p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565 JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Vol.4 No.1, Agustus 2016 DAFTAR ISI 1. PENGARUH BAHAN SETEK DAN ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP KEBERHASILAN SETEK PUCUK MALAPARI (Pongamia pinnata) The Effect of Cutting Material and Growth Regulator at Success of Malapari (Pongamia pinnata) Shoot Cutting Rina Kurniaty, Kurniawati Purwaka Putri dan/and Nurmawati Siregar _______________
1-8
2. PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP VIABILITAS BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata Merril) The Effect of Desiccation on the Germination of Malapari (Pongamia pinnata Merril) Seeds Eliya Suita dan/and Dida Syamsuwida _______________________________________
9-16
3. PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN UREA PADA TAHAP PENOLOGI YANG BERBEDA TERHADAP PRODUKSI BUAH SURIAN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) Effect Dosage of Nigtrogen Fertilization at Different Phonological Stage on Fruit Production of Surian (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) Agus Astho Pramono _____________________________________________________
17-24
4. PENGARUH BEBERAPA JENIS ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG BIDARA LAUT (Strychnos ligustrina Bl.) The Effect of Several Type of Plant Growth Regulator on Stem Cutting Growth of Bidara Laut (Strychnos ligustrina Bl.) Anita Apriliani Dwi Rahayu dan/and Septiantina Dyah Riendriasari ________________
25-31
5. PENENTUAN DAYA SIMPAN BENIH SUREN (Toona sureni Merr.) DI ALAM MELALUI PENYIMPANAN SOIL SEED BANK Determination of Seed Storability of Suren (Toona sureni Merr.) in Natural Through Soil Seed Bank Storage Nurhasybi dan/and Dede Jajat Sudrajat _______________________________________
33-41
6. POLA PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN AKOR (Acacia auriculiformis) DI PARUNGPANJANG - BOGOR The Pattern of Flowering and Fruiting Development of Akor (Acacia auriculiformis) at Parungpanjang Research Forest - Bogor Dharmawati F. Djam’an, Dida Syamsuwida dan/and Aam Aminah __________________
43-52
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Vol.4 No.1, Agustus 2016
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya. UDC/ODC 630*232.5 Rina Kurniaty, Kurniawati Purwaka Putri dan/and Nurmawati Siregar (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) PENGARUH BAHAN STEK DAN ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP KEBERHASILAN STEK PUCUK MALAPARI (Pongamia pinnata) J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1 p. 1-8 Pertumbuhan setek dipengaruhi oleh faktor bahan tanaman (genetik) dan faktor lingkungan. Faktor bahan tanaman meliputi kandungan cadangan makanan, hormon endogen dalam jaringan setek, umur pohon induk, dan tingkat juvenilitas. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh asal bahan setek dan zat pengatur tumbuh terhadap keberhasilan perbanyakan vegetatif setek malapari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor yaitu asal bahan setek (anakan dan tunas pangkasan) dan konsentrasi zat pengatur tumbuh IBA (0 ppm; 250 ppm; 500 ppm) dengan 4 kali ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 45 setek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi setek pucuk terbaik adalah tunas dari bibit umur 5 bulan dengan persen setek berakar, jumlah akar panjang akar dan berat kering akar masing-masing adalah 96,05 %; 4,26 helai; 9,5cm dan 0,07 g. Zat pengatur tumbuh IBA hingga 500 ppm belum berpengaruh terhadap keberhasilan perakaran setek. Interaksi antara materi tunas dari tunas bibt dengan penambahan IBA 500 ppm menghasilkan berat kering akar setek tertinggi (0,088 g). Kata kunci: Pongamia pinnata, setek pucuk, zat pengatur tumbuh UDC/ODC 630*232.318 Eliya Suita dan/and Dida Syamsuwida (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP VIABILITAS BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata Merril) J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1 p. 9-16 Malapari merupakan jenis pohon serbaguna yang bermanfaat sebagai sumber energi nabati, tanaman penghijauan, tanaman obat, tanaman pemecah angin, pakan ternak dan pestisida nabati. Perlakuan penurunan kadar air benih malapari dilakukan di inkubator dengan suhu 40°C, di bawah sinar matahari (suhu rata-rata 36°C) dan diangin-anginkan di ruang kamar (suhu rata-rata 29°C). Perlakuan penurunan kadar air yang terbaik adalah benih dijemur di bawah sinar matahari selama 6 jam dengan daya berkecambahnya sebesar 97% dan kecepatan berkecambahnya 3,56%KN/etmal. Kata kunci: benih, kadar air, Pongamia pinnata, pengeringan, perkecambahan
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Vol.4 No.1, Agustus 2016
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya. UDC/ODC 630*232.425.2 Agus Astho Pramono (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN UREA PADA TAHAP FENOLOGI YANG BERBEDA TERHADAP PRODUKSI BUAH SURIAN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1 p. 17-24 Teknik peningkatan produksi benih surian melalui input pemupukan sampai saat ini belum diketahui. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan urea pada tahap fenologi tertentu terhadap produksi benih surian . Penelitian dilakukan pada tegakan surian di Desa Sukajadi Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang. Pemupukan dilakukan pada fase fenologi yang berbeda yaitu: 1) berdaun, 2) berbunga, dan 3) daun rontok. Masing-masing diberi tiga dosis urea yang berbeda, yaitu: 1) kontrol, 2) 750 gr / pohon, dan 3) 1.500 g / pohon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pupuk urea pada produksi buah dan benih ditentukan oleh tahap fenologi pohon pada saat pemupukan. Pemupukan menggunakan urea 750 gr / pohon selama tahap meranggas atau berbunga menghasilkan malai per pohon, buah per malai, dan buah per pohon lebih banyak secara signifikan dibandingkan dengan pemupukan selama tahap berdaun. Dalam perlakuan urea 1500 gr / pohon, tahap fenologi pohon tidak berpengaruh terhadap produksi buah dan benih. Kata kunci: pemupukan, tanaman hutan, benih, buah, produksi
UDC/ODC 630*231.321 Anita Apriliani Dwi Rahayu dan/and Septiantina Dyah Riendriasari (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi HHBK) PENGARUH BEBERAPA JENIS ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG BIDARA LAUT (Strychnos ligustrina Bl.) J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1 p. 25-31 Bidara laut (Strychnos ligustrina Bl.) dikenal sebagai tanaman obat yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti diabetes, malaria, pegal linu dll. Nilai ekonomi kayu bidara laut sebagai bahan baku obat tradisional menyebabkan eksploitasi yang berlebihan di dalam kawasan hutan. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan di alam. Teknik perbanyakan bidara laut yang tepat sampai saat ini belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis zat pengatur tumbuh yang terbaik untuk pertumbuhan stek batang S. ligustrina. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan Zat Pengatur Tumbuh: kontrol/tanpa ZPT (Z0), NAA 100 ppm (Z1), IBA 100 ppm (Z2), NAA + IBA (50:50 ppm) (Z3), dan air kelapa 100% (Z4). Parameter yang diamati meliputi persen stek bertunas, jumlah tunas per stek dan panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat umur stek 4 bulan setelah tanam, perlakuan zat pengatur tumbuh tidak berpengaruh nyata terhadap persen bertunas, jumlah tunas dan panjang akar. Persen bertunas stek batang terbaik ditunjukkan perlakuan Z4 (air kelapa 100%) yaitu sebesar 46,67%, jumlah tunas terbanyak dan panjang akar terbaik ditunjukkan perlakuan Z0 (tanpa ZPT) yaitu 2,22 tunas dan 9 cm. Kata kunci: Stek batang, strychnos ligustrina Bl., zat pengatur tumbuh
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Vol.4 No.1, Agustus 2016
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya. UDC/ODC 630*232.315 Nurhasybi dan/and Dede Jajat Sudrajat (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) PENENTUAN DAYA SIMPAN BENIH SUREN (Toona sureni Merr.) DI ALAM MELALUI PENYIMPANAN SOIL SEED BANK J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1 p. 33-41 Kondisi di alam memperlihatkan hutan dan lahan memperbaiki dirinya melalui benih yang tersimpan di dalam tanah, yang akan tumbuh apabila dormansinya terpatahkan. Fluktuasi cahaya dan temperatur dapat mematahkan dormansi benih jenis-jenis pionir, dan proses kekeringan sebelum datang musim hujan juga dapat memecahkan dormansinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi alami yang mampu mempertahankan viabilitas benih suren (Toona sureni Merr.). Rancangan percobaan untuk pelaksanaan penelitian berupa rancangan acak lengkap pola faktorial meliputi faktor : (a) tapak (a1. di bawah tegakan dan a2. di tempat terbuka), (b) wadah simpan/ kemasan benih (b1. aluminium foil, b2. toples, b3. kain blacu, b4. kawat kasa) dan (c) Periode simpan (c1. 0, c2. 2, c3. 4, c4. 6, c5. 8, c6. 10 minggu). Parameter yang diamati adalah kadar air dan daya berkecambah. Hasil penelitian menunjukkan benih suren memerlukan wadah simpan yang tidak terlalu permeabel karena fleksibilitas yang tinggi dari kulit benihnya menyebabkan keluar masuknya uap air cukup tinggi dan mempengaruhi kadar air benihnya. Fluktuasi kadar air benih suren sangat tinggi hingga dapat bergerak dari kadar air awal 8 – 10 % menjadi 38 – 40 %, yang dapat berpengaruh negatif berupa kematian dan kerusakan fisik lainnya. Benih suren dapat bertahan selama 4 minggu (daya berkecambah 46 %) dalam penyimpanan di tanah. Penyimpanan setelah melalui periode 2 minggu umumnya viabilitas benih mengalami penurunan sangat besar hingga mencapai 20 %. Kata kunci: daya simpan, dormansi, rehabilitasi hutan dan lahan, soil seed bank, suren UDC/ODC 630*181.521 Dharmawati F Djam'an, Dida Syamsuwida dan/and Aam Aminah (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) POLA PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN AKOR (Acacia auriculiformis) DI PARUNGPANJANG-BOGOR J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1 p. 43-52 Akor merupakan pohon kayu yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi biomassa. Pola pembungaan dan pembuahan tanaman akor perlu diketahui untuk menjamin ketersediaan benih pada program penanaman. Penelitian bertujuan mengetahui pola perkembangan pembungaan dan pembuahan akor (Acacia auriculiformis) pada tegakan di Parungpanjang-Bogor. Sebanyak sepuluh pohon sampel diamati, dari setiap pohon ditandai 3 cabang dan setiap cabang diamati 5 malai pembungaan. Pengamatan dilakukan terhadap perkembangan pembungaan-pembuahan mulai dari tunas bunga, bunga mekar hingga buah muda dan buah tua. Jumlah bunga dan buah per malai, jumlah ovul per bunga serta jumlah biji per buah dihitung. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pola perkembangan pembungaan dan pembuahan akor mempunyai periode yang berlangsung selama 5-6 bulan mulai dari munculnya tunas bunga, bunga mekar hingga menjadi buah muda dan buah tua. Pembungaan akor tidak serentak terjadi pada dahan dalam satu pohon dalam waktu pendek (1-2 minggu), sehingga dalam kurun waktu lama (2-3 bulan) pada satu pohon atau satu populasi tegakan terdapat bunga kuncup, bunga mekar, buah muda dan buah tua secara bersamaan. Pembungaan paling banyak terjadi pada bulan April-Mei dan buah masak pada bulan Juli-Agustus. Kata kunci: Acacia, siklus pembungaan-pembuahan, struktur reproduksi
PENGARUH BAHAN SETEK DAN ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP KEBERHASILAN STEK PUCUK MALAPARI (Pongamia pinnata) Rina Kurniaty, Kurniawati Purwaka Putri dan Nurmawati Siregar
PENGARUH BAHAN SETEK DAN ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP KEBERHASILAN SETEK PUCUK MALAPARI (Pongamia pinnata) The Effect of Cutting Material and Growth Regulator at Success of Malapari (Pongamia pinnata) Shoot Cutting Rina Kurniaty, Kurniawati Purwaka Putri, dan/and Nurmawati Siregar Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia e-mail:
[email protected] Naskah masuk: 6 Juni 2016; Naskah direvisi: 18 Juli 2016; Naskah diterima: 25 Agustus 2016 ABSTRACT The growth of cutting mainly influenced by genetic plant materials of tree and environment factors. Plant materials consist of food reserve, endogen hormone in cutting tissue, age of mother tree, and juvenility level. The goals of the research were to determine the effects of cutting materials and growth regulator on malapari cutting vegetative propogation. The experimental design used was Completely Randomized Factorial Design with two determined factors which are origin of cutting material (seedling and prunning shoot) and IBA growth regulator concentation (0 ppm; 250 ppm; 500 ppm) with 4 replication. Each replication consists of 45 cuts. The results on the research shows the best of malapari cutting material is shoot of seedling age of 5 months. Percentage of rooted cuttings, root number, root length and root dry weight from shoot of seedling ie 96.05%; 4.26 strands; 9,5cm and 0.07 g. Plant growth regulators IBA 500 ppm not affected the success of rooting cuttings. Interactions between shoot of seedling and IBA 500 ppm was produce the highest cuttings root dry weight (0.088 g). Keywords: growth regulator, Pongamia pinnata, shoot cutting ABSTRAK Pertumbuhan setek dipengaruhi oleh faktor bahan tanaman (genetik) dan faktor lingkungan. Faktor bahan tanaman meliputi kandungan cadangan makanan, hormon endogen dalam jaringan setek, umur pohon induk, dan tingkat juvenilitas. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh asal bahan setek dan zat pengatur tumbuh terhadap keberhasilan perbanyakan vegetatif setek malapari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor yaitu asal bahan setek (anakan dan tunas pangkasan) dan konsentrasi zat pengatur tumbuh IBA (0 ppm; 250 ppm; 500 ppm) dengan 4 kali ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 45 setek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa materi setek pucuk terbaik adalah tunas dari bibit umur 5 bulan dengan persen setek berakar, jumlah akar panjang akar dan berat kering akar masing-masing adalah 96,05 %; 4,26 helai; 9,5cm dan 0,07 g. Zat pengatur tumbuh IBA hingga 500 ppm belum berpengaruh terhadap keberhasilan perakaran setek. Interaksi antara materi tunas dari tunas bibit dengan penambahan IBA 500 ppm menghasilkan berat kering akar setek tertinggi (0,088 g). Kata kunci: Pongamia pinnata, setek pucuk, zat pengatur tumbuh
I. PENDAHULUAN Kebutuhan manusia akan energi semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk. Sementara sumber energi yang berasal
dari alam semakin berkurang keberadaannya. Hal ini menyebabkan meningkatnya impor minyak dan bahan bakar mentah setiap tahun. Salah satu kebijakan dan strategi pemerintah
© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://dx.doi.org/10.20886/jpth.2016.4.1. 1-8
1
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 1-8 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
untuk menurunkan import minyak mentah
atau trubusan dari batang muda yang masih
adalah dengan mengeluarkan regulasi tentang
dalam tahap pertumbuhan, selanjutnya ditum-
bahan baku alternatif pengganti solar dari bahan
buhkan pada media tanam sehingga mampu
nabati yang bersifat renewable.
menghasilkan sistem perakaran yang baik
Salah satu bahan baku penghasil bioenergi dari jenis tanaman hutan adalah biji malapari
hingga tumbuh dan berkembang menjadi bibit siap tanam di lapangan.
(Pongamia pinnata) dari famili Fabaceae. Biji
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
malapari memiliki kandungan minyak sebesar
keberhasilan pengakaran setek antara lain
27 - 40 % dari berat kering benihnya, yang dapat
adalah faktor internal seperti hormon pertum-
digunakan sebagai pelumas dan bahan baku
buhan.
biodiesel (Meher et al. 2006; Mukta dan
golongan auksin (hormon eksogen) sangat
Sreevalli, 2010). Selain manfaatnya sebagai
bermanfaat untuk meningkatkan persen setek
sumber energi, tanaman malapari juga memiliki
berakar, jumlah dan kualitas akar setek. Karoshi
kemampuan untuk tumbuh pada lahan berpasir
dan Hedge (2002) menyatakan bahwa IBA
sehingga dapat dikembangkan untuk konser-
2500 ppm merupakan auksin yang terbaik untuk
vasi atau rehabilitasi kawasan pantai.
perakaran pada setek batang Pongamia
Pemberian zat pengatur tumbuh dari
Penyediaan bibit malapari dengan meng-
pinnata. Namun semakin meningkat konsen-
gunakan bahan generatif (biji) tidak meng-
trasi IBA semakin menurun kemampuan
hadapi masalah yang berarti, karena benih
memunculkan akar. IBA 2500 ppm efektif
mudah dikecambahkan. Namun demikian,
meningkatkan persen hidup, panjang akar, berat
teknik perbanyakan secara vegetatif juga
kering akar, jumlah akar, jumlah tunas.
penting dikembangkan mengingat benih
Perbanyakan malapari dengan setek batang
malapari bersifat rekalsitran (Aminah dan
telah dilakukan namun belum untuk setek
Syamsuwida, 2013) sehingga benih harus
pucuk. Untuk itulah penelitian ini dilakukan.
segera dikecambahkan. Selain itu perbanyakan
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
vegetatif juga bermanfaat untuk perbanyakan
pengaruh asal bahan setek dan zat pengatur
secara masal dengan tata waktu yang dapat
tumbuh terhadap perakaran setek pucuk
direncanakan sesuai kebutuhan. Teknik ini
malapari.
terutama dimanfaatkan untuk menghasilkan tanaman yang memiliki sifat genetik sama
II. BAHAN DAN METODE
dengan induknya. Salah satu teknik perbanyakan secara
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Perbanyakan
Lokasi penelitian di Stasiun Penelitian
vegetatif dengan teknik ini menggunakan tunas
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi
vegetatif adalah setek pucuk.
2
PENGARUH BAHAN SETEK DAN ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP KEBERHASILAN STEK PUCUK MALAPARI (Pongamia pinnata) Rina Kurniaty, Kurniawati Purwaka Putri dan Nurmawati Siregar
Perbenihan Tanaman Hutan di Desa Nagrak,
Selanjutnya setek direndam dalam larutan
Kecamatan Sukaraja, Kotamadya Bogor.
zat pengatur tumbuh tersebut selama 10
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret
menit.
sampai dengan Mei 2014.
separuhnya.
Daun-daun bahan setek dipotong
3. Setek yang telah direndam kemudian B. Rancangan Penelitian
ditanam pada media tanam yang telah
Rancangan penelitian yang digunakan
disterilkan. Media tanam yang digunakan
adalah Rancangan acak lengkap (RAL) pola
adalah campuran serbuk sabut kelapa dan
faktorial dengan 2 faktor yaitu asal bahan setek
sekam padi (2 : 1 v/v).
(tunas bibit dan tunas pangkasan) dan
4. Pengakaran setek dilakukan di dalam
konsentrasi zat pengatur tumbuh IBA (0 ppm;
sungkup plastik yang disimpan dalam rumah
250 ppm; 500 ppm). Setiap kombinasi unit
kaca dengan sistem pengkabutan atau
perlakuan terdiri atas 45 setek yang diulang
Komatsu-Forda Fog Cooling System
sebanyak 4 kali ulangan. Parameter pertum-
(KOFFCO). Penyiraman setek dilakukan 3
buhan setek yang diukur meliputi: persen
hari sekali pada minggu pertama dan kedua,
tumbuh, persen berakar, jumlah akar, panjang
kemudian seminggu sekali pada minggu ke
akar, panjang tunas dan biomasa akar. Selain itu
3-4. Selanjutnya penyiraman dilakukan
dianalisis pula kandungan nutrisi bahan
setiap bulan sampai setek siap untuk di
seteknya yang meliputi nitrogen, karbohidrat
aklimatisasi.
dan fitohormon auksin. D. Analisis data C. Tahapan Kegiatan
Data respon pertumbuhan setek dianalisis
1. Bahan setek adalah tunas dari bibit umur
dengan menggunakan analisis sidik ragam.
umur 5 bulan (tinggi ± 50 cm) dan tunas hasil
Apabila hasil analisis menunjukkan adanya
pangkasan umur 3 bulan dari waktu
perbedaan yang nyata diantara perlakuan, maka
pemangkasan. Pohon induk pangkasan
analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda
berumur 2 tahun.
Duncan.
2. Bahan setek dipotong pada bagian pangkalnya, kemudian diberi zat pengatur
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
tumbuh (ZPT) IBA sesuai dengan perlakuan konsentrasi IBA. Hormon IBA sebelumnya
A. Hasil
dilarutkan dengan NaOH 1 %, lalu
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan
dicampurkan ke dalam air suling sebanyak
bahwa asal bahan (materi) setek berpengaruh
satu liter dan diaduk hingga rata.
sangat nyata terhadap persen hidup, persen 3
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 1-8 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
berakar, jumlah akar dan panjang akar.
B. Pembahasan
Pemberian zat pengatur tumbuh IBA
Berdasarkan hasil penelitian diketahui
konsentrasi 250 ppm dan 500 ppm tidak
bahwa materi atau bahan setek yang digunakan
berpengaruh nyata terhadap semua variabel
sangat menentukan tingkat keberhasilan
yang diujikan. Sedangkan interaksi antara
penyetekan malapari. Setek malapari asal bibit
perlakuan asal bahan setek dan pemberian IBA
umur 5 bulan menghasilkan persentase setek
hanya berpengaruh nyata terhadap biomassa
berakar yang lebih besar dibanding bahan setek
akar setek (Tabel 1). Bahan setek asal bibit
dari tunas pangkasan. Persentase berakar dari
umur 5 bulan yang diberi IBA 500 ppm
setek asal bibit mencapai 96,05 %, sedangkan
menghasilkan biomassa akar tertinggi. Setek
setek dari tunas pangkasan menghasilkan
dari tunas pangkasan yang diberi IBA 500 ppm
persentase berakar lebih rendah yaitu sebesar
menghasilkan biomasa akar terendah (0,011 g)
61,23 % (Gambar 1).
(Tabel 2). Tabel (Table) 1. Rekapitulasi nilai F hitung pengaruh asal bahan setek dan konsentrasi zat pengatur tumbuh terhadap keberhasilan pertumbuhan setek malapari (The effect of cutting source and growth regulator concentration on success of malapari cutting).
Asal bahan setek (Cutting source) Konsentasi zat pengatur tumbuh (Growth regulator concentration) Interaksi (Interaction)
Persen setek berakar (Rooting cutting percentage)
Jumlah akar (Number of root)
Panjang akar (Length of root)
Panjang tunas (Length of shoot)
Biomasa akar (Biomassa of root)
15.21 **
16.31 **
67.02 **
3.98 tn
47.66 *
0.54 tn
2.04 tn
2.09 tn
0.75 tn
1.63 tn
0.72 tn
0.82 tn
2.36 tn
1.35 tn
3.84 *
Keterangan (Remark): * = berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (different at 0,05 level) tn = tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (not different at 0,05 level)
Tabel (Table) 2. Kandungan nutrisi bahan setek malapari (Nutrient content of malapari's cutting source) Bahan setek (Cutting source) Tunas bibit (Shoot of seedling) Tunas pangkasan (Shoot of coppice)
Auksin (Auxin) (%) 0,0180 0,0108
Nitrogen (Nitrogen) (%) 3,07 0.64
Karbohidrat (Carbohydrate) (%) 14,53 17,96
C/N 15,38 83,89
Sumber (Source) : Hasil analisis dari Laboratorium BALITRO (Analysis result from Laboratories of BALITRO)
4
PENGARUH BAHAN SETEK DAN ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP KEBERHASILAN STEK PUCUK MALAPARI (Pongamia pinnata) Rina Kurniaty, Kurniawati Purwaka Putri dan Nurmawati Siregar
6
100.0
96.05
80.0 61.23 60.0 40.0 20.0
Jumlah akar (Number of root)
Persen berakar (Percentage of root cutting) (%)
120.0
5 4.26 4 3
2.34
2 1 0
0.0 Tunas bibit (Shoot of seedling)
Tunas bibit (Shoot of seedling)
Tunas pangkasan (Shoot of coppice)
Tunas pangkasan (Shoot of coppice)
12.0 10.0
9.50
8.0 6.0 4.0
2.87
2.0
0.1400 0.1200 0.1000 0.0800
0.07
0.0600 0.0400 0.02
0.0200 0.0000
0.0 -2.0
Berat kering akar (Biomass of root) (g)
Panjang akar (Length of root) (cm)
14.0
Tunas bibit (Shoot of seedling)
Tunas bibit (Shoot of seedling)
Tunas pangkasan (Shoot of coppice)
Tunas pangkasan (Shoot of coppice)
Gambar (Figure ) 1. Rata-rata persen setek berakar, jumlah akar, panjang akar dan berat kering akar setek malapari (The average of rooting cutting percentage, number of root, length of root, and biomassa of root of malapari cutting). Perbedaan tingkat keberhasilan penyetekan
untuk jenis pulai, persen berakar setek yang
tersebut berkaitan dengan perbedaan kondisi
dihasilkan dari tunas pangkasan umur 5 bulan
juvenilitas atau tingkat kemudaan dari bahan
lebih tinggi dibanding dengan materi setek dari
setek yang digunakan. Pemangkasan merupa-
tunas pangkasan umur 3 bulan yang langsung
kan salah satu teknik rejuvenasi yang bertujuan
disetek. Dalam penelitian ini materi setek dari
untuk mendapatkan materi setek yang secara
tunas pangkasan berumur 3 bulan dari waktu
fisiologis bersifat muda (juvenile). Namun
pemangkasan.
untuk menghasilkan materi setek yang benar-
seteknya yang lebih rendah dari setek asal bibit,
benar dalam fase juvenile penting diketahui
maka secara fisiologis materi setek dari tunas
umur tunas pangkasan dan teknik pemangkasan
pangkasan tersebut relatif lebih tua (mature)
yang tepat. Mashudi (2013) melaporkan bahwa
dibanding materi setek dari bibit. Kondisi ini
Berdasarkan persen berakar
5
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 1-8 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
diperkuat dengan kandungan auksin pada bibit
Tingkat juvenilitas bahan setek selain
yang relatif lebih tinggi (0,0180%) dibanding
mempengaruhi tingkat keberhasilan perakaran
tunas hasil pangkasan (0,0108%) (Tabel 2).
juga dapat menentukan kecepatan proses
Selain itu materi setek dari tunas trubusan juga
pembentukan dan pertumbuhan akar setek.
relatif lebih keras dan sedikit berkayu dengan
Rata-rata jumlah, panjang dan biomasa akar
cadangan makanan yang relatif lebih banyak
setek yang berasal dari bibit masing-masing
(17,96%) dibanding bibit (14,53%) (Tabel 2).
sebesar 4,26 helai, 9,5 cm dan 0,07 g. Sedangkan
Beberapa hasil penelitian juga menunjuk-
setek dari tunas pangkasan menghasilkan 2,34
kan bahwa setek dari materi yang juvenile
helai, 2,87 cm dan 0,02 g berturut-turut untuk
tingkat keberhasilannya lebih tinggi dibanding
jumlah, panjang dan biomasa akar setek
materi yang tua.
Seperti halnya pada jenis S.
(Gambar 1).
leprosula dan C. inophyllum, semakin muda
Zat pengatur tumbuh eksternal dari
umur pohon induk sebagai sumber bahan setek
golongan auksin seperti IBA sangat penting
maka semakin besar persen setek berakar yang
dalam meningkatkan proses inisiasi pemben-
dihasilkan (Danu et al. 2010; Danu et al. 2011).
tukan dan perkembangan akar adventif. Namun
Chaturvedi (1992) dalam Oboho dan Iyadi
dalam penelitian ini proses pembentukan dan
(2013) menyatakan bahwa penurunan persen-
perkembangan akar relatif sama baik pada setek
tase setek berakar yang berasal dari pohon tua
yang diberikan zat pengatur tumbuh IBA
disebabkan karena faktor anatomi seperti
maupun setek yang tidak menggunakan zat
penebalan sel sclerenchymatous yang akan
pengatur tumbuh (kontrol).
menghambat proses inisiasi akar.
hingga konsentrasi 500 ppm belum mampu
Untuk itu IBA
Titik pangkasan yang dilakukan dalam
meningkatkan keberhasilan sistem perakaran
penelitian ini setinggi 50 cm dari permukaan
setek malapari. Beberapa hasil penelitian juga
tanah. Teknik pemangkasan tersebut juga
melaporkan hal yang sama yaitu zat pengatur
kemungkinan belum tepat, sehingga tunas yang
tumbuh terbukti tidak mempengaruhi persentase
dihasilkan belum bersifat juvenile. Untuk
setek berakar (Aini et al. 2010). Dalam
mendapatkan materi setek yang bersifat
penelitian ini konsentrasi IBA yang diberikan
juvenile, maka sebaiknya titik pangkasan dibuat
pada setek pucuk malapari kemungkinan belum
sedekat mungkin dengan sistem perakaran
optimal untuk meningkatkan keberhasilan
(Mashudi, 2013). Semakin jauh dari perakaran
perakaran. Ali et al. (2007) melaporkan bahwa
secara ontogeny tunas yang dihasilkan semakin
keberhasilan setek batang
tua (mature) (Lazaj et al. 2015; Pramono, 2008).
menggunakan IBA 800 ppm menunjukkan hasil yang terbaik.
6
malapari yang
PENGARUH BAHAN SETEK DAN ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP KEBERHASILAN STEK PUCUK MALAPARI (Pongamia pinnata) Rina Kurniaty, Kurniawati Purwaka Putri dan Nurmawati Siregar
Walaupun penambahan hormon tumbuh IBA 500 ppm tidak berpengaruh signifikan
bantuan teknis selama pelaksanaan penelitian di lapangan.
terhadap keberhasilan perakaran, namun jika diberikan pada bahan setek dari bibit maka akan
DAFTAR PUSTAKA
menghasilkan biomasa akar setek malapari tertinggi (0,088 g). Biomasa setek merupakan salah satu indikator pertumbuhan setek, semakin besar nilai biomassa semakin baik pertumbuhan setek tersebut. Keberhasilan ini diharapkan dalam jangka pendek dapat bermanfaat untuk dapat memperbanyak malapari secara vegetatif setek pucuk. Walaupun kemampuan berakar setek malapari juga terkait dengan faktor genetik (Kesari et al. 2010).
Namun hasil ini juga merupakan
peluang besar dalam pengembangan klon unggul penghasil minyak tinggi dari jenis malapari. Harapan jangka panjang, dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk pengembangan kebun pangkas sebagai sumber setek yang materinya berasal dari pohon-pohon plus. IV. KESIMPULAN Materi setek pucuk malapari yang terbaik adalah bibit umur 5 bulan. Zat pengatur tumbuh IBA hingga 500 ppm belum berpengaruh terhadap keberhasilan perakaran setek, namun penambahan IBA 500 ppm pada bahan setek asal bibit menghasilkan biomassa akar setek tertinggi (0,088 g). UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak H. Mufid Sanusi (teknisi di Balai Litbang Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) atas
Aini, A.S.N., V.S. Guanih, dan P. Ismail. (2010). Effect of cutting positions and growth regulators on rooting ability of Gonystylus bancanus. African Journal of Plant Science, 4 (8) : 290-295. Ali M. S, Kumar R, Alam I, Choudhary S. C, Chakraborty A. K, Kumar D.(2007). Vegetative propagation in Karanja (Pongamia pinnata L.). Retrieved from Biosci Biotechnol Res Asia website: http://www.biotech-asia.org/?p=6350. Aminah, A. dan D. Syamsuwida. (2013). Penentuan karakteristik fisiologis benih kranji (Pongamia pinnata) berdasarkan nilai kadar air. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 10, (1): 1-6. Chaturvedi, O. P. (1992). Vegetative pro-pagation of Acacia auriculiformis by stem cuttings. Department of Forestry, Pajendra Agricultural University, Pusa (Samatispur), Bihar, India. Danu, A. Subiakto dan A.Z. Abidin. (2011). Pengaruh umur pohon induk terhadap perakaran setek nyamplung (Calophyllum inophyllum). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 8(1): 41-49. Danu, I.Z. Siregar, W. Cahyono dan A. Subiakto. (2010). Pengaruh umur sumber bahan setek terhadap keberhasilan setek pucuk meranti tembaga (Shorea leprosula Miq.). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 7(3): 131-139. Kesari, V., A. Das dan L. Rangan. (2010). Effect of genotype and auxin treatments on rooting response in stem cuttings of CPTs of Pongamia pinnata, a potential biodiesel legume crop. Current Science, 98(9): 1234-1237. Karoshi, V.R. dan G.V. Hedge. (2002). Vegetative propagation of Pongamia pinnata (L) Pierre. Hitherto a neglected species. Indian Forester, 128: 348-350. Lazaj A., P. Rama dan H. Vrapi. (2015). The interaction with season collection of cuttings, Indol Butyric Acid (IBA) and juvenility factors on root induction in olea europaea L. (Cultivar “Kalinjot”). Inter-national Refereed Journal of Engineering and Science (IRJES), 4(3): 32-38.
7
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 1-8 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Mashudi. (2013). Pengaruh provenan dan komposisi media terhadap keberhasilan teknik penunasan pada setek pucuk pulai darat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 10(1): 25-32. Meher LC, Vidya SD, Naik SN. (2006). Optimization of alkali-catalyzed transesterification of Pongamia pinnata oil for production of biodiesel. Bioresource Technology, 97: 1392-1397. Mukta, N. dan Y. Sreevalli. (2010). Propagation techniques, evaluation and improvement of the
8
biodiesel plant Pongamia pinnata (L) Pierre – A Review. Industrial Crops and Product, 31: 1-12. Oboho, E.G. dan J.N. Iyadi. (2013). Rooting potential of mature stem cuttings of some forest tree species for vegetative pro-pagation. Journal of Applied and Natural Science, 5(2): 442-446. Pramono, A.A. (2008). Pengaruh tinggi pemangkasan pohon induk dan diameter pucuk terhadap perakaran setek benuang bini. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 5 Suplemen (1): 199-258.
PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP VIABILITAS BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata MERRIL) Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP VIABILITAS BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata Merril) (The Effect of Desiccation on the Germination of Malapari (Pongamia pinnata Merril) Seeds) Eliya Suita dan/and Dida Syamsuwida Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia e-mail:
[email protected] Naskah masuk: 6 Juni 2016; Naskah direvisi: 20 Juli 2016; Naskah diterima: 15 Agustus 2016 ABSTRACT Malapari is a multipurpose tree species that the seeds can be used primary for bioenergy sources, the leaves and seeds are useful for medicine and the trees are good for reforestation and wind break. Seed desiccation treatments were carried out under different times and temperatures to determine the influence of the treatments on their viability. Completely randomized design was used to evaluate the desiccation factors such as: 1) incubator at 40 °C for 0, 1, 2, 3 and 4 hours; 2) ambient rooms at 29°C for 0, 1,2,3,and 4 days; 3) drying under sun light at 36°C for 0, 2, 4, 6 and 8 hours. The best treatment of desiccation was drying the seeds under the sun –etmal light for six hours. It gave a germination capacity of 97% and germination rate of 3.56% NS . Keywords: desiccation, germination, moisture content, Pongamia pinnata, seed ABSTRAK Malapari merupakan jenis pohon serbaguna yang bermanfaat sebagai sumber energi nabati, tanaman penghijauan, tanaman obat, tanaman pemecah angin, pakan ternak dan pestisida nabati. Perlakuan penurunan kadar air benih malapari dilakukan di inkubator dengan suhu 40°C, di bawah sinar matahari (suhu rata-rata 36°C) dan diangin-anginkan di ruang kamar (suhu rata-rata 29°C). Perlakuan penurunan kadar air yang terbaik adalah benih dijemur di bawah sinar matahari selama 6 jam dengan daya berkecambahnya sebesar 97% dan kecepatan berkecambahnya 3,56% KN/etmal. Kata kunci: benih, kadar air, Pongamia pinnata, pengeringan, perkecambahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Malapari (Pongamia pinnata Merril) termasuk jenis hasil hutan bukan kayu (food, energi, medicine and others). Merupakan tanaman serbaguna, yang dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan, tanaman obat, tanaman pemecah angin, pakan ternak, sumber energi dan pestisida nabati. Sebagai sumber energi,
kayunya memiliki nilai kalor sebesar 19.00020.000 kJ/kg, dan bijinya mengandung minyak nabati dengan kandungan minyak sebesar 2739% dari berat kering benihnya, terdiri dari 70% oleic acid dan 11% linoleic acid (Soerawidjaja, 2007). Malapari mempunyai kadar air awal yang cukup tinggi. Nilai kadar air benih segar 60,6% dengan daya berkecambah 44% (Aminah et al.
© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://dx.doi.org/10.20886/jpth.2016.4.1. 9-16
9
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 9-16 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
2012). Benih mulai berkecambah 2-3 minggu
B. Bahan dan Peralatan
setelah ditabur. Menurut Aminah (2011),
Bahan yang digunakan adalah benih
malapari merupakan salah satu jenis benih
malapari (Pongamia pinnata) dengan meng-
rekalsitran, di mana benih rekalsitran peka
gunakan media perkecambahan pasir dan tanah
terhadap penurunan kadar air. Benih malapari
(1:1, v/v). Peralatan yang digunakan meliputi
yang berasal dari daerah subtropis seperti dari
bak kecambah, oven, inkubator, timbangan
India dilaporkan memiliki kadar air kontrol
analitik, label, kantong plastik, dan lain-lain.
yang rendah yaitu 14,32% (Kumar et al. 2007). Benih yang mempunyai kadar air awal yang
C. Rancangan Penelitian
cukup tinggi biasanya tergolong kepada benih
Buah atau polong malapari yang telah
rekalsitran yang tidak tahan dengan penurunan
diunduh kemudian diekstraksi dengan cara buah
kadar air dan tidak tahan disimpan pada suhu
pukul dengan benda tumpul untuk membuka
rendah. Benih malapari yang ada di Indonesia
kulit buah kemudian benih dipisahkan dari kulit
mempunyai kadar air yang cukup tinggi
buahnya secara manual. Setelah diekstraksi
sehingga beberapa peneliti menggolongkannya
benih dikering-anginkan dalam ruang kamar
kepada benih rekalsitran. Oleh karena itu, untuk
selama 24 jam kemudian baru dilakukan
mengetahui apakah benih malapari dapat
pengujian.
diturunkan kadar airnya atau sampai berapa harus diturunkan maka diperlukan kegiatan penelitian pengaruh penurunan kadar air benih malapari terhadap viabilitasnya melalui beberapa teknik pengeringan.
1. Pengujian kadar air benih Benih hasil ekstraksi diuji kadar airnya dengan metode oven suhu 103±2°C selama 17 jam. Benih di hancurkan atau digiling terlebih dahulu. Pengujian menggunakan 3
II. BAHAN DAN METODE
ulangan, masing-masing 5 gram benih. Kadar air dinyatakan dalam persen berat dan
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Benih malapari berasal dari Desa Batu Karas, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Waktu pelaksanaan mulai dari bulan Februari sampai Desember 2014.
dihitung dalam 1 desimal terdekat (ISTA, 2010) dengan rumus sebagai berikut: (M2 – M3)
Kadar air = (M2 – M2) x 100% dimana: M1: berat wadah dan penutup dalam gram M2: berat wadah, penutup, dan benih sebelum pengeringan M3: berat wadah, penutup, dan benih sesudah pengeringan
10
PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP VIABILITAS BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata MERRIL) Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
2. Perlakuan Pengeringan
berkecambah dan kecepatan berkecam-
Pengeringan benih dilakukan untuk menu-
bah. Daya berkecambah ditentukan
runkan kadar air benih malapari secara
dengan jumlah benih yang sudah
bertahap. Pengeringan dilakukan dalam
berkecambah normal. Menurut Sadjad
inkubator dengan suhu 40°C, kelembaban
et al. (1999), daya berkecambah (DB)
29%, di bawah sinar matahari dengan suhu
menjabarkan parameter viabilitas poten-
rata 36°C, kelembaban 38% dan dikering-
sial dengan rumus:
anginkan di ruang kamar dengan suhu rata 29°C, kelembaban 57%.
KN DB = ∑ N x 100% dimana:
a. Pengeringan dalam inkubator dengan
∑ KN = jumlah benih yang berkecam-
suhu 40°C:
bah normal;
A0 = Kontrol
N
A1 = dikeringkan selama 1 jam.
Kecepatan berkecambah yang dihitung
A2 = dikeringkan selama 2 jam.
= jumlah benih yang ditabur
adalah benih yang berkecambah dari
A3 = dikeringkan selama 3 jam. A4 = dikeringkan selama 4 jam. b. Pengeringan dalam ruang kamar dengan
hari pengamatan pertama sampai dengan hari terakhir. Dengan peng-
suhu rata-rata 29°C.
hitungan kecambah normal (sudah
B0 = Kontrol
muncul 2 daun pertama) pada setiap
B1 = dikeringkan selama 1 hari
pengamatan dibagi dengan etmal (1
B2 = dikeringkan selama 2 hari B3 = dikeringkan selama 3 hari B4 = dikeringkan selama 4 hari c. Pengeringan di bawah sinar matahari dengan suhu rata-rata 36°C. C0 = Kontrol
etmal = 24 jam). Menurut Sadjad et al. (1999) dan (Widajati, 2013), kecepatan berkecambah (Kct) menjabarkan parameter vigor dengan rumus sebagai berikut : n
C1 = dikeringkan selama 2 jam.
Kct = å
C2 = dikeringkan selama 4 jam. C3 = dikeringkan selama 6 jam. C4 = dikeringkan selama 8 jam. d. Parameter yang diukur Parameter yang diamati dalam perkecambahan benih meliputi daya
i=1
(KN) i Wi
dimana:
i
= hari pengamatan;
Kni = kecambah normal pada hari ke-i (%); Wi = waktu (etmal) pada hari ke-i
11
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 9-16 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
D. Analisis data
bahkan bisa mencapai sekitar 10%, tetapi akan
Pengaruh berbagai teknik pengeringan
mengalami kerusakan jika kadar airnya
(sebagai perlakuan) terhadap kadar air, daya dan
diturunkan lebih rendah lagi, selain itu dapat
kecepatan berkecambah benih malapari
disimpan pada ruang simpan bersuhu rendah
dianalisis dengan menggunakan rancangan acak
hingga waktu tertentu, tetapi akan kehilangan
lengkap (RAL), sedangkan perbandingan rata-
viabilitas setelah beberapa minggu atau
rata antar perlakuan menggunakan uji jarak
beberapa bulan (Suhartanto, 2013).
Duncan.
Benih malapari yang berasal dari Batu Karas, Ciamis (daerah tropis Indonesia)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Benih Pengujian kadar air awal benih malapari rata-rata 63,39%, dengan berat 1000 butir benih 2.027,38 g dan jumlah benih perkilogram ratarata 493 butir. Benih berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu benih ortodoks, benih rekalsitran dan benih intermediate. Benih ortodoks umumnya lebih tahan pada kadar air rendah dan masa simpan yang lebih lama dibanding benih rekalsitran. Sementara benih rekalsitran viabilitasnya akan menurun dengan cepat bila benih mengalami penurunan kadar air melewati batas kadar air kritis (Roberts 1973). Benih intermediate adalah benih yang lebih toleran terhadap penurunan kadar air sampai dengan 5-10% tetapi tidak toleran terhadap suhu rendah yaitu berkisar 15-20°C (Hong and Ellis, 1990). Benih intermediate seperti benih kopi (Coffea arabica), papaya (Carica papaya), kelapa sawit (Elais quinensis), dan Switenia macrophylla memiliki karakter benih yang dapat diturunkan kadar airnya, beberapa jenis
12
mempunyai kadar air awal yang cukup tinggi yaitu rata-rata 63,39%. Benih yang mempunyai kadar air tinggi biasanya tergolong kepada benih rekalsitran yang tidak tahan dengan penurunan kadar air dan tidak tahan disimpan pada suhu rendah. Suhartanto (2013), mengatakan bahwa viabilitas benih rekalsitran akan menurun dengan cepat bila benih mengalami penurunan kadar air melewati batas kadar air kritis, dan umumnya mempunyai daya simpan tidak lama sehingga banyak yang mempunyai masalah dalam penyimpanan. Benih malapari yang berasal dari daerah subtropis seperti dari India dilaporkan memiliki kadar air kontrol yang rendah yaitu 14,32% (Kumar et al. 2007), menurut Syamsuwida (1991) dan Bonner and Karrfalt (2008) bahwa tipe benih rekalsitran yang tersebar di daerah subtropis dan temperate seperti di India, benihnya bisa bertahan di kadar air rendah dan toleran terhadap suhu rendah berbeda dengan benih rekalsitran yang ada di daerah tropis (Indonesia) yang tidak tahan pengeringan dan suhu rendah.
PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP VIABILITAS BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata MERRIL) Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
B. Pengujian Pengaruh Pengeringan ter-
nyata terhadap penurunan kadar air benih. Penurunan kadar air dengan teknik penjemuran
hadap Mutu Benih Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
menyebabkan peningkatan daya berkecambah
perlakuan pengeringan untuk menurunkan
dan kecepatan berkecambah benih. Peningkatan
kadar air berpengaruh secara nyata terhadap
daya berkecambah dan kecepatan berkecambah
daya berkecambah, kecepatan berkecambah dan
akibat pengeringan diduga karena benih
kandungan air benih (Tabel 1). Hasil uji lanjut
malapari mempunyai sifat dormansi after-
pengaruh penurunan kadar air benih terhadap
ripening, yang memerlukan pengeringan
kadar air, daya berkecambah dan kecepatan
sebelum dikecambahkan. Menurut Murniati
berkecambah jenis malapari disajikan pada
(2013) fenomena after-ripening benih adalah
Tabel 2.
suatu kebutuhan akan penyimpanan kering,
Pengeringan benih adalah suatu cara untuk
yang dapat dikategorikan sebagai dormansi
mengurangi kadar air benih di dalam benih,
fisiologis. Pengeringan di bawah sinar matahari
dengan tujuan agar benih dapat disimpan lama.
cukup efektif untuk pengeringan benih malapari
Pengeringan benih dapat dilakukan dengan
sehingga terjadi peningkatan daya berkecam-
penjemuran dan pengeringan buatan (Sutopo,
bah, sesuai dengan penelitian mahoni yaitu
2002). Perlakuan pengeringan di bawah sinar
pengeringan benih mahoni dengan penjemuran
matahari selama 2, 4, 6, dan 8 jam, berpengaruh
selama 2 hari masing-masing selama 5 jam di
Tabel (Table ) 1. Hasil analisis ragam pengaruh pengeringan terhadap daya berkecambah, kecepatan berkecambah dan kadar air benih malapari (Analysis of variance the effect of desiccation on the germination capacity, speed of germination and moisture content of malapari seed) Parameter (Variables) Kadar air
Daya Berkecambah Kecepatan Berkecambah
Sumber keragaman (Source of variation) Perlakuan Sisa Total Perlakuan Sisa Total Perlakuan Sisa Total
Derajat bebas (Degree of freedom) 12 26 38 12 39 51 12 39 51
Jumlah kuadrat (Sum of square) 740,04 70,43 810,47 13162,00 3013,00 16175,00 19,59 5,85 25,44
Kuadrat tengah (Means square) 61,67 2,71
F hitung (F Calc.)
22,77**
1096,83 77,27
14,20**
1,63 0,15
10,88**
Keterangan (Note): ** = berbeda sangat nyata, pada α : 1% (Highly significant at α :1%)
13
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 9-16 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Tabel (Table ) 2. Uji beda pengaruh perlakuan pengeringan terhadap kadar air, daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih malapari (Difference test of the effect of desiccation on seed moisture content, germination capacity and speed of germination of malapari seeds) Teknik pengeringan (Desiccation technique)
Kadar air (Moisture content) (%)
Daya berkecambah (Germination capacity) (%)
Kecepatan berkecambah (Speed of germination) (%Knetmal)
Kontrol Jemur 2 jam Jemur 4 jam Jemur 6 jam Jemur 8 jam Inkubator 1 jam Inkubator 2 jam Inkubator 3 jam Inkubator 4 jam Kamar 1 hari Kamar 2 hari Kamar 3 hari Kamar 4 hari
63,39 a 61,50 ab 57,87 cd 56,14 de 47,27 g 61,97 ab 58,35 cd 60,11 bc 61,63 ab 60,03 bc 55,73 de 53,90 ef 52,68 f
35,5 e 79,00 c 95 ab 97 a 91,5 abc 92,5 abc 91,5 abc 91,5 abc 65,00 d 80,5 bc 87,0 abc 79,5 c 87,0 abc
1,25 e 3,03 abc 3,42 ab 3,56 a 3,53 a 3,37 ab 3,15 abc 3,14 abc 2,26 d 2,59 cd 3,30 ab 2,65 cd 2,85 bcd
Catatan (Note):
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letters in the column are not significant difference at confidence level of 95%.
bawah sinar matahari cukup efektif untuk
Pengeringan dengan diangin-anginkan di
menurunkan kadar air dan tidak mengakibatkan
ruang kamar selama 1, 2, 3, dan 4 hari dapat
kerusakan fisik (Zanzibar & Widodo, 2011).
menurunkan kadar air dan juga dapat mening-
Pengeringan dengan menggunakan inku-
katkan daya berkecambah benih malapari, tetapi
bator tidak terlalu efektif, karena terjadi ketidak-
kecepatan berkecambah lebih rendah daripada
teraturan penurunan kadar air sehingga kadar air
perlakuan benih yang di jemur dan di inkubator.
berfluktuasi, tetapi ada peningkatan daya
Penurunan kadar air dengan cara diangin-
berkecambah sampai 91,5%. Pada pemanasan
anginkan di ruang kamar cukup efektif juga
selama 4 jam sudah terjadi penurunan daya
untuk menurunkan kadar air secara bertahap,
berkecambah dan kecepatan berkecambah
sesuai dengan penelitian benih sawo kecik,
sedangkan kadar air benih masih tinggi namun
dengan kadar air benih segar sawo kecik
tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini
(32,59%) dapat diturunkan secara bertahap
mungkin karena di dalam inkubator tidak ada
hingga mencapai kadar air sebesar 11,12% pada
sirkulasi udara sehingga kadar air benih tidak
hari ke 6. Penurunan kadar air ini ternyata tidak
berubah.
merusak benih sawo kecik (Suita et al. 2011).
14
PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP VIABILITAS BENIH MALAPARI (Pongamia pinnata MERRIL) Eliya Suita dan Dida Syamsuwida
Perlakuan pengeringan yang dapat meningkatkan daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih malapari terbaik adalah dijemur di bawah sinar matahari selama 6 jam (97% dan 3,56%KN/etmal) tetapi tidak berbeda nyata dengan dijemur selama 4 jam (95% dan 3,42%KN/etmal) dan 8 jam (91,5% dan 3,53% KN/etmal). Tetapi untuk meningkatkan daya berkecambah benih malapari juga bisa dengan pengeringan menggunakan inkubator selama 13 jam (91,5% s/d 92,5% dan 3,14 %KN/etmal s/d 3,37%KN/etmal) dan pengeringan dengan diangin-anginkan di ruang kamar selama 2 hari (87% dan 3,3%KN/etmal) dan 4 hari (87% dan 2,85%KN/etmal). IV. KESIMPULAN Teknik pengeringan terbaik adalah benih dijemur di bawah sinar matahari selama 6 jam yang menghasilkan daya berkecambah sebesar 97% dan kecepatan berkecambahnya 3,56 %KN/etmal. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Suherman dan Bapak Agus Hadi Setiawan (Teknisi Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan), atas bantuan teknis selama pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Aminah, A., Danu, N. Siregar, & Dharmawati. (2012). Kranji (Pongamia pinnata Merril)
sumber energi terbarukan. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Aminah, A. (2011). Pengaruh penyimpanan terhadap perubahan fisiologis, biokimia dan kandungan minyak kranji (Pongamia pinnata Merr.). Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian “Teknologi Perbenihan Untuk Meningkatkan Produktivitas Hutan Rakyat di Propinsi Jawa Tengah”. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Bogor. Bonner, F.T. & R.P. Karrfalt. (2008). The woody plant seed manual. USDA Forest Service. Hong, T.D. & Ellis. R.H. 1990. A comparison of maturation drying, germination and desiccation tolerance between developing seeds of Acer pseudoplatanus L. and A. platanoides L. New Phytol, 116; 589-596. ISTA. (2010). International rules for seed testing: Edition 2010. The International Seed Testing Association. Bassersdorf. Switzerland. Kumar, S., J. Radhamani, A.K. Singh & K.S. Varaprasad. (2007). Germination and seed storage behavior in Pongamia pinnata L. Current Science,Vol 93(7). Murniati E. (2013). Fisiologi perkecambahan dan dormansi benih (Dasar Ilmu dan Teknologi Benih). IPB Press. Roberts, E.H. (1973). Predicting the storage life of seeds. Seed Sci.Technol, 1: 499-514. Soerawidjaja, T.H. 2007. Mabai atau malapari atau kranji (Pongamia pinnata): Pusat Penelitian Energi Berkelanjutan (Center for Research on Sustainable Energy). Institut Teknologi Bandung. Sadjad S, E. Muniarti, & S. Ilyas. (1999). Parameter pengujian vigor benih komparatif ke simulatif. Jakarta: PT. Grasindo. Syamsuwida, D. (1991). The Effect of desiccation on the germination oh some tropical tree seeds. Thesis submitted partial requirement for the degree of master of forest science from the Faculty of Agriculture and Forestry at The University of Melbourne. Suhartanto M.R. (2013). Teknologi pengolahan dan penyimpanan benih (Dasar Ilmu dan Teknologi Benih). IPB Press.
15
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 9-16 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Suita, E., D.J. Sudrajat & E. Ismiati. (2011). Pengaruh penurunan kadar air benih sawo kecik (Manilkara kauki) terhadap daya berkecambah. Prosiding seminar hasil-hasil penelitian “Teknologi Perbenihan Untuk Meningkatkan Produktivitas Hutan Rakyat di Propinsi Jawa Tengah”. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Sutopo L. (2002). Teknologi benih. PT Raja Grafindo Persada Jakarta.
16
Widajati E. (2013). Teknologi pengolahan dan penyimpanan benih (Dasar Ilmu dan Teknologi Benih). IPB Press. Zanzibar, M. & W. Widodo. (2011). Metoda pengeringan dan penyimpanan benih mahoni (Swietenia macropylla King). Prosiding seminar hasil-hasil penelitian “Teknologi Perbenihan Untuk Meningkatkan Produktivitas Hutan Rakyat di Propinsi Jawa Tengah”. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Bogor, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan.
PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN UREA PADA TAHAP FENOLOGI YANG BERBEDA TERHADAP PRODUKSI BUAH SURIAN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) Agus Astho Pramono
PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN UREA PADA TAHAP FENOLOGI YANG BERBEDA TERHADAP PRODUKSI BUAH SURIAN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) (Effect Dosage of Nitrogen Fertilization at Different Phenological Stage on Fruit Production of Surian (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.)) Agus Astho Pramono Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia e-mail:
[email protected] Naskah masuk: 30 Juni 2016; Naskah direvisi: 10 Agustus 2016; Naskah diterima: 30 Agustus 2016 ABSTRACT Surian seed production enhancement techniques using fertilizer input until now is unknown. This study was aimed to determine the effect urea fertilizer treatment at certain phenological stages on seed production. The study was conducted on a surian stand in Sukajadi (District of Wado, Sumedang Regency). Fertilization was given at different phenological phases, namely: 1) leafy, 2) flowering, and 3) whole leaves fall. Three different doses of urea, namely: 1) control, 2) 750 gr/tree, and 3) 1.500 gr/tree were given to the all phases. Effect of urea fertilizer on fruit and seed production was determined by the tree phenological stage at the time of application. Fertilization using urea 750 gr / tree during leaves fall or flowering stage produces more panicles per tree, fruit per panicle, and fruit per tree significantly than fertilization during leafy stage. In the treatment of urea 1500 gr / tree, tree phenology stage did not significantly affect fruit and seed production. Keywords: fertilizer, forest tree, fruit,seed, yield ABSTRAK Teknik peningkatan produksi benih surian melalui input pemupukan sampai saat ini belum diketahui. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan urea pada tahap fenologi tertentu terhadap produksi benih surian . Penelitian dilakukan pada tegakan surian di Desa Sukajadi Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang. Pemupukan dilakukan pada fase fenologi yang berbeda yaitu: 1) berdaun, 2) berbunga, dan 3) daun rontok. Masing-masing diberi tiga dosis urea yang berbeda, yaitu: 1) kontrol, 2) 750 gr / pohon, dan 3) 1.500 g / pohon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pupuk urea pada produksi buah dan benih ditentukan oleh tahap fenologi pohon pada saat pemupukan. Pemupukan menggunakan urea 750 gr / pohon selama tahap meranggas atau berbunga menghasilkan malai per pohon, buah per malai, dan buah per pohon lebih banyak secara signifikan dibandingkan dengan pemupukan selama tahap berdaun. Dalam perlakuan urea 1500 gr / pohon, tahap fenologi pohon tidak berpengaruh terhadap produksi buah dan benih. Kata kunci: pemupukan, tanaman hutan, benih, buah, produksi
I. PENDAHULUAN
dan kelas kuat IV (Mandang dan Pandit, 1997 dalam Jayusman dan Manik, 2005). Kayunya sering
Tanaman surian (Toona sinensis (A. Juss.) M.
digunakan untuk konstruksi, meubel, dan perkakas
Roem.) merupakan penghasil kayu yang memiliki
(Lemmens et al. 1995). Di hutan rakyat di Sumatera
nilai ekonomi cukup tinggi. Kayunya mudah
Barat, surian merupakan naungan yang penting bagi
digergaji serta memiliki sifat kayu kelas awet IV-V
kopi dan pala, dan menghasilkan kayu yang dapat
© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://dx.doi.org/10.20886/jpth.2016.4.1. 17-24
17
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 17-24 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
dimanfaatkan untuk lantai atau dinding rumah dan
mempercepat proses pembuahan sehingga pohon
perabotan rumah (Michon et al. 2003). Pohon surian
dapat berbuah pada umur muda (Stefferud, 2007).
juga sering dimanfaatkan untuk tujuan estetika
Penambahan unsur Nitrogen ke dalam tanah
(Lemmens et al. 1995). Surian merupakan salah satu
merupakan salah satu perlakuan pemupukan yang
jenis pohon yang banyak ditanam di hutan rakyat,
banyak diterapkan untuk meningkatkan produksi
terutama di dataran tinggi di bagian barat Pulau Jawa
buah atau benih. Hasil penelitian Iqbal et al. (2012)
dengan berbagai macam pola agroforestri (Pramono
menunjukkan bahwa pemupukan N dengan dosis
dan Danu, 2013).
800 gr/pohon pada tanaman apel dapat mening-
Upaya untuk meningkatkan produktivitas
katkan produksi buah dari 3,039 kg/pohon menjadi
tanaman surian di hutan rakyat memerlukan pasokan
91,69 kg/pohon. Pada tanaman Jatropha curcas L.
benih berkualitas yang berasal dari sumber benih.
pemberian pupuk 100 kg/ha dapat meningkatkan
Pemahaman tentang pengaruh faktor lingkungan
produksi buah dari 4,571 kg/ha menjadi 7262.0
terhadap reproduksi pohon hutan sangat diperlukan
kg/ha dan produksi benih dari 2,430 kg/ha menjadi
dalam pengelolaan sumber benih, agar sumber benih
3823.0 kg/ha (Montenegro et al. 2014). Salah satu
dapat menghasilkan benih dengan kualitas dan
jenis pupuk sumber N adalah urea (CO(NH ) ). Urea
kuantitas yang tinggi. Pohon-pohon induk unggul
merupakan pupuk kimiawi yang paling sering
yang terpilih berdasarkan kualitas pertumbuhan
dipakai di seluruh dunia (Rai et al. 2014). Urea
kayunya kadang memiliki produktivitas benih
banyak dipakai karena kandungan nitrogennya
rendah, sehingga diperlukan teknologi untuk
relatif tinggi, penanganannya mudah dan harganya
meningkatkan produktivitas benihnya. Upaya
relatif murah (Jones et al. 2007).
2
2
meningkatkan produksi benih dapat dilakukan
Pemupukan N yang optimal pada jenis-jenis
dengan memanipulasi fakor-faktor lingkungan yang
pohon yang menggugurkan daun (deciduous) dapat
berpengaruh terhadap pembungaan dan pembuahan.
diperoleh melalui pemahaman tentang saat dimana
Moncur et al. (1994) berpendapat bahwa faktor-
tanaman sedang membutuhkan dan menyerap N
faktor lingkungan yang dapat memacu pembungaan
terbesar Aguirre, et al. (2001). Pada tanaman apel
adalah kekeringan, naiknya intensitas cahaya
(Malus domestica), serapan N terjadi pada periode
matahari, periode pencahayaan, suhu, posisi kanopi
dorman Grasmanis dan Nicholas (1971). Pemu-
dan nutrisi. Shakacite (1989) menyatakan bahwa
pukan pada tanaman apel yang dilakukan pada saat
produksi buah dan benih dipengaruhi oleh tingkat
menggugurkan daun sangat mempengaruhi
atau kondisi kesuburan tanahnya.
konsentrasi N awal di dalam tunas baru berikutnya
Unsur hara di dalam tanah yang penting yang
(Aguirre et al. 2001). Tingkat N yang tinggi di dalam
berpengaruh terhadap produksi buah adalah unsur
jaringan dicapai ketika pemupukan dilakukan pada
Nitrogen, Fosfat dan Kalium. Pemupukan dengan
musim semi. Efektivitas pemupukan N yang
NPK telah terbukti efektif pada jenis Pinus ellioti
dipengaruhi oleh musim atau tahap fenologi pohon
dan Pinus taeda L., karena mampu meningkatkan
juga ditunjukkan oleh penelitian Lovatt (2001) pada
produktivitas strobili jantan dan betinanya
'Hass' avocado, Braun and Gillman (2009) pada
(Shakacite, 1989). Selain itu pemupukan juga dapat
hazelnuts, dan Gray and Garrett (1999) pada Missouri black walnut.
18
PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN UREA PADA TAHAP FENOLOGI YANG BERBEDA TERHADAP PRODUKSI BUAH SURIAN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) Agus Astho Pramono
Pemupukan N untuk peningkatan produksi
C. Pemupukan
benih tanaman hutan masih jarang tersedia. Surian
Pemupukan dilakukan pada fase fenologi yang
merupakan jenis tanaman hutan yang menggugur-
berbeda yaitu: 1) fase pohon meranggas tahap akhir
kan daun, sehingga pemahaman tentang waktu yang
yaitu ketika semua daun sudah rontok, buahnya
tepat dalam pemberian pupuk sangat diperlukan.
sudah gugur atau tersisa buah kering di pohon (fase
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
meraggas), 2) fase pohon berdaun lebat tanpa bunga
pemupukan Nitrogen dalam bentuk urea yang
dan buah (fase berdaun), 3) fase pohon berbunga
diberikan pada tahap fenologi tertentu terhadap
(fase berbunga). Ketiga fase tersebut diberi 3 macam
produksi buah dan benih surian (Toona sinensis
perlakuan pemupukan urea dengan dosis yang
Merr.).
berbeda yaitu: 1) kontrol, 2) 750 gr/pohon, dan 3) 1.500 gr/pohon. Pemupukan dilakukan dengan cara
II. BAHAN DAN METODE A. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sukajadi, (Kecamatan Wado) Kabupaten Sumedang. Tegakan berada di lahan Bumi Perkemahan Buana Bhakti Praja, Kwarran Wado. Perlakuan pemupukan dilakukan pada bulan Februari 2011 dan pengamatan berakhir pada bulan Agustus 2011.
Lokasi penelitian berada di 108°06'02"-
menabur urea pada tanah di sekeliling pangkal batang pohon dengan radius 2 m yang sebelumnya telah dibuat parit kecil sedalam sekitar 10 cm, kemudian urea ditimbun dengan tanah. Tegakan dibagi menjadi 3 blok dengan ukuran 50 m x 50 m sebagai ulangan. Di dalam masingmasing blok dilakukan pengukuran dimensi pohon dan pemilihan pohon sampel berdasarkan pada ketersediaan pohon yang sesuai dengan kondisi fenologi yang diinginkan yaitu pohon-pohon yang
108°07'54"BT, dan 6°58'30" - 7°00'44"LS, pada
berada pada fase berdaun lebat, fase pohon berbunga
ketinggian 660-860 m dpl dengan topografi
dan fase pohon meranggas, maka pada plot 2
bergelombang dan miring.
masing-masing perlakuan pemupukan dilakukan pada 4 pohon, di plot 1 dan 3 masing-masing
B. Bahan Penelitian
perlakuan diterapkan pada 3 pohon. Parameter yang
Bahan penelitian merupakan tegakan surian
diamati adalah persen pohon berbuah, jumlah malai
berumur 12 tahun yang berada pada lahan seluas
per pohon, jumlah buah per malai dan jumlah buah
sekitar 2 ha. Di lahan penelitian ini terdapat sekitar
per pohon.
250 pohon surian. Dari pohon-pohon tersebut dipilih 80 pohon sebagai pohon sampel. Pohon yang dipilih
D. Analisis Data
adalah yang memiliki ukuran diameter setara (15 -
ANOVA digunakan untuk menganalisis per-
30 cm), dan berada pada fase fenologi yang sesuai
bedaan jumlah malai per pohon, dan buah per malai
dengan rancangan penelitian.
antar perlakuan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Minitab 15.
19
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 17-24 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
kan bahwa waktu pemupukan berpengaruh terhadap
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
produksi buah. Menurut Aguirre, et al. (2001),
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kondisi
Grasmanis dan Nicholas (1971) dan Braun and
fenologi pohon saat dipupuk N berpengaruh nyata
Gillman (2009) efektivitas serapan N pada tanaman
terhadap semua parameter yang diamati (Tabel 1).
dipengaruhi oleh kondisi fenologi pohon. Pada
Pengaruh waktu pemupukan terhadap rataan
wilayah temperate yang memiliki 4 musim, tahapan
parameter produksi ditampilan pada Tabel 2.
fenologi pohon sangat berkaitan dengan bulan atau
Hasil penelitan ini sejalan dengan beberapa
musim (Lovatt , 2001). Menurut Gray and Garrett,
penelitan lainnya (Gray and Garrett, 1999; Lindhard
(1999) pemupukan pada pohon Missouri black
and Hansen, 1997; Lovatt; 2001) yang menunjuk-
walnut sebelum musim semi dapat menguntungkan
Tabel (Table ) 1. Hasil sidik ragam pengaruh pemupukan terhadap produksi buah surian (Results of analysis of variance effects of fertilization on the production surian fruit) Parameter Persen pohon berbuah (Percent of fruting trees ) Jumlah malai / pohon (Panicles number/tree) Jumlah buah / malai (Fruits number / paicle)
Jumlah buah / pohon (Fruit number / tree)
Sumber (Source) Fenologi (Phenology) Dosis (Doses) Interaksi (Interaction) Error Total Fenologi (Phenology) Dosis (Doses) Interaksi (Interaction) Error Total Fenologi (Phenology) Dosis (Doses) Interaksi (Interaction) Error Total Fenologi (Phenology) Dosis (Doses) Interaksi (Interaction) Error Total
DF 2 2 4 18 26 2 2 4 18 26 2 2 4 18 26 2 2 4 18 26
SS 0,346193 0,008230 0,016461 0,472222 0,843107 1730,23 73,75 400,07 1457,50 3661,54 36139 8459 16310 46820 107728 116044546 17637258 44058461 138811785 316552049
MS 0,173097 0,004115 0,004115 0,026235
F 6,60* 0,16 0,16
P 0,007 0,856 0,957
865,114 36,873 100,017 80,972
10,68*
0,46 1,24
0,001 0,641 0,331
18069,3 4229,6 4077,6 2601,1
6,95* 1,63 1,57
0,006 0,224 0,226
58022273 8818629 11014615 7711766
7,52* 1,14 1,43
0,004 0,341 0,265
Tabel (Table ) 2. Pengaruh fase fenologi pohon pada saat perlakuan pemupukan terhadap rataan persen pohon berbuah, jumlah buah per malai, dan jumlah buah per pohon. (The influence of the phenological phase on the time of fertilizer treatment on the average of fruiting trees percentage, fruits number /panicle and fruits number/tree) Fase fenologi (Phenological stage) Meranggas (Leaves fall) Berdaun (Leafy) Berbunga (Flowering)
20
Persen pohon berbuah (Percent of fruiting trees)
Jumlah malai/pohon (Panicles number/tree)
Jumlah buah/malai (Fruits number panicle)
Jumlah buah pohon (Fruits number/tree)
Berat benih/pohon (Seed weight/tree) (kg)
80,6 a 73,1 a 100 b
21,26 a 15,34 a 34,49 b
235,765 b 153,956 a 226,540 b
5905,90 a 2838,82 a 7877,44 b
0,449 0,216 0,599
PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN UREA PADA TAHAP FENOLOGI YANG BERBEDA TERHADAP PRODUKSI BUAH SURIAN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) Agus Astho Pramono
bagi fruit set, karena cadangan N memadai untuk
ANOVA terhadap perlakuan pemberian pupuk
persaingan antara pertumbuhan vegetatif dan
dengan dosis 750 gr yang diberikan pada berbagai
pertumbuhan reproduktif. Lindhard and Hansen
tahap fenologi menunjukkan bahwa pemupukan
(1997) juga menyatakan bahwa unsur Nitrogen harus
pada dosis tersebut yang dilakukan pada waktu
tersedia cukup selama musim semi dan awal musim
pohon meranggas dan ketika pohon berbunga dapat
panas (summer) ketika pohon berdaun muda dan
menghasilkan buah lebih banyak daripada jika
berbunga, untuk menghasilkan produksi buah sour
dilakukan pada saat pohon berdaun lebat (Tabel 3
cherries (Prunus cerasus L.) yang tinggi. Lovatt
dan Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa
(2001) menyatakan bahwa waktu dan tingkat
pemupukan yag dilakukan pada waktu menjelang
aplikasi N adalah faktor yang dapat dioptimalkan
pembentukan tunas daun (tahap akhir pohon
untuk meningkatkan hasil dan ukuran buah alpukat.
meranggas) dan pada saat awal pertumbuhan tunas
Ketika jumlah dosis N yang diterapkan adalah sama
bunga sampai perkembangan bunganya (tahap
maka saat aplikasi merupakan faktor yang penting.
pohon berbunga) dapat meningkatkan produksi buah
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemupukan urea cenderung
dibandingkan dengan pemupukan yang dilakukan ketika daun sudah tumbuh lebat.
meningkatkan jumlah malai per pohon dan jumlah
Laporan penelitian tentang pengaruh pemu-
buah per malai. Namun demikian, secara statistik
pukan terhadap produksi buah atau benih pada
perbedaan produksi malai dan buah antar perlakuan
tanaman kehutanan sangat jarang ditemukan untuk
tersebut tidak signifikan. Diduga pemberian pupuk
dapat dibandingkan dengan penelitian ini, namun
akan efektif jika dilakukan pada kondisi fenologi
hasil ini menguatkan beberapa laporan penelitian
pohon yang tepat, karena berdasarkan hasil analisis
terdahulu mengenai pengaruh positif pemupukan
statistik menunjukkan bahwa kondisi fenologi
Nitrogen pada pohon buah-buahan. Rettke et al.
pohon saat pemberian pupuk berperan nyata
(2006) melaporkan bahwa pemupuan Nitrogen
(Tabel 1).
dapat meningkatkan fruit set dan produksi buah pada
Untuk mengetahui pada .pemupukan konsen-
apricot. Pada pohon jeruk pemberian nitrogen
trasi berapa perbedaan tahap fenologi berpengaruh
meningkatkan produksi buah dari 50 hingga 300 kg
nyata terhadap produksi buah, telah dilakukan
per ha per tahun (Alva et al. 2006). Peningkatan
ANOVA satu jalan. Dari hasil ANOVA diketahui
dosis pupuk menunjukkan efek positif simultan
bahwa pada perlakuan kontrol dan perlakuan 150 gr
terhadap tinggi tanaman dan produksi buah black
urea perbedaan tahap fenologi tidak berpengaruh
chokeberry (Jeppsson, 2000). Total buah dari pohon
nyata terhadap produksi buah dan benih. Menurut
Missouri black walnut yang menerima pupuk N
Pramono (2013) urutan tahap fenologi pohon surian
berkisar dari 2,9 sampai 6,1 kali lebih besar dari
adalah 1) daun meranggas tahap akhir (buah telah
pohon kontrol yang tidak dipupuk (Gray and Garrett,
gugur), 2) muncul tunas daun yang berwarna merah,
1999). Pemupukan N sebagai NH4NO3 dengan
3) daun berwarna hijau muda dan muncul berbunga,
dosis 56 kg per ha dengan sekali pemupukan
4) daun hijau tua dan jarang, kemudian 5) daun
terhadap 'Hass' Avocado secara signifikan
meranggas tahap awal (buah masak). Hasil analisis
meningkatkan hasil selama 4 tahun secara kumulatif
21
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 17-24 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Tabel (Table ) 3. Tabel ANOVA untuk efek dari fase pohon pada saat pemupukan (750 g urea) terhadap persen pohon berbuah dan jumlah buah dan malai (ANOVA table for the effect of the tree phase at the time of fertilization (750 g of urea) on the percent of fruiting tree and the number of fruit and panicle) Sum of Squares 0,144
Parameters Persen pohon berbuah (Percent of fruting trees) Jumlah malai /pohon (Panicles number/tree) Jumlah buah/malai (Fruits number panicle) Jumlah buah/pohon (Fruit number/tree)
Antar perlakuan (Between treatments) Dalam perlakuan (Within treatment) Total Antar perlakuan (Between treatments) Dalam perlakuan (Within treatment) Total Antar perlakuan (Between treatments) Dalam perlakuan (Within treatment) Total Antar perlakuan (Between treatments) Dalam perlakuan (Within treatment) Total
df 2
0,289 0,433 515,779
6 8 2
280,753 796,532 21370,509
6 8 2
3751,257 25121,766 4,371E+07
6 8 2
1,412E+07 5,783E+07
6 8
Mean Square 0,072
F
Sig.
1,500
0,296
5,511
0,044*
17,091
0,003**
9,291
0,015*
0,048 257,890 46,792 10685,254 625,210 2,186E+07 2,353E+06
Tabel (Table ) 4. Jumlah malai per pohon, buah per malai dan buah per pohon dari pohon surian yang diberi berapa dosis pemupukan urea pada beberapa tahap fenologi (Number of panicles per tree, fruits per panicle and fruits per tree of trees were fertilized with different doses of urea in different phenological phases) Dosis urea (Urea doses) (gr/tree) 0 0 0 750 750 750 1500 1500 1500
Fase fenologi (Phenology phase) Meranggas (Leaves fall) Berdaun (Leafy) Berbunga (Flowering) Meranggas (Leaves fall) Berdaun (Leafy) Berbunga (Flowering) Meranggas (Leaves fall) Berdaun (Leafy) Berbunga (Flowering)
Jumlah malai/pohon (Panicles number/tree) 13 18 32 22 17 35 28 10 36
+ + + + + + + + +
3,6 5,1 13,8 5,0 ab 8,4 a 6,6 b 17,2 3,8 7,1
Jumlah buah/malai (Fruits number/panicle) 169 149 227 251 143 241 288 170 212
+ + + + + + + + +
86,0 17,6 76,9 34,8 b 11,7 a 23,0 b 31,8 34,0 75,9
Jumlah buah/pohon (Fruit number/tree) 2417 3137 7645 6876 3184 8440 8425 2196 7547
+ + + + + + + + +
1789,0 1111,2 4776,0 476,0 ab 1624,0 a 2047,9 b 5077,3 1711,9 2528,5
dibandingkan dengan pohon kontrol (Lovatt, 2001).
meningkatkan retensi buah sehingga buah tidak
Pada penelitian ini, peningkatan produksi buah
mudah rontok selama perkembangannya seperti
surian terjadi ketika pupuk diberikan pada saat
pada pohon Missouri black walnut yang dipupuk N.
pohon berbunga (Tabel 2) yaitu fase ketika terjadi
Pohon yang dipupuk N pada musim semi
inisiasi dan perkembangan bunga. Hal ini menguat-
menghasilkan bunga yang lebih banyak daripada
kan penelitian lainnya yang mengungkapkan bahwa
yang dipupuk pada musim panas (Gray and Garrett,
pemupukan N berperan dalam fase inisiasi bunga
1999). Penelitian ini juga sejalan dengan Alva et al.
dan perkembangan buah. Hal ini diduga berkaitan
(2006), bahwa ketersediaan N yang memadai selama
dengan meningkatnya jumlah bunga betina dan
tahap inisiasi buah dan perkembangan buah adalah
22
PENGARUH DOSIS PEMUPUKAN UREA PADA TAHAP FENOLOGI YANG BERBEDA TERHADAP PRODUKSI BUAH SURIAN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) Agus Astho Pramono
penting untuk mendukung hasil yang optimal untuk produksi buah jeruk.
Untuk pertumbuhan dan
produksi jeruk optimal, sekitar 2/3 dari kebutuhan N tahunan disediakan selama Februari sampai Mei / Juni, yang bertepatan dengan pertumbuhan aktif dari jeruk untuk bersemi, berbunga, dan membentuk buah. Hasil penelitian Lovatt (2001) terhadap buah alpukat mengungkapkan bahwa selama 4 tahun penelitiannya, pemupukan N sebanyak 28 kg/ha secara rutin setiap tahun yang dilakukan
ketika
tunas bunga mulai muncul (November) dan pada saat anthesis dan pembentukan buah (fruit set) pada
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bambang dan Yana Sudaryana karyawan UPTD Kehutanan di Wado, Pak Ulis warga Desa Sukajadi, serta Hasan Royani teknisi di Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan atas bantuan teknis selama pengamatan di lapangan. Terima kasih juga disampaikan kepada Herman Suherman dan teknisi di Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan untuk bantuannya selama pengamatan di laboratorium.
bulan April yang dapat meningatkan produksi buah, dari 220.8 kg/pohon menjadi 306.1 kg/pohon (November) dan 287.9 kg/pohon (April).
DAFTAR PUSTAKA
Pemupukan N pada saat inisiasi karangan bunga
Aguirre PB, Al-Hinai YK, Roper TR., and
(inflorescens) pada bulan Januari, dan ketika bunga
Krueger AR. (2001). Apple tree rootstock and fertilizer application timing affect Nitrogen uptake. Hortscience, 36(7): 1202-1205.
terbentuk penuh (Februari), atau selama pembesaran buah (Juni) tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi buah dibandingkan dengan pohon kontrol.
IV. KESIMPULAN Pengaruh pemberian pupuk urea untuk meningkatan produksi buah dan benih surian ditentukan oleh kondisi fenologi pohon saat pemupukan. Pemberian pupuk urea dengan dosis 750 gr/pohon yang dilakukan pada saat pohon meranggas atau mulai berbunga secara nyata menghasilkan malai per pohon, buah per malai dan buah per pohon yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemupukan pada fase pohon berdaun. Pada perlakuan pupuk urea 1500 gr/pohon, perbedaan fenologi pohon tidak berpengaruh nyata terhadap produksi buah dan benih.
Alva, A.K., Paramasivam, S., Obreza, T.A., Schumann, A.W. (2006). Nitrogen best management practice for citrus trees. I. Fruit yield, quality, and leaf nutritional status. Scientia Horticulturae, 107: 233-244. Braun LC, and Gillman JH. (2009). Fertilizer Nitrogen timing and uptake efficiency of hibrid Hazelnuts in the Upper Midwet, USA. Hortscience, 44(6): 1688-1693. Grasmanis V.O. and Nicholas D.J.D. (1971). Annual uptake and distribution of N15-labelled ammonia and nitrate in young jonathan/mm104 apple trees grown in solution cultures. Plant and Soil, 35: 95-112. Gray, D and Garrett , H. E. G. (1999). Nitrogen fertilization and aspects of fruit yield in a Missouri black walnut alley cropping practice. Agroforestry Systems, 44: 333-344. Iqbal M, Niamatullah, M and Mohammad D. (2012). Effect of different doses of nitrogen on economical yield and Physio-chemical characteristics of apple fruits The Journal of Animal & Plant Sciences, 22(1): 165-168.
23
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 17-24 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Jeppsson, N. (2000). The effects of fertilizer rate on vegetative growth, yield and fruit quality, with special respect to pigments, in black chokeberry (Aronia melanocarpa) cv. `Viking'Scientia Horticulturae, 83: 127-137. Jayusman dan Manik WS. (2005). Pengujian nilai perkecambahan Surian berdasarkan daerah sumber benih. Wana Benih (vol.6 suplemen no.1), halaman 100-107. Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Jones CA, Koenig RT, Ellsworth JW, Brown BD, and Jackson GD. (2007). Management of urea fertilizer to minimize volatilization. U.S. Department of Agriculture (USDA), Montana State University and the Montana State University Extension. Retrieved Agustus 22, 2016, from http://cru.cahe.wsu.edu/ CEPublications/ eb173/eb173.pdf. Lemmens RHMJ, Soerianegara I, and Wong WC. (1995). Plant Resources of South-East Asia. No 5(2). Timber trees: Minor commercial timbers. Prosea. Bogor. Lindhard, PH. and Hansen, P.(1997). Effect of timing of nitrogen supply on growth, bud, flower and fruit development of young sour cherries (Prunus cerasus L.). Scientia Horticulturae, 69; 181-188. Lovatt, CJ. (2001). Properly Timed Soil-applied Nitrogen Fertilizer Increases Yield and Fruit Size of 'Hass' Avocado J. AMER. SOC. HORT. SCI, 126(5): 555-559. Michon G., Mary F, dan Bompard J. (2003). Kebun pepohonan campuran di maninjau, Sumatera Barat. Di dalam: Arifin HS, Sardjono MA, Sundawati L, Djogo T, Wattimena GA, dan Widianto (Ed.), Agroforestri di Indonesia.. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia. Moncur MW, Rasmussen GF , Hasan O. (1994). Effect of paclobutrazol on flower bud production in Eucalyptus nitens espalier seed orchards. Canadian Journal of Forest, 24: 4649.
24
Montenegro R., Omar; Magnitskiy, Stanislav; Henao T., Martha C. (2014). Effect of nitrogen and potassium fertilization on the production and quality of oil in Jatropha curcas L. under the dry and warm climate conditions of Colombia Agronomía Colombiana, 32( 2): 255-265. Pramono, AA, dan Danu. (2013). Peta Sebaran Surian ( Toona sinensis ) dengan Sistem Agroforestri di Jawa. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013 “Agroforestri untuk Pangan dan Lingkungan yang Lebih Baik". C i a m i s : B a l a i P e n e l i t i a n Te k n o l o g i Agroforestry. Pramono, AA. (2013). Fenologi Surian (Toona sinensis) di beberapa lokasi agroforestri di Jawa Barat. Dalam Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013 Agroforestri untuk Pangan dan Lingkungan yang Lebih Baik (p 723-729). Malang. Rai N, Ashiya P, Rathore DS. (2014). Comparative study of the effect of chemical fertilizers and organic fertilizers on Eisenia foetida. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology. 3, (5): 12991-12998. Rettke, M.A., Pitt, T.R., Maier, N. A., and Jones, J.A. (2006). Groeth and yield responses of apricot (cv. Moorpark) to soil-applied nitrogen. Australian Journal of Experimental Agriculture 46: 115-122. Shakacite, O. (Eds.) (1989). Seed problem in Zambia. In proceedings of the international symposium on forest seed problems in Africa. S.S. Kamrea and R.D. (p 263-272). Sweden: Departement of Forest Genetics and Plant Physiology. Stefferud, A. (2007). Production of seeds of forest trees. Health Guidance. Retrived from http://www.Healthguidance.org/entry/6449/ 1/Production-of-Seeds-of-Forest-Trees.html.
PENGARUH BEBERAPA JENIS ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG BIDARA LAUT (Strychnos ligustrina Bl) Anita Apriliani Dwi Rahayu dan Septiantina Dyah Riendriasari
PENGARUH BEBERAPA JENIS ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG BIDARA LAUT (Strychnos ligustrina Bl.) The Effect of Several Type of Plant Growth Regulator on Stem Cutting Growth of Bidara Laut (Strychnos ligustrina Bl.) Anita Apriliani Dwi Rahayu dan/and Septiantina Dyah Riendriasari Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi HHBK. Jalan Dharma Bhakti No.7, Ds. Langko, Kec. Lingsar, Lombok Barat, NTB. Indonesia e-mail:
[email protected] Naskah masuk: 31 Mei 2016; Naskah direvisi: 17 Juni 2016; Naskah diterima: 22 Agustus 2016 ABSTRACT Bidara laut (Strychnos ligustrina Bl.) has been known as medicinal plants that can cure various diseases such as diabetics, malaria, joints pains etc. The economic value of bidara laut wood as raw material for traditional medicine led to the exploitation of this tree in the forest area. It is feared could lead to rarely in the nature. Appropriate propagation techniques of S. ligustrina until now is unknown. The purpose of this study was to find out the best type of plant growth regulator for stem cutting growth of S. ligustrina. The research using a completely randomized design (CRD) with plant growth regulator treatment: control/without plant
growth regulator (Z0), NAA 100 ppm (Z1), IBA 100 ppm (Z2), NAA + IBA (50:50 ppm) (Z3), and 100% coconut water (Z4). The parameters that were observed i.e. percentage of shooted, shoot number and length of root. The results showed that the age of 4 months after planting, the effect of plant growth regulator did not significantly on percentage of shooted, shoot number and length of root. The best of percentage of shooted was shown Z4 treatment (100% coconut water) with 46.67%, the highest number of shoot number and the best of length of root was indicated Z0 treatment (without plant growth regulator) that is 2.22 shoots and 9 cm respectively. Keywords: Stem cutting, strychnos ligustrina Bl., plant growth regulator ABSTRAK Bidara laut (Strychnos ligustrina Bl.) dikenal sebagai tanaman obat yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti diabetes, malaria, pegal linu dll. Nilai ekonomi kayu bidara laut sebagai bahan baku obat
tradisional menyebabkan eksploitasi yang berlebihan di dalam kawasan hutan. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan di alam. Teknik perbanyakan bidara laut yang tepat sampai saat ini belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis zat pengatur tumbuh yang terbaik untuk pertumbuhan stek batang S. ligustrina. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan Zat Pengatur Tumbuh: kontrol/tanpa ZPT (Z0), NAA 100 ppm (Z1), IBA 100 ppm (Z2), NAA + IBA (50:50 ppm) (Z3), dan air kelapa 100% (Z4). Parameter yang diamati meliputi persen stek bertunas, jumlah tunas per stek dan panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat umur stek 4 bulan setelah tanam, perlakuan zat pengatur tumbuh tidak berpengaruh nyata terhadap persen bertunas, jumlah tunas dan panjang akar. Persen bertunas stek batang terbaik ditunjukkan perlakuan Z4 (air kelapa 100%) yaitu sebesar 46,67%, jumlah tunas terbanyak dan panjang akar terbaik ditunjukkan perlakuan Z0 (tanpa ZPT) yaitu 2,22 tunas dan 9 cm. Kata kunci: Stek batang, strychnos ligustrina Bl., zat pengatur tumbuh
© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://dx.doi.org/10.20886/jpth.2016.4.1. 25-31
25
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 25-31 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
I. PENDAHULUAN Bidara laut (Strychnos ligustrina Bl.) sudah dikenal sebagai tanaman obat sejak dahulu. Kayu Bidara laut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk obat berbagai macam penyakit seperti obat diabetes, jantung, sakit gigi, luka luar, malaria, mencret, dan pegal linu (Maharani et a.l .2010 dalam Wahyuni, 2014). Nilai ekonominya yang tinggi ini menyebabkan saat ini masyarakat lokal pencari bidara laut mengalami kesulitan dalam mendapatkan pohon dan bibit. Bahkan pencarian yang dilakukan sudah mencapai jauh ke dalam hutan, dan waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan bidara laut semakin lama. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya kepunahan jenis bidara laut di alam. Upaya budidaya ex situ ataupun konservasi in-situ merupakan langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Teknik budidaya bidara laut (diantaranya
et al. 2006). Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan nutrisi tanaman, yang dalam jumlah kecil atau konsentrasi rendah akan merangsang dan mengadakan modifikasi secara kualitatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Ilmu Biologi, 2010). Dalam kegiatan pembibitan secara vegetatif, ZPT sangat diperlukan untuk merangsang akar agar cepat tumbuh. Selain jenis ZPT yang ada di pasaran, ada ZPT alami seperti air kelapa yang juga berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tunas pada stek (Rusmayasari, 2006). Dalam rangka mendapatkan teknik perbanyakan bidara laut yang mendukung pertumbuhan stek batang yang lebih baik, maka diperlukan pemberian ZPT yang berfungsi untuk merangsang akar. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis zat pengatur tumbuh yang terbaik untuk pertumbuhan stek batang S. ligustrina.
perbanyakan tanaman) yang tepat sampai saat ini belum diketahui. Pada pembibitan bidara laut yang pernah dilakukan oleh BPK Mataram
II. BAHAN DAN METODE A. Lokasi, Bahan dan Peralatan Penelitian
tahun 2010, tunas tumbuh pada umur 14 hari
Penelitian diawali dengan mencari bahan
setelah stek batang ditanam pada polybag. Rata-
stek bidara laut pada kawasan hutan di Propinsi
rata persen hidup stek batang dengan media
Bali (Taman Nasional Bali Barat), dilanjutkan
campuran tanah dan pupuk kandang tidak lebih
dengan kegiatan persemaian di Persemaian
dari 30% pada umur 4 bulan 3 hari setelah
Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan
penanaman (Nandini & Agustarini, 2011).
Kayu. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan
Keberhasilan perbanyakan vegetatif
dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2014.
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Bahan yang dipakai adalah stek batang,
bahan tanaman, kondisi lingkungan, media, zat
media semai (kompos eceng gondok, pupuk
pengatur tumbuh dan teknis pelaksanaan (Putri
kandang, cocopeat dan arang sekam), Zat
26
PENGARUH BEBERAPA JENIS ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG BIDARA LAUT (Strychnos ligustrina Bl) Anita Apriliani Dwi Rahayu dan Septiantina Dyah Riendriasari
Pengatur Tumbuh (NAA, IBA, air kelapa),
Oleh karena itu, pada penelitian ini media
plastik sungkup, dan paranet.
campuran yang digunakan yaitu kompos
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
eceng gondok, pupuk kandang, arang sekam
ini adalah: gunting stek, polibag, alat ukur, dan
dan cocopeat dengan perbandingan
alat tulis.
(2:2:1:1). 4. Stek yang sudah siap langsung ditanam pada
B. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
wadah bibit (polibag) yang sudah diisi media dan diletakkan di bedeng-bedeng persemaian.
1. Bahan berupa stek batang dibuat dari
5. Untuk mempertahankan agar kelembaban
potongan batang/cabang dari trubusan yang
berada diatas 80% dan suhu berkisar 250-
tidak terlalu muda atau terlalu tua yang
30 C, bedeng ditutup dengan sungkup
ditandai dengan warna batang coklat dan
plastik dan disiram tiap dua hari sekali.
sudah berkayu. Bahan stek yang digunakan berasal dari cabang yang dekat dengan akar karena secara fisiologis mempunyai kemampuan berakar dan bertunas yang lebih baik daripada bahan stek dari cabang yang jauh dari akar (Siregar dan Danu, 2006). Bahan stek yang digunakan yaitu batang yang memiliki mata tunas dan tumbuh tegak ke atas (orthotrop) dengan ukuran panjang 10-15 cm dan diameter 1,25-1,7 cm. 2. Sebelum disemaikan pada wadah bibit, batang yang akan digunakan sebagai stek
0
Penelitian dilaksanakan dengan
meng-
gunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan zat pengatur tumbuh yaitu NAA 100 ppm (Z1), IBA 100 ppm (Z2), kombinasi NAA dan IBA (50 : 50 ppm) (Z3), air kelapa 100% (Z4), dan kontrol (tanpa ZPT) (Z0). Setiap perlakuan diulang 3 kali, setiap ulangan terdiri dari 35 stek sehingga total stek sebanyak 525 stek. Parameter yang diamati meliputi persen stek bertunas, jumlah tunas per stek dan panjang akar.
direndam dengan zat pengatur tumbuh sesuai dengan perlakuan, selama sepuluh menit pada bagian pangkal stek untuk merangsang pertumbuhan akar stek.
C. Analisis Data Data pembibitan yang diperoleh dianalisis dengan analisis keragaman dan dilanjutkan
3. Media tanam stek yang baik adalah media
dengan uji beda nyata metode Duncan. Model
yang berstruktur remah seperti media
linear yang digunakan adalah sebagai berikut
organik, dan ditambah dengan media tanam
(Ott & Longnecker, 2015):
lain yang mengandung unsur hara seperti pupuk kandang (Rahayu & Wahyuni, 2014).
Yij = µ + τi + εij
27
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 25-31 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Keterangan :
tumbuh. Nilai rata-rata pada masing-masing
Yij = rata-rata pengamatan pada zat pengatur
perlakuan dapat dilihat pada Grafik 1.
tumbuh ke-i,ulangan ke-j; µ
= rata-rata umum;
τi
= pengaruh zat pengatur tumbuh ke-i;
εij
= galat zat pengatur tumbuh ke-i, ulangan ke-j
B. Pembahasan Jenis ZPT yang diberikan tidak menunjukkan perbedaan yang berarti pada persen bertunas stek. Hal ini dapat dikatakan, penggunaan ZPT sesuai perlakuan tidak efektif untuk meningkat-
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
kan persen hidup stek batang bidara laut. Penggunaan NAA seharusnya berpengaruh
Perbanyakan secara vegetatif mengguna-
nyata terhadap persentase stek hidup seperti
kan stek memerlukan waktu yang cukup lama
hasil penelitian Kustina (2000), yang memper-
untuk munculnya akar. Akar stek bidara laut
lihatkan penggunaan NAA dengan konsentrasi
dihasilkan pada umur 2,5-4 bulan setelah
40, 80, 120, 160 dan 200 ppm pada stek batang
penanaman. Penambahan zat pengatur tumbuh
tumbuhan obat Graptophyllum pictum ber-
tidak berpengaruh nyata untuk mempercepat
pengaruh nyata terhadap persentase stek hidup.
keluarnya akar stek. Hal ini dapat dilihat pada
Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil
hasil analisis keragaman (Tabel 1), dimana
penelitian Rusmayasari (2006) yang menyata-
perlakuan zat pengatur tumbuh (ZPT) tidak
kan persentase hidup stek pucuk Shorea
berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Hasil
selanica dengan penggunaan NAA 100 ppm
analisis keragaman juga menunjukkan bahwa
lebih baik dibandingkan IBA 100 ppm, NAA +
perlakuan ZPT tidak berpengaruh nyata
IBA (50:50 ppm), air kelapa 100% dan kontrol.
terhadap persen bertunas dan jumlah tunas.
Hasil penelitian yang tidak berbeda nyata
Nilai rata-rata stek bidara laut tidak berbeda
ini kemungkinan dikarenakan bahan stek
nyata dengan adanya perlakuan zat pengatur
memiliki tingkat juvenilitas yang sama sehingga
Tabel (Table) 1.
Hasil analisis keragaman pengaruh perlakuan zat pengatur tumbuh terhadap persen bertunas, jumlah tunas dan panjang akar stek Bidara Laut umur 4 bulan (The variation analysis result of the effect of plant growth regulator on percentage of shooted, shoot number and lenght of root of Strychnos ligustrina cuttings at 4 months old) Persen bertunas Sumber keragaman Jumlah tunas Panjang akar (Percentage of (Source of variation) (Shoot number) (Lenght of root) shooted) Zat Pengatur Tumbuh 0,511tn 1,167tn 0,545tn (Plant growth regulator)
Keterangan (Remark): tn = tidak nyata pada taraf uji 0,05 (not significantly at 0.05 level)
28
46,67a
PENGARUH BEBERAPA JENIS ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG BIDARA LAUT (Strychnos ligustrina Bl) Anita Apriliani Dwi Rahayu dan Septiantina Dyah Riendriasari
35,00 30,00
26,67a
40,00
33,33a
36,67a
45,00
33,33a
50,00
Kontrol/tanpa ZPT (Control/without PGR) NAA 100 ppm
25,00 20,00
6,00a
NAA + IBA (50:50 ppm) 4,50a
1,50a
1,56a
1,64a
5,00
1,33a
2,22a
10,00
1,12a
15,00
3,50a
9,00a
IBA 100 ppm
Air kelapa (Coconut water) 100%
0,00
Persen bertunas (Percentage of shooted)
Jumlah tunas (Shoot number)
Panjang akar (Lenght of root)
Parameter yang diamati (Parameters that was observed)
Gambar (Figure) 1. Rata-rata persen bertunas, jumlah tunas dan panjang akar stek Bidara Laut umur 4 bulan (Mean of percentage of shooted, shoot number and lenght of root Strychnos ligustrina cuttings at 4 months old)
kemungkinan tunas-tunas tersebut mempunyai
meningkatkan jumlah tunas stek. Penggunaan
cadangan makanan, kandungan air dan hormon
hormon seperti NAA, IBA dan air kelapa
yang cenderung sama sehingga menghasilkan
seharusnya membantu pertumbuhan tunas lebih
persentase keberhasilan stek, jumlah akar,
cepat, seperti hasil penelitian Antwi-Boasiako
panjang akar dan berat basah stek pucuk yang
& Enninful (2011) yang menunjukkan bahwa
tidak berbeda nyata (Ismail et al. 2008).
hormon NAA secara signifikan mempengaruhi
Meskipun pemberian ZPT tidak ber-
pertumbuhan tunas dan memacu tunas pendek
pengaruh nyata, persen hidup stek dengan
dengan banyak daun. Air kelapa mengandung
perlakuan ZPT berupa air kelapa (46,67%)
sitokinin yang berfungsi untuk memacu
cenderung lebih baik dibandingkan persen
pembelahan sel pada primordia daun yang
hidup stek tanpa perlakuan ZPT (26,67%).
mendukung bertambahnya jumlah daun
Jumlah tunas pada stek yang tidak diberi
(Wulandari et al. 2013). Hasil penelitian
ZPT tidak berbeda nyata dengan stek yang diberi
Gomathinayagam & Arunprasath (2015) juga
perlakuan ZPT. Jumlah tunas pada semua
menunjukkan bahwa kombinasi NAA dan IBA
perlakuan ZPT justru cenderung lebih rendah
meningkatkan pembentukan daun.
dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukkan
Hasil analisis keragaman terhadap panjang
bahwa pemberian ZPT belum efektif
akar stek juga menunjukkan bahwa pemberian 29
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 25-31 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
ZPT tidak berpengaruh nyata. Hasil ini sejalan
Hasil persen hidup, jumlah tunas dan
dengan hasil penelitian (Arimarsetiowati &
panjang akar yang tidak terpengaruh nyata
Ardiyani, 2012) yang menunjukkan bahwa
terhadap perlakuan ZPT yang diaplikasikan
penambahan tiga jenis auksin (IBA, NAA dan
pada penelitian ini menunjukkan bahwa
IAA) serta kombinasinya pada eksplan kopi
perbanyakan bidara laut dengan menggunakan
Arabika tidak memberikan respon yang berbeda
stek batang dapat dilakukan tanpa penambahan
nyata terhadap panjang akar.
ZPT.
Tidak berpengaruh nyatanya perlakuan ZPT terhadap parameter panjang akar kemungkinan disebabkan tidak tepatnya konsentrasi yang diberikan. Adman dan Noorcahyati (2011) mengatakan bahwa konsentrasi ZPT terlalu tinggi dapat menghambat pembentukan akar, sedangkan konsentrasi yang terlalu rendah tidak efektif merangsang pembentukan akar
IV. KESIMPULAN Perlakuan beberapa jenis zat pengatur tumbuh NAA 100 ppm, IBA 100 ppm, campuran NAA dan IBA (50:50 ppm), dan air kelapa 100% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tunas dan akar stek batang bidara laut umur 4 bulan setelah tanam.
(Hasanah & Setiari, 2007). Hormon tumbuh dalam jumlah tertentu (optimal) akan aktif
UCAPAN TERIMAKASIH
mengatur reaksi-reaksi metabolik penting dan salah satunya untuk memacu pertumbuhan akar (Sudomo et al. 2013).
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Putu Yase yang telah membantu
Pemberian ZPT dengan konsentrasi yang
pengambilan bahan stek di Taman Nasional Bali
tepat akan memacu pertumbuhan akar, seperti
Barat dan Bapak Mansyur sebagai teknisi
hasil penelitian Rusmayasari (2006) yang
penelitian yang telah membantu pengamatan
menunjukkan bahwa pemberian NAA 100 ppm
dan pengumpulan data penelitian.
dan air kelapa 100% dapat meningkatkan jumlah akar dan panjang akar stek pucuk Shorea selanica. IBA juga dapat merangsang dan membantu sel kalus (yang dihasilkan dari bagian batang yang terpotong) untuk berdiferensiasi membentuk akar (Wulandari et al., 2013). Kombinasi antara NAA dan IBA juga menunjukkan perakaran stek yang lebih baik daripada penggunaan ZPT secara tunggal (Xiaopen, 1999). 30
DAFTAR PUSTAKA Adman, B. & Noorcahyati. (2011). Ujicoba perbanyakan Gemor melalui stek Batang. Prosiding Workshop: Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman 2010, (pp 433-436). Antwi-Boasiako, C. & Enninful, R. (2011). Effects of growth medium, a hormone, and stem cutting maturity and length on sprouting in Moringa oleifera Lam. Journal of Holticutural Science and Biotechnology, 86(6): 619-625. Arimarsetiowati, R. & Ardiyani, F. (2012). Pengaruh penambahan auxin terhadap pertunasan dan perakaran kopi arabika perbanyakan somatik
PENGARUH BEBERAPA JENIS ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN STEK BATANG BIDARA LAUT (Strychnos ligustrina Bl) Anita Apriliani Dwi Rahayu dan Septiantina Dyah Riendriasari
embriogenesis. Pelita Perkebunan, Jurnal Penelitian Kopi dan Kakao, 28(2): 82-90. Gomathinayagam, M. & Arunprasath, A. (2015). Growth performance of Ceriops decandra Propagule as influence by PGR-A conservation effort. Journal of Plant Stress Physiology, 1(1): 1-6. Hasanah, N. F. & Setiari, N. (2007). Pembentukan akar pada stek batang nilam (Pogostemon cablin Benth.) Setelah Direndam IBA (Indol Butyric Acid) pada konsentrasi berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi, (pp. 1-6). Ilmu Biologi. (2010). Belajar Biologi. Diunggah dari:http://ilmubiologi-belajarbiologi. blogspot .com/2010/02/zat-pengatur-tumbuh-zpt.html. Ismail, B., Herawan, T. & Putri, A. (2008). Pengaruh umur tanaman induk dan letak tunas terhadap pertumbuhan akar stek pucuk jati. Wana Benih, 9(2): 1-8. Kustina, T. (2000). Pengaruh konsentrasi hormon NAA dan IBA terhadap pertumbuhan stek batang tumbuhan obat daun wungu (Graptophyllum pictum Griff.). Skripsi tidak diterbitkan, Bogor: Institut Pertanian Bogor. Abstrak. Nandini, R. & Agustarini, R. (2011). Teknik budidaya tanaman bidaralLaut (Strychnos lucida R.Br) secara generatif. Prosiding Workshop: Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman 2010, (pp. 359-358). Ott, R.L. & M. Longnecker. (2015). An introduction to statistical methods and data analysis. (Seventh Edition). USA: Cengage Learning. Putri, K. P., Djaman, D. F., & Pramono, A. A. (2006). Teknik perbanyakan vegetatif dalam pengadaan benih bermutu untuk beberapa jenis tanaman hutan. Prosiding Seminar Nasional Silvikultur II, (pp. 59-67).
Rahayu, A. A. D. & Wahyuni, R. (2014). Pengaruh media tanam organik terhadap pertumbuhan stek batang bidara laut (Strychnos lucida R Brown). Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian, ( pp. 615-619). Rusmayasari. (2006). Pengaruh pemberian IBA, NAA dan air kelapa terhadap pertumbuhan stek pucuk meranti bapa (Shorea selanica BL). Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Siregar, N. & Danu. (2006). Prospek teknologi perbanyakan vegetatif dalam rangka pengadaan benih bermutu. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian, (pp. 51-57). Sudomo, A., Rohandi, A., & Mindawati, N. (2013). Penggunaan zat pengatur tumbuh Rootone-F pada stek pucuk Manglid (Manglietia glauca Bl). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, pp. 5763. Wahyuni, N. (2014). Etnobotani bidara laut (Strychnos ligustrina Blume syn. S. lucida R. Br) di NTB dan Bali. Dalam O. Setiawan, N. Wahyuni, W. Susila, A. Rahayu, & T. Rostiwati, Bidara Laut (Strychnos ligustrina Blume) syn. S. lucida R. Br: Sumber bahan obat potensial di Nusa Tenggara Barat dan Bali, (pp. 13-22). Wulandari, R. C., Linda, R., & Mukarlina. (2013). Pertumbuhan stek melati putih (Jasminum sambac (L) W. Ait dengan pemberian air kelapa dan IBA. Jurnal Protobiont, (pp. 39-43). Xiaopen, Y. 1999. The effect study of rooting on Bougainvillea glabra's cutting treated by plant growth regulator. Journal of Shanxi Agricultural University (Natural Science Edition), 3: 13.
31
PENENTUAN DAYA SIMPAN BENIH SUREN (Toona sureni Merr.) DI ALAM MELALUI PENYIMPANAN SOIL SEED BANK Nurhasybi dan Dede J. Sudrajat
PENENTUAN DAYA SIMPAN BENIH SUREN (Toona sureni Merr.) DI ALAM MELALUI PENYIMPANAN SOIL SEED BANK Determination of Seed Storability of Suren (Toona sureni Merr.) in Natural Through Soil Seed Bank Storage Nurhasybi dan/and Dede Jajat Sudrajat Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia e-mail:
[email protected] Naskah masuk: 27 Mei 2016; Naskah direvisi: 29 Juli 2016; Naskah diterima: 22 Agustus 2016 ABSTRACT In natural condition, land and forest will rehabilitated itself through the seed buried in the soil, that will grow when its dormancy is broken. Light and temperature fluctuation could overcome seed dormancy of pioneer species, and drought process before the rainy season could also break the seed dormancy of suren (Toona sureni Merr.) seed. The research was designed using completely randomized design with factors involved were site (a1. Under the stand, a2. Open area), containers (b1. aluminium foil, b2. Plastic ware, b3. Cotton cloth, b4. Wire netting) and (c) storage time period (c1. 0, c2. 2, c3. 4, c4. 6, c5. 8, c6. 10 weeks). The parameters to be observed were seed moisture content and germination percentage. The results of this research are the suren seed need the lower permeable container because the seed coat has high flexibility that will affect the moisture get into and out of the seed. The fluctuation of moisture content was relatively high that can move from 8 – 10% in the beginning to be 38 – 40%, that effect negatively such as dead seed and other physical destructions. The suren seed can be survive for 4 weeks with germination percentage of 46% in the soil seed bank. The seed storage within more than 2 weeks, the seed generally will have much deterioration as much as 20%.
Keywords: dormancy, land and forest rehabilitation, soil seed bank, storability, suren ABSTRAK Kondisi di alam memperlihatkan hutan dan lahan memperbaiki dirinya melalui benih yang tersimpan di dalam tanah, yang akan tumbuh apabila dormansinya terpatahkan. Fluktuasi cahaya dan temperatur dapat mematahkan dormansi benih jenis-jenis pionir, dan proses kekeringan sebelum datang musim hujan juga dapat memecahkan dormansinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi alami yang mampu mempertahankan viabilitas benih suren (Toona sureni Merr.). Rancangan percobaan untuk pelaksanaan penelitian berupa rancangan acak lengkap pola faktorial meliputi faktor: (a) tapak (a1. di bawah tegakan dan a2. di tempat terbuka), (b) wadah simpan/ kemasan benih (b1. aluminium foil, b2. toples, b3. kain blacu, b4. kawat kasa) dan (c) Periode simpan (c1. 0, c2. 2, c3. 4, c4. 6, c5. 8, c6. 10 minggu). Parameter yang diamati adalah kadar air dan daya berkecambah. Hasil penelitian menunjukkan benih suren memerlukan wadah simpan yang tidak terlalu permeabel karena fleksibilitas yang tinggi dari kulit benihnya menyebabkan keluar masuknya uap air cukup tinggi dan mempengaruhi kadar air benihnya. Fluktuasi kadar air benih suren sangat tinggi hingga dapat bergerak dari kadar air awal 8 – 10% menjadi 38 – 40%, yang dapat berpengaruh negatif berupa kematian dan kerusakan fisik lainnya. Benih suren dapat bertahan selama 4 minggu (daya berkecambah 46%) dalam penyimpanan di tanah. Penyimpanan setelah melalui periode 2 minggu umumnya viabilitas benih mengalami penurunan sangat besar hingga mencapai 20%.
Kata kunci: daya simpan, dormansi, rehabilitasi hutan dan lahan, soil seed bank, suren
© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://dx.doi.org/10.20886/jpth.2016.4.1. 33-41
33
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 33-41 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
I. PENDAHULUAN Pentingnya mengedepankan perbaikan hutan dan lahan dengan cara-cara alami merupakan suatu keharusan ditengah meningkatnya luas lahan kritis di Indonesia yang mengkhawatirkan dan diperkirakan hingga tahun 2009 mencapai 30 juta hektar (Tempo, 2009) dengan laju degradasi 1-2 juta hektar per tahun (DPTH, 2004). Besarnya jumlah dana yang diperlukan untuk merehabilitasi kerusakan hutan dan lahan tergambar dari kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Departemen Kehutanan khususnya program GNRHL (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) di wilayah DAS di Jawa dan luar Jawa dengan target seluas 3 juta hektar.
Biaya yang diperlukan setiap tahun
untuk menunjang program ini sangat besar dengan proyeksi pembiayaan untuk pengadaan bibit, penanaman dan pemeliharaan. Sebagai langkah yang bersifat melengkapi atau sebagai alternatif, pemberdayaan benih-benih yang terdapat di bawah tegakan dan di lahan, dapat dijadikan sebagai suatu upaya yang bersifat rekayasa proses regenerasi yang akan dapat mengurangi beban biaya rehabilitasi tersebut, terutama untuk daerah terpencil (remote area) yang menyulitkan dalam penanaman dan pemeliharaan tanaman. Jenis tanaman hutan yang potensial umumnya pionir dengan benih orthodok dan dormansi yang akan mulai berkecambah setelah terjadi stimulasi oleh cahaya atau fluktuasi suhu seperti contoh beberapa genus Paraserianthes , Albizia ,
34
Calliandra, Acacia, Eucalyptus dan lain-lain. Jenis Acacia tertentu seperti A. suaveolens di Australia dan A. saligna di Afrika Selatan dapat bertahan di dalam tanah selama beberapa tahun (Schmidt, 2000). Potensi sangat besar juga terdapat pada Anthocephalus cadamba , Duabanga moluccana dan Octomeles sumatrana pada pembukaan hutan hujan tropis di Kalimantan dan Sumatera. Jenis-jenis ini merupakan jenis pionir yang potensial untuk kayu konstruksi dan kertas (Laurila, 1995). Jenis-jenis tersebut walaupun hidup pada kondisi tempat tumbuh yang berbeda tetapi menunjukkan kecenderungan yang sama setelah dormansinya terpatahkan akan tumbuh jika kondisi lingkungan memungkinkan. Jenis-jenis lain yang dapat dikembangkan tergantung kondisi tempat tumbuh di mana populasi awal akan dibentuk dan diharapkan dengan kondisi lingkungan dan karakter morfologi tertentu diharapkan benih tersebar ke daerah yang lebih luas. Suren (Toona sureni Merr.) dengan karakter morfologi benih yang bersayap dan ringan memungkinkan menyebar dari populasi awal ke daerah yang lebih luas dengan bantuan angin (Khurana and Singh, 2001). Untuk mengetahui viabilitas benih di bawah tegakan dan lahan, diperlukan penelitian penyimpanan benih dengan sistem soil seed bank. Metoda penyimpanan ini telah dikembangkan di Mississippi, Amerika Serikat (Nurhasybi, 2000). Dari penelitian ini ingin
PENENTUAN DAYA SIMPAN BENIH SUREN (Toona sureni Merr.) DI ALAM MELALUI PENYIMPANAN SOIL SEED BANK Nurhasybi dan Dede J. Sudrajat
diketahui kondisi simpan yang optimal untuk
Bogor.
Kondisi tanah cukup subur dengan
mempertahankan viabilitas benih dan lamanya
kisaran pH 4,0-5,7, C organic 1,1-1,6%, N 0,09-
benih jenis suren (Toona sureni Merr.) mampu
0,14%, P 1,5-22,2 ppm dan Ca 3,5-14,6 me/100
disimpan sebelum tumbuh atau mengalami
gram, dan Fe 3-9 ppm (BPT, 2005).
kematian. Metoda ini merupakan suatu teknik
Kondisi rata-rata iklim mikro di kebun
yang meniru kondisi di alam dalam memulihkan
percobaan Nagrak diukur pada waktu pagi,
diri dari kerusakan dan informasi ini dapat
siang dan sore hari, untuk mengetahui gambaran
dipergunakan untuk kegiatan penaburan benih
temperatur, kelembaban dan cahaya (Tabel 1).
secara langsung (direct seeding).
Curah hujan rata-rata bulanan (mm) kota Bogor
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah
berdasarkan pengukuran stasiun klimatologi
untuk mengetahui kondisi alami yang mampu
Kebun Raya Bogor selama 5 tahun (2000-2004)
mempertahankan viabilitas benih jenis pionir
(Sudrajat, 2005), dicantumkan pada Gambar 2.
sesuai dengan karakteristik benih. Sasaran yang hendak dicapai adalah diketahuinya informasi
B. Bahan dan Alat
daya simpan benih jenis suren (Toona sureni
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian
Merr.) di alam (bawah tegakan hutan dan
ini adalah benih suren (Toona sureni Merr.).
terbuka) pada kondisi mikro.
Untuk pengujian daya berkecambah dan penyimpanan digunakan germinator, oven, termohigrometer, luxmeter, media kertas
II. BAHAN DAN METODE
merang, aluminium foil, toples, kain blacu,
A. Lokasi Penelitian Lokasi pengumpulan benih suren adalah di
plastik dan lain-lain.
hutan rakyat di Sumedang, Jawa Barat. Pengujian mutu benih dilaksanakan di laboratorium Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BPTPTH) di Bogor. Penelitian lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan Nagrak, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, yang berjarak kurang lebih 10 km dari Tabel (Table) 1.
C. Prosedur Kerja Pengujian perkecambahan benih suren menggunakan 4 ulangan @ 100 butir dan penentuan kadar air benih menggunakan 3 ulangan @ 15 butir. Pengujian perkecambahan menggunakan media kertas merang dengan
Kondisi Rata-rata Iklim Mikro Tapak Penelitian di Kebun Percobaan Nagrak (The average of micro climate condition in research site of Nagrak station) Tapak (Site)
Tempat terbuka (Open area) Dibawah tegakan (Under the tree stand)
Suhu (Temperature) (ºC) 30,3 20,6
Kelembaban (Relative humidity) (%) 80,3 80,8
Cahaya (Light) (lux) 13500 9500
35
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 33-41 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
metoda uji di atas kertas (UDK) di germinator
kawat kasa) dan (c) Periode simpan (c1. 0, c2. 2,
dan di rumah kaca. Penentuan kadar air benih
c3. 4, c4. 6, c5. 8, c6. 10 minggu). Parameter
menggunakan 2 ulangan @ 0,2 gram. Wadah
yang diamati adalah kadar air dan daya
berisi benih suren disimpan dalam tanah
berkecambah.
berbentuk lobang segi empat (Gambar 1). III. HASIL DAN PEMBAHASAN D. Analisis Data
A. Hasil Penelitian
Rancangan percobaan berupa rancangan acak lengkap pola faktorial meliputi faktor: (a)
1. Kadar Air dan Daya Berkecambah benih suren (Toona sureni Merr.)
tapak (a1. di bawah tegakan dan a2. di tempat
Rata-rata kadar air dan daya berkecambah
terbuka), (b) wadah simpan benih (b1.
awal benih suren yang digunakan dicantumkan
aluminium foil, b2. toples, b3. kain blacu, b4.
pada Tabel 2 dan analisis sidik ragam pengaruh
Gambar (Figure) 1. Penyimpanan benih dalam lubang persegi empat (30 cm x 30 cm x 30 cm) dan penempatan benih dalam lubang kemudian ditutup kawat kasa (Seed storage in the hole of rectangular (30 cms x 30 cms x 30 cms) and the seed was put in the hole covered by wire netting) Curah hujan rata-rata bulanan (mm) 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Desember
Oktober
Nopember
September
Juli
Agustus
Mei
Juni
April
Maret
Januari
Februari
Curah hujan rata-rata bulanan (mm)
Gambar (Figure) 2. Deskripsi curah hujan bulanan (mm) kota Bogor dan sekitarnya (Month rainfall (mms) description of Bogor city and it surroundings) 36
PENENTUAN DAYA SIMPAN BENIH SUREN (Toona sureni Merr.) DI ALAM MELALUI PENYIMPANAN SOIL SEED BANK Nurhasybi dan Dede J. Sudrajat
Tabel (Table) 2. Rata-rata kadar air dan daya berkecambah awal benih suren (The average of initial moisture content and germination percentage of suren) Jenis (Species) Suren
Kadar air (Moisture content) (%) 10,04
Daya berkecambah (Germination percentage) (%) 76
Kadar air benih suren yang tertinggi (38%) dan berbeda dengan kombinasi interaksi faktor lain ditemukan pada penyimpanan di bawah tegakan dengan wadah toples selama 6 minggu, demikian pula di tempat terbuka dengan kawat kasa selama 2 minggu dan di bawah tegakan dengan aluminium foil selama 8 minggu.
perlakuan terhadap parameter kadar air dan daya berkecambah benih suren dicantumkan pada
b. Daya berkecambah benih suren Analisa sidik ragam terhadap daya
Tabel 3.
berkecambah benih suren menunjukkan
a. Kadar air benih suren Analisa sidik ragam terhadap kadar air benih suren menunjukkan interaksi antara faktor kondisi tapak, wadah simpan dan periode simpan, berpengaruh sangat nyata terhadap
interaksi antara faktor kondisi tapak, wadah simpan dan periode simpan, berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap daya berkecambah benihnya. Untuk melihat faktor yang menye-
kadar air benihnya. Untuk melihat faktor yang
babkan perbedaan dilakukan uji beda jarak
menyebabkan perbedaan dilakukan uji beda
Duncan (Tabel 5).
jarak Duncan (Tabel 4 dan Tabel 5). Tabel (Table) 3.
Analisis sidik ragam berbagai perlakuan pada penelitian soil seed bank untuk parameter kadar air benih dan daya berkecambah benih suren (The variance analysis of several treatments for soil seed bank research on moisture content and germination percentage of suren seed)
No.
Parameter (Parameters)
1.
Kadar air benih (Moisture content)
2.
Daya berkecambah (Germination percentage)
Perlakuan (Treatments) Kondisi tapak (Site condition) (A) Wadah simpan (Containers) (B) Interaksi (Interactions) A*B Periode simpan (Storage periods) (C) Interaksi (Interactions) A*C Interaksi (Interactions) B*C Interaksi (Interactions) A*B*C Kondisi tapak (Site condition) (A) Wadah simpan (Containers) (B) Interaksi (Interactions) A*B Periode simpan (Storage periods) (C) Interaksi (Interactions) A*C Interaksi (Interactions) B*C Interaksi (Interactions) A*B*C
Nilai F-hit (F-calcaculation value) 341,09 ** 2093,79 ** 58,73 ** 2751,42 ** 432,75 ** 1310,47 ** 266,89 ** 6,51 * 21,12 ** 1,65 ns 783,01 ** 6,52 ** 12,78 ** 1,76 *
Keterangan (Remarks): ns = tidak berpengaruh nyata (not significant at 95 % confidence level) ** = berpengaruh sangat nyata (99%) (significant at 99 % confidence level) * = berpengaruh nyata (95%) (significant at 95 % confidence level)
37
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 33-41 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Tabel (Table) 4. Uji Duncan pengaruh interaksi kondisi tapak (A), wadah simpan (B) dan periode simpan (C) terhadap kadar air benih (%) suren (Duncan test on the interaction of the effect of sites (A), containers (B) and storage periods (C) on the moisture content parameter) Interaksi faktor (Interactions among factors) A x B x C A1B2C4 A2B4C2 A1B1C5 A2B2C5 A1B4C2 A1B2C5 A1B2C6 A1B3C3 A2B3C2 A2B1C2 A2B2C2 A1B3C2 A2B2C4 A2B1C5 A1B3C4
Kadar air benih suren (Moisture content of suren seed) (%) 38,80 A 38,44 A 38,37 A 34,50 B 33,75 B 28,23 C 28,23 C 28,05 C 27,82 C 24,95 D 24,05 D 21,03 E 17,04 F 16,78 FG 16,57 FG
Catatan (Notes): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata secara statistik pada tingkat kepercayaan 99%) (Values followed by the same letter are not significantly different at 99% confidence level)
Daya berkecambah tertinggi (73%) benih
Tabel (Table) 5. Uji Duncan pengaruh interaksi kondisi tapak (A), wadah simpan (B) dan periode simpan (C) terhadap daya berkecambah (%) suren (Duncan test on the interaction of the effect of sites (A), containers (B) and storage periods (C) on germination percentage parameter) Interaksi faktor (Interactions among factors) A x B x C A1B1C1 A2B4C1 A2B3C1 A2B2C1 A2B1C1 A1B4C1 A1B3C1 A1B2C1 A2B2C2 A1B2C2 A2B1C2 A2B3C2 A1B3C2 A1B1C2 A1B1C3
Daya berkecambah benih suren (percentage of suren seed) (%) 78,00 A 78,00 A 78,00 A 78,00 A 78,00 A 78,00 A 78,00 A 78,00 A 73,33 A 58,00 B 56,00 BC 53,33 BCD 48,67 BCD 48,00 CD 46,67 CD
Catatan (Notes): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata secara statistik pada tingkat kepercayaan 99% (Values followed by the same letter are not significantly different at 99% confidence level)
suren setelah disimpan selama 2 minggu di
semakin lamanya disimpan, sehingga daya
tempat terbuka dalam toples. Benih suren
berkecambahnya menurun.
setelah disimpan selama 2 minggu cenderung
Wadah simpan berupa toples cukup
mengalami penurunan daya berkecambah tetapi
menimbulkan kelembaban yang sangat tinggi di
kadar air cenderung meningkat karena kulit
dalam wadah dan benih terekspose kandungan
benih tipis dan dengan bertambahnya waktu
uap air tinggi yang akan mudah menaikkan
semakin lunak dan permeabilitasnya menjadi
kadar air demikian juga dengan kain blacu dan
tinggi untuk menyerap uap air sehingga
kawat kasa. Ketatnya wadah simpan toples juga
kandungan air dalam benih menjadi meningkat.
akan mampu menjaga kondisi benih di dalam
Sebaliknya benih mengalami kerusakan dengan
stabil sehingga daya berkecambah tidak terlalu
38
PENENTUAN DAYA SIMPAN BENIH SUREN (Toona sureni Merr.) DI ALAM MELALUI PENYIMPANAN SOIL SEED BANK Nurhasybi dan Dede J. Sudrajat
berfluktuasi.
Wadah simpan lain seperti
rekalsitran jika benihnya depat mengalami
aluminum foil hanya terpengaruh sedikit ketika
penurunan viabilitas dan benih kategori ini
air tanah sangat jenuh sesaat kemudian uap air
dapat bertahan dalam penyimpanan selama 5–6
cenderung jauh menurun, demikian juga kain
bulan. Kondisi ini memperlihatkan keberlang-
blacu dan kawat kasa. Kerusakan fisik yang
sungan kehidupan populasi suren di alam
mungkin terjadi karena serangan serangga dan
setelah benihnya terlepas dari buah (seed
kejenuhan air tanah lebih mudah terjadi pada
dispersal). Data perkecambahan menunjukkan
penyimpanan dalam kawat kasa. Penyimpanan
benih suren yang tumbuh sangat sedikit sekali
di tempat terbuka cenderung cepat sekali terjadi
dibanding benih yang terlepas dari buahnya dan
penurunan karena proses pengeringan oleh sinar
menyebar di atas tanah. Sehingga benih yang
matahari secara langsung, sedangkan di bawah
tumbuh dari regenerasi alami sudah merupakan
tegakan hanya sebagian cahaya matahari yang
benih yang melewati proses stress dan adaptasi
masuk ke bagian bawah tegakan sehingga
lingkungan yang panjang. Benih suren
terbentuk kelembaban yang lebih tinggi.
mendekati kondisi seperti benih Duabanga
Data yang diperoleh menunjukkan secara
moluccana sama seperti jenis pionir lainnya di
keseluruhan benih suren hanya mampu bertahan
hutan sekunder seperti Anthocephalus cadamba
selama 4 minggu dalam penyimpanan dalam
dan Octomeles sumatrana memerlukan
tanah (soil seed bank) dan hanya ditemukan 1
fluktuasi cahaya untuk tumbuh dan berkembang
kecambah atau daya berkecambah 1% pada 6
di alam (Lauridsen, 2000).
minggu penyimpanan.
Penyimpanan benih tanaman hutan dalam sistem soil seed bank merupakan kegiatan yang
B. Pembahasan Benih suren secara keseluruhan tidak
saling melengkapi dengan direct seeding, sebagai bentuk kegiatan penelitian seed
mampu bertahan lebih dari 4 minggu, walaupun
ecology.
masih ditemukan kecambah hingga minggu ke 6
bersayap dan berkulit tipis dalam penelitian
tetapi sangat tidak berarti. Pertumbuhan secara
penyimpanan ini terlihat dengan fleksibilitas
alami suren di alam mungkin terjadi ketika
kulit benihnya yang memungkinkan pertukaran
jumlah benih sangat banyak jatuh ke atas tanah
uap air sangat mempengaruhi kandungan air
pada bulan April–Mei dan tertutup serasah,
dalam benih yang terlihat dari meningkatnya
sebagian besar melewati perjalanan panjang
kadar air dari nilai kadar air awal (8-10%)
dalam proses kelembaban malam dan ke-
menjadi fluktuatif dan dapat mencapai
keringan di siang hari sampai musim hujan tiba.
puncaknya (38-0%) pada wadah toples di bawah
Benih suren dengan kadar air awal 8-10%
tegakan selama 6-8 minggu penyimpanan.
merupakan benih yang tergolong semi
Kadar air puncak ini menyebabkan kerusakan
Morfologi benih suren yang kecil,
39
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 33-41 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
yang terjadi pada benih suren juga cukup besar
cadangan benih yang besar di tanah seperti yang
seperti kematian karena proses pembusukan dan
terjadi pada Acacia suavolens di Australia
serangan jamur.
(Schmidt, 2000).
Daya berkecambah cukup
tinggi hanya terlihat pada periode awal untuk
Faktor yang menyebabkan penurunan
wadap toples setelah itu mengalami kemuduran
viabilitas kadang-kadang tidak berhubungan
dan kematian. Kecenderungan yang sama juga
dengan menurunnya kadar air benih. Benih
terjadi ketika keluar masuknya air cukup besar
suren diduga memiliki kecenderungan di mana
peluangnya pada wadah kain blacu dan kawat
tidak ada keterkaitan antara penurunan kadar air
kasa.
dengan kemunduran viabilitas benih seperti
Bentuk-bentuk pemecahan dormansi di
pada benih meranti merah (Shorea leprosula)
alam sangat beragam dan ini juga terlihat pada
(Nurhasybi et al., 2007) dan benih dipterocar-
benih Macaranga sp. yang ternyata bukan
paceae lainnya tidak hanya terkait dengan kadar
hanya disebabkan oleh penghalang (barrier)
air semata tetapi juga proses biokimia
kulit benih saja tetapi diduga kondisi fisiologi
(Tompsett, 1998). Pada batas berapa minimal
benih untuk tumbuh memerlukan kondisi
dan maksimal kadar air benih di alam yang
khusus. Beberapa benih memerlukan proses
menyebabkan benih mampu bertahan dan
pematangan embryo dahulu sebelum tumbuh
tumbuh di musim hujan masih belum ditemukan
dengan baik seperti Gmelina arborea, Tectona
jawabannya.
grandis dan Styrax benzoin. Menurut Priestley
Kemampuan pertumbuhan benih di alam
(1986), benih yang tetap dapat mempertahankan
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
kemampuan simpannya di tanah untuk waktu
Beberapa faktor yang mempengaruhi viabilitas
yang lama dalam suatu kondisi yang memung-
benih di dalam tanah diantaranya, cahaya,
kinkan terjadinya penyerapan uap air (imbibisi)
temperatur dan air (Bewley and Black, 1994).
disebabkan oleh dormansi yang masih dimiliki
Fluktuasi yang besar yang terjadi pada
oleh benih tersebut, yang secara prinsip
penyimpanan benih suren di tanah juga
disebabkan baik oleh faktor eksternal
diakibatkan oleh kombinasi interaksi cahaya,
(exogenous) ataupun internal (endogenous).
temperatur dan air.
Dormansi endogenous umumnya ditemukan
kematian benih juga dapat diakibatkan oleh
pada benih yang baru mengalami kemasakan.
predator seperti semut, rayap dan binatang
Benih yang berkulit keras seperti Acacia sp. dari
lainnya.
Tetapi kerusakan dan
species yang berbeda, ternyata memiliki
Daya berkecambah benih suren setelah 2
elastisitas dan kekuatan yang berbeda. Secara
minggu penyimpanan memiliki daya berkecam-
umum benih berkulit tebal lebih bertahan dalam
bah bervariasi 50-70% tetapi pada minggu ke 4
penyimpanan di lapangan dan membentuk
mengalami terus penurunan di bawah 50%.
40
PENENTUAN DAYA SIMPAN BENIH SUREN (Toona sureni Merr.) DI ALAM MELALUI PENYIMPANAN SOIL SEED BANK Nurhasybi dan Dede J. Sudrajat
Tingkat kemasakan benih sangat mempengaruhi proses penurunan viabilitas benih, yang mencerminkan kondisi vigor benih. IV. KESIMPULAN Benih suren dapat bertahan selama 4 minggu (daya berkecambah 46%) dalam penyimpanan di tanah. Penyimpanan setelah melalui periode 2 minggu umumnya viabilitas benih mengalami penurunan sangat besar hingga mencapai 20%. Benih jenis ini memerlukan wadah simpan yang tidak terlalu permeabel karena fleksibilitas yang tinggi dari kulit benihnya menyebabkan keluar masuknya uap air cukup tinggi dan mempengaruhi kadar air benihnya. Fluktuasi kadar air benih suren sangat tinggi, dari kadar air awal 8–10% bisa menjadi 38–40%. Tingginya fluktuasi kadar air benih tersebut dapat berpengaruh negatif berupa kematian dan kerusakan fisik benih suren. UCAPAN TERIMAKASIH Pelaksanaan penelitian ini dibiayai dari anggaran APBN Balai Litbang Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Abay dan Dwi Haryadi yang telah membantu penelitian ini di laboratorium dan lapangan. DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. (2005). Petunjuk teknis analisis kimia tanah, tanaman, air, dan pupuk. Akses tanggal 24 Oktober 2013, dari
http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumen tasi/juknis/juknis_ kimia.pdf. Bewley, J.D. & Black, M. (1994). Seeds: Physiology of development and germination. (Second edition). New York: Plenum Press. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan (DPTH). (2004). Pengadaan Benih Bermutu dalam Program Penanaman Nasional. Jakarta: Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Khurana, E. & Singh, J.S. (2001). Ecology of tree seed and seedling: Implications for tropical forest conservation and restoration. (Vol. 80, No. 6, 25 March 2001). India: Currect Science. Lauridsen, E.B. (2000). Longevity of seed. Training course in seed biology. Bogor: IFSP. Laurila, R. (1995). Wood quality and Utilization Potential of Twelve Pioneer Tree Species in Logged-over Rain Forest. IUFRO XX World Congress 8.8. Nurhasybi. (2000). Konservasi Genetik Tanaman Hutan melalui Bank Benih. Tekno Benih (Vol. V No. 1, tahun 2000). Bogor: Balai Teknologi Perbenihan. Nurhasybi, Sudrajat, D.J & Widyani, N. (2007). Pengaruh pengeringan dan kondisi penyimpanan terhadap daya berkecambah benih meranti merah (Shorea leprosula). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman (Vol. 4 Suplemen No. 1, Desember Tahun 2007). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Priestley, D.A. (1986). Seed Aging: Implications for seed storage and persistence in the soil. Ithaca and London: Comstock Publishing Associates. Schmidt, L. (2000). Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Terj. Jakarta: Ditjen RLPS. Sudrajat, D.J. (2005). Identifikasi perubahan penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap limpasan air permukaan (studi kasus kota Bogor). Thesis tidak dipublikasikan. Bandung: Program Magister pada Program studi perencanaan wilayah dan kota Institut Teknologi Bandung (ITB). Tempo. (2009, Maret). Luas Lahan Kritis di Indonesia 30 Juta Hektar. Tempo Interaktif. Tompsett, P.B. (1998). Seed physiology in Appanah, S and Turnbull, J.M. 1998. A review of Dipterocarps: taxonomy, ecology and silviculture. Bogor: Centre for International Forestry Research (CIFOR).
41
POLA PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN AKOR (Acacia auriculiformis) DI PARUNGPANJANG-BOGOR Dharmawati F Djam'an, Dida Syamsuwida, dan Aam Aminah
POLA PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN AKOR (Acacia auriculiformis) DI PARUNGPANJANG - BOGOR The Pattern of Flowering and Fruiting Development of Akor (Acacia auriculiformis) at Parungpanjang Research Forest-Bogor Dharmawati F. Djam'an, Dida Syamsuwida dan/and Aam Aminah Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia e-mail:
[email protected] Naskah masuk: 24 Juni 2014; Naskah direvisi: 25 Juli 2016; Naskah diterima: 22 Agustus 2016 ABSTRACT Akor is a woody plant that mostly used for biomass energy sources. The pattern of flowering and fruiting development of forest trees is urgently needed to guarantee the procurement of seeds for plantation programmes. The study aims to determine the development pattern of flowering and fruiting of akor (Acacia auriculiformis) at Parungpanjang Research Forest - Bogor. A number of ten samples of tree, three branches at each tree and five inflourences at each branch were observed. An observation to the development of flowering and fruiting from the raise of flower buds, flower burst until young fruits and matured fruits were carried out. The number of flowers and fruits per spike, the number of ovules per flower and seed per fruit were counted. The observation results revealed that the period of flowering and fruiting development of akor in Parungpanjang proceeded for 5-6 months oberved from the raise of flower buds until the mature of fruits. The flowering of akor did not occur simultineously on a branch within a short time (1-2 weks), therefore within a long period (2-3 months) in a tree or stand population there may have a condition of which flower buds, flower burst, young fruits and matured fruits were occured in the same time. The peak flowering occured on April-May and mature fruits on July-August. Keywords: Acacia, flowering-fruiting cycle, reproductive structure ABSTRAK Akor merupakan pohon kayu yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi biomassa. Pola pembungaan dan pembuahan tanaman akor perlu diketahui untuk menjamin ketersediaan benih pada program penanaman. Penelitian bertujuan mengetahui pola perkembangan pembungaan dan pembuahan akor (Acacia auriculiformis) pada tegakan di Parungpanjang-Bogor. Sebanyak sepuluh pohon sampel diamati, dari setiap pohon ditandai 3 cabang dan setiap cabang diamati 5 malai pembungaan. Pengamatan dilakukan terhadap perkembangan pembungaan-pembuahan mulai dari tunas bunga, bunga mekar hingga buah muda dan buah tua. Jumlah bunga dan buah per malai, jumlah ovul per bunga serta jumlah biji per buah dihitung. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pola perkembangan pembungaan dan pembuahan akor mempunyai periode yang berlangsung selama 5-6 bulan mulai dari munculnya tunas bunga, bunga mekar hingga menjadi buah muda dan buah tua. Pembungaan akor tidak serentak terjadi pada dahan dalam satu pohon dalam waktu pendek (1-2 minggu), sehingga dalam kurun waktu lama (2-3 bulan) pada satu pohon atau satu populasi tegakan terdapat bunga kuncup, bunga mekar, buah muda dan buah tua secara bersamaan. Pembungaan paling banyak terjadi pada bulan April-Mei dan buah masak pada bulan Juli-Agustus. Kata kunci: Acacia, siklus pembungaan-pembuahan, struktur reproduksi
© 2016 JPTH All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.doi: http://dx.doi.org/10.20886/jpth.2016.4.1. 43-52
43
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 43-52 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
I. PENDAHULUAN Akor (Acacia auriculiformis) adalah salah satu jenis tanaman kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi biomassa baik untuk bahan kayu bakar, arang kayu maupun pembuatan pelet. Program pengembangan jenis akor untuk sumber energi biomassa berupa penanaman hutan kayu, akan memerlukan jaminan ketersedian benih. Untuk itu mengetahui informasi keberadaan buah setiap tahun,
kung pengadaan benih. Tegakan akor di Hutan Penelitian Parungpanjang merupakan tanaman hasil uji jenis yang berasal dari berbagai provenan dan menjadi sumber koleksi benih untuk penanaman. Akan tetapi, informasi tentang pembungaan dan pembuahan serta potensi reproduksi akor pada lokasi tegakan ini belum ada, sehingga belum diketahui kapan dan berapa potensi benih akor yang dapat diperoleh dari Hutan Penelitian Parungpanjang.
maka perlu pemahaman tentang periode pembungaan sampai pembuahan. Pola pembungaan pada jenis tanaman tropis
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat Penelitian
sangat kuat dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
Bahan penelitian berupa tegakan pohon
yang menyebabkan tanaman sangat sensitif
akor (Acacia auriculiformis) sebanyak 10
terhadap perubahan iklim sekecil apapun (Ng,
pohon sampel, pengamatan dilakukan di Hutan
1977; Whitmore, 1984). Hal ini dapat terjadi
Penelitian Parungpanjang - Bogor. Alat yang
secara langsung maupun tidak langsung. Secara
digunakan termasuk teropong binokuler, alat
tidak langsung perubahan iklim yang kecil
panjat, steiger bambu, pita warna, label, alat
misalnya dapat mempengaruhi perilaku
pencatat, mikroskop makro.
polinator, sehingga penyerbukan terganggu dan akibatnya pembentukan buah atau biji ber-
B. Metode Penelitian
kurang yang menyebabkan produksi benih
1. Pengamatan Periode Perkembangan Pem-
menurun (Schmidt, 2000).
bungaan dan Pembuahan Pengamatan
Dengan demikian, pengamatan berkala
dimulai dari: munculnya tunas bunga, bunga
terhadap perkembangan pembungaan dan
mekar, bunga layu, buah muda hingga buah
pembuahan suatu jenis sangat bermanfaat untuk
masak dan jatuh. Setiap perubahan struktur
menentukan pola pembungaan yang terjadi,
pembungaan dan pembuahan diamati
sehingga produksi buah atau benih dapat
dengan mencatat waktu (tanggal dan periode
diperkirakan. Tujuan dari penelitian ini adalah
waktu yang diperlukan untuk setiap
mengetahui pola perkembangan pembungaan
perubahan), bentuk dan warna kemudian
dan pembuahan akor di Hutan Penelitian
dicatat dan didokumentasi untuk setiap
Parungpanjang - Bogor, dalam upaya mendu-
perubahannya (Owens et al. 1991).
44
POLA PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN AKOR (Acacia auriculiformis) DI PARUNGPANJANG-BOGOR Dharmawati F Djam'an, Dida Syamsuwida, dan Aam Aminah
Pengamatan fenologi akor dilakukan pada lokasi penelitian dengan memilih 10 pohon sampel, masing-masing pohon ditandai 3 cabang dan masing-masing ditandai 5 malai bunga. Pada setiap pohon tersebut dipasang tangga dari bambu serta dudukannya untuk memudahkan pengamatan. Perubahan yang terjadi dianalisis secara deskriptif pada setiap tingkat perkembangan pembungaan dan pembuahan. Jumlah bunga dan buah per malai, jumlah ovul per bunga dan jumlah biji per buah dihitung untuk menentukan potensi reproduksi akor (Owens et al. 1991). 2. Pola pembungaan dan pembuahan, diamati secara visual terhadap tegakan akor sebanyak 10 pohon dengan mencatat perkembangan setiap fase pembungaan yaitu fase kuncup bunga dan bunga mekar dan pembuahan (fase buah muda dan buah matang) pada sampel pohon.
A
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Periode Perkembangan PembungaanPembuahan Hasil pengamatan terhadap waktu yang diperlukan untuk berkembang satu fase pertumbuhan bunga ke fase berikutnya pada jenis akor dapat dilihat pada Tabel 1. Akor mempunyai tipe bunga majemuk yang terdapat dalam satu rangkaian yang disebut tipe spike (Esau, 1976) dengan panjang 5-8 cm (Gambar 1A). Biasanya berpasangan pada bagian pangkal daun. Dalam satu malai spike rata-rata terdapat 70-110 individu bunga (Tabel 2). Bunga berukuran ± 3 mm. Tipe seksual bunga akor adalah hermaprodit yaitu organ ♂ dan organ ♀ terdapat dalam satu bunga, posisi anther dan stigma sangat berdekatan (Gambar 1B), sehingga memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri (Waites and Agren, 2006). Namun demikian, menurut
B
Gambar (Figure) 1. Individu bunga akor yang menunjukkan tangkai sari [ts], anther [a] dan petal [pt] A) dan satu malai/spike terdiri dari beberapa bunga mekar [b] dan kuncup bunga [kb] B) (Individual flower stalk akor shows sari [ts], anther [a] and petal [pt] A) and one panicle/spike consists of a few flowers bloom [b] and flower buds [kb] B).) 45
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 43-52 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Tabel (Table) 1. Hasil pengamatan terhadap waktu yang diperlukan untuk berkembang dari satu fase pertumbuhan bunga ke fase berikutnya untuk jenis akor (The observation of the time required to evolve from one phase to the next phase of the growth rate for the type of akor) No
Waktu/ Time
1. Maret/March 2. Maret/March
3. April/April
4. April/April 5. April/April
Tahap perkembangan reproduksi/Reproductive development phase Tunas generatif/ Generative buds Bakal spike berkembang/ Development of spike primordia
Periode/ Periods (hari/day) 4-7
Spike berkembang, kuncup bunga membesar/ Developed spike, enhance flower shoot Individu bunga mekar/ Flower burst Bunga layu/Flowers withered
3-4
6. April/April
Buah muda kecil/Small young pods
7. Mei/May
Perkembangan buah muda/Developing young pods Buah muda besar/Big young pods
8. Juni - Juli/ June - July
9. Juli - Agustus/ July - August
Buah masak fisiologis/ Physiological mature pods
6-8
3-5 3-4
18 - 25
45 - 60
30 - 40
Keterangan/Remarks Setiap tunas generatif muncul pada ketiak daun/Occur on an axilla Tunas generatif berkembang membentuk bakal spike bentuk lonjong berbintil hijau/Developed generative bud formed an oval-green pustuled spike primordia Spike memanjang dan membesar, bintil hijau (bakal bulir bunga) semakin membulat/Spike longer and bigger, gree pustules (be an individual flower) Sebagian besar bulir bunga pada spike mekar/Mostly individual flower burst Tangkai sari yang layu dan tidak gugur mengindikasikan telah terjadi penyerbukan yang akan diikuti dengan perkembangan ovarium/The fillaments are withered but the footstalk wasn't aborted, it's indicated that the pollination was successful and followed by the development of ovary Bentuk polong masih lurus, warna hijau terang/The structure of pod was straight and light green in color Buah muda berkembang dengan bentuk lurus, warna hijau/Developing of straightyoung pods, green in color Polong berukuran lebih besar, bentuk polong melingkar, biji belum bernas, warna kulit hijau/The structure of pod was bigger, twisted shape of pods, the seeds were no pithy yet, green in color Dimensi polong relatif tidak bertambah lagi dengan ukuran 5-7 cm, bentuk polong melingkar saling menumpuk, biji bernas, warna kulit kuning kecoklatan/ The dimension of pods were relatively fixed, circular pods shape ovelapped
Sunarti et al. (2011) akor memiliki tipe
ambil organ ♂ matang dari bunga lain untuk
protandrius yaitu kematangan organ ♂ lebih
diserbukkan ke organ ♀ reseptif. Organ ♂ terdiri
dulu dibandingkan dengan kematangan organ
dari tangkai sari berjumlah banyak dengan
♀, sehingga perlu teknik yang tepat pada saat
panjang 3 mm, berwarna kuning muda dan
melakukan penyerbukan yaitu dengan meng-
kepala sari (anther) berwarna kuning pekat.
46
POLA PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN AKOR (Acacia auriculiformis) DI PARUNGPANJANG-BOGOR Dharmawati F Djam'an, Dida Syamsuwida, dan Aam Aminah
Tabel (Table) 2. Hasil rata-rata pengukuran parameter reproduksi jenis akor (A. auriculiformis) (The average yield measurement reproductive parameters akor types (A. auriculiformis)) Keberhasilan å bunga/ å buah/ å ovul/ å biji/ Reproduksi Buah/bunga Biji/Ovul spike spike bunga polong No n (Reproductive (Fruit set) (Seed set) å flower/ å fruit/ å ovul/ å seed/ Success) spike spike flower pod 1 4 110,7±5,3 6,75±0,9 34,0±8,3 4,5±2,6 0,061±0,01 0,152±0,08 0,01±0,01 2 5 71,4±6,9 4,8±1,6 28,80±5,8 3,2±0,8 0,06±0,02 0,11±0,02 0,01±0,003 3 5 86,5±8,4 5,6±1,8 31,±3,4 6,0±1,5 0,06±0,03 0,19±0,05 0,01±0,01 4 5 85,4±7,3 4,8±1,3 30,2±1,6 5,6±2,4 0,05±0,01 0,19±0,08 0,01±0,01 5 5 81,7±6,9 4,4±1,1 32,8±3,3 4,4±2,1 0,05±0,02 0,13±0,06 0,01±0,01 6 5 84,0±8,8 3,8±1,9 31,8±2,3 3,8±1,9 0,04±0,02 0,12±0,07 0,01±0,004 7 5 79,3±4,0 4,6±1,1 30,4±3,8 5,4±2,7 0,06±0,01 0,18±0,09 0,01±0,01 8 5 70,7±2,8 5,0±1,4 30,0±3,9 5,6±1,1 0,07±0,02 0,19±0,04 0,01±0,01 9 5 80,3±9,1 5,4±1,1 29,2±4,7 4±0,7 0,07±0,01 0,14±0,09 0,01±0,004 10 5 103,6±1,0 7,0±1,0 32,4±4,3 5,8±0,4 0,05±0,01 0,18±0,03 0,01±0,003 Rata-rata 85,2±29,0 5,1±1,7 31,1±9,8 4,9±1,9 0,060±0,02 0,16±0,06 0,01±0,005 Keterangan (Notes): Huruf yang sama di belakang angka pada kolom menyatakan tidak berbeda nyata pada α 0,05 (The same alphabeths following the values in a coloum are not significantly difference at α 0.05)
Organ ♀ yang terdiri dari stigma berwarna krem
bunga yang membesar dengan jumlah 70-110
yang dihubungkan dengan stilus berwarna
dan tipe pembungaan spike (Gambar 2).
kuning dan kantung embrio (ovarium) berwarna
Proses selanjutnya adalah pertumbuhan
putih kekuningan. Petal (kelopak bunga)
bakal spike bunga dengan tipe bunga majemuk.
berjumlah 5 berwarna kuning dan sepal
Bunga pada malai/spike bunga mulai terlihat
(kelopak daun) berwarna putih kekuningan.
membentuk struktur bunga membulat dengan
Proses perkembangan pembungaan dan
tangkai sari yang masih melekat (menutup) satu
pembuahan akor dimulai dari inisiasi pem-
sama lain membentuk bulatan kecil dan tertutup
bungaan, akan tetapi dalam penelitian ini hasil
oleh kelopak (petal). Perkembangan selanjut-
analisis jaringan tunas akor untuk mengetahui
nya, individu bunga mekar. Penyerbukan terjadi
waktu dan frekuensi inisiasi pembungaan belum
ditandai dengan gugurnya tangkai sari (bunga
dapat diamati. Apabila waktu terjadinya tunas
layu) dan terlihat bagian ovarium (bagian bawah
bunga diketahui, maka waktu terjadinya inisiasi
pistil/filamen dimana tangkai sari menempel)
dapat diprediksi yaitu sekitar 1-2 bulan sebelum
mulai membengkak dan berwarna hijau
tunas bunga muncul (Owens and Blake, 1985).
kecoklatan. Tabung ovarium makin lama makin
Setelah inisiasi bunga, terjadi pertumbuhan
besar, memanjang dan membentuk buah polong
tunas generatif yang keluar dari ujung ketiak
muda yang dibentuk dari satu carpel meman-
daun (axyllary) berupa bendulan kecil,
jang berwarna kecoklatan, selanjutnya menjadi
kemudian berkembang menjadi satu rangkaian
buah dewasa dengan ukuran lebih besar dan
bunga (bakal malai) yang masih menyatu dan
panjang berwarna hijau tua. Perkembangan
terus memanjang dengan individu kuncup
selanjutnya warna buah berubah menjadi coklat 47
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 43-52 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Gambar (Figure) 2. Rangkaian (malai/spike) bunga akor memperlihatkan bakal daun (bd), bakal bunga (bb), bakal malai (bm) dan kuncup individu bunga (kb) (Circuit (melai/ spike) will show the akor flower leaf (bd), will interest (bb), will panicle (bm) and individual flower buds (kb))
tua dan berisi biji bernas berwarna hitam, selanjutnya kulit polong merekah. Dalam satu tangkai dapat tumbuh 1-6 polong. Buah/polong akor termasuk tipe indehiscent yaitu tipe buah kering yang merekah saat masak dan biji yang kering akan terlepas ketika kulit buah terbuka (Gambar 3). Tipe buah seperti ini berimplikasi terhadap cara dan waktu pemanenan, dimana keterlambatan maupun terlalu awal mengunduh buah dapat berdampak pada kualitas dan kuantitas buah yang diproduksi. Pemanenan buah polong akor sangat erat kaitannya dengan waktu dan teknik mengunduh. Waktu yang tepat adalah saat buah sudah masak fisiologis dimana kadar
Gambar (Figure) 3. Tipe dehiscent polong akor kering dengan biji yang terpencar (Dehiscent types of akor dried pods with seeds scattered)
air benih sudah optimal untuk melakukan
Warna kulit buah polong akor yang baik
perkecambahan. Secara praktis kriteria masak
untuk dipanen pada penelitian ini adalah
fisiologis dikenali dari perubahan warna kulit
berwarna coklat dan kulit buah masih tertutup.
buah di atas pohon dan melalui pengamatan
Pada tahun 2011 di lokasi pengamatan PUP
fenologi disertai pengujian terhadap kadar air
Sawangan dan Jingkang, Kabupaten Purwo-
benih.
kerto (Banyumas Barat) kondisi buah matang
48
POLA PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN AKOR (Acacia auriculiformis) DI PARUNGPANJANG-BOGOR Dharmawati F Djam'an, Dida Syamsuwida, dan Aam Aminah
siap panen terjadi pada bulan Juli - Agustus yaitu
selanjutnya individu bunga mekar berwarna
sekitar 3-4 bulan setelah pembungaan. Hasil
kuning. Apabila terjadi penyerbukan, maka
pengamatan periode dan waktu perkembangan
bunga akan menggugurkan bagian petalnya dan
pembungaan dan pembuahan di Parungpanjang
terlihat ovarium (bagian bawah pistil dimana
ternyata mempunyai periode yang hampir sama
sepal dan petal menempel) mulai membengkak.
yaitu masa pembungaan-pembuahan terjadi
Ovarium (kantong embrio) makin lama makin
selama 3-4,5 bulan. Hasil pengamatan terhadap
besar dan membentuk buah memanjang yang
waktu yang diperlukan untuk berkembang dari
berbentuk lurus berwarna hijau terang, selan-
satu fase pertumbuhan bunga ke fase berikutnya
jutnya menjadi buah polong dewasa dengan
pada akor disajikan pada Tabel 1.
ukuran yang lebih besar dan bentuk melengkung
Primordia bunga yang telah terinisiasi
ke dalam (setengah melingkar) berwarna hijau.
berkembang menjadi kuncup spike yang
Setelah mencapai ukuran tertentu (8-14 mm),
memerlukan waktu 4-7 hari (Tabel 1). Spike
bentuk polong semakin melingkar berwarna
berkembang dan kuncup bunga membesar
kuning kecoklatan. Saat ini buah sudah siap
sampai individu bunga mekar memerlukan
dipanen karena kulit masih tertutup dengan biji
waktu 12-17 hari. Perkembangan buah dapat
didalamnya yang sudah berwarna coklat tua
ditunjukan mulai dari ovarium yang membesar
kehitaman yang mencirikan kematangannya.
yang dapat diamati lebih dari 21-29 hari setelah
Buah polong akor bersifat dehiscence yaitu kulit
bunga mekar hingga berkembang menjadi buah
buah kering berwarna coklat tua pecah dan biji
muda. Buah mencapai masak siap panen 96-134
didalamnya akan berhamburan.
hari atau 3-4,5 bulan setelah bunga mekar yang
Selama periode reproduksi, kemungkinan
ditandai dengan warna kulit buah polong yang
kegagalan hidup dapat terjadi pada setiap tahap
kecoklatan.
perkembangan mulai dari pembungaan hingga
Perkembangan pembungaan dan pem-
pembuahan dan perkecambahan. Pengamatan
buahan dimulai dari munculnya tunas generatif
pembungaan terhadap akor, memperlihatkan
yang keluar dari ketiak daun berupa bendulan
bunga yang gagal menjadi buah mencapai rata-
kecil, kemudian berkembang menjadi satu
rata 93,5% (Tabel 2). Kegagalan pada setiap
kuncup rangkaian bunga (bakal spike) yang
tahap tersebut mempunyai risiko yang sama
masih menyatu. Kuncup bakal spike berkem-
terhadap kuantitas produk yang dihasilkan,
bang menjadi satu rangkaian bunga yang lebih
dengan demikian perlu manajemen yang baik
besar dengan bakal bunga masih menutup.
pada setiap tahap perkembangan tanaman
Selanjutnya bunga pada spike berkembang
Manajemen penyerbukan dilakukan diantara-
dengan petal (mahkota bunga) berwarna kuning
nya untuk menentukan tahap bunga reseptif
yang masih menguncup. Perkembangan
yang siap untuk diserbuki, sehingga peluang 49
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 43-52 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
keberhasilan penyerbukan lebih besar dan
pengamatan di Parungpanjang (Tabel 2)
menghasilkan biji dengan produk biji yang
menunjukkan jumlah bunga akor per spike rata-
meningkatkan.
rata adalah 85,4±29,04 dan jumlah buah yang berhasil terbentuk adalah rata-rata 5,1±1,7. Dari
B. Pola Pembungaan Secara Populasi Pembungaan dan pembuahan jenis akor di beberapa tempat seperti di Banyumas Barat dan Jawa Barat yang teramati mempunyai pola yang hampir sama (Syamsuwida, 2011), demikian pula waktu mulai terjadinya pembungaan serta siklus perkembangan pembungaan hingga pembuahan. Masa pembungaan akor tidak serentak terjadi pada suatu dahan dalam satu pohon dalam waktu yang pendek, namun bergantian dan berlangsung tiga hingga empat bulan. Bunga yang mekar tersebut mengalami perkembangan menjadi buah muda dalam beberapa hari (7-14 hari) dan menjadi buah tua dalam 4 - 5 minggu, sehingga dalam satu pohon atau satu populasi tegakan mempunyai bunga kuncup, bunga mekar, buah muda dan buah tua. Namun demikian, puncak pembungaan dimana bunga terlihat dalam jumlah banyak terjadi pada bulan April-Mei dan buah masak siap panen terjadi pada bulan Juli-Agustus. Ketika pembungaan dan pembuahan terjadi setelah bulan Agustus maka disebut pembungaan akhir (late flowering). Karakter pembungaan seperti ini banyak ditemukan pada jenis tanaman hutan di daerah tropis terutama untuk jenis Acacia (Singh and Kushwara, 2006). Pembungaan akor dalam suatu kelompok tegakan pada saat puncaknya tampak berlimpah dengan warna bunga kuning terang. Hasil 50
hasil pengamatan ini, maka fruit set atau rasio jumlah bunga menjadi buah rata-rata adalah 4 8%. Jumlah ovul (bakal biji) per bunga rata-rata adalah 31,1±9,9 dan jumlah biji per polong ratarata adalah 4,9±1,9, sehingga diperoleh seed set atau rasio jumlah ovul yang menjadi biji ratarata adalah 10 - 22%. Diketahuinya nilai fruit set dan seed set, maka keberhasilan reproduksi tanaman akor dapat dihitung dengan mengalikan kedua angka tersebut dan menghasilkan nilai rata-rata 0,5 - 1,5%. Nilai ini sangat rendah dibandingkan dengan nilai keberhasilan reproduksi jenis pilang (A. leucophloea), weru (A. procera) dan mindi (Melia azedarach) masingmasing menghasilkan nilai keberhasilan reproduksi sebesar 19%, 35% dan 34% (Syamsuwida et al. 2011, Syamsuwida et al. 2012). Rendahnya potensi reproduksi akor dapat disebabkan berbagai faktor, diantaranya struktur organ reproduksi yang dimiliki, seperti organ seksual yang bersifat hermaprodit yaitu dalam satu bunga terdapat organ jantan (stamen) dan organ betina (putik). Fenomena umum dari tanaman hermaprodit adalah menghasilkan ratio buah/bunga yang rendah (Arista et al. 1999, Holland et al. 2004). Pembentukan buah (fruit set) juga dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan dengan sistem penyerbukan dan perilaku pembungaannya (Bawa and Webb, 1984; Arista et al. 1999; Liao et al. 2009).
POLA PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN AKOR (Acacia auriculiformis) DI PARUNGPANJANG-BOGOR Dharmawati F Djam'an, Dida Syamsuwida, dan Aam Aminah
IV. KESIMPULAN
Pola perkembangan pembungaan dan pembuahan tanaman akor di Hutan Penelitian Parungpanjang - Bogor mempunyai periode yang berlangsung selama 5-6 bulan yang diawali dengan munculnya tunas generatif pada bulan Maret dan berkembang menjadi bakal spike, kemudian kuncup bunga pada bulan yang sama. Bunga mekar (anthesis) terjadi pada bulan April, berkembang menjadi buah muda pada bulan Mei-Juni. Buah masak terjadi pada bulan Juli-Agustus. Karakter pembungaan akor tidak serentak pada dahan dalam satu pohon dalam waktu pendek, sehingga dalam satu pohon atau satu populasi tegakan akan terlihat kondisi dimana bunga kuncup, bunga mekar, buah muda dan buah tua terjadi. Puncak pembungaan terjadi pada bulan April-Mei dan buah masak panen bulan Juli-Agustus. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada petugas lapang Sdr. Adim di Hutan Penelitian Parungpanjang - Bogor serta teknisi litkayasa Eneng Baeni yang telah membantu melakukan pengamatan dan pengumpulan sampel selama penelitian. DAFTAR PUSTAKA Arista, M, PL. Ortiz, and S. Talavera. (1999). Apical pattern of fruit production in the racemes of Ceratonia siliqua (Leguminosae: Caesalpinoideae): role of pollinators. American Journal of Botany, 86: 1708-1716.
Bawa, K.S., and C.J. Webb. (1984). Flower, fruit and seed abortion in tropical forest tree: implications for the evolution of paternal and maternal reproductive patterns. American Journal of Botany, 71: 736-751. Liao, W.J, Y Hu, B.R Zhu, X.Q Zhao, Y.F Zeng, D.Y Zhang. (2009). Female reproductive success decreases with display size in monkshood Aconitum kusnezoffii (Ranunculaceae). Annals of Botany, 104: 1405-1412. Ng, FSP. (1977). Gregarious flowering of dipterocarps in Kepong. Malaysian Forester, 40: 126-137. Holland, J.N., J.L. Bronstein, and D.L. Deangelis. (2004). Testing hypotheses for excess flower production and low fruit-to-flower ratios in a pollinating seed-consuming mutualism. Oikos, 105: 633-640. Owens, J.N. and M.D. Blake. (1985). Forest tree seed production. A review of literature and recommendations for future research. Can. For.Serv.Inf. Rep. (PI-X-53, 161 p). Schmidt, L. (2000). Guide to handling of tropical and subtropical forest seed. danida forest seed centre. (p 511) Humlebaek, Denmark. Singh K.P., Kushwara CP. (2006). Diversity of flowering and fruiting phenology of trees in a tropical deciduous forest in India. Annals of Botany, 97: 265-276. Sunarti, S, M. Na'iem and E.B. Hardiyanto. 2011. An improved anther method to increase seed production of Acacia mangium x Acacia auriculiformis in the hybridization orchard. Strengthening Forest Science and Technology for Better Forestry Development. INAFOR's Programme. Bogor. (abstract). Syamsuwida D, A Aminah, A Muharam. (2011). Fenologi dan potensi produksi benih tanaman penghasil kayu energi jenis weru (Albizia procera), pilang (Acacia leucophloea), akor (Acacia auriculiformis) dan kaliandra (Caliandra callothyrsus). Laporan Hasil Penelitian. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Syamsuwida D., A. Indrawan, E.R. Palupi, I.Z. Siregar. (2012). Flower initiation, morphology and developmental stage of flowering-fruiting of Melia azedarach L. Journal Manajemen Hutan Tropika, 5(1).
51
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.1, Agustus 2016 : 43-52 p-ISSN : 2354-8568 e-ISSN : 2527-6565
Whitmore TC. (1984). Tropical rain forest of the far east. Oxford: Clarendon Press.
52
Waites, A.R. and Agren J. (2006). Stigma receptivity and effects of prior self pollination on seed set in Tristylous Lythrum Salicaria (Lythraceae). American Journal of Botany, 93(1): 142-147.
PETUNJUK UNTUK PENULIS (Author Guidelines) Petunjuk penulisan ini dibuat untuk keseragaman format penulisan dan kemudahan bagi penulis dalam proses penerbitan naskah Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan. Penulis dapat menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah dalam bahasa Indonesia harus sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang berlaku, dan bila dalam bahasa Inggris sebaiknya memenuhi standar tata bahasa Inggris baku. Naskah ditulis dalam format kertas berukuran A4 (210 mmx 297 mm) dengan margin atas 3 cm, margin bawah 3 cm, margin kiri dan kanan masing-masing 2 cm. Bentuk naskah berupa 2 kolom dengan jarak antar kolom 1 cm. Panjang naskah hendaknya maksimal 12 halaman, termasuk lampiran. Jarak antar paragraf adalah 1 spasi tunggal. Naskah merupakan hasil penelitian atau hasil pemikiran/tinjauan ilmiah mengenai perbenihan tanaman hutan atau bahan masukan bagi perbenihan tanaman hutan. Naskah harus berisi informasi yang benar, jelas dan memiliki kontribusi substantif terhadap bidang kajian. FORMAT : Naskah diketik di atas kertas putih A4, Times New Roman, font 12, Kecuali Abstrak, Kata Kunci dan Daftar Pustaka Font 10. SISTEMATIKA PENULISAN JUDUL Identitas Penulis ABSTRAK & Kata Kunci I. PENDAHULUAN II. BAHAN DAN METODE III. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. KESIMPULAN DAN SARAN UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Tubuh naskah diatur dalam Bab dan Sub Bab secara konsisten sesuai dengan kebutuhan. Semua nomor ditulis rata di batas kiri tulisan , seperti : I, II, III, dst. Untuk Bab A, B, C, dst. Untuk Sub Bab 1, 2, 3, dst. Untuk Sub Sub Bab a,b,c, dst. Untuk Sub Sub Sub Bab 1), 2), 3), dst. Untuk Sub Sub Sub Sub Bab a), b), c), dst. Untuk Sub Sub Sub Sub Sub Bab JUDUL: Dibuat dalam 2 bahasa, harus mencerminkan isi tulisan dan ditulis dengan Times New Roman. Bahasa Indonesia dengan font 14, huruf kapital, tegak dan tidak lebih dari 2 baris atau tidak lebih dari 15 kata. Bahasa Inggris dengan font 12, huruf kecil, italic. Judul naskah harus mencerminkan inti dari isi suatu tulisan. Judul hendaknya akurat, singkat, padat, informatif, mudah diingat dan mudah dipahami. Menggambarkan isi pokok tulisan. Mengandung kata kunci yang menunjukkan isi tulisan. Judul sering digunakan dalam sistem pencarian informasi. Hindari pemakaian kata kerja. Hindari pemakaian rumus kimia, rumus matematika, bahasa singkatan dan tidak resmi. IDENTITAS PENULIS: Nama penulis (tanpa gelar dan jabatan) dicantumkan dibawah judul, dibawahnya diikuti nama dan alamat instansi, no.telp./faxs, kota, negara serta e-mail penulis ditulis dengan font lebih kecil dari font teks (font 10). Bila penulis lebih dari satu, penulisan nama berurutan mulai penulis pertama, penulis kedua, penulis ketiga dan seterusnya sesuai dengan peran dan sumbangan yang diberikan secara tanggung jawab yang diberikan. ABSTRAK: Dibuat dalam dua bentuk: pertama untuk Lembar Abstrak, maksimal 250 kata dalam bahasa Indonesia, dan (Abstract) maksimal 200 kata dalam bahasa Inggris, keduanya berupa intisari dari naskah secara menyeluruh dan informatif. Kedua abstrak tersebut dibuat dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Abstrak merupakan pernyataan singkat, berupa intisari secara menyeluruh
mengenai permasalahan, tujuan, metodologi dan hasil yang dicapai. Ditempatkan sebelum pendahulian; diketik dengan jarak satu spasi. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, tidak ada gambar, tabel dan pustaka. Tidak mencantumkan istilah yang kurang dimengerti, akronim atau singkatan, nama atau merek dagang atau tanda lain tanpa keterangan. Dapat merangsang pembaca untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Naskah dalam bahasa Indonesia : disajikan abstract (bahasa Inggris) yang dicetak miring, disusul abstrak (bahasa Indonesia) yang dicetak tegak. Naskah dalam bahasa inggris : berlaku sebaliknya. KATA KUNCI: Dicantumkan di bawah abstrak masing-masing, 3 – 5 entri, menggambarkan permasalahan yang dibahas, dari halaman yang umum hingga selanjutnya untuk tiap bab ikuti contoh sistematika berikut ini : LAMPIRAN 1. Pengutipan pustaka di dalam naskah berdasarkan sistem penulisan referensi APA Style, sebagai berikut : · Karya dengan dua pengarang. Research by Wegener and Petty (1994) supports... atau (Wegener & Petty, 1994) · Karya tiga sampai lima pengarang. (Kernis, Cornel, Sun, Berry, & Harlow, 1993) atau Kernis, Cornel, Sun, Berry, & Harlow (1993) explain... Dalam kutipan berikutnya, (Kernis et al., 1993) atau Kernis et al. (1993) argued... · Enam pengarang atau lebih. Harris et al. (2001) argued... atau (Harris et al., 2001) · Pengarang tidak diketahui, sitasi sumber pada judul dengan huruf miring. Situasi sumber pada judul buku atau laporan dengan huruf miring, contoh: ...berdasarkan Statistik daerah Kabupaten Pesawaran 2013 ...... Sedangkan pada judul artikel, bab, dan halaman web dalam tanda kutip dan dilengkapi tahun, contoh : A similar study was done of students learing to format research papers (“Using APA,“2001). · Organisasi sebagai pengarang. According to the American Psychological Association (2000), ... atau menggunakan singkatan jika telah dikenal dalam tanda bracket pertama kali sumber ditipan dan selanjutnya hanya singkatan yang disitasi. Sitasi pertama : (Mothers Against Drunk Driving [MADD], 2000) situasi kedua : (MADD, 2000). · Dua karya atau lebih dalam tanda kurung yang sama (Berndt, 2000; L. Johnson, 1998). · Dua karya atau lebih dengan pengarang sama dalam tahun sama. Research by Berndt (1981a) illustrated that... · Mensitasi/mengutip sumber tidak langsung. Johnson argued that... (as cited in Smith, 2003, p.102). · Tahun tidak diketahui. Another study of students and research decisions discovered that students succeeded with tutoring (“Tutoring and APA,”n.d.). 2. Contoh Penulisan Daftar Pustaka Berdasarkan APA style : Paper dalam jurnal a. Artikel dalam jurnal ilmiah dengan volume dan nomor (1 penulis). William, J.H. (2008). Employee engagement: Improving participation in safety. Professional Safety, 53(12),40-45. b. Artikel dalam jurnal ilmiah dengan volume dan nomor (2-6 penulis). Astana, S., Soenarno, & Karyono, O.K. (2014). Implikasi perubahan tarif dana reboisasi dan provinsi sumber daya hutan terhadap laba pemegang konsesi hutan dan penerimaan negara bukan pajak : Studi kasus hutan alam produksi di Kalimantan Timur, Indonesia. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 11(3), 251-264.
c. Artikel dalam jurnal ilmiah dengan volume dan nomor (lebih dari 6 penulis). Reed, M.S., Graves, A., Dandy, N., Posthumus, H., Hubaek, K., Morris, J., ... Stringer, L.C. (2009). Who's in and why? A typologu of stakeholder analysis methods for natural resource management. Journal of Environmental Management, 2009(90),16. Buku a. Buku (1 penulis) Alexie, S. (1992). The business of fancydancing : Stories and poems. Booklyn, NY: Hang Loose Press. b. Buku (2-6 Penulia). Saputro, GB., Hartini, S., Sukardjo, S., Susanto, A., & Poniman, A. (2009). Peta mangroves Indonesia. Jakarta : Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. c. Buku (lebih dari 6 penulis). Atmosoedarjo, H.K., Kartasubrata, J., Kaomini, M., Saleh, W., ... & Moerdoko, W. (2000). Sutera Alam Indonesia. Jakarta: Penerbit Yayasan Sarana Wana Jaya. Prosiding Kuntadi, & Adalina, Y. (2010). Potensi Acacia mangium sebagai sumber pakan lebih madu (pp. 915-921). Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIII: Pengembangan ilmu dan teknologi kayu untuk mendukung implementasi program perubahan iklim, Bali 10-11 Nopember 2010. Bogor: Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. Kumpulan tulisan yang diedit Booth-LaForce, C., & Kerns, K.A. (2009). Child-parent attachment relationship, peer relationship, and peer-group functioning. In K.H. rubin, W.M. Bukowski, & B. Laurensen (Eds.), Handbook of peerinteractions, relationship, and groups (pp. 490-507). New York, NY: Guilford Press. Makalah seminar, lokakarya Ibnu, S. (2011, Maret). Isi dan format jurnal ilmiah. Makalah disajikan dalam Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Penyunting Jurnal Ilmiah, Malang: Universitas Negeri Malang. Skripsi, disertasi, tesis Suyana, A. (2003). Dampak penjarangan terhadap stuktur dan riap tegakan di hutan produksi alam PT. Inhutani I Berau Kalimantan Timur (Tesis Pascasarjana). Universitas Mulawarman, Samarinda. Laporan Penelitian Sidiyasa, K., Mukhlisi, & Muslim, T. (2010). Jenis-jenis tumbuhan hutan asli Kalimantan yang berpotensi sebagai sumber pangan dan aspek konservasinya (Laporan Hasil Penelitian). Samboja: Balai Penelitian teknologi Perbenihan Samboja (unpublished). Artikel dari internet Ahira, A. (2011). Adaptasi morfologi dari paruh burung kolibri. Diunduh 7 Juni 2012 dari http://www.anneahira.com/paruh -burung-kolibri-h.tm cache. Kenney, G.M., Cook, A., & Pelletier, J. (2009). Prospects for reducing uninsured rates among children: How much can premium assistance programs help? Retrieved 7 June 2012 form Urban Institute website: http://urban.org/url.cfm?ID=411823. Surat Kabar Booth, W. (1990, October 29). Monkeying with language: Is chimp using word or merely aping handpers? The Washington Post.p.A3. Perundang-Undangan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dan sejenisnya Peraturan Daerah No. 11 tahun 2013 tentang RTRW Kota Medan 2011-2013. Peraturan Walikota Medan No. 10 tahun 2009 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
CATATAN : Penggunaan titik dan koma dalam penulisan angka : Naskah (teks) bahasa Indonesia: titik (.) menunjukkan kelipatan ribuan dan koma (,) menunjukkan pecahan. Naskah (teks) bahasa Inggris: titik (.) menunjukkan pecahan dan koma (,) menunjukkan kelipatan ribuan. KONDISI : Dewan Redaksi berhak mengubah naskah tanpa mengurangi isi yang terkandung di dalamnya dan juga berhak menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Penulis dari luar instansi Badan Litbang Kehutanan wajib menyertakan curriculum vitae singkat dan alamat yang jelas. PENGAJUAN NASKAH 1. Redaksi Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan menerima naskah ilmiah berupa hasil penelitian atau hasil pemikiran/tinjauan ilmiah mengenai perbenihan tanaman hutan. Naskah harus berisi informasi yang benar, jelas dan memiliki kontribusi substantif terhadap bidang kajian. 2. Penulisan harus singkat dan jelas sesuai format penulisan Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan. Naskah belum pernah dimuat dan tidak sedang dalam proses untuk dimuat di media lain, baik media cetak maupun elektronik. 3. Naskah Ilmiah yang masuk akan diseleksi oleh Dewan Redaksi yang memiliki wewenang penuh untuk mengkoreksi, mengembalikan untuk diperbaiki, atau menolak tulisan yang masuk meja redaksi bila dirasa perlu. Penilaian secara substantif akan dilakukan oleh Mitra Bestari/Penyunting Ahli. Penilaian akan dilakukan secara obyektif dan tertulis. 4. Naskah ilmiah yang dimuat dalam Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan tidak berarti mencerminkan pandangan Balai Penelitain dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. 5. Informasi mengenai penerbitan Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan dapat diakses di http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/BPTPTH.
JUDUL (Time New Roman, all caps, 14 pt, bold, centered) Title (Times New Roman, 12 pt, italic, centered) (kosong dua spasi tunggal, 12 pt) Penulis Pertama1, Penulis Kedua2 dan/and Penulis Ketiga3 Times New Roman, 10 pt, centered 1) Institusi Asal Penulis Ditulis di Sini. Alamat lengkap institusi. Telp. / Fax., Kota, Negara 2) Institusi Asal Penulis Ditulis di Sini. Alamat lengkap institusi. Telp. / Fax., Kota, Negara e-mail: email salah satu penulis sebagai koresponden
Times New Roman, 10 pt
Naskah masuk: ......; Naskah direvisi: ...; Naskah diterima: ....... (diisi oleh sekretariat redaksi)
ABSTRACT (12 pt, bold, italic) (kosong satu spasi tunggal 12 pt) Abstract should be written in Indonesia and English using Time New Roman font, size 10 pt, italic, single space. Abstract is not a merger of several paragraphs, but it is a full and complete summary that describe content of the paper it should contain background, objective, paragraph and should be no more than 200 words in English (kosong satu spasi tunggal 10 pt) Keywords: 3-5 keywords (Time New Roman, 10 pt, bold, italic) (kosong satu spasi tunggal 10 pt)
ABSTRAK (12 pt, bold) (kosong satu spasi tunggal 12 pt) Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan jenis huruf Times New Roman, ukuran 10 pt, spasi tunggal. Abstrak bukanlah penggabungan beberapa paragraf, tetapi merupakan ringkasan yang utuh dan lengkap yang menggambarkan isi tulisan. Sebaiknya abstrak mencakup latar belakang, tujuan, metode, hasil, serta kesimpulan dari penelitian. Abstrak tidak berisi acuan atau tidak menampilkan persamaan matematika dan singkatan yang tidak umum. Abstrak terdiri dari satu paragraf dengan jumlah kata paling banyak 250 kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. (kosong satu spasi tunggal 10 pt) Kata kunci: 3-5 kata kunci (Time New Roman, 10 pt bold) (kosong satu spasi tunggal 10 pt)
I. PENDAHULUAN (12 pt, bold) (kosong satu spasi tunggal 10 pt) Pendahuluan mencakup hal-hal berikut ini: Latar Belakang, berisi uraian permasalahan dan alasan pentingnya masalah tersebut diteliti. Permasalahan dirumuskan secara jelas, penjelasan ditekankan pada rencana pemecahan masalah dan keterkaitan dengan pencapaian luaran yang telah ditetepkan. Tujuan, berisi pernyataan secara jelas dan singkat tentang hasil yang ingin dicapai dari serangkaian kegiatan penelitian yang akan dilakukan. Sasaran atau luaran menjelaskan secara spesifik yang merupakan hasil antara dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Hasil yang dicapai, dijelaskan kaitannya dengan kegiatan yang dilaksanakan (khusus untuk kegiatan penelitai lanjutan).
II. BAHAN DAN METODE Metode Penelitian yang digunakan harus ditulis sesuai dengan cara ilmiah, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Mengemukakan semua bahan yang digunakan seperti tumbuhan kayu, bahan kimia, alat dan lokasi penelitian. Tanaman dan binatang ditulis lengkap dengan nama ilmiah. Menggunakan tolak ukur internasional, system matrix dan standar nomenklatur. Metode penelitian dijelaskan sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan. Pelaksanaan penelitian disusun berurutan menurut waktu, ukuran dan kepentingan. Jika metode merupakan kutipan harus dicantumkan dalam referansi. Jika dilakukan perubahan terhadap metode kutipan atau standar harus disebutkan perubahannya. Bila diperlukan dengan disajikan dalam tabel. Metode statistik (bila ada) harus disebutkan dengan singkat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil disajikan dalam bentuk uraian umum. Disusun secara berurutan sesuai dengan tujuan penelitian. Jika tujuan penelitian tidak tercapai perlu dikemukakan alasan dan penyebabnya. Tabulasi, grafik, analisis statistik dilengkapi dengan tafsiran yang benar. Judul, keterangan tabel dan gambar dilengkapi dengan terjemahan bahasa Inggris dengan huruf miring atau sebaliknya. Angka yang tercantum dalam tabel tidak perlu diuraikan lagi, tetapi cukup dikemukakan makna atau tafsiran masalah yang diteliti; dalam bagian ini juga dapat disajikan ilustrasi dalam bentuk grafik bagan, pictogram dan sebagainya. Dapat mengemukakan perbandingan hasil yang berlainan dan beberapa perlakuan. Metode statistik yang digunakan dalam pengolahan data harus dikemukakan, sehingga tingkat kebenaran harus dapat ditelusuri. Prinsip dasar metode harus diterangkan dengan mengacu pada referensi atau keterangan lain mengenai masalah ini. Penulis mengemukakan pendapatnya secara objektif dengan dilengkapi data kuantitatif. Pembahasan dapat menjawab apa arti hasil yang dicapai dan apa implikasinya. Dapat menafsirkan hasil dan menjabarkannya, sehingga dapat dimengerti pembaca. Mengemukakan hubungan dengan hasil penelitian sebelumnya.
Bila berbeda tunjukkan, bahas dan jelaskan penyebab perbedaan tersebut. Hasil penelitian ditafsirkan dan dihubungkan dengan hipotesis dan tujuan penelitian. Mengemukakan fakta yang ditemukan dan alasan mengapa hal tersebut terjadi. Menjelaskan kemajuan penelitian dan kemungkinan pengembangan selanjutnya. Simbol/lambang ditulis dengan jelas dan konsisten. Istilah asing ditulis dengan huruf italic. Singkatan harus dituliskan secara lengkap pada saat disebutkan pertama kali, setelah itu dapat ditulis kata singkatannya. TABEL: Diberi nomor, judul, dan keterangan yang diperlukan, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Tabel ditulis dengan Times New Roman ukuran 10 pt dan berjarak atu sepasi di bawah judul tabel. Judul tabel ditulis dengan huruf berukuran 10 pt, rata kiri dan ditempatkan di atas tabel. Penomoran tabel menggunakan angka Arab (1, 2, ......). Tabel diletakkan pada posisi paling atas atau paling bawah dari setiap halaman. Apabila tabel memiliki lajur/kolom cukup banyak, dapat digunakan format satu kolom atau satu halaman penuh. Apabila judul pada lajur tabel terlalu panjang, maka lajur diberi nomor dan keterangannya di bawah tabel. Sember (Source) ditulis di kiri bawah tabel. (kosong satu spasi tunggal, 10 pt)
Tabel (Table) 1. Perkembangan luas hutan rakyat di 10 kabupaten terluas dalam pengem-bangan hutan rakyat di Jawa Tengah (Community forests ...............................)
Sumber (Source): Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah (2013a). (kosong satu spasi tunggal, 10 pt)
GAMBAR: Gambar, grafik, dan ilustrasi lain yang berupa gambar harus berwarna kontras (hitam putih atau warna), masing-masing harus diberi nomor, judul dan keterangan yang jelas dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Gambar diletakkan segera setelah disebutkan dalam naskah. Gambar diletakkan pada posisi paling atas atau paling bawah dari setiap halaman. Gambar diletakkan simetris dalam kolom. Apabila gambar cukup besar, bisa digunakan format satu kolom. Penomoran gambar menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 pt, center dan diletakkan di bagian bawah, seperti pada contoh di atas. Sumber (Source) ditulis di kiri bawah gambar.
(kosong satu spasi tunggal, 11 pt) (M2 – M3) Kadar air = (M2 – M1) x 100% (kosong satu spasi tunggal, 11 pt) Penurunan persamaan matematis tidak perlu ditulis semuanya secara detail, hanya dituliskan bagian yang terpenting, metode yang digunakan dan hasil akhirnya.
Sumber (Source): Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah (2013a). (kosong satu spasi tunggal, 10 pt) Gambar (Figure) 1. Persentase luas hutan rakyat di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 (Area Percentage of community forests in Central Java Province in 2011) (kosong dua spasi tunggal, 10 pt) FOTO: Harus mempunyai ketajaman yang baik, diberi nomor, judul dan keterangan yang jelas dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Resolusi gambar disarankan paling sedikit 300 dpi, sehinga gambar tetap terbaca jelas meskipun diperbesar. Apabila terdapat persamaan reaksi atau matematis, diletakkan simestris pada kolom. Nomor persamaan diletakkan diujung kanan dalam tanda kurung dan penomoran dilakukan secara berurutan. Apabila terdapat rangkaian persamaan yang lebih dari satu baris, maka penulisan nomor diletakkan pada baris terakhir. Penunjukan persamaan dalam naskah dalam bentuk singkatan, seperti persamaan (1).
IV. KESIMPULAN Kesimpulan memuat hasil yang telah dibahas. Hal yang perlu diperhatikan adalah segitiga konsistensi (masalah-tujuan-kesimpulan harus konsisten). Saran dapat dikemukakan untuk dipertimbangkan pembaca. UCAPAN TERIMAKASIH Merupakan bagian yang wajib ada dalam sistematika karya tulis ilmiah. Suatu penelitian tidak akan berhasil tanpa melibatkan pihakpihak yang telah membantu, baik berperan secara finansial, teknis, maupun substantif. Ucapan terima kasih merupakan sebuah kewajiban, bukan pilihan (opsional).
DAFTAR PUSTAKA (kosong satu spasi tunggal, 10 pt) Daftar Pustaka merupakan referensi yang dirujuk dalam naskah. Format penulisan Daftar Pustaka mengacu pada American Psychological Association (APA) style. Referensi terdiri dari acuan primer dan/atau acuan skunder. Sumber acuan primer adalah sumber acuan yang langsung merujuk pada bidang ilmiah tertentu, sesuai topik penelitian dan sudah teruji. Sumber acuan primer dapat berupa: tulisan dalam makalah ilmiah dalam jurnal internasional maupun nasional terakreditasi, hasil penelitian di dalam disertai, tesis, maupun skripsi. Buku (textbook), termasuk dalam sumber acuan sekunder. Semua karya yang dikutip dalam
penulisan karya tulis harus dimuat dalam daftar pustaka (dan sebaliknya). Pustaka minimal 15,80% dari pustaka merupakan acuan primer, dan 80% dari acuan primen merupakan publikasi 10 tahun terakhir. Pengelolaan pustaka dalam Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan menggunakan aplikasi software Mendeley, untuk itu disarankan agar penulis menggunakan software yang sama. Jarak antar karya (pustaka) dua spasi. Inden pada baris kedua dengan jarak ½ inchi. Daftar pustaka harus disusun berdasarkan alphabet nama pengarang. Penulisan situasi dan daftar pustaka diharuskan menggunakan aplikasi referensi seperti Mendley, Endnote.
9772354856800