JURNAL APLIKASI FISIKA
VOLUME 8 NOMOR 1
FEBRUARI 2012
Analisis Kualitas Briket Hybrid sebagai Bahan Bakar Alternatif M. Jahiding1), L.O. Ngkoimani2), E. S. Hasan3), S. Muliani4) 1,3,4)
Laboratirum Fisika Material dan Energi Fakultas MIPA Universitas Haluoleo Tlp/Fax : 0401-3193929/0401-3190496, E-mail :
[email protected] 2) Laboratorium Fisika Bumi Fakultas MIPA Universitas Haluoleo Tlp/Fax : 0401-3193929/0401-3190496
Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang kualitas briket hybrid (paduan biobriket sekam padi dan briket batubara muda) sebagai bahan bakar alternatif. Briket dibuat dengan kanji sebagai perekat. Perekat kanji divariasikan dengan penambahan sebesar : 10%, 20%, 30% dari berat total. Ukuran butiran arang sekam padi dan batu bara sebesar 0,149 mm. Sampel dicetak dalam cetakan silinder dengan diameter 2,5 cm dan tinggi 6 cm dengan tekanan kompaksi sebesar 100 kg/cm2. Pengujian kualitas briket batubara, meliputi penentuan parameter : kadar air, kadar abu, volatile matter, fixed karbon, dan nilai kalor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket hybrid dengan nilai kalor tertinggi diperoleh pada perbandingan komposisi 1 gram sekam padi dan 9 gram batubara muda dengan nilai kalori yaitu 6256.168 kal/g. Variasi temperatur aktivasi yang semakin tinggi dan komposisi perekat yang semakin besar menyebabkan kadar air, volatile metter dan nilai kalor meningkat, sementara kadar abu dan fixed carbon menurun. Komposisi briket hybrid dengan kualitas optimal diperoleh pada briket dengan ukuran butiran 100 mesh dengan penambahan perekat 1 gram.
sekitar 10 juta kilo liter dari tahun 2000 sekarang. Pemerintah mengurangi beban subsidi tersebut dengan cara mengalihkan subsidi yang ada menjadi subsidi langsung kepada masyarakat miskin. Untuk mengantisipasi kenaikan harga bahan bakar minyak diperlukan bahan bakar alternatif yang murah dan mudah diperoleh. Salah satu sumber energi alternatif yang bisa dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif adalah energi biomassa dan batubara muda. Indonesia sebagai negara agraris banyak menghasilkan limbah pertanian yang kurang termanfaatkan. Data statistik menunjukkan bahwa luas lahan pertanian yang menghasilkan sampah sekam padi khususnya di Sulawesi Tenggara tahun 2007 adalah 110.498 ha dengan produksi 423.317 ton gabah kering giling. Limbah pertanian yang merupakan biomassa tersebut merupakan sumber energi alternatif yang melimpah, dengan kandungan energi yang relatif besar. Selain sekam padi potensi batubara di Sulawesi Tenggara juga sangat besar yaitu 9.000.000 ton yang tersebar di daerah pulau Wawonii, Kabupaten Konawe dan Kabupaten Kolaka Utara. [1]
1. Pendahuluan Bahan bakar adalah salah satu kebutuhan utama manusia untuk menjalankan kehidupannya di muka bumi, baik bahan bakar tradisional maupun bahan bakar modern. Bahan bakar konvensional yang selama ini digunakan oleh sebagian besar manusia adalah bahan bakar yang bersumber dari energi fosil seperti minyak dan gas bumi. Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non renewable), sehingga cepat atau lambat bahan bakar tersebut akan habis. Oleh karena itu dalam rangka melestarikan kehidupan manusia, maka kebutuhan akan bahan bakar terus meningkat, sehingga banyak riset dilakukan untuk menemukan sumber bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui dan lebih efisien. Peningkatan harga bahan bakar minyak dunia yang cukup pesat akhir-akhir ini sangat berdampak pada meningkatnya harga jual bahan bakar minyak, termasuk minyak tanah dan gas bumi di Indonesia. Saat ini, pemerintah Indonesia mensubsidi bahan bakar minyak tanah sekitar 49 triliun rupiah per tahun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
11
12
JAF, Vol. 8 No. 1 (2012), 11-19
Pemanfaatan limbah sekam padi sebagai biobriket sudah banyak digunakan, namun memiliki kekurangan dimana briket dari limbah pertanian (biobriket) memiliki fixed karbon yang rendah, tetapi mempunyai volatile matter tinggi sehingga masa pakainya sangat singkat dan kurang efisien dalam penggunaannya[9], demikian juga dengan briket batubara dimana diketahui memiliki fixed karbon yang tinggi, tetapi volatile matter rendah sehingga terdapat kesulitan terutama masa pakai dan pemicu nyalanya yang sangat lama serta kurang efisien dalam penggunaannya[11]. Untuk mengantisipasi kekurangan kedua jenis briket tersebut, maka dilakukan penelitian tentang paduan biobriket sekam padi dan briket batubara. Kelebihan dari briket perpaduan ini adalah dapat mengadopsi keunggulan dari kedua jenis briket tersebut yaitu memiliki volatile matter dan fixed karbon yang tinggi, sehingga dapat diperoleh briket dengan kualitas yang prima 2. Dasar Teori 2.1. Limbah Sekam Padi Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah, dedak antara 8-12% dan beras giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah. Sekam (kulit padi) merupakan hasil samping dari produksi pertanian yang keberadaannya cukup melimpah di indonesia. Sekam padi adalah bagian terluar dari padi yang merupakan hasil samping pada saat proses penggilingan[5]. Sekam padi sebagian besar terdiri dari serat kasar yang berguna untuk menutupi kariopsis. Sebagian besar sekam terdiri dari solulosa sehingga dapat
digunakan sebagai bahan bakar yang merata dan stabil[1]. Sekam padi bila telah dibakar salah satu bagiannya merupakan mineral zeolit. Mineral ini mampu menyerap bau ataupun asap. Ditinjau dari data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting. Komposisi kimia sekam padi mengandung kadar air sebesar 9,02%, protein kasar sebasar 3,03%, lemak sebesar 1,18%, serat kasar sebesar 35,68%, kadar abu sebesar 17,17% dan karbohidrat dasar sebesar 33,71%. Sedangkan menurut DTC–IPB, komposisi kimia sekam padi mengandung karbon (zat arang) sebesar 1,33%, hidrogen sebesar 1,54%, oksigen sebesar 33,64% dan silika sebesar 16,98%. Salah satu manfaat dari arang padi adalah pembuatan biobriket, dimana kualitas dari biobriket sekam padi (bioarang) ini tidak kalah dengan batu bara atau bahan bakar jenis arang lainnya. Briquetting terhadap suatu material merupakan cara mendapatkan bentuk dan ukuran yang dikehendaki agar dapat dipergunakan untuk keperluan tertentu. Kualitas biobriket (bioarang) ditentukan oleh bahan pembuat/penyusunnya, sehingga mempengaruhi kualitas nilai kalor, kadar air, kadar abu, kadar bahan menguap, dan kadar karbon terikat pada biobriket tersebut[9]. 2.2. Batubara Muda Batubara adalah bahan bakar yang terbentuk dari fosil yang sudah dikenal dimana-mana, yaitu dari tanaman yang telah membusuk dan kemudian tertekan ke bawah oleh pertumbuhan lapisan-lapisan baru dan tanah yang terbentuk diatasnya. Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu yang lama mencapai puluhan sampai ratusan juta tahun dibawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi[10]. Batubara merupakan salah satu batuan sedimen organik yang dapat terbakar karena berasal dari sisa-sisa kehidupan dan menjadi padat setelah tertimbun oleh lapisan diatasnya[6]. Lapisan batubara terletak di bawah permukaan tanah, pasir, padas, cadas dan lempung biru. Ada kalanya beberapa meter bahkan mencapai lebih dari sepuluh meter di
Analisis kualitas briket hybrid sebagai Bahan bakar alternatif……………..(M. Jahiding, dkk)
bawah permukaan bumi. Batubara terdapat berlapis-lapis di dalam tanah. Lapisan yang teratas merupakan tanah yang terdiri dari berbagai campuran. Sedangkan di bawahnya terdapat lapisan batubara dengan ketebalan lapisan teratas batubara sekitar 3 sampai 12 meter. Di bawah lapisan batubara tersebut terdapat lagi lapisan tanah bercampur pasir, kerikil, lempung biru, tanah liat dan sisa-sisa letusan gunung berapi, kemudian di bawahnya terdapat lagi lapisan batubara, dan seterusnya hingga 6 lapisan. Bagian paling atas tertutup tanah dan diantara lapisan-lapisan batubara tersebut terdapat lapisan tanah bercampur pasir yang membatu. Jadi, lapisan batubara itu diapit oleh lapisan batuan sedimen bercampur batuan amorf dalam bentuk pasir, lempung dan tanah yang membatu. Batubara pada dasarnya adalah karbon (C) yang didapat dari tambang dengan kualitas berbeda-beda karena tercampur dengan bahanbahan lain yang tergantung pada kondisi tambangnya. Hal-hal yang menentukan mutu batubara antara lain adalah nilai kalorinya. Karena batubara berasal dari fosil tumbuhan yang tertimbun di dalam tanah, maka semakin tua umurnya semakin tinggi nilai kalorinya[12]. Secara umum batubara digolongkan menjadi 5 tingkatan (dari tingkatan tertinggi hingga tingkatan terendah) berdasarkan kandungan relatif antara unsur karbon (C) dan air (H2O) yang terdapat dalam batubara, yaitu : antrasit, bituminous, sub bituminous, lignit dan gambut (peat). Pada antrasit, kandungan C relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan H2O. Sedangkan pada bituminous dan gambut kandungan C relatif lebih rendah dibandingkan dengan kandungan H2O. Pada bituminous kandungan unsur C relatif lebih rendah dibandingkan dengan kandungan unsur C pada antrasit, dan sebaliknya kandungan H2O pada bituminous relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan H2O pada antrasit[11]. Batubara lignit merupakan batubara yang paling lunak dan kepadatannya masih dalam tingkat pertama. Dari pandangan geologi, lignit merupakan batubara termuda karena tersusun dari bahan yang mudah menguap dan kandungan air dengan kadar
13
fixed carbon yang rendah. Batubara bituminous juga merupakan batubara muda yang biasanya dipakai di rumah-rumah dan pabrik karena mempunyai kandungan volatile matter yang cukup, tetapi nilai kalorinya relatif tinggi sehingga dapat menghasilkan suhu nyala yang lebih tinggi[10]. Sedangkan antrasit, merupakan batubara yang paling keras dan tidak berasap jika dibakar. Salah satu ciri dari batubara antrasit adalah memiliki kadar hidrokarbon yang rendah. Batubara jenis antrasit ini merupakan batubara tertua jika dilihat dari sudut pandang geologi karena merupakan batubara keras, tersusun dari komponen utama karbon dengan sedikit kandungan bahan yang mudah menguap dan hampir tidak berkadar air[12]. Batubara bersifat heterogen, baik ditinjau dari komposisi kimia dan sifat fisiknya. Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar air, bahan mudah menguap dan abu. Sifat kimia batubara tergantung dari kandungan berbagai bahan kimia seperti karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur. Nilai kalor batubara beraneka ragam dari tambang batubara yang satu ke yang lainnya. 3. Metode Penelitian 3.1. Pembuatan Biobriket Pembuatan biobriket sekam padi dilakukan dengan beberapa tahapan yang diuraikan sebagai berikut: a). Pembuatan Arang Sekam Padi dan Batubara Muda Proses pembuatan briket hybrid adalah arang briket dari sekam padi dan batubara muda dikeringkan pada temperatur 115 0C kemudian dikarbonisasi pada tanur listrik selama 2 jam dengan temperatur 3000 C. Selanjutnya arang aktif sekam padi dan batubaramuda digerus dan diayak dengan ukuran butiran 0,15 mm, 0,18 mm dan 0,21 mm. Setiap sampel kemudian diaktivasi pada cahmber bertekanan vakum dengan temperatur 4000 C, 5000 C, 6000 C dan 7000 C sambil mengalirkan gas argon ke dalam chamber. Karbon aktif sekam padi dan batubara muda kemudian dipadukan dengan perbandingan 9:1, 7:3, 1:1, 3:7 dan 1:9. Setiap paduan lalu dicampur dengan bahan perekat (kanji) dengan
14
JAF, Vol. 8 No. 1 (2012), 11-19
perbandingan 9:1, 8:2 dan 7:3, kemudian dihomogenkan menggunakan homogenizer. Kabron aktif sekam padi siap dicetak menjadi briket hybrid. b). Mencetak Briket Hybrid Membuat cetakan briket dalam bentuk silinder berlubang dan kubus berlubang untuk mencetah briket seperti Gambar 1 berikut ini.
rumusan FC = 100 - (Ka + Vm + Abu) dimana Ka adalah kadar air, Vm volatile matter dan abu adalah kadar abu. e). Nilai Kalor Nilai kalor briket hybrid (paduan ampas sekam padi dan batubara muda) dianalisis menggunakan Kalorimeter Bomb. Kalibrasi pembakaran alat dilakukan dengan menggunakan asam benzoat sebagai standar untuk memperoleh Tara Energi (W). Untuk memperoleh nilai kalor biobriket/bioarang dari ampas sekam padi digunakan rumusan sebagai berikut :
Gambar 1. Desain Briket Hybrid
3.2 Analisis Briket Hybrid a). Kadar Air Kadar air briket hybrid (paduan ampas sekam padi dan batubara muda) ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
dimana M berat massa benzoat, Δt suhu asam benzoat, W tara energi, E nilai kalor pembakaran dan 6320 nilai kalor/1 gr asam benzoat.
b). Kadar Abu Kadar abu briket hybrid (paduan ampas sekam padi dan batubara muda) ditentukan menggunakan tanur pemanasan yang memiliki suhu sampai 60000 C dan desikator pendingin. Prosentase kadar abu dihitung penggunakan rumusan W1/W2 x (100 %), dimana W1 berat abu dan W2 berat sampel yang dikeringkan.
4. Hasil dan Pembahasan Pada proses aktivasi batubara muda dan sekam padi dilakukan pada suhu 4000C, 5000C, 6000C, dan 7000C. Hal itu dilakukan dalam upaya untuk mengetahui kualitas briket yang memiliki kadar abu lebih sedikit dan memiliki kalori yang tinggi, setelah dilakukan proses aktivasi selanjutnya dianalisis. Proses analisis dapat diuraikan sebagai berikut:
c). Volatile Matter Kandungan volatile matter briket hybrid (paduan ampas sekam padi dan batubara muda) dapat ditentukan menggunakan persamaan :
4.1 Analisis kadar air Analisis kadar air bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan air dalam briket hybrid. Kadar air yang telah terukur (total moisture) meliputi kandungan air internal (inherent moisture) yang terikat secara kimiawi dan kandungan air eksternal (surface moisture) yang menempel pada permukaan. Kadar air pada briket hybrid dapat meningkatkan kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan berlebih dari uap, membantu pengikatan butiran halus serta membantu radiasi transfer panas (UNEP, 2006 dalam pancapalaga, 2009). Pada hasil analisis
d). Fixed Carbon (Karbon Terikat) Kadar karbon terikat (fixed karbon) briket hybrid (paduan ampas sekam padi dan batubara muda) dapat ditentukan dengan
Analisis kualitas briket hybrid sebagai Bahan bakar alternatif……………..(M. Jahiding, dkk)
diatas dapat dijelaskan bahwa kadar air yang dihasilkan paling rendah yaitu pada suhu aktivasi 700 0C pada perbandingan sampel 9:1 dengan prosentase yaitu 1,355%. Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran kadar air briket hybrid.
air rendah maka laju pembakaran dan nilai kalor yang dihasilkan akan tinggi. Sehingga kandungan air yang tinggi pada briket dapat menyulitkan penyalaan dan mengurangi temperature pembakaran .Seperti yang ditunjukan pada Gambar 2
Tabel 1. Hasil pengukuran kadar air briket hybrid Perbandingan Sampel (1:9)
(3:7)
(1: 1)
(7:3)
(9: 1)
400 C
3,009%
2,823%
3,534%
3,228%
3,123%
5000C
3,072%
2,827%
3,414%
3,233%
3,031%
6000C
2,334%
2,319%
1,812%
1,751%
1,453%
7000C
2,112%
2,186%
1,810%
1,551%
1,355%
0
Hal tersebut disebabkan karena menggunakan aktivasi dengan temperature yang tinggi dengan waktu aktivasi 30 menit maka akan terjadi perubahan sifat fisis arang aktif jadi ukuran pori arang jauh lebih kecil pada temperature 7000C sehingga menyebabkan penurunan kadar air. Hal ini disebabkan karena pada temperature tersebut terjadi perubahan komposisi struktural material arang aktif, (Pohan dan darma 1985) menyatakan bahwa meskipun dengan semakin bertambahnya temperatur daya serap arang aktif semakin baik tetapi masih diperlukan pembatasan temperature yang tidak melebihi 1000 0C karena pada kondisi ini banyak terbentuk abu sehingga menutupi pori-pori yang berakibat pada penurunan daya serap arang aktif. Ukuran pori arang jauh lebih kecil pada temperatur 7000C menyebabkan penurunan kadar air. Penurunan kadar air pada perbandingan sampel untuk sekam padi 9 gram dan untuk batu bara 1 gram. Sedangkan untuk kadar air tertinggi dihasilkan oleh suhu 400 0C pada perbandingan sampel 1:1 yaitu 3,534% pengaruh tinggi dan rendahnya kadar air juga disebabkan oleh luas permukaan briket yang memudahkan air yang terkandung didalamnya menguap sehingga dapat menurunkan kadar air. Kadar ini akan mempengaruhi proses pembakaran jika kadar air tinggi maka laju pembakaran dan nilai kalor yang dihasilkan akan randah begitu juga sebaliknya jika kadar
Kadar Air (%)
Suhu aktivasi
15
4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
1:9 3:7 1:1 7:3 9:1 200
400
600
800
Temperatur Aktivasi ( C)
Gambar 2. Grafik hubungan aktivasi dengan kadar air.
Gambar 2 diatas dapat dijelaskan bahwa variasi aktivasi dapat mempengaruhi kadar air pada briket. Jadi semakin tinggi variasi temperatur aktivasi yang digunakan maka semakin banyak penyerapan kadar air pada briket hybrid. 4.2 Analisis Kadar Abu
Hasil pengujian kadar abu yang dilakukan menunjukkan bahwa kadar abu dapat menurunkan nilai kalor briket, dimana semakin tinggi kadar abu dalam briket maka nilai kalornya akan semakin rendah. Kualitas briket yang baik dapat dilihat pada kadar abu yang rendah setelah terjadinya pembakaran dan kadar karbon yang tinggi . Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 1,637 % – 13,663 % . Interaksi antara temperature aktivasi dan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terlihat bahwa nilai kadar abu terendah pada aktivasi 7000C yaitu 1,637 % hal ini dipengaruhi oleh aktivasi temperature yang tinggi sehingga terjadi perubahan sifat fisis arang aktif ukuran pori arang lebih kecil pada temperature tersebut dikarenakan pada
JAF, Vol. 8 No. 1 (2012), 11-19
temperature tersebut terjadi perubahan komposisi struktur material arang aktif sehingga menyebabkan kadar abu berkurang. Meskipun dengan semakin bertambahnya temperature daya serap arang aktif semakin baik, tetapi masih diperlukan pembatasan temperature yang tidak melebihi 10000 C, karena pada kondisi ini banyak terbentuk abu sehingga menutupi pori-pori yang berakibat pada penurunan daya serap arang aktif. Selain itu juga dipengaruhi oleh perekat karena kadar abu perekat lebih rendah dibanding kadar abu bahan dasar sehingga penambahan perekat memicu turunnya kadar abu arang briket[9]. Tabel 2. Hasil pengukuran kadar abu briket hybrid Suhu aktivasi 4000C
(1:9) 9.723%
Perbandingan sampel (3:7) (1: 1) (7:3) 7,960% 13.663% 7.546%
(9: 1) 9.435%
5000C
8.732%
6.960%
12.654%
6.461%
7.336%
6000C
2.813%
2.063%
2.834%
5.813%
3.673%
7000C
2.813%
3.060%
2.630%
3.813%
1.637%
Dan kadar abu tertinggi yaitu 0 13,663% pada aktivasi 400 C dengan perbandingan sampel 1:1, hal ini disebabkan karna jumlah perbandingan yang digunakan lebih sedikit sehingga pada saat diaktivasi dimana sampel lebih banyak menghasilkan kadar abu. 16
Kadar abu (%)
14 12
1:9
10
3:7
8 6
1:1
4
7:3
2
9:1
0 200
400 600 Temperatur Aktivasi ( C)
800
Gambar 3. Grafik hubungan antara aktivasi dengan kadar abu
4.3. Analisis Volatille Mater Volatille mater didefinisikan sebagai zat yang mudah menguap. Volatille mater ditentukan dengan memanaskan briket pada suhu 750 0 C zat yang menguap pada suhu ini dapat berupa gas yang mudah terbakar maupun
gas- gas yang tidak mudah terbakar . Volatille mater yamg berkisar pada penelitian ini adalah 12,956% hingga 38,494%. Kadar volatile mater yang diperoleh masih cukup tinggi walaupun telah melalui proses karbonasi untuk mengubah bahan dasar menjadi arang (karbonasi). Hal ini disebabkan karena pada proses karbonasi terjadi pembakaran yang tidak merata. Tabel 3. Hasil pengukuran volatile matter. Suhu aktivasi 4000C
(1:9) 13.467%
Perbandingan sampel (3:7) (1: 1) (7:3) 19.123% 24.654% 31.104%
(9: 1) 35.634%
5000C
12.956%
19.033%
24.561%
30.904%
35.728%
6000C
15.756%
23.098%
26.757%
32.492%
37.485%
7000C
16.748%
22.198%
27.675%
33.942%
38.494%
Gambar 4 memperlihatkan pengaruh aktivasi terhadap kandungan volatile matter . Pada aktivasi 4000C kandungan volatile matter lebih rendah yakni 12,956% pada aktivasi 5000C menurun dari 13,467% dengan aktivasi 4000C selanjutnya aktivasi dinaikan sebesar 6000C diperoleh kandungan volatile mater 15,756% bertambahnya suhu aktivasi maka bertambah pula kandungan volatile matter. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Volatile Matter (%)
16
1:9 3:7 1:1 7:3 9:1 200
400
600
800
Temperatur Aktivasi ( C)
Gambar 4. Grafik hubungan temperatur aktivasi dengan volatille matter
Untuk perbandingan 3:7 pada aktivasi 4000C menghasilkann kandungan volatile mater 19,123% kemudian menurun pada aktivasi 5000C yakni 19.033% dan selanjutnya dinaikan aktivasinya 6000C kemudian meningkat menjadi 23,098% ketika dinaikan menjadi 7000C kandungan volatile mater menurun yakni 22,198% pada hal jumlah
Analisis kualitas briket hybrid sebagai Bahan bakar alternatif……………..(M. Jahiding, dkk)
Namun beda halnya terhadap perbandingan 1: 1 kandungan volatile maternya meningkat yakni dari perbandingan aktivasi 4000C hingga 7000C menghasilkan kandungan volatile matter dari 24,654% meningkat hingga 27,675%. Hal ini dipengaruhi oleh proses pembakaran yang tidak merata.
4.4. Analisis fixed carbon Fixed carbon merupakan fraksi karbon yang terdapat didalam arang selain kadar abu. Penentuan fixed carbon terbagi beberapa tahapan. Terlebih dahulu ditentukan besarnya kadar air, kadar abu, volatile matter briket kemudian dikurangi dengan angka 100% yang selanjutnya menjadi nilai persen fixed carbon (Anonim, 2007). Kadar fixed carbon yang dihasilkan berkisar antara 51.834% - 89.432%. Kadar fixed carbon tertinggi terdapat pada perbandingan 3:7 dengan fixed carbon 89.432% dengan dengan aktivasi 4000C , sedangkan kadar fixed carbon terendah pada briket dengan perbandingan 9:1 dengan fixed carbon yaitu 51,834% pada temperatur aktivasi 4000C. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan kadar abu, kadar air, dan zat volatile briket batu bara akibat perubahan aktivasi dan perbandingan sampel. Tabel 4. Hasil pengukuran fixed carbon Suhu aktivasi 4000C
(1:9) 74.645%
Perbandingan sampel (3:7) (1: 1) (7:3) 89.432% 60.998% 57.675%
(9: 1) 51.834%
5000C
75.243%
70.107%
61.937%
58.809%
54.42%
6000C
78.567%
75.835%
68.445%
60.589%
57.745%
7000C
77.566%
72.932%
67.433%
61.759%
58.659%
Fixed carbon merupakan fraksi carbon yang terdapat didalam arang selain kadar abu. Penentuan fixed carbon terbagi beberapa tahapan. Terlebih dahulu ditentukan besarnya kadar air, kadar abu, volatile matter briket kemudian dikurangi dengan angka 100% yang selanjutnya menjadi nilai persen fixed carbon.
Kadar fixed carbon yang dihasilkan berkisar antara 51.834% - 89.432%. Kadar fixed carbon tertinggi terdapat pada perbandingan 3:7 dengan fixed carbon 89.432% dengan dengan aktivasi 4000C , sedangkan kadar fixed carbon terendah pada briket dengan perbandingan 9: 1 fixed carbon yang dihasilkan adalah 51,834% dengan aktivasi 4000 C.Hal ini dipengaruhi oleh perubahan kadar abu, kadar air, dan zat volatile briket batu bara akibat perubahan aktivasi dan perbandingan sampel. Penambahan perekat juga mempengaruhi kadar fixed carbon dimana ditemukan bahwa penambahan perekat dapat menurunkan kadar fixed carbon dan mempengaruhi kualitas briket. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Fixed Carbon (%)
perbandingan sekam lebih banyak 7 gram dari batu bara 3 gram diketahui volatile mater yang lebih banyak adalah terdapat pada kandungan sekam padi Dalam hal ini disebabkan proses karbonasi yang tidak merata.
17
1:9 3:7 1:1 7:3 9:1 200
400 600 Temperatur Aktivasi ( C)
800
Gambar 5. Grafik hubungan temperatur aktivasi dengan fixed carbon
4.5. Analisis Kalori Hasil analisis briket perpaduan sekam padi dan batu bara dengan menggunakan bomb calorimeter. Pada hasil anlisis diatas menjelaskan nilai kalor tertinggi pada briket perpaduan antara bio briket sekam padi dan batu bara adalah sebesar 6256.168 kal/gram. Nilai kalori yang tinggi pada komposisi tersebut dipengaruhi oleh rendahnya kadar air, kadar abu, dan nilai volatile mater briket. Ukuran butiran briket batu bara yang terlalu kecil mengindikasikan pori – pori batu bara yang kecil sehingga lengas (kandungan air) yang terdapat didalamnya sukar menguap selama proses pengeringan akibatnya kadar air dalam briket semakin tinggi. Kadar air yang tinggi akan mengurangi nilai kalor karena
JAF, Vol. 8 No. 1 (2012), 11-19
18
panas briket terlebih dahulu digunakan untuk, menguapkan air yang ada sebelum memancarkan radiasi yang dipergunakan sebagai panas pembakaran.
Kemudian pada kenaikan aktivasi 7000C terjadi penurunan nilai kalori hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi perekat dimana semakin tinggi konsentrasi perekat nilai kalor semakin menurun.
Tabel 5. Hasil pengukuran kalori (kal/g) Suhu 4000C
(1:9) (kal/g) 5767.379
Perbandingan sampel (3:7) (1: 1) (7:3) (kal/g) (kal/g) (kal/g) 5438.376 5096.735 4812.243
(9: 1) (kal/g) 4456.548
5000C
5907.937
5623.673
5049.743
4902.131
4460.608
6000C
6256.168
5835.168
5432.731
4825.354
4632.632
7000C
5947.803
5715.188
5421.736
4720.395
4505.682
Gambar 6 memperlihatkan perbandingan dan hubungan antara temperatur aktivasi dengan nilai kalori briket hybrid yang dihasilkan. Dari Gambar 6 diketahui bahwa pada perbandingan 1 : 9 yaitu temperatur aktivasi 4000C diperoleh nilai kalor 5767,379 kal/gram. Kemudian pada saat aktivasi dinaikan nilai kalor briket meningkat sebesar 5907,937 kal/gram. Selanjutnya pada aktivasi 6000C nilai kalor terus meningkat sebesar 6256.168 kal/gram, hal ini dipengaruhi oleh perbandingan sampel sekam yang digunakan 1 gram dan batu bara sebanyak 9 gram karena batu bara memiliki nilai kalor tinggi dan kandungan karbon relative tinggi sehingga memicu kenaikan nilai kalor pada briket dan juga akibat penggunaan aktivasi yang tidak terlalu tinggi sehingga uap air yang dihasilkan dalam pembakaran bahan bakar akan terkondensasi dan panas uap air akan terbebas, dengan demikian nilai kalor bakar total mengandung panas laten dari uap air ( kulshrestha, 1989 ). 7000
Hasil penelitian menunjukkan bahwa; Briket hybrid yang dibuat memiliki nilai kalor tertinggi pada perbandingan 1 gram sekam padi dan 9 gram batubara muda dengan nilai kalor sebesar 6256.168 kal/gram. Perbedaan suhu aktivasi mempengaruhi besarnya nilai kadar air, kadar abu, volatile matter, fixed carbon, dan nilai kalor briket hybrid. Penambahan perekat cenderung meningkatkan kadar air, volatile metter, dan nilai kalor, serta menurunkan nilai kadar abu dan fixed carbon. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan dana dalam penelitian ini melalui DIPA Unhalu pada program Voucher Multi Tahun (Penelitian Hibah Bersaing) tahun 2011.
DAFTAR PUSTAKAN [1] Arnold, Guy. 1987. Batubara. PT Pradnya Paramita. Jakarta
6000 Kalori (kal/g)
5. Kesimpulan
5000
1:9
4000
3:7
3000
1:1
2000
[2] Badan Pusat Statistika Provinsi Sultra, 2004. Produksi Tanaman Padi, Palawija, Sayuran dan Buah-Buahan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari.
7:3
1000 9:1
0 200
400 600 Temperatur Aktivasi ( C)
800
Gambar 6. Grafik hubungan antara aktivasi terhadap kalori (Kal/gram).
[3] Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Sulawesi Tenggara, 2007. Laporan Penyelidikan Batubara Kec. Ngapa Kab. Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Sulawesi Tenggara
Analisis kualitas briket hybrid sebagai Bahan bakar alternatif……………..(M. Jahiding, dkk)
[4] Hara, et.al, 1986. Utilization of Agrowastes for Building Materials. J. Ilmu Dasar. Vol. 3 No. 2, 2002: 98-102. International Research and Development Cooperation Division. AIST. MITI. Japan. [5] Husada, TI. 2008. Laporan Penelitian/Artikel Ilmiah Program Penelitian Inovasi Mahasiswa Provinsi Jawa Tengah “Arang briket tongkol jagung sebagai Energi Alternatif”. Universitas Negeri Semarang. Semarang. [6]
Karona, dkk. 1981. Industri Batu Alam. PN Balai Pustaka. Jakarta
[7]
Kulshrestha, S.K. 1989. Termodinamika Terpakai, Teknik Uap dan Panas. Universitas Indonesia UI-Press. Jakarta
[8]
Marsudi, Djiteng. 2005. Pembangkit Energi Listrik. Erlangga. Jakarta
19
[9] M. Jahiding, L.O. Ngkoimani, E.S. Erzam dan S. Maymanah, 2011. “Analisis Proksimasi dan Nilai Kalor Bioarang Sekam Padi sebagai Bahan Baku Briket Hybrid. Jurnal aplikasi Fisika. Vol 7 Nomor 2, 2011: 77 – 83. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Haluoleo. [10] Pebriadi, B. dan Mastur. 2008. Pemanfaatan Sekam Sebagai Energi Alternatif di Rumah Tangga Perdesaan. Balai Pengkajian Taknologi Pertanian Kalimantan Timur. Samarinda. [11] Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Gajah Mada University Press. Yogyakarta [12] Sule, D. dan Sinaga, P., 1998. Pembuatan Briket Tanpa Asap dan Tak Berbau dari Batubara Halus dengan Sekam Padi dan Molase. WEC. Jakarta.