Quamilla.J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2): 161 - 168
[JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY Journal Homepage : http://jurnal.unsyiah.ac.id/JDS/ E-ISSN : 2502-0412
STRES DAN KEJADIAN PERIODONTITIS (KAJIAN LITERATUR) Nadia Quamilla* Staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala
Abstract Stress is a putative risk factor for periodontitis. Previous research has shown that stress could influence the extent and severity periodontitis. This article was aimed to study the corelation between stress and periodontitis. Periodontitis is a chronic inflammatory disease caused by infection on supporting tissues of the teeth. The clinical diagnosic of periodontitis is based on measures of the presence periodontal pocket, loss of clinical attachment, loss of alveolar bone or combination of these measures. Etiologic of periodontitis is plaque and calculus. Stress is a putative risk factor for periodontitis. Previous research has shown that stress could influence the extent and severity periodontitis. It can be concluded that in this study, there was relationship between stress and periodontitis. Keywords : stress, periodontitis, periodontal pocket
PENDAHULUAN Aceh merupakan provinsi dengan latar belakang konflik, bencana tsunami dan perang selama 30 tahun yang terjadi di Aceh telah menimbulkan dampak psikologis berupa trauma pada masyarakat Aceh, tercatat sebanyak 51,3% mengidap skizofrenia dan 10,8% mengidap depresi.1 Kajian literatur bertujuan untuk mendiskusikan dampak dari stres terhadap kondisi jaringan periodontal, dimana disebutkan stres merupakan faktor risiko terjadinya periodontitis. Dengan kondisi bermukim di Aceh yang merupakan daerah konflik, penulis menyadari rentannya masyarakat Aceh menderita periodontitis. Corresponding author Email address :
[email protected]
Stres yang terjadi akibat dampak psikologis berupa trauma dapat memodulasi beberapa sistem fisiologis tubuh seperti sistem endokrin dan sistem imun. Hal ini dapat menyebabkan individu yang stres rentan terkena penyakit infeksi. Dilaporkan bahwa stres sangat kuat hubungannya dengan penyakit infeksi seperti periodontitis.2 Mekanismenya diduga akibat interaksi neuroimun-endokrin dan perubahan perilaku seperti merokok dan tidak menjaga kebersihan mulut.3 Mengetahui mengenai faktor risiko periodontitis yang dikaitkan dengan stres dapat menjadi pengetahuan mengenai bagaimana terjadinya periodontitis terkait dengan kondisi stres, sehingga diharapakan dapat menjadi sumber ilmu untuk pencegahan ataupun meminimalkan efek penyakit. 161
Quamilla.J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2): 161 - 168
Stres Stres berasal dari bahasa Latin stringere yang berarti tegang atau genting.4 Stres didefinisikan sebagai stimulus atau situasi yang menimbulkan stres negatif/distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis seseorang.5 Khayat (2007) mendefinisikan stres sebagai respon fisik, mental dan emosional dalam menghadapi ancaman.6 Teori stres bermula dari penelitian Cannon (1929) yang kemudian diadopsi oleh Meyer (1951) yang melatih para dokter untuk menggunakan riwayat hidup pasien sebagai sarana diagnostik karena banyak dijumpai kejadian traumatik pada pasien yang menyebabkan penyakit.7 Faktor yang menyebabkan stres disebut stresor.6,7,8 Stresor dapat bersifat fisiologik (dingin, panas, infeksi, rasa nyeri dan pukulan), psikologis (takut, khawatir, cemas, marah, kecewa, kesepian, dan jatuh cinta) dan stresor sosial-budaya (menganggur, perceraian dan perselisihan).7 Stresor dapat mengakibatkan perubahan di dalam tubuh yang dapat bersifat positif yang disebut stres positif (eustres) dan dapat juga bersifat negatif yang disebut stres negatif (distres).9 Stres dikatakan positif apabila kondisi dan situasi yang terjadi dapat memotivasi, memberi inspirasi dan tidak mengancam kesehatan. Sebaliknya distres mengacu pada penderitaan fisik atau mental yang dapat membuat individu menjadi marah, tegang, bingung, cemas dan merasa bersalah.8,10 Distres terbagi atas dua bentuk yaitu stres akut dan stres kronik. Stres akut muncul cukup kuat, tapi menghilang dengan cepat. Sebaliknya, stres kronik muncul tidak cukup kuat tapi durasinya berlangsung dalam waktu yang lama bahkan sampai hitungan bulan. Stres kronik yang terjadi berulang dapat mempengaruhi kesehatan.10 Dalam batas tertentu, stres baik untuk diri kita karena dapat membantu kita untuk tetap aktif dan waspada. Akan tetapi, stres yang sangat kuat atau berlangsung lama dapat melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya (coping ability) dan dapat menyebabkan distres emosional. 8 Definisi dan klasifikasi gangguan jiwa Menurut American Psychiatric Association (APA) definisi dari gangguan
jiwa adalah suatu sindrom atau pola perilaku/psikologis seseorang yang berkaitan dengan adanya distres, adanya kerusakan pada satu atau lebih area fungsi penting, disertai dengan peningkatan risiko kematian atau sangat kehilangan keterbatasan.11 Menurut National Alliance for The Mentally III (NAMI) definisi dari gangguan jiwa adalah gangguan otak yang dapat menyebabkan gangguan yang parah pada pikiran, perasaan, dan hubungan dengan orang lain.12 Gangguan jiwa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor individual, faktor personal dan faktor sosial. Faktor individual meliputi struktur biologis, kecemasan, kekhawatiran dan kehilangan arti hidup. Faktor interpersonal meliputi komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang berlebihan, menarik diri dari hubungan sosial dan kehilangan kontrol emosi. Faktor sosial budaya seperti tidak adanya penghasilan, tunawisma, kemiskinan dan diskriminasi juga dapat menyebabkan gangguan jiwa.11 Gejala dari gangguan jiwa bervariasi, tetapi semua orang dengan gangguan jiwa memiliki karakteristik tingkah laku yang sama yaitu terjadi perubahan dalam hal berpikir atau perasaan (halusinasi, delusi, ketakutan yang berlebihan dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi), perubahan mood (kesedihan yang tidak dihubungkan dengan keadaan, pesimis, putus asa, kehilangan minat terhadap aktivitas, sikap bermusuhan, tidak acuh pada situasi atau ketidakmampuan mengekspresikan kesenangan). Depresi dan skizofrenia adalah jenis dari gangguan jiwa.12 Periodontitis Periodontitis adalah peradangan yang mengenai jaringan pendukung gigi, disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat menyebabkan kerusakan yang progresif pada ligamen periodontal, tulang alveolar dan disertai dengan pembentukan poket.13 Periodontitis menyebabkan destruksi jaringan yang permanen yang dikarakteristikkan dengan inflamasi kronis, migrasi epitelium penyatu ke apikal, kehilangan jaringan ikat dan kehilangan tulang alveolar.14 Gambaran klinis dari periodontitis adalah terjadinya perubahan warna menjadi menjadi merah terang, disertai dengan 162
Quamilla.J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2): 161 - 168
pembengkakan margin.14 Perdarahan saat probing dan terjadi kedalaman probing ≥ 4 mm disebabkan oleh migrasi epitel penyatu ke apikal.14,15 Terjadi kehilangan tulang alveolar dan kegoyangan gigi.14 Penyebab utama penyakit periodontal adalah adanya mikroorganisme yang 16 berkolonisasi di dalam plak gigi. Plak gigi adalah substansi yang terstruktur, lunak, berwarna kuning, yang melekat pada permukaan gigi.17 Kandungan dari plak gigi adalah berbagai jenis mikroorganisme, khususnya bakteri sisanya adalah jamur, protozoa dan virus. Plak yang mengandung mikroorganisme patogenik ini berperan penting dalam menyebabkan dan memperparah infeksi periodontal.18 Peningkatan jumlah organisme Gram negatif di dalam plak subgingiva seperti Porphiromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Tannerela forsythia dan Treponema denticola menginisiasi infeksi periodontal.18,19 Faktor risiko periodontitis Periodontitis adalah penyakit multifaktorial.20 Banyak studi yang membuktikan bahwa terjadinya periodontitis melibatkan adanya plak gigi, individu yang rentan terkena periodontitis secara genetik dan adanya satu atau lebih faktor risiko seperti stres atau depresi yang dapat mengubah respon imun dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi termasuk kebersihan mulut.20,21 Risiko adalah kesempatan berkembangnya penyakit spesifik pada individu dalam periode tertentu. Faktor risiko adalah faktor lingkungan, tingkah laku dan biologis yang memiliki sebab-akibat tertentu dengan proses penyakit dan dapat meningkatkan kesempatan akan terjadinya sebuah penyakit.22 Patogenesis periodontitis Periodontitis adalah gangguan multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri dan gangguan keseimbangan pejamu dan parasit sehingga menyebabkan destruksi jaringan.23 Proses terjadinya periodontitis melibatkan mikroorganisme dalam plak gigi
dan faktor kerentanan pejamu.24,25 Faktor yang meregulasi kerentanan pejamu berupa respon imun terhadap bakteri 25 periodontopatogen. Tahap awal perkembangan periodontitis adalah inflamasi pada gingiva sebagai respon terhadap serangan bakteri.26 Periodontitis dihubungkan dengan adanya plak subgingiva.24,27 Perluasan plak subgingiva ke dalam sulkus gingiva dapat mengganggu perlekatan bagian korona epitelium dari permukaan gigi.14 Mikroorganisme yang terdapat di dalam plak subgingiva seperti Porphiromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Tannerela forsythia, Provotella intermedia dan Treponema denticola akan mengaktifkan respon imun terhadap patogen periodontal dan endotoksin tersebut dengan merekrut neutrofil, makrofag dan limfosit ke sulkus gingiva untuk menjaga jaringan pejamu dan mengontrol perkembangan bakteri.14 Faktor kerentanan pejamu sangat berperan dalam proses terjadinya periodontitis. Kerentanan pejamu dapat dipengaruhi oleh genetik, pengaruh lingkungan dan tingkah laku seperti merokok, stres dan diabetes.26 Respon pejamu yang tidak adekuat dalam menghancurkan bakteri dapat menyebabkan destruksi jaringan periodontal.26,27 Tahap destruksi jaringan merupakan tahap transisi dari gingivitis ke periodontitis. 14 Destruksi jaringan periodontal terjadi ketika terdapat gangguan pada keseimbangan jumlah bakteri dengan respon pejamu, hal ini dapat terjadi akibat subjek sangat rentan terhadap infeksi periodontal atau subjek terinfeksi bakteri dalam jumlah yang besar.27 Sistem imun berusaha menjaga pejamu dari infeksi ini dengan mengaktifasi sel imun seperti neutrofil, makrofag dan limfosit untuk memerangi bakteri.14 Makrofag distimulasi untuk memproduksi sitokin matrix metalloproteinases (MMPs) dan prostaglandin E2 (PGE2). Sitokin MMPs dalam konsentrasi tinggi di jaringan akan memediasi destruksi matriks seluler gingiva, perlekatan serat kolagen pada apikal epitel penyatu dan ligamen periodontal. Sitokin PGE2 memediasi destruksi tulang dan menstimulasi osteoklas 163
Quamilla.J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2): 161 - 168
dalam jumlah besar untuk meresorbsi puncak tulang alveolar.14 Kehilangan kolagen menyebabkan sel epitelium penyatu bagian apikal berproliferasi sepanjang akar gigi dan bagian korona dari epitelium penyatu terlepas dari akar gigi. Neutrofil menginvasi bagian korona epitelium penyatu dan memperbanyak jumlahnya. Jaringan akan kehilangan kesatuan dan terlepas dari permukaan gigi.26 Sulkus akan meluas secara apikal dan pada tahap ini sulkus gingiva akan berubah menjadi poket periodontal.14 PEMBAHASAN Beberapa penelitian menemukan bahwa hiperaktivasi aksis HPA berupa stres, distres dan perilaku koping yang tidak adekuat dapat meningkatkan rasio penyakit periodontal dan merupakan faktor risiko diduga dalam terjadinya penyakit periodontal.28 Penelitian tentang hubungan antara stres dan periodontitis juga dilakukan oleh Dolic dkk (2005) dan melaporkan adanya hubungan positif antara stres dengan kehilangan tulang.29 Studi case-control yang dilakukan oleh Croucher dkk (1997) menyimpulkan bahwa faktor psikososial seperti stres dan perilaku risiko kesehatan mulut berperan bersama sebagai penentu penting dalam terjadinya periodontitis.30 Penelitian yang dilakukan Peruzzo dkk (2008) terhadap tikus yang diinduksi respon stres, ditemukan bahwa stres kronis secara signifikan meningkatan kehilangan tulang.28 Penelitian menunjukkan mekanisme stres dalam memperparah penyakit periodontal melalui dua jalur, yaitu pengaktivasian sistem neuro-endokrin hipotalamus-pituitary-adrenal axis (aksis HPA) dan symphatetic-adrenalmedullary axis (aksis SAM) yang akan mempengaruhi sistem imun dengan cara menurunkan pertahanan tubuh. Selain itu stres MEMPENGARUHI faktor perilaku dan gaya hidup seperti merokok dan oral hygiene yang buruk.31,32 Stres, aksis hpa dan aksis sam Stres merupakan suatu keadaan dimana aksis HPA dan aksis SAM diaktivasi.33 Stres dapat membuat tubuh rentan terhadap penyakit karena melemahnya
sistem imun. Sistem imun adalah sistem pertahanan tubuh dalam melawan penyakit.8 Disregulasi sistem imun akibat stres dimediasi oleh sistem saraf, endokrin dan imun melalui aksis HPA dan aksis SAM.32 Stresor dapat merangsang hipotalamus di otak untuk melepaskan Corticitropin Releasing Hormone (CRH) yang dapat menstimulasi kelenjar pituitari di dekatnya untuk menghasilkan Adrenocorticotrophic Hormon (ACTH). Hormon stres ACTH akan menstimulasi kelenjar adrenal yang berlokasi di atas ginjal sehingga lapisan terluar dari kelenjar adrenal yang disebut korteks adrenal secara kronik akan melepas kortisol. Kortisol ini adalah hormon yang mendorong perlawanan terhadap stres dan menyebabkan hati melepaskan gula sebagai tenaga dalam menghadapi stresor yang mengancam. Stresor juga mengaktifkan aksis SAM, cabang simpatis dari susunan saraf otonom menstimulasi lapisan dalam kelenjar adrenal yang disebut medula adrenal untuk melepas zat kimia yang disebut katekolamin (epinefrin dan non-epinefrin). Katekolamin merupakan hormon stres yang berfungsi menggerakkan tubuh dalam menghadapi stresor dengan peningkatan kerja jantung dan menstimulasi hati untuk melepaskan persediaan gula yang digunakan untuk melindungi diri dari situasi yang mengancam.8 Kortisol, ACTH dan katekolamin adalah hormon stres.32 Hormon stres diproduksi oleh kelenjar adrenal membantu tubuh mengatasi stresor. Apabila stresor sudah terlewati maka tubuh akan kembali ke keadaan normal. Selama stres kronis, tubuh terus menerus memompa keluar hormon sehingga terjadi peningkatan level kortisol dan katekolamin yang dapat menyebabkan kerusakan pada keseluruhan tubuh.8 Pengaruh hormon stres terhadap periodontitis Penelitian pada binatang percobaan yang dilakukan oleh Breivik dkk (2006) mengungkapkan bahwa respon yang berlebihan dari aksis HPA dan aksis SAM berhubungan dengan peningkatan kerentanan terjadinya periodontitis.34 Pada orang dengan stres kronis ditemukan adanya peningkatan level kortisol dan katekolamin.35 164
Quamilla.J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2): 161 - 168
Penelitian cross-sectional yang dilakukan Hilgert dkk (2006) melaporkan adanya hubungan antara peningkatan level kortisol dengan keparahan periodontitis. 36 Peningkatan level kortisol memiliki efek negatif pada jaringan periodontal karena dapat menurunkan produksi kolagen oleh fibroblas. Perubahan ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan sintesis kolagen dan kerusakan pada jaringan periodontal. 9 Peningkatan level kortisol dapat menurunkan fungsi imun dengan menghambat presentasi antigen oleh makrofag, proliferasi limfosit dan diferensiasi limfosit menjadi sel efektor seperti limfosit T helper, limfosit T sitotoksik dan limfosit B sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi periodontal. Kortisol juga dapat menurunkan jumlah limfosit, monosit dan eosinofil dalam sirkulasi, menghambat akumulasi eosinofil, makrofag dan neutrofil pada daerah yang mengalami inflamasi dan menghambat fungsi penting makrofag, neutrofil dan sel mast dalam fungsi kemotaksis dan fagositosis.37 Produk dari sistem saraf dan neuroendokrin yang disekresikan karena adanya stres dapat mempengaruhi aktivitas sistem imun berupa penurunan produksi sitokin seperti interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL6) dan tumor necrosing factor (TNF).32,37 Penelitian yang dilakukan oleh Giannopoulou dkk (2003) terdapat korelasi positif yang kuat antara jumlah IL-1β, IL-6 dan IL-8 dalam cairan sulkus gingiva dengan status penyakit periodontal. Stres ataupun plak gigi keduanya beraksi secara sinergis untuk meningkatkan kadar IL-1β di periodonsium. Keberadaan IL-1β dalam cairan sulkus gingiva dapat menginduksi resorbsi tulang dan mereduksi pembentukan tulang. Interleukin-1β adalah mediator inflamasi yang dengan mengatur resorbsi tulang dengan aktivasi osteoklas dan menstimulasi sintesis PGE2 dimana terjadinya periodontitis dihubungkan dengan adanya sitokin ini.38 Dampak negatif lain dari stres adalah menginduksi hormon di dalam cairan sulkus gingiva untuk memproduksi nutrisi yang mendukung pertumbuhan mikroba subgingiva.39 Peningkatan level kortisol dalam jangka waktu yang lama juga dapat
menurunkan kemampuan sistem imun dengan cara menghambat immunoglobulin G dan A. Imunoglobulin G dan IgA adalah immunoglobulin yang berperan dalam mengontrol periodontitis.40 Produk dari aksis SAM yaitu katekolamin yang dilepaskan oleh tubuh untuk mengatasi stresor ternyata juga memiliki efek yang berlawanan karena dapat menstimulasi pembentukan dan mengontrol aktivitas prostaglandin, enzim proteolitik dan sekresi protease yang secara tidak langsung dapat menyebabkan destruksi jaringan.3 Stres dan perubahan perilaku Ringsdorf dan Chaeraskin (1969) mengatakan bahwa stres dapat mempengaruhi gaya hidup dan kebiasaan menjaga kebersihan mulut.4 Peran stres pada terjadinya penyakit periodontal adalah dengan adanya perubahan perilaku berupa merokok, perilaku tidak peduli terhadap kebersihan mulut dan makan secara berlebihan terutama konsumsi makanan tinggi lemak.9 Merokok adalah faktor risiko yang dapat meningkatkan prevalensi dan keparahan destruksi periodontal.41 Berbagai macam rokok dan intensitas kebiasaan merokok telah terbukti memiliki hubungan yang kuat dengan status jaringan gingiva, kerusakan jaringan periodonsium dan memperberat periodontitis.37 Efek dari sirkulasi nikotin yang terdapat di dalam rokok dapat menyebabkan (1) vasokontriksi berupa pelepasan adrenalin dan noradrenalin yang menyebabkan kurangnya nutrisi pada jaringan periodontal (2) menurun respon antibodi dan menghambat fungsi neutrofil oral.39 Perokok memiliki risiko menderita periodontitis 2-7 kali lebih besar daripada bukan perokok. Bukti terlihat berupa kerusakan perlekatan yang berat dengan adanya poket yang dalam pada perokok.37 Penelitian melaporkan bahwa gangguan psikososial dapat menyebabkan pasien tidak memperdulikan kebersihan mulut dan menyebabkan terjadinya akumulasi plak.39 Kebersihan mulut yang buruk dapat menyebabkan infeksi bakteri, LPS yang berasal dari dinding sel bakteri Gram negatif 165
Quamilla.J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2): 161 - 168
juga dapat meningkatkan sekresi katekolamin dari aksis SAM dan kortisol dari aksis HPA.34 Kondisi stres dapat memodifikasi asupan makanan yang secara tidak langsung berefek pada status periodontal. Konsumsi karbohidrat dan makanan yang lunak mengakibatkan berkurangnya mastikasi dan menjadi faktor predisposisi terhadap akumulasi plak pada bagian proksimal. 39 Konsumsi makanan yang berlebihan juga dapat meningkatkan level kortisol sehingga terjadi penurunan imunitas dan mudah terkena penyakit periodontal.9 Konsumsi alkohol secara kronis memberi dampak berupa inflamasi gingiva dan kerusakan perlekatan jaringan 37 periodonsium. Perubahan biologis yang terjadi akibat konsumsi alkohol adalah kerusakan fungsi neutrofil, defisiensi komplemen, gangguan mekanisme pembuluh darah karena kerusakan protrombin dan vitamin K, gangguan metabolisme tulang berupa peningkatan resorbsi tulang dan penurunan pembentukan tulang serta adanya efek toksik langsung dari alkohol terhadap jaringan periodonsium.37 KESIMPULAN Periodontitis merupakan suatu penyakit inlamasi pada jaringan periodonsium yang dapat menyebabkan terdapatnya poket periodontal dan kegoyangan gigi. Kondisi stres sendiri merupakan faktor risiko untuk periodontitis, artinya apabila terdapat plak dan kalkulus serta kondisi individu yang stres, hal ini dapat mendukung terjadinya periodontitis. Penelitian terdahulu tentang stres dan periodontitis selalu dikaitkan dengan subjek stres. Periodontitis disebabkan oleh multifaktorial, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian pada subjek normal. Peneltian tersebut diharapkan dapat menjelaskan kaitan antara hubungan stres dan kejadian periodontitis. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa subjek stres berpotensi mengalami periodontitis daripada subjek normal. Penaruh hormon stres dan perubahan perilaku subjek yang mengalami stres meningkatkan risiko terjadinya periodontitis. Mekanisme stres dalam memperparah penyakit periodontal melalui dua jalur, yaitu
pengaktivasian sistem neuro-endokrin hipotalamus-pituitary-adrenal axis (aksis HPA) dan symphatetic-adrenal-medullary axis (aksis SAM) yang akan mempengaruhi sistem imun dengan cara menurunkan pertahanan tubuh. Selain itu stres mempengaruhi faktor perilaku dan gaya hidup seperti merokok dan oral hygiene yang buruk. DAFTAR PUSTAKA 1.
Aide Medicale International. Mental Health. The Health Magazine 2008: 1215
2.
Trombelli L, Scapoli C, Tatakis DN, Grassi L. Modulation of clinical expression of plaque-induced gingivitis effect of personality traits, social support and stress. J Clin Periodontol 2005; 32:1143-1150.
3.
Castro GDC, Oppermann RV, Haas AN, Winter R, Alchieri JC. Association between psychosocial factors and periodontitis : a casecontrol study. J Clin Periodontol 2006; 33:109-114.
4.
Sateesh CP, Santosh KR, Pusphalatha. Relationship between stress and periodontal disease. Journal of Dental Science and Research 2010; 1(1): 54-61.
5.
Sriati A. Tinjauan tentang stres. Unpad. Bandung. Skripsi
6.
Khayat RA. Perceived stress, coping styles and periodontitis. University of Michigan, 2007. Dissertation.
7.
Gunawan B, Sumadiono. Stres dan sistem imun tubuh: suatu pendekatan psikoneuroimunologi. Cermin Dunia Kedokteran 2007; 154 :13-16.
8.
Nevid JS, Rathus SA, Greene B. Psikologi abnormal Jilid 1. Jakarta: Erlangga, 2003. p. 135-137, 228-271.
9.
Chadna S, Bathla M. Stress and periodontium : a review of concept. J Oral health Comm Dent 2010; (4):17-22.
10. National Safety Council. Manajemen stres. Jakarta: EGC,2003. p. 3-4.
166
Quamilla.J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2): 161 - 168
11. Videbeck Sl. Buku Ajar Keperawatan Jiwa:landasan keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC, 2008 : 4-7. 12. Wisconsin Department of Public Instruction. Mental Illness. 2003. Available in http://dpi.wi.gov/pld/pdf/snos.pdf
Accessed on July, 2011. 13. Widyastuti R. Periodontitis dan perawatannya. JITEKGI 2009; 6(1): 3235. 14. Nield-Gehrig JS, Willman DE. Foundation of periodontics for the Dental hygienist. Maryland: Lippincot Williams and Wilkins, 2003. p. 36, 43, 61, 75, 81-98, 103-105, 111, 120-128, 183. 15. Gray J. Faktor periodontal yang berkaitan dengan plak : patogenesis. In : Fedi PF, Vernino AR, Gray J, editors. Silabus periodonti edisi 4. Jakarta : EGC, 2004. p.31. 16. Vernino AR. Etiologi penyakit periodontal. In : Fedi PF, Vernino AR, Gray J, editors. Silabus periodonti edisi 4. Jakarta : EGC, 2004. p.13-19. 17. Arif EM, Dina N, Awang RA. The effect of chlorhexidine and triclosan on undisturbed plaque formation for 72 hours duration. Dentofasial 2010: 9(1); 1-6. 18. Wilkins EM. Clinical practice of the dental hygienist : dental biofilm and other soft deposit. 10th ed. Lippincot :Williams and Wilkins,2009. p. 292-305, 305-307
Missouri: Elsevier Mosby, 73
2004. p.
21. Ronderos M, Michalowics. Epidemiology of Periodontal Disease. In :Rose LF,. Mealey BL, Genco RJ, Cohen DW, editors. Periodontics medicine, surgery and implants. St.Louis. Missouri: Elsevier Mosby, 2004. p. 57 22. Novak KF, Novak MJ. Risk assessment. In : Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA, editors. Carranza’s clinical periodontology, 10 edn. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. p. 603-605. 23. Novak JM, Novak KF. Chronic periodontitis. In : Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA, editors. Carranza’s clinical periodontology. 10 edn. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006. p. 494-499. 24. Sandoval RM, Puy CL. Periodontal status and treatment needs among spanish military personnel. Med Oral Patol Oral Cil Bucal 2008; 13(17): E464-9. 25. Gani A, Taufiqurrahman. Kebutuhan perawatan periodontal remaja di kabupaten sinjai tahun 2007. Dentofasial 2008; 7(2): 132-138. 26. Carranza FA, Camargo PM. Periodontal pocket. In : Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA, editors. Carranza’s clinical periodontology. 10 edn. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006. p. 436.
19. Novak JM, Novak KF. Chronic periodontitis. In : Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA, editors. Carranza’s clinical periodontology. 10 edn. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006. p. 494-499.
27. Quirynen M, Teughels W, Haake SK, Newman MG. Microbiology of periodontal disease. In : Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA, editors. Carranza’s clinical periodontology. 10 edn. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006. p. 137-152.
20. Loomer PM, Armitage GC. Microbiology of periodontal disease. In:, Rose LF,. Mealey BL, Genco RJ, Cohen DW, editors. Periodontics medicine, surgery and implants. St.Louis.
28. Perruzo DC, Bennati BB, Antunes IB, Andersen ML, Sallum EA, Casati MZ, et al. Chronic stress may modulate periodontal disease : a study in rats. J Periodontol 2008; 79(4): 697-704. 167
Quamilla.J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2): 161 - 168
29. Dolic M, Bailer J, Staehle HJ, Eickholz P. Psychosocial factors as risk indicator of periodontitis. J Clin Periodontol 2005; 32: 1134-1140. 30. Croucher R, Marcenes WS, Torres MCMB, Hughes WS, Sheiham A. The relationship between life events and periodontitis. J Clin Periodontol 1997; 24: 39-43. 31. Aleksejuniene J, Holst D, Eriksen HM, Gjermo D. Psychosocial stress, life style and periodontal health. J Clin Periodontol 2002; 29: 326-335. 32. Glaser R, Kiecolt-Glaser JK. Stress induced immune dysfunction: implication for health. Nature Review 2005; 5: 243-251. 33. Roy S, Khanna S, Pier-En Yeh, Rink C. Wound site neutrophil transcriptome in respon to psychosocial stress in young men. Gene Expression 2005; 12: 1-16. 34. Breivik T, Gundersen Y, Myhrer T, Fonnum F, Osmundsen H, Murison R, et al. Enhanced suspectibility to periodontitis in an animal model of depression : reversed by chronic treatment with the anti-depressant tianeptine. J Clin Periodontol 2006; 33: 469-477.
35. Axeltius B, Soderfeldt B, Nilsson A, Edwardsson S, Attstrom R. Theraphy resistant periodontitis. psychosocial characteristic. J Clin Periodontol 1998; 25: 482-491. 36. Hilgert JB, Hugo FN, Bandeira DR, Bozzeti MC. Stress, cortisol and periodontitis in a population aged 50 years and over. J Dent Res 2006; 85(4): 324-328. 37. Nurul D. Peran stres terhadap kesehatan jaringan periodonsium. Jakarta: EGC,2010. p. 1-14, 15-26, 19- 20, 3947, 50-71 38. Giannopoulou C, Kamma JJ, Mombelli A. Effect of inflamation, smoking and stress on gingival crevikular fluid cytokine level. J Clin Periodontol 2003; 30:143-153. 39. Monteiro da Silva AM, Newman HN, Oakley DA. Psychosocial factors in inflammatory periodontal disease; a review. J Clin Periodontol 1995; 22:516526. 40. Ramji R. Assessing the relationship between occupational stress and periodontitis in industrial workers. Sweden. Umea University, 2010. Dissertation. 41. Novak MJ, Novak KF. Smoking and periodontal disease. In : Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA, editors. Carranza’s clinical periodontology. 10 edn. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006. p. 251.
168