Volume Nomor , Desember 2008 Volume 4, 1, Nomor 2, 2 Desember 2011
ISSN 2085-7268
JURNAL PENELITIAN SASTRA Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh difotokopi tanpa izin dan biaya Adri (Balai Bahasa Ujung Pandang) Analisis Puisi “Jika pada Akhirnya” Karya Husni Djamaluddin dengan Pendekatan Semiotika Metasastra Vol. 4 No.2, Desember 2011, hlm.: 105—115 Pemberian makna terhadap sebuah puisi membutuhkan kecakapan tersendiri. Salah satu di antara sekian banyak pendekatan dalam mengungkap makna puisi adalah pendekatan semiotik. Pada intinya, pendekatan ini merupakan upaya mengungkap keseluruhan tanda yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembacaan puisi secara heuristik dan hermeneutik, makna ikonitas, indeksitas, simbol, serta relevansi puisi dengan ajaran agama Islam. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik inventarisasi, baca simak, dan pencatatan. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa makna puisi dapat diungkapkan dengan pendekatan semiotik. Puisi ini mempunyai relevansi dengan ajaran Islam. Kata kunci: puisi, kajian semiotika, dan Husni Djamaluddin
Ariyanti (Balai Bahasa Bandung) Budaya Tionghoa di Indonesia dalam Sebuah Cerita Lan Fang Metasastra Vol. 4 No.2, Desember 2011, hlm.: 116—122 Lan Fang adalah seorang penulis keturunan Tionghoa. Karya-karyanya banyak menampilkan budaya Tionghoa. Salah satu karya Lan Fang yang cukup menarik adalah sebuah cerpen yang berjudul “Yang Liu”. Dalam cerpen tersebut Lan Fang menggambarkan dengan jelas bagaimana orang-orang keturunan Tionghoa di Indonesia melakukan prosesi pemakaman jenazah. Selain itu, Lan Fang juga menyelipkan beberapa kosa kata Mandarin dan menjelaskan kosa kata tersebut sebagai upaya memperkenalkan bahasa Mandarin pada pembaca. Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana Lan Fang menjadikan budaya Tionghoa di Indonesia sebagai latar belakang cerita, budaya apa saja yang ditampilkan dan makna simbol-simbol yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Kata kunci: Lan Fang, budaya, dan pemakaman
vii
Hidayat, Asep Rahmat (Balai Bahasa Bandung) Mundinglaya Dikusumah: Satu Kajian Morfologi atas Cerita Pantun Sunda Metasastra Vol. 4 No.2, Desember 2011, hlm.: 123—133 Mundinglaya Dikusumah merupakan satu cerita pantun Sunda yang cukup populer. Cerita ini merupakan salah satu jenis tradisi lisan Sunda. Sumber tertulis tentang cerita Mundinglaya Dikusumah yang sering dijadikan rujukan adalah publikasi C.M. Pleyte, Raden Moending Laja di Koesoema: Een Oude Soendaasche Ridderroman Met Eene Inleiding over den Toekang Pantoen (TBG 49, 1907). Artikel ini bertujuan mendeskripsikan fungsi-fungsi yang terdapat dalam Mundinglaya Dikusumah dengan cara menganalisis cerita itu secara morfologis. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah analisis morfologi yang dilakukan Vladimir Propp terhadap cerita-cerita rakyat Rusia. Dengan metode tersebut akan terlihat fungsi-fungsi apa saja yang ada dan yang tidak ada dalam cerita tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam cerita Mundinglaya Dikusumah terdapat 14 fungsi yang sama dengan fungsi Propp dan 17 fungsi yang terdapat dalam Propp tidak terdapat dalam cerita Mundinglaya Dikusumah. Kata kunci: cerita pantun Sunda, analisis morfologis, dan analisis fungsi
Koswara, Dedi (Universitas Pendidikan Indonesia) Antroponimi dan Toponimi Universal di dalam Struktur Naratif Sastra Sunda Buhun (Kajian Semiotik Terhadap Kelisanan Carita Pantun dan Keberaksaraan Wawacan Sanghyang Jagatrasa) Metasastra Vol. 4 No.2, Desember 2011, hlm.: 134—149 Objek pembicaraan pada tulisan ini meliputi dua ranah studi, yaitu sastra lisan Carita Pantun Sanghyang Jagatrasa (CPSJ) dan sastra tulis naskah Wawacan Sanghyang Jagatrasa (WSJ). Masalah yang diangkat berkenaan dengan:(1) transformasi antara kelisanan CPSJ dan keberaksaraan WSJ, (2) struktur formal puisi naratif CPSJ dan struktur formal sastra tulis WSJ, dan (3) makna semiotik di balik antroponimi dan toponimi universal yang tertuang pada CPSJ dan WSJ. Pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah itu, yaitu (1) pendekatan sastra lisan dan (2) pendekatan sastra tulis. Berdasarkan hasil penerapan pendekatan sastra lisan ditemukan (1) CPSJ memiliki 8 formula, 13 fungsi, dan 7 lingkungan tindakan, sedangkan berdasarkan penerapan sastra tulis terhadap WSJ diketahui bahwa WSJ memiliki 6 model aktan dan 3 model fungsional, (2) transformasi antara kelisanan CPSJ ke keberaksaraan WSJ terdapat pada konvensi kesastraan, teknik naratif, ungkapan formula, kosakata, dan konstruksi kalimat. Adanya transformasi tersebut, secara semiotik, dapat dimaknai sebagai suatu upaya pelestarian nilai-nilai moral yang termuat dalam CPSJ ke dalam era WSJ sejalan dengan situasi dan kondisi serta minat masyarakat Sunda pada zamannya, (3) Munculnya antroponimi dan toponimi universal di dalam CPSJ dan WSJ dapat dimaknai secara semiotik sebagai sebuah cermin tentang eksistensi kosmologi Sunda buhun (lama) yang pernah hidup di dalam masyarakat Sunda pada zamannya. Kata kunci: sastra lisan, carita pantun, wawacan, antroponimi, dan toponimi
viii
Ratna, I Nyoman Kutha (Universitas Udayana) Antropologi Sastra: Perkenalan Awal Metasastra Vol. 4 No.2, Desember 2011, hlm.:150—159 “Antropologi Sastra: Perkenalan Awal”, artikel ini mendeskripsikan atau mengenalkan sebuah teori yang relatif baru dalam sejarah pendekatan terhadap karya sastra, yaitu antropologi sastra. Secara panjang lebar, di dalam artikel dijelaskan perbedaan antara istilah antropologi sastra dan sastra antropologi serta hubungan kedua istilah tersebut. Kemudian, dijelaskan pula tentang sejarah lahirnya antropologi sastra, identifikasi antropolgis dalam karya sastra dan antropologi sastra di masa depan. Dalam penutup disampaikan bahwa antropologi sastra memiliki kemampuan maksimal untuk mengungkapkan berbagai permasalahan yang muncul dalam karya sastra, seperti masalah kearifan lokal, sistem religi, dan masalah kebudayaan yang lain. Kata kunci: antropologi sastra dan sastra antropologi
Putra, Ida Bagus Rai (Universitas Udayana) Ajaran Budi Pekerti Teks Geguritan Sarasamuscaya dan Relevansinya terhadap Dekontruksi Etika-Moralitas Bangsa Metasastra Vol. 4 No.2, Desember 2011, hlm.: 160—170 Sangat lama pendidikan budi pekerti yang lahir dari bumi pertiwi terlindas pendidikan global yang menaruh harapan besar pada nilai-nilai Barat yang cenderung material dan amat hedonis. Pembangunan hanya mengejar nilai ekonomis, kurang memperhatikan pembangunan mental spiritual yang tumbuh dari peradaban sendiri sehingga mengakibatkan generasi penerus bangsa menjadi generasi “kolokan”, tidak mengetahui tataetiket bangsanya sendiri. Arti dari kegetiran itu adalah kita sejak lama membutuhkan santapan rohani yang membumi, agar anak bangsa ini tidak tercerabut dari akar tradisi leluhurnya sendiri. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyajikan nilai-nilai moralitas bangsa yang tertuang dalam karya-karya klasik, khususnya karya Geguritan Sarasamuscaya. Pengungkapan nilainilai ajaran yang dikandung kiranya dapat dipakai ancangan untuk mengisi pendidikan budi pekerti yang dilupakan dalam kurikulum sekolah di Indonesia. Namun, belakangan ini semakin santer terdengar manfaatnya untuk diajarkan dari tingkat pendidikan paling dasar hingga ke pendidikan perguruan tinggi. Dalam rangka merancang nilai moralitas dari teks Geguritan Sarasamuscaya menjadi bahan jadi yang dapat dipedomani, penulisan ini dibantu dengan pendekatan yang bersifat pascastruktural yang kritis. Teori yang digunakan adalah teori resepsi Jauss, teori semiotika Pierce, dan teori mitologi dari Barthes. Nilai-nilai moralitas teks Geguritan Sarasamuscaya sangat baik dipakai pedoman untuk pengajaran budi pekerti. Dengan demikian, moralitas bangsa yang kita cintai ini tidak jatuh pada titik nadir. Kata kunci: ajaran budi pekerti teks Geguritan Sarasamuscaya, relevansi, dan dekonstruksi etika-moralitas bangsa
ix
Turaeni, Ni Nyoman Tanjung (Balai Bahasa Surabaya) Bentuk, Fungsi, dan Makna Tradisi Lisan “Mabebasan” dalam Upacara Keagamaan di Jawa Timur Metasastra Vol. 4 No.2, Desember 2011, hlm.: 171—180 Dharma Gita adalah lagu-lagu keagamaan atau lebih dikenal dengan nyanyian tentang nilainilai kebenaran. Nyanyian ini berfungsi sebagai media untuk mengembangkan nilai keagamaan karena di dalamnya terkandung sastra-sastra agama. Yang termasuk dalam Dharma Gita adalah Seloka, Palawakya, Kakawin, Kidung, dan Geguritan. Melagukan nyanyiannyanyian keagamaan di Bali disebut makidung, makakawin, mageguritan atau mamutru. Bila makakawin disertai dengan memberikan arti dan ulasan, kegiatan itu disebut mabebasan. Mabebasan merupakan seni tradisional masyarakat (Hindu) di Bali, tidak dapat dipisahkan dari kehidupan adat-istiadat sehari-hari. Seni mabebasan hampir selalu hadir pada setiap pelaksanaan upacara keagaamaan. Sebagai seni tradisional, mabebasan saat ini berkembang dengan pesat dalam masyarakat. Salah satu di antaranya adalah Mabebasan Utsawa Dharma Gita, yaitu membaca ayat-ayat suci dari kitab Weda yang diselenggarakan di tingkat kabupaten, provinsi, dan tingkat nasional. Makalah ini bertujuan untuk mengungkapkan makna yang terkandung dalam lirik nyanyian atau kidung yang dilantunkan dalam kegiatan tersebut. Pemaknaan akan diungkapkan melalui proses kajian hermeneutik dengan harapan dapat mengupas nilai-nilai keagamaan bagi kehidupan sosial budaya masyarakat Hindu, khususnya di Jawa Timur sebagai medium untuk mempertahankan kearifan lokal yang terdapat dalam lingkungan masyarakat sebagai khazanah memperkaya budaya nasional. Kata kunci: tradisi lisan, bentuk, fungsi, dan makna
Rohayati (Stikes Dharma Husada Bandung) Model Pembelajaran Menulis Puisi Religius Islami dengan Teknik Pengamatan Objek yang Berorientasi pada Pengembangan Karakter (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas V SDIT Nur Al Rahman) Metasastra Vol. 4 No.2, Desember 2011, hlm.: 181—194 Penelitian ini berjudul “Model Pembelajaran Menulis Puisi Religius Islami dengan Teknik Pengamatan Objek yang Berorientasi pada Pengembangan Karakter di Kelas V SDIT Nur Al Rahman Kota Cimahi ( Model PMPRI ).” Penelitian ini diawali dengan adanya kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa dalam pembelajaran menulis puisi di SD dan mengembangkan karakter religius. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen. Data diperoleh dengan teknik random undian. Instrumen pengumpulan data berupa tes dan observasi lapangan. Untuk analisis data kuantitatif digunakan teknik analisis statistik menggunakan program SPSS. Hasil dari penelitian dan perhitungan statistik menggunakan program SPSS dengan uji t didapatkan hasil 0,000 dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil perhitungan di bawah 0,005 berarti signifikan, dapat dikatakan bahwa perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen yang mendapat perlakuan dengan model PMPRI memberikan hasil efektif jika dibandingkan dengan hasil kelas kontrol yang mendapat perlakuan dengan teknik ceramah. Nilai rata-rata prates dan postes kelas eksperimen 70,1429 menjadi 82, 1190, sedangkan kelas kontrol 70,7073 menjadi 77,3659. Kata kunci: model pembelajaran, puisi, religius Islami, dan karakter
x
Sungkowati, Yulitin (Balai Bahasa Surabaya) Resepsi Pembaca terhadap Tjerita Njai Dasima Metasastra Vol. 4 No.2, Desember 2011, hlm.: 195—207 Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan bentuk dan perubahan resepsi pembaca terhadap Tjerita Njai Dasima dengan teori resepsi sastra dan metode resepsi diakronis. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa sejak era kolonial hingga era reformasi Tjerita Njai Dasima telah mendapat tanggapan berupa karya-karya baru dalam bentuk puisi, prosa, teks drama, skenario film, film, sinetron, dan drama musikal. Perubahan resepsi terjadi dari generasi ke generasi seiring dengan perubahan zaman dan perubahan horison harapan pembacanya. Resepsi pada masa sebelum kemerdekaan menunjukkan ideologi prokolonial dan pada era awal kemerdekaan sebaliknya, antikolonial. Resepsi pembaca yang muncul di era Orde Baru berisi kritik sosial terhadap pembangunan dan di era reformasi memperlihatkan semangat pluralisme dan kebebasan. Kata kunci: resepsi sastra, pembaca, horison harapan, diakronis, dan semangat zaman
xi