Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 7 No.2 – 2016 – khasanah.bsi.ac.id Strategi Pemasaran Pengusaha Event Organizer Dalam Pariwisata MICE Di Yogyakarta Yitno Purwoko MKP UGM Yogyakarta
[email protected] Abstract - Exhibition business grows rapidly in Yogyakarta. This is triggered by increasing business competition among companies, so they need space to market their products. Accessibility, amenity and attractions also trigger the growth of exhibition industry in Yogyakarta, which was awarded with “The Most Popular MICE Destination” by the Ministry of Tourism and Creative Economy. This condition is captured by exhibition businesspeople. In its development, new event organizers emerge to join exhibition business in Yogyakarta, so competition grows among them. Marketing strategy is a tool for businesspeople to market their products to consumers. Marketing strategy has a marketing mix called 7P, which is promotion, product, process, price, place, physical evidence, people. There are only a few studies on marketing strategies of event organizers. This study was aimed to determine the marketing strategy performed by event organizers in Yogyakarta. The method used was qualitative with categorization of themes in 7P dimension in marketing mix. The data collection technique was indepth interview with event organizers. Data analysis process was performed by collecting data (indepth interview, observation and documentation). After the data was collection, data reduction and data selection were performed. Then, coding was performed to find keywords and group keywords with the same meanings into certain categories. The next step was combining categories on dimensions of marketing strategy performed by event organizers. This method determined that the marketing mix dimensions used by most event organizers were promotion, place, and product. Several event organizers also added price and people into the marketing mix. Physical evidence dimension wasn’t found in the marketing mix of event organizers. Marketing strategy outside of 7P marketing mix was also found, i.e. cooperation, maintenance customer, and evaluation. Keywords: marketing strategy, event organizer, MICE tourism Abstrak - Penelitian ini mengeksplorasi strategi pemasaran yang diterapkan oleh para pelaku bisnis MICE di Yogyakarta. Eksplorasi dilakukan dengan metode kualitatif. Dengan memahami strategi pemasaran yang selama ini diterapkan oleh para pelaku bisnis EO dalam memasarkan wisata MICE, maka dimungkinkan untuk dilakukannya evaluasi untuk meningkatkan pemasaran wisata MICE sehingga kualitas wisata MICE di Yogyakarta dapat terus meningkat.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, eknik pengumpulan data yang utama dilakukan melalui wawancara terhadap 7 narasumber dari beberapa perusahaan EO yang berbeda.Penulis menggunakan bauran pemasaran 7p (promotion, place, people, product, price, proses dan physical evidence). Meskipun tidak semua aspek bauran pemasaran sesuai dengan hasil riset, meskipun demikian penelitian ini telah mengungkap berbagai strategi baru dalam pengembangan perusahaan.Kerjasama antar perusahaan dan customer harus dijaga dengan baik, disamping itu penelitian ini juga mengungkapkan seberapa besar kepuasan yang diberikan kepada pengunjung.Saat ini EO perlu melakukan berbagai inovsi dan memunculkan ide-ide kreatif, sehingga kerjasama perusahaan dengan para sponsor juga dianggap sebagai aspek terpenting. Keywords: marketing strategy, event organizer, MICE tourism 1.1. PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu industri raksasa dunia yang mendorong pertumbuhan sektor ekonomi paling cepat(Diktipari.org, 2010 dalam Prayudi, 2011).Pariwisata diharapkan dapat menjadi sektor yang dapat mengurangi angka kemiskinan, mengingat seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai macam kemampuan dapat memanfaatkan setiap peluang yang ada dalam kegiatan pariwisata. Yogyakarta merupakan daerah tujuan wisata yang dianggap sangat potensial.Berbagai macam objek wisata disajikan dari wisata alam, religi, edukasi dan budaya.Pertumbuhan pariwisata yang cukup ISSN : 2087 – 0086
pesat juga mendorong Yogyakarta mulai merambah kegiatan wisata yang cukup modern seperti meeting, incentive, conference dan exhibition. Yogyakarta telah menjadi salah satu dari empat kota tujuan MICE di Indonesia (Statistical Report on Visitor Arrivals to Indonesia 2007-Passenger Exit Surveys,2007). Terdapat banyak EO dan kontraktor pameran yang ada di Yogyakarta, tentunya muncul kompetisi dalam usaha. Adanya persaingan diantara pelaku bisnis EO secara tidak langsung akan mendukung perkembangan wisata MICE di Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan pelaku bisnis EO akan berusaha memasarkan produknya sebaik mungkin sehingga pada akhirnya kualitas 9
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 7 No.2 – 2016 – khasanah.bsi.ac.id wisata MICE di Yogyakarta dapat semakin meningkat. Adapun penelitian sebelumnya dalam bidang MICE diantaranya: (1). Darmadi (2010), menyatakan bahwa faktor-faktor pengembangan komponen produk kepariwisataan yang berpengaruh terhadap perkembanangan Yogyakarta sebagai MICE adalah aspek amenitas, aksesibilitas dan atraksi wisata. (2). Kalalo (2009) kualitas produk wisata MICE kota Surabaya mempunyai nilai above average dan berada pada area kelompok destinasi evoked set. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perencanaan dan pengembangan destinasi wisata MICE adalah Jumlah hotel berbintang 3-5, kualitas SDM bidang MICE, fasilitas meeting, aksesibilitas, pemerintah, permodalan, extra-conference opportunities, EO MICE lokal, ketersediaan informasi wisata MICE, dan citra wilayah. (3). Nursanty (2008), stabilitas perekonomian, amenitas dan keamanan merupakan faktor penyebab wisata bisnis dan MICE Jakarta berkembang pesat jika dibandingkan wisata rekreasi. Kurangnya keterpaduan promosi, managemen produk terpadu wisata, citra, transportasi dan harga merupakan faktor yang menyebabkan wisata bisnis MICE cenderung menrun.Stabilitas perekonomian, keamanan suatu destinasi wisata, teknik operasional dan pemeliharaan, keterpaduan pemngembangan produk (atraksi, amenitas, aksesibilitas), promosi dan pemasaran merupakan faktor-faktor untuk membuat suatu destinasi wisata menjadi destinasi terpadu wisata bisnis, MICE dan rekreasi. Penelitian terdahulu terfokus pada pengembangan wisata MICE, sehingga penulis akan mmelihat sudut pandang berbeda yaitu dengan mengeksplorasi strategi pemasaran yang diterapkan oleh para pelaku bisnis MICE di Yogyakarta. Untuk mengetahui lebih jauh maka peneliti telah menetukan 7 pelaku EO MICE yang akan di wawancarai secara mendalam. 1.2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara menggunakan judgement sampling dalam penentuan responden wawancara, yaitu peneliti menentukan narasumber dengan pertimbangan seberapa banyak calon narasumber mengetahui informasi terkait topik wawancara. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara dan observasi terhadap narasumber, yaitu EO wisata MICE. Sementara itu, data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari studi pustaka terkait topik penelitian.Jenis analisis kualitatif ISSN : 2087 – 0086
dalam penelitian ini yang bersifat deskriptif analitik. Setelah data diperoleh kemudian dianalisis untuk menghasilkan keluaran berupa pemaparan gambaran mengenai gejala atau situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data meliputi editing, kategorisasi, dan interpretasi data, yaitu melakukan kegiatan menghubungkan, membandingkan, dan mendeskripsikan data sesuai fokus masalah untuk diberi makna. 2.1. Tinjauan pustaka 2.1.1. Pariwisata Pariwisata dalam Undang-undang RI No. 10 tahun 2009 merupaakan berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.Industri pariwisata telah menciptakan berbagai macam produk wisata yang memiliki dampak positif dalam perkembangannya.Salah satu produk dari industri pariwisata adalah wisata MICE. MICE merupakan salah satu produk wisata yang tercipta dari tren pasar industri pariwisata yang terus berkembang. Hingga saat ini di negara-negara maju, wisata MICE telah menjadi sebuah produk andalan dari industri pariwisata yang patut diperhitungkan dan dikembangkan mengingat produk pariwisata ini memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan suatu negara atau wilayah. Hal ini diperkuat dengan penjelasan Indrajaya (2015) bahwa dampak besar bisnis MICE dapat dilihat dari perolehan devisa pariwisata dengan diadakannya sejumlah kegiatan konvensi nasional ataupun internasional dalam skala besar 2.1.2. Wisata MICE Wisata MICE adalah jenis wisata masa (mass tourism) karena dilakukan secara kelompok dan terjadi karena adanya banyak pertemuan nasional maupun internasional untuk membicarakan berbagai masalah. MICE diartikan sebagai wisata konvensi, dengan batasan usaha jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran yaitu dengan memberi jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang (negarawan, usahawan dan cendekiawan) untuk membahas masalahmasalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama. MICE merupakan akronim dari meeting, insentive, conference dan exhibition.Meeting merupakan suatu pertemuan atau persidangan yang diselenggarakan oleh kelompok orang yang tergabung dalam asosiasi, perkumpulan atau perserikatan dengan tujuan mengembangkan profesionalisme, peningkatan sumber daya manusia, menggalang kerja sama anggota dan pengurus, menyebarluaskan informasi terbaru, 10
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 7 No.2 – 2016 – khasanah.bsi.ac.id publikasi, hubungan kemasyarakatan. Insentivediartikan sebagai hadiah atau penghargaan yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada karyawan, klien, atau konsumen, bentuknya bisa berupa uang, paket wisata atau barang. Konferensi dan meeting memiliki makna yang sama, akronim MICE sendiri megngambarkan perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan meeting, incentive, conference dan exhibition. 2.1.3. Wisatawan MICE Berdasarkan UU no. 10 tentang Kepariwisataan tahun 2009, wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Wisatawan MICE memiliki tujuan yang berbeda dengan wisatawan dalam produk wisata lainnya. Wisatawan MICE mengunjungi suatu destinasi wilayah atau negara dikarenakan tujuan bisnis, disamping itu wisatawan MICE memiliki karakter-karakter khusus yang tidak dapat disamakan dengan wisatawan produk wisata lain dalam indusri pariwisata. Wisatawan MICE memiliki indikator yang berdampak besar bagi suatu wilayah maupun negara dari sektor ekonomi antara lain jumlah wisatawa dalam sebuah kegiatan MICE, domisili wisatawan MICE dan lama tinggal. 2.1.4. Motivasi Wisatawan MICE Swarbrooke dan Horner (2007) menyebutkan bahwa motivasi menjadi hal yang cukup kompleks karena banyak faktor yang memberikan pengaruh terhadap motivasi seseorang dalam melakukan perjalanan wisata a)Kepribadian dan gaya hidup; b)Pengalaman; c)Teman seperjalanan; d)Karakteristik demografi dan e)Perencanaan perjalanan yang telah matang Beberapa hal yang menjadi motivasi wisatawan MICE antara lain (1) Pengalaman dan faktor demografi, wisatawan cenderung akan mencari hal-hal yang bertolak belakang dengaan apa yang ditemuinya setiap hari. (2) Faktor sosial seperti interaksi, dalam hal ini berkaitan dengan beberapa hal seperti gengsi dan peningkatan nilai diri. (3) Efektifitass dan ekonomis. Dalam satu event pameran akan diikuti banyak peserta yang kemungkinan datang dari luar daerah, hal ini menjadi kesempatan bagi pengunjung untuk menemukan produk daerah tanpa harus berkunjung ke daerah teersebut. 2.1.5. Destinasi Wisata MICE Destinasi merupakan suatu tempat yang dikunjungi dengan waktu yang signifikan selama perjalanan seseorang dibandingkan dengan tempat lain yang dilalui selama perjalanan (misalnya daerah transit). Destinasi dalam kegiatan wisata MICE merupakan sebuah produk. Produk yang dihasilkan oleh destinasi antara lain: pemandangan, atraksiatraksi, keramahan penduduk setempat, akomodasi dan lain-lain. ISSN : 2087 – 0086
Secara umum, unsur-unsur destinasi yang mesti dipenuhi oleh objek wisata agar memiliki daya tarik yang berhubungan dengan kualitas jasa (Suwantoro, 2001), antara lain danya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah dan bersih. Adanya aksebilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya. Adanya ciri khusus/spesifikasi yang bersifat langka. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir. Objek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam, pegunungan, sungai, pasir, hutan dan sebagainya.Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi kerena memilki nilai khusus dalam bentuk atraksi kesenian, upacara adap, nilai luhur, yang terkandung dalam suatu objek buah karya manusia masa lampau. Rahayu (2015) menyampaikan bahwa apabila suatu kota atau wilayah memenuhi 9 kriteria berikut ini, maka layak dianggap sebagai destinasi wisata MICE: 1. Aksebilitas 2. dukungan stakeholder(asosiasi profesi dan industri, Destination Marketing Organization, pemerintah) 3. atraksi 4. akomodasi 5. fasilitas meeting 6. fasilitas pameran 7. citra destinasi 8. keadaan lingkungan 9. Profesionalitas sdm 2.1.6. EO Sebagai Profesi Daya tarik MICE saat ini bukan hanya terbatas pada peluang ekonomi secara lebar, akan tetapi integritas EO yang menyelenggarakan MICE semakin meningkat. Hal ini diketahui melalui upaya pemerintah dalam penyelenggaraan sertifikasi dan peningkatan kompetensi EO serta SDM industri MICE (Suparta, 2015). Sertifikasi profesi EO dan SDM MICE tidak ditangani secara langsung oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), hal ini karena begitu banyaknya jenis dan ragam profesi. Dalam skala nasional, lembaga yang akan melakukan sertifikasi tersebut melakukan presentasi di hadapan BNSP untuk memperoleh sertifikasi kerja. Di Indonesia terdapat Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) MICE dan Pusat Kajian dan Pengembangan Program MICE, pada taraf internasional sudah terdapat beberapa lembaga yang menaungi industri MICE ASEAN (Maharani, Hari dan Azelia: 2009). 1. International Congres and Convention Association (ICCA) 2. International Associaotion Professional Conference Organizer (ISPCO) 3. Meeting Professional Internasional (MPI) 4. Union of International Fairs (UFI) 11
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 7 No.2 – 2016 – khasanah.bsi.ac.id 5. National Bussiness Travel Association (NBTA) 2.1.7. EO Sebagai Salah Satu Stakeholder Wisata MICE Pihak yang berpotensi mendapatkan keuntungan besar bisnis MICE adalah percetakan, hotel, perusahaan souvenir, biro perjalanan wisata, transportasi, professional conference organizer (PCO), usaha kecil dan menengah (UKM), dan event organizer (EO). Natodirjo (2011) menjelaskan bahwa EO adalah sebuah bisnis dan profesi yang menawarkan jasa.
EO mengumpulkan dan mempertemukan khalayak untuk sebuah tujuan.
Bertanggung jawab melakukan penelitian, membuat desain event, merencanakan, melakukan koordinasi, supervisi, dan pengawasan terhadap pelaksanaan, kelangsungan, realisasi dan keberhasilan sebuah event.
EO adalah pelaksana acara yang melakukan pekerjaannya atas permintaan klien (orang yang memiliki hajat atau penyelenggara acara).
2.1.8. Strategi Pemasaran Strategi dapat didefinisikan sebagai program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya. Makna yang terkandung dari strategi ini adalah bahwa para manager memainkan peranan aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan strategi organisasi. Marketing mix merupakan strategi mencampur kegiatankegiatan marketing agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil yang paling memuaskan.Kotler dan Amstrong (2012) menambahkan bahwa di dalam pemasaran usaha jasa, bauran pemasaran memiliki 7 elemen yaitu product, price, place, promotion, physical evidence, people dan process.Elemen dalam bauran pemasaran tersebut digunakan sebagai alat analisis untuk memahami strategi pemasaran yang dilakukan oleh pelaku bisnis EO dalam memasarkan wisata MICE. 3.1. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini bersumber dari tujuh studi kasus, Event Organizer (EO) di Yogyakarta. Tujuh EO tersebut adalah PT. Dyandra Promosindo, CV. Suluh Media Kreasi, PT. GM Production, PT. Mavindo Pratama, Mahkota Event Organizer, PT. Klapa Production, PT. Interpro Reka Cipta Media, dan PT. Medialink International. Dari hasil penelitian, diperoleh data berupa Produk EO, Pasar Jasa EO, Strategi Pemasaran EO, integrasi Strategi Pemasaran EO. 1. Produk Event Organizer a. PT. Dyandra Promosindo memiliki produk exhibition yang mencakup beberapa bidang seperti IT, otomotif, ISSN : 2087 – 0086
franchaise, tour & travel. Selain exhibition, PT. Dyandra promosindo juga melayani gathering dan launching. b. CV. Suluh Media Kreasi menjadi Event Organizer dalam exhibition IT. c. GM promosindo memiliki produk jasa launching product, expo gathering, dan rental equioment. d. PT. Mavindo Pratama memiliki peluang bisnis dalam bidang pameran dan fokus padabiding property dan furniture, interior. e. Mahkota Event Organizer memberikan produk jasa pengurusan pernikahan dan sebagai Event Organizer yang menyelenggarakan pameran tentang pernikahan. f. Klapa Production memiliki produk berupa wedding organizer dan fokus pada bidang tersebut. g. PT. Interpro Media Reka Cipta Media memberikan produk berupa kepengurusan pameran terkait dengan sarana dan prasarana. Kemudian, seiring berjalannya waktu PT. Interpro Reka Cipta Media juga mengadakan pameran. 2. Strategi Pemasaran Evebt Organizer a. PT Dyandra Promosindo memiliki 5 aspek pemasaran penting yaitu promosi, produk, proses, harga dan tempat. b. CV Suluh Media Kreasi memiliki 3 aspek yang digunakan dalam pemasaran yaitu promosi, penentuan waktu dan tempat. Strategi pemasaran lainnya yang tidak termasuk dalam teori 7P antara lain maintaining peserta dan evaluasi. Menurut pemilik EO, kepuasan peserta merupakan hal yang penting untuk dievaluasi dan menjadi strategi promosi event berikutnya, sehingga peserta tetap hadir atau mengikuti event selanjutnya. c. GM Production, aspek yang digunakan dalam melakukan strategi pemasaran meliputi promosi, proses, produk dan evaluasi. d. PT. Mavindo Pratama, Strategistrategi pemasaran yang menonjol berdasarkan hasil wawancara meliputi produk, promosi, dan tempat. Produk merupakan barang atau jasa yang diberikan oleh perusahaan. Menurut hasil wawancara, produk yang dijual dari Event Organizer tersebut adalah pameran property dan furniture. Dengan adanya segmentasi produk tersebut, Event Organizer ini juga sudah memiliki segmentasi pengunjung. Selain itu, dalam 12
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 7 No.2 – 2016 – khasanah.bsi.ac.id pameran tersebut, Event Organizer ini memiliki peran sebagai pemborong. Strategi pemasaran lainnya yang tidak termasuk dalam teori 7P meliputi konsep pemasaran yang dibuat oleh beberapa pihak seperti marketing dan direktur, kerjasama dengan mall dan mewaspadai kompetitor baru yang mungkin juga bisa memiliki bounding dengan mall lain e. Mahkota Event Organizer, strategi pemasaran yang menonjol berdasarkan hasil wawancara meliputi produk, proses, dan promosi. f. Klapa Production, hasil penelitian menunjukkan beberapa strategi pemasaran yang menonjol yang digunakan PT. Klapa Production antara lain promosi, tempat dan kerjasama. PT. Klapa Production juga memaksimalkan strategi pemasaran melalui kerjasama dengan pihak atau agency lain untuk memelihara eksistensi Klapa Production. g. PT. Interpro Reka Cipta Media menggunakan beberapa strategi pemasaran untuk memaksimalkan penjualan produk pameran. Beberapa strategi pemasaran tersebut antara lain fokus pada produk, promosi, harga, tempat, dekorasi, kerjasama dengan pihak lain untuk penyediaan media promosi, bertahan untuk memasarkan event yang sudah ada atau tidak memunculkan event baru, membuat sistem pembayaran, menggunakan SDM untuk bidang marketing termasuk account executive.
ada pada beberapa perusahaan adalah tempat (place) dan orang (people), dimensi produk (product) proses (process) dan harga (price). Akan tetapi dimendi-dimensi proses (process) dan harga (price) tidak banyak digunakan oleh perusahaan dan dimensi dalam strategi pemasaran yang tidak muncul pada setiap perusahaan adalah sarana fisik (physical evidence). Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua perusahaan menggunakan semua bauran pemasaran seperti teori Katler & Amstrong (2012), ada yang menitikberatkan pada satu atau beberapa dimensi, dan tidak menggunakan beberapa dimensi yang termasuk pada teori baruan pemasaran. Dalam teori bauran pemasaran, dimensi proses (process) dan sarana fisik (physical evidence) merupakan dimensi tambahan dalam bauran pemasaran. Dengan demikian dimensi-dimensi tersebut tidak terlalu terlihat dalam bauran pemasaran dalam perusahaanperusahaan yang menjadi responden dalam penelitian ini, karena dimensi proses (process) dan sarana fisik (physical evidence) bersifat dimensi tambahan dalam pemasaran jasa. Selain itu, terdapat beberapa dimensi yang tidak termasuk dalam teori bauran pemasaran 7P berdasarkan hasil penelitian ini. Dimensi-dimensi tersebut antara lain kerjasama, evaluasi, maintaining peserta, kompetitor. Dimensi kerjasama menjadi dimensi baru yang dipakai oleh sebagian besar perusahaan untuk mendukung pemasaran produk perusahaan.Kerjasama tersebut meliputi kerjasama dengan agency atau asosiasi di luar perusahaan untuk mempromosikan pameran pada peserta atau memelihara komitmen peserta pameran agar tetap mengikuti pameran selanjutnya. Selain itu, dalam kerjasama tersebut juga dibutuhkan pemeliharaan hubungan atau relasi yang baik dengan beberapa rekanan atau instansi tertentu seperti mall. Evaluasi dipandang sebagai salah satu dimensi strategi pemasaran yang dapat mendukung promosi karena evaluasi menghasilkan penilaian tentang event atau pameran yang diproduksi oleh perusahaan dan digunakan sebagai dasar untuk memproduksi event atau pameran berikutnya.Maintaining peserta juga merupakan hal yang dipandang penting dalam strategi pemasaran pada perusahaanperusahaan di penelitian ini. Disamping itu, beberapa perusahaan juga mewaspadai beberapa kompetitor, yaitu perusahaan yang mengerjakan produk dalam bidang yang sama.
3.2. Integrasi Strategi Pemasaran Event Organizer Berdasarkan teori bauran pemasaran 7P, enam dimensi bauran pemasaran yang ditemukan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua perusahaan menggunakan ketujuh bauran pemasaran secara utuh.Terdapat satu dimensi yaitu sarana fisik (physical evidence) yang tidak ditemukan dari hasil penelitian ini.Dengan demikian masing-masing perusahaan dalam penelitian ini memiliki bauran pemasaran yang berbeda-beda. Dimensi bauran pemasaran yang digunakan oleh semua perusahaan dalam penelitian ini adalah promosi (promotion). Dimensi lain dalam strategi pemasaran yang Tabel 1. Kategorisasi Dimensi Pemasaran No. Tema Kategori Responden 1.
Promosi / promotion
ISSN : 2087 – 0086
1) Media 2) Promosi pada peserta 3) Promosi pada pengunjung
PT. Dyandra P. CV. Suluh Media K. GM Production
Jumlah responden 7
13
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 7 No.2 – 2016 – khasanah.bsi.ac.id 4) 5) 6) 7) 8) 1) 2) 3) 4) 5)
Menonjolkan kemasan produk Branding Ide-ide menarik Target Proses promosi Ukuran tempat Akses jalan Akses transportasi Tempat parkir Kategori tempat (mall/gedung) Divisi Operasional SDM inti Biaya promosi Account Executive
2.
Tempat place
/
3.
Orang people
/
1) 2) 3) 4) 5)
4.
Produk product
/
1) Business to business 2) Business to costumer
5.
Proses process
/
6.
Harga price
/
7.
Kerjasama
1) Menggunakan supplier 2) Implementasi masing-masing divisi 1) Biaya pameran untuk pengunuung 2) Harga booth 3) Biaya promosi 1) Asosiasi 2) Hotel 3) Agency 4) Rekanan
8.
Evaluasi
1) Evaluasi kepuasan pengunjung
9.
Peserta
1) Maintaining peserta
10. Kompetitor
1) Kompetitor baru 2) Spesifikasi
4.1. Kesimpulan Dan Saran 4.1.1. Kesimpulan 1. Profile Event Organizer yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini memiliki karakteristik dan cirikas masing-masing. Cirikhas tersebut terdapat pada segmen market dan core bisnis. Hal tersebut tidak bisa lepas dari sejarah perkembangan yang mewarai perusahaan tersebut. Kebijakan yang dibuat manajemen turut andil dalam membentuk karakter masing – masing Event Organizer. Sebagai contoh CV. Suluh Media Kreasi, berawal dari distributor komputer lalu berkembang menjadi penyelenggara pameran, demikian juga PT. Interpro Reka Cipta Media, berawal dari stand kontraktor, seiring waktu berkembang menjadi pelaksana pameran. Berbeda dengan dua perusahaan di atas, PT. ISSN : 2087 – 0086
PT. Mavindo P. Mahkota EO PT. Klapa P. PT. Interpro R C M. PT. Dyandra P. CV. Suluh Media K. GM Production PT. Mavindo P. PT. Klapa P. PT. Interpro R C M. PT. Dyandra P. CV. Suluh Media K. GM Production PT. Mavindo P. Mahkota EO PT. Interpro R C M. PT. Dyandra P. CV. Suluh Media K. GM Production PT. Mavindo P. Mahkota EO PT. Dyandra P. PT. Mavindo P. Mahkota EO PT. Dyandra P. PT. Interpro R C M
6
6
5
3
2
PT. Dyandra P. 6 CV. Suluh Media K. PT. Mavindo P. Mahkota EO PT. Klapa P. PT. Interpro R C M. peserta dan PT. Dyandra P. 3 CV. Suluh Media K. PT. Mavindo P. PT. Dyandra P. 2 PT. Mavindo P. PT. Dyandra P. 2 PT. Mavindo P. Dyandra Promosindo dan PT. Mavindo Pratama, merupakan EO yang produk utamanya adalah pameran. Mereka memiliki banyak anak perusahaan sebagai penunjang pameran. 2. Hasil penelitian tentang strategi pemasaran Event Organizer, menemukan bahwa tidak semua dimensi bauran pemasaran dalam teori bauran pemasaran 7P diterapkan oleh para pelaku Event Organizer. Salah satu P yang tidak ditemukan adalah Physical Evidence (sarana fisik). Hal ini disebabkan karena Event Organizer dalam menyampaikan produknya melalui telemarketing atau datang langsung menawarkan ke peserta. Peserta maupun pengunjung dalam membeli produkpun tidak mempertimbangkan sarana fisik dan lingkungan tempat kantor EO berdiri. Jadi sarana fisik tidak menjadi bagian penting 14
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 7 No.2 – 2016 – khasanah.bsi.ac.id dalam pertimbangan memutuskan membeli atau tidak membeli produk yang ditawarkan Event Organizer tersebut. 3. Penelitian ini juga menemukan beberapa strategi baru diluar bauran pemasaran 7 P, antara lain : a. Menjalin kerjasama dengan Asosiasi. Salah satu strategi yang digunakan event organizer untuk memenuhi target peserta pameran adalah dengan menjalin kerjasama dengan asosiasi yang menaungi peserta, antara lain; Apkomindo (asosiasi perusahaan komputer indonesia), REI (real estate Indonesia), ASITA (association Indonesian Tours & Travel Agencies), Asosiasi pengusaha mebel & furniture, dan sebagainya. Jalinan kerjasama ini dilakukan oleh EO, karena asosiasi punya power untuk menghimbau anggotanya mengikuti pameran. b. Menjalin hubungan yang intensif (maintenance customer) dengan para pelanggan yaitu para peserta pameran, sehingga diharapkan setiap kali EO menyelenggarakan pameran, pelanggan tersebut selalu mengikuti. c. Mengukur tingkat kepuasan peserta melalui wawancara, sehingga dari hasil wawancara tersebut digunakan untuk evaluasi untuk penyelenggaraan event yang akan datang. d. Menjalin kerjasama dengan sponsor, dengan jalan barter produk, dalam hal ini Event Organizer memberikan potongan tertentu kepada peserta pameran dan peserta pameran memberikan produknya sebagai doorprize pengunjung. e. Waktu/ timing penyelenggaraan pameran menjadi salah satu kunci kesuksesan pameran. Tanggal merah, weekend dan longweekend menjadi waktu – waktu favorit penyelenggaraan pameran. Sementara tahun ajaran baru, dimana mahasiswa sudah mulai masuk, menjadi waktu favorit bagi penyelenggaraaan pameran komputer. f. Pameran bersama atau kolaborasi menjadi salah satu fenomena baru dan kunci sukses sebuah even pameran, seperti yang dilakukan PT. Medialink, yang sebagian besar segmennya adalah pameran kuliner. EO ini selalu menyelenggarakan pameran ditempat yang sama dan waktu yang sama dengan pameran yang diselenggarakan EO lain. Strategi ini terbukti ampuh untuk membujuk peserta mengikuti pameran dan dapat menarik banyak pengunjung. Selain itu dengan ISSN : 2087 – 0086
menyelenggarakan pameran bersama, maka budget promosi bisa ditekan. g. Strategi menjalin kontrak eksklusif dengan pengelola venue, ternyata menjadi salah satu kunci sukses dalam pemasaran maupun persaingan. Seperti yang selama ini dilakukan PT. Mavindo, EO yang selalu menyelenggarakan pameran di mall ini berusaha menjalin kontrak eksklusif dengan 2 mall yang segmennya midlle up yaitu Ambarukmo Plaza dan Hartono Mall. EO yang sudah berpengalaman ini mampu mengunci waktu – waktu favorit penyelenggaraan pameran di dua mall tersebut, sehingga terkesan memonopoli. Salah satu strategi inilah yang membuat Mavindo selalu sukses menyelenggarakan pameran. Selain itu, dengan paparan hasil penelitian ini, tampak bahwa masing-masing Event organizer memiliki implementasi strategi pemasaran yang terdiri dari dimensi-dimensi yang relevan dengan teori yang ada, maupun dimensidimensi strategi pemasaran lainnya yang menjadi kebaruan yang ditemukan dalam implementasi strategi pemasaran selama ini. 4.1.2. Saran Saran-saran berdasarkan hasil penelitian yang telah ditemukan, antara lain: 1. Kebaruan hasil penelitian berupa dimensidimensi strategi yang baru dalam bauran pemasaran membutuhkan penelitian yang lebih dalam agar dapat menjelaskan dinamika strategi pemasaran di tengah Event Organizer di Yogyakarta. 2. Bagi Event Organizer di Yogyakarta, dapat lebih memperhatikan dan mengevaluasi bauran pemasaran yang digunakan selama ini, sehingga dapat memperbaharui strategi pemasaran menjadi lebih komprehensif dan terarah. 3. Event Organizer dituntut tidak selalu kreatif dan inovatif dalam melihat setiap peluang, sehingga mampu menciptakan produk – produk pameran yang baru dan berbeda. Seperti dilakukan Creative expo, yang menyelenggarakan Toys Bazaar berkolaborasi dengan festival kuliner dunia dan Jogja gadget expo. 4. Penelitian ini menemukan fakta bahwa pameran dengan skala internasional masih jarang diselenggarakan di Yogyakarta. Hal ini harus menjadi perhatian para pemangku kepetingan yaitu para pengusaha dan pemerintah. Karena pameran dengan skala internasional akan membawa dampak yang besar yaitu devisa. Daftar Pustaka [1] Indrajaya, Titus. 2015. Potensi Industri 15
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 7 No.2 – 2016 – khasanah.bsi.ac.id
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
MICE (Meeting, Incentive Trip, Conference, Exhibition) di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Jurnal Ilmiah Widya, Volume 3 Nomor 2 SeptemberDesember 2015. Universitas Respati Indonesia. Kalalo, Rocky. B. 2009. Thesis: FaktorFaktor Pengaruh Dalam Perencanaan Dan Pengembangan Destinasi Wisata MICE. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Kotler, Bowen J dan Gary Amstrong. 2012. Principles Of Marketing, Global Edition, 14 Edition, Pearson Education. Maharani, Tiara; Bayu Hari dan Dian Era Azelia. 2009. Zaman Baru Dunia MICE dalam Venue No.9/ Maret 2009. Prayudi, Agus. 2011.
Bisnis MICE Sebagai Potensi Unggulan Pariwisara di Yogyakarta.Jurnal Vol. 2 No. 2 September 2011. Yogyakarta. Rahayu, Anita. 2015. Strategi Komunikasi
ISSN : 2087 – 0086
Pemasaran Kota Solo Sebagai Destinasi MICE (Meeting, Incentive Trip, Conference, Exhibition). Tesis Studi Ilmu Komunikasi
Minat Utama: Manajemen Komunikasi. Universitas Sebelas Maret Surakarta. (tidak diterbitkan). [7] Suparta, I Komang. 2015. Kemenpar Upaya Sertifikasi Lokasi Wisata MICE dalam http://www.antarabali.com/berita/75740/ke menpar-upaya-sertifikasi-lokasi-wisatamice. [8] Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi. [9] Swarbrooke, John dan Susan Horner. 2007. Consumer Behaviour in Tourism Second Edition. Oxford: Elsevier. [10] Undang-undang Republik Indonesia No 10 Tahun 1999 tentang Kepariwisataan. Jakarta: Setneg Republik Indonesia.
16