i t e n a s
S e mi na rNa s i ona l XI VRe k a y a s ada nApl i k a s i T e k ni kMe s i ndi I ndus t r i
ISBN 978-602-74127-0-5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Itenas, Bandung, 1-2 Desember 2015 Editor : Ali, M.T. Marsono, M.T. M. Ridwan, M.T. Liman Hartawan, M.T. Tito Shantika, M.Eng.
Pengarah & Reviewer : Ir. Syahril Sayuti, M.T. Dr. Agus Hermanto, Ir. Ir. Encu Saefudin, M.T. Dr. Meilinda Nurbasari Iwan Agustiawan, M.T. Dr. Tarsisius Kristyadi Dr. Dani Rusirawan Dr.-Ing. M. Alexin Putra
Desain Sampul Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri : Muhammad Ridwan, M.T.
ISSN 1693-3168 ISBN 978-602-74127-0-5 Cetakan Pertama, Februari 2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip, memperbanyak atau menterjemahkan sebagian atau seluruh isi buku tanpa seijin dari Jurusan Teknik Mesin, ITENAS
PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullah wabarrakatuh, Pertama-tama marilah kita panjatkan Puji Syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas izin dan karunia-Nya kita dapat bertemu dan bersilaturahmi dalam seminar di kampus ItenasBandung. Semoga seminar ini dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuannya Seminar ini merupakan agenda tahunan civitas akademika Jurusan Teknik Mesin, FTIITENAS, yang sudah dimulai sejak tahun 2002. Seminar ini diharapkan menjadi forum diskusi dan tukar informasi kegiatan studi dan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari perguruan tinggi (dosen dan mahasiswa), instansi maupun praktisi industri, khususnya yang terkait dengan bidang teknik mesin, sehingga dapat meningkatkan sinergi diantara keduanya. Pada seminar kali ini, penyelenggaran melibatkan LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat)-Itenas. Panitia telah berhasil menghimpun 22 makalah untuk seminar Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri. Makalah dikelompokkan kedalam lima sub topik yaitu Teknologi Konversi Energi (TKE), Teknologi Bahan dan Material Komposit (TBMK), Teknologi Perancangan dan Pengembangan Produk (TPPP), Teknologi Manufaktur dan Metrologi (TMM), Teknologi Sistem Kendali dan Pemrosesan Sinyal (TSKPS), dan Topik Lain-Lain (TLL). Dalam kesempatan ini, perkenankan kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh penyaji makalah, peserta, civitas akademika Jurusan Teknik Mesin, FTI-ITENAS, dan semua pihak yang telah berpartisipasi aktif sehingga seminar ini dapat terselenggara. Semoga kerjasama yang telah kita bangun selama ini dapat terus ditingkatkan dimasa-masa mendatang. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan. Akhir kata kami mengucapkan selamat mengikuti seminar, semoga semua gagasan dan pikiran yang berkembang selama seminar ini dapat tercatat sebagai sumbangsih yang bermanfaat untuk kejayaan bangsa dan negara kita. Wabillahi taufiq walhidayah, Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh Bandung, Februari 2016 Jurusan Teknik Mesin, FTI-ITENAS
Liman Hartawan, MT. Ketua Program Studi Sarjana
TOPIK MAKALAH : TEKNOLOGI PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK (TPPP)
SEMINAR NASIONAL XIV REKAYASA DAN APLIKASI TEKNIK MESIN DI INDUSTRI
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Simulasi Perancangan Sistem Saluran dan Penambah Coran Body Cones Menggunakan Perangkat Lunak Magmasoft Roni Kusnowo Staf Pengajar Teknik Pengecoran Logam Politeknik Manufaktur Bandung Jl. Kanayakan 21 Dago Bandung 40135. Email :
[email protected]
Abstrak Body cones merupakan produk cor yang dibuat untuk komponen unit pengolahan semen. Produk body cones merupakan produk impor dan di Indonesia belum ada yang berhasil memasok kebutuhan komponen tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan produk coran body cones melalui simulasi perancangan yang dapat menghasilkan produk coran yang bebas dari cacat. Beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu perhitungan sistem saluran dan penambah serta simulasi perancangan menggunakan perangkat lunak magmasoft sebagai alat bantu dalam memodelkan proses pengecoran logam, sebelum proses pengecoran logam yang sebenarnya dilakukan, sehingga dapat mengurangi resiko kegagalan. Selain itu simulasi magmasoft dapat memprediksi temperatur pembekuan, kecepatan pendinginan, daerah terpanas, dan porositas yang terjadi akan terlihat dari simulasi ini, sehingga kan mengurangi proses trial and error di lapangan. Hasil simulasi dengan perangkat lunak magmasoft menunjukkan perancangan sistem saluran dan penambah top ingate lebih efektif untuk menghasilkan produk lebih baik dengan tingkat porositas lebih kecil.Dan berdasarkan perhitungan sistem saluran dihasilkan dimensi saluran terak 86x115 mm, saluran masuk 25x100 mm, saluran turun diameter 78 mm, dan menggunakan 8 penambah atas dengan diameter 100 mm. Kata-kata kunci : Body Cones, Perancangan coran, Perangkat Lunak Magmasoft 1. Pendahuluan Perkembangan teknologi pengecoran logam sekarang ini semakin pesat, hal ini didorong oleh kebutuhan pasokan komponen mesin dalam negeri yang meningkat. Beberapa produk komponen mesin ini dapat dibuat dengan proses pengecoran. Proses pengecoran sendiri terdiri dari beberapa tahap, dimulai dari perancangan coran, perancangan pola, pembuatan pola, pembuatan cetakan, pembuatan inti, proses penuangan, proses pembongkaran dan proses fettling [1]. Salah satu komponen mesin pengelohan semen adalah body cones. Untuk pembuatan coran body cones, peneliti menggunakan perangkat lunak magmasoft untuk membantu proses perancangan coran sebelum realisasi produksi dimulai. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan produk coran body cones melalui simulasi perancangan yang dapat menghasilkan produk coran yang bebas dari cacat. Beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu perhitungan sistem saluran dan penambah serta simulasi menggunakan perangkat lunak magmasoft sebagai alat bantu dalam memodelkan proses pengecoran logam, sebelum proses pengecoran logam yang sebenarnya dilakukan, sehingga dapat mengurangi resiko kegagalan. 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Perancangan Coran Sebelum proses pembuatan benda coran diperlukan perancangan coran yang bertujuan untuk menghasilkan benda tanpa cacat tuang seperti tuntutannya, disamping itu perancangan juga akan memberikan kemudahan dan keseragaman dalam pembuatan benda coran. 2.2 Kecepatan pendinginan dan perhitungan modul Laju pendinginan coran atau waktu pembekuan tergantung dari sifat termal cetakan, temperatur
TPPP | 1
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
penuangan juga bentuk dan dimensi coran. Dengan mengasumsikan sifat termal cetakan dan temperatur penuangan konstan, laju pendingan hanya tergantung pada bentuk dan dimensi coran. Efek dimensi dijabarkan dengan modulus. Modulus adalah perbandingan dari volume terhadap luas permukaan pendinginan [2]. (1) 2.3 Modulus untuk benda bentuk sederhana Untuk bentuk-bentuk sederhana dirumuskan menjadi sebagai berikut : (2) (3)
(4)
(5)
(6)
Untuk benda yang mendekati bentuk batang, rumusan modul menjadi : (7) 2.4 Penambah Penyusutan cair dan kristalisasi menyebabkan sebuah rongga, penyusutan ini dapat ditemui berupa cekungan pada benda atau rongga susut dalam benda. Rongga susut biasanya baru terlihat setelah benda tersebut mengalami proses permesinan. Untuk menghindari hal tersebut, diperlukan suatu pasokan cairan tambahan. Cairan tambahan ini akan mengisi rongga-rongga yang terjadi karena penyusutan. Cairan tambahan ini ditempatkan pada penambah (riser). Saluran penambah merupakan system saluran yang berfungsi menambah oleh karena itu ukuran harus besar sehingga efisiensi penambah dapat diharapkan [3]. Penambah harus tetap dalam keadaan cair selama proses pemadatan pada benda berlangsung. Dengan kata lain penambah harus mempunyai modulus yang lebih besar daripada benda. Suatu sistem penambah terdiri dari penambah dan leher penambah. Leher penambah merupakan saluran penghubung antara penambah dan benda coran. Pendinginan yang terjadi diatur sedemikian
TPPP | 2
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
rupa sehingga berurutan sebagai berikut: benda coran, leher penambah, penambah. Sesuai dengan urutan pembekuan, maka modulus diatur: 1 1,1 1,2 2.5Perhitungan Penambah 2.5.1 Perbandingan Modul 1 1,1 1,2 2.5.2 Penentuan diameter penambah Tabel 1. Tipe penambah Volume Tipe Diameter Penambah penambah 1 D = 5,98 . Mp V = 1,06 . D3 2 D = 4,91 . Mp V = 1,16 . D3 3 D = 4,53 . Mp V = 1,04 . D3
2.5.3 Ukuran leher penambah 4. Dlp : Diameter leher penambah / bentuk bujur sangkar leher penambah. eff : Effisiensi area lepas panas pada leher penambah 2.6 Perangkat Lunak Magmasoft Perangkat Lunak magmasoft merupakan salah satu program simulasi untuk menganalisa panas yang terjadi pada coran. Dimulai dari proses penuangan dimana cairan masuk kedalam cetakan sampai coran tersebut membeku. Dari program ini dapat dianalisa hasil penuangan dan hasil pembekuan [4]. 3. Perancangan Coran 3.1 Penggambaran 3D Body Cones Penggambaran bisa dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak magmasoft sendiri atau menggunakan program penggambaran CAD yang lain dengan mentransfer menggunakan format STL file ke program magmasoft.
Gambar 1. Gambar 3D Body Cones
TPPP | 3
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
3.2 Perhitungan berat Dari gambar 3D Solidworks, dengan
7,8
⁄
, dihasilkan berat benda = 856 Kg.
3.3 Perhitungan Modul Perhitungan dilakukan dengan tujuan menentukan letak paling panas pada coran, menentukan urutan pembekuan, menentukan besar penambah, menentukan letak penambah, dan menentukan jumlah penambah. Perhitungan dilakukan pada bagian tengah dan samping benda.
Gambar 2. perhitungan modul body cones Untuk bagian tengah benda, modul1,
1,7
3.4 Perhitungan Penambah 1 1,1 1,2 Tabel 2. Perhitungan penambah Bagian Ring atas, M = 1,7 M leher penambah = 1,1 . 1,6 = 1,87 M penambah = 1,2 . 1,6 = 2,04 Penambah standar type II Dp = 4,91 . Mp Dp = 4,91 . 2,04 = 10,02 cm = 100 mm Volume penambah V = 1,16 . D3 [dm] V = 1,16 . 103 = 1,16 dm3 Ukuran leher penambah Dia = 7,48 cm 4. Simulasi Perancangan Menggunakan Perangkat Lunak Magmasoft 4.1 Perancangan ke-1 tanpa penambah dan sistem saluran Perancangan pertama dilakukan simulasi awal untuk mengetahui penyusutan dari produk. Dengan pertimbangan geometri, produk Body Cones ini memiliki dua kemungkinan umum dalam menetapkan saluran masuk cairan dalam gating system. Yang pertama adalah pengecoran dari atas (top ingate), dan yang kedua pengecoran dari bawah (bottom ingate).
TPPP | 4
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 3. Hasil simulasi dengan Top Ingate Berdasarkan hasil simulasi Gambar 3 tampak hasil simulasi perancangan top ingate didapatkan hasil porositas di bagian atas dan bawah produk. Daerah terpanas tampak pada ring bagian atas, ditunjukkan dengan warna kuning.
Gambar 4. Hasil simulasi dengan Bottom Ingate Pada Gambar 4 adalah hasil simulasi perancangan bottom ingate didapatkan hasil porositas di dua bagian, atas dan bawah serta di beberapa bagian dinding produk dimana distribusi porositas bagian bawah tidak teratur. Daerah terpanas tampak pada ring bagian atas, ditunjukkan dengan warna kuning. Dari hasil simulasi diatas, kedua pola penyusutan tersebut (top dan bottom), tampak perancangan dengan top ingate lebih baik. Hal ini berdasarkan porositas yang terjadi pada dua perancangan diatas. Porositas perancangan top ingate lebih sedikit dibandingkan dengan bottom ingate. 4.2 Perancangan ke-2, penggunaan penambah, eksotermic sleeves, dan chill Penggunaan chill pada perancangan ke-2 mempunyai tujuan supaya pembekuan terarah, dimulai dari bagian bawah yang bersinggungan langsung dengan chill ke arah penambah di bagian atas. Eksotermic sleeves digunakan pada seluruh penambah sebanyak 8 buah. Dari perancangan ke-2 dihasilkan distribusi temperatur saat pengecoran (filling process) selesai. Pada saat itu temperatur terendah ada pada daerah bawah yang bersinggungan langsung dengan chill, sekitar 454OC. Artinya, saat filling process berakhir, produk bagian bawah sudah membeku jauh di bawah solidus temperature.
TPPP | 5
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 5. Perancangan ke-2 menggunakan penambah dan chill
Gambar 6. Distribusi temperatur perancangan ke-2 Skala warna pada gambar 6 menunjukkan urutan temperatur yang sudah baik untuk sebuah casting design, dimana pembekuan terakhir hanya pada bagian penambah saja. Urutan pembekuan dimulai dari temperatur terendah ke temperatur yang lebih tinggi. Gambar 6 adalah irisan koordinat XZ, dilihat dari samping. Gambar tersebut menunjukkan arah pembekuan yang baik, setelah di pasangkan chill di bagian bawah. Urutan pembekuan dimulai dari nomor 1 (bagian paling dasar pada produk) hingga berakhir di nomor 8 (bagian penambah/riser). 4.3 Porositas Perancangan ke-2 telah menghasilkan sound casting (casting bebas rongga penyusutan). Tidak terjadi porositas pada seluruh badan produk yang dapat dilihat pada Gambar 7. Porositas terbentuk pada pembekuan terakhir, yaitu pada penambah. Seluruh sistem penambah berfungsi dengan baik.
TPPP | 6
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 7. Porositas rancangan ke-2 5. Kesimpulan Penggunaan perangkat lunak magmasoft sangat membantu dalam perancangan coran untuk mendapatkan hasil coran yang bagus tanpa harus uji coba secara langsung dibengkel, sehingga biaya produksi dapat ditekan. Dalam penelitian ini produk coran body cones yang beratnya 856 kg jika terjadi kegagalan dalam produksi maka biaya yang dikeluarkan akan sangat besar, sehingga kerugian juga menjadi besar.
Gambar 8a. Perancangan coran Body Cones (tampak samping)
TPPP | 7
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 8b. Perancangan coran Body Cones (tampak atas) Dari hasil simulasi menggunakan perangkat lunak magmasoft, rancangan coran untuk body cones terlihat pada gambar 8a dan 8b. Hasil simulasi dengan perangkat lunak magmasoft menunjukkan perancangan system saluran dan penambah top ingate lebih efektif untuk menghasilkan produk lebih baik dengan hasil porositas yang lebih kecil. Dan berdasarkan perhitungan sistem saluran dihasilkan dimensi saluran terak 86x115 mm, saluran masuk 25x100 mm, saluran turun diameter 78 mm, dan menggunakan 8 buah penambah atas dengan diameter 100 mm. Daftar Pustaka [1] Beeley, PR. 1972. Foundry Technology. Butterworth Scientific London. [2] R. Wlodawer. 1966. Directional Solidification of Steel Casting. Pergamon Press. [3] Surdia, T., dan Chiijiwa, K. 2000. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: PT Pradnya Paramita. [4] Magmasoft Training Manual, 2000.
TPPP | 8
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Perancangan Mekanisme Gerak Sayap Flapping Wing Micro Air Vehicle Syahril Sayuti Jurusan Teknik Mesin , Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Bandung J1. PHH. Mustafa No.23 Bandung 40124 e-mail :
[email protected]
Abstrak Micro Air Vehicle adalah perangkat terbang berukuran mikro, salah satu jenis MAV adalah Flapping Wing MAV(FW-MAV) yaitu pesawat dengan sayap yang mengepak seperti burung. Gerak mengepaknya sayap FW-MAVberasal dari gerak rotasi poros sebuah motor listrik. Penelitian ini bertujuan mendapatkan sebuah mekanisme yang dapat menghasilkan gerakan mengepak seperti gerakan sayap burung. Penelitian dimulai dengan membuat simulasi gerakan menggunakan perangkat lunak, membuat model mekanisme dan system transmisi roda gigi, optimalisasi gerakan yang dihasilkan sehingga didapat pola gerak yang dianggap dapat membangkitkan gaya angkat yang diinginkan. Kombinasi dimensi dan bentuk batang batang penggerak mekanisme ternyata dapat menghasilkan gerakan yang dianggap paling optimal yang siap dibuat menjadi sayap burung untuk diuji gaya angkatnya. . Kata-kata kunci : Gaya angkat, pola gerakan sayap, Flapping Wing - MAV 1. Pendahuluan Flapping Wingmerupakan objek penelitian yang masih tergolong muda dibandingkan Fixed Wing, oleh sebab itu Teori, Data dan Cara Cara untuk membuat Flapping Wing relative belum berkembang sehingga perancang harus mengembangkan sendiri dengan cara iterasi dan eksperimental. Hal ini berbeda sekali dengan Fixed Wing maupun Rotary Wing yang sudah lebih dahulu dikembangkan sehingga semua data dan teori yang diperlukan untuk merancang dan membuatnya sudah banyak tersedia atau ditemukan, malahan banyak yang sudah distandarkan. Sayap Flapping Wing yang mengepak layaknya burung sehingga bentuknya menyerupai burung, ukurannya yang relative kecil dan suaranya yang relative pelan sebab hanya bersumber pada suara gesekan roda gigi transmisinya menjadikan Flapping Wing mudah berkamuflase seperti seekor burung sehingga sangat cocok dijadikan sebagai alat pendataan (surveyor) maupun sebagai pengintai (espionage).
Gambar 1 Flapping Wing yang ada saat ini
TPPP | 9
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Flapping Wing tidak butuh landasan pacu (runaway) untuk terbang maupun mendarat, Flapping Wing dapat bermanuver lebih baik dibandingkan dengan Fixed Wing dan terbang dengan kecepatan terbang yang lebih rendah dibandingkan Fixed Wing sehingga menjadikan Flapping Wing sangat andal dimedan yang sulit dan relative sempit. Dalam penelitian ini Flapping wing yang dikembangkan adalah jenis yang sayapnya terdiri dari dua bagian, yang mengepak seperti seekor burung elang, bentuk dan ukurannya cukup besar rentang sayapnya berkisar antara 1,5 sampai 2 meter. Penelitian ini adalah tahap awal dari sebuah penelitian mengenai Flapping wing yang mempunyai tujuan akhir untuk mengembangkan sebuah Flapping Wing berbentuk burung yang dapat digunakan untukkepentingan pemetaan (surveyor) dan pengintaian (espionage). Untuk tahap awal ini,ada dua tujuan yang hendak dicapai antara lain, merancang suatu system kinematika yang menghasilkan gerak kepakan sayap dan merancang system transmisi yang dapat memberikan frekuensi gerakan sayap burung sesuai yang diinginkan. 2. Pembangkitan Gaya (Forces Generating) Suatu mekanisme terbang dipengaruhi oleh beberapa gaya seperti terlihat pada gambar berikut :
a.
Fixed Wing1b. Flapping Wing2
Gambar 2 - Gaya gaya yang mempengaruhi benda terbang Lift,L Thrust, T Weight, W Drag, D
adalah gaya angkat yang berfungsi membuat suatu mekanisme melayang atau terangkat. adalah gaya yang mendorong mekanisme tersebut agar bergerak maju. adalah jumlah gaya berat seluruh komponen beserta muatannya yang arahnya selalu kebawah. adalah gaya hambatan yang menahan pesawat agar tidak bergerak maju, gaya ini hanya timbul akibat bergeraknya pesawat.
TPPP | 10
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 3 Lift Generating pada Fixed Wing3 Pada mekanisme Fixed Wing seperti pesawat terbang, gaya angkat - Lift dihasilkan dari sayap yang berpenampang berupa airfoil sedemikian rupa sehingga ketika dilewati oleh udara yang bergerak dengan kecepatan tinggi akan menimbulkan perbedaan tekanan udara, pada bagian bawah sayap mempunyai tekanan udara lebih tinggi dibanding bagian atas sayap. Perbedaan Tekanan ini berbanding lurus dengan kecepatan relative angin terhadap sayap, makin besar kecepatan relative maka makin besar pula perbedaan tekanannya sehingga makin besar pula gaya angkatnya3. Inilah sebabnya kenapa pesawat terbang tidak bisa terbang dengan kecepatan rendah. Gaya dorong - Thrust, dihasilkan oleh gerak baling baling pesawat atau oleh turbin gas, sedangkan Gaya hambat - Drag adalah gaya yang menimbulkan hambatan bagi gerak maju pesawat yang berbanding lurus dengan luas penampang pesawat yang akan menembus udara, sehingga semakin gemuk bodi pesawat maka akan semakin besarlah Dragnya. Terakhir adalah gaya berat yang berasal dari berat keseluruhan pesawat termasuk didalamnya berat penumpang dan muatan lainnya. Pada Flapping Wing, gaya angkat dan gaya dorong dihasilkan sekaligus oleh gerakan mengepaknya sayap. Gaya angkat hanya dihasilkan saat sayap melakukan gerakan kebawah (down stroke) sedangkan pada saat sayap melakukan gerak keatas (Up Stroke) tidak menghasilkan gaya angkat. Gaya dorong dihasilkan saat gerakan keatas maupun saat gerak sayap kebawah. Besarnya gaya angkat berbanding lurus dengan luas permukaan sayap yang menekan udara atau permukaan yang menghadap kebawah7. Oleh sebab itu mekanisme gerak yang baik adalah mekanisme yang saat down stroke memberikan luas permukaan sebesar mungkin dan saat up stroke sekecil mungkin. Hal ini dapat diamati ketika gerakan yang dihasilkan oleh mekanisme diamat melalui video dengan gerakan lambat atau saat video simulasi yang gerakannya diperlambat. 3. Mekanisme Gerak Sayap Dari penelitian yang telah dilakukan oleh banyak pihak sebelum ini ada beberapa mekanisme gerak kepakan sayap antara lain : a. Gerak sayap serangga, Insect Pada mekanisme ini, gaya lift yang ditimbulkan sangat mengandalkan kecepatan gerak kepakan sayap sebab sayap berukuran kecil sehingga luas penghasil gaya angkat juga kecil. Oleh sebab itu frakuensi kapakan sayap harus sangat tinggi. Umumnya diatas 50 hz. Pada gambar 4 dapat dilihat gerak rotasi motor dengan mekanisne empat batang (four bar linkage) langsung dihubungkan ke batang penggerak sayap sehingga ratio penurunan kecepatan putar dari motor ke sayap rendah yang berakibat frekuensi kepakan sayap menjadi tinggi.
TPPP | 11
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
b.
Gambar 4. Mekanisme sayap Insect5 Gerak sayap capung, kupu kupu dan sejenisnya, Butterfly Mekanisme gerak sayap pada sayap kupu kupu sebenarnya hampir mirip dengan insect tetapi ukurannya relative lebih besar seperti terlihat pada gambar 5 berikut.
5(a)
5(b)
5(c) Gambar 5. Mekanisme sayap Capung6 Terlihat sayap masih merupakan satu batang gerak mengepak masih terhubung langsung pada motor. Untuk ukuran yang cukup besar mekanisme gerak sayap kadang sudah dilakukan peningkatan ratio penurunan kecepatan putar sehingga frekuensi gerak sayap tidak setinggi frekuensi gerak sayap insect.
TPPP | 12
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
c.
Gerak sayap burung, Bird
Gambar 6. Sayap Burung yang terdiri dari dua bagian7 Pada gambar diatas terlihat bahwa satu sisi sayap burung terdiri dari dua bagian yang disebut inner wing dan outer wing. Inner wing untuk gerak relative penghasil lift dan outer wing melakukan gerak mengepak yang akan menghasilkan gaya dorong. Ukuran sayap lebih besar disebabkan oleh berat burung yang lebih besar pula dibandingkan dengan dua jenis terdahulu sehingga frekuensi gerakan sayap tidak boleh terlalu tinggi sebab akan cepat menimbulkan kelelahan pada burung atau memperpendek umur baterai pada robot burung. Penelitian saat ini adalah menemukan mekanisme dan system transmisi gerak sayap yang berjenis sayap burung atau Bird Flapping wing. 4. Metodologi Penelitian Penelitian ini dimulai dari inventarisasi ide dengan mengacu pada penelitian mengenai Flapping wing yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Sumber lain berupa buku dan tulisan tulisan ilmiah seperti proceding dan jurnal serta mengamati langsung fenomena alam yaitu cara burung merpati dan burung elang terbang menjadi inspirasi ketika merumuskan kepakan sayap. Cara mengepaknya sayap diamati dari video burung terbang, antara lain video burung elang, burung bangau, angsa dan burung seagull. Dari inventarisasi data maka dibuat kemudian simulasi gerak mengepak menggunakan model model tiruan yang mana proses iterasi bentuk dan gerak dibantu dengan perangkat lunak Forces Effect Motion agar tidak terlalu banyak tenaga dikeluarkan untuk membuat model. Forces Effect Motion adalah perangkat lunak yang masih merupakan keluarga autodesk, penggunaannya sangat mudah dan sederhana dapat dilakukan menggunakan perangkat handphone Android namun sangat terbatas kemampuannya. Untuk simulasi dengan sistem yang sudah besar maka tidak dapat lagi menggunakan Forces Effect Motion sehingga proses iterasi selanjutnya menggunakan perangkat lunak Autodesk Inventor atau sering disingkat Inventor saja. Dengan inventor simulasi terlihat lebih realistik dengan dimensi dimensi yang lebih teliti sehingga hasil simulasi dengan inventor ini dibuatkan model nyatanya yang kemudian diamati dan diuji. Perancangan system transmisi diawali dengan simulasi menggunakan Inventor lalu dibuat model nyatanya menggunakan rangkaian roda gigi untuk digabungkan model mekanisme diuji gerak sehingga didapat hasil uji yang sudah mendekati gerak sayap burung sesungguhnya. 5. Hasil dan Pembahasan 5.a. Pembuatan mekanisme gerak
TPPP | 13
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Dengan membaca berbagai literatur yang berhubungan dengan topik penelitian serta mengamati kepakan sayap burung baik dialam nyata maupun yang melalui video maka dibuatlah mekanisme gerakan sayap burung dalam bentuk model seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Model Simulasi Gerak Gambar 7. adalah model generasi pertama yang dibuat, model dibuat menggunakan kayu dan sambungan paku payung yang ditempelkan pada sebuah alas papan. Model digerak gerakan secara cepat dan juga secara perlahan lahan agar dapat diamati setiap tahap gerakan sayap. Hasil Pengamatan model generasi pertama : ‐ sayap sudah bergerak naik turun seperti mengepaknya sayap burung namun ternyata pengamatan menunjukkan gerak naik (up stroke) dan gerak turun kecepatannya tetap sama. Sedangkan yang diharapkan agar kecepatan naik lebih tinggi dibanding kecepatan turun sebab kepakan naik menyebabkan burung turun atau jatuh oleh sebab itu waktu untuk gerakan naik harus sesingkat mungkin atau kecepatan naik harus sebesar mungkin. ‐ Waktu bergerak turun permukaan sayap yang terkembang masih kecil sebab sayap tidak sempat mengembang dengan sempurna. ‐ Sewaktu melakukan gerak naik maupun turun dengan kecepatan yang cukup tinggi mekanisme menunjukkan gerak yang tidak terarah sehingga berpotensi gerakan menjadi macet. Belajar dari generasi pertama maka dilakukan lagi inventarisasi ide melalui pengamatan dan penelusuran sumber sumber yang dapat memberi inspirasi model mekanisme yang dianggap dapat memberikan hasil yang lebih baik. Hasil dari inventarisasi ide berikutnya menghasilkan model yang coba disimulasikan menggunakan Forces Effect Motion dan dilanjutkan dengan simulasi menggunakan inventor. Setelah melakukan proses trial dan error berulang kali dalam mendesain mekanisme kemudian dilakukan proses simulasi dengan berbagai variasi maka didapat mekanisme seperti pada Gambar 8. Yang merupakan Generasi kedua dari mekanisme Flapping Wing.
Gambar 8(a) Simulasi Gerak Forces Effect
Gambar 8(b) Simulasi Inventor
TPPP | 14
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 9. Model Sayap dan Sistem Transmisi Gambar 9 menunjukan model nyata yang dibuat berdasarkan hasil simulasi menggunakan perangkat lunak. Model pertama dibuat dari kayu sumpit yang relatif lunak dan mudah dibentuk kemudian model yang kedua dibuat menggunakan akrilik yang dibentuk menggunakan laser cutting. Hasil Pengamatan model generasi kedua : ‐ Gerakan yang ditimbulkan oleh mekanisme generasi kedua ini kecepatan naik lebih tinggi dibanding dibanding kecepatan turun. Sebab mekanisme ini sudah mirip dengan mekanisme pada mesin quick return pada mesin sekrap. ‐ Dengan mekanisme ini posisi kepakan sayap bisa di iterasi dengan mengatur panjang link pembentuk gerakan sayap sehingga dengan iterasi yang baik akan didapat luas permukaan saya yang maksimal sehingga gaya lift yang ditimbulkan dapat dimaksimalkan. 5.b. Pembuatan Sistem Transmisi Sistem Transmisi dibuat dengan menggunakan rangkaian roda gigi kecil dengan modul 0.8 mm. sistem transmisi ditujukan selain mengubah gerak rotasi motor menjadi gerak mengepak sayap juga berfungsi untuk mereduksi putaran motor brushless dari sekitar 6000 rpm menjadi gerakan mengepak dengan frekuensi berkisar antara 5 sampai 15 kepakan perdetik. Sistem tranmisi transmisi pertama dibuat menggunakan tumpuan logam kemudian dibuat lagi dengan bodi menggunakan serat karbon. Seperti yang terlihat pada gambar berikut.
Gambar 10. Sistem Transmisi logam
TPPP | 15
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 11. Sistem Transmisi yang dibuat menggunakan Inventor Hasil pengamatan sistem transmisi : ‐ Sistem transmisi pada Gambar 10 dapat menghasilkan gerakan dengan baik namun berat keseluruhan mekanisme gerak dan sistem transmisi menjadi besar kerena roda gigi terlalu besar dan komponennya juga terdiri dari material yang berbobot besar. ‐ Karena perbandingan transmisi roda gigi pada motor listrik dengan roda gigi pasangan terlalu besar maka motor dipaksa memberikan momen yang besar agar roda gigi dapat meneruskan putaran sehingga sampai pada mekanisme sayap. Akibarnya motor sering tidak mampu memberikan daya sehingga putaran kadang berhenti dulu sesat baru kemudian bergerak lagi. ‐ Dari dua hal diatas lalu dirancang lagi sistem transmisi yang baru seperti pada Gambar 12, yang mana bodi terdiri dari serat karbon yang berbobot ringan namun kuat hanya sayangnya harganya terlalu tinggi. Demikian juga rodagigi yang digunakan harus dipesak khusus sebab dipasaran tidak ada roda gigi bertipe seperti yang dirancang. Tetapi rancangan kedua ini diyakini dapat memberikan solusi dari kedua permasalahan di atas. 5.c. Gabungan Mekanisme Gerak dan Sistem Transmisi Dengan gabungan mekanisme gerak dan sistem transmisi maka gerakan sayap dapat dilihat sebagaimana sayap burung yang sebenarnya. Gerakan sayap yang diinginkan adalah gerakan yang menghasilkan gaya lift sebesar mungkin dan gaya jatuh sekecil mungkin.
Gambar 12. Mekanisme Sistem Gerak Sayap
TPPP | 16
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Hasil Pengamatan sistem Penggerak Sayap adalah : Mekanisme gerakan seperti sayap burung yang terdiri dari dua bagian sayap yaitu inner wing dan outer wing dapat diwujudkan. Gerakan yang dihasilkan sudah mirip dengan gerakan sayap burung sebenarnya, dengan tiga kali membuat prototipe sistem gerak sayap dapat diamati bahwa ternyata posisi sayap dan permukaan sayap yang menghasilkan lift dapat diatur dengan mengatur perbandingan panjang link pembentuk gerakan mengepaknya sayap. 6. Kesimpulan Dari pengamatan terhadap hasil uji coba maka dapat disimpulkan bahwa mekanisme yang kedua yang merupakan hasil iterasi lebih dari tujuh kali rancangan simulasimerupakan model mekanisme sayap yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut.Sedangkan sistem transmisi yang kedua yang terbuat dari bahan serat karbon merupakan sistem transmisi yang terbaik untuk digunakan pada penelitian tahap berikutnya. Iterasi mengenai perbandingan panjang link dan perbandingan transmisi yang akan menghasilkan gaya angkat maksimal perlu dilakukan lebih lanjut, iterasi kali ini harus dibuat model sayap utuh dengan kulitnya sehingga gaya lift yang dihasilkan dapat diukur. Mengingat bahan baku berupa serat karbon dan roda gigi yang harus dipesan khusus dari produsen roda gigi atau dibuat dengan sistem 3D printer dengan bahan yang kuat hal ini semua tentu perlu dukungan dana yang kuat. Daftar Pustaka [1] Tao Zang, 2011, Design, Analysis, Optimization and Fabrication of A Flapping Wing MAV, International Conference, China 2011. [2] Vireo.ansp.org, 2015, Visual Resources of Ornithopter. [3] David Darling, 2015, Science of Children, http://www.daviddarling.info [4] S.R. Jongerius & D. Lentink, 2009, Structural Analysis of a Dragonfly Wing, Faculty of Aerospace Engineering, Delft University of Technology [5] Lan Liu, Zongde Fang, and Zhaoxia He, 2008, Optimization Design of Flapping Mechanism and Wings for MAVs, China. [6] Manuel Naef, 2009, Design of a Flapping Wing Mechanism, Swiss Federal Institute, Zurich. [7] David E Alexander, Steven Vogel, 2004, Nature's Flyers: Birds, Insects, and the Biomechanics of Flight, Johns Hopkins University Press
TPPP | 17
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Rancang Bangun Mesin Pencacah Plastik(Al-Pe) Untuk Bahan Baku Komposit Iwan Agustiawan, Yusril Irwan, Muhammad Sigit Wicaksono dan Sidiq Maulana Sumarna Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Jl. PKH. Mustapha No. 23, Bandung 40124
[email protected],
[email protected]
Abstrak Mesin pencacah sampah plastik merupakan alat yang berfungsi untuk mencacah sampah plastik menjadi serpihan-serpihan kecil yang kemudian dapat dilakukan proses daur ulang (peleburan kembali plastik) atau dimanfaatkan sebagai bagian bahan baku material, salah satunya adalah bahan baku papan komposit untuk genting. Teknologi mesin pencacah plastik pada umumnya menggunakan mekanisme pencacahan chipper, hammer mills, shear shredder dan grinder, dimana mesin digerakan oleh sebuah motor listrik yang dihubungkan pada sebuah transmisi sabuk dan puli kemudian memutarkan poros penggerak dan pisau pencacah. Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan rancang bangun ini adalah memperoleh karakteristik mesin pencacah plastik yang paling tepat melalui optimasi proses perancangan menggunakan metodologi Ullman. Dalam rancang bangun mesin pencacah plastik ini dimulai dari perancangan kemudian pembuatan sehingga menghasilkan wujud fisik mesin pencacah, setelah itu dilakukan pengujian untuk mengukur kinerjanya. Proses perancangan mesin pencacah ini dimulai dari identifikasi kebutuhan konsumen yang diubah kedalam spesifikasi teknis mesin kemudian selanjutnya membuat rancangan alternatif konsep dari bentukbentuk komponen mesin yang sesuai dengan kebutuhan, evaluasi dari beberapa alternatif konsep tersebut maka akan terpilih satu konsep terbaik. Perwujudan konsep terbaik (embodiment) dilakukan dengan melakukan perhitungan mekanikal untuk memperoleh karakteristik (bentuk, dimensi dan material) elemen-elemen mesinnya.Dari hasil rancang bangun diperoleh dimensi total mesin 850x554x750 mm, dengan pisau pencacah tipe shear shredderterdiri dari 25 pisau putar dan 25 pisau tetap, daya motor penggerak 1hp, dan transmisi daya menggunakan dua tingkat puli dan V-belt, diperoleh ukuran serpihan plastik ± 1,5 cm dan kapasitas produksi 3kg/jam pada putaran motor 1450rpm dan putaran poros penggerak 57rpm. Kata-kata kunci : pencacah plastik, papan komposit, perancangan, shear shredder
1. Pendahuluan Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan plastik dalam kehidupan manusia semakin meningkat, contoh penggunaan plastik yang banyak digunakan misalnya jenis polypropylene dan polyethylene pada kemasan makanan sehingga limbah plastik semakin meningkat dan dapat mencemari lingkungan. Salah satu cara untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat limbah plastik ini yaitu dengan cara di daur ulang dan dapat dimanfaatkan kembali, dalam proses daur ulang ini plastik harus dihancurkan menjadi serpihan-serpihan kecil terlebih dahulu kemudian dilebur kembali untuk dimanfaatkan menjadi sebuah produk baru, salah satu contohnya dijadikan komposit untuk membuat genting atau atap. Proses pengolahan plastik menjadi serpihan dapat dilakukan secara manual dengan menggunting plastik menjadi serpihan plastik. Namun proses pencacahan plastik secara manual memerlukan waktu yang sangat lama mengingat ukuran dari serpihan plastik yang dibutuhkan untuk bahan baku komposit relatif kecil ± (1cm x 1cm). Dengan menggunakan mesin pencacah plastik efektivitas pengolahan plastik menjadi serpihan jauh lebih baik dibandingkan dengan pencacahan plastik secara manual, operator hanya perlu memberi input plastik kedalam mesin pencacah plastik yang kemudian mekanisme pisau di dalam mesin akan bekerja untuk mencacah plastik hingga ukuran yang diinginkan. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, diperlukan
TPPP | 18
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
kegiatan rancang bangun menggunakan metodologi dan proses perancangan Ullman yang bertujuan untuk memperoleh karakterisitik mesin yang dianggap paling tepat untuk mencacah limbah plastik kemasan makanan (Al-Pe) seperti yang ditunjukkan pada gambar 1, untuk kemudian menjadi serpihan-serpihan kecil sebagai bahan baku material komposit genting/atap.
Gambar 1.Sampah plastik yang digunakan untuk bahan baku komposit. 2. Metodologi Metodologi yang dilakukan dalam rancang bangun mesin pencacah plastik ini diawali dengan proses perancangan menggunakan metode Ullman yaitu berdasarkan kebutuhan dari customer ,setelah dilakukan perancangan maka diperoeh hasil rancangan berupa spesifikasi teknis dan gambar teknik yang selanjutnya akan dilakukan proses pembuatan dan perakitan komponen-komponen mesin sehingga diperoleh wujud fisik mesin, selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengukur kinerja dari mesin. Gambar 2 memperlihatkan diagram alir metodologi rancang bangun mesin pencacah plastik. 3. Perancangan, Pembuatan dan Pengujian 3.1 Perancangan Proses perancangan menggunakan metodologi Ullman dimulai dari identifikasi kebutuhan konsumen yang diubah kedalam sebuah spesifikasi teknis mesin kemudian selanjutnya membuat rancangan alternatif konsep dari bentuk-bentuk komponen mesin yang sesuai dengan kebutuhan, dari beberapa alternatif konsep tersebut maka akan terpilih satu buah konsep terbaik yang akan diwujudkan sehingga didapat bentuk geometri dan dimensi dari konsep tersebut. Perwujudan konsep dilakukan dengan melakukan perhitungan elemen mesin. 3.1.1 Identifikasi kebutuhan dan Penentuan Spesifikasi Teknik Input utama dari proses perancangan adalah kebutuhan akan produk yaitu berupa mesin pencacah plastik, identifikasi kebutuhan dilakukan dengan metode wawancara langsung terhadap konsumen. Setelah didapatkan data kebutuhan konsumen maka dilakukan penentuan spesifikasi teknis berdasarkan kebutuhan konsumen menggunakan metoda Quality Function Deployment (QFD). Output dari tahap pertama ini adalah berupa data kebutuhan konsumen serta spesifikasi teknik yang perlu dicapai. Gambar 3 memperlihatkan house of quality yang menunjukkan hubungan antara kebutuhan/keinginan konsumen dengan spesifikasi teknik rancangan mesin.
TPPP | 19
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
B
A
START
Perakitan Komponen
Kebutuhan mesin pencacah plastik untuk material komposit
Identifikasi kebutuhan &penentuan spesifikasi teknis.
Tidak Evaluasi Hasil Perakitan Komponen
Perancangan alternatif konsep, mengevaluasi konsep dan memilih konsep terbaik serta mewujudkan konsep (embodiment)
Ya Pengujian Mesin Pencacah Plastik
Pembuatan dokumentasi rancangan
Data Hasil Pengujian Hasil perancangan produk serta dokumentasi hasil rancangan. END
Perencanaan Proses Produksi
Pembuatan Komponen‐Komponen Mesin
A
B
Gambar 2.Diagram alir rancang bangun mesin pencacah plastik 3.1.2 Perancangan Alternatif Konsep Setelah diperoleh spesifikasi teknis yang dijadikan target perancangan selanjutnya adalah mendapatkan alternatif konsep mesin yang dapat memenuhi kriteria spesifikasi teknis, metoda yang digunakan adalah metoda morfologi dimana mesin diuraikan secara fungsional dan setiap fungsi dari komponen/elemen mesin dicari alternatif konsep bentuknya. Gambar 4 memperlihatkan terdapat empat alternatif konsep mesin yang kemudian dievaluasi dan dipilih satu konsep mesin terbaik yaitu K1.
TPPP | 20
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Gambar 3.House of Quality.
K1K2K3K4 Gambar 4.Alternatif konsep mesin. 3.1.3 Mewujudkan Konsep (Embodiment) Konsep K1 yang telah terpilih maka akan diwujudkan (embodiment) sehingga diperoleh karakteristik (bentuk, dimensi dan material) yang definitif dari konsep tersebut. Perwujudan konsep dilakukan melalui perhitungan elemen mesin. Hasil dari embodiment adalah spesifikasi teknis dari rancangan secara detail, seperti yang disajikan pada Gambar 5 dan Tabel 1.
Gambar 5. Pemberian wujud pada konsep.
TPPP | 21
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Tabel 1. Hasil rancangan mesin
3.1.4 Dokumentasi Hasil Rancangan Setelah melakukan perancangan maka tahap terakhir dari proses perancangan mesin adalah mendokumentasikan hasil perancangan dalam bentuk gambar teknik 2D, 3D dan model visual dari mesin (diperlihatkan pada Gambar 6).
Gambar 6.Wujud visual rancangan mesin pencacah plastik.
TPPP | 22
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
3.1.5 Perencanaan Proses Produksi Sebelum dilakukan proses produksi, dilakukan perencanaan proses produksi yang dapat mengasilkan produk sesuai dengan tuntutan rancangan. Pemilihan proses produksi yang tepat mempertimbangkan beberapa faktor antara lain: kemungkinan secara teknologi, efisiensi waktu dan biaya yang ekonomis. Setelah melakukan perencanaan maka dihasilkan lembar kerja proses produksi (process sheet) dimana lembar kerja ini akan digunakan sebagai acuan pada saat proses produksi (lihat Gambar 7)
Gambar 7.Process Sheet. 3.2 Pembuatan Komponen Komponen utama yang dibuat yaitu : pisau putar, pisau tetap, spacer, poros penggerak, roda gigi, casing, dan rangka mesin. Sedangkan komponen yang sudah tersedia dipasaran yaitu : motor listrik, puli, V-belt, dan bearing. Pembuatan komponen dimulai dari poros penggerak dilakukan proses bubut dalam pembuatannya, kemudian komponen pisau putar dengan bahan plat dengan tebal dilakukan proses bubut, frais, dan gerinda potong. Pembuatan cassing untuk dudukan poros dan sebagai rumah bantalan dengan proses CNC Milling dengan bahan cassing dari plat sedangkan untuk rangka mesinnya dari bahan besi kanal U yang dibuat dengan cara proses pengelasan, selanjutnya untuk komponen spacer dan roda gigi proses pembuatannya hampir sama dengan yang lainnya yaitu menggunakan pemesinan konvensional. A
B
C
D
E
F
G
I
J
Gambar 8.Pemototongan blade (A),Pembuatan profil blade (B),Pembubutan Poros (C),FrontCase Milling (D), Pembuatan Spacer (E),Stator Grinding (F),Proses Hobbing (G), Pengelasan Frame (I), Frame Coating (J). 3.2.1 Perakitan Mesin Pencacah Setelah semua komponen-komponen mesin dibuat kemudian dilakukan perakitan, dimulai dari pemasangan bantalan pada cassing kemudian poros penggerak setelah itu pemasangan pisau putar dan
TPPP | 23
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
spacer yang disusun pada dua buah poros penggerak, untuk pisau putar posisi mata pisau dibuat berbeda-beda dengan cara alur pasak yang dibuat dengan perbedaan sudut kemiringan 30o dan 60o. Setelah itu dilakukan pemasagan motor listrik dan puli pada chassis dan setting V-belt pada puli dengan cara menggeser posisi pillow block pada chassis kemudian kencangkan dengan baut. A
C
B
E
D
Gambar 9. Setting celah blade (A), Pemasangan Blade (B), Pemasangan Driver Gear pada Pulley (C), Frame (D), Wujud Fisik Mesin (E). 3.2.2 Evaluasi Hasil Proses Produksi Setelah mesin dirakit maka dilakukan evaluasi hasil proses produksi sebelum kinerja mesin diuji, evaluasi yang diutamakan pada tahap ini adalah dimensi yang harus sesuai dengan spesifikasi rancangan yang telah ditentukan, evaluasi tersebut dilakukan dengan melakukan pengukuran, parameter terpenting yang harus dicapai adalah celah antar blade karena mempengaruhi kinerja saat proses pencacahan. 3.3 Pengujian Mesin Pengujian mesin dilakukan bertujuan untuk mengetahui kinerjnya apakah mesin yang telah dibuat dan dirakit berfungsi dan berkinerja sesuai spesifikasi hasil perancangan. Adapun parameter yang diuji yaitu pengujian hasil cacahan, kapasitas produksi, pengukuran daya aktual mesin. Setelah dilakukan pengujian pada plastik kemasan (Al-Pe) diperoleh hasil pengujian seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2.Data Hasil Pengujian
4. Analisis Kinerja Mesin Dari hasil rancang bangun mesin pencacah plastik ini terdapat beberapa hal yang perlu dianalisa yaitu:
TPPP | 24
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Pada perancangan dimensi pisau pemotong, tebal yang direncanakan adalah sebesar 10 mm dengan jumlah pisau adalah 25, spesifikasi dimensi tersebut menghasilkan hasil cacahan dengan ukuran ± (16mm x 16mm), untuk mendapatkan hasil cacahan yang lebih halus maka tebal pisau dapat diperkecil sehingga jumlah pisau akan bertambah, hal tersebut akan menambah titik pemotongan pada plastik, namun disamping itu pertambahan jumlah pisau akan membutuhkan proses produksi pisau lebih banyak dan biaya produksi yang meningkat. Gambar 10 memperlihatkan perbandingan ketebalan dua pisau yang berbeda.
b = 10 mm b
b < 10 mm
Gambar 10. Perbandingan dua desain tebal pisau Dalam perancangan celah antar pisau direncanakan adalah sebesar 1 mm, untuk benda kerja plastik berbentuk lembaran (plastik kemasan) celah sebesar 1mm terlalu besar sehingga saat pemotongan terdapat beberapa plastik yang masuk melalui celah tersebut, sehingga untuk mencacah plastik yang berupa lembaran celah dapat diperkecil namun akan kembali pada proses produksi yang lebih rumit, dibutuhkan alat ukur bantu untuk mengatur celah pisau pada saat assembly, kerumitan dari proses produksi akan berdampak juga pada biaya produksi yang meningkat.
Gambar 11. Celah antar pisau. Perbedaan nilai torsi pada perhitungan dengan hasil pengujian dapat terjadi diakibatkan oleh nilai asumsi luas mata potong yang digunakan, terutama pada perancangan blade nilai gaya potong dari plastik yang berkaitan dengan luas penampang mata potong yang nilai ketebalannya diasumsikan
TPPP | 25
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
sebesar 0,1 mm, nilai luas mata potong berpengaruh terhadap gaya potong yang terjadi sehingga mempengaruhi nilai dari beban torsi pada driver shaft.
5. Kesimpulan Mesin pencacah plastik dirancang dengan mekanisme shear shredder dimana input plastik akan tertarik, terpotong, dan tercacah sehingga menjadi serpihan kecil, daya motor listrik penggerak utama yang digunakan sebesar 1hp dengan putaran dari motor listrik 1450 rpm direduksi menjadi 57 rpm pada poros penggerak menggunakan transmisi V-Belt dan perbandingan ukuran puli 1 : 5 sehingga putaran berkurang namun torsi meningkat. Dari hasil uji coba diperoleht ukuran cacahan yang sesuai dengan kebutuhan yaitu ±(1cm x 1cm) dengan pencacahan dua tahap dan kapasitas pencacahan sebesar 3kg/jam, untuk meningkatkan kapasitas produksi yang diinginkan diperlukan daya motor listrik yang lebih besar. Dari hasil rancang bangun mesin pencacah plastik maka diperoleh spesifikasi teknis yang sesuai dengan kriteria kebutuhan sebagai berikut : Tabel 3. Spesifikasi teknis mesin
Daftar Pustaka [1] Ullman, David G. 2003. TheMechanical Design Process. McGraw-Hill. [2] Harsokoesoemo. 2004. Pengantar Perancangan Teknik (Perancangan Produk). ITB: Bandung [3] Beer, Johnson E. 2006, Mechanics of Materials. McGraw Hills: San Fransisco
TPPP | 26
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
[4] Widarto, B Sentot Wijanarka, Sutopo, Paryanto, 2008.Teknik Permesinan untuk SMK, Jakarta : Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional. [5] Sularso, Suga Kiyokatsu. 1978, Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin. PT. Pradnya Paramita: Jakarta. [6] Literature of Shredder, Grinder, and Granulator. http://www.jordanreductionsolutions.com/literature.html. Diakses tanggal 9 Februari 2015
TPPP | 27
TOPIK MAKALAH : TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI (TKE)
SEMINAR NASIONAL XIV REKAYASA DAN APLIKASI TEKNIK MESIN DI INDUSTRI
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Kemampuan Adsorben Fly ash Batubara Teraktivasi HCl-Fisik Dalam Meningkatkan Prestasi Mesin Sepeda Motor Bensin 4-Langkah Herry Wardono1 dan Harnowo Supriadi2 Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung, Jl. S. Brojonegoro no. 1 Bandar Lampung 35145, Indonesia e-mail:
[email protected]
1,2
Abstrak Penelitian terhadap fly ash batubara teraktivasi HCl-Fisik, yang merupakan limbah hasil pembakaran batubara di PLTU telah dilakukan. Kemampuan fly ash batubara menangkap uap air dalam udara dapat menjadikannya sebagai adsorben udara pembakaran, sehingga udara pembakaran yang berkontak dengan fly ash batubara akan memiliki konsentrasi oksigen yang tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan semakin baiknya proses pembakaran bahan bakar. Peningkatan daya adsorb flyash terhadap uap air dapat dilakukan dengan memberikan aktivasi kimia -fisik. Sebagai contoh, aktivasi HCl-fisik terhadap fly ash batubara. Kemampuan aktivator kimia (HCl) pada proses aktivasifly ash batubara sangat dipengaruhi oleh nilai konsentrasi normalitasnya. Pada penelitian ini, nilai konsentrasi normalitas yang diambil adalah 0,50N, 0,75N, dan 1,0N. Setelah dilakukan aktivasi HCl, lalu diteruskan dengan melakukan aktivasi fisik dengan pemanasan pada 150 oC selama 1 jam. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tes yaitu stasioner, tes jalan, dan uji emisi. Pelet flyAsh pelet dikemas dalam bingkai dan diletakkan di filter udara sepeda motor. Penghematan konsumsi bahan bakar terbaik pada uji berjalan yaitu sebesar 15,76% terjadi pada penggunaan HCl 1,0N massa 20 gr, dan sebesar 44,64% pada penggunaan HCl 1,0N massa 15 gr. Sedangkan peningkatan akselerasi tertinggi diperoleh sebesar 14,96% terjadi pada penggunaan HCl 1,0N massa 15 gr. Kata-kata kunci : Adsorben Fly ash Batubara, Prestasi Mesin Motor Bensin, Normalitas. 1. Latar Belakang Kemajuan teknologi pada awalnya bertujuan untuk memudahkan manusia dalam menjalankan dan menyelesaikan aktivitasnya, bahkan dapat menghemat waktu. Dengan tujuan ini, maka manusia menciptakan berbagai mesin dari yang berkapasitas kecil hingga besar. Semua mesin yang diciptakan ini sangat bergantung kepada energi (bahan bakar). Akibatnya, dunia saat ini mengalami krisis energi, dan harus dicarikan upaya penghematan dan menemukan bahan bakar alternatif. Disamping itu, penggunaan bahan bakar yang sangat tinggi juga mengakibatkan efek negatif lain, yaitu terjadinya polusi udara dimana-mana, baik di kota kecil maupun kota besar. Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Surono mengatakan bahwa ketergantungan energi fosil masih didominasi oleh kebutuhan minyak yang mencapai 41,8 persen, disusul batu bara 29 persen dan gas 23 persen. Kebutuhan ini untuk memenuhi sektor industri yang mendominasi sebesar 37 persen penggunaan energi fosil di Indonesia. Kebutuhan yang sangat besar ini ternyata tidak bisa ditopang oleh cadangan energi di Indonesia yang kian menipis. Cadangan minyak misalnya, hanya cukup untuk 23 tahun lagi (National Geographic Indonesia, 2014). Walaupun Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Indroyono Soesilo, di ITB, Jumat, 3 Juli 2015 menyampaikan bahwa cadangan baru migas Indonesia di lapisan batuan pratersier, ahli-ahli geologi memperkirakan jumlahnya sebanyak 222 miliar barrel. Kondisi khas geotektonik Nusantara menghasilkan wilayah yang kaya akan cebakan mineral, minyak, dan gas bumi, terutama di dasar laut. Cebakan migas Indonesia mudah dijumpai di cekungan pantai timur Sumatera, utara Jawa, hingga Bali. Cadangan terbukti minyak bumi Indonesia sekarang 7,4 miliar barrel, sedangkan cadangan terbukti gas alam mencapai 149 triliun kaki kubik ekivalen. Sementara cadangan gas masih cukup sampai 50 tahun ke depan dan batu bara cukup untuk 80 tahun mendatang (Siswadi, 2015). Pemanfaatan dan peningkatan kualitas salah satu limbah pembakaran batubara, khususnya berasal
TKE | 1
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
dari aktivitas proses pada PLTU (fly ash batubara) yang tersedia dalam jumlah yang melimpah mampu menjawab dua isu besar saat ini, yaitu mampu untuk membantu mengatasi krisis energi dan polusi udara (meningkatkan efisiensi pembakaran), juga dapat meningkatkan nilai ekonomis fly ash batubara. Ada beberapa hal yang mempengaruhi efisiensi bahan bakar, emisi gas buang, dan daya output yang dihasilkan oleh motor bakar, diantaranya sifat bahan bakar, perbandingan udara/ bahan bakar operasi, dan komposisi campurannya (kondisi udara pembakaran), sebagaimana dilaporkan oleh Ganesan (1996), dan Wardono H. (2004). Kondisi udara pembakaran (yang masuk ke ruang bakar)memainkan peranan yang sangat penting dalam menghasilkan prestasi mesin yang tinggi. Pada proses pembakaran di dalam motor bakar, oksigen adalah satu-satunya unsur dalam udara yang diperlukan untuk membakar unsur-unsur bahan bakar ini, yaitu molekul karbon dan hidrogen. Adanya unsur-unsur lain selain oksigen, seperti nitrogen, uap air, dan gas lain di dalam udara pembakaran hanya akan menurunkan prestasi dari motor bakar itu sendiri, karena panas yang dikandung oleh campuran udara-bahan bakar di dalam ruang bakar selama langkah kompresi sebagian akan diserap oleh unsur-unsur pengganggu ini. Saringan udara pada motor bakar hanya mampu menangkap partikelpartikel kasar, seperti debu, sedangkan gas-gas nitrogen dan uap air tidak mampu ditangkap. Sementara itu, fly ash batubara memiliki sifat yang unik, yaitu mampu menangkap gas-gas molekuler berukuran nano meter, seperti uap air. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Herry Wardono (2014) pada sepeda motor bensin 4langkah, diperoleh bahwa aplikasi fly ash batubara mampu menghemat konsumsi bahan bakar dan mereduksi emisi gas buang sepeda motor tersebut. Pembuatan pelet fly ash ini sangatlah mudah dan murah, begitu pula pemasangannya pada kendaraan bermotor, dan tidak memerlukan modifikasi pada mesin. Pada penelitian tersebut, fly ash batubara bentuk pelet teraktivasi fisik mampu menghemat konsumsi bahan bakar sepeda motor ini secara cukup signifikan, yaitu sebesar 12,69% pada uji berjalan di Jalan beraspal, dan sebesar 22,65% pada uji stasioner, serta mempercepat akselerasi (0 - 80 km/jam) sebesar 6,86%. Emisi gas buang juga mampu direduksi sebesar 76,92% (gas CO) dan 19,57% (gas HC). Fly ash Pelet yang digunakan adalah yang telah diaktivasi fisik pada temperatur 150 oC selama 1 jam. Daya adsorb fly ash batubara ini masih dapat ditingkatkan yaitu dengan melakukan aktivasi kimia-fisik (HCl-fisik) terhadap fly ash batubara. Nilai konsentrasi normalitas aktivator kimia (HCl) sangat mempengaruhi baiknya proses aktivasi yang dilakukan. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengamati pengaruh aplikasi pelet fly ash teraktivasi HCl-fisik pada beragam nilai normalitas untuk meningkatkan prestasi mesin sepeda motor bensin 4-langkah. 2. Metode Penelitian 2.1. Persiapan Pelet Fly ash Batubara Bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan pelet fly ash batubara ini adalah fly ash batubara, HCl, air rendaman zeolit, aquades, perekat tepung tapioka, saringan mesh, timbangan digital, kompor, pengaduk, ampia, cetakan pelet 10 mm, dan oven. Sepeda motor yang digunakan memiliki spesifikasi : kapasitas mesin 147,3 cc, bensin 4-langkah, DOHC, dengan rasio kompresi 10,2 dan tahun pembuatan 2012. Setelah bahan dan alat dipersiapkan, pertama-tama air rendaman zeolit harus dibuat terlebih dahulu, yaitu dengan cara merendam zeolit di dalam air sumur dengan perbandingan 20% zeolit : 80% air sumur selama 12 jam. Langkah selanjutnya adalah membuat larutan activator kimia HCl pada berbagai normalitas (0,5N, 0,75N, dan 1,0N), dengan ketentuan: Larutan HCl 0,50N membutuhkan 18 Larutan HCl 0,75N membutuhkan 27 Larutan HCl 1,0N membutuhkan 36 gr per liter larutan.
gr gr
per per
liter liter
larutan. larutan.
TKE | 2
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Sebagai contoh, untuk membuat larutan HCl 0,50N, maka 18 gr HCl dimasukkan ke dalam wadah berisi air rendaman zeolit, lalu diaduk hingga larut seluruhnya sambil menambahkan air hingga volume total larutan menjadi 1 lt. Setelah larutan dibuat, fly ash dicampurkan ke dalam larutan tersebut dengan perbandingan fly ash - larutan HCl adalah 1:1 (1 gr fly ash : 1 ml larutan HCl), lalu diaduk selama 60 menit agar pencampuran keduanya merata. Fly ash yang telah selesai diaktivasi ini dicuci terlebih dahulu dengan tujuan untuk menetralkan kembali pH fly ash. Proses pencucian ini menggunakan air rendaman zeolit yang dilakukan berulang-ulang hingga air cucian fly ash mendekati pH 7. Setelah itu fly ash tersebut dikeringkan menggunakan panas matahari selama 3 jam atau dipanaskan di dalam oven pada suhu 110 oC selama 1 jam. Fly ash yang telah dikeringkan, selanjutnya diayak kembali untuk mendapatkan partikel yang seragam, dan mudah dibentuk menjadi pelet. Fly ash yang telah diayak ukuran 100 mesh kemudian ditimbang dengan massa 64 gram dan tuang ke wadah untuk membuat adonan. Kemudian aquades dan tapioka dimasak menggunakan kompor listrik kurang lebih 5 menit dengan perbandingan komposisi air aquades 32 ml (= 32 gr) dan tapioka 4 gr hingga campuran tersebut berbentuk seperti lem. Kemudian pindahkan campuran tapioka dan aquades yang berbentuk lem tersebut ke wadah berisi 64 gr fly ash. Campuran tersebut diaduk hingga merata sampai terjadi sebuah campuran adonan yang kalis. Kemudian campuran tersebut diratakan menggunakan ampia. Setelah merata bisa dilakukan pencetakan fly ash pelet dengan ukuran diameter lebar 10 mm dan tebal 3 mm. Hasil cetakan fly ash yang telah berbentuk pelet tersebut didiamkan pada temperatur ruangan (secara alami) selama kurang lebih 24 jam. Setelah itu baru dilakukan aktivasi fisik menggunakan oven pada temperatur 150 oC selama 1 jam.
Gambar 1. Proses pembuatan Pelet Fly ash dan Filter Fly ash Setelah 1 (satu) jam berlalu, oven dibuka kembali, pelet fly ash yang telah dipanaskan dikeluarkan, yang kemudian diletakkan di temperatur ruangan (pendinginan secara alami). Pelet fly ash yang sudah dingin dimasukkan ke dalam plastik kedap udara agar tidak terkontaminasi oleh udara luar. Setelah diaktivasi fisik, pelet fly ash tersebut ditimbang dan kemudian diletakkan di dalam frame kawat strimin untuk dibentuk sesuai dengan filter udara motor yang diuji. Pelet fly ash yang digunakan dalam percobaan ini menggunakan variasi massa yaitu 15 gr, 20 gr, dan 25 gr. Kemudian filter yang telah dibentuk dan ditimbang sesuai variasi massanya, dijahit agar letak pelet fly ash merata dan tidak bertumpuk. Selanjutnya pelet fly ash siap digunakan untuk pengujian. 2.2. Persiapan Sepeda Motor Untuk Pengujian Sepeda Motor yang diuji dipasangkan tachometer, dan di selang bensin yang mengalirkan bensin menuju karburator dipasangkan keran untuk menutup laju aliran bensin dari tangki, kemudian membuat tangki bahan bakar buatan dari botol susu bayi sehingga dapat lebih mudah mengukur laju konsumsi bahan bakar.
TKE | 3
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 2. Persiapan Sepeda Motor Untuk Pengujian Sebelum pengujian, motor di-tune up secara berkala agar dalam kondisi yang baik. Menjelang pengujian mesin dipanaskan beberapa menit lalu pengujian dilakukan. Selama dilakukannya proses pengujian, sepeda motor diservis rutin dalam rentang waktu tertentu untuk menjaga kondisinya agar selalu prima pada setiap pengujian. 2.3. Prosedur Pengujian Pengujian Berjalan Pengujian berjalan (road test) dilaksanakan pada kecepatan rata-rata 60 km/jam dengan jarak tempuh sejauh 5 km. Pengujian diawali dengan mengisi bahan bakar ke dalam tangki buatan. Kemudian dilakukan pengujian dengan kondisi tanpa menggunakan pelet fly ash. Bahan bakar yang tersisa dalamtangki buatan dicatat. Pengujian dilanjutkan dengan pelet fly ash terpasang pada filter sepeda motor . Bensin yang tersisa langsung dicatat. Pengujian Stasioner Pengujian stasioner dilaksanakan pada putaran mesin 1000, 3000, dan 5000 rpm. Pengujian ini dilakukan untuk melihat konsumsi bahan bakar pada kondisi diam (idle). Persiapan pertama yang dilakukan adalah memanaskan mesin agar kondisi mesin pada saat pengujian sudah stabil. Kemudian putar setelan gas di bagian karburator untuk mengatur putaran mesin yang diinginkan. Pengujian dimulai dengan mengisi bahan bakar pada tangki buatan yang mana bahan bakar tersebut telah diukur terlebih dahulu melalui skala yang ada pada tangki buatan. Pengujian diawali dengan pengujian tanpa menggunakan pelet fly ash. Sepeda motor dihidupkan selama 5 menit, lalu bahan bakar yang tersisa dalam tangki buatan tersebut dicatat. Dari data ini diperoleh jumlah bahan bakar yang dikonsumsi. Selanjutnya pengujian dilaksanakan menggunakan pelet fly ash yang diletakkan pada saringan udara. Semua data bahan bakar yang tersisa dalam tangki buatan dicatat. Pengujian Akselerasi Pengujian akselerasi dilaksanakan pada 0-80 km/jam. Setelah semua persiapan dilakukan, sepeda motor dalam keadaan diam dinyalakan (kecepatan 0 km/jam). Bersamaan dengan pedal gas diputar maksimum, stop watch dioperasikan. Setelah kecepatan sepeda motor mencapai 80 km/jam, stop watch dimatikan. Waktu yang tertera pada stop watch, merupakan waktu tempuh akselerasi. Waktu yang tertera dicatat. Semua pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali. 2.4. Analisa Data Data yang diperoleh dari hasil pengujian, selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik agar memudahkan dalam menganalisa, dan menentukan kondisi terbaik. 3. Hasil Dan Pembahasan Hasil yang diperoleh dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu pengujian konsumsi bahan bakar, dan pengujian akselerasi.
TKE | 4
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Pengujian Konsumsi Bahan Bakar Konsumsi bahan bakar pada pengujian berjalan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Konsumsi Bahan Bakar Pengujian Berjalan Dari Gambar 3 terlihat bahwa pada seluruh pengujian menggunakan pelet fly ash teraktivasi HClfisik memberikan konsumsi bahan bakar yang lebih rendah (terjadi penghematan konsumsi bahan bakar). Pada pengujian berjalan ini terlihat bahwa semakin tinggi nilai normalitas HCl yang digunakan, mampu memberikan penghematan konsumsi bahan bakar yang lebih tinggi. Normalitas 1,0N memberikan penghematan konsumsi bahan bakar paling tinggi, diikuti normalitas 0,75N, terakhir normalitas 0,5N. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin tinggi nilai normalitas aktivator kimia (aktivator asam HCl) yang digunakan, maka semakin banyak logam-logam pengotor yang dihilangkan,sehingga pori-pori fly ash batubara lebih banyak yang terbuka, dan luas permukaan spesifiknya semakin bertambah pula. Akan tetapi, tidak demikian halnya terjadi pada variasi jumlah massa fly ash batubara yang digunakan. Dari Gambar 3 terlihat bahwa semakin banyak fly ash yang digunakan tidak selalu menjamin semakin berkurangnya konsumsi bahan bakarnya. Fly ash batubara dengan massa 20 gr mampu memberikan penghematan konsumsi bahan bakar paling tinggi, diikuti massa 15 gr, dan terakhir massa 25 gr. Hal ini dapat terjadi karena kalau massa fly ash batubara yang diletakkan di filter udara terlalu banyak, maka celah untuk udara pembakaran masuk ke dalam ruang bakar sangat kecil, sehingga laju udara masuk sangat terhalangi (jauh menurun). Akibatnya, proses pembakaran tidak dapat berlangsung dengan baik/ sempurna, karena oksidator yang ada di dalam ruang bakar sangat sedikit. Dari Gambar 3 diperoleh penghematan konsumsi bahan bakar tertinggi terjadi pada penggunaan fly ash batubara teraktivasi HCl 1,0N untuk massa 20 gr sebesar 15,76%, disusul fly ash batubara teraktivasi HCl 0,75N untuk massa 20 gr sebesar 10,91%, dan HCl 1,0N untuk massa 15 gr sebesar 10,0%. Sedangkan fly ash batubara teraktivasi HCl 0,5N hanya mampu menghemat konsumsi bahan bakar sebesar 5,45% untuk massa 25 gr. Penghematan konsumsi bahan bakar yang terjadi pada uji berjalan ini berkisar antara 4,24 % s.d 15,75%.
TKE | 5
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 4. Konsumsi Bahan Bakar Pengujian Stasioner Sama halnya seperti pengujian berjalan, pada pengujian stasioner ini, semua fly ash batubara teraktivasi HCl mampu memberikan penghematan konsumsi bahan bakar, seperti terlihat pada Gambar 4. Penghematan konsumsi bahan bakar tertinggi tidak selalu didominasi oleh HCl normalitas paling tinggi. Hasil yang terjadi berbeda untuk tiap variasi putaran mesin. Pada putaran rendah 1000 rpm, penghematan konsumsi bahan bakar tertinggi terjadi pada HCl 1,0N, yaitu sebesar 44,64%, disusul oleh HCl 0,75N dan HCl 0,5N yaitu sebesar 41,07% dan 41,07%. Secara rata-rata, penghematan konsumsi bahan bakar tertinggi terjadi pada HCl 1,0N, disusul HCl 0,50N, dan terakhir HCl 0,75N. Sementara itu, variasi massa fly ash yang digunakan memberikan hasil yang berbeda dengan hasil pada uji berjalan. Massa fly ash batubara ynag paling kecil (massa 15 gr) mampu memberikan penghematan konsumsi bahan bakar paling tinggi, diikuti massa 20 gr, dan terakhir massa 25 gr. Hasil terbaik terjadi pada penggunaan HCl 1,0N untuk massa 15 gr, diikuti HCl 0,5N untuk massa 15 gr, dan HCl 0,75N untuk massa 25 gr. Penghematan konsumsi bahan bakar pada putaran 1000 rpm berkisar antara 16 ,07 % s.d 44,64%. Sementara itu pada operasi putaran mesin 3000 rpm, penghematan konsumsi bahan bakar tertinggi terjadi pada HCl 0,50N, yaitu sebesar 14,15%, disusul oleh HCl 1,0N dan HCl 0,75N yaitu sebesar 11,32% dan 10,38%. Variasi massa fly ash batubara didominasi oleh massa 25 gr, diikuti 15 gr, dan terakhir 20 gr. Penghematan konsumsi bahan bakar pada putaran 3000 rpm berkisar antara 8, 49 % s.d 14,15%. Berbeda halnya pada uji operasi putaran mesin tinggi 5000 rpm, penghematan konsumsi bahan bakar tertinggi terjadi pada HCl 0,75N, yaitu sebesar 18,54% untuk massa 25 gr, disusul oleh HCl 0,5N untuk massa 15 gr dan 20 gr yaitu sebesar 14,61%, dan HCl 1,0N untuk massa 25 gr yaitu sebesar 13,48%. Variasi massa fly ash batubara didominasi oleh massa 25 gr, diikuti 15 gr, dan 20 gr. Penghematan konsumsi bahan bakar pada putaran 5000 rpm berkisar antara 4,49 % s.d 18,54%.
TKE | 6
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Pengujian Akselerasi
Gambar 5. Waktu Tempuh Pada Uji Akselerasi 0-80 km/jam Sama halnya dengan hasil pada pengujian berjalan dan pengujian stasioner, pada pengujian akselerasi ini, semua fly ash batubara teraktivasi HCl mampu memberikan peningkatan akselerasi (penurunan waktu tempuh sepeda motor), seperti terlihat pada Gambar 4. HCl 1,0N memberikan peningkatan akselerasi tertinggi untuk massa 15 gr, yaitu sebesar 14,96%, disusul HCl 1,0N untuk massa 20 gr sebesar 10,10%, diikuti HCl 0,50N untuk massa 20 gr sebesar 4,51%, dan terakhir HCl 0,75N untuk massa 15 gr sebesar 3,21%. Variasi massa fly ash batubara yang digunakan juga memberikan hasil yang berbeda terhadap akselerasi. Semakin kecil massa fly ash batubara yang digunakan mampu memberikan peningkatan akselerasi yang lebih tinggi. Fly ash batubara massa 15 gr mendominasi hasil terbaik, disusul massa 20 gr, dan terakhir massa 25 gr. Hal ini dapat terjadi karena pada uji akselerasi laju udara yang dibutuhkan sangat tinggi, sehingga apabila fly ash yang digunakan semakin banyak, maka laju udara masuk ke dalam ruang bakar akan semakin terhambat dengan semakin banyaknya jumlah massa fly ash batubara yang digunakan. Akibatnya, proses pembakaran akan semakin buruk kualitasnya. Peningkatan akselerasi yang terjadi berkisar antara 0,24% s.d 14,96%. 4. Kesimpulan Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terbukti bahwa penggunaan seluruh pelet fly ash batubara mampu meningkatkan prestasi mesin sepeda motor bensin 4-langkah. Dalam hal ini, mampu menghemat konsumsi bahan bakar pada uji berjalan dan stasioner, juga mampu meningkatkan akselerasi (tenaga mesin). Hasil terbaik didominasi oleh penggunaan aktivator asam HCl 1,0N, disusul HCl 0,50N, dan HCl 0,75N. Massa pelet fly ash terbaik terjadi pada operasi menggunakan 20 gr, disusul massa 15 gr, dan 25 gr. Daftar Pustaka [1] Ganesan V. 1996. Internal Combuation Engines. McGraw Hill, USA. [2] National Geographic Indonesia. 2014. Hanya 23 Tahun Lagi, Sisa Cadangan Minyak Indonesia. http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/09/hanya-23-tahun-lagi-sisa-cadangan-minyak-indonesia. Diakses: 27 Agustus 2015.
TKE | 7
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
[3] Siswadi A.2015. Menko Kemaritiman : Cadangan Migas Baru di Timur Indonesia. http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/07/03/090680742/menko -kemaritiman-cadangan-migasbaru-di-timur-indonesia. Diakses: 3 September 2015. [4] Wardono H., dan Ginting S.Br. 2012. Motor Bakar dan Zeolit Teraktivasi. Buku Ajar Jurusan Teknik Mesin, Universitas Lampung. Bandarlampung. [5] Wardono H. dan Supriadi H. 2014. Pemanfaatan Fly ash Batu Bara Untuk Menghemat Konsumsi Bahan Bakar Dan Mereduksi Emisi Gas Buang Motor Bakar, Laporan Hibah Bersaing T.A 2014, Bandarlampung.
TKE | 8
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Integrated Analysis of Energy Performance and Life Cycle Assessment of Hotel’s Building Envelope 1
Solli Dwi Murtyas1, Harwin Saptoadi2 dan Mohammad Kholid Ridwan3 Master Student of Departement of Mechanical and Industrial Engineering, Faculty of Engineering 2 Profesor in Department of Mechanical and Industrial Engineering, Faculty of Engineering 3 Department of Engineering Physics, Faculty of Engineering Gadjah Mada University Jl. Grafika No. 2, Sleman 55281
[email protected]
Abstract Buildings contribute for more than 40% of global energy used and 21% of global greenhouse gas emissions. Otherwise, hotel is the one of components in building sector that has grown up in Indonesia, especially in Yogyakarta as a tourism city. National Standardization Agency of Indonesia (SNI) 03-6389-2000 specifies that in reducing the external cooling load, the Overall Thermal Transfer Value (OTTV) of building envelope must be less than or equal to 45 Watt/m2. This research investigates the OTTV of building envelope in Cakra Kusuma hotel located in Yogyakarta City and then evaluate its materials using Life Cycle Assessment. As result, OTTV of building envelope in Cakra Kusuma is 29.9 W/m2. It indicates that building envelope status in energy conservation perspective is efficient due to its value is lower than the SNI 03-6389-2000 maximum standard limit. Life Cycle Assessment recovers all phases (cradle to grave) in energy and material flow analysis of the components from the building. Total energy embodied for building envelope is 172099.2 MJ and CO2 emission is 99178.6 kg. The combination OTTV and Life Cycle Assessment in conducting green building perspective because it gives more accurate data in considering the energy conservation of hotel buildings. Key words : building envelope, OTTV, life cycle assessment, energy conservation
1. Introduction Globally, the building sector contributes for cumsuming 30-40% of the total energy demand and approximately 44 % of the total material use as well as one-third of the total CO2 emission [1]. It has been identified as one of the major factors of greenhouse gas emission. In developing countries i.e. Indonesia, it has been a common issue that high economic growth used to be in line with rapid urbanization and population growth. Consequently, a highly-populated condition of developing countries will affect the environmental impacts because of the infrastructure growth including the buildings. If nothing is done, greenhouse gas emissions is predicted will be more than double in the next 20 years (UNEP, 2007). Building envelope is is the key component of thermal and energy performance in many types of building. Because it is primarily designed to insulate the heat transfer between inside and outside part of building. It also the largest building component and can play a major role in how building affect the environment [2]. However, building envelope is a primary component of building that should be a parameter to meet green building criteria. Vijayalaxmi (2010) has mentioned the significance of controlling overall thermal transfer value (OTTV) of building envelope in enhancing energy conservation. In decreasing external heat load from the building, it is essential to design building envelopes that use a standard OTTV based on National Standardization Agency of Indonesia (SNI). It gives the limitation of OTTV equal or below 45 W/m2 (SNI-03-6389-2000). The more OTTV of building envelope, it indicates the more external heat will pass through the interior of building. Besides, buildings consume various natural resources, including water, materials and energy, and also
TKE | 9
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
releases many pollutants during its life cycle, i.e. from the raw material extraction to the building’s final disposal [3]. Thus any comprehensive assessment of building energy consumption or its environmental impacts is a compulsory to consider the entire life cycle of the building. Life cycle assessment (LCA) is a well-known tool for assessing the environmental impacts of product in its life span in order to achieve a low carbon and low energy consumption building. This research aims to assess and compare the energy performance and environmental impacts associated with building envelope overall thermal transfer value (OTTV) of hotel. Secondly, to achieve an integrated energy and environmental analysis through life cycle assessment (LCA) as part of integrating assessment for achieving green building standard in Indonesia. 2. Methodology 2.1. Object of Study Object of this research is focus on building envelope of stared hotel Cakra Kusuma in Kaliurang street, Yogyakarta. It represents some hotel buildings in general and located in a strategic part of Yogyakarta. The average temperature of Yogyakarta is 25.5oC with relative humidity 44-98% (BPS, 2014). This research is conducted on two and three floors hotel building with ground area of 945,75 m2. Key construction characteristics of the Cakra Kusuma hotel building are determined in Table 1. Table 1. Building envelope components of Cakra Kusuma hotel based on its orientation Sides
Components
Material
Thickness (mm)
South
Opaque building envelope, windows and doors
Exterior Plaster Concrete brick Interior Plaster Glass Wood Frame Wood Door Exterior Plaster Concrete Brick Interior Plaster Glass Wood Frame Granite Panel Exterior Plaster Concrete Brick Interior Plaster Glass Wood Frame Exterior Plaster Concrete Brick Interior Plaster Granite Panel Glass Wood Frame
10 110 10 8 110 50 10 110 10 8 110 30 10 110 10 8 110 10 110 10 30 8 110
North
West
East
Opaque building envelope and Windows
Opaque building envelope and Windows Opaque building envelope and Windows
A (m2) 414 4.8 4.2 6.4 360 38.4 19.2 24 234 6.3 8.5 154 71.6 3.6 4.8
k (W/mK) *
R (m2.K/W)
0.533 0.807 0.533 1.503 0.138 0.138 0.533 0.807 0.533 1.503 0.138 2.927 0.533 0.807 0.533 1.503 0.138 0.533 0.807 0.533 2.927 1.503 0.138
0.019 0.136 0.019 0.005 0.797 0.362 0.019 0.136 0.019 0.005 0.797 0.010 0.019 0.136 0.019 0.005 0.797 0.019 0.136 0.019 0.010 0.005 0.797
*SNI 03-6389-2000
TKE | 10
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
2m
37.5 m
6m
3m
1m
6.5 m
13 m
U 10 m
6.5 m
3m
17 m
(a)
20 m
11.5 m
(b)
Figure 1.(a) East orientation view and (b) ground layout of the first floor of Cakra Kusuma hotel. 2.2. OTTV Calculation Building envelope is a component which contributes significantly in conducting energy conservation of building. In defining performance of building envelope, we use Overall Thermal Transfer Value (OTTV). It is a measure of average heat gain into a building through the building envelope. It is a widely adopted measure in many countries for enhancing energy-efficient building design [4]. It used as a parameter to control cooling load of air conditioning system of the building. The concept of OTTV is based on the asumption that the envelope of building is completely closed. OTTV takes into consideration of three basic components of heat gain through the external walls and windows of building. There are: (i) heat conduction through the opaque walls; (ii) heat conduction through the glass windows; (iii) solar radiation through the glass windows. The general form of OTTV equation for an external wall based on its orientation is expressed:
OTTVi =
Qwc + Qgc + Qsol Ai
(1)
Where OTTV is total result of OTTVi (W/m2), Qwcis heat conduction through opaque wall (W), Qgcis heat conduction through window glass (W), Qsolis solar radiation through window glass (W) and Aiis total area of the building envelope. Heat conduction through the wall is defined as: Qcw = α ( Aw ×UW × TDeq ) (2) α is absorbtion coefficient of wall because of its color, Awis area of wall (m2), Uw is thermal transmittance of wall or U-value of wall (W/m2.K), TDeq is temperature different equivalent (K). Heat conduction through the window glass is expressed as: Qgc = Ag × U g × DT (3) Agis area of window glass (m2), Ugis thermal transmittance of windows glass or U-value of window glass (W/m2.K), DT is temperature difference between interior and exterior of building (K). Heat due to solar radiation through the window glass is expressed as: Qsol = Ag × SC × SF (4) U is thermal transmittance of wall (W/m2.K) anda Rtotal is total thermal resistances (m2.K/W). It covers resistance due to building envelopes’s materials and air resistance.
U=
1 Rtotal
(5)
2.3. Life Cycle Assessment in Building Envelope Generally, the use of LCA on buildings can determine environmental impacts in whole process construction (WPC) or for only building material component combinations (BMCCs), depending on the purpose of the LCA [5]. This research will be relied on BMCCs which evaluates the environmental impacts of processes and products (goods and services) during their life-cycles from cradle to grave, including raw material extraction, manufacturing process, construction, operational and disposal. Figure 2 shows system boundaries for life cycle assessment in this research.
TKE | 11
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
2.4. Embodied Energy and CO2 Emission The embodied energy of building materials generally includes energy for production in several phases, including material extraction, production, construction, maintenance and demolition [6]. Design records including building drawings are required for analysis of the embodied energy of building materials. These data can be obtained from local authorities, developers and the other stakeholders correlated with the buildings construction. CO2 emission calculation for building envelope materials can be determined by formulation [7]: Emission CO2 = [(Transportation x Emission factor of fuel)+(manufacturing x Emission factor of manufacturing)+(Human x Emission Factor)] Manufacturing Phase Raw Materials
Building Material Production
Transport
Building Envelope Construction
Renovation
Operational Phase Maintenance
Building Demolition
Demolition Phase
Transport
Landfill Site
Recycling Plant
Figure 2. Boundaries of life cycle assessment in building envelope 3. Result and Discussion 3.1. OTTV Result and Anaysis OTTV total is a sum of all partial OTTV based on its orientation. It is calculated based on equation 1 to 4. We consider to use α = 0.30as an absorbptivity of solar radion of white color in opaque building envelope [7]. Result is shown in TABLE 2. From the table 1, Uw based on its orientation can be calculated to get Qcw the same method is applied to obtain Ug. TDeq is be obtained by 10oC because of the weight-area ratio of the wall is higher than 195 kg/m2 [7].
TKE | 12
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Table 2. OTTV Result in building envelope of Cakra Kusuma Hotel Sides South North West East
Total Area of Opaque (m2) 424.6 403.2 242.5 230.4
Total Area of Window (m2)
α
Qcw (W)
Qgc (W)
Qsol (W)
OTTVi (W/m2)
4.8 38.4 6.3 3.6
0.30 0.30 0.30 0.30
850.9 1056.4 641 603.7
156.2 1249.7 205.1 117.2
465.6 3045.1 1530.9 403.2
3.4 12.1 9.6 4.8
Based on results of OTTVi, it gives the total OTTV of building envelope in Cakra Kusuma is 29.9 W/m2. It indicates that building envelope status in energy conservation perspective is efficient because its value is lower than the standard of SNI 03-6389-2000 which is below or equal than 45 W/m2. Its mean that the building envelope performance in rejecting the thermal effect from exterior building is relatively good. As the impact of this condition, HVAC system of hotel will need less energy to reach a comfort temperature inside because the cooling load is reduced by the building envelope. 3.2. Embodied Energy and CO2 Emission Analysis To build a calculation model for CO2 emissions in the entire stages of building envelope, it should take into consideration the CO2 emissions generated from production and transportation of construction materials and equipment as well as the CO2 emissions generated from the construction process. The embodied energy is correlated with a process and the CO2 emissions is correlated with a product. To show the material quantities of building envelope in this research is SNI 6897 2008 which based on the database of building envelope properties including: cement, concrete brick, iron, sand, wood, clear glass and paint. In the other components there are human power which is involving labor, stone worker, head labor and foreman. This database is shown in table 3 below. From table 3, the estimation of embodied energy (MJ/kg) and CO2 (kg) is expressed in figure 3. Tabel 3. Building envelope construction properties in Cakra Kusuma Hotel [8] [9] Embodied CO2 Dimension Total Area Components Energy(MJ/kg) emission/kg[ Index[8] 2 Unit (m ) [9] 9]
Materia ls
Concrete Block
Kg/m2
Cement
kg
Iron Sand Wood Clear Glass Pain
750 12.13/m 2
2
1162
0.67
0.073
1162
2
0.208
kg kg Kg/m3
0.28/m 38/m2 70
1162 1162 74.5
25 0.083 0.94
1.91 0.45 1.7
kg/m3
42
36.4
15
0.85
Kg/m2
0.4
2324
59
2.12
Figure 3.Energy Embodied (MJ) and CO2 (kg) estimation of building envelope in Cakra Kusuma Hotel
TKE | 13
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
It can be conluded that the concrete brick is largest of energy consumption (70068.6 MJ) and CO2 (63619.5 kg) emission in this case. The clear glass, even tough as the significant component to contribute the OTTV of the building but the life cycle assessment in energy embodied (2293 MJ) and CO2 emission (1299.5 kg) has shown the lowest impact for the environment. Total energy embodied for building envelope is 172099.2 MJ and CO2 emission is 99178.6 kg. 4. Conclusion Life cycle assessment of building envelope has validated the environmental impact of its construction components beside the OTTV to gain energy conservation of hotel building regarding the environment aspects. From this research shows the integrated analysis of the OTTV in Cakra Kusuma hotel of Yogyakarta City is 29.9 W/m2, total energy embodied is 172009.2 MJ and CO2 emission 99178.6 kg. Concrete block gives a significant value to affect the the environment with 40.7% of total energy embodied and 64.1% of total CO2 emission. References [1] Erlandsson M, Borg M. Generic LCA-methodology applicable for building, construction and operation services-today practice and development needs. Build and Environment 7 (2003): page 919–38. [2] Yilmaz, Z., Manioglu, G. Economic evaluation of the building envelope and operation period of heating system in terms of thermal comfort. Energy and Buildings 38 (2006), page 266-272. [3] Crawford, R.H., 2011: Life Cycle Assessment in the Built Environment. Spon Press, New York [4] Chan, A.L.S., & Chow, T.T. Evaluation of Overall Thermal Transfer Value (OTTV) for commercial buildings constructed with green roof. Applied Energy 107 (2013), page 10-24. [5] Surahman Usep. Life Cycle Assessment of Energy and CO2 Emission for Residential Buildings in Major Cities of Indonesia. Doctoral Desertation, Hiroshima University (2014). [6] Tucker, S.N., Salomonsson, G.D., Treloar, G.J., MacSporran, C.M. and Flood, J. 1993, The Environmental Impact of Energy Embodied in Construction, report prepared for RITE, Kyoto, (DBCE DOC 93/39M), CSIRO, Highett, p. 134. [7] SNI 03-6389-2000 [8] SNI 6897 2008 [9] G.P.Hammond and C.I.Jones (2006) Embodied energy and carbon footprint database, Department of Mechanical Engineering, University of Bath, United Kingdom
TKE | 14
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Simulasi Numerik Aliran Fluida dalam Turbin Francis Cylindrical Casing dengan Komputasi Dinamika Fluida EvanDimas Setiawan, Samsul Kamal dan Prajitno Jurusan Teknik Mesin dan Teknik Industri, Program Pascasarjana Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No.2 Kampus UGM, Yogyakarta 55281
[email protected]
Abstrak Menipisnya bahan bakar fosil seperti minyak yang dibuktikan Negara Indonesia sebagai pengimpor minyak menunjukkan bahwa konsumsi energi semakin meningkat. Hal tersebut menjadi kekhawatiran apabila bahan bakar fosil tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia secara menyeluruh, maka diperlukan salah satu kontribusi energi terbarukan dengan teknik konversi energi yang relatif mudah, seperti energi terbarukan mikro-hidro. Pada pembangkit tenaga mikro-hidro, jenis turbin yang banyak digunakan adalah jenis turbin Francis. Turbin memiliki peran besar dalam menentukan performansi dari pembangkit listrik, sehingga perlu diketahui performansi optimum dari turbin yang difungsikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh posisi penampang inlet turbin terhadap variasi kecepatan inlet di dalam medan aliran fluida dengan menggunakan pendekatan simulasi. Pembuatan desain turbin Francis cylindrical-casing yang dilengkapi dengan diameter penampang inlet sebesar 195mm serta meshing akan dilanjutkan pada tahap simulasi desain 3-dimensi dengan aplikasi CFD, boundary condition dinyatakan dengan kecepatan inlet sebesar 5m/s, 10m/s, dan 15m/s, sehingga diperoleh hasil simulasi berupa medan aliran fluida. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa variasi kecepatan inlet fluida air memberikan pengaruh terhadap performansi turbin. Kecepatan inlet yang semakin cepat dapat menghasilkan fenomena pusaran pada rumah turbin semakin tinggi, dengan semakin tingginya fenomena pusaran pada rumah turbin, maka performansi turbin akan semakin meningkat. Kata-kata kunci : CFD, cylindrical casing, fenomena pusaran
1. Pendahuluan Menipisnya bahan bakar fosil seperti minyak yang dibuktikan Negara Indonesia sebagai negara pengimpor minyak sejak tahun 2004 menunjukkan bahwa konsumsi energi oleh masyarakat Indonesia semakin meningkat. Hal tersebut menjadi kekhawatiran bagi masyarakat Indonesia, apabila sektor energi yang didominasi oleh minyak sebagai bahan bakar fosil tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Maka sebagai bentuk dari solusi, pemerintah membuat suatu program untuk menambah pasokan energi melalui kontribusi energi terbarukan dengan persentase sekitar 17% pada tahun 2025. Jenis dari energi terbarukan cukup beragam dan tentunya disesuaikan dengan kondisi alam dari Negara Indonesia dalam penerapannya, salah satu jenis dari energi terbarukan yang memiliki potensi cukup besar, sesuai dengan istilah negara maritim seperti Negara Indonesia, dan memiliki teknik konversi energi yang relatif mudah adalah energi terbarukan mikro-hidro. Dalam merealisasikan teknik konversi energi terbilang relatif mudah, dikarenakan peralatan dan sumber daya yang diperlukan dapat dibuat dan ditemui di dalam negeri, khususnya dengan memanfaatkan kemampuan industri manufaktur dari Negara Indonesia sendiri. Energi listrik yang diperoleh dari energi terbarukan mikro-hidro melalui teknik konversi energi berpotensi dalam menghasilkan daya sekitar 761 MW, namun dalam implementasi di lapangan dapat diketahui nilai dari daya terpasang adalah sekitar 218 MW, hal ini menyatakan bahwa rasio kemanfaatan adalah berkisar pada nilai persentase 28% (Panigoro, A., 2013). Hal ini memberikan bukti nyata bahwa usaha yang memanfaatkan potensi dari energi terbarukan mikro-hidro dapat memenuhi kebutuhan energi masyarakat Indonesia.
TKE | 15
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Negara Indonesia sebagai negara maritim dan negara kepulauan memiliki kondisi wilayah yang beragam, dan seringkali tidak didukung dengan perkembangan infrastruktur serta pengetahuan masyarakat lokal yang memadai sebagai syarat dalam mengembangkan energi terbarukan mikrohidro, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti dan pengembang untuk membuat inovasi konstruksi sistem yang kuat, mudah diangkut dan dipasang, serta mudah dalam pengoperasian dan perawatan. Inovasi yang diberikan juga harus mempertimbangkan kebijakan perdagangan pasar bebas, khususnya dalam hal persaingan harga dan kualitas dari produk yang akan dipasarkan. Sudut pandang ekonomi membuktikan bahwa produk yang disertai dengan kemasan, yakni dengan cara menyatukan berbagai komponen sistem sehingga menghasilkan satu kesatuan yang saling bersinergi dan kompak, dapat memberikan penurunan harga secara signifikan. Maka dari itu untuk memenuhi tantangan dari segi konstruksi, operasional dan end of life,serta dipadu dengan sudut pandang ekonomi, dilakukan penelitian pada unit pembangkit tenaga mikro-hidro yang dapat dikemas secara kompak dan diurai dalam suatu kontainer sehingga menjadi satu kesatuan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Mikro-Hidro (PLTMH) yang terintegrasi. PLTMH merupakan pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air dalam skala yang lebih kecil dibandingkan dengan PLTA. Unit pembangkit tenaga mikro-hidro yang terdapat pada PLTMH memanfaatkan energi potensial air yang jatuh dan mengalir dari ketinggian tertentu. Pada penelitian ini air jatuh dan mengalir melalui sebuah pipa untuk dapat menggerakkan komponen dari unit mikrohidro berupa turbin. Turbin yang berputar pada porosnya akan menghasilkan energi mekanik, kemudian melalui teknik konversi energi akan diubah menjadi energi listrik melalui komponen generator. Turbin memiliki peran besar dalam menentukan performansi dari unit pembangkit tenaga mikro-hidro (Jain, Saini, dan Kumar, 2010). Sehingga, turbin yang difungsikan pada unit pembangkit tenaga mikro-hidro harus memiliki performansi yang optimum. Salah satu jenis turbin yang banyak digunakan pada unit pembangkit tenaga mikro-hidro adalah turbin Francis, dikarenakan memiliki rentang head yang lebar. Turbin Francis dikelompokkan dalam turbin reaksi, selain itu rentang head yang dimiliki adalah antara 20 sampai 700 m, dengan efisiensi mencapai lebih dari 90% (Wei dan Choi, 2013). Performansi dari turbin Francis dapat ditentukan oleh faktor-faktor, seperti daya output dari poros turbin dan efisiensi turbin yang dipengaruhi oleh fenomena pusaran. Pada penelitian ini, penulis akan meneliti pengaruh posisi penampang inlet turbin terhadap variasi kecepatan inlet fluida air di dalam medan aliran fluida, posisi penampang inlet turbin dan variasi kecepatan inlet fluida air akan dihadapkan pada performansi turbin Francis dengan cylindrical casing menggunakan pendekatan simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD). Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan performansi turbin Francis. Jain et.al (2010), melakukan prediksi performansi dan efisiensi dari turbin Francis dengan poros horizontal berkapasitas 3 MW. Penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak CFD FLUENT model turbulensi / , 5,93 / , 7,20 / , dan 8,00 / . SST k-ω melalui variasi pada debit aliran, yakni 4,71 Hasil simulasi melalui perangkat lunak CFD kemudian divalidasi dengan hasil eksperimen. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa efisiensi secara menyeluruh akan meningkat disebabkan oleh peningkatan debit, kemudian daya keluaran turbin akan semakin besar saat debit aliran mengalir pada turbin meningkat. Peningkatan efisiensi yang terjadi akan bermuara pada titik maksimum di debit desain, kemudian diikuti dengan penurunan efisiensi. Daya keluaran turbin dan efisiensi di titik maksimum / . pada desain akan diperoleh pada nilai debit sebesar 7,20 Dengan melakukan prediksi karakteristik parameter aliran pada guide vanes, stay vanes dan runner turbin yang diakibatkan pembukaan guide vanes dan kecepatan putar runner turbin, Khare et. Al (2010) menganalisis karakteristik parameter aliran pada turbin Francis dengan melakukan variasi pada pembukaan guide vanes, yakni 91,57 mm, 80,93 mm, 66,73 mm dan kecepatan putar runner turbin pada rentang 400-900 rpm. Hasil dari penelitian yaitu bahwa efisiensi maksimum diperoleh pada saat pembukaan guide vanes menunjukkan nilai 80,93 mm dengan 7200 / , dan komponen kecepatan aliran air pada bagian luar runner dipengaruhi oleh pembukaan guide vanes dan kecepatan putar runner turbin. Namun, pada bagian luar dari guide vanes dan stay vanes, pengaruh paling besar adalah oleh pembukaan guide vanes dibandingkan dengan kecepatan putar turbin. Maka dapat
TKE | 16
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
disimpulkan ada dominansi pengaruh yang berbeda pada bagian luar runner dibandingkan bagian luar guide vanes dan stay vanes. Dari beberapa penelitian tentang turbin Francis di atas, diketahui bahwa untuk melakukan analisis atau memperoleh prediksi dari performansi turbin, dapat digunakan variasi kecepatan inlet turbin dan pembukaan guide vanes dengan sudut tertentu menggunakan pendekatan simulasi. Maka dari itu dengan adanya referensi terkait parameter yang mempengaruhi performansi turbin tersebut, dapat menjadi acuan untuk melakukan variasi kecepatan inlet turbin dengan nilai yang ditentukan pada boundary condition, serta melakukan pembukaan guide vanes dengan jumlah guide vanes yang sama dan sudut yang telah ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui performansi optimum turbin Francis yang difungsikan pada unit pembangkit tenaga mikro-hidro melalui medan aliran fluida, khususnya pengaruh posisi penampang inlet turbin terhadap variasi kecepatan inlet fluida air dan bukaan guide vanes dengan sudut tertentu dengan menggunakan pendekatan simulasi, sehingga dapat digunakan untuk memperkuat hasil analisis dari pendekatan eksperimen terkait pengembangan prototip micro hydro in knockdown container menggunakan turbin Francis cylindrical casing. 2.Metode Metode yang digunakan pada kegiatan penelitian tentang “Simulasi Numerik Aliran Fluida dalam Turbin Francis Cylindrical Casing dengan Komputasi Dinamika Fluida” dibagi menjadi 3 bagian, diantaranya adalah metode pengukuran manual, metode desain geometri turbin Francis cylindrical casing, dan metode simulasi menggunakan komputasi dinamika fluida. Penggunaan metode tersebut didasari oleh adanya kebutuhan dalam memperoleh bentuk aliran fluida air dengan permukaan yang didefinisikan oleh kondisi batas secara jelas dan seksama, hal ini tidak dapat diperoleh dengan metode yang menggunakan pendekatan eksperimen. Kegiatan penelitian yang dinyatakan ke dalam 3 bagian metode dapat diuraikan dan diringkas dalam bentuk diagram alir yang menyatakan alur kerja pada Gambar 1 sebagai berikut..
Gambar 1.Flow Chart Simulasi Numerik Aliran Fluida dalam Turbin Francis Cylindrical Casing dengan CFD
TKE | 17
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
a. Membuat desain geometri turbin Francis Pembuatan desain turbin Francis diawali dengan melakukan pengukuran secara manual untuk komponen-komponen pada turbin Francis, kemudian dengan dimensi dan spesifikasi yang diperoleh dari pengukuran manual dapat dibuat desain komponen turbin secara terpisah. Desain komponen turbin yang diperoleh secara terpisah, kemudian dapat disatukan dengan metode assembly sehingga menjadi satu-kesatuan turbin. b. Melakukan simulasi pada desain 3-dimensi turbin Francis Simulasi turbin Francis dilakukan dengan menggunakan CFD ANSYS R15.0 menggunakan jenis analysis systems berupa Fluid Flow (CFX) untuk dapat mengetahui performansi turbin Francis, kemudian digunakan turbulence options pada fluid model. Simulasi menggunakan properti air sebagai fluida yang mengalir pada turbin Francis, kemudian dapat ditentukan inlet dan outlet dari desain 3-dimensi turbin, sehingga dapat diketahui streamline, vector dan contour air mengalir dari inlet menuju bagian outlet. Namun, apabila diuraikan secara lebih spesifik, simulasi turbin Francis diawali dengan melakukan proses meshing pada desain 3-dimensi turbin Francis yang terdiri dari geometri komponen turbin, kemudian dapat ditentukan domain, boundary condition, dan interface pada bagian setup atau pre-processor. Langkah terakhir adalah simulasi model dan mengamati hasil pada bagian post-processor. c. Analisis dan kesimpulan Hasil simulasi CFD pada desain 3-dimensi turbin Francis mencakup pengaruh posisi penampang inlet turbin terhadap variasi kecepatan inlet fluida air dan bukaan guide vanes pada sudut tertentu yang dihadapkan pada performansi turbin Francis. Hasil simulasi CFD terkait dengan desain 3-dimensi yang direalisasikan berdasarkan data dimensi dan spesifikasi akan dianalisis, hasil analisis mencakup data hasil simulasi CFD pada desain 3-dimensi turbin Francis berupa medan aliran fluida, setelah diperoleh hasil analisis, kemudian hasil analisis akan disimpulkan. 3. Pemodelan Geometri dan Pembuatan Meshing Langkah pertama adalah membuat model geometri yang akan digunakan dalam domain komputasi, diantaranya terdiri dari bagian yang tidak berputar atau stationary dan bagian yang berputar atau rotary. Bagian stationary, terdiri atas cylindrical casing dan guide vanes package, serta bagian rotary, terdiri atas runner dan shaft. Pembuatan desain 3-dimensi yang dinyatakan dalam model geometri setiap komponen dibuat dengan menggunakan SOLIDWORKS 2015 pada Gambar 2 dan Gambar 3. Gambar 2 menyatakan model geometri setiap komponen dari SOLIDWORKS 2015, dan Gambar 3 menyatakan assembly dan hasil meshing assembly dari model geometri setiap komponen yang telah melalui tahap unite dan substract dari CFD ANSYS R15.0.
Gambar 2. Model Geometri dari Komponen Turbin Francis
TKE | 18
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 2 yang berisi model geometri dari komponen turbin Francis, kemudian akan diimportke design modeler dari ANSYS R15.0 sebagai langkah kedua, pada design modeler akan terjadi proses unite dan substract sehingga object yang dianalisis akan menjadi 2 bagian diantaranya stationary dan rotary. Langkah ketiga akan dilakukan pembuatan meshing pada object sehingga akan dihasilkan mesh statistics, terdiri atas total nodes berjumlah 251.329 dan total elements berjumlah 1.139.312, total nodes dan elements, terdiri atas bagian stationary dengan total nodes adalah 135.549 dan total elements adalah 640.385, serta bagian rotary dengan total nodes adalah 115.780 dan total elements adalah 498.927. Model assembly yang terdiri dari bagian stationary (1. Cylindrical Casing dan 3. Guide Vane Package) dan rotary (2. Shaft dan 4. Runner) dalam design modeler serta hasil meshing dari model assembly tersaji pada Gambar 3.
Gambar 3.Assembly dan Meshing Model Geometri Turbin Francis 4. Boundary Conditions Model geometri dari turbin Francis dinyatakan untuk membuat inlet dan outlet dari boundary conditions, khususnya pada objectstationary. Gambar 4 menunjukkan lokasi dari inlet dan outlet dari boundary conditions.
Gambar 4.Boundary Conditions dari Model Geometri Turbin Francis Pada analisis untuk model geometri turbin Francis yang dinyatakan pada Gambar 4, penentuan setup pada CFX Pre-Processor terdiri dari domain stationary dan rotary. Domain stationary dan rotary dinyatakan dengan tipe domain fluida, properti fluida air, reference pressure sebesar 106,5243 kPa yang merupakan penjumlahan dari tekanan atmosfer dan tekanan hidrostatis sesuai tinggi atau length dari turbin Francis yang digunakan, bouyancy model dengan penentuan gravitasi ke arah sumbu Z sebesar 9,81 m/s2 dan bouyant reference temperature sebesar 25°C, serta penggunaan turbulence options . Angular velocity yang dinyatakan pada runner dan shaft sebagai bagian dari domain rotary adalah sebesar 1000 rpm dengan putaran pada arah sumbu Z. Pada domain stationary,
TKE | 19
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
kecepatan aliran fluida pada boundary inlet ditentukan pada nilai 5 m/s, 10 m/s, dan 15 m/s, kemudian pada bagian outlet, tipe boundary dinyatakan sebagai opening dengan tekanan relatif sebesar 0 Pa. 5. Hasil dan Pembahasan Simulasi yang dilakukan terhadap 3 nilai parameter kecepatan inlet fluida yang berbeda, baik 5 m/s, 10 m/s, dan 15 m/s dapat memberikan gambaran distribusi tekanan dan distribusi kecepatan pada fluid domain. Distribusi tekanan dan kecepatan yang diamati dari mid plane dinyatakan pada Gambar 5.
Gambar 5.Pressure Contour dan Velocity Contour pada Turbin Francis di Mid Plane Pada Gambar 5 terlihat ada perbedaan contour antara 3 nilai parameter kecepatan inlet fluida yang berbeda, namun secara garis besar dapat diketahui bahwa terjadi penurunan tekanan dari bagian inlet menuju bagian outlet, penurunan tekanan secara signifikan terjadi pada saat aliran fluida air melewati guide vane sebagai domain stationary yang tidak berputar dan runner sebagai domain rotary yang berputar dengan angular velocity sebesar 1000 rpm., hal ini disebabkan adanya ekstraksi energi, khususnya pada bagian runner. Pada Gambar 5, kecepatan inlet fluida dengan nilai 5 m/s memiliki distribusi tekanan yang lebih merata pada domain stationary maupun domain rotary dibandingkan dengan kecepatan inlet fluida pada nilai 10 m/s maupun 15 m/s yang mengalami transisi penurunan tekanan saat aliran fluida air melewati guide vane menuju runner.
Gambar 6. Velocity Streamline pada Tampak Atas Turbin Francisserta Velocity Vector pada Mid Plane Guide Vane Package dan Runner
TKE | 20
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Pada Gambar 5, khususnya pada velocity contour, diketahui bahwa secara garis besar terjadi peningkatan kecepatan dari bagian inlet menuju bagian outlet, apabila diamati antara input kecepatan yang berbeda pada Gambar 5, peningkatan kecepatan diawali pada saat aliran fluida air bersentuhan dengan permukaan shaft yang berputar, dilanjutkan hingga aliran fluida air melewati guide vane dan runner. Kecepatan fluida yang relatif rendah menyebabkan peningkatan kecepatan fluida hanya terjadi pada sekitar permukaan shaft, namun kecepatan fluida yang relatif tinggi menyebabkan peningkatan kecepatan fluida air pada sekitar permukaan shaft dan menyebabkan aliran fluida terdorong menuju dinding turbin sehingga sebaran peningkatan kecepatan fluida terlihat lebih acak dibandingkan input kecepatan fluida yang relatif rendah, kemudian apabila diperhatikan dari rentang nilai distribusi kecepatan yang memasuki guide vane dan runner, semakin cepat input kecepatan fluida air pada inlet, maka sebaran peningkatan kecepatannya juga akan terjadi secara merata sebelum memasuki guide vane, hal ini dapat menyebabkan kecepatan fluida air menjadi lebih besar saat memasuki guide vane dan saat diarahkan menuju runner. Pengaruh posisi penampang inlet turbin terhadap variasi kecepatan inlet fluida air dapat memberikan fenomena pusaran yang berbeda untuk setiap nilai input kecepatan inlet yang berbeda dan bukaan guide vanes dengan persentase 100% memberikan distribusi kecepatan yang berbeda pada daerah guide vanes dan runner untuk nilai kecepatan fluida yang berbeda di bagian input, kedua hal ini dapat dinyatakan dengan Gambar 6. Gambar 6 menyatakan adanya perbedaan jenis streamline dan vector untuk parameter kecepatan, baik pada saat aliran fluida air memasuki penampang inlet turbin Francis cylindrical casing maupun pada saat aliran fluida air memasuki guide vane dan runner. Gambar 6 menyatakan bahwa posisi penampang inlet turbin terhadap kecepatan inlet fluida air sebesar 5 m/s memberikan sebaran aliran fluida yang lebih merata, khususnya di sekitar permukaan shaft, berbeda dengan kecepatan inlet fluida air pada nilai 10 m/s dan 15 m/s, dimana sebaran aliran fluida tidak merata, khususnya pada saat bersinggungan dengan runner, air langsung terdorong menuju dinding turbin, sehingga tidak menyebabkan terjadinya fenomena pusaran di sekitar shaft hingga mencapai guide vane package dan runner. Gambar 6 menyatakan adanya perbedaan kuantitas fluida air yang memasuki guide vane dan runner, hal ini dapat disebabkan adanya sebaran aliran fluida yang cukup merata di sekitar shaft untuk kecepatan inlet fluida air sebesar 5 m/s, sehingga air yang memasuki guide vane package lebih banyak dan rugi-rugi menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan sebaran aliran fluida pada kecepatan inlet fluida air sebesar 10 m/s dan 15 m/s yang tidak merata di sekitar shaft, dimana kuantitas fluida air lebih banyak mengarah ke dinding turbin. Guide vane yang dilengkapi dengan casing menyebabkan air dengan kecepatan lebih besar akan mengalir menuju dinding turbin, sehingga akan lebih banyak bersinggungan dengan casing guide vane dibandingkan memasuki celah-celah guide vane yang lebih dekat dengan komponen shaft. 6. Kesimpulan Berdasarkan simulasi numerik aliran fluida pada turbin Francis cylindrical casing dengan komputasi dinamika fluida, diketahui bahwa posisi penampang inlet turbin pada model geometri 3-dimensi memberikan fenomena pusaran pada aliran fluida yang mengalir dari inlet menuju outlet. Fenomena pusaran yang terjadi juga dipengaruhi dengan kecepatan fluida air pada bagian inlet, kecepatan sebesar 5 m/s memberikan fenomena pusaran yang merata di sekitar shaft, hal ini dapat menyebabkan fluida air yang memasuki guide vane akan lebih banyak dan terarah menuju runner sehingga dapat mengurangi rugi-rugi yang terjadi, namun semakin cepat aliran fluida di dalam turbin Francis, maka akan semakin besar potensi untuk bersinggungan dengan dinding turbin, sehingga fluida air yang memasuki guide vane akan lebih sedikit dan rugi-rugi semakin besar. Makalah ini menyatakan kemampuan dari komputasi dinamika fluida untuk memprediksi aliran fluida dari turbin Francis cylindrical casing berdasarkan model geometri dan kemampuan pendekatan numerik untuk memprediksi performansi turbin. Makalah ini memberikan informasi rugi-rugi
TKE | 21
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
kecepatan yang akan terjadi pada saat kecepatan aliran fluida di bagian inlet semakin meningkat secara visualisasi. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Prof. Ir. Samsul Kamal, M.Sc., Ph.D. dan Dr. Ir. Prajitno, M.T. sebagai pembimbing utama dan pembimbing pendamping yang telah membimbing penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian dan naskah makalah Seminar Nasional ”Rekayasa dan Desain ITENAS 2015” ini. Rekan-rekan mahasiswa, dosen, dan karyawan Jurusan Teknik Mesin dan Teknik Industri, Program Pascasarjana Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada yang telah membantu dalam pembuatan simulasi komputasi dinamika fluida dan berbagai aspek yang mendukung terselesaikannya penelitian dan makalah ini.
Daftar Pustaka [1] Jain, S., Saini, R. P., and Kumar, A. 2010. CFD Approach for Prediction of Efficiency of Francis. IGHM. [2] Khare, R., Prasad, V., and Kumar, S. 2010. CFD Approach for Flow Characteristics of Hydraulic Francis Turbine. International Journal of Engineering Science and Technology, vol. 2, no. 8, pp. 3824-3831. [3] Panigoro, A., 2013, Beyond 2014 Indonesia Jawara Energi Nabati Dunia Optimalisasi Biodiesel sebagai Solusi Krisis Energi Nasional, Komunikasi Non-Formal. [4] Wei, Q., and Choi, Y. D. 2013. The Influence of Guide Vane Opening on The Internal Flow of A Francis Turbine. Journal of the Korean Society of Marine Engineering, vol. 37, no. 3, pp. 274-281.
TKE | 22
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Analisis Kinerja Turbin Gas Mikro Bioenergi Proto X-3 Asyari Daryusa,b , Ahmad Indra Siswantaraa, Steven Darmawana,c, Gun Gun R. Gunadia,d, dan Rovida Camaliaa a Departemen Teknik Mesin., Universitas Indonesia, Depok 16424 Tel.: (021) 7270011 Fax.: (021) 7270077, e-mail:
[email protected] b Jurusan Teknik Mesin, Universitas Darma Persada, Jl. Radin Inten II (Terusan Casablanca) Pondok Kelapa Jakarta Timur 13450 Tel.: 021-8649051, Fax.: 021-8649052, e-mail:
[email protected],
[email protected] c Jurusan Teknik Mesin, Universitas Tarumanagara, Jl. LetJen S. Parman No. 1, Jakarta 11440, e-mail:
[email protected] d Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta, Depok, Jawa Barat, 16425, e-mail:
[email protected]
Abstrak Sistem turbin Gas Mikro merupakan jenis turbin gas daya rendah, umumnya dibawah 500 kW. Penelitian ini mengkaji unjuk kerja sistem turbin gas mikro bioenergi Proto X-3 yang merupakan turbin gas mikro 2 tingkat, dimana daya dari turbin gas tingkat 1 berfungsi hanya untuk menggerakkan kompresor, sedangkan daya turbin gas tingkat 2 digunakan untuk menggerakkan sebuah generator listrik. Turbin gas menggunakan turbocharger kedaraan bermotor Garret TA34 untuk turbin gas tingkat 1 dan Garret TA51 untuk turbin gas tingkat 2. Pada penelitian ini sistem turbin gas menggunakan solar sebagai bahan bakar. Pengujian dilakukan dengan melakukan variasi nosel bahan bakar yaitu ukuran 1,50 gph (galon per hour) dan 1,75 gph. Dari percobaan yang dilakukan, efisiensi maksimum yang dicapai kompresor adalah sekitar 75% di putaran 73.000 rpm untuk kedua ukuran nosel. Sementara itu efisiensi sistem turbin gas tingkat 1 bertambah secara linier berbanding lurus dengan putaran turbin, dan nosel 1,75 gph memberikan hasil yang lebih tinggi. Efsiensi siklus sistem keseluruhan turbin gas mikro ini relatif linier untuk semua putaran poros dan nilai lebih baik diperoleh dari nosel dengan ukuran 1,75 gph yaitu di kisaran 53%, sedangkan nosel ukuran 1,50 gph memberikan nilai efisiensi disekitar 49%. Dengan demikian percobaan dengan nosel 1,75 gph memberikan kinerja sistem yang lebih baik. Kata-kata kunci : Turbin gas mikro, kinerja, pembangkit listrik, green building
1. Pendahuluan Turbin Gas Mikro (Micro Gas Turbine) merupakan jenis turbin gas dengan daya rendah di bawah 500 kW [1, 2]. Keunggulan dari turbin jenis ini, seperti rasio daya terhadap berat yang tinggi serta kemudahannya dalam menggunakan berbagai jenis bahan bakar, menjadikannya cocok digunakan untuk berbagai aplikasi [3-8]. Karena daya turbin kecil, maka emisi gas buang dapat dikendalikan sehingga menjadikan ia ramah terhadap lingkungan [3-5, 9, 10]. Salah satu aplikasi yang dapat menggunakan turbin gas mikro adalah untuk pembangkit listrik pada gedung-gedung, terutama gedung-gedung dengan konsep Zero Energy Building (ZEB), yaitu gedung dimana kebutuhan energinya tidak bergantung pada pasokan dari luar namun dipenuhi dari pembangkit listrik yang ada di gedung itu sendiri [7]. Selanjutnya, salah satu komponen mesin yang merupakan sistem turbin gas dengan dimensi dan daya kecil adalah turbocharger. Turbocharger banyak dijumpai pada mesin pembakaran dalam yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi pembakaran dengan memanfaatkan gas buang dari mesin. Daya yang dihasilkan turbin pada turbocharger digunakan untuk menggerakkan sebuah kompresor yang mengkompresi udara masuk ke ruang bakar mesin, sehingga efisiensi volumetrik mesin
TKE | 23
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
meningkat. Karena dimensi dan dayanya yang kecil, turbocharger ini dapat dimanfaatkan juga sebagai penggerak sebuah generator listrik kecil. Oleh sebab itu dibuatlah suatu prototipe sebuah sistem turbin gas mikro dengan menggunakan turbocharger. Sistem merupakan turbin gas mikro 2 tingkat yang terdiri dari 2 buah turbocharger. Daya dari turbin gas mikro tingkat 1 digunakan untuk menggerakkan kompresor, sedangkan sistem turbin gas tingkat 2 untuk menggerakkan generator listrik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu kondisi optimum atas kinerja sistem turbin gas mikro sebagai pembangkit daya listrik untuk aplikasi di gedung/bangunan ataupun untuk keperluan lainnya. Penjelasan Sistem Sebuah sistem pembangkit listrik skala kecil dengan menggunakan penggerak yang berasal dari sistem turbin gas mikro dengan bahan bakar solar telah dirancang dan dibuat, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1. Sistem turbin gas mikro ini di desain dengan menggunakan 2 buah turbocharger kendaraan bermotor merek Garret, sebuah ruang bakar, dan sebuah generator. Turbin gas mikro pada tingkat 1 menggunakan turbocharger Garret tipe TA34, dan turbin gas mikro tingkat 2 menggunakan turbocharger Garret tipe TA51 yang mempunyai spesifikasi daya yang lebih besar. Kompresor dan turbin merupakan jenis radial. Sistem dilengkapi dengan dua buah pompa dimana satu pompa untuk mensirkulasikan minyak pelumas ke kedua turbocharger melalui filter oli, serta alat pendingin oli (oil cooler), dan satu pompa lagi untuk mensirkulasikan bahan bakar ke sistem. Roda kompresor pada sistem turbin gas mikro tingkat 2 dilepas dan diganti dengan sebuah puli sebagai penghubung ke sebuah generator putaran rendah 3000 rpm [10]. Untuk sementara ini generator belum terpasang dan temperatur keluar turbin gas tingkat 2 diasumsikan. Sementara itu ruang bakar pada sistem turbin gas mikro ini adalah jenis tubular yang terdiri dari swirl unit, incorporating spray unit, dan spark ignitter. Spray unit menggunakan nosel bahan bakar cair dengan sudut semprot 45o. Untuk membantu menghidupkan turbin gas digunakan blower udara pada sistem tingkat 1 [10]. Sistem turbin gas ini beroperasi mengikuti siklus Brayton [11].
Gambar 1. Sistem turbin gas 2 tingkat: 1) Turbin gas 1, 2) Turbin gas 2, 3) Kompresor, 4) Panel kontrol, 5) Pompa oli, 6) Pompa bahan bakar. 2. Metode Pembahasan akan difokuskan kepada unjuk kerja dari sistem turbin gas mikro Bio Energi Proto X-3. Tulisan ini merupakan penelitian awal dari serangkaian penelitian yang akan dilakukan. Pengujian pada tahapan ini akan menggunakan bahan bakar solar, dan untuk penelitian-penelitian selanjutnya bahan bakar yang digunakan akan dikembangkan untuk bioethanol, biomassa, dan biogas. Peralatan uji coba terdiri dari dua sistem turbin gas mikro yang berfungsi sebagai sistem turbin gas mikro tingkat 1 dan tingkat 2. Masing-masing tingkat mempunyai poros tersendiri, dimana poros tingkat 1 untuk menggerakkan kompresor dan poros di tingkat 2 untuk menggerakkan generator. Tata
TKE | 24
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
letak sistem ditunjukkan oleh Gambar 2. Parameter sistem yang diukur adalah putaran poros turbin, temperatur, tekanan, laju aliran bahan bakar, dan laju aliran udara. Lima termokopel tipe K dipasang pada beberapa titik pengukuran temperatur, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2. Pengukur tekanan 1,6 bar digunakan untuk mengukur tekanan pada sisi masuk kompresor, sisi keluar kompresor, sisi masuk turbin gas 1, sisi keluar turbin gas 1, sisi masuk turbin gas 2, sisi keluar turbin gas 2, dan sisi keluar pompa minyak pelumas. Dua buah tachometer digital dipasang pada poros kompresor tingkat 1 dan 2. Pencatatan temperatur dibantu dengan peralatan data acquisition dengan waktu pencatatannya diatur setiap detik. Nyala busur listrik dari busi digunakan untuk memulai penyalaan di ruang bakar, dan udara dari blower digunakan selama lebih kurang lima menit untuk mensuplai udara pada sistem turbin gas tingkat pertama. Untuk mencegah tekanan balik dari sistem turbin gas tingkat kedua selama proses start-up, aliran gas dibuang ke udara melalui saluran by-pass yang dilengkapi dengan sebuah katup yang terletak antara sisi keluar turbin gas 1 dan sisi masuk turbin gas 2. Ketika putaran poros turbin gas 1 telah cukup bagi kompresor dalam mensuplai volume udara yang dibutuhkan, maka aliran udara dari blower dihentikan dengan menutup katup salurannya. Pengambilan data pengukuran dilakukan pada dua ukuran nosel bahan bakar yang berbeda yaitu nosel ukuran 1,50 gph (galon per hour) (selanjutnya disebut dengan nosel 1,50) dan nosel ukuran 1,75 gph (selanjutnya disebut nosel 1,75) dengan variasi putaran dari poros turbin.
Gambar 2.Skema tata letak sistem turbin gas mikro dua tingkat
3. Hasil dan Pembahasan Turbin gas 2 tingkat memberikan efisiensi yang lebih baik bila dibandingkan dengan turbin gas 1 tingkat karena efisiensi sistem 1 tingkat akan turun pada beban rendah karena putaran kompresor harus mengikuti mengikuti putaran generator. Namun pada sistem turbin gas mikro dua tingkat, putaran kompresor tidak bergantung pada putaran generator yang terpasang pada turbin gas ke dua, sehingga efisiensi sistem tingkat 1 tidak turun terutama pada beban rendah [10].
TKE | 25
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Kompresor Kompresor terpasang pada turbin gas pada tingkat pertama. Fungsi kompresor adalah untuk memberikan suplai udara kepada turbin gas melalui ruang bakar. Kerja kompresor dihitung dari perbedaan enthalpi gas yang diperoleh dari tabel udara, dengan persamaan berikut: Wc = m& .(h1 − h0 )
(1)
& adalah laju aliran udara (kg/s), h1adalah enthalpi udara Dimana Wcadalah kerja kompresor (kW), m keluar kompresor (kJ/kg), dan h2adalah enthalpi udara masuk kompresor (kJ/kg). Laju aliran udara dan efisiensi kompresor udara diperoleh dari pembacaan kurva peta kompresor yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat turbocharger, dengan berdasarkan rasio tekanan dan putaran poros kompresor. Efisiensi dan kerja kompresor terhadap berbagai putaran poros kompresor untuk ukuran nosel 1,50 dan nosel 1,75 ditunjukkan oleh Gambar 3. Naiknya beban akan diikuti oleh naiknya efisiensi kompresor, namun kenaikan tidak terlalu signifikan. Efisiensi kompresor maksimal diperoleh diputaran tertinggi yaitu disekitar 73.000 rpm sebesar 75% untuk kedua percobaan. Tidak terlihat perbedaan efisiensi yang signifikan antara nosel 1,50 dengan nosel 1,75. Di atas 73.000 rpm efisiensi kompresor untuk kedua ukuran nosel menurun walaupun kerja yang dihasilkan meningkat. Dari grafik kerja kompresor, kerja kompresor lebih stabil atau konstan pada nosel 1,50. Dapat disimpulkan bahwa nosel 1,50 memberikan hasil lebih baik dalam kestabilan daya yang diperlukan oleh kompresor untuk mengkompresi udara ke turbin gas.
Gambar 3. Kerja dan Efisiensi Kompresor vs Putaran Poros pada tingkat 1 Turbin 1 Turbin 1 adalah turbin gas mikro pada tingkat 1. Untuk menghitung kerja turbin 1, digunakan rumus: Wt1 = m& .(h3 − h4 )
(2)
Dimana Wt1 adalah kerja turbin 1 (kW), h3 adalah enthalpi gas masuk turbin 1 (kJ/kg) dan h4 adalah enthalpi gas keluar turbin 1 (kJ/kg). Enthalpi gas diperoleh dari tabel udara dengan mengabaikan gas yang berasal dari bahan bakar karena massa bahan bakar kecil sekali bila dibandingkan dengan massa udara. Temperatur gas masuk turbin 1 berada di kisaran 654 – 7080 C. Gambar 4 memperlihatkan besarnya kerja kompresor dan turbin 1 berdasarkan putaran poros turbin. Kerja turbin gas terlihat lebih besar dari kerja kompresor, mengindikasikan bahwa adanya kerugian mekanik dan kerja [10].
TKE | 26
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Gambar 4. Kerja Kompresor dan Turbin gas 1 Efisiensi sistem pada tingkat 1, dapat dicari dengan rumus berikut:
η1 =
Wc × 100 Wt1
(3)
Dimana η1 adalah efisiensi sistem tingkat 1 (dalam %). Grafik efisiensi sistem tingkat 1 ditunjukkan oleh Gambar 5. Efisiensi sistem turbin gas mikro tingkat pertama untuk nosel 1,50 cendrung linier sesuai dengan kenaikan putaran poros turbin, namun terjadi kenaikan untuk nosel 1,75. Hanya terlihat sedikit perbedaan efisiensi sistem turbin gas tingkat 1 antara nosel 1,50 dengan nosel 1,75. Efisiensi sistem turbin gas tiingkat 1 untuk nosel 1,75 ternyata lebih baik dibandingkan dengan nosel 1,50. Berdasarkan hasil dari gambar 3 dimana efisiensi kompresor terbaik dijumpai pada percobaan dengan nosel 1,50; namun untuk efisiensi sistem tingkat 1 pada gambar 5 ternyata efisiensi terbaik ditemui pada percobaan dengan nosel 1,75, hal ini kemungkinan disebabkan oleh efisiensi turbin gas yang lebih baik pada percobaan dengan nosel 1,75 sehingga dapat mengkompensasi efisiensi kompresor yang lebih rendah pada percobaan dengan nosel 1,75.
Gambar 5. Efisiensi Sistem Turbin Gas Mikro pada tingkat 1 Turbin 2 Turbin 2 adalah turbin gas mikro pada tingkat 2. Turbin 2 digunakan untuk memutar generator yang akan menghasilkan daya listrik untuk berbagai keperluan, atau disebut juga turbin daya (power
TKE | 27
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
turbine). Pada eksperimen ini, pengukuran tidak dilakukan secara langsung karena sistem belum dilengkapi dengan generator, namun dilakukan merujuk ke beberapa eksperimen yang telah dilakukan. Dari beberapa riset terdahulu, diketahui temperatur gas keluar turbin daya adalah 2600 C [10] dan 2730 C [7]. Untuk perhitungan kerja pada turbin gas kedua ini diasumsikan temperatur keluar turbin 2 adalah 3000 C, dengan mempertimbangkan kerugian-kerugian panas pada sistem. Kerja turbin 2 dirumuskan dengan:
& .(h4 − h5 ) Wt 2 = m
(4)
Dimana Wt2 adalah kerja turbin 2 (kW), h4 adalah enthalpi gas masuk turbin 2 (kJ/kg) dan h5 adalah enthalpi gas keluar turbin 2 (kJ/kg). Kurva kerja turbin 2 ditunjukkan oleh gambar 6. Efisiensi Siklus Efisiensi siklus sistem keseluruhan yaitu besarnya kerja netto terhadap energi dari bahan bakar, dihitung dengan membagi kerja turbin 2 (kerja untuk menggerakkan generator) dengan kalor yang diterima gas di ruang bakar (Qin), menggunakan rumus:
ηs =
Wt 2 × 100 Qin
Qin = m& .(h3 − h2 )
(5) (6)
Dimana ηs adalah efisiensi siklus, (%), h2 adalah enthalpi gas masuk ruang bakar (kJ/kg) dan h3 adalah enthalpi gas keluar ruang bakar (kJ/kg). Kurva efisiensi siklus dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Kurva efisiensi siklus dan kerja turbin gas 2 vs putaran turbin gas 1 Kalau dilihat efisiensi siklus sistem turbin gas mikro ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa efisiensinya relatif stabil di semua daerah putaran poros, namun ada perbedaan antara sistem dengan nosel 1,50 dengan nosel 1,75 dimana nosel 1,75 memberikan nilai efisiensi yang sedikit lebih tinggi yaitu diseputaran 53% dibandingkan dengan nosel 1,50 yang memberikan nilai efisiensi di sekitar 49%. Hal ini dimungkinkan karena temperatur gas keluar dari turbin gas 1 lebih tinggi pada nosel 1,75 daripada nosel ukuran 1,50. Efisiensi mekanik pada turbin 2 dirumuskan dengan:
η2 =
P × 100 Wt 2
(7)
TKE | 28
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Dimana η2 adalah efisiensi sistem turbin 2, dan P daya listrik dari generator. Kurva daya listrik yang dihasilkan generator ditunjukkan oleh Gambar 7, dengan mengasumsikan efisiensi pada sistem turbin 2 sebesar 35% [10]. Dari gambar 7 terlihat bahwa pada penggunaan nosel 1,75 daya listrik yang dihasilkan lebih besar jika dibandingkan dengan daya listrik pada nosel 1,50 pada putaran poros turbin 1 yang sama. Kalau dilihat dari trend kurva yang meningkat, maka daya listrik yang lebih besar dapat diperoleh dengan menaikkan putaran poros turbin 1, namun untuk mengetahuinya perlu dilakukan penelitian selanjutnya yang dilakukan pada putaran poros yang lebih tinggi.
Gambar 7. Kurva Daya Listrik yang dihasilkan generator.
4. Kesimpulan Telah dilakukan percobaan analisis kinerja turbin gas mikro bioenergi Proto X-3 dengan bahan bakar solar dengan variasi ukuran nosel bahan bakar. Ukuran nosel yang digunakan pada penelitian ini adalah 1,50 gph (galon per hour) atau disebut dengan nosel 1,50 dan 1,75 gph atau disebut dengan nosel 1,75. Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Efisiensi maksimum pada kompresor didapatkan pada putaran 73.000 rpm sebesar 75%, tidak berbeda jauh untuk kedua ukuran nosel; 2. Efisiensi sistem tingkat 1 dengan nosel 1,75 lebih baik dari nosel 1,50; 3. Efisiensi sistem keseluruhan relatif konstan, namun pada nosel 1,75 efisiensinya lebih baik dari nosel 1,50; 53% vs 49%; 4. Secara teoritis, daya listrik yang dihasilkan generator dapat mencapai 25 kW; 5. Dapat disimpulkan bahwa nosel dengan ukuran 1,75 gph memberikan hasil yang lebih baik.
Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada DRPM UI yang telah mendanai penelitian ini melalui skema “Hibah Pasca Sarjana 2015.” dan kepada PT. CCIT Group Indonesia atas lisensi perangkat lunak CFDSOF®.
Daftar Pustaka [1] M. Renzi, F. Caresana, l. Pelagalli, and G. Comodi, "Enhancing Micro Gas Turbine Performance Through Fogging Technique: Experimental Analysis," Journal of Applied Energy, vol. 135 pp. 165-173, 2014. [2] W. D. Paepe, F. Contino, F. Delattin, and S. Bram, "Optimal Waste Heat Recovery in Micro Gas Turbine Cycles Through Liquid Water Injection," Journal of Applied Thermal Engineering, vol. 70, pp. 846-856, 2014.
TKE | 29
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
[3] J. J. Lee, J. E. Yoon, T. S. Kim, and J. L. Sohm, "Performance test and component characteristic evaluation of a micro gas turbine," Journal of Mechanical Science and Technology, vol. 21, pp. 141-152, 2007. [4] A. Giampalao, Gas Turbine Handbook: Principle and Practices, 3rd ed. . Liburn, UK.: The Fairmont Press, 2006. [5] A. I. Siswantara, S. Darmawan, and O. Purba, "Combustion Analysis of Proto X-2 Bioenergy Micro Gas Turbine with Diesel - Bioethanol Blends," in Proceeding of 13th International Conference on QIR (Quality on Research), Yogyakarta, Indonesia, 2013, pp. 132-138. [6] K. Sim, B. Koo, C. H. Kim, and T. H. Kim, "Development and performance measurement of micro-power pack using micro-gas turbine driven automotive alternators," Journal of Applied Energy, vol. 102, pp. 309-319, 2013. [7] F. Basrawi, T. Yamada, and S. Obara, "Theoritical analysis of performance of a micro gas turbine co/trigeneration system for resedential buildings in a tropical region," Journal of Energy and Buildings, vol. 67, pp. 108-117, 2013. [8] A. Cavarzere, M. Morini, M. Pinelli, P. R. Spina, A. Vaccari, and M. Venturini, "Experimental Analysis of a Micro Gas Turbine Fuelled with Vegetables Oils from Energy Crops," Journal of Energy Procedia, vol. 45, pp. 91-100, 2014. [9] W. P. J. Viser, S. A. Shakariyants, and M. Oostveen, "Development of 3 kW micro turbine for CHP applications," Journal of Engineering for Gas Turbine and Power, vol. 133/042301, April 2011. [10] K. A. Al-attab and Z. A. Zainal, "Performance of a biomass fueled two-stage micro gas turbine (MGT) system with hot air production heat recovery unit," Journal of Applied Thermal Engineering, vol. 70, pp. 61-70, 2014. [11] A. Huicochea, W. Rivera, G. Gutierrez-Urueta, and J. C. Bruno, "Thermodynamics analysis of a trigeneration system consisting of a micro gas turbine and a double effect absorption chiller " Journal of Applied Thermal Engineering vol. 31, pp. 3347-3353, 2011.
TKE | 30
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Photovoltaic 1kW Sebagai Sumber Stasiun Pengisian Baterai Sepeda Listrik Syechu Dwitya Nugraha, Epyk Sunarno dan Endro Wahjono Program Studi Teknik Elektro Industri, Departemen Elektro Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Photovoltaic (PV) atau yang lebih dikenal dengan sebutan solar cell merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkonversi energi dari matahari ke energi listrik. Saat ini, PV menjadi pilihan utama sebagai alat pengkonversi sumber terbarukan karena memiliki banyak keunggulan, yaitu tidak menimbulkan polusi (tanpa emisi), tanpa suara, dan sedikit pemeliharaan. Pada paper ini akan dibahas desain penggunaan PV sebagai sumber stasiun pengisian baterai sepeda listrik. Digunakan PV dengan kapasitas 1kW untuk pengisian baterai 48V 20Ah agar pengisian relatif cepat yaitu satu jam (60menit) . Kata-kata kunci : Photovoltaic (PV); pengisian baterai; sepeda listrik 1. Pendahuluan Matahari, angin, dan air merupakan energi terbarukan. Di Indonesia energi matahari telah semakin banyak dimanfaatkan dan dikembangkan dengan menggunakan solar cell atau PV. PVmenjadi pilihan utama sebagai sumber terbarukan karena memiliki banyak keunggulan, yaitu tidak menimbulkan polusi (tanpa emisi), tanpa suara, dan sedikit pemeliharaan [1,2]. Selain itu, PV bisa digunakan di lokasi terpencil yang tidak terjangkau oleh aliran listrik dan digunakan untuk charging baterai secara portable pada electric vehicle (EV) ataupun permanen pada stasiun pengisian dan perumahan (standalone PV). Sistem charging dengan stand-alone PV dapat bekerja maksimal pada pagi sampai sore hari. Hal tersebut dikarenakan daya yang dihasilkan PV bergantung pada iradiasi matahari dan suhu, sehingga daya keluaran berubah-ubah apabila dua faktor tersebut berubah. 2. Teori Penunjang Sistem Photovoltaic mempunyai kemampuan untuk mengubah energi matahari (irradiasi) menjadi energi listrik. Irradiasi menghasilkan tegangan pada PV dan apabila dihubungkan dengan beban maka arus dapat megalir ke beban pada waktu yang sama (terjadi beda potensial). Ketika sel PV dalam kondisi short circuit, arus maksimum atau arus short circuit (ISC) dihasilkan, sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada arus yang dapat mengalir sehingga tegangannya maksimum, disebut tegangan opencircuit (VOC). Besar arus keluaran dari sebuah PV berbanding lurus dengan besar iradiasi sinar matahari yang diterima oleh PV [1,4]. Karakteristik PV dapat diketahui dari kurva arus-tegangan (I-V). Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum disebut titik daya maksimum (MPP). Pemodelan rangkaian pengganti PV adalah sebuah sumber arus yang terpasang paralel dengan sebuah dioda seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
TKE | 31
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Rs
Ig
D
Rp
Gambar 1.Rangkaian ekuivalen PV [4] Berdasarkan rangkaian ekuivalen dari Gambar 1, persamaan dasar dari suatu PV adalah sebagai berikut: 1
(1)
dengan: Ig adalah arus yang dibangkitkan PV (A) q adalah muatan electron (1.602 10 C) V adalah tegangan output (V) k adalah konstanta Boltzman (1.381 10 J/K) T adalah temperatur sel (K) Rs adalah resistansi seri (Ω) Rp adalah resistansi parallel (Ω) n adalah faktor kualitas dioda bernilai 1 sampai 2 Io adalah arus saturasi dioda (A) I adalah arus output dari PV (A) Daya yang dikeluarkan oleh PV dipengaruhi oleh besar intensitas irradiasi matahari (S) dan temperatur (T) sel nya. Gambar 2 menunjukan bahwa pada salah satu titik arus dan tegangan dapat menghasilkan nilai daya maksimum.
Gambar 2. Karakteristik I-V dan P pada PV 3. Pemodelan Sistem dan Hasil Simulasi Nilai rating dari PV array yang digunakan sebesar 100W. Untuk mendapatkan 1kW digunakan sepuluh PV dengan konfigurasi parallel setiap dua PV dan selanjutnya lima pasang PV disusun secara seri. Dengan demikian tegangan maksimum menjadi lima kali lipat sedangkan arus menjadi dua kali lipat.
TKE | 32
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Photovoltaic yang digunakan adalah model PV SUNAFRICA 100Wp. Spesifikasi model tersebut ditunjukkan pada tabel 1. PV modul ini mempunyai daya maksimum sebesar 100 Wp saat intesitas irradiasi matahari penuh yaitu 1000 W/m2 dan temperatur sekitar 25o C. Tabel 1. Parameter-parameter PV Nilai Parameter Model SUNAFRICA 100Wp Maximum power 100 W Short circuit current 5.56 A Maximum power current 6.06 A Open circuit voltage 22 V Nominal voltage 18 V Selanjutnya parameter PV pada tabel 1dibawa ke simulasi PSIM. Data-data tersebut dimasukkan ke Solar Module (Physical Model), disimpan, dan dapat dipanggil untuk dimasukkan ke solar modul dalam rangkaian simulasi.
(a)
(b) Gambar 3. (a) Memasukkan parameter nampe plate ke PSIM Solar Module (Physical Model) (b) Memanggil dan memasukkan data karakteristik yang telah tersimpan ke solar module
TKE | 33
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Gambar 4. Rangkaian pengganti PV yang tersusun dari sepuluh PV @100Wp Gambar 4 merupakan rangkaian pengganti PV yang tersusun dari sepuluh PV @100Wp. Pada saat simulasi PV 100Wp dengan PSIM, masukan irradiasi PV diatur secara bergantian mulai dari 1000W/m2, 900W/m2, 800W/m2, 700W/m2, 600W/m2, 500W/m2, 400W/m2, 300W/m2, 200W/m2, 100W/m2, dan temperatur 25oC. I1 *V P1
I2 *VP 2
I3*VP3
I4*VP4
I5*VP5
I6*V P6
I7 *VP 7
I8 *VP8
I9*VP9
I10 *VP1 0
1 00
80
60
40
P 20
0 0
5
10
15
20
VP 1
V
Gambar 5. Grafik daya vs tegangan dari solar cell 100Wp
I V
Gambar 6. Grafik arus vs tegangan dari solar cell 100Wp Gambar 5 menunjukan karakteristik daya vs tegangan PV 100Wp. Saat irradiasi 800W/m2daya keluaran PV 80W, saat 600W/m2daya keluaran PV 60W, serta 300W/m2daya keluaran PV 29W. Sedangkan gambar 6 menunjukan karakteristik arus vs tegangan PV 100Wp. Saat irradiasi
TKE | 34
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
1000W/m2arus maksimum sebesar 6.05A, saat irradiasi 500W/m2arus maksimum sebesar 3.63A, serta Saat irradiasi 200W/m2arus maksimum sebesar 1.21A. I1*VP1
I11*VP12
I15*VP16
I16*VP17
1000
800
600
P
400
200
0 0
20
40
60
80
100
VP1
V
Gambar 7. Grafik daya vs tegangan dari solar cell 1000Wp
I
V
Gambar 8. Grafik arus vs tegangan dari solar cell 1000Wp Saat simulasi PV 1000Wp dengan PSIM, masukan irradiasi PV diatur secara bergantian mulai 1000W/m2, 800W/m2, 600W/m2, 400W/m2, dan temparatur 25oC. Gambar 7 menunjukan karakteristik daya vs tegangan PV 100Wp. Pada saat irradiasi 1000W/m2 daya keluaran PV 1000W, saat 600W/m2 daya keluaran PV 598W, serta 400W/m2 daya keluaran PV 394W. Sedangkan gambar 8 menunjukan karakteristik arus vs tegangan PV 1000Wp. Saat irradiasi 1000W/m2arus maksimum sebesar 12.1A, saat irradiasi 800W/m2arus maksimum sebesar 9.69A, serta Saat irradiasi 400W/m2arus maksimum sebesar 4.87A.
Gambar 9. Model rangkaian baterai untuk mengetahui karakteristik charge discharge
TKE | 35
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Pada gambar 9 ditunjukkan rangkaian pemodelan baterai. Data-data yang digunakan berasal dari name plate kemudian diolah menggunakan MATLAB dan dibawa ke pemodelan PSIM. Nilai name plate dapat diolah secara manual (dihitung) sesuai dengan persamaan baterai yang terdapat pada MATLAB. SOC 99.9 99.895 99.89 99.885 99.88 99.875 99.87 Ib 10.0874 10.08738 10.08736 10.08734 10.08732 10.0873 Vb
50.437 50.4369 50.4368 50.4367 50.4366 0
1
2
3
4
5
T i me (s)
Gambar 10. Karakteristik Charge SOC 99.934 99.932 99.93 99.928 99.926 99.924 99.922 99.92 99.918 99.916 Ib -7.01 -7.011 -7.012 -7.013 -7.014 -7.015 -7.016 Vb 54 52 50 48 46 44 0
1
2
3
4
5
T im e (s)
Gambar 11. Karakteristik discharge Pada gambar 10 dan gambar 11 ditunjukkan karakteristik discharge baterai, mulai dari SOC, arus baterai, dan tegangan baterai terhadap waktu. Saat discharge tegangan turun, arus turun dan SOC turun. Sedangkan saat charge arus baterai naik, tegangan naik, dan SOC naik.
Arus A (Ampere)
Secara parsial pengujian karakteristik PV telah dilakukan, hanya saja masih sebatas 100Wp. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya beban untuk uji karakteristik apabila digunakan PV 1000Wp. Datadata yang diperoleh dari pengujian karakteristik PV ditampilkan pada Gambar 12 dan Gambar 13. 7 8:25 6 9:25 5 10:25 11.25 4 12.25 3 13.25 2 14.25 1 15.25 0 16.25 0 5 10 15 20 Tegangan V (Volt) Gambar 12. Grafik Pengujian Karakteristik arus vs teganganSolarCell 100 Wp
TKE | 36
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
80 Daya P (watt)
60 40 20 0 0
5
10
15
20
8:25 9:25 10:25 11.25 12.25 13.25 14.25 15.25 16.25
Tegangan V (Volt)
Gambar 13. Grafik Pengujian Karakteristik daya vs tegangan Solar cell 100 Wp Pada gambar 12 dan 13 nilai daya yang terukur terbesar saat pukul 10.25WIB dengan nilai daya sebesar 69,153 Watt, tegangan 12,95 Volt dan arus 5,34 Ampere. 4. Kesimpulan 1. Iradiasi matahari mempengaruhi berpengaruh besar pada perubahan daya yang dihasilkan solar cell, pada saat irradiasi solar cell 1000W/m2 yang didesain menghasilkan daya sebesar 1000W dan saat irradiasi solar cell 600W/m2 menghasilkan daya sebesar 600W (linier seterusnya). 2. Saat iradiasi solar cell 1000W/m2 besar arus maksimum sebesar 11.7 A sedangkan saat irradiasi solar cell 600W/m2 besar arus maksimum sebesar 6.67 A (linier seterusnya) 3. Saat baterai diberi beban sekitar 1100W konsumsi arus sebesar 10A dapat dilihat dalam grafik discharge. 4. Pengambilan data PV terbaik terjadi pada pukul 10.25 WIB, yaitu dengan nilai daya yang terukur sebesar 69,153 Watt yaitu dengan tegangan sebesar 12,95 Volt dan arus 5,34 Ampere. Daftar Pustaka [1] G. Preetham, W. Shireen, “Photovoltaic Charging Station for Plug-In Hybrid Electric Vehicles in a Smart Grid Environment,” ISGT '12 Proceedings of the 2012 IEEE PES Innovative Smart Grid Technologies, Washington, DC, USA [2] Shi-cheng Zheng, Liang-yu Wang, “Research on Charging Control for Battery in Photovoltaic System,” 2011 6th IEEE Conference on Industrial Electronics and Applications, China [3] Fei Ding, Peng Li, Bibin Huang, Fei Gao, Chengdi Ding, Chengshan Wang, “Modeling and Simulation of Grid-conneceted Hybrid Photovoltaic”, International Conference on Electricity Distribution, China, 2010 [4] Thomas L. Gibson, Nelson A. Kelly, “SOLAR PHOTOVOLTAIC CHARGING OF LITHIUMION BATTERIES,”Vehicle Power and Propulsion Conference, 2009. VPPC '09. IEEE, Dearborn, M
TKE | 37
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Pengaruh Laju Aliran Air terhadap Performansi Mesin Pengkondisian Udara Hibrida dengan Kondensor Dummy Tipe Multi Helical Coil sebagai Water Heater Azridjal Aziz1, Sarwo Fikri1, Afdhal Kurniawan M2, Rahmat Iman Mainil1 Laboratorium Rekayasa Thermal, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293 2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. WR Supratman Kandang Limun, Bengkulu 38371A
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1
Abstrak Penggunaan AC sebagai penyejuk udara sekaligus sebagai pemanas air (water heater) memanfaatkan panas buang kondensor dummy untuk peningkatan efisiensi mesin disebut sebagai mesin pengkondisian udara hibrida (AC hibrida). Kondensor dummy tipe multi helical coil sebagai water heater yang ditambahkan antara kondensor dan kompresor dari sebuah mesin AC diletakkan di dalam tangki air berkapasitas 50L. Kaji eksperimental pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh laju aliran air keluar tangki penyimpan pada kondensor dummy terhadap performansi mesin AC hibrida. Katup aliran air diatur pada laju 0 L/s (katup tertutup), 0,031 L/s, 0,059 L/s dan 0,086 L/s dengan beban pendingin 1000W.Hasil penelitian menunjukkan bahwa, semakin tinggi laju aliran air, maka temperatur air yang dihasilkan semakin menurun. Temperatur air rata-rata tertinggi yaitu 50,430C pada kondisi tanpa sirkulasi (0 L/s) dan temperatur air rata-rata terendah yaitu 38,96 0C pada laju aliran 0,086 L/s (bukaan katup penuh). Kerja kompresor makin rendah dengan makin tingginya laju aliran air, karena semakin tinggi laju aliran air, temperatur atau tekanan kompresor semakin rendah sehingga konsumsi energinya juga rendah. COP tertinggi diperoleh pada laju aliran air 0,031 L/s baik sebagai COPc (sebagai pendingin) maupun COPcw (sebagai pendingin dan pemanas). Tidak ada pengaruh yang berarti terhadap temperatur ruangan akibat peningkatan laju aliran air, karena perbedaannya sangat kecil yaitu pada rentang 0,910C - 1,260C. Kata-kata kunci : AC, minimum fluidization, viskositas 1. Pendahuluan Air Conditioner (AC) atau mesin pengkondisian udara digunakan di dalam ruangan untuk memberikan rasa nyaman bagi penghuninya akibat efek pendinginan dari evaporator (indoor unit). Panas yang diserap di dalam ruangan kemudian dibuang di luar ruangan pada temperatur yang lebih tinggi dari udara luar akibat efek pembuangan panas dari kondensor (outdoor unit). Pada umumnya panas dari kondensor ini terbuang percuma tanpa dimanfaatkan. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi pada AC, maka panas buang ini dapat dimanfaatkan dengan penambahan sebuah heat recovery system sebagai kondensor dummy untuk kebutuhan pemanasan baik untuk pemanasan air maupun untuk pengeringan. AC mempunyai 4 komponen dasar yaitu kompresor, kondensor, alat ekspansi dan evaporator (Cengel dan Boles, 2006, Moran dkk, 2011). Skematik AC hibrida yang berfungsi sebagai penyejuk ruangan sekaligus sebagai pemanas air ditunjukkan pada Gambar 1. Tampak bahwa sebuah kondensordummy dipasang antara kompresor dan kondensor. Pada posisi tersebut panas buang dari kondensordummy akan membuang panasnya ke air sehingga temperatur air dalam tangki akan naik. Beberapa peneliti telah melakukan studi pada domestic air conditioner yang sekaligus berfungsi sebagai pemanas air (water heater) dengan memanfaakan panas buang kondensordummy (Jia dkk
TKE | 38
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
2014, Ji dkk, 2003, Ji dkk 2005, Lee dan Hua, 2006). Nurhalim, 2010 telah melakukan kajian rancang bangun dan pengujian unjuk kerja alat penukar kalor (APK) tipe serpentine menggunakan pipa tembaga 1/4 inchi dengan panjang 8 m pada split Air Conditioning Water Heater. Pemanasan selama 2 jam diperoleh air panas dengan temperatur 60oC pada beban pendingin 2600W untuk 50L air. Pramacakrayuda dkk, 2010, telah meneliti penggunaan AC Window sebagai water heater, dimana selama pemanasan 60 menit diperoleh air panas dengan temperatur 58,2 oC. Santoso dan Setiaji, 2013 telah meneliti pemanfaatan panas buang pengkondisi udara sebagai pemanas air dengan menggunakan penukar panas helikal. Penukar panas helikal yang dirancang, dibuat dari pipa tembaga berdiameter 9,52 mm dan panjang 4,65 m, yang dibentuk menjadi heliks berdiameter 10 cm (14,8 lilitan), selama pemanasan 68 menit diperoleh air panas dengan temperatur 50oC.
Gambar 1. Skematik dan P-h diagram siklus refrigerasi kompresi uap ideal dengan dummy condenser (modifikasi dari Cengel dan Boles, 2006) Wang dkk, 2011, meneliti penggunaan AC sebagai pompa panas bersumber udara untuk pemanasan air dan hasil penelitian menunjukkan terjadi kenaikan COP AC sebesar 10% dibanding kondisi AC konvensional/standar.Chen dan Lee, 2010, telah melakukan studi sistem kombinasi AC sebagai ruang pendingin dan sistem pemanas air untuk rumah tinggal Hong Kong. Metode survei menggunakan kuesioner dilakukan terhadap 126 kepala keluarga. Sistem kombinasi ini memberikan penghematan energi dan biaya bahan bakar sekitar 50% dari sistem AC standar. Aziz dan Satria, 2014, telah meneliti performansi mesin pengkondisian udara hibrida dengan penambahan kondensor dummy tipe helikal sebagai water heater. Temperatur air panas tertinggi tanpa sirkulasi diperoleh 59,99 0C dan 34,05 0C saat bersirkulasi dengan bukaan katup penuh setelah dioperasikan selama 120 menit. Pada penelitian ini dilakukan kajian penggunaan kondensor dummy tipe multi helical coil sebagai water heater pada sistem AC hibrida. Kajian dilakukan untuk mengetahui pengaruh laju aliran air keluar tangki penyimpan terhadap performansi mesin AC hibrida pada beban pendingin 1000 Watt. Pengamatan dilakukan terhadap kerja kompresor, temperatur air, temperatur kondensor, temperatur evaporator, COP dan temperatur ruangan pada empat variasi laju aliran air . 2. Metodologi Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan alat uji AC yang dimodifikasi dengan penambahan multi helical coil antara kompresor dan evaporator yang ditempatkan dalam tangki penyimpanan air berkapasitas 50L. Tangki penyimpan air selama pengujian selalu dalam kondisi penuh, posisinya ditempatkan lebih rendah dari tangki sumber air. Skematik diagram alat uji yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2(Aziz dan Satria, 2014). Alat uji menggunakan fluida kerja refrigeran R-22 bawaan dari kondisi aslinya, dengan daya kompresor 680 W dengan kapasitas pendinginan 2,6 kW. Alat uji diatur sebagai mode pemanasan dan pendinginan dengan menutup katup 2 dan membuka katup 2a dan 2b. Ruangan uji berukuran 2,26mx1,75mx2m
TKE | 39
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
(panjangxlebarxtinggi) dengan beban pendingin menggunakan lampu pijar 100Watt sebanyak 30 buah. Pada pengujian ini beban pendinginan yang digunakan 1000W (10 buah lampu pijar).
(a)
(b)
Gambar 2. Skematik diagram (a) dan foto alat uji AC hibrida (b) (Aziz dan Satria, 2014) Laju aliran air panas keluar tangki penyimpan (water out) diatur pada 4 kondisi yaitu pada 0 L/s (tanpa pembukaan katup), 0,031 L/s (katup buka 1/3), 0,059 L/s (katup buka 2/3) dan 0,086 L/s (katup buka penuh). Temperatur diukur menggunakan termokopel tipe K menggunakan modul data akuisisi Omega TC-08 dengan ketelitian 0,2% (± 0,5oC) dan kecermatan 0,1 oC. Tekanan diukur menggunakan pengukur tekanan tipe Bourdon dengan ketelitian ± 5 psi untuk tekanan tinggi, dan ±1 psi untuk tekanan rendah. Arus listrik diukur dengan amperemeter (ketelitian ±2% dan 3 digit) dan tegangan listrik diukur dengan voltmeter (ketelitian ±1% dan 3 digit). Massa refrigeran diukur menggunakan timbangan dengan ketelitian ±10 gram. Sifat-sifat termodinamika dihitung menggunakan perangkat lunak REFPROP ver. 6.01 berdasarkan data tekanan yang diperoleh saat pengujian dilakukan. Perfomansi sistem AC hibrida dihitung menggunakan persamaan yang disajikan pada tabel 1 (Cengel dan Boles, 2006) Tabel 1. Persamaan-persamaan digunakan dalam perhitungan performansi (Cengel dan Boles, 2006) No Performansi Persamaan 1
Daya kompressor (Wnet,in)
V x I x cos
2
Kapasitas Pendinginan (QL)
(h1 - h4)
3
Kalor buang kondensor QH(condenser)
(h2’ - h3)
4
Kapasitas panas dummy condenser QH(coil)
(h2 - h2’)
5
COPC (COP pendinginan)
QL / Wnet,in
6
COPCW (COP pendinginan dan pemanasan air)
QL+QH(coil) / Wnet,in
3. Hasil dan Pembahasan Pengujian dilakukan untuk melihat pengaruh laju aliran air panas keluar tangki sebagai simulasi penggunaan air panas terhadap kerja kompresor, temperatur air panas, temperatur kondensor, temperatur evaporator, temperatur ruangan dan COP sistem AC hibrida. Laju aliran air panas keluar tangki diperoleh dengan mengatur bukaan katup air yaitu pada kondisi masing-masing tanpa pembukaan katup, katup buka 1/3, katup buka 2/3, katup buka penuh yang sebanding dengan laju aliran 0 L/s, 0,031 L/s, 0,059 L/s dan 0,086 L/s. Pengujian dilakukan selama 120 menit dengan selang pengambilan data setiap 5 menit pada beban pendingin 1000 Watt di ruang uji.
TKE | 40
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Kerja kompresor rata-rata dengan laju aliran air panas pada 0L/s (tanpa pembukaan katup), 0,031 L/s (katup buka 1/3), 0,059 L/s (katup buka 2/3) dan 0,086 L/s (katup buka penuh) dengan beban pendingin 1000Watt dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin tinggi laju aliran air panas keluar tangki penyimpan, konsumsi daya kompressor akan semakin rendah. Hal ini karena semakin tinggi laju aliran air panas maka tekanan dan temperatur kondensor cenderung turun karena laju pembuangan kalor yang semakin tinggi, sehingga konsumsi daya kompressor cenderung turun dengan semakin naiknya laju aliran air panas, seperti tampak pada Gambar 3. Daya kompresor rata-rata terendah sebesar 0,38 kW diperoleh pada bukan katup penuh dan tertinggi sebesar 0,59 kW pada kondisi tanpa sirkulasi (katup tertutup).
Gambar 3. Kerja Kompresor rata-rata pada masing- masing bukaan katup Gambar 4 menunjukkan kerja kompresor tertinggi pada masing-masing laju aliran air panas, yaitu pada 0 L/s (tanpa pembukaan katup), 0,031 L/s ( katup buka 1/3), 0,059 L/s (katup buka 2/3) dan 0,086 L/s (katup buka penuh) pada beban pendingin 1000 Watt. Kerja kompresor tertinggi adalah 0,64 kW pada kondisi katup tertutup (tanpa sirkulasi) dan terendah pada. Karakteristik kerja kompresor rata-rata dan kerja kompresor tertinggi pada masing-masing laju aliran air panas adalah indentik.
Gambar 4. Kerja Kompresor tertinggi pada masing- masing bukaan katup Temperatur air tangki rata-rata dengan laju aliran air pada 0 L/s ( tanpa pembukaan katup), 0,031 L/s (katup buka 1/3), 0,059 L/s (katup buka 2/3) dan 0,086 L/s (katup buka penuh) dengan beban pendingin 1000 Watt dapat dilihat pada Gambar 5. Temperatur air rata-rata tanpa bukaan katup cenderung turun dengan semakin besarnya bukaan katup atau semakin tingginya laju aliran air. Hal ini karena terjadi pergantian air panas keluar tangki penyimpan yang lebih cepat dengan air yang masuk ke tangki penyimpan dari sumber air, sehingga temperatur air lebih rendah pada bukaan katup penuh. Temperatur air rata-rata tertinggi yaitu 50,430C pada kondisi tanpa sirkulasi (0 L/s) dan temperatur air rata-rata terendah yaitu 38,96 0C pada laju aliran 0,086 L/s (bukaan katup penuh).
Gambar 5. Temperatur air panas rata-rata pada masing- masing bukaan katup
TKE | 41
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 6 menunjukkan temperatur air panas tertinggi pada masing-masing laju aliran air panas, yaitu pada 0 L/s (tanpa pembukaan katup), 0,031 L/s ( katup buka 1/3), 0,059 L/s (katup buka 2/3) dan 0,086 L/s (katup buka penuh) pada beban pendingin 1000 Watt. Temperatur air yang paling tinggi pada pengujian tanpa pembukaan katup yaitu 56,58 0C, dan yang terendah pada pembukaan katup penuh dengan temperatur 40,65 0C. Karakteristik temperatur air panas rata-rata dan temperatur air panas tertinggi pada masing-masing laju aliran air panas adalah indentik seperti tampak pada Gambar 5 dan Gambar 6.
Gambar 6. Temperatur air panas tertinggi pada masing- masing bukaan katup Gambar 7 menunjukkan COPC (COP pendinginan) dan COPCW (COP pendingingan dan pemanasan air) dengan pembukaan katup disetiap waktu pengujian pada beban 1000Watt. COP tertinggi diperoleh pada laju aliran air 0,031 L/s (katup 1/3) baik sebagai COPc (sebagai pendingin) maupun COPcw (sebagai pendingin dan pemanas).
Gambar 7. COPC (COP pendinginan) dan COPCW (COP pendingingan dan pemanasan air) AC hibrida Gambar 8 menunjukkan temperatur ruang uji rata-rata pada masing-masing laju aliran air panas. Temperatur ruang uji rata-rata pada masing-masing laju aliran air panas, yaitu pada 0 L/s (tanpa pembukaan katup), 0,031 L/s ( katup buka 1/3), 0,059 L/s (katup buka 2/3) dan 0,086 L/s (katup buka penuh) pada beban pendingin 1000 Watt yaitu 18,40 0C, 19,38 0C, 19,66 0C dan 19,31 0C. Dari Gambar 8 tampak bahwa, temperatur ruang uji cenderung tetap pada laju aliran air panas dengan pembukaan katup 1/3, 2/3 maupun kondisi laju aliran air panas katup terbuka penuh, dengan perbedaan temperatur yang relatif sangat kecil pada rentang 0,910C - 1,260C dibandingkan tanpa pembukaan katup.
Gambar 8. Temperatur ruang uji rata-rata pada masing- masing bukaan katup
TKE | 42
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
4. Kesimpulan Penelitian untuk mengetahui pengaruh laju aliran air terhadap performansi mesin pengkondisian udara hibrida dengan kondensor dummy tipe multi helical coil sebagai water heater telah dilakukan. Pada laju aliran air panas yang semakin tinggi, temperatur air panas yang dihasilkan dalam tangki penyimpan air panas semakin menurun, karena pertukaran dengan air dingin yang masuk ke tangki. Temperatur air panas rata-rata tertinggi diperoleh pada kondisi tanpa sirkulasi (0 L/s) yaitu 50,430C dan temperatur air panas rata-rata terendah diperoleh pada laju aliran 0,086 L/s (bukaan katup penuh) yaitu 38,96 0C. Kerja kompresor makin rendah dengan makin tingginya laju aliran air keluar tangki penyimpan. COP tertinggi diperoleh pada laju aliran air 0,031 L/s (katup buka 1/3) baik sebagai COPc (sebagai pendingin) maupun COPcw (sebagai pendingin dan pemanas). Temperatur ruangan cenderung sama pada peningkatan laju aliran air panas, dengan perbedaan yang sangat kecil yaitu pada rentang 0,910C - 1,260C. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian Universitas Riau yang telah membiayai penelitian ini melalui Dana Penelitian Desentralisasi Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi tahun 2015. Daftar Pustaka [1] Aziz, Azridjal., Satria, Bhima Arya. 2014. Performance of Air Conditioning Water Heater with Trombone Coil Type as Dummy Condenser at Different Cooling load. Proceeding of The 1st International Conference on Ocean, Mechanical and Aerospace -Science and Engineering. Vols. 1. P.150-154. [2] Cengel, Y A., Boles, M A. 2006. Thermodynamics an Engineering Approach. 5th ed. New York: McGraw-Hill. [3] Chen, Hua, LeeWL. 2010. Combined Space Cooling and Water Heating System for Hong Kong Residences. Energy and Buildings. Vol. 42. P. 243–250. [4] Ji, Jie, Chow, Tin-tai, Pei, Gang, Dong, Jun, He, Wei. 2003. Performance of Multi-functional Domestic Heat-pump System. Applied Thermal Engineering. Vol. 23. P.581-592. [5] Ji, Jie, Pei, Gang, Chow, Tin-Tai, He, Wei, Zhang, Aifeng, Dong, Jun, Yi, Hua. 2005. Performance of Multi-Functional Domestic Heat-pump System. Applied Energy. Vol. 80. P.307326. [6] Jia., J., Lee., W L. 2014. Applying Storage-enhanced Heat Recovery Room Air-Conditioner (SEHRAC) for Domestic Water Heating in Residential Buildings in Hong Kong. Energy and Buildings. Vol. 78. P.132-142. [7] Lee WL, Chen, Hua. 2006. Applying a Domestic Water-cooled Air-conditioner in Subtropical Cities. Proceedings of the Sixth International Conference for Enhanced Building Operations (ICEBO). [8] Moran, M J., Shapiro, H N., Boettner, D D., Bailey., M B. 2011. Fundamentals of Engineering Thermodynamics. 7th Ed. New York: John Wiley & Sons. [9] Nurhalim, Ichwan., Rancang Bangun Dan Pengujian Unjuk Kerja Alat Penukar Kalor Tipe Serpentine Pada Split Air Conditioning Water Heater, Skripsi S1, Universitas Indonesia. [10] Pramacakrayuda, I Gusti Agung., Adinugraha, Ida Bagus., Wijkasana, Hendra dan Suarnadwipa, Nengah. 2010. Analisa performansi sistem pendingin ruangan dikombinasikan dengan water Heater. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM, Vol. 4. P. 57- 61. [11] Santoso, D., Setiaji, F. D. 2013. Pemanfaatan panas buang pengkondisi udara sebagai pemanas air dengan menggunakan penukar panas helikal. Techné Jurnal Ilmiah Elektroteknika. Vol. 12 no. 2. P. 129-140. [12] Wang, Yu, You, Yuwen, Zhang, Zhigang. 2011. Experimental Investigations on a Conventional Air Conditioner Working as Air-water Heat Pump. International Conference on Power Electronics and Engineering Application 2011. Procedia Engineering. Vol. 23. P.493-497.
TKE | 43
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Penggunaan Modul Thermoelectric sebagai Elemen Pendingin Box Cooler 1
Rahmat Iman Mainil1, Azridjal Aziz1, Afdhal Kurniawan M2, Laboratorium Rekayasa Thermal, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293 2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu Jl. WR Supratman Kandang Limun, Bengkulu 38371A
[email protected],
[email protected],
[email protected],
Abstrak Penelitian menggunakan modul thermoelectric sebagai elemen pendingin box cooler telah dilakukan. Pada penelitian ini modul thermoelectric digunakan sebagai elemen pendingin untuk mendinginkan sebuah ruang dingin box cooler. Jumlah modul pendingin yang digunakan serta beban kalor box cooler dan cara pendinginan akan mempengaruhi kinerja pendinginan yang dihasilkan. Kalor yang diserap pada sisi dingin dan kalor yang dibuang pada sisi panas menggunakan heat sink yang digabungkan dengan fan pendingin untuk mempercepat proses penyerapan atau pembuangan kalor (konveksi paksa). Sebuah blok aluminium digunakan untuk menghasilkan proses penyerapan kalor yang lebih baik dari sisi dingin. Pengujian dilakukan dengan memvariasikan pengujian box cooler mengggunakan beban pendingin dan tanpa beban pendingin. Hasil pengujian menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan ruangan pendingin tanpa menggunakan beban adalah 36 menit dengan temperatur stasioner 14,6 0 C. Untuk mendinginkan ruangan pendingin dengan menggunakan beban pendingin membutuhkan waktu 38 menit dengan temperatur stasioner 18,6 0 C. Rata –rata perbedaan temperatur ruang pendingin dengan dan tanpa beban pendingin adalah 3,61 0 C dan perbedaan temperatur cold sink 2,1 0C. Kata-kata kunci : elemen pendingin, thermoelectric, box cooler, modul
1. Pendahuluan Proses pendinginan menjadi sangat penting disaat kebutuhan manusia dan kemajuan teknologi meningkat. Pendinginan dibutuhkan dalam hal pendistribusian obat – obatan, donor darah, makanan dan minuman untuk menjaga agar produk yang didinginkan tetap memiliki kualitas yang baik. Bagi orang yang suka menikmati sajian makanan dan minuman dalam kondisi dingin maka proses pendinginan sangat diperlukan. Pendinginan makanan atau minuman dapat menggunakan sistem refrigerasi yang memiliki ukuran yang cukup besar. Kebutuhan masyarakat yang mobile menginginkan proses pendinginan yang praktis dan mudah dibawa kemana – mana, misalnya ketika piknik, diperjalanan, atau jika bekerja dalam ruangan yang tidak memiliki kulkas. Salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan menggunakan box cooler (kotak pendingin) yang memanfaatkan sebuah modul termoelektrik yang lebih dikenal dengan TEC (Thermo Electric Cooler). Skematik sebuah pendingin thermoelectric dapat dilihat pada Gambar 1, proses penyerapan kalor pada cold region dan proses pembuangan kalor pada warm region terjadi dengan pemberian kerja berupa kerja elektrik. Pendingin termoelektrik dapat menjadi alternatif teknologi disamping teknologi kompresi uap yang sudah banyak diaplikasikan dalam teknologi pendinginan. Dengan pengaplikasian modul termoelektrik sebagai media pendingin pada box cooler maka dapat dihasilkan sebuah pendingin yang ringkas, ringan, mudah dibawa kemana – mana, konsumsi energi yang rendah, dan mampu mempertahankan kualitas produk yang didinginkan. Aziz, Subroto, Silpana, 2014, telah melakukan penelitian tentangaplikasi modul pendingin termoelektrik sebagai media pendingin kotak minuman. Penelitian dilakukan dengan pengujian pada
TKE | 44
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
kotak pendingin dengan menggunakan jumlah elemen termoelektrik yang berbeda ( 2 atau 3 modul TEC). Kapasitas kotak pendingin 34 L. Penggunaan 3 modul TEC dengan fan dan blok aluminium memberikan pendinginan yang lebih baik setelah digunakan selama 150 menit, dengan temperatur kotak minuman mencapai 14,3 oC tanpa beban pendingin dan 16,4 oC dengan beban pendingin 1 liter air.
Gambar 1. Skematik sebuah pendingin thermoelectric (Moran, 2011) Selain itu pada penelitian Akmal, 2014, analisis performansi thermoelectric cooling box portable menggunakan elemen peltier dengan susunan cascade menyatakan bahwa ada beberapa parameter yang mempengaruhi pendinginan yaitu jumlah cascade yang aktif dan besarnya input daya yang digunakan. Dimana 1 cascade aktif dicapai 26,38°C, 2 cascade aktif dicapai 23,44°C, 3 cascade aktif dicapai 19,77°C. Pada input daya 50,5 watt, 72,72 watt dan 113,64 watt yaitu mencapai temperatur pendinginan 19,98°C, 19,77°C, dan 18,52°C selama 120 menit. Matthew Barry dkk, 2014, melakukan penelitian mengenai mini refrigerator, menggunakan heat sink, menganalisa kinerja TEC yang terintegrasi dengan penukar kalor. Dongliang Zhao dan Gang Tan, 2014, melakukan penelitian mengenaipotensi penggunaan modul TEC, bahan dasar TEC, pemodelan dan aplikasinya untuk kebutuhan pendinginan skala kecil. Margreth Nino dkk, 2014, telah meneliti pengaruh penambahan elemen peltier terhadap kemampuan menjaga temperatur penyimpanan vaksin dengan berbahan dasar polivinil khlorida (pvc), dimana suhu vaksin dapat dipertahankan dengan memberikan daya listrik 72 Watt. Rata-rata modul pendingin termoelektrik terbaik yang dijual secara komersil mempunyai tahanan termal 0,14 – 1,5 K/W. Halangan pembuangan panas timbul akibat tahanan termal yang tinggi sehingga menyebabkan modul peltier beroperasi pada temperatur yang agak tinggi akibatnya modul menjadi overheat dan dapat rusak dengan meningkatnya beban panas (heat loads). Penggunaan pendingin termoelektrik secara komersil diaplikasikan pada peralatan dengan beban kalor yang kecil seperti: pendingin CPU komputer, unit cold strorage penyimpan obat-obatan, sistem pendingin akurarium, pendingin minuman. Pada penelitian ini modul thermoelectric digunakan sebagai elemen pendingin untuk mendinginkan sebuah ruang dingin box cooler. Jumlah modul pendingin yang digunakan serta beban kalor box cooler dan cara pendinginan akan mempengaruhi kinerja pendinginan yang dihasilkan. Kalor yang diserap pada sisi dingin dan kalor yang dibuang pada sisi panas menggunakan heat sink yang digabungkan dengan fan pendingin untuk mempercepat proses penyerapan atau pembuangan kalor (konveksi paksa). Sebuah blok aluminium digunakan untuk menghasilkan proses penyerapan kalor yang lebih baik dari sisi dingin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dari box cooler dengan membandingkan box cooler saat diberikan beban dan tanpa beban serta waktu yang dibutuhkan untuk mencapai waktu
TKE | 45
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
stasioner maka dilakukanlah penelitian ini. Diharapkan dengan penelitian ini dapat menjadi saran tindak lanjut untuk melakukan optimalisasi alat box cooler sehingga untuk penelitian yang akan datang alat ini memiliki performansi yang semakin baik. 2. Metodologi Pada penelitian ini dikembangkan sebuah kotak pendingin minuman dari sebuah box cooler berkapasitas 13,8 liter, menggunakan dua buah modul TEC dengan blok aluminium, yang didinginkan menggunakan heat sink dan fan cooler. Dalam penelitian ini digunakan Modul TEC tipe TEC1-12706 dengan dimensi TEC1-12706 berukuran 40mmx40mmx3,8mm. dengan spesifikasi massa 27gram, I max 6,4 A, Umax 14,9V, R = 1,98 ohm, 127 couples dengan ΔT max = 68oC, Qmax (ΔT=0) 53,0W (Aziz dkk, 2015). Penelitian dilakukan secara ekperimental untuk mengetahui temperatur pendinginan yang dapat dicapai dengan memvariasikan penggunaan jumlah modul TEC, penggunaan fan cooler, dan penggunaan blok aluminium. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan kemampuan pendinginan dari thermoelectric cooler. Temperatur dicatat setiap dua menit sampai temperatur di dalam ruangan turun selama 40 menit. Pengambilan data dilakukan di beberapa titik seperti terlihat pada Gambar 2. berikut :
Tr = Temperatur ruangan o pendingin ( C)
T∞
o Tc = Temperatur cold sink ( C) o Th = Temperatur heat sink ( C)
T
Tc
Tr
Gambar 2. Skematik Pengambilan Data Temperatur Pengujian pertama dilakukan pada box pendingin tanpa menggunakan beban pendingin. Data temperatur ruangan pendingin (Tr), temperatur cold sink (Tc), temperatur heat sink (Th), temperatur ambien (T∞) diambil setiap dua menit sampai kondisi ruang pendingin menjadi stasioner (tidak ada lagi perubahan temperatur terhadap waktu). Pengujian berikutnya dilakukan dengan menambahkan beban pendingin kedalam ruang pendingin berupa air 2100 ml. Data temperatur ruangan pendingin (Tr), temperatur cold sink (Tc), temperatur heat sink (Th), temperatur ambien (T∞) diambil setiap dua menit sampai kondisi ruang pendingin menjadi stasioner (tidak ada lagi perubahan temperatur terhadap waktu). Hasil penelitian adalah pengamatan distribusi temperatur dari kotak pendingin yang menggunakan modul termoelektrik tersebut. Data pengamatan dituangkan kedalam grafik distribusi temperatur. Alat ukur yang digunakan dalam pengambilan data kotak pendingin minuman menggunakan modul termoelektrik adalah termokopel digital dan pencatat waktu (Stop watch). Komponen box cooler menggunakan termoelektrik yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Kotak pendingin 2. Elemen peltier TEC-12706 dengan jumlah 2 buah 3. Heat sink 2 buah 4. Cold sink 1 buah 5. Fan 3 buah
TKE | 46
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Skema instalasi alat dapat ditunjukkan pada Gambar 3, tampak bahwa dua buah modul pendingin menggunakan dua buah heat sink di sisi luar (panas) dan mempunyai satu heat sink di sisi dingin (dalam ruang pendingin).
(a) (b) Gambar 3. Foto pengujian box cooler, tanpa teban (a), dengan beban pendingin (b) Pengujian dilakukan pada saat kondisi alat tanpa beban dan pada saat alat diisi dengan beban pendingin berupa air aqua gelas. Sebelum melakukan pengujian maka harus dilakukan pengecekan alat sbb: 1. Pastikan semua tombol listrik dalam kondisi off . 2. Pastikan semua peralatan listrik sudah terinstall dengan baik. 3. Cek alat ukur temperatur apakah sudah berada dalam kondisi baik. 4. Cek pemasangan alat ukur apakah sudah baik dan sudah tepat posisinya. Prosedur pengambilan data sbb: 1. Sambungkan kabel listrik pada tegangan 220 V 2. Aktifkan kipas angin dan modul elemen pendingin (peltier) diaktifkan dengan menekan tombol warna hijau pada posisi ON. 3. Ambil data setiap 5 menit sekali. 3. Hasil dan Pembahasan Hasil pengujian box cooler menggunakan modul termoelektrik tanpa beban pendingin dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4a menunjukkan distribusi temperatur pada box cooler sampai mencapai stasioner dan Gambar 4b menunjukkan temperatur rata-rata box cooler mulai menit ke 16 sampai kondisi stasioner.
(a) Distribusi Temperatur (b) Temperatur rata-rata Gambar 4. Grafik Temperatur Box cooler tanpa beban pendingin
TKE | 47
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Dari Gambar 4.a terlihat bahwa penurunan temperatur di dalam ruangan boxcooler cukup signifikan, ini berarti box cooler yang digunakan dalam pengujian bekerja dengan baik. Peningkatan temperatur heat sink menunjukkan bahwa panas dari dalam ruangan dibuang ke lingkungan. Waktu yang dibutuhkan oleh modul termoelektrik untuk mencapai temperatur stasioner (temperatur cenderung konstan atau tidak berubah terhadap waktu) selama 36 menit dengan temperatur stasioner 14,3 0C. Dari Gambar 4.b terlihat temperatur rata-rata box cooler, dimana temperatur rata-rata ruang dingin setelah menit ke 16 mencapai 15,37 0C pada kondisi tanpa beban dengan temperatur cold sink rata-rata 9,130C.
(c) Distribusi Temperatur
(d) Temperatur rata-rata
Gambar 5. Grafik Temperatur Box cooler dengan beban pendingin Hasil pengujian box cooler menggunakan modul termoelektrik dengan beban pendingin dapat dilihat pada Gambar 5. Dari Gambar 5.a terlihat penurunan temperatur di dalam ruangan box cooler yang cukup signifikan, ini berarti box cooler sudah mampu mendinginkan beban yang ada di dalamnya. Peningkatan temperatur heat sink menunjukkan bahwa panas dari dalam ruangan dan panas dari beban pendingin dibuang ke lingkungan. Waktu yang dibutuhkan oleh modul termoelektrik untuk mencapai temperatur stasioner (temperatur cenderung konstan atau tidak berubah terhadap waktu) selama 38 menit dengan temperatur stasioner 18,6 0C. Dari Gambar 5.b terlihat temperatur rata-rata box cooler dengan beban lebih tinggi dari kondisi tanpa beban, dimana temperatur rata-rata ruang dingin setelah menit ke 16 mencapai 19,52 0C pada kondisi temperatur cold sink rata-rata 12,27 0C. Dari Gambar 4 dan Gambar 5 terlihat temperatur ruang pendingin tanpa beban pendingin lebih rendah dari temperatur ruang pendingin dengan menggunakan beban. Waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan ruangan lebih cepat jika tidak menggunakan beban pendingin Hal ini disebabkan untuk box cooler yang menggunakan beban pendingin terdapat panas dari beban yang harus dikeluarkan dari ruang pendingin. Rata-rata perbedaan temperatur ruang pendingin dengan beban dan tanpa beban sekitar 3,610C. Temperatur cold sink tanpa menggunakan beban pendingin lebih rendah dari temperatur cold sink yang menggunakan beban pendingin. Dapat dilihat bahwa perbedaan rata-rata temperatur cold sink 2,1 0C. 4. Kesimpulan Pemakaian modul TEC (efek Peltier) yang masih terbatas penggunaannya dapat diaplikasikan untuk pendinginan dengan beban pendingin kecil, namun sudah mampu untuk mendinginkan minuman kaleng atau air mineral botol. Penggunaan modul TEC pada box cooler dengan kapasitas 13,8 L memberikan hasil yang baik jika diapplikasikan untuk mendinginkan beban pendingin berupa air minera. Capaian temperatur box cooler tanpa beban pendingin temperatur terendah 14,3 0C yang dicapai dengan waktu 36 menit. Sedangkan dengan menggunakan beban pendingin memiliki temperatur terendah 18,6 0C dalam waktu 38 menit. Makin banyak beban yang diberikan makin besar beban kalor yang harus diserap, sehingga capaian temperatur ruang menjadi lebih tinggi, dibanding tanpa beban.
TKE | 48
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian Universitas Riau yang telah membiayai penelitian ini melalui Dana Hibah Penelitian Berbasis Laboratorium tahun 2015.
DAFTAR PUSTAKA [1] Akmal M, 2014. Analisis Performansi Thermoelectric Cooling Box Portable Menggunakan Elemen Peltier Dengan Susuna Cascade. Tugas Akhir. Program Sarjana Fakultas Teknik Universitas Riau. [2] Aziz, Subroto, Silpana. 2015. Aplikasi Modul Pendingin Termoelektrik Sebagai Media Pendingin Kotak Minuman. Jurnal Rekayasa. [3] Dongliang Zhao dan Gang Tan. 2014. A Review of Thermoelectric Cooling:Material, Modeling and Applications. Applied ThermalEngineering, Vol. 66, pp 14-24. [4] Margreth Nino, Ishak Sartana Limbong dan Ben Vasco Tarigan, 2014, Pengaruh Penambahan Elemen Peltier terhadap Kemampuan Menjaga Temperatur Penyimpanan Vaksin dengan Berbahan Dasar Polivinil Khlorida (PVC), Lontar Jurnal Teknik Mesin Undara, Vol. 1 no.2 2014, pp 40-46. [5] Matthew M. Barry, Kenechi A. Agbim, Minking K. Chyu, 2014, Journal of Electronic Materials. [6] Moran and Saphiro. 2011.Fundamental of Engineering Thermodynamics.7 th Edition. New York: willey and Sons.
TKE | 49
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Rotor Turbin Angin Sumbu Vertikal Heliks dari Komposit Plastik Mohammad Alexin Putra, Marsono, Yusril Irwan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Jl. PKH. Mustapha No. 23, Bandung 40124 Email:
[email protected]
Abstrak Rotor turbin angin sumbu vertikal biasanya terbuat dari plat tipis yang dibuat dari baja karbon yang mudah dibentuk. Dalam penelitian ini dibuat sudu rotor turbin angin dari material alternatif yaitu komposit plastik, dimana plastik yang digunakan berasal dari limbah plastik jenis polyethylene dan aluminium polyethylene. Sifat sifat yang diinginkan dalam pembuatan sudu turbin angin vertikal ini adalah ringan, kaku dan kuat dalam menerima gaya dari hembusan angin. Adapun metoda pembuatannya adalah dengan teknik termo-forming, yaitu plastik polyethylene, aluminium polyethylene dan sabut kelapa sebagai filler disusun berlapis kemudian dipanaskan dalam cetakan dan dipadatkan. Lembaran sudu yang dibuat mempunyai ketebalan antara 4 mm s/d 6 mm. Dalam pemasangan sudu turbin menjadi rotor digunakan paku rivet dan diperkuat dengan plat alumunium dibagian antar sudu sehingga membentuk sudu rotor yang kuat. Dari hasil pengujian di laboratorium konversi energi Itenas dan juga di lapangan menunjukkan bahwa turbin angin dari komposit plastik ini mampu berputar dan dapat berfungsi dengan baik menghasilkan daya listrik. Kata-kata kunci : rotor heliks, komposit plastik
1. Pendahuluan Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan dampak buruk dari pembangkitan listrik dari energi fosil, maka penelitian dan penerapan energi alternatif yang ramah lingkungan menjadi sangat diperlukan. Salah satu sumber daya energi alternatif yang dapat diperbarui adalah angin. Di Indonesia penggunaan energi angin sebagai pembangkit energi listrik masih jarang diterapkan, karena kecepatan angin di Indonesia tidak sebesar seperti di negara negara eropa atau negara lain yang telah sangat maju dalam penerapan energi angin. Perbedaan karakteristik angin ini menyebabkan teknologi yang berkembang di negara sub tropis tersebut tidak dapat diaplikasikan dengan optimal untuk keadaan Indonesia. Namun, secara geografis, potensi energi angin masih cukup menjanjikan terutama untuk daerah pantai dan daerah daerah yang memiliki kecepatan angin diatas kecepatan angin rata rata. Untuk kecepatan angin di Indonesia penerapan teknologi energi angin dengan sumbu vertikal cukup menjanjikan sebagai pembangkit listrik skala kecil. Bentuk dasar rotor yang sederhana membuat perancangan dan penerapannya dapat dilakukan oleh industri kecil. Selama ini rotor sumbu vertikal kurang populer untuk digunakan sebagai pembangkit listrik, karena efisiensinya yang rendah dibandingkan dengan turbin angin tipe sumbu horisontal. Disamping itu kecepatan putar dari turbin jenis sangat rendah sehingga memerlukan desain generator listrik yang khusus. Dengan melakukan penelitian pembangkit listrik tenaga angin skala kecil, maka dimasa yang akan datang penggunaan rotor sumbu vertikal untuk pembangkit listrik diharapkan akan semakin meluas. Usaha usaha untuk perbaikan performansi rotor savonius dengan cara memuntir sudu menjadi bentuk savonius heliks telah dilakukan di laboratorium konversi energi, Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional Bandung [1],[2],[3]. Dari uji experimental yang telah dilakukan, terbukti bahwa kinerja rotor sumbu vertikal savonius jenis heliks lebih baik dari pada rotor biasa (sudu lurus) [4] dan jumlah sudu sebanyak empat buah lebih baik dari pada dua sudu [5]. Untuk simulasi rotor savonius
TKE | 50
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
heliks menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) telah dilakukan oleh Putra [6] dan Hussain [7]. Sekarang ini di laboratorium konversi energi Itenas sedang dikembangkan turbin angin sumbu vertikal disain baru yang juga menggunakan bahan alternatif yaitu dari komposit plastik [8], [9], [10]. Kriteria umum yang dipakai dalam pembuatan sudu turbin angin adalah ringan, mudah dalam pembuatan dan perawatan, cukup kuat dan kaku, umur pakai yang panjang dan biaya pembuatan yang rendah. Material komposit plastik mempunyai beberapa keunggulan untuk dimanfaatkan sebagai bahan sudu dibanding dengan material dari logam, yaitu ringan, ketahanan akan korosi sehingga umur pakai bisa panjang, umur lelah yang panjang dan mudah dibentuk. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk melihat kelayakan komposit plastik sebagai bahan dari sudu rotor turbin angin sumbu vertikal.
2. Metode Penelitian Material komposit didefinisikan sebagai suatu struktur material yang tersusun dari dua atau lebih material pembentuknya, dimana sifat masing-masing bahan berbeda antara satu sama lain, baik sifat fisik maupun kimia dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut. Komponen penyusun dari komposit yaitu berupa penguat (filler) dan pengikat (matriks). Kekuatan dan sifat komposit merupakan fungsi dari fasa penyusunnya, komposisi, serta geometri dari fasa penguat. Penguat merupakan material yang umumnya jauh lebih kuat dari matriks dan berfungsi memberikan kekuatan tarik. Matriks berfungsi sebagai media transfer beban ke penguat, menahan penyebaran retak dan melindungi penguat dari efek lingkungan serta kerusakan akibat benturan. Penguat yang digunakan dalam penelitian ini adalah serat sabut kelapa dan plastik polyethylene yang berlapis aluminum foil (Al-Pe) yang umum digunakan untuk bungkus makanan ringan maupun minuman instan dalam bentuk yang kecil-kecil. Pengikat (matriks) yang digunakan adalah plastik polyethylene yaitu plastik yang digunakan sebagai kantung plastik pembungkus sayuran dan benda benda lain dimana ciri-ciri plastik tersebut adalah ulet dan memiliki warna putih tembus pandang. Bahan bahan ini berasal dari limbah dan mudah didapat di seluruh daerah Indonesia. Pembuatan sudu turbin angin vertikal berbahan komposit ini diawali dengan pencacahan plastik Aluminium Polyethylene (Al-Pe) menjadi bentuk kecil-kecil menggunakan mesin pencacah plastik. Tujuannya adalah agar sudu turbin memiliki ketebalan produk yang lebih merata dan juga memudahkan dalam proses pencampuran dengan bahan komposit lain. Gambar 1 menunjukkan hasil cacahan plastik Al-Pe.
Gambar 1. Cacahan plastik Aluminium Polyethylene Proses selanjutnya adalah menyusun campuran komposit yang terdiri dari secara berurutan plastik polyethylene, cacahan Al-Pe, plastik polyethylene, serabut kelapa, plastik polyethylene, cacahan Al-
TKE | 51
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Pe, plastik polyethylene. Lapisan ini ditaruh dalam cetakan yang terbuat dari baja karbon rendah yang dilengkapi mekanisme penekan dua poros berulir. Lihat Gambar 2.
Gambar 2. Cetakan sudu Fungsi dari penekan pada cetakan sudu adalah untuk memadatkan lapisan komposit sehingga sudu menjadi rapat dan tidak berongga. Untuk mengikat komposit menjadi satu, bagian atas dan bawah permukaan cetakan dipanaskan dengan kompor semawar dimana temperatur permukaan cetakan mencapai sekitar 200 oC. Gambar 3 menunjukkan pemanasan cetakan dibagian atas. Dengan temperatur setinggi ini dapat dipastikan bahwa plastik akan meleleh dan mengikat bahan lain menjadi komposit yang kuat. Dalam proses pemanasan ini, harus dijaga agar pemanasan dari api harus merata, karena jika terlalu lama dipanaskan plastik akan terbakar sehingga menjadi arang hitam. Begitu juga sebaliknya jika terlalu singkat maka plastik belum meleleh, sehingga komposit tidak terikat dengan baik. Setelah selesai pemanasan, sudu komposit didinginkan secara alami didalam cetakan sampai mencapai suhu kamar, agar sudu bisa mengeras sempurna. Supaya sudu mengikuti bentuk kontur cetakan, selama proses pendinginan dilakukan lagi penekanan. Cara ini disebut juga termo-forming, yaitu dibentuk selagi komposit masih lunak karena temperaturnya masih panas. Penekanan dilakukan sampai produk sudu mempunyai ketebalan yang minimum sesuai dengan yang dirancang.
Gambar 3. Pemanasan cetakan dengan kompor semawar Lembaran sudu yang sudah dingin dipotong untuk disesuaikan dengan desain rotor turbin angin. Gambar 4 menunjukkan proses pemotongan sudu menggunakan gerinda tangan. Pada penelitian ini telah dibuat rotor turbin angin dengan sudu lurus dan sudu heliks. Untuk pembuatan rotor dengan sudu lurus dibuat dengan lembaran sudu komposit dengan dimensi 80 cm x 50 cm. Sedangkan untuk rotor heliks dimensi lembaran sudu adalah 80 cm x 15 cm. Untuk memperoleh bentuk heliks maka lembaran sudu disusun bergeser dari atas ke bawah sehingga membentuk spiral/heliks. Selanjutnya
TKE | 52
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
sudu dirakit menjadi rotor turbin dengan cara di paku keling dan juga dibaut. Untuk memperkuat sudu, dibuat rangka dudukan sudu yang terbuat dari plat baja karbon rendah.
Gambar 4. Proses pemotongan sudu Gambar 5 dan 6 memperlihatkan sudu yang sudah dirakit menjadi rotor sudu lurus dan sudu heliks. Kedua rotor ini mempunyai dimensi yang sama yaitu diameter dalam 0,9 m, diameter luar 1,7 m, dan tinggi 1,8 m.
Gambar 5. Rotor sudu lurus dari komposit plastik
Gambar 6. Rotor sudu lurus dari komposit plastik
Pengujian dilakukan di dalam Laboratorium Konversi Energi ITENAS. Sumber angin di dalam laboratorium dihasilkan dari 2 fan dengan diameter masing masing 1,2 m, yang dipasangi kanal angin. Gambar 7 menunjukkan kanal angin dengan dua fan didalamnya. Kanal angin ini mampu menghasilkan kecepatan angin rata rata 5 m/s di keluaran kanal angin. Disamping itu turbin angin
TKE | 53
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
sumbu vertikal yang dibuat juga dibawa ke pantai di daerah Karawang untuk diuji lapangan, dimana kecepatan angin disana mencapai 8 m/s.
Gambar 7. Kanal angin dengan dua fan yang berdiameter masing masing 1,2 m 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Produk lembaran sudu komposit plastik yang dibuat masih mempunyai ketebalan yang tidak konsisten yaitu antara 4 mm sampai dengan 6 mm. Hal ini karena pembuatannya yang masih manual. Namun hal tersebut tidak menghalangi untuk dimanfaatkan sebagai bahan rotor turbin angin. Kekakuan dari lembaran sudu juga masih kurang sehingga perlu diperkuat dengan profil ’Z’ dari plat alumunium seperti terlihat pada Gambar 8. Profil ’Z’ ini dipasang pada ujung sudu turbin, sehingga disamping untuk memperkuat sudu juga mempunyai fungsi sebagai menjaga jarak sudu, sehingga terbentuk sudu heliks yang merata.
Gambar 8. Profil ‘Z’ dan pemasangan pada ujung sudu Gambar 9 memperlihatkan foto instalasi turbin angin sumbu vertikal didepan kanal angin siap untuk diuji. Turbin angin yang dibuat merupakan rancangan kami sendiri berdasarkan penelitian yang berkelanjutan di Laboratorium Konversi Energi Itenas. Digambar terlihat sudu pengarah yang fungsinya adalah mengarahkan angin dan meningkatkan kecepatan angin. Pada saat pengujian turbin di laboratorium Konversi Energi Itenas, dengan kecepatan angin yang menumbuk turbin angin sekitar 5 m/s, sudu turbin berbahan komposit tersebut dapat berputar dengan kecepatan rotor 50 rpm dengan keadaan sudu tetap kaku dan dapat beroperasi dengan baik. Bahkan ketika diuji lapangan di daerah
TKE | 54
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
pantai di Karawang dengan kecepatan angin yang kadang kadang mencapai 8 m/s, turbin angin ini masih berfungsi dengan baik.
Gambar 9. Turbin angin sumbu vertikal di depan kanal angin. Daya yang dibangkitkan dari turbin angin maksimum mencapai 25 W, ketika diuji di Laboratorium dengan menggunakan rem prony. Namun ketika diuji menggunakan generator listrik, hanya mampu menyalakan lampu LED 5 W saja. Hal ini disebabkan oleh karena generator listrik yang digunakan merupakan modifikasi generator listrik dari sepeda motor yang mempunyai kecepatan putar tinggi. Untuk itu dibuat transmisi roda untuk mempercepat putaran, namun desainnya masih belum sempurna sehingga banyak terjadi rugi rugi disini. Sekarang kami sedang mengembangkan generator listrik putaran rendah untuk turbin angin ini. Dalam perakitan membutuhkan paling sedikit lima orang untuk memasang sudu rotor pada rangka turbin angin, karena besarnya dimensi rotor. Ukuran terbesar dari instalasi turbin angin ini adalah bagian frame/rangka yaitu mempunyai diameter 2,35 m dan tinggi 2,02 m. Rangka ini berfungsi sebagai rumah bagi rotor turbin angin dan sudu pengarahnya. Untuk memudahkan transportasi ke daerah yang terpencil, kami sedang mengembangkan sistem yang bisa dibongkar pasang dengan mudah. 4. Kesimpulan Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa material komposit dari plastik layak untuk diterapkan sebagai bahan alternatif untuk turbin angin sumbu vertikal. Seluruh bahan baku untuk membuat sudu turbin sangat mudah didapat diseluruh daerah di Indonesia dan cara pembuatannya pun tidak sulit, namun karena masih dibuat secara manual, maka ketebalan sudu masih bervariasi antara 4 mm s/d 6 mm. Daya yang dihasilkan sampai saat ini masih terbilang kecil, sehingga masih perlu perbaikan perbaikan untuk meningkatkan kinerja dari turbin angin sumbu vertikal ini. Terima Kasih Kami mengucapkan terima kasih kepada Dikti yang telah membiayai penelitian ini melalui skema Hibah Bersaing tahun 2014 dan 2015.
TKE | 55
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Daftar Pustaka [1] Ramadani, Roni, 2012, Perancangan, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, Itenas Bandung. [2] Askar, Asdar, 2012, Pembuatan Prototip Turbin Angin Sumbu Vertikal Savonius Tipe Helix Dua Sudu dan Empat Sudu, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, Itenas Bandung. [3] Simanullang, Ganda Roni, 2012, Pengujian Prototip Turbin Angin Sumbu Vertikal Savonius Tipe Helix Dua Sudu dan Empat Sudu, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, Itenas Bandung. [4] Putra M.A., Mulyadi, Pribadi G., Mawardinata T., Shantika T., 2011, Uji Experimental Rotor Hellical Savonius Dibandingkan Dengan Rotor Savonius, Seminar Nasional Teknik Mesin 6, Universitas Kristen Petra Surabaya. [5] Putra M.A., Ramadani R., Askar A., Simanullang G.A., 2012, Uji Experimental Rotor Savonius Helix Dua Sudu dan Empat Sudu, Seminar Nasional Teknik Mesin, Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri X, ITENAS Bandung. [6] Putra, Mohammad Alexin, 2010, Kaji Performansi Rotor Savonius Dengan Sudu Puntir, Seminar Nasional Sains dan Teknologi dalam Penanganan Energi ke-VI, UNJANI Bandung. [7] Hussain, M.M., Mehdi S.M., Reddy P.M., 2008, CFD Analysis of Low Speed Vertical Axis Wind Turbine with Twisted Blades, International Journal of Applied Engineering Research, Volume 3, Number 1, pp. 149-159, Research India Publication. [8] Ariyanto, S., Irwan, Y, Putra, M. A. 2014, Analisis Kualitas Permukaan dari Proses PemanfaatanPakoplas (Papan Komposit Plastik) untuk Pembuatan Sudu Turbin Angin Sumbu Vertikal, Seminar Nasional Teknik Mesin, Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri XII, ITENAS Bandung. [9] Apandi, H., 2015, Perancangan Prototip Turbin Angin Sumbu Vertikal Baru Berbahan Komposit, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, Itenas Bandung. [10] Suryana, R.H., 2015, Pembuatan Sudu Turbin Angin Sumbu Vertikal Tipe Heliks Dengan Memanfaatkan Pakoplas, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, Itenas Bandung.
TKE | 56
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Rancang Bangun Picohydro Dengan Memanfaatkan Aliran Horizontal Irigasi Tito Shantika, Tri Sigit Purwanto, Martin Garnida, Agung Setyawan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Jl. PKH. Mustapha No. 23, Bandung 40124
[email protected]
Abstrak Pemanfaatan pembangkit listrik tenaga air sekala kecil terutama di pedesaan pada saat ini perkembangannya sangat pesat didukung oleh sumber energi yang melimpah. Aliran air irigasi untuk distribusi pertanian merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan menjadi energi listrik disamping sungai-sungai landai yang ada disekitar pertanian maupun di area perkemahan. Potensi tersebut dapat menjadi salah satu keuntungan bagi masyarakat untuk memanfaatkan sebagai penghasil listrik yang murah. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan prototype pembangkit listrik picohydro dengan memanfaatkan aliran sungai maupun irigasi yang landai. Pembangkit listrik diharapkan dapat dibuat dengan harga yang kompetitif dan perawatan yang mudah serta bersifat portable. Penelitian ini diawali dengan observasi aliran air meliputi karateristik aliran serta parameter-parameter aliran seperti kecepatan, head dan debit yang tersedia, kemudian proses perancangan yang meliputi perancangan turbine, casing dan poros serta pemilihan dan modifikasi jenis generator yang digunakan. Selanjutnya proses pembuatan picohidro dan pengujian picohydro yang dilakukan untuk mendapatkan performance aktual dari pembangkit yang dibuat. Dari hasil perancangan didapatkan dimensi prototype sebesar 305 x 305 x 320 cm, dengan daya hasil pengujian sebesar 3.31 Watt pada kecepatan air 3.2 m/s. Kata-kata kunci : pikohydro, pembangkit head rendah, pembangkit listrik. 1. Pendahuluan Energi Listrik merupakan kebutuhan yang penting untuk mendukung kualitas hidup masyarakat. Dari beberapa Masyarakat dipedesaaan masih memerlukan energy listrik dimana terdapat beberapa daerah masih belum teraliri listrik. Namun potensi dipedesaaan masih cukup banyak potensi air untuk pembangkit listrik, salah satunya aliran irigasi untuk pertanian. Karakteristik dari irigasi umumnya mempunyai head yang rendah, sehingga diperlukan pembangkit yang diperuntukan untuk head yang rendah, sehingga penelitian ini diharapkan dapat membuat pembangkit listrik dengan head yang rendah dan minimum daya yang dihasilkan lebih dari 100 watt. Pembangkit pichohydro masih cukup berpotensi untuk dikembangkan, karena untuk biaya proyek pembangkitan energy dibawah 5KW untuk beberapa jenis pembangkit picohydro merupakan yang paling kecil dibandingkan pembangkit yang lain, menurut studi yang di publikasikan world Bank [2] . Penelitian sebelumnya pembangkit listrik picohydro di rancang bangun untuk masyarakat desa dengan memanfaatkan pancuran pada setiap rumah dipedesaan, penelitian ini didapatkan pembangkit pikohidro portabel dengan bahan PVC dengan menggunakan generator dari alternator motor yang banyak dijual dipasaran, serta dimensi dari pikohidro ini yaitu 127mm x 150mm x 300mm [6]. Dari hasil pengujian pembangkit tersebut pada head 1 meter menghasilkan daya sebesar 41 watt dan efisiensi maksimum yang diperoleh adalah 84% pada sudut sudu 50o[3]. Dalam perancangan sudu turbin, sudut sudu sangat berpengaruh untuk mendapatkan lengkungan pada sudu (blade). Lengkungan sudu turbin mempengaruhi putaran(Torsi), sehingga berpengaruh pada daya rancangan yang akan dihasilkan. Lengkungan sudut sudu dihitung berdasarkan segitiga kecepatan dari aliran air yang mengalir pada bilah sudu, seperti pada gambar:
TKE | 57
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
(a)
(b)
(c) Gambar 1. (a)Turbin dalam pipa, (b) Sudut masuk dan keluar sudu, (c) Penampang sudu [4] Keterangan : P = Daya output (watt) = Sudut masuk stator (o ) =Sudut keluar stator (o ) Sudut masuk rotor (o ) Q =Laju aliran (m3/s)
kecepatan sudut mesin (rad/s) kecepatan relatif air terhadap sudu (m/s) kecepatan sudu (m/s) kecepatan absolut (m/s)
Persamaan euler pada mesin-mesin turbin untuk daya output adalah : (1) Dari segitiga kecepatan : Menentukan kecepatan aliran mendekati sudu turbin : (2) Menentukan debit air yang mendekati sudu turbin : (3)
TKE | 58
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Menentukan Kecepatan Absolut (Ca) dan relatif (u1) : .
dan
(4)
Arah rotasi untuk sudut yang positif diperlukan arah aliran sehingga persamaannya : dan
masuk dari rotor dan
keluar dari stator,
(5)
Daya Potensi air Daya yang dapat dibangkitkan tergantung pada potensi air yang akan digunakan. Dalam menentukan daya potensi air tersebut dapat menggunakan persamaan dibawah, namun harus dikalikan dengan efisiensi pembangkit yang akan dihasilkan[1]: (6) Dimana: ρ= mass jenis air (1000 kg/m3) g=konstanta grafitasi (m/s2) h= Ketinggian/head (m) Q= debit air (m3/s) η = efisiensi Head dan Debit Masuk (Qin) Turbin Dalam perancangan ini, head dan debit masuk turbin(Qin)ditentukan berdasarkan perhitungan secara teoritis dimana nantinya akan menjadi parameter dalam mendapatkan daya minimal 100 Watt head turbin [5] : V
H
.
(7)
Dimana debit masuk turbin [5]: P
Q
. .H
(8)
Kecepatan Putar Spesifik Turbin Kecepatan putar spesifik turbin dihitung menggunakan persamaan [5] : n
√N
(9)
H
2. Metodologi Penelitian ini dimulai dengan melakukan survey potensi air pada beberapa daerah irigasi, kemudian melakukan pengumpulan data parameter yang dibutuhkan dalam proses perancangan. Tahap selanjutnya adalah proses desai picohydro dengan mempertimbangkan beberapa parameter yang telah didapat dan selajutnya proses pembuatan dan proses pengujian untuk mendapatkan performan pembangkit listrik picohydro.
TKE | 59
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Mulai
Observasi potensi air yang ada
Perancangan picohydro (turbine blade, Stator, Frame & generator)
Pembuatan Prototipe picohydro
Pengujian performance picohydro
Spesifikasi teknis Pembangkit Listrik
Selesai Gambar 2. Flowchart rancang bangun pichohydro 3. Hasil dan Pembahasan Survey dan observasi irigasi Dalam Perancangan pembangkit listrik pikohidro yang dilakukan perlu dilakukan survey ke beberapa irigasi yang ada di daerah Jawa Barat terutama pada daerah pedesaan. Dari hasil observasi didapatkan kedalaman sungai antara 30 cm sampai 60 cm dari dasar sungai, sehingga, picohydro tidak melebihai dari kedalam tersebut maka pipa reduser 12x8 in dapat digunakan pada kondisi tersbut. kecepatan aliran air didapatkan sebesar antara 1,24 sampai 3,75 sehingga dalam perancangan akan berkisar pada kondisi tersebut. Pada irigasi terdapat beberapa kondisi mempunyai kemiringan, namun tidak terlalu curam sehingga potensi akibat head ketinggian, akan tetapi dalam perancangan diasumsikan daya turbin dihasilkan dari head kecepatan saja, meskipun pada beberapa daerah terdapat kemiringan. Perancangan Pikohidro ¾ Perancangan Daya Dari Head yang Tersedia Dalam perancangan, perhitungan head turbin diperlukan dalam menentukan jenis turbin yang akan dipakai. Daya perancangan didapat 137 Watt dengan mengasumsikan efisiensi sebesar 85%, namun untuk menghitung efisiensi total nantinya diperlukan pengujian langsung pada pikohidro portable. ¾ Analisa Daya Dari Segitiga Kecepatan Sudu Perhitungan segitiga kecepatan diperlukan dalam menentukan lengkungan sudu. Dari hasil perhitungan diadapkan dengan kondisi aliran yang telah dijelaskan pada hasil survey makan
TKE | 60
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
didapatkan untuk mencapai daya listrim minimum 100 watt dengan menggunkan diameter reduser 8 in maka didapatkan sudut sudu turbin masuk dan keluar sebesar 80 derajat dan 58 derajat. Tabel 1. Daya dari segitiga kecepatan sudu simbol harga Deskripsi Perhitungan segitiga kecepatan: Luas Turbin Cross Section A 0,032 m2 Debit Q 0,02 m3 Sudut masuk sudu β1 80o Sudut keluar sudu β2 58o Sudut serang ξ 4o Koefisien gaya angkat CL 0,44 0,95 Koefisien tahanan CD 72,85 N Gaya angkat air FL Gaya tahanan air FD 310,59 N Peritungan Turbin: Daya Air tersedia P 137 watt Kecepatan Air V 3,2 m/s dp 0,217 m Diameter Penstok Jumlah Pools Generator n 12 buah N 500 rpm Kecepatan Putaran Poros Ns 358,06 Kecepatan Spesifik Runner rpm Runner Diameter D 0,200 m Hasil perancangan picohydro bahan yang digunakan pipa pvc Reducer ukuran 12x8 inci, kecepatan aliran air 1,24 sampai 3,75 dengan lengkungan sudut sudu β masuk dan keluar berdasarkan segitiga kecepatan adalah βmasuk 64,860, 67,670, 69,940, 71,810, 73,360, 74,680, 75,810, 76,790, 77,640, 78,390, 79,060, 79,650, 80,180, 80,670, 81,100. Sedangkan βkeluar 77,370, 75,640, 73,930, 72,250, 70,600, 68,990, 67,410, 65,870, 64,360, 62,890, 61,450, 60,060, 58,700, 57,380, 56,100, dan sudut serang yang cocok adalah 760. ¾ Perhitungan Poros Poros merupakan komponen yang fungsinya mentransmisikan daya dari turbin ke generator. Material . Pada tabel dibawah ini merupakan yang digunakan adalah baja ST 37, tegangan ijin 27,5 dimensi-dimensi pada poros. Tabel 2. Perhitungan poros Harga Keterangan Deskripsi Material Shaft ST 37 210 Mpa Diameter Poros (Do) 8 mm Panjang Poros( Lp) 26,9 mm Torsi Poros (T) 1,91 N.m Tegangan Puntir 2,07 Mpa Aman Poros( ) Tegangan Geser 4,71Mpa Aman Poros( ) Defleksi Sudut(θ) 0,02 Aman Dari hasil perhitungan komponen-komponen yang sudah dijabarkan diatas, maka didpatakan spesifikasi teknis perancangan pembangkit tersebut. Spesifikasi pembangkit yaitu 305 x 305 x 320 cm, kecepatan runner 600 rpm, tegangan 12 Volt dan daya diharapkan 100 watt. Dimensi hasil perancangan dapat dilihat pada gambar dibawah.
TKE | 61
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 3. Pembangkit listrik pikohidro portable Pembuatan Picohydro Pada proses pembuatan mengacu pada gambar teknik, Proses pemesinan yang digunakan dalam pembuatan PLTPh ini antara lain, mesin bubut, gurdi, frais top vertikal, jig saw, gerinda tangan, kerja bangku, pengelasan, dan mesin CNCmilling. Pada proses pembuatan parameter yang di cari adalah kecepatan potong (v), kecepatan pemakanan (Vf), waktu pemakanan (Tc), dan kecepatan penghasil beram (z) (Taufiq, 1992). Parameter tersebut untuk mendapatkan waktu pembuatan dan sehingga proses pembuata dapat diprediksi. Dari hasil perhitungan maka didapatkan waktu efektif produksi picohydro ini sebesar 4249 menit atau sekitar 70,8 jam proses.
Gambar 4. (a) PLTPh Tampak Depan, (b) PLTPh Tampak Samping Pengujian Pichohydro Pengujian ini dilakukan proses pemasangan turbin kedalam air, dengan keadaan suhu air 23,80C maka generator sehingga tidak perlu pendinginan, karena suhu dilingkungan dianggap mampu menyerap panas yang dihasilkan dari generator. Pada pengujian ini menggunakan lampu pijarsebagai beban. beban yang digunakan adalah 0, 25, 50, 75, dan 100 Watt, dengan tegangan lampu 12 Volt, dan tahanan masing-masing lampu sebesar 2,24 Ohm. Skema pengujian yang telah dilakukan untuk pengukuran arus (A), tegangan (V), frekwensi (f) seperti pada gambar dibawah ini.
(a) (b) Gambar 5. (a) Skema Pengujian Dengan Beban, (b) SkemaPengujian Tanpa Beban.
TKE | 62
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Untuk mendapatkan parameter-parameter seperi kecepatan air (V) yang masuk secara tepat dilakukan dengan metode pengukuran takanan pada sisi masuk dan pada sisi keluar dan pengukuran kecepatan dengan tachometer menggunakan kawat torsi yang disambungkan di belakang turbin. Utnuk pengukuran tegangan, arus,serta frekwensi dilakukan pada keluaran generator. Titik pengukuran terihat seperti pada gambar dibawah.
Gambar 6. Keterangan Pengujian Kemudian sebelum pengujian pada picohydro dilakukan maka perlu ada pengukuran pada aliran irigasi atau sungai. Pengukuran ini menggunakan alat ukur seperti stopwach, meteran, termometer. Dari hasil pengukuran didapatkan parameter seperti pada tabel 3 dibawah ini. Tsungai (m)
Lsungai (m)
1,15
0,55
Tabel 3. Hasil Pengukuran Sungai Tair Kecepatan Debit Luas Volume (0C) Air
Densiti
23,80
997,212
1,55
0,98
0,69
4,41
Setelah dilakukan pengukuran maka dilakukan pengujian picohudro secara langsung pada aliran irigasi. Dari hasil pengukuran dan pengolahan data didapatkan hasil pengujian seperti pada tabel 3 dibawah. Pada tegangan terjadi penurunan yang signifikan saat diberi beban 25 Watt, setelah beban 50, 70, dan 100 Watt tegangan turun hampir konstan, penurunan ini dimungkinkan oleh lilitan generator yang telah dirubah diameter kawat-nya menjadi 0,4 mm dan 80 gulungan, hal ini menyebabkan generator tidak kuat untuk terus mensupplay tegangan 16 Volt, idealnya ketika putaran dan frekuensi rata-tata hampir konstan penurunanya maka teganganpun juga harus konstan, pada pengukuran putaran turbin tidak terjadi penurunan yang signifikan, biasanya turunya putaran berbanding lurus dengan turunya tegangan, karena semakin kecil tegangan dan semakin besar kuat arus yang mengalir maka tahanan jangkarnya akan menjadi besar. No
1 2 3 4 5
Tabel 4. Hasil Pengolahan Data Picohydro Beban Arus Tegangan Frekuensi Putaran (Volt) (Hertz) (rpm) (Watt) (amp) 0 25 50 75 100
0,898 1,304 1,437 1,592
16,780 4,103 1,469 0,452 0,316
35,50 35,11 34,77 -
438,10 412,24 400,30 392,50 370,70
Tahanan (Ohm) 2,24 4,48 6,72 8,96
TKE | 63
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Kenaikan arus dengan beban yang semakin besar, dikarenakan generator harus mengeluarkan arus yang lebih besar, sebab bebanya ditambah, konsekuensi dari besarnya arus berdampak pada frekuensi, putaran, dan tegangan akan semakin mengecil, dan tahanan jangkar (GGL) menguat. Efisiensi yang didapatturun ini karenakan pengaruh dari tegangan, arus,dengan beban yang besar maka dibutuhkan tegangan dan arus yang besar (berbanding lurus), tetapi kemampuan daya hidrolik, putaran turbin, tegangan, dan arus yang dibangkitkan turbin-generator terbatas, faktor tersebut menyebabkan efisiensi-nya turun. Pada Torsi, dapat dilihat bahwa semakin besar beban, maka arus yang harus dialirkan juga semakin besar, arus semakin besar menyebabkan kumparan didalam jangkar semakin kuat dan putaran generator semakin berat, hal ini yang membuat torsi naik. Pada grafik (a) daya yang didapat degan beban yang selalu ditambah dayanya selalu turun, hal ini disebabkan kapasitas generator untuk mensupplay arus dan tegangan selalu besar. Pada grafik (b) ketika beban semakin besar maka tegangan turun dan pada grafik (c) arus semakin naik hal ini disebabkan ketika arus naik maka arus yang ada di lilitan jangkar akan semakin besar membuat tegangan turun (idealnya tegangan tetap konstan), putaran turun karena tahanan jangkar semakin kuat, sehigga menyebabkan momentum sudu semakin kecil. Itu sebabnya putaran turun. Pada grafik (d) dan grafik (f) efisiensi yang didapat selalu turun penurunan efisiensi ini disebabkan generator tidak mampu memberikan tegangan yang konstan, tegangan yang terjadi setiap di tambah bebanya hasilnya selalu drop, efisiensi ini dihitung ketika daya listrik yang dibangkitkan generator di bagi dengan daya hidrolik yang ada di air. Semakin kecil daya listriknya maka efisiensinya juga semakin turun, dilihat daya hidrolik yang tersedia di air PLTPh adalah sebesar 52,9 Watt.
(a)
(d)
(b)
(c)
(e)
(f)
Gambar 7. Grafik beberapa pada hasil pengujian 4. Kesimpulan dan saran Kesimpulan • Hasil perancangan picohydro bahan yang digunakan pipa pvc Reducer ukuran 12x8 inci, kecepatan aliran air 1,24 sampai 3,75 dengan lengkungan sudut sudu β masuk dan keluar berdasarkan segitiga kecepatan adalah βmasuk 64,860, 67,670, 69,940, 71,810, 73,360, 74,680, 75,810, 76,790, 77,640, 78,390, 79,060, 79,650, 80,180, 80,670, 81,100. Sedangkan βkeluar 77,370, 75,640, 73,930, 72,250, 70,600, 68,990, 67,410, 65,870, 64,360, 62,890, 61,450, 60,060, 58,700, 57,380, 56,100, dan sudut serang yang cocok adalah 760. Dengan penggunaan generator putaran 500 rpm, frekuensi 50 Hz, dan 12 volt. Dimensi pikohidro portable 320 x 305 x 203 (mm).
TKE | 64
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
• Dari hasil perhitungan proses pembuatan pichohidro ini didapatkan waktu efektif produksi sebesar 4249 menit atau sekitar 70,8 jam proses. • Dari hasil pengujian Efisiensi yang didapat dari pichydro didapat 7,44 % dengan putaran yang didapat adalah 438,10 rpm. Daya yang dihasilkan turbin-generator 3,31 Watt. Saran Dari hasil pengujian awal daya yang dihasilkan belum mencapai optimal maka perlu dilakukan modifikasi pada generator dan sudu pengarah. DAFTAR PUSTAKA [1] Frank M. White, 2008, Fluid Mechanics, Fifth Edition McGraw Hill. [2] ESMAP, 2007, "Technical and Economic Assessment of Off, Mini-grid and Grid Electrification Technologies." December 2007. ESMAP Technical Paper 121/07. [3] Shantika, dkk 2012, Pengujian Pembangkit Listrik Tenaga Air Pikohidro 100 Watt untuk Head 1 Meter, Seminar Nasional Teknoin, UII Yogyakarta. [4] Grant Ingram, 2007, Very Simple Kaplan Turbine Design, School of Engineering, Durham University, [5] Laymans Guide books, 1998 On How To Develop A Small Hydro Site, Second Edition June 1998 [6] Shantika,dkk 2013. Rancang bangun Pembangkit Listrik Tenaga Air PikoHidro Portable Kapasitas 100 Watt. Jurnal Riset Industri vol.7 Hal 145,146 dan 147
TKE | 65
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Studi Potensi Pemanfaatan Sumber Air Panas (Natural Hot Spring) Sebagai Pembangkit Listrik (Studi Kasus Di Ciwidey, Jawa Barat) M. Pramuda N.S., M. Ridwan dan Iqbal Maulana Jurusan Teknik Mesin , Fakultas Teknologi Nasional Itenas Bandung J1. PHH. Mustafa No.23 Bandung 40124 e-mail :
[email protected] atau
[email protected] e-mail :
[email protected]
Abstrak Mata air panas atau sumber air panas adalah mata air yang dihasilkan akibat keluarnya air tanah dari kerak bumi setelah dipanaskan secara geotermal. Air yang keluar suhunya di atas 37 °C (suhu tubuh manusia), namun sebagian mata air panas mengeluarkan air bersuhu hingga di atas titik didih. Dalam rangka untuk mengurangi konsumsi energi yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil dan mengurangi pencemaran lingkungan, maka manusia mulai memanfaatkan potensi geotermal (panas bumi) berupa sumber air panas. Teknologi siklus biner memungkinkan untuk memanfaatkan potensi geotermal yang hanya berupa sumber air panas agar dapat bekerja menghasilkan energi listrik. Pemanfaatan sumber air panas tersebut dapat menggunakan siklus Kalina (KCS34) dengan fluida medium campuran ammonia-air. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di Ciwidey, diperoleh temperatur air panas berkisar di 45°C-80°C. Pada Penelitian ini dilakukan simulasi untuk melihat potensi pembangkitan listrik yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan sumber air panas tersebut. Simulasi juga dilakukan dengan memvariasikan campuran ammonia-air sehingga didapatkan efisiensi yang maksimum. Kata-kata kunci : Siklus Kalina, Natural hot spring, siklus biner 1. Pendahuluan Indonesia memiliki 312 daerah yang berpotensi sebagai sumber energi geothermal yang terletak sepanjang jalur vulkanik di Sumatra, Jawa, Bali dan Indonesia bagian timur (Bertani, 2015). Berdasarkan data ESDM (2013) dan BPPT (2014), Indonesia memiliki cadangan panas bumi sebesar 16.484 MW dari potensi sekitar 28.617 MW, dengan kapasitas terpasang pembangkit panas bumi (hingga September 2013) adalah sebesar 1.242 MW. Sedangkan pemanfaatan energy tahunan berdasarkan Lund et al. (2011) adalah sebesar 42,6 TJ per tahun (11,8 GWh per tahun) dengan kapasitas energy geothermal sebesar 2,3 MWt. Pemanfaatan energi tahunan tersebut secara langsung sebagian besar digunakan untuk kolam dan pemandian air panas (Lund dan Freeston, 2001 dalam Lund et al., 2011), sedangkan sisanya digunakan untuk budidaya jamur, produksi gula aren, pengeringan kopra dan coklat, akuakultur dan pemanas ruangan (Surana et al., 2010 dalam Lund et al., 2011). Selain energi panas bumi yang berasal dari magma, sumber air panas dengan temperatur tinggi (sekitar 80-1200C) juga dapat digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik dengan mengaplikasikan sistem siklus Kalina (The Geothermal Research Society of Japan). Di Indonesia, pemanfaatan sumber air panas sebagai sumber energy belum banyak digunakan. Beberapa sumber air panas yang ada di Indonesia antara lain terdapat di Cisolok (Pelabuhan Ratu), Ciater (Subang), Maribaya (Lembang), Cipanas (Garut), Semurup (Jambi), Gemulak (Muara Enim), Baturaden (Malang), Parang Wedang (Yogyakarta), Tretes (Surabaya), dan Banyuwedang (Bali), Pantai Tabololo (Ternate), Cilimus (Cirebon) dan masih banyak lagi. Sebagian besar sumber air panas digunakan sebagai objek wisata.
TKE | 66
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Mekanisme terbentuknya sumber air panas Sumber air panas terbentuk karena adanya aktivitas volkanik dan kemudian diisi oleh air yang dipanaskan karena adanya kontak dengan batuan panas dan magma yang berada jauh dari permukaan bumi. Bahkan meskipun tidak ada aktivitas volkanik terbaru namun lapisan-lapisan batu yang jauh berada di dalam bumi lebih hangat dibandingkan dengan yang ada di permukaan (Gambar 1). Temperatur internal bumi tinggi karena disebabkan oleh beberapa hal berikut : (1) adanya tekanan dari lapisan-lapisan yang saling tumpeng tindih. Dengan kata lain, energi dari kompaksi bumi karena adanya gravitasi yang dikonversi menjadi energi panas; (2) penyebab lainnya yaitu energi pertumbuhan (energy from the accretion) material yang tumbuh karena akumulasi ketika bumi terbentuk dan degradasi material radioaktif di dalam bumi. Kompaksi bumi disebabkan oleh gravitasi dan energi pertumbuhan material (energy from the accretion) merupakan “left-over heating” dari pembentukan bumi sedangkan degradasi materi radioaktif adalah sumber panas konstan (meskipun berkurang). Oleh karena itu, jika air hujan terserap ke dalam lapisan bumi sampai ke lapisan dalam, maka akan menjadi sangat panas, dan jika air tersebut menemukan retak atau jalan lain menuju ke permukaan dengan sangat cepat dan tidak menjadi dingin, maka akan menajdi sumber air panas (Hot Springs National Park, 2006).
Gambar 1. Diagram mekanisme terbentuknya sumber mata air panas (Hot Springs National Park, 2006). Sampai saat ini, sudah ada beberapa penelitian mengenai pemanfaatan secara langsung sumber air panas sebagai energi, diantaranya: - Analisis teoritis dari kombinasi siklus Rankine vapor dengan siklus compression refrigeration yang menggunakan low-grade thermal energy (Aphorntrana dan Sriveerakul, 2010 dalam Bu et al., 2013) - Konsep novel thermally activated cooling, yang merupakan kombinasi siklus ORC dan VCC beserta prototypenya dengan kapasitas pendinginan 5 kW (Wang et al., 2011a,b dalam Bu et al., 2013)) - Pengembangan prototype ORC-ORC dengan HFC-134 sebagai fluida kerja dan daya pemanasan pada condenser sekitar 20 kW (Demierre et al., 2012 dalam Bu et al., 2013)
TKE | 67
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Siklus Kalina Teknologi siklus biner adalah sistem pembangkitan listrik yang mana fluida panas bumi, baik berupa uap maupun air panas, dimanfaatkan sebagai sumber panas utama untuk memanaskan fluida kedua (atau disebut juga fluida kerja) dengan menggunakan alat penukar panas dari fase cair menjadi fase gas. Fase gas dari fluida kerja ini kemudian dialirkan ke dalam turbin yang dikopel dengan generator untuk membangkitkan listrik. Fluida kerja ini bekerja pada siklus tertutup (Sunil, 2013).
Gambar 2 Jenis-jenis siklus Kalina (Sunil, 2013) Keterangan : HE-1 dan HE-2 = Evaporator HE-3 = HT Recuperator HE-4 = LT Recuperator HE-5 = Kondenser Siklus Kalina merupakan siklus yang memanfaatkan campuran amonia-air sebagai fluida kerja untuk menghasilkan daya. Campuran amonia air digunakan karena memiliki titik didih yang rendah sehingga dapat dimanfaatkan pada sumber panas dengan temperatur rendah (Hashizume, 2004). Siklus ini dikembangkan oleh Dr. Alexander Kalina dan merupakan pengembangan dari siklus biner Pengembangan siklus Kalina dapat dilihat pada Gambar 2. Komponen utama dalam siklus Kalina adalah turbin dan generator, evaporator, separator, condenser, recuperator exchanger dan feed pump. Proses perhitungan dan pemodelan bertujuan untuk mencari daya maksimum dan efisiensi maksimum yang dapat dicapai pada pemanfaatan sumber air panas. Nilai efisiensi sistem diperoleh dari proses perpindahan kalor di evaporator dan pelepasan kalor di condenser. Effisiensi tambahan diperoleh dari recuperator exchanger yang memanfaatkan panas dari separator. Keuntungan ini diperoleh dari variasi unik dari karakter pendidihan dan pengembunan pada fluida kerja campuran amonia-air.
2. Metodologi Simulasi dengan Software Cycle Tempo Dalam memodelkan sistem Siklus Kalina KCS 34 digunakan berbagai model apparatus yang tersedia dalam software Cycle Tempo 5.0. Model ini disesuaikan dengan skema tipikal pada sistem Kalina KCS 34 seperti pada Gambar 3. Penambahan drain tank pada sisi masuk kondenser bertujuan untuk membantu proses pemisahan antar uap dan cairan pada campuran yang akan masuk kedalam turbin
TKE | 68
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
dan kondenser dengan adanya absorpsi ammonia. Komponen-komponen yang digunakan dalam simulasi adalah sebagai berikut: 1. Evaporator 2. Separator 3. Turbine 4. Low temperature recuperator (LT-recuperator) 5. Condensor 6. High temperature recuperator (HT-recuperator) 7. Throttle valve 8. Sink/ source (4 buah) sebagai sumber air panas dan sumber air dingin
Gambar 3. Skema Kalina Cycle (KCS34) pada CYCLE TEMPO ver 5.0 3. Hasil dan Pembahasan Hasil survey yang dilakukan di daerah Ciwidey, Jawa Barat, menunjukkan temperatur sumber air panas berkisar antara 45 – 80 °C. Untuk mengetahui potensi menghasilkan listrik dari sumber air panas tersebut dilakukan simulasi dengan beberapa parameter sebagai berikut. (1) Temperatur sumber air panas, (2) Temperatur sumber air dingin, (3) Fraksi massa campuran amonia-air (4) Tekanan keluar turbin. Gambar 4 merupakan skema Kalina Cycle (KCS-34) dengan menggunakan software CYCLE TEMPO ver. 5.0. Pada penelitian ini digunakan temperatur sumber air panas sebesar 80°C dan temperatur sumber air dingin sebesar 20°C (rata-rata di Indonesia berkisar antara 20-24 °C). Tekanan keluar turbin ditentukan sebesar 8.8 bar berdasarkan diagram fasa campuran amonia-air (Gambar 5). Tabel 1. Parameter Simulasi Kalina Cycle pada CYCLE TEMPO ver 5.0 Apparatus Parameter Unit Value Pump Pout bar 12 LT-recuperator Tout °C 35 HT-recuperator Tout °C 40 Evaporator Tout °C 77 Turbine Pin bar 10 Condensor Pin bar 8.8 Ammonia-water mass flow Kg/s 2.118
TKE | 69
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 4. Skema Kalina Cycle KCS-34 dalam pemanfaatan sumber air panas untuk menghasilkan listrik (dalam penelitian ini) Dengan menggunakan parameter-parameter dalam Tabel 1 pada penelitian ini, fraksi campuran amonia-air divariasikan untuk mendapatkan daya listrik seperti yang dapat dilihat pada grafik Gambar 6. Daya listrik maksimum yang dihasilkan adalah sebesar 37.53 kW pada fraksi massa campuran amonia-air sebesar 89%.
Gambar 5. Diagram fasa campuran ammonia-air (Ganesh dan Srinivas, 2010)
TKE | 70
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
38
Daya turbin (kW)
37 36 35 34 33 32 31 70
75
80
85
90
Fraksi massa campuran amoniaair (%) Gambar 6. Grafik perbandingan daya turbin terhadap fraksi massa campuran amonia-air pada tekanan keluar turbin 8.8 bar. Berdasarkan hasil simulasi diketahui bahwa sumber air panas dengan temperatur 80°C berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Selain itu dengan tekanan keluar turbin yang konstan sebesar 8.8 bar, maka daya yang dihasilkan turbin akan meningkat seiring dengan semakin besarnya fraksi massa campuran amonia-air. Akan tetapi nilai maksimum fraksi campuran amonia-air terbatas pada nilai 90%. Hal ini disebabkan karena pada tekanan kondensasi 8.8 bar maka temperatur kondensasi akan menjadi lebih rendah sehingga energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur pada LT-recuperator menjadi lebih besar. Daftar Pustaka [1] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) (2014) INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2014 : Pengembangan Energi untuk Mendukung Program Substitusi BBM. http:// www.bppt.go.id. [2] Bertani R (2015) Geothermal Power Generation in the World 2010-2014 Update Report. Proceedings World Geothermal Congress. [3] Bu Xianbiao, Lingbao Wang, Huashan Li (2013) Performance analysis and working fluid selection for geothermal energy-powered organic Rankine-vapor compression air conditioning. Geothermal Energy 1:2. http://www.geothermal-energy-journal.com/content/1/1/2 [4] Ganesh, N. S. dan T. Srinivas (2010) Thermodynamics Properties of Binary Mixtures For Power Generation System. ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences 5(10): 11-25. ISSN No. 1819-6608. [5] Lund JW, Freeston DH, Boyd TL (2011) Direct utilization of geothermal energy 2010 worldwide review. Geothermics 40(3):159–180. [6] Sunil M (2013) The Kalina Cycle® a major breakthrough in efficient heat to power generation. CHP2013&WHP2013 Conference and Trade Show. [7] The Geothermal Research Society of Japan. Geothermal energy – Japan Resources and Technologies. http://wwwsoc.nii.ac.jp/grsj/index-e.html
TKE | 71
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Perancangan Komposter Komunal Tipe Rotary dengan Pengaduk Noviyanti Nugraha, Nuha Desi A, Dindin Nasrul M Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung
Abstrak Sampah organik berupa sisa makanan, sayur-sayuran, buah-buahan dan sebagainya yang dihasilkan dari rumah tangga dapat dikelola menjadi kompos. Masyarakat di salah satu daerah di kota Bandung, berusaha mengolah sampah secara mandiri untuk dijadikan kompos. Sementara ini pengolahan yang dilakukan belum tepat sehingga menimbulkan dampak pencemaran terhadap lingkungan. Diperlukan realisasi pengolahan sampah menjadi kompos yang benar sehingga diharapkan menjadi solusi atas permasalahan diatas. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang komposter sampah rumah tangga komunal tipe rotary dengan pengaduk.. Hasil perancangan adalah sebagai berikut; Material komposter menggunakan drum HDPE memiliki volume 200 liter dengan Berat maksimum sampah yang dapat ditampung adalah 60 kg. Sistem rotary menggunakan penggerak manual dengan panjang handle 200m. Defleksi maksimum pada drum sebesar 0,0067mm dan defleksi maksimum pada blade pengaduk 0,0017 mm. Kata-kata kunci : Komposter, Sampah rumah tangga, kompos
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sampah yang dihasilkan dari rumah tangga terdiri dari dua bagian yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik misalnya berupa sisa makanan, sayur-sayuran, buah-buahan dan sebagainya, sedangkan sampah anorganik misalnya botol bekas minuman, plastik-plastik dan lain sebagainya.Belakangan ini telah marak disosialisasikan berbagai pengolahan sampah untuk memanfaatkan sampah rumah tangga. Pengolahan sampah organik antara lain adalah dengan menjadikan pupuk kompos. Sampah yang dapat dijadikan pupuk kompos hanyalah jenis sampah organik. Untuk mengolah sampah menjadi pupuk kompos tahap pertama yang harus dilakukan adalah memisahkan antara sampah organik dan sampah non organik. Setelah itu sampah organik di cacah sehingga berukuran kecil, sebelum dilakukan proses komposter. Masyarakat di salah satu daerah di kota bandung, berusaha mengolah sampah secara mandiri untuk dijadikan kompos. Di lahan yang telah disediakan oleh masyarakat sekitar, telah terisi dengan tumpukan sampah yang sebelumnya telah dipisahkan terlebih dahulu antara sampah organik dan sampah anorganik nya. Sementara ini yang dilakukan masyarakat mengenai pengolahan sampah tersebut adalah membakar sampah anorganik, sedangkan untuk sampah organik dibiarkan saja agar dapat membusuk secara pelahan. Dampak yang terjadi adalah pencemaran terhadap lingkungan dikarenakan proses pengolahan sampah yang belum tepat. Oleh karena itu diperlukan realisasi pengolahan sampah menjadi kompos yang benar sehingga diharapkan menjadi solusi atas permasalahan tersebut. Pada penelitian ini akan dirancang komposter sebagai solusi dari penumpukan sampah dan dampak pencemaran yang ditimbulkannya.
TKE | 72
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 1. Sampah yang sudah ditumpuk warga masyarakat [Dokumentasi pribadi 2015] 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah merancang komposter sampah rumah tangga komunal tipe rotary dengan pengaduk 2. Kompos Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa mahluk hidup baik hewan maupun tumbuhan yang dibusukkan oleh organisme pengurai. Organisme pengurai atau dekomposer bisa berupa mikroorganisme ataupun makroorganisme. Kompos berfungsi sebagai sumber hara dan media tumbuh bagi tanaman. Manfaat Kompos adalah untuk memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan hama. Sampah organik limbah rumah tangga memiliki potensi ekonomis, karena ternyata dapat dikelola dengan mudah untuk dijadikan kompos dengan memanfaatkan teknologi tepat guna komposter. Pengelolaan sampah ini bisa dilakukan pada skala ekonomis dalam area pengelolaan tingkat Rukun Tetangga (RT) setingkat lingkungan Rukun Warga (RW), bahkan bisa diperluas hingga tingkat pedusunan/kelurahan. [Mutaqin, (2010)] Bahan baku kompos adalah semua material yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti: kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Dan bahan pembantu agar proses pengomposan lebih cepat (aktivator pengomposan) seperti : PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan cacing untuk mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Cara mengolah sampah rumah tangga untuk dijadikan pupuk kompos adalah sebagai berikut, sampah yang dihasilkan dari rumah tangga dipisah pisahkan dahulu. Pisahkan antara sampah organik seperti sisa sayuran, daun-daunan, dll dan sampah anorganik seperti botol bekas, plastik, dll. Setelah dipisahkan, sampah organik di masukan pada komposter.
TKE | 73
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
3. Komposter Komposter merupakan salah satu faktor penentu dalam proses pengomposan maupun kualitas kompos. Komposter didesain dengan memperhatikan ssistem aerasi yang sempurna dengan mempertimbangkan adanya kecukupan sirkulasi udara untuk mensuplay kebutuhan oksigen bagi mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik yang dikomposkan. [Mudiatun, 2008] Pada dasarnya bahan baku kompos dapat diperoleh dari semua bahan organik yang ada di alam seperti Dedaunan, limbah pertanian, sampah organik rumah tangga, kotoran hewan, dll. [Tahir, (2008)] Komposter Rumah tangga merupakan komposter untuk mengolah sampah dapur menjadi kompos. Berdasarkan kapasitasnya komposter rumah tangga terbagi dua jenis, yaitu komposter rumah tangga individual dan komposter rumah tangga komunal. Komposter rumah tangga individual adalah komposter rumah tangga yang melayani satu kepala keluarga. Komposter rumah tangga komunal untuk melayani diatas 10 keluarga. Pembuatan kompos (komposting) adalah proses pengendalian penguraian secara biologi (dekomposisi) dari bahan organik menjadi kompos dengan memanfaatkan peran mikroba sebagai pengurainya. Jenis mikroba yang berperan dalam proses tersebut ada yang bersifat aerobik dan anaerobik. Berdasarkan jenis mikroba tersebut maka cara pembuatan kompos di bagi menjadi dua cara yaitu teknologi aerobik komposting dan teknologi anaerobik komposting. a. Teknologi Aerobik Komposting Aerobik komposting adalah dekomposisi bahan organik dalam suasana keberadaan oksigen atau membutuhkan udara. Cara membuat kompos aerob memakan waktu 40-50 hari. Pada proses aerobik suhu dapat meningkat sampai 80°C maka dibutuhkan pengontrol suhu dan kelembaban kompos saat proses pengomposan berlangsung. Proses pembuatan kompos aerob sebaiknya dilakukan di tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik. Karakter dan jenis bahan baku yang cocok untuk pengomposan aerob adalah material organik yang mempunyai perbandingan unsur karbon (C) dan nitrogen (N) kecil (dibawah 30:1), kadar air 40-50% dan pH sekitar 6-8. Contohnya adalah hijauan leguminosa, jerami, gedebog pisang dan kotoran unggas. Apabila kekurangan bahan yang megandung karbon, bisa ditambahkan arang sekam padi ke dalam adonan pupuk. Secara berkala, tumpukan kompos harus dibalik untuk menstabilkan suhu dan kelembabannya. b. Teknologi Anaerobik Komposting Anaerobik komposting adalah dekomposisi bahan organik tanpa oksigen atau tidak memerlukan udara. Cara membuat kompos anaerob yaitu menggunakan ruangan tertutup seperti tabung atau reaktor tertutup. Selain kompos, produk komersial yang diperoleh dari anaerobik komposting adalah biogas. Biogas ini adalah campuran gas metan dengan gas-gas lain seperti CO2, dan H2S yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan pemanfaatan. Cara membuat kompos dengan metode anaerob biasanya memerlukan inokulan mikroorganisme (starter) untuk mempercepat proses pengomposannya. Inokulan terdiri dari mikroorganisme pilihan yang bisa menguraikan bahan organik dengan cepat, seperti efektif mikroorganime (EM4). Di pasaran terdapat juga jenis inokulan dari berbagai merek seperti superbio, probio, dll. Apabila tidak tersedia dana yang cukup, kita juga bisa membuat sendiri inokulan efektif mikroorganisme. 4. Perancangan Komposter Pada penelitian ini akan dirancang sebuah komposter yang mampu menampung sampah rumah tangga untuk satu RT. Komposter yang akan dirancang adalah komposter komunal yaitu komposter yang memiliki daya tampung banyak, yang dapat menampung sampah rumah tanggga lebih dari sepuluh rumah. Sampah yang akan diolah berasal dari satu RT. yaitu meliputi 30 rumah tangga. Berdasarkan
TKE | 74
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
hasil survey terhadap lokasi RT yang bersangkutan, rata-rata sampah organik yang dihasilkan adalah 1 kg per hari, diasumsikan pengambilan sampah adalah dua hari sekali. Jenis komposter yang dirangcang yaitu komposter untuk teknik pengomposan anaerob, yaitu kompos yang tidak memerlukan oksigen. Jenis komposter adalah rotary. Komposter juga dilengkapi dengan sistem pengaduk agar proses dekomposisi terjadi secara seragam. Pengaduk dilengkapi dengan pisau atau blade agar pada saat prosespengadukan, sampah ikut tercacah menjadi potongan kecil kecil, sehingga pengadukan menjadi lebih cepat merata. Sistem pengadukan menggunakan tenaga manusia atau tidak menggunakan tenaga mesin, agar komposter dapat ditempatkan pada ruangan terbuka atau daerah yang tidak ada sumber listrik. Panjang handle dirancang 200 mm. Bahan komposter dipilih menggunakan bahan yang tahan karat, karena sampah yang akan diambil yaitu sampah dari rumah tangga, biasanya dalam keadaan basah atau mengandung air. Untuk itu dipilih drum HDPE yang berbahan fiber. Drum ini ada dipasaran perancang tinggal memilih ukuran dan ketebalan yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Dipilih drum yang memiliki volume 200 liter agar mampu menampung sampai 60 kg sampah rumah tangga. Di bagian bawah komposter dipasang saringan berlubang, tujuan nya agar air yang terbawa dari sampah rumah tangga dapat turun kebawah yang nantinya akan keluar melalui lubang pembuangan pada bagian bawah komposter. Desain komposter secara lengkap dapat terlihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 dibawah ini 3 4
1
11
12 13
2 5
6
14
7 8
9
Gambar 2. KomposterGambar 3. Bagian dalam komposter Keterangan gambar : 1. Driven gear, 2. Driven gear, 3. Batang pengunci, 4. Drum HDPE, 5. Penyekat, 6. Rangka dudukan drum, 7. Rumah bantalan driver gear, 8. Tuas engkol,9. Rangka utama, 10. Lubang pemasukan kompos, 11. Saluran buang, 12. Mur, 13. Blade Pengaduk, 14. Saringan
TKE | 75
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
5. Analisa Berdasarkan hasil perancangan, dilakukan pula perhitungan defleksi pada komposter untuk mengetahui apakah komposter yang dirancang cukup untuk menahan beban sampah sesuai dengan kapasitas sampah yang ada.
Gambar 4. Defleksi Pada Drum Komposter Dari gambar 4 diatas terlihat bahwa defleksi maksimum pada drum yaitu terdapat pada bagian tengah drum ditunjukan dengan warna merah dengan defleksi sebesar 0,0067 mm, berdasarkan nilai tersebut drum tersebut dapat menampung kapasitas sampah sesuai perancangan yaitu 60 kg.
Gambar 5. Defleksi Pada Blade Pengaduk Dari gambar 5 terlihat bahwa defleksi pada blade pengaduk terjadi di tengah, ditunjukan oleh warna merah sebesar 0,017 mm. Hal ini menunjukan perancangan blade tersebut dapat digunakan. 6. [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
Kesimpulan Komposter yang dirancang adalah komposter komunal untuk 30 rumah tangga penghasil sampah. Sistem komposter adalah rotary dengan pengaduk Sistem pengaduk dirancang memiliki blade dengan tujuan agar pada saat melakukan pengadukan, sampah juga akan tercacah sehingga pengadukan mencadi lebh cepat merata Tenaga penggerak yang digunakan adalah manual dari tangan manusia bukan penggerak listrik agar komposter dapat ditempatkan pada ruang terbuka yang tidak ada sumber listrik, misalnya di lapangan, dengan panjang handle 200 mm Bahan komposter adalah drum HDPE dengan volume 200 liter Kapasitas maksimum sampah yang dapat ditampung adalah 60 kg Defleksi maksimum pada blade sebesar 0,0067 mm
TKE | 76
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
[8] Defleksi pada blade adalah sebesar 0,0017 mm [9] Pada bagian bawah komposter terdapat lubang lubang dan saluran pembuangan yang dapat dibuka dan ditutup untuk membuang air limbah Daftar Pustaka [1] Iqmal Tahir, 2008. Pembuatan Kompos [2] Mutaqin, Totok Heru TM, 2010. Pengelolaan sampah limbah rumah tangga dengan komposter elektrik berbasis komunitas. (Jurnal Litbang Sekda DIY Biro Adm. Pembang. V0l. II, No.2) [3] Nasrullah, 2012. Disainportabel composter sebagai solusi Alternatif sampah organik rumah tangga. [4] Sad., Kurniati W. 2013. Pembuatan kompos skala rumah tangga sebagai salah satu upaya [5] Penanganan masalah sampah di kota mataram (Media Bina Ilmiah). [6] Sahwan FL dkk, 2004. Efektifitas pengkomposan sampah kota dengan menggunakan komposter skala rumah tangga (Jurnal teknik lingkungan P3TL BPPT) [7] www.alamtani.com diunduh maret 2015
TKE | 77
TOPIK MAKALAH : TEKNOLOGI MANUFAKTUR DAN METROLOGI (TMM)
SEMINAR NASIONAL XIV REKAYASA DAN APLIKASI TEKNIK MESIN DI INDUSTRI
I ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1‐2 Desember 2015
Pengaruh Tekanan Hisap Vacuum Clamping Terhadap Hasil Proses Milling pada Pelat Aluminium 1
Karnova Yanel1, Herianto2,Rachmat Sriwijaya3, Program Studi S2 Ilmu Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No 2 Yogyakarta 55281, Indonesia. 2,3 Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No 2 Yogyakarta 55281, Indonesia. 1
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Kebutuhan alat cekam untuk pelat pada proses permesinan milling yang cepat, mudah digunakan, dan dapat memotong benda kerja atau bisa mengakomodir pemotongan pelat telah menghasilkan alat cekam aktif berupa vacuum clamping. Kelebihan alat cekam ini dapat mencekam benda kerja tipis seperti pelat, hanya ada satu permukaan cekam (bagian bawah), dan dapat mencekam benda kerja yang tidak dapat dicekam oleh magnetic clamp (seperti logam non ferro, dan kayu). Alat cekam vacuum clamping mengandalkan tekanan hisap sebagai pemegang dari benda kerja yang diproses permesinan, oleh karena itu tekanan yang dipakai untuk memegang benda kerja untuk mendapatkan hasil yang optimal perlu diteliti. Proses milling alur dibuat menggunakan mesin mini cnc pc-based dengan cutter end mill HSS diameter 3mm, dimana benda kerja yang digunakan adalah pelat Aluminium dengan ketebalan 1,7mm. Untuk alas pencekam menggunakan matras karet dengan ketebalan 1,7mm. Proses milling menggunakan putaran spindel mesin 2650rpm, dengan feeding 32mm/menit dan kedalaman potong divariasikan pada 0,2mm dan 0,3mm. Kekasaran permukaan arah horizontal (oleh ujung alat potong) dari proses permesinan diukur menggunakan profilometer. Tekanan hisap dari pompa vacuum dikontrol menggunakan valve dan tabung control agar tekanan hisap stabil selama proses permesinan berlangsung, dengan variasi tekanan hisap pada -15inchHg dan -20inchHg. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan vacuum clamping optimum yang mampu menghasilkan nilai kekasaran permukaan potong yang kecil pada proses milling menggunakan cutter end mill. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses milling pelat aluminium menggunakan alat cekam vacuum clamping dengan tekanan hisap -20inchHg, kedalaman pemotongan 0,2mm, mampu menghasilkan nilai Ra = 1.02µm, Rmax = 11,18µm, dan Rz = 8,02µm, masih dalam batas toleransi standar DIN 4768 part 2. Keyword : Alat cekam pelat, Alat cekam aktif, Vacuum clamping 1. Pendahuluan Pada proses milling umumnya benda kerja berbentuk kotak, atau kubus. Adapun proses permesinan menggunakan mesin milling biasanya meliputi pemakanan permukaan, pemakanan sisi, dan pemotongan material dengan profil tertentu [6]. Pencekaman dapat menentukan bentuk atau profil yang dapat diproses permesinan, dan material yang akan diproses permesinan [5]. Adapun bentuk alat cekam proses permesinan milling (frais) dapat berupa alat cekam standar (misalnya ragum jepit, chuck, dan lain-lain), dan alat cekam (clamping) akses cepat (misalnya magnetic clamp, vacuum clamping dan lain-lain). Dari bentuk atau profil benda kerja yang akan diproses permesinan penggunaan pencekam sangat menentukan, misalnya alat cekam ragum jepit biasanya digunakan untuk proses pengeboran dan proses permesinan permukaan benda kerja, penggunaan chuck biasanya untuk proses permesinan benda kerja dengan bentuk silinder atau bulat, sedangkan untuk magnetic clamp dan vacuum clamp dapat digunakan untuk pemotongan permukaan maupun sisi benda kerja, dengan demikian hanya ada satu sisi pencekaman. Material benda kerja yang akan diproses permesinan juga menentukan alat cekam yang akan digunakan misalnya benda kerja non ferro dan bukan logam (plastik, kayu, dan lain-lain) tidak dapat dicekam dengan magnetic clamp. Hal ini disebabkan karena sifat material yang bukan logam ferro yang tidak menghasilkan gaya tarik menarik
TMM | 1
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
terhadap magnet. Pada proses permesinan menggunakan mesin milling kekuatan cekam akan sangat mempengaruhi hasil atau permukaan benda kerja akibat pemakanan [1,2,3]. Pada proses pemotongan pelat alumunium untuk pembuatan komponen robotika menggunakan cnc milling membutuhkan alat bantu pencekaman benda kerja yang khusus. Hal ini disebabkan karena pemotongan sangat sulit dilakukan menggunakan ragum yang biasanya digunakan dalam proses milling. Alat cekam khusus ini dapat berupa jig ataupun vacuum clamp. Dipilihnya alat bantu cekam vacuum clamp dikarenakan vacuum clamp dapat digunakan untuk memotong bentuk atau profil yang berbeda-beda, lain halnya jika menggunakan jig yang biasanya hanya mampu untuk mengerjakan satu bentuk atau profil (biasanya untuk produk masal). Untuk dapat mencekam benda kerja dengan sempurna maka permukaan alat cekam dilapisi dengan matras karet yang berfungsi sebagai perapat. Alat cekam vacuum clamping mengandalkan tekanan hisap sebagai pemegang dari benda kerja yang diproses permesinan dimana pada umumnya tekanan vakum maksimal adalah -1Bar (-29,5inchHg) sedangkan kemampuan dari motor vakum ditentukan dari daya dan kemampuan motor vakum yang biasanya berada di atas tekanan vakum maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara tekanan hisap pada vacuum clamping terhadap nilai kekasaran permukaan potongan dengan proses milling menggunakan cutter end mill. Kekasaran permukaan arah horizontal (oleh ujung alat potong) dari proses permesinan diukur menggunakan profilometer. Penelitian ini dirancang agar dapat menghasilkan kekasaran permukaan potong sesuai toleransi standar DIN 4768 part 2.
2. Vacuum Clamping Proses vacuum adalah proses penghisapan udara pada suatu ruang sehingga tekanan pada ruangan tersebut berada di bawah tekann atmosfer. Jika tekanan udara pada ruang vacuumtelah berada di bawah tekanan atmosfer maka daya hisap pompa vacuum digunakan untuk menarik benda. Tekanan vakum maksimal yang dapat dihasilkan pada umumnya adalah -1 bar (-29,66 inchHg). Vacuum clamping adalah salah satu alat cekam akses cepat dimana alat bantu ini biasanya digunakan untuk memegang benda kerja dengan permukaan rata atau material tipis seperti pelat untuk kemudian diproses permesinan ataupun untuk proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya[2]. Adapun jenis-jenis vacuum clamping adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Diagram jenis-jenis vacuum clamping 1. Vacuum clamping sudut bebas. Aplikasi sistem vakum pada sistem clamping banyak digunakan diindustri kayu lapis dan logam dengan proses pengerjaan hanya di permukaan (face) [7,8].
TMM | 2
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 2.Vacuum clamping sudut bebas 2 Vacuum clamping adjustable Alat ini biasanya digunakan untuk proses pekerjaan permukaan saja, seperti menghaluskan dan meratakan profil atas. Dimensi benda kerja harus besar dan lebar agar dapat dipegang oleh vacuum clamps. Kelebihan jenis ini adalah area cekam dapat disesuaikan dengan kebutuhan karena tinggal mengganti posisi karet perapat [7,8].
Gambar 3.Vacuum clamping adjustable 3. Flip pod vacuum clamping Jenis flip pod memiliki kelebihan bentuknya yang kompak sehingga posisi dan pemasangan dapat disesuaikan dengan bentuk benda kerja yang dibuat [7,8].
jumlah
Gambar 4. Flip pod clamping Kelemahan sistem ini adalah timbul proses tambahan saat proses pemesinan selesai maka perlu pekerjaan tambahan untuk membersihkan area pemegang flip pod. Agar proses finishing dapat dilakukan maka diperlukan jig atau cekam lain pemegang benda kerja. Kelemahan lain adalah tidak dapat digunakan untuk membuat komponen yang kecil, karena terbatas dengan dimensi flip pod. 4. Vacuum clamping dengan matras karet Sistem vacuum clamps yang lain adalah menggunakan karpet vakum (vacuum matt). Karpet vakum ini dari material karet yang lebih fleksibel dalam penggunaan milling. Material yang tipis maupun bentuk plat dapat dikerjakan dimesin milling. Dengan menggunakan sistem karpet vakum maka operator dapat melakukan proses pocket hingga ke dasar material [7,8].
TMM | 3
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 5.Vacuum matt Kelemahan bentuk ini adalah karpet vakum rawan rusak saat tools bergerak hingga ke dasar material. Setelah rusak maka harus diganti yang baru.Sistem ini baru berkembang di luar Indonesia sehingga jika diperlukan penggantian karpet vakum maka harus membeli impor. Tabel 1. Kelebihan jenis-jenis vacuum clamping b c d e I\II a 1 0 0 + 2 + 0 3 + 0 0 4 + + + I. II. a. b. c. d. e. 0 +
Jenis vacuum clamping Sifat pencekaman Kemampuan untuk mencekam pelat Kemampuan untuk pengerjaan tembus Mampu untuk permukaan tidak rata Mampu untuk diatur sudut pencekaman Kemampuan untuk pemotongan pelat berbagai profil Tidak baik Baik Sangat Baik
Dengan mempelajari kelebihan dan kelemahan masing-masing sistem clamping maka dikembangkan vacuum clampingdengan matras karet untuk mencekam pelat alumunium pada proses permesinan dengan cnc milling, vacuum clamp dengan matras karet terdiri dari dua bagian. Bagian bawah adalah untuk dipasangkan dimeja milling dan saluran hisap dari pompa masuk, kemudian bagian atas untuk menahan material plat aluminium. Adapun spesifikasi ukuran dari vacuum clamping yang digunakan adalah 280mm x 180mm x 35mm (p x l x t) dengan area cekam 200mm x 150mm (p x l) berupa lubang diameter 3mm dengan jarak antar lubang 5mm yang berfungsi sebagai tempat benda kerja dicekam (dengan alas matras karet) sedangkan untuk pompa vacuum menggunakan pompa rotary vane vacuum pump dengan daya 1/3 hp atau 0,25 kW. Untuk alas matras karet menggunakan matras karet yang banyak dijumpai di pasaran dengan ketebalan 1,7mm. untuk proses pemotongan pelat atau pengerjaan sampai tembus matras karet dikorbankan atau terpotong sedikit bagian permukaannya oleh pisau potong (cutter milling).
TMM | 4
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Matras karet
Bagian atas
Bagian bawah
Gambar 6.Vacuum clamping dengan matras karet 3. Proses Permesinan MillingPelat Aluminium A. Permesinan Milling Mesin freis merupakan mesin yang mampu melakukan banyak kerja.Permukaan yang datar maupun berlekuk dapat diproses dengan penyelesaian dan ketelitian istimewa.Pahat freis mempunyai deretan mata potong pada tepi perkakas potong yang berjumlah banyak (jamak).Bersifat sebagai pemotong tunggal pada daurnya.Secara umum mesin freis dapat dikelompokkan atas : 1. Freis tegak (face milling) Pada freis tegak antara sumbu pahat dan benda kerja tegak lurus. 2. Freis datar (slab milling) Pada freis datar antara sumbu pahat dan benda kerja sejajar. Freis datar dibedakan menjadi dua, yaitu : a.Mengefreis turun (down milling) b. Mengefreis naik (up milling/coventional milling)
a. Slab milling cutter
b. Face milling cutter
Gambar 7. Jenis pahat milling Elemen dasar pada mesin freis dapat dihitung dengan rumus berikut : 1. Kecepatan potong VC = π .d .n [ m/min ] 2. Gerak makan pergigi
1000
(1)
fz= Vf / (z n) [ mm/gigi ](2) 3. Waktu pemotongan tc = lt / Vf[ min ](3) dimana: lt= lv + lw + ln [ mm ](4) lv = a ( d − a ) ; untuk mengefreis datar, lv≥ 0 ln≥ 0 ln = d / 2
; untuk mengefreis tegak, ; untuk mengefreis datar, ; untuk mengefreis tegak
TMM | 5
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
4. Kecepatan menghasilkan geram Z=
V f .a.w [ cm3 /min ](5) 1000
Pada penelitian ini proses pengerjaan dilakukan dengan metode face milling cutter dan mesin mini cnc pc-based menggunakan cutter end mill HSS 3mm, dan 4 mata potong. Sedangkan untuk material yang digunakan adalah pelat aluminium dengan ketebalan 1,7mm. adapun parameter permesinan yang digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 2. Parameter permesinan 2650 Spindel Speed (Rpm) Depth of Cut (mm) 0,2 dan 0,3 Feedrate (mm/tooth) 0,007 B. Pengukuran Kekasaran Permukaan Perlunya untuk mengukur kekasaran permukaan dari permukaan benda kerja hasil dari proses permesinan adalah: 1. Untuk mengetahui kualitas produk 2.Untuk mengontrol proses pemesinan 3.Untuk mengontrol dimensi produk Dalam proses permesinan kekasaran permukaan adalah salah satu penyimpangan yang disebabkan oleh kondisi potongan dari proses permesinan. Oleh karena itu, untuk memperoleh produk bermutu berupa tingkat kepresisian yang tinggi serta kekasaran permukaan yang baik, perlu didukung oleh proses permesinan yang tepat.
Tabel 3. Pekerjaan akhir proses permesinan dan kekasaran permukaan Ra menurut standar DIN 4768 part 2.
Dalam pengukuran sebuah produk tujuan yang diinginkan adalah mengetahui nilai kekasaran permukaannya (surface roughness). Definisi kekasaran permukaan sesuai ISO 4287 yang biasa digunakan di industri adalah, 1. Penyimpangan rata-rata aritmatika dari garis rata-rata profil (Ra) Ra adalah nilai kekasaran permukaan yang didapat dengan menghitung luas area puncak dan lembah. Pengukuran Ra (roughnes average) juga dikenal dengan nama lain seperti AA (arithmetic average) atau CLA (center line average). Ra banyak dikenal dan digunakan pada alat ukur seperti pada profilometer.
TMM | 6
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 8. Pengukuran Ra (Mitutoyo, 2009) 2. Sepuluh titik ketinggian(Rz) dari ketidakrataan. Rz adalah pengukuran kekasaran permukaan dengan mencari jarak rata-rata antara lima puncak tertinggi dan lima puncak terendah (Gambar 3.18).
Gambar 9. Pengukuran Rz (Mitutoyo, 2009) 3. Ketinggian maksimum (R max) dari ketidakrataan. R max adalah pengukuran kekasaran permukaan dengan mencari nilai jarak antara dua garis sejajar dengan garis rata-rata, dan menyinggung profil pada titik tertinggi dan terendah (Gambar 3.19).
Gambar 10. Pengukuran R max (Mitutoyo, 2009) 4. Metode Penelitian Dalam penelitian pengaruh tekanan hisap vacuum clamping terhadap proses milling pada pelat aluminium dilakukan untuk melihat pengaruh dari tekanan hisap vacuum clamping terhadap hasil dari proses milling menggunakan metode face milling dengan cutter end mill dan untuk mengetahui kemampuan alat cekam vacuum clamping dengan matras karet dalam proses pengerjaan pelat aluminium. Proses milling alur dibuat menggunakan mesin mini cnc pc-based dengan cutter end mill HSS diameter 3mm, dimana benda kerja yang digunakan adalah pelat aluminium dengan ketebalan 1,7mm. Parameter permesinan yang digunakan yaitu putaran spindel mesin 2650rpm, dengan feeding 32mm/menit dan kedalaman potong 0,2mm dan 0,3mm [1]. Untuk alas pencekam menggunakan matras karet dengan ketebalan 1,7mm. Tekanan hisap dari pompa vacuum dikontrol menggunakan valve dan tabung kontrol agar tekanan hisap stabil selama proses permesinan berlangsung. Variabel tekanan hisap yang digunakan -15inchHg dan -20inchHg untuk setiap proses permesinan. Hal ini dikarenakan kemampuan motor vakum untuk menghasilkan tekanan hisap maksimal selama proses pengerjaan -24 inchHg. Kekasaran permukaan arah horizontal (oleh ujung alat potong) dari proses permesinan diukur menggunakan profilometer.
TMM | 7
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Bagian yang diukur
Gambar 11. Hasil proses milling yang diukur nilai kekasarannya
Gambar 12. Profilometer 5. Hasil Pengukuran Proses Permesinan Dari hasil proses permesinan milling alur pada pelat aluminium dengan cutter end mill diameter 3mm menggunakan mini cnc pc-based dengan alat cekam vacuum clamping adalah sebagai berikut: Tabel 4. Hasil pengukuran proses permesinan Ra (µm) DoC\Tekanan ‐20 0,2 1.02 0,3 1.22
Rz (µm) ‐15 DoC\Tekanan 3.86 0,2 4.28 0,3
‐20 8.02 8.42
Rmax (µm) ‐15 DoC\Tekanan ‐20 9.82 22.02 0,2 11.18 23.54 0,3
Gambar 13. Grafik nilai kekasaran Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses permesinan milling dengan alat cekam vacuum clamp, dapat dicapai nilai kekasaran terbaik sebesar 1,02 Ra yaitu pada tekanan vacuum pencekaman
TMM | 8
‐15 36.14 51.82
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
-20inchHg dengan kedalaman pemotongan 0,2mm. Sedangkan pada tekanan vacuum -15inchHg dengan kedalaman pemotongan 0,3mm hanya menghasilkan nilai kekasaran sebesar 4,28 Ra. 6. Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa tekanan hisap dari alat cekam vacuum clamping sangat mempengaruhi kekasaran permukaan porongan dengan proses permesinan, untuk tekanan vakum -15inchHg tidak direkomendasikan dikarenakan hasil yang tidak baik sedangkan untuk tekanan -20inchHg masih bisa digunakan pada proses permesinan milling menggunakan cutter end mill 3mm. Kedalaman pemotongan memiliki pengaruh yang tidak sigfikan. Daftar Pustaka [1] Anggoro, Dani. Analisa Proses Permesinan Sheet Metal pada PC-Based CNC Milling. (2015) UGM, Yogyakarta. [2] (2014). www.amf.de.Andreas Maier Fellbach. Vacuum Clamping Technology. [3] Csanady, Etele, Szabolcs Nemeth. Investigation of clamping on a cnc router.Trieskové a beztrieskové obrábanie dreva (2006) 12. - 14. 10. 2006. [4] J. Hesselbach, H.-W.Hoffmeister, B.-C.Schuller, K. Loeis Development of an active clamping system for noise and vibration reduction.Institute of Machine Tools and Production Technology (IWF), Technische Universita¨t Braunschweig, Langer Kamp 19b, 38106 Braunschweig, Germany. [5] Yanuar, Hari, Akhmad Syarief, Ach. Kusairi. Pengaruh variasi kecepatan potong dan kedalaman pemakanan terhadap kekasaran permukaan dengan berbagai media pendingin pada proses frais konvensional. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Unlam, (2014) Vol. 03 No.1 pp 27-33. [6] Rochim, Taufiq. Teori dan teknologi Proses Permesinan. (1993). Jakarta [7] Flip-Pod Vacuum Clamp Components, diakses tanggal 10 Agustus 2015, http://www.carterproducts.com/technology/flip-pod-vacuum-clamping-system/flip-pod-vacuumclamp-components [8] Vacuum Clamping System for the Flexible Handling of Different Workpieces, diakses 10 Agustus 2015, http://fr.scmalz.com/anwendungen/01721/
TMM | 9
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Rancang Bangun Alat Pengukur Sudut Menggunakan Potensiometer Multiturn H.H. Rachmat*, S.F. Prawira, R.A. Akbar, M.R.Rahmadina Kelompok Keahlian Elektronika, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Jl. PKH. Mustapha No. 23, Bandung 40124 *Email:
[email protected]
Abstrak Pada penelitian ini dilakukan rancang bangun alat pengukur sudut elektronik menggunakan potensiometer multiturn untuk melakukan pengukuran sudut dari 0° hingga 180°. Perangkat keras dan perangkat lunak diimplementasikan pada sistem ini untuk melakukan evaluasi karakteristik sistem pengukur sudut angular menggunakan potensiometer multiturn apakah dapat digunakan sebagai sensor sistem pengukur sudut tekuk kaki manusia. Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara hasil pengukuran alat dengan nilai sudut aktual. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa potensiometer multiturn memiliki karakteristik yang linier dengan nilai R2= 0,9996 untuk menghasilkan tegangan setiap perubahan sudut 5°. Error rata-rata pengukuran sudut secara adalah 0,89º(SD= 0,71º). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa potensiometer multiturn dapat digunakan sebagai sensor sudut angular untuk diaplikasikan pada sistem pengukur sudut tekuk lutut. Kata-kata kunci : alat ukur sudut, potensiometer multiturn, sensor sudut, sudut angular, sudut tekuk lutut.
1. Pendahuluan Pada studi ini, potensiometer multiturn yang memiliki 10 putaran digunakan sebagai sensor posisi untuk mengukur besaran posisi angular menjadi nilai resistansi. Nilai resistansi ini yang kemudian diolah dan ditampilkan menjadi nilai sudut terukur pada komponen display. Pengukuran sudut dengan menggunakan sensor resistif ini merupakan suatu alat ukur besaran sudut yang dikembangkan untuk mengubah prosedur pengukuran sudut secara manual menjadi secara elektronis dimana sistem akan dapat menampilkan hasil pengukuran sudut secara otomatis. Pemanfaatan potensiometer pada aplikasi pengukuran sudut ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik potensiometer multiturn dalam mengukur sudut angular. Potensiometer jenis ini telah pula dimanfaatkan pada penelitian sebelumnya sebagai alat ukur besar sudut dari 0° sampai 270° (Safrianti, dkk., 2012) dan sampai 300° (Putra, dkk., 2013). Namun pada penelitian-penelitian tersebut tidak dicantumkan secara jelas data ketelitian hasil pengukuran sudut.Selain itu, dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa nilai resistansi potensiometer tidak bisa mencapai nilai lebih dari 1000 ohm ketika sudut telah mencapai 30°. Potensiometer dengan satu putaran juga sudah pernah digunakan sebagai sensor posisi cannon pada model tank militer (Triwibowo dkk., 2011). Namun potensiometer ini juga hanya dapat digunakan dengan ketelitian sudut sebesar 30°. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan bahwa peneliti memandang perlu melakukan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik potensiometer multiturn dalam mengukur sudut dari 0° hingga 180°. Sebetulnya ada beberapa sensor lain yang dapat dipergunakan untuk mengukur sudut seperti Tilt sensor yang digunakan untuk mengukur sudut kemiringan suatu benda (Suyamto dkk, 2006) dan sensor accelerometer (Haryati dan Kusumaningrum, 2008; Sulistyowati dan Jaya, 2012) yang mulai dikembangkan untuk mengukur sudut kemiringan. Akan tetapi pada aplikasi ini lebih dipilih untuk menggunakan sensor berupa potensiometer multiturn karena data evaluasi sistem ini akan
TMM | 10
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
dikembangkan untuk mengukur sudut tekukan lutut manusia (dari sudut 0° sampai dengan sudut 150°) ketika melakukan aktivitas tertentu. 2. Metodologi Rancang Bangun Alat Ukur 2.1 Gambaran Umum Alat pengukur sudut yang dirancang pada studi ini merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk mengetahui karakteristik potensiometer multiturn sebagai sensor resistif dalam mengukur besaran sudut angular. Alat ini dirancang untuk dapat mengukur sudut dari 0° hingga 180° dengan ketelitian 1°. Hasil pengukuran ini akan ditampilkan pada komponen display LCD. Sejumlah perangkat keras dan perangkat lunak diimplementasikan untuk merealisasikan prototipe alat ini. Perangkat keras alat ini terdiri dari potensiometer multiturn, rangkaian pembagi tegangan, rangkaian penguat op-amp non inverting, rangkaian mikrokontroler dan LCD, ditambah dengan perangkat lunak untuk menjalankan mikrokontroler. Gambar 1 memperlihatkan diagram blok alat pengukur sudut angular.
Gambar 1. Diagram blok protipe alat pengukur sudut angular. Proses kerja alat ini dimulai dari potensiometer diputar sebesar sudut yang akan diukur oleh pengguna. Putaran (posisi) potensiometer yang sesuai dengan sudut angular tersebut akan mengubah nilai hambatan potensiometer. Untuk mengubah nilai resistansi menjadi besaran listrik (tegangan) maka digunakan rangkaian pembagi tegangan sebagai rangkaian pengendali (driver) komponen potensiometer. Besarnya tegangan yang dihasilkan oleh rangkaian driver kemudian dikuatkan dengan rangkaian penguat op-amp non inverting untuk mengkondisikan tegangan agar dapat diolah oleh mikrokontroler. Mikrokontroler selanjutnya akan mengolah data nilai tegangan menjadi nilai sudut yang terukur dan menampilkan hasil nilai sudut tersebut pada display LCD. 2.2 Spesifikasi Alat Spesifikasi alat pengukur sudut elektronik yang dirancang adalah sebagai berikut: • Range pengukuran busur derajat : 0°-180° • Ketelitian sudut dirancang agar dapat mengukur sudut per 1° • Sensor sudut berupa potensiometer multiturn • Pengolah sinyal berjenis mikrokontroler ATMega 16 • Display berupa LCD • Catu daya yang digunakan adalah 5 VDC 2.3 Rancang Bangun Alat Ukur Sudut Rancang bangun alat pengukur sudut elektronik ini terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras alat ini terdiri dari sensor sudut, rangkaian driver, rangkaian pengkondisi sinyal, rangkaian pengendali sinyal dan rangkaian display. Perangkat lunak (s/w) pada alat ini diimplementasikan untuk menjalankan rangkaian pengendali sinyal. Skematik diagram rancang bangun alat ukur sudut ini ditunjukkan pada Gambar 2. Potensiometer multiturn Vishay Spectrol 534 bernilai 10kΩ digunakan sebagai sensor sudut pada alat ini. Pemakaian sensor jenis ini merupakan langkah untuk meningkatkan linieritas nilai resistansi terhadap sudut yang diukur. Untuk mengetahui hubungan antara besarnya sudut putar dengan nilai resistansi maka dilakukan pengukuran nilai resistansi dengan memasangkan sensor sudut pada busur derajat plastik yang dilem pada papan acrylic transpan. Pengukuran besarnya nilai resistansi dilakukan untuk setiap perubahan sudut 5° dengan menggunakan Ohmmeter digital. Guna mengubah besaran resistansi yang dihasilkan oleh potensiometer menjadi besaran tegangan listrik, maka potensiometer dihubungkan dengan sebuah resistor 10 kΩ sehingga membentuk
TMM | 11
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
rangkaian pembagi tegangan (driver sensor). Rangkaian pengendali ini disuplai dengan catu daya 5 VDC.
Gambar 2. Skematik diagram rancang bangun alat ukur sudut
Tegangan Output V1 [mV]
Besarnya tegangan V1 diukur juga untuk setiap perubahan sudut putar antara 0° sampai dengan 180° dengan kenaikan sudut sebesar 5°. Hasil pengukuran ini kemudian diplot dan dihitung persamaan matematis yang menggambarkan hubungan tegangan V1 dengan sudut putar (Gambar 3). Persamaan matematis hasil pencocokan kurva dari data pengukuran digunakan untuk menentukan pengkondisian sinyal agar data dapat dibaca dengan baik pada proses pengolahan data selanjutnya.
y = 1.323x + 3.153 R² = 0.999
Sudut putar [°] Gambar 3. Grafik hasil pegukuran tegangan (V1) setiap perubahan sudut 5° (range: 0°-180°) Hubungan antara tegangan output pembagi tegangan (V1) menunjukkan sifat yang linier, sehingga untuk menghitung perubahan besarnya tegangan untuk setiap 1° (sesuai spesifikasi sistem) dapat dihitung dengan persamaan : 1
1,3234 ·
3,1539.(1)
Dengan menghitung perubahan tegangan pada sudut 0° dan 1°, maka diperoleh tegangan per 1° adalah 1,323 mV. Nilai tegangan ini akan diubah menjadi data digital dengan komponen ADC (Analog to Digital Converter) dan diproses dengan komponen mikrokontroler. ADC yang digunakan merupakan ADC internal mokrokontroler dengan fitur ADC 10 bit. Untuk mendeteksi perubahan tegangan yang dihasilkan oleh rangkaian pembagi tegangan dengan ADC 10 bit (tegangan skala penuh = 5 Volt) yang memiliki resolusi tegangan sebesar 4.88 mV/bit, maka diperlukan penguat sinyal tegangan dengan penguatan minimal sebesar 3,7 kali. Rangkaian
TMM | 12
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
penguat tegangan yang diimplementasikan pada sistem ini berupa non-inverting amplifier op-amp dengan penguatan sebesar 21 kali. Besarnya penguatan ini diambil agar pada sudut 180° (atau V1=238,095 mV) diperoleh tegangan output (V2) sebesar 5000 mV (5 Volt). Pada Gambar 2 diperlihatkan rangkaian penguat tegangan non-inverting dengan menggunakan opamp LM741. Penguatan sebesar 21 kali diperoleh dengan mengatur besarnya resistor input (R5) sebesar 10 kΩ dan resistor umpan balik (R2) sebesar 200 kΩ. Output rangkaian penguat (V2) dihubungkan dengan rangkaian pengendali sinyal berupa mikrokontroler ATMEGA16. Mikrokontroler berfungsi untuk mengubah tegangan output rangkaian penguat tegangan menjadi data digital dan mengolah data tersebut menjadi data pengukuran sudut yang akan ditampilkan secara realtime pada komponen display LCD. Pada Gambar 4 ditunjukkan diagram alir (flowchart) program mikrokontroler untuk mengolah data sudut ini.
Gambar 4. Flowchart pemrograman sistem pengatur suhu
Nilai Desimal ADC
Untuk memperoleh persamaan matematis yang menggambarkan hubungan antara besarnya sudut dengan nilai digital dari ADC, maka dilakukan pengukuran besarnya nilai ADC untuk beberapa sudut angular. Hubungan antara besar sudut dengan nilai ADC serta nilai persamaannya ditampilkan pada Gambar 5. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat suatu program mikrokontroler untuk menampilkan nilai desimal ADC. Persamaan tersebut digunakan dalam program mikrokontroler untuk menampilkan pengukuran sudut angular dengan ketelitian 1°.
y = 5.682x + 22.48 R² = 0.999
Sudut [°] Gambar 5. Grafik hubungan besarnya sudut terhadap nilai desimal ADC Setelah alat direalisasikan, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap alat tersebut dengan membandingkan antara sudut input dengan sudut ukur yang ditampilkan pada display LCD. Pengujian dilakukan dengan memutar potensiometer pada suatu sudut tertentu pada busur derajat plastik dan mencatat sudut yang ditampilkan pada layar LCD (Gambar 6). Idealnya nilai ini harus menunjukkan hasil yang sama antara sudut yang ditunjuk oleh sensor pada busur derajat plastik dengan sudut yang ditampilkan pada LCD. Data hasil pengujian akan dievaluasi dengan cara menghitung nilai akurasi (error absolut) antara sudut yang ditampilkan terhadap nilai sebenarnya.
TMM | 13
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
10 k
Sensor sudut
R4
Rangkaian Pembagi Tegangan
Rangkaian Pengkondisi Sinyal
Rangkaian Pengendali Sinyal
Display LCD
Gambar 6. Diagram pengujian alat pengukur sudut elektronik. 3. Hasil Pengujian dan Pembahasan Hasil pengujian alat untuk mengukur sudut aktual dengan sudut hasil pengukuran ditunjukkan pada Tabel 1. Nilai error absolut dihitung dengan menghitung perbedaan absolut antara sudut pengukuran dengan sudut aktual. Nilai error rata-rata pengukuran ini sebesar 0,89º (SD= 071º). Tabel 1. Hasil pengujian pengukuran sudut sudut aktual (⁰) sudut pengukuran (⁰) Error absolut
0 -1 1
5 4.5 0.5
10 8 2
15 14 1
20 18 2
25 24 1
30 28 2
sudut aktual (⁰) sudut pengukuran (⁰) Error absolut
65 65 0
70 68 2
75 75 0
80 80 0
85 85 0
90 90 0
95 95 0
sudut aktual (⁰) sudut pengukuran (⁰) Error absolut
125 124 1
130 129 1
135 135 0
140 139 1
145 144 1
150 149 1
155 155 0
35 34 1
40 39 1
45 44 1
50 49 1
55 54 1
100 105 99 103.5 1 1.5
110 108 2
115 113 2
120 119 1
160 159 1
170 169 1
175 175 0
180 178 2
165 165 0
60 60 0
Nilai error hasil pengukuran ini bisa ditimbulkan dari metoda pencocokan kurva secara linier untuk menghasilkan persamaan yang menyatakan hubungan antara nilai resistansi sensor (R4), tegangan output penguat (V1) dan besarnya nilai desimal ADC terhadap sudut yang diukur. Selain itu, perbedaan ini dapat disebabkan karena terjadi kesalahan pengukuran atau pembulatan nilai pengukuran. Selain itu, pengukuran pada studi ini hanya dilakukan satu kali. Hal ini menjadi bahan untuk pengembangan pada studi selanjutnya.
TMM | 14
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
200 180 160 140
Sudut [⁰]
120 100 80
sudut aktual(o)
60
sudut pengukuran(⁰)
40 20 0 ‐20 0
10
20
30
40
Pengukuran ke‐
Gambar 7. Grafik akurasi hasil pengukuran sudut Keakuratan hasil pengukuran dievaluasi secara kualitatif dengan mem-plot semua sudut hasil uji terhadap sudut aktual seperti terlihat pada Gambar 7. Dari grafik dapat terlihat bahwa semua pengukuran menunjukkan garis berimpit antara semua hasil pengukuran dan sudut aktualnya. 4. Kesimpulan Beberapa kesimpulan dapat diambil dari proses rancang bangun alat pengukur sudut dengan menggunakan potensiometer multiturn, yaitu : 1. Potensiometer multiturn menghasilkan hubungan yang linier (R2= 0,9996) antara nilai tegangan output rangkaian driver (V1) dengan perubahan sudut setiap 5° pada pengukuran sudut dari 0° sampai dengan 180° 2. Error rata-rata pengukuran sudut adalah 0,89. Daftar Pustaka [1] Haryanti, M. dan Kusumaningrum, N. (2008).Aplikasi Accelerometer 3 Axis untuk mengukur Sudut kemiringan (Tilt) Engineering Model Satelit Di Atas Air Bearing. Dipetik 17 Maret 2015 dari Jurnal Teknik Elektro (TESLA) Vol. 10, No.2, Oktober 2008: 55-58. [2] Putra, A.I, Purwanto, Siswojo, B. (2013). Sistem pengaturan Posisi Sudut Putar Motor DC Pada Model Rotary Parking menggunakan Kontroler PID Berbasis Arduino Mega 2560. Dipetik 17 Maret 2015 dari http://elektro.studentjournal.ub.ac.id/index.php/teub/article/download/104/72 [3] Safrianti, E., Amri, R., Setiadi. (2012). Aplikasi ATMega 8535 Dalam Pembuatan Alat Ukur Besar Sudut (Derajat). Dipetik 24 Februari 2015 dari http://staff.ft.unri.ac.id/sites/default/files/erysafrianti/files/petir_v5n1.pdf [4] Sulistyowati, R dan Jaya, D. R. (2012).Rancang Bangun Sistem Tilt-Roll kamera Digital berbasis Mikrokontroler ATMega8 menggunakan Sensor Accelerometer. Diperik 17 Maret 2015 dari Jurnal ITATS Vol 16, No. 2, Desember 2012: 151-159. [5] Suyamto, Amrulloh, YA., Abdullah, I. (2006). Rancang bangun Alat Ukur Digital Kemiringan Benda Menggunakan Tilt Sensor Berbasis Mikrokontroler MC68HC908QB8.Dipetik 24 Februari 2015 dari http://digilib.batan.go.id/eprosiding/File%20Prosiding/Energi/Prosiding_STTN_Desember2006/artikel/suyamto_395.pdf. [6] Triwibowo, H., Setiawan, I., Setiyono, B. (2011). Rancang Bangun Simulator Pengendalian Posisi Cannon Pada Model Tank Militer Dengan Pengendali PD (Proposional-Derivative). Dipetik 24 Februari 2015 dari http://eprints.undip.ac.id/25432/1/ML2F004486.pdf
TMM | 15
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Metode Pemrograman CNC Milling Untuk Aplikasi Di Industri Manufaktur Dalmasius Ganjar Subagio Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ) Komplek LIPI Jl. Cisitu No 21/154 D, Bandung 40135
[email protected] /
[email protected]
Abstrak Telah dilaksanakan kajian tentang kinerja mesin CNC yang biasa digunakan untuk proses kerja pemesinan (Manufacturing). Kajian ini dilakukan dengan cara mempelajari sistem integrasi hubungan antara konstruksi mesin dengan sistem kontrol. Sehingga dapat diperoleh informasi mengenai pola kerja mesin tersebut sebagai acuan dalam pembuatan program untuk sebuah proses pemesinan. Kajian tersebut meliputi pemahaman mengenai parameter seting, sistim koordinat, fungsi kode G dan kode M, kompensasi pahat dan pemahaman mengenai program utama dan sub program. Kajian dilakukan melalui percobaan dalam pembuatan program maka telah ditemukan metode pemrograman yang cukup efektif. Dengan ditemukannya metode pemrograman CNC diharapkan operator tidak lagi tergantung dengan software CAD/CAM. Kata-kata kunci : Mesin CNC Milling, Pembuatan Program CNC
Abstract Has conducted studies on the performance of CNC machines are used for machining work processes (Manufacturing). The study was conducted by studying the relationship between construction system integration with the machine control system. In order to obtain information about the machine work patterns as a reference in making program for a machining process. The review includes an understanding of the parameter settings, coordinate systems, function code G and M codes, compensation chisel and understanding of the main programs and sub-programs. The study was conducted through experiments in making the program it has been found quite effective programming method. With the discovery of CNC programming method is expected to operators no longer depend on the software CAD / CAM. Keywords: CNC Milling, CNC Development Program 1. Pendahuluan Proses pemesinan merupakan proses pembentukan logam dengan menggunakan alat potong yang biasa disebut pahat potong. Secara teknis proses pemotongan telah dilakukan oleh Wilkinson sejak tahun 1775 yang digunakan untuk membuat komponen mesin uapnya James watt. Pada saat itu konsep ketelitian dan ketepatan sudah mulai diterapkan mengingat komponen ini memerlukan ketelitian tinggi. Sesuai dengan perkembangan teknologi maka penelitian tentang pemesinan terus dikembangkan. Usaha-usaha untuk meningkatkan efisiensi pemesinan dilakukan dengan menggunakan mesin CNC. Dewasa ini perkembangan teknologi industri pemesinan di Indonesia sudah semakin meningkat, hal ini dapat dibuktikan dengan semakin modernnya peralatan yang digunakan untuk mengerjakan suatu produk, seperti mesin CNC (Computer Numerical Control) yaitu mesin yang telah dilengkapi dengan komputer untuk mempermudah proses kerja mesin. Oleh sebab itu dalam makalah ini akan dibahas sistem produksi dengan menggunakan teknologi CNC.
TMM | 16
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Industri pemesinan memegang peranan penting dalam pembangunan nasional terutama untuk menghasilkan komponen teknik yang dibutuhkan oleh industri lain. Sementara itu sistem produksidi industri pemesinan modern membutuhkan tenaga kerja yang profesional dalam melakukan proses produksi. Tenaga ahli dan teknisi di Indonesia sudah saatnya dipupuk mulai sekarang untuk mendapatkan pengetahuan tentang perkembangan teknologi pemesinan modern. Hal ini menjadi tanggung jawab kita semua dalam turut menciptakan sumber daya manusia yang siap menghadapi permasalahan tersebut serta turut serta membantu pemerintah dalam penyebarluasan teknologi untuk mencerdaskan bangsa[1,2,3] 1.1 Tujuan Tujuan dalam aplikasi pembuatan program manual tersebut diatas antara lain : 1. Agar operator dapat bekerja tanpa ketergantungan pada CAD/CAM 2. Agar operator dapat membuat program sederhana sehingga akan menekan biaya proses 3. Agar operator memahami fungsi-fungsi dari G kode dan M kode 4. Agar operator mesin dapat merubah atau memotong program yang tidak diperlukan pada proses CAD/CAM 2. Skema Pemrograman CNC Proses pemrograman pada mesin CNC secara umum dapat di tuangkan dalam bentuk skema seperti pada Gambar 1. DRAWING
PROGRAMMING
INPUT DATA
SETTING MESIN
PROCESS Gambar 1. Skema Pemrograman CNC
PRODUCT
3. Mesin Freis CNC (CNC Miliing) Salah satu proses pemesinan dengan menggunakan kontrol CNC adalah proses pemesinan dengan menggunakan mesin Freis(CNC Milling)yangdilengkapi dengan monitor untuk membuat program [4]. Salah satu contoh mesin miling CNC dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Mesin FreisCNC(CNC Milling). Fungsi Kode G dan Kode M Pemrograman CNC adalah gabungan dari beberapa kode G dan kode M yang digabungkan untuk membuat serangkaian proses kerja mesin, sehingga untuk mengoperasikan mesin CNC dibutuhkan keahlian khusus dalam membuat program. Kode G dan kode M dapat mudah dipelajari namun untuk dapat membuat serangkaian proses kerja diperlukan metode yang cepat dan tepat.Proses pemesinan CNC akan lebih mudah apabila kita menguasai bentuk bentuk lintasan pahat yang
TMM | 17
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
diperintahkan melalui kode-kode G atau yang biasa disebut dengan interpolasi. Dibawah ini merupakan kumpulan kode G dan kode M yang sering digunakan dalam pembuatan program, sekalipun masih banyak kode-kode yang belum dimasukan ke dalam tabel ini, namun dengan memahami apa yang ada di tabel tersebut sudah dapat membuat sebuah program yang biasa digunakan oleh seorang programmer di industri pemesinan [5].
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
KODE G00 G01 G02 G03 G04 G17 G18 G19 G28 G32 G40 G41 G42 G43 G44 G49 G54 G55 G56 G57 G58 G59 G80 G81 G83 G84 G85 G86 G90 G91 G92 G98 G99 M02 M03 M04 M05 M06 M08 M09 M30 M98 M99
Tabel 1. Kode G dan Kode MSecara Umum KETERANGAN Pindah posisi axis dengan kecepatan penuh Pindah posisi axis secara linear ( feed rate) Pindah posisi axis berputar searah jarum jam Pindah posisi axis berputar berlawanan arah jarum jam Waktu tunda (dwell) Pindah posisi axis X-Y dipakai pada G02 dan G03 Pindah posisi axis Y-Z dipakai pada G02 dan G03 Pindah posisi axis X-Z dipakai pada G02 dan G03 Mengembalikan keposisi otomatis Membuat ulir pada mesin bubut Pembatalan kompensasai diameter pahat Kompensasai diameter pahat kiri Kompensasai diameter pahat kanan Kompensasi panjang arah Positif Kompensasi panjang arah Negatif Pembatalan kompensasi panjang pahat Sistim koordinat 1 Sistim koordinat 2 Sistim koordinat 3 Sistim koordinat 4 Sistim koordinat 5 Sistim koordinat 6 Membatalkan fixed cycle Fixed cycle untuk pengeboran (Drilling) Fixed cycle untuk Counter bore dengan waktu tunda Fixed cycle untuk pengetapan (tapping) Fixed cycle untuk Reamer Fixed cycle untuk Boring Program absolute Program incremental Koordinat referensi Benda kerja Pengembalian pahat pada Z awal Pengembalian pahat pada jarak yg ditentukan ( R ) program selesai Spindle berputar searah jarum jam Spindle berputar berlawanan arah jarum jam Spindle stop Pergantian tool Pompa pendingin aktif (coolant on) Pompa pendingin mati (coolant off) Akhir program dan mengembalikan posisi tool terakhir Masuk ke sub program Keluar ke sub program
TMM | 18
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Sumbu (Axis) Mesin CNC Milling memiliki 3 sumbu(Axis) atau lebih, tiga sumbu utama yaitu sumbu X, Sumbu Y dan sumbu Z seperti dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Sumbu mesin Freis CNC (CNC Milling) Sistem Koordinat Pada mesin CNC (CNC Machine) sistem coordinat dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : Sistem Koordinat Mesin (Machine Coordinate System) Sistem Koordinat Kerja (Work Coordinate System) Sistem Koordinat Lokal (Local Coordinate System) Sistem koordinatberfungsi untuk memposisikan pahat dari posisi nol mesin ke benda kerja atau memposisikan pahat pada posisi benda kerja. Hal ini penting dilakukan sehubungan dengan program yang akan dimasukan sangat tergantung pada posisi koordinat awal (coordinate setting).Sisitim koordinat pada proses CNC Miling apat dilihat seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Sistem Koordinat Pada Proses CNC Milling Sistim koordinat dapat dibedakan menjadi 2 sistim yaitu : 1. Sistem Koordinat Mesin (Machine Coordinate System). Sistem koordinat mesin merupakan sistem yang terdapat pada setiap mesin CNC, sistem ini dapat di set secara manual dengan merubah pada parameter mesin. Hal ini biasanya sudah ditentukan dari pabrik pembuat mesin tersebut sehingga tidak perlu merubah kecuali setelah diadakan perbaikan mesin. 2. Sistem Koordinat Lokal G92(Local Coordinate System) sistim ini hanya dapat digunakan satu kali proses saja karena koordinat sistim ini tidak dapat disimpan dalam memori mesin.
TMM | 19
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
3. Sistem Koordinat Kerja G54-G59 (Work Coordinate System). Sistem koordinat kerja pada
mesin Freis CNC ada enam tempat/lokasi yang dapat digunakan sebagai referensi. Tempat/lokasi referensi dapat dibedakan dengan memasukan salah satu kode G54 sampai dengan G59 yang fungsinya sama sebagai titik referensi pada saat kerja. Koordinat Pada Mesin CNC Dalam pemrograman CNC ada dua nilai koordinat yang biasa digunakan dalam membuat sebuah program yaitu koordinat absolute G90 dan koordinat incremental G91. Keduanya dapat digunakan untuk membuat program tergantung dari tingkat kesulitan atau kemudahan proses. Agar lebih jelasnya pada bagian ini di bahas kapan menggunakan koordinat absolute dan kapan menggunakan koordinat incremental. Koordinat absolut digunakan apabila proses pemesinan dengan referensi kerja tetap atau titik nolnya tidak berpindah tempat, sedangkan yang dimaksud dengan koordinat incremental yaitu apabila titik referensi berpindah-pindah [5,6,7]. Agar lebih mudah dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Koordinat Absolute dan Incremental Gambar 5 di atas dapat dibedakan antara absolute dengan incremental melalui bentuk koordinat seperti di bawah ini. Koordinat absolute (G90) adalah koordinat yang titik nolnya tetap sehingga jika dibuat dalam bentuk program akan ditulis sebagai berikut :G90 X 150. Y 100. ;G90 X 50. Y 200.Sedangkan untuk koordinat incrementalnya (G91) adalah koordinat yang titik nolnya berpindah tempat sehingga jika dibuat dalam bentuk program akan ditulis sebagai berikut :G91 X 0. Y 0. ;G91 X -100. Y 100. Fungsi Interpolasi (Interpolation Function) Pada bagian ini akan di bahas mengenai fungsi gerakan dari kode G yang sering digunakan dalam proses pemesinan. Pahat dapat bergerak lurus (G00, G01) ataupun melingkar G02, G03) tergantung dari kode yang kita masukan. Titik koordinat dapat menggunakan koordinat absolute atau incremental tergantung tingkat kesulitan dari sebuah proses. Agar lebih mudah dapat dilihat dalam bentuk proses kerja seperti di bawah ini [8,9,10]. Fungsi G00 Kode G00 berfungsi untuk memposisikan pahat terhadap benda kerja. Gerakan ini bisa dilakukan dengan menggunakan perintah koordinat absolute G90 atau incremental G91, G00 dapat bergerak dengan cepat atau dapat di atur oleh handle Ravid traverse yaitu pengatur langkah kecepatan gerak pahat. Besaran lintasan dari ravid traverse dibuat dalam bentuk persentase antara 25%, 50%, dan 100% dari langkah semestinya tergantung mesin. Lintasan G00 dapat dilihat pada gambar pada 6.
Gambar 6. lintasan G00
TMM | 20
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Fungsi G01 Kode G01 berfungsi untuk melakukan proses pemotongan benda kerja. Gerakan ini bisa juga dilakukan dengan menggunakan perintah koordinat absolute G90 atau incremental G91, Gerakan G01 harus diikuti dengan kecepatan langkah proses pemotongan. Kecepatan langkah pemotongan/kecepatan makan dari pahat biasanya dilambangkan dengan huruf F atau Feeding. Proses Lintasan G01 dapat dilihat pada gambar 7, Misal F dimasukan nilai 100 mm/mnt.
Gambar 7. lintasan G01 Pada dasarnya gerakan dari G00 dan G01 adalah gerak lintasan dari pahat adalah lurus, baik sumbu X, sumbu Y atau sumbu Z. Perbedaan dari keduannya adalah jika kita menggunakan G01 maka dalam pembuatan programnya harus di tambahkan unsur kecepatan langkah pemotongan/kecepatan makan pahat (F) sedangkan G00 tidak menggunakan (F). agar mudah diingat perhatikan cara penulisan program di bawah ini : G00 X 150. Y100. G01 X 150. Y100. F 100. Fungsi G02 dan G03 Kode G02 dan G03 berfungsi untuk melakukan proses pemotongan benda kerja dengan bentuk melingkar. Gerakan ini bisa juga dilakukan dengan menggunakan perintah koordinat absolute G90 atau incremental G91, Lintasan G02 adalah lintasan pahat bergerak searah jarum jam (CW) dan G03 lintasan pahat bergerak kebalikan arah jarum jam (CCW). Proses kerja dari kode ini harus diikuti dengan besar kecepatan langkah proses pemotongan (F) dan juga nilai radius lintasan (R).
Gambar 8. Lintasan Pahat Pada Proses Melingkar 4. Pemrograman Pemrograman pada mesin CNC dapat dibedakan menjadi 5 kelompok proses kerja pemesinan, hal ini dikarenakan proses yang lainnya merupakan pengembangan dari proses yang ada. Contoh dari proses tersebut antara lain : 1. Proses Pengeboran (Drilling). 2. Proses Pembuatan Alur (Groving.
TMM | 21
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
3. Proses Pembuatan Ulir (Threading) 4. Proses Merampas Permukaan (Facing). 5. Proses Pembentukan Model (Contouring) 4.1 Program Utama Dan Sub Program Dalam pemrograman CNC ada dua bentuk program yaitu program utama (Main Program) dan sub program (Sub Program). Sub program adalah program yang di panggil dari program utama untuk melakukan proses kerjanya. Pembuatan program dengan menggunakan fasilitas sub program akan sangat efektif, hal ini dikarenakan program dapat dipersingkat. Contoh : Main Program
Sub Program
Sub Program
O0001
O0002
O0003
N ‐
N ‐
N ‐
N ‐
N ‐
N ‐
N ‐
N ‐
N ‐
N ‐
N ‐
N ‐
M98P..0002
M98P..0003
N ‐
Keterangan 0001 adalah nomor program biasanya diawali hurup O ( O0001) M98 adalah kode untuk menggil sub program P adalah fasilitas untuk pengulangan proses sub program (berapa kali proses kerja dari sub program) misal : M98 P50002 artinya manggil sub program sebanyak 5 kali M02 adalah akhir program M99 adalah akhir dari sub program M30 adalah akhir program dan kembali ke awal program. Proses pemesinan CNC akan lebih mudah apabila kita menguasai bentuk-bentuk lintasan pahat yang diperintahkan melalui kode-kode G atau yang biasa disebut dengan interpolasi. Menggunakan fasilitas sub-sub program yang merupakan anak dari program utama akan menghahasilkan program semakin singkat 4.2 Kompensasi Pahat Kompensasi panjang pahat digunakan apabila panjang pahat yang digunakan berbeda dengan pahat yang digunakan pada saat seting sedangkan kompensasi radius pahat digunakan apabila diameter pahat yang digunakan lebih besar atau lebih kecil di bandingkan dengan diameter pahat saat awal pembuatan program, dengan menggunakan fasilitas ini tidak perlu merubah program, melainkan tinggal menggunakan kode G41 atau G42.Kompensasi panjang pahat dan kompensasi radius pahat akan diperlukan apabila melakukan proses produksi hanya dengan menggunakan satu pahat yang tentunya pahat itu akan mengalami keausan. Untuk itu agar tidak merubah program maka dapat digunakan kompensasi. Contoh komensasi panjang pahat dapat dilihat pada Gambar 9 sedangkan untuk kompensasi radius dapat dilihat pada Gambar 10 [11,12,14,14].
TMM | 22
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Gambar 10. Kompensasi Panjang Pahat
Gambar 11. Kompensasi Radius Pahat
4.3 Program sederhana Pembuatan program CNC yang harus dipahami selain memahami kode G dan kode M adalah format kepala program, isi program dan akhir program seperti contoh dibawah ini dalam proses pembuatan program pengeboran.:
Gambar 12. Gambar Kerja N10 G00 G90 G54 X0. Y0. .Z50. N20 M08 N30 M03 S1000 N40 G98 G81 Z-30. R10. F100 N50 X20. N60 X40 N70 G80 Z50. N80 M05 N90 G91 G28 X0. Y0. Z0. N100 M30 NO 1 2 3 4
KEPALA PROGRAM G00 G90 G54 X0. Y0. .Z50 M08 M03 S1000
ISI PROGRAM G98 G81 Z-30. R10. F100 X20. X40.
AKHIR PROGRAM G80 Z50. M05 G91 G28 X0. Y0. Z0. M30
5. Kesimpulan Analisa pemrograman CNC Milling yang dilakukan di Puslit Telimek LIPI Bandung menghasilkan sebuah metode agar mudah dalam pembuatan program CNC khususnya CNC Milling. Sebelum membuat pogram CNC diawali dengan memahami parameter yang diperlukan dalam pembuatan program. Parameter-parameter tersebut diantaranya memahami fungsi kode G dan M serta panggunaannya, memahami bentuk program, memahami cara seting mesin dan memahami cara membuat program dan sub program. Dengan menguasai pemrograman CNC diharapkan dapat membantu dunia industri dalam menngani permasalahan dalam proses kerja. Dengan mengasai teknik pemrograman secara manual diharapkan operator tidak mengalami kesulitan saat bekerja jika tidak menguasai CAD/CAM. Format program yang harus dipahami adalah kepala program isi program dan akhir program.
TMM | 23
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Daftar Pustaka [1] Suryaputra, 2008, ”Teknik Frais Dasar” http://suryaputra.edublogs.org/2008/12/20/teknik-fraisdasar/diakses 12 April 2011. [2] Suzhou sunda machine tools, 2011, ”CNC Milling machine” http://www.sundamachinetools.com/cnc-milling-machine/diakses 12 April 2011 [31]Roberto Augusto Gómez Loenzo, Pedro Daniel Alaniz Lumbreras, René de Jesús Romero Troncoso, Gilberto Herrera Ruiz, "An object-oriented architecture for sensorless cutting force feedback for CNC milling process monitoring and control," [4]Dohyun Kim, Doyoung Jeon, "Fuzzy-Logic Control of Cutting Forces in CNC Milling Processes using Motor Currents as Indirect Force Sensors," Precision Engineering, Volume 35, Issue 1, pp. 143–152, Januari 2011. [5]G. Rzevsski, "On Conceptual Design of Intelligent Mechatronics System," Mechatronics, Volume 13, Issue 10, pp. 1029-1044, Desember 2003. [6]A. Coronato, G. De Pietro, L. Gallo, "An agent based platform for task distribution in virtual environments," Journal of Systems Architecture, Volume 54, Issue 9, pp. 877– 882, September 2008. [7]X. Desforges, B. Archimede, "Multi-agent framework based on smart sensors/actuators for machine tools control and monitoring, 19," Engineering Applications of Artificial Intelligence, Volume 19, Issue 6, pp. 641– 655, September 2006. [8]NexGen Manufacturing Systems, 2009-2012, “CNC Handbook”http://www.hsmworks.com/docs/cncbook/en/#Ch04_VMCMachineMotion [9] GSK CNC. (2007) CNC Machine and CNC Equipment, CNC Milling Controller GSK 983M. [Online]. Available: http://gskcnc.com/cnc_controller.php [dikutip: 25 Nov 2013] [10]Li Zhang, Ruqiang Yan, Robert X. Gao, and Kang B. Lee, "Open Architecture Software Design for Online Spindle Health Monitoring," in Proceeding of Instrumentation and Measurement Technology Conference - IMTC 2007, Warsaw, Poland, 1-3 May, 2007, pp. 1-6. [12]Fanuc LTD Japan, Fanuc Operator’s manual., 1988. [13]Tao Liu, Yongzhang Wang and Hongya Fu, "The Open Architecture CNC System HITCNC Based on STEP-NC," inProceeding of 6th World Congress on Intelligent Control and Automation, Dalian, China, June 21 - 23, 2006, pp. 7983-7987. [14]M. Minhat, V. Vyatkin, X. Xu, S. Wong, Z. Al-Bayaa, "A novel open CNC architecture based on STEP-NC data model and IEC 61499 function blocks," Robotics and Computer-Integrated Manufacturing, Volume 25, Issue 3, pp. 560–569, June 2009.
TMM | 24
TOPIK MAKALAH : TEKNOLOGI SISTEM KENDALI DAN PEMROSESAN SINYAL (TSKPS)
SEMINAR NASIONAL XIV REKAYASA DAN APLIKASI TEKNIK MESIN DI INDUSTRI
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Visible Light Communication (VLC) Lita Lidyawati, Arsyad Ramadhan Darlis, Lucia Jambola, Muhammad Saeful Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Jl. PKH. Mustapha No. 23, Bandung 40124
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Cahaya tampak adalah cahaya yang terlihat oleh mata manusia normal dengan panjang gelombang 380 sampai 750 nm. Sampai saat ini, cahaya tampak dimanfaatkan oleh manusia hanya sebagai penerangan saja. Akan tetapi, pada beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa cahaya tampak dapat dimanfaatkan dalam sistem komunikasi. Teknologi Visible Light Communication (VLC) adalah sebuah sistem komunikasi yang memanfaatkan cahaya tampak sebagai media dalam komunikasi antar perangkat. Dengan adanya penelitian ini, manusia dapat berkomunikasi atau bertukar informasi hanya dengan cahaya lampu yang menggantikan media wireless yang menggunakan gelombang radio. Informasi yang dikirim pada sistem ini berupa data. Pada penelitian ini, data yang digunakan berupa bit pulsa yang dibangkitkan dari Function Generator. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah cara mentransformasikan informasi yang berupa sinyal listrik menjadi cahaya oleh transmitter VLC. Cahaya yang mengandung informasi tersebut akan dikirimkan melalui media wireless. Dan selanjutnya cahaya tersebut diterima oleh receiver VLC dengan bantuan photodiode sebagai sensor cahaya. Bit pulsa yang dikirimkan oleh Function Generator melalui transmitter VLC dan akan ditampilkan di Oscilloscope setelah melalui receiver VLC menggunakan media cahaya tampak. Alhasil, Sistem Transceiver (Transmitter-Receiver) VLC telah berhasil diimplementasikan dimana sistem dapat bekerja dengan baik pada frekuensi 400 Hz – 65 kHz dan jarak maksimum adalah 6,4 meter. Keyword : Visible Light Communication (VLC), Data, Function Generator 1. Pendahuluan Cahaya tampak adalah radiasi elektromagnetik yang terlihat oleh mata manusia normal dengan panjang gelombang 380 sampai 750 nm. Mata yang telah beradaptasi dengan cahaya biasanya memiliki sensitivitas maksimum di sekitar 555 nm, di wilayah hijau dari spektrum optik. Warna pencampuran seperti pink atau ungu, tidak terdapat dalam spektrum ini karena warna-warna tersebut hanya akan didapatkan dengan mencampurkan beberapa panjang gelombang. Saat ini, cahaya tampak dimanfaatkan oleh manusia untuk penerangan, baik indoor maupun outdoor. Dilain sisi, teknologi optik yang saat ini digunakan secara luas adalah infrared. Infrared adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang lebih panjang dari cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio. Inframerah ini memiliki panjang gelombang antara 700 nm sampai dengan 1 mm.Cahaya tampak yang dihasilkan oleh lampu penerangan memiliki sifat yang sama dengan infrared tersebut. Hal ini disebabkan keduanya merupakan radiasi elektromagnetik, hanya saja memiliki panjang gelombang yang berbeda. Oleh karena itu, apabila infrared dapat digunakan dalam komunikasi data, hal yang sama kemungkinan besar dapat dilakukan dengan menggunakan cahaya tampak. Sistem komunikasi yang saat ini telah diimplementasikan sebagian besar melalui media wireless (nirkabel). Sistem komunikasi dengan media cahaya memiliki potensi yang sangat besar dalam menggantikan media wireless. Hal ini disebabkan manusia tidak akan dapat bekerja dan hidup tanpa adanya lampu penerangan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan diimplementasikan sebuah teknologi Visible Light Communication (VLC) dalam sistem komunikasi data sehingga akan
TSKPS | 1
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
dihasilkan sebuah perangkat yang berlaku sebagai Transmitter dan Receiver dari sistem Visible Light Communication (VLC). Perangkat ini akan ditambahkan dan dimodifikasi dengan teknologi yang telah ada saat ini, yang berupa pengiriman suara, pengiriman video, dan pengiriman data melalui koneksi internet dari satu tempat ke tempat yang lain menggunakan cahaya tampak. Hanya dengan menghidupkan lampu saja dan koneksi internetpun dapat diterima. Dengan teknologi ini pula, seseorang dapat menciptakan sebuah komunikasi dengan cara mengirimkan data dari satu tempat ke tempat dalam sebuah ruangan, yang selama ini dilakukan oleh perangkat Infrared ataupun Bluetooth, mencetak dokumen dengan jarak yang jauh tanpa menggunakan kabel, dan lainnya. Contoh – contoh pemanfaatan teknologi yang lainnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ilustrasi penggunaan cahaya tampak dalam sistem komunikasi Penelitian di bidang visible light communication (VLC) telah dilakukan penulis sejak tahun 2012. Penelitian penulis di bidang ini dimulai dengan topik Perancangan dan Implementasi Sistem Komunikasi Laser Berdaya 1 mW[1] dimana pada penelitian direalisasikan prototype sistem komunikasi Laser yang memanfaatkan fungsi cahaya dari Laser untuk menjadi sistem komunikasiHasil yang diperoleh dari pengukuran transmisi bahwa pada kondisi siang hari sistem komunikasi laser yang dirancang dapat bekerja pada jarak 5 meter sedangkan pada malam hari bekerja pada jarak 10,5 meter. Akan tetapi, laser tidak akan dapat merepresentasikan lampu yang memancarkan cahaya tampak (visible light). Oleh karena itu, penelitian dilanjutkan pada tahun 2013 dengan judul “Implementasi Visible Light Communication (VLC) Pada Sistem Komunikasi “ [2]. Pada penelitian ini dimanfaatkan cahaya tampak sebagai media dalam sistem komunikasi, dimana selama ini cahaya hanya digunakan sebagai penerangan saja. Sinyal informasi yang dipancarkan berupa sinyal analog (audio) yang berasal dari MP3. Pada penelitian ini, komunikasi dapat dilakukan pada jarak pengiriman data sebesar 2,5 m dan dengan range frekuensi 600 Hz sampai dengan 45 kHz dimana data dapat disalurkan dengan baik. Pada penelitian ini dibuktikan bahwa dengan menggunakan cahaya tampak jarak yang dapat ditempuh lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan laser. Pada tahun 2014 lalu, penelitian dilanjutkan dengan topik “Implementasi Sistem Komunikasi Video menggunakan Visible Light Communication (VLC)” [3]. Beda halnya dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan sinyal audio. Pada penelitian ini sinyal informasi yang dikirimkan menggunakan media cahaya tampak berupa sinyal video.Dengan adanya penelitian ini, manusia dapat berkomunikasi atau bertukar informasi berupa video hanya dengan cahaya lampu. Pengiriman sinyal video memiliki kesulitan tersendiri mengingat bahwa LED dan Photodioda memiliki keterbatasan bandwidth dan tegangan untuk menerima sinyal video yang memiliki bandwidth sebesar 5 MHz. Pada penelitian ini hasil gambar video yang tampak pada monitor yang dikirim melalui transmitter dengan menggunakan LED belum sempurna. Gain pada sistem transceiver memiliki rata-rata sebesar 7,78 dB. Dengan rata-rata faktor delay pembacaanfrekuensi sebesar 17,49 μs. Penelitian lain dilakukan oleh Talha A. Khan dan timnya [4] dimana mereka mengimplementasikan teknologi Visible Light Communication (VLC) untuk transmisi data juga. Akan tetapi, data yang dikirimkan memiliki jumlah yang banyak oleh karena itu digunakan metoda Wavelength Division Multiplexing (WDM). Data yang dikirimkan hanyalah data biasa yang belum terlalu kompleks. Diketahui dari beberapa penelitian teknologi Visible Light Communication (VLC) harus memperhatikan penggunaan LED dan photodiode yang sesuai dengan sinyal informasinya [5,6] dan dapat menggunakan beberapa metoda dalam aplikasinya.[7,8,9,10,11] Dan beberapa penelitian lainnya didapatkan hasil yang mendukung pemanfaatkan Visible Light Communication (VLC) sebagai teknologi masa depan yang patut diteliti lebih lanjut.[12,13]
TSKPS | 2
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, saat ini akan diimplementasikan sistem komunikasi data menggunakan teknologi Visible Light Communication (VLC). Pada penelitian ini, data yang digunakan berupa bit pulsa yang dibangkitkan oleh Function Generator. Sinyal Informasi tersebut yang berupa sinyal listrik diubah menjadi cahaya oleh transmitter VLC. Cahaya yang mengandung informasi tersebut akan dikirimkan melalui media wireless. Dan selanjutnya cahaya tersebut diterima oleh receiver VLC dengan bantuan photodiode sebagai sensor cahaya. Bit pulsa yang dikirimkan oleh Function Generatormelalui transmitter VLC dan akan ditampilkan di Oscilloscopesetelah melalui receiver VLC menggunakan media cahaya tampak. 2. Metodologi Penelitian Pada penelitian ini, data yang digunakan berupa bitpulsa yang dibangkitkan dari Personal Computer. Function Generator akan membangkitkan bit sehingga dapat diketahui batasan jumlah bit yang dapat diterima oleh sistem. Bit yang dikirimkan akan ditampilkan di Oscilloscope.
(a) (b) Gambar2. Blok diagram sistem Visible Light Communication (VLC) (a) Transmitter (b) Receiver Pada perancangan sistem transmitter dan receiver data menggunakan visible light communication (VLC) dilakukan dengan menggunakan simulasi terhadap sistem yang akan diimplementasikan yang bertujuan untuk mengetahui kinerja dari sistem yang akan dibuat. Simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak simulasi elektronika, yaitu Electronic Workbench. Gambar berikut menunjukan hasil simulasi dari sistem yang telah disimulasikan.
(a) (b) Gambar 3. Simulasi Data Transmitter dan Receiver Visible Light Communication (VLC) (b) Transmitter (b) Receiver Pada Gambar 3 (a) terlihat bahwa sinyal yang dikirimkan berupa sinyal pulsa dimasukkan ke dalam rangkaian yang telah dirancang, sehingga menghasilkan output yang sesuai dengan inputnya. Rangkaian tersebut merupakan rangkaian Transimpedance Amplifier (TIA) yang telah dimodifikasi agar menghasilkan keluaran sistem yang diinginkan. Pada Gambar 3 (b) menunjukan rangkaian transmitter dan receiver yang telah disimulasikan. Pada gambar tersebut sinyal pulsa dimasukan ke dalam transmitter dan kemudian akan diterima oleh receiver dan akhirnya terdapat keluaran sinyal yang sama dengan sinyal yang dikirimkan. Sinyal pulsa dikirimkan melalui rangkaian Transimpedance Amplifier (TIA). Alhasil, transmitter dan receiver dari Sistem Visible Light Communication (VLC) telah dirancang dengan baik. Hal ini dibuktikan oleh hasil keluaran dari sistem receiver yang memiliki frekuensi dan bentuk yang sama dengan sinyal input. Secara umum, dalam mengimplementasikan rangkaian data transmitter Sistem Visible LightCommunication (VLC) ini dibutuhkan 2 buah blok, yaitu Rangkaian Transimpedance Amplifier (TIA) dan rangkaian LED. Secara umum, rangkaian receiver terdiri atas rangkaian photosensor (dalam hal ini menggunakan photodioda), Rangkaian Penguat, dan Rangkaian Pembalik Phasa.
TSKPS | 3
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
3. Hasil dan Pembahasan Kinerja diukur dari hasil keluaran sistem yang meliputi beberapa pengujian yaitu : 3.1 Pengujian Sistem dengan jarak Transceiver tetap
Gambar 4. Blok Diagram Pengujian sistem VLC dengan sumber dari function generator
Gambar 5. Sinyal Masukan (atas) dan Keluaran (bawah) sistem VLC Terlihat pada gambar tersebut sinyal keluaran sistem (bawah) memiliki bentuk yang sama dengan sinyal masukan (atas) walaupun mengalami pergeseran fasa sebesar 180 Derajat. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari kanal sistem transmisi yang digunakan. Walaupun demikian, sistem yang dirancang dan diimplementasikan telah bekerja dengan baik yang dibuktikan dengan frekuensi yang dari sinyal masukan sama seperti frekuensi dari sinyal keluaran dari sistem. Tegangan dari sinyal keluaranpun telah mengalami peningkatan hampir dua kali dari sinyal masukan, dengan penguatan sebesar 1,66 kalinya. Penguatan dari setiap sinyal berbeda – beda pada setiap pengukuran dan frekuensi dari sinyal yang dimasukan. Hal ini disebabkan oleh keadaan lingkungan dan kondisi pengukuran yang berubah setiap saat. Pada pengujian ini function generator membangkitkan sinyal pulsa yang memiliki bit 1 dan 0 secara periodik dengan frekuensi dari 100 Hz sampai dengan 80000 Hz. Dari hasil pengujian tersebut didapat bahwa sinyal dapat dilewatkan kepada sistem pada frekuensi 400 sampai dengan 65000. 3.2 Pengujian Sistem dengan jarak Transceiver berubah – ubah Gambar 6 menunjukan blok pengujian kedua dari sistem yang telah dimplementasikan. Pengujian ini hampir sama dengan pengujian pertama namun dengan jarak yang berubah – ubah hingga sinyal tidak dapat diterima oleh Rx pada sistem yang telah diimplementasikan. Dari hasil pengujian didapatkan bahwa semakin jauh jarak antara sumber cahaya atau LED dengan rangkaian receiver terjadi pengurangan tegangan dengan nilai frekuensi yang tetap.Hal ini membuktikan bahwa semakin jauh jarak maka semakin kecil sinyal yang mampu diterima oleh receiver.Pada pengujian ini pula didapatkan sinyal informasi masih dapat diterima hingga mencapai jarak 6,4 meter, namun penerimaan yang baik hanya mencapai jarak sekitar 4 meter. Untuk jarak yang lebih dari 4,4 meter di perlukan rangkaian penguat pada penerima ataupun di antara pengirim dan penerima sehingga sinyal mampu dikirimkan dengan jarak yang lebih jauh.
TSKPS | 4
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 6. Blok Diagram Pengujian sistem VLC dengan sumber dari function generator dan jarak yang berubah ubah 4. Kesimpulan Setelah melakukan perancangan dan implementasi sistem, maka terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu : 1. Sistem telah berhasil diimplementasikan dengan sinyal keluaran dari sistem memiliki penguatan lebih dari 1 kali. 2. Sinyal keluaran sistem mengalami pergeseran fasa sebesar 180 derajat dibandingkan dengan sinyal masukan. 3. Frekuensi yang dapat dilewatkan oleh sistem berada pada range 400 Hz sampai dengan 65000 Hz. 4. Frekuensi yang baik untuk dilewatkan oleh sistem bernilai 1000 Hz atau 1 kHz. 5. Jarak dan sudut mempengaruhi sinyal keluaran yang dihasilkan oleh sistem. 6. Sinyal masih dapat kirimkan sampai dengan jarak 6,4 meter, dimana penerimaan terbaik berada di bawah 4,4 cm. Daftar Pustaka [1] Bangun, Jape Athan, et al. 2012. Perancangan dan Implementasi Sistem Komunikasi Laser Berdaya 1 mW.Jurnal Reka Elkomika, Vol. 1 No. 3 Februari Tahun 2013. Pp. 223 – 232. [2] Darlis, Arsyad Ramadhan, et al. 2013. Implementasi Sistem Komunikasi Video menggunakan Visible Light Communication (VLC). Jurnal Reka Elkomika, Vol. 2 No. 3 Juli Tahun 2014. Pp. 160 – 173. [3] Darlis, Arsyad Ramadhan, et al. 2014. Implementasi Visible Light Communication (VLC) Pada Sistem Komunikasi. Jurnal Elkomika, Vol. 1 No. 1 Januari – Juni Tahun 2013. Pp. 13 – 25. [4] Talha A. Khan et al. 2012. Visible Light Communication using Wavelength Division Multiplexing for Smart Spaces. Communications Letters, IEEE, vol. 15, no. 2, pp. 217–219, [5] Khalid, A. M. et al. 2012. 1-Gb/s Transmission Over a PhosphorescentWhite LED by Using Rate-Adaptive DiscreteMultitone Modulation. IEEE Photonics Journal Volume 4, Number 5, October 2012 pp 1467 - 1473 [6] [7] [8] [9] [10]
Liao, Chien-Lan, et al. 2013. High-Speed GaN-Based Blue Light-Emitting Diodes With Gallium-Doped ZnO Current Spreading Layer. IEEE Electron Device Letters, Vol. 34, No. 5, May 2013. Pp 611 – 613. Bykhovsky, Dima, Arnon , Shlomi. 2014. Multiple Access Resource Allocation in Visible Light Communication Systems. Journal Of Lightwave Technology, Vol. 32, No. 8, March 15, 2014. Pp. 1594 – 1600. Chang, Ching-Hung, et al. 2014. A 100-Gb/S Multiple-Input Multiple-Output Visible Laser Light Communication System. Journal Of Lightwave Technology, Vol. 32, No. 24, December 15, 2014. Pp. 4723 – 4729. Monteiro, Eric, Hranilovic, Steve. 2014. Design and Implementation of Color-Shift Keying for Visible Light Communications. Journal Of Lightwave Technology, Vol. 32, No. 10, May 15, 2014. Pp. 2053 – 2059. Singh, Ravinder,et al. 2014.An Enhanced Color Shift Keying Modulation Scheme For HighSpeed Wireless Visible Light Communications. Journal Of Lightwave Technology, Vol. 32, No. 14, July 15, 2014. Pp. 2582 – 2592.
TSKPS | 5
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
[11] [12] [13]
Wu, Liang, Dkk. 2015. Adaptive Modulation Schemes For Visible Light Communications. Journal Of Lightwave Technology, Vol. 33, No. 1, January 1, 2015. Pp. 117 – 125. Hanzo, Lajos, et al. 2012. Wireless Myths, Realities, and Futures: From 3G/4G to Optical and Quantum Wireless. Vol. 100, May 13th, 2012 | Proceedings of the IEEE. Pp. 1853 – 1888. Liu, Y. F., et al. 2013. Alternating-Signal-Biased System Design and Demonstration for Visible Light Communication. IEEE Photonics Journal, Vol. 5, No. 4, August 2013.
TSKPS | 6
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Implementasi Prototipe Sistem Monitoring Kesehatan berbasis SMS Studi Kasus: Pengukuran Tinggi Badan H.H. Rachmat1,*, Sariban1, Galuh Anggara1, M. Ichwan2, D. Aryanta1 1. Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung 2. Teknik Informatika Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung *Email :
[email protected]
Abstrak Fokus penelitian ini adalah implementasi prototipe sistem monitoring kesehatan penyandang tuna netra dan pasien usia lanjut dengan menggunakan aplikasi SMS. Data pengukuran tinggi badan dan identitas pasien dijadikan sebagai contoh data kesehatan yang dikirimkan pada suatu nomor telepon sebagai asumsi nomor telepon dokter yang dirujuk. Sistem ini ditujukan untuk memonitor kesehatan pasien secara jarak jauh dan rutin. Keseluruhan sistem ini dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mudah dipergunakan secara mandiri oleh pasien yang telah terdaftar dalam sistem database. Setiap pasien menggunakan RFID (Radio Frequency IDentification) yang memiliki kode yang bersifat unik sebagai alat identifikasi pengguna dan alat untuk mengaktifkan sistem.Dengan mengembangkan sistem ini diharapkan dapat membantu dan memudahkan pasien untuk mengetahui kondisi fisik secara rutin guna meningkatkan kualitas kesehatan, baik untuk tujuan menjaga kesehatan ataupun kegiatan terapi. Sistem ini pun dapat dikembangkan dengan menambahkan beberapa alat ukur medis lain dan aplikasi pelayanan medis lain guna meningkatkan kualitas diagnosa kesehatan pasien. Kata-kata kunci : RFID,sistem monitoring, SMS (Short Message Services), tinggi badan, tuna netra
1. Pendahuluan Pengukuran kondisi fisik tubuh manusia secara rutin diperlukan untuk memonitor kondisi kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar kondisi tubuh selalu dapat terkontrol sehingga dapat ditangani secara dini oleh dokter ketika memiliki suatu gejala gangguan kesehatan. Selain mendatangi dokter secara rutin, pengontrolan kesehatan juga dapat dilakukan secara mandriri. Hal ini telah dapat dimungkinkan dengan tersedianya beberapa alat ukur kesehatan yang dijual secara portabel dengan dilengkapi petunjuk penggunaan dan indikator hasil pengukuran yang mudah untuk difahami. Di samping itu, dengan adanya teknologi telekomunikasi dan internet, maka setiap orang dapat menjadi lebih cerdas untuk mencari informasi mengenai metoda pencegahan atau pengobatan. Beberapa contoh peralatan medis portabel yang telah tersedia di pasaran antara lain alat pengukur suhu tubuh (termometer), alat pengukur berat badan, alat pengukur tekanan darah dan alat pengukur tinggi badan. Peralatan tersebut bersifat analog maupun digital ataupun yang bersifat manual maupun otomatis (elektronik), sehingga siapapun tanpa batas usia sekalipun dapat mengetahui kondisi fisik tubuhnya secara mudah, rutin dan mandiri. Dari hasil pengukuran ini, pengguna (pasien) secara mandiri dapat mengetahui kondisi kesehatan tubuhnya dengan membandingkan dengan literatur yang mencantumkan kondisi tubuh normal untuk beberapa parameter kondisi fisik di atas. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa secara umum peralatan yang diproduksi secara masal dan tersedia di pasaran saat ini menggunakan tampilan (display) dalam bentuk tulisan untuk menampilkan hasil pengukurannya. Peralatan-peralatan medis seperti ini, tentu saja sulit digunakan secara mandiri oleh para penyandang tuna netra yang memiliki keterbatasan penglihatan. Selain itu, perlatan medis ini tidak memiliki suatu sistem komunikasi secara langsung atau secara otomatis dengan tenaga medis untuk memonitor dan melakukan tindakan secara cepat jika terdapat indikasi ketidak normalan untuk beberapa parameter kesehatan. Selain menyulitkan bagi para penyandang tuna netra, penggunaan
TSKPS | 7
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
peralatan portabel kesehatan yang ada sekarang ini akan menyulitkan juga bagi pasien berusia lanjut yang relatif sulit untuk memeriksakan kesehatannya secara langsung ke dokter. Hal ini dikarenakan terdapat minimal satu prosedur tambahan yang harus dilakukan pasien setelah melakukan pengukuran yaitu melaporkan secara hasil pengukuran kepada dokter. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dianggap perlu dilakukan penelitian untuk merancang dan mengimplementasikan suatu sistem monitoring kesehatan bagi penderita tuna netra dan pasien usia lanjut. Sistem monitoring kesehatan merupakan sistem peralatan kesehatan yang dapat mengirimkan data hasil pengukuran kepada seorang dokter yang telah dirujuk melalui fasilitas SMS (short message service). Meskipun pada penelitian tahap awal ini baru diimplementasikan berupa protipe sistem, tetapi diharapkan pada akhir penelitian ini diperoleh suatu integrasi sistem monitoring kesehatan yang disebut sebagai medical station [2]. Keberadaan sistem seperti ini ditujukan untuk membantu para tuna netra dan pasien usia lanjut guna mengetahui dan memonitor kondisi fisik tubuhnya secara mandiri, rutin dan otomatis, sehingga dapat meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan khususnya penyandang tuna netra dan pasien usia lanjut. Jadi pada penelitian ini akan difokuskan untuk merealisasikan sistem komunikasi berbasis SMS guna mengirimkan data pengukuran tinggi badan seorang pasien ke seorang dokter sebagai usaha untuk memonitor secara rutin kondisi kesehatan pasien. Keberhasilan sistem ini sebagai langkah awal proses monitoring kesehatan dan dapat dikembangkan untuk mengirimkan sejumlah parameter kesehatan lain guna melengkapi prosedur diagnosa pasien. 2. Metodologi Implementasi Sistem 2.1. Diagram Blok Sistem Perancangan dan implementasi prototipe sistem monitoring kesehatan untuk penyandang tuna netra dan pasien usia lanjut mencakup alat identifikasi berupa teknologi RFID, alat medis pengukur tinggi badan digital, sistem pengolah data berbasis sistem mikroprosessor, dua buah tombol kontrol, keluaran sistem berupa visual dan teks serta sistem komunikasi untuk pengiriman data kesehatan melalui aplikasi SMS. Diagram blok prototipe sistem monitoring kesehatan ini ditunjukkan pada Gambar 1.
Perangkat lunak Tampilan LCD Tag RFID Pembaca RFID
Alat ukur Tinggi Badan
Tombol Start S
Database Pasien
Modul Pengolah Data berbasis sistem Mikroprosessor
Modul Sistem Komunikasi (GSM)
Dokter yang ditunjuk (remote)
Tombol Repeat R
Gambar 1. Prototipe sistem monitoring kesehatan melalui aplikasi SMS dengan input data kesehatan berupa tinggi badan pasien
TSKPS | 8
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Sistem ini diaktifkan oleh pengguna (pasien) tertentu yang diidentifikasi melalui sistem RFID. Setelah pasien tervalidasi pada database, maka pasien menekan tombol Start (S) untuk mengukur tinggi badan. Hasil pengukuran akan diolah oleh modul pengolah data hingga menjadi data tinggi badan pasien. Nilai tinggi badan ini akan ditampilkan ditampilkan berupa visual (melalui LCD) dan teks untuk dikirimkan melalui SMS secara otomatis ke dokter yang ditunjuk. Pengukuran dan pengiriman data tinggi badan ini dapat diulang oleh pasien dengan menekan tombol Repeat (R). 2.2. Metoda Perancangan dan Realisasi Sistem Prototipe sistem monitoring ini dirancang dalam sistem modul guna memudahkan pengembangan dan pemeliharaan (trouble shooting) sistem. Sistem ini terdiri dari perancangan perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras sistem ini yaitu modul pembaca RFID, modul tombol kontrol, modul pengukur tinggi badan digital, modul tampilan LCD, modul sistem komunikasi dan modul pengolah data berbasis sistem mikroprosessor untuk pengiriman data kesehatan melalui aplikasi SMS. Diagram blok skematik prototipe sistem monitoring kesehatan berbasis SMS ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram blok skematik prototipe sistem monitoring kesehatan melalui aplikasi SMS dengan input data tinggi badan pasien [3] Modul RFID yang terdiri dari Tag RFID dan pembaca RFID dipergunakan sebagai ala identifikasi pasien. Tag RFID yang dipergunakan pada sistem ini bekerja pada frekuensi 125 kHz dan pembaca RFID menggunakan tipe RDM6300. Tag RFID akan dimiliki oleh setiap pasien sebagai alat identifikasi yang unik dan pembaca RFID berfungsi untuk mengenali (membaca) kode spesifik yang terdapat pada setiap Tag RFID. Data pada Tag RFID ini akan diproses lebih lanjut oleh modul pengolah data. Modul tombol kontrol dirancang dengan menggunakan dua buah push button (tombol). Tombol Start (S) difungsikan untuk memulai pengukuran dan pengiriman data tinggi badan setelah pasien dinyatakan tervalidasi oleh sistem melalui identifikasi identitas pada RFID. Tombol Repeat (R) difungsikan untuk mengulangi pengukuran dan pengiriman data tinggi badan. Kedua tombol ini akan menghasilkan logika digital ‘0’ ke modul pengolah data. Modul input lain sistem ini adalah sensor ultrasonik tipe HC-SR04 yang digunakan sebagai komponen utama untuk melakukan pengukuran tinggi badan pasien. Pada metoda pengukuran tinggi badan ini, sensor tersebut telah dilengkapi dengan rangkaian pengendali untuk mengendalikan sistem kerja sensor ultrasonik sehingga berfungsi sebagai transmitter dan receiver.
TSKPS | 9
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Spesifikasi sistem pengukur tinggi badan ini dirancang untuk dapat mengukur tinggi badan hingga 300 cm secara digital dengan ketelitian 1 cm. Cara kerja sistem ini menggunakan prinsip pengukuran time of flight yaitu mengukur waktu tempuh antara sinyal kirim dari rangkaian transmitter dan sinyal terima di rangkaian receiver. Waktu yang terukur ini kemudian diolah pada modul pengolah data berbasis sistem mikroprosessor dengan mengalikan konstanta kecepatan sinyal ultrasonik (344 m/s) dengan setengah waktu tempuh total sinyal maka dapat diperoleh jarak tempuh sinyal sebagai representasi dari jarak sensor terhadap objek. Tinggi objek merupakan selisih dari tinggi statis sensor terhadap tanah (H) dengan jarak sensor terhadap objek (S). Keseluruhan modul input ini dihubungkan ke modul pengolah data berupa Arduino Mega 2560. Modul ini dipergunakan untuk pengolahan data yang meliputi validasi data RFID, penghitungan jarak tempuh gelombang ultrasonik, penghitungan tinggi badan dan pengkonversian data sehingga dapat ditampilkan berupa visual (melalui LCD) dan teks serta komunikasi data dengan modul komunikasi untuk mengirimkan data pengukuran melalui aplikasi SMS secara otomatis. Selain data tinggi badan, identitas pasien juga turut dikirimkan melalui SMS kepada dokter yang telah ditunjuk. Sementara ini, diasumsikan dokter telah mengetahui tempat tinggal dari setiap pasien untuk melakukan kunjungan pasien jika diperlukan. Modul output yang digunakan pada sistem ini adalah modul LCD 16x2 untuk menampilkan secara visual hasil pengolahan data dan modul sistem komunikasi berupa modem GSM untuk mengirimkan data hasil pengukuran tinggi badan dengan aplikasi SMS. Pada penelitian ini, jaringan komunikasi yang digunakan masih dibatasi pada jaringan komunikasi GSM. Perangkat lunak atau software yang direalisasikan pada sistem ini meliputi database pasien dan program instruksi untuk modul pengolah data. Database pasien ini akan menyimpan data pasien (identitas) yang dapat menggunakan sistem monitoring kesehatan ini. Sistem database pada prototipe sistem monitoring ini belum mencakup penyimpanan riwayat kesehatan pasien secara otomatis., sehingga data pasien dari SMS yang dokter terima harus diinputkan secara manual ke dalam suatu sistem penyimpanan data. Perangkat lunak pada modul pengolah data direalisasikan menggunakan bahasa pemograman C. Prosedur kerja program sistem monitoring ini dimulai dengan melakukan inisialisasi fungsi-fungsi yang terdapat pada modul pengolah data antara lain: • inisialisasi fungi header komunikasi serial, LCD dan ultrasonik • inisialisasi pin komunikasi serial (RFID dan modul komunikasi), LCD, dan sensor ultrasonik. • Inisialisasi baud rate komunikasi serial RFID (9600) dan modul komunikasi Wavecom (115200) Kemudian nomor telpon genggam dokter yang telah ditunjuk, beberapa kode Tag RFID dan identitas pasien yang telah terdaftar dimasukkan di dalam program database. Setelah itu, program menunggu proses pembacaan data Tag RFID jika terdapat pasien yang akan menggunakan sistem ini. Jika kode Tag RFID sesuai dengan format pembaca RFID maka data dapat dikenali dan kemudian disimpan ke dalam memori mikrokontroller. Selanjutnya program akan membandingkan kode RFID yang baru dibaca tersebut dengan kode RFID yang sudah terdaftar. Jika kode baru bersesuaian dengan kode tersimpan maka kode tersebut akan digantikan dengan identitas pasien. Jika identitas pasien telah tersimpan, program akan menunggu instruksi berupa penekanan tombol Start (S) ditekan oleh pasien. Jika tombol ini ditekan, maka proses pengukuran tinggi badan dilakukan. Setelah prosedur ini selesai, maka data tinggi badan pasien dan identitas pasien dikirimkan bersama-sama dalam satu buah pesan singkat (SMS) ke dokter yang telah ditunjuk. Setelah pengiriman data selesai dilakukan maka program akan memberikan delay waktu untuk menunggu penekanan tombol Repeat (R) guna mengulangi pengukuran tinggi badan pasien yang sama. Jika waktu delay ini terlampaui, maka program akan memulai kembali pada proses pembacaan RFID yang baru.
TSKPS | 10
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
2.3. Metoda Pengujian Sistem Sebagai tahap awal pengujian sistem secara laboratorium, setiap modul diuji fungsi kerjanya ketika digabungkan dengan modul pengolah data. Setelah pengujian per modul selesai dilakukan, tahap berikutnya dilanjutkan dengan tahap pengujian keseluruhan sistem. Pengujian keseluruhan sistem ini akan menggabungkan program setiap modul menjadi satu kesatuan. Proses pengujian ini dilakukan dengan memfungsikan semua modul untuk mengukur suatu jarak tertentu. Pengukuran dimulai dengan validasi dan aktifasi sistem dengan Tag RFID dan selanjutnya modul sensor ultrasonik akan memulai pengukuran suatu jarak. Data dari Tag RFID dan hasil pengukuran jarak akan ditampilkan pada LCD dan dikirimkan datanya melalui SMS ke nomor yang telah ditentukan. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Hasil Pengujian Sistem Seperti telah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa sistem ini diuji dalam dua tahap yaitu pengujian untuk setiap modul dan pengujian sistem secara keseluruhan. Untuk pengujian tahap pertama, setiap modul dihubungkan dengan modul pengolah data dan dibuat masing-masing programnya. Setelah berhasil diuji pada tahap modul, maka program dan seluruh modul digabungkan untuk diuji secara keseluruhan sistem. Beberapa hasil pengujian adalah sebagai berikut: a. Modul pembaca RFID RDM6300 telah berhasil diimplementasikan dan telah dapat membaca setiap Tag RFID yang memiliki frekuensi kerja 125 kHz. Dari hasil implementasi modul RFID ini, pembaca RFID masih dapat membaca data RFID dengan kondisi dibatasi oleh material plastik (casing) [1]. Pembaca RFID ini membaca data dari setiap Tag RFID berupa 12 digit angka desimal ditambah dengan angka 2 diawal data dan angka 3 di akhir data. Contoh data Tag RFID tersebut adalah sebagai berikut: - Tag RFID 1 (Nama Pasien-1) : 2,52,68,48,48,68,53,56,55,51,55,50,56,3 - Tag RFID 2 (Nama Pasien-2) : 2,54,70,48,48,56,54,53,52,57,48,50,68,3 Pada pengujian ini hanya diambil dua buah kode Tag RFID sebagai data pasien yang terdaftar dalam sistem dan dapat melakukan pengukuran. Dari data Tag RFID tersebut, dapat dilihat bahwa setiap Tag memiliki kode yang berbeda (unik). Sifat ini yang menjadikan RFID dapat dijadikan sebagai alat identifikasi pasien. b. Kedua rangkaian push button (Start dan Repeat) pada modul tombol kontrol menunjukkan level tegangan yang diinginkan yaitu ketika saklar tidak ditekan maka akan menghasilkan tegangan ± 5 volt (logika ‘1’) dan ketika saklar ditekan maka menghasilkan tegangan ≈ 0 volt (logika ‘0’). c. Modul sensor ultrasonik juga telah diuji untuk mengukur jarak suatu benda datar dengan membandingkannya dengan alat ukur biasa untuk melihat ketelitiannya. Perubahan jarak terkecil yang dapat diukur oleh sensor ini yaitu 1cm dengan nilai error rata-rata adalah 0,82 cm. Dari hasil pengujian juga menunjukkan bahwa sensor ultrasonik relatif sulit menampilkan hasil yang tepat ketika mengukur benda dengan permukaan yang tidak datar. Hasil ini akan menjadi bahan untuk penelitian selanjutnya. Sebagai solusi alternatif, pada pengukuran tinggi badan akan digunakan bidang datar di atas kepala (semacam topi toga) guna menghindari kesalahan pengukuran. d. Hasil pengukuran jarak telah dapat ditampilkan secara visual pada modul LCD. Dengan adanya modul ini, maka dapat mempermudah untuk menguji ketelitian hasil pengukuran jarak. Selain itu, dengan membuat program khusus untuk membaca Tag RFID, maka kode angka yang tersimpan pada Tag tersebut dapat ditampilkan pada modul LCD. Kode Tag yang muncul di LCD dapat dicatat untuk dimasukkan pada sistem database pasien. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui kode angka yang tersimpan pada setiap Tag RFID. e. Modul sistem komunikasi GSM pun telah dapat menerima data dari pengolaha data dan mengirimkan data tersebut ke nomor telepon tujuan yang telah ditetapkan pada program melalui aplikasi SMS. Nomor tujuan ini diasumsikan sebagai nomor telepon dokter yang ditunjuk. Sampai saat ini belum ada fasilitas pengecekan jumlah kredit pulsa yang tersisa pada kartu telepon. f. Modul pengolah data pada sistem ini masih menggunakan sistem pengolah data yang bersifat ‘instant’. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan dua buah komunikasi serial. Untuk penelitian tahap selanjutnya, modul ini akan digantikan dengan yang lebih efisien guna meminimalkan biaya implementasi sistem.
TSKPS | 11
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
g.
Perangkat lunak yang telah diimplementasi sampai saat ini hampir semua telah direalisasikan yaitu dari mulai identifikasi Tag RFID hingga pengiriman data ke suatu nomor tertentu melalui SMS.
Setelah dilakukan pengujian untuk setiap modul, tahap berikutnya dilanjutkan dengan menggabungkan seluruh sistem. Dari hasil pengujian keseluruhan sistem diperoleh hasil bahwa sistem telah dapat memvalidasi Tag RFID yang telah terdaftar dengan yang tidak terdaftar. Kemudian sistem juga telah dapat melakukan pengukuran suatu jarak dan mengirimkan hasil pengukuran tersebut dengan data identitas Tag RFID ke nomor telepon tujuan. 3.2. Analisis Dari hasil implementasi dan pengujian sistem, diperoleh bahwa sistem telah dapat menjalankan fungsi utamanya yaitu memvalidasi Tag RFID, mengukur jarak dan mengirimkan data melalui SMS. Hasil ini menunjukkan bahwa sistem berpotensi besar untuk dapat diaplikasikan untuk membantu memonitor kesehatan penderita tuna netra dan pasien usia lanjut secara jarak jauh. Sistem ini memang belum dinyatakan selesai secara utuh, karena keseluruhan sistem harus dikemas dan dipasang pada alat uji tinggi badan. Setelah sistem ini terpasang, maka ketelitian dan akurasi sistem dapat diteliti lebih lanjut. Penelitian akan mencakup masalah kualitas dan kemampuan sensor ultrasonik yang digunakan hingga mencoba sensor jenis lain untuk menghasilkan pengukuran yang lebih akurat. Selain itu, perlu dikembangkan dari masalah akurasi pengukuran hingga dapat mengukur dengan ketelitian lebih kecil dari 1 cm. Jika telah diperoleh sensor yang baik, maka sistem ini dapat dikembangkan dengan menambah beberapa fitur pada sistem monitoring kesehatan ini yaitu: - Pengecekan jumlah kredit pulsa yang tersisa - Modifikasi modul pengolah data - Optimalisasi fungsi komunikasi serial - Penambahan alat ukur seperti pengukuran tekanan darah, pengukuran berat badan, pengukuran suhu badan, pengukuran saturasi oksigen dalam darah dan lain sebagainya. Selain itu, pengujian pada pasien sebenarnya akan menjadi keharusan untuk dilakukan. Dikarenakan pasien penyandang tuna netra dan usia lanjut memerlukan spesifikasi peralatan yang khusus. Diantaranya pemilihan dan penempatan jenis tombol serta pemberian instruksi yang lebih detail. Hal ini ditujukan untuk mempermudah pemakaian seluruh peralatan agar dapat digunakan secara mandiri. Dengan kehadiran sistem ini, maka pelayanan kesehatan dapat lebih merata dan lebih ditingkatkan. Hal ini melihat kondisi jumlah dan penyebaran dokter serta pelayanan kesehatan di Indonesia yang belum merata, terutama bagi penderita tuna netra dan pasien usia lanjut. 4. Kesimpulan Beberapa kesimpulan dapat diambil dari proses realisasi dan pengujian sistem, yaitu : Dari hasil perancangan dan implementasi sistem diperoleh bahwa: 1. Sistem telah dapat berfungsi untuk mengukur jarak dan mengirimkan data pengukuran serta data pada Tag RFID ke nomor telepon yang ditetapkan melalui fasilitas SMS guna memonitor suatu parameter kesehatan. 2. Dengan adanya penghalang berupa lapisan casing plastik, pembaca RFID masih dapat membaca Tag RFID. 3. Modul sensor ultrasonik telah dapat mengukur jarak dengan perubahan sebesar 1 cm dengan nilai error rata-rata 0,82 cm. Daftar Pustaka [1] Rachmat, H.H, Hutabarat, A.G., 2014. Pemanfaatan Sistem RFID sebagai Pembatas Akses Ruangan, Majalah Ilmiah Nasional tidak terakreditasi: Jurnal Elkomika No.1 Volume 2, JanuariJuni 2014: 27-39.
TSKPS | 12
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
[2] Rachmat, H.H., Ughi, F. 2009. Pengembangan Medical Station untuk Penyandang tuna netraberbasis Mikrokontroller. Prosiding: Seminar Nasional Universitas Budi Luhur SNUBL 09 (ISBN: 9789783863078), Jakarta- Indonesia. [3] http://asu-uav.googlecode.com/files.Arduino-Mega.png. Diunduh pada tanggal 15 Des 2013.
TSKPS | 13
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Perancangan Mesin Pemotongan Bahan Baku Genteng Dengan Sistem Kendali PLC Logic Smart Relay (SR3B101FU) Dony Susandi, Asep Rachmat, Yudi Samantha, Guntur Priyatna Fakultas Teknik – Universitas Majalengka Email :
[email protected]
Abstract
Genting raw materials cutting machine is cutting processing tool with the mechanical system work. Working system for each element of machine motion in this study using a pneumatic control based mover. One important aspect of the method and manufacturing series systems through the use of automation technology is a programmable logic control (PLC) as the control system. One of the main problems in this research activity is the use of automation technology which can produce products quickly, accurately and efficiently. However, before doing it all, need to understand the operational characteristics of the machine it self, so in the design, manufacture and operation will be easier and get the results as expected. Through this study, the authors tried methods of improvements to the system control processing equipment raw materials, PLC is used as an interface to drive the motion of elements in Pneumatic pump for each motion element. This study focused on the design and construction of the driving element processing tool. The control system of cutting genting raw material is used SR3B101FU PLC (AC 220V) with a pneumatic drive system on the cutting element and pushing motion. The research methodology used in this study is divided into 3 parts, first control system design such as electricity, wiring and PLC programming, second are construction system design such as mechaninal contruction of cutting process and third analysis of control system such as pneumatic cylinder pressures and forces acting genting to determine capability of machine raw materials cutting and pushing process. Forces acting on the double acting cylinder is equal to 1252.86 N its mean cutting machines and encouragement to work at maximum mass of 127.71 kg , while the mass of critical raw materials amounted to only 0.149 kg so that the machine has the capability to perform the cutting of raw materials and promoting material cutting results. Keyword : PLC, Pneumatik, Genting. 1. Pendahuluan Perkembangan teknologi manufaktur tidak terlepas dari adanya tuntutan-tuntutan, yaitu : Menghasilkan produk dalam waktu singkat dengan biaya rendah dan berkualitas, dapat mengubah variasi produk dan Sumber daya manusia (SDM). Agar memenuhi tuntutan tersebut, dalam menghasilkan suatu produk dibutuhkan seorang operator yang mempunyai skill tinggi dengan kompleksitas perlengakapannya (Dony Susandi, 2004). Mesin pemotongan bahan baku genting merupakan alat pemrosesan pemotongan bahan baku genting dengan sistem kerja mekanik. Sistem kerja untuk setiap elemen gerak mesin dalam penelitian ini menggunakan kendali penggerak berbasis pneumatik, dimana udara yang sudah dimampatkan (pneumatik) tersebut kemudian akan di distribusikan ke setiap elemen gerak fungsi pemotongan dan pendorongan bahan baku hasil pemotongan.
TSKPS | 14
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Kontruksi mekanik dan elektronik dibuat berdasarkan desain sistem yang berfungsi untuk melakukan pemotongan dan pendorongan bahan baku genting. Proses pemotongan dilakukan secara konvensional yang dilakukan oleh seorang operator pemotongan dan pemindahan bahan baku hasil pemotongan ke alat penanganan material. Operator secara terus menerus melakukan proses pemotongan setelah bahan baku mengalami proses penggilingan. Salah satu metode dan aspek penting dalam rangkaian sistem manufaktur melaluipemanfaatan teknologi otomasi adalah Programmable logic control (PLC) sebagai sistem kendali. PLC adalah sebuah alat yang digunakan untuk menggantikan rangkaian sederetan relay yang dijumpai pada sistem kontrol proses Konvensional. PLC bekerja dengan cara mengamati masukan (melalui sensor-sensor terkait). Selanjutnya melakukan proses dan tindakan sesuai yang dibutuhkan, berupa menghidupkan atau mematikan keluaran (logik 0 atau 1, hidup atau mati). Dengan kata lain, PLC menentukan aksi apa yang harus dilakukan pada instrument keluaran berkaitan dengan status suatu ukuran atau besaran yang diamati (William Bolton, 2003). Terdapat empat komponen penting dalam kontruksi alat pemrosesan yaitu sensor, actuator, analyzer dan drives. Penelitian ini difokuskan pada perancangan elemen penggerak dan konstruksi alat pemrosesan pemotongan bahan baku genting. Sistem kendali pemotongan bahan baku menggunakan PLC SR3B101FU (AC 220V) dengan sistem penggerak pneumatik pada elemen gerak pemotongan dan pendorongan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model dari elemen kerja proses pemotongan dan pendorongan bahan baku terotomasi menggunakan PLC dan pneumatik sebagai penggerak mesin pemrosesan. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan dampak pada peningkatan produktivitas proses pemotongan bahan baku genting yang berbasis teknologi otomasi. 2.
Metode Penelitian
Gambar 1. Langkah Pemecahan Masalah Perancangan Sistem Kontrol, proses pembuatan genteng diawali dengan pengolahan bahan mentah berupa tanah. Pengambilan tanah sebagai bahan baku genteng harus berdasarkan kelestarian lingkungan. Pengambilan tanah dilakukan dengan cara menyingkirkan lapisan bunga tanah dan tanah
TSKPS | 15
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
yang diambil adalah tanah dibagian bawah bunga tanah yang kurang lebih kedalamannya 25 cm dari permukaan tanah. Dibutuhkan data empiris bahan baku genting sebagai penunjang dalam perencanaan mesin pemotongan bahan baku genting yaitu mengenai data sifat fisik bahan baku secara umum sehingga dapat memberikan gambaran untuk menentukan gaya penekanan kecepatan piston pemotongan berbasis pneumatik. Tabel 1. Dimensi Bahan Baku
2.1 Perancangan Sistem Kontrol Perancangan sistem kontrol terbagi menjadi 3 bagian yaitu electricity, wiring dan programming. PLC yang digunakan adalah PLC Zelio Logic Smart Relay tipe SR3B101FU. Programming pada PLC adalah menentukan masukan dan keluaran yang di proses oleh PLC Zelio Smart Relay (Dedi, 2011) sehingga menghasilkan gerak pada elemen pemotongan dan pendorongan bahan baku genting.
Gambar 2. Diagram Blok PLC Untuk kelistrikan, kerja mesin menggunakan alternating current (AC 220V), rangkaian daya pada elemen kerja pemotongan dan pendorongan bahan baku genting menggunakan rangkaian daya saklar balik. Apabila K2 ditekan, selain sakelar K1 dihubungkan, kontak K1:2 akan membuka. Lingkaran arus selenoid K2 akan terhalang dan begitupun sebaliknya (lihat Gambar 3).
Gambar 3. Rangkaian Daya Saklar Balik
TSKPS | 16
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Silinder yang digunakan dalam sistem pneumatik pada penelitian ini menggunakan silinder gerak 2 langkah silinder (lihat Gambar 4).
Gambar 4. Gerak 2 Langkah Silinder Langkah berikutnya adalah penyusunan wiring (gambar 5) untuk PLC, setiap masukan dalam PLC digunakan sebagai kendali yang dibutuhkan oleh setiap elemen kerja mesin yaitu pemotongan dengan silinder gerak 2 langkah sebanyak 2 masukan dan elemen kerja mesin pendorongan dengan silinder gerak 2 langkah sebanyak 2 masukan sehingga terdapat minimal kebutuhan 4 masukan bagi PLC ditambah dengan 1 masukan main power dan 1 circuit braker.
Gambar 5. PLC Wiring
Gambar 6. Hasil Wiring
TSKPS | 17
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Rangkaian kontrol gerak 2 silinder untuk pemotongan dan pendorongan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Rangkaian Kontrol Gerak 2 Silinder
2.2 Perancangan Kontruksi Mesin Prinsip kerja dari kontruksi pemotongan adalah memotong kebawah pada saat bahan baku sudah dalam ukuran yang diinginkan, akan kembali ke posisi semula sesudah proses pemotongan dilakukan. Alat kontrolnya berupa limit switch. Prinsip kerja dari kontruksi pendorongan adalah mendorong kedepan pada saat bahan baku sudah dalam ukuran yang diinginkan, akan kembali ke posisi semula sesudah proses pendorongan dilakukan. Alat kontrolnya berupa limit switch. Prinsip kerja dari kontruksi mesin pemotong bahan baku ialah pada saat bahan baku keluar dari mesin penggiling, langkah pertama bahan baku dipotong sesuai dengan ukuran yang sudah ditentukan yaitu 45 cm, kemudian tahap selanjutnya bahan baku akan melewati lintasan menuju ke tempat pendorongan, sehingga bahan baku yang sudah terpotong yang panjangnya 45 cm lalu didorong sesuai yang diinginkan yaitu 15 cm per bahan baku.
Gambar 8. Kontruksi Mesin Pemotong Bahan Baku Genteng
2.3 Analisa Sistem Kontrol
Parameter yang digunakan dalam mengukur kapabilitas adalah tekanan piston dan gaya piston pada saat melakukan kerja proses pemotongan dan pendorongan (Andrew, 2003).
TSKPS | 18
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
a. Luas Penampang Piston A = π d2(1) b. Tekanan Piston . (2) P= = = dimana : 1 kg/cm2 = 98,07 kPa 1 kpa = 1000 mpa Gaya Piston (F) F = A. P(3) c. Gaya Double acting Fd = p π (
.
) (4)
3. Hasil dan Pembahasan Pemanfaatan pneumatik pada penelitian ini dipilih berdasarkan teknologi yang berkembang saat ini dengan penggunaanya yang lebih mudah dan aman serta dengan biaya yang relatif tidak besar. Faktorfaktor yang dibutuhkan pada proses perancangan adalah kapabilitas mesin pemotong dan penorong yang dirancang dalam melakukan proses pemotongan dan pendorongan bahan baku genting (Lihat gambar 8). Massa bahan organik dan anorganik diperhitungkan sebagai massa padatan tanah dalam penentuan berat jenis partikel tanah. Berat jenis partikel mempunyai satuan Mg m-3 atau g cm-3. Penentuan berat jenis partikel penting apabila diperlukan ketelitian pendugaan ruang pori total. Berat jenis partikel berhubungan langsung dengan berat volume tanah, volume udara tanah, serta kecepatan sedimentasi partikel di dalam zat cair. Penentuan tekstur tanah dengan metode sedimentasi, perhitunganperhitungan perpindahan partikel oleh angin dan air memerlukan data berat jenis partikel. Untuk tanah mineral, ρs sering diasumsikan sekitar 2,65 g cm-3 (Hillel, 1982). a. Volume bahan baku genting Volume bahan baku genting = 15 cm x 15 cm x 0,25 cm = 56,25 cm3 m = ρ . v(5) = 2,65 g cm-3 x 56,25 cm3 = 149 gram = 0,149 kg = b. Tekanan Piston
Gambar 9. Luas Penampang Piston Tabel 2. Data Spesifikasi Cylinder Pneumatik Double Acting SMC-CDM2B20-100 DOUBLE ACTING Tekanan Maximum 1,0 mPa Tipe SMC-CDM2B20-100 Diameter Batang 2,2 cm Panjang 15 cm Panjang Langkah 15 cm Berat 0,1 kg
TSKPS | 19
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Berdasarkan rumus 2, diperoleh tekanan yang bekerja atau yang dihasilkan oleh piston adalah sebesar 380 N/m dan dengan menggunakan rumus 3 maka besarnya gaya piston adalah 1,46 N. c. Double acting piston Diperoleh Luas Penampang piston berdasarkan rumus 1 dengan diameter batang 2,2 cm adalah 3,7994 cm.Silinder double acting memiliki dua saluran input dan setiap inputnya berfungsi sebagai pengendali dari piston, baik pada saat maju maupun pada saat mundur. Pada saat piston maju input pertama yang berfungsi dan pada saat mundur input kedua yang berfungsi.
Gambar 10. Saluran Silinder double acting Dengan menggunakan rumus 4, diperoleh gayayang bekerja pada silinder double acting adalah sebesar 1252,86 N. 4. Kesimpulan Pekerjaan proses pemotongan dan pemindahan bahan baku genting ke bagian pencetakan merupakan proses yang dapat menyebabkan kecelakaan akibat beban kerja yang berlebihan. Dengan teknologi otomasi, proses pemotongan dapat menghindarkan operator/tenaga produksi terhindar dari kecelakaan langsung saat terjadi kecelakaan karena operator/tenaga produksi tidak secara langsung melakukan pemotongan bahan baku pada kondisi yang tidak nyaman saat berkerja. Gaya yang bekerja pada silinder double acting yaitu sebesar 1252,86 N artinya mesin pemotongan dan pendorongan dapat bekerja pada massa maksimal 127,71 kg, sedangkan massa bahan baku genting hanya sebesar 0,149 kg sehingga mesin memiliki kapabilitas untuk melakukan pemotongan bahan baku dan pendorongan bahan baku hasil pemotongan. Satuan : m massa [kg] Ptekananpiston[Pa] A luas penampang [cm] Fgaya piston[N] 5. [1]
[2] [3] [4] [5]
Daftar Pustaka Hillel, D. 1982. Introduction to Soil Physics. Academic Press, New York. Bolton, William, 2003. Programmable Logic Controller (PLC) Sebuah Pengantar Edisi Ketiga.Jakarta: Erlangga. Andrew Parr, 2003. Hidrolika dan Pneumatika, Alih Bahasa Gunawan Prasetyo, Jakarta. Penerbit Erlangga. Dony Susandi, 2004. “Automatisasi Processing Equipment Dengan Menggunakan PLC Pada Mesin Bubut Konvensional (BV-20)”. Bandung, Universitas Jenderal Ahmad Yani, Bandung. Dedi Kardiaman, 2011. “Panduan Modul Sistem Pneumatik Menggunakan Zeliosoft”, Universitas Langlangbuana, Bandung.
TSKPS | 20
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Penerapan Machine Vision untuk Robot Pengantar berbasis Webcam, Arduino dan LabVIEW Liman Hartawan, Anton Ari Sudewo, Muhammad Faizal Al Hakim, dan Wendi Pututomo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Jl. PKH. Mustapha No. 23, Bandung 40124
[email protected] Robot pengantar merupakan mobile robot yang berfungsi untuk mengantarkan sesuatu ke suatu lokasi. Teknik kendali mobile robot untuk mengarahkan gerak robot ke suatu lokasi, sangat beragam. Mulai dengan teknik manual (oleh operator menggunakan remote control), hingga otomatis (misalkan menggunakan GPS). Pada penelitian ini, mencoba menerapkan Machine Vision dalam mengarahkan gerak robot ke lokasi yang dituju.Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sistem Machine Vision yang dapat mengenali bentuk atau warna tertentu, sebagai penentu arah gerak robot. Metodologi Penelitian ini adalah diawali dengan membangun sistem kamera (webcam) yang dapat bergerak memutar untuk mencari target, kemudian menentukan target melalui pemrosesan citra yang diperoleh webcam menggunakan LabVIEW. Setelah target dapat dikenali, maka dilakukan pemrograman terhadap Arduino untuk menggerakkan webcam menggunakan LabVIEW yang dilengkapi Firmata. Perangkat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah : laptop, kamera webcam Logitech HD C310, Arduino MEGA 2560, Motor Servo Tower Pro SG90, serta software LabVIEW. Teknik pengenalan bentuk yaitu menggunakan variasi threshold terhadap warna RGB dari target. Hasil dari penelitian ini, sistem machine vision telah dapat mengarahkan kamera ke target yang telah ditentukan, dengan pencahayaan yang hampir sama ketika proses pengenalan bentuk atau warna. Selain pengaruh pencahayaan, terdapat beberapa kali kegagalan memperoleh target yang diakibatkan oleh jarak yang terlalu jauh, sehingga bentuknya tidak dapat dikenali oleh kamera. Penelitian selanjutnya adalah mengukur rentang intensitas cahaya yang dapat digunakan mengenali target, serta memperbaiki teknik pengenalan target. Kata-kata kunci : motor servo, threshold warna RGB, intensitas cahaya 1. Pendahuluan Latar belakang penelitian ini adalah telah dibangunnya konstruksi robot pengantar surat pada penelitian sebelumnya, seperti terlihat pada gambar 1. Robot ini dibuat untuk mengantarkan surat ke beberapa meja di dalam suatu ruang kantor, dengan kondisi lantai yang datar. Robot pengantar ini dapat dikendalikan secara wireless melalui jaringan wifi melalui perangkat komputer, serta kamera webcam untuk mengarahkan gerak robot. Pengembangan dari robot pengantar ini salah satunya adalah sistem kontrol yang dapat mengantarkan surat hingga ke depan pintu ruangan dengan memanfaatkan konsep machine vision. Penelitian terdahulu mengenai robot pengantar yang berupa robot yang bergerak secara otonom telah dilakukan oleh André S. P. H. Navarro, dari Departamento de Engenharia e Gestão, Técnico Lisboa, Universidade de Lisboa, Portugal, yaitu dibangunnya konsep Automation of Food Distribution Services in Beaches, yang menggunakan sistem GPS seperti yang terlihat pada gambar 2.
TSKPS | 21
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
(a)(b)(c) Gambar 1 Robot Pengantar Surat yang akan diterapkan machine vision (a) Gambar Rancangan (b) Foto Perakitan (c) Foto konstruksi Robot Pengantar Surat
Gambar 2 Konsep dan komponen mekatronik “Fesquinho” (Automation of Food Distribution Services in Beaches) [1] Sedangkan penelitian terdahulu mengenai machine vision diantaranya dilakukan oleh Pavithra G (PG student (VLSI Design and Embedded Systems), Dept of ECE, EPCET, Bangalore, Karnataka, India), dan Priyamvada Singh (Asst. professor, Dept of ECE, EPCET, Bangalore, Karnataka, India) mengenai “Tracking of Moving Object Employing Coordinate Difference Algorithm on sbRIO Chip”. Pada penelitian tersebut, machine vision yang digunakan berupa tracking terhadap objek yang bergerak, kemudian memusatkan hasil tracking objek pada posisi tengah frame terhadap tampilan/POV (Point Of View) dari kamera yang menangkap gambar kondisi lingkungan secara real-time (gambar 3).
TSKPS | 22
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Gambar 3 Algoritma dan pseudo-code, perbedaan koordinat [2] Motor listrik yang digunakan pada penelitan tersebut adalah motor stepper berikut motor driver, kamera Logitech C110 dengan resolusi 176 x 144 piksel. Diagram blok penelitian yang telah dilakukan tersebut serta perangkat keras yang digunakan seperti terlihat pada gambar 4.
Gambar 4 Diagram blok koneksi perangkat keras [2] Algoritma pada penelitian ini merujuk pada Coordinate Difference Algorithm tersebut, namun motor listrik yang digunakan adalah jenis motor servo. Sehingga terdapat perbedaan bentuk sinyal yang diberikan. Penggunaan perangkat keras webcam serta perangkat lunak LabVIEW untuk tracking target telah dilakukan oleh M.Oğuzhan ÜN, Mustafa YAĞIMLI, Hayriye KORKMAZ pada penelitian “Labview Based Target Recognition And Tracking System”. Pada penelitian oleh M.Oğuzhan ÜN, dkk., digunakan ukuran frame/Point Of View 640 x 480 piksel. Pada LabVIEW diperkenalkan bentuk berupa gelas bening untuk dilakukan proses tracking, seperti terlihat pada gambar 5.
Gambar 5 Antarmuka pengenalan target dan tracking [3]
TSKPS | 23
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Penerapan machine vision pada mobile robot telah dilakukan oleh Ramírez-Cortés J.M., Gómez-Gil P., Martínez-Carballido J., dan López-Larios F. pada penelitiannya yang dipublikasikan dengan judul A LabVIEW-based Autonomous Vehicle Navigation System using Robot Vision and Fuzzy Control. Pada penelitian tersebut, digunakan kamera untuk mengarahkan gerak mobil mainan RC (Remote Control) kekiri atau kekanan berdasarkan visualisasi jalan, seperti terlihat pada gambar 6.
Gambar 6 Diagram Blok “autonomous vehicle navigation system” [4] Pada penelitian oleh Ramírez-Cortés J.M., dkk., kamera menangkap visualisasi dan diolah secara realtime. Visualisasi kamera dimodifikasi dari berwarna menjadi gray-scale, kemudian diubah ke bentuk biner seperti terlihat pada gambar 7. Tampilan jalan dianalisis untuk memperoleh bentuk garis yang menjadi arah dari jalan tersebut. Informasi numerik terhadap posisi relatif garis jalan dengan referensi berupa titik tengah dari mobil mainan RC, dianalisis untuk kemudian menentukan arah kendaraan
Gambar 7 Panel Kendali pada Front Panel LabVIEW “autonomous vehicle navigation system” (Ramírez-Cortés J.M., dkk, 2007) Program LabVIEW berbasis Arduino terkait tracking target dan memposisikan target ditengah layar, telah dikembangkan oleh James W., seperti terlihat pada gambar 8. Program ini juga yang digunakan dan dikembangkan pada penelitian ini.
Gambar 8 Pengembangan program “image tracking camera centering” [5]
TSKPS | 24
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Tujuan dari penelitian ini adalah merealisasikan algoritma perbedaan koordinat, untuk diterapkan pada robot pengantar surat. Lingkup penelitian ini adalah : perbedaan koordinat yang ditinjau adalah satu sumbu yaitu sumbu horisontal dengan resolusi frame kamera yang digunakan adalah 640 x 480, motor listrik yang digunakan adalah motor servo standar (range 0o - 180o), perangkat kontrol yang digunakan adalah Arduino MEGA 2560, dan bahasa pemrograman menggunakan LabVIEW. 2. Metodologi Pada penelitian ini dalam mencapai tujuan penelitian dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : membangun instrumentasi sistem tracking seperti terlihat pada gambar 9, kemudian membuat program sesuai algoritma pada gambar 11. Setelah instrumentasi dan program kontrol dibuat, maka dilakukan pengujian terhadap sistem tracking tersebut. Webcam Logitech C310
Motor Servo TowerPro MicroServo SG-90
Arduino MEGA 2560
USB Laptop DELL N4110 i5-2410M, 4GB-DDR3 RAM, VGA ATI RADEON 2GB Installed : LabVIEW, NI Vision & Assistant, VISA503, VIPM, LIFA, Arduino
Gambar 9 Instrumentasi sistem tracking untuk penerapan machine vision Pada penelitian ini menggunakan perangkat keras (gambar 10) dan perangkat lunak sebagai berikut : 1. Kamera Webcam Logitech C310 5. Software LabVIEW dan VISA 2. Motor Servo TowerPro MicroServo SG90 6. Software NI-Vision & Vision Assistant 3. Arduino MEGA 2560 7. Software VIPM dan Arduino 4. Laptop DELL N4110 8. Software Driver LIFA dan Kamera Webcam
Gambar 10 Komponen-komponen Machine Vision yang digunakan Konfigurasi rangkaian perangkat keras tersebut, yaitu : kamera webcam dipasangkan diatas motor servo pada posisi menghadap kedepan dengan sudut servo 90o. Hal ini dilakukan agar kamera dapat bergerak kekiri hingga sudut motor servo 0o dan dapat bergerak kekanan hingga sudut motor servo 180o.
TSKPS | 25
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Motor servo dirangkai dengan Arduino dengan konfigurasi sebagai berikut : Warna kabel dari Motor Servo Koneksi ke PIN Arduino Coklat GND Merah 5V Kuning D13 Koneksi Arduino MEGA 2560 ke Laptop dengan melalui konektor USB dengan bantuan driver serial pada LabVIEW (VISA). Hasil integrasi instrumen tersebut dibangun untuk merealisasikan konsep pemrograman sebagai berikut :
Gambar 11 Diagram Alir Algoritma Pemrograman
TSKPS | 26
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
3. Hasil diskusi Komponen-komponen machine vision dirangkai dan dirakit seperti terlihat pada gambar 12. Kamera dipasang pada motor servo yang diletakkan pada robot pengantar surat, dan dihubungkan ke port USB pada laptop. Motor Servo dihubungkan ke Arduino MEGA 2560 yang telah terhubung dengan laptop.
Gambar 12 Pemasangan komponen-komponen machine vision pada rak surat Program tracking dibangun dengan terlebih dahulu mengenalkan template target. Target yang digunakan untuk diuji-cobakan adalah berbentuk segi empat berwarna merah muda, seperti terlihat pada gambar 13.
Gambar 13 Template Target Program tracking mengembangkan serta menyesuaikan kembali program yang dikembangkan oleh James W. Pada program yang dikembangkan James W., digunakan dua buah motor servo untuk mengerakkan kamera pada dua sumbu agar dapat menghasilkan gerak pan dan tilt. Sedangkan pada program yang digunakan pada penelitian ini hanya menerapkan satu buah motor servo untuk menghasilkan gerak pan, yaitu memutar kamera dalam arah horisontal saja. Perubahan jumlah motor servo terhadap program seperti terlihat pada gambar 14.
.
Gambar 14 Modifikasi Program Motor Servo (bawah), (atas) sebelum modifikasi
TSKPS | 27
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Area Point Of View (POV) dan batasan yang digunakan pada program untuk penelitian ini, memodifikasi program yang dikembangkan oleh James W. yang menggunakan lebar frame pada bidang gerak pan dengan ukuran 800 piksel. Pada penelitian ini digunakan lebar frame 640 piksel dan memposisikan target pada piksel 320. Modifikasi program terkait POV dan batasan gerak motor servo dapat dilihat pada gambar 15.
Gambar 15 Modifikasi Point Of View (bawah), (atas) sebelum modifikasi Dari hasil membangun sistem tracking untuk machine vision tersebut diperoleh bahwa sistem sudah dapat melakukan tracking terhadap target (gambar 16) dan memposisikannya ditengah frame/Point Of View. Namun dari beberapa kali percobaan masih terjadi kegagalan menangkap target. Kegagalan tersebut diakibatkan oleh : jarak target terlalu jauh sehingga bentuknya tidak terlihat sesuai dengan template, dan pencahayaan terhadap target yang mengakibatkan perbedaan warna terhadap target sehingga tidak sesuai dengan template.
Gambar 16 Hasil tracking target yang memposisikan template ditengah frame/POV dengan sudut motor servo 15o
TSKPS | 28
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
4. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, instrumentasi yang dipilih dan program kontrol yang dibuat dalam membangun machine vision ini, sudah dapat mengarahkan ke target. Keberhasilan mengenali target dengan kondisi sebagai berikut : jarak target dari kamera diantara 1 hingga 5 meter, dan kondisi pencahayaan saat tracking target masih mendekati kondisi pencahayaan ketika pengenalan template. Faktor pencahayaan masih akan dilakukan penelitian kembali untuk memperoleh rentang yang dapat diterima. Bentuk template dan warna masih perlu dicari dan dipilih kembali agar keberhasilan proses tracking pada sistem machine vision ini tinggi. Penelitian ini selanjutnya diterapkan pada robot pengantar surat untuk mengarahkan gerak dari robot tersebut. Dari sudut motor servo yang diperoleh, digunakan untuk menggerakkan motor kiri atau kanan dari robot agar posisi robot sejajar dengan target. Daftar Pustaka [1] André S. P. H. Navarro, 2013. Automation of Food Distribution Services in Beaches. Diunduh dari https://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:MqNVOKT0c-8J:scholar.google. com/&h l=en&as_sdt=0,5 pada 25 September 2015. [2] Pavithra G., Priyamvada Singh, 2013. Tracking of Moving Object Employing Coordinate Difference Algorithm on sbRIO Chip. International Journal of Advanced Research in Electrical, Electronics and Instrumentation Engineering. Vol. 2, Issue 9, September 2013 P.4297- 4304. ISSN (Online): 2278 – 8875 [3] M.Oğuzhan ÜN, Mustafa YAĞIMLI, Hayriye KORKMAZ, 2013. Labview Based Target Recognition And Tracking System. Journal of Naval Science and Engineering 2013, Vol.9, No.2, pp.66-71. [4] Ramírez-Cortés J.M., Gómez-Gil P., Martínez-Carballido J., dan López-Larios F., 2011. A LabVIEW-based Autonomous Vehicle Navigation System using Robot Vision and Fuzzy Control. Ingeniería Investigación y Tecnología. Vol. XII, Núm. 2, 2011, 129-136. ISSN 1405-7743 FIUNAM [5] James_W, 2014. Camera tracking problem - Keeping the target centered. Diunduh dari http://forums.ni.com/t5/LabVIEW/Camera-tracking-problem-Keeping-the-target-centered/m-p/ 2840986#M829757 pada 1 Oktober 2015.
TSKPS | 29
TOPIK MAKALAH : LAIN – LAIN
SEMINAR NASIONAL XIV REKAYASA DAN APLIKASI TEKNIK MESIN DI INDUSTRI
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Pemodelan Simulasi Prediksi Pengaruh Pengaturan Pemesanan Punch dan Die terhadap Kinerja Perusahaan dengan Menggunakan Simulasi Berbasis Agen Rispianda, Fadillah Ramadhan, dan Cahyadi Nugraha Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Jl. PKH. Mustapha No. 23, Bandung 40124
[email protected];
[email protected]
Abstrak Seiring berkembangnya industri otomotif mendorong berkembangnya industri-industri pendukung lainnya. Salah satu industri yang berkembang adalah industri spare part mobil. Penelitian ini akan memfokuskan pada jenis industri spare part untuk kebutuhan After Market yaitu industri yang secara dominan menyediakan spare part untuk kebutuhan distributor spare part. Pada penelitian ini dipilih satu buah perusahaan yang akan dijadikan sample sebagai objek penelitian. Alat analisis yang dipilih adalah dengan menggunakan model simulasi berbasis agen.Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan model simulasiuntuk prediksi pengaruh pengaturan pemesanan punch dan die terhadap kepada kinerja perusahaan. Dari model prediksi tersebut, dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Input yang ditetapkan adalah saat pemesanan punch dan die dengan output yang dipilih adalah rata-rata profit per bulan. Proses pemodelan simulasi menggunakan software NetLogo. Dari tiga buah skenario yang dikembangkan diperoleh bahwa skenario 1 yaitu memesan Punch & Die satu jenis untuk setiap bulannya merupakan alternatif yang terbaik. Kata-kata kunci : industri manufaktur, punch dan die, simulasi berbasis agen 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya industri otomotif, hal ini mendorong berkembangnya industri-industri pendukung lainnya. Salah satu industri yang berkembang adalah industri spare partmobil. Industri spare part terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah industri spare part yang secara dominan menyediakan spare part untuk Original Manufacture sebagai contoh pabrik Toyota, Honda, Daihatsu, Nissan dan lain-lain. Kelompok kedua adalah industri spare part yang secara dominan menyediakan spare part untuk After Market, yaitu untuk toko toko spare part baik retail maupun distributor. Penelitian ini akan memfokuskan pada jenis industri spare part untuk kebutuhan After Market. Hal ini disebabkan tingkat kompleksitas yang dihadapi jenis perusahaan tersebut. Masalah kualitas, harga, serta waktu menjadi faktor kunci untuk bertahan dalam persaingan. Selain itu juga masalah jumlah order yang terbatas dengan tingkat variasi yang sangat tinggi adalah tantangan yang perlu diatasi untuk industri ini. Pada penelitian ini dipilih satu buah perusahaan yang akan dijadikan objek penelitian. Hal ini dipilih sebagai sample untuk dikaji dan dibuat modelnya. Perusahaan tersebut memiliki 2 supplier utama yang terdiri dari 1 supplier untuk punch dan die sedangkan 1 supplier untuk kebutuhan karet. Saat ini perusahaan tersebut memiliki konsumen yang melakukan pemesanan secara kontinyu. Pihak perusahaan memberikan tempo pembayaran kepada pihak konsumen yaitu selama 2 sampai 3 bulan setelah pengiriman barang.
TLL| 1
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Pemesanan oleh konsumen akan terus kontinyu sampai dengan waktu tertentu. Seiring dengan tingginya tingkat permintaan mendorong perlunya peningkatan produktivitas perusahaan dalam memproduksi spare part. Hal ini seringkali menjadi masalah dikarenakan peralatan pendukung salah satunya punch dan die yang ada saat ini memiliki produktivitas yang rendah. Hal ini mendorong perusahaan untuk mengembangkan jenis punch dan die yang baru untuk mengganti yang lama dan ditujukan untuk meningkatkan produktivitas. Dalam hal pengaturan pemesanan punch dan die, perusahaan dihadapkan juga pada keterbatasan modal yang dimiliki selain kemampuan dari supplier punch dan die dari segi waktu penyelesaian dan kualitas. Hal tersebut dapat berdampak kinerja perusahaan terutama dalam hal cash flow perusahaan. Hal ini seringkali dihadapi, meskipun tidak menyebabkan pengaruh terhadap eksistensi perusahaan tetapi hal ini menyebabkan keuntungan perusahaan tidak maksimal. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dibutuhkan alat untuk menganalis pengaruh pengaturan pemesanan punch dan die terhadap kinerja perusahaan. Alat yang dipilih adalah dengan menggunakan simulasi. Alat ini dipilih dikarenakan alat tersebut memiliki fleksibilitas dalam penerapannya. Selain itu juga alat ini dapat digunakan untuk menganalisis perilaku dari komponen sistem dan dapat digunakan sebagai alat dalam pengambilan keputusan. 1.2 Review Penelitian Terdahulu Model Simulasi Berbasis Agen adalah suatu metode yang digunakan untuk eksperimen dengan melihat pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) untuk mengetahui interaksi perilaku-perilaku individu yang dapat mempengaruhi perilaku sistem. Model simulasi berbasis agen dapat merepresentasikan sistem nyata dari sistem bisnis yang dikaji. Dalam perkembangannya, model simulasi berbasis agen banyak digunakan sebagai model optimasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan model ini memiliki fleksibilitas dalam menyelesaikan persoalan nyata. Oleh karena itu, model ini juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan [1]. Model simulasi berbasis agen dapat menggunakan berbagai bahasa pemograman ataupun dengan menggunakan perangkat lunak yang dirancang khusus untuk menyelesaikan persoalan tertentu. Model simulasi berbasis agen dapat diimplementasikan untuk berbagai persoalan diberbagai bidang penerapan. Model simulasi berbasis agen dapat teraplikasi dengan baik ketika agen dalam model tersebut dapat beradapatasi di dalam sistem serta agen tersebut berperan penting dalam mempengaruhi sistem [2]. Beberapa penelitian berkaitan dengan implementasi pemodelan simulasi berbasis agen dalam berbagai bidang. Ramadhan, dkk memodelkan simulasi berbasis agen untuk industri kuliner [3]. Arief, dkk memodelkan simulasi berbasis agen untuk Sistem Ketahanan Pangan Beras [4]. Devi, dkk memodelkan simulasi berbasis agen untuk analisis pengaruh penerapan otomasi industri terhadap lapangan pekerjaan [5]. Ketiga model tersebut dapat digunakan untuk melihat pengaruh komponen input terhadap output dari system yang dikaji. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan model simulasi untuk prediksi pengaruh pengaturan pemesanan punch dan die kepada kinerja perusahaan. Dari model prediksi tersebut, dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan.Dari model yang diperoleh dapat digunakan sebagai berikut: - Membantu pihak perusahaan untuk memprediksi dampak pengaturan pemesanan punch dan die terhadap kinerja perusahaan. - Menghasilkan model yang dapat dijadikan dasar pengembangan model berikutnya. 2. Metodologi Metodologi penelitian ini mengaju pada tahapan metodologi yang dikembangkan oleh North dan Macal[2]. Metodologi ini dijabarkan dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:
TLL| 2
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
1) 2) 3) 4)
5)
Tahapan Studi Literatur: Tahapan ini dilakukan untuk mengindentifikasi literatur berkaitan dengan model sistem manufaktur, simulasi berbasis agen, serta perangkat lunak yang dapat digunakan dalam pemodelan berbasis agen. Tahapan Pengambilan Data: Tahapan ini dilakukan untuk mengidentifikasi sistem manufaktur yang terjadi pada perusahaan yang menjadi objek studi kasus. Dalam tahapan ini juga dilakukan pengambilan data-data yang relevan untuk digunakan dalam pemodelan. Tahapan Pemodelan Sistem Manufaktur: Tahapan ini bertujuan untuk menentukan ruang lingkup model serta memformulasikan model dari sistem bisnis manufaktur dari objek perusahaan yang menjadi objek kajian. Tahapan Pemodelan Simulasi Adapun tahapan ini terbagi menjadi tahapan berikut ini. a) Tahapan Penentuan Output Model dan Variabel-Variabel Input Model: Pada tahap ini, akan ditentukan output dari model yang nantinya dijadikan ukuran dari model yang dibuat. Selain itu, akan ditentukan pula variabel-variabel input model yang dapat mempengaruhi output model tersebut. b) Tahapan Identifikasi Agen: Tahap identifikasi agen merupakan tahapan penentuan agen-agen yang terlibat dan relevan dalam sistem manufaktur dari objek perusahaan. c) Tahapan Identifikasi Atribut dan Perilaku Agen: Tahap identifikasi atribut agen merupakan tahapan penentuan karakteristik yang dimiliki oleh setiap agen, sedangkan tahap identifikasi perilaku agen merupakan tahapan ditentukannya kebiasaan agen yang nantinya dapat mempengaruhi agen lain ataupun sistem secara keseluruhan. Perilaku agen ini digambarkan dalam bentuk activity diagram yang merupakan diagram aliran aktivitas yang dilakukan oleh setiap agen. d) Tahapan Parameterisasi Model: Tahap parameterisasi model merupakan tahapan ditentukannya nilai-nilai atau data-data inisialisasi yang akan mempengaruhi jalannya model. Parameterisasi model berasal dari data yang diperoleh dari objek perusahaan serta data sekunder yang relevan terkait industri manufaktur. Tahapan Programming Pembuatan Model Simulasi dan pengolahan hasil simulasi:Tahapan ini dilakukan untuk mengimplementasi rancangan model berupa program yang dapat merepresentasikan jalannya model. Program yang digunakan dengan menggunakan program aplikasi simulasi yang telah tersedia yaitu NetLogo 3D 5.1.0. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap inputyang mempengaruhi output dari model. Setelah dilakukannya proses analisis, selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Deskripsi Sistem Manufaktur Perusahaan spare part memproduksi berbagai tipe spare part untuk sejumlah konsumen. Dalam memproduksi spare part tersebut, perusahaan menggunakan alat bantu punch dan die. Selain itu spare part yang diproduksi membutuhkan bahan baku karet yang diperoleh dari suatu supplier karet. Setelah supplier karet menyerahkan hasil produksinya maka spare part yang dipesan dapat diselesaikan. Dari hasil produksi yang dihasilkan, spare part tersebut diserahkan kepada konsumen yang memesan. Terdapat dua kelompok spare part yang dipesan konsumen yaitu kelompok fast moving dan kelompok slow moving. Seiring dengan permintaan konsumen yang banyak, perusahaan mendapatkan bahwa produktivitas punch dan die yang dimiliki saat ini memiliki produktivitas yang rendah sehingga perlu dilakukan pembuatan punch dan die yang baru. Pembuatan punch dan die yang baru terkendala dengan posisi cash flow yang dimiliki perusahaan. Hal ini menuntut perusahaan untuk dapat merencanakan secara baik dalam pemesan punch dan die. Proses pembuatan punch dan die dilakukan oleh supplier punch dan die. Dari tingkat kesulitan, produksi dari punch dan die mengalami waktu yang bervariasi. Hal ini dikarenakan rancangan dari punch dan die yang bervariasi. Setelah proses pembuatan punch dan die selesai, alat bantu tersebut dikirimkan kepada supplier spare part. Punch dan die yang baru akan menggantikan punch dan die
TLL| 3
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
sejenis yang telah dimiliki sebelumnya. Punch dan die yang baru memiliki produktivitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang lama. Proses pembayaran yang dilakukan perusahaan spare part terhadap supplier karet dan supplier punch dan die memiliki jangka tempo pembayaran. Demikian halnya dengan pembayaran yang dilakukan oleh konsumen terhadap perusahaan spare part dilakukan dengan jangka tempo pembayaran. Hal ini perlu diakomodasi dalam pembuatan model. 3.2 Output Model dan Input Model Adapun yang menjadi output model dapat dilhat pada Tabel 1. Output ini dipilih adalah output kinerja perusahaan dari aspek ekonomi. Rata-rata total profit setiap bulannya dipilih karena menunjukkan akumulasi profit yang diperoleh selama waktu pengamatan. Untuk input, saat pemesanan punch dan die dipilih karena untuk menunjukkan pengaruh strategi pemesanan punch dan die terhadap kinerja perusahaan. No. 1. 2. 3. 4.
Tabel 1. Output Model Output Model Rata-rata profit per bulan Rata-rata Pendapatan per bulan Rata-rata Pengeluaran per bulan Akumulasi Total Profit
No. 1.
Tabel 2. Input Model Input Model Saat Pemesanan Punch dan Die
3.3 Identifikasi Agen dan Perilaku agen Agen yang terlibat dalam sistem yang diamati adalah: supplier spare part, order spare part, konsumen, supplier karet, supplier punch dan die, serta punch dan die. Adapun keterkaitan digambarkan pada Gambar 1. Adapun penjelasan interaksi antar agen adalah sebagai berikut: [1] Kapasitas perusahaan spare part mempengaruhi kecepatan pembuatan order spare part. [2] Jumlah order yang dihasilkan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh konsumen. [3] Pemesanan serta pembayaran dari konsumen akan mempengaruhi beban produksi serta cash flow perusahaan. [4] Kapasitas perusahaan spare part mempengaruhi jumlah karet yang dipesan [5] Kapasitas supplier karet mempengaruhi pelaksanaan produksi spare part. [6] Kemampuan keuangan supplier spare part mempengaruhi saat pemesanan punch dan die. [7] Kemampuan supplier punch dan die mempengaruhi waktu penyelesaian pengerjaan punch dan die. [8] Kemampuan Punch dan Die mempengaruhi kecepatan produksi dari perusahaan spare part.
Gambar 1. Interaksi antar Agen 3.4 Identifikasi Atribut dan Perilaku Agen Atribut merupakan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu objek. Atribut yang dimiliki agen konsumen dapat dilihat pada Tabel 3. Perilaku agen digambarkan dalam bentuk activity diagram yang merupakan diagramaliran aktivitas yang dilakukan oleh setiap agen. Perilaku agen secara umum dapat dilihat pada Activity Diagram Gambar 2.
TLL| 4
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Kinerja perusahaan dihitung berdasarkan selisih antara total pendapatan dengan total ongkos. Total pendapatan diperoleh dari pembayaran spare part dari konsumen. Adapun total ongkos diperoleh dari ongkos produksi baik untuk spare part dan karet serta untuk pembuatan punch dan die. Tabel 3. Atribut Agen No. 1.
Agen Konsumen
2. 3.
Perusahaan Sparepart Supplier Karet
4.
Order Slow Moving Order Fast Moving
5. 6.
Supplier Punch dan Die Punch dan Die
Atribut buyerOrderTime statusOrderBuyer timebuyPD finishTimeSupplier1 finishTimeSupplier2 statusOrder Tipe statusOrder Tipe finishTimeSupplier2 statusPD endTime timePerUnit
Keterangan Waktu pemesanan order Status selesai order Saat Pemesanan Punch and Dies Waktu Penyerahan Karet untuk order slow moving Waktu Penyerahan Karet untuk order fast moving Status Pengerjaan Order Slow Moving Tipe Order Slow Moving yang dikerjakan Status Pengerjaan Order Fast Moving Tipe Order Fast Moving yang dikerjakan Waktu Selesai Punch & Die Status Pengerjaan Punch & Dies Waktu Selesai Pengerjaan Produk Waktu untuk pengerjaan produk
Gambar 2. Activity Diagram Perhitungan Profit. 3.5 Parameterisasi Model Parameter yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. Parameter yang dipilih sebagian besar merupakan asusmi yang digunakan untuk penelitian ini.
TLL| 5
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
Tabel 4. Parameterisasi Model No. 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Parameter Lama Waktu Simulasi Modal Awal Waktu Jatuh Tempo Pembayaran Estimasi Penurunan Waktu dengan Menggunakan Punch&Die yang baru 1 Bulan 1 Minggu 1 Hari Kerja Kedatangan order Harga Punch & Die Data waktu produksi Harga Jual Biaya Produksi Biaya Karet
Nilai 5 Tahun Rp 10.000.000,3 bulan 75% dari waktu dengan menggunakan Punch&Die yang lama
4 Minggu 6 Hari Kerja 7 Jam Kerja Random dengan menggunakan distribusi uniform Rp 3.500.000,Diperoleh dari data perusahaan.
3.6 Hasil Simulasi dan diskusi Hasil simulasi dari tiga skenario yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 5. Contoh hasil simulasi dalam bentuk grafik akumulasi pendapatan perusahaan untuk setiap skenario dapat dilihat pada Gambar 3. Dari tiga skenario yang dikembangkan diperoleh bahwa skenario memesan punch dan die setiap bulannya satu jenis berdampak secara jangka panjang dapat meningkatkan rata-rata profit setiap bulannya jika dibandingkan dengan skenario 1 (tidak memesan punch dan die/menggunakan punch dan die yang sudah ada). Ketika skenario 3 dikembangkan yaitu memesan punch dan die setiap dua bulan, diperoleh hasil bahwa skenario ini tidak lebih baik jika dibandingkan dengan skenario 1 dalam hal rata-rata profit per bulan. Tabel 5. Perbandingan Hasil dari 3 skenario Skenario
1 2 3
Penjelasan Skenario
Tidak Memesan Punch&Die pengganti Memesan Punch&Die setiap 1 unit setiap satu bulan Memesan Punch&Die setiap 1 unit setiap dua bulan
Rata-rata Pendapatan Per Bulan Rp 22.570.416
Rata-Rata Pengeluran Per Bulan Rp 8.786.316
Rata-Rata Profit Perbulan
Rp 28.511.641
Rp 12.646.531
Rp 15.865.110
Rp 27.747.083
Rp 12.352.463
Rp 15.395.620
Rp 13.784.100
Gambar 3. Grafik Akumulasi Pendapatan untuk Skenario 1
TLL| 6
Seminar Nasional – XIV Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS Bandung, 1-2 Desember 2015
ISBN : 978-602-74127-0-5 | ISSN 1693-3168
4. Kesimpulan Pada penelitian ini telah dikembangkan pemodelan simulasi prediksi pengaruh pengaturan punch dan die terhadap kinerja perusahaan. Pemodelan ini memiliki 6 buah agen yang terdiri dari supplier spare part, order spare part, konsumen, supplier karet, supplier punch dan die, serta punch dan die.Kinerja perusahaan dihitung berdasarkan rata-rata profit perusahaan per bulan. Dari tiga buah skenario yang dikembangkan diperoleh bahwa skenario 1 yaitu memesan Punch dan Die satu jenis untuk setiap bulannya merupakan alternatif yang terbaik. Penelitian ini menunjukkan bahwa model prediksi yang dihasilkan dapat digunakan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan. Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan berbagai skenario untuk dapat dilihat pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan. Daftar Pustaka [1] North, M. J., dan Macal, C. M. 2007, Managing Business Complexity: Discovering Strategic Solutions with Agent-based Modeling and Simulation, Oxford University Press, New York. [2] North, M. J., dan Macal, C. M. 2010, Tutorial on Agent-Based Modeling and Simulation, Journal of Simulation Vol.4 N0.3, pp 151-162. [3] Ramadhan, F. , Nugraha, C., Rispianda. 2013, Pemodelan dan Simulasi Berbasis Agen untuk Sistem Industri Kuliner, Jurnal Reka Integra No.3 Vol.1, pp 101-113. [4] Arief, E. , Nugraha, C., Rispianda. 2013, Pemodelan dan Simulasi Berbasis Agen untuk Sistem Ketahanan Pangan Pokok Beras, Jurnal Reka Integra No.3 Vol.1, pp 114-126. [5] Devi, F. O. , Nugraha, C., Rispianda. 2013, Pemodelan dan Simulasi Berbasis Agen untuk Analisis Pengaruh Penerapan Otomasi Industri terhadap Lapangan Kerja, Jurnal Reka Integra No.3 Vol.1, pp 199-211.
TLL| 7