Integral By Novia Pangestu Ahmad Shiddiq
Creative Commons Attribution 4.0 International License
1
INT. SELASAR - SIANG FADE IN Di keramaian lingkungan sekolah dengan hiruk pikuknya, dimana kebanyakan siswa sibuk dengan urusannya masing-masing, dalam dunianya masing-masing. Rangga berjalan sambil menatapi satu persatu manusia yang ia lewati, menengok ke kanan dan ke kiri, mencari aura-aura kehidupan dari kehadiran manusia-manusia yang masing-masing diantaranya terpaku pada layar gadget mereka. Ia melihat kawannya, Ardhi, mengambil ponsel dari dalam sakunya, menatapnya dengan haru; ponsel yang telah usang termakan waktu, bukan karena kecanggihannya, bukan karena merknya, bukan pula karena segala fitur dan kesederhanaanya ia tetap menggunakan ponsel jadul tersebut, namun ponsel itulah yang berjuang bersamanya melawan ganasnya perubahan arus globalisasi; juga karena ia masih harus mengumpulkan uang untuk prioritasnya yang lain, Ardhi menghela napas dan memasukan kembali ponsel itu ke sakunya. RANGGA (menepuk pundak Ardhi) Woy! Bengong aja... Tugas memanggil, yok!
2
INT. KELAS - SAMA Rangga, Ikhsan dan Ardhi pun memasuki kelas satu persatu. Terkadang dengan langkah malu-malu untuk meminta izin pada guru yang tengah menyampaikan materi di kelas, namun mereka tetap melakukannya dengan sepenuh hati untuk memberi kesempatan pada setiap siswa yang ingin berinfaq. Respon yang mereka dapatkan dari tiap kelas berbeda, dan ada saja yang menggoda mereka baik itu laki-laki ataupun perempuan. RANGGA Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatu, seperti biasa di hari Jum’at ini bagi yang ingin berinfaq dipersilakan. Ikhsan dan Ardhi langsung berjalan mengelilingi kelas untuk mengumpulkan infaq. BIMA Kalau infaqnya gede dapet bonus jodoh ga? Ikhsan yang masih mengelilingkan kotak infaq menjawab celotehan tersebut.
(BERLANJUT)
LANJUTAN:
2.
IKHSAN (mengangkat jempolnya dan tersenyum lebar) Insya Allah bidadari surga menanti asal niatnya ikhlas karena Allah. Ardhi dan Rangga yang berada di depan kelas berusaha menahan tawa dan malu. Sementara pada meja lainnya terdapat Hana yang terkulai lemas. Nada di sebelahnya menyenggol-nyenggolnya. NADA Hana... Itu Rangga tetangga kamu itu kan? Mendengar itu, Hana langsung bangkit dengan wajah setengah sadar. Seakan tak mempedulikan yang lain. HANA Rangga! 14 tahun saya menunggu kamu... FAHRI Apa sih, Chandra? HANA Diem Fahri! Semua siswa terkejut dan memandangi Hana dengan ekspresi yang awkward, Hana pun duduk tenang kembali tanpa sepatah kata pun, kemudian terkulai lemas menahan malu di bangkunya. NADA (menutup sebagian wajahnya) Bukan temen gue... 3
INT. MASJID - SIANG Setelah berkeliling kelas, Rangga, Ardhi, dan Ikhsan menghitung uang yang mereka dapat dari mengelilingi seluruh kelas. Sebelum selesai menghitung dan membuat laporan, Rangga memandang Ardhi dan Ikhsan yang terlihat sedikit lemas dari biasanya. RANGGA Kalian kenapa? Kok keliatannya lemes gitu? ARDHI Ga kenapa-kenapa kok. Tak lama kemudian, terdengar suara dari perut Ikhsan. Seolah menjerit untuk segera dipenuhi haknya. Disusul dengan tangan Ardhi yang berusaha meredam suara perutnya (BERLANJUT)
LANJUTAN:
3.
sendiri. Rangga benar-benar merasa telah lalai sebagai seorang teman dan seorang muslim, membiarkan orang-orang terdekatnya kelaparan sementara ia sendiri kecukupan. RANGGA Aduh, laper juga nih, hehe... Eh, Alhamdulillah kemarin orangtua aku dapet bonus, jadi sekarang uang jajannya dilebihin. Makan yuk, aku yang bayarin deh. ARDHI Engga ah, Ga, ga enak. RANGGA Udah ah ga apa-apa, ayo... Rangga berdiri dan menarik tangan kedua temannya. IKHSAN Aku jagain uang infaq dulu deh. Kalian duluan aja. RANGGA Bener nih? Ya udah nanti kita bawa terus makan bareng di sini, okey? Beberapa langkah menuju kantin, Rangga teringat akan sesuatu. RANGGA Aduh... dompet ketinggalan. Rangga berputar kembali menuju masjid untuk mengambil dompetnya yang tertinggal. Sesampainya di masjid, ia dikejutkan dengan pemandangan Ikhsan mengambil setumpuk uang infaq yang sudah dihitung, kemudian disimpan pada sakunya. Ikhsan kemudian melanjutkan menghitung uang infaq, seolah tak terjadi apa-apa. Rangga sempat terdiam sejenak, memproses kejadian tersebut, hingga akhirnya ia memutuskan datang menanyakan guna mencari klarifikasi. Sebelum sempat dilakukan, Ardhi datang dan mengagetkan baik Rangga dan Ikhsan. ARDHI Aduh ini yang mau traktiran lama juga ya ngambil dompetnya. Jangan-jangan "dompetnya" itu kotak infaq lagi, hahaha... Ikhsan yang semula berekspresi takut, mendengar candaan Ardhi kembali menjadi tenang, artinya ia masih selamat setidaknya untuk minggu ini. Namun saat Rangga melihat Ikhsan, ia memalingkan pandangannya, tak berani melihat Rangga.
4.
4
EXT. SELASAR MASJID - SAMA Ikhsan merupakan yang pertama menyelesaikan makannya, sehingga ia beranjak untuk membuang sampah. Rangga melihat ini sebagai kesempatan untuk mengklarifikasi tindakannya tadi. Ia segera menyelesaikan makannya dan menyusul Ikhsan membuang sampah. RANGGA San, ada yang mau diomongin nih... Ikhsan tidak mempertanyakan ini, ia mengikuti Rangga berjalan menuju tempat yang tidak terlalu ramai. Ardhi menyusul membuang sampah, namun tak mengikuti mereka berdua. Sehingga ia bertanya sembari berteriak. ARDHI Woi pada kemana nih? (mengibas uang infaq) Infaq masa ditinggalin aja? RANGGA Oh iya. Ya udah kasihin sama kamu aja deh. ARDHI Siap. Hana yang melihat "perbincangan jarak jauh" ini tidak terlihat senang dengan tindakan Ardhi.
5
INT. RUANG PEMBINA - SAMA Terdengar ketukan pintu. Tak lama terlihat Ardhi memasuki ruangan membawa plastik bening berisikan uang dan selembar kertas berisi laporan jumlah yang didapat. ARDHI Assalamu’alaikum... PEMBINA Wa’alaikumsalam... Ardhi kemudian menyerahkan plastik tersebut kepada guru pembina. ARDHI Ini pak, uang infaq minggu ini. Permisi, pak. Sebelum Ardhi sempat meninggalkan ruangan, guru pembina mencegahnya.
(BERLANJUT)
LANJUTAN:
5.
PEMBINA Tunggu sebentar. Ardhi berbalik, menyaksikan guru pembina menghitung ulang jumlah uang. 6
INT. SELASAR TOILET - SAMA Rangga dan Ikhsan masih berjalan, mencari tempat yang sepi, meskipun saat ini mereka sudah berada pada tempat yang lebih kosong dibanding sebelumnya. IKHSAN Mau ngomongin apa? RANGGA Sssttt... bentar, jangan di sini. Masih ada orang.
7
INT. RUANG PEMBINA - SAMA Pembina baru saja selesai menghitung uang, kemudian ia menyocokkannya dengan yang tertera pada kertas laporan. PEMBINA Hmm... mohon maaf ya nak Ardhi, tadi kami mendapat laporan dari seorang siswa, bahwa nak Ardhi melakukan tindakan yang kurang terpuji. Ardhi mampu mendengar. Tapi tak mampu memahami. Matanya melihat pak pembina. Namun penglihatannya melihat masa-masa lampau. Mencari tau tindakan apa yang pernah dilakukannya. Adakah sesuatu yang terlewat yang tak disadarinya? PEMBINA (CONT’D) Sekolah memutuskan untuk memberi cuti studi, namun saya tidak sepakat karena tak ada bukti bahwa nak Ardhi bersalah. Tapi sayangnya saat ini malah nak Ardhi sendiri yang membawa buktinya. (menyerahkan surat) Maka dari itu, dengan berat hati pihak sekolah harus memberi nak Ardhi cuti studi selama 2 minggu. Pikirannya masih penuh dengan mengingat tindakan apa yang membawanya pada masalah ini. Hingga hampir terlewat perkataan guru pembimbing.
(BERLANJUT)
LANJUTAN:
6. ARDHI Cuti studi? PEMBINA Iya, sekolah memberikan skors selama 2 minggu.
Beberapa kalimat pembelaan sempat terpikir olehnya, namun tak satupun yang terucap. Ia mengambil surat tersebut dan menerima bahwa ini adalah ujian dari Allah yang akan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang lebih kuat seiring berjalannnya waktu. 8
EXT. PARKIRAN - SAMA Rangga dan Ikhsan masih berjalan mencari tempat yang sepi. Namun karena ini merupakan waktu istirahat, maka tempat sepi merupakan sebuah hal yang langka. Di perjalanan mereka mendengar siswa-siswa lain tengah bergosip tentang Ardhi yang mendapat skors. Sehingga akhirnya secara tak sengaja kabar tersebut sampai kepada mereka. Rangga kaget, namun tetap bertekad untuk berjalan demi membicarakan hal ini kepada Ikhsan. Hingga akhirnya mereka sampai pada suatu tempat yang cukup sepi. Ketika Rangga hendak memulai pembicaraan, bel masuk berbunyi. IKHSAN Tuh udah masuk. RANGGA Bentar lah... Dari kejauhan terlihat Ardhi tengah berjalan sendirian, membawa tas, pandangan ke bawah, menuju gerbang sekolah. Melihat ini, Rangga langsung bergegas menemui temannya tersebut, sementara Ikhsan tetap berada di tempatnya. IKHSAN (berbisik) Maaf, Dhi. Sebelum sempat Rangga bertanya mengenai kebenaran gosip yang beredar, Ardhi langsung berbicara. ARDHI Meskipun aku ga punya gadget canggih seperti kalian, aku ga pernah mikir buat ngambil hak orang lain yang lebih membutuhkan uang infaq itu... RANGGA Iya, aku tau, Dhi, kalau bukan kamu pelakunya. Kenapa kamu ga bilang aja sama pembina?
(BERLANJUT)
LANJUTAN:
7.
ARDHI Mungkin ini ujian dari Allah buat aku, Ga. Aku lemes banget ga bisa ngomong apa-apa setelah dapet tuduhan itu. Semoga aja setelah ini aku jadi lebih kuat dan lebih tabah dari sebelumnya, Ga. (berusaha tersenyum) Makasih. Aku pulang dulu... Ardhi kemudian berjalan melewati gerbang. Pulang ke rumahnya dan tak datang lagi untuk beberapa minggu ke depan. Ikhsan hanya memandangi kedua temannya dari jauh. Melihat Rangga sekarang berbalik menuju dirinya, ia pun memilih ikut berbalik, pergi menuju kelas. Namun belum sempat pergi, Rangga telah mencegahnya. RANGGA San... Kamu tau kan bukan Ardhi yang ngambil uangnya? Ikhsan menunduk, tak berani melihat temannya. RANGGA (CONT’D) San, apa ada yang mau diomongin ke aku sebagai temen kamu? Setelah beberapa lama, Ikhsan hanya menggeleng kecil. RANGGA (CONT’D) San, apa kamu ga merasa bersalah sama Ardhi? IKHSAN Iya aku tau, Ga. Aku salah. Aku ga tau lagi harus gimana. Penghasilan dari kerja paruh waktu aku ga cukup buat biaya adik-adik aku. Dan uang infaq tiap minggunya aku ganti kok dengan jumlah yang sama. RANGGA San, kalau kamu bilang ke kita, kita pasti bantu cari jalan keluarnya. Jangan cara diem-diem gini dan malah akhirnya ngerugiin orang lain. Ada Allah, San. Ada aku dan Ardhi selaku temenmu. Kamu ga sendiri menghadapi ini. Menurut kamu adik-adikmu bakal seneng make uang dari cara gini? IKHSAN Kamu yang hidupnya berkecukupan tau apa? Kamu ga bener-bener (BERLANJUT)
LANJUTAN:
8.
IKHSAN ngalamin yang aku alami. Udah lah, Ga, aku pasti bakal tanggungjawab kok. Kamu ga usah ikut campur. Seketika itu Ikhsan pergi. 9
INT. SELASAR KELAS - SAMA Pada sisi lain, Hana menutup mulutnya dengan tangan, terkejut dengan pembicaraan tersebut. Nada yang kebetulan melihat Hana sedang menguping sesuatu, memutuskan untuk mendekat. Di saat yang sama Hana meninggalkan persembunyiannya. HANA (berbisik) Nada ngagetin aja ih. NADA (berbicara biasa) Kenapa emang? HANA (berbisik) Sssttt... pelan-pelan. Kamu tau ga? Ternyata yang ngambil uang infaq itu Ikhsan, bukan Ardhi. Kaget banget ngedernya tadi... NADA Hana, kalau kamu belum yakin kebenaran informasi, lebih baik kamu pastiin langsung, jangan nuduh sembarangan kayak gitu. Kamu ga kasian sama Ardhi yang udah kamu tuduh sebelumnya? Jangan-jangan informasi yang sekarang salah paham lagi. HANA Untuk tau kebenaran itu menyakitkan, Nad. Lagian, kok kamu belain Ikhsan gitu sih? Ada rasa ya? Nada dan Hana berjalan menuju kelas mereka. NADA Drama banget kamu ya. HANA Kalau drama berarti lebih baik kan? Karena bukan kenyataan.
(BERLANJUT)
LANJUTAN:
9.
Hana tiba-tiba berhenti, menunduk, memikirkan sesuatu. Nada ikut menghentikan langkahnya, memandang temannya. NADA Hah? Kenapa Han? HANA (tersenyum kecut) Ah engga. Bukan apa-apa. Hana dan Nada akhirnya masuk kelas. 10
EXT. PARKIRAN - SAMA Dari kejauhan terdapat Rangga berdiri di pojokan, balik menguping pembicaraan keduanya. RANGGA (bicara sendiri) Oh ternyata Hana yang ngelaporin Ardhi... Setelah melalui cukup banyak kejadian pada siang ini, Rangga memilih untuk duduk di tempat ini, memilah kebenaran yang sesungguhnya terjadi, mencari tahu tindakan apa yang perlu dilakukannya. Hingga tak terasa bel pulang sekolah berbunyi. Tak lama teman-temannya berhamburan keluar kelas. Setelah arus pulang mereda, ia beranjak menuju kelas untuk mengambil tasnya.
11
INT. RUMAH HANA - SORE Hana sampai pada rumahnya, tak terlalu besar sebenarnya, tapi bagi yang tinggal seorang diri, ukuran ini terlampau besar. Ruangan demi ruangan dilewatinya, namun semuanya tampak kosong, tak tersisa sesuatu kecuali kenangan pada ingatannya saja. Hana duduk pada ruang keluarga, mencari suasana berbeda dibanding kamar tidur yang menjadi "rumah utamanya", namun yang didapatnya malah sebuah tikaman kenangan akan orang tuanya yang telah tiada. Rasa ini kian tak tertahankan hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke sekolah, mencari keberadaan sosok manusia lain.
10.
12
EXT. SELASAR - SAMA Sesampainya pada sekolah, terlihat jelas bahwa kenyataan tidak sesuai dengan pengharapannya: sekolah telah kosong, siswa-siswi telah pulang. Lagi-lagi ia menghadapi sebuah kesendirian, namun saat ini berada pada tempat yang lebih luas lagi ketimbang rumahnya. Hana berjalan dan berjalan, mencari akan adanya manusia yang sekiranya dapat menemaninya. Sebelum sempat menemukannya, ia memilih duduk pada pojokan selasar kelas.
13
INT. KELAS - SORE Sepertinya Rangga telah duduk di parkiran sedikit terlalu lama, karena sesampainya pada selasar tempat ini telah sepi. Maka ia memutuskan untuk menyapu kelas karena hampir dipastikan jadwal piket hanyalah sebuah pajangan kelengkapan kelas. Sampah kertas dan bungkus makanan ia keluarkan dari balik meja, hingga ketika ia akan menyapu ke luar kelas ia melihat sesuatu: seorang siswi duduk pada pojokan yang tak lain adalah Hana.
14
INT. SELASAR KELAS - SAMA Hana terduduk lemas di lantai sambil menangis. Kemudian menampakkan wajah dengan tatapan kosong. Sesaat kemudian ia mengeluarkan cutter dari tasnya dan dengan tangan yang gemetar bertekad ingin memotong urat nadinya. Tepat sebelum cutter dapat melakukan pemotongan, seketika cutter tersebut terlempar jauh. Hana yang kaget kemudian melihat ke atas: Rangga berdiri dengan kuda-kuda menyerang, bersenjatakan gagang sapu. RANGGA Maaf pake sapu, bukan mahram. HANA Rangga, yang kamu lakukan ke saya itu... jahat. RANGGA Mau kamu apain cutter itu? HANA Bukan urusan kamu. RANGGA Masalah apapun yang kamu milikin, apakah dengan mengakhiri hidup kamu bisa jadi selesai?
(BERLANJUT)
LANJUTAN:
11.
HANA (gemetar) Eng... engga... (suara menaik) Udah aku bilang bukan urusan kamu! RANGGA (membentak) Terus kenapa kamu lakuin kalau tau ga merubah apapun? HANA Berisik! Kamu tau apa sih? Kenapa kamu harus ikut campur masalah orang lain? (jeda) Tau apa sih tentang masalah aku? Kamu juga cuma sebatas liat luar kan? Terus nge-judge tanpa tau yang sebenernya! Aku capek... (jeda) Dan kamu! Jangan sok ngurusin masalah orang lain! Rangga yang berdiri mematung hanya dapat menyaksikan ketika Hana pergi berlari meninggalkan tempatnya. 15
EXT. SELASAR MASJID - SIANG Keesokan harinya, Rangga duduk sendirian di selasar masjid, tanpa dampingan kedua temannya. Di kejauhan, ia memandang Ikhsan yang tengah berkumpul bersama temannya. Merasa senang dan tenang ketimbang bersama Rangga.
16
INT. KAMAR RANGGA - SORE Hari-hari berlalu. Sepulang sekolah, Rangga duduk di kasur, memandang matahari terbenam, dengan beberapa keributan sedikit terdengar. Merenungkan hal-hal yang terjadi: Ikhsan mengambil uang infaq, Ardhi keluar gerbang sekolah dengan surat skorsing, kata-kata pedas pada perbincangannya dengan Hana.
17
INT. SELASAR KELAS - PAGI Rangga sedang duduk di depan kelas yang masih sepi. Beberapa saat kemudian ia melihat Ikhsan melintas menuju kelasnya. RANGGA San!
(BERLANJUT)
LANJUTAN:
12.
Ketika mata Rangga memandang ke arah kiri, mengikuti arah jalannya Ikhsan, tak sengaja pandangannya bertemu dengan Hana, yang terlihat kesal karena kembali bertemu dengan Rangga. Spontan Rangga mengalihkan pandangannya hingga Hana lewat. Ketika situasi aman, ia kembali melihat Ikhsan, dan ternyata ia sudah bergabung dengan temannya. 18
EXT. TROTOAR - SORE Rangga mulai merasakan ketidaktenangan pada hidupnya. Ia merasa sudah terlalu banyak mencampuri kehidupan orang lain. Ketika ia duduk di atas selokan, sekelompok orang tak dikenal yang kebetulan sedang nongkrong pada tempat yang sama menghampirinya. HERU Woy kamu! Bengong aja dari tadi... Rangga tersadar dari lamunannya. Sekedar tertawa kecil karena tak tahu harus menjawab apa. HERU Mumpung gue lagi baik nih, mau ini ga? Heru menyodorkan sebuah plastik kecil berisikan bubuk kecil berwarna putih, namun Rangga tak menerimanya. RANGGA Engga ah, ga pake yang begituan. Heru dan temannya tertawa. HERU Cuma sekali pake mah ga akan kecanduan. (tertawa) Lumayan buat cari-cari seneng. Rangga mulai menimbang penawaran tersebut. Melihat ini, Heru memutuskan untuk melemparkannya ke tangan Rangga. Setelahnya, Heru langsung berjalan menuju motornya dengan temannya menyusul kepada motor masing-masing. Rangga mengambil kertas untuk digulung menjadi sedotan. Ketika hendak menghirupnya, ia melihat Heru menyalakan motornya dan langsung tancap gas, tidak melihat mobil yang kemudian menabraknya. Teman-temannya berhamburan mencoba menyelamatkannya, sementara Rangga kaget, menyebabkan seluruh bubuknya tertumpah. Kemudian ia tersadar dan bersyukur bahwa Allah masih ingin melindungi dirinya.
13.
19
INT. SELASAR KELAS - SIANG Bel istirahat berbunyi, Rangga berjalan keluar dari kelas, menemukan Ikhsan yang tengah berjalan dari kelas menuju kantin bersama "geng barunya". Ia mulai kehabisan cara untuk berbaikan dengan Ikhsan. Tanpa pikir panjang, ia duduk berlawanan arah dengan Hana dan Nada. Ponsel dikeluarkannya. Kemudian ia menghubungi Ardhi yang belum habis masa skorsnya. RANGGA Assalamu’alaikum, Ardhi? ARDHI Wa’alaikumsalam. Iya ada apa, Ga? RANGGA Dhi, ini soal yang waktu itu, kamu udah tau belum siapa yang sebenernya ngambil uang infaq? ARDHI Kenapa emangnya, Ga? Udah ga apa-apa, lagian aku cuma kena skorsing, selama aku masih bisa masuk sekolah lagi ga masalah kok. RANGGA Hmm... intinya aku lagi berusaha ngobrol sama orang itu, tapi rasanya sulit banget, Dhi, (melihat ke arah belakang) ada aja penghalangnya. Di belakangnya, Hana bersin. HANA Alhamdulillah. RANGGA (berbisik) Yarhamukillah. Rangga kembali menghadapkan wajahnya ke depan. RANGGA (CONT’D) Dan orang itu sering nongkrong bareng geng barunya. Jadi aku harus gimana nih, Dhi? Udah stuck rasanya. ARDHI Kamu coba aja sekali lagi ngobrol sama orang itu ya... Kalau kamu merasa apa yang kamu lakuin itu (BERLANJUT)
LANJUTAN:
14.
ARDHI benar, jangan malu sekalipun dia lagi bareng-bareng sama gengnya. RANGGA Oh... (jeda) Oke, makasih banyak ya, Dhi. Rangga melihat Ikhsan dan temannya telah kembali dari kantin dan nongkrong di depan kelas. RANGGA (CONT’D) Eh, udah dulu ya, Dhi. Bantu do’a oke? Assalamu’alaikum. ARDHI Wa’alaikumsalam. Rangga tetap tidak tahu bagaimana harus mulai bicara dengan Ikhsan dan berakhir berjalan mondar-mandir di depan Ikhsan dan teman-teman barunya. Salah seorang kawan Ikhsan memegang pundak Ikhsan sambil memberi aba-aba agar Ikhsan menghampiri Rangga, namun ia menolak dengan menggelengkan kepala dan memalingkan wajahnya. 20
EXT. DPR - PAGI Suatu pagi yang cukup cerah. Seperti biasa, sebelum siswa lain telah datang, Rangga tengah duduk menikmati udara luar sebelum masuk kelas. Tak lama Nada melintas, ia merasa ini merupakan suatu saat yang tepat untuk mengkonfirmasikan suatu hal. NADA Rangga, ada waktu? Ada yang pengen aku obrolin. Rangga hanya mengangguk. Nada kemudian duduk. NADA Oke, to the point aja, kamu apain Hana? RANGGA Perasaan ga ngapa-ngapain... NADA Bohong. Akhir-akhir ini aku ngerasa ada yang aneh sama Hana, terutama kalau papasan sama kamu, selalu keliatan kesel. Kamu yakin ga ngapa-ngapain dia?
(BERLANJUT)
LANJUTAN:
15. RANGGA Aku ga tau... NADA Dan ada yang pengen aku obrolin. Ini tentang yang ngelaporin temen kamu ke guru. Itu Hana. (jeda) Tapi tolong ngerti, waktu itu dia ga sengaja liat temen kamu yang lagi ngipas-ngipasin uang. Siapa yang ga curiga?
Rangga tidak terkejut, karena ia sudah pernah menguping pembicaraannya. RANGGA Mungkin aku yang harusnya minta maaf ke dia. Udah sok ikut campur urusan orang lain. Rangga menatap ke arah langit, kemudian menunduk. RANGGA (CONT’D) Aku juga punya kisah sendiri... 21
INT. RUMAH RANGGA - PAGI FLASHBACK Suatu pagi buta, Rangga tengah bersiap untuk berangkat menuju sekolah. Sementara pada ruang lainnya terlihat Siti sedang menyusun dokumen yang diperlukannya pada kantor. Tergeletak pada sofa ruang keluarga, adalah Budianto, masih tertidur, sesekali menggaruk, kemudian memicingkan matanya. SITI Mas, bangun! Kamu itu cari kerja atau apa gitu hal yang bermanfaat dibanding tidur-tiduran ga jelas kayak gini! BUDIANTO (masih setengah tidur) Ah... dua hari yang lalu aku udah kirim lamaran kerja kesana-kemari. Emang dipikir ga capek apa? Manusia juga butuh istirahat. SITI Alasan aja terus bisanya. Kok bisa ya dulu saya nerima lamaran mas, ga ngerti saya. Gimana mas ga cerai sama istri yang dulu, wong kerjanya males-malesan gini. (BERLANJUT)
LANJUTAN:
16.
Di kamar, Rangga yang tengah bersiap-siap hanya dapat mendengar pertengkaran kedua orang tuanya. SITI (CONT’D) Coba dong diperbaikin kebiasaannya, masa udah berumur belum ngerti tanggung jawab! BUDIANTO Kamu itu perempuan yang ditinggal mati suaminya, ga pantes buat ngomong kayak gitu. Hargain dong, saya suami kamu! AKHIR FLASHBACK 22
EXT. DPR - PAGI RANGGA (CONT’D) Waktu mereka berantem, aku cuma diem, ga ngapa-ngapain. Tapi waktu orang lain punya masalah aku malah ikut campur. Pasti orang-orang pada kesel sama aku. Rangga telah selesai bercerita. Beberapa waktu berlalu tanpa seorangpun tahu harus berbicara apa. Nada kemudian terlihat sedang menimbang suatu pilihan. NADA Besok waktu rapat buat acara angkatan, mau coba ngobrol sama Hana? Biar clear aja sih. Ga afdol kalau lewat perantara, bisa jadi kurang sampai pesannya. Oke? RANGGA Oke. Hari semakin siang, siswa-siswi mulai berdatangan. Memandangi Rangga dan Nada dengan tatapan yang bermacam-macam. Dengan sesekali terdengar "Ciee..."
23
EXT. PARKIRAN - SAMA Hana yang keburu masuk, tanpa melihat Nada dan Rangga terlihat gundah. HANA (bicara sendiri) Nada mana sih? Kita kan harus nyiapin buat acara besok.
17.
Hana mengambil ponselnya untuk menelpon Nada, namun sesaat kemudian, ia melihat Rangga dan Nada tengah duduk bersama. Sehingga ia memutuskan untuk, seperti biasa, mendapat informasi dari percakapan mereka. 24
INT. KELAS - SIANG KBM tengah berlangsung di kelas. Semua murid duduk pada kursinya masing-masing, memperhatikan guru yang tengah menjelaskan materi. Tak terkecuali Ikhsan. Duduk dengan buku catatan di mejanya, tangan memegang pulpen, namun tak ada sesuatupun yang tercatat. Hal yang sangat berbeda dibanding teman termalasnya pun masih mau mencatat. Ikhsan hanya memiliki tatapan kosong. Pulpen dibiarkan menyentuh kertas. Memikirkan perkataan Rangga. Pandangan kosongnya kemudian beralih dari papan tulis menuju kolong meja. Teman sebangkunya melihat ini. INDRA Ada apa? Bengong aja dari tadi! Ikhsan masih tetap memiliki tatapan kosong seraya menjawab. IKHSAN Engga, ga ada apa-apa, kok. Indra ingin kembali menjawab, tapi kemudian menahan diri agar tidak mengganggu KBM.
25
INT. RUMAH RANGGA - MALAM Rangga melaksanakan sholat malam, berharap agar ia dapat melalui hari esok. Ia berdoa dengan khusyu, melampiaskan segala kisahnya dalam do’a itu. Ia merasa telah turun terlalu jauh pada kisah hidup orang lain. Ia memohon ampunan dan pertolongan agar dapat lebih bijaksana dalam menjalani hidupnya.
26
INT. SELASAR KELAS - PAGI Pagi ini siswa berdatangan lebih cepat, karena akan diadakan rapat acara angkatan pada pagi hari, sebelum dimulainya KBM. Rangga baru saja sampai di kelas dan menyimpan tasnya, kemudian ketika hendak berkumpul ia melihat Ardhi yang datang dengan mengenakan seragam dan membawa tas.
(BERLANJUT)
LANJUTAN:
18.
ARDHI Hoy... RANGGA Ardhi... Apa kabar? Kok bisa ada di sini? ARDHI Yuk duduk dulu. Rangga pun duduk, diikuti oleh Ardhi. Terlihat bahwa di belakangnya terdapat Ikhsan. 27
INT. RUANG PEMBINA - SIANG FLASHBACK Iksan berjalan menuju meja pembina. Dengan pandangan tertunduk, ia menyampaikan pengakuannya. IKHSAN Permisi pak, saya mau mengaku kalau sebenarnya yang mengambil uang infaq waktu itu bukan Ardhi, tapi saya. (jeda) Saya minta maaf. Ini uangnya saya kembalikan. Boleh dihitung ulang untuk meyakinkan. Ikhsan menyerahkan amplop berisi uang pengganti. PEMBINA Iya, saya sudah dengar ceritanya dari siswi yang kemarin melapor. Kamu punya masalah tersendiri kan? Kalau ada masalah ekonomi, kamu bisa bilang ke pihak sekolah. Setidaknya jangan membuat sekolah merasa gagal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa hanya karena masalah ekonomi. IKHSAN Iya, saya minta maaf yang sebesar-besarnya, pak. PEMBINA Kumpulkan berkas ini secepatnya ya, untuk pengajuan beasiswa. Guru pembina mengambil beberapa dokumen. Lalu menyerahkannya pada Ikhsan.
(BERLANJUT)
LANJUTAN:
19.
PEMBINA (CONT’D) Kamu harus belajar lebih giat lagi. Dan lain kali kalau ada permasalahan, bilang sama pihak sekolah. (jeda) Brosur beasiswa ini kamu berikan juga pada Ardhi, sekaligus surat pemberitahuan untuk segera masuk sekolah. IKHSAN Siap! Makasih banyak, pak! FLASHBACK SELESAI 28
INT. SELASAR KELAS - SAMA Setelah jeda beberapa lama. ARDHI Iya, jadi gitu yang terjadi. IKHSAN Maaf ya Dhi, Ga. Maaf selalu ngerepotin kalian. Dan makasih banyak engga jadi musuhin aku. Mereka bertiga hanya diam dan tersenyum. Mensyukuri keadaan saat ini. Hingga seseorang datang. SARAH Rangga, dipanggil tuh sama... (menengok ke arah Hana dan Nada) Seketika itu, Sarah pun berlalu. ARDHI Sana samperin. Kayaknya penting tuh. Rangga pun menghampiri Hana dan Nada. NADA Tuh udah dateng... Ayo katanya mau ngomong. HANA Rangga... aku... mau minta maaf soal kejadian beberapa hari kebelakang. Maaf ya... Dan makasih udah mau nolongin aku waktu itu, juga udah bikin aku sadar, kalau setiap orang punya masalahnya masing-masing, dan (BERLANJUT)
LANJUTAN:
20.
HANA sedang berusaha keras untuk menyelesaikannya. RANGGA Iya, ga masalah kok. Setelah cukup lama tak ada yang berbicara lagi. Nada langsung mengintervensi. NADA Eh, udah, udah... Udah pada kumpul tuh. HANA Oh iya, duluan ya. Hana dan Nada langsung bergegas berkumpul. Sementara Rangga menunggu sejenak. Tak lama berselang, terdapat telepon. Rangga mengambil HPnya, melihat bahwa ayahnya menelepon. Setelah ragu untuk mengangkat, akhirnya ia putuskan untuk mengangkatnya. RANGGA Assalamu’alaikum, yah, ada apa? AYAH Nanti pulang sekolah kamu langsung pulang, ga boleh kemana-mana. RANGGA Iya yah. Tapi kenapa? AYAH Kita mau syukuran, ibu hamil... dan setelah wawancara kemarin ayah dapet pekerjaan di perusahaan itu. RANGGA Alhamdulillah... (jeda) Tapi kok tadi atau kemarin ga langsung ngasih tau? AYAH Iya, awalnya mau tadi pagi kasih tau ke kamunya. Tapi kamunya keburu pergi. Ya sudah, assalamu’alaikum. RANGGA Wa’alaikumsalam. Rangga menahan rasa bahagianya agar tidak terlalu meluap.
(BERLANJUT)
LANJUTAN:
21.
ARDHI Hey yang lagi bengong! Ikut rapat ga? RANGGA Ah iya... Rangga berjalan menuju perkumpulan, meninggalkan tempat ia duduk. FADE TO BLACK MONOLOG Layaknya pelangi yang datang setelah turunnya hujan, juga panah yang harus mundur sebelum melesat ke depan. Mungkin... hidup kita memang harus jatuh dan jungkir balik untuk bisa bertemu kata bangkit. Namun ada kalanya hidup kita turun, bahkan menukik tajam, untuk akhirnya kita dapat naik. Seperti halnya integral. THE END