Jurnal Geodesi Undip Januari 2015 PENENTUAN TINGKAT LAHAN KRITIS MENGGUNAKAN METODE PEMBOBOTAN DAN ALGORITMA NDVI (Studi Kasus: Sub DAS Garang Hulu) Mazazatu Rosyada, Yudo Prasetyo, Hani’ah *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang, Semarang, Telp. (024) 76480785, 76480788 e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan syarat konservasi tanah dan air berpotensi menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang pada akhirnya akan menimbulkan lahan kritis. Dampak adanya lahan kritis ini adalah penurunan tingkat kesuburan tanah, berkurangnya ketersediaan sumber air pada musim kemarau serta mengakibatkan banjir pada musim hujan. Pemetaaan lahan kritis pada Sub DAS Garang Hulu diperlukan untuk memberikan tingkat pengelolaan yang tepat sehingga tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran tingkat kekritisan lahan Sub DAS Garang Hulu dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengacu Departemen Kehutanan No. P.4/V-SET/2013 yaitu metode tumpang tindih, pemberian skor serta pembobotan tiap parameter. Parameter yang digunakan yaitu peta kelas vegetasi, peta kelas produktivitas, peta kelas lereng, peta kelas erosi dan peta kelas manajemen. Peta kelas vegetasi dibuat dari interpretasi citra landsat 8 menggunakan transformasi NDVI. Penentuan lahan kritis di lakukan dengan tumpang tindih data raster dengan pembagian 3 kawasan yaitu kawasan budidaya pertanian, kawasan hutan lindung dan kawasan lindung di luar kawasan hutan. Berdasarkan hasil pengolahan data, kriteria kelas sangat kritis pada kawasan budidaya pertanian dengan luas 339,03 Ha (4,34%), pada kawasan hutan lindung seluas 0,63 Ha (0,008%) dan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan seluas 1,17 Ha (0,018%). Analisis tiap kecamatan menunjukkan bahwa kriteria kelas sangat kritis terluas berada di kecamatan Banyumanik dengan luas 102,51 Ha (1,32%), kriteria kelas kritis terluas berada di kecamatan Gunungpati dengan luas 231,57 Ha (2,97%), kriteria kelas agak kritis dengan luas 249,39 Ha (3,20%), kelas potensial kritis dengan luas 1.243,53 Ha (15,96%), dan kelas tidak kritis dengan luas 1.842,48 Ha (23,65%) berada di kecamatan Ungaran Barat.Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalkan peningkatan kekritisan lahan yang terjadi yaitu dengan memberdayakan lahan- lahan tidur (tegalan, tanah kosong) sesuai aturan konservasi tanah. Pemberdayaan lahan tidur ini nantinya mampu meningkatkan nilai lahan itu sendiri baik terutama dari segi produktivitas. Kata kunci :Lahankritis, NDVI, PenginderaanJauh, SistemInformasiGeografis(SIG), TumpangTindih. ABSTRACT Land use does not attention to the rules of soil and water conservation potentially lead to land causes of degradation that will eventually lead to critical land. The impact ofthe existence ofcritical landis thedecreaseof soilfertility, lack ofwater resourcesin dryseasonandin rain season. Critical land mapping is necessary to determine the right efforts in the management of upper course of Garang Hulu Sub Watershed until not disturb ecosystem balanced. This researchaims to determinethe distribution ofthe critical level ofGarangHulu sub watershedtoutilizeremote sensing technologyandgeographicinformationsystems. The method based on Forestry Department P.4/V-SET/2013 by overlap method, scoring and weighting of each parameter. The parameters used are map of vegetation class, productivity class map, class map slope, erosion class map, and class map management. Vegetation class map created from Landsat 8 imagery interpretation using NDVI transformation. Determination ofcritical landdowithraster dataoverlapwiththe distribution ofthreeregionsnamelyfarm area, protected forest areas, andprotected areasoutside theforest area. Based on the results of data processing, the class is very critical criteria in the farm area with immensityof 339.03 Ha (4.34%), the area of protected forest area with immensity of 0.63 Ha (0.008%) *)
PenulisPenanggungJawab
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015,(ISSN :2337-845X)
85
Jurnal Geodesi Undip Januari 2015 and in protected areas outside the forest area with immensity of 1.17 H (0.018%). Analysis shows that every district is very critical criteria widest class are in Banyumanik subdistricts with immensity of 102.51 Ha (1.32%), the largest class criteria are critical in Gunungpati subdistrict with immensity of 231.57 Ha (2.97%), criteria rather critical class with immensity of 249.39 Ha (3.20%), with a critical potential class area with immensity of 1.243.53 Ha (15.96%) and are not critical class area with immensity of 1,842.48 Ha (23.65%) located in West Ungaran subdistrict. There is one of way that can be done to minimize the increase in the occurring of critical land which is to empower idle land (wasteland) in accordance with the rules of conservation land. Empowering these idle lands will be able to increase the value of the land itself, well especially in terms of productivity. Keywords : Critical land, NDVI,Remote sensing,Geographic Information Systems (GIS),Overlay. PENDAHULUAN Latar Belakang Pengertianlahan kritis (Zain, 1998) adalah lahan yang tidak mampu secara efektif digunakan untuk lahan pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun sebagai pelindung alam lingkungan. Dapat juga didefinisikan sebagai lahan yang tidak sesuai antara kemampuan tanah dan penggunaannya akibat kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis sehingga membahayakan fungsi hidrologis, sosialekonomi, produksi pertanian ataupun bagi pemukiman. Hal ini dapat menimbulkan bencana erosi dan longsor di daerah hulu serta terjadi sedimentasi dan banjir di daerah hilir. Sub DAS Garang Hulu merupakan daerah tangkapan hujan untuk sungai yang mengalir ke Kota Semarang. Bagian hulu saat ini telah mengalami gangguan, berupa alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan permukiman yang tidak memperhatikan syarat-syarat konservasi tanah dan air yang mana secarahidrologis merupakan daerah resapan untuk wilayah Kota Semarang. Kondisi tersebut berdampak buruk terhadap kelestarian DASkarena daya dukung resapan menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya lahan kritis yang berdampak kekeringan panjang terjadi dimusim kemarau dan banjir serta longsor di musim hujan. Penentuan tingkat kekritisan lahan mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial tentang petunjuk teknis penyusunan data spasial lahan kritis dengan peraturan nomor P.4/V-SET/2013, yaitu berupa hasil skoring dari beberapa parameter pada masing-masing kawasan. Lahan kritis dibagi menjadi 3 kawasan yaitu : kawasan budidaya pertanian, kawasan hutan lindung dan kawasan lindung di luar kawasan hutan.Untuk itu prediksi tingkat kekritisan lahan sangat diperlukan untuk mengurangi tingkat kerusakan DASdan memberikan tingkat pengelolaan yang tepat sehingga tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada yang dapat digunakan untuk pengambilan kebijakan oleh instansi terkait sehingga dapat mengurangi terjadinya bencana. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka diangkat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana visualisasi tutupan lahan daerah Sub DAS Garang Hulu berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 8 ? 2. Bagaimana hasil validasi data tutupan lahan berdasarkan metode confussion matrix? 3. Berapa luas dan tingkat kekritisan lahan di Sub DAS Garang Hulu berdasarkan metode pembobotan dan algoritma NDVI? Ruang Lingkup Penelitian Wilayah Penelitian Wilayah penelitian meliputi daerah Sub DAS Garang Hulu, secara geografis Sub DAS Garang Hulu terletak diantara 110o 20'– 110o25'BT dan 7o01'- 7o 11'LS. Berdasarkan batas administrasi, wilayah Sub DAS Garang Hulu terletak dalam wilayah Kabupaten Kendal, wialayah Kabupaten Semarang seerta wilayah Kota Semarang. Data Penelitian Data yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain :
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015,(ISSN :2337-845X)
86
Jurnal Geodesi Undip Januari 2015 Tabel I.1. Data dan Sumber Data Penelitian No. Data Sumber Data Citra Landsat 8 perekaman bulan Mei 1. Hasil unduh darihttp://glovis.usgs.gov tahun 2014 Peta kelerengan Sub DAS Garang BPDAS Pemali Jratun 2. Hulu Peta tingkat bahaya erosi Sub DAS BPDAS Pemali Jratun 3. Garang Hulu Peta batas administrasi Sub DAS BPDAS Pemali Jratun 4. Garang Hulu Peta batas kawasan Sub DAS Garang BPDAS Pemali Jratun 5. Hulu 6. Peta sungai kota Semarang BAPPEDA Kota Semarang Peta tata guna lahan Sub DAS Garang 7. BPDAS Pemali Jratun Hulu 8. Peta tata guna lahan BAPPEDA Kota Semarang Badan Pusat Statistik Provinsi Jateng dan Dinas Data produktivitas Sub DAS Garang 9. Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Hulu Jateng. BPDAS Pemali Jratun, Dinas Pertanian Tanaman Data manajemen tanah Sub DAS Pangan dan Hortikultura Provinsi Jateng, Dinas 10. Garang Hulu Kehutanan Provinsi Jateng, dan Perum Pehutani Unit 1 Jateng. Batasan Penelitian Batasan penelitian dalam penelitian Tugas Akhir ini antara lain : 1. Daerah Kawasan Produksi diasumsikan sama dengan daerahKawasan Lindung di Luar Kawasan dan Hutan. 2. Daerah Kawasan Konservasi diasumsikan sama dengan daerah Kawasan Hutan Lindung. 3. Analisis yang dilakukan berdasarkan parameter kemiringan lereng, tingkat erosi, tutupan vegetasi, manajemen, dan produktivitas. 4. Validasi lapangan dikatakan lulus uji akurasi yaitu >80% (Short,1982 dikutip dalam Purwadi, 2001). Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Melakukan pemetaan tutupanlahan di Sub DASGarangHulu. 2. Menghitung hasil validasi tutupan lahan dengan menggunakan metode confussion matrix. 3. Melakukan penyusunan data spasial lahan kritis di Sub DAS Garang Hulu, baik secara numerik maupun spasial sesuai Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial No P. 4/V-Set/2013. TAHAPAN PENGOLAHAN DATA Tahapan pelaksanaan penelitian tersebut disajikan dalam diagram alir penelitian seperti pada gambar 1.
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015,(ISSN :2337-845X)
87
Jurnal Geodesi Undip Januari 2015 Persiapan
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Data Produktivitas Tanah
Citra Landsat 8
Peta Tingkat Bahaya Erosi
Peta Kemiringan
Peta Manajemen Tanah
Pembobotan
Pembobotan
Pembobotan
Peta Kelas Erosi (3)
Peta Kelas Lereng (4)
Peta Kelas Manajemen Tanah (5)
Peta Fungsi Kawasan
Pengolahan Citra (koreksi dan Pemotongan)
Eksekusi Klasifikasi Terbimbing
Proses NDVI
Peta Tutupan Lahan
Peta Vegetasi
Pembobotan
Pembobotan
Peta Kelas Produktivitas (1)
Peta Kelas Vegetasi (2)
Tumpang Tindih Parameter Tingkat Lahan Kritis
Peta Lahan Kritis Kawasan Budidaya Pertanian (1,3,4,5,)
Peta Lahan Kritis di Dalam Kawasan Hutan Lindung (2,3,4,5)
Peta Lahan Kritis Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan (2,3,4,5)
Tumpang Tindih
Validasi Lapangan
Tidak
Data Validasi
Ya Peta Lahan Kritis Sub DAS Garang Hulu
Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Data Pengolahan Citra a. Koreksi Geometrik Koreksi Geometrik bertujuan untuk memperbaiki kesalahan posisi obyek-obyek yang terekam pada citra karena distorsi-distorsi yang bersifat geometrik. b. Pemotongan Citra (Cropping) Pemotongan Citra dilakukan guna memperkecil daerah studi kasus di Sub DAS Garang Hulu. c. Klasifikasi Terbimbing(Supervised Classification) Metode klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing dengan algoritma kemiripan maksimum (maximum likelihood algorithm). d. Matriks Konfusi Matriks konfusi merupakan matriks yang dapat menunjukkan tingkat akurasi dari citra yang sudah diklasifikasi terbimbing dengan data region of interest (ROI) yang dimiliki. Hasilpengolahandapat dianggapbenarjikahasilperhitunganconfusionmatrix≥ 80%, mengacu pada (Short, 1982 dalamPurwadi, 2001) dengan formula: Xcr piksel MA = * 100%.................................................. (1) Xcr piksel +Xo piksel +Xco piksel
f.
g.
Keterangan: MA :KetelitianPemetaan (MappingAccuracy) Xcr :JumlahKelas X yangTerkoreksi Xo :JumlahKelas X yangMasukke KelasLain (Omisi) Xco :JumlahKelas X TambahandariKelasLain (Komisi) Transformasi NDVI Transformasi NDVI memanfaatkan beberapa saluran dari citra satelit Landsat 8 antara lain : kanal 4 yang lebih dikenal dengan saluran merah dan kanal 5 yang lebih dikenal dengan saluran inframerah-dekat. Ditulissecara matematis sesuai rumus3.2. NDVI=(NIR -VIS) /(NIR +VIS) .......................................................................... (2) Keterangan: NIR : Radiasi Inframerah Dekat VIS : Radiasi Terlihat Relasifikasi Niai Kerapatan Vegetasi Nilai kelas NDVI kemudian diklasifikasi ulang menjadi lima kelas. Perhitungan interval kelas kerapatan berdasarkan rumus sebagai berikut: xt − xr Kl = ......................................................................................................... (3) 𝑘
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015,(ISSN :2337-845X)
88
Jurnal Geodesi Undip Januari 2015 Keterangan : Kl : Kelas Interval xt : Nilai Tertinggi xr : Nilai Terendah k : Jumlah Kelas yang Diinginkan Metode Pembobotan a. Pembuatan Kelas Parameter Tiap Kawasan. Pembuatan peta kelas parameter penentu lahan kritis pada tiap kawasan yang mengacu pada peraturan nomor P.4/V-SET/2013. b. Konversi data Sebelum dilakukan proses tumpang tindih maka format data harus disamakan terlebih dahulu ke dalam bentuk raster. Pengolahan pada penelitian ini menggunakanan tools Raster Calculator di ArcGis 10. Kemudian analisis tiap kawasan dan tiap kecamatan. c. Tumpang Tindih Parameter Penentu Lahan Kritis Tiap Kawasan Peta Kelas Produktivitas Bobot 30 Kelas Skor Sangat Tinggi 5 Tinggi 4 Sedang 3 Rendah 2 Sangat Rendah 1
Peta Kelas Lereng Bobot 20 Kelas Skor Datar 5 Landai 4 Agak Curam 3 Curam 2 Sangat Curam 1
Peta Kelas Vegetasi Bobot 50 Kelas Skor Sangat Lebat 5 Lebat 4 Sedang 3 Jarang 2 Sangat Jarang 1
Tumpang Tindih Peta Kelas Erosi Bobot 20 Kelas Skor Ringan 5 Sedang 4 Berat 3 Sangat Berat 2
Peta Kelas Vegetasi Bobot 50 Kelas Skor Sangat Lebat 5 Lebat 4 Sedang 3 Jarang 2 Sangat Jarang 1
Tumpang Tindih Peta Kelas Manajemen Bobot 30 Skor
Kelas Baik Sedang Buruk
Peta Lahan Kritis pada Kawasan Budidaya Pertanian
Peta Kelas Lereng Bobot 20 Kelas Skor Datar 5 Landai 4 Agak Curam 3 Curam 2 Sangat Curam 1
5 3 1
Peta Kelas Erosi Bobot 20 Kelas Skor Ringan 5 Sedang 4 Berat 3 Sangat Berat 2
Peta Kelas Lereng Bobot 10 Kelas Skor Datar 5 Landai 4 Agak Curam 3 Curam 2 Sangat Curam 1
Tumpang Tindih
Peta Kelas Manajemen Bobot 10 Skor
Kelas Baik Sedang Buruk
5 3 1
Peta Kelas Erosi Bobot 10 Kelas Skor Ringan 5 Sedang 4 Berat 3 Sangat Berat 2
Peta Lahan Kritis pada Kawasan Hutan Lindung
Peta Kelas Manajemen Bobot 30 Skor
Kelas Baik Sedang Buruk
5 3 1
Peta Lahan Kritis pada Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan
Gambar 2. Teknik Analisis Skor dan Tumpang Tindih d. Reklasifikasi Lahan Kritis Sebelum pembuatan klasifikasi daerah lahan kritis pada tiap kawasan maka harus dihitung nilai total dari variabelnya. Nilai total dari variabel tersebut dapat diperoleh dengan persamaan pemodelan sebagai berikut (Sutanto, 1979 dikutip dalam Yudhistira, 2011) : Ntotal=[(N1 x B1) + (N2 x B2) + (N3 x B3) + (Nn x Bn)] ................................................. .......... (4) Keterangan : Ntotal : Nilai Total N1 : Nilai Variabel ke 1 Nn : Nilai Variabel ke n B1 : Bobot Variabel ke 1 Bn : Bobot Variabel ke n Berdasarakan persamaan diatas maka akan didapat nilai tertinggi dan nilai terendahnya. Setelah diketahui nilai tertinggi dan nilai terendahnya maka dibuat klasifikasinya dengan menentukan interval kelasnya.Lahan kritis dibagi menjadi lima kelas. Reklasifikasi pengolahannya sama seperti halnya dengan reklasifikasi nilai kerapatan vegetasisesuai rumus 3. e. Perhitungan Luasan Perhitungan luasan dari tiap kelas setelah dilakukan reklasifikasi untuk perbandingan pada analisis hasil tiap kawasan dan tiap kecamatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan Analisis Tingkat Kelas Vegetasi Berdasarkan Algoritma NDVI Hasil perhitungan NDVI menunjukkan nilai rentang histogramnya berkisar antara0,099877271sampai 0,881799207.PerhitunganNDVIuntukpikselyang diberikanselalu menghasilkanangka yangberkisar dariminus satu(-1) keplus satu(+1) namuntidak adadaun hijaumemberikannilaimendekati nol. Nilai nol berarti tidak ada vegetasi dan nilai dekat dengan +1(0,8-0,9) mengindikasikan kepadatan tertinggi daun hijau. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015,(ISSN :2337-845X)
89
Jurnal Geodesi Undip Januari 2015
Gambar 3. Hasil Transformasi NDVI Dengan ansumsi bahwa bahwa daerah tersebut memiliki tutupan vegetasi dari 0 sampai 1. Klasifikasi kerapatan dibagi lima kelas, maka untuk mencari interval kelas nilai NDVI tertinggi 0,881799207 dikurangi nilai NDVI terendah 0 dibagi 5. Setelah itu hasilnya dinilai berdasarkan kerapatan tajuk pohon. Dari hasil analisis luas kerapatan vegetasi dapat dilihat bahwa wilayah yang mempunyai kriteria sangat lebat mendominasi dengan luas 4.234,32 Ha atau sebesar 50,58% dari total luas area penelitian 8.370,81 Ha. Kriteria vegetasi lebat seluas 1.841,22 Ha (22%). Kriteria vegetasi sedang seluas 1.190,43 Ha (14,22%). Kriteria vegetasi jarang seluas 801,36 Ha (9,57%). Kriteria vegetasi sangat jarang seluas 303,48 Ha (3,36%). Hasil dan Analisis Kelas Produktivitas pada Tutupan Lahan Data produktivitas didapat dari perhitungan data produksi (Ha) dibagi dengan data luas panen dalam satuan ton.Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian, yang dinilai berdasarkan rasio terhadap komoditi umum pada pengelolaan tradisional. Analisis spasial untuk membuat peta produktivitas, data atribut produktivitas dimasukkan kedalam tabel atribut peta tutupan lahan. Tabel 1. Matriks Kesalahan Berdasarkan Sampel
Berdasarkan tabel di atas banyaknya piksel dalam sampel N adalah 360.Ketelitian seluruh klasifikasi overall accuracy dapat dihitung dengan rumus: Jumlah piksel murni semua kelas KH = Jumlah semua piksel 20+45+58+47+108+35+16+18 360
= = 96,3889%
No. 1. 2. 3. 4.
∗ 100%
Tabel 2. Hasil Perhitungan Luas Tutupan Lahan Tutupan Lahan Piksel Luas (Ha) Persentase (%) Pemukiman 19.597 1.763,73 21,93 Kebun 29.755 2.677,95 33,29 Sawah 14.926 1.343,34 16,70 Awan 5.885 529,65 6,58
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015,(ISSN :2337-845X)
90
Jurnal Geodesi Undip Januari 2015 5. 6. 7. 8.
Hutan Tegalan Belukar Rumput
15.324 2.793 463 628
1.379,16 251,37 41,67 56,52
17,15 3,13 0,52 0,70
Dari hasil pengolahan klasifikasi terbimbing dapat dilihat bahwa daerah penelitian didominasi oleh tutupan lahan kebun dengan luas 2.677,95Ha atau sebesar 33,29% dari total luas tutupan lahan. Luasan terbanyak kedua adalah tutupan lahan pemukiman dengan luas 1.763,73Ha (21,93%). Kriteria tutupan lahan hutan seluas 1.379,16Ha (17,15%). Kriteria tutupan lahan sawah seluas 1.343,34Ha (16,70%). Kriteria tutupan lahan tegalan seluas 251,37Ha (3,13%). Kriteria tutupan lahan belukar dan rumput masing - masing 41,67Ha (0,52%) dan 56,52Ha (0,70%). Pada daerah penelitian terdapat tutupan awan sebesar 529,65Ha (6,58%) dikarenakan tertutup awan saat perekaman citra. Hasil dan Analisis Lahan Kritis Tiap Kawasan Tabel 3. Hasil Perhitungan Luas Lahan Kritis Tiap Kawasan Tingkat Kekritisan Lahan Sangat Agak Potensial Tidak No. Kritis Kawasan Kritis Kritis Kritis Kritis (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) Kawasan 1 Budidaya 339,03 514,89 717,21 1835,19 2054,34 Pertanian Kawasan Hutan 2 0,63 0,45 11,16 141,93 640,62 Lindung Kawasan 3 Lindung di Luar 1,44 11,88 64,35 467,19 1009,17 Kawasan Hutan Jumlah (Ha) 341,1 527,22 792,72 2444,31 3704,13 Persentase (%)
4,37
6,75
10,15
31,30
47,43
Jumlah
No Data (Ha)
5460,66
400,14
794,79
59,76
1554,03
58,77
7809,48
518,67
100,00
Gambar 4.Hasil Peta Lahan Kritis Tiap Kawasan Dari tabel hasil perhitungan luas tingkat kekritisan lahan di pada tiap kawasan dapat dilihat bahwa persentase lahan kritis pada kawasan budidaya pertanian seluas 514,89 Ha atau sebesar 6,59%, lahan kritis pada kawasan hutan lindung seluas 0,45 Ha atau sebesar0,01%, dan lahan kritis pada kawasan hutan lindung di luar kawasan hutan seluas 11,88 Ha atau sebesar 0,09% dari total luas daerah penelitian.Pada daerah penelitian terdapat bagian no data, hal ini disebabkan karena adanya tutupan awan pada saat perekaman citra. Liputan area yang tertutup awan tidak memiliki data atau nilai spektral akibat pengaruh dari tutupan awan tersebut sehingga liputan area yang tertutup awan tidak masuk dalam analisis penentuan lahan kritis. Hasil dan Analisis Lahan Kritis Tiap Kecamatan DAS Garang Hulu meliputi 10 Kecamatan. Perhitungan luas lahan kritis tahun 2014 tiap kecamatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015,(ISSN :2337-845X)
91
Jurnal Geodesi Undip Januari 2015 No Data (Ha)
1.
Tabel 4. Hasil Perhitungan Luas Lahan Kritis Tiap Kecamatan Tingkat Kekritisan Lahan Jumlah Sangat Agak Potensial Tidak Kecamatan Kritis (Ha) Kritis Kritis Kritis Kritis (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) Bandungan 3,51 8,82 8,28 31,14 127,62 179,37
2.
Banyumanik
102,51
53,82
103,41
246,15
175,86
681,75
94,77
3.
Bergas
73,17
113,49
145,89
464,58
413,82
1.210,95
16,11
4.
Boja
0,18
0,54
5,49
15,39
15,93
37,53
2,61
5.
Gajahmungkur
0
8,73
0
15,12
20,88
44,73
0
6.
Gunungpati
94,68
231,57
220,5
311,31
245,97
1.104,03
110,16
7.
Limbangan
7,11
4,77
1,98
21,51
132,12
167,49
1,62
8.
Sumowono
0,09
0
0
0,72
4,95
5,760
0
9.
Ungaran Barat
27,36
46,53
249,39
1.243,53
10.
Ungaran Timur
20,61
33,21
65,16
189,63
Jumlah
329,22
501,48
800,10
2.539,08
Persentase (%)
4,23
6,44
10,27
32,60
No.
1.842,48 3.409,29 639,99
948,60
3.619,62 7.789,50 46,47
0
196,74 103,41 525,42
100
Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa lahan dengan kondisi sangat kritis paling banyak terdapat di Kecamatan Banyumanik dengan luas 102,51 Ha atau sebesar 1,32% dari total luas kelas lahan kritis. Kondisi kritis paling banyak terdapat di Kecamatan Gunungpati dengan luas 231,57 Ha (2,97%) dari total luas kelas lahan kritis. Kondisi agak kritis dengan luas 249,39 Ha (3,20%), kondisi potensial kritis dengan luas 1.566,72 Ha (15,96%) dan kondisi tidak kritis dengan luas 1.842,48 Ha (23,65%) dari total luas kelas lahan kritis terdapat di Kecamatan Ungaran Barat. Pada daerah penelitian terdapat bagian no data, hal ini disebabkan karena adanya tutupan awan pada saat perekaman citra. Liputan area yang tertutup awan tidak memiliki data atau nilai spektral akibat pengaruh dari tutupan awan tersebut sehingga liputan area yang tertutup awan tidak masuk dalam analisis penentuan lahan kritis. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan analisis yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil peta tutupan lahan dapat dilihat bahwa daerah penelitian didominasioleh kriteria tutupan lahan sebagai berikut : a. Kriteria tutupan lahan kebun dengan luas 2.677,95 Ha atau sebesar 33,29 % dari total luas daerah penelitian. b. Kriteria tutupan lahan pemukiman dengan luas 1.763,73 Ha atau sebesar 21,93 % dari total luas daerah penelitian. c. Kriteria tutupan lahan hutan seluas 1.379,16 Ha atau sebesar 17,15% dari total luas daerah penelitian. d. Kriteria tutupan lahan sawah seluas 1.343,34 Ha atau sebesar 16,70%dari total luas daerah penelitian. e. Kriteria tutupan lahan tegalan seluas 251,37 Ha atau sebesar 3,13% dari total luas daerah penelitian. f. Kriteria tutupan lahan belukar dan rumput masing - masing 41,67 Ha (0,52%) dan 56,52 Ha (0,70%)dari total luas daerah penelitian. g. Pada daerah penelitian terdapat tutupan awan sebesar 529,65 Ha atau sebesar 6,58% dari total luas daerah penelitian. Hal ini disebabkan karena daerah penelitian tertutup awan pada saat perekaman citra. 2. Hasil perhitungan matriks konfusi dari klasifikasi terbimbing didapatkan besarnya akurasi umum (overall accuracy) sebesar 96,3889% dan besarnya kappa coefficient sebesar 0,9563. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan citra menggunakan metode klasifikasi terbimbing dengan Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015,(ISSN :2337-845X)
92
Jurnal Geodesi Undip Januari 2015 algoritma kemiripan maksimum sudah dianggap benar karena hasil perhitungan matriks konfusi ≥80%. 3. Hasil analisis data spasial didapatkan persentase lahan kritis pada kawasan budidaya pertanian seluas 514,89 Ha atau sebesar 6,59%, lahan kritis pada kawasan hutan lindung seluas 0,45 Ha atau sebesar0,01%, dan lahan kritis pada kawasan hutan lindung di luar kawasan hutan seluas 11,88 Ha atau sebesar 0,09% dari total luas daerah penelitian. Saran 1. Sebaiknya menggunakan citra yang bersih atau bebas dari awan untuk meminimalkan liputan area yang tidak memiliki data atau nilai spektral akibat pengaruh dari tutupan awan tersebut. 2. Pembuatan area contoh dalam klasifikasi terbimbing perlu dilakukan dengan teliti agar hasil yang didapatkan juga maksimal, semakin kecil area dan spesifik dalam pembuatan area contoh akan menghasilkan klasifikasi yang lebih detail. 3. Adanya pemetaan lahan kritis ini diharapkan dapat dilakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan sehingga laju perubahan lahan kritis dapat diantisipasi. DAFTAR PUSTAKA Aditiyanti, A.H., Sabri, L.M., dan Sasmito, B. 2013. Analisis Pengaruh Perubahan NDVI dan Tutupan Lahan Terhadap Suhu Permukaan di Kota Semarang. Semarang. Jurnal Geodesi Universitas Diponegoro. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gadjah Mada Press. Asmaranto, R., Suhartanto, E., dan Permana, B.A. 2008. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Identifikasi Lahan Kritis dan Arahan Fungsi Lahan Daerah Aliran Sungai Sampean. Malang. Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang. Baharuddin. 2009. Pemanfaatan Indraja dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Inventarisasi Lahan Kritis di Kabupaten Kolaka Utara. Makassar. Universitas Hasanuddin Makasar. Cracknell, A.P. 1990. Space Oceanography. Dundee. World Scientific. Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta. Andi. Huzaini, A., dan Rahayu., S. 2013. Tingkat Kekritisan Lahan di Kecamatan Gunungpati KotaSemarang. Semarang. Jurnal Teknik PWK Universitas Diponegoro. Indarto. 2014. Teori dan Praktek Penginderaan Jauh. Yogyakarta. Andi. Indarto, dan Faisol, A. 2013. Tutorial Ringkas ArcGIS-10. Yogyakarta. Andi. Jaya, I.N.S. 2007. Analisis Citra Digital Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Kota Semarangdalam Angka 2013. Semarang. Badan Pusat Statistik Kota Semarang. Kabupaten Semarang dalam Angka 2013. Semarang. Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang. KabupatenKendal dalam Angka 2013. Kendal. Badan Pusat Statistik KabupatenKendal. Lillesand, T.M. dan Kiefer, R.W. 2000. Remote Sensing and Image Interpretation. Madison. John Willey and Sons Inc. Nugroho, S.P. dan Prayono, T. 2008. Penerapan SIG untuk Penyusunan dan Analisis Lahan Kritis pada Satuan Wilayah Pengelolaan DAS Agam Kuantan, Provinsi Sumatera Barat. Padang. Jurnal Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Prahasta, E. 2008. Remote Sensing. Bandung. Informatika Bandung. Prasetya, N.R., dan Totok, G. 2012. Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Lahan Kritis di Daerah Kokap dan Pengasih Kabupaten Kulonprogo. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Pratiwi, K., dan Murti, S.H. 2010. Aplikasi Pengolahan Digital Citra Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Lahan Kritis Kasus di Kabupaten Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Purwadhi, S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta. Gramedia Jakarta. Putra, E. H. 2010. Penginderaan Jauh dengan ERMapper. Yogyakarta. Graha Ilmu. Soenarmo, S.H. 2009. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi Geografis Untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung. Institut Teknologi Bandung. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta. Andi.
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015,(ISSN :2337-845X)
93
Jurnal Geodesi Undip Januari 2015 Tambunan, T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia Beberapa Isu penting. Jakarata. Ghalia Indonesia. Utomo, H.W. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang. IKIP Malang. Yudhistira, B., Sudarsono, B., dan Awaluddin, M.. 2011. Identifikasi Daerah Prioritas Rehabilitasi Lahan Kritis Kawasan Hutan dengan Sistem Informasi Geografis. Semarang. Universitas Diponegoro. Zain, A.S. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Sertifikasi Hutan Rakyat.Jakarta.Rineka Cipta. Pustaka Dari Situs Internet USGS. 1879. Citra Landsat 8 Tahun 2014. http://glovis.usgs.gov. diakses pada 2 Juni 2014 NASA. 1982. Measuring Vegetation (NDVI & EVI). http://earthobservatory.nasa.gov/Features/MeasuringVegetation/measuring_vegetation_2.php. diakses pada 17 Agustus 2014. Exelis. 2011. Using Envi. http://Exelisvis.com. diakses pada 5 Juli 2014.
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015,(ISSN :2337-845X)
94