JURNAL ILMIAH SKRIPSI MAHASISWA
JUDUL
KEGIATAN SERTIPIKASI HAK ATAS TANAH LINTAS SEKTORAL PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN PESISIR SELATAN PROPINSI SUMATERA BARAT
Oleh : Arini Putri Laurya NPM : 09.1000.560.0101
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG 2014
KEGIATAN SERTIPIKASI HAK ATAS TANAH LINTAS SEKTORAL PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT ( Arini Putri Laurya, NPM : 0910005600101, Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang, 2014, 59 halaman ) ABSTRAK Sejalan dengan tujuan tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UndangUndang No. 5 tahun 1960 dan Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Menteri Dalam Negeri, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 01/SKB/M.KUKM/11/2007, Nomor : 570-351 tahun 2007, Nomor : 5-SKB-BPN RI-2007 tentang Percepatan Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil melalui Kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah Untuk Peningkatan Akses Permodalan, bahwa kebijakan pertanahan mempunyai fungsi yang strategis untuk membangun dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta sejahtera lahir dan batin. Pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral adalah pemberian hak atas tanah serta penerbitan sertipikat hak atas tanahnya dalam rangka penguatan permodalan pengusaha mikro dan kecil serta peningkatan aksesabilitas pengusaha mikro dan kecil terhadap kredit perbankan, untuk memperoleh dan memperbesar kredit usahanya. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana proses pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral pada Badan Pertanahan Kabupaten Pesisir Selatan?, apakah faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral pada Badan Pertanahan Kabupaten Pesisir Selatan, dan upaya mengatasinya mengatasi permasalahan dalam sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral? Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah : Menggunakan PendekatanYuridis Empiris, yang mengidentifikasikan dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi yang riil, sedangkan Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini dengan pengumpulan data sekunder berupa studi kepustakaan, dan dokumentasi, sedangkan data primer dilakukan dengan penelitian dilapangan secara langsung dengan melakukan wawancara, dan observasi. Sedangkan pengolahan data dilakukan dengan melakukan editing dan coding dari data-data yang diperoleh dan analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif yang mana analisis yang tidak mengunakan angka, melainkan sekumpulan kalimat yang disesuaikan dengan permasalahan.Secara keseluruhan dari hasil pembahasan skripsi ini di dapat kesimpulan bahwa Hasil pembahasan menunjukkan bahwa Proses pelaksanaan Sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Pesisir
Selatan telah dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis pada program pemberdayaan masyarakat bidang pertanahan melalui sertipikasi hak atas tanah
lintas sektoral seperti (1) melakukan pra sertipikasi (2) Pelaksanaan sertipikasi (3) Selanjutnya pasca Sertipikasi, berupa pembinaan dan fasilitasi akses permodalan, sedangkan faktor – faktor yang menghambat proses pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral antara lain disebebkan oleh kelalaian masyarakat itu sendiri, pemerintahan daerah yang sering terlambatnya penyampaian berkas data subjek dan objek kepada kantor pertanahan kabupaten/kota, serta kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dikarenakan pengaruh otonomi daerah. Oleh karena untuk mengatasi masalah tersebut perlu saling koordinasi antara masyarakat dengan pemerintah daerah, pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia bahkan sampai meninggalpun manusia masih membutuhkan tanah selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral yang mempunyai aspek ekonomi, aspek sosial budaya, aspek politik aspek pertahanan dan keamanan, dan bahkan aspek hukum, sebagai sumber kekayaan alam yang terdapat di darat dapat di pahami apabila tanah di yakini sebagai wujud kongkrit dari salah satu modal dasar pembangunan Nasional.1 Manusia dan tanah memiliki hubungan yang sangat erat, sangat alami dan tidak terpisahkan. Hal ini dapat dimengerti dan dipahami, karena tanah adalah merupakan tempat tinggal, tempat pemberi makan, tempat mereka dilahirkan, tempat ia dimakamkan, bahkan tempat leluhurnya. Oleh karena itu, selalu adanya pasangan antara manusia dengan tanah, antara masyarakat dengan tanah. Berbicara tentang masalah tanah, jika ditinjau dari hukum adat merupakan suatu hal yang cukup esencial dalam kehidupan manusia,
1
H,Ali Achmad chamzah, Hukum Agraria pertanahan Indonesia jilid 2 prestasi pustaka karya 2004. Hlm 61
menurut Suyono Wijodipuro ada dua hal pokok yang menyebabkan tanah mempunyai kedudukan penting yaitu: 1. Karena sifatnya yakni merupakan satu satunya benda kekayaan yang bagaimanapun keadaannya masih tetap atau menguntungkan 2. Karena fakta bahwa tanah itu merupakan tempat tinggal persekutuannya, merupakan penghitungan bagi warga persekutuan merupakan tempat warga di kebumikan, dan juga merupakan tempat tinggal para roh leluhur.2 Menurut Mr. B. Ter Haar Bzn, mengenai hubungan masyarakat dengan tanah, membagi hubungan antara masyarakat dengan tanah baik keluar maupun kedalam, dan hubungan perseorangan dengan tanah. Berdasarkan atas berlakunya ke luar maka masyarakat sebagai kesatuan, berkuasa memungut hasil dari tanah, dan menolak lain-lain orang diluar masyarakat tersebut berbuat sedemikian itu, sebagai kesatuan juga bertanggung jawab terhadap orang-orang luaran masyarakat itu. Hak masyarakat atas tanah disebut “Hak yayasan komunaal”, dan oleh Van Vollenhoven diberi nama “beschikkingsrecht.3 Beschikkingsrecht yaitu teori tentang hak menguasai tanah yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven. Menurut pandangannya, hak-hak atas tanah yang dipegang oleh masyarakat adat dan anggota-anggotanya adalah hak menguasai tanah, sebab mereka tidak mempunyai hak milik. Konsep dan pandangan teori ini diangkat sebagai pengertian hak ulayat. Sedangkan Hak
2
Surojo Wigndipuro, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Penerbit. Haji Masagung, Jakarta, 1968. Hlm 50 3 Soetomo. Pedoman Jual Beli Tanah Peralihan Hak dan Sertifikat, Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya, Surabaya, 1981, Hlm.1
Ulayat sendiri diadopsi dari bahasa Minangkabau, artinya hak menguasai atas suatu lingkungan tanah yang dipegang oleh kepala persekutuan.4 Hak atas tanah mempunyai peranan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 Lembaran Negara 1960 No. 104 telah menentukan bahwa tanah-tanah di seluruh Indonesia harus diinventarisasikan. Sesuai Pasal 19 (1) UUPA No. 5/ 1960 berbunyi: “ Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Ketentuanketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah PP No. 10 tahun 1961 (L.N.1961 No. 28 tentang Pendaftaran Tanah). Pendaftaran tanah yang bersifat rechts kadaster bertujuan untuk menjamin tertib hukum dan kepastian hak atas tanah. Kantor Pertanahan Kabupaten Pesisir Selatan mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan dalam ruang lingkup wilayah Kabupaten Pesisir Selatan Propinsi Sumatera Baat, dan Kantor Pertanahan Kabupaten Pesisir Selatan mempunyai sebagian fungsi dalam menyelenggarakan tugasnya dari Badan Pertanahan Nasional di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan, sebagai berikut : a. Perumusan kebijakan di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan di bidang pertanahan b. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan; c. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; 4
Bachriadi., Dianto; Faryadi., Erpan & Setiawan., Bonnie; Reformasi Agraria; Perubahan Politik, Sengketa dan Agenda Pembaruan Agraria di Indonesia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI (Universitas Indonesia), Jakarta, 1997, Hlm. 194
d. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan; e. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan; f. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; g. Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah; h. pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus i. Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan; j. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah; k. Kerja sama dengan lembaga-lembaga lain; l. Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; m. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; n. Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan; o. Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan; p. Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan; q. Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Susunan
Organisasi
Kantor Pertanahan Kabupaten Pesisir Selatan
terdiri dari : 1. Kepala 2. Sub Bagian Tata Usaha a. Urusan Perencanaan dan Keuangan b. Urusan Umum dan Kepegawaian 3. Seksi Survei serta Pengukuran dan Pemetaan a. Subseksi Tematik dan Potensi Tanah b. Subseksi Pengukuran dan Pemetaan 4. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah a. Subseksi Penetapan Hak Atas Tanah b. Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah c. Subseksi Pendaftaran Hak d. Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah 5. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan a. Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu b. Subseksi Landreform dan Konsolidasi Tanah 6. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan a. Subseksi Pengendalian Pertanahan b. Subseksi Pemberdayaan Masyarakat 7. Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara a. Subseksi Sengketa dan Konflik Pertanahan
b. Subseksi Perkara Pertanahan 2. Metode Penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini terutama adalah pendekatan yuridis empiris. Yuridis empiris adalah mengindentifikasi dan mengkonsepsikan hukum sebagai intitusi yang rill dan fungsional dalam sistem kehidupan yang mempola.5 Pendekatan secara yuridis dalam penelitian ini adalah pendekatan dari segi peraturan perundang-undangan dan norma-norma hukum sesuai dengan permasalahan yang ada, sedangkan pendekatan empiris adalah menekankan penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan empiris dengan jalan terjun langsung ke objeknya. Pada penelitian ini pendekatan yuridis empiris digunakan karena penelitian terhadap pelaksanaan kegiatan sertipikasi hak atas tanah di kantor pertanahan. Dimana pendekatan yuridis dilakukan untuk menganalisa berbagai masalah dalam pelaksanaan sertipikasi tanah lintas sektoral. Sedangkan pendekatan empiris dilakukan untuk menganalisa tentang implikasi hukum pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pelaksanaan Sertipikasi Hak Atas Tanah Lintas Sektoral Pada Badan Pertanahan Kabupaten Pesisir Selatan Salah satu persayaratan untuk mendapatkan kredit usaha secara maksimal bagi pengusaha Kecil dan Mikro adalah tersedianya jaminan (collateral). Tanah 5
Soejono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1984. Hlm 51
yang menjadi kekayaan (asset) pengusaha kecil dan mikro masih banyak yang belum bersertipikat. Tanah yang belum bersertipikat tidak dapat dijadikan collateral, sehingga kredit usaha yang dapat diberikan kepada pengusaha kecil dan mikro yang kekayaannya (asset) berupa tanah belum bersertipikat, belum maksimal. Program pemberdayaan pengusaha mikro dan kecil melalui kegiatan sertipikasi hak atas tanah adalah rangkaian kegiatan yang meliputi identifikasi dan verifikasi subyek Pengusaha Mikro dan Kecil (PMK) dan obyek (tanah), pemberian hak atas tanah serta penerbitan sertipikat hak atas tanahnya dalam rangka penguatan permodalan pengusaha mikro dan kecil. Program ini dilaksanakan dalam kerangka (frame) peningkatan aksesabilitas pengusaha mikro dan kecil terhadap kredit perbankan, untuk memperoleh dan memperbesar kredit usahanya. Untuk itu, diperlukan adanya upaya meningkatkan kemampuan penyediaan jaminan kredit sendiri. Dengan meningkatkan status hukum tanah pengusaha mikro dan kecil maka kemampuan penjaminan diri sendiri dapat diwujudkan dan sekaligus membuka akses terhadap kredit perbankan. Dengan demikian maka program pemberdayaan pengusaha mikro dan kecil melalui kegiatan pensertipikatan hak atas tanah ini menjadi sangat strategis. Melalui kerjasama dengan Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah serta dengan PT. BRI (Persero) diupayakan skim program Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan dengan sasaran para Pengusaha Kecil dan Mikro dalam Kerangka Penguatan Permodalan Usahanya. Kegiatan ini dilandasi oleh pertimbangan untuk menghindarkan pengusaha kecil dan mikro
dari pemilikan dead capital berupa asset dalam bentuk tanah. Program ini antara lain dimaksudkan agar masyarakat dapat memperoleh kredit dari bank dengan memakai agunan tanah. Dengan kegiatan pensertipikatan tanah pengusaha mikro dan kecil ini, maka asset para pengusaha kecil dan mikro dalam bentuk tanah yang belum bersertipikat dan karenanya hanya dapat diberikan kredit maksimal sejumlah ±Rp.5000.000, akan ter-transformasi menjadi modal aktif (liquided capital), yakni akan dapat dijadikan collaterall dengan pinjaman (kredit) senilai sampai dengan Rp. 500.000.000 sesuai dengan luas tanahnya. Melihat konsepsi, strategi, tujuan, serta sasaran dari kerjasama ini, telah terbangunnya adanya kesadaran bersama bahwa untuk mengemban tugas-tugas pemberdayaan masyarakat adalah sangat sulit jika dilaksanakan secara incremental dan parsial melalui pendekatan sektoral. Kerjasama ini menjadi sangat penting dan strategis karena hal-hal sebagai berikut: Pertama, kerjasama ini di landaskan pada konsepsi yang jelas yakni sinergi dan jejaring kerja untuk memberdayakan masyarakat, Kedua,
kerjasama
ini
dilaksanakan
dalam
kerangka
strategi
pemberdayaan masyarakat yang riil, yakni penguatan permodalan pengusaha mikro dan kecil melalui peningkatan kemampuan penjaminan diri sendiri. Dengan pemilikan sertipikat hak atas tanah maka pengusaha kecil dan mikro dapat menjaminkan asetnya sendiri sebagai collateral. Selanjutnya perbankan yang akan menjadi debitur (pemberi kredit) pun sudah menjadi bagian dari kerjasama ini, sehingga sertipikat hak atas tanah yang akan diterbitkan nantinya akan bermanfaat (produktif) sudah pasti.
Ketiga, dari segi kegiatan pertanahan kegiatan ini sekaligus menjadi salah satu potensi untuk mendorong percepatan penyelenggaraan administrasi Pertanahan khususnya pendaftaran tanah. 2.
Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Sertipikasi Hak Atas Tanah Lintas Sektoral Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa faktor–faktor yang
mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan Sertipikasi Hak Atas Tanah Lintas Sektoral disebabkan antara lain : 1) Faktor Masyarakat a) Adanya kesalahan informasi yang diberikan oleh pihak pemohon yang disebabkan kurang proaktifnya masyarakat sebagai pemohon untuk datang langsung ke kantor pertanahan menanyakan hal-hal apa saja yang menjadi persyaratan
administrasi
yang
harus
disiapkan,
sehingga
syarat-syarat
administrasinya yang harus dipenuhi tidak lengkap dan sehingga dikembalikan berkasnya dan tidak diproses lebih lanjut oleh panitia bagian pemeriksaan berkas.6 b) Adanya sanggahan/keberatan dari pihak lain pada saat proses pengurusan sertipikasi tanah berlangsung, disebabkan karena tanah yang didaftarkan pemohon adalah tanah sengketa sehingga pada saat prosesnya tanah tersebut tidak dilanjutkan oleh panitia yang melakukan pengukuran dan pemetaannya dikembalikan terlebih dahulu kepada pemohon untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut dan apabila sengketa permasalahan tanah tersebut telah selesai maka panitia akan melanjutkan kembali 6
wawancara, dengan Bapak Edwar selaku kelapa seksi Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Pesisir Selatan, padsa tanggal 23 Januari 2014
c) Pemohon menggunakan jasa orang lain (calo) disebabkan karena pemohon tidak mau susah dalam hal pengurusan administrasinya sehingga mereka menggunakan jasa orang lain, ini dikarenakan pemohon hanya menginkan kemudahannya saja tanpa harus bolak balik ke kantor pertanahan untuk mendaftarkan tanahnya. Penggunaan jasa orang lain diakibatkan oleh berbelitbelinya prosedur administrasi pada pandaftaran yang menyebabkan pemohon ingin segera menyelesaiakan proses dengan menggunakan jasa calo. 2) Faktor Pemerintah Daerah a. Penyampaian data subjek dan objek peserta program serta kelengkapan berkasnya dari dinas lintas sektoral kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota selalu terlambat dari jadwal yang telah ditentukan b) Kegiatan inventarisasi data subjek dan objek pada pra sertipikasi oleh dinas terkait, pada umumnya tidak mengikutsertakan pihak kantor pertanahan setempat c) Kurangnya Koordinasi antar dinas terkait d) Penertiban SK Pokja sebagai dasar pelaksanaan kegiatan sering mengalami keterlambatan e) Dinas terkait menganggap bahwa kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah Lintas Sektor bukan merupakan tugas utama/prioritas dari Dinas yang bersangkutan. 3)
Faktor Pemerintah Pusat Otonomi Daerah, Dengan berlakunya UU Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sangat sulit pelaksanaan koordinasi antara Kementerian Lintas Sektor dengan Dinas terkait di tingkat Propinsi dan atau antara Dinas terkait Propinsi dengan Dinas terkait di Kabupaten/Kota
Upaya Mengatasi Permasalahan Dalam Pelaksanaan Sertipikasi Hak Atas Tanah Lintas Sektoral Dalam mengatasi kendala-kendala yang terdapat dalam pelaksanaan Sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral dapat dilakukan dengan berbagai upaya. Sosialisasi mengenai pendaftaran tanah lintas sektoral kepada masyarakat sangatlah penting untuk menjalankan UUPA No. 5 Tahun1960 pasal 23 yang mewajibkan
setiap
hak
milik
maupun
peralihannya,
hapusnya
dan
pembebanannya dengan hak-hak lain wajib didaftarkan menurut ketentuanketentuan yang berlaku. Serta terwujudnya PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah diwajibkan, dalam rangka memberikan perlindungan hukum dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukan keadaan mutakhir. Adapun upaya-upaya untuk mengatasi masalah dalam pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral adalah sebagai berikut : 1) Perlu peran aktif masyarakat untuk memperoleh informasi dalam hal apa saja perlu dipersiapkan dalam proses kelengkapan berkas syarat-syarat administrasi dalam pengurusan sertipikasi. 2) Kepada masyarakat hendaknya tanah yang mau didaftarkan bebas dari sengketa, dan diharapkan untuk dapat menyelesaikan terlebih dahulu sebelum didaftarkan ke kantor pertanaha.
3) Dalam
pengurusan
sertipikasi
tanah
hendaknya
pemohon
yang
bersangkutan dapat mengurus sendiri dan jangan diwakili kepada orang lain atau melalui calo. 4) Kepada pemerintahan yang terkait dari dinas lintas sektoral hendaknya penyampaian data subjek dan objek peserta program kepada Kantor Pertanahan di Kabupaten/kota harus dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan. 5) Dalam pelaksanaan inventirisasi data subjek dan objek peserta seharusnya mengikut sertakan pihak kantor pertanahan setempat 6) Perlunya koordinasi antar dinas terkait 7) Mempercepat proses penerbitan SK kelompok kerja (Pokja) yang sering mengalami keterlambatan 8) Diharapkan kepada instansi atau dinas terkait, agar memprioritaskan tugas dalam kegiatan sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral, yang selama ini dianggap bukan merupakan tugas utama 9) Dan diharapkan juga kepada pemerintah pusat pasca otonomi daerah, agar melakukan koordinas dengan dinas terkait di tingkat propinsi dan juga di tingkat Kabupaten dan kota. C. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah diikemukakan pada bagian sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa : 1. pelaksanaan Sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Pesisir Selatan telah dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis pada program pemberdayaan masyarakat bidang
pertanahan melalui sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral seperti (1) melakukan pra sertipikasi subjek dan objek yang akan diusulkan ke kementerian atau lembaga yang terkait. (2) Pelaksanaan
sertipikasi yaitu
melengkapi seluruh syarat administrasi dalam pendaftaran dan penerbitan sertifikat
sesuai
dengan
peraturan
pertanahan. (3) Selanjutnya pasca
Sertipikasi, berupa pembinaan dan fasilitasi akses permodalan kepada penerima sertipikat dalam rangka pengembangan kapasitas usaha kecil menengah. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal terkait dalam usaha kecil menengah, Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota bekerjasama dengan instansi-instansi terkait dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Faktor yang menghambat proses pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral kebanyakan disebabkan oleh kelalaian masyarakat itu sendiri, seperti kesalahan informasi,
tanah yang masih dalam sengketa, pengurusan
pendaftaran tanah melaui calo. Disamping itu faktor pemerintah juga menjadi masalah dalam pelaksanaan kegiatan sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral seperti sering terlambatnya penyampaian berkas data subjek dan objek kepada kantor pertanahan kabupaten/kota, tidak mengikut sertakan kantor pertanahan setempat dalam melakukan kegiatan inventarisasi data subjek dan objek oleh dinas terkait, penerbitan SK kelompok kerja (pokja) yang sering terlambat , sehingga timbul anggapan bahwa dinas terkait dalam melakukan kegiatan Sertipikasi Hak Atas Tanah Lintas Sektor bukan merupakan tugas utama/prioritas dari Dinas yang bersangkutan. Dan juga kurangnya koordinasi
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dikarenakan pengaruh otonomi daerah. Oleh karena itu diharapkan kepada seluruh masyarakat dan pemerintah, demi terlaksananya pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah lintas sektoral perlu saling koordinasi dan memahami sosialisasi yang telah dilakukan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Adrian Sutedi. Sertifikat Hak Atas Tanah. Sinar Grafika. Jakarta, 2011 Ali Achmad Chomsah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid 2, Jakarta, 2002 Ali Achmad Chomza, Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2002 Bachriadi., Dianto; Faryadi., Erpan & Setiawan., Bonnie; Reformasi Agraria; Perubahan Politik, Sengketa dan Agenda Pembaruan Agraria di Indonesia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI (Universitas Indonesia), Jakarta, 1997, Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2006 Cholid Narbuko, Metodologi Riset, Semarang: Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo, 1986, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan, Petunjuk Teknis Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta, BPN 2008), Efendi, Bachtiar. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Jakarta. 1993. Effendi Perangin, Praktek Pengurusan Sertipikat Hak Atas Tanah, Rajawali Pers, Jakarta, 1992,
Ginanjar Kartasasmita, Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan yang berakar pada Masyarakat, Bappenas, Jakarta, 1996 H,Ali Achmad chamzah,SH Hukum Agraria pertanahan Indonesia jilid 2 prestasi pustaka karya 2004. Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia. Himpunan Peraturan Hukum-hukum Tanah. Djambatan, Jakarta, 1998. Kartasasmita, Ginanjar, Pembangunan Untuk Rakyat, Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, CIDES, Jakarta, 1966. Lucie Setiana, Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005 Mubyarto, Pemberdayaan ekonomi rakyat & peranan ilmu-ilmu sosial , Yoyakarta: Aditya Media, 1998 Mukti, Affan. Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria. USU Press, Medan, 2006 Nasution S, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Tarsito,1992 Pranaka dan Vidhyandika. Pemberdayaan (Empowerment). Centre of Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta, 1996 Soejono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1984. Soejono, S.H., M.H. dan H Abdurrahman, S.H., M.H., Prosedur Pendaftaran Tanah Tentang Hak Milik, Hak Sewa dan Hak Guna Bangunan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003 Soetomo, Pembebasan Pencabutan Permohonan Hak Atas Tanah, Usaha Nasional, Surabaya, 1984. _______, Pedoman Jual Beli Tanah Peralihan Hak dan Sertifikat, Lembaga Universitas Brawijaya, Surabaya, 1981, Sudarso Gautama dan Sukarhar Badwi, Tafsiran Undang-Undang agrarian, Alumni, Bandung, 1973. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002,
Sumodiningrat. G, Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1999 Surojo Wigndipuro, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Penerbit. Haji Masagung, Jakarta, 1968 Sutrisno Hadi, Statistik, Jilid II, Andi Offset, Yogyakarta, 1995.
B. Peraturan Perundang-Undangan Undang Undang Dasar 1945 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pengaturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 (LN 1997 No. 59) tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 (LN 1997 No. 59) tentang Pendaftaran Tanah. C. Sumber Lainnya http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pesisir_Selatan