Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK)-Vol 2. No.1 ( 35-44)
Identifikasi Kesulitan Siswa dalam Memahami Materi Termokimia dengan Menggunakan Three-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument di Kelas XI MIA 5 MAN MODEL Banda Aceh Aswita, Rusman, Ratu Fazlia Inda Rahmayani Prodi Kimia FKIP Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh 23111 *Corresponding Author:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa menggunakan threetier multiple choice dan penyebab kesulitan siswa pada materi termokimia. Penelitian dilakukan di MAN Model Banda Aceh menggunakan rancangan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA 5 yang berjumlah 17 siswa. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling. Pengumpulan data diperoleh dengan tes three-tier multiple choice yang terdiri dari 12 soal dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata persentase kemampuan siswa pada materi termokimia adalah 9,79% yang paham konsep, 24,50% tidak paham konsep, 63,72% mengalami miskonsepsi, dan 1,96% error. Berdasarkan kriteria pendeskripsian tingkat pemahaman konsep siswa, persentase yang diperoleh berada dibawah 30%-45% dengan kategori gagal. Hasil analisis data menunjukkan siswa kurang memahami pada persamaan termokimia dan konsep mol. Faktor penyebab kesulitan siswa antara lain siswa kurang mampu dalam menyimpan informasi secara luas, kurang fokus pada saat guru menjelaskan, sulit dalam memahami materi yang bersifat algoritmik, membutuhkan alat bantu untuk berhitung, dan kurangnya fasilitas laboratorium menyebabkan siswa gagal mendapatkan hasil yang akurat. Kata kunci : kesulitan, termokimia, three-tier multiple choice.
Abstract The objectives of study were to understand level of students’ understanding by using threetier multiple choice and cause of students’ adversity in learning of thermochemistry. The study was conducted in MAN Model Banda Aceh by model of descriptive research with a qualitative approach. Subject of study was 17 students of class XI MIA 5. Then, technique of sampling was purposive sampling. Data were collected by using test of three-tier multiple choice which is consist of 12 questions and interview. The study indicated that the average percentages of students’ understanding were 9.79% of understand the conception, 24.50% of wrong conception, 63.72% of misconception and 1.90 of error. According to the description of level of understanding, the percentage was under of 30%-45% with a category of failure. Consequently, the analysis of data exhibited that the students have lack of understanding in learning of thermochemistry and mole concept. The students’ adversity was caused by lack of memorize in order to keep huge information, bad focus when the teacher teach, difficult to understand the algorithmic materials, require the counting-tools, and lack of laboratory facilities. Keyword: adversity, thermochemistry, three-tier multiple choice.
35
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK)-Vol 2. No.1 ( 35-44)
Pendahuluan Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dengan guru yang bertugas menyampaikan pesan pendidikan kepada penerima pesan yaitu siswa. Proses pembelajaran dikatakan berhasil ketika siswa dapat memahami atau mengerti konsep-konsep yang disampaikan oleh guru. Sebagaimana pada kompetensi inti mata pelajaran kimia bertujuan agar siswa mampu memahami dan menerapkan pengatahuan faktual dan konseptual dalam ilmu pengetahuan (Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013). Rendahnya pemahaman konsep siswa dapat dipengaruhi oleh siswa sendiri ataupun guru. Siswa salah menginterpretasikan gejala atau peristiwa yang dijumpai dalam kehidupannya, dan pembelajaran yang dilakukan guru kurang terarah sehingga siswa salah dalam menginterpretasikan suatu konsep (Mentari, dkk., 2014). Pemahaman siswa terhadap materi berdampak pada kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal. Kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal disebabkan karena penanaman konsep yang kurang mendalam. Siswa cenderung menghafal konsep dan tidak memahaminya sehingga konsep yang telah dipelajari akan mudah hilang. Akibatnya siswa akan mengalami kesulitan dalam menghadapi kasus atau masalah yang berhubungan dengan materi yang telah dipelajari. Hal ini sesuai pendapat Sunyono dkk (2009) bahwa umumnya siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan kimia akibat rendahnya pemahaman konsepkonsep kimia serta kurangnya minat siswa terhadap pelajaran kimia. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak bisa belajar secara wajar disebabkan karena ancaman, hambatan atau gangguan dalam belajar. Kesulitan belajar yang dialami siswa tidak hanya di sebabkan oleh rendahnya intelegensi, karena pada kenyataannya banyak siswa yang memiliki intelegensi cukup tinggi, tetapi hasil belajarnya rendah. Faktor lain yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa antara lain kurangnya kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan informasi secara luas yang dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, dan latihan (Djamarah 2002). Setiap guru dituntut agar mempunyai tanggung jawab yang besar dalam merencanakan dan melaksanakan penilaian. Hasil penilaian digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman materi yang dialami oleh siswa. Untuk mengetahui apakah tingkat pemahaman siswa sudah baik atau belum guru mengadakan penilaian atau mengadakan diagnosis. Hal ini sesuai pendapat Arikunto (2006) tes diagnostik ialah tes untuk mengetahui kelemahankelemahan dan kekuatan siswa dalam pelajaran tertentu yang hasilnya digunakan untuk membantu siswa tersebut dalam mengatasi kesulitannya dalam pelajaran tersebut. Salah satu bentuk soal untuk mendiagnosis tingkat pemahaman konsep siswa dapat dilakukan penyusunan instrumen berupa tes diagnostik three-tier multiple choice. Hal ini di dukung oleh Tan dan Treagust dalam Fauzia (2013) yang mengungkapkan bahwa penggunaan tes diagnostik three-tier dapat mengidentifikasi kesulitan dan miskonsepsi siswa dalam memahami materi kimia. Menurut Cetin, dkk (2011), penggunaan instrumen three-tier multiple choice dapat mengidentifikasi pemahaman konsep peserta didik dengan mudah dan tidak membutuhkan banyak waktu. Selain itu dapat pula membedakan antara siswa yang menjawab salah karena mengalami miskonsepsi atau kurang memahami materi. Tes pilihan ganda tiga tingkat (three-tier multiple choice) merupakan pengembangan dari tes pilihan ganda dua tingkat (two-tier multiple choice). Tuysuz (2009) menyatakan bahwa dalam bidang kimia, two-tier multiple choice diagnostic test terdapat dua tingkat. Tingkat pertama terdiri atas pertanyaan dan pilihan jawaban, pada tingkat kedua terdiri atas pilihan alasan yang mengacu pada jawaban pada tingkat pertama. Tes pilihan ganda tiga tingkat dilengkapi dengan skala tingkat keyakinan untuk mengukur tingkat keyakinan terhadap jawaban dan alasan yang dipilih untuk satu butir soal. Materi termokimia mempelajari energi yang dibebaskan, atau diserap dalam suatu reaksi kimia, satuan-satuan energi, dan perubahan energi, siswa yang belajar diharapkan memahami persamaan termokimia dan mampu menentukan berbagai kalor reaksi. 36
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK)-Vol 2. No.1 ( 35-44) Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa siswa, materi ini merupakan materi pelajaran kimia yang cenderung dianggap sulit dan abstrak oleh siswa. Pernyataan tersebut juga didukung berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan salah satu guru kimia MAN Model Banda Aceh bahwa materi tersebut merupakan salah satu materi yang sulit pada pembelajaran kimia, sehingga pada penelitian ini digunakan materi termokimia. Banyak penelitian telah dilakukan, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain, yang berhasil mengungkap kesulitan siswa pada materi termokimia. Beberapa hasil penelitian mengenai kesulitan tersebut diantaranya (i) siswa sulit membedakan kalor dengan suhu, (ii) siswa sulit mengidentifikasi sistem dan lingkungan pada reaksi yang berlangsung di dalam kalorimeter, dan (iii) siswa sulit mengidentifikasi reaksi eksoterm dan endoterm (Yalcinkaya, Tastan & Boz, 2009; Inayah, 2003 dalam Irawati, 2015). Ida dalam Sugiawati (2015) juga melaporkan miskonsepsi pada materi termokimia terdapat dalam konsep reaksi eksoterm, reaksi endoterm, konsep penulisan tanda perubahan entalpi pada persamaan termokimia untuk reaksi eksoterm dan reaksi endoterm, konsep sifat reaksi pembentukan dan penguraian senyawa dan konsep pengunaan rumus penentuan besarnya perubahan entalpi menggunakan data entalpi pembentukan standar. Setelah mengetahui tingkat pemahaman siswa menggunakan tes three-tier multiple choice, maka ditentukan 3 siswa untuk diwawancara. Siswa tersebut dipilih berdasarkan perwakilan dari kategori tidak paham konsep, miskonsepsi dan error. Wawancara ini berfungsi untuk melengkapi dan memperkuat data-data hasil tes tertulis, serta mengungkapkan hal-hal yang tidak terungkap dalam tes tertulis (Marsita, 2010). Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti melakukan penelitian tentang “Identifikasi Kesulitan Siswa dalam Memahami Materi Termokimia dengan Menggunakan Three-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument di Kelas XI MIA 5 MAN MODEL Banda Aceh”.
Metode Penelitian Pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang berfokus pada identifikasi kesulitan siswa dalam memahami materi termokimia dengan menggunakan Three-tier Multiple Choice Diagnostic Instrument. Penelitian telah dilakukan di MAN Model Banda Aceh. Waktu penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari hingga November 2016. Pemilihan subjek penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pengalaman PPL dan rekomendasi dari guru bidang studi kimia disekolah tersebut. Penelitian identifikasi kesulitan siswa dimulai dari menganalisis dan menentukan materi berdasarkan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar 2013. Selanjutnya tahap persiapan instrumen sebelum tindakan pelaksanaan tes pemahaman konsep. Instrumen yang sudah disusun kemudian diwujudkan dengan saran dari validator. Tahap ini dihasilkan instrumen tes berupa tes three-tier multiple choice. Dalam menyusun instrumen tes three-tier multiple choice ada beberapa komponen yang harus diperhatikan yaitu materi yang ingin diuji, indikator soal, kesesuaian isi soal dengan indikator dan materi, serta kesesuaian antar tingkat 1 dengan tingkat 2. Pada tingkat 3 terdapat pilihan berupa tingkat keyakinan dengan menggunakan CRI. Instrumen tes berupa three-tier multiple choice disusun dalam desain 3 tingkat. Pada tingkat pertama yang merupakan pilihan jawaban yaitu dengan 5 opsi jawaban berupa A, B, C, D dan E. Pada tingkat 2 yang berupa pilihan alasan ini dibuat sama yaitu dengan 5 pilihan alasan yang disediakan. Pilihan alasan pada tingkat 2 yang diberikan mengacu dan sesuai dengan opsi jawaban pada tingkat 1. Pada tingkat 3 dimuat dengan 6 pilihan tingkat keyakinan mengggunakan skala keyakinan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan wawancara. Tes ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa 37
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK)-Vol 2. No.1 ( 35-44) pada materi termokimia. Wawancara dilakukan untuk mengetahui penyebab kesulitan siswa dalam memahami konsep materi termokimia. Analisis setiap kombinasi jawaban pemahaman konsep siswa mengadapatasi kombinasi jawaban yang digunakan oleh Kaltacki dan Nilufer (2007) dalam menganalisis setiap kombinasi. Opsi tingkat keyakinan yang digunakan dalam three-tier multiple choice hanya dua yaitu yakin dan tidak yakin dengan Confidence Rating Index (CRI) enam pilihan jawaban atau skala 0-5 seperti yang digunakan oleh Tresnasih, dkk (2013) dalam penelitiannya. Teknik analisis kombinasi jawaban untuk mengidentifikasi pemahaman konsep siswa dalam penelitian ini dapat dirangkum dalam Tabel 1. Tabel 1. Analisis Kombinasi Jawaban pada Tes Diagnostik Three-Tier Multiple Choice Tipe Jawaban Kategori Tingkat satu Tingkat dua Tingkat tiga Paham konsep Benar Benar CRI > 2,5 Benar Benar CRI ≤ 2,5 Tidak paham Salah Benar CRI ≤ 2,5 konsep Benar Salah CRI ≤ 2,5 Salah Salah CRI ≤ 2,5 Error Salah Benar CRI > 2,5 Benar Salah CRI > 2,5 Miskonsepsi Salah Salah CRI > 2,5 (Sumber: Kaltacki dan Nilufer, 2007; Tresnasih, dkk., 2013) Setiap kemungkinan jawaban siswa tersebut selanjutnya dihitung dalam bentuk persentase siswa di kelompokkan pada kategori paham, tidak paham, error, atau miskonsepsi dalam setiap konsep dengan menggunakan rumus: P=
𝑓 𝑛
x 100%
Dimana; P = persentase (% kelompok); f = frekuensi (jumlah) pada setiap kelompok; n = jumlah seluruh siswa (Sudijono, 2009) Selanjutnya pendeskripsian data tingkat pemahaman konsep siswa dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pendeskripsian Data Tingkat Pemahaman Konsep Persentase Kriteria 80% - 100% Tingkat pemahaman baik sekali 66% - 79% Tingkat pemahaman baik 56% - 65% Tingkat pemahaman cukup 46% - 55% Tingkat pemahaman kurang 30% - 45% Tingkat pemahaman gagal (Sumber: Sudijono, 2009)
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat pemahaman siswa pada masing-masing indikator soal materi termokimia yang diberikan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Apabila jawaban siswa pada soal tingkat pertama dan tingkat kedua benar, kemudian siswa yakin terhadap jawaban tingkat pertama dan kedua atau tingkat keyakinan diatas 2,5 (CRI > 2,5), maka siswa diberi skor 1. Siswa dikatakan sudah memahami materi tersebut dapat dilihat dari konsisten atau terhadap jawaban yang diberikan pada soal yang memiliki indikator yang sama. Apabila jawaban siswa tidak konsisten terhadap soal yang memiliki indikator yang sama, maka siswa tidak dapat dikatakan sudah paham konsep. Akan tetapi siswa tersebut tidak 38
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK)-Vol 2. No.1 ( 35-44) paham terhadap konsep atau siswa tersebut mengalami miskonsepsi, bahkan error terhadap pilihan jawabannya. Hal ini dapat dianalisis dengan melihat kombinasi jawaban yang diberikan oleh siswa. 1)
Analisis Kombinasi Jawaban Siswa pada Setiap Indikator
Tabel 3. Persentase Tingkat Pemahaman Siswa pada Tes Diagnostik Three-Tier Multiple Choice per Indikator No Indikator PK % TPK % M % E % 1 Menentukan 6 35,29 6 35,29 5 29,41 perubahan entalpi pembentukkan 2 Menentukan 1 5,88 5 29,41 11 64,70 perubahan entalpi penguraian 3 Menentukan 1 5,88 3 17,64 12 70,58 1 5,88 perubahan entalpi pembakaran 4 Menentukan 2 11,74 3 17,64 12 70,58 perubahan entalpi berdasarkan kalorimeter 5 Menentukan 5 29,41 12 70,58 perubahan entalpi berdasarkan hukum hess 6 Menentukan 3 17,64 13 76,47 1 5,88 perubahan entalpi berdasarkan energi ikatan Rata-rata Persentase(%) 9,79 24,50 63,72 1,96 Keterangan: PK (paham konsep); TPK (tidak paham konsep); M (miskonsepsi); E(Error) Pada Tabel 3 dapat dilihat jumlah siswa yang paham konsep sangat sedikit dari setiap indicator. Persentase tingkat pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi pembentukan, penguraian dan pembakaran. Tingkat pemahaman siswa sangat rendah pada indikator I, II dan III (35,29%, 5,88%, 5,88%) yang paham konsep, sedangkan yang tidak paham konsep (35,29%, 29,41%, 29,41%) kemudian yang mengalami miskonsepsi (29,41%, 64,70%, 70,58%) dan hanya pada indikator III siswa yang memiliki kategori error (5,88). Pada indikator IV tingkat pemahaman siswa (11,74%) yang paham konsep, sedangkan yang tidak paham konsep (17,64%), dan yang mengalami miskonsepsi ( 70,58%). Pada indikator V dan VI tidak ada siswa yang paham konsep, sedangkan yang tidak paham konsep (29,41%, 17,47%), dan sebagian besar siswa mengalami miskonsepsi (70,58%, 76,47%). ➢ Identifikasi pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi pembentukan Berdasarkan Tabel 3 diperoleh persentase tingkat pemahaman siswa dalam mengidentifikasi soal penentuan perubahan entalpi pembentukan adalah 35,29% yang paham konsep, 35,29% yang tidak paham konsep dan 29,41% yang mengalami miskonsepsi dimana siswa menjawab salah pada tingkat pertama yakni, pada reaksi 3 g magnesium dan nitrogen menghasilkan Mg3N2 yang melepas kalor sebesar 28 kJ, maka entalpi pembentukan standar Mg3N2 -75 kJ. Mol-1. Pada tingkat kedua siswa menjawab karena pada pembentukan 1 mol Mg3N2 melibatkan 5 mol Mg dan pada tingkat ketiga siswa menjawab menebak. Sehingga dikategorikan siswa tidak paham konsep. Padahal
39
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK)-Vol 2. No.1 ( 35-44) jawaban yang benar adalah pada tingkat pertama yakni – 672 kJ. Mol-1 dan tingkat kedua adalah karena pada pembentukan 1 mol Mg3N2 melibatkan 3 mol Mg. ➢ Identifikasi pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi penguraian Berdasarkan Tabel 3 diperoleh tingkat pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi penguraian adalah 5,88% yang paham konsep, 29,41% yang tidak paham konsep dan 64,70% yang mengalami miskonsepsi dimana siswa yang menjawab salah tingkat pertama yakni, dari reaksi N2(g) + 3H2(g) → 2NH3(g) ΔH = - 92 kJ, perubahan entalpi penguraian 1 mol gas NH3 adalah – 46 kJ, pada tingkat kedua siswa menjawab reaksi dibagi 2 maka tanda ΔH dibagi 2 dan pada tingkat ketiga siswa menjawab yakin. Sehingga dikategorikan siswa mengalami miskonsepsi. Padahal jawaban yang sebenarnya adalah tingkat pertama adalah + 46 kJ, dan pada tingkat kedua reaksi dibalik dan dibagi, maka tanda ΔH juga dibalik dan dibagi, karena reaksi penguraian adalah kebalikan dari reaksi pembentukan, jika reaksinya dibalik atau dibagi maka ΔH juga dibalik dan dibagi. ➢ Identifikasi pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi pembakaran Berdasarkan Tabel 3 diperoleh tingkat pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi pembakaran adalah 5,88% yang paham konsep, 29,41% yang tidak paham konsep dan 70,58% yang mengalami miskonsepsi juga hanya 5,88% siswa error dimana siswa yang menjawab benar tingkat pertama yakni, dari reaksi 2C2H2(g) + 5O2(g) → 4CO2(g) + 2H2O(g) ∆H = -2512kJ perubahan entalpi pada pembakaran sempurna 2,8 liter C2H2 pada keadaan STP adalah - 157 kJ/mol, pada tingkat kedua siswa menjawab 0,0625 mol x 2612 kJ dan siswa pasti. Sehingga siswa dikategorikan mengalami miskonsepsi. Padahal jawabana yang benar pada tingkat pertama adalah - 157 kJ/mol dan pada tingkat kedua 0,0625 mol x - 2612 kJ. ➢ Identifikasi pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi berdasarkan kalorimeter Berdasarkan Tabel 3 diperoleh tingkat pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi berdasarkan kalorimeter adalah 11,74% yang paham konsep, 17,64% yang tidak paham konsep dan 70,58% yang mengalami miskonsepsi dimana siswa yang menjawab salah pada tingkat pertama yakni 4,2 kJ.°C-1, pada tingkat kedua siswa menjawab Q = m x c x ΔT dan pada tingkat ketiga siswa menjawab menebak. Sehingga siswa dikategorikn tidak memahami konsep. Padahal jawaban yang sebenarnya adalah pada pembakaran suatu contoh zat dalam sebuah kalorimeter bom menghasilkan kalor sebesar 25,2 kJ. Air yang berada dalam kalorimeter adalah 1000 g dan suhunya naik 4°C. jika kalor jenis air adalah 4,2 J.g-1.°C-1, maka kapasitas kalor kalorimeter bom tersebut adalah 2,1 kJ.°C-1, dan pada tingkat kedua adalah Q = C x ΔT. ➢ Identifikasi pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi berdasarkan Hukum Hess Berdasarkan Tabel 3 diperoleh tingkat pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi berdasarkan Hukum Hess adalah tidak ada siswa yang paham konsep, 29,41% yang tidak paham konsep dan 70,58% yang mengalami miskonsepsi dimana siswa yang menjawab salah pada tingkat pertama yakni + 3135,4 kJ, pada tingkat kedua ΔH= (koef. x ΔHf°C6H6) – (koef. x ΔHf°CO2 + koef. x ΔHf°H2O) dan siswa yakin pada tingkat ketiga. Sehingga siswa dkategorikan miskonsepsi. Padahal konsep yang benar adalah Bila diketahui kalor pembentukan standar, ΔHf°, benzene cair (C6H6(l)) = + 49,00 kJ mol-1, H2O(l) = - 241,5 kJ mol-1, CO2(g) = - 393,5 kJ mol-1, maka 5 kalor pembakaran reaksi: C6H6(l) + O2(g) → 3 H2O(g) + 6 CO2(g) adalah - 3135,4 kJ 2
dan pada tingkat kedua adalah ΔH= (koef. x ΔHf°CO2 + koef. x ΔHf°H2O) – (koef. x ΔHf°C6H6). 40
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK)-Vol 2. No.1 ( 35-44)
➢ Identifikasi pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi berdasarkan energi ikatan Berdasarkan Tabel 3 diperoleh tingkat pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal penentuan perubahan entalpi berdasarkan energi ikatan adalah tidak ada siswa yang paham konsep, 29,41% yang tidak paham konsep dan 70,58% yang mengalami miskonsepsi serta hanya 5,88% dimana siswa yang menjawab benar pada tingkat pertama yakni – 124kJ/mol, pada tingkat kedua siswa menjawab ΔH = ∑ikatan kanan - ∑ikatan kiri dan siswa menjawab pasti pada tingkat ketiga. Sehingga siswa dikategorikan mengalami miskonsepsi. Padahal konsep yang benar pada tingkat pertama adalah jika energi ikatan rata-rata: C - H = 413 kJ/mol, C – C = 348 kJ/mol, H – H = 436 kJ/mol, C = C = 614 kJ/mol. Besarnya perubahan entalpi reaksi: C 2H4 + H2 → C2H6 adalah -124 kJ/mol dan pada tingkat kedua ΔH = ∑ikatan kiri - ∑ikatan kanan. Berdasarkan hasil data yang diperoleh, tingkat pemahaman siswa pada setiap indikator berbeda-beda. Jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi lebih banyak dari pada siswa yang paham konsep, tidak paham konsep bahkan error dengan nilai sebesar 63,72%. Oleh karena itu, perlu dilakukan wawancara untuk mengetahui apa penyebab tingkat pemahaman siswa dikategorikan gagal. Selain itu, wawancara juga dilakukan terhadap guru kimia sebagai informasi tambahan tentang penyebab kesulitan siswa selama ini. 2) Penyebab Kesulitan Siswa Sebelum melakukan tes pemahaman konsep, peneliti melakukan eksperimen materi termokimia pada kelas XI MIA 5. Berdasarkan eksperimen, dapat diketahui bahwa terdapat faktor penyebab kesulitan siswa berupa faktor eksternal. Diantaranya timbangan tang memiliki satuan terlalu besar menyebabkan hasil penimbangan bahan percobaan tidak akurat. Selain itu, termometer yang tidak berfungsi menyebabkan siswa kesulitan dalam mengukur perubahan suhu. Hal ini dapat dijadikan salah satu indikasi terhadap keberhasilan suatu eksperimen. Setelah mengetahui tingkat pemahaman dari 17 siswa, terdapat perbedaan kategori tingkat pemahaman siswa. Berdasarkan analisis jawaban, diketahui siswa-siswa yang mewakili kategori tidak paham konsep, miskonsepsi dan error. Siswa yang memiliki kategori paling dominan selanjutnya akan dilakukan wawancara. Perbedaan kategori tingkat pemahaman siswa dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.4. Perbedaan kategori tingkat pemahaman siswa Kode Nomor Soal (Kategori) Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 AAF PK PK E PK M M TPK M BNL PK PK M PK E M M PK DWP M M PK PK E M M M HMR PK PK PK TPK E PK M PK JTQ PK PK M TPK TPK M M TPK MCB PK M PK PK E M M M MDA M PK M PK E M M M MIQ PK PK PK PK E M TPK M MIL TPK TPK M PK PK M M M MYK PK PK M PK E M M E MHF M M M E E M M M MRF PK PK TPK TPK TPK TPK TPK TPK NKY M M M TPK E M M M NAR E E M M E M M E
9 10 PK M M E M M M PK E M M M TPK M
10 11 M M M PK M E M M M M M M TPK E
11 12 TPK M M E TPK M M M TPK M M TPK M M
12 13 M M M M TPK E E M TPK M M TPK M M 41
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK)-Vol 2. No.1 ( 35-44) 1 2 3 OAL PK PK SYS TPK M TAQ M PK Keterangan: PK (paham
4 5 PK PK PK E E PK konsep); TPK
6 PK E E (tidak
7 PK E M paham
8 9 10 11 M M E PK E TPK M TPK M E TPK E konsep); M (miskonsepsi);
12 13 PK M TPK M M TPK E(Error)
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa yang memiliki kategori tidak paham konsep, diketahui ada beberapa faktor penyebab kesulitan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya siswa lupa cara mengerjakan soal yang telah dipelajari sebelumnya, sedangkan faktor eksternal yaitu siswa kurang fokus pada saat guru menjelaskan. Hasil wawancara dengan siswa yang memiliki kategori miskonsepsi, dapat diketahui bahwa penyebab kesulitan siswa berupa faktor internal. Siswa lupa terhadap materi yang dipelajari sebelumnya dan kesulitan dalam memahami materi bersifat algoritmik. Sedangkan siswa dengan kategori error, terdapat faktor eksternal yaitu siswa menganggap angka-angka yang terlalu tinggi, sehingga siswa memerlukan alat bantu seperti kalkulator. Sebagai informasi tambahan penyebab kesulitan siswa, wawancara juga dilakukan terhadap guru kimia. Dari hasil wawancara diketahui bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam membuat siklus dan berhitung. Berdasarkan perlakuan eksperimen dan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap siswa beserta guru kimia, terdapat beberapa faktor penyebab kesulitan siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya faktor psikis, dimana siswa lupa cara mengerjakan soal yang telah dipelajari sebelumnya, siswa kurang fokus pada saat guru menjelaskan materi, dan siswa juga sulit dalam memahami materi yang bersifat algoritmik. Sedangkan faktor eksternalnya siswa mengganggap angka-angka yang terdapat pada materi termokimia terlalu tinggi, sehingga siswa membutuhkan alat bantu dalam menghitung. Selain itu, kurangnya fasilitas laboratorium pada saat melakukan eksperimen menyebabkan siswa gagal mendapatkan hasil yang akurat. Hal ini sesuai dengan pendapat Roestyah (1982) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar adalah 1) Faktor internal yaitu faktor yang terdapat dalam diri anak; (i) Faktor fisik yaitu mengenai kesehatan dan cacat badan misalnya, bisu, tuli, dan sebagainya; dan (ii) Faktor psikis yaitu mengenai intelegensi/kecerdasan, perhatian, bakat, minat, emosi, kepribadian dan gangguan kejiwaan atau gangguan kepribadian lainnya; 2) Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang terletak di luar diri anak; (i) Faktor keluarga yaitu mengenai faktor orang tua, suasana rumah dan keadaan ekonomi; (ii) Faktor sekolah yaitu mengenai cara penyajian pelajaran, hubungan antara guru dan murid, hubungan antara murid dan temannya; (iii) Faktor masyarakat; dan (iv) Faktor-faktor lain, yaitu metode belajar murid/anak didik dan tugas-tugas rumah yang terlalu banyak. Berdasarkan penjelasan di atas, perlu dilakukan upaya untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa tersebut. Alternatif yang dapat dilakukan oleh guru diantaranya memberikan penambahan waktu untuk membahas soal-soal yang masih sulit dipahami oleh siswa. Kemudian penggunaan metode-metode belajar yang bervariasi, agar proses pembelajaran menyenangkan sehingga siswa mudah memahami materi yang diajarkan. Selain itu, fasilitas dilaboratorium yang memadai akan memudahkan siswa dalam mendapatkan hasil eksperimen yang akurat.
42
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK)-Vol 2. No.1 ( 35-44)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Tingkat pemahaman siswa pada materi termokimia dengan menggunakan tes diagnostik three-tiermultiple choice dikategorikan rendah atau tingkat pemahaman gagal dengan persentase siswa paham konsep, tidak paham konsep, miskonsepsi dan error berturut-turut adalah 9,79%, 24,50%, 63,72%, dan 1,96%. (2) Penyebab kesulitan siswa dalam memahami materi termokimia berupa faktor internal yaitu siswa lupa cara mengerjakan soal yang telah dipelajari sebelumnya, siswa kurang fokus pada saat guru menjelaskan materi, dan siswa juga sulit dalam memahami materi yang bersifat algoritmik. Sedangkan faktor eksternalnya siswa membutuhkan alat bantu dalam menghitung dan kurangnya fasilitas laboratorium menyebabkan siswa gagal dalam mendapatkan hasil yang akurat.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut: (1) Dalam membuat soal tes three-tiermultiple choice, sebaiknya cukup menggunakan tiga soal untuk satu indikator yang sama, karena akan lebih mudah dalam menentukan kategori kombinasi jawaban siswa. (2) Peneliti mengharapkan agar soal tes three-tiermultiple choice dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep materi pelajaran lainnya. (3) Sebaiknya menggunakan metode belajar yang bervariasi agar proses pembelajaran menyenangkan sehingga siswa mudah memahami materi yang diajarkan dan penyediaan fasilitas laboratorium sebaiknya juga diperhatikan agar siswa dapat melakukan eksperimen dengan efektif.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian sebagai Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Cetin, A., Dindar dan Geban, O. 2011. Development of A Three-tier Test to Assess High School Students’ Understanding of Acids and Bases. Procedia Social and Behavioral Sciences, 15 (2011): 600-604. Djamarah, S. B. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Fauzia, N. E. 2013. Pengembangan Instrumen Test Diagnostik Two-Tier Untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas XI Dalam Memahami Materi Larutan Penyangga. Tesis. Universitas Pendidikan Indonesia. Irawati, E. 2015.Analisis Materi Termokimia Pada Buku Teks Pelajaran SMA/MA Kelas XI Dari Perspektif 4S TMD Pada Tahap Seleksi.Skripsi.Universitas Pendidikan Indonesia. Kaltakci, D dan Nilufer, D. 2007. Identification of Pre-Service Physics Teacher’s Misconceptin on Gravity Concept: A Study with a 3-Tier Misconception Test. Sixth Internasional Conference of the Balkan Physical Union: American Institute of Physics. Marsita, R. A. Sigit, P. dan Ersanghono, K. 2010. Analisis Kesulitan Belajar Kimia Siswa SMA dalam Memahami Materi Larutan Penyangga dengan Menggunakan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument. Jurnal inovasi Pendidikan Kimia, 4 (1): 512520. Mentari, L. 2014. Analisa Miskonsepsi Siswa SMA pada Pembelajaran Kimia untuk Materi Larutan Penyangga. e-Journal Kmia Visvitalis, 2 (1): 76-86. Roestyah. 1982. Masalah Ilmu keguruan. Jakarta: Bina Aksara. Sudijono, A. 2009.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sugiawati, A. V. 2013. Penggunaan Strategi Konflik Kognitif Dalam Pembelajaran Tps Untuk Mereduksi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Termokimia. Jurnal Nalar Pendidikan, 1 (1): 26-31. 43
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK)-Vol 2. No.1 ( 35-44) Sunyono, dkk.2009. Identifikasi Masalah Kesulitan Dalam Pembelajaran Kimia SMA Kelas X di Propinsi Lampung.Jurnal Pendidikan MIPA. Tresnasih, N., Ida, F., dan Ratih, P. 2013. Analisis Konsepsi Mahasiswa Terhadap Materi Elektrolisis Menggunakan Instrumen Tes Three-Tier Multiple Choice. Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains: 168-171. Tuysuz. 2009. Development of Two-Tier Diagnostic Instrument and Assess Students’ Understanding in Chemistry. Academic Journals, 4 (6): 629-631.
44