Penerimaan Dalam Negeri Tahun Fiskal 1992/93
Oleh : H. Soeharsono Sagir
H. Soeharsono Saglradalah LektorKepalapada Fakultas EkonomI Universltas Padjajaran
Bandung. Lahir dl Tegat 17 Januarl 1934 dan mempero!eh gelar sarjana ekonomi dart Unpad (1960). Pernah mengtkutl advanced courses
Irekonomiperencanaandan statlstikdlWarsawa i University (Polandia), 1964, sertapascasarjana -I
D/sampIng aktifdalam berbagal
penelltlanJugatelahmenuIIslTbukuyangber'
kaltan dengan bidang ekonomi makro. Saat fnlJuga aktIfsebagal staf ahll ekonoml/nara sumber cendlklawan Dewan Pertahanan Naslonal, dosen SESPA/LANJabardan WIdlaswaraSESKOGAB dan LEMHANAS. Penerimaan Dalam Negeri, khususnya pos penerimaan PPH dan PPN sebagai sumber utama pos penerimaan non Migas dalam APBN 1992/93, dengan kenaikan 36,3 pCt dan 34,1 pCt diatas angka APBN 1991/92, sebagai dampak penurunan.
penerimaan minyaic [ - 10,6 pCt ] dan
dampak kenaikan harga rata^rata US $
22,2/barrel, pada harga patokari minyak US $ 16,5/barrel, oleh adanya perang Teluk (Agustus - Februari 1991), sehingga
tferdapat surplus sebesar Rp 2 trilyun, sebagai Cadangari Anggaran Pembangunan 1991/1992, maka realisasi
bantuan luar negeri [ - 7,4 pCt ]
APBN 1991/1992 yang akan berakhir 31
dibandingkaii AI^BN 1991/92; jelas
Maret 1992,. kemungkinan besar target
merupakan target yang cukup berat untuk
penerimaan minyak sebesar Rp 12,5
tahun 1992/93, apalagi penerimaan kedua
trilyun tidak tercapai, berhubung harga" minyak bumi ratar^aiata tidak mencapai
jenis Pajak tersebut [PPH dan PPN] yang merupakan 67, 45 pCt dari penerimaan non Migas, merupakan tumpuan untuk target Tabungan Pemerintah [surplus Belanja Rulin] sebesarRp. 13,3Trilyun.
harga patokan US $ 19/barrel.
lAelihk peikembangan h^a minyak bumi, yang tidak menentu, maka harga patokan US $ n/bairel untuk APBN 1991/1992 -
Kalau realisasi APBN 1990/1991,
pun belum tentu tercapai; dengan demikian
penerimaan dalam negeri melonjak sebagai
target dalam negeri nonmigas, khususnya -
25
UNISIA NO. 13. TAHUN XIIITRIWULANII • 1992
dari PPH dan PPN merupakan satur satuhya sasaran yang hanis dicapai, agar supaya tabungari pemerintah sebesar Rp 13,3 trilyup dapatdirealisisr. Penenmaan Dalam Negeri dalam APBN
Dari Tabel 1 diatas, maka terlihat dengan
jelas bc-hwa perkembangan harga minyak, merupakan faktor yang masih., tetap , dominan dan berpengaruh terhadap penerimaan dalam negeri, dampak kenaikan harga minyak pada tingkat rata-
Dalam Struktur APBN' negara kita, rata US $ 22,2/baiTel tahun 1990/91, telah penenmaan dalam negeri terdiri atas dua memungkinkan penerimaan Migas pos penting; ialah penenmaan MIGAS dan mencapai Rp 17,7 trilyun, dan kemerosotan harga minyak pada tahun penerimaan non MIgas. Baru pada realisasi tahun ketiga Pelita IV 1991/92 dengan harga patokan US $ (APBN 1986/1987) komposisi sumbangan 19/barrel telah menurunkan perkiraan penerimaan dalam negeri bergeser, dari penerimaan Migas, menjadi Rp 15 trilyun; Migas pada non Migas; dengan keihudian turun lagi pada tahun fiskal sumbangannya masing-masing 39,3 pCt 1992/93, menjadi 13,9 trilyun, berdasarkan harga patokan US $ n/barrel.' dari Migas dan 60,7 pCt dari non Migas. Kondisi penerimaan dalam negeri yang Khusus untuk APBN 1992/93, oleh lebih bertitik berat pada sumber karena negara kita tidak saja menghadapi penerimaan non migas, teriis berlangsung ketidakpastian perkembangan harga ' hingga untuk tahun fiskal 1992/1993, minyak disatu fihak dan perkiraan sumbangan penerimaan non migas penurunan penerimaan pembangunan diharapkan dapat mencapai 70.pCt dari (bantuanluar negeri), baik sebagai dampak insiden Dili 12 Nopember 1991, maupun total penerimaan dalam negeri. Dalam Tabel 1, dibawah ini diperlihatkan persaingan untuk mempenoleh dana murah realisasi penerimaan dalam negeri sejak dengan Eropa Timur; sedangkan dilain tahun 1986/1987 sampai dengan dan fihak kita bertekad untuk merubah angka APBN 1991/1992 dan 1992/1993, komposisi sumber bantuan luar negeri pada tingkat prosentasi yang lebih kecil sebagai berikut:
Tabel 1. Penerimaan DalamNegeri 1986/87 -1992/93 ' (dalam milyarRupiah) Tahun
Penerimaan
Anggaran
Dalam Negeri
1986/87 1987/88 1988/89 1989/90 1990/91 1991/92 [APBN] 1992/93 [RAPBN]
MIGAS nilai pet
16.140;6
'6.337,6
20.803,3 23.0043 28.739.8 39.546,4
10.0473
Non MIGAS nilai pet
9.52^0
39,3 483 41,4
40.184,0
11.252,1 17.711,9 15.008,8 ,
393 44,8 37,4
9.803,0 , 10.756,1 13.477,3 17.487,7 21.834,5 25.175,2
46.508,4
13.947.5
30,0
32.560,9
Sumber: Tabel 20, Lamp. NotaKeuangan Negara/RAPBN1992/93 26
70,7 51,7 58,6 60,8 553 62,6 70,0
Suharao/io Sagir, Penerimaan Dalam Nagen Tahuh Fiskaf 1992/1993
(41,9 pet dari perkiraan^ belanja sebelumhya (15,3 pCt)..
pembangunan): maka tidak ada altematif , Dari perkembangan penerimaan dalam ' lain bagi Pemerintah, untuk"m,enggenjot"
negeri pad'a Tabel l.makajelaslah kiranya
penerimaan non migas padal tingkat bahwa sasaran penggenjotan penerimaan
kenaikan 29,3 pQ, dengan bertumpu pada non migas 1992/93 tidak terlepas dari' sumber penerimaan, pajak (PPH dan ketidak pastian perkembangan harga PPN), hampirdua kali kenaikan pQ tahiin minyak dan tekad kitauntuk leblh mandiri 1991/92" dibanding
dengan .tahun
dalam pembiayaan pembangunan.
Tabel 2 Perbandingan APBN 1991/92 dan RAPBN 1992/93 [ dalam milyar Rupiah ] POS PENERIMAAN
1992/93
1991/92
Perubahan
• [pCt] A. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan MIGAS
- Minyak Bumi - LNG [Gas Bumi] 2. Penerimaan NON MIGAS
- Pajak Penghasilan [PPH] - Pajak Pertambahan Nilai -BeaMasuk - Cukai
- Pajak Bkspor - Pajak Bumi dan Bangunan - Pajak lainnya - Penerimaan bukan Pajak - Laba Bersih minyak B. Penerimaan Pembangunan
40.184,0 15.008,0' ^ 12.522,3 2.486,5 25.175,2 8.020,9 8.224,0 2.573,8 2.214,9 • 121,3 838,8 350,8 2.830,7 . -
(Bantuan Luar Negeri) - Bantuan Projek
10.371,5 1.537,5 8.834.0
Jumlah
50.555,5 ^
- Bantuan PROGRAM
46.508,4 13.947,5 11.200,8
2.746,7 32.560,9 10.930,0 11,032,2 • 3.041,2 2.441.8 60,0 990,6 354,5 2.909,6 801,0
+ ,15,7 - 7,1 - 10,6 + 10,5 + 29,3
+^36.3 + 34,1 + 18,2 '+ 10,2 - 50,5 + 18,1 + 1,1 + 2,8 -
9.600,2 501,2 9.009,0
- 7,4 - 67,4 + 3,0
56.108,6
+ 11.0
Sumbangan Masing-masing Pos Penerimaan dalam APBN 1991/92 dan RAPBN 1992/93 [dhlam milyar Rupiah]. Pos Penerimaan
1SI91/92
1. MIGAS
15.008,8 25.175,2 10.371,5
2.Non^GAS 3. Bantuan Luar Negeri
50.555,5
pCt 29,69, 49,80 20,51 100,00
1992/93
pCt
13.947,5 32.560,9 9.600,2
' 24,86
56,108.6
100,06
58,03 17,11
27 .
UNISIA NO. 13. TAHUN XIIITRIWULANII • 1992
199i/92
POSPENGELUARAN '
1992/93
Perubahan
, A. Pengeluaran RUTIN 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Subsidi Daerah Otonom
4. Bunga dan Cicilan Hutang
- HutangDalamNegeri' - Hutang Luar Negeri B. Pengeluaran PEMBANGUNAN
- Pembiayaan RUPIAH - Bantuan Proyek J u m 1a h
30.557,8 7.753,1 2.200,5 4.660,4 14.380,8 251,3 14.129,5 19.997,7 11.163,7 8.834,0 50.555,5
'
33.196,6 9.144,5 2.432,2 5.269,3 15.902,1 275,1 15.627,0 22.912,0 13.81-3,0 9.099,0 56.108,6
•
[pCt]' 8,6 17,9 10,5 . 13,1 10,6 9,5 10,6 14,6 - 23,7 3,0,
11,0
1. ANGGARAN PEMBANGUNAN DILIHAT DARISUMBER PBMBIAYAANNYA
[ dalam milyar Rupiah ] Sumber pembiayaan
1991/92 [pCt]
1992/93 [pCt]
d.pCt
1. Tabungan Pemerintah 2.BantuanLuarNegeri [ Penerimaan Pembangunan]
9.626,2 [48^] 10.371,5 [51,9]
13.311,8 [58,1] 9.600,2 [41,9]
-7,4'
J u m Ia h
19.997,7 [100]
' 22.912,0 [100]
3.8,3
14,6 ,
2. Beban Pembayaran Hutang Luar Negeri 1991/92 dan 1991/92 thd. Belanja Rutin [dalam milyar Rp dan pCt].
Tahim Anggaran
1991/92 1992/93
Angsuran Hutang danBunga
Belanja
pCt
Rutin
Beban
14.129,5 15.627,0
30.557,8 33.196,6
46,2 •47,1
Dari Tabel 2 dapat dilihat perbandingan antara angka APBN 1991/92 dan RAPBN 1992/93 (yang telah disahkan sebagai APBN 92/93), disertai catatan sebagai berikut:
1. Peikiraan kenaikan penerimaan Dalam Negeri sebesar 15,7 pCt dalam tahun 28
fiskal 1992/93 dib^ding tahun 1991/92; terutama diharapkan dari kenaikan penerimaan non migas (+ 29,3 pCt) untuk mengimbangi perkiraan penurunan Migas, sebesar 7,1 pCL 2. Penerimaan Migas, yang terdiri atas penerimaan minyak dan gas bumi, untuk
Suharsono Sagir, Penerimaan Dalam Negeri Tahun F/sfca/ 1992/1993
tahun 1992/93, diperkirakan turun sebesar
bunga jatuh tempo (Debt Service) masih
7,1 pCt, terutama sebaga'i dampak
tetap menjadi beban hampir 50 pCt '
perkiraan harga minyak untuk tahun ' perkiraan belanja Rutin (47,1 pCt). •. 92/93, berpatokan pada US $ 17/barreI; penerimaan dari pajak minyak bumi turun Dampak Moneter APBN,1992/93 10,6 pCt dibanding tahun 1991/92. 3. Ada lima sumber utama yang Kalau melihat Komposisi APBN 1992/93, diharapkan menjadi tum.puan kenaikan dengan melihat pada pos penerimaan dan penerimaan non migas ( +29,3 pCt pos pengeluaran/belainja; maka dibandingkan tahun 1991/92) yakni; Pajak kebija^anaan anggaran berinibang yang Penghasiian (PPH), Pajak Pertambahan tetap berlaku, pendapatan yang berimbang Nilai (PPN), PBB (Pajak Bumi dan dengan pengeluaran akan berdampak B^gunan), Cukai dan Bea Masuk/Pajak kontraksi moneter, dibanding dengan kemungkihan teijadinya ekspansi moneter. Impor. Hal ini didasarkan pada pengertian bahwa Pajak Ekspor' menurun, sebagai upaya * insentif p'enggalakan ekspor komoditi semua pos penerimaan. merupakan
noninigas. 4. Dengari penggenjotan kenaikan
koritral^i moneter - baik penerimaan dalahi
(58.1 pQ).'
dampak monetemya akan menunjukkan
negeri, maupun penerimaan i)embangunan penerimaan dalam negeri dari sumbei; non - sedangkan tidak semua pos pengeluaran migas, sedangkan dilain fihak baik. dalam APBN, merupakan, ekspansi penerimaan migas maupun bantuanluar moneter (pertambahan uahg dalam' ' negeri menurun, maka Pos Penerimaan peredaran); mengingat bahwa beban' APBN 1991/92, lebih bertumpu pada belanja rutin, uhtuk keperluan Biinga dan sumber' penerimaan non migas (58,03 Angsur^ Hutang, ^besarRp 15,9trilyun pCT), migas (24,86 pCt) dan penerimaan merupakan •dana yang "ditarik" dari pembangunan (bantuan luar negeri) peredaran, nntuk ditukar dengan valas (US sumbangannya menuhin menjadi 17,11 $) sebagai pembayaran hutang pada luar negeri (Debt Service)^ beban Neraca pQ. . . 5. Peningkatan penerimaan dalam negeri, Pembayaran Indonesia, sebagai Transaksi ,khususnya dari sumber non migas, Modal. tenitama ditujukan agar supaya terjadi Dengan melakukan perbandingan antara peningkatan TabunganPemerintah (+38,3 kewajiban membayar.angsuran hutang pCt dibanding APBN 91/92), sebagai plus bunga (beban belanja rutin) dengan kompensasi tertiadap perkira^ penurunan perkiraan penerimaan pembangunan; y^g . penerimaan pembangunan ( - 7,4 pCt); bernilai Rp 15,627 milyar dibanding ' serta meningkatkan kemampuan dana dengan periciraandana masuk (penerimaan pembangunan dari sumber,dalam negeri pembangunan) Rp' 9.600,2 milyar, niaka
6. Sebagai" dampak depresiasi US $« adanya kontraksi moneter (capital flight) terhadap valuta negara lain angg'auta sebesar Rp 6.026,8 milyar atau kurang' negera donor (IGGI) dltambah dehgan lebih US $ 3 milyar.
depresiasi Rupiah teriiadap US $' maka Perlu kiranya disini dijelaskan bahwa kewajiban angsuran hutang pokok plus penerimaan pembangunan (bantuan luar 29
UNISIA NO. 13. TAHUNXIIITRIWULANII • 1992
•nege'ri) sebagai pos penerimaan, 'semakin besar defisit belanja pem sebenamya merupakan nilai defisit belanja bangunan, atau semakin besar darta. pembangunan, atau dapat juga disebut bantuan luar negeri (uang muka pajak) sebagai uang muka pajak, yang hams yang didatangkan, baik dalam aiti absolut, dlbayar kembali oleh wajib pajak generasi maupun relatif (pCt dana bantuan luar yang akan datang. j" negeri terhadap total belanja Dengan menggunakan pengertian bahwa pembangunan), penerimaan pembangunan identik dengan uang muka pajak; maka jelaslah kiranya Penerimaan Dalam Negeri dan bahwa penerimaan dalam negeri, Produk Domestik Bruto khususnya yang bersumber pada PPH dan Penerimaan dalam negeri dari Pajak PPN hams tetap ditingkatkan, sehingga- (termasuk bea masuk dan cukai) di akan mampu memperkecil defisit belanja Indonesia masih menunjukkan pCt yang pembangunan, atau memperkecil rendah terhadap PDB; belum mencapai kebutuhan dana bantuan luar negeri (uang standard minimal 20 pD PDB. ,Dalam Tabel 3 diperlihatkan . muka pajak). Semakin rendah kemampuan penerimaan perkembangan Penerimaan Pajak terhadap dalam negeri, untuk menciptakan tabungan Produk Domestik Bmto, dalam Pelita IV Pemerintah (surplus belanja Rutin), maka dan, sebagai berikut: Tabel 3 Penerimaan Pajak Terhadap Produk Domestik Bmto [ 1984/85 - 1992/93, dalam rriilyar Rupiah] Tahun
Penerimaan
P.D.B.2]
Pajak 1]
Penerimaan
Pajak thd PDB [pCt]
1984/85 1985/86 1986/87 1987/88. 1988/89
4.788,3 6.616,9 7.645,7 ' 8.779,4 11.908,5
70.249,0 80.125,6 88.296,8 104.920,4 121.606,0
1989/90 1990/91 1991/92 [APBN] 1992/93
15.425,6 19.719,7 22.344,5
142.782,4 164.646^6 167.875,1 3]
10,8 12,0 13,3-
28.850,3
189.970,1 4]
15,2
[RAPBN] 1] Termasuk bea masuk dan cukai. 2] PDB diluar MICAS' 3] angka sementaia
4] Atas dasar asumsi PDB nonmigas b pCt dan inflasi 8 pCt. Sumber: Tabel 21, lampiran NotaKeuangan Negara/RAPBN 1992/93 30
. 6,8 8,3 8,7 8,4 9,8
Suharsono Sagir, Panerimaan Dalam Negeri Tahun Fisk^ 1992/1993 Dari Tabel 3 diatas, untuk tahun fiskal
2. Perkiraan kenaikan penerimaan Dalam
1992/93 penerimaan Pajak yang Negeri tahun fiskal 1992/93 masih tetap diperkirakan akan mencapai Rp 28.850,3 tergantung pada faktor harga minyak, pada milyar, baru mencapai 15,2 pCt terhadap tingkafUS $ 17/barrel: jikalau harga PDB; hal ini berarti dengan menggunakan- minyak lebih rendah dari harga patokah, standar minimal 20 pQ PDB = penerimaan pajak, maka untuk tahun fiskal 1992/93
seharusnya target/sasaran penerimaan pajak (termasuk bea masuk dan cukai) =
.20 pCt dari Rp 189.970,1 milyar = Rp 37.994,2 milyar. Dengan penerimaan Pajak Rp 37;994,2 milyar plus penerimaan -Migas = Rp 13.947,5 milyar, atau penerimaan dalam negeri = Rp 51.941,7 milyar, maka untuk tahun fiskal 1992/93, dapat diciptakan Tabungan Pemerintah (dengan asumsi perkiraan teimya Rutin tetap, Rp 33.196,6
maka w'alaupun target penerimaan non migas tercapai untuk tahun 1992/93, akan tetapi sasaran Tabungan Pemerintah Rp 13,3 Trilyun tidak akan dapat tercapai. 3. Melihat beban kewajiban angsuran hutang plus bunga jatuh tempo dal^ Belanja Rutin masih tetap tinggi, hampir 50 pCt; maka dampak moneter APBN
1992/93, tetap lebih koritraktif daripada ekspansif.
Dengan
kata
lain,
untuk
tetap
mempertahankan pengendalian inflasi dibawah 10 pCt/tahun; kebijaksanaan
milyar) sebesarRp 18.745,1 milyar. Moneter, baik open market operation Untuk memenuhi kef)utuhan dana maupuri-discount.policy.
pembangunan sebesar Rp 22.9i2 milyar, 4. Memperbesar porsi penerimaan pajak
hanya teriapat "defisit" atau kekurangan yang memerlukan bantuan luar negeri
(penerimaan pembangunan) sebesar Rp 4.166,9 milyar atau hanya 18,18 pCt dari seluruh belanja pembangunah.
Kesimpulan / Penutup Dari apa yang telah dikaji dimuka, maka dapatlah kiranyadikemukakan Kesimpulan sebagai berikut: 1. Latar belakang penggalakan penerimaan dalam negeri, khususnya dari penerimaan non migas'dengan titik berat pada sas^^ PPH dan PPN; lebih didasarkan pada dampak penumnan penerimaan minyak dan penurunani pembangunan, agar dapat menciptakan Tabungan Pemerintah sebagai ' sumber pembiayaan dalam negeri yang . lebih besar.
sebagai sumber litama penerimaan dalam negeri, merupakan suatu keharusan; mengihgat masih rendahnya penerimaan' pajak terhadap PDB dan tekad kita untuk mengurangi ketergantungan pada sumber dana bantuan luar-negeri. ' 5. Semakin besar penerimaan dalam negeri dari sumber non migas, maka sem^in kecil ketergantungan pos penerimaan APBN terhadap perkembangan harga minyak maupun bantuan luar negeri (penerimaan pembangunan). 6. Mengingat penerimaan pembangunan, merupakan uang muka pajak yang akan menjadi beban wajib pajak generasi mendatang; maka semakin kecil ketergantungjui pembiayaan pembangunan
padasurhber luar negeri, sem^in baik. Demikian kajian/analisis penerimaan dalam • negeri' APBN 1992/93, yang dapat diajukan sebagai pengantar diskusi lebih lanjut. 31
32