Kajian Bioreductor Cemaran Logam Berat Timbal (Pb) Pada Tanaman Lansekap Jalan (Streetscape) di Kawasan Perkotaan Yogyakarta Suparwoko, Ir. MURP PhD Jurusan Arsitektur FTSP UII Jl. Kaliurang Km 14,4 Yogyakarta 55584 Telp. (0274) 898444 psw. 2507 Hp. 081392260855, Email:
[email protected]
Abstrak Tanaman lansekap jalan, terutama di kawasan perkotaan, diharapkan dapat menyerap dengan baik cemaran udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Salah satu cemaran berbahaya yang perlu diserap oleh pohon adalah logam berat timbal (Pb), karena Pb dipercaya dapat menurunkan kecerdasan (IQ) bagi manusia yang sering menghirup cemaran Pb. Dampak cemaran udara sudah mewabah di hampir seluruh belahan dunia, di Bangkok tingginya kadar Timbal (Pb) di udara menyebabkan terjadinya 200.000 - 500.000 kasus hipertensi, dan menyebabkan 400 kematian setiap tahun. Anak-anak kehilangan rata-rata empat poin IQ pada usia 7 tahun (WHO, 1999). Padahal di kawasan perkotaan Yogyakarta jumlah kendaraan bermotor cukup banyak dan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu kota Yogyakarta telah dikenal sebagai kota pendidikan, sehingga pengurangan kadar Pb di kawasan perkotaan Yogyakarta menjadi sangat relevan. Penelitian ini menguji sejumlah daun yang diambil dari pepohonan yang ditanam dipinggir jalan di kawasan perkotaan Yogyakarta pada sejumlah lokasi seperti Malioboro, Kotabaru, Kampus UGM, dan Perumahan Banteng. Kandungan Pb dalam daun diukur dengan satuan Milligram per Liter (mg/L). Hasil uji kandungan Pb dalam daun dari pohon yang berbeda di berbagai lokasi yang berbeda memiliki kandungan Pb yang berbeda pula. Penelitian ini merekomendasikan bahwa semakin padat lalu lintas kendaraan pada kawasan perkotaan sebaiknya ditanam jenis pohon bioreductor yang mampu menyerap Pb lebih banyak. Kombinasi tanaman bioreductur untuk mendukung fungsi shading (naungan) pohon pada tempat parkir kendaraan bisa dilakukan. Penanaman pohon bioreductor Pb untuk mendukung lansekap jalan selain bermanfaat bagi keindahan, kesegaran udara, penurunan suhu, juga untuk mendukung hutan kota dan secara ekologis berguna untuk mengurangi kandungan cemaran Pb dikawasan perkotaan. Keywords: Pencemaraan udara, timbal, lansekap jalan, kawasan perkotaan
Pendahuluan 1. Latar Belakang Pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia sudah memsuki tahapan yang mengkawatirkan. Polusi di wilayah DKI Jakarta sudah dapat dikatakan tinggi. Untuk ukuran dunia, polusi udara Jakarta menduduki peringkat ke-3 terburuk setelah Meksiko dan Bangkok. Menurut data ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara), pencemaran udara di Jakarta mencapai posisi di atas ambang batas 60 (Tugaswati, 1993) Logam berat berupa timah hitam (Pb) ternyata tidak hanya mencemari air tetapi juga udara Kota Surabaya. Kandungan timah hitam pada darah anak jalanan dan Polantas itu disebut-sebut berasal dari asap kendaraan bermotor. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 85 orang oleh Balai Laboratorium Kesehatan Surabaya (BLKS) menunjukkan darah responden ini umumnya mengandung Pb. Jika, kualitas udara terus menurun, jumlah warga Surabaya yang darahnya tercemar timah hitam diperkirakan terus meningkat (Bapedalda Jawa Timur, 2001). Gubernur DI.Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, tingkat pencemaran udara di wilayah Jateng dan Yogyakarta makin tinggi, kalau tidak boleh dikatakan sudah 1
memasuki nilai ambang batas, sehingga semua pihak diminta waspada dan berhati-hati. Sehubungaan dengan itu, perlu diambil langkah-langkah untuk menghindari kemungkinan hujan asam yang efeknya merugikan manusia (Sri Sultan HB X, 2002). Kandungan pencemaran udara dari emisi kendaraan mengandung logam berat timbal (Pb), dimana jenis cemaran ini mampu menurunkan IQ, sehingga kota Yogyakarta sangat penting untuk melakukan reduksi cemaran udara terutama di daerah perkotaan. Karena pohon melalui daun mampu menyerap polusi udara, termasuk Pb, maka penelitian Kajian Bioreductor Cemaran Logam Berat Timbal (Pb) Pada Tanaman Lansekap Jalan (Streetscape) di Kawasan Perkotaan Yogyakarta menjadi sangat perlu untuk dilakukan. Kondisi diatas menunjukkan bahwa pembangunan wilayah di Indonesia cenderung mengutamakan pembangunan wilayah perkotaan untuk mendorong percepatan ekonomi. Sebagai dampaknya maka kepadatan bangunan, kendaraan, jalan, dan industri terpusat di daearh perkotaan dibanding perdesaan. Akibat berikutnya adalah terjadinya ketidak stabilan ekosistem perkotaan yang membawa kenaikan suhu udara di perkotaan, penurunan air tanah, banjir, penurunan permukaan tanah, intrusi air laut, abrasi pantai, pencemaran air berupa air minum berbau, mengandung logam berat, pencemaran udara seperti meningkatnya kadar karbon monoksida (CO), ozon (O3), karbon dioksida (CO2), oksida nitrogen (NO2) dan belerang dioksida (SO2), timbal/timah hitam (Pb), debu, suasana yang gersang, monoton, bising dan kotor (DJRRL, 2004).
2. Permasalahan dan Lokasi Penelitian Seberapa besar kandungan cemaran logam berat timbal (Pb) yang terkandung dalam daun dari beberapa pepohonan yang ditanam pada lansekap jalan di kawasan perkotaan Yogyakarta. Kawasan perkotaan menjadi penting sebagai lokasi penelitian karena kota Yogyakarta termasuk kota besar di Indonesia yang mulai mengenal kemacetan lalu lintas yang artinya banyak kendaraan bermotor di kota ini dan polusi udara sudah mencapai ambang batas. Sehingga sejumlah variabel yang perlu diteliti mencakup kondisis polusi udara, kepadatan lalu lintas, dan kandungan Pb dalam daun pada sejumlah lokasi penelitian di kawasan perkotaan Yogyakarta. Karena Yogyakarta dikenal sebagai kota pendidikan maka berbagai pepohonan di lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan di Yogyakarta perlu menjadi perhatian seperti kampus, perumahan/permukiman, dan perdagangan. Kawasan perdagangan seperti Malioboro menjadi penting sebagai lokasi penelitian karena Malioboro selain sebagai pusat kota, pusat perdagangan dan perbelanjaan juga menjadi sasaran kunjungan wisata oleh para pelajar dan mahasiswa. Kotabaru menjadi penting sebagai lokasi penelitian karena kota baru merupakan kawasan dengan sejumlah kegiatan seperti perumahan, kantor, dan pendidikan (SD, SMP, SMA, dan kursus bahasa). Pepohonan di lingkungan kampus perlu diteliti karena kampus merupakan pusat kegiatan pendidikan dan wisata pendidikan. Dalam penelitian ini maka kampus UGM dijadikan sampel untuk salah satu lokasi penelitian. Lokasi terakhir 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kandungan cemaran logam berat timbal (Pb) pada sejumlah daun pada pepohonan di kawasan perkotaan Yogyakarta. Pada lokasi dan kawasan yang sama, penelitian ini juga akan mengukur kondisi polusi udara, dan kepadatan lalu lintas di perkotaan Yogayakarta. Sehingga kajian hubungan antara kepadatan lalu lintas, polusi udara, dan kandungan cemaran Pb perlu dicermati apakah daun-daun dari tanaman/pepohonan pada landsekap jalan di kawasan perkotaan yang padat lalu lintas 2
kendaraan bermotornya memiliki daya serap yang baik terhadap cemaran logam berat timbal (Pb). Kajian kandungan Pb dalam daun-daun dari pepohonan yang ditanam pada lansekap jalan akan bermanfaat untuk memberikan arah bagi penataan kota dalam memberikan rekomendasi jenis pohon yang mampu menyerap cemaran Pb dan akan ditanam pada lansekap jalan dimasa mendatang. Saran penanaman pohon selain ditinjau dari aspek kerindangan, estetika, juga perlu ditinjau dari segi penyerapan polutan Pb yang mendukung aspek kesehatan masyarakat di kawasan perkotaan. 4. Metoda Penelitian Pengambilan sampel dilakukan di kawasan perkotaan Yogyakarta. Sampel diambil dari 4 titik yang rawan pencemaran udara, yakni kawasan malioboro, kridosono dan UGM Yogyakarta. Dalam setiap titik, diambil 3 sampel yang berupa daun tanaman tua. Sampel yang diambil berupa daun tua yang berada dibagian terluar dari pohon/tanaman yang memiliki akses terluas untuk terkena udara luar. Jadi jumlah total sampel yang diambil adalah 12 sampel berupa daun yang diambil di 4 titik sampel. Bahan dan alat yang diperlukan dalam proses sampling dan analisis sampel adalah sampel daun sebanyak 12 yang diambil di setiap titik sampel yang berjumlah 4 titik. Selain itu seperangkat alat teknis sampel berupa HVAS, Termometer, RH-meter, Anemo meter, Midget impinger, Colorimeter, Gravimetri, AAS (atomic absorbtion spectrometer) diperlukan untuk sampling dan analisis sampel di laboratorium dalam menganalisa kandungan logam berat Pb secara kuantitatif di permukaan dan di dalam jaringan daun THK. Proses analisa kandungan logam berat Pb yang berada dalam sampel daun yang diambil dari 4 titik sampel yang berjumlah 12 sampel daun dilakukan di laboratorium menggunakan alat AAS (atomic absorbtion spectrometer). Mekanisme analisisnya di lakukan dalam 2 tahapan; tahap pertama, analisis kandungan Pb yang berada di permukaan daunnya, analisisnya dilakukan dengan pencucian (leaching) menggunakan larutan asam encer. Tahap kedua, analisis kandungan Pb yang diserap oleh sampel daun yang berada di dalam jaringan daunnya. Analisisnya dilakukan dengan pengabuan dan destruksi dengan larutan asam pekat. Sampel-sampel tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan AAS.
Pencemaran Udara, Pohon dan Lansekap Jalan 1. Pencenaran Udara Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alamsehingga kualitas udara turun ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Kepmen KLH No. Kep 02/MenKLH/1988). Sumber pencemaran udara yang utama berasal dari kegiatan transportasi, terutama dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar yang mengandung zat pencemar 60% dari karbon mono-oksida dan sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon (Fardiaz, 1992). Sedangkan sumber pencemar yang lain adalah pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dsb.
3
Di wilayah kota-kota besar, kendaraan bermotor menghasilkan 85% dari seluruh pencemaran udara yang terjadi. Selain menghasilkan cemaran Cox, kendaraan bermotor menghasilkan hidrokarbon tidak sempurna berupa Nox, SOx dan partikel (Purnomohadi, 1995). Partikel atau debu adalah setiap benda padat/cair yang dari suatu masa melalui proses dispersal dalam media gas/udara yang hampir tidak memiliki kecepatan jatuh. Debu berdasarkan susunan kimianya dapat dibedakan menjadi dua yaitu debu mineral atau debu organis. Sumber pencemaran partikel/debu berasal dari kegiatan industri, pembakaran bahan bakar fosil kendaraan bermotor, badai pasir, pembakaran hutan, dan gunung berapi. Pergerakan debu dipengruhi oleh gerak brown, angin, dan grafitasi. Pencemaran debu atau patikel dapat meimbulkan gangguan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Siregar, 2005).
Tabel 1. Baku Mutu Udara Ambien Nasional No 1
Parameter SO2 (Sulfur Dioksida)
2
CO (Karbon Monoksida)
3
NO2 (Nitrogen Dioksida)
4 5
(Oksidan) TSP (Debu) Pb (Timah Hitam)
Waktu Pengukuran 1 Jam
Baku Mutu 900 ug/Nm
24 Jam 1 Thn 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam
365 ug/Nm 3 60 ug/Nm 3 30.000 ug/Nm 3 10.000 ug/Nm 3 400 ug/Nm
24 Jam 1 Thn 1 Thn 24 Jam 1 Thn 24 Jam 1 Thn
150 ug/Nm 3 100 ug/Nm 3 50 ug/Nm 3 230 ug/Nm 3 90 ug/Nm 3 2 ug/Nm 3 1 ug/Nm
3
Metode Analisis Pararosanilin
Peralatan Spektrofoto meter
3
NDIR
NDIR Analyzer
Saltzman
Spektrofoto meter
Gravimetric
Hi - Vol
Gravimetric Ekstraktif Pengabuan
Hi – Vol AAS
3
Sumber: PP RI No. 41 1999
Didalam bensin (bahan bakar fosil yaitu premium dan premix) terdapat bahan tambahan timbaal atau logam berat Pb yang berfungsi sebagai cairan anti letupan (anti knocking agent) karena mengandung scavenger kimiawi untuk mengurangi letupan selama proses pemampatan dan pembakaran di dalam mesin kendaraan. Hasil penelitian diperoleh penialain bahwa emisi Pb di Indonesia pada tahun 1991sebesar 73.154,42 ton dengan sebaran sumber sebagai berikut: transportasi 98,61% dan industri 1,39%. Sedangkan limbah rumah tangga dan pembakaran sampah dianggap tidak menghasilkan emisi timbal (Kozak, 1993). Selanjutnya Siregar (2005) menyebutkan bahwa sejumlah logam berat (termasuk Pb) dapat terasosiasi atau diserap oleh daun pepohonan. Jumlah Pb dalam udara dipengaruhi oleh volume atau kepadatan kendaraan lalu lintas, jarak dari jalan raya dan daerah industri, percepatan mesin dan arah angin. Tingginya kandungan Pb pada tumbuhan juga dipengaruhi oleh sedimentasi. Sehingga untuk meyerap Pb dalam udara didaerah atau jalur transportasi dan industri (terutapa pada lansekap jalan) perlu ditanam pepohonan yang mampu menyerap Pb. Sejumlah pohon pada lansekap jalan yaang ada sangat penting untuk diteliti seberapa 4
kandungan Pb nya dan perlu dibandingkan antara pohon satu dengan lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pilihan-pilihan pohon yang baik dalam menyerap polutan Pb pada daunnya. Untuk kepentingan kesehatan lingkungan, Pemerintah telah memberikan standar baku mutu udara terhadap kandungan cemarannya. Peraturan Pemerintah Repuplik Indonesia tentang pengendalian pencemaran udara yaitu PP RI No. 41 1999 akan memberikan perlindungan mutu udara di Indonesia, sehingga UU tersebut memberikan dasar ukuran mutu udara ambien nasional, seperti tercantum pada pasal 3 dan pasal 4 dari UU PP RI No. 41 1999.
2. Perkotaan, Kendaraan Bermotor, dan Landsekap Jalan Persentase penggunaan lahan kota Yogyakarta tahun 1994 adalah : 1). Mintakat pusat kota sebagai pusat perdagangan (2,25%). 2). Mintakat perumahan (72%). 3). Jalur transportasi dan distribusi (8,67%). 4). Mintakat sabuk hijau dan ruang terbuka (4,55%). 5). Mintakat pusatpusat institusi (6,11%). 6). Mintakat industri (6,42%) (Suhardjo, 1999). Sebagai pembanding, menurut pakar ekologi, Odum (1975), secara umum tataguna lahan perkotaan industri atau kota metropolitan adalah : 1). Mintakat pusat kota sebagai pusat perdagangan (10%). 2). Mintakat perumahan (40%). 3). Jalur transportasi dan distribusi (20%). 4). Mintakat sabuk hijau dan ruang terbuka (15%). 5). Mintakat pusat-pusat institusi (10%). 6). Mintakat industri (5%). Menurut Fardiaz (1992) bahwa sumber pencemar udara utama adalah kendaraan bermotor, maka bisa dikatakan polusi udara di DIY sejak tahun 2001 hingga 2007 sangat meningkat tajam. Menurut Kathlen L. Wolf, 1997 diperlukan fungsi –fungsi pepohonan pada retail-retail di jalan pada kawasan bisnis untuk lebih mereduksi hawa panas yang diakibatkan oleh pemanasan global karena banyaknya tanah yang telah tertutup oleh bangunan dan perkerasan. Sehingga lansekap jalan di kawasan perdagangan sangat baik memiliki banyak pohon untuk mereduksi udara kotor dan suhu udara. Tabel 2. Jumlah Kendaraan Bermotor di DIY 2001 – 2007 2001 2003 2005 Sepeda Motor 539.448 666.941 843.758 Mobil Penumpang 67.309 74.728 82.705 Mobil Beban 27.745 32.510 35.670 Bus 6.591 8.039 14.685 Sumber: Kompas, 31 Oktober 2007 halaman A – Yogyakarta *) Catatan hingga Mei 2007
2007*) 956.758 86.954 37.654 18.630
Di negara maju, penelian landsekap jalan di kawasan komersial menghasilkan bahwa terdapat hubungan positif antara jumlah pengunjung pertokoan dan banyaknya pohon di landsekap jalan pertokoan. Merchants must be able to see some potential of return on green investment. A series of studies has explored the psychosocial response of shoppers to outdoor consumer environments. The studies reveal consistently positive associations between streetscapes having trees, and consumer preferences, perceptions and behavior (WOLF, 2005). Hasil penelitian Puslitbang Nasional, menunjukkan bahwa tanaman-tanaman yang terdapat di RTH dapat mereduksi polusi udara sekita 5 hingga 45%. Di samping itu RTH juga sangat 5
efektif mengurangi efek-efek climatological heath pada lokasi pemusatan bangunan tinggi yang berakibat pada timbulnya anomali-anomali pergerakan zat pencemar udara yang berdampak destruktif baik terhadap fisik bangunan maupun mahluk hidup. Untuk Upaya rehabilitasi RTH harus diperhatikan jenis dan keragaman vegetasi yang ditanam disarankan untuk memprioritaskan pohon-pohon yang memiliki daya dukung terhadap pengurangan polusi udara terdapat lima jenis pohon itu bisa mengurangi polusi udara sekitar 47 - 69% (LKEKLB, 2004). Sementara itu, pada jurnal yang dibuat oleh Laverne and Winson-Geideman (2003) berisi tentang keuntungan dan manfaat penggunaan lansekap yang didominasi oleh pepohonan yang mana pepohonan itu nantinya berfungsi sebagai shading, tempat peneduh, penyerap kebisingan, keindahan visual, dan lain-lain. Sehingga lansekap yang bagus ialah bukan dilihat dari bentuknya yang selalu menggunakan perkerasan untuk membuat keindahan tetapi lebih ke arah alami yang selain memberikan keindahan juga fungsional. Hal inilah yang dapat membuat area-area perkantoran mendapatkan nilai jual yang bagus. The clear zone philosophy, while arguably effective at improving safety, fails to incorporate community values and environmental amenities into design. A more comprehensive solution is proposed, including the implementation of collaborative design processes and the exploration of the idea of trees as technology to be incorporated into safe roadside designs (BRATTON & WOLF, 2005). Hasil penelitian tentang hutan kota telah mengasilkan berbagai macam keuntungan yang bersifat sosial ekonomi dan lingkungan. Keuntungan ini bisa dinilai sebagai suatu produk barang dan jasa yang diperoleh dari pembangunan green infrastructure. Faktor alam dalam kota merupakan suatu kesatuan dengan kesehatan manusia, kesejahteraan, dan kualitas hidup masyarakat. Sehingga perencanaan kota sangat penting memperhatikan sistem ekonologi kota agar mampu meningkatkan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya (Wolf, 2003). The presence of a full-canopy forest was found to be associated with higher visual quality ratings of the retail district. District visitors also perceived the streetscape canopy to be an integral amenity of the city’s shopping environment. Better understanding of the psychological response of people to both consumer environments and landscapes is central to the success of CBD urban forestry efforts (Veryzer 1999).
Kajian Pb dalam Daun di Lokasi Penelitian 1. Kandungan Pb dalam Daun Untuk mengetahui kandungan Pb pada daun dilakukan penelitian laborartorium. Sejumlah daun diambil di beberapa lokasi sampel penelitian yaitu di kawasan (1) Perdagangan Malioboro, (2) Perumahan Kotabaru, (3) Kawasan Kampus UGM, dan (4) Perumahan Banteng. Semua lokasi penelitian berada di kawasan perkotaan Yogyakarta. Dua lokasi sampel pertama berada di wilayah administrasi Kota Yogyakarta dan dua lokasi sampel kedua berada di wilayah administrasi Kabupaten Sleman.
6
Kawasan Malioboro merupakan kawasan pusat kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan pariwisata kota serta pusat pemerintahan propinsi DIY. Sehingga lalu lintas di ruas jalan di kawasan malioboro relatif paling padat dibanding kawasan lainnya. Kotabaru merupakan area perumahan yang dirancang oleh pemerintahan Belanda pada jaman penjajahan. Pada lokasi ini terdapat kegiatan pendidikan (SMP 5 dan SMA 3 Yogyakarta). Dengan perkembangnya kegiatan perkotaan, perumahan di kota baru sebagian rumahnya berubah fungsi menjadi tempat usaha dan perkantoran. Sehingga lalu lintas jalan utama di lingkungan Kotabaru cukup padat. Lokasi sampel ketiga yaitu kampus UGM merupakan area dengan kegiatan utama pendidikan dan didukung oleh kegiatan permukiman dan perdagangan eceran. Karena jalan utama di kampus ini (jalan Kaliurang) menghubungkan daerah kota dan kawasan perkotaan Yogyakarta dengan kawasan perdesaan wilayah DIY bagian utara maka jalan kaliurang memiliki kepadatan lalu lintas yang cukup padat pada jam-jam puncak. Lokasi lingkungan perumahan Banteng merupakan daerah perumahan yang cukup padat di daerah Yogyakarta bagian utara. Pada masing-masing lokasi penelitian diambil sejumlah parameter yaitu: a. kapasitas jalan atau kepadatan lalu lintas dengan ukuran smp (satuan mobil penumpang) b. Suhu udara dalam satuan derajat celcius c. Kandungan udara di udara d. Jenis tanaman dan kandungan Pb dalam daun Pada Tabel 3 bahwa jumlah kendaraan di jalan Malioboro (satu jalur utara- ke selatan) memiliki kapasitas 1.220,29 satuan mobil penumpang (smp). Secara kimia, parameter logam berat Pb di udara menunjukkan angka yang lebih besar dibanding baku mutunya dimana baku mutu udara ambien untuk Pb di udara adalah 60 µg/m3 sedangkan kadar Pb di udara dalam kondisi faktual di lokasi sampel adalah 68,24 µg/m3.
Tabel 3. Konsentrasi Pb dan Kondisi Lingkungan pada Sampel I (Malioboro) No
1 2 3 4
Parameter Fisika : Jumlah kendaraan* Suhu udara Timbal (Pb) di Udara Pb dalam Satu Daun Beringin
Satuan
Baku Mutu
Hasil Pengujian
Alat/Metode
smp o C µg/m3 mg/L
60 -
1.220,29 u-s 36 68,24 1,025
Direct Measurement Termometer HVAS, Destruksi, AAS Destruksi, AAS
Catatan 1: smp = satuan mobil penumpang U - s = arus kendaraan dari utara ke selatan * Pengukuran dilakukan selama 12 jam (07.00-17.00 WIB): arus kendaraan dua arah Sumber : data primer tanggal 14 Maret 2007
7
Sisi barat Jl. Malioboro (bagian utara) merupakan zona perdagangan atau pertokoanDepan pertokoani tidak memiliki pohon perindang
Sisi Timur Jl. Malioboro merupakan zona kegiatan perkantoran dan perhotoan, dimana halaman depan dari bangunan kantor atau hotel memilki pepohonan perindang
Gambar 1. Jalan Malioboro lokasi Sampel 1 Tabel 4. Konsentrasi Pb dan Kondisi Lingkungan pada Sampel II (Kota Baru) No
1 2 3 4
Parameter Fisika : Jumlah kendaraan*
Satuan
Baku Mutu
Hasil Pengujian
Alat/Metode
smp
-
1.382,41 u-s 987,31 s-u 28 46,97 0,505
Direct Measurement
o
Suhu udara C Termometer 3 Timbal (Pb) di Udara µg/m 60 HVAS, Destruksi, AAS Pb dalam Satu Daun mg/L Destruksi, AAS Tanjung Catatan : data primer tanggal 14 Maret 2007 smp = satuan mobil penumpang U - s = arus kendaraan dari utara ke selatan S – u = arus kendaraan dari selatan ke utara Pengukuran dilakukan selama 12 jam (07.00-17.00 WIB): arus kendaraan dua arah
Pada Tabel 4 bahwa bahwa kepadatan lalu lintas di jalan utama Kotabaru adalah 1.382,41 smp untuk arus utara ke selatan, sedang kan arus selatan ke utara adalah 987,31 smp. Perlu diketahui bahwa pada saat penelitian kapasitas jalan di kawasan Kotabaru sedang terdapat perayaan sehingga kepadatan lau lintas tersebut lebih besar dari pada biasanya. Secara kimia, parameter logam berat Pb di udara menunjukkan angka yang lebih kecil dibanding baku mutunya dimana baku mutu udara ambien untuk Pb di udara adalah 60 µg/m3 sedangkan kadar Pb di udara dalam kondisi faktual di lokasi sampel adalah 46,97 µg/m3. Tampak dalam Tabel 5 bahwa kepadatan lalu lintas di jalan utama Kampus UGM (Jl. Kaliurang) adalah 871,45 smp untuk arus utara ke selatan, sedang kan arus selatan ke utara adalah 784,60 smp. Secara kimia, parameter logam berat Pb di udara menunjukkan angka yang lebih kecil dibanding baku mutunya dimana baku mutu udara ambien untuk Pb di udara adalah 60 µg/m3 sedangkan kadar Pb di udara dalam kondisi faktual di lokasi sampel adalah 46,75 µg/m3.
8
Tabel 5. Konsentrasi Pb dan Kondisi Lingkungan pada Sampel III (Kampus UGM) No
1 2 3 4
Parameter Fisika : Jumlah kendaraan*
Satuan
Baku Mutu
Hasil Pengujian
Alat/Metode
smp
-
871.45 u-s 784.60 s-u 35 46,75 2,05
Direct Measurement
o
Suhu udara C Termometer 3 Timbal (Pb) di Udara µg/m 60 HVAS, Destruksi, AAS Pb dalam Satu Daun mg/L Destruksi, AAS Puring Catatan smp = satuan mobil penumpang U - s = arus kendaraan dari utara ke selatan S – u = arus kendaraan dari selatan ke utara * Pengukuran dilakukan selama 12 jam (07.00-17.00 WIB): arus kendaraan dua arah Sumber : data primer tanggal 14 Maret 2007
Pepohonan perindang pada boulevard jalan utama lingkungan perumahan kota baru.
Lansekap jalan utama lingkungan Kotabaru merupakan bentuk jalan boulevard dimana pada badan jalan terbelah dua dipisahkan oleh taman dan pepohonan (perdu dan perindang.
Gambar 2. Jalan Jalan Utama Kotabaru lokasi Sampel 2
Sisi barat Jl. Kaliurang dengan lahan untuk kegiatan pendidikan dan memiliki tempat parkir dan pepohonan. Sisi timur Jl. Kaliurang adalah lahan kegiatan komersial atau retail dan tidak memiliki pepohonan. Kedua trotoar yang ada tidak memiliki pepohonan
Gambar 3. Jalan Jalan Utama Menembus Kampus UGM lokasi Sampel 3 Dalam Tabel 6 dapat diindikasikan bahwa kepadatan lalu lintas di jalan utama Kotabaru adalah 94,65 smp untuk arus barat ke timur, sedang kan arus timur ke barat adalah 100,32 smp. Secara kimia, parameter logam berat Pb di udara menunjukkan angka yang lebih kecil dibanding baku mutunya dimana baku mutu udara ambien untuk Pb di udara adalah 60 µg/m3 sedangkan kadar Pb di udara dalam kondisi faktual di lokasi sampel adalah 45,4 µg/m3. 9
Tabel 6. Konsentrasi Pb dan Kondisi Lingkungan pada Sampel IV (Perum Banteng) No
1 2 3 4
Parameter
Jumlah kendaraan* Suhu udara Timbal (Pb) di Udara Pb dalam Satu Daun Ketapang Catatan = Catatan 1
Satuan
Baku Mutu
Hasil Pengujian
Alat/Metode
smp
-
94.65 b-t 100.32 t-b 30 45,4 ttd
Direct Measurement
o
C 3 µg/m mg/L
60 -
Termometer HVAS, Destruksi, AAS Destruksi, AAS
smp = satuan mobil penumpang B - t = arus kendaraan dari barat ke timur T - b = arus kendaraan dari timur ke barat * Pengukuran dilakukan selama 12 jam (07.00-17.00 WIB): arus kendaraan dua arah Sumber : data primer tanggal 14 Maret 2007
Pada lokasi di jalan Kaliurang dalam lingkungan perdagangan dan kampus, kandungan Pb dalm kategori sangat berbahaya. Namun perlu diperhatikan bahwa tanaman yang ada dilingkungan ini adalah tanaman perindang berada di luar badan jalan dan diluar trotoar. Tanaman pada trotar merupakan tanaman perdu (jenis puring). Jenis tanaman puring tersebut merupakan bio-reduktor yang baik (Table 10). Sehinga bisa dinilai bahwa sejumlah pohon diluar badan jalan dan trotoar masih mampu menyerap Pb yang ada walaupun angka Pb yang ada di lingkungan tersebut relatif tinggi (mendekati angka baku mutu).
Badan jalan di lingkungan perumahan ini tidak memiliki trotoar. Badan jalan langsung dibatasi pagar kepemilikan lahan. Pepohonan terdapat pada lahan pribadi yang terletak pada sebelah kiri dan kanan jalan. Hijaunya landsekap jalan di lingkungan perumahan ini didukung oleh kesadaran pemilik lahan pribadi.
Gambar 3. Jalan Utama Perumahan Banteng lokasi Sampel 4 Untuk mempermudah penilaian tingkat bahaya kandungan Pb dalam udara dalam suatu kawasan sampel, maka angka baku mutu yang ada perlu dikalisifikasikan untuk mempermudah tingkat penilaian. Baku mutu kandungan udara yang telah ditetapkan adalah 60 ug/m3, maka angka tersebut diklasifikasikan sebagai berikut: Klasifikasi sangat berbahaya 46 – 60 ug/m3 Klasifikasi berbahaya 31 – 45 ug/m3 Klasifikasi cukup berbahaya 16 – 30 ug/m3 Klasifikasi kurang berbahaya 1 – 15 ug/m3 a. Tingkat bahaya di lokasi sampel 1 Pada pusat kawasan Malioboro (sampling di Jl. Malioboro depan gedung DPRD) dengan daun pohon beringan sebagai sampling, maka dengan kondisi Pb melampaui standar baku mutu 10
sangat berbahaya maka jumlah pohon dengan jenis kategori B masih kurang jumlahnya untuk menyerap emisi gas buang yang mengandung Pb. Masalah ini dapat dilihat langsung bahwa jumlah pinggiran jalan di kawasan Malioboro hanya sedikit yang memiliki tanaman pinggir jalan. Adapun pepohon rindang di jalan Malioboro ada di depan DPRD, depan hotel Garuda, dan Depan perkantoran Pemda Yogyakarta. Kondisi ini dapat dilihat bahwa hanya lingkungan kantor (DPRD, Pemda DIY) dan hotel (Ina Garuda) yang pinggir jalannya memiliki tanaman pohon/perindang. b. Tingkat bahaya di lokasi sampel 1 Pada lokasi perumahan Kotabaru, kondisi Pb dalam kawasan tersebut mendekati ambang baku mutu atau masuk klasifikasi sangat berbahaya. Walaupun jumlah pohon disekitar kawasan Kotabaru masih mampu menyerap kandungan Pb dari emisi kendaraan di lingkungan Kota Baru, namun jumlah pohon dilingkungan tersebut masih kurang. Di lingkungan Kota Baru streetcape yang ada memiliki berbagai jenis pohon selain tanjung adalah pohon perdu sebagai kombinasi tata hijau tanaman sebagai tanaman kota. Sehingga sejumlah pohon yang beraneka jenis di lingkungan Kota Baru sangat berperan sebagai bioreductor emisi kendaraan di lingkungan tersebut. Namun karena angka kandungan Pb kirakira 75% dari angka baku mutu maka penambahan jumlah dan jenis pohon yang berfungsi sebagai bio-reductor sangat diperlukan. c. Tingkat bahaya di lokasi sampel 3 Pada lokasi Kampus UGM jalan Kaliurang Km 5 dalam lingkungan perdagangan dan kampus, kandungan Pb dalm kategori sangat berbahaya. Namun perlu diperhatikan bahwa tanaman yang ada dilingkungan ini adalah tanaman perindang berada di luar badan jalan dan diluar trotoar. Tanaman pada trotar merupakan tanaman perdu (jenis puring). Jenis tanaman puring tersebut merupakan bio-reduktor yang baik. Sehinga bisa dinilai bahwa sejumlah pohon diluar badan jalan dan trotoar masih mampu menyerap Pb yang ada walaupun angka Pb yang ada di lingkungan tersebut relatif tinggi (mendekati angka baku mutu). d. Tingkat bahaya di lokasi sampel 4 Pada lokasi Perumahan Banteng kandungan Pb hampir mendekati angka baku mutu dan masuk dalam kategori sangat berbahaya. Walaupun sejumlah pohon dipinggir jalan (tanpa trotoar) masih mampu menyerap Pb, namun ankga Pb yang relatih tinggi memberikan penilaian bahwa pohon bio-reductor masih kurang jumlahnya di lingkungan tersebut. Sebagai kawasan perumahan dan perdagangan eceran untuk pelayanan lingkungan maka pepohon rindang sebagai bioreductor sangat diperlukan.
Kesimpulan dan Saran Logam berat Pb merupakan polutan berbahaya. Dari keselurahan sampel penelitian tercatat bahwa semakin ke Pusat kota arus lalu lintas kendaraan semakin besar sehingga polusi udara sekain ke kota semakin tinggi. Namun semakin polusi udara tinggi ke arah pusat kota dengan ciri kegiatan perdagangan, tidak diimbangi dengan jumlah pepohonan rindang di kawasan perdagangan. Pepohonan penyerap Pb yang baik untuk lansekap jalan adalah bringin dan tanjung. Sedangkan pohon perdu yang baik untuk lansekap jalan adalah puring/. Pohon ketapang tidak baik untuk penyerap Pb, namun bentuk kanopi pohon ketapang sangat baik untuk ditanam di tempat parkir sebagai perindang. Jika pohon ketapang digunakan untuk perindang parkir kendaraan, maka untuk mengurangi Pb di lingkungan parkir tersebut perlu kombinasi tanaman puring. 11
Karena jumlah kendaraan bermotor di perkotaan Yogyakarta terus meningkat maka upaya mengurangi Pb udara bisa dilakukan dengan memperbanyak jumlah pepohonan rindang pada lansekap jalan. Kebanyakan pencemaran udara menyebabkan kerusakan atau perubahan fisiologi pada tanaman yang dapat dilihat pada gangguan pertumbuhan (Kozlowski, et al, 1991). Sehingga penelitian pengaruh polusi udara pada pepohonan lansekap jalan perlu di tinjau dari aspek pertumbuhan pohon. Penelitian ini marupakan awal untuk meneliti lebih banyak berbagai macam pepohonan lansekap jalan (terutama kawasan perkotaan), sehingga pilihan pohon penyerap Pb dapat dipilih untuk fungsi penyerap polusi dan mendukung keindahan lansekap jalan yang ditinjau dari aspek estetika. Profil ketahanan tanaman terhadap polusi udara menjadi penting untuk diteliti.
Pustaka Bratton, N. J. & Wolf, K. L., 2005. Trees and Roadside Safety in U.S. Urban Settings, Paper 05-0946. In Proceedings of the 84th Annual Meeting of the Transportation Research Board (January 913, 2005). Washington D.C.: Transportation Research Board of the National Academies of Science. Fardiaz, S., 1992, “Polusi Air dan Udara,” Yogyakarta: Kanisius Kozlowski, TT., Kramer, PJ., dan Pallardy, SG., 1991, “The Physiological Ecology of Woody Plants, “ London: Academy Press Laverne, R. J., and Winson-Geideman, K. 2003. The influence of trees and landscaping on rental rates at office buildings. Journal of Arboriculture, 29,5,281-290. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, (2003), Menunggu Hadirnya Ruang Terbuka Hijau Di Surabaya, http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1469 Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, (2004), Surabaya Panas Butuh Taman Kota,” diakses pada tanggal 22 Mei 2007 dari http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1553 Purnomohadi, 1995, S., “Peran Ruang Terbuka Hijau Dalam Pengendalian Kualitas Udara di DKI Jakarta, Disertai Siregar, EBM., 2005, “Pencemaran Udara, Respon Tanaman, dan Pengaruhnya Pada Manusia,” Medan, Sumatera Utara: Fakultas Pertanian - USU Sultan HB X, (2002), Pencemaran Udara Yogyakarta Sudah Sampai Ambang Batas,” diakses pada tanggal 12 Mei 2006 dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0211/27/dar34.htm Tugaswati, AT, (1993), Penelitian Monitoring Pencemaran Udara di DKI Jakarta, http://www.litbang.depkes.go.id/ekologi/abstrak_92-93.htm Wolf, K L. 1997, “Psycho-Social Dynamics of the Urban Forest in Business District,” In P. Williams & J.M. Zajicek (eds) People Plant Interactions in Urban Areas: Proceedings of a Research and Education Symposium. Blackburg, VA: People Plant Council Wolf, K L., (2003), Egronomics of the City: Green Infrastructure and Social Benefits,” in C. Kolin (Ed.), Engineering: Proceedings of the 2003 National Urban Forest Conference, Washington DC: American Forests. pp. 141-143 Wolf, K L. (2005). Business District Streetscapes, the Urban Forest and Consumer Response. In: Promoting Professional Tree Care, Proceedings of the 9th National Conference of the International Society of Arboriculture, Australia Chapter (ISAAC). Launceston, Tasmania: ISAAC. Wolf, K L., 2004, “TREES AND BUSINESS DISTRICT PREFERENCES: A CASE STUDY OF ATHENS, GEORGIA, U.S., Journal of Arboriculture 30(6): November 2004, pp. 336-346
12