Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 3, Juli 2016
ISSN 2302-8491
Hubungan Karakteristik Sinter Silika dan Temperatur Permukaan Mata Air Panas Studi Kasus: Mata Air Panas Bawah Kubang, Garara dan Bukik Gadang di Kabupaten Solok Rezi Marva Dona*, Ardian Putra Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163 *
[email protected] ABSTRAK Telah dilakukan analisis hubungan karakteristik sinter silika terhadap temperatur permukaan mata air panas yang ada di Kabupaten Solok. Karakteristik tersebut meliputi kandungan mineral silika yang ada di dalam sampel sinter silika dan nilai resistivitas listrik sinter silika. Sampel sinter silika diambil dari tiga lokasi mata air panas di Kabupaten Solok, yaitu Bawah Kubang (APBK), Garara (APGR) dan Bukik Gadang (APBG). Kandungan mineral silika yang ada di dalam sampel diketahui melalui metode XRF (XRay Fluoresence), sedangkan nilai resistivitas listrik sinter silika didapatkan menggunakan metode probe dua elektroda. Temperatur permukaan masing-masing lokasi mata air panas adalah sebesar 38°C (APBK), 51°C (APGR) dan 48°C (APBG). Kandungan silika pada sampel sinter silika dari ketiga mata air panas tersebut adalah 35,76% (APBK), 54,28% (APGR) dan 44,56% (APBG). Resistivitas listrik rata-rata sinter silika pada setiap lokasi adalah 13,18 Ωm (APBK), 9,79 Ωm dan 12,49 Ωm. Semakin tinggi temperatur permukaan mata air panas maka persentase endapan mineral silika pada lokasi tersebut juga semakin tinggi, sedangkan nilai resistivitas silika jenuh air berbanding terbalik terhadap temperatur permukaan mata air panas. Kata kunci: mata air panas, probe dua elektroda, resistivitas, sinter silika
ABSTRACT The relationship of silica sinter characteristics and the surface temperature of the hot springs in Solok had been analyzed. These characteristics include mineral contents of silica in the silica sinter samples and the value of the silica sinter resistivity. Silica sinter samples were taken from three locations of the hot springs in Solok, that are Bawah Kubang (APBK), Garara (APGR) and Bukik Gadang (APBG). The mineral contents of silica were identified by XRF method (X-ray fluorescence), while the value of the electrical resistivity silica sinter obtained using two-electrode probe. The temperatures of the surface of each hot spring are 38°C (APBK), 51°C (APGR) and 48°C (APBG). The content of silica in the silica sinter samples from the hot springs are 35.76% (APBK), 54.28% (APGR) and 44.56% (APBG). The average silica sinter resistivity at each location is 13.18 Ωm (APBK), 9.79 Ωm (APGR) and 12.49 Ωm (APBG). The higher the surface temperature of the hot springs, the higher percentage of silica mineral deposited in these locations, while the water-saturated silica resistivity is inversely proportional to the surface temperature of the hot springs. Keywords:hot springs, two-electrode probe, resistivity, silica sinter
I.
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki prospek energi panas bumi yang cukup besar. Berdasarkan survei yang telah dilakukan, terdapat 256 prospek panas bumi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Besarnya prospek energi panas bumi pada setiap wilayah tersebut akan muncul ke permukaan bumi dalam berbagai bentuk manifestasi panas bumi, seperti mata air panas, solfatara, geiser dan fumarol. Mata air panas merupakan bentuk manifestasi yang paling umum ditemui di seluruh lokasi prospek panas bumi tersebut (Saptadji, 2009). Mata air panas yang sampai di permukaan bumi berasal dari air permukaan, antara lain air hujan (air meteorik) yang meresap masuk ke bawah permukaan dan terpanaskan oleh sumber panas. Air dari permukaan meresap melalui rekahan-rekahan dan sampai ke dalam batuan permeabel. Apabila di sekitar batuan tersebut terdapat sumber panas, maka panas akan dirambatkan melalui batuan (secara konduksi) dan melalui fluida (secara konveksi) sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi. Selama proses pemanasan, komposisi kandungan mineral yang terlarut di dalam air akan mengalami perubahan seiring dengan larutnya mineral batuan yang dilewati oleh air (Saptadji, 2009). 199
ISSN 2302-8491
Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 3, Juli 2016
Air panas dari reservoir yang mengalir sampai ke permukaan bumi mengandung berbagai macam mineral seperti kalsium, belerang, litium, radium dan silika. Kandungan mineral yang terbawa oleh aliran mata air panas tersebut akan mengendap di permukaan bumi. Kandungan mineral ini perlu diketahui karena mineral membawa informasi parameter fisis dari bawah permukaan bumi (Singarimbun dan Irsamukhti, 2011). Kandungan mineral dapat diketahui melalui metode XRF (X-Ray Fluorescence). Metode XRF merupakan suatu teknik analisis untuk menentukan komposisi unsur dari suatu material, termasuk material endapan yang ada di sekitar mata air panas (Kriswarini dkk., 2010). Salah satu endapan yang ada di sekitar mata air panas disebut sebagai sinter silika, karena endapan tersebut didominasi oleh mineral silika (SiO2). Sinter silika berasal dari fluida hidrotermal yang memiliki kandungan silika yang cukup dan telah mengalami proses pendinginan yang kemudian mengendap di permukaan bumi. Proses pengendapan sinter silika sangat dipengaruhi oleh temperatur mata air panas yang membawa silika dari bawah permukaan bumi (Harris dan King, 1986). Sinter silika biasanya terbentuk di sekitar mata air panas yang memiliki temperatur 50°C (Rimstidt dan Cole, 1982). Noguchi (1982) menyatakan adanya hubungan yang linear antara temperatur air dan jumlah zat padat total seperti kalsium, bikarbonat, silika, sodium, potasium dan magnesium yang ada pada mata air panas National Park, Arkansas. Selain hubungan tersebut, terbentuknya endapan silika di permukaan sangat dipengaruhi oleh temperatur dan pH larutan yang berasal dari bawah permukaan bumi. Utami (2014) menyatakan proses pembentukan skaling silika pada ladang geotermal Dieng dikontrol oleh perubahan temperatur, tekanan dan pH. Meningkatnya temperatur menyebabkan peningkatan jumlah skaling silika yang terbentuk di ladang geothermal Dieng. Berdasarkan hubungan tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis hubungan karakteristik sinter silika dan temperatur permukaan mata air panas. Karakteristik tersebut meliputi kandungan dan resistivitas listrik sinter silika. Sinter silika pada penelitian ini diambil pada tiga lokasi mata air panas yang ada di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Ketiga lokasi mata air panas tersebut adalah Bawah Kubang (APBK), Garara (APGR) dan Bukik Gadang (APBG). Berdasarkan hasil inventarisasi Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Kabupaten Solok memiliki potensi energi panas bumi yang cukup besar. Potensi energi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal karena terbatasnya penelitian-penelitian para ahli mengenai potensi energi panas bumi di lokasi tersebut. Potensi energi panas bumi di Kabupaten Solok diperkirakan mencapai 300 Mw (Megawatt) dari total 1656 Mw potensi energi panas bumi yang tersebar pada 16 titik di tujuh kabupaten yang ada di Sumatera Barat (Jati, 2014).Penelitian ini bertujuan untuk menganalis karakteristik kandungan mineral dan nilai resistivitas listrik sinter silika pada sampel yang diambil dari tiga lokasi mata air panas di atas. II. METODE Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sinter silika dan air panas yang berasal dari tiga mata air panas yang berada di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Sampel sinter silika dan air diambil pada lima titik yang berbeda secara radial mengelilingi sumber mata air panas. Sebelum dilakukan pengambilan sampel, temperatur permukaan mata air panas diukur menggunakan termometer. Sampel teras silika diuji kandungan mineralnya menggunakan metode XRF (X-Ray Fluorescence), sedangkan sampel air diukur nilai konduktivitasnya menggunakan alat conductivitymeter. Pada pengukuran nilai resistivitas silika jenuh air, sampel silika dimasukkan ke dalam pipa PVC sebanyak 160 gr (menyesuaikan ukuran pipa), kemudian direndam selama 24 jam menggunakan air yang diambil dari lokasi penelitian dalam keadaan jenuh (pori-pori sampel terisi air). Sampel yang ada di dalam pipa PVC kemudian disusun pada rangkaian probe dua elektroda dan diberi variasi tegangan. Tegangan divariasikan mulai dari 1 Volt sampai 20 Volt untuk masing-masing sampel. Nilai tegangan (V) dan arus (I) diplot dalam sebuah grafik dan dicari persamaan regresinya, sehingga didapatkan nilai resistansi (R). Setelah didapatkan nilai resistansi, nilai luas penampang dan panjang sampel diukur dan dihitung nilai resistivitas silika jenuh air menggunakan Persamaan 1. 200
Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 3, Juli 2016
ISSN 2302-8491
R( A / l )
(1) ρ adalah resistivitas bahan (Ωm), R adalah resistansi (Ω), A adalah luas penampang (m ), dan l adalah panjang sampel (m) (Tipler, 2001). 2
III. HASIL DAN DISKUSI 3.1 Kandungan Mineral Kandungan silika yang terdapat di dalam sampel sinter silika ditentukan dengan menggunakan metode XRF (X-Ray Fluorescence) terhadap sampel dari tiga lokasi (Tabel 1). Persentase kandungan mineral silika di setiap lokasi penelitian sangat bervariasi. Variasi tersebut disebabkan karena perbedaan tipe mata air panas pada masing-masing lokasi.
Mineral SiO2
Tabel 1 Kandungan Mineral Jumlah APBK APGR 35,76% 54,28%
APBG 44,56%
CaO
45,66%
3,33%
45,96%
Fe2O3
7,10%
17,48%
0,22%
Al2O3
5,60%
18,70%
2,28%
P2O5
2,85%
3,37%
3,55%
Lokasi APGR dan APBG diketahui memiliki tipe fluida sulfat yang mengindikasikan bahwa di lokasi tersebut dapat ditemui endapan yang mengandung mineral silika yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil uji kandungan mineral pada Tabel 1, dimana pada lokasi APGR dan APBG ditemukan lebih dari 40% kandungan mineral silika. Lokasi APBK memiliki kandungan mineral silika yang paling rendah dibandingkan dengan lokasi yang lainnya. Jika dilihat hasil uji kandungan mineral, APBK tergolong pada tipe mata air panas bikarbonat karena lebih banyak mengandung kalsium oksida (CaO). CaO terbentuk dari CaCO3 yang larut bersama air dan mengendap di permukaan bumi setelah mengalami proses pelepasan CO2 dan H2O. 3.2
Hubungan Kandungan Mineral Silika Terhadap Temperatur Permukaan Mata Air Panas Data temperatur permukaan ketiga lokasi mata air panas dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengukuran temperatur permukaan dari ketiga lokasi berbeda-beda. Temperatur tertinggi terdapat pada lokasi APGR, sedangkan temperatur terendah terdapat pada lokasi APBK. Jika ditinjau jarak lokasi mata air panas terhadap Gunung Talang, maka lokasi APBG memiliki jarak yang lebih dekat dengan gunung dibandingkan lokasi APGR dan APBK. Namun pada Tabel 2, dapat dilihat temperatur permukaan lokasi APGR lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi yang lain. Hal ini diduga disebabkan karena posisi sumber panas (magma) lebih dekat dengan lokasi APGR dibandingkan lokasi APBG dan APBK. Tabel 2 Temperatur permukaan mata air panas Temperatur Permukaan (°C) Lokasi APBK APGR APBG
38 51 48
Hubungan temperatur permukaan terhadap persentase endapan mineral silika di sekitar mata air panas dapat dilihat pada Gambar 1. Temperatur permukaan memiliki hubungan yang hampir linear terhadap persentase endapan mineral silika. Semakin tinggi temperatur permukaan mata air panas, maka persentase endapan mineral silika pada lokasi tersebut juga semakin 201
ISSN 2302-8491
Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 3, Juli 2016
banyak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Noguchi (1982), yang menyatakan bahwa endapan mineral silika memiliki hubungan yang linear terhadap temperatur mata air panas itu sendiri.
Gambar 1 Hubungan kandungan mineral silika terhadap temperatur permukaan mata air panas
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa lokasi APBG dan APGR memiliki kandungan mineral silika yang cukup tinggi dibandingkan dengan lokasi APBK. Hal ini disebabkan karena kedua lokasi tersebut memiliki temperatur permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi APBK. Temperatur permukaan pada lokasi APBG hampir mencapai 50°C dan pada lokasi APGR lebih besar dari 50°C, sehingga pada kedua lokasi ini dapat terbentuk endapan mineral silika dengan jumlah yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil uji kandungan mineral, pada lokasi APBK terdapat jumlah kandungan mineral silika yang lebih sedikit dibandingkan kedua lokasi lainnya. Endapan mineral yang ada di lokasi APBK didominasi oleh mineral kalsium oksida. Mineral kalsium oksida yang mengendap di permukaan bumi juga berasal dari bawah permukaan bumi yang larut dan terbawa oleh air panas. Pengendapan mineral kalsium oksida juga dipengaruhi oleh temperatur air panas itu sendiri. Menurut Wohletz dan Heiken (1992), kalsium oksida akan mengendap di sekitar mata air panas yang memiliki temperatur 30°C. Oleh karena itu, pada penelitian ini didapatkan endapan mineral kalsium oksida yang lebih banyak pada lokasi APBK. Hal ini disebabkan karena temperatur permukaan pada lokasi APBK berkisar pada 30°C. 3.3
Resistivitas air Berdasarkan Tabel 3, didapatkan nilai resistivitas air rata-rata dari ketiga lokasi penelitian yang berbeda-beda. Meskipun tidak terlalu signifikan, perbedaan nilai resistivitas air disebabkan karena perbedaan kandungan mineral yang terlarut di dalam air. Semakin banyak jumlah mineral terlarut di dalam air terutama mineral yang bersifat sebagai osilator dan semikonduktor, maka semakin besar pula nilai resistivitas air tersebut. Namunpada penelitian ini, uji kandungan mineral air belum dilakukan sehingga tidak dapat dilihat hubungan secara langsung antara nilai resistivitas terhadap mineral terlarut yang ada di dalam air. Tabel 3 Resistivitas Air Resistivitas Rata-rata (Ωm) Lokasi APBK 57,73 APGR 59,05 APBG 58, 96
202
Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 3, Juli 2016
ISSN 2302-8491
Perbedaan kandungan mineral juga disebabkan karena perbedaan karakteristik batuan reservoir tempat terbentuknya air panas di bawah permukaan bumi. Perbedaan karakteristik batuan reservoir seperti temperatur mengakibatkan perbedaan jenis mineral yang terlarut dan terbawa oleh air sampai ke permukaan bumi. Perbedaan kandungan mineral terlarut di dalam air akan berpengaruh terhadap endapan mineral yang terdapat di permukaan bumi. 3.4
Resistivitas Silika Jenuh Air Nilai resistivitas silika jenuh air rata-rata pada ketiga lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai resistivitas listrik yang terukur dari sampel silika jenuh air dipengaruhi oleh jenis dan jumlah kandungan mineral yang ada di dalam sampel tersebut. Mineral yang dominan terdapat pada tiga lokasi pengambilan sampel adalah silika dan kalsium oksida (Tabel 1). Kedua jenis mineral tersebut tidak mudah untuk mengalirkan arus listrik karena bersifat isolator. Semakin banyak jumlah kandungan kedua mineral tersebut, maka nilai resistivitas yang terukur dari sampel akan semakin besar. Tabel 4 Resistivitas Silika Jenuh Air Lokasi APBK APGR APBG
Resistivitas Rata-rata (Ωm) 13,18 9,79 12,49
Total kandungan silika dan kalsium oksida pada lokasi APGR sebanyak 57% dan didapatkan resistivitas sebesar 9,79 Ωm, pada lokasi APBG sebanyak 90 % dengan resistivitas sebesar 12,49 Ωm dan pada lokasi APBK total kandungan silika dan kalsium oksida adalah sebanyak 82%, sedangkan resistivitas pada lokasi APBK sebesar 13,18 Ωm. Pada lokasi APBK resistivitas tidak hanya dipengaruhi oleh mineral silika dan kalsium oksida, meskipun jumlahnya dominan. Berdasarkan Tabel 1, masih terdapat beberapa mineral lain yang tidak bisa diabaikan pengaruhnya terhadap nilai resistivitas sampel, seperti mineral besi oksida dan alumunium oksida. Nilai resistivitas sampel silika jenuh air dapat dihubungkan dengan nilai temperatur permukaan mata air panas. Pada penelitian ini, hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Semakin tinggi nilai resistivitas sampel silika jenuh air maka nilai temperatur permukaan lokasi tersebut akan semakin rendah.
Gambar 2 Grafik hubungan resistivitas silika jenuh air terhadap temperatur permukaan mata air panas
Secara tidak langsung, semua material yang ada di sekitar mata air panas memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan akan saling mempengaruhi satu sama lain. Seperti yang sudah dijelasan sebelumnya, faktor utama yang mempengaruhi nilai resistivitas endapan yang ada di sekitar mata air panas adalah jumlah dan jenis mineral penyusun endapan itu sendiri. Jika endapan didominasi oleh mineral yang bersifat sebagai isolator seperti silika, maka nilai 203
ISSN 2302-8491
Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 3, Juli 2016
resistivitas sampel tersebut akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, saat endapan didominasi oleh mineral yang lebih konduktif seperti besi oksida maka nilai resistivitas endapan tersebut akan menurun dengan meningkatnya jumlah kandungan mineral besi oksida. Nilai resistivitas silika jenuh air ditentukan oleh kandungan mineral yang ada di dalam endapan itu sendiri, sedangkan kandungan mineral yang terdapat di dalam endapan tersebut sangat dipengaruhi oleh temperatur permukaan mata air panas tempat terbentuknya endapan mineral silika tersebut. Oleh karena itu, secara tidak langsung nilai resistivitas juga dapat dihubungkan terhadap temperatur permukaan mata air panas. IV. KESIMPULAN Hasil pengujian kandungan mineral silika menggunakan metode XRF (X-Ray Fluorescence) menunjukkan bahwa pada lokasi APGR terdapat kandungan silika sebanyak 54,28%, pada lokasi APBK sebanyak 35,76% dan pada lokasi APBG sebanyak 44,56%. Dari grafik korelasi antara temperatur permukaan mata air panas dengan persentase kandungan mineral silika diperoleh hubungan semakin tinggi temperatur permukaan, maka persentase kandungan mineral silika pada lokasi tersebut juga semakin besar.Nilai resistivitas silika jenuh air pada suatu lokasi berbanding terbalik terhadap temperatur permukaan mata air panas tersebut. DAFTAR PUSTAKA Harris, R.E. dan King, J.K., 1986, Sinter (Including Travertine) Resource of Wyoming, Open File Report, The Geological Survey of Wyoming, State Geologist, Wyoming. Kriswarini, R., Anggraini, D., Djamaludin, A., 2010, Validasi Metoda XRF (X-Ray Fluorescence) Secara Tunggal dan Simultan untuk Analisis Unsur Mg, Mn dan Fe dalam Paduan Aluminium, Prosiding Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta. Noguchi, K., 1982, Geochemical Nature of Hot Spring Waters in Hot Springs National Park of Arkansas, Departement of Chemistry, Tokyo Metropolitan University. Rimstidt, J., D. dan Cole, D., R., 1982, The Mechanism of Formation of The Beowawe, Nevada Siliceous Sinter Deposit, Geothermal Mineralization I, U.S Department Of Energy: Division of Geothermal Energy, Nevada. Saptadji, N.M., 2009, Karakteristik Reservoir Panas Bumi, Training Advanced Geothermal Reservoir Engineering, 6-7 Juli, Bandung, Indonesia. Singarimbun, A. dan Irsamukhti, R., 2011, Estimasi Distribusi Temperatur, Entalpi dan Tekanan Dalam Reservoir Panas Bumi, Jurnal Material dan Energi Indonesia, Vol.01, No.01, Jur. Fisika Unpad, hal 31-39. Tipler, P.A, 2001, Fisika untuk Sains dan Teknik, Jilid II, Edisi ketiga, (diterjemahkan oleh: Bambang Soegijono), Erlangga, Jakarta. Utami, W.S., Herdianita, N.R., Atmaja, R.W., 2014,The Effect of Temperature and pH on the Formation of Silica Scaling of Dieng Geothermal Field, Central Java, Indonesia, PROCEEDINGS Thirty-Ninth Workshop on Geothermal Reservoir Engineering, California. Wohletz, K. dan Heiken, G., 1992, Volcanology and Geothermal Energy, University of California Press, Barkeley, United States of America. Jati, D.L., 2014, Potensi Panas Bumi (Geothermal) dan Energi Air Sumatera Barat, http://penghubung.sumbarprov.go.id, diakses Januari 2016.
204