Kajian Khusus
Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki M Alfan Alfian
abstract This paper reviews the phenomenon of Recep Tayyip Erdogan in the Turkish political scene, before he was elected as the President of the Republic of Turkey. Erdogan is the number one political figure who is phenomenal in the Age of Modern Turkey today, even icompared to Mustafa Kemal Atatürk. Erdogan political career started with the Refah Party under the leadership of Necmettin Erbakan. Activity in the Refah Party (Refah Partition, RP) propelled him into the spotlight and make him the mayor of Istanbul. Erdogan was a successful in ledading the Turkey’s major cities. His policies was very popular in the Turkish public. After postmodern coup in 1997 Erdogan protested the disbandment of Refah Party that was accused as anti-secular. Erdogan was imprisoned. But, he became even more popular. After this era, in 2000 with the leaders of post-Refah reformist faction, led by Abdullah Gül, he founded the Justice and Development Party (Adalet ve Kalkýnma Partition, AKP). The party become very popular, as the popularity of the hero: Recep Tayyip Erdogan. This paper wanted to see the history of political parties in power in Turkey and how Erdogan take part in it, then, perhaps becoming the limitations of this writing, it did not elaborate on the many criticisms to the leadership of Erdogan during his reign. About why Erdogan is seen as a leader who is “authoritarian” need a separate study. Description in this paper, mostly taken from the author dissertation.
M Alfan Alfian Dosen Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional dan Direktur Riset dan Publikasi Akbar Tandjung Institute, Jakarta. Kandidat Doktor Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan disertasi tentang militer dan politik di Turki.
Dari Erbakan Ke Erdogan: Silsilah Politik AKP
M
enyusul pembubaran RP pada Januari 1998 sebagai dampak kudeta 1997, para pendukungnya berinisiatif untuk mendirikan Partai Kebaikan (Fazilet Partisi, FP). Kelahiran FP pada Desember 1998 disertai hadirnya dua faksi penting, yakni reformis (yenilikçiler) dan tradisionalis 91
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
(gelenekçiler).1 Faksi reformis menekankan pentingnya generasi baru kepemimpinan partai. Abdullah Gül adalah tokoh utamanya. Gül didukung mantan walikota Istanbul Recep Tayyip Erdogan dan Walikota Ankara Melih Gökçek. Namun faksi ini terpinggir, karena faksi tradisionalis dengan Recai Kutan sebagai tokoh utamanya mendominasi kepengurusan. Pada 1999, faksi Gül seperti Cemil Çiçek, Ali Coskun, dan Abdülkadir Aksu, terdepak dari kepengurusan partai.2 Pada Kongres I FP, Mei 2000, Gül dikalahkan Kutan dengan skor suara 521 dan 633. Pasca-kongres, perpecahan tak terhindarkan. Gül dilaporkan ke komisi disiplin partai karena melakukan pertemuan dengan Deniz Baykal, pemimpin baru CHP. Setelah FP dibubarkan pada 22 Juni 2001, lagi-lagi karena tuduhan anti-sekuler, dua faksi tersebut memilih jalan politik berbeda. Faksi Kutan mendirikan Partai Kebahagiaan (Saadet Partisi, SP), sementara Gül dan limapuluh satu politisi lainnya bergabung dengan Recep Tayyip Erdogan mendirikan AKP.3
Kendatipun seluruh murid politiknya yang bergabung ke AKP tetap sangat menaruh hormat pada Necmettin Erbakan, 4 ia tetap memilih mendukung SP.5 Dalam Kongres Luar Biasa SP pada 2010, dalam usianya yang ke-84, Erbakan terpilih sebagai ketua umum partai tersebut. Ini menunjukkan bahwa dirinya seorang politisi sejati, penjaga tradisi Islamis di Turki. Kendatipun demikian pada saat yang sama SP pecah. Mantan ketua umumnya, Numan Kurtulmus membentuk Partai Suara Rakyat (Halkýn Sesi Partisi, HSP) pada November 2010, dan dalam perkembangannya pada September 2012, HSP bergabung dengan AKP. Fenomena ini menunjukkan garis politik Erbakan semakin dipandang tidak lagi sesuai dengan alam politik Turki. Kolomnis Mustafa Akyol, misalnya, mengungkapkan pandangannya, Banyak orang, termasuk saya, mengkritik Erbakan terlalu ambisius. Tetapi, barangkali itu merupakan usaha terakhirnya sebagai idealis berdedikasi pada jalannya. Saya mengatakan senada bahwa banyak orang dapat mengkritik Erbakan untuk banyak hal, tetapi
1
Banu Eligür, The Mobilization of Political Islam in Turkey, New York: Cambridge University Press, 2010, hal. 243. 2
Birol A. Yesilada, The Virtue Party, dalam Rubin, Barry dan Metin Heper (Ed.), Political Parties in Turkey, London: Frank Cass, 2002, hal. 68. 3
Birol A. Yesilada, The Virtue Party, dalam Rubin, Barry dan Metin Heper (Ed.), Political Parties in Turkey, hal. 68-69. 92
4
Perdana Menteri Erdoðan misalnya, harus membatalkan rencana kunjungannya ke Brussels menyusul wafatnya Erbakan pada 27 Februari 2011. “Necmettin Erbakan’s funeral expected to draw huge crowd,” Todays Zaman, 28 Februari 2011. 5
“84-year-old Erbakan elected Felicity Party leader,” Todays Zaman, 10 Oktober 2010.
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
Tabel 1.: PARTAI
Silsilah Partai-partai Islamis di Turki PERIODE
PEMIMPIN
PLATFORM
MNP
1 9 7 0 - 1 9 7 1 Necmettin Erbakan Nasional-komunitarian developmentalisme; Islamisme
MSP
1972-1980 Necmettin Erbakan Nasional-komunitarian developmentalisme; Islamisme
RP
1983-1998
Necmettin Erbakan Keadilan sosial; regulasi komunal pasar; Islamisme
FP
1997-2001
Recai Kutan
Islamisme; demokratisasi
SP
2001sekarang
Recai Kutan
Islamisme; nasionalisme
2010-2011 Necmettin Erbakan HSP
2010-2012
Numan Kurtulmus
Islamisme; nasionalisme
AKP
2001sekarang
Recep Tayyip Erdogan
Konservatisme; demokratisasi; reformasi pasar
Sumber : Tugal (2009)8 dan yang lain bukan pada ketekoran prinsip dan stamina. 6
Kehadiran AKP mempertegas karakter Islamis moderat.7 Pendekatan moderat sesungguhnya melekat
6
Mustafa Akyol, “In Memoriam: Necmettin Erbakan,” Hürriyet Daily News, 28 Februari 2011. 7
Tentang wacana pasca-Islamis, lihat kembali Bab I. Sementara konotasi Muslim moderat terkait dengan eksistensi kelompok Islam yang mampu berdampingan secara damai dengan kelompok lain yang berbeda keyakinan, mendukung demokrasi, menghargai kebebasan berpikir, penyelenggaraan pendidikan yang mengakui iman dan agama, dan mencegah penggunaan kekerasan atas nama Islam. Lihat, Helen Rose Ebaugh, The Gülen Movement, A Sociological of a Civic Movement Rooted in Moderate Islam, London dan New York: Springer, 2010, hal. 2.
pada setiap partai Islamis yang bercikal bakal Gerakan Milli Görüs yang diawali oleh MNP dan MSP pada 1970-an. Erbakan pernah membawa MSP berkoalisi dengan partai sekuler (CHP dan AP), ter-masuk ketika RP membentuk peme-rintahan Refahyol pada 1996. Hanya saja, isu-isu yang diangkat RP dinilai vulgar dalam mengusung agenda politik Islamis. Kebijakan ekonomi RP juga menjauh dari pendukung intinya, kelas menengah baru Anatolia. AKP hadir
8 Cihan Tugal, Passive Revolution: Absorbing the Islamic Challenge to Capitalism, California: Stanford University Press, 2009, hal. 43.
93
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki AKP memperlunak identitas dan agenda Islam setelah berkuasa karena tekanan dari militer dan birokrasi Kemalis. Partai ini harus mematuhi pedoman yang ketat rezim sekuler untuk menjalankan kekuasaan dalam rangka memper-
menutup kelemahan-kelemahan tersebut. AKP pro-pasar bebas dan mengembangkan visi demokrat konservatif. Tabel. 1 memperlihatkan perbedaan partai-partai Islamis dan AKP.
tahankan status hukumnya. 11
Reidentifikasi Politik Adalet ve Kalkýnma Partisi lazim diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris sebagai Justice and Development Party (JDP) dan juga sering disingkat AKP. Namun, partai ini secara resmi menyebut dirinya AK Parti. Ak dalam Bahasa Turki berarti cahaya, murni, putih, bersih, dan tidak terkontaminasi. AK Parti berkonotasi partai cahaya dengan simbol partai sebuah bola lampu. 9 AKP menolak klaim pihak lain yang menyebutnya sebagai partai politik atau menyimpan agenda politik Islamis. AKP mengklaim dirinya sebagai partai demokrat-konservatif (muhafazakarlar demokrat) yang menekankan nilai-nilai tradisional Turki yang religius. Strategi ini didasari oleh kecenderungan masyarakat yang semakin konservatif, karena dominasi politik sayap kanan dalam waktu yang cukup lama, terutama sejak era Turgut Özal. 10 Selain itu,
Perkembangan internasional juga turut menjelaskan mengapa AKP menolak dipersepsikan sebagai kekuatan Islamisme yang diidentikkan dengan terorisme pasca-Peristiwa 9 September 2001.12 Kehadiran AKP sesungguhnya juga merupakan konsekuensi perjumpaan beberapa dekade antara Islam dan negara.13 Karenanya, ia bukan kekuatan yang a-historis. Kendatipun menegaskan dirinya demokrat-konservatif, justru kalangan Islamis dan sekuleris menuduhnya sebagai kamuflase (takiye). Kalangan Islamis khawatir kalau AKP semata-mata agen politik Barat. Tetapi, sebaliknya kalangan sekuler khawatir AKP menyimpan agenda hendak mendiri-
AKP mempertegas konservatisme, antara lain karena berupaya menjadikan Turki bagian dari Uni Eropa “tanpa mengorbankan kebiasaan dan tradisi nasional”. Lihat, Hakan Yýlmaz, “Conservatism in Turkey,” Turkish Policy Quarterly, Vol. 7, No. 1, 2008. 11
M. Hakan Yavuz, Secularism and Muslim Democracy in Turkey, hal. 8. 9
Karena dipandang lebih netral dan tidak kontroversial, singkatan yang lazim adalah AKP. Lihat, M. Hakan Yavuz, Secularism and Muslim Democracy in Turkey, hal. 1.
12
10
13
Ali Çarkoglu dan Ersin Kalaycýoglu, The Rising Tide of Conservatism in Turkey, New York, Palgrave Macmillan, 2009, hal. 15. Yilmaz mencatat kemenangan 94
Dilip Hiro, Inside Central Asia, A Political and Cultural History of Uzbekistan, Turkmenistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkey, and Iran, New York dan London: Overlook Duckworth, 2011, hal. 115 Berna Turam, Beetwen Islam and The State, The Politics of Engangement, California: Stanford University Press, 2007, hal. 139.
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
kan negara Islam seperti Iran. Elite AKP selalu menolak pandanganpandangan demikian. Dalam sebuah wawancara, Abdullah Gül misalnya, menggambarkan keunikan Turki yang tidak saja jembatan antara Eropa, Asia, Timur Tengah dan Kaukasus, tetapi juga mayoritas Muslimnya yang mengedepankan “demokrasi, hak asasi manusia, dan ekonomi pasar bebas”.14
Kharisma Erdogan Selain pada strategi, daya tarik AKP terletak pada wajah-wajah baru yang moderat dan profesional. 15 Selain Gül, yang paling menonjol Recep Tayyip Erdogan. Erdogan memiliki latar belakang dan kiprah politik yang jelas: ia pernah menjabat Ketua RP Istanbul, setelah berkarir sebagai ketua RP di Distrik Beyoglu sejak 1984. Pada 1991 Erdogan terpilih sebagai anggota parlemen, tetapi tidak dapat menempati kursinya. Namun, karir politiknya segera melejit setelah RP memenangkan pemilu lokal 27 Maret 1994 (25,19% suara). Kemenangan partai yang dipimpin Necmettin Erbakan itu, mengantarkannya menjadi Walikota Istanbul, kota paling besar dan bergengsi di Turki.
14
“Turkey’s Moment, A Conversation With Abdullah Gul,” Foreign Affairs, Edisi Januari/Februari 2013.
Erdogan memiliki kesempatan emas untuk membuktikan bahwa dirinya mampu memimpin Istanbul. Erdogan melakukan sejumlah terobosan yang penting dalam merespons kebutuhan perkotaan seharihari seperti kelangkaan air, polusi, dan kemacetan. Permasalahan krisis air dipecahkan dengan menempatkan ribuan kilometer pipa baru. Masalah sampah dipecahkan dengan membangun fasilitas daur ulang. Polusi udara dikurangi dengan pemanfaatan gas alam sebagai sumber energi dan mengganti bus publik yang ramah lingkungan. Kepadatan dan kemacetan lalulintas dipecahkan dengan membangun lima puluh jembatan, viaduk, dan jalan raya. Erdogan melarang penjualan alkohol di fasilitas-fasilitas yang dimiliki kota, mencegah korupsi dengan menjamin dana kota digunakan dengan bijaksana, dan membayar kembali sebagian besar dari dua miliar US Dolar utang Kota Istanbul dan mendatangkan investasi empat miliar US Dolar. 16 Ia cukup dikenal sebagai walikota yang sukses. Pada 1997, karena terlibat dalam protes pembubaran RP, Erdogan ditangkap dan diadili. Erdogan divonis sepuluh bulan penjara atas tuduhan menjalankan aktivitas antisekuler, karena membacakan puisi Ziya Gökalp. Petikan puisi tersebut, “Masjid-masjid adalah barak-barak
15
Soner Cagaptay, “Secularism and Foreign Policy in Turkey, New Elections, Troubling Trend,” Policy Focus#67, April 2007, hal. 67.
16
http://www.worldleaders.columbia.edu/participants/ recep-tayyip-erdo%C4%9F (diskses 1 Agustus 2012). 95
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
kami, kubah-kubahnya pelindung kami, menara-menara bayonet kami dan iman tentara-tentara kami”. Erdoðan berdalih puisi itu telah memperoleh persetujuan kementerian pendidikan karena telah dipublikasikan dalam buku-buku teks pelajaran sekolah, karenanya dipandang aneh manakala ia dituduh antisekuler.17 Peristiwa itu membuatnya tidak saja kehilangan jabatan walikota, tetapi juga harus mematuhi larangan berpolitik sampai 24 Juli 1999. Tetapi, drama pengadilan tersebut malah membuat popularitas Erdogan melejit. Pada Juli 2000, setahun sebelum AKP berdiri, Ankara Social Research Center (ANAR) merilis hasil jajak pendapat, apabila pemilu dilakukan “pada hari ini”, “partai yang hendak didirikan oleh Erdogan” mendapatkan dukungan suara tertinggi (30,8%).18
Kemenangan AKP: Berbagai Penjelasan Dukungan pemilih AKP pada pemilu-pemilu Turki sejak 2002 menunjukkan tren kenaikan yang signifikan, kendatipun gagal meraup suara di atas 50% pada Pemilu 2011 (49,83%). Dengan dukungan pemilih 34,28% pada Pemilu 2002, AKP
17
Ersin Kalaycýoglu, Turkish Dynamics, hal.163.
18
Ertan Aydýn dan Ýbrahim Dalmýþ, “The Social Bases of the Justice and Development Party“ dalam Umit Cizre (Ed.), Secular and Islamic Politics in Turkey, hal. 202. 96
secara mengejutkan menang telak, bahkan angka dukungan ini melebihi capaian RP pada pertengahan 1990an. Ketika pemerintahannya dipandang sukses membenahi perekonomian dan menunjukkan kinerja yang progresif pro-Uni Eropa, AKP semakin naik daun dan dukungan suaranya naik signifikan menjadi 47% pada Pemilu 2007. AKP semakin kokoh sebagai partai tunggal yang tidak harus membangun koalisi dalam pembentukan pemerintahan. Kesuksesannya diulangi lagi pada Pemilu 2011, dengan isu yang mengemuka akan janjinya memperjuangkan terwujudnya konstitusi baru. Tabel 2 berikut menunjukkan fluktuasi dukungan pemilih sejak Pemilu 2002.
AKP dan Pemilu 2002: Rontoknya Partai-partai Mapan Pemilu 3 November 2002 berlangsung menyusul kolapsnya Pemerintahan Bülent Ecevit yang merupakan koalisi DSP, MHP, dan ANAP. Dengan ketentuan ambang batas parlemen 10% perolehan dukungan suara pemilu legislatif, maka di luar AKP, hanya CHP yang masuk parlemen. Sementara, enambelas partai politik, termasuk partai-partai politik mapan sebelumnya gagal masuk parlemen. Padahal akumulasi perolehan suara mereka lebih dari 45% atau lebih dari 14 juta pemilih. Di antara yang gagal adalah dua partai legendaris, yakni partai kanan-tengah
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
Tabel 2.: Perkembangan Perolehan Suara dan Kursi Pemilu 2002, 2007, dan 2011 2002
KONTESTAN PEMILU
SUARA
AKP
CHP
MHP
2007
KURSI
SUARA
10,762,131
363
(34,28%)
(66,00%)
6,090,883
178
(19,4%)
(32,36%)
-
-
2011 KURSI
SUARA
16,340,534
341
21.399.082
327
(46,66%)
(62,00%)
(49,83%)
(59,45%)
7,300,234
112
11.155.972
135
(20,85%)
(20,36%)
(25,98%)
(24,54%)
5,004,003
71
5.585.513
53
(14,29%)
(12,90%)
(13,01%)
(09,63%)
0
-
0
-
0
KURSI
L a i n - l a i n 19
-
Independen
310,145
9
1,822,253
26
2,819,917
35
(0,99%)
(01,63%)
(5,20%)
(04,72%)
(6,57%)
(06,36%)
31,398,452
550
35,017,315
550
42,941,763
550
(100%)
(100%)
(100%)
(100%)
(100%)
(100%)
TOTAL
Sumber: kompilasi berbagai sumber
DYP (9,5%) dan partai kanan MHP (8,5%). Pemilu 2002 membuat para politik senior, seperti Mesut Yýlmaz (ANAP), Tansu Çiller (DYP), Devlet Bahçeli (MHP) dan Bülent Ecevit (DSP) tersingkir dari panggung politik. Tentu saja ini merupakan perubahan politik yang ekstrem. Tabel 2. di atas menunjukkan konstelasi politik baru Turki awal abad ke-21.
19
Yang dimaksud lain-lain adalah partai-partai politik yang prosentase dukungan suaranya di bawah ketentuan ambang batas 10%. Yang dimaksud independen adalah peserta perorangan.
Memutus Tradisi Politik Islamis Dalam hal dukungan populer pemilu-pemilu di Turki sejak 2002, AKP tidak saja mengulang kesuksesan partai-partai tengah seperti DP pada 1950-an, AP pada 1960-an dan 1970an, dan ANAP pada 1980-an, tetapi juga melampaui elektabilitas partaipartai Islamis yang pernah ada dalam sejarah politik Turki modern. MNP merupakan partai komunitas Islam Milli Görüº pertama yang dipimpin Necmettin Erbakan (26 Januari 1970-20 Mei 1971) dilanjutkan MSP pada 11 Oktober 1972 hingga pelarangannya pada pasca-kudeta 1980. Semua partai politik dilarang tampil untuk ikut pemilu. Kendatipun demikian, pada 1983, Erbakan mendirikan RP dan segera menemu97
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
kan momentum kemenangan elektoral pada Pemilu 1995. Ketika RP dilarang pasca-kudeta 1997, FP menggantikan, tetapi kurang begitu sukses (lihat Tabel 3). Dengan mengemukanya karakter yang akomodatif terhadap demokrasi, dan penonjolan identitas kanan tengah yang aspiratif terhadap kepentingan Muslim itulah, AKP tidak saja mampu mempertahankan basis dukungan pemilih konservatif, tetapi juga memperoleh kepercayaan dari spektrum yang lebih luas. Identitas politik yang dilekatkan AKP sama sekali berbeda dengan RP, FP, bahkan juga dengan SP sebagai partai-partai kanan. Sepanjang sejarah pemilu di Turki, partai-partai kanan tengah memiliki pengalaman memperoleh dukungan mayoritas pemilih dan membentuk pemerintahan, sejak kemenangan DP (1950-an), AP (1960 dan 1970-an), dan ANAP (1980-an). Meskipun tidak mengedepankan simbol agama, partai-partai kanan tengah tidak mengindentifikasikan dirinya sebagai anti-agama, namun justru mereka progresif dalam mengambil kebijakan yang mengesankan kelompok Islam. Seringkali pilihan politiknya yang pro-sekuler yang membuat faksi Islamis kecewa. Namun, dibandingkan dengan partai-partai kanan tengah yang menjadi kompetitornya, AKP dipandang lebih menjanjikan. Perbedaan lain yang menonjol adalah pilihan politik luar negeri AKP, yang berbeda
98
dengan pendahulunya. Kendatipun demikian, partai ini sesungguhnya mewarisi tradisi gerakan Islam yang mengakar dan berjejaring luas.20 Dengan modalitas ini, para aktivis AKP terutama sayap pemuda dan perempuannya proaktif mendekati konstituen secara tatap muka, AKP juga memiliki mengoptimalkan Pusat Komunikasi AK (AK Parti Iletiþim Merkezi, AKIM) yang terdapat di markas pusat, maupun di setiap provinsi, dimana semua warga diterima secara terbuka untuk mendiskusikan berbagai permasalahan, keluhan, dan kebutuhan mereka dengan anggota partai.21 Menurut Eligür, Islamis mengontrol suatu jaringan luas sekolah-sekolah swasta, asrama-asrama, dan kursuskursus persiapan masuk perguruan tinggi. Kelas bisnis Islamis mengontrol lembaga-lembaga keuangan bebas bunga, perusahaan-perusahaan induk, dan ratusan perusahaan, juga pengelolaan kapital triliunan Dolar AS. Ratusan outlet media, juga asosiasi-asosiasi sipil, yayasan-yayasan, dan serikat-serikat buruh, di bawah kontrol Islamis. Selain itu, ribuan Islamis telah masuk sebagai pegawai negeri.22
20 Burhanettin Duran, “The Justice and Development Party’s ‘New Politics’: Steering toward Conservative Democracy, a Revised Islamic Agenda or Management of New Crises?” dalam Umit Cizre (Ed.), Secular and Islamic Politics in Turkey, The Making of Justice and Development Party, New York: Routledge, 2008, hal. 87. 21
Banu Eligür, The Mobilization, hal. 145.
22
Banu Eligür, The Mobilization, hal. 143.
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
Tabel 3.: Perolehan Suara dan Kursi Pemilu Partai-partai Islamis
PARTAI
PEMILU
MNP
-
-
-
-
-
MSP
1973
1.265.771
4
11,9
48
MSP
1977
1.269.918
3
8,57
24
RP
1987
1.717.425
5
7,2
0
RP
1991
4.121.355
4
16,9
62
RP
1995
6.012.450
1
21,38
158
FP
1999
4.805.381
3
15,41
111
SUARA
PERINGKAT
PROSENTASE
KURSI
Sumber: kompilasi berbagai sumber
Islamis yang dimaksud merujuk pada gerakan Islam sosial yang berkembang pesat dan merambah ke wilayah aktivitas ekonomi sehari-hari yang akhirnya juga merambah politik. Ceylan menggarisbawahi kemenangan AKP lebih terasa sebagai kekalahan pola pikir sekuler Kemalis, dan hal tersebut, … menandakan bahwa se-bagian besar warga Turki masih mematuhi nilai-nilai tradisional sebagai satu-satunya yang layak untuk diyakini. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa massa tidak memiliki kecukupan untuk menampilkan nilai-nilai sekuler, atau lebih merupakan, bahwa sekulerisme sesuai modelnya di Eropa tidak pernah benar-benar
Kehadiran AKP diperkaya oleh kuatnya tradisi gerakan Islam yang mengakar dan populer dalam isu antikemiskinan dan anti-pengang-guran, sesuatu yang lazim diklaim sebagai jargon sayap kiri. AKP juga dapat diterima kalangan sekuler-demokrat, karena isu-isu pro-demokrasi, mendukung modernitas, dan pro-Uni Eropa. AKP juga diterima borjuasi karena pro-pasar. Corak konservatisme AKP yang pro-demokrasi sekaligus pro-pasar inilah yang menonjol. Öktem mencatat AKP adalah fenomena perpaduan kesalehan Islam, demokrasi, dan komitmen pasar bebas dengan label-label yang membentang dari Muslim-demokrat, moderat-Islamis dan pasca-Islamis.24
terwakili dalam Turki modern.23 23
Yasin Ceylan, “The Conflict between State and Religion in Turkey,” dalam Gerrit Steunebrink dan Evert van der Zweerde (Ed.), Civil Society, Religion, and the Nation, Modernization in Intercultural Context: Russia, Japan, Turkey, Amsterdam, Amesterdam dan New York: Rodopi, 2004, hal. 188.
24
Kerem Öktem, Angry Nation, Turkey Since 1989, London dan New York, Zed Books, 2011, hal. 123. 99
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
Krisis Ekonomi dan Tuntutan Perubahan Krisis ekonomi telah menjadi sebab khusus kemenangan AKP pada Pemilu 2002. Krisis itu membuat popularitas pemerintahan sekuler merosot, karena dipandang tidak saja telah gagal memulihkan krisis ekonomi, tetapi juga tidak mampu membendung korupsi. 25 Pemerintahan Ecevit gagal mengatasi krisis ekonomi pertama pada November 2000, menyusul kemudian krisis ekonomi kedua pada Februari 2001 sebagai yang terparah dalam sejarah Turki modern. Krisis tersebut menyebabkan produk nasional bruto (gross national product, GNP) anjlok sebesar 9,4%, pendapatan per kapita (income per capita) jatuh dari 2.986 Dolar AS menjadi 2.110 Dolar AS per tahun dan memicu pengangguran lebih dari sejuta orang dan dampaknya dirasakan oleh seluruh segmen masyarakat. Tidak seperti krisis ekonomi 1994, dalam jumlah yang besar pekerja terdidik dan ahli ikut tergusur dari pekerjaaannya. Banyak perusahaan skala kecil dan menengah tutup karena bangkrut.26
25
Fikret Adaman dan Ali Çarkoglu, “Social Capital and Corruption during Times of Crises: A Look at Turkish Firms in Economic Crisis of 2001,” dalam Ziya Önis dan Barry Rubin, The Turkish Economy in Crisis, London dan Portland: Frank Cass, 2005, hal. 121; Lihat juga, Burhanettin Duran, “The Justice and Development Party’s, hal. 81. 26
Ziya Önis, “Domestics Politics versus Global Dynamics: Towards a Political Economy of the 2000 and 2001 Financial Crises in Turkey,” dalam Ziya Önis dan 100
Kegagalan pemerintahan sekuler membuat pemilih merindukan kekuatan politik baru yang dipandang lebih tangkas dan berintegritas. Dalam konteks inilah, pemilih melirik AKP dengan ikon Erdogan, mantan walikota yang sukses mengatasi ber-bagai permasalahan sosial-ekonomi Istanbul.27 AKP dipandang menarik karena mengambil posisi sebagai partai kanan tengah yang moderat, konservatif, pro-Uni Eropa dan pasar bebas (Lihat kembali Tabel 1.). Keberhasilan AKP dalam memulihkan, kalau bukan membangkitkan ekonomi Turki, dapat dilihat dari perjalanan sejarah ekonomi politik Turki sejak awal Republik. Pengalaman modernisasi Turki terutama setelah periode partai tunggal yang ditandai dengan modernisasi Kemalis, dalam rentang waktu yang panjang dan berliku-liku, telah mengkondisikan transformasi kelas menengah yang tidak saja terbatas di lingkup sekuler perkotaan, tetapi meluas ke berbagai kawasan suburban Anatolia.28 Karenanya, kendatipun modernisasi Kemalis banyak menuai
Barry Rubin, The Turkish Economy in Crisis, London dan Portland: Frank Cass, 2005, hal. 14. 27
Lihat kembali Bab II. Lihat juga, Dilip Hiro, Inside Central Asia, hal. 115; Lihat juga, Banu Eligür, The Mobilization, hal. 143. 28
Di Anatolia, kebangkitan ekonomi seirama dengan hadirnya borjuasi-borjuasi saleh. Lihat, M. Hakan Yavuz, Secularism and Muslim Democracy in Turkey, Cambridge: Cambridge University Press, 2009, hal. xii.
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
kritik, ia turut mewarnai pengalaman, kalau bukan tetap memiliki makna penting dalam proses transformasi sosial, ekonomi dan bahkan politik Turki modern. Öktem mencatat adanya empat gelombang modernisasi Turki, yakni: (1) industri warisan negara Kemalis; (2) kewirausahaan yang diinspirasi Amerika pada masa Menderes; (3) kebijakan Özal masuk ke kapitalisme global; dan (4) hadirnya kelas menengah konservatif Anatolia. Yang terakhir itu juga ditandai ekspresi kesalehan publik yang lebih Islami.29 Dalam kasus Turki, Keyman dan Önis mencatatm menarik, mengenai adanya, … keberhasilan dalam membangun struktur kelembagaan yang diperlukan modernitas, seperti negara-bangsa, hukum positif modern, demokrasi parlementer, ekonomi pasar dan kewarganegaraan, tetapi pada saat yang sama [terjadi] kegagalan dalam membuat modernitas multi-kultural, konsolidasi demokrasi, ekonomi yang stabil dan berkesinambungan, serta praktik penyelenggaraan kewarganegaraan berdasarkan hak dan kebebasan. 30
Dengan dukungan komunitas borjuasi saleh sebagai aktor-aktor penting ekonomi Turki pascaliberalisasi ekonomi Turgut Özal pada
1980-an,31 AKP memiliki modal penting dalam percepatan pemulihan keterpurukan ekonomi. Dalam hal tersebut, kemampuan AKP tidak diragukan.
AKP dan Pemilu 2007: Masuknya MHP di Perlemen Pemilu 22 Juli 2007 merupakan percepatan dari rencana Oktober 2007 yang mencerminkan tingginya rasa percaya diri AKP, menyusul kebuntuan pemilihan presiden. Tidak semua partai yang ikut Pemilu 2002 berpartisipasi dalam pemilu ini. Dari kelompok kiri, walaupun DSP tidak ikut pemilu, beberapa anggotanya mencalonkan diri melalui CHP dan independen. Dari kelompok kanan tengah, DYP dan ANAP bergabung menjadi DP. Di sisi lain, guna menyiasati ketentuan ambang batas, kandidat-kandidat partai pro-Kurdi DTP maju melalui jalur independen. Karenanya, jumlah kandidat independen melonjak menjadi 726 padahal pemilu sebelumnya hanya 197. Tingkat partisipasi pemilu 84,25%. Hasilnya meneguhkan kembali AKP (46,58%). Partai oposisi CHP hanya meraup 20,88%. Prosentase kenaikan dukungan suara AKP mencapai 12,38%, namun karena terdapat partai ketiga yang memenuhi ketentuan ambang batas 10%, yakni MHP, ju-
29
Kerem Öktem, Angry Nation, Turkey Since 1989, London dan New York: Zed Books, 2011, hal. 126. 30
E. Fuat Keyman dan Ziya Önis, Turkish Politics in a Changing World, hal. 10.
31
Tentang implikasi liberalisasi ekonomi Özal, lihat kembali Bab II. 101
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
mlah kursi AKP justru susut 2,55%. Sebelas partai, yang secara akumulatif memperoleh dukungan lebih dari 13% suara gagal masuk parlemen. Artinya, sekitar 4,5 juta suara hangus. Pemilupemilu Turki memang selalu demikian: banyak suara mubazir yang tak diperhitungkan.
Pro-kemapanan dan Reaksi Anti-Militer Dari berbagai faktor penyebab kemenangan AKP pada Pemilu 2007, yang paling menonjol adalah apresiasi publik terhadap pemulihan ekonomi. Sebagaimana dicatat Nasr, begitu memegang pemerintahan, AKP dihadapkan pada keharusan implementasi paket pengetatan ekonomi IMF, sebagai harga yang harus dibayar dalam restrukturisasi utang luar negeri Turki. Berbagai kalangan yang memperkirakan Pemerintahan AKP gagal, harus menelan kekecewaannya, justru karena langkah-langkah kebijakannya efektif dalam mengatasi krisis. AKP melakukan kebijakan privatisasi secara bijak berbagai industri, mempromosikan globalisasi, dan mengikatkan kebijakan ekonomi dan politiknya kepada Uni Eropa. Hasilnya cukup mencenangkan, ekonomi Turki tidak hanya pulih tetapi berkembang pesat.32
Selain kemampuan meyakinkan berbagai kelompok, bahkan kelompok-kelompok politik Kurdi, sehingga hasil pemilu lebih mencerminkan AKP sebagai partai seluruh Turki.33 Secara ekonomi, dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya, tingkat inflasi turun sebesar 25%. GDP per kapita melonjak menjadi sekitar 5.500 Dolar AS. Pembangunan infrastruktur jalan mencapai 6.600 kilometer dan hunian apartemen 270,000 unit. Investasi asing berperan signifikan dalam pemulihan stabilitas ekonomi dan menutup utang. Nilai tukar Lira Turki terhadap Dolas AS naik 55% sejak krisis pada April 2002. Perkembangan sektor energi juga mengesankan, meskipun harga minyak naik 36 kali. Pemanfaatan gas alam meningkat dari sembilan kota pada 2002 menjadi 44 kota pada 2007. Bahkan, Turki menjadi negara transit gas alam dengan pembangunan pipa yang merata. Tarip listrik tidak mengalami kenaikan, malahan produksi tenaga listrik melonjak 40%. Kementerian Energi telah membagikan 600.000 ton batubara kepada keluarga miskin.34 Sebagaimana diulas Bahar, AKP memanfaatkan kebijakan ekonomi “sayap kanan” untuk melejitkan akumulasi kapital, pada saat yang sama juga mengikuti pendekatan
33 32
Vali Nasr, Force of Fortune, The Rise of The New Muslim Middle Class and What It Will Mean for Our World, New York: Free Press, 2009, hal. 239. 102
Haymi Bahar, “The Real Winner and Losers of Turkey’s July 2007 Elections,” Middle East Review of International Affairs, Vol. 11, No. 3, 2007, hal. 71.
34
Haymi Bahar, “The Real Winner,” hal. 71.
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
sosial demokratik dengan menyantuni rakyat miskin dan pengangguran. Pada 2007, AKP membagikan kepada 1,2 juta keluarga, batubara seberat 5 kilogram per keluarga. AKP juga menyantuni keluarga miskin agar bisa berekreasi, totalnya 260 juta Dolar AS; serta mendistribusikan makanan ke 70.000 orang per hari. Pada 2007, AKP mengklaim memiliki 3 juta anggota, termasuk 850.000 perempuan.35 Isu khusus yang menguntungkan AKP pada Pemilu 2007 adalah merebaknya kekhawatiran terhadap kemungkinan kudeta militer pascaperistiwa E-Memorandum.36 Terkait dengan isu ini, Bahar mengemukakan analisis yang menarik, bahwa, Terdapat sebuah pola terkait dengan hal ini dalam politik Turki. Sebagai contoh, setelah inter-vensi militer 12 September 1980. Turgut Özal memenangkan pemilu, mengalahkan Turgut Sunalp yang didukung oleh Kepala Staf Gabungan Kenan Evren. Hal yang sama pernah terjadi pasca-intervensi 1971. AKP sangat menekankan tema ini dalam kampanyenya. 37
35
Haymi Bahar, “The Real Winner,” hal. 71.
36
Militer gagal menebarkan pengaruh, sebaliknya kemenangan AKP pada Pemilu 2007 segera dimaknai memperkuat posisi Erdogan “dalam perseteruannya dengan militer”. 38 Kemenangan AKP kunci bagi terpilihnya Abdullah Gül sebagai presiden. Kemenangan AKP juga tidak dapat dilepaskan dari aneka kelemahan oposisi. Menurut Bahar, meskipun CHP memposisikan diri sebagai partai sosial demokratik sayap kiri, tetapi posisinya semasa pemerintahan AKP bergeser menjadi nasionalis sayap kanan. Pucuk pimpinan CHP Deniz Baikal menyerang sikap moderat Pemerintahan AKP terhadap warga Kurdi dan PKK, serta negosiasi ulang dengan Siprus atas tekanan Uni Eropa, dipandang sebagai upaya untuk “menjual negara”. Padahal CHP sendiri memposisikan diri reformis dan pro-Eropa sebelum 2002. Sikap politik CHP demikian menjauhkannya dari dukungan pemilih sayap kiri dan Kurdi. CHP juga tidak dapat melakukan pendekatan yang lebih kreatif dalam mendekati waarga miskin dibandingkan AKP. CHP dipandang masih belum bisa lepas dari citranya sebagai partai negara masa lalu dan status quo, karena menolak berbagai kebijakan reformis AKP. CHP tampak tidak antusias mengangkat intervensi militer sebagai isu politik, sehingga banyak dikritik anti-demokrasi.39
F. Stephen Larabee, Troubled Partnership, hal. 99. Menurut peneliti BILGESAM Salih Akyurek, E Memorandum justru mendatangkan reaksi keras dari publik. Publik yang sudah merasakan kehadiran demokrasi, tidak suka dengan cara-cara militer seperti itu. Wawancara dengan Salih Akyurek, di Ankara, 23 Juni 2011. Tentang hal ini, lebih lanjut, lihat Bab IV.
38
F. Stephen Larabee, Troubled Partnership, hal. 99.
37
39
Haymi Bahar, “The Real Winner,” hal. 72.
Haymi Bahar, “The Real Winner,” hal. 72.
103
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
Limpahan kekecewaan basis pendukung CHP pada Pemilu 2007, banyak dialihkan ke MHP yang pada pemilu sebelumnya hanya memperoleh 8,5% dukungan suara. Pemilu 2007 membuat dua partai legendaris, yakni ANAP dan DYP punah karena DP, partai di mana kedua pertai terebut menggabungkan diri sama sekali tidak memperoleh dukungan suara secara signifikan. Hal ini cukup menjelaskan bahwa basis pendukung tengah dan kanan-tengah telah dikuasai oleh AKP.
AKP dan Pemilu 2011: Kebutuhan Konstitusi Baru Pemilu 12 Juni 2011 diselenggarakan untuk memilih 550 kursi parlemen atau sama dengan jumlah sebelumnya. Tingkat partisipasinya mencapai 83,6%. Tiga partai yang eksis di parlemen, masing-masing AKP, CHP, dan MHP tetap bertahan. Walaupun dukungan suara AKP 49,83%, tetapi prosentase kursi di parlemen turun 2,65% (kursi yang diperoleh 327). Ini artinya, AKP hanya kurang 3 kursi saja untuk mencapai angka tiga perempat jumlah kursi yang dibutuhkan untuk memuluskan agenda pembahasan konstitusi baru. CHP juga naik dukungan suara maupun kursi di parlemen, tetapi MHP sedikit turun (Lihat kembali Tabel 2).
104
Puncak Popularitas Erdogan Kemenangan AKP pada Pemilu 2011 seperti sebuah déjà vu, mengulangi kemenangan-kemenangan sebelumnya. Sebagai partai, selain dipandang bersih, AKP dipandang profesional,40 di mana pemerintahannya memberikan kemapanan dalam politik, keamanan, dan ekonomi. 41 Secara spesifik, kemenangan AKP pada 2011, dikaitkan dengan tema besar AKP yang hendak menggulirkan konstitusi baru pasca-Pemilu 2007. Pemerintahan AKP proaktif meyakinkan sekutu-sekutu Baratnya, bahwa mereka perlu merombak konstitusi.
40
Pada Oktober 2010, pertama kali saya mendatangi Kantor Pusat AKP untuk mengajukan permohonan wawancara dengan petinggi partai itu. Kesan kebesaran partai segera mengemuka apabila melihat gedungnya yang besar dan megah, dengan penjagaan yang ketat. Kesan modern dan profesional juga mengemuka, ketika para resepsionis partai menerima dengan ramah dan cekatan menghubungkan dengan pihak yang dimaksud. Tak berapa lama, sudah ada kepastian, bahwa saya akan diterima oleh Abdülkadir Aksu (Wakil Ketua AKP Membidangi Politik dam Hukum, Anggota Parlemen Daerah Pemilihan Ýstanbul) di Gedung Parlemen. 41
Beberapa pekan setelah Pemilu 12 Juni 2011, saya berkunjung ke Ankara saya menanyai beberapa orang biasa tentang hasil pemilu. Dalam perbincangan saya dengan seorang mahasiswa Universitas Ankara asal Konya, Juni 2011, ia mengatakan memilih AKP. Walaupun Konya merupakan basis kalangan konservatif (Erbakan pernah terpilih sebagai wakil independen dari distrik ini), alasan yang diberikan kepada saya sama sekali tidak bernuansa ideologis, melainkan semata-mata pragmatis. Bahwa, ia merasa cocok dengan pemerintahan AKP yang membuat ekonomi Turki mapan. Kalau dipimpin yang lain, belum tentu kemapanan bertahan. Pandangan yang hampir sama juga disampaikan seorang sopir taksi, selain ia juga menilai pemerintahan AKP cukup bersih dan sungguh-sungguh.
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
Pada akhir 2008, misalnya Menteri Luar Negeri Turki Ali Babacan, menyampaikan pada pertemuan para Menteri Luar Negeri NATO, bahwa konstitusi Turki tidak akan membantu pelaksanaan agenda reformasi. Sebelumnya, Komisi Urusan Perluasan Keanggotaan Uni Eropa Olli Rehn, menyatakan reformasi konstitusi akan mempercepat proses penyatuan Turki-Uni Eropa dan dapat menghentikan pusaran krisis politik. Konstitusi peninggalan junta militer 1982 dipandang menyisakan masalah bagi demokrasi dan hubungan sipilmiliter. Padahal, dasar hubungan sipil-militer yang kuat dan efektif terbangun dari kepatuhan terhadap konstitusi dan visi angkatan bersenjata dan otoritas sipil yang memimpinnya.42 Reformasi konstitusi sejak awal Pemerintahan AKP, sesungguhnya telah terjadi secara signifikan. Puncaknya, referendum konstitusi 12 September 2010 yang dimaksudkan untuk memperoleh persetujuan rakyat terhadap sejumlah perubahan pasal, untuk memenuhi ketentuan standar Uni Eropa. Isu-isu pentingnya antara lain pencabutan Pasal 15 yang menjadi dasar untuk melindungi para pemimpin kudeta 1980. Konsekuensinya, mereka yang terlibat kudeta di masa lalu dituntut bertanggung jawab di pengadilan sipil. Aman-
42
Diane H. Mazur, A More Perfect Military, How the Constitution Can Make Our Military Stronger, New York: Oxford Universitay Press, 2010, hal. 12.
demen juga dilakukan terhadap pasalpasal ekonomi dan kebebasan individu. Dengan tingkat partisipasi pemilih referendum 73.71%, hasilnya menunjukkan 58,88% mendukung, dan 42,12% menolak. Ini merupakan sinyal bahwa kemenangan AKP pada pemilu tidak terelakkan. Kemenangan AKP pada Pemilu 2011 juga dikaitkan dengan popularitas Erdogan. Logan dan Ögütçü menjelaskan kharisma Erdogan terkait dengan kemampuan pencitraannya dengan apa yang diistilahkan sebagai “pidato balkon”. Erdoðan memiliki postur yang menawan dan mampu menampilkan kesan rendah hati dan melayani. Ia menjanjikan banyak hal mulai dari menulis ulang konstitusi sipil, mega-proyek, kotakota baru, kereta api supercepat yang merengkuh jarak sepanjang Mekkah hingga Xian, jembatan suspensi, pembangunan lapangan-lapangan terbang, tax holidays, “proyek gila” kanal besar yang sejajar dengan jalur air Bosphorus, serta iPad untuk semua.43 Pasca-kemenangannya, majalah Time mengidentifikasi Erdoðan sebagai “seorang Islamis moderat dan tegas membela demokrasi sekuler”, serta “pemimpin dunia paling berpengaruh”. Menurut majalah ini, sepanjang delapan tahun kekuasaannya, GDP per kapita Turki tumbuh
43
David Logan dan Mehmet Ögütçü, “Erdoðan’s Legacy for Turkey in His Final Term,” Todays Zaman, 16 Juni 2011. 105
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
288% dari 3.492 US Dolar menjadi 10.079 US Dolar.44
Ambang Batas Politik Kemalis Kesuksesan AKP pada Pemilu 2011, dan tentu saja juga Pemilu 2002 dan 2007, tidak dapat dilepaskan dari sistem pemilu Turki yang ekstrem, yakni ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 10%. Ambang batas tersebut mengacu pada perolehan dukungan suara pada pemilu. Apabila sebuah partai peserta pemilu memperoleh dukungan suara di bawah 10%, ia tetap boleh ikut lagi dalam pemilu berikutnya, tetapi tidak dapat masuk ke parlemen. Ketentuan ini memberi peluang yang lebih besar kepada partai-partai besar, namun tidak demikian halnya dengan partai-partai menengah dan kecil. Ketentuan ambang batas elektoral sebesar 10% merupakan warisan sistem politik Atatürk. Cagaptay, Arifagaoglu, dan Kocver menjelaskan bahwa tingginya ambang batas elektoral dalam sistem politik Turki tersebut, dimaksudkan untuk mencegah partai nasionalis Kurdi memiliki wakilnya di parlemen. Sejak aturan itu diterapkan, politisi Kurdi menggunakan jalur independen untuk mendapatkan dukungan dalam pemilu. Para calon independen tidak terkena aturan ambang batas elektoral, tetapi harus memperoleh du-
kungan yang cukup di daerah pemilihannya untuk dapat masuk parlemen. Namun, ambang batas 10% tidak efektif, bahwa meskipun Partai Nasionalis Kurdi selalu tidak punya wakil di parlemen, tetapi ambang batas telah mencegah kekuatankekuatan politik kanan-tengah dan kiri-tengah yang berskala kecil dapat masuk ke parlemen. Akibatnya wajar manakala terjadi polarisasi tajam partai penguasa (AKP) versus oposisi (CHP). 45 Isu ini telah menjadi salah satu pengamatan Uni Eropa. Hingga menjelang pelaksanaan Pemilu 2011, anggota Parliamentary Assembly of the Council of Europe (PACE), Dick Marty misalnya mengkritik terlalu besarnya angka tersebut.46 Ketentuan ambang batas itu tertinggi di bandingkan dengan negara-negara Eropa lain. Bandingkan dengan Rusia, 7%; Jerman dan Belgia masingmasing 5%; Estonia, Georgia, Hungaria, Moldova, Polandia, Republik Ceko, dan Slovakia, masing-masing 4%; Austria, Bulgaria, Italia, Norwegia, Slovenia dan Swedia, masingmasing 3%; Spanyol, Yunani, Romania dan Ukraina, masing-masing 2%; Denmark, 0,67%. Betapapun disorot Uni Eropa, AKP menolak menurunkan ketentuan itu, sebagaimana dinyatakan Erdogan,
45
Soner Cagaptay, Hale Arifagaoglu dan Gizem Kocver, “Turkey’s Threshold,” Hürriyet Daily News, 8 Mei 2011. 46
44
“Erdogan’s Moment,” Time, Edisi 28 November 2011.
106
“Europe Remains Critical of Turkey’s 10 Percent Election Threshold,” Hürriyet Daily News, 10 Juni 2011.
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
Ambang batas 10% tidak ditentukan oleh partai saya, kami juga memperoleh kekuasaan dengan ketentuan ambang batas ini. Kami mendirikan partai dan berhasil berkuasa 16 bulan kemudian. … Kami akan menurunkan ambang batas ketika saatnya tiba, tapi kami akan melakukan hal ini dengan meminta rakyat kami, bukan Anda. 47
Pandangan Erdogan itu menegaskan penolakan gagasan menurunkan prosentase threshold yang secara politik sangat menguntungkan AKP sebagai partai yang paling dominan. Selama enam dekade tradisi kepartaian Turki bervariasi, masingmasIng: bipartisme (1950-1960), moderat-multipartisme (19601980), moderat-multipartisme dengan satu partai dominan (19831991), ekstrim-multipartisme dengan tidak ada partai yang dominan (19912002), dan sejak 2002 multipartisme dengan satu partai dominan.48 Kemenangan AKP untuk ketiga kalinya meneguhkan kekuatan partai ini, sekaligus menyisakan kekhawatiran terhadap kejumawaan Erdogan.49
Sekulerisme Ditinjau Kembali Kemenangan AKP sebagai kekuatan politik pasca-Islamis di Turki membuka peluang bagi pemaknaan ulang sekulerisme. Erdogan dan Üstüner membuat peta pemikiran politik Turki dekade 1990-an yang ditandai mengemukanya alternatifalternatif wacana neo-Kemalis, yakni neo-liberal, pasca-liberal, dan sipil Islam. Wacana neo-liberal yang sejalan pasca-Kemalis menghendaki hadirnya Republik Kedua sebagai antitesis politik Sekuler-Kemalis. Mirip dengan itu, wacana pascaliberal menolak warisan Kemalisme dan tradisi intervensi militer, tetapi mengusulkan kontrak sosial baru yang menjamin demokrasi. Sementara, wacana sipil-Islam menolak pandangan Islam itu anti-demokrasi dan mengkampanyekan perspektif Piagam Madinah.50 Mengemukanya wacana-wacana alternatif atau tafsir lain terhadap Kemalisme, menurut Zürcher justru menandakan bahwa Kemalisme telah menjadi ideologi paling formatif yang telah meninggalkan jejak-jejaknya, sehingga lebih tepat ditempatkan dalam konteks historis.51
47
“Turkish PM’s Electoral Threshold Comments Challenged by CoE Report,” Hürriyet Daily News, 14 April 2011. 48
Sabri Sayari, “The Changing Party System,” dalam Sabri Sayari dan Yilmaz Esmer (Ed.), Politics, Parties and Elections in Turkey, Boulder: Lynne Rienner, 2002, hal. 22. 49
“Erdogan 1, Ataturk 0,” Newsweek, Edisi 7 Agustus 2011.
50 Necmi Erdogan dan Fahriye Üstüner, “Quest for Hegemony: Discourses on Democracy,” dalam N. Balkan dan S. Savran, The Politics of Permanent Crisis, Class, Ideology and State in Turkey, New York: Nova Science Publisher, 2002, hal. 195. 51
“Evaluate Kemalism in Its Historical Context, Says Dutch Academic,” Hürriyet Daily News, 18 Oktober 2009. 107
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
Kendatipun sekulerisme Turki tidak meniadakan aktivitas keagamaan, bagi kalangan Muslim saleh, ketatnya pembatasan simbolik keagamaan, terutama dalam soal pengenaan jilbab, terutama di lembagalembaga pemerintahan dan universitas, dipandang sebagai suatu ekspresi diskriminatif dan anti-agama yang berlebihan. Kelompok sekuler dan militer konservatif reaktif terhadap isu pencabutan pelarangan jilbab dan mengaitkannya sebagai ancaman sekulerisme. Kalangan Muslim saleh juga dihadapkan pada dilema keagamaan, apabila mereka hendak masuk ke lingkungan militer, terkait dengan aturan anti-agama yang sangat ketat, kalau bukan absurd. Hak-hak keagamaan mereka di lingkungan militer tidak diberikan, kecuali penghormatan terakhir ketika prajurit gugur dan meninggal.52 Setidaknya, hingga kini, militer merupakan gambaran institusi Kemalis yang masih utuh, walaupun tampak tidak berdaya dalam menghadapi ke-
52
Inilah yang membuat hubungan militer dan agama (Islam) terasa unik, kalau bukan absurd setidaknya apabila dibandingkan dengan tradisi dan aturan kemiliteran di negara-negara Muslim lain, termasuk Indonesia. Saya memiliki pengalaman menarik soal ini, ketika usai sembahyang Jum’at di Masjid Jami Kocatepe (Kocatepe Camii) Ankara (24 Juni 2011), puluhan tentara berseragam lengkap berbaris rapi di halaman masjid yang letaknya di atas pertokoan modern itu, sebagai bagian dari upacara penghormatan terakhir bagi seorang jenderal yang wafat. Beberapa jamaah menyembahyangkan jenazah yang sejak tadi disemayamkan di luar masjid. Para tentara itu hanya melihat saja, bahkan tidak ada satu pun yang mengangkat kedua tangan saat jenazah didoakan. Setelah selesai, mereka mengarak jenazah dengan tata cara militer yang khidmat. 108
nyataan pergeseran politik yang menempatkan simbol-simbol keagamaan hadir di istana.53 Dalam perspektif pasca-Kemalis, sekulerisme ditempatkan sebagai wacana yang dinamis, terbuka, dan tidak menegaskan suatu sikap yang anti-Islam.54 Pasca-Kemalis memandang absurditas Kemalisme, ketika ia membayangkan Turki sebagai bangsa homogen dan melalui politik otoritarian memanfaatkan aparat negara untuk menghilangkan sumber perbedaan.55 Karena Kemalisme erat sekali dengan militer, di mana para jenderal merupakan deus ex machina Kemalisme, maka tahap pasca-Kemalisme terjadi setelah militer kehilangan relevansinya dalam politik. 56 Dan, agar proses demokratisasi berkembang dan terkonsolidasi, secara radikal Dagi memandang perlunya, republik pasca-Kemalis di mana Kemalisme bukan lagi ideologi resmi,
53
Pada akhirnya militer hampir tidak dapat berbuat apaapa, ketika istri Presiden dan Perdana Menteri tetap mengenakan kerudung dalam acara-acara kenegaraan Turki. Ketegangan simbolis memang masih mengemuka, tetapi militer tampak lebih mengalah dalam hal ini. Lebih lanjut lihat Bab VII. 54
Salah satu penyuara pasca-Kemalis adalah Ihsan Dagi, dosen ilmu hubungan internasional Middle East Technical University (METU), Pemimpin Redaksi Jurnal Insight Turkey yang diterbitkan SETA Foundation, dan kolomnis Today’s Zaman. Pada 2008, Dagi menerbitkan buku kumpulan kolomnya yang diterbitkan Orion Kitabevi dengan judul Turkey Between Democracy and Militarism, Post Kemalist Perspectives. 55
Ihsan Dagi, “How to modernize Kemalism,” Today’s Zaman, 20 September 2010. 56
Ömer Taspinar, “Turkey’s Post-Kemalist Journey,” Today’s Zaman, 9 Agustus 2010.
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
melainkan salah satu di antara ideologi-ideologi lain yang bersaing secara terbuka di pasar bebas gagasan tanpa gangguan eksternal yang tidak adil.57 Dalam batas tertentu, perspektif tersebut digunakan Perdana Menteri Erdoðan ketika berkunjung ke negaranegara yang tengah terlanda musim semi demokrasi, yakni Mesir, Tunisia, dan Libya, pada September 2011. Pada kesempatan itu, Erdogan menyatakan bahwa model negara sekuler tidak ada masalah bagi negerinegeri berpenduduk Muslim. Menurutnya, dan kelihatannya ini menunjuk dirinya sendiri, “seorang Muslim yang saleh dapat memimpin dengan sukses sebuah negara sekuler”. 58 Menurut Dagi, pernyataan Erdogan tersebut penting sebagai koreksi terhadap dominasi wacana sekulerisme-Kemalis, bahwa, Sekulerisme Erdogan bukan diletakkan dalam konteks Kemalisme, Naserisme atau Baathisme, melainkan dalam makna emansipatoris dan non-intervensionis, atau dikatakannya sebagai sekulerisme pasca-Kemalis, sekulerisme yang direintepretasikan sebagai konsep yang lebih bebas, demokratis dan
Dengan mengusung isu sekularisme, Erdogan mengejutkan tidak saja negara-negara Arab, tetapi juga sekaligus Barat.60 Bagi negara-negara Arab yang memformalkan syariat Islam, tawaran Erdogan kontroversial dan belum dapat sepenuhnya dipahami. Promosi sekulerisme Erdogan itu tidak memperoleh respons menggembirakan, setidaknya dari kalangan Ikhwanul Muslimun. Menurut juru bicara Ikhwanul Muslimun Mahmoud Ghazlan sistem sekuler tidak dapat diimplementasikan di Mesir. Tidak seperti Turki, Mesir mencantumkan negara Islam dalam konstitusinya. Pihaknya balik mengkritik praktik sekulerisme Turki yang ditegakkan melalui represi militer, melarang pemakaian jilbab, dan mensahkan perzinaan.61 Kendatipun demikian, Erdogan tetap melancarkan kritik keras terhadap kudeta yang menjatuhkan Presiden Mursi yang didukung Ikhwanul Muslimun pada awal Juni 2013. Bahkan Erdogan tetap mengakui Mursi sebagai Presiden Mesir karena terpilih secara demokratis. Erdogan mengingatkan di Turki kudeta tidak akan bisa terjadi. Bangsa
pluralis. 59 60
57
Ihsan Daði, “How to modernize Kemalism,” Today’s Zaman, 20 September 2010. 58
Fatma Diºli Zibak, “PM Erdoðan’s Secularism Messages,” Today’s Zaman, 19 September 2011. 59
Ihsan Daði, “Secularism for Arabs and Turks,” Today’s Zaman, 18 September 2011.
Bagi Barat, pesan itu penting sebagai upaya deradikalisasi dan penyebaran demokrasi. Turki pun dipandang sebagai negara Muslim modern-demokratis jembatan kepentingan Barat dengan yang lain. Lihat, Helene Flautre, “Prime Minister Erdoðan and Secularism,” Today’s Zaman, 4 Oktober 2011. 61
Cumali Önal, “Muslim Brotherhood did not understand Erdoðan’s message on secularism,” Today’s Zaman, 6 November, 2011. 109
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
Turki, katanya, tidak pernah memaafkan junta dan pecinta kudeta. 62 Sikap Erdogan demikian berbeda dibandingkan ketika ia menyikapi kasus Libya dan Suriah. Gelombang Politik Islam dan Neo-Utsmanisme Kemenangan AKP juga tidak dapat dilepaskan dari kebijakan-kebijakan populis politik luar negerinya. Kemenangannya juga dilihat memperkuat kecenderungan peningkatan kemampuan partai-partai Islam di arena politik negeri-negeri Muslim selama tiga dekade terakhir abad ke-20 dan ketika memasuki milenium baru.63 Kekerasan-kekerasan di Afghanistan pasca-penarikan pasukan Uni Sovyet dan radikalisasi Islamis di berbagai negara, membuat partai Islam terstigma sebagai teroris. Dampak dari itu antara lain dipatahkannya kekuatan Islamis oleh militer, seperti kasus pembatalan kemenangan FIS dalam Pemilu 1992 di Aljazair, dan kudeta militer Turki pada 1997. 64 Namun, selanjutnya terjadi semacam gelombang kemenangan yang ditandai dengan naik daunnya Ikhwanul
62
“Turkey’s Erdogan: We are not obsessed with Morsi,” todayszaman.com, 27 Juni 2013. http:// www.todayszaman.com/news-321156-turkeyserdogan-we-are-not-obsessed-with-morsi.html (diakses 27 Januari 2014). 63
Deepa Kumar, ”Political Islam: A Marxist Analysis,” International Socialist Review, Issue 78, Juli-Agustus 2011. 64
Deepa Kumar, ”Political Islam“.
110
Muslimun di Mesir, atau kemenangan HAMAS pada Pemilu 2006 di Palestina, juga AKP di Turki pada 2002.65 Merujuk Davutoglu, sebagai kekuatan besar, Turki tidak mengabaikan ikatan historisnya dengan negaranegara Timur Tengah, Afrika Utara, Balkan dan Eurasia sebagaimana era Utsmaniyah, ke dalam visi neoUtsmaniyah (Yeni Osmanlýcýlýk, neo-Ottomanism) di mana Turki memberi perhatian khusus terhadap negara-negara bekas wilayah Turki Utsmani. 66 Turki ingin memiliki pengaruh yang signifikan di lingkup kawasan, baik Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Tengah (Eurasia), dan negara-negara bekas pengaruh Turki Utsmani di Eropa, terutama kawasan Balkan, dan juga dalam konstelasi politik Muslim global.67 Hal tersebut 65
Perkembangan popularitas kekuatan politik Islamis di Timur Tengah hingga 2005, lihat Jeremy Jones, Negotiating Change: The New Politics of the Middle East, London, I.B.Tauris, 2007. Terkait dengan konteks dinamika politik Islam dalam konstelasi politik Mesir, Iran dan Turki hingga dekade 1990-an, lihat, Sami Zubaida, “Trajectories of Political Islam: Egypt, Iran and Turkey,” Political Quarterly, Supplement 1, Vol. 71, Issue 3, 2000. 66 Taspinar menilai visi neo-Usmani tersebut bukan sebuah agenda imperialis. Ia juga berbeda dengan obsesi Necmettin Erbakan (RP) untuk membangun aliansi Turki dengan negara-negara Muslim, sebagai alternatif aliansi Turki-Barat. Lihat, Ömer Taspinar, The Three Strategic Visions of Turkey, Centre on the Unites States-Europe at Brookings, US-Europe Analysis Series Number 50, 8 Maret 2011, hal. 1-2. Terkait dengan neo-Usmanisme, Wigen berharap adanya perkembangan serius dalam hubungannya dengan Armenia. Lihat, Einar Wigen, Turkish Neo-Ottomanism: A Turn to The Middle East?, Small Wars & Insurgencies, Vol. 19, No. 3. (September, 2008), hal. 422. 67
Pada Juli 2012, Pew Research Center merilis hasil survei yang menempatkan Erdogan sebagai pemimpin
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
terlihat tidak saja ketika Erdogan berkunjung ke sejumlah negara Arab Spring akhir 2011 dan keterlibatannya dalam penyelesaian konflik Suriah, tetapi juga ketika secara dramatis ia meninggalkan Presiden Israel Shimon Peres dalam debat World Economic Forum di Davos,68 dan dukungannya terhadap misi kemanusiaan Freedon Flotilla yang menyebabkan keretakan hubungan Turki-Israel.69
paling populer di antara enam negara mayoritas Muslim (Turki, Mesir, Yordania, Lebanon, Tunisia, dan Pakistan) dengan dukungan 65%, diikuti Raja Saudi Abdullah, 58%. Mayoritas responden juga percaya Turki mampu menyebarkan demokrasi di Timur Tengah (64%). Lihat, Hürriyet Daily News, 13 Juli 2012. 68
Peristiwa 29 Januari 2009 itu membuat popularitas Erdogan sebagai pemimpin kelas dunia melonjak. Di dalam negeri, sebuah polling internet menunjukkan tindakan Erdogan itu memperoleh dukungan sangat tinggi, mencapai 80%. Lihat, Fatih Bayram, “Ideology and Political Discourse: A Critical Discourse Analysis of Erdogan’s Political Speech,” ARECLS, 2010, Vol.7, hal. 23-40. 69
Insiden Mavi Marmara (Mei 2010) terjadi saat kapal rombongan misi bantuan kemanusiaan Gaza Freedom Flotilla diserang militer Israel ketika masih di perairan internasional. Sembilan aktivis Turki tewas, sehingga membuat pemerintah Turki marah. Selain mengusir dubes Israel, Turki juga mengadili in absentia empat komandan senior militer Israel yang dianggap bertanggung jawab. Lihat, “Turkish court accepts indictment against top Israeli commanders,” Today’s Zaman, 28 Mei 2012. Namun, Israel menolak menyerahkan mereka dan menilai tindakan itu lebih merupakan manuver politik. Lihat, “Israel sees no extradition risk after Mavi Marmara indictmen,” Today’s Zaman, 29 Mei 2012.
Pemilu-pemilu Lokal: Pergeseran Basis Dukungan Indikator luasnya jangkauan politik AKP, terutama diperlihatkan oleh dominasi kemenangannya dalam pemilu-pemilu lokal. Pada pemilu lokal 28 Maret 2004 untuk memilih walikota di lebih dari 3.000 kota besar dan kota, juga anggota dewan pemerintahan pada 81 provinsi, AKP memenangkannya dengan dukungan suara 42%. Dukungan akumulatif tiga oposisi utama yakni kekuatan yang bercorak sosial-demokrat (CHP) dan nasionalis kanan tengah (DYP dan MHP) hanya memperoleh 38,6%. AKP kembali memenangkan pemilu lokal 29 Maret 2009, namun hanya memperoleh dukungan suara 39% (CHP 23%, dan MHP 16%). AKP kehilangan posisi kepala daerah di 16 kota, termasuk dua kota penting, Adana dan Antalya. AKP juga kehilangan pendukung kelas menengah di kota-kota besar, yakni Istanbul, Ankara, dan Izmir.70 Walaupun masih memegang kendali, dukungan suaranya anjlok di Istanbul dari 45% (2004) menjadi 44% (2009). Di Ankara anjloknya lebih besar, dari 55% (2004) menjadi 38% (2009). Tren ini dipandang berpengaruh negatif bagi AKP, kendatipun masih terlalu susah pihak oposisi untuk
70
Soner Cagaptay, “Turkey’s Local Elections: Liberal Middle Class Voters Abandon AKP,” Policy Watch, No. 1500, Washington Institute for Near East Policy, 30 Maret 2009; Lihat juga, Soli Özel, “The Electorate’s Tune-Up,” On Turkey, 31 Maret 2009. 111
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki kan kembali narasi dominan yang ada sebelumnya dari jantung pedalaman Turki dengan ciri kemunduran ekonomi dan terlalu religius konservatif, sebagaimana elite Kemalis dan militer sebarkan. Saat ini, Turki di bawah AKP beroperasi sesuai dengan visi baru negara jangka panjang bagi tujuan-tujuan ekonomi dan geo-politik, berpaling dari orientasi eksklusifnya terhadap Barat dan bukan terhadap lingkungan regionalnya sendiri. Reorientasi ini ditandai dengan konsep “nol masalah dengan tetangga” dan “kedalaman strategis”, seperti yang dijelaskan oleh Menteri Luar Negeri
mengambil alih dukungan lebih besar.71 Hingga beberapa tahun ke depan, AKP tampaknya masih memiliki dukungan tradisional yang kuat, kecuali apabila terdapat kekuatan baru yang mampu merevisi tradisi kepolitikan AKP. Kendatipun demikian, merujuk yang dikatakan Orhan Pamuk yang saya kutip di awal bab ini, pesaing utama AKP sebagai kekuatan “quasiIslamis” tetaplah kekuatan politik sekuler. Namun demikian, secara internal, merujuk perkembangannya hingga akhir 2013, masa depan AKP juga bisa merosot apabila terjadi pencabutan dukungan aliansi-aliansi strategisnya. Tantangan AKP juga semakin berat, apalagi apabila tidak muncul tokoh-tokoh yang kharismatik di tingkat nasional dan eksodus kader-kadernya di tingkat lokal.
HALUAN KEBIJAKAN AKP: PRAGMATISME DAN REGIONALISME Secara umum kebijakan pemerintah pragmatis teruatam dalam bidang ekonomi dan politik luar negeri. Walker, mencatat kecenderungan penting Turki, bahwa,
saat ini Ahmet Davutoglu.72
Komentar tersebut mengklaim bahwa kehadiran AKP merubah keadaan Turki menjadi lebih konservatif tetapi modern, prospektif secara ekonomi, dan semakin berpangaruh dalam konstelasi regional dan internasional. Hal sedemikian kontras dengan kebijakan-kebijakan partaipartai Islamis. Karenanya, secara kebijakan, AKP tidak mererepresentasikan partai Islamis. Kebijakan AKP lebih mirip dengan kebijakan partai-partai kanan tengah yang propasar, tetapi juga pro-Eropa.
Munculnya AKP dan “Macan Anatolia”, mewakili elite bisnis baru dari jantung Turki di Kayseri, Konya, atau Gaziantep daripada pusat-pusat tradisional Marmaris di kawasan barat, telah merumus72
71
Soner Cagaptay, “Turkey’s Local“.
112
Joshua W. Walker, “The Interlinking of Turkey’s Domestic and Foreign Policy in the AKP’s Third Term“ Analysis GMF, 10 Agustus 2011, hal.2.
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
“Orang Kuat di Eropa”: Kepesatan Ekonomi Menjelang kunjungannya pertama kalinya ke Indonesia April 2011, Presiden Abdullah Gül menggambarkan kemajuan ekonomi negaranya, bahwa, Turki sudah sampai pada tahap negara sangat maju, khususnya di bidang industri dan teknologi. Ekspor kami 95% dari produk industri. Ekspor paling besar kami dari bidang otomobil dengan nilai 20 miliar dollar AS. Sekarang ini setiap 8 dari 10 lemari es di Inggris adalah buatan Turki, demikian pula 1 dari 3 televisi di Inggris adalah buatan Turki. Dengan produk domestik bruto melebihi 1 triliun dollar AS, kami menaruh perhatian besar pada sains, teknologi, dan inovasi. Kami juga mengembangkan industri pertahanan dan membuat peralatan cangging yang diproduksi sesuai standar NATO. 73
Apa yang digambarkan Gül di atas, sangat berbeda dengan situasi perekonomian Turki sebelum AKP berkuasa. Saat itu, Turki mengalami krisis ekonominya yang terparah.74
Pada 2003, Pemerintahan AKP menjalankan program stabilisasi ekonomi IMF dan mengadopsi peta jalan untuk menjadi anggota penuh Uni Eropa. Hasilnya, sepanjang tahun 2002-2007 pertumbuhan ekonominya melaju rata-rata 6–7% per tahun, dengan tingkat inflasi ditekan hingga 3,9%. Ekspor tercatat naik dari senilai 32 milyar Dolar AS pada 2002 menjadi 132 milyar Dolar AS pada 2009. 75 Di tengah krisis finansial global pada 2009, ekonomi Turki tetap bertahan. Bahkan, setelah krisis, pertumbuhan ekonomi pada 2010, tercatat di atas 7%. Namun, defisit neraca berjalan masih cukup tinggi (6,8% GDP pada 2010), pengangguran juga masih menjadi persoalan. Tetapi, secara umum Turki telah menjadi negara berkekuatan ekonomi.76 Majalah Time mencatat selama delapan tahun berkuasa (20022010), Erdogan mampu melejitkan pendapatan per kapita Turki 288%, dari 3.492 Dolar AS menjadi 10.079 Dolar AS. Tercatat juga GDP Turki tumbuh rata-rata 4,8% dalam periode 2002-2010, lebih tinggi dibanding Rusia, Brazil, dan Korea Selatan. Pada 2010, Turki merupakan kekuatan eonomi terbesar ke-17 dunia, GDP-nya tumbuh 8,9%, sementara
73
Wawancara Abdullah Gül dengan Wartawan Kompas Ninok Leksono. Lihat, “Kembangkan Hubungan Hostoris Indonesia-Turki,” Kompas, 4 April 2011. 74
Ziya Önis, “Domestics Politics versus Global Dynamics: Towards a Political Economy of the 2000 and 2001 Financial Crises in Turkey,” dalam Ziya Önis dan Barry Rubin, The Turkish Economy in Crisis, hal. 14.
75
Carol Migdalovitz, “AKP’s Domestically-Driven Foreign Policy,” Turkish Policy Quarterly, Vol. 9, No. 4, 2011. 76
Ibrahin Ozturk, “Erdogan’s Economic Revolution,” project-syndicate.org, 14 Juni 2011. http://ww.projectsyndicate.org/commentary/erdo-an-s-economicrevolution (diakses 2 Agustus 2012). 113
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
Uni Eropa hanya 1,9%. 77 Melihat kekuatan ekonomi Turki yang spektakuler itu, kekhawatiran kalangan Eropa bahwa Turki “terlalu besar, terlalu miskin, dan terlalu tidak stabil” dipandang sangat tidak relevan.78 Dalam konteks inilah, kita bisa memahami pilihan judul kolom Erdogan di majalah Newsweek, edisi 17 Januari 2011, The Robust Man of Europe, yang sebagian kalimatnya saya kutipkan di atas. Kolom itu menegaskan posisi Turki yang kuat secara ekonomi, bahwa seiring dengan berakhirnya dekade pertama abad ke-21, terjadi pergeseran lokus kekuasaan dalam politik global, di mana Kelompok G20 menggeser G7 dalam konstelasi ekonomi global. Turki, seperti halnya Brazil, India, dan yang lain, semakin memainkan peran penting dalam ekonomi global. Uni Eropa pun tak bisa kebal dari perubahan-perubahan itu, termasuk dalam menghadapi krisis finansial. Selanjutnya Erdogan menilai ekonomi Uni Eropa stagnan, sementara Turki sebagai calon anggota Uni Eropa, “telah menempatkan jejak di panggung global dengan perkembangan ekonomi dan stabilitas politik yang mengesankan”. Perekonomian Turki tumbuh paling cepat dibandingkan Eropa. Mengutip data OECD, Turki akan menjadi kekuatan ekonomi kedua di eropa pada 2050.
77 78
“Erdogan’s Moment,” Time, Edisi 26 November 2011. Ibrahin Ozturk, “Erdoðan’s Economic“.
114
Tanpa menjelaskan yang dimaksud robust man adalah adalah lawan dari sick man yang dalam konteks historis hubungan Turki-Eropa, Erdogan jelas memberi pesan bahwa Turki adalah pasar yang terus tumbuh, sehingga “Uni Eropa sangat membutuhkan”.79 Erdogan menyentil Eropa agar tidak memandang Turki sebelah mata. Turki sangat sehat, ketika Eropa rentan sakit. Melejitnya ekonomi Turki tak lepas dari orientasi ekspor yang menyertai kebijakan neo-liberal dekade 1980-an. Kebijakan tersebut membuat Turki tidak saja mandiri, tetapi juga ekspansif. Setengah dari nilai ekspor Turki memang masih mengandalkan negara-negara Eropa, khususnya Jerman, Inggris, dan Italia. Namun, nilai perdagangannya ke negaranegara Arab, termasuk Iran juga tumbuh pesat. 80 Sebagai eksportir terbesar, Turki bahkan tengah merencanakan kawasan perdagangan bebas dengan Yordania, Suriah dan Lebanon. 81 Hal lain yang penting untuk digaris-bawahi adalah, bahwa perdagangan dan energi semakin menjadi pengikat Turki dengan negara-negara tetangganya. Bagaimanapun, Turki memiliki posisi
79
Recep Tayyip Erdogan, “The Robust Man of Europe,” Newsweek, Edisi 17 Januari 2010. 80
Mehmet Babacan, “Whither an Axis Shift: A Perspectives from Turkey’s Foreign Trade,” Insight Turkey, Vol. 13, No. 1. 2011. 81
Carol Migdalovitz, “AKP’s Domestically-Driven Foreign Policy,” Turkish Policy Quarterly, Vol. 9, No. 4, 2011, hal. 44.
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
strategis sebagai transit energi, justru karena terletak di antara negaranegara penyuplai energi, seperti Federasi Rusia, negara-negara Kaspia dan Timur Tengah di satu sisi, dengan sisi permintaan negara-negara Uni Eropa dan pasar dunia melalui Mediterania. Karenanya, perdagangan energi memainkan peran penting Turki dalam inisiatif-inisiatif regional.82 Kendatipun demikian, sebagaimana di ulas Dombey, ekonomi Turki dewasa ini dihadapkan pada kerentanan ekonomi akibat ketergantungannya dengan dana-dana asing (foreign funds), sensitifnya pasar, dan tantangan politik. Yang terakhir ini terkait dengan Erdogan yang banyak menerima perlawanan berbagai pihak atas kebijakan dan sikap radikalnya dalam merespons isu-isu antidemokrasi. Kendatipun demikian, masa depan politik dan ekonomi Turki masih bisa diharapkan dari AKP dengan Abdullah Gül. Pada pembukaan sidang parlemen, Oktober 2013, Gül mengatakan perlunya kebijakan pertumbuhan baru yang antara lain dimaksudkan untuk membuat investor asing dan wirausahawan dalam negeri merasa aman dan nyaman.83
82 Mert Ilgin, “Energy and Turkey’s Foreign Policy: State Strategy, Regional Cooperation and Private Sector Involvement,” Turkish Policy Quarterly, Vol. 9, No. 2. 2010. 83
Daniel Dombey, “How Erdogan Did It –and Could Blow It,” Foreign Affair, Januari/Februari 2014, hal. 30 dan 34.
Doktrin “Nol-Masalah” dan Masalahnya: Paradoks Politik Luar Negeri Dalam tulisannya “Turkey’s Zero Problems Foreign Policy”, Davutoðlu memaparkan tujuan dan visi politik luar negeri Turki adalah: (1) memenuhi semua persyaratan keanggotaan Uni Eropa dan menjadi negara anggota Uni Eropa berpengaruh pada 2023; (2) melanjutkan upaya keras dalam integrasi regional, dalam bentuk kerjasama keamanan dan ekonomi; (3) berusaha memainkan peran yang berpengaruh dalam penyelesaian konflik regional; (4) berpartisipasi penuh semangat dalam semua arena global; dan (5) memainkan peran menentukan dalam organisasi internasional dan menjadi salah satu dari 10 ekonomi terbesar di dunia.84 Dari penjelasan tersebut, dapat segera dipahami mengapa kebijakan politik luar negeri AKP tidak hanya tetap mempertahankan hubungan eratnya dengan AS dan Eropa, tetapi juga dengan Timur Tengah, Asia Tengah, dan Dunia Muslim. Pandangan Davutoglu yang juga dikenal Strategic Depth Doctrine menegaskan Turki memiliki modal sejarah dan posisi geografis yang strategis dengan keragaman identitas regional, yang
84 Ahmet Davutoglu, “Turkey’s Zero Problems Foreign Policy,” Foreign Policy, 20 Mei 2010. http:// www.foreignpolicy.com/articles/2010/05/20/ turkeys_zero_problems_foreign_policy (diakses 27 Januari 2014)
115
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
mengharuskan Turki memiliki rasa tanggung jawab dan kontribusi aktif dalam resolusi konflik, perdamaian internasional, dan keamanan wilayah, sebagai bentuk panggilan dari kedalaman multidimensi sejarah Turki.85 Pada praktiknya, peran Turki dalam perkembangan regional memang semakin atraktif, sebagaimana dicatat Barkey, Selama dekade terakhir, Turki telah muncul sebagai aktor utama di Tengah Timur. Ia telah memulainya dengan berbagai misi mediasi dan vokal dalam isu-isu seperti konflik Arab-Israel dan program nuklir Iran. Popularitas perdana menterinya, Recep Tayyip Erdogan, melampaui dari semua pemimpin regional lainnya. Kehadiran barunya di Timur Tengah telah banyak ditandai sebagai Neo-Utsmani atau ditinggalkannya Barat guna mendukung Timur. Yang lain manafsirkannya sebagai akibat kekecewaan dengan adanya proses akses ke Uni Eropa yang terhenti atau keinginan menangkis secara “independen” kebijakan luar negerinya terhadap
sebagai kekuatan independen yang berpengaruh. Kendatipun demikian, implementasi doktrin “nol masalah dengan tetangga” tak lepas dari kritik sejumlah pihak. Misalnya, ketika Turki ingin lebih berpengaruh di kawasan Timur Tengah, maka ia dipandang mengembangkan masalah dengan Israel. Manuver dan kerjasama ekonomi dengan Iran, juga membuat hubungannya dengan Barat menjadi dilematis.87 Pihak oposisi mengkritik manuver politik yang mendekat ke Timur, berisiko kehilangan mitranya di Barat. Merespons kritik teresebut Davutoglu berujar, Kami adalah bagian dari Barat. Jika Barat melihat kami dari luar dan obyeknya bisa lepas atau menang, logika mereka salah. Kami memiliki hak yang sama untuk mengemukakan pendapat di NATO sebagaimana negara lainnya. … Jika nilai-nilai Barat adalah soft power, interdepen-densi ekonomi, hak asasi manusia, kami turut mempertahankannya. … Jika standar ganda adalah nilai Barat, kami tidak
AS. 86
Komentar tersebut mencoba menunjukkan bahwa Turki berupaya tidak terlampau lagi berkiblat pada Uni Eropa dan AS dalam politik luar negerinya, melainkan ingin tampil
85 Ioannis N. Grigoriadis, “The Davutoglu Doctrine and Turkish Foreign Policy,” ELIAMEP, Working Paper No. 8, 2010. 86
Henri J. Barkey, “Turkish Foreign Policy and the Middle East,” CERI STRATEGY PAPERS, Ns 10 – Rencontre Stratégique du 6 Juin 2011. 116
untuk itu. 88
Konteks pernyataan ini, terkait dengan terbunuhnya sembilan warga Turki di atas Kapal Flotilla oleh pasukan Israel pada 2010. Mereka
87
“Problems with the neighbours, An activist foreign policy creates its own troubles,” Economist, Edisi 28 Januari 2012. 88
“Ahmed Davutoglu: ‘We are a Part of the West,” Newsweek, edisi 9 Juli 2010.
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
adalah para sukarelawan yang hendak menerobos Gaza untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina. Turki bereaksi keras terhadap kasus ini. Davutoglu menolak standar ganda, manakala terjadi kekerasan dan pelanggaran HAM di negara-negara Timur dan Islam berteriak, sementara diam manakala yang melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM adalah Israel. Walaupun Davutoglu menegaskan tetap menjadi bagian dari Barat, namun kebijakan politik luar negeri Turki, memang tidak terlalu bercitarasa Barat lagi.89 Politik luar negeri Turki juga mengedepankan solidaritas Muslim, 90 nasionalisme, dan merkantilisme yang berpotensi melejitkan popularitas politik domestik AKP.91 Solidaritas Muslim, tidak saja terlihat dari aktifnya kembali Turki dalam OKI. Pada 2004, Profesor Ekmeleddin Ihsanoglu terpilih sebagai Sekretaris Jenderal OKI. Turki juga tidak segansegan menampakkan sikapnya yang pro-Palestina, serta mengembang-
89
“Ahmed Davutoglu: ‘We are“.
90
Pemerintah AKP tampak cukup sigap dalam merespons isu-isu marjinalisasi Muslim di Negara lain. Misalnya, antara lain ditunjukkan dengan kunjungan istri Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan dan Menteri Luar Negeri Ahmet Davutoglu ke Provinsi Arakan di Myanmar memberikan sumbangan pada Muslim Rohingya yang kehilangan tempat tinggal dan kelaparan akibat konflik. Lihat, “Davutoglu, PM’s wife to visit Arakan to deliver aid,” Today’s Zaman, 6 Agustus 2012. 91
Carol Migdalovitz, “AKP’s Domestically-Driven Foreign Policy,” Turkish Policy Quarterly, Vol. 9, No. 4, 2011.
kan kebijakan yang bercorak neoUtsmani atau Pax Ottomana. Yang terakhir itu terkait dengan pendekatan soft-power Turki terhadap negara-negara eks-Turki Utsmani yang membentang dari kawasan Balkan, Timur Tengah, Afrika Utara, hingga Asia Tengah. Kendatipun demikian, secara retoris Davutoglu menolak karakterisasi tersebut, bahwa, Kami tidak memiliki hegemoni pada siapapun. Sebaliknya apa yang kami coba lakukan adalah untuk berkontribusi pada pembentukan perdamaian permanen di wilayah kami. Jika sesuai perintah yang mereka maksud adalah Pax Ottomana, Pax dalam arti ketertiban, kami mencoba untuk menciptakan ketertiban, tidak salah untuk mengatakan hal seperti itu.
92
Perdana Menteri Erdogan juga menolak apabila kebijakan politik luar negerinya dipandang romantis neoUtsmanisme (neo-Ottomanism), kecuali sebagai suatu kebijakan yang didasarkan kepada “realpolitik berdasarkan visi baru tatanan global”.93 Sesungguhnya sejak awal pendirian OKI pada 1969, Turki terlibat dalam sidang-sidang penyiapan lembaga tersebut, walaupun kemudian ia memilih sebagai anggota de facto.
92 “Yeni Osmanlýlar sözü iyi niyetli deðil,” sabah.com.tr 14 Desember 2010. http://www.sabah.com.tr/Siyaset/ 2009/12/04/yeni_osmanlilar_sozu_iyi_niyetli_degil (diakses 27 Januari 2014) 93
Recep Tayyip Erdogan, “The Robust Man of Europe,” Newsweek, Edisi 17 Januari 2010. 117
M Alfan Alfian: Fenomena Recep Tayyip Erdogan dan Kepolitikan AKP di Turki
Alasannya, karena Turki merasa dirinya negara sekuler sehingga menolak meratifikasi piagam pendirian OKI. Namun, pada 1976 Konferensi OKI ke-7 digelar di Istanbul, terkait dengan kepentingan untuk mendapatkan dukungan negara-negara Muslim dalam kasus Siprus. Sebelumnya, menyusul intervensi militer Turki ke Siprus, AS memutuskan untuk melakukan embargo persenjataan kepada Turki. 94 Turki juga terlibat dalam mendesain organisasi kerjasama ekonomi delapan negara Islam atau Development Eight (D-8) melalui Deklarasi Pertemuan Kepala Negara/Pemerintahan di Istanbul 15 Juni 1997. Organisasi yang bermarkas di Ýstanbul ini, beranggotakan Turki, Banglades, Mesir, Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, dan Pakistan.95 Dalam konstelasi politik Timur Tengah, Turki membuat sikap dan kebijakan yang mengecewakan Barat, karena pro-Iran dalam isu pengembangan program nuklir, serta menanamkan pengaruh di lingkup regional.96 Dalam upaya mengakhiri krisis
politik Suriah, misalnya, Turki proaktif menawarkan diri sebagai mediator, dan bahkan kemudian menjadi garda depan NATO. Upaya-upaya demikian melejitkan Erdosan sebagai sosok berpengaruh. Dalam laporan utama majalah Time, Erdogan sebagai sosok yang “sangat penting dalam meningkatkan reputasi internasional Turki” dan tetap menjadikan Turki “bagian paling penting” dalam posisinya sebagai negara pro-Barat.97 Isu nasionalisme mengemuka dalam kasus Siprus, Kurdi dan Armenia. Dalam kasus Siprus, AKP tetap melanjutkan mempertahankan dominasi Turki di Siprus Utara pasca-intervensi 1974.98 Di sisi lain, walaupun Pemerintahan AKP memperbolehkan penerapan Bahasa Kurdi di sekolahsekolah, namun sikapnya terhadap pemberontak Kurdi tetap tegas. Pemerintahan AKP juga sensitif dengan isu genosida warga Armenia yang dilancarkan pihak Barat. 99
97
“Erdogan’s Moment,” Time, Edisi 26 November 2011.
98
Mahnaz Rabiei dan Zohreh Ghavam Masoudi, “Foreign Direct Investment and Economic Growth in Eight Islamic Developing Countries,” European Journal of Scientific Research, Vol.68, No.4. 2012.
Pada awal pemerintahan, pihaknya harus bersitegang dengan petinggi militer, karena AKP mengakomodasi skenario penyelesaian sengketa Siprus sebagaimana yang ditawarkan oleh Sekjen PBB Kofi Annan atau Annan Plan. Namun, Annan Plan tersebut gagal diimplementasikan justru, ketika Siprus Yunani menolaknya setelah mereka melakukan referendum. Mengenai dinamika militer dalam pemerintahan AKP terkait dengan kasus Siprus ini, lebih lanjut lihat Bab V.
96
99
94
Mehmet Özkan, “Turkey in The Islamic World: An Institutional Perspective,” Turkish Review of Middle East Studies 18, 2007. 95
Turki juga membangun hubungan khusus dengan Federasi Rusia dan negara-negara kunci di kawasan Kaukasus, membuka kerjasama dengan negara-negara Afrika dan, bahkan Amerika Latin. Lihat, Ziya Önis, “Multiple Faces of the “New” Turkish Foreign Policy: Underlying Dynamics and a Critique,” Insight Turkey, Vol. 13, No. 1. 2011. 118
Sastrawan Orhan Pamuk pernah diajukan ke pengadilan karena dituduh menghina “keturkian” atas komentarnya kepada majalah Swiss. Dalam wawancara itu, Pamuk mengatakan, “Satu juta orang Armenia dan 30.000 Kurdi tewas di tanah ini dan tak seorang pun kecuali aku berani berbicara tentang hal itu”. Uni Eropa menyesalkan pengadilan itu, karena
Jurnal Politika Vol. 10 No. 1 Tahun 2014 Menimbang Kepemimpinan Politik
Karenanya, misalnya, Turki bereaksi keras ketika pada Desember 2011 Senat Prancis mensahkan UU yang menyinggung soal genosida terhadap warga Armenia. Turki bereaksi dengan menarik duta besarnya di Paris, melarang pesawat dan kapal Perancis mendarat dan berlabuh di Turki, hingga membekukan konsultasi politik dan ekonomi dengan Perancis.100 Namun, dalam perkembangannya, Dewan Konstitusi Perancis membatalkan UU tersebut, karena dianggap bertentangan dengan prin-
sip-prinsip kebebasan berekspresi yang diabadikan dalam dokumen pendirian Perancis. Merespons perkembangan tersebut, Davutoglu berjanji akan memulai kembali hubungan ekonomi, politik, dan militer dengan Perancis yang sempat dibekukan.101 Isu-isu nasionalisme semacam ini, selain isu-isu spesifik seperti kerjasama Turki dan Brazil yang mendukung pengayaan uranium Iran, serta tentunya juga isu IsraelPalestina sering membuat hubungannya dengan sekutu-sekutu Ba-rat menjadi demikian dilematis.**
alasan kebebasan berekspresi. “Popular Turkish Novelist on Trial for Speaking of Armenian Genocide,” nytimes.com, 16 Desember 2005, http:// www.nytimes.com/2005/12/16/international/europe/ 16turkey.html?_r=0 (diakses 27 Januari 2014). 100
UU itu menjatuhkan hukuman penjara satu tahun dan denda 45.000 Euro bagi orang yang menolaknya sebagai genosida. Lihat,”Turkey, France and Armenia, Watch Your Words,” Econonist, Edisi 31 Desember 2011.
101
“French Constitutional Authority Annuls ‘Armenian Genocide’ Legislation,” Todays Zaman, 4 Maret 2012. 119