EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
1
(Peserta lomba poster KPK) 2
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
EDISI 13/ TH. IV / JAN-FEB 2010
42 Tokoh Bapak Polisi Indonesia
22 Edukasi Ketika Cikal Melawan Korupsi
yang Jujur
20 Perintis Deptan Menuju Island of Integrity
26DariPortal Korea untuk Indonesia 06
Utama Makelar Kasus, Antara Ada dan Tiada
24
Zoom Pondasi yang Kuat
44 Mozaik Buah
39
Sulur
Simalakama Rp13 Triliun
45
Resensi Mengatasi Jerat Konflik Kepentingan
46
Kaveling C-1 Menumbuhkan Partisipasi Aktif
40 Cakrawala Tanpa Kompromi di Negeri Guillotine
Penanggung Jawab: PIMPINAN KPK, Pengarah: Bambang Sapto Pratomosunu Pemimpin Redaksi: Johan Budi SP Wakil Pemimpin Redaksi: Priharsa Nugraha Redaktur Pelaksana: Ipi Maryati Kuding Staf Redaksi: Irsyad Prakarsa, Chrystelina GS, Moch. Maryudi Setiawan, Ramdhani, Gumilar Prana Wilaga, Yuyuk Andriati Iskak, Yudhistira Massayu, YD. Kurniawan Susanto, Dian H. Baay Kontributor: Adhi Setyo Tamtomo, Asep Chaeruloh, Nanang Farid Syam, Giri Suprapdiono, David Hartono Hutauruk, Aida Ratna Zulaiha, Niken Ariati, Riesa Susanti, Hendra Teja, Wuryono Prakoso, Harismoyo Retnoadi, Supadi, Lira Redata, R. Eric Juliana Rachman Sirkulasi: Afifudin Alamat Redaksi: KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA Jl. HR Rasuna Said Kav C-1 Jakarta 12920, Telp. 021 2557 8498, Faks. 5290 5592, e-mail:
[email protected], web-site: www.kpk.go.id
EDISI ISI 13/ 1 TH.IV/JANU JANUARI-FEBRUARI I 20 2010
3
TAJUK
Foto: sxc.hu
Oleh: Johan Budi SP (Pemimpin Redaksi)
E
ntahlah, apakah kita sedang dicekam sindrom Italia atau tidak. Tak ada yang tahu. Yang jelas, belakangan hari istilah mafia semakin akrab saja di telinga, untuk menyebut kata-kata yang sesungguhnya tak nyaman didengar: mafia hukum! Ya, kata “mafia“ pada “mafia hukum“ tentu tidak diadopsi dari Bahasa Melayu. Mafia, yang juga dirujuk pada La Cosa Nostra, merupakan panggilan kolektif untuk beberapa organisasi rahasia di Sisilia dan Amerika Serikat. Mafia, awalnya merupakan nama sebuah konfederasi untuk tujuan perlindungan dan penegakan hukum dengan cara main hakim sendiri. Seiring perkembangan waktu, konfederasi ini kemudian mulai melakukan kejahatan terorganisasi. Begitulah mafia, yang tak hanya begitu dikenal seantero dunia, namun juga hingga ke Indonesia terutama dalam beberapa waktu terakhir. Seolah-olah identik dengan kata-kata domestik yang tak kalah cempreng terdengar, makelar kasus, jadilah keduanya seperti bayang-bayang. Selayaknya mafia betulan di negara asalnya sana, makelar kasus di Indonesia pun berkonotasi pada aksi kejahatan. Melakukan jual-beli perkara, seolah-olah bisa menjadi penghubung antara tersangka dan aparat hukum, dan bahkan melakukan penipuan, semua dilakukan. Mereka bergerak secara cepat, rapi, dan nyaris tak terlihat. Persis seperti siluman, antara ada dan tiada.
4
Makelar kasus jelas bukan mafioso, anggota mafia yang arti sesungguhnya adalah pria terhormat. Berbeda dengan mafia yang bekerja secara sindikasi, maka makelar kasus tak jarang bekerja sendirian, meski tak menutup pula bahwa dia bekerja dengan organisasi yang rapi. Namun apapun, terutama di Indonesia, stigma yang melekat memang mengindentikkan keduanya. Paling tidak, makelar kasus bisa dipandang sebagai bagian dari mafia hukum itu sendiri. Keberadaan makelar kasus tentu saja sangat merugikan. Di mata publik, bisa jadi ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Di sana ada penghancuran tatanan hukum, di sana ada pula praktik penipuan, pemerasan, dan pencatutan nama baik orang atau lembaga. Dan, di sana ada pula kepentingan pribadi yang melebihi segala-galanya, termasuk kepentingan bangsa dan negara. Lantas, bagaimana kita semua harus bersikap? Tak ada jalan lain, kecuali bersama-sama melawannya. Hanya dengan perlawanan kita semua akan tahu, apakah memang benar ada makelar kasus tersebut atau cuma sebatas rumor belaka. Jika ada, tentu si makelar kasus harus diproses secara hukum atas kejahatan yang sudah dilakukannya. Sedangkan jika hanya sebatas rumor, harus pula diklarifikasikan agar kepercayaan masyarakat kepada aparat hukum menjadi pulih kembali. E lei? Grazie mille!
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
serunai Prose s kegia Sy taan an apriil Tahar ti in namu i: setidakn korupsi m (IISIP Jakar n he ellalu taa): ya tti l opera ndaknya da dak sekeda i sosialisai sional. pat di r form a a Secar a sede plikasikan litas, secara rhana lapisa oleh semu a n mas yaraka t
Depok): Al-Awami, HBI Masjid tahun 2010 ini lebih (P h ni da Mar di ahan KPK rantas Mudah-mud kinerja dlam membe ini. n ai ka nt at ci gk ta menin yang ki Indonesia korupsi di
ily: s, urhaz Elly N rjuang teru e t b KPK nda sanga A peran tukan masa Kami n mene bangsa ini. ngat a depan engan sem kung u d salut kami mend t a Anda, nda, selam A kerja . ja beker
AA. Rah Ra ma m n Ma’mun (Anggo ta Kom “KKKettert “Ke e uutu ertu t pan berpotensi mema isi Informasi Pusat): cu praktik korupsi. Keterb Ke rbuk ukaan membuat para koruptor lari atau me perilak pe nga a u koruptif. Jangan pernah berhenti mence khiri membberaantas korups gah & i, bersama KPK & Kom isi Informaasi asi”
Didi Petet: 250 juta rakyat Indonesia menanti kiprahmu. 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI “KutungguEDISI janjimu!”
Lola Am ari Sukses s a: ela Be the pio lu neer! 2010
Foto-foto: Integrito
: Jarwo Kuat To: KPK r !!! rjuang brothe sengsara.... Selamat be at rakyat bu em m i Korups o Kuat angan Jarw salam perju
05
EDISI 13/ 5 TH. IV / JAN-FEB 2010
Foto: www commons wikimedia org
UTAMA
6
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Makelar Kasus
Antara Ada
&
Tiada
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Seperti S eper ti selebriti selebriti yang yang begitu begitu populer, populer, makelar m akelar kasus kasus belakangan belakangan kerap kerap disebut disebut masya m asyarakat. rakat. Lebih Lebih tepat tepat disebut disebut penipu penipu atau atau pen p encatut catut nama. nama. 7
UTAMA
D
ahi Sabeni berkerut. Matanya tajam membaca surat kabar yang terbit hari itu. Tak puas sekali baca, diulangi lagi berita itu. “Ini benarbenar keterlaluan!“ gumamnya sembari bersungut-sungut. Pemberitaan mengenai dugaan makelar kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah penyebabnya. Sebagai perantara tanah yang biasa beroperasi di daerah Pondok Melati, Jati Sampurna, Jati Asih, dan sekitarnya di Kota Bekasi, Sabeni seperti tak rela predikat makelar ‘diselewengkan‘. Berpuluhpuluh tahun dia menggeluti profesi itu, semua lancar-lancar saja. Maklum, meski hanya bermodal omongan, toh dia menganggap apa yang ditekuninya itu adalah halal. Keberhasilan membiayai pendidikan ketiga anaknya hingga perguruan tinggi, adalah berkat usahanya sebagai makelar tanah tersebut. Namun, sekarang bagaimana? Gara-
gara pemberitaan tentang makelar kasus, maka stigma tentang “profesi” makelar sedikit ternoda. Sedikit tidak nyambung memang, namun begitulah adanya. Sabeni kian gusar, namun dia tak bisa berbuat apa-apa. Sabeni, hanya satu dari sekitar 200 juta masyarakat Indonesia yang gemas akan pemberitaan mengenai makelar kasus atau mafia hukum tersebut. Meski latar belakang kegusaran mereka tak mesti sama seperti Sabeni, namun semua berharap persoalan ini segera dituntaskan. Jika memang ada, maka hendaknya segera ditangkap dan diproses sesuai hukum yang berlaku, namun jika tak ada, harus segera diklarifikasi agar tidak mengganggu kinerja lembaga hukum itu sendiri. Termasuk KPK tentu saja. Adalah Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, yang membuka persoalan makelar kasus di KPK. Ketika itu, Rabu, 13 Januari 2010, Mahfud secara resmi menyerahkan data dan informasi terkait adanya dugaan mafia hukum di KPK kepada
Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Penyerahan dilakukan saat pertemuan koordinasi antara Satgas dan Hakim MK di Aula MK. Selain laporan resmi, Mahfud juga menyerahkan sejumlah bukti. “Sudah saya laporkan. Data, nama dan tempat transaksi, kuitansi tanda terima, alamat itu sudah disampaikan,” kata Mahfud seusai pertemuan dengan Satgas. Kepada wartawan yang mencegatnya, Mahfud enggan menyebutkan pelaku mafia hukum atau makelar kasus di KPK yang dilaporkan itu. Dia juga tidak menjawab, apakah mafia hukum yang dilaporkan itu dari unsur pimpinan, deputi, direktur, atau staf KPK. “Kalau saya buka sekarang nanti pengusutan bisa berantakan,” kilah Mahfud saat itu. Bukan Barang Baru KPK tentu tak tinggal diam atas laporan tersebut. Sebagaimana disampaikan Ketua KPK, Tumpak H. Panggabean, data mengenai makelar
Sejumlah massa melakukan aksi unjuk rasa, menuntut penuntasan mafia hukum.
8
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
UTAMA
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Bali. Kasus yang merugikan keuangan negara Rp175 miliar tersebut, menyeret seorang mantan pejabat PLN ke meja hijau. Nah, di sanalah oknum tersebut mencoba bermain. Dengan modus operandi seperti disebutkan di atas, oknum tersebut meminta uang kepada calon tersangka kala itu. Sang korban saat itu menjabat sebagai komisaris utama salah satu perusahaan rekanan PLN. “Itu pencatutan nama. Uang tersebut tidak diberikan ke pimpinan KPK, karena pimpinan memang tidak pernah meminta uang tersebut,“ kata Tumpak. Mengaku Kenal Mei 2009 ketika itu. Penipuan bermula saat KPK menggeledah kantor perusahaan rekanan PLN yang terletak di kawasan Jakarta Selatan. Perusahaan itu digeledah setelah pejabat PLN tersebut ditetapkan sebagai tersangka. Mengetahui hal itu, para petinggi perusahaan rekanan tersebut merasa khawatir akan menyusul ditetapkan sebagai tersangka. Dari sanalah si penipu beraksi. Dia berjanji bisa “membebaskan” petinggi perusahaan dari jerat hukum. Namun, setelah petinggi perusahaan memberikan sejumlah uang, ternyata tetap saja KPK menjadikannya sebagai tersangka dan bahkan menahannya. Menyadari bahwa janji si makelar kasus tidak terbukti, perusahaan itu pun tidak tinggal diam. Pada 12 November 2009, mereka melaporkan si penipu ke Mabes Polri. Dia dilaporkan melakukan tindak pidana berlapis, yakni pemerasan, pengancaman, penipuan, sekaligus penggelapan. Dari Mabes Polri, kasus ini dialihkan ke Polda Metro Jaya. Sementara itu menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Boy Rafli Amar, saat ini penahanaan si oknum tersebut memang sedang ditangguhkan. Boy melanjutkan, masa penahanannya habis, sehingga penyidik tidak bisa memaksakan dia ditahan. “Tapi
Sistem pengamanan yang ketat di KPK. Antisipasi awal pencegahan makelar kasus.
Foto-foto: Integrito
kasus dari Mahfud memang benar adanya. Itu diketahui Tumpak, setelah dirinya berkoordinasi dengan Mahfud, terkait pernyataan bahwa ada makelar kasus di KPK. Hanya saja, lanjut Tumpak, sebenarnya data yang diserahkan Mahfud bukanlah barang baru. Data tersebut sama seperti yang dimiliki KPK dua bulan sebelum Mahfud menyerahkan laporan tersebut. “Bahkan, pihak Pengawasan Internal KPK juga sudah menindaklanjuti temuan yang sudah dikantongi KPK itu dan telah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terkait informasi tersebut,” ujar Tumpak. Dan, itu pula sebabnya mengapa Tumpak tetap berpendirian bahwa selama ini tak ada makelar kasus di KPK. Kalau pun ada, lanjutnya, maka itu bukan dari pihak internal atau pegawai KPK, namun pihak eksternal. Panjang lebar Tumpak menerangkan bahwa perihal makelar kasus ini bermula dari adanya penipuan yang dilakukan oknum di luar KPK. Oknum tersebut, katanya, menipu dan meminta uang kepada calon-calon tersangka yang perkaranya sedang ditangani KPK . Oknum tersebut jelas menipu. Kepada calon tersangka dia mengaku kenal dengan penyidik dan bisa menjadi penghubung. Tapi memang tak hanya itu. Kepada calon tersangka tersebut, oknum tersebut juga mengaku kalau penyidik tersebut bisa memperingan proses hukumnya asal diberi imbalan uang. Tentu saja, karena oknum tersebut mengaku kenal dengan penyidik, maka uang tersebut harus diserahkan calon tersangka melalui si oknum. “Pelaku kasus pencatutan nama dan penipuan itu sudah pernah ditangkap dan diproses kepolisian,“ tegas Tumpak. Siapakah makelar kasus yang dimaksud? Menurut Tumpak, salah satu makelar kasus yang pernah ditangani KPK adalah ketika lembaga antikorupsi itu menangani kasus korupsi customer management system di PT. PLN Distribusi Jawa Timur dan
statusnya sampai saat ini masih tersangka,” kata Boy. Sementara, ketika dikonfirmasi bahwa ada hubungan antara si oknum dan KPK, Boy menampik. Katanya, dari hasil pemeriksaan sementara, polisi belum menemukan petunjuk yang kuat adanya keterlibatan pihak lain, termasuk unsur-unsur KPK. “Dia hanya bekerja sendiri, tidak ada pihak lain yang terlibat,” pungkas Boy.
9
Foto: yulism files wordpress com
UTAMA
Makan Bersama pun Tidak Kode etik KPK mengikat 24 jam sehari. Benteng tangguh menghadapi makelar kasus.
10
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
UTAMA
M
aaf!“ demikian ucap seorang penyidik. Gurat wajahnya tegas, tanpa keraguan sedikitpun. Kepada perempuan yang berada di depannya, sang penyidik melanjutkan, “Saya tidak bisa memberikan nomor handphone saya.“ “Kalau begitu, bagaimana jika saya hendak menanyakan perkembangan proses ini?“ tanya orang itu lagi. “Maaf. Jika ada panggilan pemeriksaan selanjutnya, kami akan lakukan sesuai prosedur yang ada!“ Mendengar jawaban lugas sang penyidik, perempuan tersebut langsung pergi. Mungkin kecewa. Dia meninggalkan penyidik sendirian dan mengejar kliennya yang baru saja diperiksa KPK. Mereka pun bersamasama meninggalkan Gedung KPK. Rupanya, perempuan yang bertanya kepada penyidik tadi adalah pengacara dari seseorang yang kasusnya sedang ditangani KPK. Ya, begitulah gambaran para penyidik KPK. KPK, tak akan pernah mau berhubungan dengan cara apapun dengan para keluarga, pengacara, atau orang-orang yang kasusnya sedang ditangani. Jangankan bertemu langsung dengan penyidik di luar proses yang ada, misalnya makan siang bersama, berkomunikasi melalui telepon pun tak akan dilakukan. Kode etik KPK dengan tegas melarang semua itu.
harus selalu dipatuhi. Itu pun masih diimbuhi syarat lain yakni zero tolerance. Ya, tanpa toleransi terhadap pelanggaran yang dilakukannya. Dilihat dari perspektif makelar kasus, kode etik KPK adalah jawaban bahwa para penyidik KPK memiliki benteng yang ampuh untuk tidak terjebak ke dalam persoalan tersebut. Dan, karena kode etik ini berlaku tidak hanya bagi penyidik, juga seluruh pimpinan dan pegawai KPK, maka secara lebih luas kode etik ini tidak hanya membentengi para penyidik, namun juga seluruh insan KPK. Ini terjadi, karena dalam bagian lain dari kode etik menyebutkan bahwa pimpinan dan pegawai KPK dilarang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan terdakwa, tersangka, dan calon tersangka atau pihak keluarga, yang kasusnya ditangani KPK. Dan, bukan hanya itu. Karena ketika bekerja pun, pimpinan
berkaitan dengan fungsi KPK. Bahkan, juga dilarang menerima honorarium resmi jika menjadi pembicara di suatu acara. Satu-satunya imbalan uang pimpinan dan pegawai KPK adalah gaji resmi yang diterima setiap bulan sesuai dengan aturan yang berlaku. Menanggapi hal tersebut, Todung Mulya Lubis (Transparansi Internasional Indonesia) pernah mengemukakan bahwa kode etik yang luar biasa tersebut menunjukkan tekad dari pimpinan KPK untuk memberantas korupsi. “Tekad ini yang harus didukung,” ujarnya kala itu. Pemberian Sanksi Kode etik KPK bukan sekadar make up, untuk mempercantik semata. Dalam tataran implementasi, penegakan atas kode etik selalu dilakukan. Salah satu bentuknya adalah dengan pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik yang dilakukan. Begitupun, karena pada dasarnya kode etik antara pimpinan dan pegawai KPK berbeda, maka jika terjadi dugaan pelanggaran, sanksi yang diberikan juga berbeda. Sebagaimana disampaikan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, jika terjadi dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan, maka yang berwenang memberikan sanksi adalah Komite Etik. Sedangkan jika yang melanggar kode etik adalah pegawai, maka ditangani oleh Direktorat Pengawasan Internal (DPI) dan kemudian dibawa ke Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP). “Sanksi itu tegas dilakukan,“ kata Abdullah. Sementara itu, Direktur PI KPK, Chesna F Anwar, mengatakan bahwa yang bisa mengawal kode etik tersebut adalah individu masing-masing. Karena pada setiap diri, sejatinya sudah memiliki values, entah dalam keadaan ada kode etik atau belum. Masing-masing individu juga berperan besar dalam menjaga kode etik yang diberlakukan. Terlebih, katanya, karena dalam implementasi kode etik, sedikit saja ada kesalahan, maka ada sanksinya. “Apply to all, tak ada tawar menawar,” katanya.
Kode etik KPK bukan sekadar make up. Sanksi atas pelanggaran kode etik tetap ditegakkan.
Zero Tolerance Mendaki sampai ke puncak, berlayar sampai ke tepi. Begitulah para pimpinan dan pegawai KPK dalam menjaga kode etik. Meski kode etik antara pimpinan dan pegawai berbeda, namun pada prinsipnya KPK total di dalamnya. Tidak setengah hati. Kode etik tersebut tidak hanya berlaku ketika insan KPK berada di kantor, namun juga saat kembali ke rumah masing-masing. Dua puluh empat jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu, kode etik EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
dan pegawai KPK juga dilarang menerima tamu yang tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan. Bagi sebagian kalangan, mungkin hal itu terlalu berlebihan. Terlebih jika dilihat dari substansi kode etik yang keras dan ekstrem. Namun, seperti pernah disampaikan mantan Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki, bahwa implementasi kode etik ini ibarat orang menunaikan ibadah puasa. “Berat, namun hanya di awal,” begitu katanya di awal-awal masa jabatannya sebagai Ketua KPK. Selain dilarang berhubungan dengan pihak-pihak yang dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan, masih banyak larangan yang lain. Misalnya, pimpinan dan pegawai KPK dilarang menerima imbalan yang bernilai uang untuk kegiatan yang
11
UTAMA
Foto: diving trip easyhotelselection com
Belum Ada Bukti!
Sempat disindir seperti poco-poco, tarian khas Sulawesi Utara, kiprah Satgas justru mencengangkan. Bagaimana pandangan mereka terkait dugaan makelar kasus di KPK?
I
barat the rising star, keberadaan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum memang menarik perhatian. Bayangkan saja, belum genap sepekan dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tim pimpinan Kuntoro Mangkusubroto ini sudah membuat gebrakan dahsyat. Gebrakan itu tak lain, temuan tentang perlakuan istimewa yang diberikan kepada Artalyta Suryani dan beberapa narapidana lain. Dalam inspeksi mendadak di Rutan Pondok Bambu, Satgas menemukan sejumlah fasilitas mewah yang diberikan kepada terpidana kasus penyuapan terhadap jaksa Urip Tri Gunawan tersebut. Antara lain, ruangan 6 x 6 meter yang dilengkapi dengan penyejuk udara, kasur pegas, televisi, sofa, toilet pribadi, tempat permainan anak, dan bahkan alat komunikasi BlackBerry. “Ini bukan kasus baru. Tapi kemampuan mereka mengungkapkan
12
semua itu harus diacungi jempol,“ kata Heru Cahyono, Peneliti LIPI. Apa yang diperlihatkan Satgas memang mencengangkan. Temuan mereka bukan hanya membuka mata bahwa mafia hukum sudah merambah hingga ke balik jeruji besi, namun juga membuktikan kredibilitas Satgas itu sendiri. Beranggotakan Denny Indrayana, Darmono, Herman Effendi, Mas Achmad Santosa, dan Yunus Husein, Satgas pun menjadi tumpuan masyarakat untuk memberantas mafia peradilan di Tanah Air. Mengejutkan? Tentu saja. Terlebih sebenarnya banyak yang menyangsikan di awal pembentukannya. Ketua Kaukus Pemberantasan Korupsi, I Wayan Sudirta bahkan mengumpamakan Satgas seperti tari poco-poco, tarian khas Sulawesi Utara. “Hanya berputar-putar sebentar, setelah itu berjalan di tempat alias tidak beranjak dari kondisi semula,“ ujar Sudirta
sesaat setelah Satgas dibentuk. Namun itulah. Satgas akhirnya menjawab seluruh keragu-raguan dan membuat masyarakat berbalik menaruh harapan besar kepada mereka. Ketika Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, melaporkan ke Satgas tentang makelar kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), misalnya, masyarakat pun berharap banyak. Mereka ingin agar Satgas memberi gambaran, apa yang sebenarnya terjadi. Apakah makelar kasus di KPK itu memang ada atau tidak. Mengungkapkan Kebenaran Melihat kredibilitas yang sudah diperlihatkan, Satgas memang dipercaya mampu untuk mengungkapkan keberadaan mafia hukum di KPK. Artinya itu tadi, jika memang ada, hendaknya Satgas segera membongkarnya. Kalau tak ada, hendaknya memberi klarifikasi agar publik
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
The rising star. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ketika diterima KPK. Foto-foto: Integrito
tidak menjadi bingung dan tidak mengganggu kinerja KPK. Menurut anggota Satgas, Denny Indrayana, hingga saat ini, ternyata Satgas belum bisa membuktikan kebenaran makelar kasus tersebut. “Kalau yang di KPK, sejauh ini belum terbukti itu ada,” kata Denny. Sementara itu, anggota lain Satgas, Mas Achmad Santosa, mengatakan, sebaiknya memang KPK sendiri yang menjelaskan tentang hal itu kepada publik. Mengapa? Karena sikap Satgas ketika laporan disampaikan hanya standar saja. Artinya harus di-cross check kepada pimpinan. Harus verifikasi. “Secara informal kita sudah mengundang pimpinan KPK untuk menjelaskan seterang-terangnya. Dan, mereka sudah menjelaskan bahwa tidak ada buktinya,” kata Mas Achmad. Di sisi lain, Mas Achmad memang tidak mengkhawatirkan adanya isu tentang makelar kasus di KPK. Ini tak
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
lain, karena memang tak ada celah untuk itu. Sistem, kultur organisasi, dan kode etik di KPK, lanjutnya, sama sekali menutup peluang keberadaan makelar kasus. “Jadi, lewat mana? Kalau lewat pimpinan, maka dengan mudah kita tahu. Karena rapat pimpinan atau gelar perkara, pandangan-pandangan itu bisa dilihat, apakah mereka membela atau bagaimana. Saya tidak melihat itu,” katanya. Mas Achmad mencontohkan, ada kebiasaan para pimpinan KPK yang juga bisa mencegah persoalan makelar kasus. Misalnya saja setiap menghadiri acara tertentu, maka pimpinan harus melaporkan kepada pimpinan lainnya. Bahkan, bertemu siapa saja saat acara berlangsung. Itulah sebabnya, maka pimpinan KPK bisa saling mengecek satu sama lain. Sebagai sosok yang pernah menjadi pimpinan sementara KPK selama dua bulan, Mas Achmad memang mengenal
KPK dengan baik. Terlebih, pengetahuan tentang KPK itu tidak hanya didasarkan atas pengalamannya semata, namun juga berdasarkan konsultasi dengan beberapa orang yang dianggap mengerti tentang KPK. Dalam kaitan itulah, Mas Achmad juga mengakui, bahwa ketika dirinya masuk ke KPK, dia juga tidak menemukan makelar kasus. “Penciuman saya cukup tajam dan saya tidak menemukan itu,” katanya. Begitupun, Mas Achmad berharap agar KPK tetap waspada. Jangan lupa, katanya, meski di satu sisi masyarakat memiliki harapan yang sangat tinggi kepada KPK, namun di sisi berbeda, corruptor fight back-nya juga cukup tinggi. Dalam konteks tersebut maka Mas Achmad tidak menepis bahwa upaya orang luar untuk mengklaim dirinya punya teman di KPK pun cukup tinggi. “Untuk itu tidak ada salahnya bahwa sistem pengawasan internal KPK lebih disosialisasikan ke luar,” pungkasnya.
13
UTAMA
Sistem di KPK Sangat Abdullah Hehamahua
Ketat Beberapa waktu lalu KPK membongkar adanya praktik penipuan yang mencatut nama KPK. Selayaknya makelar kasus, oknum penipu tadi meminta imbalan kepada calon tersangka. Untuk membahasnya, berikut penuturan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua.
14
Mengapa ada fenomena seperti makelar kasus? Makelar kasus terjadi karena dua sebab. Pertama, orang yang terlibat dalam kasus korupsi itu sendiri. Dan yang kedua, karena sistem yang ada. Untuk yang pertama, orang tersebut biasanya sudah sekian lama terlibat dan sekian lama berhubungan dengan pemerintah. Baik instansi pemerintah, lembaga negara, maupun penegak hukum. Sehingga kemudian mereka merasa, kalau memberikan sesuatu kepada pejabat sah-sah saja, biasa-biasa saja. Selama 32 tahun kondisi berjalan demikian. Nah, ketika reformasi dan lahir KPK, dan melakukan tindakan-tindakan pemberantasan korupsi yang dianggap mengubah pola budaya dan pola pikir masyarakat, pejabat, dianggap sesuatu yang mengagetkan. Ada orang yang memanfaatkan situasi itu, justru mencari peluang dengan menawarkan jasa kepada pejabat yang terlibat korupsi. Ketika ada orang yang menawarkan membantu, dia tidak memakai logika. Termasuk tidak memakai logika bahwa sebenarnya hal itu tidak berlaku di KPK. Tapi itu tadi, karena sudah terdesak, maka dia berusaha memegang apa saja. Secara psikologis, dia seperti terhipnotis. Dia akan berpikir, lebih baik hilang Rp1 M daripada di penjara beberapa tahun.
Kalau pengaruh suatu sistem itu yang seperti apa? Untuk yang ini, maka sistem memberi ruang gerak kepada seseorang atau kelompok untuk melaksanakan keinginannya. Jika sistem tersebut memang demikian, maka lebih memberi ruang bagi seseorang untuk menjadi makelar kasus. Namun, hal demikian tidak berlaku di KPK. Ini terjadi karena penyidik di KPK sangat independen, tidak tergantung dari atasannya. Katakanlah penasihat dan pimpinan sudah bersikeras agar seseorang ditetapkan sebagai tersangka. Namun jika penyidik menganggap belum cukup bukti untuk itu, maka dia bisa menolak. Dia tidak bisa diintervensi. Di KPK tidak mengenal SP3. Jika KPK menjadikan seseorang sebagai tersangka, itu berarti bahwa buktibuktinya sudah benar-benar kuat. Makanya, jika KPK sudah menetapkan
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
UTAMA
seseorang menjadi tersangka, maka 99% dia akan divonis di pengadilan karena sudah memenuhi persyaratan. Untuk itu, maka tugas penyidik di KPK sangat berat. Dia akan berusaha mengumpulkan bukti-bukti sebelum seseorang layak dijadikan tersangka. Sayangnya, pihak luar kerap memandang keliru upaya KPK. Selain itu, kode etik di KPK juga sangat ketat. Tidak boleh seorang penyidik berhubungan dengan orang yang sedang disidik, bahkan dibayari makan pun tidak boleh. Itu semua, merupakan benteng yang tidak memungkinkan adanya makelar kasus dari kalangan internal.
Kalau sistem di KPK tidak memungkinkan pegawai KPK menjadi makelar kasus, siapa mereka? Apakah dari luar? Ya, mereka dari luar. Sudah hampir 10 orang yang ditangkap. Di Makasar, Sulsel, terakhir 2008 ditangkap di Hotel Borobudur. Mereka adalah orang yang mengetahui bahwa seseorang akan tenggelam sehingga orang tersebut akan memegang apa saja untuk menyelamatkan dirinya. Nah, ketika ada orang yang menghubungi dia dan mengaku bisa menjadi penghubung dengan KPK, maka dia terima tawaran itu. Dia sama sekali menutup rasio bahwa sebenarnya sistem di KPK tidak memungkinkan untuk hal tersebut. Maka, ketika dia sudah menyerahkan uangnya, dia berharap agar kasusnya bisa selesai. Tapi kenyataannya kan, tidak begitu. Uangnya hilang, prosesnya tetap jalan.
Agar tidak terjadi seakanakan ada orang KPK yang berhubungan dengan makelar kasus, apa yang dilakukan?
KPK sudah melakukan berbagai langkah. Kebijakan baru, sebelum seseorang diperiksa, saat status masih penyelidikan, dia sudah dibawa oleh penyidik ke Direktorat Pengawasan Internal (DPI) terlebih dahulu. Dari sana, maka DPI memberikan penjelasan dan orang tersebut harus menandatangani kesepakatan untuk tidak melakukan sesuatu.
Bagaimana upaya KPK agar orang-orang tidak bebas masuk gedung? KPK selalu melakukan pengetatan. Kalau diperhatikan, orang yang masuk tidak ditanya, mau ke mana. Namun ketika dia masuk harus memiliki kartu masuk. Persoalannya adalah, jika terjadi pemalsuan kartu masuk, sehingga seseorang bisa masuk dan naik ke lantai tertentu. Memang ini belum pernah ditemukan, namun ke depan, KPK sudah mengantisipasi agar hal ini tidak terjadi. Ke depan, akan ada ruangan khusus bagi tamu, sehingga tamu tidak naik ke atas. Dengan adanya ruangan tersebut, maka pengawasan bisa lebih ketat lagi.
Kalau begitu, berarti memang tidak ada makelar kasus di KPK? Tidak ada! Apa yang disampaikan itu sudah ditangani KPK. Bahkan orang tersebut sudah diperiksa oleh DPI. Saya tidak tahu apa pertimbangannya. Namun itulah, kesan yang ada di masyarakat adalah, ada makelar kasus di KPK. Semua itu sudah diawasi melalui mekanisme internal oleh DPI dan dinyatakan bahwa tidak ada indikasi keterlibatan orang internal. Foto-foto: Integrito
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
15
LIPSUS
Mereka-r MerekaRutan KP Masyarakat menanti rumah tahanan khusus koruptor. Memudahkan pengawasan. 16
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
-reka PK EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Foto: www pacamat com
17
LIPSUS
R
utan KPK, perlukah? Belakangan, banyak masyarakat bertanya tentang hal itu. Penyebabnya beragam. Antara lain, agar KPK lebih mudah mengawasi tahanan. Selain itu, jika punya rumah tahanan, tentu KPK bisa menahan lebih banyak koruptor. Begitulah. Meskipun dasar pemikiran masyarakat seperti itu tak selalu benar, namun sah-sah saja tentu. Namun, memang tidak hanya masyarakat awam, Direktur Pusat Studi Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Muchtar, juga mendukung ide pembentukan rumah tahanan khusus koruptor seperti itu. Menurut Zainal, bila penjara khusus koruptor kelak dibangun, maka hal itu akan menyelesaikan persoalan administrasi di KPK. “Misalnya, KPK lebih gampang memeriksa tersangka, dijemputnya lebih mudah,” kata dia. Tetapi ya itu tadi, harus pula diikuti dengan perbaikan SDM-nya. Mengapa? Karena selama ini para sipir disinyalir menikmati uang dari penghuni penjara. Pada 2008, sebenarnya KPK pernah mengajukan permohonan rutan tersendiri bagi narapidana kasus korupsi. Bahkan, saat itu KPK juga sudah mempersiapkan ruang tahanan khusus di dalam gedung KPK. Lokasi tersebut berada di lantai bawah gedung KPK, di Jalan Rasuna Said Kav C-1, Kuningan, Jakarta. Terdapat lima ruang yang sudah disiapkan, masing-masing berukuran 4 x 3 meter dengan tinggi atap 3 meter. Namun, itu tak berlanjut karena tidak disetujui Departemen Hukum dan HAM. Dan, akhir Januari 2010, KPK kembali mengajukan ide pendirian rumah tahanan. Hal itu dikemukakan KPK dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR. Akankah usulan kali ini disetujui? Entahlah. Yang jelas, selama ini KPK memang hanya menitipkan tahanannya di berbagai tempat. Selain menitipkan di Mako Brimob, KPK juga menitipkan di Rutan Cipinang dan beberapa rutan di Polres di Jakarta dan Polda Metro Jaya.
18
Berpencarnya para tahanan KPK tersebut, tak pelak memang menimbulkan kesulitan tersendiri bagi KPK. Seperti diungkapkan Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto, KPK masih kekurangan tenaga untuk mengontrol para tahanan. Ini tentu berbeda jika para tahanan tersebut berada di satu tempat. Itu di satu sisi. Di sisi berbeda, banyak juga aturan KPK yang ternyata tidak bisa diterapkan ketika tahanan dititipkan di tempat lain. Masalah baju tahanan, misalnya. Menurut Bibit, KPK sebenarnya sudah mendesain baju tahanan, namun nyatanya baju tersebut tidak bisa dipakai di rutan masing-masing. “Berarti banyak aturan yang berbeda satu sama lain. Di Rutan Cipinang dan di rutan-rutan di Polres di Jakarta, kemungkinan berbeda satu sama lain,“ katanya. Menurut undang-undang, KPK memang berhak menahan tersangka korupsi selama menjalani penyidikan maksimal selama 120 hari. Kemudian masa penahanan beralih ke penuntut umum. Karena di KPK para jaksa juga bernaung di lembaga itu, otomatis tanggung jawab tahanan masih berada di pundak KPK. Tanggung jawab KPK baru rampung ketika berkas beralih ke pengadilan negeri. Bibit menegaskan, keinginan KPK memiliki rutan sendiri bukan merupakan hal yang sia-sia. Bahkan, lanjutnya, ini merupakan kebutuhan KPK dan dapat mengurangi risiko yang dihadapi KPK. Jadi tidak benar jika ada anggapan bahwa mubazir jika KPK memiliki rutan. “Kalau KPK bubar, rutan tersebut akan menjadi milik negara. Rutan tidak hilang, bisa dimiliki Depkumham, polisi, atau siapa saja, tidak masalah,” tegas Bibit. Penambahan Kapasitas Hingga saat ini, DPR memang belum menyetujui usulan KPK terkait pendirian rutan KPK yang khusus disediakan untuk koruptor. Namun begitu, keinginan KPK agar didirikan rutan khusus bagi koruptor, tampaknya akan segera kesampaian. Memang, itu bukan rutan khusus yang benar-benar baru. Juga,
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
rutan tersebut tidak dikelola langsung oleh KPK. Namun, setidaknya keinginan untuk mempermudah pengawasan, bisa dilakukan. Kepastian mengenai hal tersebut, disampaikan Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Kemenkumham, Untung Sugiono. Dalam kunjungannya ke KPK pertengahan Februari 2010, Untung mengatakan, dalam waktu dekat Kementerian Hukum dan HAM akan menambah kapasitas penjara. Penambahan kapasitas tersebut, katanya, antara lain untuk menempatkan koruptor pada blok khusus. Menurut Untung, meski jumlah tahanan koruptor tidak terlalu banyak, tetap harus ada penempatan terpisah agar lebih terjamin keamanannya. “Oleh karena itu seperti di LP Cipinang, sedang dibangun sebuah blok tersendiri. Peruntukannya bagi tahanan korupsi,” kata Untung. Guna merealisasikan hal tersebut, maka Kementerian Hukum dan HAM mendapat dana tambahan Rp1 triliun untuk penambahan kapasitas ruangan di lapas-lapas bagi para tahanan dan narapidana. Prioritas penambahan kapasitas itu, kata Untung, adalah untuk wilayah-wilayah yang lapasnya sudah over-capacity hingga di atas 70 persen. Seperti di Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Anggaran tersebut, lanjutnya, juga akan digunakan untuk melanjutkan pembangunan ruang penjara tambahan yang belum selesai pengerjaannya. “Selain itu akan digunakan pula untuk lapas baru di wilayah yang mengalami pemekaran,“ ujar Untung. Namun, kunjungan Untung ke KPK memang tak melulu membicarakan masalah rutan khusus koruptor. Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK, Mochammad Jasin juga memaparkan empat aspek kelemahan mendasar yang sangat berpengaruh terhadap kualitas layanan yang diberikan lembaga pemasyarakatan. Menurut Jasin, keempat aspek tersebut diperoleh dari observasi lapangan yang dilakukan KPK di beberapa lapas. Apa saja kelemahan tersebut?
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Pertama, aspek kelembagaan, yakni belum adanya kode etik dan perilaku khusus di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Lembaga Pemasyarakatan. Kedua, aspek tata laksana. Rendahnya tingkat keterbukaan informasi tentang mekanisme pemberian asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat; rendahnya pemanfaatan sistem teknologi informasi dalam layanan pemasyarakatan; belum adanya aturan internal yang secara khusus mengatur mengenai pengukuran kepuasan pengunjung; dan tidak efektifnya sarana pengaduan yang tersedia saat ini. Ketiga, aspek sumber daya manusia, yakni keterbatasan jumlah petugas keamanan, tenaga kesehatan, dan tenaga pendidik. Keempat, faktor rentan korupsi lainnya, yakni tingkat hunian yang melebihi kapasitas (over-capacity); dan lemahnya pengawasan melekat. Berdasarkan empat kelemahan tersebut, KPK merekomendasikan beberapa hal kepada kepada Dirjen Pemasyarakatan. Rekomendasi tersebut adalah agar menerbitkan kode etik dan perilaku yang khusus; menyediakan layanan informasi tentang pemberian hak-hak secara transparan yang berbasis teknologi informasi; membuat sistem informasi manajemen pemasyarakatan sesuai dengan peraturan Menteri Hukum dan HAM terkait; membuat peraturan internal untuk mengukur kepuasan pengunjung, dan pelaksanaan pengukuran kepuasan pengunjung Tidak hanya itu. KPK juga merekomendasikan untuk memastikan efektivitas sarana pengaduan yang dapat dilakukan antara lain dengan memperluas penggunaan sarana pengaduan, seperti email, SMS atau sarana lainnya; menambah kebutuhan pegawai, baik melalui rekrutmen pegawai pemasyarakatan maupun bekerja sama dengan instansi pemerintah terkait untuk mendapatkan tenaga fungsional; dan membuat rencana serta sistem untuk mengatasi tingkat hunian yang melebihi kapasitas dan lemahnya pengawasan melekat.
19
PERINTIS
Menuju Island of Integrity Instansi pemerintah dianggap sebagai tempat rawan terjadinya praktik korupsi. Deptan pun melawan.
Stop!
Visualnya amat mengena: seekor tikus berdasi yang tak berdaya karena terhimpit rambu “dilarang masuk.“ Benar. WBK adalah contoh, bagaimana Deptan berusaha menjadikan setiap unit kerjanya menjadi bersih, berintegritas, berkinerja tinggi, dan tentu saja bebas dari korupsi. Deptan,
yang pada 2009 ditetapkan KPK sebagai instansi dengan skor tertinggi pada survei integritas sektor publik, telah memberlakukan WBK sejak 2008. Bagi Deptan, WBK merupakan salah satu bentuk penilaian dan apresiasi kepada unit kerja di lingkungan departemen tersebut yang mampu melakukan
Foto-foto: Integrito
Tidak boleh melakukan korupsi di wilayah ini. Ini adalah wilayah bebas dari korupsi (WBK)! Begitulah kira-kira pesan yang hendak disampaikan melalui poster besar yang terpampang di banyak sudut di Departemen Pertanian (Deptan).
20
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
PERINTIS
upaya pencegahan korupsi. Penghargaan tersebut diberikan agar perilaku korupsi bisa diberantas secara cepat. Tak hanya itu, tentu. Melalui penetapan WBK, diharapkan unit kerja lain yang melakukan praktik penyimpangan prosedur, segera kembali ke posisi yang sesuai dengan normanorma yang berlaku dan dapat ditetapkan sebagai WBK. Mengambil analogi dengan wilayah bebas rokok yang sama sekali tak ada asap rokok, Irjen Deptan, Mulyanto, berharap bahwa suatu wilayah yang bebas dari korupsi mampu menyebarkan kondisi tersebut kepada unit lain. Saat ditemui Integrito di ruang kerjanya, dia mengatakan, jika itu terus berlanjut, maka diharapkan pula bahwa seluruh unit di Deptan ini pun akan menjadi bebas dari korupsi. Muaranya tentu saja harapan agar Deptan menjadi island of integrity, bisa tercapai. “Itulah sebabnya, mengapa kita memulainya dengan WBK,” tegas Mulyanto. Dia menambahkan, WBK merupakan manifestasi upaya percepatan pemberantasan korupsi sesuai Instruksi Presiden (Inpres) No.5 Tahun 2004. Dalam Inpres tersebut terdapat beberapa diktum, antara lain harus melaporkan LHKPN, menyentuh pelayanan satu pintu, dan menetapkan program wilayah bebas dari korupsi (WBK). “WBK menurut saya, paling bisa konkret
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
ERIF HILMI (Itsus Deptan):
MULYANTO (Irjen Deptan):
“WBK tidak bersifat permanen. Suatu unit bisa mempertahankan predikat WBK jika konsisten memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan.“
“Wilayah bebas dari korupsi (WBK) merupakan manifestasi upaya percepatan pemberantasan korupsi sesuai Inpres No. 5 Tahun 2004.“
dilakukan,” kata Mulyanto. Tapi tentu tak mudah membuat suatu wilayah terbebas dari korupsi. Perlu kesungguhan dan komitmen kuat dari seluruh elemen yang terdapat di dalam masing-masing unit. Satu saja kriteria tidak terpenuhi, maka pupuslah mendapatkan predikat tersebut.
tak boleh ada pegawai di unit tersebut yang berurusan dengan aparat penegak hukum. “Kalau ada pegawai yang sedang bermasalah dengan KPK, kepolisian, dan menjadi tersangka, maka unit itu tidak menjadi WBK,”ujarnya. Kriteria kedua adalah kinerja. Kriteria ini dapat dilihat suatu unit apakah telah melaksanakan tugas pokoknya dengan baik. Dan yang terpenting, komitmen pimpinan untuk melaksanakan pemberantasan korupsi. Salah satunya dengan menandatangani pakta integritas, sudah mengirim LHKPN, serta pengumuman lelang melalui internet dan pengumuman terbuka. “Kalau kedua kriteria ini lulus, maka unit tersebut diberi SK Menteri sebagai unit berpredikat WBK,” kata Erif, sembari menambahkan bahwa dasar penilaian suatu unit berstatus WBK dilihat dari hasil laporan dua tahun
Kriteria Lantas, apa saja kriteria agar suatu unit bisa menjadi WBK? Menurut Itsus Deptan, Erif Hilmi, kriteria tersebut terdiri atas dua bagian besar. Pertama, kriteria pengelolaan keuangan negara. Untuk kriteria ini, kebocoran anggaran yang menyebabkan kerugian negara untuk setiap unit, tidak boleh melebihi 0,05%. Selain itu, kegiatan yang tidak efisien tidak boleh melebihi 0,5%, sedangkan yang tidak efektif tak boleh lebih dari 0,4%. Dan yang tak kalah penting, bahwa
terakhir audit dari Itjen, BPKP, dan BPK. Mengacu pada kriteria tersebut, maka WBK ini tidak bersifat permanen. Artinya, jika suatu unit memperoleh predikat WBK pada tahun ini, belum tentu tahun mendatang akan tetap menyandangnya. Itu semua tergantung pada konsistensi pemenuhan kriteria sebagai WBK. Pada 2008, misalnya, ketika WBK mulai diberlakukan, dari 225 unit, hanya 63 unit yang mendapat predikat WBK. Kemudian pada 2009 naik menjadi 98 unit. Nah, 2010 ini merupakan tahun evaluasi. Asistensi terus dilakukan dengan memantau aspek-aspek apa saja yang membuat unit tidak dapat mempertahankan predikat WBK. Menurutnya, jika suatu unit tiga tahun berturutturut mempertahankan WBK-nya, akan diberikan reward. Begitu pula sebaliknya, jika 3 tahun berturut-turut tidak berpredikat WBK, akan diberikan sanksi. “Sekarang ini kita masih mencari bentuk reward dan punishment-nya. Bayangannya, paling tidak fasilitas di unit itu akan ditambah. Untuk pimpinannya, ketika ada promosi akan dipertimbangkan,“ tambah Erif. Hanya itu? Apakah tidak ada reward dalam bentuk insentif atau peningkatan gaji? Menurut Erif, untuk saat ini hal itu belum bisa dilakukan. “Mudahmudahan gajinya di akhirat,” pungkasnya.
21
EDUKASI
Ketika Cikal Melawan Korupsi
I
barat kertas putih tanpa noda, begitulah anak-anak. Jika kepadanya diberikan pendidikan yang baik, maka baik pula goresan yang ada padanya. Sebaliknya, jika dibiarkan apa adanya, bisa jadi kertas itu akan dipenuhi coretan tak bermakna. TK dan SD Cikal paham betul akan kondisi demikian. Mereka juga tahu bahwa kualitas goresan tersebut tak hanya menentukan masa depan anak-anak tersebut, namun juga nasib bangsa ini. Itulah sebabnya dalam mendidik siswa-siswinya, mereka tak hanya memberikan pelajaran sesuai kurikulum yang ada, namun juga dengan mengadakan minggu spesial. Apa itu? “Pada minggu spesial, para siswa tidak mengikuti kegiatan seperti biasa, namun mengikuti kegiatan khusus,” tegas Lestari
22
Sandjojo, Academic General Manager Cikal, kepada Integrito. Benar. Melalui kegiatan khusus itulah, TK dan SD Cikal yang terletak di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, ini berharap bisa mendukung kurikulum yang dipakai agar siswa tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan. Melalui kegiatan tersebut, siswa diharapkan juga bisa tumbuh menjadi pribadi yang sehat, berperilaku baik, berwawasan luas, peduli terhadap orang lain dan lingkungan sekitar, serta mampu mengatasi setiap tantangan. Dan, biasanya kegiatan khusus tersebut, yang diadakan dua kali dalam setahun, mengambil tematema yang menarik perhatian dan berdampak luas. Salah satunya adalah mengenai antikorupsi. “Tema tersebut kita ambil pada Desember 2009, sesuai dengan momen Hari Antikorupsi Sedunia,”kata Lestari. Pemilihan tema antikorupsi itu sendiri tidak serta-merta muncul. Tema itu mengemuka melalui diskusi yang dilakukan para siswa yang memang sudah terbiasa melakukan diskusi terkait berita utama yang dimuat di koran-koran. Melalui kegiatan yang disebut Morning Circle, para siswa kelas 3-6 belajar untuk mengetahui dan membahas hal-hal yang terjadi di sekitar mereka. Sedangkan para siswa kelas 1 dan 2 mengisi waktu pagi dengan kegiatan Literature Circle. “Kebetulan masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Foto-foto: Integrito
sehingga tema itulah yang akhirnya disepakati bersama,”katanya. Generasi Antikorupsi Lantas, bagaimana jalannya minggu spesial yang dikemas dalam acara anti-corruption week tersebut? Menurut Lestari, TK dan SD Cikal mengundang KPK untuk memberikan pemahaman kepada siswa mengenai korupsi itu sendiri dan upaya membentuk siswa agar menjadi generasi antikorupsi. Dan, karena tingkat pemahaman yang berbeda antara siswa TK dan
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
SD, maka metode penanaman nilainilai yang diberikan juga disesuaikan. Sebagaimana disampaikan Kurnia Irvyanty, fungsional Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK, untuk siswa TK-A, TK-B, SD kelas 1, dan kelas 2, ditekankan pada dongeng antikorupsi, seperti dongeng pada buku bergambar Peternakan Kakek Tulus. “Untuk kelas 3 dan 4, fokus pada penanaman nilai melalui metode permainan: ular tangga, labirin TTS, serta mewarnai karakter yang ada di komik. Sedangkan kelas 5 dan 6 diberi penjelasan sedikit mengenai pengertian korupsi, “ katanya. Dalam memperkenalkan nilainilai kejujuran itu sendiri, KPK hanya memilih satu nilai yang dikenalkan kepada para siswa. Hal ini dilakukan agar
siswa lebih mengerti dan mendalam. “Misalnya kedispilinan, keadilan, atau kejujuran. Satu sesi hanya satu nilai yang ditanamkan agar tidak bingung,” kata Kurnia. Manfaat Nyata Tema antikorupsi tersebut, dirasakan benar manfaatnya oleh para siswa. Itu sebabnya, meski baru kali pertama bekerja sama dengan KPK, TK dan SD Cikal akan terus menjalin hubungan dengan KPK. Seperti dikemukakan Lestari, pihaknya berencana mengundang kembali KPK dalam kegiatan selanjutnya. “Dalam waktu dekat, kami akan mengundang kembali KPK dalam acara pameran komik,” kata Lestari. KPK tentu saja menanggapi dengan positif. Menurut Dian Rachmawati, fungsional Dikyanmas, melalui berbagai kegiatan, termasuk anticorruption week, diharapkan akan lahir agen-agen antikorupsi di TK dan SD Cikal. “Para siswa tersebut adalah harapan bangsa ini di masa mendatang,“ ujar Dian.
23
ZOOM
PONDASI YANG KUAT
24
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Foto-foto:
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
integrito
25
PORTAL
A
uditorium KPK, bertabur wajah oriental. Jumat keempat di bulan pertama tahun ini. Di tengah seminar action plan untuk Tim Reformasi Birokrasi, para pembicara dari negeri ginseng pun berbagi pengalaman. Adalah DR. Myung Jae Moon (Yonsei University), Prof. Jin-Wook Choi (Korean University), Jin Park, Ph.D (KDI School of Public Policy and Management), dan Ilhyun Jo, Ph.D (Ehwa Womans University), para pemilik wajah-wajah itu. Di hadapan 70 peserta dari 12 instansi di Tanah Air, mereka banyak berkisah seputar reformasi birokrasi yang sukses dilakukan Pemerintah Republik Korea. Bagi ke-12 instansi Pemerintah Indonesia, termasuk KPK, apa yang disampaikan para pembicara itu terasa betul manfaatnya. Dari sana bisa dipelajari secara langsung bagaimana liku-liku Korea dalam menjalankan reformasi birokrasi. “Termasuk kaitannya dalam upaya meningkatkan kemampuan dan perbaikan pelayanan publik.” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi. Selain KPK, ke-12 instansi tersebut adalah Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Sekretariat Negara, Kementerian Luar Negeri, BKN, Bappenas, LAN, Kejagung, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pendidikan Nasional, dan BPKP. Reformasi birokrasi memang menjadi pokok bahasan seminar tersebut, yang merupakan tindak lanjut kerja sama antara 12 instansi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Korea. Selain membahas action plan masing-masing instansi, seminar juga membicarakan mengenai berbagai langkah yang telah dilakukan dalam upaya reformasi birokrasi di tiap-
Dua belas instansi Pemerintah RI, termasuk KPK, melanjutkan program kerja sama dengan Pemerintah Republik Korea. Terasa betul manfaatnya.
Dari Korea untuk Indonesia 26
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Kerja Sama Lanjutan Seminar tentang action plan reformasi birokrasi itu sendiri, tentu bukan kerja sama yang kali pertama dilakukan. Kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatanganan joint declaration
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
antara Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhono, dan Presiden Republik Korea, Roh MooHyun, 4 Desember 2006. Salah satu isi dari kerja sama tersebut adalah pemberian bantuan dari Pemerintah Republik Korea tentang program Capacity Building for Public Official for Government Innovation in Indonesia yang mencakup pelatihan, penugasan konsultan, dan lokakarya. Dua tahun setelah itu, tepatnya pada 2008, dilaksanakan capacity building instansi pemerintah tersebut. Setelah dievaluasi, program ini kemudian diteruskan hingga 2011 dengan ditandatanganinya record on discussion antara Pemerintah Republik Korea yang diwakili oleh Korea International Cooperation Agency (KOICA) dan Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Kementerian PAN. Tentu tidak sebatas persoalan tersebut. Selain itu, juga dipelajari mengenai kapasitas inovasi sumber daya manusia dan peningkatan kinerja agar prinsip good corporate governance (GCG) bisa berjalan
dengan baik. Keikutsertaan KPK dalam program ini, lanjut Johan, adalah untuk meningkatkan kemampuan lembaga dalam bidang manajemen SDM untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia serta bisa membantu instansi lain dalam penerapan reformasi birokrasi, khususnya di bidang pengelolaan manajemen SDM. Bagaimana hasilnya? Tentu banyak manfaat yang didapat. Sejumlah rencana kerja terkait dengan implementasi reformasi birokrasi di instansi masingmasing telah dihasilkan dari program ini, yang dalam perencanaannya juga dibantu oleh tim ahli dari Pemerintah Republik Korea. Sementara itu pada 2010 ini akan dilakukan evaluasi atas pelaksanaan kerja tersebut di semua instansi peserta program. Setelah itu, akan dipilih empat instansi terbaik yang berhasil mengimplementasikan program kerja reformasi birokrasi di instansinya masing-masing. Siapa bakal menjadi yang terbaik?
27
Foto: www freezytravel com
tiap instansi. Terutama, penyusunan program kerja reformasi birokrasi di bidang manajemen sumber daya manusia (SDM) guna mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia. “Kita akan belajar dari para pembicara tamu dari Korea mengenai analisis dan saran perbaikan yang bisa diterapkan di Indonesia, khususnya yang terkait dengan manajemen SDM pegawai negeri sipil,” lanjut Johan. KPK sendiri, menurut Johan, terus berupaya mengembangkan dan menyempurnakan sistem penilaian kinerja yang sudah menerapkan Balanced Scorecard hingga ke tingkat individu. KPK, lanjutnya, sudah merasakan manfaat dengan mendapatkan akses informasi terbaru mengenai pengelolaan serta penerapan langsung terkait manajemen SDM di lingkungan pemerintahan.
Foto-foto: Integrito
PORTAL
Kerja Sama Apik dengan Belanda
P
ria Belanda itu berkatakata dengan fasih. Tidak mempergunakan bahasa negeri asalnya, namun dengan Bahasa Indonesia. Berdiri di samping Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, pria itu kemudian membubuhkan tanda tangan. Tumpak pun begitu. Setelah itu, keduanya bersalaman hangat dan tepukan riuh pun membahana di dalam Auditorium Gedung KPK, beberapa waktu lalu. Siapa gerangan pria itu? Dia adalah Nikolas Van Damn, Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia. Kala itu, bersama Tumpak, keduanya memang menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara KPK dan Kedutaan Besar Belanda untuk Indonesia. Nota kesepahaman yang disepakati adalah dalam bidang
28
Indonesia dan Belanda memiliki persinggungan sejarah yang signifikan. Nota kesepahaman pun ditandatangani. pemberantasan korupsi dengan Departemen Kehakiman, Departemen Luar Negeri, serta Departemen Dalam Negeri dan Hubungan Kerajaan Belanda. “Kesepahaman dengan Kerajaan Belanda sangat berguna bagi kedua negara dalam melakukan pemberantasan korupsi,“ begitu Tumpak menjelaskan seusai acara penandatanganan. Menurut Tumpak, secara spesifik kerja sama yang dimaksud adalah dalam bidang pertukaran informasi dan data. Dengan adanya penandatanganan itu Tumpak berharap, kesepahaman antara kedua negara juga akan berguna untuk pembaruan aturan hukum, terutama yang terkait dengan pemberantasan korupsi. Selain itu, tentu saja untuk meningkatkan kinerja masing-masing institusi dalam upaya pemberantasan korupsi. “Hal itu bisa dipahami
karena Indonesia dan Belanda memiliki persinggungan pengalaman sejarah yang signifikan,“ lanjut Tumpak. Persinggungan sejarah? Ya, seperti itulah antara lain. Menurut Tumpak, Indonesia dan Kerajaan Belanda memiliki ikatan yang kuat atas sejarah panjang kedua negara. Banyak peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengadopsi dari Negeri Belanda. Maka dari itu, lanjutnya, diharapkan ke depan kedua pihak bisa saling memberi masukan dalam masalah hukum. Tumpak menambahkan, kerja sama ini sangat penting dan menguntungkan bagi kedua pihak untuk membangun sistem kerja yang lebih baik terkait pemberantasan korupsi. Nota kesepahaman ini, kata Tumpak, perlu dipahami sebagai payung kerja sama investigasi kedua belah pihak. “Ke depan, kita perlu meningkatkan efektivitas, terutama kerja sama dalam penanganan perkara,” katanya. Pernyataan Tumpak ini diamini oleh Van Damn. Dia mengatakan, Indonesia dan Belanda memang memiliki ikatan sejarah yang kuat. “Saya, mewakili departemen-departemen dari Belanda, merasa terhormat bisa bekerja sama dengan institusi pemberantasan korupsi di Indonesia, KPK,” ungkap Van Damn.
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Foto: ist
PORTAL
Penyelamat Dana Umat
S
umber sorotan itu bernama dana abadi umat (DAU). Dana yang dikelola Kementerian Agama (Kemenag) tersebut memang kerap menimbulkan kontroversi. Penyebabnya, apa lagi kalau bukan karena nilainya yang sangat besar dan pengelolaannya yang lemah. Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua KPK, Mochammad Jasin, setidaknya ditemukan sembilan kelemahan pengelolaan DAU yang sangat berisiko korupsi. Di antara kelemahan pengelolaan tersebut, menurut Jasin, adalah kegiatan pemanfaatan dana yang tak disertai dasar hukum. Jasin mencontohkan, pada 2009-2010, Kemenag menginvestasikan dana yang besarnya mencapai Rp1,7 triliun itu pada Surat Berharga Syariah Negara hanya berdasarkan nota kesepahaman dengan Menteri Keuangan. “Sehingga berisiko terjerat hukum antikorupsi,” kata Jasin. Selain itu, KPK juga menemukan prinsip pencatatan keuangan kementerian tak akuntabel karena tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Rp1,7 triliun dana abadi umat berpotensi timbulkan korupsi. KPK diminta ikut mengawasi. yang lazim. Pemasukan dan pengeluaran rekening dana pun tidak dicatat tepat waktu. Terkait itu, maka KPK pun, lanjut Jasin, menyarankan perbaikan implementasi pencatatan agar sesuai dengan standar. Dan, supaya pengelolaannya transparan, maka dana harus diaudit oleh auditor independen. Kemenag menyambut gembira temuan itu. Menurut Menteri Agama, Suryadharma Ali, pihaknya akhirnya meminta KPK untuk ikut mengawasi DAU dan pelaksanaan haji. Tujuannya jelas, untuk menyelamatkan dana itu sendiri. “Kami minta KPK mengawasi dan melakukan usaha pencegahan upaya penyelewengan DAU dan penyelenggaraan haji,” ujar
Suryadharma. Sebagai langkah awal, KPK pun merekomendasikan beberapa perbaikan. Di antaranya, mekanisme pencairan DAU melalui prosedur akuntansi yang valid serta diperbaiki dalam waktu minimal setahun. Lalu, pengurusan DAU harus dilakukan oleh SDM yang berkompeten. Selanjutnya penyetoran dari Panitia Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) harus dilakukan transparan. “Kita membahas masalah dana abadi umat (DAU) dan mengawasi Kemenag sampai tercapai good governance,” kata Jasin. Hanya itu? Tentu saja tidak. Selain itu, KPK juga menyarankan penempatan DAU dalam tiga hal. Pertama, untuk kepastian ongkos biaya haji sehingga memungkinan ONH bisa turun. Kedua, peningkatan kualitas pelaksanaan haji; dan ketiga, untuk kepentingan umat seperti pendidikan serta dakwah. Bagaimana Kemenag menyikapi hal itu? “Kami berusaha agar pelaksanaan DAU dan optimalisasi tabungan haji bisa seamanah mungkin,” janji Suryadharma.
29
PORTAL
Dana Perbaikan
JANGAN
Disalahgunakan
30
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Foto: www antarasumut com
DAK hanya membantu perbaikan sekolah-sekolah yang rusak berat. Jumlahnya yang Rp9,3 triliun rawan penyimpangan.
PORTAL
S
ekolah adalah Kawah Candradimuka. Bertahun-tahun di tempat itu anak-anak ditempa dan diberi bekal ilmu. Bukan sematamata demi masa depan sang anak, namun juga masa depan bangsa ini. Namun, apa jadinya jika gedung sekolah tempat mereka menempa ilmu itu tak lagi layak? Gedung rusak di sana-sini, bahkan tak jarang dengan kondisi yang amat memprihatinkan dan nyaris roboh. Tentu saja harus diselamatkan. Sekolah-sekolah dengan kondisi demikian harus diperbaiki sehingga tak lagi mengganggu proses belajar-mengajar bagi para siswa. Pemerintah tentu tidak tinggal diam. Mereka telah menyediakan dana yang disebut dana alokasi khusus (DAK), yang jumlahnya cukup besar. Bayangkan, pada 2009, DAK mencapai Rp9,3 triliun untuk 451 kabupaten/kota. Jumlah ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang “hanya” Rp7 triliun untuk 450 kabupaten/ kota. Dana tersebut dialokasikan untuk menunjang pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dan diarahkan untuk rehabilitasi ruang kelas serta pembangunan ruang perpustakaan sekolah dasar beserta perangkatnya. Namun, sudah cukupkah hanya dengan penyediaan DAK semata? Ternyata tidak. Dari kajian yang dilakukan, KPK justru menemukan beberapa kelemahan dalam sistem pengelolaan DAK tersebut. Ini tentu saja mengkhawatirkan, karena sangat berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, memang perlu ada pembenahan agar DAK bisa sampai tujuan dan masa depan anakanak bisa diselamatkan. Apa saja kelemahan tersebut? Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua KPK, Mochammad Jasin, kelemahan tersebut adalah: pertama, masih terdapatnya ketidaksesuaian pengalokasian DAK pada tahap perencanaan. Dari data alokasi DAK bidang pendidikan Kementerian Keuangan, terdapat 160 kabupaten/kota yang
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
secara tetap mendapatkan dana DAK bidang pendidikan, meski data teknis Depdiknas 2009 menyebutkan bahwa 160 kabupaten/kota tersebut tidak memiliki ruang kelas rusak dan tidak membutuhkan dana rehabilitasi. Jumlahnya luar biasa. Jika dijumlahkan, total alokasi kepada 160 kabupaten/kota tersebut mencapai Rp2,2 triliun! Kedua, ditemukannya penyimpangan pemanfaatan dana dalam pelaksanaan, seperti pembayaran jasa konsultan dan IMB. Jasin mencontohkan, di Kabupaten Serang terdapat penyimpangan, yaitu pengambilan sebagian DAK untuk membayar biaya konsultan. Besarnya, rata-rata Rp340 setiap sekolah. Nah, jika di Kabupaten Serang saja terdapat 238 sekolah yang mendapatkan DAK, maka sudah dapat dihitung besarnya penyimpangan tersebut. “Belum lagi, dengan biaya pengurusan IMB,“ tegas Jasin. Tapi memang tak hanya itu. Di sisi lain, KPK juga menemukan keterlambatan pencairan yang mengakibatkan tersendatnya proses rehabilitasi, kurang tertibnya pencatatan aset yang berpotensi menimbulkan kerugian negara, dan berbagai potensi konflik kepentingan yang dapat mengarah pada tindak pidana korupsi dalam pengadaan. Sedangkan yang ketiga, adalah sulitnya monitoring dalam bidang pengawasan karena tidak semua Pemda menyampaikan laporan kepada Depdiknas. Rekomendasi Berdasarkan temuan tersebut, KPK merekomendasikan Depdiknas untuk bersama dengan Depkeu membuat perencanaan alokasi DAK bidang pendidikan dengan menyempurnakan formula penentuan alokasi; memperbarui baseline data teknis secara berkala; menyempurnakan petunjuk teknis DAK; dan menindaklanjuti segala macam
pembayaran yang tidak sesuai peruntukan DAK bidang pendidikan, serta melakukan tindakan atas penyimpangan oleh oknum yang terlibat konflik kepentingan dalam pengadaan secara tegas. Begitupun, Nuh mengatakan bahwa pihaknya tidak berhenti melihat potensial kesalahan tersebut. Untuk itu, lanjutnya, pihaknya juga melakukan berbagai upaya pencegahan. Salah satunya melakukan langkah ekstrahati-hati karena jumlah anggaran pendidikan nasional luar biasa besarnya. “Kawan-kawan punya komitmen yang sama. Jangan sampai anggaran yang besar itu tidak tepat penyalurannya,” kata Nuh. Tambah Nuh, Depdiknas telah melakukan dua kombinasi antara administrasi dan moral. Dari kacamata administrasi, posisi Diknas, wajar tanpa pengecualian. Terlebih lagi Diknas merupakan salah satu dari 15 institusi yang memiliki integritas terbaik menurut survei KPK tahun 2009. “Itu tentunya belum cukup. Kita punya tanggung jawab moral, sehingga kita kita masukan performance. Maka kesuksesan tidak diukur pada administrasi,” katanya. Sementara itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan, Mardiasmo, menjelaskan, pihaknya terus melakukan review terhadap kriteria umum, khusus, dan teknis dari DAK ini. Apalagi, jelas Mardiasmo, pelaksanaan program DAK tersebut ternyata masih menggunakan data tahun 2003, sehingga ada perbedaan data di lapangan. Terkait hal itu, Jasin menambahkan bahwa DAK hanya membantu perbaikan sekolahsekolah yang rusak berat dan tidak menggantikan APBD. Apabila sekolah masih dalam kondisi baik, katanya, maka tidak akan diberikan DAK. ”DAK bukan untuk mempercantik. Misalnya lantai yang belum keramik, lantas diganti keramik. Itu tidak substansial,”kata Jasin.
31
PORTAL
awa Timur banjir? Ah, itu berita biasa. Seperti ditulis berbagai media, beberapa kota di provinsi tersebut memang tergenang belakangan hari. Luapan Sungai Bengawan Solo, seperti biasa membuat beberapa wilayah di Bojonegoro terendam. Sedangkan curah hujan yang tinggi menjadikan Probolinggo, kota di pesisir yang lokasinya berada di utara Gunung Bromo, ikut tergenang. Kalau begitu, adakah berita di daerah yang “luar biasa” dan bisa menghangatkan cuaca yang dingin seperti saat ini? Tentu saja ada. Dan, berita luar biasa itu tak lain dipicu oleh temuan KPK. Jawa Timur, termasuk satu di antara enam provinsi di mana Bank Pembangunan Daerah (BPD) di sana disinyalir memberikan fee kepada kepala daerah bersangkutan. BPD Jatim diduga mengucurkan fee kepada kepala daerah setempat sebesar Rp71,48 miliar untuk kepentingan pribadi. Selain BPD Jatim, BPD lainnya adalah BPD Sumatera Utara Rp53,81 miliar, BPD Jawa Barat-Banten Rp148,29
32
miliar, BPD Jawa Tengah Rp51,06 miliar, BPD Kalimantan Timur Rp18,59 miliar, dan Bank DKI Jakarta Rp17,08 miliar. Totalnya, sekitar Rp360 miliar! Seperti disampaikan Wakil Ketua KPK, Haryono Umar, fee atau setoran ilegal yang diterima setiap kepala daerah sangat bervariasi. Setoran dana dari BPD itu, lanjutnya, diberikan berupa bunga atau fee dan tidak masuk ke kas negara. Haryono menambahkan, uang tersebut biasanya ditujukan sebagai ucapan terima kasih karena kepala daerah sudah menyimpan dana APBD di bank tersebut. “Uang itu biasanya dikirim langsung ke rekening pribadi kepala daerah,” paparnya. Kondisi demikian tentu saja merupakan bentuk pelanggaran. Karena itu KPK mengimbau kepada seluruh kepala daerah untuk segera mengembalikan uang setoran tersebut. Menurut Haryono, KPK telah berkoordinasi dengan BI dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memberitahukan kepada BPD agar tidak lagi memberikan bunga kepada kepala
daerah. “Sedangkan kepala daerah harus menolak setoran ilegal dari BPD,“ kata Haryono. Dia berharap agar Kemendagri juga punya inisiatif untuk membantu penyelesaian masalah ini. Namun, KPK memang tak hanya melibatkan BI dan Kemendagri saja. Menurut Haryono, guna memperbaiki mekanisme di perbankan ini, KPK akan melibatkan BPKP. Selanjutnya, tugas BPKP membantu KPK melakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran oleh bank. Kalau begitu, sudahkah ada kepala daerah yang mengembalikan uang setoran tersebut? Ternyata belum. Untuk itu, Haryono mengingatkan, jika ada pihak yang akan mengembalikan uang itu, hendaknya mengembalikan ke kas daerah. “Bukan ke KPK,” kata Haryono sembari menambahkan, dengan mengembalikan uang tersebut, tidak serta merta akan terbebas dari unsur pidana. Tindak Lanjut Gayung KPK pun bersambut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan meminta agar bank tidak
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
keuangan BPD. Dari hasil pendalaman tersebut, nantinya Kemendagri akan mengomunikasikannya dengan pihak lain, seperti KPK, BI, dan Asosiasi BPD. Namun, Saut mengungkapkan pada waktu yang bersamaan semua pihak tentu perlu menjaga atau tetap menjaga kelangsungan fungsi dan peran BPD dalam mendukung pembangunan daerah di semua wilayah. ”Artinya, ketika penyelidikan berlangsung kita menghormati itu, tetapi pada waktu yang bersamaan, kita juga menjaga supaya fungsi dan peran BPD dalam mendukung pembangunan daerah tetap berlangsung,” katanya. Praktik pemberian imbalan itu sendiri terjadi karena lemahnya pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia. Seperti ditegaskan Haryono, pihaknya meminta BI untuk segera membenahi masalah pengawasan itu.
”Kita belum melakukan kajian lengkap mengenai pengawasan perbankan, tapi ada persoalan-persoalan yang selama ini ditangani KPK terkait dengan masalah perbankan ini,” katanya. Bagaimana Bank Indonesia menyikapi? Menurut Deputi Pengawasan Bank Indonesia, Muliaman Hadad, pihaknya sudah melayangkan surat kepada seluruh BPD. Isinya lugas, untuk menghentikan pemberian fee kepada kepala daerah. Muliaman melanjutkan, surat larangan memberi fee oleh bank kepada kepala daerah tersebut sudah disampaikan sejak Mei 2009. Surat itu sekaligus menegaskan bahwa pemberian fee tersebut bertentangan dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. ”Kami melakukan sosialisasi agar praktik yang tidak sejalan dengan perundangundangan tidak dilakukan,” pungkas Muliaman.
Beberapa BPD memberian fee kepada kepala daerah masing-masing. Ucapan terima kasih berindikasi korupsi. EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
33
Foto: www panoramio com
memberikan fee kepada kepala daerah. Kebiasaan itu, kata presiden, tidak cocok lagi dengan era pemberantasan korupsi. “Kalau itu uang Pemda, kemudian uang itu diletakkan tertentu, maka fee-nya masuk ke daerah, bukan fee pribadi,” kata presiden. Sementara itu, Kemendagri juga akan menindaklanjuti temuan KPK ini. Seperti disampaikan Kapuspen Kemendagri, Saut Situmorang, Kemendagri sangat menghormati temuan KPK tersebut. Untuk itu, sebagai pembina pengelola keuangan daerah, pihaknya akan mendalami persoalan tersebut. ”Kami akan turun langsung ke daerah. Tentunya kami juga melihat peraturan yang masih relevan dengan hal itu,” katanya. Peraturan yang dimaksud Saut, tak lain adalah peraturan Bank Indonesia yang mendasari manajemen
PORTAL
Antara KPK dan Investor Asing Kepastian hukum yang jelas menjadi daya tarik investor luar negeri. KPK menjelaskan dengan gamblang kepada delegasi pengusaha Swedia.
S
Foto: Integrito
wedia, siapa tak mengenal negara Skandinavia tersebut? Ya, tak lengkap rasanya bicara tentang negara yang bersih dan berintegritas tinggi jika tidak menyebut negara tersebut. Bersama Finlandia, Swedia kerap menjadi negara dengan indeks persepsi korupsi terbaik di dunia. Awal Februari, Asosiasi Pengusaha Swedia mengunjungi KPK. Rombongan yang terdiri atas 42 orang ini merupakan delegasi pengusaha Swedia di Indonesia dan Singapura, pejabatpejabat, serta menteri terkait, ekonom, delegasi Uni Eropa, dan komunitas bisnis Swedia terkait. Sebagai delegasi dari negara yang terkenal bersih, kedatangan mereka adalah untuk melakukan sharing dengan KPK mengenai masa depan investasi di Indonesia. “Mereka ingin investasi tapi banyak pungutan,” kata Haryono. Delegasi yang dipimpin langsung oleh Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Ewa Polano, dan Duta Besar Swedia untuk Singapura, Par Ahlberger, ini, diterima Wakil Ketua KPK, Haryono Umar. KPK menerima kunjungan
34
delegasi ini mengingat bahwa Swedia merupakan bagian dari Uni Eropa yang merupakan partner kerja sama pemberantasan korupsi dan sebagai salah satu pihak donor suksesnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Selain itu, Swedia juga merupakan salah satu negara yang memiliki indeks persepsi korupsi terbaik di dunia. Dalam pertemuan ini, delegasi Swedia berbagi pengalaman dengan KPK seputar perjalanan dan prospek bisnis di Indonesia, terutama bagi pengusaha Swedia. Sedangkan di sisi lain, KPK menyampaikan berbagai upaya yang telah dilakukan, di antaranya mengenai kepastian hukum dalam melakukan bisnis di Indonesia dan upaya perbaikan pelayanan publik, terutama masalah perizinan untuk menarik investor luar negeri. Menurut Haryono, ini adalah pertemuan pertama dan diharapkan ada pertemuan lanjutan setelah ini. Sharing dari delegasi sendiri, menjadi masukan dan perbaikan strategi dan rencana aksi lanjutan pemberantasan korupsi di Indonesia oleh KPK dan
menambahkan citra positif bagi dunia bisnis, terutama di kalangan investor asing. “Banyak perusahaan Swedia berkesempatan untuk meningkatkan pemahaman terhadap ekonomi yang mengesankan dan perkembangan politik di Indonesia selama tahun-tahun terakhir, “ kata Polano. Di mata rombongan tersebut, Indonesia dinilai telah membuat kemajuan besar dalam bidang demokrasi, reformasi ekonomi, dan keamanan dalam dekade terakhir. Indonesia dianggap sebagai negara yang strategis dan penting, terlebih karena telah mampu bangkit dari keterpurukan seusai krisis ekonomi 1997-1998. “Mengingat di Indonesia prospek pertumbuhan yang kuat, dengan hubungan bilateral yang sudah sangat antara Indonesia dan Swedia, kita melihat potensi yang besar untuk terus dinamis dan berbuah kerja sama antara kedua negara, terutama untuk secara signifikan meningkatkan perdagangan dan investasi di masa depan,” pungkas Polano.
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010 EDISI13/
Foto-foto: Integrito
PORTAL
Serumpun Saling Mendukung Sebagai lembaga antikorupsi dari dua negara bertetangga, KPK dan MACC terus menjalin kerja sama. Ruang wartawan pun menjadi sorotan.
S
aling berbagi, saling mengisi. Begitulah yang terjadi antara KPK dan Malaysian Anti-Corruption Commission (MACC). Pada 4-5 Februari 2010, misalnya, KPK menerima kunjungan kerja delegasi MACC yang dipimpin Asst. Comm, Abdul Razak bin Hamzah. Dalam kunjungan tersebut, keduanya berbagi pengalaman mengenai pemberantasan korupsi di masing-masing negara. Dalam kunjungan tersebut, MACC mempelajari penyadapan (lawful interception) yang dilakukan KPK, bertukar pengalaman mengenai penggalangan dukungan dari masyarakat dan jaringan internasional, hubungan masyarakat dan hubungan dengan media, serta peran dalam kerja sama internasional untuk pemberantasan korupsi. Turut mendampingi Razak dalam kunjungan ini adalah Asst. Com, Zainal bin Adam, Asst. Comm, Muhammad Salim Sundar bin Abdullah, Senior Supt, Galan ak Ngadit, dan Supt, Mochd Fazli bin Husin.
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010 E
Bukan hanya MACC yang belajar banyak dari KPK, begitu pula sebaliknya. Salah satunya adalah dilibatkannya tokoh-tokoh dari berbagai agama yang ada di Malaysia agar mereka dapat berkontribusi aktif dalam pemberantasan korupsi. “Kita bekerja sama dengan hakim, jabatan pengajuan Islam, agar materi antikorupsi disiarkan untuk dibaca ke semua masjid,” kata Razak. Selain permasalahan di atas, banyak hal lain yang juga dibicarakan. Salah satunya mengenai ketersediaan ruang wartawan. Menurut Salim, MACC belum memiliki ruangan khusus karena bangunan MACC masih milik pemerintah dan ketika pembangunan, memang tidak disediakan media centre. “Media sangat akrab dengan KPK. Mereka berkampung di sini sehingga mendapat informasi yang benar dan tidak dimanipukasikan. Ini sangat menarik dan akan dibicarakan di MACC,” katanya. Terinspirasi dari KPK, merupakan hal yang penting bagi MACC untuk
mewujudkan media centre. “KPK menjadi sumber utama untuk dibawa ke MACC untuk mewujudkan media centre,” tambahnya. Tapi tak hanya sampai di sana. Selain itu, delegasi Malaysia juga tertarik untuk membuat Anti-Corruption Clearing House (ACCH) dan website seperti yang telah dimiliki KPK. Sebagaimana disampaikan Juru Bicara KPK, Johan Budi, ACCH milik KPK ini nantinya akan dikembangkan menjadi pusat informasi antikorupsi yang bisa diakses oleh publik, bahkan untuk kalangan yang lebih luas di Asia Pasifik. “Polling sangat interesting. Di MACC belum ada. Otomatis bisa digunakan sebagai penelitian dukungan masyarakat terhadap kita,” kata Salim sembari menambahkan bahwa di Malaysia belum ada pihak tertentu yang berdemo jika ada yang berlawanan dengan MACC. “Ini suatu perkara yang baik,” ujar Razak, mengakhiri pembicaraan.”
35
PORTAL
Mengawal Proyek Identitas Tunggal Dengan adanya SIN, masyarakat tak bisa lagi memiliki kartu identitas kependudukan ganda. KPK merasa perlu memantau proyeknya.
P
ria berkumis tebal itu terlihat cekatan menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Sesekali senyumnya tersungging di sela-sela suara berat yang keluar dari bibirnya. Lancar dia berbicara, sama sekali tak ada beban. Pria itu adalah Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi. Siang itu dia diundang KPK terkait proyek yang akan ditangani kementerian yang dipimpinnya. Proyek itu adalah proyek raksasa yang diperkirakan menelan biaya Rp6,6 triliun dan diproyeksikan rampung pada 2011. Proyek itu adalah pembuatan single identification number (SIN) atau nomor induk tunggal bagi setiap warga negara Indonesia. KPK sendiri mengundang Gamawan,
karena proyek itu tergolong rawan korupsi sehingga harus dikawal ketat. Sebagaimana diungkapkan Wakil Ketua KPK, Mochammad Jasin, untuk itu maka KPK berkewajiban memantau efisiensi dan efektivitas pemakaian anggaran yang besar tersebut. Menurut Jasin, pengawasan KPK lebih fokus pada proses pengadaan barang dan jasa yang paling rawan penyimpangan. “Proses pengadaan ini sangat mudah dikorupsi. Umumnya 30-40% korupsi bahkan terjadi di sektor pengadaan ini,” katanya. Sementara itu, Kapuspen Kemendagri, Saut Situmorang, mengungkapkan, pihaknya senang jika KPK ikut mengawasi proyek tersebut. Bahkan, lanjutnya, tidak hanya KPK yang bisa memantau namun juga seluruh
Identitas tunggal. SIN bisa membantu aparat memantau administrasi kependudukan.
Foto: Integrito
36
masyarakat. Masyarakat, bisa melaporkan jika menemukan yang tidak beres. “Yang jelas, proyek SIN ini berdampak positif bagi pendataan kependudukan dan keamanan,” ujar Saut. Sayangnya, proyek yang diperkirakan ikut membantu mencegah terjadinya pencucian uang ini, belum mendapat lampu hijau dari wakil rakyat. DPR, hingga saat ini belum memutuskan apakah akan menyetujui dana pembuatan SIN tersebut atau tidak. Menurut Gamawan, jika dana tersebut tidak bisa disediakan, Kemendagri memiliki alternatif lain yakni hanya dengan nomor induk kependudukan yang biayanya “hanya“ Rp500 miliar. “Tapi identitas ini masih bisa digandakan karena belum online dan tidak pakai biometrik,” ungkapnya. SIN itu sendiri kelak akan menggantikan kartu identitas yang ada, seperti kartu tanda penduduk (KTP). Dengan SIN, maka bisa menutup peluang terjadinya KTP ganda yang kerap disalahgunakan beberapa anggota masyarakat untuk berbagai tindak kejahatan. Seperti korupsi, terorisme, dan sebagainya. Sementara itu Gamawan menyatakan, dasar hukum dan teknologi menerapkan identitas tunggal bagi seluruh warga negara Indonesia kini sudah selesai. Dengan demikian, maka saat ini adalah tinggal tahapan operasionalnya. “Kalau sudah pakai biometrik dan sistemnya online, kartu identitas tidak bisa ganda,” kata Gamawan.
ED S 1 EDISI 13/T TH.IV/JANUARI-FEBRUARI A UA I FE R AR 2 2010 1
PORTAL
Demokrasi ala KPK Sepanjang sejarah pemilihan ketua serikat pekerja, pemilihan WPKPK adalah terbesar di Indonesia dari sisi jumlah kandidat. Pembelajaran demokrasi yang apik dari lembaga antikorupsi.
A
khir Januari 2010, proses demokrasi dilakukan. Sebanyak 30 orang tercatat sebagai kandidat Ketua Wadah Pegawai (WP)-KPK, untuk periode 2010-2012. Melihat jumlahnya, bisa jadi inilah jumlah terbanyak dalam pemilihan serikat pekerja di Indonesia. Mengingat banyaknya kandidat, maka pemilihan Ketua WP-KPK dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama merupakan tahap seleksi untuk menentukan enam kandidat yang akan maju pada tahap kedua. Sedangkan tahap kedua merupakan tahap pemilihan langsung. Pada tahap ini, dari 313 pegawai yang memberikan suaranya, tercatat sebanyak 284 kertas suara yang sah. Sebagaimana disampaikan Ketua Panitia Pemilihan, Luthfi G. Sukardi, dalam proses pemilihan tersebut, setiap calon diberi kesempatan untuk memaparkan visi dan misinya jika kelak terpilih sebagai Ketua WPKPK. Berbagai program pun diangkat, termasuk terkait fungsi kemitraan bagi KPK dan tidak ketinggalan peningkatan kualitas kerja. “Tahap pertama untuk menentukan enam kandidat yang masuk tahap kedua tersebut dilaksanakan melalui musyawarah umum anggota (MUA),” kata Luthfi. Dalam tahapan tersebut, pegawai diberi kesempatan untuk memilih tiga pengurus. Ketiganya untuk mengisi jabatan ketua, wakil ketua I, dan wakil ketua II WP-KPK. Dan, akhirnya, terpilih sebagai Ketua WP-KPK adalah Adlinsyah M. Nasution, Anatomi Muliawan sebagai wakil ketua-I, dan Nanang Farid Syam sebagai wakil ketua-II. “Kami bersyukur karena proses ini berjalan lancar,” kata Luthfi. Yang menarik, ternyata proses pemilihan tidak hanya dilakukan melalui surat suara. Pegawai yang berhalangan hadir, diberi kesempatan untuk memberikan suaranya melalui email. Guna menghindari pemilih ganda, panitia menerapkan aturan yang tak memungkinkan pegawai memberikan suaranya lebih dari satu kali. EDISI D S 12/ 13/ 13 TH. T IV/JANUARI-FEBRUARI A A I FE R R 2 2010 2009 1
Stand KPK Terbaik Menampilkan beragam sarana sosialisasi, stand KPK menarik antusiasme pengunjung. Mengungguli stand MA dan KY, yang berada pada posisi kedua dan ketiga.
T
erbaik! Ya, prestasi itulah yang dicapai stand KPK dalam pameran yang diadakah oleh Mahkamah Agung (MA), 25 Februari 2010. Pada kegiatan yang dibuka langsung oleh Ketua MA, Harifin A Tumpa, ini, stand KPK mengungguli peserta lain, di antaranya Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), Polri, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, dan Ombudsman. Pameran itu sendiri digelar dalam rangka penyampaian Laporan Tahunan MA Tahun 2010. Bagi KPK, keikutsertaannya merupakan bagian dari partisipasi aktif dalam sosialisasi pemberantasan korupsi. Stand KPK menampilkan berbagai produk hukum dan berbagai media sosialisasi tentang pemberantasan korupsi di Indonesia, seperti poster dan stiker antikorupsi, serta perangkat sosialisasi lainnya. Selain itu, juga menampilkan beragam games interaktif sehingga menarik antusiasme pengunjung. Keberhasilan tersebut mendapat apresiasi dari pimpinan KPK. Menurut Wakil Ketua KPK, Chandra M. Hamzah, prestasi ini dicapai karena dukungan seluruh karyawan KPK. “Raw material-nya merupakan hasil kerja dari setiap direktorat, Biro Humas dan Dit. Dikyanmas yang memasukkan ‘bola’-nya ke gawang,” kata Chandra.
3 37
Foto: Integrito
Studi Banding Calon Pemimpin Kunjungan para mahasiswa S-2 ini berimbas positif terhadap Indonesia di masa mendatang. Pemberantasan korupsi memiliki arti penting.
T
erasa benar manfaatnya. Demikianlah yang dialami 60 mahasiswa S-2 dari 10 negara: Amerika, Brasil, Kanada, Australia, Singapura, Ukraina, Filipina, Rusia, Meksiko, dan Indonesia. Seperti jingle iklan obat memang, namun begitulah adanya. Dalam kunjungan ke KPK beberapa waktu lalu, para mahasiswa Stanford Graduate School of Business (GSB) tersebut mengakui bahwa banyak hal yang mereka dapatkan. Turut menyambut para mahasiswa adalah Wakil Ketua KPK, M. Jasin dan Haryono Umar. Anindya Noverdian Bakrie, salah satu anggota rombongan, mengatakan, mereka menghargai KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Namun, lanjutnya, alangkah baiknya jika KPK juga mencoba merumuskan kebijakan dalam melakukan pemberantasan di sektor swasta. “Termasuk pelayanan publik yang berhadapan langsung dengan para pelaku usaha di sektor
38
swasta,“ katanya. Tentang manfaat kunjungan, memang diakui oleh Anindya, baik dalam kapasitas mereka sebagai calon pemimpin maupun imbasnya bagi Indonesia. Sebagai calon pemimpin, para mahasiswa bisa mempelajari dan bertanya tentang banyak hal mengenai KPK. Antara lain, mengenai independesi KPK dalam pemberantasan korupsi dan manajemen penanganan kasus. Sementara bagi Indonesia, kunjungan ini juga berimbas positif. Mengingat para mahasiswa adalah pemimpin masa depan yang akan membawa perkembangan perkembangan dan kemajuan bisnis di negara masingmasing, tentu saja mereka kelak akan menjadi key person dalam hubungannya dengan Indonesia. “Saya berharap ini akan menjadi lawatan yang menarik dan berkesan bagi seluruh anggota delegasi, sehingga mereka nanti akan memiliki perhatian khusus terhadap Indonesia,” kata Anindya.
Anindya menambahkan, walau masih banyak kekurangan di sana-sini, namun dia ingin Indonesia menjadi negara yang disegani. Dan, katanya, berbagai upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK tentu mendukung obsesi tersebut. Sementara itu Fungsional KPK, Giri Suprapdiono mengaku senang atas kunjungan tersebut. Menurutnya, itu karena KPK mendapat perhatian tersendiri dari Stanford, yang notabene adalah universitas tertua di Amerika Serikat. “Mereka berharap agar KPK tetap komit, fokus, dan independen terhadap pemberantasan korupsi meski banyak tantangan yang dihadapi,” katanya. Menanggapi harapan tersebut, Giri mengatakan bahwa pada dasarnya hal itu sejalan dengan tekad KPK dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. “Tentu saja sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
SULUR
P
enyalahgunaan jabatan atau membiarkan terjadinya penyalahgunaan jabatan, apapun bentuknya adalah korupsi. Dalam praktiknya, hal seperti ini banyak terjadi.
1
Pegawai negeri menyalahgunakan uang atau membiarkan penyalahgunaan uang = korupsi! Contoh: Seorang staf di sebuah instansi pemerintah, diberi uang Rp2 juta untuk biaya perawatan mobil dinas. Sebenarnya uang tersebut lebih dari cukup. Dan, karena ada peraturan yang mengatakan bahwa jika ada kelebihan atas biaya perawatan, maka staf tersebut harus mengembalikan ke kantor. Jika staf tersebut sampai mengantongi sisa biaya perawatan tersebut, maka dia sudah korupsi! Apa ancaman hukumannya? Penjara maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp750 juta!
2
Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi = korupsi! Contoh: Seorang staf di instansi pemerintah bertugas mengatur anggaran yang harus dikeluarkan kantor untuk membayar biaya perawatan mobil dinas. Katakanlah biaya yang sebenarnya adalah Rp10 juta. Jika dia membuat laporan keuangan bahwa biayanya adalah Rp15 juta dan sisanya yang Rp5 juta dikantongi sendiri, berarti dia sudah korupsi! Ancaman hukumannya apa? Penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp250 juta!
EDISI ISI 13/ 1 TH.IV/JANU JANUARI-FEBRUARI I 20 2010
Foto: ist
Korupsi yang Berhubungan dengan Penyalahgunaan Jabatan
3
Pegawai negeri yang menghancurkan bukti = korupsi! Contoh: Seorang pejabat di instansi pemerintah mengetahui bahwa anak buahnya mengorupsi uang kantor. Begitu dilakukan pemeriksaan, dia dengan sengaja menghilangkan laporan keuangan yang bisa membuktikan bahwa anak buahnya korupsi. Maka, pejabat tersebut juga disebut korupsi! Apa ancaman hukumannya? Penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal Rp350 juta.
4
Pegawai negeri membuarkan orang lain merusak bukti = korupsi! Contoh: Seperti contoh (3), jika atasan dari pejabat itu mengetahui perbuatan tersebut, dan dia membiarkan penghilangan bukti, maka atasan dari pejabat itu juga korupsi! Ancaman hukumannya adalah maksimal 7 tahun penjara atau denda maksimal Rp350 juta.
5
Pegawai negeri membantu orang lain merusak bukti = korupsi! Contoh: Sama seperti contoh sebelumnya. Jikaa ada teman sekantor pejabat tersebut, dan dia ikut membantu merusak buktii itu, maka teman pejabat itu juga korupsi! Apa ancaman hukumannya? Penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal Rp350 juta!
Survei Integritas Sektor Publik KPK Instansi dengan Skor Integritas Tertinggi Tahun 2009:
Dalam rangka optimalisa D si p cegahan korupsi, KPK pen b upaya menelusuri aka ber r permasalahan korupsi di sektor pelayanan publik serta mendorong dan membant u lembaga publik mempers iapkan upaya-upaya pencegaha n korupsi yang efektif pada wilaya h dan layanan yang rentan ter jadinya korupsi. Salah satu carany a dengan melakukan survei integritas sektor publik. Instansi yang memiliki skor integr itas tertinggi tahun 2009 ada lah: 1. Departemen Pertanian 2. PT Pos Indonesia 3. PT Pertamina 4. BPOM 5. PT Jamsostek 6. Badan Akreditasi Neg ara 7. PT KBN 8. PT Angkasa Pura II 9. PT PELNI 10. Departemen Pendidika n Nasional 11. Perusahaan Gas Neg ara 12. BNP2 TKI 13. Kementerian Koordinat or Kesra 14. PT KAI 15. PT Asuransi Jasa Rah arja
an!
Lihat, Lawan, Lapork
si kasus korupsi? Menemukan indika uan Anda. tem Segera laporkan : ke ra ge Sampaikan se Korupsi (KPK) an tas an er mb Pe Komisi C1, Jakarta 12920 v. Ka Jl. HR Rasuna Said karta 10120 : Kotak Pos 575, Ja Surat k.g n@kp o.id Email : pengadua 0855.8.575.575 : 0811.959.575 atau SMS
39
CAKRAWALA
P
Sejarah panjang Perancis tak bisa dilepaskan dari guillotine. Semangatnya yang tak pandang bulu, sekarang melekat dalam pemberantasan korupsi negeri itu.
erancis adalah pusat sorot dunia. Berbagai gemerlap ada di sana. Bukan hanya sejarahnya yang amat mencekam termasuk dengan guillotine-nya yang terkenal itu, namun juga aroma parfumnya yang selalu tercium hingga seantero jagad. Begitupun dalam hal pemberantasan korupsi, Perancis tetap menjadi sorotan. Meski bukan yang terbaik, toh negara Uni Eropa itu selalu masuk dalam jajaran 20 besar negara terbersih di dunia. Apa rahasianya? Salah satunya karena prinsip pemisahan kekuasaan yang dianut negara itu, yang membuat kekuasaan kehakiman berdiri independen. Melalui prinsip ini, maka proses peradilan menjadi tak pandang bulu. Siapapun bisa dijerat ke pengadilan, tak peduli rakyat atau pejabat. Kondisi pemberantasan korupsi yang demikian itu tentu saja sangat kondusif bagi perekonomian negara tersebut. Investor tak lagi ragu menanamkan modalnya di sana dan pelaku ekonomi pun tak
Jacques Chirac
40
dibebani dengan berbagai biaya siluman yang tidak perlu. Akibatnya jelas, Perancis pun semakin kukuh menasbihkan diri sebagai salah satu negara dengan industri maju. Sekarang, Perancis dikenal sebagai pendiri Uni Eropa dan menempati peringkat ekonomi terbesar kelima menurut product domestic brutto (PDB) nominal. Proses hukum yang ditimpakan kepada mantan Presiden Jacques Chirac adalah contoh bahwa negara itu tak main-main. Tak peduli bahwa Chirac adalah mantan orang nomor satu di negara tersebut, dia tetap terancam berhadapan dengan sang pengadil atas dugaan korupsi yang dilakukannya. Begitulah. Chirac kini memang menghadapi langkah hukum atas dugaan korupsi yang dilakukannya semasa dia menjabat sebagai Wali Kota Paris. Pada 30 Oktober 2009, Chirac dituduh atas dugaan menggaji 12 staf fiktif, yang kemudian gaji tersebut dipergunakan untuk kepentingan partai politiknya. Penyalahgunaan dana publik dan pelanggaran kepercayaan yang berkaitan dengan pekerjaannya itu, diduga dilakukan Chirac antara 1992-1995. Jika di persidangan Chirac yang pernah menjabat sebagai presiden selama 12 tahun, terbukti bersalah, maka setidaknya dia harus menjalani hukuman kurungan maksimal 10 tahun penjara dan denda 150.000 Euro.
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
CAKRAWALA
Pendidikan Antikorupsi Keberhasilan Perancis memberantas korupsi memang layak diacungi jempol. Meski tingkat bebas korupsinya belum termasuk 10 besar dunia, toh apa yang dilakukan mereka layak dijadikan contoh. Perancis sadar bahwa bergantung pada upaya represif semata memang bukan langkah bijak. Pengadilan boleh saja tanpa pandang bulu, namun jika tidak dibarengi dengan langah-langkah preventif, maka semua itu akan sia-sia. Dan, salah satu langkah pencegahan yang dilakukan adalah melalui pendidikan gratis yang diberikan kepada warganya, yang di dalamnya juga disisipkan pendidikan antikorupsi. Memang, Perancis bukan negara yang imun dari virus korupsi. Namun, melalui sistem pendidikan tersebut, mereka mampu mengontrol perkembangbiakan dan mutasi virus korupsi sehingga tidak menjangkiti semua elemen bangsa dan negara, termasuk di dalamnya pendidikan itu sendiri. Adalah Julles Ferry, tokoh negeri tersebut yang layak dihargai karena jasajasanya. Mantan Menteri Pendidikan tersebut memiliki andil besar
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
karena sudah menerapkan dan meletakkan dasar kebijakan pendidikan gratis bagi warga negaranya. Ketika digulirkan pertama kali, kebijakan ini mampu meringankan beban masyarakat, dan membangun citra pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang wajib dinikmati masyarakat Perancis. Fenomena ini mampu menciptakan entitas masyarakat Perancis sebagai masyarakat cendekia, berintelektual, dan beradab. Dan, didukung penuh oleh kebijakan sistem seleksi ketat pada proses rekrutmen aparat pemerintahan, jadilah pendidikan gratis yang digulirkan sebagai amunisi ampuh dalam melawan korupsi. Mirip Indonesia Melihat pemberantasan korupsi di Perancis, rasanya kita semua sepakat bahwa ada kemiripan dengan Indonesia. Kecuali lembaga kehakiman yang terpisah dari kekuasaan pemerintah, sistem pemberantasan hukum Perancis sebenarnya memang memiliki beberapa kesamaan. Sama seperti Indonesia, mereka juga meratifikasi Konvensi PBB tentang Antikorupsi (United Nations Convention Against Corruption/UNCAC) ke dalam Undang-Undang No. 2005-743. Selain itu, negara ini juga memiliki lembaga antikorupsi yang juga independen, Central de Prevention de la Corruption, dan juga perangkat hukum
yang sama dengan Indonesia. Bahkan, KUHP yang menjadi roh UU Antikorupsi, juga nyaris serupa dengan perundangundangan pidana Perancis. Kesamaan itu semakin nyata, karena kemudian Perancis dipercaya untuk menjadi salah satu negara yang dimintai masukannya mengenai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Termasuk di antaranya adalah ketika mereka melakukan berbagai kajian juridis terhadap lahirnya UndangUndang Antikorupsi di Indonesia. Pemerintah Indonesia ketika itu beranggapan, sebagai induk dari penganut sistem Civil Law, Perancis dianggap sebagai mitra yang cocok bagi Indonesia yang juga menganut sistem Civil Law. Lantas, mengapa sampai sekarang korupsi masih juga menjamur di Indonesia? Bukankah sama seperti Perancis, Indonesia juga tak pandang bulu dalam upaya represif? Lihat saja, ada anggota DPR, menteri dan mantan menteri, serta pejabat tinggi lainnya diseret ke meja hijau atas tuduhan korupsi. Selain itu, sistem pendidikan gratis yang sudah diterapkan serta adanya mata ajaran antikorupsi yang mulai dilakukan di Indonesia, juga serupa dengan negara Uni Eropa tersebut. Kalau begitu, mengapa? Entahlah. Mungkin kita memang perlu belajar lebih banyak lagi.
41
Foto: sxc.hu
Ancaman ini, sama seperti ancaman yang dikenakan kepada para pelaku korupsi lain di negeri itu. Benar-benar tak pandang bulu, persis seperti guillotine.
TOKOH
R. Said Soekanto Tjokrodiatmodjo
Bapak Polisi Indonesia yang Jujur Hingga akhir hayatnya, dia hanya memiliki rumah sederhana di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan. Padahal, dia menjabat sebagai orang nomor satu di kepolisian selama 15 tahun.
P
ernah mendengar nama RS Sukanto? Belakangan, nama rumah sakit milik Polri yang terletak di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur, itu memang cukup dikenal. Tetapi, siapa sebenarnya Sukanto atau sesuai ejaan lama adalah Soekanto, yang namanya diabadikan menjadi rumah sakit tersebut? Ah, ternyata tak banyak yang tahu. Pria yang memiliki nama asli R. Said Soekanto Tjokrodiatmodjo itu, adalah Kepala Kepolisian Negara, sekarang disebut Kapolri, yang pertama di Indonesia. Pada masanya, banyak orang mengenalnya. Selain karena kala itu merupakan orang nomor satu di lembaga kepolisian, dia juga dikenal sebagai aparat penegak hukum yang bersih dan jujur. Ketika dia meninggal dunia pada 1993, banyak yang menangis dan
42
merasa kehilangan. Tidak hanya keluarga, mantan kolega, mantan rekan sejawat, namun juga kebanyakan masyarakat Indonesia. Mereka pada umumnya mengaku kehilangan sosok pejabat yang amat berintegritas, sosok yang amat langka di era belakangan ini. Bahkan, mantan Kapolri periode 1968-1971, Hoegeng Iman Santoso, yang juga dikenal sebagai polisi bersih pun mengagumi Soekanto. Ketika hadir dalam pemakaman, Hoegeng mengatakan bahwa Soekanto merupakan sosok teladan. Dia, kata Hoegeng, meletakkan jiwa kepolisian bahwa polisi harus jujur dan mengabdi masyarakat. Menurut Hoegeng, “Tanpa Pak Kanto, polisi sudah berantakan,” katanya sebagaimana dikutip Kompas. Begitulah sosok Soekanto yang amat dikagumi. Ketika tembakan salvo meletus memecah keheningan di TPU Tanah Kusir saat itu, beberapa pengunjung terlihat menahan tangis. Tatkala bendera merah-putih yang menyelubungi peti mati dipegang empat perwira tinggi dari AD, AL, AU, dan Polri pelan-pelan diangkat, tangisan mereka pun pecah. Dan, ketika tepat pukul 13.08 kala itu jenazah yang terbungkus kain kafan putih dalam peti, dipindahkan ke liang kubur dan akhirnya bersatu dengan tanah merah, Indonesia seperti
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
TOKOH
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
mendirikan Akademi Polisi di Mertoyudan dan akhirnya menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jakarta. Ide dasar lembaga pendidikan polisi ini untuk menciptakan polisi yang pandai, modern, tanggap pada kemajuan zaman. Selain itu, Soekanto memprakarsai pembentukan Brigade Mobil (Brimob), pasukan khusus Polri dan mendirikan pusat pendidikan Brimob di Porong, serta Satuan Polisi Perairan dan Udara. Salah satu kasus besar yang pernah diungkapnya adalah jatuhnya pesawat RRC, Kashmir Princess di Natuna, masa Afro-Asia. Pembangunan Gedung Mabes Polri yang diresmikan 1952 adalah prakarsa Soekanto. Gedung yang hingga sekarang berada di Jl. Trunojoyo, Jakarta Selatan, itu merupakan gedung dengan kerangka besi pertama di Indonesia. Selain itu, dia juga memprakarsai pembangunan Wisma Bhayangkari dan rumah dinas KKN. Motto Polri, “Tri Brata dan Catur Prasetya”, yang diciptakan Prof. Djoko Sutono SH, digunakan dan diresmikan tahun 1955 ketika Soekanto menjadi Kepala Kepolisian Negara. Soekanto memang sosok pejabat yang layak dijadikan teladan. Sebagaimana pernah disampaikan mantan Deops Kapolri, Koesparmono Irsan, bahwa dia mengenal Soekanto dari ayahnya yang juga polisi. “Dari cerita ayah,“ kata Koesparmono, “Pak Kanto orangnya lurus, selalu berpegang pada aturan yang ada. Beliau tak suka bermewahmewah, kejiwaannya dalam sekali.” Sungguh, Indonesia begitu merindukan sosok seperti dia.
Foto-foto: Integrito
kehilangan sosok yang sangat bersahaja. Soekanto memang potret polisi langka untuk ukuran masa kini. Ketika menjabat orang nomor satu di institusi kepolisian, 1945-1959, dia dikenal sebagai orang jujur dan sederhana. Bahkan sampai akhir hayatnya pun, peletak dasar-dasar kepolisian ini hanya memiliki sebuah rumah sederhana di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ketika pensiun, Soekanto bahkan tinggal di rumah sewa di Jl. Pegangsaan Timur No. 43, Jakarta Pusat. Tidak hanya itu. Bahkan sebelum mengembuskan nafas terakhir, Soekanto pun berwasiat, memilih dimakamkan di Tanah Kusir ketimbang Taman Makam Pahlawan Kalibata meski sebenarnya berhak dimakamkan di sana karena memiliki Bintang Mahaputra Adiprana kelas II. Mantan Kapolri, Awaloeddin Djamin, pernah mengatakan, Soekanto adalah orang paling sederhana. Meski menjadi pejabat, dia tidak pernah neko-neko dan mengutamakan pengabdian kepada negara di atas segalanya. Lihatlah ketika meninggal, kata Awaloeddin, dia tidak punya apa-apa. Padahal ia berkuasa sebagai Kepala Kepolisian Negara selama 15 tahun. “Dia tak ada duanya. Disegani dan memiliki kharisma yang besar terhadap semua jajaran Polri. Soekanto pantas disebut sebagai Bapak Kepolisian Indonesia,” ujar Awaloeddin, yang pernah menjadi sekretaris Soekanto pada 1955-1959. Bersama-sama dengan Prof. Djoko Soetono SH, Prof Supomo, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Soekanto
43
Buah Simalakama Rp13 Triliun Seorang petani dari Parepare memberi banyak pelajaran tentang integritas. Hikmah tiada ternilai.
P
ernah membayangkan uang Rp13 triliun? Jika dijajar memanjang, maka uang sebanyak itu akan 18 kali lebih panjang dari jarak antara Anyer-Panarukan, jalanan yang dibuat Daendles melalui kerja paksanya saat era kolonial Belanda. Luar biasa, bukan? Ya, tentu saja luar biasa. Dan, jika saja ada seseorang yang tiba-tiba mendapatkan uang tersebut dalam saldo rekeningnya, apa yang akan dilakukan? Takut, gembira, tak percaya, atau apa? Entahlah... Yang jelas, H. Alimin, seorang petani di Parepare, sudah pernah mengalami hal itu. Ini bukan mimpi atau khayalan semata, namun memang benar-benar terjadi. Beberapa waktu lalu, Alimin ‘menemukan‘ bahwa saldonya di bank bertambah sebesar Rp13 triliun atau hampir dua
44
kali lipat dibandingkan dana talangan Bank Century yang menghebohkan itu. “Ini buktinya.” kata H. Alimin sambil memperlihatkan buku rekeningnya kepada Fajar dan Tribun Timur. Alimin tentu mengaku kaget bukan kepalang, karena awalnya saldonya hanya Rp5,7 juta. Sebagai petani lugu, berbagai perasaan berkecamuk dalam dadanya saat itu. Bukan hanya kaget, dia pun takut tak terkira. Mengapa? Bersama keluarganya, Alimin takut bahwa itu dana teroris atau dana yang nyasar. Mereka khawatir, uang tersebut kelak akan berdampak hukum kepada Alimin. Pada akhirnya, Alimin melaporkan hal tersebut ke pihak Bank Mandiri dan Polresta Parepare. Namun anehnya, setelah itu dia justru mendapatkan adanya berbagai transaksi yang aneh pada rekeningnya.
Menurutnya, mula-mula dana Rp13 triliun tercatat tanggal 2 November 2008 dengan kode transaksi lain-lain. Pada hari yang sama, dana justru minus Rp9 triliun. Bukan hanya aneh, namun dia pun tidak bisa menarik uangnya sendiri. “Saya kecewa karena uang di tabungan saya bisa keluar tanpa sepengetahuan dan tanda tangan pemilik buku. Apalagi, saya kelihatannya dibuat berutang Rp9 triliun. Bagaimana cara saya membayarnya?” tuturnya. Apapun, ini memang pelajaran bagi kita semua, terutama dari persoalan integritas. Lihat saja Alimin. Dia justru takut ketika melihat saldonya bertambah begitu banyak karena dia tahu bahwa uang itu bukan miliknya. Bagaimana dengan kita?
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Foto: matanews com
MOZAIK
RESENSI
Buku ini bisa dibaca di Perpustakaan KPK
Mengatasi Jerat Konflik Kepentingan Pemahaman yang tidak seragam mengenai konflik kepentingan menimbulkan penafsiran yang beragam dan berpengaruh terhadap performa kinerja penyelenggara negara. Perlu panduan yang jelas agar tidak terjerumus ke dalam tindak pidana korupsi.
S
alah satu faktor pendorong terjadinya tindak pidana korupsi adalah konflik kepentingan (conflict of interest). Konflik kepentingan seperti hubungan afiliasi antara seorang penyelenggara negara yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa dengan calon rekanan atau situasi ketika seorang penyelenggara negara hendak mengambil keputusan terkait dengan sebuah lembaga di mana pejabat tersebut memiliki rangkap jabatan di lembaga tersebut adalah contoh situasi yang sering dihadapi. Situasi tersebut berpotensi mempengaruhi kualitas keputusan yang diambil oleh penyelenggara negara yang bersangkutan dan dapat mendorong terjadinya tindak pidana korupsi. Namun demikian, pengertian dan definisi konflik kepentingan masih menjadi diskusi dan polemik di dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Belum adanya pengertian dan definisi tentang konflik kepentingan menjadi alasan dibuatnya sebuah panduan yang memadai dalam menangani konflik kepentingan ini. Panduan ini diharapkan dapat membantu penyelenggara negara dan institusinya dalam menangani konflik kepentingan, khususnya untuk mencegah penyelenggara negara terjerumus ke dalam tindak pidana
korupsi. Panduan penanganan konflik kepentingan ini mencakup pemahaman dan identifikasi situasi konflik kepentingan, baik sumber, jenis, dan siapa saja yang berpotensi mengalami konflik kepentingan. Lebih lanjut, panduan ini juga memberikan prinsip-prinsip dasar yang dapat digunakan dalam penyusunan kerangka kebijakan, identifikasi konflik kepentingan yang ada, strategi dan prosedur serta implementasi penanganan konflik kepentingan tersebut. Selain untuk mempermudah pemahaman tentang konflik kepentingan, panduan ini juga dilengkapi dengan contoh ilustrasi kasus-kasus konflik kepentingan dan penanganannya. Agar lebih dimengerti, buku ini disusun dalam gaya bahasa ringan dan dalam bentuk poin-poin yang sistematis. Sedangkan pembahasan mengenai contoh-contoh konflik kepentingan, selain disajikan dalam bentuk contoh kasus per kasus secara detail, juga dilengkapi dengan tanyajawab atas permasalahan yang ada, agar pembaca lebih mudah memahami substansinya secara praktis. Melalui penyajian seperti itu, diharapkan tujuan penerbitan buku ini bisa tercapai. Yaitu, pertama, menyediakan acuan
kerangka bagi penyelenggara negara untuk mengenal, mengatasi, dan menangani konflik kepentingan. Kedua, menciptakan budaya pelayanan publik yang dapat menangani situasi-situasi konflik kepentingan secara transparan dan efisien, tanpa mengurangi kinerja penyelenggara negara yang bersangkutan. Dan ketiga, mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di kalangan penyelenggara negara. Semoga penyelenggara negara kian memahami konflik kepentingan dan bahaya yang diakibatkannya. Dengan begitu, maka diharapkan juga bisa membantu upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
JUDUL BUKU : Panduan Penanganan Konflik Kepentingan bagi Penyelenggara Negara TEBAL : 80 halaman + vi PENERBIT : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
45
KAVELING C-1
46
korupsi memang perlu ditumbuhkan. Dalam kajian ilmu politik dikenal dua macam partisipasi, yakni partisipasi aktif dan partisipasi tidak aktif atau mobilisasi. Menurut Huntington, meskipun kedua partisipasi ini dianggap mempunyai efek yang sama, secara konseptual dan dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia mempunyai pengertian dan dampak yang berbeda. Mobilisasi dan partisipasi aktif mempunyai persamaan dalam kegiatan, namun mempunyai latar belakang dan faktor penggerak yang berbeda. Mobilisasi dapat berlangsung dalam waktu singkat, tetapi tidak mungkin
Foto: sxc.hu
P
emberantasan korupsi tidak dapat dilakukan hanya dengan satu pendekatan atau dengan strategi tunggal meskipun strategi tersebut dapat dipandang sebagai cara yang paling ampuh. Untuk itu, sejak KPK didirikan, melalui Pasal 6 UU No. 30 tahun 2002 telah ditetapkan lima tugas pokok yang harus dilakukan oleh KPK dalam menjalankan fungsi pemberantasan korupsi. Kelima tugas itu adalah (1) koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (2), supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (3) melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; (4) melakukan tindakantindakan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi; dan (5) melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Peran masyarakat dalam mendukung tugas KPK tersebut sangat besar, terutama terkait dengan tugas dalam rangka pencegahan terhadap tindak pidana korupsi. Tanpa dukungan dan partisipasi aktif masyarakat, sulit dibayangkan upaya untuk membersihkan masyarakat dari kejahatan yang telah berlangsung lama dan berakar jauh dalam masyarakat itu akan sukses. Itu sebabnya, kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pemberantasan tindak pidana
berakar atau berlangsung dalam waktu yang lama, kecuali jika dalam proses mobilisasi yang berlangsung terjadi transformasi kesadaran dari masyarakat sehingga proses mobilisasi tersebut bertukar bentuk menjadi partisipasi aktif. Partisipasi aktif berlandaskan pada kesadaran yang mendalam dan adanya kesempatan yang terbuka untuk berpartisipasi. Oleh karena itu, partisipasi aktif lebih dikenal dalam sistem demokrasi, sebaliknya dalam sistem otoriter lebih dikenal mobilisasi. Landasan selanjutnya adalah adanya kemampuan (capacity) untuk melakukan partisipasi, yakni pengetahuan dan kesanggupan untuk melakukan aktivitas yang diperlukan dan secara sadar dapat mengarahkannya bagi kemanfaatan masyarakat. Untuk itu, beberapa upaya yang diperlukan antara lain adalah, pertama, menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi terhadap kehidupan. Ini antara lain dapat dilaksanakan melalui pelatihan untuk memahami dan mampu menghindarkan diri dari bahaya korupsi. Kedua, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi melalui pembinaan organisasi sosial kemasyarakatan. Ketiga, membina hubungan akrab untuk lebih memahami kondisi dan permasalahan masyarakat. Dan, keempat, membina organisasi dan kegiatan perekonomian rakyat, baik yang ada di desa-desa maupun di kalangan kaum dhuafa di kota-kota.
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
Jangan menutup mata jika Anda mengetahui Ayah atau anggota keluarga lainnya melakukan tindak korupsi. Koruptor tetaplah Koruptor. Laporkan segera ke Komisi Pemberantasan Korupsi !! EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
47 (Peserta lomba poster KPK)
48
EDISI 13/TH.IV/JANUARI-FEBRUARI 2010
(Peserta lomba poster KPK)