[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BRAIN BASED LEARNING IYAN ROSITA DEWI NUR
[email protected] DOSEN PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP-UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG ABSTRAK Dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukan dalam matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, kompetensi yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan berpikir kreatif matematis serta kemampuan untuk mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Salah satu upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian siswa adalah dengan memberikan pembelajaran yang lebih menekankan pada keaktifan siswa. Metode penelitian ini adalah eksperimen yang dilaksanakan di program studi pendidikan matematika Universitas Singaperbangsa Karawang dengan tujuan untuk menelaah kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL), dan mendeskripsikan pendapat para siswa terhadap model pembelajaran ini. Subjek sampel penelitian adalah 2 kelas yang diambil secara acak dari 5 kelas semester 1 tahun ajaran 2015/2016. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir matematis, angket kemandirian belajar matematika, lembar observasi kegiatan pembelajaran, dan pedoman wawancara. Hasil penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran BBL lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional, terdapat hubungan yang positif antara kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa, serta para mahasiswa berpendapat bahwa model pembelajaran BBL ini dapat digunakan dalam mata kuliah matematika yang lain. Kata Kunci: Brain Based Learning (BBL), kemampuan berpikir kreatif matematis, kemandirian belajar siswa. PENDAHULUAN Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan lulusan pendidikan yang tidak hanya terampil dalam satu bidang, tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal tersebut perlu dimanifestasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk matematika. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik, mulai dari sekolah dasar untuk membekali
Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
26
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
peserts didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Berdasarkan Balitbang (2011), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2011 yang diikuti oleh 600.000 siswa dari 63 negara, tingkat capaian matematika siswa Indonesia ada di urutan 38 dari 42 negara dengan skor 386. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan matematika siswa masih jauh dari sasaran. Salah satu tujuan dari pendidikan adalah mampu menjadikan anak berpikir kreatif baik dalam hal menyelesaikan atau memecahkan permasalahan maupun kemampuan mengkomunikasikan atau menyampaikan pikirannnya. Kenyataannya pelaksanaan pembelajaran kurang mendorong siswa untuk berpikir kreatif. Dua faktor penyebab berpikir kreatif tidak berkembang selama pendidikan adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan target materi yang luas, sehingga pendidik lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman pendidik tentang metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Selama berabad-abad para ilmuan telah mencoba untuk memahami cara otak manusia bekerja dari dalam. Mengapa penemuan baru tentang otak ada kaitannya dan sangat penting bagi guru yang mengajar di kelas? Selama bertahuntahun para pendidik melemparkan jala yang sangat besar hanya untuk berharap dalam “menangkap” sebanyak-banyaknya pembelajar dari sekolah. Kini hanya dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kemampuan otak, kita dapat menjamin sebagian besar pembelajar akan terkait pada sebagian besar waktu. Hal ini merupakan sebuah contoh tentang bagaimana kontribusi dari neurologi dan psikologi perkembangan menginformasikan tentang pengajaran dan pembelajaran. Jika yang paling dibutuhkan otak adalah bertahan, pendekatan yang kita ambil untuk siswa yang mengalami kekerasan atau yang diabaikan tentunya akan berbeda dengan pendekatan yang digunakan untuk memotivasi pembelajar yang merasa aman dan didukung secara akademik di rumahnya. Pembelajaran berbasis kemampuan otak mempertimbangkan apa yang sifatnya alami bagi otak kita dan bagaimana otak dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman (Jensen, 2008:5). Dengan menggunakan pembelajaran Brain Based Learning, siswa diharapkan mampu menyelesaikan segala persoalan baik yang ia jumpai di sekolah maupun di dalam kehidupan nyata secara matematis, efektif dan efisien. Dalam pembelajaran Brain Based Learning siswa diberikan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi padaupaya pemberdayaan potensi otak siswa. Pemahaman yang memadai mengenai fungsi dan peran masingmasing belahan otak dan cara alamiah otak belajar diharapkan akan mampu merubah cara berpikir dan motivasi belajar siswa. Dari hasil pengamatan terhadap mahasiswa program studi pendidikan matematika UNSIKA semester 4 terdapat beberapa indikasi masalah yang terjadi pada saat pembelajaran matematika berlangsung, antara lain karena pembelajarannya masih cenderung menggunakan pembelajaran yang berpusat pada dosennya sehingga mahasiswa kurang menonjolkan keaktifan dalam belajar. Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
27
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
Selain itu, pemberian soal yang hanya berupa konsep tanpa penerapan pada kehidupan sehari-hari menyebabkan para mahasiswa kurang aktif dalam pembelajaran, kurang motivasi dalam belajar dengan hanya mengandalkan ilmu hanya dari yang diajarkan dosennya saja yang mengakibatkan kemandirian belajar mereka rendah sehingga kemampuan berpikir kreatif matematis mereka kurang berkembang. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya nilai akhir matematika para mahasiswa pada mata kuliah yang bersifat analisis, yaitu hanya sekitar 32% mahasiswa yang mencapai nilai yang berkategori baik. Keberhasilan pembelajaran dalam pengertian tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematisnya yang merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran. Seiring dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka terus pula dikembangkan berbagai macam metode-metode pembelajaran. Berdasarkan karakteristiknya, pembelajaran Brain Based Learning (BBL) adalah model pembelajaran yang melibatkan fungsi otak kiri dan otak kanan sehingga dalam proses pembelajarannya siswa dituntut untuk berpikir kreatif bagaimana memaksimalkan kemampuan otak kiri dan otak kanannya pada saat proses pembelajaran berlangsung. Kemampuan lain yang harus dimiliki siswa selain berpikir kreatif adalah kemampuan untuk mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Menurut Paris dan Winograd (Sumarmo, 2010) bahwa karakteristik yang termuat dalam sikap mandiri adalah kesadaran berpikir, penggunaan strategi, dan motivasi yang berkelanjutan. Terdapat tiga karakteristik dalam kemandirian belajar menurut Sumarmo (2010) yaitu: 1. Siswa merancang belajarnya sendiri sesuai dengan keperluan atau tujuan siswa yang bersangkutan 2. Siswa memilih strategi dan melaksanakan rancangan belajarnya 3. Siswa memantau kemajuan belajarnya sendiri, mengevaluasi hasil belajarnya dan dibandingkan dengan standar tertentu. Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas dan hasilhasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maka salah satu alternatif pembelajaran untuk mengatasi permasalahan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa adalah dengan menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) karena model pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang melibatkan fungsi otak kiri dan otak kanan sehingga dalam proses pembelajarannya siswa dituntut untuk berpikir kreatif bagaimana menggunakan dan memaksimalkan kemampuan otak kiri dan otak kanannya pada saat proses pembelajaran berlangsung. LANDASAN TEORI Model Pembelajaran Brain Based Learning Brain Based learning adalah sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa.
Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
28
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
Tiga strategi utama yang dapat dikembangkan dalam implementasi Brain Based Learning (Jensen, 2008), yaitu: 1. Menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa. Dalam setiap kegiatan pembelajaran, sering-seringlah guru memberikan soalsoal materi pelajaran yang memfasilitasi kemampuan berpikir siswa dari mulai tahap pengetahuan (knowledge) sampai tahap evaluasi menurut tahapan berpikir berdasarkan Taxonomy Bloom. Soal-soal pelajaran dikemas seatraktif dan semenarik mungkin misalnya melalui teka-teki, simulasi games, tujuannya agar siswa dapat terbiasa untuk mengembangkan kemampuan berpikir dalam konteks pemberdayaan potensi otak siswa. 2. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Hindarilah situasi pembelajaran yang membuat siswa merasa tidak nyaman dan tidak senang terlibat di dalamnya. Lakukan pembelajaran di luar kelas pada saatsaat tertentu, iringi kegiatan pembelajaran dengan musik yang didesain secara tepat sesuai kebutuhan di kelas, lakukan kegiatan pembelajaran dengan diskusi kelompok yang diselingi dengan permainan-permainan menarik, dan upaya-upaya lainnya yang mengeliminasi rasa tidak nyaman pada diri siswa. 3. Menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa (active learning). Siswa sebagai pembelajar dirangsang melalui kegiatan pembelajaran untuk dapat membangun pengetahuan mereka melalui proses belajar aktif yang mereka lakukan sendiri. Bangun situasi pembelajaran yang memungkinkan seluruh anggota badan siswa beraktivitas secara optimal, misal mata siswa digunakan untuk membaca dan mengamati, tangan siswa bergerak untuk menulis, kaki siswa bergerak untuk mengikuti permainan dalam pembelajaran, mulut siswa aktif bertanya dan berdiskusi, dan aktivitas produktif anggota badan lainnya. Merujuk pada konsep konstruktivisme pendidikan, keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh seberapa mampu mereka membangun pengetahuan dan pemahaman tentang suatu materi pelajaran berdasarkan pengalaman belajar yang mereka alami sendiri. Berpikir Kreatif Matematis Berpikir kreatif dipandang sebagai suatu proses yang digunakan ketika seorang individu mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut merupakan gabungan dari ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan (Infinite Innovation Ltd, 2001). Pengertian ini lebih memfokuskan pada proses individu untuk memunculkan ide baru yang merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum diwujudkan atau masih dalam pemikiran. Pengertian berpikir kreatif ini ditandai adanya ide baru yang dimunculkan sebagai hasil dari proses berpikir tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun, menghasilkan ide atau gagasan yang baru. Munandar (Amalia, 2008: 37) memberikan uraian tentang aspek berpikir kreatif sebagai dasar untuk mengukur kreatifitas siswa seperti terlihat dalam Tabel 1 di bawah ini.
Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
29
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
Tabel 1 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Indikator 1. Berpikir Lancar (Fluency) 1. Mencetuskan banyak gagasan, 2. jawaban, penyelesaian masalah atau jawaban 3. 2. Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai 4. hal 5. 3. Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban 6. Berpikir Luwes (Flexibility) 1. 1. Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi 2. 2. Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda 3. 3. Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda 4. 4. Mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran 5.
6.
7. 8. Berpikir Orisinil (Originality) 1. 1. Mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik 2. 2. Memikirkan cara-cara yang tak lazim untuk mengungkapkan diri3. 3. Mampu membuat kombinasikombinasi yang tak lazim dari 4. bagian-bagian atau unsur-unsur 5. 6.
7.
Perilaku Mengajukan banyak pertanyaan Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari orang lain Dapat dengan cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu obyek atau situasi. Memberikan aneka ragam penggunaan yang tak lazim terhadap suatu obyek Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambaran, cerita atau masalah Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda Memberikan pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain Dalam membahas/mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang bertentangan dengan mayoritas kelompok. Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan bermacam-macam cara untuk menyelesaikannya Menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda Mampu mengubah arah berfikir secara spontan. Memikirkan masalah-masalah atau hal yang tidak terpikirkan orang lain Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru Memilih asimetri dalam menggambarkan atau membuat desain Memilih cara berfikir laindaripada yang lain Mencari pendekatan yang baru dari yang stereotypes (klise) Setelah membaca atau mendengar gagasangagasan, bekerja untuk menyelesaikan yang baru Lebih senang mensintesa daripada menganalisis sesuatu. Volume 4 Nomor 1, Maret 2016
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
30
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA] Berfikir Elaboratif (Elaboration) 1. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk 2. Menambah atau merinci detaildetail dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik
ISSN 2338-2996
1. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci 2. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain 3. Mencoba atau menguji detail-detail untuk melihat arah yang akan ditempuh 4. Mempunyai rasa keindahan yang kuat, sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana 5. Menambah garis-garis, warna-warna, dan detail-detail (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.
Kemandirian Belajar Paris dan Winograd (Fauzi, 2009) menegaskan, tiga karakteristik utama dari SRL yaitu kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan motivasi yang terpelihara. Masing-masing karakteristik tersebut dipaparkan sebagai berikut: 1. Metakognisi Pengertian metakognisi menurut Paris dan Winograd (2004) yaitu berpikir tentang berpikir dengan aspek-aspeknya self-appraisal (menilai diri) dan selfmanagement (mengatur diri), sedangkan Bandura (Paris dan Winograd, 2004) menekankan bahwa kemandirian belajar melibatkan tiga proses yang saling berkaitan: observasi diri, evaluasi diri, dan reaksi diri. 2. Penggunaan Strategi Bagian kedua dari kemandirian belajar adalah melibatkan urutan yang berkembang dari seseorang, untuk belajar, mengendalikan emosi, mengejar tujuan, dan sebagainya. Paris dan Winograd (2004) menyatakan ada tiga komponen aspek penting dari strategi metakognisi, sering merujuk pada pengetahuan deklaratif (apa yang disebut dengan strategi), pengetahuan prosedural (bagaimana strategi bekerja), dan pengetahuan kondisional (kapan dan mengapa strategi diterapkan). Mengetahui ketiga karakter strategi dapat membantu siswa untuk membedakan strategi yang produktif, dan kemudian menerapkan strategi yang sesuai. Pada saat siswa menjadi strategis, mereka akan memperhatikan pilihan-pilihan sebelum memilih strategi untuk menyelesaikan masalah. Pilihan ini merupakan kemandirian belajar, karena merupakan hasil dari analisis kognitif dari opi-opsi alternatif untuk melakukan pemecahan masalah. 3. Motivasi yang dipertahankan Aspek ketiga dari kemandirian belajar adalah motivasi. Karena belajar memerlukan upaya dan pilihan. Kemndirian belajar melibatkan keputusan motivasional tentang tujuan suatu aktivitas, perasaan ketidakmampuan dan menilai tugas, persepsi diri tentang kemampuan untuk menyelesaikan tugas, dan keuntungan potensial dari keberhasilan atau pertanggungjawaban atas kegagalan. Kesadaran dan refleksi dapat mengarah pada berbagai tindakan, bergantung pada motivasi siswa. Selanjutnya, Paris dan Winograd (2004) Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
31
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
mengelompokkan dua belas prinsip kemandirian belajar ke dalam empat kategori, yaitu: 1. Menilai diri mengarah pada pemahaman belajar yang lebih dalam 2. Mengatur diri dalam berpikir, berupaya, dan meningkatkan pendekatan yang feksibel pada pemecahan masalah yang adaptif (menyesuaikan diri), tekun, pengendalian diri, strategis, dan berorientasi tujuan 3. Self-regulation dapat diajarkan dengan berbagai cara. Dikarenakan kemandirian belajar fleksibel dan adaptif, berbagai strategi yang berbeda dan motivasi dapat ditekankan pada siswa yang berbeda. Self-regulation dapat diajarkan dengan pengajaran secara explisif, refleksi langsung, dan diskusi metakognisi; dapat ditingkatkan secara tidak langsung, dengan pemodelandan aktivitas yang memerlukan analisis reflektif dari belajar, mengevaluasi, membuat peta, dan mendiskusikan bukti-bukti dari pertumbuhan seseorang; terpilih dalam pengaaman naratif dan identitas dari setiap individu 4. Belajar adalah bagian dari kehidupan seseorang, dan sebagai akibat dari karakter seseorang. Dengan pandangan ini, kemandirian belajar dibangun oleh karakter dari kelompok yang diikutinya, yaitu: a. Bagaimana individu memilih untuk menilai dan memonitor perilaku mereka, umumnya konsisten dengan identitas yang mereka pilih dan inginkan. b. Memperoleh perspektif sendiri pada pendidikan dan belajar, menyediakan suatu kerangka kerja naratif, yang akan memperdalam kesadaran pribadi dari self-regulation. c. Partisipasi dalam suatu komunitas yang reflektif akan meningkatkan banyak dan kedalaman pengujian kebiasaan self-regulation sesorang. METODOLOGI Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen menggunakan metode campuran jenis rancangan metode campuran Eksplanatoris Sekuensial yaitu pengumpulan dan analisis data kuantitatif pada tahap pertama yang diikuti oleh pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap kedua yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif dengan bobot prioritas lebih diberikan pada kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester 1 (satu) tahun ajaran 2015/2016 program studi pendidikan matematika fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Singaperbangsa Karawang. Sebagai sampel diambil 2 kelas secara acak (random) dari 5 kelas yang terdapat di semester 1 prodi matematika dimana 1 kelas dijadikan sebagai kelas eksperimen dan 1 kelas lagi dijadikan sebagai kelas kontrol. Randomisasi dilaksanakan dengan cara mengundi kelas nya dan terpilihlah kelas B sebagai kelas kontrol dan kelas E sebagai kelas eksperimen. Jumlah mahasiswa di kelas B sebanyak 30 orangdan di kelas E sebanyak 30 orang. Penelitian yang dilakukan di program studi pendidikan matematika UNSIKA ini dilaksanakan pada mata kuliah bahasa inggris untuk matematika.
Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
32
ISSN 2338-2996
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Hasil Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berdasarkan analisis data pretes telah diketahui bahwa kemampuan awal berpikir kreatif mahasiswa tidak berbeda secara signifikan. Hasil akhir dari perolehan post tes diperoleh pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Uji Normalitas Data Skor Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Pendekatan Pembelajaran
Tests of Normality KolmogorovSmirnova Statistic
Kemampuan Brain Based ,142 Koneksi Learning Matematik Konvensional ,165 (Postes) a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk Sig.
Statistic
Df
Sig.
28
,159
,947
28
,170
28
,059
,945
28
,149
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa nilai signifikansi untuk kelas eksperimen sebesar 0,159 dan nilai signifikansi untuk kelas kontrol sebesar 0,059. Hal itu menunjukkan bahwa nilai signifikansi baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol > 0,05. Hal ini menandakan bahwa kedua sampel berdistribusi normal. Selanjutnya dilanjutkan dengan uji homogenitas varians pada α = 0,05 dengan perhitungan uji homogenitas disajikan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil Uji Homogenitas Varians Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Levene Statistic
df1
1,422
df2 1
Sig. 54
,238
Pada Tabel 3 terlihat nilai sig = 0,238 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua varians data tersebut homogen. Setelah skor dinyatakan normal dan homogen maka selanjutnya dilakukan uji kesamaan dua rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji t pada α = 0,05. Uji kesamaan dua rata-rata postes dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas manakah dari kelas eksperimen dan kelas kontrol yang lebih baik. Berikut ini merupakan hasil
Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
33
ISSN 2338-2996
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
pengujian uji kesamaan rata-rata postes kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan uji t yang disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Independent Samples Test t-test for Equality of Means T Df Sig. (2-tailed) Kemampuan Kreatif Matematik (Postes)
Equal variances assumed Equal variances not assumed
5,957
54
,000
5,957
52,135
,000
Berdasarkan Tabel 4 terlihat nilai sig. = 0,000 < 0,05, ini berarti Ho ditolak yang artinya kemampuan akhir berpikir kreatif matematis siswa kelas yang menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. 2. Hasil Angket Kemandirian Angket kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk melihat kemandirian belajar siswa pada mata kuliah bahasa inggris untuk matematika. Untuk menganalisis angket ini digunakan skor sikap siswa dibandingkan dengan skor maksimal ideal kemudian dilihat secara kontinum apakah kemandirian siswa termasuk pada kategori sangat mandiri, mandiri, biasabiasa saja, kurang mandiri, ataukah sangat kurang mandiri dari kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Pada pengujian normalitas, digunakan uji KolmogorovSmirnov. Dari perhitungan uji normalitas diperoleh hasil seperti disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil Uji Normalitas Data Skor Kemandirian Belajar Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran Tests of Normality Aspek
Pendekatan Pembelajaran
Kemandirian Belajar
Brain Based Learning Konvensional a. Lilliefors Significance Correction
Kolmogorov-Smirnova Statistic Df
Sig.
,211
30
,311
,179
30
,298
Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
34
ISSN 2338-2996
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
Kriteria Pengujian : Jika Sig. > 0,05 maka sampel berdistribusi normal. Berdasarkan Tabel 5 terlihat untuk setiap kelas pembelajaran baik yang menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning maupun pembelajaran konvensional memiliki nilai Sig. > 0,05. Hal ini menandakan bahwa kedua sampel berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians, hasil uji homogenitas disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil Uji Homogenitas Varians Kemandirian Belajar Levene Statistic 3,196
df1
df2 1
58
Sig. ,373
Pada Tabel 6 terlihat nilai sig = 0,373 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua varians data tersebut homogen. Setelah skor dinyatakan normal dan homogen maka selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan uji t pada α = 0,05 dengan kriteria pengujian: terima Ho jika sig > α = 0,05. Tabel 7 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skala Kemandirian Belajar Siswa Independent Samples Test t-test for Equality of Means t Df Sig. (2-tailed) Kemandirian Belajar
Equal variances assumed Equal variances not assumed
2,672
58
,010
2,672
57,83 5
,010
Berdasarkan Tabel 7 terlihat nilai sig. = 0,010 < 0,05, ini berarti Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. 3. Hubungan antara Kemandirian Belajar dan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Untuk melihat ada tidaknya hubungan antara kualifikasi kemandirian belajar dan berpikir kreatif matematis siswa digunakan asosiasi kontingensi. Sebelumnya pada masing-masing variabel dibuat kriteria penggolongan kualifikasinya. Untuk kemandirian belajar siswa dengan skor maksimum idealnya (SMI) 112 maka penggolongannya adalah: Skor > 85 : Baik 67 skor 84 : Sedang Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
35
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
Skor < 66 : Kurang Sedangkan untuk kemampuan berpikir kreatif matematis dengan skor maksimum ideal (SMI) 28 maka penggolongannya adalah: Skor > 20 : Baik 12 skor 19 : Sedang Skor < 11 : Kurang Hipotesis penelitian untuk hubungan antara kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa adalah “Terdapat hubungan antara kemandirian belajar dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa”. Sebagai konsekuensi statistik dari hipotesis penelitian tersebut, diuji hipotesis nol (Ho) dengan rumusan hipotesis sebagai berikut: H0 : Tidak terdapat hubungan antara kualitas kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa HA : Terdapat hubungan antara kualitas kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Tabel 8 Hasil Uji Chi-Square Kemandirian Belajar dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
31,374a 39,412 22,219
Df
Asymp. Sig. (2-sided) 4 4 1
.000 .000 .000
30
Dari hasil perhitungan pada Tabel 8 diperoleh nilai sig = 0,000 (Sig.<0,05) dengan kata lain H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kemandirian belajar dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Tabel 9 Kontingensi Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemandirian Belajar Symmetric Measures Value Asymp. Std. Errora Contingency ,715 Coefficient
Approx. Tb
Nominal by Nominal N of Valid Cases 30 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Approx. Sig. ,000
Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
36
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
Pada Tabel 9 terlihat nilai koefisien kontingensi C = 0,715. Agar C dapat dipergunakan untuk menilai derajat asosiasi antara kedua variabel, maka harga C perlu dibandingkan dengan Cmak sebagai berikut: m 1 3 1 2 Cmak 0,816 m 3 3 Selanjutnya dihitung nilai Q sebagai berikut: c 0, 715 Q 0,876 . Cmak 0,816 Karena nilai Q = 0,876 maka menurut Davis (1971) asosiasi kedua tergolong sangat kuat. 4. Hasil observasi kegiatan belajar Pengamatan/observasi selama kegiatan pembelajaran baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol dilakukan oleh rekan peneliti sendiri secara langsung dan dibantu alat perekam yaitu handicam dengan tujuan agar lebih teliti dalam pengamatan. Aktivitas yang diamati meliputi kegiatan dosen menjelaskan, memfasilitasi mahasiswa, bertanya jawab, serta kegiatan dosen yang meliputi berdiskusi, bertanya antar mahasiswa, bertanya pada dosen, membaca buku sumber, presentasi, dan perilaku lain yang tidak relevan dengan pembelajaran. Hasil pengamatan dicatat pada lembar observasi setiap 5 menit pengamat memberi ceklist pada jenis aktivitas yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa. Untuk hal-hal yang tidak relevan dengan pembelajaran atau ada hal-hal yang perlu dicatat tapi tidak tersedia pada option pengamatan maka pengamat menuliskan hal-hal yang dianggap perlu untuk melengkapi data pengamatan pada kolom komentar. 5. Hasil wawancara Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang tanggapan mahasiswa kelas eksperimen mengenai model pembelajaran Brain Based Learning (BBL). Hasil wawancara terhadap mahasiswa adalah sebagi berikut: a. Mahasiswa belum pernah mendapatkan kegiatan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL). b. Mahasiswa berpendapat bahwa mata kuliah bahasa inggris untuk matematika dengan menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) sangat menyenangkan karena menambah pengalaman dan bisa sharing lebih mendalam dengan rekan kelompok maupun di luar kelompoknya. c. Menurut semua mahasiswa yang diwawancara model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) memiliki kelebihan karena dalam pelaksanaannya model pembelajaran ini menciptakan suasana yang nyaman dalam belajar.selain itu, model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan otak karena siswa dituntut untuk mengembangkan daya piker dan kreativitasnya dalam menjawab soal-soal. d. Mahasiswa menginginkan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) digunakan juga pada pembelajaran mata kuliah yang lain.
Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
37
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
e. Menurut mahasiswa model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) membuat mereka lebih mandiri karena mereka dapat mengatur sendiri topik yang akan didiskusikan. f. Menyelesaikan soal-soal dengan beragam cara menuntut kreativitas dari tiap mahasiswa. Dengan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) mahasiswa dituntut dan dibiasakan mengasah kemampuan otaknya. Hal ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa. PEMBAHASAN Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) lebih baik daripadda siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil wawancara di kelas yang menggunakan model Brain Based Learning (BBL) mereka mampu menyelesaikan soal-soal berpikir kreatif matematis dikarenakan pembelajaran yang sangat mendukung yaitu mereka bebas menentukan suasana pembelajaran yang dianggap nyaman oleh mereka serta mereka juga diberi kebebasan dalam memilih topik yang dipelajari sehingga belajar menjadi mudah dan menyenangkan, tidak terbebani, dan bisa saling berbagi baik dengan teman yang satu kelompok maupun dengan kelompok lain. Untuk aspek-aspek kemandirian di kelas yang menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) maupun di kelas konvensional terdapat perbedaan dominasi dari aspek merancang belajarnya sendiri, aspek merapkan strategi belajarnya, dan mengevaluasi belajarnya. Di kelas BBL aspek merancang belajar yang meliputi menganalisis tugas belajar, dan merancang strategi belajar (Sumarmo, 2004) lebih dominan daripada aspek menerapkan strategi/memantau kemajuan belajarnya dan mengevaluasi hasil belajarnya. Demikian juga di kelas konvensional aspek merancang lebih dominan daripada aspek menerapkan strategi atau memantau kemajuan belajarnya dan mengevaluasi hasil belajarnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning memperoleh hasil yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada semua kemampuan matematik yang diteliti. Hal ini dimungkinkan karena pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning ini diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan mengantarkan siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban yang benar, sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Kemudian walaupun pada semua kemampuan matematis yang diteliti memang menunjukan bahwa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol khusunya berhasil dari faktor pendekatan pembelajaran.. Namun rata-rata hasil postes kelas eksperimen tidak jauh berbeda dengan kelas kontrol. Dengan nilai rata-rata postes kemampuan berpikir kreatif matematis pada kelas eksperimen hanya 21,82 atau 67,65% dari skor ideal, yang tentunya termasuk kategori sedang.
Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
38
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
Di kelas konvensional sebagian besar mahasiswa mengalami kesulitan dalam menjawab soal kemampuan berpikir kreatif matematis, untuk mengetahui penyebabnya maka peneliti mewawancara 6 orang siswa yang mewakili 2 siswa dari kelompok atas, 2 siswa dari kelompok sedang, dan 2 siswa dari kelompok bawah. Dari hasil wawancara diperoleh informasi penyebab kesulitan mereka diantaranya: 1. Sebagian besar dari mereka lupa rumusnya. Menurut mereka banyak sekali rumus yang harus dihafal sehingga sulit untuk mengingatnya, kalaupun hafal mereka bingung harus menggunakan rumus yang mana untuk menjawab soal tersebut. 2. Ada beberapa mahasiswa yang absen saat pembelajaran sehingga mereka ketinggalan materi. 3. Ada beberapa mahasiswa yang tidak belajar sendiri di rumah apalagi mempersiapkan bahan materi kuliah. Hasil observasi pada saat pembelajaran berlangsung menunjukkan bahwa aktivitas siswa di kelas eksperimen lebih didominasi oleh keaktifan dari mahasiswa sedangkan di kelas konvensional kegiatan dosen lebih dominan dibanding kegiatan mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa di kelas eksperimen berlangsung kegiatan active learning sedangkan di kelas konvensional belum terjadi pembelajaran yang berorientasi pada CBSA (Ruseffendi, 1991). Dari keaktifan yang terjadi di kelas eksperimen kegiatan mahasiswa meliputi membuat lingkungan kelas senyaman mungkin, memilih topic, membagi tugas kelompok, membuat peta konsep, berdiskusi, membuat laporan, membuat lembar presentasi, mempresentasikan hasil diskusi kelompok, menyimak presentasi dan mengajukan pertanyaan serta menanggapi presentasi kelompok lain, dan mengevaluasi hasil pekerjaan kelompoknya. Untuk mengetahui sikap siswa atau pendapat siswa terhadap model pembelajaran BBL peneliti mengadakan wawancara kepada beberapa mahasiswa. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa mahasiswa di kelas eksperimen belum pernah mengenal istilah model pembelajaran BBL. Kalau pun mahasiswa bekerja secara kelompok mereka berdiskusi secara biasa yaitu mendiskusikan soal dan menjawab bersama-sama, kemudian hasilnya dikumpulkan cukup satu saja dari masing-masing kelompok. Ketika dalam penelitian mereka diberikan kesempatan untuk melakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran BBL, mereka sangat senang dan antusias dalam belajar karena pada model pembelajaran ini terjadi interaksi yang luas, mahasiswa diberi keleluasaan dalam menentukan sendiri topik yang akan dipelajarinya, diciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan sesuai dengan keinginan mereka dan mereka selalu dilatih dan ditantang untuk melatih kemampuan berpikir kreatif. Kelebihan model pembelajaran ini menurut mahasiswa adalah dalam suasana pembelajaran yang aktif, nyaman, dan menantang, semua mahasiswa mendapat tugas dalam membahas materi, harus siap kapan saja untuk mempresentasikan hasil sehingga tidak ada kesempatan bagi para mahasiswa untuk membuang-buang waktu dengan mengobrol atau melakukan kegiatan lain di luar pembelajaran.
Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
39
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
Di samping kelebihan-kelebihannya, terdapat pula kelemahan dalam model pembelajaran BBL ini diantaranya yaitu bagi mahasiswa yang terbiasa pasif dalam belajarnya mereka merasa kesulitan untuk berdiskusi, atau bagi para mahasiswa yang tidak punya keberanian untuk tampil presentasi di depan temantemanna mereka akan sedikit mengalami kesulitan. Model pembelajaran BBL ini dapat meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa dimana kontribusi dari model pembelajaran ini yaitu para mahasiswa bebas menentukan sendiri topik yang akan dipelajari serta dukungan kenyamanan situasi pembelajaran dapat membuat mereka menikmati belajar matematika dan dengan sendirinya tanpa disuruh pun mereka akan mempersiapkan sendiri kesiapan diri mereka dalam menjalani pembelajaran matematika. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan temuan selama penelitian yang diperoleh dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kemandirian belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) di Program Studi Pendidikan Matematika Unsika, maka diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional 2. Kemandirian belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Brain Based Learning (BBL) lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. 3. Di kelas BBL aspek merancang belajar yang meliputi menganalisis tugas belajar, dan merancang strategi belajar lebih dominan daripada aspek menerapkan strategi/memantau kemajuan belajarnya dan mengevaluasi hasil belajarnya. 4. Terdapat hubungan positif antara kemandirian belajar dengan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. DAFTAR RUJUKAN Amalia, A. (2008). Pengaruh Pendekatan Problem Centered Learning (PCL) terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa. Bandung: Srkipsi FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan. Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Balitbang. (2011). Survei Internasional TIMSS (Trends In International Mathematics and Science Study). [Online] http://litbang.kemdikbud.go.id/detail.php?id=214. (28 Desember 2012) Creswell, J. (2010). Research design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Davis, I. K. (1971). The Management of Learning. London: McGraw Hill-Book Company. Fauzi, M. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif. Semarang: Walisongo Press Hamalik, O. (1992). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Algensindo Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
40
[JURNAL PENDIDIKAN UNSIKA]
ISSN 2338-2996
Harris, R. (2000). Criteria for Evaluating a Creative Solution. [Online]. Tersedia: http://www.virtualsalt.com/creative.htm. [20 Juni 2008] Huda, C. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika dengan Model Pembelajaran Treffinger pada Materi Pokok Keliling dan Luas Persegipanjang. [Online]. Tersedia http://digilib.sunanampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptiain--chotmilhud9908 Hudoyo, H. (1998). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud Dikti PPLTK Infinite Innovation. Ltd. (2001). Creativity and Creative Thinking. [Online]. Tersedia: http://www.brainstorming.co.uk/tutorials/tutorialcontents.html Jensen, E. (2007). Rahasia Otak Cemerlang, Rangkaian Aktivitas Ringan untuk Melatih Kerja Otak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Jensen, E. (2008). Brain-Based Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mann, E. L. (2005). Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students. Disertasi University of Connecticut. [Online]. Tersedia: http://www.gifted.uconn.edu/Siegle/Dissertations/Eric%20Mann.pdf.[15 November 2007] Mulyasa, E. (2009). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : Rosda Paris, S. G., dan Winograd, P. (2004). The Role of Self-Regulated Learning in Contextual Teaching: Principle and Practices for Teacher Preparation. [Online]. Tersedia: http://www.ciera.org Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA (Cetakan Kedua). Bandung:Tarsito. Siswono, T. (2010). Desain Tugas untuk Mengidentifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan. Surabaya: FMIPA UNESA ______, T. (2008). “Proses Berpikir Kreatif dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika”. Jurnal Ilmu Pendidikan 15 (1) : 61-63 Sudjana, N. (2005) Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosda Karya. Sugiyono. (2011) Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Artikel pada FPMIPA UPI Bandung. _________. (2004). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Laporan Penelitian Hibah Pascasarjana UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.
Volume 4 Nomor 1, Maret 2016 Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Brain Based Learning – Iyan Rosita Dewi Nur
41