ISSN : 2548-2343 (p) 2548-3102 (e)
Journal of Islamic Economics Vol. 1, No. 1, 2016
Keuangan Inklusif Bank Umum Syariah Dalam Mendukung Usaha Mikro Kecil dan Menengah Ernawati Potensi Pengembangan Produk Pembiayaan Natural Uncertainty Contract (NUC) Di Bank Syariah Terhadap Sektor Riil UMKM Trimulato Kaedah Pendidikan Akuntansi dalam Konsep Ekonomi Syariah Tauk Hidayat Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Memilih Belanja di Alfa Mart Curup Muhammad Istan Individual Experience dan Persepsi Pedagang: Relasi Pengalaman Individual dan Persepsi Pedagang terhadap Bank Syariah Fajar Hajaru & Hardivizon
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Curup - Bengkulu
Al Falah:
Journal of Islamic Economics Volume 1, Nomor 1 Tahun
E-ISSN : 2548-3102 P-ISSN : 2548-2343
Mitra Bestari:
Ismail Nizam (IIUM, Malaysia) Amiur Nuruddin (UIN Sumatera Utara) Salman Ahmad Sheikh (IBA - Institute of Business Administration, Karachi) Mega Octaviany (UIN Alauddin, Makasar) Dwi Sulastyawati (STAIN Curup) Editor in Chief: Mhd. Sholihin Editors: Rahman Bayumi Lutfi el Falahy Abdullah Sahroni Editors Section: Daniel Solekha Editor Bahasa: Sarwo Edy Hazuar Anas Alamat Redaksi: LPPJI: Labor Pengelolaan dan Penerbitan Jurnal Ilmiah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Curup Jl. AK. Gani No. 1 Kotak Pos: 108, Telp. (0732) 21010-21759 Fax. 21010 Curup 39119 E-Mail:
[email protected] Website: www.journal.staincurup.ac.id/index.php/alfalah Al FALAH is scientific journal of Islamic Economics based on both conceptual and empirical research. It concerns to extensively publish the issues of islamic economics which study through interdiscipline perspectives—fiqh, shariah finance, islamic bank, islamic development economics, and also economic sociology. The journal is published and printed by the State College for Islamic Studies of Curup (S.T.A.I.N), Bengkulu. Published twice in a year, the journal of Al Falah is projected as a media, sphere, and dessemination of scholars studies on islamic economics issues. Indeed, Al Falah invites all of participant—scholars, researchers, and Muslim economists to submit their bestpapers, and publish it in Al Falah: Journal of Islamic Economics.
i | Daftar Isi
Daftar Isi
Keuangan Inklusif Bank Umum Syariah Dalam Mendukung Usaha Mikro Kecil dan Menengah Ernawati ............................................................................................................ 1-18 Potensi Pengembangan Produk Pembiayaan Natural Uncertainty Contract (NUC) Di Bank Syariah Terhadap Sektor Riil Umkm Trimulato ......................................................................................................... 19-45 Kaedah Pendidikan Akuntansi dalam Konsep Ekonomi Syariah Taufik Hidayat................................................................................................ 46-65 Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Memilih Belanja di Alfa Mart Curup Muhammad Istan ............................................................................................ 66-87
Individual Experience dan Persepsi Pedagang: Relasi Pengalaman
Individual dan Persepsi Pedagang terhadap Bank Syariah Fajar Hajaru & Hardivizon ...................................................................... 88-104
Editorial | ii
EDITORIAL EKONOMI Islam sebagai sebuah pengetahuan berkembang begitu cepat. Hanya berselang beberapa dasawarsa, ekonomi Islam mampu menunjukkan kemampuannya sebagai sebuah disiplin ilmu, meski relatif baru, dalam memecahkan dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekonomi dunia. Berbagai institusi yang merupakan produk langsung ekonomi Islam seperti Bank Syariah; sistem moneter; dan model kebijakan fiskal, adalah bukti konkrit dari kekuatan ekonomi Islam sebagai ilmu pengetahuan. Tidak hanya dari sarjana Muslim saja, tapi dari ekonom Barat pun mengakui perkembangan ekonomi Islam yang sangat mengangumkan. Adalah Jean-Yves Moisseron, Bruno-Laurent Moschetto, dan Frédéric Teulon (2014) menegaskan bahwa perkembangan ekonomi Islam sebagai sebuah sistem ekonomi dan pengetahuan dibuktikan dengan semangkin positifnya pertumbuhan Bank Syariah. Bahkan Bank Syariah juga menunjukkan trickle down effect yang luar biasa terhadap kemakmuran sebagian negara-negara Muslim di Timur Tengah dan Asia Tenggara (Moisseron, Moschetto : 2014). Perkembangan tersebut sudah barang tentu harus diikuti oleh peningkatan dan penguatan teori; dan kajian yang mendalam terhadap isu dan perkembangan pasar ekonomi Islam. Hanya dengan menyeimbangkan antara pertumbuhan institusi ekonomi Islam dan ilmu ekonomi Islam, sistem ekonomi Islam mampu menyakinkan masyarakat global. Sehingga berbagai produk, dan tawaran teoritis ekonomi Islam dapat diterima layaknya sebuah keniscayaan serta dinilai sebagai produk akademik yang mempunyai legitimasi ilmiah yang kuat. Fakta lain yang juga layak diutarakan adalah meningkatnya usaha para ekonom Muslim untuk terus mengembangkan, dan memperkuat fondasi filosofis, teoritis, dan epistemologis ekonomi Islam. Abdulrahman Yousri Ahmed (2002), dalam upayanya mengali dan mempertegas karakteristik ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu, menegaskan bahwa ekonomi Islam sejatinya telah mengakar sejak Islam tersebut hadir sebagai sebuah agama. Hal ini dapat dilacak bagaimana pembahasan ekonomi Islam selalu diintegrasikan di dalam berbagai kitab fiqh klasik (Ahmed: 2002). Sejak dulu, tulis Ahmed, para fuqaha dan sarjana Muslim lainnya telah memperlihatkan ketertarikan terhadap ekonomi Islam. Tidak mengherankan jika kemudian berbagai karya terkait ekonomi Islam lahir dari tangan dingin ahli fiqh. Namun seiring ekspansi imperialisme Eropah terhadap pusat-pusat peradaban Islam, kajian ekonomi Islam semangkin kehilangan daya pikatnya, dan akhirnya tenggelam. Kendati demikian, di zaman kontemporer, dan seiring krisis ekonomi yang terus menerus terjadi di
negara-negara maju, mendorong lahirnya kembali semangat untuk mempertimbangkan khazanah ekonomi Islam. Alhasil, saat ini ekonomi Islam telah menjadi field dan pengetahuan lama namun yang terbaharui, dan secara konsisten terus dikaji. Habid Ahmed (2002) memahami bahwa kemunculan ekonomi Islam sebagai sebuah disiplin baru, tidak diragukan lagi didorong oleh progres intelektual di institusi pendidikan ekonomi sejak abad ke-19. Perkembangan ini, tulis Habib Ahmed merupakan produk dari dua hal, yakni: ekspresi historis dari Islamic Heritage, dan juga refleksi dari keinginan untuk memahami isu-isu ekonomi dan persoalan dunia Muslim modern (Ahmed: 2002). Indikator dari perkembangan ekonomi Islam sebagai sebuah pengetahuan ditandai oleh semangkin banyaknya literatur dan riset yang dapat dijadikan fondasi kebijakan dan pengembangan produk ekonomi Islam seperti bank syariah dan keuangan syariah. Merespon perkembangan di atas, Al-Falah: Journal of Islamic Economics, hadir sebagai media desiminasi hasil-hasil kajian sarjana dan ekonom Muslim. Diproyeksikan jurnal Al-Falah menjadi salah satu media akademik dan jurnal yang mampu memfasilitasi kajian-kajin ekonomi Islam, agar dapat dibaca dan dinikmati oleh publik dan komunitas akademik. Diterbitkan oleh STAIN Curup, dan dikelola oleh Labor Pengelolaan dan Penerbitan Jurnal Ilmiah (LPPJI) secara online dan cetak, jurnal Al-Falah dapat menjangkau ruang yang lebih luas. Volume 1, Nomor 1 tahun 2016, berisi 5 (lima) artikel, dan merupakan edisi perdana. Semoga, hadirnya jurnal Al-Falah: Journal of Islamic Economics, bermakna dan mempunyai arti bagi publik serta paling penting mampu berkontribusi terhadap perkembangan ilmu ekonomi Islam. Semoga.■
Editor in Chief
Keuangan Inklusif Bank Umum Syariah Dalam Mendukung Usaha Mikro Kecil dan Menengah Ernawati
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo, Kendari E-mail:
[email protected]
Abstract This study examines the financial inclusive SMEs on Indonesian Islamic Commercial Bank (ICB). Data used is secondary data from the publication of the Financial Services Authority (FSA) and the publication of ICB. The indicators examined including of the dimensions of use, physical accessibility and price affordability. The results showed that the preferences of ICB on SMEs access were not related with the size of the bank. The three largest ICB is more lower preference allocation to SMEs. Although Islamic banking office network experienced an increasing trend, but physical accessibility for regency still limited. SMEs still have a low price affordability, contrary to the Shariah Rural Bank (SRB). The results also showed that the lower price affordability the higer NPF of SMEs, which implies trade off between price affordability and collectability of financing. Keywords : Inclusive Finance, Physical Accessibility, Affordability, Dimension Usage
Abstrak Studi ini mengkaji beberapa indikator keuangan inklusif perbankan syariah di Indonesia. Data yang digunakan berupa data sekunder hasil publikasi Otoritas jasa Keuangan (OJK) dan publikasi laporan oleh Bank Umum Syariah. Indikator yang dikaji pada penelitian ini meliputi: dimensi penggunaan, keterjangkauan fisik, dan keterjangkauan harga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Preferensi Bank Umum Syariah atas akses UMKM tidak terkait dengan ukuran bank. Tiga bank syariah terbesar memiliki preferensi alokasi debitur UMKM lebih rendah dibanding bank syariah dengan ukuran yang lebih kecil. Meskipun jaringan kantor perbankan syariah mengalami kecenderungan meningkat namun keterjangkauan fisik belum merata untuk seluruh kabupaten. UMKM masih memiliki keterjangkauan harga rendah, sebaliknya dengan BPRS. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketika keterjangkauan harga rendah, NPF UMKM akan tinggi. Hal ini mengimplikasikan bahwa terdapat trade off antara keterjangkauan harga dan kolektabilitas pembiayaan. Kata Kunci :
Keuangan Inklusif, Keterjangkauan Fisik, Keterjangkauan Harga, Dimensi Penggunaan
Al Falah: Journal of Islamic Economics STAIN Curup|E-ISSN: 2548-3102, P-ISSN: 2548-2343
2 |Al Falah: Journal of Islamic Economics,Vol. 1, No.1: 2016
Pendahuluan Industri keuangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan industri keuangan akan mendorong ekspansi ekonomi. Namun ekspansi ekonomi diharapkan tidak hanya untuk mengejar pertumbuhan semata, namun juga memiliki ekses ke masyarakat berupa perluasan kesempatan kerja dan penurunan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka industri keuangan perlu didorong ke arah pengembangan sektor riel yang pro job dan pro poor, seperti usaha kecil dan menengah, masyarakat berpendapatan rendah, dan kelompok marginal lainnya. Namun kemampuan kelompok tersebut dalam merespons layanan industri keuangan masih terbatas. Laporan survey kegiatan dunia usaha (SKDU) BI triwulan I 2015 menunjukkan bahwa kesulitan akses kredit perbankan di Indonesia terkait dengan persyaratan kredit yang cukup rumit (37,50 persen); pagu kredit yang tidak sesuai (25,50 persen); dan tingginya suku bunga (24,00 persen). Untuk menjadi UMKM yang bankable enam aspek harus dipunyai dengan penekanan pada aspek entrepreneurship, produk, produksi/operasi, pemasaran dan legal (Bank Indonesia, 2011). Namun UMKM yang bankable tidak serta merta dapat memperoleh pembiayaan usaha, akibat kendala sisi supply perbankan. Alokasi kredit perbankan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik karena ketersediaan dana, opotunity cost, maupun preferensi perbankan atas jenis pembiayaan, serta berbagai faktor lainnya. Industri perbankan syariah memiliki preferensi yang tinggi atas pembiayaan murabahah (pola jual beli) dan lebih risk averse terhadap pola bagi hasil (akad mudharabah dan musyarakah). Bahkan jenis pembiayaan murabahah untuk kelompok Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah mencapai 58 persen pada tahun 2014, sementara pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) mencapai lebih dari 80 persen. Hal ini mengindikasikan, jikapun pembiayaan perbankan syariah dapat diakses oleh UMKM, maka posisi daya tawarnya jauh lebih rendah. Sebab tingkat pengembalian dana (mesin dan peralatan usaha, misalnya) didasarkan pada mark up tetap yang telah disanggupi oleh UMKM berdasarkan taksiran hasil usahanya dimasa akan datang. Sehingga jika perusahaan mengalami penghasilan yang lebih rendah maka akan sangat memberatkan dalam pengembalian dana. Adapun jumlah pembiayaan yang berhasil diakses UMKM (termasuk LKM) dari berbagai akad pembiayaan menunjukkan bahwa persentase pembiayaan UMKM mengalami penurunan yang signifikan selama lima tahun terakhir untuk kelompok BUS dan UUS; yang pada tahun 2010 sebesar 77,10 persen; menjadi 30,00 persen pada tahun 2014. Kecenderungan penurunan
Ernawati—Keuangan Inklusif | 3
pembiayaan UMKM menunjukkan bahwa rendahnya preferensi akan keuangan inklusif perbankan syariah Indonesia. Bank Indonesia telah menetapkan langkah strategis guna mendorong akses keuangan LKM yang termasuk dalam kerangka paket keuangan inklusif yang memiliki visi: ‘mewujudkan sistem keuangan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan terciptanya stabilitas sistem keuangan di Indonesia’ (BI, 2014; 6). Ukuran kinerja perkembangan kegiatan keuangan inklusif oleh berbagai negara yaitu: ketersediaan/akses, penggunaan, kualitas, dan kesejahteraan. (BI, 2014). Indikator ketersediaan atau akses mengukur kemampuan penggunaan jasa keuangan formal dalam hal keterjangkauan fisik dan harga. Sementara kriteria penggunaan mengukur kemampuan penggunaan aktual produk dan jasa keuangan (a.l. keteraturan, frekuensi dan lama penggunaan). Kriteria kualitas mengukur apakah atribut produk dan jasa keuangan telah memenuhi kebutuhan pelanggan. Adapun kriteria kesejahteraan mengukur dampak layanan keuangan terhadap tingkat kehidupan pengguna jasa. Berdasarkan hal tersebut, pada tulisan ini dipaparkan beberapa gambaran kinerja keuangan inklusif bagi UMKM di Indonesia. Tulisan ini juga memaparkan keterkaitan antara faktor penentu keuangan, indikator, dan strategi yang perlu diambil dalam mendorong keuangan inklusif perbankan syariah. Metodologi Penelitian menggunakan data sekunder hasil publikasi Otoritas Jasa Keuangan; publikasi masing-masing bank, dan sumber lain yang relevan. Indikator yang dikaji pada penelitian ini meliputi: dimensi penggunaan, keterjangkauan fisik, dan keterjangkauan harga sebagaimana Tabel 1. Tabel 1 Dimensi dan Pengukuran Keuangan Inklusif
Variabel Penggunaan
Indikator dan Pengukuran Persentase jumlah pembiayaan UMKM Proporsi pembiayaan modal kerja
Keterjangkauan Fisik/wilayah
Jumlah unit administrasi yang terlayani perbankan syariah
Keterjangkauan harga Opportunity cost pembiayaan Sumber: Indikator berdasarkan hasil kajian Peneliti
Opportunity cost (OC) pembiayaan diukur membandingkan tingkat laba UMKM (dalam hal ini diproxi dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) terhadap return pinjaman (ekuivalen imbalan) pembiayaan bagi hasil
4 |Al Falah: Journal of Islamic Economics,Vol. 1, No.1: 2016
(mudharabah dan musyarakah) pada kelompok Bank Umum Syariah dan Umit Usaha Syariah. Jika OC> 1 menunjukkan selisih keterjangkauan harga (laba) bagi UMKM dengan meminjam dana pada perbankan syariah; dan sebaliknya jika OC< 1.
OC =
𝐸𝐸𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵
OC
= Opportunity cost
EBPRS
= Ekuivalen imbalan BPRS
EBUS
= Ekuivalen imbalan BUS/UUS
Keterangan:
E B US
.................................................(1)
Hasil dan Pembahasan
Program Keuangan Inklusif Perbankan Syariah Keuangan inklusif didefinisikan oleh Bank Indonesia sebagai: Hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau biayanya, dengan penghormatan penuh kepada harkat dan martabatnya. Layanan keuangan tersedia bagi seluruh segmen masyarakat, dengan perhatian khusus kepada orang miskin, orang miskin produktif, pekerja migran, dan penduduk di daerah terpencil. Beberapa tujuan keuangan inklusif Indonesia, yaitu: a. b. c. d. e.
Menjadikan strategi keuangan inklusif sebagai bagian dari strategi besar pembangunan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan. Menyediakan jasa dan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai layanan keuangan. Meningkatkan akses masyarakat ke layanan keuangan. Memperkuat sinergi antara bank, lembaga keuangan mikro, dan lembaga keuangan nun bank. Mengoptimalkan peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memperluas cakupan layanan keuangan.
Ernawati—Keuangan Inklusif | 5
Sebagai strategi nasional, keuangan inklusif didorong pada seluruh lembaga keuangan baik konvensional maupun syariah. Pada tataran praktis, mekanisme keuangan inklusif dapat dilakukan oleh perbankan secara langsung terhadap kelompok sasaran, misalnya UMKM. Cara lain yang ditempuh perbankan yaitu melakukan program linkage dengan LKM untuk kemudian disalurkan kepada kelompok sasaran. Cara ini merupakan salah satu metode untuk memfasilitasi intermediasi dan distribusi pembiayaan. Tabel 2 menyajikan partisipasi beberapa perbankan syariah dalam mewujudkan keuangan inklusif melalui program linkage. Program linkage Bank Umum Syariah dengan LKM pada umumnya dilakukan dengan dua model yaitu executing dan channelling. Pada model executing bank memberikan pembiayaan kepada LKM yang kemudian diteruskan kepada nasabah sebagai end user. Pada model ini, LKM merupakan debitur bank sedangkan end user merupakan eksposur pembiayaan perusahaan mitra. Pada model channeling, LKM tidak memiliki kewenangan memutus kredit kecuali mendapat surat kuasa dari bank. Bank memberikan pembiayaan secara langsung kepada end user melalui LKM yang bertindak sebagai agen. Pembiayaan kepada end user adalah eksposur dari bank. Dengan demikian, model channeling kurang memberikan ruang gerak bagi LKM untuk mengoptimalkan keuntungannya karena hanya akan memperoleh fee sebagai agen pembiayaan yang tentunya nilainya terbatas. Sementara pembiayaan executing lebih memberikan keleluasaan bagi LKM mengendalikan keuntungan. Model linkage lain yang dapat dilakukan yaitu joint financing yang merupakan pembiayaan bersama terhadap anggota yang dilakukan oleh Bank Umum dan Koperasi Tabel 2. Program Linkage LKM dengan Beberapa Bank Umum Syariah di Indonesia Nama Bank
Bentuk
Bank Syariah Mandiri
Produk: Pembiayaan Linkage (Pembiayaan Melalui Lembaga Keuangan Mikro/ Syariah-LKM/S, Lembaga Keuangan Bukan Bank-LKBB) 1. Pola Executing: pembiayaan kepada LKM/S atau LKBB. 2. Pola Channeling: pembiayaan kepada nasabah LKM/S atau LKBB melalui LKM/S atau LKBB Pembiayaan Kerjasama Linkage iB Hasanah dimana BNI Syariah sebagai pemilik dana menyalurkan pembiayaan dengan pola executing kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) (BMT, BPRS, KJKS, dll) untuk diteruskan ke end user (pengusaha mikro, kecil, dan menengah syariah). Kerjasama dengan LKS dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui Lembaga Pendamping. Akad pembiayaan ke LKS adalah
Bank BNI Syariah
6 |Al Falah: Journal of Islamic Economics,Vol. 1, No.1: 2016 Mudharabah/Musyarakah sedangkan akad pembiayaan dari LKS ke end user sesuai dengan kebutuhan (Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah). Nisbah bagi hasil ke LKS mengacu pada tarif pembiayaan yang berlaku di BNI Syariah, sedangkan tarif ke end user ditentukan oleh LKS namun setinggi-tingginya tidak melebihi 30% p.a Bank Muamalat Pembiayaan LKM syariah, plafon mulai 100 juta BRI Syariah Pembiayaan yang diberikan melalui Koperasi Karyawan atau Koperasi Pegawai RI dengan mekanisme executing, yang ditujukan kepada karyawan suatu perusahaan atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) suatu instansi yang memiliki pendapatan tetap bulanan berupa gaji dan menjadi anggota koperasi Pembiayaan BPRS dengan model executing Bank Panin Syariah Menyalurkan pembiayaan kepada Induk Koperasi Syariah yang menaungi 432 BMT dari seluruh Indonesia. Dana disalurkan dengan dua model yakni channeling dan penyaluran langsung. Sumber: Website Masing-masing Bank
Program linkage yang dijalankan antar BUS/UUS dan LKM bukan hanya berupa produk tunggal pembiayaan, namun dapat berupa multi produk. Sebagai contoh linkage Bank Muamalat Indonesia dalam program Co Branding Shar-e dan Linkage Program Pembiayaan kepada Bank Pembiayaan Rakyat Syariaah (BPRS) di bawah naungan Asbisindo (Asosiasi Bank Syariah Indonesia). Program tersebut memiliki sistem yaitu BPRS menjual tabungan atau kartu Shar-e Bank Muamalat, kemudian akumulasi dana dari Shar-e akan disalurkan kembali pada dalam linkage pembiayaan. Jumlah dana linkage yang diberikan oleh Bank Muamalat tidaklah tergantung pada besarnya kartu share yang terjual, namun sesuai dengan pertimbangan kehati-hatian. Dengan sistem ini, BPRS akan memperoleh dua macam pendapatan, yaitu fee dari penjualan kartu share-e; dan laba dari pembiayaan yang disalurkan. Adapun akad pembiayaan linkage yaitu akad mudharabah dan musyarakah. Kinerja Keuangan Inklusif Bank Syariah
Indikator Penggunaan Pembiayaan Keuangan inklusif bank syariah dengan indikator penggunaan disajikan sebagaimana Tabel 3. Persentase pembiayaan UMKM mengalami penurunan yang signifikan selama lima tahun terakhir untuk kelompok BUS dan UUS; yang pada tahun 2010 sebesar 77,10 persen; menjadi 30,00 persen pada tahun 2014. Pada sisi lain, meskipun terjadi peningkatan secara absolut pada jumlah
Ernawati—Keuangan Inklusif | 7
pembiayaan sebagaimana tahun 2011 hingga 2013, namun secara persentae, jumlahnya semakin menurun. Secara individual bank, sebagaimana disajikan pada Gambar 1 dan 2 tampak bahwa kelompok BUS yang memiliki preferensi tertinggi atas pembiayaan KUK maupun UMKM yaitu Bank Tabungan Pensiun Nasional Syariah (BTPNS) yang mencapai angka sekitar mendekati 100 persen. Jumlah ini juga searah dengan persentase debitur KUK dan UMKM yang dimiliki. Meskipun Bank Syariah Bukopin (BSB) dan Panin Bank Syariah (PBS) memiliki pangsa debitur yang tinggi, namun secara alokasi pembiayaan menunjukkan nilai yang rendah. Pangsa pembiayaan KUK dan UMKM pada PSB masing-masing secara berturut-turut sebesar 10,68 persen dan 13,54 persen; sementara pada bank BSB sebesar 36,62 persen dan 58,48 persen. Tabel 3. Jumlah dan Persentase Pembiayaan UKM Perbankan Syariah Periode 2010-2014 Tahun 2010
Jumlah Pembiayaan (miliar rp) 52.570
Persentase (%)
2011 2012
71.810 90.860
69,95 61,60
2013 2014
110.086 59.806
59,79 30,00
77,10
Sumber: OJK (2015)
Preferensi Bank Umum Syariah atas akses UMKM tidak terkait dengan ukuran bank. Tiga bank syariah terbesar (BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri dan BRI Syariah) memiliki preferensi alokasi debitur UMKM lebih rendah dibanding bank syariah dengan ukuran yang lebih kecil. Hal ini sejalan juga dengan keterkaitan ukuran bank dan alokasi pembiayaan berdasarkan propinsi sebagaimana disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Peringkat 10 tertinggi propinsi berdasarkan total aset perbankan lebih didominasi propinsi yang terletak Wilayah Barat Indonesia, yang berkonsentrasi pada pusat pertumbuhan ekonomi wilayah. Aset perbankan syariah terbesar terletak di Propinsi DKI Jakarta dengan total sekitar 237 triliun, disusul oleh Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Ironisnya hanya 2 (dua) dari propinsi yang berada pada peringkat 10 besar dalam aset masuk
8 |Al Falah: Journal of Islamic Economics,Vol. 1, No.1: 2016
dalam peringkat terbesar alokai pembiayaan UMKM, yaitu: Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Adapun peringkat tertinggi alokasi pembiayaan UMKM yaitu Propinsi Bengkulu yang mencapai 93,52 persen; disusul oleh Propinsi Jambi dan Sulawesi Utara, yang masing-masing sebesar 85,57 persen dan 82,71 persen.
BCAS
BTPNS
BNIS 100 80 60
BSM
40 20
BVS
BMI
0
PBS
BMS
BRIS
MBS
BJBS
BSB
Persentase Pembiayaan KUK
BTP NS BCA S
80
BSM
60 40 20
BRIS
0
PBS
BSB
BMS
Persentase Debitur KUK
Persentase Pembiayaan UMKM
Gambar 1 Pangsa Pembiayaan KUK dan UMKM pada Bank Umum Syariah
100
BNI S
Persentase debitur UMKM
Gambar 2 Pangsa Debitur KUK dan UMKM pada Bank Umum Syariah
Sumber: Laporan Keuangan Tahun 2014 Masing-masing Bank, diolah DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Sumatera Utara
236852,31 43835,74 30911,52 20072,36 11621,64
Banten
8746,27
Sumatera Barat
8032,56
Riau
7934,84
Sulawesi Selatan
7534,08
Kalimantan Selatan
6971,54
Gambar 3 Propinsi Peringkat 10 Tertinggi Total Aset Perbankan Syariah
Bengkulu
93,52
Jambi
85,57
Sulawesi Utara
82,71
Bangka Belitung NTB Sumatera Barat
66,5 58,63 53,17
NTT
52,12
Lampung
51,23
Kalimantan Barat Sumatera Utara
49,91 42,44
Gambar 4 Propinsi Peringkat 10 Tertinggi Alokasi Pembiayaan UMKM
Sumber: OJK (2015), diolah
Pada sisi lain, preferensi perbankan syariah dalam peningkatan usaha UMKM termasuk lembaga keuangan mikro terlihat dari pangsa pembiayaan modal kerja yang dialokasikan sebagaimana disajikan pada Gambar 5. Pada Gambar 5 tampak bahwa secara total, alokasi pembiayaan untuk modal kerja pada BUS/UUS belum mencapai 50 persen dan menunjukkan kecenderungan
Ernawati—Keuangan Inklusif | 9
menurun. Kecenderungan ini pada akhirnya diikuti oleh BPRS. Sebab rendahnya alokasi dana kepada UMKM termasuk LKM BPRS akan memberikan dampak rendahnya kemampuan BPRS menyalurkan pembiayaan. Pada sisi lain, Gambar 5 juga menunjukkan bahwa pangsa pembiayaan modal kerja BPRS lebih tinggi dibanding pangsa kelompok Bank Umum Syariah, dengan kecenderungan menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak BPRS semakin memiliki preferensi atas pembiayaan non produktif (konsumtif). Data OJK (2015) menunjukkan bahwa proporsi pembiayaan produktif pada setiap tahun mengalami peningkatan yang pada akhir tahun 2014 mencapai sekitar 1,8 triliun rupiah. Sementara pembiayaan investasi mencapai 893 miliar rupiah, atau setengah dari pembiayaan konsumtif. Gambar 5. Pangsa Pembiayaan Modal Kerja Pada Perbankan Syariah 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20
BUS/UUS
0,10
BPRS
2010 2011 2012
Sumber: OJK (2015)
Total
2013
2014
10 |Al Falah: Journal of Islamic Economics,Vol. 1, No.1: 2016
Tabel 4. Komposisi Pembiayaan yang Diberikan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah 2009
Akad
2014
Jumlah
Persen
Jumlah
Persen
(miliar rp)
(%)
(miliar rp)
(%)
Akad Mudharabah
6.597
14,07
14.354
7,20
Akad Musyarakah
10.412
22,21
49.387
24,78
Akad Murabaha
26.321
56,14
117.371
58,88
423
0,90
633
0,32
Akad Ijarah
1.305
2,78
11.620
5,83
Akad Qardh
1.829
3,90
5.965
2,99
46.886
100,00
199.330
100,00
Akad Istishna
Total
Sumber: BI (2010); dan OJK (2015)
Selanjutnya berdasarkan jenis akad sebagaimana Tabel 4 tampak bahwa perbankan syariah memiliki preferensi yang tinggi atas pembiayaan murabaha yang merupakan pola jual beli, dibanding pembiayaan mudharabah dan musyarakah (pola bagi hasil). Preferensi perbankan syariah atas murabaha memiliki kecenderungan meningkat, yang pada tahun 2009 sebesar 56,14 persen; dan tahun 2014 meningkat menjadi 58,88 persen. Dengan demikian, secara jumlah terdapat peningkatan pembiayaan pola bagi hasil, begitupun halnya dengan proporsi. Peningkatan proporsi pembiayaan murabaha tampaknya harus mengorbankan pembiayaan mudharabah, yang mengalami penurunan proporsi sekitar setengahnya selama kurun waktu 5 tahun. Penurunan proporsi pembiayaan pola bagi hasil sekaligus mengindikasikan rendahnya preferensi perbankan syariah dalam mendorong kewirausahaan. Pada sisi lain, pembiayaan musyarakah sebagai salah satu varian dalam pembiayaan bagi hasil tampaknya mengalami peningkatan sebesar 2,57 persen pada tahun 2009-2014. Adanya penurunan pada akad mudharabah disatu sisi, dan peningkatan akad musyarakah di sisi lain disebabkan adanya perbedaan karakteristik risiko pembiayaan. Bisnis dalam Islam memiliki karakteristik pengembalian yang tidak pasti, sehingga sangat tepat jika menggunakan akad bagi hasil kontrak mudharabah dan musyarakah. Pada kontrak mudharabah, pihak pemilik modal atau shahibul maal
Ernawati—Keuangan Inklusif | 11
menyerahkan modal berupa uang untuk dikelola oleh pengusaha atau mudharib. Pihak pemilik dana pemilik dana bersikap sebagai sleeping partner yang tidak berwenang untuk berpartisipasi pada proses pengambilan keputusan usaha. Berbeda halnya dengan mudharabah, pada kontrak musyarakah pihak pengusaha ikut serta dalam permodalan, dan pihak pemilik dana berhak untuk berpartisipasi dalam kegiatan usaha sesuai dengan peran yang telah disepakati. Dengan demikian tampak bahwa pada pembiayaan mudharabah terbuka peluang besar moral hazard bagi mitra bisnis, misalnya melaporkan pendapatan/laba yang lebih kecil dibanding sebenarnya. Berbeda halnya dengan pada kontrak musyarakah, yang dapat dikendalikan langsung oleh pihak bank. Hal inilah yang mendorong perilaku menghindari risiko oleh pihak perbankan dengan alasan kehati-hatian.
Keterjangkauan Fisik Jaringan kantor perbankan syariah mengalami kecenderungan meningkat, yang pada tahun 2014 telah mencapai 2910 kantor, yang terdiri dari 2471 kantor/layanan syariah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan 439 unit kantor BPRS. Pada sisi lain, penetrasi perbankan syariah pada daerah tingkat II (kabupaten/kota) di Indonesia juga menunjukkan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2010 jumlah kabupaten/kota yang terlayani perbankan syariah sebanyak 112 kabupaten/kota; dan pada tahun 2014 menjadi 125 kabupaten/kota. Meskipun demikian, layanan perbankan syariah belum merata untuk seluruh propinsi. Distribusi BUS pada unit administrasi kabupaten/kota disajikan sebagaimana Gambar 6. Propinsi Jawa Barat merupakan propinsi dengan penyebaran BUS yang lebih merata di tingkat kabupaten/kota. Sebanyak 17 kabupaten/kota telah terlayani perbankan syariah untuk Propinsi Jawa Barat. Selanjutnya terdapat Propinsi Jawa Timur yang telah terlayani untuk 13 kabupaten/kota; serta Propinsi Jawa Tengah dengan 12 kabupaten/kota. Propinsi luar wilayah Jawa yang memiliki tingkat layanan BUS yang cukup menyebar adalah Sumatera Utara dengan 10 kabupaten/kota. Adapun propinsi dengan layanan yang terpusat hanya pada satu wilayah yaitu: Babel, Jambi, Bengkulu, DIY, Bali, Sulut, Gorontalo, Sulbar, Sultra, Malut, Maluku, Papua, dan Irjabar.
12 |Al Falah: Journal of Islamic Economics,Vol. 1, No.1: 2016
Tabel 5. Perkembangan Jaringan Kantor dan dana Pihak ketiga Perbankan Syariah Indonesia
2009 2010 Indikator Jumlah Kantor 1.223 1.763 Jumlah Kantor 711 1.215 - BUS Jumlah Kantor 287 262 - UUS Jumlah Kantor 225 286 - BPRS Jumlah n.a 112 Kabupaten/Kota Dana Pihak Ketiga 52.271 76.036 (miliar Rp) Sumber: BI dan OJK, berbagai tahun
2011
2012
2013
2014
2.101 1.401
2.663 1.745
2.990 1.998
2.910 2.151
336
517
590
320
364
401
402
439
116
123
123
125
115.415
147.512
183.534
217.858
Gambar 6. Distribusi BUS Tingkat Kabupaten/Kota Tahun 2014
Sumber: OJK (2015)
Keterjangkauan Harga Perbankan syariah menerapkan dua pola dalam akad pembiayaan, yaitu akad bagi hasil dan non bagi hasil. Akad non bagi hasil diterapkan pada jenis pembiayaan yang pengembaliannya lebih pasti, diantaranya: pola jual beli dan pola sewa. Akad pola jual beli terdiri dari kontrak murabahah, salam dan istishna;
Ernawati—Keuangan Inklusif | 13
dan pola sewa terdiri dari kontrak ijarah. Akad bagi hasil diterapkan pada jenis pembiayaan yang tingkat pengembaliannya tidak pasti seperti kontrak mudharabah dan akad musyarakah. Hasil usaha pada akad bagi hasil dibagi kepada pemilik dana dan mudarib berdasarkan margin bagi hasil yang telah disepakati. Dasar pembagian bagi hasil dapat berupa pendapatan usaha (revenue sharing) maupun laba usaha (profit loss sharing). Pemilik dana yang bersifat risk-averse akan memilih bentuk kontrak revenue sharing dibandingkan dengan profit and loss sharing mengingat kontrak revenue sharing dapat mereduksi risiko finansial walaupun masih memiliki tingkat return yang sama, karena nilai pendapatan selalu ≥ 0, sedangkan nilai laba bisa ≥ 0 atau ≤ 0, sehingga , dengan revenue sharing pemilik dana tidak pernah rugi (minimal bagi hasil = 0 tetapi modalnya utuh), sedangkan dengan profit and loss sharing pemilik dana dapat mengalami kerugian sampai sebatas modalnya (Ascarya, 2006). Pemilihan revenue sharing tentunya akan lebih memberatkan bagi UMKM yang dapat berdampak pada rendahnya kemampuan bayar. Pada tahun 2014 kredit bermasalah (non performing financing, NPF) pembiayaan UMKM pada BUS mendekati dua kali lipat NPF selain UMKM, yaitu sebesar 6,48 persen untuk UMKM dan 3,41 persen untuk selain UMKM. Hal ini mengimplikasikan masih rendahnya keterjangkauan harga bagi UMKM. Selanjutnya, pada kelompok BPRS yang merupakan salah satu mitra BUS dan UUS dalam program linkage LKM memiliki keterjangkauan harga yang tinggi, sebagaimana disajikan pada Tabel 6 yang menunjukkan bahwa secara umum ekuivalen tingkat imbalan BUS dan UUS dapat dijangkau oleh BPRS, kecuali untuk tahun 2014 pada pembiayaan mudharabah yang memiliki OC<1. Hal ini mengindikaikan bahwa tingkat imbal hasil yang dibayar oleh BPRS kepada BUS dan UUS lebih tinggi dari tingkat bagi hasil dana yang disalurkan oleh BPRS dalam pembiayaan mudharabah. Fluktuasi keterjangkauan harga BPRS tampaknya berlawanan arah (trade off) dengan fluktuasi NPF, yaitu ketika keterjangkauan rendah, NPF UMKM akan tinggi. Dan sebaliknya ketika keterjangkauan harga tinggi maka NPF akan rendah. Hubungan tersebut tentunya disebabkan oleh ketergantungan BPRS akan pendanaan dari pihak perbankan yang menentukan tingkat imbalan atas dasar revenue sharing, sehingga BPRS akan menentukan tingkat imbalan bagi nasabahnya dengan proporsi yang lebih tinggi dibanding yang diberikan oleh BUS dan UUS.
14 |Al Falah: Journal of Islamic Economics,Vol. 1, No.1: 2016
Tabel 6. Keterjangkauan Harga dan Non Performing Financing BPRS Tahun OC OC NPF NPF Selain Mudharabah Musyarakah UMKM UMKM 2010 1,15 1,45 7,87 4,87 2011 1,31 1,61 7,16 4,68 2012 1,14 1,56 7,14 4,76 2013 1,13 1,63 8,07 4,25 2014 0,80 1,51 9,84 4,95 Sumber: OJK (2015) diolah
Implikasi Keterkaitan antara berbagai faktor pembentuk kinerja keuangan inklusif dan strategi yang perlu dilakukan disajikan sebagaimana Gambar 7. Bank syariah memiliki pangsa yang relatif terbatas, sehingga keterjangkauan fisik belum merata untuk seluruh unit administrasi Tingkat II. Dengan demikian upaya keuangan inklusif UMKM perlu dipadukan dengan upaya peningkatan ekspansi perbankan syariah. Permasalahan lain yang menghambat pengalokasian pembiayaan kepada UMKM juga terletak pada preferensi perbankan syariah yang risk averse terhadap pembiayaan berisiko dan ketidakpastian return pembiayaan. Perilaku ini diindikasikan dengan penentuan bagi hasil atas dasar revenue sharing, sehingga mendorong rendahnya keterjangkauan harga. Pihak bank syariah tidak akan pernah rugi, sementara UMKM akan menanggung kerugian dan atau memperoleh laba yang lebih rendah, yang akan berdampak pada tingginya NPF. Perbankan syariah perlu menurunkan preferensinya dengan memberi insentif bagi hasil kepada UMKM, misalnya dengan beralih ke profit sharing, dan atau mempertahankan revenue sharing dengan tingkat ekuivalen yang lebih rendah, yang pada akhirnya akan dikompensasi dengan rendahnya NPF UMKM.
Ernawati—Keuangan Inklusif | 15
Gambar 7. Keterkaitan Berbagai Aspek Keuangan Inklusif UMKM Sebab: Aset dan Modal terbatas Preferensi Alokasi Pembiayaan UMKM Rendah Kehati-hatian
Sumber: Hasil Analisis
Alokasi Pembiayaan UMKM Rendah Keterjangkauan Fisik Terbatas Keterjangkauan Harga Rendah
Beberapa Strategi:
Peningkatan pangsa perbankan syariah Pembinaan Kewirausahaan UMKM Lembaga Pemeringkat UMKM Standar keuangan pengakuan pendapatan dan biaya Incentive bagi hasil
Standar akuntansi tentang pengakuan biaya dan pendapatan bagi UMKM perlu diregulasikan dengan jelas sehingga tidak menghasilkan bias interpretasi, sehingga akan menurunkan moral hazard UMKM dalam pelaporan laba. Selain standar akuntansi, Lembaga Pemeringkat dapat pula menjadi instrumen pengendali moral hazard. Sebab, berdasarkan laporan mitranya (perbankan syariah) UMKM yang dianggap telah melakukan kecurangan akan berada pada posisi yang tidak berperingkat, yang dapat diakses seluruh stakeholder industri keuangan. Dengan demikian keberadaan Lembaga Pemeringkat akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan sebagai mekanisme checks and balances menuju keuangan inklusif.
Penutup Preferensi Bank Umum Syariah atas akses UMKM tidak terkait dengan ukuran bank. Tiga bank syariah terbesar (BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri dan BRI Syariah) memiliki preferensi alokasi debitur UMKM lebih rendah dibanding bank syariah dengan ukuran yang lebih kecil. Hal ini sejalan juga dengan keterkaitan ukuran bank dan alokasi pembiayaan berdasarkan propinsi. Hanya 2 (dua) dari propinsi yang berada pada peringkat 10 besar dalam aset masuk dalam peringkat terbesar alokai pembiayaan UMKM, yaitu: Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Adapun peringkat tertinggi alokasi pembiayaan UMKM yaitu Propinsi Bengkulu yang mencapai 93,52 persen; disusul oleh Propinsi Jambi dan Sulawesi Utara, yang masing-masing sebesar 85,57 persen dan 82,71 persen.
16 |Al Falah: Journal of Islamic Economics,Vol. 1, No.1: 2016
Meskipun jaringan kantor perbankan syariah mengalami kecenderungan meningkat namun keterjangkauan fisik belum merata untuk seluruh unit Administrasi Tingkat II (kabuparen/kota). Pada sisi lain, perbankan syariah memiliki preferensi tinggi atas jenis pembiayaan yang berisiko rendah, sehingga proporsi pembiayaan akad bagi hasil masih relatif rendah. Perilaku ini mendorong alokasi pembiayaan yang belum optimal. UMKM masih memiliki keterjangkauan harga yang rendah pada industri perbankan syariah yang ditunjukkan dengan persentase kredit bermasalah (NPF) UMKM sekitar dua kali lipat dibanding kelompok non UMKM. Adapun keterjangkauan harga BPRS atas layanan BUS dan UUS menunjukkan bahwa secara umum ekuivalen tingkat imbalan BUS dan UUS dapat dijangkau oleh BPRS. Fluktuasi keterjangkauan harga BPRS tampaknya berlawanan arah dengan fluktuasi NPF. Ketika keterjangkauan rendah, NPF UMKM akan tinggi dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ekuivalen bagi hasil yang diterima oleh perbankan bank syariah, maka akan semakin menurunkan kredit bermaalah, karena UMKM akan memiliki kemampuan pengembalian dana yang lebih tinggi.■ Daftar Pustaka: Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa Negara. Jakarta: Bank Indonesia, 2006. Bank Indonesia (2009) Statistik Perbankan Syariah Indonesia Desember 2008, Jakarta: BI. Tersedia pada: http://www.bi.go.id Bank Indonesia (2010) Statistik Perbankan Syariah Indonesia Desember 2009, Jakarta: BI. Tersedia pada: http://www.bi.go.id Bank Indonesia (2011) Statistik Perbankan Syariah Indonesia Desember 2010, Jakarta: BI. Tersedia pada: http://www.bi.go.id Bank Indonesia (2012) Statistik Perbankan Syariah Indonesia Desember 2011, Jakarta: BI. Tersedia pada: http://www.bi.go.id Bank Indonesia (2013) Statistik Perbankan Syariah Indonesia Desember 2012, Jakarta: BI. Tersedia pada: http://www.bi.go.id Bank Indonesia (2014) Statistik Perbankan Syariah Indonesia Desember 2013, Jakarta: BI. Tersedia pada: http://www.bi.go.id
Ernawati—Keuangan Inklusif | 17
Bank Indonesia (2011) Kajian Akademik Pemeringkat Kredit Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. Tersedia pada: http://www.bi.go.id Bank Indonesia (2014) Buku Saku Keuangan Inklusif. Jakarta: Departemen Pengembangan Akses Kauangan dan UMKM, Bank Indonesia Bank Jabar banten.2015. Laporan Keuangan PT Bank Jabar Banten Syariah Periode 31 Desember 2014 dan 2013. Tersedia pada: http://bjbsyariah.co.id Bank Muamalat. 2015. Laporan Keuangan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Tersedia pada: http://www.bankmuamalat.co.id Bank Syariah Bukopin. 2015. Laporan Keuangan bank Syariah Bukopin 2014 dan 2013. Tersedia pada: http://www.syariahbukopin.co.id Bank Syariah mandiri. 2005. Laporan Keuanagn PT Bank Syariah mandiri 2014 dan 2013. Tersedia pada: http://www.syariahmandiri.co.id ýBank Mega Syariah. Laporan Keuangan Bank Mega Syariah Tersedia pada: http://www.bsmi.co.id Bank Victoria Syariah. 2015. Laporan Keuangan Bank Vivtoria Syariah. Tersedia pada: http://www.bankvictoriasyariah.co.id Bappenas. 2012. Perkembangan Bulanan Indikator Moneter dan Sektor Keuangan Internasional dan Domestik Juni 2012. Direktorat jasa Keuangan dan Analisis Moneter Bappenas. Teredia pada: http://bappenas.go.id BCA Syariah.2015.Laporan Keuangan BCA Syariah 2013-2014. Tersedia pada http://www.bcasyariah.co.id BNI Syariah. 2015. Laporan Keuangan PT BNI Syariah. Tersedia pada: http://www.bnisyariah.co.id BRI Syariah. 2015. Laporan Keuangan PT BRI Syariah Tahun 2013-2014. Tersedia pada: http://www.brisyariah.co.id ýBTPN. 2015. Laporan Keuangan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah 31 Desember 2014. Tersedia pada https://www.btpnsyariah.com
18 |Al Falah: Journal of Islamic Economics,Vol. 1, No.1: 2016
Kemenkop (2015) Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2012 – 2014. Tersedia pada: http://www.depkop.go.id LPS (2015) Bank yang Dilikuidasi. http://www.lps.go.id/web/guest/176 May Bank Syariah (2015) Laporan Keuangan Per 31 Desember 2014. Tersedia pada: http://www.maybanksyariah.co.id OJK (2015) Statistik Perbankan Syariah Indonesia Tahun 2014. Otoritas jasa Keuangan. www.ojk.go.id Panin Bank Syariah. 2015. Laporan Keuangan Bank Panin Syariah Teredia pada: https://paninbanksyariah.co.id Peraturan-Peraturan: UU Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro PP Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku Bunga Pinjaman Atau Imbal Hasil Pembiayaan Dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perijinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi.
PANDUAN UNTUK PENULIS 1. Tulisan merupakan karya ilmiah yang orisinil dan belum pernah dipublikasikan atau sedang dalam proses publikasi oleh media lain. 2. Naskah merupakan artikel ilmiah berupa hasil riset atau pemikiran konseptual. 3. Artikel yang mengkaji pemikiran konseptual memiliki struktur; Judul (memakai huruf CAPITAL BOLD) Nama penulis (memakai huruf Capitalisasi Bold) Instansi dan email penulis Abstrak (100-150 kata) Kata kunci yang dianggap penting Pendahuluan tanpa sub judul (20%) Sub-sub bahasan tanpa penomoran sesuai kebutuhan (70%) Simpulan (10%) Daftar Rujukan 4. Artikel studi empiris (field research) mempunyai struktur; Judul Nama penulis (memakai huruf Capitalisasi Bold) Instansi dan email penulis Abstrak (100-150 kata) Kata kunci yang dianggap penting dan diambil dari tulisan tersebut Pendahuluan dalam bentuk narasi tanpa sub judul, memuat: latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian (20%) Metode penelitian dalam bentuk narasi tanpa sub judul, memuat: landasan teori, rancangan/model, sampel, informan, jenis data, teknik pengumpulan data, dan analisis data (20%) Hasil temuan data dan pembahasan, beurpa sub-sub bahasan tanpa penomoran (50%) Simpulan dan Saran (10%) Daftar Rujukan 5. Panjang tulisan minimal 10000 kata (setara dengan 20 halaman); 6. Tulisan ditulis dengan time new romans, 1,15 (multiple) spasi, dan 12 pt; 7. Adapun sistem pengutipan footnote merujuk Chicago style, contoh: Buku (Monograf): Ahmed El-Ashker, Islamic Economics: A Short History, (Leiden: Brill, 2006), 100-01.
Buku Kumpulan Artikel: Ridwan Trisoni, Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah, Volume 8, Cetakan ke-1, (Batu Sangkar: STAIN Batusangkar Press, 2005), 20-5 Artikel dalam Buku Kumpulan Artikel: T. Russel, An Alternative Conception: Representation, P.J. Blak & A. Lucas (Eds.), Children’s Informan Ideas in Science, (London: Routledge, 1998), 89-90 Artikel dalam Jurnal dan Majalah: Yusrizal Efendi, Prospek Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, Transport, Vol. 1, No.1: 2015, 201-2. Artikel dalam Koran: Rizal, Obligasi Syariah, 13 Desember 2014 Dokumen Resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Pedoman Penulisan Penelitian, (Jakarta: Depdikbud. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 1990), 89 Buku Terjemahan: D. Ary Jacobs, Pengantar Penelitian Pendidikan, Terjemahan: Arief Furchan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), 76 Internet: Kumaidi, Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000. 8. Artikel yang dikirim menggunakan transliterasi Arab-Latin sebagai berikut: Huruf Arab ﺍ ﺏ ﺙ ﺙ ﺝ ﺡ
Huruf Latin Tidak dilambangkan B T Ś J ḥ
Nama Tidak dilambangkan Be Te Es (dengan titik di atas) Je Ha (titik di bawah)
ﺥ ﺩ ﺫ ﺭ ﺯ ﺱ ﺵ ﺹ ﺽ ﻁ ﻅ ﻉ ﻍ ﻑ ﻕ ﻙ ﻝ ﻡ ﻥ ﻭ ﻫـ ء ﻱ
Kh d ż r z s sy ș ḍ ṭ ẓ ... ῾ ... g f q k l m n w h ...’... y
Ka dan ha De Zet (titik di atas) Er Zet Es Es dan ye Es (titik di bawah) De (titik di bawah) Te (titik di bawah) Zet (titik di bawah) Koma terbalik di atas Ge Ef Ki Ka El Em En We Ha Apostrof Ye
9. Pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis/e-mail. Naskah yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis. 10. Naskah dapat dikirimkan secara online melalui website e-journal: http://journal.staincurup.ac.id/index.php/alfalah, atau melalui email:
[email protected]
Alamat redaksi: Labor Pengelolaan & Penerbitan Jurnal Ilmiah (LPPJI) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Curup Jl. Dr. Ak. Gani No. 01 Curup Rejang Lebong Bengkulu Telpon: 0732-21010 Email:
[email protected] Website: http://journal.staincurup.ac.id/index.php/alfalah