INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1985 TENTANG KOORDINASI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUSUAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa dalam rangka pemanfaatan produksi susu ternak perah secara optimal dan dapat meningkatkan pendapatan petani ternak perah serta kesejahteraan masyarakat pada umumnya, diperlukan langkah-langkah guna mewujudkan keterkaitan yang erat antara kegiatan produksi susu ternak perah, pengolahan, pemasaran, dan konsumsinya. b. bahwa untuk dapat mewujudkan keterkaitan. sebagaimana tersebut di atas, diperlukan adanya koordinasi yang sebaik-baiknya di bidang perencanaan kebijaksanaan pembinaan dari pengembangan produksi susu ternak perah, dan berbagai program kegiatan yang diperlukan di antara aparat Pemerint:ah yang lingkup tugas, tanggung jawab, dan kewenangannya bersangkutan dengan bidang tersebut. c. bahwa baik untuk mewujudkan koordinasi sebagaimana tersebut di atas maupun untuk meningkatkan koordinasi yang telah dilaksanakan selama ini, dipandang perlu mengeluarkan Instruksi Presiden tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional. Mengingat 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dari Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1907 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824). 3. 3.Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832). MENGINSTRUKSIKAN : Kepada : 1. Menteri Pertanian. 2. Menteri Koperasi. 3. Menteri Perindustrian. 4. Menteri Perdagangan. 5, Menteri Dalam Negeri. 6. Menteri Kesehatan. 7. Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri. 8. Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan. 9. Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal. Untuk : PERTAMA : Menyelenggarakan kerja sama dan koordinasi yang sebaik-baiknya dalam rangka : a. penyusunan dan perumusan kebijaksanaan terpadu mengenai pembinaan dan pengembangan persusuan nasional untuk meningkatkan produksi dan higiene susu ternak perah, pengolahan pemasaran dan konsumsinya. b. penyusunan program-program kegiatan bagi pelaksanaan kebijaksanaan terpadu tersebut dalam huruf a, yang pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan kewenangan masing-masing. KEDUA : Dalam rangka pelaksanaan kerja sama dan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA : 1. Menteri Pertanian yang dibantu oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan : a. melaksakan pemantapan dan peningkatan usaha pembinaan
serta pengembangan ternak perah di kalangan para petani ternak perah agar dapat lebih meningkatkan hasil dan kesejahteraannya. b. meningkatkan penyuluhan usaha pemeliharaan ternak perah dan persusuan yang baik dan sehat di kalangan para petani ternak perah. 2. Menteri Koperasi melaksanakan penyuluhan pembinaan dan pengembangan teknis perkoperasian di kalangan para petani ternak perah di bidang persusuan. 3. Menteri Perindustrian dengan dibantu Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi dalam Negeri dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal melaksakan pembinaan dan mewujudkan keterkaitan antara usaha industri pengolahan susu dan industri penggunaan bahan susu dengan koperasi para petani ternak perah sebagai penghasil susu. 4. Menteri Perdagangan melaksanakan pembinaan tata niaga susu dalam rangka rnendorong terwujudnya keterkaitan yang erat antara industri pengolahan susu dan industri pengguna bahan susu dengan koperasi para petani ternak perah, serta pemasaran susu pada umumnya. 5. Menteri Kesehatan memberikan dukungan terhadap usaha pembinaan dan pengembangan persusuan, khusus yang menyangkut konsumsi susu dalam rangka peningkatan gizi masyarakat. 6. Menteri Dalam Negeri memberi petunjuk dan pengarahan kepada para Gubernur kepala daerah tingkat I dan para Bupati /Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dalam: a. pelaksanaan pembinaan petani ternak perah wilayah masingmasing sesuai dengan Kebijaksanan terpadu di bidang pembinaan dan pengembangan produksi susu ternak perah, pengolahan, pemasaran, dan konsumsinya. b. memberikan dukungan terhadap kebijaksanaan Menteri sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 4 dalam memperlancar usaha pembinaan dan pengembangan usaha petani ternak perah.
KETIGA : dalam melaksanakan kerja sama dan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam diktum KEDUA, Merteri pertanian membentuk Tim Koordinasi yang diketuai oleh Menteri Muda urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan, yang keanggotaannya terdiri dari para pejabat Departemen dan Lembaga yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan usaha pembinaan dan pengembangan persusuan nasional. KEEMPAT Hal-hal yang tidak dapat diputuskan dalam Tim koordinasi yang dimaksud dalam diktum KETIGA, dibicarakan dalam rapat koordinasi bidang ekonomi, keuangan, dan industri oleh para Menteri yang bersangkutan. KELIMA Pelaksanaan instruksi Presiden ini diselenggarakan sesuai dan dengan memperhatikan pedoman sebagaimana tercantun dalam lampiran Instruksi Presiden ini yang koordinasinya dilakukan oleh Menteri Pertanian yang dibantu oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan. Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan, Dikeluarkan di Jakarta Pada tanggal 15 Januari 1985 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHART0
LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 1985 TANGGAL 15 Januari 1985
PEDOMAN KOORDINASI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUSUAN NASIONAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Instruksi Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Susu adalah produk utama ternak perah berupa susu murni dan semua jenis susu/komponen susu yang dihasilkan di dalam negeri dan diimpor dalam bentuk bahan baku. 2. Susu produksi dalam negeri adalah produk utama ternak perah berupa susu murni dan semua jenis susu/komponen susu yang dihasilkan di dalam negeri. 3. Susu impor adalah bahan baku industri berbentuk susu bubuk, susu skim, Iaktosa dan lemak susu yang didatangkan dari luar negeri (diimpor) untuk bahan baku industri pengolahan susu, industri pengguna bahan susu maupun untuk kepentingan lainnya seperti bantuan pangan berupa hibah (grant). 4. Pengembangan persusuan adalah upaya yang bertujuan meningkatkan dan memanfaatkan potensi persusuan di dalam negeri sehingga terjadi peningkatan produksi susu untuk memenuhi permintaan dalam negeri, mengurangi impor dan sekaligus meningkatkan pendapatan menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha sehingga dapat meningkatkan Kesejahteraan petani ternak perah pada khususnya dan meningkatkan gizi masyarakat pada umumnya.
5. Susu olahan adalah hasil pengolahan susu. 6. Industri pengolahan susu adalah industri pengolahan bahan pangan yang menggunakan bahan utama susu untuk menghasilkan susu olahan. 7. Industri pengguna bahan susu adalah industri pengolahan pangan atau non pangan yang menggunakan susu sebagai bahan tambahan atau bahan penolong. 8. Rasio susu adalah perbandingan antara jumlah susu produksi dalam negeri yang diserap industri pengolahan susu dengan jumlah bahan susu impor yang diizinkan dalam ekuivalen susu segar dan ditetapkah secara berkala. 9. Kebijaksanaan impor satu pintu adalah kebijaksanaan yang menentukan bahwa seluruh impor susu melalui lembaga tata niaga tertentu. BAB II PENGEMBANGAN PERSUSUAN Pasal 2 Pengembangan persusuan dilakukan untuk membangun dan membina usaha persusuan agar mampu meningkatkan produksi susu dalam negeri dan susu olahan dengan mutu yang baik dan harga yang terjangkau masyarakat sekaligus untuk mengurangi impor susu serta meningkatkan kesejahteraan petani ternak perah khususnya dan meningkatkan gizi masyarakat pada umumnya. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup kebijaksanaan persusuan meliputi perumusan kebijaksanaan dan pengadaan pelaksanaan kebijaksanaan dalam
rangka memperlancar kegiatan pendinginan produksi susu dalam negeri industri pengolahan susu, industri pengguna bahan susu, pemasaran, dan konsumsi susu. Pasal 4 (1) Produksi susu dalam negeri ditingkatkan melalui usaha modernisasi peternakan ternak perah rakyat yang dibina oleh wadah koperasi susu. (2) Dalam rangka meningkatkan produktivitas peternakan ternak perah dan mengembangkan swadaya peternak perah yang dibina menjadi anggota koperasi, diadakan pembinaan dan pengembangan prasarana dan sarana penunjang sejak usaha pra produksi,produksi dan pasca panen seperti penyediaan peralatan dan teknologi. Pasal 5 (1). Pengembangan industri pengolahan susu diadakan di sentra produksi yang bertumpu pada kekuatan produksi susu dalam negeri. (2). Dalam setiap pendirian industri pengolahan susu wajib mengikutsertakan koperasi secara aktif. Pasal 6 (1). Lapor susu dilakukan melalui kebijaksanaan satu pintu dan kebijaksanaan rasio susu. (2) Agar harga susu dapat terjangkau oleh masyarakat dan mampu memberikan rangsangan terhadap petrernak ternak perah di lakukan kebijaksanaan pengendalian dan monitoring harga susu di dalam negeri mulai dari tingkat peternak ternak perah sampai konsumen. (3) Setiap industri pengolahan susu wadjib menggunakan susu produksi dalam negeri sebagai bahan baku utama, sedang susu impor merupakan pelengkap.
Pasal 7 Untuk memasyarakatkan konsumsi susu dilakukan usaha-usaha penerangan, promosi, dan kampanye minum susu melalui berbagai media penerangan dengan meningkatkan program-program yang telah dilaksanakan maupun program baru, seperti program susu bagi anak sekolah, program minum susu bagi karyawan yang secara medis teknis memerlukan, bantuan susu bagi daerah-daerah rawan gizi dan lain-lain. BAB lV BENTUK KOORDINASI Pasal 8 (1). Pengembangan persusuan menjadi wewenang dan/atau tanggung jawab Menteri Pertanian yang dibantu oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan, bersamasama dengan Menteri Koperasi, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dengan dukungan Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal. (2) Dalam rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri Pertanian membentuk Tim Koordinasi yang diketuai oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan dan keanggotaannya terdiri dari para pejabat dari Departemen/Lembaga yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya bersangkutan dengan usaha pembinaan dan pengembangan persusuan nasional. (3) Masalah persusuan yang menyangkut bidang tugas dan wewenang dari beberapa Menteri yang memerlukan koordinasi antar para Menteri yang bersangkutan, dibicarakan dalam rapat koordinasi bidang Ekonomi,Keuangan, dan Industri, atau koordinasi dan konsultasi langsung antara Menteri-menteri yang bersangkutan. pasal 9
Pelaksanaan operasional pembinaan dan pengembangan persusuan dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi sejalan dengan fungsi dan tugas masing-masing. Pasal 10 Pelaksanaan koordinasi pembinaan dan pengembangan persusuan di daerah dilakukan oleh Gubernur Kepala daerah dengan berpedoman pada kebijaksanaan umum dibidang persusuan yang ditetapkan Pemerintah. BAB V PEMBIAYAAN Pasal 11 Segala biaya yang berhubungan dengan pembinaan dan pengembangan persusuan nasional dibebankan kepada anggaran masing-masing instansi sesuai dengan lingkup tugasnya.
BAB VI KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 12 Pedoman ini secara teknis operasional diatur lebih lanjut oleh Menteri atau Ketua/Kepala Lembaga yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing di bawah koordinasi Menteri Pertanian yang dibantu oleh Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd
S0EHART0