KABUPATEN PURWAKARTA
Kegiatan Penyusunan Informasi Geospasial Tematik (IGT) Prakiraan Kejadian Banjir yang merupakan kegiatan lanjutan kerjasama antara Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk menghasilkan informasi geospasial sebaran potensi banjir sejak tahun 2006. Kegiatan ini merupakan salah satu implementasi tugas Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik dalam mengintegrasikan peta-peta tematik yang ada untuk menghasilkan sebuah informasi geospasial tematik rawan banjir. Peta rawan banjir yang dihasilkan dari kegiatan Penyusunan IGT Prakiraan Kejadian Banjir Tahun 2015 akan menambah basisdata rawan banjir yang sudah ada di Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik. Pada kegiatan Penyusunan IGT Rawan Banjir Tahun 2015 dipetakan 20 Kabupaten/Kota, meliputi : Kabupaten Kota Banda Aceh, Siak, Serdang Berdagai, Kota Tebingtinggi, Kabupaten Mukomuko, Landak, Sekadau, Bonebolango, Kota Gorontalo, Kota Ambon, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Barru, Parepare, Konawe, Kolaka, Bima, Dompu, Sukabumi dan Kabupaten Purwakarta. Laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran, kritik dan masukan dari pengguna tetap diharapkan. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif sehingga pekerjaan ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga hasil pekerjaan ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan penyediaan data di Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik.
Penyusunan informasi geospasial tematik rawan banjir memerlukan informasi geospasial dasar dan tematik (Tabel 1). Informasi tersebut diperoleh dari instansi-instansi terkait yang tergabung dalam POKJA. Informasi geospasial dasar dan informasi geospasial tematik memiliki skala minimal 1:50.000 atau 1: 25.000. Informasi geospasial dasar yang digunakan adalah Peta dasar rupabumi sebagai acuan geografis penyajian informasi geospasial tematik. Informasi geospasial dasar meliputi batas wilayah administrasi (batas kabupaten, kecamatan dan desa), jaringan jalan, jaringan sungai, nama-nama rupabumi (toponim), ketinggian dan DEM (Digital Elevation Model). Informasi geospasial tematik yang digunakan terdiri dari peta sistem lahan (bentuk lahan), peta penutup lahan, peta kejadian banjir dan peta curah hujan dasarian. Peta sistem lahan dengan data pendukung kemiringan lereng dan interval ketinggian digunakan mendelineasi dataran banjir atau daerah rawan genangan air secara geomorfologis. Klasifikasi dataran banjir pada sistem lahan berdasarkan informasi high rivers risk flood dan facet flood plain yang ada didalam atribut peta sistem lahan. Sistem lahan diklasifikasikan menjadi Rawan (R) dan Tidak Rawan (T). Kemiringan lereng yang termasuk dataran banjir adalah ≤ 2%. Klasifikasi interval ketinggian bersifat relatif ; 0 – 10 m dan > 10 m di wilayah berpantai, atau disesuaikan dengan kontur yang membentuk dataran banjir di wilayah dataran tinggi. Peta penutup lahan digunakan untuk mengetahui sebaran pemanfaatan lahan di dataran banjir. Penutup lahan menggunakan layer penutup lahan Peta Rupa bumi yang diperbaharui menggunakan data citra yang lebih detil (jika tersedia). Klasifikasi penutup lahan berdasarkan ketidakmapuan jenis penutup lahan tersebut untuk menyerap genangan banjir yang terjadi. Peta kejadian banjir digunakan untuk memberikan informasi lokasi kejadian banjir dan persebarannya. Kejadian banjir yang dikumpulkan berkisar tahun 2000 - 2014. Informasi kejadian banjir disiapkan oleh Direktorat Jenderal Sumberdaya Air Kementerian Pekerjaan Umum. Data pendukung lain yang juga diperlukan yaitu peta curah hujan dasarian. Data curah hujan yang digunakan bervariasi disetiap lokasi pemetaan.
Periode hujan yang digunakan berkisar tahun 1980-2014. peta curah hujan yang digunakan berupa peta isohiyet perdasarian. Tabel 1. menyajikan data masukan yang digunakan untuk penyusunan informasi geospasial tematik rawan banjir dan sumbernya.
Tabel 1. Data masukan untuk penyusunan informasi geospasial tematik rawan banjir dan sumbernya No
Jenis Data
Sumber Data
Keterangan
1.
Peta Rupa Bumi Indonesia
BAKOSURTANAL
Untuk georeferensi peta tematik, skala 1: 50.000, 1: 25.000
2.
Peta Sistem Lahan, DEM
BAKOSURTANAL
Untuk delineasi dataran banjir secara geomorfologis
3.
Peta Penutup Lahan
BAKOSURTANAL
Untuk mengetahui sebaran pemanfaatan lahan
4.
Peta Kejadian Banjir
Kementerian PU
Untuk mengetahui lokasi yang sering banjir
5.
Peta Curah Hujan dasarian
BMKG
Untuk mengetahui sebaran curah hujan
Sebelum digunakan pada integrasi dan analisis, setiap data masukan harus memiliki struktur data yang seragam. Hal ini untuk memudahkan pencarian data dalam melakukan analisis tingkat kerawanannya.
Daftar entitas dan atribut untuk masing-masing data masukan disajikan pada tabel berikut. Hubungan antar entitas tersebut menggunakan model relasional, dimana masing-masing entitas dihubungkan satu sama lain menggunakan kunci utama (primary key), seperti disajikan pada tabel berikut . Tabel 2. Daftar entitas dan atribut basisdata rawan banjir No.
Entitas/Atribut
1
2
1.
2.
3.
4.
5.
Karakteristik Bentuk Fitur atribut 3 4
Keterangan 5
PENUTUP LAHAN POLIGON KODE_UNSUR C (6) kode penutup lahan NAMA_UNSUR C (25) nama penutup lahan SKOR_PL N (5) skoring penutup lahan SISTEM LAHAN POLIGON SYMBOL C (3) kode sistem lahan NAM_LSYS C (25) nama sistem lahan LAN_TYPE C (25) nama bentuklahan RAWAN C (25) klasifikasi rawan banjir SLOPE C (25) kemiringan morfologi RB25 C (25) klasifikasi rawan banjir 25k INTERVAL C (25) interval ketinggian SKOR_LR N (5) skoring morfologi lahan SKOR_T1 N (5) skoring sistem lahan KEJADIAN BANJIR POLIGON BANJIR C (50) informasi kejadian banjir SKOR_DB N (5) skoring kejadian banjir CURAH HUJAN DASARIAN POLIGON CH C (10) curah hujan SKOR_CH N (5) skoring curah hujan BATAS ADMINISTRASI POLIGON DES_ID I (10) id desa KEC_ID I (10) id kecamatan KAB_ID I (10) id kabupaten PROV_ID I (10) id provinsi NAMA_DES C (25) nama desa NAM_KEC C (25) nama kecamatan NAM_KAB C( 25) nama kabupaten NAMA_PROV C (25) nama provinsi Keterangan: I = integer, C = karakter, N = numerik.
Tingkat kerawanan banjir ditentukan berdasarkan analisis data geospasial berupa data sistem lahan, DEM, penutup lahan, kejadian banjir dan curah hujan dasarian. Dalam kegiatan ini analisa tingkat kerawanan dilakukan dalam dua tahapan yaitu : 1. Analisa tingkat kerawanan secara geomorfologis 2. Analisa tingkat kerawanan banjir dasarian. Diagram alir analisa tingkat kerawanan banjir disajikan pada gambar berikut.
Flow Chart Analisa Tingkat Kerawanan Banjir
Tabel 3. Penilaian faktor-faktor yang mempengaruhi rawan banjir No. 1
Variabel Sistem lahan dan DEM (SKOR_LR)
2.
Penutup lahan (SKOR_PL)
3.
Kejadian Banjir
Substansi
Skor
-
Rawan banjir dengan slope ≤ 2% dan elevasi 0 – 10 m
2
-
Rawan banjir dengan slope ≤ 2% dan elevasi >10 m
1
-
Pemukiman
5
-
Sawah/Tegalan
4
-
Semak Belukar
3
-
Perkebunan/Kebun
2
-
Hutan
1
-
Daerah genangan
2
-
> 200 mm
4
-
101 - 200 mm
3
-
51 - 100 mm
2
-
≤ 50 mm
1
(SKOR_DB) 4.
Curah hujan dasarian (SKOR_CH)
Hasil overlay ini kemudian dilakukan penghitungan skor untuk mendapatkan skor daerah rawan banjir. Formulasi skoring daerah rawan banjir yang digunakan adalah sebagai berikut: Banjir bandang (BB), nilai SKOR_DRB : 35% SKOR_SLOPE + 35% SKOR_PL + 30% SKOR_CH Banjir sungai (BS), nilai SKOR_DRB : 35% SKOR_SLOPE + 35% SKOR_PL + 30% SKOR_CH Banjir pesisir (BP), nilai SKOR_DRB : 70% SKOR_SLOPE + 30% SKOR_CH Tidak rawan banjir (T), nilai SKOR_DRB adalah 0 (Nol) Dimana : SKOR_DRB = skor tingkat kerawanan banjir; SKOR_SLOPE = skor tingkat kemiringan lereng SKOR_PL = skor penggunaan lahan SKOR_CH = skor curah hujan dasarian Berdasarkan nilai skor daerah rawan banjir (SKOR_DRB), kemudian masing-masing data diklasifikasikan tingkat kerawanannya. Klasifikasi tingkat kerawanan banjir dibagi menjadi 4 (empat) klas, yaitu: SKOR_DRB = 0, Klas rawan adalah Tidak rawan SKOR_DRB > 0 dan SKOR_DRB <= 1, Klas rawan adalah Rendah SKOR_DRB > 1 dan SKOR_DRB <= 2, Klas rawan adalah Menengah SKOR_DRB > 2, Klas rawan adalah Tinggi