BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Jurnal RechtsVinding merupakan majalah ilmiah hukum yang memuat naskah-naskah ah h di bidang hukum. huku Jurnal RechtsVinding terbit secara berkala ga nomor dalam setahun. ahun. n
: Dr. Wicipto Se adi, S.H., M.H. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional nal Kementerian emente Hukum Huku dan HAM RI
Pemimpin Umum Chief Execu ve Officer
: Noor M. Aziz, S.H., M.H., M.M. Kepala Pusat Peneli an dan Pengembangan mbangan ngan Sistem Huk Hukum Nasional BPHN
Wakil Pemimpin Umum Vice Chief Execu ve Officer
: Purwanto, S.H., M.H.
Pemimpin Redaksi Editor in Chief
: Arfan Faiz Muhlizi, S.H., M.H.
Anggota Dewan Redaksi Editorial Board
: Suherman Toha, S.H.,., M.H., H., APU. Ahyar Ari Gayo, S.H., H., ., M.H. M.H Suharyo, S.H., M.H.
Redaktur Pelaksana Managing Editor
: Teguh Imansyah, yah, ah, S.IP., M.Si. M.
Sekretaris Secretaries
: Apri Lis yanto, o, S.H. Ade Irawan rawan wan Taufik, S.H. S.H Emaa Elviyani Sembiring, S.H. yani Br. Sembiri Sem
lR ec hts V
ind
ing
Pembina Adviser
Febriananing : Nunuk Febrian Febriananingsih, S.H., M.H. Endang dang Wahyuni Wahyu SSetyawa , S.E. Eko Noer Kr Kris ya yanto, S.H. Nevey Va Varida A Ariani, S.H., M.H.
Desain Layout Layout and cover
: Tyas Dian A Anggraeni, S.H., M.H.
Mitra Bestari Peer Reviewer
: Prof. Dr. IBR Supancana, S.H., LL.M. Dr. Freddy Harris, S.H., LL.M. TTopo Santoso, S.H., M.H., Ph.D. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H. Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., C.N.
na
Tata Usaha Administra on
Jur
Alamat: Redaksi Jurnal RechtsVinding Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI Jl. Mayjen Sutoyo Cililitan Jakarta, Telp.: 021-8091908 ext.105, Fax.: 021-8002265 e-mail: jurn
[email protected];
[email protected];
[email protected]
Isi Jurnal RechtsVinding dapat diku p dengan menyebutkan sumbernya (Cita on is permi ed with acknowledgement of the source)
ing
ind
lR ec hts V
na
Jur
BP HN
ing
ind
lR ec hts V
na
Jur
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
PENGANTAR REDAKSI Puji syukur kehadirat Allah, SWT, yang atas perkenan-Nya Jurnal RechtsVinding (JRV) ini dapat diterbitkan. Terbitnya JRV merupakan hasil kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas segenap warga Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional (Puslitbangsiskumnas) dengan restu dan arahan dari Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). JRV digagas untuk pertama kali pada 2 Januari 2012 dengan maksud untuk meningkatkan manfaat hasil peneli an hukum sehingga berdampak pada perbaikan dan kemaslahatan kehidupan masyarakat. JRV juga diharapkan mampu
ing
menjadi referensi terkini dari kemajuan ilmu hukum.
Nama “Rechtsvinding” diambil dari salah satu aliran hukum yang memandang bahwa hukum bukan semata-mata peraturan perundang-undangan, tetapi bukan pula semata-mata rasa keadilan yang tumbuh di dalam masyarakat, melainkan dialek ka dari keduanya. Is lah “Rechtsvinding” juga
ind
sering sekali digunakan dalam sistem peradilan dengan padanan “penemuan hukum oleh Hakim”. Untuk konsepsi terakhir, Hakim diposisikan bukan sekedar sebagai corong undang-undang, tetapi sebagai penyelaras antara peraturan perundang-undangan dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, gagasan-gagasan ilmiah yang dimuat dalam JRV pun diharapkan
lR ec hts V
mampu menggambarkan proses dialek s antara peraturan perundang-undangan dengan rasa keadilan masyarakat. Untuk Volume 1 Nomor 1 ini, JRV memuat ar kel yang merefleksikan gambaran dialek s antara peraturan perundang-undangan dan rasa keadilan masyarakat untuk ga pokok bahasan utama: proses legislasi, kebijakan hukum pertanahan, dan proses pengelolaan administrasi pemerintahan.
JRV diawali dengan tulisan Dr. Wicipto Se adi, S.H., M.H. yang menyoro masalah pembangunan hukum di Indonesia. Tulisan tersebut mempertegas kembali bahwa dalam melaksanakan pembangunan hukum, satu hal pen ng yang harus diperha kan adalah bahwa hukum harus dipahami dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem yang di dalamnya terdapat elemen kelembagaan, materi hukum, dan budaya hukum. Selanjutnya, Noor Muhammad Aziz, S.H., M.H., M.M., menggambarkan lebih jauh bahwa dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan bagian yang menjadi sangat pen ng dan
dak boleh terabaikan adalah pengkajian, peneli an
na
dan naskah akademik. Kedua tulisan ini pada dasarnya merupakan pemikiran tentang bagaimana pembentukan hukum nasional dapat lebih responsif menggali rasa keadilan masyarakat, serta tetap berpegang pada asas-asas hukum dan Kons tusi sebagai lambang kesepakatan nasional.
Jur
Dalam pembangunan hukum bidang pertanahan Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., menggambarkan
bahwa poli k hukum pertanahan perlu dikembalikan untuk menjamin terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu langkah yang ditawarkan untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah perlunya menerapkan poli k hukum pertanahan prisma k sebagai refleksi atas
rasa keadilan masyarakat. Tulisan ini bergayung sambut dengan tulisan Tyas Dian Anggraeni, S.H.,
i
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
M.H., yang menyoro masalah pertanahan juga memaparkan proses dialek s hukum pertanahan
BP HN
Daerah Is mewa Yogyakarta yang dikenal mempunyai sistem pengelolaan tanah yang khusus.
Dalam hal pengelolaan negara, dialek ka hukum dan masyarakat juga tergambar dari tulisan Tirta N. Mursitama, Ph.D yang memandang bahwa dalam membangun pelayanan publik yang transparan perlu kerjasama masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah yang dimotori oleh birokrasi. Tulisan ini kemudian disambut oleh Arfan Faiz Muhlizi, S.H., M.H yang melihat bahwa birokrasi sebagai motor pengelolaan pemerintahan perlu mendapatkan penyegaran dengan mereformulasi salah satu kewenangan yang dimiliki oleh birokrasi. Kewenangan ini adalah diskresi. Reformulasi diskresi juga sangat diperlukan dalam rangka penataan hukum administrasi. Masih dalam lingkup
ing
penataan hukum administrasi, Apri Lis yanto, S.H., melihat bahwa pengelolaan pemerintahan yang baik juga perlu memperha kan pembaharuan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Upaya mewujudkan Good Governance juga dibahas oleh Nunuk Febriananingsih, S.H., M.H. yang memaparkan bahwa kebebasan informasi adalah hak asasi yang fundamental sekaligus prasyarat
ind
utama menuju pengelolaan Negara yang lebih baik. Kondisi administrasi pemerintahan juga dibahas oleh Adharinal , S.H., M.H., yang menyoro masalah ketenagakerjaan dak berdokumen. Semoga gagasan-gagasan yang dibangun dan dipaparkan berbagai ar kel di nomor perdana ini dapat menyemarakan khasanah pemikiran hukum dan berkontribusi bagi pembangunan hukum
Jur
na
lR ec hts V
yang berkeadilan.
ii
Redaksi
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi …………………………………………………………………………………………………….... DaŌar Abstrak
ing
Pembangunan Hukum Dalam Rangka Peningkatan Supremasi Hukum Dr. Wicipto SeƟadi, S.H., M.H. ………………………………………………………………………………….....
i-ii
1-16
17-32
Arah Poli k Hukum Pertanahan Dan Perlindungan Kepemilikan Tanah Masyarakat Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H. ……………………………………………………………………………………..
33-52
Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional Dalam Urusan Pertanahan Di Daerah Is mewa Yogyakarta Tyas Dian Anggraeni, S.H., M.H. …………………………………………………………………………………..
53-74
Peran Serta Masyarakat Dan Dunia Usaha Dalam Mewujudkan Sistem Transparansi Nasional Pelayanan Publik Tirta N. Mursitama, Ph.D. …………………………………………………………………………………………….
75-92
Reformulasi Diskresi Dalam Penataan Hukum Administrasi Arfan Faiz Muhlizi, S.H., M.H. ……………………………………………………………………………………...
93-112
Pembaharuan Regulasi Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Apri LisƟyanto, S.H. ………………………………………………………………………………………………………
113-134
Keterbukaan Informasi Publik Dalam Pemerintahan Terbuka Menuju Tata Pemerintahan Yang Baik Nunuk Febriananingsih, S.H., M.H. ………………………………………………………………………….…..
135-156
Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Irregular Di Luar Negeri AdharinalƟ, S.H., M.H. …………………………………………………………………………………………………
157-173
lR ec hts V
ind
Urgensi Peneli an Dan Pengkajian Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Noor Muhammad Aziz, S.H., M.H., M.M. ……………………………………………………………………...
Jur
na
Biodata Penulis Indeks Pedoman Penulisan Jurnal RechtsVinding
iii
ing
ind
lR ec hts V
na
Jur
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Wicipto Se adi Pembangunan Hukum Dalam Rangka Peningkatan Supremasi Hukum
BP HN
Kata Kunci bersumber dari arƟkel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
Jur na lR ec hts Vin din g
Kons tusi menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan an tersebut mengandung m makna bahwa hukum merupakan sesuatu yang supreme. Dengan supremasii hukum diharapkan di lahir keter ban (order) atau tata kehidupan masyarakat yang harmonis dan berkeadilan dilan sehingga se hukum dapat berperan dalam menjaga stabilitas negara. Dari empat belas tahun pasca reformasi refo Indonesia, pembangunan hukum menjadi salah satu agenda utama, namun Indonesia sia belum be mampu keluar dari berbagai persoalan hukum, dan bahkan terjebak ke dalam ironi sebagai salah paling korup. alah satu negara ne Peneli an yang mengangkat permasalahan tentang kondisi penegakan kan hukum saat saa ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kepustakaan. Dari hasil peneli an terlihat ba bahwa prestasi penegakan un masih juga terlihat t hukum mulai terlihat dalam beberapa tahun terakhir, meskipun beberapa masalah di berbagai sisi. Satu satu hal pen ng yang harus diperha kan dalam pelaksanakan pembangunan hukum, alam pelaks yaitu hukum harus dipahami dan dikembangkan sebagai satu kesatuan esatuan sistem s yang di dalamnya terdapat ya huku elemen kelembagaan, elemen materi hukum, dan elemen budaya hukum.
Kata kunci: rule of law, supremasi hukum, pembangunan gunan hukum, hukum stabilitas nasional, penegakan hukum
Wicipto Se adi Development of Law in Order to Enhancement of Law ent Supremacy Suprem
The Cons tu on declare that Indonesia esia is a state of law. Provision implies that the law is something that is supreme. With the rule of law is expected ected to appear app order or a harmonious society and jus ce so that law can play a role in maintaining the stability of the country. Of the fourteen years of post-reform Indonesia, ne of the main agenda, but Indonesia has not been able to get out of development of the law became one a variety of legal issues, and even stuck to the irony as one of the most corrupt countries. The research raised issues about the current urrent state of law enforcement is being carried out by using literature methods. From the research shows ws that achieve achievement of law enforcement began to appear in recent years, although roblems on the th various sides. One of the important things that must be considered it is also seen some problems in implemen ng the construc o on of the law, the law must be understood and developed as an integrated system in which there is ins tu onal elements, elements of legal substance, and legal cultur elements.
su Keywords: rule of law, supremacy of law, development of law, na onal stability, law enforcement
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
Kata Kunci Bersumber dari arƟkel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
Noor Muhammad Aziz Urgensi PeneliƟan dan Pengkajian Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan g-undangan
Jur na lR ec hts Vin din g
Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan, Perundangan peneli an merupakan aspek pen ng dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, ang-undang disamping aspek dra ing. Karena bukan sesuatu yang mustahil apabila suatu undang-undang ndang dibentuk d tanpa didasari suatu riset yang komprehensif dan mendalam hasilnya akan menuai permasalahan permasalah baru. Tulisan ini akan mengangkat permasalahan mengenai bagaimana manfaat penelili an hukum dalam kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan menggunakan pendekatan pendekata yuridis empiris ditemukan bahwa peneli an hukum sangat bermanfaat untuk mendukung kung Naskah Akademik Ak Rancangan Undang-Undang tertentu, khususnya dalam menuangkan aspek-aspek masalah yuridis, aspek berkaitan dengan de ga bermanfaat untuk menyusun rencanasosiologis dan filosofis. Disamping itu Peneli an Hukum juga rencana pembangunan hukum yang lebih responsif tanpa keluarr dari asas-asas asas-a pembentukan hukum. Oleh karena itu op malisasi hasil peneli an untuk pembentukan peraturan aturan perundang-undangan pe memerlukan alam satu sat alur proses legislasi. langkah-langkah yuridis dimana peneli an perlu dimasukkan dalam
Kata kunci: legislasi, naskah akademik, pengkajian, peneli an, ke kebijakan, poli k, sosiologis
Noor Muhammad Aziz Urgency of Legal Research and Analysis of Thee Establishment of legisla on Establ
In Law No. 12 Year 2011 on the Establishment tablishment Regula on of legisla on, research is an important aspect in the prepara on of legisla on, as well as asp aspects of dra ing. For it is not impossible if a law is based on established without a comprehensive ensive and in-depth research results will reap new problems. his paper will raise issues about how the benefi of legal research in the ac vi es of the establishment of laws enefits o and regula ons. By using a juridical approach to empirical research found that the law is very useful to ridical appr support the Academic Manuscript cript par cular bill, especially in the pouring aspects related to legal issues, sociological and philosophical. sophical. Besides, Beside Legal Research is also useful to draw up development plans are more responsive law without dep depar ng from the principles of the legal establishment. Therefore, the op miza on results for the forma on of legisla on requiring judicial measures which research needs to for be included in thee legisla ve pr process flow.
Keywords: legisla academic dra , assessment, research, policy, poli cal, sociological la on, ac
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
Kata Kunci Bersumber dari arƟkel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
Nurhasan Ismail Arah PoliƟk Hukum Pertanahan Dan Perlindungan Kepemilikan Tanah Masyarakat
Jur na lR ec hts Vin din g
Penguasaan dan pemanfaatan tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Agra merupakan arah dari poli k hukum pertanahan Indonesia yang bertujuan untuk uk menjamin menjami terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Wujud dari hal tersebut terlihat dari adanya anya perha pe an khusus kepada kelompok masyarakat lemah melalui kebijakan pertanahan. Belakangan, kangan, terjadi te pergeseran poli k pertanahan, dimana penguasaan dan pemanfaatan tanah hanya didapat idapat oleh sekelompok kecil masyarakat, yaitu perusahaan besar. Tulisan yang membahas tentang poli k hukum p pertanahan nasional saat ini dan bentuk perlindungan hak kepemilikan tanah masyarakat dilakukan akukan dengan metode peneli an sosio-yuridis. Dari hasil peneli an terlihat bahwa pada saat inii terdapat upaya upa untuk menghidupkan per yang diin kebijakan pertanahan yang mengembalikan keseimbangan seper diinginkan UUPA. Langkah yang ditawarkan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan menerapkan menerapka poli k hukum pertanahan prisma k yang mendasarkan pada beberapa prinsip seper prinsip nsip keberagaman kebe hukum dalam kesatuan, makan keadilan dan kemanfaatan di atas prinsip persamaan atas dasar ke daksamaan, prinsip mengutamakan kepas an hukum, dan prinsip diferensiasi fungsi dalam keterpaduan. erpaduan.
Kata Kunci: poli k hukum, agraria, hukum prisma k, fungsi sos sosial, land reform
Nurhasan Ismail Poli cal Direc on of Land Law and Protecc on Of Peo People’s Land Ownership
Land use and tenure are s pulated in the he Basic Agrarian Agr Law (UUPA) is the poli cal direc on of the Indonesian land law aimed at ensuring the realiza aliza on of prosperity for all Indonesian people. Manifesta ons of this is evident from the presence of parr cular concern to the community weaker over land policy. Indonesia. Later, the poli cal shi of land, d, land use and a tenure which obtained only by a small group of people, the big companies. Studies that discuss iscuss the poli cal current na onal land law and forms of protec on of land rights community do with socio-legal socio-lega research methods. From the research shows that there are now d policy that restores the balance as desired UUPA. Measures offered to make this efforts to turn the land w of the t land prisma c poli cs based on several principles like the principle of happen is to apply the law legal diversity in unity, the principle princ of equality on the basis of inequality, the principle that the jus ce and expediency over the rule of law, and the principle of differen a on in func onality integra on.
Keywords: poli c of law law, agrarian, prisma c law, social func oning, land reform
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
Kata Kunci Bersumber dari arƟkel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
Tyas Dian Anggraeni Interaksi Hukum Lokal dan Hukum Nasional Dalam Urusan Pertanahan Di Daerah IsƟ mewa Yogy Yogyakarta Ɵmewa
Jur na lR ec hts Vin din g
Tanah dalam konsep budaya Jawa menjadi hal yang amat sakral dan pen ng. Bagi tanah gi masyarakat Jawa, J memiliki nilai yang setara dengan harga diri manusia. Seper halnya di Daerah Iss mewa Yo Yogyakarta (DIY), tanah memiliki nilai tersendiri, termasuk juga sistem pengelolaannya. Bahkan undang-undang nasional ndang-un dak mampu menembus sistem pengelolaan tanah di DIY. Tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang le sejarah keis mewaan urusan pertanahan di Kasultanan dan Paku Alaman dan realitasnya n Yogyakarta Yog dalam menyikapi Rancangan Undang-Undang Keis mewaan Yogyakarta. Dengan me menggunakan metode yuridis norma f, sejarah penguasaan dan pemilikan tanah oleh raja atau dan Paku Alam u Sultan Yogyakarta Yogyak merupakan pelaksanaan kesepakatan dari perjanjian Giyan yang ang dikukuhkan kkembali dalam amanat han Republik Indonesia. Dengan demikian penggabungan diri Sultan dan Paku Alam ke dalam Pemerintahan Yogyakarta mempunyai sistem pengelolaan tanah yang khusus, s, ada yang mengiku hukum pertanahan nasional, dan ada pula yang masih diatur oleh Rijksblad Kasultanan ltanan dan da Rijksblad Paku Alaman. Agar dak menimbulkan masalah atau polemik baru dalam dinamikaa poli k dan sejalan dengan sistem hukum nasional, masalah pertanahan di DIY perlu mendapat perhaa an khusu khusus.
Kata kunci: agraria, kesultanan Yogyakarta, keis mewaan daerah, poli k waan daer
Tyas Dian Anggraeni Interac on of Local Law and Na onal Law w in Ma er of Land in Yogyakarta
Land in the concept of Javanese culture something that is sacred and important. For the Javanese, the re into som land has a value equivalent to human man dignity. dignity As in the Special Region of Yogyakarta (DIY), the land has value, including its management system. the Na onal Law can not penetrate the soil management ystem. Even E systems in the province. This paper aper will examine exam further features of the history of land affairs in the Sultanate of Yogyakarta and Paku Alaman in the bill addressing the privilege of Yogyakarta. By using a an and reality r norma ve juridical methods, thods, the history histo of the control and ownership of land by the king or the Sultan of Yogyakarta and Paku Alam is an implementa on of the agreement Giyan agreement which reaffirmed im the mandate of merging himself himse Sultan and Paku Alam to the Government of the Republic of Indonesia. Thus Yogyakarta has a special system of land management, there are following the na onal land laws, and sy some are s ll governed by the Sultanate and Rijksblad Rijksblad Paku Alaman. In order not to cause any ned b problems or new w polemical and poli cal dynamics in line with the na onal legal system, problems of land in the province needs spe special a en on.
Keywords: agrarian, land, the sultanate of Yogyakarta, the privilege, poli cs ds: agraria
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
Kata Kunci Bersumber dari arƟkel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
Tirta N. Mursitama Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha Dalam Mewujudkan Sistem Transparansi Nasional Pela Pelayanan Publik
Jur na lR ec hts Vin din g
Pelayanan publik merupakan pilar pen ng reformasi birokrasi yang menjadi njadi tolok ukur kinerja pemerintah. Namun, lebih dari sepuluh tahun reformasi bergulir dan implementasi ntasi otonomi ot daerah, fakta memperlihatkan masih minimnya perubahan substansial dalam penyelenggaraan enggaraan pelayanan publik di Indonesia. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana aimana keterkaitan organisasi masyarakat, dunia usaha dan layanan publik; serta bagaimana peran organisasi dan dunia anisasi masyarakat ma usaha dalam mendorong terwujudnya transparansi pelayanan publik. Dengan menggunakan mengg pendekatan yuridis empiris, tulisan ini menyimpulkan bahwa dalam pelayanan 3 ( ga) aktor yang nan publik, terdapat ter ng dimotori oleh ole birokrasi. Ke ganya dak terlibat, yaitu: masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah yang bisa berdiri sendiri melainkan saling berkaitan dan mendukung perwujudan sistem transparansi nasional. Untuk itu perlu dibangun strategi kerjasama segi ga antara pemerinta pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mewujudkan birokrasi yang professional, efisien,, cepat, dan bekerja berdasarkan prinsipprinsip tata kelola yang baik.
Kata Kunci: masyarakat madani, dunia usaha, transparansi, paransi, pelayanan pe publik, pemerintah, birokrasi, administrasi, korupsi
Tirta N. Mursitama Public and Business Par cipa on in Building Public Service Transparency System ding Na onal o
Public service is one of the important rtant pillars pilla of bureucracy reform which serves as a benchmark of government performance. However, r, a er more m than a decade of reform and the implementa on of local autonomy, it shows a limited progress of public service in Indonesia. This ar cle a empts to address two ques ons: 1) How are the interlinkages rlinkages between civil society and business in public service? 2) What is the role of civil society and business in promo pro ng public service transparency?. By u lising empirical approach, ar three key actors involved in public services namely society, business, this ar cle concludes that there are and government which are he heavily interrelated and suppor ve in promo ng na onal public service transparency system. tem. Hence, we need to develop a strategy of triangular coopera on among government, community and business ness in order to create a professional and efficient bureaucracy on the basis of good governance principles. nciples.
Keywords: civil socie society, business, transparency, public service, government, bureaucracy, administra on, corrup on
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Arfan Faiz Muhlizi Reformulasi Diskresi Dalam Penataan Hukum Administrasi
BP HN
Kata Kunci Bersumber dari arƟkel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
Jur na lR ec hts Vin din g
Instrumen hukum paling klasik untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan tahan guna mewujudkan m masyarakat yang adil dan makmur adalah Hukum Administrasi Negara (HAN). ). Untuk mencapai me tujuan penyelenggaraan pemerintahan tersebut, birokrasi menjadi alat yang efek f didalam menjalankan pengelolaan negara. Persoalan hukum dari birokrasi yang menjadi permasalahan saat ini adalah adala persinggungan asas legalitas (wetma gheid) dan diskresi (pouvoir discre onnaire) pejabat negara nega (ekseku f). Tulisan ini berusaha menjawab permasalahan di atas dengan lebih meni kberatkan bahasan m mengenai “diskresi” dalam hukum administrasi. Dengan metode yuridis norma f, peneli an n ini menyimpulkan menyimpu bahwa diskresi memang diperlukan dalam hukum administrasi, khususnya di dalam menyelesaikan persoalan dimana menyelesai nya mengatur secara s peraturan perundang-undangan belum mengaturnya atau hanya umum. Disamping itu diskresi juga diperlukan dalam hal terdapat prosedur yang dakk dapat diselesaikan menurut administrasi dise yang normal. Dengan demikian penataan Hukum Administrasi menjadi sangat sa pen ng dan tentunya bukan perund sekedar melihat dari sisi pembentukan atau penataan peraturan perundang-undangan terkait administrasi negara, tetapi lebih jauh dari itu adalah penataan tatanan hukum yang terdiri dari struktur, substansi, dan kultur masyarakat, birokrasi, dan penegak hukum.
Kata kunci: pemerintahan, administrasi, sistem, tem, juridis, jurid poli s, legisme, rechtsvinding, kekuasaan, kewenangan, diskresi, kesejahteraan
Arfan Faiz Muhlizi Reformula on Of Discre on In Thee Arrangement Arrangeme Administra ve Law
The most classical legal instruments ts to carry carr out government administra on in order to realize a just and prosperous society is the Law of State Administra Adm on (HAN). To achieve the objec ves of the government, the bureaucracy into an effec ve tool iin the management of state run. Legal issues of bureaucracy which is the case today is thee intersec on of the principle of legality (wetma gheid) and discre onary (pouvoir discre onnaire) state officials (exe (execu ve). This ar cle tries to answer the above problems with a more focused discussion on thee “discre “disc on” in administra ve law. With norma ve juridical methods, the study concluded that discre on was necessary in administra ve law, especially in solving problems in which the legisla on has not been be set or simply set in general. Besides, discre on is also required in case there are procedures that can no not be resolved according to the normal administra on. Thus the arrangement of Administra ve Law to be very important and certainly not just a look from the side of the forma on or arrangement nt of the leg legisla on related to state administra on, but further than that is the arrangement of the legal order whic which consists of the structure, substance, and the culture of the society, bureaucracy, and enforcement ment the law.
Keywords: eywords: governance, administra on, systems, juridical, poli cal, legisme, rechtsvinding, power, authority, discre on, welfare
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Apri Lis yanto Pembaharuan Regulasi Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah
BP HN
Kata Kunci Bersumber dari arƟkel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
Jur na lR ec hts Vin din g
Pengadaan barang dan jasa secara ideal bertujuan untuk menjamin efisiensi, transparansi, ransparansi, dan d keadilan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan oleh pemerintah. Dalam prak k,, pelaksana pelaksanaan pengadaan barang/jasa masih banyak sekadar memenuhi kewajiban administra f tanpa mempedulikan mempe aspek substan fnya. Tulisan ini akan membahas ten tang pembenahan regulasi di bidang dang pengadaan penga barang dan jasa. Melalui peneli an yuridis norma f, peneli an ini menemukan regulasi asi terkait ter dengan pengadaan barang dan jasa memiliki kelemahan, khususnya berkaitan dengan mekanisme pengadaan isme pelaksanaan pelak barang/jasa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka mekanisme kerja, tradisi, dan d perilaku birokrasi yang berpotensi menghambat terwujudnya pemerintahan yangg bersih, pembaharuan peraturan perlu pemb enuhi kebutuhan kebutuha pemerintah dan sekaligus disesuaikan agar fleksibilitas pengadaan barang dan jasa memenuhi menghindari ditabraknya prinsip pengadaan yang ada. Disamping ping itu perlu pe pula adanya pembenahan terhadap regulasi di bidang Pengadaan Barang dan Jasa, yaitu u dari Peraturan Per Presiden diubah menjadi Undang-Undang.
Kata kunci: Pembaharuan, fleksibilitas, kepas an hukum, ukum, pemerintahan pemeri yang baik
Apri Lis yanto Reforma on Regula on of Goods and Services Procurement ervices Government Gover
Procurement of goods and servicess are ideally aimed at ensuring efficiency, transparency and fairness in the implementa on of development ment ac vi es by the government. In prac ce, the implementa on of es are s ll a lot just to meet the administra ve du es regardless of the the procurement of goods / services substan ve aspects. This paperr will discuss discus the reform of regula on in the field of public procurement. Through norma ve juridical research, search, this th study found the regula ons related to procurement of goods and services have drawbacks, s, par cularly w with regard to the implementa on mechanisms of goods / services. To address these concerns, cerns, the mechanism m of ac on, tradi ons, and bureaucra c behavior that could poten ally hinder the realiza ealiza on o of good governance, regulatory reform needs to be adjusted so that the flexibility of the procurement of goods and services meet the needs of government and at the same me avoiding ditabraknya ya exis exi ng procurement principles. Besides, it also needs a revamping of the regula on in the areas of Procurement, rocuremen which is converted to the President of the Regula ons Act.
Key words:: Reforma on, Flexibility, law certainty, good governance
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
Kata Kunci Bersumber dari arƟkel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
Nunuk Febriananingsih Keterbukaan Informasi Publik Dalam Pemerintahan Terbuka Menuju Tata Pemerintahan han Yang Ba Baik
Jur na lR ec hts Vin din g
Kebebasan informasi merupakan hak asasi yang fundamental. Pengalaman selamaa ini menunjukkan bahwa menunju informasi lembaga pemerintah dan non pemerintah dianggap sulit dijangkau masyarakat. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana kesiapan lembaga-lembaga ga pemerintah pem dalam mengimplementasikan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) P) dalam upaya up mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Dengan menggunakan metode peneli an hukum kum norma n f diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik blik memberi memb jaminan kepada masyarakat untuk mengakses informasi dari badan publik, meskipun lembaga pemerintah pem belum siap mengimplementasikan UU KIP. Hal ini terlihat dari belum tersedianya dengan urusan dianya informasi terkait t tata kepemerintahan seper kebijakan publik dan pelayanan publik. Untuk itu Pemerintah perlu segera mengimplementasikan UU KIP sesuai dengan yang diamanatkan an oleh PP Nomor 61 Tahun 2010 tentang pelaksanaan UU KIP.
Kata kunci: keterbukaan informasi publik, pemerintahan han yang baik, pemerintahan terbuka
Nunuk Febriananingsih Transparan on of Public Informa on in Open Government Governmen through Good Governance
Freedom of informa on is a fundamental human right. ri Past experience shows that informa on and nongovernmental agencies are considered ered hard to reach communi es. Issues raised in this paper is how the readiness of government agencies in implemen mplemen ng n the law is in an effort to realize good governance. By using the method of norma ve legal research arch note tthat the Act No. 14 of 2008 concerning Freedom of Informa on cess informa info gives assurance to the public to access on from public bodies, although the government agency implemen ng the law is not yet ready. This Th is evident from the unavailability of informa on rela ng to the affairs of governance such as publi public policy and public service. For the Government should immediately implement in accordance nce with the law is mandated by the Government Regula on Number 61 Year 2010 menta on of the law is. concerning the implementa
Keyword: public disclosure, closure good governance, open government
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Adharinal Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Irregular Di Luar Negeri
BP HN
Kata Kunci Bersumber dari arƟkel. Lembar Abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya.
Jur na lR ec hts Vin din g
Indonesia merupakan salah satu negara terbesar yang mengirimkan warga negaranya egaranya bekerja beke ke luar negeri, namun banyak diantaranya dak memiliki dokumen yang sah (dalam kondisi irreg irregular). Dengan statusnya tersebut, hak-hak mereka beserta keluarganya banyak yang dak tertunaikan aikan da dan diperlakukan dak semes nya. Bagaimana perlindungan terhadap mereka merupakan permasalahan permasala yang harus diberikan solusinya. Dalam peneli an yang menggunakan pendekatan normaa f ini memperlihatkan bahwa tenaga kerja Indonesia yang dak berdokumen (irregular situa on) beserta keluarganya secara hukum ta keluarga mendapatkan perlindungan. Perlindungan tersebut terlihat dalam Interna rna onal Conv Conven on 1990 on the Protec on of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families, meskipun hingga saat ini dapatkan perlindungan perl pemerintah belum mera fikasi konvensi tersebut. Untuk mendapatkan terhadap irregular worker perlu diupayakan ra fikasi atas konvensi tenaga kerja Indonesia donesia yang yan dak berdokumen (irregular situa on) beserta keluarganya.
kata kunci: tenaga kerja irregular, perlindungan hukum, um, bantuan hukum, hu hak asasi manusia
Adharinal Oversea Protec on of Irregular Indonesian workers in Overseas
Indonesia is one of the largest countries untries that send their ci zens to work in a foreign country, but many of them do not have valid documents ts (in the irregular irr condi on). With such status, their rights and their families many of which are not guaranteed aranteed and a should not be treated. How to protect against them is a problem that should be the solu on. n. In a study stu using a norma ve approach shows that Indonesian workers are undocumented (irregular situa itua on) an and their families are legally protected. Protec on is seen in the 1990 Interna onal Conven on n on the Protec on of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families, although h un l now the g government has not ra fied the conven on. To obtain the protec on ave sought ra fica on of the Conven on of Indonesian workers are undocumented of irregular workers have fa (irregular situa on) and his family.
Key words: Indonesian nesian wor workers, law protec on, legal aid, human rights
ing
ind
lR ec hts V
na
Jur
BP HN
ing
ind
lR ec hts V
na
Jur
BP HN
ing
ind
lR ec hts V
na
Jur
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
PEMBANGUNAN HUKUM DALAM RANGKA PENINGKATAN SUPREMASI HUKUM (Development of Law in Order to Enhancement Supremacy of Law) Dr. Wicipto SeƟadi, S.H., M.H. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI Abstrak
Kata kunci:
lR ec hts V
ind
ing
Kons tusi menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan tersebut mengandung makna bahwa hukum merupakan sesuatu yang supreme. Dengan supremasi hukum diharapkan lahir keter ban (order) atau tata kehidupan masyarakat yang harmonis dan berkeadilan sehingga hukum dapat berperan dalam menjaga stabilitas negara. Dari empat belas tahun pasca reformasi Indonesia, pembangunan hukum menjadi salah satu agenda utama, namun Indonesia belum mampu keluar dari berbagai persoalan hukum, dan bahkan terjebak ke dalam ironi sebagai salah satu negara paling korup. Peneli an yang mengangkat permasalahan tentang kondisi penegakan hukum saat ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kepustakaan. Dari hasil peneli an terlihat bahwa prestasi penegakan hukum mulai terlihat dalam beberapa tahun terakhir, meskipun masih juga terlihat beberapa masalah di berbagai sisi. Satu satu hal pen ng yang harus diperha kan dalam pelaksanakan pembangunan hukum, yaitu hukum harus dipahami dan dikembangkan sebagai satu kesatuan sistem yang di dalamnya terdapat elemen kelembagaan, elemen materi hukum, dan elemen budaya hukum. rule of law, supremasi hukum, pembangunan hukum, stabilitas nasional, penegakan hukum Abstract
na
The Cons tu on declare that Indonesia is a state of law. Provision implies that the law is something that is supreme. With the rule of law is expected to appear order or a harmonious society and jus ce so that law can play a role in maintaining the stability of the country. Of the fourteen years of postreform Indonesia, development of the law became one of the main agenda, but Indonesia has not been able to get out of a variety of legal issues, and even stuck to the irony as one of the most corrupt countries. The research raised issues about the current state of law enforcement is being carried out by using literature methods. From the research shows that achievement of law enforcement began to appear in recent years, although it is also seen some problems on the various sides. One of the important things that must be considered in implemen ng the construc on of the law, the law must be understood and developed as an integrated system in which there is ins tu onal elements, elements of legal substance, and legal cultur elements. rule of law, supremacy of law, development of law, na onal stability, law enforcement
Jur
Keywords:
1
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
dengan baik. Penegakan hukum masih
Reformasi kons tusi telah menegaskan secara eksplisit bahwa Indonesia adalah negara hukum. Pasal 1 ayat (3) Undang-
dianggap sebagai hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbaikan ekonomi nasional yang belum kunjung pulih.
Pemerintah secara tegas mengakui
Undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah negara hukum.” Ketentuan tersebut mengandung makna antara lain bahwa adanya
pengakuan
terhadap
prinsip
supremasi hukum dan kons tusi, adanya prinsip peradilan yang bebas dan
dak
memihak yang menjamin persamaan se ap warga negara dalam hukum, serta jaminan
hukum yang belum bisa teratasi. Di bidang kelembagaan
hukum,
misalnya,
masih
terdapat permasalahan: (a) kurangnya independensi kelembagaan hukum, terutama lembaga-lembaga penegak hukum membawa akibat terabaikannya prinsip impar alitas dalam banyak putusan lembaga yudika f. Hal ini akan berperan terhadap terjadinya
ind
keadilan bagi se ap orang termasuk terhadap
masih banyaknya permasalahan di bidang
ing
Tahun 1945 menyatakan: ”Negara Indonesia
BP HN
A. Pendahuluan
penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang
berkuasa. Ar nya, dengan hukum yang benarbenar supreme diharapkan akan melahirkan
sistem hukum maupun goyahnya kepas an hukum; (b) Independensi lembaga hukum harus disertai dengan akuntabilitas. Namun
lR ec hts V
keter ban (order) atau tata kehidupan yang
degradasi kepercayaan masyarakat kepada
harmonis dan keadilan bagi masyarakat, dengan demikian pada gilirannya hukum
dapat berperan dalam menjaga stabilitas
Namun demikian berdasarkan pengalaman sepuluh tahun reformasi yang hendak
menjadikan pembangunan hukum sebagai
salah satu agenda utamanya, Indonesia
terjebak ke dalam ironi. Sedikitnya ada Indonesia diketahui
na
secara internasional sebagai salah satu
negara paling korup tetapi koruptor yang dapat dijerat dengan hukum masih belum memuaskan, baik kuan tas maupun kualitas.
Jur
Kedua, sebagaimana disebut di atas, secara
kons tusional Indonesia menetapkan dirinya sebagai negara hukum tetapi dalam kenyataannya hukum belum dapat ditegakkan
2
akuntabilitas lembaga hukum dak dilakukan dengan jelas, baik kepada siapa atau lembaga mana ia harus bertanggung jawab maupun
bagi sebuah negara.
dua ironi. Pertama,
demikian dalam prak k, pengaturan tentang
tata cara bagaimana yang harus dilakukan untuk memberikan pertanggungjawabannya. Hal yang demikian telah memberikan kesan adanya transparansi di dalam
proses
penegakan hukum; (c) Di samping itu, sinyalemen tentang kurangnya integritas dari para penyelenggara negara juga sangat mempriha nkan. Kasus-kasus hukum yang sedang berlangsung di berbagai lembaga negara,
berpengaruh
memudarnya
supremasi
besar
terhadap
hukum
serta
semakin berdampak pada ke dakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang ada.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
D. Pembahasan
Dari uraian di atas kemudian dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
2.
3.
Apakah kondisi penegakan hukum telah
Masalah
penegakan
hukum
pasca
menunjukkan supremasi hukum?
Reformasi menghadapi situasi yang semakin
Apakah penegakan supremasi hukum
kompleks dan pelik. Hukum yang semula
akan berpengaruh posi f bagi stabili-
diharapkan menjadi
tas nasional dalam rangka mewujudkan
alat untuk membangun kehidupan yang
Negara demokra s?
harmonis, berkeadilan dan berkepas an
Bagaimana arah pembangunan hukum
dalam masyarakat yang ter b, ternyata
menuju terwujudnya supremasi hu-
juga dilanda krisis yang tak kalah hebatnya.
kum?
Korupsi, konflik daerah, dan ndak kekerasan
ang penyangga dan
ing
1.
1. Penegakan Hukum sebagai Refleksi Supremasi Hukum
BP HN
B. Permasalahan
dalam bentuk main hakim sendiri kini masih
ind
C. Metode PeneliƟan
marak menandai hebatnya krisis ini.
Berdasarkan iden fikasi masalah seba-
Kekecewaan menjadi
dak terelakkan
dengan kenyataan bahwa amanat reformasi
masuk dalam peneli an hukum yang norma f
untuk
dengan studi kepustakaan. Untuk itu tulisan
pemberantasan
ini mempergunakan metode peneli an
lainnya menjadi semakin memilukan ke ka
lR ec hts V
gaimana diuraikan di atas, maka tulisan ini
yuridis norma f.
1
Namun demikian tetap
akan menggunakan data peneli an empiris sebagai
pendukung.
Dengan
pokok permasalahan diteli norma f.
2
demikian
secara yuridis
Tulisan ini juga menggunakan pen-
menegakkan
hukum
KKN
dan
melalui
kasus-kasus
jantung penegakan hukum diterpa badai hebat dengan diketahuinya keterlibatan para penegak hukum dalam kasus KKN yang mencolok mata. Ke ka
terhadap
intervensi hukum
rezim
berkurang
penguasa di
era
dekatan sosio hukum, sehingga memiliki
kebebasan ini, nyatanya kekuatan lain—
perspek f lebih luas dengan melihat hukum
yang berhubungan dengan pasar—dapat
dalam hubungannya dengan sistem sosial,
melakukan penetrasi ke dalam lembaga-
3
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1990), hal. 15. Lihat juga Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, edisi 1, cet. v, (Jakarta: PT Raja Gra indo Persada, 2001), hal. 13-14, dan juga Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan di Dalam Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1979) hal. 15. Penelitian empiris adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data-data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Pemikiran empiris ini disebut juga pemikiran sosiologis. Lebih jauh tentang ini lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, ibid. Reformasi Hukum di Indonesia, Hasil Studi Perkembangan Hukum, Proyek Bank Dunia (Jakarta: Cyberconsult, 1999) hal. 153.
Jur
1
na
poli k, dan ekonomi masyarakat.
2
3
3
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Persoalan poli k adalah warisan birokrasi
dengan rezim sebelumnya.
yang korup dan rekrutmen poli k yang keliru.
BP HN
lembaga penegak hukum yang sama kuat bersifat
Sedangkan persoalan paradigma k adalah
“tebang pilih” tak terhindarkan, meski
ambiguitas orientasi atas konsepsi Negara
penyebabnya bukanlah faktor poli s seper
hukum. Berdasarkan pemetaan masalah
pada era sebelumnya. Faktor-faktor teknis
tersebut maka solusi yang ditawarkan untuk
yang
poli k penegakan hukum adalah solusi poli k
Penegakan
hukum
berkaitan
yang
dengan
kekuatan
dan
profesionalitas lembaga dan aparat menjadi
dan solusi paradigma k.
Solusi poli k yang dimaksudkan adalah
keadilan hukum bagi rakyat. Penegakan
untuk mengatasi kasus-kasus KKN dan
hukum sangat bergantung pada aparat
pelanggaran HAM warisan masa lalu perlu
yang bersih, peduli dan profesional baik di
diselesaikan dengan keputusan poli k yang
kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan seluruh
tegas untuk memutus hubungan dengan
jajaran birokrasi yang menjalankan fungsi-
kasus-kasus peninggalan Orde Baru. Ada 3
fungsi penegakan hukum tersebut.
( ga) cara. Pertama, melakukan amputasi
hukum
tanpa
ind
Penegakan
ing
sangat menentukan dalam memberikan
pandang
(pemberhen an
pejabat-
pejabat birokrasi terutama birokrasi penegak
menyengsarakan
adalah
hukum, yang berada pada usia dan level
indikator yang sering didengungkan rakyat
tertentu, melalui Undang-Undang Lustrasi
untuk mengukur seberapa jauh komitmen
agar ndakan hukum dapat dilakukan secara
pemerintah dalam sektor ini. Tindakan
tegas dan lugas. Kedua, melakukan pemu han
represif harus bersifat imparsial dan non
dengan memberikan pegampunan secara
diskrimina f, sehingga mudah mendapat
nasional (na onal pardon) atas para pelaku
dukungan masyarakat, apalagi untuk kasus
pelanggaran di masa lalu, dengan alasan
korupsi yang luar biasa. Hadirnya Komisi
bahwa sangat sulit melakukan penyelesaian
Pemberantasan Korupsi semes nya menjadi
secara tegas berdasarkan hukum atas kasus
momentum
total
yang begitu banyak dan rumit dan yang
melawan korupsi, seraya memperbaiki kinerja
dilakukan oleh mereka sebagai akibat adanya
Kepolisian, Kejaksaan serta Kehakiman agar
sistem yang memaksa ke ka itu.4
banyak
lR ec hts V
rakyat
baru
dalam
perang
na
Problem penegakan hukum selama ini
Ke ga, perlu ada pergeseran orientasi
paradigma atas konsepsi Negara hukum dari
disebabkan, paling dak, oleh dua hal yakni
rechtsstaat menjadi the rule of law seper
persoalan poli k dan persoalan paradigma k.
yang banyak dikembangkan di negara-negara
Jur 4
atas
bulu terhadap para koruptor yang telah
menjadi ujung tombak penegakan keadilan.
4
massal)
Menurut Mahfud MD, pada masa beliau menjabat sebagai Menteri Kehakiman, pernah merancang Rancangan Undang-Undang Lustrasi dan Pemutihan ini, tetapi terhenti bersamaan dengan lengsernya Gus Dur sebagai Presiden. Lebih jauh lihat http://mahfudmd.com/ index.php?page= web. BeritaDetail&id=152&PHPSESSID=oi 7k16ehepf8hj65p6r5o58813, diakses pada 15 Februari 2012.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Menurut
Anglo Saxon. Dengan paradigma ini maka
Presiden,
masyarakat
Indonesia belum memberikan perha an
melepaskan
sungguh-sungguh
diri
dari
jebakan-jebakan
BP HN
se ap upaya penegakan hukum akan mampu
terhadap
stabilitas.
mendorong
Padahal pembangunan di negara penganut
para penegak hukum untuk krea f dan
sistem demokrasi apa pun memerlukan
berani menggali nilai-nilai keadilan serta
stabilitas nasional yang baik. Guncangan
menegakkan e ka dan moral di dalam
terhadap stabilitas nasional pas ada. Hanya,
masyarakat dalam se ap penyelesaian kasus
guncangan harus dikelola dengan baik.
formalitas-prosedural
serta
Teori
hukum.
yang
mengatakan
stabilitas
berbanding terbalik dengan kebebasan dan
penegakan hukum, terlihat pula beberapa
keterbukaan masih bisa diperdebatkan.
prestasi menggembirakan dalam penegakan
Namun pendekatan seper
hukum. Prestasi KPK dapat disebut sebagai
di nggalkan
contoh dari ”sedikit” keberhasilan dalam
stabilitas dengan pendekatan otoriter suatu
penegakan hukum. KPK dipandang ins tusi
saat akan mengalami periode instabilitas
yang lebih berhasil menegakkan hukum
yang membahayakan.
karena personalia di KPK diseleksi dari orang-
dengan teori The New Way to Understand
orang yang rela f bersih dan birokrasinya
Why The Na on Rise and Fall karya Bremmer
bukanlah birokrasi warisan lama.
yang dinilai relevan dengan persoalan di
banyak
wajah
karena
lR ec hts V
ind
ada
ing
suram
Meski
ini sebaiknya
negara
penganut
Hal ini berbeda
Indonesia.5 Teori itu mengatakan bahwa
2. Stabilitas Nasional sebagai Pendukung Supremasi Hukum
negara yang terbuka terhadap kebebasan dan
Presiden Repubik Indonesia, Susilo
yang mampu mengatasi guncangan internal
berbagai
tanpa harus khawa r negara itu akan jatuh.
kesempatan menugaskan kepada Lembaga
“Jadi dia punya kapasitas untuk menghadapi
Ketahanan Nasional (Lemhanas) memikirkan
guncangan ekonomi, sosial, keamanan, dan
bagaimana
poli k sedemikian rupa.”
Bambang
Yudhoyono,
dalam
memelihara
dan
mem-
pertahankan stabilitas nasional Indonesia
Pengelolaan stabilitas di era keterbukaan
pada era keterbukaan, kebebasan dan
ini diperlukan karena kita menginginkan
demokrasi.
idiom
pembangunan demokrasi yang di dalamnya
penciptaan stabilitas dak melulu dikaitkan
mengakomodasi harmoni dengan kebebasan
dengan
dan keterbukaan, penegakan hukum dan
na
Presiden
Orde
Baru,
berharap,
otoritarian
Jur
bertentangan dengan demokrasi.
5
keterbukaan justru bisa memiliki stabilitas
dan
toleransi.
Meskipun
stabilitas
daklah
Lebih jauh lihat Ian Bremmer, The J Curve: A New Way to Understand Why The Nation Rise and Fall, (Simon & Schuster, Inc. 2006). Lihat juga http://www.jcurvebook.com/.
5
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
dibuat tanpa demokrasi. Hal ini terjadi di
melaksanakan keter ban dunia berdasarkan
Indonesia (pada era Orde Baru), Malaysia
kemerdekaan,
dan Singapura yang meski stabil namun dak
keadilan sosial.
demokra s. Sebuah negara dapat disebut
Filosofi
BP HN
inheren dengan demokrasi. Stabilitas dapat
perdamaian
abadi
yang
dianut
hukum
nasional
dan
dalam
demokra s bila rule of law-nya bekerja.
pembangunan
Selain itu juga dak ada lagi konflik separa s,
kurang lebih 40 (empat puluh) tahun
dan
dak ada kekerasan di masyarakat
yaitu konsep hukum pembangunan yang
yang diselesaikan di luar prosedur hukum.
menempatkan peranan hukum sebagai
Stablilitas yang kemudian tercipta adalah
sarana
stabilitas dalam kerangka demokrasi dan
Dalam konsep yang demikian, pelaksanaan
bukan stabilitas yang otoriter.
pembangunan hukum mempunyai fungsi:
ing
pembaharuan
selama
masyarakat.7
sebagai pemelihara dalam keter ban dan sebagai sarana penegak keadilan, dan
sadar, sistema s, dan berkesinambungan
sebagai sarana pendidikan masyarakat.8
untuk membangun kehidupan bermasyarakat,
Oleh karena itu apabila dalam pelaksanaan
berbangsa, dan bernegara yang semakin
pembangunan, hukum diar kan sebagai
maju, sejahtera, aman, dan tenteram di dalam
sarana untuk mencapai tujuan negara, maka
bingkai dan landasan hukum yang adil dan
poli k hukum nasional harus berpijak pada
pas .6 Pelaksanaan pembangunan tersebut
kerangka dasar, yaitu9:
merupakan upaya untuk mencapai tujuan
a.
lR ec hts V
Pembangunan hukum merupakan upaya
mengarah
alinea keempat UUD 1945, yaitu melindungi
yaitu masyarakat adil dan makmur
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
berdasarkan Pancasila.
8 9
6
b.
pada
cita-cita
bangsa
Poli k hukum harus ditujukan untuk mencapai tujuan negara.
na
Jimly Asshiddiqie, Agenda Pembangunan Hukum Nasional Di Abad Globalisasi, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 1998), hal. 28. Pada dasarnya, fungsi hukum sebagai “sarana pembaharuan masyarakat” (law as a tool of social engeneering) relatif masih sesuai dengan pembangunan hukum nasional saat ini, namun perlu juga dilengkapi dengan pemberdayaan birokrasi (beureucratic engineering) yang mengedepankan konsep panutan atau kepemimpinan, sehingga fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan dapat menciptakan harmonisasi antara elemen birokrasi dan masyarakat dalam satu wadah yang disebut “beureucratic and social engineering” (BSE). Lihat Romli Atmasasmita, Menata Kembali Masa Depan Pembangunan Hukum Nasional, Makalah disampaikan dalam “Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII” di Denpasar, 14-18 Juli 2003, hal. 7. Dirangkum dari Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Bandung: Binacipta, 1982). Mahfud MD, Politik Hukum Menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional, Seminar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen, BPHN, 2006. Dalam konteks ini politik hukum diartikan sebagai arah yang harus ditempuh dalam pembuatan dan penegakan hukum guna mencapai cita-cita dan tujuan negara.
Jur
7
Poli k hukum nasional harus selalu
negara sebagaimana yang tercakup dalam
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
6
keamanan, sebagai sarana pembangunan,
ind
3. Arah Pembangunan Hukum
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
terbesar
pembangunan
hukum nasional pun masih belum berubah,
yaitu: berbasis moral agama, menghargai
yaitu: adanya kesenjangan antara UUD
dan melindungi hak asasi manusia tanpa
1945,
diskriminasi, mempersatukan seluruh
dan
unsur bangsa, meletakkan kekuasaan
keadilan sosial dan berpihak pada konsep
di
sebesar-besarnya
bawah
kekuasaan
rakyat,
dan
yang jiwanya
BP HN
nilai Pancasila sebagai dasar negara,
jelas-jelas adalah
menurut
teks
disemanga
kemakmuran
asas
rakyat,
membangun keadilan sosial.
dengan
Apabila dikaitkan dengan cita hukum
undangan yang menyusul di bawahnya.10
negara Indonesia, maka poli k hukum
Mencuatnya kembali paradigma kerakyatan
harus
unsur
dan keadilan sosial ke permukaan, menjadi
bangsa demi integrasi atau keutuhan
indikasi bahwa paradigma inilah yang harus
bangsa, mewujudkan keadilan sosial
dipergunakan untuk menata kembali sistem
dalam ekonomi dan kemasyarakatan,
hukum yang bertalian dengan tatanan
mewujudkan demokrasi (kedaulatan
kehidupan berpoli k itu, baik mengenai
rakyat) dan nomokrasi (kedaulatan
keorganisasian,
hukum) serta menciptakan toleransi
penataan
hidup beragama berdasar keadaban dan
rakyat termasuk perimbangan kekuasaan
kemanusiaan.
dan keuangan antara pemerintah pusat dan
melindungi
semua
garis poli k dan Perundang-
lR ec hts V
ind
d.
Persoalan
Poli k hukum harus dipandu oleh nilai-
ing
c.
pemilihan
umum,
lembaga-lembaga
dan
perwakilan
daerah pada tahun-tahun yang lalu.
Pada prinsipnya, kerangka utama strategi
Perspek f
pembangunan
hukum
nasional hingga saat ini pun masih merujuk
nasional itu selama ga dasawarsa yang lalu
pada teori yang dibangun oleh Mochtar
mempunyai konsep dasar yang sama, yaitu
Kusumaatmadja
UUD 1945. Landasan idealnya sama, yakni
memodifikasi
Pancasila, landasan poli s operasionalnya
terutama teori Roscoe Pound “Law as a tool
pun sama, yakni tujuan nasional yang
of social engineering” yang berkembang di
tercantum dalam pembukaan UUD itu, dan
Amerika Serikat. Apabila dijabarkan lebih
landasan struktural kelembagaan pemerintah
lanjut maka secara teori s Teori Hukum
yang akan mendukung beban pembangunan
Pembangunan dari Mochtar Kusumaatmadja
itu pun sama, yakni sistem pemerintah
dipengaruhi
presidensial.
D. Laswell dan Myres S. Mc Dougal
yang
menggubah
beberapa
teori
cara
berpikir
dari
dan
hukum,
Herold
Jur
na
poli k mengenai pembangunan hukum
10
Bandingkan dengan Solly Lubis, Pembangunan Hukum Nasional, makalah disampaikan pada: Seminar Pembangunan Hukum Naional VIII Tema Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan Diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI, di Denpasar, 14-18 Juli 2003.
7
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
(Policy
Approach)
ditambah
dengan
masyarakat.
yang
(minus konsepsi mekanisnya). Mochtar
keter ban dan keteraturan dalam usaha
mengolah semua masukan tersebut dan
pembangunan dan pembaharuan memang
menyesuaikannya pada kondisi Indonesia.11
diinginkan, bahkan mutlak perlu agar dapat
Ada sisi menarik dari teori yang disampaikan
mengarahkan kegiatan manusia ke arah
Laswell dan Mc Dougal dimana diperlihatkan
yang dikehendaki oleh pembangunan dan
betapa pen ngnya kerja sama antara
pembaharuan itu. Oleh karena itu, maka
pengemban hukum teori s dan penstudi
diperlukan sarana berupa peraturan hukum
pada umumnya (scholars) serta pengemban
yang tertulis dan sesuai dengan hukum yang
hukum prak s (specialists in decision) dalam
hidup dalam masyarakat.
Roscoe
ing
dari
BP HN
melandasi konsep tersebut adalah bahwa
Hukum
Lebih jauh, Mochtar berpendapat bahwa
proses melahirkan suatu kebijakan publik,
penger an hukum sebagai sarana lebih luas
di sisi lainnya juga bersifat mencerahkan.
dari hukum sebagai alat karena:
ind
yang di satu sisi efek f secara poli s, namun Oleh karena itu maka Teori Hukum
1.
Di
Indonesia
peranan
perundang-
undangan dalam proses pembaharuan
memperagakan pola kerja sama dengan
hukum lebih menonjol, misalnya jika
melibatkan keseluruhan stakeholders yang
dibandingkan dengan Amerika Serikat
ada dalam komunitas sosial tersebut.
yang
Dalam proses tersebut maka Mochtar
(khususnya putusan the Supreme Court)
Kusumaatmadja
pada tempat lebih pen ng.
lR ec hts V
Pembangunan dari Mochtar Kusumaatmadja
menambahkan
adanya
tujuan pragma s (demi pembangunan)
2.
menempatkan
yurisprudensi
Konsep hukum sebagai “alat” akan
sebagaimana masukan dari Roescoe Pound
mengakibatkan hasil yang
dan Eugen Ehrlich dimana terlihat korelasi
berbeda dengan penerapan “legisme”
antara pernyataan Laswell dan Mc Dougal
sebagaimana pernah diadakan pada
bahwa kerja sama antara akademisi hukum
zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia
(peneli ) dan pengemban hukum prak s itu
ada sikap yang menunjukkan kepekaan
idealnya mampu melahirkan teori hukum
masyarakat untuk menolak penerapan
(theory about law), teori yang mempunyai
konsep seper itu.
pragma s
na
dimensi
atau
kegunaan
3.
dak jauh
Apabila “hukum” di sini termasuk juga
prak s. Mochtar Kusumaatmadja secara
hukum internasional, maka konsep
cemerlang mengubah penger an hukum
hukum sebagai sarana pembaharuan
sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai
masyarakat
sarana (instrument) untuk membangunan
sebelum konsep ini diterima secara
Jur 8
pikiran
Pound
teori
11
Pokok-pokok
sudah
diterapkan
jauh
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Ke-Indonesiaan, (Jakarta: CV Utomo, 2006), hal. 411.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
dan menciptakan pemerintah yang bersih
nasional.12
dan berwibawa semakin menambah beban
BP HN
resmi sebagai landasan kebijakan hukum
pemerintah yang dak kecil di masa kini dan perubahan
masa mendatang. Kelima hal di atas secara
paradigma dalam kehidupan poli k dan
muta s mutandis akan mempengaruhi pula
ketatanegaraan di Indonesia yaitu dari sistem
konsep pembangunan hukum nasional yang
otoritarian kepada sistem demokrasi, dan dari
akan diterapkan.
sistem sentralis k ke dalam sistem otonomi.
Dalam
Saat
ini
telah
terjadi
melaksanakan
pembangunan
hukum, satu hal pen ng yang harus
berdampak terhadap sistem hukum yang
diperha kan adalah, bahwa hukum harus
dianut selama ini yang meni kberatkan
dipahami dan dikembangkan sebagai satu
kepada produk-produk hukum yang lebih
kesatuan sistem yang di dalamnya terdapat
banyak
elemen kelembagaan, elemen materi hukum,
berpihak
kepada
kepen ngan
dan elemen budaya hukum.
ind
penguasa daripada kepen ngan rakyat dan
ing
Perubahan paradigma tersebut sudah tentu
produk hukum yang lebih mengedepankan
Hukum Nasional adalah kesatuan hukum
dominasi kepen ngan pemerintah pusat
yang dibangun untuk mencapai tujuan
daripada kepen ngan pemerintah daerah.
Negara yang bersumber dari falsafah dan kons tusi negara, di dalam kedua hal itulah
kecenderungan sistem otonomi menjadi lebih
terkandung tujuan, dasar, dan cita hukum
diperluas; dan kedua, kecenderungan sistem
negara Indonesia. Semua diskursus tentang
mul partai yang berdampak terhadap sistem
hukum nasional yang hendak dibangun,
kabinet presidensial yang selama ini dianut
haruslah
dalam UUD 1945. Ke ga, kecenderungan
dengan demikian upaya reformasi hukum,
pemisahan
secara
akan sangat tergantung kepada reformasi
tegas (separa on bukan differen a on)
kons tusi. Bila kons tusi yang dibangun
antara ekseku f, legisla f, dan yudika f.
masih memberi peluang bagi lahirnya sebuah
Fenomena
otoritarianisme, maka
lR ec hts V
Hal ini juga berdampak pada: pertama,
(bukan
ke ga
pembedaan)
sangat
berpengaruh
terhadap law making process, dan law
enforcement process. Keempat, masuknya
keduanya,
daklah akan lahir
sebuah hukum nasional yang demokra s. Reformasi
kons tusi
yang
telah
berlangsung, melalui beberapa kali aman-
Masyarakat (LSM) ke dalam pengambilan
demen UUD 1945, membawa perubahan
keputusan pemerintah dan proses legislasi.
yang sangat besar, terhadap hukum nasional.
Kelima, adanya perintah kepada Presiden
Perubahan tersebut, telah mengarahkan
Jur
Lembaga
kepada
Swadaya
na
pengaruh-pengaruh
merujuk
untuk melaksanakan pemberantasan KKN
12
Ibid. hal. 415.
9
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
masyarakat.
Tujuan
dari
hukum
yang
dengan prinsip-prinsip negara demokrasi
demokra s
dak saja hanya tercapainya
kons tusional. Amandemen tersebut juga
keadilan, akan tetapi juga terciptanya
telah menegaskan secara eksplisit bahwa
keter ban (order). Hukum harus berfungsi
Indonesia adalah negara hukum.13
menciptakan keteraturan sebagai prasyarat
BP HN
kepada cita-cita negara hukum, sesuai
demokra s
untuk dapat memberikan perlindungan
se daknya mempunyai karakter dan alur
bagi rakyat dalam memperoleh keadilan,
pikir sebagai berikut:
keteraturan, dan ketenangan dan bukan
a.
untuk menyengsarakannya.
Hukum
nasional
yang
Hukum nasional dibuat sesuai dengan cita-cita bangsa, yakni masyarakat adil
ing
demokra s,
Hukum
untuk
pemberlakuan dan penerapan norma yang
mencapai tahap tertentu dari tujuan
justru menimbulkan ke dakadilan, karena
negara sebagaimana tertuang di dalam
penerapan prak k hukum yang demikian
Pembukaan UUD 1945,
akan
nasional
Hukum
nasional
dirancang
harus
menjamin
harus
menimbulkan
Pembangunan
meminimalisisasi
ke dakadilan
hukum
adalah
baru. konsep
integrasi bangsa dan negara baik teritori
yang berkesinambungan dan
maupun
mengintegrasikan
berhen sehingga penegakan hukum
dan
nomokrasi,
boleh mengabaikan keadaan dan dimensi
ar nya pembangunan hukum harus
waktu saat hukum itu ditetapkan dan
mengundang par sipasi dan menyerap
berlaku. Selain dak bijaksana, hal tersebut
aspirasi masyarakat melalui prosedur
pada gilirannya akan berpotensi mengingkari
dan mekanisme yang fair, transparan
kepas an hukum itu sendiri.
ideologi,
lR ec hts V
c.
dan makmur berdasar falsafah negara.
ind
b.
Pembangunan hukum nasional yang
prinsip
demokrasi
dak pernah dak
dan akuntabel; dan berorientasi pada
Prinsip non-retroak f itu sendiri telah
pembangunan keadilan sosial; dan
digariskan di dalam Pasal 28 I UUD NRI 1945
menjamin hidupnya toleransi beragama
yaitu hak untuk
yang berkeadaban.
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
dak dituntut atas dasar
manusia yang dak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Meskipun demikian, frasa
maka hukum nasional harus mengabdi kepa-
‘yang dak dapat dikurangi dalam keadaan
da kepen ngan nasional, dan menjadi pilar
apa pun’ mendapat kri k karena ada norma-
demokrasi untuk tercapainya kesejahteraan
norma internasional, perkecualian terhadap
rakyat dan secara sosiologis menjadi sarana
prinsip
untuk tercapainya keadilan dan keter ban
kejahatan terhadap hak-hak asasi manusia.
Jur
na
Sebagai implementasi dari hal tersebut,
13
10
non-retroak f,
yaitu
kejahatan-
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Saat ini tata hubungan dan tata kelola
pada lahirnya banyak lembaga negara
lembaga-lembaga utama maupun penunjang
atau organ, baik lembaga utama (primary
tersebut
cons tu on
lembaga
mengakibatkan disharmoni, yang dapat
pendukung/penunjang (state auxiliary body/
mengganggu jalannya pemerintahan, dan
SAB). Peran auxiliaries bodies dibutuhkan
mengakibatkan konflik antar lembaga. Oleh
untuk
tugas
karena itu tata hubungan antar lembaga
hukum
negara perlu diatur secara tegas dalam
organs)
memperkuat
pelayanan
publik,
maupun
pelaksanaan penegakan
peraturan
perencanaan hukum.
khusus.
belum
jelas
diatur,
sehingga
perundang-undangan
secara
ing
dan peradilan serta pembentukan dan
BP HN
Perubahan UUD 1945 telah berimplikasi
Salah satu persoalan mendasar, dalam
Namun demikian, maraknya kelahiran
membangun hukum nasional yang demo-
dan dikaji ulang urgensi pembentukannya dan
kra s, adalah, bagaimana membuat sistem
eksistensinya secara selek f agar benar-benar
hukum yang kondusif bagi keberagaman
bermanfaat dan
sub-sistem,
ind
berbagai komisi negara saat ini perlu ditata
dak membebani kinerja
keberagaman
substansi,
dan perekonomian nasional. Pengkajian
pengembangan bidang-bidang hukum yang
ulang tersebut paling dak mencakup:
dibutuhkan masyarakat, juga kondusif bagi
ngkat kepercayaan keberadaannya;
terciptanya kesadaran hukum masyarakat,
lR ec hts V
a. b.
kadar urgensinya;
dan kebebasan untuk melaksanakan hak-
c.
eksistensi dan kinerjanya; dan
hak, dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan
d.
efisiensi dan efek vitas pelaksanaan
aturan yang berlaku.
tugasnya.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk
mewujudkan hal tersebut adalah dengan
Dengan demikian harus dilakukan ndak lanjut yang mencakup:
yang disusun melalui instrumen perencanaan
a.
penguatan dan pemberdayaan SAB yang
penyusunan undang-undang yang dikenal
masih diperlukan;
dengan
c.
Program
Legislasi
Nasional
14
pengintegrasian SAB yang tugas dan
(Prolegnas) , dan membuka kran pengujian
fungsinya tumpang ndih;
undang-undang melalui mekanisme judicial
penghapusan atau penggabungan SAB
review ke Mahkamah Kons tusi.
na
b.
yang
dak mempunyai urgensi dan
Jur
eksistensi.
14
membentuk peraturan perundang-undangan
Prolegnas
dibuat
untuk
menjamin
ketepatan isi dan ketepatan prosedur yang didasarkan pada falsafah dan UUD NRI 1945.
Program Legislasi Nasional adalah instrument perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis. (lihat Undang-Undang No. 12 Tahun 2011).
11
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
segi filosofis, segi sosiologis, segi historis,
perundang-undangan di Indonesia, dite-
serta dapat dipertanggungjawabkan.
BP HN
Untuk kali pertama dalam sejarah peraturan tapkan Prolegnas jangka menengah 2005-
Dalam rangka pembangunan hukum
2009 melalui Keputusan Dewan Perwakilan
nasional, maka diperlukan pula adanya suatu
Rakyat (DPR) pada tanggal 01 Pebruari
Grand Design Sistem dan Poli k Hukum
2005 sebanyak 284 RUU. Kemudian untuk
Nasional (GDSPHN) yang jelas. GDSPHN
Prolegnas 2010-2014 terdapat 247 RUU.
merupakan sebuah desain komprehensif,
Sedangkan judicial review dilakukan sebagai
yang menjadi
koreksi agar pembentukan undang-undang
stakeholders, yang mencakup seluruh unsur
harus konsisten secara asas, oleh karena
dari mulai perencanaan, legislasi, diseminasi
itu penyusunan RUU harus didasarkan
dan budaya hukum masyarakat. Grand
atas sebuah kajian dan peneli an yang
Design Sistem dan Poli k Hukum Nasional
mendalam yang melipu
merupakan guide line komprehensif, yang
ing
aspek asas-asas,
menjadi
dituangkan dalam suatu Naskah Akademik
stakeholder pembangunan hukum, yang
(NA). NA itu sendiri merupakan landasan
mencakup desain struktur pembangunan
dan pertanggungjawaban akademik untuk
hukum secara utuh.
ind
norma, ins tusi dan seluruh prosesnya yang
k fokus dan tujuan seluruh
Grand design harus diawali dengan
dalam Rancangan Undang-Undang. Dengan
pemikiran paling mendasar, sebagai berikut:
disusunnya NA RUU diharapkan proses
a.
lR ec hts V
se ap asas dan norma yang dituangkan
Pembangunan hukum harus mencakup:
harmonisasi dan keterkaitannya dengan
Asas, Norma, Ins tusi, proses-proses
peraturan lain sudah dapat dilakukan sejak
dan
dini, sehingga dapat menghindari kendala di
mengabaikan budaya hukum;
atas.
b.
penegakkannya
dengan
tanpa
Dalam rangka harmonisasi hukum,
Tidak kurang dari Presiden Republik
diperlukan suatu mekanisme legislasi
Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, ke ka
yang lebih sistemik, komprehensif dan
membuka Konvensi Hukum Nasional pada
holis k;
tanggal 15 April 2008 yang diselenggarakan
c.
oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
na
(BPHN) di Jakarta, mengingatkan pen ngnya
d.
Konsistensi pada hirarki regulasi yang berpuncak pada kons tusi. Pengabdian
kepada
kepen ngan
nasional sebagai pilar untuk tercapainya
dan memantapkan sistem hukum nasional,
tujuan hukum, yaitu terciptanya keadilan
melalui perundang-undangan yang bisa
dan keter ban dalam rangka negara
mengeksplorasi pikiran-pikiran yang jernih
kesejahteraan.
Jur
penyusunan naskah akademik, dalam menata
dan pikiran-pikiran yang benar agar
dak
dangkal, dan betul-betul memperha kan
12
pedoman bagi seluruh
e.
Grand design dilakukan per sektor hukum.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
perbudakan. Melalui penerapan prinsip law
hukum, pembangunan hukum harus dilihat
as a tool of social engineering, negara tersebut
secara utuh, yang dak terlepas dari sejarah.
kemudian berhasil mengubah pola pikir,
Di dunia ini, dak ada negara yang langsung
karakter, dan budaya hukum masyarakatnya,
serta-merta memiliki infrastruktur hukum
menjadi demokra s, dan menjunjung nggi
yang mapan dan demokra s, tanpa melalui
HAM, tanpa mengingkari kenyataan dan
proses perubahan yang panjang. Karena
prinsip legalitas, dan menjadikan segala fakta
hukum adalah refleksi dari masyarakat itu
filosofis, sosiologis, yuridis yang ada dalam
sendiri. Oleh karena itu koreksi, penyem-
sejarah sebagai modal untuk membangun
purnaan dan perubahan orientasi hukum
hukum modernnya.
ing
BP HN
Dalam rangka keadilan dan kepas an
Respon terhadap perkembangan global
harus dilakukan dengan tetap memegang
adalah suatu keniscayaan. Namun demikian,
paradigma perubahan dan kenyataan adanya
prinsip hukum modern yang terkait dengan
dimensi waktu dan kondisi yang sangat me-
kedaulatan, imunitas negara, kewajiban
nentukan perkembangan hukum itu sendiri.
negara untuk melindungi warganegaranya,
ind
teguh asas dan kepas an hukum serta
daklah
dan menjaga keutuhan wilayah, dan seluruh
terlepas dari sejarah negara itu sendiri.
infrastruktur negaranya, adalah landasan
Oleh karena itu, dengan telah dimulainya
yang harus selalu dipegang teguh dalam
reformasi,
kita memulai
pembangunan hukum nasional, sehingga
segala sesuatunya dari nol. Semua hal yang
dengan demikian, hukum yang dibangun
baik, yang ada dalam produk-produk hukum
akan menjadi instrumen yang bermanfaat
posi f yang sudah ada, harus menjadi modal
dan maslahat, sesuai pilar utama yaitu
pembangunan hukum, sementara yang dak
hukum yang mengabdi pada kepen ngan
baik, dan dak sesuai lagi, harus kita koreksi
bangsa dan negara secara utuh.
hukum,
lR ec hts V
Pembangunan
daklah berar
dan perbaiki. Pembangunan hukum adalah
konsep yang berkesinambungan, dan dak pernah berhen , sehingga masalah keadilan,
penegakan hukum, dan sikap masyarakat terhadap hukum, dak boleh mengabaikan
na
keadaan dan dimensi waktu dan yurisdiksi.
Kita juga perlu belajar, dari berbagai
negara yang saat ini memiliki sistem dan poli k
Jur
hukum yang demokra s, tetapi bermula dari sejarah panjang dan mengalami masamasa yang sangat bertolak belakang dengan prinsip-prinsip demokrasi itu, seper adanya
E. Penutup 1. Kesimpulan a. Beberapa prestasi penegakan hukum mulai terlihat dalam beberapa tahun terakhir, meski masih juga terlihat beberapa masalah di berbagai sisi. Masalah penegakan hukum pasca Reformasi
menghadapi
situasi
yang semakin kompleks dan pelik. Hukum yang semula diharapkan menjadi
ang penyangga dan alat
13
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
berani menggali nilai-nilai keadilan
yang harmonis, berkeadilan dan
serta menegakkan e ka dan moral
berkepas an
di dalam masyarakat dalam se ap
yang
membangun dalam
ter b,
dilanda
krisis
masyarakat
ternyata yang
BP HN
kehidupan
untuk
tak
penyelesaian kasus hukum.
juga kalah
b. Supremasi
hukum
hebatnya. Ada ga cara yang bisa
dalam
dilakukan untuk mengatasi hal ini.
stabilitas nasional sebagai salah
Pertama,
satu prasyarat dapat berjalannya
melakukan
amputasi
rangka
diperlukan
(pemberhen an masal) atas pejabat-
mekanisme
pejabat birokrasi terutama birokrasi
baik.
usia dan level tertentu melalui UU Lustrasi agar
ndakan hukum
Pembangunan
secara
di
negara
penganut sistem demokrasi apa pun memerlukan stabilitas nasional yang baik. Menurut teori The New Way to Understand Why The Na on Rise
ind
dapat dilakukan secara tegas dan
demokrasi
ing
penegak hukum, yang berada pada
mewujudkan
and Fall karya Brumer dikatakan bah-
dengan memberikan pegampunan
wa negara yang terbuka terhadap
secara nasional (na onal pardon)
kebebasan dan keterbukaan justru
atas para pelaku pelanggaran di
bisa memiliki stabilitas yang mampu
masa lalu, dengan alasan bahwa
mengatasi guncangan internal tanpa
sangat sulit melakukan penyelesaian
harus khawa r negara itu akan
secara tegas berdasarkan hukum
jatuh. Pengelolaan stabilitas di era
atas kasus yang begitu banyak dan
keterbukaan ini diperlukan karena
rumit dan yang dilakukan oleh
keinginan membangun demokrasi
mereka
adanya
yang di dalamnya mengakomodasi
sistem yang memaksa ke ka itu.
harmoni dengan kebebasan dan
Ke ga, perlu pergeseran orientasi
keterbukaan, penegakan hukum
paradigma atas konsepsi Negara
dan toleransi. Salah satu upaya
hukum dari rechtsstaat menjadi
struktural
the rule of law seper yang banyak
untuk mewujudkan hal ini adalah
dikembangkan di Negara-negara
menegakkan supremasi hukum.
lR ec hts V
lugas. Kedua, melakukan pemu han
akibat
na
sebagai
Anglo Saxon. Dengan paradigma
Pembangunan
bisa
hukum
dilakukan
nasional
ini maka se ap upaya penegakan
hingga saat ini pun masih merujuk
hukum akan mampu melepaskan
pada Teori Hukum Pembangunan.
diri dari jebakan-jebakan formalitas-
Pokok-pokok
prosedural serta mendorong para
landasi konsep tersebut adalah
penegak hukum untuk krea f dan
bahwa keter ban dan keteraturan
Jur 14
c.
yang
pikiran
yang
me-
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
dalam usaha pembangunan dan
pembangunan hukum, sementara
pembaharuan memang diinginkan,
yang
bahkan
lagi, harus kita koreksi dan perbaiki.
perlu,
bahwa hukum dalam ar diharapkan
dapat
dan norma
mengarahkan
2. Saran
kegiatan manusia ke arah yang
a. Perlu
dak sesuai
BP HN
mutlak
dak baik, dan
didorong
diundangkannya
UU Lustrasi Nasional agar ndakan
dan pembaharuan itu. Oleh karena
hukum dapat dilakukan secara tegas
itu, maka diperlukan sarana berupa
dan lugas. Sekaligus memberikan
peraturan hukum yang tertulis
pegampunan
dan sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat melalui mekanisme yang demokra s. Dalam
(na onal
secara
pardon)
nasional atas
para
pelaku pelanggaran di masa lalu, dengan alasan bahwa sangat sulit melakukan
penyelesaian
ind
melaksanakan pembangunan hu-
ing
dikehendaki oleh pembangunan
secara
tegas berdasarkan hukum atas kasus
diperha kan adalah, bahwa hukum
yang begitu banyak dan rumit dan
harus dipahami dan dikembangkan
yang dilakukan oleh mereka sebagai
sebagai satu kesatuan sistem yang
akibat adanya sistem yang memaksa
di dalamnya terdapat elemen ke-
ke ka itu.
lR ec hts V
kum, satu hal pen ng yang harus
lembagaan, elemen materi hukum,
b. Perlu terus-menerus disosialisasikan
Nasional adalah kesatuan hukum
akademis
yang dibangun untuk mencapai
paradigma atas konsepsi Negara
tujuan Negara yang bersumber dari
hukum dari rechtsstaat menjadi
falsafah dan kons tusi negara. Di
the rule of law agar pembangunan
dalam kedua hal itulah terkandung
hukum
tujuan, dasar, dan cita hukum nega-
lebih dinamis. Dengan paradigma
ra Indonesia. Pembangunan hukum
ini maka se ap upaya penegakan
harus dilihat secara utuh, yang
hukum akan mampu melepaskan
dak terlepas dari sejarah. Oleh
diri dari jebakan-jebakan formalitas-
karena itu, dengan telah dimulainya
prosedural serta mendorong para
reformasi,
segala
penegak hukum untuk krea f dan
sesuatunya harus dimulai dari nol.
berani menggali nilai-nilai keadilan
Semua hal yang baik, yang ada dalam
serta menegakkan e ka dan moral
produk-produk hukum posi f yang
di dalam masyarakat dalam se ap
sudah ada, harus menjadi modal
penyelesaian kasus hukum.
Jur
na
dan elemen budaya hukum. Hukum
daklah berar
dalam
berbagai
pergeseran
dapat
forum orientasi
bergerak
secara
15
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly, Agenda Pembangunan Hukum Nasional Di Abad Globalisasi, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 1998).
Atmasasmita, Romli, Menata Kembali Masa Depan Pembangunan Hukum Nasional, Makalah disampaikan dalam “Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII” di Denpasar, 14-18 Juli 2003.
Bremmer, Ian, The J Curve: A New Way to Understand Why The Na on Rise and Fall, ( Simon & Schuster, Inc. 2006). Lihat juga h p://www.jcurvebook.com/.
ing
Cyberconsult, Reformasi Hukum di Indonesia, Hasil Studi Perkembangan Hukum, Proyek Bank Dunia (Jakarta: Cyberconsult, 1999).
Hartono, Sunarya , Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Bandung: Binacipta, 1982). Lubis, Solly, Pembangunan Hukum Nasional, Makalah Disampaikan Pada:Seminar Pembangunan
ind
Hukum Naional VIII Tema Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan Diselenggarakan Oleh Badan Pembinaan Hukum Nasionaldepartemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia RI, di Denpasar, 14-18 Juli 2003.
Mahfud, MD, Poli k Hukum Menuju Pembangunan Sistem Hukum Nasional, Seminar Arah
lR ec hts V
Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen, BPHN, 2006. Shidarta, Karakteris k Penalaran Hukum Dalam Konteks Ke-Indonesiaan, (Jakarta: CV Utomo, 2006).
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Peneli an Hukum Norma f: Suatu Tinjauan Singkat, edisi 1, cet. V, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001).
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan di Dalam Peneli an Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1979). Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, Peneli an Hukum Norma f, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:
Jur
na
CV. Rajawali, 1990).
16
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
Urgensi PeneliƟan dan Pengkajian Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Legal Research and Assessment of urgency The Establishment of legisla on)
Noor Muhammad Aziz, S.H., M.H., M.M. Kepala Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI
lR ec hts V
ind
ing
Abstrak Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, peneli an merupakan aspek pen ng dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, disamping aspek dra ing. Karena bukan sesuatu yang mustahil apabila suatu undang-undang dibentuk tanpa didasari suatu riset yang komprehensif dan mendalam hasilnya akan menuai permasalahan baru. Tulisan ini akan mengangkat permasalahan mengenai bagaimana manfaat peneli an hukum dalam kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris ditemukan bahwa peneli an hukum sangat bermanfaat untuk mendukung Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tertentu, khususnya dalam menuangkan aspek-aspek berkaitan dengan masalah yuridis, sosiologis dan filosofis. Disamping itu Peneli an Hukum juga bermanfaat untuk menyusun rencana-rencana pembangunan hukum yang lebih responsif tanpa keluar dari asas-asas pembentukan hukum. Oleh karena itu op malisasi hasil peneli an untuk pembentukan peraturan perundang-undangan memerlukan langkah-langkah yuridis dimana peneli an perlu dimasukkan dalam satu alur proses legislasi. Kata kunci: legislasi, naskah akademik, pengkajian, peneli an, kebijakan, poli k, sosiologis
na
Abstract In Law No. 12 Year 2011 on the Establishment Regula on of legisla on, research is an important aspect in the prepara on of legisla on, as well as aspects of dra ing. For it is not impossible if a law is based on established without a comprehensive and in-depth research results will reap new problems. his paper will raise issues about how the benefits of legal research in the ac vi es of the establishment of laws and regula ons. By using a juridical approach to empirical research found that the law is very useful to support the Academic Manuscript par cular bill, especially in the pouring aspects related to legal issues, sociological and philosophical. Besides, Legal Research is also useful to draw up development plans are more responsive law without depar ng from the principles of the legal establishment. Therefore, the op miza on results for the forma on of legisla on requiring judicial measures which research needs to be included in the legisla ve process flow.
Jur
Keywords: legisla on, academic dra , assessment, research, policy, poli cal, sociological
17
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
A. Pendahuluan1
dra
peraturan perundang-undangan. Hal
ini pen ng untuk dikaji lebih dalam karena
dari se ap
bukan sesuatu yang mustahil apabila suatu
pergerakan kehidupan, terlebih dalam hal
undang-undang dibentuk tanpa didasari
pengambilan suatu kebijakan. Karena dak
suatu riset yang komprehensif dan mendalam
dapat dipungkiri bahwa se ap kebijakan yang
hasilnya
akan dikeluarkan memerlukan perangkat
baru, misalnya ditolak masyarakat karena
pendukung se daknya terdapat
ga hal
bertentangan dengan persepsi masyarakat,
utama perangkat pendukung dari se ap
terdapat materi yang bertentangan dengan
kebijakan yaitu Sumber Daya Manusia (SDM),
UUD yang menyebabkan diajukan judicial
Sumber Daya Barang, dan Perangkat Regulasi
review ke Mahkamah Kons tusi, atau sulit
(peraturan perundang-undangan).
diimplementasikan oleh aparat penegak
pada
merupakan komponen in
Penyusunan perangkat regulasi tentu menempel dari aspek-aspek pendukung
B. Permasalahan Dari latar belakang di atas, penulisan
No.10
Tahun
2004)
ini diarahkan untuk menjawab
tentang Pedoman Pembentukan Peraturan
beberapa
permasalahan sebagai berikut:
lR ec hts V
Undang-undang
permasalahan
hukum di tengah-tengah masyarakat.
lainnya dari suatu kebijakan. Undang-undang No.12 Tahun 2011 (sebagai penggan
menuai
ind
bukan merupakan sesuatu yang paralel dan
akan
ing
Regulasi
BP HN
dasarnya
Aspek
1.
Apa penger an peneli an hukum dan
perundang-undangan secara teknis telah
apa manfaat peneli an hukum dalam
mengatur tentang hal yang berhubungan
pembentukan peraturan perundang-
dengan tata cara penyusunan peraturan
undangan yang baik?
perundang-undangan. Teknis dan tata cara
2.
Bagaimana mekanisme yang tepat dalam
yang dituangkan dalam undang-undang
rangka op malisasi hasil peneli an
tersebut lebih banyak menyoro dari aspek
bagi kegiatan pembentukan peraturan
dra ing, padahal ada hal-hal yang pen ng
perundang-undangan yang baik?
yang perlu mendapat perha an, seper
di mana sumber-sumber atau bahan-
Berdasarkan permasalahan dan tujuan
undangan itu didapat atau peneli an apa saja
peneli an di atas, tulisan ini menggunakan
yang diperlukan sebagai bahan penyusunan
pendekatan
na
bahan untuk penyusunan dra perundang-
2
18
yuridis
empiris2,
yaitu
Tulisan ini diolah kembali dari makalah yang pernah Penulis sampaikan dalam Forum Dialog: Urgensi Penelitian dan Pengkajian Hukum Dalam Pembentukan Sistem Hukum Nasional, tanggal 31 Maret 2011 di Medan, Sumatera Utara. Penelitian empiris adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data-data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Pemikiran empiris ini disebut juga pemikiran sosiologis. Lebih jauh tentang ini lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normati: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1990), hal. 15.
Jur
1
C. Metode PeneliƟan
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
prinsip-prinsip umum.4 Peneli an sebenar-
gejala-gejala sosial yang berkaitan dengan
nya merupakan terjemahan dari “research”.
hukum dalam praktek legislasi di Indonesia.
Penger an research awalnya digunakan
Pendekatan
mengkaji
untuk peneli an di bidang teknik dan ilmu
bagaimana ketentuan norma f diwujudkan
alam. Namun dalam perkembangannya
senyatanya di masyarakat. Peneli an ini juga
research juga mulai digunakan dalam ilmu
menggunakan pendekatan yuridis norma f3
ekonomi, ilmu-ilmu sosial dan terakhir
karena
sekunder
dalam ilmu hukum dan ilmu poli k.5 Dalam
sebagai sumber tambahan, berupa berbagai
peneli an yang dilakukan untuk bidang teknik
peraturan
dan
dan ilmu pengetahuan alam berbeda dengan
referensi dokumen lain yang terkait dengan
peneli an untuk bidang sosial. Peneli an
pengkajian, peneli an dan proses legislasi.
bidang teknik dan ilmu pengetahuan alam
menggunakan
empiris
data
perundang-undangan
ing
yuridis
BP HN
pendekatan yang digunakan untuk melihat
dak memberikan penilaian, tetapi yang
ini termasuk peneli an yang bersifat deskrip f
dikejar adalah obyek fitasnya karena hanya
anali s yakni akan menggambarkan secara
matema k dan ilmu-ilmu alam saja yang
keseluruhan obyek yang diteli
secara
dianggap dapat menghasilkan ilmu yang
sistema s dengan menganalisis data yang
obyek f. Sedangkan pemikiran dan peneli an
diperoleh.
di bidang-bidang lainnya, terutama yang
lR ec hts V
ind
Sedangkan dilihat dari sifatnya, peneli an
menyangkut kehidupan mental manusia, baik
D. Pembahasan
1. PengerƟan PeneliƟan Hukum dan Manfaat PeneliƟan Hukum Dalam Pembentukan Perundang-undangan
dalam masyarakat (seper sejarah, sosiologi,
Peneli an menurut Kamus Besar Bahasa
kegiatan ilmiah. Hal itu disebabkan manusia
Indonesia adalah kegiatan pengumpulan,
dan masyarakat terlalu cepat berubah-ubah,
pengolahan, analisis, dan penyajian data yang
sehingga sulit mengadakan eksperimen
dilakukan secara sistema s dan obyek f untuk
secara berulang-ulang, yang akan dapat
memecahkan suatu persoalan atau menguji
menghasilkan hasil peneli an yang sama.6
na
suatu hipotesis untuk mengembangkankan
hukum,
poli k
dan
sebagainya)
dak
mungkin menghasilkan ilmu, atau merupakan
Research yang semula dipakai dalam ar
peneli an yang digunakan bagi suatu tujuan
lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, edisi 1, cet. v, (Jakarta: PT Raja Gra indo Persada, 2001), hal. 13-14; Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan di Dalam dan Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1979) hal.15. Lihat: Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Cetakan Pertama, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988). Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hal. 96. Ibid., hal. 97.
Jur
3
sebagai perorangan (psikologi), maupun di
4
5 6
19
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
prak s (applied research) biasanya dikaitkan
e.
ka panjang dengan maksud menemukan
sehingga
“Research
hal-hal baru dalam ilmu pengetahuan,
Development” atau peneli an dan
yang belum diketahui oleh bangsa-
pengembangan (Litbang) dan Perencanaan
bangsa lain di dunia, seper peneli an
(Planning). Namun sesuai perkembangannya
ruang angkasa.
dikenal
dengan
kata peneli an biasanya desertai dengan
f.
Service Research, yaitu peneli an untuk
kata keterangan atau kata yang menunjukan
memperoleh produksi dan mutu barang
tujuan
yang lebih baik, menyangkut peneli an
atau
kegunaan
peneli an
itu,
misalnya7:
materi, maupun yang mengenai orang,
ing
a.
organisasi dan struktur perusahaan atau
Basic Research, yaitu peneli an yang bertujuan
memperoleh
jawatan.
dasar-dasar
atau asas-asas baru suatu cabang ilmu ini dak secara langsung (tetapi hanya secara
dak langsung) bermanfaat
bagi prak k. Karena itu basic research murni. b.
Applied yang
menjadi
peneli an
Reseach,
dilakukan
yaitu
peneli an
dengan
maksud
supaya hasilnya secara langsung dapat
diterapkan ke dalam prak k atau di dalam proses produksi. Oleh karena itu peneli an terapan ini biasanya dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan
dan
jawatan-jawatan, bekerjasama dengan universitas-universitas. c.
Deskrip ve
Research/Survey,
yaitu
na
peneli an yang menganalisis data-data
yang dikumpulkan, serta melaporkannya sekedar untuk informasi baru. Diagnos c atau Prescrip ve Research,
Jur
d.
yaitu peneli an untuk menemukan cara bagaimana mengatasi suatu masalah.
Ibid., hal. 100-102.
materi
metodologi
peneli an yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang diku p oleh
Sunarya
Hartono
menyebutkan
macam-macam peneli an yang dikenal yaitu
lR ec hts V
diterjemahkan
Berdasarkan
ind
tertentu, sehingga peneli an semacam
20
BP HN
dengan “development” atau pengembangan and
7
Offensive Reseach, yaitu peneli an jang-
peneli an historis, peneli an deskrip f, peneli an
perkembangan,
peneli an
kasus dan peneli an lapangan, peneli an korelasional,
peneli an
eksperimental
sungguhan, dan peneli an eksperimental semu atau peneli an ndakan. Sedang tugas ilmu dan peneli an adalah: a. b. c.
menggambarkan secara jelas dan cermat hal-hal yang dipersoalkan; menerangkan
kondisi-kondisi
yang
mendasari peris wa; menyusun teori, ar nya mencari dan merumuskan dalil-dalil (hukum-hukum atau kausalitas mengenai hubungan antara kondisi yang satu dan kondisi yang lain, atau hubungan antara satu peris wa dengan peris wa yang lain);
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
es masi
e.
prediksi, dan
atau
proyeksi
ramalan, peris wa-
disiplin atau sistem ajaran tentang kenyataan (ar
yang ke-2 dari pandangan Soerjono
BP HN
membuat
peris wa yang akan (bakal) terjadi, atau
Soekanto), atau sebagai perilaku yang teratur
gejala-gejala yang akan mbul;
dan ajeg (ar yang ke-8), bahwa benar dapat
melakukan pengendalian atau peng-
dilakukan
arahan, yaitu melakukan
terhadap Hukum itu. Sedang apabila hukum
ndakan-
ndakan guna mengendalikan atau
peneli an
empiris
sosiologis
itu dianggap sebagai “petugas” (ar
ke-6),
mengarahkan peris wa-peris wa atau
proses (ar ke-7) sebagai lembaga hukum
gejala-gejala tertentu ke arah yang
(legal ins tu on), atau sebagai tata hukum
dikehendaki.
posi f (ar ke-4), peneli an hukum historis
Peneli an hukum sebenarnya berasal dari dua kata yaitu peneli an8 dan hukum9. memperoleh data dan informasi tentang norma atau kaedah hukum, bila sesuatu
materi hukum telah diatur dalam peraturan dan
hukum/kebutuhan
hukum
aspek-aspek
masyarakat
tentang sesuatu materi yang belum diatur
kemudian ingin untuk diatur sebagai ius cons tuendum.10
Melihat
peneli an
kasus,
banyaknya
penger an atas hukum, maka pendekatan peneli an yang dilakukan juga berbeda.
peneli an
korelasional atau peneli an kausal-kompara f dapat diadakan.11 Akan tetapi, peneli an perkembangan
(development research), peneli an dasar (basic research), dan peneli an terapan lainnya yang menyangkut hukum
daklah
dapat dilakukan menurut metode-metode
lR ec hts V
perundang-undangan,
deskrip f,
ind
Peneli an hukum adalah suatu proses untuk
ing
d.
peneli an
sosial,
tetapi
membutuhkan
metode peneli an yang berbeda dan khas, yang sesuai dengan objek atau materi hukum itu sendiri, yaitu norma-norma hukum. Oleh karena itu, perlu sekali dibedakan antara peneli an hukum dan peneli an sosial.12
Apabila hukum dianggap sebagai suatu
9
Jur
10
Pengertian seperti yang tertulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan obyektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkankan prinsip-prinsip umum. Sedang dalam kajian BPHN tentang Kedudukan dan Peranan Penelitian Hukum Dalam Proses Pembentukan Peraturan Perundangundangan dikatakan bahwa penelitian adalah suatu proses untuk mengumpulkan informasi tentang sesuatu. Soerjono Soekanto misalnya mengartikan hukum sebagai :1) Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan) hukum; 2) Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang kenyataan; 3) Hukum dalam arti kaidah atau norma; 4) Hukum dalam arti tata hukum atau hukum positif tertulis; 5) Hukum dalam arti keputusan pejabat; 6) Hukum dalam arti petugas; 7) Hukum dalam arti proses pemerintah; 8) Hukum dalam arti perilaku yang teratur atau ajeg; 9) Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai. Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja menambahkan bahwa hukum mempunyai arti Lembaga Hukum Masyarakat. BPHN, Pengkajian Hukum tentang Kedudukan dan Peranan Penelitian Hukum Dalam Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Tahun 1999, hal.17. Sunaryati Hartono, Op.Cit., hal. 118. Menurut Sunaryati Hartono saat ini memang banyak sarjana, baik dari kalangan sarjana sosiologi maupun dari kalangan sarjana hukum sendiri, masih mengira bahwa karena ilmu hukum dikelompokkan ke dalam ilmu-ilmu sosial, metode penelitian Hukum juga (harus) sama dengan metode peneltian yang digunakan untuk penelitian empiris sosiologis.
na
8
11 12
21
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
6) Penel an untuk mengetahui tentang
yang dilakukan antara lain dapat dibedakan
keadaan hukum yang sebenarnya
sebagai berikut13:
(penerapan hukum);
a.
peneli an
BP HN
hukum
Macam-macam
7) Peneli an tentang kesadaran hukum
Menurut bidang hukum yang diteli misalnya :
suatu golongan atau kelompok
1) Peneli an Hukum Adat;
masyarakat; 8) Peneli an
2) Peneli an Hukum Pidana;
menentukan
3) Peneli an Hukum Perdata;
kebijaksanaan pemerintah di dalam
4) Peneli an Hukum Dagang;
salah satu bidang hukum;
Hukum
Publik
9) Peneli an
ing
5) Peneli an Internasional;
Hukum
menyusun
(jangka panjang);
Adminstrasi
Negara;
c.
8) Peneli an Hukum Perselisihan; 9) Peneli an Hukum Agraria; 10) Peneli an Hukum Laut;
Menurut metode dan cara penulisan/
ind
7) Peneli an
untuk
rancangan Pembangunan hukum
6) Peneli an Hukum Tata Negara;
penyajian peneli an:
1) Peneli an deskrip f; 2) Peneli an editoral;
lR ec hts V
11) Peneli an Hukum Lingkungan; 12) Peneli an Hukum Angkasa; 13) dan sebagainya. b.
untuk
Menurut kegunaan hasil peneli an:
3) Peneli an
tentang
perwatakan
(charakterisketch); 4) Peneli an reflek f; 5) Peneli an eksplora f; 6) Peneli an kri s
1) Peneli an untuk keperluan pemeriksaan perkara di muka pengadilan,
Menurut Sunarya Hartono, kiranya sulit
yang dilakukan oleh: Polisi, Jaksa,
diterima, bahwa untuk sekian banyak macam
Pengacara, Hakim.
peneli an hanya satu metode peneli an
2) Peneli an yang dilakukan oleh
saja yang paling cocok dan benar. Hal ini
konsultan hukum untuk keperluan
dikarenakan ragam peneli an dan penulisan
negosiasi;
itu biasanya dak muncul dalam bentuk yang murni, tetapi menunjukan sifat condong
4) Inventarisasi Jurisprudensi;
ke arah (overheersend) salah satu bentuk
5) Penelitan
peneli an. Oleh karena itu kecenderungan
na
3) Inventarisasi Perundang-undangan; untuk
kepen ngan
Jur
pendidikan dan pengajaran;
13 14
22
Sunaryati Hartono, Op.Cit., hal. 118-121. Sunaryati Hartono, Op.Cit., hal. 121.
yang terjadi adalah14:
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Para peneli
dak menggunakan satu
metode peneli an dan/atau satu gaya
hukum dapat berlaku dengan baik ditengahtengah masyarakatnya. Kita
penulisan saja. Akan tetapi, para peneli menggunakan suatu kombinasi dari
efek fitas hukum tanpa membicarakan
beberapa metode peneli an dan gaya
lebih dahulu tentang hukum dalam tataran
penulisan secara serentak.
norma ve (law in books) dan hukum dalam
Metode-metode
peneli an
yang
dikombinasikan itu bergantung kepada: 1) subjek
peneli an
dak mungkin untuk mengukur
ngkat
bahwa efek fitas hukum adalah masalah
3) besar kecilnya dana peneli an;
pokok dalam sosiologi hukum yang diperoleh
4) sarana peneli an yang tersedia;
dengan cara memperbandingkan antara
5) tenaga peneli yang tersedia;
realitas hukum dalam teori, dengan realitas
ind
2) tujuan peneli an (objek peneli an);
7) lingkungan/tempat peneli
hukum dalam praktek sehingga nampak
dilaku-
kan.
keberadaan
sistem
sebagaimana
hukum
dikemukakan
nasional
oleh
W.
Friedman, yakni terdiri atas Materi Hukum (Legal Substance), Struktur (Legal Structure) Budaya
Hukum
(Legal
Culture).15
Di sisi lain sistem hukum juga dipahami akan
mencakup sarana dan prasarana dari hukum Sesuai
perbedaan antara keduanya. Untuk mencari
lR ec hts V
sistem biasanya akan melihat kepada
itu sendiri.
adanya kesenjangan antara keduanya16. Hukum dianggap dak efek f jika terdapat
Memandang hukum sebagai suatu
dengan
keberadaan
hukum
na
secara filosofis, sosiologis, dan yuridis, maka
korelasi dari kedua teori tersebut dalam suatu sistem hukum nasional adalah dengan
Jur
melihat sejauhmana effek fitas suatu sistem
16
membandingkan kedua variable ini adalah efek fitas hukum. Donald Black berpendapat
6) waktu peneli yang tersedia;
15
tataran realita (law in ac on), sebab tanpa
(materi
peneli an);
dan
dak dapat menjelaskan tentang
ing
b.
BP HN
a.
solusinya, langkah apa yang harus dilakukan untuk mendekatkan kenyataan hukum (das sein) dengan ideal hukum (das sollen) agar 2 (dua) variable (law in books dan law in ac on) menjadi
sama?
Pertanyaan
berikutnya
adalah manakah yang harus berubah dari kedua variable tersebut, apakah hukumnya yang harus diubah agar sesuai dengan tuntutan masyarakat atau sebaliknya, yaitu ngkah laku masyarakat yang harus berubah
mengiku kehendak hukum? Untuk menjawab pertanyaan tersebut
harus terlebih dahulu dilakukan peneli an hukum, apakah dalam bentuk peneli an hukum norma f atau peneli an hukum
Friedman W, Legal Theory, Fifth Edition, (New York: Columbia University Press, 1967). hal. 29. Soerjono Soekanto tentang Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, dalam buku Zulfadli Barus, Berϔikir Kritis dan Sistemik Dalam Filsafat Hukum, (Jakarta: CELS, 2004), hal. 48.
23
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
sosiologis. Peneli an hukum yang dilakukan bahan pustaka atau
karena adanya kesenjangan antara law in
data sekunder belaka dinamakan peneli an
books dan law in ac on, maka perubahan-
hukum norma f dan peneli an yang meneli
perubahan
data primer disebut peneli an hukum
dilakukan perubahan tentu harus dilakukan
sosiologis.17
peneli an.
mbal balik antara fakta hukum dengan
menemukan jawaban yang benar (right
fakta sosial dimana hukum dilihat sebagai
answer) dan/atau jawaban yang tak sekali-
independent variable dan fakta sosial
kali keliru (true answer) mengenai suatu
dilihat sebagai dependent variable. Dengan
permasalahan hukum19. Peneli an akan
demikian peneli an jenis ini bermula dari
kian terasa diperlukan apabila kian banyak
norma-norma hukum baru menuju ke fakta-
saja permasalahan bermunculan dalam
fakta. Bila ternyata ada kesenjangan antara
kehidupan.
keduanya, maka yang harus diubah adalah
kehidupan sejalan dengan kian maraknya
fakta-fakta sosial agar sesuai dengan dengan
kehidupan berbangsa dan bernegara, dan
keinginan hukum sebab diasumsikan bahwa
sehubungan dengan itu kian banyak pula
hukum telah lengkap dan final sehingga
bermunculan masalah-masalah di dalam
yang harus diubah adalah fakta sosialnya.
kehidupan hukum akan semakin banyak pula
Jadi, hukum di sini berfungsi sebagai alat
diperlukan peneli an dengan hasil-hasil yang
keter ban sosial. Itulah sebabnya peneli an
cermat, berketerandalan dan sahih untuk
ini disebut juga dengan peneli an hukum
menjelaskan serta menjawab permasalahan
doktrinal, sehingga bersifat kualita f.
yang ada20.
lR ec hts V
ind
norma f
ing
adalah seluruh upaya untuk mencari dan
hukum
kompleks
suatu
Menurut pandangan Sunarya Hartono,
diperkaya
dengan
peneli an hukum norma f, merupakan
dipergunakannya
metode
kegiatan sehari-hari seorang sarjana hukum.
dan teknik yang lazim dipergunakan dalam
Bahkan, peneli an hukum yang bersifat
peneli an
sehingga
norma f hanya mampu dilakukan oleh
peneli an
seorang sarjana hukum. Sebagai seorang
hukum
ilmu-ilmu
ilmu-ilmu
sosial,
dilakukannya
na
memungkinkan
hukum siologis atau sociological research.18
yang sengaja dididik untuk memahami dan
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: CV Radjawali, 1985), hal. 15. Ronny Hanitijo Soemitro, Masalah-Masalah Sosiologi Hukum, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hal. 110. Soetandyo Wignyosoebroto, Sebuah Pengantar Ke arah perbincangan tentang Pembinaan Penelitian Hukum Dalam PJP II (Makalah), Disampaikan pada Seminar Akbar 50 Tahun Pembinaan Hukum Sebagai Modal Bagi Pembangunan Hukum Nasional Dalam PJP II, Juli 1995. Ibid.,
Jur 24
Semakin
sosial,
bantuan
kemungkinan
20
Sebelum
peneli an yang menganalisis hubungan
peneli an
19
diperlukan.
Menurut Soetandyo “Peneli an Hukum”
Dengan
18
pun
adalah
Peneli an
17
BP HN
dengan cara meneli
Bilamana terjadi inefek fitas hukum
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
apabila kita mencari asas hukum, teori
itu, peneli an hukum norma f bukanlah
hukum, dan sistem hukum, terutama
merupakan hal yang baru bagi dosen Fakultas
dalam hal penemuan dan pembentukan
Hukum. Akan tetapi, karena bertahun-tahun
asas-asas hukum baru pendekatan
terjadi salah paham, seakan-akan peneli an
hukum yang baru, dan sistem hukum
hukum yang bersifat ilmiah harus bersifat
nasional (yang baru).
Socio yuridis atau socio legal, rasanya kini
f.
undang, atau peraturan perundang-
metode peneli an norma f itu.21
undangan
(termasuk
keputusan-
keputusan)
yang
(legisla ve
dari
metode
ing
kegunaan 22
g.
sebagai berikut : Untuk
mengetahui
apakah
dan
atau
posi fnya mengenai suatu masalah yang
tetapi terlebih-lebih untuk menyusun
tertentu dan ini merupakan tugas semua
rencana jangka panjang.
dapat
menyusun
dokumen-
lR ec hts V
Untuk
norma f
dapat
putusan
peneli an, seper yang dapat dilakukan dalam
pengadilan, akta notaris, ser fikat,
kegiatan 1,2,3,4 dan 5. Peneli an seper itu
kontrak dan sebagainya) yang diperlukan
merupakan peneli an yang monodisipliner.
oleh masyarakat. Hal ini menyangkut
Akan tetapi, metode peneli an norma f
pekerjaan notaris, pengacara, jaksa,
tu dapat digunakan bersama-sama dengan
hakim,
metode peneli an lain, misalnya, bersama-
(seper
pembelaan,
dan
pejabat
(government
sama dengan metode peneli an sosial.
lawyers).
Untuk menulis makalah/ceramah atau
Hal ini merupakan condi o sine qua
non apabila kita hendak menyusun RUU
buku hukum.
atau
(lihat bu r 6), atau hendak menyusun suatu
menerangkan kepada orang lain apakah
rencana pembangunan hukum (bu r 7).
dan bagaimanakah hukumnya mengenai
Akan tetapi, dalam peneli an mengenai
peris wa atau masalah yang tertentu.
dampak suatu lembaga hukum dalam
Untuk melakukan peneli an dasar (basic
masyarakat, atau peneli an hukum yang
research) di bidang hukum, khususnya
menyangkut pembangunan hukum masa
dapat
menjelaskan
na
Untuk
Jur
e.
peneli an
digunakan sebagai satu-satunya metode
hukum
tuduhan,
d.
Metode
gugatan,
dokumen
c.
rencana-rencana
jangka pendek dan jangka menengah,
hukum
sarjana hukum. b.
menyusun
pembangunan hukum, baik rencana
mengenal
bagaimanakah
Untuk
ind
a.
baru
dra ing)
peneli an hukum norma f dapat dilihat
22
Untuk menyusun rancangan undang-
perlu disadari kembali betapa pen ngnya Beberapa
21
BP HN
menguasai disiplin hukum. Oleh karena
Sunaryati Hartono, Op.Cit., hal. 139-140. Sunaryati Hartono, Op.Cit., hal. 140.
25
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
depan (futuris k atau an sipatoris), juga
d.
Peneli an
hukum
untuk
menulis
makalah sebagai kerangka acuan diskusi
depan (futurologi), metode peneli an hukum
atau seminar.
norma f disamping metode peneli an sosial
e.
kegiatan-kegiatan
seper
itu
Peneli an hukum untuk menyusun naskah akademik suatu RUU baru.
atau metode peneli an sosial legal. Dengan demikian,
BP HN
diperlukan metode peneli an tentang masa
f.
Peneli an hukum untuk menemukan suatu kebijaksanaan (Policy) Pemerintah
merupakan kegiatan yang interdisipliner.
yang baru, yang sebaiknya diambil
Disamping hal-hal diatas, peneli an hukum masih dapat dibedakan menjadi
dalam
Peneli an
tertentu, misalnya peneli an hukum
monodisipliner
dan
Peneli an hukum interdisipliner23. Disamping
hukum Perhubungan, atau di bidang perumahan, dan sebagainya.
seper : di
bidang
hukum
untuk menentukan bidang hukum apa
untuk
mencapai
saja yang perlu dikembangkan dalam
jenjang kesarjanaan yang
tertentu
lima tahun mendatang supaya perangkat
(misalnya laporan pendidikan klinis
Hukum Indonesia siap menampung dan
hukum S1, S2, S3).
mengayomi berbagai kebutuhan yang
Peneli an hukum untuk pendalaman dan
akan mbul.
Peneli an
hukum
lR ec hts V
b.
Peneli an hukum untuk menentukan rencana pembangunan hukum, misalnya
(notaris,
pengacara, pejabat, jaksa, dsb). a.
g.
ind
Peneli an hukum dalam rangka tugastugas
yang
mengenai Kebijaksanaan di bidang
itu ada hal lain yang menjadi pembeda a.
pembangunan
ing
hukum
sektor
pengembangan ilmu hukum (penulisan,
Peneli an hukum tersebut dalam bu r 1,
untuk mempelajari asas-asas hukum
2, 3, 4, dan 5 biasanya merupakan peneli an
posi f atau untuk mengembangkan
hukum monodisipliner, walaupun ada juga
asas-asas hukum yang baru), termasuk
tesis (S2) atau disertasi (S3), monograf atau
peneli an dasar/Basic research).
makalah yang bersifat mul disipliner atau
Peneli an hukum untuk menyusun
interdisipliner.
bahan-bahan peneli an hukum yang
Akan tetapi, peneli an hukum untuk
baru, seper penyusunan inventarisasi,
menyusun naskah akademik RUU (bu r
ensiklopedi hukum, kamus hukum,
6) dan untuk menemukan kebijaksanaan
komentar
peraturan
apa yang diperlukan untuk pengembangan
komentar
sektor pembangunan yang tertentu (bu r
terhadap putusan pengadilan, dan
7), -apalagi untuk mengadakan perencanaan
sebagainya.
hukum atau legal planning (bu r 8) senan asa
na
c.
textbook, monografi, dan peneli an
terhadap
Jur
perundang-undangan,
23
26
Sunaryati Hartono, Op.Cit., hal. 142-143.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
peraturan
(karena
masalah
peneli an hukum akan dapat memecahkan
kegunaan/manfaat RUU atau kebijaksanaan
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
yang bersangkutan) apabila peneli an ini
substansi peraturan perundang-undangan,
benar-benar ingin berbobot dan hasilnya
khususnya dalam menjawab aspek-aspek
dapat dilaksanakan.
yang berkaitan dengan masalah yuridis,
selalu
menyinggung
Disamping itu peneli an hukum juga 24
perundang-undangan,
karena
BP HN
harus merupakan peneli an interdisipliner
sosiologis dan filosofis. Selain itu, peneli an juga bermanfaat untuk menyusun rencana-
a.
Peneli an hukum murni, misalnya untuk
rencana pembangunan Hukum yang lebih
mengembangkan suatu teori.
responsif, baik rencana jangka pendek dan
Peneli an terapan yang lebih memen-
jangka menengah, dan terlebih-lebih untuk
b.
ngkan aksiologi seper
penyusunan
ing
dibedakan dalam :
menyusun rencana jangka panjang.
naskah akademik RUU, dan sebagainya.
Manfaat yang begitu besar dari peneli an
dibedakan
diharapkan dapat membantu para dra er
antara peneli an hukum yang merupakan
dalam pembentukan peraturan perundang-
peneli an:
undangan yang lebih responsif tanpa keluar
dapat
juga
ind
Selanjutnya
dari asas-asas pembentukan hukum. Dengan
a.
Sejarah Hukum;
b.
Hukum posi f;
c.
Perbandingan hukum; dan
d.
Hukum yang akan datang (futuris c).
lR ec hts V
kata lain bahwa hasil peneli an diharapkan mampu membentuk naskah akademik yang berkualitas karena di dalamnya memuat latar belakang pemikiran, landasan filosofis,
Berdasarkan
berbagai
penger an
dan pembagian peneli an hukum di atas maka para peneli
dapat memilih atau
menggunakan metode mana yang ideal
dalam suatu peneli an, yang pen ng hasil dan
peneli annya bermanfaat
peraturan
dapat
dalam
dipahami
pembentukan
perundang-undangan
na
bagaimanakah latar belakang mengenai
Jur
komprehensif
sebagai
bahan
secara Naskah
Akademik RUU. Peneli an hukum dirasakan peranannya dalam pelaksanaan penyusunan
24
suatu RUU, dan naskah akademik, juga berfungsi sebagai sarana informasi anali s, serta forecas ng atas suatu RUU sehingga kelak undang-undang yang dibentuk itu punya kualitas sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat
yaitu
untuk mengetahui atau mengenal apa dan suatu masalah hukum tertentu
sosiologis, yuridis, dan tujuan pembentukan
2. Mekanisme dan OpƟmalisasi PeneliƟan Hukum dalam Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Untuk mengetahui peran peneli an dalam penyusunan peraturan perundangundangan, maka sebaiknya diketahui apa
Sunaryati Hartono, Op.Cit., hal. 144.
27
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan
a.
peneli an hukum ini, serta mekanisme
Tahap Pra-Legislasi.
BP HN
Dalam Tahap Pra Legislasi akan dilalui
pentahapan pembentukan legislasinya.
proses: (i) Perencanaan RUU; (ii) Persiapan
Berdasarkan hasil kajian BPHN dasar dari
penyusunan Rancangan Undang-undang
pelaksanaan kegiatan peneli an baru diatur
yang terdiri dari Pengkajian, Peneli an,
secara jelas semenjak tahun 1993, yaitu
dan penyusunan naskah akademik; (iii)
dalam TAP MPR No. II/MPR 1993 tentang
Teknik Penyusunan Rancangan Undang-
25
GBHN. Begitu juga dalam Peraturan Presiden
undang yang terdiri dari pengajuan Izin
Republik Indonesia No. 7 Tahun 2005 tentang
Prakarsa kepada Presiden, Penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Rancangan
ing
Undang-undang
(RPJM) Tahun 2004 –2009 dikatakan bahwa
Kementerian, dan Sosialisasi Rancangan
kegiatan peneli an diperlukan dalam rangka
Undang-undang yang dilanjutkan dengan
pembentukan hukum, khususnya untuk
finalisasi penyusunan Rancangan Undang-
dapat lebih memahami kenyataan yang ada
ind
undang; dan (iv) Perumusan RUU yang terdiri dari Teknis Penyusunan Rancangan
No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Undang-undang
Peraturan Perundang-undangan juga secara
Amanat Presiden kepada Ketua Dewan
implisit menyinggung mengenai peneli an
Perwakilan Rakyat. Jadi kegiatan peneli an
hukum ini.
dan pengkajian dilakukan pada tahap pra-
lR ec hts V
dalam masyarakat. Dalam Undang-undang
dikenal sebagai pembentukan peraturan
sebelum penyusunan naskah akademik
26
Pelaksanaan pem-
guna mendapatkan bahan baku untuk
bentukan peraturan perundang-undangan
menyusun naskah akademik dimaksud,
biasanya dilakukan dengan memperbaharui
kemudian dituangkan dalam naskah RUU
peraturan yang telah ada yang dikenal dengan
sebelum diserahkan ke DPR.
pembaharuan”
dan
membuat
peraturan yang sama sekali baru yang dikenal dengan “dimensi penciptaan”. Penyusunan
peraturan
perundang-
b.
Tahap Legislasi Dalam Tahap Legislasi akan dilalui proses:
(i)
Pembahasan
Undang-undang
pelaksanaannya terbagi dalam 3 ( ga) tahap,
Pengesahan RUU Oleh Presiden; dan
yaitu Tahap Pra-Legislasi, Tahap Legislasi,
(iii) Pengundangan Rancangan Undang-
dan Tahap Pasca Legislasi.
undang menjadi Undang-undang.
na
Oleh
Rancangan
undangan, khususnya undang-undang dalam
Jur 28
penyampaian
legislasi sebagai langkah pendahuluan
“dimensi
26
dan
Pembentukan hukum secara umum perundang-undangan.
25
Antar
DPR;
(ii)
Lihat : Pengkajian tentang Peranan dan Kedudukan Penelitian Hukum Dalam Proses Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, (Jakarta: Puslitbang BPHN, Tahun 1999). Lihat Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
sosial, manajerial poli k, ekononomi, agama,
Tahap Pasca Legislasi Dan pada Tahap Pasca Legislasi akan
hankam dll. Dari pengkajian tersebut dapat
dilalui proses: (i) Pendokumentasian
tersimpulkan cara bagaimana kita sebaiknya
Undang-undang;
Penyebarluasan
mengatasi masalah hukum yang kita hadapi,
Undang-undang; (iii) Penyuluhan Undang-
mekanisme apa yang perlu di ngkatkan,
undang; (iv) Penerapan Undang-undang;
atau sarana dan prasarana yang diperlukan.27
dan (v) Harmonisasi Undang-undang.
Karenanya sebagian besar dari pengkajian
(ii)
BP HN
c.
hukum justru dimaksudkan untuk mengkaji : Melihat
tahapan
pelaksanaan
1)
penyusunan undang-undang di atas, maka
ing
terjadi di dalam masyarakat, dan
peneli an sebenarnya sebagai sub sistem penyusunan suatu undang-undang, yaitu
Masalah-masalah hukum apa yang bagaimana mengatasinya;
2)
pada tahap pra-legislasi, sebagai rangkaian
Bagaimana
mewujudkan
yang menjadi bagian tak terpisahkan dalam
kita
dapat
dan
dan
harus
menyempurnakan
ind
Sistem Hukum Nasional kita, yang
sistem penyusunan undang-undang yaitu
mencakup
sebagai langkah pendahuluan. Dalam proses
Hukum, Lembaga dan Aparatur serta
penyusunan peraturan perundang-undangan
Sarana dan Prasarana Hukum;
3)
lR ec hts V
bagian yang menjadi sangat pen ng dan dak boleh terabaikan adalah melihat pada hasil-
hasil peneli an dan pengkajian serta naskah
4)
Budaya
Hukum,
Materi
Bagaimana kita dapat mempercepat proses pembangunan hukum; bagaimana kita harus merencanakan
akademik yang pernah dilakukan, karena hasil
pembangunan hukum Nasional kita dan
pelaksanaan dari ke ga kegiatan tersebut akan
menyusun
sangat menentukan kualitas dari rancangan
hukum Nasional jangka panjang, jangka
peraturan perundang-undangan yang akan
menengah dan jangka pendek;
disusun.
5)
Berdasarkan pola pikir dan kerangka
Rencanna
Pembangunan
memonitor dan mengevaluasi penerapan UU baru di dalam masyarakat;
pembangunan hukum yang disusun oleh
BPHN kegiatan pengkajian adalah kegiatan penginventarisasian berbagai permasalahan
materi
hukum yang
menyimpulkan, bahwa diperlukan peraturan
na
mbul di dalam masyarakat,
hukum
jika
hasil
pengkajian
njauannya bersifat inter
atau pranata atau hukum yang baru, maka
dan mul disipliner. Dalam pengkajian harus
dilakukan peneliƟan yang lebih menekankan
dapat diiden fikasikan berbagai dimensi
pada peneli an norma f, yang digabung
Jur
oleh karena itu
masalah yang melipu
27
Dalam kaitannya dengan pembentukan
aspek teknologi,
BPHN, Departemen Kehakiman RI, Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional Serta Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang, 1995/1996, hal. 100.
29
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
pendekatan
sosio-legal
dan
perbandingan hukum28. Peneli an
baiknya, baik yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, maupun oleh
adalah
suatu
kegiatan
lembaga-lembaga peneli an lainnya.
yang dilakukan menurut metode ilmiah atau informasi, dan atau teknologi baru,
E. Penutup
1. Kesimpulan
membuk kan kebenaran atau ke dakbenaran hipotesa,
sehingga
dapat
dirumuskan
teori atau proses gejala alam atau sosial. Bertolak dari penger an peneli an tersebut, maka peneli an hukum bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang proses gejala sosial tentang aspek-aspek Data dan informasi itu dapat berupa
aspek-aspek hukum dari perkembangan kebutuhan hukum masyarakat terhadap
lR ec hts V
suatu materi yang telah diatur, atau dapat pula berupa aspek-aspek hukum/ kebutuhan
hukum baru masyarakat terhadap materi yang belum pernah diatur. Berdasarkan
data
dan
informasi
yang lengkap yang diperoleh dari hasilhasil peneli an/pengkajian hukum itulah kemudian dilakukan penyusunan naskah akademik dari
yang
suatu
akan
rancangan
menjadi
embrio
undang-undang.
Penyusunan suatu naskah rancangan undangundang yang dak didasarkan pada data dan
na
informasi yang lengkap dan akurat akan sulit
untuk dapat dipertanggung jawabkan baik dari segi prak s maupun dari segi ilmiah.
Jur
Berdasarkan hal tersebut sangat perlu
peneli an hukum diefek
28
30
Ibid.
beragam
an dengan sebaik-
penger an
peneli an hukum, yang kesemuanya itu mengarah pada suatu proses mencari jawab atas permasalahan hukum. Peneli an hukum pada
dasarnya adalah seluruh upaya untuk mencari dan menemukan
ind
hukum dari materi yang diteli .
a.1. Terdapat
ing
yang sistema k untuk menemukan data
BP HN
dengan
jawaban yang benar (right answer)
dan/atau jawaban yang tak sekalikali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan hukum
a.2. Manfaat dalam
peneli an
hukum
pembentukan
peraturan
perundang-undangan adalah untuk mendapatkan bahan baku (raw material) dari seluruh aspek baik yuridis, sosiologis maupun filosofis secara lengkap dan akurat yang kemudian dijadikan bahan untuk penyusunan
Naskah
Akademik,
dan dari naskah akademik tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk pasal-pasal dalam suatu rancangan undang-undang. Peneli an hukum tersebut akan dapat memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
substansi
perundang-undangan,
peraturan sehingga
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
hukum dimasukkan dalam satu alur
pembahasan di DPR, dan dapat
proses legislasi karena pengkajian,
memprediksi bahwa undang-undang
peneli an
tersebut akan dapat diterapkan
naskah akademik adalah kegiatan
secara efek f di masyarakat, atau
serumpun yang menghimpun data
dengan kata lain dapat membantu
dan
para dra er dalam pembentukan
penyusunan peraturan perundang-
peraturan
undangan.
memperlancar
perundang-undangan
BP HN
proses
dapat
informasi
yang lebih responsif tanpa keluar asas-asas
pembentukan
b. Sedangkan mekanisme dalam rangka op malisasi hasil peneli an bagi
langkah-langkah
juridis
ada untuk
mengakomodasi peran peneli an
lR ec hts V
secara lebih jelas dalam peraturan perundang-undangan.
Di
dalam
aturan yang mengatur tentang Penyusunan Peraturan Perundangundangan saat ini belum disebutkan
secara lebih eksplisit mengenai
peneli an dan peran peneli an hukum. Padahal disadari bahwa
agar produk peraturan perundangundangan kita baik dan berkualitas
permulaan
a. Untuk efek fnya kegiatan-kegiatan peneli an hukum yang dilakukan, maka perlu diusahakan :
ind
kegiatan pembentukan peraturan perlu
bagi
2. Saran
hukum.
perundang-undangan
penyusunan
ing
dari
dan
1) koordinasi peneli an hukum; 2) peningkatan kemampuan tenaga fungsional peneli hukum;
3) adanya suatu sistem peneli an hukum yang baik; 4) adanya kesatuan faham di antara peneli
hukum mengenai
konsepsi atau metode yang semes nya dipergunakan dalam peneli an hukum untuk keperluan pembentukan peraturan perundang-undangan; b. Untuk lebih menjamin agar hasil peneli an
komprehensif dalam pembentukan
berguna dalam penyusunan, baik
peraturan
dalam naskah akademik maupun
na
perlu adanya mekanisme yang
yang
perundang-undangan
diawali
dengan
kegiatan
hukum
peneli
naskah akademik, yang kemudian
juga
dituangkan dalam dra
perundang-undangan.
Jur
lebih
rancangan undang-undang, para
peneli an, pengkajian, penyusunan RUU, atau
dapat
dianjurkan teknis
dra ing
memahami peraturan
dengan kata lain bahan-bahan kegiatan peneli an dan pengkajian
31
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
DAFTAR PUSTAKA Barus, Zulfadli, Berfikir Kri s dan Sistemik Dalam Filsafat Hukum, (Jakarta: CELS, 2004)
BPHN, Departemen Kehakiman RI, Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional Serta Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang, 1995/1996.
BPHN, Pengkajian Hukum tentang Kedudukan dan Peranan Peneli an Hukum Dalam Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Tahun 1999.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cetakan Pertama, 1988).
ing
Friedman, W, Legal Theory, Fi h Edi on, (New York: Columbia University Press, 1967). Hartono, CFG Sunarya , peneli an Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994). CV Radjawali, 1985).
ind
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudi, Peneli an Hukum Norma f Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Soemitro, Ronny Hani jo, Masalah-masalah Sosiologi Hukum, (Bandung: Sinar Baru, 1989) Wignyosoebroto, Soetandyo, Sebuah Pengantar Ke arah perbincangan tentang Pembinaan Peneli an Hukum Dalam PJP II (Makalah), pada Seminar Akbar 50 Tahun Pembinaan Hukum
lR ec hts V
Sebagai Sebagai Modal Bagi Pembangunan Hukum Nasional Dalam PJP II, Juli 1995. Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara 1945 Beserta Perubahannya. Republik Indonesia, Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Jur
na
undangan.
32
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
ARAH POLITIK HUKUM PERTANAHAN DAN PERLINDUNGAN KEPEMILIKAN TANAH MASYARAKAT
(Poli cal Direc on of Land Law and Protec on Of People’s Land Ownership) Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta Abstrak
lR ec hts V
ind
ing
Penguasaan dan pemanfaatan tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan arah dari poli k hukum pertanahan Indonesia yang bertujuan untuk menjamin terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Wujud dari hal tersebut terlihat dari adanya perha an khusus kepada kelompok masyarakat lemah melalui kebijakan pertanahan. Belakangan, terjadi pergeseran poli k pertanahan, dimana penguasaan dan pemanfaatan tanah hanya didapat oleh sekelompok kecil masyarakat, yaitu perusahaan besar. Tulisan yang membahas tentang poli k hukum pertanahan nasional saat ini dan bentuk perlindungan hak kepemilikan tanah masyarakat dilakukan dengan metode peneli an sosio-yuridis. Dari hasil peneli an terlihat bahwa pada saat ini terdapat upaya untuk menghidupkan kebijakan pertanahan yang mengembalikan keseimbangan seper yang diinginkan UUPA. Langkah yang ditawarkan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan menerapkan poli k hukum pertanahan prisma k yang mendasarkan pada beberapa prinsip seper prinsip keberagaman hukum dalam kesatuan, prinsip persamaan atas dasar ke daksamaan, prinsip mengutamakan keadilan dan kemanfaatan di atas kepas an hukum, dan prinsip diferensiasi fungsi dalam keterpaduan. Kata Kunci: poli k hukum, agraria, hukum prisma k, fungsi sosial, land reform. Abstract
na
Land use and tenure are s pulated in the Basic Agrarian Law (UUPA) is the poli cal direc on of the Indonesian land law aimed at ensuring the realiza on of prosperity for all Indonesian people. Manifesta ons of this is evident from the presence of par cular concern to the community weaker over land policy. Indonesia. Later, the poli cal shi of land, land use and tenure which obtained only by a small group of people, the big companies. Studies that discuss the poli cal current na onal land law and forms of protec on of land rights community do with socio-legal research methods. From the research shows that there are now efforts to turn the land policy that restores the balance as desired UUPA. Measures offered to make this happen is to apply the law of the land prisma c poli cs based on several principles like the principle of legal diversity in unity, the principle of equality on the basis of inequality, the principle that the jus ce and expediency over the rule of law, and the principle of differen a on in func onality integra on.
Jur
Keywords: poli c of law, agrarian, prisma c law, social func oning, land reform
33
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
A. Pendahuluan1
dan kebutuhan. Memiliki tanah terkait
Makan Tanpa Nasi”. Ungkapan tersebut dapat dimaknai sebagai ungkapan ”asal omong atau asal bunyi” karena dinilai dak mengandung makna apapun. Bagi sekelompok orang tertentu, hidup tanpa memiliki tanah seper halnya makan
dak harus nasi
bukanlah persoalan hidup. Bagi kelompok ini,
dengan harga diri (nilai sosial), sumber
BP HN
“Hidup Tanpa Memiliki Tanah Bagai
pendapatan (nilai ekonomi), kekuasaan dan hak previlise (nilai poli k), dan tempat untuk memuja Sang Pencipta (nilai sakral-budaya). Tidak mempunyai tanah berar kehilangan harga diri, sumber hidup, kekuasaan, dan tempat penghubung antara manusia dengan Sang Pencipta.
Keniscayaan dan kebutuhan memiliki
namun ada tanah yang dapat disewa dari pemiliknya atau ada tanah kosong tanpa peduli siapa yang mempunyai dan dapat
tanah sudah tertanam sudah sedemikian mendalam dalam
memiliki tanah namun cukup ada bangunan
atau tempat kegiatan usaha sehingga mereka dapat menjaga keberlangsungan hidup.
Pandangan demikian hanya dianut oleh
sebagian kecil umat manusia karena gaya hidup yang nomaden atau karena sikap pesimis terhadap hidup atau sebagai bentuk
”pembangkangan” terhadap ke dak-mau-
tahuan negara terhadap keberadaan mereka atau ke dakhadiran negara dalam kehidupan
mereka. Namun bagi mayoritas manusia,
na
memiliki tanah seper
halnya makan nasi
atau bahan pangan yang mengandung
Jur
karbohidrat merupakan suatu keniscayaan
1
2
34
sejarah
berbagai
ungkapan
daerah2:
ditohi pa ” atau ”ango’ apoteya tolang ebanding apoteya mata” atau ”uissi la pernah merigat” atau ”ulos na so boi maribak”.
lR ec hts V
yang dapat digunakan untuk tempat nggal
lintasan
”sakdhumuk batok senyari bumi, yen perlu
tempat nggal atau tempat kegiatan usaha.
Bagi kelompok ini juga merasa dak perlu
dalam
kehidupan manusia. Hal ini ditunjukkan
ind
digunakan untuk mendirikan bangunan
ing
yang pen ng bukanlah memiliki tanahnya,
Ungkapan-ungkapan ini menggambarkan
kedudukan dan fungsi tanah yang begitu sangat pen ng bagi kehidupan manusia. Tanah merupakan sumber penghidupan karena dari tanah mengalir semangat harga diri, kemakmuran, kekuasaan, dan kesakralan. Oleh karenanya, se ap orang berjuang untuk memiliki tanah dan mempertahankannya. Perjuangan tersebut disertai tekad bulat untuk
mengorbankan
nyawa
daripada
menanggung malu atau kehilangan harga karena dak punya tanah. Menyadari begitu teramat bermakna fungsi memiliki tanah bagi se ap manusia baik
Tulisan ini diolah dari makalah yang penulis sampaikan dalam Seminar bertema: “Penyelesaian Sengketa dan Kon lik Pertanahan Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pertanahan Nasional” yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM, pada tanggal 17 November 2011. Departemen Penerangan RI, Pertanahan Dalam Era Pembangunan Indonesia, (Jakarta: Ditjen Agraria Departemen Dalam Negeri, 1982) hal. 18.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
poli k, poli k pembangunan ekonomi, dan
Para Pendiri Negara ini sudah meni pkan
lebih khusus poli k pembangunan hukum
satu amanah melalui Pasal 33 ayat (3) UUD
pertanahan, kita sebagai bangsa belum
Negara RI 1945 kepada para penguasa
mampu
negara Republik Indonesia agar mengatur
isi amanah. Kebijakan pertanahan yang
penggunaan sumber daya alam termasuk
dikembangkan
tanah untuk meningkatkan kemakmuran
menjabarkan kandungan semangat amanah
seluruh rakyat Indonesia. Sumber daya tanah
kons tusi dan UUPA. Akibatnya, bangsa
dan sumber daya alam lainnya bukanlah
Indonesia semacam terkena ”karma” atas
milik
namun
pengingkaran amanah berupa konflik hukum
kepunyaan kita semua sebagai bangsa.
dan kepen ngan struktural pertanahan yang
Kepada negara sebagai organisasi kekuasaan
dak mereda intensitasnya sampai ungkapan
golongan
tertentu,
memahami
dan
belum
melaksanakan sepenuhnya
ing
satu
BP HN
dalam kesendiriannya maupun kelompok.
konflik yang paling
penggunaan tanah bagi kemakmuran seluruh
merdeka seper yang terjadi di Papua.
ind
bangsa dibebankan amanah untuk mengatur
Tulisan
komponen bangsa dan bukan kelompok
ini
nggi berupa tuntutan
mencoba
memberikan
gambaran perjalanan arah poli k hukum
tertentu.
pertanahan yang terjadi secara singkat dan
ayat (3) UUD Negara RI 1945 mengandung
dampaknya dalam aspek tertentu terhadap
dasar dan sekaligus arahan bagi poli k
perlindungan hukum kepemilikan tanah
pembangunan
masyarakat.
lR ec hts V
Amanah yang tersurat dalam Pasal 33
hukum
pertanahan
dan
sumber daya alam lainnya. Amanah tersebut
Dalam
perjalanan
pembangunan
poli k, poli k pembangunan ekonomi, dan
konsisten dan progresif ke dalam Undang-
lebih khusus poli k pembangunan hukum
Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan
pertanahan, kita sebagai bangsa belum
Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang disebut
mampu
juga dengan Undang-Undang Pokok Agraria
isi amanah. Kebijakan pertanahan yang
(UUPA). Penjabaran ke dalam UUPA masih
dikembangkan
dalam tataran asas-asas hukum yang harus
menjabarkan kandungan semangat amanah
dikembangkan ke dalam berbagai peraturan
kons tusi dan UUPA. Akibatnya, bangsa
pelaksanaan yang lebih kongkret sehingga
Indonesia semacam terkena ”karma” atas
dapat lebih operasional untuk meningkatkan
pengingkaran amanah berupa konflik hukum
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
dan kepen ngan struktural pertanahan yang
na
kemudian dijabarkan dengan semangat yang
Jur
Namun seper dikatakan oleh seorang
memahami
dan
belum
melaksanakan sepenuhnya
dak mereda intensitasnya sampai ungkapan
pemikir Islam bahwa yang paling berat
konflik yang paling
nggi berupa tuntutan
dalam kehidupan adalah melaksanakan
merdeka seper yang terjadi di Papua.
amanah. Dalam perjalanan pembangunan
35
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
sebagai penjabaran tujuan dan prinsip
Dari uraian di atas, permasalahan yang
1945 namun di sisi lain UUPA beserta prinsip-
diangkat dalam tulisan ini adalah: Bagaimana
arah
poli k
hukum
sumber bagi pengembangan kebijakan dan
pertanahan nasional saat ini? 2.
Bagaimana
dampak
poli k
hukum
pertanahan saat ini terhadap perlindungan
hak
kepemilikan
tanah
peraturan perundang-undangan pertanahan nasional. Arahnya adalah untuk menjamin terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan
masyarakat? 3.
prinsip hukumnya berkedudukan sebagai
Bagaimana alterna f poli k hukum pertanahan di masa depan dalam rangka mengurangi dampak nega f dari poli k
tersebut, UUPA mengandung prinsip-prinsip
ing
1.
hukum dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI
BP HN
B. Permasalahan
penguasaan dan pemanfaatan tanah untuk mendorong kemajuan bidang ekonomi, industri, dan bidang lain yang pelaksanaannya
hukum pertanahan yang ada saat ini?
ind
tergantung pada ketersediaan tanah. Namun demikian UUPA juga memberikan perha an
C. Metode PeneliƟan
Tulisan ini menggunakan pendekatan
lebih jauh daripada sekedar pendekatan
doktrinal, sehingga memiliki perspek f lebih luas dengan melihat hukum agraria dalam
hubungannya dengan sistem sosial, poli k, dan ekonomi masyarakat.3
pertanahan pada masa sebelumnya. dimaksudkan
terwujudnya
menjamin
tujuan
tersebut,
patkan
sebagai
UUPA
dapat
hukum
pertanahan
ditem-
progresif4
progresif, UUPA dimaksudkan
1. Arah PoliƟk Hukum Pertanahan hukum
Dengan pilihan prinsip-prinsip yang
atau Hukum Prisma k.5 Sebagai hukum
D. Pembahasan
Poli k
lemah dan termarjinalkan oleh kebijakan
lR ec hts V
sosio hukum, dengan maksud ingin melihat
khusus terhadap kelompok masyarakat yang
dalam
instrumen
untuk
sebagai
menciptakan
suatu
perubahan masyarakat yang maju di bidang ekonominya
melalui
penataan
struktur
pemilikan tanah, yang di satu sisi mendorong
yang digunakan sebagai pedoman untuk
ke arah perubahan pertanian dan industri
mewujudkan tujuan sudah tertuang dalam
yang semakin maju namun dengan
na
penger an pilihan tujuan dan prinsip hukum
dak
Jur
UUPA. Di satu sisi, UUPA berkedudukan
3
4
5
36
Cyberconsult, Reformasi Hukum di Indonesia, Hasil Studi Perkembangan Hukum, (Jakarta: Bank Dunia, 1999), hal. 153. Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif : Penjelajahan Suatu Gagasan, dalam Majalah Newsletter, Kajian Hukum Ekonomi dan Bisnis, Nomor 59, Desember 2004. Nurhasan Ismail, Perkembangan Hukum Pertanahan : Pendekatan Ekonomi-Politik, (Jakarta-Yogyakarta: Huma dan Magister Hukum UGM, 2007)
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
tekanan pada produk vitas tanah
dak
terciptanya pemerataan pemilikan tanah.
menimbulkan kerusakan terhadap fungsi dan
BP HN
mengabaikan keadilan dalam penger an
kemampuan fisik tanah (Pasal 15 dan Pasal
UUPA dijabarkan dari 2 (dua) kelompok nilai
10), pemberian perlakuan khusus kepada
sosial yaitu modern dan tradisional sesuai
kelompok yang lemah dan marjinal dengan
dengan kemajemukan masyarakat Indonesia.
membebankan kewajiban kepada pemerintah
Penjabaran nilai sosial modern tercermin dari
(negara) untuk melindungi golongan ekonomi
prinsip-prinsip: individualisasi kepemilikan
lemah dan pendistribusian tanah kepada
hak atas tanah (Pasal 4 jo.Pasal 9 dan pasal-
mereka sebagai penyeimbang pada prinsip
pasal hak atas tanah), dorongan pemanfaatan
persamaan beserta semangat persaingan
tanah yang dapat menghasilkan produksi
yang mengiringi (Pasal 11 dan Pasal 17), dan
yang se nggi- ngginya melalui kewajiban
pencegahan dominasi dalam penguasaan dan
memanfaatkan secara intensif (Pasal 10,
pengusahaan tanah oleh perusahaan dengan
Pasal 13, dan Pasal 15), persamaan akses
kewajiban kegiatan usaha di sektor pertanian
bagi se ap orang untuk mempunyai tanah
dan industri dilakukan dalam wadah koperasi
di seluruh wilayah Indonesia dengan
dan larangan monopoli (Pasal 12 dan Pasal
ind
ing
Sebagai hukum prisma k, prinsip-prinsip
dak
membedakan status kewarganegaraan atau
13).
Melalui prinsip-prinsip hukum yang
hak atas tanah), dan pemberian kepemilikan
diramu dari perpaduan antara nilai sosial
tanah bagi pengembangan usaha berskala
modern dan tradisional dimaksudkan agar
besar di sektor pertanian atau industri
pengaturan penguasaan dan pemanfaatan
dengan batasan tertentu (Pasal 28 dan Pasal
tanah mengarah pada terciptanya ke-
35).
makmuran yang merata bagi semua orang dan
lR ec hts V
jender (Pasal 4 dan Pasal 9 dan pasal-pasal
tradisional
kelompok masyarakat. Melalui perpaduan
tercermin dari prinsip-prinsip: pelekatan
prinsip-prinsip hukum tersebut, UUPA di satu
fungsi sosial hak atas tanah dan pembatasan
sisi hendak mendorong kemajuan ekonomi
luas tanah yang dapat dipunyai se ap
pertanian dan industri dengan memberikan
orang sebagai pencegah agar individualisasi
hak atas tanah secara individual kepada se ap
kepemilikan
mengarah
orang atau perusahaan dalam skala besar
kepemilikan mutlak dan menumpuknya
dan mewajibkan kepada mereka berproduksi
pemilikan tanah pada segelin r orang
secara op mal. Namun di sisi lain, UUPA
(Pasal 6 dan Pasal 7 jo.Pasal 17), dorongan
berusaha mencegah terjadinya dampak
ke arah konservasi sumber daya tanah
sosial-ekonomi-poli k nega f dari proses
melalui pembebanan kewajiban memelihara
pencapaian kemajuan dengan membebankan
kesuburan tanah dan larangan pemilikan
fungsi sosial hak atas tanah, kewajiban
tanah absentee sebagai penyeimbang agar
konservasi tanah, perlakuan khusus bagi
nilai
tanah
sosial
dak
Jur
na
Penjabaran
37
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
sebagai dasar bagi pemerataan kemakmuran
koperasi bagi usaha skala besar, dan larangan
dan keuntungan dari perusahaan berskala
monopoli.
besar yang dapat dinikma secara bersama yang
oleh para karyawan dan masyarakat di
terkandung dalam UUPA, dalam perjalanan
sekitar perusahaan. Namun demikian, cara
pelaksanaannya belum dapat dijabarkan
dan tujuan yang sudah konsisten dengan
secara utuh baik pada masa Orde Lama
UUPA
maupun Orde Baru dan Orde Reformasi. Pada
karena beberapa sebab, yaitu: Pertama,
masa Orde Lama, poli k hukum pertanahan
kurang kuat dan konsentra fnya komitmen
sudah mengarah pada upaya mewujudkan
pemerintah untuk melaksanakan program
pemerataan kemakmuran bagi seluruh rakyat.
landreform
Melalui program landreform yang sudah
perusahaan karena pimpinan negara terlalu
diatur dalam UU No.56 Tahun 1960 beserta
sibuk dengan persoalan poli k konfronta f.
peraturan
Hal ini menyebabkan pemerintah
prisma k
pelaksanaannya,
perombakan
tersebut
struktur penguasaan tanah yang
mengalami
ing
hukum
ind
Semangat
dan
kegagalan
kepemilikan
saham
dak
mpang
cukup mempunyai kekuatan untuk melawan
sudah dimulai dengan mengambilalih tanah-
perlawanan para tuan tanah baik di ngkat
tanah kelebihan dari batas maksimum dan
pengembangan
tanah-tanah
kemudian
melalui partai nasionalis dan keagamaan
direncanakan untuk didistribusikan kepada
yang menjadi afiliasi para tuan tanah maupun
kelompok masyarakat yang dak mempunyai
di ngkat pelaksanaannya, yang dak rela
tanah. Tanah-tanah yang dikuasai langsung
tanahnya diambil alih untuk dijadikan obyek
negara ditetapkan sebagai obyek landreform
landreform.
yang
lR ec hts V
absentee,
untuk didistribusikan kepada masyarakat yang
kebijakan
di
parlemen
Kedua, kebijakan yang konfronta f
belum mempunyai tanah. Semangat koperasi
dan
sebagai wadah pengusahaan tanah dalam
perusahaan berskala besar yang menguasai
skala luas sudah dimulai melalui Peraturan
tanah yang sangat luas terutama yang
Menteri
No.11
berstatus perusahaan asing dengan cara
Tahun 1962 yang menetapkan kepemilikan
melakukan ndakan nasionalisasi. Kebijakan
saham dari perusahaan terbagi menjadi
nasionalisasi dilancarkan sejak tahun 1958
3 bagian yaitu 50% tetap dipunyai oleh
sampai 1963 kepada perusahaan asing
pendiri perusahaan, 25% diserahkan kepada
baik yang bergerak di bidang perkebunan
karyawan, dan 25% kepada masyarakat di
dan sektor perekonomian lainnya. Tanah-
sekitar tempat beroperasinya perusahaan
tanah hasil nasionalisasi itu kemudian
dan
Pertanian
Jur
na
Agraria
Tujuannya
jelas,
agar
revolusioner
terhadap
terhadap
dak dijadikan obyek landreform, namun
melalui pemerintah daerah.
38
BP HN
kelompok yang lemah, pewadahan dalam
terdapat
ditempatkan di bawah pengawasan ABRI.
pemerataan penguasaan dan pemilikan tanah
Dalam perkembangannya, sebagian dari
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
penguasaan dan pemanfaatan/pengusahaan
kemudian justru menjadi salah satu sumber
tanah bagi kegiatan usaha perkebunan dan
konflik pertanahan antara ABRI dengan
industri. Liberalisasi dan swastanisasi belum
6
BP HN
perusahaan tersebut dikelola oleh ABRI, yang
terlalu banyak dikembangkan. Terhadap
masyarakat di sekitarnya.
Ke ga, adanya sikap dak percaya kepada
perusahaan swasta yang sudah diberikan
pemerintah dari salah satu kekuatan partai
peranan dilakukan pengawasan yang cukup
poli k yang ada dan kemudian melakukan
ketat seper
persyaratan pemberian luas
tanah disesuaikan dengan ”equity capital”
sepihak dari para tuan tanah. Kekuatan partai
atau modal yang dipunyai oleh perusahaan.
poli k tersebut kemudian dalam peris wa
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
Gerakan 30 September 1965 telah dinilai
terjadinya spekulasi penguasaan tanah dan
melakukan pemberontakan terhadap negara.
mencegah terjadinya dampak nega f kepada
Akibatnya, pengambilalihan tanah secara
masyarakat.
sepihak dinilai juga dak sah dan di era Orde
Namun
ind
ing
ndakan pengambil-alihan tanah secara
dalam
perkembangannya,
pelan tapi pas terutama sejak pertengahan
tuan tanah; Keempat, kemiskinan yang
dekade 1980’an dan semakin intensif awal
merajalela di akhir pemerintahan Orde Lama
1990’an, swastanisasi dan liberalisasi sema-
yang disebabkan oleh kegagalan program
kin menjadi mainstream substansi kebijakan
Berdiri Di Atas Kaki Sendiri (BERDIKARI) di
pertanahan, bahkan semakin mengarah
semua bidang merupakan faktor penyebab
pada komodi sasi tanah yang berdampak
gagalnya arah poli k hukum pertanahan di
nega f bagi perlindungan kepemilikan tanah
Era Orde Lama.
masyarakat7. Perkembangan tersebut dapat
lR ec hts V
Baru kemudian diserahkan kembali kepada
Pada masa Orde Baru, terjadi perubahan ideologi
pembangunan
dari
sosialisme
dicerma dari beberapa fakta yaitu : a.
”Pema -surian” program landreform
ala Indonesia yang dikembangkan oleh
sebagai
Soekarno ke arah kapitalisme beserta
kepemilikan
anak kandungnya berupa liberalisasi dan
bermakna adanya kebijakan untuk dak
swastanisasi penguasaan dan pemanfaatan
melaksanakan lagi program landreform
tanah. Pada awalnya, pemerintah Orde
(Policy of non Enforcement) meskipun
Baru
peraturan perundang-undangan yang
mempertahankan
na
masih
peranan
pemerataan
tanah.
Pema -surian
mengaturnya
secara
formal
tetap
Jur
badan usaha milik negara (BUMN) dalam
instrumen
6 7
Mohtar Mas’oed, Ekonomi dan Struktur Politik : Orde Baru 1966-1971, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 60-61. Ifdhal Kasim, Tanah Sebagai Komoditas: Kajian Kritis Atas Kebijakan Pertanahan Orde Baru, (Jakarta : ELSAM, 1996).
39
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
dikategorikan sebagai ”Barang Milik
landreform ini semakin sempurna ke ka
Negara/Instansi Pemerintah” di luar
dalam masyarakat berkembang persepsi
kepen ngan tempat mendirikan kantor
keterkaitan landreform dengan Partai
atau di luar misi pelayanan publik.
Pema -surian
Komunis Indonesia yang sudah dilarang.
Kebebasan menjadikan tanah sebagai
Adanya kebebasan dan persaingan bagi
barang komoditas dapat dicerma dari:
se ap orang dan badan hukum untuk
(a) kebebasan memperjual belikan tanah
menguasai dan memiliki tanah serta
sebagai obyek mendapatkan keuntungan
menempatkan tanah sebagai barang
yang sebanyak-banyaknya dari tanah
komoditas.
dengan mengabaikan fungsi sosial hak
Kebebasan
menguasai
ing
b.
c.
BP HN
program
berlaku.
atas tanah sebagaimana diamanahkan
dan memiliki tanah tampak dari: (a) dak
dikembangkannya
Pasal 6 UUPA. Kebebasan ini secara
kebijakan
yuridis dibuka kemungkinannya melalui
pembatasan kepemilikan tanah bagi
Kepmenpera No.11/KPTS/1994 tentang
ind
tanah pekarangan yang menurut UU
Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan
diatur; (b) begitu juga perusahaan
Rumah Susun dan Kepmenpera No.9/
berbadan hukum mempunyai kebebasan
KPTS/M/1995
mempunyai tanah seberapa pun luas
Pengikatan
yang diinginkan meskipun di dalamnya
pembolehan
terkandung penguasaan spekula f yang
Hak Guna Usaha untuk menyerahkan
bertentangan dengan prinsip Pasal 6
pengusahaan tanah kepada perusahaan
UUPA. Baru pada tahun 1999 dengan
lain
Peraturan Menteri Negara Agraria/
Pengusahaan atau bentuk yang lain
Kepala BPN No.2 Tahun 1999 tentang
jika prak k demikian sudah menjadi
Ijin
kebiasaan
lR ec hts V
No.56 Tahun 1960 diamanahkan untuk
Lokasi
dilakukan
pembatasan
Jual
Beli
Pedoman Rumah;
perusahaan
melalui
Kontrak
sebagaimana
(b)
pemegang
Manajemen
ditentukan
namun luasannya masih cukup
nggi;
dalam Pasal 12 ayat (2) PP No.40 Tahun
(c)
batas
1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai.
diabaikannya
ketentuan
maksimum pemilikan tanah pertanian
d.
Terjadinya persegeseran dari poli k pertanahan
Tahun 1960; (d) masuknya instansi
pemerataan pemilikan tanah sebagai
pemerintah baik secara langsung atau
cara
melalui badan usaha milik negara/daerah
rakyat ke arah poli k pertanahan
yang didirikan menjadi pesaing baru
yang mendorong ke arah konsentrasi
dalam penguasaan dan pemanfaatan
penguasaan dan pemanfaatan tanah
tanah melalui Hak Pakai Selamanya
pada sekelompok kecil subyek terutama
atau Hak Pengelolaan yang kemudian
perusahaan
na
yang sudah ditentukan dalam UU No.56
Jur 40
tentang
yang
mewujudkan
besar.
mendorong kemakmuran
Pergeseran
ini
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
yang populis tersebut dak mempunyai
sumberdaya tertentu termasuk tanah
pengaruh apapun.
dak
didistribusikan
kepada
f.
Ideologisasi
pengorbanan
oleh
sebanyak mungkin orang, namun cukup
rakyat pemilik tanah bagi terujudnya
dikuasai dan dimanfaatkan oleh subyek
kepen ngan negara atau umum. Ar nya
tertentu yang mempunyai kemampuan
rakyat pemilik tanah diminta berkorban
mengusahakan baik secara permodalan
dengan cara melepaskan hak atas tanah
maupun manajemen dan penguasaan
untuk diserahkan kepada pemerintah
teknologi.
dengan besaran gan rugi yang diinginkan
Melalui konsentrasi penguasaan dan
pemerintah meskipun dampaknya bagi
ing
e.
perlu
BP HN
sejalan dengan logika kapitalisme, yaitu
kesejahteraan pemilik tanah mengalami
pemanfaatan tanah oleh perusahaan berskala
besar
pemerataan
diharapkan
kemakmuran
penurunan. Demikian semangat yang
terjadi
terkandung dalam Permendagri No.15
melalui
Tahun 1975 tentang Pembebasan Hak
ind
ketersediaan lapangan kerja dan upah yang ditentukan dalam bentuk ”Upah
Atas Tanah Bagi Kepen ngan Umum dan
Minimum Kabupaten/Propinsi” (UMK/P)
Keppres No.55 Tahun 1993 yang menjadi
dengan dasar kebutuhan fisik minimum
penggan nya.
lR ec hts V
(KFM) dan bukan kebutuhan hidup
minimum (KHM). Berbagai kebijakan dikembangkan
untuk
mendukung
Pada masa Orde Reformasi sekarang,
semangat kebijakan kapitalis k, liberal, dan
terjadinya konsentrasi penguasaan dan
persaingan
pemanfaatan tanah oleh perusahaan
Ar nya
berskala besar ini berupa kemudahan
melanjutkan yang sudah ada dan diprak kkan
mendapatkan
lokasi
pada masa Orde Baru, bahkan melalui
(Permennag No.2 Tahun 1993 yang
instansi sektoral kebijakan kapitalis k dan
digan dengan Permennag No.2 Tahun
liberal itu semakin meningkat, meskipun
1999), fasilitas perpajakan, dan termasuk
Badan
pembiaran hak tradisional masyarakat
untuk meredam dan mengembalikannya
lokal
pada semangat UUPA namun
atau
perijinan
hak
ulayat
masyarakat
dak mengalami perubahan.
kebijakan
Pertanahan
pertanahan
Nasional
berusaha dak cukup
mendapatkan
ulayat sudah terdapat kebijakan yaitu
sektoral. Hal ini dapat dicerma dari 2 (dua)
Permennag/Ka.BPN No.5 Tahun 1999
kelompok kebijakan, yaitu :
yang memberikan perha an namun
a.
Jur
na
hukum adat. Meskipun untuk hak
Terdapat
dukungan
masih
kebijakan
dari
atau
instansi
rencana
aplikasinya oleh pemerintah daerah
kebijakan pertanahan yang dibangun
belum di ndaklanju sehingga kebijakan
oleh instansi sektoral di luar Badan Pertanahan Nasional yang semakin
41
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
kapitalis k
intensitas
dan
liberal
semangat di
bidang
kebijakan
Kementerian
Pertanian yang akan membuka
semangat
pemerintah dengan membina
pertanahan yaitu : 1) rencana
menunjukkan
liberal
dak ingin
BP HN
meningkatkan
petani
agar
mampu
berproduksi lebih op mal lagi;
3) pemberian perlindungan kepada penguasaan
pangan
Estate
tanah oleh perusahaan perkebunan
Program”. Pemerintah dalam rangka
berskala besar dari kemungkinan
menjamin ketahanan dan kedaulatan
terjadinya tuntutan atau pendudukan
pangan berencana membuka tanah
tanah atau gangguan terhadap
melalui
”Food
pertanian baru, namun penguasaan dan pemanfaatannya akan diberikan kepada perusahaan berskala besar
kegiatan usaha
pemanfaatan
oleh siapa pun
dengan cara kriminalisasi terhadap se ap gangguan kegiatan usaha perkebunan. Hal ini ditentukan
ind
dan bukan didistribusikan kepada
dan
ing
jutaan hektar tanah untuk pertanian
dalam Pasal 21 UU No.18 Tahun
kebijakan ini memang merupakan
2004 tentang Perkebunan. Di satu
kelanjutan dari kebijakan konsentrasi
sisi, ketentuan Pasal 21 tersebut
penguasaan dan pemanfaatan tanah
bertujuan untuk menjamin kepas an
yang sudah dikembangkan di masa
dan perlindungan hukum bagi se ap
Orde Baru. Sebaliknya kebijakan
perusahaan perkebunan yang sudah
ini memang sudah mengabaikan
mendapatkan ijin dan HGU. Namun
semangat pemerataan pemilikan
di sisi lain, ketentuan dapat menjadi
tanah pertanian yang dikehendaki
ancaman bagi warga masyarakat
oleh dasar poli k pertanahan yaitu
hukum adat yang atas dasar hak
UUPA;
ulayatnya
lR ec hts V
warga masyarakat petani. Ar nya,
memanfaatkan
2) masih dalam rangka menjamin
tanah yang sama namun belum
ketahanan dan kedaulatan pangan,
mendapatkan rekognisi apapun bagi
pemerintah melalui badan usaha
penggunaan tanah oleh perusahaan
milik
perkebunan.
negara
berencana
untuk
4) Melalui UU Rumah Susun yang baru
dipunyai petani untuk diusahakan
disahkan oleh DPR, pemerintah
tanaman pangan. Di satu sisi
didorong
rencana kebijakan ini menunjukkan
semangat liberalisasi penguasaan
kepedulian pemerintah terhadap
dan pemanfaatan tanah dengan
kebutuhan
cara
Jur
na
menyewa tanah pertanian yang
pokok
masyarakat,
namun di sisi lain rencana tersebut
42
untuk
untuk
memperkuat
melanjutkan
kepemilikan
tanah oleh orang asing baik untuk
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
”pesaing” warga negara untuk
maupun sebagai sarana
investasi.
Dengan
demikian,
pemerintah
mendapatkan tanah. Pemerintah/
kebijakan
BP HN
ditempa
pemerintah
dinilai
daerah
seharusnya
seakan-akan terhormat di mata
menjadi fasilitator dan advokator
investor
yang
agar se ap warga negara dapat
sebenarnya, pemerintah menjadi
mempunyai tanah. Namun dengan
dak terhormat di mata warga
kedudukan sebagai pesaing, bukan
negaranya sendiri karena begitu
dak mungkin nan nya, justru
asing.
Namun
warga negara harus menyewa tanah
menengah ke bawah mendapatkan
untuk tempat nggal atau kegiatan
sulitnya
warga
ing
negara
sangat
usaha dari pemerintah/ pemerintah
tanah bagi bangunan Rumah Susun
daerah seper
Sederhana/Bersubsidi. 5) Semakin
intensifnya
zaman kolonial.
semangat
ind
liberalisme di kalangan instansi
pemerintah atau pemerintah daerah menguasai
dan
yang terjadi pada
b.
memanfaatkan
Di tengah-tengah meanstream poli k pertanahan
yang
kapitalis k
dan
liberal tersebut, Badan Pertanahan
yaitu bagi kegiatan usaha. Hal ini
Nasional
dilakukan dengan memanfaatkan
menghidupkan kebijakan pertanahan
Hak Pakai Selamanya atau Hak
yang
Pengelolaan yang dipunyai untuk
seper
digunakan
demikian, kebijakan tersebut
lR ec hts V
tanah di luar pelayanan publik
sebagai
sumber
(BPN)
berusaha
mengembalikan
untuk
keseimbangan
yang diinginkan UUPA. Namun dak
pendapatan. Pemanfaatan demikian
cukup mendapatkan dukungan dari
dimungkinkan oleh UU No.1 Tahun
instansi sektoral lainnya termasuk oleh
2004
aparat penegak hukum. Kebijakan yang
tentang
Perbendaharaan
Negara dan PP No.6 Tahun 2006
dimaksud yaitu :
tentang
Barang
1) Penyusunan RPP Reforma Agraria
Milik Negara/Daerah. Di satu sisi,
yang sudah dimulai pada awal
kebijakan
pemerintahan SBY, namun RPP
Pengelolaan tersebut
membuka
na
kemungkinan diperolehnya peningkatan
pendapatan
pemerintah/
ini tampaknya dak
dak berlanjut dan
terdengar
lagi
beritanya.
Kendalanya dapat ditebak yaitu
pembiayaan pembangunan. Dari
Reforma Agraria yang sebenarnya
sisi lain, kebijakan tersebut justru
dapat
telah menempatkan pemerintah/
meningkatkan produksi pertanian
pemerintah
dengan tetap menjunjung
Jur
pemerintah daerah sebagai sumber
daerah
sebagai
menjadi
sarana
untuk nggi
43
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
pemerataan pemilikan tanah, dinilai
Perpres No.65 Tahun 2006. Perpres
menjadi faktor penghambat bagi
ini
pengembangan usaha perkebunan
semangat untuk menyeimbangkan
atau pertanian berskala besar yang
antara
kapitalis k dan liberal. Penilaian
tanah yang akan diambil dengan
demikian
kepen ngan umum yang diwakili
dikembangkan
dan
sudah
oleh
ditanamkan
Pendayagunaan sebagai
Pener ban Tanah
penggan
penyeimbangan
dan
tersebut
Terlantar
PP
tanahnya
ind
mener bkan
dilakukan
melalui
diperlukan
tanah
jika
sungguh-sungguh
bagi
kepen ngan
umum, namun pemerintah wajib
jutaan hektar dengan kerugian
memberikan gan
negara mencapai triliunan rupiah.
untuk menjamin keberlangsungan
Di pihak lain, BPN berniat untuk
kesejahteraan pemilik tanah.
lR ec hts V
terlantar perusahaan yang mencapai
menempatkan
tanah
sehingga
mendorong
rugi yang layak
terlantar
tersebut sebagai obyek landreform terjadinya
Namun semangat keseimbangan dalam
Perpres tersebut
dak mampu melawan
pemerataan tanah pertanian /
”Ideologisasi pengorbanan Rakyat Demi
perkebunan. Namun demikian, PP
Kepen ngan Umum” yang sudah ditanamkan
yang sedemikian populisnya ini
sejak Orde Baru. Ar nya rakyat diharuskan
kehabisan kekuatan menghadapi
untuk berkorban untuk kepen ngan umum
perlawanan baik instansi sektoral
termasuk harus menerima jika pengorbanan
pendukung liberalisasi dan spekulasi
itu menuntut mereka dalam kondisi miskin.
penguasaan
maupun
Di samping itu, semangat keseimbangan
perusahaan berskala besar yang
tersebut harus menghadapi satu bentuk
mempunyai kekuatan pengaruh yang
perlawanan baru yaitu kriminalisasi atau
sangat
korupsisasi oleh Penegak Hukum terhadap
na
tanah
nggi dalam pelaksanaan
Jur
kebijakan.
44
kepen ngan
Pemilik tanah wajib menyerahkan
mengandung poli k pertanahan akan
oleh
keseimbangan hak dan kewajiban.
No.36
Tahun 1998. PP ini di satu pihak yang
pemerintah
dikehendaki
ing
tentang
instansi
pemilik
Pasal 6 dan Pasal 18 UUPA. Upaya
2) Pemberlakuan PP No.11 Tahun 2010
kepen ngan
sebagaimana
sejak Orde Baru.
mengandung
BP HN
sebenarnya
sebenarnya
se ap pembayaran gan rugi yang melampaui
3) Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) padahal
Pengadaan Tanah Untuk Kepen ngan
NJOP menurut Perpres hanyalah pedoman
Umum dan perubahannya dalam
awal
dalam
pelaksanaan
musyawarah
yang akan menentukan besarnya gan rugi
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
komponen rakyat, sedangkan yang
rugi terhadap se ap kepemilikan tanah
lain mengembangkan cara konsentrasi
yang
penguasaan dan pemanfaatan tanah
dak berser pikat meskipun mereka
sudah menempa
untuk mewujudkan arah poli k hukum
tanah puluhan tahun
pertanahan tersebut.
sebagaimana ditentukan dalam PP No.24 tahun 1997 tentang Penda aran Tanah. Jika
BP HN
yang sebenarnya dan pembayaran gan
b.
Arah
dan
prinsip
poli k
hukum
pertanahan yang kapitalis k dan liberal
maka penegakan hukum telah menjadi
yang digunakan selama ini memang di
kekuatan baru bagi proses marjinalisasi dan
satu sisi telah menimbulkan kemajuan
kemiskinan warga negara pemilik tanah
dalam pembangunan sektor perkebunan
yang terkena pengadaan tanah dan belum
ing
kriminalisasi atau korupsisasi terus berlanjut,
dan proper
di Indonesia. Namun di
balik keberhasilan atau dampak posi f
berser fikat .
tersebut, poli k hukum pertanahan juga
Arah
dan
yang
poli k
hukum
berlangsung
sampai
lR ec hts V
pertanahan
prinsip
nega f. Di antara dampak sampingan nega f adalah : 1) terjadinya
kesenjangan
penguasaan
dan
dalam
pemanfaatan
sekarang seper yang digambarkan di atas
sumberdaya alam berupa tanah.
telah
berbagai
Dengan kata lain, ada ke mpangan
persoalan sosial-ekonomi dan poli k, yaitu :
dalam distribusi penguasaan dan
a.
berkontribusi
Konflik
terhadap
kewenangan
pemerintah
yang
antar
instansi
pemilikan tanah. Ada sekelompok
terkait
dengan
kecil
subyek
menguasai
dan
pertanahan yaitu BPN di satu pihak
memanfaatkan tanah yang sangat
dengan
luas/besar,
Kementerian
Kehutanan,
namun
sebagian
besar warga masyarakat
terkait lainnya. Sumber konfliknya adalah
menguasai
perbedaan cara dalam mewujudkan
bagian sumberdaya yang rela f
amanah Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI
terbatas. Secara umum,
1945. Di satu pihak terdapat kebijakan
kesenjangan semakin meningkat
yang mengembangkan cara pemerataan
seper
penguasaan dan pemanfaatan tanah
Gini sebesar 0,308 pada tahun 1999
untuk mewujudkan kemakmuran seluruh
dan 0,363 pada tahun 2005.8 Data
na
Kementerian Pertanian dan kementerian
Jur 8
telah mendatangkan dampak sampingan
ind
2. Dampak PoliƟk Hukum Pertanahan Terhadap Perlindungan Hak Kepemilikan Tanah Masyarakat
dan
hanya
memanfaatkan ngkat
ditunjukkan oleh Indeks
Joyo Winoto, Mandat Politik, Konstitusi dan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat, tulisan yang disampaikan dalam Kuliah Umum di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur – Yogyakarta, 2007, hal. 5.
45
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
yang diperuntukkan bagi kelompok
bahwa
penduduk
masyarakat berpenghasilan rendah,
Indonesia menguasai sekitar 56%
namun sebaliknya begitu sangat
aset berupa proper , perkebunan,
mudahnya perolehan tanah untuk
dan tanah pertanian9, sehingga
membangun rumah mewah atau
ada 99,80% penduduk Indonesia
menegah bagi kelompok masyarakat
yang harus bersaing menguasai
menengah-atas13;
0,2%
dari
BP HN
di bidang pertanahan menunjukkan
dan memanfaatkan sisanya sebesar
(2)
sulitnya
kaum
miskin
mendapatkan
ruang
perkotaan
menunjukkan bahwa pada tahun
tempat berusaha, bahkan tempat
2003 sebanyak 70% rumah tangga petani
hanya
menguasai
tanah
pertanian rata-rata sebesar 0,17
usaha kecil atau pasar tradisional yang sudah ada mengalami kemandegan atau
penggusuran14.
pedesaan yang menguasai 55,3% 11
Sebaliknya
penyediaan ruang tanah bagi pasar-
ind
Ha.10 Sebaliknya ada 10% penduduk
ing
44%. Data lain di bidang pertanian
pasar modern seper
mall atau
bisnis ritel dan bagi pembangunan
tanah pertanian .
Bahkan jika dibandingkan de-
kantor pemerintah dengan mudah dapat disediakan15. Pelan tapi pas
sawit, se ap perusahaan rata-rata
kemudahan itu telah menggusur
lR ec hts V
ngan sektor perkebunan kelapa 12
menguasai 7.500 Ha.
Data kuan ta f di atas memang
dak
mutakhir,
namun
secara
dan
meminggirkan
kelompok
miskin perkotaan dan pedagang tradisional16.
kualita f kesenjangan khususnya di
(3) sempitnya ruang pedestarian
perkotaan dapat dicerma dari fakta,
bagi pejalan kaki atau pesepeda
yaitu : (1) betapa sulitnya memperoleh
karena ruang lalu lintas hanya
tanah bagi pembangunan rumah
diperuntukkan
bagi
kendaraan
susun milik atau rumah susun sewa
10
Jur
11
[email protected], Ketimpangan Kepemilikan Aset Sebagai Penyebab kemiskinan, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2008). Zulfadhli, H, Tanah Untuk Petani, tulisan yang disampaikan dalam Seminar Nasional HKTI ”Reforma Agraria, Pelaksanaan otonomi Daerah, dan Penataan Ruang, 2009; lihat juga Iwan N. Selamat, Ketimpangan Struktur Agraria Indonesia, 2009. Khudori, Petani, Kemiskinan, dan Reforma Agraria, dalam Kompas, Jakarta, 16 Maret 2007. NN, Palm Oil Problem : Plantation Companies in Conϔlict With Villagers, Tuesday, May, 19th, dalam The Jakarta Post, Jakarta, 2009, hal. 5. Eko Budihardjo, Mitropolis atau Miseropolis, dalam Kompas, Jakarta, Sabtu 22 September 2007, hal. 6. Lucinda, Di Tengah Kepungan Bisnis Ritel, dalam Harian Bernas, Yogyakarta, tanggal 18 Mei 2010, hal. 4. Kompas, 2008, Tajuk Rencana : Kasus dan Penggusuran, Sabtu 26 Januari, hal. 6. Patrick McAuslan, Tanah Perkotaan dan Perlindungan Rakyat Jelata, (Jakarta: PT Gramedia, 1986), hal. 16.
na
9
12
13 14 15 16
46
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
pribadi.
Konsekuensinya,
pejalan
di ruang pedestarian yang sempit
alam yang rela f miskin, namun
atau menggunakan bagian pinggir
sebagian lainnya berada di wilayah
badan jalan dengan resiko tertabrak
yang
kendaraan bermotor.
alam yang sangat kaya. Kantong
BP HN
tersebut mempunyai sumberdaya
mempunyai
sumberdaya
kemiskinan yang terdapat di daerah yang
diukur
angka
masih dapat dipahami meskipun itu
garis kemiskinan yang digunakan
menunjukkan kurang maksimalnya
dengan
patokan
sebesar Rp 211.726,- perkapita/ perbulan, maka pada tahun 2010
sumberdaya
alam
pelaksanaan tanggungjawab negara. Sebaliknya, suatu kepriha nan besar dan pertanyaan mendasar harus dikemukakan
ind
masih terdapat 13.33% atau 31.02
miskin
ing
problem bangsa Indonesia. Jika
Pemerintah pada tahun 2010 yaitu
terhadap
kantong
juta orang miskin.17 Jumlah orang
kemiskinan yang terdapat di daerah
miskin akan semakin
yang sangat kaya sumberdaya alam
jika
nggi lagi
orang
yang
seper
penghasilan
tepat
Sumatera termasuk di wilayah
memasukkan
lR ec hts V
memperoleh pada
angka
garis
kemiskinan
atau menggunakan angka garis
di Papua, Kalimantan, dan
pesisirnya. 3) Poli k hukum pertanahan juga
ditetapkan
telah mendorong terjadinya konflik
Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu
struktural antar kelompok subyek
sebesar US$ 3 atau sekitar Rp
yaitu :
kemiskinan
yang
18
(a) berlangsung dan berkembang-
Terlepas dari pro-kontra kriteria dan
nya konflik struktural yang
jumlah orang miskin, jumlah orang
dipicu oleh kebijakan negara
miskin di beberapa daerah berada
yang
di atas rata-rata angka kemiskinan
kesenjangan
nasional yaitu mencapai 2 – 3 kali
dan kemiskinan di daerah yang
lipat. Sebagian besar orang miskin
sangat kaya sumberdaya alam.
itu berada di daerah pedesaan yaitu
Konflik struktural itu melibatkan
mencapai 64,23 pada tahun 2010.
kelompok masyarakat lokal baik
Sebagian daerah yang menjadi
atas dasar kebutuhan dan historis
Jur
na
750.000,-
18
kemiskinan
kaki atau pesepeda harus berjalan
2) realitas kemiskinan masih menjadi
17
kantong-kantong
perkapita/perbulan.
mendorong sosial
terjadinya ekonomi
Berita Resmi Statistik, Proϔil Kemiskinan Di Indonesia 2010, dalam Berita Resmi Statistik No.45/07/Th XIII, (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 1 Juli 2010). Kompas, 2011, Kemiskinan Tampak Nyata, Senen, 15 Agustus, hal. 15.
47
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Utara,
obyek konflik, para pelaku usaha
Barat, Nusa Tenggara Barat,
atau investor yang memperoleh
dan
akses dan aset dalam skala
berupa tuntutan pemisahan diri
besar, dan pemerintah atau
atau keluar dari ikatan Negara
pemerintah
sebagai
Kesatuan RI seper yang pernah
pelaksana kewenangan negara
terjadi di Aceh serta yang
dalam pembuatan kebijakan
sudah dan terus berlangsung di
dan pendistribusian akses dan
Papua.
aset. Jumlah dan intensitas konflik
terus
berlangsung
sejalan
dengan
rendahnya
ngkat
harapan
masyarakat
Puncak
konflik
tanah yang terkena pengadaan tanah untuk kepen ngan umum dengan
instansi
pemerintah
yang memerlukan tanah. Konflik
perubahan kebijakan yang akan
ini akan terus berlangsung
memberikan
karena di satu sisi pemilik tanah
hukum
perlindungan
terhadap
akses
tanah
atau
lR ec hts V
memperoleh hak
atas
tanah.
Akibatnya
merasa
dak
mendapatkan
perlindungan hukum terhadap hak-hak
individunya
rendahnya
tanpa harapan akan adanya
diberikan. Namun di sisi lain,
perubahan mengungkapkannya
instansi pemerintah didorong
dalam bentuk-bentuk konflik.
untuk
Semula
konfliknya
mempercepat perolehan tanah
ndakan ”reclaiming”
termasuk cara yang represif
bentuk
terhadap hak
hak
historis
ndakan
lokasi-lokasi
seper
rugi
mencari
cara
konsinyasi gan
yang
untuk
rugi
mereka
ke Pengadilan meskipun tanpa
pendudukan
persetujuan pemilik tanah tanpa
kons tusional
atau
atau
gan
dengan
masyarakat lokal dalam kondisi
hanya
yang
menjadi
berupaya memenuhi harapan pemilik
bentuk konflik tersebut
gan
na
obyek konflik. Namun ke ka dak
tanah rugi
mendapatkan
yang
menjamin
keberlangsungan kesejahteraan
dari negara, konfliknya berubah
mereka
menjadi
dikehendaki oleh Perpres No.36
Jur
mendapatkan respon posi f ndakan
kekerasan
seper yang terjadi di Pasuruan, Kebumen, Lampung, Sumatera
48
Sulawesi
(b) Konflik struktural antara pemilik
ind
akan kemungkinan terjadinya
Papua.
ing
daerah
Kalimantan,
BP HN
mempunyai keterkaitan dengan
Tahun 2005.
sebagaimana
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Untuk
mengurangi
atau
b.
Prinsip
untuk mewujudkan adanya persamaan secara sosial ekonomi terutama di
pemikiran untuk mengembangkan poli k
masyarakat majemuk seper Indonesia
hukum pertanahan yang ”prisma k”. Arah
harus
poli k hukum pertanahan prisma k ini mewujudkan
mendorong
kemajuan
antara kelompok-kelompok masyarakat.
ing
Bagi kelompok yang sudah mampu, dapat mempunyai tanah berdasarkan
memberikan perha an terhadap kelompok
persyaratan dan prosedur yang umum
yang lemah secara sosial-ekonomi-poli k
ind
berlaku. Namun bagi kelompok yang
dengan memberikan akses kepada mereka
lemah harus ada intervensi negara untuk
mempunyai tanah. Untuk mewujudkan
memberikan kemudahan dan fasilitas
tujuan tersebut, poli k hukum pertanahan
pemberian
prisma k mendasarkan pada prinsip hukum
pengembangan
lR ec hts V
dasar
kebijakan pertanahan, yaitu : a.
Prinsip keberagaman hukum dalam
c.
Kesatuan;
Prinsip
ini
penghormatan
menekankan
terhadap
pada
di
bidang
pertanahan
khususnya
dengan memberikan pengakuan dan
penghormatan terhadap kewenangan
pemerintahan masyarakat hukum adat
na
sebagaimana dikehendaki oleh Pasal 18B
ayat (2) UUD Negara RI 1945. Namun pengakuan dan penghormatan tersebut harus sesuai dengan kepen ngan bangsa
Jur
dan negara sebagai konsekuensi dari komitmen kebangsaan yang sudah kita
tanah.
Dengan
adanya
perbedaan perlakuan tersebut, semua kelompok akan mencapai persamaan kondisi sosial ekonomi.
Prinsip mengutamakan keadilan dan kemanfaatan di atas kepas an hukum; Prinsip ini menekankan bahwa
perbedaan
hukum yang terdapat dalam masyarakat
kebijakan
realita ke daksamaan (perbedaan) di
perekonomian
dan pemanfaatan tanah namun tetap
sebagai
dikembangkan
pertanahan yang mendasarkan pada
dan
Indonesia melalui penataan penguasaan
tertentu
dasar
Prinsip ini menekankan bahwa
hukum pertanahan yang ada, maka perlu
untuk
atas
ke daksamaan;
bahkan
meniadakan dampak nega f dari poli k
dimaksudkan
persamaan
BP HN
3. AlternaƟf PoliƟk Hukum Pertanahan
mewujudkan pemerataan penguasaan dan pemilikan tanah merupakan kebijakan yang lebih memenuhi rasa keadilan dan
kemanfaatan
bagi
masyarakat.
Berdasarkan prinsip ini, menumpuk penguasaan dan pemanfaatan tanah merupakan dan
ndakan yang
dak adil
dak bermanfaat karena hanya
menimbulkan kecemburuan sosial dan penelantaran tanah yang merugikan kepen ngan bersama.
sepaka .
49
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
diferensiasi
fungsi
dalam
Indonesia yang dikembangkan oleh Soekarno ke arah kapitalisme beserta
keterpaduan; Prinsip ini menekankan bahwa di
BP HN
Prinsip
anak kandungnya berupa liberalisasi
satu sisi pembagian kewenangan di
dan
antara instansi pemerintah merupakan
dan pemanfaatan tanah.
suatu
masa reformasi terdapat upaya
kebutuhan
untuk
terjadinya
swastanisasi
penguasaan
untuk
Oleh karenanya harus dicegah terjadinya
pertanahan yang mengembalikan
egoisme sektoral yang menyebabkan
keseimbangan
terjadinya
diinginkan UUPA. Namun demikian,
hambatan
terhadap
pencapaian tujuan bersama. Untuk itu, keterpaduan di antara instansi pemerintah menjadi keniscayaan agar kebijakan yang dak saling tumpang-
kebijakan
seper
kebijakan tersebut mendapatkan
yang
dak cukup
dukungan
dari
instansi sektoral lainnya termasuk oleh aparat penegak hukum.
ind
dikembangkan
menghidupkan
Pada
efek vitas pencapaian tujuan bersama.
ing
d.
ndih dan saling menafikan.
b. Beberapa dampak poli k hukum pertanahan terhadap perlindungan
E. Penutup
hak kepemilikan tanah masyarakat
lR ec hts V
1. Kesimpulan
a. Arah poli k hukum pertanahan pada awalnya adalah untuk menjamin terwujudnya
kemakmuran
bagi
seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan
tujuan
tersebut,
UUPA mengandung prinsip-prinsip penguasaan dan pemanfaatan tanah
untuk mendorong kemajuan bidang ekonomi, industri, dan bidang lain
yang pelaksanaannya tergantung
na
pada ketersediaan tanah. UUPA juga memberikan perha an khusus terhadap
kelompok
masyarakat
yang lemah dan termarjinalkan oleh
Jur
kebijakan pertanahan pada masa sebelumnya. Tetapi pada masa Orde Baru, terjadi perubahan ideologi pembangunan dari sosialisme ala
50
adalah:
1) Konflik
kewenangan
antar
instansi pemerintah yang terkait dengan pertanahan yaitu BPN di satu pihak dengan Kementerian Kehutanan, Pertanian terkait
Kementerian dan
kementerian
lainnya.
Sumber
konfliknya adalah perbedaan cara dalam mewujudkan amanah Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI 1945. Di satu pihak terdapat kebijakan yang mengembangkan cara pemerataan penguasaan dan pemanfaatan tanah untuk mewujudkan seluruh sedangkan
kemakmuran
komponen
rakyat,
yang
lain
mengembangkan
cara
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
tanah
untuk
mewujudkan arah poli k hukum pertanahan tersebut; penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya alam berupa tanah. Ada sekelompok kecil subyek menguasai dan memanfaatkan tanah yang sangat luas/besar, namun sebagian besar warga masyarakat hanya menguasai memanfaatkan
bagian
yang
rela f
terbatas;
sistem hukum nasional ke depan hukum pertanahan yang prisma k.
b. Perlu koordinasi dan penyamaan persepsi antar instansi pemerintah yang terkait dengan pertanahan yaitu BPN di satu pihak dengan Kementerian
Kehutanan,
Kementerian
Pertanian
kementerian
terkait
mengenai
cara
dan lainnya
pemerataan
penguasaan dan pemanfaatan tanah untuk mewujudkan kemakmuran
3) Tingkat kemiskinan di Indonesia masih nggi; konflik
seluruh komponen rakyat.
struktural
lR ec hts V
4) terjadi
mengembangkan
ind
sumberdaya
rangka
perlu diadopsi prinsip-prinsip poli k
2) terjadinya kesenjangan dalam
dan
a. Dalam
ing
pemanfaatan
2. Saran
BP HN
konsentrasi penguasaan dan
pertanahan.
c.
Alterna f
yang
ditawarkan
untuk mengurangi atau bahkan meniadakan
dampak
nega f
dari poli k hukum pertanahan saat ini adalah mengembangkan
poli k hukum pertanahan yang ”prisma k”
dengan
bersandar
pada Prinsip keberagaman hukum dalam Kesatuan; Prinsip persamaan
atas dasar ke daksamaan; Prinsip
na
mengutamakan
keadilan
dan
kemanfaatan di atas kepas an hukum; Prinsip diferensiasi fungsi
Jur
dalam keterpaduan.
51
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
DAFTAR PUSTAKA Berita Resmi Sta s k No.45/07/Th XIII, Profil Kemiskinan Di Indonesia 2010, (Jakarta: Badan Pusat Sta s k, 1 Juli 2010).
Budihardjo, Eko, Mitropolis atau Miseropolis, (Kompas, Sabtu 22 September 2007).
Departemen Penerangan RI, Pertanahan Dalam Era Pembangunan Indonesia, (Jakarta: Ditjen Agraria Departemen Dalam Negeri, 1982).
Ismail, Nurhasan, Perkembangan Hukum Pertanahan : Pendekatan Ekonomi-Poli k, (Jakarta-
ing
Yogyakarta: Huma dan Magister Hukum UGM, 2007).
Kasim, Ifdhal, Tanah Sebagai Komoditas : Kajian Kri s Atas Kebijakan Pertanahan Orde Baru, (Jakarta: ELSAM, 1996).
Khudori, Petani, Kemiskinan, dan Reforma Agraria (Kompas, 16 Maret 2007).
ind
Kompas, 2008, Tajuk Rencana : Kasus dan Penggusuran, Sabtu 26 Januari. Kompas, 2011, Kemiskinan Tampak Nyata, Senen, 15 Agustus.
Lucinda, Di Tengah Kepungan Bisnis Ritel, (Yogyakarta, Harian Bernas, 2010). Mas’oed, Mohtar, Ekonomi dan Struktur Poli k : Orde Baru 1966-1971 (Jakarta: LP3ES, 1989). 1986).
lR ec hts V
McAuslan, Patrick, Tanah Perkotaan dan Perlindungan Rakyat Jelata (Jakarta, PT Gramedia, Rahardjo, Satjipto, Hukum Progresif : Penjelajahan Suatu Gagasan, (Majalah Newsle er, Kajian Hukum Ekonomi dan Bisnis, Nomor 59, Desember 2004). The Jakarta Post, 2009, Palm Oil Problem : Planta on Companies in Conflict With Villagers, Tuesday, May, 19th.
Universitas Gadjah Mada, 2008, Ke mpangan Kepemilikan Aset Sebagai Penyebab kemiskinan, Portal UGM(C)UGM, Kontak Webmaster :
[email protected]. Winoto, Joyo, Mandat Poli k, Kons tusi dan Hukum Dalam Rangka Mewujudkan Tanah Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat, (Bulaksumur – Yogyakarta, Kuliah Umum, Balai Senat Universitas Gadjah Mada, 2007).
Zulfadhli, H, 2009, Tanah Untuk Petani, tulisan yang disampaikan dalam Seminar Nasional HKTI
na
”Reforma Agraria, Pelaksanaan otonomi Daerah, dan Penataan Ruang; lihat juga Iwan N.
Jur
Selamat, Ke mpangan Struktur Agraria Indonesia, 2009.
52
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
INTERAKSI HUKUM LOKAL DAN HUKUM NASIONAL DALAM URUSAN PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Interac on of Local Law and Na onal Law in Ma er of Land in Yogyakarta) Tyas Dian Anggraeni, S.H., M.H. Kepala Sub Bidang Peneli an Kebutuhan Hukum Bidang Substansi Hukum Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional BPHN Abstrak
lR ec hts V
ind
ing
Tanah dalam konsep budaya Jawa menjadi hal yang amat sakral dan pen ng. Bagi masyarakat Jawa, tanah memiliki nilai yang setara dengan harga diri manusia. Seper halnya di Daerah Is mewa Yogyakarta (DIY), tanah memiliki nilai tersendiri, termasuk juga sistem pengelolaannya. Bahkan Undang-undang Nasional dak mampu menembus sistem pengelolaan tanah di DIY. Tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang sejarah keis mewaan urusan pertanahan di Kasultanan dan Paku Alaman Yogyakarta dan realitasnya dalam menyikapi Rancangan Undang-Undang keis mewaan Yogyakarta. Dengan menggunakan metode yuridis norma f, sejarah penguasaan dan pemilikan tanah oleh raja atau Sultan Yogyakarta dan Paku Alam merupakan pelaksanaan kesepakatan dari perjanjian Giyan yang dikukuhkan kembali dalam amanat penggabungan diri Sultan dan Paku Alam ke dalam Pemerintahan Republik Indonesia. Dengan demikian Yogyakarta mempunyai sistem pengelolaan tanah yang khusus, ada yang mengiku hukum pertanahan nasional, dan ada pula yang masih diatur oleh Rijksblad Kasultanan dan Rijksblad Paku Alaman. Agar dak menimbulkan masalah atau polemik baru dalam dinamika poli k dan sejalan dengan sistem hukum nasional, masalah pertanahan di DIY perlu mendapat perha an khusus. Kata kunci: agraria, kesultanan Yogyakarta, keis mewaan daerah, poli k Abstract
Jur
na
Land in the concept of Javanese culture into something that is sacred and important. For the Javanese, the land has a value equivalent to human dignity. As in the Special Region of Yogyakarta (DIY), the land has value, including its management system. Even the Na onal Law can not penetrate the soil management systems in the province. This paper will examine further features of the history of land affairs in the Sultanate of Yogyakarta and Paku Alaman and reality in the bill addressing the privilege of Yogyakarta. By using a norma ve juridical methods, the history of the control and ownership of land by the king or the Sultan of Yogyakarta and Paku Alam is an implementa on of the agreement Giyan agreement which reaffirmed the mandate of merging himself Sultan and Paku Alam to the Government of the Republic of Indonesia. Thus Yogyakarta has a special system of land management, there are following the na onal land laws, and some are s ll governed by the Sultanate and Rijksblad Rijksblad Paku Alaman. In order not to cause any problems or new polemical and poli cal dynamics in line with the na onal legal system, problems of land in the province needs special a en on. Keywords: agrarian, land, the sultanate of Yogyakarta, the privilege, poli cs
53
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Kasultanan dan Pakualaman. Penguasaan
Tanah dalam konsep dan budaya Jawa menjadi hal yang amat pen ng sebagaimana
dan penggunaan tanah ini diatur berdasarkan Rijksblad Kasultanan dan Pakualaman.
Terdapat lembaga di Keraton yang
diungkapkan dalam pepatah “Sakdhumuk bathuk sanyari bhumi, ditohi pa , pecahing dhadha wutahing ludira”. Makna dari ungkapan tersebut bahwa kedudukan tanah bagi masyarakat Jawa yang agraris nilainya setara dengan harga diri manusia yang
mengurusi
Is mewa
Yogyakarta
(DIY)
Wahono Sarto Griyo.Suatu lembaga yang ada di Keraton yang menetapkan kebijakan mengenai tanah Keraton.
Sedangkan untuk pengurusan sehari-hari
atau operasionalnya tanah milik Kasultanan
tanah yang khusus. Undang-Undang Pokok (UUPA)
seakan
dak
Kismo.Pani
mampu
menembus sistem pengelolaan tanah yang
bertugas melakukan pengelolaan tanah Kasultanan dan Paku Alaman. Organisasi ini mempunyai struktur yang cukup rapi sampai di
lR ec hts V
khusus dan mandiri tersebut. Sebagai bekas
wilayah Kasultanan dan Pura Pakualaman, mempunyai
ga
kelompok
status
tanah dengan sistem hukum yang berbeda
pengaturannya. Pertama, tanah bekas hak
dikonversi menjadi salah satu hak atas tanah
menurut UUPA dan tunduk pada ketentuan
hukum agraria nasional. Kedua, tanah milik Kasultanan dan Pakualaman yang telah
na
diberikan menjadi milik perorangan atau desa. Tanah ini diatur dengan Peraturan Daerah. Ke ga, tanah milik Sultan dan
Jur
Pakualam yang berada di bawah kewenangan
54
ngkat desa dan mempunyai
otoritas penuh dalam
pengelolaan serta
pemanfaatan tanah Kasultanan dan Pura Paku Alaman untuk berbagai kepen ngan dan kesejahteraan rakyat di Yogyakarta.
barat yang dipunyai oleh orang-orang Eropa dan Timur Asing. Tanah model ini telah
Kismo adalah sejumlah abdi
dalem yang tergabung dalam satuan khusus,
ind
dikenal mempunyai sistem pengelolaan
1
yaitu
ing
Daerah
DIY
pertanahan
dan Pura Pakualaman dilakukan oleh Pani
darah.1
Agraria
tentang
lembaga Kawedanaan Ageng Purnakawan
dicerminkan dengan dahi, akan dikukuhi sampai pecahnya dada, dan tumpahnya
BP HN
A. Latar belakang
Hingga saat ini keberadaan tanah
Kasultanan dan Pura Paku Alaman tersebut terhampar di
luas
Yogyakarta.
di
berbagai
Tanah-tanah
daerah tersebut
dipergunakan untuk kepen ngan rakyat, seper
digunakan atau ditempa
sebagai
rumah nggal, gedung sekolah, perkantoran, lahan
pertanian,
penghijauan,
tempat
ibadah, dan pemakaman. Rakyat berhak menggunakan tanah tersebut, namun
dak
bisa mengambil alih hak kepemilikannya.
Soedargo, Hukum Agraria dalam Era Pembangunan, Prisma, nomor 6, tahun 1973, hal. 47.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
oleh Pemerintah Daerah dengan kebijakan
Paku Alam mempunyai hak milik penuh atas
yang tertuang dalam Instruksi Kepala Daerah
seluruh tanah Kasultanan dan Pura Paku
Is mewa Yogyakarta No. K./898/I/A/75.
Alaman (domein verklaring).
Hingga saat ini belum ada WNI non pribumi
BP HN
Dari sini dapat dilihat bahwa Sultan dan
yang diberikan hak milik atas tanah.
Rakyat yang kebetulan menempa tanah-tanah Kasultanan dan Pura Paku
Seorang WNI non pribumi yang ingin
Alaman dibekali dengan Serat Kekancingan
membeli tanah milik rakyat, harus melalui
sebagai tanda bahwa dia mempunyai hak
proses administrasi yang cukup
untuk
nggal di tanah tersebut. Kaitannya
Tahapan proses yang harus dilalui dimulai
dengan pajak, berbekal Serat Kekancingan
dengan proses pelepasan hak atas tanah
yang dikeluarkan oleh keraton tersebut,
oleh rakyat. Proses ini mengakibatkan tanah
rakyat yang memanfaatkan tanah tersebut
tersebut kembali menjadi tanah negara yang
terbebas
tanah
dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Kemudian
sebagaimana diatur dalam hukum agraria
pihak yang berkepen ngan mengajukan
nasional. Bahkan rakyat pun
dak perlu
permohonan pemberian hak kepada Kepala
menyerahkan Glondhong Pengarem-arem
Daerah Is mewa Yogyakarta. Hak yang
atau semacam uang terima kasih kepada
diberikan juga bukan hak milik atas tanah
pihak keraton karena boleh menggunakan
tersebut, namun hak yang bisa diberikan
tanah tersebut. Dengan kata lain tanah
untuk WNI non pribumi adalah Hak Guna
milik Kasultanan dan Pura Pakualaman
Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan
tersebut digunakan secara gra s oleh rakyat
(HGB).
ing
pajak
ind
pungutan
lR ec hts V
dari
panjang.
Yogyakarta serta diperkenankan untuk bisa
Langkah tersebut bukan merupakan
menempa tanah itu secara turun temurun.
ndakan diskriminasi namun lebih kepada
Disinilah terletak hubungan erat antara
perlindungan terhadap rakyat, terutama
sultan dengan rakyatnya. Sultan berharap
rakyat kecil yang hidup sebagai petani.
dapat berbagi rasa dengan rakyatnya melalui
Per mbangan
sistem penataan tanah yang
dikarenakan WNI non pribumi biasanya
dak saling
ndakan
tersebut
mempunyai ngkat kehidupan ekonomi yang
membebani.
Selain
atas
penggunaan
tanah
untuk
lebih nggi dari pada golongan pribumi. Per mbangan lain adalah mengingat
Sultan juga menerapkan prinsip larangan
wilayah Yogyakarta yang sempit. Pemberian
pengasingan tanah atau memperalihkan
hak milik bagi WNI non pribumi, dikhawa rkan
tanah kepada Warga Negara Indonesia (WNI)
akan menyebabkan rakyat kecil menjadi
non pribumi (saat ini disebut WNI keturunan).
terdesak. Bahkan dikhawa rkan rakyat ini
Prinsip ini diatur dalam Rijksblad Kasultanan
nan nya hanya menjadi kaum buruh di tanah
dan Pura Pakualaman dan telah diadopsi
mereka sendiri. Kebijakan yang dilakukan
Jur
na
kesejahteraan rakyatnya secara langsung,
55
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Yogyakarta (RUU Keis mewaan DIY) yang
“Tahta untuk Rakyat” yang sangat dijaga oleh
diusulkan oleh pemerintah.
BP HN
tersebut merupakan bagian dari budaya luhur Sultan. Tanah lahirkan tahta, tahta untuk
Terdapat beberapa pasal yang terkait
rakyat, dimana rajanya bercermin di kalbu
dengan masalah pertanahan dalam RUU ini.
rakyat. Demikianlah singgasana bermartabat
Pertama, Pasal 26 yang secara utuh mengatur
berdiri kokoh untuk mengayomi rakyat.2
mengenai pertanahan. Kemudian Pasal 7,
Budaya adiluhur yang mengedepankan
Pasal 35 dan Pasal 37 .
Mengenai kewenangan urusan di bidang
dilestarikan. Namun dak dapat dipungkiri
pertanahan dalam draf RUU Keis mewaan
bahwa budaya tersebut seakan bertentangan
DIY yang diajukan oleh pemerintah, diatur
dengan prinsip hukum nasional, yaitu UUPA
dalam Pasal 7 ayat (2) d
dan
rakyat
Undang-Undang
tersebut
ing
wajib
kesejahteraan
Kewarganegaraan.
“Kewenangan dalam urusan is mewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pertanahan dan penataan ruang”.
Banyak kalangan terutama jajaran pemerintah
ind
pusat berharap bahwa, budaya adiluhur tersebut dapat dirasionalisasikan sesuai
Sedangkan dalam penjelasan Pasal
nasionalis. Dengan dasar nasionalisme saat
itu disebutkan bahwa kewenangan dalam
ini keis mewaan DIY diusulkan untuk diatur
urusan pertanahan dan penataan ruang
dalam suatu undang-undang.
melipu
lR ec hts V
dengan nilai-nilai modernitas dan berjiwa
kewenangan
untuk
mengatur
Diskusi yang berkembang dalam pem-
dan mengurus kepemilikan, penguasaan
bicaraan konsep keis mewaan Yogyakarta,
dan pengelolaan Sultanaat Grond dan
terdapat
Pakualamanaat Grond. Khusus di bidang
ga hal pen ng yang mengisi
keis mewaan Yogyakarta, yaitu:
pertanahan, Sultan dan Pakualam sebagai
1.
bidang pemerintahan;
Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama
2.
bidang pertanahan,
berwenang memberikan arahan umum
3.
bidang kebudayaan.
kebijakan, per mbangan, persetujuan dan veto terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan DPRD dan Gubernur dan/
hingga akhir tahun 2011 masih masuk dalam
atau Peraturan Daerah yang berlaku yang
da ar inventaris masalah (DIM) yang belum
mengatur masalah pertanahan.
na
Khusus mengenai urusan pertanahan,
berdasarkan
Pola yang diusung dalam draf RUU
draf Rancangan Undang-Undang tentang
Keis mewaan DIY menempatkan Sultan dan
Keis mewaan Provinsi Daerah Is mewa
Paku Alam sebagai Gubernur Utama dan Wakil
pembahasannya,
Jur
disepaka
2
56
http://www.kotajogja.com/, diakses tanggal 5 Januari 2012.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Dalam hubungannya dengan urusan
Gubernur Utama yang mempunyai fungsi
pertanahan,
pengayom
masyarakat.
dapat dilihat bahwa hak veto yang diberikan
Sedangkan dalam hal penyelenggaraan
kepada Sultan dan Paku Alam terutama
pemerintahan dilaksanakan oleh Gubernur,
dalam urusan pertanahan di Yogyakarta
selaku Kepala Daerah. Hal tersebut tentunya
lebih kepada persetujuan atau penolakan
akan
ke ka
saja terhadap rancangan Peraturan Daerah
nan nya Kepala Daerah (Gubernur) dan
Is mewa yang diajukan DPRD dan Gubernur
Wakil Kepala Daerah (Wakil Gubernur)
dan/atau Peraturan Daerah yang berlaku
bukan Sultan atau Paku Alam yang sedang
dan bukan merupakan hak mengatur dan
jumeneng atau bertahta, dimanakah letak
semacam hak memiliki atas tanah. Sultan
keis mewaan Yogyakarta.
dan Paku Alam dak memiliki hak tunggal
pemersatu
menimbulkan
Sebab
salah
pertanyaan,
satu
keis mewaan
uraian
diatas
ing
dan
berdasarkan
BP HN
sebagai simbol, pelindung, penjaga budaya,
yang kuat dalam pengaturan peruntukan tanah seper
dipimpin oleh Sultan yang sedang Jumeneng
banyak perubahan terutama terkait masalah
atau bertahta saat itu dalam rangka menjaga
pertanahan di Yogyakarta ke ka nan nya
norma-norma dasar yang diwariskan secara
RUU Keis mewaan DIY menjadi undang-
turun temurun.
undang. Hal inilah yang akan dibahas dalam
lR ec hts V
ind
Yogyakarta adalah kepala daerahnya yang
Menyikapi
kekhawa ran
tersebut
sebelumnya. Akan terjadi
penulisan ini.
pemerintah pusat memberikan semacam hak veto sebagaimana diatur dalam draf
C. Permasalahan
Penjelasan Pasal 7 RUU Keis mewaan DIY
Dari uraian di atas, dirumuskan perma-
bagi Sultan ataupun Paku Alam. Apabila
salahan sebagai berikut:
melihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
1.
3
Bagaimana sejarah keis mewaan urusan
(online) , kata veto merupakan kata benda
pertanahan di Kasultanan dan Paku
yang mempunyai ar
Alaman Yogyakarta?
hak kons tusional
penguasa atau pemegang pemerintahan
Bagaimana
urusan
untuk mencegah, menyatakan, menolak, atau
Yogyakarta
dalam
membatalkan keputusan. Hak veto biasanya
Keis mewaan DIY?
na
melekat pada salah satu lembaga
2.
pertanahan menyikapi
di RUU
nggi
negara merupakan suara tunggal is mewa untuk dalam pengambilan keputusan yang
Jur
memiliki efek menghambat atau meniadakan keputusan mayoritas.
3
http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, diakses tanggal 5 Januari 2012.
57
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
tanah di wilayah barat Kerajaan Mataram dan
Penulisan ini didasarkan pada peneli an hukum norma f.4 Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari buku kepustakaan, ar kel, serta peraturan perundangan yang berkaitan dengan masalah
hal ini tetap harus hidup dalam kesadaran hukum
BP HN
D. Metode PeneliƟan
masyarakat.7
Konsekuensi
dari
diberlakukannya asas domein tersebut maka rakyat
dak mempunyai hak eigendom.
Penguasaan tanah oleh rakyat melalui hak anggaduh (menggarap) dengan kewajiban
pertanahan di Yogyakarta.
menyerahkan separo atau seper ga hasil tanahnya jika merupakan tanah pertanian
1. Sejarah KeisƟmewaan Urusan Pertanahan di Kasultanan dan Paku Alaman Yogyakarta
mereka dibebani kerja tanpa upah untuk kepen ngan Raja.8
Berdasarkan kewenangannya sebagai
pemilik dan penguasa tanah mutlak atau
ind
Sejarah penguasaan dan pemilikan tanah
dan apabila berupa tanah pekarangan, maka
ing
E. Pembahasan
oleh raja atau Sultan Yogyakarta dan Paku
Alam merupakan pelaksanaan kesepakatan dari perjanjian Giyan . Perjanjian yang 13
Februari
1755
membagi
Kerajaan
Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta
(Susuhunan)
atau menetapkan hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh rakyatnya, yaitu melipu : a.
Hak anggaduh;
b.
Hak angganggo (memakai) turun–
hts V
dilaksanakan di daerah Giyan pada tanggal
pemegang domein. Sultan telah menentukan
dan
Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat (Kasultanan).5 Pada masa kekuasaan Inggris, oleh Letnan
Re c
Gubernur Thomas Stamford Raffles, wilayah Kasultanan Yogyakarta disempitkan lagi pada
temurun;
c.
Hak andarbeni (memiliki);
d.
Hak pungut hasil;
e.
Hak didahulukan;
f.
Hak blengket.
tahun 1813 menjadi wilayah Kasultanan dan wilayah Pakualaman.6 Hasil perjanjian Giyan menyatakan bahwa Sultan Hamengku
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Gra indo Persada, 2003), hal. 14. Moedjanto, G., Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), hal.13. Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1981), hal. 18. KPH Notoyudo dalam Umar Kusumoharyono, Eksistensi Tanah Kasultanan (Sultan Ground) Yogyakarta setelah berlakunya UU No. 5 / 1960, Yustisia Edisi Nomor 68, Mei - Agustus 2006, hal. 2. Boedi Harsono, Undang – Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan Isi dan Pelaksanaannya, (Djakarta: Djambatan, 1968), hal. 56.
Jur
4
na l
Buwono mempunyai hak milik (domein) atas
5 6 7
8
58
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Pengaturan tersebut berlaku di seluruh
mempengaruhi hak ulayat persekutuan, tetapi juga perorangan, sehingga hak milik berubah
domeinverklaring tersebut ini merupakan
menjadi hak mengelola tanah atau hak
pernyataan sepihak dari Sultan. Seper yang
memungut hasil saja. Kekuasaan menguatkan
termuat dalam Pasal 1 Rijksblaad Kasultanan
paham milik raja (vorstendomein) dan hak
No. 16 tahun 1918 :
milik raja (vorsteneigendomsrecht) karena
Yogyakarta.
menurut adat raja adalah segala-galanya.
“Sakabehing bumi kang ora ana tandha yek ne kadarben ing liyan, mawa wenang eigendom, dadi bumi kagungane Kraton Ingsun Ngayogyakarta. “
Semuanya adalah untuk raja dan kepunyaan raja. Dalam
(Seluruh tanah yang dak ada tanda bukyang dimiliki seper eigendom menjadi milik keraton Yogyakarta).
yang
terkesan
dan menjunjung raja mereka. Sebab dalam
menge-
depankan feodalisme tersebut menggeli k untuk memunculkan pertanyaan apakah perbuatan
tersebut
bukan
merupakan
ndakan sewenang-wenang. Berangkat dari
kenyataannya rakyat tetap menganggap dirinya sebagai pemilik hak atas tanah mereka, hal itu terbuk dengan terus berlangsungnya kegiatan seper
percaya bahwa sultan atau raja adalah
seorang suci. Rakyat merasa bangga jika miliknya diperlukan oleh raja, pemimpin
mereka yang suci.9 Hal tersebut berlaku juga
Re c
dalam sejarah Kasultanan Yogyakarta. beberapa
perbuatan
raja
yang pada masa sekarang ini menurut kita merupakan
ndakan
sewenang-wenang.
Namun selama tekanan tersebut dak berat
jual beli, sewa menyewa,
gadai dan sebagainya yang dilakukan oleh rakyat di tanah mereka. Raja pun
hts V
pemahaman pada masa tersebut, rakyat
Terdapat
pemahaman
tersebut hanya ditujukan untuk menghorma
ind
Pernyataan
pelaksanaannya
ing
Kasultanan
BP HN
Asas
wilayah
dak
menganggap dirinya sebagai pemilik tanah dalam ar yang luas. Yang diminta dari rakyat hanyalah penyetoran sebagian dari hasil bumi atas tanah mereka dan raja hanya mengatur segala urusan pertanahan di wilayahnya.10 Terdapat
pengaturan
beberapa pertanahan
pembabakan di
Yogyakarta,
menurut kronologi sejarah yang in nya adalah sebagai berikut11: Periode pertama, berlangsung hingga tahun
hukum adat. Kekuasaan raja
1918, yakni saat dimulainya reorganisasi
dak hanya
Jur
na l
bagi rakyat perbuatan tersebut menjadi suatu
9
10 11
B. Ter Haar, Asas-asas Dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan oleh K. ng. Soebakti Poesponot, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), hal. 78. Erman Rajagukguk, Pemahaman Rakyat tentang Hak atas Tanah, Prisma, Jakarta, 1979, hal. 4. http://triwidodowutomo.blogspot.com/2010/05/hukum-pertanahan-di-yogyakarta-sebelum.html. diakses tanggal 4 Februari 2011.
59
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 Pasal 3
ini berlaku asas bahwa tanah adalah milik
(1) Sakabehe bumi kang wus kapranata maneh kang wus terang dienggo uwong cilik dienggoni utawa diolah ajeg utawa nganggo bera pangolahe, kadidene kang kasebut ing register kelurahan, iku padha diparingake marang kalurahan anyar mawa wewenang panggadhuh cara Jawa, dene bumi kang diparingake marang siji-sijine kalurahan mau, bumi kang kalebu ing wewengkone kalurahan miturut register kalurahan.
raja; sebagian diantaranya diberikan kepada kerabat dan pejabat keraton sebagai tanah lungguh, sedang rakyat hanya mempunyai wewenang anggadhuh (meminjam). Dalam hal ini rakyat dak memiliki hak hukum atas sebidang tanah, tetapi hanya sekedar menggarapnya. Oleh karenanya zaman ini
BP HN
keagrariaan. Pada masa kabekelan/apanage
(Semua tanah yang terletak dalam wilayah yang telah diorganisir yang nyata-nyata dipakai rakyat, baik yang ditempa maupun yang diolah secara tetap atau dak tetap sebagaimana tercatat dalam register kalurahan, diberikan kepada kalurahan baru tersebut dengan hak anggadhuh / inlandsbezitsrecht. Ada pun tanah yang diberikan kepada masing-masing kalurahan itu adalah tanah yang termasuk dalam register kalurahan).
ing
merupakan zaman penderitaan bagi rakyat kecil, dimana selain diharuskan menyerahkan sebagian hasil tanamnya, rakyat masih diwajibkan bekerja di perusahaan-perusahaan
ind
pertanian.
Periode kedua, ditandai dengan dilaksana-
kannya perubahan dalam sistem pemilikan
tanah tahun 1918 hingga tahun 1950-an. Pa-
Pasal 4
sebagian terbesar dari tanah yang termasuk
Kejaba wewenange penggadhuh tumrap bumi lungguhe lurah sarta perabot kelurahan tuwin bumi kang diparingake minangka dadi pensiune (pengarem-arem) para bekel kang dilereni, iku wenang penggadhuh kang kasebut ing bab 3 diparingake marang kalurahan mawa anglestareake wewenange kang padha nganggo bumi ing nalika tumindake pembangune pranatan anyar, wewenange nganggo bumi kang dienggo nalika iku, ditetepake
lR ec hts V
da masa ini raja melepaskan hak-haknya atas
wilayahnya, yang kemudian menjadi hak milik pribumi anggota masyarakat desa, dan diadakannya pembagian baru dari persilpersil tanah untuk penduduk desa.12
Peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang
proses
perubahan
sistem pemilikan tanah ini adalah Rijksblad
Kasultanan 1918 No. 16 tanggal 8 Agustus
1918, yang beberapa pasalnya berbunyi
Jur
na
sebagai berikut:
12
60
Ibid.
turun temurun, sarta siji-sijine kalurahan sepira kang dadi wajibe dhewe-dhewe, dipasrahi amranata dhewe ngatase angliyaake bumi sajerone sawetara lawase sarta angliyerake wewenange nganggo bumi mau, semono iku mawa angelingi pepacak kang wis utawa kang bakal ingsun dhawuhake, utawa kang panin¬dake terang dhawuhingsung.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 (Selain untuk keperluan dimaksud pasal 5, Pemerintah dak akan menarik kembali tanahtanah yang dipergunakan oleh penduduk, apabila dak untuk kepen ngan umum dan dengan gan rugi yang ditetapkan oleh Pa h Kerajaan dengan persetujuan Residen di Yogyakarta dan telah mendengar pendapat komisi taksir. Pelaksanaan hal ini akan diatur kemudian dengan peraturan Pa h Kerajaan).
Pasal 5
dengan ketentuan diatas.
Mengenai proses perubahan pertanahan
ing
di wilayah Paku Alaman diatur dalam Rijksblad Paku Alaman 1918 No. 18 tanggal 17 Agustus 1918 yang isinya sama atau hampir sama Periode akhir periode kedua ini
ind
(1) ing samangsa-mangsa ingsung kena mundhut kondur bumi sawatara bageyan kang padha diparingake marang kalurahan mawa wewenang penggadhuh, menawa bumi mau bakal diparingake marang kabudidayan tetanen iku bakal ingsun paringi wewenang ing atase bumi mau miturut pranatan bab pamajege bumi, mungguh laku-lakune kang kasebut ing ndhuwur iki bakal kapranatan kamot ing pranatan.
BP HN
(Kecuali hak anggadhuh atas tanah lungguh lurah dan perabot kelurahan serta tanah yang diberikan sebagai tanah pensiun para bekel (pamong desa) yang diberhen kan, hak anggadhuh / inlandsbezitsrecht yang tersebut pada pasal 3 diberikan kepada kelurahan dengan melestarikan hak para pemakai tanah pada saat berlakunya reorganisasi, hak pakai itu ditetapkan turun temurun (erfelijk gebruiksrecht), dan kelurahan diserahi mengatur sendiri mengenai ‘angliyaake’ tanah untuk sementara waktu ( jdelijke voorveending) dan ‘angliyer-ake’ hak pakai tanah (overdracht van dat gebruiksrecht), dengan mengingat peraturan yang sudah atau akan ditetapkan kemudian.
bisa
dipas kan
waktunya,
dak
disebabkan
karena sekitar tahun 1950-an terjadi banyak peris wa pen ng yang berkaitan dengan
lR ec hts V
bidang agraria seper dihapuskannya pajak kepala tahun 1946, digan kannya pajak tanah dengan pajak pendapatan tahun 1951, dan diberikannya hak milik perseorangan
(Sewaktu-waktu hak anggadhuh / inlandsbezitsrecht yang diberikan kepada kalurahan dapat ditarik kembali jika tanah itu diperlukan untuk perusahaan pertanian / landbouw onderneming menurut aturan penyewaan tanah/grondhuur reglement). Pasal 6
Jur
na
Kejaba tumrap lelakon kang kasebut ing bab 5, ingsun ora bakal mundhut bumikang dianggo uwong cilik kang katemtoake ing bab 3, menawa ora tumrap kaperluane ngakeh, semono iku mawa amaringi karugian kang nam¬toake dening Pepa hingsun, sabiyantu kalayan Kanjeng Tuan Residen ing Ngayogyakarta, sawuse karembug dening kumisi juru taksir, dene panindake kang bakal namtoake ing tembe kamot ing layange undang-undang Pepa hingsun.
turun-temurun tahun 1954. Periode
ke ga,
berlangsung
sejak
tahun 1950-an, hingga tahun 1984 yakni saat
diberlakukannya
Undang-Undang
No. 5 Tahun 1960 secara penuh di Daerah Is mewa Yogyakarta. Pada periode ini berlaku ketentuan bahwa semua tanah yang dak dapat dibuk kan secara hak oleh pihak
lain adalah domain Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman. Keraton memberikan hak anggadoh ke kelurahan. Keraton memberikan hak anggadoh turun temurun kepada rakyat yang nyata-nyata dipergunakan rakyat dan
61
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
(ser fikat/surat yang dikeluarkan Keraton) ,
Tanah di ap- ap kelurahan.13
jadi para sentono ini termasuk kerabat.
BP HN
mulai saat ini muncul Buku Administrasi Pada periode ini, urusan pertanahan
Kedua, tanah Keraton yang digunakan
merupakan urusan rumah tangga Daerah
untuk keperluan eksistensi Keraton yaitu
Is mewa
mungkin Keprabon yang di dalam Rancangan
Yogyakarta.
Yogyakarta
memberi
Daerah hak
Is mewa
milik
turun
Undang-Undang sudah ada defenisinya.
Ke ga, tanah Keraton yang dipakai
temurun atas bidang tanah pada Warga Negara Indonesia. Tanda sah hak milik tanah
sebagai rumah jabatan.
Keempat, tanah Keraton yang dipakai
model D, E, dan da ar atau register leter C.
oleh pihak lain yaitu instansi pemerintah
Sedangkan tanah sah hak milik di Yogyakarta
atau lembaga badan hukum swasta maupun
yang berada di dalam wilayah sultan adalah
perorangan, baik dengan perjanjian maupun
pe kan register bawenang andarbabumi
hanya ijin saja.
ing
di Yogyakarta, diluar tanah sultan adalah
Jadi selama ini eksis ngnya apabila
ind
miras layang kurat pe kan soko yatno
misalnya kalau pihak ke ga itu mengadakan
pustoko.
milik
keinginan untuk itu biasanya dari pihak
IX)
Keraton maupun Pakualaman ada kerja sama
pernah menyatakan bahwa siapa saja baik
dengan bupa daerah setempat, dan secara
perorangan maupun badan hukum dapat
operasional bupa ini yang akan mengatur
memanfaatkan dan menggunakan tanah
dengan pihak ke ga. Tetapi ada juga yang
keraton tersebut asalkan jelas peruntukannya
langsung yaitu dengan perjanjian. Kalau
dan melaporkan ke lembaga yang berwenang
dengan masyarakat yaitu hanya ijin saja, yaitu
menangani. Sebab bagi Sultan yang pen ng
dengan cara magersari.
Dalam
Sultan
tanah
(Hamengkubuwono
lR ec hts V
keraton,
penggunaan
adalah adanya pengakuan bahwa tanah tersebut adalah tanah Keraton.
Sedangkan penggunaan tanah Sultan Ground dan Pakualaman Ground dapat 14
digolongkan menjadi :
Satu, tanah Keraton yang sudah diberikan
Jur
na
kepada para sentono dengan kekacingan
13
14
62
Kelima, tanah Keraton yang masih
digarap oleh masyarakat, dak ada bangunan,
baik dengan ijin maupun
dak. Termasuk
yang di Pasir Besi yang di arah Kulon Progo ini dengan tanah Paku Alam Ground, kemudian kalau di Yogya umumnya, selain di Kulon Progo tersebar adalah Sultan Ground.
Risalah Rapat Panitia Kerja Komisi II DPR RI, Tentang Rancangan Undang-Undang Tentang Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin,10 Oktober 2011, hal. 3 Ibid. hal. 6
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Pakulaman untuk kepemilikan tanah bagi
masih kosong sama sekali dan belum dikuasai
WNI non pribumi yang masih berlaku hingga
oleh pihak lain.
sekarang. Berdasarkan Rijksblad Kasultanan
BP HN
Keenam, tanah-tanah keraton yang
kedudukan
1918 nomor 16 juncto 1925 nomor 23, serta
tanah dan fungsinya masing-masing yakni
Rijksblad Paku Alaman 1918 nomor 18 juncto
dapat dibagi menjadi15:
1925 nomor 25, Pasal 6 ayat (1) :
Sedangkan
berdasarkan
I.
Tanah yang dipakai Sultan Sendiri;
II.
Tanah yang diberikan Sultan kepada
”adol utawa angliyerake wewenang andarbeni utawa nganggo bumi … marang wong kang dudu bangsa Jawa lan maneh nyewaake utawa nggaduhake bumi gawe marang wong kang dudu bangsa Jawa, … kalarangan”.
Pemerintah Hindia Belanda untuk kantor,
ing
gedung; III. Tanah yang diberikan kepada orang asing
(Menjual atau memindahkan hak milik atau hak pakai atas tanah … kepada yang bukan bangsa Jawa (baca: bangsa Indonesia) dan juga menyewakan atau menggaduhkan tanah kepada bukan bangsa Jawa (baca: bangsa Indonesia) … dilarang).
(WNA): hak Eigendom, Opstal; golongan abdi dalem; V.
ind
IV. Tanah Golongan diberikan menurut Tanah Kasentanan diberikan kepada keluarga/ kerabat Raja;
VI. Tanah pekarangan Bupa , untuk pegawai
Hak milik atas tanah
VII. Tanah Kebonan dan pekarangan di luar
pusat pemerintahan diberikan ke Pa h (Rijkbestuurder);
VIII. Pekarangan penduduk di luar tanahtanah I-VII;
IX. Sawah Mahosan yang dikerjakan dan
dipelihara Bekel dengan membayar pajak (Pajeg/Paos); Kembali
kepada
dengan per mbangan melindungi warga
pribumi yang secara ekonomis tergolong lemah. Dapat dirasakan disini bahwa Sultan
Yogyakarta
sangat
peduli
dan
selalu
mengutamakan keberpihakan terhadap nasib rakyatnya. Bagi Sultan, rakyat merupakan bagian yang secara langsung mengokohkan
kekuasaan
Sultan,
selain mempunyai hak milik atas tanah di
wilayahnya secara utuh pada masa tersebut,
na
dak diberikan
kepada warga negara Indonesia non-pribumi
lR ec hts V
dengan perkampungan di sekelilingnya;
terdapat prinsip lain yang unik dalam urusan
gaimana prinsip manunggaling kawula gus (bersatunya rakyat dan raja) . Kebijakan Sutan dalam Rijksblad yang telah diadopsi menjadi Peraturan Kepala Daerah Is mewa Yogyakarta tersebut sebenarnya telah sesuai dan selaras
Jur
pertanahan Kasultanan Yogyakarta dan Pura
legi masi poli k kepemimpinannya seba-
15
Mochammad Tauchid., Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia, Bagian Pertama, (Djakarta: Tjakrawala, 1952), hal. 135.
63
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
daerah,
melainkan
untuk melindungi golongan masyarakat yang
pertanahan,
lemah.16 Prinsip dan kebijakan yang seakan
anggaran keis mewaan dan posisi keraton. Dalam
mengandung ke dakadilan dan diskriminasi
juga
pemerintahan,
pendidikan,
kebudayaan,
BP HN
dengan UUPA yang juga mempunyai misi
amanat
Penggabungan
diri
tersebut dapat diterima. Dalam hukum,
tersebut Sultan dan Paku Alam menyertakan
suatu pandangan bahwa ke dakadilan dan
kewenangan untuk menangani segala urusan
diskriminasi dalam kebijakan dan perlakuan
pemerintahan di daerahnya. Hak tersebut
yang
antara lain untuk mengatur pemerintahannya
dimaksudkan
untuk
melindungi
yang melipu
dan kemudian dikokohkan dalam is lah
pengangkatan dan pemberhen an pimpinan
“diskriminasi posi f (posi ve discrimina on)
daerahnya termasuk juga mengatur urusan
atau keadilan korek f (correc ve jus ce).
17
penentuan sendiri cara
ing
kepen ngan yang lemah dapat dibenarkan
pertanahannya. Berdasarkan keis mewaan tersebut, saat ini di Yogyakarta terdapat
Sultan dan Pakualam menimbulkan kesan
beberapa kelompok status tanah dengan
adanya dualisme hukum pertanahan di
sistem hukum yang berbeda pengaturannya
Yogyakarta. Namun hal tersebut merupakan
antara lain:
konsekuensi dari keis mewaan yang dimiliki
a.
ind
Masih berlangsungnya pengaturan oleh
oleh orang-orang Eropa dan Timur asing
lain di Indonesia.
yang pada tahun 1960 yang sudah di
lR ec hts V
oleh Yogyakarta dibandingkan dengan daerah
oleh
konversi menjadi salah satu hak atas
Yogyakarta berawal dari keluarnya Amanat
tanah menurut UUPA dan tunduk pada
Sri Paduka Sultan Hamengku Buwono IX
ketentuan hukum agraria nasional.
Keis mewaan
yang
dimiliki
dan Sri Paduka Paku Alam VIII pada tanggal Kasultanan
Hadiningrat
menjadi milik perorangan dan desa sejak
dan Kadipaten Pakualaman adalah daerah
tahun 1954 tunduk pada ketentuan
is mewa dan merupakan bagian dari wilayah
dalam beberapa Peraturan Daerah.
Ngayogyakarta
c.
Tanah-tanah
yang
milik
sudah
diberikan
(domein)
Sultan
Sultan Yogyakarta tetap dalam keduduk-
dan Paku Alam yang berada di bawah
annya sebagai kepala pemerintahaan yang
kewenangan Kasultanan dan pakualaman
mengendalikan semua wilayah kekuasaan
yang penguasaan dan penggunaannya
kesultanan. Keis mewaan yang dimiliki oleh
diatur berdasarkan Rijksblad Kasultanan
Sultan
dan Pakualaman.
na
64
Tanah milik (domein) Kasultanan dan Pakualaman
dak terbatas pada status kepala
Jur 17
b.
5 September 1945 yang menyatakan bahwa
Republik Indonesia.
16
Tanah bekas hak barat yang di miliki
Tri Widodo Utomo, Hukum Pertanahan Dalam Perspektif Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Navila, 1992), hal. 120. Maria Sumardjono SW, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi , Kompas , Jakarta, 2001.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
kan dualisme hukum tersebut menimbul-
untuk menyusun peraturan perundangundangan di masa mendatang.
BP HN
Perbedaan pengaturan yang menimbul-
Berdasarkan latar belakang tersebut
kan ke dakpas an hukum. Ke ka berbicara dalam konteks Negara Kesatuan Republik
regulasi
Indonesia tentunya merupakan persoalan
secara
yang serius dan harus segera diselesaikan,
keis mewaan Yogyakarta sangat diperlukan.
ke ka status keis mewaan suatu daerah
Undang-Undang tersebut pada satu sisi
dapat mengalahkan hukum nasional yang
harus memper mbangkan keis mewaan
berlaku. Hal ini juga dak bisa sepenuhnya
Yogyakarta yang sudah diakui sejak tahun
dianggap mengabaikan keberadaan keraton
1950. Dan pada sisi yang lain, harus dapat
Yogyakarta,
hukum
menyesuaikan dengan perkembangan ma-
terutama dalam hal pertanahan selaras
syarakat yang ada. Kehadiran undang-undang
juga dengan sikap nasionalisme Sultan HB
tersebut juga diharapkan akan mampu
IX ke ka menyatakan untuk bergabung
menciptakan kepas an hukum terutama
dengan NKRI. Sultan HB IX pada saat itu
dalam hal urusan pertanahan sehingga
sangat mengharapkan bahwa terjadinya
akan sangat berguna bagi Yogyakarta dalam
penggabungan Keraton Yogyakarta dengan
menyelenggarakan proses pemerintahannya
Republik Indonesia yang masih sangat muda
dari masa ke masa.
mengatur
yang
aspek-aspek
ing
kepas an
tegas
undang-undang
lR ec hts V
ind
sebab
berupa
tersebut diharapkan akan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh.
2. Realitas urusan pertanahan dalam menyikapi RUU KeisƟmewaan DIY
Dalam rangka pembangunan hukum,
Sebagaimana telah diuraikan di atas
yang merupakan proses mengakomodasi
bahwa Sultan dan Paku Alam mempunyai
dan merespon terhadap dua dunia yaitu
kewenangan
dunia cita-cita atau ide dan dunia nyata,
pertanahan di wilayahnya. Dalam RUU
jika hukum yang dibangun diharapkan daya
Keis mewaan DIY, Kewenangan urusan
jangkau berlaku ke masa yang akan datang
pertanahan diatur pada Bab
tetapi dengan
Kewenangan, dalam Pasal 7 :
dak mengabaikan kondisi18
kondisi yang ada pada saat sekarang. Maka
1)
mutlak
terhadap
urusan
IV tentang
Kewenangan Provinsi Daerah Is mewa Yogyakarta sebagai daerah otonom
masyarakat saat ini kini akan menjadi bahan
mencakup
kewenangan
dalam
Jur
na
faktor sejarah dan realita dalam kehidupan
18
Sacipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), hal.13.
65
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Keis mewaan DIY tergambar bahwa hak veto
Undang tentang Pemerintahan Daerah
yang nan nya akan diberikan untuk Sultan
dan
dan Paku Alam merupakan “senjata” mereka
urusan-urusan
is mewa
yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
dalam melaksanakan fungsi kontrol terhadap
Kewenangan dalam urusan is mewa
kebijakan dalam urusan pertanahan untuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
rakyat Yogyakarta. Namun pemberian hak
mencakup:
veto tersebut belum memecahkan rumitnya
a. penetapan
fungsi,
tugas
dan
yang nan nya
Wakil Gubernur Utama;
mekanisme pengaturan hak veto tersebut
Daerah Provinsi;
hak veto yang diberikan kepada Sultan dan
kebudayaan; dan
Pakualam ke ka nan
d. pertanahan dan penataan ruang.
Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah bukan Sultan atau Paku
Penyelenggaraan kewenangan dalam
Alam yang sedang jumeneng lebih terkait
urusan-urusan is mewa sebagaimana
pada mekanisme pengaturan, bukan tentang
dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada
hak milik atas tanah. Hak veto yang diberikan
nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan
lebih kepada sebuah kontrol terhadap
kepada rakyat.
langkah-langkah pemerintah yang dipandang
Pengaturan lebih lanjut kewenangan
bertentangan dengan atau menyimpang dari
dalam
norma-norma dasar yang dikenal dan dianut
lR ec hts V
4)
mbul antara lain pada
nan nya ke ka akan di implementasikan,
ind
c.
urusan pertanahan di Yogyakarta. Kerumitan
wewenang Gubernur Utama dan b. penetapan kelembagaan Pemerintah
3)
BP HN
Dalam naskah akademik RUU tentang
ing
2)
urusan-urusan pemerintahan Provinsi
urusan-urusan
is mewa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Perdais.
oleh masyarakat Yogyakarta. Harus diberikan batasan-batasan yang
jelas pengunaan hak veto tersebut. Bagaimana
Dalam penjelasan Pasal itu disebutkan bahwa:
Jur
na
“Kewenangan dalam urusan pertanahan dan penataan ruang melipu kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepemilikan, penguasaan dan pengelolaan Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond. Khusus di bidang pertanahan, Sultan dan Pakualam sebagai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama berwenang memberikan arahan umum kebijakan, per mbangan, persetujuan dan veto terhadap rancangan Peraturan Daerah Is mewa yang diajukan DPRD dan Gubernur dan/ atau Peraturan Daerah yang berlaku.”
66
kekuatan veto yang dimiliki oleh Sultan dan Paku Alam juga harus dipertegas. Samakah dengan kekuatan hak veto yang dimiliki oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki efek mempengaruhi bahkan merubah se ap resolusi Dewan Keamanan. Apakah Sultan dan Paku Alam boleh menggunakan hak veto dengan bebas. Sebab jika digunakan dengan bebas maka dapat menimbulkan kesewenang-wenangan.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
alasan apa saja yang dapat menjadi dasar
selebar terkembangnya payung (mung kari sak megaring songsong).
BP HN
Dan ke ka dibatasi maka alasan-
Kekhawa ran tersebut bukanlah sesuatu
itu apakah hak veto Sultan bersifat mutlak,
yang berlebihan. Sebab sebagaimana telah
ar nya langsung menggugurkan rancangan
terurai di atas dalam sejarah pengaturan
peraturan daerah yang diajukan baik oleh
tanah di Kasultanan Yogyakarta dan Pura
pemerintah daerah maupun DPRD. Sebab
Pakualaman, kewenangan Sultan dan Paku
jika hak veto tersebut bersifat mutlak maka
Alam dak hanya terbatas dalam keikutsertaan
bagaimana dengan nasib rancangan perda
atau hanya merupakan hak kons tusional
yang telah disusun apakah masih boleh
penguasa untuk mencegah, menyatakan,
diajukan kembali. Mekanisme tersebut harus
menolak, atau membatalkan keputusan saja
dipikirkan dengan matang agar nan nya
semacam hak veto. Namun juga termasuk
ing
digunakannya hak veto oleh Sultan. Selain
memiliki tanah dan mendistribusikan kepada
dak menimbulkan masalah baru.
rakyatnya untuk kesejahteraan rakyatnya.
ind
Ke ka nan nya Gubernur dan Wakil Gubernur dak dijabat oleh Sultan atau Paku
Menghilangkan suatu tradisi yang telah
Alam atau kerabat keraton sebagai akibat dari
lama hidup dalam suatu masyarakat terlebih
sistem pemilihan kepala daerah langsung.
dak pernah ada konflik di dalamnya yang
menyebabkan perpecahan tentunya
nan nya kurang memahami secara arif dan
mudah. Masyarakat sudah terlanjur nyaman
benar bagaimana relasi masyarakat dengan
dengan kondisi tersebut apalagi ke ka
tanah. Kekhawa ran bahwa akan muncul
dirasa dak merugikan diri mereka. Namun
sifat otoriter yang dengan semena-mena
dualisme pengaturan urusan pertanahan
menghapuskan dan/ atau mengambilalih
yang
hak-hak rakyat yang telah diberikan oleh
menimbulkan ke dakpas an hukum, yang
Sultan dan Paku Alam.
sebenarnya merugikan masyarakat sendiri
lR ec hts V
Dikhawa rkan kepala daerah yang terpilih
terjadi
di
Yogyakarta
dak
tentunya
Kekhawa ran terbesar adalah terjadi
terutama mereka yang telah turun temurun
ndakan melepaskan dan/atau melakukan
mendapatkan kepercayaan menggunakan
wewengkon
tanah-tanah Kasultanan dan Pura Pakulaman.
Kasultanan dan Pura Pakualaman kepada
Secara hukum nasional status mereka
investor baik domes k apalagi investor asing
terhadap tanah tersebut menjadi dak jelas
melalui produk hukum Peraturan Gubernur.
karena dak tercatat secara nasional.
aset
tanah
na
tukar-menukar
Selain Pasal 7 yang mengatur urusan
hal-hal yang di khawa rkan oleh pihak
kewenangan dibidang pertanahan. Dalam
Kasultanan dan Pura Paku Alaman bahwa
RUU Keis mewaan DIY urusan pertanahan
wewengkon keraton nan nya hanya nggal
diatur juga dalam Pasal 10 :
Jur
Sehingga cepat atau lambat akan terjadi
67
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
besarnya ditujukan untuk pengembangan
Gubernur Utama dan Wakil Gubernur
kebudayaan, kepen ngan sosial, dan
a.
kesejahteraan masyarakat.
Memberikan arah umum kebijakan dalam penetapan kelembagaan Pemerintah
Daerah
pertanahan,
Provinsi, penataan
Hukum
ruang,
Pemerintah.
dan 6)
dengan
Peraturan
Tata guna, pemanfaatan, dan pengelola-
rancangan Perdais yang telah disetujui
Grond serta penataan ruang Provinsi
bersama oleh DPRD Provinsi Daerah
Daerah Is mewa Yogyakarta diatur lebih
ing
an Sultanaat Grond dan Pakualamanaat
persetujuan
lanjut dengan Perdais.
Memberikan saran dan per mbangan
Setelah
semua
aturan
terkait
kewenangan di bidang pertanahan, pasal
yang dibuat oleh Pemerintah Daerah
selanjutnya mengatur mengenai tugas atau
Provinsi dengan pihak ke ga yang
kewajiban yang dibebankan kepada Sultan
membebani masyarakat.
dan Paku Alam untuk melakukan konsolidasi
ind
terhadap rencana perjanjian kerjasama
dan klasifikasi pertanahan sebagaimana
pertanahan diatur pada Bagian Ke ga
diatur dalam Pasal 35 huruf (c dan d):
tentang Pertanahan dalam Pasal 26 :
1)
3)
Sri Paku Alam IX masing-masing dalam
kewenangan pertanahan dan penataan
kedudukannya sebagai Sri Sultan dan Sri
ruang sebagaimana dimaksud dalam
Paku Alam memiliki tugas:
Pasal 7 ayat (2) huruf d, Kasultanan dan
-
rangka
melakukan konsolidasi dan klasifikasi
Pakualaman ditetapkan sebagai Badan
Sultanaat Grond dan Pakualamanaat
Hukum.
Grond;
Sebagai Badan Hukum, Kasultanan
-
menda arkan hasil klasifikasi dan
mempunyai hak milik atas Sultanaat
konsolidasi
Grond.
dimaksud pada huruf c kepada
Sebagai Badan Hukum, Pakualaman
Badan Pertanahan Nasional Republik
mempunyai
hak
milik
tanah
sebagaimana
Indonesia;
atas
Pakualamanaat Grond.
2)
Sri Sultan Hamengku Buwono X dan
Sebagai Badan Hukum, Kasultanan
Sri Paku Alam IX dalam kedudukannya
dan Pakualaman merupakan subyek
sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur
hukum yang berwenang mengelola dan
Provinsi Daerah Is mewa Yogyakarta
memanfaatkan Sultanaat Grond dan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
Pakualamanaat Grond dengan sebesar-
huruf (e) mempunyai tugas menyiapkan
Jur
4)
Sri Sultan Hamengku Buwono X dan
penyelenggaraan
Dalam
na
2)
lR ec hts V
Pasal yang secara utuh mengatur masalah
1)
68
diatur
terhadap
Memberikan
Is mewa Yogyakarta dan Gubernur; c.
Ketentuan lebih lanjut tentang Badan
kebudayaan,
penganggaran; b.
5)
BP HN
Utama berwenang:
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
dengan dengan pelaksanaan teknisnya nan
dan pemanfaatan Sultanaat Grond dan
dilapangan, sebab nan nya ada perbedaan
Pakualamanaat Grond, serta penataan
antara Sultanaat Ground, Pakualamanaat
ruang
Ground, tanah milik Pemerintah Daerah DIY
Provinsi
Daerah
Is mewa
BP HN
kerangka umum kebijakan pengelolaan
dan milik rakyat DIY, dan juga tanah milik
Yogyakarta;
masing-masing ahli waris dari Sultan dan Berbagai pasal yang terdapat dalam RUU
Pakualaman.
Selain status pertanahan dalam RUU
kepas an hukum. Salah satunya sebagaimana
ini juga belum dipaparkan secara rinci
telah diuraikan diatas, terkait hak veto dalam
mengenai hak atas tanahnya. Dalam hal ini
rangka pelaksanaan kewenangan Sultan dan
termasuk juga kedudukan Sultan sebagai
Paku Alam.
pihak yang mempunyai hak is mewa dalam
ing
Keis mewaan DIY masih belum memberikan
bidang pertanahan di Yogyakarta. Diperlukan
kepas an hukum adalah kedudukan Sultan
suatu rumusan yang komprehensif tentang
dan Paku Alam dalam urusan pertanahan,
pengaturan hak atas tanah yang dimiliki oleh
juga
dak ditegaskan urusan pertanahan
Sultan. Harus dibedakan dengan sedemikian
yang mana yang menjadi keis mewaan
rupa mana hak-hak yang seharusnya menjadi
Sultan dan Paku Alam. Sebab seper telah
hak pemerintah, dan mana yang seharusnya
lR ec hts V
ind
Hal lain yang terkesan belum memberikan
diurai diatas, bahwa tanah di Yogyakarta
menjadi
bermacam-macam jenis dan golongannya.
keis mewaan Yogyakarta menjadi hak dari
Sehingga menimbulkan pertanyaan apakah
Sultan dan Pakualam.
yang
memang
karena
pertanahan yang diatur terutama dalam
Dalam rangka memberikan kepas an
Pasal 10 apakah sama dengan Pasal 7 ataukah
hukum terhadap keraton telah banyak
dengan pertanahan sebagaimana diatur
dilakukan berbagai macam diskusi maupun
dalam Pasal 26 RUU Keis mewaan ini.
sarasehan. Salah satu bentuk pemberian
Pertanahan dalam Pasal 7 dan Pasal 10 dak dijelaskan dengan lebih rinci, berbeda
dengan pertanahan yang ada dalam Pasal 26
di sebutkan dengan lebih rinci yaitu Sultanaat
hak atas tanah kepada Kasultanan dan Pakualaman19:
•
Hak Pengelolaan (HPL) bagi Kasultanan dan paku alaman. HPL merupakan bentuk khusus dari
dikhawa rkan akan menimbulkan penafsiran
Hak Menguasai Negara (HMN), sebab HPL
yang berbeda-beda tentang pertanahan
mempunyai kewenangan yang bersifat
tersebut. Kondisi ini akan menyulitkan terkait
publik disamping juga kewenangan yang
na
Ground dan Paku Alamanaat Ground. Hal ini
Jur 19
hak
Nurhasan Ismail, Sistem Pertanahan di DIY dalam Kerangka keistimewaan, Makalah Seminar yang diselenggarakan PARWI FOUNDATION, 26 April 2003, Novotel, hal. 9.
69
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
bersifat perdata terbatas. Dengan HPL,
kepada rakyat yang menguasainya,
maka Kasultanan dan Pura Pakualaman
sehingga HPL-nya
dapat melakukan kewenangan antara
sisi lain rakyat yang menguasai dan
lain :
menggunakan tanah-tanah milik
budaya dan ekonomi dengan tetap
BP HN
dak hilang. Di
mengedepankan serta berpijak pada
Berdasarkan hukum yang berlaku,
Kasultanan dan Pura Pakualaman
dan penggunaan tanah-tanah yang
juga semakin diperkuat status hak
dimiliki untuk berbagai kepen ngan
nya sehingga secara yuridis dan
dan kegiatan yang bersifat sosial,
ekonomis lebih duntungkan.
rencana
ing
peruntukan
1) Menyusun
HPL hanya dapat diberikan kepada
prinsip “Tahta untuk rakyat”. 2) Menggunakan
sendiri
instansi pemerintah dan Badan Usaha
tanah-
Milik Negara/Daerah (BUMN/D) sehingga
tanah yang diperuntukkan bagi
perlu penegasan dan penentuan sikap
ind
kepen ngan yang terkait langsung dengan simbol-simbol dan eksistensi
baik dari negara dan Pihak Kasultanan
lembaga
dan Pura Pakulaman, karena hingga saat
Kasultanan
dan
Pura
ini status mereka belum jelas apakah
Pakualaman.
lR ec hts V
3) Sedangkan untuk tanah-tanah yang saat ini digunakan oleh rakyat baik
merupakan badan hukum publik atau badan hukum privat.
untuk tempat nggal maupun untuk
kegiatan usaha, sejalan dengan
prinsip Tahta untuk Rakyat, maka
Pemberian Hak Milik (HM) Hak milik adalah hak atas tanah
tetap diserahkan
yang hanya mengandung kewenangan-
kepada rakyat yang bersangkutan
kewenangan yang bersifat keperdataan
sesuai dengan rencana peruntukan
saja. Dengan HM pihak Kasultanan
dan penggunaan tanah sebagaimana
dan Pura Pakualaman masih dapat
telah disusun dalam perjanjian awal
melaksanakan prinsip “Tahta Untuk
penggunaan tanah milik Kasultanan
Rakyat” melalui pemberian HGB atau
dan
Hak Pakai diatas tanah HM kepada warga
pengurusannya
Pura
pakualaman.
hukumnya,
na
kepas an
Untuk
terhadap
masyarakat
yang
sudah
menguasai
tanah-tanah ini pihak kasultanan
dan menggunakan. HM hanya dapat
dan
dapat
diberikan kepada orang perseorangan
merekomendasikan kepada Badan
yang berstatus Warga Negara Indonesia
Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi
Tunggal, sehingga badan hukum baik
Yogyakarta untuk memberikan Hak
privat maupun publik pada prinsipnya
Guna Bangunan atau Hak Pakai
dak dapat mempunyai HM, kecuali
Jur 70
•
Pura
Pakulaman
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
ini akan memberikan kepas an hukum
hingga Kasultanan dan Pura Pakualaman
dalam urusan pertanahan.
BP HN
ditunjuk langsung oleh pemerintah. Sedimungkinkan menjadi badan hukum
Manfaat langsung yang dirasakan
dengan HM, asalkan mereka membentuk
oleh rakyat Yogyakarta terhadap tanah
badan hukum privat seper Yayasan atau
yang
berdasarkan penetapan dari dengan
berstatus magersari namun tercatat
Perda sebagai badan hukum publik.
dalam sistem hukum nasional. Kondisi ini
mereka
tempa ,
walaupun
tentunya menguntungan juga bagi rakyat
pun yang nan nya diterapkan dan
Yogyakarta yang hidup dalam koridor
dipilih, diharapkan mampu memberikan
hukum NKRI.
kepas an hukum urusan pertanahan di Yogyakarta. Pengaturan tersebut pen ng dalam rangka penataan dan pengelolaan
F. Penutup
1) Kesimpulan
ind
kepemilikan aset dan tanah Kasultanan dan Pakualaman. Langkah yang adalah
dak kalah pen ng
pendataan
oleh
Badan
lR ec hts V
Pertanahan Nasional (BPN) mengenai tanah-tanah di Yogyakarta berdasarkan penggolongannya.
Agar
nan nya
dalam RUU Keis mewaan DIY ini dapat dilampirkandatapertanahandiYogyakarta
secara lebih terperinci antara Sultanaat
Ground, Pakualamanaat Ground, tanah milik pemerintah DIY,tanah milik rakyat.
Menanggapi kekhawa ran masya-
rakat Yogyakarta dengan munculnya RUU Keis mewaan DIY yang ditakutkan akan mengganggu atau mengambil tanah
na
milik Keraton yang telah lama mereka kelola, baik sebagai tempat
nggal,
tanah garapan, untuk sekolahan, tempat
Jur
ibadah dan lain sebagainya. Ada baiknya kekhawa ran
tersebut
ing
Pengaturan status tanah mana
dihilangkan,
karena apabila digarap dan dirumuskan dengan serius, RUU Keis mewaan DIY
a. Sejarah
penguasaan dan pemi-
likan tanah oleh raja atau Sultan Yogyakarta
dan
Paku
alam
merupakan
pelaksanaan
kese-
pakatan dari perjanjian Giyan . Perjanjian yang dilaksanakan di daerah Giyan
pada
tanggal 13
Februari 1755 membagi Kerajaan Mataram
menjadi
dua,
yaitu
Kasunanan Surakarta (Susuhunan) dan
Kasultanan
Hadiningrat
Ngayogyakarta
(Kasultanan).
Pada
masa kekuasaan Inggris, oleh Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles, wilayah
Kasultanan
Yogyakarta
disempitkan lagi pada tahun 1813 menjadi wilayah Kasultanan dan wilayah Pakualaman. Hasil perjanjian Giyan
menyatakan bahwa Sultan
Hamengku
Buwono
mempunyai
hak milik (domein) atas tanah di wilayah barat Kerajaan Mataram dan hal ini tetap harus hidup dalam
71
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
hak untuk mengatur dan mengurus
sih berlangsungnya pengaturan oleh
pertanahan secara mandiri. Urusan
Sultan dan Pakualam menimbulkan
pertanahan pada masa Kasultanan
kesan adanya dualisme hukum
diatur sendiri oleh Sultan dibantu
pertanahan di Yogyakarta. Namun
abdi dalemnya yang disebut Pani
hal tersebut merupakan konse-
Kismo.
kuensi dari keis mewaan yang
yang dikeluarkan oleh lembaga
dimiliki oleh Yogyakarta diban-
Kasultanan
dingkan dengan daerah lain di
Sultan dan Pakualam berkuasa
Indonesia.
penuh dan mutlak atas tanah yang
yang
dimiliki oleh Yogyakarta berawal dari keluarnya Amanat Sri Paduka Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri
dan
di
Paku
wilayahnya.
mempunyai menyusun
Risjkblad
Kasultanan
kewenangan
rencana
Alaman
untuk
peruntukan
dan penggunaan tanah-tanah yang
5 September 1945 yang menyatakan
dipunyai untuk berbagai kepen ngan
bahwa Kasultanan Ngayogyakarta
dan kegiatan yang bersifat sosial,
Hadiningrat
budaya dan ekonomi. Kasultanan
dan
Kadipaten
dan
wa dan merupakan bagian dari
untuk menggunakan sendiri tanah-
wilayah Republik Indonesia. Dalam
tanah yang diperuntukkan bagi
amanat Penggabungan diri tersebut
kepen ngan mereka terutama yang
Sultan dan Paku Alam menyertakan
terkait langsung dengan simbol dan
kewenangan
eksistensinya. Seiring perjalanan
lR ec hts V
Pakualaman adalah daerah is me-
untuk
menangani
Paku
Alaman
waktu
daerahnya.
Yogyakarta semakin kabur karena
mempunyai
dak
sistem
ternyata
berwenang
segala urusan pemerintahan di b. Yogyakarta
sinergis
dengan
Sebagian
UUPA
akan adanya undang-undang baru
atau mengiku hukum pertanahan
yang melindungi dan mengatur
nasional yang berlaku dan beberapa
keis mewaan Yogyakarta mutlak
wilayah masih diatur oleh Rijksblad
dibutuhkan.
Urusan
Kasultanan dan Rijksblad Paku
dalam dra
RUU Keis mewaan
Alaman.Kondisi ini sebagai akibat
DIY diatur dalam Pasal 7 ayat (2)
dari
d
na
dengan
pemberian
status
daerah
“Kewenangan
ada.
hukum
nasional
diatur
yang
keis mewaan
pengelolaan tanah yang khusus.
Jur 72
ada
ind
Paduka Paku Alam VIII pada tanggal
Berdasarkan
ing
Keis mewaan
BP HN
kesadaran hukum masyarakat. Ma-
Kebutuhan
pertanahan
dalam
urusan
is mewa di Yogyakarta. Dimana salah
is mewa sebagaimana dimaksud
satu bentuk keis mewaan adalah
pada ayat (1) mencakup pertanahan
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
ruang”.
Dalam
2) Saran
penjelasan Pasal itu disebutkan bahwa
kewenangan
dalam
urusan pertanahan dan penataan ruang
melipu
kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepemilikan,
penguasaan
dan
pengelolaan Sultanaat Grond dan Pakualamanaat di
bidang
Grond.
Khusus
pertanahan,
Sultan
dan Pakualam sebagai Gubernur utama dan Wakil Gubernur utama berwenang memberikan arahan
Perlu kajian lebih mendalam serta sosialisasi yang lebih luas atas RUU Keis mewaan DIY, terutama terkait pengaturan pertanahan agar
dak
menimbulkan masalah atau polemik baru, khususnya dalam urusan pertanahan harus diatur dengan cermat sehingga nan nya
dak memunculkan masalah
baru yang berpotensi menimbulkan perpecahan
di
kalangan
internal
masyarakat yogyakarta serta selaras dengan sistem hukum nasional.
ind
umum kebijakan, per mbangan,
BP HN
penataan
ing
dan
persetujuan dan veto terhadap rancangan
Peraturan
Daerah
Is mewa yang diajukan DPRD dan dan/atau
Peraturan
lR ec hts V
Gubernur
Jur
na
Daerah yang berlaku.
73
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
DAFTAR PUSTAKA Harsono, Boedi, Undang–Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan Isi dan Pelaksanaannya, (Djakarta: Djambatan, 1968).
Rajagukguk, Erman, Pemahaman Rakyat tentang Hak atas Tanah, Prisma, Jakarta,1979.
Notoyudo, KPH dalam Umar Kusumoharyono, Eksistensi Tanah Kasultanan (Sultan Ground) Yogyakarta setelah berlakunya UU No. 5 / 1960, Yus sia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006.
Sumardjono, Maria SW, kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas , Jakarta, 2001.
ing
Moedjanto, G., Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta: Kanisius, 1994). Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1982).
Soemardjan, Selo, Perubahan Sosial di Yogyakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1981).
ind
Soedargo, Hukum Agraria dalam Era Pembangunan, Prisma, nomor 6, tahun 1973. Soekanto,Suryono & Sri Mamudji, Peneli an Hukum Norma f, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).
Haar, Ter, Asas-asas Dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan oleh K. ng. Soebak Poesponot, (Jakarta:
lR ec hts V
Pradnya Paramita, 1985).
Utomo, Tri Widodo, Hukum Pertanahan Dalam Perspek f Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Navila, 1992).
Tauchid, Mochammad, Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia, Bagian Pertama, (Djakarta: Tjakrawala, 1952). Ismail, Nurhasan, Sistem Pertanahan di DIY dalam Kerangka keis mewaan , Makalah Seminar yang diselenggarakan oleh PARWI FOUNDATION, 26 April 2003, Novotel. Risalah Rapat Pani a Kerja Komisi II DPR RI, Tentang Rancangan Undang-Undang Tentang Keis mewaan Propinsi Daerah Is mewa Yogyakarta, Senin,10 Oktober 2011. h p://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/ h p://www.kotajogja.com/
na
http://triwidodowutomo.blogspot.com/2010/05/hukum-pertanahan-di-yogyakarta-sebelum.
Jur
html.
74
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha Dalam Mewujudkan Sistem Transparansi Nasional Pelayanan Publik
(Public and Business Par cipa on in Building Na onal Public Service Transparancy System) Tirta N. Mursitama, Ph.D Dosen Departemen Hubungan Internasional Fakultas Humaniora Universitas Bina Nusantara Abstrak
lR ec hts V
ind
ing
Pelayanan publik merupakan pilar pen ng reformasi birokrasi yang menjadi tolok ukur kinerja pemerintah. Namun, lebih dari sepuluh tahun reformasi bergulir dan implementasi otonomi daerah, fakta memperlihatkan masih minimnya perubahan substansial dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana keterkaitan organisasi masyarakat, dunia usaha dan layanan publik; serta bagaimana peran organisasi masyarakat dan dunia usaha dalam mendorong terwujudnya transparansi pelayanan publik. Dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris, tulisan ini menyimpulkan bahwa dalam pelayanan publik, terdapat 3 ( ga) aktor yang terlibat, yaitu: masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah yang dimotori oleh birokrasi. Ke ganya dak bisa berdiri sendiri melainkan saling berkaitan dan mendukung perwujudan sistem transparansi nasional. Untuk itu perlu dibangun strategi kerjasama segi ga antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mewujudkan birokrasi yang professional, efisien, cepat, dan bekerja berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Kata Kunci: masyarakat madani, dunia usaha, transparansi, pelayanan publik, pemerintah, birokrasi, administrasi, korupsi Abstract
na
Public service is one of the important pillars of bureucracy reform which serves as a benchmark of government performance. However, a er more than a decade of reform and the implementa on of local autonomy, it shows a limited progress of public service in Indonesia. This ar cle a empts to address two ques ons: 1) How are the interlinkages between civil society and business in public service? 2) What is the role of civil society and business in promo ng public service transparancy? By u lising empirical approach, this ar cle concludes that there are three key actors involved in public services namely society, business, and government which are heavily interrelated and suppor ve in promo ng na onal public service transparancy system. Hence, we need to develop a strategy of triangular coopera on among government, community and business in order to create a professional and efficient bureaucracy on the basis of good governance principles.
Jur
Keywords: civil society, business, transparancy, public service, government, bureaucracy, administra on, corrup on
75
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
A. Pendahuluan1 publik
merupakan
pilar
pen ng reformasi birokrasi yang menjadi tolok ukur kinerja pemerintah. Namun, lebih dari sepuluh tahun reformasi bergulir dan implementasi otonomi daerah, fakta memperlihatkan masih minimnya perubahan substansial
dalam
penyelenggaraan
layanan publik serta keterkaitan antara ke ganya.
Bagian
kedua
memaparkan
kerangka kerja untuk menganalisa peran organisasi masyarakat. Sedangkan bagian ke ga berupa penutup.
B. Permasalahan
Dari uraian di atas, dapat dirumuskan
pelayanan publik di negeri ini. tahun 2010 pun menujukkan penurunan tahun-tahun
permasalahan sebagai berikut:
ing
Indeks integritas pelayanan publik pada dibanding
BP HN
Pelayanan
organisasi masyarakat, dunia usaha dan
1.
keterkaitan
organisasi
masyarakat, dunia usaha dan layanan
sebelumnya.
publik?
Beberapa instansi maupun daerah memang
2.
Bagaimana kondisi pelayanan publik
ind
menunjukkan peningkatan kualitas pelayanan
Bagaimana
saat ini?
pelayanan publik, namun secara umum kualitas pelayanan publik masih sangat
3.
Bagaimana peran organisasi masyarakat dan dunia usaha dalam mendorong
kurang bahkan cenderung bobrok.
hts V
Tulisan ini bertujuan membahas peran
organisasi masyarakat sebagai bagian dari
terwujudnya transparansi pelayanan publik?
masyarakat madani (civil society) dan dunia usaha
dalam
mendorong
terwujudnya
Berdasarkan permasalahan dan tujuan
publik. Argumentasi yang dikedepankan
peneli an di atas, peneli an ini dilakukan
Re c
sistem transparansi nasional pelayanan
adalah kerjasama antara pemerintah, swasta
dengan menggunakan pendekatan empiris2,
dan masyarakat dalam mewujudkan sistem
yaitu pendekatan yang digunakan untuk
transparansi
melihat gejala-gejala sosial yang berkaitan
nasional
pelayanan
publik
merupakan sebuah keharusan.
Tulisan ini terbagi dalam Pertama,
76
dengan hukum di tengah masyarakat.
ga bagian
pendefinisian
Tulisan ini diolah kembali dari makalah yang penulis dipresentasikan dalam Seminar Nasional Sistem Transparansi Nasional Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Has Asasi Manusia Republik Indonesia di Yogyakarta, 15 Maret 2011. Penelitian empiris adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data-data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Pemikiran empiris ini disebut juga pemikiran sosiologis. Lebih jauh tentang ini lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: CV. Rajawali, 2011), hal. 14-15.
Jur 2
upaya
na l
utama.
1
C. Metode PeneliƟan
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
D. Pembahasan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan
a.
perundang-undangan bagi se ap warga
BP HN
1. Korelasi Organisasi Masyarakat, Dunia Usaha dan Layanan Publik
pelayanan sesuai dengan peraturan
Organisasi Masyarakat Organisasi
masyarakat
negara dan penduduk atas barang, jasa,
diar kan
dan/atau pelayanan administra f yang
sebagai organisasi-organisasi masyarakat
disediakan oleh penyelenggara pelayanan
madani, civil society organiza ons (CSOs).
publik. Menurut Pasal 4 undang-undang
Dalam batasan ini yang termasuk di
ini, penyelenggaraan pelayanan publik
dalamnya adalah organisasi keagamaan,
ing
berasaskan:kepen nganumum,kepas an
organisasi berbasis massa, perserikatan,
hukum, kesamaan hak, keseimbangan
organisasi berbasis etnik, organisasi
hak dan kewajiban, keprofesionalan,
komunitas, organisasi non-pemerintah, profesional
dan
par sipa f, persamaan perlakuan / dak
organisasi
diskrimina f, keterbukaan, akuntabilitas,
ind
asosiasi
yang memiliki afiliasi poli k.3 Untuk
fasilitas dan perlakuan khusus bagi
kepen ngan pembahasan dalam tulisan
kelompok, rentan, ketepatan waktu,
ini organisasi dan atau jaringan yang
serta
negara yang formal. b.
Dunia Usaha
hts V
disebut di atas diposisikan di luar aparat
kecepatan,
kemudahan,
dan
keterjangkauan.
Birokrasi merupakan aktor utama dalam
penyediaan pelayanan publik. Birokrasi
Dunia usaha secara sederhana diar kan sebagai kalangan pengusaha
Re c
/ entrepreneur baik dalam konteks individual maupun gabungan dalam asosiasi pengusaha. c.
merupakan
gabungan
fungsi dari berbagai faktor dalam kerangka penyelenggaraan
pemerintahan.
Sebagai
mesin negara, birokrasi memiliki legi masi prima kepada publik. Adapun faktor-faktor utama
yang
mempengaruhi
pelayanan
publik dan penyelenggaraan pemerintahan
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
di Indonesia antara lain adalah kelembagaan,
menyebutkan bahwa pelayanan publik
kepegawaian, proses
na l
25
akuntabilitas.
pengawasan, dan
4
Jur
Nomor
prinsipnya
tunggal untuk menghadirkan pelayanan
Layanan Publik
Undang-Undang
pada
3
4
Hans Antlov, Rustam Ibrahim dan Peter van Tuij, “NGO Governance and Accountability in Indonesia: Challenges in a Newly Democratizing Country” dalam Lisa Jordan dan Peter van Tuij (eds), “NGO Accountability: Politics, Principles and Innovations”, (London: Earthscan, 2006), hal. 146. Eko Prasodjo, Reformasi Kedua, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009) hal. 80.
77
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
yang merupakan standar minimal pelayanan
Faktor-faktor tersebut merupakan pe-
publik yang dianggap memadai.
BP HN
nentu baik-buruknya proses pelayanan yang
Kondisi demikian dapat digambarkan
diberikan. Namun, faktanya saat ini mem-
secara lebih detail dengan gambar Grafik 1.
perlihatkan bahwa faktor-faktor tersebut
Sedangkan
belum mampu disinergikan, bahkan ada
untuk
pelayanan publik di
kecenderungan terdapat faktor yang hilang.
indeks
integritas
ngkat daerah pun
setali ga uang alias sama saja. Penurunan
2. Kondisi Terkini Pelayanan Publik
juga terjadi sejak tahun 2008 dari 6,69 menjadi 6,46 pada tahun 2009 dan semakin
secara reguler menyelenggarakan survei
memburuk di tahun 2010 menjadi 5,07. Dari
integritas pelayanan publik baik di pusat
hasil survei tersebut menunjukkan bahwa
maupun di daerah sejak tahun 2007. Grafik
integritas pelayanan publik terus memburuk.
1 di bawah ini menggambarkan bahwa
Ini menandakan ada permasalahan dalam
integritas pelayanan publik meningkat dari
pelayanan publik. Bahkan untuk pelayanan
tahun 2007 ke tahun 2008. Namun sejak
publik di daerah di bawah standar minimum
tahun 2008, integritas pelayanan publik baik
yang ditetapkan KPK.
ind
ing
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Dalam tabel 1 disajikan hasil survei
di pusat maupun di daerah terus mengalami
integritas pelayanan publik tahun 2010 yang
lR ec hts V
penurunan.
Pada tahun 2008, indeks pelayanan
memiliki skor nilai di atas 6. Unit layanan di
publik di ngkat pusat adalah 6,84 kemudian
bawah ini dikategorikan memiliki integritas
menurun menjadi 6,64 pada tahun 2009. Pada
pelayanan yang baik. Para pemakai jasa
tahun 2010 kembali mengalami penurunan
merasa puas dengan pelayanan yang mereka
ke angka 6,16. Walau masih di atas angka 6
dapatkan. Salah satu contohnya, adalah izin
8 7 6 5 4 3 2 1 0
Jur
6,16 5,07
5,53
2007
Pusat Daerah
0
2008
Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2011
78
6,64 6,46
6,84 6,69
na
SKOR NILAI
Grafik 1 Integritas Pelayanan Publik 2007-2010
2009 Tahun
2010
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Tabel 1 Unit Layanan yang Memiliki Indeks Di atas 6 Indekss Integritas ritas
Unit Layanan
BP HN
No. 1
Izin pemasukan dan pengeluaran benih – Kementerian Pertanian
2
Izin Usaha Tetap – Badan Koordinasi Penanaman Modal
3
Izin pemasukan karkas, jeroan dan daging dari luar negeri - Kementerian Pertanian
7,56
4
Pengajuan Tanda Penda aran Tipe Kendaraan Bermotor (TPT) – Kementerian Perindustrian
7,56 7
5
Penerbitan Angka Pengenal Impor r Terbatas (APIT) - Badan Koordinasi Penanaman Modal
7,5
6
Penda aran MD/ML – Badan Pengawas Obat dan Makanan
7,48
7
Sewa Lahan – PT. Kawasan Berikat Nusantara
8
Layanan Kas ke Bank Umum – Bank Indonesia
7,7 7
7,67 7
7,45
7,37
Izin prinsip dan izin usaha BPR – Bank Indonesia Jasa Pelayanan Logis k – PT. Kawasan Berikat Nusantara
7,34
7,17
11
Layanan legislasi bagi dokumen yang akan digunakan di luar negeri – Kementerian an Luar Negeri Nege
7,14
12
Perizinan Ekspor/Impor terhadap barang-barang yang termasuk kategori makanan dan oba obatobatan – Badan Pengawas Obat dan Makanan
7,13
13
Ser fikasi Peralatan – Kementerian Komunikasi dan Informa ka
7,13
Jur na lR ec hts Vin din g
9 10
14
Ser fikasi Produk – PT. Sucofindo
7,07
15
Izin prinsip dan izin tetap industri obat tradisional – Kementerian Kesehatan esehatan
7,06
16
Izin Pengangkutan BBM – Kementerian Energi dan SDM
7,06
17
Layanan Kepengurusan Paspor Dinas – Kementerian Luar Negeri ege
7,05
18
Ser fikasi ISO – PT. Sucofindo
7,03
19
Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (UIPHHK) K) – Kementerian Kementer Kehutanan
6,99
20
Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan bukan hutan produksi – Kementerian ukan kayu pada p Kehutanan
6,98
21
Izin Penyimpanan LPG/LNG – Kementerian Energi nergi dan SDM
6,95
22
Izin Stasiun Radio - Kementerian Komunikasi dan Informa Inform ka
6,91
23
Ser fikasi Guru – Kementerian Pendidikan ikan
6,88
24
Res tusi PPN – Kementerian Keuangan gan
6,77
25
Izin penyalur alat kesehatan – Kementerian Kesehatan Kes
6,74
26
Rawat Jalan - RSCM
6,7
27
Rawat Inap - RSCM
6,62
28
Layanan Fasilitas Pelabuhan han – PT. Pelindo Pelind II
6,53
29
Layanan Pendirian Balai Kerja – Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ai La han Ke
6,48
30
Izin impor bahan Perdagangan han baku – Kementerian Kemente
6,43
31
Izin Pendidikan kan Luar Sekolah – Kementerian Pendidikan Nasional
6,33
32
Layanan Kapal (Jasa dan Tambat) – PT. Pelindo II Jasa Labuh La
6,22
33
Pembuatan BNP2TKI buatan KTKLN – BN
6,05
Sumber: KPK, 2011 (h p://www.kpk.go.id/modules/news/ar cle.php?storyid=1645)
pemasukan dan pengeluaran benih pada
indeks integritas daerah terpilih pada tahun
Kementerian Pertanian yang mendapatkan
2010. Pada tabel 2 terlihat bahwa skor
skor ter nggi sebesar 7,7 disusul oleh Badan
ter nggi hanya mencapai 5,82 yang diper-
Koordinasi Penanaman Modal dalam pela-
oleh Jakarta Barat. Sementara itu kota-kota
yanan izin usaha tetap (IUT) dengan nilai 7,67.
besar seper
Sedangkan dalam laporan tentang hal
yang sama, KPK juga mengeluarkan da ar
Surabaya dan Makassar ma-
sing-masing memiliki nilai sebesar 5,52 menempa urutan ke 9 dan 4,7 di posisi ke 20.
79
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Buruknya integritas pelayanan publik
Tabel 2 Indeks Integritas Daerah Kota
baik di pusat maupun daerah terindikasi
Indeks Integritas Daerah
BP HN
No.
karena persoalan sikap dan perilaku korup f.
1
Jakarta Barat
5,82
2
Samarinda
5,8
Struktur dan sistem poli k yang korup
3
Jakarta Utara
5,78
telah melahirkan apa sme dan sikap yang
4
Tanjung Pinang
5,72
cenderung toleran terhadap perilaku korupsi.
5
Serang
5,66
6
Pon anak
5,59
Akibatnya sistem sosial yang terbentuk
7
Yogyakarta
5,59
8
Bandung
5,57
dan perilaku yang permisif dan menganggap
9
Surabaya
5,52
korupsi sebagai suatu hal yang wajar dan
10
Ambon
5,4
normal.
11
Jakarta Pusat
5,39
12
Jakarta Timur
5,14
13
Manado
14
Jakarta Selatan
4,97
15
Jayapura
4,91
16
Mataram
4,89
17
Pekanbaru
4,89
18
Palembang
4,83
19
Semarang
4,73
20
Makassar
4,72
21
Bandar Lampung
4,54
22
Medan
4,44
ing
dalam masyarakat telah melahirkan sikap
Fenomena ini sesuai dengan pernyataan
Daniel Lev (2007) bahwa:5
lR ec hts V
Sumber: KPK, 2011 (h p://www.kpk.go.id/modules/ news/ar cle.php?storyid=1645)
Begitu juga pemikiran Thoha (2003)
perjalanan birokrasi di negeri ini. Birokrat
dimana struktur birokrasi, norma, nilai,
telah berkembang sebagai penguasa dan
dan regulasi yang ada dalam birokrasi
bukan sebagai pelayan publik. Implikasinya
Indonesia
semakin menyulitkan peningkatan kualitas
pada pemenuh-an kepen ngan penguasa
pelayanan. Paradigma usang ini juga tercermin
daripada pemenuhan hak sipil warga negara.6
dari perilaku sebagian besar aparatur negara
Kegagalan pemerintah ini memunculkan
kita, dimana kepen ngan kelompok menjadi
sikap apa s dari pengguna layanan, dalam
tujuan utama daripada menjalankan fungsi
hal ini masyarakat, karena kebutuhan
utama sebagai abdi masyarakat.
dan aspirasinya
na
Hal ini dak lepas dari sejarah panjang
Jur 5
6
80
“Semua lembaga pemerintahan di ngkat nasional dan lokal telah diperlemah secara fungsional selama masa Orde Baru. Hal ini bukanlah sekadar prak k korup, tetapi—dan secara lebih mendalam lagi—merupakan masalah etos, sebuah re-orientasi yang menjauh dari tanggung jawab sebagaimana didefinisikan secara legal (terutama terhadap publik) dan mendekat kepada kemudahan, pemberian dan kesempatan yang berasal dari cantolan ke kekuasaan poli k
ind
5
memang
masih
berorientasi
dak dapat diakomodasi.
Daniel Lev , The State and Law Reform in Indonesia, dalam Tim Lindsey, ed., Law Reform in Developing and Transition States, (London: Routledge. 2007). Eko Prasojo, Op. Cit, hal. 50.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
puncak segi ga karena memiliki legi masi
publik juga dirasakan masih jauh dari harapan
yang otorita f yang diperoleh dari warganya
masyarakat.
dalam menyelenggarakan jalannya roda
BP HN
Outcome kualitas dan kinerja pelayanan
pemerintahan (dalam hal ini disamakan
saja karena akan berkembang menggurita
penger an antara pemerintahan dan negara).
dalam sikap mental bangsa Indonesia. Penulis
Dengan demikian, pemerintah juga memiliki
menawarkan strategi kerjasama segi ga
kekuatan memaksa yang sah secara hukum
mewujudkan birokrasi yang professional,
untuk diterapkan kepada warganya dalam
efisien, cepat, dan bekerja berdasarkan
konteks penyelenggaraan pemerintahan. Hal
prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good
ini berupa pelayanan publik yang dilakukan
governance).
oleh para pejabat publik atau birokrasi.
ing
Realitas ini dak bisa dibiarkan begitu
Sedangkan
Memperha kan kompleksitas perma-
dua
pilar
penyangga
adalah
berikutnya adalah swasta dan masyarakat.
kerangka kerja yang dapat digunakan dalam
Kedudukan swasta atau dunia usaha pen ng
mewujudkan transparansi pelayanan publik.
karena menyediakan kebutuhan pemerintah
Kerangka kerja ini visualisasi dan modifikasi
dan masyarakat dalam hal menggerakkan
dari tulisan Eigen tentang peran masyarakat
perekonomian melalui mekanisme pasar.
madani.7
Swasta memiliki hubungan yang sangat
mbul,
berikut
ind
yang
lR ec hts V
salahan
dekat dengan pemerintah. Bahkan demi memperlancar
kepen ngan
bisnisnya,
swasta hampir selalu mengiyakan apa yang dikatakan atau diminta oleh pemerintah. Disinilah potensi pelanggaran prinsip-prinsip good governance bisa terjadi. Pilar
penyangga
berikutnya
adalah
masyarakat, dalam hal ini masyarakat madani.
Kerangka kerja segi ga ini terdiri dari
na
ga pilar yaitu pemerintah, swasta / dunia
usaha dan masyarakat. Ke ganya dak bisa berdiri sendiri melainkan saling berkaitan dan
mendukung
perwujudan
sistem
Jur
transparansi nasional. Pemerintah berada di
7
Pemerintah
dapat
berdiri
tegak karena mendapat legi masi dari masyarakat
yang
memilihnya.
Apalagi
dalam sistem demokrasi, pemerintah harus mempertanggungjawabkan semua kebijakan dan
ndakannya kepada masyarakatnya.
Pemerintah ada untuk melayani masyarakat.
Peter Eigen, “The Role of Civil Society”, dalam Corruption and Integrity Improvement Initiatives in Developing Countries, hal. 83-89, diakses dari http://www.undp.org/ governance/contactcdrom_contents/CONTACT.doc/ corruption_report/chapter05.pdf
81
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
bagi masuknya civil society ke ka negara
masyarakat harus melakukan kontrol dan
memberikan pelayanan kepada rakyatnya.
selanjutnya koreksi atas kebijakan atau
Legi masi tunggal masih melekat kepada
sebaliknya
yang
terjadi
BP HN
maka
Apabila
birokrasi sebagai kepanjangan kebijakan
ndakan tersebut.
poli k yang dikonversi menjadi pelayanan
pemerintah, swasta dan masyarakat ini dak
publik sebagai salah satu wujudnya. Ruang
bisa berdiri sendiri. Untuk mewujudkan
pengawasan pun saat ini seolah berada dalam
sistem transparansi nasional mereka harus
ruang yang hampa karena dalam proses
saling bekerja sama mengingat secara
ar kulasinya kepada pemangku kebijakan,
alamiah hakekat masing-masing adalah
seringkali dak ditanggapi dan hanya bersifat
berbeda
seremonial semata.
kerja
sehingga
segi ga
saling
melengkapi.
ing
antara
Kerangka
Selain itu, peranan masyarakat madani
Pemerintah menyediakan kepemimpinan
dak lagi sekedar pengawasan dari luar
poli k sedangkan swasta berlaku sebagai
sebagai alterna f dari fungsi pengawasan
madani hadir dan menjadi penggerak bila
internal birokrasi yang ada. Melainkan,
pemerintah dan atau swasta dak mampu
masyarakat
mencapai hasil yang seharusnya dicapai
melakukan penguatan peran kelembagaan
secara sah atau dengan kata lain melahirkan
lainnya. Oleh karena itu penguatan peran
penyimpangan yang harus dikoreksi.
masyarakat sipil ini pen ng karena posisinya
lR ec hts V
ind
mesin penggerak perekonomian. Masyarakat
madani
dapat
sekaligus
sebagai stakeholders sekaligus penerima
3. Peran Civil Society dan Dunia Usaha a.
Posisi Peran Civil Society
bangsa kita semakin luntur kredibilitasnya.
penopang kerangka kerja segi ga yang dapat
Kondisi ini memberikan ruang sekaligus
dilakukan dalam mendorong terwujudkan
peluang bagi civil society untuk menjadi
sistem
transparansi
nasional.
bagian pen ng dalam pelayanan publik.
peran
civil
dalam
Faktor pengawasan memang ranah yang
penyelenggaraan pelayanan publik selama
paling memungkinkan untuk organisasi
ini melipu advokasi dan pengawasan yang
na
peran masyarakat madani sebagai satu pilar
menjadi
dalam
penyeimbang
society
Pertama, monitoring
sekaligus
teriden fikasi dalam bentuk katalisator
penyelenggaraan
dialog (catalyst of dialogue), melakukan
mengawal
kebijakan publik.
penyeimbang
kepen ngan
(balancing
Apalagi, Sistem Administrasi Indonesia
interest), pemberian sinyal (picking up
belum memberikan ruang yang formal
signals), dan mobilisasi untuk aksi bersama.8
Jur 82
Terdapat beberapa padangan tentang
Implementasi konsep Trias poli ka
masyarakat
8
manfaat pelayanan.
Studi peran civil society dalam monitoring kegiatan Operasi Pasar Khusus (OPK) beras di Kelurahan Galur Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, Siregar, Abdul Malik, http://www.digilib.ui.ac.id/.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
berbagai organisasi masyarakat ini, mereka
diperha kan dalam dinamika masyarakat
dapat memberikan asistensi, nasehat-nasehat
memang mulai menguat
dalam agenda
yang profesional kepada pejabat publik atas
pemberantasan sikap dan perilaku korupsi.
sesuatu hal (baca: kebijakan publik dan atau
Peran civil society sebagai katalis dilakukan
rancangannya).
dengan instrumen dialog antara pembuat
Peran
BP HN
Iden fikasi peran-peran tersebut apabila
sosialisasi
tersebut
diatas
kebijakan, pemberi layanan dan masyarakat
juga melipu
sebagai subjek sekaligus objek kebijakan.
keuntungan dan manfaat suatu rancangan
Dialog ini biasanya dilakukan untuk mencapai
atau kebijakan publik baik kepada masyarakat
konsensus atau kesepakatan bersama antara
luas maupun pejabat publik itu sendiri. Peran
pemerintah, masyarakat dan stakeholders
ini dapat dilakukan dalam bentuk kampanye
lainnya untuk memformulasikan dan mem-
publik
buat role model penyelenggaraan kebijakan.
kesadaran masyarakat dan juga aparat
Lokus peran civil society dalam memi-
pemerintah. Sedangkan dari sisi konsultasi,
nimalisir perilaku permisif sekarang ini dak
civil society menerapkan peran sebagai
lagi berkutat pada tataran hilir semata.
katalisator proses berbagi pengetahuan
Penguatan peran di tataran hulu juga tampak,
(knowledge sharing) hingga melakukan
dalam rangka memperbaiki paradigma para
pela han-pela han.
ing
pemberian penjelasan atas
campaign)
membangun
lR ec hts V
ind
(public
pemangku kebijakan untuk menjalankan
Peran civil society yang ke ga adalah
tugas dan tanggung jawabnya sebagai abdi
menjadi sumber ide-ide/gagasan pemikiran
negara.
baru yang inova f demi perbaikan pelayanan publik. Ide inova f ini dapat digali dari
yang kedua. Penguatan peran civil society
kekayaan pengetahuan lokal (indigenous
dalam melakukan sosialisasi dan konsultasi.
knowledge) maupun berasal dari pengalaman
Penguatan ini difokuskan dalam membangun
keberhasilan dari negara lain. Masyarakat
kerangka hukum dan kebijakan publik. Bentuk
madani dapat melakukan riset tentang
advokasi yang dilakukan antara lain dengan
pengalaman terbaik di berbagai negara
memperjuangkan aspirasi dan kepen ngan
tentang suatu hal (misal, pemberantasan
publik saat formulasi kebijakan publik
korupsi) yang kemudian disesuaikan dengan
dalam bentuk undang-undang, peraturan
konteks lokal ke-Indonesiaan. Misalnya,
pemerintah pusat dan daerah (Perda)
lahirnya produk undang-undang diantaranya
dilaksanakan.
UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
na
Hal tersebut berkait dengan peran
Jur
Dalam konteks ini, masyarakat madani
berperan sebagai sumber keahlian dan pengetahuan yang spesifik dan independen bagi birokrasi. Dengan atribut yang dimiliki
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Contoh lain sosialiasi dan kampanye publik yang dilakukan masyarakat madani adalah adanya dukungan yang besar terhadap diskriminasi perlakuan hukum terhadap rakyat kecil yang
83
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
b.
Berdasarkan kerangka kerja segi ga di atas, peran swasta merupakan penggerak dari dinamika perekonomian suatu bangsa. Dunia usaha menjadi pilar yang strategis karena memiliki dua peran tak terpisahkan bak dua sisi mata uang. Pertama, dunia usaha potensial berkontribusi pada berjalannya cepat,
untuk menumbuhkembangkan semangat mengedepankan
mengingat
pola
perilaku
dak akan bisa ditumbangkan perilaku
korupsi
meniscayakan
ancangan holis k yang ditandai perubahan seluruh wilayah kepribadian, baik wilayah
kogni f (pengetahuan), afek f (sikap dan kemauan), dan behavioral ( ndakan). Dalam
kesempatan yang sama, sangat diperlukan juga
pengkondisian
lingkungan
sosial
yang bersifat menolak, menentang, serta
na
menghukum korupsi di satu sisi, tetapi juga
menerima, mendukung, dan menghargai sikap an korupsi. Peran masyarakat sipil,
Jur
utamanya LSM, menjadi pen ng sebagai salah satu subyek pengkondisian itu. Di
sinilah esensi peran yang kelima berupa
membangun kapasitas (capacity building) terutama bagi warga negara.
84
berbiaya
rendah.
melakukan praktek-praktek pelayanan publik berdasarkan prinsip good governance dalam sistem pelayanan publik yang baik. Dunia usaha dak mentolerir atau dak
memberikan uang sogok, dak memberikan hadiah atau iming-iming barang, uang,
lR ec hts V
dengan
dengan ancangan parsial. Penumbangan pola
dan
ind
masyarakat luas. Pendidikan dirasa pen ng
transparansi
efisien,
Yakni dengan mendorong birokrasi untuk
dalam memberikan pendidikan terhadap
korupsi
ing
sistem pelayanan publik yang profesional,
Terakhir, civil society juga berperan
an korupsi
Peran Dunia Usaha: Dua Sisi Mata Uang
BP HN
kerap terjadi akhir-akhir ini seper kasus Aguswandi pengecas handphone, kasus Prita melawan RS Internasional Omni Tangerang hingga memunculkan solidaritas massa berupa penggalangan ”koin keadilan untuk Prita”, sampai Kasus seorang nenek Minah melawan PT RSA di Banyumas yang didakwa mencuri ga biji kokoa dan lain-lain. Hal ini menunjukkan semakin ngginya kesadaran masyarakat terhadap peran mereka dalam mewujudkan transparansi dalam pelayanan publik. Kemampuan melakukan pengawasan atas jalannya kebijakan atau proses penegakan hukum tersebut merupakan wujud peran keempat dari civil society.
dan atau jasa tertentu bagi para pelayan pelayanan publik dalam melayani kepen ngan dunia usaha. Yang harus ditunjukkan oleh dunia usaha adalah bagaimana mendapat pelayanan terbaik, cepat, dengan biaya yang jelas dan pas setelah memenuhi persyaratan yang diperlukan. ar
Dunia usaha harus cerewet dalam kri s dengan mendorong pemerintah
untuk
membangun
sistem
pelayanan
publik yang baik. Dengan kata lain, dunia usaha dapat berpar sipasi mewujudkan sistem transparansi nasional bila ia
dak
memberikan imbalan tertentu bagi para birokrat dalam menjalankan tugasnya. Bila ini tercapai maka dunia usaha berperan posi f dalam menggerakkan perekonomian bangsa dengan cara-cara berbisnis yang
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
suatu daerah dapat terbangun di era
yang baik.
otonomi daerah yang memiliki berbagai
Peran kedua adalah, dunia usaha
BP HN
berlandaskan e ka dan prinsip tata kelola
permasalahan
dan
harus
menghadapi
berpotensi dapat menghambat terwujudnya
tantangan yang kompleks. Model ini terdiri
sistem
Bahkan
dari ga komponen utama yaitu komponen
berpotensi pula menghancurkan sistem
modal masyarakat dan karakteris k daerah,
pelayanan publik yang sudah ada, yang
komponen modal pemerintahan (governance
semes nya
dalam ar
transparansi
nasional.
di ngkatkan,
dunia
luas) dan komponen model
pemerintah pusat. Komponen pertama
melawan e ka dan melanggarkan prinsip
adalah modal masyarakat dan karakteris k
good governance. Misalnya, karena ingin
daerah. Letaknya ada di bagian paling bawah
cepat mendapatkan izin maka dunia usaha
model tersebut. Komponen ini berupa modal,
memberikan iming-iming hadiah tertentu
kapasitas, kapabilitas, karakteris k khas yang
kepada oknum birokrat. Masih banyak
dimiliki daerah tersebut dan melekat pada
contoh lain seper kenginan mendapatkan
masyarakat setempat.
ing
ndakan- ndakan yang
ind
usaha melakukan
bila
Hal ini dapat digambarkan dengan
dalam tender pemerintah dan keinginan
diagram berikut ini yang di dalamnya terbagi-
mendapatkan dispensasi atas syarat-syarat
bagi menjadi enam sub komponen:
tertentu dan lain-lain.
a.
lR ec hts V
keringanan hukuman, keinginan menang
Dalam tulisan ini akan dipaparkan salah satu hasil peneli an yang penulis dan
m
lakukan tentang best prac ce pelayanan usaha di
b.
ga kota di Indonesia pada era 9
adanya modal finansial dan sumber daya alam yang dimiliki daerah tersebut. Bahan baku yang tersedia dan sejauh mana proses produksi bisa berjalan
otonomi daerah . Dalam peneli an ini
dengan
melibatkan peran masyarakat dan dunia
rantai produksi perusahaan sehingga
usaha dalam pelayanan publik khususnya
menciptakan
perizinan usaha di Purbalingga, Makassar
added).
dan Banjarbaru.
c.
Dari temuan, paparan dan analisa
baik
dalam nilai
mendukung
tambah
(value
Kearifan lokal (local wisdom), budaya perusahaan
dan
semangat
kewira-
usahaan para pelaku usaha di daerah
diabstraksikan ke dalam sebuah model best
tersebut.
na
dalam peneli an yang dilakukan kemudian
prac ce perijinan usaha yang integra f
d.
Tentu
dak kalah pen ngnya adalah
seper gambar di atas. Model ini menjelaskan
terjaganya keter ban, keamanan dan
bagaimana best prac ce perijinan usaha
cita rasa keramahan masyarakat.
Jur 9
Ketersediaan dan kualitas tenaga kerja,
Tirta N. Mursitama, Hamid Chalid, Desy Hariyati dan Sigit Indra Prianto, Reformasi Pelayanan Perizinan dan Pembangunan Daerah: Cerita Sukses Tiga Kota (Purbalingga, Makassar, Banjarbaru), (Jakarta: Masyarakat Transparansi Indonesia, 2010).
85
e.
Komitmen dan kepedulian terhadap
intepretasi atas modal pemerintah pusat
lingkungan hidup sehingga se ap ak fitas
berupa
bermasyarakat, bekerja, berproduksi
pusat dan intepretasi atas modal masyarakat
dalam perusahaan maupuan dalam
dan karakteris k kedaerahan yang dimiliki
sektor lain pun harus memperha kan
oleh daerah tersebut. Dua arus intepretasi
pelestarian lingkungan. Lebih dalam lagi,
besar ini sangat dinamis. Di satu sisi peraturan-
bagaimana mampu mewujudkan ekologi
peraturan pusat kadang secara substansi
hijau (green ecology).
terlalu umum atau melakukan generalisasi
Seberapa besar pasar yang ada di
untuk seluruh wilayah Indonesia. Belum lagi
wilayah tersebut, kemampuan teknologi
seringnya aturan pusat itu bergan
yang dimiliki para pelaku usaha.
implementasi di daerah belum berjalan
na
f.
lR ec hts V
ind
ing
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Komponen
kedua
adalah
modal
Jur
pemerintahan (governance dalam ar luas). Dalam komponen kedua yang terpen ng adalah bagaimana visi dan misi daerah dapat disusun dengan memper mbangkan
86
dengan
peraturan-peraturan
sempurna
akibatnya
pemerintah
ke ka
minimnya
sosialiasi. Hal ini semakin rumit bila peraturan tersebut merupakan produk pertarungan kepen ngan-kepen ngan
tertentu
demi
meraih kekuasaan atau melanggengkannya.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Sedangkan di sisi yang lain, kemampuan
b.
adanya perdagangan bebas hingga
intepretasi pemerintah daerah atas modal
secara
masyarakat dan karakteris k wilayah juga
perjanjian bebas antara ASEAN dan China
dak kalah pen ng. Diperlukan kejelian
(ASEAN China Free Trade Agreement).
menganalisis
dan
akhirnya
ditandatanganinya
BP HN
melihat,
spesifik
Daerah harus lebih lihai menyiasa
agar mendapatkan berkah posi f dari
bentuk visi dan misi daerah. Jadi, visi dan
perdagangan bebas dan ACFTA ini.
misi daerah merupakan produk akhir dari
Walaupun untuk hal terakhir, Indonesia
tarikan-tarikan intepretasi atas peraturan
dalam posisi yang lemah dan dirugikan.
pemerintah pusat dan modal masyarakat
Ar nya keuntungan yang kita dapatkan
ing
mengejawantahkan modal tersebut ke dalam
dan karakteris k daerah. Hasil akhir visi dan
jauh lebih kecil dibandingkan yang China
misi daerah dak bisa serta merta dikatakan sebagai intepretasi yang lebih berat dari salah
dapatkan;
c.
satu sisi saja, misalnya apakah intepretasi atas
otonomi daerah (power shi ing from
ind
central to local government) dan pemberian wewenang yang lebih besar
government heavy) atau intepretasi atas
kepada daerah sebenarnya bisa menjadi
masyarakat dan karakteris k daerah (local
peluang. Daerah bisa mengejawantahkan
heavy). Tentu, seberapa besar komposisi
pemikiran-pemikiran
di antara keduanya, hanya diketahui dan
dan akhirnya mengimplementasikannya
dipahami oleh pemerintahan daerah dengan
tentu setelah ditetapkan dana visi dan
segenap pranata poli k, pelaku usaha dan
misi daerah;
lR ec hts V
peraturan-peraturan pemerintah (central
masyarakat di daerah tersebut.
Ternyata intepretasi atas dua komponen
sendiri
tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) berperan pen ng
daklah cukup karena dalam
untuk mengatur tata hubungan antar
penyusunan visi dan misi daerah faktor yang
lembaga sesuai dengan tugas pokok
mempengaruhi sangat kompleks. Merujuk
dan fungsinya, mengatur agar dak ada
pada model di atas, di dalam lingkaran
penyalahgunaan wewenang (abuse of
penyusunan visi dan misi daerah dipengaruhi
power) di antara para aktor yang terlibat.
juga oleh sub elemen lain yaitu:
Dengan demikian, ide-ide tersebut dapat
a.
kekuatan dan pengaruh globalisasi yang
disusun
paling dak akan menimbulkan tuntutan
dan secara substan f memenuhi syarat,
pembebasan tarif atau penurunan tarif
tetapi juga secara prosedural dan
hingga seminim mungkin, terjadi arus
mekanismenya pun jelas. Akhirnya,
masuk dan keluar barang (free flow of
dengan adanya tata kelola yang baik
goods) dan jasa (free flow of services)
ini
hingga sumber daya manusia (free of
akuntabilitas, responsibilitas, keadilan
Jur
na
tersebut
d.
mereka
dak hanya secara sistema s
menjamin
adanya
transparansi,
natural person/skilled-labor);
87
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
elit-elit tertentu. Dengan demikian fungsi
pemerintahan daerah.
kontrol juga akan berjalan. Yakni, apakah
dalam ar
luas) lahirlah suatu krea fitas,
terobosan-terobosan berupa inovasi yang bertujuan
meningkatkan
pembangunan
daerah. Tidak lain dak bukan inovasi ini lahir dari proses di dalam modal pemerintahan setelah
memper mbangkan
dinamika
intepretasi modal pemerintah pusat dan modal daerah dalam bentuk investasi. Untuk
produk dari modal pemerintahan tadi selaras dengan
investasi yang dilakukan dak akan berhasil dan dak akan menjadi cerita-cerita sukses reformasi perijinan usaha.
G. Penutup
1. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat dirumuskan
beberapa kesimpulan sebagai berikut: a.
Dalam pelayanan publik, terdapat 3 ( ga)
high return) atau investasi dengan resiko
aktor yang terlibat, yaitu: masyarakat,
sedang atau rendah dengan imbal yang tentu
dunia usaha, dan pemerintah yang
dak se nggi investasi lainnya.
dimotori oleh birokrasi. Ke ganya dak bisa berdiri sendiri melainkan saling
ini adalah dalam bidang usaha ekonomi
berkaitan dan mendukung perwujudan
bertujuan untuk mendorong penanaman
sistem
modal yang lebih
Pemerintah
lR ec hts V
Serangkaian investasi, dalam konteks
nggi lagi baik secara
transparansi memiliki
nasional. peran
sangat
domes k (dari daerah itu, maupun dari luar
pen ng karena memiliki legi masi yang
daerah tersebut) hingga penanaman modal
otorita f yang diperoleh dari warganya
asing dari luar negeri. Inovasi yang terus-
dalam
menerus, kadang gagal tapi tak sedikit yang
roda pemerintahan. Dengan demikian,
berhasil, akhirnya melahirkan best prac ce
pemerintah juga memiliki kekuatan
dalam perijinan usaha (cerita sukses dalam
memaksa yang sah secara hukum
reformasi perijinan usaha).
untuk diterapkan kepada warganya
Hal terakhir yang dak bisa di nggalkan
dalam
menyelenggarakan
konteks
jalannya
penyelenggaraan
pemerintahan. Hal ini berupa pelayanan
pemerintahan, pelaku usaha di daerah
publik yang dilakukan oleh para pejabat
(dalam modal pemerintahan) itu harus
publik
pula memper mbangkan atau ditujukan
swasta atau dunia usaha juga pen ng
untuk kepen ngan stakeholders yang luas.
karena
Pemangku kepen ngan ini pada in nya
pemerintah dan masyarakat dalam hal
adalah publik, bukan individu-individu atau
menggerakkan perekonomian melalui
na
adalah, langkah yang dilakukan pelaku
Jur 88
dicitakan/diharapkan
ind
nggi dengan imbal yang nggi (high risk,
yang
publik. Bila dak, bisa dipas kan investasi-
dapat melahirkan inovasi harus melalukan serangkaian investasi. Ada yang beresiko
apa
ing
Dari modal pemerintahan (governance
BP HN
dan independensi di dalam proses
atau
birokrasi.
menyediakan
Kedudukan kebutuhan
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
standar minimum yang ditetapkan KPK.
hubungan yang sangat dekat dengan
Buruknya integritas pelayanan publik
pemerintah. Bahkan demi memperlancar
baik di pusat maupun daerah terindikasi
kepen ngan bisnisnya, swasta hampir
karena persoalan sikap dan perilaku
selalu mengiyakan apa yang dikatakan
korup f. Struktur dan sistem poli k
atau diminta oleh pemerintah. Di
yang korup telah melahirkan apa sme
sinilah potensi pelanggaran prinsip-
dan sikap yang cenderung toleran
prinsip good governance bisa terjadi.
terhadap perilaku korupsi. Akibatnya
Pilar
adalah
sistem sosial yang terbentuk dalam
masyarakat, dalam hal ini masyarakat
masyarakat telah melahirkan sikap dan
madani.
berikutnya
Pemerintah
dapat
perilaku yang permisif dan menganggap
berdiri
korupsi sebagai suatu hal yang wajar dan
tegak karena mendapat legi masi dari
normal.
masyarakat yang memilihnya. Apalagi harus
mempertanggungjawab-kan
Implementasi konsep Trias poli ka bangsa kita semakin luntur kredibilitasnya.
ndakannya
Kondisi ini memberikan ruang sekaligus
kepada masyarakatnya. Pemerintah ada
peluang bagi civil society dan dunia
untuk melayani masyarakat. Apabila
usaha untuk menjadi bagian pen ng
sebaliknya yang terjadi maka masyarakat
dalam pelayanan publik, peran ini dapat
harus melakukan kontrol dan selanjutnya
digambarkan sebagai berikut:
kebijakan
dan
lR ec hts V
semua
koreksi atas kebijakan atau
ndakan
tersebut. b.
c.
ind
dalam sistem demokrasi, pemerintah
ing
penyangga
BP HN
mekanisme pasar. Swasta memiliki
Menurut
survei
yang
dilaksanakan
oleh KPK, integritas pelayanan publik baik di pusat maupun di daerah terus
mengalami penurunan. Pada tahun 2008,
indeks pelayanan publik di ngkat pusat adalah 6,84 kemudian menurun menjadi
6,64 pada tahun 2009. Pada tahun 2010
na
kembali mengalami penurunan ke angka 6,16. Walau masih di atas angka 6 yang merupakan standar minimal pelayanan
Jur
publik yang dianggap memadai. Ini menandakan
ada
permasalahan
dalam pelayanan publik. Bahkan untuk pelayanan publik di daerah di bawah
1) Peran Masyarakat Madani: a) Masyarakat dapat menjalankan peran
pengawasan.
Faktor
pengawasan memang ranah yang
paling
memungkinkan
untuk organisasi dalam
mengawal
masyarakat sekaligus
menjadi penyeimbang penyelenggaraan kebijakan publik. Selain itu, peranan masyarakat madani
dapat
sekaligus
melakukan penguatan peran kelembagaan
lainnya.
Oleh
karena itu penguatan peran masyarakat sipil ini pen ng karena
posisinya
sebagai
89
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
stakeholders sekaligus penerima
d) Masyarakat
madani sebagai
hadap
juga
masyarakat
Pendidikan
sumber
luas.
dirasa
pen ng
keahlian dan pengetahuan yang
untuk menumbuhkembangkan
spesifik dan independen bagi
semangat an korupsi dengan
birokrasi. Dengan atribut yang
mengedepankan
dimiliki
organisasi
mengingat pola perilaku korupsi
masyarakat ini, mereka dapat
dak akan bisa ditumbangkan
nasehat yang profesional kepada pejabat publik atas sesuatu hal rancangannya).
transparansi
ancangan
Penumbangan
pola
parsial. perilaku
korupsi meniscayakan ancangan holis k yang ditandai perubahan
ind
(baca: kebijakan publik dan atau
dengan
ing
berbagai
memberikan asistensi, nasehat-
seluruh wilayah kepribadian, baik
dapat
wilayah kogni f (pengetahuan),
menjadi menjadi sumber ide-
afek f (sikap dan kemauan), dan
ide/gagasan
baru
behavioral ( ndakan). Dalam
yang inova f demi perbaikan
kesempatan yang sama, sangat
pelayanan publik. Ide inova f
diperlukan juga pengkondisian
ini dapat digali dari kekayaan
lingkungan sosial yang bersifat
pengetahuan lokal (indigenous
menolak,
knowledge) maupun berasal dari
menghukum korupsi di satu
pengalaman keberhasilan dari
sisi, tetapi juga menerima,
negara lain. Masyarakat madani
mendukung, dan menghargai
dapat melakukan riset tentang
sikap
pengalaman terbaik di berbagai
masyarakat sipil, utamanya LSM,
negara tentang suatu hal (misal,
menjadi pen ng sebagai salah
pemberantasan korupsi) yang
satu subyek pengkondisian itu.
kemudian disesuaikan dengan
Disinilah esensi peran yang
konteks lokal ke-Indonesiaan.
kelima
Misalnya,
kapasitas (capacity building)
madani pemikiran
na
lR ec hts V
c) Masyarakat
lahirnya
undang-undang
produk
diantaranya
Jur
UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
90
BP HN
berperan
dapat
memberikan pendidikan ter-
manfaat pelayanan. b) Masyarakat
madani
menentang,
an korupsi.
berupa
serta
Peran
membangun
terutama bagi warga negara. 2) Peran Dunia Usaha: a) Dunia
usaha
potensial
berkontribusi pada berjalannya sistem pelayanan publik yang
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
berbiaya rendah. Yakni dengan mendorong
birokrasi
melakukan
untuk
praktek-praktek
2. Saran Dari uraian di atas, dapat dirumuskan
BP HN
profesional, cepat, efisien, dan
beberapa saran sebagai berikut: a. Perlu
dibangun
strategi
pelayanan publik berdasarkan
kerjasama
prinsip
pemerintah, masyarakat dan
good
governance
segi ga
dalam sistem pelayanan publik
dunia
yang baik. Dunia usaha harus
mewujudkan
menunjukkan
bagaimana
professional, efisien, cepat, dan
mendapat pelayanan terbaik,
bekerja berdasarkan prinsip-
dan pas
setelah memenuhi usaha
dapat
pula
birokrasi
yang
(good governance).
ind
b) Dunia
rangka
prinsip tata kelola yang baik
b. Perlu
persyaratan yang diperlukan.
dalam
ing
cepat, dengan biaya yang jelas
usaha
antara
penguatan
peran
masyarakat sipil. Hal ini pen ng
berpotensi menghambat ter-
karena
wujudnya sistem transparansi
stakeholders sekaligus penerima
nasional. Bahkan berpotensi
manfaat pelayanan.
lR ec hts V
pula menghancurkan sistem pelayanan
publik
yang
c.
posisinya
Dunia
Usaha
kri s
dengan
sebagai
perlu
lebih
mendorong
sudah ada, yang semes nya
pemerintah untuk membangun
di ngkatkan, bila dunia usaha
sistem pelayanan publik yang
melakukan
baik. Dengan kata lain, dunia
yang
ndakan- ndakan
melawan
melanggarkan
e ka
prinsip
dan
good
usaha
dapat
mewujudkan
berpar sipasi sistem
governance. Misalnya, karena
paransi
nasional
ingin cepat mendapatkan izin
dak
memberikan
transbila
ia
imbalan
tertentu bagi para birokrat
iming-iming hadiah tertentu
dalam menjalankan tugasnya.
kepada oknum birokrat. Masih
Bila ini tercapai maka dunia
banyak contoh lain seper
usaha berperan posi f dalam
kenginan mendapatkan keri-
menggerakkan
nganan hukuman, keinginan me-
bangsa
nang dalam tender pemerintah
berbisnis yang berlandaskan
dan keinginan mendapatkan
e ka dan prinsip tata kelola
dispensasi atas syarat-syarat
yang baik.
Jur
na
maka dunia usaha memberikan
perekonomian
dengan
cara-cara
tertentu dan lain-lain.
91
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
DAFTAR PUSTAKA Antlov, Hans, Rustam Ibrahim dan Peter van Tuij, NGO Governance and Accountability in Indonesia: Challenges in a Newly Democra zing Country dalam Lisa Jordan dan Peter van Tuij (eds), NGO Accountability: Poli cs, Principles and Innova ons, (London: Earthscan, 2006).
Eigen, Peter, The Role of Civil Society”, dalam Corrup on and Integrity Improvement Ini a ves in Developing Countries, h p://www.undp.org/governance/ contactcdrom_contents/ CONTACT. doc/ corrup on_report/chapter05.pdf. and Transi on States, (London: Routledge, 2007).
ing
Lev, Daniel, The State and Law Reform in Indonesia, dalam Tim Lindsey, ed., Law Reform in Developing Malik, Abdul, Studi peran civil society dalam monitoring kegiatan Operasi Pasar Khusus (OPK) beras di Kelurahan Galur Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, Siregar, h p://www.digilib.ui.ac.id/. Mursitama, Tirta N., Hamid Chalid, Desy Hariya dan Sigit Indra Prianto, Reformasi Pelayanan
ind
Perizinan dan Pembangunan Daerah: Cerita Sukses Tiga Kota (Purbalingga, Makassar, Banjarbaru), (Jakarta: Masyarakat Transparansi Indonesia, 2010). Prasodjo, Eko, Reformasi Kedua, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009). Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Peneli an Hukum Norma : Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:
Jur
na
lR ec hts V
CV. Rajawali, 2011).
92
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
REFORMULASI DISKRESI DALAM PENATAAN HUKUM ADMINISTRASI
BP HN
(Reformula on Of Discre on In The Arrangement Administra ve Law) Arfan Faiz Muhlizi, S.H.,M.H. Kepala Sub Bidang Fasilitasi Jabatan Fungsional Peneli Hukum dan Peneli an PUSLITBANG BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI
lR ec hts V
ind
ing
Abstrak Instrumen hukum paling klasik untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan guna mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur adalah Hukum Administrasi Negara (HAN). Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan tersebut, birokrasi menjadi alat yang efek f didalam menjalankan pengelolaan negara. Persoalan hukum dari birokrasi yang menjadi permasalahan saat ini adalah persinggungan asas legalitas (wetma gheid) dan diskresi (pouvoir discre onnaire) pejabat negara (ekseku f). Tulisan ini berusaha menjawab permasalahan di atas dengan lebih meni kberatkan bahasan mengenai “diskresi” dalam hukum administrasi. Dengan metode yuridis norma ve, peneli an ini menyimpulkan bahwa diskresi memang diperlukan dalam hukum administrasi, khususnya di dalam menyelesaikan persoalan dimana peraturan perundang-undangan belum mengaturnya atau hanya mengatur secara umum. Disamping itu diskresi juga diperlukan dalam hal terdapat prosedur yang dak dapat diselesaikan menurut administrasi yang normal. Dengan demikian penataan Hukum Administrasi menjadi sangat pen ng dan tentunya bukan sekedar melihat dari sisi pembentukan atau penataan peraturan perundang-undangan terkait administrasi negara, tetapi lebih jauh dari itu adalah penataan tatanan hukum yang terdiri dari struktur, substansi, dan kultur masyarakat, birokrasi, dan penegak hukum. Kata kunci: pemerintahan, administrasi, sistem, juridis, poli s, legisme, rechtsvinding, kekuasaan, kewenangan, diskresi, kesejahteraan
Jur
na
Abstract The most classical legal instruments to carry out government administra on in order to realize a just and prosperous society is the Law of State Administra on (HAN). To achieve the objec ves of the government, the bureaucracy into an effec ve tool in the management of state run. Legal issues of bureaucracy which is the case today is the intersec on of the principle of legality (wetma gheid) and discre onary (pouvoir discre onnaire) state officials (execu ve). This ar cle tries to answer the above problems with a more focused discussion on the “discre on” in administra ve law. With norma ve juridical methods, the study concluded that discre on was necessary in administra ve law, especially in solving problems in which the legisla on has not been set or simply set in general. Besides, discre on is also required in case there are procedures that can not be resolved according to the normal administra on. Thus the arrangement of Administra ve Law to be very important and certainly not just a look from the side of the forma on or arrangement of the legisla on related to state administra on, but further than that is the arrangement of the legal order which consists of the structure, substance, and the culture of the society, bureaucracy, and enforcement the law. Keywords: governance, administra on, systems, power, authority, discre on, welfare
juridical,
poli cal,
legisme, rechtsvinding,
93
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
A. Pendahuluan
Gagasan
sangat
Pemerintahan
besar
akan
yang
melahirkan
kuat
(strong
government). Dalam Negara kesejahteraan, pemerintahan yang kuat memang diperlukan dalam rangka membawa masyarakatnya menuju ke ngkat kesejahteraan yang lebih baik. Tetapi sejarah juga merekam bahwa Pemerintahan yang kuat juga berpotensi melahirkan perbuatan penyelenggara negara yang merugikan masyarakatnya dengan dilaksanakannya diskresi secara berlebihan. Penyalahgunaan
wewenang
melalui 2 (dua) pendekatan; personal dan sistem. Secara personal telah dimulai pada masa Plato. Menurut Plato3, penyelenggaraan kekuasaan yang ideal dilakukan secara paternalis k, yakni para penguasa yang bijaksana haruslah menempatkan diri selaku ayah yang baik lagi arif dalam ndakannya terhadap anak-anaknya sehingga terpadulah kasih dan ketegasan demi kebahagiaan anakanak itu sendiri. Pada bagian lain, Plato mengusulkan agar negara menjadi baik, harus dipimpin oleh seorang filosof, karena
ind
terjadinya penyalahgunaan kewenangan atau
kekuasaan yang baik, dapat dilaksanakan
BP HN
poli k
dalam
konsep hukum administrasi selalu diparalelkan
filosof adalah manusia yang arif bijaksana, menghargai kesusilaan, dan berpengetahuan nggi. Tetapi murid Plato, Aristoteles,
dengan konsep detournement de pouvoir.1 Bestuur dirumuskan sebagai: het oineignlijk
gebruik makn van haar bevoegdheid door
de overheid. Hirvan is sprake indien een overheidsorgaan zijn bevoegdheid kennelijk
Re c
gebruik dan tot
doeleinen waartoe die bevoegdheid is gegeven. De overheid schendt aldus het specialiteitsbegensel
yang diterjemahkan
secara bebas sebagai “penggunaan wewenang dak sebagaimana mes nya”.2 Dalam hal ini
na l
pejabat menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain yang menyimpang dari tujuan
Jur
yang telah diberikan kepada wewenang itu.
1
2 3
94
berpendapat bahwa pemegang kekuasaan
hts V
Dalam Verklarend Woordenboek Openbaar
tot een order doel hee
penyelenggaraan
ing
Kekuasaan yang mendapat dukungan
tentang
haruslah orang yang takluk pada hukum, dan harus senan asa diwarnai oleh penghargaan dan penghormatan terhadap kebebasan, kedewasaan dan kesamaan derajat. Hanya saja dak mudah mencari pemimpin dengan kualitas pribadi yang sempurna. Oleh karena itu, pendekatan sistem dengan bersandar pada hukum merupakan alterna f yang paling memungkinkan. Plato sendiri, di usia tuanya terpaksa mengubah gagasannya yang semula mengidealkan pemerintah itu dijalankan oleh raja-filosof menjadi pemerintahan yang dikendalikan
Philipus M. Hadjon, Kriminalisasi Perbuatan Administrasi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Makalah disampaikan dalam Continuing Legal Education BPHN Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 9 September 2009. Ibid. J.H. Harper, Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiaveli, (Jakarta: PT Raja Gra indo Persada, 2002) hal. 54.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
ini bisa dilakukan dengan dua mekanisme.
baik, menurut Plato, ialah yang didasarkan
Pertama, dengan menggunakan mekanisme
pada pengaturan hukum yang baik.
check and balance6 antara lembaga-lembaga
BP HN
oleh hukum. Penyelenggaraan negara yang
Berdasarkan pendapat Plato ini, maka
negara dengan adanya pembagian kekuasaan,
penyelenggaraan pemerintahan yang di-
serta memberi ruang poli k yang luas bagi
dasarkan pada hukum merupakan salah satu
hidupnya kelompok oposisi sebagai kekuatan
alterna f yang baik dalam penyelenggaraan
pengontrol;
negara.
yuridis
Penyelenggaraan
pemerintahan
Kedua,
yang
adalah
mekanisme
mengedepankan
regulasi
yang di antaranya melahirkan UU No. 28
dalam rangka pembatasan kekuasaan guna
Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
menghindari kekuasaan yang absolut, karena
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,
akan menimbulkan kerusakan yang besar,
dan Nepo sme, (UU KKN) dan UU No. 31
sebagaimana pendapat Lord Acton, power
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
tends to corrupt, absolute power corrupt
Pidana Korupsi (UU TPK) yang kemudian
absolutely.4 Kerusakan yang besar akibat
diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 dan
absolu sme kekuasaan ini terjadi karena
berbagai Hukum Administrasi Negara (HAN)
selalu ada nafsu untuk mempertahankan
yang di antaranya adalah UU No.5 Tahun
kekuasaan dengan berbagai cara, dan
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
perilaku defensif akibat ketakutan kehilangan
sebagaimana diubah UU No.9 Tahun 2004 dan
kekuasaan.
yang
UU No.51 Tahun 2009. Mekanisme pertama
dikatakan Aung San Suu Kyi bahwa “It is not
dilakukan untuk mendapatkan keseimbangan
power that corrupts, but fear. Fear of losing
dalam penyelenggaraan negara, sedangkan
power corrupts those who wield it, and fear
mekanisme
of the scourge of power corrupts those who
mendapatkan sebuah kepas an hukum.
ini
sebagaimana
Re c
Hal
hts V
ind
ing
berdasarkan hukum ini sangat pen ng
are subject to it.”5
untuk
Hukum Administrasi (HAN) merupakan instrumen
menuju
terselenggaranya pemerintahan yang baik.
terwujudnya pemerintahan yang bersih
Penyelenggaraan pemerintahan lebih nyata
kekuasaan
secara
hukum
hukum
paling
klasik
untuk
na l
pengaturan
Dikutip dari Sri Soemantri Martosoewignjo, Undang-Undand Dasar 1945, Kedudukan dan Artinya Dalam Kehidupan Bernegara, Makalah disampaikan pada Stadium Generale dan 40 Tahun Pengabdiannya di Universitas Padjadjaran Bandung, 2001, hal. 7. Kalimat ini dikutip dari statement Aung San Suu Kyi ketika dibebaskan oleh Rezim Militer Burma dari Penjara dan menjadi tahanan kota pada 2010. Lebih jauh lihat web resmi Piece Pledge Union di http://www.ppu.org.uk/ people/suukyi.html, bandingkan juga dengan http://chandrasway.blogspot.com/2010/12/aung-san-suu-kyi-iam-happy-because-i.html Suprianto mengatakan bahwa “Tidak mungkin mengharapkan pemerintah sebagai suatu komponen dari proses politik memenuhi prinsip pemerintahan yang bersih apabila tidak memiliki moral, Proaktif serta check and balances. Lebih jauh lihat Suprianto, 2004, Syariat Islam dalam Mewujudkan “Clean Governance and Good Government” dalam www. transparansi.or.id. hal. 1.
Jur
5
dilakukan
dengan
Pembatasan
4
kedua
6
95
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Salah satu alat negara yang paling pen ng
dalam HAN, karena di sini akan terlihat
untuk mencapai tujuan itu adalah birokrasi.
dengan masyarakat, kualitas dari hubungan
Untuk itu birokrasi perlu dibangun sedemikian
pemerintah
inilah
rupa sehingga menjadi baik dan mampu
se daknya dapat dijadikan ukuran apakah
mendorong percepatan pencapaian tujuan.
penyelenggaraan pemerintahan sudah baik
Pemerintahan yang bersih iden k dengan
atau belum. Di satu sisi HAN dapat dijadikan
birokrasi yang baik. Tetapi dalam membangun
instrumen yuridis oleh pemerintah dalam
birokrasi yang bersih dengan mekanisme
rangka melakukan pengaturan, pelayanan,
yuridis, salah satu persoalan hukum yang
dan perlindungan bagi masyarakat, di sisi
mengedepan adalah persinggungan asas
lain HAN memuat aturan norma f tentang
legalitas yang mengutamakan kepas an
bagaimana pemerintahan dijalankan, atau
hukum (wetma gheid) dan diskresi (pouvoir
sebagaimana dikatakan Sjachran Basah,7
discre onnaire) pejabat negara (ekseku f)
bahwa salah satu in
yang
antara
dengan
masyarakat
justru
ind
hakikat HAN adalah
ing
hubungan
BP HN
pemerintah
konkrit
mengesampingkan
asas
untuk memungkinkan administrasi negara
legalitas dan lebih mengutamakan efisiensi
menjalankan fungsinya, dan melindungi
(doelma gheid).
administrasi
negara
dari
Saat ini mekanisme yuridis begitu
melakukan
dominan
lR ec hts V
perbuatan yang salah menurut hukum.
digunakan
dalam
rangka
Di sisi lain, dalam mengelola Negara
reformasi birokrasi yang ditandai dengan
perlu diingat bahwa penyelenggara negara
dilakukannya formalisasi terhadap Asas-
bukan hanya berkewajiban untuk baik dan
asas Umum Pemerintahan Yang Baik, yang
bersih dalam penyelenggaraan tugasnya
pada awalnya merupakan code of ethic ke
mengelola negara, tetapi lebih dari itu
dalam peraturan perundang-undangan. Hal
adalah berkewajiban memenuhi tercapainya
ini terlihat dengan pembentukan beberapa
masyarakat
makmur.
regulasi di bidang ini, seper UU Pelayanan
Pemerintahan yang baik dan bersih bukanlah
Publik, dan penyusunan RUU Administrasi
tujuan, melainkan sarana untuk mencapai
Pemerintahan. Namun demikian perlu dijaga
tujuan. Ar nya, pemerintahan yang bersih
agar jangan sampai regulasi ini berimbas
dak akan bernilai apapun apabila tujuan ini
pada terjadinya kriminalisasi perbuatan
dak tercapai. Dengan demikian mekanisme
administrasi yang dilakukan oleh pejabat
juridis maupun poli s di atas harus dibuat
administrasi (birokrat). Salah satu hal yang
sedemikian rupa sehingga benar-benar
menyebabkannya adalah makin terkikisnya
mampu mendorong tercapainya tujuan dan
ruang diskresi sebagai akibat menguatnya
adil
dan
Jur
na
yang
bukan menghambat pencapaian tujuan.
7
96
Sjachran Basah, Perlindungan Hukum terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 6.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Dengan adanya perkembangan masyarakat,
peraturan perundang-undangan tertulis.
maka seringkali terdapat keadaan-keadaan
BP HN
ke dakpercayaan terhadap code of live selain Perlu diingat bahwa diskresi muncul
tertentu/mendesak yang membuat Pajabat/
karena adanya tujuan kehidupan bernegara
Badan administrasi pemerintahan dak dapat
yang harus dicapai, tujuan bernegara
menggunakan kewenangannya khususnya
dari faham negara kesejahteraan adalah
kewenangan yang bersifat terikat (gebonden
untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
bevoegheid), dalam melakukan
Tidak
hukum dan ndakan faktual secara normal.
dapat
dipungkiri
bahwa
negara
ndakan
Sebagai negara yang bertujuan untuk
kesejahteraan modern yang tercermin dalam
memajukan kesejahteraan umum, melekatnya
pembukaan UUD 1945. Dalam paragraf
fungsi memajukan kesejahteraan umum
keempat
dalam welfare state (negara kesejahteraan)
dari
pembukaan
UUD
1945
ing
Indonesia pun merupakan bentuk negara
menimbulkan
bernegara yang hendak dicapai. Hal tersebut
terhadap penyelenggaraan pemerintahan
mengakibatkan
yaitu pemerintah harus berperan ak f
pemerintah
harus
ind
tersebut tergambarkan secara tegas tujuan ak f
beberapa
konsekuensi
mencampuri
sosial-ekonomi masyarakat (public service)
ekonomi masyarakat. Untuk itu kepada
yang mengakibatkan administrasi negara
pemerintah dilimpahkan bestuurszorg atau
dak boleh menolak untuk mengambil
public service. Agar servis publik dapat
keputusan ataupun ber ndak dengan dalih
dilaksanakan dan mencapai hasil maksimal,
ke adaan peraturan perundang-undangan
kepada administrasi negara diberikan suatu
(rechtsvacuum). Oleh karena itu untuk
kemerdekaan tertentu untuk ber ndak atas
adanya keleluasaan bergerak, diberikan
inisia f sendiri menyelesaikan berbagai
kepada administrasi negara (pemerintah)
permasalahan pelik yang membutuhkan
suatu kebebasan ber ndak yang seringkali
penanganan
juga disebut freies ermessen sepanjang
terhadap permasalahan itu dak ada, atau
dak ada penyalahgunaan kewenangan
masih belum dibentuk suatu dasar hukum
lR ec hts V
berperan mencampuri bidang kehidupan
Di dalam menjalankan pemerintahan,
na
telah
dilengkapi
secara
kehidupan
cepat,
sosial
sementara
penyelesaiannya oleh lembaga legisla f8
(detournament de povoir). Pemerintah
bidang
dengan
kewenangan-kewenangan baik yang bersifat
yang kemudian dalam hukum administrasi negara diberikan kewenangan bebas berupa diskresi.
Jur
atribu f maupun yang bersifat delega f.
8
Patuan Sinaga, Hubungan antara kekuasaan dengan Pouvoir Discretionnaire Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dalam SF Marbun dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2001) hal. 73.
97
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
1.
hukum administrasi?
diberikannya kebebasan ber ndak (freies ermessen) kepada administrasi negara dalam
Mengapa diskresi diperlukan dalam
2.
BP HN
SF Marbun9 mengatakan bahwa dengan
Upaya apa yang bisa dilakukan untuk
melaksanakan tugasnya mewujudkan welfare
mereformulasi diskresi dalam penataan
state atau social rechtsstaat di Belanda
hukum administrasi?
sempat menimbulkan kekhawa ran bahwa akibat dari freies ermessen akan menimbulkan
C. Metode PeneliƟan
kerugian bagi warga masyarakat. Oleh karena
Berdasarkan
iden fikasi
masalah
sebagaimana diuraikan di atas, maka tulisan
bagi warga masyarakat, tahun 1950 Pani a
ini masuk dalam peneli an hukum yang
de Monchy di Netherland membuat laporan
norma f, untuk itu tulisan ini mempergunakan
tentang asas-asas umum pemerintahan yang
metode peneli an juridis norma f. 10
ing
itu untuk meningkatkan perlindungan hukum
baik atau algemene beginselen van behoorlijk
metode
yuridis
norma f
mbul keberatan
dimaksudkan untuk menjelaskan berbagai
dari pejabat-pejabat dan pegawai-pegawai
peraturan perundang-undangan yang terkait
pemerintah di Netherland karena ada
dengan hukum administrasi.
ind
bestuur. Pada mulanya
Dengan
kekhawa ran bahwa Hakim atau Pengadilan
Peneli an
ini
juga
menggunakan
pendekatan sosio hukum, dengan maksud
is lah itu untuk memberikan penilaian
ingin melihat lebih jauh daripada sekedar
terhadap
kebijaksanaan-kebijaksanaan
pendekatan doktrinal, sehingga memiliki
yang diambil pemerintah, namun keberatan
perspek f lebih luas dengan melihat hukum
demikian sekarang ini telah lenyap ditelan
administrasi negara dalam hubungannya
masa karena telah hilang relevansinya.
dengan sistem sosial, poli k, dan ekonomi
lR ec hts V
Administrasi kelak akan mempergunakan
masyarakat.11
B. Permasalahan
Dari uraian di atas, dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
Jur
10
SF Marbun, Menggali dan Menemukan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik Di Indonesia, dalam SF Marbun dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hal. 205. Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1990), hal. 15. Penelitian normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Pemikiran normatif didasarkan pada penelitian yang mencakup (1) asas-asas hukum, (2) sistematik hukum, (3) taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal, (4) perbandingan hukum, (5) sejarah hukum. Lebih jauh tentang ini lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, edisi 1, cet. v, (Jakarta: PT Raja Gra indo Persada, 2001), hal. 13-14. Lihat juga Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan di Dalam Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1979), hal. 15. Reformasi Hukum di Indonesia, Hasil Studi Perkembangan Hukum, Proyek Bank Dunia (Jakarta: Cyberconsult, 1999) hal. 153.
na
9
11
98
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Sjachran Basah mengatakan bahwa freies
1. Diskresi Dalam Hukum Administrasi
atas inisia f sendiri, akan tetapi dalam
kebebasan mengambil keputusan dalam se ap situasi yang dihadapi menurut pendapatnya sendiri. Sedangkan menurut hukum yang di cita-citakan (ius cons tuendum). Konsepsi ini berbeda dengan Rancangan UndangUndang Administrasi Pemerintahan Dra bulan Juli 2008, di mana dalam Pasal 6 mengar kan diskresi sebagai wewenang badan atau pejabat pemerintahan dan atau untuk melakukan pilihan dalam mengambil
ndakan hukum dan atau ndakan faktual dalam administrasi pemerintahan.
hukum yang memberikan definisi diskresi secara bervariasi. Di antaranya adalah Indroharto, Sjachran Basah, Diana Halim
Koentjoro, Esmi Warassih, dan S. Prajudi Atmosudirjo.
Indroharto
diskresi
menyebut
sebagai
wewenang
fakulta f, yaitu wewenang yang
dak
mewajibkan badan atau pejabat tata usaha
negara menerapkan wewenangnya, tetapi memberikan pilihan sekalipun hanya dalam
hal-hal tertentu sebagaimana ditentukan
hukum berdasarkan Pancasila.14 Sedangkan Diana Halim Koentjoro mengar kan freies ermessen sebagai kemerdekaan ber ndak administrasi
13
negara
atau
pemerintah
(ekseku f) untuk menyelesaikan masalah yang mbul dalam keadaan kegen ngan yang memaksa, dimana peraturan penyelesaian untuk masalah itu belum ada.15 Lebih lanjut
Esmi Warassih mengatakan bahwa dalam
rangka pelaksanaan kebijaksanaan publik, para birokrat dapat menentukan kebijaksanaannya sendiri untuk menyesuaikan dengan situasi
Selanjutnya
dimana mereka berada, terutama yang berkaitan dengan ketersediaan sumber daya seper
informasi, dana, tenaga ahli,
tenaga-tenaga terampil maupun mengenai pengetahuan yang mereka miliki. Itu berar , diskresi merupakan fenomena yang amat pen ng dan fundamental, terutama di dalam mengimplementasikan suatu kebijaksanaan publik. Dengan adanya diskresi ini diharapkan agar dengan kondisi yang ada dapat dicapai suatu hasil atau tujuan yang maksimal.16
na
dalam peraturan dasarnya.
JCT Simorangkir dkk,Kamus Hukum, Penerbit Sinar Gra ika, Jakarta, 2008, hal. 38. Indroharto, Usaha memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hal. 99-101. Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolok Ukur Peradilan Administrasi Negara di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1997), hal. 3. Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 41. Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: PT. Suryandaru Utama, 2005), hal. 138139.
Jur
13
sebagaimana telah ditetapkan dalam negara
lR ec hts V
Selain itu, terdapat beberapa pakar
12
administrasi negara itu sesuai dengan hukum,
ind
badan hukum lainnya yang memungkinkan
pelaksanaannya haruslah ndakan- ndakan
ing
Menurut Kamus Hukum,12 diskresi berar
wewenang
ermessen adalah kebebasan untuk ber ndak
BP HN
D. Pembahasan
14
15 16
99
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
S. Prajudi Atmosudirjo17 mendefinisikan
adalah
(Perancis), freies ermessen (Jerman) sebagai
disiplin berat bagi Pegawai Negeri Sipil
kebebasan
berupa
ber ndak
atau
mengambil
mengenai
hukuman
pemberhen an
sebagaimana
diatur dalam Pasal 8 huruf b Peraturan
negara yang berwenang dan berwajib
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang
menurut pendapat sendiri. Selanjutnya
Pemberhen an Pegawai Negeri Sipil, yaitu
dijelaskannya bahwa diskresi diperlukan
dalam hal pemberhen an karena dihukum
sebagai pelengkap dari asas legalitas, yaitu
penjara berdasarkan putusan pengadilan
asas hukum yang menyatakan bahwa se ap
yang telah mempunyai kekuatan hukum
ndak atau perbuatan administrasi negara
tetap, karena dengan sengaja melakukan
ing
keputusan dari para pejabat administrasi
Undang-
suatu ndak pidana kejahatan yang diancam
dak mungkin bagi
dengan pidana penjara se nggi- ngginya 4
undang-undang untuk mengatur segala
(empat) tahun, atau diancam dengan pidana
macam kasus posisi dalam praktek kehidupan
yang lebih berat. Di dalam penjelasannya
sehari-hari. Dengan kesadaran semacam
disebutkan
ini maka kemudian populer sebuah prinsip
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
perundang-undangan
mengatakan
dapat dilakukan dengan hormat atau dak
bahwa “there is no rule without excep on”.
dengan hormat, satu dan lain hal tergantung
Oleh sebab itu perlu adanya kebebasan atau
pada per mbangan pejabat yang berwenang
diskresi dari administrasi negara yang terdiri
atas berat atau ringannya perbuatan yang
atas diskresi bebas dan diskresi terikat.
dilakukan dan besar atau kecilnya akibat yang
ketentuan
lR ec hts V
yang
ind
berdasarkan
Undang. Akan tetapi
Pada diskresi bebas, Undang-Undang hanya
menetapkan
batas-batas
bahwa
pemberhen an
di mbulkan oleh perbuatan itu.
dan
Meskipun
maksimum
ancaman
mengambil
pidana terhadap suatu ndak pidana telah
keputusan apa saja asalkan dak melampaui/
ditetapkan, namun pidana yang dijatuhkan/
melanggar batas-batas tersebut, sedangkan
diputuskan oleh Hakim terhadap jenis ndak
pada
Undang-Undang
pidana itu dapat berbeda-beda sehubungan
menetapkan beberapa alterna f keputusan
dengan berat ringannya ndak pidana yang
dan administrasi negara bebas memilih salah
dilakukan dan atau besar kecilnya akibat
satu alterna f keputusan yang disediakan
yang di mbulkannya. Berhubung dengan
oleh undang-undang.
itu,
administrasi
negara
bebas
terikat,
na
diskresi
Jur 100
ketentuan
BP HN
diskresi, discre on (Inggris), discre onair
harus
17
Contoh konkrit dari diskresi terikat
maka
dalam
memper mbangkan
S. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal. 82.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
apakah Pegawai Negeri Sipil yang telah
Asas
legalitas
sebenarnya
hanya
dianut oleh rezim hukum pidana. Hukum
diberhen kan atau dak atau apakah akan
Administrasi dak mengiku asas ini. Tetapi
diberhen kan dengan hormat ataukah dak
pesinggungan kedua rezim hukum ini
dengan hormat haruslah diper mbangkan
terjadi ke ka terjadi perbuatan melawan
faktor-faktor yang mendorong Pegawai
hukum yang dilakukan oleh pejabat negara.
Negeri Sipil yang bersangkutan melakukan
Sebagai contoh, dalam UU No. 31 Tahun
ndak pidana kejahatan itu, serta harus pula
1999
BP HN
melakukan ndak pidana kejahatan itu akan
tentang
Pemberantasan
Tindak
Pidana Korupsi (UU TPK) yang kemudian
pengadilan yang dijatuhkan.
diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Di
Dalam hal ini, pejabat yang berwenang
ing
diper mbangkan berat ringannya putusan
sini terlihat bahwa perbuatan administrasi
menjatuhkan hukuman disiplin berat dapat
negara
menentukan sendiri hukuman disiplin berat
dengan merumuskan bahwa “…….secara
yang akan dijatuhkannya apakah berupa
melawan hukum melakukan perbuatan
pemberhen an dengan hormat
dak atas
memperkaya diri sendiri atau orang lain
permintaan sendiri ataukah pemberhen an
atau suatu korporasi yang dapat merugikan
ind
telah
dak dengan hormat tergantung penilaiannya
keuangan
mengalami
negara
atau
kriminalisasi
perekonomian
negara,…18. Serta “….. menyalahgunakan
yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil
kewenangan, kesempatan atau sarana yang
sehingga apakah Pegawai Negeri Sipil yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan
bersangkutan pantas dijatuhi hukuman
yang dapat merugikan keuangan negara atau
disiplin pemberhen an dengan hormat
perekonomian negara….”.
lR ec hts V
mengenai berat ringannya pelanggaran
dak atas permintaan sendiri ataukah pemberhen an
dak
dengan
hormat
Penggunaan is lah “dapat” di dalam
UU TPK bisa dimaknai bahwa perbuatan-
merupakan diskresi yang terikat. Mengenai
perbuatan
yang
contoh kasusnya akan diuraikan didalam
keuangan
negara
bagian hasil peneli an dan pembahasan.
negara merupakan perbuatan pidana meski
berpotensi atau
merugikan
perekonomian
kerugian negara tersebut belum terjadi. Hal
teori s diskresi merupakan jalan keluar yang
ini merupakan celah mul interpretasi yang
diberikan atas berbagai kelemahan aliran
justru “menggoda” oknum-oknum pengawas
legisme yang melahirkan asas legalitas.
dan penegak hukum untuk melakukan
Jur
na
Bila menoleh kembali ke belakang, secara
18
Selengkapnya baca pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999. Pasal ini pernah diajukan judicial review oleh Ir.Dawud Djatmiko pada 2006 dalam perkara Nomor : 003/PUU-IV/2005, tetapi hal terkait kata-kata “dapat” justru tidak mendapatkan perhatian dari Mahkamah Konstitusi. Bandingkan dengan http: //www.transparansi. or.id/ artikel/ pemberantasan-korupsi-tak-sebatas-legalitas/
101
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
sehingga memerlukan diskresi, sekurang-
de povoir). Bahkan terdapat kecenderungan
kurangnya mengandung unsur-unsur sebagai
untuk mengadili secara pidana sebuah produk
berikut :
kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat
a.
BP HN
penyalahgunaan kewenangan (detournament
Persoalan-persoalan yang muncul harus
negara yang seharusnya diadili secara Tata
menyangkut kepen ngan umum, yaitu:
Negara (lewat mekanisme Judicial Review
kepen ngan bangsa dan negara, ke-
atau Execu ve review) atau secara Tata Usaha
pen ngan masyarakat luas, kepen ngan
Negara.
rakyat banyak/bersama, serta kepen-
Selain itu, perumusan pasal ini juga b.
kerugian negara, sementara per mbangan bahwa
perbuatan
tersebut
ba- ba, berada di luar rencana yang
merupakan
diskresi yang bermanfaat bagi kepen ngan
Munculnya persoalan tersebut secara
ing
masih terlalu meni kberatkan pada unsur
ngan pembangunan.
telah ditentukan.
d.
umum atau dak kurang diperha kan. Hal
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut,
ind
peraturan perundang-undangan belum mengaturnya atau hanya mengatur
sehingga dak berani menjalankan tugasnya
secara umum, sehingga administrasi
karena dak ada ruang sama sekali melakukan
negara mempunyai kebebasan untuk
freies ermessen.
menyelesaikan atas inisia f sendiri.
lR ec hts V
ini menimbulkan ketakutan aparat birokrasi
Diskresi lahir dari aliran Rechtsvinding
e.
Prosedurnya
dak dapat diselesaikan
yang menyadari bahwa pembuat undang-
menurut administrasi yang normal,
undang
kecepatan
atau jika diselesaikan menurut prosedur
gerak masyarakat atau proses perkembangan
administrasi yang normal justru kurang
sosial yang sangat dinamis, sehinggga
berdaya guna dan berhasil guna.
dak dapat mengiku
undang-undang selalu ke nggalan. Undang-
f.
Jika persoalan tersebut dak diselesaikan
undang dak dapat lengkap dan dak dapat
dengan cepat, maka akan menimbulkan
mencakup segala-galanya. Di sini selalu
kerugian bagi kepen ngan umum.
ada leemten (kekosongan dalam undangundang), sehingga harus dipahami dengan jalan mengadakan rekonstruksi hukum.
bahwa sebagian kekuasaan yang
dipegang oleh badan pembentuk undang-
oleh Saut P Panjaitan19 mengatakan bahwa
undang dipindahkan ke dalam tangan
persoalan-persoalan pen ng yang mendesak,
pemerintah/administrasi negara, sebagai
na
102
berar
Marcus Lukman sebagaimana diku p
Jur 19
Dengan adanya freies ermessen ini
Marcus Lukman sebagaimana dikutip oleh Saut P. Panjaitan, Makna dan Peranan Freies ErmessenDalam Hukum Administrasi Negara dalam SF Marbun dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2001) hal. 117.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
yang dalam bahasa ilmu administrasi negara
terjadi pergeseran supremasi badan legisla f
(Public Administra on), disebut birokrasi
digan
oleh supremasi badan ekseku f20,
(beauraucracy) atas bestur (Bestuur).
Secara keilmuan banyak definisi tentang
karena dianggap administrasi negara telah melakukan penyelesaian masalah tanpa
hukum
harus
Undang-
para sarjana.23 Dari sekian banyak definisi
Undang dari bidang legisla f21, tetapi hal
yang ada, in “hukum administrasi” adalah
tersebut terjadi karena pada prinsipnya
keseluruhan
Badan/Pejabat administrasi pemerintahan
dengan penyelenggaraan pemerintahan (het
dak boleh menolak untuk memberikan
geheel van regels betreffende het besturen)
pelayanan kepada masyarakat dengan alasan
dan yang menyatakan hubungan hukum
hukumnya dak ada ataupun hukumnya ada
(rechtsbetrekking) pemerintah dengan warga
tetapi
negara.
perubahan
dak jelas, sepanjang hal tersebut
administrasi
yang
peraturan
dikemukakan
yang
berkaitan
ing
menunggu
Hukum administrasi terdiri dari dua
ind
masih menjadi kewenangannya.
bagian, yaitu bagian khusus dan bagian
lebih banyak dibicarakan dalam hukum
umum. Pada bagian khusus (bijzonder deel)
administrasi. Hukum Administrasi (Negara)
yakni hukum-hukum yang terkait dengan
biasa disebut juga dengan Hukum Tata Usaha
bidang-bidang pemerintahan tertentu seper
Negara atau Hukum Tata Pemerintahan.
hukum lingkungan, hukum tata ruang, hukum
lR ec hts V
Dalam perkembangannya, diskresi ini
22
Hukum
kesehatan, hukum perpajakan, hukum cukai,
Administrasi, adalah berada pada lingkungan
hukum yang bersifat sektoral, dan lain-lain.
jabatan di luar kekuasaan Legisla f, Yudika f,
Sedangkan bidang umum (algemeen deel),
dan kekuasaan yang dijalankan MPR, dan
yakni berkenaan
BPK. Lingkup Pemerintahan tersebut juga
prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua
Lingkup
Pemerintahan
dalam
dak termasuk kekuasaan Presiden yang
dengan teori-teori dan
bidang hukum administrasi.24
bersifat Kenegaraan (staatrechtelijk), sebagai
Jika dipetakan lebih jauh, hingga saat
penyelenggara negara. Pemerintahan dalam
ini,
uraian ini semata-mata diar kan sebagai
bidang hukum administrasi masih bersifat
lingkungan jabatan administrasi negara atas
sektoral dan bahkan ada yang dak norma f.
perundang-undangan
di
na
Peraturan
Bandingkan dengan A. Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2000), hal. 46. Bandingkan dengan Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 42. Bagir Manan, “Orasi pada Seminar RUU Administrasi Pemerintahan se – Sumatera di Medan ” 29 Juni 2005. Marbun, “Makalah pada seminar Indonesia – Jerman – RUU tentang Administrasi Pemerintahan, di Jakarta, 5 April 2005. Ibid.
Jur
20
BP HN
badan ekseku f. Hal ini bukan berar bahwa
21
22 23
24
103
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Administrasi di Indonesia yang masih
Dengan demikian, perbaikan administrasi
sektoral, (bijzondere bestuurswe en) meng-
pemerintahan perlu dilakukan secara bertahap
akibatkan:
Perundang-undangan
25
Pertama,
dak ada standard
menurut prioritas-prioritasnya.
baku menyangkut is lah di bidang hukum
Salah satu upaya yang bisa dilakukan
administrasi, asas maupun /konsep. contoh:
untuk menyempurnakan HAN yang telah ada
“keputusan tata usaha negara” dijumbuhkan
tersebut adalah dengan melakukan Kodifikasi
dengan “keputusan
Hukum Administrasi. Dalam rangka melakukan
“melampaui
administra f”, atau
kewenangan”
dijumbuhkan
Kodifikasi
administrasi yang perlu diperha kan, yaitu:27
hukum administrasi. contoh: asas
Pertama, hukum untuk penyelenggaraan
praesump o iustae causa (vermoeden van
pemerintahan (het recht voor het besturen
rechtma gheid) dak diiku oleh sebagian
door de overdheid; recht voor het bestuur:
besar
perundang-undangan
normering van het bestuursoptreden). Kedua,
sektoral. Ke ga, dak terdapat pemahaman
hukum oleh pemerintah (het recht dat uit
yang sama menyangkut konsep-konsep
dit bestuur onstaat; recht van het bestuur :
dalam hukum administrasi. Misal: diskresi
nadere regelgeving, beleidsregels, concrete
dijumbuhkan dengan melanggar undang-
bestuursbesluiten). Ke ga, hukum terhadap
undang, penyalahgunaan wewenang dijum-
pemerintah yaitu hukum yang menyangkut
buhkan dengan penyalahgunaan sarana dan
perlindungan hukum bagi rakyat terhadap
kesempatan, serta penggunaan delegasi dan
ndakan pemerintahan (het recht tegen het
terdapat
lR ec hts V
peraturan
ing
sinkronisasi
dak
mandat secara salah.26 Kondisi demikian
sangat berpengaruh bagi public service,
bestuur). Diskresi
merupakan
bagian
utama
penegakan hukum, perlindungan hukum bagi
dari hukum administasi dalam rangka
rakyat, dan usaha pemberantasan korupsi.
penyelenggaraan
pemerintah.
Selain
diskresi ini, beberapa bagian utama lain
di bidang administrasi pemerintahan yang
dalam penyelenggaraan pemerintah adalah:
perlu dilakukan adalah bersifat menyeluruh.
sumber
Namun ada hal-hal yang segera perlu dilaku-
dan mandat;
kan, terutama untuk menjamin kelancaran
pemerintahan. Berdasarkan asas negara
na
Perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan
Jur 104
Umum,
terdapat 3 ( ga) komponen dasar hukum
asas
27
Administrasi
wewenang”.
Kedua,
26
Hukum
ind
dengan “penyalahgunaan
25
BP HN
Hukum
Peraturan
wewenang: Asas
atribusi,
delegasi
penyelenggaraan
Philipus M. Hadjon, RUU Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Hukum Administrasi, diakses dari http:// dialektikahukum.blogspot.com /2009/02/ruu-administrasi-pemerintahan-dalam.html. Ibid. Ibid.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
hukum, asas dasar adalah asas legalitas
badan peradilan). Di sisi lainnya dak banyak
(rechtma gheid van bestuur); dan prosedur
ketentuan
penggunaan wewenang.
yang dimuat di dalamnya dan itu pun
materil
(substansial)
BP HN
hukum
dak secara lengkap atau jelas dijabarkan,
2. Reformulasi Diskresi dan Penataan HAN
sehingga berpotensi menimbulkan mul
interpretasi diantara para hakim sesamanya apalagi para penyelenggara administrasi
pembentukan UU tentang Administrasi
negara. Hal senada dikemukakan oleh
Pemerintahaan yang hingga saat ini masih
A.A. Oka Mahendra29 yang melihat bahwa
dibahas. Dalam rangka pembentukan UU
RUU Administrasi Pemerintahan secara
tersebut, perlu dilakukan juga harmonisasi
umum perlu mengatur hukum materil
terhadap peraturan perundang-undangan
penyelenggaraan administrasi pemerintahan
yang lain. Salah satu yang paling pen ng
atau mengatur syarat-syarat dan tata cara
adalah harmonisasi antara RUU Administrasi
pembuatan keputusan Tata Usaha Negara
Pemerintahan dengan UU Peradilan Tata
yang dapat dijadikan landasan yuridis
Usaha Negara serta UU Pemberantasan
untuk menilai prosedur dan materi muatan
Korupsi agar diskresi bisa dimasukkan sebagai
keputusan Tata Usaha Negara sesuai atau
ind
ing
Salah satu agenda penataan HAN adalah
lR ec hts V
bagian yang pen ng. Harmonisasi
Rancangan
umum pemerintahan yang baik.
Administrasi
Dalam melakukan harmonisasi tersebut,
Undang-undang
perlu dipahami bahwa penataan HAN ke
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, terlihat
depan perlu memperha kan fungsi dan tujuan
secara jelas dalam pandangan dari Paulus
dari kegiatan pemerintahan itu sendiri. Hal
Effendi Lotulung28 yang menyatakan bahwa
ini pen ng untuk bisa menempatkan posisi
Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara
diskresi dalam penyelenggaraan negara,
lebih banyak menekankan pada hukum acara
sebagaimana yang diungkapkan Talizidhuhu
atau prosedur di peradilan, sehingga lebih
Ndraha30 yang menyebutkan bahwa kegiatan
banyak bersifat hukum prosedural (Formal),
pemerintahan harus sesuai dengan tujuan
yang berlaku bagi badan peradilan (hal mana
lembaga yang bersangkutan (pemerintah)
memang formal karena ditujukan untuk suatu
yang telah ditetapkan. Menurut Ryaas
Undang-undang
tentang
dengan
na
Pemerintahan
Paulus Effendi Lotulung,, Makalah pada seminar Indonesia-Jerman, Tinjauan Umum atas Rancangan UndangUndang Administrasi Pemerintahan, Jakarta, 5 April 2005. AA. Oka Mahendra, “Harmonisasi RUU Administrasi Pemerintahan dengan Undang-Undang Peradilan TUN dan Undang-Undang lainnya”, Makalah pada Seminar Nasional RUU Administrasi Pemerintahan, Jakarta, 13 Oktober 2005. Talizidhuhu Ndraha, Makalah pada Semiloka I, Kajian Reformasi Hukum Administrasi Pemerintahan, “Fungsi Pemerintahan”, Jakarta, 27 April 2004.
Jur
28
hubungan
dak dengan Undang-undang dan asas-asas
29
30
105
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Rasyid31 ada ga fungsi hakiki Pemerintahan,
Pemerintahan bukan hanya akan memberi
yaitu Pelayanan (service), pemberdayaan
batas-batas
(Empowerment)
Badan/Pejabat administrasi Pemerintahan,
pembangunan
akan
(development). Dengan pemahaman itu, Rancangan
pertanggung-jawaban
merumuskan
penggunaan diskresi yang
penger an
“Administrasi
oleh
mengenai
Badan/Pejabat
Pemerintahan
terhadap
dak hanya
Pemerintahan” adalah tatalaksana dalam
bersifat pasif dalam ar menunggu adanya
mengambil
gugatan dari masyarakat melalui Pengadilan
ndakan hukum dan atau
Tata Usaha Negara akan tetapi juga bersifat
pemerintahan. Rancangan Undang-Undang
ak f dengan adanya kewajiban memper-
Administrasi Pemerintahan Dra
tanggungjawabkan
bulan Juli
ing
badan atau pejabat
penggunaan
diskresi
kepada Pejabat atasannya mengingat hal
terhadap diskresi dengan menyebutkan
tersebut merupakan suatu kewajiban yang
bahwa Pejabat pemerintahan dan atau
sifatnya melekat pada kewenangan yang
badan hukum lainnya yang menggunakan
menjadi dasar adanya diskresi itu sendiri32
diskresi
keputusan
dan di dalam penjelasannya disebutkan
wajib memper mbangkan tujuan diskresi,
bahwa pertanggungjawaban kepada atasan
peraturan
dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan
mengambil
lR ec hts V
dalam
ind
2008 dalam Pasal 6 ayat (1) memberi batasan
perundang-undangan
yang
menjadi dasar diskresi dan asas-asas umum
memberikan
pemerintahan yang baik. Selanjutnya ayat (2)
keputusan diskresi.
alasan-alasan
pengambilan
dan ayat (3) menyebutkan bahwa penggu-
Tetapi yang disayangkan adalah meskipun
naan diskresi wajib dipertanggungjawabkan
Pasal 6 RUU Administrasi Pemerintahan telah
kepada pejabat atasannya dan masyarakat
mengatur tentang kewajiban melaporkan
yang dirugikan akibat keputusan diskresi
ndakan diskresi kepada atasan dalam
yang telah diambil serta dapat diuji melalui
bentuk tertulis dengan memberikan alasan-
upaya administra f atau gugatan di Peradilan
alasan pengambilan keputusan diskresi,
Tata Usaha Negara.
namun apabila ketentuan tersebut
dilaksanakan dak ada sanksinya sehingga hal
Rancangan Undang-Undang Administrasi
tersebut dapat menyebabkan Badan/Pejabat
na
tersebut
berar
dak
bahwa
Jur 106
mengatur
Administrasi
Ketentuan
32
juga
Undang-undang Administrasi Pemerintahan,
ndakan faktual
31
tetapi
diskresi
BP HN
dan
penggunaan
Ryaas Rasyid, Makna Pemerintahan : Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan, (Jakarta : P.T. Yarsif Watampone, 1997), hal. 11-12 Rusma Dwiyana, Akuntabilitas Administrasi dan Hukum Atas Keputusan Administrasi Pejabat Pemerintahan, diunduh dari www.wordpress.com, Januari 2009.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
kriteria kepen ngan umum harus ditetapkan
keputusan diskresi berdalih bahwa keputusan
oleh suatu peraturan perundang-undangan.
BP HN
Administrasi Pemerintahan yang menerbitkan
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat
yang diambilnya bukan keputusan diskresi
disimpulkan bahwa penggunaan kewenangan
keputusan yang diambilnya adalah keputusan
diskresi oleh Badan/Pejabat administrasi
diskresi. Walaupun demikian paling
dak
pemerintahan hanya dapat dilakukan dalam
batas-batas
hal tertentu dimana peraturan perundang-
penggunaan diskresi sebagai suatu norma
undangan yang berlaku dak mengaturnya
yang mengikat, maka hal tersebut sudah
atau karena peraturan yang ada yang
cukup untuk menghindari dilaksanakannya
mengatur tentang sesuatu hal
penyalahgunaan wewenang (detournement
dan hal tersebut dilakukan dalam keadaan
de pouvoir) dan perbuatan sewenang-
darurat/mendesak demi kepen ngan umum
wenang (willekeur) oleh Badan/Pejabat
yang telah ditetapkan dalam suatu peraturan
Administrasi Pemerintahan, sebab tujuan
perundang-undangan.
akan
dijadikannya
dak jelas
ind
dengan
ing
dak tahu bahwa
ataupun berdalih ia
Dalam perkembangannya, Rancangan
dan menjadikan Hukum Administrasi Negara
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan
menunjang kepas an hukum yang memberi
akan memperluas kewenangan absolut
jaminan dan perlindungan hukum, baik bagi
Pengadilan Tata Usaha Negara melalui Pasal
warga negara maupun administrasi negara.33
44 yang menyebutkan bahwa kewenangan
Penggunaan freies ermessen oleh Badan/
untuk memeriksa dan memutus perkara
lR ec hts V
utama dari norma fisasi adalah menciptakan
Pejabat administrasi negara dimaksudkan
yang berkaitan dengan
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
atau pejabat pemerintahan dan atau badan
pen ng dan mendesak serta ba- ba yang
hukum lainnya yang menimbulkan kerugian
sifatnya kumula f. Bisa saja muncul persoalan
material maupun immaterial dilaksanakan
yang pen ng tapi
oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.
dak mendesak untuk
segera diselesaikan. Ada pula kemungkinan muncul persoalan mendesak, tapi
Dengan adanya tambahan kewenangan
untuk
menguji
perkara-perkara
yang
berkaitan dengan
persoalan baru dapat dikualifikasi sebagai
pejabat pemerintahan dan atau badan hukum
persoalan pen ng apabila persoalan tersebut
lainnya yang menimbulkan kerugian material
menyangkut kepen ngan umum, sedangkan
maupun immaterial, maka semakin lengkap
na
terlalu pen ng untuk diselesaikan. Suatu
Jur 33
dak
ndakan badan
ndakan badan atau
fungsi Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai fungsi kontrol yuridis terhadap pemerintah.
Rusli K. Iskandar, Normatiϔisasi Hukum Administrasi Negara, dalam SF Marbun dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hal. 187.
107
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
mempunyai
kekuasaan
(power)
1. Kesimpulan
untuk
melaksanakan tugas pelayanannya tadi, yang apabila disalahgunakan akan menjadi fatal akibatnya dari segi hukum. Untuk itu perlu adanya kontrol, yang dengan demikian kemungkinan akan adanya penyalahgunaan kekuasaan,
kesewenang-wenangan
dan
lain-lain dapat dihindari atau diperkecil kemungkinan. Kontrol yuridis merupakan bagian dari kontrol lain-lainnya terhadap pemerintah seper
kontrol poli s, kontrol
administrasi, kontrol ekstern organisasi/
lembaga baik yang struktural maupun non struktural.35 ekstern
yang
berbentuk
lR ec hts V
Kontrol
organisasi/lembaga yang bersifat struktural sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor.
37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI yang
berwenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang dilaksanakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk
yang
diselenggarakan
oleh
BUMN, BUMD dan BHMN serta badan swasta atau perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan
pelayanan
a. Diskresi diperlukan dalam hukum administrasi
dalam
menyelesaikan
persoalan
peraturan
publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dananya
yang
perundang-undangan
mengatur secara umum, sehingga administrasi
negara
mempunyai
kebebasan untuk menyelesaikan atas
inisia f
sendiri.
Diskresi
juga diperlukan apabila terdapat prosedur
yang
dak
dapat
diselesaikan menurut administrasi yang normal, atau jika diselesaikan menurut
prosedur
administrasi
yang normal justru kurang berdaya guna dan berhasil guna, atau perlu penanganan yang sangat cepat.
b. Reformulasi penataan
diskresi hukum
dalam
administrasi
sangat diperlukan meski telah ada kesepakatan secara teori s bahwa pada dasarnya diskresi sembarangan
dipakai.
dak bisa Diskresi
hanya bisa dipakai pada keadaankeadaan tertentu, seper
apabila
terjadi kekosongan hukum; adanya kebebasan interprestasi; adanya
Jur
na
bersumber dari APBN dan/atau APBD36
rangka
belum mengaturnya atau hanya
ind
melalui tromol-tromol pos, kontrol intern
BP HN
Pemerintah sebagai pelayan (public service)
E. Penutup
ing
Lintong Oloan Siahaan34 mengatakan bahwa
34
35
36
108
Lintong Oloan Siahaan, Wewenang PTUN menunda berlakunya Keputusan Pemerintah, (Jakarta: Perum Percetakan Negara RI, 2006), hal. 10. Lintong Oloan Siahaan, Prospek PTUN sebagai Pranata Penyelesaian Sengketa Administrasi di Indonesia, Studi Tentang Keberadaan PTUN Selama Satu Dasawarsa 1991-2001, (Jakarta: Perum Percetakan Negara RI, 2005), hal. 42-43. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
disebut Algemene Beginselen van
serta demi pemenuhan kepen ngan
Behoorlijk Bestuur, sementara di
umum. Selain itu, pembuatan diskresi
USA disebut “The principle of good
juga dibatasi oleh asas-asas hukum
public administra on.” AUPB ini
administrasi serta asas-asas umum
pada dasarnya adalah code of ethic.
pemerintahan yang baik. Di antara
Tetapi setelah lahirnya UU No. 28
asas-asas
pemerintahan
Tahun 1999 tentang Penyelenggara
yang baik yang paling mendasar
Negara yang Bersih dan Bebas dari
adalah larangan penyalahgunaan
Korupsi, Kolusi, dan Nepo sme, (UU
wewenang dan larangan ber ndak
KKN) telah terjadi formalisasi AUPB
ing
umum
BP HN
perundang-undangan;
delegasi
sewenang-wenang. Tetapi euforia semangat korupsi
dalam hukum posi f. Formalisasi ini diadopsi juga oleh UU No.5 Tahun
pemberantasan melihat
bahwa
1986 tentang Peradilan Tata Usaha
tanpa
Negara sebagaimana diubah UU
undang-undang) yang
pagar
No.9 Tahun 2004 dan UU No.51
kewenangan
Tahun 2009 yang menjadi pedoman
maka
membatasi
ind
dituangkan dalam regulasi (baca:
pejabat
penyelesaian sengketa Tata Usaha
negara akan mudah diterobos oleh
Negara. Formalisasi ini juga terlihat
pejabat negara. Pemikiran semacam
dengan disusunnya RUU Administrasi
ini
Pemerintahan sebagai bagian dari
diskresi
lR ec hts V
mengeluarkan
dilandasi
oleh
pengalaman
historis bahwa pada masa lalu,
reformasi
diskresi
oleh
UU tersebut nan nya bisa menjadi
penyelenggara negara cenderung
batasan secara hukum pembuatan
merugikan
diskresi
yang
dikeluarkan
masyarakat
dan
birokrasi.
sebagai
Keberadaan
fungsi
kontrol
mengeruk kekayaan negara. Padahal
mencegah terjadinya detournament
teori mengenai asas-asas umum
de povoir.
pemerintahan yang baik (AUPB) yang menjadi dasar pembuatan diskresi sudah banyak, tapi dalam
na
prakteknya
dak dijalankan oleh
2. Saran a. Perlu ada kesadaran dari aparan penegak
hukum
dan
legislator
bahwa
mendorong formalisasi AUPB dalam
satunya tujuan hukum, masih ada
hukum posi f. Teori mengenai asas-
keadilan dan kemanfaatan yang bisa
asas umum pemerintahan yang
diraih dengan mengembalikan ruang
baik (AUPB) telah banyak sekali
bagi code of life di luar undang-
berkembang. Di Belanda AUPB ini
undang. Undang-undang juga dak
Jur
para pejabat. Hal inilah yang
kepas an
bukan
satu-
109
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
dapat dibuat sangat terinci (detail) hanya
memberikan
BP HN
melainkan
algemeene richtlijnen (pedoman umum) saja. Karenanya undangundang
dak dapat mencakup
segala-galanya.
Undang-undang
bukan obat mujarab yang bisa menyelesaikan semua persoalan, dak dapat mengiku
kecepatan gerak masyarakat atau proses
perkembangan
sosial,
sehinggga undang-undang selalu ke nggalan. ada
penataan
kesadaran Hukum
bahwa
ind
b. Perlu
Administrasi
Negara bukan sekedar dipahami sebagai pembentukan atau penataan perundang-undangan
lR ec hts V
peraturan
terkait administrasi Negara, tetapi lebih jauh dari itu adalah penataan
tatanan hukum yang terdiri dari struktur,
substansi,
dan
kultur
masyarakat, birokrasi, dan penegak
Jur
na
hukum.
110
ing
karena ia
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
DAFTAR PUSTAKA Atmosudirjo, S. Prajudi, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994).
Bagir Manan, “Orasi pada Seminar RUU Administrasi Pemerintahan se – Sumatera di Medan ” 29 Juni 2005.
Bank Dunia, Reformasi Hukum di Indonesia, Hasil Studi Perkembangan Hukum, (Jakarta: Cyberconsult, 1999).
Basah, Sjachran, Eksistensi dan Tolok Ukur Peradilan Administrasi Negara di Indonesia, (Bandung
ing
Alumni, 1997).
Basah, Sjachran, Perlindungan Hukum terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara, (Bandung: Alumni, 1992).
Dwiyana, Rusma, Akuntabilitas Administrasi dan Hukum Atas Keputusan Administrasi Pejabat
ind
Pemerintahan, diunduh dari www.wordpress.com, Januari 2009.
Hadjon, Philipus M., RUU Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Hukum Administrasi, Makalah.
Harper, JH., Filsafat Poli k Plato, Aristoteles, Augus nus, Machiaveli, (Jakarta: PT Raja Grafindo
lR ec hts V
Persada, 2002).
Indroharto, Usaha memehami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, (Jakarta: Sinar Harapan, 1993).
Koentjoro, Diana Halim, Hukum Administrasi Negara, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004). Lotulung, Paulus Effendi, Makalah pada seminar Indonesia-Jerman, Tinjauan Umum atas Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, Jakarta, 5 April 2005. Mahendra, AA. Oka, Harmonisasi RUU Administrasi Pemerintahan dengan Undang-Undang Peradilan TUN dan Undang-Undang lainnya, Makalah pada Seminar Nasional RUU Administrasi Pemerintahan Jakarta, 13 Oktober 2005.
Marbun, SF dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2001).
Marbun, SF, Makalah pada seminar Indonesia – Jerman – RUU tentang Administrasi Pemerintahan,
na
di Jakarta, 5 April 2005.
Martosoewignjo, Sri Soemantri, Undang-Undand Dasar 1945, Kedudukan dan Ar nya Dalam Kehidupan Bernegara, Makalah disampaikan pada Stadium Generale dan 40 Tahun
Jur
Pengabdiannya di Universitas Padjadjaran, Bandung 2001.
Ndraha, Talizidhuhu, Makalah pada Semiloka I, Kajian Reformasi Hukum Administrasi Pemerintahan, “Fungsi Pemerintahan”, Jakarta, 27 April 2004.
111
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Panjaitan, Saut P., Makna dan Peranan Freies ErmessenDalam Hukum Administrasi Negara dalam
BP HN
SF Marbun dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2001).
Rasyid, Ryaas, Makna Pemerintahan : Tinjauan dari Segi E ka dan Kepemimpinan, 1996.
Siahaan, Lintong Oloan, Prospek PTUN sebagai Pranata Penyelesaian Sengketa Administrasi di Indonesia, Studi Tentang Keberadaan PTUN Selama Satu Dasawarsa 1991-2001, (Jakarta: Perum Percetakan Negara RI, 2005).
Siahaan, Lintong Oloan, Wewenang PTUN menunda berlakunya Keputusan Pemerintah, (Jakarta: Perum Percetakan Negara RI, 2006).
ing
Simorangkir, JCT dkk, Kamus Hukum, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008).
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Peneli an Hukum Norma f: Suatu Tinjauan Singkat, edisi 1, cet.v, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001).
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Perpustakaan di Dalam Peneli an
ind
Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1979). Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, Peneli an Hukum Norma f, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta,: CV. Rajawali, 1990). 2000).
lR ec hts V
Soetami, A. Si , Hukum Administrasi Negara, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Suprianto, 2004, Syariat Islam dalam Mewujudkan “Clean Governance and Good Government” dalam www. Transparansi.or.id.
Warassih, Esmi, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: PT. Suryandaru Utama, 2005).
h p://www.ppu.org.uk/people/suukyi.html
h p://chandrasway.blogspot.com/2010/12/aung-san-suu-kyi-i-am-happy-because-i.html
Jur
na
h p: //www.transparansi. or.id/ ar kel/ pemberantasan-korupsi-tak-sebatas-legalitas/
112
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
PEMBAHARUAN REGULASI PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH
BP HN
(Reforma on Regula on of Goods and Services Government Procurement) Apri LisƟyanto, S.H. Analis Hukum Pada Bidang Pengembangan Hukum dan Fasilitasi Peneli an Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional BPHN
lR ec hts V
ind
ing
Abstrak Pengadaan barang dan jasa secara ideal bertujuan untuk menjamin efisiensi, transparansi, dan keadilan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan oleh pemerintah. Dalam prak k, pelaksanaan pengadaan barang/jasa masih banyak sekadar memenuhi kewajiban administra f tanpa mempedulikan aspek substan fnya. Tulisan ini akan membahas tentang pembenahan regulasi di bidang pengadaan barang dan jasa. Melalui peneli an yuridis norma f, peneli an ini menemukan regulasi terkait dengan pengadaan barang dan jasa memiliki kelemahan, khususnya berkaitan dengan mekanisme pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka mekanisme kerja, tradisi, dan perilaku birokrasi yang berpotensi menghambat terwujudnya pemerintahan yang bersih, pembaharuan peraturan perlu disesuaikan agar fleksibilitas pengadaan barang dan jasa memenuhi kebutuhan pemerintah dan sekaligus menghindari ditabraknya prinsip pengadaan yang ada. Disamping itu perlu pula adanya pembenahan terhadap regulasi di bidang Pengadaan Barang dan Jasa, yaitu dari Peraturan Presiden diubah menjadi Undang-Undang. Kata kunci: Pembaharuan, fleksibilitas, kepas an hukum, pemerintahan yang baik
na
Abstract Procurement of goods and services are ideally aimed at ensuring efficiency, transparency and fairness in the implementa on of development ac vi es by the government. In prac ce, the implementa on of the procurement of goods / services are s ll a lot just to meet the administra ve du es regardless of the substan ve aspects. This paper will discuss the reform of regula on in the field of public procurement. Through norma ve juridical research, this study found the regula ons related to procurement of goods and services have drawbacks, par cularly with regard to the implementa on mechanisms of goods / services. To address these concerns, the mechanism of ac on, tradi ons, and bureaucra c behavior that could poten ally hinder the realiza on of good governance, regulatory reform needs to be adjusted so that the flexibility of the procurement of goods and services meet the needs of government and at the same me avoiding ditabraknya exis ng procurement principles. Besides, it also needs a revamping of the regula on in the areas of Procurement, which is converted to the President of the Regula ons Act.
Jur
Key words: Reforma on, Flexibility, law certainty, good governance
113
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
telah banyak dirumuskan dalam berbagai
Pengadaan barang dan jasa pemerintah dewasa ini merupakan isu startegis dan pen ng, baik dalam prespek f perdagangan internasional, maupun dari prespek f hukum nasional dan implikasinya terhadap hukum Indonesia berdasarkan alasan-alasan sebagai
ketentuan organisasi internasional4, kelima,
BP HN
A. Pendahuluan
kesepakatan dalam forum internasional memiliki implikasi norma f maupun ekonomi yang signifikan terhadap kebijakan regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah suatu negara.5
Pengadaan barang/jasa untuk kepen-
berikut: pertama, Organisasi Perdagangan
ngan pemerintah merupakan salah satu alat
Dunia mengagendakan isu baru (new issues), dan perlakuan non diskrimina f dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah sesuai dengan persaingan dan liberalisasi sebaliknya mengambil sikap defensif dan
melakukan upaya protek f dan preferensi dalam pelaksanaan
pengadaan barang/
pengadaan barang dan jasa merupakan perdebatan panjang dan kontroversial antara
negara maju dan negara berkembang,3 keempat, terdapat polarisasi yang perlu yakni
terdesentralisasinya
ketentuan-ketentuan pengadaan barang/ jasa
pemerintah
dari
norma
hukum
internasional ke dalam norma hukum yang bersifat regional maupun bilateral yang
Jur
2
3 4
5
114
rakyat
Indonesia,
karena
pengadaan
barang dan jasa terutama di sektor publik terkait erat dengan penggunaan anggaran Negara. Yang menjadi
k pen ng dari itu
adalah urgensi pelaksanaan pengadaan yang efek f dan efisien serta ekonomis untuk mendapatkan manfaat maksimal dari penggunaan anggaran. Hal ini disebabkan karena pengadaan barang dan jasa sebagian besar dibiayai oleh keuangan Negara, baik
melalui APBN maupun non-APBN. Pengembangan sistem pengadaan barang
dan jasa pemerintah merupakan bagian pen ng dalam agenda proses transformasi mewujudkan keadilan guna membangun
www.wto.org, laporan hasil pertemuan tingkat menteri, Pada Singapore Meeting, yang diselenggarakan di Singapura pada 9-13 Desember 1996, dilanjutkan di Jenewa pada 18-20 Mei 1998; Seatle (AS), 30 November sampai 3 Desember 1999, Doha (Qatar), 10-14 November 2001; dan di Cancun Meksiko pada 10-14 September 2003, dan di Hongkong pada 2006. Paul J. Carrier, Soverignity Under The Agreement On Government Procurement, Minnesotta Journal of Global Trade, Winter 1997, hal. 85. Ibid, hal. 87. Martin Dischendorfer, The Existence and Development of Multilateral Rules on Government Procurement Under the Framework of the WTO, Public Procurement Law Review, (Sweet & Maxwell Limited and Contrutors, 2000), hal. 543. Frank J. Gracia, Trade and Justice: Lingking The Trade Linkage Debates, University of Pennsylvania Journal of International Economic Law, 1998. hal. 391.
na
1
nasional guna mensejahterakan kehidupan
lR ec hts V
jasa pemerintah,2 ke ga, liberalisasi dalam
ditelaah,
dalam rangka meningkatkan perekonomian
ind
perdagangan,1 kedua, negara berkembang
untuk menggerakkan roda perekonomian,
ing
yang salah satunya mengenai transparansi
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
akibat praktek korupsi, kolusi, dan nepo sme
dan berwibawa (good governance and
yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan
clean government). Proses transformasi
barang dan jasa pemerintah.6 Sementara
dimaksud merupakan upaya membawa
itu, hasil kajian Bank Dunia dan Bank
Indonesia dari sebuah negara dengan tata
Pembangunan Asia yang tertuang dalam
kelola pemerintahan yang buruk, karena
Country Procurement Assessment Report
merajalelanya prak k korupsi, kolusi, dan
(CPAR) tahun 2001 menyebutkan, bahwa
nepo sme (KKN), menjadi sebuah negara
kebocoran dalam pengadaan barang dan
dengan tata kelola pemerintahan yang lebih
jasa pemerintah sebesar 10-50 persen.7
baik, lebih bersih dan lebih berwibawa, dan
Kebocoran
bebas dari berbagai kepen ngan pribadi,
kondisi sosial ekonomi yang miskin, kondisi
kelompok, dan golongan.
pelayanan publik yang buruk, kekuasaan
BP HN
tatanan pemerintahan yang makin bersih
dapat
ing
ini
disebabkan
oleh
sewenang-wenang para pejabat publik,8
perubahan guna menciptakan persaingan
hukum dan peraturan yang bermacam-
usaha yang sehat, efisiensi belanja negara,
macam dengan penerapan lemah, minimnya
sekaligus public service delivery, yaitu
lembaga pengawas, relasi patron-klien, dan
dengan mewujudkan instrumen pengadaan
dak adanya komitmen dan kehendak poli k.
(procurement) yang kredibel. Perubahan
Kurangnya transparansi dan akuntabilitas
tersebut merupakan bagian dari pengelolaan
disinyalir
menjadi
dan pemanfaatan APBN dalam menunjang
penyebab
terjadinya
berjalannya fungsi pemerintahan.
korupsi
lR ec hts V
ind
Sebagai salah satu indikator kunci
Pengadaan barang dan jasa harus dapat
dilaksanakan secara efek f dan efesien
terbesar
korupsi,
sehingga
dak hanya dilakukan pada level
individu dan bisnis, bahkan poli k. Munculnya
permasalahan-perma-
serta dapat dipertanggungjawabkan, karena
salahan di atas mendorong pemerintah
potensi kerugian negara sangat besar dalam
untuk memperbaharui regulasi di bidang
proses pengadaan ini. Lebih dari 20 tahun
pengadaan barang/jasa, dengan tonggak awal
yang lalu, Begawan Ekonomi Indonesia,
yaitu dengan diterbitkannya Keppres Nomor
Profesor
Djojohadikusumo,
80 Tahun 2003 di mana prinsip reformasi
sudah mensinyalir 30-50 persen kebocoran
kebijakan umum pemerintah seper “good
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
governance” atau Tata Kelola Pemerintahan
na
Soemitro
www.kpk.go.id/modules/news/ makepdf. php? Storyid. www.antikorupsi.org/ indo/ index2. php? option=com_content&do. Korupsi sangat parah terjadi di hampir setiap relasi dengan penguasa. Sebuah studi Bank Dunia pada 1999 menyebutkan, sekitar 85,7 persen perusahaan yang disurvei mengatakan selalu atau sering kali berhadapan dengan korupsi saat berinteraksi dengan pejabat publik. Patologi pengadaan barang dan jasa pemerintah ini meliputi mark-up harga, pemerasan, penyalahgunaan wewenang, bisnis dengan orang dalam, nepotisme dan pemalsuan.
Jur
6
persoalan
7 8
115
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
untuk memperoleh data-data baik yang
operasional.
bersumber kepada berbagai data dan
BP HN
yang Baik mulai diterapkan pada tataran
informasi yang ”di release” oleh pemerintah;
barang/jasa yang bersih, akuntabel dan bebas
tulisan para ahli dalam bentuk buku,
KKN merupakan usaha pemerintah untuk
jurnal, ar kel lepas, surat kabar, maupun
mewujudkan good governance, melalui
informasi yang tersebar di dunia maya;
peneli an ini akan mengurai bagaimana
pengalaman para prak si dan pengambil
usaha pemerintah dalam memperbaharui
putusan; kebijakan dan regulasi nasional dan
regulasi di bidang pengadaan barang/jasa
internasional; dan lain-lain sebagainya yang
(government procurement).
terkait dengan proses pengadaan barang dan
ing
Keinginan untuk menciptakan pengadaan
jasa pemerintah.
C. Permasalahan
Salah
Berangkat dari latar belakang uraian di
satu
pendekatan
ciri
dari
norma f,
penggunaan
yaitu
melalui
analisis dan kajian terhadap norma-norma
diteli adalah:
terkait yang berlaku (“exis ng laws and
2.
Apa urgensi pemerintah melakukan
regula ons”).
perubahan regulasi pengadaan barang/
dipandang relevan guna menilai sejauhmana
jasa?
norma-norma yang berlaku masih mampu
lR ec hts V
1.
ind
atas, maka pokok permasalahan yang akan
norma f
mengakomodasikan
benahi sebagai upaya pembaharuan
kecenderungan khususnya pada proses
regulasi
pengadaan barang/jasa pemerintah.
pengadaan
barang/jasa
perkembangan
ini
Permasalahan apa saja yang perlu di
pemerintah? 3.
Pendekatan
dan
Analisis yang dilakukan dalam peneli an
Bagaimana usaha pemerintah dalam
ini difokuskan pada norma-norma yang
melaksanakan pembaharuan regulasi
terkait dengan hukum dan kebijakan, oleh
pengadaan barang/jasa pemerintah?
karena itu bersifat norma f-kualita f. Serta dalam penyajian hasil peneli an bersifat deskrip f anali s.
D. Metode PeneliƟan
Dalam peneli an digunakan beberapa yang
berkaitan
dengan
na
pendekatan
pengumpulan data dan informasi; analisis; serta penyajian. Jenis dari peneli an hukum
116
1. Urgensi Pembaharuan Regulasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
ini adalah peneli an yuridis norma f.9
Dalam konteks pembangunan hukum,
Peneli an yuridis norma f yaitu berupa
kegiatan pengadaan barang/ jasa pemerintah
peneli an kepustakaan (library research)
di njau dari perspek f hukum Indonesia,
Jur 9
E. Pembahasan
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), hal. 26.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
rupiah.13 Kedua, pengadaan barang dan jasa
sebagai berikut: pertama, pengadaan barang
pemerintah merupakan sektor signifikan
dan jasa pemerintah memiliki ar strategis
dalam
dalam proteksi dan preferensi bagi pelaku
Ke ga sistem pengadaan barang dan jasa
usaha dalam negeri.10 Hal ini dapat dilihat
pemerintah
dari besaran alokasi anggaran pengadaan
prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik
barang/jasa pemerintah yang mencapai
akan mendorong efisiensi dan efek fitas
persentase
Anggaran
belanja publik sekaligus mengondisikan
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
perilaku ga pilar yaitu pemerintah, swasta
Se ap tahun, sektor pengadaan barang
dan masyarakat dalam penyelenggaraan good
dan jasa pemerintah membelanjakan dana
governance. Keempat, bahwa ruang lingkup
yang cukup besar. Anggaran untuk sektor
pengadaan barang dan jasa pemerintah
ini dalam APBN tahun anggaran 2001, dak
melipu
kurang dari Rp.66,57 triliun atau (20% dari
aspek dalam pembangunan bangsa.
pertumbuhan
yang
mampu
ekonomi,14
menerapkan
ing
dari
upaya
berbagai sektor dalam berbagai
ind
signifikan
BP HN
pen ng dengan argumentasi
memiliki ar
12
sampai dengan 1990-an pengadaan barang/
pengadaan barang dan jasa pemerintah. Nilai
jasa pemerintah diatur oleh Keppres Nomor 12
tersebut belum termasuk belanja oleh Badan
Tahun 1979, Keppres Nomor 16 Tahun 1994,
Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik
dan Keppres Nomor 18 Tahun 2000. Pada
Daerah (BUMN/BUMD) maupun Anggaran
prinsipnya keputusan-keputusan presiden
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).11
tersebut mengatur administrasi pengadaan,
Belanja Pemerintah tahun 2005 mencapai
kebijakan perlindungan kepada perusahaan
97 triliun (25% dari APBN).12 Sementara itu,
“pribumi”,
Rancangan APBN 2007, pendapatan negara
setempat, dan kebijakan untuk mendorong
diprediksikan sebesar 693 triliun rupiah
penggunaan produksi dalam negeri dan
dan belanja negara mencapai 726,3 triliun
perluasan lapangan kerja. Permasalahan-
perusahaan
nasional
dan
World Trade Organization on Government Procurement: The Plurilateral Agreement Overview of the Agreement of Government Procurement., 2005. hal. 2. Latar Belakang Kebijakan dikeluarkannya Keppres Nomor 80 Tahun 2003, tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, hal. 1. Laporan Sementara Realisasi APBN Tahun Anggaran 2005, Periode 1 Januari 2005 sampai dengan 30 Desember 2005 (Jakarta: Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan RI, 2006). Iman Sugema, ”Anggaran Tidak Memberi Ruang Untuk Menstimulasi Pertumbuhan Ekonomi” (Jakarta: INDEF, 2006). Latar Belakang Kebijakan dikeluarkannya Keppres No. 80 Tahun 2003, Kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi berkisar 0,6% pada tahun 2001 (Pertumbuhan ekonomi tahun 2001 sebesar 3,44%), pada tahun 2002 sebesar 0,74, dengan angka pertumbuhan ekonomi 3,66%. Mengingat betapa besarnya nilai pengadaan dan sumbangannya pada perekonomian serta banyak pihak yang terlibat dalam proses pengadaan yang baik akan berdampak luas bagi perubahan perilaku, baik pada jajaran birokrasi, maupun kalangan pelaku usaha dan masyarakat pada umumnya
Jur
13
(23% dari APBN), dibelanjakan melalui proses
lR ec hts V
11
Pada masa orde baru yaitu pada 1970-an
na
10
APBN), tahun 2002 sekitar Rp78,15 triliun
14
117
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
intellegent people, baik dengan sendirinya
pelaksanaan keputusan-keputusan presiden
maupun dengan bantuan lawyer tentang apa
dimaksud di antaranya adalah: 1) peraturan/
yang diharuskan menurut hukum.
BP HN
permasalahan pokok yang muncul dari
pengaturan yang ada kurang memadai lagi
Kedua, harus adanya akses secara
menghadapi tantangan dengan semakin
bebas dan fair terhadap informasi sehingga
besarnya volume APBN dan APBD yang
tercipta transparansi, dan ke ga, pembuat
semakin meningkat dan dampaknya terhadap
keputusan dalam hal ini pemerintah harus
pertumbuhan ekonomi, 2) masih ngginya
mentaa
aturan
dan
menegakkannya.
Berdasarkan elemen-elemen di atas, bahwa
APBD, 3) Adanya ke dakjelasan pengaturan
pembangunan hukum yang mempunyai level
dan
benturan
aturan
yang
ing
ngkat kebocoran dalam pelaksanaan APBN/
nggi harus mengandung hal-hal berikut ini:
mengatur
pengadaan barang/jasa pemerintah, dan 4)
……..clear, known laws, widespread informa on concerning what ever it is the law treats; decision-makersaccountability for, independence form, decisions results-comprises predictability and form of the founda on for rule-based behavior throughout society.16
diperlukannya kebijakan dalam menghadapi
ind
tantangan ke depan seper : liberalisasi
perdagangan dan Government Procurement Aggreement dalam Panel WTO.
Menurut Luhmann, hukum modern kegiatan
bisnis,
ekonomi
Secara ekonomi, fakta telah membuk kan
dan kegiatan lainnya melalui penciptaan
bahwa masyarakat yang berdasarkan rule
struktur yang terukur (calculable structure)
of law lebih efisien daripada berdasarkan
dari suatu ekspektasi sehingga hukum
tradisi atau patronage based system, dan di
mampu memerankan sebagai “condi onal
Indonesia, hukum masih bersifat personalised
programming” yang secara norma f dapat
dan patronage based.17
lR ec hts V
memfasilitasi
dikatakan bahwa jika kondisi tertentu
mengiku dan menciptakan suatu condi onal
pengaturan hukum yang jelas dan mampu
programming
memenuhi perkembangan pasar, sehingga
yang
harus
memenuhi
pihak yang terlibat dalam proses pengadaan
secara reasonable jelas sehingga para
tersebut. Pengadaan barang/jasa pemerintah
aktor akan mengetahui kosekuensi yang
baik berdasarkan hukum nasional maupun
di mbulkan, selain itu hukum harus cukup
hukum internasional harus berdasarkan
jelas untuk menginformasikan pesan pada
persaingan sehat, transparansi, efisiensi dan
na
118
prinsip kepas an hukum diperoleh oleh para
Pertama, hukum harus diketahui dan
Jur 17
pengadaan
barang/jasa pemerintah maka diperlukan
persyaratan sebagai berikut:
16
pengaturan
terpenuhi, maka konsekuensi tertentu akan
15
15
Terhadap
Luhman, Niklas, A Sociological Theory of Law, Elizabeth King and Martin Albrow (ed). Martin Albrow (London: Routledge & Kegan Paul, 1985), hal.184. Ibid. hal. 184. Ibid. hal. 185.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
jasa.18 Ketatnya tata cara pengadaan barang
internasional di bidang pengadaan barang dan
dan jasa pemerintah, ketakutan Pejabat
jasa pemerintah (government procurement)
terhadap pengusutan polisi, jaksa dan Komisi
perlu diketahui perkembangannya, dengan
Pemberantasan Korupsi (KPK), serta proses
alasan sebagai berikut:
tender yang memakan waktu cukup lama,
a.
Dalam jaman globalisasi dan era per-
mulai dari pengumuman tender, tahap pra
dagangan bebas, masyarakat Indonesia
kualifikasi, pasca kualifikasi, sampai dengan
mau
per-
pengumuman pemenang tender, menjadi
kembangan dan kemajuan yang terjadi
indikasi lemahnya penyerapan anggaran
di dunia, termasuk perkembangan dalam
tersebut.
ing
dak mau harus mengiku
BP HN
nondiskriminasi. Dalam konteks regulasi
bidang pengadaan barang dan jasa.
kerja, tradisi, dan perilaku birokrasi menjadi
bebas menuntut pemberlakukan tata
permasalahan yang potensial menghambat
cara
yang
pemerintah yang bersih. Hal ini mengingat
berlaku secara internasional. Dengan
penyimpangan/pelanggaran dalam penga-
demikian semua pihak harus memahami
daan adalah buruknya kualitas barang dan
dan mempelajarinya agar kita dapat
jasa yang dihasilkan sehingga
bersaing dalam era globalisasi dan
melayani kepen ngan publik secara efek f
perdagangan babas tersebut;
dan efisien, sehingga masyarakat menjadi
pengadaan
barang/jasa
ind
Dalam era globalisasi dan perdagangan
lR ec hts V
b.
Dengan perkataan lain, mekanisme
dak dapat
pihak yang paling dirugikan.
barang dan jasa yang baik merupakan alat
Pengadaan barang dan jasa di lingkungan
publik di seluruh sektor dan merupakan
pemerintah sering kali bermasalah dan terjadi
instrumen dalam membangun tata kelola
berbagai macam penyimpangan, baik dari segi
yang balk dan tata pemerintahan yang
kualitas barang yang dak sesuai, maupun
baik.
adanya unsur Korupsi, Kolusi dan Nepo sme
terjadi dalam pengadaan barang dan jasa
(KKN) antara pejabat pemerintah dengan
akan meningkatkan angka kemiskinan dan
para penyedia barang dan jasa. Banyaknya
menyebabkan
penyimpangan tersebut, justru dinilai oleh
ngunan akibat penyelewengan uang negara
banyak kalangan menyebabkan rendahnya
di luar kepen ngan rakyat. Selain itu juga
penyerapan anggaran pengadaan barang dan
akan menciptakan perilaku buruk yang
Jur
na
2. P e r m a s a l a h a n - P e r m a s a l a h a n Implementasi Regulasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
18
Undang-undang
tentang
pengadaan
yang tepat untuk penerapan kebijakan
Sebaliknya,
penyimpangan
ke dakmerataan
yang
pemba-
Sebagai contoh realisasi belanja negara, khususnya belanja barang dan modal. pada Mei 2007 realisasi belanja barang dan modal cuma 15% meningkat jadi 37,8% pada Juni. Bahkan memasuki triwulan terakhir realisasinya baru 58%, baru setelah November dana yang dibelanjakan mencapai Rp 604,15 triliun atau 80% dari total belanja di APBN Perubahan 2007 Rp 752,4 triliun.
119
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
kementerian negara/lembaga masih saja
sehat karena didasari dengan penyuapan,
terus terjadi. Berdasarkan data dari Laporan
bukan karena kualitas dan manfaat. Untuk
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun
sektor swasta, penyimpangan dalam peng-
anggaran 2006 dan 2007, realisasi belanja
adaan barang dan jasa berdampak pada
pemerintah pusat yang sebagian dilaksanakan
ke dakadilan, ke dakseimbangan, dan iklim
oleh kementerian negara/lembaga maupun
kompe si usaha yang dak sehat. Hal ini akan
dana yang ditransfer ke daerah berupa
berdampak pada
ngginya harga pasaran
dana perimbangan, belum mencerminkan
karena banyak perusahaan kompe tor yang
persentase yang menggembirakan berda-
gulung kar akibat dak mampu membayar
sarkan periode per semester.
ing
BP HN
dak
mendorong persaingan usaha yang
suap.
Salah satu alasan yang dikemukakan
Banyak permasalahan yang mengemuka
berkaitan
dengan
rendahnya
realisasi
belanja barang adalah ketatnya tata cara
mulai dari daya serap anggaran yang rendah19
pengadaan barang dan jasa pemerintah yang
yang selalu terkonsentrasi pada akhir tahun
tertuang di Keppres Nomor 80 Tahun 2003
anggaran, sampai kepada penyimpangan
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
proses pengadaan yang berakibat pada
Barang/Jasa Pemerintah.20 Banyak pejabat
kerugian Negara. Meskipun undang-undang
yang berwenang kerap merasa takut melihat
tentang keuangan negara dan perangkat
makin banyaknya pengadaan barang dan jasa
undang-undang tentang perbendaharaan
yang menjadi kasus pengusutan polisi, jaksa
negara telah dilaksanakan, namun masalah
dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).21
lambatnya penyerapan dana APBN oleh
Selain itu proses tender yang memakan waktu
20
Jur
21
Sebagai ilustrasi, misalnya realisasi anggaran hingga Mei 2009 penyerapan anggaran belanja negara mencapai Rp.286,95 triliun atau 27,67 persen. Angka serapan anggaran ini dinilai rendah karena masih terdapat surplus cash yang cukup banyak, yaitu mencapai Rp.69,210 triliun. Hal ini tidak jauh berbeda, jika dibandingkan penyerapan Anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2008 mencapai Rp 246.860,9 miliar atau menyerap 35,4 persen (mengalami peningkatan sebesar 1,7 persen dari realisasi semester I tahun 2007) dari pagu alokasi anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN-P 2008 sebesar Rp. 697.071,0 miliar. Bila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam periode yang sama • semester I tahun 2007 sebesar Rp. 168.675,4 miliar, maka realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I tahun 2008 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp78.835,0 miliar atau sekitar 46,9 persen. Sumber: http://www.lkpp.go.id/v2/diskusi-post.php? id=12&tid=2. Seorang Pengamat ekonomi dari Institute for Development Economy and Finance, Aviliani, menyatakan, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 tahun 2003 menjadi salah satu faktor penyebab lambatnya serapan dana APBN 2009 oleh sejumlah departemen. Keppres tersebut membuat proses pengadaan barang dan proyek baru bisa selesai dalam waktu delapan bulan sementara proyek departemen seharusnya sudah dijalankan. Kasus-kasus pengadaan barang dan jasa yang dewasa ini dalam penyelidikan Kepolisian, Kejaksaan dan KPK, misalnya adalah Pengadaan Mobil Pemadam Kebakaran dan Ambulans yang terjadi di berbagai provinsi di Indonesia yang melibatkan Gubernur. Disamping itu juga, terdapat kasus pengadaan Radio Komunikasi di Departemen Kehutanan yang kasusnya meluas tidak terkendali. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tau iequrrahman Ruki, pada awal Januari 2007, mencatat 75% kasus korupsi berkaitan dengan procurement. Hal ini sejalan dengan laporan Country Procurement Assessment Report pads 2001, bahwa belanja pengadaan di Indonesia bocor 10-50%. Salah satu celah terjadinya kerugian negara dari kegiatan procurement adalah payung hukum yang kurang memadai.
na
19
lR ec hts V
ind
dalam proses pengadaan barang dan jasa,
120
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
sehat. Hal ini terjadi karena adanya aturan
tahap pra kualifikasi, pasca kualifikasi, sampai
yang harus memprioritaskan the least bidder,
dengan pengumuman pemenang tender.
sementara tawaran harga di bawah 60% dari
BP HN
cukup lama, mulai dari pengumuman tender,
patokan nilai proyek hampir bisa dipas kan
persyaratan
standar mutunya rendah; (2) Spesifikasi teknis
tender oleh kantor pemerintah yang harus
barang yang susah ditemukan di pasar, yang
diumumkan ke publik dalam bentuk iklan
cenderung ke produk tertentu; (3) Sub kontrak,
dan semua perusahaan peserta tender
yang seharusnya pemerintah bisa menolak
harus diverifikasi. Aturan ini, ternyata dalam
tender yang dikontrakkan lagi ke pihak lain.
realisasinya dinilai justru memperlambat
Jika pengawasannya dak benar, maka akan
kerja departemen, apalagi jika perusahaan
terjadi peyimpanganpenyimpangan.23 Selain
yang kalah tender menuntut ke pengadian.
dalam proses pengadaan barang dan jasa
Meskipun
untuk
ini, beberapa faktor dan hal yang berpotensi
menjamin penyelenggaraan tender yang
meningkatkan resiko korupsi adalah sebagai
transparan dan akuntabel, namun lamanya
berikut:
satu
yang
misalnya
aturan
ini
ditujukan
ind
menghambat,
proses
ing
dinilai
Salah
proses tender akan memperlambat kerja kementerian/ lembaga pemerintah yang sudah
mempergunakan
lR ec hts V
seharusnya
anggaran untuk menjalankan proyek publik.
Seper
telah disebutkan sebelum-
nya, bahwa sering terdapat kecende-
kementerian/ lembaga pemerintah memiliki
rungan bahwa belanja barang dan jasa
hak preroga f untuk menetapkan pemenang,
dilakukan pada akhir tahun anggran.
yang menutup kemungkinan perusahaan
Belanja yang mendesak pada akhir ta-
yang kalah tender
hun anggaran ini, sering menjadi subyek
dak perlu menuntut proses
terjadinya penyimpangan. Hai ini terjadi,
tender berlangsung jujur dan transparan.22
karena transaksi pada periode ini kurang
Permasalahan ini diperparah oleh terbitnya
diawasi secara ketat. Di banyak lembaga
aturan-aturan pengecualian atas klausul
publik, banyak dana yang dak terbelan-
dalam Keppres Nomor 80 Tahun 2003.
jakan hingga akhir tahun anggaran se-
pengadaan
lagi,
sepanjang
hingga mendorong pejabat di lembaga
dan jasa terdapat beberapa hal yang sering
tersebut untuk segera menghabiskannya
terjadi penyimpangan yang menimbulkan
untuk sesuatu yang sebenarnya
resiko korupsi, yaitu (1) fenomena ban ng
diperlukan. Akibatnya, banyak dana yang
harga, yang menyebabkan persaingan dak
menghilang atau dihabiskan dalam wak-
na
Dalam proses tender pengadaan barang
Jur 23
Belanja Mendesak di Akhir Tahun Anggaran
Oleh karena itu, perlu diper mbangkan agar
ke
22
a.
dak
Pendapat yang disampaikan oleh Aviliani, Kontan, tanggal 26 Desember 2007. http://cros.sip.co.id/hukumonline/ detail. asp?id=19321 &c1=Wawancara Kasus Korupsi Pengadaan Barang.
121
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
informasi, namun dengan penerapan
garan. Dalam situasi “darurat” tersebut,
yang lemah dapat menimbulkan peluang
biasanya proses tender dilakukan dengan
untuk memanipulasi informasi. Oleh se-
penunjukan langsung meski sebenarnya
bab itu, transparansi dan kebebasan atas
proses tender terbuka masih memung-
informasi merupakan komponen pen ng
kinkan.
dalam upaya mengurangi terjadinya ko-
BP HN
tu singkat menjelang akhir tahun ang-
rupsi. Akses informasi perlu disediakan b.
Masa Tanggap Darurat Saat Bencana Alam
secara efisien dan layak, misalnya penggunaan situs internet, atau pengumuman
Pengadaan barang dan jasa saat
ing
di radio dan sebagainya.
terjadi bencana beresiko terjadi korupsi, karena adanya jumlah dana yang besar
d.
Standarisasi dokumen tender dan
dan harus dibelanjakan secara cepat menanggulangi
pengadaan lainnya akan lebih mudah
permasalahan
ind
untuk
Standarisasi Dokumen Tender
dipredikasi dan lebih sistema s. Bila
kemanusiaan. Resiko korupsi muncul
proses
dak ada standarisasi dokumen tender
pengadaan barang dan jasa, dan adanya
akan menimbulkan upaya manipulasi
tekanan agar bantuan dikirim secepatnya
yang menyebabkan kerancuan dalam
kepada korban yang membutuhkan.
pengambilan keputusan.
oleh
sulitnya
lR ec hts V
disebabkan
Masalah korupsi yang terjadi saat situasi
darurat
adalah
pengelolaan
prioritas bantuan yang membutuhkan buk
transaksi dan hal lain seper
efisiensi.
karena
itu,
perlu
kecenderungan
untuk
menentukan peserta tender tertentu sebagai
pemenang
beresiko
proses pengadaan barang dan jasa dan
dengan memberikan jaminan terhadap
biasanya diiku
sistem manajemen yang dilakukan secara
biaya pembelian. Jika peserta tender telah
benar, akuntabel dan transparan.
ditetapkan, pen ng untuk memas kan
Kurangnya Akses Informasi
Jur
ngkat
akan
harus dapat mengurangi resiko korupsi
kan kebijakan mengenai kebebasan atas
122
Adanya
mengurangi
Meski pemerintah telah mengeluar-
24
Penetapan Peserta Tender
pengaturan khusus yang secara esensial
na
c.
Oleh
e.
fairness
dalam
dengan peningkatan
proses tersebut dilakukan secara bersih dan jelas serta mengiku administra f
menurut
peraturan
aturan-aturan
24
yang berlaku.
Misalnya, jika negara atau organisasi untuk pengadaan barang lokal dengan menyertakan calon kontraktor atau supplier yang telah dipilih -- diperbolehkan oleh Bank Dunia kepada negara berkembang- maka sejak awal negara atau organisasi tersebut harus terbuka dan menjelaskan tentang siapa dan jumlah persentase pemilihan talon kontraktor yang dipilih.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Keikutsertaan Perusahaan Milik Pejabat Publik
g.
Keikutsertaan Perusahaan “Boneka”
BP HN
f.
Perusahaan-perusahaan
Jika perusahaan peserta tender
biasanya
berbadan
hukum
boneka resmi,
dimiliki oleh pejabat publik, maka sistem
namun
transparansi dan akuntabilitas dak dapat
dan hanya dibuat untuk membantu
dipas kan berjalan dengan baik, karena
menyembunyikan iden tas pemiliknya.
sering terjadi kepemilikan perusahaan
Selain itu, sub kontraktor dilakukan
dak diperiksa terlebih dahulu. Oleh
untuk membuat perjanjian yang kolu f
sebab itu, diperlukan persyaratan khusus,
antar sesama peserta tender. Bank
bahwa seluruh peserta tender mendapat
Dunia
dak beroperasi secara ak f
ing
mengindikasikan
perlakuan sama. Lebih lanjut juga
tanda-tanda
keterlibatan perusahaan semacam ini
diperlukan informasi tentang struktur
dalam tender, antara lain:
kepemilikan resmi perusahaan dalam
1) Ke dakjelasan bentuk pekerjaan
dokumen tender. Beberapa tanda potensi
ind
sebagai sub kontraktor pada proyek
resiko yang harus diperha kan mengenai
besar;
2) Perusahaan tersebut terda ar da-
agar dapat diambil langkah-langkah
lam yuridiksi yang memperbolehkan
pencegahannya, adalah:
kerahasiaan
lR ec hts V
status kepemilikan resmi perusahan
1) Perusahaan
dengan
struktur
kepemilikan dak jelas, tetapi sering memenangkan
kontrak-kontrak
besar pemerintah;
2) Anggota keluarga dari pejabat nggi publik yang memegang kepemilikan dan memegang peran dalam sebuah perusahaan; 3) Kelompok
masyarakat
yang
berhubungan dekat (kolega) dengan pejabat publik atau kelompok bisnis
na
yang dipimpin oleh pejabat publik; dan
4) Pejabat publik kerap datang atau
Jur
berhubungan perusahaan.
dengan
pemilik
kepemilikan
dan
pengelolanya; 3) Perusahaan menghendaki pembayaran faktur secara rahasia yang diatur secara hukum; 4) Adanya pekerjaan yang terselubung dalam portofolionya; 5) Struktur kepemilikan terdiri dari kantor hukum atau kelompok bisnis; 6) Minimnya fasilitas yang dimiliki perusahaan; Jalur komunikasi untuk perusahaan
berupa tempat
nggal perorangan atau
layanan mesin penjawab telepon; dan Tidak adanya catatan kinerja dalam database perusahaan. Pengaturan pengadaan barang dan jasa yang baik merupakan alat yang tepat untuk penerapan kebijakan publik di seluruh
123
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
3) Pembebanan kewajiban keuangan
sektor dan merupakan instrumen dalam
kepada
tata pemerintahan yang baik. Sebaliknya,
pembelanjaan
korupsi dalam pengadaan barang dan jasa
modal yang
akan dan
meningkatkan
angka
menyebabkan
dak
kemiskinan
atas
atau
penanaman
dak diperlukan atau
bermanfaat
yang
secara
ekonomi biasanya bernilai sangat
ke dakmerataan
besar; dan
pembangunan akibat penyelewengan uang negara diluar kepen ngan rakyat. Selain itu
4) Pembebanan atas biaya perbaikan
juga akan menciptakan perilaku buruk yang
awal kepada pemerintah yang kerap
mendorong persaingan usaha yang
diiku dengan berbagai alasan biaya
ing
dak
perawatan.
sehat karena didasari dengan penyuapan, bukan karena kualitas dan manfaat. Untuk sektor swasta, korupsi dalam
b) Dampak Ekonomi
Dampak ekonomi dapat terdiri
pada
ke dakadilan,
ind
pengadaan barang dan jasa akan berdampak
atas beban kepada pemerintah untuk
ke dakseimbangan,
biaya
Akibatnya, harga pasaran akan menjadi nggi,
peminjaman hutang untuk investasi atau
karena banyak perusahaan kompe tor yang
pembelanjaan, yang
gulung kar akibat dak mampu membayar
secara benar demi kepen ngan ekonomi
suap.
negara. Lebih jauh, dampak ekonomi
lR ec hts V
dan iklim kompe si usaha yang dak sehat.
Dari permasalahan di atas akan me-
pelaksanaan,
perawatan
dan
dak digunakan
dapat terjadi apabila ngkat penanaman
munculkan berbagai dampak yang merugikan,
modal
berikut ini di sajikan beberapa dampak akibat
akibat
ngginya angka korupsi yang
prak k menyimpang dalam pengadaan
dapat
mengancam
barang dan jasa di pemerintah:
bisnis, sehingga kelak mempengaruhi
a)
terus
berkurang
sebagai
penyelenggara
pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja.
Dampak Finansial
Dampak Finansial dapat terdiri dari: 1) Pengeluaran yang pembelanjaan, sehingga
dak pen ng
Dampak Lingkungan Korupsi dalam pengadaan barang
untuk
dan jasa dapat mengakibatkan dampak
investasi,
jasa,
buruk bagi lingkungan. Karena proyek-
pendapatan
negara
menjadi rendah;
Jur
c)
mahal
biaya
na
dengan
2) Sub perincian kualitas penyediaan
124
pemerintah
BP HN
membangun tata kelola yang baik dan
proyek yang dikerjakan, sering mengiku
dak
standarisasi lingkungan yang
berlaku. Akibat dari penolakan mengiku
atau pekerjaan dak sesuai dengan
standarisasi tersebut akan berdampak
harga yang dibayar;
kerusakan
parah
pada
lingkungan
dalam jangka panjang dan tentunya
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
berimplikasi
pada
ngginya
bahwa pemerintah tak dapat dipercaya.
resiko
Kemudian secara moral, masyarakat
d) Dampak pada Kesehatan Keselamatan Manusia
BP HN
masalah kesehatan.
seakan mendapat pembenaran atas
dan
ndakannya
nilai kemanusiaan.
kesehatan dan keselamatan manusia akibat
kualitas
Demikian pula dengan perusahaan
lingkungan
yang jujur, akan menjadi rugi karena
yang buruk, penanaman modal yang
kehilangan kesempatan untuk melakukan
an -lingkungan atau ke dakmampuan standarisasi
ak vitas bisnisnya, jika peserta tender
ing
memenuhi
kesehatan
yang melakukan korupsi dak mendapat
dan lingkungan. Penyimpangan yang
hukuman. Meski sesungguhnya hasil
merugikan akan menyebabkan kualitas buruk,
yang
pekerjaannya jauh lebih baik dibanding
dapat
perusahaan korup yang mengandalkan
ind
pembangunan
berdampak pada kerentanan bangunan sehingga memunculkan resiko korban. e)
Dampak pada Inovasi
pemerintah
karena dianggap dak melanggar nilai-
Resiko kerusakan dapat terjadi pada sebagai
mencurangi
dengan kualitas pekerjaan yang buruk.
3. Usaha Pemerintah Dalam Pembaharuan Regulasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
lR ec hts V
Penyimpangan, membuat kurangnya
korupsi untuk mendapatkan tender
kompe si yang akhirnya mengarah kepada kurangnya daya inovasi. Perusahaanperusahaan yang bergantung pada hasil
korupsi tak akan menggunakan sumber dayanya untuk melakukan inovasi. Hal ini akan memicu perusahaan-perusahaan yang dak
dak melakukan korupsi untuk merasa
harus
menanamkan
modal berbentuk inovasi karena korupsi telah membuat mereka
dak mampu
na
Menurunnya Tingkat kepada Pemerintah
perundang-undangan
nasional khusus mengatur pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang sekarang berlaku adalah Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010. Sebelum Peraturan Presiden ini diterbitkan sebagai bentuk penyempurnaan atas
pedoman
pengadaan
sebelumnya
telah berlaku Keppres Nomor 80 Tahun 2003 yang selama hampir tujuh tahun
mengakses pasar.
terakhir digunakan sebagai pedoman dalam
Kepercayaan
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dan dalam pelaksanaanya Keppres tersebut telah
Penerapan hukum yang konsisten
mengalami beberapa kali perubahan. Keppres
sangat diperlukan. Ke ka orang menyadari
Nomor 80 Tahun 2003 sebagai pembenahan
bahwa pelaku korupsi di lingkungan
regulasi sebelumnya yang diatur dalam
pemerintahan
Keppres Nomor 18 Tahun 2000 tentang
Jur
f)
Peraturan
dak dijatuhi hukuman
yang memadai, mereka akan menilai
125
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Sejak dimulainya REPELITA I pada
dalam pelaksanaanya terdapat berbagai
tahun 1969 sampai tahun 1999 tercatat
kekurangan yang perlu di sempurnakan,
ada 16 Keppres tentang hal tersebut yang
sehingga kembali diadakan penyempurnaan
sebagian pasal-pasalnya mengatur tentang
melalui penetapan Perpres terbaru yaitu
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
Keppres Nomor 18 Tahun 2000 Tentang
2011 telah terbit kembali perubahan Perpres
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/
Nomor 54 Tahun 2010 yaitu melalui Perpres
Jasa Instansi Pemerintah mengatur ketentuan-
Nomor 35 Tahun 2011 yang poin perubahan
ketentuan tentang (i) ketentuan umum
penunjukan
pengadaan barang dan jasa yang mencakup,
langsung jasa konsultasi dalam keadaan
penger an, maksud dan tujuan, prinsip
tertentu serta kriteria keadaan tertentu.
dasar, e ka dan ruang lingkup pengadaan
mencakup
tentang
ing
Nomor 54 Tahun 2010, yang pada tahun
hanya
barang dan jasa (pengadaan barang dan jasa
tahun 2003 telah mencakup perubahan
di lingkungan pemerintah pusat, propinsi,
kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah
kabupaten/kota serta BUMN dan BUMD), (ii)
antara lain:
ketentuan pelaksanaan pengadaan barang
Mengurangi ekonomi biaya
ind
Sebenarnya pada Keppres Nomor 80
a.
nggi dan
dan jasa termasuk ketentuan tentang metode pengadaan, sanggahan, pelelangan gagal,
lR ec hts V
untuk meningkatkan efisiensi, b.
Meningkatkan persaingan sehat,
dan pengadaan barang dan jasa yang dibiayai
c.
Penyederhanaan Prosedur,
dengan dana pinjaman/ hibah luar negeri,
d.
Melindungi dan memperluas peluang
(iii) ketentuan tentang perjanjian/kontrak
usaha kecil/koperasi kecil,
pengadaan barang dan jasa, (iv) ketentuan
Mendorong penggunaan produksi/jasa
tentang pengawasan pelaksanaan pengadaan
dalam negeri,
serta (v) ketentuan tentang pendayagunaan
e. f.
Meningkatkan
profesionalisme
SDM
pelaksana dan pengelola proyek, g.
Konsistensi
kebijakan
pengadaan
barang/jasa pemerintah.
na
80 Tahun 2003 telah terbit Keppres Nomor 18 Tahun 2000, di mana ketentuan tentang
Jur
pengadaan barang dan jasa
dak diatur
tersendiri dalam satu Keppres akan tetapi diatur dalam beberapa pasal dan Keppres tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
produksi dalam negeri dan peran serta usaha kecil/koperasi setempat. Keppres Nomor 18 Tahun 2000 telah di-
lengkapi dengan Petunjuk Teknis Pengadaan
Sebelum munculnya Keppres Nomor.
126
BP HN
Pengadaan Barang Jasa Pemerintah, namun
Barang/Jasa Instansi Pemerintah, yang memuat ketentuan lebih rinci tentang prosedur pengadaan barang, jasa pemborongan, jasa lainnya dan jasa konsultasi, pendayagunaan produksi dalam negeri, usaha kecil dan koperasi, pengawasan pemeriksaan, ser fikasi dan kualifikasi penyedia barang dan jasa. Dan sejak terbitnya Keppres Nomor 80 Tahun
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
2003 maka Keppres Nomor 18 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
sudah dak berlaku lagi.
tentang
Daerah
dan
BP HN
perkembangannya,
Keppres
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
Nomor 80 Tahun 2003 ini telah mengalami
2005 tentang Pemilihan, Pengesahan
beberapa kali perubahan dan terakhir diatur
Pengangkatan,
dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2007
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,
tanggal 23 Oktober 2007 tentang Perubahan
sehingga perlu diadakan pengadaan
Ketujuh atas Keppres Nomor 80 Tahun 2003
dan pendistribusian surat suara, kartu
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
pemilih serta perlengkapan pelaksanaan
Barang/Jasa Pemerintah, adapun perubahan
pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Pemberhen an
Kepala Daerah secara cepat dengan
tersebut sebagai berikut: a.
dan
ing
Dalam
Pemerintahan
tetap
Perpres Nomor 61 Tahun 2004
mengutamakan aspek kualitas,
keamanan dan tepat waktu; dalam
Perpres ini dibentuk melengkapi
ind
rangka
percepatan
pengadaan
dan
Keppres No. 80 Tahun 2003, dikarenakan
pendistribusian perlengkapan pemilihan
pengakhiran tugas dan pembubaran
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,
badan khusus yang dibentuk untuk
dengan segera menetapkan penyedia ba-
penyehatan
rang/jasa melalui penunjukan langsung
sebagaimana
lR ec hts V
perbankan
dimaksud
dalam
Undang-undang
dengan tetap mengacu kepada kaidah-
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
kaidah yang berlaku dalam pedoman
sebagaimana
dengan
pelaksanaan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
Pemerintah.
telah
diubah
pengadaan
barang/jasa
harus diselesaikan dengan cepat; dan
sebagai upaya percepatan pengembalian
kekayaan negara dan menunjang per-
Perpres Nomor 70 Tahun 2005 Ditujukan
guna
memperlancar
pelaksanaan tugas Badan Pelaksana
segera menetapkan konsultan penilai
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah
melalui penunjukan langsung dengan
dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD
tetap mengacu pada kaidah-kaidah yang
dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera
berlaku dalam pedoman pelaksanaan
Utara, khususnya dalam melaksanakan
pengadaan barang/jasa Pemerintah.
kegiatan pengadaan barang/jasa untuk
na
baikan kondisi ekonomi nasional, dengan
rehabilitasi dan rekonstruksi di Provinsi
Perpres Nomor 32 Tahun 2005
Jur
b.
c.
Per mbangan-per mbangan
NAD dan Kepulauan Nias Provinsi dite-
Sumatera Utara (sebagaimana ditetapkan
tapkannya karena mendesaknya waktu
dalam Peraturan Pemerintah Penggan
pemilihan
Undang-Undang
Kepala Daerah dan Wakil
Daerah di tahun 2005 sesuai dengan
Republik
Indonesia
Nomor 2 Tahun 2005 tentang Badan
127
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
pengadaan
Kehidupan Masyarakat Provinsi Nangroe
melalui pengaturan kembali batas waktu
Aceh Darussalam (NAD) dan Kepuluan
kewajiban syarat ser fikasi bagi Pejabat
Nias Provinsi Sumatera Utara). Melalui
Pembuat Komitmen dan pani a/pejabat
penyesuaian
pengadaan dalam pengadaan barang/
Pedoman
Pelaksanaan
pelaksanaannya dapat dilakukan dengan
pemerintah
jasa pemerintah.
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sesuai kondisi yang ada, diharapkan
barang/jasa
BP HN
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan
e.
Perpres Nomor 79 Tahun 2006
Ditujukan guna percepatan peng-
berpegang pada prinsip persaingan sehat,
adaan perumahan bagi masyarakat
ing
cepat, efek f dan efisien dengan tetap
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
transparan, terbuka dan perlakuan yang
(NAD) dan masyarakat Kepulauan Nias
adil bagi semua pihak serta akuntabel.
Provinsi Sumatera Utara yang terkena
Perpres Nomor 8 Tahun 2006
bencana alam gempa bumi dan gelom-
ind
d.
dite-
bang tsunami oleh Badan Pelaksana
tapkannya yaitu dengan berlakunya
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD
tentang Keuangan Negara dan Undang-
dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera
lR ec hts V
Per mbangan-per mbangan
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Utara, melalui penyesuaian Pedoman
Perbendaharaan
Pelaksanaan
Negara, beberapa
Barang/Jasa
ketentuan dan is lah di dalam Pedoman
Pemerintah agar pelaksanaannya dapat
Pelaksanaan Pengadaan Barang dan
dilakukan dengan cepat, efek f dan
Jasa Pemerintah perlu diubah agar
efisien dengan tetap berpegang pada
selaras dengan kedua undang-undang
prinsip persaingan sehat, transparan,
dimaksud; peningkatkan transparansi
terbuka dan perlakuan yang adil bagi
dan
semua pihak serta akuntabel.
kompe si
dalam
pengadaan
barang/jasa pemerintah serta untuk
mewujudkan efisiensi dan efek fitas
f.
Perpres Nomor 85 Tahun 2006 Per mbangan-per mbangan
pengelolaan keuangan negara, melalui
tapkannya karena mendesaknya waktu
pengumuman
pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah
mengenai
cara
na
terhadap
tata
dite-
ketentuan
penyempurnaan
barang/
dan Wakil Kepala Daerah di Provinsi
jasa pemerintah; perolehan hasil yang
Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2006
rangka
Jur
dalam
128
Pengadaan
pengadaan
maksimal dalam pelaksanaan ser fikasi
sesuai dengan Undang-Undang Nomor
bagi Pejabat Pembuat Komitmen dan
11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
pani a/pejabat pengadaan dalam rangka
Aceh dan Peraturan Pemerintah Nomor
meningkatkan
6
kompetensi
keahlian
Tahun
2005
tentang
Pemilihan,
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
dan jasa didasarkan atas Keputusan
Pemberhen an Kepala Daerah dan Wakil
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Kepala Daerah, sehingga perlu dilakukan
Pedoman
pengadaan
penduduk,
Pemerintah. Namun, pengaturan ini
pengadaan dan pendistribusian surat
dinilai sangat fragmenta f dan dak dapat
suara, kartu pemilih, serta perlengkapan
mengiku perubahan yang berlangsung
pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah
demikian cepat. Di samping itu, Keputusan
dan Wakil Kepala Daerah secara cepat
Presiden ini dak cukup memadai dalam
dengan tetap
mengatasi permasalahan-permasalahan
kartu
tanda
mengutamakan aspek
kualitas, keamanan dan tepat waktu; dan guna percepatan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah,
barang dan jasa, sehingga diperlukan perubahan-perubahan yang mengatur pengadaan barang dan jasa, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
barang/jasa melalui penunjukan langsung
transparansi
dengan tetap mengacu pada kaidah-
pengadaan barang dan jasa.
kaidah yang berlaku dalam pedoman pengadaan
barang/jasa
lR ec hts V
pelaksanaan Pemerintah. g.
Barang/Jana
mbul dalam proses pengadaan
ind
dengan segera menetapkan penyedia
yang
Pelaksanaan
ing
Pengangkatan,
BP HN
dan
Pengesahan
Perpres Nomor 95 Tahun 2007
Per mbangan-per mbangan
dite-
dan
kompe si
dalam
Oleh sebab itu, pada tanggal 6
Agustus 2010 telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa
Pemerintah
yang diharapkan membawa perubahanperubahan ke arah:
tapkannya dalam rangka peningkatan
a. Menciptakan iklim yang kondusif
derajat kesehatan masyarakat melalui
untuk persaingan sehat, efisiensi
pengadaan obat dan alat kesehatan
belanja negara dan mempercepat
yang perlu didukung dengan jaminan,
pelaksanaan
ketersediaan obat generik dan alat
(debo lenecking);
kesehatan; dan percepatan pengadaan
APBN/APBD
b. Memperkenalkan aturan, sistem, metoda
generik, dengan segera menetapkan
lebih
penyedia barang/jasa melalui penunjukan
memperha kan good governance;
na
dan pendistribusian bahan dan obat
dan
sederhana
prosedur
yang
dengan
tetap
c.
kaidah-kaidah
d. Memberikan Klarifikasi Aturan;
Jur
langsung dengan tetap mengacu pada pedoman
yang
berlaku
pelaksanaan
dalam
pengadaan
barang/jasa Pemerintah. Sampai
dengan
Memperjelas konsep swakelola;
e. Mendorong tumbuh
Agustus
terjadinya suburnya
inovasi, ekonomi
2010,
pengaturan tentang pengadaan barang
129
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
efisien dan efek f, terbuka dan bersaing,
stratetgis;
transparan dan akuntabel.
BP HN
f.
krea f serta kemandirian industri
Hadirnya Perpres Nomor 54 Tahun 2010
Memperkenalkan sistem Reward &
beserta perubahannya
Punishment yang lebih adil.
Perpres Nomor 35
Tahun 2011 adalah dalam rangka memberi Upaya pembaharuan melalui penerbitan
kesempatan kepada pengusaha untuk ikut
Perpres No 54 Tahun 2010 yang pada saat
dalam proses pengadaan barang pemerintah.
diterbitkan masih dimungkinkan berlakunya
Dengan adanya Perpres tersebut diharapkan
Keppres 80 Tahun 2003 sampai dengan
ada
sebelum tahun 2011. Perpres Nomor 54 Tahun
pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
2010 tersebut merupakan revisi atas Keppres
selain menghindari terjadinya tumpang
keuangan
antara
ing
perimbangan
ndih dalam pengadaan barang/jasa.
Nomor 80 Tahun 2003 yang menjadi acuan
Selain itu kebijakan umum pengadaan
pelaksanaan pengadaan jasa pemerintah
barang/jasa pemerintah juga dimaksudkan
dapat menciptakan iklim yang kondusif untuk
untuk mendorong peningkatan penggunaan
persaingan sehat, efisiensi belanja negara
produksi dalam negeri, memperluas lapangan
dan mempercepat pelaksanaan APBN/APBD
kerja dan mengembangkan industri dalam
serta mendorong terjadinya inovasi, tumbuh
negeri meningkatkan peran serta usaha kecil
suburnya ekonomi krea f serta kemandirian
termasuk koperasi dan kelompok masyarakat
industri strategis dan yang terpen ng adalah
dalam
meminimalisir mul tafsir serta hal-hal yang
menyederhanakan ketentuan dan tata cara
belum jelas dalam Keppres terdahulu.
untuk mempercepat proses pengambilan
lR ec hts V
ind
selama ini. Dengan Perpres ini diharapkan
barang/jasa,
serta
Menurut Lembaga Kebijakan Pengadaan
keputusan dalam pengadaan barang/jasa,
Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai
sesuai dengan prinsip dasar Pelaksanaan
satu lembaga yang berwenang dalam hal
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yaitu
membuat regulasi di bidang pengadaan
efisien, efek f, terbuka, bersaing, transparan,
barang dan jasa substansi aturan pengadaan
dan adil/ dak diskrimina f serta akuntabel. Dari uraian di atas terlihat bagaimana
dari sebelumnya. Sebab aturan baru ini
fleksibelnya ketentuan pengadaan barang
menyangkut perubahan struktur maupun
dan jasa. Hal ini ditujukan dak lain untuk
substansi pengaturannya. Dengan demikian,
memenuhi kebutuhan pemerintah dan guna
kita akan melahirkan aturan baru” pengadaan
menghindari ditabraknya prinsip pengadaan
barang/jasa tanpa meninggalkan prinsip-
yang ada, dan yang paling pen ng adalah
prinsip good governance yang telah dianut
adanya
oleh Keppres Nomor 80 Tahun 2003, seper
pengadaan barang dan jasa.
na
barang dan jasa ini lebih komprehensif
Jur 130
pengadaan
kepas an
hukum
atas
proses
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
permasalahan
E. Penutup
menghambat
bermasalah dan terjadi berbagai
urgen agar mampu memenuhi
macam penyimpangan, baik dari segi
sehingga
kualitas barang yang
prinsip kepas an hukum diperoleh
Kolusi dan Nepo sme (KKN) antara
proses pengadaan tersebut. Kegiatan
Indonesia, memiliki ar pen ng de-
penyedia barang dan jasa. Ketatnya tata Cara pengadaan barang dan jasa pemerintah, ketakutan Pejabat terhadap pengusutan polisi, jaksa
ind
ngan argumentasi sebagai berikut:
pejabat pemerintah dengan para
ing
di njau dari perspek f hukum
pertama, pengadaan barang dan jasa pemerintah memiliki ar dalam
proteksi
dan
dan Komisi Pemberantasan Korupsi
strategis
(KPK), serta proses tender yang
preferensi
memakan waktu cukup lama, mulai
lR ec hts V
bagi pelaku usaha dalam negeri.
dari pengumuman tender, tahap pra
Kedua, pengadaan barang dan jasa
kualifikasi, pasca kualifikasi, sampai
pemerintah merupakan sektor sig-
dengan pengumuman pemenang
nifikan dalam upaya pertumbuhan
ekonomi, Ke ga sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah yang mampu
menerapkan
baik akan mendorong efisiensi dan efek vitas belanja publik sekaligus yaitu
pemerintah,
ga pilar
swasta
dan
na
masyarakat dalam penyelenggaraan good governance. Keempat, bahwa ruang lingkup pengadaan barang dan
Jur
jasa pemerintah melipu berbagai sektor dalam berbagai aspek dalam pembangunan bangsa.
b. Mekanisme perilaku
kerja, birokrasi
tradisi,
dan
menjadi
tender,
yang
menyebabkan
lemahnya
penyerapan
anggaran
juga merupakan masalah yang perlu
prinsip-
prinsip tata pemerintahan yang
mengondisikan perilaku
dak sesuai,
maupun adanya unsur Korupsi,
oleh para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/ jasa pemerintah
yang
di lingkungan pemerintah sering kali
pengaturan barang dan sangat pasar,
pemerintah
bersih. Pengadaan barang dan jasa
a. Perubahan yang dinamis dalam
perkembangan
potensial
BP HN
1. Kesimpulan
yang
diselesaikan. c.
Usaha pemerintah untuk melakukan pembaharuan peraturan terlihat dari banyaknya perubahan yang terjadi atas peraturan tentang pengadaan barang
dan
jasa.
perundang-undangan khusus
mengatur
Peraturan nasional pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa yang sekarang berlaku adalah Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010. Sebelum Peraturan Presiden ini diterbitkan sebagai bentuk penyempurnaan
131
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
atas
pedoman
pengadaan
2. Saran
hampir
tujuh
tahun
terakhir
digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan
pengadaan
barang
dan jasa dan dalam pelaksanaanya Keppres tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan. Keppres Nomor 80 Tahun 2003 sebagai pembenahan regulasi sebelumnya yang diatur dalam Keppres Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pengadaan dalam
pelaksanaanya
terdapat
berbagai kekurangan yang perlu di sempurnakan, sehingga kembali
lR ec hts V
diadakan penyempurnaan melalui
penetapan Perpres terbaru yaitu Nomor 54 Tahun 2010, yang pada tahun 2011 telah terbit kembali perubahan
Perpres
Nomor
54
Tahun 2010 yaitu melalui Perpres Nomor 35 Tahun 2011 yang poin perubahan
hanya
mencakup
tentang Penunjukan Langsung Jasa Konsultasi dalam keadaan tertentu
serta kriteria keadaan tertentu. Hal ini menunjukkan fleksibilitas
na
ketentuan
pengadaan
barang
dan jasa, agar mampu memenuhi kebutuhan pemerintah sekaligus
Jur
menghindari ditabraknya prinsip pengadaan yang ada.
132
Barang dan Jasa dari sekadar Perpres menjadi undang-undang dalam rangka memberi landasan hukum yang kuat, karena pengaturan pengadaan barang dan jasa melalui suatu peraturan presiden kurang memberi landasan hukum yang kuat. Serta untuk memberi kepas an hukum, karena dengan peningkatan pengaturan pengadaan barang dan jasa dari Perpres menjadi UndangUndang akan lebih memberi kepas an hukum. Perpres 54 Tahun 2010 dari sisi
ind
Barang Jasa Pemerintah, namun
PerlupeningkatanregulasiPengadaan
ing
Nomor 80 Tahun 2003 yang selama
BP HN
sebelumnya, telah berlaku Keppres
hirarki peraturan perundang-undangan dapat dikesampingkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih nggi, diantaranya UU dan PP. Padahal substansi yang diatur dalam Perpres 54 Tahun 2010 kerap berbenturan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih nggi,
seper
UU tentang Jasa Konstruksi,
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, UU Otonomi Daerah. Sehingga, para pelaksana pengadaan barang dan jasa kerap terkendala dalam meiaksanakan tugas
dengan
tumpang
ndihnya
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
DAFTAR PUSTAKA Bahar, Ujang, Hukum dan Pengurusan Keuangan Negara, (Jakarta: Ich ar Baru, 1987).
Black, Henry Campbel, Black Law’s Dic onary, Sixth Edi on, St Paul Minn, West Publishing Co.
Carrier, Paul J., Soverignity Under The Agreement On Government Procurement, Minneso a Journal of Global Trade, Minneso a , Winter 1997.
Dischendorfer, Mar n, The Existence and Development of Mul lateral Rules on Government Procurement Under the Framework of the WTO, Public Procurement Law Review, Ar cle
ing
Copyright (c) 2000 Sweet & Maxwell Limited and Contrutors, 2000.
Gracia, Frank J., Trade and Jus ce: Lingking The Trade Linkage Debates, University of Pennsylvania Journal of Interna onal Economic Law, Pennsylvania 1998.
Kovacs, A la, The Global Procurement Harmoniza on Ini a ve, 14 Public Procurement Review,
ind
2005.
Linarelli, John, The WTO Agreement on Government Procurement and the UNCITRAL Model Procurement Law, 1 Asian Journal. WTO & Interna onal Health and Policy, 317, 2006. Luhmann, Niklas, A Sociological Theory of Law, Elizabeth King and Mar n Albrow(ed). Mar n
lR ec hts V
Albrow, Routledge & Kegan Paul, London, 1985.
Marzuki, Peter Mahmud, Peneli an Hukum, Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006). Sugema, Iman, “Anggaran Tidak Memberi Ruang Untuk Mens mulasi Pertumbuhan Ekonomi,” , INDEF, 2006.
Kontan, 26 Desember 2007.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2005). Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan RI, Laporan Sementara Realisasi APBN Tahun Anggaran 2005, Periode 1 Januari 2005 sampai dengan 30 Desember 2005, Jakarta, 2006.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Latar Belakang Kebijakan dikeluarkannya Keppres Nomor 80 Tahun 2003. tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, LN. Nomor 75 Tahun 1959.
na
Republik Indonesia, Keputusan Presiden R.I. Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelakasanaan Anggaran Belanja Negara.
Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 1997, tentang Lembaga Kebijakan
Jur
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Republik Indonesia,Keputusan Presiden R.I. Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah.
Republik Indonesia, Keputusan Presiden R.I. Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
133
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Pemerintah.
BP HN
Republik Indonesia, Peraturan Presiden R.I. Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Republik Indonesia, Peraturan Presiden R.I. Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden R.I. Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. www.oecd.org/dataoecd/1/36/37130136 www. wto.org www.an korupsi.org/indo/index2.php?op on=com_content& do www.bpkp.go.id/viewberita.php?aksi=view&start=2101 id=1667
Jur
na
lR ec hts V
ind
www.kppu.go.id/baru/index.php?type=art&aid=251
ing
www.kpk.go.id/modules/news/ar cle.php?storyid=1259;
134
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DALAM PEMERINTAHAN TERBUKA MENUJU TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK (Public Informa on Disclosure in Open Government Towards Good Governance) Nunuk Febriananingsih, S.H., M.H. Analis Hukum pada Bidang Peneli an Budaya Hukum dan Masyarakat Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional BPHN
ind
ing
Abstrak Kebebasan informasi merupakan hak asasi yang fundamental. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa informasi lembaga pemerintah dan non pemerintah dianggap sulit dijangkau masyarakat. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimana kesiapan lembaga-lembaga pemerintah dalam mengimplementasikan UU KIP dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Dengan menggunakan metode peneli an hukum norma f diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberi jaminan kepada masyarakat untuk mengakses informasi dari badan publik, meskipun lembaga pemerintah belum siap mengimplementasikan UU KIP. Hal ini terlihat dari belum tersedianya informasi terkait dengan urusan tata kepemerintahan seper kebijakan publik dan pelayanan publik. Untuk itu Pemerintah perlu segera mengimplementasikan UU KIP sesuai dengan yang diamanatkan oleh PP Nomor 61 Tahun 2010 tentang pelaksanaan UU KIP.
lR ec hts V
Kata kunci: keterbukaan informasi publik, pemerintahan yang baik, pemerintahan terbuka
Abstract Freedom of informa on is a fundamental human right. Past experience shows that informa on and non-governmental agencies are considered hard to reach communi es. Issues raised in this paper is how the readiness of government agencies in implemen ng the law is in an effort to realize good governance. By using the method of norma ve legal research note that the Act No. 14 of 2008 concerning Freedom of Informa on gives assurance to the public to access informa on from public bodies, although the government agency implemen ng the law is not yet ready. This is evident from the unavailability of informa on rela ng to the affairs of governance such as public policy and public service. For the Government should immediately implement in accordance with the law is mandated by the Government Regula on Number 61 Year 2010 concerning the implementa on of the law is.
Jur
na
Keyword: public disclosure, good governance, open government
135
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Indonesia. Esensi dari pengakuan ini adalah
Sejak Tahun 1946 Majelis Umum PBB mengadopsi Resolusi 59 (1) yang menyatakan bahwa “Kebebasan informasi adalah hak asasi yang fundamental dan merupakan tanda
bahwa hak atas informasi sebenarnya
BP HN
A. Pendahuluan
merupakan hak yang melekat pada diri se ap manusia baik sebagai warga negara maupun sebagai pribadi.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
dari seluruh kebebasan yang akan menjadi informasi kemudian menjadi salah satu hak yang diakui secara internasional, yang diatur dalam Pasal 19 Deklarasi Universal HAM PBB
tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 30 April 2008 dan mulai berlaku setelah dua tahun diundangkan,
ing
k perha an PBB”.1 Oleh sebab itu hak atas
tepatnya 30 April 2010. UU KIP adalah
yang menyatakan bahwa:
undang-undang yang memberikan jaminan terhadap semua orang untuk memperoleh
ind
informasi publik dalam rangka mewujudkan serta
Indonesia
pun
sudah
memberikan
pengakuan atas hak informasi sebagaimana
serta
ak f
baik pada ngkat pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan negara maupun pada ngkat pelibatan masyarakat dalam proses
pengambilan kebijakan publik. UU KIP menjadi landasan operasional
Undang-Undang Dasar Negara Republik
yang memberi jaminan terbukanya akses
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945)
informasi bagi masyarakat secara luas dari
Pasal 28F yang menyatakan bahwa:
lembaga-lembaga negara, lembaga publik
na
Dengan demikian, maka hak atas
informasi
dak saja merupakan hak asasi
Jur
melainkan juga hak kons tusional rakyat
136
peran
diatur dalam kons tusi Perubahan Kedua
“Se ap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”
1
meningkatkan
masyarakat dalam penyelenggaraan negara,
lR ec hts V
“Se ap orang mempunyai hak atas kebebasan mengemukakan pendapat dan gagasan; hak ini mencakup hak untuk memegang pendapat tanpa campur tangan, dan mencari, menerima dan menyebarkan informasi dan gagasan melalui media apapun tanpa memper mbangkan garis batas negara.”
non pemerintah dan perusahaan-perusahaan publik yang mendapat alokasi dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), bantuan luar negeri dan dari himpunan dana masyarakat. Dengan demikian, keberadaan UU KIP semakin menegaskan bahwa akses masyarakat terhadap informasi merupakan hak asasi manusia yang diakui oleh kons tusi UUD NRI Tahun 1945.
Toby Mendel, Freedom of Information as an Internationally Protected Human Right, article 19. (www.article19. org, diakses pada tanggal 07 Januari 2012).
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
membangun
keterbukaan
informasi
di
B. Rumusan Masalah 1.
lembaga pemerintah dan non pemerintah Secara
khusus,
eksistensi
Publik? 2.
regulasi mengenai keterbukaan informasi lebih
demokra s
dengan
3.
mana
kesiapan
lembaga-
pemerintah
dalam
Bagaimana implementasi keterbukaan
ing
terciptanya tata pemerintahan yang
maupun lembaga-lembaga publik lain seper
baik (good governance)?
lembaga pendidikan dan lembaga kesehatan,
C. Metode PeneliƟan
ind
misalnya rumah sakit. Oleh sebab itu UU KIP mendukung transparansi informasi di seluruh
lembaga pemerintah yang merupakan salah
satu syarat penyelenggaraan pemerintahan
Metode pendekatan yang digunakan
dalam peneli an ini adalah peneli an hukum norma f. Peneli an hukum norma f
lR ec hts V
yang diharapkan membawa
perubahan paradigma pemerintah dalam mengelola informasi publik dari pemerintahan
yang tertutup menuju pemerintahan yang
terbuka. Jika sebelum UU KIP diundangkan, paradigmanya adalah seluruh informasi
publik adalah rahasia kecuali yang terbuka, setelah
UU
KIP
diundangkan,
paradigma tersebut bergeser menjadi seluruh informasi publik adalah terbuka untuk di
akses masyarakat kecuali yang dikecualikan/ rahasia dengan pengencualian yang terbatas
na
(Maximum Access Limited Exemp on /
Jur
MALE).
3
dalam
terbuka (open government) menuju
baik pemerintah pusat, pemerintah daerah
2
muatan
informasi publik dalam pemerintahan
terhadap informasi yang dimiliki pemerintah
namun
materi
mengimplementasikan UU KIP?
memungkinkan adanya akses masyarakat
demokra s
Sejauh lembaga
publik dapat mendorong suatu masyarakat menjadi
Bagaimana
Undang-Undang Keterbukaan Informasi
yang selama ini dianggap sulit dijangkau masyarakat.
BP HN
Secara umum, UU KIP diharapkan akan
yaitu berupa peneli an kepustakaan (library research) untuk memperoleh data-data berupa dokumen hukum baik yang berupa peraturan perundang-undangan, Keputusan Komisi Informasi, Jurnal, makalah dan buku-buku yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteli .2 Peneli an kepustakaan (library research)
ini dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder, berupa bahan-bahan hukum yang melipu yaitu:3
1.
bahan hukum primer, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang terkait dengan penulisan ini antara lain UUD NRI tahun 1945, UU KIP, Peraturan Pemerintah (PP) No. 61
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Press, 1990), hal. 15. Sri Mamudji, dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit FH UI, 2005), hal. 28.
137
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
perkembangan hukum yang berlaku. Analisa
BP HN
data dilakukan secara kualita f norma f, yakni dengan cara menjabarkan dengan kalimat-kalimat sehingga diperoleh bahasan atau paparan yang sistema s agar mudah dimenger serta digunakan untuk melakukan analisis dengan mengkaji data hasil peneli an berdasarkan teori dan dokumen hukum. Dengan analisa tersebut diharapkan pada
ing
akhirnya dapat mengungkapkan masalah yang terjadi secara rinci dan menghasilkan suatu kesimpulan.4
D. Pembahasan
ind
2.
Tahun 2010 tentang Pelaksananaan UU KIP, Keputusan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, Keputusan Komisi Informasi No. 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi serta peraturan perundangundangan lainnya sebagai bahan pembanding dalam penulisan ini. bahan hukum sekunder, yaitu bahanbahan hukum yang memberikan penjelasan lebih lanjut pada bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam peneli an ini berupa bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku-buku, jurnal-jurnal, ar kel, laporan peneli an yang sudah ada sebelumnya, internet dan berbagai publikasi ilmiah dan referensi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteli . bahan hukum ter er, yakni bahanbahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder antara lain kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, buku pegangan dan sebagainya yang ada relevansinya dengan permasalahan peneli an.
Spesifikasi peneli an ini adalah deskrip f
na
anali s, yakni menggambarkan peraturan yang berlaku seper UU KIP dan kemudian
Jur
dianalisa secara yuridis sesuai dengan
4 5
138
Materi Muatan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Salah satu elemen pen ng dalam
lR ec hts V
3.
1.
mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan. Hak atas informasi menjadi sangat pen ng karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak se ap orang untuk memperoleh informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan
masyarakat
dalam
proses
pengambilan keputusan publik. Par sipasi atau pelibatan masyarakat
dak banyak
berar tanpa jaminan keterbukaan informasi publik.5
M. Asiam Sumhudi, 1986, hal. 45-47 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, ditetapkan di Jakarta tanggal 30 April 2008, Lembaran Negara RI Nomor 61, tahun 2008 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4846 Tahun 2008, bagian Penjelasan Umum.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
badan publik menyediakan dan melayani
30 April 2008 dalam Lembaran Negara
permintaan informasi secara cepat, tepat
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61
waktu, biaya ringan/proporsional dan cara
dan Tambahan Lembaran Negara Republik
sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat
Indonesia Nomor 4846 dan mulai berlaku
dan terbatas; (4) kewajiban badan publik
efek f sejak 2 tahun diundangkan yaitu
untuk membenahi sistem dokumentasi dan
tanggal 30 April 2010. UU KIP yang terdiri dari
pelayanan informasi.6
Tujuan dan asas keterbukaan informasi
informasi secara lengkap, tersusun rapi, dan
publik UU KIP pada dasarnya adalah
terpusat pada satu ins tusi badan informasi
memberikan arah, landasan, acuan dan
publik. Dengan demikian informasi yang
jaminan tentang pemenuhan hak publik
dibutuhkan menjadi mudah diakses baik oleh
atas
pegawai pemerintah maupun masyarakat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
dan
UU KIP ini dimaksudkan untuk mewujudkan
menghemat
biaya
dan
yang
didasarkan
negara
yang
pada
mengefisienkan waktu kerja yang diperlukan
penyelenggaraan
ke ka menelusuri dan mencari informasi
transparan, efek f dan efisien, akuntabel dan
yang sebelumnya terserak atau dak tertata
dapat dipertanggungjawabkan.7
baik,
Sebagaimana termaktub dalam Pasal 2
meningkatkan hubungan baik antara instansi
UU KIP, asas UU KIP adalah sebagai berikut:
pemerintah dengan masyarakat. UU KIP ini
Pertama, se ap informasi publik bersifat
mengamanatkan empat peraturan turunan
terbuka dan dapat di akses oleh se ap
yaitu:
pengguna informasi publik; Kedua, informasi
PP
lR ec hts V
dengan baik. Hal ini sangat pen ng demi
tentang
masa
retensi
(masa
publik yang dikecualikan bersifat ketat dan
berlakunya kerahasiaan);
terbatas; Ke ga, se ap informasi publik harus
b.
PP tentang gan rugi;
dapat diperoleh se ap pemohon informasi
c.
Peraturan Komisi Informasi tentang
publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya
standar layanan informasi;
ringan, dan cara yang sederhana; Keempat,
Peraturan Komisi Informasi tentang
informasi publik yang dikecualikan bersifat
prosedur penyelesaian sengketa;
rahasia sesuai undang-undang, kepatuhan
na
d.
Keberadaan UU KIP sangat pen ng
sebagai landasan hukum yang berkaitan (1)
Jur
dengan
memperoleh
7
informasi
ind
otoma s
ing
14 Bab 64 Pasal ini menghendaki tersedianya
a.
6
BP HN
UU KIP telah diundangkan pada tanggal
hak
se ap
informasi;
orang (2)
untuk
kewajiban
dan kepen ngan umum, didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang mbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat, serta setelah diper mbangkan
Ibid. N.G.B. Mandica-Nur, Panduan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Untuk Petugas Pengelola dan Pemberi Informasi di Badan Publik, (IRDI dan USAID, Cetakan Pertama, 2009), hal. 7.
139
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Dalam asas dan tujuan UU KIP, tampak
publik dapat melindungi kepen ngan yang
jelas bahwa UU KIP memberikan jaminan
lebih besar daripada membukanya dan
atas hak warga negara atas informasi. Sejalan
sebaliknya.
dengan hal tersebut, sudah sewajarnya jika
Adapun tujuan dari UU KIP tergambar
informasi yang dikecualikan atau dak dapat
a.
disampaikan kepada publik.8
menjamin hak warga negara untuk pembuatan
Badan publik yang di maksud dalam UU
kebijakan publik, program kebijakan
KIP adalah Lembaga Ekseku f (Kementerian
publik,
Negara,
d.
publik,
pengambilan serta
alasan
f.
Lembaga
Pemerintah Non Kementerian), Lembaga Legisla f (Sekretariat DPR, DPD, DPRD),
mendorong par sipasi masyarakat da-
Lembaga Yudika f (MK, MA, Kejaksaan
lam proses pengambilan kebijakan
Agung, Komisi Yudisial), BUMN, BUMD,
publik;
Komisi Negara, Komisi Independen, Parpol,
meningkatkan peran ak f masyarakat
LSM, Yayasan, Ormas. Dengan demikian
dalam pengambilan kebijakan publik dan
dapat dikatakan bahwa dak ada lembaga
pengelolaan Badan Publik yang baik;
pemerintah maupun non pemerintah seper
mewujudkan penyelenggaraan negara
yang di maksud dalam UU KIP terbebas dari
yang baik, yaitu transparan, efek f
kewajiban memberikan informasi kepada
dan efisien, akuntabel serta dapat
publik. Secara norma f, hak dan kewajiban
mengetahui alasan kebijakan publik
pemohon dan pengguna informasi publik
yang mempengaruhi hajat hidup orang
dan badan publik sebagai penyedia informasi
banyak;
telah diatur dalam Pasal 4-8 UU KIP secara
mengembangkan ilmu pengetahuan dan
rinci, namun terdapat aspek-aspek yang
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/
perlu diperha kan antara lain: Pertama,
atau
alasan permintaan informasi, keharusan
meningkatkan
pengelolaan
dan
mengemukakan
alasan
untuk
meminta
pelayanan informasi di lingkungan badan
informasi publik akan menjadi hambatan
publik untuk menghasilkan layanan
dalam penyediaan informasi karena alasan-
informasi yang berkualitas
alasan itu
Jur
na
g.
Negara,
pengambilan suatu keputusan publik;
dipertanggungjawabkan; e.
Lembaga
ind
c.
proses
lR ec hts V
b.
rencana
ing
dan
keputusan
140
terdapat batasan-batasan tertentu atas
pada Pasal 3, yaitu: mengetahui
8
BP HN
dengan seksama bahwa menutup informasi
dak bersifat universal; Kedua,
batasan melanggar hak-hak pribadi, hal ini akan menimbulkan mul
tafsir tergantung
Ahmad M. Ramli, KIP dan Good Governance, Makalah disampaikan pada Seminar Sosialisasi UU KIP di Jakarta, Tahun 2009, hal. 3.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
publik, namun untuk memperolehnya harus
Ke ga, batasan tentang rahasia jabatan.
dilakukan dengan mengajukan permintaan.
Perlu batasan yang jelas tentang hal-hal yang
Yang termasuk dalam kategori informasi ini
berkaitan dengan rahasia jabatan, sebab
antara lain: da ar seluruh informasi dalam
akan menimbulkan dualisme persepsi yang
penguasaan badan publik; keputusan badan
dapat berakibat pada ke dakpercayaan
publik dan per mbangannya; kebijakan
pada lembaga dalam memberikan informasi
badan publik dan dokumen pendukungnya;
kepada publik.
rencana proyek dan anggaran tahunannya;
pribadi
yang
BP HN
bersangkutan;
perspek f
perjanjian badan publik dengan pihak ke ga,
diumumkan secara berkala diatur dalam
informasi dalam pertemuan yang bersifat
Pasal 9 UU KIP. Informasi tersebut harus
terbuka untuk umum; prosedur kerja yang
disediakan/diumumkan secara ru n, teratur
berkaitan dengan layanan publik; laporan
dan dalam jangka waktu tertentu se daknya
layanan akses informasi dan informasi lain
se ap 6 bulan sekali. Penyebaran informasi
yang telah dinyatakan terbuka untuk diakses
disampaikan dengan cara yang mudah
publik
dijangkau masyarakat dan dalam bahasa
informasi publik.
ind
ing
Informasi yang wajib disediakan dan
putusan
sengketa
Disamping berbagai jenis informasi
yang mudah dipahami, melipu : informasi
dalam UU KIP tersebut diatas yang wajib
lR ec hts V
yang berkaitan dengan badan publik (seper
berdasarkan
profil, kedudukan, kepengurusan, maksud
disediakan oleh badan publik, terdapat
dan tujuan didirikannya badan publik
informasi yang dikecualikan. Pasal 17 UU
tersebut); informasi yang berkaitan dengan
KIP menyebutkan kategori informasi yang
kegiatan dan kinerja badan publik; informasi
dikecualikan, yaitu:
tentang laporan keuangan dan informasi lain
a.
Informasi publik yang apabila dibuka dan
yang diatur dalam peraturan perundang-
diberikan kepada pemohon informasi
undangan.
publik
Informasi
yang
harus
diumumkan
secara serta merta diatur dalam Pasal 10,
b.
dapat
menghambat
proses
penegakan hukum; Informasi publik yang apabila dibuka dan
tanpa penundaan. Informasi yang di maksud
informasi publik dapat mengganggu
adalah informasi yang menyangkut ancaman
kepen ngan perlindungan hak atas
terhadap hajat hidup orang banyak dan
kekayaan intelektual dan perlindungan
keter ban umum, misalnya informasi tentang
dari persaingan usaha dak sehat;
na
dimana informasi ini wajib diumumkan
Jur
bencana, kerusuhan massal dan lain-lain.
c.
diberikan
kepada
pemohon
Informasi publik yang apabila dibuka dan
Informasi yang wajib tersedia se ap saat
diberikan kepada pemohon informasi
diatur dalam Pasal 11 UU KIP. Informasi ini
publik dapat membahayakan pertahanan
sifatnya wajib dan ru n disediakan badan
dan keamanan negara;
141
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
f.
data pribadi seseorang (privacy) dengan
diberikan kepada pemohon informasi
ketentuan pihak yang rahasianya diungkap
publik dapat mengungkapkan kekayaan
memberikan persetujuan tertulis dan/atau
alam Indonesia;
pengungkapan yang terkait dengan posisi
Informasi publik yang apabila dibuka dan
seseorang dalam jabatan-jabatan publik.
diberikan kepada pemohon informasi
Selain terkait dengan privacy seseorang,
publik dapat merugikan ketahanan
informasi publik yang dikecualikan terkait
ekonomi nasional;
dengan keuangan negara juga bisa diakses
Informasi publik yang apabila dibuka dan
dengan mengajukan permintaan izin kepada
diberikan kepada pemohon informasi
Presiden dengan ketentuan:
publik dapat merugikan kepen ngan
a.
BP HN
e.
Informasi publik yang apabila dibuka dan
ing
d.
Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung,
hubungan luar negeri; g.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi,
Informasi publik yang apablila dibuka
dan/atau pimpinan lembaga negara
ind
dapat mengungkapkan akta oten k yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir
penegak hukum lainnya yang diberi
ataupun wasiat seseorang;
wewenang oleh undang-undang.
Informasi publik yang apabila dibuka
keuangan atau kekayaan negara diajukan
informasi publik dapat mengungkap
oleh Jaksa Agung sebagai pengacara
rahasia pribadi, memorandum atau
negara.
diberikan
kepada
surat-surat antar badan publik atau intra
badan publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
Informasi yang dak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
Namun demikian, dengan mempermbangkan kepen ngan pertahanan dan
kemanan negara juga kepen ngan umum,
presiden
dapat
menolak
permintaan
informasi yang dikecualikan. Badan publik wajib mempunyai standar
Informasi publik dikecualikan apabila
prosedur operasional tata cara pengecualian
diper mbangkan jika membuka informasi
informasi. Standar prosedur operasional
publik
menimbulkan
tersebut se daknya memuat tentang tata
konsekuensi sebagaimana diatur dalam Pasal
cara pengecualian informasi di internal publik,
17 dan dengan menutup informasi dapat
klasifikasi informasi yang dikecualikan serta
melindungi kepen ngan yang lebih besar
ndakan terhadap masing-masing klasifikasi
dapat
na
tersebut
Jur 142
Perkara perdata yang berkaitan dengan
pedoman
dan
i.
b.
lR ec hts V
h.
Perkara pidana diajukan oleh Kapolri,
daripada membukanya. Namun demikian,
tersebut, alasan pengecualian informasi
akses terhadap informasi yang dikecualikan
berdasarkan Pasal 17 UU KIP, tata cara
tetap dapat dilakukan sepanjang informasi
permintaan izin untuk membuka informasi
yang dikecualikan tersebut menyangkut
mengenai akta oten k yang bersifat pribadi
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
dan/atau
ajudikasi
non-li gasi.
Yang
membuka informasi yang dikecualikan dalam
dimaksud dengan Sengketa Informasi Publik
rangka penegakan hukum. Badan Publik
adalah sengketa yang terjadi antara badan
wajib meninjau standar prosedur operasional
publik dan pengguna informasi publik
tersebut secara berkala se daknya satu tahun
yang berkaitan dengan hak memperoleh
sekali dan menyampaikan hasilnya kepada
dan menggunakan informasi berdasarkan
Komisi Informasi.
peraturan perundang-undangan. Mediasi
BP HN
dan informasi pribadi lainnya, tata cara
Komisi Informasi (KI) diatur dalam UU
adalah penyelesaian sengketa informasi
KIP Bab VII, Pasal 23 – 50. Komisi Informasi
publik antara para pihak melalui bantuan
adalah lembaga mandiri yang berfungsi
mediator
komisi
menjalankan
Ajudikasi
adalah
KIP
dan
peraturan
ing
UU
informasi. proses
Sedangkan penyelesaian
pelaksanaannya. Komisi Informasi terdiri
sengketa informasi publik antara para pihak
atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi
yang diputus oleh Komisi Informasi.
Provinsi dan jika dibutuhkan Komisi Informasi
ind
Menurut data yang diperoleh dari
KI Pusat sejak Juli 2010 hingga Maret
untuk menetapkan petunjuk teknis standar
2011 terdapat 224 perkara. Dari jumlah
layanan informasi publik. Berkaitan dengan
itu
kewenangan ini KI Pusat sudah menerbitkan
hingga
Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun
11 permohonan penyelesaian sengketa
2010 tentang Standar Layanan Informasi
informasi bukan kewenangan KI Pusat,
Publik. Selain itu, KI juga mempunyai
sehingga dilimpahkan ke KI Provinsi; 22
wewenang untuk membuat mekanisme
sengketa informasi selesai melalui mediasi; 7
penyelesaian sengketa informasi publik.
sengketa informasi selesai melalui ajudikasi;
Berkaitan dengan kewenangan ini KI Pusat
65 sengketa informasi dalam proses mediasi;
sudah
Komisi
dan 38 sengketa informasi dalam proses
Informasi Nomor 2 Tahun 2010 tentang
analisis Majelis Pemeriksaan Pendahuluan
Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi
(MPP). Sisanya, perkara tersebut dinyatakan
mengeluarkan
Dalam
hal
Peraturan
Desember
2010
menunjukkan
dak layak menjadi sengketa informasi. Pada
menyelesaikan sengketa informasi publik,
tahun 2010 ada 17 perkara yang dinyatakan
tugas Komisi Informasi baik di pusat maupun
dak layak, sedangkan pada Januari – Maret
provinsi
adalah
kewenangan
dak semua ditangani KI Pusat. Data
untuk
na
Publik.
lR ec hts V
Kabupaten/Kota. Komisi ini juga bertugas
menerima,
memeriksa
2011 sudah mencapai 29 perkara.9
dan memutus permohonan penyelesaian
Jur
sengketa informasi publik melalui mediasi
9
Komisi Informasi, Laporan 1 Tahun Implementasi UU KIP, April Tahun 2011.
143
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Dari sisi kualifikasi informasi, informasi
BP HN
yang paling banyak diminta adalah berkaitan dengan informasi anggaran dan keuangan badan publik dan Da ar Informasi Publik. Dalam rangka mendorong keterbukaan informasi anggaran dan keuangan di semua Badan Publik, KI Pusat sudah menyampaikan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2011 yang pada in nya membuka informasi RKA-KL dan DIPA
ing
Badan Publik.11
Dalam pelaksanaan pelayanan informasi
publik,
dak tertutup kemungkinan terjadi
kesalahpahaman
antara
pemohon
dan
ind
pemberi informasi publik. Kesalahpahaman
Sumber: www.komisiinformasi.go.id, diakses tanggal 07 Januari 2012.
publik
antara
pemohon
permohonan
sengketa
informasi
yang
ditangani KI Pusat diajukan oleh individu WNI
(56%), Badan Hukum (42%) dan Kelompok Orang (2%).10
dan
pemberi
informasi publik. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara diajukan ke
lR ec hts V
Dari sisi kualifikasi pemohon, mayoritas
ini dapat berujung pada sengketa informasi
Komisi Informasi, dengan tahapan mediasi (sifatnya final dan kesepakatan mengikat) dan dengan ajudikasi non li gasi. Data yang diperoleh dari Komisi Informasi Pusat, dalam proses penyelesaian sengketa KI Pusat mendorong agar diselesaikan kedua belah pihak melalui mediasi secara sukarela. Menurut data, sepanjang Tahun 2010-2011 jumlah sengketa yang berhasil di mediasi mencapai 21 perkara (9,37%), sedangkan
na
yang di putus melalui ajudikasi mencapai
Jur
Sumber: www.komisiinformasi.go.id, diakses tanggal 07 Januari 2012.
10 11 12
144
Ibid. Ibid. Ibid.
7 perkara. Selebihnya masih dalam proses mediasi dan administrasi.12
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
yang wajib diumumkan serta merta, dan
BP HN
informasi yang wajib disediakan. Implikasi lain bagi pemerintah pada saat UU KIP diterapkan nan nya adalah semua urusan tata kepemerintahan berupa kebijakankebijakan publik, baik yang berkenaan dengan pelayanan publik, pengadaan barang dan jasa pemerintah, penyusunan anggaran pemerintah, maupun pembangunan harus
ing
diketahui oleh publik, termasuk juga isi keputusan dan alasan pengambilan keputusan
Selain mediasi dan ajudikasi non li gasi, dimungkinkan
penyelesaian
sengketa
informasi melalui gugatan pengadilan yang
diatur dalam Pasal 47-48 UU KIP. Pengajuan dilakukan
melalui
kegiatan
pelaksanaan
kebijakan
publik
tersebut beserta hasil-hasilnya harus terbuka
Pengadilan
dan dapat diakses oleh publik. Sehingga ada konsekuensi bahwa aparatur pemerintahan atau badan publik harus bersedia secara terbuka dan jujur memberikan informasi
lR ec hts V
gugatan
kebijakan publik serta informasi tentang
ind
Sumber: www.komisiinformasi.go.id, diakses tanggal 07 Januari 2012
Tata Usaha Negara (PTUN) apabila yang digugat adalah Badan Publik Negara dan
ke Pengadilan Negeri apabila yang digugat adalah Badan Publik Bukan Negara.
yang dibutuhkan publik, hal seper
ini
bagi sebagian atau mungkin seluruhnya dari aparat pemerintah atau badan publik merupakan hal yang belum atau
dak
terbiasa untuk dilakukan. Tetapi implikasi ini
2. Kesiapan Lembaga Pemerintah Dalam Implementasi UU KIP Jika dilihat dari konteks hubungan antara
pemerintah dan warganegaranya, secara garis besar implikasi penerapan UU KIP tersebut
na
melekat pada dua pihak, yaitu penyelenggara pemerintahan dan masyarakat atau publik.
Pada pihak penyelenggara pemerintahan,
Jur
ada beberapa implikasi penerapan UU KIP, seper
kesiapan lembaga pemerintah
untuk mengklasifikasikan informasi publik
menjadi informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi
beserta konsekuensinya tetap harus dihadapi sejalan dengan penerapan UU KIP. Implikasi penerapan UU KIP terhadap
masyarakat atau publik adalah terbukanya akses bagi publik untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kepen ngan publik, terbukanya akses bagi publik untuk berpar sipasi ak f dalam proses pembuatan kebijakan publik, termasuk didalamnya akses untuk pengambilan keputusan dan mengetahui alasan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepen ngan publik. Kemudian implikasi yang dipandang sangat
145
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
tahun sejak UU KIP efek f diterapkan ada
UU KIP ini daya kri s masyarakat atau
langkah-langkah baik itu beberapa kebijakan
publik terhadap kinerja penyelenggaraan
maupun penguatan kelembagaan pemerintah
pemerintahan terutama pelayanan publik
daerah untuk meminimalkan benturan yang
semakin meningkat dan diperkirakan ngkat
terjadi akibat implikasi penerapan UU KIP.
penilaian atau pengaduan masyarakat atau
UU KIP jika diterapkan akan banyak
publik terhadap kualitas layanan publik juga
memberikan manfaat dalam penyelenggaraan
semakin meningkat.
pemerintahan. Manfaat tersebut antara
lain
sejalan
dengan
meningkatnya daya kri s masyarakat, adalah peningkatan
pengetahuan
lain:13 a.
masyarakat
semakin
mengenai hak-hak mereka dalam pelayanan publik
yang
disediakan
oleh
ngkat korupsi, demikian sebaliknya;
memperoleh indikasi dini adanya praktek
ind
b.
terjadi ke mpangan atau permasalahan
mal administrasi dan
dalam
akan
korupsi, efisiensi anggaran. Di Jepang,
banyak pengaduan masyarakat berkaitan
UU KIP diusulkan sejak tahun 1960 oleh
dengan kualitas pelayanan publik tersebut.
masyarakat, dan baru disahkan Law
Meningkatnya
masyarakat
Concerning Access to Informa on (UU
penyelenggaraan
tentang Akses terhadap Informasi yang
pemerintahan, juga merupakan implikasi
dikuasai Badan Administra f); di tahun
yang akan dihadapi dalam penerapan UU
1995 anggaran jamuan 23,6 milyar yen,
KIP. Dan hal tersebut dapat meningkatkan
sementara pada tahun 1997 hanya 12
minat dan keinginan masyarakat untuk
milyar yen di se ap provinsi. (disini
berperan serta dan berpar sipasi dalam
terjadi efisiensi 58%);
proses
publik,
maka
lR ec hts V
pelayanan
mengenai
pengetahuan
proses
penyelenggaraan
pemerintahan
c.
ndak pidana
membuka peluang par sipasi masyarakat
sesuai dengan kapasitas masing-masing.
dalam
Dengan melihat berbagai implikasi yang
negara dan pelayanan publik;
telah disebutkan di atas baik yang dihadapi
d.
mengawasi
penyelenggaraan
bagi badan publik, mendapatkan umpan balik dari masyarakat tentang kinerja
pemerintahan, maka mbul suatu pertanyaan
badan publik;
na
oleh masyarakat maupun penyelenggara sejauh mana kesiapan lembaga pemerintah
e.
Bagi masyarakat, memperoleh jaminan
dalam mengan sipasi berbagai implikasi
kepas an
tersebut, paling
memperoleh
Jur 146
nggi akses publik terhadap
laporan keuangan maka semakin rendah
lembaga
pemerintah. Sehingga apabila suatu saat
dapat mengurangi ngkat korupsi, sebab
ing
Implikasi
13
BP HN
pen ng adalah dengan adanya penerapan
dak adalah selama satu
hukum
atas
informasi
hak publik
untuk dan
Usman Abdhali Watik, Implikasi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik terhadap Peningkatan Pelayanan Publik, (Surabaya: Universitas Kristen Petra, 26 Juli 2010), hal. 3-5.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Mengingat informasi biasanya dikelola oleh
wenang dari aparatur negara.
bidang hubungan masyarakat (humas) yang
BP HN
terhindar dari perlakuan sewenang-
ada di beberapa lembaga pemerintah, maka langkah awal yang harus dilakukan untuk kesiapan pemerintahan dalam penerapan UU KIP adalah sesuai amanat UU KIP. Selama 2 (dua) tahun sejak diundangkannya UU KIP telah dipersiapkan pula perangkat peraturan perundang-undangan dibawahnya sebagai peraturan pelaksananya. Komisi Informasi di bentuk sebagai amanat UU KIP. Setelah dibentuknya Komisi Informasi baik di ngkat bentuk pula KI di
ngkat Kabupaten/Kota,
sebagai peraturan pelaksana UU KIP dan sesuai dengan amanat Pasal 20 ayat (2) dan
bidang pelayanan informasi publik. Hal ini dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (2) PP Pelaksanaan UU KIP, dimana dikatakan bahwa dalam hal PPID belum ditunjuk, tugas dan tanggung jawab PPID dapat dilakukan oleh unit atau dinas di bidang informasi, komunikasi, dan/atau kehumasan. Namun demikian, PPID sudah harus ditunjuk paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak PP ini diundangkan sebagaimana di maksud dalam Pasal 21 ayat (1). Jadi
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang diundangkan pada
tanggal 23 Agustus 2010 dalam LNRI Tahun 2010 Nomor 99.
Dalam rangka mengimplementasikan UU KIP di lingkungan lembaga pemerintah
dibutuhkan beberapa tambahan struktur,
infrastruktur dan staf yang secara khusus dan
memberi
pelayanan
na
informasi. Namun demikian, struktur yang akan di bentuk harus sederhana, efisien dan ramping, sehingga permintaan informasi
Jur
dak melalui jenjang birokrasi yang berbelitbelit dan memakan waktu yang lama. Dalam PP Pelaksanaan UU KIP pada Bab
IV Pasal 12-15 telah mengatur tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
dapat
disimpulkan
bahwa
penunjukan PPID sifatnya adalah wajib
lR ec hts V
Pasal 58 UU KIP, Pemerintah menerbitkan
mengelola
fungsi dan perannya sehingga mencakup
ind
pusat, provinsi dan jika dibutuhkan di
sering muncul usulan agar humas diperluas
ing
Dalam rangka implementasi tersebut,
(mandatory). Hal ini memang sudah sesuai, sebab bidang humas memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dari pelayanan informasi publik. Keduanya memiliki paradigma yang bertolak belakang. Paradigma bidang humas adalah mengontrol informasi yang akan disampaikan dan membentuk citra instansi yang
diinginkan.
Sedangkan
paradigma
pelayanan informasi publik adalah MALE (Maximum Access Limited Exemp on), yakni memberikan informasi sebanyak-banyaknya dengan pengecualian yang terbatas dan dak mutlak. Bersifat ketat ar nya, pengecualian informasi
dilakukan
dengan
seksama
dengan
memper mbangkan
berbagai
aspek
legal,
pengujian
kepatutan
dan
kepen ngan umum. Bersifat terbatas ar nya, alasan pengecualian hanya didasarkan pada
147
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
memperha kan jangka waktu pengecualian
(BPKP), Kementerian Kesehatan, Kementerian
informasi Informasi. Informasi yang telah
Pendidikan Nasional, Kementerian Pekerjaan
dikecualikan dapat dinyatakan terbuka untuk
Umum,
melindungi kepen ngan umum yang lebih
Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi,
besar.
Mahkamah Agung.
Berdasarkan monitoring yang dilakuan
Pendayagunaan
langkah-langkah yang diamanatkan UU KIP
Hakekat pemerintahan adalah pelayanan
Komisi Informasi Pusat No. 1 Tahun 2010,
ing
mayoritas Badan Publik belum melakukan
terlampir dalam Lampiran I Peraturan
kepada masyarakat. Pemerintahan ada karena
mengenai pelaksanaan UU KIP; (ii) menunjuk
kehendak rakyat. Untuk itu pemerintahan
PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan
diadakan bukan untuk melayani dirinya
Dokumentasi); dan (iii) menetapkan da ar
sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat
informasi publik yang terbuka dan yang
serta menciptakan kondisi yang menginginkan
dikecualikan.
se ap
lR ec hts V
ind
seper : (i) membuat peraturan internal
Badan
Publik
negara
yang
sudah
membuat regulasi internal dan menunjuk
masyarakat
kemampuan
dan
mengembangkan krea vitasnya
demi
mencapai tujuan bersama.14
PPID ada 22, antara lain Kementerian
Salah satu hak yang dimiliki masyarakat
Komunikasi dan Informa ka, Kementerian
sesuai kons tusi UUD NRI 1945 adalah
Hukum dan HAM, Kementerian Kehutanan,
hak
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata,
informasi
DPR
Kementerian
keterbukaan informasi publik (public access
Koordinator Poli k Hukum dan Keamanan,
to informa on) di dalam sistem negara yang
Arsip Nasional, Komisi Pemilihan Umum
demokra s (democra c state) selalu terkait
(KPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
dengan pemerintahan yang terbuka (open
Kementerian Perhubungan, Kementerian
government) dan tata pemerintahan yang
Negara Pemberdayaan Perempuan dan
baik (good governance). Tiga konsep ini saling
Perlindungan Anak, Kementerian Koordinator
terkait satu sama lain, sebab segala bentuk
Kesejahteraan
Ilmu
turunan dari pemerintahan demokra s
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mahkamah
memang dimaksudkan untuk menjamin hak
Kons tusi,
asasi manusia.
DPD
RI,
Polri,
na
RI,
Jur 148
Kementerian
3. Keterbukaan Informasi Publik Dalam Pemerintahan Terbuka (Open Government) Menuju Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)
KI Pusat terhadap Badan Publik sebagaimana
14
BP HN
ketentuan Pasal 17 UU KIP, dan dengan
Rakyat,
Kejaksaan
Lembaga Agung,
Badan
untuk
memperoleh
publik.
keterbukaan
Pembahasan
tentang
Ryaas Rasyid, Desentralisai Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi Di Indonesia, (Jakarta: LP3ES), hal. 13.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
pemerintahan terbuka dapat dilihat sebagai
rintahan terbuka (open government) sebagai
upaya untuk mencegah mbulnya praktek-
salah satu pondasinya.15 Kebebasan infor-
praktek korupsi, kolusi dan nepo sme (KKN)
masi (public access to informa on) merupa-
dalam mengelola sumber daya publik. Hal
kan salah satu prasyarat untuk menciptakan
ini menjadi pondasi utama dalam rangka
pemerintahan yang terbuka (open govern-
mewujudkan tata pemerintahan yang baik
ment). Pemerintahan terbuka adalah penye-
(good governance).
BP HN
Good Governance mensyaratkan peme-
lenggaraan pemerintahan yang transparan,
Komitmen moral pemerintah merubah
terbuka dan par sipatoris.16 Hal ini menca-
paradigma kekuasaan menjadi paradigma
kup seluruh proses pengelolaan sumber daya
pelayanan
publik sejak dari proses pengambilan kepu-
pemerintahan yang baik (good governance)
tusan, pelaksanaan serta evaluasinya.
menjadi prasyarat yang pen ng dalam
yang
terbuka
men-
dan
ing
Pemerintahan
publik
adanya
tata
menciptakan par sipasi masyarakat karena
syaratkan adanya jaminan atas 5 (lima) hal:17
akan
a.
kepen ngan masyarakat sebagai kons tuen
c.
d.
e.
ind
Hak untuk memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya (right to obsverve); Hak untuk memperoleh informasi (right to infoma on); Hak untuk terlibat dan berpar sipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik (right to par cipate); Kebebasan berekspresi yang salah satunya diwujudkan dalam kebebasan pers; Hak untuk mengajukan keberatan terhadap penolakan atas hak-hak yang
langsung
dengan
poli k dan lingkungan pelayanan birokrasi. Kepemerintahan yang baik (good governance)
mensyaratkan
lR ec hts V
b.
berhubungan
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik
dak semata-mata didasarkan pada
pemerintah
(government)
atau
negara
(state) saja, tapi harus melibatkan seluruh elemen, baik dalam intern birokrasi maupun
di luar birokrasi publik (masyarakat) sehingga masyarakat dapat mengetahui apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mereka dan bagaimana pertanggungjawaban
ditolak.
se ap kebijakan yang telah dijalankan. Konsep governance mulai berkembang
memperoleh informasi merupakan salah
pada awal 1990-an ditandai dengan adanya
satu prasyarat pen ng untuk mewujudkan
cara pandang (point of view) yang baru
pemerintahan
terhadap peran pemerintah (government)
na
Dengan demikian hak publik untuk
Perwujudan
Jur
terbuka.
15
16 17
Mas Achmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan, (Jakarta: Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), 2001), Bab III. Ibid. Koalisi Untuk Kebebasan Informasi, Melawan Ketertutupan Informasi Menuju Pemerintahan Terbuka, Cetakan II, (Jakarta: USAID, 2003), hal. 18.
149
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
undangan yang berlaku menjadi paradigma
United Na ons Development Program men-
“Good Governance” di mana penyelenggaraan
definisikan governance sebagai berikut:18
negara yang solid dan bertanggung jawab,
BP HN
dalam menjalankan sistem pemerintahan.
”Governance is the exercise of economic, poli cal, and administra ve authority to manage a country’s affair at all levels and means by which states promote social cohesion, integra on, and ensure the well being of their popula on”.
serta efisien dan efek f, dengan menjaga
(“Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan di bidang ekonomi, poli k, dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan negara pada se ap ngkatan dan merupakan instrument kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kepaduan sosial, integrasi, dan menjamin kesejahteraan masyarakat”).
sukses mengekspor paket good governance
diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat (society).19
UNDP sebagai ins tusi global yang
ing
ke seluruh dunia, utamanya ke negaranegara dunia ke ga membagi 9 (sembilan) karakteris k a.
Nilai-nilai
yang
menjunjung
nggi
lR ec hts V
a.
kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang
b.
dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan pembangunan
nasional yang mandiri, berkelanjutan,
c.
dan berkeadilan sosial. b.
Aspek fungsional dari pemerintah yang
efek f dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
untuk
mencapai
tujuan
penyelenggaraan
peme-
nasional tersebut. Paradigma
d.
na
rintahan telah terjadi pergeseran dari paradigma
“Rule
Government”
yang
Jur
menyandarkan pada peraturan perundang-
18 19
20
150
governance,
sebagai
berikut:20
“baik” dalam is lah kepemerintahan memiliki dua ar , yaitu:
good
Par cipa on. Se ap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi ins tusi legi masi yang mewakili kepen ngannya; Rule of Law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama Hukum dan HAM. Transparancy. Transparansi di bangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses-proses, lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Iinformasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor. Responsiveness. Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk melayani se ap stakeholders. Concensus Orienta on. Good governance menjadi perantara kepen ngan yang
ind
Sedangkan kata “good” yang berar
“kesinergian” interaksi yang konstruk f
e.
Sedarmayanti, Good Governance, Kepemerintahan yang Baik, Bagian Dua, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 3. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, LAN dan BPKP, 2000. Dahlan Thaib, Transparansi dan Pertanggungjawaban Tindakan Pemerintah, disampaikan dalam Seminar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945, diselenggarakan oleh BPHN, 2006, hal. 5-6.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
ini
dak dapat berjalan sendiri-sendiri,
terdapat hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi dan ke ganya adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai manajemen publik yang baik. PRINSIP AKUNTABILITAS
Akuntabilitas publik adalah prinsip
yang menjamin bahwa se ap kegiatan penyelenggaraan oleh
pelaku
terkena
publik harus mempunyai perspek f good governance dan pengembangan sumber daya manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.
kepada
dampak
secara
dapat terbuka
pihak-pihak
penerapan
yang
kebijakan.
Dalam hubungannya dengan efek vitas pelaksanaan UU KIP, prinsip akuntabilitas ini memiliki 2 aspek yaitu komunikasi publik oleh
lR ec hts V
i.
pemerintahan
dipertanggungjawabkan
ind
h.
(3) Par sipasi Masyarakat. Ke ga prinsip
BP HN
g.
yaitu (1) Akuntabilitas; (2) Transparansi; dan
ing
f.
berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepen ngan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur-prosedur. Equity. Semua warga negara, baik lakilaki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka. Effec veness & Eficiency. Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yeng telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (society) bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepen ngan internal atau eksternal orgaisasi. Strategic Vision.21 Para pemimpin dan
pemerintah dan hak masyarakat terhadap akses
informasi.
Keduanya
akan
sulit
dilakukan jika pemerintah dak menangani dengan baik kinerjanya karena menajemen kinerja yang baik adalah
k awal dari
transparansi. Prinsip Transparansi Transparansi
adalah
prinsip
yang
menjamin akses atau kebebasan bagi se ap orang untuk memperoleh informasi
yang melandasi tata pemerintahan yang baik
tentang penyelenggaraan pemerintahan,
sangat bervariasi dari satu ins tusi ke ins tusi
yakni informasi tentang kebijakan, proses
lain, namun paling dak terdapat sejumlah
pembuatan
prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip
hasil-hasil yang dicapai. Komunikasi publik
utama yang melandasi good governance,
menuntut usaha afirma f dari pemerintah
Jur
na
Jelas bahwa komponen ataupun prinsip
21
dan
pelaksanaannya,
serta
Joko Widodo, Good Governance: Telaah dari dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, (Surabaya: Insan Cendekia) hal. 25-26.
151
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
untuk
membuka
dan
mendiseminasi
c.
maupun penyebaran informasi maupun
Transparansi
penyimpangan ndakan aparat publik di
harus
seimbang
BP HN
informasi maupun ak vitasnya yang relevan. dengan
dalam kegiatan melayani.
kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi
yang
mempengaruhi
Keterbukaan pemerintah atas berbagai
konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-
aspek pelayanan publik pada akhirnya akan
lebihan dari masyarakat dan bahkan oleh
membuat pemerintah menjadi bertanggung
media massa. Karena itu, kewajiban akan
jawab kepada semua stakeholders yang
keterbukaan harus diimbangi dengan nilai
berkepen ngan dengan proses maupun
pembatasan, yang mencakup kriteria yang
kegiatan dalam sektor publik.
ing
hak privasi individu. Keterbukaan membawa
jelas dari Badan Publik tentang informasi apa saja yang akan diberikan dan pada siapa informasi tersebut diberikan.
Prinsip Pa sipasif
ind
Par sipasi
adalah
prinsip
bahwa
se ap orang memiliki hak untuk terlibat
dalam Bab IV, Pasal 10-16 untuk Informasi yang
dalam pengambilan keputusan di se ap
wajib disediakan dan diumumkan dan Bab V,
penyelenggaraan pemerintahan. Par sipasi
Pasal 17 untuk informasi yang dikecualikan.
dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi,
Disini peran media menjadi sangat pen ng
meningkatkan kualitas dan efek vitas layanan
bagi transparansi pemerintah, baik sebagai
publik. Se dak- daknya ada 2 (dua) alasan
sebuah kesempatan untuk berkomunikasi
mengapa sistem par sipatoris dibutuhkan
pada publik maupun menjelaskan berbagai
dalam negara demokra s. Pertama, bahwa
informasi
juga
sesungguhnya rakyat sendirilah yang paling
sebagai ”watchdog” atas berbagai perilaku
paham mengenai kebutuhannya. Kedua,
menyimpang dari aparat birokrasi.
bermula dari kenyataan bahwa pemerintahan
lR ec hts V
Dalam UU KIP ketentuan tersebut diatur
yang
relevan
sekaligus
Prinsip Transparansi paling dak dapat
yang modern cenderung luas dan kompleks menjadikan birokrasi tumbuh membengkak
a.
Mekanisme yang menjamin sistem
di luar kendali. Oleh sebab itu untuk
keterbukaan dan standarisasi dari semua
menghindari alienasi warga negara, maka
proses-proses pelayanan publik;
para warga negara itu harus di rangsang dan
Mekanisme
di bantu dalam membina hubungan dengan
na
di ukur melalui sebuah indikator seper :
b.
yang
memfasilitasi
pertanyaan-pertanyaan publik tentang
Jur
berbagai kebijakan dan pelayanan publik maupun proses-proses di dalam sektor publik;
152
Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan
aparat pemerintah.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
dapat melindungi kepen ngan yang
E. Penutup
informasi secara lengkap, tersusun rapi,
dan
terpusat
pada
satu
ins tusi badan informasi publik. Dengan demikian informasi yang dibutuhkan di
akses
menjadi baik
oleh
mudah pegawai
pemerintah maupun masyarakat dan otoma s menghemat biaya dan mengefisienkan waktu kerja yang mencari informasi yang sebelumnya
terserak atau dak tertata dengan baik.
Hal
ini
selaras
dengan
lR ec hts V
beberapa asas dalam UU KIP, yaitu; Pertama, se ap informasi publik
bersifat terbuka dan dapat di akses oleh se ap pengguna informasi publik. Kedua, informasi publik
yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas. Ke ga, se ap informasi
publik harus dapat diperoleh se ap pemohon informasi publik dengan
cepat dan tepat waktu, biaya ringan,
dan cara yang sederhana. Keempat, informasi publik yang dikecualikan
na
bersifat rahasia sesuai undang-
undang, kepatuhan dan kepen ngan umum, didasarkan pada pengujian
Jur
tentang konsekuensi yang
b. Lembaga pemerintah belum betulbetul siap mengimplementasikan UU KIP. Hal ini terlihat dari belum dilakukannya langkah-langkah yang diamanatkan UU KIP oleh mayoritas badan publik seper : (i) membuat peraturan
mbul
apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat, serta setelah diper mbangkan dengan seksama bahwa menutup informasi publik
internal
mengenai
pelaksanaan UU KIP; (ii) menunjuk PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi);
dan
(iii)
menetapkan da ar informasi publik
ind
diperlukan ke ka menelusuri dan
dan sebaliknya.
ing
a. UU KIP ini menghendaki tersedianya
BP HN
lebih besar daripada membukanya
1. Kesimpulan
yang terbuka dan yang dikecualikan. Meski pun demikian, ditemukan bahwa terdapat 22 lembaga publik yang
sudah
membuat
regulasi
internal dan menunjuk PPID, antara lain Kementerian Komunikasi dan Informa ka, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kehutanan, Kementerian
Kebudayaan
dan
Pariwisata, DPR RI, DPD RI, Polri, Kementerian Koordinator Poli k Hukum
dan
Keamanan,
Arsip
Nasional, Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Komisi
Korupsi
Pemberantasan
(KPK),
Kementerian
Perhubungan, Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan
dan
Perlindungan Anak, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Lembaga
Ilmu
Pengetahuan
Indonesia
(LIPI),
Kons tusi,
Kejaksaan
Mahkamah Agung,
153
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Pembangunan (BPKP), Kementerian
tanggung jawab dalam menjalankan
Kesehatan,
tugas
Kementerian
dan
fungsinya
sehingga
Pendidikan Nasional, Kementerian
tujuan menciptakan tata kelola
Pekerjaan
pemerintahan
Umum,
Kementerian
yang
transparan,
Pendayagunaan Aparatur Negera
akuntabel dan par sipasif dapat
dan Reformasi Birokrasi, Mahkamah
tercapai sesuai dengan prinsip-
Agung.
prinsip good governance.
Implementasi UU KIP terlihat dari hubungan antara pemerintah dan warganegaranya.
Penerapan
UU
KIP melekat pada 2 (dua) pihak, yaitu penyelenggara pemerintahan
c.
Pemerintah
harus
siap
dan
sungguh-sungguh
dalam
mengimplementasikan ini,
dengan
menunjuk
UU
KIP
pejabat
penyedia informasi publik (PPID) dalam sebagaimana diamanatkan
ind
dan masyarakat atau publik. Pada
sisi penyelenggara pemerintahan,
PP Nomor 61 Tahun 2010 tentang
penerapan UU KIP antara lain
pelaksanaan
menyediakan
penunjukan PPID ini bersifat wajib
informasi
informasi
yang
publik, sifatnya
lR ec hts V
baik
wajib, berkala, dan serta merta. Implementasi
lainnya
adalah
bahwa segala kegiatan urusan tata kepemerintahan seper
kebijakan
publik, pelayanan publik, pengadaan barang
dan
penyusunan
jasa
pemerintah,
anggaran
(DIPA)
termasuk isi keputusan dan alasan pengambilan kebijakan publik harus
terbuka dan dapat diakses oleh
na
masyarakat.
2. Saran
a. Pemerintah perlu meningkatkan
Jur
penerapan UU KIP agar par sipasi
masyarakat
terhadap
penyelenggaraan semakin meningkat.
154
BP HN
b. Pemerintah perlu meningkatkan
ing
c.
Badan Pengawasan Keuangan dan
kinerja
pemerintahan
(mandatory).
UU
KIP,
karena
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
DAFTAR PUSTAKA Suranto, Hanif dan Agus Mulyono, Dari Lokal Mengepung Nasional, Dinamika Proses Legislasi Kebebasan Memperoleh Informasi Publik Di Indonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta: Koalisi Untuk Kebebasan Informasi, 2007).
Widodo, Joko, Good Governance: Telaah dari dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, (Surabaya: Insan Cendekia)
Koalisi Untuk Kebebasan Informasi, Melawan Ketertutupan Informasi Menuju Pemerintahan Terbuka, Cetakan II, Jakarta, Tahun 2003. Kinerja Instansi Pemerintah, LAN dan BPKP, 2000.
ing
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Santosa, Mas Achmad, Good Governance dan Hukum Lingkungan, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), 2001.
ind
Mandica-Nur, N.G.B., Panduan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Untuk Petugas Pengelola dan Pemberi Informasi di Badan Publik, IRDI dan USAID, Cetakan Pertama, 2009 Mandica-Nur, Notrida G.B., Panduan Keterbukaan Informasi Publik Untuk Petugas Pengelola dan Pemberi Informasi di Badan Publik, Penerbit IRDI-Kemenkominfo-USAID-DRSP, Cetakan
lR ec hts V
Pertama, Jakarta, Tahun 2009.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Peneli an Hukum Norma f Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Press, 1990).
Sedarmayan , Good Governance, Kepemerintahan yang Baik, Bagian Dua, (Bandung: Mandar Maju, 2000).
Mamudji, Sri, dkk, Metode Peneli an dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit FH UI, 2005).
Rasyid, Ryaas, Dentralisai Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi Di Indonesia, (Jakarta: LP3ES) A. Makalah-Makalah
na
Ahmad M. Ramli, KIP dan Good Governance, Makalah disampaikan pada Seminar Sosialisasi UU KIP di Jakarta, Tahun 2009.
Dahlan Thaib, Transparansi dan Pertanggungjawaban Tindakan Pemerintah, disampaikan dalam Seminar Arah Pembangunan Hukum Menurut UUD 1945, diselenggarakan oleh BPHN, 2006
Jur
Komisi Informasi, Laporan 1 Tahun Implementasi UU KIP, April Tahun 2011. Usman Abdhali Wa k, Implikasi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik terhadap Peningkatan Pelayanan Publik, Universitas Kristen Petra, Surabaya, 26 Juli 2010
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
155
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4846 Tahun 2008.
BP HN
ditetapkan di Jakarta tanggal 30 April 2008, Lembaran Negara RI Nomor 61, tahun 2008 dan Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi publik, ditetapkan di Jakarta tanggal 20 Agustus 2010, Lembaran Negara RI Nomor 99 Tahun 2010.
Republik Indonesia, Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, ditetapkan di Jakarta tanggal 30 April 2010, Lembaran Negara RI Nomor 272 Tahun 2010.
ing
Republik Indonesia, Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian
Jur
na
lR ec hts V
ind
Sengketa Informasi Publik, ditetapkan di Jakarta tanggal 20 Agustus 2010.
156
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA IRREGULAR DI LUAR NEGERI (Protec on of Irregular Indonesian Workers in Overseas)
AdharinalƟ, S.H., M.H. Kepala Sub Bidang Peneli an Hukum Tidak Tertulis Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional BPHN
lR ec hts V
ind
ing
Abstrak Indonesia merupakan salah satu negara terbesar yang mengirimkan warga negaranya bekerja ke luar negeri, namun banyak diantaranya dak memiliki dokumen yang sah (dalam kondisi irregular). Dengan statusnya tersebut, hak-hak mereka beserta keluarganya banyak yang dak tertunaikan dan diperlakukan dak semes nya. Bagaimana perlindungan terhadap mereka merupakan permasalahan yang harus diberikan solusinya. Dalam peneli an yang menggunakan pendekatan norma f ini memperlihatkan bahwa tenaga kerja Indonesia yang dak berdokumen (irregular situa on) beserta keluarganya secara hukum mendapatkan perlindungan. Perlindungan tersebut terlihat dalam Interna onal Conven on 1990 on the Protec on of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families, meskipun hingga saat ini pemerintah belum mera fikasi konvensi tersebut. Untuk mendapatkan perlindungan terhadap worker irregular perlu diupayakan ra fikasi atas konvensi tenaga kerja Indonesia yang dak berdokumen (irregular situa on) beserta keluarganya. kata kunci: tenaga kerja irregular, perlindungan hukum, bantuan hukum, hak asasi manusia
Abstract Indonesia is one of the largest countries that send their ci zens to work in a foreign country, but many of them do not have valid documents (in the irregular condi on). With such status, their rights and their families many of which are not guaranteed and should not be treated. How to protect against them is a problem that should be the solu on. In a study using a norma ve approach shows that Indonesian workers are undocumented (irregular situa on) and their families are legally protected. Protec on is seen in the 1990 Interna onal Conven on on the Protec on of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families, although un l now the government has not ra fied the conven on. To obtain the protec on of irregular workers have sought ra fica on of the Conven on of Indonesian workers are undocumented (irregular situa on) and his family.
Jur
na
key words: Indonesian workers, law protec on, legal aid, human rights
157
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
TKI ke luar negeri antara lain negara-negara
sangat pen ng dalam kehidupan manusia sehingga
se ap
pekerjaan.
orang
Pekerjaan
membutuhkan
dapat
dimaknai
sebagai sumber penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi dirinya dan keluarganya. Dapat juga dimaknai sebagai sarana untuk mengaktualisasikan diri sehingga seseorang merasa hidupnya menjadi lebih berharga baik bagi dirinya, keluarganya maupun lingkungannya. Oleh hak asasi yang melekat pada diri seseorang yang wajib dijunjung nggi dan dihorma . Makna dan ar
pen ngnya pekerjaan
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa se ap Warga Negara berhak
atas
pekerjaan
dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Namun pada kenyataannya, keterbatasan akan lowongan kerja di dalam negeri
menyebabkan banyaknya warga negara Indonesia / Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
mencari pekerjaan ke luar negeri. Dari tahun
ke tahun jumlah mereka yang bekerja di luar
na
negeri semakin meningkat.
Indonesia merupakan salah satu negara
terbesar yang mengirim warga negaranya
Jur
untuk bekerja di luar negeri baik atas dasar permintaan maupun
negara
atas
yang
inisia f
bersangkutan
ak f
Pelaksana
Penempatan TKI yang mencari lapangan kerja di luar negeri. Negara tujuan pengiriman
158
Bahwa
hak
TKI
untuk
memilih,
mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri, telah dijamin melalui Pasal 31 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Penempatan tenaga kerja ke luar negeri diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai
dengan
keahlian,
keterampilan,
bakat, minat, dan kemampuan dengan memperha kan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum (Pasal 32 ayat (2) UU Ketenagakerjaan).
lR ec hts V
bagi se ap orang tercermin dalam Undang-
Indonesia
Hongkong dan negara lainnya.
ind
karena itu hak atas pekerjaan merupakan
Timur Tengah, Malaysia, Singapura, Brunei,
BP HN
Pekerjaan mempunyai makna yang
ing
A. Pendahuluan
Selanjutnya, Pasal 34 UU Ketenagakerjaan
mengamanatkan
bahwa
ketentuan
mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b diatur dengan undang-undang. Untuk menjalankan amanat tersebut, maka pada tanggal 18 Oktober 2004 diberlakukan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKI LN). Sebelum diberlakukannya UU PPTKI LN, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans)
membuat
keputusan
untuk memberikan landasan hukum dalam penempatan TKI ke luar negeri yaitu KEP104 A/MEN/2002 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri, namun keputusan tersebut dak mencakup pengaturan perlindungan TKI di luar negeri.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
dimaksud adalah masuknya TKI ke negera
antara lain menyangkut legalitas pengiriman
tujuan penempatan tanpa dokumen yang
TKI ke luar negeri. Banyak TKI yang dipulangkan
sah, atau mereka datang ke negara tujuan
dari negara tempat mereka bekerja misalnya
penempatan dengan berdokumen sah namun
di Malaysia, menyusul diberlakukannya
selama di sana dokumen sah tersebut menjadi
BP HN
Permasalahan klasik yang sering mbul
dak sah lagi. Contoh kasus adalah over stay
berkaitan dengan tenaga kerja luar negeri.
dan peyalahgunaan paspor (menggunakan
Tidak adanya dokumen yang sah menjadi
visa umroh dan/atau haji untuk bekerja di
salah satu penyebab pengusiran TKI. Pemu-
luar negeri). Selain itu, kondisi irregular
langan secara paksa ini dak hanya terhadap
juga terjadi ke ka TKI mengalami perlakuan
tenaga kerja Indonesia (buruh imigran) saja,
dak manusiawi dari majikan, dan kemudian
Perburuhan
Malaysia
ing
yang
Peraturan
melarikan diri sedangkan dokumen mereka
melainkan juga terhadap keluarganya. untuk
masih berada di tangan majikan, padahal
mengirim orang-orang asing dan mengem-
dokumen sah untuk dapat masuk ke negara
balikan mereka ke negara asalnya. Akan
lain adalah paspor.1
memiliki
wewenang
ind
Negara
Penyebab utama munculnya tenaga
pengusiran adalah dua hal yang berbeda.
kerja yang berangkat secara gelap/lewat
Pengusiran harus dilakukan terhadap orang
belakang ( dak berdokumen) antara lain
asing dengan cara-cara yang pantas.
biaya yang lebih murah dan prosesnya yang
lR ec hts V
tetapi kekuasaan mengusir dan cara-cara
Se ap orang yang akan masuk ke negara
real f cepat. Tenaga kerja dak berdokumen
lain harus disertai dengan dokumen yang sah.
menjadi masalah serius karena rawannya
TKI yang masuk ke negara tujuan penempatan
perlindungan hukum bagi yang bersangkutan
dengan membawa dokumen yang sah,
dan melemahkan posisi tawar (bargaining
dinamakan TKI dengan kondisi regular.
posi on) dengan pengguna jasa tenaga kerja.
Sedangkan TKI yang dak memiliki dokumen
Dengan mudahnya mereka menekan TKI
yang sah ke ka dan/atau selama berada di
dengan kondisi irregular ini.
negara tujuan penempatan, dinamakan TKI
dengan kondisi irregular. Penggunaan is lah
mendapatkan perlakuan
legal-ilegal bagi TKI sudah
Selain
dak relevan
dak manusiawi.
dak diberikan tempat
nggal yang
layak, mereka juga sering dak memperoleh
sah
dak saja disebabkan pelanggaran
jatah makan yang selayaknya. Kadang dalam
keimigrasian semata melainkan juga karena
sehari mereka hanya mendapatkan jatah
kondisi lain. Pelanggaran keimigrasian yang
makan sekali, padahal mereka bekerja
na
lagi mengingat TKI yang dak berdokumen
Jur 1
TKI dengan kondisi irregular sering
Hugo Graeme and W. R. Bohning, Providing Information to Outgoing Indonesian Migrant Workers, First Published, (Manila: International Labour Of ice, 2000), hal. 14-15.
159
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
saja melainkan juga bagi anggota keluarga
juga dak mendapatkan hari libur, sebagai
mereka. Perlindungan bagi anggota keluarga
pembantu rumah tangga, mereka bekerja
pekerja harus sama dengan perlindungan bagi
tujuh hari dalam seminggu. Mereka juga
pekerja migran itu sendiri. Perlindungan ini
dak memiliki asuransi kesehatan dan
merupakan hak bagi para pekerja migran dan
asuransi jiwa, sehingga apabila mereka sakit,
menjadi tanggung jawab negara (pengirim
ataupun meninggal dunia, dak ada jaminan
dan penerima) karena dak dapat dipungkiri
biaya untuk pengobatan dan pengembalian
bahwasanya para pekerja migran ini (baik
jenazah ke Indonesia. Mereka bekerja di
yang berkondisi reguler maupun irregular)
bawah ancaman sang majikan. Jika mereka
telah memberikan sumbangan yang cukup
ber ndak atas ke daknyaman tersebut maka
besar bagi pertumbungan ekonomi di negara
si majikan akan melaporkan status mereka ke
pengirim dan penerima. Indonesia belum
pihak kepolisian sebagai pekerja yang dak
mera fikasi satupun konvensi internasional
berdokumen sah.
mengenai perlindungan pekerja imigran.
dokumen-dokumen
ing
ind
Dengan
BP HN
dari subuh hingga tengah malam. Mereka
resmi,
Di
Asia,
hanya
Philipina
yang
telah
menandatangani dan mera fikasi semua
perlindungan hukum saat bekerja di luar
Konvensi mengenai perlindungan tenaga
negeri. Dalam UU PPTKI LN, perlindungan
kerjanya di luar negeri2.
lR ec hts V
TKI dapat lebih aman dan mendapatkan
TKI diatur dalam Bab VI Pasal 77 – Pasal 84. Lalu bagaimana dengan TKI dengan kondisi
B. Permasalahan
irregular, apakah mereka juga berhak mendapatkan
perlindungan
yang
sama
halnya dengan TKI berkondisi reguler?
Terkait dengan perlindungan tenaga
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana perlindungan yang diberikan kepada TKI di luar negeri yang berkondisi irregular. Untuk mengetahui hal ini maka
kerja migran, Perserikatan Bangsa-Bangsa
perlu
(PBB) telah mengeluarkan konvensi yaitu
berikut:
Interna onal Conven on on The Protec on
1.
on The Rigth of All Migrant Workers and
Member of Their Families 1990 (Konvensi
na
Internasional tentang Perlindungan Semua
2.
dijawab
permasalahan
Bagaimana kondisi perlindungan TKI di luar negeri secara umum? Apakah telah dilaksanakan perlindungan hukum TKI irregular di luar negeri?
Pekerja Imigran dan Anggota Keluarganya). Dalam konvensi tersebut terlihat bahwa
Jur
salah satu instrumen hukum internasional dak hanya melindungi pekerja migran
2
160
sebagai
“RI Belum Ratiϔikasi Konvensi Perlindungan Pekerja Migran” (Kompas, 9 September 1995).
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
ke tahun jumlah TKI yang bekerja di luar negeri
Metode peneli an yang digunakan adalah peneli an norma f. Dalam peneli an
semakin meningkat, tetapi permasalahannya
BP HN
C. Metode PeneliƟan
pun semakin meningkat pula.
Bekerja di luar negeri merupakan hak
norma f digunakan data sekunder berupa ketentuan-ketentuan hukum nasional dan internasional serta bahan-bahan bacaan yang terkait dengan tema yang diperoleh melalui studi dokumen (studi kepustakaan). Dalam mengolah dan menganalisis data digunakan
se ap warga negara, sehingga Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan mekanisme pelaksanaan hak warga negara tersebut. TKI bukan komoditas sehingga pengaturan mekanisme penempatannya harus tetap menjunjung
nggi nilai-nilai kemanusiaan.
ing
metode analisis kualita f.
Ke depan kita harus mampu mempengaruhi penempatan TKI dak saja menguntungkan
D. Pembahasan
secara
tetapi
juga
mampu
meningkatkan aspirasi kemanusiaan.3
dua pasal dalam
Berdasarkan Pasal 34 UU Ketenaga-
kons tusi kita yang mengatur tentang hak
kerjaan, penempatan tenaga kerja di luar
atas pekerjaan. Pasal tersebut adalah Pasal
negeri
27 ayat (2) dan Pasal 28 D ayat (2) UUD
Untuk menjalankan amanat tersebut maka
1945. Pasal 27 ayat (2) berbunyi: “Tiap- ap
dibuatlah undang-undang tersendiri yang
warga negara berhak atas pekerjaan dan
mengatur mengenai penempatan TKI di luar
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”,
negeri.
lR ec hts V
Se daknya ada
ekonomis
ind
1. Perlindungan TKI di Luar Negeri
sedangkan Pasal 28 D ayat (2) berbunyi:
diatur
dengan
Sebagaimana
undang-undang.
diketahui
bahwa
“Se ap orang berhak untuk bekerja serta
penempatan TKI di luar negeri itu rentan
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dengan perlakuan
dan layak dalam hubungan kerja”.
perlakuan eksploita f lainnya di negara
dak manusiawi atau
penerima. Oleh karenanya maka aspek
se ap orang diberikan kebebasan untuk
penempatan TKI di luar negeri dak dapat
memilih di mana mereka akan bekerja, apakah
dilepaskan dari aspek perlindungannya.
akan bekerja di dalam negeri atau bekerja di
Dengan demikian, judul undang-undang
luar negeri. Keterbatasan lowongan kerja di
sebagaimana
dalam negeri menyebabkan banyaknya TKI
Ketenagakerjaan adalah Undang-Undang
mencari pekerjaan ke luar negeri. Dari tahun
tentang Penempatan dan Perlindungan
amanat
Pasal
34
UU
Jur
na
Berdasarkan ketentuan tersebut maka
3
“Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Indonesia (Sektor Pembantu Rumah Tangga) di Luar Negeri (Bagian II).” (http://hukum.kompasiana.com/2010/12/15/perlindungan-hukum-terhadap-tenaga-kerja-indonesia-sektorpembantu-rumah-tangga-di-luar-negeri-bagian-ii/) Diakses pada tanggal 3 Januari 2012.
161
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Dalam rangka pemberian perlindungan
dengan namanya, undang-undang ini secara
kepada TKI di luar negeri diperlukan
umum mengatur tentang penempatan dan
koordinasi lintas sektoral yang melibatkan
perlindungan tenaga kerja di luar negeri.
peran serta para pemangku kepen ngan
Untuk aspek perlindungannya diatur dalam
baik di dalam maupun di luar negeri. Tanpa
Pasal 77-84 UU PPTKILN.
adanya kerjasama dengan instansi dan pihak-
Se ap Calon TKI / TKI mempunyai
BP HN
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Sesuai
pihak terkait, maka pelaksanaan tugas-tugas pokok tersebut akan sulit dilaksanakan secara
perundang-
op mal. Di dalam negeri, instansi terkait
mulai dari pra penempatan,
diantaranya Kemenakertrans, Kementerian
masa penempatan, sampai dengan purna
Luar Negeri, Pemerintah Daerah, instansi
penempatan
PPTKILN).
keimigrasian, Badan Nasional Penempatan
Swasta
dan Perlindungan Tenaga Kerja di Indonesia
memberikan
(BNP2TKI), aparat penegak hukum dan instansi
perlindungan kepada Calon TKI / TKI sesuai
teknis terkait lainnya. Sedangkan lembaga
dengan perjanjian penempatan (Pasal 82
swasta adalah Pelaksana Penempatan TKI
PPTKILN). Se ap Calon TKI / TKI yang bekerja
Swasta (PPTKIS) beserta jaringan rekruternya
ke luar negeri baik secara perseorangan
serta organisasi kemasyarakatan dan lembaga
maupun yang ditempatkan oleh pelaksana
swadaya masyarakat.
sesuai
memperoleh
dengan
undangan,
Pelaksana
peraturan
(Pasal
77
Penempatan
TKI
untuk
lR ec hts V
bertanggungjawab
UU
ind
untuk
ing
perlindungan
hak
penempatan TKI swasta wajib mengiku
program pembinaan dan perlindungan TKI
yang berperan dalam perlindungan TKI antara
(Pasal 83 PPTKILN). Program pembinaan
lain Perwakilan RI, Perwakilan Pelaksana
dan perlindungan TKI diatur lebih lanjut
Penempatan TKI Swasta, Mitra Usaha
dengan Peraturan Pemerintah. Akan tetapi
Pelaksana Penempatan TKI, pengguna jasa
peraturan pemerintahnya sampai saat ini
TKI, dan instansi resmi yang berwenang di
belum diterbitkan.
bidang ketenagakerjaan di negera penerima,
Dalam UU Ketenagakerjaan, perlin-
juga
lembaga/organisasi
resmi
seper
dungan terhadap hak-hak tenaga kerja dapat
Badan Perserikatan Bangsa-bangsa yang
dikelompokkan sebagai berikut:
berkompeten di bidang ketenagakerjaan atau
a.
hak asasi manusia serta Non Government
Perlindungan
keselamatan
dan
Organiza on (NGO) yang bergerak di bidang
kesehatan kerja;
ketenagakerjaan / Hak Asasi Manusia
Perlindungan Sosial Tenaga Kerja, berupa
(HAM).
Jur
c.
Perlindungan norma kerja;
na
b.
perlindungan upah, Jamsostek, jaminan kema an,
jaminan
pemeliharaan
kesehatan, dan tabungan hari tua.
162
Di luar negeri, instansi atau lembaga
Pemberian perlindungan terhadap WNI di luar negeri, termasuk TKI merupakan salah satu tugas pokok Perwakilan RI di luar negeri
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Pembentukan BNP2TKI ini didasarkan pada
UUD 1945 dan Undang-Undang No. 37 Tahun
Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006
1999 tentang Hubungan Luar Negeri (UU
tentang Badan Nasional Penempatan dan
Hubungan LN). Perlindungan kepada warga
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia;
negara Indonesia di luar negeri ini, termasuk
c.
BP HN
sesuai dengan amanat yang tertuang dalam
penyederhanaan birokrasi pelayanan
pemberian bantuan dan penyuluhan hukum,
penempatan TKI seper penyederhanaan
serta pelayanan konsuler (Bab V Pasal 18 –
prosedur penempatan yang semula 24
24 UU Hubungan LN).
simpul menjadi 14 simpul;
Selain
peran
instansi,
lembaga,
d.
meringankan
beban
biaya
yang
ditanggung oleh Calon TKI dengan
ing
maupun organisasi tersebut, keberhasilan
membebaskan
perlindungan TKI bergantung pada diri TKI
biaya
fiskal,
dak
menaikkan biaya paspor, membebaskan
itu sendiri. Dalam hal ini adalah kemampuan
biaya pengurusan Kartu Tenaga Kerja Luar
dan kemauan TKI untuk memberdayakan dan
Negeri (KTKLN), membebaskan biaya
ind
melindungi dirinya.
Pembekalan
Melalui Instruksi Presiden Nomor 06
Pemberangkatan
(PAP);
tahun 2006 tentang Reformasi Kebijakan Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI
Akhir
e.
meningkatkan
kualitas
TKI
melalui
pela han keterampilan, kemampuan,
telah melakukan berbagai langkah untuk
bahasa dan persiapan mental. Hanya
meningkatkan pelayanan penempatan dan
akan menempatkan TKI yang dinilai
perlindungan kepada TKI ke luar negeri.
sudah memenuhi syarat kompetensi
Langkah-langkah tersebut adalah:4
yang dibuk kan dengan ser fikat dari
a.
peningkatan dasar hukum atau landasan
Lembaga Ser fikasi Profesi (LSP) yang
hukum yang menjadi dasar pengaturan
ditunjuk oleh Kemenakertrans;
lR ec hts V
di Luar Negeri, para pemangku kepen ngan
penempatan dan perlindungan TKI di luar
memberikan
perlindungan
terhadap
negeri dari bentuk Keputusan Menteri
hak dan harta TKI melalui program
Tenaga Kerja No. 104 A/Kepmen/1999
asuransi TKI yang dilaksanakan oleh
tentang Penempatan TKI ke Luar Negeri
lima Konsorsium Asuransi. Dalam hal
menjadi UU PPTKILN;
ini, Konsorsium Asuransi tersebut juga
Nasional
diwajibkan untuk bekerjasama dengan
Penempatan dan Perlindungan Tenaga
lembaga bantuan hukum/lawyer di
Kerja Indonesia (BNP2TKI).
negara penempatan TKI;
na
pembentukan
Badan
Jur
b.
f.
4
“Peran Atase Ketenagakerjaan untuk Meningkatkan Perlindngan TKI di Luar Negeri”, (http://kampungtki.com/ baca/22868) Diakses pada tanggal 3 Januari 2012.
163
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Undang-Undang No. 21 Tahun 2007
dengan delapan negara penempatan
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
yaitu Malaysia, Korea Selatan, Jordania,
Perdagangan Orang melalui pencegahan
Kuwait, Taiwan, Australia dan Uni Emirat
( ndak pidana) dan penanganan (korban),
Arab dalam bentuk penandatanganan
dengan cara: peningkatan kewaspadaan
Memorandum of Understanding (MoU).
masyarakat mengenai ciri dan modus
Saat ini dipersiapkan penandatanganan
operandi
MoU dengan enam negara, yaitu: Qatar,
orang, pela han an perdagangan orang,
Yunani, Kuwait dan Yordan (revisi),
peneli an, perluasan kesempatan kerja,
Jepang,
perlindungan korban, dan pembentukan
hubungan
Brunei
Darussalam
serta
membentuk empat sentra layanan
n.
ind
memanfaatkan
menjadi
usaha
lima negara, di luar negara-negara yang
usaha,
telah memiliki Atase Ketenagakerjaan,
akses untuk memperoleh kredit modal
yaitu Singapura, Brunai Darussalam,
Perbankan. Mendorong terbentuknya
Korea Selatan, Qatar dan Yordania;
Asosiasi TKI purna yang dimaksudkan
melakukan
penandatanganan
sebagai wadah integrasi dan konsultasi
kesepakatan bersama dengan pihak
TKI Purna dalam meningkatkan dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
mengembangkan potensi dan usaha
dalam rangka penegakan hukum;
yang mereka miliki.
lR ec hts V
bimbingan wirausaha, pengembangan
berpar sipasi
ak f
dalam
seper
pendampingan,
membangun
forum
meningkatkan perlindungan bagi TKI,
ILC, sidang IOM, pertemuan
2. Perlindungan Hukum TKI Irregular di Luar Negeri Ibarat dua sisi mata uang, pengiriman
TKI ke luar negeri selain memberikan dampak
melakukan registrasi dan penerbitan
posi f berupa peningkatan kesejahteraan
SIPPTKIS, dimana sampai saat ini telah
keluarga mereka dan penerimaan devisa
terda ar 496 PPTKIS;
negara,
na
UNIFEM, dan pertemuan CEDAW;
melaksanakan
Jur
m. turut
ndak
pidana
khususnya
164
dapat
TKI
membentuk Atase Ketenagakerjaan di
interna onal yang diharapkan dapat
l.
agar
pemberdayaan
ekonomi produk f dengan memberikan
Kuala Tungkal;
k.
dan
penghasilannya
(SP3TKI) di Serang, Denpasar, Riau, dan
j.
membina purna
penempatan dan perlindungan TKI
i.
ndak pidana perdagangan
gugus tugas;
Maroko; h.
BP HN
bilateral
meningkatkan
ing
g.
pemberantasan
perdagangan
yang
orang,
menyangkut
juga
memunculkan
berbagai
permasalahan. Kasus kekerasan fisik/psikis yang menimpa TKI baik sebelum, selama
TKI
bekerja, maupun pada saat pulang ke daerah
sebagaimana diamanatkan di dalam
asal, penempatan yang dak sesuai, standar
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
workers dapat diberlakukan kepada para
kerja yang disepaka , pelecehan seksual, dan
pekerja tersebut. Salah satu prosedur yang
kasus tenaga kerja yang dak berdokumen
harus dilakukan oleh para calon tenaga kerja
sah, sering muncul seiring dengan proses
migran adalah dengan melengkapi dokumen-
pengiriman TKI kita ke luar negeri.
dokumen pen ng. Tidak
Sempitnya lahan pekerjaan di dalam negeri,
murah
pengiriman,
dan ngkat
mudahnya
BP HN
gaji yang rendah karena dak sesuai kontrak
jarang
pula,
pelanggaran
proses
pengiriman tenaga kerja ke luar negeri
dan
juga dilakukan oleh PPTKIS yang dapat
pendidikan
menyebabkan
adanya perlindungan bagi
gaji di negeri sendiri serta ke adaan informasi
tenaga kerja migran, misalnya: PPTKIS lebih
ke desa-desa tentang tata cara bekerja di
memfokuskan diri pada upaya mendapatkan
luar negeri, disebut-sebut sebagai penyebab
calon
bermigrasinya warga negara kita ke luar
menunggu permintaan (job order) negara
negeri sebagai TKI yang dak berdokumen
asal, dak adanya pela han dan pembinaan
yang sah.
bagi calon sesuai dengan ketentuan yang
ing
keterampilan yang masih rendah, rendahnya
daripada
ind
sebanyak-banyaknya
Majikan di luar negeri lebih senang
berlaku,
dak memberikan informasi yang
dak
jelas dan lengkap kepada calon tenaga kerja
berdokumen sah untuk masuk ke negaranya
migran yang akan berangkat ke luar negeri,
karena upahnya yang jauh lebih murah juga
serta sistem perjanjian kerja yang lebih
dak perlu membayar “levy”. Buruh migran
menguntungkan PPTKIS ke mbang para
pun dapat dengan mudah di eksploitasi
calon-calon yang bersangkutan. Singkatnya,
oleh majikannya karena sang majikan tahu
PPTKIS
bahwa perlindungan kepada buruh migran
perolehan profit yang sebanyak-banyaknya
sangat minim, apalagi buruh migran itu
ke mbang
lR ec hts V
memperkerjakan tenaga kerja yang
lebih
mengedepankan
mengindahkan
aspek
peraturan
dak memahami dengan baik bahasa di
perundang-undangan yang berlaku dan dak
negara, di mana mereka bekerja. Majikan
sesuai dengan job order negara asal. Hal ini
bisa memperlakukan buruh migran sesuka
menyebabkan adanya ke dak-seimbangan
ha
karena mereka tahu buruh migran
perbandingan antara jumlah calon tenaga
ini
dak memiliki kekuatan dan sulit
kerja migran dengan jumlah yang diminta
na
mengorganisasikan diri supaya memiliki posisi tawar secara kolek f.
Untuk dapat bekerja di luar negeri, para
berdasarkan job order negara asal. Mereka ini menjadi masalah serius karena rawannya perlindungan bagi yang bersangkutan
yang telah ditentukan baik oleh negara
tawar (bargaining posi on) dengan negara
penerima maupun oleh negara pengirim
pengguna jasa tenaga kerja. Jangankan
agar segala akibat hukum sebagai legal
tenaga kerja migran yang berkondisi irregular,
Jur
calon tenaga kerja harus mengiku prosedur
dan
melemahkan
posisi
165
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
telah mera fikasinya. Indonesia belum
pun
mera fikasi konvensi ini.
dak sedikit yang
dak mendapatkan
perlindungan baik untuk dirinya sendiri
b.
Peraturan-peraturan yang diatur dalam Konvensi ILO No. 143/1975 tentang
maupun untuk keluarganya. Keberadaan tenaga kerja yang irregular
Conven on Corcerning Migra on In
ini telah meyita perha an dunia sehingga
Abusive
keberadaannya perlu diatur dalam suatu
of
instrumen hukum internasional. Instrumen-
Treatment of Imigrant Worker (Migrasi
instrumen tersebut antara lain adalah:
Dalam Keadaan Disalahgunakan dan
a.
Peningkatan
97/1949 tentang Concerning Migra on for Employment (Migrasi Untuk Pekerja
Condi on
Equality
and
and
Promo on
Opportunity
Kesempatan
and
Terhadap
ing
Peraturan-peraturan tenaga kerja migran yang diatur dalam Konvensi ILO No.
Tenaga Kerja Migran). Konvensi ini ditandatangani di Jenewa pada tanggal 24 Juni 1975. Menurut data ILO tahun 2011, baru 23 negara saja yang
ind
Migran), antara lain:
1) hak atas pelayanan dan informasi
mera fikasinya dan Indonesia
dak
termasuk di dalamnya. Konvensi ini
membantu tenaga kerja migran
antara lain mengatur:
(Art.2);
1) kewajiban bagi negara penerima
lR ec hts V
yang akurat dan cuma-cuma untuk
2) Langkah-langkah untuk mencegah propaganda
yang
menyesatkan
mengenai pengiriman tenaga kerja ke luar negeri (Art. 3);
3) pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja migran (Art. 5); 4) penerapan pihak
sanksi
yang
hukum
bagi
mempromosikan
untuk menghorma hak-hak tenaga kerja migran (Art. 1); 2) penekanan yang
perlu
pada
usaha-usaha
dilakukan
untuk
menindaklanju tentang keberadaan tenaga kerja migran illegal yang memperkerjakan
tenaga
kerja
migran secara illegal (Art. 2 dan 3);
kebe-
3) Pengaturan
radaan tenaga kerja migran illegal
kesempatan
(clandes ne) (Annex I Art. 8 dan
jaminan sosial, dan kebebasan
Annex II Art. 3).
individual atau kolek f bagi tenaga
mengorganisasikan
na
atau
Konvensi
ini
tentang
persamaan
mengenai
jabatan,
kerja migran dan beserta anggotaditandatangani
di
anggota keluarganya (Art. 10);
Jenewa pada tanggal 1 Juli 1949. Menurut
4) Konvensi ini dalam konsiderannya
data Interna onal Labour Organiza on
juga mengakui adanya fakta-fakta
(ILO) tahun 2011, baru 49 negara yang
tentang imigran gelap (clandestain),
Jur 166
BP HN
tenaga kerja migran yang berkondisi regular
sehingga perlu diterapkan suatu
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
PART I :
meng-eliminasi terjadinya perlakuan
PART II : Non-discrimina on with respect to rights.
kejam atau penyalahgunaan yang lebih jauh terhadap tenaga kerja
Scope and Defini on.
BP HN
standar khusus yang bertujuan untuk
PART III : Human rights of all migrant workers and members of their
migran illegal (eksploitasi).
families. hukum
PART IV : Other rights of migrant workers
internasional itu dapat terlihat bahwa
and members of their families
eksistensi tenaga kerja migran yang
who are documented or in a
Dari
kedua
instrumen
dak
regular situa on.
ing
berdokumen sah ini secara faktual ternyata diakui oleh se ap negara sehingga perlu
PART V : Provisions applicable to par cular
menerapkan suatu standar khusus guna
categories of migrant workers and members of their families
mengeliminir terjadinya lonjakan pengiriman
PART VI : Promo on of sound, equitable,
ind
dan pengeksploitasian secara besar-besaran.
yang
humane and lawful condi ons
lebih nyata kepada tenaga kerja migran
in connec on with interna onal
yang
migra on
Untuk
memberikan
perlindungan
dak berdokumen sah (berkondisi
lR ec hts V
irregular), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
of
workers
and
members of their families
melalui Majelis Umum telah mengeluarkan
PART VII : Applica on of the Conven on
Resolusinya dengan nomor 45/158 tanggal
PART VIII: General provisions
18 Desember 1990 yang kemudian menjadi
PART IX : Final provisions
Konvensi Internasional.5 Konvensi tersebut Interna onal
Menurut Konvensi ini, bahwa se ap
Conven on on the Protec on of the Rights of
pekerja migran dan keluarganya mempunyai
All Migrant Workers and Members of Their
hak-hak asasi berupa:
Families, yang
terdiri dari 93 Pasal yang
a.
Hak kebebasan dasar;
terbagi dalam 9 Bab yang terpisah dengan
b.
Persamaan di hadapan hukum;
Preamble. Secara umum Konvensi Tahun
c.
Hak untuk memiliki kerahasiaan pribadi;
1990 ini dak hanya mengatur perlindungan
d.
Persamaan sebagai warga negara;
tenaga kerja migran yang memiliki dokumen
e.
Kebebasan berkumpul / berserikat;
(regular situa on) saja melainkan juga yang
f.
Mengirimkan pendapatan;
g.
Hak untuk mendapatkan informasi.
dengan
nama
na
dikenal
dak
berdokumen
(irregular
situa on)
Jur
termasuk keluarganya. Berikut ini substansi Konvensi Tahun 1990 tersebut:
5
www.ohchr.org. Diakses tanggal 12 Januari 2012.
167
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 The Conven on recognizes that “the human problems involved in migra on are even more serious in the case of irregular migra on” and the need to encourage appropriate ac on “to prevent and eliminate clandes ne movements and trafficking in migrant workers, while at the same me assuring the protec on of their fundamental human rights”.
Di sisi lain, hak-hak lain pekerja migran
BP HN
yang berdokumen sah (dalam kondisi reguler) dan anggota keluarga mereka, adalah: a.
Hak untuk mendapatkan cu (Art. 38);
b.
Bebas untuk ber ndak;
c.
Bergerak bebas dalam wilayah kerja mereka dan bebas memilih dimana mereka ingin bertempat
f. g. h. i.
kenyataan bahwa mereka berada dalam
Hak untuk berpar sipasi dalam poli k,
kondisi yang irregular bukanlah suatu alasan
kegiatan masyarakat, dan ikut terlibat
untuk merampas hak-hak meraka dari prinsip-
dalam pengambilan keputusan (Art. 41
prinsip persamaan sebagai warga negara
dan 42);
dalam hal pemberian upah dan kondisi-
Persamaan sebagai warga negara dalam
kondisi pekerjaan lainnya termasuk upah
mengakses pendidikan, kursus dan
lembur, upah kerja, upah cu mingguan, dan
pelayanan sosial;
upah libur karena hari libur, memperoleh
ing
39);
ind
e.
Dari pembukaan konvensi tersebut di atas,
Terlibat ak f dalam pembuatan kontrak
keamanan, perawatan kesehatan, dan lain-
kerja;
lainnya (Art. 25). Mereka juga berhak untuk
lR ec hts V
d.
nggal (Art.
Hak untuk berkumpul kembali dengan
mendapatkan pertolongan dalam keadaan
keluarga mereka;
darurat (Art. 28).6
Pengecualian dalam hal pajak dan
Bagaimana
pun
juga,
hak-hak
kewajiban bea dan cukai;
fundamental para pekerja migran yang dak
Hak untuk memilih ak vitas.
berdokumentasi ini tetap diberikan oleh konvensi ini, se dak- daknya karena mereka
dak mengatur hak-hak
adalah sama sebagai manusia dan warga
khusus un-documented workers or in a
Negara, sayangnya, Indonesia yang tercatat
regular situa on secara tersendiri. Namun
sebagai anggota dari organisasi ILO belum
bukan berar
menandatangani konvensi ini.
Konvensi ini
mereka
dak mendapatkan
perlindungan.
dalam
pembukaan
na
Di
(Preamble)
Jur
Konvensi Tahun 1990 disebutkan bahwa:
6
168
Sebagai manusia yang memiliki hak
asasi, meskipun memiliki status TKI
dak
berdokumen yang sah, mereka dak boleh dianiaya atau diperlakukan atau dibunuh secara kejam, dak berperikemanusiaan atau
Asbjorn Eide; Catarina Krause; Allan Rosas, Ed., Economic, Social and Cultural Rights: A Textbook Secondary Revised Edition. (Martinus Nijhoff Publishers), hal. 391-392.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
dinilai belum maksimal dan belum seutuhnya
Hak Asasi Manusia (Interna onal Declara on
melindungi keluarganya di luar negeri.
of Human Right)). Selain itu juga, mereka
Jika diama lebih lanjut, pasal pengaturan
dak dapat menjadi sasaran penangkapan
penempatan TKI di LN dalam UU PPTKILN
BP HN
menghina (Pasal 6 Deklarasi Internasional
atau
lebih banyak mengatur tentang penempatan,
pengasingan (Pasal 9 Deklarasi Internasional
yaitu mulai dari Pasal 10 sampai Pasal 76
Hak Asasi Manusia (Interna onal Declara on
(ada 67 pasal) ke mbang pasal mengenai
of Human Right)).
perlindungan yang hanya diatur dengan 14
TKI
dak
keluarganya
penahanan
berdokumen
juga
berhak
berserta
pasal (mulai Pasal 77 sampai Pasal 84).
Dalam UU Ketenagakerjaan dan UU
mendapatkan
bantuan hukum sesuai dengan ketentuan
ing
sewenang-wenang,
PPTKILN dak diatur perlindungan TKI yang
di
dak berdokumen (irregular condi on)
negara tujuan serta hukum dan kebiasaan
beserta keluarganya. Oleh karena itu kita
internasional. Pemberian hak ini menjadi
perlu mera fikasi Interna onal Conven on
tanggung jawab bersama perwakilan Republik
on the Protec on of the Rights of All Migrant
Indonesia di negara tujuan penempatan
Workers and Members of Their Families 1990
dengan perwakilan PPTKIS.
mengingat juga Indonesia sebagai salah satu
perundang-undangan
ind
peraturan
negara pengirim tenaga kerja ke luar negeri
lR ec hts V
Terhadap TKI yang berkondisi irregular
dak
terbanyak baik yang berdokumen maupun
manusiawi dari majikan, dan kemudian
dak berdokumen. Dengan mera fikasinya
dikarenakan mengalami perlakuan melarikan diri,
dak bisa ditangani semata-
mata sebagai persoalan keimigrasian. Mereka
maka: a.
adalah korban yang harus dipulihkan.
posisi tawar kita terhadap negara penerima paling
dak sejajar dalam
Kebijakan penempatan TKI di luar
negosiasi pembuatan perjanjian bilateral
negeri pada masa mendatang perlu lebih
dengan negara tujuan penempatan. Kita
memberikan
TKI
dapat meletakkan perlindungan buruh
tanpa melihat legal ataupun illegal, karena
migran dengan skema internasional
secara kons tusional, negara kita memang
sebagai
telah menjamin hak se ap warga negara
tersebut;
perlindungan
kepada
na
atas pekerjaan dan penghidupan yang
b.
kasus
bahan
utama
perjanjian
ndakan
dak
manusiawi
terhadap tenaga kerja yang berkondisi
perlindungan se ap orang dalam memenuhi
irregular khususnya yang dialami TKI kita
haknya untuk bekerja dan mendapatkan
beserta keluarganya, se daknya menjadi
imbalan serta perlakuan yang adil dan
berkurang;
Jur
layak bagi kemanusiaan serta terpenuhinya
layak dalam hubungan kerja. Akan tetapi pengaturan lebih lanjut jaminan tersebut
c.
buk konsistensi poli cal will pemerintah dalam
mewujudkan
poli k
hukum
169
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Interna onal Conven on on the
keluarganya terutama TKI yang
Protec on of the Rights of All
dak
BP HN
d.
perlindungan TKI di luar negeri beserta berdokumen sah;
Migrant Workers and Members of
kerjasama dengan negara-negara dalam
Their Families, antara lain berupa
mengurangi
Hak kebebasan (Basic Freedom);
ndakan
dak manusiawi
Persamaan di hadapan hukum
akan lebih meningkat
(Due Process), Hak untuk memiliki Dengan
mera fikasi Konvensi 1990
pribadi
(Right
to
Privacy), Persamaan sebagai warga
negara termasuk TKI baik yang tertuang
negara (Equality with Na onals);
lainnya, semakin mencerminkan konsistensi poli cal will negara dalam membuat poli k
Kebebasan (Right
berkumpul/berserikat
to
Union
Menyampaikan
Ac vi es); pendapatan
(Transfer of earnings); dan Hak untuk
ind
hukum perburuhan kita termasuk dalam
ing
ini, semangat perlindungan terhadap warga dalam kons tusi maupun dalam peraturan
TKI
mendapatkan informasi (Right to
baik yang berdokumen maupun yang dak
Informa on). Mereka juga berhak
berdokumen.
mendapatkan
E. Penutup
perlindungan
kepada
lR ec hts V
memberikan
1. Kesimpulan
a. Berdasarkan pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa TKI yang
dak berdokumen (irregular
situa on)
beserta
keluarganya
juga mendapatkan perlindungan. Perlindungan yang dimaksud adalah
berupa terpenuhinya hak asasi manusia yang berlaku bagi seluruh
na
buruh migran. Hak asasi manusia
bagi tenaga kerja yang dilindungi UUD 1945 berupa perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan
Jur
kerja serta penghindupan yang layak bagi kemanusiaan. Sedangkan hak asasi manusia pekerja migran sebagaimana yang diamanatkan
170
kerahasiaan
pemberian
upah
dan dan kondisi-kondisi pekerjaan lainnya termasuk upah lembur, upah kerja, upah cu mingguan, dan upah libur karena hari libur, memperoleh keamanan, peratwatan kesehatan,
serta mendapatkan pertolongan dalam keadaan darurat. Bagaimanapun juga hak-hak fundamental para pekerja migran yang
dak
berdokumentasi ini tetap diberikan, se dak- daknya
karena
mereka
adalah sama sebagai manusia dan warga negara. Mereka juga
dak
boleh dianiaya atau diperlakukan atau dibunuh secara kejam,
dak
berperikemanusiaan atau menghina. Dari aspek hukum, mereka
dak
dapat menjadi sasaran penangkapan sewenang-wenang,
penahanan
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
bantuan
hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di
negara
tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional
dari
perwakilan
Republik Indonesia di negara tujuan penempatan dengan perwakilan PPTKIS. Terhadap TKI yang berdokumen korban
dak
karena
menjadi
penganiayaan
majikan
dan sehingga dia melarikan diri, harus mendapatkan perlindungan
a. Indonesia harus segera mera fikasi Interna onal Conven on on the Protec on of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families 1990.
b. Perlu diberikan penyuluhan kepada calon TKI agar
dak menjadi TKI
dak berdokumen.
ind
pemulihan fisik dan mentalnya di
BP HN
mendapatkan
2. Saran
ing
atau pengasingan dan berhak untuk
samping pemenuhan hak asasi manusianya dan pemberian bantuan
Jur
na
lR ec hts V
hukum.
171
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
DAFTAR PUSTAKA Anam, M .Choirul. “3 Status , Ra fikasi , dan Perlindungan Buruh Migrant: Belajar dari Meksiko”, Sebuah Pengantar. Disampaikan dalam acara FGD Legal Frame Work on Migrant Worker. BPHN. Jakarta, 26 April 2011.
Bonasahat, Albert. “Konvensi Internasional tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Menguatkan Kerangka Kebijakan Indonesia: Observasi dan Rekomendasi dari ILO”. Disampaikan dalam acara FGD Legal Frame Work on Migrant Worker di BPHN, Jakarta, 26 April 2011.
ing
Eide, Asbjorn; Catarina Krause; Allan Rosas, ed. Economic, Social and Cultural Rights: A Textbook Secondary Revised Edi on. (Mar nus Nijhoff Publishers).
Graeme, Hugo and W. R. Bohning. Providing Informa on to Outgoing Indonesian Migrant Workers. First Published. (Manila: Interna onal Labour Office, 2000).
ind
Protec ng the Least Protected: Rights of Migrant Workers and The Role of Trade Unions: Guidelines for Trade Unions, Labour Educa on 1996/2 No. 103.
RI Belum Ra fikasi Konvensi Perlindungan Pekerja Migran”. (Jakarta: Kompas, 9 September 1995). Sunarno. Kebijakan Perlindungan TKI di Luar Negeri dan Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan
lR ec hts V
Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Disampaikan dalam acara FGD Legal Frame Work on Migrant Worker di BPHN, Jakarta, 26 April 2011.
The new Lexicon; Webster Dic onary at The English Language. Vol. I. (Dansburg: Lexicon Inc, 1995).
“Buruh Migran Indonesia Terancam Kebijakan An
Buruh Migran”. (www.hukumonline.com).
Diakses pada tanggal 12 Januari 2012.
“Moratorium tak Kurangi Minat WNI jadi TKI”. (h p:// nasional. Viva news. com/news/read/263428minat-masyarakat-daerah-jadi-tki-masih- nggi) Diakses pada tanggal 3 Januari 2012. “Pemerintah harus Jamin Pemulangan TKI Ilegal.” (h p:// nasional. vivanews.com/news/ read/260071-pemerintah-harus-jamin-pemulangan-tki-ilegal) Diakses pada tanggal 3 Januari 2012.
na
“Peran Atase Ketenagakerjaan untuk Meningkatkan Perlindngan TKI di Luar Negeri”. (h p:// kampungtki.com/baca/22868.) Diakses pada tanggal 3 Januari 2012.
“Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Informal.” (h p://yudicare.wordpress.
com/2011/03/17/perlindungan-hukum-tenaga-kerja-indonesia-tki-informal/.) Diakses pada
Jur
tanggal 3 Januari 2012.
“Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Indonesia (Sektor Pembantu Rumah Tangga) di Luar Negeri (Bagian II)”. (h p://hukum.kompasiana.com/ 2010/12/15/perlindungan-hukum-
172
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
terhadap-tenaga-kerja-indonesia-sektor-pembantu-rumah-tangga-di-luar-negeri-bagian-ii/)
BP HN
Diakses pada tanggal 3 Januari 2012.
Indonesia. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
_________. Undang-undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. UU No. 40 Tahun 2004. LN Tahun 2004 No. 150. TLN No. 4456.
_________. Undang-undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. UU No. 39 Tahun 2004, LN Tahun 2003 No. 39. TLN No. 4279.
_________. Undang-undang tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003, LN Tahun 2003 No.39. TLN No. 4279. No. 156. TLN No. 3882.
ing
_________. Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri. UU No. 37 Tahun 1999. LN Tahun 1999 ________. Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. UU No. 21 Tahun 2007. LN Tahun 2007 No. 58. TLN No 4720. Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
ind
________. Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan _________. Instruksi Presiden Nomor 06 Tahun 2006 tentang Reformasi Kebijakan Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
lR ec hts V
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. No. 104 A/Kepmen/1999 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri. Universal Declara on of Human Right.
The Interna onal Conven on 1990 on The Protec on of All Migrant Workers and Members of Their Families.
Interna onal Convenant on Civil and Poli cal Right.
Interna onal Labour Organiza on. Conven on Number 97 Revised 1949 Migra on for Employment.
_________. Conven on Number 143 1975 Migra on in Abusive Condi on and The Promo on of Equality of Opportunity and Treatment of Migrant Workers. A Primer on The UN Conven on on The Protec on of The Right of All Migrant Workers and Member of The Families”. Right of Migrant Workers, Philippine Migrant Rights Watch Asian Partnership
Jur
na
in Interna onal Migra on, December 1997.
173
ing
ind
lR ec hts V
na
Jur
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
Biodata Penulis
ing
Dr. Wicipto SeƟadi, S.H., M.H. Lahir di Purbalingga, 11 September 1957. Saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kementerian Hukum dan HAM. Sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan, dan Direktur Harmonisasi Peraturan Perundangundangan pada Kementerian yang sama. Menyelesaikan S1 bidang Hukum Tata Negara di Uiversitas Gajah Mada. Kemudian melanjutkan S2 pada bidang yang sama di Universitas Padjajaran dan S3 di Universitas Indonesia. Pernah mengiku Legisla ve Dra ing pada 1986 dan 1996, serta Interna onal Law Course pada tahun 2000 di Australia.
lR ec hts V
ind
Noor Muhammad Aziz, S.H., M.H., M.M. Lahir di Kebumen, 1 November 1953. Saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kementerian Hukum dan HAM. Sebelumnya menjabat sebagai Kepala Divisi Pelayanan Hukum di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI di Provinsi Sumatera Utara. Menyelesaikan S1 bidang Hukum di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tahun 1978, S2 pada bidang yang sama di Universitas Tarumanegara (UNTAR) Jakarta tahun 2000, dan S2 bidang manajemen di UPI YAI Jakarta tahun 2002. Pernah mengiku short Course Legal Dra ing ngkat dasar pada tahun 1987 dan ngkat lanjutan pada 1991 di Belanda, serta studi banding pembentukan peraturan perundang-undangan di Australia tahun 2011. Untuk bidang hukum HKI, pernah mengiku short course Intellectual Property Rights di WIPO Geneva Switzerland, pada tahun 1991 dan short course Penegakan Hukum HKI atas sponsor JICA di Jepang tahun 2006. Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si. Lahir di Madura, 14 Juni 1955. Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.Menyelesaikan S1 bidang Hukum di UGM, S2 Program Studi Sosiologi di UGM. Pernah mengiku Overseas Short Course on : Poli cal-Economy of Development in the Third World, di Northern Illinois University, dan menyelesaikan S3 bidang hukum di UGM. Tyas Dian Anggraeni, S.H., M.H. Lahir di Yogyakarta,10 September 1979. Kasubbid Peneli an Kebutuhan Hukum, Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kementerian Hukum dan HAM. Menyelesaikan S1 bidang Hukum di Universitas Janabadra,Yogyakarta. Kemudian melanjutkan S2 pada bidang yang sama di Universitas Indonesia, Jakarta.
Jur
na
Tirta Nugraha Mursitama, S.Sos., M.M., Ph.D. (Lektor Kepala Ekonomi Poli k Internasional). Lahir di Semarang, 10 September 1974. Merupakan ketua departemen Hubungan Internasional Fakultas Humaniora, Universitas Bina Nusantara (BINUS). Menyelesaikan S1 Hubungan Internasional di FISIP UI, S2 dan S3 bidang manajemen Graduate School of Management Gakushuin University, Tokyo, Jepang. Pernah menjabat Direktur Ekseku f Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) tahun 2009-2010 dan Direktur Ekseku f Center for East Asian Coopera on Studies (CEACoS) UI serta peserta angkatan pertama Future Defense Leaders Workshop 2010 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Arfan Faiz Muhlizi, S.H., M.H. Lahir di Tuban, 17 Desember 1974. Saat ini menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Fasilitasi Jabatan Peneli Hukum dan Peneli an, Puslitbangsiskumnas, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kementerian Hukum dan HAM. Menyelesaikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya pada 1999. Kemudian menyelesaikan S2 pada bidang yang sama di Universitas Indonesia, Jakarta pada 2005.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
Apri LisƟyanto, S.H. Lahir di Wonogiri, 23 April 1982. Analis Hukum pada Bidang Pertemuan Ilmiah, Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kementerian Hukum dan HAM. Menyelesaikan S1 bidang Hukum di Universitas Sebelas Maret. Nunuk Febriananingsih, S.H., M.H. Lahir di Klaten, 08 Februari 1977. Merupakan Analis Hukum pada Sub Bidang Peneli an Hubungan Hukum dan Masyarakat, Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kementerian Hukum dan HAM. Menyelesaikan S1 bidang Hukum di Universitas Indonesia, Jakarta. Kemudian melanjutkan S2 pada bidang yang sama di Universitas Padjajaran, Bandung.
ing
AdharinalƟ, S.H., M.H. Lahir di Padang, 8 Nopember 1978. Saat ini menjabat sebagai Kasubbid Peneli an Hukum Tidak Tertulis, Puslitbangsiskumnas, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kementerian Hukum
Jur
na
lR ec hts V
ind
dan HAM Menyelesaikan S1 dan S2 bidang Hukum di Universitas Indonesia, Jakarta.
INDEKS
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
A
Albert Bonasahat 172
A. Si Soetami 103
Algemeen
- Beginselen van Behoorlijk Bestuur 98,
A.A. Oka Mahendra 105
109
Abdi Dalem 54, 63, 72
- Deel 103
Abdul Malik 82
- Richtlijnen 110
ing
Abdhali Wa k Usman 146 Absentee 37, 38
Alienasi 152
Abuse of Power 87
Amanat
- Presiden 28
- dra
12, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 66
Accountability 77, 118, 151
ind
Academic
- Sri Paduka 64, 72
Amandemen 6, 9, 10 Ambiguitas 4
Aceh 48, 128
Amerika serikat 7, 8
lR ec hts V
ACFTA 87 Adat 22, 41, 42, 49, 59
Amputasi 4, 14
Adharinal
Anglo saxon 5, 14
157
Administrasi 55, 62, 82, 93-110, 117, 144, 146, 148, 150 Advokasi 82, 83
Ango’ Apoteya Tolang Ebanding Apoteya 34 Aparat 4, 18, 43, 50, 77, 83, 102, 145, 152, 162
Advokator 43
Aparatur 29, 80, 145, 147, 148, 154
Agama 7, 10, 11, 29, 38, 49, 51, 77
Apri Lis yanto 113
Agraria
Arab 164
22, 35, 36, 38, 40, 43, 54, 55, 60,
61, 64 Agraris 54
Aguswandi 84
Arfan Faiz Muhlizi 93 Aristoteles 94 Asas - Hukum 25, 26, 35, 98, 100, 104, 109
Ahmad M. Ramli 140
- Legalitas 96, 100, 101, 105
Ajudikasi 143, 144, 145
- Penyelenggaraan Pemerintahan 104
Akuntabel 10, 116, 121, 122, 128, 130, 139,
- Umum Pemerintahan yang Baik 96, 98,
Jur
na
Agus Mulyono 155
140, 154
Akuntabilitas 2, 77, 87, 106, 115, 123, 150, 151
105, 106, 109 Asbjorn Eide 168 ASEAN 87
Asia 115, 160 Asistensi 83, 90
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
- migrant 165, 169, 170 Business 75
Aspirasi 10, 80, 83, 161
C
Asuransi 160, 163
Calculable 118
Atase 163, 164
Catalyst of Dialogue 82
Atribusi 104
CEDAW 164
Aung San Suu Kyi 95
Central Government Heavy 87
Australia 164
Charakterisketch 22
Authority 150
China 87
ing
Assessment 17, 115, 120
Civil Society 76, 77, 81, 82, 83, 84, 89,
B Bagir Manan 103 Balancing Interest 82 Banjarbaru 85
- of Ethic 96, 109 - of Live 97
Cohesion 150 Concrete Bestuursbesluiten 104
lR ec hts V
Bargaining Posi on 159, 165
ind
Code
Beauraucracy 103
Condi o Sine Qua Non 25
Belanda 8, 63, 98, 109
Cons tuendum 21, 99
Beleidsregels 104
Cons tu on 11
BERDIKARI 39
Conven on Corcerning Migra on in Culture
Bestuur 94, 98, 103, 104, 105, 109
166
Bestuurszorg 97
Corrupt 81, 95
Bijzonder Deel 103
Corrup on 81
Birokrasi 4, 5, 6, 14, 76, 77, 80, 81, 82, 83, 84,
Cultural 168
88, 90, 91, 96, 102, 103, 109, 110, 119, 131, 147, 148, 149, 151, 152, 154, 163
D Daerah Is mewa Yogyakarta 53, 62
Bisnis 46, 81, 84, 89, 91, 115, 118, 123, 124,
Dahlan Thaib 150
na
Birokrat 80, 84, 85, 91, 96, 99 125
Daniel Lev 80 Dawud Djatmiko 101
Budaya
Declara on 169
Jur
Boedi Harsono 58
- Hukum 9, 12, 13, 15, 23, 29
Buruh
Defensif 95, 114 Degradasi 2
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Delegasi 104, 109
Domes k 67, 88
Delega f 97
Dominasi 9, 37
Demokrasi 5, 6, 7, 9, 10, 13, 14, 81, 89, 152
Donald Black 23
Demokra s 3, 6, 9, 10, 11, 13, 15, 137, 148,
E
152
Ecology 86
Deskrip f 19, 20, 21, 22, 116, 138
Economic 114, 150, 168
Deskrip ve 20
Efek f 8, 31, 114, 115, 119, 128, 130, 139,
Desy Hariya
ing
Democracy 148
140, 146, 150
85
Detournement de Pouvoir 94, 107
Efek vitas 11, 23, 24, 50, 117, 128, 131, 151, 152
Development 1, 20, 21, 106, 114, 120, 150 Diana Halim Koentjoro 99, 103 Diferensiasi 50, 51
Eficiency 151
ind
Diagnos c 20
Efisien
81, 84, 91, 96, 114, 118, 119, 122,
128, 130, 139, 140, 147, 150
Efisiensi 11, 96, 115, 117, 118, 122, 126, 128,
Dignity 53
lR ec hts V
DIPA 144, 154
129, 130, 131, 146
Disclosure 135
Eigendom 58, 59, 63
Diskresi 93-109
Eko Budihardjo 46
Discre on 93, 100
Eko Prasodjo 77
Discre onary 93
Ekologi 86
Discre onnaire 96, 97
Ekseku f 9, 96, 99, 103, 140
Diseminasi 12, 152
Eksistensi 11, 58, 62, 70, 72, 99, 137, 167
Disharmoni 11
Eksplisit 2, 10, 31
Diskriminasi
Eksploita f 161, 165, 167
- Posi f 64
Eksplora f 12, 22 Empiris 3, 18, 19, 21, 76
Diskursus 9
Empowerment 106
na
Diskrimina f 4, 77, 114, 130
Enforcement 9, 39
Dispensasi 85, 91
Enhancement 1
Doelma gheid 96
Ensiklopedi 26
Doktrinal 24, 36, 98
Entrepreneur 77
Domein 58, 64, 71
Equity 39, 151
Domeinverklaring 55, 59
Equivalent 53
Jur
Diskusi 26, 56, 69
Erfelijk Gebruiksrecht 61
151, 154
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Eropa 54, 64
Governance 85, 86, 88, 135, 149, 150
Esmi Warassih 99
Government 25, 53, 87, 93, 94, 95, 113, 115,
Establishment 17
116, 118, 119, 135, 137, 148, 149, 150,
Ethic 96, 109
162
E ka 106
H
Eugen Ehrlich 8
Hak
ing
Etnik 77
- Andarbeni 58
Execu ve review 102
- Anggaduh 58
Exemp on 137, 147
- Angganggo 58
F Feodalisme 59 Filosof 6
ind
- Asasi Manusia 7, 10, 136, 148, 162, 169, 170
- Blengket 58
Falsafah 9, 10, 11, 15
lR ec hts V
Finansial 124
- Eigendom 58, 63 - Guna Bangunan (HGB) 55, 70
Flexibility 113
- Guna Usaha (HGU) 40, 55
Food Estate Program 42
- Informasi 136, 138, 139
Forecas ng 27
- Memungut Hasil 59
Fragmenta f 129
- Mengelola Tanah 59
Frank J. Gracia 114
- Milik 55, 58, 59, 60, 62, 63, 66, 68, 70,
Freedom 136, 170 Free
71 - Milik Raja 59
- Flow of Goods 87
- Pakai 40, 43, 61, 63, 70
- Flow of Services 87
- Pengelolaan 40, 43, 69
- of Natural Person 87
- Previlige 34 - Pungut Hasil 58
Futuris k 26
- Ulayat 41, 42, 59
Futurologi 26
- Veto 57, 66, 67, 69
Jur
na
Freies Ermessen 97, 98, 99, 100, 102, 107
Hakim 3, 22, 25, 98, 100, 105
G
Hamengku Buwono 58, 62, 64, 68, 71, 72
Good governance 87, 89, 91, 115, 116 117,
Hamid Chalid 85
130, 131, 135, 137, 140, 148, 149, 150,
Hanif Suranto 155
Hans Antlov 77
Informasi
Harmonis 2, 3, 14
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
20, 21, 27, 30, 31, 99, 116, 118,
122, 123, 135-154 Informa on 135
Herold D. Laswell 7, 8
Infrastruktur 13, 147
Hindia Belanda 8, 63
Inggris 58, 71
Hipotesis 19, 21
Inisia f 97, 99, 102, 108, 158
Hirarki 12, 132
Inlandsbezitsrecht 60, 61
Historis 12, 20, 21, 47, 48, 109
Inovasi 88, 125, 129, 130
History 53
Inova f 83, 90
Holis k 12, 84, 90
Instabilitas 5
Hugo Graeme 159
Instrument 8, 11, 150
Hukum
Integrasi 7, 10, 150, 164
- Prisma k 36, 37, 38, 49, 51 - Progresif 36
ind
- Posi f 21
ing
Harmonisasi 12, 29, 105
Integrated 1 Integra f 85 Integra on 33, 150
I
lR ec hts V
Integritas 2, 76, 78, 79, 80, 89 Intensif 37, 39
Ian Bremmer 5
Intepretasi 86, 87, 88
Ideologi 10, 39, 50
Interaksi 53, 115, 150
Ideologisasi 41, 44
Interdisipliner 26, 27
Ifdhal Kasim 39
Intermediasi 150
Ijin
Internal 5, 14, 73, 82, 148, 151, 153
- Lokasi 40 ILC 164
Internasional 2, 8, 10, 22, 84, 114, 116, 118, 119, 136, 160, 161, 166, 167, 169, 171
Intervensi 3, 49,
Imigrasi 159, 162, 169
Inventarisasi 22, 26,
Immaterial 107
Investasi 43, 88, 124
Impar alitas 2, 4
Investor 43, 48, 67
Implikasi 11, 80, 114, 145, 146
Ironi 2
Important 1
Irregular 157-171
Indigenous 83, 90
Ius Cons tuendum 21, 99
Individualisasi 37
Izin Prakarsa 28
Jur
na
Iman Sugema 117
Indroharto 99
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
J
- Sosial 6, 7, 10, 150
Keamanan 5, 6, 66, 85, 127, 129, 141, 148,
J.H. Harper 94
153, 168, 170
Jaksa Agung 142 Javanese 53
Kearifan Lokal 66, 85
JCT Simorangkir 99
Kebebasan 3, 5, 11, 14, 40, 94, 97, 98, 99,
Jepang 146, 164
100, 102, 108, 122, 136, 149, 150, 151,
Jerman 100, 103, 105
161, 166, 170
Keberagaman 11, 49, 51
Jordania 164
Kebijakan Publik 8, 82, 83, 89, 90, 119, 123,
ing
Jimly Asshiddiqie 6
136, 140, 145, 149, 154
Joko Widodo 151
Kebudayaan 20, 56, 64, 66, 68, 148, 153
Judicial 11, 12, 18, 102
Kebumen 48
Judicial Review 11, 12, 18, 101, 102
ind
Joyo Winoto 45
Kedaulatan
- Hukum 7
Jurisprudensi 22
- Rakyat 7
Jus ce 114
K
lR ec hts V
Keis mewaan 62, 69 Kemajemukan 37 Kemanusiaan
Kadipaten Pakualaman 58, 64, 72 Kalimantan 47, 48
7, 122, 125, 158, 161, 169,
170
Kapitalisme 39, 41, 50
Kodifikasi 104
Kapitalis k 41-45
Kogni f 84, 90
Kasultanan
Kolek f 165, 166
- Ngayogyakarta Hadiningrat 72
- Yogyakarta 58, 59, 63, 67, 71
58, 64, 71,
Kolonial 43 Kolusi 95, 109, 115, 119, 131, 149 Komisi - Independen 140
Katalisator 82, 83
- Informasi 137
Kausalitas 20
- Pemberantasan Korupsi (KPK) 4, 78, 119,
na
Kasunanan 58, 71
Kausal-Kompora f 21
Jur
Kawedanaan 54 Keadaban 7, 10 Keadilan
- Korek f 64
120, 131, 142, 148, 153 - Pemilihan Umum (KPU) 148, 153 - Yudisial 140 Konfronta f 38 Konsensus 83
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Konservasi 37
- Research 17, 135
Konsolidasi 68
- Structure 23
Kons tusi 45, 101
- Substance 23
Legalitas 96, 100, 101, 105
Konversi 54, 64, 82
Legislasi 9, 11, 12, 19, 28, 29
Koperasi 37, 38, 126, 130
Legisla f 97, 103, 140
Korea 164
Legisla on 17, 93
Korelasional 20, 21
Legisla ve Dra ing 25
Korupsi 3, 4, 80, 83, 84, 89, 90, 95, 101, 104,
Legisme 8, 93, 101,
ing
Konvensi 12, 160, 166, 167, 168, 170
105, 109, 115, 119, 120, 121, 122, 124,
Legi masi 63, 77, 81, 82, 88, 89, 150
125, 131, 146, 149,
Liberal 41, 42, 43, 44, 45
Koruptor 2, 4 Krea fitas 88, 148 Kredibel 115
L
Local Wisdom 85 Lord Acton 95
lR ec hts V
Kuwait 164
Lintong Oloan Siahaan 108 Lokasi 40, 41, 48
Kriminalisasi 42, 44, 45, 94, 96, 101 Krisis 3, 14
Liberalisasi 39, 42, 44, 50, 114, 118
ind
Korupsisasi 44, 45
LP3ES 39, 148 Lustrasi 4, 14, 15
M
Lampung 48, 80
M. Choirul Anam 172
Landbouw Onderneming 61,
Machiaveli 94
Landreform 38, 39, 40, 44,
Madani 76, 77, 81, 82, 83, 89, 90
Law
Mahfud MD 4, 6
- Certainty 113
Mahkamah - Agung 42, 148, 154
- in Ac on 23, 24
- Kons tusi 101
na
- Enforcement Process 9 - in Books 23, 24
Makassar 79, 80, 85
- Making Process 9
Mal Administrasi 146 Malaysia 6, 158, 159, 164
Legal
Mandat 45, 104
Jur
Leemten 102
- Culture 23
Mandate 53
- Issues 1, 17, 93
Mandatory 147, 154
Manunggaling Kawula Gus
63
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Muta s Mutandis 9
Manuscript 17
N
Maria SW Sumardjono 64
N.G.B Mandica-Nur 139
Marjinal 36, 37, 45, 50
Nadere Regelgeving 104
Martabat 56, 158,
Nangroe Aceh Darussalam (NAD) 128
Mar n Dischendorfer 114
Nasionalis 38, 56
Mas Achmad Santosa 149
Nasionalisasi 38
Mataram 58, 71, 80
Nasionalisme 56, 65
Mayoritas 34, 57, 144, 148, 153
Naskah Akademik (NA) 12, 26-31, 66
Meanstream 43
Na onal Law 53
Media 136, 152
Na onal Pardon 4, 14, 15
Mediator 143 Mobilisasi 82
Negosiasi 22, 169 Nepo sme 95, 109, 115, 119, 131, 149 Netherland 98 Ngayogyakarta Hadiningrat 58, 64, 71, 72
lR ec hts V
Mochammad Tauchid 63
ind
Mediasi 143, 144
ing
Marcus Lukman 102
Mochtar Kusumaatmadja 7, 8, 21
Nias 127, 128
Modal 13, 15, 24, 32, 39, 79, 85, 86, 87, 88,
Niklas Luhmann 118
119, 124, 125, 164
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) 44
Model 54, 62, 83, 85, 87
Nomokrasi 7, 10
Modern 13, 37, 46, 97, 118, 152
non- retroak f 10
Modernitas 56
Noor Muhammad Aziz 17
Modifikasi 7, 81,
Norma
Moedjanto G. 58
Mohtar Mas’oed 39
10, 12, 15, 21, 24, 57, 66, 80, 107,
114, 116, 162,
Norma f 3, 19, 23, 24, 25, 29, 58, 76, 96, 98,
Monitoring 82, 148
103, 114, 116, 137, 138, 140, 161
Norma ve 23, 114, 135, 157
Monograf 26
Nunuk Febriananingsih 135
Monopoli 37, 38
Nurhasan Ismail 33, 36, 69
na
Monodisipliner 25, 26
Jur
Moral 5, 7, 14, 15, 95, 125, 149 Mul disiplin 26, 29
O
Mul partai 9
Offensive 20
Mul tafsir 130, 140
Open Government 135, 137, 148, 149
Openbaar 94 Operasional
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Pancasila 6, 7, 99 7, 35, 54, 62, 116, 136, 142,
143
Pani Kismo 54, 72
Pani a De Monchy 98
Oposisi 95
Papua 35, 47, 48
Opstal 63
Paradigma 4, 5, 7, 9, 13, 14, 15, 80, 83, 137,
Op mal 18
147, 149, 150
Orde
Paralel 18, 9 117
Parlemen 38
ing
- Baru 4, 5, 6, 38, 39, 41, 42, 44, 50, 80,
Parpol 140
- Lama 38, 39
Partai 9, 38, 39, 40
- Reformasi 38, 41
Pasuruan 48
Orientasi 4, 10, 13, 14, 15, 80 Oten k 142
Paternalis k 94
ind
Order 1, 2, 10, 75, 93, 165
Patrick McAuslan 46 Patronage 118
Otonom 65
Patron-Klien 115 Patuan Sinaga 97
lR ec hts V
Otonomi 9, 46, 64, 76, 85, 87, 132, 151 Otoritarian 5, 9
Paul J. Carrier 114
Otoritas 54
Paulus Effendi Lotulung 105
Otoriter 5, 6, 67
Penetrate
Overdheid 104
Pengadilan 22, 25, 26, 48, 98, 100, 101, 106,
Overdracht Van Dat Gebruiksrecht 61 Overheersend 22
107, 145
Perancis 100 Perda 67, 71, 83
P
Perdais 66, 68
Pajak
Perdata 22, 70, 132, 142 Perjanjian Giyan
- Tanah 55, 61
Pers 149
na
- Pendapatan 61
Paku Alam VIII 64, 72
Pakualam 54, 56, 64, 69, 72
Jur
Pakualaman
- Ground 56, 62
Pakualamanaat Grond 66, 68, 69, 71, 73 Pamong Desa 61
58, 71
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 47, 160, 162, 167 Persil 60 Philipus M Hadjon 94, 104 Poli k - Hukum 6
- Hukum Pertanahan 33
- Campaign 83
Polri 142, 148, 153
Pouvoir Discre onnaire 96, 97 Praesump o Iustae Causa 104 Pragma s 8 Preferensi 114, 117, 131 Prescrip ve 20 Presiden
5, 9, 12, 28, 103, 117, 118, 120,
125, 129, 131, 132, 142, 163 Presidensial 7, 9 Pribumi 55, 60, 63, 117 Primary Cons tu on Organs 11 Principle of Good Public Administra on 103 Prita 84
Privacy 142, 170 Privilege 53
Problem 4, 46, 47, 168 Procedures
Process 9, 170
Profesional 4, 77, 83, 84, 90, 91, 126 Progresif 35, 36, 52 Prolegnas 11, 12
na
Promote 150
Publik 69, 70, 71, 75-92 Publikasi 138 Pungutan 55
Punishment 130
Pura Pakualaman 54, 67, 70, 71 Purbalingga 85
Purnakawan 54 Pustoko 62 Putusan
Putusan Pengadilan 25, 26, 100, 101, 142
Q
Qatar 114, 164
lR ec hts V
Primer 3, 24, 76, 137, 138
- Service 75, 83, 97, 104, 108
ing
Portofolio 123
- Disclosure 135
ind
Popula on 150
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Proporsional 139
Protek f 114, 117, 131
Jur
Province 53 Proyeksi 21
Psikologi 19 Public
- Administra on 103, 109
R Raffles 58 Rajagukguk 59 Ra fikasi 160 Reach Communi es 135 Rechtma gheid van Bestuur 105 Rechtsbetrekking 103 Rechtsstaat 4, 14, 15, 98 Rechtsvacuum 97 Rechtsvinding 102 Reclaiming 48 Reform 33, 113 Reforma Agraria 43, 46 Reformasi Birokrasi 75, 76, 109, 148, 154 Reforma on 113 Register 60
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Register Leter C 62
Rusma Dwiyana 106
Regular 159, 165, 167, 168
Rustam Ibrahim 77
Regulasi 12, 18, 64, 65, 80, 95, 96, 109, 113,
Ryaas Rasyid 106, 148
115, 116, 119, 125, 130, 132, 137, 148,
S
153
S. Prajudi Atmosudirjo 99, 100
Rekognisi 42
Sakdhumuk Batok Senyari Bumi 34
Rekonstruksi 102, 127, 128
Satjipto Rahardjo 36, 65
Rekrutmen 4
Saut P Panjaitan 102
Rela f 6
Sedarmayan
Relevan 5, 98, 116, 138, 152, 159
Selo Soemardjan 58
REPELITA 126
Sengketa 34, 108, 109, 138, 139, 141, 143,
Resolusi 66, 136, 167 Responsibilitas 87 Retensi 139 Retroak f 10
144, 145
Sentralis k 9 Separa on 9 Serat Kekancingan 55
lR ec hts V
Responsiveness 150
150
ind
Represif 4, 48
ing
Rehabilitasi 127, 128
SF Marbun 97, 98, 102, 103, 107 Shidarta 8
Revolusioner 38
Sigit Indra Prianto 85
Reward 130
Singapura 114, 158, 164
Reward And Punishment 130
Sinkronisasi 98, 104
Rezim 3, 4, 95, 101
Sinyalemen 2
Rijkbestuurder 63
Sipil 80, 82, 84, 89, 90, 91, 100, 101
Rijksblad 54, 55, 60, 61, 63, 64, 72,
Sistem
Ritel 46 RKA-KL 144
na
Role Model 83
Ronny Hani jo Soemitro 24
- Hukum 2, 6, 7, 9, 11, 12, 23, 25, 29, 51, 54, 64, 71, 73 - Transparansi Nasional 75, 76, 81, 82, 84, 85, 88, 91
Sistema k Hukum 98
RPJM 28
Sistema s 11, 21
Rule Government 150
Si Soetami 103
Rule of law 4, 6, 14, 15, 118, 150
Sjachran Basah 96, 99
Rusli K. Iskandar 107
Soebak Poesponot 59
Jur
Roscoe Pound 7, 8
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Soemitro Djojohadikusumo 115
Survey 20
Soerjono Soekanto 3, 18, 19, 21, 23, 24, 58,
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 5, 12
76, 98, 137
Susuhunan 58, 71
Soetandyo Wignyosoebroto 24
Swadaya 9, 162
Solidaritas 84
Swastanisasi 39, 50
Solly Lubis 7 30, 76, 99
T
Tahta 56, 57, 70
ing
Sosiologi 3, 10, 12, 13, 18, 19, 21, 23, 24, 27, Soverignity 114
Taiwan 164
Sri Mamuji 3, 18, 19, 21, 23, 24, 58, 76, 98,
Talizidhuhu Ndraha 105 Tanah
Sri Soemantri Martosoewignjo 95 Staatrechtelijk 103 Stabilitas Nasional 3, 5, 14
- Kasentanan 63
lR ec hts V
Stakeholders 8, 12, 82, 83, 88, 90, 91, 150, Standar
- Golongan 63 - Kebonan 63
Stability 1 151, 152
- Absentee 37, 38
ind
137
- Layanan Informasi 138, 139, 143 - Minimal Pelayanan 78, 89
- Lungguh 60, 61 - Negara 55 - Pekarangan 63 - Terlantar 44
Tangerang 84
State Auxiliary Body 11
Ter Haar 59
Subsidi 43
Tirta N. Mursitama 75, 85
Sulawesi 48
Transparan 75-91 Transparancy 75-91
Sultan Hamengku Buwono IX 64, 65, 68
Transparansi 75-91
Sultanaat Grond 66, 68, 69
Tri Widodo Utomo 64
Sumatera 47, 103, 127, 128
Tyas Dian Anggraeni 53
na
Sultan Ground 56, 58, 62
Sunarya Hartono 6, 19-27
U
Supremasi Hukum 1, 2, 3, 5, 14
Uissi La Pernah Merigat 34
Supreme Court 8
Ujang Bahar 133
Suprianto 95
Ulos Na So Boi Maribak 34
Surakarta 58, 71
Universal Declara on of Human Right 136
Jur
Supremacy of Law 1
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
Upah Minimum Kabupaten/Propinsi 41
Y
Urgency 17
Yayasan 71, 140
Establishment 17
Yogyakarta 53
Urgensi 17
Yuridis Empiris 18, 19
UUPA 35-51, 54, 56, 64, 72
Yurisdiksi 123
Yurisprudensi 8
V Z
Variable 23, 24
Zaman 8, 43, 60
Verklarend Woordenboek Openbaar Bestuur
Zulfadli Barus 23
Vermoeden Van Rechtma gheid 104 Veto 56, 57, 66, 67, 69, 73 Voorveending 61 Vorstendomein 59
W
lR ec hts V
Vorsteneigendomsrecht 59
W. Friedman 23
W. R. Bohning 159
Wahono Sarto Griyo 54 Watchdog 152
Welfare State 97, 98 Wewengkon 60, 67 Willekeur 107
Woordenboek 94
Jur
na
Workers 157
ind
94
ing
Value Added 85
ing
ind
lR ec hts V
na
Jur
BP HN
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
BP HN
PETUNJUK PENULISAN NASKAH JURNAL RECHTSVINDING
Jurnal RechtsVinding merupakan media caturwulanan di bidang hukum, terbit sebanyak 3 ( ga) nomor dalam setahun (Januari-April; Mei-Agustus; September-Desember). Jurnal RechtsVinding diisi oleh para pakar hukum, akademisi, penyelenggara negara, prak si serta pemerha dan penggiat hukum. Redaksi Jurnal RechtsVinding menerima naskah karya tulis ilmiah di bidang hukum yang
1.
ing
belum pernah dipublikasikan di media lain dengan ketentuan sebagai berikut:
Redaksi menerima naskah karya tulis ilmiah bidang Hukum dari dalam dan luar lingkungan Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Jurnal RechtsVinding menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaksi. Dewan Redaksi
ind
2.
dan Mitra Bestari akan memeriksa naskah yang akan masuk dan berhak menolak naskah yang dianggap dak memenuhi ketentuan. 3.
Naskah dikirim berbentuk Karya Tulis Ilmiah berupa:
lR ec hts V
a. Hasil Peneli an; b. Kajian Teori; c.
Studi Kepustakaan; dan
d. Analisa / njauan putusan lembaga peradilan. 4.
Judul naskah harus singkat dan mencerminkan isi tulisan serta dak memberikan peluang penafsiran yang beraneka ragam, ditulis dengan huruf kapital dengan posisi tengah (centre) dan huruf tebal (bold). Judul ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Apabila naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia maka judul dalam Bahasa Indonesia ditulis di atas Bahasa Inggris, begitu juga sebaliknya. Judul kedua ditulis miring (italic) dan di dalam kurung.
5.
Abstrak memuat latar belakang, permasalahan, metode peneli an, kesimpulan dan saran. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia (maksimal 200 kata) dan Bahasa Inggris (maksimal 150 kata). Abstrak ditulis dengan huruf cetak miring (italic) dalam 1 (satu) alinea dengan spasi 1
na
(satu) dan bentuk lurus margin kanan dan kiri / jus fy. Hindari pengunaan singkatan dalam abstrak. Di bawah abstrak dicantumkan minimal 3 ( ga) dan maksimal 5 (lima) kata kunci, ditulis dengan huruf cetak miring (italic). Abstract dalam Bahasa Inggris maka diiku kata kunci
Jur
(Keywords) dalam Bahasa Inggris. Abstrak dalam Bahasa Indonesia maka diiku kata kunci
dalam Bahasa Indonesia.
6.
Sistema ka Penulisan: Sistema ka penulisan harus memenuhi dan secara berurutan mencakup: -
Judul;
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
-
Nama Penulis (dike k di bawah judul ditulis lengkap dengan menyebutkan gelar. Jika
BP HN
penulis terdiri lebih dari satu orang maka harus ditambahkan kata penghubung ’dan’ (bukan lambang ’&’); Nama Instansi Penulis;
-
Abstrak;
-
Kata Kunci;
-
Pendahuluan (berisi latar belakang);
-
Permasalahan;
-
Metode Peneli an (berisi waktu dan tempat, bahan/cara pengumpulan data, metode analisis data); Pembahasan;
-
Kesimpulan (berisi kesimpulan dan saran).
Aturan Teknis Penulisan:
ind
7.
-
ing
-
a. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, diserahkan dalam bentuk file elektronik (so copy) dalam program MS Office Word serta 2 (dua) rangkap dalam bentuk cetakan (print out).
lR ec hts V
b. Jumlah halaman naskah 20 s.d. 25 halaman, termasuk abstrak, gambar, tabel dan da ar pustaka. Bila lebih dari 25 halaman, redaksi berhak untuk menyun ng ulang, dan apabila dianggap perlu akan berkonsultasi dengan penulis. c.
Ditulis dengan menggunakan MS Office Word pada kertas ukuran A4 (210 mm x 297 mm), font Calibri ukuran 12, spasi 1,5, kecuali tabel (spasi 1,0). Batas / margin atas, batas bawah, tepi kiri dan tepi kanan 3 cm.
d. Penyebutan is lah di luar Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris harus ditulis dengan huruf cetak miring (italic). e. Penyajian Tabel: -
Judul tabel ditampilkan di bagian atas tabel, rata kiri (bukan center), ditulis menggunakan font Calibri ukuran 12;
-
Gunakan angka Arab (1, 2, 3, dst.) untuk penomoran judul tabel;
na
-
Tulisan ‘Tabel’ dan ‘nomor’ ditulis tebal (bold), sedangkan judul tabel ditulis normal;
-
Tabel ditampilkan rata kiri halaman (bukan center);
-
Jenis dan ukuran font untuk isi tabel bisa disesuaikan menurut kebutuhan (Times New
Jur
Roman atau Arial Narrow ukuran 8—11) dengan jarak spasi tunggal);
-
Pencantuman sumber atau keterangan diletakkan di bawah tabel, rata kiri, menggunakan font Calibri ukuran 10.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
f.
Penulisan ku pan menggunakan model catatan kaki (foot note) mengiku Turabian Style. dan Da ar Pustaka dengan tata cara penulisan sebagai berikut: -
Buku (1 orang penulis): Wendy Doniger, Spli ng the Difference (Chicago: University of Chicago Press, 1999), hal. 65.
-
Buku (2 orang penulis): Guy Cowlishaw and Robin Dunbar, Primate Conserva on Biology (Chicago: University of Chicago Press, 2000), hal. 104–7.
-
BP HN
Penulisan model catatan kaki menggunakan font Cambria 10. Penulisan model catatan kaki
Buku (4 orang atau lebih penulis): Edward O. Laumann et al., The Social Organiza on of Sexuality: Sexual Prac ces in the United States (Chicago: University of Chicago Press, 1994),
-
ing
hal. 262.
Ar kel dalam Jurnal: John Maynard Smith, “The Origin of Altruism,” Nature 393 (1998): 639.
-
Ar kel dalam jurnal on-line: Mark A. Hlatky et al., “Quality-of-Life and Depressive Symptoms
ind
in Postmenopausal Women a er Receiving Hormone Therapy: Results from the Heart and Estrogen/Proges n Replacement Study (HERS) Trial,” Journal of the American Medical Associa on 287, no. 5 (2002), h p://jama.ama-ssn.org/issues/v287n5/rfull/joc10108. html#aainfo (diakses tanggal 7 Januari 2004).
Tulisan dalam seminar : Brian Doyle, “Howling Like Dogs: Metaphorical Language in Psalm
lR ec hts V
-
59” (makalah disampaikan pada the annual interna onal mee ng for the Society of Biblical Literature, Berlin, Germany, 19-22 Juni 2002). -
Website / internet : Evanston Public Library Board of Trustees, “Evanston Public Library Strategic Plan, 2000–2010: A Decade of Outreach,” Evanston Public Library,
h p://www.
epl.org/library/strategic-plan-00.html (diakses 1 Juni 2005). g.
Penulisan Da ar Pustaka: -
Bahan referensi yang dijadikan bahan rujukan hendaknya menggunakan edisi paling muktahir;
-
Penulisan da ar pustaka diklasifikasikan berdasarkan jenis acuan yang digunakan, misal Peraturan Perundang-undangan, Buku, Ar kel, Internet; Penulisan da ar pustaka disusun berdasarkan alphabet;
-
Rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan peneli an
na
-
(termasuk skripsi, tesis, disertasi), buku terbitan resmi, atau ar kel-ar kel peneli an dalam
Jur
jurnal dan/atau majalah ilmiah;
-
Penggunaan referensi dari internet hendaknya menggunakan situs resmi yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012
8.
Naskah dikirimkan dalam bentuk file elektronik (so copy) dan cetakan (hardcopy) yang
BP HN
dilampiri dengan biodata singkat (CV) penulis, alamat e-mail, nomor telepon, naskah dapat dikirim melalui:
[email protected];
[email protected] dan
[email protected]. 9.
Naskah dapat dikirimkan atau diserahkan secara langsung kepada:
ing
Redaksi Jurnal RechtsVinding Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI Jl. Mayjen Sutoyo No. 10 Cililitan Jakarta, Telp.: 021-8091908 ext.105; Fax.: 021-8002265.
10. Naskah yang belum memenuhi format dan ketentuan di atas dak akan diseleksi. Dewan Redaksi berhak menyeleksi dan mengedit ar kel yang masuk tanpa merubah substansi.
ind
Kepas an atau penolakan naskah akan diberitahukan kepada penulis. Prioritas pemuatan ar kel didasarkan pada penilaian substansi dan urutan naskah yang masuk ke Dewan Redaksi
Jur
na
lR ec hts V
Jurnal RechtsVinding. Ar kel yang dak dimuat akan dikembalikan ke penulis melalui e-mail.