INTEGRASI SISTEM FUZZY-JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) UNTUK PRAKIRAAN CUACA JANGKA PENDEK (STUDI KASUS DI KOTA SURABAYA) KARYA TULIS ILMIAH
DISUSUN OLEH
1. BAGUS TRIS ATMAJA 2. BUDIMAN PUTRA AR
JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2009
KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan berkat, rahmat dan hidayahNyalah karya tulis ilmiah ini dapat penulis selesaikan. Prakiraan cuaca merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, dimana dengan memerpkiarakan cuaca yang akan dating maka hal-hal yang tidak diinginkan dapat diantisipasi dan dihindari, begitu juga sebaliknya. Aplikasi prakiraan cuaca ini melingkupi berbagai bidang: penerbangan, pertanian, perkebunan, pelayaran dan lain sebagainya. Keandalan akurasi prakiraan cuaca selama ini menjadi permasalahan utama, metode demi metode dikembangkan untuk memperoleh hasil optimum. Melalui karya tulis ini penulis mengusulkan untuk menerapkan sitem fuzzy-jaringan syaraf tiruan untuk memprakirakan cuaca jangka pendek, sebagian metode tersebut penulis peroleh di bangku perkuliahan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan karya ilmiah ini. Tanpanya penulis akan mengalami kendala dalam menyelesaikan persoalan baik yang timbul di lapangan ataupun secara teoritis. Beberapa pihak tersebut, tanpa dapat menyebutkan satu persatu adalah: 1. Dr. Bambang L. Widjiantoro, ST. MT. selaku ketua jurusan Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 2. Ibu Dr. Aulia Siti Aisyah, ST. MT sebagai dosen pembimbing 3.
Bapak Endro Tjahyono dari Bagian Data dan Informasi BMG Juanda Surabaya.
4. Teman – teman seperjuangan di Teknik Fisika ITS 5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dalam dalam penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini sampai selesai. Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dalam penulisan karya tulis ilmiah ini. Masukan untuk memperbaiki laporan ini akan penulis terima dengan senang hati agar laporan selanjutnya menjadi lebih baik. Terakhir, tidak ada sesuatu yang sempurna karena kesempurnaan itu hanya milikNya.
Surabaya, 27 Februari 2009
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...........................................................................................................1 Kata Pengantar ...........................................................................................................2 Daftar isi.....................................................................................................................3 Intisari ........................................................................................................................4 BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................5 1.1 Latar Belakang .....................................................................................................5 1.2 Permasalahan .......................................................................................................6 1.3 Tujuan ..................................................................................................................6 1.4 Manfaat ................................................................................................................7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................8 2.1 Prediksi Huan.......................................................................................................8 2.2 Logika Fuzzy .......................................................................................................14 2.3 Jaringan Syaraf Tiruan (JST) ...............................................................................19 2.4 Integrasi Fuzzy-JST .............................................................................................25 BAB III METODOLOGI...........................................................................................29 3.1 Data Input.............................................................................................................29 3.2 Langkah-langkah penelitian.................................................................................30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................32 4.1 Hasil .....................................................................................................................32 4.2 Pembahasan..........................................................................................................45 BAB V PENUTUP ....................................................................................................48 5.1 Kesimpulan ..........................................................................................................48 5.2 Saran ....................................................................................................................48 Daftar Pustaka............................................................................................................49 Lapiran .......................................................................................................................50
3
INTISARI
Peramalan cuaca merupakan hal yang penting dalam kehidupan, misalnya pada dunia penerbangan, keakuratan prakiraan cuaca dapat meningkatkan keamanan penerbangan. Permasalahannya adalah pada metode prakiraan cuaca itu sendiri. Karena data alam merupakan data acak (random) maka sangat sulit untuk mem-pola-kannya. Perkembangan metode prakiraan cuaca sejalan dengan perkembangan sains dan teknologi. Jika pada awalnya hanya menggunakan metode estimasi statistik yang sederhana, selanjutnya dengan bantuan komputer metode yang dipakai berkembang dengan metode komputasi. Perkembangan ilmu kumputasi sendiri dewasa ini mengarah pada soft computing, yakni teknik komputasi yang dapat mengolah data-data yang bersifat tidak pasti, impresisi dan dapat diimplementasikan dengan biaya yang murah (low-cost solution), misalnya logika fuzzy, jaringan syaraf tiruan dan algoritma genetika. Sofcomputing ini biasanya tidak digunakan sendiri-sendiri, namun lebih pada kerjasama serasi antar algoritma untuk mencapai hasil optimum. Logika fuzzy memiliki kekurangan pada penentuan tingkat fungsi keanggotaan, hal ini dapat diperbaiki dengan memasukkan jaringan syaraf tiruan sebaagi pengendali penalaran logika fuzzy tersebut. Metode ini dikenal dengan Neural Network (NN) Driver Fuzzy Reasoning. Metode inilah yang diusulkan penulis untuk memprakirakan cuaca jangka pendek Langkah-langkah penerapan metode ini meliputi: casting, clustering,training dan perhitungn output. Dengan memasukkan data dari Stasiun Meteorologi BMG Juanda didapatkan hasil prakiraan cuaca yang cukup signifikan, yakni prosentasi keakuratan sebesar 74 %. Hasil ini diperoleh dengan pengelompokan data sebanyak lima kelas dan uji validasi setelah tresholding sebanyak 68 dari 92 pola cuaca. Dengan hasil ini penulis menyimpulkan bahwa integrasi Sistem Fuzzy-JST cocok digunakan untuk memprakirakan cuaca jangka pendek yang mudah berubah-ubah.
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Cuaca merupakan bagian dari keseharian manusia. Banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada keadaan langit ini, seperti petani, nelayan, pedagang, pekerja kantoran hingga siswa sekolah. Bahkan pilot pesawat terbang pun harus memperhitungkan cuaca untuk melakukan penerbangan terutama pada saat take off maupun landing karena akan mempengaruhi jarak pandang dan membuat permukaan landasan pacu menjadi licin. Saat ini manusia memprakirakan cuaca menggunakan peralatan berteknologi canggih. Di Indonesia sendiri, aktifitas ini dilakukan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Badan negara ini melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara, dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Badan ini memiliki pos-pos penghimpun data meterologi yang tersebar di seluruh pulau di Indonesia. Setiap harinya, BMG Indonesia memiliki tugas untuk melakukan prediksi cuaca di Indonesia berdasarkan data-data meteorologi. Data ini didapat dari citra satelit, weather baloon, dan weather radar. Data tersebut diakses secara online dan di-update setiap saat untuk selanjutnya dilakukan analisa. Melalui pengamatan dan serangkaian perhitungan, tim forecaster akan mengeluarkan prediksi cuaca yang terjadi pada masa yang akan datang. Para peramal tersebut telah dibekali dengan pengetahuan untuk dapat melakukan
5
analisa dari kondisi langit yang sangat komplek. Semakin berpengalaman, kemampuan peramalan mereka akan terasah dan akan menghasilkan prediksi yang semakin akurat. Hingga saat ini peramalan cuaca hanya dapat dilakukan dalam jangka panjang yaitu dengan perhitungan statistik sedangkan untuk jangka pendek masih belum ada metode baku dan akurat untuk memprediksinya. Padahal prakiraan jangka pendek ini dibutuhkan oleh berbagai pihak selain prakiraan cuaca jangka panjang (baca: harian). Prakiraan ini dibutuhkan oleh perusahaan besar misalnya Bulog, TELKOM, Peti Kemas dll. Sehingga dibutuhkan suatu metode untuk mengkalkulasi dan memprediksi cuaca jangka pendek dengan tingkat akurasi yang tinggi. Karena latar belakang itulah, pada makalah ini diajukan metode integrasi dari fuzzy dan jaringan syaraf tiruan untuk memprediksi cuaca jangka pendek. Metode ini dapat memprediksi cuaca secara kontinu meskipun terjadi perubahan pola yang sulit ditebak apalagi diprediksi secara matematis. Hal ini karena metode ini dapat mempelajari terhadap berbagai perubahan atau melakukan pembelajaran terus menerus terhadap berbagai kasus yang diberikan. 1.2. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan diselesaikan dalam karya ilmiah ini adalah membuat sebuah pendekatan metode prediksi cuaca jangka pendek di Kota Surabaya yang adaptif untuk menghasilkan prediksi yang lebih tepat dengan mengintegrasikan sistem fuzzy dan jaringan syaraf tiruan. 1.3. Tujuan
6
Melalui karya ilmiah ini, akan dibuat sebuah pendekatan metode prediksi cuaca jangka pendek di Kota Surabaya yang adaptif untuk menghasilkan prediksi yang lebih tepat dengan mengintegrasikan fuzzy dan jaringan syaraf tiruan teradaptasi. 1.4. Manfaat Penelitian Kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pihak BMG dengan dibuatnya sistem prediksi cuaca yang adaptif dan menghasilkan ramalan yang lebih tepat meskipun terjadi perubahan pola cuaca yang tak menentu seperti sekarang. Dengan demikian, masyarakat Kota Surabaya juga mendapat informasi cuaca yang lebih tepat yang akan membantu mereka dalam kegiatan sehari-hari.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Prediksi Hujan Hujan adalah salah satu bentuk dari precipitation yang terbentuk saat titik-titik air turun ke permukaan bumi dari awan. Perubahan fase yang dialami air menjadi uap air kemudian air kembali dalam bentuk precipitation tersebut dapat dijelaskan melalui psychrometric chart pada Gambar 2.1. Tabel psychrometric diplot untuk Tekanan tetap. Proses perubahan air menjadi uap air akan terjadi saat temperature semakin meningkat karena intensitas penyinaran matahari. Uap air tersebut akan bergerak secara vertikal ke atas karena memiliki tekanan yang rendah. Suhu udara di lapisan atas sangat rendah dan jika uap air mencapai titik dew point maka akan mengalami saturasi dan RH dapat menjadi 100%. Beberapa uap air yang tidak mengalami saturasi akan menjadi condensation nuclei yang kemudian saling berkumpul dalam massa tertentu dan disebut awan. Proses perubahan uap air di udara untuk turun ke bumi dalam bentuk titik-titik air juga dapat dijelaskan menggunakan chart tersebut. Suhu udara yang semakin panas akan menyebabkan nilai RH menurun dan uap air yang mengalami saturasi sebelumnya akan kembali ke bentuk semula dalam bentuk titik air. Beberapa titik air akan saling berkumpul dan menjadi besar. Saat udara tidak mampu menahan beratnya, maka titiktitik air akan turun dan terjadi precipitation.
8
Banyak metode telah dibuat untuk memprakirakan hujan, salah satunya adalah analogue methode. Metode ini didasarkan pada fakta bahwa informasi pada weather chart yang terlihat saat ini, dapat sama dengan informasi pada weather chart di masa lampau[3]. Hal ini kemudian dapat digunakan untuk memprediksi cuaca berdasarkan pengalaman di masa lampau tersebut. Bagi forecaster, metode ini hampir sama seperti pengenalan pola.
Gambar 2.1. Psychrometric chart Variabel yang diamati sebagai data meteorologi untuk memprediksikan hujan adalah: 1. Air Temperature (Suhu Udara) Suhu udara di bumi dipengaruhi oleh pemanasan matahari. Saat siang hari akan terjadi pemanasan udara sebaliknya di malam hari akan terjadi pendinginan. Udara merupakan konduktor panas yang lebih buruk dari daratan, sehingga saat siang hari tanah lebih cepat panas dari udara. Intensitas pemanasan tertinggi oleh matahari terjadi tepat saat siang hari. Namun suhu udara permukaan tertinggi terjadi justru beberapa jam setelahnya, hal ini karena daratan masih menyimpan energi panas untuk dua hingga empat jam sesudahnya.
9
Sedang pada malam hari, daratan lebih cepat melepaskan radiasi panasnya ke udara, sehingga udara di permukaan yang lebih panas juga menjadi lebih dingin akibat perpindahan kalor dari udara ke darat. Panas dari udara pada ketinggian yang lebih tinggi lah yang kemudian akan mengalir ke lapisan udara di dekat permukaan bumi tersebut sehingga terjadi apa yang kemudian dinamakan radiation inversion. Untuk kondisi Kota Surabaya yang tropis dan dekat dengan laut, maka jumlah pemanasan matahari adalah tinggi dan akan menghasilkan awan yang lebih banyak. Karena itu radiasi matahari di siang hari akan tertahan dan suhu udara tidak terlalu panas. Sedang pada malam hari, radiasi yang dilepaskan oleh daratan juga akan tertahan oleh awan sehingga suhu malam hari tidak terlalu dingin. Perbedaan udara siang-malam pun tidak lah besar. Suhu udara diukur oleh banyak instrumen. Umumnya digunakan thermometer yang diletakkan dalam shelter dengan ketinggian 5,5 kaki, maupun menggunakan thermograf. Namun kini data suhu udara juga dapat diperoleh radar, citra satelit, dan weather balloon yang membawa radiosonde. 2. Humidity (Kelembapan) Humidity atau kelembapan digunakan untuk menunjukkan jumlah uap air dalam udara. Ada banyak cara untuk mengungkapkan humidity, dapat melalui absolute humidity yang menunjukkan perbandingan massa uap air dengan volume udara, atau specific humidity yang menunjukkan perbandingan massa uap air dengan massa udara. Sedangkan umumnya, humidity ditunjukkan dengan relative humidity (RH). Relative humidity adalah rasio dari jumlah uap air sebenarnya dalam udara dibandingkan dengan jumlah maksimum uap air yang dibutuhkan untuk saturasi pada temperatur dan tekanan tertentu.
10
Kita dapat juga menunjukkan jumlah uap air sebagai tekanan uap air sebenarnya, dengan demikian kapasitas total dari uap air dalam udara dapat juga ditunjukkan dengan tekanan uap air untuk mengalami saturasi. RH biasanya ditunjukkan dalam persen, maka persamaan untuk mendapatkan relative humidity adalah sebagai berikut: RH = Tekanan uap air sebenarnya
Tekanan uap air saturasi
x 100 %
(2.1)
Tekanan dan suhu udara saling mempengaruhi. Pada pagi hari saat suhu udara mencapai minimum, maka tekanan uap air untuk mencapai saturasi akan menurun. Ini menyebabkan angka penyebut akan lebih kecil dan RH pun menjadi besar. Dan sebaliknya saat suhu mencapai tingkat maksimumnya setelah tengah hari, maka tekanan uap air untuk mencapai saturasi akan meningkat, RH pun menjadi semakin kecil. Instrumen yang digunakan untuk mengukur humidity adalah psychrometer dan hygrometer. Dan kini humidity dapat diukur melalui radar, citra satelit, dan weather balloon yang membawa radiosonde. 3. Sea Level Pressure (Tekanan Pada Permukaan Laut) Pressure atau tekanan berarti besarnya gaya yang berpengaruh pada suatu luasan permukaan. Karena udara memiliki massa, tentunya ia akan memiliki gaya berat, maka udara pun memiliki pressure. Tekanan dapat bervariasi terhadap ketinggian. Tekanan atmosfer akan menurun sebanyak 10 milibar setiap kenaikan altitude sebesar 100 meter. Stasiun pemantau tekanan akan melakukan koreksi setiap hasil pengukuran dengan ketinggiannya. Sehingga semua tekanan akan menunjukkan tekanan pada permukaan laut (sea level pressure).
11
Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan adalah barometer. Terdapat beberapa jenis barometer yakni aneroid dan mercury. Barometer juga diletakkan di radiosonde yang diletakkan diluar weather balloon. Pada stasiun pemantau, barometer dilengkapi barograpgh yang secara terus menerus mencatat tekanan udara. 4. Visibility (Jarak Pandang) Visibility dapat diartikan sebagai jarak pandang, yakni sejauh mana mata manusia dapat memandang dengan jelas. Hujan, salju dan kabut dapat menjadi penghalang pandangan yang membuat visibility menjadi rendah. Pengukuran visibility dilakukan secara visual oleh pengamat. Pada daerah terbuka, seorang pengamat akan berjalan menjauh dari titik asal kemudian mengukur sejauh mana ia masih bisa melihat titik asalnya dengan jelas. 5. Wind (Angin) Karena resultan gaya, maka udara akan bergerak dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah. Udara yang bergerak inilah yang kemudian disebut dengan angin. Besarnya kecepatan angin diantaranya dipengaruhi oleh seberapa besar perbedaan tekanan antara dua tempat. Selain memiliki kecepatan, angin juga memiliki arah. Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin pada lapisan stratosfer disebut anemometer. Sedangkan arah anginnya dapat diukur dengan wind vane. Profil angin hingga ketinggian 30 Kilometer di statosfer juga dapat diperoleh dari radar Doppler, dan dari radiosonde yang kemudian lebih sering disebut rawinsonde. 6. Cloud (Awan)
12
Awan terbentuk oleh uap air yang terkondensasi karena tekanan yang sangat besar dan suhu yang rendah. Uap air tersebut dapt berasal dari air laut dan air sungai yang menguap akibat pemanasan dari matahari. Semakin banyak intensitas sinar matahari, semakin banyak uap air yang terjadi, maka akan semakin banyak potensi terbentuknya awan. Manusia dapat meramalkan cuaca dan terjadinya hujan dengan melihat awan. Bentuk awan yang berbeda akan memperlihatkan apa yang terjadi di sekitar kita. Terdapat empat kategori utama dalam pengelompokan awan yang sering digunakan , yakni awan cirrus yang berbentuk seperti gelombang rambut, stratus yang seperti kapas berlapis-lapis, cumulus yang seperti gumpalan kapas dalam jumlah besar, dan nimbus yang pertumbuhannya secara vertikal dan mengindikasikan datangnya hujan. Klasifikasi ini dibuat oleh ilmuwan Prancis, Lamark (1744-1892). Beragam bentuk awan yang ada di alam akan dinamai menggunakan gabungan jenis-jenis awan tersebut. Selain menamai bentuk awan yang ada di langit, pengamat juga akan mengukur seberapa banyak awan tersebut menutupi langit sebatas horizon penglihatannya. Besarkecilnya coverage awan akan ditunjukkan dalam satuan Oktas. Seorang pengamat akan berdiri pada daerah terbuka kemudian membagi langit sebatas horizon yang dilihatnya kedalam delapan bagian layaknya memberikan irisan melintang. Jika delapan dari delapan ”belahan” langit itu tertutup awan, maka kondisi ini akan dinamai overcast dan diberi nilai 8, sehingga hampir dipastikan sebentar lagi akan turun hujan lebat. Nilai cloud cover adalah antara 0 hingga 8. Pengamatan bentuk dan coverage awan dilakukan secara visual. 7. Present Weather (Cuaca Saat Ini)
13
Cara memprediksi cuaca yang paling sederhana adalah dengan metode presistence. Metode ini menyebutkan bahwa apa yang terjadi saat ini akan terjadi nanti. Seperti halnya jika hari ini pukul 10 siang suhu udara adalah 30° C, maka nanti pada jam 11 siang suhu udara juga 30°C. Namun metode ini tidak dapat digunakan jika kondisi cuaca di suatu wilayah sangat komplek dan berubah-ubah. Walau demikian, para peramal cuaca akan selalu mempertimbangkan kondisi cuaca saat ini untuk memprediksi cuaca beberapa waktu mendatang dengan melihat tren cuaca yang terjadi dari waktu ke waktu. 2.2. Logika Fuzzy Logika Fuzzy pertama kali dicetuskan oleh Lotfi Zadeh dari Universitas Berkeley, California pada tahun 1965. Logika ini adalah turunan dari teori fuzzy set yang berhubungan dengan premise atau sebab. Sistem logika yang merupakan perluasan dari logika multivalued. Logika fuzzy banyak digunakan dalam pengenalan pola (pattern recognition), pengolahan citra, pengendalian (control), hingga pengambilan keputusan (decision making). Dasar-dasar dari logika fuzzy, yakni: 1. Teori Fuzzy set Dalam sebuah semesta, setiap anggota akan dikelompokkan ke dalam himpunan yang sesuai. Sedangkan yang tidak sesuai akan dikelompokkan dalam himpunan lain atau komplemen dari himpunan tersebut. Seperti dalam himpunan data meteorologi untuk hujan, maka tekanan, RH dan surface wind akan dikategorikan dalam himpunan tersebut. Sedangkan panjang, gaya gesek dan energi diletakkan di luar himpunan (Gambar 2.4).
14
panjang
tekanan
energi RH
Surface wind Gaya gesek
Data meteorologi untuk Hujan
Gambar 2.4. Himpunan Data Meterologi untuk Hujan
Jika dalam semesta itu dimasukkan gust, maka keraguan pengelompokannya akan terjadi. Hal ini karena gust kadang dipertimbangkan sebagai variabel pertimbangan hujan, namun di BMG Juanda, Surabaya kadang tidak digunakan. Sehingga akan terlihat seperti Gambar 2.5.
panjang
tekanan
energi
gust RH
Surface wind Gaya gesek
Data meteorologi untuk Hujan
Gambar 2.5. Himpunan Data Meteorologi untuk Hujan dengan Gust Maka cara menyatakan keanggotaan gust akan mudah dilakukan melalui fuzzy, karena dalam logika fuzzy, kebenaran dari suatu pernyataan adalah permasalahan pemberian nilai tingkat. 2.
Membership function Sebuah Membership Function (MF) adalah kurva yang mendefinisikan bagaimana
setiap poin dalam ruang (space) input dipetakan dalam membership value atau degree of membership antara 0 hingga 1. Membership function dinyatakan dalam µ. Seperti saat
15
menyatakan bahwa tekanan adalah data meterologi untuk hujan (Gambar 2.3), maka µtekanan = 1, dan energi sebagai bukan data meteorologi untuk hujan, maka µenergi = 0. Dan untuk gust yang kadang dipertimbangkan-kadang tidak, maka µgust = 0,50. Space input tersebut juga dinamakan sebagai semesta pembicaraan atau universe of discourse. Dalam satu variabel, suhu misalnya, bisa terdapat tiga membership function dengan semesta pembicaraan yang telah ditentukan, yakni panas, sedang, dingin. 3. Logical operation Dalam logika fuzzy, akan digunakan logika standar Boolean, yakni AND, OR, dan NOT. Dalam menyatakan kebenaran sebagai 1 dan 0, maka operasi menggunakan logika Boolean akan terlihat seperti pada Tabel 2.1 Tabel 2.1. Logika Boolean A B A
A B A
AND
OR
B
B
A NOT A
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
Tabel 2.2. Logika Operasi Fuzzy A B min(A,B)
A B max(A,B)
A 1A
0
0
0
0
0
0
0
1
16
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
Hasil dari logika operasi Boolean yang terdisi atas dua nilai, 0 dan 1, juga akan menghasilkan nilai hasil 0 dan 1. Sedangkan logika fuzzy yang memiliki nilai antara 0 hingga 1 atau multi-valued, maka nilai hasil operasi adalah 0 hingga 1. Lihat Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Logika AND, OR dan NOT 4. Aturan if-then Aturan (rule) if-then digunakan untuk menyatakan statement dalam logika fuzzy. Aturan ini dirumuskan sebagai berikut. If x is A Then y is B x menyatakan input sedangkan y adalah output. A dan B adalah nilai linguistik dari x dan y. kalimat “x is A” disebut antasedent atau premise, sedangkan kalimat ”y is B” merupakan consequent atau conclusion. Perhatikan contoh berikut: If awan cumulunimbus is banyak Then hujan is turun Dalam fuzzy, nilai tingkat dari x adalah antara 0 dan 1, sehingga nilai tingkat y juga akan bervariasi antara 0 dan 1 sesuai dengan nilai x. Jika nilai tingkat x adalah p dan nilai tingkat y adalah q, maka:
17
p 0,5 p banyak tidak banyak setengah banyak
q 0,5 q turun tidak turun setengah turun
Setelah memahami dasar-dasar fuzzy, maka akan diberikan alur bagaimana sebuah inputan linguistik akan diproses menjadi output yang linguistik pula. Algoritma logika ini adalah: 1. Fuzzifikasi input Langkah pertama adalah mem-fuzzikan data input dengan memberikan nilai tingkat pada membership function yang sesuai. Dalam fuzzy, nilai µ tentu saja hanya berkisar antara 0 dan 1. 2. Memberikan operator fuzzy Setelah mem-fuzzy-kan inputan, maka akan dilakukan operasi yang sesuai dengan aturan (rule) logikanya. Jika inputan lebih dari satu, maka akan dilakukan logika operasi AND atau OR sehingga memberikan nilai yang akan digunakan untuk menentukan output. 3.
Menerapkan metode implikasi
Sebelum menerapkan metode implikasi, terlebih dahulu akan diberikan beban atau weight dari masing-masing aturan. Pada umumnya, setiap aturan akan diberi harga yang sama yakni 1.
18
Seperti halnya antacedent, maka conclusion juga akan dibentuk dalam membership function. Keluaran dari antecedent adalah sebuah membership function yang akan diimplementasikan pada fuzzy set dari conclusion. 4.
Menjumlahkan semua output
Setiap output dari masing-masing aturan selanjutnya akan dijumlahkan untuk mendapatkan hasil akhir output. Keluaran inilah yang selanjutnya akan difuzzifikasi. Satu variabel output akan memiliki satu penjumlahan dari output setiap aturan. 5.
Defuzzifikasi
Hasil penjumlahan semua output akan menghasilkan fuzzy set berupa range nilai output sehingga memerlukan defuzzifikasi untuk menghasilkan satu nilai keluaran. 2.3. Jaringan Syaraf Tiruan Struktur Jaringan Syaraf tiruan Jaringan Syaraf Tiruan adalah merupakan salah satu representasi buatan otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran otak manusia tersebut[6]. Istilah buatan di sini digunakan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran. Ada beberapa tipe jaringan syaraf tiruan, namun demikian, hampir semuanya memiliki komponen-komponen yang sama. Seperti halnya otak manusia, JST juga terdiri atas beberapa neuron, dan di antara neuron-neuron tersebut terdapat adanya huubungan. Neuron-neuron tersebut akan mempresentasikan informasi yang diterima melalui sambungan keluarnya menuju ke neuron-neuron lainnya. Pada JST, hubungan ini dikenal dengan nama bobot. Informasi tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot 19
tersebut. Berikut ini adalah bagian-bagian JST antara lain : • neuron atau node • bobot (weight) • fungsi aktivasi • lapis (layer) Neuron (node) Merupakan unit pemrosesan sederhana. Dalam neuron ini terdapat
mekanisme-
mekanisme pengolahan data, antara lain: perkalian input dengan bobot dan fungsi aktivasi. Bobot (wight) Bobot adalah nilai pemberat dari suatu input yang masuk pada JST. Pada JST, bobot akan mengalami proses adaptasi agar didapatkan suatu fungsi JST yang sesuai dengan yang diinginkan. Fungsi aktivasi Jaringan Syaraf Tiruan Hasil penjumlahan dari setiap input yang telah dikalikan matrik pembobot akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang (treshold)
tertentu
melalui
fungsi
aktivasi setiap neuron. Beberapa fungsi aktivasi antara lain: 1.
Fungsi undak biner
2.
Fungsi bipolar
3.
Fungsi linear
4.
Fungsi saturating linear
5.
Fungsi simetric saturating linier
20
6.
Fungsi sigmoid biner
7.
Fungsi sigmoid bipolar
Lapis (layer) Merupakan sekumpulan neuron yang menjalankan fungsi yang sama. Dalam penerapannya, JST terdiri atas beberapa lapis, diantaranya lapis input, lapis tersembunyi (hidden layer) dan lapis output. Gambar 2.5 dan 2.6 berikut menunjukkan struktur neuron biologis dan neuron JST.
Gambar 2.5 Struktur Neuron Biologis bobot
bobot
Input dari neuronneuron lain
Output ke neuronneuron lain
Gambar 2.6 Struktur Neuron JST
Tampak bahwa neuron buatan ini sebenarnya mirip dengan sel neuron biologis. Neuronneuron buatan tersebut bekerja dengan cara yang sama pula dengan neuron-neuron biologis. Informasi (disebut dengan input) akan dikirim ke neuron dengan bobot kedatangan tertentu. Input ini akan diproses oleh suatu fungsi perambatan yang akan menjumlahkan semua nilai-nilai bobot yang datang. Hasil penjumlahan ini kemudian akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang (threshold) tertentu melalui fungsi aktivasi 21
setiap neuron. Apabila neuron tersebut melewati suatu nilai ambang tertentu, maka neuron tersebut akan diaktifkan, dan jika neuron tersebut diaktifkan maka neuron tersebut akan mengirimkan output melalui bobot-bobot output-nya ke semua neuron yang berhubungan dengannya. Demikian seterusnya. Pada JST, neuron-neuron akan dikumpulkan dalam lapisan (layer) yang disebut dengan lapisan neuron (neuron layer). Biasanya neuron-neuron pada satu lapisan akan dihubungkan dengan lapisan-lapisan sebelum dan sesudahnya. Informasi yang diberikan pada JST akan dirambatkan lapisan ke lapisan, mulai dari lapisan input sampai ke lapisan output melalui lapisan lainnya, yang sering dikenal dengan nama lapisan tersembunyi (hidden layer), tergantung pada algoritma pembelajarannya, bisa jadi informasi tersebut akan dirambatkan secara mundur pada jaringan.
Gambar 2.7. Fungsi Aktifasi pada JST Sederhana Gambar 2.7 menunjukkan JST sederhana dengan fungsi aktivasi F. Tampak bahwa sebuah neuron akan mengolah n input (x1, x2, ..., xN) yang masing-masing memiliki bobot-bobot w1, w2, ..., wN dan bobot bias b, dengan rumus: a=
N
∑ xi wi
(2.2)
i =1
kemudian fungsi aktivasi F akan mengaktivasi a menjadi output jaringan y.
22
Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering dipakai dalam JST, namun yang dipakai pada penelitian ini adalah fungsi aktivasi linear dan tangen hiperbolik, masing-masing dapat dilihat pada gambar 2.8. FUNGSI AKTIVASI 2. Tangent Hiperbolik
1. Linear
f ( x) = x
f ( x) =
exp( x ) − exp( − x ) exp( x ) + exp( − x )
Gambar 2.8 Fungsi Aktifasi
Pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan Pada jaringan syaraf tiruan, belajar adalah proses pembentukan konfigurasi harga-harga bobot dari jaringan. Pembentukan ini mempunyai tujuan akhir agar input-output yang diberikan padanya akan direspon berdasarkan bobot tersebut, menghasilkan output yang sesuai dengan target output untuk input yang bersangkutan. Adapun metode belajar jaringan syaraf tiruan ini, secara garis besar dibagi menjadi dua macam: •
Supervised Training (dengan pengawasan)
Tiap pola input mempunyai output target pasangannya. Sehingga pada belajar tipe ini masing-masing input mempunyai output target pasangan yang bersesuaian. Pada proses belajarnya, bobot-bobot dibangun menuju kesesuaian respon pasangan input-output dari pola yang diajarkan bobotnya, dapat memberikan pola yang sesuai dengan output target
23
dari input tersebut. Dalam hal ini dapat diterapkan toleransi kesalahan output respon terhadap target yang seharusnya.
Sinyal kontrol
output
input Wij
-
Gambar 2.9 Belajar dengan pengawasan •
Unsupervised Training (tanpa pengawasan)
Pada metode belajar ini, jaringan menentukan sendiri pasangan outputnya dari input yang diberikan kepadanya, dasar yang digunakan adalah kadar kesesuaian dengan pola-pola yang pernah diberikan kepadanya atau yang diberikan sebelumnya. Tiap sel output mempunyai penghargaan paling tinggi terhadap pola-pola tertentu. Setiap pola input yang diberikan akan menghasilkan salah satu output dengan harga terbesar yang menunjukkan kemiripan pola input dengan pola yang dihargai tinggi oleh sel output tersebut. Bila kadar kemiripannya dapat diterima, maka pola input tersebut dimasukkan dalam kelompok pola yang dihargai tinggi oleh sel output tersebut. Bila kadar kemiripannya rendah, yang berarti pola input tersebut terlalu berbeda dengan pola-pola sebelumnya, maka diberikan satu sel output yang lain untuk mewakili pola tersebut yang bobotnya memberi penghargaan tinggi kepada pola input tersebut.
24
output
input Wij
Gambar 2.10 Belajar tanpa pengawasan Bobot-bobot tersebut dengan sendirinya membentuk alur kerja jaringan seperti yang telah dijelaskan tadi, yaitu menghasilkan keputusan pada output dengan dasar pengelompokan pola-pola input yang diberikan. Secara umum tiap sel output merupakan wakil dari sekelompok pola yang pernah diberikan kepada jaringan. Untuk proses selanjutnya tiap input yang diberikan akan dilakukan pengelompokan pola yang ada, maka untuk pola tersebut dinyatakan sebagai kelompok pola yang baru, dan diberikan salah satu output sebagai wakil dari kelompok yang baru tersebut. Bagian dari output yang menjadi wakil tiap kelompok pola ditentukan sendiri oleh jaringan. 2.4 Integrasi Fuzzy-JST Meski cukup handal, baik system fuzzy maupun JST memiliki beberapa kekurangan, misalnya kelemahan fuzzy untuk menentukan fungsi keanggotan. Ilmuwan berusaha mengintegrasikan beberapa kecerdasan buatan untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Integrasi system fuzzy dan JST menghasilkan Fuzzy Neural Network (FNN), Adaptive Neural Fuzzy Inference System (ANFIS) dan Neural Fuzzy System (NFS). Pada NFS terdapat beberapa algoritma yang dipakai, salah satunya adalah pemakaian jaringan syaraf sebagai pengendali penalaran fuzzy. Fungsinya adalah untuk merealisasikan atau membangkitkan system inferensi fuzzy model sugeno baik pada bagian antesenden (IF) ataupun konsekuen (THEN). Aturan inferensi yang diberikan memliki format sebagai berikut : 25
R s : IF x = ( x1 , x2 ,...xn ) is A s THEN ys = NN s ( x1 , x2 ,...xm );
(2.3)
s = 1, 2,3..., r
Langkah-langkah pembentukan system inferensi fuzzy model sugeno melalui pengendali jaringan syaraf tiuran asalah sebagai berikut: 1. Pemilihan variable input-output dan data pelatihan. Diberikan variable output y dan calon variable input x j , j = 1, 2,3,..., n. Pada bagian
ini
akan
diterapkan
variable-variabel
input
yang
relevan,
x j , j = 1, 2,3,..., n. yang berhubungan dengan variable outpun y yang relevan
x j , j = 1, 2,3,..., N . dengan menggunakan JST backpropagation metode SSE (sum
square error). Variabel yang tidak diperlukan dieliminiasi sedang yang berkorelasi signifikan dipertahankan. Data total (N) terdiri dari data training dan data uji. 2. Pengelompokan (clustering) data pelatihan. Data training dibagi menjadi r kelas dengan metode FCM (fuzzy c means), sehingga diperoleh r buat aturan R s , s = 1, 2,..., r. . Pasangan input-output pada cluster ke-s di representasikan sebagai ( xis , yis ), i = 1, 2,...N s . dengan Ns adalah jumlah data yang masuk pada kelas ke-s. 3. Pembelajaran jaringan syaraf yang berhubungan dengan bagian anteseden (bagian IF) pada aturan-aturan inferensi fuzzy. Untuk
setiap
vector
input
pada
data
training
ditentukan
mi = (mi1 , mi2 ,..., mir ), i = 1, 2,..., N . sebagai berikut:
26
1; k = s mik = 0; k ≠ s
(2.4)
Kemudian derajat keanggotaan setiap anggota dapat diperoleh sebagai output jaringan yang telah dilatih, sebagai:
µ As ( xi ) = mis ; i = 1, 2,..., r.
(2.5)
4. Pembelajaran jaringan syaraf tiruan yang berhubungan dengan bagian konsekuran (THEN) pada aturan-aturan aturan inferensi fuzzy. Pada bagian ini akan dilakukan pembelajaran jaringan syaraf pada bagian THEN dari Rs dengan input x = ( xis1 , xis2 ,..., xims ) dan target output yis , i = 1, 2, ,..., N s . Selanjutnya hasil pelatihan akan diujian pada data uji dengan input x = ( xis1 , xis2 ,..., xims ) , i = 1, 2,,..., N C . untuk mendapatkan SSE sebagai berikut: Nc
Ems = ∑ [ yi − µ s ( xi ) µ AS ( xi )]2
(2.6)
i =1
Dengan estimasi xs(xi ) diperoleh dari output jaringan, Nilai pembobotan dapat diukur dari, Nc
Ems = ∑ µ As ( x i )[ yi − µ s ( xi ) µ AS ( xi )]2
(2.7)
i =1
5. Penyerderhanaan bagian konsekuen (THEN) menggunankan eliminasi backward Data yang berkontribusi cukup signifikan, sedang yang tidak dieliminasi Nc
Ems −1 = ∑ [ yi − µ As ( x i )µ AS ( xi )]2 ; p = 1, 2,...N .
(2.8)
i =1
6. Penentuan output akhir. Nilai Ouptut y dapat diperoleh sebagai berikut,
27
∞
y = * i
∑µ s =1 r
As ( xi ) µs ( xi )
∑µ s =1
As
; i = 1, 2,...N .
(2.9)
( xi )
28
BAB III METODOLOGI
3.1 Data Input Data yang digunakan pada penelitian ini diambil di Stasiun Meteorogi BMG Juanda Surabaya. Untuk menyerderhanakan penelitian, dipilih data yang memiliki curah hujan tertinggi mulai bulan Oktober 2008 sampai dengan Januari 2009. Pada tiap bulan tersebut diambil satu hari dengan curah tertinggi dan satu hari lainnya yang mengiringi hari tersebut. Data variabel awal didapatkan dari Kantor Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Juanda adalah sebagai berikut: 1. Curah hujan 2. Keadaan cuaca 3. Temperatur 4. Kecepatan angin 5. Kelembaban Nisbi 6. Tekanan Udara Sesuai dengan uraian sebelumnya, data tersebut akan diloah
dengan
mengintegrasikan system fuzzy-jaringan syaraf tiruan dimana JST berperan sebagi pengendali penalaran fuzzy (NN Driver Fuzzy Reasoning). Data yang tidak berpengaruh secara signifikan akan dieliminasi.
29
3.2 Langkah-langkah penelitian Langkah-langkah penerapan system fuzzy-JST yang penulis usulkan untuk memperkirakan cuaca jangka pendek berdasarkan data dari stasiun meteorologi BMG Juanda mengacu pada tinjauan pustaka sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan (casting) parameter input-output. 2. Pengelompokan (clutering) variable input. 3. Pelatihan (training) jaringan syaraf tiruan untuk konsekuen. 4. Pelatihan (training) jaringan syaraf tiruan untuk anteseden. 5. Perhitungan output. Langkah-langkah diatas bila digambarkan dalam bentuk flowchart maka akan tampak seperti apada gambar 3.1. Setelah dilakukan perhitngan nilai output, maka akan divalidasi dengan iterasi tresholding sampai didapatkan prosentasi akurasi maksimum
30
mulai
Data input
Casting
Clustering
Training
Perhitungan Output
Uji Validasi (Tresholding) Tidak Data akurat Ya Selesai
Gb. 3.1 Diagram alir metode penelitian Hasil penerapan langkah-langkah penelitan ini akan dijelaskan pada bab selanjutnya. Demikian pula, data mana yang dieliminasi beserta keakuratan metode prakiraan cuaca yang dipakai.
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Untuk mendapatkan sebuah sistem prediksi yang akurat dalam membuat suatu prediksi cuaca diperlukan dua sub tahap yaitu perancangan-pembelajaran dan formulasi-validasi sistem dimana kedua tahapan ini dilakukan secara simulasi. 1. Perancangan dan Pembelajaran Training Sistem Prediksi Perancangan dan pembentukan sistem prediksi terdiri dari beberapa tahapan yaitu penentuan parameter sistem dan pembelajaran sistem dengan data training. Data untuk pembelajaran dan validasi tiap-tiapnya terdiri dari 92 data observasional dari beberapa bulan terakhir (2008 dan 2009) yang diambil pada bulan hujan secara random. Perancangan dan pembelajaran sistem ini dapat digambarkan sebagai berikut,
Gambar 1. Tahapan pembangunan dan pembelajaran sistem prediksi Berikut adalah tahapan proses pembentukan dan pembelajaran sistem,
32
a. Casting : Pemilihan parameter cuaca Data awal observasional untuk input sistem prediksi cuaca terdiri atas data temperatur (x1), kelembaban (x2), tekanan udara(x3), arah kecepatan angin (x4), kecepatan angin (x5) dan kondisi cuaca sekarang (x6). Sedangkan target output berupa kondisi cuaca satu jam kedepan. Parameter keadaan cuaca direpresentasikan dalam bentuk numerik agar dapat diproses lebih lanjut. Untuk penelitian ini, keadaan cuaca dibagi menjadi tiga yaitu cerah, berawan dan hujan dimana secara berturut-turut keadaan tersebut direpresentasikan dengan konstanta numerik 1, 2 dan 3. Pembelajaran untuk casting/pemilihan parameter yang berpengaruh ini menggunakan metode Lavendberg Marquadt dengan lapisan tersembunyi
(6 neuron). Parameter-
parameter jaringan berupa maksimum epoh=50; laju pembelajaran=1; dan toleransi error MSE =10-3. Proses
pembelajaran
menggunakan
semua
input,
mengeliminasi
variabel
x1,
mengeliminasi x2, mengeliminasi x3, mengeliminasi x4, mengeliminasi x5, dan mengeliminasi x6. Berikut adalah grafik proses pembelajaran,
(1)
(2)
33
(3)
(4)
(5)
(6)
(7) Gambar 1. (1) Proses Pembelajaran untuk semua Variabel,Toleransi error=0.015588, SSE= 1.4341(2) Proses Pembelajaran untuk Variabel X1 dieliminasi, Toleransi
34
error=0.015644, SSE= 1.4393 (3) Proses Pembelajaran untuk Variabel X2 dieliminasi, Toleransi error=0.015644, SSE= 1.4392 (4) Proses Pembelajaran untuk Variabel X3 dieliminasi, Toleransi error=0.01370, SSE= 1.2606 (5) Proses Pembelajaran untuk Variabel X4 dieliminasi, Toleransi error=0.01519, SSE= 1.3983 (6) Proses Pembelajaran untuk Variabel X5 dieliminasi, Toleransi error=0.01549, SSE= 1.4257 (7) Proses Pembelajaran untuk Variabel X6 dieliminasi, Toleransi error=0.01602, SSE= 1.4743 Tabel 1. Nilai error pada pembelajaran eliminasi variabel No
Variabel
MSE
SSE
1
Semua Variabel
0.01559
1.4341
2
Variabel X1 dieliminasi
0.01564
1.4393
3
Variabel X2 dieliminasi
0.01564
1.4392
4
Variabel X3 dieliminasi
0.01370
1.2606
5
Variabel X4 dieliminasi
0.01519
1.3983
6
Variabel X5 dieliminasi
0.01549
1.4257
7
Variabel X6 dieliminasi
0.01602
1.4743
Karena setelah simulasi pembelajaran pada saat variabel X3 dieliminasi memiliki SSE paling kecil dari pada keadaan lain maka dapat diperoleh bahwa variabel X3 tidak terlalu berpengaruh terhadap pengenalan pola cuaca untuk keperluan prediksi. Sehingga untuk tahap selanjutnya, variabel X3 diabaikan. Variabel input kini terdiri atas lima variabel yaitu X1 hingga X5. b. Clustering: Pengelompokan Variabel Input
35
Data yang telah di-casting dikelompokkan dengan menggunakan Fuzzy C-means. Fuzzy C-means ini dibangun dengan jumlah kelas sebanyak lima kelas, faktor pembebanan sebesar 2 satuan. Dengan parameter tersebut
diperoleh nilai pusat kluster dari tiap
paramter input di tiap kelasnya, Tabel 2. Nilai pusat cluster data untuk tiap variabel No
Cluster 1
Cluster 2
Cluster 3
Cluster 4
Cluster 5
X1 X2 X3 X4 X5 T
Dari pengelompokan ini doperoleh nilai kecenderungan suatu data terhadap salah satu kelompoknya. Berikut adalah kecenderungan 15 data training awal setelah clustering, Tabel 2. Kecenderungan cluster pada 15 data awal pelatihan
No
Cluster 1
Cluster 2
Cluster 3
Cluster 1
Cluster 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
………
…….
………..
……….
……….
36
c. Training: Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Anteseden Dengan data variabel input dan target kecenderungan data dilakukan pembelajaran dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan. Jaringan syaraf tiruan menggunakan metode Lavendberg Marquadt dengan lapisan tersembunyi (6 neuron). Parameter-parameter jaringan berupa maksimum epoh=1000; laju pembelajaran=0.8; dan toleransi error MSE =10-3. Berikut adalah proses pembelajaran pada simulasi
Gambar 1. Proses Pembelajaran Fungsi Keanggotaan Fungsi keanggotan pada 15 data awal hasil pembelajaran, Tabel 2. Fungsi keanggotaan dari 15 data awal pelatihan Cluster 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
……..
Cluster 2
Cluster 3
Cluster 4
Cluster 5
37
d. Training: Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Konsekuen Untuk tiap-tiap cluster / rule, dibangun sebuah jaringan syaraf tiruan dengan target berupa output prediksi masing-masing cluster. Untuk sistem ini, karena ada lima kelas/rule maka ada lima jaringan saraf tiruan yang dibentuk. Untuk jaringan pertama, berikut adalah data yang digunakan untuk pembelajaran. Jaringan syaraf tiruan menggunakan metode Lavendberg Marquadt dengan lapisan tersembunyi (8 neuron). Parameter-parameter jaringan berupa maksimum epoh=1000; laju pembelajaran=0.9; dan toleransi error MSE =10-3 Kelas I Data yang digunakan pada perancangan JST I adalah sebagai berikut, Tabel 2. Data input untuk JST I X1
X2
X3
X4
X5
T
Berikut adalah proses pembelajaran JST I
38
Gambar 1. Proses Pembelajaran JST I Kelas II Dari hasil clustering, hampir sebagian besar data masuk ke dalam kelas ini. Berikut adalah 15 data input awal yang digunakan untuk pembelajaran JST II Tabel 2. 15 Data input awal untuk JST II
X1
X2
X3
X4
X5
T
39
Berikut adalah proses pembelajaran yang diperoleh
Gambar 1. Proses Pembelajaran JST II
Kelas III Berikut adalah data input untuk pembelajaran JST III Tabel 2. 15 Data input awal untuk JST III X1
X2
X3
X4
X5
T
40
Sedangkan proses pembelajaran JST III adalah sebagi berikut,
Gambar 1. Proses Pembelajaran JST III Kelas IV Berikut adalah data input untuk pembelajaran JST IV Tabel 2. 15 Data input untuk JST IV X1
X2
X3
X4
X5
T
Sedangkan proses pembelajaran JST IV adalah sebagi berikut,
41
Gambar 1. Proses Pembelajaran JST IV Kelas V Berikut adalah data input untuk pembelajaran JST V Tabel 2. 15 Data input untuk JST V X1
X2
X3
X4
X5
T
Sedangkan proses pembelajaran JST V adalah sebagi berikut,
42
Gambar 1. Proses Pembelajaran JST V e. Perhitungan Output Sistem Setelah sistem dibangun dengan tahapan seperti di atas, maka sistem diuji coba performansinya dengan data training. Output diperoleh melalui persamaan (2.9) pada bab sebelumnya. Dari hasil pengujian untuk data training diperoleh jumlah ketepatan prediksi setelah tresholding sebanyak 67 dari 92 pola cuaca yang diberikan atau sebesar 73%. Berikut adalah 20 data awal hasil perhitungan serta errornya, Tabel 3. Hasil perhitungan output dari sistem X1
X2
X3
X4
X5
Target
Output
Error
43
Output sistem berupa kondisi cuaca yaitu terang, berawan atau hujan. Terang direpresentasikan dengan konstanta 1, berawan direpresentasikan dengan nilai 2 dan hujan direpresentasikan dengan nilai 3. 2. Formulasi Akhir dan Pengujian Sistem Dari proses perancangan dan pembelajaran sistem, diperoleh formulasi sistem prediksi cuaca untuk kota Surabaya dengan berdasarkan konsep Neural Fuzzy System (NFS). Sebagai ilustrasi berikut adalah sistem prediksi yang telah dibuat,
Gambar 1. Formulasi sistem prediksi cuaca dengan Neural Fuzzy System
Sedangkan untuk pengujian pada data validasi diperoleh ketepatan prediksi setelah tresholding sebanyak 68 dari 92 pola cuaca yang diberikan atau sebesar 74 %. Sedangkan prosentase ketepatan prediksi untuk 20 data awal kondisi cuaca dapat dilihat dari tabel berikut,
44
Tabel 3. Hasil pengujian validasi sistem dari perancangan dan pembelajaran X1
X2
X3
X4
X5
Target
Output
Error
………
4.2 Pembahasan Karakteristik Sistem Telah dibuat sustu sistem prediksi cuaca dengan output sistem berupa keadaan cuaca satu jam kemudian. Sistem yang telah dirancang bersifat adaptif atau dengan kata lain dapat ditraining kembali apabila terjadi peningkatan nilai error karena adanaya perubahan pola cuaca. Dengan menggunakan beberapa data terakhir, sistem akan dapat melakukan pengupdate-an data untuk pemebentukan ulang jaringannya yang merupakan otak dari prediksi. Dari karakteristik iniliah, sistem ini akan sangat cocok apabila diterapakan khususnya seperti saat ini dimana cuaca berubah-ubah.
45
Akurasi tiap keadaan cuaca Tingkat akurasi prediksi cukup tinggi yaitu sekitar 74%. Tingakt akurasi ini dapat ditingkatkan dengan manambah jumlah data training dan juga penambahan neuron pada lapisan akhir jaringan syaraf tiruan pada tiap rule. Untuk tiap keadaan cuaca, tingkat akurasi sistem dapat dilihat sebagai berikut, Tabel 1. Tingkat akurasi untuk tiap cuaca Cuaca
Akurasi
Cerah
83%
Berawan
89%
Hujan
38%
Cuaca
Akurasi
Cerah
20%
Berawan
78%
Hujan
17%
Data Training
Data Validasi
Dari data tabel dia atas, diperoleh bahwa, prediksi untuk cuaca untuk berawan cukup tinggi dibandingkan dengan cuaca yang lain. Hal ini dikarenakan data untuk pembelajaran jariangan pada penelitian ini didominasi oleh data-data pada saat cuaca berawan sehingga jariangan lebih sensitif terhadap pola-pola cuaca saat berawan. Untuk meningkatkan kinerja sistem pada cuaca yang lain, diperlukan data-data pada saat cuaca selain berawan. Selain itu data di atas dapat dikatakan masih prematur karena untuk pengujian dengan validasi sendiri, data didominasi oleh cuaca berawan sedangkan untuk cuaca yang lain (cerah dan hujan) cukup sedikit bahkan bisa dikatakan minim (untuk data validasi, keadaan cuaca terang ada 6 data dari 92 data, hujan ada 9 data sedangkan berawan ada 77 data).
46
Tingkat Komputasi Tingkat komputasi sistem pada saat pembelajaran memang cukup besar namun pada saat implementasi cukup kecil. Banyaknya cluster yang dibentuk oleh JST pembentuk rule ditentukan berdasarkan berbagi pertimbangan teknis khusunya dari segi fungsi biaya (SSE), performansi dan juga tingkat komputasi itu sendiri. Berikut adalah performansi sistem dengan berbagai cluster, Tabel 1. Tingkat akurasi untuk berbagai jumlah cluster No
Jumlah Cluster
Akurasi
1
3
50%
2
4
25%
3
5
74%
4
6
40%
Dari hasil percobaan di atas, jumlah cluster 5 merupakan jumlah cluster paling optimal baik dari segi akurasi maupun komputasi. Dan dengan pengurangan jumlah cluster ini akan mengurangi tingkat akurasi secara signifikan sednagkan dengan penambahan cluster tidak ada jaminan tingkat akurasi akn bertambah. Jadi jumlah cluster 5 merpakan jumlah yang paling tepat untuk sistem ini.
47
BAB V PENUTUP
4.1 Kesimpulan Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan dengan mengintegrasikan system fuzzy-JST untuk prakiraan cuaca jangka pendek maka disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Integrasi system fuzzy-jaringan syaraf tiruan dapat diterapkan untuk meprakirakan cuaca jangka pendek. 2. Akurasi system-JST berdasarkan simulasi dengan data yang dipakai adalah sebesar 74 %. 3. Jumlah cluster untuk menghasilkan nilai optimum dengan metode ini adalah lima kelas. 4. Berdasarkan uji validasi, akurasi maksimum (74%) dicapai setelah tresholding sebanyak 68 dari 92 pola cuaca. 5. Metode ini (fuzzy-JST) cocok diterapkan untuk prakiraan cuaca jangka pendek yang mudah berubah-ubah. 4.2 Saran Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Digunakan data lainuntuk menguji keandalan metode Fuzzy-JST ini. 2. Digunakan metode lain sebagai pembanding dari metode ini. 3. Mengembangkan algoritma yang sesuai untuk prakiraan cuaca untuk meningkatkan akurasi prakiraan cuaca.
48
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Syamsul. 2004. Sistem Fuzzy (Bahan Ajar Kuliah). Surabaya: Teknik Fisika ITS. Fitriyah, Huriyatul. 2007. Prediksi Hujan di Surabaya dengan Pendekatan Logika Fuzzy. Surabaya: ITS Kusumadewi, Sri dkk. 2006. Neuro-Fuzzy, Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf .Yogyakarta: Graha Ilmu Kusumadewi, Sri dkk. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy Untuk Pendukung Keputusan. Yogyakarta: Graha Ilmu Rabunal, Juan R dkk. 2006. Artificial Neural Network in Real Life Application. London: Idea Group
49
LAMPIRAN Data Input (Data tidak ditampilkan keseluruhan) TEMPERATUR BULAN OKTOBER 2008 27 25.5 OKT 08
26.2 25.9 26.4 25.3 25.0 27.0 24.4
28 NOP 08
05 06
DES 08
14 15
JAN 09
08 09
26.3 28.2 27.1 28.4 26.5 26.6 28.6 24.9
28.8 30.4 27.5 29.2 27.5 28.8 29.6 26.7
30.2 31.2 28.8 30.3 28.5 29.4 31.0 29.3
…… …… …… …… …… …… …… ……
25.3 24.8 25.3 26.0 24.2 24.2 24.0 24.0
RATA-2 ANGIN BULAN OKTOBER 2008 (ARAH & KECEPATAN) OKT 08 NOP 08 DES 08 JAN 09
0 260 0 210 0 270 180 300
27 28 5 6 14 15 8 9
DATA KELEMBABAN NISBI 27 95 OKT 08
90 94 95 94 93 82 92
28 NOP 08
05 06
DES 08
14 15
JAN 09
08 09
DATA TEKANAN UDARA 27 OKT 08 28 NOP 08
05 06
DES 08
14 15
JAN 09
8 9
1013.2 1012.7 1009.4 1008.7 1009.4 1007.8 1010.7 1011.5
0 5 0 2 0 3 4 7
260 260 0 180 20 0 240 260
5 4 0 3 5 0 5 7
…… …… …… …… …… …… …… ……
0 0 5 10 2 4 5 8
90 81 88 85 92 93 81 91
78 68 86 81 85 74 74 84
74 65 81 75 80 73 62 73
…… …… …… …… …… …… …… ……
86 97 97 93 97 97 97 90
1013.4 1012.5 1009.0 1009.0 1009.6 1007.8 1010.8 1011.6
…… …… …… …… …… …… …… ……
1011.7 1011.1 1007.9 1008.2 1007.3 1008.0 1011.0 1009.9
1013.9 1012.9 1009.5 1009.3 1010.2 1007.9 1011.4 1012.0
1013.9 1012.7 1009.4 1009.5 1010.2 1008.1 1011.0 1011.8
50
51