F /Tl tV ),00'0
011£-\
ISOLASI PEPTON SECARA EKSTRAKSI ENSIMA TIS MENGGUNAKAN LIMBAH PERIKANAN
Oleh
ANDRl RENO SUSETYO
1'03495085
2000 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
[SOLASl PEPTON SECARA EKSTRAKSI ENSIIVIATIS MENGGliNAKAN LIIVIBAH PERIKANAN
Oleh ANDRl RENO SUSETYO F03495085
SKRlPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pacla Jurusan Teknologi lnclustri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2000
FAKliL TAS TEKNOLOGI PERTANIAN [NSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
ISOLASI PEPTON SECARA EKSTRAKSI ENSIMA TIS MENGGUNAKAN LlMBAH PERIKANAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jumsan Teknologi Tndustri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian lnstitut Pertanian Bogor
Olel!
ANDRIRENOSUSETYO
F03495085
Dilahirkan di Yogyakarta pada Tanggal 22 Juni 1977
Tanggal Lulus: 2 November 2000 Disetujui, Bogor,
Pembimbing
n
Pembimbing I ,
Andri Reno Susetyo, F0349S08S. Isolasi Pepton SeCaNt Ekstraksi Ensimatis Menggunakan Limbah Perikanan, di bawah bimbingan Erliza Noor dan Endang Sri Heruwati. RINGKASAN
Seiring dengan perkembangan mikrobiologi di dunia, kebutuhan akan substrat nitrogen sebagai media pertumbuhan mikroorganisme semakin meningkat. Pepton merupakan salah satu sumber nitrogen bagi pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat diekstrak dari bahan-bahan yang mengandung protein. Limbah perikanan merupakan sumber protein potensial yang dapat digunakan sebagai bahan baku pepton. Produksi pepton dapat menjadi salah satu alternatifpengolahan limbah perikanan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah limbah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh teknologi ekstraksi pepton kasar dari limbah perikanan, mempelajari pengaruh r:arameter fisik (suhu dan waktu) dan parameter kimia (pH dan konsentrasi ensim) terhadap proses ekstraksi, serta membandingkan kualitas pepton yang dihasilkan terhadap beberapa jenis pepton komersial dalam mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Tahap pertama dari penelitian ini adalah produksi pepton secara autolisis dan hidrolisis. Autolisis merupakan metoda hidrolisis protein daging dengan menggunakan katalis ensim internal (endogenous enzylJl). Limbah pengolahan ikan yang berupa isi perut mengandung beberapa endogenous ensim antara lain pepsin dan trypsin. Ensim pepsin dapat diaktifkan dengan penambahan asam. Teknik tersebut dikenal sebagai ensilasi (silase). Penambahan HCI pekat dilakukan sampai pH bahan 2-3 di mana selang pH tersebut merupakan kondisi pH optimal aktifitas ensim pepsin, dan suhu yang digunakan adalah 40°C dan suhu kamar. Metoda ekstraksi pepton yang kedua adalah hidrolisis protein dengan menambahkan ensim proteolisis kepada bahan yang tidak mengandung endogenolls enzYI1l. Di dalam penelitian ini ensim proteolisis yang digunakan adalah ensim alcalase (Subtilisin Carlsberg) 2,4 L yang diproduksi oleh Novo. Ensim tersebut merupakan proteosa bakteri Bacillus licheniforlJlis. Konsentrasi ensim yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,2 %, 0,4 %, dan 0,6 % (v/b). Suhu yang digunaknan dalam penelitian ini adalah SOnC, 60°C dan 70°C. Waktu pengamatan dilakukan pada jam ke-2, 4, 6, dan 8. Tahap ke dua penelitian adalah pengujian pepton sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Pepton komersial yang digunakan sebagai pembanding adalah merek Difco, Oxoid dan Merck. Media pertumbuban dibuat sehingga konsentrasi protein pepton dalam media sebesar 0,5 % (b/v). Mikroorganisme yang digunakan dalam uji ini adalah E. coli, B. subtilis, S. aurellS, S. cel'evisiae, A. niger, kultur campuran isolasi dari susu, kultur campuran dari telur serta kultur campuran dari daging ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan HCI 12 N sebanyak 2 persen (v/b) telah dapat menurunkan pH menjadi 2-3. Berdasarkan perhitungan rasio N total terlarut dibanding N total bahan dapat disirnpulkan waktu optimal yang dibutuhkan untuk produksi pepton secara autolisis adalah satu hari pada suhu 40°C. Pada kondisi tersebut protein yang terdapat dalam bahan (limbah pengo laban ikan pari berupa isi perut) telah terhidrolisis sebanyak 60-70 persen dengan perhitungan jurnlah protein terlarut dibanding jumlah protein total bahan. Sedangkan kondisi optimal untuk proses ekstraksi pepton dengan metoda hidrolisis ensimatis adalah pada suhu SO°C,
konsentrasi ensim 0,2 persen (v/b) dan waktu ekstraksi (hidrolisis) 8 jam pada pH bahan 6,6-6,7. Pada kondisi tersebut sekitar protein bahan (limbah pengolahan ikan tuna berupa kepala tuna) telah terhidrolisis sekitar 70-80 persen. Pada uji perbandingan pertumbuhan mikroorganisme pepton yang dihasilkan dari limbah perikanan dapat menumbuhkan mikroorganisme sedikit lebih baik dari pada pepton komersial (Difco, Oxoid dan Merck). Dari kelima pepton yang diuji, pepton kepala tuna dan pepton isi perut ikan pari berada pad a urutan kedua dan ketiga untuk perhitungan laju pertumbuhan mikroorganisme, serta pada urutan pertama dan kedua untuk produksi massa sel. Jadi pepton yang dihasilkan dapat mensubstitusi pepton imp or dalam media pertumbuhan mikroorganisme sebagai sumber nitrogen untuk menunjang pertumbuhan sel.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbilalamin, segal a puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, karunia dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini adalah hasil penelitian penulis
yang berjudul "Isolasi Pepton secara Ekstraksi Ensimatis Menggunakan Limbah Perikanan", yang merupakan proyek dari Balai Penelitian Perikanan.
Penelitian
tersebut dilaksanakan di Balai Penelitian Perikanan, Instalasi Penelitian Perikanan Laut, Slipi, Jakarta mulai bulan Juni 1999 sal11pai dengan Mei 2000.
Dalal11
kegiatan ini, penulis l11erasa banyak mendapatkan pengetahuan, wawasan serta pengalaman baru yang sangat berharga. Se1ama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan baik secara moril maupun l11ateril dari berbagai pihak.
Oleh
karena itu pada kesel11patan ini penulis ingin l11engucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Almarhum bapak, ibu, mas Jalu dan dik Aji atas perhatian, dorongan semangat, kasih sayang serta doa restu yang tiada henti-hentinya kepada penulis. 2. Dr. Ir. Erliza Noor, selaku pembimbing akadel11ik penulis atas bimbingan dan dorongan semangat serta perhatian yang diberikan baik selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi maupun selal11a penu!is menjadi mahasiswa bil11bingan di TIN. 3. Dr. Ir. Endang Sri Heruwati,
selaku pel11bil11bing penelitian atas
bimbingan, araban dan perhatian selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. 4. Dr. Hj. Tatit 1<.. Bunasor, MSc., selaku dosen penguji atas kesediaan dan masukan yang diberikan untuk memperbaiki skripsi ini. 5. Seluruh keluarga besar Jurusan Teknologi lndustri Pertanian IPB khususnya dan IPB pada umumnya dimana penulis menuntut ilmu.
6. Seluruh keluarga besar Balitkan, Inlitkanlut, Slipi, Jakarta, terutama kepada ibu Rosmawati P. selaku kepala Balai yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Balitkan, Inlitkanlut. 7. Ternan-ternan seperjuangan Indra, Maya, Lulu, Mardiah, Abo, Arya, Imin, Akbar, Ugi dan Dendin untuk semua dukugan moralnya. 8. Ternan sepenelitian Budi dan Yuyun atas semua bantuannya baik selama penelitian dan di luar penelitian. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis akan sangat menghargai semua masukan serta kritik yang membangun bagi skripsi ini. Terakhir, penulis berharap semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, November 2000
Penulis
DAFTAR lSI
Kata Pengantar .......................................................................................... . Daftar lsi ....................................................................... .
...............
11l
Daftar Tabel ......................................................................... .......................
v
Daftar Gambar .................................................................. .
.. ..............
VI
Daftar Lampiran ......................................................................................... Vlll
1.
Pendahuluan A. Latar Belakang .............................................................................. .
B. Ruang Lingkup ...............................................................................
2
C. Tujuan .............................................................................................
2
II. Tinjauan Pustaka A. Limbah Perikanan ........................................................................ ..
3
B. Protein ............................................................................................
4
C. Ensim .............................................................................................
5
D. Ekstraksi Secara Hidrolisis dan Autolisis .......................... .............
9
E. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 11
III. Metodologi A. Bahan dan Alat ............................................................................. 12
B. Metoda Penelitian ..................................... .. C. Prosedur Analisis ........................................ .
12 ........................... 18
D. Perhitungan .................................................................................... 19
IV. Hasil dan Pembahasan A. Autolisis ......................................... ..
21
B. Hidrolisis Ensimatis ................... ..
26
1\
C. Kllalitas Ekstrak Pepton Hasil Alltolisis dan Hidrolisis D. Uji Pert1l1l1bllhan fvIikroorganis1l1e ...
37
v. Kesil1lplilan dan Saran A Kesimpllian
4)
B. Saran
45
Daftar Pllstaka
47
Lampiran
4')
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hasil anal isis proksimat usus dan lambung ikan pari.
22
Tabel 2. Hasil anal isis proksimat kepala tuna ......... ..
i.()
Tabel3. Komposisi kimia ekstrak pepton dan pepton komcrsial.
34
Tabel4. Perbandingan komposisi asam amino (g/IOO g protein) ekstrak pepton terhadap pepton komersial ..
36
Tabel5. Perbandingan total pertumbuhan mikroorganisme ..
38
Tabel 6. Perbandingan laju pertumbuhan J11ikroorganisJ11c .
41
Tabel7. Perbandingan total produksi J11assa sel mikroorganisme setelah diinkubasi selam 24 jam pacta beberapa jenis medium pepton .
43
DAFTAR GAMBAR
Gambar I. Stabilitas substilisin carlsberg pad a suhu yang bcrbcda ...........
X
Gambar 2. Diagram alir proses isolasi pepton dengan hidrolisis Ensim internal (autolisis) ....................................................................
14
Gambar 3. Diagram alir proses isolasi pepton dengan hidrolisis Ensim eksternal ................................................................................... Gambar 4. Penampakan usus dan lambung ibn pari ( Ti-ygoll -'"Pi segaL..
I5 ~
I
Gambar 5. Grafik nitrogen terlarut / nitrogen total bahan ckslraksi pcplon
isi perut ik.an pari secm'a autolisis .. ..................... ...... ... ..... ... ....
23
Gambar 6. Grafik perubahan nilai pH pad a proses ekstraksi pcpton isi perut ikan pari seem·a autolisis...............................................
24
Gmnbar 7. Cairan ekstrak pepton isi perut ikan pari. ... .......... ........... ... ......
25
Gat11bul' 8. Penampakan kcpaln ikan tuna...................................................
2()
Gambar 9. Pengaruh suhu terhadap rasio N tolal terlarul / N lolal bah an
pada ekstraksi pepton kepala tuna ........... ,................................
2R
Gambar 10. Grafik pengaruh waktu hidrolisis terhadap rasio N lotal terlarlll / N Iota I bahan pada suhu
sone ... ....... ...... ...... ... ... .....
29
Gambar I I. Pengaruh konsenlrasi terhadap rasio N total lcrlarul / N tolal bahan pad a suhu 50"e ............................................................
}()
Gambar 12. Grafik perubahan nilai pH pada proses ekstraksi peplon kepala tuna ............................................................................ . Gambar 13. Penampakan ekstrak pepton kepala tuna ............................. . Gambar 14. Hasil produksi ekstrak pepton pari dan ekstrak ]lepton
l<epala tl1113 .............................................................................
35
Gambar 15. Total pertumbuhan mikroorganisme pada medium
sederhana dari beberapajenis pepton ....................................
38
Gambar 16. Grafik pertumbuhan mikroorganisme pada medium sederhana dari beberapa jenis pepton .......... ... ... ... ... ..... ... ......
40
VI!
Gambar 17. Laju pertumbuhan mikroorganisme pada medium sederhana dari beberapajenis pepton .....................................................
41
Gambar 18. Grafik produksi mass a selmikroorganislllc yang ditulllbuhlean pada medium pepton sederhana ......................................
-I~
DAFTAR LAMP IRAN
Lampiran 1. Spesilikasi Ensim Alkalase....................................................
.j'l
Lampiran 2. Metoda Analisis Protein..........................................................
50
Lampiran 3. Data Nitrogen Total Terlarut / Nitrogen Totaillahan pada Optimasi Silase (Pepton lsi Perut Ikan Pari) ......................... Lampiran 4. Data nilai pH pada proses ekstraksi pepton isi penn ikan pari
51 5J
Lampiran 5. Data Nitrogen Total Terlarut / Nitrogen Total Bahan pada Optimasi Hidrolisis Ensimatis (Pepton Kepala Tuna) ..........
54
Lampiran 6. Data Nilai pH pada Optimasi Hidrolisis Ensimatis (Pepton
I(epala rruna ........................................................ ,..................
55
Lampiran 7. Basil Analisis Asam Amino Larutan Protein Slantim Menggunakan High Performance Liquid Chromatography (BPLC) ................................................................................
56
Lampiran 8. 1-Iasil Analisis Asam Amino Pepton lsi Perul Ikan Pari Menggunakan High Performance Liquid (,hrol11
57
Lampiran 9. Basil Analisis Asam Amino Pepton Kepala Tuna Menggunakan High Performance Liquid Chromatography (I-IPL(,)..
5X
Lampiran 10. Data Total I'ertumbuhan Mikroorganisme (Absorbansi pada 24 Jam) ..........................................................................
59
Lampiran 11. Data absorbansi pertumbuhan mikroorganismc...................
60
Lampiran 12. Data Laju Pertumbuhan Mikroorganisme............................
63
Lampiran 13. Data .Iumlah Massa Sel Mikroorganisme ............................
64
I.
A.
PENDAHlJ LUAN
LATAR BELAKANG
Nitrogen merupakan salah satu
lil1S11r
yang sang,rl penting bagi
pertumbuhan mikroorganisme. Sumber nitrogen bagi mikroorganisme dapat diperoleh dari senyawa organik maupun senyawa anorg<wik.
Salah satu
sumber nitrogen dalam media mikrobiologi yang paling utama adalah pepton. Pepton merupakan senyawa turunan sekunder dari protein, yang dapat diperoleh dengan l11enghidrolisis protein hewani seperti daging, organ tubuh bagian dalam, gelatin, susu dan kasein.
Sumber nitrogen dari senyawa
organik lebih baik digunakan dalam media pertumbuhan mikroorganisl11e dibanding sumber nitrogen dari senyawa anorganik kareqa senyawa organik masih memiliki gugus as am amino yang langsung dapat digunakan oleh mikroorganisme.
Sumber nitrogen merupakan bahan utama sekaligus yang paling mahal dalam media mikrobiologi.
Harga pepton komersial dan sumber nitrogen
organik lainnya di Indonesia sangat mahal karen a masih harus diill1por dari luar negeri.
Menurut Biro Pusat Statistik (1998) impor pepton dan
turunannya dari tahun ke tahun sell1akin meningkat. Pada tahun 1997 ImIX)I' pepton dan tumnannya sebesar 1.602.415 kg dengan nilai sebesar US $ 3.362.761. Sedangkan dari bulan Janua\'i sampai bulan Agustus 1998 Impor
pepton Indonesia sebesar 862.123 kg dengan nilai sebesar US $ 3.759.272. Perkembangan bioteknologi di Indonesia baik di tingkat penelitian 1l1aupun di tingkat komersial saat ini sangat pesat, oleh karena itu diperlukan pepton yang berkualitas tinggi dengan harga yang murah.
Limbah perikanan 1l1empakan sumber protein yang s<mgat potensial tetapi sa1l1pai saat ini belu1l1 dimanfaatkan secara maksimal.
Limbah
perikanan saat ini baru dimanfaatkan sebagai bahan hidrolisat protein untuk tlavor pada industri makanan serta sebagai bahan konsentrat protein. Nilai ekonomis tlavor hidrolisat protein dan bubuk konsentrat protein lebih rendah dibanding nilai ekonomis pepton. Jadi produksi pepton dari li1l1bah perikanan
2
diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pengolahan limbah perikanan serta dapat lebih meningkatkan nilai tambah dari limbah perikanan tersebut.
B. RUANG LlNGKUP
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama adalah
penentuan kondisi optimal ekstraksi pepton dari limbah perikanan dengan teknik autolisis dan hidrolisis. Parameter yang digunakan yaitu suhu, pH, clan lama proses hidrolisis, serta konsentrasi enzim.
Kondisi ekstraksi optimal
dicirikan oleh kandungan nitrogen terlarut tertinggi,
mengindikasikan
semakin tingginya kandungan pepton. Tahap kedua penelitian adalah pengujian kinerja pepton yang dihasilkan pada
kondisi
optimal
sebagai
media
p;ortumbuhan
mikroorganisme,
dibandingkan dengan kinerja pepton komersial yang tersedia di Indonesia sepe!ti Oxoid, Difco, dan Merck.
Mikroorganisme yang akan digunakan
dipilih yang dapat mewakili berbagai jenis dan sifat mikroorganisme yang sering digunakan dalam lIji mikrobiologi seperti sitat terhadap pewarnaan gram, keblltllhan oksigen, pembentukan spora, atau produksi gas, antibiotik dan sebagainya.
C. TUJUAN PENELlTIAN
Penelitian ini bertujuan : l. Memperoleh teknologi ekstraksi pepton kasar dari limbah perikanan.
2. Mempelajari pengaruh parameter flSik (sllhu dan waktu) dan parameter kimia (pH dan konsentrasi enzim) pada proses ekstraksi pepton. 3. Membandingkan kualitas pepton yang dihasilkan terhadap bebe! apa Jen!s pepton
komersial
mikroorganism e.
dalam
mendukung
pertllm bll han
berbagai
II. TlNJAUAN PUSTAKA
A. L11YIBAH PERIKANAN
Dalam industri pengolahan ibn, hasil samping yang sang at penting adalah kotoran (ojlitl) yang terdiri dari sel11ua bagian limbah seperti kepala, usus, ekor, sirip dan lain-lain, yang terbuang dari proses pengirisan (jilielilllf,). pengalengan dan pengawetan ikan dengan pengasapan (Gllvindan, 1985). Jumlah limbah ikan cukup banyak dan nilainya sangat rendah.
Bila
tidak dimanfaatkan, limbah ikan sangat berpotensi sebagi sumber pencemaran karena sangat mudah dan cepat membusuk. Peluang pemanfaatan menj ad i sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroorganisme cukup besar, namun barll sedikit yang dimanfaatkan (Clausen, e/ al., 1985) JU1111ah ikan dan hew an invertebrata laut lainnya di dunia mencapai 100 juta ton, dari jumlah tersebut sebanyak 20 persen diolah llntuk pangan Kurang lebih 30 persen dari jumlah tersebut dikonsumsi dan sisanya dibllang sebagai lil11bah. Limbah tersebllt secara umum telah dapat dikurangi dengan diproses menjadi tepung dan minyak ikan, silase atau protein konsentrat dan atau protein hidrolisat (Shahidi, 1994).
Berdasarkan perhitungan tersebut..
jUl111ah limbah perikanan di Indonesia cukup besar.
/
Menurlll Ditjenkan
(1997) produksi perikanan laut di Indonesia tahun 1995 mencapai 2.752.838 ton dan setiap tahun mengalami kenaikan rata-rata 8,0 persen. Penelitian mengenai pemanfaatan limbah perikanan sebagai media pel1Ul11buhan mikrobiologi telah banyak dilakukan di
manca negara.
Mikroorganisl11e yang telah diteliti pertumbuhannya pada media tersebut antara lain mikroorganisme anaerob dan mikroorganisme penyebab penyakit pada ikan. Sebagai contoh pemanfaatan limbah pengalengan ibn sal mOll. baik sebagai media lengkap maupun sebagai sumber nitrogen tambahan dapat mendukung pel1umbuhan bakteri (Stephens, el aI., 1976).
,I
B.
PROTEIN l. Protein Ikan
Menurut Shahidi (1994), kandungan protein pada ikan umumnya antara 11-27 persen.
Protein bahan pangan laut dapat digolongkan
menjadi tiga yaitu sarcoplasmic, myoflbrillar dan stroma.
Sarcoplasmic
protein, terutama albumin kurang lebih 30 persen dari total protein, myofibrillar protein kurang lebih 40-60 persen dan sisanya digolongkan sebagai stroma protein. Adapun menurut Peterson dan Johnson (1978), pada umulllnya daging ikan mengandung 18-22 gralll protein per 100 gralll bahan yang dapat dimakan. Kandungan protein pada berbagai bagian tubuh ikan tidak selalu sama.
Nilai nutrisi protein ikan sama atau lebih baik dari pada
protein susu, kasein. Nilai ProteiJl 4l.fh.:ieJlcy Ratio (PER) dari konsentrat protein ikan sebanding atau sedikit lebih baik daripacla PER kasein dan sekitar 60 persen lebih tinggi dari PER tepung kedelai. Protein Illerupakan komponen yang sangat penting dari ikan karena mempengaruhi nilai nutrisi pada ikan.
Pada berbagai sum bel' pangan.
jumlah protein biasanya ditunjukkan oleh protein kasar ulllumnya 6,25 dari total nitrogen. Untuk daging dan ikan jumlah protein kasar sekitar 5,725,82 kali total nitrogen. non-protein.
Jumlah tersebut tennasuk kandLlllgan nitrogen
Pada beberapa bahan pang an jumlah nitrogen non protein
sekitar 25 persen dari total nitrogen.
Protein kasar pada isi perut ikan
sekitar 7,5-23,9 persen bobot basah (Sikorski, 1994).
2. Pepton
Tenninologi Illenjelaskan proteosa dan pepton sebag,li bah an anlara (intermediet) dari peptida dan protein.
Proteosa didelinisikan sebagai
kelompok turunan protein antara dari protein asli clan pepton.
Silill-
sifatnya antara lain larut dalam air, tidak terkoagulasi at au tahan terhadap panas, tetapi dapat diendapkan dengan amoniulll
sUlt~ll
dan zinc sulfa!.
5
Pepton adalah campuran larut air dari proteosa dan as am amino turunan dari albumin, daging atau susu. Pepton digunakan sebagai nutrisi media dalam bakteriologi (Peterson dan Johnson, 1978). Adapun menurut Pelczar dan Chan (i 986) pepton merupakan produk yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung protein seperti daging, kasein dan gelatin.
Penguraian bahan-bahan protein Pepton mempunyai
tersebut dapat dilakukan dengan asam atau ensim.
kemampuan yang berbeda dalam menunjang pertumbuhan bakteri, tergantung pada jenis protein yang digunakan dan proses ekstraksinya. Pepton sebagai sumber nitrogen organik dapat mengandung vitamin dan ada pula yang mengandung karbohidrat. Pepton merupakan bahan yang berupa bubuk dan kering yang diperoleh dari penguraian protein menggunakan ensim pepsin. mengkatalis hidrolisis protein komplek
menjadi
Pepsin
larutan campuran
polipeptida, dipeptida, dan asam amino yang secara keseluruhan disebut pepton. Komposisi kimia pepton tidak diketahui secara tepat. Produk lain yang serupa pepton adalah trypton yang dihasilkan dengan cara yang sarna akan tetapi ensim yang digunakan adalah trypsin, yang bekerja pada kondisi netral atau basa.
Selain pepton dan trypton,
. hidrolisat protein hasil hidrolisis protein oleh asam dapat juga digunakan sebagai sumber nitrogen organik terlarut bagi mikroorganisme (Sarles el
at. ,1956). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pepton merupakan sumber nitrogen yang penting dalam media pertumbuhan mikroorganisme. Penelitian tersebut antara lain Erwin, el al. (1993) membuktikan bahwa pepton merupakan sumber nitrogen terbaik dalam memproduksi Lignolitik Peroksidase (LiP).
C. ENSIM Ensim merupakan protein yang diproduksi oleh sel hidup yang bertindak sebagai katalis dari reaksi yang spesifik.
Secara teoritik reaksi
6
ensnll adalah reversibel (dapat balik) tetapi ada ensnll yang mempercepat reaksi satu arah. Pada umumnya ensim mempercepat tiga jenis reaksi yaitu hidrolitik, respiratori, dan sintetik (Sarles, et al., 1956). Adapun menurut Lehninger (1982) ensim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Ensim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa dari pada katalisator sintetik. Beberapa sifat ensim antara lain spesifitas ensim sangat tinggi terhadap substratnya, mempercepat reaksi kimiawi spesifik tanpa pembentukan produk samping, dan berfungsi di dalam larutan encer pada suhu dan pH normal. Karakteristik ensim menurut Sarles, et al. (1956) yaitu: 1. Kerja ensim spesifik, ensim hanya dapat mengkatalis reaksi tertentu. 2. Aktifitas ensim dipengaruhi oleh suhu. 3. Aktifitas ensim dipengaruhi oleh pH. 4. Aktifitas ensim mungkin dipengaruhi oleh ion tertentu misalnya PO/-, 2+ C 2+ M g,ataua. 5. Dalam kondisi yang optimum aktifitas ensim juga dipengaruhi oleh waktu
Berbagai jenis ensim telah dipelajari oleh ilmuwan pang an "ntara lain ensim protease dari ikan. Beberapa tahun terakhir telah banyak penelitian mengenai recovery ensim pencernaan proteolitik dari limbah pengolahan ikan (Haard, 1994). Barth, et at. (1995) telah meneliti isi perut (viscera) ikan sebagai bahan yang kaya akan ensim proteolitik, ekso dan endopeptidase.
Dari
penelitian tersebut ditemukan tujuh ensim dalam gastl'o intestinal (sistem lambung usus) dari ikan tilapia dan carp, yaitu endoprolypeptidase,
leucinaminopeptidase, cysteinaminopeptidase, prolylaminopep/idasl!, trypsin, chymotrypsin, dan aminopeptidase B. Sedangkan menurut Haard (1994) protease di dalam usus ikan antara lain tlypsin,
chymotlypsin, co/lagense, als/ase, carboxylpeptidase dan
carboxylesterase. Protease dalam usus ikan biasanya disekresi dari pyloric caeca atau pankreas.
Trypsin relatif memiliki kestabilan suhu rendah,
aktifitas molekul tinggi pada suhu rendah dan tidak stabil pada pH rendah.
7
Protease lain yang terdapat pada ikan adalah pepsin. Pepsin termasuk dalam aspartik proteinase dalam kelenjar getah lambung hewan vertebrata. Pepsin ikan dapat ditunjukkan oleh empat atau lebih isoensim tetapi pada umumnya terdapat dua isoensim utama yaitu pepsin I dan pepsin II. Pepsin ikan memiliki pH optimal 3,5, kestabilan terhadap suhu rendah dan aktifitas molekulnya tinggi pada suhu rendah (Haard, 1994). Menurut Poernomo (1997) ensim pepsin yang diekstrak dari isi perut ikan pari memiliki suhu optimal 35-45°C. Pepsin isi pemt ikan pari memiliki pH optimal antara 1,5-2. Aktifitas pepsin akan menumn dengan cepat pada pH di atas 4. Selain dari hewan protease juga dapat diperoleh dari tumbuhan. Salah satu protease tumbuhan adalah papain, yang mempakan kurang dari 10 persen dari total aktifitas proteolitik getah pepaya.
Ensim ini mempunyai
berat molekul 23000, tidak aktif pada pH rendah (pH 2), memiliki pH optimal yang relatif besar dengan aktifitas maksimum pada pH 6-8 dan memiliki titik o isoelektrik pada pH 8,75, serta dapat diinaktifkan pada suhu antara 60-70 C. Ensim papain relatif tidak lamt dan mudah terpresipitasi oleh penambahan NaCl encer, serta dapat l11elakukan ban yak aktifitas dalam l11endegradasi protein dan menghidrolisis peptida, ikatan al11ida dan ester (Peterson dan Johnson, 1978). Adapun menurut Liener (1980) dalam Syahrial (1991), papam memiliki kestabilan yang relatif tinggi terhadap faktor suhu dan pH. Aktifitas papain berada pada selang pH 3-11 dengan suhu sal11pai 75°C. Suhu optimal papain adalah 50-60°C dan pH optimal 5-7.
Papain relatif lebih tahan
terhadap panas jika dibandingkan dengan ensim proteolitik lainnya. Ensim protease lain juga dapat diperoleh dari mikroorganisme. Protease dari bakteri termasuk dalam ensim hidrolisis ekstraseluler. Ensim ekstraseluler adalah ensim yang berada di luar sel.
Contoh ensim yang
diproduksi oleh bakteri adalah alcalase. Alcalase l11empakan endo-protease yang diproduksi oleh Bacillus licheni/,ormis dan dapat menghidrolisis semua ikatan peptida dalam protein. (Shahidi, 1994).
Rose (1980) menerangkan bahwa Subtilisin Carlsberg adalah enSlm yang diproduksi oleh B. licheniformis. B. lichenijbrmis merupakan Bacillus saprofit yang lebih mirip dengan B. slIhtilis. Ensim Subtilisin Carlsberg tidak diproduksi pada kondisi anaerobik, nilai pH optimum tergantung pada substrat dan kondisi reaksi, dan mudah terinaktifasi dengan cepat di bawah pH 5 dan di atas pH 11, serta memiliki kestabilan aktitltas yang tinggi pada suhu 50°C.
Ensim ini telah diproduksi secara komersial oleh perusahaan
Denmark, Novo Industri AJS sejak tahun 1960 dengan nama dagang Alcalase. Novo mengembangkan ensim ini sebagai ensim pencuci yang dicampurkan ke dalam detergen. Novo memproduksi ensim tersebut kurang lebih 500 ton pertahun. Rose
(1980)
menyatakan
bahwa
aktifitas
alcalase
mencapaJ
maksimum pada suhu 60°C dalam waktu 10 menit. Pada suhu 50°C aktifitas alcalase lebih stabil dari pada suhu 60°C dan 70°C dalam waktu 60 menit hidrolisis (Gambar 1). Semakin lama waktu hidrolisis maIm aktifitas ensim semakin menurun. Kecepatan hidrolisis tergantung dari satuan aktifitasnya yang dinyatakan dalam anson units/ml. 100
50"C
;:;
;.
=
"" 80 ;§ Q. ~
"0 ~
"i:
-"
60
GO"c G5"C ~
~ ~ ~ ~
20
..@
70"C
.::
" <{
0
0
10
20
30
40
50
GO
Waktu ( II1cnit)
Gambar 1. Stabilitas Subtilisin Carlsberg pada sullU y,mg berbeda (Rose (1980»
9
D. EKSTRAKSI SECARA HIDROLISIS DAN AUTOLISIS
1. Hidrolisis Protein
Pepton dapat diekstraksi dengan metoda hidrolisis dan autolisis dari bahan yang mengandung protein (Stephens, et aI., 1976). Reaksi hidrolisis merupakan reaksi penambahan air pada senyawa kompleks dan memotong senyawa tersebut menjadi senyawa yang sederhana dan menjadi produk yang lebih larut (Sarles, e/ at. ,1956). Menurut Somaatmadja (1975), dalam reaksi hidrolisis ikatan peptida, protein akan diuraikan menjadi peptida-peptida sederhana dan asam-asam amino. Turunan protein primer adalah protean, metaprotean dan protein terkoagulasi, sedangkan turunan protein sekunder yaitu proteosa, pepton dan peptida. Proses hidrolisis protein dapat dilakukan dengan menggunakan asam, alkali (basa), atau ensim untuk menghasilkan as am ammo penyusunnya. Penguraian protein dengan metoda bidrolisis asam paling sering digunakan dalam penganalisisan komposisi asam amino dari hidrolisat protein. Pada pembuatan hidrolisat tersebut, protein dicampur dengan 6 N HCI dan dialirkan pada suhu mendidih selama 9-12 jam (Peterson dan Johnson, 1978). Hidrolisis protein dan peptida sederhana dengan asam atau basa akan menghasilkan suatu campuran asam amino bebas. Tiap jenis protein menghasilkan campuran atau proporsi jenis-jenis asam amino yang khas setelah melalui proses hidrolisis (Lehninger, 1982). Sedangkan hidrolisis ensimatis, tidak seperti hidrolisis asam atau basa, dapat menghindarkan modi!lkasi nonhidrolitik atau kerusakan produk.
Hidrolisis protein secara sempurna dapat dilakukan dengan
menggunakan ensim proteolitik.
Laju hidrolisis protein menggunakan
ensim dapat dipercepat dengan perlakuan hidrolisis awal menggunakan asam pada suhu 60°C (Peterson dan Johnson, 1978).
10
Govindan (1985) menjelaskan pembuatan pepton bakterial dari daging ikan dengan metoda hidrolisis. Pertama ikan dibersihkan, tulang, kulit dan isi perut dibuang.
Daging ikan di masak kemudian dip eras
(kandungan air dibuang). Lemak ikan dibersihkan dengan pelarut aeeton. Aeeton-Iemak dihilangkan dengan pemerasan dan sisanya diuapkan. Daging bebas lemak dieampur dengan air dengan perbandingan I: I dan pH 6,5. Papain ditambahkan dengan perbandingan I :30 (nitrogen ensim : nitrogen substrat), kemudian diaduk dan dipanaskan pada suhu 50-55°C selama 8 sampai 10 jam, sehingga hidrolisis sempurna.
Produk
dikeringkan dalam ruang hampa, sehingga didapatkan pepton berbentuk bubuk higroskopis.
2. Autolisis Protein
Autolisis merupakan proses pemecailan sebagian at au total dari jaringan otot, sel atau bahan penyusunnya (protein) oleh ensim internal. Protein, lemak dan karbohidrat jaringan otot (glikogen) serta asam nukleat perlahan terpeeah menjadi molekul yang lebih kecil.
Autolisis biasanya
menghasilkan substrat yang baik untuk pertumbuhan mikroba, dim ana peptida dan as am amino yang terbentuk langsung dapat digunakan oleh mikroorganisme dari pada protein yang molekulnya lebih besar (Peterson dan Johnson, 1978). Adapun menurut Sarles, el a/. (1956) autolisis merupakan hasil aktifitas lanjutan dari ensim dalam sel setelah sel tersebut mati. tersebut
mengkatalis
reaksi
hidrolisis
yang
mungkin
Ensim dapat
mendekomposisi senyawa penyusun sel ketika sel tersebut mati. Setelah ikan mati, ensim pencernaan dan asam terbentuk di dalam tubuh sebagai hasil glikolisis. Ensim tersebut diproduksi di dalam bagian atau sistem usus-lambung. Aktifasi dari ensim endogenous ikan tersebut dilakukan
dengan
penambahan
asam
pembuatan silase ikan (Shahidi, 1994).
seperti
asam
format
dalam
II
Lo, e/ al. (1993) menerangkan pembuatan silase ikan dari bagian tubuh ikan yang mati dengan penambahan asam sitrat, format, dan propionat atau kombinasinya.
Ensilasi dengan as am format biasanya
dilakukan pada pH 3,5-4,0 dan dengan as am propionat pada pH 4,5. Selama proses ensilasi, protein dipecah oleh ensim dan nitrogen dalam silase menjadi lebih laru!. Kelarutan nitrogen pada silase meningkat pada awal proses dan menurun setelah 10 hari ensilasi.
Konsentrasi asam
format yang ditambahkan biasanya 3 persen (volume per berat).
E. PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian tentang pembuatan pepton dari limbah perikanan sebagai nutrisi media pertumbuhan mikroorganisme telah banyak dikembangkan di Stephens, el al. (1976) meneliti kemllngkinan penggunaan
manca negara.
limbah pengolahan udang sebagai bahan pembuatan pepton secara autolisis. Hasil
pepton
tersebut
kemudian
diuji
kemampuannya
membantu
pertumbuhan mikroorganisme dan dibandingkan dengan lima jenis pepton komersial. Clausen, et al. (1985) mempelajari penggunaan isi perut ikan dari limbah ikan di Troms6, Norwegia untllk memproduksi peptida dan asam amino terlarut sebagai sumber nitrogen bagi bakteri. (1993)
telah
mempelajari
penggunaan
pepton
Page dan Cornish
ikan
sebagai
media
pertumbuhan Azotobacter vinelandii untllk memprodllksi PHB (poli 13 hydroksibutirat). Hasil penelitian Poernomo (1997) menllnjllkan bahwa silase dari isi perut ikan pari, yang dipekatkan mempunyai kemampllan dalam menllnjang pertumbuhan berbagai macam mikroorganisme (bakteri, kapang dan khamir), baik
sebagai
biakan
murlll
mallplln
mikroorganisme dari daging, telur dan SllSU.
campllran
populasi
berbagai
Ill. METODOLOGI
A.
BAHAN DAN ALAT
Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah perikanan berupa kepala tuna (Thull/ills .Ip.) yang merupakan limbah pengolahan ikan tuna PT Bonecom, Muara Baru, Jakal1a dan isi perui ikan pari (li'ygO/l .IV) yang diperoleh dari industri pengolahan hasil perikan tradisional di Muara Angke, Jakarta, dan industri pengolahan ikan pari eli Labuhan Maringgai, Lall1pung.
Ensil11 eksternal yang digunakan untuk
menghidrolisis protein adalah Alcalase 2,4 L (Novo).
Deskripsi lengkap
tentang ensim ini diberikan di Lampiran 1. Bahan kill1ia yang ditambahkan pada proses autolisis adalah HCl 37 % p.a. Merck. Bahan yang digunakan untuk uji pel1umbuhan mikroorganisme yaitu dextrose (Difco), pepton komersial (Merck, Difco, Oxoid), agar (Difco), saline 0,85 % (b/v) (Difco), HCI 1 N dan NaOH 1 N. Peralatan yang digunakan adalah bejana (wadah) untuk ll1enghidrolisis protein, ovenlinkubator, pH meter, peralatan sentrifugasi (Beckman .12-21), peralatan
analisis
proksil11at,
lemari
pendingin,
serra
peralatan
Ut I
mikrobiologi seperti cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, spektrofotllmeter (Shimadzu UV-120 I), inkubator shaker dan lain-lain.
B.
METODA PENELlTlAN
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pel1ama bertujuan
untuk ll1encari kondisi optimum hidrolisis protein limbah ikan. Tahap kedua bertujuan untuk memproduksi ekstrak pepton berdasar kondisi optimul1l hidrolisis padatahap pertama, serta beltujuan untuk menguji kemampuan pepton dalalll menunjang pertulllbuhan mikroorganismc clan diballClingkan dengan kemalllpuan pepton kOlllersial.
13
1. Tahap Autolisis dan Hidrolisis
a. Hidrolisis secara autolisis (Poernomo, 1997) Bahan yang digunakan adalah isi perut ikan pari. Bahan yang diambil dari PHPT Muara Angke dan atau Lampung, dibawa ke temp at penelitian dalam suhu di bawah O°C dengan menggunakan kemasan transpor berpendingin atau dengan menambahkan es batu ke dalam kemasan tersebut. Setelah sampai di tempat penelitian semua kotoran yang ada dalam bahan dikeluarkan dan bahan tersebut dicuci bersih dengan air agar tidak terdapat bakteri coliform yang dapat mengganggu proses autolisis. Jika bahan belum akan digunakan maka bahan harus disimpan dalam keadaan beku di dalam freezer.
Apabila terdapat
perubahan fisik (warn a dan bau) pada bahan maka bahan dianggap tidak layak untuk digunakan karena diduga telah mengalami perubahan kandungan proteinnya.
Berdasarkan pengamtan isi perut ikan pari
mengalami perubahan fisik setelah disimpan selama I sampai 1,5 bulan. Bahan dipotong kecil-kecil (1 cm2 ) dimasllkkan ke dalam wadah sebanyak 50 gram untuk setiap perlakuan, kemlldian ditambah larutan asam klorida 12 N sehingga pH menjadi 2,0 sampai 3,0. Campuran ini diinkubasi pada suhu 40°C selama 5 hari dan pada suhu kamar selama 7 hari.
Setiap hari dilakukan pengadllkan dan dilakllkan analisis
kandungan nitrogen dalam fasa cair.
Sampel yang diambil tiap hari
disaring dengan kain dan disentrifugasi sebagai persiapan analisis nitrogen. Sentrifugasi dilakukan pada suhll 4°C kecepatan 13000 rpm selama 10 menit.
Autolisis dihentikan pada saat kandungan nitrogen
fasa cair tertinggi (diduga akan tercapai sebelum hari ke-5). Diagram alir proses isolasi pepton secara autoisis ditunjukkan pada Gambar 2.
14
Limbah ikan :
Pengeeilan ukuran bahan (1-2 em2 )
•
,
Penanlbahan HCI 12 N sampaipH 3
'.
Penyaringan dengan kain saring
L.
Pengambilan sampel setiap
Hidrolisis dalam inkubator (oven) 40'C
hari sampai 5 atau 7 hari
Sentrifugasi 4'C, 13000 rpm
~
Penyimpanan pada suhu 4°C, 12 jam
'I Pemisahanlemak
Uji mikrobiologi
Gambar 2.
I
Ekstrak pepton kasar
I
Diagram alir proses isolasi pepton dengan hidrolisis ensim internal (Autolisis) (Poernomo, 1997)
b. Hidrolisis menggunakan ensim eksternal (Balitkan, 1999) Kepala tuna yang diambil dari PT Bonecom, dibawa ke tempat penelitian dalam suhu di bawah O°C dengan menggunakan kemasan transpor seperti pada kemasan transpor bahan ikan pari. Setelah sampai di tempat penelitian bahan tersebut dicuci dengan air bersih dan dicacah untuk memudahkan penyimpanan. Jika bahan belum akan digunakan maka bahan harus disimpan dalam keadaan beku di dalam freezer. Kepala tuna dicacah dan dicampur dengan air suling dan diaduk hingga rata (dimaserasi) dengan perbandingan bahan : air yaitu 4: 1 , kemudian pH bahan diukur.
Apabila pH bahan baku sudah masuk
selang pH optimal ensim (6-8) maka tidak diperlukan penyesuaian pH. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam wadah sebanyak 50 gram untuk setiap perlakuan. Kemudian ensim alcalase ditambahkan ke dalam campuran tersebut dengan perbandingan 0.2 %, 0.4 % dan 0.6 % (volumelbobot).
Campuran tersebut kemudian ditempatkan pada
inkubator oven bersuhu 50, 60 dan 70°C. Sampel hidrolisis diambil pada jam ke 2, 4, 6, dan 8, kemudian direndam dalam air panas 85°C selama 15 menit untuk me-non-aktifkan
15
Sentrifugasi
enSlm lalu disaring dengan kain dan disentrifugasi.
dilakukan pada suhu 4°C kecepatan 10000 g (J 3000 rpm) selama 10 menil. Fasa cair diambil dan dilakukan anal isis kandungan nitrogen. Kondisi hidrolisis yang menghasilkan kandungan nitrogen tertinggi merupakan kondisi optimal hidrolisis dan akan digunakan untuk memproduksi ekstrak pepton dalam jumlah lebih besar pada tahap kedua. Diagram alir proses ini ditunjukkan pada Gambar 3.
I Limbah ikan
I
DimHserasi daliJlll air suling dengan perbandingan 4 : 1 (hahan : air)
I
Hidrolisis dalam inkubator (oven) 50°C, 60 'c, 70 'c
P'n gambilan snmpeJ setinp 2 jam sampaijam ke-8
+
Penambahan ensim 0,2 %, 0.4 ex), 0,6 %
~ ~
.. Penyarillgan dengan kain saring
lnaktivasi ensim dalam air panas 80°C selama 15 menit A.nalisa nitrog.,m terlarut
~
Penyimpanan pada suIll!
Senlrifugasi
4°C, 12 jam
4 'c, 13000 rpm
~
I Pemisahan lemak i
,; i Ekstmk peptoll kasar
I
Uji mikrobiologi
Gambar 3. Diagram alir proses isolasi pepton dengan hidrolisis ensim eksternal (Balitkan, 1999)
16
2.
Tahap Uji Mikrobiologi Pepton (Poernomo, 1997)
Tahap kedua diawali dengan produksi peplon clalal1l .illmlah besar. Pada proses produksi ini, fasa cair setelah disenlrifugasi disimpan pmla suhu 4°C selama satll mal am (24 jam) untuk mell1isahkan lemak yang ikul terhidrolisis.
Fraksi lemak yang berada di atas cairan dibuang sebelum
pep ton digunakan llntuk uji mikrobiologi. Pengujian kemampuan pepton sebagai sllmber nitrogen clalam medium pertumbuhan mikroorganisme dilakukan dengan l1lenggunakall berbagai .ienis mikroorganisme dengan karakteristik Mikroorganisme
yang
digunakan
Escherichia coli (ATCC 25922),
berasal
dari
yang beragam.
isolat
mUrt11
yaitu
/3ucillus suh/ilis (ATCC 6(33).
S/aphyiococclis aurem' (A TCe 25923). Saccharomyces cerevisiae (llCC F.0074) dan Aspergillus niger (BCe F.0075) serta bakteri hasil isolasi cJari ikan, susu dan tellir. Sebagai pembanding kemall1puan pepton
dig~l11akan
pepton impor yang tersedia di Indonesia. yaitu pcptlln yang cliprllduksi oleh Oxoid, Dileo clan Merck. Medium pertllll1buhan dibuat sesederhana mungkin (terdiri cLu'i air. pepton, dan dextrose) dengan asumsi apabila pepton berhasil mendukullg pertull1buhan mikroorganisme dengan komposisi medium yang sederhal1
Medium perlllmbuhan dibllat dcngan I11Clarlltkan ckstrak
pepton sebanyak ± 4.5 mililiter ditambah air hingga 100 milililer sehinggn konsentrasi protein di dalam medium sebesar 0.5 % (b/v).
Seciangkan
untuk pepton komersial diambil 0,5 gram dan dilarulkan ke cialam 100 milililer air.
Masing masing medium pepton ditamhnh dengan cJeXl["()se
sebesar 0,1 % (b/v) untuk medium bakteri dan I % (h/v) ullluk mediulll kapang dan khamir. Sebelum disterilisasi meciium eli alur pH nya ciengan Hel I N atau NaOH I N. untuk bakteri pH 7,00
± 0.0 1 cian
untuk kapung
dan khamir pH 5.50 ± 0,01. Propagasi klillur l11urni dilakukan pacia medium nulrienl broth kecllali A.lpergillus niger dilakllkan pad a mediul1l PDA (I'olatoes Dextrose
17
Agar). Kultur murni dari ATee berbentuk kultur kering di elalam lop yang terbungkus oleh film yang mudah larut.
Inokulasi propagasl
dilakukan dengan memotong lop dan dimasukkan ke nutrient broth yang bersuhu 37"C. Inkubasi elilakukan paela suhu 37"e seiama 24 jam eli dalam inkubator shaker rotasi ISO rpm.
Kultur murni khamir dari BeC
berbentuk kultur kering di dalam ampul. lnokulasi propagasi dilakukan dengan melarutkan kultur dalam saline solution O.SS 'x, steril sebanyak ± 5 mililiter kel11udian dimasukkan ke medium nutrient broth bersuhu 2S"C. Inkubasi dilakukall pada suhu 25"e selama 24 jam. 150 rpm. Sedallgkall kultur kapang (A. niger) seperti pad a khamir. larutall kultur elalam saline solution diillokulasikall ke medium PDA metoda luang.
Inkubasi
dilakukan pada suhu kama!" selama 48 jam. Illokulasi kultur murni pada medium pepton c1ilakukan ciengan mengambil satu mililiter kultur propagasi dan dimasukkan ke masingmasing medium pepton. Untuk kultur murni kapang. perl11ukaan meciium propagasi dibilas dengan saline solution steril sebanyak ± 20 milililer. kemudian diambil satu mililiter dan dimasukkan ke maslllg-m
Setiap mikroorganisme diinkubasi di dalam inkubalor
shaker pacia suhu 37"C untuk bakteri dan 25-30"C untuk kapang clan khamir, pada kecepatan 150 rpm. Kultur campuran yang berasal c1ari susu diinnkulasi tanpa perlakuan propagasi kultur. Susu segar diinokulasikan ke medium pepton musil1gl11asing sebunyak satu mililiter. Kultur campuran yang berasal clari tclur juga tidak dipropagasi terlebih clulu.
Kuning teiur clan I:utih telm
dicampur dalam mixer steril kel1luclian cliinokulasikan kc medium p'"pton masing-111Hsing sebanyak satu mililiter.
Sedangknn tinging ibm dicacah
lembut dan dimascrasi dalam saline solution (l.XS % steril.
lalu
cliinokulasikan ke meclium pepton masing-masing satu mililitcr. SCI11U
37"e selama 24 jam. Pengujian kcmal11puan pepton dalam l1lendukullg periUmbui1wl mikroorganisme dilakukan dengan mengamati kun·a pCl"lumbuhan dalal11
18
medium calr pepton menggunakan spektrofotometer pada panJang gelombang 650 nm (Said, 1987), serta dengan pengukuran jumlah massa sel mikroorganisme pada jam ke-24.
C. PROSEDUR ANALISIS
I. Analisis Proksimat (Lampiran 2) a. Protein. Analisis protein dilakukan dengan metoda kjeldah!. lumlah protein adalah 6,25 kali jumlah nitrogen yang terukur.
..
b. Kadar air, abu, dan lemak masing-masing dianalisis dengan metoda gravimetri 2. Nilai pH Pengukuran pH larutan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. 3. Suhu Pengukuran suhu dilakukan dengan thermometer. 4. Analisis Mineral (Balitbio, Bogor) Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram, kemudian ditambah 10 mililiter larutan asam (RN0 3 pekat : HCI0 4 pekat : HCI pekat ; 6 : 6 : I). Campuran didestruksi sampai menjadi jenih, kemudian diencerkan dengan aquades hingga 100 mililiter, lalu disaring dengan kertas saring biasa. Filtrat dianalisis dengan Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS) (pada
panJang
gelombang
tertentu
tergantung JelllS
logam)
dan
dibandingkan dengan grafik mineral standar. 5. Total Pertumbuhan Mikroorganisme Total pertumbuhan mikroorganisme diukur dengan mengukur absorbansi kultur setelah diinkubasi selama 24 jam dan dikurangi dengan nilai absorbansi medium pada jam ke-no!.
Pembandingan total
pertumbuhan dilakukan dengan metoda perankingan (Poernomo, 1997) untuk setiap jenis mikroorganisme pada setiap medium yang diujikan.
19
Kemudian ranking setiap medium dijumlah. lumlah keseluruhan ranking terkecil mengindikasikan yang terbaik.
6. Laju Pertumbuhan Mikroorganisme Pengamatan spektrofotometer.
laju
pertumbuhan
sel
dilakukan
dengan
Pengambilan sampel dilakukan satu jam sekali pada
tiga jam awal selanjutnya setiap tiga jam hingga total waktu 24 jam. Pembandingan laju pertumbuhan dilakukan dengan metoda perankingan (Poernomo, 1997) untuk setiap jenis mikroorganisme pada setiap medium yang diujikan.
Kemudian ranking setiap medium dijumlah.
lumlah
keseluruhan ranking terkecil mengindikasikan yang terbaik.
7. Produksi Massa Sel Mikroorganisme Masing-masing kultur yang telah diinkubasi selama 24 jam dipanen, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm, suhu 4°e, selama 15 menit. Setelah itu dilakukan dekantasi, endapan yang terpisah dari cairan kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu loooe selama 24 jam, setelah itu ditimbang. Pembandingan produksi massa sel di lakukan dengan metoda
perankingan
(Stephens
e/ al.,
1976)
untuk
mikroorganisme pada setiap medium yang diujikan. setiap
medium
dijumlah.
lumlah
keseluruhan
setiap
jenis
Kemudian ranking ranking
terkecil
mengindikasikan yang terbaik.
D. PERHITUNGAN
1. Nitrogen total terlarut sampel / nitrogen total bahan Pengukuran jumlah nitrogen total dilakukan dengan metoda makro kjeldahl (Lampiran 2). Perhitungan rasio N total terlarut / N total bah an sebagai berikut :
20
NTTINTB = mg/ml N sampel x 1111 sal11pel setelah sentrifugasi % N bahan x I11g bahan NTT
Nitrogen total terlarut; NTB : Nitrogen total bahan
2. Laju Pertumbuhan Mikroorganisl11e Laju peI1ul11buhan dihitung sebagai gradien garis dari nilai logaritma absorban (pada fase pertumbuhan eksponensial), log A = I11X + c, di mana 111
adalah laju pertumbuhan mikroorganisl11e, A adalah absorbansi kultur, x
adalah waktu pertumbuhan dan c adalah konstanta (intersep garis).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Autolisis
Bahan yang digunakan dalam ekstraksi pepton secara autolisis adalah usus dan lambung ikan pari yang masih segar. Usus dan lambung ikan pari
digunakan dalam proses autolisis karena bahan tersebut mengan.dung ensim protease, seperti pepsin dan trypsin (Poernomo, 1997). Penampakan usus dan lambung ikan pari dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Penampakan usus dan lambung ikan pari (Trygon sp.) segar.
Seperti yang terlihat pada gambar tersebut, karakteristik usus dan lambung ikan pari yang masih segar antara lain berwarna kemerahan, tidak terdapat lendir di permukaan usus dan lambung, memiliki bau yang khas dan tidak berbau busuk, serta tidak terdapat belatung pada usus dan lambung. Hasil analisis komposisi kimia dari bahan baku dapat dilihat pada Tabel 1.
22
Tabel 1. Hasil analisis komposisi kimia usus dan lambung ikan pari.
Autolisis kondisi as am dilakukan di dalam penelitian ini kan,na karena kondisi asam (nilai pH yang rendah) selain membantu mengaktifkan ensim juga untuk
menghindari
kemungkinan
terjadinya
pembusukan
yang
disebabkan adanya kontaminasi oleh mikroorganisme. Hampir seluruh mikroorganisme sangat mudah tumbuh pada pH yang tinggi (pH 5-8) sedangkan pada pH rendah mikroorganisme tidak dapat tumbuh kecuali beberapa mikroorganisme tertentu. Pengkondisian asam dilakukan dengan penambahan asam. HCI pekat (12 N) dengan konsentrasi 2 % (v/b). Pada konsentrasi tersebut ternyata pH bahan telah turun sampai 1,5-2. Pada penelitian Poernomo (1997) asam HCI 12 N yang ditambahkan pada proses autolisis hampir dua kali lipat yaitu sebesar 3-4 % (v/b) dan inipun hanya menurunkan pH bahan hingga 3. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh faktor kesegaran bahan. Bahan baku yang segar memiliki pH sekitar 6, sedangkan bahan baku yang sudah membusuk cenderung memiliki pH ke arah netral (7-8).
Kenaikan pH
tersebut disebabkan pada proses pembusukan dihasilkan NH3 (amoniak) yang bersifat basa. Rasio N total terlarut I N total bahan dari ekstrak pepton isi perut ikan pari dapat dilihat pada Gambar 5. Pada gambar tersebut dapat dliihat bahwa rasio N total terlarut I N total bahan tertinggi untuk proses autolisis pada suhu 40°C tercapai pada hari kelima sebesar 0,701.
Sedangkan rasio N total
terlarut I N total bahan tertinggi untuk proses autolisis pada suhu kamar (2830°C) tercapai pada hari keenam sebesar 0,709.
Rata-rata rasio N total
terlarut I N total bahan pada suhu 40°C (0,672) lebih tinggi dari pada rata-rata rasio N total terlarut I N total bahan pada suhu kamar (0,622). Hal ini terjadi karena pada suhu 40°C aktifitas hidrolisis ensim dalam bahan lebih tinggi dari
23
pada suhu kamar sehingga protein bahan lebih banyak terhidrolisis pada suhu 40°C.
0,8 0,7 2
0,6
:c cc 0,5
2
a. 0,4
::;:
en 0,3 2
--
::::::--
~
0,2
..
0,1
°
1
2
3
4
5
6
7
HARI
I-+-kamar __ 40 C I
J
Gambar 5. Grafik N total terlarut I N total bahan ekstraksi pep ton isi perut ikan pari secara autolisis, data diberikan pada Lampiran 3.
Rasio N total terlarut I N total bahan setiap hari (dari h,ari pertama sampai hari kelima) dari hasil proses autolisis pada suhu 40°C cenderung tetap. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kondisi optimal proses autolisis tercapai pada hari pertama. Pada hari pertama rasio N total terlarut I N total bahan telah mencapai 0,692.
Hasil tersebut tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata terhadap rasio N total terlarut I N total bahan tertinggi 0,701 yaitu pada hari kelima. Proses autolisis protein berlangsung dengan cepat sebelum hari pertama dan setelah itu proses autolisis berlangsung lambat sehingga penambahan rasio N total terlarut I N total bahan sangat kecil.
Hasil ini
sesuai dengan Poernomo (1997) yang menyatakan bahwa kondisi optimal autolisis pada suhu 40°C tercapai sebelum hari kelima. Adapun N total terlarut I N total bahan hasil proses autolisi's pada suhu kamar cenderung meningkat pada hari pertama sampai hari keenam dan kemudian tetap sampai hari ketujuh.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa
24
proses autolisis masih berlangsung agak cepat setelah hari pertama hingga hari keenam meskipun tidak secepat pada proses sebelum hari pertama. Sedangkan setelah hari keenam proses autolisis berlangsung lambat. Hasil tersebut di atas juga menunjukkan bahwa proses autolisis sangat dipengaruhi oleh suhu.
Pada suhu kamar proses autolisis berj alan lebih
lamb at dari pada proses autolisis pada suhu 40°C.
Faktor suhu
mempengaruhi aktifitas ensim pepsin yang terdapat pada isi perut ikan pari pada proses autolisis. Aktifitas ensim pepsin lebih tinggi pada suhu 40°C dari pada suhu kamar karena suhu 40°C merupakan suhu optimal dari ensil11 peps1l1. Selain faktor suhu, faktor pH bahan juga berpengaruh pada proses autolisis. Di dalam proses autolisis nilai pH sampel mel11iliki kecenderungan semakin lama akan semakin l11eningkat seperti ditunjukkan pada ?al11bar 6.
3.50 -"'-
3.00
~
2.50 2.00 pH
1.50
~
-,
/' /
~
1.00
.-
0.50 0.00
o
2
3 4 Waktu Oam)
5 ~
6
7
40"C ---m- kal11ar
Gambar 6. Grafik perubahan nilai pH pada proses ektraksi pepton isi perut ikan pari secara autolisis, data diberikan pada Lampiran 4.
Perubahan nilai pH sampel disebabkan karena proses penguraJan protein bahan berjalan terus sehingga asam amino yang sudah terbentuk di dalam sampel juga terurai menjadi senyawa N penyusunnya (amoniak I NH3). Pelarutan NH3 di dalam air akan membentuk senyawa basa sehingga akan
25
menaikkan nilai pH sam pel. Semakin banyak asam amino yang terurai akan semakin tinggi nilai pH sampel.
Manurut Alder (1986) proses hidrolisis
protein disertai oleh pelepasan atau penyerapan H+, nilai pH campuran berubah, kecuali pada daerah sekitar pH 5-6 di mana penyerapan dan pelepasan proton tidak terjadi lagi. Kenaikan pH dalam sam pel akan megakibatkan penurunan aktifitas ensim pepsin. Dengan demikian proses autolisis akan menjadi le.bih lambat. Selain itu nilai pH yang tinggi memberi peluang adanya kontaminasi mikroorganisme pada bahan. Sehingga proses autolisis tidak efektif lagi dan proses pembusukan akan lebih dominan yang dapat mempengaruhi mutu ekstrak pepton yang dihasilkan.
OIeh karena itu proses autolisis harus
dihentikan bila nilai pH sampel mendekati pH pertumbuhan mikroorganisme as am (3-5) agar hasil pepton yang didapatkan masih bail,Berdasarkan hasil keseluruhan di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi proses autolisis yang optimal adalah pada suhu 40°C selama satu hari. Penampakan ekstrak pepton isi perut ikan pari hasil proses autolisis dapat dilihat pada Gambar 7. Proses autolisis yang baik akan menghasilkan cairan yang jernih setelah mengalami proses penyaringan dan sentrifugasi pada kecepatan ]3000 rpm dan suhu 4°C seperti yang terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Cairan ekstrak pepton silase.
26
B.
Hidrolisis Ensimatis Bahan yang digunakan dalam ekstraksi pepton secara hidrolisis ensim eksternal adalah limbah pengolahan ikan berupa kepala ikan tuna. Penampakan kepala ikan tlma dapat dilihat pada Gambar 8.
Kepala
merupakan bagian ikan yang tidak memiliki ensim internal sehingga tidak dapat digunakan dalam proses silase. Hasil analisis komposisi kimia bahan kepala tuna adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil analisis komposisi kimia kepala tuna .........
.....
Komposisi
.......
.. ·%(blb,basis.basah) .
Protein
16,00
Lemak
6,27
Air
71,57
Abu
6,01
Gambar 8. Penampakan kepaJa ikan tuna (Thunnus sp.)
Pada awal penelitian ensim yang akan digunakan dalam proses ini aclalah papam.
Ensim papain sangat mudah dijumpai eli pasaran sebagai zat
pengempuk daging. Akan tetapi ensim papain kllmcrsial lersebul banyak mengandung garam. Garam dikhawatirkan dapat menjadi I'aklor penghambal pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu dalam penelitian ini ensim papam komersial tidak digunakan. Alternatif penggunaan ensim yang lebih murah pada awal penelitian dilakukan dengan menggllnakan papain dari pepaya mentah. Tetapi aktifltas hidrolisis papain dar'l pepaya tersebul terlalll kecil sehingga tidak mampu menghidrolisis protein ibm
Ekstrak pepl<)n
hasil hidrolisis oleh ensim tersebut mudah terkontaminasi mikroorganisme sebelum seluruh bahan terhidrolisis. Selanjutnya ensim yang digunakan dalam penelitian ini adalah emim alcalase. Selain ensim alcalase relatif lebih Illllrah dari pada ensilll papain murni yang bebas garam, penggunaan ensim ini diharapkan agar pepton yang didapatkan bisa lebih Illenllnjang pertumbuhan Illikroorganisme karena ensill1 ini diproduksi oleh bakteri Bacillus iichellijiml1is
I. Pengaruh Suhu Terhadap Rasio N Total Terlarut/ N Total Bahan
Faktor utailla yang mempengaruhi kerja ensilll adalah suhu. Rasio N total terlarut / N total bahan yang dipengaruhi oleh sllhll dapat dilihal pada Gambar 9.
Dari gaillbar tersebut dapat diketahlli bahwa raslo N tutal
terlarut / N total bah an tettinggi dicapai pada SUllLl )0"(' Suhll optimal ensim alcalase menllrut Rose (1980) adalah 60"C, seelangkan bcrdasarkan Novo adalah sekitar 55 sampai 60°C. Rasio N total terlarut / N total bahan teninggi pada suhu 50"(' karena aktititas cnslm alcalase pada suhu tersebut lebih stabi\.
Aktititas ensilll
alcalase dapat bertahan lebih lama pad a sllhu terseblll sebingga dapal menghidrolisis protein bahan lebih banyak.
[V\enurut Rose (I ')80) pacla
suhu 50 G e kestabilan aktifitas hidrolisis ensim alcalase tetap di at as 90 % meskipun proses hidrolisis telah berlangsung selama 60 meni!, sedangkan
1X
pada sunu 60°C kestabilan aktifitas hidrolisis ensill1 alcalase akan ll1enllrlln hingga di bawah 80 % setelah proses berlangsung selama 60 menit. 0.9 0.8 0.7 0.6 f-
z 0.5 f:: f- 0.4 z
0.3 0.2 0.1 0 50
70
60 SUHU 50
e
G
Gambar 9. Pengaruh suhu terhadap rasio N total terlarut / N total bahan pada ekstraksi pepton kepala tuna (konsentrasi ensi m 0,2 %. waktu hidrolisis 8 jam). NTT: N total terlarut: NTB : N total bahan, data diberikan pada Lampiran 5.
2. Pengaruh Waktu Terhadap Rasio N Total Terlamt / N Total Bahan
Selain faktor suhu, proses hidrolisis juga clipengaruhi oleh
t~lkt()r
\-vaktu. ''''aktu Illcrupakan salah satu faktor yang penling bagi kinerj,1
enSlm. Faktor waktu mempengaruhi kestabilan kinerja ensim. Rata-rata rasio N tdtal teriarut / N total bahan yang dipengaruhi oleh faktor waktu dapat dilihat pada Gambar 10. Nilai rata-rata rasio N total trelarut / N total bahan tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrolisis maka rasio N total terlarut / N total bahan semakin besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses
hidrolisis
protein
masih
berjalan
sam pal
pm
kedelapan.
Peningkatan rasio N total terlarut / N total bahan pada jam keempat sampai kedelapan lebih lambat dari pada sebelum jam keempat. 1-1 a I ini disebabkan
terjadinya
bertambahnya \Vaklu.
penurunan
aktifitas
CnSl1l1
sejalan
clengan
Menurut Rose (1980), kestabilan k'lnerja ensilll
29
subtilisin Carlsberg semakin menurun sejalan dengan bertambahnya waktu proses hidrolisis. Rose menggambarkan bahwa beberapa jenis substrat protein yang dihidrolisis dengan ensim alcalase mencapai titik stasioner (waktu optimal) pada jam keempat.
0.9 0.8
<0
I-
z
j:::
I-
z
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
~
~
~
/
./
/
/
/ ..
0.1 0 2
4
6
8
WAKTU (JAM)
Gambar 10.
Grafik pengaruh waktu hidrolisis terhadap rasio N total terlarutl N total bahan pada suhu 50°C, konsentrasi ensim 0,2 %. NTT: N total terlarut; NTB : N total bahan, data diberikan pada Lampiran 5.
Penurunan rasio N total terlarut I N total hahan setelah waktu empat jam lebih dipengaruhi oleh kehomogenan bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang digunakan adalah kepala tuna yang banyak mengandung tulang yang tidak dapat dihidrolisis oleh ensim. Selain itu pencampuran ensim dengan bahan kurang merata karena pengadukan hanya dilakukan setiap satu jam sekali secara manual. Pada waktu tertentu rasio N total terlarut I N total bahan diperkirakan akan mencapai keadaan stasioner yaitu sekitar 0,8 (Mackie, 1982). Hal ini dapat terjadi karena pada proses hidrolisis tersebut terdapat penghambatan proses oleh produk. Asam amino yang terbentuk hasil proses hidrolisis akan menutup sisi aktif protein substrat sehingga ensim tidak dapat melanjutkan proses hidrolisis tersebut. Menurut Mackie (1982) ada pola
yang khas dari hidrolisis daging ikan di mana tcrclapat sekitar 20 persen dari total nitrogen yang tidak larut meskipun sejumlah ensi m ditambahkan secara berlebih. Hasil yang sama dilaporkan oleh Sahidi el aJ. (\995) pad a hidrolisis protein capel in. Tidak adanya penambahan protein terlarul dari hidrolisis
capelin
dipastikan
ketika
sejumlah
proteolitik
ditambahkan setelah proses hidrolisis mencapai rase slasioner.
ellS]1ll fvlereka
menduga bahwa hidrolisis mungkin dihambat oleh produk hidrolisis atau adanya c/eC/va);e pada semua ikatan peptida yang dapat dihidrolisis oleh enslm.
3. Pengaruh Konsentrasi Terhadap Rasio N Total Terlarul / N Total Bahan
Pengaruh konsentrasi terhadap rasio N total teriarut sampel / N total bahan baku dapat dilihat pada Gambar II. Pada gralik lersebut terlihat bahwa perlakuan konsentrasl cenderung memiliki nilai rasio yang sama pada tiap perlakuan konsentrasi. Oleh karena itu tilklor konsentrasi ensilll tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil ekstraksi.
0.9 0.8 0.7 0.6 z 0.5 ;::
III
f-
f-
z 0.4 .
0.3 0.2 0.1 0.2
0.4
0.6
KONSENTRAStl%)
Gambar \ I.
Pengaruh Konsentrasi terhadap N tolal terlarut / N total bahan pad a suhu 50"e, waktu 8 Jam. NTT : N total terlarut; NTB : N total bahan, data diberikan pada Lampiran 5.
31
Peningkatan konsentrasi ensim tidak bisa meningkatkan rasio N total terlarut / N total bahan pada akhir proses. Hal ini dapat terjadi karena pada setiap pedakuan konsentrasi, setelah bahan dihisrolisis selama 8 jam, rasio N total tedarut / N total bahan hampir mencapai titik stasioner hidrolisis yaitu 0,8. Oleh karen a itu, pemilihan konsentrasi terendah (0,2%) secara ekonomis paling baik.
4. Pengaruh pH Terhadap Proses Hidrolisis
Selain ketiga faktor di atas, faktor lain yang mempegaruhi proses hidrolisis adalah pH. Faktor pH juga merupakan salah satuJaktor yang mempengaruhi kinerj a ensim. Nilai pH yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH bahan yaitu sekitar 6-7. Nilai pH tersebut sudah masuk dalam
selang pH
optimal
ensim
a!calase,
sehingga tidak
perlu
mendapatkan perlakuan pengaturan pH dengan menggunakan larutan buffer. Hal ini dapat mengurangi biaya penanganan bahan sebelum proses ekstraksi.
Di dalam proses ekstraksi pepton pH sampel semakin
meningkat seiring pertambahan waktu. Perubahan nilai pH sampel dalam ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 12. Kenaikan nilai pH pada proses ektraksi ini terjadi karena as am amino yang sudah terbentuk ada yang terhidrolisis menjadi amoniak yang bersifat basa dalam air.
Pada nilai pH netral ini peluang terkontaminasi oleh
mikroorganisme cukup besar, oleh karena itu proses ekstraksi ini harus dilakukan dalam waktu singkat. Pada penelitian hidrolisis ikan dengan protease bakteri, Rebecca e/ af. (1991) mengemukakan bahwa pelarutan nitrogen akan lebih cepat selama pH hidrolisis terkontrol dibanding tanpa pengontrolan pH.
Selain itu
ditemukan pula penurunan pH dari 9,5 menjadi 8 pada bubur hidrolisat yang menggunakan protease bas a (alkali) dan dari 7,5 menjadi 6,5 pada hidrolisat yang menggunakan protease netral. Hal itu terjadi pada satu jam pertama hidrolisis, yang berhubungan dengan penurunan aktifitas protease sebesar 15-30 persen.
8 Suiw SII"C
7,5
6 5,5 ' 5
o
2
4
6
8
jam ; - - 0,20% --'--,
-B-
0,40%
--6-
0,60%
8 Sultu <>0"('
7,5 7 ~ 6,5
•
6 5,5 5 0
2
4
6
8
jam
8
Suiw 711"('
7,5
7
~ 6,5 ~._ _ _ _=~9!'fl====---'----==.,==~~--~ 6 5,5
5
o
2
4
6
8
jam : - - 0,20% ,
-----~
-
-B-
0,40% -~ 0,60%
Gambar 12, Perubahan nilai pH pada proses ekstraksi pepton kepala luna pada berbagai periakuan suhu, data diberikan pada Laillpiran ()
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tinggi remlahnya rasi" N total terlarut / N total bahan lebih tergantung pada faktor SUhll dan waktu Kecepatan hidrolisis ensill1 sangat tergantllng dari kestabilan aktitilHs cilsim yang dipengarllhi oleh sllhll dan waktu hidrolisis.
Untllk ll1enghiclrolisis
seluruh protein bahan yang dapat terhidrolisis dibutllhkan waktu yang lama mengingat aktititas hidrolisis ensim yang terbatas. .Iadi kestabilan aktiiitas ensim dalam waktu yang lama menjadi faktor yang sangat penting c1alam proses hidrolisis. Dari hasil penelitian c1apat dilihat bahwa kondisi terbaik untuk ekstraksi pepton adalah pacla suhu Jam.
sone, dengan konsentrasi ensill1 0,2
% clan waktll B
Pada kondisi tersebllt rasio N total teriarut / N total bahan sall1pel
sebesar 0,792.
Nilai rasio tersebut telah ll1endekati titik stasioner ll1enurut
Mackie (1982), dan Sahidi (1995) yaitu sebesar 80 perserl pepton kepala tuna c1apat dilihat pada Gall1bar 13.
Gambar 13. Penall1pakan ekstrak pepton kepala tuna.
Hasil ekstrak
C. Kualitas Ekstrak Pepton Hasil Autolisis dan Hidrolisis
Produksi ekstrak pepton dilakukan pada kondisi terbaik optimasi yaitu hidrolisis selama 24 jam pada suhu 40°C untuk autolisis isi perut ikan pari dan selama 8 jam pada suhu 50°C untuk hidrolisis kepala tuna menggunakan 0,2 % (v/b) ensim alcalase 2,4 AU/g. Hasil anal isis proksimat dan mineral ekstrak pepton yang dihasilkan dan pepton komersial yang cligunakan dapal dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Komposisi kimia ekstrak pepton. KOlJlllosi~i
DiFcO
(hasiskGlil)g)
0:;<010 •
'1i,I<siPl lqI Clli011
EI<strak ]leptoll
IsIllCl"Ut il"lO. ()ari
kcpaJ:t tuna
Air Ir;,
UO
S,20
80,0}(b.b)
X3.97(b,b)
{XI
), 10
6,20
6,91
4.93
Lemak %
IUO
0,30
2.25
2A3
Total N t%
15,SO
IS,30
7,86
----_.- _. -"---_.. "-. 11. III
Sp,gravity
-
-
1.02
l.1I.\
Abu
-
I
Mineral
I
(mgilOOg)
en
oJ.3D
7,20
20,00
120,00
Mg
6UO
36,30
10,00
50,011
Fe
3,:i0
7S,OO
2,20
2,20
Cu
2.30
2.30
TId
Il, 10
Zn
.\,110
2,gO
2,80
Mn
0.811
L80
TId
.\,61l ------- - - - " - l.SIl
Pb
2, I 0
UO
TId
Tiel
*) Tid : tIdak lerdeleks!
b.b :
baSIS
basah
Dari tabel3. di atas clapat diketahui bahwa total nitrogen terlarut pada kedua ekstrak pepton jauh lebih kecil dari pada pepton komersial.
Hal Inl
disebabkan kedua ekstrak pepton ticlak clipekatkan sehingga kandungan all' dalam ekstrak pepton sangat tinggi yaitu sekitar 80,03 % pada ekstrak pepton pari clan 83,97 % pada ekstrak pepton tuna. Kadar lemak pada kedua ekstraK pepton juga lebih tinggi clari pada pepton komersial.
Lemak tersebul
merupakan lemak dari bahan baku yang ikut terhiclrolisis uleh enzim. Len1ilK
35
tersebut larut ke dalam cairan ekstrak pepton pada suhu kamar dan dapat dipisahkan pada suhu rendah (4°C). Pemisahan lemak yang dilakukan adalah metode pemisahan secara fisik karena pemisahan lemak secara kimiawi ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan perubahan atau kerusakan pada ekstrak pepton dan hal ini harus dihindari. Selain itu pemisahan lemak secara fisik lebih mudah serta kemungkinan kerusakan produk lebih kecil. Basil produksi ekstrak pepton isi perut ikan pari dan pepton kepala tuna dapat diliha( pada Gambar 14.
Pepton isi perut ikan pari
Pepton kepala tuna
Gambar 14. Basil produksi ekstrak pepton isi perut ikan pari dan pepton kepala tuna
Kandungan mineral yang terukur pada kedua ekstrak pepton pada umumnya lebih kecil dari pepton komersial kecuali kandungan kalsi urn pada ekstrak pepton kepala tuna. Sebagian besar bahan baku ekstrak pepton kepala tuna yang berupa tulang kepala ikan tuna bisa menjadi penyebab utama kadar kalsium dalam ekstrak pepton menjadi tinggi. Perbandingan komposisi asam amino ekstrak pepton dan pep ton komersial dapat dilihat pada Tabel 5. Pada umumnya pepton mengandung 16 sampai 18 jenis asam amino sepelii yang tercantum pada TabeI5. Jenis dan jumlah asam amino pada pepton tergantung dari sumber bahan baku dan metode produksi.
Perbedaan kandungan asam amino ini menyebabkan
perbedaan pada penggunaan pepton itu sendiri. Difco menyebutkan bahwa
ada
beberapa Jems
pepton
dan
penggunaannya
antara
lain
pepton
bakteriologikal khusLis digunakan untuk bakteri dan pepton ll1ikologikal yang khusus untuk pertull1buhan fungi (kapang dan khall1ir).
Tabel 4. Perbandingan kOll1posisi asall1 amino (gil 00 g protein (b.k)) pepton.
Asam a.lillartat
l.01
o.-I()
7.71l
7.S0
A~'1l11
0.8J
0 . .\ :;
12. III
11.00
O.3()
0.70
glutamat
AmonLa Scrin
0.1 I
1l.IlX
1.90
2. ~O
Glisin
O.-lS
o.m
I (>..I1l
5J)O
Histitlin
1.52
0.07
O. SIl
1.50
Arginin
1.07
1.5S
X.6()
S.oO
I.7Il
2.50
2.()O
7.71l
7.1l1l
1.7"
Il. ~Il
l.SIl.
Thrconin
Alanin
(UI
Il.O I
Prolin
IU2
1),25
T~'rosill
Valin
Il. \3
2J).\
2.HO
3.GO
Mcthionin
1l.32
Il.n
O.SIl
I All
Cystcin
0,35
1l.1l7
O.21l
O.SIl
0.12
1.81l
2AO
hnlcusin Lcusin
0.0 I
2.3G
.\.-Ill
5.00
Phcnilalanin
1l.-l3
UI
2J)()
2.30
Lysin
0.]7
.\.71l
).SO
Tr)'ptoJlhanc *)
0.3"'
Direo Man"a\.
I) Pocrnoillo (I ~~7)
Pada umull1nya jUll1lah asall1 amino ekstrak pepton isi peru! ikan pari dan ekstrak pepton kepala tuna lebih kecil dari pada pepton kOll1ersial. Hal tersebut disebabkan pepton komersial berupa bubuk (konsentrat) yang murni sedangkan ekstrak pepton isi perut ikan pari dan pepton kepala tuna yang dihasilkan belull1 dill1urnikan.
Oleh karena itu pada kedua ekstrak pepton
tersebut ll1asih terdapat beberapa senyawa pengotor (senyawa N yang bukan
37
asam amino) yang dapat dilihat pada grafik analisis asam ammo menggunakan HPLC (Lampiran 7-9),
D.
Uji Pertumbuhan Mikroorganisme
Medium uji pertumbuhan mikroorganisme yang dibuat dari pepton komersial dengan konsentrasi 0,5 % (b/v) dan ekstrak pepton dengan konsentrasi protein 0,5 % (b/v) mempunyai nilai absorbansi berurutan untuk Merck, Difco, Oxoid, ekstrak pepton tuna, dan ekstrak pepton pari yaitu 0,004; 0,005; 0,005; 0,043; dan 0,017, Kedua ekstrak pepton lebih keruh dari pada pepton komersial karena kandungan lemak pada ekstrak pepton lebih besar dari pepton komersial.
1, Total Pertumbuhan Mikroorganisme
Total pertumbuhan mikroorganisme berdasarkan nilai absorbansi kultur dapat dilihat pada Gambar 15.
Pengukuran absorban dilakukan
pada jam ke-24 kecuali kultur E. coli, B, subtilis, dan S. aureus, Dari gambar tersebut terlihat bahwa jumlah total mikroorganisme, yang ditunjukkan oleh nilai absorban, tertinggi pada umumnya adalah kultur yang ditumbuhkan pada medium ekstrak pepton isi perut ikan pari dan diikuti medium ekstrak pepton kepala tuna, Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak pepton yang dihasilkan lebih baik dalam menumbuhkan sel mikroorganisme dibanding medium dari pepton komersial. Perbandingan total pertumbuhan mikroorganisme dapat dilihat pada Tabel 5, Pada tabel tersebut terlihat bahwa medium ekstrak pepton isi perut ikan pari dan medium' pepton kepala tuna lebih baik dari pada medium pepton komersial.
Urutan terbaik untuk kultur murni adalah
pepton isi perut ikan pari dengan jumlah ranking 7, diikuti pepton kepala tuna (9), pepton Difco (12), Merck (14), dan yang terakhir Oxoid (18), Urutan terbaik untuk kultur campuran adalah pepton Merck (6), diikuti pepton kepala tuna serta pepton isi perut ikan pari (7), kemudian pepton
38
r----------------~---
TOTAL PERTUMBUHAN 2.500 - , - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - , 2.000
+----------~
~
1.500
+----------:=
~
1.000
c
<;
~
0.500 0.000
Gambar 15. Total pertumbuhan mikroorganisme pada medium sederhana dari beberapa jenis pepton ( M : merk, D : difco, 0 : oxoid, CT : pepton kepala tuna, CS : pepton isi perut ikan pari ), data diberikan pada Lampiran 10.
Tabel 5. Perbandingan total pertumbuhan mikroorganisme MIKROORGANISME E.coli B.subtilis S.aureus S.cerevisiae Jml. ranking Telur Susu Ikan Jml. ranking
M 0,412 0,462 0,735 2,047
1,531 1,851 1,389
r
4 4 5 1 14 2 3 1 6
K1
ABSORBAN 0 r 0 1,105 2 0,366 0,699 2 0,380 1,287 3 0,856 5 1,716 1,641
12 1,281 1,294 0,916
4 5 3 12
24 JAM r CT 5 0,935 5 0,757 4 1,410 4 1,746
18 1,066 1,544 0,861
m
5 4 4 13
Ps1
1,440 1,871 1,122
r
3 1 2 3 9 3 2 2 7
r
CS 1,373 0,661 1,739 1,913
1 3 1 2 7 1 1 5 7
1,992 1,926 0,833
m
JUMLAH RANKING Urutan terbaik *) .. M : Merck; D : Difco : 0 : OXOld : CT : Pelon kepala tuna: CS : Pepton 151 perul Ikan Pan
Pt-
r: ranking *) Jumlah ranking lerkecil yang terbaik
Difco (12) dan yang terakhir pepton Oxoid (13).
Secara keseluruhan
pepton isi perut ikan pari adalah yang terbaik dengan total ranking 14 dan diikuti pepton kepala tuna pada tempat kedua dengan total ranking 16.
2.
Laju Pertu111buhan Mikroorganisme
Grafik pertumbuhan mikroorganisme yang dinyatakan dalam nilai absorban
terhadap
waktu
dapat dilihat
pada
Gambar
16.
Laiu
pertumbuhan mikroorganisme dihitung berdasarkan gradien garis dari logaritma nilai
absLlrban kultur terhadap waktu
pertumbuhan logaritmik.
(jam)
pada
masa
Pada grallk tersebut tcrlilwt bahwa ralH-J"i\W
masa logaritmik bakteri antma jam ke-3 sampai ."Iam ke-12. 111,lsa logaritmik khamir ( S. cerevisiae) antma jam ke-6 sampai jam ke-18. Pada umumnya masa logaritmik kultur campuran dari susu clan kultur eampuran clari telur antara jam ke-9 sampai jam ke-18. Sedangkan masa logaritmik kultur campuran yang berasal clari daging ikan antma jam kc-3 sampai jam ke-12.
Hasil tersebut mcnunjukkan bahwa khamir Icbih clominan IXld'l
kultur campuran yang berasal clari susu dan telur. sedangkan bakteri Icbill dominan pada kultur campuran yang berasal dari ikan. Laju pertumbuhan kapang ticlak dapat dihitung dengan menggunakan metocla spektrofotometri. Kapang (A. niger) merupakan 111ikroorganisme miselia yang mudah mcmbentuk koloni besm pada medium cair dan sukar untuk dipecah oleh karena itu pembacaan absorbansi sulit dilakukan. Said (1985) menyatakan bahwa metoda spektrofotometri kurang baik untuk pengukuran pertumbuhan mikroorganisme miselia kecuali kultur tcrsebut dihomogenisasi terlebih dulu.
Fada penelitian, mcskipun klll1ur kapang
pada medium pepton slldah dihomogenisasi dengam vortex. masih terclapat koloni kapang yang ticlak dapat terpecah sehingga pcngamatan terganggu. Perbandingan laju pertumbuhan mikroorganisme yang ditllmbuhkun pada beberapa jenis pep ton dapat dilihat pada Gambar 17. Berdasarkan perhitungan laju pertllmbllhan untuk Escherichia coli antma 0,03 saillpai 0,08 log(absorban) per jam, Bacillus sub/iii.\" antma 0.17 saillpai O.2-l.
S/apylococclfs aurell.\" antara 0,23 sampai 0,27. Sacchuromyces cerel'isiuc antma 0.17 sampai 0.19. kllitur campuran c1ari telllr sekitar 0,18 salllp'li 0.38. kultur campuran dari SUSll sekitar 0,23 saillpai 0.34 dan kllilur campllran dari ikan sekitar 0,31 sampai 0.35.
1,W)
3 6 9
j<m
15 18
~
a
~ jan
9 12 15 18 21 24
_rI
./"
-+- M --{]- 0 -t:r- 0
6
~
jam
cr .....:- cs
9 12 15 18 21 24
-+- M - 0 - 0 -t:r- 0
a
3
7l j ..
~ ~:: ~
'M
3
o 1,(XXJ
a
3 6
jam
9 12 15 18 21 24
-+- M --{]- 0 -6- 0 --*- cr -.1<- cs
w
6
j<m
9 12 15 18 21 24
--+- M--{]- 0 -6- 0 --*- cr -.1<- cs
a
------~ II
~
O.OOO~~---
j~ ~~::~ZC==
2,000
1
~ O,9))L~
<:mRKA3m.MEI.H'.N Mikroorgcnisme dc:ri IkCfi
cr --><- cs
@1,9))
.c
~
jam
0.0Xl I;...L------' a 3 6 9 12 15 18 ~ ~
ffiIIRKPffifLMELI-I'.N Mikroorganisme dari Susu
15 1,500 .c is 1,CCO
.c
ow i,ax>
~ Q,Ea)
1,@
ow
.c
2,000 ~ 1,fJJJ
r .- - - - - - - ,
~ 1,:m
2,0Xl
<:mRKA3m.MEI.H'.N
Saccharomycescerevisiae
ffiIIRK PffifLMELI-I'.N Staphylococcusaureus
peplon kepala luna. CS : peplOn isi penn ikan pari). clata cliberikan pacla I.ampiran II.
Gambar 16. Grailk pertumbuhan mikroorganisme pada medium seclcrhan3 clari beberapa jenis peplon (M : Merck. D : Difco. 0 : Oxoid. CT
--+- M --{]- 0 -6- 0 --*- cr .....:- cs
(; 1,000 w ~ 0,500 0,000* ... • a 3 6
jam
3 6 9 12 15 18 21 24
-+- M --{]- 0 -6- 0 --*- cr -.1<- cs
0,0Xl
1~::1~
fij 1,EaJ
2,ooolf
c 150) , .c
ro
~
<:mRKA3m.MaJ-III BadllusSlbtilis
2,0Xl . r - - - - - - - ,
<:mRKA3m.MEI.H'.N Mikroorgcnisme cJa-i Telur
--+- M --{]- 0 -6- 0 --*- cr -.1<- cs
a
~
r ,- - - - - - - - - - - ,
0,0Xl~
~ a,S»
ow
.c
~ 1,9X)
2,0Xl
<:mRKA3m.MaJ-III Es::herichia coli
-l'-
o
41
LAJU PERTUMBUHAN 0.400,.----------------------, C
_ 0.350 E
+-----------------
.§ :S: 0.300 .c ~ 0.250 f---._---=---:::m.-E.c
.g 5
0.200 i - - - -
~ ~ 0.150 t-----I! ~~ .'" Cl 0.100 -/----m ..J£ - 0.050 0_000
,f>.\& 0.J.
.~. ,
'b;v
<:;.'
0{,
'0 9
?
7
Mikroorganisme
[!liM IJiDDa DCTrieS] "----------------------
-_ .. _--_._-_.- .--- -._--- ---
Gambar 17. Laju pertumbuhan mikroorganisme pada medium sederhana dari beberapa jenis pepton ( M : merk, D : difco, 0 : oxoid, CT : pepton kepala tuna, CS : pepton isi perut ikan pari ), data diberikan pada Lampiran 12.
Tabel6. Perbandingan laju pertumbuhan mikroorganisme MIKROORGANISME
LAJU PERTUMBUHAN { LOG(ABSORBAN)/JAM } r r M r D r 0 r CT CS
E.cali B.subtilis S.aureus S.cerevisiae Jm!. ranking
0,085 0,095 0,141 0,191
Telur Susu Ikan Jm!. ranking
0,155 4 0,218 1 0,187 3 0,203 0,232 5 0,290 2 0,273 4 0,278 0,329 3 0,329 3 0,313 5 0,330 6 12 12
JUMLAH RANKING Urutan terbaik*)
1 5 5 1 12
0,084 2 0,061 3 0,172 1 0,104 4 0,179 2 0,152 4 0,170 4 0,170 4 15 9
~
rA
f¥1
M : Merck: D : Dlfco : 0 : OXOld ; CT : Pelon kcpala luna: CS : Peplon isi peml Ik
0,048 0,133 0,204 0,180
4 3 1 2 10
0,033 0,157 0,162 0,172
5 2 3 3 13
2 0,018 3 0,338 2 0,355 7
5 1 1 7
Wi
f?f
42
Tabel 6, di atas menunjukkan perbandingan laju pertumbuhan mikroorganisme yang ditumbuhkan pada beberapa jenis pepton,
Laju
pertumbuhan terbaik untuk kultur murni adalah pada medium Difco (dengan jumlah ranking 9) diikuti pepton kepala tuna (10), Merck (12), pepton isi perut ikan pari (13) dan yang terakhir Oxoid (15), Untuk kultur campuran laju pertumbuhan terbaik adalah pada medium Difco (6), diikuti oleh pepton kepala tuna dan pepton isi perut ikan pari (7), kemudian Merck dan Oxoid (12), Jadi untuk laju pertumbuhan keseluruhan yang terbaik adalah medium Difco, diikuti pepton kepala tuna, pepton isi perut ikan pari, Merck serta yang terakhir medium Oxoid,
3, Produksi massa sel mikroorganisme
Grafik produksi massa sel mikroorganisme dapat dilihat paJa Gambar 18, Dari grafik tersebut terlihat bahwa pepton isi perut ikan pari dan pepton kepala tuna dapat menunjang produksi massa sel kultur murni dan kultur campuran paling baik, 800,00 700,00
E 0 0
'5, E
600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0,00
,dj,
'<,;0/
Gambar
18,
,Grafik
produksi
massa
ImM
DD
mO mGT IIICSI
sel
mikroorganisme
yang
ditumbuhkan pada medium pepton sederhana (M : Merck, D : Difco, 0 : Oxoid, CT : pepton kepala tuna, CS : pepton isi perut ikan pari), data diberikan pada Lampiran 13,
43
Perbandingan total produksi massa sel mikroorganisme dapat dilihat pada Tabel 7. Dari perbandingan tersebut terlihat bahwa umtan terbaik dalam menunjang produksi massa sel kultur murni adalah peton isi pemt ikan pari dan pepton kepala tuna dengan jumlah ranking 9, kemudian diikuti oleh pepton Merck (17), Difco (19) dan yang terakhir pepton Oxoid (21).
Umtan pepton dalam menunjang produksi massa sel kultur
campuran dimulai dari yang terbaik yaitu pepton kepala tuna (5), diikuti oleh pepton Merck (6), pepton isi pemt ikan pari (7), pepton Difco (13) dan terakhir pepton Oxoid (14).
Tabel 7. Perbandingan total produksi massa sel mikroorganisme setelah diinkubasi selama 24 jam pada beberapajenis medium pepton. MIKROORGANISME M E. coli B. subti/is S. aureus S. cerevisiae A. niger
522,33 462,33 93,50 618,50 368,50
3 4 5 2 3 17
496,00 445,00 451,00
3 305,00 5 386,50 1 373,00 4 356,00 2 410,00 4 386,50 6 13
Jml. ranking Susu Telur Ikan Jml. ranking
RATA-RATA PRODUKSI MASSA SEL MIKROORGANISME (mQ/100 mil r D r r CT r 0 CS 531,33 324,33 108,50 533,50 271,50
2 5 3 5 4 19
504,33 484,00 96,00 551,50 226,00
5 3 4 4 5 21
r
506,33 4 677,00 1 509,00 2 660,33 1 211,00 1 206,50 2 759,50 1 595,50 3 423,50 1 380,50 '2 9 9
4 739,50 1 720,50 2 5 412,00 3 436,50 2 5 473,00 1 420,50 3 14 5 7
m
6 V ~ ~ h1 m .. M . Merck, D . Dlfco , 0 . OXOld , CT . Peton kepala lUlla : CS . Peplon lSI pelul Ikan Pan
JUMLAH RANKING Urutan lerbaik*)
I
r: ranking *) Jumlah ranking terkecil yang terbaik
Dari Tabel 7. di alas secara umum terlihat bahwa pepton isi pemt ikan pari dan pepton kepala tuna ll1ell1iliki kinelja yang baik dalall1 menunjang produksi ll1assa sel bakteri dibanding pepton kOll1ersial yang diujikan. Sebagai contoh pada kultur E. coli, pepton isi perut ikan pari dapat menghasilkan yield biomassa 22 % lebih tinggi dari pada Difco
(nilai persen dihitung berdasarkan yield biol11assa pada kultur yang ditul11buhkan pad a pepton isi perut ikan pari dikurangi yield biul11assa pad a Di 1(;0. dibagi yield biol11assa pada pepton isi perut ikan pari (Stephens. ('/ of. (1976)). 23 % lebih tinggi dari Merck. dan 26
Oxoid.
'y;, !cbih tinggi dari
Seelangkan pep ton kepala tuna yang bcrada diurutan keell1paL
elapat l11enghasilkan yield biol11assa hanya 5 % eli bawah Dileo. 3 o/" di bawah Merck. tetapi 0.4 % lebih tinggi dari Oxoid. Pepton isi perut ikan pari dan pepton kepala tuml juga relaLif lebih baik dalal11 l11enunjang prodllksi l11assa sel fungi dari pad a pepton kOl11ersial. Sebagai contoh pada kllitur S. cerevisiue pepton isi perut ibn pari l11eski beraela paela urutan ketiga, elapat menghasilkan yielel biol11assa hanya 4 % di bawab Merck, tetapi masih lebih tinggi 7 'Y<, elari paela Oxoid dan 10 % eli alas Diteo.
Sedangkan pepton kepala tuna elapat
l11enghasilkan yield biol11assa 18 % di atas Merck. 27 'Yo eli atas
O~oid.
clan
30 'Yo di alas Dil(;o.
Dari sel11ua uji l11ikrobiologi yang dilakukan elapal diketahui babwa ekstrak pepton kepala tuna dan pepton isi perut ikan pari elapat eligunakan untuk l11enunjang pertul11buhan l11ikroorganisme, meskipun dari scgi komposisi kil11ia. kualitas kedua ekstrak pepton tersebut sedikil elibawah pepton kOl11crsial. Oleh karena itu perlu elilakukan pell1urnian ekstrak pepton dan penghi langan kandullg(11I lcmak teriarul agar kualitas ekstrak peplon kepala IUlla dall pcptOIl isi perut iklll pari lebih baik.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Basil pengukuran N total terlarut clibancling N total bahan baku pacla penelitian ekstraksi pepton seem'a autolisis menunjukkan bahwa kondisi optimal ekstraksi pepton seem'a autolisis (silase) aclalah pacla suhu 40"(, selama satu hari pacla konsentrasi penambahaan asam HCI 12 N sebesar :2 'Yo (v/b).
Seclangkan pacla ekstraksi pepton seem'a hiclrolisis ensimatis
menunjukkan bahwa konsentrasi ensim Alealase 0.2 % (v/b). pacla ~uhu S()"(, selama 8 jam merupakan konclisi optimal proses ckstraksi pepton secanl hiclrolisis ensimatis. Nitrogen teriarut/nitrogen total bahan sebesar 0.65-0.80 pad a ckstrclksi pepton baik seema autolisis maupun seem'a hiclrolisis ensimatis me;lL\njukkan bahwa 65-80 °It) protein bahan baku tdah terhiclrolisis Illcnjacli senyawa tunll1an protein yang larut clalam air.
Larutan senyawa tunll1an protein
terse but yang clinamakan sebagai ekstrak pepton kasar. Oari hasil uji perbanclingan pertumbuhan mikroorganisllle pacla ekslrak pepton clengan tiga jenis pepton komersial (Oxoicl. i)i !Cu. dan Merck) ciap'll clisimpulkan bahwa ckstrak pepton hasil autolisis dan cnsilllalis scdikil khih baik clalam menumbuhkan mikroorganisl11e clibanclingkan pcpton kUlllcrsial. Oengan clemikian ekstrak pepton kasar yang dihasilkan dapat digllnakctn untuk
mensllbstitusi
pepton
pertllmbuhan mikroorganisme. mengllrangl
jUl11lah
limbah
impor
(pepton
komcrsial)
cialam
Illcdiil
Selain itu prociuksi ckslrak peplon clapal pengolahan
ikan
yang
bisa
lllenCCnwrl
lingkllngan.
B.
SARAN
Oalam prodllksi ekstrak pepton perlll ciiperilalikaJl kcsegaraJi babaJi terlltal11a lIntuk ekslraksi pep ton seeara alltolisis. Selain itll perlll penciiliaJl
46
lebih lanjut untuk kemungkinan pengembangan alat ekstraksi dengan menggunakan inkubator berpengaduk sehingga homogenitas bahan dalam proses selalu terjaga, serta untuk pengkajian penggunaan isi perut ikan lain sebagai bahan baku. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengembangkan produk menjadi produk kering bubuk serta pengujian umur simpan pepton, sehingga memudahkan dalam penyimpanan produk pepton.
Selain itu diperlukan
penelitian pemurnian pepton untuk memperbaiki kualitas pepton yang dihasilkan serta perhitungan randemen atau yield pepton yang dihasilkan.
DAFTAR PUST AKA
Alder-Nissen, J. 1986. Enzymic Hydrolysis of Food Proteins. Elsevier Application Science Publisher, London. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sudarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratoriul11 Analisa Pangan. PAl! Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Barth. T., L. I-Iauzerova . .l. Barthova, J. Kouril, J. I-lamakova, dan R. Vachta. 1995. Extraction of proteolytic enzymes of gastrointestinal tract extr<1eled from offal vicera of carp and tilapia. Aquaculiure. 129: 25 I. BPS. 1997. Statistika Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta. Claussen, E., A. Gildberg dan J. Raa. 1985. Preparation and testing 01' an autolysate of lish viscera as growth substrate for bacteri,1. i1ppl. EI/l'imll. lviicrobio/. 50 (6): 1556-1557. Direktorat Jendral l'erikanan. 1997. Statistik Perikanan Indonesia. Jendral Perikanan. Jakarta.
[)irekllJl'
Erwin, E .. J. Kaa!. Ed de Song dan .l.A. Field. 1993. Stimulation 0['1 igninol) lie Peroxidase activity by N nutrient in the white rat rungus Bjerkou/em SII strain B OS 55. Appl. Environ. jI,Iiicrobio/. 59 (12) : -l03 [ --l036. Govindan, T. K. 1985. Fish Processing Technology. OX\tlrll & ml-I Publishing Co. PVT. LTD. New Delhi. I-Iaard, N. F. 1994 Protein I-Iydrolisis in Seafoods. Dalam Seuji}()d ('hell/islrl·. P/'Ocessing Techn%gy and QualifY' B1ackie Academic & Proi'esion,li. London. Lehninger, A. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia, Teljellluhuli. Penerbit Lrlangga. Jakarta. Lo, K, V .. P. H. Liao, C. Bullock, dan Y. Jones. 1993. Silage production rrol11 salmon farm mortality. Aquaculture Eng. 12: 32-35. Mackie. I. M, 1982. Fish Protein I-lydrolisates. Proc. Biocilml. 17 (I) :26 Page, J. W. dan A. Cornish, 1993, Growth of Awfohucler l'il1dul/"ii UWJ). In fish peptone medium and simplified extraction 0[' Poly-fl-Hydroxybutirat. Appl. Environ. AIicrohiol.59 (12) : 4236-4244, Pelczar. M.J. dan E.C.S Chan. Ul-Press. Jakarta.
1986, Dasar-dasar Mikrobilliogi.
TerjenlUhul7.
Peterson, M. S. dan A. H. Johnson. 1978. Encyclopedia of Food Science. The Avi Publishing Company Inc., West Port. Connecticut. Poernomo, A. 1997. The Utilization of Cowtail Ray Viscera. PhD Thesis. The University of New South Wales, Sydney. Rebecca, B. D., Penavera. M. T. dan Diaz, C. M. 1991. Procluction of lish protein hydrolysates with bakterial proteases. 1. Food Sci. 56 (2) : 309-3 I 4. Rose, A. H. 1980. Microbial Enzymes and Bioconversions. Ualam Microbiology Vol. 5. Academic Press, New York. Said. E. G. 1987. Bioinclustri Penerapan Teknologi FennCJltasi. Sarana Perkasa. Jakarta.
1~'c{IIl()lIli('
Mediyatam
Sarles, W. B., W. C. Frazier • .T. B. Wilson, dan S. G Knight: 1956. Microbiology General and Applied. 1-1arper & Brothers. New York. Shahicli. F. 1994. Seafood Proteins ancl Preparation of Protein Conccntrates. Dalam Sea/Dod Chemistry,Processing Technology uI111 Qualily. Blackic Acaclemic & Profesional. London. Shahicli, F. Xiao-Qing. H. dan Synowiecki, J. 1995. Production and characteristics of protein hyclrolysates from Capdin (Mulloilis l·il/o.I'/I.I'). Food Chem. 53 :285-293. Sikorsi, Z. E. 1994. The Content of Proteins and Other Nitrogenous C(,mpounds in Marine Animals. Oalam Seafood Prolein. Chapman 8:. Ibll. NCII Yllrk. Somaatmaja. O. 1975. Kimia I'angan. Biro I'cnataran 11'11. liogllr. Stephens. N. L.. W.A. Bough. L. R. Beuchat clan E. K. [-leaton. 1<)76. Preparation ancl evaluation of two microbio[ogicalmeliia li'om shrimp hends and hulls. App/. Environ. Microbio/.3 I : 1-6. Syahrial. F. S. N. A. 1991. Mikrobiologi Keeap [\(an yang Dibuat Secmn Hiclrolisis Enzimatis. Skripsi. TPG- FATETA. lnstitut i'ertanian 13ogor. Bogor.
L A M P I R A N
Lampiran l.
Spesifikasi Enzim Alkalase
Characteristics
Alcalase is produced from a selected strain of Bacillus licheniformis. The main enzyme component, Subtilisin A ( = Subtilisin Carlsberg), is' an endoprotcinase, which is extensively described in the liteJature. Fig-" ure I summarizes some of the biochemical properties of the proteinaSe' in Alcalase. The optimal conditions for Alcalase are temperatures between 55 and . 70°C, depending on type of substrate, and pH between 6.5-8_5.
I
_~
.0
....
. - ..
-
.-
.-
Alcalasc
....... -.... .....-_._._ .. _-_._._ ....
•••• • •
....._ . _ _ M •••• _ . _
Generic name
Subtilisin Carlsberg'
Type of action
Endopeptidase
Nature of catalytic site
Serine'
Inhibition by: DFP & PMSF') EDTA') & phosphate Soybean trypsin inhibitor
._
....
+ 0 0
Bonds attacked in the oxidized B-chain of insulin')
4-5,9-10,1 H2, .15-16, 26-27
Molecular weight (approx.)
27300
'): DFP = Diisopropyl fluorophosphate PMSF = Phenylmethylsulphonylfluoride '): EDTA = Ethylenediamine tetra-acetic acid , '): Oxidized B-chain of insulin: NH,-Phe-Val-Asn·Gin-His-Leu·CySO,H-GIy-Ser-His-L.u-Val-Glu-AJ'-leu1
15
10
5
Tyr·Le u-V,I·CySo.H -G Iy-G lu-Arg-Gly ·Phe-Phe-Tyr-Th,-Pro-Lys ·Ala 17
20
(from Johansen, J.T et aI., C.R. Trav. Lab. Carlsberg
.I
25
30
36, 365-384,1968)
Description
Alcalase 2.4 L is a clear, translucent, red-brown liquid with a densiy of approx, 1,18 gfml. Alcalase 0.6 L is a brown liquid with a density of approx. 1.26 g/ml; they are both readily soluble in water at all concentrations.
Specifications
Alcalase 2.4- L has a declared activiy of 2.4 Anson Units per gram (AU/g). Equally, Alcalase 0.6 L has a declared activiy of"0.6AU/g. Their proteolytic activity is determined according to an analytical standard using the DMC method. The analytical method (AP 162) is available on request.
50
Lampiran 2. Metoda Analisis
A. Analisis Proksimat (Apriyantono e/ aI., 1989)
I. Kadar Air Sampel kurang lebih 5 gram ditempatkan pada cawa porcelin. dikeringkan di oven pada suhu 105"C selama 24 jam.
Kcmuclian
Sampel kering
ditimbang. Berat yang hilang mengindikasikan kadar air dalam bahan. Kadar air = (berat sal11pel awal - berat sampel akhir) I babot sampel awal
2. Lemak Sampel kurang lebih 5 gram ditempatkan dalam tabung soxhlet.
Lel11ak
didalam sal11pel diekstrak dengan pelarut eter dan dilampung eli labu soxhlet. Setelah ekstraksi berjalan kurang lebih 16 jal11, eter eli c1alam labu soxhlet diuapkan dan lel11ak yang teliinggal ditimbang. Kadar lemak = (berat labu soxhlet akhir - berat labu soxhlct kosong) berat sam pel
3. Abu Sal11pel bekas anal isis kadar air dipanaskan hingga l11cnjaeli arang. l(cl11uelian diabukan di dalam
j~lrnace
pada suhu 550"(, selama 24 jam. Setelah sal11pel
menjadi abu sam pel didinginkan di dalam desikator kemudiall ditimballg. Kadar abu = (berat cawan dan abu - berat cawan kosong) / berat sal11pel
4.
Protein Metoda Kjeldahl Bahan ditimbang kurang lebih 2 gram (sampel paclat) atau 1 ml (sal11pel cair), dimasukkan ke dalam labu kjelciahL Seleniul11 mixture atau garam kjeldahl dimasukkan ke dalam labu sebanyak 2,5-5 gram atau 0,5-1 sendok spatula dan ditambah 25 l1111-hS04 pekat serta beberapa batu didih. Kemudian dipanaskkan (didestruksi) sampai larutan menjadi jernih. Selanjutnya dipindahkan ke labu ukur 100 ml dan diencerkan sampai tancla tera.
Contoh dial11bil 10 ml dimasukkan ke dalam labu c1estilasi.
Destilat
ciilampung eli dalam 20 ml larulanH 3B0 3 3 'Yo. Deslil,lsi dilakukan Sall1pHl uap cieslilal lidak bereaksi basa lagi (diuji dengan kerlas pll). Selelah selesai ujung kondensor clibilas ciengan air suling.
Larutan 1·1 dlO, dililrasi cicngun
HCI stanclar dan menggunakan metil ll1erah clan broll1 cresol green scbaga; inclikalor. (1111 H(,I conloh-blanko).N 1-1('1. Fp.14.0117.1 (II) 'X, N 101al ('Yo)
= 111g san1pel
tj)
=
faktor pengenceran
B. Analisis Asam Amino Meloda PICO-T AG
Sampel dilimbang kurang lebih 0,2 gram, kell1udiun dilul11buh 11('1 (] N 10 1111. Sal11pel dihiclrolisis selama 24 jam pacla suhu 11)0-1 05"C. Selunjuln) ,I sampel terhidrolisis clisaring, filtrat dimabil sebanyak :H)
~t1
clan ciilal1lbah
larulan pengering (Na Acelal. methanol. lricthilamin dClIgall perbullti.lIgan
.~
:
3 : 2). Lalu dikeringkun di cialam vaCUlll. Selanjulllya sampel ciicierivatisasi ciellgall larulull derivul (l1lclhan,,1 lricthilall1in : phellylisolhiocyallale cierivat cliellcerkall menjacii 200 Selelah itu 20
~t1
~Ll
= 7 : I : I). I\.C'llIllcii'lll
.~()
ciengan buffer Na Acelal 0, I
sampel cliilljeksikall ke aparalus 111'1.(".
pi S'lIl1l'ci
wI.
pll
1(010111 yang
digunakan adalah riCO-TAG 3,9 x 150 nm. dellgan ICIllI1LT'llur kol"1ll balas tekallall 3000 psi. panjang gelombang 254
(l.5
.~~"('.
Delektor yang ciigullakan \ allU cicleklor I'V p'ld'l 11m.
Perlakuall di atas juga clilakukan terhaclap larul,ln ,Isalll amll10 sl'lI1ciar lanpa periakuall hiclrolisis.
Larutan stanclar clialllbil 2.5 pi elan ciilamb'lh
larlllan pcngering lInlllk dikcringkan. Sclanjulnya didL'l"i\ alisasi. dicnccl"k,11l dan diinjeksikan seperli sampel eli alas.
Lampiran 3. Data Nitrogen Total Terlarut / Nitrogen Total Bahan pacla Optimasi Silase (Pepton lsi Perut limn Pari). hari 1
2
3
4
5
6
7
40 C rata-rata 0,700 0,735 0,642 0,692 0,615 0,650 0,677 0,648 0,676 0,689 0,670 0,644 0,666 0,609 0,678 0,651 0,696 0,693 0.713 0,701
kamar rata-rata 0,545 0,487 0,562 0,531 0,610 I 0,556 i 0,614 0,593 0,498 0,497 0,681 0,558 0,547 0,565 -I 0,658 0,590'1 0,701 0,692 0,653 0,682 0,723 0,718 0,686 0,709 0,669 0,781 0,623 0,691
Lampiran 4. Data nilai pH pacta proses ekstraksi pepton isi pet'lIt ikan pari.
Jam
pH
1.52
0 1
2.82 2.62 1.16 1.66 2.29 2.43 2.75 2.88 2.51 2.96 3.17 2.88 3.05 2.13 2.96
2
3
4
5
pH
rerata
1.52
I
2.2
2.13
2.71
3.00
2.71
6
7
I
kamar ._- -t-erat
i
1.3 2.06 2.22 2.73 2.72 2.41 3.36 2.87 1.92 2.81 2.07 2.86 3.21 2.5 2.9 3.04 3.11 3 2.49 2.99 3.11
1.8 6
2.6 2
2.7 2
2.5 8
2.8 7
3.0 5 t
I 2.86
*) rata-rata nilai pH pada setiap perlakuan masillg-mRsing sulnl
Lalllpiran 5. Data Nitrogen Total Terlarut / Nitrogen Total Bahan pad a Optilllasi Hidrolisis Enzilllatis (Pepton Kepala Tuna). I
50°C 0,423 K1P1 0,421 K2P1 I 0,419 0,436 K3P1 0,429 0,479 K1P2 0,606 0,580 0,531 K2P2 0,405 0,512 K3P2 0,574 K1P3 0,372 0,446 0,809 K2P3 0,772 0,711 K3P3 0,670 , K1P4 I 0,867 0,718 0,824 K2P4 0,733 0,757 K3P4 0,778 L - -___ . _ _ _ _ _.
r
Keterangan: K I K2 K3 PI P2 PJ P4
60°C 0,591 0,520 0,558 0,558 0,520 0,535 0,641 0,593 0,586 0,417 0,572 0,549 0,629 0,474 0,399 0,311 0,555 0,401 0,622 0,382 0,317 0,385 0,413 0,498
70 D e 0,402 0,372 0,490 0,454 0,446 0,461 0,445 0,424 0,518
konsentrasi enzilll 0,2 % konsentrasi enzilll 0,4 % konsentrasi enzim 0,6 % sampling jam ke-2 sampling jam ke-4 sampling jam ke-6 sampling jam ke-8
. 0,541 0,527 0,562 0,494
-0,346 0,483 0,5~~ 0,453j 0,497, 0,437 0,425 0,564 0,534 0,520 0.411 ._ ._~--..C
Lampiran 6. Data Nilai pH pada Optimasi Hidrolisis EnzinHllis (I'epton Kepala Tuna).
50'C PO K1P1 K2P1 K3P1 K1P2 K2P2 K3P2 K1P3 K2P3 K3P3 K1P4 K2P4 K3P4
6.63 } 6.93 6.91 6.95 6.91 6.90 6.90 6.86 6.91 6.86 6.80 6.82 6.72 7.01 7.67 6.98 7.03 6.92 7.02 6.97 6.95 6.91 6.95 6.97 6.88
--. 70'C----
60'C
6.92 6.93 6.90 6.89 6.83 6.77 7.34 7.01 6.97 6.96 6.93 6.93
6.65'1 6.84 6.84 6.79 6.79 6.71 6.79 6.86 6.84 6.83 6.88 6.82 6.78 6.80 6.90 6.82 6.92 6.92 6.79 6.96 6.84 6.88 6.92 6.85 6.80
I
6.84 6.79 6.75 6.85 6.86 6.80 6.85 6.87 6.86 6.90 6.90
I
6.83
I
- -16~37' I
6.46 6.50 6.46 6.43 6.43 6.39 6.46 6.51 6.53 6.49 6.47 6.53 6.53 6.59 6.54 6.47 6.53 6.46 6.50 6.58 6.55 6.51 6.51 6.57
6.48 6.45 6.41 6.49 6.51 6.50 6.56 6.51 6.50 6.54 6.53 6.54
Keterangan: K 1 konsentrasi enzim 0,2 % K2 konsentrasi enzim 0,4 % K3 konsentrasi enzim 0,6 % PO sampling jam ke-O PI sampling jam ke-2 P2 samp ling j am ke-4 P3 sampling jam ke-6 P4 sampling jam ke-8 *) rata-rata nilai pH pada setiap perlakllan l11asing-l11asing slIilli
Lampiran 7
Hasil Analisis Asam Amino Larutan Protein Standar Menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
CH.
2.58 ATT
1 C.S
6
OFFS
6 7
q
9 1'~
11 ?
13
t I;
15 17
03/23/00
D-2508 'ETHOD:
A5At'1ArlI NO CALC-t'IETHOD:
8
FILE:
RT
NO •
1 2
3
4 5 6
7 8
.-
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
CH:
TAG:
3
AREA%
TABLE:
AREA
1 .85 2.59 4 .14 7 .1 1 7 .85 9 .40 1 1 .07 12.07 12 .72 14.50 15 .92 17.()6 17 .71 19 .32 21 .02 22.47 23.24 24.75
418743 1670993 3270151 132250 620954 1320530 983212 294176 1757574 4182693 537660 313596 1884(),)5 3569942 464077 342271 1121793 2603091
:
25487711 18008
2 .5 CONC 1 .643
6.556 12 .830 o .519 2.436 5 .181 3.358 1 .154 6.896 16.411 2.109 1 .230 7.392 14.()()7 1 .821 1 .343 4 .40 I 10.213
,OTAL PEAK
R EJ
03: 25
100.080
0
BC BIJ UU U8 BU UU UU UU UU UB 8U UU UU UU UU UB BU
IJlI liB
C Ol,j C,
AREA
ASAM AMINO ASAM CYSTEAT ASAM ASPARTAT ASAM GLUTAMAT SERIN GLiSIN HISTIDIN ARGININ THREONIN ALANIN PROLIN TYROSIN VALIN METHIONIN CYSTEIN ISOLEUSIN LEUSIN PHENILALANIN LYSIN
57
Lampiran 8. Hasil Analisis Asam Amino Pepton Pari Menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
CH . 1 C ,-
2.50 ATT
.~
8
OFFS
0
03/27/00
11:40 1
..,
5
.'
.,7 0 J
,,
12 15
c'- 2. ~3 (n3
METHDD: ASAMfH1 U10 .
2.
T v
4 5 6
7 "0
9 10 11 12
.." 1 T
14 15 16
TOTRL
RT
2.82 4.73 6 .71 7.10 7.52 8 .81 9.54 11 .53 12 .31 14 .23 16 .82 17 .61 19.53 22.13 22.93
24.85
PEAK REJ
6
CALC-['lETHOD: ARER%
tlO .
1
TA il:
:
AREA
5955980 12965045 122894 141040 3778694 79593 13132447 9586571 6245312 11833471 13986 4112497 10670983 41523 2979798 6657357
:38317191 10000
2.5 COHC 6.743 14.680 o .139 B .159 4.278 0.090 14 .869 10.854 7.071 13.398 0.015 ·4.656
12.082 0.047 3.373 7 .538 100.000
11: 4(J
CH: 1
TABLE:
Be
BV VV VV VV I) V VI) VV ~JV
VV UB BB B8 8U UI) I) I)
1)8
9"3 16
03/27/00
FILE: 1
2
0
COt·1C: AREA ASAM AMINO ASAM ASPARTAT ASAM GLUTAMAT SERIN GLiSIN HISTIDIN ARGININ ALANIN PROLIN TYROSIN VALIN METHIONIN CYSTEIN LEUSIN PHENILALANIN LYSIN
Lampiran 9
Hasil Analisis Asam Amino Pepton Tuna Menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
CH.
2.50 ATT
1 C.S
7
OFFS
1 :\
)
"
q
S
~j 1 .i
•<
" (
03/28/00
D-2000 ~lETHOD
:
FILE:
1
t·j D •
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1415 16 17
TDTAL
ASANAM
HIO
CALC-t'lETHOD:
RT 2.75 4.56 8 .08 8.46 8.85 10 .66 11 .85 13 .07 13.77 15 .64 16.27 16 .75 18.55 20.58 20.9421 .34 23.14
PEAK REJ :
8
ARER::
TRBLE:
AREA 2 4126741 6392415 77596 196792 4101818 6427272 . 3018254, 123819·. 6679618 377136911862 5097909' 7064393 146818 303125 4446877 6421936
58408614 10000 -.
CH:
TAG:
.5 CD ~jC Be 7.065 BU 10.944 UU o .132 UU 0;336 UU 7.022 UU 11 .003 UU 5 .167 UU o .211 UU II .436 UU 6 .456 UU ~:J .020 T8B 8.728 UU 12.094 UU o .251 UIJ ~J .518 UU 7 .613 . Ul) 10.994 UB
99.999 .......__ .-. "- ".
09:58
1 0
COt·jC:
RREA
ASAMAMINO ASAM ASPARTAT ASAM GLUTAMAT SERIN GLiSIN HISTIDIN ARGININ THREONIN ALANIN PROLIN TYROSIN VALIN METHIONIN CYSTEIN. ISOLEUSIN LEUSIN PHENILALANIN
l I
Absorban (panjang gelombang 650 nm) 24 jam D 0 CT 1 2 1 2 1 2 1.107 1.103 0.368 0.363 0.922 0.947 0.822 0.576 0.230 0.969 0.531 0.546 1.169 1.406 0.838 0.875 1.391 1.428 1.700 1.581 1.696 1.690 1.735 1.802 0.780 1.316 1.392 0.739 1.342 1.538 1.452 1.136 1.347 1.741 1.849 1.894 0.857 0.868 0.855 1.138 1.106 _ ..... 0.975
M : media pep ton Merck D : media pepton Difeo o : media pepton Oxoid
,
M
1 2 0.419 0.404 0.423 0.502 0.757 0.712 2.039 2.055 1.452 1.611 1.780 1.923 1.413 _ .1}64
CS: media pepton Ekstrak Pari : u!:Jngan ! 2 : u!;lIlg;lIl .?
CT: lIledi,l pepton Ekstrak Tuna
Keterangan :
Ecofi B.sub/ilis S.aureus S. cerevi'siae Telur Susu Ikan -_.
MIKROORGANISME
Lampiran 10. Data Total Pertumbuhan Mikroorganisme (Absorbansi pada 24 Jam).
1 1.324 0.696 1.'716 1.905 2.082 2.073 0.881
CS
2 1.423 0.625 1.763 1.921 1.901 1.778 0.784
5X
~
'J.
Lampiran 1 I. Data absorbansi pertllmbllhan mikroorganismc Absorbansi kllltlir Ie'. coli Jam
D
M
1 0 0.013 3 0.164 6 0.385 91 OA56 12 OA06 211 OA04 kclcrangnil :
2 0.013 0.126 0.401 0.4741 0.408 0.4191
..
0 3 6 9 12 21
M
1 0.005 0.051 0.168 0.239 0.220 0.502
kctcnll1gan :
0 3
~I
~'I
1 21
_-
C~T_ ._~~\==~~~. ~~~l
--~---
0.023 0.279 0.495 0.5521 0.560 0.9471
0.016 0.552 0.749 0.817 0.912 1.324
0.016 0.553 08351 0.9391 1.089 L4231
D
..
0
r-~-"
2 0.003 0.048 0.144 0.199 0.143 0.531 Ilga kah
CT "1==1 - -----2 1 0.013 0.013 0.005 0.087 0.084 0.051 0.454 0.451 0.298 0.535 0.534 0.459 0.467 0.471 0.300 0.969 0.546 0.696 ~
cs 2 0.005 0. 054 1 0.295 62 0.4 1 0.270 06251
~----~
pcngillllalilll
ul:mgan I ul:lIlg
M
kctcrangan :
2 1 0.011 0.023 0.156 0.284 0.308 0.487 0.3571 0.542 0.376 0.543 0.3631 0.922
. _.
.I'lfhlili.1
Absorbansi kliitur S.
1 0.005 0.092 0.480 0.688 0.662 0.712
1 0.011 0.160 0.305 0.375 0.341 0.368
2 1 2 1 0.005 0.004 0.004 0.003 0.039 0.055 0.055 0.048 0.113 0.307 0.316 0.164 0.117 0.616 0.575 0.204 0.163 0.534 0.515 0.159 0.423 0.576 0.822 0.230 sellap lll!;U Illcrupakan rata-rata clan I 2
Jam
0 2 0.013 0.217 0.602 0.6981 0.790 1.1031
sctiap nilai lllcrup;lkan rata-rat,] dari tiga kali pcngam
Absorbansi kllltlir H. Jam
1 0.011 0.211 0.609 0.668 0.806 1.107
D
2 1 0.005 0.005 0.107 0.087 0.5251 0.544 0.710 0.975
061~11.024
0.757
1.169
CT ._--
0 2 0.005 0.085 0.524 1.081 0.736 1.406
1 0.005 0.088 0.411 0.704 0.726 0.838
2 0.006 0.087 0.432 0.728 0.739 0.875
1 0.014 0.035 0.812 1.221 1.180 1.391
CS
-------
--~-~--.~-
2 1 2 0.013 0.005 0.005 0.156 0.089 0.227 0808!! 0.855 1.059 I 1.2571 1.336 1.325 1 1.1851 1.384 1.387 I 1.4281 1.716 1.763I -----,---_.--
sellap nJi,1I Illcrupakan nlla-nIl(1 dan (Ig;l kllll pcngalJl
(>I
Absorbansi kultur ,)'. cerel'i,'iue Jam
0 1 2 3 6 9 12 15 18 21 24
1 0.044 0.044 0.058 0.080 0.420 1.034 1.554 1.785 1.904 1.978 2.055
.--
D
M
2 0.045 0.047 0.053 0.070 0.438 1.051 1.571 1.771 1.899 1.922 2.039
1 0.051 0.049 0.068 0.072 0.310 0.763 1.167 1.393 1.626 1.667 1.700
0
2 0.046 0.049 0.043 0.073 0.281 0.784 1.182 1.336 1.657 1.644 1.581
1 0.037 0.049 0.051 0.063 0.266 0.693 1.085 1.417 1.613 1.642 1.696
2 0.042 0.042 0.049 0.070 0.276 0.731 1.179 1.415 1.662 1.666 1.735
1 0.041 0.061 0.076 0.091 0.479 1.150 1.476 1.669 1.845 1.756 1.690
0.064 0.070
0.068 0.084 0.096j 0.104 0.502 0.451 1. 167 1 1.171 1.470, 1.501 1.670( 1.761 18431 1.854 1. 718 1 1.935 1.905 1.802 1 - __ ._ -
-~----
069 0. 1 0.079 0. 102 1 0.4 40 1 1.169,, 1.6161, 1.740' 1.828 1.957 1.921 ---.
sctltlp IlIl
ketcrangan :
I
uiungan
2
ui(1llgall 2
1
Absorbansi kultur kultur campuran isolasi dari tellir -~-~
Jam
0 2 3 6 9 12 15 18 21 24
M
1 0.020 0.010 0.015 0.021 0.029 0.019 0.034 0.420 1.287 1.452
kelcrangclll .
D
2 0.025 0.007 0.023 0.017 0.012 0.210 1.080 1.390 1.549 1.611
1 0.014 0.022 0.012 0.011 0.011 0.010 0.001 0.093 0.650 0.780
0
2 0.005 -0.002 -0.006 -0.004 -0.007 0.017 0.417 0.866 1.081 1.316
1 0.024 0.021 0.021 0.026 0.026 0.025 0.103 0.929 1.285 1.392
2 0.029 0.026 0.026 0.030 0.031 0.028 0.043 0.321 0.716 0.739
CT
-
,-----
- -
CS
.---
1
1 2 1 2' 0.027 ~0~003 0.012 '0019j 0.020 0.017 0.014 -0.012, 0.007 0.003 , 0.015 -0.0141" 0.044 0.0141 0.015 -0.0'16. 1.199 1.055 , 0.015 0123i 1.506 1.427] 1.124 0.3251 1.565 1.5331 1.379 0.946 1.691 1.661! 1.538 1342i_2~82 19011
:~~~ ~I' ~.~~~ ~'~~~Ii
setH)p IlIleU lllclupakan rata-rata clan lJga kall pcng,alll
.2
U[;lIlgilli
.2
Absorbansi kultur kultllr campllran isolasi clari SLlSll Jam
0 2 3 6 9 12 15 18 21 24
M
1 0.018 0.014 0.016 0.023 0.357 1.179 1.495 1.701 1.876 1.923
kctcrangan :
D
2 0.018 0.015 0.018 0.023 0.246 0.269 1.262 1.106 1.712 1.780
1 0.017 0.017 0.017 0.017 0.134 0.813 1.261 1.332 1.439 1.452
0
2 0.014 0.014 0.015 0.015 0.153 0.911 1.765 1.191 1.283 1.136
1 0.017 0.014 0.015 0.020 0.099 0.762 1.317 1.179 1.583 1.347
2 0.015 0.014 0.015 0.018 0.136 0.935 1.493 1.595 1.707 1.741
1 0.021 0.012 0.015 0.020 0.244 1.113 1.532 1.649 1.746 1.849
c~_~:~r' 1-:~-21 00151 0.0141 0017, 00281 0.235, 1090 : 1.494 j 1.629, 1.779j 113.94
sctl
0.009 0.0101 0.010 0008! 0.013 00091 0.013 00101 0.124 0.174' 1.200 1.2341' 1.464 1377 1.650 1.5471 1.9471.697 2.073 1778J
Absorbansi kultur kultllr Campllran isolasi dari ibn
I
Jam\
~D
M
o
1 1 2 2 1 0 0.021 0.017 0.016 0_011 0.014 2 0.024 0.022 0.018 0.016 0.019 3 0.048 0.041 0.034 0.031 0.034 6 0.475 0.442 0.345 0.329 0.322 9 0.614 0.567 0.432 0.451 0.406 12 0.686 0.612 0.539 0.549 0.516 15 1.091 0.976 0.768 0.624 0_553 18 1.378 1.289 0.980 0.699 0.712 21 1.375 1.336 1.009 0.792 0.844 24\ 1.413 1.3641 0.975 0.8571 0.868 keterang;:lll : sCliap niiai Illcrupakan rata-mt.] dari J
2
ulangan I ui
-,~--
2
-
---.- - .- - '1--
CT,
-~
,.------
CS
T -- -2[---1---
-
l I
-~
~~~: ~~~; ~~~;il-~~~~ ~~~~II 0.036 0.329 0.821 0.522 0.602 0.683 0.800 0.8551 ligll k(1ii
0.049 0.041 0.038 0.446 04091 0.423 0.640 0705 0.595 0.687 0686 0.601 0.702 0662 0.545 0.909 0815 0.601 1.135 1 131 1 0.656 1.1 06 _11~_8J -.98B1___ 1
PCJlg;lIl];)(illl
0.042, 0.4761 0.591, 0.652\ 0.6701 0.655'1 0.653, Q,7~~J
M
I I
I
1 2 E.coli 0.074 0.096 B.subtilis 0.111 0.080 I 0.145 S.aureus 0.137 S.cerevisiae .. 0.187 0.196 0.090 Telur 0.219 I ! Susu 0.285 0.179 I 1.0.326 0.332 Ikan Kctcrang
L
1 MIKROORGANISMEI
D
CT: media pepton Ekstrak Tuna
0
2 0.060 0.104 0.154 0.171 0.170 0.285 0.315
Laju Pertumbuhan
1 1 2 0.083 0.062 0.085 0.175 0.169 0.105 0.175 0.184 0.151 0.160 0.169 0.180 0.246 0.190 0.203 0.281 0.262 0.299 0.324 0.333 1 0.311 0 : Illcdi(l pepton Oxoid
--
Lampiran 12. Data Laju Pertumbuhan Mikroorganisme .
I
- -
1 2 0.047 0.049 0.132 0.134 0.258 0.151 0.179 0.182 0.259 0.147 0.291 0.264 0.343 0.317 CS: media pepton Ekstrak
CT
1 0.028 0.159 0.196 0.171 0.015 0.328 0.351 Pari
CS
2 0.038 0.155 0.128 0.173 0.021 0.349 0.360
(,2
=' '"
Keterangan :
i
,
~
I
!
I
Kode sampel M1 M2 01 02 01 02 CT1 CT2 CS1 CS2 471.333 453.333 143.333 505.333 507.333 460.667 511.333 506.667 649.333 671.333
CS: media pepto!l Ekstrak Pari ! : ulangan I :2 : ulnllgan :::
CT: media pepton Ekstrak Tuna
o : media peploll Difco o : media peploll Oxoid
99.000 88.000 104.000 113.000 93.000 99.000 219.000 203.000 209.000 204.000 --
626.000 611.000 531.000 536.000 559.000 544.000 789.000 730.000 593.000 598.000 -
367.000 370.000 275.000 268.000 221.000 231.000 427.000 420.000 394.000 367.000 .......
_ __
........
447.000 533.000 459.000 443.000 315.000 374.000 295.000 372.000 353.000 391.000 382.000 359.000 411.000 749.000 413.000 730.000 717.000 439.000 434.000 724.000 _----
443.000 459.000 395.000 425.000 391.000 382.000 489.000 457.000 417.000 424.000
lB. subtilis I S. aureus IS'.. I A. niger I Mo. susu I Mo. lelur I Mo. ikan cereV/SJae
M : media peptoll Merck
517.333 527.333 520.667 542.000 506.000 502.667 526.000 486.667 668.667 685.333
E. coli
Lampiran 13. Data JUI111ah Massa Sci Mikroorganismc (mg/l 00 ml).
.L
'"