Jurnal Holistik, Tahun IX No. 17A / Januari – Juni 2016
The situation and current condition that has been increasingly modern and also the more interesting by offering shopping center, should not be denied that the community including in it are high school students trying to do business to be able to adapt and try to follow with maximum this progress and strive are all the desirable despite often had to forced passing ability or ability. Lifestyle patterns often found on the Manado society, namely lifestyle hedonic is a lifestyle activity to find life, as spend more time outdoors, more play, delight at the crowd, happy to buy expensive things ones, and always wanted to be the limelight. Growth of the capital city Amurang and Manado who has presented shopping center that have become more complete and also all make high school students are now in greater often expenditure even happy shopping. Conditions is quite support the behavior consumptive high school students. Culture consumptive students in the Pakuure III village, because the economic condition family / parents enough. The culture consumptive happened social changes to Pakuure III villagers, namely lifestyle students followed peoples lifestyle urban. Keywords : lifestyle, student, consumptive
1
Latar Belakang
hanya itu mereka pun memiliki
Situasi dan kondisi saat ini yang sudah semakin modern dan juga semakin banyak penawaran menarik oleh pusat perbelanjaan, tidak dapat disangkal bahwa masyarakat termasuk di dalamnya
adalah
Pelajar
Sekolah
Menengah Atas (SMA) berupaya melakukan usaha untuk dapat beradaptasi dan coba mengikuti dengan maksimal kemajuan ini dan berupaya memiliki segala yang diinginkan meski seringkali harus
dipaksakan
melewati
kendaraan
pribadi
misalnya
seperti sepeda motor. Kemajuan teknologi membuat para pelajar SMA
kini
barang
memiliki
gadget
tablet,
smart
digital,
barang-
(laptop, phone,
computer,
ipad,
camera
dan
play
station) lebih dari satu jenis atau lebih dari dua buah. Semua ini mewakili perasan ingin diterima oleh
lingkungan
sosialnya,
menjadi kebanggaan diri atau takut disepelekan yang dapat mengurangi gengsinya.
kemampuan atau kesanggupan.
Perkembangan Kota Amurang
Tindakan tersebut seiring waktu
dan Kota Manado yang telah
semakin melekat pada diri dan
menghadirkan pusat perbelan-
pola
jaan
pikirnya
yang
akhirnya
membudaya dalam pola hidup. Kini
Pelajar
Sekolah
Menengah Atas (SMA) Asal Desa Paku Ure III cenderung lebih percaya diri dan bangga jika mengenakan pakaian,
dan
sepatu,
memiliki
sandal,
tas,
bermerk yang sedang populer bahkan
ada
suatu
senang
apabila
pakaian
yang
perasaan
mengenakan serasi
dengan
sepatu, sandal, tas, dan tidak 2
yang
lengkap
dan
membuat
sudah
semakin
juga
beragam
Pelajar
Sekolah
Menengah Atas (SMA) kini lebih sering belanja bahkan senang berbelanja. Kondisi-kondisi tersebut di atas cukup mendukung timbulnya
perilaku
konsumtif
Pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA)
belum
lagi
semakin
banyaknya pusat perbelanjaan modern dengan metode belanja yang mudah yaitu dengan kartu
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 17A / Januari – Juni 2016
kredit, banyak tawaran discount
hayah" yang adalah merupakan
dan juga berbagai penawaran
bentuk
jamak
dari
kata
yang sangat menarik. Akhirnya
"buddhi"
yang
berarti
budi.
para
Sebagian dari budaya diartikan
pelajar
membelanjakan
uang pemberian orang tua untuk
sebagai
membeli
sangkutan dengan budi atau
barang-barang
yang
"hal-hal
yang
ber-
sebenarnya bukanlah merupakan
akal".
barang
melainkan
budaya acap kali disejajarkan
ketertarikan akan barang-barang
dengan kata "culture" (bahasa
itu atas dorongan hasrat atau
inggris) atau "colore" (bahasa
emosi.
latin) yang artinya mengolah
kebutuhan,
Pelajar
Sekolah
Menengah
atau
Disamping
mengerjakan,
kata
ataupun
Atas (SMA) telah menjadi target
menyuburkan
dari pihak pemilik toko dan
bangkan, terutama dalam hal
tempat-tempat
mengolah tanah atau bertani
perbelanjaan,
dan
itu
mengem-
banyak
(Hartono dalam Punia, 2007)
pelajar Sekolah Menengah Atas
dari segi inilah berkembang arti
(SMA)
culture sebagai "segala daya
sehingga
kini
yang
makin memiliki
gairah
dan aktivitas manusia untuk
berbelanja yang tinggi.
mengolah dan mengubah alam.
Perilaku Budaya Budaya pada umumnya hadir seiring
dengan
tumbuhnya
masyarakat, dan dapat dikatakan bahwa budaya tidak akan pernah lepas dari kehidupan masyarakat, budaya akan hidup selama Istilah Bahasa
adanya budaya
masyarakat. berasal
Sansekerta
dari
Menurut Taylor dalam Punia (2007)
menyatakan
bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahaun yang lain, serta kebiasaan yang didapat
manusia
sebagai
anggota masyarakat.
"Budda3
Membahas sumtif
perilaku
kon-
faktor
juga
akan
kecenderungan
berarti
kebutuhan,
dan
ada
dikuasai
oleh
membicarakan mengenai peri-
hasrat keduniawian dan kese-
laku
nangan material.
dari
konsumen,
karena
perilaku
adalah
merupakan
oleh
konsumtif bagian
daripada aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu jasa atau barang yang di lakukan oleh para konsumen. Oleh karenanya perilaku
konsumen
didefinisikan
dapatlah
sebagai
suatu
kegiatan individu yang secara langsung terlibat untuk mendapatkan dan mempergunakan barang
barang,
termasuk
jasa,
didalamnya
dan adalah
proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatankegiatan
tersebut
(Engel, dkk 1994). Menurut
Sejalan dengan itu budaya konsumtif, menurut Schiffman & Kanuk,
(2004)
umum
dipegaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal, faktor
internal
dinamika
meliputi
barang
:
tersebut
termasuk di dalamnya adalah harga,
promosi
dari
produk
serta lingkungan sosial budaya dimana individu berada. Faktor eksternal faktor
yang
dilihat
psikologi
motivasi,
pada
meliputi
persepsi,
:
pembe-
lajaran, sikap dan kepribadian. Hal
ini
pendapat
diperkuat dari
dengan
Swastha
dan
(1997),
Handoko (1987) yang menga-
adalah
takan faktor eksternal meliputi
adalah perilaku membeli yang
Kebudayaan, kelas sosial, dan
tidak
suatu
kelompok referensi atau acuan,
rasional,
keluarga, faktor iklan. Untuk
perilaku
Lubis
secara
konsumtif
didasarkan
pertimbangan
pada
yang
karena adanya keinginan yang
faktor
telah mencapai taraf yang sudah
Motif, pengamatan dan belajar,
tidak rasional lagi. Dalam hal ini
pengetahuan,
manusia
badian, konsep diri.
faktor 4
lebih
mementingkan
keinginannya
daripada
internalnya sikap,
meliputi kepri-
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 17A / Januari – Juni 2016
Perilaku
satupun "sebab" yang akan
Tindakan merupakan produk dari
suatu
keputusan
untuk
betindak, yang merupakan hasil dari
pikiran.
Hampir
semua
yang kita lakukan ialah hasil dari memilih tindakan dengan cara tertentu bukan cara lain. Teori
tindakan
lebih
mene-
kankan bahwa kita memutuskan apa yang akan kita lakukan dan
bersifat
tunggal
(monoism)
atau ganda (dualism) bagi terjadinya suatu perubahan di dalam masyarakat. Pluralisme yakni, ada banyak sebab yang mungkin
dapat
meng-
akibatkan
timbulnya
satu
gejala sosial atau perubahan suatu masyarakat. 2. Pluralisme merupakan dok-
apakah sudah sesuai dengan
trin
interpretasi kita mengenai dunia
timbul sekitar tahun 1920-an
di sekeliling kita. Oleh manusia
dan hidup kembali di akhir
berarti
tahun 1960-an dan tahun
masuk
diakal,
latar
yang
pada
belakang atau situasi dimana
1980an.
kita menemukan diri kita untuk
sebagai ideologi dikarenakan
mewujudkan
tindakan
tidak ada satu pun pada
diri,
ini
"gaya simbolik budaya" yang
berarti kita memilih apa yang
mampu menciptakan domi-
dilakukan
nasi budaya
untuk
setiap
kepentingan sudah
sesuai
(Pip
Jones 2003).
makna
1. Pluralisme bahwa
dalam suatu
3. Teori Pernyataan diri Pluralisme
menurut Liliweri 2003 yaitu :
doktrin
kembali
masyarakat yang beragam.
Pluralisme Kategori
muncul
awalnya
adalah
yang
suatu
mengatakan
didalam
setiap
masyarakat, pasti tidak ada
(prestise) Teori pernyataan diri di dalam kehidupan sehari-hari (Theory of Self Expression in Everyday Life) yang dikemukan oleh Erving Goffman. Goffman juga
5
mengatakan bahwa interaksi
1. lnvensi, yakni proses di mana
antar manusia, baik interaksi
ide-ide Baru diciptakan dan
antar individu maupun antar
dikembangkan Difusi, yakni
kelompok,
terjadi
karena
proses di mana ide-ide baru
kesamaan
tampilan
yang
itu dikomunikasikan ke dalam
bersifat teatrikal. Asumsi teori Goffman adalah bahwa peran yang sudah di tampilkan atau yang
diharapkan
sistem sosial. 2. Konsekuensi,
dalam sistem sosial sebagai akibat
dung simbol tertentu, yang sebagai
penolakan
Menurut Goffrnan, ada dua
kasi), yakni secara verbal dan nonverbal.
sosial
baru
itu
Menurut Max Weber dalam Kamanto (2000), bahwa, tindakan sosial atau aksi sosial (social action) tidak bisa dipisahkan dari proses berpikir rasional dan tujuan yang akan dicapai oleh
Perubahan Sosial Perubahan
ide
mempunyai akibat.
metode yang biasa dipakai
disebut juga pesan komuni-
atau
terjadi jika penggunaan atau
dari suatu perilaku bersama.
(yang dalam ilmu komunikasi
pengadopsian
penolakan inovasi. Perubahan
standar
dalam hal menyatakan diri
peru-
bahan-perubahan yang terjadi
dalam
interaksi antar etnik mengandigunakan
yakni
pelaku. Tindakan sosial dapat adalah
dipisahkan
menjadi
proses di mana terjadi peru-
macam
bahan struktur dan fungsi suatu
motifnya: (1) tindakan untuk
sistem sosial. Perubahan tersebut
mencapai satu tujuan tertentu,
terjadi sebagai akibat masuknya
(2)
ide-ide
di-
adanya satu nilai tertentu, (3)
adopsi oleh para anggota sistem
tindakan emosional, serta (4)
sosial yang bersangkutan. Proses
tindakan yang didasarkan pada
perubahan sosial biasa tediri dari
adat kebiasaan (tradisi).
pembaruan
tiga tahap : 6
yang
tindakan
empat
tindakan
menurut
berdasar
atas
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 17A / Januari – Juni 2016
Perubahan
sosial
dalam
nya.
Sifat
struktural
seperti
masyarakat bukan merupakan
sentralisasi,
sebuah
produk
stratifikasi jauh lebih erat hubu-
tetapi merupakan sebuah proses.
ngannya dengan perubahan jika
Perubahan
dibandingkan dengan kombi-
hasil
atau
sosial
merupakan
formalisasi
sebuah keputusan bersama yang
nasi
diambil oleh anggota masya-
dalam organisasi.
rakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah bahasan yang menarik untuk memahami perubahan langkah untuk
sosial.
yang
Langkah-
dapat
mengelola
diambil
perubahan,
yaitu: (1) Unfreezing, merupakan suatu
proses
penyadaran
tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah, (2) Changing, merupakan langkah tindakan,
balk
memperkuat
driving forces maupun memperlemah
resistences,
dan
(3)
Refreesing, membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang
baru
equilibrium).
(a
new
Pada
dynamic dasarnya
perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan melihat struktur tempat perilaku tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu yang melakukan-
kepribadian
dan
tertentu
di
Kornblum (1988), berusaha memberikan suatu pengertian tentang
perubahan
sosial.
Ruang lingkup perubahan sosial meliputi
unsur-unsur
kebuda-
yaan baik yang material maupun immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsurunsur terhadap
kebudayaan
material
unsur-unsur
imam-
terial. Perubahan sosial diartikan sebagai
perubahan-perubahan
yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan masyarakat, ngaruhi
dalam
yang sistem
suatu
mempesosialnya.
Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelom7
pok manusia dimana perubahan
masyarakat, karena perubahan
mempengaruhi struktur masya-
sosial
rakat lainnya (Soekanto, 1990).
intervensi sosial yang memberi
Perubahan sosial terjadi karena
pengaruh
adanya
sistem klien yang tidak terlepas
perubahan
unsur-unsur
yang
dalam memper-
dari
merupakan kepada
upaya
bentuk klien
melakukan
peru-
tahankan keseimbangan masya-
bahan
rakat seperti misalnya peru-
pengaruh sebagai bentuk inter-
bahan dalam unsur geografis,
vensi
berupaya
biologis,
suatu
kondisi
ekonomis
dan
kebudayaan. Moore
Pemberian menciptakan
atau
perkem-
bangan yang ditujukan kepada Dalam
Soekanto
(1990), perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya.
berencana.
atau
Perubahan
dalam
seorang klien atau sistem agar termotivasi
untuk
berpartisipasi
bersedia
dalam
usaha
perubahan sosial.
kebudayaan mencakup semua
Akhirnya dikutip definisi Selo
bagian, yang meliputi kesenian,
Soemardjan yang akan dijadikan
ilmu
pegangan dalam pembicaraan
pengetahuan,
teknologi,
filsafat dan lainnya. Akan tetapi
selanjutriya.
perubahan tersebut tidak mem-
bahan
pengaruhi
perubahan
organisasi
sosial
"Perubahan-peru-
sosial
adalah pada
segala
lembaga-
masyarakatnya. Ruang lingkup
lembaga kemasyarakatan dalam
perubahan
suatu masyarakat, yang mem-
luas
kebudayaan
dibandingkan
lebih
perubahan
pengaruhi
sistem
sosialnya,
sosial. Namun demikian dalam
termasuk di dalamnya nilai-nilai,
prakteknya di lapangan kedua
sikap-sikap
jenis
perilaku
perubahan
tersebut dipisahkan
sangat
perubahan
dan
pola-pola
diantara
kelompok-
sulit
untuk
kelompok dalam masyarakat".
(Soekanto,
1990).
Definisi ini menekankan peru-
Aksi sosial dapat berpengaruh
bahan
terhadap
selanjutnya mempengaruhi segi-
8
perubahan
sosial
lembaga
sosial,
yang
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 17A / Januari – Juni 2016
segi lain struktur masyarakat.
budaya. Konsumsi berhubungan
Lembaga sosial ialah unsur yang
dengan masalah selera, iden-
mengatur pergaulan hidup untuk
titas, atau gaya hidup. Menurut
mencapai
para ekonom, selera sebagai
tata
tertib
melalui
norma.
suatu yang stabil, difokuskan
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya.
tetapi
tersebut
tidak
perubahan
mempengaruhi
organisasi sosial masyarakatnya. Ruang
lingkup
pada nilai guna, dibentuk secara individu, dan dipandang sebagai suatu yang eksogen. Sedangkan menurut sosiolog, selera sebagai suatau
yang
dapat
berubah,
difokuskan pada suatu kualitas simbolik
suatu
barang,
dan
tergantung persepsi selera orang lain.
perubahan
Weber (1978) (dalam George
kebudayaan lebih luas diban-
Ritzer & Barry Smart. 2012, hal
dingkan
perubahan
sosial.
117-119) berpendapat bahwa
Namun
demikian
dalam
selera
merupakan
prakteknya di lapangan kedua
kelompok
jenis
Aktoraktor kolektif berkompetisi
perubahan
tersebut
sangat
perubahan sulit
untuk
dipisahkan (Soekanto, 1990). Konsumsi dan Gaya Hidup Dalam
sosiologi,
konsumsi
tidak hanya dipandang bukan sekedar pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia, dengan
tetapi aspek-aspek
berkaitan sosial
dalam
dalam
pengikat (in-group).
penggunaan
barang-
barang simbolik. Keberhasilan dalam
berkompetisi
dengan
ditandai
kemampuan
untuk
memonopoli sumber budaya, sehingga prestise
akan
meningkatkan
dan
solidaritas
kelompok. Sedangkan
Veblen
(1973)
(dalam George Ritzer & Barry 9
Smart,
2012
hal
167-169)
menandakan bahwa ia mampu
selera
sebagai
membeli barang yang harganya
berkompetisi.
relative mahal tersebut. Walau
Kompetisi tersebut berlangsung
sebenarnya tidak pernah ia baca,
antar pribadi. Antara seorang
sehingga dapat dikatakan hanya
dengan
sebagai pajangan semata.
memandang senjata
untuk
orang
tercermin modern
lain.
dalam yang
selera
Hal
ini
masyarakat menganggap
orang
dalam
meng-
konsumsi suatu barang akan dapat melihat selera dasar dan penghargaan yang didapat. Konsumsi dapat dipandang sebagai
bentuk
Barang-barang
identitas.
simbolik
juga
dapat menunjukkan kelompok pergaulannya. George
Simmel
Ritzer
Smart,2012,
(dalam
&
132)
Barry
mengatakan
bahwa ego akan runtuh dalam kehilangan dimensinya jika ia tidak
dikelilingi
oleh
objek
eksternal yang menjadi ekspresi dari kecenderungannya, kekuatannya dan cara-cara individualnya karena mereka mematuhinya,
atau
miliknya.
dengan
kata
Sebagai
lain
contoh,
seorang pejabat yang meletakkan ensiklopedi dalam rak ruang tamu 10
atau
kantornya
yang
Hubungan
Konsumsi
dan
Gaya Hidup Weber
(dalam
George
Ritzer & Barry Smart, 2012) mengatakan bahwa konsumsi terhadap suatu barang merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu. barang
Konsumsi
terhadap
merupakan
landasan
bagi penjenjangan dari kelompok
status.
Sehingga
situasi
kelas ditentukan oleh ekonomi sedang situasi status ditentukan oleh
penghargaan
sosial.
Misalnya,
pada
masyarakat
pedesaan,
status
guru
dan
pedagang
lebih
tinggi
guru
walaupun pendapatannya lebih besar
pedagang.
Hal
ini
dikarenakan guru mempunyai peluang
yang
mencari
peluang
Sebagai
besar
contoh
untuk
tambahan. bekerja
sampingan sebagai pedagang.
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 17A / Januari – Juni 2016
Guru
akan
lebih
berhasil
daripada pedagang tulen karena masyarakat menganggap guru adalah
orang
didikan
dan
yang
berpen-
tidak
mungkin
berbuat curang. Sehingga orang akan cenderung berbelanja pada guru.
Mau
perkotaan,
pada
masyarakat
para
pengusaha
berhak mendapat gelar bangsawan
karena
dia
mampu
memberi suatu sumbangan pada keraton. Walau ada pihak yang lebih berhak mendapat gelar tersebut. Sedang
menurut
Vablen
(1973), (dalam George Ritzer & Barry
Smart,2012,
penghargaan
hal
sosial
105)
terhadap
masyarakat luas terletak pada
4 pendekatan dalam memahami gaya hidup : 1. Pendekatan
psikolog
per-
kembangan: tindakan seseorang tidak hanya disebabkan oleh
teknik,
ekonomi
dan
politik, tetapi juga dikarenakan perubahan nilai. 2. Pendekatan kuantitatif sosial struktur:
mengukur
gaya
hidup berdasarkan konsumsi yang
dilakukan
seseorang.
Pendekatan ini menggunakan sederet daftar konsumsi yang mempunyai skala nilai. 3. Pendekatan kualitatif dunia kehidupan : memandang gaya hidup
sebagai
lingkungan
pergaulan.
keperkasaan, misalnya perang.
4. Pendekatan kelas: mempunyai
Sedang pada masyarakat industri
pandangan bahwa gaya hidup
terletak
kepemilikan
merupakan rasa budaya yang
kesejahteraan seseorang. Juga
direprodiksi bagi kepentingan
pada konsumsi yang dilakukan
struktur kelas.
sebagai
pada
indikator
dan
gaya
hidup kelompok status. Hans
peter
Mueller
Menurut John Walker, (dalam Ibrahim.
(dalam
Ibrahim. 2004). mengatakan ada
2004).
membedakan konsumen dikenal
dua yang
dalam
misalnya kelompok umumnya masyarakat 11
kapitalis barat, yaitu user, yang
untuk
membeli dan memakai suatu
materi serta kekuataan uang.
produk dengan metitiat tungsl guna sebagai yang terpenting, dimana
konsumen
mengkonsumsi
hanya
untuk
aspek
kegunaannya saja, dan consumer yang
membeli
dan memakai
suatu produk dengan sangat memperhatikan
maknanya,
konsumen disini mau membeli apa pun demi mode dan selalu mengikuti
trend
yang
terus
berubah-ubah. Pada dalam
Masyarakat
kekuatan
berpacu
bukan
saja untuk menjadi kaya, tetapi juga bagaimana tampil trendi dan dihormati sebagai orang kaya. Pada level konsumsi, yang dikonsumsi
masyarakat
pada
level ini bukan lagi suatu dasar nilai guna, serta nilai pakai. Tetapi menjadi simbol image atau citra yang sangat penting. Sehingga orang rela membayar, mengongkosi begitu mahal pada
kelompok
konsumen
tiap
produk
perangkat
yang
elektronik
mendewakan
berubah
menjadi
barang
yang
diinginkan
bertujuan
untuk
kepentingan
citra
tersebut.
memiliki makna simbol status
Dalam gaya hidup serba wah,
sosial, seperti bagaimana para
seperti : Orang yang melakukan
eksekutif
trendi
menyatakan
aktivitas nyata untuk berbelanja
dirinya
dengan
memakai
di mall atau supermarket, tentu
handphone mode terbaru, jam
saja memberi nilai tambah dari
tangan Rolex, dan senantiasa
pada berbelanja di toko biasa.
membawa
Notebook.
Dalam
Kemewahan
menjadi
suatu
simbolisme
adalah
sangat
penting dalam masyarakat dan kehidupan. Sekarang ini sedang terjadi "perang" besar-besaran, semboyan
besar—besaran,
Gaya hidup masa kini orang bisa mendapat status karena uang. Orang kaya menjadi kaya, begitu
juga
orang
miskin
tambah miskin (melarat). Hal ini sangat kelihatan dalam lapisan kehidupan
masyarakat
kota.
Kebiasaan gaya hidup enak di 12
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 17A / Januari – Juni 2016
kalangan masyarakat kota yang
habiskan waktu di luar rumah,
mempunyai
yang
lebih banyak bermain, senang
bersifat mudah. Sebagai akibat
pada keramaian kota, senang
dari pola hidup yang sudah
membeli barang mahal yang
terlanjur
disenanginya, serta selalu ingin
pandangan
enak,
maka
ada
kecenderungan akan memilih pekerjaan,
gaji
yang
memakai dasi dan
tinggi,
bermobil
mewah. Tidak banyak berpikir, bahwa
untuk
sampai
jenjang
pekerjaan
pada
diperlukan
pengalaman kerja minimal di atas 5 tahun. Dalam pada
masalah
masyarakat
pekerjaan pendatang
seperti: orang jawa yang tidak memilih-milih pekerjaan, tidak mengenal lelah, dalam melakukan perkerjaan tersebut serta
menjadi pusat perhatian. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dan
wawancara
mengenai
Budaya Konsumtif Pelajar SMA Di Desa Paku Ure III Kecamatan Tenga
Kabupaten
Minahasa
Selatan ditemukan beberapa hal yang menjadi pendorong terjadinya
budaya
konsumtif
di
kalangan pelajar SMA di Desa Pakuure III yaitu : 1. Kemajuan Teknologi
tidak mengenal gaji yang besar
Kemajuan
yang diperoleh. Sebab dengan
menciptakan
keuletannya, uang (gaji) yang
yang berteknologi tinggi yaitu
diperoleh terus bertambah.
telepon selular dan gadget yang
Selain itu pola gaya hidup yang sering ditemukan pada masyarakat Manado, yaitu Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari seperti
kesenangan lebih
banyak
hidup, meng-
menarik
teknologi
telah
barang-barang
yang
di
dalamnya
banyak fitur yang menarik bagi pelajar
SMA,
Telepon selular
yang hadir di pasaran cukup beragam segala Samsung,
mereknya kelebihannya Nokia,
dengan seperti Apple, 13
Panasonik, Mito, Asia Phone,
munculnya Super-market, Mall-
Oppo, Huawei dan lain-lainnya
Mall, Toko-toko Fashion/butik,
yang tentunya membuat para
dan Rumah-rumah Makan, kafe-
pelajar ingin memilikinya hingga
kafe, Bar dan Restoran, secara
beberapa unit, demikian juga
tidak langsung merangsang para
dengan
pelajar
1-Phone
dan
lain-
lainnya.
kesana
untuk
berbelanja dan menikmati sajian
Kemajuan teknologi di bidang otomotif, baik
itu kendaraan
roda 2 maupun kendaraan roda 4 dengan tampilan yang menarik mengundang para pelajar untuk memilikinya,
dengan
bantuan
orang tua maka mereka bisa memilikinya untuk dijadikan alat transportasi
ke
sekolah
atau
hang-out ke Kota Amurang dan Manado.
Dengan
kendaraan
bermotor
lebih
untuk
leluasa
memiliki
untuk
kemanapun
mereka bergerak
yang
mereka
yang
serba
halnya
ekslusif.
Seperti
perkembangan
Kota
Amurang
sebagai
Ibukota
Kabupaten
Minahasa
Selatan
Manado
sebagai
dan
Kota
Ibukota
Provinsi
mempunyai
daya tarik yang tinggi bagi para pelajar yang berasal dari Desa Pakuure III untuk berkunjung baik
itu
untuk
berbelanja
ataupun sekedar jalanJalan untuk menikmati fasilitas yang tersedia di sana. 3. Sarana
dan
Prasarana
inginkan.
Transportasi
2. Perkembangan Kota
Dengan semakin membaiknya
Perkembangan
kota
ikut
memberikan andil bagi hidup konsumtif para pelajar maupun masyarakat
pada
umumnya.
Kemajuan suatu kota ditandai dengan majunya perekonomian kota,
majunya
perekonomian
suatu kota dapat dilihat dengan 14
sarana dan prasarana transportasi karena jalan yang ada sudah di aspal hotmix dan rata-rata para pelajar memiliki kendaraan bermotor sehingga perjalanan dari Desa Pakuure III ke Kota Amurang dapat ditempuh hanya dalam waktu yang singkat yaitu
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 17A / Januari – Juni 2016
hanya sekitar 45 menit dan
Dalam
perkembangannya
untuk ke Kota Manado hanya
para pelajar telah berubah dari
ditempuh dalam waktu 2 jam
kehidupan
maka
kepada gaya hidup yang sifatnya
memungkin-kan
para
yang
pelajar mengadakan perjalanan
konsumtif,
pergi-pulang untuk menikmati
berasal dari Desa Pakuure Ill
suasana yang ber-beda dengan
sekarang merasa kurang puas
kampung halaman mereka. Seim
jika tidak memiliki barangbarang
nu
punya
teknologi
dapat
Laptop, dan gadget lainnya dan
menggunakan bus antar kota
rata-rata mereka memiliki HP
yang
hingga
sampai 2 atau 3 buah serta
pukul 23.00 malam atau bias
paling senang pergi ke Mall-mall
juga menggunakan taksi baik itu
baik untuk berbelanja ataupun
taksi resmi maupun taksi gelap
hanya sekedar nongkrong atau
atau bisa juga menyewa mobil di
ke toko-toko fashion/butik dari-
rental mobil.
pada mereka pergi belajar atau
bagi
yang
kendaraan
tidak
bermotor
tetap
melayani
sepulang
4. Perubahan Sosial Kemajuan
teknologi
dan
perkembangan kota memegang peranan penting dalam kehidupan pelajar dan masyarakat menuju kepada budaya yang konsumtif
dari
kehidupan
masyarakat desa yang bersahaja berubah
kepada
masyarakat
gaya
hidup
perkotaan
yang
serba praktis dan gengsi.
Para
bersahaja
pelajar
tinggi
seperti
sekolah
yang
HP,
membantu
orang tua di rumah. Perkembangan Kota Manado yang
begitu
pesat
telah
mengundang masyarakat daerah sekitarnya untuk datang berkunjung untuk menikmati fasilitas yang disediakan oleh Para pengusaha sehingga para pelajar Desa Pakuure III sangat senang datang ke Kota Manado sekedar untuk nongkrong atau dudukduduk santai di rumah-rumah 15
makan seperti KFC, MacDonald ataupun rumah-rumah makan yang
terkenal
untuk
meng-
habiskan waktu mereka dengan dem
ikian
gengsinya
mereka
merasa
meningkat
ketika
berkunjung ke Kota Manado. Daya Tarik Kota Amurang dan Kota Manado telah merangsang para pelajar Desa Pakuure III untuk selalu mengadakan perkunjungan ke kota-kota tersebut karena ditunjang sarana
dan
prasarana jalan yang baik, Dari pengataman mereka pada perkunjungan akan tampak perbedaan yang menyolok dalam penampilan
dan
gaya
hidup
sehingga mereka berusaha untuk mengadopsi gaya pelajar yang ada di Kota Manado dan sebagai
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan
sebagai
berikut : 1. Budaya kosumtif pelajar di Desa Pakuure III dpengaruhi oleh perkembangan Teknologi,
Perkembangan
Kota
Amurang dan Kota Manado serta semakin baiknya sarana dan prasarana transportasi. 2. Budaya konsumtif pelajar di Desa Pakuure III, dimungkinkan
karena
keluarga/orang
perekomian tua
yang
mencukupi. 3. Akibat
budaya
konsumtif
terjadi perobahan sosial pada masyarakat Desa Pakuure III, yaitu gaya hidup pelajar telah
konsekuensinya mereka terlarut
mengikuti gaya hidup masya-
pada gaya hidup yang konsumtif
rakat perkotaan.
seperti perkotaan.
16
layaknya
penduduk
Jurnal Holistik, Tahun IX No. 17A / Januari – Juni 2016
DAFTAR PUSTAKA
Baudrillard,
Jean. 2009, Masyarakat Yogyakarta
Konsumsi,
Kreasi
Wacana,
Engel, J.F. and R.D Blackwell, P.W. Miniard (1994), Perilaku Konsumen, Jakarta : PT Binarupa Aksara. Goodman, Douglas J dan Ritzer, George. 2005. Teori Sosiologi Modern. Kencana, Jakarta Horton, Paul, B. dan Chester L Hunt, 1987, Sosiologi, Jilid I, terj. Aminudin Ram & Tita Sobari. Penerbit Erlangga, Jakarta Ibrahim, Idi Subandy, 2004, Life Style Ecstasy ; Kebudayaan Pop Dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Jalasutra, Yogyakarta. Jones Pip. 2009. Pengantar Teori-teori Sosial. Edisi 1 Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Kamanto, Sunarto, 2000, Pengantar Sosiologi, LPE-UI. Jakarta Koentjaraningrat, 2004, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan Kornblum, William, Sociology in a changing world. Florida: Harcourt College Publisher, 2000. Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran 2, Edisi, Milenium. Jakarta: PT. Prenhallindo. Liliweri A.M.S. 2005. Prasangka dan Konflik. PT Binarupa Aksara, Jakarta: Lubis, N. H. 1997. Perilaku Konsumtil Bandung: Lembaga Penelitian UNPAD Moleong, L. J. 2007 Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
17
Minor, M. dan Mowen, John, C. (2002), Perilaku Konsumen Jilid 1, Edisi Kelima (terjemahan), Erlangga, Jakarta Novri,
Susan,
2009. pengantar sosiologi konflik kontemporer. Kencana: Jakarta
dan
isu-isu
Ritzer, George dan Barry Smart, 2012, Handbook Teori Sosial, Nusa Media, Bandung. Schiffman, L.G., & Kanuk, L.L. (2004). Consumer behavior (8th ed.). New Jersey : Prentice Hall. Soekanto, Soerjono, 1999, Sosiologi Suatu pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Susanto. Phill Astrid 1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Alumni. Bandung Swastha, B.D.H. & H.T Handoko. 1987. Manajemen Pemasaran (Analisa dan Perilaku Konsumen). Yogyakarta : Liberty.
18