Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18 – 19 Maret 2016
ISSN: 2089-9815
INTERNET OF THINGS: VISI, ARAH KEDEPAN, DAN TEKNOLOGI KUNCI Iman Hedi Santoso, Kalamullah Ramli Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat 16424 Email:
[email protected] ABSTRAK Teknologi Wireless Sensor Network (WSN) yang memberikan kemampuan ubiquitous sensing telah menembus banyak bidang dalam kehidupan modern saat ini. Pertambahan jumlah sensor-sensor dalam sebuah jaringan komunikasi, bersama-sama dengan teknologi M2M dan RFID, melahirkan apa yang disebut: Internet of Things (IoT). Penelitian dibidang IoT masih dalam tahap pengembangan dan masih banyak tantangan yang harus diselesaikan sebelum terealisasinya IoT tersebut. Beberapa tantangan teknis yang menjadi kunci bagi terselenggaranya Internet of Things memerlukan teknologi yang sesuai untuk mengatasinya. Oleh karena itu, beberapa paper dan dokumen peneltian telah mempublikasikan teknologi-teknologi kunci yang menjadi syarat bagi terselenggaranya Internet of Things. Paper ini akan memaparkan visi dan arah kedepan teknologi Internet of Things dan mereview beberapa teknologi kunci. Kata kunci: Internet of Things, IEEE802.15.4, Low Power Wi-Fi, RPL, 6LoWPAN ABSTRACT Wireless Sensor Network (WSN) technology which provides the ability of ubiquitous sensing has penetrated many areas of modern life today. Increasing number of sensors in a communication network, together with M2M and RFID technology, gave birth to what is called: The Internet of Things (IoT). Research in the field of IoT is still in the development stage and there are still many challenges to be solved before the realization. Some technical challenges that are key for the implementation of the Internet of Things requires the appropriate technology to address them. Therefore, several research papers and documents have published key technologies for the implementation of Internet of Things. This paper will describe vision and future direction of IoT technology and review several key technologies. Keywords: Internet of Things, IEEE802.15.4, Low Power Wi-Fi, RPL, 6LoWPAN
2. VISI DAN ARAH KEDEPAN INTERNET OF THINGS Internet of Things mempunyai visi kedepan untuk menghubungkan entitas fisik dan digital, dengan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi yang sesuai. Selama satu dekade terakhir, Internet of Things (IoT) telah menarik perhatian dunia akademis dan industri, hal ini disebabkan oleh konsep yang ditawarkan oleh IoT untuk menghubungkan seluruh benda-benda (things) disekitar kita, baik menggunakan kabel maupun nirkabel ke jaringan Internet dan benda-benda tersebut dapat saling berkomunikasi dengan campur tangan manusia yang minimum, seperti terlihat ilustrasinya pada gambar 1. Tujuan dari IoT adalah untuk menciptakan sebuah dunia, dimana bendabenda dapat lebih melayani dan mengerti, kebutuhan manusia, tanpa perlu ada perintah langsung. RFID group mendefinisikan Internet of Things sebagai: “jaringan dari interconnected-object yang tersebar ke seluruh dunia, diberikan alamat secara unik, dan berdasarkan pada protokol komunikasi yang standar”. Gubbi (2013) mendefinisikan IoT sebagai berikut: “ Interkoneksi dari perangkatperangkat pengindera dan penggerak, yang memberikan kemampuan untuk berbagi informasi lintas platform melalui sebuah kerangka yang
1. PENDAHULUAN Pada saat ini fixed Internet telah berkembang sedemikian luas, sehingga secara virtual telah dapat menghubungkan setiap komputer pada saat ini. Selanjutnya, telah berkembang pula mobile Internet, seiring dengan meledaknya jumlah smartphone, tablet, dan netbook. Meskipun demikian, kebesaran kedua teknologi Internet akan jauh dilampaui oleh teknologi baru yang diperkirakan akan segera hadir, yaitu Internet of Things (IoT). Dalam IoT, bendabenda yang biasa hadir disekitar manusia, akan dapat terhubung ke Internet, dapat melakukan tweet, atau dapat pula diminta untuk melakukan sesuatu (Palatella, 2013). Istilah IoT pertama kali diusulkan oleh Kevin Ashton dalam presentasinya di Procter&Gambler pada tahun 1999. Ketika presentasi, Ashton memperkirakan potensi IoT dengan pernyataan sebagai berikut: “Internet of Things mempunyai potensi untuk mengubah dunia, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Internet. Bahkan mungkin potensinya lebih besar …”. Pada tahun 2005, IoT secara formal diperkenalkan oleh badan standardisasi internasional ITU (International Telecommunication Union) melalui dokumen ITU Internet Report.
476
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18 – 19 Maret 2016
disatukan, mengembangkan gambar operasi umum sehingga memungkinkan aplikasi yang inovatif. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan seamless ubiquitous sensing, data analisis, dan representasi informasi dengan cloud computing sebagai kerangka pemersatu. Sedangkan (Ma, 2011) menjelaskan bahwa IoT mempunyai tiga karakteristik utama: 1) Objek-objek diberi perangkat/alat pengukur. 2) Terminal-terminal otonom yang saling terhubung. 3) Layanan-layanan yang bersifat cerdas. Dengan demikian, IoT merupakan teknologi canggih yang benar-benar bersifat lintas disiplin, mencakup: ilmu komputer, komunikasi, mikroelektronik, dan teknologi sensor.
ISSN: 2089-9815
penyimpanan dan analisis data pada sistem Internet of Things.
Gambar 3. Roadmap Pengembangan Teknologi Kunci dalam Konteks Aplikasi IoT (Gubbi, 2013) Gambar diatas memperlihatkan roadmap riset pengembangan IoT, dimana dalam roadmap tersebut diperlihatkan teknologi-teknologi penggerak dan aplikasi-aplikasi kunci yang diharapkan tersedia dalam sepuluh tahun kedepan. Berdasarkan gambar 3 diatas, Gubbi (2013) merinci topik-topik penelitian dalam bidang Internet of Things yang menjadi tantangan kedepan. Topiktopik tersebut adalah: arsitektur jaringan, energy efficient sensing, sekuriti, QoS, protokol komunikasi, data mining, GIS based visualization, cloud computing dan masih banyak lagi. Sedangkan menurut Chen (2014), melalui visinya yang sangat luas IoT telah memperlihatkan potensinya yang sangat besar untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, meskipun masih banyak tantangan yang harus diselesaikan untuk merealisasikan potensi tersebut. Oleh karena itu, penelitian di bidang IoT masih terus berkembang untuk menyelesaikan beberapa tantangan teknis terkait dengan implementasi IoT dimasa yang akan datang. Berikut ini adalah rangkuman beberapa tantangan teknis tersebut:
Gambar 1. Peranan Internet of Things (Chen, 2014) Internet of Things telah dikenal sebagai satu dari teknologi baru dalam dunia IT sebagaimana telah ditunjukan dalam Gartner’s IT Hype Cycle berikut ini:
1. Daya tahan batere yang lebih baik: biasanya node-node yang terlibat dalam IoT menggunakan batere kecil sebagai catu daya sehubungan dengan kebutuhan dayanya yang sedikit. Dengan demikian, agar dapat menghemat daya, dibutuhkan teknik komunikasi yang tingkat kompleksitasnya tidak tinggi disesuaikan dengan dengan daya baterai yang terbatas 2. Banyaknya node-node pada IoT yang aktif secara bersamaan: dalam IoT diperkirakan akan ada banyak perangkat yang aktif mengirimkan data secara bersamaan, sehingga akan menyebabkan saling interferensi diantara perangkat-perangkat tersebut. Oleh karena itu dalam IoT dibutuhkan teknologi wireless yang rendah interferensi.
Gambar 2. Gartner 2012 Hype Cycle of Emerging Technologies (Gartner, 2012; Gubbi, 2013) Hype Cycle memprediksi bahwa IoT membutuhkan waktu 5 – 10 tahun untuk mulai digunakan/tersedia di pasaran. Beberapa teknologi yang memungkinkan bagi terwujudnya IoT adalah: RFID, WSN, skema pengalamatan, teknologi penyimpanan dan analisis data, dan teknologi visualisasi data. Penelitian ini menawarkan cloud computing sebagai teknologi
477
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18 – 19 Maret 2016
3. Perangkat terminal yang low-cost: demi tersebarnya teknologi IoT ditengah-tengah masyarakat, maka harga perangkat-perangkat IoT haruslah rendah. Oleh karena itu diperlukan proses-proses yang sederhana pada perangkat/terminal IoT untuk mendapatkan harga yang rendah tersebut. 4. Perangkat terminal yang heterogen: berbeda dengan sistem wireless yang ada sekarang, yang merupakan kumpulan node dengan tipe yang relatif seragam, pada IoT keadaannya mungkin akan sangat berbeda. Dalam IoT yang terhubung adalah benda-benda yang mempunyai fungsi, teknologi, dan bidang aplikasi yang betul-betul berbeda. Sehingga, solusi wireless untuk IoT harus dapat mendukung node-node yang heterogen tersebut dengan kebutuhan QoS yang berlainan. 5. Skalabilitas: tingkat kepadatan node-node dalam IoT akan berlainan pada tempat yang berbeda, sehingga dibutuhkan sebuah teknologi yang mampu mengatasi tingkat kepadatan yang berbeda tersebut. 6. Privasi dan sekuriti: karena setiap node dalam IoT mempunyai tanda pengenal yang unik, oleh karena itu dibutuhkan solusi yang tepat untuk menjamin privasi dan sekuriti dari para pengguna IoT tersebut.
ISSN: 2089-9815
3.1 IEEE802.15.4 Standar IEEE 802.15.4 merupakan standar yang sama seperti IEEE 802.11, dimana IEEE 802.11 menetapkan standar untuk WLAN, sedangkan IEEE 802.15.4 bertanggungjawab untuk Low-Rate Wireless Personal Area Network (LR-WPAN). Karena IEEE 802.15.4 hanya mendefinisikan 2 layer terakhir, yaitu Data Link dan Physical Layer, maka harus ada standar lain yang menetapkan untuk standar yang diatas. Keberadaan ZigBee dan 6LowPAN merupakan beberapa usaha untuk menentukan standar di layer atas yang menggunakan 802.15.4 sebagai MAC layer. Standar 802.15.4 versi awal dirilis pada tahun 2003. Versi awal ini mendukung 2 layer fisik, yang pertama bekerja pada frekuensi 868 dan 915 MHz dan yang kedua bekerja pada frekuensi 2,4 GHz. Selanjutnya, pada tahun 2006 dilakukan revisi pada standar tersebut sehingga kecepatan transmisi dapat ditingkatkan. 3.1.1 Layer Fisik pada IEEE 802.15.4 (Devadiga, 2013) Layer fisik IEEE 802.15.4 (WPAN) bertanggungjawab untuk menjalankan fungsi-fungsi low-level, seperti: pengiriman dan penerimaan data, deteksi energi kanal, indikasi kualitas link (LQI), dan clear channel assessment (CCA). Deteksi energi oleh receiver digunakan oleh upper layer untuk algoritma pemilihan kanal. LQI menunjukkan kekuatan sinyal yang diterima. CCA dilakukan berdasarkan satu dari 3 metoda: deteksi energi, carrier sensing atau kombinasi keduanya. Gambar dibawah ini menunjukkan struktur paket pada layer fisik dan format umum dari MAC layer WPAN:
Teknologi wireless yang dipilih untuk menangani IoT, harus dapat menangani tantangan yang disebutkan diatas. Enam hal yang menjadi fokus perhatian diatas salahsatu solusinya ada pada layer netwok dan datalink. Kedua layer tersebut dapat menjamin informasi akan terkirim dengan utuh sampai ke tujuan. Oleh karena itu, pada bagian selanjutnya akan dijelaskan beberapa teknologi kunci terkait dengan kedua layer tersebut, bagi terselenggaranya Internet of Things di masa yang akan datang.
Preamble
Delimiter
Header
Physical Data Service Unit (PSDU)
4 bytes
1 byte
1 byte
≤ 127 bytes
Gambar 4. Struktur Layer Fisik (Devadiga, 2013)
3. TEKNOLOGI KUNCI INTERNET OF THINGS Menurut paper (Tozlu, 2012), dua kandidat yang dapat menjadikan IoT menjadi kenyataan adalah: IEEE 802.15.4 dengan 6LoW-PAN dan low-power Wi-Fi. Kedua teknologi tersebut layak dijadikan kandidat IoT karena telah dirancang untuk dapat menggunakan energi secara efisien. Ciri penggunaan energi yang efisien adalah baterai yang digunakan dapat bekerja dalam orde tahun. Teknologi lowpower Wi-Fi mempunyai kelebihan dibandingkan IEEE 802.15.4, yaitu: kemudahan integrasinya dengan jaringan IP eksisting. Sedangkan kelebihan teknologi IEEE802.15.4 dibandingkan low power Wi-Fi adalah di sisi efisiensinya dalam hal penggunaan daya.
Frame Control
Sequence Number
2 bytes
1 byte
Dst. Address
Src. Address
0 – 20 bytes
Payload
Frame Check Sequence
Variable
2 bytes
Gambar 5. Struktur Frame MAC Layer (Devadiga, 2013) 3.1.2 Link Layer pada IEEE 802.15.4 (Palatella, 2013) Standar IEEE 802.15.4 pun telah mendefinisikan MAC protocol, yaitu sebuah layer yang berinteraksi langsung dengan bagian radio/layer fisik. Pada layer ini ditentukan format header MAC dan bagaimana cara berkomunikasi diantara node-nodenya. Standar IEEE 802.15.4. versi awal diarahkan untuk bekerja pada jaringan dengan topologi star, dimana semua node berkomunikasi langsung dengan node koordinator. Standar awal ini tidak sesuai untuk jaringan low-power multi-hop karena dianggap boros dalam pemakaian daya dan lebih rentan
478
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18 – 19 Maret 2016
terhadap gangguan pada transmisi nirkabel (shadowing, multipath fading, dan interferensi). WG IEEE 802.15.4e dibentuk pada tahun 2008 untuk merancang ulang protokol versi awal. IEEE 802.15.4e hanya melakukan perubahan pada protokol MAC, sehingga tidak memerlukan perubahan apapun dari sisi hardware. Dua hal telah ditambahkan, yaitu: time synchronization dan channel hopping, yang membuat komunikasi menjadi lebih hemat energi dan lebih handal, sesuatu yang sangat direkomendasikan bagi Internet of Things (IoT). Dua tambahan tersebut merupakan dasar dari protokol MAC baru bernama Time Synchronized Channel Hopping (TSCH). TSCH yang merupakan bagian dari IEEE802.15.4e sejak tahun 2010, merupakan generasi MAC protocol yang paling mutakhir dan paling sesuai untuk protocol stack IoT. Konsep awal dari TSCH berawal dari protokol Time Synchronized Mesh Protocol (TSMP) pada tahun 2006. Pada TSCH, mote (nama khusus untuk node pada jaringan 802.15.4) melakukan sinkronisasi pada sebuah struktur slotframe. Sebuah slotframe merupakan sekumpulan slot yang berulang-ulang sepanjang waktu. Setiap mote mengikuti jadwal tertentu yang akan menentukan apa yang harus dilakukan pada slot yang menjadi bagiannya. Dalam satu slot, sebuah mote dapat transmit, receive, atau sleep. Pada saat sleeping, mote tidak menghidupkan fungsi radionya. Untuk setiap slot aktif, jadwal memperlihatkan dengan mote mana harus transmit atau receive, dan pada channel offset yang mana. Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 6, satu slot merupakan waktu yang cukup bagi transmitter untuk mengirimkan paket, dan bagi receiver untuk mengirimkan balik paket acknowledge sebagai tanda bukti bahwa paket telah diterima dengan baik. Durasi satu slot bergantung pada implementasi, meskipun standar menyarankan durasi sebesar 10ms.
ISSN: 2089-9815
MAC layer akan memeriksa apakah ada paket yang sedang mengantri untuk dikirimkan dalam slot tersebut atau tidak. Jika ada, maka paket tersebut akan dikirimkan dan selanjutnya menunggu ACK. Jika ACK diterima maka salinan paket akan dibuang dari antrian, sedangkan jika ACK tidak diterima, maka paket akan tetap disimpan dalam antrian menunggu kesempatan transmit berikutnya. Apabila dalam antrian tidak ada paket yang harus dikirimkan maka MAC layer akan kembali non-aktif tanpa harus menghidupkan bagian radionya. 3.1.3 Topologi Jaringan (Devadiga, 2013) IEEE 802.15.4 mendukung 2 kelas divais: Fully Functional Devices (FFD), yang mempunyai fungsionalitas penuh, dan Reduced Functional Devices (RFD), yang memiliki fungsionalitas terbatas. Semua Personal Area Network (PAN) paling tidak terdiri dari satu FFD yang bertugas sebagai koordinator PAN. RFD sebagai node yang berfungsi untuk memperolah data dari lingkungan sekitar, selanjutnya akan mengirimkan data-data tersebut ke koordinator PAN.
Gambar 7. Topologi Jaringan IEEE 802.15.4 (Devadiga, 2013) Pada gambar diatas diperlihatkan beberapa topologi yang dapat digunakan pada PAN. Pada gambar tersebut dapat dilihat, perangkat yang berwarna merah merupakan koordinator PAN, perangkat yang berwarna kuning merupakan FFD tetapi bukan koordinator, dan yang berwarna biru merupakan RFD. Sebagaimana dapat dilihat pada gambar 7 tersebut, pada topologi star, semua divais terhubung langsung dengan koordinator PAN. Dalam topologi peer-to-peer, FFD dapat berkomunikasi satu sama lain. Dalam topologi cluster free, RFD berkomunikasi dengan FFD yang kemudian akan meneruskannya ke koordinator PAN.
(a) Slotframe
(b) Pengiriman Data dan ACK Dalam 1 Slot Gambar 6. Slotframe dan DiagramTime Slot (Palatella, 2013)
3.2 Low Wi-Fi (Dobkin, 2009) IEEE 802.11 (Wi-Fi) biasanya digunakan untuk pengiriman data berkecepatan tinggi dalam cakupan yang sedang, antara perangkat atau komputer dengan LAN, dimana datarate merupakan parameter utama ketika melakukan perancangan. Sistem-sistem yang dioptimalkan untuk aplikasi-aplikasi seperti ini
Saat layer atas membangkitkan sebuah paket, maka layer tersebut akan mengirimkannya kepada MAC layer dan MAC layer tersebut akan menyimpannya dalam transmit queue. Pada setiap slot transmisi,
479
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18 – 19 Maret 2016
mempunyai kecepatan yang tinggi tetapi tidak bersifat energy-efficient. Meskipun demikian, dengan disain sistem yang sesuai, perangkat Wi-Fi dapat beroperasi dalam moda low-power. Persepsi bahwa Wi-Fi merupakan protokol yang boros energi ditimbulkan dari cara sistem Wi-Fi dirancang dan digunakan dalam aplikasi-aplikasi yang ada saat ini, bukan dari ketidakefisienan yang berasal dari karakteristik Wi-Fi itu sendiri. Sistem Wi-Fi yang paling tidak efisien dapat transmit 1 Mbyte/hari selama 4 tahun menggunakan baterai AA, sedangkan sistem yang paling efisien berpotensi dapat bekerja selama 10 tahun menggunakan 1 baterai. Wi-Fi konvensional yang membutuhkan daya tinggi, dioptimalkan agar dapat merespon dengan cepat, delay rendah, dan kecepatan data yang tinggi, sedangkan low power Wi-Fi, dioptimalkan untuk konsumsi daya yang rendah, terutama ketika divais dalam mode standby. Sebagai contoh, agar dapat memberikan respon yang baik dan berdelay rendah, aplikasi Wi-Fi konvensional akan tetap aktif memantau kanal sekalipun tidak ada data yang akan dikirimkan. Low power Wi-Fi menghabiskan banyak waktunya dengan tidak melakukan apa-apa, terutama ketika sedang tidak ada data, dengan cara seperti itulah divais dapat lebih menghemat daya. Pada gambar 8 dibawah ini diperlihatkan skema operasi yang biasa dilakukan pada low power Wi-Fi:
ISSN: 2089-9815
pengoperasian yang membutuhkan sensor lebih sering dalam kondisi wake-up, akan lebih banyak mengkonsumsi energi. Operasi sensor yang lain seperti: inisialisasi/asosiasi, transmisi data periodik, event-triggered message, dan keep-alive message, mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap konsumsi daya keseluruhan, terutama pada saat menggunakan pengiriman data berkecepatan tinggi. Secara umum, dalam sebagian besar skenario operasi sensor berbasis Wi-Fi pada saat ini, umur baterai berkisar dalam orde tahunan. Kehandalan teknologi Wi-Fi terkait dengan adanya interferensi adalah, pada kondisi normal interferensi tidak terlalu mengganggu proses pengiriman data, kecuali pada saat trafik in-network yang sangat padat, dan semua node terhubung pada satu akses point. Pada kondisi trafik yang sangat padat dan semua terhubung pada satu akses point (AP), AP dapat menjadi bottleneck yang sangat mempengaruhi delay dan kehandalan transmisi data. Berikut ini adalah tabel perbandingkan konsumsi daya antara Wi-Fi konvensional dengan Low-Power Wi-Fi: Tabel 1. Perbandingan Performansi Wi-Fi (Dobkin, 2009) Parameter
Konsumsi daya
Gambar 8. Skema Operasi Low-Power Wi-Fi (Dobkin, 2009)
Standby/ Idle
Wi-Fi rendah daya
Unit
NA*
<4
μW
Processor + clock sleep Pemrosesan data Sensitifitas terima, 1 Mbps
13
0,2
mW
115
56
mW
-91
-91
dBm
Waktu aktif dari standby
NA*
10
ms
75
5
ms
Waktu aktif dari processor+clock sleep
Gambar diatas memperlihatkan, divais harus ‘bangun’ secara periodik untuk melaksanakan berbagai macam tugas yang bersifat applicationrelated maupun network-related. Setiap satu menit divais mengirimkan paket untuk memberitahu AP bahwa divais hadir dan aktif, untuk mencegah pemutusan koneksi oleh AP. Setiap 2,5 menit, divais aktif untuk mengirimkan data sensor. Dua hari sekali, divais mengirimkan data ke server SNMP, untuk mengecek apakah ada konfigurasi baru. Diantara waktu-waktu kirim tersebut, divais dalam kondisi standby yang berdaya rendah. Bahkan, pada saat ‘bangun’ pun, divais melakukan proses kirim dan terima hanya dalam porsi waktu yang kecil/singkat. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Tozzlu (2012), konsumsi daya dipengaruhi oleh kecepatan data, dengan demikian pada data rate yang tinggi konsumsi daya lebih rendah. Umur baterai pada sebuah sensor berbasis Wi-Fi sangat bergantung pada skenario pengoperasiannya. Pola
Wi-Fi konv.
* Not Applicable: parameter tersebut tidak pada sistem ini 3.3
Routing Protocol pada Internet of Things Dari sekian banyak routing protocol, ada 2 protokol yang dapat digunakan pada jaringan Internet of Things, yaitu: Ad-hoc On-Demand Distance Vector (AODV) dan Routing Protocol for Low Power and Lossy Network (RPL). 3.3.1 Ad-hoc On-Demand Distance Vector (AODV) (Park, 2014) AODV merupakan salah satu jenis protokol routing yang populer digunakan dalam jaringan Adhoc. Protokol routing ini termasuk pada tipe routing reaktif, artinya permintaan informasi routing kepada node-node sekitarnya didasarkan pada kebutuhan, misalnya: pada saat akan mengirimkan data pada node yang belum diketahui posisinya atau saat terjadi link failure pada link-link yang terhubung langsung. Routing protocol reaktif yang beroperasi
480
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18 – 19 Maret 2016
tidak secara reguler (sesuai kebutuhan), cocok digunakan pada jaringan dengan daya node terbatas dan link antar node rentan terhadap error. Pada AODV, setiap node berusaha mencari rute yang terpendek tanpa mempertimbangkan besar energi yang dibutuhkan saat mencari rute tersebut. Ketika satu node memerlukan informasi rute maka node tersebut akan mengirimkan pesan RREQ (route request) pada semua node yang ada didekatnya. Pesan Reverse Path akan dikirimkan ketika sebuah node menerima pesan RREQ yang baru, kemudian node tersebut meneruskan kembali pesan RREQ tersebut pada node-node yang didekatnya. Sehingga pada akhirnya terbentuklah informasi rute untuk seluruh node yang ada pada jaringan Ad-hoc tersebut, seperti terlihat pada gambar 9.
ISSN: 2089-9815
terebut, atau disebut dengan Routing Protocol for LLN, disingkat menjadi RPL. Standar RFC 6550 pada bulan Maret 2012, telah menetapkan struktur dan parameter RPL tersebut. Terlihat pada gambar 10, RPL membangun topologi yang diistilahkan dengan: Destination Oriented Directed Acyclic Graph (DODAG), untuk membangun rute yang bersifat dua arah dan mengurangi kompleksitas topologi LLN.Tipe trafik data yang dikirimkan mencakup: multipoint-to-point, point-to-multipoint, dan point-to-point.
(a)
Gambar 10. Destination Oriented Directed Acyclic Graphs (Di Marco, 2013)
(b)
RPL menyediakan mekanisme untuk menyebarkan informasi diatas topologi jaringan yang bersifat dinamis. Pesan-pesan kontrol yang digunakan dalam RPL meliputi: DIO (DODAG Information Object), DAO (Destination Advertisement Object), DIS (DODAG Information Solicitation). Jika ada sebuah node yang ingin bergabung pada sebuah DODAG, maka node tersebut akan mengirimkan pesan DIS, dan node terdekat yang sudah berada dalam DODAG akan membalas dengan mengirimkan pesan DIO. Setelah mendapat pesan DIO, node baru tersebut mengirimkan pesan DAO, dan akhirnya node lama meresponnya dengan mengirimkan pesan DAO-ack, seperti terlihat pada gambar 11 berikut ini:
(c)
(d) Gambar 9. AODV Route Discovery (Marina, 2001) Karena protokol routing AODV tidak memperhitungkan kebutuhan energi pada saat proses membentuk rute, maka agar dapat mengatasi tantangan teknis dalam implementasi IoT, diperlukan penelitian lanjutan untuk memodifikasi protokol routing AODV tersebut. Salah satu penelitian yang melakukan modifikasi AODV adalah yang dilakukan oleh Park (2014). 3.3.2 IPv6 Routing Protocol for Low Power and Lossy Network (RPL) Sebagian dari jaringan yang tergabung dalam IoT bersifat low power lossy network (LLN), maka IETF Workgroup mengusulkan protokol routing IPv6 untuk jaringan berdaya rendah dan bersifat lossy
Gambar 11. Signalling pada RPL untuk mencari DODAG (Jain, 2013)
481
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18 – 19 Maret 2016
Setiap node hanya perlu mengirimkan pesan DIO pada node-node tetangga untuk menjaga koneksi. Pesan-pesan kontrol tersebut di-broadcast secara periodik untuk menjaga DODAG. Pada gambar 12 diperlihatkan contoh terbentuknya sebuah DODAG pada node-node IoT.
ISSN: 2089-9815
node-node tersebut masing-masing 1 dan 2. Node E menerima pesan DIO dari B dan C, menetapkan rangking/jarak terhadap node-node tersebut masing-masing 2 dan 1. 6. Karena jarak yang lebih dekat, maka Node D mengirimkan pesan DAO kepada node B dan node E mengirimkan pesan DAO kepada node C. 7. Sebagai balasan node B mengirimkan pesan DAO-ack kepada node D dan node C kepada node E. 8. Node D dan E menetapkan rangking/jaraknya yang baru terhadap root (node A). 3.4 IETF 6LoWPAN (Palatella, 2013) Sebagaimana telah dikenal, Internet tersusun dari banyak jaringan. Oleh karena itu, untuk setiap tipe data-link layer yang dilewati, dibutuhkan spesifikasi “IP-over-X” untuk menentukan bagaimana cara mengirimkan paket-paket IP diatas data-link layer X tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan lapis perantara antara jaringan IP dengan layer datalink dibawahnya, lapis perantara itu disebut adaptation layer. Pada tahun 2007, working group IETF IPv6 over Low Power WPAN (6LoWPAN) telah mulai bekerja untuk membuat spesifikasi tentang cara mengirimkan IPv6 diatas jaringan IEEE 802.15.4. Biasanya, Low power WPAN dikenali dengan ciri: ukuran paket yang kecil, mendukung ukuran alamat yang variabel, low bandwidth, topologi star dan mesh, perangkat menggunakan batere, posisi node tidak diketahui, kondisi link sangat tidak handal, dan dibutuhkan periode idle yang lama untuk menghemat energi.
Gambar 12. Proses Terbentuknya DODAG (Jain, 2013) Langkah-langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Node A mengirimkan pesan DIO secara multicast bahwa dirinya merupakan anggota sebuah DODAG dengan rank-0. Node B, C, D, E menerima pesan tersebut dan dari pesan tersebut setiap node dapat menentukan derajatnya/rangkingnya (dalam hal ini dapat berupa jarak) masing-masing 1, 1, 3, dan 4 dari node A 2. Node B, C, D, dan E mengirimkan pesan DAO kepada Node A 3. Node A menerima semua pesan DAO tersebut dengan mengirimkan pesan balasan DAO-ack kepada node B, C, D, dan E. 4. Setelah menerima balasan DAO-ack, maka setiap node dapat menetapkan ranking dirinya terhadap node A, yang dalam hal ini menjadi root bagi node-node tersebut. 5. Selanjutnya, untuk tetap menjaga koneksi maka node B dan C mengirimkan pesan multicast DIO pada node-node disekelilingnya. Node D menerima pesan DIO dari B dan C, dan dapat menetapkan rangkingnya/jaraknya terhadap
Gambar 13. 6LoWPAN Protocol Stack (Shelby, 2011) Dengan feature-feature tersebut, menjadi jelas bahwa, pengiriman paket-paket IPv6 pada jaringan Low power WPAN tidak dapat langsung dilakukan, sehingga dibutuhkan sebuah adaptation layer. Sebagai contoh, MTU default untuk IPv6 yang sebesar 1280 byte, terlalu besar untuk dikirimkan dalam frame 802.15.4. Oleh sebab itu, working group 6LoWPAN telah bekerja keras untuk menetapkan sebuah metoda adaptation layer yang efektif. Pada gambar 13 diperlihatkan protocol stack 6LoWPAN beserta perbandingannya dengan protocol stack IP.
482
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2016 (SENTIKA 2016) Yogyakarta, 18 – 19 Maret 2016
ISSN: 2089-9815
Ma, H. D. (2011). Internet of things: Objectives and scientific challenges. Journal of Computer science and Technology, 26(6), 919-924. Marina, Mahesh, & Samir Das. 2001. Ad-hoc Ondemand Multipath Distance Vector (AOMDV) Routing. Lecture Presentation, University of Cincinnati. Palattella, Maria Rita, et. al., ed. 2013. Standardized Protocol Stack For The Internet Of (Important) Things. Communications Surveys & Tutorials, IEEE (Volume:15 , Issue: 3 ), 2013. Park, S. H., Cho, S., & Lee, J. R. 2014. EnergyEfficient Probabilistic Routing Algorithm for Internet of Things. Journal of Applied Mathematics. Tozlu, S., et. al., ed. Juni, 2012. Wi-Fi Enabled Sensors for Internet of Things: A Practical Approach. Topics In Consumer Communications and Networking. IEEE Communication Magazine.
4. KESIMPULAN Jaringan komputer dan telekomunikasi pada masa yang akan datang akan memasuki fase yang sangat penting, dimana entitas-entitas yang terlibat dalam komunikasi tidak lagi terkait langsung dan memerlukan campur tangan manusia secara terus menerus. Entitas yang terlibat tersebut dapat berupa smartphone, sensor, aktuator, alat-alat rumahtangga, mesin-mesin industri, perangkat kesehatan, dan masih banyak lagi. Semua perangkat tersebut dapat saling terhubung dalam satu jaringan komunikasi, sehingga dapat saling tukar-menukar informasi. Inilah yang disebut dengan Internet of Things. Semua ini akan dapat terwujud jika semua entitas yang terlibat dalam komunikasi tersebut menggunakan alamat dan protokol yang dapat saling berinteraksi. Oleh karena itu, diperlukan suatu standar teknologi demi terselenggaranya Internet of Things tersebut. Beberapa teknologi yang menjadi kunci bagi terselenggaranya IoT, seperti yang telah direkomendasikan dalam paper dan dokumen adalah: IEEE802.15.4e, low power Wi-Fi, RPL, dan 6LowPAN. Semua teknologi kunci tersebut telah dipaparkan secara singkat pada paper ini. Penelitianpenelitian dalam bidang Internet of Things untuk hari ini dan dimasa yang akan datang, sedikit banyak akan selalu terkait dengan teknologi kunci yang telah dipaparkan dalam paper ini.
Shelby, Z., Bormann, C. 2009, 6LoWPAN: The Wireless Embedded Internet. John Wiley & Sons Ltd. United Kingdom.
PENGHARGAAN Publikasi ini merupakan bagian dari penelitian yang didukung dan dibiayai oleh RistekDikti dan Universitas Telkom. PUSTAKA Chen, Y., et.al., ed. Februari, 2014. Time-Reversal Wireless Paradigm for Green Internet of Things. IEEE Internet of Things Journal, Vol. 1, No. 1. Devadiga, K. 2013. IEEE 802.15.4 and the Internet of Things. Aalto Universtiy School of Science. Di Marco, P., Athanasiou, G., Mekikis, P. V., & Fischione, C. 2013. MAC-aware Routing Metrics for the Internet of Things. arXiv preprint arXiv:1310.4632. Dobkin, D. M., & Aboussouan, B. (2009). “Low Power Wi-Fi™ (IEEE802.11) For IP Smart Objects”. GainSpan Corporation. Gartner’s hype cycle special report for 2011.2012. Gartner Inc. (http://www.gartner.com/technology/research/hy pe-cycles/) Gubbi, J., et. al., ed. 2013. Internet of Things (IoT): A vision, architectural elements, and future directions. Future Generation Computer Systems. Elsevier, 2013. Jain, R. 2013. Networking Protocols for Internet of Things. Washington University.
483