-1.00-A MGI-7.5-1.00-B MGI-7.5-1.00-C
37 31 40 47 41 39 54 44 54 37 47 42 31 35 27 30 47 38 50 40 53 58 52 70 49 39 61 43 26 31
commit to user
Energi Serapan (joule) 1631.7 1367.1 1764 2072.7 1808.1 1719.9 2381.4 1940.4 2381.4 1631.7 2072.7 1852.2 1367.1 1543.5 1190.7 1323 2072.7 1675.8 2205 1764 2337.3 2557.8 2293.2 3087 2160.9 1719.9 2690.1 1896.3 1146.6 1367.1
Energi Serapan Rata rata (joule)
Kenaikan (%)
1587.6
0
1866.9
17.59
2234.4
40.74
1852.2
16.67
1367.1
-13.89
1690.5
6.48
2102.1
32.41
2646
66.67
2190.3
37.96
1470
-7.41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
3000
KUAT KEJUT (Joule)
2500 2000 1500 1000 500 0 0%
0,25 % 0,5 % 0,75 % Kadar Serat Galvalum AZ 150 metakaolin 0%
1%
metakaolin 7,5%
Gambar 4.7. Grafik Nilai Kuat Kejut Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum Saat Benda Uji Retak Pertama 3000
KUAT KEJUT (Joule)
2500 2000 1500 1000 500 0 0%
0,25 %
0,5 %
0,75 %
1%
Kadar Serat Galvalum AZ 150 metakaolin 0%
metakaolin 7,5%
Gambar 4.8. Grafik Nilai Kuat Kejut Terhadap Kadar Metakaolin dan Serat Galvalum Saat Benda Uji Runtuh Total
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
4.6.3. Analisis Data Hasil Pengujian Ketahanan Kejut Menggunakan Metode Regresi Polynomial Berikut ini disajikan grafik fungsi regresi polynomial ordo 2 untuk mengetahui persamaan hubungan antara kadar serat dan metakaolin dengan energi serapan benda uji. Dalam persamaan regresi, kadar serat dan metakaolin sebagai variabel bebas x dan nilai ketahanan kejut sebagai variabel terikat y . Y adalah persamaan yang menghasilkan nilai ketahanan kejut dengan memasukkan variabel bebas x dimana grafik regresi y melewati data hasil pengujian ketahanan kejut. R adalah koefisien korelasi yang mempresentasikan data - data hasil pengujian terhadap garis persamaan regresi y. Nilai R yang mendekati 1 semakin mempresentasikan bahwa data – data hasil pengujian mendekati garis regresi y dan data bersifat teratur. Nilai R yang mendekati 0 semakin mempresentasikan bahwa data – data hasil pengujian sifatnya tak teratur dan acak. Sebagai contoh fungsi y pada persamaan pada Gambar 4.9, nilai R=0,930. Misalkan akan dicari energi serapan pada kadar serat 0,33% dengan kadar metakaolin 7,5%, maka akan didapat nilai energi serapan dengan memasukkan harga 0,33% pada persamaan y. Pada kadar serat 0,33% saat retak pertama pada kadar metakaolin 7,5% memberikan nilai: Y
= -3561.(0,33)2 + 3361. (0,33) + 1583 = 2304,34 Joule.
Nilai tersebut adalah nilai perkiraan sesuai persamaan regresi Y dengan koefisien korelasi / kesesuaian 0,93. Sehingga nilai Perkiraan Y adalah berkisar antara: Y
= 2304,34 ± 2304,34.( 2304,34(1-0,93))
Y
= 2304,34 ± 161,3 Joule
Dari persamaan Y tersebut memberikan nilai perkiraan nilai energy serapan: Min Y = 2304,34 – 161,3 Joule
= 2143,04 Joule
Max Y = 2304,34 + 161,3 Joule commit = 2465,64 to userJoule
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Energi Serapan (Joule)
3000 y = -3561.x2 + 3361.x + 1583. R² = 0.930
2500 2000 1500
y = -2503.x2 + 2273.x + 1492. R² = 0.930
1000 500 0 0
0,25
0,5
0,75
1
Serat Galvalum (%) metakaolin 0%
metakaolin 7,5%
Poly. (metakaolin 0%)
Poly. (metakaolin 7,5%)
Gambar 4.9. Grafik Regresi Hubungan Nilai Energi Serapan Retak Pertama terhadap Kadar Serat dengan Kadar Metakaolin 0% dan 7,5% Grafik pada Gambar 4.9 menggunakan analisis regresi polynomial orde 2
sehingga diperoleh hubungan antara nilai energi serapan retak pertama dengan variasi serat yang menghasilkan persamaan sebagai berikut : Kadar metakaolin 0% retak pertama: y = -2503.x2 + 2273.x + 1492 ....................................................................... (4.1) R² = 0.930 Kadar metakaolin 7,5% retak pertama: y = -3561.x2 + 3361.x + 1583 ....................................................................... (4.2) R² = 0.930 Keterangan : y = Nilai Energi Serapan Retak Pertama (Joule) x = Serat ( % )
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
3000
y = -3729,x2 + 3588,x + 1624, R² = 0,921
Energi Serapan (Joule)
2500 2000 1500
y = -2604x2 + 2421.x + 1547. R² = 0.917
1000 500 0 0
0,25
0,5
0,75
1
Serat Galvalum (%) metakaolin 0%
metakaolin 7,5%
Poly. (metakaolin 0%)
Poly. (metakaolin 7,5%)
Gambar 4.10. Grafik Regresi Hubungan Nilai Energi Serapan Runtuh Total terhadap Kadar Serat dengan Kadar Metakaolin 0% dan 7,5% Grafik pada Gambar 4.10 menggunakan analisis regresi polynomial orde 2
sehingga diperoleh hubungan antara nilai energi serapan retak pertama dengan variasi serat yang menghasilkan persamaan sebagai berikut : Kadar metakaolin 0% runtuh total: y = -2604x2 + 2421.x + 1547 ....................................................................... (4.3) R² = 0.917 Kadar metakaolin 7,5% runtuh total: y = -3729.x2 + 3588.x + 1624 ....................................................................... (4.4) R² = 0.921 Keterangan : y = Nilai Energi Serapan Runtuh Total (Joule) x = Serat ( % )
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
37
Kuat Tekan (Mpa)
36 y = 4E-06x2 - 0.007x + 34.61 R² = 0.995
35 34
y = 3E-06x2 - 0.007x + 36.27 R² = 0.965
33 32 31 30 1200
1400
1600
1800
2000
2200
2400
2600
Energi Serapan (Joule) metakaolin 0%
metakaolin 7,5%
Poly. (metakaolin 0%)
Poly. (metakaolin 7,5%)
Gambar 4.11. Grafik Regresi Hubungan Nilai Energi Serapan Retak Pertama terhadap Nilai Kuat Tekan dengan Kadar Metakaolin 0% dan 7,5% Grafik pada Gambar 4.11 menggunakan analisis regresi polynomial orde 2
sehingga diperoleh hubungan antara nilai energi serapan retak pertama dengan variasi serat yang menghasilkan persamaan sebagai berikut : Kadar metakaolin 0% retak pertama: y = 4E-06x2 - 0.007x + 34.61 ....................................................................... (4.5) R² = 0.995 Kadar metakaolin 7,5% retak pertama: y = 3E-06x2 - 0.007x + 36.27 ....................................................................... (4.6) R² = 0.965 Keterangan : y = Kuat Tekan (MPa) x = Energi Serapan (Joule)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Kuat Tekan (Mpa)
37 36 y = 3E-06x2 - 0.005x + 32.74 R² = 0.989
35 34
y = 2E-06x2 - 0.005x + 34.80 R² = 0.958
33 32 31 30 1200
1400
1600
1800 2000 2200 Energi Serapan (Joule)
metakaolin 0% Poly. (metakaolin 0%)
2400
2600
2800
metakaolin 7,5% Poly. (metakaolin 7,5%)
Gambar 4.12. Grafik Regresi Hubungan Nilai Energi Serapan Runtuh Total terhadap Nilai Kuat Tekan dengan Kadar Metakaolin 0% dan 7,5% Grafik pada Gambar 4.12 menggunakan analisis regresi polynomial orde 2
sehingga diperoleh hubungan antara nilai energi serapan retak pertama dengan variasi serat yang menghasilkan persamaan sebagai berikut : Kadar metakaolin 0% runtuh total: y = 3E-06x2 - 0.005x + 32.74 ....................................................................... (4.7) R² = 0.989 Kadar metakaolin 7,5% runtuh total: y = 2E-06x2 - 0.005x + 34.80 ....................................................................... (4.8) R² = 0.958 Keterangan : y = Kuat Tekan (MPa) x = Energi Serapan (Joule) Dari Gambar 4.9 dan Gambar 4.10 menunjukkan kesimpulan bahwa adanya peningkatan kuat tekan disertai dengan peningkatan nilai kuat impact. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4.7.
digilib.uns.ac.id 74
Pembahasan Hasil Pengujian
4.7.1. Energi Serapan Impact Benda Uji Pengamatan pertama dilakukan terhadap adanya retak rambut atau retak yang terjadi pertama kali. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa energi serapan yang merupakan indikator penyerapan energi (kuat impact) yang terjadi meningkat seiring dengan ditambahkannya metakaolin pada kadar 7,5% dan serat galvalum sampai pada kadar optimum 0,5% kemudian terjadi penurunan kembali pada kadar serat melebihi 0,5%. Pada kadar metakaolin 0% (tanpa penambahan metakaolin), energi serapan yang dihasilkan pada beton normal adalah 1528,8 Joule. Pada penambahan serat 0,25% dan 0,5% terjadi peningkatan energi serapan berturut – turut sebesar 1793,4 Joule dan 2116,8 Joule atau kenaikan sebesar 17,31% dan 38,46%. Adanya peningkatan energi serapan ini disebabkan oleh reaksi mekanisme kinerja serat yang memberikan kontribusi besar menahan beton dari keretakan dan keruntuhan yang semakin baik dengan membentuk matriks komposit dalam beton. Penambahan serat pada campuran beton dapat menaikkan energi serapan beton dibandingkan dengan beton normal tanpa serat. Pada penambahan serat 0,75% dan 1% terjadi penurunan nilai energi serapan berturut – turut menjadi 1749,3 dan 1264,2 Joule atau 14,42% dan -17,31% dari beton normal. Pada penambahan serat sampai kadar 0,5%, energi serapan beton terus meningkat dikarenakan pada penambahan serat sampai 0,5% beton masih cukup mudah dikerjakan dan serat bersama pasta beton mampu membentuk matriks komposit dengan baik sehingga dihasilkan kepadatan yang baik dan kekuatan yang baik. Namun pada penambahan serat 0,75% dan 1% terjadi penurunan energi serapan karena pada penambahan kadar serat lebih dari 0,5% beton sudah mulai sulit dikerjakan dikarenakan penambahan serat pada kadar lebih dari 0,5% ke dalam beton akan mengacaukan matriks serat, kekuatan ikat antara serat dengan beton berkurang dan kepadatan beton berkurang sehingga kekuatan beton menurun. Pada kadar metakaolin 7,5%, energi yang dihasilkan pada penambahan serat 0%, commit to user 0,25%; 0,5%; 0,75% dan 1% menghasilkan energi serapan berturut – turut 1046,4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Joule, 2028,6 Joule 2513,7 Joule, 2087,4 Joule dan 1367,1 Joule atau terjadi peningkatan berturut – turut sebesar 7,69%; 32,69%; 64,42% dan 36,54% dan 10,58% dibandingkan dengan beton normal. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding beton tanpa metakaolin pada penambahan kadar serat yang sama. Hal ini terjadi karena metakaolin dapat mengikat kalsium hidroksida yang merupakan hasil samping dari proses hidrasi semen yang tidak memberikan kontribusi terhadap beton menjadi kalsium silikat yang mempunyai sifat perekat. Ukuran metakaolin yang lebih kecil dari semen akan mampu mengisi pori – pori beton sehingga rongga udara dalam beton menjadi minimal, rongga beton menjadi berkurang dan beton menjadi padat sehingga meningkatkan kekuatan beton. Pengamatan kedua terhadap keruntuhan total, dimana pada saat itu benda uji sudah melewati toleransi dalam menerima beban. Keruntuhan total dapat dilihat dari benda uji yang mengalami keretakan yang besar hingga terpecah menjadi 2 bagian atau lebih. Pada kadar metakaolin 0%, variasi penambahan serat sebesar 0%; 0,25%; 0,5%; 0,75% dan 1%, menghasilkan energi serapan berturut – turut sebesar 1587,6 Joule; 1866,9 Joule; 2234,4 Joule;1852,2 Joule dan 1367,1 Joule. Pada kadar metakaolin 7,5%, variasi penambahan serat sebesar 0%; 0,25%; 0,5%; 0,75% dan 1%, menghasilkan energi serapan berturut – turut sebesar 1690,5 Joule; 2102.1 Joule; 2646 Joule; 2190,3 Joule dan 1470 Joule. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa keruntuhan total memiliki pola yang sama dengan retak pertama. Keruntuhan total pada beton seiring dengan bertambahnya kadar serat hingga 0,5% (optimum) menunjukkan peningkatan selisih jumlah pukulan antara retak pertama hingga runtuh total. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan metakaolin 7,5% dan serat galvalum 0,5% adalah yang paling baik dibandingkan dengan persentase penambahan serat 0,25%; 0,75% dan 1%. Hal ini didasarkan pada penambahan metakaolin pada kadar 7,5% dan kadar serat galvalum 0,5% adalah yang memiliki kontribusi paling maksimal terhadap beton normal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
4.7.2. Mekanisme Kerja Metakaolin dalam Beton Pada proses hidrasi semen, semen yang bereaksi dengan air akan menghasilkan kalsium hidroksida yang tidak memberikan kontribusi terhadap kuat tekan atau durabilitas beton. Metakaolin yang ditambahkan akan bereaksi dengan kalsium hidroksida membentuk kalsium silikat hidrat (CSH) yang mempunyai sifat perekat sehingga beton semakin kuat. Metakaolin mengurangi penetrasi klorida sehingga resiko terjadi korosi pada beton yang bersentuhan langsung dengan klorida berkurang. Karena efek keuntungan pada kualitas pasta semen, metakaolin meningkatkan kuat tekan pada umur 28 hari. Dapat disimpulkan bahwa metakaolin dapat memperbaiki mutu beton karena pada saat proses hidrasi semen akan menghasilkan senyawa sisa (kalsium hidroksida) yang tidak mempunyai sifat seperti semen (mengeras) sehingga menyebabkan pori – pori yang terisi kalsium hidroksida tidak dapat mengeras. Setelah metakaolin bereaksi dengan kalsium hidroksida, beton menjadi padat dan mengeras merata. Metakaolin mempunyai unsur utama yang mendominasi yaitu SiO2 dan Al2O3. Penambahan metakaolin ini yang mempunyai sifat pozzolan mengakibatkan terjadinya reaksi antara Kalsium hidroksida / Ca(OH)2 dan silika (SiO2), sehingga berakibat terhadap perbaikan sifat beton tersebut. 4.7.3. Mekanisme Kerja Serat dalam Beton Dalam penelitian Wibowo, 2006, mekanisme kerja serat terletak pada adanya dowel action (aksi lekatan antar muka pada serat dengan beton) yang merupakan kobinasi dari pull-out resistance dan bending resistance. Dalam hal ini pull out resistance diartikan sebagai ketahanan tarik yang dimiliki oleh lekatan serat terhadap matrik beton sehingga memungkinkan terjadinya perpindahan tegangan (stress transfer) dari matrik beton ke serat atau dari serat ke beton, sedangkan bending resistance berkaitan dengan kelenturan dan keliatan serat sebagai tulangan mikro beton yang membantu menahan tegangan-tegangan dalam yang terjadi (tegangan normal dan regangan geser). Dengan adanya mekanisme dowel action dalam beton telah terbukti secara efektif mencegah terjadinya retakancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
retakan mikro pada beton sehingga mampu meningkatkan secara dramatis berbagai sifat mekanik beton. Untuk mengetahui mekanisme kerja serat dalam adukan beton secara bersamasama, yang dapat dijelaskan sebegai berikut : a.
Serat bersama pasta beton akan membentuk matrik komposit, dimana serat akan menahan beban yang ada sesuai dengan modulus elastisitasnya. serat beban
beban Gambar 4.13. Matriks Serat dalam Beton
b.
Pasta beton akan semakin stabil/kokoh dalam menahan beban karena aksi serat (fiber bridging) yang saling mengikat di sekelilingnya. beban
Gambar 4.14. Aksi Serat Bersama Pasta Semen c.
Serat akan melakukan aksi pasak (dowel action) sehingga pasta yang sudah retak dapat stabil / kokoh menahan beban yang ada.
beban
beban
serat retakan Gambar 4.15. Aksi Pasak dalam Beton
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 3 METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan pengujian di laboratorium dengan penggunaan metakaolin dan galvalum AZ 150 sebagai bahan tambah. Penelitian ini akan menyelidiki hubungan sebab akibat antara variable yang satu dengan yang lain dan membandingkan hasilnya dimana persentase metakaolin dan galvalum AZ 150 sebagai variabel bebas, sedangkan ketahanan kejut benda uji sebagai variabel tak bebas. Faktor – faktor yang lain seperti proporsi campuran, cara pemadatan, cara perawatan dan sebagainya dianggap yang tidak berpengaruh. Setelah benda uji untuk uji ketahanan kejut telah berumur 28 hari, dilakukan pengujian terhadap masing – masing benda uji menggunakan Alat Uji Kejut / Impact Testing Machine (ITM). Dari hasil pengujian terhadap benda uji diperoleh data yang berupa jumlah pukulan terhadap benda uji saat benda uji mengalami retak pertama dan runtuh total.
3.1.
Benda Uji Penelitian
Benda uji yang digunakan dalam penelitian kuat kejut menggunakan benda uji silinder berdiameter 150 mm dengan tinggi 60 mm disesuaikan dengan standar ACI 544.2R-89. Dalam pembuatan benda uji ketahanan kejut, persentase variasi jumlah serat galvalum AZ 150 yang dipakai terhadap volume total beton adalah sebesar 0%; 0,25%; 0,50%; 0,75% dan 1%, sedangkan untuk persentase variasi jumlah metakolin yang ditambahkan adalah 0% dan 7,5% terhadap berat semen. Masing – masing variasi terdiri dari kombinasi metakaolin dan galvalum yang masing – masing variasi dari kombinasi tersebut dibuat 3 buah benda uji. Cara perawatan (curing) terhadap benda uji ketahanan kejut pada penelitian ini dilakukan dengan perendaman menggunakan air biasa. Curing dilakukan selama 14 hari dan setelah benda uji berumur 28 hari, dilakukan pengujian terhadap benda uji ketahanan kejut. commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Perincian sampel benda uji dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Jumlah dan Kode Benda Uji Ketahanan Kejut No
Kombinasi Variasi Campuran Metakaolin(%)
Kode Benda Uji
Jumlah Benda Uji
Galvalum AZ 150 (%)
1
0
MGI-0-0.00
3
2
0,25
MGI-0-0.25
3
0,5
MGI-0-0.50
3
4
0,75
MGI-0-0.75
3
5
1
MGI-0-1.00
3
6
0
MGI-7.5-0.00
3
7
0,25
MGI-7.5-0.25
3
0,5
MGI-7.5-0.50
3
9
0,75
MGI-7.5-0.75
3
10
1
MGI-7.5-1.00
3
3
0
7,5
8
Jumlah sampel benda uji
30 sampel
t=60 mm
d=150 mm Gambar 3.1. Benda Uji Ketahanan Kejut.
3.2.
Bahan Penelitian
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: a.
Ordinary Portland Cement (OPC)
b. Pasir ukuran maksimum 4,75 mm c.
Kerikil alam ukuran maksimum 20 mm
d. Metakaolin e.
Serat Galvalum AZ 150 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3.3.
digilib.uns.ac.id 32
Tahap dan Prosedur Penelitian
Tahapan – tahapan pelaksanaan penelitian sebagai berikut : 1.
Tahap I Melakukan studi literatur serta mempersiapkan bahan dan alat uji penelitian.
2.
Tahap II Melakukan pengujian bahan yang akan digunakan dengan tujuan untuk mengetahui sifat dan karakterstik bahan.
3.
Tahap III Pada tahap ini dilakukan pekerjaan sebagai berikut : a.
Penetapan campuran adukan beton. Rencana proporsi campuran adukan beton dengan mix design sesuai standar SNI.
4.
b.
Pembuatan adukan beton.
c.
Pemerikasaan nilai slump.
d.
Pembuatan benda uji silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 60 mm
Tahap IV Melakukan perawatan terhadap benda uji dengan cara merendam benda uji pada hari ke – 2 selama 2 minggu kemudian benda uji dikeluarkan dari air dan diangin – anginkan sampai benda uji berumur 28 hari.
5.
Tahap V Melakukan pengujian ketahanan kejut beton pada umur 28 hari.
6.
Tahap VI Melakukan analisis data hasil pengujian untuk mendapatkan kesimpulan hubungan antara variabel – variabel yang diteliti dalam penelitian.
7.
Tahap VII Melakukan pengambilan kesimpulan dari hasil analisis pengujian yang berhubungan dengan tujuan penelitian.
Tahapan penelitian secara skematis dalam bentuk bagan alir ditunjukkan pada Gambar 3.2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Mulai
Persiapan
Air
Agregat Halus
Tahap I
Agregat Kasar
Uji Bahan:
Semen
Uji Bahan: - abrasi - specific gravity - gradasi -absorbsi
- kadar lumpur - kadar organik - specific gravity - gradasi - agregat SSD - absorbsi
Galvalum
Metakaolin
Uji Komposisi Bahan di Laboratorium
Tahap II Tidak
Tidak
Memenuhi syarat
Ya
Perhitungan Rancang Campur (Mix Design) Pembuatan Adukan Beton Tidak
Tahap III Uji Nilai Slump Ya Pembuatan Benda Uji Silinder d: 150 mm, t: 60 mm Perawatan (Curing)
Tahap IV
Pengujian Ketahanan Kejut
Tahap V
Analisis Data dan Pembahasan
Tahap VI
Kesimpulan dan Saran
Tahap VII
Selesai
Gambar 3.2. Diagram Alir Tahapan Penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3.4.
digilib.uns.ac.id 34
Alat Uji Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat uji sebagai berikut : 1.
Timbangan dengan kapasitas 2 kg dan 50 kg.
2.
Ayakan dengan ukuran diameter saringan 38,1 mm; 25 mm; 19 mm; 12,5 mm; 9,5 mm; 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,6 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; pan dan mesin penggetar ayakan (vibrator) yang digunakan untuk pengujian gradasi agregat.
3.
Oven dengan temperatur 220oC dan daya listrik 1500 W yang digunakan untuk mengeringkan agregat
4.
Conical mould dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm, tinggi 7,6 cm, lengkap dengan alat penumbuk. Alat ini digunakan untuk mengukur keadaan SSD agregat halus.
5.
Kerucut Abrams yang terbuat dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm, tinggi 30 cm, lengkap dengan tongkat baja penusuk yang ujungnya ditumpulkan dengan panjang 60 cm dan dimeter 16 mm. alat ini digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton
6.
Bekesting benda uji dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 60 mm digunakan untuk mencetak benda uji silinder beton untuk uji Impact.
7.
Bak air untuk merendam (merawat) benda uji selama perawatan.
8.
Impact Testing Machine digunakan untuk pengujian ketahanan kejut
9.
Peralatan pendukung: a.
Gelas ukur 250 ml untuk pengujian kadar Lumpur dan kandungan zat organik dalam pasir
b.
Gelas ukur 2000 ml untuk menakar air
c.
Cetok semen, ember,
d.
Alat tulis, penggaris, formulir penelitian
e.
Kamera Digital, stopwatch, dll
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3.5.
digilib.uns.ac.id 35
Pengujian Bahan Dasar Beton
Untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari material pembentuk beton maka dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap bahan – bahan pembentuk beton yang akan dipakai dalam mix design. Pengujian ini hanya dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar yang akan digunakan dalam campuran pembuatan benda uji ketahanan kejut. 3.5.1. Standar Pengujian Agregat Standar pengujian agregat halus adalah sebagai berikut : 1.
ASTM C 40
= Standar untuk tes kotoran organik dalam agregat halus
2.
ASTM C 117
= Standar untuk tes agregat yang lebih halus dari ayakan 75µm (No.200) dalam agregat halus dengan pencucian.
3.
ASTM C 128
= Standar untuk menentukan spesific gravity agregat halus
4.
ASTM C 136
= Standar penelitian untik analisis saringan agregat halus
Standar Pengujian Agregat Kasar adalah sebagai berikut : 1.
ASTM C 127
= Standar untuk menentukan spesific gravity agregat kasar
2.
ASTM C 131
= Standar penelitian untuk pengujian abrasi agregat kasar
3.
ASTM C 136
= Standar pengujian untuk analisis ayakan agregat kasar
3.5.2. Pengujian Agregat Halus 1.
Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus
Pasir sebagai agregat halus dalam campuran beton tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak karena akan mengakibatkan penurunan kekuatan beton yang dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna dari Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan ASTM C 40 dengan warna tidak gelap. Jika wana yang dihasilkan memberikan hasil jernih atau kuning muda, maka agregat halus dianggap memenuhi syarat ASTM C 40. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id 36
Tujuan : Mengetahui kadar zat organik dalam pasir.
b. Alat dan bahan antara lain : 1) Pasir kering oven 2) Larutan NaOH 3% 3) Gelas ukur 250 cc c.
2.
Cara Kerja : 1)
Mengambil pasir kering oven sebanyak 130 cc ke dalam gelas ukur.
2)
Menuangkan NaOH 3% hingga volume mencapai 200 cc.
3)
Mengocok selama 10 menit.
4)
Meletakkan campuran tersebut pada tempat terlindung selama 24 jam.
5)
Mengamati warna air yang ada pada gelas ukur. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus
Agregat halus yang umum dipergunakan sebagai bahan dasar beton adalah pasir. Kualitas pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan. Untuk itu maka pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan. Untuk itu maka pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya adalah pasir harus bersih dari kandungan lumpur. Lumpur adalah bagian dari pasir yang lebih halus dari 75 mikron (ASTM C 117). Syarat dari pemeriksaan kandungan lumpur adalah kandungan lumpur dalam agregat halus tidak boleh lebih dari 5 % sesuai dengan ASTM C 33-99 Tabel 1. Apabila kadar lumpur yang ada lebih dari 5% dari berat keringnya, maka pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai material penyusun beton. a.
Tujuan : Mengetahui kadar lumpur yang terkandung dalam pasir.
b. Alat dan bahan antara lain : 1) Pasir kering oven 2) Air bersih 3) Gelas ukur 250 cc 4) Oven listrik yang dilengkapi pengatur suhu commit to user 5) Timbangan
perpustakaan.uns.ac.id
c.
digilib.uns.ac.id 37
Cara Kerja : 1) Mengambil pasir sebanyak 250 gram 2) Mengeringkan pasir dalam oven dengan temperature 110o C selama 24 jam 3) Mengambil pasir kering oven sebanyak 100 gram lalu di masukkan ke dalam gelas ukur 250 cc. 4) Menuangkan air ke dalam gelas ukur hingga setinggi 12 cm di atas permukaan pasir. 5) Mengocok air dan pasir minimal 10 kali lalu membuang airnya. 6) Mengulangi langkah (5) hingga air dalam gelas ukur tampak jernih. 7) Memasukkan air ke dalam cawan lalu mengeringkannya dalam oven dengan temperatur 110o C selama 24 jam. 8) Setelah 24 jam cawan dikeluarkan dan diangin-anginkan hingga mencapai suhu kamar. 9) Menimbang pasir dalam cawan. 10) Menghitung kadar lumpur d engan Persamaan berikut: Â̜Ȗ̜Ϝ Υaj
Dengan:
3.
aϜ=
Ė3 Æ3 Ė3
100%
............................................... (3.1)
a1
= berat pasir kering oven (100 gram)
b1
= berat pasir kering oven setelah pencucian (gram)
Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus
Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume pasir yang diperlukan. Pengujian specific gravity agregat halus dengan berpedoman pada ASTM C 128-79. a.
Tujuan : 1) Mengetahui bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total. 2) Mengetahui bulk specific gravity SSD (Saturated Surface Dry), yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh kondisi kering permukaan dengan volume pasir total.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
3) Mengetahui apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan volume butir pasir. 4) Mengetahui daya serap air (absorbtion), yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering. b. Alat dan bahan antara lain: 1) Cawan 2) Volumetric flash. 3) Conical mould 4) Neraca 5) Pasir kering oven ±1000 gram. c.
Cara Kerja : 1) Membuat pasir dalam keadaan SSD dengan cara : a) Mengambil pasir yang telah disediakan. b) Memasukkan pasir dalam conical mould sampai 1/3 tinggi, kemudian ditumbuk dengan temper sebanyak 15 kali. c) Memasukkan lagi pasir ke dalam conical mould sampai 2/3 tinggi, kemudian ditumbuk lagi dengan temper sebanyak 15 kali. d) Memasukkan lagi pasir sampai penuh dan ditumbuk lagi sebanyak 15 kali. e) Memasukkan
pasir lagi sampai penuh
kemudian
diratakan
permukaannya. f)
Mengangkat conical mould sehingga pasir akan merosot. Bila penurunan pasir mencapai 1/3 tinggi atau 2,5 cm maka pasir tersebut sudah dalam keadaan kering permukaan (SSD).
g) Mengambil pasir dalam keadaan SSD sebanyak 500 gram. 2) Memasukkan pasir tersebut ke dalam volumetric flash kemudian tambahkan air sampai penuh dan mendiamkannya selama 24 jam. 3) Menimbang volumetric flash yang berisi pasir dan air tersebut, setelah 24 jam (c2). 4) Mengeluarkan pasir dari volumetric flash dan masukkan ke cawan degnan membuang air terlebih dahulu. Jika dalam cawan masih ada air keluarkan dengan menggunakan pipet. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
5) Memasukkan pasir dalam cawan ke dalam oven dengan suhu 110o C selama 24 jam. 6) Mengisi volumetric flash yang telah kosong dan bersih dengan air sampai penuh dan menimbangnya (b2). 7) Mendiamkan pasir yang telah dioven sampai mencapai suhu ruang kemudian menimbang pasir tersebut (a2). 8) Menganalisa hasil pengujian dengan Persamaan 3.2 s.d 3.5 sebagai berikut : =
Æ
Apparent Specific Gravity =
Æ
Bulk Specific Gravity
Bulk Specific Gravity SSD = Absorbtion dengan:
4.
=
Ė
Ė
100%
Æ
Ė
................................... (3.2) ................................... (3.3)
Ė
Ė
................................... (3.4) ............................................... (3.5)
a2
= berat pasir kering oven (gram)
b2
= berat volumetricflash berisi air (gram)
c2
= berat volumetricflash berisi pasir dan air (gram)
d2
= berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (500 gram)
Pengujian Gradasi Agregat Halus
Gradasi pada pasir sebagai agregat halus menentukan sifat workability dan kohesi dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat halus sangat diperhatikan. Pengujian gradasi agregat halus menggunakan standar pengujian ASTM C 136. Modulus kehalusan adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan butir pasir. a.
Tujuan : Mengetahui gradasi atau variasi ukuran butiran pasir dan persentase modulus kehalusannya.
b. Alat dan bahan antara lain : 1) Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 9.5 mm; 4.75 mm; 2.36 mm; 1.18 mm; 0.60 mm; 0.30 mm; 0.15 mm dan pan. commit to user 2) Mesin penggetar.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
3) Neraca. 4) Pasir kering oven 3000 gram. c.
Cara Kerja : 1) Menyiapkan pasir yang telah dioven sebanyak 3000 gram 2) Memasang ayakan dengan susunan sesuai urutan besar lubang dan yang terbawah adalah pan. 3) Memasukkan pasir ke dalam ayakan teratas kemudian ditutup rapat. 4) Memasang ayakan terisi tersebut pada mesin penggetar. 5) Memindahkan pasir yang tertinggal dalam masing-masing ayakan ke dalam cawan lalu ditimbang. 6) Menghitung persentase berat pasir tertinggal pada masing-masing ayakan. 7) Menghitung modulus kehalusan pasir dengan Persamaan 3.6 berikut ini : Modulus kehalusan =
........................................................... (3.6)
Dengan: a3
= Σ persentase kumulatif berat pasir tertinggal selain dalam pan
b3
= Σ persentase kumulatif berat pasir yang tertinggal
3.5.3. Pengujian Agregat Kasar 1.
Pengujian Pengujian Spesific Gravity Agregat Kasar
Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan variabel tersebut dapat dihitung volume dari agregat kasar yang diperlukan. Pengujian spesific gravity agregat kasar dalam penelitian ini menggunakan kerikil dengan
diameter
maksimal 20 mm. Standar pengujian yang digunakan pada pengujian specific gravity agregat kasar adalah ASTM C 127. a.
Tujuan : 1) Mengetahui bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat agregat kasar dalam kondisi kering dengan volume agregat kasar total. 2) Mengetahui bulk specific gravity SSD (Saturated Surface Dry), yaitu perbandingan antara berat agregat kasar jenuh kondisi kering permukaan commit to user dengan volume agregat kasar total.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
3) Mengetahui apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat agregat kasar kering dengan volume butir agregat kasar. 4) Mengetahui daya serap air (absorbtion), yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat agregat kasar kering. b. Alat dan bahan antara lain : 1) Oven listrik 2) Bejana dan container 3) Air 4) Neraca 5) Agregat kasar c.
Cara Kerja : 1) Mencuci agregat lalu dimasukkan dalam oven dengan suhu 110o C selama 24 jam. 2) Mengambil agregat kasar kering lalu ditimbang sebanyak 3000 gram dan didiamkan hingga mencapai suhu ruang (a4). 3) Merendam agregat kasar dalam air selama 24 jam, lalu dikeringkan dengan kain lap agar permukaan agregat kering, kemudian menimbang agregat tersebut (b4). 4) Memasang container pada neraca, lalu menuangkan container dalam bejana hingga container terendam seluruhnya dan mengatur posisi agar neraca seimbang. 5) Memasukkan agregat kasar dalam container hingga seluruhnya terendam air. 6) Menimbang agregat kasar tersebut (c4). 7) Menganalisis hasil pengujian dengan Persamaan 3.7 s.d 3.10 sebagai berikut : Bulk Specific Gravity Bulk Specific Gravity SSD Apparent Specific Gravity Absorbsion
=
Æ
Ė
Ė
=
Æ
=
Ė
=
100%
Æ
Ė
................................... (3.7)
Æ
................................... (3.8)
Ė
................................... (3.9) ............................................... (3.10)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Dengan:
2.
a4
= berat agregat kasar kering (3000 gram)
b4
= berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan dilap (gram)
c4
= berat agregat kasar jenuh (gram)
Pengujian Gradasi Agregat Kasar
Gradasi pada pasir sebagai agregat kasar menentukan sifat pengerjaan dan sifat kohesi dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat kasar sangatlah diperhatikan. Pengujian gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian ASTM C 136. a.
Tujuan : Mengetahui gradasi atau variasi ukuran butiran kerikil dan persentase modulus kehalusannya.
b. Alat dan bahan antara lain : 1) Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 50 mm; 38.1 mm; 25.4 mm; 19.0 mm; 12.5 mm; 9.5 mm; 4.75 mm; 2.36 mm; 1.18 mm; 0.6 mm dan pan. 2) Mesin penggetar. 3) Neraca kapasitas 5 kg ketelitian 10 gr. 4) Agregat kasar kering oven 3000 gram. c.
Cara Kerja : 1) Menyiapkan agregat kasar yang telah dioven sebanyak 3000 gram. 2) Memasang ayakan dengan susunan sesuai urutan besar lubang dan yang terbawah adalah pan. 3) Memasukkan agregat kasar ke dalam ayakan teratas kemudian ditutup rapat. 4) Memasang ayakan terisi tersebut pada mesin penggetar dan digetarkan selama 5 menit, kemudian susunan ayakan diambil dari mesin penggetar 5) Memindahkan agregat kasar yang tertinggal dalam masing-masing ayakan ke dalam cawan lalu ditimbang. 6) Menghitung persentase berat agregat kasar tertinggal pada masingcommit to user masing ayakan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
7) Menghitung modulus kehalusan agregat kasar dengan Persamaan 3.11 : Modulus kehalusan =
........................................................... (3.11)
Dengan:
3.
a5
= Σ persentase kumulatif berat kerikil tertinggal selain dalam pan
b5
= Σ persentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal
Pengujian Abrasi Agregat Kasar
Agregat kasar harus memiliki ketahanan terhadap keausan akibat gesekan. Standar pengujian abrasi pada agregat kasar menggunakan ASTM C 131, dengan menggunakan mesin Los Angeles. Berat yang hilang akibat gesekan tidak boleh lebih dari 50%. a.
Tujuan : Mengetahui daya tahan agregat kasar terhadap keausan.
b. Alat dan bahan antara lain : 1) Mesin Los Angeles dan bola baja 2) Ayakan 3) Neraca. 4) Agregat kasar c.
Cara Kerja : 1) Mencuci agregat kasar dari kotoran dan debu yang melekat, kemudian dikeringkan dengan oven bersuhu 110o C selama 24 jam. 2) Mengambil agregat kasar dari oven dan membiarkannya hingga suhu kamar kemudian mengayak dengan ayakan 12.5 mm; 9.5 mm; 4.75 mm. Dengan ketentuan : lolos ayakan 12.5 mm dan tertampung 9.5 mm sebanyak 5 kg. Lolos ayakan 9.5 mm dan tertampung 4.75 mm sebanyak 5 kg. 3) Memasukkan agregat kasar yang sudah diayak sebanyak 10 kg ke mesin Los Angeles (a6). 4) Mengunci lubang mesin Los Angeles rapat-rapat lalu menghidupkan mesin dan mengatur perputaran mesin sampai 500 kali putaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
5) Mengeluarkan agregat kasar lalu disaring menggunakan saringan 2.36 mm (b6). 6) Menganalisa persentase berat yang hilang dengan Persamaan 3.12 : Persentase berat yang hilang = Dengan:
Ė
Ė
Æ
100%
....................... (3.12)
a6
= berat agregat kasar kering oven mula - mula (gram)
b6
= berat agregat kasar kering oven yang tertahan ayakan 2.36 mm setelah pengausan (gram)
3.6.
Perencanaan Campuran Beton
Perencanaan campuran beton yang tepat dan sesuai dengan proporsi campuran adukan beton sangat diperlukan untuk mendapatkan kualitas beton yang baik. Dalam penelitian ini digunakan rancang campur beton yang mengacu peraturan SK SNI T-15-1990-03 dengan kekuatan 30 Mpa pada umur 28 hari untuk persyaratan perencanaan rigid pavement minimum K-350 atau f’c = 29,05 MPa.
3.7.
Pembuatan Benda Uji
Langkah-langkah pembuatan benda uji dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Menyiapkan material (semen, agregat halus, agregat kasar, air, metakaolin dan serat galvalum AZ 150) dan peralatan yang akan digunakan untuk campuran beton.
2.
Menyiapkan cetakan berupa silinder dengan diameter 150 mm tinggi 60 mm.
3.
Menimbang masing-masing material sesuai dengan perhitungan mix design beton.
4.
Membuat adukan beton secara manual dengan menambahkan metakaolin dan serat galvalum az 150 dan mengaduk material yang telah ditimbang menggunakan cangkul atau cetok semen (serat galvalum AZ 150 disebar secara random) hingga homogen dengan urutan penuangan mulai dari agregat
5.
halus, semen, metakaolin, agregat kasar, air kemudian serat. commit to user Memeriksa nilai slump dari adukan beton tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id 45
Melakukan pengecoran dengan menuangkan adukan beton ke dalam cetakan dan dipadatkan setelah penuh kemudian permukaanyan diratakan.
7.
Membiarkab beton selama 24 jam agar mengeras kemudian cetakan dibuka dan diberi kode untuk identifikasi pada masing – masing sampel.
8.
Merawat beton dengan cara merendamnya dalam air selama 2 minggu dan diangin – anginkan sampai waktu pengujian umur beton 28 hari.
3.8.
Pengujian Nilai Slump
Slump beton adalah besaran kekentalan (viscocity) atau plastisitas dan kohesif beton segar. Menurut ASTM C 143/C 143M–98, cara pengujian nilai slump adalah sebagai berikut : 1.
Cetakan dan pelat dibasahi dengan kain basah
2.
Cetakan diletakkan diatas pelat dengan kokoh
3.
Cetakan diisi sampai penuh dalam 3 lapisan dimana tiap lapisan berisi kirakira ⅓ isi cetakan, kemudian setiap lapis ditusuk dengan tongkat pemadat sebanyak 25 x tusukan
4.
Segera setelah selesai penusukan, ratakan permukaan benda uji dengan tongkat dan semua sisa benda uji yang ada di sekitar cetakan harus disingkirkan
5.
Cetakan diangkat perlahan-lahan tegak lurus keatas
6.
Tinggi jatuh beton segar yang terjadi diukur setelah cetakan diangkat.
3.9.
Perawatan Benda Uji (Curing)
Pada masa pengikatan awal yaitu saat beton mulai mengeras, harus diadakan perawatan beton (curing). Perawatan ini dilakukan untuk menjamin agar proses hidrasi dapat berlangsung dengan baik dan proses pengerasan terjadi dengan sempurna sehingga tidak terjadi retak-retak pada beton dan mutu beton dapat terjamin. Perawatan ini dilakukan dengan cara merendam beton ke dalam bak air pada hari ke-2 setelah pembuatan benda uji selama 14 hari. Kemudian benda uji dianginanginkan sampai benda uji berumur 28 hari dan melakukan pengujian benda uji. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Perawatan ini tidak hanya dimaksudkan untuk mendapatkan kekuatan tekan beton yang tinggi tapi juga dimaksudkan untuk memperbaiki mutu dari keawetan beton, kekedapan terhadap air, ketahanan terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi struktur. Ada beberapa metode perawatan beton yang dapat dilakukan : 1.
Moist Curing, yaitu perawatan yang biasa dilakukan dengan merawat beton agar tetap basa dalam beberapa hari tertentu sejak pengecorannya.
2.
Steam Curing, yaitu perawatan dengan memberikan uap pada beton dalam suatu ruangan, kamar atau tempat khusus.
3.
Curing Compound, yaitu perawatan beton dengan cara melapisi permukaan beton dengan senyawa kimia.
Perawatan benda uji kejut dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Benda uji yang telah berumur 24 jam dilepas dari cetakan silinder.
2.
Selanjutnya benda uji direndam dalam bak air selama 14 hari seperti terlihat pada Gambar E.17 pada Lampiran E.
3.
Setelah benda uji direndam selama 14 hari, benda uji diangkat dan diangin – anginkan hingga berumur 28 hari dan siap dilakukan pengujian kuat kejut.
3.10. Pengujian Kuat Kejut (Impact) Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat beton berumur 28 hari. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya energi serapan yang diterima oleh benda uji sesudah terjadi tumbukan, besarnya energi tumbukan dihitung berdasarkan banyaknya jumlah pukulan. Benda uji yang digunakan adalah beton berbentuk silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 60 mm. Pengujian kuat kejut bertujuan untuk mengetahui jumlah pukulan yang diperlukan untuk membuat benda uji ini retak pertama kali sampai benda uji mengalami runtuh total. Retak pertama kali benda uji ditandai dengan adanya retak rambut pada permukaannya. Sedangkan benda uji dikatakan runtuh total jika sudah pecah atau commit to user terbelah. Pengujian ini menggunakan alat uji kejut atau ITM (Impact Testing
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Machine). Beban yang digunakan mempunyai berat 5 kg yang dijatuhkan dari ketinggian ± 45 cm. Langkah-langkah pengujian kuat kejut dalam penelitian ini adalah: 1.
Menyiapkan 1 set ITM (Impact Testing Machine) Manual.
2.
Meletakkan benda uji pada dudukannya.
3.
Memasang alat pemukul (hammer) untuk memposisikan jatuhnya beban.
4.
Menjatuhkan alat pemukul beberapa kali hingga benda uji retak pertama / retak rambut dan mengamati retak yang terjadi secara visual.
5.
Mencatat jumlah pukulan yang diperlukan hingga benda uji retak pertama.
6.
Menjatuhkan lagi alat pemukul beberapa kali hingga benda uji retak besar / runtuh total.
7.
Mencatat jumlah pukulan yang diperlukan hingga benda uji runtuh total.
Gambar 3.3. Alat Uji Manual Kuat Kejut (Impact)
3.11. Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan: 1.
Studi literatur (buku, skripsi, tesis, jurnal)
2.
Data hasil percobaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
3.12. Uji Normalitas Untuk menganalisis data suatu penelitan, digunakan uji normalitas untuk membuktikan bahwa benda uji dari suatu kelompok tertentu terdiri dari beberapa benda uji dari populasi yang terdistribusi normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan metode Sewart dan Lilliefors. 3.12.1. Uji Normalitas dengan Metode Sewart Langkah – langkah pengujian distribusi populasi dengan metode ini adalah sebagai berikut: 1.
Menentukan kuat kejut benda uji rata – rata
X=
33 3
3
Dengan X
2.
= kuat kejut benda uji rata – rata (Mpa)
X11
= kuat kejut benda uji variasi pertama pengujian ke 1 (Mpa)
X12
= kuat kejut benda uji variasi pertama pengujian ke 2 (Mpa)
X13
= kuat kejut benda uji variasi pertama pengujian ke 3 (Mpa)
n
= jumlah benda uji
∑
Dengan S
(
)
.....................................................................
(3.14)
= simpangan baku
Xi
= kuat kejut benda uji (Mpa)
X
= kuat kejut benda uji rata – rata (Mpa)
n
= jumlah benda uji
Mencari kontrol batas atas dan batas bawah (UCL dan LCL) UCL = + LCL = −
Dengan X
4.
(3.13)
Menentukan simpangan baku (S) S=
3.
.....................................................................
√
√
.....................................................................
(3.15)
.....................................................................
(3.16)
= kuat kejut benda uji rata – rata (Mpa)
S
= simpangan baku
n
= jumlah benda uji
Distribusi dianggap normal jika benda LCL < X < UCL dan sampel dapat commit to user diterima. Hasil perhitungan selengkapnya bisa dilihat pada Lampiran C.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
3.12.2. Uji Normalitas dengan Metode Lilliefors Dalam pengujian normalitas data menggunakan metode Liliefors, semua sebaran data kelompok benda harus bersifat normal. Dari hasil analisa data menggunakan metode ini, sebaran data semua benda uji masih bersifat normal. Berikut tata cara dan langkah-langkah perhitungan untuk uji normalitas metode Liliefors, dengan data jumlah pada saat retak pertama dan pada saat runtuh total untuk masing-masing variasi. Tata cara dan langkah-langkah perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Menentukan jumlah pukulan rata-rata saat beton mengalami retak pertama (X) =
3
.................................................................................
(3.17)
2. Menentukan simpangan baku (S) =
∑ 3 Ǵ
.................................................................................
(3.18)
.............................................................................................
(3.19)
3. Menentukan Zi V =
4. Menentukan F(Zi),dengan mencari harga zi berdasarkan lampiran C Tabel C.9: F(Z1) = 0,5 + zi .................................................................................. (3.20) 5. Menentukan S(Zi), di mana : (V ) =
ÆĖǴšĖ ǴšĖ 3,
,
,…………, Ǵ
šĖǴ
.............................................
(3.21)
6. Menentukan harga mutlak selisih antara F(Zi ) dengan S(Zi) harga mutlak selisih = [F(Z1) - S(Z1)]
.............................................. (3.22)
7. Menentukan Lo, di mana Lo merupakan harga terbesar diantara harga-harga mutlak F(Zi) dengan S(Zi) 8. Menentukan Lcr, berdasarkan Lampiran C Tabel C.8 dengan menggunakan taraf nyata = 0,05 9. Membandingkan Lo dengan Lcr. Bila benda uji mempunyai nilai Lo < Lcr, maka sebaran kelompok data uji berdistribusi normal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
3.13. Analisis Data dan Pembahasan Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam proses pengolahan data yang diperoleh dari hasil pengujian ini dipakai sistem komputerisasi dengan microsoft excel untuk menyajikan data menjadi informasi yang lebih sederhana, mudah dimengerti dan dipahami oleh setiap pembaca yang kemudian dilakukan pembahasan guna menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai kuat kejut beton normal ditambah metakaolin dan serat galvalum AZ 150 pada variasi campuran yang telah ditentukan, kemudian menganalisis perbedaan hasilnya. Menyimpulkan kecenderungan dari hasil nilai kejut beton normal ditambah metakaolin berserat galvalum AZ 150.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
Pada tahapan hidrasi pasta semen, suatu butiran sangat halus hasil hidrasi disebut gel membentuk rangkaian tiga dimensi yang saling merekat satu sama lain secara acak dan kemudian sedikit demi sedikit mengisi ruangan yang semula ditempati air. Sejumlah bahan tersedia dalam bentuk tepung, yang dapat digunakan untuk menambah karakteristik kohesif dari beton. Kekuatan mortar akan bertambah jika kandungan pori dalam mortar semakin kecil. Semakin tinggi angka pori dalam beton akan menyebabakan turunnya kekuatan beton. Penambahan metakaolin dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan beton dengan memperkecil angka pori pada beton. Pemakaian metakaolin sebagai bahan tambah semen pada kadar tertentu dapat meningkatkan kekuatan beton. Peran metakaolin dalam beton adalah: 1. Sebagai pengisi pori (filler). Ukuran metakaolin yang sangat kecil (lebih kecil dari semen) memungkinkan metakaolin untuk mengisi pori – pori sehingga akan mengurangi porositas beton 2. Mempercepat reaksi hidrasi pada semen. 3. Sebagai Pozzolanic reaction dalam semen antara kalsium hidroksida dan asam silikat sehingga beton yang terbentuk lebih tahan terhadap serangan asam dan sulfat yang terjadi. Hasil penelitian oleh Gold dan Shirvil menunjukkan pemakaian metakaolin pada kadar optimum berada pada kisaran antara 5% - 10% (terjadi peningkatan kekuatan pada penambahan kadar dari 5% ke 10%). Penambahan kadar melewati 10% tidak memberikan peningkatan kekuatan (Ryle, 1999). Keadaan ini dapat dianalisis bahwa nilai optimum kadar metakaolin terjadi dibawah 10%. commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Dalam penelitian Ervina, 2007, penambahan metakaolin pada campuran beton ringan berserat alumunium dengan kadar 10% mengakibatkan penurunan KIC yang disebabkan oleh reaksi antara metakaolin dan semen yang justru mengacaukan matrik serat, sehingga energi yang disumbangkan untuk menahan terjadinya retakan menjadi berkurang. Dalam penelitian Ernawati, 2009, penambahan metakaolin dengan kadar 7,5% mengakibatkan penurunan nilai K IC relatif lebih kecil dibandingkan penelitian Ervina. K IC adalah suatu sifat untuk mengukur ketahanan / ketangguhan material pada retakan getas ketika terjadi retakan bidang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka ditambahkan metakaolin dengan kadar 7,5% dari berat semen dengan pertimbangan pengaruh terhadap nilai K IC yang relatif lebih kecil dibanding penggunaan kadar 10%. Sifat kurang baik dari beton , yaitu getas, yang tidak mampu menahan tegangan tarik, kejut dan momen lentur dapat diperbaiki dengan menambahkan fiber lokal pada adukan beton. Sejumlah laporan riset dan penggunan praktis beton serat menunjukkan bahwa untuk peningkatan kemampuan kontruksi umumnya digunakan serat baja dengan panjang sekitar 2 cm atau lebih. Penggunaan serat terbukti sangat efektif meningkatkan kemampuan lentur, daktilitas ketahanan menahan retak, ketahanan torsi dan ketahanan lelah (fatigue resistance). Dosis penggunaan serat umumnya adalah 0,25 - 2% takaran volume per meter kubik produksi beton. Dosis penggunaan serat yang sering digunakan terdiri dari: 1.
Fraksi volume rendah (volume serat < 1 % dari Volume beton)
2.
Fraksi volume sedang (volume serat 1% - 2% dari Volume beton)
3.
Fraksi volume tinggi (volume serat > 2% dari Volume beton)
Kuat tarik beberapa jenis serat dalam penelitian Bodja Suwanto, 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Sifat – sifat berbagai jenis kawat yang digunakan sebagai fiber No
Jenis Serat
1 2 3
Kawat Baja Kawat Bendrat Kawat Biasa
Kuat Tarik Perpanjangan saat (MPa) putus (%) 230 10.5 38.5 38.5 commit to user 25 30
Spesific grafity 7.77 6.68 7.7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Berdasarkan karakteristik Galvalum oleh SPCG Public Company Limited, kuat tarik Galvalum AZ 150 adalah 550 MPa (http://www.spcg.co.th/steel/en/ zincalume.php). Nilai kuat tarik tersebut setara dengan kekuatan baja BJTD 40. Hal
ini memberikan pertimbangan penelitian pada serat galvalum AZ 150 karena kekuatan yang baik dibanding serat lainnya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dalam penelitian ini menggunakan fraksi serat Galvalum volume rendah dengan kadar serat bervariasi 0%, 0,25%, 0,5%, 0,75% dan 1%. Penentuan kadar serat ini untuk mengetahui pada kadar serat berapa persen beton mencapai nilai kuat kejut maksimum mempertimbangan kemudahan pengerjaan / workability dengan rentang kadar pemakaian serat yang tidak terlalu jauh antar variasi untuk dijadikan sebagai variasi penambahan serat. Semakin tinggi volume serat, akan menurunkan workability. Semakin sulit beton dikerjakan, maka kepadatan beton tidak akan baik sehingga menurunkan kekuatan beton. Rasio kelangsingan, l/d dari serat adalah perbandingan antara panjang serat dengan
diameter serat. Semakin
kecil diameter, semakin
besar rasio
kelangsingannya. Hal ini berarti serat – serat tersebut semakin halus. Rasio kelangsingan
yang semakin
besar (diameter tidak terlalu
kecil) akan
mempengaruhi workability beton. Workability beton akan menurun dan kemungkinan beton akan keropos semakin besar. Perbandingan antara l (panjang serat) dan d (lebar serat) akan berpengaruh pada system pelaksanaannya. Untuk l/d<45, pencampuran serat ke dalam beton tidak memerlukan teknik tertentu. Apabila 45 < l/d < 100, pencampuran memerlukan teknik tertentu agar dapat homogen. Untuk l/d > 100 hampir tidak mungkin dilaksanakan agar homogen. Jalan keluarnya dengan membuat kelompok l/d diatas hanya untuk serat dengan penampang bulat (Zulaicha, 2009) Rasio serat yang digunakan pada serat dengan panjang 50 mm, lebar 2 mm dan tebal 0,8 mm dengan 50/2 = 25 lebih kecil dari 45 tidak diperlukan teknik tertentu agar homogen sehingga workability bisa dipertahankan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.
digilib.uns.ac.id 8
Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Beton Beton sederhana dibentuk oleh pengerasan campuran semen, air, agregat halus, agregat kasar (batu pecah atau kerikil), udara dan kadang – kadang campuran tambahan lainnya. Campuran yang masih plastis ini dicor ke dalam acuan dan dirawat
untuk
mempercepat
reaksi
hidrasi
campuran
semen-air
yang
menyebabkan pengerasan beton (Nawy, 1990). Beton normal adalah beton dengan berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan antara 15 sampai 40 MPa. Agregat yang digunakan dalam beton normal adalah agregat normal dengan berat jenis 2,5 sampai 2,7 yang biasanya berasal dari agregat granit, basalt, kuarsa dan sebagainya. (Tjokrodimuljo, 1996). Pembuatan beton dilakukan dengan cara mencampurkan bahan-bahan dasarnya yaitu semen, air, agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil) atau bahan tambahan pada perbandingan tertentu dengan memperhitungkan dengan seksama cara – cara memperoleh adukan beton segar yang baik agar menghasilkan beton keras yang baik pula. Beton segar yang baik adalah beton segar yang dapat diaduk, dapat diangkut, dapat dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadinya segregasi dan bleeding. Beton pada umumnya mengandung rongga udara sekitar 1% - 2%, pasta semen (semen dan air) sekitar 30% - 40% dan agregat (agregat halus dan kasar) sekitar 70% - 80% (Mulyono, 2003). Dalam adukan beton, air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen ini selain mengisi pori – pori diantara butiran-butiran agregat halus juga bersifat sebagai perekat atau pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat saling terekat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompak dan padat (Kardiyono, 1996 ).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
2.2.2. Beton Serat (Fiber Concrete) Beton serat ialah bahan komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lainnya yang berupa serat. Serat pada umumnya berupa batang – batang dengan diameter antara 5 sampai 500 mikro meter, dan panjang sekitar 25 mm sampai 100 mm. bahan serat dapat berupa : serat asbeston, serat tumbuhan (rami, bambu, ijuk), serat plastik (polypropylene) atau potongan kawat baja (Tjokrodimuljo, 1996). Penambahan serat adalah dengan memberi tulangan pada beton yang disebar merata ke dalam adukan beton dengan orientasi acak yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya retakan pada beton di daerah tarik akibat pengaruh pembebanan, pengaruh susut atau pengaruh panas hidrasi. Prinsip penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton yang disebar merata kedalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan – retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan. Keuntungan penambahan serat pada beton adalah: 1.
Serat terdistribusi secara acak di dalam beton pada jarak yang relatif sangat dekat satu dengan yang lainnya. Hal ini akan memberi tahanan terhadap tegangan berimbang ke segala arah dan memberi keuntungan material struktur yang disiapkan untuk menahan beban dari berbagai arah.
2.
Perbaikan perilaku deformasi seperti ketahanan terhadap impact, daktilitas yang lebih besar, kuat lentur dan kapasitas torsi yang lebih baik.
3.
Serat meningkatkan ketahanan beton terhadap formasi dan pembentukan retak.
4.
Peningkatan ketahanan pengelupasan (spalling) dan retak pada selimut beton akan membantu pada penghambatan korosi besi tulangan dari serangan kondisi lingkungan yang berpotensi korosi.
Dengan penambahan serat diharapkan dapat meningkatkan penyerapan energi, daktilitas, mengendalikan retak dan meningkatkan sifat deformasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Dengan penambahan serat ke dalam adukan beton, maka sifat-sifat struktural beton akan diperbaiki. Serat-serat di dalam beton bersifat mekanis, sehingga tidak akan bereaksi secara kimiawi dengan bahan beton lainnya. Serat membantu mengikat dan mempersatukan campuran beton setelah terjadinya pengikatan awal dengan semen. Tujuan penambahan serat yaitu untuk meningkatkan kuat tarik beton agar tahan terhadap gaya tarik yang diakibatkan pengaruh iklim, temperature dan perubahan cuaca yang dialami oleh permukaan yang luas. Penambahan serat itu sendiri dapat mereduksi retak-retak yang mungkin timbul akibat perubahan cuaca tersebut. Bermacam serat direkomendasikan untuk digunakan sebagai perkuatan beton, namun tipe serat secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 4 menurut ACI yaitu: 1. SFRC ( Steel Fiber Reinforced Concrete/beton diperkuat serat baja) 2. GFRC ( Glass Fiber Reinforced Concrete/beton diperkuat serat kaca) 3. SNFRC ( Synthetic Fiber Reinforced Concrete/beton diperkuat serat buatan) 4. NFRC ( Natural Fiber Reinforced Concrete/beton diperkuat serat alami) Karena sifat beton serat yang lebih tahan terhadap benturan daripada beton biasa, maka sering dipakai pada bangunn hidrolik, landasan pesawat udara, jalan raya dan lantai jembatan (Tjokrodimuljo, 1996) 2.2.3. Mekanisme Beton Serat Mekanisme kerja serat terletak pada adanya dowel action (aksi lekatan antar muka pada serat dengan beton) yang merupakan kombinasi dari pull – out resistance dan bending resistance. Sifat-sifat kurang baik dari beton, yaitu getas, praktis tidak mampu menahan tegangan tarik dan momen lentur dapat diperbaiki dengan menambahkan fiber lokal yang terbuat dari potongan – potongan kawat pada adukan beton. Penambahan serat sebagai bahan tambah pada beton normal merupakan sebuah solusi atas fenomena bahwa serat aluminium telah dapat meningkatkan kuat tekan, dengan meningkatkan kualitas matriknya baik karena proses fiber bridging, dowel action, dan aksi kompositnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Pasta beton akan semakin kokoh / stabil dalam menahan beban karena aksi serat (fiber bridging) yang ada di sekelilingnya. Serat akan berfungsi sebagai pasak sehingga pasta yang sudah retak tetap stabil / kokoh menahan beban. Sifat – sifat yang dimiliki beton serat adalah memiliki beban kejut yang lebih tinggi dari beton biasa dan kontribusi serat dalam beton dapat meningkatkan kuat kejut terutama untuk beton yang mempunyai serat panjang dan lurus, kuat kejutnya meningkat sesuai dengan konsentrasi serat. 2.2.4. Material Penyusun Beton 1.
Semen Portland
Semen sebagai salah satu unsur penyusun beton yang mempunyai fungsi dan peran yang penting di dalam beton dalam merekatkan butir – butir agregat agar terbentuk suatu massa yang padat dan berfungsi juga untuk mengisi rongga – rongga di antara butiran agregat yang digunakan. Semen Portland dikenal pertama kali pada tahun 1824 oleh Joseph Aspadin yaitu dengan membakar campuran batu kapur dengan tanah liat sampai suhu cukup tinggi, kemudian ditumbuk halus. Karena warnanya berupa abu – abu seperti batuan yang ada di pulau Portland, maka dinamakan Semen Portland. Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat – silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan. Semen ini memiliki sifat adesif maupun kohesif sehingga mampu merekatkan butir – butir agregat agar terjadi suatu massa yang rapat dan dapat mengisi rongga – rongga diantara butiran agregat. Sifat – sifat dari semen yang paling penting adalah mengenai kehalusan butir, waktu ikat awal, panas hidrasi, dan berat jenis semen. Bahan dasar pembentuk semen portland terdiri dari bahan-bahan yang mengandung kapur, silika, alumina dan oksida besi. Semen Portland akan mengeras melalui suatu reaksi kimia dengan air yang disebut hidrasi, dimana hidrasi ini akan menghasilkan panas. Hidrasi ini menghasilkan pengikatan yang terjadi pada permukaan butir Trikalsium Aluminat, sehingga akan terjadi rekatan yang kuat antara agregat dalam campuran mortar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Komposisi kimia semen Portland pada umumnya terdiri dari CaO, SiO2, Al2O3 dan Fe2O3 yang merupakan oksida dominan. Sedangkan oksida yang lain jumlahnya hanya beberapa persen dari berat semen. Keempat oksida utama tersebut di dalam semen berupa senyawa C3S, C2S, C3A dan
C4AF dengan
perbandingan tertentu pada setiap produk semen, tergantung pada komposisi bahan bakunya. Susunan kimia pada semen portland dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Susunan Unsur Semen Portland Oksida Kapur (CaO) Silika (SiO2) Alumina (Al2O3) Besi (FeO2) Magnesia (MgO) Sulfur (SO3) Soda / potash (Na2O+K2O) (Sumber: Tjokrodimuljo,1996)
Persen (%) 60-65 17-25 3-8 0,5-6 0,5-4 1-2 0,5-1
Semen portland memiliki sifat – sifat yang dapat meningkatkan kekuatan. Sifat yang paling penting dari semen portland ini adalah mengeras melalui suatu reaksi kimia dengan air yang disebut hidrasi, dimana hidrasi ini akan menghasilkan panas. Hidrasi ini menghasilkan pengikatan yang terjadi pada permukaan butir Trikalsium Aluminat, sehingga akan terjadi rekatan yang kuat antara agregat dalam campuran mortar. Empat unsur yang paling penting dalam semen adalah: a. Trikalsium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO3 Senyawa ini mengalami hidrasi sangat cepat disertai pelepasan sejumlah besar panas, selain itu juga berpengaruh besar terhadap pengerasan semen terutama sebelum mencapai umur 14 hari. Senyawa ini juga kurang tahan terhadap agresi kimiawi, dan mengalami disintegrasi oleh sulfat tanah yang dapat menyebabkan retak-retak pada beton. b. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2 C2S bereaksi dengan air lebih lambat sehingga berpengaruh terhadap pengerasan semen setelah berumur lebih daricommit 7 hari to danuser memberikan kekuatan akhir. Unsur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
ini juga membuat semen tahan terhadap serangan kimia dan juga mengurangi besar susut pengeringan. c. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3 Senyawa ini mengeras dalam beberapa jam dengan melepas sejumlah panas. Kuantitas yang terbentuk dalam ikatan menentukan kekuatan beton pada umur 14 hari. Senyawa ini juga mudah bereaksi dengan sulfat sehingga menyebabkan terjadinya retak-retak pada beton. d. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.FeO2 Senyawa ini tidak terlalu mempengaruhi kekuatan dan sifat semen. C4AF hanya berfungsi mempercepat dan menyempurnakan reaksi pada dapur pembakaran proses pembentukan semen. Dari keempat unsur penyusun semen tersebut diatas point 1 dan 2 merupakan point yang paling dominan dalam memberikan sifat semen, karena mempunyai bagian lebih kurang 70 – 80 persen dari semen (Tjokrodimulyo, 1996). Perubahan komposisi kimia semen yang dilakukan dengan cara mengubah persentase 4 komponen utama semen dapat menghasilkan beberapa jenis semen sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Klasifikasi semen Portland di Indonesia (ASTM C 150-81) ditunjukkan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Jenis Semen Portland di Indonesia Jenis Semen
Karakteristik Umum Penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan Jenis I khusus seperti disyaratkan pada jenis-jenis lain Penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat Jenis II dan panas hidrasi sedang Penggunaannya menuntut persyaratan kekuatan awal yang Jenis III tinggi setelah pengikatan terjadi Penggunaannya menuntut persyaratan panas hidrasi yang Jenis IV rendah Penggunaannya menuntut persyaratan ketahanan yang Jenis V tinggi terhadap sulfat commit to user (Sumber: Tjokrodimuljo, 1996)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Senyawa kimia yang terkandung dalam semen merupakan bahan yang reaktif terhadap air. Apabila semen bercampur dengan air, maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi menghasilkan suatu pasta yang akan mengeras menurut waktu. Proses bereaksinya semen dengan air itulah yang dinamakan hidrasi semen. Reaksi hidrasi antara semen dan air sebagai berikut: 3CaO. SiO2 + 4H2O semen
+ air
CaO.SiO2.2H2O + 2Ca(OH)2 kalsium silikat hidrat (CSH) + kalsium hidroksida
Reaksi hidrasi ini berlangsung sangat lambat dan bertambah lambat sejalan dengan bertambahnya waktu. 2.
Agregat
Agregat sebagai salah satu bahan penyusun beton adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran bahan – bahan penyusun beton. Agregat ini menempati sekitar 70% – 80% dari total volume beton sehingga kualitas beton akan tergantung pada kualitas agregatnya. Bentuk, tekstur dan gradasi agregat mempengaruhi kelecakan, pengikatan dan pengerasan beton segar, sedangkan sifat fisik, kimia dan mineral mempengaruhi kekuatan, kekerasan dan ketahanan dari beton. Agregat yang digunakan untuk membuat beton harus bersih, keras, dan bergradasi baik serta mempunyai kestabilan kimiawi dan dalam hal – hal tertentu harus tahan aus serta tahan terhadap cuaca. Agregat umum dapat digolongkan menjadi 3 jenis: a.
Batu, untuk ukurat butiran lebih dari 40 mm.
b. Kerikil, untuk ukurat butiran antara 5 – 40 mm. c.
Pasir, untuk ukuran butir antara 0,15 – 5 mm.
Terdapat 2 agregat yang dibutuhkan sebagai bahan penyusun beton yaitu agregat halus dan agregat kasar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id 15
Agregat halus
Menurut SNI-03-2847-2002 disebutkan bahwa agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami batuan atau pasir dihasilkan oleh industri pemecah batu (artificial sand) dan mempunyai ukuran butiran terbesar 5,0 mm. Dalam pemilihannya agregat halus harus benar – benar memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Hal tersebut sangat berpangaruh pada kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus dikendalikan. Pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan. Batasan gradasi agregat halus dapat dilihat pada Tabel 2.4. Menurut ASTM C 33–99, syarat-syarat agregat halus adalah sebagai berikut : a.
Agregat halus dapat berasal dari pasir alam, pasir buatan atau kombinasi keduanya.
b. Analisis ayakan. Agregat halus digolongkan ke dalam batasan berikut: Tabel 2.4. Persyaratan Gradasi Agregat Halus ASTM C 33-99 Ukuran saringan (mm)
c.
Persentase lolos (%)
9.5 mm (3/8) 100 4.75 mm (4) 95-100 2.36 mm (8) 80-100 1.18 mm (16) 50-85 600 µm (30) 25-60 300 µm (50) 5-30 150 µm (100) 0-10 Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm atau No.200) dalam persen berat maksimum 1) Untuk beton yang mengalami abrasi sebesar 3%. 2) Untuk beton jenis lainnya sebesar 5%.
d. Modulus halus butir 2,3 – 3,12. e.
Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah dirapikan maksimum 3% commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
f.
digilib.uns.ac.id 16
Kadar zat organik yang ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan natrium sulfat (NaSO4) 3% tidak menghasilkan warna yang lebih tua dibanding warna standar. Jika warnanya lebih tua, maka ditolak kecuali : 1) Warna lebih tua timbul karena sedikit adanya arang lignit atau yang sejenis. 2) Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tekan beton yang dibuat dengan pasir standar silika hasilnya menunjukkan nilai lebih besar dari 95%.
g.
Kandungan arang dan lignit 1) Bila tampak permukaan beton dipandang penting (beton untuk diekspos) maksimum 0,5%. 2) Beton jenis lainnya maksimum 1-0,5%.
h. Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan dengan bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen, dimana penggunaan semen yang mengandung natrium oksida tidak lebih dari 0,6%. i.
Kekekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 10%, dan jika dipakai magnesium sulfat maksimum 15%.
Agregat halus dalam campuran beton sangat menentukan dalam hal kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus dikendalikan sehingga pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan. 4.
Agregat Kasar
Menurut SNI-03-2847-2002, agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi ‘alami’ dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm sampai 40 mm.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Agregat kasar sebagai bahan campuran untuk membentuk beton dapat berupa: a.
Kerikil adalah bahan yang terjadi karena hasil disintegrasi alami dari batuan dan terbentuklah agak bulat serta permukaannya yang licin atau diperoleh dengan cara meledakkan, memecah maupun menyaring.
b. Batu pecah (kricak) adalah bahan yang diperoleh dari batu yang dipecah menjadi pecahan-pecahan berukuran 4,80 – 70 mm. Butir-butirannya berbentuk tajam sehingga sedikit lebih memperkuat betonnya. Menurut ASTM C-33–99, syarat-syarat agregat kasar adalah sebagai berikut : a.
Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan dengan bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen, dimana penggunaan semen yang mengandung natrium oksida tidak lebih dari 0,6%.
b. Sifat fisika yang mencakup kekerasan agregat diuji dengan bejana Los Angeles. Batas ijin partikel yang berpengaruh buruk terhadap beton dan sifat fisika yang diijinkan untuk agregat kasar (Limits for Agregat Deleterious Substances and Physical Requirement of Coarse Aggregates for Concrete). c.
Ukuran maksimum nominal agregat kasar harus tidak melebihi : 1) 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, ataupun. 2) 1/3 ketebalan pelat lantai,ataupun. 3) 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan atau kawat-kawat, bundel tulangan, atau tendon-tendon prategang, atau selongsongselongsong
Sifat-sifat material beton sangat perlu untuk diketahui, karena dengan mengetahui sifat dan karakteristik dari bahan tersebut, kita dapat menentukan langkah-langkah yang diambil dalam menangani material beton tersebut. Sifat-sifat dari agregat kasar yang perlu untuk diketahui antara lain ketahanan (hardness), bentuk dan tekstur permukaan (shape and texture surface), berat jenis agregat (spesific gravity), ikatan agregat kasar (bonding), modulus halus butir (finenes modulus), dan gradasi agregat (grading). Batasan susunan butiran agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.5. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Tabel 2.5. Persyaratan Gradasi Agregat Kasar Menurut ASTM C 33-99 dengan Diameter maksimal agregat kasar dalam penelitian ini adalah 20 mm. Ukuran Saringan (mm) 25 mm (1) 19 mm (3/4) 12,5 mm (1/2) 9.5 mm (3/8) 4.75 mm (4) 2.36 mm (8)
5.
Persentase Lolos (%) 100 90-100 20-55 0-15 0-5
Air
Air merupakan bahan dasar penyusun mortar yang paling penting. Air yang digunakan dalam campuran mortar mempunyai fungsi untuk meningkatkan kelecakan dalam pembuatan mortar dan berperan penting dalam proses hidrasi. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan menyebabkan terjadinya pengikatan antara pasta semen dengan agregat, sedangkan fungsi lain sebagai bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Karena karakter pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka bukan perbandingan antara jumlah air terhadap total (semen + agregat) material yang menentukan, melainkan hanya perbandingan antara air dan semen pada campuran yang menentukan. Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak seluruhnya selesai. Sebagai akibatnya beton yang dihasilkan akan kurang kekuatannya (Nawy, 1990). Menurut SNI-03-2847-2002, dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut : a.
Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahanbahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
b. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam logam alumunium, termasuk air bebas yang terkandung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan. c.
Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan berikut terpenuhi : 1) Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama. 2) Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis (menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)” (ASTM C 109).
Kandungan air yang digunakan dalam campuran beton sebaiknya juga memenuhi persyaratan sebagai berikut (Tjokrodimuljo, 1996): a.
Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
b.
Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
c.
Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
d.
Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
2.2.5.
Sifat – sifat Beton
Sifat-sifat beton meliputi sifat fisik, kimia, mekanik baik yang dapat dilihat atau yang hanya dengan bantuan mikroskop. Tetapi dalam segi kondisi beton dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1.
Sifat - Sifat Beton Sebelum Mengeras (Fresh Concrete)
Tiga hal sifat penting yang perlu diketahui dari sifat – sifat beton segar adalah kemudahan dikerjakan, pemisahan kerikil (segregasi) dan pemisahan air (bleeding) (Tjokrodimuljo, 1996). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Hal penting yang perlu diketahui pada sifat-sifat beton segar adalah workabilitas atau kemudahan pengerjaan. Workabilitas adalah tingkat kemudahan pengerjaan beton dalam mencampur, mengaduk, menuang dalam cetakan dan pemadatan tanpa mengurangi homogenitas beton dan beton tidak mengalami bleeding (air yang mencuat ke permukaan) yang berlebihan untuk mencapai kekuatan beton yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya pengertian workabilitas dapat didefinisikan dengan istilahistilah sebagai berikut : a.
Mobilitas adalah kemudahan adukan beton untuk dapat mengalir dalam cetakan dan dituang kembali.
b. Stabilitas adalah kemampuan adukan beton untuk selalu bersifat homogen, selalu mengikat (koheren) dan stabil baik selama dikerjakan maupun digetarkan tanpa mengalami pemisahan agregat (segregasi) dan pemisahan air (bleeding) dari campuran beton. c.
Kompaktibilitas adalah kemudahan adukan beton untuk dipadatkan, sehingga mengurangi rongga-rongga udara dalam adukan.
d. Finishibilitas adalah kemudahan adukan beton untuk mencapai tahap akhir yaitu mengeras dengan kondisi yang baik. Menurut Tjokrodimuljo, 1996, unsur-unsur yang mempengaruhi sifat workability antara lain adalah berikut ini : a.
Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton, semakin banyak air yang dipakai semakin mudah beton segar ini dikerjakan.
b. Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan bertambahnya air campuran untuk memperoleh nilai fas tetap. c.
Gradasi campuran pasir dan kerikil, bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan.
d. Pemakaian butir-butir batuan yang bulat mempermudah cara pengerjaan beton. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
e.
digilib.uns.ac.id 21
Pemakaian butir maksimum kerikil yang dipakai juga berpengaruh terhadap tingkat kemudahan pengerjaan.
f.
Cara pemadatan adukan beton menetukan sifat pengerjaan yang berbeda. Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit jika dipadatkan dengan tangan.
Tingkat kemudahan pekerjaan (workability) berkaitan erat dengan tingkat kelecakan (keenceran) adukan beton. Semakin encer adukan, makin mudah pekerjaan. Untuk mengetahui tingkat keenceran adukan beton biasanya dilakukan percobaan slump atau slump test. Semakin besar nilai slump test berarti adukan beton semakin mudah dikerjakan. Pada umumnya nilai slump berkisar antara 25 – 125 mm seperti pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Penetapan Nilai Slump (SNI T-15-1990-03) Slump (mm) 25-75 25-90 50-75 50-125 75-150 2.
Penggunaan Beton yang Sesuai Pembetonan massal Pondasi telapan tidak bertulang, kaison, dan struktur bawah tanah Perkerasan jalan Dinding, pelat pondasi dan pondasi telapak bertulang Pelat, balok, kolom dan dinding
Sifat - Sifat Beton Setelah Mengeras (Hard Concrete)
Sifat mekanis beton keras dapat diklasifikasikan sebagai (a) sifat jangka pendek yang meliputikekuatan tekan, tarik dan geser dan kekakuan yang diukur dengan modulus ekastisitasnya (b) sifat jangka panjang yang diklasifikasikan dalam rangkak dan susut (Nawy, 1990). Kekuatan (strength) adalah sifat dari beton yang berkaitan dengan mutu dari beton tersebut untuk menerima beban dari luar. Ketahanan (durability) adalah gaya tahan beton terhadap suatu kondisi atau gangguan yang berupa gangguan dari dalam atau dari luar tanpa mengalami kerusakan selama bertahun-tahun. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Gangguan dari luar dapat berupa cuaca, suhu, korosi dan bahan kimia lainnya. Sedangkan gangguan dari dalam berupa reaksi kimia antara semen dengan alkali atau sering disebut ASR (Alkali Silica Reaction) yang jika terlalu banyak dapat menyebabkan beton retak. 2.2.6. Bahan Tambah 1.
Pengertian Bahan Tambah
Bahan campuran tambahan adalah bahan yang bukan air, agregat maupun semen yang ditambahkan ke dalam campuran sesaat atau selama pencampuran. Fungsi bahan ini adalah untuk mengubah sifat – sifat beton agar “menjadi cocok untuk pekerjaan tertentu atau ekonomis atau untuk tujuan lain seperti menghemat energy” (Nawy, 1990). 2.
Galvalum AZ 150
Galvalum / Zincalume adalah logam baja yang yang dilapisi (coating) dengan Aluminium dan Zinc, Dengan komposisi lapisannya: 55% Aluminium , 43.5% Zinc dan 1.5% Silikon. Bahan tersebut merupakan buatan PT.BLUESCOPE STEEL INDONESIA yang di olah dengan teknologi modern. Ini menyebabkan logam tersebut mudah di bentuk, berkekuatan tinggi, berumur panjang dan cocok untuk berbagai aplikasi keperluan bagunan dan manufaktur. Selain itu, juga menghasilkan memudahkan
permukaan yang pengecatan
bersifat
melekat
terhadap
cat,
sehingga
(http://sites.google.com/site/coilgalvalum/home/
spandeck). Galvalum juga tahan terhadap korosi, sehingga beton hasil campuran akan mempunyai durabilitas yang baik. Penelitian ini menggunakan serat galvalum AZ 150 yang merupakan galvalum dengan pelapisan alumunium – zeng yang paling tinggi untuk saat ini tapi tidak terlalu tebal, sehingga masih memungkinkan untuk dilakukan pemotongan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Gambar 2.1. Galvalum lembaran (http://www.alibaba.com/product-gs/302310248/zincalume_steel_sheet_coil.html)
Gambar 2.2. Susunan Lapisan Galvalum (http://www.spcg.co.th/steel/en/zincalume.php)
Gambar 2.3. Galvalum setelah di potong – potong Lapisan yang terdapat pada galvalum AZ-150: a.
Properti mekanis baja ( Steel Mechanical Properties ) Mutu baja : G 550 ( kuat tarik 550 Mpa / 5500 kg/cm2 )
b. Lapisan pelindung terhadap korosi ( Protektive Coating ) Lapisan pelindung seng dan aluminium ( Zincalume / AZ ) dengan komposisi Alumunium (AL) sebesar 55%, Seng (Zinc) sebesar 43,5 % dan Silicon Alloy ( Si ) sebesar 1,5 % (http://www.supertruss.com/spesifikasi-supertruss%C2%AE/ ) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Serat galvalum digunakan karena memiliki beberapa kelebihan antara lain: a.
Galvalum memiliki berat jenis lebih rendah dari pada serat baja (sehingga berat jenis beton tetap ringan)
b. Galvalum memiliki sifat mekanis (tidak mudah berkarat) yang cukup baik karena galvalum dilapisi dengan alumunium-zeng. Beberapa sifat dan perilaku beton yang dapat diperbaiki setelah penambahan serat adalah: a.
Kekuatan terhadap lentur, tarik dan kejut
b. Sifat daktilitas beton c.
Ketahanan terhadap keausan
d. Kekuatan geser beton Serat Galvalum AZ 150 mempunyai berat jenis sebesar 2,22 t/m3, tebal bervariasi antara 0,16 – 1,5 mm (http://www.alibaba.com/product-gs/302310248/zincalume_ste el_ sheet_coil.html).
3.
Metakaolin
Jika semen Portland dicampur dengan air, maka komponen kapur dilepaskan dari senyawanya. Banyaknya kapur yang dilepaskan sekitar 20% dari berat semen. Kondisi buruknya adalah mungkin terjadi pemisahan struktur yang disebabkan oleh lepasnya kapur dari semen. Situasi ini harus dicegah dengan menambahkan suatu mineral silika pada semen seperti pozzolan. Mineral yang ditambahkan ini bereaksi dengan kapur / kalsium hidroksida dengan adanya air membentuk bahan yang kuat yaitu kalsium silikat hidrat (Nawy, 1990). Menurut Mr. R. Ryle, metakaolin adalah pozzolan yang terbentuk dari pembakaran mineral kaolin. Ketika kaolin dibakar pada suhu 450oC terjadi reaksi dehydroxylation dan hasil hidrasi aluminosilicates diubah ke dalam material yang sebagian besar mengandung kombinasi aluminium, silikat dan oksigen secara kimia. Metakaolin terbentuk dalam kilns pada suhu antara 700 oC – 800 oC. Produk kalsinasi didinginkan dengan cepat dan dihancurkan menjadi bubuk halus commit to user (90% lebih halus dari 10µm). Metakaolin terbentuk dan mempunyai struktur yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
sangat tidak teratur. Karena struktur mentakaolin yang sangat tidak teratur, metakaolin akan bereaksi dengan sangat cepat dengan kalsium hidroksida yang terbentuk selama proses hidrasi portland semen. Proses kalsinasi kaolin menjadi metakaolin menurut reaksi kimia adalah sebagai berikut : Panas Al2 O3 SiO2 + 2H2O................................(2.1)
Al2 SiO3 (OH)4
Pada proses hidrasi semen, semen yang bereaksi dengan air akan menghasilkan kalsium hidroksida yang tidak memberikan kontribusi terhadap kuat tekan atau durabilitas beton. Metakaolin yang bereaksi terhadap kalsium hidroksida akan mempunyai sifat perekat sehingga beton semakin kuat. Metakaolin merubah struktur pori pada fase pasta dari beton dalam mengurangi porositas dan permeabilitas. Metakaolin mengandung SiO2 dan Al2 O3 yang merupakan unsur utama semen, sehingga dapat digunakan sebagai bahan tambah semen.
Kandungan SiO2 pada
metakaolin akan bereaksi dengan kapur (Ca(OH)2) hasil reaksi hidrasi semen yang akan menghasilkan kalsium silikat hidrat (CSH) yang memiliki sifat perekat. Reaksi yang terjadi akibat penambahan metakaolin adalah:
Kalsium hidroksida + silika + air = kalsium silikat hidrat (CSH) Ca(OH)2
+ SiO2 + H2O =
CaO · SiO2. 2H2O ................................(2.2)
Menurut Mr. R. Ryle FICT dalam ICT Yearbook 1999-2000, keuntungan penambahan metakaolin pada beton antara lain: a.
Meningkatkan kuat tekan.
b. Mengijinkan pengurangan jumlah penggunaan bahan pengikat c.
Mengurangi bleeding
d. Mengurangi susut kering e.
Mengurangi peningkatan temperature pada beton massa
f.
Meningkatkan ketahanan terhadap penetrasi ion klorida commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
g.
digilib.uns.ac.id 26
Meningkatkan ketahanan terhadap pengaruh sulfat, kondisi asam dan siklus beku dan cair
h. Mengurangi efek dari reaksi alkali – silika (ASR) i.
Meningkatkan workability
2.2.7. Kuat Kejut (Impact) 1.
Umum
Menurut ACI 544.2R-89, ketahanan kejut adalah ukuran energy yang dibutuhkan untuk menghancurkan benda uji dihitung dari energy sisa yang tersimpan dalam hammer setelah tumbukan dengan mengetahui jumlah pukulan pada pembebanan uji kejut berulang untuk menentukan tingkat kehancuran. 2.
Drop-weight Test
Pengujian yang paling sederhana dalam pengujian impact adalah metode pembebanan berulang tiba – tiba (drop-weight test). Pengujian ini memberikan hasil jumlah pukulan yang menyebabkan kehancuran benda uji. Jumlah ini memberikan perkiraan kualitatif dari energy yang diserap oleh benda uji pada saat mengalami kehancuran. (ACI 544.2R-89) Alat yang digunakan untuk pengujian terdiri dari standar manual beban hammer seberat 5 kg dengan benda uji telah berumur 7, 28 atau 90 hari. 3.
Pendekatan Perhitungan Energi Serapan
Beban kejut merupakan beban yang bekerja terhadap suatu struktur yang sifatnya dinamik dimana beban tersebut akan bekerja dan hilang dengan tiba – tiba. Beban kejut dihasilkan jika sebuah benda jatuh dari ketinggian tertentu mengenai struktur dibawahnya atau sebuah benda yang membentur struktur lain dengan tiba - tiba. Penyusunan sederhana dalam menghasilkan tegangan oleh beban impact W menurut Timoshenko, 1940, ditunjukkan pada Gambar 2.4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Gambar 2.4. Beban Kejut, Batang Prismatic Akibat Jatuhnya Beban W Selama impact, menghasilkan perpanjangan vertical batang AB yang terjepit pada titik A. Jika massa batang AB dan flange mn kecil dibandingkan dengan massa beban W, solusinya diperoleh dengan mengabaikan massa batang dan mengasumsikan bahwa tidak ada kehilangan energy selama impact. Setelah membentur flange mn, beban W melanjutkan bergerak ke bawah menyebabkan perpanjangan pada batang AB. Karena ketahanan batang AB, kecepatan pergerakan berkurang hingga nol. Pada keadaan ini, perpanjangan batang dan regangan adalah maksimum dan besarnya dihitung dengan asumsi bahwa kerja total dilakukan oleh beban W dirubah ke dalam energy tegangan pada batang AB. Jika δ merupakan perpanjangan maksimum, kerja yang dilakukan oleh beban W adalah W(h+δ) dengan W = m.g Energy tegangan pada batang AB diberikan oleh Persamaan 2.3 berikut: U=
î. .
.......................................................................................... (2.3)
Lalu persamaan untuk menghitung δ adalah: W(h+δ) =
î. .
....................................................................... (2.4)
Persamaan kuadratik diatas dapat dipecahkan untuk mencari akar positif yaitu : 2. − 2. .= .=
2 . + î
+ :
. . . − 2.
. ℎ. = 0
2 . + 8. 2. 22
î
δ = δst + :δst +
+
1 g
.
. δ3Ǵ . v
î
. ℎ.
. ( 2gh)
2
........................................................... (2.5) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
dengan: δst
=
digilib.uns.ac.id 28 .
î.
(hukum hook) ........................................................... (2.6)
δst = adalah perpanjangan statis pada batang oleh beban W v
= 2 ℎ adalah kecepatan jatuh W saat membentur flange mn.
Jika beban W diletakkan pada bagian penyangga flange mn tanpa kecepatan awal, tak ada energy kinetik pada awal perpanjangan batang. Pada kasus tegangan statis, kita misalkan penerapan berangsur – angsur dari beban W dan konsekuensinya ada keseimbangan antara beban aksi dan gaya tahan elastisitas pada batang AB. Pada penerapan beban W secara tiba – tiba, perpanjangan pada batang dan tegangan pada batang AB pada awalnya nol dan tiba – tiba beban W mulai dijatuhkan pada aksi karena berat beban W. pada pergerakan ini, gaya tahan batang AB berangsur – angsur meningkat sampai mendekati W ketika pemindahan vertikal dari berat W adalah δ3Ǵ .
Pada saat ini, beban mempunyai beberapa energy kinetik didapat selama perpindahan δ3Ǵ dan terus bergerak ke bawah sampai kecepatan v = nol karena gaya tahan batang AB. Perpanjangan maksimum untuk kondisi ini diperoleh dari Persamaan 2.5 dimana kecepatan sama dengan nol. δ4m = δst + :δst + δ4m = δst + δst
δ4m = 2 δst
. δ3Ǵ . v dengan v = 0 ....................................................................... (2.7)
Beban yang tiba – tiba diterapkan karena kondisi dinamis, menghasilkan defleksi 2 kali besarnya dari yang diperoleh ketika beban W diterapkan berangsur – angsur. Hal ini ditunjukkan dalam grafik pada Gambar 2.5.
commit to user Gambar 2.5. Diagaram Tegangan – Regangan Akibat Beban Impact W
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Garis miring OA adalah diagram tegangan untuk batang pada Gambar 2.4. Untuk tiap perpanjangan seperti OC, area AOC memberikan energy tegangan pada batang. Garis horizontal DB adalah pada jarak W dari δ axis dan area ODBC memberikan kerja yang dilakukan oleh beban W selama perpindahan OC. Saat δ menyamai δst, kerja yang dilakukan oleh beban W diwakili pada gambar oleh area segiempat ODA1C1. Pada waktu yang sama, energy yang tersimpan pada batang diberikan pada area segitiga OA1C1 yang hanya setengah dari area segiempat. Setengahnya lagi dari kerja yang dilakukan, ditransformasikan ke dalam energy kinetik pada beban W yang bergerak ke bawah. Karena beban W mempunyai kecepatan, beban W bergerak terus dan berhenti saat jarak δ = δst dari kondisi awal. Pada keadaan ini, kerja total yang dilakukan oleh beban W digambarkan oleh segiempat ODBC sama dengan jumlah energy yang tersimpan pada batang yang diwakili oleh segitiga OAC. Kesimpulan dari penurunan rumus di atas, energy yang diserap oleh batang karena beban impact W terhadap batang AB yang diwakili oleh segitiga OAC berupa energy regangan adalah sebesar 2 kali lipat dari energy yang ditimbulkan jika terjadi pembebanan statis. Semua energy yang bekerja pada batang seluruhnya atau sebagian besar ditransformasikan kedalam energy potersial regangan Ep. Emaks = 2 EP = n x 2.m.g.h ....................................................................... (2.8) dengan : Emaks = energi serapan ( joule ) n
= jumlah pukulan berulang
m
= massa beban yang dijatuhkan ( kg )
g
= gravitasi ( m / detik2 )
h
= tinggi jatuh ( m )
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Beton merupakan material bahan bangunan yang paling sering digunakan dalam pelaksanaan konstruksi suatu bangunan. Beton memiliki kekurangan yaitu mempunyai kuat tarik yang kecil. Untuk memperbaiki kuat tarik beton, salah satu metode yang dapat digunakan
adalah dengan menambahkan bahan tambah
berupa serat ke dalam beton tersebut. Beberapa penelitian yang dilakukan mengenai beton berserat, baik serat buatan (kawat bendrat) ataupun serat alami (ijuk, sabut kelapa), terbukti dapat meningkatkan kuat tarik beton. Campuran serat beton dengan bahan non fabrikasi (bahan di produksi bukan untuk difungsikan sebagai serat) terbukti dapat difungsikan sebagai pengganti bahan serat untuk beton. Penambahan serat dapat memperkecil kemungkinan terjadi segregasi, lebih daktail dan meningkatkan ketahanan terhadap benturan/impact (Mulyono, 2003). Galvalum merupakan logam yang mempunyai kuat tarik yang baik dan dapat difungsikan sebagai serat karena mampu dipotong sesuai dengan dimensi serat sesuai persyaratan. Disamping mudah didapatkan di pasaran, juga mudah dibentuk menjadi serat sebagai bahan tambah dalam pembuatan beton karena secara fisik tidak terlalu kaku dan mempunyai dimensi yang tipis. Penelitian
ini selain
menggunakan
serat
galvalum, juga menggunakan
penambahan metakaolin yang merupakan salah satu bahan yang bersifat pozolan sebagai bahan tambah pada persentase tertentu terhadap proporsi berat semen yang bertujuan untuk memperbaiki parameter – parameter mutu beton. Penambahan metakaolin bertujuan untuk mempercepat proses hidrasi semen dan sebagai pozzolan terhadap campuran beton. Metakaolin yang ditambahkan banyak mengandung SiO2(54,64%) dan Al2O3(42,87%) yang merupakan unsur utama commit to user semen berguna sebagai pereaksi hasil sampingan campuran semen dan air yaitu 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida akan mengeras saat bereaksi dengan metakaolin sehingga dapat menambah kekuatan beton. Metakaolin mempunyai ukuran partikel lebih kecil dari silica fume dan dapat berfungsi sebagai filler yaitu pengisi rongga beton. Metakaolin juga dapat menekan reaksi alkali – silika (ASR) dan mengurangi penetrasi klorida sehingga resiko terjadi korosi pada beton yang bersentuhan langsung dengan klorida menjadi berkurang. Karena beberapa kelebihan metakolin tersebut, metakaolin dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambah dalam pembuatan beton agar mempunyai kualitas yang lebih baik dibanding beton normal. Salah satu parameter kualitas untuk mengukur kekuatan beton dapat dilihat dari ketahanan beton terhadap beban kejut (impact). Ketahanan kejut (impact) merupakan energi total yang diperlukan untuk membuat beton retak menjadi beberapa bagian. Dalam penelitian ini akan dikaji terkait bagaimana pengaruh dari penambahan kedua material tersebut dalam campuran beton terhadap ketahanan terhadap beban kejut metode drop-weight impact dengan harapan kualitas beton setelah diberi kedua bahan tambah tersebut akan mempunyai kualitas yang lebih baik dibanding beton normal.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah terhadap penelitian ini yaitu: 1.
Bagaimana pengaruh penambahan metakaolin dan serat galvalum AZ 150 pada beton normal terhadap kuat kejut (impact).
2.
Berapa nilai optimum kadar serat galvalum AZ 150 yang digunakan agar dapat memberikan nilai kuat kejut maksimum.
1.3.
Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini agar lebih terarah dan tidak meluas maka perlu adanya pembatasan masalah sebagai berikut: 1.
Semen yang digunakan adalah semen tipe I (OPC).
2.
commit to usersesuai SK SNI T-15-1990-03. Mix Design rencana menggunakan metode
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id 3
Benda uji adalah silinder tanpa tulangan dengan diameter 150 mm dan tinggi 60 mm.
4.
Kadar serat galvalum AZ 150 yang ditambahkan adalah 0%; 0,25%; 0,50%; 0,75%; dan 1% dari volume total beton.
5.
Kadar metakaolin yang ditambahkan adalah 0% dan 7,5% dari berat semen.
6.
Agregat kasar yang digunakan adalah yang berbentuk pecah.
7.
Umur beton saat pengujian adalah 28 hari.
8.
Penelitian ini tidak membahas reaksi kimia yang terjadi akibat penambahan serat galvalum AZ 150.
1.4.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui pengaruh penambahan metakaolin dan serat galvalum AZ 150 pada beton normal terhadap kuat kejut (impact).
2.
Mengetahui nilai kadar optimum serat galvalum AZ 150 yang digunakan agar dapat memberikan nilai kuat kejut maksimum.
1.5.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah pengetahuan tentang pengaruh penambahan metakaolin dan penggunaan material serat non fabrikasi galvalum AZ 150 sebagai serat pada beton normal. Diharapkan dalam penelitian ini dapat diperoleh: 1.
Manfaat Teoritis : a. Memberikan konstribusi bagi perkembangan ilmu bahan dan struktur. b. Menambah pengetahuan mengenai kelebihan dan kekurangan penambahan metakaolin dan penggunaan material serat galvalum AZ 150 pada beton normal.
2.
Manfaat Praktis : a. Menambah alternatif bahan penyusun beton yaitu metakaolin dan galvalum AZ 150 untuk meningkatkan kualitas beton secara efektif. commit to user
serat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
b. Mengetahui kadar optimum serat galvalum AZ 150 yang ditambahkan untuk mendapatkan nilai – nilai penyerapan energi maksimum yang sesuai dengan persyaratan beton. c. Menambah pengetahuan dalam pemanfaatan metakaolin dan serat galvalum AZ 150 bagi masyarakat.
1.6.
Keaslian Penelitian
Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa, skripsi ini merupakan karya saya sendiri (ASLI), dan isi dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademis di suatu Institusi Pendidikan, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan/atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, Juni 2012
Januar Awal Prianto I 0107092
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Dari hasil pengujian, analisis data dan pembahasan mengenai kuat kejut beton normal dengan bahan tambah metakaolin dan serat galvalum AZ 150, dapat ditarik kesimpulan: 1.
Penambahan metakaolin dan galvalum dapat meningkatkan energi serapan pada beton. Pada penggunaan metakaolin 7,5%, nilai energi serapan pada beton lebih besar dibanding nilai energi serapan pada beton tanpa metakaolin untuk setiap kadar serat yang sama. Pada penggunaan serat galvalum, energi serapan juga meningkat hingga kadar optimum yaitu 0,5% baik dengan penambahan metakaolin maupun tanpa penambahan metakaolin.
2.
Nilai optimum kadar serat galvalum terdapat pada penambahan kadar serat 0,5% sebesar 2116,8 Joule saat retak pertama dan 2234,4 Joule saat runtuh total tanpa penambahan metakaolin. Nilai optimum kadar serat galvalum juga terdapat pada penambahan kadar serat 0,5% sebesar 2513,7 Joule saat retak pertama dan 2646 Joule saat runtuh total dengan penambahan metakaolin 7,5%.
5.2. Saran Untuk memperdalam kajian dari penelitian yang sudah dilakukan, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan yang merupakan pengembangan tema maupun metodologi. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut : 1.
Perlu dilakukan penelitian dengan penggunaan semen jenis lain (PPC atau PCC)
2.
Mix Design bisa menggunakan metode lain (PCA, ACI atau British Standard)
3.
Perlu dilakukan penelitian terhadap penambahan material lain atau pozzolan lain yang dapat meningkatkan ketahanan kejut beton.
4.
Perlu dilakukan penelitian dengan rancangan mix design yang berbeda, misalkan untuk beton mutu tinggi.
5.
Perlu dilakukan penelitian yang membahas reaksi kimia antara serat Galvalum AZ 150 dengan beton.
6.
commit to user Perlu dilakukan penelitian untuk kadar serat galvalum dan metakaolin yang berbeda. 78