Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu Tahun 1997, Volume 10 , halaman : 40-46. METODE AKUSTIK DAN PENETROMETER TERKENDALI OLEH KOMPUTER UNTUK MENGUKUR KEKERASAN BUAH APEL SELAMA PENYIMPANAN. Yuwana Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Abstrak. Metode akustik telah digunakan untuk mengukur kekerasan buah selama penyimpanan. Apel varietas "Golden Delicious" digunakan dalam percobaan. Kekerasan buah dinyatakan dalam bentuk indek kekerasan buah IK yang dihitung berdasarkan frekuensi resonan, massa dan kerapatan massa buah. Nilai IK dikorelasikan dengan kekerasan buah yang diukur dengan suatu penetrometer terkendalikan oleh komputer, dalam bentuk gaya tekan maksimum buah Fp, gaya tekan rata-rata pada kedalaman 7 mm F7 dan kekerasan viskoelastis FR2S. Hasil percobaan menunjukkan bahwa IK berkorelasi linier baik dengan Fp maupun dengan F7 dengan koefisien korelasi ( R ) masing-masing 0,91 dan 0,96 dan berkorelasi kwadratis dengan FR2S dengan R = 0,99. Nilai IK, Fp, F7 maupun FR2S menurun selama penyimpanan pada suhu 2 °C dan kelembaban 95 %. Karena IK menurun dengan kecenderungan yang lebih teratutur dibanding dengan nilai-nilai kekerasan penetrometris dan metode pengukurannya adalah non-distruktik yang menguntungkan dari segi praktis maupun ekonomis maka metode ini layak dipertimbangkan sebagai alternatif dalam menentukan kekerasan buah. Abstract. Acoustic method has been utilised to determine fruit firmness during storage time. Golden Delicious apple was used as a material in the experiments. Firmness was expressed in the form of firmness index IK that was calculated from the resonant frequency, mass and density of fruit. IK value was correlated with the maximum force Fp, the average force at 7 mm depth F7 and viscoelastic force FR2S measured by a penetrometer controlled by a computer. The results indicated that IK linearly correlated with both Fp and F7 with coefficient of correlation ( R ) of 0.91 and of 0.96 respectively and correlated quadratically with FR2S with R = 0.99. The values of IK, Fp, F7 and FR2S decreased during storage at 2 °C and 95 % humidity. Since the value of IK decreased relatively more regularly during storage time than the penetrometric firmness and its method of measurement is non-destructive so it is reliable to be considered as an alternative method for assessing fruit firmness. Pendahuluan. Kekerasan buah telah digunakan sebagai pedoman yang terperercaya untuk menentukan kualitas buah baiik oleh penghasil, pengamat kualitas maupun pedagang buah-buahan. Sebagai gambaran parameter ini digunakan sebagai kriteria dapat tidaknya buah apel masuk ke pasaran Eropa dan Amerika Serikat. Untuk buah kiwi, kekerasan dipakai sebagai pedoman saat pengapalan terakhir untuk buah yang telah mengalamai penyimpanan (Harman, 1981). Untuk jenis buah yang lain seperti "cherries" dan tomat, kekerasan dipakai sebagai pedoman dalam operasi-operasi pemanenan, pemilahan dan penanganan lainnya. Secara tradisional kekerasan buah diukur dengan alat tekan penetrometer, yang dikenalkan orang lebih dari 70 tahun yang lalu. Prinsip kerja alat ini adalah menekan buah dengan sebuah besi berbentuk silindris yang mempunyai diameter dengan ukuran tertentu, pada suatu kedalaman tertentu dan kemudian mengukur besarnya gaya yang diperlukan untuk usaha tersebut. Jenis penetrometer yang banyak ditemui dalam praktek adalah Magness-Taylor dan Effegi (Abbott et al., 1992; Bourne, 1965). Alat-alat ini disukai karena "portable", mudah dioperasikan, cepat dan murah. Akan tetapi di dalam pelaksanaannya ditemui banyak kelemahan diantaranya: hasil pengukuran berkorelasi jelek dengan test panel ( Abbott et al., 1992; Finney, 1971), tidak cocok untuk buah yang sangat lunak dan buah yang jaringan buahnya heterogen (Duprat et al., 1995), hasil pengukuran tergantung pada yang operatornya (Voisey, 1977).
1
Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu Tahun 1997, Volume 10 , halaman : 40-46. Dengan berkembangnya teknologi dan komputer beberapa peneliti telah mencoba mengatasi kelemahan tersebut. Bourne (1979) menggunakan sebuah motor untuk menekan mata tekan ("indenter") penetrometer. Beberapa alat lain juga telah dikembang dengan mengadaptasikannya dengan "Universal Testing Machines". Akan tetapi alat-alat ini sangat rumit dan beroperasi dengan kecepatan tetap, lagi sangat rendah. Untuk memperoleh sistem yang lebih sederhana dan cepat Nicolas et al. (1986) menggunakan penetrometer mekanis yang mencatatkan hasil pengukurannya pada sebuah komputer. Alat ini mengukur deformasi buah kiwi dibawah tekanan beban 0,7 kg, gaya maksimum yang diperlukan indenter untuk penetrasi ke dalam buah dan gaya yang diperlukan oleh indenter untuk menerobos jaringan buah sedalam 10 mm. Alat tersebut sekarang telah disempurnakan dan sepenuhnya terkendalikan oleh komputer dan dapat digunakan untuk mengukur hampir semua jenis buah (Duprat et al., 1995). Methode test lain juga telah dikenalkan, seperti "Massey Twist Tester" yang beroperasi dengan sebilah besi yang diputar di dalam buah untuk mengukur secara langsung kekerasan jaringan buah pada suatu kedalaman yang diinginkan (Studman & Yuwana, 1992). Sebagian besar metode yang disebutkan di atas adalah distruktif. Akhir-akhir ini beberapa methode nondistruktif telah diperkenalkan, diantaranya adalah metode akustik ( Abbott et al., 1992; Chen et al., 1992; Huarng et al., 1993; Sugiyama et al., 1994; Van Woensel et al., 1988; Yamamoto et al., 1980, Finney, 1972). Metode ini dikembangkan berdasarkan keyakinan bahwa kekerasan buah dapat dideteksi dengan mendengarkan suara yang ditimbulkan oleh buah tersebut saat dikenai ketukan. Kemudian peralatan dirancang untuk mengkuantifikasi besarnya frekuensi resonan buah yang sedang bergetar tersebut. Finney (1972) menggunakan frekuensi resonan yakni frekuensi yang beramplitudo terbesar, dan massa buah sebagai indek kekerasan dalam bentuk : IK = f2 m dimana : IK = indek kekerasan buah (kg dtk-2) f = frekuensi (dtk-1) m = massa buah (kg) Cook (1972) mengusulkan index kekerasan baru dengan mengikutkan parameter kerapatan massa dalam bentuk : IK = 1/3 m2/3 f2 dimana : IK = indek kekerasan buah (kg m-1 dtk-2) = kerapatan massa buah (kg m-3). Tulisan ini menyajikan pengukuran kekerasan buah secara akustik selama penyimpanan. Indek kekerasan bauh dihitung berdasarkan rumus Cook (1972) di atas. Hasil pengukuran dikorelasikan dengan kekerasan-kekerasan buah yang diukur dengan penetrometer terkendalikan oleh sebuah komputer. Bahan dan Alat. Buah yang digunakan pada penelitian ini adalah apel varietas Golden Delicious. Buah dipanen secara manual dan langsung disimpan di dalam penyimpan dengan suhu 2 °C dan kelembaban 95 %. Dua puluh apel yang berasal dari kategori yang sama diambil secara acak dan digunakan pada setiap percobaan. Percobaan pertama dilakukan lima hari setelah panen dan setiap bulan sampel dengan ukuran yang sama diambil dengan methode yang sama untuk percobaan-percobaan berikutnya. Percobaan dilakukan selama lebih dari lima bulan penyimpanan. Sebelum percobaan buah ditempatkan pada suhu kamar selama 24 jam. Masing-masing buah ditimbang dan kerapatan massanya ditentukan berdasarkan 2
Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu Tahun 1997, Volume 10 , halaman : 40-46. pada selisih berat penimbangan di udara dengan penimbangan di dalam air. Data fisik buah yang digunakan pada percobaan disajikan pada tabel 1. Selanjutnya buah menjalani test akustik dan test penetrometer.
Tabel 1. Data fisik buah yang digunakan pada percobaan. Percobaan (lama penyimpanan) I (5 hari) II (35 hari) III (66 hari) IV (97 hari) V (127 hari) VI (160 hari)
Jumlah buah
Massa buah Standard (kg) deviasi (kg)
Kerapatan massa buah (kg/m3)
Standar deviasi (kg/m3)
20 20 20 20 20 20
0,194 0,190 0,192 0,188 0,188 0,187
789,3 782,3 783,6 780,7 778,1 781,3
9,49 11,45 9,75 10,46 10,52 11,44
0,0097 0,0093 0,0087 0,0094 0,0088 0,0093
Test Akustik. Peralatan untuk test akustik diperlihatkan pada gambar 1. Perangkat utama dari instrumen tersebut adalah batang pemukul terbuat dari kayu dengan berat 0,00459 kg, kotak penyangga buah terbuat dari polystyrene yang dilengkapi dengan spon perendam suara, mikrophon tipe Bruel & Kjaer 4176, "sound meter" tipe Bruel & Kjaer 2222, osciloscope digital Nicolet-310 yang disambungkan ke ke komputer lewat sebuah "interface card" tipe IEEE-488. Pada saat operasi, buah diletakkan secara horisontal di atas kotak penyangga dengan bagian equator buah tersebut menghadap ke mikrophon. Selanjutnya buah diketuk dengan batang pemukul pada bagian buah yang berlawanan dengan yang menghadap ke mikrophon. Signal akustik yang dihasilkan oleh ketukan ditangkap oleh mikrophon selama beberapa mili detik dan kemudian diperbesar oleh sound meter. Spektrum akustik tersebut direkam oleh oscilloscope dalam bentuk digital dan selanjutnya dikirim ke komputer lewat interface untuk disimpan di "hard disk". Spektrum-spektrum yang tersimpan di hard disk itu kemudian diproses dengan transformasi Fourier untuk memisahkan sebanyak 120 frekuensi yang berkisar antara 0 sampai 1600 Hz dalam waktu 40 mili detik. Sebuah program komputer digunakan dalam operasi perhitungan yang terakhir ini. Untuk setiap spektrum intensitas relatif dari frequensi-frequensi yang terpisahkan tersebut dihitung. Frequensi yang mempunyai amplitudo terbesar dipilih untuk menghitung indek kekerasan buah. Untuk buah yang normal (tidak terlalu hiterogen) frekuensi yang disebutkan terakhir ini biasanya terproduksi ulang walaupun buah diketuk berkali kali. Apabila buah memperlihatkan dua buah frekuensi dengan amplitudo maximal yang hampir sama, ketukan diulang beberapa kali dan dipilih frequansi yang paling sering muncul. Test Penetrometris. Peralatan yang digunakan pada percobaan adalah penetrometer serbaguna INRA (France) yang terkendalikan sepenuhnya oleh komputer (Duprat et al, 1995) seperti tersajikan pada gambar 2. Instrumen ini terdiri atas indenter F yang dipasang pada lengan yang dapat bergerak naik-turun melalui poros penggerak C yang digerakkan oleh sebuah motor A. Motor ini dikendalikan oleh komputer K dan beroperasi 400 langkah dalam satu putaran. Motor bekerja untuk menghasilkan gerakan lengan dengan langkah 10 µm dan dapat beroperasi sampai pada kecepatan 4 mm s-1 (400 langkah per sekon) serta mempunyai interval perjalanan maksimum 50 mm. Motor ini dipasang pada lengan gerak kedua J yang juga dapat dinaik-turunkan melalui poros D. Poros ini juga dapat diputar naik-turun oleh motor B. Motor kedua ini menghasilkan gerakan dengan langkah 20 µm dan dapat beroperasi sampai 8 mm s-1 (400
3
Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu Tahun 1997, Volume 10 , halaman : 40-46. langkah per sekon) dengan langkah perjalanan 220 mm. Motor ini digunakan untuk pengaturan awal sistem ("initial setting") dan memungkinkan instrumen untuk digunakan mengukur buah dengan berbagai macam ukuran. Buah yang diukur H diletakkan pada penyangga yang pasang pada "strain gauge load cell" E yang dapat berfungsi sebagai penimbang buah dengan ketelitian 0,01 N dan kemampuan sampai 40 N. Alat dikendalikan sepenuhnya oleh komputer dan bekerja sesuai program yang dipilih. Pencatatan pada komputer berbentuk deformasi fungsi tekanan atau waktu. Penyajian dapat berupa tekanan fungsi deformasi, deformasi fungsi tekanan, tekanan fungsi waktu atau deformasi fungsi waktu. Untuk memulai operasi, nama seri pengukuran dan ketinggian indenter (sesuai dengan ukuran buah) dimasukkan ke komputer. Selanjutnya komputer akan mengomando alat untuk memulai operasi dengan mengatur ketinggian indenter yang diminta. Buah diletakkan pada penyangga, alat mulai dengan menimbang buah. Kemudian secara otomatis indenter bergerak turun. Pada saat mata tekan menyentuh permukaan buah, diameter buah terukur. Selanjutnya indenter menerobos kulit buah dan masuk ke dalam jaringan buah se dalam 10 mm. Proses pengukuran tersajikan secara grafis dalam bentuk gaya-deformasi yang dapat dilihat di layar komputerseperti disajikan pada gambar 3. Data pengukuran keluar secara langsung lewat printer. Karena di dalam praktek pengukuran kekerasan dengan alat portable biasa dilakukan baik dengan maupun tidak menghilangkan kulit buah maka gaya tekan maksimum Fp dan gaya tekan rata-rata pada kedalaman 7 mm F7 (rata-rata pembacaan antara kedalaman 4 - 9 mm) dibaca sebagai nilai kekerasan buah. Pengukuran Fp mensimulasikan pengukuran kekerasan buah tanpa menghilangkan kulit buah sedangkan pengukuran F7 mensimulasikan praktek pengukuran kekerasan buah dengan menghilangkan kulit buah. Sebagai tambahan, gaya FR2S juga ditentukan. Gaya ini dibaca pada saat indenter mencapai kedalaman maximal dan ditahan selama 2 detik. Besarnya gaya ini gaya relaksasi selama 2 detik, sehingga dapat dianggap sebagai kekerasan buah viscoelastik. Setiap buah dikenakan empat kali pengukuran sepanjang equator buah tersebut dan nilai rata-rata untuk Fp, F7 dan FR2S untuk 20 buah diambil sebagai nilai representatif 3 jenis kekerasan penetrometrik buah. Hasil Percobaan dan Pembahasan. Nilai IK, Fp, F7.dan FR2S. Nilai rata-rata indek kekerasan buah IK dan kekerasan penetrometrik Fp, F7 dan FR2S beserta standard deviasinya untuk setiap percobaan disajikan pada tabel 1. Percobaan (lama penyimpanan) I (5 hari) II (35 hari) III (66 hari) IV (97 hari) V (127 hari) VI (160 hari)
Jumlah buah 20 20 20 20 20 20
IK (M kg m-1 dtk2 ) 2,60 2,38 2,15 1,99. 1,96 1,75
Std. (M kg m-1 dtk-2 ) 0,159 0,095 0,116 0,096 0,149 0,206
Fp (N) 15,51 15,99 14,67 12,76 12,76 12,49
Std. (N) 2,074 2,939 2,104 2,117 1,648 2,168
F7 (N) 9,52 8,05 6,19 4,73 4,71 4,77
Std. (N) 0,694 0,901 0,708 1,008 0,734 0,841
FR2S (N) 7,55 6,28 5,12 5,00 5,30 5,48
Std. (N) 0,790 0,823 0,704 0,756 0,671 0,698
Catatan : Std. = standard deviasi, M = Mega (106) Dari tabel di atas terlihat bahwa walaupun secara fisik buah cukup seragam (lihat tabel 1) tetapi nilai-nilai kekerasan sangat bervariasi diantara buah. Nilai Fp adalah paling bervariasi (rata-rata std. 15,5 %) disusul masing-masing oleh F7 (rata-rata std. 14,1 %) dan FR2S (rata-rata std. 13, 0 %) sedangkan IK mempunyai variasi paling kecil (rata-rata std. 6,6 %). IK vs Fp, F7.dan FR2S
4
Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu Tahun 1997, Volume 10 , halaman : 40-46. Gambar 4 memperlihatkan grafik hubungan antara rata-rata IK dengan rata-rata Fp, rata-rata F7 dan rata-rata FR2S.. Hubungan antara IK dengan Fp dan F7 adalah linear dengan coefisien korelasi ( R ) masing-masing 0,91 dan 0,96 sedangkan hubungan antara IK dengan FR2S adalah kwadratik dengan R = 0,99. IK, Fp, F7 dan FR2S vs Lama Penyimpanan. Dengan berlanjutnya proses pematangan baik nilai IK, Fp, F7 maupun FR2S mengalamai penurunan. Grafik hubungan antara IK, Fp F7 dan FR2S dengan lamanya penyimpanan disajikan pada gambar 5. Dari gambar 5 terlihat bahwa nilai IK turun berangsur-angsur sampai menginjak bulan keenam dalam penyimpanan. Fp mengalami sedikit kenaikan pada bulan pertama kemudian turun secra cepat sampai bulan keempat dan tidak mengalami perubahan yang berarti di bulan-bulan berikutnya. F7 menurun secara drastis selama empat bulan pertama kemudian mengalami saturasi sedangkan FR2S menunjukkan penurunan dengan kecenderungan yang sama sampai bulan ketiga selanjutnya relatif tidak berubah untuk selanjutnya meningkat lagi di bulan-bulan berikutnya. Hasil-hasil diatas menunjukkan bahwa metode akustik layak dipertimbangkan sebagai alternatif untuk mengidentifikasi secara kuantitatif kekerasan buah karena IK berkorelasi erat baik dengan Fp (praktek pengukuran kekerasan tanpa menghilangkan kulit buah), F7 (praktek pengukuran buah dengan menghilangkan kulit buah) dan bahkan dengan FR2S (memasukkan sifat viskoelastik buah). Disamping itu sampai akhir periode penyimpanan nilai IK masih tetap menurun (belum mengalami saturasi) disaat kekerasan penetrometris mengalami kecenderungan yang tidak menentu lagi (Fp dan F7 relatif tidak berubah, FR2S naik lagi). Hal terakhir ini menunjukkan bahwa nilai IK lebih peka didalam mengidentifikasi kekerasan buah selama penyimpanan. Keunggulan lainnya test akustik adalah non-distruktif yang sangat menguntungan dari sudut pandang praktis dan ekonomis. Sebagai suatu contoh, sistem pemilahan buah apel dapat dikembangkan berdasarkan IK. Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan buah mempunyai variasi sangat kecil diantara buah dan hanya mengalami perubahan yang kurang berarti selama penyimpanan, sehingga parameter ini bisa dianggap konstant. Akan tetapi IK masih melibatkan massa buah sehingga instanlasi sistem pemilahan buah ini harus diletakkan sesudah buah terpisahkan berdasarkan ukuran ("grading system"). Kesimpulan. Indek kekerasan buah IK yang ditentukan berdasarkan frekuensi resonan berkorelasi secara linier dengan kekerasan buah penetrometris dalam bentuk gaya tekan maksimum ,Fp,(R = 0,91) dan nilai kekerasan buah dalam bentuk gaya tekan rata-rata pada kedalaman 7 mm, F7, (R = 0,96) dan berkorelasi secara kwadratik dengan kekerasan buah viskoelastik, FR2S, (R = 0.99). Nilai IK, Fp, F7 dan FR2S menurun selama penyimpanan pada suhu 2 °C dan kelembaban 95 %. Karena metode pengukurannya adalah non-distruktif dan IK mempunyai kecenderungan penurunan yang relatif teratur dibandingkan dengan nilai-nilai kekerasan penetrometris maka metode ini layak dipertimbangkan sebagai suatu alternatif dalam menentukan kekerasan buah. Daftar Pustaka. 1. Abbott J.A., Affeldt H.A., Liljedahl L.A. 1992 : Firmness measurement of stored 'Delicious' apples by sensory methods, Magness-Taylor, and sonic transmission. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 117(4) : 590-595. 2. Bourne M.C. 1965 : Studies on punch testing of apples. Food Techlology 19: 413-415. 3. Bourne M.C. 1979 : Theory and application of the puncture test in food texture measurement. In : P Sherman (Editor), Food Texture and Rheology. Academic Press, New York, N.Y., pp. 95-142.
5
Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu Tahun 1997, Volume 10 , halaman : 40-46. 4. Chen P., Sun Z., Huarng L. 1992 : Factors affecting acoustic responses of apples. Transactions of the ASAE 35(6):: 1915-1920. 5. Cook J.R. 1972 : An interpretation of the resonant behaviour of intact fruits and vegetablels. Transactions of the ASAE 15(6):: 1075-1080. 6. Duprat F., Pietri E. Grotte M.G., Studman C.J. 1995.: A multi-purpose firmness tester for fruits and vegetables. Computers and Electronics in Agriculture 12: 211-223. 7. Finney E.E. 1971 : Dynamic elastic properties and sensory quality of apple fruit. Journal of Texture Studies 2: 62-74. 8. Finney E.E. 1972 : Vibration techniques for testing fruit firmness. Journal of Texture Studies 3: 263-283. 9. Harman J.E. 1981 : Kiwifruit maturity. Orchardist N.Z. 56: 126-130. 10. Huarng L., Chen P., Upadhyaya S. 1993 : Determination of acoustic vibration modes in applas. Transactions of the ASAE 36(5):: 1423-1429. 11. Nicolas J., Buret M., Duprat F., Nicolas M., Rothan C., Moras P. 1986 : Effects of different conditions of cold storage upon physicochemical changes in kiwifruit. Acta Hortic. 194: 261-272. 12. Studman C.J., Yuwana 1992 : Twist test for measuring fruit firmness. Journal of Texture Studies 23: 215-227. 13. Sugiyama J., Otobe K., Hayashi S., Usui S. 1994 : Firmness measurement of muskmelons by acoustic impulse transmission. Transactions of the ASAE 37(4):: 1235-1241. 14. Van Woensel G., Verdonck E., De Baerdemaeker J. 1988 : Measuring the mechanical properties of apple tissue using modal analysis. Journal of Food Process Engineering 10: 151-163. 15. Voisey P.W. 1977 : Examination of operational aspects of fruit pressure tests. J. Can. Inst. Food Sci. Technol. 10: 284-294. 16. Yamamoto H., Iwamoto M., Haginuma S. 1980 : Acoustic impulse response method for measuring natural frequency of intact fruits and preliminary applications to internal quality evaluation of apples and watermelons. Journal of Texture Studies 11: 117-136.
6
Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu Tahun 1997, Volume 10 , halaman : 40-46.
batang pemukul buah
spon bok polystyrene mikrophon sound meter
Komputer
oscilloscope digital
Gambar 1. Peralatan test akustik.
7
Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu Tahun 1997, Volume 10 , halaman : 40-46.
A B J C
G D
F K
H E
Gambar 2. Peralatan test penetrometris. A = motor untuk pengukuran, B = motor untuk pengatur posisi awal indenter, C = poros untuk gerakan indenter, D = poros untuk pengatur posisi awal indenter, E = penopang buah dan "load cell", F = indenter, G = tiang penopang, H = buah, J = lengan penopang perangkat indenter dan K = komputer.
8
Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu Tahun 1997, Volume 10 , halaman : 40-46.
Gaya tekan (N) 25
Fp
20
15
4 mm
10
F7 FR2S
5 d
(7)
0 0
2
4 6 Deformasi ( mm)
8
10
Gambar 3. Skema proses pengukuran kekerasan penetrometris.
9
Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu Tahun 1997, Volume 10 , halaman : 40-46.
16
Fp = 4.5749 IK + 4.2443 R = 0.91
Fp(N)
Kekerasan penetrometris, F , F dan F ( N )
FR2s(N) F7(N)
12
F7 = 6.3421 IK - 7.2355 R = 0.96
8
4
0 1.50
FR2S = 6.6697 IK2 - 26.552 IK + 31.538 R = 0.99
1.75
2.00
2.25
2.50
2.75
Indek Kekerasan akustik, IK ( M kg m-1 dtk-2 )
Gambar 4. Grafik hubungan antara Indek Kekerasan, IK, dengan kekerasan-kekerasan penetrometris, Fp, F7 dan FR2S.
10
Indek Kekerasan (M kg m dtk ) dan Kekerasan penetrometris (N)
Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu Tahun 1997, Volume 10 , halaman : 40-46.
20 16 IK 12
Fp(N) FR2s(N)
8
F7 (N) 4 0 0
40
80
120
160
Lama penyimpanan ( hari )
Gambar 5. Perubahan nilai IK, Fp, F7 dan FR2S selama penyimpanan.
11