APPENDIX 1
Abridged Transcripts of Interview. 1. MADE ARIANI, agen turis COK, Legong Pliatan, penari AGUNG ANOM, ibu COK, mantan penari Legong Pliatan/ J.Coast Wawancara di Sanur (hotel) 26 April 1999 dan Pliatan (Puri)27 April 1999
Made Ariani punya pandangan terhadap perkembangan yang agak lamban dari seni pertunjukan Bali, sebagai orang Bali yang awam terhadap seni: Ada beberapa faktor yang menyebabkan sedikit lamban,bukan berarti tidak berkembang. Terutama sebelum th 55. Patokan ini diambil karena dengan mulai masuknya turisme ke Bali. Tari dan seni pertunjukan lainnya berasal dari seni sakral atau yang disakralkan, karena para seniman agak susah merubah untuk maksud lain. Gerak itu kembali seakan akan mau disakralkan lagi. Juga karena sedikit takut karena terikat adat. Ini salah satu faktor yang sedikit menghambat. Kemudian tidak terlepas tergantung dari seniman sendirinya. Pada mulanya seniman Bali itu berasal dari rakyat. Kemudian kalau dirakyat ini ada wadah dan tidak diolah dan tidak ditampung, sehingga kalau mau ada kemajuan maka ada sedikit menghambat. Kemudian muncul wadah wadah semacam, Kokar, Asti, Stsi. Kemudian bisa berkembang. Kalau engga tidak ada perkembangan, Misalnya saja semacam Tari Kecak, dulunya untuk menghalau roh roh jahat dengan kata cak cak cak……Kemudian setelah ada turis ada sedikit perubahan. Dengan adanya Ballet Ramayana dan juga pada pakaiannya , seperti pekaian Legong disesuaikan untuk Ramayana dan ada peniruan dari tari Jawa. Meski
339
sebelumnya ada pada kita, tapi tidak semodern dengan yang di Jawa. Faktor ketiga adanya pengaruh dari luar. Ditambah lagi, seperti apa yang dikatakan orang orang luar, seniman Bali itu arogan, karena dianggap seni ‘tinggi’. Jangankan orang dari luar, yang dari dalam saja antara yang Selatan dan Utara , kemudian perbedaan yang unik, malah dipertanyakan. Mengapa ‘agam’ nya begitu. Dan dianggap lebih jelek dari gaya dirinya sendiri. Dalam hal ini , karena arogan dan tidak mau berubah, karena nonton tidak apresiasi dengan tepukan , bengong dan hanya rasa didalam hati. Meniru seniman dari luar juga segan, karena sikap arogan itu pula. Contohnya saja ketika Guruh, baru baru ini membuat sembilan Legong dalam karya Surapatinya, saya merasa kagum. Tapi seniman Bali tidak. Dia merasa sedikit diremehkan. Kemudian membuat pertanyaan dan mengritik Guruh, habis habis. Memang didalam pertunjukan ada tari tari modern yang saya tidak begitu senang, umpananya dengan latar belakang alam, pada hal kita disini latar belakang dengan Pura. Ada kesan defensif dan fanatik, sehingga yang luar dihalangi untuk masuk. Belum apa dibilang jelek dan dibilang sakral. Padalah perubahan itu suatu yang perlu. Seperti ada perubahan dari Sanghyang ke Legong, dari Sakral ke Tontonan ,orang Bali itu tidak pernah memasalahkan. Itu suatu perubahan evolusioner, seharusnya orang Bali bisa mengakui bahwa ‘perubahan itu abadi’, tidak bisa dielak. Sebetulnya seniman Bali itu ingin sendiri kreatif, tapi malu ,engga berani, malah maki maki orang luar yang mau merubah dan berkembang. Seharusnya orang macam Guruh perlu diajak . Sedangkan seniman itu tumbuh ,show dan memlihatkan karyanya, tapi dunia mereka itu kecil, sepertinya tidak mau mengangkat kehidupannya sendiri. Sebaiknya kalau pentas diberi honor , maka kalau itu seniman dari desa, kasih saja sama sekahanya.
340
Penari Cok menjelaskan: dulu ibu saya dibawa John Coast tour ke Londondan Amerika selama satu tahun. Dulu kakek saya th 42 pernahnya keluar negeri. Kakek dari ayah maupun dari Ibu , duanya seniman dan pernah keluar negeri. Waktu pulang dari luarnegari bisa beli sepeda , Honda dll. Made Ariani, kita di Bali penuh satu itu dengan macam macam upacara. Roh jahat kita kasih sajen, kita baik baikan agar tidak memganggu kehidupan kita. Agama orang Bali yang memberi jaminan bahwa kesenian itu harus ada. Cok ,habis SMP, th 70 an masuk KOKAR, saya engga masuk ASTI , habis karena gayanya lain dari gaya dari desa saya. Mengapa STSI engga mau ambil juga gaya dari Pliatan. Made Ariani: itulah ASTI hanya mau ambil gaya dia sendiri, dan dikembangkan gaya mereka saja, padahal diluar masih banyak. Kreasi baru itu yang menjadi masalah. Pada jaman Pak Mantra, lain dari Pak Oka. Dia, orang budaya dan idee dia itu dalam mendirikan Art Centre, yang memiliki peran penting sebagai sarana awal dalam pembinaan di Bali ini. Cok: dulu jaman Pak Mantra sering nari. Pak Oka hanya urusan pemerintahannya sendiri. Made Ariani: mengapa kesenian lebih maju dari Jogja misalnya. Urusan senibudaya itu semuanya dari rakyat. Pemerintah kadang kadang buat aturan aneh, kala rakyat anggap benar yah jalan terus. Kalau pemerintah engga mau bergerak , yah rakyat kalau perlu , yah jalan terus. Disini seniman asli, dia mau menari tanpa dibayar. Karena ada dalam filsafat. Mengenai tarif tarif susah karena travel selalu bisa cari seniman yang lebih murah. Kalau Listidia lebih mampu , maka banyak bisa diatur. Tapi mereka hanya cari
341
proyek yang ada uang saja. Kalau ke LuarNegeri yang ada uang banyak, hanya untuk kumpulan mereka saja. Mental kita memang sudah buruk, hanya cari uang untuk diri sendiri, bukan pembinaan masyarakat. PKB / Pekan Kesenian Bali itu sudah banyak mundur , acara semrabut, tempat tempat tidak terawat . Agung Anom: waktu saya ke Amerika th 50 an dengan John Coast. Mula mula dari sini belum ada pesawat, ke Singaraja, naik kapal ke Jakarta dan dari sana baru naik plane. Sebelumnya sempat menari di Jakarta untuk Bung Karno (Malam 17 Agustusan). Dari Jakarta naik KLM ke Bangkok, Calcutta, mapir sehari sehari di London main. Lalu ke New York sebulan, Wahington, Las Vegas, Hollywood, ketemu Bing Crosby lagi buat film Road to Bali, kemudian ke Miami. Kita masih terus, tapi John Coast pulang. Kemudian terus ke Canada. Belgie, keteme Anak Agung Gede Agung. Terahkir ke Paris, seluruhnya delapan bulan. Saya sudah rindu sama rumah. Di Kuta hanya ada warung satu. Waktu di Amerika melihat gedung tinggi tinggi dan macam macam lampu kota dan saya baru berumur duabelas. Sehabis menari, orang tepuk tangan sampai sepuluh kali, orang kirim bunga, minta tangan dan ada es kirim. Waktu kecil itu saya suka eskrim coklat terutama. Saya nari Legong, bertiga-an. Teman saya yang nari Legong, Gusti Raka dan Oka yang kini ada di Jakarta, kawin dengan anak [?] Haji Agus Salim. Gusti Raka teman saya ada Arma. Yang nari Kebyar trompong, Sampih muridnya Mario. Dia juga nari Oleg Tambulilingan dengan teman saya Raka. Saya sekarang sudah tua, engga nari hanya bantu saja. Tapi Raka masih terus nari. Saudara dari bapak,oom, yang memimpin rombongan ke Amerika, juga main gamelan. Waktu th 31 Pak Agung Mandra sudah mimpin penari, kemydian selanjutbya juga. Dia yang milih dan
342
yang tahu, dari anak anak umur sembilan tahun, masih lemas badannya jadi dilatih mudah. Sekarang anaknya yang meneruskan. Dia mimpin tiga grup, termasuk juga grup saya sendiri. Saya umur sudah hampir enam puluh. Sekarang engga cari cari lain. Yang mendorong saya menari, oom. Padahal badan saya engga lemas. Anak anak saya yang perempuan semua penari dn sudah kawin dan berkeluarga, cuma yang laki tidak nari. Yang kerja di Golden Keris Cok Murniati dan Ratih yang bantu saya disini, padahal dia sudah punya anak. Sekarang Cok sudah gemuk, tapi pernah dipaksa Guruh suatu waktu untuk menari. Kadang kadang kalau ada tamu disini mau belajar, saya ngajar. Saya tahu tari tarian yang di Pliatan, yang Klasik. Yang di den Pasar engga bisa. Kalau gaya di STSI ukurannya sudah di campur campur sedang kalau di Pliatan hanya dipegang pegang. Sebelum belajar, berdoa dulu supaya dapat Taksu. Mulai belajar sembahyang tiap bulan purnama. Semua seniman seni pertunjukan begitu disini. Saya waktu kecil, sebelum ke Amerika, tiap Sabtu pergi ke Pura.Kalau senirupa ada upacara lain tersendiri. Kita berdoa kepada Dewa Ratu Panji, mukanya cakap, untuk minta Taksu. Saya sudah ada cucu yang kelas 5 SD di Denpasar, sudah bisa nari. Tari tariannya dipelajaari di sekolah dan gayanya lain dari Pliatan. Gaya Kokar , STSI. Dia belum belajar gaya Pliatan, habis jauh dan tidak ada waktu. Gaya Legong STSI sudah pakai ukuran, kalau disini menurut penglihatan gurunya, bagus apa tidak. Legong Pliatan dipegang sama Raka, ada sekaha nya sendiri. Kalau cucu saya, menentang kalau saya ajari, kalau orang lain dia mau ikut. Saya pernah juga dilatih oleh I Mario, sama sama dengan Raka dan lainnya. Sampih, waktu pulang dari Amerika, dia dibunuh sama grombolan. ‘Kan dia banyak uang dari Amerika.
343
Waktu di Amerika, kedutaan menentang kemudian John Coast meninggalkan rombongan, selanjutnya rombongan dipegang oleh kedutaan. Dia dipecat, katanya soal keuangan. Dulu dia sering kirim surat, kami kangen rasanya sama dia. Dia meninggal diluar.
344
2.
I WAYAN DIBIA Mantan Ketua Sekola Tinggi Seni Indonesia di Denpasar Wawancara di STSI Denpasar pada tanggal 23 April 1999
Saya lahir dari sebuah keluarga dimana ayah, ibu dan kakek adalah penari yang tinggal disebuah desa , Singapadu, 10km dari Denpasar kecamatan Sukawati. Saya lir tahun 1948 dan sejak umur 7 tahun sudah tertarik pada tari karena terbawa sama orang tua. Orang tua saya suka membawa saya pada berbagai kegiatan pertunjukan dan sudah mengenal kehidupan tari dimalam hari. Kadang kadang disuruh menjadi pembantu tukang lipat pakaian dan tidak jarang harus tidur disana, sama sama dimobil atau kalau sedang jalan digendong. Saya ingat betul masa itu karena membuat saya akrab dengan dunia kesenian. Mulai aktif dalam kesenian sejak 10 tahun dan mula mula bermain gamelan dulu, dimulai melalui sekaa
kesenian dirumah saya dan
sebetulnya bukan sekaa kesenian , tapi perkumpulan
anak anak
kecil untuk
membersihkan halaman pura dan kampung,namanya Sekaa Sampat artinya setiap pagi kita menyapu dan Banjar memberikan tempat untuk berladang. Kemudian kegiatan ini ditingkatkan dalam bidang kesenian.Sejak masuk kelas tiga S.D. sebetulnya saya sudah ikut sebagai pemain gamelan, Saya tidak berkeinginan jadi penari seperti orang tua saya, karena muka say hitam dan kulit saya hitam, ada perasaan minder dan tidak mau memaksakan diri jadi penari. Tetapi kegiatan menari sudah dimulai sejak 1961, saya dilatih oleh Bapak selama tiga atau empat kali. Kemudian saya dikirim ketempat temannya, yaitu Made Kerta, pasangan menariya dan saya anggap juga sebagai bapak juga. Pak Kerta itu , bapaknya Bandem. Jadi kita satu desa. Ketika saya masuk S.D. kelas enam Bapak saya meninggal, karena tua. Dan Ibu setelah itu , sakit, karena agak
345
shock.Waktuitu saya seorang diri dan sekolah hampir putus , sudah berhenti sekolah dua minggu. Untung ada Guru S.D. yang datang menemput saya, karena tenaga saya diperlukan dalam bidang kesenian. Kemudian ia datang menghadap Ibu saya dan mengatakan bahwa ia akan bantu dengan buku sekolah dan saya tidak perlu takut . Karena tenaga saya diperlukan di Gamelan kalau tidak ada saya maka kegiatan kesenian di sekolah bisa mandeg. Kemudian ketika saya tamat, saya tidak lulus S.D. hanya tamat sekolah sehingga tidak bisa masuk S.M.P. Negeri dan masuk sekolah didesa, yang juga ada S.M.Pnya dan kegiatan keseniannya malah lebih banyak. Kemudian saya mengenal main sandiwara, pembacaan puisi sedangkan tontonan tradisional seperti Wayang dsb sudah biasa saya nonton. Ketika masuk S.M.P. , saya pertama kali lihat kegiatan KOKAR didesa Celuk. Kemudian saya sudah punya cita cita kalau tamat S.M.P. saya akan masuk KOKAR. Pada waktu itu, saya melihat pentas Jaya Prana yang sedang populer dan saya datang dengan teman teman dengan jalan kaki. Kemudian saya tamat , saya masuk KOKAR tahun 1965 dan tamat 1969, karena 65 dan masa tidak tentu waktu masa G.30S. Ketika di Kokar saya melanjutkan jadi penabuh gamelan, meski sebelumnya saya sudah sering menari Baris dan juga Janger. Sebagai penari, saya yang hitam sendiri tapi orang orang bilang saya narinya bagus. Tapi saya merasa lebih confident sebagai pemain gamelan. Kemudian suatu hari di Kokar , tahun 68 ketika di KOKAR Ramayana sedang ramai ramainya. Saya yang satu rumah dengan Pak Bandem , pada suatu waktu sakit dan tidak bisa menari sorenya. Saya sudah tahu tarinya dan pagi pagi jam 10 saya diberi tahu oleh Pak Bandem untuk menggantikannya malam itu. Kemudian Pak Budiono, sekarang di Melbourne, saya dilatih perang perang gaya Jawa untuk bermain sebagai Hanoman karena dia yang jadi raksasanya. Guru guru saya Pak Panji, kepala KOKAR dan Pak Brata guru senior saya dilatih sebagai penari.Dan disitulah mulai karir sebagai penari.
346
Sewaktu saya jadi penabuh, karir saya gelap karena tiap kali ada kesempatan selalu tidak dapat pentas , misalnya keluar negeri meskipun saya bermain jauh lebih pintar dari yang dipilih. Begitu jadi penari, 68, tidak lama lagi di tahun 69 saya dapat kesempatan keluar negeri, ke Iran dan India. Memang saya punya takdir di tari seperti didalam keluarga karena tiap kesempatan ketika jadi penabuh, tertutup, seperti ada tirai yang menhalangi. Ketika jadi penari, pengalaman saya sebagai penabuh menguntungkan, terutama setelah menjadi koreografer ,saya tidak repot repot minta orang buatkan musik. Kalau minta orang saya bisa menyeleksinya sesuai kemauan saya, diganti dan dipotong saya lansung beri petunjuk. Jadi menguntungkan . ketika tamat KOKAR saya masuk ASTI, yang baru didirikan 67. Jadi dulu sabagai mahasiswa , karena ASTI baru didirikan, maka terutama kita memperkenalkan institusi dulu. Jadi kuliah hanya tiga bulan, karena masyarakat curiga dan melihat kita sebagai sekaa baru, apa ini. Lama lama mereka dapat menerima, ramainya th 69 dan 70, waktu itu saya tetap di Tari. Saya termasuk lulusan ASTI yang pertama, th 72 bersama dua oran lain yaitu Arini, penari dan Pandai Putu Marta, bekas guru saya, dan kini di SMKI. Ketika itu ujian nya lisan saja di Jogja, karena ASTI pada waktu itu jurusan dari ASTI Jogja. Dan setelah itu saya di anjurkan Pak Sudarsono untuk melanjutkan di Djogja selama dua tahun. Disitu kemudian ketemu Pak Sal dan Pak Suparta. Waktu itu th 75, lulusan keseniman yang pertama , mungkin setelah Parjan. Ketika itu bersama Pak Endo juga dan setelah itu ia ke Amerika. Kemudian saya diangkat resmi di ASTI Denpasar dan th 79 belajar ke Amerika. , pertama hanya untuk workshop di LA Mama New York dengan Judi Taymor,
kemudian saya
ditawarkan orientasi enam bulan di New York. Dan disanalah saya berkenalan dengan Marta Graham, Alwin Nikolai, Black Jazz dll. Kemudian saya pulang dan 82 kembali di California untukMaster saya, selesai 84 dan setelah itu baru kembali lagi th 87
347
untuk program Ph.D dalam Independent special Program dengan melibatkan Theater dan Etnomusicology , Interdisciplinary Study in Southeast Asia. Setelah selesai saya kembali dan menjadi Pembantu Satu dan 97 saya disiapkan menjadi Ketua STSI. Memang , kalau dilihat hidup saya ini tidak begitu gampang, didesa waktu hidup sebagai anak petani dan waktu kosong pergi keBalai desa untuk bermain gamelan dan waktu itulah adalah senantiasa kita dapat mengingat sebagai Introduction yang berharga dimana kita langsung menhayati kehidupan kesenian. Pada waktu dalam menghadapi dampak pembangunan dengan berbagai konsekwensinya, kesenian tradisional Bali tidak dapat dibiarkan membeku. Dia harus dibiarkan berkembang secara alamiah dan perkembangan itu satu tergantung dari masyarakatnya sendiri dan kedua, pengaruh dari luar. Namun cara leluhur kita dalam mengadopsi elemen dari luar tsb, kini kita dihadapi dampak yang semakin banyak, sehingga demikian segala dampak itu dari luar selama itu positif bagi kehidupan di Bali tidak perlu ditolak. Dengan pendapat itu koreografer muda tidak akan takut takut memasukkan elemen Ballet, tari Sunda, tari Jawa dll sehingga dimasa akan datang akan muncul berbagai kesenian Bali dengan persentuhan dengan budaya lain. Saya belum tahu apa ini akan menjadi positif atau negatif, tapi tiap seniman akan memasukkan segala elemen budaya luar yang ia merasa tertarik sebagai idee baru yang dimasukkan kedalam karya mereka, Jadi akan muncul suatu generasi baru yang menghasilkan karya baru karena persentuhan demikian. Terutama ketika kita berada diluar , dimana kita akan mengalami elemen dari budaya luar itu, disamping itu kita akan dapat melihat kesenian Bali lebih baik dan kepentingan preservasi sebagai budaya tradisi akan lebih kuat. Tapi pengembangan baru tidak bisa distop dan harus ada sample yang bisa diambil dari tradisi. Konteks dari tradisi jangan dirubah dan yang untuk entertainment, ke Bali-Balian tetap harus ditingkatkan Kesenian di Balai
348
balai desa harus tetap kita pertahankan dan kewajiban untuk merawat dan mendukung kehidupan didesa ini. Saya tidak terlalu khawatir selama fungasi kesenia di Banjar banjar didesa itu tetap terpelihara dan tetap merupakan bagian dari kehidupan ritual agama. Ketika saya masuk dan melihat kesenian di Jawa, saya merasa ketika pertama kali melihat tari Jawa, mau tidur dan pada saat itu saya merasa ada kenikmatan baru untuk dirasakan secara batiniah. Karawitan Jawa, terutama vokal Jawa, saya banyak tertarik dan merasa kenikmatan baru dan masuk juga kedalam karya karya baru saya. Orang luar [ Barat] serin menyalah-artikan budaya Bali. Kita ramai ramai, seakan akan pesta pora waktu Ngaben, pertama bahwa bagi yang meninggal kita menyambut dia dalam kehidupan baru karena kita percaya akan reinkarnasi dan kedua kita juga hendak membayar utang kembali kepada yang meninggal tsb. Demikian juga karena ada Odalan dipura kita memotong hewan agar merawat keseimbangan hidup, karena keterbanyakan dan kelebihan akan membuat kita sengsara dan susah dalam merawatnya. Ada suatu filsafah yang menyatakan nilai spiritual justru melalui simbol nyata dalam kehidupan seperti keramaian pesta sewaktu ngaben dan memotong hewan tsb. Banyak tari tari kita menjadi superfisial , terlepas dari akar budayanya dan diganti oleh koreografer sesuai dengan kemauan dia dan kemauan pasar. Demikian banyak tarian tradisional yang sudah lepas dari konteks budaya dan adat, kehilangan makna dan kehilangan estetikanya. Hal ini sudah terjadi misalnya pada kesenian orang Dayak yang pernah memiliki budaya tradisi yang begitu kuat tapi mulai mengendor atau hilang samasekali, karena terlepas dari akarnya. Demikian banyak terjadi di daerah lainnya, lebih lebih dimana akar budaya tidak pernah kuat dan sedalam seperti pada orang Dayak.
349
Apabila kesenian tradisi terlepas dari kebudayaan misalnya karena terjadi perubahan dalam adat istiadat karena dipaksakan oleh perubahan tsb seperti kalau terjadi dalam penggantian agama , misalnya dari animisme[ yang minoritas] keagama Islam atau Kristen yang terasuk agama besar didunia. Tidak bisa dielakkan bahwa kita akan kehilangan banyak seni tradisi kita. Seharusnya kesenian tersebut bisa dirawat dan turut kehidupan meski ada penggantian agama. Kesenian bisa terus menjadi bagian dari adat istiadat, meskipun terjadi penggantian agama. Dengan perlu kompromi dan mendekatan secara khusus dam mempertahankan kesenian sebagai warisan adat kedalam persentuhan budaya budaya kalau terjadi penggantian agama dalam lingkungan masyarakat yang budaya tradisi masih kuat dan memiliki arti yang dapat dibanggakan, terutamanya. Saya harapkan, mudah mudahan diwaktu mendatang semua seniman Bali lulusan dari STSI. Bukan memaksakan kehendak tapi kalau orang mau sekolah untuk jadi seniman ,maka tempatnya disekolah ini. Namun demikian didesa desa masih ada terus pelatihan berbagai kesenian. Ada sekelompok seniman dari Gianyar datang ketempat kami untuk dapat pelatihan, setelah mendapatkan pelatihan mereka kembali ke desanya masing masing dan dan bergelut dengan kesenian disana lagi. Pematangannya berupa interaksi antara seniman didesa dan seniman yang baru tamat dari sekolah kami itu. Kami senantiasa menasehatkan kepada seniman lulusan itu agar bersikap adaptif dengan lingkungannya dan jangan arogan. Oh karena lulusan Sarjana STSI kemudian menganggap diri lebih pintar, Ilmu yang diperoleh dari sekolah seharusnya hanya sebagai alat untuk , kalau mungkin mencari metode metode baru di desa mereka.Kita perlu waspada bahwa STSI hanya sebagai Bengkel bukan Model. Sumbernya tetap berakar didesa dan bukan STSI, nanti semua kesenian
350
menjadi sama dan tak berkembang. Kekuatan kesenian Bali bukan di Instusi formal semacam STSI , tapi didesa. Saya selalu menasihatkan kepada teman teman di STSI agar menjaga keunikan didesa dan janganlah STSI jadi Pohon Beringin seorang diri saja serta pohon lain tidak ada. Kalau demikian maka STSI akan lama kelamaan mati. Di Bali, kita mengadakan atau menyiapkan sumber daya agar potensi didesa dapat dilestarikan dan dikembangkan dimana perangkat budayanya masih lengkap dimasyarakatnya.
351
3.
I GUSTI BAGUS ADI PERBAWA KA.SUBDIT TARI DIREKTORAT KESENIAN DITJEN BUD, SENIMAN WAWANCARA DIKANTOR DIRKES JAKARTA 16 APRIL 1999
Saya anak keempat dari I Gusti Bagus Nyoman Panji salah satu tokoh pembina tari di Bali , terutama setelah mendirikan KOKAR di Denpasar 1961. Waktu itu umursaya delapan tahun. KOKAR saya anggap tonggak kesenian di Bali. Waktu kelas satu S.D. saya sudah langsung menyaksikan perkembangan KOKAR
dari halaman rumah
sendiri di Denpasar, berkat Pak Mantra, Pak Djelantik dan Pak Sampurno di Jakarta dari th 61 sampai 71, sangat bagus sekali perkembangannya. Setelah saya tamat SMP saya masuk KOKAR th 69 dan tamat th 71. Saya bersyukur ada sekolah ini, walaupun waktu kecil hingga umur 8 tahun tinggal diesa Mengkulat, 10 km dari Singaraja ke Timur. Dan ke Timur lagi rumah Pak Tusan di Tejakula. Dan salah satu Tokoh seni Pak Gede Manik rumahnya agak ke Utara Singaraja. Karena dari keluarga seniman, kalau ada Odalan/ upacara di Pura Agung selalu ada tari Wali , Tari Rejang, Baris Bandrangan, Barus Sanghyang. Waktu Kecil umur 10th saya melihat paman menari, Saya belum pernah melihat bapak menari pada generasi saya. Di KOKAR saya melihat tari Baris dengan agam yang bagus dan semestinya, tapi oom saya menari Baris gayanya unik betul. Expresinya menurut rasanya sendiri dan belum ada patokan. Memang pada mulanya Bapak yang memberi petunjuk pada oom, misalnya angkat sedikit dsb. Memang saya pernah lihat Bapak saya menari dalam jenis Bebalian, seperti Topeng Arsawijaya dari Topeng Prembon, gaya halusan. Pada mulanya saya disuruh ikut Baris Jalan pada berbagai upacara, karena Baris Bandrangan susah. Keluarga kami itu ada keluarga karawitan saja atau tari saja. Saya
352
keluarga penari dari Bapak, sedangkan dari pihak Ibu keluarga karawitan. Kalau ada upacara Tari Wali dilakukan oleh keluarga. Secara alamiah sejak kecil, dipaksa, didorong dorong oleh Bapak. Kita Semua harus ikut menari kalau tidak ikut Bapak marah dan sifatnya diam saja. Ada keluarga yang business saja. Memang di Bali profesi seperti diatur dari keluarga. Ada keluraga guru, yah guru semuanya. Memang sekarang ada yang terpotong. Warisan dari Bapak memang belum diturunkan, musiknya maish ada dan saya harapkan masih bisa digali. Sedikit –dikit nya dari musiknya. Setelah didirikan KOKAR, dari keluarga seniman seni pertunjukan semua masuk KOKAR, sebagai sekolah formal. Diluar itu hanya kalau ada upacara di Pura. Jadi yang diluar atau tidak ke KOKAR di Singaraja dapat dikatakan pindah ke Denpasar. Seingat saya th 69-70, di KOKAR baru ada festival/lomba drama Gong, Legong Kraton, Barong. KOKAR membawa kebangkitan seni melalui festival Ramayana. TH 69 di Bali sendiri, kemudian ke Jawa Timur, Pandaan. Dan saya punya kebanggaan tersendiri karena ikut dalam berbagai kegiatan tsb. Keluar negeri pertama th 69, ke Amerika dengan Sardono dan Suryabrata, penari Karni ,pemenang Lomba Legong Kraton. Ini masih dibawah Sekaa . Kemudian ke Jerman baru KOKAR untuk pertama kali. Kemudian baru ramai mulai turis masuk ke Bali dan banyak muncul Tari Kekebyaran, yang digarap untuk kepentingan pentas seperti, Kupu Tarum, Belibis, Manuk Rawa. Tenun dsb. Nyoman Suarsa yang mmbuat CD itu , unggulnya di Kebyar dan masih termasuk turunannya I Mario. Ada Tari Kebyar lain dari Belangsinga, I Gusti Raka. Tari Kebyar Duduk ,dan Terompong, pada mulanya ciptaan Mario, tapi kemudian masing masing penari membawa serta versinya sendiri, karena keunggulannya
353
tertentu. Demikian juga dengan Tari Baris. Misalnya Pak Jimat memilki keunggulan tersendiri , demikian juga penari lainnya. Anaknya sendiri memiliki gaya lain lagi. Kalau saya menari Baris, maka style saya lain daripada Pak Jimat, disesuaikan dengan badan, perawakan saya. Isteri saya, Legongnya turunan Pak Rindi, bapaknya Netra. Tapi kalau ia menari Oleg maka ia pakai gayanya Ibu Raka Astuti dari Denpasar. Dari Legongpun tidak semuanya dari Pak Rindi, ada dari Pak Kakul. Seenaknya badan kita. Kemudian mmenjadi campuran dan menjadi style baru, style Karni. Sepertinya Baris saya ada style Jimat ,ada style Kakul, ada style Pak Pande. Semua guru guru memang terkumpul di KOKAR. Jadi semua itu berkumpul di KOKAR dan diluar KOKAR dapat dikatakan tidak ada lagi. Dulunya begitu, karena orang engga berani. Tapi sekarang orang diluar KOKAR sudah berani. Ada style Ikatan Seniman Remaja, seniman lulusan KOKAR tapi mau membuat gaya sendiri. Dulu di Singaraja , setelah KOKAR didirikan, perkembangan tarian mati. Tapi sekarang sudah mulai diadakan. Keaneka –ragaman itu sebenarnya memperkaya jadi semua gaya didesa itu harus dirawat. Karena ada perbedaan yang perlu dibina. Sepertinya gaya Singaraja expresinya lebih overacting sedangkan di Denpasar lebih slow dan calm. Semuanya ikut perhatian hanya kesatu, yah Gubernurnya, yah Bupatinya. Janganlah Singarajanya dipersalahkan karena ada kemunduran. Semenjak ASTI terus saja keluar negeri, yang lain engga kebagian, Jadi yang tersingkir, tersinggung dan membuat kekuatan sendiri , suatu organisasi sendiri. Rasanya ini terjadi waktu Pak Oka jadi Gubernur, tapi ini ‘off the record’ saja. Grup grup baru muncul, lebih sekarang tidak ada yang mengekang, karena Bandem sudah engga di sana lagi. Kelihatan ada gejala yang kurang sehat dan sekarang sekedar jadi pelampias saja. Memang masih perlu diluruskan lagi.
354
Dengan gaya ASTI maka muncul banyak gaya yang sudah diatur untuk panggung, dan gaya alamiahnya hilang. Sebetulnya KOKAR pada mulanya banyak jasanya dalam mengangkat perkembangan tari Bali. Tapi setelah muncul ASTI dan STSI mulaibanyak terjadi pemenuhan selera Gubernur dan pemimpin. Baru sekarang setelah jaman Pak Dibia baru ada kesadaran. Mengapa tidak dari dulu saja. Mungkin perlu merata pembagian menari untuk acara resmi baik luar maupun dalam negeri, jangan terus menerus STSI saja. Turisme banyak membawa efek positifnya, tapi harus disadari bahwa tari untuk turisme itu palsu dan yang sebenarnya lain dan perlu disadari oleh seniman sendiri, agar tidak mandeg dalam pengembangan seni yang sebenarnya. Menurut penglihatan saya sampai sekarang positif, karena upacara terap ada dan senimannya sendiri tetap masih mendahulukan kepentingan upacara ritualnya dan bukan pada pentas diluarnya. Dengan makin banyaknya turis datang, rasa ke-agama-an orang Bali tidak berkurang. Perkembangan seni itu juga dipengaruhi sikap dari lingkungan puri[ raja]. Kalau di Singaraja, kekuasan purii tidak seberapa , lain daripada di Gianyar misalnya. Perkembangan di Singaraja tidak terkekang dan banyak yang baru baru memang berasal dari Singaraja. Juga modernisasi banyak dimulai di Singaraja dulu.
355
4.
I GUSTI BAGUS NGURAH PANJI TOKOH, PENDIRI KOKAR, PENSIUNAN DEPDKBUD, PEMANGKU WAWANCARA DI RUMAHNYA DI SINGARAJA 25 APRIL 1999
Sebenarnya sekolah saya mundar mandir. Waktu S.D. H.I.S , karena orang tua menjabat mantri klassir, pejabat pengukur tanah, saya berada di Lombok, ssampai kelas tiga, baru kembali lagi ke Bali , kembali kelas satu lagi sampai selesai , karena Bali tidak ada sekolah menengah dan th 41 saya masuk MULO ke Malang. Tapi th 42 kembali ke Bali dan Jepang masuk dan saya sekolah menengah Jepang , setelah tiga th saya selesai pas Jepang kalah dan kita masuk jaman revolusi. Saya ikut revolusi. Ada dua golongan, yang satu menyingkir dan yang lain tetap di kota. Saya yang tetap do kota. Kalau di Bali yang melawan Belanda tidak ada garis demarkasi seperti di Jawa. Senjata tidak begitu banyak, tapi kami terutama memberi penerangan tentang kekuatan sebagain bangsa. Banyak mata mata, dam saya dan kawan kawan ditawan th 47 di masukkan ke tangsi. Kemudian karena terbentuk Indonesia Timur, hubungan dengan Jawa itu putus. Kawan kawan yang menyingkir turun dan dijanjikan tidak diapa-apkan.Tapi ternyata teman teman yang telah melakukan tindakan criminal, seperti pembunuhan kemudian diadili. Saya yang termasuk gerakan undergroung tsb dibebaskan dan dimasukkan kursus sekolah guru swasta. TH 55 baru dibuka DI di Singaraja, Udayana belum ada dan baru dubuka th 57. Kemudian jadi guru di Singaraja. Ketika KOKAR dibukakemudian saya diangkat jadi Kepala sementara, karena saya diketahui sejak kecik berkecimpungan dalam kesenian. Saya dipindahkan oleh Pak Mantra, waktu itu sebagai Dirjen Bud ke Denpasar dan menjabat Kepala KOKAR sampai th 75, empat belas tahun saya pegang
356
jabatan itu. Baru kami menjadi Kepala Bidang Kesenian di KanWil. Sebagai Kepala Bidang saya pegang lima tahun dan karena dianggap masih kuat kemudian pindah ke Taman Budaya, the 80, jadi kepala lagi. Tiga th saya disana, kemudian ada yang diganti. Resminya th 85 saya pensiun. Karena waktu itu Pak Mantra sudah pegang Gubernur, ada Sekolah Hindu Darma dan saya menjadi dosen disana. Saya diikut membentuk ASTI th 67 dan juga LISTIBIA, majelis pertimbangan dan pembinaan kebinaan kebudayaan . Pada waktu itu Gubernur Ali Sadikin memerintah di Jakarta. Kami lebih dulu membentuk LISTIBIA dari DKJ di Jakarta. Pada itu saya ingat beliau memesan gamelan. Waktunya Pak Mantra jadi Gubernur beliau memiliki mendirikan PKB, pekan kesenian Bali th 79 Kemudian saya terus jadi Ketua LISTIBIA sampai th 90. Karena waktu itu Pak Mantra sudah ke India dan ada perubahan , saya mengundurkan diri. Sekarang saya menjadi orang invalid, penyakit otak. Mula mula jantung dan jantung jadi baik, tapi otak, sembilan th saya sudah menderita. Ketika saya scanning di Jakarta, saya ada penciutan otak. Saya dianjurkan operasi, tapi hasilnya fifty fifty. Kemudian dokter tanya apa ada keluhan, sakit kepala dll. Tidak ada hanya . berat kepala saja. Ada gejala sekali sekali gelap. Saya sudah kenal 15 dokter, termasuk saraf. Hanya satu macam obat saya makan selama delapan tahun, satu hari satu. Dab waktu serangan jantung saya disruh ke Harapan Kita di Jakarta. Obatnya sama . Jadi ada air di otak bisa jadi berat karena makan. Makan biasa, tidur biasa dan pingsan tidak pernah. Hanya dokter nasihatkan kurang makan, supaya tidak gemuk. Waktu itu saya masih di Denpasar, ada rumah sewa. Th 93 saya pulang, kembali ke sini, Singaraja. Disini kosong, tapi tiba tiba saya diminta jadi Pemangku Keluarga dan sudah enam tahun. Waktu pendirian KOKAR saya kumpulkan guru alam bidang tari dan musik yang berasal dari Gianyar, Buleleng untuk kumpul. Mula mula banyak komentara
357
bahwa gaya gaya didesa hilang dan diammbil KOKAR. Tapi sebetulnya gaya Buleleng tidak pernah hilang tapi semua ada sedikit dikit di sekolah tsb. Itu komentar hanya kebanggan dari desa saja. Kalau Tari dari Buleleng hanya ada dua yang dibawa ke Denpasar yaitu Trunajaya dan Palawakir. Dari Denpasar sendiri memang lebih banyak. Tari sakral hampir sama. Di Denpasar ada Barong di Buleleng tiidak ada. Ada cerita, Barong itu ada karena ada Rangda yang dikaitkan dengan ‘black magic ‘ yang terdapat hanya di Selatan yaitu terutama dari Tabanan dan Bangli dan juga Gianyar. Klungkung kurang. Rangdanya dikeramatkan di Pura Pura di sana., Kalau di Buleleng tidak ada. Pemunculan Gong Kebyar dan pembaharuan lainnya dari Buleleng , mungkin , ini baru suatu hipotese saja, karena Buleleng itu telah dikuasai Belanda sejak 1906 . Saya rasa itu pengaruh pengaruh Belanda. Begitunya bangunan arsitektur, itu yang tradisional masih ada terus, sedangkan di Buleleng sudah banyak modern. Sedangkan di Selatan , sampai sekarang, seperti di Gianyar, semua terjadi jadi unit terpisah , dapur terpisah, W.C. terpisah. Sedangakan di Buleleng karena pengaruh arsitektur Belanda sydah menjadi satu atap, sesuai dengan yang Barat. Saya memang lahir di Singaraja. Seni Tari saya terima dari kakek, dia penari Gambuh. Di Buleleng sudah hilang dan masih ada di Batuan meski sudah sepotongpotong dan tidak senilai dulu. Pura di Batuan masih melaksanakan terus meski sepotong sepotong, karena takut kena kutuk. Kepercayaan yang memberi syarat. Kalau dulu Gambuh hanya untuk upacara saja di Pura, sekarang sudah keluar. Karena sekarang udah listrik maka itu berkurang, tapi masih ada seperti Sanghyang masih ada. Yang masih banyak yaitu di Karangasem, malahan yang paling banyak Sanghyang Jaran, Sanghyang Batih.
358
Kekayaan Bali dalam kesenian karena hampir ada 26 ensembel gamelan, tapi sudah punah. Sejak munculnya Gong Kebyar, karena Gong Kebyar itu multi purpose, Kalau yang tua itu Selonding, diatonik. Ramayana dalam kesenian Wayang sudah ada dari dulu, tapi dramatari itu merupakan gejala baru yang kami dapat inspirasi dari Solo, dari Prambanan. Dulu yang berkembang malah Ramayana Jawa betul. Pak Budiono yang jadi guru. Gambuh dari cerita Panji. Tapi Ramyana yang sepotong sepotong seperti Sugriwa-Subali sudah ada dari dulu dalam Topeng, Baris. Dari Topeng itu diambil sejarahnya, kalau dalam Baris Mahabharata dan Ramayana. Kakek dulu memerankan tokoh Panji, tokoh halus. Saya masih ingat dulu waktu masih kecil. Disini masih ada satu Banjar yang bisa, tapi geraknya sudah lain. Saya kenal baik dengan I Mario. Dia datang dari Tabanan. Dia mendapat inspirasi Kebyar Duduk di Buleleng , ketika saya ajak kesini. Waktu itu dia melihat seorang memainkan terompong th 28, yang actionnya dia merasa tertarik dan kemudian buat tariannya. Tari Tambulingan , juga kreasi Mario yang ia kembangkan pertama kali di Pliatan dan dibawa ke Amerika th 53. Maario juga pernah buat tarian tentang adu ayam. Tapi karena berbagai larangan , maka tarian itu tidak pernah berkembang . Saya hanya pernah lihat sekali saja. Orang takut menarikannya. Mario dan Raka dari Tabanan. Dari Denpasar, Pak Rindi .Sekarang sudah banyak seperti Ida Bagus Blansing dengan Kebyar Duduknya. Kesukaan saya Pak Jimat dari Batuan. Kalau saya menari hanya untuk upacara di Pura. Saya ini bukan Master of Arts , tapi Mangku of Arts, itu kelakar saya kepada yang muda muda yang sudah bergelar dari Amerika. Kalau di Bali tari tari itu berkembang didesa dan Kratonnya hanya ikut Kesenian itu laahir dari Pura Ke Puri. Lain dari di Jawa yang tari tarinya berkembang
359
justru di Kraton. Pura itu punya rakyat dan disini juga ada Banjar yang memiliki perangkat kesenian dan membinanya sendiri. Perangkat kesenian yang sudah di sakralkan, di Pasopati, diberi upacarakan, diberi roh , sebaiknya hanya untuk upacara sakral. Sedangkan untuk pentas dan keluar negeri yah, dibuatkan duplikatbya saja, seperti Barong, Rangda, Topeng Sidakarya dsb. Pasopati yang menentukan sakral atau tidak. Tapi ada orang yang akal akal, misalnya pakaian dan gamelan supaya tidak dipinjam. Pasopati itu memberikan Taksu, agar senang dilihat orang. Kalau yang sakral , selalu harus ada sajennya. Di Pekayangan, Sigitgit, ada kesenian Islam. Di Singaraja dipabrik kopi banyak Jawanya. Di Denpasar, orang Islam yang naik haji malah dibayar oleh rajanya. Di Bali itu ada sembilan kerajaan , termasuk Buleleng. Itu dulu, sekarang sudah engga ada lagi, juga keturunannya, kecuali di Kelungkung masih ada keturunannya. Ibu Bung Karno berasal dari Banjar Paketan . Di belakang puri Singaraja. Waktu di Malang saya pergi ke Blitar temui dia. Yah masih kenal bahasa Bali tapi sudah luntur, sering salah salah, waktu itu saya bicara bicara dengannya. Bibinya masih ada dan kalau Mega kemari selalu mesti kesana. Dulu Bapaknya Kepala sekolah. Kalau dia ke pancoran ada seorang wanita yang selalu ambil air disana. Begitulah sering ketemu. Hanya ada salah pengertian, dia disebut Ida Ayu, jadi seakan akan orang bangsawan. Tapi dia orang biasa biasa saja. Seharusnya Ayu saja. Jangan dengan Ida, karena itu dari kasta Brahmana. Pada hal tidak demikian.
360
Waktu Kepala KOKAR pernah dapat beasiswa ke Negeri Belanda di Jaap Kunst Instituut dan ketemu dengan Dr. Ernst Heinz, dan dia juga sering ke Bali ketemu saya.
361
5. I NYOMAN CATRA WAKIL KETUA I STSI, SENIMAN WAWANCARA DI STSI DENPASAR 24 APRIL 1999
Saya kelahiran desa, Banjar Gunungsari, kecamatan Mengwi dan orangtua saya seniman musik. Kesenian kami didesa pada umunya ritual Sewaktu kecil saya masih inggat , senantiasa suka meniru berbagai kegiatan orang tua yang kita lihat sehar harimemainkan gamelan, upacara ngaben, segala hal yang menarik perhatian kami.Waktu sudah sekolah, pertama kali saya main gendang dan ketika sebelas [ 1965] tahun pentas pertama kali dilihat orang. Saya juga mengiringi berbagai upacara dipura, seperti Mendet, yaitu tari upacara bersifat bebas. Ini pendidikan yang paling natural di Bali. Anak saya berumur dua setengah sudah berani nari dan mengikuti gamelan, tanpa belajar dulu. Ini pendidikan alamiah, pentas dan waktunya senantiasa ada. Pada masa saya masuk SMP kelas satu,terjadi sesuatu dengan saya didesa. Ada suatu Barong sakral yang tua dan kami grup anak anak membuat barong tersendiri atas model itu dari kertas semen ,daun pisang serta daun enau yang biasa dibuat janur. Pada waktu itu sudah 27 group Barong dan group kami mulai pentas juga dengan alat musik sederhana dari bambu dan kaleng blek yang kosong., suatu waktu sampai sebula lamanya . Kalau bagus mainnya maka bisa dapat sponsor dan suatu saat kami main di pura, kira kira ada lima grup Sewaktu main, tiba tiba kami pingsan[karahuan]selama dua jam dan untuk anak belasan tahun ,itu termasuk lama Setelah bangun, maka salah seorang anak mengatakan bahwa semua barong mainan harus diganti , kemudian dibakar dan disuruh memainkkan Barong Sakral. Mungkin
362
itu suatu petunjuk, karena saya sudah pandai main Barong,dan setelah disetujui masyarakat. Kemudian saya yang dianggap mememiliki kelebihan dalam bermain Barong ,diserahi tanggung jawab. Kemudian ada seorang yang memberi hadiah satu perangkat Gamelan. Setelah itu setiap malam kami main barong tsb. didesa. Selama di SMP itu saya terus main dan yang menarik pula saya sewaktu itu pernah main Drama Gong , karena saya kuat sebagai pelawak. Sehabis SMP, saya masuk KOKAR, tahun 1970. Bali ,pada waktu itu sudah ditetapkan sebagai destinasi Turis dan mulai travel Agent menanggi berbagai pentas. Dan saya mulai main hampir setiap malam . Kemudian pada suatu malam saya terpaksa harus main Hanoman didalam Ramayana, karena pemainnya engga datang, meski engga pernah main lebih lebih latihan. Itu kemudian sebagai loncatan menjadi penari. Setelah itu ikut Festival Pandaan. Kemudian saya jadi penari, terutamanya juga karena dorongan gurusaya Ibu Arini. Kemudian saya menjadi penari turistik dan tiap malam menari. Sejak itu saya engga pernah minta uang dari rumah dan bisa berdikari. Suatu Waktu di Kokar saya disuruh disuruh main halus, peranan Panji, karena dari dulu engga pernah. Pentas tsb saya anggap gagal , engga cocok. Saya dimarahi oleh Pak Panji. Itu semua saya lalui. Kalau mau penntas turis ,di Colt kemudian semua orang menayanyi peranan Topeng dan saya ikut dan akhirnya bisa dan suatu waktu disuruh pentas Topeng Bonres, meski belum pernah latihan. Banyak yang suka karena saya bisa komunikasi dengan penonton. Dan kemudian ketika Pak Bandem pulang dan buat grup, saya diikut sertakan. Kemudian saya lulus KOKAR th 77. Pernah waktu di KOKAR, th 74, saya hampir masuk perhotelan. Tapi karena terlalu banyak biaya sekolahnya , kemudian saya terlempar kembali ke ASTI. Selesai STSI th 83. Pernah ikut Judi Taymor, La Mama dengan Pak Dibia ke New York., th 80. Th 82 pergi ke wesleyan jadi konsultan kurrikulum tari Bali. Pernah ikut berbagai Expo,
363
misalnya ke Spanyol dan kalau ada kesempatan saya selalu belajar,misalnya dari nonton berbagai pentas dsb. Tidak ada suatu kekhususan, apapun saya lihat dan berusaha belajar. Kekuatan saya terutama di Topeng. Banyak bantu teman teman untuk acara penting misalnya STQ, dimana temanya ‘ kerukunan beragama’, saya bertanggung jawab sebagai koordinator. Waktu Harkitnas di Jakarta saya juga bantu. Dalam penanganan tari massal , yang kita perlu memelihara semangat dari anak anak yang bukan penari, pelajar SMA. Hampir setiap tahun menjadi juri, baik Tari maupun Wayang.. Selama saya turut langsung dalam penyususnan berbagai program saya menganggap ada kemajuan dalam berbagai penampilan. Dengan masuknya turisme saya anggap banyak positifnyan. Didesa saya dulu, kalau ada satu alat gamelan yang pecah lama sekali baru bisa ganti. Sekarang dengan maraknya pentas turis, bukan sajac membeli satu alat , tapi membeli seperangkat sudah banyak yang mampu, terutama setelah masuk tahun 80 an . Jangan kita biarkan orientasi business dalam acara turisme itu, menghalalkan segala suatu. Bukan semata mata uang tapi perlakuan apresiatif yang menghormati senimannya. Terutama yang sambilan di hotel hotel , memang jenis jenis yang sedemikian merendahkan derajat , mutu dan harkat seni dan senimannya. Bayarnya sedikit dan perlakuan oleh manager sering tidak sopan. Yang jeleknya dalam business Turis ini, senimannya didapat masih lebih sedikit dari toko/manager turis dan pembawa/guide yang dapat komisi. Seniman dapat jauh lebih sedikit dari harga yang ditetapkan penjual. Kode etik business tidak ada. Dulu ada Lestibya, sebagai mata Gubernur. Kini baru ada usaha mendirikan asosiasi dibawah prakarsa Nyoman Jayus, tapi belum bisa berjalan dengan baik. Sebagai seniman kalau pentas turis, apapun, engga bisa improvisasi keluar baik kalau lihat orang sedang makan dan perhatiannya tidak pada seniman yang misalnya
364
sedang Nopeng Pajegan. Kan tidak pantas kalah ketawa terbahak, mulutnya penuh dengan makanan. Mengapa kita tidak buat paket murah untuk turis yang tidak menurunkan martabat seni. Misalnya sudah pernah dicoba turis turis dari New York, yang biasanya tinggal diapartemen pencakar langit dari beton, kemudian merasa butuh jalan dilingkungan alamiah , disawah dimana kakinya terkena lumpur sama sekali. Hal ini pengalaman menarik bagi mereka dan menyenangkan. Murah lagi. Tapi pernah diplesetkan gejala semacam ini, ketika turis itu disuruh pakai pakaian Bali dan masuk Pura. Banyak yang menentang dan menjadi polemik. Jadi seharusnya, janganlag demi turisme , kita suruh mereka main main dengan adat kita. Kalau mereka sendiri menghendakinya, masalahnya jadi lain. Pernah ada Nusantara Menari, semacam acara di TMII, mengisi acara turis di Bali, malah grupnya diambil dari Jakarta. Mungkin yang perlu dipegang adalah kualitas grup, kualitas penari. Kalau baik mengapa tidak. Memang gejala ini sudah mulai banyak di Bali. Kalau tidak dikontrol, tentu seniman Bali jadi rugi. Karena untuk komersialsi , segala sesuatu menjadi sukar. Seperti suatu peristiwa di Bangli dimana ada permintaan dari turis untuk mengadakan acara yang berbau mistik, tetapi palsu semuanya dan penonton dibohongi.Memang masih perlu dikontrol acara acara turis yang terlalu mengarah kepada permintaan/selera turis dan sebaliknya bukan menampilkan seni budaya Bali. Meski saya orang STSI tapi kalau ada masalah, maka kalau perlu saya keluar dari kerangka STSI dan mencari masalahnya sendiri. STSI hanya tempat pelatihan selama lima tahun , setelah itu mereka kembali ke masyarakat.
365
Kita yang di tari kurang mendapat penghargaan sebagaimana mestinya. Lain daripada, misalnya di seni rupa. Penghargaan diberikan kepada seniman individual. Lebih sederhana daripada di tari yang merupkan seni kolektif.
366
6.
I NYOMAN NEKANAYA KETUA TAMAN BUDAYA DENPASAR, PEJABAT DEPDIKBUD WAWANCARA DI TAMAN BUDAYA DNPS 28 APRIL 1999
Nyoman Nekanaya: Taman Budaya didirikan th 69dan di Indonesia termasuk yang pertama dan terbesar. Lebih besar dari yang di Jakarta. Yang didirikan th 70. Kebetulan dari awal saya ikut Pak Mantra membeli tanahnya disini. Di Taman Budaya ini tempat diman pertama kali kesenian Bali di kembankan. Memang pada saat itu awalnya terutama untuk Parawisata.Mau dengan mau harus kita terima karena merukan obyak pemaasukan dana. Namun demikian banyak massalah yang kita hadapi terutama dalam masalah SDM, yang statusnya Pegawai Negeri, yang bekerja santai, sebagaimana kita ketahui. Kalau mau jadi objek wisata, kita harus tahu mengatur, terutama manajemen tempat dan pengelolaan pemasarannya. Kalau dulu orang takut kemari, sekarang sudah engga mennjadi masalah. Bahkan berebutan untuk mengisi acara disini, karena gengsi. Biasanya tiap malam minggu ada acara, disamping acara tambahan lainnya. Sebelum dulu ketika masih proyek, pencahararian dana lebih mudah. Sekarang sudah resmi tempat pemerintah, semua penghasilan mesti distor. Itu menjadi masalah dan kita sukar bergerak mengumpulkan dana. Kalau dilihat dari penghasilan rutin, kita ini rugi betul. Tapi sekarang kita dibantu pula oelh Kodya Denpasar, karena sebagai obyek wisata.
Didalam pengembangan sebagai
wisata tetap banyak masalah karena terbentur berbagai peraturan. Program program berjalan, tapi yah begitu lah. Tiap pengembangan bayak kesukaran. Pengaturan acara, dengan menggunakan saluran Dikbud yang sampai ke desa desa. Sedangkan diluar itu, seperti acara yanng modern dan yang kontemporer, kita
367
atur juga melalui aparat Dikbu di desa pula. Lagipula disini ada suatu wadah yang disebut ‘Warung Budaya’, anggotanya musik modern, teater modern, puisi dsb. Program Pesti Seni Remaja dengan Pemda. Sedangkan Pekan Kesenian Bali [PKB ] , dengan Dewan Kesenian, STSI , Pemda dll. Akhirnya kegiatan kita penuh juga. Untuk cari jalan keluar , kami kerja sama dengan Jawa Post, dengan Hotel dan agen Parawisata. Saya baru jadi Kepala , tiga tahun yang lalu. Kepada pelukis pelukis kami beri kesempatan pameran bergilir. Untuk tahun yad saya perlu ada rencana baru untuk memacu. Tiga bulan sekali kami hubungi hotel hotel untuk acara dinner dengan malam kesenian untuk 200/300 orang, dan kami kerja sama dengan restoran. Masalahnya saya belum punya tenaga untuk membantu saya dalam pengelolaan. Ini semua saya bekerja sendiri. Teman teman lulusan STSI yang banyak kerja disini, hampir semuanya staf disini, tidak bisa dikasih pekerjaan manajemen, mereka pandai dalam kegiatan seni itu sendiri. Bagaimana memanage dan memasarkan engga yang bisa. Buat proposal engga bisa. Itulah yang kurang dan memberatkan saya dalam pengelolaan seni. Orang dari sekolah parawisata juga engga mampu, mereka umumnya kerja di Hotel. Kalau untuk parawisata seni engga ada yang mampu. Management Seni itu lain, dan profesi tersendiri. Terus terang karena kebingungan saya ambil sendiri S2 Manajemen dan kemaren baru di wisuda. Saya banyak juga bantu grup anak muda yang mempunyai minat dalam pengembangan seni, misalnya ada yang mengembangkan berdasarkan musik Gambuh, saya bantu dia dalam pentas disini juga dalam mencari dana dari sponsor sponsor tertentu., Kadek. Ideenya baik, musiknya hebat. Kemarin dia pentas bersama orang asing
368
Sekarang disini saya lanjutkan ambil S3 , teutama dalam Marketing dan baru saja mendaftar. Kadek itu orang STSI yang ideenya baik, banyak saya ambil untuk Taman Budaya. Dia sebetulnya orang swasta yang dimaanfaatkan STSI. Yudhana yang tadi di wawancara, dia punya grup bernama Sanggar Putih dan saya bantu juga.
369
7. I NYOMAN ASTITA PEMBANTU KETUA III STSI, SENIMAN WAWANCARA DI STSI DENPASAR 24 APRIL 1999
Saya kelahiran Denpasar yang dekat dengan kerajaan di Denpasar dan orang tua saya pernah
melihat Puputan Di denpasar ada seniman Topeng berasal dari
Gianjar ,sekarang tinggal di Denpasar. Paman saya keahlian Undagi, yaitu keahlian arsitektur dan juga ahli dalam pembuatan gamelan. Dulu ada organisasi yang ada unsur angkatan darat, URIL, oraganisasi yang mempunyai imbas dan orang tua saya ikut didalam organisasi tsb. Karena paman tinggal seberang, jadi banyak saya tahu tentang Undagi. Kemudian saya tsb membawa saya masuk STM. Kemudian 68 masuk KOKAR, 71 masuk ASTI . Keluaraga saya , ketika di URIL tidak aktif lagi, kemudian menjadi pegawai RRI. Th 70 bersama KOKAR pergi tour ke Jerman. TH 81 ke San Diego untuk mengambil Master, komposisi. Teman teman seperti Rizaldi bersama sama disana juga. Saya, sejak kecil berkecimpung dalam musik dan mengarah ke komposer. Baikyang untuk tradisi, maupun kreasi baru atau kontemporer. Ada komposisi Bali saya dikasetkan di UCLA., th 90. Th. 79 saya sebagai komponis dikuatkan setelah ikut Pekan Komponis Muda DKJ. Saya menggunakan desain pentas yang baru meski masi komposisi tradisional. Menurut sesepuh Pak Panji, karya saya sudah mulai mengarah kontemporer. Perkembangan budaya Bali sangat evolutif, yang baru muncul dan yang tetap dikembangkan, yang lama jadi baru dan yang baru jadi lama lagi. Misalnya dari Gambuh ke Semar Pegulingan,’kan dekat, alat yang dipakai berbeda tapi reperetoarnya masih terjalin erat sekali kemudian dengan terjadi Pelegongan Rumpun rumpun ini menjadi dalam suatu rumpun besar . Penggabungan
370
terjadi pada Gong Gede , baik komposisi mauopun bentuk instrumentasi dengan Pelegongan kemudian terbentuk Kebyar. Yang semacam
ini sampai kini terus
berkembang. Sampai kini ada gamelan yang baru, dan yang lama tetap saja berkembang. Evolusi dan revolusi sebetulnya baru terbatas pada bidang akademik. Munculnya Gong Kebyar sampai kini masih ada polemik . Ada yang cenderung mau mematok tapi sebetulnya Gong Kebyar tsb masih terus dapat berkembang. Interaksi dari luar untuk memacu pengembangan baru dalam ketradisian Mengapa orang luar memasalahkan ini, sedangkan mereka memanfaatkan Gong Kebyar untuk komposisi kontemporer mereka yang non Bali. Mengapa kita tidak boleh melakukan yang sama. Saya sudah kemukan ini di pertemuan di La MA Ma. Saya membuat suatu komposisi gamelan yang bary yang konsepnya dari luar. Musisi dari luar yang sudah memanfaatkan
Michael Spencer, salah satu , komposisinya dipengaruhi oleh
pemikiran gamelan . Kemudian ada Forin [?] dari grup Sekar Jaya di Oakland dulu, sekarang
sudah pindah tapi masih sekitar situ. Termasuk gamelan yang terbaru
berkembang yaitu gamelan Smaradhana,gabungan Semar Pegulingan dan Gong Kebyar. Jadi mereka bisa memainkan satu skill dan dapat memberi peluang komposisi baru. Bukan saja Semar Pegulingan saja, Selondring juga bisa masuk. Jadi yang bisa muncul lagu lagu yang khas Smaradana, . Perjalanan itu terus berkembang. Sampai th 93 tercipta Drum Band tradisional, Adi Merdangga., yang tercipta dari Belah Ganjur yang memang sydah ada pada Gong Gede. Volumenya dan alatnya kita kembangkan dan kita buatkan komposisinya,, memang itu merupakan kerja kolektif juga. Di Eropah, terutama di Belanda dari Jaap Kunst Instituut, yang juga membuat komposisi baru dari Bali. Di Jerman belum banyask, tapi di Basel ada grup si Charlie. Memang lebih banyak di Amerika. Di Jepang ada Jegog., dari orang Jepang yang belajar wayang.Di Asia, di Taiwan sudah ada yang termasuk relasi Pak Sal. Kalau
371
sekarang perkembangan dilingkungan akademis, yang tradisi dan perkembangan baru dari tradisi. Di PKB sudah ada sejak 1979. Sudah disatukan penampilan yang tradisi dan yang kontemporer, dan tidak dipisahkan seperti di Jakarta,. Di desa memeng masih tradisi, tapi pernah saya tampil yang baru, mereka dapat diterima,. Karena yang baru tidak ter lalu jauh lompatnya dari yang lama, sehingga bagi orang tradisi masih dapat mengerti dan menerimanya. Pada th 97, kita mengirim Ballet kontemporer dari grup Swedia, Bima, dan pernah main juga di GKJ , gamelan dicampur dengan midi. Koreografernya, Urgatz dan termasuk Opera dan termasuk sambutan baik sekali. Hanya di Bali memang kurang promosinya. Kesannya waktu pemenntasan , musiknya lumayan dan yang paling menolong ada lightingnya di Swedia itu bagus betul. Kesan artistikinya, kontemporer dalam musik sudah sampai hanya belum ketemu dengan konsep Tari Balletnya yang cenderung masih konvensional. Pernah di Kalimantan dalam rangka Darmagita, saya kombinasikan dengan Midi[ keyboard electronic] ada Bali, ada Jawa ,ada Kalimamntan. Saya tetap masih merasa kesukaan dengan tradisional. Sedangkan mengguinakan alat MIDI dsb , itu hanya cari cari atau main main dengan alat baru, alat electronik. Tradisi di suatu yang hidup, bukan menara gading, karena kebutuhan agama , upacara dll. Sedangkan yang kontemporer ini masih terbatas dan masih memerlukan perangkat dan dukungan baru yang belum berkembang kelihatannya dan mungkin konteksnya sudah baru diluar kehidupan tradisi.Ini suatu peluang dan kita bergerak secara simultan dan kedua-duanya membutuhkan kreativitas . Peranan akademik perlu untuk memperoleh landasan yang kuat untuk memahami seluk beluk seni kontemporer agar tidak dimanfaatkan oleh orang luar.
372
Di Bali kita menyelam tradisi dan kita petik apa yang kita butuhkan dan kita tidak merasa kehilangan tradisi, rekonstruksi ada,insidental juga ada untuk sengaja membuat kreasi jaman kini. Apa itu politik dsb. Memang kesenian tidak bisa terlepas dari itu. Lihat saja pada Bondres. Dalam pemahaman “ Invention of Tradition”, kita kembali ke tradisi untuk diangkat kembali dan pada kami tradisi itu tidak pernah hilang, lain dari pada orang Barat yang memang sudah kehilangan tradisi. Mereka memang membuat suatu yang baru dan dikonotasikan sebagai tradisi, tapi tak ada sesuatu yang tradisi didalamnya. Masalah pemahaman Puncak Puncak kebudayaan jangan dicari cari , lebih lebih jangan di nasionalkan. Faktor etnik jangan diangkat ke nasional , sebaiknya keBalian , ke Jawaan, tetap dipertahankan didalam konteksnya masing masing. Indonesia atau nasional sebaiknya sebagai kesatuan kolektif saja dan jangan dipaksa kan genrenya. Kalau untuk menghalalkan proyek pemerintah , silahkan. Tapi jangan dipaksakan dalam kreativitas artistiknya. Pedoman proyek sebaiknya jangan dikacau balaukan dengan perkembangan seni itu, lebih lebih seni tradisinya.
373
I NYOMAN TUSAN MANTAN PEJABAT DEPARTEMEN P & K, BUDAYAWAN, PELUKIS WAWANCARA DI RUMAHNYA DI DENPASAR 26 APRIL 1999
Di Bali ini kini terlalu banyak pakar ada yang dari perguruan tinggi, ada yang dari pengalamannya, ada pula yang dari desa, yang memiliki pandangan tersendiri yang dapat saling berbeda. Positif atau negatif dampak pariwisata, ditambah lagi pendapat orang asing. Kalau kita berangkat dari kehidupan Bali sendiri, rasanya tidak ada bedanya, pada mulanya. Tapi karena disini terdapat terlalu banyak kesenian, supply and demand tidak seimbang, dan peminat kesenian untuk turisme bisa cari yang murah. Kemudian dimasalahkan bahwa peneri desa tidak boleh diangkut dengan truk , karena merendahkan. Tapi yang ngomong itu bukan seniman.Tapi sebagai seniman, truk itu bukan ukuran kehormatan , ada yang lebih mementingkan masalah ekonomi. Ketentuan tarif lebih penting. Tapi tidak pernah jalan dengan lebih baik Terlalu banyak yang kontradiktif dalam prakteknya, sehingga masalah kehormatan itu disalah tempatkan Juga antara kepentingan Art dan Entertainment kurang bisa dibedakan. Lembaga pembina yang ada, itu seringkali tergantungkan orangnya dan program yang dilaksanakan. Saya sendiri pernah menjadi Ketua Listibia untuk tiga tahun dan kita banyak kegiatan pada waktu ., termasuk seminar/ workshop yang akirnya menelorkan ketiga jenis tarian Bali itu, Wali., Bebalihan, Balih Balihan. Lagipula STSI itu, hingga sekarang tidak menghasilkan seorang pemikir pun. Perlu dipikirkan dalam konteks Parawisata ini tidak semua seni bisa dikomersialkan. Saya banyak kasih kritik dan saya tulis di koran. Kemudian saya sebagai perantara menjadi susah. Orang yang butuh nama sering meributkan , berapa presen ke Balian yang masih ada dalam
374
kesenian. Bagaimana kesenian dipresentasikan, itu aneh betul. Otoritas dalam budaya mengeluarkan berbagai peraturan dan dia sendiri yang mngritiknya. Terakhir ada polemik mengenai kurator asing. Disalah satu pihak diakui seni Bali itu sudah mengglobal, tapi dilain pihak memasalahkan kurator asing dan mempertanyakan mengapa tidak orang Bali saja. Suatu situasi adu adu yang sekali dialami di Bali ahkir akhir ini. Mungkin di Bali kita perlu menyadari bahwa kebanggan itu bukan kesombongan. Bangga itu benar, terutama akan nilai budaya yang kita miliki. Mungkin kesombongan membuat banyak konflik, misalnya peristiwa Sardono th 71 dan baru baru ini dengan Guruh. Orang Bali sangat terbuka dalam menerima apa apa yang dari luar, tapi sangat fanatik terhadap miliknya sendiri.
375
9.
I WAYAN GEDE YUDHANA SENIMAN LULUSAN STSI WAWANCARA DI STSI DENPASAR 28 APRIL 1999
Saya punya pikirian, kebetulannya namanya Bali, seakan akan sudah berkembang. Tapi apa sebetulnya yang telah berkembang. Bali ini dari dulu sudah menjadi Gado Gado.Unsur kebudayan Gado Gado ini, yang sebettulnya kita kembangkan dari elemen itu. Kemudian sempat mengkristal pada saat yang kita cacat sebagai mencapai kejayaan kejayaan itu yang kita banggakan sebagai karya Bali yang hebat. Yang terjadi setelah kita menjadi modern, bagaimana keterputusan dengan yang tidak modern itu/ yang tradisi. Apa yang terjadi sekarang, bagaimana tidak beraninya kita tidak keluar, karena kita tidak mampu. Bagaimana kita sekarang buat Legong, yyang tidak baru. Dari dulunya kita hanya kenal Barong dsb. Mengapa tidak robah yang nilai baru. Sekarang saya bertanya beranikah kita robah Legong . Tidak ada sampai sekarang. Kedalaman estetika tidak berubah dan
kita tidak pernah
berkembang. Untuk kelanjutan dalam berkesenian , kita harus berani berobah state of Mind dalam penciptaan. Kalau tidak akan terjadi epigon epigon kecil yang sesungguhnya memiliki keterbatasan , yang begitu nikmat melegitimasi ini harus begini atau begitu. Yang sebetulnya menurut saya, yang begitu itu harus ditutup saja. Maka dibutuhkan satu orang, yang belum saya ketemu, yang beri pikiran lebih banyak yang mempunyai kapasitas lebih lebar. Orang orang tua itu bisa dirawat dengan kekuatan mind. Kemudian sengaja harus diciptakan warna kuning dan disebut begitulah Bali. Tidak pada esensi kesenian, tapi menyeruakan suara lain seperti berdemo. Chaeril Anwar jadi besar , tidak dengan berdemo.
376
Identitas sekarang ini bukan identitas Bali, tapi identitas yang tidak ditemukan esensinya. Bali itu, adalah sebuah bentuk komunal dan ditengah tengah sagat individualistis. Deimana semua unsur berkumpul disatu titik, satu kesatuan harmonis tapi individual. Kalau kita lihat Legong misalnya, bagaimana ia menjadi harmoni dengan lingkungan. Itu dulu. Sedangkan sekarang orang yang satu yandi sepuluh dan geraknya diratakan. Itu estetika sekarang. Kuantitas ditambah. Sedangkan kesenian Bali itu individualistik. Agam itu tidak bisa disamakan. Sejak kita merdeka ,ada politik kebudayaan yang mau menyamakan, tapi dulunya tidak begitu. Ketika kita bicara sejarah Bali, ketika jaman Batu Renggong, sebelumnya juga ketika jaman Udayana, dan itu kita anggap puncak kejayaan masa lampau. Banyak yang terjadi adalah jelas sekali kejayaan individual. Kok sekarang ketika kita harus bicara kemajuan, saya merasa sedih sekali. Saya lulus th 92. Saya diluar buat komposisi diluar, komunitas sendiri dan juga sudah diajak keluar negeri. Saya berangkat dari pengalaman bukan dari literatur, dan ketika saya berhadapan dengan dunia luar yang terbuka dengan identitas Bali yang begini saya anggap terlalu dibuat, disama ratakan. Ketika bergaul dalam cross culture , kemampuan sebegitu kita hanya mampu sebagai pelayan, kalau hanya ilmu itu saja yang menjadi bekal. Apa orang Bali dulu sebegitu. Ternyata tidak, master dulu tidak jadi pelayan dan mereka bisa bermain main macam macam dan jadi master. Dalam keseragaman kita harus akui warna warna lain yang kecil juga. Saya berasal dari desa Kaliungu/Denpasar dan hampir setiap tahun keluar negeri, lebih banyak di Paris. Saya bekerja di Tempo Teater dari Perancis Selatan dan dengan Alec Kriel. Semua pemusik. Walaupun saya bergaul dalam teater, saya buatkan musiknya. Dari dulu saya buat apa saja , tidak mulus . Selalu dipertanyakan komunitas. Apa ini. Ujian saya di STSI ini hampir saja tidak lulus. Saya membuat komposisi baru yang
377
cukup aneh. Karena saya memfungsikan alat alat musik kembali yang biasanya tidak berfungsi atau tidak difungsikan lagi. Jadi banyak pertanyaan dan berbulan bulan saya dimaki maki. Tentang peristiwa pembaharuan dari Guruh dan Sardono saya punya pendapat bahwa Guruh yang bergerak dibidang komoditas hanya mengambil ornamennya saja dan bukan esensinya dari etnis Bali. Dia cocok untuk pentas orang yang bukan Bali, diluar dan sebagai komoditas dia merupakan kesenian urban. Kemudian dia membenarkan diri dengan sikap yang menurut saya sangat salah, karena dia[Guruh] mengatakan dia sudah tahu tentang Legong. Sedangkan Sardono, memang masuk dan larut dengan komunitasnya. Waktu itu Sukarmen Gubernurnya, dan mungkin merasa keberatan karena anak anak Bali tidak pakai baju sama sekali. Elit kekuasaan di Bali memiliki alat untuk menyatakan kekuasaannya dalam bidang kebudayaan. Terlalu banyak aparat aparat yang mengatur kesenian. Sedangkan dari dulu kesenian Bali sudah ada yang mengaturnya di dalam masyarakatnya sendiri. Saya tidak takut akan kehilangan warisan budaya. Sekarang ini tidak lebih buruk dari dulu. Yang tidak cocok akan hilang sendiri dan dirubah dengan yang baru. Tidak ada yang permanen. Ritual itupun akan mengalami perubahan sendiri sesuai kebutuhan. Dalam kebutuhan preservasi dan konservasi , kita perlu jujur saja dan tidak berlebih lebihan.
378
10.
I WAYAN RAI PENGAJAR STSI WAWANCARA DI STSI DENPASAR 24 APRIL 1999
Sebetulnya sejak kecil saya bercita cita jadi Dokter. Begitu habis SMP, saya diberitahu orang tua bahwa hanya bisa membiayai sampai SMA. Saya kecewa sementara teman teman sudah bisa melanjutkan terus,th 71 Memang sejak kecil saya di Puri saja, yaitu ikut Agung Gede Manik, tokoh Gong Kebyar dari Singaraja dan mengajaar didesa saya di Ubud. Saya kagum pada tokoh itu hingga tidur dirumahnya. Dan tumbuh minatterhadap seni dan juga ketemu pelukis Ari Smit dan terus datang kesana sambil belajar. Saya ikut ikutan di Banjar dan terus yang palingkecil, sambil merindukan teman teman sudah sekolah dokter. Suatu waktu saya jalan jalan, mampir disuatu warung dan lihat potret Pak Gandes sedang mengajar gamelan pada orang orang Amerika . Kemudian teman teman beri komentar,’ kan kamu pintar main gamelan juga, nanti bisa ngajar juga orang orang Amerika’. Saya tertarik dan kemudian pergi DenPasar untuk masuk KOKAR, th 72. Cita cita , sebagai kompensasi mau ke Amerika. DI KOKAR, saya tekad dan memang selalu nomer satu dalam ranking. Kemudian terus melanjutkan ke ASTI. Setelah lulus, ada tawaran ke SOLO STSI. Kemudian di Bali saya ,karena sering bantu bantu, saya diharapkan jadi polisi. Akhirnya Pak Bandem menarik saya untuk terus dalam kesenian. Saya kagum dengan Pak Bandem,waktu ceramah , bisa ngomong ilmiah dan bisa melakukan seni sekaligus. Saya jadi berpikir karena ada seorang guru saya yang sudah almarhum , Gusti Kriya, mengatakan
bahwa seharusnya cita cita saya pandai main gamelan,
pandai berbicara tentang gamelan dan akhirnya pandai menciptakan. Istimewa itu,
379
ketiga tiganya jadi satu. Seterusnya dia mengatakan sebagai seniman jangan tergantung pada penonton saja. Kamu harus mencipta juga. Saya banyak belajar dari dia. Pada mulanya karena membicarakan musik dengan kosmos dengan simbol simbolnya. Kalau mau menciptakan , harus belajar musik tradisi , sumbernya dari sana. Mula mula engga mengerti , baru sekarang saya benar benar tahu. B.A. saya tari tapi ngajar gamelan. Sebetulnya bisa tahu musik dengan benar kalau tahu tarinya juga. Kemudian ada tawaran dari beasiswa Ford untuk master.Saya engga tahu bahasa Inggris, memang saya dibantu oleh Andi , etnomusikologi. Sehingga dalam perjalanan ke San Diego bersama isteri seperti orang bodoh saja. Master saya peroleh sana setelah dua setengah tahun, sambil belajar bahasa Inggris juga. Saya dapat pengalaman banyak dan menjadi agak terbuka. The 86 saya pulang dulu, dan saya membingungkan apakah saya scholar atau komposer. Kemudian saya ingat nasihat Pak Griya harus bisa ketiga tiganya. Waktu perang Teluk, Prof. Mantlehood datang ke Bali dan saya disuruh pak Bandem menemaninya. Karena dia terarik kepada kemampuan saya kemudian minta izin Pak Bandem agar saya dikirim ke Baltimore untuk Ph.D. Pembimbing saya ada tiga Prof. Semuanya susah susah, karena ada yang ahli komputer dan ilmu alam dll, tapi dalam komposisinya. Waktu ujian, karya saya dapat pujian dan guru saya bangga. Karya karya saya memang semua aneh dan banyak dibicarakan. Pernah di Philadelphia saya buat tarian dan musik yang terdiri dari batuk batuk saja, sampai orang mengira ada gas beracun [ seperti pernah terjadi di Jepang] dan orang ketakutan keluar gedung. Kemudian ada karya lain yang akhirnya oleh pembimbing saya disuruh jadi bahan untuk menulis thesis Ph.D. Yaitu suatu karya ketika saya buat untuk memperingati meninggalnya John Gage. Ada karya John Gage berjudul 433, yang mengilhami saya. Karya saya tsb durasinya 4menit 33 detik, iringan suling dan
380
gong dan ada orang saya suruh bawa dupa bdan membagi bagikannya kepada penonton. Bagi saya , hal ini presentasi biasa saja, tapi orang disana tertarik betul. Doctoral tesis saya selesaikan tiga setengah tahun, Saya banyak belajar dari pembimbing saya disana bagaimana secara baik menyiapkan presentasi disertasi dan penulisnya. Sebaiknya pendek dan berbobot dan jangan putar putar, lansung saja dalam menyatakannya. Untuk presentasi, saya tidak boleh lebih dari duapuluh menit. Lima belas menit untuk materi disertasi dan paling lama lima menit untuk audiovisual dengan slides. Saya latihan agar waktu bisa terpenuhi dengan baik. Berbicara tidak terlalu cepat dan terlalu perlahan, Pembimbing saya senantiasa mengawasi dann saya disuruh ulang latihan terus menerus sampai akhirnya tercapai waktu yang baik sembilan belas setengah menit waktu presentasi. Menceritakan pengalaman mengajar di STSI dalam mata kuliah Komposisi, Filsafat, Estetika, Organologi dan Akustik, Gamelan dll. Sangat flexible pendekatan dan penyampaian dan pandai menikat perhatian mahasiswa agar tertarik pada perkuliahan. Memiliki selera yang universal sekali dalam musik, makanan. Filsafatnya ;kalau lagi senang memikirkan juga yang tidak senang, kalau lagi susah memikirkan pernah juga menikmati kesenangan. Selalu dapat menemukan keseimbangan dalam kehidupan. Kalau ke kampung saya ke pasar, duduk sambil makan diwarung. Kalau bertemu Gubernur dan pejabat tinggi ,yah saya engga merasa canggung, bisa saja bergauk dan merasa senang. Meski saya dianggap inteletual, tapi penyesuaian diri bisa kemana saja. Demikianlah saya ajarkan kepada anak anak saya dan juga mahasiswa mahasiswa saya.
381
11. Prof.H.IDRIS DJAKFAR DEPATI AGUNG, S.H. Ditempat kediamannya di Jambi, tgl 1 Maret 1999
Topiknya , mencari identitas dalam bidang kesenian memang agak sukar bagi saya karena bukan bidang saya.Saya berada dibidang Hukum dan didalamnya ada unsur Antropologi maka ada juga yang mengikut kebudayaan ,termasuk kesenian. Menurut pengamatan saya sejak kecil ,kesenian di dearah Kerinci dipertunjukan oleh masyarakat hukumnya, terutama masyarakat hukum yang terkecil, pada keledu dan Lurah seperti dalam makalah saya. Kesenian didalam Sanggar,dimasa dulu tidakada, orang yang mengolah secara tersendiri tak ada.Yang ada masyarakat mereka yang menolah, karena keterikatan dalam masyarakat keluagra itu. Mereka menyediakan orangnya untuk kelompok itu dalam presentasi seni. Dalam perkawinan, yang merupakan usaha kerabat, kerabat lakilaki dan kerabat perempuan .Jadi disana dalam setiap kegiatan upacara , yang sebetulnya adalah masalah hukum, diramaikan dengan kesenian. Adat upacara, seperti perkawinan, tidak akan meriah tanpa kesenian. Jadi dengan begitu kesenian itu termasuk adat istiadat. Khitanan , kenduri, memberi nama anak, mnsyukur anak, khatan Al Quran dsb.Semuanya adat istiadat dana, kalau diupacara mesti ada Kesenian. Tari Asyik dan Upacara Tulak Bala merupakan upacara yang bersifat umum untuk semuan orang. Seperti juga adanya upacara kenduri setelah menuai padi. Semua orang kampung bersyukur kepada Tuhan YME. Tari tarinya antara lain, tari asyik, tari iyo iyo, besale ,nyanyian. Kalau menyangkut Islam ,ada dikir.,rebana. Kalau yang lebih besar ada kenduri sekau, kenduri adat dimana orang mengangkat penjabat penjabat
382
baru. Biasanya menyangkut wilayah daerah lebih besar dan beberapa daerah ikut serta. Ini termasuk upacara besar. Yang menyediakan [juga merawat] perangkat seni ialah masyarakat hukumnya,yaitu Tumbi. Maka itu erat sekali dengan adat. Kini sudah muncul kesenian yang dipegang perorangan terutama seni modern dan komersiil sifatnya. Kalau dulu ,turun kesawah sekali setahun, biasanya sawah bandara aye. Untuk air masuk, sawah harus dibersihkan dari semak semak dan air bisa masuk dari bandar.Orang turun sawah berbaris baris dengan Gong. Di kerinci, dukun memimpin upacara ada yang laki laki dan perempuan. Dulu nenek saya termasuk dukun perempuan yang lebih pandai dari yang laki laki dan banyak yang datang mohon nasihat. Tapi pejabat adat harus seorang laki laki, seperti Depati, Pemangku, Rio. Di Kerinci sejak dulu itu matrilineal, yang pegang adat adalah perempuan tapi pejabat adat , suaminya, dan disebut sebagai Anak Betino. Jabatan yang diperoleh dari isterinya. Matrilineal di Kerinci lebih tua daripada di Minangkabau. Sebabnya karena sudah banyak haus, dan banyak bertentangan. Juga dalam urusan warisan sudah berlainan dari di Minangkabau. Di Kerinci sudah ada kewarisan indivudual. Dalam hal hal tertentu masih ada pewarisan kolektif. Yang paling banyak haus, yang paling tua. Juga dalam bahasanya. Bahasa Kerinci banyak kontraksi, di pendek-pendekan. Adat
dan bahasa banyak berbeda dari
Minangkabau. Simbul bendera Merah Putih, sesuai buku M. Yamin, yang tertua dari Kerinci. Warna biasa Kuning untuk yang pejabat tinggi, merah jambu yang ditengah dan Hitam utuk ponggawa , pesuruh. Warna dari daerah Selatan seperti di Bangko. Kalau di Minangkabau semua pakai hitam. Umunya Hijau warna Islam.
383
Kerinci sebagai daerah pedalaman, bukan berarti terisolir, warisan nenek moyang masih kuat, yang dari luar hanya sedikit. Kerinci masih banyak elemen budaya watisan nenek moyang yang digabungkan dengan yang baru seperti Islam. Dalam bidang pendidikan , setelah th 50-an sangat maju, lebih maju dari di Jambi. Disetiap kecamatan sudah ada SMA., dan SLTA. Sebelumnya jaman Hindia Belanda sudah ada sekolah. Seperti saya ini dari jaman Belanda dan pandai bahasa Belanda. Sekarang sudah tinggal sedikit. Di tiap desa dapat dikatakan yang sarjana sudah ratusan, malah ada yang sudah ribuan. Yang kurang ada di Kerinci adalah tokoh politik.Tak ada yang jadi Gubernur. Hanya pak Bahaudin yang di Pariwisata. Yang dulu perang melawan Belanda, Dipat Kerbau 1906. Ditangkap Belanda dan diasingkan, kemudian memang dikembalikan. Tokoh nasional, Jenderal Thalib, diakhir hayat Duta Besar Malaysia. Belanda masuk Kerinci th 1903. Memang Kerinci dibandingkan di Sumatra Barat masih jauh piterbelakang. Tapi , kalau di Jambi sendiri paling maju. Mantera mantera warisan nenek moyang memiliki kekuatan gaib. Bisa menolak hujan dengan mantera mantera. Kerinci itu meneriam Islam Jadi Kerinci memiliki pusaka nenek moyang dan juga Islam dan kedua duanya terdapat dalam mantera.Biasanya pada akhir mantera ada rujukan dengan kata kata doa Islam. Jadi orang Kerinci ada dua pegangan, adat istiadat dari nenek moyang dan dari agama Islam. Warna merah pada upacara Tulak Bala , bersifat magis. Walaupun terisolir tapi ketika ada jalan dan masuk mobil sejak th 1921dari Padang. Sedangkan yang de Jambi dibuat th.58 oleh Jepang dan dfilanjutkan oleh Peneritah kita sendiri th 66. Orang Batin, orang Kerinci yang masuk kedaearah Timur , daerah Bangko, kemudian orang Penghulu dari Minangkabau, yang mencari emas . Orang Batin sudah lebih lama datang, sedangkan orang Peenghulu baru kurang lebih 600 th yang lalu
384
Orang Kubu,yang menurut penelitian orang Swedia bersama dengan saya, menyatakan bahwa mereka bukan suku Weda seperti terdapat dalam berbagai penelitan orang Eropah terdahulu, tapi termasuk klasifikasi Melayu tua., dilihat Antropologi fisik, metrik dan budaya. Orang Kubu ,istilahnya sudah menjadi kata ilmiah dan tidak mau diganti dengan suku anak dalam. Kubu, ada yang sudah menetap dan sudah bina dan jinak ,ada yang masih liar, nomaden di hutan. Mandiangin ,orangnya suku Pindah dari Palembang dan sudah campur dengan orang Batin , karena mereka masuk daerah orang suku Batin yang sudah ada didaerah itu. Kemungkinan orand dari Mandi angin itu dari daerah Rejang di Palembang. Bagi orang dulu agama, kepercayaan, budaya, lingkungan ,seni merupakan suatu kesatuan, suatu makro-cosmos. Hanya kini , kita orang intelektual memisahkannya menjadi bidang bidang sendiri. Bagi orang Kubu sedang mengalami kesukaran , karena lebensraum-nya sudah dirusak karena orang luar sudah masuk, sudah HPH dan mereka meyerah saja , putus asa dan kelihatannya memang akan punah. Tidak ada solusi dan pemerintah yang ingin mengadakan civilisasi-nya untuk mengangkat kehidupannya, mau tak mau akan mematikan kebudayaannya. Sebaiknya sekarang kita catat agar dapat dipelajari. Dengan polisi pemerintah yang sedemikian budaya orang Kubu itu akan mati, tidak seperti di A.S dan Australia , misalnya dimana ada wilayah reservoir khusus bagi mereka. Saya yang ingin mempertahankan, tapi Undang Undang Agraria tidak mau mengakui hak ulayat mereka. Memang secara individu mereka tak punya tanah, tapi sacara kolektif punya. Kalau kita pegang U.U. Agraria kita maka suatu waktu hak ulayat yang kolektif itu akan lenyap. Musik Kerinci, suling bambu dan orang Kerinci menyebutnya Belansing. Dulu ada kolintang perunggu, sekarang tidak ada yang bisa memainkannya meskipun kadang
385
kadang alatnya masih ada. Alat Tambur itu mulai ada, ketika dulu th 20-30 orang Kerinci sekolah di Pandang Panjang dan belajar disekolah disana, Ketika kembali ke Kerinci ,mereka menggunakannya dan menjadi musk tradisional digabung dengan suling . Adat tidak akan meriah kalau tidak ada kesenian. Kenduri kenduri itu dimeriahkan dengan kesenian. Dulu mengadakan kenduri pusaka tidak ada masalah ,karena tiap rumah ada lumbung padi. Sekarang keadaan sudah berubah,rumah rumah tidak memiliki lumbung lagi dan menyelenggarakan kenduri sudah jarang karena mahaldan orang sudah tidak mampu lagi.
386
12. FACHRUDDIN SAUDAGAR Pengajar dan Peneliti Sejarah/Budaya Melayu Kuno FKIP UNIVERSITAS JAMBI Tgl 3 Maret 1999 di Hotel Tepian Ratu Jambi
Fachruddin Saudagar: Di daerah Nyogan, karena hutan sudah hilang, katakanlah budaya orang kubu disana sudah tidak utuh lagi. Dan yang kita lihat itu masyarakat yang sudah mengalami perubahan. Mereka dibina tahun 1972 dan sebelum itu masih pakai cawat, masih dihutan dsb. Kalau ada sebagian yang kembali ke hutan karena mereka sebagian tidak mendapat akses untuk membangun diri, mereka kembali kehutan , mencari ikandsb kembali, namun tidak seperti yang asli lagi. Tapi di Bukit Dua Belas , dan Rantau Pandan, Laut Cina, Bangko, mereka itu masih asli. Saya ketemu mereka masih mencari rotan hutan , makan ubi , tapi secara komunitas lemah. Terutama faktor budaya, akses kedesa engga ada, terpencar pencar dan jumlah sudah sedikit. Dulu di Jambi, sebelum Islam, agamanya Buddha. Abad 13 mulai berkembang,dan pada abad itu pula Sriwijaya diserang angkatan laut Cola dari India dpp jenderal Cola Mandala. Sriwijaya kalah dan daerah taklukannya banyak merdeka, termasuk Jambi dan orang orang Sriwijaya yang tak mau tunduk dengan Cola melarikan diri ke Hutan. Inilah sejarah asal usul orang Kubu. Lalu pada saat Sriwijaya hancur, agama Buddha menurun dan agama Islam naik dari di pantai Timur. Karena pelarian orang Sriwujaya kehutan selama kurang lebih 500 tahun agama Buddhanya tidak terbina, kemudian mereka menganut kepercayaan hutan , kealam. Pada upacara Besale masih tertinggal simbol simbol Buddhism,
387
seperti air di kepala, sutra mantera, sale ada 33. Dalam Buddhism ada 33 dewa . Manakala dia berkembang orang Kubu menganggap dirinya mempertahankan adat lama dan Islam adat baru. Perasaan ini sampai sekarang masih ada, belum selesai. Orang Kubu Nyogan yang menurut Datuk Maliki berasal dari daerah Bayurlincir dan sungai Lilin, dulu di Jambi tapi kini daerah Palembang. Mereka itu tetap penduduk aslinya. Sejarah Jambi saya rekonstruksi kembali, terutama suku anak dalam. Pada th 1993 di Jambi di Bappeda ada Seminar suku Anak dalam untuk pertama kali. Saya menyatakan seakan akan Suku Anak Dalam hanya milik DepSos. Sekarang sudah milik dunia, dan orang sudah mau menhargai mereka. Tolak Bala dari Kerinci itu tonggaknya adalah Tari Asyik dan salah satu bagiannya/ tari adalah Tulak Bala, ada juga Bayuruci. Asyik itu payungnya dan ada yang lain lain sekali. Demikian juga dengan Besale itu payungnya dan bisa untuk pengobatan, cari jodoh dll. Suatu waktu ada suatu delegasi dari Himalaya/Tibet, mereka para biksu .Dia mengatakan bahwa nenek moyang mereka belajar Buddhis di Sriwijaya, menurut catatan buku kuno mereka. Setelah kelililing diseluruah Indonesian, ketika tiba di Candi Muara Jambi,mereka melihat tempat dan bahasanya bahwa tempat Sriwijaya adalah disana.Mereka jauh jauh datang untuk menemukan route kembali dari nenek moyangnya ke Sriwiwaya. Prasasti Karang Berahi dari jaman Sriwijaya dan mirip prasasti Kota Kapur di pulau Bangka dipercayai pada periode sama. Saya perkiraan pulau Bangka itu termasuk Melayu Jambi. Fakta paling banyak menunjukkan bahwa Sriwijaya itu terletak di Jambi.
388
Mereka masuk hutan sekitar abad 11 . Selat Malaka yang dikuasai Sriwijaya dirasakan mengganggu hegemoni India/Cola. Maka terjadi perang. Teori itu ada benarnya ketika saya kemudian bahwa innercore Sriwijaya di Jambi termasuk Palembang dan juga sampai ke Pagaruyung.,adalah termasuk Melayu Kuno Selebihnya daerah lainnya adalah outer poort[ periphery] dan diluarnya wilayah jajahan sampai dengan Madagaskar ,dari Sriwijaya. Yang seterusnya Melayu Kuno inilah berkembang di Jambi secara utuh, meski kini sudah ada yang tiada lagi. Dihulu sumgai Batanghari, Diva Lakshmi milik angkatan perang Cola. Didunia ini hanya ada dua arca tsb. Satu di Bombay dan satu di Sungai Batanghari yang ditemukan disana th 1981. Seloka adat Jambi itu, sudah ada sejak jaman buddhis dan sama seperti yang ada di Suku Anak Dalam. Mitos akan identitas Melayu yang dikaitkan Melayu itu salah dan orang bicara Jambi identik dengan Islam. Di Johor dalam suatu Seminar,saya nyatakan Zapin dan Dana itu bukan Arab. Karena Islam bukan Arab dan Arab bukan juga Islam. Sehingga identitas Tari Zapin dan Dana jangan diidentik dengan Arab. Pagaruyung, Adityawarman dapat dikatakan termasuk Ancient Malay, itu inner core Sriwijaya.
389
13. LUKMAN ZAKARIA Kepala desa Ampelu dikecamatanTembesi-Batanghari Ditempat kediamannya tgl 1 Maret 1999
Lukman Zakaria: desa Ampelu merupakan desa tertua dikecamatan Muara Tembesi. Nenek saya dari pihak Ibu orang dalam sini dan25 tahun yang lalu pindah kesini dan jalan didepan rumah itu masih hutan. Kampung Ampelu terletak di sepanjang sungai Batanghari. Dulunya tiga bersaudara memiliki 3desa masing masing Rambutan Macam, Ampelu, Kota Boyo , dari jaman kerajaan. Saya kemari, melihat ada potensi dalam kesenian. Orang tua tua banyak bisa menari tradisional a.l. tari jeruk purut, selendang mayang, dan yang berupa joget seperti joget serampang laut, hitam manis, anak salah. Saya bina mereka, karena termasuk hobi. Terakhir ini, lima tahun yang lalu saya dipilih jadi kepala desa dan lebih banyak bisa berbuat dalam pembinaan. Terutama karena dekat dengan Bupati ,selalu dibawa Bupati dan Ibu dan dibawa sampai ke TMII Jakarta dan banyak bisa melihat. Perbedaan , kalau saya lihat terutama pada bahasa, meski agak sama Dialeknya berbeda dan rentak dan gayanya juga berbeda, meski namanya bisa sama.Rentak di Batanghari agak slow , tapi dii Rantau Panjang –Bangko lebih cepat mengikuti irama orang di hulu. Dulu ada pezirah, pemangku adat , yang sangat dominan dalam pembinaan adat dan seni tapi kini karena U.U.no. 5 dimana pezirah dihapuskan jadi Kepala Desa, adat di Jambi tidak diurus. Maka sekarang perlu ada penggalian dan pengkajian kembali seni di desa ini dan ketika saya jadi Kepala desa masih belum terlambat. Sisa sia masih bisa diangkat kepermukaan dan malah saya bina ketingkat
390
sekolah S.D. dan S.M.P. Malah S.M.P. juara umum dalam pantun petatah petitih. Memang disekolah formal disini berbeda dari yang lain , karena dalam kurikulum saya masukkan seni. Meski masyarakat kurang menghargai, saya terus membina, termasuk orang luar seperti orang Jawa turut dan malah lebih pandai dari orang dalam. Kemudian mereka tergugah . Dan kini tiap pesta perkawinan menurut upacara adat Jambi dengan petatah petitih Melayu, meski orang luar. Juga dalam penyelesaian berbagai perkara saya terapkan hukum adat Jambi. Dan malahan bisa terjalin jalan keluar secara damai antara keluarga bersangkutan dan tidak ada rasa dendam kalau ada yang masuk penjara. Kriminalitas menurun secara jalan keluar secara adat tradisional. Kalau turun kesawah bagi petani dan juga nelayan, dilaksanakan dalam adat Jambi dimana kesenian Jambi dapat muncul dan kegiatan muda mudi dapat tersalurkan. Kalau lihat sungai Batanghari yang hulunya pecah, satu ke daerah Minang-Sumatra Barat dan Kerinci, maka suku Batin dab Suku Penghulu, dilihat dari sejarah datang kemari. Kalau dilihat dari kebudayaan tidak bisa kita pakai batas administratif kepemerintahan. Lihat saja ke saya sendiri, saya kelahiiran dari Bungo Tebo tapi domisili di Batanghari. Di Kerinci ada Kelebu XII dari Timur. Nenek Moyang saya sebagian Jambi seberang, dari mudik dan juga dari hulu. Jadi sudah integrasi semua. Dulu menurut sejarahnya jaman penciptaan kampung, dari sejarah Datuk Tenggung Merah Mato, yang dulunya dari sungai Tabir, dan disebut orang raja orang Kubu Jambi dari hilir, pakai angsa dan dinaiki anjing dimana tempat berhenti angsa di tepi sungai Batanghari bikin kampung, mempunyai riwayat tersendiri. Juga Muara Tembesi. Ada yang disebut keris SiGinjai, orang yang memimpin kerajaan Melayu Jambi, Dulunya ada kapal atau jung karam di muara Tembesi yang dulu arusnya deras. Waktu jaman Belanda, Muara Tembesi menjadi basis melayu dpp Sultan Thaha
391
Melawan Belanda. Orang Muara Sebo, termasuk hulubalang raja. Orang Petajin bagian pertukangan Kembang Paseban pengrajin. Seperti Menteri Marzuki Usman, marganya orang Kembang Paseban , jadi termasuk orang seni. Dengan demikian ,tepat pilihan Pak Habibie, menjadikan beliau Menteri ParSeniBud . Demikianlah dulu jaman Raja Raja tiap tiap marga mempunyai profesi yang diperlukan raja. Sungai Batanghari hulunya di Minabgkabau dan dulu tidak disebut sebagai Sumatra Barat, tapi dikenal Pagaruyungnya. Kalau menurut sejaranya, Minangkabau punya raja sendiri dan Pagaruyung tersendiri. Sedangkan yang masuk ke kesini ialah yang dari Pagaruyung, yang lebih dulu. Putri Pinang Emas , asalnya dari Pagaruyung. Asimilasi di Jambi kenyataanya demikian. Kalau orang asli Jambi isterinya Padang, mestinya jadi peminpin, secara kebetulan. Dilihat dari alur sungai Batanghari yang bertemu dengan Pagaruyung. Dulu Ibukota Jambi waktu bergabung dengan sumatra Barat di Bukitinggi. Karena di muara Tembesi, tiga sungai bertemu maka banyak orang dari Kerinci, orang Batin ,orang Penghulu dan dari hilir Batanghari bertemu disini. Di Ampelu ini banyak orang Kerinci dan gelar jabatan say ini Datuk Penghulu. Dan mereka yang bergelardemikian meski tinggal di hilir,pasti asalnya dari Kerinci. Yang bukan dari Kerinci tidak bergelar demikian tapi dipanggil dengan Ngebih atau Depati maka ini dari suku Kelebu XII dan bukan dari Batin. Waktu desa ini masih dipegang Pezirah, seni tradisi masih ada. Saya yang lahir th 50 mengakrabkan generasi muda dengan generasi tua melalui kesenian. Saya berusaha mengakrabkan seni dari 50 th yang lalu yang sudah mulai hilang dan sekarang sudah mulai ngerti. Meskipun ada bias urbanisasi dari orang desa yang ke kota maka didesa ini saya bina adat tradisi dalam kehidupan sehari hari terutama dalam keluarga dan tanggung jawab keluarga ditekankan.
392
Kemudian saya juga ditarik oleh Bupati menjadi pengurus harian dilembaga adat di kabupaten, meskipun banyak protes dan tantangan dari yang tua. Tapi setelah dijelaskan oleh bagak Bupati maka baru mereka mau mengerti meskipun saya termasuk masih muda. Disamping itu saya juga mengajar di Perguruan Tinggi Batanghari., ada Fakultas pertanian dan Akademi Adminstrasi dalam mengisi muatan lokal dalam adat Melayu., meski latart belakang saya cuma S.D. di kampung saya. Sewaktu suasana republik sedang sulit seperti sekarang. Kakan masih udi , sekolah harus jalan S.M.P. hanya ada di Jambi. Hobi saya bergaul dan saya belajar dari pergaulan itu. Saya banyak jabatan yang tidak ada gajinya.Buyut saya ,pada jaman Belanda Demang, kakek saya pezirah atau camat kini, ayah saya kepala desa. Memang saya jadi Kepala desa sebagai orang luar banyak dapat kritik, tapi saya terserah pada masyarakat dalam mempercayakan jabatan tsb kepada saya. Sebanarnya setiap desa punai potensi berkesenian, tapi karena faktor ekonomi alat musik tradisional dijual atau ditukar beras segala macam, kemudian ada kiyai yang ortodoks dan alat alat ini dianggap dosa karena dari perunggu dan dibuang ke sungai . Kalau Kajang Lako buat sentra budaya disini , saya tidak akan melihat ke Ampelu saja tapi juga yang sikitarnya. Yang dari suku anak dalam, yang dari Melayu, juga bias bias yang dari Padang maupun Jawa. Mengapa disini tidak boleh dipentaskan Wayang. Janganlah melihat pembinaan seni secara sepoting potong tapi secara makro sebagai kebudayaan nasional. Seperti Pembicaraan pada Seminar kemarin, terlalu sempit, sepotong sepotong saja, dan ada kecemburuan sosial yang tinggi. Disini orang Jawa bisa berseloko, sedangkan orang Jambi bisa jadi Dalang . Kalau tidak asimilasi dan intergrasi yang demikian maka yang aslipun tak pernah akan terangkat. Ini semua perlu diaplikasikan dengan dalan kehidupan sehari -hari. Kehidupan tanpa seni gersang ,rasanya.
393
Prinsip saya , tiap jangkal tanah jangan diabaikan. Lihat saja pekarangan ini saya jadikan kebun tebu agar bisa dibuangkan. Jadi saya ini petani juga. Rumah saya ini pemberian Ibu MenSos. Saya , disini memberi motivasi kepada masyarakat agar bertani, berkebun. MenSos juga baru baru ini berkunjung kemari. Kalau gendang satu sisi adanya di hilir ,Melayu, kalau di mudik gendangnya dua sisi. Modal saya hanya ikut berbagai kursus saja yang diselenggarakan pemerintah. Saya tahu nertani sayur karena kursus Bappenas di Lampung. Juga tentang jalan dari PU dan juga air bersih saya urus. Disini ada tambang batu bara dan kelapa sawit, jadi penghasilan di desa ini agak lemayan, terutama bagi kepala desa yad lumayan. Saya sudah enam th kepala desa dan hanya tinggal dua th lagi , setelah itu saya perlu dinamika lain lagi. Tapi membina kesenian akan terus. Kalau lagi sedang relax maka saya nyanyi mengalunkan gendang sambil memandang kebun tebu saya.
394
14.
DATUK MALIKI Kepala suku Kubu dari desa Nyogan Kabupaten Batanghari-Jambi Wawancara tgl 1 Maret ditempat kediamannya.
Penjelasan Datuk Maliki tentang arti dan latar belakang upacara Besale: Besale, namaya terkait dalam dua macam arti. Nomer satu masalah pengobatan berasal dari jaman dulu dimana masyarakat kami belum mengenal pengobatan , belum kenal dokter, mantri , seperti kebiasan orang di kota. Sedangkan yang dilihat semalam itu terutama berhubungan dengan suka ria, karena terkait dengan Bamujuk yaitu suka cita sepasang suami isteri yang dalam perkawinan mereka telah dapat anak dan sebagai orang tua berniat mau bemujuk anak tsb Seperti orang luar ada, Nyukur dan langsung Turun Tanah dan memberi nama kepada anak.Acara bersyukur kepada Tuhan karena telah beri keturunan. Kemudian arti kesatu adalah mengobat, jaman nenek moyang kami dahulu istilah sakit karena terganggu arwah yang sudah mati, maka kami mengadakan pengobatan dengan upacara Besale. Dalam upacara pengobatan itu Balai itu tertutup yaitu Balai Pengasuh dan Balai Angkat Sembah itu yang mengobat yang sakit. Kemudian ada Manyang Pinang untuk mengetahui apa yang menyebabkan orang itu sakit. Atau dibikin orang,umpamanya ada paku,jarum, regis atau pantak baung.Itu bisa didapat dengan manyang yang masih utuh itu. Sesudah itu ada Balai Bertajuk Kembang , itu semacam Tauh. Misalnya, biniku dibawah mertuaku ke Palembang dan tak balik balik lagi. Kalau kita minta panggil supaya balik lagi, itulah gunanya Balai Tajuk Kembang tsb. Atau bisa juga suaminya yang pergi bisa dipanggil kembali meskipun tempat jauh di Malaysia misalnya.Tiga hari datang sebab hubungan batin.
395
Dulu ada satu cerita tentang asal usul kesaktian Besale itu. Nenek moyang kita dulu bikin ladang padi,tapi padi itu semuanya ampuh/kosong. Kemudian dukun Saleh jaman dulu bilang , biarlah padi itu dituai meskipun kosong dan dimasukkan dalam lumbung padi, lantas dia adakan upacara Besale itu. Setelah besale padi yang ampuh balik berisi lagi.Sebetulnya sudah patah hati bininya karena padi ampuh. Tapi dia mohon kepada Yang Berkuasa dan padi dapat bersisi. Setelah itu nama Besale diketahui dan ketika saya lahir saya tahu dari bapak saya.Besale itu ucapan Terimah Kasih kepada Tuhan seperti dalam agama Islam Bismillah dan achirnya Alhamdulilah. Pembukaan dalam Besale dengan bertepung itu adalah besuci. Entah di hutan terpijak tai ayam ,tai simpe umpamanya. Kalau tidak besuci maka habislah termakan api malam itu. Barang siapa tidak ikut besuci maka pasti terkena api. Sepertinya ada orang Kajang Lako[pemusik] yang tidak besuci kemudian ikut ,kemudian kemakan api.. Betepung itu besuci seperti dalam Islam meninggal, kemudian sudah dimandikan bersih dan dinamakan mandi air sembilan. Air itulah yang menyucikan . Siapa yang menyucikan dan siapa yang disucikan Jadi Besale dapat dikatakan menjalankan sifat dua puluh. Kalau yang kuasa menanam sakit itu maka kita mohon kepadanya untuk mencabut penyakit itu., seperti tadi saya mengobat anak itu saya minta kepada Allah. Dalam Besale,sidi itu yang kita sebut dukun, sudah termasuk “Yang” sudah jadi sidi dan bicara bahasa malaikat , kita tak mengerti. Begitu juga kalau kita menjalankann sholat, pada achirnya, kita berkata, astaqafirullah. Menghadap kekanan “Allah” dan menghadap kekiri “Mohammad”. Kalau kita sakit yang menentukan yang berkuasa. Kayu Arau, tempat jin, kalau kita sebut pening hitam. Kita gunakan untuk mengobati orang sakit. Jin itu tak luput dari pohon besar, seperti puntianak. Sehingga kalau jin melihat itu dia anggap sahabat dan tidak menganggu, dan jadi penolak. Juga buah kundur , batang meriang itu sejarah untuk menangkal jin . Juga untuk mengamankan
396
kelahiran. Ada Balai kekisar untuk menangkal wanita yang datang bulan kesakitan. Itulah cara kita. Sekarang kita ada dua cara pengobatan .Kalau dokter tak sembuh,maka sisakit ,datang pada kami. Kalau pada kami tak sembuh, yah ke dokter. Saya banyak terima kiriman orang sakit gila karena kemasukan jin jahat atau iblis ,dari dokter yang tidak bisa sembuhkannya. Yang manjat manjat itu bersuka ria, dia sudah dipukul dan tidak merasa sakit karena sudah besuci. Kita pernah tahun ’96 ke TMII Jakarta dan ketemu Pak Murdiono dan mengeluh tentang kondisi desa yang masih gelap. Kemudian dapat listrik. Juga kepada Pak Tri Sutrisno, waktu masih Pangab belum Wapres, saya minta jalan untuk desa ini, Plumpang dan Pak Tri menanyakan kepada Gubernur supaya dibuatkan jalan.,karena desa itu sudah ada sejak tahun 1942 tapi belum ada jalan. [Kemudian tak berapa lama jalan dibuatkan.]. Itu masih ada Bapak saya, masih jaman Belanda, nama Bapak saya Depati, nama jaman dulu. Orang tua saya buat rumah ini tahun 1952, diluar hutan. Sebelumnya semuanya tinggal didalam hutan., karena ingin menyekolahkan anak. Kami sekolah di Pertamina , masih jaman itu namanya PBN, tahun 1957 dan menulis masih dengan grif. Saya lahir tahun 1945. Isteri saya orang Padang. Dirumah ini semua keluarga , semua orang dalam. Saudara saya ada 11 tapi hidup hanya 2 orang. Saudara saya yang sat kawin orang Padang juga, sekarang tinggal di Kotabaru-Padang. Saudara sudah keluar sejak tahun 71 karena ada Proyek masuk sosial waktu saya jadi Jenang ganti Bapak.,setelah meninggal tahun 66. Sebab beliau anti-PKI. Waktu suruh gali lubang dia tidak mau. Sejak dari Kakek, keluarga sudah masuk Islam. Buyut masih belum. Bapak saya sudah jadi tentera serikat merah.,jaman Belanda pakai kopiah Turki pakaiannya Buyut matinya lain ,ditaruh saja dihutan ditaruh dirumah tanpa atap , ditinggal saja, setelah
397
saya teliti namanya, Gudah.Cuma tidak dibakar.Waktu ke candi muara Jambi lihat orang doa , bahasanya seperti kami. Yang didalam hutan sudah masuk Islam semuanya.[ Tapi ketika ditanyai secara pribadi kepada Jusup, penabuh redap/gendang dan isterinya, dia mengaku masih menganut agama hutan]. Tahun 95 pernah main Besale juga di TIM dan 94 di Pekanbaru. Waktu di TIM ada Acara Serembak Zikir Berdak. Di TMII ada pusaka Jambi pada tiang yang paling menhadap mato hidup.Pernah aku diberi alamat, kalau mau ambil pusaka kalau kau orang Jambi asli maka keris itu kasih aku .Tapi aku disuruh tidur disitu 7 hari 7 malam tak boleh makan tak boleh minum. Yah, di Anjungan Tiang yang mengahadap kiri ke matahari.Jadi aku tanyo pada Pak Apo itu, memang ada batu/ lampu serupa serongkeng jatuh disitu.Keris. Karena kata orang Jambi kasihlah sama kau. Tapi aku lah mau balik waktu itu. Ibu Bupati suruh ikut pulang, katanya ,kalau kau tak balik, kau hilang pula maka dituntut aku. Di masyarakat Kubu juga kenal gotong royomg. Kegiatan utama mencari kayu, rotan dan menangkap ikan. Kalau bisa menanam padi , menanam kelapa. Terutama kalau ada permintaan orang luar dan kami diberi uang. Sekarang anak suku dalam sudah terbagi dua. Ada yang sudah maju jang sudah berkampung , yah yang ini ada disepanjang sungai ini, dirumah rakit. Itu hulu Nyogan . Kami telah mengusulkan kepada Pak Bujang Syahril,dari Bina Sosial . Berpindah pindah sudah habis tanam ubi ,yah tanam lagi. Yang sudah berproyek kemudian tanam getah. Mencari kayu sesuai permintaan orang luar. Sekarang banyak kayu yang dulu diminta sekarang tak ado lagi, kemudian cari jenis kayu yang baru seperti kayu menggeris.Dulu tak pernah laku, sekarang jadi laku. Kemudian terjadi tawar menawar. Berapa sekubik dan berapa banyak yang dikehendaki. Tapi kita tak boleh nipu. Kalau terjadi, maka orang
398
tak mau lagi. Yang dapat bukan duit, tapi kita boleh gula , beras.Karena hutan sumber hidup, maka PemDa punya tanah untuk Anak Suku Anak Dalam
pencaharian
hidupdan tidak boleh diganggu gugat orang lain. Dan sekarang tanah itu sudah mulai diolah lagi. Dulu, kira kira th 78 ada orang Argentinia dan jiga orang Jerman meneliti tentan obat obatan orang Kubu. Satu bulan setengah, waktu itu kita jadi Kepala desa. Banyak macam kayu yang diteliti dalam laboratorium, 300 macam kira kira. Sekarang ada perusahaan swasta, “ sawmill” pengergaji kayu yang sering masuk disini. Nanti lagi masuk lagi. Misalnya Bhatara utama sawmill, Pesut sm, Putra Sumatra Timber, untuk pabrik kertas. Sebetulnya tidak boleh dari Pemerintah di potong. Tapi Perusahaan tsb menggunakan anak suku dalam untuk mencari kayu kayu tsb. Anak suku dalam perlu uang jadi terjadi. Praktek ini diketahui oleh Bupati dan petugas lain. Rotan selain ke Jambi juga Tanjung Pinang. Perusahaan itu semuanya pedagang Cina.Ikan orang kampung jual sendiri kepasar, seperti ikan Baung ikan patin. Orang anak suku dalam tidak mengerti menertak ikan. Ikan Keleso, semacam ikan Aravanah ada juga di daerah Kubu.Ikan ini menurut orang Cina membawa rezeki. Yang bagus sebetulnya yang dari Kalimantan. Musil lain selain gedang redap ada Gambus , Gong memainkan lagu daerah sepertinya lagu Batanghari 9{sungai Batanghari dari sepucuk Jambi sembilan lurah, sembilan sungai] yang dibawa nenek moyang dari Palambang dan lagu Dempah unutk memungut kayu dsb dihutan, bermain rinjang rinjang /pantun pantun muda mudi naik perahu. Nenek Moyang kami itu yang membawa lagu dari Palembang bernama Puyang Nikat berasal dari daerah Pendopo, bukit Nikat. Waktu Kejambi seingat cerita Bapaknya sudah tiga keturunan, kira kira 200 tahun yang lalu.Sebelum Datuk aku. Dan meenemukan disini Puyang Sinding Ikan Tanah,, anak suku dalam
399
Sezaman dengan Puyang Sutan Guling dari Jambi ,bapak Sultan Thaha. Pernah ke Jawa cari Sejarah. Sebelum Jaman Krakatau, hubungan ke Jawa naik kuda, kemudian putus setelah gunung meletus. Termasuk orang Kayu Hitam ke Jawa kenudian juga naik kuda. Dulu belum ada orang, tahun 52 baru ada dua orang Jawa, orang Kerinci juga baru 2 orang. Kalau Batu Giling dari Kerinci dikirim kesini.Batu Giling kemudian dikirim kembali ke Kerinci. Macam tilpun jaman sekarang. Batu dilempar saja , sampai beritanya. Batu Ma’aris, menurut cerita Bapakku. Beliau meninggal di Pekanbaru. Th 64, umurnya seratus lebih. Jaman dulu ada Pawung, binatang yang melindungi orang kami, Saya pernah kasih dia makan.Sekarang harimau didaerah kami sudah baikan, kadang kadang ikut orang motong, tak ganggu Kalau dulu sebelum ’74 kalau kampung ada masalah, harimau masuk kampung masih ganas. Juga Gajah, Beruang dulu ganas. Sekarang yang ganas Babi. Gajah Sudah dikumpul ke Lampung. Karena sering ditangkap dan dilukai maka sekarang suka menyerang. Orang Cina suka suruh nangkap unutk dimakan. Orang kami tak suka, sudah masuk Islam. Dulu ada Gajah Tingkis, itu berasal dari nenek moyang kami. Yang sama Harimau Tingkis dan Rusa putih, yang memberitahu orang kalau ada orang yang mau masuk . Disini banyak harimau jadi-jadian, namanya Cindako. Tapi sekarang tak ada lagi. Asalnya orang luar seperti orang Padang dan orang Kerinci yang jadi binatang dan ganggu orang kami.Ciri ciri khas, tangan panjang. Kaki panjang..Anak suku dalam tak mau. Orang Kecil itu dari pegunungan Kerinci, tinggal di gua. Orang Gunung. Nyanyi lagu anak anak;…….. Joget Batanghari, nyanyi…….oleh Rhokimah.
400
30 hectar kami punyai. Untuk masa depan kami tak punya hutan lagi. Orang Kubu yang telah dibina tahun ’72 untuk berkebun kelapa sawit dan karet sudah banyak. Yang masih bertahan di hutan tinggal sedikit sekitan 75 kk. Sekarang Besale sudah tidak ada lagi, orang kubu yang sudah dibina dan sudah lihat TV, sering sakit sakit ,banyak meninggal muda muda banyak Dulu sekitar th 65masih banyak penghuni sekarang sudah banyak tidak ada lagi.Saya bersaudara dari Bapak hanyak tinggal dua orang. Yah, kena kutuk kita. Masih mudo mudo sudah mati. Di Jambi kalau kito tak ikut orang maka kita tak maju. Dulu pernah.Tapi jaman orde baru, ada petugas dari pemerintah sering menegur kami. Kalau kami ikut pemerintah punyai tanah 5 hektar kelapa sawit tapi yang boleh kita terima hanya 2 hektar. Kalau kita tak turut kami di tangkap. Kalau di Brunei, suku nak pedalaman malah dibina, kami sudah dengar.Lain dari kami. Sebetulnya kami sudah merencanakan acara acara lainnya, seperti bergurau ambil lebah, kayu, tapi Pak Tom hanya mau Besale dan Bemujuk saja. Kami harap kalau sentra budaya terlaksana agar rumah itu jangan dibongkar ditambah tempat duduk dan lainnya. Nyanyian Sirih Layang…………… Daerah Tanjung Jabung hebat, di Tungkal ada kerajaan kuno ada usaka terpendam. Aku naik dari Nipah Panjang. Tanjung Jabung menurut Bapakku tempat orang judi , orang dari Palembang, singapura ,china, india. Jaman dulu kalau mau ke Palembang harus lewt situ. Dulu kerajaan, namo negeri itu
Negeri Kepinggiraran Laut,
kedudukan putri disitu. Tempat judi nyabung ayam.Kalau malam masih terdengar keramaian, gaib, macam Besale. Sudah jelas banyak Cina disana karena banyak sisa sisa keramik.
401
Di Mentawak ada kampung gaib juga. Malam hari hutan jadi kota. Aku sudah pernah masuk. Banyak orang asing ketangkap secara gaib seperti orang Inggris, Columbia, Jerman sedang cari minyak. Sebelum aku masuk minta izin dulu orang pintar ke gunung Galunggung di Jawa. Keris Pucuk Jambi Sembilan Lurah, hanya tinggal sarungnya Kerajaan Sutan Guling masuk ke Mentawak, ketika Belanda masuk kekampung Lubuk Kepayang .
402
Ibu NUR AINI RAHMAN Penari Sepuh dari Bangko-Jambi Wawancara di Hotel Tepian Ratu Jambi 2-3 Maret 1999 Saya lahir tahun 1939 dan achir jaman Jepang masuk sekolah. Sebelum masuk sekolah di Payakumbuh saya ikut rombongan tonil, berfungsi sebagai penari sambil nyanyi. Waktu tamat SD masuk SKPI. Disana saya disuruh nari untuk berbagai perayaan adat, nasional dll. Dari SKPI,saya masuk SMP Taman Siswa, saya tidak ke Taman Madya , karena anak petani ,kurang mampu[ Taman Madyanya di Medan] Tahun 57 lulus dan masuk SGA negeri. Jaman itu mulai ada PRRI dan daerah kami dipenuhi pengungsi. Pada waktu itu ada paman bernama Adam Huri, penulis kenamaan yang banyak mendorong saya dalam seni tari. Setelah itu saya kawin dengan KKO, tentara dan aktivis PRRI .Di Sumtra Barat semua orang itu masuk PRRI, dan suami komandan kompi. Saya sekolah sampai kelas tiga SGA. Tahun 6061 berhenti karena bekas PRRI, pembronntak dan kami di Bangko , disana ada paman suami, dan kami car kerja disana. Di Bangko banyak PKI dan kami dimusuhi karena dianggap PRRI. Kami diasut untuk ditangkap, tapi disana tak ada PRRI di tangkap. Jadi disana kurang seberapa aman juga. Kami tetap tinggal di Bangko karena suka kesenian. Disana banyak anak kecil yang suka tari Minang, datang kerumah untuk belajar, seperti tari Payung dan tari macam dari Minang. Kalau ada keramaian di Perentak itu maka kami mulai nari juga dengan anak anak itu.Karena tidak aman maka kami minta untuk ngajar di sekolah. Disitu kami mengajar tari juga. Orang disana agak fanatik dan tidak suka dengan tari dan kalau nari mereka marah ,tapi Pezirah[Lurah] suka saya aktif dalam tari. Dia mau saya bina lagi kehidupan tari disana karena mulai tahun 33 dilarang dan banyak sudah punah. Dan saya mulai tertarik karena masih ada tarian asli dsitu yang dapat saya
403
pelajari. Sore hari saya ngajar dirumah. Pak Camat jemput kecamaran, jalan kaki dan kami nari yah masih tari Padang itu. Banyak yang nonton. Kami kemudian dikasih makan dan pulang jalan kaki lagi. Menari dengan mulut saja yang lain tak ada. Kakak mertua saya yang sekarang , mengatakan bahwa tari tari itu ada padanya. Katanya kalau mau pandai nari disni harus pandai berpantun. Kemudian saya belajar semuanya, sampai lagu lagunya juga, dari Ibu Pinah itu. Kalau dulu gadis dan bujang mau berkenalan, harus di Sawah , tidak seoerti seperti sekarang. Di Sawah itu yang laki laki diketuai oleh, Arin, namanya Sedangkan yang perempuan diketuai oleh Jenang Kemudian masuk Sawah, yang sebelah sini bujang yang disana gadis dan berpantun pantun lah kami., menggunakan bahasa yang digunakan di Perentak. Disawah itu pakai bendera dua belas meter, diatasnya ada payung, ada benang hijau, merah, kuning diatasnya. Dari jauh akan kelihatan dan orang orang akan berdatangan dan bisa masuk kesawah. Orang jadi banyak dan pekerjaan panen disawah dapat cepat selesai. Berpantun pantun dan bersorak sorai memacu semangat kerja. Jam12 siang, istirahat. Pada saat itu ada Bapak babak mengendang dan gadis gadis menari kipas sebagai pelepas lelah , menyejukkan . Waktu cepat berlalu dan setelah istirahat sejenak itu ,maka kami mulai kerja disawah lagi . Malam hari kami ke suatu rumah kosong. Gadis gadis bertauh, yang Tuo mengawasi diatas dan apa terjadi boleh disitu saja diawasi yang Tuo. Kemudian bujang bujang berpantun lagi dan gadis gadis menari dengan selendang. Suatu saat dalam tarian, selendang dilempar ujung lainnya ke salah seorang bujang yang diminati dan kalau memang saling berminat maka selendang diambil dan ditertuskan menari dan pantum pantumnya diajarkan oleh yang TuoTuo, sambil adu pantum. Hal ini bisa diteruskan dalam kehidupan sehari hari dan dua sejoli dapat saling berkenalan. Yang Laki laki antar daging ke rumah perempuan dan setelah dimasak yang perempuan
404
antar kembali ke lelaki. Perbuatan ini baru main main dan kalau kemudian telah disetujui Ninik Mamak, maka baru terjadi minang meminang secara resmi sesuai adat. Tahun 61-62 saya belajar dari kakak mertua saya dan kemudian mengajar dirumah. Karena sejak tahun 33 dilarang maka kegiatan saya tsb dimusuhi dan saya diserang.Orang tuanya mulai melarang. Tapi Bupati terus mendorong, jadi saya panggil anak anak keluarga saya dan kegiatan mengajar tari dapat diteruskan. Saya mulai mengembangkan tari Kipas dan menari dalam berbagai kesempatan di Bangko, anak anak dan saya sendiri juga turut nari. Pada tahun 73 pada jaman Gubernur Nur Atmadibrata [1968-1974] kami dibawa pentas ke ibu kota Jambi dan tari Kipas diperlihatkan dan mulai dikembangkan , tapi bukan ciptaan saya lagi , sudah diubah-ubah sama seniman Jambi. Saya pusatkan ketari Kipas, karena tari Tauh kurang diminati orang. Pernah seorang murid saya yang termasuk bagus menarinya, dipanggil ke Jambi untuk mengajar tari tari saya disana. Karena dia belum banyak mengerti tentang seluk beluk tari, musik , kostumnya, maka saya menganjurkan supaya kami kami didesa ini juga diikut-sertakan dalam pengemgembangan pembinaan itu. Tapi ternyata, gadis ini sombong dan malah membuat serta merubah tari kipas sesuai kemauan dia sendiri. Dia banyak dapat fasilitas Gubernur tapi karena tidak bertingkah laku baik maka namanya pun hilang sebagai pembina. Saya semasa itu merasa sedih karena tidak diperhatikan lagi dan dianggap tak berarti. Sampai suami malahan menganjur supaya berhenti saja dari profesi nari karena tidak dihargai. Kemudian dalam keadaan sedih dan hati tak enak itu ,untuk tetap dapat menari lagi, saya ketemu orang tua dari jauh yang ajak saya keladang utuk belajar sejenis tari silat. dengan keris. Dia menggunakan mantera sewaktu menari dan mnusuk dengan pisau.
405
Tarian ini dilakukan berduaan dan gerak menusuk dan mengelak bersama sam dengan lawan. Ini menandakan kekebalan[ karena mantera tsb] Sudah didokumentaslkan di kantor.
Juga sudah dikembangkan orang dalam
pentas ,juga sampai ke Jakarta, tanpa pengetahuan saya pula sudah dirubah rubah. Tari itu namanya Tari Skin. Mula mula saya guru , kemudian penilik kebudayaan dan Kasi kebudayaan di tingkat Kabupaten. Tari tari saya hanya sampai tingkat Kabupatan. Yang selebihnya saya tidak tahu lagi. Saya pernah ke Lampung dan th 91 saya pernah main ke Jakarta. Sampai Tari Kipas dibawa keluar negeri , saya tidak tahu. Didesa kita terus kena maki orang ulama , juga orang adat. Tapi saya terus saja berjuang. Bupati minta saya untuk buat Tari Persembahan untuk diperlihatkan kepada tamu tamu Bangko. Pernah ada seorang kawan sama sama dari Padang, mendekati Bupati dan menjelekkan nama saya. Kemudian nama saya dicoret dari berbagai kepanitiaan, juga dari Golkar. Hanya di mesjid saya masih dihargai dan masih diikut-sertakan dalam berbagai kegiatan. Maka berhentilah sejak th 93. Barulah sekarang ini karena Pak Tom saya baru diikut –sertakan. Tari yang pernah saya garap adalah Tari Kipas , Tauh, Skin, Persembahan, Kain hampir sama dengan yang di Mandiangin. Kemudian ada dramatari yang dilagukan, Putri Bungsu, berdasarkan cerita rakyat dari Perentak-Bangko. Lagu dan cerita didapatkan dari Induk Cinak. Asal usul suku Penghulu di Bangko adalah sebagai berikut. Sewaktu Cindur Mato dari Minangkabau, anak Bundo Kanduang, Dang Tuanku, bertunangan dengan anak mamaknya disungai Minang di Kerinci , anak Tiang Bungkuk, menantu depati Muara Rangkap yang melamar, namanya Imbang Jayo. Imbang Jayo ingin Puti Bunbsu.
406
Kemudian dilemparkan fitnah ke Minangkabau yang mengatakan Dang Tuanku kena penyakit buruk dan dibuang kehutan dan diberi kabar kepada saudagar yang kembali ke Minangkabau. Jadi Percayalah Bapaknya dan dikawinkanlah dengan Imbang Jayo. Bundo Kanduang kirim pesan ke adiknya, tapi kemudian terkejutlah ia karena tidak terjadi apa dengan Cindur Mato. Kemudian kirim Cindur Mato dengan Sibinuang , kerbau paling besar dibawanya. Anak Bunda Kanduang, adalah anak dari pembantunya. Sebelum berangkat, banyak halangan dan berhenti disungai Kunyit dan dibukit Perentak dia lihat banyak emas. Dan setelah minta izin dari Bupati Muara Rangkap untuk menangkap emas dan mendapatkan daerah hulu. Kemudian jadi daeerah pertambangan ramai dan banyak orang berjudi, sehingga terjadi permasalahan sampai akan perang .Perdamaian terjadi dan dipotong 8 buah kerbau dan minta maaf dan Datu Berampek dari Kerinci jadi kunci perdamaian. Tokoh lain datang juga dari Kerinci, jadilah suku Penghulu. Disana Banyak emas dan sampai sekarangpun masih demikian. Sekarang kami didaerah banyak kesukaran dalam menggiatkan kesenian. Terutama di pemain musiknya. Tukang gendang tinggal sepuluh kolimeter jauh. Demikian jiga yang lainnya. Kalau kita mau panggil untuk main, untuk ngajar misalnya, kita mesti kasih uang ke isterinya, karena dia meninggalkan sawah tidak bisa kerja. Sedangkan saya sendiri ngajar nari di SMP engga dapat duit. Jadi kalau mau ngumpul itu susah benar.
407