JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA
GASIM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK Pengenalan jenis kayu yang sering dilakukan dengan menggunakan panca indra manusia adalah kegiatan yang sudah lazim dilakukan. Cara ini membutuhkan pengalaman yang cukup banyak, selain itu akurasi cara pengenalan seperti ini pun kurang akurat. Ilmu komputer yang berkembang pesat dan kini masuk kesegala bidang, salah satu penerapan ilmu komputer adalah dalam bidang pengenalan pola. Cukup dengan pelatihan beberapa pola yang ada, maka sistem mampu mengenali pola baru yang sejenis. Jaringan syaraf tiruan (JST) sangat terlibat dalam hal ini. Tekstur dapat digunakan sebagai informasi citra untuk memprediksi kondisi objek dari sifat permukaannya. Pengukuran tekstur dilakukan denga mengukur energi, kontras, homogenitas, dan entropy (Haralic, 1973). Dengan ini citra pori kayu dapat diambil unsur teksturnya untuk mengidentifikasi jenis kayu dengan menambah unsur RGB, standar deviasi dan derajat keabuan (gray level). Dengan teknik ini, ternyata dapat mengidentifikasi kayu hingga 100%. Kata kunci :
ilmu komputer, pengenalan pola, jaringan syaraf tiruan, tekstur, energi, kontras, homogenitas, entropy, RGB, standar deviasi, dan derajat keabuan.
JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK PENGENALAN JENIS KAYU BERBASIS CITRA
GASIM
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tesis
:
Nama NRP
: :
Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pengenalan Jenis Kayu Berbasis Citra Gasim G651040054
Disetujui Komisi Pembimbing
Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc., PhD. Ketua
Irman Hermadi, S.Kom.,MS. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Komputer
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Sugi Guritman
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,MS.
Tanggal ujian : 10 Juni 2006
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pengenalan Jenis Kayu Berbasis Citra, adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2006
Gasim NRP. G651040054
PERSEMBAHAN
Karya ilmiah ini aku persembahkan untuk kedua orang tuaku beserta : Istriku
: Khadijah AlKaff Gathmyr
Putriku
: Fathimah Azzahra AlKaff
Putraku : Umar Muhdhor AlKaff
© Hak cipta milik Gasim, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pengenalan Jenis Kayu Berbasis Citra. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya -besarnya kepada Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc., PhD. selaku ketua komisi pembimbing, Irman Hermadi, S.Kom.,MS. selaku anggota pembimbing yang dengan sabar membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Kepada Yayasan STMIK MDP yang sudah memberikan kesempatan untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kepada staf P uslitbang Hasil Hutan, khususnya Dra. Sri Rulliaty, MSc. di Gedung Biologi dan Pengawetan Hasil Hutan, tempat penulis mengambil data . Kepada istri dan anak-anakku tercinta yang dengan sabar menjalani hari-hari tanpa kehadiranku. Kepada orang tua dan seluruh keluargaku. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua teman-teman yang sudah memberi dorongan, saran, dan kritik ke pada penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2006
Gasim NRP. G651040054
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 17 Juni 1973 dari ayah Abdullah AlKaff dan Ibu Hamidah. Penulis merupakan putra ke 11 dari 12 bersaudara. Pada tahun 1992 penulis lulus dari SMA Tunas Bangsa Palembang, pada tahun 1996 lulus D3 Ahli Madya AMIK SIGMA Palembang, dan pada tahun 2000 lulus S1 Sarjana Komputer STMIK Bandung. Setelah mendapat gelar sarjana komputer, penulis menjadi tenaga pengajar pada STMIK MDP Palembang hingga sekarang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
.......................................................................................
xii
...................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ............................................................................
1
1.2
Tujuan ..........................................................................................
2
1.3
Ruang Lingkup ............................................................................
2
1.4
Manfaat Penelitian .......................................................................
2
2 LANDASAN TEORI 2.1
Penelitian Sebelumnya ................................................................
3
2.2
Sifat Umum dan Anatomi Kayu ..................................................
3
2.3
Pengolahan Citra .........................................................................
6
2.4
Representasi Citra Digital ...........................................................
7
2.5
Komponen Citra Digital ..............................................................
8
2.6
Jaringan Syaraf Otak Manusia
....................................................
9
2.7
Jaringan Syaraf Tiruan ................................................................
10
2.8
Arsitektur Jaringan ......................................................................
12
2.9
Fungsi Aktivasi ...........................................................................
13
2.10 Proses Pembelajaran ....................................................................
14
2.11 JST Propagasi Balik
...................................................................
15
................................................................
16
..............................................................................
16
2.12 Transformasi Wavelet 2.13 Deteksi Tepi
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Kerangka Pemikiran ....................................................................
18
3.2
Teknik Praproses
20
3.3
Tahap Tatalaksana Pelatihan
.....................................................
21
3.4
Tahap Tatalaksana Pengujian
....................................................
26
3.5
Bahan dan Alat ............................................................................
26
3.6
Waktu dan Tempat Penelitian .....................................................
26
.......................................................................
3.7
Jadwal Penelitian .........................................................................
26
4 DISAIN MODEL 4.1
Pembentukan Model dan Pencocokan Pola
................................
28
4.2
Pembuat Keputusan .....................................................................
29
4.3
Data Teknis
29
.................................................................................
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Tahap Praproses ..........................................................................
31
5.2
Pelatihan dan Pengujian ..............................................................
31
6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1
Simpulan ......................................................................................
39
6.2
Saran ............................................................................................
39
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
40
LAMPIRAN ..................................................................................................
41
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Tujuh tipe pembesaran .........................................................................
23
2
Struktur pemindaian citra kayu
..........................................................
30
3
Struktur JST-PB yang dimodelkan
.....................................................
30
4
Definisi target
.....................................................................................
30
5
Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 1
...............................
32
6
Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 2
...............................
33
7
Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 3
...............................
34
8
Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 4
...............................
35
9
Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 5
...............................
36
10
Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 6
...............................
37
11
Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 7
...............................
38
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Referensi bidang geometris permukaan kayu
......................................
4
2
Disiplin ilmu citra ...................................................................................
6
3
Neuron berkerja berdasarkan sinyal yang diterima melalui sinapsis ...
10
4
Neuron tiruan sederhana .......................................................................
11
5
Jaringan syaraf lapis tunggal
...............................................................
12
6
Jaringan syaraf lapis banyak ................................................................
13
7
Fungsi aktivasi sigmoid biner pada selang 0 s/d 1
.............................
13
8
Fungsi aktivasi sigmoid bipolar pada selang -1 s/d 1
.......................
14
9
Diagram krangka pemikiran
...............................................................
18
10
Bagan tatalaksana pelatihan
...............................................................
22
11
Bagaimana memotong kayu
...............................................................
23
12
Proses pindai
......................................................................................
24
13
Antarmuka perangkat lunak pindai
14
Citra hasil cropping (250 x 250 pixel)
15
Bagan tatalaksana pengujian
16
.....................................................
24
...............................................
25
...............................................................
27
Model arsitektur multilayer perceptron ...............................................
28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Pengambilan unsur-unsur citra .............................................................
42
2
Tabel jadwal penelitian
44
3
Perintah Matlab untuk pembangunan jaringan sampai pelatihan
4
..................................................................... .......
45
Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 1
.......................
46
5
Gambar proses pe mbelajaran pada pembesaran tipe 2
.......................
47
6
Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 3
.......................
48
7
Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 4
.......................
49
8
Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 5
.......................
50
9
Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 6
.......................
51
10
Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 7
.......................
52
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kayu memiliki bermacam-macam jenis, setiap jenis memiliki nama dan
karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik ini akan menentukan kualitas dan fungsi dari tiap jenis tersebut. Kualitas dan fungsi tersebut akan berpengaruh pada harga dan dari pihak pemerintahan dapat menentukan pajak yang sesuai dari tiap jenis kayu tersebut. Sehingga sangatlah penting untuk mengetahui nama dari tiap kayu. Untuk mengidentifikasi jenis kayu dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, menggunakan sifat kasar (makroskopis) yang terdiri dari warna, tekstur, arah serat, berat, bau, dan lain-lain. Cara ini yang biasa digunakan saat ini dalam mengidentifikasi jenis kayu, namun cara ini hanya dapat digunakan bagi yang berpengalaman. Kedua, menggunakan sifat struktur (mikroskopis), cara kedua adalah menggunakan data mikroskopis dalam mengidentifikasi kayu, yang demikian ini membutuhkan alat bantu berupa alat pembesar, serta membutuhkan waktu yang lebih lama, karena harus menghitung serta mene liti struktur pori. Banyaknya waktu dan pengalaman yang dibutuhkan dalam mengidentifikasi jenis kayu sangatlah tidak efektif dan efisien. Dengan alasan ini, Peneliti merasa termotivasi untuk melakukan penelitian guna mendapatkan teknik baru dalam mengidentifikasi jenis kayu. Pengenalan citra merupakan suatu mekanisme untuk mengenali kembali citra yang secara signifikan oleh mata tidak dapat dikenali, namun dengan metode dan teknik tertentu, citra tersebut masih dapat dikenali (Gede dan Bulkis, 2004). Pada penelitian ini, sebuah citra RGB memiliki unsur warna merah, warna hijau dan warna biru. Sebuah citra skala keabuan (grayscale) memiliki unsur-unsur entropy, kontras, energi, homogenitas, skala keabuan, dan standar deviasi. Kesembilan unsur ini dapat dijadikan masukan ke sistem komputer untuk diproses lanjut dalam pengenalan jenis kayu. Jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) merupakan sistem pemrosesan informasi berbasis komputer yang mempunyai karakteristik prilaku
2
tertentu yang menyerupai jaringan syaraf biologi yang mengolah informasi stinuli melalui beberapa lapisan neuron untuk menyimpulkan stinuli yang terdeteksi tersebut (Fauset, 1994). Jaringan syaraf tiruan (JST) mampu mengenal atau mengidentifikasi objeknya lebih tepat dibanding komputasi konvensional, karena JST masih dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap. Tekstur dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga (Jain dan Ramesh, 1995). Jadi tekstur tidak dapat didefinisikan untuk sebuah pixel, melainkan kumpulan semua pixel dari citra yang dianggap sebagai satu kesatuan. Dengan tekstur akan didapat informasi citra untuk memprediksi kondisi objek dari sifat permukaannya. Pengukuran tekstur dilakukan denga mengukur energi, kontras, homogenitas, dan entropy (Haralic, 1973). Pada penelitian ini sistem identifikasi akan menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST) dengan algoritma propagasi balik. Penggunaan algoritma ini merujuk dari berbagai hasil penelitian pengenalan pola yang menunjukkan hasil yang baik.
1.2
Tujuan Adapun tujuan dari riset ini adalah mengembangkan sistem pengenalan jenis
kayu dengan menggunakan JST berbasis citra pori kayu. 1.3
Ruang Lingkup Ruang lingkup riset ini mencakup : 1. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu jabon, kayu meranti putih, kayu mersawa, kayu pulai dan kayu ramin. 2. Teknik identifikasi menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan algoritma propagasi balik.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari riset ini adalah untuk memberikan kontribusi pengembangan
teknologi alternatif dalam identifikasi kayu dengan lebih cepat dan akurat.
3
BAB 2 LANDASAN TEORI
Pekerjaan untuk mengenal satu jenis kayu yang menggunakan sebuah sistem komputerisasi haruslah didasari dengan ilmu-ilmu yang saling berkaitan. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang melandasi penelitian ini.
2.1
Penelitian Sebelumnya Penelitian ini sedikit berkaitan dengan penelitian sebelumnya yang sudah
dilakukan oleh Florensa Rosani Br Purba 1 (2005) dengan judul penelitian rekayasa sistem neuro-fuzzy untuk identifikasi jenis kayu bangunan dan furniture. Beliau meneliti tentang identifikasi jenis kayu berdasarkan sisi kayu yang dipotong secara horizontal. Dengan pemotongan seperti ini maka akan tampak pori dari kayu. Kemudian dengan alat pembesar, pori kayu ini dianalisa hingga didapat data mikroskopis , seperti ukuran pori, frekwensi pori, jarak antar pori, dan lain-lain. Data inilah yang kemudian dijadikan sebagai data masukan dari sistem yang beliau kembangkan. Pada penelitian kali ini, data yang diolah adalah gambar atau citra dari kayu yang dipotong secara horizontal, sehingga didapat struktur pori kayu. Dari tekstur pori kayu tersebut diambil unsur-unsur pengukur tektur, antra lain energi, entropy, kontras, dan homogentias. Selain itu diambil juga standar deviasi, derajat keabuan, dan RGB.
2.2
Sifat Umum dan Anatomi Kayu Secara garis besar ada dua kelompok ciri yang digunakan untuk
mengidentifikasi jenis kayu, yaitu ciri umum dan ciri anatomi (Mandang dan Pandit, 2002). Ciri umum adalah ciri yang dapat diamati langsung dengan pancaindera, baik dengan penglihatan, penciuman, perabaan dan sebagainya tanpa bantuan alat-alat pembesar bayangan. Ciri umum tersebut meliputi warna, corak, tekstur, arah serat, kilap, kesan raba, bau, dan kekerasan kayu. Ciri anatomi meliputi susunan, bentuk, dan ukuran sel atau jaringan penyusun yang hanya 1
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Komputer IPB Bogor
4
dapat diamati secara jelas dengan mikroskop atau bantuan lup berkekuatan pembesaran minimal sepuluh kali (Mandang dan Pandit, 2002). Bond and Hamner (2002) mengklasifikasikan permukaan kayu kedalam tiga kategori referensi bidang geometris, yaitu cross section, radial section, dan tangential section seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Referensi bidang geometris permukaan kayu Bond and Hamner (2002) . Menurut Bond and Hamner (2002), Ciri anatomi dapat dilihat pada permukaan cross-section kayu dengan cara memotong sel kayu secara tegak lurus dengan arah pertumbuhan pohon. Ciri anatomi yang dapat diamati adalah : 1.
Pori (Vessel) adalah sel yang berbentuk tabung dengan arah longitudinal. Pada bidang lintang, pori terlihat sebagai lubang-lubang beraturan maupun tidak dan berukuran kecil maupun besar. Pori dapat dibedakan berdasarkan penyebaran, susunan, isi, ukuran, jumlah dan bidang perforasi. Berdasarkan transisi ukurannya, pori dapat diklasifikasi menjadi tiga katagori, yaitu ringporous, semi-ring porous , dan diffuse-porous. Sedangkan berdasarkan susunan posisi, pori dapat diklasifikasikan menjadi lima katagori, yaitu solitary pores, pore multiples, pore chains, nested pores (clusters) , dan wavy bands (ulmiform).
5
2.
Parenkim (Parenchyma) adalah sel yang berdinding tipis berbentuk batu bata dengan arah longitudinal. Pada bidang lintang, parenkim berwarna lebih cerah dibandingkan dengan warna sel sekelilingnya. Parenkim dapat dibedakan
berdasarkan
hubungannya
dengan
pori,
yaitu
parenkim
paratrakeal (berhubungan dengan pori) dan apotrakeral (tidak berhubungan dengan pori). 3.
Jari-jari (Rays) adalah parenkim yang horizontal. Pada bidang lintang, jarijari terlihat seperti garis-garis yang sejajar dengan warna yang lebih cerah dibanding
dengan
warna
sekelilingnya.
Jari-jari
dapat
dibedakan
berdasarkan ukuran lebarnya dan keseragaman ukurannya. 4.
Saluran interselular adalah saluran yang berada di antara sel-sel kayu yang berfungsi sebagai saluran khusus. Saluran interselular ini tidak selalu ada pada stiap jenis kayu, tetapi hanya terdapat pada jenis-jenis tertentu, misalnya beberapa jenis kayu dalam famili Diptercocarpaceae, antara lain meranti (Shorea spp), kapur (Dryobalanops spp ), keruing (Dipterocarpus spp), mersawa (Anisoptera spp), dan sebagainya. Berdasarkan arahnya, saluran interselular dibedakan atas saluran interselular aksial (arah longitudinal) dan saluran interselular radial (arah sejajar jari-jari). Pada umumnya saluran interselular aksial terlihat sebagai lubang-lubang yang jauh lebih kecil.
5.
Saluran getah adalah saluran yang berada dalam batang kayu dan bentuknya seperti lensa. Saluran getah ini tidak selalu dijumpai pada setiap jenis kayu, tapi hanya terdapa t pada kayu-kayu tertentu, misalnya jelutung (Dyera spp ).
6.
Tanda kerinyut adalah penampilan ujung jari-jari yang bertingkat-tingkat dan biasanya terlihat pada bidang tangensial. Tanda kerinyut juga tidak selalu dijumpai pada setiap jenis kayu, tetapi hanya pada jenis -jenis tertentu seperti kempas (Koompasia malaccenis) dan sonokembang (Pterocarpus indicus).
7.
Gelam tersisip atau kulit tersisip adalah kulit yang berada di antara kayu, yang terbentuk akibat kesalahan kambium dalam membentuk kulit. Gelam tersisip juga tidak selalu ada pada setiap jenis kayu. Jenis-jenis kayu yang
6
sering memiliki gelam tersisip adalah keras (Aquailaria spp), jati (Tectona grandis), dan apiapi (Avicennia spp). 2.3
Pengolahan Citra Citra sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat
penting sebagai bentuk informasi visual, secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi), dan jika ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahanya pada bidang dwimatra, sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut, pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik sehingga bayangan objek tersebut terekam (Munir, 2004). Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik (Munir, 2004). Pengolahan citra terjadi atau dilakukan karena beberpa faktor, diantaranya warna yang tidak tajam, pencahayaan yang tidak baik, kabur (blurring), ukuran yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Pengolahan citra merupakan bidang yang bersifat multidisiplin, yang terdiri dari banyak aspek, antara lain fisika, elektronika, matematika, seni, fotografi, dan teknologi komputer.
Gambar 2 menunjukkan hubungan antara informasi da n
citra. Jika sumbernya adalah citra dan keluaran juga citra maka termasuk dalam pengolahan citra. Jika sumbernya citra dan menghasilkan informasi maka dinamakan pegenalan pola (pattern recognition).
Pengenalan Pola
CITRA Grafika Komputer
Pengolahan Cit r a
DESKRIPSI/ INFORMASI
Kecerdasan Buatan
Gambar 2 Disiplin ilmu citra (Balzah dan Kartika, 2005)
7
Ada dua macam citra, yaitu citra kontin yu dan citra diskrit. Citra kontinyu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit adalah dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap c itra kontin yu (Munir, 2004). Pengolahan citra menghasilkan citra baru, termasuk di dalamnya perbaikan citra (image restoration) dan peningkatan kualitas citra (image enhancement). Analisis citra digital menghasilkan suatu keputusan atau suatu data, termasuk didalamnya pengenalan pola . Operasi pengolahan citra, antara lain (Balzah dan Kartika, 2005) : 1. Operasi titik : pengolahan dititikberatkan pada tiap titik pada citra. 2. Operasi global : karakteristik tiap titik secara keseluruhan berpengaruh terhadap sebuah titik yang akan diolah. 3. Operasi temporal : pengkombinasian sebuah citra dengan citra lain. 4. Operasi geometri : pengolahan secara giometis 5. Operasi banyak titik bertetangga : beberapa titik yang bersebelahan berpengaruh tarhadap operasi pengubahan nilai sebuah titik. 6. Operasi morfologi : operasi yang berdasarkan segmen atau bagian dalam citra yang menjadi perhatian. Operasi morfologi dapat membangkitkan nilai- nilai yang dapat mengisi variable -variabel sebagai bahan masukan kedalam jaringan saraf tiruan. Sehingga dalam penggunaan sistem identifikasi sebuah citra tidak dibutuhkan lagi langkah ekstraksi data secara manual.
2.4
Representasi Citra Digital Citra monochrome atau secara sederhana disebut citra merupakan fungsi
intensitas cahaya dua-dimensi f(x), dimana x dan y menunjukkan koordinat spasial dan nilai f pada setiap titik (x,y) adalah kecerahan atau derajat keabuan (gray level) citra pada titik tersebut (Gonzales & Woods, 2002). Setiap citra digital direpresentasikan dalam bentuk matriks yang berukuran a x b dimana a dan b menunjukkan jumlah baris dan kolom matriks tersebut.
8
f (1,1) f (1,2) f (2,1) f (2, 2) f ( x, y) = L M f (a,1) f (a, 2)
L L L L
f (1, b) f (2, b)
f (a, b) M
(1)
Setiap elemen matriks tersebut menunjukkan nilai pixel. Suatu citra digital dengan format 8 bit memiliki 256 (28) intensitas warna pada setiap pixel-nya (Gonzales & Woods, 2002). Nilai pixel tersebut berkisar antara 0 sampai 255, dimana 0 menunjukkan intensitas paling gelap, sedangkan 255 intensitas paling terang.
2.5
Komponen Citra Digital Komponen citra digital yang digunakan pada penelitian ini adalah
komponen yang bersumber dari citra RGB dan citra grayscale. Ø Citra RGB Dari citra RGB yang diambil adalah unsur warna merah, hijau dan biru. Dasarnya adalah warna -warna yang diterima oleh mata (sistem visual manusia) merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang memberikan rentang warna yang paling lebar adalah red (R), green (G), dan blue (B) (Munir, 2004). Dengan cara menormalkan setiap komponen warna dengan persamaan sebagai berikut : r=
R R +G + B
(2)
g=
G R +G + B
(3)
b=
B R+ G + B
(4)
Ø Citra Grayscale Bagian ini melibatkan matriks korelasi kejadian (co-occurrence matrix) dari sebuah citra. Co-occurrence matrix bertujuan menganalisa pasangan pixel yang bersebelahan secara horizontal. Pada objek citra gray-level,
9
matriks ini disebut GLCM (Gray -level co-occurrence matrix ). Jika objek berupa citra biner, maka akan terbentuk matriks GLCM 2 levels (2 x 2). Sedangkan jika objek berupa citra intensitas, maka akan terbentuk matriks GLCM 8 levels (8 x 8) (Mathwork, 1999). 1. Energi Digunakan untuk mengukur konsentrasi pasangan gray level. Nilai ini didapat dengan memangkatkan setiap elemen dalam GLCM, kemudian dijumlahkan (Mathwork, 1999). 2. Kontras Menyatakan sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) di dalam sebuah gambar. Berfungsi untuk mengukur perbedaan lokal dalam citra (Mathwork, 1999). 3. Homogenitas Berfungsi untuk mengukur kehomogenan variasi gray level lokal dalam citra (Mathwork, 1999). 4. Entropy Berfungsi untuk mengukur keteracakan dari distribusi perbedaan lokal dalam citra (Mathwork, 1999). 5. Derajat keabuan Merupakan nilai ambang global dari grayscale (250 x 250) (Mathwork, 1999). 6. Standar deviasi Merupakan nilai standar deviasi dari citra grayscale (250 x 250) (Mathwork, 1999). Komponen 1 – 4 digunakan dalam pengukuran tektur (Haralic, 1973).
2.6
Jaringan Syaraf Otak Manusia Otak manusia memiliki neuron-neuron yang berkerja berdasarkan sinyal
yang dite rima melalui sinapsis. Sinyal ini diteruskan pada neuron lainnya. Diperkirakan
manusia
memiliki 1012 neuron dan 6.1018 sinapsis. Dengan
10
angka yang demikian itu, otak mampu mengenali objek, melakukan perhitungan, mengontrol gerakan tubuh dan lain-lain. Neuron memiliki tiga komponen, yaitu dendrite , soma dan axon. Dendrite berutugas menerima sinyal dari neuron lain. Soma menjumlahkan semua sinyal yang masuk. Sedangkan axon bertugas meneruskan sinyal ke neuron lain jika diperlukan. Contoh bentuk jaringan syaraf dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Neuron berkerja berdasarkan sinyal yang diterima melalui sinapsis (Kusumadewi, 2003).
2.7
Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan neural artificial adalah pemrosesan informasi yang mempunyai
karakteristik kinerja tertentu seperti jaringan neural biologis. yang berbasis pada asumsi sebagai berikut (Widodo, 2005) : 1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang disebut neur on. 2. Sinyal diberikan antara neur on lewat jalinan koneksi. 3. Setiap jalinan koneksi mempunyai bobot yang mengalikan sinyal yang ditransmisikan.
11
4. Setiap neuron menerapkan fungsi aktivasi (yang biasanya non linear) terhadap jumlah sinyal masukan terbobot untuk menentukan sinyal keluarannya.
Menurut Fauset (1994), jaringan syaraf tiruan dicirikan oleh : 1. Pola hubungan antara neuron-neuronnya, disebut arsitektur. 2. Metode penentuan bobot (weight) pada hubungan, disebut pelatihan (training), pembelajaran (learning), atau algoritma. 3. Fungsi aktivasinya.
Struktur jaringan neural terdiri atas sejumlah besar komponen yang disebut neuron. Setiap neuron terhubung dengan neuron lainya dengan jalinan koneksi yang berkaitan dengan bobot. Bobot mewakili informasi yang diterima jaringan dan dijadikan sebagai nilai untuk menyelesaikan masalah. Fungsi aktifasi merupakan keadaan internal suatu neuron, dengan fungsi aktifasi ini neuron dapat mengambil keputusan dari pengolahan bobot-bobot yang ada. Hasil dari fungsi aktifasi ini juga digunakan sebagai sinyal untuk neuron berikutnya. Contoh bentuk jaringan syaraf tiruan dapat dilihat pada Gambar 4. X1 W1
X2 X3
Y W2
W3
Gambar 4 Neuron tiruan sederhana (Kusumadewi, 2003).
Pada Gambar 4, neuron Y menerima masukan dari neuron X1, X2, dan X3 dengan aktivasinya (sinyal keluaran) yaitu x1, x2 , x3 dan bobotnya w1 , w2 , w3. Masukan jaringan y_in ke neuron Y adalah penjumlahan dari perkalian masingmasing sinyal dengan bobotnya seperti berikut : y_in = x1w1 + x2 w2 + x3 w3
(5)
12
2.8
Arsitektur Jaringan Jaringan neuron yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan untuk
pengenalan pola adalah jaringan lapis tunggal (Single layer network ) (Gambar 5) dan jaringan lapis banyak (Multi layer network) (Gambar 6). Perbedaan kedua arsitektur ini terletak pada lapisan tersembunyi. Pada arsitektur jaringan lapis tunggal tidak memiliki lapisan tersembunyi, sedangkan pada arsitektur jaringan lapis jamak memiliki minimal 1 lapisan tersembunyi (Kusumadewi, 2003).
Nilai input
X1
W11
X2
W12
Y1
W21 W22
W31
Y2
X3
Lapisan Input
W32
Matriks bobot
Lapisan output
Nilai output
Gambar 5 Jaringan syaraf lapis tunggal (Kusumadewi, 2003).
13
Nilai input X1
X2 V12
V11
Lapisan Input
X3
V21 V22
V31
Z1
V32
Matriks bobot 1 Lapisan tersembunyi
Z2
W1
W2
Matriks bobot 2 Lapisan output
Y
Nilai output
Gambar 6 Jaringan syaraf lapis banyak (Kusumadewi, 2003).
2.9
Fungsi Aktifasi Fungsi aktivasi digunakan pada per hitungan input yang diterima neuron,
setelah itu diteruskan ke neuron berikutnya. Dengan demikian fungsi aktivasi berfungsi sebagai penentu kuat lemahnya sinyal yang dikeluarkan oleh suatu neuron. Fungsi aktivasi yang sering digunakan pada JST propagasi ba lik antra lain -
Sigmoid biner, ya itu fungsi biner yang memiliki rentang 0 s/d 1 dengan rumusan fungsi sebagai berikut :
f ( x) =
1 1 + exp( − x )
(6)
f(x) 1
0
x
Gambar 7 Fungsi aktivasi sigmoid biner pada selang 0 s/d 1 (Kusumadewi, 2003).
14
-
Sigmoid bipolar, yaitu
fungsi yang memiliki rentang -1 s/d 1 dengan
rumusan fungsi sebagai berikut :
f ( x) =
2 −1 1 + exp( − x)
(7)
f(x) 1
x
-1
Gambar 8 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar pada selang -1 s/d 1 (Kusumadewi, 2003).
2.10 Proses Pembelajaran Merupakan proses perubahan bobot-bobot yang ada pada jaringan dengan tujuan meminimalkan mean square error (mse) atau toleransi galat antara keluaran yang dihasilkan dengan keluaran yang diinginkan (target). Perubahan ini dapat bertambah dan berkurang sesuai dengan informasi yang diberikan oleh neuron yang bersangkutan. Perubahan ini akan berhenti jika bobot -bobot pada jaringan sudah cukup seimbang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa setiap input telah berhubungan dengan output yang diharapkan. 1.
Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning) Metode ini hanya berlaku jika output yang diharapkan sudah diketahui, sehingga dalam proses pembelajaran, setiap input akan memiliki target output yang harus dicapai. Apabila terjadi perbedaan antara pola output hasil pembelajaran dengan pola target, maka akan muncul galat. Apabila nilai galat ini masih cukup besar, maka perlu iterasi pembelajaran yang berikutnya (Kusumadewi, 2003).
15
2.
Pembelajaran Tak Terawasi (Unsupervised Learning) Metode ini tidak memerlukan target output sehingga tidak dapat ditentukan hasil yang seperti apakah yang diharapkan selama proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran nilai bobot disusun dalam satu rentang tertentu tergantung pada nilai input yang diberikan. Tujuan dari pembelajaran ini adalah mengelompokkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu (Kusumadewi, 2003)
Fungsi yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah traincgp. Traincgp merupakan algoritma pelatihan cepat dengan perbaikan teknik optimasi numeris dan pengaturan bobotnya tidak selalu dalam arah menurun (gradien negatif) tapi disesuaikan dengan arah konjugasinya (Kusumadewi, 2003).
2.11 JST Propagasi Balik JST Propagasi Balik (JST-PB) termasuk dalam pembelajaran terawasi. JSTPB biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyi, algoritma ini menggunakan output galat untuk mengubah nilai bobot -bobotnya dalam arah mundur (backward), untuk mendapatkan galat ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu, pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi sigmoid (Kusumadewi, 2003) Algoritma JST-PB : Algoritma pembelajaran JST-PB yang diformulasikan oleh Rumelhart, Hinton dan Rosenberg tahun 1986, secara singkat adalah sebagai berikut : 1. Inisialisasi bobot, yang dapat dilakukan secara acak 2. Perhitungan nilai aktivasi, tiap neuron menghitung nilai aktivasi dari input yang diterimanya. Pada lapisan input nilai aktivasi adalah fungsi ident itas. Pada lapisan tersembunyi dan output nilai aktivasi dihitung melalui fungsi aktivasi 3. Penyesuaian bobot, penyesuaian bobot dipengaruhi oleh besarnya nilai galat antara target output dan nilai output jaringan saat ini.
16
4. Iterasi akan terus dilakukan sampa i kriteria galat minimum tertentu dipenuhi. 2.12 Transformasi Wavelet Transformasi merupakan proses resentasi suatu sinyal ke dalam kawasan (domain) lain. Tujuan dari transformasi adalah untuk lebih menonjolkan sifat atau karakteristik dari sinyal tersebut. Wavelet (secara harfiah berarti “gelombang kecil”) adalah himpunan fungsi dalam ruang vektor L2 I, yang mempunyai sifat-sifat berikut (Burrus et al,1998) : 1. berenergi terbatas 2. merupakan fungsi band-pass pada domain frekuensi 3. merupakan hasil penggeseran (translasi) dan penskala (dilatasi) dari sebuah fungsi tunggal (induk).
Teori wavelet didasari oleh pembangkitan sejumlah tapis (filter) dengan cara menggeser dan menskala suatu wavelet induk (mother wavelet) berupa tapis pelewat tengah (band-pass filter). Sehingga hanya diperlukan pembangkitan sebuah tapis, sedangkan tapis lain mengikuti aturan penskalaan, baik pada kawasan waktu maupun kawasan frekuensi. Penambahan skala wavelet akan meningkatkan durasi waktu, mengurangi lebar bidang (bandwidth) dan menggeser frekuensi pusat ke nilai frekuensi yang lebih rendah. Sebaliknya pengurangan skala menurunkan durasi waktu, me nambah lebar bidang dan menggeser frekuensi ke nilai frekuensi yang lebih tinggi (Burrus et al,1998).
2.13 Deteksi Tepi Definisi deteksi tepi adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang mendadak (besar) dalam jarak yang singkat. Perbedaan intensitas inilah yang menampakkan rincian pada gambar. Tepi (edge) biasanya terdapat pada batas antara dua daerah berbeda pada suatu citra (Munir, 2004). Operator gradien yang dicoba dalam penelitian adalah Sobel dan Prewit. 1. Operator Sobel Tinjauan pengaturan pixel disekitar pixel (x,y) :
17
a0 a 7 a 6
a2 ( x, y) a 3 a5 a 4 a1
(8)
Operator Sobel adalah magnitudo dari gradien yang dihitung dengan M = s 2x + s 2y
(9)
Dalam hal ini, turunan parsial dihitung dengan s x = (a 2 + ca3 + a 4 ) − (a 0 + ca7 + a 6 )
(10)
s y = (a 0 + ca1 + a 2 ) − (a 6 + ca5 + a 4 )
(11)
dengan konstanta c = 2. Dalam bentuk mask, s x dan s y dapat dinyatakan sebagai : − 1 0 1 S x = − 2 0 2 − 1 0 1
(12)
2 1 1 Sy = 0 0 0 − 1 − 2 − 1
(13)
2. Operator Prewit Persamaan gradien ini sama seperti operator Sobel, tetapi menggunakan nilai c = 1 : − 1 0 1 Px = − 1 0 1 − 1 0 1
(14)
1 1 1 Py = 0 0 0 − 1 − 1 − 1
(15)
18
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka pemikiran. Seperti
tercantum pada Gambar 9. Mulai
Identifikasi Masalah Potongan kayu
Studi pustaka
Alat pinda i (scanner)
Akuisisi data:
Pengertian citra dijital, Metode pengolahan citra dijital, Jaringan syaraf tiruan, Matlab, identifikasi kayu
Pra-proses : - Ukuran citra - RBG dan skala keabuan
Pelatihan (Identifikasi)
Pengujian ( Verifikasi)
JST Propagasi Balik
Dokumentasi
Selesai
Gambar 9 Diagram kerangka pemikiran.
19
1.
Identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari penyusunan penelitian ini. Masalah yang diidentifikasi bersumber dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Florensa (2005) dengan data masukan berupa angka-angka hasil ektraksi kayu secara mikroskopis.
2.
Studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk melengkapi pengetahuan dasar yang dimiliki peneliti, sehingga dengan adanya hal ini peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
3.
Akuisisi data . Akuisisi data berfungsi untuk pengambilan data sebagai bahan baku penelitian. Ini dilakukan dengan cara mengambil cira mikroskopis kayu.
4.
Pra-proses. Pra-proses merupakan tindak lanjut dari akuisisi data, dimana citra yang sudah diambil diolah lagi menggunakan perangkat lunak pengolahan citra. Kemudian dengan menggunakan Matlab, dari citra tersebut diambil 9 komponen citra. ke -sembilan komponen tersebut, 3 dari citra RGB yaitu warna merah (R), warna hijau (G), dan warna biru (B). 6 dari citra grayscale, yaitu Standar deviasi, Energi, Kontras , Homogenitas, Entropy, dan Derajat keabuan. Komponen-komponen inilah yang akan mejadi data masukan bagi jaringan syaraf tiruan.
5.
Pelatihan dan pengujian Setelah melalui tahap pra-proses, data tersebut di bagi menjadi dua bagian. Bagian pertama digunakan sebagai data pelatihan, dan data kedua digunakan sebagai data uji.
6.
JST Propagasi Balik. Pada proses pelatihan dan pengujian klasifikasi digunakan jaringan syaraf tiruan dengan algorima propagasi balik.
20
3.2
Teknik Praproses Sebelum menggunakan teknik dari Haralic, ada beberapa teknik praproses
yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun teknik praproses yang telah digunakan tersebut adalah : a) Tanpa praproses Pada teknik ini, citra yang telah dipotong (RGB) langsung menjadi masukan bagi jaringan syaraf tiruan. Teknik ini membutuhkan waktu pelatihan yang sangat lama (18 jam), karena yang menjadi data masuka n untuk pelatihan adalah citra yang berukuran 250 x 250 pixel (62.500 pixel) dan 125 x 125 pixel. Dan teknik praproses ini hanya menghasilkan tingkat pengenalan 4% sampai dengan 7%. Sehingga teknik ini tidak layak untuk digunakan pada sistem pengenalan jenis kayu berbasis citra pori kayu. b) Gelombang singkat (wavelet) Pada dasarnya wavelet digunakan untuk pengolahan citra, namun pada penelitian ini wavelet digunakan untuk (1) mengecilkan ukuran citra dari ukuran yang sebenarnya (250 x 250 pixel) tanpa menghilangkan unsur penting dari citra tersebut. (2) mengambil koefisien citra. Dengan kedua fungsi wavelet yang digunakan tersebut, ternyata hanya mampu mengenal 40% sampai dengan 45%. Oleh karenanya teknik praproses ini tidak layak untuk pengenalan jenis kayu berbasis citra pori kayu, meskipun teknik ini mampu mengurangi data masukan bagi jaringan syaraf tiruan yang digunakan sebagai pelatihan dan pengujian. Jika jumlah hidden layer ditingkatkan menjadi 5 lapis, maka teknik ini mampu mengenal hingga 60%. c) Deteksi tepi (edge detection) Deteksi tepi yang sudah dilakukan adalah sobel dan prewit. Teknik ini tidak mengurangi jumlah masukan bagi JST. Karena yang dilakukan hanya mengubah citra RGB menjadi hitam putih (BW ) dengan memunculkan pori-pori kayu dan selain por i diabaikan. Sehingga waktu yang digunakan untuk pelatihan tidak berbeda dengan teknik praproses. Begitu juga dengan kemampuan untuk mengenal jenis kayu. Teknik inipun tidak cocok untuk pengenalan jenis kayu berbasis citra pori kayu.
21
Teknik praproses di atas belum mencapai tingkat pengenalan (generalisasi) yang diinginkan, yaitu diatas 95%. Sehingga perlu adanya teknik yang mampu memenuhi generalisasi hingga diatas 95%, teknik tersebut adalah teknik analisa tektur. Teknik analisa tekstur yang dikemukan Haralic terdiri dari energi, kontras, homogenitas, dan entropy. Namun setelah dilakukan percobaan, ternyata empat komponen ini tidak cukup untuk mencapai tingkat generalisasi diatas 95%. Sehingga dibutuhkan beberapa komponen tambahan sebagai pelengkap untuk mencapai tingkat generalisasi yang diinginkan. Komponen tambahan tersebut yaitu tiga unsur dari citra warna (RGB) adalah warna merah (R), warna hijau (G) dan warna biru (B) dan dua unsur dari citra grayscale adalah derajat keabuan dan standar deviasi. Selain kecilnya jumlah data masukan bagi JST, arsitektur jaringan pun sederhana, yaitu hanya memiliki satu lapisan tersembunyi. Pada penelitian ini jumlah masukan pada lapisan tersembunyi yang dicoba adalah 9, 18, 24 dan 36 neuron. Angka ini merujuk pada penelitian-penelitian yang menggunakan algoritma propagasi balik, bahwa jumlah masukan pada lapisan tersembunyi mendekati jumlah masukan pada lapisan awal. Angka berikutnya (18 dan 36) diambil dari kelipatan 9. Terkecuali angka 24 yang diambil secara acak.
3.3
Tahap Tatalaksana Pelatihan Tahap tatalakasana pelatihan (termasuk praproses)
bertujuan untuk
mengambil ciri yang dominan dari sebuah citra yang akan digunakan untuk membentuk model jaringan.Pada penelitian ini, tahap ini dapat dilihat pada Gambar 10.
merah RGB 250 x 250 pixel
hijau
biru
kayu
Pindai (scanner)
Citra pori energi JST PB kontras
Gray Level 250 x 250 pixel
homogenitas entropy
graylevel
Standar deviasi
Gambar 10 Bagan tatalaksana pelatihan
NN model dgn bobot konvergen
23
1. Kayu diserut Untuk mendapatkan citra yang baik, maka sebelum di pindai, kayu terlebih dahulu disrut dengan menggunakan cutter. Caranya adalah sekali serut dan pisau tidak digesekkan. Bagian yang disrut adalah bagian horizontal dari arah tumbuh pohon. Gambar 11 menunjukkan bagaimana mensrut kayu.
Gambar 11 Bagaimana memotong kayu (www.swst.org)
2. Pindai kayu Bagian kayu yang sudah diserut diletakkan di atas alat pindai (scanner) (Gambar 12) untuk diambil bagian yang sudah diserut. Pemindaian citra dilakukan dengan beberapa pembesaran, resolusi dan ketajaman, ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tujuh tipe pembesaran Tipe Pembesaran
Dibesarkan (kali)
Resolusi (dpi)
Ketajaman
1
24
50
M edium
2
15
50
Medium
3
24
25
Medium
4
20
50
Ekstrim
5
15
50
Ekstrim
6
10
50
Ekstrim
7
10
100
Ekstrim
24
Semua tipe tersebut memiliki 256 warna (8 bit). Agar lebih banyak variasi, maka tiap tipe dipindai sebanyak lima kali. Dimana tiap kali memin dai, kayu diserut terlebih dahulu. Jumlah seluruhan citra pada semua tipe pembesaran untuk satu jenis kayu adalah 35 citra. Sehingga total citra yang dipindai untuk lima jenis kayu adalah 175 citra.
Gambar 12 Proses pindai.
Gambar 13 Antarmuka perangkat lunak pindai.
25
3. Pemotongan citra Cita yang didapat dari hasil pindai kemudian dipotong (cropping) berukuran 250 x 250 pixel. Citra yang diambil adalah 25 citra berukuran 250 x 250 pixel. Sebagai contoh : Ø Kayu ramin pembesaran tipe 1 : 25 citra (250 x 250 pixel). Ø Kayu ramin pembesaran tipe 2 : 25 citra (250 x 250 pixel). Ø Kayu ramin pembesaran tipe 3 : 25 citra (250 x 250 pixel). Sampai dengan pembesaran tipe 7. Total citra untuk kayu ramin pada semua tipe pembesaran adalah 25 x 7 = 175 citra. Hal ini dilakukan juga untuk kayu jabon, meranti, mersawa, dan pulai. Jadi total citra untuk semua jenis kayu adalah 5 x 25 x 7 = 875 citra. Contoh citra hasil pindai dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Citra hasil cropping (250 x 250 pixel).
4. Pengambilan unsur Pengambilan unsur dilakukan pada citra RGB dan skala keabuan. Dari citra RGB diambil unsur merah, hijau, dan biru. Dari citra skala keabuan diambil unsur entropy, kontras, energi, homogenitas, level , dan standar deviasi. Perintah pada Matlab untuk mengambil unsur-unsur tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. 5. JST PB Merupakan tahap melatih model-model jaringan yang dianalisa. 6. JST dengan bobot stabil (konvergen) Merupakan arsitektur jaringan yang sudah memiliki bobot stabil.
26
3.4
Tahap Tatalaksana Pengujian Tahap tatalakasana pengujian (termasuk praproses) bertujuan untuk
mengambil ciri yang dominan dari sebuah citra yang akan digunakan untuk menguji model jaringan yang sudah terbentuk. Tahap ini dilihat pada Gambar 15. Sama seperti pada tatalaksana pelatihan. Namun pada langkah lima, data langsung masuk ke dalam NN yang sudah dimodelkan pada tatalaksana pelatihan. Seterusnya data dapat atau tidak diidentifikasi.
3.5
Bahan dan Alat Bahan dari penelitian ini adalah potongan kayu sebanyak lima jenis kayu.
Sedangkan alat yang digunakan adalah : 1. Pemotong kayu yang berfungsi untuk men-serut kayu. 2. Komputer dengan spesifikasi Pentium 4, memori 512, harddisk 40 GB. 3. Alat pindai (scanner) dengan merk hp tipe psc 1210.
3.6
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2005 hingga April 2006, dan tempat
pengambilan data adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. Data diolah di lab masgister ilmu komputer Institute Pertanian Bogor.
3.7
Jadwal Penelitian Jadwal untuk penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
merah RGB 250 x 250 pixel
hijau biru
kayu
Pindai (scanner)
Citra pori energi kontras Gray Level 250 x 250 pixel
homogenitas entropy graylevel Standar deviasi
Gambar 15 Bagan tatalaksana pengujian
NN JST PB model dgn bobot konvergen
Identifikasi
28
BAB 4 DISAIN MODEL
4.1
Pembentukan Model dan Pencocokan Pola Pembentukan model dan pencocokan pola dilakukan menggunakan JST
Propagasi Balik (Backpropagation). Menggunakan arsitektur Multi Layer Perceptron dengan satu lapisan tersembunyi (Gambar 16). Fungsi pada Matlab yang digunakan untuk membangun jaringan ini adalah : Net = newff(minmax(p),[hidden,second], {transFunc,transFunc},tr); Dimana, Minmax(p)
:
Matriks berukuran px2 yang berisi nilai minimum dan maksimum, dengan p adalah jumlah variabel input.
Hidden
:
Jumlah hidden neuron
Second
:
Jumlah output layer , sama dengan banyaknya jenis kayu yang akan diidentifikasi
transFunc
:
Fungsi aktivasi jaringan, menggunakan sigmoid biner.
tr
:
Fungsi pelatihan untuk bobot, menggunakan ‘traincgp’
Kontras h1
Energi
[0,1] kayu 1
Homogenitas
h2
[0,1] kayu 2
Entropy [0,1] kayu 3
Level
n
Std Deviasi
[0,1] kayu 4
Merah (R)
[0,1] kayu 5
Hijau (G)
hn
Biru (B)
b2
b1
Gambar 16 Model arsitektur multilayer perceptron.
29
Jumlah neuron pada lapisan output sama dengan jumlah jenis kayu yang akan diidentifikasi. Sedangkan jumlah neuron pada lapisan tersembunyi yang digunakan adalah 9, 18, 24 dan 36. Inisialisasi bobot awal telah dilakukan oleh fungsi di atas (newff) dan fungsi aktivasi adalah sigmoid biner (fungsi Matlab menggunakan Logsig ). Penggunaan sigmoid biner sesuai untuk pengenala n dengan selang berada antara 0 dan 1. Dilihat secara matematis, sigmoid biner jauh lebih cepat dibanding dengan sigmoid bipolar karena operasi yang dilakukan jauh lebih sedikit. Fungsi pelatihan menggunakan fungsi traincgp. pada penelitian, fungsi traincgp memiliki waktu pelatihan tercepat dibanding fungsi lainya. Target menggunakan nilai 1 untuk yang sesuai dan 0 untuk yang tidak sesuai dengan jenis kayu. Toleransi galat (mse) yang digunakan adalah 1e-7 dan 1e-12. Laju pembelajaran adalah 0.1. Jumlah epoc h maksimal adalah 2800. Perintah Matlab secara lengkap untuk pembangunan jaringan sampai pelatihan dapat dilihat pada Lampiran 3. Selanjutnya dilakukan pengujian (simulasi) pada jaringan yang sudah dilatih, dengan menggunakan perintah Matlab sebagai berikut : hasil = sim (net1train, uji);
4.2
Pembuat Keputusan Pembuat keputusan dilakukan dengan metode nilai maksimum dan harus
lebih besar dari 0.9 untuk data yang dikenali. Jika neuron output ke-n merupakan neuron yang memiliki nilai maksimum dan lebih besar atau sama dengan 0.9 maka data tersebut dikenali sebagai jenis kayu ke-n. Sebagai contoh, jika neuron output kedua bernilai lebih besar atau sama dengan 0.9, dan yang lainnya nol atau mendekati nol, maka data masukan tersebut dikenal sebagai jenis kayu ke dua .
4.3
Data Teknis Data teknis terdiri dari data teknis struktur citra kayu pemindaian (Tabel 2),
data teknis jaringan yang dimodelkan (Tabel 3) dan data teknis definisi target (Tabel 4).
30
Tabel 2 Struktur pemindaian citra kayu No.
Tipe Scanner
Color
Scale ( %)
DPI
Sharpen
1
Tipe 1
256
2.400
50
Medium
2
Tipe 2
256
1.500
50
Medium
3
Tipe 3
256
2.400
25
Medium
4
Tipe 4
256
2.000
50
Extreme
5
Tipe 5
256
1.500
50
Extreme
6
Tipe 6
256
1.000
50
Extreme
7
Tipe 7
256
1.000
100
Extreme
Tabel 3 Struktur JST-PB yang dimodelkan Karakteristik
Spesifikasi
Arsitektur
1 lapisan tersembunyi
Neuron input
Hasil ekstraksi ciri RGB dan Gray Level
Neuron tersembunyi
9, 18, 24, 36
Neuron output
Sejumlah jenis kayu yang akan dikenali
Fungsi aktivasi
Sigmoid biner
Toleransi galat
1e-7 dan 1e-12
Laju pembelajaran
0,1
Jumlah epoch
2.800
Sampel pembelajaran tiap kayu pada tiap tipe
20 citra
Sampel pengujian tiap kayu pada tiap tipe
5 citra ukuran 250 x 250 pixel
Tabel 4 Definisi target No.
Target
Representasi Kayu
1
1
0
0
0
0
Kayu Jabon
2
0
1
0
0
0
Kayu Meranti
3
0
0
1
0
0
Kayu Mersawa
4
0
0
0
1
0
Kayu Pulai
5
0
0
0
0
1
Kayu Ramin
31
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Tahap Praproses (Preprocessing) Percobaan yang telah dilakukan adalah tahap praproses yang meliputi
akuisisi data digitasi citra pori kayu menjadi 250 x 250 pixel, duplikasi tiap citra menjadi bertipe RGB dan grayscale , pengambilan unsur RGB melalui citra RGB, pengambilan unsur entropy, kontras, energi, homogenitas, gray level, dan standar deviasi melalui citra grayscale. Sehingga dengan teknik ini ukuran dan posisi (rotasi) citra tidak bermasalah.Citra pelatihan dan pengujian memiliki ukuran yang sama yaitu 250 x 250 pixel.
5.2
Pelatihan dan Pengujian Pada proses pelatihan, JST akan menyesuaikan tiap bobot yang ada untuk
mencapai tingkat konvergen, sehingga terbentuk model referensi bagi pola lainnya. Waktu yang dibutuhkan untuk pelatihan bergantung dengan jumlah input pada JST. Sehingga semakin besar jumlah input semakin besar waktu yang dibutuhkan untuk me ncapai tingkat konvergen. Dengan demikian dibutuhkan reduksi jumlah input dengan berbagai cara. Pelatihan dan pengujian menggunakan 4 macam jumlah neuron pada hidden layer , yaitu 9, 18, 24 dan 36 neuron. Tingkat pembelajaran (learning rate) adalah 0.1. Jumlah epoch maksimum adalah 2.800. Gambar proses pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran 4 s/d Lampiran 10. Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin kecil jumlah epoch, maka waktu pelatihan semakin cepat. Bentuk grafik yang landai menunjukkan lambatnya perubahan bobot untuk mencapai konvergen, sedangkan bentuk grafik yang menukik tajam menunjukkan cepatnya perubahan bobot untuk mencapai konvergen. A. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 1 Ekstraksi ciri citra tipe 1 menggunakan citra dengan pembesaran 24, resolusi 50, dan ketajaman medium. Waktu latih dalam proses pembelajaran pada ke-empat tipe hidden layer (9, 18, 24, 36) dengan MSE 1e-7 adalah rata -rata lebih kecil dari 1.5 detik, dan pada MSE 1e -12 adalah
32
rata-rata lebih kecil dari 2.5 detik. Waktu uji pada MSE 1e-7 dan MSE 1e12 adalah rata-rata lebih kecil dari 0.1 detik. Jumlah epoch pada MSE 1e-7 adalah rata-rata lebih kecil dari 70 epoch, dan pada MSE 1e-12 rata-rata lebih kecil dari 150 epoch. Generalisasi pada MSE 1e-7 dan pada MSE 1e 12 adalah rata-rata 100%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 1. Hidden Layer
9
MSE
Epoch
Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7
60
25/25
100
1.1090
0.0160
1e-12
112
25/25
100
1.7650
0
1e-7
54
25/25
100
0.9060
0
1e-12
68
25/25
100
1.0160
0.0160
1e-7
39
25/25
100
0.6250
0
1e-12
147
25/25
100
2.4380
0.0150
1e-7
67
25/25
100
1.4530
0.0150
1e-12
100
25/25
100
1.7500
0.0160
18
24
36
B. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 2 Waktu proses pembelajaran dengan hidden layer (9, 18, 24, 36) dan toleransi galat 1e-7 adalah rata-rata lebih kecil dari 2.1 detik, sedangkan pada toleransi galat 1e-12 adalah rata-rata lebih kecil dari 2.5 detik. Waktu uji pada toleransi galat 1e-7 dan 1e-12 adalah lebih kecil dari 0.1 detik. Jumlah epoch pada toleransi galat 1e-7 adalah maksimum 130 epoch, dan pada toleransi galat 1e-12 maksimum 108 epoch. Generalisasi pada MSE 1e-7 adalah rata-rata 100% dan pada MSE 1e-12 adalah rata-rata 100%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.
33
Tabel 6 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 2. Hidden Layer
9
MSE
Epoch
Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7
130
25/25
100
1.8440
0
1e-12
108
25/25
100
2.4530
0.0310
1e-7
94
25/25
100
1.4070
0
1e-12
70
25/25
100
1.1250
0
1e-7
93
25/25
100
1.6720
0
1e-12
101
25/25
100
1.7030
0
1e-7
104
25/25
100
2.0620
0.0160
1e-12
117
25/25
100
2.2030
0
18
24
36
C. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 3 Data pelatihan dan pengujian dengan pembesaran tipe 3 antara lain, waktu proses pembelajaran pada hidden layer (9, 18, 24, 36) dengan MSE 1e -7 dan MSE 1e -12 adalah masing-masing lebih kecil dari 2.7 detik. Jumlah epoch pada MSE 1e -7 adalah maksimum 121 epoch, dan pada MSE 1e-12 maksimum 214 epoch. Waktu uji pada MSE 1e-7 dan MSE 1e-12 adalah lebih kecil dari 0.1 detik. Generalisasi pada MSE 1e-7 adalah masingmaing 92%, 96%, 96%, 96%. Pada MSE 1e-12 adalah masing-masing 100%, 92%, 96%, 92%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.
34
Tabel 7 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 3. Hidden Layer
9
MSE
Epoch
Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7
82
23/25
92
1.4690
0
1e-12
124
25/25
100
2.5470
0.0310
1e-7
78
24/25
96
1.3440
0.0150
1e-12
113
23/25
92
1.8750
0
1e-7
121
24/25
96
2.0320
0
1e-12
214
24/25
96
3.6720
0.0310
1e-7
89
24/25
96
1.6250
0.0150
1e-12
133
23/25
92
2.4220
0.0160
18
24
36
D. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 4 Waktu latih dalam proses pembelajaran pada hidden layer (9, 18, 24, 36) dengan MSE 1e-7 dan MSE 1e -12 adalah rata-rata kurang dari 2 detik. Waktu uji pada MSE 1e-7 dan MSE 1e-12 adalah rata-rata lebih kecil dari 0.1 detik. Jumlah epoch pada MSE 1e-7 dan MSE 1e-12 adalah maksimal 100 epoch.. Generalisasi pada MSE 1e-7 dan pada MSE 1e-12 adalah semuanya 100%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.
35
Tabel 8 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 4. Hidden Layer
9
MSE
Epoch
Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7
45
25/25
100
1.5940
0.0320
1e-12
64
25/25
100
1.8430
0.0470
1e-7
97
25/25
100
1.6250
0.0160
1e-12
100
25/25
100
1.7340
0
1e-7
57
25/25
100
0.9370
0.0160
1e-12
79
25/25
100
1.2660
0
1e-7
68
25/25
100
1.2500
0
1e-12
90
25/25
100
1.6570
0
18
24
36
E. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 5 Ekstraksi ciri citra tipe 5 menggunakan citra dengan pembesaran 15, resolusi 50, dan ketajaman extreme. Waktu latih dalam proses pembelajaran pada hidden layer (9, 18, 24, 36) dengan MSE 1e-7 dan pada MSE 1e-12 adalah maksimal 2.4 detik. Waktu uji pada MSE 1e-7 dan pada MSE 1e-12 adalah rata-rata lebih kecil dari 0.1 detik. Jumlah epoch pada MSE 1e -7 dan pada MSE 1e-12 adalah maksimal 115 epoch. Generalisasi pada MSE 1e-7 adalah masing-masing 96% , 96% , 96% , 100%. Pada MSE 1e-12 adalah rata-rata 96%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.
36
Tabel 9 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 5. Hidden Layer
9
MSE
Epoch
Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7
63
24/25
96
1.8910
0.0470
1e-12
82
24/25
96
2.0940
0.0470
1e-7
44
24/25
96
0.7820
0
1e-12
64
24/25
96
1.1250
0.0150
1e-7
80
24/25
96
1.4380
0
1e-12
100
24/25
96
1.6400
0
1e-7
101
25/25
100
2.0940
0
1e-12
115
24/25
96
2.3280
0
18
24
36
F. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 6 Ekstraksi ciri citra tipe 6 menggunakan citra dengan pembesaran 10, resolusi 50, dan ketajaman extreme. Waktu latih dalam proses pembelajaran pada ke-empat tipe hidden layer (9, 18, 24, 36) dengan MSE 1e-7 adalah maksimum 5.4 detik, dan pada MSE 1e-12 adalah maksimum 2.3 detik. Waktu uji pada MSE 1e-7 dan pada MSE 1e-12 adalah rata-rata lebih kecil dari 0.1 detik. Jumlah epoch pada MSE 1e-7 adalah maksimum 236 epoch,
dan pada MSE 1e -12 adalah maksimum 89 epoch.
Generalisasi pada MSE 1e-7 dan pada MSE 1e -12 adalah rata-rata 100%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.
37
Tabel 10 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 6. Hidden Layer
9
MSE
Epoch
Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7
67
25/25
100
2.1250
0.0310
1e-12
89
25/25
100
2.3120
0.0310
1e-7
32
25/25
100
0.6090
0.0160
1e-12
53
25/25
100
0.8440
0.0160
1e-7
74
25/25
100
1.2350
0.0310
1e-12
89
25/25
100
1.4530
0
1e-7
236
25/25
100
5.4690
0
1e-12
70
25/25
100
1.2650
0.0160
18
24
36
G. Pelatihan dan pengujian dengan ekstraksi ciri pada pembesaran tipe 7 Ekstraksi ciri citra tipe 7 menggunakan citra dengan pembesaran 10, resolusi 100, dan ketajaman extreme. Waktu latih dalam proses pembelajaran pada hidden layer (9, 18, 24, 36) dengan MSE 1e -7 adalah maksimum 2.5 detik, dan pada MSE 1e -12 adalah maksimum 3 detik. Waktu uji pada MSE 1e-7 dan pada MSE 1e-12 adalah rata-rata lebih kecil dari 0.1 detik. Jumlah epoch pada MSE 1e-7 adalah maksimum 84 epoch, dan pada MSE 1e-12 maksimum 107 epoch. Generalisasi pada MSE 1e-7 adalah 84%, 80%, 76%, 76%, dan pada MSE 1e-12 adalah 88%, 84%, 76%, 80%. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11.
38
Tabel 11 Pelatihan dan pengujian pada pembesaran tipe 7. Hidden Layer
9
MSE
Epoch
Dikenal
Generalisasi (%)
Waktu Latih (detik)
Waktu Uji (detik)
1e-7
77
21/25
84
2.5160
0.0310
1e-12
105
22/25
88
3.0310
0.0310
1e-7
67
20/25
80
1.5470
0
1e-12
88
21/25
84
1.7660
0.0150
1e-7
76
19/25
76
1.5790
0.0160
1e-12
102
19/25
76
1.7820
0.0160
1e-7
84
19/25
76
2.1720
0
1e-12
107
20/25
80
2.8590
0
18
24
36
39
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1
Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan hingga mendapatkan hasil yang cukup
memuaskan, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat peneliti berikan, 1. Teknik ekstraksi ciri dari citra dengan mengambil unsur RGB yaitu warna merah (R), warna hijau (G) da n warna biru (B) dari citra RGB, dan Enam unsur dari citra grayscale yaitu entropy, kontras, energi, homogenitas, level, dan standar deviasi, mampu mengidentifikasi jenis kayu dengan sangat baik. 2. Data masukan yang bersumber dari unsur RGB dan skala keabuan mampu menekan waktu pelatihan dan waktu uji. 3. Analisa tekstur dari Haralic ditambah lima unsur lainnya menjadikan arsitektur JST menjadi lebih sederhana. 4. Teknik praproses, tanpa praproses, gelombang singkat (wavelet), deteksi tepi (edge detection), tidak cocok digunakan pada penelitian ini.
6.2
Saran Beberapa saran yang dianggap cukup penting bagi peneliti selanjutnya,
adalah, Perlu diperbanyak jumlah jenis kayu yang akan diidentifikasi, sehingga semakin terlihat kehandalan model yang dirancang. Penting untuk diperhatikan mengenai tingkat kekeringan kayu saat di pindai. Begitupun dengan pelatihan perlu diperbanyak jumlah citranya. Selain itu dari segi alat, perlu dicoba dengan alat pindai dari merk dan tipe lain, selain yang digunakan pada penelitian ini, sehingga akan tampak pengaruh alat yang digunakan dengan tingkat generalisasi yang dihasilkan. Untuk mempermudah pengujian, maka perlunya dibuat suatu program aplikasi.
40
DAFTAR PUSTAKA Bond B. and Hamner P. Wood Identification for Hardwood and Soft wood Species Native to Tennese. http://www.utextension.utk.edu/ Burrus, C.S. Gopinath R.A., Guo, H. 1998, Introduction to Wavelets and Wavelet Transforms A Primer, International Edition, Prentice-Hall International, Inc. Fausett, L. 1994, Fundamentals Of Neural Network Architectures : Algorithm and Applications , Prectice-Hall, Inc. Florensa Rosani Br Purba, 2005. Rekayasa Sistem Neuro-Fuzzy untuk Identifikasi Jenis Kayu Bangunan dan Furniture. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Gonzalez R.C., Wood, R.E. 2002, Digital Image Processing, Second Edition, Prentice Hall, Inc. Haralick, RM., K. Shanmugam and Itshak Dinstein. 1973, Textural Features For Image Classification , IEEE Transaction On System, Man and Cybernetics. Vol 3, No. 6. Jain, Ramesh. 1995,Machine Vision , McGraw-ill. Mandang, Y.L. dan Pandit, I.K.N. 2002. Seri Manual: Pedoman Identifikasi Jenis Kayu Lapangan. Bogor: PROSEA Indonesia. Mathwork Inc., 1999. Neural Network Toolbox for Use With Matlab. The Mathwork Inc. Natick, USA. Rinaldi Munir. 2004, Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik. Bandung: Informatika. Sri Kusumadewi, 2003. Artificial Intellegence: Teknik dan Aplikasinya. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Suta Wijaya, G.P. dan Kanata B. Pengenalan Citra Sidik Jari Berbasis Transformasi Wavelet dan Jaringan Syaraf Tiruan. Jurnal Teknik Elektro Vol.4, No.1, Maret 2004:46 – 52. Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Mataram. Tomas Sri Widodo. 2005. Sistem Neuro Fuzzy untuk Pengolahan Informasi, Pemodelan, dan Kendali. Yogyakarta : Graha Ilmu.
41
LAMPIRAN
42
Lampiran 1 Pengambilan unsur -unsur citra. Ø Baca citra k = imread('img.pcx'); Contoh baca image untuk kayu jabon tipe 1 citra ke-3. >> k = imread('jb1_3.pcx');
Ø Ambil RGB dari citra asli rgb = mean(mean(k)); R
= rgb(:,:,1);
G = rgb(:,:,2) ; B = rgb(:,:,3); Contoh ambil RGB dari contoh diatas. >> rgb = mean(mean(k)) rgb(:,:,1) = 198.0804 rgb(:,:,2) = 163.6774 rgb(:,:,3) = 139.4952
Pengubahan dari citra RGB ke citra skala keabuan adalah melalui Matlab. Ø Mengubah ke skala keabuan gl = rgb2gray(k); Ø Ambil standar deviasi std = std2(gl); Contoh: >> std = std2(gl) std = 38.2551
Ø Ambil treshold (level) level = graythresh(gl); Contoh : >> level = graythresh(gl) level = 0.4373
Ø Ambil entropy en = entropy(gl); Contoh : >> en = entropy(gl) en = 4.5964
43
Ø Ambil kontras, homogenity, energy glcm = graycomatrix(gl); che = graycoprops(glcm,{'contrast', 'homogeneity','energy'}); Contoh : >> glcm = graycomatrix(gl) >> che = graycoprops(glcm,{'contrast', 'homogeneity','energy'}) che = Contrast: 0.6557 Energy: 0.2246 Homogeneity: 0.8055
Contoh untuk citra sembarang ukuran. >> k = imread('R_jb6.pcx'); >> size(k) ans = 424 565 3 >> rgb = mean(mean(k)) rgb(:,:,1) = 184.2702 rgb(:,:,2) = 146.1262 rgb(:,:,3) = 120.6242 >> gl = rgb2gray(k); >> size(gl) ans = 424 565 >> std = std2(gl) std = 34.1207 >> level = graythresh(gl) level = 0.3784 >> en = entropy(gl) en = 4.2379 >> glcm = graycomatrix(gl) >> che = graycoprops(glcm,{'contrast', 'homogen eity','energy'}) che = Contrast: 0.8292 Energy: 0.2282 Homogeneity: 0.8056
Lampiran 2 Tabel jadwal penelitian
No.
Kegiatan
1
Pengajuan sinopsis
2
Pengajuan judul
3
Pengajuan proposal
4
Sidang komisi I
5
Revisi draf I
6
Kolokium
7
Pengambilan gambar
8
Pemrosesan citra
9
Pembuatan model
10
Penyusunan tesis
11
Sidang komisi II
12
Revisi II
13
Seminar
14
Sidang akhir
15
Administrasi akhir
Agst- 05
Sep-05
Okt-05
Nov-05
Des-05
Jan-0 6
Feb-06
Mar-06
Apr-06
Mei-0 6
Jun-0 6
45
Lampiran 3 Perintah Matlab untuk pembangunan jaringan sampai pelatihan. net1=newff(minmax(latih),[18,5], {'logsig','logsig'},'traincgp'); init(net1); net1.trainParam.epochs=2800; net1.trainParam.goal=1e -5; net1.trainParam.lr=0.1; net1.trainParam.mc=0.5; net1train = train(net1, latih,target);
46
Lampiran 4 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 1 Hidden Layer
9
18
24
36
MSE 1e-7
MSE 1e-12
47
Lampiran 5 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 2 Hidden Layer
9
18
24
36
MSE 1e-7
MSE 1e-12
48
Lampiran 6 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 3
Hidden Layer
9
18
24
36
MSE 1e-7
MSE 1e-12
49
Lampiran 7 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 4
Hidden Layer
9
18
24
36
MSE 1e-7
MSE 1e-12
50
Lampiran 8 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 5
Hidden Layer
9
18
24
36
MSE 1e-7
MSE 1e-12
51
Lampiran 9 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 6
Hidden Layer
9
18
24
36
MSE 1e-7
MSE 1e-12
52
Lampiran 10 Gambar proses pembelajaran pada pembesaran tipe 7
Hidden Layer
9
18
24
36
MSE 1e-7
MSE 1e-12