Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA YANG DILAKUKAN SECARA TIDAK SUKARELA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 31 TAHUN 1999 Jo. UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 2257 K/PID/ 2006) Nur Hayati1, Andrea Reynaido2 Kantor Hukum Innuo Total Legal Solution, Jakarta 2 Fakultas Hukum Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta Jln. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510
[email protected] 1
ABSTRACT Corruption is act criminal to take state belonging asset so ability loss state its to perform liabilities and takes on answer him in mensejahterakan society. As consequence it corruption begets rights loss society base rights for prosperous. In this paper about problem which will be worked through is why financial disadvantaged return state have to play a part that momentous enforcement criminal acts corruption and how financial disadvantaged return mechanism state which done by ala not voluntary. In arrange this paper, Writer does normatif's research or bibliography research bases primary law material, secondary jurisdictional material and material jurisdictional tertiary. Meanwhile theory those are used in this paper, Writer utilizes Theory of criminal by use of Absolute Theory, Relative theory, and Affiliate Theory, and Asset Return Theory. There is result even of this research shows that financial disadvantaged return state has to play a part that momentous because will impacted direct for gets to recover state finance or state economics and financial loss return state constitutes enforcement system sentences good pidana's ala and civil. meanwhile financial disadvantaged return mechanism state which did by not voluntary by use of two instrument sentence which is instrument criminal and civil instruments. There is tips even Writer in this paper is Statute Corruption ought to manage more about corruption result asset those are on abroad, so will evoke handicap in term their execution and Government has transparent in money management usufructs corruption that paidr goes to exchequer and get widely been laided at the door to public.
Keywords: Corruption, Disadvantages State, Corruption remove
pidana materiil (materieel strafrecht) dan hukum
Pendahuluan Dikaji dari perspektif pembagian hukum
pidana formil (formeel strafrecht).(Lilik, 2007).
berdasarkan isinya, dikenal klasifikasi hukum pu-
Selanjutnya hukum pidana diklasifikasikan menjadi
blik dan hukum privat. Menurut doktrin, ketentuan
hukum pidana umum (ius commune) sebagaimana
hukum publik merupakan hukum yang mengatur
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum
kepentingan umum (algemene belangen) sedangkan
Pidana (KUHP) dan hukum pidana khusus (ius
ketentuan hukum privat mengatur kepentingan
singulare, ius speciale atau bijzonder strafrecht)
perorangan (bijzondere belangen). (Lilik, 2007)
yang mengatur mengenai subjeknya dan perbuatan
Apabila ditinjau dari aspek fungsinya, salah satu
yang khusus (bijzonder lijkfeiten).
ruang lingkup hukum publik adalah hukum pidana
Tindak pidana korupsi, pada awalnya
yang secara esensial dapat dibagi menjadi hukum
dimasukan sebagai delik-delik jabatan (ambsde-
50
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
licten) dalam Buku II KUHP. Kompleksnya per-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pem-
masalahan serta perkembangan dan modus operandi
berantasan Tindak Pidana Korupsi.
tindak pidana korupsi mengakibatkan makin mele-
Dalam perkembangannya, korupsi di Indonesia dari
mahnya kemampuan KUHP untuk menyeret pelaku
tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari aspek
korupsi. (Ketut Ariawan, 2008)
kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara
Dalam sejarah perkembangan peraturan
maupun dari segi kualitas yang dilakukan secara
perundang-undangan pemberantasan tindak pidana
canggih dan sistematis, bahkan telah menembus
korupsi di Indonesia ada beberapa produk perun-
lintas batas negara.(Eka Iskandar, 2008). Terkait de-
dang-undangan yang terkait dengan penanggu-
ngan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan
langan tindak pidana korupsi, yaitu: (Ketut Ariawan,
oleh suatu tindak pidana korupsi, maka Undang-Un-
2008)
dang Korupsi telah memberikan konsep pengem-
1.
Peraturan Penguasa Militer No.: Prt/PM-
balian kerugian keuangan negara, konsep tersebut
08/1957 tanggal 27 Maret 1957 tentang
diharapkan mampu untuk mengembalikan kerugian
Penilikan terhadap Harta Benda ;
keuangan negara disamping pelaku tindak pidana
Peraturan Penguasa Militer No.: Prt/PM-
korupsi dikenai sanksi pidana. Jalur pidana di-
011/1957 tanggal 1 Juli 1957 ;
masukan dalam pidana tambahan berupa uang peng-
Peraturan Penguasa Perang Angkatan Darat
ganti dengan jumlah sebanyak-banyaknya sama de-
No.: Prt/ Peperpu/013/95 tanggal 16 April
ngan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana
1958 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pe-
korupsi.
2.
3.
meriksaan Tindakan Korupsi Pidana dan Pe-
4.
5.
6.
7.
Meningkatnya tindak pidana korupsi di
nilikan Harta Benda ;
Indonesia yang tidak terkendali tersebut akan
Undang-Undang No. 24 Prp Tahun 1960
membawa bencana, tidak saja bagi kehidupan per-
tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peme-
ekonomian nasional, tetapi juga pada kehidupan
riksaan Tindak Pidana Korupsi ;
berbangsa dan bernegara pada umumnya. Artinya
Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1947 Jo.
korupsi di negara Indonesia sudah dalam tingkat
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1948
kejahatan politik, kondisi Indonesia yang terserang
tentang Mengurus Barang-Barang Yang Di-
kanker politik dan ekonomi sudah dalam stadium
rampas dan Barang Bukti ;
kritis. Kanker ganas korupsi terus menggerogoti
Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang
saraf vital dalam tubuh negara Indonesia, sehingga
Tindak Pidana Korupsi mengatur pengem-
terjadi krisis institusional. Evi Hartanti, 2007)
balian aset hasil tindak pidana korupsi dalam
Indonesia sedang berada ditengah-tengah perjua-
beberapa pasalnya ;
ngan panjang untuk memperbaiki pemerintahan, te-
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang ke-
rutama dalam rangka memperkecil kemerosotan
mudian diubah dan ditambah dengan Undang-
ekonomi yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi. (Purwaning, 2007)
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
51
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Indonesia adalah salah satu dari 109 negara anggota
2001, tidak lagi merupakan unsur mutlak yang dapat
PBB yang hadir pada acara Konferensi politik ting-
dijadikan salah satu ukuran untuk terjadinya suatu
kat tinggi untuk tujuan penandatanganan Konvensi
tindak pidana korupsi, sehingga kasus korupsi yang
PBB Anti Korupsi 2003 (KAK 2003) yang di-
dilakukan oleh kalangan swasta akan dapat terjerat
selenggarakan oleh PBB dan Pemerintah Mexico
hukum.(Gunawan, 2008)
pada tanggal 9–11 Desember 2003 di Merida
Menurut laporan Badan Pengawas Ke-
(Romli, 2008) dan lewat Rapat Paripurna DPR-RI
uangan (BPK) pada tahun 1995, telah terjadi 358
tanggal 20 Maret 2006 telah mengesahkan Undang-
(tiga ratus lima puluh delapan) kebocoran dana ne-
Undang No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan
gara senilai Rp. 1,62 triliun. Pada tahun 1996, BPK
Konvensi PBB Anti Korupsi 2003, hal ini me-
melaporkan adanya kebocoran dana pada 22 (dua
nunjukan kuatnya komitmen Pemerintah Indonesia
puluh dua) Departemen dan Lembaga Pemerintah
dalam memerangi korupsi terutama dalam hal
Non-Departemen dengan total nilai sebesar Rp. 322
pengembalian aset negara, artinya secara politis
milyar. Selain itu, sepanjang tahun 1995/1996 dite-
dengan ratifikasi tersebut telah menempatkan Ne-
mukan 18.578 kasus korupsi dan penyelewenangan
gara Kesatuan Republik Indonesia sebagai salah sa-
dana senilai Rp. 888,72 milyar. (Topo, 2007)
tu negara di Asia yang memiliki komitmen pem-
Era Reformasi tidak lebih baik dari era se-
berantasan korupsi melalui kerjasama Internasional.
belumnya, bahkan lebih terpuruk. Menurut laporan
Hal ini penting, karena korupsi di Indonesia terjadi
BPK, penyimpangan uang negara sudah mencapai
secara sistematik, sebagai suatu perbuatan yang
Rp. 166,53 triliun atau sekitar 50% dari Anggaran
sangat merugikan serta dapat merusak sendi-sendi
Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) 2003,
kehidupan perekonomian suatu negara. Selain itu
sebagaimana
juga ratifikasi konvensi ini merupakan komitmen
Budihardjo Joedono, sejak pertengahan 2003 telah
nasional untuk meningkatkan citra bangsa Indonesia
ditemukan 22 penyimpangan keuangan negara. Da-
dalam percaturan politik internasional.
lam semester satu tahun 2004, BPK juga melakukan
dilaporkan
Ketua
BPK,
Satrio
Dengan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003
pemeriksaan terhadap 377 proyek dan aset dengan
tersebut, maka pemberantasan korupsi telah terjadi
nilai Rp. 1,312 triliun. Dari jumlah tersebut BPK
perubahan paradigma, yaitu dari penghukuman dan
menemukan penyimpangan sekitar Rp. 37,4 triliun
penjeraan kepada pengembalian aset hasil tindak
atau 2,85% dari nilai seluruhnya.
pidana korupsi, perubahan paradigma ini secara
Tidak mengherankan jika dalam laporan
nyata dimuat dalam Bab V tentang Pengembalian
Transparansi Internasional Indonesia (TII) seba-
Aset dalam Konvensi PBB Anti Korupsi 2003.
gaimana diungkapkan dalam siaran persnya pada
Konsekuensi hukumnya adalah unsur “merugikan
tanggal 20 Oktober 2004, dari 146 negara yang di-
(keuangan/perekonomian) negara” yang tercantum
survei, Indonesia masuk dalam urutan ke-5 (lima)
dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31
negara terkorup di dunia dengan Indeks Persepsi
Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun
Korupsi (IPK) 2,0 dari range 0-10, sejajar dengan
52
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Georgia, Cote d’Ivore, Tajikistan, Turkmenistan.
keahlian dibidangnya, sehingga terbongkarnya kasus
Sedangkan pada tahun 2008 IPK Indonesia 2,6,
korupsi itu lama setelah perbuatan dilakukan dan
berada di peringkat 126 dari 180 negara, dengan
ketika itu hasil korupsi sudah diamankan oleh
penilaian negara dengan IPK tertinggi adalah
pelaku. Pengamanan aset korupsi itupun dilakukan
Denmark, Selandia Baru dan Swedia sama-sama
dengan rekayasa yang canggih dan rapi serta
mendapatkan IPK 9,3 diikuti oleh Singapura yang
menggunakan celah-celah hukum sehingga terlin-
mendapatkan IPK 9,2 sementara negara dengan IPK
dung dengan baik. Undang-undang No. 31 Tahun
terendah adalah Somalia dengan IPK 1,0 dan
1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 ten-
diatasnya adalah Irak dan Myanmar dengan IPK 1,3
tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi me-
dan Haiti dengan IPK 1,4. (Rizal, 2008)
nyediakan dua instrumen untuk memulihkan keru-
Sedangkan menurut hasil survei yang dilakukan
oleh
Risk
men pidana dan perdata. Sedangkan terhadap terpi-
di
dana perkara korupsi selain pidana badan (penjara)
Hongkong, pada awal Maret 2004, Indonesia masih
dan/atau denda, juga dapat dijatuhi pidana tambahan
berada pada posisi negara terkorup di Asia. Bahkan,
antara lain pembayaran uang pengganti yang be-
negara Indonesia dinilai tetap lebih buruk dari India,
sarnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang
Vietnam, Filipina dan Thailand. PERC juga mela-
diperoleh dari hasil korupsi. (Suhadibroto, 2008).
kukan survei terhadap para pengusaha asing di
Berdasarkan uraian diatas, khususnya yang ber-
negara-negara tersebut dengan memberikan pering-
kaitan dengan pentingnya pengembalian kerugian
kat dari angka 0 (negara bersih) sampai angka 10
keuangan negara, maka masalah-masalah yang da-
(negara paling korup). Menurut survei tersebut,
pat dirumuskan adalah sebagai berikut :
angka Indonesia adalah 9,25, sementara India 8,9,
1. Mengapa pengembalian kerugian keuangan
Vietnam 8,67, Filipina 8,33 dan Thailand 7,33.
negara memiliki peranan yang sangat penting
(Syukur, 2007). Sedangkan untuk tahun 2008
dalam penindakan Tindak Pidana Korupsi ?
menurut PERC Indonesia masih tetap dianggap se-
2. Bagaimana mekanisme pengembalian kerugian
bagai negara paling korup, dengan angka untuk
keuangan negara yang tidak dilakukan secara
Indonesia adalah 7,98, walaupun sudah ada per-
sukarela ?
Consultancy
Ltd
Political (PERC)
&
Economic
gian negara akibat perbuatan korupsi, yaitu instru-
yang
berbasis
baikan dalam masalah penanganan kasus korupsi di Indonesia, akan tetapi negara Indonesia masih sebagai negara ke-3 (ketiga) terkorup diantara 13 negara Asia lainnya. (adnan, 2008)
Pembahasan Sebelum menguraikan mengenai pengertian korupsi, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian
Dalam prakteknya, memang tidak mudah
tentang tindak pidana. Pembentuk undang-undang
menyita aset koruptor, karena korupsi umumnya
kita menggunakan istilah straafbaarfeit untuk me-
dilakukan oleh orang yang tergolong “kerah putih”,
nyebutkan nama tindak pidana, tetapi tidak mem-
yaitu orang yang mempunyai otoritas dan/atau
berikan penjelasan secara rinci mengenai straaf-
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
53
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
baarfeit tersebut. Dalam bahasa Belanda straaf-
benar-benar melanggar hukum dan telah dilakukan
baarfeit terdapat dua unsur pembentuk kata, yaitu
dengan sengaja atau tidak sengaja.
straafbaar dan feit. Perkata feit dalam bahasa
Moeljatno mengartikan tindak pidana ada-
Belanda diartikan sebagian dari kenyataan, sedang-
lah perbuatan yang dilarang oleh suatu peraturan hu-
kan straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga se-
kum, larangan yang mana disertai sanksi berupa pi-
cara harafiah perkataan straafbaarfeit berarti seba-
dana tertentu bagi barang siapa yang melanggar
gaian dari kenyataan yang dapat dihukum.
aturan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa per-
E.Utrecht menerjemahkan straafbaarfeit
buatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hu-
dengan istilah peristiwa pidana yang sering juga
kum dan diancam pidana asal saja dalam hal itu di-
disebut sebagai delik, karena peristiwa itu suatu
ingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan (yai-
perbuatan handelen atau doen-positif atau suatu me-
tu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh
lalaikan nalaten-negatif, maupun akibatnya (ke-
kelakuan orang, sedang ancaman pidananya ditu-
adaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau me-
jukan pada orang yang menimbulkan kejahatan).
lalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan suatu
Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-
peristiwa hukum (rechtsfeit), yaitu peristiwa ke-
unsur: perbuatan (manusia), memenuhi rumusan da-
masyarakatan yang membawa akibat yang diatur
lam undang-undang (syarat formil), bersifat me-
oleh hukum. Tindakan semua unsur yang dising-
lawan hukum (syarat materil). Syarat formil harus
gung oleh suatu ketentuan pidana dijadikan unsur
ada, karena asas legalitas sebagaimana dimaksud
yang mutlak dari peristiwa pidana. Hanya sebagian
dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.
yang dapat dijadikan unsur-unsur mutlak dari suatu
Korupsi
menurut
Fockema
Andreae
tindak pidana, yaitu perilaku manusia yang ber-
(1983), berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptio
tentangan dengan hukum (unsur melawan hukum),
atau corruptus (Webster Student Dictionary : 1960).
oleh sebab itu dapat dijatuhi suatu hukuman dan
Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal
adanya seorang pembuat dalam arti kata bertang-
pula dari asal corrumpere, suatu kata Latin yang
gung jawab.
lebih tua. Dari bahasa Latin itulah turun kebanyak
Sedangkan menurut Pompe, perkataan
bahasa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt ;
straafbaarfeit secara teoritis dapat dirumuskan
Perancis, yaitu corruption dan Belanda yaitu
sebagai suatu pelanggaran norman atau gangguan
corruptie. Dari Bahasa Belanda inilah turun ke Ba-
terhadap tertib hukum yang dengan sengaja atau ti-
hasa Indonesia, yaitu “korupsi”. (Andi, 2005) Istilah
dak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di-
korupsi pertama kali hadir dalam khasanah hukum
mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu ada-
Indonesia dalam Peraturan Penguasa Perang No.:
lah penting demi terpeliharanya tertib hukum dan
Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberanta-
terjaminnya kepentingan umum. Oleh karena itu
san Korupsi. (Darwan, 2002)
yang terpenting dalam teori ini adalah tidak seorangpun dapat dihukum kecuali tindakannya 54
Sedangkan istilah korupsi yang telah diterima
dalam
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
perbendaharaan
kata
Bahasa
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Indonesia, disimpulkan oleh Poerwadarminta dalam
melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab
Kamus Umum Bahasa Indonesia, “Korupsi adalah
untuk mensejahterakan rakyatnya. Akibatnya,
perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
rakyat kehilangan hak-hak dasar untuk hidup
penerimaan
uang
sogok
dan
sebagainya”.
sejahtera.
(Poerwadarminta, 2005). Arti harafiah dari kata “korupsi” adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
Menurut Darwan Prinst, tindak pidana korupsi
ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
dapat dilihat dari 2 (dua) segi, yaitu :
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan
1. Korupsi Aktif
yang menghina atau memfitnah. Artinya secara
Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif
harafiah, maka korupsi sebagai suatu istilah yang
adalah sebagai berikut :
sangat luas artinya, antara lain seperti :
a. Secara melawan hukum memperkaya diri
1. Tindak pidana korupsi adalah tindak pidana
sendiri atau orang lain atau korporasi, yang
yang dimotivasi oleh kepentingan pribadi dan
dapat merugikan keuangan negara atau
mengakibatkan tidak terwujudnya kesejahteraan
perekonomian negara (Pasal 2 Undang-
umum atau yang lebih populer lagi tindak
Undang No. 31 Tahun 1999) ;
pidana korupsi didefinisikan sebagai penyalah-
b. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
gunaan kekuasaan (publik) untuk keuntungan
atau orang lain atau suatu korporasi me-
pribadi
nyalahgunakan kewenangan, kesempatan
2. Tindak pidana korupsi merupakan ancaman
atau sarana yang ada padanya karena ja-
terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang men-
batan atau kedudukan yang dapat merugikan
junjung tinggi transparasi, akuntabilitas, dan in-
keuangan negara atau perekonomian negara
tegritas, serta keamanan dan stabilitas bangsa
(Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun
Indonesia. Oleh karena itu korupsi merupakan
1999) ;
tindak pidana yang bersifat sistematik dan
c. Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai
merugikan pembangunan berkelanjutan se-
Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
hingga memerlukan langkah-langkah pence-
wewenang yang melekat pada jabatan atau
gahan dan pemberantasan yang bersifat menye-
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah
luruh, sistematis, dan berkesinambungan baik
atau janji dianggap melekat pada jabatan
pada tingkat nasional maupun internasional.
atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-
3. Tindak pidana korupsi adalah tindak pidana curang dan tindak pidana yang merugikan keuangan negara (Subekti dan Tjitrosoedibio) 4. Tindak pidana korupsi merupakan tindakan merampas aset yang merupakan hak negara, se-
Undang No. 31 Tahun 1999) ; d. Percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi (Pasal 15 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999) ;
hingga negara kehilangan kemampuan untuk Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
55
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
e. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
Indonesia atau Kepolisian Negara Republik
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
Indonesia melakukan perbuatan curang
dengan maksud supaya berbuat atau tidak
yang dapat membahayakan keselamatan ne-
berbuat sesuatu dalam jabatannya yang ber-
gara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1)
tentangan dengan kewajibannya (Pasal 5
huruf c Undang-Undang No. 20 Tahun
ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 20 Ta-
2001) ;
hun 2001) ; f.
k. Setiap orang yang bertugas mengawasi pe-
Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri
nyerahan barang keperluan Tentara Nasio-
atau Penyelenggara Negara karena atau
nal Indonesia atau Kepolisian Negara Repu-
berhubung dengan sesuatu yang bertenta-
blik Indonesia dengan sengaja membiarkan
ngan dengan kewajibannya dilakukan atau
perbuatan curang sebagaimana dimaksud
tidak dilakukan dalam jabatan (Pasal 5 ayat
dalam huruf c (Pasal 7 ayat (1) huruf d
(1) huruf b Undang-Undang No. 20 Tahun
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001) ;
2001) ;
Pegawai Negeri atau orang lain selain Pega-
g. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
wai Negeri yang ditugaskan menjalankan
Hakim dengan maksud untuk mempenga-
suatu jabatan umum secara terus menerus
ruhi putusan perkara yang diserahkan kepa-
atau sementara waktu, dengan sengaja
danya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf
menggelapkan uang atau surat berharga
a Undang-Undang No. 20 Tahun 2001) ;
yang disimpan karena jabatannya, atau
h. Pemborong, ahli bangunan yang pada wak-
membiarkan uang atau surat berharga
tu membuat bangunan, atau penjual bahan
tersebut diambil atau digelapkan oleh orang
bangunan yang pada waktu menyerahkan
lain, atau membantu dalam melakukan per-
bahan bangunan, melakukan perbuatan cu-
buatan tersebut (Pasal 8 Undang-Undang
rang yang dapat membahayakan keamanan
No. 20 Tahun 2001) ;
i.
j. 56
l.
orang atau barang, atau keselamatan negara
m. Pegawai Negeri atau orang lain selain Pe-
dalam perang (Pasal 7 ayat (1) huruf a Un-
gawai Negeri yang diberi tugas menjalankan
dang-Undang No. 20 Tahun 2001) ;
suatu jabatan umum secara terus menerus
Setiap orang yang bertugas mengawasi
atau sementara waktu, dengan sengaja me-
pembangunan atau penyerahan bahan ba-
malsu buku-buku atau daftar-daftar yang
ngunan, sengaja membiarkan perbuatan cu-
khusus untuk pemeriksaan administrasi (Pa-
rang sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sal 9 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001) ;
(Pasal 7ayat (1) huruf b Undang-Undang
n. Pegawai Negeri atau orang lain selain
No. 20 Tahun 2001) ;
Pegawai Negeri yang di beri tugas untuk
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan
menjalankan suatu jabatan umum secara
barang
terus
keperluan
Tentara
Nasional
menerus
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
atau
sementara
waktu,
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
dengan
sengaja
menggelapkan,
meng-
rahan barang seolah-olah merupakan
hancurkan, merusakkan, atau membuat ti-
hutang pada dirinya, padahal diketahui
dak dapat dipakai barang, akta, surat atau
bahwa hal tersebut bukan merupakan
daftar yang digunakan untuk meyakinkan
hutang (Pasal 12 huruf g Undang-Un-
atau menbuktikan dimuka pejabat yang
dang No. 20 Tahun 2001) ;
berwenang, yang dikuasai karena jaba-
4).
Pada waktu menjalankan tugas telah
tannya, atau membiarkan orang lain meng-
menggunakan tanah negara yang di
hilangkan, barang, akta, surat atau daftar
atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah
tersebut, atau membantu orang lain meng-
sesuai dengan peraturan perundang-un-
hilangkan, menghancurkan, merusakkan,
dangan, telah merugikan orang yang
atau membuat tidak dapat dipakai barang,
berhak, padahal diketahuinya bahwa
akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10
perbuatan tersebut bertentangan dengan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001) ;
peraturan perundang-undangan;
o. Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
5).
Baik langsung maupun tidak langsung
yang :
dengan sengaja turut serta dalam pem-
1). Dengan maksud menguntungkan diri
borongan, pengadaan, atau persewaan
sendiri atau orang lain secara melawan
yang pada saat dilakukan perbuatan,
hukum atau dengan menyalahgunakan
untuk seluruhnya atau sebagian ditu-
kekuasaannya
seseorang
gaskan untuk mengurus atau menga-
memberikan sesuatu, atau menerima
wasinya (Pasal 12 huruf i Undang-Un-
pembayaran dengan potongan atau me-
dang No. 20 Tahun 2001) ;
memaksa
ngerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri
p.
Memberi hadiah kepada Pegawai Negeri de-
(Pasal 12 huruf e Undang-Undang No.
ngan mengingat kekuasaan atau wewenang
20 Tahun 2001) ;
yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,
2). Pada waktu menjalankan tugas meminta,
atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap
menerima, atau memotong pembayaran
melekat pada jabatan atau kedudukan itu
kepada Pegawai Negeri atau Penye-
(Pasal 13 Undang-Undang No. 31 Tahun
lenggara Negara yang lain atau Kas
1999) ;
Umum tersebut mempunyai hutang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal
Korupsi Pasif
tersebut bukan merupakan hutang (Pa-
Adapun yang dimaksud dengan korupsi pa-
sal 12 huruf f Undang-Undang No. 20
sif adalah sebagai berikut :
Tahun 2001) ;
a.
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
3). Pada waktu menjalankan tugas meminta
yang menerima pemberian atau janji karena
atau menerima pekerjaan, atau penye-
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
57
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
b.
jabatannya yang bertentangan dengan kewa-
kewajibannya; atau sebagai akibat atau dise-
jibannya (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
babkan karena telah melakukan atau tidak me-
No. 20 Tahun 2001) ;
lakukan sesuatu dalam jabatnnya yang ber-
Hakim atau Advokat yang menerima pem-
tentangan dengan kewajibannya (Pasal 12
berian atau janji untuk mempengaruhi putusan
huruf a dan huruf b Undang-Undang No. 20
perkara yang diserahkan kepadanya untuk
Tahun 2001) ;
diadili atau untuk mempengaruhi nasihat atau
c.
Hakim yang menerima hadiah atau janji, pa-
pendapat yang diberkan berhubung dengan
dahal diketahui atau patut diduga bahwa ha-
perkara yang diserahkan kepada pengadilan
diah atau janji tersebut diberikan untuk mem-
untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang
pengaruhi nasihat atau pendapat yang dibe-
No. 20 Tahun 2001) ;
rikan berhubung dengan perkara yang dise-
Orang yang menerima penyerahan bahan atau
rahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal
keperluan Tentara Nasional Indonesia atau
12 huruf c Undang-Undang No. 20 Tahun
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
2001);
membiarkan perbuatan curang sebagaimana
d.
f.
g.
Advokat yang menerima hadiah atau janji pa-
dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c
dahal diketahui atau patut diduga, bahwa ha-
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 (Pasal 7
diah atau janji itu diberikan untuk mempe-
ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2001);
ngaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
berhubung dengan perkara yang diserahkan
yang menerima hadiah atau janji padahal di-
kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 12
ketahui atau patut diketahui atau patut diduga,
huruf d Undang-Undang No. 20 Tahun 2001);
bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan
atau
kewenangan
yang
h.
Setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Ne-
ber-
gera yang menerima gratifikasi yang diberikan
hubungan dengan jabatannya, atau menurut pi-
berhubungan dengan jabatannya dan berla-
kiran orang yang memberikan hadiah atau jan-
wanan dengan kewajiban atau tugasnya (Pasal
ji tersebut ada hubungan dengan jabatannya
12 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).
(Pasal 11 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001) ; e.
58
Sedangkan menurut Lilik Mulyadi pe-
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
ngertian korupsi dapat dikelompokan menjadi 5
yang menerima hadiah atau janji padahal di-
(lima), yaitu : (Lilik, 2007).
ketahui atau patut diketahui atau patut diduga,
1. Tindak pidana korupsi yang terdapat dalam
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan un-
ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 31
tuk menggerakan agar melakukan atau tidak
Tahun 1999 menyebutkan bahwa : setiap orang
melakukan atau tidak melakukan sesuatu
yang secara melawan hukum melakukan per-
dalam jabatannya yang bertentangan dengan
buatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
atau suatu korporasi yang dapat merugikan ke-
(pemberi suap) dan Pasal 210 KUHP (pem-
uangan negara atau perekonomian negara.
beri suap kepada hakim), sedangkan keten-
2. Tindak pidana korupsi yang diatur dalam ke-
tuan Pasal 418, 419 dan 420 kedalam Pe-
tentuan Pasal 3 Undang-Undang No. 31
nyuapan Pasif (Passieve Omkoping), yaitu
Tahun 1999, yaitu : setiap orang yang dengan
Pasal 418 dan Pasal 419 KUHP (pegawai
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
negeri yang menerima suap) serta Pasal 420
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan ke-
KUHP (hakim yang menerima suap).
wenangan, kesempatan atau sarana yang ada pa-
Ketentuan Pasal 209 KUHP (pemberi suap)
danya karena jabatan atau kedudukan yang
berpasangan dengan ketentuan Pasal 418
dapat merugikan keuangan negara atau per-
dan 419 KUHP (pegawai negeri yang mene-
ekonomian negara.
rima suap), sedangkan ketentuan Pasal 210
3. Tindak pidana korupsi yang terdapat dalam ke-
KUHP (pemberi suap kepada Hakim) ber-
tentuan tentang suap menyuap (Pasal 5, Pasal
pasangan dengan ketentuan Pasal 420
6, Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c, d dan
KUHP (Hakim yang menerima suap) ter-
Pasal 13), perbuatan curang (Pasal 7 dan Pasal
hadap perkara yang ditanganinya.
12 huruf h), penggelapan dalam jabatan (Pasal
b. Penarikan Perbuatan Yang Bersifat
8, Pasal 9, dan Pasal 10 huruf a, b, c), pe-
Penggelapan.
merasan (Pasal 12 huruf e, g, dan h), benturan
Ketentuan Pasal 415, Pasal 416 dan Pasal
kepentingan dalam pengadaan (Pasal 12 huruf
417 KUHP di atur dalam ketentuan Pasal
i), dan gratifikasi (Pasal 12 B dan Pasal 12 C).
8, Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-Undang
Apabila dikelompokan, maka pengertian ko-
No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang
rupsi ini dapat dibagi menjadi 4 (empat) ke-
No. 20 Tahun 2001
lompok, yaitu :
c. Penarikan Perbuatan Yang Bersifat
a. Penarikan Perbuatan Yang Bersifat Pe-
Kerakusan
nyuapan.
Ketentuan Pasal 423 dan Pasal 425 KUHP
Ketentuan Pasal 209, Pasal 210, Pasal 418,
diatur dalam ketentuan Pasal 12 Undang-
Pasal 419 dan Pasal 420 KUHP diatur da-
Undang No. 31 Tahun 1999.
lam ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11,
d.
Penarikan
Perbuatan
Yang
Ber-
Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang No.
korelasi Dengan Pemborongan, Leve-
31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20
rensir, dan Rekanan.
Tahun 2001. Pada dasarnya, menurut pan-
Ketentuan Pasal 387, Pasal 388 dan Pasal
dangan doktrin Ilmu Pengetahuan Hukum
435 KUHP diatur lebih detail dalam keten-
Pidana, ketentuan Pasal 209 dan Pasal 210
tuan Pasal 7 dan Pasal 12 Undang-Undang
dikatagorikan kedalam Penyuapan Aktif
No. 31 Tahun 1999.
(Aktieve Omkoping), yaitu Pasal 209 KUHP Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
59
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
4. Tindak pidana korupsi percobaan, pembantuan
kukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana
atau permufakatan jahat serta pemberian kesem-
korupsi adalah sebagai berikut :
patan, sarana atau keterangan terjadinya tindak
1. Pidana Pokok
pidana korupsi yang dilakukan oleh orang diluar
Dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan
wilayah Indonesia, sebagaimana dimaksud da-
Pasal 14 Undang-Undang Korupsi, mengatur
lam Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-Undang No.
tentang pidana/hukuman pokok, yaitu : Pidana
31 Tahun 1999.
Mati, Pidana Penjara (seumur hidup dan
5. Tindak pidana korupsi yang bukan bersifat murni tindak pidana korupsi, tetapi tindak pidana
sementara waktu), dan Hukuman Denda.
2. Pidana Tambahan
lain yang berkaitan dengan tindak pidana korup-
Dalam Pasal 18 Undang-Undang Korupsi, me-
si, sebagaimana diatur dalam Bab III Undang-
ngatur tentang pidana tambahan, yaitu :
Undang Korupsi, yaitu :
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud
a.
b.
c.
Pasal 21 (merintangi proses pemeriksaan
atau yang tidak berwujud atau barang tidak
perkara korupsi),
bergerak yang digunakan untuk atau yang
Pasal 22 Jo. Pasal 28 (tidak memberi ke-
diperoleh dari tindak pidana korupsi, ter-
terangan atau memberi keterangan yang
masuk perusahaan milik terpidana dimana
tidak benar),
tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula
Pasal 22 Jo. Pasal 29 (Bank yang tidak
harga dari barang yang menggantikan ba-
memberikan keterangan rekening tersang-
rang-barang tersebut.
ka), d.
e.
Pasal 22 Jo. Pasal 35 (saksi atau ahli yang
lahnya sebanyak-banyaknya sama dengan
tidak memberi keterangan atau memberi
harta benda yang diperoleh dari tindak pi-
keterangan palsu,
dana korupsi ;
Pasal 22 Jo. Pasal 36 (orang yang me-
c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan
megang rahasia jabatan tidak memberikan
untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun ;
keterangan
f.
b. Pembayaran uang pengganti yang jum-
atau
memberi
keterangan
d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak
palsu),
tertentu atau penghapusan seluruh atau se-
Pasal 24 Jo. Pasal 31 (saksi yang
bagian keuntungan tertentu, yang telah atau
membuka identitas pelapor).
dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.
Jenis Penjatuhan Pidana Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi
Sifat Korupsi
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Korupsi, jenis penjatuhan pidana yang dapat dila60
Baharuddin Lopa membagi korupsi menurut sifatnya dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
1.
2.
Korupsi Yang Bermotif Terselubung
kan anggaran usulan eksekutif, dilakukan se-
Korupsi yang secara sepintas lalu keliha-
cara tidak transparan;
tannya bermotif politik, tetapi secara tersem-
6. Uang Kopi, uang tidak resmi yang diminta
bunyi sesungguhnya bermotif mendapatkan
oleh aparat pemerintah atau kalangan swasta.
uang semata.
Permintaan ini sifatnya individual dan berlaku
Korupsi Yang Bermotif Ganda
di masyarakat umum ;
Korupsi secara sepintas kelihatannya bermotif
7. Uang Pangkal, uang yang diminta sebelum
politik, tetapi secara tersembunyi sesungguh-
melaksanakan suatu pekerjaan/kegiatan agar
nya bermotif mendapatkan uang semata.
pekerjaan tersebut lancar ; 8. Uang Rokok, pemberian uang yang tidak resmi
Sedangkan istilah–istilah umum yang biasa
kepada aparat dalam proses pengurusan surat–
dijumpai dalam hal melakukan tindak pidana ko-
surat penting atau penyelesaian perkara/kasus
rupsi adalah :
penyelesaiannya cepat ;
1. Uang Tip, sama dengan budaya amplop, yakni
9. Uang Damai, digunakan ketika menghindari
memberikan uang ekstra kepada seseorang ka-
sanksi formal dan lebih memberikan sesuatu
rena jasanya/pelayanannya ;
biaya berupa uang sebagai ganti rugi sanksi for-
2. Uang Adminsitrasi, pemberian uang tidak res-
mal;
mi kepada aparat dalam proses pengurusan su-
10. Uang di Bawah Meja, pemberian uang tidak
rat–surat penting atau penyelesaian perkara/
resmi kepada petugas ketika mengurus/ mem-
kasus agar penyelesaiannya cepat selesai ;
buat surat penting agar prosesnya cepat ;
3. Uang Diam, pemberian dana kepada pihak pe-
11. Tahu Sama Tahu (TST), digunakan dikala-
meriksa agar kekurangan pihak yang diperiksa
ngan bisnis atau birokrat ketika meminta ba-
tidak ditindak lanjuti. Uang diam biasanya di-
gian/sejumlah uang. Maksud antara yang me-
berikan kepada anggota DPRD ketika me-
minta dan yang memberi uang adalah sama –
meriksa
sama mengerti dan hal tersebut tidak perlu diu-
pertanggung
jawaban
Walikota/
Gubernur agar pertanggung jawabannya lolos ;
capkan ;
4. Uang Pelicin, pemberian sejumlah dana (uang)
12. Uang Lelah, menunjuk pada pemberian uang
untuk memperlancar (mempermudah) penguru-
secara tidak resmi ketika melakukan suatu ke-
san perkara atau surat penting ;
giatan. Uang lelah ini biasanya diminta oleh
5. Uang Ketok, uang yang digunakan untuk
orang yang diminta bantuannya untuk memban-
mempengaruhi keputusan agar berpihak kepada
tu orang lain. Istilah ini kemudian sering digu-
pemberi uang. Istilah ini biasanya ditujukan
nakan oleh Birokrat ketika melayani masyarakat
kepada Hakim dan Anggota Legislatif yang
untuk mendapatkan uang lebih.
memutus perkara atau menyetujui/ mengesah-
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
61
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Ciri-Ciri Tindak Pidana Korupsi
10. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korup-
Korupsi dimanapun dan kapanpun akan
si, biasanya berusaha untuk menyelubungi per-
selalu memiliki ciri khas, ciri tersebut bisa ber-
buatannya dengan berlindung di balik pem-
macam-macam bentuk, diantaranya adalah sebagai
benaran hukum.
berikut : 1.
Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu
Jenis-Jenis/Tipologi Korupsi
orang, hal ini tidak sama dengan kasus pen-
2.
3.
4.
5.
6
7.
8.
9.
Dalam praktek kita mengenal korupsi
curian atau penipuan ;
dalam 2 (dua) bentuk, yaitu :
Korupsi tidak hanya berlaku dikalangan pe-
1. Administrative Corruption
gawai negeri atau anggota birokrasi negara,
Dimana segala sesuatu yang dijalankan adalah
korupsi juga terjadi di organisasi usaha swasta;
sesuai dengan hukum/peraturan yang berlaku.
Korupsi dapat mengambil bentuk menerima
Akan tetapi, individu-individu tertentu memper-
diantaranya berupa uang sogok, uang kopi,
kaya diri sendiri. Misalnya proses rekruitmen
salam tempel, uang semir, uang pelancar, baik
pegawai negeri, dimana dilakukan ujian seleksi
dalam bentuk uang tunai atau benda ;
mulai dari seleksi administratif sampai ujian pe-
Korupsi pada umumnya serba rahasia, kecuali
ngetahuan atau kemampuan. Akan tetapi yang
korupsi itu telah merajalela atau sudah mem-
harus diluluskan hanya orang-orang tertentu.
budaya. Namun, walaupun demikian motif ko-
Demikian juga dalam pemenangan tender, calon
rupsi tetap dijaga kerahasiannya ;
gubernur, walikota atau bupati selama Orde
Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan
Baru, dimana pemilihan atau seleksi seakan-
keuntungan timbal balik yang tidak selalu be-
akan dilakukan tetapi pemenangnya sudah di-
rupa uang ;
tentukan lebih dahulu.
Setiap tindakan korupsi mengandung peni-
2. Against The Rule Corruption
puan, biasanya pada badan publik atau ma-
Artinya korupsi dilakukan adalah sepenuhnya
syarakat umum ;
bertentangan dengan hukum. Misalnya penyua-
Setiap perbuatan korupsi melanggar norma–
pan, penyalahgunaan jabatan untuk memper-
norma tugas dan pertanggung jawaban dalam
kaya diri sendiri atau orang lain atau suatu kor-
tatanan kehidupan masyarakat ;
porasi.
Dibidang swasta korupsi berupa menerima pembayaran uang dan sebagainya, untuk mem-
Sedangkan Tipologi Korupsi adalah :
buka rahasia perusahaan tempat seseorang be-
1. Korupsi Transaktif, adalah korupsi yang ter-
kerja, mengambil komisi yang seharusnya hak
jadi atas kesepakatan diantara pihak pemberi
perusahaan ;
dan penerima untuk mendapatkan keuntungan
Setiap bentuk korupsi adalah suatu peng-
bagi kedua belah pihak ;
hianatan kepercayaan ; 62
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
2. Korupsi Ekstortif, adalah korupsi yang meli-
5.
Keadaan masyarakat. Korupsi dalam suatu
batkan penekanan/pemaksaan untuk menghin-
birokrasi bisa mencerminkan keadaan masya-
dari bahaya bagi mereka yang terlibat atau
rakat secara keseluruhan.
orang–orang yang dekat dengan si pelaku ; 3. Korupsi Investif, adalah korupsi yang bermula
Menurut Sarlito W. Sarwono, ada 2 (dua)
dengan tawaran/iming – iming yang merupakan
hal yang jelas penyebab korupsi, adalah dari :
“investasi” untuk mengantisipasi adanya keun-
1.
tungan dimasa mendatang ;
Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya)
4. Korupsi Nepotistik, adalah korupsi yang ter-
2.
Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman,
jadi karena perlakuan khusus, baik dalam pe-
adanya kesempatan, kurang kontrol dan se-
ngangkatan pada kantor publik maupun pem-
bagainya ).
berian proyek – proyek bagi keluarga dekat ; 5. Korupsi Supportif, adalah perlindungan atau
Sedangkan menurut Andi Hamzah, pe-
penguatan korupsi yang terjadi melalui intrik
nyebab korupsi adalah dari :
kekuasaan dan bahkan kekerasan ;
1.
6. Korupsi Otogenik, adalah korupsi yang terjadi
negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang
ketika seorang individu pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai
Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai
semakin meningkat; 2.
Latar
belakang
kebudayaan
atau
kultur
orang dalam tentang berbagai kebijakan publik
Indonesia yang merupakan sumber atau sebab
yang semestinya dirahasiakan;
meluasnya korupsi ;
7. Korupsi Defensif, adalah korupsi yang terpaksa
3.
Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang
dilakukan dalam rangka mempertahankan diri
kurang efektif dan efesien yang memberikan
dari pemerasan.
peluang orang untuk korupsi ; 4.
Modernisasi pengembangbiakan korupsi, artinya modernisasi membawa perubahan-peru-
Faktor Penyebab Korupsi Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi menurut Evi Hartianti, antara lain sebagai berikut :
bahan pada nilai dasar atas masyarakat, yaitu : a. Modernisasi membuka sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru ;
1.
Lemahnya pendidikan agama dan etika ;
2.
Tidak adanya sanksi yang keras ;
3.
Struktur pemerintahan ;
perubahan-perubahan yang diakibatkannya
4.
Perubahan radikal. Pada saat sistem nilai me-
dalam bidang kegiatan sistem politik.
b. Modernisasi merangsang korupsi karena
ngalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai suatu penyakit transisional ;
Sedangkan analisa yang lebih detail lagi tentang penyebab tindak pidana korupsi sebagaimana yang diutarakan oleh Badan Pengawasan
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
63
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), adalah se-
e.
Gaya hidup yang konsumtif
bagai berikut :
Kehidupan di kota-kota besar acapkali men-
Aspek Individu Pelaku
dorong gaya hidup seseong konsumtif. Peri-
a. Sifat tamak manusia
laku konsumtif semacam ini bila tidak diim-
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan
bangi dengan pendapatan yang memadai akan
karena orangnya miskin atau penghasilan tak
membuka peluang seseorang untuk melakukan
cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cu-
berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya.
kup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk
Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah
memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada
dengan korupsi.
pelaku semacam itu datang dari dalam diri
f.
sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus. b.
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari
Moral yang kurang kuat
sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung
malas bekerja. Sifat semacam ini akan poten-
mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Go-
sial melakukan tindakan apapun dengan cara-
daan itu bisa berasal dari atasan, teman se-
cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan
tingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang
korupsi.
memberi kesempatan untuk itu. c.
Malas atau tidak mau kerja
g.
Ajaran agama yang kurang diterapkan
Penghasilan yang kurang mencukupi
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang
Penghasilan seorang pegawai selayaknya me-
tentu akan melarang tindak korupsi dalam ben-
menuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal
tuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjuk-
itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha
kan bila korupsi masih berjalan subur di te-
memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bi-
ngah masyarakat. Situasi paradok ini me-
la segala upaya dilakukan ternyata sulit di-
nandakan bahwa ajaran agama kurang dite-
dapatkan, keadaan semacam ini yang akan
rapkan dalam kehidupan.
memberi peluang besar untuk melakukan
d.
tindak korupsi.
Aspek Organisasi
Kebutuhan hidup yang mendesak
a.
Kurang adanya sikap keteladanan pimpi-
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan
nan
seseorang mengalami situasi terdesak dalam
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal
hal ekonomi. Keterdesakan inilah yang mem-
maupun informal mempunyai pengaruh pen-
buka ruang bagi seseorang untuk mengambil
ting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bi-
jalan pintas diantaranya adalah dengan mela-
sa memberi keteladanan yang baik di hadapan
kukan tindak pidana korupsi.
bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan meng-
64
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
b.
ambil kesempatan yang sama dengan ata-
Pada umumnya jajaran manajemen selalu me-
sannya.
nutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh
Tidak adanya kultur organisasi yang benar
segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh
tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus
kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur or-
berjalan dengan berbagai bentuk.
ganisasi tidak dikelola dengan baik, akan me-
c.
rada
warnai kehidupan organisasi. Pada posisi de-
a. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk
mikian perbuatan negatif, seperti korupsi me-
terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan
miliki peluang untuk terjadi.
oleh budaya masyarakat. Misalnya, ma-
Sistim akuntabilitas yang benar diinstansi
syarakat menghargai seseorang karena ke-
pemerintah yang kurang memadai
kayaan yang dimilikinya. Sikap ini sering-
Pada institusi pemerintahan umumnya belum
kali membuat masyarakat tidak kritis pada
merumuskan dengan jelas visi dan misi yang
kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu
diembannya dan juga belum merumuskan de-
didapatkan.
ngan tujuan dan sasaran yang harus dicapai
b. Masyarakat kurang menyadari sebagai kor-
dalam periode tertentu guna mencapai misi
ban utama korupsi Masyarakat masih ku-
tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pe-
rang menyadari bila yang paling dirugikan
merintah sulit dilakukan penilaian apakah ins-
dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan
tansi tersebut berhasil mencapai sasaranya
masyarakat umum yang rugi oleh korupsi
atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurang-
itu adalah negara. Padahal bila negara rugi,
nya perhatian pada efisiensi penggunaan sum-
yang rugi adalah masyarakat juga karena
ber daya yang dimiliki. Keadaan ini memun-
proses anggaran pembangunan bisa berku-
culkan situasi organisasi yang kondusif untuk
rang karena dikorupsi.
Kelemahan sistim
c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya pengendalian mana-
terlibat korupsi Setiap korupsi pasti meli-
jemen
batkan anggota masyarakat. Hal ini kurang
Pengendalian manajemen merupakan salah
disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan
satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi
seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat
dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/
pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan
lemah pengendalian manajemen sebuah orga-
cara-cara terbuka namun tidak disadari.
nisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak
e.
Aspek Tempat Individu dan Organisasi Be-
nimbulkan berbagai situasi tidak kondusif me-
praktik korupsi. d.
3.
d. Masyarakat kurang menyadari bahwa ko-
korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
rupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila
Manajemen cenderung menutupi korupsi di
masyarakat ikut aktif Pada umumnya ma-
dalam organisasi
syarakat berpandangan masalah korupsi itu Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
65
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
tanggung jawab pemerintah. Masyarakat
pembangunan ekonomi, diskriminasi hukum, serta
kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa
kehancuran moral. (Eggy, 2008)
diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya. e.
Adapun mengenai penjelasan mengenai beberapa akibat/dampak korupsi dapat kita lihat ber-
Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi
dasarkan uraian dibawah ini.
mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat
Dampak Korupsi Terhadap Keuangan Ne-
mencakup adanya peraturan yang mono-
gara
polistik yang hanya menguntungkan kroni pe-
Menurut Andi Irawan berdasarkan riset
nguasa, kualitas peraturan yang kurang me-
yang telah dilakukannya, maka dampak korupsi ter-
madai, peraturan yang kurang disosialisasikan,
hadap keuangan negara adalah sebagai berikut :
sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi
(Andi, 2008)
yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta
a.
Korupsi memiliki kecenderungan untuk penge-
lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan
luaran publik yang meningkat karena praktik
perundang-undangan.
manipulasi yang dilakukan oleh pejabat tinggi; b.
Dampak Korupsi Terhadap Negara
Korupsi akan mampu mengubah komposisi pengeluaran pemerintah dari pengeluaran yang
Di Indonesia, korupsi merupakan bentuk
bersifat pengoperasian dan pemeliharaan men-
kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime).
jadi pengeluaran yang bersifat pembelian ba-
Korupsi mempunyai dampak berantai yang secara
rang-barang baru ;
sistematik akan mampu meruntuhkan bangunan ber-
c.
Korupsi memiliki kemungkinan untuk mem-
negara dan bermasyarakat bahkan menurut beberapa
belokan komposisi pengeluaran publik dari pe-
kajian dan riset ekonomi menunjukan, bahwa ko-
ngeluaran untuk proyek-proyek publik ke
rupsi dapat menghacurkan perekonomian suatu ne-
aktivitas pembangunan yang tidak langsung
gara. Sebagian besar masyarakat adalah korban,
terkait dengan publik dengan alasan proyek
baik secara langsung atau tidak langsung, dimasa
yang terkait langsung dengan masyarakat re-
kini atau masa yang akan datang dengan me-
latif lebih sulit untuk menerapkan rate ;
nanggung ongkos yang dinikmati koruptor. Dampak
d.
dari korupsi yang secara langsung, misalnya rakyat harus membayar mahal untuk jasa pelayanan publik
Korupsi akan mengurangi produktivitas investasi publik dan infrastruktur ;
e.
Korupsi akan menurunkan penerimaan pajak
yang buruk dan biaya ekonomi yang tinggi, se-
sebab kemampuan pemerintah untuk me-
dangkan dampak korupsi yang tidak langsung an-
ngumpulkan pajak dan tarif, secara riil sangat
tara lain seperti pencemaran dan kerusakan ling-
tergantung pada nominal tax rate dan rumitnya
kungan, penumpukan aset negara ditangan segelintir
peraturan perpajakan yang pada akhirnya akan
orang, ketimpangan dalam pemerataan hasil-hasil 66
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
disederhanakan oleh petugas pajak di la-
korupsi yang secara langsung, misalnya rakyat harus
pangan.
membayar mahal untuk jasa pelayanan publik yang buruk dan ekonomi yang tinggi (high cost eco-
Dampak Korupsi Terhadap Proses Demo-
nomy), sedangkan dampak korupsi yang tidak
kratis dan Pembangunan Yang Berkelan-
langsung seperti pencemaran dan kerusakan lingkungan, penumpukan aset negara di segelintir orang,
jutan Begitu juga mengenai dampak korupsi terhadap proses demokrasi dan pembangunan yang berkelanjutan, menurut Andi Irawan adalah : a.
Korupsi mendelegetimasi proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang ;
b.
Korupsi mendistorsi pengembalian keputusan
ketimpangan dalam pemerataan hasil-hasil pembangunan ekonomi, diskriminasi hukum, demokratisasi yang tertunda, serta kehancuran moral.Selain itu pula praktek-praktek korupsi yang merajalela telah merenggut kesempatan puluhan juta orang untuk mendapat pendidikan, kesehatan, perumahan dan penghidupan yang layak.
pada kebijakan publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik dan menafikan the rule of
Dampak Korupsi Terhadap Politik Secara politis korupsi juga meruntuhkan
law. Hukum dan birokrasi hanya melayani ke-
c.
d.
e.
pada kekuasaan dan pemilik modal ;
wibawa dan kredibilitas pemerintah dimata rakyat,
Korupsi meniadakan sistem promosi dan hu-
sehingga partisipasi rakyat menjadi rendah, misal-
kuman yang berdasarkan kinerja karena hu-
nya dalam membayar pajak dan memelihara hasil-
bungan patron-client dan nepotisme ;
hasil pembangunan. Dampak ini juga mempe-
Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pem-
ngarugi persepsi masyarakat bahwa berbagai produk
bangunan dan fasilitas umum bermutu rendah
perundang-undangan yang diterbitkan seolah-olah
dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat
lahir untuk dilanggar, karena berbagai kesepakatan
sehingga mengganggu pembangunan yang
dibawah tangan, baik dengan pendekatan uang atau
berkelanjutan ;
kekuasaan. Rendahnya kepercayaan terhadap pro-
Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistem eko-
duk hukum berakibat rendahnya kesadaran dan ke-
nomi karena produk yang tidak kompetitif dan
patuhan terhadap hukum, sehingga jaminan, ke-
penumpukan beban hutang luar negeri.
pastian, dan perlindungan hukum menjadi rendah.
Dampak Korupsi Terhadap Masyarakat Sebagian besar masyarakat adalah korban,
Dampak Korupsi Terhadap Pelayanan Publik
baik secara langsung atau tidak langsung, dimasa
Tidak diragukan lagi, korupsi telah mem-
kini atau masa yang akan datang dengan menang-
bawa dampak yang sangat buruk terhadap kualitas
gung ongkos yang dinikmati koruptor. Dampak dari
dan kuantitas pelayanan publik di Indonesia. Seperti
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
67
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
di negara berkembang lainnya, pelayanan publik di
ngeluaran untuk Research and Development (R&D)
Indonesia lebih banyak diselenggarakan oleh biro-
pada sektor industri, menunjukan bahwa apabila ke-
krasi pemerintahan daripada pihak swasta. Sejauh
bijakan dalam sektor industri tercermari oleh praktik
ini kinerja pelayanan publik masih sangat rendah
korupsi, maka akan berdampak negatif terhadap
karena persoalan administrasi birokrasi yang pan-
investasi sebesar 56%, secara langsung dengan
jang, tugas dan kewenangannya tumpang tindih me-
menggunakan control for random effect, sedangkan
nyebabkan penyelenggara pelayanan publik menjadi
bila menggunakan control for year fixed effect akan
panjang dan melalui proses berbelit-belit. Kondisi
berdampak 84%. Artinya secara sederhana dapat
inilah yang mendorong ekonomi biaya tinggi,
diterjemahkan bahwa dampak korupsi terhadap
penyalahgunaan wewenang, perlakuan diskriminatif
investasi ditetapkan (control for random effect) ma-
dan korupsi.
ka secara agregat korupsi mempunyai andil 56% dalam proses penurunan investasi sektor industri. Se-
Dampak Korupsi Terhadap Kegiatan Eko-
dangkan apabila kondisi korupsi pada suatu waktu
nomi
tertentu dianggap konstan (control for year fixed Korupsi yang masih merajalela di Indonesia
effect) maka dampaknya akan sebesar 84% dalam
telah membawa dampak serius terhadap berbagai
proses penurunan investasi. Dan dampak terhadap
kegiatan ekonomi dan upaya peningkatan kesejah-
aktivitas Research and Development (R&D) adalah
teraan masyarakat. Dalam berbagai kegiatan eko-
sebesar 50% dan 82%. Jelasnya korupsi mempunyai
nomi, korupsi telah menciptakan berbagai bentuk
dampak yang begitu kuat terhadap kemunduran in-
in-efisiensi dan rendahnya produktivitas. Korupsi
vestasi suatu perekonomian.
telah menciptakan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang sangat menghambat peningkatan
Upaya
Penanggulangan
investasi, baik asing maupun domestik. Akibat
Indonesia
Korupsi
Di
lainnya, daya saing produk yang dihasilkan juga sa-
Dalam upaya penanggulangan korupsi di
ngat rendah dan tidak kompetitif, sehingga eksis-
Indonesia, maka menurut Undang-Undang Korupsi,
tensinya banyak ditopang oleh subsidi dan bantuan
maka ada 2 (dua) hal yang perlu dilakukan dalam
dari pemerintah, seperti dalam bentuk konsensi,
memberantas korupsi di Indonesia, yaitu :
proteksi, dan monopoli. Lebih buruk lagi dam-
1. Penindakan
paknya terhadap kemiskinan dan ketimpangan so-
Artinya semua pelaku tindak pidana korupsi
sial di masyarakat yang semakin menjadi-jadi.
yang sudah terjadi harus diadili tanpa pandang bulu. Untuk itu peran serta masyarakat dituntut
Dampak Korupsi Terhadap Investasi
untuk membuka dan mengadukan kasus-kasus
Di dalam studi Ades dan Di Tella yang me-
tindak pidana korupsi yang terjadi. Selanjutnya
ngamati dampak korupsi terhadap investasi dan pe-
mendesak instansi penyidik dan penuntut umum untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
68
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Kemudian
mengawasi
jalannya
peradilan
h.
Pengharusan pembuatan perencanaan dan
(judicial watch) agar dapat berlangsung dengan
laporan akuntabilitas bagi instansi peme-
jujur dan adil.
rintah. i.
2. Pencegahan Untuk kedepan seluruh anggota masyarakat harus berupaya mencegah terjadinya tindak pi-
ngendalian manajemen. j.
dana korupsi. Harus disadari, bahwa korupsi yang terjadi adakalanya juga karena diprakarsai
Peningkatan kualitas penerapan sistem pe-
Penyempurnaan manajemen aktiva tetap milik negara.
k.
Peningkatan kualitas pelayanan kepada
oleh masyarakat. Misalnya ingin mendapat
masyarakat.
pelayanan yang cepat, didahulukan dari yang
2. Strategi Detektif
lain dan sebagainya, sehingga menyuap atau
a
memberikan uang sogok/suap. Oleh karena itu, pencegahan harus dilakukan dari diri sendiri,
pengaduan dari masyarakat. b.
keluarga, masyarakat dan seterusnya.
Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu.
c. Sedangkan untuk strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia ada-
Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas
Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik.
d.
Partisipasi Indonesia pada gerakan anti-ko-
lah melalui :
rupsi dan anti-pencucian uang di masya-
1. Strategi Preventif
rakat internasional.
a.
Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat
e.
(DPR). b.
dudukan nasional.
Memperkuat Mahkamah Agung (MA) dan
f.
jajaran Pengadilan dibawahnya. c.
Dimulainya penggunaan nomor kepen-
Meneliti sebab–sebab korupsi secara te-
Peningkatan kemampuan APFP dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.
3. Strategi Represif
rus–menerus.
a.
Pembentukan Badan Anti Korupsi.
d.
Pembangunan kode etik disektor publik.
b.
Penyidikan, penuntutan, peradilan, peng-
e.
Pembangunan kode etik disektor Partai Politik, Organisasi Profesi dan Assosiasi
f.
c.
Penentuan jenis–jenis atau kelompok–ke-
Bisnis.
lompok korupsi yang diprioritaskan untuk
Kampanye untuk menciptakan nilai (va-
diberantas.
lue) anti korupsi secara nasional. g.
hukuman beberapa koruptor besar.
d.
Penyempurnaan manajemen SDM dan peningkatan gaji pegawai negeri.
Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik.
e.
Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus.
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
69
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
g.
Pemberlakuan sistem pemantauan proses
cara dan proses yang tidak menghargai hak-hak asa-
penanganan tindak pidana korupsi secara
si manusia.
terpadu. h.
Publikasi kasus–kasus tindak pidana ko-
Pengertian Keuangan Negara
rupsi beserta analisisnya i.
Pengertian keuangan negara menurut Un-
Pengaturan kembali hubungan dan standar
dang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keua-
kerja antara tugas Penyidik Tindak Pidana
ngan Negara adalah :
Korupsi dengan Penyidik Umum, PPNS,
“Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban
dan Penuntut Umum.
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
Begitulah dampak dan bahaya korupsi, karena akibat korupsi rakyat harus membayar mahal
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.
untuk jasa pelayanan publik yang buruk. Karena
Dengan demikian pengertian keuangan ne-
korupsi maka terjadi pencemaran dan kerusakan
gara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-
lingkungan, penumpukan aset negara ditangan pe-
Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Ne-
nguasa dan segelintir pejabat, terjadi ketimpangan
gara meliputi hal-hal sebagai berikut :
dalam pemerataan hasil-hasil pembangunan eko-
1.
Hak negara untuk memungut pajak, menge-
nomi, diskriminasi hukum, demokratisasi yang ter-
luarkan dan mengedarkan uang, dan mela-
tunda, serta kehancuran moral yang tak ternilai
kukan pinjaman ;
harganya.
2.
Praktik korupsi di Indonesia yang sudah
Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan
memasuki stadium gawat perlu terapi khusus dan
membayar tagihan pihak ketiga ;
langkah terobosan yang berani dan konsisten.
3.
Penerimaan negara ;
Dalam perkembangannya hingga sekarang ini virus
4.
Pengeluaran negara ;
korupsi telah tumbuh semakin canggih dan kom-
5.
Penerimaan daerah ;
pleks. Penyebarannya sangat cepat dan sifat en-
6.
Pengeluaran daerah ;
demik, merasuk dikalangan politisi, birokrat, dan
7.
Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dike-
aparat penegak hukum secara sistematik.
lola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
Jika pada tahun-tahun mendatang supremasi
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak
hukum tidak dapat ditegakan kepada para koruptor,
lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
maka Indonesia memang telah menjadi “surga” para
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
koruptor. Kekuatan masyarakat perlu dibangkitkan
negara/perusahaan daerah ;
dalam konteks perang semesta melawan korupsi.
8.
Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pe-
Jangan sampai upaya mencari keadilan akan meng-
merintah dalam rangka penyelengaraan tugas
hasilkan ketidak adilan atau ditempuh dengan cara-
pemerintahan dan/atau kepentingan umum ;
70
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
9.
Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan
Sedangkan pengertian keuangan ne-
menggunakan fasilitas yang diberikan peme-
gara menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
rintah.
tentang Pemberantasan Korupsi adalah : “Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara
Pendekatan yang digunakan dalam meru-
dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang ti-
muskan pengertian keuangan negara adalah sebagai
dak dipisahkan termasuk didalamnya segala bagian
berikut :
kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang
1.
Dari sisi objek, yang dimaksud keuangan ne-
timbul karena :
gara meliputi semua hak dan kewajiban negara
a. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan per-
yang dapat dinilai dengan uang, termasuk ke-
tanggung jawaban pejabat lembaga negara, baik
bijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, mo-
ditingkat pusat maupun di daerah ;
2.
neter dan pengelolaan kekayaan negara yang
b. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
dipisahkan, serta segala sesuatu, baik berupa
pertanggung jawaban BUMN/BUMD, yayasan,
uang maupun berupa barang yang dapat di-
badan hukum, dan perusahaan yang menyer-
jadikan milik negara yang berkaitan dengan
takan modal negara, atau perusahaan yang me-
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
nyertakan modal pihak ketiga berdasarkan
Dari sisi subjek, yang dimaksud keuangan ne-
perjanjian dengan negara”.
gara adalah meliputi seluruh objek se-
3.
4.
bagaimana tersebut diatas yang dimiliki ne-
Penggunaan istilah keuangan negara dalam
gara, dan/atau dikuasai oleh pemerintah pusat,
undang-undang ini terdapat dalam Pasal 2 ayat (1)
pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah,
yang berbunyi:
dan badan lain yang ada kaitannya dengan
“Setiap orang yang secara melawan hukum mela-
keuangan negara.
kukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
Dari sisi proses, keuangan negara mencakup
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan ke-
seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan
uangan atau perekonomian negara, dipidana de-
dengan pengelolaan objek sebagaiman tersebut
ngan pidana penjara seumur hidup atau pidana pen-
diatas mulai dari perumusan kebijakan dan pe-
jara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama
ngambilan keputusan sampai dengan per-
20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
tanggung jawaban.
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling
Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi
banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”.
seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan
Disamping Pasal 2 ayat (1), istilah keuangan
hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan
negara juga terdapat dalam Pasal 3 yang berbunyi :
atau penguasaan objek sebagaimana tersebuit
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diatas dalam rangka penyelenggaraan peme-
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, me-
rintahan negara.
nyalahgunakan Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
kewenangan,
kesempatan
atau 71
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
sarana yang ada padanya karena jabatan atau ke-
dan kewajiban negara yang timbul dan makna
dudukannya yang dapat merugikan keuangan ne-
keuangan negara.
gara atau perekonomian negara, dipidana dengan
Adapun yang dimaksud dengan hak tersebut
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
adalah hak menciptakan uang, hak melakukan
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
pungutan, hak meminjam, dan hak memaksa.
(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
Sedangkan yang dimaksud kewajiban adalah
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling
kewajiban menyelenggarakan tugas negara demi
banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”.
kepentingan masyarakat dan kewajiban mem-
Apabila dicermati, pengertian keuangan ne-
bayar hak-hak tagihan pihak ketiga berdasarkan
gara menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003
hubungan hukum atau hubungan hukum khusus;
dan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, pada hakekatnya adalah sama dan tidak bertentangan satu
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara
sama lain, yaitu sama-sama mengartikan bahwa
Bahwa salah satu unsur dari tindak pidana
keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara
korupsi adalah dapat merugikan keuangan negara
dalam bentuk apapun dengan segala hak dan
atau perekonomian negara, sebagaimana dimaksud
kewajibanya.
dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Korupsi,
Dalam
perspektif
Arifin
P.
Surya
artinya kerugian negara itu harus dikembalikan atau
Atmadja, definisi pengertian keuangan negara
diganti oleh pelaku korupsi. Sedangkan dalam Pasal
dapat dipahami atas 2 penafsiran terhadap Pasal 23
4 Undang-Undang Korupsi menyebutkan bahwa pe-
UUD 1945 yang merupakan landasan konstitusional
ngembalian kerugian keuangan negara atau per-
keuangan negara, yaitu :
ekonomian negara tidak menghapuskan unsur pi-
1. Pengertian keuangan negara diartikan secara
dananya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
sempit, yaitu hanya meliputi keuangan negara
Pasal 3. Dengan demikian pengembalian kerugian
yang bersumber pada APBN sebagai sub sistem
keuangan negara hanya merupakan salah satu alasan
keuangan negara dalam arti sempit ;
meringankan hukuman saja. (Suhadibroto, 2008)
2. Pengertian keuangan negara diartikan secara
Dalam Undang-Undang Korupsi ada ga-
luas yang meliputi keuangan negara yang ber-
bungan antara jalur kepidanaan (criminal pro-
asal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan
cedure) dan jalur keperdataan (civil procedure) pada
pada hakikatnya seluruh harta kekayaan negara
kebijakan legislasi Indonesia untuk memberantas
sebagai suatu sistem keuangan negara, yaitu se-
tindak pidana korupsi. Pada hakikatnya, pengem-
gala sesuatu kegiatan atau aktivitas yang ber-
balian kerugian keuangan negara sangat penting ek-
kaitan erat dengan uang yang diterima atau di-
sistensinya. Apabila dijabarkan lebih sistematis, ada
bentuk berdasarkan hak istimewa negara untuk
beberapa argumentasi sebagai justifikasi teoritis
kepentingan publik. Pemahaman tersebut ke-
pentingnya pengembalian kerugian keuangan
mudian lebih diarahkan pada dua hal yaitu hak 72
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
negara dalam penindakan korupsi, adalah se-
pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu
bagai berikut :
semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan
1.
Justifikasi Filosofis
tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
Pada aspek ini pengembalian kerugian keua-
kepentingan masyarakat.
ngan negara dapat terdiri dari benda tetap
Selain itu dengan adanya pemberantasan ko-
maupun benda bergerak atau dapat pula be-
rupsi yang salah satunya adalah pengembalian
rupa uang hasil korupsi. Dari dimensi ini, aset
kerugian keuangan negara, akan berdampak
tersebut pada hakikatnya merupakan uang ne-
luas pada masyarakat. Kongkretnya, masya-
gara in casu berasal dari dana masyarakat. Lo-
rakat akan melihat dan menilai kesungguhan
gikanya, dengan pelaku tindak pidana korupsi
dari penegak hukum tentang pemberantasan
melakukan pengembalian kerugian keuangan
tindak pidana korupsi dengan tetap men-
negara, maka diharapkan akan berdampak
junjung tinggi asas praduga tak bersalah, asas
langsung untuk memulihkan keuangan negara
kesamaan kedudukan di depan hukum dan asas
atau perekonomian negara, yang pada akhir-
kepastian hukum.
nya bermuara kepada kesejahteraan masyara-
Justifikasi sosiologis ini merupakan wujud
kat yang adil dan makmur.
nyata dan peran serta kebijakan legislasi dan
Konsekuensi logisnya, untuk mewujudkan ma-
aplikasi untuk memberikan ruang gerak lebih
syarakat yang adil, makmur dan sejahtera ter-
luas terhadap adanya kerjasama antara aparat
sebut harus ada suatu tindakan secara terus
penegak hukum dengan peran serta masyarakat
menerus serta juga tidak dapat dikesamping-
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 41 Un-
kan adalah usaha-usaha yang bersifat pence-
dang-Undang Korupsi.
gahan (preventif), pemberantasan tindak pi-
2.
3.
Justifikasi Yuridis
dana korupsi (represif) dan pendekatan ber-
Ketentuan
Undang-Undang
Pemberantasan
sifat retroative yang salah satunya berupa pe-
Tindak Pidana Korupsi memberikan ruang
ngembalian kerugian keuangan negara.
gerak dan dimensi lebih luas, baik bagi pene-
Justifikasi Sosiologis
gak hukum, seluruh lapisan masyarakat dalam
Dikaji dari perspektif ketentuan Perundang-
menanggulangi akibat dan dampak dari per-
Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana
buatan korupsi. Oleh karena itu, kebijakan
Korupsi, aspirasi masyarakat untuk membe-
legislasi memberikan ruang dalam pembe-
rantas korupsi dan bentuk penyimpangannya
rantasan korupsi dapat dilakukan melalui tin-
lainnya semakin meningkat. Dalam kenyata-
dakan kepidanaan dan tindakan keperdataan.
annya, ada perbuatan korupsi telah menimbul-
Pada hakikatnya, aspek pengembalian keru-
kan kerugian keuangan negara yang sangat
gian keuangan negara melalui prosedur pidana
besar sehingga berdampak pada timbulnya kri-
dapat berupa penjatuhan pidana kepada pela-
sis di pelbagai bidang. Untuk itu, upaya Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
73
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
kunya seperti pidana denda maupun terdakwa
Dalam pengertian mengenai pengembalian kerugian
dihukum untuk membayar uang pengganti.
keuangan negara ada beberapa hal yang perlu di-
Selain itu pula, terhadap pengembalian keru-
perhatikan, meliputi :
gian keuangan negara dapat juga melalui gu-
1. Faktor Penyebab Terjadinya Kerugian Ke-
gatan secara perdata di Pengadilan Negeri, se-
uangan Negara
bagaimana dimaksud dalam Pasal 38 C
Dari sejumlah pasal yang mengatur tentang
Undang-Undang Korupsi. Dengan adanya
tindak pidana korupsi, hanya ada 2 (dua) pasal
jalinan dua tindakan dalam tindak pidana ko-
yang mengatur tentang tindak pidana korupsi
rupsi, maka diharapkan keadilan dalam ma-
yang mengakibatkan kerugikan keuangan ne-
syarakat dapat tercapai.
gara, yaitu Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang
Apabila dirinci, pengembalian aset dari jalur
Korupsi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
kepidanaan akan dilakukan melalui proses per-
ada beberapa cara terjadinya kerugian keuangan
sidangan, hakim di samping menjatuhkan pi-
negara, yaitu:
dana pokok juga dapat menjatuhkan pidana
a. Dalam Proses Pengadaan Barang dan
tambahan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Jasa
18 Undang-Undang Korupsi, selain itu pula di
Pengadaan barang dengan harga yang tidak
dalam Undang-Undang Korupsi tersebut, pe-
wajar karena jauh di atas harga pasar, se-
ngembalian kerugian keuangan negara antara
hingga dapat merugikan keuangan negara
lain diatur dalam Pasal 32, Pasal 33 dan Pasal
sebesar selisih harga pembelian dengan har-
34 serta Pasal 38. Ketentuan-ketentuan ter-
ga pasar atau harga yang wajar.Korupsi di
sebut memberikan dasar hukum bagi negara
dalam proses pengadaan barang dan jasa
yang dipresentasikan oleh Jaksa Pengacara
inilah yang paling banyak terjadi di
Negara atau pihak instansi yang dirugikan un-
Indonesia, sering kali proses pengadaan ba-
tuk melakukan gugatan perdata terhadap pe-
rang dan jasa diikuti dengan adanya suap
laku tindak pidana korupsi atau ahli warisnya.
dari peserta tender kepada pejabat negara.
Penggunaan instrumen perdata dalam pe-
b. Harga pendapatan barang dan jasa
ngembalian kerugian negara mengakibatkan
wajar.
prosedur pengembalian aset sepenuhnya tun-
Artinya wajar tetapi tidak sesuai dengan
duk kepada ketentuan hukum perdata yang
spesifikasi barang dan jasa yang diper-
berlaku, baik materiil maupun formil. Hu-
syaratkan. Kalau harga barang dan jasa
bungan antara aset-aset dengan seseorang,
murah tetapi kualitas barang dan jasa itu ku-
apakah ia pelaku atau bukan pelaku tindak pi-
rang baik, maka dapat dikatakan dapat juga
dana diatur dalam hukum kebendaan yang ma-
merugikan keuangan negara.
suk dalam wilayah hukum perdata. 74
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
c.
d.
e.
Terkait Utang Piutang Negara
rusahaan tersebut. Misalnya dengan me-
Adanya transaksi yang memperbesar utang ne-
lakukan transfer picing, dimana perusahaan
gara secara tidak wajar, sehingga dapat di-
menjual barang secara murah kepada peru-
katakan merugikan keuangan negara karena
sahaan lain di luar negeri yang masih ada kai-
kewajiban negara untuk membayar utang
tan dengan perusahaan penjual. Akibatnya, pe-
semakin besar atau piutang negara berkurang
nerimaan perusahaan lebih kecil dari se-
secara tidak wajar, hal ini dapat juga dikatakan
harusnya, sehingga obyek pajaknya tidak ada
dapat merugikan keuangan negara.
sama sekali atau semakin kecil.
Aset Negara Berkurang
2.
Kerugian keuangan negara dapat terjadi kalau
Menentukan keberadaan dan besarnya keru-
aset negara berkurang karena dijual dengan
gian negara selalu menjadi perdebatan yang
harga yang murah atau dihibahkan kepada
sengit antara berbagai pihak, misalnya antara
pihak lain atau ditukar dengan pihak swasta
terdakwa beserta pembelanya dengan jaksa
atau perorangan (ruislag). Dapat juga terjadi
penuntut umum. Untuk menentukan hal ter-
aset negara yang tidak boleh dijual, tetapi
sebut maka jaksa banyak dibantu ahli dari
kemudian dijual setelah mengubah kelas aset
Badan Pengawasan Keuangan dan Pemba-
negara yang akan dijual tersebut menjadi kelas
ngunan, PPATK, atau ahli lain yang ditunjuk.
yang lebih rendah.
Artinya keterangan yang ahli berikan ber-
Memperbesar Biaya Instansi Atau Peru-
dasarkan keahliannya setelah melakukan se-
sahaan
macam audit khusus terhadap instansi atau pe-
Biasanya hal ini terjadi karena pemborosan
rusahaan yang menimbulkan kerugian keua-
maupun dengan cara lain, seperti membuat
ngan negara.
biaya fiktif. Dengan biaya yang diperbesar, ke-
f.
Menentukan Kerugian Negara
3.
Aspek Kerugian Keuangan Negara
untungan perusahaan yang menjadi obyek pa-
Akibat dari terjadinya tindak pidana korupsi
jak semakin kecil, sehingga negara tidak me-
adalah merugikan keuangan negara atau per-
nerima pemasukan pajak atau menerima pe-
ekonomian negara, kerugian tersebut sudah
masukan yang lebih kecil dari yang se-
harus dibebankan kepada terpidana setelah pu-
harusnya.
tusan pengadilan telah memperoleh kekuatan
Hasil Penjualan Suatu Perusahaan Dila-
hukum tetap. Terhadap terpidana perkara ko-
porkan Lebih Kecil Dari Penjualan Yang
rupsi selain pidana badan (penjara) dan/atau
Sebenarnya
denda, juga dijatuhi pidana tambahan antara
Kerugian negara juga dapat terjadi dari hasil
lain pembayaran uang pengganti yang be-
penjualan suatu perusahaan dilaporkan lebih
sarnya sebanyak-banyaknya sama dengan har-
kecil dari penjualan yang sebenarnya, se-
ta yang diperoleh dari korupsi.
hingga mengurangi penerimaan resmi peLex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
75
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Lebih lanjut dalam Pasal 38 C Undang-Un-
Sedangkan mengenai bentuk dari pidana
dang Korupsi disebutkan bahwa apabila se-
tambahan sebagai usaha untuk pengembalian
telah putusan pengadilan telah memperoleh
kerugian keuangan negara diatur dalam Pasal
kekuatan hukum tetap, diketahui masih
18 Undang-Undang Korupsi.
terdapat harta benda milik terpidana yang diduga atau patut diduga juga berasal dari tin-
4. Mekanisme Pengembalian Kerugian Keua-
dak pidana korupsi yang belum dikenakan
ngan Negara
perampasan untuk negara sebagaimana di-
Dalam perkembangannya, korupsi di Indonesia
maksud dalam Pasal 38 ayat (2) Undang-
dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik da-
Undang Korupsi, maka negara dapat me-
ri aspek kuantitas atau jumlah kerugian keua-
lakukan gugatan perdata terhadap terpidana
ngan negara maupun kualitas yang dilakukan se-
dan atau ahli warisnya. Dalam penjelasannya
cara canggih dan sistematis. Oleh karena itu
lebih tegas menyebutkan bahwa dasar pemi-
penanganan korupsi khususnya dalam rangka
kiran ketentuan dalam pasal ini adalah untuk
memaksimalkan pengembalian kerugian keua-
memenuhi rasa keadilan masyarakat terhadap
ngan negara yang ditimbulkan oleh suatu tindak
pelaku tindak pidana korupsi yang me-
pidana korupsi, maka Undang-Undang Korupsi
nyembunyikan harta benda yang diduga atau
telah mengetengahkan konsep pengembalian ke-
patut diduga berasal dari tindak pidana ko-
rugian keuangan negara. Konsep tersebut di-
rupsi.
harapkan mampu mengembalikan kerugian ke-
Terkait dengan pengembalian kerugian keua-
uangan negara disamping pelaku tindak pidana
ngan negara, Undang-Undang Korupsi meru-
korupsi dikenai sanksi pidana.
muskan secara tegas bahwa meskipun keru-
76
gian negara telah dikembalikan akan tetapi ti-
Pengembalian kerugian keuangan negara tersebut
dak menghapus pidana si pelaku tindak pi-
dapat dilakukan melalui jalur pidana dengan cara
dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
perampasan atau dengan pidana tambahan berupa
Undang-Undang Korupsi, yang berbunyi :
uang pengganti dengan jumlah sebanyak-banyaknya
“Pengembalian kerugian negara atau per-
sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak
ekonomian negara tidak menghapus dipi-
pidana korupsi. Selain jalur pidana, pengembalian
dananya pelaku tindak pidana sebagaimana
kerugian keuangan negara juga dapat dilakukan
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3”. Dalam
melalui jalur perdata. Jalur perdata ini ditempuh
penjelasan pasal tersebut menegaskan bahwa
apabila upaya pidana sudah tidak dimungkinkan,
pengembalian kerugian negara atau per-
artinya perampasan dan uang pengganti tidak ber-
ekonomian negara tersebut hanya merupakan
hasil dilakukan karena dihadapkan pada kondisi hu-
salah satu faktor yang meringankan pidana
kum tertentu, atau tersangka/terdakwa meninggal
bagi pelakunya.
dunia pada waktu menjalani proses hukumnya, Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
maka satu-satunya alternatif ialah dilakukan guga-
akan diajukan sebagai barang bukti ke hadapan
tan perdata dimana gugatan tersebut dilakukan oleh
hakim dalam tahap penuntutan.
Jaksa yang bertindak sebagai Pengacara Negara. Adapun mekanisme pengembalian kerugian
Apabila dirinci, maka pengembalian kerugian keuangan negara dalam jalur pidana ini dila-
keuangan negara adalah sebagai berikut :
kukan melalui proses persidangan, maka hakim di
a.
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara
samping menjatuhkan pidana pokok juga dapat
Melalui Jalur Pidana
menjatuhkan pidana tambahan yang dapat dilihat
Proses atau tata cara jalur pidana ini secara
pada ketentuan didalam Undang-Undang Korupsi,
khusus dimuat dalam Undang-Undang Korup-
sebagai berikut :
si. Kekhususan tersebut terlihat dari :
1). Pasal 18 ayat (1) huruf a, menetapkan bahwa
1). Bahwa dalam sidang pengadilan terdakwa
perampasan barang bergerak yang berwujud
wajib memberikan keterangan tentang
atau yang tidak berwujud atau barang tidak ber-
seluruh hartanya (harta isterinya/ sua-
gerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh
minya, harta anaknya, dan harta pihak
dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan
lain yang diduga mempunyai hubungan
milik terpidana dimana tindak pidana korupsi
dengan perbuatan korupsi yang didak-
dilakukan, begitu pula harga dari barang yang
wakan kepadanya) ;
menggantikan barang-barang tersebut.
2). Apabila terdakwa tidak dapat mem-
2). Pasal 18 ayat (1) huruf b, menetapkan bahwa
buktikan bahwa hartanya (tidak seimbang
pembayaran uang pengganti yang jumlahnya
dengan penghasilannya) bukan berasal
sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda
dari korupsi, maka hartanya dianggap
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Jika
diperoleh dari perbuatan korupsi dan ha-
terpidana tidak membayar uang pengganti se-
kim berwenang untuk merampasnya ;
bagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b pa-
3). Dalam hal terdakwa meninggal dunia se-
ling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah
belum vonis hakim dijatuhkan dan ter-
putusan pengadilan yang telah memperoleh ke-
dapat bukti kuat bahwa terdakwa mela-
kuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat
kukan perbuatan korupsi, maka harta ter-
disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi
dakwa dapat dirampas oleh hakim.
uang pengganti tersebut (Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Korupsi). Apabila dalam hal
Sudah barang tentu untuk dapat membawa
terpidana tidak mempunyai harta benda yang
harta atas aset koruptor ke dalam sidang pengadilan,
mencukupi untuk membayar uang pengganti
harus didahului dengan tindakan penyitaan oleh
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) hu-
penyidik dalam tahap penyidikan. Aset koruptor
ruf b, maka dipidana penjara yang lamanya ti-
yang disita penyidik oleh Jaksa Penuntut Umum
dak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam un-
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
77
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
dang-undang ini dan lamanya pidana tersebut
Selain
sudah ditentukan dalam putusan pengadilan
keperdataan, dalam praktik peradilan lazim
(Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Korupsi).
juga terjadi pelaku tindak pidana korupsi
3). Pasal 29 ayat (4), menetapkan bahwa penyidik,
melalui
melakukan
jalur
tindakan
kepidanaan
lain
dan
berupa
penuntut umum, atau hakim dapat meminta
pengembalian tersebut dilakukan secara
kepada bank untuk memblokir rekening simpa-
sukarela, misalnya dalam perkara Abdullah
nan milik tersangka atau terdakwa yang diduga
Puteh sebagaimana telah diputus Mahkamah
hasil korupsi.
Agung RI dalam Putusannya No.: 1344 K/
4). Pasal 30, menetapkan bahwa penyidik berhak membuka, memeriksa, dan menyita surat dan
Pid/2005. b.
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara
kiriman melalui pos, telekomunikasi, atau alat
Melalui Jalur Perdata
lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan
Ada nuansa hukum perdata dalam hukum
dengan perkara tindak pidana korupsi yang
positif Indonesia melalui Undang-Undang
sedang diperiksa.
Korupsi. Aspek substansial nuansa hukum
5). Pasal 38 ayat (5), menetapkan bahwa dalam hal
perdata
tersebut
eksis
dalam
rangkan
terdakwa meninggal dunia sebelum putusan di-
pengembalian kerugian keuangan negara.
jatuhkan dan terdapat bukti yang cukup kuat
Penggunaan jalur perdata dalam perkara
bahwa yang bersangkutan telah melakukan tin-
korupsi, menimbulkan kasus perdata yang
dak pidana korupsi, maka hakim atas tuntutan
sepenuhnya tunduk kepada ketentuan hukum
penuntut umum menetapkan perampasan ba-
perdata yang berlaku, baik secara materiil
rang-barang yang telah disita.
maupun formil. Dalam hal ini Jaksa Pengacara
6). Pasal 38 B ayat (2), menetapkan bahwa dalam
Negara melakukan gugatan perdata terhadap
hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa
terpidana, agar membayar uang pengganti
harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat
sebagaimana ditetapkan oleh Hakim pidana
(1) diperoleh bukan karena tindak pidana ko-
yang memutus perkara korupsi yang bersang-
rupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh
kutan.
juga dari tindak pidana korupsi dan hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk negara. 7). Pidana denda, aspek dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mem-
78
Adapun prosedur melalui jalur perdata sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Korupsi, yaitu : 1).
Pasal 32 ayat (1), menetapkan bahwa dalam
pergunakan perumusan sanksi pidana bersifat
hal penyidik menemukan dan berpendapat
kumulatif alternatif (pidana penjara dan atau pi-
bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana ko-
dana denda) dan perumusan lamanya sanksi
rupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan
pidana.
secara nyata telah ada kerugian keuangan Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
negara, maka penyidik segera menyerahkan
pasan untuk negara sebagaimana dimaksud da-
berkas perkara hasil penyidikan tersebut ke-
lam Pasal 38 B ayat (2), maka negara dapat
pada Jaksa Pengacara Negara untuk diajukan
melakukan gugatan perdata terhadap terpidana
gugatan perdata atau diserahkan kepada ins-
dan atau ahli warisnya.
tansi
yang dirugikan
untuk mengajukan
gugatan. 2).
3).
Dalam proses hukum perdata menganut
Pasal 32 ayat (2), menetapkan bahwa putusan
sistem pembuktian formil, maka beban pembuktian
bebas dalam perkara tindak pidana korupsi ti-
merupakan kewajiban Penggugat yang dalam hal ini
dak menghapuskan hak untuk menuntut keru-
adalah Jaksa Pengacara Negara, oleh karena itu
gian terhadap keuangan negara.
Penggugat berkewajiban untuk membuktikan antara
Pasal 33, menetapkan bahwa dalam hal ter-
lain :
sangka meninggal dunia pada saat dilakukan
1).
Bahwa secara nyata telah ada kerugian negara
penyidikan, sedangkan secara nyata telah ada
2).
Kerugian negara sebagai akibat atau berkaitan
kerugian negara, maka penyidik segera me-
dengan dengan perbuatan tersangka/terdakwa
nyerahkan berkas perkara hasil penyidikan
atau terpidana ;
tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara
3).
Adanya harta benda milik tersangka/terdakwa
atau diserahkan kepada instansi yang diru-
atau terpidana yang dapat digunakan untuk
gikan untuk dilakukan gugatan perdata ter-
pengembalian kerugian keuangan negara.
hadap ahli warisnya. 4).
5).
Pasal 34, menetapkan bahwa dalam hal ter-
Teori-Teori Pengembalian Kerugian Keua-
dakwa meninggal dunia pada saat dilakukan
ngan Negara
pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan
Tindak Pidana korupsi tidak dapat lagi di-
secara nyata telah ada kerugian keuangan
golongkan sebagai kejahatan biasa, tetapi telah
negara, maka penuntut umum segera menye-
menjadi kejahatan luar biasa. Romli Atmasasmita
rahkan salinan berkas berita acara sidang ter-
menyamakan tindak pidana korupsi sebagai ke-
sebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau
jahatan terhadap kesejahteraan bangsa dan negara.
diserahkan kepada instansi yang dirugikan un-
Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan ter-
tuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli
hadap kesejahteraan bangsa dan negara yang ditan-
warisnya.
dai dengan hilangnya aset-aset publik untuk ke-
Pasal 38 C, menetapkan bahwa apabila se-
sejahteraan rakyat karena itu pengembalian kerugian
telah putusan pengadilan telah memperoleh
keuangan negara merupakan bagian yang sangat
kekuatan hukum tetap, diketahui masih ter-
penting dan strategis di dalam upaya pemberantasan
dapat harta benda milik terpidana yang diduga
tindak pidana korupsi, berdasarkan hal tersebut, ma-
atau patut diduga juga berasal dari tindak pi-
ka teori-teori yang terkait dengan pengembalian ke-
dana korupsi yang belum dikenakan peram-
rugian keuangan negara adalah :
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
79
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
g.
Teori Pemidanaan
Harus merupakan keyakinan atau intensi dari
Menurut Stanley Benn, pemidanaan di-
pemberi perintah penderitaan, dan bukan
artikan sebagai akibat yang diderita karena mela-
merupakan keyakinan atau intensi dari orang
kukan pelanggaran ; diterapkan secara sengaja, bu-
yang menjalani pemidanaan, bahwa pemida-
kan merupakan konsekuensi alamiah dari perbuatan
naan menyelesaikan persoalan.
seseorang, seperti seseorang mabuk akibat dari mi-
Hugo Adam Bedau (2005), menga-
numan beralkohol dan ketidaknyamanan tersebut
takan bahwa ada beberapa rumusan pengertian yang
harus essensial, bukan secara kebetulan menyertai
penting dari pemidanaan, yaitu :
perlakuan lainnya, seperti sakit yang ditimbulkan
a.
Pidana merupakan perbuatan yang sah, bukan
dari mata bor dokter gigi. Pengertian yang mirip ju-
kebetulan atau kesalahan yang tidak disengaja,
ga di kemukakan oleh H.L.A Hart, yaitu pemi-
tetapi merupakan tindakan otoritas politik yang
danaan harus mengandung rasa sakit atau akibat-
memiliki yurisdiksi dalam masyarakat tempat
akibat lainnya yang biasanya dianggap tidak me-
terjadinya tindak pidana ;
nyenangkan dan harus secara sengaja ditujukan bagi
b.
pelanggaran ketentuan-ketentuan hukum.
beban, atau pencabutan hak, atau menahan
Rumusan-rumusan pengertian diatas memperlihatkan bahwa inti pemidanaan adalah rasa sakit
Pemidanaan dilakukan dengan menjatuhkan
keuntungan dari pelaku tindak pidana ; c.
Pemidanaan adalah institusi manusia, bukan
atau kerugian yang sengaja dimaksudkan agar di
peristiwa alamiah di luar tujuan-tujuan, mak-
derita oleh pelaku.
sud-maksud dan perbuatan manusia. Pemi-
N. Walker(2007), merinci unsur-unsur pe-
danaan menutut individu-individu dalam ber-
midanaan adalah sebagai berikut :
bagai jenis peran sosial untuk bertindak me-
a.
nurut aturan umum ;
Akibat yang harus diderita berupa hal yang tidak menyenangkan bagi penerima,
b.
c.
d.
f.
Pidana dijatuhkan oleh orang-orang yang memiliki otoritas untuk menyatakan bahwa se-
sengaja ditujukan karena alasan tertentu,
seorang telah bersalah dan berdasarkan ke-
Pemberi perintah harus mempunyai hak untuk
yakinan mereka tentang kesalahan orang ter-
mengeluarkan perintah,
sebut, hal mana merupakan syarat yang di-
Akibat yang diderita lahir dari tindakan atau
perlukan dalam menjustifikasi pemidanaan ;
kelalaian yang melanggar hukum, aturan atau
e.
d.
Akibat yang harus di derita tersebut dengan
e.
Tidak ada maksud atau tujuan eksplesit yang
kebiasaan,
dibangun dalam definisi untuk menjustifikasi
Orang yang dipidana telah dengan sengaja
praktik pemidanaan. Praktik pemidanaan harus
melakukan pelanggaran tersebut,
konsisten dengan beberapa fungsi atau mak-
Alasan pemberi hukuman untuk menjatuhkan
sud. Tidak konsisten dengan tidak adanya
pidana adalah seperti menawarkan justifikasi
fungsi atau maksud atau apapun ;
untuk melakukan hal tersebut, 80
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
f.
Tidak semua pencabutan atau perampasan hak
sarana untuk tujuan lain, misalnya : untuk
yang dibenarkan secara sosial merupakan
kesejahteraan masyarakat ;
pemidanaan. Pencabutan atau perampasan hak
3). Kesalahan merupakan satu-satunya syarat
terhadap seseorang yang merupakan pemida-
untuk adanya pidana ;
naan hanyalah pencabutan atau perampasan
4). Pidana harus disesuaikan dengan kesa-
yang merupakan konsekuensi tindak pidana.
lahan si pelanggar ; 5). Pidana melihat ke belakang ; ia merupakan
Menurut Bedau, sekalipun pemidanaan
pencelaan yang murni dan tujuannya tidak
dapat didefinisikan tanpa mengacu kepada tujuan
untuk memperbaiki, mendidik atau mema-
apapun, tetapi justifikasi tidak dapat dilakukan tan-
syarakatkan kembali si pelanggar.
pa acuan-acuan tersebut. Karena itu, untuk menjus-
b.
Teori Relatif (Utilitarianisme) :
tifikasi pemidanaan perlu ditetapkan hal-hal sebagai
1). Tujuan pidana adalah untuk pencegahan ;
berikut :
2). Pencegahan bukan tujuan akhir, tetapi
a.
b.
Apa tujuan-tujuan dalam penetapan praktik
hanya sebagai sarana untuk mencapai tu-
pemidanaan itu ;
juan yang lebih tinggi, yaitu kesejahteraan
Harus terlihat bahwa pada saat dijatuhi pidana
masyarakat ;
tujuan-tujuan tersebut dapat dicapai ; c.
d.
3). Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum
Harus terlihat bahwa tujuan-tujuan tersebut
yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku
tidak dapat tercapai jika pidana tidak dijatuh-
saja (misalnya : karena sengaja atau culpa)
kan, dalam hal ini adalah pidana tertentu ;
yang memenuhi syarat untuk adanya pi-
Harus terlihat bahwa upaya untuk mencapai
dana ;
tujuan-tujuan tersebut adalah sesuatu yang
4). Pidana harus ditetapkan berdasarkan tu-
tepat.
juannya sebagai alat untuk pencegahan keSedangkan menurut Muladi, teori-teori
jahatan ;
pemidanan terdiri atas Teori Absolut (Retributif),
5). Pidana melihat ke muka (bersifat pros-
Teori Relatif (Utilitarianisme), dan Teori Gabu-
pektif) pidana dapat mengandung unsur
ngan. Adapun mengenai perbedaan ciri-ciri pokok/
pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan
kareteristik antara Teori Absolut (Retributif) dan
maupun unsur pembalasan tidak dapat
Teori Relatif (Utilitarianisme) adalah :
diterima apabila tidak membantu pen-
a.
cegahan kejahatan untuk kepentingan ke-
Teori Absolut (Retributif) :
sejahteraan masyarakat.
1). Tujuan pemidanaan adalah semata-mata c.
untuk pembalasan ; 2). Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya
tidak
mengandung
sarana-
Teori Gabungan Pada dasarnya, Teori Gabungan adalah gabungan dari Teori Absolut dan Teori Relatif. Gabungan kedua teori itu mengajarkan bahwa
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
81
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
penjatuhan hukuman adalah untuk memperta-
sah untuk melakukan tindak pidana lain
hankan tata tertib hukum dalam masyarakat
dimasa yang akan datang ;
dan memperbaiki pribadi si penjahat. Dengan
b.
Alasan kepatutan (propriety), yaitu pelaku
menelaah Teori Absolut dan Teori Relatif, ma-
tindak pidana tidak punya hak yang pantas atas
ka dapat disimpulkan bahwa tujuan pemidaan
aset-aset yang diperoleh secara tidak sah
adalah : (Leden, 2005)
tersebut ;
1). Membuat jera penjahat ; 2). Membinasakan
atau
c. membuat
tidak
Alasan prioritas/mendahului, yaitu karena tindak pidana memberi prioritas kepada negara
berdaya lagi si penjahat ;
untuk menuntut aset yang diperoleh secara
3). Memperbaiki pribadi si penjahat.
tidak sah daripada hak yang dimiliki oleh pelaku tindak pidana ;
Pada hakikatnya ketiga hal tersebut menjadi dasar
d.
Alasan kepemilikan (proprietary), yaitu karena
diadakannya sanksi pidana. Ditinjau dari Teori
aset tersebut diperoleh secara tidak sah, maka
Pemidanaan, maka Teori Gabungan dapat diterap-
negara memiliki kepentingan selaku pemilik
kan dalam hal pengembalian kerugian keuangan
aset tersebut.
negara, karena pengembalian kerugian keuangan negara melalui mekanisme hukum perampasan,
Dari rumusan pengertian tersebut ter-
penyitaan, dan uang pengganti merupakan bentuk
dapat beberapa unsur-unsur penting tentang pe-
pemidanaan bagi pelaku tindak pidana korupsi.
ngembalian kerugian keuangan negara, yaitu :
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pe-
a.
ngembalian kerugian keuangan negara adalah sebagai sistem penegakan hukum dalam hukum
rupakan sistem penegakan hukum ; b.
pidana yang memberdayakan, memfasilitasi, dan memberikan kemampuan pada institusi hukum pi-
Pengembalian kerugian keuangan negara me-
Penegakan hukum tersebut dilakukan baik melalui jalur pidana maupun jalur perdata ;
c.
Melalui kedua jalur tersebut aset hasil tindak
dana dalam melakukan upaya pengembalian ke-
pidana korupsi dilacak, dibekukan, dirampas,
rugian keuangan negara.
disita, diserahkan dan dikembalikan kepada negara ;
Teori Pengembalian Aset d.
Pelacakan,
pembekuan,
perampasan,
pe-
Tugas dan tanggung jawab negara
nyitaan, penyerahan, dan pengembalian dila-
untuk melakukan upaya-upaya pengembalian keru-
kukan terhadap aset hasil tindak pidana ko-
gian keuangan negara seperti yang dikemukakan
rupsi baik yang ditempatkan di dalam maupun
oleh Michael Levi (2007) yaitu :
diluar negeri ;
a.
Alasan pencegahan (prohylactic), yaitu untuk mencegah pelaku tindak pidana memiliki kendali atas aset-aset yang diperoleh secara tidak
82
e.
Sistem ini memiliki tujuan-tujuan yaitu : 1).
Mengembalikan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi yang
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
2).
ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana
sehingga dapat digunakan kembali dalam mencapai
korupsi ;
tujuan negara.
Mencegah penggunaan atau pemanfaatan aset-aset tersebut sebagai alat atau
Kronologis Kasus dan Analisa Putusan
sarana oleh pelaku tindak pidana ko-
Mahkamah Agung R.I No. 2257 K/Pid/ 2006,
rupsi untuk melakukan tindak pidana
tanggal 5 Desember 2006
lainnya, misalnya money laundring dan
3).
Terdakwa lahir di Bandung pada tanggal 17
terorisme ;
Oktober 1968, jenis kelamin laki-laki, kebangsaan
Memberikan efek jera bagi pihak lain
Indonesia, berdomisili di Jl. Budi Asih IV No. 6
yang beritikad melakukan tindak pidana
Bandung, Agama Budha, pendidikan SLTP.
korupsi.
Terdakwa adalah sebagai Direktur Utama PT. Yan Manunggal Jaya dan telah bekerja sama
Teori pengembalian aset merupakan bagian terpenting dalam mengupayakan pengembalian
dengan Persero PT. Industri Sandang Nusantara atau disingkat PT. INSAN (Persero) selama
19 tahun.
kerugian keuangan negara. Teori ini dilandaskan
Sekitar bulan April 2004 Terdakwa diberita-
pada prinsip dasar : “berikan kepada negara apa
hukan oleh Drs. Kuntjoro Hendrartono, MBA selaku
yang menjadi hak negara”. Didalam hak negara
Direktur Utama PT. INSAN (Persero) tentang ren-
terkandung kewajiban negara yang merupakan hak
cana penjualan aktiva tetap tidak produktif PT.
individu masyarakat, sehingga prinsip tersebut se-
INSAN (Persero) antara lain Unit Patal Cipadung
tara dan sebangun dengan prinsip “berikan kepada
Bandung berupa tanah seluas 261.200 m2 dan ba-
rakyat apa yang menjadi hak rakyat”.
ngunan seluas 24.401 m2 di Jl. Raya Ujung Berung
Korupsi adalah tindak pidana mengambil aset milik negara sehingga negara kehilangan kemampuannya untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam mensejahterakan masyarakat. Sebagai konsekuensinya korupsi mengakibatkan masyarakat kehilangan hak-hak dasar
No. 274, Bandung yang telah mendapat persetujuan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan surat No. : S-216/ MBU/2004 tanggal 22 April 2004. Terdakwa selanjutnya menghubungi Tatang Supriatna
(Pengusaha
bidang
properti)
untuk
mencari calon pembeli aset PT. INSAN (Persero)
untuk hidup sejahtera. Ketika negara mengalami kerugian akibat korupsi, maka negara wajib menuntut ganti rugi kepada pihak yang melakukannya. Pengenaan tuntutan ganti rugi tersebut bertujuan untuk memulihkan keuangan negara yang mengalami kekurangan dan dikembalikan pada keadaan semula,
Unit Patal Cipadung Bandung tersebut, kemudian Tatang Supriatna mengajak Yudi Tjahyana dan Chandra Tambayong untuk bersama-sama dengan Terdakwa mengadakan pertemuan dengan Kuntjoro Hendrartono, MBA bertempat di Restoran Kirisima, Restoran Crystal Jade dan Restoran Coka Suki di
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
83
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Bandung, guna membicarakan rencana penjualan
yang dikuasai negara baik untuk dipertukarkan mau-
aset PT. INSAN (Persero) tersebut, yang terdiri atas
pun dihapus dengan tindak lanjut untuk dijual
2 (dua) bidang tanah, yaitu :
didasarkan atas harga tertinggi NJOP tahun berjalan
a.
atau harga pasar pada saat dilakukan penaksiran.
Tanah dengan SHGB No. 192 dengan luas tanah 78.300 m2 yang Nilai Jual Objek Pajak2
b.
Setelah
Terdakwa
mengetahui
bahwa
nya (NJOP) Rp. 160.000,-/m sesuai dengan
SHGB No. B.65 tersebut telah diperpanjang menjadi
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
SHGB No. 4283 dan NJOP atas tanahnya telah
Nomor
(NOP)
diturunkan menjadi Rp. 160.000,-/m2, maka ke-
32.73.110.001.025-0002.0 Tahun 2004 (tahun
mudian Terdakwa menghubungi Suryadi yang me-
berjalan) ;
rupakan adik angkat Terdakwa untuk membeli aset
Tanah dengan SHGB No. B.65 (SHGBnya
PT. INSAN (Persero) Unit Patal Cipadung Bandung
pada tahun 1997 sudah habis masa berlaku dan
tersebut, dan untuk mendanai pembelian tersebut
perlu diperpanjang) dengan luas tanah 182.900
Terdakwa mengajak Suryadi untuk menemui Didi
2
m
Objek
Pajak
2
yang NJOPnya Rp. 537.000,-/m
dan
Tjahyono selaku Kepala Cabang PT. Bank Buana,
bangunan diatasnya seluas 24.401 m yang
Cabang Jl. Sudirman Bandung untuk mengajukan
NJOPnya Rp. 365.000,-/m2 sesuai dengan
pinjaman kredit dengan menjaminkan tanah milik
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
PT. INSAN (Persero) Unit Patal Cipadung yang
Nomor
akan dibeli.
2
Objek
Pajak
(NOP)
32.73.110.001.024-0001.0 Tahun 2004 (tahun berjalan).
Terdakwa kemudian pada tanggal 8 Oktober 2004 mengajukan proposal permohonan kredit kepada PT. Bank Buana Cabang Jl. Sudirman
Dalam beberapa kali pertemuan antara Terdakwa
Bandung sebesar Rp. 36.000.000.000,- dan US $
dengan Drs. Kuntjoro Hendrartono, MBA, Tatang
2,500,000 dengan agunan berupa dua bidang tanah
Supriatna, Chandra Tambayong dan Yudi Tjahyana
yang menjadi satu kesatuan berikut bangunan yang
menyepakati bahwa sebelum dilakukan penjualan,
terletak di Jl. Ujung Berung Bandung dengan me-
SHGB No. B.65 perlu diperpanjang masa berla-
lampirkan fotocopy SHGB No. 4283/Kelurahan
kunya dan agar tanah tersebut dapat dijual lebih mu-
Cipadung
rah, maka NJOPnya sebesar Rp. 537.000,-/m2 di-
Cipadung serta fotocopy Resume Penilaian Aset
turunkan menjadi Rp. 160.000,-/m2, sehingga sama
Unit Patal Cipadung Bandung oleh perusahaan
dengan NJOP atas tanah SHGB No. 192 yang akan
appraisal/penaksir PT. Survindo Putra Pratama,
dijadikan pedoman dalam penaksiran harga oleh PT.
yang mana fotocopy kedua SHGB dan fotocopy
INSAN supaya seolah-olah sesuai dengan Surat
resume appraisal tersebut diperoleh Terdakwa dari
Menteri Keuangan No. S-3451/MK.2/ 2002, tanggal
Drs. Kuntjoro Hendrartono, MBA, padahal kedua
12 Agustus 2002 yang isinya antara lain me-
bidang tanah tersebut masih milik PT. INSAN
nyebutkan bahwa penaksiran harga tanah milik/
(Persero) dan penjualannya belum dilakukan serta
84
dan
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
fotocopy
SHGB
No.
192/ds.
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
resume appraisal oleh PT. Survindo Putra Pratama
a.
Tahap I, tanggal 10 November 2004, pada
dalam kenyataannya tidak digunakan untuk menen-
waktu penandatanganan Akta Jual Beli (AJB)
tukan taksiran harga penjualan oleh Tim Taksasi
di Kantor Notaris Liana Nugraha, S.H. sebesar
PT. INSAN (Persero)
Rp. 17.550.000.000,- dengan perhitungan 40%
Setelah Terdakwa mengajukan proposal
dari Rp. 46.800.000.000,- dikurangi uang jami-
permohonan kredit kepada PT. Bank Buana Cabang
nan
Sudirman Bandung, maka Suryadi memberikan
1.170.000.000,- dan titipan biaya taksasi se-
kuasa kepada Yonathan Manuel Tanata pada
besar Rp. 1.404.000.000,-
tanggal 28 Oktober 2004 untuk mengikuti pelalangan
dengan
penawaran
sebesar
b.
Rp.
Rp. 1.170.000.000,- yang dananya berasal dari
telah
dibayar
sebesar
Rp.
Tahap II, tanggal 29 November 2004, sebesar 20%
48.800.000.000,- dan jaminan 2,5% yaitu sebesar
yang
dari
Rp.
46.800.000.000,-
=
Rp.
9.360.000.000,c.
Terdakwa.
Tahap III, tanggal 31 Mei 2005 sebesar 40% dari
Terdakwa dalam pelelangan tersebut juga
Rp.
46.800.000.000,-
=
Rp.
18.720.000.000,-
mengikut sertakan PT. Maharani Windi Pratama
padahal pembayaran secara bertahap tersebut
dengan penawaran sebesar Rp. 39.000.000.000,-
bertentangan dengan Instruksi Menteri Negara
dengan jaminan 2,5% sebesar Rp. 975.000.000,-
BUMN No. : 01-MBUMN/2002 tanggal 29 Januari
dan PT. Ebenhieser dengan penawaran sebesar Rp.
2002 tentang Pedoman Kebijakan Pelepasan Aktiva
33.800.000.000,- dengan jaminan 2,5% sebesar Rp.
Tetap dan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. :
845.000.000,-, yang mana uang jaminan kedua
89/KMK.013/1991 tanggal 25 Januari 1991 tentang
perusahaan pendamping tersebut juga berasal dari
Pedoman Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN,
Terdakwa.
yang dalam Pasal 15 ayat (1) menyatakan bahwa
Didalam pelelangan tersebut seluruh aset
pembayaran pelepasan aktiva tetap adalah dengan
atas nama PT. INSAN (Persero) telah dibeli oleh
cara tunai, namun dalam 2 (dua) lembar kwitansi
adik angkat Terdakwa (Suryadi), nilai berdasarkan
tertanggal 10 November 2004 yang ditandatangani
penilaian cabang Rp. 109.890.400.000,- per tanggal
Ashar Budiman dan dalam AJB No. 226 dan No.
8 Oktober 2004, nilai berdasarkan penilaian PT.
227 dihadapan Notaris Liana Nugraha, S.H.,
Survindo
pembayarannya dilakukan seolah-olah secara tunai.
Putra
Pratama
sebesar
Rp.
168.701.300.000,-. Setelah
Dalam rangka pembelian tanah-tanah terSuryadi
dinyatakan
sebagai
sebut Terdakwa telah memberikan uang kepada Drs.
pemenang oleh PT. INSAN (Persero), selanjutnya
Kuntjoro Hendrartono, MBA yang menjabat sebagai
Terdakwa memberikan sebagian dana yang diper-
Direktur Utama PT. INSAN secara berturut-turut
olehnya dari kredit pada PT. Bank Buana Cabang Jl.
yang
Sudirman Bandung untuk membayar pembelian
11.470.000.000,- melalui transfer ke rekening PT.
tanah-tanah tersebut secara bertahap, yaitu :
Bestari Dinamika Perkasa No. 4503062561 pada
keseluruhannya
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
berjumlah
Rp.
85
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Bank BCA Cabang Bidakara Jakarta Selatan yang
c.
Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
mana Drs. Kuntjoro Hendrartono, MBA selaku pe-
atau sarana yang ada padanya karena jabatan
nerima kuasa dari Ratu Nane Meyane Drajat,
atau kedudukannya ;
Direktur Utama PT. Bestari Dinamika Perkasa.
d.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka
Dapat
merugikan
keuangan
negara
atau
perekonomian negara.
perbuatan Terdakwa telah menguntungkan diri
Mengenai Pasal 18 Undang-Undang
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi diri
Korupsi
adalah
mengenai
uang
pengganti,
Terdakwa dan/atau Drs. Kuntjoro Hendrartono,
sedangkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah
MBA selaku Direktur Utama PT. INSAN dan/atau
dipidana sebagai pelaku tindak pidana orang yang
Suryadi atau setidak-tidaknya orang lain atau suatu
melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang
korporasi yang telah mengakibatkan kerugian
turut melakukan.
keuangan negara.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kepada Tindak Pidana Yang Didakwakan
Terdakwa
Atas perbuatan Terdakwa tersebut, maka
Adapun tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Terdakwa didakwa dengan pasal berlapis yang
terhadap Terdakwa, yang pada pokoknya sebagai
terdiri dari dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) Jo.
berikut :
Pasal 18 Undang-Undang Korupsi Jo. Pasal 55 ayat
a.
Menyatakan Terdakwa bersalah melakukan
(1) ke-1 KUHP dan Subsidiair Pasal 3 Jo. Pasal 18
tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur
Undang-Undang Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18
KUHP.
Undang-Undang Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Adapun unsur-unsur dalam Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Korupsi adalah :
ke-1 KUHP ; b.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa be-
a.
Setiap orang ;
rupa pidana penjara selama 9 tahun dan pidana
b.
Secara melawan hukum ;
denda sebesar Rp. 500.000.000,-, subsidiair 6
c.
Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
bulan kurungan ;
atau orang lain atau suatu korporasi ; d.
c.
Menghukum Terdakwa untuk membayar uang
Yang dapat merugikan keuangan negara atau
pengganti sebesar Rp. 70.687.012.006,- secara
perekonomian negara.
tanggung renteng
Sedangkan unsur-unsur dalam Pasal 3 Un-
dengan
Drs.
Kuntjoro
Hendrartono, MBA., (yang disidangkan secara
dang-Undang Korupsi adalah :
terpisah), paling lama 1 (satu) bulan setelah
a.
Setiap orang ;
perkaranya memperoleh kekuatan hukum tetap
b.
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
dan apabila uang pengganti tersebut tidak
atau orang lain atau suatu korporasi ;
dibayar, maka dipidana dengan penjara selama 1 (satu) tahun.
86
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
tanah HGB No. 4284 seluas 78.300 m2
Putusan Hakim
dikalikan
Adapun pertimbangan Hakim dalam
Rp. 160.000,-/m2 sama dengan
memutuskan perkara tersebut adalah sebagai berikut
Rp.
a. Bahwa peranan Terdakwa untuk terlaksananya
bangunan seluas 27.534 m2 sebesar Rp.
tindak pidana adalah cukup besar, karena tanpa
4.419.914.506,- dikurangi hasil penjualan
inisiatif
yang
dan
bantuan
fasilitas
dana
dari
12.528.000.000,-
telah
serta
direalisasikan
nilai
sebesar
jual
Rp.
46.800.000.000,- ; dan
Terdakwa, tidak mungkin Suryadi akan menjadi
(2) Kurang diterimanya BPHTB sebesar Rp.
pemenang lelang atas penjualan tanah milik PT.
3.154.147.500,- yang dihitung dari BPHTB
INSAN (Persero) tersebut ; b. Bahwa dalam perkara tersebut kedudukan Ter-
yang seharusnya dibayar oleh pembeli Rp.
dakwa adalah sebagai pelaku peserta, dimana
5.492.647.500,- dikurangi BPHTB yang
“pelaku” (dadernya) adalah yang mempunyai
telah dibayar Rp. 2.338.500.000,-
status sebagai Pegawai Negeri sebagaimana
d.
Bahwa yang dimaksud dengan “merugikan”
yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat 2c, 2d, 2e
adalah sama artinya dengan menjadi rugi atau
Undang-Undang Korupsi ;
menjadi berkurang, sehingga yang dimaksud
c. Bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut
dengan “merugikan keuangan negara”, adalah
telah merugikan keuangan negara yang cukup
sama artinya dengan menjadi ruginya keua-
besar yaitu sejumlah Rp. 70.687.012.006,- se-
ngan negara atau berkurangnya keuangan
bagaimana hasil perhitungan kerugian negara
negara.
yang dibuat dan ditandatangani oleh Amrizal,
e.
Bahwa mengenai besarnya hukuman tambahan
Ak, MM, CFE, Ahli dari Badan Pengawas
untuk membayar uang pengganti karena tim-
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sesuai de-
bulnya kerugian negara yang disebabkan do-
ngan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Ke-
minannya perbuatan Kuntjoro Hendrartono,
uangan Negara, atas perkara Tindak Pidana
MBA, Suryadi dan terdakwa, maka ganti rugi
Korupsi dalam Penyimpangan Penjualan Tanah
tersebut dibebankan kepada mereka dengan
dan Bangunan Unit Patal Cipadung Bandung,
jumlah yang sama. f.
dengan perhitungan yaitu :
Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini
(1) Selisih akibat penetapan harga tanah dan
terjadi secara meluas, karena itu tindak pidana
bangunan yang tidak sesuai dengan pe-
korupsi perlu diberantas dengan cara luar
raturan sebesar Rp. 67.532.864.506,- yang
biasa, antara lain dengan pemidanaan yang be-
dihitung dari nilai penjualan seharusnya Rp.
rat yang akan mempunyai efek jera dan pen-
114.332.864.506,- yang merupakan nilai
cegahan.
jual tanah HGB No. 4283 luas 181.350 m2 dikalikan nilai NJOP Rp. 537.000,/m2 sama
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Ha-
dengan Rp. 97.384.950.000,- dan nilai jual
kim Agung pada Mahkamah Agung R.I dalam
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
87
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Putusannya No. 2257 K/Pid/2006, tanggal 5
ngan negara adalah dengan cara membuat aset ne-
Desember 2006, yang amarnya antara lain berbunyi
gara menjadi berkurang yaitu dengan cara menjual
sebagai berikut :
aset negara berupa Unit Patal Cipadung, Bandung
a.
Menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara
milik PT. INSAN (Persero) dengan harga murah.
sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan
Hal tersebut dilakukan dengan cara menurunkan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
NJOP, sehingga terdapat selisih yang cukup besar
dakwaan primair ;
yaitu
Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan
perhitungan selisih akibat penetapan harga tanah
meyakinkan telah bersalah melakukan Tindak
dan bangunan yang tidak sesuai dengan peraturan
Pidana Korupsi Yang Dilakukan Secara
sebesar Rp. 67.532.864.506,- dan kurang diterima-
Bersama-Sama;
nya BPHTB sebesar Rp. 3.154.147.500,-
b.
c.
d.
sejumlah
Rp.
70.687.012.006,-
dengan
Menghukum Terdakwa dengan pidana penjara
Selisih inilah yang juga seharusnya diterima
selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp.
oleh PT. INSAN (Persero) sebagai akibat dari pen-
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dengan
jualan aset tanah-tanah Unit Patal Cipadung ter-
ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar
sebut, karena aset tanah tersebut merupakan aset
akan diganti dengan pidana kurungan selama
milik negara, maka selisih harga yang seharusnya
10 (sepuluh) bulan ;
diterima oleh PT. INSAN (Persero) tersebut adalah
Menghukum pula Terdakwa untuk membayar
sama dengan selisih harga yang seharusnya diterima
uang
Rp.
oleh negara, dengan demikian negara telah dirugi-
24.006.438.333,- dengan ketentuan jika ter-
kan sebesar selisih harga tersebut yaitu sebesar Rp.
pidana tidak membayar uang pengganti ter-
70.687.012.006,-
pengganti
sebesar
sebut paling lama 1 (satu) bulan sesudah pu-
Selisih yang merupakan harga seharusnya
tusan memperoleh kekuatan hukum tetap, ma-
yang diterima oleh PT. INSAN (Persero) akibat
ka harta bendanya disita oleh Jaksa dan di-
penjualan tanah-tanah Unit Patal Cipadung tersebut
lelang untuk membayar uang pengganti de-
adalah merupakan uang negara yang hilang akibat
ngan ketentuan dalam hal terpidana tidak
terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan
mempunyai harta yang mencukupi untuk
oleh Terdakwa, dengan demikian uang negara yang
membayar uang pengganti tersebut, maka akan
hilang itulah yang merupakan uang pengganti yang
diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga)
harus ditanggung oleh Terdakwa.
tahun.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pengembalian kerugian keuangan negara memiliki pe-
Analisa Putusan Mahkamah Agung R.I No.
ranan yang sangat penting dalam penindakan
2257 K/Pid/ 2006, tanggal 5 Desember 2006
korupsi, karena :
Bahwa perbuatan yang Terdakwa lakukan sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian keua88
a.
Jika Terdakwa melakukan pengembalian kerugian keuangan negara, maka akan berdampak
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
b.
c.
langsung untuk memulihkan keuangan negara
dari pidana pokok, sebagaimana dimaksud dalam
atau perekonomian negara ;
Pasal 18 Undang-Undang Korupsi.
Pengembalian kerugian keuangan negara me-
Pengembalian kerugian keuangan negara
rupakan sistem penegakan hukum baik secara
dengan cara tidak sukarela dapat juga dilakukan
pidana maupun perdata ;
apabila perkara tersebut telah putus dan telah mem-
Mencegah penggunaan atau pemanfaatan aset-
peroleh kekuatan hukum tetap, tetapi diketahui ma-
aset yang dihasilkan dari korupsi sebagai alat
sih terdapat harta benda milik Terpidana yang di-
atau sarana oleh pelaku tindak pidana korupsi
duga atau patut diduga juga berasal dari tindak
untuk melakukan tindak pidana lain, misalnya
pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan
pencucian uang atau terorisme.
oleh negara, maka negara dapat melakukan gugatan
Pengembalian kerugian keuangan negara dapat
perdata terhadap terpidana dan atau ahli warisnya,
dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan cara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 C Undang-
sukarela atau dengan tidak sukarela.
Undang Korupsi.
Dalam hal pengembalian kerugian keua-
Pengembalian kerugian keuangan negara
ngan negara secara sukarela, maka pengembalian
sebagaimana terdapat dalam Putusan Hakim meru-
tersebut dapat langsung dilakukan seperti dalam
pakan instrumen yang disediakan oleh Undang-Un-
perkara Abdullah Puteh yang telah diputus oleh
dang Korupsi, sehingga ketika Putusan Mahkamah
Mahkamah Agung RI dalam Putusannya No.: 1344
Agung R.I No. : 2257 K/Pid/2006 memutuskan hal
K/Pid/2005, yang mana Abdullah Puteh mengem-
tersebut, maka telah sesuai dengan ketentuan hukum
balikan kerugian negara tersebut secara sukarela.
yang berlaku.
Jika
pengembalian
kerugian
keuangan
Bahwa pengembalian kerugian keuangan
negara dilakukan dengan cara tidak sukarela, maka
negara yang terdapat didalam Putusan Mahkamah
dapat dilakukan perampasan barang bergerak
Agung R.I No. 2257 K/Pid/2006 merupakan bentuk
maupun tidak bergerak yang digunakan untuk
pemidanaan berdasarkan Teori Pemidanaan, yaitu
atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi atau
Teori Gabungan karena dalam amar putusannya
jika Terpidana tidak membayar uang pengganti
disebutkan bahwa Terdakwa dihukum dengan
dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sesudah pu-
pidana penjara dan denda (Teori Absolut dan Teori
tusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka
Relatif) serta menghukum Terdakwa untuk memba-
harta benda Terdakwa dapat disita oleh Jaksa
yar uang pengganti (Teori Absolut yang sifatnya
dan dilelang untuk membayar uang pengganti,
pembalasan) yang jumlahnya sama dengan harta
apabila Terpidana tidak mempunyai harta yang
benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka akan diganti dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum
Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai be-
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
89
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
rikut: Pertama, Pengembalian kerugian keuangan
benda milik Terpidana yang diduga atau patut di-
negara memiliki peranan yang sangat penting dalam
duga juga berasal dari tindak pidana korupsi yang
penindakan tindak pidana korupsi, karena:
belum dikenakan perampasan oleh negara, maka ne-
1. Jika pelaku tindak pidana korupsi melakukan
gara dapat melakukan gugatan perdata terhadap
pengembalian kerugian keuangan negara, maka
terpidana dan atau ahli warisnya.
akan berdampak langsung untuk memulihkan keuangan negara atau perekonomian negara, yang
Daftar Pustaka
pada akhirnya bermuara kepada kesejahteraan
Ariawan, I Gusti Ketut, “Stolen Asset Recovery,
masyarakat yang adil dan makmur; 2.Pengembalian
Suatu Harapan Dalam Pengembalian Aset
kerugian keuangan negara merupakan sistem pe-
Negara”, Kertha Patrika, Jakarta, 2008.
negakan hukum baik secara pidana maupun perdata;
Atmasasmita,
Romli.
“Pengkajian
Mengenai
3. Mencegah penggunaan atau pemanfaatan aset-
Implikasi Konvensi Menentang Korupsi
aset yang dihasilkan dari korupsi sebagai alat atau
2003 Kedalam Sistem Hukum Nasional”.
sarana oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk
Proposal disampaikan pada Badan Pem-
melakukan tindak pidana lain, misalnya pencucian
binaan Hukum Nasional Departemen Ke-
uang atau terorisme. Kedua, Pengembalian kerugian
hakiman dan HAM R.I, Jakarta, 2004.
keuangan negara dapat dilakukan dengan cara suka-
Atmasasmita, Romli. “Senjata Baru Pencegahan
rela dan tidak sukarela. Mekanisme pengembalian
Dan
kerugian keuangan negara yang dilakukan dengan
http://www.investigasi-korupsi.com, diakses
cara tidak sukarela, adalah dengan cara sebagai
pada 2 Juni 2008.
berikut : 1.Jalur Pidana, dengan cara perampasan
Pemberantasan
__________________.
Korupsi”.
“Pengembalian
barang bergerak maupun tidak bergerak serta
Korupsi”,
harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dile-
com, diakses pada 3 Juni 2008.
Aset
http://www.investigasi-korupsi.
lang untuk membayar uang pengganti, apabila
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,
Terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi
“Strategi Pemberantasan Korupsi”, Nasio-
untuk membayar uang pengganti tersebut, maka
nal, Jakarta, 1999.
akan diganti dengan pidana penjara ; 2. Jalur
Chazawi, Adami, “Hukum Pembuktian Tindak
Perdata, ditempuh apabila Tersangka/Terdakwa me-
Pidana Korupsi”, PT. Alumni, Bandung,
ninggal dunia pada saat menjalani proses hu-
2006.
kumnya, maka alternatif yang dilakukan adalah di-
Hamzah, Andi, “Pemberantasan Korupsi Melalui
lakukan gugatan perdata yang dilakukan oleh
Hukum Pidana Nasional dan Internasional”,
Jaksa yang bertindak sebagai Pengacara Negara,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
selain itu pula dapat juga dilakukan apabila perkara tersebut telah putus dan telah memperoleh kekuatan
Hartanti, Evi, “Tindak Pidana Korupsi”, Sinar Grafika, Jakarta, 2007
hukum tetap, tetapi diketahui masih terdapat harta 90
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Husein, Yunus. “Kerugian Negara Dalam Tindak Pidana
Korupsi”.
http://www.kpk.go.id,
diakses pada 27 Agustus 2008.
Lembaran Negara RI No. 137 Tahun 2002, Tambahan Lembaran Negara R.I No. 4250. -----------.
Undang-Undang
tentang
Irawan, Andi. “Korupsi Hancurkan Perekonomian”.
Perubahan Atas Undang-Undang No. 31
http://www.andiirawan.com, diakses pada
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
15 Desember 2008.
Pidana Korupsi. Undang-Undang No. 20
Iskandar, Eka. “Model Ideal Pengembalian Aset
Tahun 2001, Lembaran Negara RI No. 134
Hasil Korupsi”. http://www.antikorupsi.org.
Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara
diakses pada 10 Desember 2008.
R.I No. 4150.
Indonesia.
Undang-Undang tentang Bantuan
-----------.
Undang-Undang
tentang
Timbal Balik Dalam Masalah Pidana.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang
2006,
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999,
Lembaran Negara R.I No. 18 Tahun 2006,
Lembaran Negara R.I No. 140 Tahun 1999,
Tambahan Lembaran Negara R.I No. 4607.
Tambahan Lembaran Negara R.I No. 3874.
-----------.
No.
1
Tahun
Undang-Undang
tentang
-----------.
Undang-Undang Dasar 1945.
Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003. Undang-Undang No. 7 Tahun 2006,
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia,
Lembaran Negara RI No. 32 Tahun 2006,
“Memahami
Tambahan Lembaran Negara R.I No. 4620.
Panduan Untuk Memahami Tindak Pidana
-----------.
Undang-Undang
tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 15 Tahun
2002
tentang
Tindak
Pidana
Pencucian Uang. Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Lembaran Negara R.I No. 108 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara R.I No. 4324. -----------.
Membasmi,
Buku
Korupsi”, KPK, Jakarta, 2006. Marpaung, Leden, “Asas, Teori, dan Praktik Hukum Pidana”, Sinar Grafika, Jakarta, 2005. Moeljatno, “Asas-Asas Hukum Pidana”, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2002. Muladi dan Barda Nawawi, “Teori-Teori dan Kebijakan Pidana”, PT. Alumni, Bandung,
Undang-Undang tentang Keuangan
Negara. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, Lembaran Negara RI No. 47 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara R.I No. 4286. -----------.
Untuk
1998. Mulyadi,
Lilik,
“Tindak
Pidana
Korupsi
Di
Indonesia”, PT. Alumni, Jakarta, 2007. ____________, “Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi”, PT. Alumni,
Undang-Undang tentang Komisi
Bandung, 2007.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Prinst, Darwan, “Pemberantasan Tindak Pidana
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002,
Korupsi”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
91
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Secara Tidak Sukarela Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2257 K/PID/2006)
Saidi, Muhammad Djafar, “Hukum Keuangan Negara”, PT. Raja Grafindo Persada,
Tindak Pidana Korupsi”. http://www.djkn.
Jakarta, 2008. Sudjana, Eggi, “Republik Tanpa KPK, Koruptor Harus Mati”, JP. Books, Surabaya, 2008. Suhadibroto.
“Instrumen
Soepomo. “Pemahaman Keuangan Negara Dalam
Perdata
Untuk
Mengembalikan Kerugian Negara Dalam Korupsi”.
depkeu.go.id, diakses pada 12 Desember 2008. W, Syukur, “Korupsi Sebagai Cara Bisnis Ala Indonesia”, Media Hukum, Jakarta, 2004. Yanuar, Purwaning M, “Pengembalian Aset Hasil
http://www.duniaesai.com/hukum
diakses
Korupsi”, PT. Alumni, Bandung, 2007. __________.
pada 4 Agutus 2008. Sunendar, Gunawan. “Penanganan Korupsi Tidak Lagi Berorientasi Pada Kerugian Negara”.
Aset
http://www.komisihukum.go.id, pada 15 Agustus 2008.
http://www.republika.co.id. Diakses pada 11 Agustus 2008.
92
“Menyita
Lex Jurnalica Vol. 7 No.1, Desember 2009
Koruptor”. diakses